18
32 Perencanaan Usaha Tani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis Tembakau di Sub-DAS Progo Hulu (Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah) The Planning of Tobacco-Based Sustainable Dry Land Farming System at Progo Hulu Sub-Watershed (Temanggung Regency, Central Java Province) Jaka Suyana Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta E-mail: [email protected] Diterima: 24 April 2013 disetujui: 10 Februari 2014 ABSTRAK Akibat dari teknik budi daya yang kurang mengindahkan kaidah konservasi tanah dan air, pada kemiringan berbukit dan curam, serta curah hujan yang tinggi pada usaha tani lahan kering berbasis tembakau di Sub- DAS Progo Hulu telah menyebabkan terjadinya erosi yang parah dan degradasi lahan. Penelitian ini bertuju- an: (1) mengkaji kondisi biofisik lahan dan karakteristik usaha tani lahan kering berbasis tembakau di Sub- DAS Progo hulu; (2) mengkaji pengaruh teknologi konservasi tanah dan air (KTA) spesifik lokasi terhadap limpasan permukaan dan erosi; dan (3) merumuskan perencanaan sistem pertanian konservasi untuk mewu- judkan sistem usaha tani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu. Penelitian dilakukan menggunakan metode survei, percobaan lapangan, dan analisis di laboratorium. Data karakteristik lahan, karakteristik usaha tani, serta data limpasan permukaan dan erosi dianalisis secara deskriptif dan dilan- jutkan dengan analisis ragam (uji F) dan uji HSD 5%. Selanjutnya pengembangan rekomendasi agroteknolo- gi diformulasikan melalui teknik simulasi dengan program Powersim Versi 2.5d. Hasil penelitian menunjuk- kan bahwa penggunaan lahan pada usaha tani lahan kering berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu pada umumnya (58,4%) sesuai dengan kelas kemampuan lahan dan sisanya 41,6% tidak sesuai dengan kelas ke- mampuan lahan. Terdapat 77,2% lahan memiliki nilai prediksi erosi lebih besar dari nilai erosi yang dapat di- toleransikan (ETol) dan perlu penyempurnaan dalam teknologi KTA. Usaha tani lahan kering berbasis temba- kau di Sub-DAS Progo Hulu didominasi pola tanam jagung-tembakau (51,0%) dan cabai-tembakau (29,2%), dengan pendapatan usaha tani masih di atas nilai kebutuhan hidup layak (KHL). Perlakuan pemberian mulsa batang tembakau dikombinasikan rumput penguat teras ( Setaria spacelata) dapat menekan erosi 15–19% pada dosis 7 ton/ha dan 31–43% pada dosis 14 ton/ha batang tembakau, sedangkan tumpang sari koro merah de- ngan tembakau dikombinasikan penggunaan mulsa batang tembakau 7 ton/ha dapat menekan erosi 13–20%. Pengembangan usaha tani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu dapat di- wujudkan dengan penyempurnaan teknologi KTA yang meliputi: (a) perlakuan rumput setaria sebagai pe- nguat teras + mulsa batang tembakau 7 ton/ha atau perlakuan tumpang sari koro merah dengan tembakau + mulsa batang tembakau 7 ton/ha pada kemiringan lereng 8–15%; (b) teras miring + perlakuan rorak pada kemiringan lereng 15–30%; dan (c) perlakuan rumput setaria sebagai penguat teras miring + mulsa batang tembakau 14 ton/ha + rorak pada kemiringan lereng >30%. Kata kunci: Degradasi lahan, tembakau, pendapatan, erosi, agroteknologi, rorak ABSTRACT Due to inadequate soil and water conservation practices in farming activity at tobacco based farming sys- tems, severe erosion and land degradation had been occuring in almost all upland agriculture in Progo Hulu Sub-watershed. This research was conducted: (1) to study land’s biophysic conditions and the characteris- tics of tobacco based farming systems, (2) to study and analyze the impact of various soil and water conser- vation practices on erosion, (3) to study and design sustainable conservation farming systems in tobacco based farming systems. This research by using a survey method, field experiments, and laboratory analysis. Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 6(1), April 2014:3249 ISSN: 2085-6717

Perencanaan Usaha Tani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perencanaan Usaha Tani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis

32

Perencanaan Usaha Tani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis Tembakau di Sub-DAS Progo Hulu (Kabupaten Temanggung,

Provinsi Jawa Tengah) The Planning of Tobacco-Based Sustainable Dry Land Farming System at Progo

Hulu Sub-Watershed (Temanggung Regency, Central Java Province)

Jaka Suyana Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta

E-mail: [email protected] Diterima: 24 April 2013 disetujui: 10 Februari 2014

ABSTRAK

Akibat dari teknik budi daya yang kurang mengindahkan kaidah konservasi tanah dan air, pada kemiringan berbukit dan curam, serta curah hujan yang tinggi pada usaha tani lahan kering berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu telah menyebabkan terjadinya erosi yang parah dan degradasi lahan. Penelitian ini bertuju-an: (1) mengkaji kondisi biofisik lahan dan karakteristik usaha tani lahan kering berbasis tembakau di Sub-DAS Progo hulu; (2) mengkaji pengaruh teknologi konservasi tanah dan air (KTA) spesifik lokasi terhadap limpasan permukaan dan erosi; dan (3) merumuskan perencanaan sistem pertanian konservasi untuk mewu-judkan sistem usaha tani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu. Penelitian dilakukan menggunakan metode survei, percobaan lapangan, dan analisis di laboratorium. Data karakteristik lahan, karakteristik usaha tani, serta data limpasan permukaan dan erosi dianalisis secara deskriptif dan dilan-jutkan dengan analisis ragam (uji F) dan uji HSD 5%. Selanjutnya pengembangan rekomendasi agroteknolo-gi diformulasikan melalui teknik simulasi dengan program Powersim Versi 2.5d. Hasil penelitian menunjuk-kan bahwa penggunaan lahan pada usaha tani lahan kering berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu pada umumnya (58,4%) sesuai dengan kelas kemampuan lahan dan sisanya 41,6% tidak sesuai dengan kelas ke-mampuan lahan. Terdapat 77,2% lahan memiliki nilai prediksi erosi lebih besar dari nilai erosi yang dapat di-toleransikan (ETol) dan perlu penyempurnaan dalam teknologi KTA. Usaha tani lahan kering berbasis temba-kau di Sub-DAS Progo Hulu didominasi pola tanam jagung-tembakau (51,0%) dan cabai-tembakau (29,2%), dengan pendapatan usaha tani masih di atas nilai kebutuhan hidup layak (KHL). Perlakuan pemberian mulsa batang tembakau dikombinasikan rumput penguat teras (Setaria spacelata) dapat menekan erosi 15–19% pada dosis 7 ton/ha dan 31–43% pada dosis 14 ton/ha batang tembakau, sedangkan tumpang sari koro merah de-ngan tembakau dikombinasikan penggunaan mulsa batang tembakau 7 ton/ha dapat menekan erosi 13–20%. Pengembangan usaha tani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu dapat di-wujudkan dengan penyempurnaan teknologi KTA yang meliputi: (a) perlakuan rumput setaria sebagai pe-nguat teras + mulsa batang tembakau 7 ton/ha atau perlakuan tumpang sari koro merah dengan tembakau + mulsa batang tembakau 7 ton/ha pada kemiringan lereng 8–15%; (b) teras miring + perlakuan rorak pada kemiringan lereng 15–30%; dan (c) perlakuan rumput setaria sebagai penguat teras miring + mulsa batang tembakau 14 ton/ha + rorak pada kemiringan lereng >30%. Kata kunci: Degradasi lahan, tembakau, pendapatan, erosi, agroteknologi, rorak

ABSTRACT

Due to inadequate soil and water conservation practices in farming activity at tobacco based farming sys-tems, severe erosion and land degradation had been occuring in almost all upland agriculture in Progo Hulu Sub-watershed. This research was conducted: (1) to study land’s biophysic conditions and the characteris-tics of tobacco based farming systems, (2) to study and analyze the impact of various soil and water conser-vation practices on erosion, (3) to study and design sustainable conservation farming systems in tobacco based farming systems. This research by using a survey method, field experiments, and laboratory analysis.

Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 6(1), April 2014:32−49 ISSN: 2085-6717

Page 2: Perencanaan Usaha Tani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis

J Suyana: Perencanaan usaha tani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu ...........

33

Data characteristics of land, farm characteristics, surface run off and erosion by using descriptive analyzed and followed by analysis of variance (F test) and 5% HSD test. The development of agrotechnology recom-mendations formulated by simulation techniques using program Powersim Version 2.5d. The results showed that land use in tobacco based farming systems at Progo-Hulu sub-watershed was generally (58.4%) suitable to its land capability and 41.6% were not suitable. The predicted erosion on approximately 77.2% of lands were higher than local tollerable soil loss which need improvement of soil and water conservation techniques. Tobacco based farming systems was dominated by maize-tobacco (51.0%) and chili-tobacco (29.2%) cropping patterns; farmers income on this farming systems were higher than the income that can support worthed life living standard. The application of crop residue (tobacco stems) as mulch with rate of 7 tons/ha and 14 tons/ha combined with grassed bench terraces (Setaria spacelata) reduced erosion as much as 15–19% and 31–43%, respectively. Meanwhile, red bean-tobacco intercropping combined with crop residue mulch of 7 tons/ ha had suppressed erosion 13–20%. Sustainable tobacco-based farming systems could be developed in this area by practicing improved soil and water conservation technologies with: (a) setaria grass to strengthen terraces + 7 tons/ha of crop residue mulch or red bean and tobacco intercropping + 7 tons/ha of crop residue mulch on 8–15% slope; (b) broad base terraces + adequate slit pit on 15–30% slope; and (c) setaria grass to strengthen broadbase terraces + 14 tons/ha of crop residue mulch + adequate slit pit on >30% slope.

Keywords: Land degradation, tobacco, income, erosion, agrotechnology, slit pit

PENDAHULUAN

ENOMENA kerusakan sumber daya lahan atau degradasi lahan akibat erosi di dae-

rah hulu DAS di Indonesia terus meningkat (Sinukaban 2003; Sunarti 2009; Banuwa 2013). Fenomena ini juga terjadi di Sub-DAS Progo Hulu, yang digunakan untuk usaha tani lahan kering berbasis tembakau (GGWRM-EU 2004).

Di wilayah Sub-DAS Progo Hulu, sistem usaha tani lahan kering berbasis tembakau (UTLKBT) memiliki nilai keunggulan kompara-tif dan telah memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sejak masa lalu secara turun-te-murun. Nilai keunggulan komparatif dan nilai strategis tanaman tembakau di wilayah Sub-DAS Progo hulu di antaranya: (a) secara agro-klimat sebagai komoditas yang dapat dibudi-dayakan pada musim kemarau (April–Septem-ber); (b) tembakau rajangan yang dihasilkan mempunyai ciri spesifik aromatis berperan se-bagai pemberi rasa dan aroma pada rokok ke-retek yang sulit dicari penggantinya, hampir semua pabrik rokok keretek membutuhkannya, sehingga mempunyai nilai ekonomi tinggi (Mukani & Isdijoso 2000); (c) menyumbang 70–80% total pendapatan petani (Balittas 1994 dalam Rochman & Suwarso 2000); (d) berkontribusi dalam pengembangan industri pedesaan (pembuatan rigen, keranjang, me-

sin perajang/gobang); (e) berkontribusi dalam pengembangan jasa transportasi untuk peng-angkutan pupuk kandang (dibutuhkan sekitar 40.600 truk pengangkut pupuk kandang per tahun), saprodi, dan hasil panen; (f) penyerap-an tenaga kerja padat karya dari budi daya sampai pascapanen; (g) mendukung perkem-bangan tata niaga tembakau, yang meliputi pedagang kecil, pengumpul, pedagang besar, dan “grader”/perwakilan pabrik rokok (Andrias et al. 2003); (h) mendukung pengembangan roda perekonomian dan pendapatan daerah, pada tahun 2002 kontribusi komoditas temba-kau terhadap PDRB Kabupaten Temanggung sebesar Rp215.610.380.000,00 atau 10,4% (Mamat 2006); (i) secara tidak langsung ber-fungsi sebagai kawasan konservasi biotik/gene-tik dari beberapa jenis kultivar tembakau lokal (seperti kemloko, gober, dan sitieng) yang se-lama ini telah berkembang dan beradaptasi di lereng Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro yang sering disebut sebagai tembakau ”srintil”.

Adanya pertambahan kepadatan pendu-duk telah mengakibatkan tekanan terhadap la-han. Tekanan penduduk terhadap lahan meng-akibatkan perlakuan over intensif terhadap lahan dan kurang memperhatikan kaidah-ka-idah konservasi tanah dan air (KTA), serta telah memanfaatkan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi dan kemampuannya terutama

F

Page 3: Perencanaan Usaha Tani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis

Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 6(1), April 2014:32−49

34

di lereng Gunung Sumbing dan Gunung Sin-doro yang memiliki kemiringan lereng di atas 30%. Akibat hal tersebut telah menyebabkan terjadinya erosi yang parah dan degradasi lahan (Djajadi 2000; GGWRM-EU 2004). Me-nurut Dent (1993) dan Sitorus (2003), degra-dasi lahan merupakan suatu proses kemun-duran kualitas lahan atau produktivitas lahan menjadi lebih rendah, baik bersifat sementara maupun permanen, sehingga pada akhirnya lahan tersebut berada pada tingkat kekritisan tertentu.

Degradasi lahan pada sistem usaha tani lahan kering berbasis tembakau (UTLKBT) di Sub-DAS Progo Hulu telah menyebabkan pe-nurunan kesuburan tanah, penurunan produk-tivitas lahan, serta kerusakan lahan. Penurun-an kesuburan tanah ditandai dengan kebutuh-an pupuk kandang dari tahun ke tahun yang semakin meningkat, menurut Rachman et al. (1988) dosis pupuk kandang untuk tanaman tembakau semula cukup sekitar 22,5 ton/ha, dan pada tahun 2000 telah mencapai sekitar 30 ton/ha (Djajadi 2000). Penurunan produk-tivitas lahan ditunjukkan oleh tingkat produksi tembakau rajangan yang relatif rendah yaitu berkisar 0,28–0,52 ton/ha (Isdijoso & Mukani 2000), lebih rendah dibandingkan tembakau rajangan madura yang mempunyai produksi berkisar 0,40–0,66 ton/ha (Hartono et al. 1991). Sedangkan kerusakan lahan ditandai dengan hilangnya lapisan atas (top soil) serta kenampakan adanya erosi alur (rill erosion), erosi parit (gully erosion), dan bahan induk tanah, serta terjadinya lahan kritis seluas 3.523 ha (GGWRM-EU 2004).

Apabila dibiarkan atau tidak segera di-perbaiki agroteknologinya, lahan yang telah mengalami proses degradasi tersebut akan menjadi tambah rusak, dan akhirnya menjadi lahan kritis serta mengancam keberlanjutan sistem UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu. Peren-canaan sistem pertanian konservasi (SPK) yang komprehensif sangat diperlukan untuk mewu-judkan UTLKBT berkelanjutan di Sub-DAS Progo Hulu. Oleh karena itu telah dilakukan peneliti-an dengan tujuan untuk: (1) mengkaji kondisi

biofisik lahan dan karakteristik usaha tani la-han kering berbasis tembakau di Sub-DAS Progo hulu; (2) mengkaji pengaruh teknologi konservasi tanah dan air (KTA) spesifik lokasi terhadap limpasan permukaan dan erosi; dan (3) merumuskan perencanaan sistem pertanian konservasi untuk mewujudkan sistem usaha tani lahan kering berkelanjutan berbasis tem-bakau di Sub-DAS Progo Hulu.

BAHAN DAN METODE

Penelitian telah dilakukan di Sub-DAS Progo Hulu, secara administrasi berada di Ka-bupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah; dan secara geografis terletak pada 7011’42”–7022’46” LS dan 109059’44”–110012’31” BT. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Septem-ber 2007 sampai September 2009.

Bahan-bahan yang diperlukan antara lain: peta geologi, peta tanah, peta topografi, peta rupa bumi, peta penggunaan lahan, data cu-rah hujan, data demografi (kependudukan), serta bahan-bahan kimia untuk analisa di la-boratorium. Alat-alat yang digunakan antara lain: peralatan survei, peralatan untuk analisa sifat-sifat tanah di lapangan dan di laboratori-um, peralatan tulis, serta unit komputer leng-kap dengan Software MS Office 2003, ArcInfo-Ver. 7.21, ArcView-Ver.3.2, Powersim Con-structor Versi 2.5d, scanner, digitizer, dan printer.

Penelitian diawali dengan pembuatan peta satuan lahan (land unit). Satuan lahan digunakan sebagai unit dasar dalam analisis kelas kemampuan lahan, tingkat degradasi la-han, prediksi erosi, dan nilai ETol, serta ana-lisis usaha tani.

Pengumpulan data biofisik (sifat-sifat ta-nah, karakteristik lahan, dan iklim) untuk ana-lisis kelas kemampuan lahan, tingkat degrada-si lahan, prediksi erosi dan nilai ETol dilakukan melalui metode survei, percobaan lapangan, dan analisis di laboratorium. Pengumpulan da-ta sosial ekonomi (karakteristik petani, input usaha tani, produksi tanaman, teknik budi daya, dan lainnya) dilakukan melalui survei

Page 4: Perencanaan Usaha Tani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis

J Suyana: Perencanaan usaha tani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu ...........

35

lapangan dan wawancara dengan petani res-ponden.

Metode klasifikasi kelas kemampuan lahan menggunakan Sistem Klasifikasi USDA (Klinge-biel & Montgomery 1973; Arsyad 2010), anali-sis tingkat degradasi lahan menggunakan me-tode yang diusulkan Puslittanak (2002), pre-diksi erosi berdasarkan metode USLE (Wisch-meier & Smith 1978), nilai ETol berdasarkan persamaan Wood & Dent (1983), analisis pen-dapatan usaha tani berdasarkan analisis finan-sial dengan analisis anggaran arus uang tunai (Soekartawi 2006). Untuk mengetahui penga-ruh teknologi konservasi spesifik lokasi terha-dap limpasan permukaan dan erosi, dilakukan percobaan petak erosi di lapangan. Percobaan petak erosi berukuran 5 m x 10 m, dilakukan pada dua lokasi (teras batu dan teras miring), dengan rancangan acak kelompok dengan 4 perlakuan dan diulang 3 kali sebagai kelompok (kemiringan 30%, 45%, dan 70%). Pada teras batu (teras bangku yang diperkuat tumpukan batu menurut kontur) meliputi: (a) TB0 = teras batu pola petani (kontrol); (b) TB1 = teras batu + rumput setaria (Setaria spacelata) se-bagai penguat teras + mulsa batang tembakau 7 ton/ha; (c) TB2 = teras batu + rumput setaria sebagai penguat teras + mulsa batang temba-kau 14 ton/ha; dan (d) TB3 = teras batu + tum-pangsari koro merah/kacang merah dengan tembakau + mulsa batang tembakau 7 ton/ha. Sedangkan pada teras miring (teras bangku miring) meliputi: (a) TM0 = teras bangku mi-ring pola petani (kontrol); (b) TM1 = teras bangku miring + rumput setaria sebagai pe-nguat teras + mulsa batang tembakau 7 ton/ ha; (c) TM2 = teras bangku miring + rumput setaria sebagai penguat teras + mulsa batang tembakau 14 ton/ha; dan (d) TM3 = teras bangku miring + tumpang sari koro merah de-ngan tembakau + mulsa batang tembakau 7 ton/ha. Perlakuan rumput setaria ditanam de-ngan jarak 5–7 cm dari bibir teras, sedangkan mulsa batang tembakau dilakukan dengan cara batang tembakau dicacah dengan ukuran 15–20 cm lalu disebarkan secara merata di per-mukaan tanah.

Data karakteristik lahan, karakteristik usa-ha tani, serta data limpasan permukaan dan erosi (hasil percobaan petak erosi) dianalisis secara deskriptif dan dilanjutkan dengan anali-sis ragam (uji F) dan uji HSD 5%. Perencana-an usaha tani lahan kering berkelanjutan ber-basis tembakau disusun berdasarkan kondisi biofisik dan kondisi sosial ekonomi, serta alter-natif teknologi konservasi tanah spesifik lokasi. Nilai prediksi erosi dan pendapatan usaha tani digunakan sebagai indikator keberlanjutan usa-ha tani (prediksi erosi nilai ETol dan penda-patan usaha tani nilai KHL/kebutuhan hidup layak). Rekomendasi agroteknologi selanjutnya disimulasikan dengan program Powersim Versi 2.5d.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelas Kemampuan Lahan pada Usaha Tani Lahan Kering Berbasis Tembakau (UTLKBT) Di Sub-DAS Progo Hulu

Usaha tani lahan kering berbasis temba-kau (UTLKBT) di Sub-DAS Progo Hulu selama ini hanya tersebar dan terkonsentrasi di lereng Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro, mempu-nyai luas 8.240,75 ha, berupa lahan tegalan 7.398,54 ha dan pemukiman 842,21 ha, serta berada pada ketinggian tempat dari 720–1940 m dpl. Berdasarkan hasil tumpang susun (over-lay) peta geologi, peta tanah, dan peta kemi-ringan lereng, kawasan (UTLKBT) di Sub-DAS Progo Hulu terbagi ke dalam 27 satuan lahan (land unit).

Hasil analisis kemampuan lahan (Tabel 1), memperlihatkan bahwa wilayah UTLKBT di Sub-DAS Progo didominasi oleh lahan dengan kelas kemampuan IV (49,0%), diikuti kelas VI (33,6%), kelas III (9,4%), kelas V (6,1%), dan kelas VII (1,8%). Menurut sistem klasifikasi USDA termasuk lahan pertanian dengan inten-sitas garapan sedang dan terbatas (kelas III dan IV) seluas 4.322,92 ha (67,4%) masih se-suai untuk usaha tani lahan kering, dan sisanya lahan kelas V, VI, dan VII seluas 3.075,61 ha (32,6%) tidak sesuai untuk usaha tani lahan

Page 5: Perencanaan Usaha Tani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis

Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 6(1), April 2014:32−49

36

Tabel 1. Kelas kemampuan lahan pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu

Kelas kemampuan lahan Luas Intensitas dan macam penggunaan lahan

Evaluasi kesesuaian penggunaan lahan Kelas Subkelas (ha) (%)

III III-l2 6,67 0,09 Pertanian garapan sedang Sesuai dengan penggunaan saat ini III-l2.e2 691,31 9,35

Total 697,98 9,44 IV IV-e3 1 361,37 18,40 Pertanian garapan terbatas Sesuai dengan penggunaan

saat ini IV-e3.b2 76,19 1,03 IV-l3.e3 2 187,39 29,56 Total 3 624,95 48,99

V V-p1 450,73 6,09 Penggembalaan intensif, hutan Tidak sesuai dengan penggu-naan saat ini

VI VI-e4 521,97 7,05 Penggembalaan sedang, hutan Tidak sesuai dengan penggu-naan saat ini VI-l4.e3 3,25 0,04

VI-l4e4 1 963,60 26,54 Total 2 488,82 33,64

VII VII-l5 136,06 1,84 Penggembalaan terbatas, hutan

Tidak sesuai dengan penggu-naan saat ini

Total lahan tegalan 7 398,52 100,00

Sumber: Data primer dari analisis data digital (2008) Keterangan:

Angka romawi menunjukkan kelas kemampuan lahan (III; IV; V; VI; VII) Huruf latin menunjukkan faktor penghambat (l= kemiringan lereng; e= erosi; b= kerikil; p= permeabilitas) Angka latin menunjukkan level faktor penghambat (1, 2, 3, 4, 5)

kering. Letak dan penyebaran kelas kemam-puan lahan disajikan pada Gambar 1.

Lahan kelas III mempunyai faktor peng-hambat kemiringan lereng (agak miring) dan erosi (sedang), sesuai dengan penggunaan la-han saat ini (UTLKBT) yaitu cocok untuk per-tanian garapan sedang, memerlukan tindakan konservasi khusus (penanaman dalam strip, pergiliran tanaman dengan tanaman penutup tanah, atau teras). Lahan kelas IV mempunyai faktor penghambat kemiringan lereng (miring) dan erosi (agak berat), masih sesuai dengan penggunaan lahan saat ini (UTLKBT) yaitu co-cok untuk pertanian garapan terbatas, diperlu-kan pengelolaan yang lebih hati-hati dan tin-dakan konservasi yang lebih sulit (seperti te-ras bangku). Lahan kelas V mempunyai faktor penghambat permeabilitas (lambat) disebut sebagai lahan ”lincat”, tidak sesuai dengan penggunaan lahan saat ini (UTLKBT); hanya sesuai untuk tanaman rumput/padang peng-gembalaan, dan hutan. Lahan kelas VI mem-punyai hambatan yang berat yaitu kemiringan lereng (berbukit-agak curam) dan erosi (berat), tidak sesuai dengan penggunaan lahan saat

ini (UTLKBT), penggunaannya terbatas untuk penggembalaan sedang dan hutan. Jika digu-nakan untuk tanaman semusim harus dengan tindakan konservasi tanah yang berat, seperti pembuatan teras bangku yang baik (Arsyad 2010). Lahan kelas VII, mempunyai hambatan yang berat yaitu kemiringan lereng (curam), tidak sesuai dengan penggunaan lahan saat ini (UTLKBT), penggunaannya terbatas untuk penggembalaan terbatas dan hutan. Tanah dalam kelas VII yang dalam dan tidak peka erosi jika digunakan untuk tanaman pertanian harus dibuat teras bangku yang ditunjang de-ngan cara-cara vegetatif, di samping tindakan pemupukan (Arsyad 2010). Tingkat Degradasi Lahan pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu

Hasil analisis tingkat degradasi lahan memperlihatkan bahwa pada kawasan UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu telah terjadi degradasi lahan dengan tingkat degradasi berat seluas 1.570,68 ha (21,2%), tingkat degradasi sedang seluas 5.119,15 ha (69,2%), dan tingkat de-gradasi ringan seluas 708,71 ha (9,6%); de-

Page 6: Perencanaan Usaha Tani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis

J Suyana: Perencanaan usaha tani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu ...........

37

Gambar 1. Peta kelas kemampuan lahan pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu

ngan karakteristik sifat kimia dan fisika pada Tabel 2.

Tabel 2, memperlihatkan bahwa nilai re-rata hara C-organik, N, P, dan K pada setiap tingkat degradasi lahan tidak berbeda nyata. Sementara nilai tukar kation pada tingkat de-gradasi berat berbeda nyata lebih rendah di-bandingkan tingkat degradasi ringan dan se-dang. Untuk sifat fisika nilai rerata porositas, bulk density (BV), kandungan debu dan liat pada setiap tingkat degradasi lahan tidak ber-beda nyata. Sementara nilai permeabilitas pada tingkat degradasi berat berbeda nyata lebih besar dibandingkan tingkat degradasi ringan dan sedang. Demikian juga nilai kandungan pasir pada tingkat degradasi berat paling tinggi berbeda nyata dengan tingkat degradasi ringan. Nilai rerata ketebalan tanah berbeda nyata untuk setiap tingkat degradasi lahan, semakin meningkat tingkat degradasi lahan ketebalan tanah semakin menurun sehingga pada ting-kat degradasi berat ketebalan tanah paling tipis.

Hasil analisis kategori tingkat degradasi lahan terhadap parameter sifat kimia dan sifat fisika tanah yang menunjukkan hasil tidak nya-

Tabel 2. Sifat kimia dan fisika tanah berdasarkan tingkat degradasi lahan

Sifat-sifat tanah Tingkat degradasi lahan

Ringan Sedang Berat

Kimia tanah

C-organik (%) 2,11 a 2,03 a 1,80 a

N-total (%) 0,20 a 0,12 a 0,14 a

P2O5 (mg/100g) 124 a 87 a 104 a

K2O (mg/100g) 40 a 36 a 30 a

Nilai tukar kation (cmol/kg)

4,50 a 4,37 a 2,41 b

Fisika tanah

Ketebalan tanah (cm)

131 a 99 b 40 c

Permeabilitas (cm/jam)

2,76 a 3,55 a 6,81 b

Porositas (%) 63,93 a 65,88 a 68,25 a

Bulk density (g/cm3)

0,98 a 1,05 a 1,06 a

Pasir (%) 48,13 a 49,49 ab 55,87 b

Debu (%) 24,73 a 26,37 a 24,37 a

Liat (%) 27,14 a 24,14 a 19,76 a

Sumber: Hasil analisis laboratorium (2008). Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama dan diikuti

oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji HSD taraf 5%.

Page 7: Perencanaan Usaha Tani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis

Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 6(1), April 2014:32−49

38

ta (Tabel 2), namun tetap dikategorikan ting-kat berat, sedang, dan ringan hal ini disebab-kan karena di dalam klasifikasi tingkat degra-dasi lahan (Puslittanak 2002) tidak mengguna-kan parameter sifat kimia dan fisika tanah, te-tapi penilaian kriteria lahan terdegradasi (ri-ngan, sedang, dan berat) didasarkan pada fak-tor kondisi sumber daya alam/natural assess-ment (bahan induk tanah, curah hujan, kemi-ringan lereng, dan kedalaman tanah) dan faktor pengaruh kegiatan manusia/antrophological assessment (jenis vegetasi, penutupan vege-tasi, dan penerapan teknik konservasi tanah dan air). Parameter sifat tanah yang digunakan sebagai penilaian kriteria lahan terdegradasi hanya ketebalan tanah dan belum secara te-rinci pada parameter sifat-sifat kimia dan fisi-ka tanah.

Evaluasi Erosi pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu

Evaluasi erosi didasarkan pada nilai pre-diksi erosi dan nilai erosi yang dapat ditoleran-sikan (ETol). Berdasarkan hasil prediksi erosi dan nilai ETol (Gambar 2), ditunjukkan bahwa nilai prediksi erosi pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu terendah 19,29 ton/ha/tahun (SL 8) sampai tertinggi 198,87 ton/ha/tahun (SL 27), hal ini terutama disebabkan oleh faktor kemiringan lereng yang bervariasi dari teren-dah 6% sampai tertinggi 62%. Secara keselu-ruhan besarnya prediksi erosi yang terjadi pada kawasan UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu yaitu 519.488,07 ton/tahun atau rata-rata 70,21 ton/ ha/tahun atau 5,80 mm/tahun (BV tanah 1,21

Gambar 2. Histogram prediksi erosi dan ETol pada

UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu

g/cm3). Besarnya nilai ETol juga bervariasi, yaitu terendah 10,32 ton/ha/tahun (SL 27) sam-pai tertinggi 53,11 ton/ha/tahun (SL 11), de-ngan rata-rata 33,40 ton/ha/tahun.

Degradasi lahan atau kerusakan lahan akibat erosi dapat diindikasikan apabila nilai prediksi erosi lebih besar dari nilai ETol. Hasil prediksi erosi pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu menunjukkan bahwa tidak semua satuan lahan mempunyai nilai prediksi erosi melebihi laju erosi yang masih dapat ditoleransikan (Gambar 2), yaitu ada 8 satuan lahan (SL 1, 4, 5, 8, 11, 12, 17, 21) dengan luas 1.690,89 ha (22,9%) mempunyai nilai prediksi erosi < nilai ETol, dan 19 satuan lahan (SL 2, 3, 6, 7, 9, 10, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 22, 23, 24, 25, 26, 27) dengan luas 5.707,65 ha (77,1%) mempunyai nilai prediksi erosi > nilai ETol. Ni-lai prediksi erosi <nilai ETol, disebabkan pada satuan lahan tersebut mempunyai kemiringan lereng 6–18% dan telah dibuat teras bangku tradisional dan teras bangku kondisi baik. Ber-dasarkan hasil analisis nilai prediksi erosi dan ETol tersebut menunjukkan bahwa sekitar 77,1% lahan pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu tidak memenuhi indikator pertanian ber-kelanjutan, sehingga diperlukan penyempur-naan teknologi konservasi tanah dan air (KTA) yang sesuai dan memadai agar sistem usaha tani dapat berkelanjutan.

Nilai rata-rata prediksi erosi yang terjadi pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu ini apa-bila dibandingkan dengan nilai rata-rata pre-diksi erosi pada 21 tahun yang lalu, ternyata telah terjadi peningkatan yang cukup besar. Menurut Proyek Pusat Pengembangan Penge-lolaan DAS (1990), menyatakan bahwa besar-nya prediksi erosi yang terjadi pada usaha tani lahan kering di Sub-DAS Progo Hulu rata-rata 47,51 ton/ha/tahun. Hal ini berarti dalam kurun waktu 21 tahun nilai rata-rata prediksi erosi telah meningkat sebesar 22,70 ton/ha/tahun. Hal ini diduga karena adanya peningkatan te-kanan penduduk terhadap lahan dan telah me-manfaatkan lahan yang tidak sesuai dengan kelas kemampuannya terutama lahan dengan kemiringan lereng di atas 30%.

Page 8: Perencanaan Usaha Tani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis

J Suyana: Perencanaan usaha tani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu ...........

39

Percobaan Teknologi Konservasi Tanah dan Air (KTA) Spesifik Lokasi

Percobaan teknologi konservasi tanah dan air (KTA) spesifik lokasi ini bertujuan untuk men-ciptakan teknologi KTA yang efektif menekan limpasan permukaan dan erosi, serta dapat dite-rima (acceptable) dan dapat dikembangkan (re-plicable) oleh petani setempat. Hasil analisis pengaruh perlakuan teknologi konservasi spe-sifik lokasi terhadap limpasan permukaan dan erosi pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu di-sajikan pada Tabel 3.

Pada Tabel 3, memperlihatkan bahwa perlakuan TB2 dan TM2 (penanaman rumput setaria sebagai penguat teras dan pemberian mulsa batang tembakau 14 ton/ha) secara nya-ta mampu menurunkan limpasan permukaan (31,6% dan 36,7%) dan erosi (42,9% dan 30,6%) dibandingkan kontrol (TB0 = teras batu pola petani dan TM0 = teras miring pola peta-ni). Diikuti perlakuan TB3 dan TM3 (tumpang sari koro merah dan pemberian mulsa batang tembakau 7 ton/ha) mampu menekan limpas-

an permukaan (23,5% dan 23,9%) dan erosi (12,6% dan 20,2%), dan perlakuan TB1 dan TM1 (penanaman rumput setaria sebagai pe-nguat teras dan pemberian mulsa batang tem-bakau 7 ton/ha) mampu menekan limpasan permukaan (14,9% dan 21,7%) dan erosi (18,7% dan 15,4%). Hal demikian dikarenakan sisa tanaman batang tembakau yang dipakai sebagai mulsa (bahan yang disebarkan di atas permukaan tanah) dapat menghalangi energi butiran hujan yang jatuh ke permukaan tanah, hujan yang jatuh ditahan oleh mulsa sehingga butir-butir tanah tidak terdispersi dan terang-kut oleh aliran permukaan (Sinukaban et al. 2007; Suyana et al. 2010). Selain itu mulsa yang berserakan di atas permukaan tanah mampu memperlambat limpasan permukaan sehingga dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah, serta mengurangi daya penguras atau daya hancur dan daya angkut air limpasan (Lal 1988; Arsyad 2010; Morgan 2008).

Pada perlakuan teknik KTA di lahan de-ngan teras batu atau teras bangku diperkuat

Tabel 3. Pengaruh perlakuan teknologi konservasi tanah spesifik lokasi terhadap limpasan permukaan dan

erosi pada kemiringan 30%, 45%, dan 70% (April–September 2009)

Perlakuan/Curah hujan L.P

(% CH) P.L (%)

Erosi (ton/ha) P.E (%) 30% 45% 70% Rata-rata

1. Teras Batu (600 mm) 1**) 2) 3) TB0 38,7 a*) 31,02 26,84 9,11 22,32 a*) TB1 32,9 ab 14,9 25,20 21,27 7,98 18,15 ab 18,7 TB2 26,5 b 31,6 18,79 13,95 5,51 12,75 b 42,9 TB3 29,6 ab 23,5 26,66 24,57 7,32 19,51 ab 12,6 Rata-rata 25,41 a*) 21,65 a 7,48 b 2. Teras Miring (645 mm) 4***) 5) 6) TM0 35,9 a 61,02 66,04 68,62 65,22 a*) TM1 28,6 ab 21,7 48,40 54,82 62,25 55,15 ab 15,4 TM2 22,8 b 36,7 41,81 47,69 46,23 45,24 b 30,6 TM3 27,4 ab 23,9 46,42 54,57 55,21 52,06 ab 20,2 Rata-rata 49,41 a*) 55,78 a 58,07 a

Keterangan: L.P = limpasan permukaan rata-rata (% curah hujan) P.L = penurunan limpasan permukaan dibandingkan kontrol (%) P.E = penurunan erosi dibandingkan kontrol (%) *) Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata pada uji HSD taraf 5% **) 1= pada teras batu dengan kemiringan lereng 30% memiliki bidang olah 3,4–4,5 m

2= pada teras batu dengan kemiringan lereng 45% memiliki bidang olah 1,9–2,2 m 3= pada teras batu dengan kemiringan lereng 70% memiliki bidang olah 1,4–1,8 m

***) 4= pada teras miring dengan kemiringan lereng 30% memiliki bidang olah 3,4–3,6 m 5= pada teras miring dengan kemiringan lereng 45% memiliki bidang olah 3,2–3,5 m 6= pada teras miring dengan kemiringan lereng 70% memiliki bidang olah 3,1–3,4 m

Page 9: Perencanaan Usaha Tani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis

Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 6(1), April 2014:32−49

40

tumpukan batu menurut kontur (contur rock/ stone walls), mengindikasikan bahwa semakin meningkat kemiringan lereng semakin menu-run erosi. Hal ini disebabkan dengan semakin meningkatnya kemiringan lereng maka sema-kin pendek lebar teras (bidang olah), yaitu pada kemiringan 70% mempunyai lebar teras (1,4–1,8 m) lebih pendek dibandingkan pada kemiringan 45% (1,9–2,2 m) dan pada kemi-ringan 30% (3,4–4,2 m). Dengan semakin pendeknya lebar teras mengakibatkan bidang olah semakin lebih datar, sehingga memberi kesempatan air hujan untuk lebih dapat mere-sap ke dalam tanah (infiltrasi) dan mengurangi jumlah dan kecepatan limpasan permukaan (Suyana et al. 2010). Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Kebutuhan Hidup Layak

Luas lahan garapan keluarga petani pa-da UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu pada tahun 2008 berkisar 0,17–2,50 ha dengan rata-rata 0,66 ha, jumlah anggota keluarga rata-rata 5 orang, dan nilai KHL (kebutuhan hidup layak) berdasarkan perhitungan Rp20.000.000,00/KK/ tahun. Dengan jenis pola tanam didominasi oleh pola tanam jagung-tembakau (51,0%), diikuti cabai-tembakau (29,2%), serta sisanya 19,8% terdiri atas bawang daun-tembakau, bawang putih-tembakau, kubis-tembakau, ba-wang merah-tembakau, dan tomat-tembakau.

Hasil analisis pendapatan usaha tani pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu berdasarkan

jenis tanaman dan jenis pola tanam disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Biaya usaha tani berbagai jenis tanaman pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu berkisar dari Rp1.911.000,00–Rp25.445.000,00/ha/mu-sim, dengan pendapatan usaha tani berkisar dari (-) Rp2.481.000,00–Rp29.633.000,00/ha/ musim (Tabel 4). Jenis tanaman cabai memer-lukan biaya usaha tani paling tinggi, diikuti ta-naman tomat, tembakau, bawang merah, ba-wang putih, bawang daun, kubis, dan jagung. Tanaman tembakau memberikan pendapatan usaha tani tertinggi (Rp29.633.000,00/ha/5 bl; R/C 2,97), diikuti cabai (Rp27.297.000,00/ha/7 bl; R/C 2,06), tomat (Rp17.136.000,00/ha/5 bl; R/C 1,80), bawang merah (Rp6.712.000,00/ha/ 4 bl; R/C 1,45), bawang daun (Rp6.251.000,00/ ha/3 bl; R/C 1,79), kubis (Rp4.019.000,00/ ha/3 bl; R/C 1,53), jagung (Rp1.597.000,00/ha/4–5 bl; R/C 1,96), serta bawang putih yaitu rugi (-Rp2.481.000,00/ha/4 bulan; R/C 0,77).

Tabel 5, memperlihatkan bahwa jenis po-la tanam jagung-tembakau dan kubis-temba-kau memerlukan biaya usaha tani paling ren-dah, berbeda nyata dengan cabai-tembakau yang memerlukan biaya usaha tani paling ting-gi. Jenis pola tanam cabai-tembakau membe-rikan pendapatan usaha tani paling tinggi, ber-beda nyata dengan jagung-tembakau, kubis-tembakau, dan bawang putih-tembakau yang memberikan pendapatan usaha tani paling ren-dah. Jenis pola tanam bawang daun-tembakau mempunyai nilai R/C paling tinggi, diikuti ja-

Tabel 4. Distribusi produksi, biaya, penerimaan, pendapatan, dan kelayakan usaha tani berdasarkan jenis

tanaman per musim tanam pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu tahun 2008

No Jenis tanaman Produksi Biaya (Rp/ha/musim)

Penerimaan (Rp/ha/musim)

Pendapatan (Rp/ha/musim) Nilai R/C

1. Tembakau 591 a 15 184 000 44 881 000 29 697 000 2,97 2. Jagung 1 671 b 1 911 000 3 509 000 1 598 000 1,96 3. Cabai 5 860 c 25 445 000 52 743 000 27 298 000 2,06 4. Bawang daun 8 969 d 8 099 000 14 350 000 6 251 000 1,79 5. Bawang putih 3 801 e 10 464 000 7 982 000 -2 481 000 0,77 6. Kubis 15 840 f 7 860 000 11 880 000 4 020 000 1,53 7. Bawang merah 4 144 g 15 041 000 21 754 000 6 713 000 1,45 8. Tomat 31 888 h 21 130 000 38 266 000 17 136 000 1,80

Sumber: Dianalisis dari data primer (2008) Keterangan: a = dalam kg rajangan kering/ha b = dalam kg pipilan kering/ha c = dalam kg buah segar/ha d = dalam kg daun segar/ha e = dalam kg umbi kering/ha f = dalam kg kol segar/ha g = dalam kg umbi kering/ha h = dalam kg buah segar/ha

Page 10: Perencanaan Usaha Tani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis

J Suyana: Perencanaan usaha tani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu ...........

41

Tabel 5. Pengaruh jenis pola tanam terhadap biaya, penerimaan, dan pendapatan**), serta pendapatan petani***) dari kegiatan usaha tani seluas 0,66 ha

No Jenis pola tanam Biaya Rp/ha/th

Penerimaan Rp/ha/th

Pendapatan Rp/ha/th

Pendapatan petani Rp/KK/th

1. Jagung-Tembakau 19 459 000 a*) 50 470 000 31 010 000 a*) 20 466 600 2. Cabai-Tembakau 36 434 000 c 88 046 000 51 611 000 b 34 063 200 3. Bawang daun-Tembakau 25 286 000 ab 67 894 000 42 607 000 ab 28 120 600 4. Bawang putih-Tembakau 25 423 000 ab 55 835 000 30 411 000 a 20 071 200 5. Kubis-Tembakau 22 803 000 a 55 326 000 32 522 000 a 21 464 500 6. Bawang merah-Tembakau 30 319 000 bc 73 593 000 43 274 000 ab 28 560 800 7. Tomat-Tembakau 35 844 000 c 86 350 000 50 505 000 b 33 333 300

Sumber: Dianalisis dari data primer (2008) Keterangan: *) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam setiap kolom tidak berbeda nyata pada Uji HSD taraf 5%

**) Pendapatan = Penerimaan – Biaya ***) Pendapatan petani merupakan pendapatan keluarga petani dari kegiatan usaha tani seluas 0,66 ha selama satu tahun

(Rp/KK/th)

gung-tembakau, kubis-tembakau, bawang merah-tembakau, cabai-tembakau, tomat-tem-bakau, dan bawang putih-tembakau. Pola ta-nam cabai-tembakau memberikan pendapatan paling tinggi, disebabkan tanaman cabai meru-pakan jenis tanaman pada pola tanam musim hujan (Oktober s.d. Maret) yang mempunyai pendapatan tertinggi dibandingkan tanaman lainnya (tomat, bawang merah, bawang daun, kubis, jagung, dan bawang putih).

Pendapatan petani dari kegiatan usaha tani untuk semua jenis pola tanam masih di atas nilai KHL, yaitu berkisar Rp20.071.200,00–Rp34.063.200,00/KK/th. Hal tersebut dikarena-kan tembakau temanggung rajangan selama ini digunakan sebagai bahan baku utama rokok keretek (pemberi rasa dan aroma) mempunyai nilai ekonomi tinggi (harga jual Rp30.000,00–Rp300.000,00/kg; mutu A sampai I). Di sam-ping itu tanaman pasangan dalam pola tanam juga mempunyai harga cukup tinggi, yaitu cabai Rp9.000,00, jagung Rp2.100,00, bawang daun Rp1.600,00, bawang merah Rp5.250,00, kubis Rp750,00/kg, sedangkan untuk bawang putih Rp2.100,00/kg (harga jatuh). Tanaman cabai mampu menambah nilai pendapatan Rp27.297.000,00/ha, tomat Rp17.136.000,00/ha, bawang merah Rp6.712.000,00/ha, bawang daun sekitar Rp6.251.000,00/ha, kubis sekitar Rp4.019.000,00/ha, serta jagung sekitar Rp1.597.000,00/ha, sedangkan bawang putih rugi (-) Rp2.481.000,00/ha (Tabel 4).

Analisis Keberlanjutan UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu

Indikator keberlanjutan sistem UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu ditentukan berdasar-kan nilai prediksi erosi dan pendapatan usaha tani (prediksi erosi nilai ETol dan pendapat-an usaha tani nilai KHL/kebutuhan hidup la-yak). Hasil kajian pengaruh pola tanam jagung-tembakau dan cabai-tembakau terhadap nilai pendapatan usaha tani dan prediksi erosi (Tabel 6), menunjukkan bahwa untuk pola ta-nam jagung-tembakau, nilai prediksi erosi pada kemiringan lereng 3–8% dan 8–15% (27,21 ton/ha/th dan 35,97 ton/ha/th) lebih kecil dari nilai ETol (48,72 ton/ha/th dan 36,61 ton/ha/ th), sedangkan pada kemiringan lereng 15–30%, dan kemiringan lereng >30% nilai predik si erosi (75,06 ton/ha/th dan 116,63 ton/ha/ th) lebih besar dari nilai ETol (37,87 ton/ha/th dan 23,43 ton/ha/th). Untuk pola tanam cabai-tem-bakau, nilai prediksi erosi pada kemiringan le-reng 3–8% (31,75 ton/ha/th) lebih kecil dari nilai ETol (48,72 ton/ha/th), sedangkan pada kemiringan lereng 8–15%, 15–30%, dan >30% nilai prediksi erosi (41,96 ton/ha/th; 87,57 ton/ha/th; dan 136,06 ton/ha/th) lebih besar dari nilai ETol (36,61 ton/ha/th; 37,87 ton/ha/ th; dan 23,43 ton/ha/th).

Berkaitan dengan analisis keberlanjutan sistem UTLKBT tersebut di atas, maka untuk pola tanam jagung-tembakau pada kemiring-an lereng lebih dari 15% nilai prediksi > nilai ETol dan tidak menunjukkan indikator keber-

Page 11: Perencanaan Usaha Tani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis

Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 6(1), April 2014:32−49

42

Tabel 6. Pengaruh pola tanam jagung-tembakau dan cabai-tembakau terhadap nilai pendapatan petani dan prediksi erosi berdasarkan kelas kemiringan lereng pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu tahun 2008

Jenis pola tanam Kemiringan lereng/ elevasi (m dpl)

Pendapatan usaha tani (Rp/ha/th)

Pendapatan petani*) (Rp/KK/th)

Erosi (ton/ha/th) ETol (ton/ha/th)

Jagung-Tembakau

3–8% (910–1510)

25 223 140 16 647 000 27,21 48,72

8–15% (720–1480)

25 600 800 16 896 000 35,97 36,61

15–30% (850–1770)

33 893 450 22 369 000 85,78 37,87

>30% (1050–1940)

35 499 700 23 429 000 116,66 23,43

Cabai-Tembakau 3–8% (910–1510)

50 329 800 33 217 000 31,75 48,72

8–15% (720–1480)

57 628 000 38 034 000 41,96 36,61

15–30% (850–1770)

51 414 250 33 933 000 100,08 37,87

>30% (1050–1940)

48488700 32002000 136,10 23,43

Sumber: Dianalisis dari data primer (2008) Keterangan: *) Pendapatan petani dari kegiatan usaha tani seluas 0,66 ha

lanjutan, sedangkan pola tanam cabai-temba-kau pada kemiringan lereng lebih dari 8% nilai prediksi erosi > nilai ETol dan tidak menunjuk-kan indikator keberlanjutan. Oleh karena itu untuk mewujudkan sistem UTLKBT yang ber-kelanjutan diperlukan penyempurnaan tindak-an konservasi yang sesuai dan memadai (nilai prediksi erosi ETol).

Perencanaan Usaha Tani Berbasis Tem-bakau Berkelanjutan

Berkaitan dengan hal tersebut di atas (Tabel 6), maka untuk pengembangan sistem usaha tani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu diperlukan penyempurnaan agroteknologi yang sesuai dan memadai agar mampu menurunkan erosi nilai ETol, dan meningkatkan pendapatan usa-ha tani nilai KHL, serta teknologi dapat di-terima (acceptable) dan dapat dikembangkan (replicable) oleh petani (Sinukaban 2007; Ba-nuwa 2008). Oleh karena itu disusun alternatif rekomendasi agroteknologi (RA) yang meliputi

penyempurnaan teknologi KTA dan pola ta-nam. Berdasarkan berbagai alternatif rekomen-dasi agroteknologi tersebut, diperoleh nilai pre-diksi erosi dan pendapatan petani yang disaji-kan pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Pada Gambar 3 dan 4, memperlihatkan bahwa untuk mewujudkan UTLK berkelanjutan berbasis tembakau, yaitu (a) pada kemiringan lereng 3–8% dengan rekomendasi agrotekno-logi RA-1b mempunyai nilai prediksi erosi (31,75 ton/ha/th) nilai ETol (48,72 ton/ha/th) dan pendapatan usaha tani (Rp33.217.000,00/ KK/th) nilai KHL(Rp20.000.000,00/KK/th); (b) pada kemiringan lereng 8–15% dengan re-komendasi agroteknologi RA-2b, RA-3b, dan RA-4b mampu menurunkan erosi (34,78; 26,52; dan 35,08 ton/ha/th) nilai ETol (36,61 ton/ha/th) dan pendapatan usaha tani (Rp37.559.000,00; Rp37.295.000,00; dan Rp38.364.000,00/KK/th) dari nilai KHL (Rp20.000.000,00/KK/th); (c) pada kemiringan lereng 15–30% dengan rekomendasi agrotek-nologi RA-5a dan RA-5b mampu menurunkan

Page 12: Perencanaan Usaha Tani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis

J Suyana: Perencanaan usaha tani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu ...........

43

Gambar 3. Pengaruh rekomendasi agroteknologi terhadap prediksi erosi dan pendapatan usaha tani pada

kemiringan lereng 3–8% (a) dan pada kemiringan lereng 8–15% (b) Keterangan: RA-1 : teras bangku RA-2 : teras bangku + rumput setaria sebagai penguat teras + mulsa batang tembakau 7 ton/ha RA-3 : teras bangku + rumput setaria sebagai penguat teras + mulsa batang tembakau 14 ton/ha RA-4 : teras bangku + tumpang sari koro merah dengan tembakau + mulsa batang tembakau 7 ton/ha a : pola tanam jagung-tembakau b : pola tanam cabai-tembakau

erosi (26,33 ton/ha/th dan 30,72 ton/ha/th) nilai ETol (37,87 ton/ha/th) dan pendapatan usaha tani (Rp21.841.000,00/KK/th dan Rp33.405.000,00/KK/th) nilai KHL (Rp20.000.000,00/KK/th); dan (d) pada kemi-

ringan lereng >30% dengan rekomendasi agro-teknologi RA-6a mampu menurunkan erosi (22,63 ton/ha/th) nilai ETol (23,43 ton/ha/ th), pendapatan usaha tani (Rp22.162.000,00/ KK/th) KHL (Rp20.000.000,00/KK/th).

b

a

Page 13: Perencanaan Usaha Tani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis

Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 6(1), April 2014:32−49

44

Gambar 4. Pengaruh rekomendasi agroteknologi terhadap prediksi erosi dan pendapatan usaha tani pada kemiringan lereng 15–30% (c) dan pada kemiringan lereng >30% (d)

Keterangan: RA-1 : teras miring RA-2 : teras miring + rumput setaria sebagai penguat teras + mulsa batang tembakau 7 ton/ha RA-3 : teras miring + rumput setaria sebagai penguat teras + mulsa batang tembakau 14 ton/ha RA-4 : teras miring + tumpang sari koro merah dengan tembakau + mulsa batang tembakau 7 ton/ha RA-5 : teras miring + rorak RA-6 : teras miring + rumput setaria sebagai penguat teras + mulsa batang tembakau 14 ton/ha + rorak a : pola tanam jagung-tembakau b : pola tanam cabai-tembakau

Adapun hasil simulasi, dampak alternatif rekomendasi agroteknologi terhadap nilai ke-tebalan tanah untuk pola tanam jagung-tem-bakau disajikan pada Gambar 5.

Simulasi ini dengan asumsi bahwa kon-disi iklim terutama curah hujan pada seluruh kawasan penelitian dianggap seragam, nilai

tingkat erosi pada setiap kelompok kemiringan lereng dianggap seragam (nilai rata-rata pre-diksi erosi), dan nilai ketebalan tanah pada se-tiap kelompok kemiringan lereng dianggap se-ragam (nilai rata-rata ketebalan tanah). Pada Gambar 5, memperlihatkan bahwa pada kemi-ringan lereng 3–8% (Gambar 5a) dan 8–15%

c

d

Page 14: Perencanaan Usaha Tani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis

J Suyana: Perencanaan usaha tani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu ...........

45

(Gambar 5b) dengan rekomendasi agrotekno-logi RA-1a (teknologi konservasi teras bangku) masih menunjukkan sistem usaha tani lahan kering (UTLK) berkelanjutan berbasis temba-kau, yaitu ketebalan tanah awal (tahun 2010) 135,0 cm dan 92,7 cm setelah umur guna 250 tahun (tahun 2260) masih memiliki ketebalan tanah sekitar 90 cm dan 26 cm lebih besar dari ketebalan tanah minimum untuk tanaman tem-bakau (24 cm). Untuk kemiringan lereng 15–30% (Gambar 5c), menunjukkan bahwa hanya dengan rekomendasi agroteknologi RA-5a (tek-nologi konservasi teras bangku + rorak) yang masih menunjukkan sistem UTLK berkelanjut-an berbasis tembakau, yaitu ketebalan tanah awal (tahun 2010) 101,4 cm setelah umur guna 250 tahun (tahun 2260) masih memiliki ketebalan tanah 58 cm lebih besar dari kete-balan tanah minimum untuk tanaman temba-

kau (24 cm). Untuk kemiringan lereng >30% (Gambar 5d), menunjukkan bahwa hanya rekomendasi agroteknologi RA-6a (teknologi konservasi teras bangku + rumput Setaria spa-celata sebagai penguat teras + mulsa batang tembakau 14 ton/ha + rorak) yang masih me-nunjukkan sistem UTLK berkelanjutan berbasis tembakau, yaitu ketebalan tanah awal (tahun 2010) 58,9 cm setelah umur guna 250 tahun (tahun 2260) masih memiliki ketebalan tanah 28 cm lebih besar dari ketebalan tanah mini-mum (24 cm).

Arahan Pengembangan Usaha Tani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis Tembakau di Sub-DAS Progo Hulu

Sistem UTLKBT yang diusahakan petani saat ini belum disertai dengan teknologi KTA

Ketebalan Tanah

Tahun

Ket

ebal

an T

anah

(cm

)

RA_1a1RA_2a2RA_3a3RA_4a4

2,020 2,060 2,100 2,140 2,180 2,220 2,2600

20

40

60

80

100

120

140

160

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 341 2 3

41 23

41

23

41

23

41

23

41

23

412

3

41

2

3

1

3

Ketebalan Tanah

Tahun

Ket

ebal

an T

anah

(cm

)

RA_1a1RA_2a2RA_3a3RA_4a4RA_5a5

2,020 2,060 2,100 2,140 2,180 2,220 2,2600

20

40

60

80

100

120

1 2 34

5

1 23

4

5

12

3

4

5

12

3

4

5

1

2

3

4

5

1

2

3

4

5

1

2

3

4

5

2

3

4

5

3

5

3

5

3

5 5 5

Ketebalan Tanah

Tahun

Ket

ebal

an T

anah

(cm

)

RA_1a1RA_2a2RA_3a3RA_4a4

2,020 2,060 2,100 2,140 2,180 2,220 2,2600

20

40

60

80

100

120

1 2 3 4 1 2 34

1 23

41 23

41

23

41

2

3

41

2

3

41

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

4

1

2

3

Ketebalan Tanah

Tahun

Ket

ebal

an T

anah

(cm

)

RA_1a1RA_2a2RA_3a3RA_4a4RA_5a5RA_6a6

2,020 2,060 2,100 2,140 2,180 2,220 2,2600

20

40

60

80

12 3

4

5 6

123

4

56

1

2

3

4

56

3

5

6

3

5

6

5

6

5

6

5

6

5

6

5

6

5

6 6 6

Gambar 5. Hasil simulasi alternatif rekomendasi agroteknologi pada pola tanam jagung-tembakau

terhadap ketebalan tanah pada kelas kemiringan lereng 3–8% (a), kemiringan lereng 8–15% (b), kemiringan lereng 15–30% (c), dan kemiringan lereng >30% (d)

Keterangan: RA-1 : teras bangku RA-2 : teras bangku + rumput setaria sebagai penguat teras + mulsa batang tembakau 7 ton/ha RA-3 : teras bangku + rumput setaria sebagai penguat teras + mulsa batang tembakau 14 ton/ha RA-4 : teras bangku + tumpang sari koro merah dengan tembakau + mulsa batang tembakau 7 ton/ha RA-5 : teras bangku + rorak RA-6 : teras bangku + rumput setaria sebagai penguat teras + mulsa batang tembakau 14 ton/ha + rorak a : pola tanam jagung-tembakau

a b

d c

Page 15: Perencanaan Usaha Tani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis

Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 6(1), April 2014:32−49

46

yang sesuai dan memadai sehingga terjadi kerusakan lahan (degradasi lahan), produksi dan pendapatan petani terus menurun, apabila keadaan ini dibiarkan dalam waktu dekat akan terjadi lahan kritis dan pemiskinan petani. Oleh karena itu sangat diperlukan perencanaan pe-ngembangan usaha tani lahan kering berke-lanjutan berbasis tembakau untuk memper-baiki kondisi tersebut.

Penyempurnaan agroteknologi UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu dititikberatkan pada tek-nologi KTA dan pola tanam yang dapat diterap-kan petani sesuai dengan modal yang dimiliki-nya. Teknologi KTA dan pola tanam yang dire-komendasikan disajikan pada peta arahan pe-nerapan agroteknologi pada Gambar 6, yaitu mencakup: (a) pola tanam cabai-tembakau de-ngan teknologi konservasi RA-1 (teras bang-ku) pada kemiringan lereng 3–8%, dengan teknologi konservasi RA-2 (teras bangku + rumput setaria sebagai penguat teras + mulsa batang tembakau 7 ton/ha) atau RA-4 (teras bangku + tumpang sari koro merah dengan tembakau + mulsa batang tembakau 7 ton/

ha) pada kemiringan lereng 8–15%, dan tek-nologi konservasi RA-5 (teras bangku miring + rorak) pada kemiringan lereng 15–30%; dan (b) pola tanam jagung-tembakau dengan tek-nologi konservasi RA-5 (teras bangku miring + rorak) pada kemiringan lereng 15–30%, dan teknologi konservasi RA-6 (teras bangku mi-ring dan teras batu + rumput setaria sebagai penguat teras + mulsa batang tembakau 14 ton/ha + rorak) pada kemiringan lereng >30%.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan, sebagai berikut: 1) Peng-gunaan lahan pada usaha tani lahan kering ber-basis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu 58,4% masih sesuai dengan kelas kemampuan lahan dan sisanya 41,6% tidak sesuai dengan kelas kemampuan lahan. Tetapi penggunaan lahan tersebut 77,2% memiliki nilai prediksi erosi 41,30–198,87 ton/ha/th lebih besar dari nilai ETol (10,32–50,09 ton/ha/th), dan telah terjadi

Gambar 6. Peta arahan penerapan agroteknologi pada UTLK berkelanjutan berbasis tembakau

di Sub-DAS Progo Hulu

Page 16: Perencanaan Usaha Tani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis

J Suyana: Perencanaan usaha tani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu ...........

47

degradasi lahan dengan tingkat degradasi be-rat, sedang, dan ringan masing-masing seluas 21,2%, 69,2%, dan 9,6%. 2) Usaha tani lahan kering berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu didominasi pola tanam jagung-tembakau 51,0% dan cabai-tembakau 29,2%, dengan pendapatan usaha tani Rp20.071.200,00– Rp34.063.200,00/KK/th masih di atas nilai KHL Rp20.000.000,00/KK/th. 3) Teknologi KTA spe-sifik lokasi dengan perlakuan: (a) pemberian mulsa batang tembakau dikombinasikan rum-put penguat teras (Setaria spacelata) dapat menekan erosi 15,4–18,7% pada dosis 7 ton/ ha dan 30,6–42,9% pada dosis 14 ton/ha ba-tang tembakau; dan (b) tumpang sari koro me-rah dengan tembakau dikombinasikan penggu-naan mulsa batang tembakau 7 ton/ha dapat menekan erosi 12,6–20,2%. 4) Pengembangan usaha tani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu dapat diwu-judkan dengan penyempurnaan teknologi KTA yang meliputi: (a) perlakuan rumput setaria sebagai penguat teras + mulsa batang temba-kau 7 ton/ha (RA-2) atau perlakuan tumpang sari koro merah dengan tembakau + mulsa batang tembakau 7 ton/ha (RA-4) pada kemi-ringan lereng 8–15%; (b) teras miring + per-lakuan rorak (RA-5) pada kemiringan lereng 15–30%; dan (c) perlakuan rumput setaria se-bagai penguat teras miring + mulsa batang tembakau 14 ton/ha + rorak (RA-6) pada ke-miringan lereng >30%.

Berdasarkan hasil dari penelitian ini da-pat disarankan hal-hal sebagai berikut: 1) Ting-kat degradasi lahan pada usaha tani lahan kering berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu saat ini sudah sangat serius/mengkha-watirkan dan harus segera dicegah/diperbaiki dengan penyempurnaan teknologi KTA yang sesuai dan memadai, agar fungsi lahan dalam mendukung kegiatan usaha tani dapat diper-tahankan. Apabila kondisi tersebut dibiarkan, diprediksi tanah akan habis sekitar tahun 2064 (pada lahan dengan kemiringan lereng >30%) dan tahun 2142 (pada lahan dengan kemiring-an lereng 15–30%), sehingga akan mengaki-batkan bencana terjadinya lahan kritis dan pe-

miskinan petani. 2) Pemerintah Daerah Kabu-paten Temanggung, petani, dan pihak berke-pentingan lainnya dapat menggunakan reko-mendasi penyempurnaan teknologi KTA dari hasil penelitian ini (kesimpulan no. 4) untuk pengembangan usaha tani lahan kering berke-lanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu. 3) Untuk mendorong agar teknologi KTA yang direkomendasikan dapat diadopsi oleh petani, diperlukan insentif dalam bentuk sub-sidi bahan bakar gas LPG sebagai pengganti kayu bakar yang selama ini berasal dari batang tembakau sisa panen. 4) Penerapan teknologi KTA strip rumput setaria sebagai penguat teras, sebaiknya diintegrasikan dengan usaha tani ternak sapi/kambing. Integrasi dengan ternak diharapkan dapat memberikan keuntungan teknis maupun ekonomis, serta dapat mem-bantu mengatasi kebutuhan pupuk kandang yang terus meningkat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktur Program KKP3T, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Perta-nian RI atas dukungan sumber dana untuk pelaksanaan penelitian; demikian juga kepada staf Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian IPB, dan staf Laboratorium Balai Penelitian Ta-nah Bogor, serta staf Laboratorium GIS Fakul-tas Pertanian UNS Surakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Andrias, Masyhuri & Dwidjono 2003, Analisis tata-niaga dan pilihan kelembagaan pemasaran tembakau di Kabupaten Temanggung, AGRO-SAINS, Jurnal Berkala Penelitian Pascasarjana Ilmu-Ilmu Pertanian Universitas Gadjah Mada; Yogyakarta 16(3):359–377.

Arsyad, S 2010, Konservasi tanah dan air, Edisi Kedua, Serial Pustaka IPB Press, Bogor.

Banuwa, IS 2008, Pengembangan alternatif usaha tani berbasis kopi untuk pembangunan per-tanian lahan kering berkelanjutan di DAS Se-

Page 17: Perencanaan Usaha Tani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis

Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 6(1), April 2014:32−49

48

kampung Hulu, [Disertasi] Sekolah Pascasar-jana, IPB, Bogor.

Banuwa, IS 2013, Erosi, Edisi Pertama, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Dent, FJ 1993, Towards a standard methodology for the collection and analysis of land degrada-tion data: Proposal for Discussion, Expert Con-sultation of the Asian Network on Problems Soils, 25–29 October 1993, FAO Regional Office for Asia.

Djajadi 2000, Erosi dan usaha konservasi lahan tem-bakau di Temanggung, dalamTembakau Te-manggung Monograf Balittas (5):40–46.

[GGWRM-EU] Good Governance in Water Resource Managemet-European Union 2004, Arahan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (RLKT) Kabupaten Temanggung, Pemkab. Temang-gung Bekerja sama dengan GGWRM-EU.

Hartono, J, Hastono, AD & Murdiyati, AS 1991, Pe-ngaruh jumlah daun yang dipanen terhadap hasil dan mutu tembakau madura di daerah tinggi, Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat 6(2):103–109.

Isdijoso, SH & Mukani 2000, Usaha tani, kelem-bagaan, dan pemasaran tembakau temang-gung, dalamTembakau Temanggung, Mono-graf Balittas (5):97–108.

Klingebiel, AA & Montgomery, PM 1973, Land ca-pability classification, Agric. Handb. No. 210, USDA-SCS, 21 p.

Lal, R 1988, Soil erosion control with alley cropping, in Rimwanich, S (ed) Land conservation for future generations, Land Development Department, Bangkok, p. 237–245.

Mamat, HS 2006, Analisis mutu, produktivitas, ke-berlanjutan, dan arahan pengembangan usaha tani tembakau di Kabupaten Temang-gung, Jawa Tengah, [Disertasi], Sekolah Pas-casarjana, IPB, Bogor.

Morgan, RPC 2008, Soil erosian and conservation, National Soil Resources Institute, Cranfield University, Third Edition, Blackwell Publish-ing Company, Malden, USA, 304 p.

Mukani & Isdijoso, SH 2000, Sejarah dan peranan tembakau temanggung, dalam Tembakau Temanggung, Monograf Balittas (5):92–96.

Proyek Pusat Pengembangan Pengelolaan DAS 1990, Laporan pelaksanaan uji coba teknik konservasi tanah tembakau di DAS Opak Progo Hulu (Temanggung) tahun 1989/1990,

Proyek Pusat Pengembangan Pengelolaan DAS, Surakarta.

Puslittanak 2002, Standarisasi dan penanggulang-an lahan terdegradasi, dalam Laporan Ta-hunan Penelitian Tanah dan Agroklimat TA 2001, Puslittanak, Balitbangtan, Deptan, Bo-gor.

Rachman, A, Djajadi & Sastrosupadi, A 1988, Pe-ngaruh pupuk kandang dan pupuk nitrogen terhadap produksi dan mutu tembakau te-manggung, Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat 3(1):15–21.

Rochman, F & Suwarso 2000, Kultivar lokal tem-bakau temanggung dan usaha perbaikan-nya, dalamTembakau Temanggung, Mono-graf Balittas (5):7–13.

Sinukaban, N 2003, Strategi, kebijakan, dan ke-lembagaan pengelolaan lahan kritis, Paper dalam Studi Strategi, Kebijakan dan Kelem-bagaan Pengelolaan Lahan Kritis di Depar-temen Kehutanan, Jakarta (Tidak Dipublika-sikan).

Sinukaban, N 2007, Membangun pertanian menjadi industri yang lestari dengan pertanian konser-vasi, dalam Konservasi Tanah dan Air Kunci Pembangunan Berkelanjutan, Penerbit Direk-torat Jenderal RLPS, Departemen Kehutanan, Jakarta, hlm. 226–241.

Sinukaban, N, Sudarmo & Murtilaksono, K 2007, Pengaruh penggunaan mulsa dan pengolah-an tanah terhadap erosi, aliran permukaan, dan selektivitas erosi, pada latosol coklat kemerahan darmaga, dalam Konservasi Ta-nah dan Air Kunci Pembangunan Berkelanjut-an, Penerbit Direktorat Jenderal RLPS, Depar-temen Kehutanan, Jakarta, hlm. 32–45.

Sitorus, SRP 2003, Kualitas, degradasi dan rehabi-litasi tanah, Program Pascasarjana, IPB, Bogor.

Soekartawi 2006, Analisis usaha tani, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Sunarti 2009, Perencanaan usaha tani karet dan kelapa sawit berkelanjutan di DAS Batang Pelepat Kabupaten Bungo Propinsi Jambi, [Disertasi] Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor.

Suyana, J, Komariah & Senge, M 2010, Conser-vation techniques for soil erosion control in tobacco based farming system at steep land areas of Progo Hulu Sub-watershed, Central Java, Indonesia, WASET (World Institute of Science, Engineering and Technology), Pro-

Page 18: Perencanaan Usaha Tani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis

J Suyana: Perencanaan usaha tani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu ...........

49

ceeding of ICAFE (International Conference of Agriculture and Food Engineering), Tokyo, ISSN 2070–3724, p. 963–970.

Wischmeier, WH & Smith, DD 1978, Predicting rainfall erosion losses, A Guide Conservation Planning, USDA Agriculture Handbook No. 537.

Wood SR & Dent, FJ 1983, A land evaluation com-puter system methodology. AGOF/INS/78/ 006, Manual 5 Versi 1. Ministry of Agri-culture Govern of Indonesia in corporation with UNDP and FAO.