perilaku sosial anak

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    1/80

    STUDI KASUS TENTANG ANAK YANG MEMILIKI

    PERILAKU SOSIAL NEGATIF DI SEKOLAH PADA

    SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI I

    SEDAYU KABUPATEN GROBOGAN

    TAHUN PELAJARAN

    2008/2009

    SKRIPSI

    Oleh:

     ELY RIYANI 

    NIM : K 3103009

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

    2011

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    2/80

    STUDI KASUS TENTANG ANAK YANG MEMILIKI

    PERILAKU SOSIAL NEGATIF DI SEKOLAH PADA

    SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI I

    SEDAYU KABUPATEN GROBOGAN

    TAHUN PELAJARAN

    2008/2009

    Oleh :

    ELY RIYANI

    NIM : K. 3103009

    Skripsi

    Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan Gelar Sarjana

    Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

    Jurusan Ilmu Pendidikan

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

    2011

    i

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    3/80

    HALAMAN PERSETUJUAN

    Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

    Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

    Surakarta

    Disetujui oleh pembimbing

    Pembimbing I Pembimbing II

    Drs. Wagimin. M.Pd Dra. Sri Wiyanti. M.Si

    ii

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    4/80

    iii

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    5/80

    ABSTRAK

    Ely Riyani 2011. STUDI KASUS TENTANG ANAK YANG MEMILIKI

    PERILAKU SOSIAL NEGATIF DI SEKOLAH ADA SISWA KELAS VI

    SEKOLAH DASAR NEGERI I SEDAYU KABUPATEN GROBOGAN

    TAHUN PELAJARAN 2008/2009. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan

    Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret surakarta, Januari 2011.

    Tujuan penelitian ini adalah untuk: (I). mendapatkan gambaran realitas

    tentang karakteristik atau gejala anak yang memiliki perilaku sosial negatif di

    sekolah (2). Memperoleh infomasi secara rinci mengenai faktor-faktor yang

    menjadi penyebab terjadinya perilaku sosial yang negatif di sekolah. (3).

    Memperoleh gambaran dampak atau akibat yang terjadi pada anak yang memiliki

    perilaku sosial yang neggatif di sekolah. (4). Mengetahui pandangan pihak-pihak 

    terkait tentang perilaku negatif tersebut..Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan

    pendekatan studi kasus. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI SD

    Negari I Sedayu Kecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran

    2008/2009 yang memiliki perilaku sosial negatif di sekolah. Teknik pengumpulan

    data menggunakan, sosiometri, wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik 

    analisis data menggunakan deskriptif fenomenologis.

    Kesimpulan hasil penelitian ini adalah bahwa bentuk perilaku sosial

    negatif yang dilakukan subjek adalah membuat gaduh di kelas, mengganggu

    teman di kelas, berkelahi, mengancam dan berkata-kata kotor serta menyontek 

    pekerjaan temannya. Faktor penyebab terjadinya perilaku sosial negatif yang

    berasal dari factor internal yaitu rasa malas, tidak percaya diri, ingin diperhatikan

    banyak orang,serta ingin menutupi kekurangannya. Penyebab dari factor eksternalyaitu lingkungan keluarga, tayangan TV, paparan media, lingkungan sekolah serta

    lingkungan masyarakat yang kurang mendukung. Selain hal tersebut subjek 

    terpengaruh oleh kebiasaan keluarga besarnya yang suka bertengkar.

    Akibat dari perilaku sosial negatif subjek dapat menghambat tercapainya

    prestasi yang obtimal, tidak diterima oleh kelompok sebaya dan di pandang

    negative oleh guru.

    Pandangan pihak terkait tentang perilaku sosial negatif di sekolah yang

    dilakukan oleh siswa, yaitu:

    a. Kepala sekolah berpandangan bahwa perilaku sosial negatif digolongkan

    sebagai perilaku nakal dan karena pengaruh ketidakharmonisan keluarga.

    b. Guru kelas memiliki pandangan bahwa perilaku sosial negatif perilaku sosial

    negatif pada saat PBM berlangsung untuk menutupi kekurangan dan mintaperhatian dari guru dan temannya.

    c. Guru agama memiliki pandangan bahwa perilaku sosial negatif sangat

    mengganggu KBM dan membuat kesal guru.

    d. Guru olah raga memiliki pandangan bahwa perilaku sosial negatif adalah

    kenakalan siswa karena sangat merugikan.

    e. Orang tua siswa memiliki pandangan bahwa perilaku sosial negatif karena

    keteladanan orang tua yang rendah serta pendidikan dalam keluarga yang

    kurang.

    v

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    6/80

    MOTTO

    Mulai hari ini kembangkan rasa sabar, tidak mudah putus asa dan pantang

    menyerah

    Teruslah bersabar dan berdoa

    Lakukan hal yang baik, yang terpuji, yang indah, yang patut di puji dan terhormat

    (penulis)

    vi

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    7/80

    PERSEMBAHAN

    Karya ini dipersembahkan kepada :

    Suami dan Anak tersayang,

    Ibu dan Ayah tercinta,

    dan Almamater.

    vii

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    8/80

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Yuhan Yang Maha Esa, karena

    atas Rahmat dan kasih-Nya skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk 

    memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

    Puji syukur berkat bantuan dari berbagai pihak atas segala bentuk 

    bantuanya, disampaikan terimakasih kepada yang terhormat :

    1. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas

    Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang

    telah memberi kesempatan dan ijin untuk melakukan penelitian.

    2. Bapak Drs. R. Indianto, M.Pd selaku, Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan

    Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan pembinaan dalam

    melaksanakan penelitian.

    3. Ibu Dra. Siti mardiyati, M.Si selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan

    Konseling Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan

    pembekalan dalam melaksanakan penelitian.

    4. Bapak Drs. Wagimin. M.Pd, M.Si selaku pembimbing I yang telah sabar

    memberikan bimbingan, dorongan dan masukan sehingga penulisan skripsi ini

    dapat selesai dengan baik.

    5. Ibu Dra. Sri Wiyanti, M..Si selaku pembimbing II yang telah sabar memberikan

    bimbingan, dorongan dan masukan sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai

    dengan baik 

    6. Tim Penguji skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaga, sehingga

    penulis dapat melaksanakan ujian skripsi guna menyelesaikan studi di bangku

    kuliah.

    7. Dosen Program Studi Pendidikan Bimbingan konseling Fakultas Keguruan danIlmu Pendidikan Universitas Negeri Sebelas Maret yang telah banyak memberi

    bekal ilmu pengetahuan sehingga dapat menujang dalam penelitian ini.

    8. Bapak Sumali selaku Kepala Sekolah SDN I Sedayu yang telah memberikan

    ijin untuk melakukan penelitian di SDN I Sedayu, Kecamatan Grobogan

    Kabupaten Grobogan

    viii

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    9/80

    9. Keluarga besar SDN I Sedayu yang turut membantu dalam penyelesaian

    penelitian

    10. Bapak dan Ibu yang senantiasa mendoakan penulis sehingga dapat

    menyelesaikan kuliah

    11. Suami dan anakku yang mendoakan dan membantu penulis sehingga penulisan

    skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik 

    12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

    memberikan bantuan dalam penulisan skripsi ini.

    Semoga semua amal kebaikan bapak, ibu dan saudara dapat diterima dan

    mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Semoga skripsi ini dapat

    bermanfaat bagi pendidikan anak di sekolah dasar khususnya dalam memberi

    bimbingan anak yang berperilaku sosial negatif.

    Surakarta, Februari 2011

    Penulis

    ix

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    10/80

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

    HALAMAN PENGAJUAN .................................................................... ii

    HALAMAN PERSETUJUAN................................................................. iii

    HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iv

    HALAMAN ABSTRAK .......................................................................... v

    HALAMAN MOTTO .............................................................................. vi

    HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................... vii

    KATA PENGANTAR.............................................................................. viii

    DAFTAR ISI ............................................................................................ x

    DAFTAR TABEL .................................................................................... xii

    DAFTAR BAGAN ................................................................................... xiii

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xv

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1

    B. Fokus Penelitian ............................................................... 4

    C. Tujuan Penelitian .............................................................. 4

    D. Manfaat Penelitian ............................................................ 4

    BAB II LANDASAN TEORI

    A. Tinjauan Pustaka................................................................ 6

    1. Perkembangan Sosial Anak Sekolah Dasar ................ 6

    2. Studi Kasus .................................................................. 29

    B. Kerangka Pemikiran ........................................................... 33

    BAB III METODE PENELITIAN

    A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................... 35

    B. Bentuk dan Strategi Pelitian............................................... 35

    C. Subjek Penelitian ............................................................. 36

    D. Sumber Data ..................................................................... 37

    x

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    11/80

    E. Teknik Pengumpulan Data ................................................ 37

    F. Validitas Data .................................................................. 39

    G. Analisis Data ..................................................................... 39

    H. Prosedur Penelitian ........................................................... 40

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Sajian Data Penelitian ...................................................... 42

    B. Temuan Hasil Penelitian.................................................... 54

    C. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................. 56

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ....................................................................... 64

    B. Implikasi ........................................................................... 65

    C. Saran ................................................................................ 65

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 67

    LAMPIRAN

    xi

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    12/80

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel Hasil Pengamatan Terhadap Perilaku Sosial Negatif Subjek di

    Kelas ....................................................................................... 47

    xii

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    13/80

    DAFTAR BAGAN

    Halaman

    Bagan 1. Bagan Langkah Penelitian Studi Kasus.................................. 32

    Bagan 2. Bagan Kerangka Berpikir ...................................................... 34

    xiii

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    14/80

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1. Hasil Pengamatan Terhadap Perilaku

    Sosial Negatif Subjek di Sekolah ....................................68

    Lampiran 2. Pedoman Observasi ........................................................71

    Lampiran 3. Pedoman Wawancara ......................................................74

    Lampiran 4. Hasil Wawancara dengan Responden ..............................80

    Lampiran 5. Peta sosiometri ........................................................... 86

    Lampiran 6. Peta sosiogram ............................................................. 87

    Lampiran7. Surat keterangan telah melakukan

    penelitian dari SDN I Sedayu Kabupaten

    Grobogan ........................................................................89

    Lampiran8. Surat ijin menyusun skripsi dari universitas

    sebelas maret surakarta ........................................................90

    xiv

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    15/80

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Sekolah dasar merupakan lembaga pendidikan dasar yang

    diselenggarakan untuk mengembangkan sikap, kemampuan dan keterampilan

    dasar yang diperlukan siswa untuk hidup dalam masyarakat. Di samping itu juga

    Sekolah dasar mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan lanjut.

    Syamsu Yusuf LN (2004: 24) menjelaskan bahwa: Siswa sekolah dasar

    pada umumnya berusia 6 sampai 13.. Ada tiga ciri yang menonjol pada masa ini

    yaitu: dorongan yang besar untuk berhubungan dengan kelompok sebaya,

    dorongan ingin tahu tentang dunia sekitarnya, dan perkembangan fisik.

    Pendapat di atas menujukkan bahwa anak pada usia 6 sampai dengan 13

    dalam perkembangannya memasuki usia sekolah dan pada masa ini anak memiliki

    dorongan yang kuat untuk berhubungan dengan kelompok sebayanya, dorongan

    ingin tahu tentang dunia sekitarnya, dan menyenangi permainan yang mengarah

    pada dunia pekerjaan.

    Syamsu Yusuf LN (2004: 24-25) menjelaskan bahwa masa usia sekolah

    dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah.

    Pada umur tertentu yang menunjukkan anak matang untuk masuk sekolah dasar,

    sebanarnya sukar dikatakan karena kematangan anak tidak ditentukan oleh umur

    semata-mata. Namun pada umur 6 atau 7 tahun, pada umumnya anak telah matang

    untuk memasuki sekolah dasar. Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif,

    anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya. Masa ini

    dirinci lagi menjadi dua fase, yaitu:

    1. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, berkisar umur 6 atau 7 tahun sampai

    umur 9 atau 10 tahun, pada umumnya usia tersebut anak berada pada kelas 1

    sampai kelas III.

    2. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, berkisar umur 9 atau 10 tahun sampai

    umur 12 atau 13tahun, pada umumnya anak berada pada kelas IV sampai

    dengan kelas VI.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    16/80

    2

    Penelitian menggunakan kasus anak kelas V SD, secara keseluruhan anak 

    kelas atas memiliki ciri sebagai berikut:

    a. Adanya minat terhadap kehidupan yang praktis sehari-hari.

    b. Amat realistik, ingin mengetahui sesuatu yang baru, dan ingin belajar.

    c. Memiliki minat pada mata pelajaran khusus, menonjolnya bakat-bakat

    khusus.

    d. Gemar membentuk kelompok sebaya.

    Muhibin Syah (1995: 46) menjelaskan bahwa masa anak-anak (late

    childhoold ) berlangsung antara usia 6 sampai 12 tahun dengan ciri-ciri utama

    Memiliki dorongan untuk keluar dari rumah dan memasuki kelompok sebaya

    ( peer group).

    Sesuai dengan pendapat di atas masa sekolah dasar adalah masa-masa

    anak senang bersosialisasi dengan teman-teman sebaya serta senang membentuk 

    kelompok-kelompok sebaya untuk dapat bermain serta belajar. Anak akan merasa

    nyaman bila mereka dapat diterinma dalam suatu kelompok dengan teman-teman

    sebayanya, dan sebaliknya anak akan merasa tidak nyaman bila tidak bisa

    diterima dalam kelompoknya.

    Elizabeth B.Hurlock (2001: 155--156) Akhir masa kanak-kanak sering

    disebut sebagai “usia berkelompok” karena ditandai dengan adanya minat

    terhadap aktivitas teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk 

    diterima sebagai anggota suatu kelompok, dan merasa tidak puas bila tidak 

    bersama teman-temannya. Anak tidak lagi puas bermain sendiri di rumah atau

    dengan saudara-saudara kandung atau melakukan kegitan dengan anggota-anggota

    keluarga. Anak ingin bersama teman-temannya dan akan merasa kesepian serta

    tidak puas bila tidak bersama teman-temannya.

    Pada masa sekolah ini anak ingin memiliki banyak teman. Anak ingin

    bersama dengan kelompoknya, karena hanya dengan temannya anak dapat

    bemain dan berolah raga, dan dapat memberikan kegembiraan. Sejak anak masuk 

    sekolah sampai masa puber, keinginan untuk bersama dan untuk diterima oleh

    kelompok menjadi semakin kuat. Hal ini berlaku baik untuk anak laki-laki

    maupun perempuan.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    17/80

    3

    Mengacu pada pendapat Elizabeth B.Hurlock (2001: 155--156) di atas

    siswa sekolah dasar senang bergaul dan membentuk kelompok-kelompok dengan

    teman sebayanya, sebagaimana telah dipaparkan di atas secara teoritis bahwa anak 

    sekolah dasar mulai suka bersosialisasi dengn teman sebayanya. Berdasarkan

    pengamatan yang dilakukan baik di dalam maupun di luar kelas dapat diketahui

    bahwa dalam bergaul dengan teman-teman di sekolah tidak semua siswa mampu

    dan dapat diterima dalam suatu kelompok sebaya di sekolah. Adakalanya seorang

    anak karena kurang pintar atau tidak mampu dalam berinteraksi dengan baik atau

    memiliki perilaku yang negatif terhadap kelompoknya, yaitu anak yang masa

    bodoh dengan temannya, pasif, suka mengganggu temannya maka tidak 

    mendapatkan perhatian atau diacuhkan oleh teman-temannya dalam kegiatan-

    kegiatan kelompok di sekolah. Keadaan yang demikian pada kenyataanya belum

    mendapat perhatian dan penanganan yang optimal oleh pihak sekolah, sehingga

    siswa akan menjadi anak yang terisolir dan tidak diterima teman-teman di dalam

    kelompoknya, dan dalam perkembangannya akan mengalami hambatan.

    Kenyataan itulah yang menarik perhatian peneliti untuk memperoleh

    gambaran realitas secara jelas tentang anak yang tidak diterima dalam

    kelompoknya di sekolah akibat memiliki perilaku negatif. Salah satu cara yang

    ditempuh untuk mempelajari secara mendalam tentang kasus tersebut, maka perlu

    diadakan penelitian dengan judul “Studi Kasus tentang Anak yang Memiliki

    Perilaku Sosial Negatif di Sekolah pada Siswa Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 1

    Sedayu Kabupaten Grobogan”.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    18/80

    4

    B. Fokus Penelitian

    Fokus penelitian adalah segala sesuatu yang ingin dicapai dalam

    penelitian ini. Fokus penelitian meliputi:

    1. Gejala-gejala siswa yang memiliki perilaku sosial negatif di sekolah

    2. Faktor-faktor yang menjadi penyebab perilaku sosial negatif di sekolah di

    Kelas VI Sekolah Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan.

    3. Akibat-akibat apabila anak memiliki perilaku sosial negatif di Sekolah di

    Kelas VI Sekolah Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan.

    4. Pandangan pihak terkait tentang perilaku sosial negatif di sekolah di Kelas VI

    Sekolah Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan.

    C. Tujuan Penelitian

    Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi,

    gambaran dan pengetahuan yang akurat tentang anak yang memiliki perilaku

    sosial negatif di sekolah. sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk:

    1. Mendapatkan gambaran realitas tentang karakteristik atau gejala anak yang

    memiliki perilaku sosial negatif di sekolah

    2. Memperoleh infomasi secara rinci mengenai faktor-faktor yang menjadi

    penyebab terjadinya perilaku sosial yang negatif di sekolah.

    3. Memperoleh gambaran dampak atau akibat yang terjadi pada anak yang

    memiliki perilaku sosial neggatif di sekolah pada siswa kelas VI di Sekolah

    Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan.

    4. Mengetahui pandangan pihak-pihak terkait tentang dampak anak yang

    memiliki perilaku sosial negatif di sekolah.

    D. Manfaat Penelitian

    Penelitian tentang anak yang memiliki perilaku negatif di sekolah pada

    siswa Kelas VI Sekolah Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan ini

    diharapkan dapat memberi kegunaan bagi semua personal sekolah yang

    berhubungan dengan bimbingan dan konseling di sekolah.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    19/80

    5

    1. Manfaat teoritis

    a Memberi masukan kepada guru secara konkrit tentang gejala anak yang

    berperilaku negatif di sekolah.

    b Menjadi bahan pemikiran bagi guru dalam menciptakan hubungan sosial

    yang dinamis di sekolah.

    2. Manfaat praktis

    a Memberi masukan kepada guru tentang cara mengenali anak yang

    berperilaku negatif melalui gejala-gejalanya.

    b Bahan masukan dan pertimbangan para orang tua siswa agar dapat

    membimbing putra-putrinya, sehingga dapat memecahkan masalah-maslah

    yang dihadapi putra-putrinya di lingkungan keluarga.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    20/80

    6

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Tinjauan Pustaka

    1. Perkembangan Sosial Anak Sekolah Dasar

    Secara kodrati manusia tidak mungkin hidup sendiri. Pentingnya

    kehidupan bersama dalam kelompok untuk memenuhi kebutuhannya, yakni

    kebutuhan untuk melangsungkan kehidupan, kebutuhan untuk 

    mempertahankan diri dari ancaman terhadap kehidupannya, dan kebutuhan

    untuk membina keturunannya sebagai penerus kehidupannya. Hal tersebut

    menunjukkan bahwa kehidupan bersama atau berkelompok menjadi

    kebutuhan penting bagi setiap individu.

    Onong Uchjana Effendi (1988: 36--37) menjelaskan bahwa secara

    umum ada dua jenis kebutuhan yang menyebabkan seseorang memasuki suatu

    kelompok. Pertama adalah kebutuhan pokok sebagaimana diinginkannya

    ketika memasuki kelompok; dan kedua adalah kebutuhan sampingan, yaitu

    kebutuhan untuk selalu bersama-sama dengan kelompoknya. Hal tersebut

    menunjukkan bahwa setiap individu perlu memasuki suatu kelompok untuk 

    memenuhi kebutuhan dan keinginannya serta kelangsungan hidupnya.

    Setiap individu dalam kehidupanya sehari-hari memerlukan pergaulan

    dengan orang lain, bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan, melainkan

    untuk kelangsungan hidup bersama. Oleh karena itu, setiap individu dituntut

    untuk mampu menyesuaikn diri dengan lingkungan yang ada. Usaha

    penyesuaian diri pada masing-masing individu tidak semuanya selalu berhasil,

    karena setiap individu memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang berbeda.

    Keberhasilan penyesuaian diri dapat menimbulkan rasa puas dan bahagia,

    sehingga menambah rasa percaya diri dan mendorong untuk memperoleh

    keberhasilan berikutnya. Sebaliknya, kegagalan dalam penyesuaian diri

    6

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    21/80

    7

    membuat seseorang kehilangan kepercayaan pada diri sendiri, sehingga

    membuat seseorang semakin jauh dari kehidupan bermasyarakat.

    Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penyesuaian diri adalah

    kepribadian dan kemampuan dalam penyesuaian diri. Kesuksesan dan

    kegagalan dalam penyesuaian diri sangat dipengaruhi oleh faktor tersebut.

    Vembriarto (1987: 51) menjelaskan bahwa kesuksesan maupun kegagalan

    dalam penyesuaian diri dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kemampuan

    menjalin hubungan dengan orang lain terutama keluarga dan dari faktor

    kepribadian yang bersangkutan.

    Keluarga merupakan lingkungan pertama sebagai pusat pendidikan.

    Dalam lingkungan keluarga anak pertama kali mengenal lingkungan pegaulan

    dan mengawali proses interaksi di dalam keluarga. Keluarga memiliki peran

    menanamkan komunikasi dan interaksi antar individu serta membekali anak 

    untuk dapat bergaul di lingkungan yang lebih luas yaitu di lingkungan sekolah

    dan masyarakat. Keluarga sebagai masyarakat kecil memiliki tata peraturan

    yang menuntut perlunya peraturan yang perlu diikuti ataupun dipatuhi.

    Lingkungan kedua setelah keluarga adalah sekolah. Sekolah sebagai

    salah satu bagian dari tri pusat pendidikan mempunyai peranan yang sangat

    besar yang ikut menyiapkan generasi muda yang sangat tangguh dan mampu

    membangun dirinya sendiri dan membangun bangsa dan negara. Di sekolah

    anak tidak hanya memperoleh bermacam-macam ilmu pengetahuan, tetapi

     juga memperoleh pengalaman, kebiasaan dan keterampilan. Di sekolah anak 

    dapat mengembangkan keseluruhan kecakapan dan kepribadiannya, karena

    sekolah merupakan salah satu institusi yang mempengaruhi proses sosialisasi

    anak dari hasil interaksi komunikasi sosial di sekolahnya. Zakiah Daradjat

    (1987: 96) menjelaskan bahwa sekolah merupakan lembaga sosial atau

    masyarakat bagi remaja, tempat mereka menghabiskan sebagian waktunya

    untuk berkumpul dan bergaul dalam umur yang relatif sama serta menyatakan

    diri dan mendapat tempat di tengah teman-temannya. Melalui sekolah pula

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    22/80

    8

    anak dibekali berbagai pengalaman sosial, belajar,adat, norma sosial, dan nilai

    moral, sehingga anak mampu mengembangkan pengetahuan dan sosialnya.

    Perkembangan sosial dimaksudkan sebagai usaha pencapaian

    kematangan dalam hubungan sosial antara individu satu dengan yang lain, dan

    dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan

    norma-norma kelompok, tradisi dan moral atau agama. Perkembangan sosial

    pada anak-anak sekolah dasar ditandai adanya perluasan hubungan sosial, di

    samping dengan keluarga juga mulai membentuk ikatan baru dengan teman

    sebaya atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya lebih

    bertambah luas. Pada usia anak sekolah anak mulai memiliki kesanggupan

    menyesuaikan diri-sendiri atau egosentris kepada sikap yang kooperatif yaitu

    bekerja sama atau mau memperhatikan kepentingan orang lain. Anak dapat

    berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat

    keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok, anak akan merasa

    tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya.

    Berkat perkembangan sosial, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan

    kelompok teman sebaya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya.

    Proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial dapat diperolehmelalui pemberian tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga

    fisik, maupun tugas yang membutuhkan pikiran serta tugas yang

    membutuhkan kerjasama. Tugas-tugas kelompok memberikan kesempatan

    kepada setiap peserta didik untuk menunjukkan prestasinya, tetapi juga

    diarahkan untuk mencapai tujuan bersama. dilaksanakannya tugas kelompok,

    peserta didik dapat belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja sama,

    saling menghormati, bertenggang rasa dan bertanggungjawab.

    a. Perkembangan Sosial Anak SD Kelas Rendah

    1) Bentuk Sosialisasi Anak SD Kelas Rendah

    T. Sutjihati Somantri (2006:43--45) menjelaskan bahwa bentuk 

    tingkah laku sosial yang dijumpai pada masa anak-anak dilandasi oleh pola

    tingkah laku yang terbentuk pada masa bayi, tetapi beberapa diantaranya

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    23/80

    9

    merupakan bentuk tingkah laku yang baru. Beberapa diantaranya

    merupakan bentuk tingkah laku yang tidak sosial bahkan anti sosial.

    Sekalipun demikian bentuk-bentuk tingkah laku tersebut merupakan hal

    yang penting bagi proses sosialisasi. Bentuk-bentuk tingkah laku sosial yang

    sering dijumpai pada masa anak-anak adalah:

    a) Negativisme

    b) Agresi

    c) Kerja sama

    d) Tingkah laku menguasai

    e) Kemurahan hati

    f) Ketergantungan

    g) Persahabatan

    h) Simpati

    Negativisme adalah merupakan gabungan antara keyakinan diri,

    perlindungan diri, dan penolakan terhadap yang berlebihan. Negativisme

    merupakan akibat suatu situasi sosial, misalnya disiplin yang terlalu keras

    atau sikap orang dewasa yang tidak toleran.

    Agresi merupakan tindakan nyata yang mengancam sebagai ungkapan

    rasa benci. Semua anak kecil dalam batas-batas tertentu bersifat

    agresif.Anak akan menunjukkan kecenderungan untuk mengulangi tindakan

    agresinya bila tindakan tersebut memberikan hasil yang menyenangkan bagi

    dirinya, terutama dalan menghadapi frustasi atau kecemasan yang

    dirasannya. Beberapa penyebab munculnya agresi pada anak-anak antara

    lain frustasi, keinginan untuk menarik perhatian, kebutuhan akan

    perlindungan karena rasa tidak aman, dan identifikasi dengan orang tua

    yang agresif.Kerja sama adalah kemampuan anak untuk bekerja bersama temen-

    temennya. Usia anak-anak anak mulai dapat bekerja sama, makin banyak 

    anak bergaul dengan anak lain, maka makin cepat dia dapat bekerja sama.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    24/80

    10

    Tingkah laku menguasai diartikan sebagai tindakan untuk mencapai

    atau mempertahankan penguasaan suatu situasi sosial, bila diarahkan

    dengan tepat akan berkembang menjadi kepemimpinan.

    Kemurahan hati yaitu kecenderungan anak untuk mengesampingkan

    diri sendiri demi kepentingan kelompok.

    Ketergantungan diartikan sebagai keinginan untuk mendapat bantuan

    dari orang lain untuk melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukannya

    sendiri atau dianggapnya tidak dapat dilakukannya sendiri. Pada mulanya

    menunjukkan ketergantungan pada orang tua, kemudian ketergantungan

    beralih pada kakak-adiknya sebagai pengganti orang tua, dan

    ketergantungan kepada kelompok seusianya.

    Persahabatan adalah Anak-anak menunjukkan persahabatan baik 

    dengan orang dewasa maupun dengan anak-anak lain. Kontak sosial

    merupakan kebutuhan, bila tidak terpenuhi akan menyebabkan perasaan

    kurang enak pada diri anak. Simpati diartikan sebagai kemungkinan untuk 

    terpengaruh oleh keadaan emosi orang lain, dan hal ini dimungkinkan

    dengan adanya kemampuan seseorang untuk membayangkan dirinya pada

    posisi orang lain. Seorang anak menunjukkan simpati kepada orang lain

    dengan cara menolong, melindungi, atau mempertahankan orang dari hal-

    hal yang mengganggu.

    Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa bentuk tingkah

    laku sosial yang dijumpai pada masa anak-anak dilandasi oleh pola tingkah

    aku pada masa bayi, dan beberapa bentuk tingkah laku baru. Bentuk tingkah

    laku yang tidak sosial, bahkan anti sosial dapat membuat anak menarik diri

    dari lingkungan sosial dan pada akhirnya anak tidak diterima dalam

    kelompok sebaya.

    Syamsu Yusuf LN (2004: 24--25) menjelaskan bahwa masa usia

    sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian

    bersekolah. Kematangan anak bukan semata-mata ditentukan oleh usia, oleh

    karena itu sulit untuk menentukan usia yang tepat anak matang untuk masuk 

    sekolah dasar. Namun pada umur 6 atau 7 tahun, pada umumnya anak telah

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    25/80

    11

    matang untuk memasuki sekolah dasar. Masa keserasian bersekolah secara

    relatif anak-anak lebih mudah dididik dari pada masa sebelum dan

    sesudahnya. Masa tersebut dirinci lagi menjadi dua fase, yaitu: masa kelas

    rendah dan masa kelas tinggi. Masa kelas rendah yaitu kelas 1 sampai

    dengan kelas 3 sekolah dasar.

    Masa kelas rendah sekolah dasar berkisar umur 6 atau 7 tahun sampai umur

    9 atau 10 tahun. Beberapa sifat anak-anak pada masa kelas rendah antara

    lain seperti berikut.

    a) Adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan

    prestasi, apabila jasmaninya sehat banyak prestasi yang diperoleh.

    b) Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang tradisional.

    c) Adanya kecenderungan memuji diri sendiri atau menyebut nama sendiri.

    d) Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak yang lain.

    e) Apabila tidak dapat menyelesikan suatu soal, maka soal itu dianggap

    tidak penting.

    f) Masa kalas rendah pada usia 6-8 tahun anak menghendaki nilai atau

    angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah pestasinya memang

    pantas diberi nilai baik atau tidak.Berdasarkan pendapat diatas, dapat dikatakan bahwa kematangan anak 

    tidak dapat ditentukan oleh usia, namun pada umur 6 atau 7 tahun anak telah

    matang untuk memasuki sekolah dasar dan mudah untuk dididik.

    Sumadi Suryabrata (1982:27 — 28) menjelaskan bahwa masa kelas

    rendah sekolah dasar adalah umur 6;0 atau 7;0 sampai umur 9;0 atau 10;0.

    beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain adalah:

    a) Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan

    prestasi sekolah.

    b) Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang tradisional.

    c) Ada kecenderungan memuji diri sendiri.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    26/80

    12

    d) Suka membanding-membandingkan dirinya dengan anak lain, kalau hal

    itu dirasa menguntungkan; dalam hal ini ada kecenderungan untuk 

    meremehkan anak lain.

    e) Kalau tidak dapat sesuatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting.

    f) Pada masa ini (terutama pada umur 6;0 sampai 8;0) anak menghendaki

    nilai atau angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya

    memang pantas diberi nilai baik atau tidak.

    Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam

    hubungan sosial, dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk 

    menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi;

    meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan

    bekerjasama.

    Anak diawal kehidupannya belum bersifat sosial, belum memiliki

    kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan

    sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang

    lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau

    pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya, baik orang tua,

    saudara, teman sebaya atau orang dewasa lainnya. Perkembangan anak sangat

    dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orangtua terhadap anak 

    dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma

    kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh terhadap

    anak cara menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

    Syamsu Yusuf (2002: 26) menjelaskan bahwa melalui pergaulan atau

    hubungan sosial, baik dengan orangtua, anggota keluarga, orang dewasa

    lainnya maupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan bentuk-

    bentuk tingkah laku sosial. Pada usia anak, bentuk-bentuk tingkah laku sosial

    itu adalah sebagai berikut:

    a) Pembangkangan

    b) Agresi

    c) Berselisih atau bertengkar

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    27/80

    13

    d) Menggoda

    e) Persaingan

    f) Kerja sama

    g) Tingkah laku berkuasa

    h) Mementingkan diri sendiri

    i) Simpati

    Pembangkangan yaitu suatu bentuk tingkah laku melawan, tingkah laku

    tersebut terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan

    orangtua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Sikap

    orangtua terhadap tingkah laku melawan pada anak hendaknya orang tua tidak 

    memandangnya sebagai perilaku yang negatif. Dalam hal ini, sebaiknya

    orangtua dapat memahami tentang proses perkembangan anak, yaitu bahwa

    secara naluriah anak itu mempunyai dorongan untuk berkembang dari posisi

    ketergantungan ke posisi mandiri. Tingkah laku melawan merupakan salah

    satu bentuk dari proses perkembangan setiap individu.

    Agresi yaitu perilaku menyerang balik secara fisik maupun dengan kata-kata.

    Agresi merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap rasa kecewa karena tidak 

    terpenuhi kebutuhan atau keinginannya. Agresi terwujud dalam perilaku

    menyerang, seperti: memukul, mencubit, menendang, menggigit, marah-

    marah, dan mencaci maki. Hukuman terhadap anak yang agresif,

    menyebabkan meningkatnya agresifitas anak, sebaiknya orangtua berusaha

    untuk mereduksi, mengurangi agresifitas anak tersebut dengan cara

    mengalihkan perhatian atau keinginan anak, atau upaya lain yang bisa

    meredam agresifitas anak tersebut. Berselisih atau bertengkar terjadi apabila

    seorang anak merasa terganggu oleh sikap dan perilaku anak lain.

    Menggoda, yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif.

    Menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk 

    verbal yaitu kata-kata ejekan atau cemoohan, sehingga menimbulkan reaksi

    marah pada orang yang diserangnya. Persaingan yaitu keinginan untuk 

    melebihi orang lain karena dorongan orang lain. Kerja sama , yaitu sikap mau

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    28/80

    14

    bekerja sama dengan kelompok. Pada usia enam atau tujuh tahun, sikap kerja

    sama tersebut sudah berkembang dengan lebih baik. Tingkah laku berkuasa,

    yaitu sejenis tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau

    bersikap seperti bos. Wujud tingkah laku tersebut seperti: meminta, menyuruh,

    dan mengancam atau memaksa orang lain untuk memenuhi kebutuhan dirinya.

    Mementingkan diri sendiri, yaitu sikap egosentris dalam memenuhi

    keinginannya.

    Simpati, yaitu sikap emosi yang mendorong individu untuk menaruh perhatian

    terhadap orang lain, mau mendekati maupun bekerja sama dengannya. Seiring

    dengan bertambahnya usia, anak mulai dapat mengurangi sikap mementingkan

    diri dan mulai mengembangkan sikap sosialnya, yaitu rasa simpati terhadap

    orang lain.

    Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan

    sosialnya, baik orang tua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman

    sebayanya. Apabila lingkungan sosial tersebut memfasilitasi atau memberikan

    peluang terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat

    mencapai perkembangan sosialnya secara matang. Namun apabila lingkungan

    sosial itu kurang kondusif, seperti perlakuan orangtua yang kasar, seringmemarahi, acuh tak acuh, tidak memberikan bimbingan, teladan, pengajaran

    atau pembiasaan anak dalam menerapkan norma-norma, baik agama maupun

    tatakrama atau budi pekerti, cenderung menampilkan perilaku maladjustment,

    seperti: bersifat minder, senang mendominasi orang lain, bersifat   egois,

    senang mengisolasi diri atau menyendiri, kurang memiliki perasaan tenggang

    rasa, dan kurang mempedulikan norma dalam berperilaku.

    2) Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak SD kelas

    rendah oleh Sunarto dan B. Agung Hartono (1995:130--133) dijelaskan

    bahwa perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor

    yaitu: keluarga, kematangan anak, status sosial ekonomi keluarga, tingkat

    pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan inteligensi.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    29/80

    15

    a) Keluarga

    Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh

    terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan

    sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan

    lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga

    berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada

    dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak. Proses

    pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih

    banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma

    dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas

    ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.

    b) Kematangan

    Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu

    mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima

    pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosi. Di

    samping itu kemampuan berbahasa ikut pula menentukan, dengan

    demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan

    kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu

    menjalankan fungsinya dengan baik.

    c) Status sosial ekonomi

    Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status

    kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat

    akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan

    tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga

    anak itu, ”ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial

    anak, masyarakat dan kelompoknya akan mempertimbangkan norma

    yang berlaku di dalam keluarganya. Perilaku anak akan banyak 

    memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh

    keluarganya. Sehubungan dengan hal itu, dalam kehidupan sosial anak 

    akan senantiasa menjaga status sosial dan ekonomi keluarganya, dalam

    hal tertentu menjaga status sosial keluarganya itu mengakibatkan anak 

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    30/80

    16

    menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini

    dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi ”terisolir” dari

    kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit

    dengan normanya sendiri.

    d) Pendidikan

    Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat

    pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan

    memberi warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan

    kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti

    luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh

    kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma

    perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang

    belajar di kelembagaan pendidikan atau sekolah.Anak bukan saja

    dikenalkan pada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan pada

    norma kehidupan bangsa atau nasional dan norma kehidupan antar

    bangsa. Etika pergaulan dan pendidikan moral diajarkan secara

    terprogram dengan tujuan untuk membentuk perilaku kehidupan

    bermasyarakat dan bernegara.

    e) Kapasitas mental: emosi dan intelegensi

    Kemampuan berpikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan

    belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi,

    berpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang

    berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara

    baik. Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi,kemampuan

    berbahasa baik, dan pengendalian emosi secara seimbang sangat

    menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.

    Sikap saling pengertian memahami orang lain merupakan modal utama

    dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh

    anak yang berkemampuan intelektual tinggi. Pada kasus tertentu,

    seorang jenius atau superior sukar untuk bergaul dengan kelompok 

    sebaya, karena pemahaman mereka telah setingkat dengan kelompok 

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    31/80

    17

    umur yang lebih tinggi. Sebaliknya kelompok umur yang lebih tinggi

    (dewasa) tepat ”menanggap” dan ”memperlakukannya” sebagai anak -

    anak.

    b. Perkembangan Sosial Anak SD Kelas Tinggi

    1) Bentuk Sosialisasi Anak SD Kelas Tinggi

    T. Sutjihati Somantri (2006:47--49) menjelaskan bahwa kehidupan

    gang berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak. Walaupun demikian

    kontak sosial yang lebih luas dengan anak-anak yang lebih besar dari anak-

    anak tersebut juga turut menentukan pola tingkah laku pada anak-anak 

    selanjutnya. Beberapa pola tingkah laku pada masa anak-anak akhir adalah:

    a) Kepekaan terhadap penerimaan dan penolakan sosial

    b) Kepekaan yang berlebihan

    c) Sugestibilitas dan kontra sugestibilitas

    d) Persaingan

    e) Kesportifan

    f) Tanggung jawab

    g) Insight sosial

    h) Diskriminasi sosial

    i) prasangka

    Kepekaan terhadap penerimaan dan penolakan sosial yaitu kepekaan

    terhadap situasi sosial pada individu.

    Kepekaan yang berlebihan diartikan sebagai kecenderungan untuk mudah

    tersinggung dan menginterpretasikan bahwa perkataan dan perbuatan

    orang lain sebagai ungkapan kebencian.

    Sugestibilitas dan kontra sugestibilitas seperti kepekaan yang berlebihan.

    Sugestibilitas atau kemudahan dipengaruhi oleh orang lain bersumber

    pada keinginan untuk mendapat perhatian dan penerimaan lingkungan.

    Kontrasugestibilitas diartikan sebagai kecenderungan untuk berpikir dan

    bertindak bertentangan dengan saran orang lain. Dalam hal ini anak 

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    32/80

    18

    menunjukkan pemberontakan terhadap orang dewasa dengan

    menunjukkan kontradisi dengan orang dewasa tersebut.

    Persaingan pada masa anak-anak ada tiga bentuk, yaitu:

    a) persaingan diantara anggota kelompok untuk memperoleh

    pengakuan di dalam kelompok 

    b) konflik diantara gang dengan gang yang menjadi saingan

    c) konflik antara gang dengan pihak masyarakat yang terorganisasi.

    Kesportifan adalah kemampuan anak untuk melaksanakan kegiatan sesuai

    dengan aturan permainan; bekerja sama dengan anak-anak lain dengan

     jalan mengesampingkan kepentingan individu dan meningkatkan

    semangat kebersamaan kelompok.

    Tanggung jawab merupakan keinginan untuk turut ambil bagian dalam

    memikul beban. Anak kecil pada awalnya menunjukkan ketergantungan

    kepada orang lain; dengan berkembangnya kemampuan verbal dan

    keterampilan motoriknya, anak mulai belajar untuk menyelesaikan

    masalah-masalahnya sendiri dan juga masalah-masalah kelompok.

    Insight sosial merupakan kemampuan untuk mengambil dan mengerti arti

    situasi sosial dan orang-orang yang terlibat dalam situasi sosial tersebut.

    Hal ini bergantung pada empati, yaitu kemampuan anak untuk 

    menempatkan diri dalam posisi psikologi orang lain dan memandang

    situasi dari sudut pandang orang tersebut. Untuk menyelenggarakan relasi

    sosial yang baik, anak harus mampu mengamati dan meramalkan tingkah

    laku, pikiran, dan perasaan orang lain. Kemampuan untuk memperoleh

    insight sosial dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:

    a) perbedaan jenis kelamin, anak perempuan cenderung lebih cepat”matang” dibandingkan dengan anak laki-laki

    b) kecerdasan

    c) status anak dalam kelompok dan

    d) kepribadian anak.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    33/80

    19

    Perkembangan kemampuan untuk memperoleh insight sosial berkaitan

    erat dengan perkembangan simpati pada masa anak-anak awal.

    Diskriminasi sosial sebenarnya sudah ada sejak masa anak-anak awal,

    tetapi berkembang dengan baik ketika anak itu menjadi anggota suatu

    gang. Anak-anak menunjukkan sikap bahwa anggota kelompok 

    mempunyai nilai yang sama tetapi orang-orang yang tidak menjadi

    anggota kelompoknya mempunyai nilai yang lebih rendah. Perbedaan itu

    dapat disebabkan oleh agama, ras, taraf sosial, ekonomi, dan sebagainya.

    Diskriminasi diartikan sebagai kecenderungan untuk mengklasifikasikan

    semua orang termasuk kelompok lain sebagai orang yang lebih rendah

    dan memperlakukan mereka sesuai dengan pandangan tersebut;

    kelompok lain itu terbentuk karena perbedaan agama dan ras. Prasangka

    terbentuk melalui beberapa cara yaitu:

    a) pengalaman yang tidak menyenangkan ketika berinteraksi dengan

    suatu kelompok 

    b) nilai-nilai kultur yang diterima begitu saja

    c) imitasi dari orang tua, guru, temam seusia

    d) pendidikan yang diperoleh dari orang tua, guru, atau orang dewasa

    lainnya mengenai prasangka tertentu.

    Berdasarkan pendapat di atas, maka kehidupan gang dan kontak 

    sosial yang lebih luas dengan anak-anak yang lebih besar dari anak-anak 

    tersebut menentukan pola tingkah laku pada anak-anak akhir.

    Syamsu Yusuf LN (2004: 24--25) menjelaskan bahwa masa kelas-

    kelas tinggi sekolah dasar, berkisar umur 9 atau 10 tahun sampai umur 12atau 13tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa kelas tinggi

    adalah:

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    34/80

    20

    a) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit, hal

    ini menimbulkan kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-

    pekerjan yang praktis.

    b) Amat realistik, ingin mengetahui, ingin belajar.

    c) Menjelang akhir masa kelas tinggi telah ada minat kepada hal-hal dan

    mata pelajaran khusus, menonjolnya bakat-bakat khusus.

    d) Sampai berkisar umur 11,0 tahun anak membutuhkan guru atau orang-

    orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi

    keinginannya. Selepas umur 11 tahun pada umumnya anak menghadapi

    tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya.

    e) Pada masa kelas tinggi, anak memandang nilai (angka rapor) sebagai

    ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah.

    f) Anak-anak pada usia kelas tinggi gemar membentuk kelompok sebaya

    biasanya untuk dapat bermain bersama-sama, dalam permainan itu

    biasanya anak tidak lagi terikat kepada peraturan permainan yang

    tradisional atau yang sudah ada, tetapi mereka mulai membut peraturan

    sendiri.

    Sumadi Suryabrata (1982: 28--29) menjelaskan bahwa masa kelas-

    kelas tinggi sekolah dasar yaitu usia 9:0 atau 10:0 sampai usia 12:0 atau

    13:0. beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini ialah:

    a) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit; hal

    ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan

    pekerjaan-pekerjaan yang praktis.

    b) Amat realistik, ingin tahu, ingin belajar.

    c) Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan

    matapelajaran-matapelajaran khusus.d) Sampai kira-kira usia 11:0 anak membutuhkan guru atau orang-oramg

    dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi

    keinginannya; setelah usia 11:0 pada umumnya anak menghadapi tugas-

    tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikannya sendiri.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    35/80

    21

    e) Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang

    tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah.

    f) Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya,

    biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan

    biasanya anak tidak lagi terikat kepada aturan permainan yang

    tradisional; mereka membuat peraturan sendiri.

    Berdasarkan pendapat di atas, maka anak-anak pada usia SD pada

    dasarnya memiliki kegemaran untuk keluar dari rumah dan bermain

    dengan kelompok sebayanya, namun ada di antara mereka yang karena

    sebab-sebab tertentu akan merasa tidak dapat bergaul dan diterima oleh

    teman-temannya dalam kelompok di sekolah atau dengan kata lain

    terisolir.

    2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak SD Kelas

    Tinggi.

    Aankusuma (Http://id-id.facebook.com) menjelaskan bahwa faktor-

    faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak SD kelas tinggi yaitu:

    a) Faktor dari dalam (intrinsik)

    (1) Intelegensi

    Setiap individu mempunyai intelegensi yang berbeda-beda.

    Perbedaan intelegensi tersebut berpengaruh dalam daya serap

    terhadap norma-norma dan nilai-nilai sosial. Orang yang mempunyai

    intelegensi tinggi pada umumnya tidak kesulitan dalam bergaul,

    belajar, dan berinteraksi di masyarakat, sebaliknya orang yang

    intelegensinya di bawah normal akan mengalami berbagai kesulitan

    dalam belajar di sekolah maupun menyesuaikan diri di masyarakat.

    Akibatnya terjadi penyimpangan-penyimpangan, seperti malasbelajar, emosional, bersikap kasar, tidak bisa berpikir logis.

    (2) Jenis kelamin

    Perilaku menyimpang dapat juga diakibatkan karena perbedaan jenis

    kelamin. Anak laki-laki pada umumya cenderung sok berkuasa dan

    menganggap remeh pada anak perempuan.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    36/80

    22

    (3) Umur

    Umur memengaruhi pembentukan sikap dan pola tingkah laku

    individu, makin bertambahnya umur diharapkan seseorang

    bertambah pula kedewasaannya, makin mantap pengendalian emosi,

    dan makin tepat dalam segala tindakannya. Kadang dijumpai ketidak 

    sesuaian sikap yang dilakukan oleh anak sekolah dasar, sikapnya

    seperti anak kecil, manja, minta dituruti segala keinginannya.

    (4) Kedudukan dalam keluarga

    Keluarga yang terdiri atas beberapa anak, sering kali anak tertua

    merasa dirinya paling berkuasa dibandingkan dengan anak kedua

    atau ketiga. Anak bungsu mempunyai sifat ingin dimanjakan oleh

    kakak-kakaknya maupun orang tuanya. Oleh karena itu, susunan atau

    urutan kelahiran kadang akan menimbulkan pola tingkah laku,

    peranan dan fungsi yang berbeda dalam keluarga.

    b) Faktor dari luar (ekstrinsik)

    (1) Peran keluarga

    Keluarga sebagai unit terkecil dalam kehidupan sosial sangat besar

    perananya dalam membentuk pertahanan seseorang terhadap

    serangan penyakit sosial sejak dini. Orang tua yang sibuk dengan

    kegiatannya sendiri tanpa mempedulikan perkembangan anak-

    anaknya merupakan awal dari rapuhnya pertahanan anak terhadap

    serangan penyakit sosial. Sering kali orang tua hanya cenderung

    memikirkan kebutuhan lahiriah anaknya dengan bekerja keras tanpa

    mempedulikan bagaimana anak-anaknya tumbuh dan berkembang

    dengan alasan sibuk mencari uang untuk memenuhi kebutuhan

    anaknya. Alasan tersebut sangat rasional dan tidak salah, namun

    kurang tepat, karena kebutuhan bukan hanya materi saja tetapi juga

    nonmateri. Kebutuhan nonmateri yang diperlukan anak dari orang

    tua seperti perhatian secara langsung, kasih sayang, dan menjadi

    teman sekaligus sandaran anak untuk menumpahkan perasaannya.

    Kasih sayang dan perhatian terhadap anak tersebut cenderung

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    37/80

    23

    diabaikan oleh orang tua, oleh sebab itulah anak akan mencari

    bentuk-bentuk pelampiasan dan pelarian yang kadang mengarah

    pada hal-hal yang menyimpang, seperti masuk dalam anggota geng,

    mengonsumsi minuman keras dan narkoba, dan lain-lain.

    (2) Peran masyarakat

    Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan anak dari lingkungan

    keluarga akhirnya berkembang ke dalam lingkugan masyarakat yang

    lebih luas. Ketidakmampuan keluarga memenuhi kebutuhan rohaniah

    anak mengakibatkan anak mencari kebutuhan tersebut ke luar rumah.

    Ini merupakan awal dari sebuah petaka masa depan individu, jika di

    luar rumah anak menemukan sesuatu yang menyimpang dari nilai

    dan norma sosial. Pola kehidupan masyarakat tertentu kadang tanpa

    disadari oleh para warganya ternyata menyimpang dari nilai dan

    norma sosial yang berlaku di masyarakat umum, misalnya

    masyarakat yang suka berjudi. Itulah yang disebut sebagai

    subkebudayaan menyimpang, misalnya masyarakat yang sebagian

    besar warganya hidup mengandalkan dari usaha prostitusi, maka

    anak-anak di dalamnya akan menganggap prostitusi sebagai bagian

    dari profesi yang wajar. Demikian pula anak yang tumbuh dan

    berkembang di lingkungan masyarakat penjudi atau peminum

    minuman keras, maka akan membentuk sikap dan pola perilaku

    menyimpang.

    (3) Pergaulan

    Pola tingkah laku anak tidak bisa terlepas dari pola tingkah laku

    anak-anak lain di sekitarnya. Anak-anak lain yang menjadi teman

    pergaulannya sering kali memengaruhi kepribadian individu, dari

    teman bergaul tersebut anak akan menerima norma-norma atau nilai-

    nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Apabila teman bergaulnya

    baik, anak akan menerima konsep-konsep norma yang bersifat

    positif, namun apabila teman bergaulnya kurang baik, anak sering

    kali akan mengikuti konsep-konsep yang bersifat negatif. Akibatnya

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    38/80

    24

    terjadi pola tingkah laku yang menyimpang pada diri anak tersebut,

    oleh karena itu, menjaga pergaulan dan memilih lingkungan

    pergaulan yang baik sangat penting.

    (4) Media massa

    Berbagai tayangan di televisi tentang tindak kekerasan, film-film

    yang berbau pornografi, sinetron yang berisi kehidupan bebas dapat

    memengaruhi perkembangan perilaku individu. Anak-anak yang

    belum mempunyai konsep yang benar tentang norma-norma dan

    nilai-nilai sosial dalam masyarakat, sering kali menerima mentah-

    mentah semua tayangan itu. Penerimaan tayangan-tayangan negatif 

    yang ditiru mengakibatkan perilaku social negative atau

    menyimpang.

    c. Perilaku Sosial Anak SD

    Monty P. Satiadarma (2001: 49) menjelaskan bahwa bila individu

    mempersepsikan bahwa seseorang itu baik, maka individu tersebut akan

    bersikap baik kepada orang tersebut. Jika individu itu memiliki sikap baik 

    kepada orang tersebut, perilaku individu tersebut kepadanya akan baik pula.

    Masa krisis pertama (trotzalter), ketika anak bersikap “keras kepala”,

    perkembangan rasa sosial tampak seakan-akan terhenti. Tetapi yang

    sesungguhnya terjadi malah sebaliknya. Masa krisis pertama merupakan

     permulaan timbulnya kesadaran akan “aku”-nya; dengan kata lain merupakan

    permulaan sikap objektif. Sebenarnya sikap krisis pertama itu tempat

    meletakkan dasar untuk perkembangan sosial yang sesungguhnya.

    Ketika anak mulai bersekolah, anak menyambut teman-teman barunya

    dengan rasa gembira. Semua murid di kelas adalah temannya, kemudian anak 

    membentuk kelompok-kelompok tersendiri, setiap anak menggabungkan

    dirinya kedalam salah satu kelompok. Makin lama anak makin banyak 

    memegang peranan dalam kelompoknya. Selanjutnya anak mulai mengetahui

    bahwa dirinya memiliki bakat dan kepandaian dalam bidang tertentu.

    Perkembangan selanjutnya muncullah anak yang berkemampuan senagai

    pemimpin dan anak yang hanya mengikut temannya tanpa inisiatif.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    39/80

    25

    Perkembangan sosial dan kepribadian mulai dari usia prasekolah sampai

    akhir masa sekolah ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial, anak mulai

    melepaskan diri dari keluarga, mendekatkan dirinya pada orang lain di

    samping anggota keluarganya. Meluasnya lingkungan sosial bagi anak 

    menyebabkan anak menjumpai pengaruh-pengaruh yang ada di luar

    pengawasan orang tuanya. Anak bergaul dengan teman-teman mempunyai

    guru yang berpengaruh terhadap proses emansipasinya. Pada proses

    emansipasi dan individuasi teman-teman sebaya mempunyai peranan yang

    dapat membantu menumbuhkan kepercayaan dirinya , di samping itu

    perkembangan motifasi dan identitas kelamin sangat penting, karena

    kesadaran jenis kelamin akan dapat membantu memahami diri dan

    menumbuhkan motifasi sesuai dengan keadaan dirinya, juga perkembangan

    pengertian norma atau moralitas mendapatkan kemajuan yang esensial dalam

    periode ini, yakni semakin berkembang anak diharapkan semakin dapat

    menyasuaikan diri dengan norma yang ada dan secara otomatis akan

    berperilaku sesuai dengan norma yang diyakini.

    d. Kelompok Sebaya Anak SD

    Masa T.K dan S.D anak mempunyai kontak yang intensif dengan teman-

    teman sebaya, anak-anak saling mempengaruhi satu sama lain. Anak berusaha

    untuk menjadi anggota suatu kelompok; kelompok teman sebaya yang akrab

    terjadi pada anak usia sekolah dasar.

    Anak pada mulanya tidak mengerti tingkah laku yang dipuji atau

    dihargai dan tingkah laku yang tidak dipuji atau dihargai, anak belum tahu apa

    yang harus dilakukan untuk dapat diterima dalam kelompok. Sering dapat

    dilihat bahwa anak menirukan anggota kelompok yang paling aktif dan paling

    berkuasa. Kelompok-kelompok anak dalam taman kanak-kanak dan kelas-

    kelas permulaan sekolah dasar belum mempunyai aturan-aturan, kelompok-

    kelompok tadi baru merupakan kelompok-kelompok informal tanpa struktur

    dan tanpa aturan. Baru diantara usia 10-14 tahun timbullah kelompok yang

    ada organisasinya, dengan aturan-aturan dan perjanjian-perjanjian

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    40/80

    26

    T.Sutjihati Somantri (2006: 46) menjelaskan bahwa dengan

    meningkatnya ruang lingkup kegiatan anak, maka anak menunjukkan

    peningkatan dalam kebutuhan untuk diterima oleh anak-anak lain dari luar

    keluarganya. Sejak masuk sekolah, anak memasuki suatu masa “gang age”

    pada usia ini anak menunjukkan pekembangan yang pesat dalam hal

    kesadaran sosial. Salah satu tugas perkembangan adalah menunjukkan proses

    sosialisasi. Pada masa ini anak menjadi anggota suatu kelompok anak-anak 

    seusia yang sedikit demi sedikit menggantikan peran keluarga dalam

    kehidupan anak dan hal ini sangat berpengaruh terhadap pembentukan sikap

    tingkah laku anak, masa keserasian bersekolah ini diakhiri gengan suatu masa

    yang disebut poeral. Sifat-sifat khas masa poeral ini secara garis besar dapat

    di ringkas menjadi dua hal, yaitu:

    1) Keinginan untuk berkuasa: sikap, tingkah laku dan perbuatan anak poeral

    ditujukan untuk berkuasa; apa yang diidam-idamkannya adalah si kuat, si

     jujur, si juara dan sebagainya.

    2) Ekstraversi: berorientasi keluar dirinya; misalnya, untuk mencari teman

    sebaya untuk memenuhi kebutuhan fisiknya. Anak-anak masa ini

    membutuhkan kelompok-kelompok sebaya, pada masa anak-anak 

    dorongan bersaing sangat besar sekali, karena itu masa ini sering diberi ciri

    sebagai masa “competitive socialization”.

    Bahaya dalam penyesuaian sosial, efek penolakan dan pengabaian yang

    dilakukan oleh kelompok sosial terhadap anak akan dapat mengakibatkan

    beberapa gangguan psikologis, diantaranya yaitu:

    1) Anak akan merasa kesepian karena kebutuhan sosial mereka tidak 

    terpenuhi.

    2) Anak akan merasa tidak bahagia dan tidak aman.

    3) Akan mengembangkan konsepdiri yang tidak menyenangkan, yang bisa

    menimbulkan penyimpangan kepribadian.

    4) Anak kurang memiliki pengalamn belajar yang dibutuhkan untuk 

    menjalani proses sosialisasi.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    41/80

    27

    5) Anak akan merasa sedih karena tidak memiliki kegembiran yang dimiliki

    teman sebaya mereka.

    6) Akan memperkecil peluang anak dalam mempelajari berbagai

    keterampilan sosial.

    7) Anak akan hidup dalam ketidakpastian reaksi sosial yang menyebabkan

    anak merasa cemas, takut dan sangat peka.

    8) Melakukan penyesuaian diri yang berlebihan dengan harapan akan dapat

    meningkatkan penerimaan sosial mereka.

    Bentuk Kelompok Sebaya dalam Belajar dan Permainan. Elizabeth B.

    Hurlock (1980:155,156) Akhir masa kanak-kanak sering disebut sebagai “usia

     berkelompok” karena ditandai dengan adanya minat terhadap aktifitas teman-

    teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota

    suatu kelompok, dan merasa tidakpuas bila tidak bersama temannya. Pada

    masa ini anak tidak lagi puas bermain sendiri di rumah atau dengan saudara-

    saudara kandung atau melakukan kagiatan dengan anggota keluarga. Anak 

    ingin bersama temannya dan akan merasa kesepian serta tidak puas bila tidak 

    bersama temannya. Anak ingin bersama dengan kelompoknya, karena hanya

    dengan demikian terdapat cukup teman untuk bermain dan berolah raga, dan

    dapat memberikan kegembiraan. Sejak anak masuk sekolah sampai masa

    puber, keinginan untuk bersama dan untuk diterima kelompok menjadi

    semakin kuat. Hal ini berlaku baik untuk anak laki-laki maupun perempuan.

    Teman pada akhir masa anak-anak berbeda dengan masa anak yang

    lebih muda, anak yang lebih besar jarang puas dengan rekannya. Untuk 

    memenuhi kebutuhan sosialnya, teman harus berperan sebagi teman bermain

    atau teman baik. Anak laki-laki cenderung mempunyai hubungan teman

    sebaya yang lebih luas dari pada anak perempuan. Ia lebih suka bermainberkelompok dari pada hanya dengan satu atau dua anak. Sebaliknya,

    hubungan sosial anak perempuan lebih intensif dalam arti bahwa ia lebih

    sering bermain dengan satu atau dua teman dari pada dengan seluruh

    kelompoknya.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    42/80

    28

    Elizabeth B. Hurlock (1980: 156) menjelaskan bahwa banyak faktor

    yang menentukan pemilihan teman. Biasanya anak yang dipilih adalah yang

    dianggap serupa dengan dirinya sendiri dan memenuhi kebutuhan. Daya tarik 

    fisik mempengaruhi kesan pertama, anak cenderung memilih mereka yang

    berpenampilan menarik menjadi teman bermain dan sebagai teman baik.

    Keakrapan di sekolah atau di lingkungan tetangga adalah penting karena

    untuk memilih teman lingkungan anak-anak terbatas pada daerah yang relatif 

    sempit. Terdapat kecenderungan yang kuat bagi anak-anak untuk memilih

    teman dari kelasnya sendiri di sekolah. Dan yang lebih dipilih adalah teman

    sejenis dari pada lawan jenis.

    Sifat-sifat kepribadian penting dalam memilih teman, baik sebagai

    teman bermain ataupun sebagai teman baik. Anak yang lebih besar memberi

    nilai tinggi pada kegembiraan, keramahan, kerja sama, kebaikan hati,

    kejujuran, kemurahan hati, bahkan keramahan dan sportivitas, pada teman

    bermain maupun teman baik. Menjelang masa anak-anak berakhir, anak lebih

    menyukai teman dari latar belakang sosial ekonomi, ras dan agama yang

    sama, khususnya sebagai teman baik.

    Anak yang dipilih oleh teman-temannya untuk berperan sebagaipemimpin pada akhir masa kanak-kanak adalah anak yang mendekati ideal

    kelompok. Ia tidak hanya disukai oleh sebagian besar kelompok, tetapi juga

    memiliki ciri-ciri yang dikagumi.karena anak menghabiskan banyakwaktu

    dengan bermain dan berolah raga dengan teman-teman sebaya, maka anak 

    yang keterampilannya dalam bidang tersebut melebihi anggota kelompok 

    yang lain mempunyai kesempatan yang sangat baik untuk dipilih sebagai

    pemimpin. Namun keterampilan saja tidaklah cukup. Anak yang berperan

    sebagai pemimpin juga harus mempunyai sifat-sifat kepribadian yang

    dikagumi oleh kelompok, seperti sportif, kerja sama yang baik, murah hati

    dan jujur.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    43/80

    29

    Bila peran pemimpin tidak memenuhi kebutuhan anak atau kebutuhan

    anggota maka terjadipergantian pemimpin. Di lain pihak, kalau peran

    pemimpin memuaskan anggota kelompok dan diri sendiri maka pemimpin

    akan tetap bertahan. Anak yang berperan sebagai pemimpin dalam permainan

    atau olah raga dan memuaskan anggota-anggota kelompok, mempunyai

    kesempatan yang baik untuk dipilih sebagai ketua kelas atau peran pemimpin

    tidak berhubungan dengan permainan dan olah raga.

    2. Studi Kasus

    a. Pengertian Studi kasus

    Robert K. Yin (1997: 1) mendefinisikan studi kasus merupakan strategi

    yang cocok bila pertanyaan penelitian berkenaan dengan “mengapa” atau

    “bagaimana” dan fokus penelitiannya terletak pada fenomena kehidupan nyata.

    Pendapat tersebut menunjukkan bahwa studi kasus merupakan strategi suatu

    penelitian yang berfokus pada fenomena masa kini di kehidupan nyata untuk 

    menjawab pertanyaan yang berkenaan dengan “mengapa” dan “bagaimana”.

    Deddy Mulyana (2003: 201) menjelaskan bahwa studi kasus adalah uraian

    dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu

    kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program, atau situasi sosial.

    Robert K. Yin (2008: 1) menjelaskan bahwa Studi kasus adalah salah satu

    metode penelitian ilmu-ilmu sosial. Penelitian kasus adalah suatu penelitian

    yang dilakukan secara intensif, terrinci dan mendalam terhadap suatu

    organisme, lembaga, atau gejala tertentu.

    b. Tujuan studi kasus

    Studi kasus digunakan dalam penelitian ini, dengan tujuan untuk 

    mendapatkan hasil penelitian yang mendalam mengenai perilaku sosial negatif 

    pada siswa kelas VI SD Negeri I Sedayu. Penelitian dengan studi kasus

    menghendaki suatu kajian yang rinci, mendalam, dan menyeluruh atas objek 

    tertentu.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    44/80

    30

    Studi kasus merupakan metode penelitian yang dilakukan pada objek dan

    subjek di suatu tempat dan waktu tertentu dengan melakukan pengamatan

    terhadap kejadian tertentu untuk dilakukan studi analisa kasus yang diamati

    untuk diambil suatu tindakan, kaitannya dengan penelitian ini adalah tindakan

    untuk meningkatkan perilaku sosial positif siswa dengan membantu siswa agar

    tidak berperilaku sosial negatif di sekolah. Hal tersebut dilakukan dengan

    tujuan agar anak dapat berperilaku positif dan dapat bersosialisasi dengan

    teman-teman sebayanya.

    Studi kasus yang dilakukan mempunyai tujuan melakukan evaluasi

    terhadap suatu kejadian yang menjadi objekpenelitian untuk dilakukan analisa

    dengan menggunakan metode tertentu yang nantinya dapat digunakan sebagai

    pembelajaran. Robert K. Yin (2008: 27) mengemukakan bahwa penelitian studi

    kasus harus mempunyai desain penelitian, definisi dari desain penelitian adalah

    suatu rencana tindakan yang berangkat dari perencanaan untuk mencapai tujuan

    penelitian, dengan demikian maka tujuan penelitian studi kasus harus jelas.

    Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mempelajari suatu kasus secara

    mendalam,oleh karena itu tujuan khusus penelitian ini adalah:

    1. Mengetahui gambaran realitas tentang karakteristik atau gejala anak yangmemiliki perilaku sosial negatif di sekolah

    2. Memperoleh infomasi secara jelas mengenai faktor-faktor yang menjadi

    penyebab terjadinya perilaku sosial negatif di sekolah.

    3. Memperoleh gambaran dampak atau akibat yang terjadi pada anak yang

    memiliki perilaku sosial neggatif di sekolah

    4. Mengetahui pandangan pihak terkait tentang anak yang memiliki perilaku

    sosial negatif di sekolah.

    c. Langkak-langkah studi kasus

    Pelaksanaan studi kasus dengan cara mengadakan pengamatan secara

    langsung terhadap subjek ppenelitian, dalam hal ini adalah siswa yang

    berperilaku sosial negatif di sekolah. Penelitian dilakukan dengan studi kasus

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    45/80

    31

    terhadap objek penelitian yang terdapat di SD Negeri I Sedayu kecamatan

    Grobogan Kabupaten Grobogan propinsi jawa tengah.

    Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan melakukan

    observasi pada tempat penelitian, kemudian melakukan wawancara terhadap

    informan kunci di sekolah tersebut yaitu guru kelas VI, guru agama dan guru

    olahraga serta teman dekat siswa, dan dengan mengacu pada data dokumen

    mengenai perilaku sosial negatif siswa yang tersedia di sekolah.Pelaksanaan

    penelitian dan pelaksanaan pengumpulan data didasarkan pada sumber-sumber

    bukti yang berlainan. Robert K. Yin (2008: 103) mengemukakan bahwa

    sumber bukti adalah dokumen, rekaman arsip, wawancara, observasi langsung,

    observasi pemeran serta dan perangkat fisik.

    Pelaksanaan penelitian dengan studi kasus berdasarkan langkah-langkah

    atau prosedur, dalam melaksanakan langkah-langkah tersebut digambarkan

    dengan diagram berikut:

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    46/80

    32

    Bagan I

    Bagan Langkah Penelitian studi kasus

    Mulai

    Studi Pustaka

    Studi Pendahuluan

    Studi Lapangan

    Fokus Penelitian

    Tujuan Penelitian

    Manfaat Penelitian

    Pengumpulan Data

    Observasi

    Wawancara

    Dokumentasi

    Kesimpulan

    Validitas Data

    Reduksi data

    Penyajian data

    Penarikan Kesimpulan

    Analisis Data

    Mulai

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    47/80

    33

    B. Kerangka Pemikiran

    Kerangka pemikiran merupakan suatu penalaran atau alur untuk 

    menggambarkan pola pikir terhadap permasalahan penelitian yang di

    ilustrasikan.

    Sejak anak dilahirkan di dunia maka memasuki lingkungan keluarga

    yang merupakan tempat awal mula anak belajar bersosialisasi atau bergaul

    dengan orang  – orang yang dekat, misalnya ibu, ayah dan kakak. Kurangnya

    kesempatan untuk belajar sosial akan dipakai sebagai modal dasar dalam

    pergaulan selanjutnya di sekolah dasar.

    Faktor yang menyebabkan anak tidak diterima dalam kelompok adalah

    kurangnya pengalaman sosial sejak dini, kurangnya kesempatan belajar untuk 

    bersosialisasi dan pertahanan untuk bermain sendiri, serta sikap acuh terhadap

    orang lain. Pembelajaran sejak dini dalam segala sesuatu sangat diperlukan

    termasuk di dalamnya adalah sosialisasi dengan lingkungan.

    Perkembangan sosial anak, pola tingkah laku pada masa anak serta

    lingkungan sekitar anak dipastikan sebagai faktor utama anak tidak diterima

    dalam kelompok. Perilaku sosial negatif menyebabkan anak tidak dapat

    diterima dalam kelompok, dan sebaliknya anak yang berperilaku baik dan

    memiliki respon yang baik terhadap teman-temannya akan diterima dalam

    suatu kelompok. Lingkungan berikut adalah lingkungan pergaulan di sekolah,

    baik dengan guru-guru maupun dengan teman sekelas. Apabila lingkungan

    pergaulan di sekolah kurang kondusif maka akan memperparah kondisi

    sosialisasi dari anak yang sudah berbekal kurang sosialisasi di rumah.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    48/80

    34

    Uraian tersebut diatas dapat dibuat skema kerangka pemikiran sebagai

    berikut:

    Bagan 2

    Bagan Kerangka Pemikiran

    Bagan di atas dapat memberikan keterangan bahwa siswa dalam

    bersosialisasi disekolah dapat dilihat sebagai perilaku yang dikatagorikan

    positif maupun negatif dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya.

    Perilaku sosial positif akan menjadikan anak diterima dalam kelompok 

    sebayanya di sekolah, sedangkan perilaku sosial negatif akan membuat anak 

    tidak diterima dalam kelompok sebayanya di sekolah

    Anak SD

    Faktor internal

    Rasa malas

    Ingin diperhatikan

    banyak orang

    Ingin menutupi

    kekurangannya

    Faktor eksternal

    Lingkungan keluarga yang

    tidak mendukung

    Lingkungan sekolah yang

    tidak mendukung

    Media massa

    Lingkungan masyarakat

    yang kurang mendukung

    terisolir

    Tidak diterima

    dalam kelompok 

    sebaya

    Perilaku

    sosial negatif 

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    49/80

    35

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Tempat dan Waktu Penelitian

    1. Tempat Penelitian

    Tempat yang dipilih dalam penelitian ini adalah: lingkungan kelas

    tempat subjek melakukan kegiatan belajar mengajar di sekolah, penelitian ini

    dilakukan pada siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri 1 Sedayu Kecamatan

    Grobogan Kabupaten Grobogan tahun pelajaran 2008/2009. Lokasi Sekolah Dasar

    Negeri I Sedayu ini termasuk di daerah pedesaan.

    2. Waktu Penelitian

    Waktu penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran

    2008/2009 tepatnya pada bulan Oktober sampai dengan November 2008.

    Penelitian dilaksanakan selama jam sekolah berlangsung, yakni jam 07.00-13.00.

    B. Bentuk dan Strategi Penelitian

    Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi

    kasus. Objek penelitian adalah perilaku sosial negatif siswa di sekolah. Subjek 

    penelitian adalah siswa kelas VI SD Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan. Jenis

    penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menggunakan data yang berup

    informasi yang berdasarkan temuan-temuan di lapangan. Analisis yang digunakan

    dalam adalah deskriptif fenomenologis, yaitu mendeskripsikan temuan-temuan

    yang ada di lapangan untuk mendapatkan gambaran yang objektif tentang suatu

    kasus yang diteliti.

    Pendekatan studi kasus dimaksudkan suatu penelitian yang akan

    mempelajari secara mendalam tentang perilaku sosial negatif pada siswa kelas VISekolah Dasar Negeri I Sedayu dan mempelajari faktor-faktor yang menjadi

    penyebab terjadinya perilaku sosial negatif serta dampak atau akibat dari perilaku

    tersebut.

    35

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    50/80

    36

    C. Subjek Penelitian

    Penelitian ini berupa studi kasus. Subjek penelitian tidak ditetapkan

    sebelumnya, demikian juga mengenai jumlahnya. Namun demikian perlu

    ditetapkan cara untuk menentukan subjek penelitian yaitu penentuan subjek 

    penelitian dengan menggunakan teknik sosiometri pada siswa kelas VI Sekolah

    Dasar Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan, di samping itu juga mengumpulkan

    data tentang perilaku subjek melalui informasi dari informan yang mengenali

    subjek.

    Subjek penelitian yaitu siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri I Sedayu

    Kecamatan Grobogan yang memiliki perilaku sosial negatif di sekolah yang

    diperoleh melalui beberapa cara yaitu:

    1. Observasi yang dilakukan secara langsung melalui pengamatan dengan

    dibantu guru kelas. Pedoman observasi terlampir.

    2. Interview dilakukan kepada siswa yang diduga berperilaku sosial negatif di

    kelas, sebagai tindak lanjut darihasil observasi. Interview juga dilakukan

    kepada guru kelas VI, guru agama dan guru olahraga serta teman dekat siswa,

    guna memperoleh hasil yang jelas tenteng siswa yang berperilaku sosial

    negatif di kelas. Pedoman observasi terlampir.

    3. Dokumentasi, yaitu buku pribadi siswa yang diperoleh melalui catatan guru

    kelas, terutama tentang hubungan sosial siswa di sekolah.

    4. Sosiometri, yaitu menunjukkan bahwa subjek berada pada lingkaran paling

    luar yang menunjukkan bahwa subjek tidak disenangi oleh teman-temannya.

    Berbagai teknik yang digunakan tersebut diharapkan dapat menunjukkan

    atau memberi data tentang siswa yang berperilaku sosial negatif, selanjutnya

    dipilih seorang siswa sebagai subjek penelitian.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    51/80

    37

    D. Sumber Data

    Penetapan informan sebagai sumber data adalah sebagai berikut:

    1. Subjek itu sendairi.

    2. orang tua subjek, karena orang tua merupaka orang yang paling dekat dengan

    subjek dan dianggap mengerti dan mengetahui keadaan subjek yang

    sesungguhnya.

    3. Guru kelas, guru olah raga serta guru agama adalah orang yang mengetahui

    keadaan siswa ketika siswa berada di sekolah.

    4. Teman dekat subjek, karena dianggap mengetahui keadaan subjek di sekolah

    baik di kelas maupun di luar kelas.Berbagai informasi yang terkumpul dari berbagai sumber diharapkan

    menjadi suatu temuan sebagai data penelitian yang menunjukkan perilaku sosial

    negatif, sebab dan akibat dari perilaku sosial negatif.

    E. Teknik Pengumpulan Data

    1. Observasi

    Observasi adalah metode untuk mendapatkan data melalui pengamatan

    secara langsung terhadap anak yang diduga berperilaku sosial negatif di sekolah.

    Observasi dilakukan oleh peneliti dibantu guru kelas V1. Hasil observasi yang

    dilakukan untuk memperoleh data tentang perilaku sosial siswa yang terjadi di

    sekolah. Observasi tidak hanya mencatat suatu kejadian, namun segala sesuatu

    yang diduga ada kaitannya dengan perilaku sosial negatif, semakin banyak 

    informasi yang diterima semakin lengkap data yang dikumpulkan karena dapat

    mengetahui faktor-faktor yang sesungguhnya berkaitan dengan perilaku sosial

    negatif dan pengaruhnya terhadap kelompok sebaya di sekolah tersebut.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    52/80

    38

    2. Wawancara

    Wawancara adalah salah satu teknik pengumpul data dengan

    menggunakan tanya jawab secara langsung dengan subjek, guru, orang tua, teman

    dekat dan orang-orang yang terkait atau yang mengerti permasalahan subjek.

    Didalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada:

    a. Subjek penelitian

    Wawancara dengan subjek penelitian untuk memperoleh informasi mengenai

    perilaku subjek yang menunjukkan perilaku sosial negatif sehingga tidak 

    disukai oleh teman-teman yang lain di sekolah.

    b. Guru kelas,guru olah raga dan guru agama

    Wawancara dengan guru kelas, guru olah raga dan guru agama untuk 

    memperoleh informasi mengenai perilaku subjek yang menunjukkan perilaku

    sosial negatif. Melalui wawancara dapat diketahui perilaku negatif yang

    sesungguhnya oleh anak kelas V1 sebagai subjek penelitian.

    c. Orang tua subjek 

    Wawancara dengan orang tua subjek digunakan untuk mengungkap data

    riwayat kehidupan sehari-hari. Data yang diungkap untuk menunjukkan

    perilaku sosial negatif siswa yaitu: hubungan sosial atau komunikasi subjek 

    dengan orang tua, keluarga, dan lingkungan, kebiasaan sehari-hari,

    kesenangan subjek dan aktifitas subjek di rumah baik yang berkaitan dengan

    belajar maupun sosial.

    d. Teman dekat subjek di sekolah

    Wawancara dilakukan kepada teman dekat subjek yaitu ketua kelas dan teman

    dekat subjek untuk memperoleh kejelasan mengenai perilaku dan sikap subjek 

    ketika berinteraksi di lingkungan sekolah khususnya di kelas.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    53/80

    39

    3. Dokumentasi

    Dokumentasi adalah suatu metode pengumpulan data dengan

    menggunakan bukti-bukti atau catatan khusus tertulis tentang perilaku siswa di

    sekolah. Tujuan menggunakan dokumentasi adalah untuk mendapatkan data yang

    telah dicatat oleh guru tentang hubungan sosial siswa, perilaku serta kebiasaan

    siswa di sekolah.

    F. Validitas Data

    Validitas data diperlukan untuk memperoleh data yang sahih yang

    akandianalisis untuk keberhasilan penelitian. Validitas data berguna untuk 

    menetapkan keabsahan data yang diperlukan dalam teknik pemeriksaan data

    didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Teknik pemeriksaan validitas data yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan trianggulasi metode

    dan trianggulasi sumber. Trianggulasi metode yaitu digunakan berbagai metode

    untuk mengumpulkan data yang akurat tentangperilaku sosial negatif di sekolah.

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan

    dokumentasi.

    Trianggilasi sumber digunakan untuk mengecek keakuratan data yaitu

    perilaku sosial negatif di sekolah. Trianggulasi sumber yaitu mengumpulkan

    datamenggunakan berbagai sumber yaitu subjek, orang tua, guru, dan teman

    dekat subjek. Trianggulasi sumber dilakukan dengan membandingkan data yang

    didapat dari berbagai sumber untuk mendapatkan data yang akurat tentang

    perilaku sosial negatif di sekolah.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    54/80

    40

    G. Analisis Data.

    Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik 

    analisis deskriptif fenomenologis, yaitu mendeskripsikan gambaran tentang

    perilaku sosial negatif pada subjek berdasarkan temuan-temuan yang didapat di

    lapangan yang diperoleh dari berbagai sumber. Berbagai data tentang perilaku

    sosial negatif diharapkan dapat ditemukan di lapangan meliputi karakteristik,

    faktor atau penyebab, dan akibat perilaku sosial negatif di sekolah, selanjutnya

    data tersebut dikatagorikan, dianalisis dan disimpulkan, sehingga dapat menjawab

    permasalahan di dalam penelitian ini.

    H. Prosedur penelitian

    Kegiatan penelitian seluruhnya direncanakan sebagai berikut:

    1. Tahap persiapan

    a. Mengurus perijinan penelitian, hal ini bertujuan untuk mendapatkan surat

    ijin penelitian yang akan dilakukan di tempat penelitian.

    b. Menentukan lokasi penelitian, hal ini bertujuan untuk menentukan tempat

    penelitian dan menentukan kasus yang akan diangkat di dalam penelitian

    studi kasus ini.

    c. Meninjau lokasi penelitian dengan cara mempelajari keadaan sekolah. Hal

    ini bertujuan agar peneliti mampu mengenal dan menyesuaikan diri

    dengan situasi sekolah dan dapat menemukan kasus yang sedang dihadapi

    anak-anak di sekolah tersebut.

    d. Menyusun instrumen penelitian, pengembangan pedoman pengumpulan

    data dan penyusunan jadwal kegiatan secara rinci.

    e. Konsultasi dengan kepala sekolah, hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan ijin dari kepala sekolah dan kesepakatan untuk mempelajari

    kasus yang terjadi di sekolah secara mendalam sebagai pelaksanaan

    penelitian.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    55/80

    41

    f. Konsultasi dengan guru kelas, hal tersebut dilakukan untuk memperoleh

    data dokumentasi mengenai perilaku sosial negatif selama siswa mengikuti

    kegiatan belajar mengajar serta aktifitas siswa pada saat istirahat.

    2. Tahap Pelaksanaan

    a. Verifikasi data : setelah data dikumpulkan maka dipisah-pisah mana yang

    dipakai danmana yang tidak dipakai.

    b. Pengelompokan data yang telah dikumpulkan akan diolah dan dihubung-

    hubungkan dengan data yang lainnya, sehingga akan memudahkan dalam

    penafsiran.

    3. Tahap Penulisan hasil Penelitian

    a. Mendiskripsikan data sesuai dengan sub-sub fokus penelitian.

    b. Merumuskan hasil analisis data yang berupa sajian hasil penelitian diikuti

    pembahasanya.

    c. Pembahasan temuan penelitian yang dikemukakan menurut gagasan

    peneliti keterkaitan antar katagori, keterkaitan temuan penelitian dengan

    hasil penelitian sebelumnya, penafsiran dan penjelasan temuan, pembuatan

    kesimpulan yang mendasar pada makna dan kebenaran data.

  • 8/20/2019 perilaku sosial anak

    56/80

    42

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Sajian Data Penelitian

    1. Deskripsi Lokasi Penelitian

    Tempat penelitian di Sekolah Dasar Negeri 1 Sedayu Kecamatan

    grobogan Kabupaten Grobogan propinsi jawa tengah. SD Negeri 1 Sedayu

    merupakan sekolah dasar yang ada dipedesaan terletak di tengah-tengah

    perkampungan penduduk. Adapun letak yang lebih jelas SD Negeri 1 Sedayu

    adalah sebagai berikut:

    a. Sebelah utara berbatasan dengan perkampungan penduduk dan sawah-sawah

    kemudian ada jalan setapak yang biasa dilewati oleh penduduk untuk kesawah

    maupun kesekolah

    b. Sebelah selatan berbatasan dengan perkampungan penduduk 

    c. Sebelah timur juga berbatasan dengan sawah-sawah dan perkampungan

    penduduk serta jalan kecil atau jalan setapak yang dilewati oleh penduduk 

    ketika pergi kesawah dan para siswa menuju kesekolah

    d. Sebelah barat atau depan sekolah ada jalan yang bisa dilalui mobil dan sepeda

    motor, sawah-sawah dan perkampungan penduduk 

    SD Negeri I Sedayu Kecamatan Grobogan memiliki sarana dan

    prasarana yang sangat minim untuk syarat pendidikan yang baik, diantaranya

    terdapat 6