49
 TUGAS MAT ERNITAS II PERDARAHAN ANTEPA RTUM Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Maternitas Dosen pengampu : Dewi Puspita SKp. Ns. Oleh : KELOMPOK III 1. A.A. Manik Lestari (010401004) 2. Dewi Sulisti!wati (01040101") #. Dwi $en% (01040102&) 4. 'aris $ (0104010#4) . Ira Desiana *ursa+itri (01040104,) P$O-$AM S/DI ILM/ KEPE$AAA* STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN

PERDARAHAN ANTEPARTUM

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan akhir komunitas 3 baru

Citation preview

TUGAS MATERNITAS II

PERDARAHAN ANTEPARTUM

Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Maternitas

Dosen pengampu : Dewi Puspita SKp. Ns.

Oleh :

KELOMPOK III

1. A.A. Manik Lestari

(010401004)

2. Dewi Sulistiyowati

(010401018)

3. Dwi Rendy

(010401029)

4. Faris R

(010401034)

5. Irma Desiyana Nursyafitri(010401047)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES NGUDI WALUYO

UNGARAN

2007

HALAMAN PERSETUJUAN

Makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Wanita dengan Komplikasi Kehamilan: Perdarahan Antepartum ditujukan sebagai pemenuhan tugas dan telah disetujui untuk diseminarkan dalam mata kuliah Keperawatan Maternitas II

Dosen Pengampu:

(Dewi Puspita, Skep,.N.s)

PERDARAHAN ANTEPARTUM

(HAMIL TUA)

Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu.

Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang tetap berbahaya dan mengancam jiwa ibu. (Mochatar, 1998)

Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan di atas 28 minggu atau lebih. Karena perdarahan antepartum terjadi pada umur kehamilan di atas 28 minggu maka sering disebut atau digolongkan perdarahan pada trimester ketiga. (Manuaba, 1998)

Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta, yang secara klinis biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya ialah :

a. Plasenta previa

b. Solusio plasenta atau abrupsio plasenta

IPLASENTA PREVIA

1. Definisi

Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal).

(Mochtar, 1998).

2. Etiologi

Klasifikasi dari plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu antara lain :

a. Plasenta previa totalis

Apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta, pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostium.

b. Plasenta previa parsialis

Apabila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta, terjadi pada pembukaan 8 cm.

c. Plasenta previa marginalis

Apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir permukaan

d. Plasenta letak rendah (low-lying plasenta)

Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi permukaan jalan lahir. Tepi plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir pembukaan, pada pemeriksaan dalam tidak teraba.

Penyebab dari perdarahan antepartum adalah plasenta previa, di mana masih banyak penyebab plasenta previa yang belum diketahui atau belum jelas. Ada bermacam macam teori yaitu:

a. Endometrium yang inferior

b. Chorion leave yang persisten.

c. Korpus luteum yang bereaksi lambat

Faktor faktor yang mempengaruhi yaitu :

a. Umur dan paritas

Pada primigravida, umur diatas 35 tahun lebih sering dari pada umur di bawah 25 tahun.

Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah.

Di Indonesia, menurut Toha : plasenta previa banyak di jumpai pada umur muda dan paritas kecil, hal ini disebabkan karena banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum matang (inferior).

b. Hipoplasia endometrium: bila kawin dan hamil pada umur muda.

c. Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, kuretase, dan manual plasenta.

d. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.

e. Tumor tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.

f. Kadang- kadang pada malnutrisi.

(Mochtar, 1998)

3. Manifestasi klinis

Perdarahan yang disebabkan karena Plasenta Previa

a. Gejala yang terpenting ialah perdarahan tanpa nyeri

Pasien mungkin berdarah sewaktu tidur dan sama sekali tidak terbangun; baru waktu ia bangun, ia merasa bahwa kainnya basah. Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul setelah bulan ke tujuh.

Hal ini disebabkan karena :

Perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak berbeda dari abortus.

Perdarahan pada plasenta previa disebabkan karena pergerakan antara plasenta dan dinding rahim.

Keterangan sebagai berikut :

Setelah bulan ke 4 terjadi regangan pada dinding rahim karena isi rahim lebih cepat tumbuhnya dari rahim sendiri; akibatnya ialah bahwa isthmus uteri tertarik menjadi dinding cavum uteri. Pada plasenta previa; ini tidak mungkin tanpa pergeseran antara plasenta dan dinding rahim, saat perdarahan tergantung pada kekuatan insersi plasenta dan kekuatan tarikan pada isthmus uteri. Jadi dalam kehamilan tidak perlu ada his untuk menimbulkan perdarahan tapi sudah jelas dalam persalinan his pembukaan menyebabkan perdarahan karena bagian plasenta diatas akan terlepas dari dasarnya.

b. Perdarahan pada plasenta previa bersifat berulang-ulang

Setelah terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim maka regangan dinding rahim dan tarikan pada cervix berkurang, tapi dengan majunya kehamilan regangan bertambah lagi dan menimbulkan perdarahan baru; kejadian berulang-ulang.

Darah terutama berasal dari ibu ialah dari ruangan intervillosa akan tetapi dapat juga berasal dari anak kalau jonjot terputus atau pembuluh darah yang lebih besar terbuka.

c. Kepala anak sangat tinggi : karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim, kepala tidak dapat mendekati pintu atas panggul.d. Karena hal tersebut di atas juga karena ukuran panjang rahim berkurang, maka pada plasenta previa lebih sering terdapat kelainan letak.

Jika perdarahan disebabkan oleh plasenta previa atau plasenta letak rendah maka robekan selaput harus marginal (kalau persalinan terjadi pervaginam).

Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada ostium, dan pasien biasanya anemis karena perdarahan hingga daya tahannya lemah.

Bahaya untuk ibu pada plasenta previa adalah :

a. Perdarahan yang hebat

b. Infeksi sepsis

c. Emboli udara (jarang)

Bahaya untuk anak :

a. Hipoksia

b. Perdarahan dan syok.

Gejala klinik ibu :

a. Tergantung Kontraksi Uterus dan jumlah darah hilang yang bersifat sedikit demi sedikit atau dalam jumlah besar dalam waktu singkat

b. Terjadi gejala kardiovaskuler dalam bentuk :

Nadi meningkat dan tekanan darah menurun

Anemia disertai bagian ujung dingin

Perdarahan banyak dapat menimbulkan syok serta kematian.

Gejala klinik janin :

a. Bagian terendah belum masuk PAP atau terdapat kelainan letak

b. Perdarahan mengganggu sirkulasi retroplacental, menimbulkan asfiksia intrauterine sampai kematian janin.

c. Hbs sekitar 5 gr % dapat menimbulkan kematian janin serta ibunya.

4. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan beberapa pemeriksaan yaitu :

a. Anamnesis

Gejala pertama perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjut (trimester III)

Sifat perdarahan tanpa sebab (Causeless), tanpa nyeri (painless), dan berulang (recurrent)

Perdarahan timbul tanpa sebab apapun, kadang-kadang perdarahan terjadi sewaktu bangun tidur, pagi hari tanpa disadari tempat tidur sudah penuh darah. Perdarahan cenderung berulang-ulang dengan volume yang lebih banyak dari sebelumnya. Sebab dari perdarahan ini ialah karena adanya plasenta dan pembuluh darah yang robek karena terbentuknya segmen bawah rahim dan terbukanya ostium atau oleh manipulasi intravagina atau rectal. Sedikit atau banyaknya perdarahan tergantung pada besar dan banyaknya pembuluh darah yang robek dan plasenta yang lepas.

b. Inspeksi

Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam : banyak, sedikit, darah beku, dan sebagainya

Kalau telah berdarah banyak maka ibu kelihatan pucat atau anemis

c. Palpasi Abdomen

Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah.

Sering dijumpai kesalahan letak janin

Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih goyang atau terapung (floating) atau mengolak diatas pintu atas panggul

Bila cukup pengalaman (ahli) dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim, terutama pada ibu yang kurus.

d. Pemeriksaan inspekulo

Dengan memakai spekulum secara hati-hati dilihat dari mana asal perdarahan, apakah dari dalam uterus, atau dari kelainan serviks, vagina, varises pecah, dll.

e. Pemeriksaan radio-isotop

Plasentografi jaringan lunak (soft tissue placentography) oleh Stevenson, 1934 : yaitu membuat foto dengan sinar rontgen lemah untuk mencoba melokalisir plasenta.

Sitografi : mula-mula kandung kemih dikosongkan, lalu dimasukkan 40 cc larutan NaCl 12,5 %, kepala janin ditekan kearah pintu atas panggul, lalu dibuat foto. Bila jarak kepala dan kandung kemih berselisih lebih dari 1 cm, maka terdapat kemungkinan plasenta previa

Plasentografi Indirek : yaitu membuat foto seri lateral dan anteroposterior yaitu ibu dalam posisi berdiri atau duduk setengah berdiri. Foto dibaca oleh ahli radiologi berpengalaman dengan cara menghitung jarak antara kepala-simfisis dan kepala promontorium

Arteriografi : dengan memasukkan zat kontras ke dalam arteri femoralis. Karena plasenta sangat kaya akan pembuluh darah maka ia akan banyak menyerap zat kontras ini akan jelas terlihat dalam foto dan juga lokasinya.

Amniografi : dengan memasukkan zat kontras ke dalam rongga amnion, lalu dibuat foto dan dilihat dimana terdapat daerah kosong (diluar janin) dalam rongga rahim

Radio-isotop plasentografi : dengan menyuntikkan zat radio aktif, biasanya RISA (radioiodinated serum albumin) secara intravena, lalu diikuti dengan detektor GMC.

f. Ultrasonografi

Penentuan lokasi plasenta secara ultrasonografis sangat tepat dan tidak menimbulkan bahaya radiasi terhadap janin.

5. Patofisiologi

Plasenta previa merupakan suatu keadaan kelainan letak plasenta di mana letak dari plasenta menutup jalan lahir. Pada plasenta previa sering terjadi perdarahan hal ini di karenakan oleh robeknya plasenta oleh karena membukanya segmen bawah uterus yang dimulai pada kehamilan 20 minggu. Sehingga pada saat pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat pada segmen bawah uterus sehingga sebagian plasenta terlepas dan terjadi perdarahan. Perdarahan ini diakibatkan oleh robeknya sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan diperparah oleh ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi sehingga tidak mampu menghentikan perdarahan.

Implantasi plasenta di segmen bawah rahim dapat disebabkan:

a. Endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi.

b. Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk mampu memberikan nutrisi janin.

c. Vili korealis pada korion leave yang persisten.

Factor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa:

1. Umur penderita

Umur muda karena endometrium masih belum sempurna

Umur di atas 35 tahun karena tumbuh endometrium yang kurang subur,

2. Paritas

Pada paritas yang tinggi kejadian plasenta previa makin besar karena endometrium belum sempat tumbuh.

3. Endometrium yang cacat

Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek

Bekas operasi, bekas kuretage atau plasenta manual

Perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip

Pada keadaan malnutrisi

6. Terapi

Terapi dari plasenta previa yaitu:

a. Terapi Ekspektatif

Tujuan terapi ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Syarat-syarat terapi ekspektatif:

Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti

Belum ada tanda-tanda in partu

Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal)

Janin masih hidup

Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotik profilaksis

Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta usia kehamilan, profil biofisik, letak dan presentasi janin

Berikan tokolitik bila ada kontraksi :

MgSO4 4 gram IV dosis awal dilanjutkan 4 gram setiap 6 jam

Nifedipin 3 X 20 mg/hari

Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin

Uji kematangan paru janin dengan Tes Kocok (Bubble Test) dari hasil amniosentesis

Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu, plasenta masih berada disekitar ostium uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas, sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat.

Bila perdarahan terhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila rumah pasien di luar kota dan jarak untuk mencapai rumah sakit lebih dari 2 jam) dengan pesan untuk segera kembali ke rumah sakit apabila terjadi perdarahan ulang.

b. Terapi Aktif (Tindakan segera)

Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas janin.

Untuk diagnosis plasenta previa dan menentukan cara menyelesaikan persalinan, setelah semua persyaratan dipenuhi, lakukan PDMO jika :

Infus atau transfusi telah terpasang, kamar dan Tim Operasi telah siap

Kehamilan > 37 minggu (berat badan > 2500 gram) dan in partu, atau

Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor (misal : anensefali)

Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu atas panggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar).

7. Prognosis

Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi tinggi. Mortalitas ibu mencapai 8-10 % dan mortalitas janin 50-80 %. Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka kematian dan kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun. Kematian maternal menjadi 0,1-5 % terutama disebabkan perdarahan, infeksi, emboli udara, dan trauma karena tindakan. Kematian perinatal juga turun menjadi 7-25% terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli, dan persalinan buatan (tindakan).

8. Komplikasi

Komplikasi dari plasenta previa adalah :

a. Prolaps tali pusat

b. Prolaps plasenta

c. Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan bila perlu dibersihkan dengan kerokan

d. Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan

e. Perdarahan post partum

f. Infeksi karena perdarahan yang banyak

g. Bayi premature atau lahir mati9. Penatalaksanaan

Jika episode perdarahan diduga akibat plasenta previa :

a. Jangan melakukan pemeriksaan vagina, sampai diagnosa secara jelas ditegakkan

b. Lakukan sonografi untuk menegaskan lokasi plasenta yang pasti

c. Evaluasi kesejahteraan janin

d. Jika terjadi perdarahan berikan terapi intravena

e. Jika wanita cukup bulan dan siap untuk melahirkan, lakukan bedah sesar. Jika wanita dalam persalinan prematur (kehamilan < 28 minggu), harus dipertimbangkan rasio resiko keuntungan antara tokolisis dan persalinan, kecuali perdarahan tidak dapat dikontrol

f. Jika wanita mengalami plasenta previa total, ia harus di rawat di rumah sakit untuk pemantauan kehamilan

g. Jika wanita mengalami plasenta previa marginal/ parsial, tidak segera melahirkan, dan perdarahan berhenti, ia dapat di pulangkan dengan anjuran ;

Mengurangi aktifitas, kadang-kadang tirah baring ketat

Mengistirahatkan panggul (tidak memasukkan sesuatu ke dalam vagina, tidak melakukan aktifitas orgasme, tidak melakukan terapi vagina)

Rencanakan transportasi darurat 24 jam

Sediakan telepon darurat

Jika wanita adalah Rh - (negatif), belum siap melahirkan maka globulin imun Rh harus di berikan. Uji Kleihaver Beeke mungkin akan berguna untuk menentukan diagnostik yang di perlukan

Jika wanita Rh (positif) dan skrin antibodinya negatif : tidak diperlukan evaluasi lebih lanjut.

Jika wanita Rh (negatif) dan skrin antibodinya negatif (Coombs tidak langsung) :

Ulangi uji Coombs tidak langsung pada minggu ke 28

Jika antibodi negatif pada minggu ke 28, berikan globulin imun Rh 300 mcg

Jika lebih dari 12 minggu dan wanita belum bersalin berikan lagi globulin imun Rh 300 mcg

Kaji ulang titer antibodi pada saat masuk rumah sakit untuk persalinan dan kelahiran

Jika titer yang mengandung anti D-imunitas pasif Rh immunoglobulin saat ini < 8.

Jika titer > 8 anjurkan imunisasi aktif berkaitan dengan inkompatibilitas Rh.

Jika uji Coombs tak langsung (skrin antibodi) selalu positif pada setiap waktu.

Dapatkan titer antibodi Rh

Konsultasikan dengan dokter

10. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

1) Anamnesis

Terjadi perdarahan pada kehamilan sekitar 28 minggu.

Sifat perdarahan :

Tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba.

Tanpa sebab yang jelas.

Dapat berulang.

Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu maupun janin dalam rahim.

2) Inspeksi

Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginan : banyak, sedikit, darah beku.

Kalau telah berdarah banyak maka ibu kelihatan pucat dan anemis.

3) Pemeriksaan fisik ibu

Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok.

Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma.

Pada pemeriksaan dapat dijumpai :

Tekanan darah, nadi, dan pernapasan dalam batas normal.

Tekanan darah turun, nadi dan pernapasan meningkat.

Tampak anemis.

4) Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan palpasi abdomen

Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan umur kehamilan.

Karena plasenta di segmen bawah rahim, maka dapat dijumpai kelainan letak janin dalam rahim dan bagian terendah masih tinggi.

Pemeriksaan denyut jantung janin

Bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam rahim.

Pemeriksaan dalam

Teknik dan persiapan pemeriksaan dalam :

Pasang infus dan persiapan donor darah.

Kalau dapat, pemeriksaan dilakukan dikamar bedah, dimana fasilitas operasi segera telah tersedia.

Pemeriksaan dilakukan secara hati-hati dan secara lembut.

Jangan langsung masuk ke dalam kanalis servikalis, tetapi raba dulu bantalan antara jari dan kepala janin pada forniks (anterior dan posterior).

Bila ada darah beku dalam vagina, keluarkan sedikit-sedikit dan pelan-pelan.

Pemeriksaan dalam dilakukan di atas meja operasi dan siap untuk segera mengambil tindakan.

Tujuan pemeriksaan dalam untuk :

Menegakkan diagnosa pasti

Mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan atau hanya memecahkan ketuban.

Hasil pemeriksaan dalam teraba plasenta sekitar osteum uteri internum. (Mochtar, 1998)

5) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan ultrasonografi.

Mengurangi pemeriksaan dalam.

Menegakkan diagnosa. (Manuaba, 1998)

b. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigen.2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan penurunan kemampuan Hb mengikat oksigen.3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan.4. Ansietas (ketakutan) berhubungan dengan ancaman kematian pada diri sendiri dan janin.5. Berduka berhubungan dengan kematian janin. c. Implementasi

No DxTujuanIntervensiRasional

1Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien diharapkan dapat menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat.

KH :

1. TTV stabil (TD: 120/80 mmHg- 130/90 mmHg, RR: 16-24 x/menit, N: 60-100x/ menit,S: 37,5o C)

2. Membrane mukosa atau kulit normal

3. Tidak terdapat sianosis dan turgor kulit baik

4. DJJ dan aktivitas DBN (120-160x/menit)1. Perhatikan status fisiologis ibu, status sirkulasi dan volume darah.

2. Auskultasi dan laporkan DJJ, catat bradikardi atau takikardi.

3. Catat kehilangan darah ibu mungkin dan adanya kontraksi uterus.

4. Anjurkan tirah baring pada posisi miring kiri.

5. Kolaborasikan pemberian cairan IV produk darah sesuai indikasi.

1. Kejadian perdarahan potensial merusak hasil kehamilan, kemungkinan menyebabkan hipovolemia atau hipoksemia utero plasenta.

2. Mengkaji berlanjutnya hipoksia janin.

3. Kehilanagn darah ibu berlebihan menurunkan perfusi plasenta. Bila kontraksi uterus disertai dilatasi servik, tirah baring dan medikasi mungkin tidak efektif dalam mempertahankan kehamilan.

4. Menghilangkan tekanan pada vena kava inferior dan meningkatkan sirkulasi plasenta atau janin dan pertukaran oksigen.

5. Mempertahankan volume sirkulasi yang adekuat untuk transportasi oksigen.

2Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien diharapkan mampu

Mempertahankan pola nafas normal dengan KH : bebas sianosis dan tanda atau gejala lain dari hipoksia dengan bunyi nafas sama secara bilateral, area paru bersihMandiri

1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman. Catat upaya pernafasan, contoh, adanya dispnea, penggunaan otot Bantu napas

2. Auskultasi bunyi napas

3. Lihat kulit dan membrane mukosa untuk adanya sianosis

4. Tinggikan kepala tempat tidur

5. Dorong pasien berpartisipasi selama latihan napas dalam, gunakan alat bantu.

Kolaborasi

1. Berikan tambahan oksigen dengan kanula atau masker sesuai indikasi

1. Respon pasien bervariasi. Kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, takut, demam, penurunan volume sirkulasi, hipoksia, pengenalan dini dan pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah komplikasi

2. Kehilangan bunyi napas aktif pada area ventilasi sebelumnya dapat menunjukkan kolaps segmen paru.

3. Sianosis menunjukkan kondisi hipoksia sehubungan dengan gagal jantung. Pucat dapat menujukkan anemia karena kehilangan darah

4. Merangsang fungsi pernapasan / ekspansi paru

5. Mempertahankan patensi jalan napas kecil

1 Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi, khususnya pada adanya penurunan / gangguan ventilasi

3

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien diharapkan mampu :

1. Meningkatkan perfusi jaringan

2. Mencegah komplikasi.

3. Memberikan informasi tentang penyakit, prognosis dan program pengobatan.

KH :

1. Melaporkan peningkatan toleransi aktifitas.

2. Menunjukkan penurunan tanda fisiologi, intoleransi,mis : nadi, pernafasan, dan TD masih dalam rentang normal pasien. Mandiri

1. Kaji kehilangan / gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot.

2. Awasi TD, nadi, pernapasan selama dan sesudah aktifitas, catat respon terhadap tingkat aktifitas (peningkatan denyut jantung).

3. Berikan lingkungan tenang, pertahankan tirah baring bila di indikasikan. Pantau dan batasi pengunjung, telepon, dan gangguan berulang tindakan yang tidak direncanakan.

4. Ubah posisi pasien perlahan dan pantau terhadap pusing.

5. Prioritaskan jadwal askep untuk meningkatkan istirahat, pilih periode istirahat dengan aktifitas.

6. Berikan bantuan dalam aktifitas / ambulasi bila perlu, memungkinkan pasien untuk melakukannya sebanyak mungkin.

7. Rencanakan kemampuan aktifitas dengan pasien termasuk aktifitas yang pasien pandang perlu. Tingkatkan tingkat aktifitas sesuai toleransi.

8. Gunakan teknik penghematan energi, mis: mandi dengan duduk, duduk untuk melakukan tugas-tugas.

9. Anjurkan pasien untuk menghentikan aktifitas bila palpasi, nyeri dada, nafas pendek, kelemahan / pusing terjadi.1. Menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B 12 mempengaruhi keamanan pasien / resiko cidera.

2. Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.

3. Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh.

4. Hipotensi postural/hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan resiko cidera.

5. Mempertahankan tingkat energi dan meningkatkan regangan pada sistem jantung dan pernapasan.

6. Membantu bila perlu harga diri di tingkatkan, bila pasien melakukan sesuatu sendiri.

7. Meningkatkan secara bertahap tingkat aktifitas sampai normal dan memperbaiki tonus otot / stamina tanpa kelemahan, meningkatkan harga diri dan rasa terkontrol.

8. Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpanan energi dan mencegah kelemahan.

9. Regangan / stres kardiopulmonal berlebihan / stres dapat menimbulkan dekompensasi kegagalan.

4Setelah dilakukan tindakan keperawatan ansietas atau ketakutan pada pasien data berkurang atau hilang dengan kriteria hasil klien akan dapat:

Mendiskusikan ketakutan mengenai diri, janin, dan masa depan kehamilan, mengenali ketakutan yag sehat dan tidak sehat

Mengungkapkan pengetahuan situasi yang akurat

Mendemonstrasikan pemecahan masalah dan penggunaan sumber-sunber secara efektif

Melaporkan atau menunjukkan berkurangnya ketakutanMandiri:

1. Diskusikan situasi dan pemahaman tentang situasi dengan klien dan pasangan

2. Pantau respon verbal dan nonverbal klien atau pasangan

3. Dengarkan masalah klien secara aktif

4. Berikan informasi dalam bentuk verbal dan tertulis, dan berikan kesempatan kepada klien utnuk mengajukan pertanyaan atau jawaban dari pertanyaan tersebut dengan jujur

5. Libatkan klien dalam perencanaan dan berpatisipasi dalam perawatan sebanyak mungkin

6. Jelaskan prosedur dan arti gejala-gejala1. Memberikan informasi tentang reaksi individu terhadap apa yang terjadi

2. Menandakan tingkat rasa takut yang sedang dialami klien atau pasangan.

3. Meningkatkan rasa control terhadap situasi dan memberikan kesempatan kepada klien untuk mengembangkan solusi sendiri.

4. Pengetahuan akan membantu klien mengatasi apa yang sedang terjadi dengan lebih efektif. Informasi tertulis nantinya dapat memungkinkan klien untuk meninjau ulang informasi karena akibat tingkat stress, klien tidak dapat mengasimilasi informasi. Jawaban yang jujur dapat meningkatkan pemahaman dengan lebih baik serta menurunkan rasa takut.

5. Menjadi mampu melakukan sesuatu untuk membantu mengontrol situasi yang dapat menurunkan rasa takut

6. Pengetahuan dapat membantu menurunkan rasa takut dan meningkatkan rasa control terhadap situasi.

5Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien diharapkan tidak terlihat berduka karena kematian janin.

KH :

1. Mendemontrasikan perilaku koping efektif untuk menilai situasi.

2. Mempertahankan harga diri positif.

3. Mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaan.

Mandiri

1. Kaji respon emosional klien / pasangan terhadap situasi.

2. Catat adanya system pendukung.

3. Anjurkan klien / pasangan mengungkapkan perasaan meliputi kejadian sebelumnya / saat ini.

4. Diskusikan kenormalan reaksi perasaan / berduka klien.

5. Tinjau ulang informasi tentang kejadian, dan diskusikan kemungkinan untuk kehamilan masa datang.

6. Berikan informasi tentang kelompok pendukung komunitas.1. Klien yang telah di diagnosa mengalami dilatasi prematur dari serviks mungkin mempunyai pengalaman pernah kehilangan janin sebelumnya. Bila kelahiran harus terjadi pada waktu ini, kehidupan janin sangat meragukan. Kehilangan sebelumnya dapat menimbulkan perasaan berduka dan bersalah pada pasangan.

2. Dukungan dari keluarga, teman-teman dan orang lain dapat membantu menyesuaikan diri dengan situasi.

3. Membuka jalur komunikasi dan memudahkan kemajuan kearah resolusi. Sukses dari perasaan.

4. Klien dapat mengalami kehilangan harga diri yang berhubungan dengan kesulitannya dalam menjalani kehamilan sampai cukup bulan. Perasaan yang tidak adekuat dan kegagalan peran sering ada dan dapat mempunyai dampak negatif pada masa depan klien dan hubungan dengan pasangan.

5. Dapat mengurangi perasaan bersalah dan meningkatkan adaptasi masa yang akan dating terhadap situasi.

6. Partisipasi dalam aktifitas-aktifitas kelompok dengan orang lain yang telah menjalani pengalaman serupa dapat membantu klien / pasangan berhasil mengalami proses berduka.

IISOLUSIO PLASENTA

1. Definisi

Solusio Plasenta ialah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang menyebabkan hematoma retroplasenter. (Saifuddin, 2002)

Biasanya terjadi dalam triwulan ketiga, walaupun dapat pula terjadi setiap saat dalam kehamilan. Apabila terjadi sebelum kehamilan 20 minggu, mungkin akan dibuat diagnosis abortus imminens. (Wiknjosastro, 2005)

2. Etiologi

Klasifikasi dari solusio plasenta berdasarkan tanda-tanda klinik di bedakan menjadi :

a. Solusio plasenta ringan.

Jika ruptura sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak, sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janin. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, Warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sekali.

b. Solusio plasenta sedang

Jika plasenta telah terlepas lebih dari seperempatnya, tetapi belum sampai dua pertiga luas permukaanya.

c. Solusio plasenta berat.

Jika plasenta telah terlepas lebih dari dua pertiga permukaanya, dan terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh ke dalam syok, dan janinnya telah meninggal. (Wiknjosastro,2005)

Sebab yang jelas terjadinya solusio plasenta belum di ketahui, hanya para ahli mengemukakan teori :

Akibat turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju ke ruangan interviler, maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. beberapa keadaan yang dapat menyertai solusio plasenta seperti : umur ibu yang tua, multiparitas, penyakit hipertensi menahun, pre-eklampsia, trauma, tali pusat yang pendek, tekanan pada vena cava inverior, dan defisiensi asam folik.

Kejadian solusio plasenta dapat meningkat dengan meningkatnya umur dan paritas ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, maka makin tinggi frekuensi penyakit hipertensi menahun. Demikian pula makin tinggi paritas ibu, maka makin kurang baik endometriumnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain :

a. Faktor vaskuler (80-90%), yaitu toksemia gravidarum, glomerulonefritis kronika, dan hipertensi esensial.

Karena desakan darah tinggi, maka pembuluh darah mudah pecah, kemudian terjadi hematoma retroplasenter dan plasenta sebagian terlepas.

b. Faktor trauma

Pengecilan yang tiba-tiba dari uterus pada hidramnion dan gemeli.

Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar, atau pertolongan persalinan.

c. Faktor paritas.

Lebih banyak dijumpai pada multi dari pada primi. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta dijumpai 45 multi dan 18 primi.

d. Pengaruh lain seperti anemia, malnutrisi, tekanan uterus pada vena cava inferior, dan lain-lain.

e. Trauma langsung seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.

3. Manifestasi klinis

Perdarahan yang disebabkan karena Solusio Plasenta

a. Perdarahan dengan rasa sakit

b. Perut terasa tegang

c. Gerak janin berkurang

d. Palpasi bagian janin sulit teraba

e. Auskultasi jantung janin dapat terjadi asfiksia ringan dan sedang

f. Pada pemeriksaan dalam ketuban dalam menonjol

g. Dapat terjadi pembekuan darah

h. Terjadinya syok dengan tekanan darah menurun, nadi dan pernafasan meningkat

i. Pada pemeriksaan dijumpai turunnya tekanan darah sampai syok, tidak sesuai dengan perdarahan, dan penderita tampak anemis.

j. Pemeriksaan abdomen tegang, bagian janin sulit diraba, dinding perut terasa sakit, dan janin telah meninggal

k. Solusio plasenta berat dengan couvelari uterus terjadi gangguan kontraksi atau atonia uteri

4. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan beberapa pemeriksaan yaitu :

a. Anamnesis

Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien bisa melokalisir tempat mana yang paling sakit, dimana plasenta terlepas.

Perdarahan pervaginam yang sifatnya bisa hebat dan tiba-tiba terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah.

Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi).

Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, pandangan berkunang-kunang, ibu kelihatan anemis tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.

Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

b. Inspeksi

Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.

Pucat, sianosis, keringat dingin.

Kelihatan darah keluar pervaginam.

c. Palpasi

Fundus uteri tampak naik karena terbentuknya retroplasenter hematoma : uterus tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.

Uterus teraba tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun diluar his.

Nyeri tekan terutama di tempat plasenta tadi terlepas.

Bagian-bagian janin sudah dikenali, karena perut (uterus) tegang.

d. Auskultasi

Sulit, karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya diatas 140, kemudian turun dibawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari sepertiga.

e. Pemeriksaan dalam

Serviks bisa telah terbuka atau masih tertutup.

Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun diluar his.

Kalau ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun kebawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus plasenta, ini sering dikacaukan dengan plasenta previa.

f. Pemeriksaan umum

Tensi semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh syok.

Nadi cepat, kecil dan viliformis.

g. Pemeriksaan laboratorium

Urin

Albumin (+) : pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan leukosit.

Darah

Hb menurun (anemi), pemeriksaan golongan darah, kalau bisa cross match test.

Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah/hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation Test) tiap 1 jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 150 mg %).

h. Pemeriksaan plasenta

Sesudah bayi dan plasenta lahir, kita periksa plasentanya. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (krater) dan terdapat koagulum atau darah beku di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplasenter.

5. Patofisiologi

Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya lepas. Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda serta gejalannya pun tidak jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitam-hitaman.

Biasanya perdarahan akan berlangsung terus menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akhirnya hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyelundup dibawah selaput ketuban keluar dari vagina, atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ekstravasasi diantara serabut-serabut otot uterus. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat seluruh permukaan uterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini disebut uterus ke Couvelaire. Uterus seperti itu akan terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak tromboplastin akan masuk kedalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana, yang akan menghabiskan sebagian besar persendian fibrinogen. Akibatnya terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus, akan tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak yang masih dapat sembuh kembali, atau akibat nekrosis korteks ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal.

Nasib janin terganggu dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin.

6. Terapi

Terapi dari solusio plasenta adalah :

a. Terapi Ekspektatif

Prinsipnya kita hanya menunggu sampai perdarahan berhenti dan partus berlangsung spontan. Perdarahan akan berhenti sendiri jika tekanan intra uteri bertambah lama bertambah tinggi sehingga menekan pembuluh darah arteri yang robek. Sambil menunggu atau mengawasi kita berikan :

Suntikan morfin subkutan

Stimulasi dengan kardiotonika seperti coramine, cardizol, dan pentasol.

Transfusi darah

Partus biasanya akan berlangsung 6-12 jam sesudah terjadinya solusio plasenta karena kekejangan uterus.

Kekejangan uterus terjadi karena perangsangan oleh hematoma retroplasenter, atau karena terlepasnya plasenta sehingga hormon yang dihasilkan plasenta berkurang (terutama progesteron) atau karena adanya koagulum-koagulum yang meninggikan histamin dalam sirkulasi ibu.

b. Terapi Aktif (tindakan segera)

Prinsipnya kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud agar anak segera dilahirkan dan perdarahan berhenti, misalnya dengan operatif obstetric.

Langkah-langkahnya :

Amniotomi (pemecahan ketuban) dan pemberian oksitosin kemudian awasi serta pimpin partus spontan.

Accouchement force, yaitu pelebaran dan pergerakan serviks diikuti dengan pemasangan cunam Willet Gausz atau versi Braxton-Hiks.

Bila pembukaan sudah lengkap atau hampir lengkap, dan kepala sudah turun sampai hodge III-IV, maka bila janin hidup lakukan ekstraksi vakum atau forest, tetapi bila janin meninggal lakukan embriotomi

Sectio sesaria biasanya dilakukan pada keadaan :

Solusio plasenta dengan anak hidup, pembukaan kecil

Solusio plasenta dengan toksemia berat, perdarahan agak banyak tetapi pembukaan masih kecil

Solusio plasenta dengan panggul sempit atau letak lintang

Histerektomi dapat dilakukan bila terjadi afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia dan kalau persendian darah atau fibrinogen tidak ada atau tidak cukup. Selain itu juga pada couvelair uterus dengan kontraksi uterus yang tidak baik

Ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi reproduksi ingin dipertahankan

Pada hipofibrinogenemia berikan darah segera beberapa kantung, plasma darah dan fibrinogen 4-6 gram.

7. Prognosis

Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya hipertensi menahun atau pre-eklampsia, tersembunyi tidaknya perdarahannya dan jarak waktu antara terjadinya solusio plasenta sampai pengosongan uterus.

Prognosis janin pada solusio plasenta berat hampir 100 % mengalami kematian. Pada solusio ringan dan sedang kematian janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus dan tuanya kehamilan. Perdarahan yang lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus solusio plasenta tertentu seksio sesaria dapat mengurangi angka kematian janin. Sebagaimana pada setiap kasus perdarahan, persendian darah secukupnya akan sangat membantu memperbaiki prognosis ibu dan janinnya.

8. Komplikasi

Komplikasi dari solusio plasenta adalah :

a. Komplikasi langsung (intermediet)

Perdarahan

Infeksi

Emboli dan syok obstetrik

b. Komplikasi tidak langsung (delayed)

Couvelair uterus, sehingga kontraksi tidak baik, menyebabkan perdarahan post partum

Hipo-fibrinogenemia dengan perdarahan post partum

Nekrosis korteks renalis, menyebabkan anuria dan uremia

Kerusakan-kerusakan organ seperti hati, hipofisis, dll.

9. Penatalaksanaan

Jika episode perdarahan diduga akibat solusio plasenta :

a. Umum

Pemberian darah (tranfusi yang cukup)

Pemberian O2 Pemberian antibiotik

Pada shock yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi

b. Khusus

Terdapat hipofibrinogemia

Substitusi dengan huma fibrinogen 10 gram/ drar bega

Menghentikan fibrinolise dengan trasycol (proteinasi/ inhibitor) 200.000 SIV

Untuk merangsang diunase: mannif dan monntol.

Diunase yang baik 30-40 cc/ jam

c. Obstetri

Pimpin persalinan pada solusio plasenta yang bertujuan untuk mempercepat persalinan sedapat-dapatnya, kelahiran terjadi sebelum 6 jam, dengan alasan:

Bagian plasenta yang terlepas meluas

Perdarahan bertambah

Hipofibrinogemia menjelma atau bertambah

Tujuan ini dicapai dengan cara:

1. Pecahnya ketuban

Tidak bermaksud untuk menghentikan perdarahan dengan segera tetapi untuk mengurangi regangan dinding rahim dan demikian mempercepat persalinan.

2. Pemberian infus pitocin ialah 5 cc dalam 100cc, glukosa 5 %

3. SC dilakukan

Kalau serviks panjang dan tertutup. Setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin selama 2 jam belum ada his.

4. Histerektomi dilakukan kalau ada atonia uteri yang berat yang tidak bisa diatasi dengan usaha yang lazim.

10. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Sirkulasi

hipertensi atau hipotensi

pucat

pusing

Integritas ego: cemas, ketakutan, gelisah

Makanan atau cairan: mual, muntah

Keamanan

penyakit inflamasi pelvis

kejadian gonoroe berulang

Seksualitas

multipara dan usia ibu telah lanjut

seksio sesarea sebelumnya

aborsi berulang pada trimester kedua dan ketiga

jaringan parut servikal karena laserasi, konisasi servikal, aborsi elektif, atau dilatasi dan kuretase

kondisi khusus dengan tanda dan gejala yang tepat telah disebutkan sesuai dengan urutan pada masa prenatal dimana hal ini dapat muncul.

b. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kekurangan oksigen dalam jaringan.2. Gangguan kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan vaskularisasi berlebih.3. Nyeri berhubungan dengan kontraksi otot / dilatasi serviks, trauma jaringan.4. Berduka berhubungan dengan kematian janin.c. Implementasi

No DxTujuanIntervensiRasional

1Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien diharapkan dapat menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat.

KH :

1. TTV stabil (TD: 120/80 mmHg- 130/90 mmHg, RR: 16-24 x/menit, N: 60-100x/ menit,S: 37,5o C)

2. Membrane mukosa atau kulit normal

3. Tidak terdapat sianosis dan turgor kulit baik

4. DJJ dan aktivitas DBN (120-160x/menit)1. Perhatikan status fisiologis ibu, status sirkulasi dan volume darah.

2. Auskultasi dan laporkan DJJ, catat bradikardi atau takikardi.

3. Catat kehilangan darah ibu mungkin dan adanya kontraksi uterus.

4. Anjurkan tirah baring pada posisi miring kiri.

5. Kolaborasikan pemberian cairan IV produk darah sesuai indikasi.

1. Kejadian perdarahan potensial merusak hasil kehamilan, kemungkinan menyebabkan hipovolemia atau hipoksemia utero plasenta.

2. Mengkaji berlanjutnya hipoksia janin.

3. Kehilanagn darah ibu berlebihan menurunkan perfusi plasenta. Bila kontraksi uterus disertai dilatasi servik, tirah baring dan medikasi mungkin tidak efektif dalam mempertahankan kehamilan.

4. Menghilangkan tekanan pada vena kava inferior dan meningkatkan sirkulasi plasenta atau janin dan pertukaran oksigen.

5. Mempertahankan volume sirkulasi yang adekuat untuk transportasi oksigen.

2Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunjukkan homeostasis/ keseimbangan cairan tercapai.

KH :

Klien menunjukkan kestabilan atau perbaikan keseimbangan cairan yang dibuktikan oleh:

1. TTV stabi (TD 120/80-130/90 mmHg, RR 16-24x/menit, N 60-100x/menit, S 37,5o C)

2. Pengisian kapiler normal (kapiler reffil < 3 detik)

3. Haluaran dan BJ urin adekuat: jumlah total/ 24 jam 1000-1500 ml, BJ: 1,012-1,Mandiri

1. Evaluasi, laporkan dan catat jumlah serta sifat kehilangan darah.

2. Catat TTV, pengisia kapiler pada dasar kuku, warna membrane mukosa atau kulit dan suhu.

3. Pantau aktivitas uterus, status janin dan adanya nyeri tekan abdomen

4. Hindari pemeriksaan rectal atau vagina.

5. Pantau masukan dan haluaran, dapatkan sample urin setiap jam, ukur BJ

Kolaborasi

6. Kolaborasikan pemberian larutan IV, ekspander plasma, darh lengkap atau sel-sel kemasan sesuai indikasi. 1. Perkirakan kehilangan darah membantu membedakan diaknosa

2. Membantu menentukan beratnya kehilangan darah, meskipun sianosis dan perubahan TD dan nadi adalah tanda-tanda lanjut dari kehilangan sirkulasi atau terjadinya syok.

3. Membantu menentukan sifat hemorage dan kemungkinan hasil dan peristiwa hemorage.

4. Dapat meningkatkan perdarahn khususnya plasenta previa marginal atau total terjadi

5. Menentukan luasnya kehilangan cairan dan menunjukkan perfusi ginjal.

6. Meningkatkan volume darah sirkulasi dan mengatasi gejala-gejala syok.

3Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa nyeri atau ketidaknyamanan pada pasien dapat terkontrol atau hilang.

KH :

1. Klien menyatakan nyeri dapat terkontrol atau hilang.

2. Ekspresi wajah tidak menunjukkan menahan rasa salit seperti: meringis, mengerutkan dahi/menggigit bibir

3. Kualitas nyeri menunjukkan skala 0-3

4. Tidak melakukan perilaku yang distraksi dengan melakukan kegiatan berulang atau gelisah

5. Respon otonomik tidak menunjukkan:

- diaporesis

- TD stabil 120/80 mmHg

- pola nafas efektif 24x/ menit atau tidak dispneaMandiri:

1. Tentukan sifat lokasi dan daerah nyeri kaji konraksi uterus, hemoragi, entroplasenta, nyeri tekan abdomen.

2. Kaji stress psikologis klien atau perasaan dan respon emosional terhadap kejadian.

3. Berikan lingkungan yang tenang dan aktifitas untuk mengalihkan rasa nyeri, instruksikan klien dengan menggunakan metode relaksasi (ex: nafas dalam, visualisasi, distraksi, jelaskan prosedur)

4. Berikan tindakan kenyamanan (ex: masase, gosokan punggung, sacrum, sandaran bantal, pemberian kompres sejuk)

5. Kaji TTV ibu dan janin.

Kolaborasi.

6. Berikan narkotik atau sedative: berikan obat-obatan praoperatif bila prosedur pembedahan diindikasikan1. Membantu dalam mendiagnosa dalam memilih tindakan, ketiadknyamanan dihubungkan dengan aborsi spontan dan molahidatidosa karena kontraksi uterus yang mungkin diperberat oleh infus oksitosin rupture kehamilan ektopik mengakibatkan nyeri hebat, karena hemorage tersembunyi saat tuba fallopi rupture ke dalam rongga abdomen, absurpsi plasenta anternal dengan nyeri hebat.

2. Ansietas sebagai respon terhadap situasi darurat dapat memperberat derajat ketidaknyamanan karena sindrom ketegangan, takut nyeri.

3. Dapat membantu dan menurunkan tingkat ansietas karena dapat mereduksi ketidaknyamanan.

4. Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan dan ansietas, dan meningkatkan koping dan control klien.

5. Menunjukkan keefektivan intervensi.

6. Meningkatkan kenyamanan akan menurnkan resiko komplikasi pembedahan.

4Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien diharapkan tidak terlihat berduka karena kematian janin.

KH :

1. Mendemontrasikan perilaku koping efektif untuk menilai situasi.

2. Mempertahankan harga diri positif.

3. Mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaan.

Mandiri

1. Kaji respon emosional klien / pasangan terhadap situasi.

2. Catat adanya system pendukung.

3. Anjurkan klien / pasangan mengungkapkan perasaan meliputi kejadian sebelumnya / saat ini.

4. Diskusikan kenormalan reaksi perasaan / berduka klien.

5. Tinjau ulang informasi tentang kejadian, dan diskusikan kemungkinan untuk kehamilan masa datang.

6. Berikan informasi tentang kelompok pendukung komunitas.1. Klien yang telah di diagnosa mengalami dilatasi prematur dari serviks mungkin mempunyai pengalaman pernah kehilangan janin sebelumnya. Bila kelahiran harus terjadi pada waktu ini, kehidupan janin sangat meragukan. Kehilangan sebelumnya dapat menimbulkan perasaan berduka dan bersalah pada pasangan.

2. Dukungan dari keluarga, teman-teman dan orang lain dapat membantu menyesuaikan diri dengan situasi.

3. Membuka jalur komunikasi dan memudahkan kemajuan kearah resolusi. Sukses dari perasaan.

4. Klien dapat mengalami kehilangan harga diri yang berhubungan dengan kesulitannya dalam menjalani kehamilan sampai cukup bulan. Perasaan yang tidak adekuat dan kegagalan peran sering ada dan dapat mempunyai dampak negatif pada masa depan klien dan hubungan dengan pasangan.

5. Dapat mengurangi perasaan bersalah dan meningkatkan adaptasi masa yang akan dating terhadap situasi.

6. Partisipasi dalam aktifitas-aktifitas kelompok dengan orang lain yang telah menjalani pengalaman serupa dapat membantu klien / pasangan berhasil mengalami proses berduka.

Perbedaan Plasenta Previa dan Solusio Plasenta

TandaPlasenta PreviaSolusio Plasenta

TempatPenurunan uterus ditemukan dengan cara transvaginal ultrasound.Normal

Gejala awalTenang pada perdarahan pertamaDeras pada solusio sedang hingga berat

PlasentaTeraba Tidak teraba

NyeriTidak ada / perdarahan tanpa rasa nyeri (tanda paling signifikan)Kemungkinan seperti kram hingga yang lebih berat

Abdomen & uterusLunak, berkontraksi normalKemungkinan keras dan kaku

PerdarahanEksternal, darah berwarna merah segar, bila perdarahan hebat akan mengakibatkan syokEksternal dan atau internal, biasanya darah berwarna segar maupun darah agak gelap, wanita akan punya tanda-tanda syok dan perdarahan diluar yang diperkirakan

Tekanan darahTekanan darah biasanya normal, pada perdarahan hebat, syok hipovolemik dapat terjadiHipertensi dan toxemia; syok hipovolemik postsolusio dapat terjadi

Kematian janinTergantung kematangan fetusFetus cacat, hingga fetus meninggal dapat terjadi

Penggumpalan defekTak ada masalahDIC (gangguan koagulasi) pada solusio sedang hingga berat dapat menyebabkan komplikasi

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. 2001. Rencana perawat maternal bayi. Jakarta : EGC.

Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk pendidikan bidan. Jakarta : EGC.

Wiknjosastro, H. DKK. 2005. Ilmu kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saifuddin, Abdul Bari. DKK. 2002. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

PP Marginalis

Penutupan

Sebagian Kecil

PERDARAHAN

Kontraksi

Rangsangan koagulan darah

Implantasi plasenta di segmen bawah rahim

Sirkulasi di endometrium

Membukanya/ peregangan SBR

Umur kehamilan 28 minggu

PATHWAY PLASENTA PREVIA

Endometrium yang belum matang

Chorion leave yang persisten

Corpus luteum yang bereaksi lambat

Usia ibu terlalu muda

Hipoplasia endometrium

Endometrium cacat (karena curetase,SC)

Tumor

Malnutrisi

SC

Partus prematurus

Aterm

PP lateralis posterior

PP lateralis anterior

Sirkulasi ateroplasenter

Pergeseran posisi plasenta

Plasenta previa

PP Totalis

PP lateralis/parsialis

Penutupan

Plasenta seluruhnya

Penutupan bagian ostium oleh plasenta bagian belakang

Penutupan bagian depan

Pecah ketuban

Prolaps funikuli

Terlepasnya plasenta dinding uterus

Disfungsi serabut otot SBR

Rupture sinus uterus

Penurunan kontraksi uterus

Perdarahan

Atropi desidua

Tegangan psikologis

Ansietas

Berduka

Kematian janin

Afiksia janin

Sirkulasi utero plasenta

Disfungsi plasenta

(Manuaba, Wiknjosastro)

O2

Anoreksia Jaringan

Vaskularisasi

Gangguan perfusi jaringan

Syok

kelemahan

Intoleransi aktifitas

Tekanan darah

Kemampuan Hb mengikat O2

PO2 darah (-)

Gangguan pola nafas

takipnea

Ibu

Janin

PERDARAHAN

Oliguri

Syok

Nyeri

Kontraksi

Uterus

Uterus

Couvelaire

janin

Kematian

janin

Berduka

Ibu

O2 dalam jaringan

O2 pada Jaringan otak

Gangguan Perfusi Jaringan

Volume cairan tubulus

Pelepasan dari endometrium

Plasenta turun kebawah dan dapat teraba

Plasenta sebagian terlepas

Timbunan darah antara plasenta dengan dinding uterus

Perdarahan

SP Prolapsus Plasenta

SP Parsialis

Solusio Plasenta

Plasenta terlepas seluruhnya

SP Totalis

Trauma langsung terhadap uterus (terjatuh, tendangan)

Trauma kebidanan (pecah ketuban, persalinan anak kedua)

Tali pusat pendek

Hamil pada usia tua

Hipertensi

Pre-eklampsia dan eklampsia

Tekanan vena cava inferior

Kekurangan asam folik

Kekurangan Cairan dan Elektrolit

Tekanan darah

Necrolisis tubulus ginjal

Proteinimia

Reabsorbsi NaCl

Anoksia janin

Anuria

Perfusi ginjal

Nadi

Vaskularisasi