20
TUGAS AKHIR RC 09 1380 PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN SOLO HILIR DI DESA KANOR, BOJONEGORO Dyah Riza Suryani NRP 3107 100 701 Dosen Pembimbing Ir. Fifi Sofia Mahendra Andiek Maulana, ST.,MT. JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011

PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17651-Paper-1002604.pdf · perhitungan debit andalan 80% yang akan digunakan untuk merencanakan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17651-Paper-1002604.pdf · perhitungan debit andalan 80% yang akan digunakan untuk merencanakan

TUGAS AKHIR – RC 09 1380

PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN SOLO HILIR DI DESA KANOR, BOJONEGORO

Dyah Riza Suryani NRP 3107 100 701

Dosen Pembimbing Ir. Fifi Sofia Mahendra Andiek Maulana, ST.,MT.

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

2011

Page 2: PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17651-Paper-1002604.pdf · perhitungan debit andalan 80% yang akan digunakan untuk merencanakan

PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN SOLO HILIR DI DESA

KANOR, BOJONEGORO

Nama/NRP : Dyah Riza Suryani / 3107 100 701

Jurusasan/Fakultas : Teknik Sipil / FTSP - ITS

Dosen Pembimbing :

1. Ir. Fifi Sofia

2. Mahendra Andiek Maulana, ST.,MT.

ABSTRAK Perencanaan perbaikan tebing Bengawan Solo Hilir di desa Kanor, Bojonegoro dan di desa

Kanorejo, Tuban ini dilakukan untuk menanggulangi masalah kelongsoran atau gerusan tebing yang

sering dijumpai pada sungai. Seperti diketahui sebelumnya, Bengawan Solo Hilir merupakan sungai

yang memiliki pola meandering yang sangat rawan terhadap gerusan di sisi luar tikungan dan

sedimentasi di sisi dalam tikungan. Untuk menanggulangi kelongsoran tersebut, diperlukan suatu

bangunan pengendali gerusan pada tebing Bengawan Solo.

Metodologi perencanaan perbaikan tebing Bengawan Solo Hilir di desa Kanor, Bojonegoro dan

di desa Kanorejo, Tuban ini, pertama kali dilakukan analisa hidrologi dan analisa hidrolika. Analisa

hidrologi digunakan untuk menentukan debit andalan 80% dengan metode statistik duration curve dan

debit rencana dengan metode Gumbel. Analisa hidrolika meliputi perhitungan debit fulbank dengan

menggunakan Persamaan Manning, analisa kapasitas penampang saluran dan kecepatan aliran dengan

HEC-RAS, perhitungan gaya seret, perhitungan angkutan sedimen dasar dengan metode Shield untuk

keperluan analisa degradasi dan agradasi dasar saluran, dan analisa gerusan lokal pada kaki revetmen

untuk mengetahui sisi mana saja yang terjadi gerusan dan seberapa dalam gerusan yang terjadi. Tanah

tebing Bengawan Solo Hilir pada ruas yang ditinjau, berpotensi mengalami kelongsoran dan ditinjau

garis kelongsorannya dengan metode irisan bidang luncur bundar untuk menentukan posisi penempatan

struktur revetmen agar aman dari pengaruh longsoran.

Pemilihan alternatif metode penanggulangan, didasarkan pada kesesuaian, kemudahan

pelaksanaan dan kemudahan memperoleh bahan dasar struktur yang tersedia di lapangan. Dalam Tugas

Akhir ini digunakan konstruksi revetmen dari pasangan batu dengan kemiringan lebih besar dari 1:1.

Pondasi yang digunakan dalam perencanaan ini adalah jenis pondasi tiang pancang beton dengan

diameter 40 cm. Penggunaan pasangan batu dipertimbangkan karena kemudahan memperoleh material

yang tersedia. Diharapkan dengan adanya penanggulangan tersebut kerusakan akibat gerusan tebing

sungai dapat diminimalisir sehingga kerugian yang ditimbulkan baik saat ini dan masa yang akan datang

tidak terjadi.

Kata kunci : Gerusan Tebing, Revetmen, Bengawan Solo Hilir.

Page 3: PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17651-Paper-1002604.pdf · perhitungan debit andalan 80% yang akan digunakan untuk merencanakan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sungai adalah suatu saluran drainase

yang terbentuk secara alamiah. Sungai

Bengawan Solo merupakan sungai alluvial yang

mempunyai suatu sistem yang dinamik. Sungai

selalu memberikan respon terhadap aktivitas

alami dan aktivitas yang disebabkan oleh

manusia guna mencapai suatu kondisi

keseimbangan yang baru. Perubahan tersebut

dapat berupa agradasi dan degradasi dasar

sungai, gerusan tebing, dan gerusan lokal. Selain

itu, sesuai dengan sifat fisiknya, sungai alluvial

merupakan sungai yang mengalir di atas tanah

endapannya sendiri. Sungai alluvial membawa

banyak angkutan sedimen yang selanjutnya

diendapkan di sepanjang alurnya.

Di Bengawan Solo terjadi fluktuasi

debit yang sangat besar antara musim penghujan

dan musim kemarau. Pada saat musim

penghujan, debit banjir sering melewati sungai

tersebut, sedangkan pada musim kemarau, debit

yang terjadi sangat kecil. Kecepatan alirannya

pun juga bervariatif tergantung debit yang

melintas. Pada saat terjadi debit banjir,

kecepatan alirannya sangat besar sehingga

mampu menyebabkan penggerusan baik pada

tebing sungai Bengawan Solo maupun pada

dasar sungainya. Sungai Bengawan Solo

membawa banyak angkutan sedimen yang

selanjutnya diendapkan di sepanjang alurnya.

Akibat dari kegiatan penggerusan dan

pengendapan, maka akan terbentuk suatu pola

sungai meandering (berbelok-belok). Kondisi

ini, umum terjadi pada sungai alluvial seperti

halnya dengan Sungai Bengawan Solo.

Di Sungai Bengawan Solo bagian hilir,

banyak dijumpai kasus kelongsoran atau

kerusakan tebing sungai. Baik itu akibat dari

pengaruh kecepatan arusnya, rapid draw down

(penurunan muka air tanah secara tiba-tiba)

pasca terjadinya debit banjir besar, maupun

akibat fluktuasi debit yang selalu berubah-ubah.

Dilihat dari kondisi tersebut, banyak kerugian

dan masalah yang ditimbulkan akibat rusaknya

tebing Sungai Bengawan Solo.

Perencanaan ini perlu mempelajari

penyebab kerusakan tebing sungai di Desa

Kanor, Kecamatan Kanor, Kabupaten

Bojonegoro (BM 114 dari hilir) dan di Desa

Kanorejo, Kecamatan Rengel, Kabupaten

Tuban, total sepanjang ± 900 m. Pada lokasi

Sungai Bengawan Solo di Desa Kanor telah

dibangun konstruksi tanggul penahan banjir.

Gerusan tebing sungai yang terjadi, apabila terus

dibiarkan akan dikhawatirkan berbahaya bagi

tanggul tersebut. Ruas sungai di Desa Kanorejo,

Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban,

merupakan tikungan luar sungai sehingga sangat

rawan terjadi gerusan dan kelongsoran tebing

sungai.

Untuk menanggulangi masalah ini,

terlebih dahulu perlu dipahami karakteristik ruas

sungai yang ditinjau. Pemilihan alternatif

penanggulangan sesuai dengan metode desain

serta standar dan pedoman yang ada.

Ketersediaan dan kemudahan memperoleh

bahan dasar struktur yang tersedia di lapangan

juga harus diperhatikan. Diharapkan dengan

adanya penanggulangan tersebut, kerusakan

akibat gerusan tebing sungai dapat diminimalisir

sehingga kerugian yang ditimbulkan dapat

dihindari.

1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah yang diangkat Tugas

Akhir ini adalah :

1. Apa penyebab gerusan tebing pada

ruas Sungai Bengawan Solo hilir di

Desa Kanor, Bojonegoro dan ruas

sungai di Desa Kanorejo, Tuban?

2. Bagaimana struktur penahan

gerusan tebing (revetmen) yang

sesuai dengan kondisi lapangan?

3. Bagaimana cara mengatasi peluapan

yang terjadi dan pengamanan lereng

tanggul dan tebing sungai apabila

penampang sungai tidak mampu

menampung debit maksimum yang

melintasi sungai tersebut?

1.3 Tujuan 1. Dengan melakukan analisa hidrolika

pada ruas sungai yang bersangkutan

dapat diketahui penyebab terjadinya

gerusan tebing pada ruas Sungai

Bengawan Solo hilir di Kanor,

Bojonegoro dan di Desa Kanorejo,

Tuban. 2. Mendapatkan desain struktur

penahan gerusan tebing (revetment)

yang sesuai dengan kondisi

lapangan. 3. Meningkatkan kapasitas tanggul

serta dan mengamankan lereng

Page 4: PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17651-Paper-1002604.pdf · perhitungan debit andalan 80% yang akan digunakan untuk merencanakan

tanggul dan tebing sungai agar aman

terhadap debit maksimum rencana.

1.4 Batasan Masalah

Pada Laporan Tugas Akhir ini batasan

masalah meliputi :

1. Analisa data geometri dan

karakteristik fisik sungai dilakukan

hanya di beberapa titik lokasi yang

di tinjau (CP 114/2 s/d CP 113/2).

2. Analisa data debit berdasarkan hasil

pengukuran debit Sungai Bengawan

Solo hilir di lokasi yang ditinjau.

3. Menganggap bahwa aliran sungai

pada ruas-ruas yang ditinjau dalam

kondisi aliran tetap seragam (steady

uniform flow) karena data yang

diperoleh dari Dinas PU Pengairan

Pengolaan Banjir dan Perbaikan

Sungai Bengawan Solo I yang di

Madiun kurang lengkap.

4. Analisa data angkutan sedimen bed-

load didasarkan pada pengukuran di

daerah Sungai Bengawan Solo di

Desa Kedung Arum, Kecamatan

Kanor, Kabupaten Bojonegoro dan

di Desa Kedung Harjo, Kecamatan

Widang, Kabupaten Tuban karena

tidak ada pengukuran sedimen di

lokasi studi Tugas Akhir.

5. Hanya memilih satu macam

konstruksi revetmen.

6. Tidak menganalisa anggaran biaya

pembangunan dan metode

pelaksanaan konstruksi revetmen

yang direncanakan.

1.5 Manfaat 1. Struktur pengamanan tebing yang di

desain mampu mengatasi gerusan

tebing pada ruas Sungai Bengawan

Solo hilir di Desa Kanor,

Bojonegoro dan ruas sungai di Desa

Kanorejo, Tuban. 2. Tanggul yang ditingkatkan

kapasitasnya mampu dilalui debit

maksimum rencana sehingga

peluapan dapat dihindarkan.

3. Lereng tanggul dan tebing sungai

aman terhadap arus sungai.

BAB IV

METODOLOGI

Metodologi perncanaan ini meliputi

survey pendahuluan dan studi literatur,

pengumpulan data, serta perhitungan dan

analisa data.

4.1 Survey Pendahuluan Dan Studi

Literatur

Berdasarkan survey lapangan,

kondisi daerah yang akan distudi adalah

daerah yang memiliki permasalahan

kerusakan tebing sungai akibat gerusan air

yang jika dibiarkan akan berbahaya pada

tanggul penahan banjir di sepanjang lokasi

yang ditinjau. Hal ini sudah dibahas pada

Bab II Gambaran Umum Wilayah dan

Lokasi Perencanaan Tugas Akhir.

Sebagai penunjang proses

pengolahan dan perhitungan data, perlu

dilakukan tinjauan terhadap teori-teori yang

ada dengan menggunakan buku pustaka atau

sumber-sumber lainnya. Dasar-dasar teori

yang digunakan tersebut merujuk pada Bab

III Tinjauan Pustaka.

4.2 Pengumpulan Data Mengumpukan data-data yang

dibutuhkan untuk melakukan analisa dan

perencanaan kriteria disain yang sesuai, antara lain

:

1. Peta hasil pengukuran

Diperlukan untuk mengetahui profil

memanjang dan melintang sungai yang

akan digunakan untuk menentukan

kemiringan tebing dan kemiringan dasar

Bengawan Solo hilir di ruas sungai yang

ditinjau, yaitu CP 114/2, CP 114/1, BM 114,

CP 113/4, CP 113/3 dan CP 113/2. Data

yang diperoleh adalah hasil pengukuran

yang dilakukan oleh pihak Dinas Pengairan

PBPS Madiun.

2. Data hidrologi

Mencakup data debit hasil pengukuran

yang dilakukan oleh pihak Dinas Pengairan

PBPS Madiun, elevasi muka air. Data ini

diperlukan untuk menganalisa besarnya

kecepatan, kapasitas tampungan

penampang sungai, dan gaya yang bisa

menyebabkan terangkutnya butiran-butiran

tanah tebing (tractive force) sehingga

terjadi gerusan.

3. Data sedimen

Diperlukan untuk mengetahui besarnya

angkutan sedimen di dalam aliran untuk

mengetahui besarnya angkutan sedimen

akibat gerusan yang nantinya digunakan

untuk menentukan apakah dasar saluran di

Page 5: PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17651-Paper-1002604.pdf · perhitungan debit andalan 80% yang akan digunakan untuk merencanakan

lokasi yang ditinjau mengalami degradasi

atau agradasi.

4. Data tanah

Diperlukan untuk mengetahui jenis tanah di

sekitaran tebing sungai dan dipergunakan

untuk analisa kestabilan tebing.

4.3 Perhitungan dan Analisa Data 4.3.1 Analisa Hidrologi

1. Menghitung Debit Andalan 80%

Menentukan debit andalan 80%

dimaksudkan untuk menentukan

besarnya debit yang lewat pada ruas

sungai yang ditinjau yang kejadiannya

diperkirakan ada 80% di setiap

tahunnya. Perhitungan ini dilakukan

dengan metode statistik duration curve.

Perhitungan ini nantinya akan

digunakan untuk merencanakan tinggi

minimum konstruksi revetmen yang

sesuai.

2. Menghitung Debit Periode Ulang Bangunan pengendalian gerusan tebing

sungai ini direncanakan berdasarkan

debit tertentu yang disebut debit

rencana. Dalam kasus ini, akan ditinjau

Q10, Q50, Q100, Q150, dan Q200. Dalam

Tugas Akhir ini, perhitungan debit

periode ulang digunakan Rumus

Gumbel (lihat Bab III, Persamaan 3.4).

perhitungan ini digunakan untuk

menentukan besarnya debit banjir

rencana.

4.3.2 Analisa Hidrolika

1. Menghitung Debit Tampungan Penuh

(fullbank discharge)

Menghitung debit tampungan penuh

untuk menentukan besarnya kapasitas

sungai pada ruas sungai yang ditinjau

hingga mencapai kondisi penuh.

Digunakan untuk menentukan tinggi

revetmen dan menganalisa kapasitas

tampungan tanggul sungai. Untuk

menghitung debit tampungan penuh

digunakan Persamaan Manning

(Persamaan 3.6 - lihat Bab III Tinjauan

Pustaka).

2. Menganalisa Kapasitas Ruas Sungai

dan Kecepatan Aliran dengan HEC-

RAS

Untuk memperoleh debit dominan,

analisa kapasitas tampungan, dan

kecepatan aliran digunakan dengan

analisa steady flow dalam perhitungan

dengan menggunakan program HEC-

RAS.

3. Menghitung Tractive Force Menghitung gaya tarik (tractive force)

untuk menentukan kestabilan pada dasar

sungai dan tebing sungai akibat adanya

gaya yang bekerja pada suatu saluran.

Lihat Persamaan 3.9 dan 3.10 pada Bab

III.

4. Menganalisa Angkutan Sedimen

Dasar Saluran (Bed Load Transport) Menghitung besarnya angkutan

sediment dan menganalisanya di

potongan sebelum dan sesudah lokasi

yang ditinjau, apakah terjadi degradasi

atau agradasi di dasar salurannya

dengan menggunakan Metode Shield

Persamaan 3.11 pada Bab III Tinjauan

Pustaka untuk menghitung besarnya bed

load.

5. Menganalisa Local Scour pada

Konstruksi Revetmen Menganalisa kemungkinan terjadinya

local scour akibat adanya konstruksi

revetmen dengan cara membandingkan

besarnya U yang terjadi dengan U

competen yang diperoleh dari Gambar

3.4 pada Bab III Tinjauan Pustaka.

Sehingga bisa diperkirakan letak dan

konstruksi pondasi revetmen yang

aman.

4.3.3 Menghitung Potensi Longsoran

Tanah Tebing Sungai

Menghitung bidang longsor tanah tebing

sungai tersebut dengan menggunakan

metode Fellinius yang rumusnya dapat

dilihat pada Bab III Persamaan (3.12).

4.3.4 Memilih Konstruksi Revetmen yang

Stabil, Kuat, dan Sesuai

Memilih konstruksi bangunan

pengendali gerusan (revetmen) yang

sesuai dengan tujuan pengendalian dan

perencanaan hidrolik dan stabilitas

bangunan/saluran.

4.3.5 Mengontrol Stabilitas Konstruksi

Revetmen Setelah dipilih konstruksi revetmen

yang akan digunakan, maka perlu

dilakukan kontrol stabilitas pada

konstruksi yang dipilih. Apakah sudah

sesuai dengan kebutuhan ataukah masih

belum memenuhi kriteria kebutuhan.

4.3.6 Memberikan Kesimpulan

Memberikan kesimpulan dari pemilihan

dan perencanaan konstruksi revetmen

Page 6: PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17651-Paper-1002604.pdf · perhitungan debit andalan 80% yang akan digunakan untuk merencanakan

yang sesuai dengan kondisi tebing

Bengawan Solo Hilir yang ditinjau.

4.4 Diagram Alir Berikut ini adalah diagram alir proses

pengerjaan perhitungan dan analisa

untuk Tugas Akhir :

BAB V

PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA

5.1 Analisa Hidrologi

Analisa hidrologi meliputi

perhitungan debit andalan 80% yang akan

digunakan untuk merencanakan konstruksi

revetmen, serta perhitungan debit pada

beberapa periode ulang untuk menentukan

debit banjir yang melintasi ruas sungai yang

ditinjau.

5.1.1 Analisa Debit Andalan 80%

Menentukan debit andalan 80%

dimaksudkan untuk menentukan besarnya

debit yang lewat pada ruas sungai yang

ditinjau yang kedatangannya diperkirakan

ada 80% di setiap tahunnya.

Debit maksimum hasil pengukuran

di atas adalah sebesar 1379 m3/dt. Untuk

debit minimum di atas terdapat nilai 0. Hal

ini kemungkinan disebabkan karena ujung

AWLR tidak menyentuh air (menggantung)

dikarenakan elevasi muka airnya yang

sangat rendah, sehingga yang tercatat adalah

angka 0.

Cara menentukannya adalah dengan

menggunakan metode statistik duration

curve.

R = 1379 m3/dt

Jumlah data (n) adalah jumlah data yang

diolah, yakni sebanyak 40 tahun data

pengukuran debit bulanan. n = 480.

faktor K = 1 + 3,3322 log n

= 1 + 3,3322 log 480

= 9,934

Perhitungan interval debit metode statistik :

Tabel 5.3 Perhitungan Duration Curve

Interval Titik

Tengah Frekuensi

Frek.

Kum. %

0 139 69,5 193 480 100

140 279 209,5 64 287 59,79

280 419 349,5 58 223 46,46

420 559 489,5 51 165 34,38

560 699 629,5 40 114 23,75

700 839 769,5 36 74 15,42

840 979 909,5 17 38 7,92

980 1119 1049,5 13 21 4,38

1120 1259 1189,5 3 8 1,67

1260 1399 1329,5 5 5 1,04

Jumlah 480

Page 7: PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17651-Paper-1002604.pdf · perhitungan debit andalan 80% yang akan digunakan untuk merencanakan

Gambar 5.1 Grafik Duration Curve

Untuk menentukan besarnya debit

dominan 80% dari duration curve tersebut,

bisa diperoleh dari rumus trendline:

y = 0,153x2 – 26,49x +1208

dimana y adalah debit (m3/dt) dan x adalah

prosentase, maka:

y = Q80% = 0,153 (802) – (26,49 x 80) + 1208

= 979,2 – 2119 + 1208

= 68 m3/dt

Jadi, debit andalan 80% yang terjadi di

sepanjang tahun adalah 68 m3/dt.

5.1.2 Menghitung Debit Periode Ulang

Debit periode ulang adalah debit

banjir rencana terbesar yang akan melewati

saluran tersebut dalam suatu periode ulang

tertentu, yang digunakan untuk menentukan

desain spenampang saluran yang

direncanakan. Dalam Tugas Akhir ini

digunakan debit periode ulang 10 tahun, 50

tahun, 100 tahun, 150 tahun, 200 tahun.

Untuk menghitung debit periode ulang ini

digunakan metode Gumbel. Data debit yang

digunakan dalam perhitungan metode

Gumbel adalah data debit bulanan.

Berikut ini adalah langkah

perhitungan debit periode ulang dengan

menggunakan metode Gumbel.

Perhitungan debit banjir rencana 10 tahunan

(X10)

Rata-rata debit selama 480 bulan : Xrata2

= 328 m3/dt

Jumlah data yang digunakan adalah sebesar

N = 480 bulan

Diperoleh dari perhitungan ∑ (X-Xrata2)2

=

47426607 (m3/dt)

2

Standar deviasi =

Perhitungan debit periode ulang :

T = 10 tahun

yT =

Karena harga N untuk metode

gumbel terbatas untuk 100, maka untuk

menghitung N > 100 digunakan Persamaan

3.5 (Bab III Tinjauan Pustaka)

Debit periode ulang 10 tahunan (X10)

diperoleh dengan Persamaan 3.4 (Bab III

Tinjauan Pustaka)

Untuk perhitungan debit periode

ulang 50 tahunan, 100 tahunan, 150 tahunan,

dan 200 tahunan diperoleh dengan langkah

pengerjaan sama dengan contoh perhitungan

debit periode ulang 10 tahunan. Berikut ini

adalah hasil perhitungan debit periode ulang

50 tahun, 100 tahun, 150 tahun, dan 200

tahun :

Tabel 5.4 Hasil perhitungan debit

periode ulang

Periode

Ulang

(tahun)

yT KT XT (m3/dt)

50 3,902 2,593 1144,07

100 4,600 3,137 1315,37

150 5,007 3,454 1415,27

200 5,296 3,679 1486,05

Setelah diperoleh debit periode ulang

tahun-tahun tersebut di atas, selanjutnya

akan dimasukkan ke dalam analisa HEC-

RAS Steady Flow untuk mengetahui

kapasitas tampungan penampang sungai.

5.2 Analisa Hidrolika

5.2.1 Perhitungan Debit Tampungan

Penuh (fullbank discharge)

Morfologi sungai terbentuk oleh

perubahan debit dan angkutan sedimen. Ada

sebagian ahli yang berpendapat, bahwa debit

tampungan penuh berperan pada

pembentukan geometri sungai, dengan

alasan bahwa debit kecil hanya sedikit

membawa sedimen, sehingga tidak banyak

atau kecil pengaruhnya pada penampang

sungai.

Kemiringan dasar saluran (S)

diperoleh dari perhitungan antara selisih

Page 8: PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17651-Paper-1002604.pdf · perhitungan debit andalan 80% yang akan digunakan untuk merencanakan

elevasi antar titik yang ditinjau dengan jarak

antar titik yang ditinjau. Untuk lebih

jelasnya bisa di lihat dari gambar potongan

memanjang sungai (long section) pada

Lampiran 1. Dalam kasus ini, diambil

elevasi bagian terdalam dari sungai

(talwegh).

Berikut adalah hasil perhitungan

kemiringan dasar saluran (S) untuk tiap-tiap

titik yang ditinjau : Tabel 5.5 Perhitungan kemiringan dasar

saluran

Ruaspanjang

ruas (m)

elevasi

titik awal

elevasi titik

akhir

selisih

elevasi (m)

kemiringan

dasar (S) =

(5)/(2)

tipe

kemiringan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

CP 114/2 117 1.23 1.30 0.07 0.0006 negatif

CP 114/1 132 1.30 -1.05 0.25 0.0019 positif

BM 114 122 -1.05 -2.11 1.06 0.0087 positif

CP 113/4 145 -2.11 -1.11 1.00 0.0069 negatif

CP 113/3 152 -1.11 -2.04 0.93 0.0061 positif

CP 113/2 172 -2.04 -0.58 1.46 0.0085 negatif Luasan masing-masing penampang

melintang sungai dihitung dengan

menggunakan AutoCAD karena

keterbatasan dalam ketelitian untuk

menghitung bentuk penampang yang tidak

beraturan.

Untuk menghitung kecepatan aliran

yang melintas pada penampang tersebut,

ditentukan angka kekasaran Manning (n)

yang sesuai dengan kondisi sungainya.

Dalam kasus ini, diambil angka kekasaran

Manning sebesar 0,08 angka maksimum

untuk jenis saluran aliran lambat, banyak

terdapat tanaman, dan dalam (lihat

Lampiran 2).

Contoh perhitungan untuk penampang CP

114/2 :

Diketahui : n = 0,08 (angka

kekasaran Manning)

h = 8,72 m (ketinggian air fullbank)

A = 1276,31 m2

P = 177,75 m

Jari-jari hidrolis R = A/P = 1276,31 / 177,75

= 7,18 m

Kecepatan aliran V untuk masing-masing

bagian penampang dengan kedalaman

tertentu adalah :

Debit Q tertentu yang melewati penampang

dengan ketinggian air tertentu tersebut

adalah :

Setelah diperoleh debit hasil

perhitungan bankful discharge, maka hasil

perhitungan tersebuk dijadikan input dalam

analisa HEC-RAS untuk diketahui

kecepatan aliran yang melintas, rating

curve, dan kapasitas tampungannya dari

hasil analisa HEC-RAS.

Debit yang digunakan untuk analisa

HEC-RAS selanjutnya adalah debit yang

melintasi penampang CP 114/2, karena

penampang tersebut merupakan bagian hulu

dari potongan Sungai Bengawan Solo yang

ditinjau. Untuk penampang-penampang

berikutnya akan dimasukkan debit yang

sama dengan penampang CP 114/2.

Berikut ini adalah pentabelan hasil

perhitungan Persamaan Manning untuk

masing-masing ruas.

Tabel 5.6 Perhitungan Kapasitas

Tampungan Penuh h A P R

2/3V Q

m m2

m (A/P)2/3

1/nR2/3

S1/2

m3/dt

1 CP 114/2 8.72 1276.31 177.75 3.72 0.024 0.10 0.9 1161.9

2 CP 114/1 8.39 1291.95 218.21 3.27 0.044 0.10 1.4 1840.1

3 BM 114 11.74 1359.86 205.84 3.52 0.093 0.10 3.3 4462.8

4 CP 113/4 11.95 1248.46 203.66 3.35 0.083 0.10 2.8 3472.7

5 CP 113/3 11.40 1415.02 227.22 3.38 0.078 0.10 2.6 3740.9

6 CP 113/2 13.05 1450.20 207.73 3.65 0.092 0.10 3.4 4883.7

No. Ruas S1/2 n

Dari Tabel 5.6 dapat dilihat bahwa

debit pada masing-masing ruas berbeda-

beda karena luasan salurannya juga berbeda.

Selain itu, ada pengaruh kemiringan dan

kedalaman salurannya.

5.2.2 Analisa Kapasitas Penampang

Sungai dan Menghitung Kecepatan

Aliran dengan Menggunakan HEC-RAS Langkah-langkah awal pengerjaan

HEC-RAS sama seperti yang dijelaskan dalam

Bab III Tinjauan Pustaka, yakni dengan

memasukkan data geometri sungai terlebih

dahulu. Masing-masing penampang sungai

diberi nama stasiun dari hulu ke hilir. Stasiun 6

untuk penampang CP 114/2 adalah bagian hulu,

sedangkan stasiun 1 untuk penampang CP 113/2

adalah bagian hilir.

Page 9: PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17651-Paper-1002604.pdf · perhitungan debit andalan 80% yang akan digunakan untuk merencanakan

Gambar 5.2 River Reach sungai yang

ditinjau

Data koordinat geometri penampang

melintang sungai yang diinput bisa dilihat

pada Lampiran 3, dimana terdiri dari station

sebagai sumbu x, dan elevation sebagai

sumbu y.

Analisa HEC-RAS diasumsikan

dalam kondisi aliran Steady Flow. Data

debit yang dimasukkan adalah data hasil

pengukuran, data hasil perhitungan debit

kapasitas penuh, debit andalan 80%, dan

hasil dari perhitungan debit periode ulang

Q10, Q50, Q 100, Q150, Q200, debit rata-rata

bulan basah, dan debit rata-rata bulan

kering.

Steady Flow Boundary Condition

(Normal Depth) dengan mengisikan

kemiringan dasar saluran. Kemiringan dasar

saluran diperoleh dari perhitungan seperti

pada Sub-Bab 5.2.1.

Jika data yang diisikan sudah

lengkap, maka program sudah siap untuk

dijalankan. Untuk menjalankan program

tersebut, dilakukan dengan menggunakan

steady flow analysis pada tab menu Run.

Selanjutnya hasil perhitungan

program HEC-RAS Steady Flow Analisys

akan ditabelkan sebagai berikut. Sehingga

bisa dilihat perbandingannya. 1. Hasil analisa HEC-RAS debit

pengukuran

Tabel 5.7 Hasil analisa HEC-RAS debit

pengukuran

StasiunCross

Section

Q total

(m3/dt)

Elevasi

muka air

(m)

Kecepatan

aliran

(m/dt)

Angka

Froude

6 CP 114/2 1379 8.79 1.46 0.20

5 CP 114/1 1379 8.57 1.31 0.19

4 BM 114 1379 8.33 1.52 0.22

3 CP 113/4 1379 7.79 1.6 0.24

2 CP 113/3 1379 7.41 1.68 0.27

1 CP 113/2 1379 6.53 2.47 0.44

2. Hasil analisa HEC-RAS debit

perhitungan bankful discharge

Tabel 5.8 Hasil analisa HEC-RAS debit

kapasitas penuh

StasiunCross

Section

Q total

(m3/dt)

Elevasi

muka air

(m)

Kecepatan

aliran

(m/dt)

Angka

Froude

6 CP 114/2 1452.4 8.94 1.5 0.20

5 CP 114/1 1452.4 8.71 1.34 0.19

4 BM 114 1452.4 8.47 1.56 0.22

3 CP 113/4 1452.4 7.92 1.64 0.24

2 CP 113/3 1452.4 7.53 1.72 0.27

1 CP 113/2 1452.4 6.64 2.51 0.44

3. Hasil analisa HEC-RAS debit andalan

80%

Tabel 5.9 Hasil analisa HEC-RAS debit

andalan 80%

StasiunCross

Section

Q total

(m3/dt)

Elevasi

muka

air(m)

Kecepatan

aliran

(m/dt)

Angka

Froude

6 CP 114/2 68 3.84 0.37 0.10

5 CP 114/1 68 3.65 0.56 0.18

4 BM 114 68 3.48 0.50 0.13

3 CP 113/4 68 3.43 0.27 0.05

2 CP 113/3 68 3.37 0.66 0.21

1 CP 113/2 68 2.65 1.14 0.36 4. Hasil analisa HEC-RAS debit periode

ulang 10 tahun

Tabel 5.10 Hasil analisa HEC-RAS debit

periode ulang 10 tahun

StasiunCross

Section

Q total

(m3/dt)

Elevasi

muka air

(m)

Kecepatan

aliran

(m/dt)

Angka

Froude

6 CP 114/2 738.86 7.28 1.06 0.16

5 CP 114/1 738.86 7.09 0.99 0.16

4 BM 114 738.86 6.90 1.15 0.19

3 CP 113/4 738.86 6.51 1.16 0.19

2 CP 113/3 738.86 6.22 1.28 0.24

1 CP 113/2 738.86 5.45 1.96 0.41

5. Hasil analisa HEC-RAS debit periode

ulang 50 tahun

Tabel 5.11 Hasil analisa HEC-RAS debit

periode ulang 50 tahun

StasiunCross

Section

Q total

(m3/dt)

Elevasi

muka air

(m)

Kecepatan

aliran

(m/dt)

Angka

Froude

6 CP 114/2 1144.07 8.30 1.33 0.19

5 CP 114/1 1144.07 8.09 1.20 0.18

4 BM 114 1144.07 7.97 1.40 0.21

3 CP 113/4 1144.07 7.47 1.46 0.22

2 CP 113/3 1144.07 7.13 1.55 0.26

1 CP 113/2 1144.07 6.43 2.30 0.43

6. Hasil analisa HEC-RAS debit periode

ulang 100 tahun

Tabel 5.12 Hasil analisa HEC-RAS

debit periode ulang 100 tahun

Page 10: PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17651-Paper-1002604.pdf · perhitungan debit andalan 80% yang akan digunakan untuk merencanakan

StasiunCross

Section

Q total

(m3/dt)

Elevasi

muka air

(m)

Kecepatan

aliran

(m/dt)

Angka

Froude

6 CP 114/2 1315.37 8.66 1.43 0.19

5 CP 114/1 1315.37 8.44 1.28 0.18

4 BM 114 1315.37 8.21 1.49 0.22

3 CP 113/4 1315.37 7.68 1.57 0.23

2 CP 113/3 1315.37 7.31 1.65 0.27

1 CP 113/2 1315.37 6.43 2.43 0.44

7. Hasil analisa HEC-RAS debit periode

ulang 150 tahun

Tabel 5.13 Hasil analisa HEC-RAS debit

periode ulang 150 tahun

StasiunCross

Section

Q total

(m3/dt)

Elevasi

muka air

(m)

Kecepatan

aliran

(m/dt)

Angka

Froude

6 CP 114/2 1415.27 8.86 1.48 0.20

5 CP 114/1 1415.27 8.64 1.32 0.19

4 BM 114 1415.27 8.40 1.54 0.22

3 CP 113/4 1415.27 7.85 1.62 0.24

2 CP 113/3 1415.27 7.47 1.70 0.27

1 CP 113/2 1415.27 6.58 2.49 0.44 8. Hasil analisa HEC-RAS debit periode

ulang 200 tahun

Tabel 5.14 Hasil analisa HEC-RAS debit

periode ulang 200 tahun

StasiunCross

Section

Q total

(m3/dt)

Elevasi

muka air

(m)

Kecepatan

aliran

(m/dt)

Angka

Froude

6 CP 114/2 1486.05 9.00 1.52 0.20

5 CP 114/1 1486.05 8.78 1.35 0.19

4 BM 114 1486.05 8.54 1.57 0.22

3 CP 113/4 1486.05 7.97 1.66 0.24

2 CP 113/3 1486.05 7.59 1.73 0.27

1 CP 113/2 1486.05 6.69 2.53 0.44 9. Hasil analisa HEC-RAS debit rata-rata

bulan basah

Tabel 5.15 Hasil analisa HEC-RAS debit

rata-rata bulan basah

StasiunCross

Section

Q total

(m3/dt)

Elevasi

muka air

(m)

Kecepatan

aliran

(m/dt)

Angka

Froude

6 CP 114/2 754 7.80 0.97 0.14

5 CP 114/1 754 7.6 0.88 0.14

4 BM 114 754 7.40 1.03 0.16

3 CP 113/4 754 6.93 1.07 0.17

2 CP 113/3 754 6.6 1.15 0.20

1 CP 113/2 754 5.83 1.72 0.34

10. Hasil analisa HEC-RAS debit rata-rata

bulan kering

Tabel 5.16 Hasil analisa HEC-RAS debit

rata-rata bulan kering

StasiunCross

Section

Q total

(m3/dt)

Elevasi

muka air

(m)

Kecepatan

aliran

(m/dt)

Angka

Froude

6 CP 114/2 84 4.26 0.35 0.09

5 CP 114/1 84 4.09 0.46 0.13

4 BM 114 84 3.91 0.48 0.12

3 CP 113/4 84 3.82 0.29 0.05

2 CP 113/3 84 3.74 0.58 0.17

1 CP 113/2 84 2.99 1.04 0.30

Berikut ini adalah kondisi air hasil analisa

HEC-RAS dengan menggunakan debit

tampungan penuh.

Gambar 5.3 Gambar kondisi kapasitas

penampang hasil analisa HEC-RAS untuk debit

perhitungan kapasitas tampungan penuh

Elevasi muka air maksimum dari

analisa HEC-RAS mulai dari analisa debit

hasil pengukuran, debit tampungan penuh,

debit andalan 80%, debit rencana Q10, Q50,

Q100, Q150, Q200, debit rata-rata bulan basah,

dan debit rata-rata bulan kering diperkirakan

sebesar 9,00 m dari elevasi terdalam sungai

sampai elevasi muka air tertinggi.

Kedalaman tersebut berdasarkan analisa

HEC-RAS debit kapasitas tampungan penuh.

Hal ini bisa dijadikan acuan untuk tinggi

revetmen yang akan digunakan sebagai

pelindung gerusan tebing sungai tersebut.

Angka Froude yang terjadi dari dari

analisa HEC-RAS mulai dari analisa debit

hasil pengukuran, debit tampungan penuh,

debit andalan 80%, debit rencana Q10, Q50,

Q100, Q150, Q200, debit rata-rata bulan basah,

dan debit rata-rata bulan kering adalah

bernilai lebih kecil 1, yakni aliran berada

pada kondisi subkritis.

5.2.3 Analisa Tractive Force

Analisa traktive force dilakukan

pada bagian tengah saluran, tepi saluran sisi

Tuban, dan tepi saluran sisi Bojonegoro.

Berikut ini adalah contoh perhitungan dari

analisa tractive force untuk ruas penampang

CP 114/2.

Diketahui :

Page 11: PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17651-Paper-1002604.pdf · perhitungan debit andalan 80% yang akan digunakan untuk merencanakan

Untuk bagian tebing sisi Tuban

d = diameter butiran = 0,0005 m

ɑ = luas efektif butir = 7,85 . 10-7

m2

Ws = berat butir terendam = 1,04.10-6

kg

ϕ = sudut kemiringan lereng = 18o

θ = sudut lereng alamian = 28o

(dari

Gambar 3.5 Bab III)

Untuk bagian tengah saluran :

d = diameter butiran = 0,0005 m

ɑ = luas efektif butir = 7,85 . 10-7

m2

Ws = berat butir terendam = 1,04 . 10-6

kg

ϕ = sudut kemiringan lereng = 0,034

(diperoleh dari tan-1

0,0006 kemiringan

dasar saluran)

θ = sudut lereng alamian = 28o

(dari

Gambar 3.5 Bab III)

Untuk bagian tebing sisi Bojonegoro

d = diameter butiran = 0,0005 m

ɑ = luas efektif butir = 7,85 . 10-7

m2

Ws = berat butir terendam = 1,04 . 10-6

kg

ϕ = sudut kemiringan lereng = 18o

θ = sudut lereng alamian = 28o

(dari

Gambar 3.5 Bab III)

Nilai τcr = 0,43 kg/m (diperoleh dari

grafik pada Gambar 3.6 Bab III) dengan

memilih nilai yang disarankan untuk saluran

yang mengandung banyak endapan halus

dalam air, karena pada kondisi yang

sebenarnya, Sungai Bengawan Solo

memang banyak mengandung endapan halus

dalam airnya. Jika gaya tarik hasil

perhitungan untuk bagian tengah dan tebing

saluran lebih kecil dari gaya tarik yang

diizinkan, maka saluran tersebut dikatakan

stabil. Akan tetapi jika gaya tarik yang

diizinkan lebih kecil dari pada gaya tarik

hasil perhitungan, maka saluran tersebut

dikatakan tidak stabil dan perlu dilakukan

proteksi.

Berikut ini adalah hasil perhitungan

tractive force dari semua penampang yang

ditinjau dan dengan variasi jenis debit air

yang digunakan. Tabel 5.17 Hasil perhitungan tractive force

No.τs

(kg/m2)

τcr

(kg/m2)

Keterangan

0.5 0.43 tidak stabil

0.70 0.43 tidak stabil

0.5 0.43 tidak stabil

0.3 0.43 stabil

0.70 0.43 tidak stabil

0.5 0.43 tidak stabil

0.4 0.43 stabil

0.70 0.43 tidak stabil

0.5 0.43 tidak stabil

0.4 0.43 stabil

0.70 0.43 tidak stabil

0.3 0.43 stabil

0.4 0.43 stabil

0.70 0.43 tidak stabil

0.6 0.43 tidak stabil

0.3 0.43 stabil

0.70 0.43 tidak stabil

0.5 0.43 tidak stabil

CP 113/4 Bojonegoro

5

6

CP 113/3 Tuban

CP 113/3 Tengah

CP 113/3 Bojonegoro

CP 113/2 Tuban

CP 113/2 Tengah

CP 113/2 Bojonegoro

CP 114/1 Bojonegoro

BM 114 Tuban

BM 114 Tengah

BM 114 Bojonegoro

CP 113/4 Tuban

CP 113/4 Tengah

2

3

4

CP 114/2 Bojonegoro

CP 114/2 Tuban

CP 114/2 Tengah

CP 114/1 Tuban

CP 114/1 Tengah

1

Ruas

Dari tabel di atas, dapat diketahui

bahwa ada bagian sisi tebing sungai tidak

stabil. Hal ini menunjukkan bahwa sisi

tersebut membutuhkan proteksi untuk

melindungi terangkutnya butiran-butiran

tanah tebing oleh arus sungai.

5.2.4 Analisa Angkutan Sedimen Dasar

(Bed-Load Transport)

1. Jenis Sedimen Dasar (Bedload)

pada Ruas Sungai Bengawan Solo yang

Ditinjau

Pengambilan sampel sedimen

dilakukan di bagian upstream dan

downstream bagian Kedung Arum,

Bojonegoro dan Kedung Harjo, Tuban.

Masing-masing diambil sampel sedimen

dasar di bagian tepi kiri, kanan, dan bagian

tengah dasar Sungai Bengawan Solo.

Berikut ini adalah grafik prosentase

angkutan sedimen dasar pada masing-

masing bagian saluran yang ditinjau.

Page 12: PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17651-Paper-1002604.pdf · perhitungan debit andalan 80% yang akan digunakan untuk merencanakan

Gambar 5.4 Grafik prosentase bedload pada

downstream Kedung Arum (kiri)

Grafik di atas, tampak bahwa

prosentase yang paling dominan adalah jenis

sedimen pasir (sand), lihat garis warna

merah muda dengan prosentase tertingginya

94% pada saat bulan basah. Sedangkan yang

berwarna oranye adalah prosentase lanau

(silt) dengan prosentase tertingginya 60%

pada saat bulan kering. Hampir tidak

terdapat lempung (clay) dan kerikil (gravel).

Gambar 5.5 Grafik prosentase bedload pada

downstream Kedung Arum (tengah)

Gambar 5.6 Grafik prosentase bedload pada

downstream Kedung Arum (kanan)

Gambar 5.5 menunjukkan bahwa

prosentase yang paling dominan pada saat

bulan-bulan basah adalah jenis sedimen

pasir (sand), lihat garis warna merah muda

dengan prosentase tertinggi 75%. Sedangkan

yang pada saat bulan-bulan kering, sedimen

yang prosentasenya lebih tinggi adalah lanau

(silt) yang garisnya berwarna oranye. Akan

tetapi yang digunakan untuk perhitungan

adalah sedimen pasir, karena lanau (silt)

kurang berpengaruh terhadap pembentukan

dasar sungai.

Gambar 5.6 menunjukkan bahwa

prosentase yang paling dominan adalah jenis

sedimen lanau (silt), lihat garis warna

oranye dengan prosentase maksimum 78%

pada saat bulan kering. Sedangkan yang

berwarna merah muda adalah prosentase

pasir (sand) dengan prosentase maksimum

45% pada saat bulan basah. Prosentase

lempung (clay) sangat kecil sekali.

Gambar 5.7 Grafik prosentase

bedload pada upstream Kedung Arum (kiri)

Gambar 5.7 menunjukkan bahwa

prosentase paling dominan adalah angkutan

sedimen dasar berupa pasir (sand) dengan

prosentasi maksimum 95% pada saat bulan

basah. Dibandingkan dengan lanau (silt)

yang prosentasenya kecil sekali (garis

berwarna oranye) sebesar 20% pada saat

bulan kering.

Gambar 5.8 Grafik prosentase bedload pada

upstream Kedung Arum (tengah)

Page 13: PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17651-Paper-1002604.pdf · perhitungan debit andalan 80% yang akan digunakan untuk merencanakan

Gambar 5.9 Grafik prosentase bedload pada

upstream Kedung Arum (kanan)

Gambar 5.8 menunjukkan bahwa

prosentase yang paling dominan pada saat

bulan-bulan basah adalah jenis sedimen

pasir (sand), lihat garis warna merah muda

dengan prosentase tertinggi 102% pada saat

bulan basah. Sedangkan yang pada saat

bulan-bulan kering, sedimen yang

prosentasenya lebih tinggi adalah lanau (silt)

yang garisnya berwarna oranye dengan

prosentase 40%. Akan tetapi yang

digunakan untuk perhitungan adalah

sedimen pasir, karena lanau (silt) kurang

berpengaruh terhadap pembentukan dasar

sungai.

Gambar 5.9 menunjukkan bahwa

prosentase yang paling dominan pada saat

bulan-bulan basah adalah jenis sedimen

pasir (sand) dengan prosentase 70%, lihat

garis warna merah muda. Sedangkan yang

pada saat bulan-bulan kering, sedimen yang

prosentasenya lebih tinggi adalah lanau (silt)

dengan prosentase 60% yang garisnya

berwarna oranye.

Gambar 5.10 Grafik prosentase bedload pada

downstream Kedung Harjo (kiri)

Gambar 5.10 menunjukkan bahwa

prosentase yang paling dominan pada saat

bulan-bulan basah adalah jenis sedimen

pasir (sand) dengan prosentase 83%, lihat

garis warna merah muda. Sedangkan yang

pada saat bulan-bulan kering, sedimen yang

prosentasenya lebih tinggi adalah lanau (silt)

dengan prosentase 72% yang garisnya

berwarna oranye.

Gambar 5.11 Grafik prosentase bedload pada

downstream Kedung Harjo (tengah)

Gambar 5.12 Grafik prosentase bedload pada

downstream Kedung Harjo (kanan)

Gambar 5.11 menunjukkan bahwa

prosentase paling dominan adalah angkutan

sedimen dasar berupa pasir (sand) dengan

prosentasi maksimum 95% pada saat bulan

basah. Dibandingkan dengan lanau (silt)

yang prosentasenya kecil sekali (garis

berwarna oranye) sebesar 10% pada saat

bulan kering.

Gambar 5.12 menunjukkan bahwa

prosentase yang paling dominan pada saat

bulan-bulan basah adalah jenis sedimen

pasir (sand), lihat garis warna merah muda

dengan prosentase tertinggi 95% pada saat

bulan basah. Sedangkan yang pada saat

bulan-bulan kering, sedimen yang

prosentasenya lebih tinggi adalah lanau (silt)

yang garisnya berwarna oranye dengan

prosentase 48%. Akan tetapi yang

digunakan untuk perhitungan adalah

sedimen pasir, karena lanau (silt) kurang

berpengaruh terhadap pembentukan dasar

sungai.

Page 14: PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17651-Paper-1002604.pdf · perhitungan debit andalan 80% yang akan digunakan untuk merencanakan

Gambar 5.13 Grafik prosentase bedload pada

upstream Kedung Harjo (kiri)

Grafik di atas, tampak bahwa

prosentase yang paling dominan pada saat

bulan-bulan basah adalah jenis sedimen

pasir (sand) dengan prosentase 90%, lihat

garis warna merah muda. Sedangkan yang

pada saat bulan-bulan kering, sedimen yang

prosentasenya lebih tinggi adalah lanau (silt)

dengan prosentase 65% yang garisnya

berwarna oranye.

Gambar 5.14 Grafik prosentase bedload pada

upstream Kedung Harjo (tengah)

Gambar 5.15 Grafik prosentase bedload pada

upstream Kedung Harjo (kanan)

Gambar 5.14 menunjukkan bahwa

prosentase paling dominan adalah angkutan

sedimen dasar berupa pasir (sand) dengan

prosentasi maksimum 100% pada saat bulan

basah. Dibandingkan dengan lanau (silt)

yang prosentasenya kecil sekali (garis

berwarna oranye) sebesar 10% pada saat

bulan kering.

Gambar 5.15 menunjukkan bahwa

pada upstream Kedung Harjo, Tuban, di

bagian kiri, pada saat bulan-bulan basah

angkutan sedimen dasar didominasi oleh

pasir (sand) dengan prosentase 102%,

sedangkan pada bulan-bulan kering

didominasi oleh lanau (silt) dengan

prosentase 14%. Di bagian tengah dan kanan

angkutan sedimen dasar didominasi oleh

pasir (sand).

2. Perhitungan Angkutan Sedimen

Dasar (Bedload Transport)

Perhitungan angkutan sedimen dasar

(bedload) digunakan untuk menganalisa

degradasi dan agradasi pada dasar saluran.

Berdasarkan grafik prosentase bedload pada

subbab sebelumnya, diambil jenis sedimen

yang memiliki prosentase dominan, yakni

pasir (sand). Lokasi pengambilan sampel

diambil yang pada bagian pengukuran di

upstream Kedung Harjo, Tuban, karena

prosentasi bedload yang berupa pasir, paling

banyak terdapat di lokasi tersebut. Diameter

butiran pasir berkisar antara 0,075 – 1 mm

(lihat Gambar 5.16), karena data yang

diperoleh kurang lengkap mengenai

diameter butiran pada sampel, maka diambil

rata-rata diameter butiran 0,5 mm.

Gambar 5.16 Pengelompokan ukuran sedimen

Berikut ini adalah perhitungan

angkutan sedimen dasar (bedload transport)

dengan menggunakan rumus Shield

(Persamaan 3.11 Bab III). Debit air yang

digunakan adalah debit air rata-rata bulan

basah dan debit air rata-rata bulan kering

(lihat Lampiran 4 dan Lampiran 5). Untuk

kedalam air yang digunakan adalah berasal

dari analisa HEC-RAS untuk debit rata-rata

bulan basah dan debit rata-rata bulan kering.

Diketahui :

d = diameter butiran = 0,5 mm

Page 15: PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17651-Paper-1002604.pdf · perhitungan debit andalan 80% yang akan digunakan untuk merencanakan

q = debit air = rata-rata bulanan pada

bulan-bulan basah = 754 m3/dt

= rata-rata bulanan pada bulan-bulan

kering = 62 m3/dt

γs = berat jenis sedimen = 2650 kg/m3

γ = berat jenis air = 1000 kg/m3

contoh perhitungan untuk penampang CP

114/2 :

untuk debit bulan basah

D = 6,57 m

S = 0,0006

W = 161,67 m

q (unit discharge) = q/W = 754/161,67 =

4,67 m3/dt

υ = 0,000001 m

2/dt

Dari diagram Shield’s diperoleh shear stress

dimensionless θc = 0,048

V = qb / γ / L = 0,05 / 2650 / 117 =

0,00000016 m3

Untuk debit bulan kering :

D = 3,03 m

q (unit discharge) = q/W = 84/142,21 = 0,59

m3/dt

υ = 0,000001 m

2/dt

Dari diagram Shield’s diperoleh shear stress

dimensionless θc = 0,041

V = qb / γ / L = 0,003 / 2650/ 117 =

0,00000001 m3

Untuk analisa degradasi dan agradasi,

besarnya qb pada ruas CP 114/2 dianggap

sebagai angkutan sedimen masuk qb,in,

sedangkan pada ruas CP 114/1 dianggap

sebagai angkutan sedimen keluar qb,out. Jika

qb,in > qb,out maka terjadi agradasi, sedangkan

jika qb,in < qb,out maka terjadi degradasi pada

dasar salurannya.

Untuk bulan basah :

qb,in = 0,05 kg/dt/m

qb,out = 0,38 kg/dt/m

untuk bulan kering :

qb,in = 0,003 kg/dt/m

qb,out = 0,027 kg/dt/m

qb,in < qb,out , maka terjadi degradasi pada

dasar saluran antara ruas CP 114/2 dan CP

114/1.

Kedalaman degradasi pada ruas CP 114/2

dan CP 114/1 adalah :

Kedalaman = (v bulan basah + v bulan

kering) x durasi = 0,09 m

Untuk hasil perhitungan pada ruas-

ruas selanjutnya, akan ditabelkan sebagai

berikut : Tabel 5.18 Hasil perhitungan dan analisa

degradasi dan agradasi

bulan basah bulan kering bulan basah bulan kering bulan basah bulan kering basah + kering

1 CP 114/2 0.050 0.003 0.00000016 0.00000001 0.00000017

2 CP 114/1 0.38 0.027 degradasi degradasi 0.000001 0.000000 0.0000012 0.09

3 BM 114 12.10 1.343 degradasi degradasi 0.000037 0.000004 0.0000418 3.51

4 CP 113/4 8.53 1.216 agradasi agradasi 0.000022 0.000004 0.0000261 1.35

5 CP 113/3 4.89 1.216 agradasi degradasi 0.000012 0.000004 0.0000161 0.87

6 CP 113/2 11.64 2.199 degradasi degradasi 0.000026 0.000007 0.0000326 1.43

volume kedalaman

(m/th)No. Penampang

bedload qb (kg/dt/m) kondisi dasar saluran

Titik

jarak

antar

titik (m)

elevasi

titik awal

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

CP 114/2 117 1,23 1,30 0,07 0,0006 negatif

CP 114/1 132 1,30 -1,05 0,25 0,0019 positif

BM 114 122 -1,05 -2,11 1,06 0,0087 positif

CP 113/4 145 -2,11 -1,11 1,00 0,0069 negatif

CP 113/3 152 -1,11 -2,04 0,93 0,0061 positif

CP 113/2 172 -2,04 -0,58 1,46 0,0085 negatif

Dari Tabel 5.18 dapat dilihat bahwa

ada beberapa ruas yang mengalami

degradasi pada dasar salurannya dan ada

juga yang mengalami agradasi pada dasar

salurannya.

5.2.5 Analisa Local Scour Antara Dua

Penampang Sungai

Menentukan batas kecepatan non

eroding velocity, yaitu kecepatan batas

butiran sedimen tidak bergerak, dipakai

untuk menghitung kedalaman scour. Untuk

memulai perhitungan ini, digunakan

kecepatan rata-rata U yang berkaitan dengan

Qmax dan diasumsikan tidak ada scour.

Selanjutnya ditentukan U competent yang

didapat dari grafik pada Gambar 3.4 Bab III.

Grafik tersebut berhubungan dengan

kedalaman aliran dan diameter butiran.

Dalam analisa local scour ini, diambil Q

fullbank. Scouring terjadi jika U rata-rata >

dari U competent.

Page 16: PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17651-Paper-1002604.pdf · perhitungan debit andalan 80% yang akan digunakan untuk merencanakan

Analisa local scour untuk debit tampungan

penuh:

Diketahui diameter butiran bed load adalah

0.5 mm. Tabel 5.19 Hasil analisa local scour

Stasiun Ruas KedalamanKecepatan

Aliran (U)Ucomp. Ket.

6 CP 114/2 7.71 1.5 1.66 no scouring

5 CP 114/1 7.41 1.34 1.5 no scouring

4 BM 114 9.52 1.56 1.8 no scouring

3 CP 113/4 10.03 1.64 1.9 no scouring

2 CP 113/3 8.64 1.72 1.75 no scouring

1 CP 113/2 8.68 2.51 1.77 scouring Dari perhitungan local scour yang di

tabelkan pada Tabel 5.19 di atas, dapat

diketahui ruas sungai pada CP 113/2 terjadi

local scour akibat kecepatan arus yang

melewati penampang tersebut. Kecepatan

aliran yang terjadi memiliki nilai yang lebih

besar dari kecepatan kompeten yang

diperoleh dari grafik pada Gambar 3.4 Bab

III Tinjauan Pustaka (dalam satuan m/dt).

Setelah diketahui terjadi scouring

pada ruas CP 113/2, degradasi yang terjadi

pada ruas tersebut (Subbab 5.2.4) juga harus

diperhatikan untuk menentukan kedalaman

tiang pancang yang digunakan agar

konstruksi revetmen aman dari gerusan.

5.3 Analisa Kelongsoran Tanah Tebing

Sungai Perhitungan kelongsoran tanah tebing

sungai digunakan metode Fellinius atau metode

irisan bidang luncur bundar. Persamaan untuk

mencari faktor keamanan sesuai dengan

Persamaan 3.13 Bab II Tinjauan Pustaka.

Berdasarkan pengukuran dan uji

laboratorium yang dilakukan oleh pihak

penyedia data, diperoleh parameter-parameter

tanah sebagai berikut :

Angka kohesi tanah C = 2 t/m2 (lempung)

Berat volume tanah γd = 1,4 t/m3

Sudut geser dalam φ = 44,5o

Tekanan air pori U = γ h = 1000 kg/m3 x

8,41 m = 8,41 t/m2

h diukur dari muka air pada saat debit

dominan 80%, karena debit tersebut sudah

mewakili 80% debit yang sering melintasi

penampang sungai tersebut. h diperoleh dari

mengurangi tinggi muka air tanah dengan

muka air sungai. Karena keterbatasan data

tinggi muka air tanah di lokasi studi, maka

diambil kondisi paling buruk yaitu dengan

menganggap tinggi muka air tanah setinggi

muka tanah asli.

Intensitas seismik horizontal e = 0,15

Untuk penampang CP 114/2 sisi Tuban

Data kemiringan tebing sungai :

n = 1 : 3

φ = 18o4’

R = jari-jari kelongsoran = 19.5 m

L = panjang revetmen = 177 m

Gambar 5.17 Bidang longsor sisi CP 144/2

Tuban

Contoh perhitungan untuk pias 1 sisi CP

114/2 Tuban adalah sebagai berikut :

A = luas pias = 14,62 m2

b = lebar masing-masing pias = 4,1325

m

α = sudut kemiringan rata-rata tiap

bidang luncur = 14o

ϕ = sudut geser dalam tanah = 44,5o

N = A γ cosα = 14,62 . 1,4 . 0,97 = 19,9

t/m

Ne = A γ sinα e = 14,62 . 1,4 . 0,242 .

0,15 = 0,7 t/m

T = A γ sinα = 14,62 . 1,4 . 0,242 = 5

t/m

Te = A γ cosα e = 14,62 . 1,4 . 0,97 .

0,15 = 3 t/m

U = u cosα / b = (8,41 . 0,97)/4,1325 =

35,8 t/m

Untuk pias ke-2 hingga pias ke-8

digunakan perhitungan yang sama dengan

perhitungan pias ke-1 dan hasilnya

ditabelkan pada Lampiran 6, sehingga

diperoleh :

∑N = 379,8 t/m

∑Ne = 13,8 t/m

∑T = 91,8 t/m

∑Te = 57 t/m

∑U = 286,4 t/m

1 2

3

4 5 6

7 8

b

α

Page 17: PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17651-Paper-1002604.pdf · perhitungan debit andalan 80% yang akan digunakan untuk merencanakan

Kondisi lereng ini bisa dikatakan stabil

karena persyaratan Fs adalah lebih besar

dari 1,2.

Tabel 5.20 Hasil perhitungan stabilitas

tanah tebing sungai No. Fs Ket.

1 2.9 OK

2 3.1 OK

3 3.6 OK

4 3.4 OK

5 3.9 OK

6 7.7 OK

7 3.5 OK

8 9.9 OK

9 3.1 OK

10 6.1 OK

11 4.9 OK

12 7.8 OK

CP 113/3 Bojonegoro

CP 113/2 Tuban

CP 113/2 Bojonegoro

BM 114 Tuban

BM 114 Bojonegoro

CP 113/4 Tuban

CP 113/4 Bojonegoro

CP 113/3 Tuban

Ruas

CP 114/2 Tuban

CP 114/2 Bojonegoro

CP 114/1 Tuban

CP 114/1 Bojonegoro

Dari tabel di atas dapat disimpulkan

bahwa tanah tebing Sungai Bengawan Solo

pada ruas yang ditinjau aman dari

kelongsoran. 5.4 Perencanaan Desain Revetmen

Konstruksi revetmen digunakan

pasangan batu dengan pondasi tiang

pancang.berikut ini adalah perhitungan daya

dukung tanah untuk mencari kedalaman tiang

pancang yang digunakan.

5.4.1 Perhitungan Daya Dukung Tanah

Perhitungan daya dukung tanah hasil

uji SPT dengan menggunakan metode

Luciano Decourt. Perhitungan ini digunakan

untuk menentukan kedalaman tiang pancang

yang dibutuhkan agar mampu menopang

struktur revetmen di atasnya.

Berikut ini adalah hasil perhitungan

daya dukung tanah dengan metode Luciano

Decourt dengan masing-masing tiang

pancang diameter 40 cm, 50 cm, dan 60 cm.

QL = Qp + Qs

Qp = qp x Ap = (Ňp x K) Ap

Qs = qs x As = (Ňs x K) As

QL = daya dukung tanah maksimum pada

pondasi

Qp = resistance ultimate di dasar pondasi

Qs = resistance ultimate akibat tekanan

lateral

Gambar 5.29 Grafik QL dengan kedalaman

(depth) Gambar 5.29 digunakan untuk

menentukan kedalaman tiang pancang yang

digunakan. Untuk gaya yang bekerja pada

masing-masing tiang pancang adalah dengan

melakukan perhitungan sebagai berikut.

Contoh perhitungan dilakukan pada

CP 114/2 sisi Tuban, untuk perhitungan

profil lainnya akan ditabelkan.

Perhitungan Berat Struktur tiap 20 m

sambungan: 1. Pasangan Batu

γ batu = 2,6 t/m3

tebal = 0,45 m

W = γ A L = 2,6 x 7,46 x 20 =

387,74 ton

2. Pasir Urug

γ pasir = 1,4 t/m3

tebal = 0,3 m

W = γ A L = 1,4 x 5,27 x 20 =

147,59 ton

3. Beton Bertulang

γ beton = 2,4 t/m3

W = γ A L = 2,4 x 4,16=[ x 20 =

199,68 ton

Page 18: PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17651-Paper-1002604.pdf · perhitungan debit andalan 80% yang akan digunakan untuk merencanakan

Wtotal = W1 + W2 + W3

= 387,74 + 147,59 + 199,68

= 735,01 ton

Jika dalam 20 m segmen digunakan

10 buah tiang pancang dengan jarak antar

tiang 2 m dan jarak tiang ke tepi 1 m, maka

gaya yang bekerja untuk masing-masing

tiang adalah 73,5 ton. Setelah diperoleh

gaya yang bekerja untuk masing, masing

tiang, selanjutnya gaya tersebut diplotkan

pada Gambar 5.34 untuk memperoleh

kedalaman tiang pancang yang dibutuhkan.

Dari Gambar 5.34 diperoleh :

Kedalaman yang digunakan untuk diameter

60 cm = 5,8 m

Kedalaman yang digunakan untuk diameter

50 cm = 9 m

Kedalaman yang digunakan untuk diameter

40 cm = 12,5 m

Tabel 5.24 Tabel Kedalaman Tiang

Pancang

40 cm 50 cm 60 cm

Tuban 735.01 12.5 9 5.8

Bojonegoro 735.01 12.5 9 5.8

Tuban 729.60 12.4 9.5 6.7

Bojonegoro 545.16 9 6.5 4.3

Tuban 620.21 10.6 7.6 5.2

Bojonegoro 547.39 9 5 4.3

Tuban 616.39 10.3 7.4 5

Bojonegoro 565.51 10.8 7 4.5

Tuban 737.23 12.4 9.4 7

Bojonegoro 494.98 8.2 5.4 4

Tuban 683.17 12 9 6.3

Bojonegoro 560.42 9.8 7 4.6

Kedalaman pancang (m)Profil Lokasi Wt (ton)

CP 114/2

CP 114/1

BM 114

CP 113/4

CP 113/3

CP 113/2

Dari hasil perhitungan di atas, dipilih

tiang pancang diameter 40 cm, karena untuk

menyesuaikan panjang tiang pancang di

pasaran dengan kedalaman yang dibutuhkan.

5.4.2 Desain Revetmen

Desain revetmen yang digunakan

adalah pasangan batu dengan diameter batu

300 mm. kemiringan lereng revetmen

digunakan lebih besar dari 1:1. Struktur

revetmen dibagi tiap segmen sepanjang 20

meter. Gambar untuk masing-masing

revetmen ada pada Lampiran.

5.4.3 Kontrol Kestabilan Konstruksi

Revetmen

Kestabilan konstruksi revetmen

dikontrol terhadap geser, tegangan tanah,

dan kelongsoran akibat adanya beban

revetmen. Berikut ini adalah perhitungan

kontrol kestabilan pada CP 114/2 Tuban :

1. Kontrol Geser :

Beban air = ½ x γair x h x t

= ½ x 1 x 3,68 x 3,68

= 6,77 t

∑H = Beban Tanah – Beban air = 27,02 t

2. Kontrol Tegangan Tanah

3. Kontrol kelongsoran akibat adanya

beban revetmen

Contoh perhitungan untuk sisi CP 114/2

Tuban adalah sebagai berikut :

Dari perhitungan pada sub bab 5.3

diperoleh :

∑N = 379,8 t/m

∑Ne = 13,8 t/m

∑T = 91,8 t/m

∑Te = 57 t/m

∑U = 286,4 t/m

WR = berat konstruksi revetmen = 735

ton

Kondisi lereng ini bisa dikatakan stabil

karena persyaratan Fs adalah lebih besar

dari 1,2. Untuk hasil perhitungan lebih

lengkapnya bisa dilihat pada Lampiran.

Berikut ini adalah hasil perhitungan

kontrol stabilitas untuk masing-masing

penampang sungai :

Page 19: PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17651-Paper-1002604.pdf · perhitungan debit andalan 80% yang akan digunakan untuk merencanakan

Tabel 5.25 kontrol stabilitas tebing sungai

terhadap geser dan tegangan tanah

Tuban 0.735 0.41 aman

Bojonegoro 0.735 0.41 aman

Tuban 0.756 0.81 aman

Bojonegoro 0.304 0.90 aman

Tuban 0.008 1.26 aman

Bojonegoro 0.234 0.76 aman

Tuban 0.336 1.28 aman

Bojonegoro 0.534 0.97 aman

Tuban 0.377 0.37 aman

Bojonegoro 0.407 0.42 aman

Tuban 0.161 0.71 aman

Bojonegoro 0.247 0.88 aman

CP 114/2

CP 114/1

BM 114

CP 113/4

CP 113/3

CP 113/2

Profil Lokasi GeserTeg.

TanahKet.

Dari hasil perhitungan di atas,

struktur revetmen stabil terhadap geser dan

tegangan tanah.

4. Kontrol Terhadap Patah

K o n s t r u k s i r e v e t m e n h a r u s

diperhitungkan kemungkinannya terhadap patah.

Hal ini diperhitungkan dengan memperhatikan

daerah kern (inti) dari kostruksi revetmen

tersebut. jika garis tekanan tersebut berada di

luar kern, maka akan terjadi tarik pada

konstruksi sehingga bisa menyebabkan patah.

Berikut ini adalah contoh perhitungan

kern (inti) konstruksi revetmen :

Panjang revetmen (b) = 1 m

Posisi titik kern = 1/6 b = 1/6 . 1= 0,17 m

dari garis tengah

Tebal revetmen (h) = 0,45 m

Posisi titik kern = 1/6 h = 1/6 . 0,45 = 0,075

m dari garis tengah

Gambar 5.30 Kern (inti) pada revetmen CP

114/2 Tuban

Untuk menghitung titik tangkap gaya

pada revetmen, konstruksi revetmen dibagi

menjadi beberapa pias dengan tinggi pias 1

meter. Revetmen dibagi menjadi 7 pias

dengan masing-masing tinggi pias 1 meter.

Gambar 5.31 Pembagian pias revetmen

Gaya yang bekerja pada pias 1: 1. Pasangan Batu

γ batu = 2,6 t/m3

tebal = 0,45 m

Wrevetmen = γ A L = 2,6 x (1x0,45) x 1m =

1,17 ton

2. Tanah di belakang revetmen

γ tanah = 2,6 t/m3

tebal = 1 m

Wtanah = γ A L = 2,6 x (0,5x1x1,1471)

x 1m = 0,803 ton

Jarak Wtanah horizontal = 0,165 m

Jarak Wrevetmen horizontal = 0,59 m

Jarak Wtanah vertikal = 0,34 m

Jarak Wrevetmen vertikal = 0,74 m

Wtotal = Wtanah + Wrevetmen = 1,17 + 0,803

= 1,97 ton

Jarak titik tangkap resultante gaya :

Pada arah horizontal =

Pada arah vertikal =

Page 20: PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17651-Paper-1002604.pdf · perhitungan debit andalan 80% yang akan digunakan untuk merencanakan

Tabel 5.26 Jarak titik tangkap gaya

vertikal horizontal

1 0,413 0,740

2 0,431 1,869

3 0,459 2,766

4 0,471 3,748

5 0,478 4,757

6 0,482 5,779

7 0,257 10,102

jarak titik tangkap

resultante gayaPias

Setelah diperoleh titik tangkap gaya,

selanjutnya diplotkan terhadap kern (inti)

dari revetmen, sehingga diketahui revetmen

tersebut berada dalam kern sehingga aman

terhadap patah.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari perhitungan dan analisa, bisa

ditarik kesimpulan : 1. Dari analisa hidrolika, kecepatan aliran

yang diperoleh rata-rata lebih besar dari

1 m/dt. Hal ini bisa menyebabkan

tergerusnya saluran. Sedangkan pada

analisa tractive force, saluran tidak

stabil, karena gaya seret yang bekerja

lebih besar dari gaya seret kritis pada

tebing dan dasar saluran. Oleh karena

itu perlu diberi pengaman pada tebing

sungainya.

2. Struktur bangunan penahan gerusan

tebing dipilih pasangan batu dengan

kemiringan lebih besar dari 1:1.

Diameter dan kedalaman tiang pancang

diperoleh dari perhitungan daya dukung

tanah dan disesuaikan dengan

ketersediaan ukurannya di lapangan.

3. Kapasitas tanggul eksisting di lapangan

sudah mampu menampung debit banjir

rencana 200 tahun dan debit banjir

maksimum, sehingga kapasitasnya tidak

perlu ditingkatkan.

6.2 Saran 1. Dalam perencanaan struktur bangunan

penahan gerusan tebing harus

diperhatikan juga bidang longsorannya

untuk menentukan kedalaman pondasi

tiang pancang.

2. Untuk mencegah tersedotnya butiran

tanah di bawah revetmen, sebaiknya

diberi geotextile di bawah pasir pasang.

3. Untuk ruas yang local scour nya cukup

dalam, maka koperan revetmen perlu

diperdalam melebihi kedalaman

scouringnya, atau bisa juga dilakukan

dengan merapatkan jarak tiang pancang

agar tidak ada terangkutnya butir-butir

tanah di bawah konstruksi revetmen.

DAFTAR PUSTAKA

Anggrahini. 2008. Modul Ajar Hidrolika.

Jurusan Teknik Sipil ITS: Surabaya

Anonim a. 2010. Longsoran Tebing Bengawan

Solo Kian Parah.

http://www.antaranews.com/view/?i=11

48009494&c=WBM&s=:longsoran-

tebing-bengawan-solo-kian-parah.html.

Diakses pada tanggal 30 Nopember

2010

Anonim b. 2010. Puluhan Tebing Bengawan

Solo Rawan Longsor.

http://www.lintasberita.com/Nasional/B

erita-Lokal/puluhan-tebing-bengawan-

solo-rawan-longsor.html. Diakses pada

tanggal 30 Nopember 2010

Chow, Ven Te. 1997. Hidrolika Saluran

Terbuka. Penerbit Erlangga : Jakarta

Raudkivi, A.J., H.N.C. Breusers. 1991.

Scouring. A.A. Balkema Publisher :

Netherland

Sofia, Fifi. 2010. Diktat Kuliah Teknik

Sungai. Jurusan Teknik Sipil ITS :

Surabaya

Sosrodarsono, S., Kensaku, T. 1994. Perbaikan

dan Pengaturan Sungai. PT.Pradnya

Paramita : Jakarta

Wahyudi, Herman. 1999. Daya Dukung

Pondasi Dalam. Jurusan Teknik Sipil

ITS : Surabaya

Yang, Chih Ted. 1996. Sediment Transport :

Theory and Practice. McGraw-Hill

series in water resources and

enviromental engineering : Singapore