Perdarahan Postpartum

Embed Size (px)

Citation preview

PERDARAHAN POSTPARTUMPengertian

Perdarahan postpartum adalah perdarahan kala ketiga yang melebihi 400 cc, disebut dengan perdarahan primer apabila terjadi pada 24 jam pertama dan perdarahan sekunder apabila terjadi setelah 24 jam. Selain itu Perdarahan post partum didefinisikan sebagai perdarahan yang melebihi 500 ml dalam 24 jam pertama setelah anak lahir , atau setara dengan pengeluaran darah 1000 ml pada seksio sesarea

Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi.3 Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.

EtiologiEtiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi dan penyebabnya :

HPP PrimerHPP sekunder

Berlangsung 24 jam pertama dengan perdarahan melebihi 500ccBerlangsung setelah 24 jam pertama dengan perdarahan melebihi 500cc

Sebabnya:

1. Atonia uteri

2. Retensio Plasenta

3. Robekan jalan lahir, terjadinya:

1. Ruftur uteri inkomplite atau komplite

2. Hematoma parametrium

3. Perlukaan servikalis

4. Perlukaan vagina atau vulva

5. Perlukaan perineum

Sebabnya:

1. Tertinggalnya sebagian plasenta atau membramnya

2. Perlukaan terbuka kembali dan menimbulkan perdarahan

3. Infeksi pada tempat implamasi plasentanya

Faktor predisposisi penyebab HPP

Dugaan sebelum hamilKemungkinan HPP setelah hamil

1. Riwayat perdarahan PP berulang

2. Grandemultipara

3. Terdapat mioma uteri

4. Terdapat penyakit darah1. Anemia

2. Renggangan uteri yang berlebihan

3. Perdarahan pada kehamilan tua

4. Gangguan jalan persalinan

5. Persalinan operatif

6. MAK III yang salah

7. Gangguan pembekuan darah

8. Infeksi

A. Atonia uteriKeadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. (Merah) Pada atonia uteri uterus terus tidak mengadakan konstraksi dengan baik, dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.

Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :

1. Regangan rahim yang berlebihan karena gemeli, polihidroamnion, atau anak terlalu besar

2. Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan lama atau persalinan kasep.

3. Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun.

4. Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.

5. Infeksi intrauterin (korioamnionitis)

6. Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.

7. Umur yang terlalu muda / tua

8. Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara

9. Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi

Gejala Klinik :

1. Perdarahan pervaginam massif

2. Konstraksi uterus lemah

3. Anemia

4. Konsistensi rahim lunak,

Diagnosis :

1. bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpa

2. pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih

3. konstraksi yang lembek.

4. Perlu diperhatikan pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.

Penanganan :Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan kliniknya.Pada umunya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal sebagai berikut :

1. Sikap Trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen.

2. Sekaligus merangsang konstraksi uterus dengan cara :- Masase fundus uteri dan merangsang puting susu- Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui i.m, i.v, atau s.c- Memberikan derivat prostaglandin- Pemberian misoprostol 800-1000 ug per rektal- Kompresi bimanual eksternal dan/atau internal- Kompresi aorta abdominalis (tdk dsrankan)

3. Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif laparotomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau melakukan histerektomi.

1. Robekan jalan lahirPerdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.

Klinik :

1. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir

2. Uterus kontraksi dan keras

3. Plasenta lengkap

4. Pucat dan Lemah

Perlukaan jalan lahir terdiri dari:

1. Robekan Perineum

2. HematomaVulva

3. Robekan dinding vagina

4. Robekan serviks

5. Ruptura uteri

Robekan Perineum

1. Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum

2. Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis, tetapi tidak mengenai sfingter ani

3. Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani

4. Tingkat IV : robekan sampai mukosa rektum

Kolporeksis adalah suatu keadaan di mana terjadi robekan di vagina bagian atas, sehingga sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina. Robekan ini memanjang atau melingkar.Robekan serviks dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus partus presipitatus, persalinan sungsang, plasenta manual, terlebih lagi persalinan operatif pervaginam harus dilakukan pemeriksaan dengan spekulum keadaan jalan lahir termasuk serviks.

Pengelolaan Episiotomi, robekan perineum, dan robekan vulva, Ketiga jenis perlukaan tersebut harus dijahit.

1. Robekan perineum tingkat IPenjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur atau dengan cara jahitan angka delapan (figure of eight).

2. Robekan perineum tingkat IISebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat I atau tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing dijepit dengan klem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau delujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Sampai kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.

3. Robekan perineum tingkat IIIPada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean lurus, kemudian dijahit dengan 2 3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II.

4. Robekan perineum tingkat IVPada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan perbaikan cukup tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan keluhan sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan rencana tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota.

DIAGNOSA HEMORAGIC POST PARTUM

1. Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.

2. Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.

3. Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar.

4. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.

5. Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.

PENANGANAN SECARA UMUM HEMORAGIC POST PARTUM

1. Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)

2. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)

3. Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).

4. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat

5. Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi

6. Atasi syok

7. Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.

8. Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.

9. Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.

10. Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan

11. Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.

Pengertian Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan berlangsung.

B. Etiologi Faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan post partum adalah :

- Grandemultipara

- Jarak perasalinan pendek kurang dari 2 tahun

- Persalinan yang dilakukan dengan tindakan : pertolongan kala uri sebelum waktunya, pertolongan persalinan oleh dukun, persalinan dengan tindakan paksa persalinan dengan narkosa.

C. Klasifikasi Perdarahan postpartum dibagi menjadi perdarahan postpartum primer dan sekunder :

1. Perdarahan postpartum primer

Perdarahan postpartum primer terjadi dalam 24 jam pertama, penyebab utamanya Perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.

2. Perdarahan postpartum sekunder

Perdarahan postpartum sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan postpartum sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran. (Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & KB, hal. 295)

.

Atonia Uteri Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri. Perdarahan postpartum dengan penyebab uteri tidak terlalu banyak dijumpai karena penerimaan gerakan keluarga berencana makin meningkat (Manuaba & APN).

Penatalaksanaan perdarahan karena atonia uteri

Peranan bidan dalam menghadapi perdarahan post partum karena atonia uteri

1. Meningkatkan upaya preventif:

Meningkatkan penerimaan gerakan keluarga berencana sehingga memperkecil jumlah grandemultipara dan memperpanjangjarak hamil

Melakukan konsultasi atau merujuk kehamilan dengan overdistensi uterus: hidramnion dan kehamilan ganda dugaan janin besar (makrosomia)

Mengurangi peranan pertolongan persalinan oleh dukun.

2. Bidan dapat segera melakukan rujukan penderita dengan didahului tindakan ringan:

Memasang infus-memberikan cairan pengganti.

Memberikan uterotonika intramuskular, intravena atau dengan drip.

Melakukan masase uterus sehingga kontraksi otot rahim makin cepat dan makin kuat.

Penderita sebaiknya diantar.

Sikap bidan menghadapi atonia uteri

(Manuaba, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & KB, hal, 296)

Teknik KBI

1. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke intraktus dan ke dalam vagina itu.

2. Periksa vagina & serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri mungkin uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.

3. Letakkan kepalan tangan pada fornik anterior tekan dinding anteror uteri sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding belakang uterus ke arah kepalan tangan dalam.

Gambar 1. Kompresi bimanual internal

.

4. Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.

5. Evaluasi keberhasilan:

- Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBl selama dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina. Pantau kondisi ibu secara melekat selama kala empat.

- Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa perineum, vagina dari serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut. Segera lakukan si penjahitan jika ditemukan laserasi.

- Jika kontraksi uterus tidak terjadi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal (KBE, Gambar 5-4) kemudian teruskan dengan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta tolong keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan.

Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBl, jika KBl tidak berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain.

6. Berikan 0,2 mg ergometrin IM (jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi)

Alasan : Ergometrin yang diberikan, akan meningkatkan tekanan darah lebih tinggi dari kondisi normal.

7. Menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus dan berikan 500 ml larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin.

Alasan: Jarum dengan diameter besar, memungkinkan pemberian cairan IV secara cepat, dan dapat langsung digunakan jika ibu membutuhkan transfusi darah. Oksitosin IV akan dengan cepat merangsang kontraksi uterus. Ringer Laktat akan membantu mengganti volume cairan yang hiking selama perdarahan.

8. Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI.

Alasan: KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin dapat membantu membuat uterus-berkontraksi

9. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu sampai 2 menit, segera lakukan rujukan Berarti ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat-darurat di fasilitas kesehatan yang dapat melakukan tindakan pembedahan dan transfusi darah.

10. Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI hingga ibu tiba di tempat rujukan. Teruskan pemberian cairan IV hingga ibu tiba di fasilitas rujukan:

a. Infus 500 ml yang pertama dan habiskan dalam waktu 10 menit.

b. Kemudian berikan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 liter, dan kemudian berikan 125 ml/jam.

c. Jika cairan IV tidak cukup, infuskan botol kedua berisi 500 ml cairan dengan tetesan lambat dan berikan cairan secara oral untuk asupan cairan tambahan.

Kompresi bimanual eksternal1. Letakkan satu tangan pada abdomen di depan uterus, tepat di atas simfisis pubis.

Garnbar 2. Kompresi bimanual eksternal

2. Letakkan tangan yang lain pada dinding abdomen (dibelakang korpus uteri), usahakan memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.

3. Lakukan gerakan saling merapatkan kedua tangan untuk melakukan kompresi pembuluh darah di dinding uterus dengan cara menekan uterus di antara kedua tangan tersebut. (Pusdiknakes, Asuhan Persalinan Normal)

Retensio PlasentaRetensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta berulang (habitual retentio plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkar-serata, dapat terjadi polip plasenta, dan terjadi degenerasi ganas korio karsinoma.

Dalam melakukan pengeluaran plasenta secara manual perlu diperhatikan tekniknya sehingga tidak menimbulkan komplikasi seperti perforasi dinding uterus, bahaya infeksi, dan dapat terjadi inversio uteri.

Bagaimana bidan menghadapi retensio plasenta? Bidan sebagai tenaga terlatih di lini terdepan sistem pelayanan kesehatan dapat mengambil sikap dalam menghadapi "retensio plasenta" sebagai berikut:

1. Sikap umum bidan.

a. Memperhatikan keadaan umum penderita.

Apakah anemis

Bagaimana jumlah perdarahannya

Keadaan umum penderita: tekanan darah, nadi, dan suhu

Keadaan fundus uteri: kontraksi dan tinggi fundus uteri.

b. Mengetahui keadaan plasenta.

Apakah plasenta inkarserata

Melakukan tes plasenta lepas: metode Kusnert, metode Klein, metode Strassman, metode Manuaba.

c. Memasang infus dan memberikan cairan pengganti.

2. Sikap khusus bidan.

a. Retensio plasenta dengan perdarahan.

Langsung melakukan plasenta manual

b. Retensio plasenta tanpa perdarahan.

Setelah dapat memastikan keadaan umum penderita segera memasang infus dan memberikan cairan

Merujuk penderita ke pusat dengan fasilitas cukup, untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik

Memberikan transfusi

Proteksi dengan antibiotika

Mempersiapkan plasenta manual dengan legeartis dalam keadaan pengaruh narkosa.

3. Upaya preventif retensio plasenta oleh bidan.

a. Meningkatkan penerimaan keluarga berencana, sehingga memperkecil terjadi retensio plasenta.

b. Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih.

c. Pada waktu melakukan pertolongan persalinan kala III tidak diperkenankan untuk melakukan masase dengan tujuan mempercepat proses persalinan plasenta. Masase yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi otot rahim dan mengganggu pelepasan plasenta.

Retensio plasenta dan plasenta manualPlasenta manual merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta. Teknik operasi plasenta manual tidaklah sukar, tetapi harus dipikirkan bagaimana persiapan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita.

Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan:

1. Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta dan plasenta perkreta.

2. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.

3. Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan:

Darah penderita terlalu banyak hilang.

Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah. sehingga perdarahan tidak terjadi.

Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.

4. Plasenta manual dengan segera dilakukan:

Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.

Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc.

Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.

Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.

Plasenta manual

Persiapan plasenta manual:

Peralatan sarung tangan steril.

Desinfektan untuk genitalia eksterna.

Teknik:

Sebaiknya dengan narkosa, untuk mengurangi sakit dan menghindari syok.

Tangan kiri melebarkan genitalia eksterna, tangan kanan dimasukkan secara obsteris sarnpai mencapai tepi plasenta dengan menelusuri tali pusat

Tepi palsenta dilepaskan dengan bagian luar tangan kanan sedangkan tangan kiri menahan fundus uteri sehingga tidak terdorong ke atas.

Setelah seluruh plasenta dapat dilepaskan, maka tangan dikeluarkan bersama dengan plasenta.

Dilakukan eksplorasi untuk mencari sisa plasenta atau membrannya.

Kontraksi uterus ditimbulkan dengan memberikan uterotonika.

Perdarahan diobservasi.

Bagaimana sikap bidan berhadapan dengan retensio plasenta? Bidan hanya diberikan kesempatan untuk melakukan plasenta manual dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di atas 400 cc dan terjadi retensio plasenta (setelah menunggu l/2 jam). Seandainya masih terdapat kesempatan, penderita retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.

Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang infus dan memberikan cairan dan dalam perjalanan diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan pertolongan darurat.

Komplikasi tindakan plasenta manual

Tindakan plasenta manual dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut:

Terjadi perforasi uterus.

Terjadi infeksi: terdapat sisa palsenta atau membrane dan bakteria terdorong ke dalam rongga rahim.

Terjadi perdarahan karena atonia uteri.

Untuk memperkecil komplikasi dapat dilakukan tindakan profilaksis dengan: memberikan uterotonika intravena atau intramuscular

memasang tamponade uterovaginal

Memberikan antibiotika

memasang infus dan persiapan transfusi darah.

Skema tatalaksana inversio uteri

Inversio UteriInversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau terjadi perlahan. Selain dari pada itu pertolongan persalinan yang makin banyak dilakukan tenaga terlatih maka terjadi inversio uteri pun makin berkurang.

Kejadian inversio uteri sebagian besar disebabkan kurang legeartisnya pertolongan persalinan saat melakukan persalinan plasenta secara crede, dengan otot rahim belum berkontraksi dengan baik.

Untuk menegakkan kemungkinan terjadi inversio uteri dapat dilakukan pemeriksaan palpasi pada fundus uteri yang menghilang dari abdomen pada pemeriksaan dalam dapat dijumpai fundus uteri di kanalis servikalis bahkan bersama dengan plasenta yang belum lepas.

Skema tatalaksana inverslo uteri

Perdarahan Robekan Jalan Lahir Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi, yaitu sumber dan jumlah. Perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, servik, dan robekan uterus (rupture uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dengan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat arteril atau pecahnya pembuluh darah vena.

Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai para pertolongan persalinan oleh dukun karena tampa dijahit. Pertolongan persalinan dengan sesiko rendah mempunyai komplikasi ringan sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu maupun perinatal.

Sikap bidan menghadapi perdarahan robekan jalan lahir

Gambar Beberapa jenis episiotomi, yang menggambarkan otot lantai pelvis yang dilibat oleh masing-masing jenis. A. episiotomi median, B, episiotomi lateral, C. episiotomi mediolateral, D, insisi Schruchardt.

Gambar Reparasi laserasi tingkat tiga (I). Sudut atas luka vagina dipegang dengan benang traksi. Tepi luka dinding rektum anterior kembali dengan jahitan submukosa. Benang yang kuat menarik puntung otot sfingter ke arah depan dan menyatukannya di anterior deretan jahitan rektum.

Reparasi laserasi tingkat tiga (II). Jahitan dinding rektum dan sfingter diikat. Otot lantai pelvis dibentuk dengan masing-masing jahitan

Tahap penjahitan:

Ujung tepi robekan dipegang dengan elis klamp dan diadaptasikan

Jahit robekan serviks secara simpul, sehingga perdarahan berhenti secara sempurna.

Robekan servik dapat pula dipegang dengan intestinum klamp dan selanjutnya dijahit secara simpul.

(Manuaba,1998)

DefenisiPerdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah.2.EpidemiologiPerdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas. Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau lebih.Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.3. Klasifikasi1. Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage), yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama2. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage), yaitu-perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.4. EtiologiEtiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi di atas, adalah :Etiologi perdarahan postpartum dini :a. Atonia uteriFaktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :1. Umur yang terlalu muda / tua2. Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara3. Partus lama dan partus terlantar4. Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli, hidromnion / janin besar5. Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio plasenta6. Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisib. Laserasi Jalan lahir : robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim. Dapat menimbulkan perdarahan yang banyak apabila tidak segera di reparasi.c. HematomaHematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada daerah jahitan perineum.Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus, sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka, Ruptura uteri, Inversio uteriEtiologi perdarahan postpartum lambat :1. Tertinggalnya sebagian plasenta2. Subinvolusi di daerah insersi plasenta3. Dari luka bekas seksio sesaria5. DiagnosisUntuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.Perdarahan Post Partum Sekunder1. DefinisiPerdarahan post partum sekunder adalah perdarahan post partum yang terjadi setelah 24jam pertama.2.PatofisiologisPerdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas.1 Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau lebih.Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.3. EtiologiEtiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi dan penyebabnya :Perdarahan postpartum dinia. Atonia uteriDefinisiKeadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. (Merah) Pada atonia uteri uterus terus tidak mengadakan konstraksi dengan baik, dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.Faktor predisposisiRegangan rahim yang berlebihan karena gemeli, polihidroamnion, atau anak terlalu besar1) Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan lama atau persalinan kasep.2) Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahunMioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.3) Infeksi intrauterin (korioamnionitis)4) Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.5) Umur yang terlalu muda / tua6) Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara7) Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisiGejala Klinik1) Perdarahan pervaginam massif2) Konstraksi uterus lemah3) Anemia4) Konsistensi rahim lunakDiagnosis1) Bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal2) pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih3) konstraksi yang lembek.4) Perlu diperhatikan pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.b. Robekan jalan lahirDevenisiPerdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.Gejala Klinik1) Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir2) Uterus kontraksi dan keras3) Plasenta lengkap4) Pucat dan LemahKlasifikasi1) Robekan Perineum2) HematomaVulva3) Robekan dinding vagina4) Robekan serviks5) Ruptura uteric. Retensio plasentaDefinisiPlasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.Faktor predisposisi1) Plasenta previa2) Bekas SC3) Kuret berulang4) MultiparitasPenyebab1) Fungsional1) HIS kurang kuat2) Plasenta sukar terlepas2) Patologi- Anatomis1) Placenta akreta : vilous plasenta melekat ke miometrium2) Placenta increta : vilous menginvaginasi miometrium3) Placenta percreta : vilous menembus miometrium sampai serosaGejala Klinis1) Perdarahan pervaginam2) Plasenta belum keluar setelah 30 menit kelahiran bayi3) Uterus berkonstraksi dan kerasTerapi1) kalau placenta dalam jam setelah anak lahir, belum memperlihatkan gejala-gejala perlepasan, maka dilakukan pelepasan, maka dilakukan manual plasenta.Plasenta akretaTerapi : Plasenta akreta parsialis masih dapat dilepaskan secara manual tetapi plasenta akreta komplit tidak boleh dilepaskan secara manual karena usaha ini dapat menimbulkan perforasi dinding rahim. Terapi terbaik dalam hal ini adalah histerektomi.d. Sisa PlasentaDefenisiSisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (biasanya terjadi dalam 6 10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim, yaitu perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam rongga rahim.Pengelolaan1. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.2. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.3. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.Tanda & gejala1. Perdarahan yang berkelanjutan yang menyimpang dari patrun pengeluaran lokhia normal2. Dapat terjadi perdarahan yang cukup banyak disertai syok.Diagnosa1. Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.2. Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.3. Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar4. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.5. Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.Komplikasi1) Trauma tindakan khususnya kuretase2) Infeksi berkelanjutan3) Syok iriversibelPenanganan/Penatalaksanaan1) Lakukan kuretase,tuk menghilangkan sumber perdarahannya.2) Persiapan Pasang infuse & transfusi darah Lakukan pemeriksaan laboratorium Profilaksis dengan memberikan antibiotik dan antipiretiks