66

Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Edisi kali ini berfokus pada pembangunan sanitasi di Indonesia khususnya terkait dengan Program Pembangunan Sanitasi Permukiman 2010-2014.

Citation preview

Page 1: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010
Page 2: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

Kebiasaan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

adalah cara super murah dan efektif untuk

mengurangi risiko penularan berbagai

penyakit, termasuk diare, fl u burung, ISPA,

Hepatitis A dan cacingan

Foto: dok. Forkami

Percik edisi khusus PPSP 2010-2014 ini didukung oleh

Page 3: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

DARI REDAKSI

Untuk kesekian kalinya PERCIK diterbitkan dalam edisi khusus. Kali ini, kami mencoba

mengupas tuntas tentang program pembangunan sanitasi yang tengah dilaksanakan

Pemerintah di sejumlah daerah di Indonesia. Program tersebut adalan Percepatan

Pembangunan Sanitasi Permukiman atau lebih sering disingkat sebagai PPSP.

Seperti halnya edisi khusus lainnya, PERCIK menampilkan berbagai sisi dari topik utamanya.

Baik dari sisi perencanaan, latar belakang, target, sasaran, cerita lapangan, hingga pendapat

para pemangku kepentingan. Penerbitan edisi khusus ini dibantu oleh DHV B.V, MLD dan

Haskoning.

Wacana tentang percepatan pembangunan sanitasi pertama kali bergulir secara resmi

saat pembukaan Konferensi Sanitasi Nasional oleh Wakil Presiden Republik Indonesia pada

tanggal 8 Desember 2009. Kemudian, wacana ini diterjemahkan dan disepakati sebagai

program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) oleh Tim Pengarah

Pembangunan Air Minum dan Sanitasi. Rancangan PPSP sendiri dirumuskan oleh Tim Teknis

Pembangunan Sanitasi dan selanjutnya disepakati untuk dilaksanakan oleh 4 Kementerian:

Bappenas, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Dalam

Negeri.

Satu hal yang membedakan PPSP dari program sanitasi sebelumnya adalah menjadikan

perencanaan pembangunan yang lebih mendalam sebagai pilar yang amat penting.

Sejumlah 330 Pemerintah Kabupaten dan Kota didorong untuk menyusun suatu

perencanaan strategis dalam pembangunan sanitasinya. Perencanaan strategis yang

dikenal sebagai Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK) ini harus disusun sendiri oleh

pemerintahnya dengan prinsip-prinsip:bersifat multisektor; komprehensif dan mencakup

seluruh kota; berdasarkan data yang valid melalui pemetaan kondisi sanitasi; serta

merupakan penggabungan antara pendekatan top-down dan bottom-up.

Namun demikian, PPSP bukan hanya tentang perencanaan yang strategis dalam

pembangunan sanitasi. Setelah pemerintah daerah memiliki rencana strategis,

Pemerintah pusat akan memfasilitasi penterjemahan dari rencana strategis menjadi

berupa Memorandum Program agar dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dengan

mempertimbangkan prioritas yang disepakati oleh pemerintah setempat.

Mendorong sejumlah ratusan kabupaten/kota untuk menyusun SSK tentulah bukan

pekerjaan mudah. Salah satu strategi yang digunakan adalah dengan mengadopsi

pembelajaran di masa lalu yang mendorong pemerintah daerah untuk membentuk forum

koordinasi yang terdiri dari seluruh pemangku kepentingan terkait. Forum koordinasi ini

lebih dikenal sebagai Kelompok Kerja (Pokja) AMPL dan di sebagian daerah dikenal pula

sebagai Pokja Sanitasi.

Berbagai fakta, wawancara, dan pembelajaran yang kami coba tampilkan dalam PERCIK

edisi khusus ini diharapkan dapat melengkapi informasi PPSP di atas. Bagaimana kebijakan

yang disepakati di tingkat pusat, bagaimana pemerintah daerah dan provinsi menyikapi

pengarus utamaan pembangunan sanitasi, serta tak ketinggalan seluk beluk peran para

fasilitator yang bertugas mengawal pelaksanaan PPSP di lapangan.

Akhir kata, semoga pembaca memperoleh informasi yang lengkap dan lugas tentang PPSP

melalui PERCIK edisi kali ini. Lebih dari itu, kami berharap agar berbagai informasi yang kami

tampilkan dapat memperkuat komitmen kita bersama untuk membangun sanitasi yang

lebih baik bagi masyarakat. (redaksi/Oswar Mungkasa)

DA

RI R

ED

AK

SI

Page 4: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

Pembangunan sanitasi dengan paradigma baru diharapkan mampu mengejar ketertinggalan sektor ini dibanding sektor lainnya.

04Terobosan Pembangunan Sanitasi Indonesia

Diterbitkan oleh Kelompok

Kerja Air Minum dan

Penyehatan Lingkungan

(Pokja AMPL) bekerja sama

dengan TTPS, DHV B.V, MLD,

Haskoning

Penanggung Jawab

Nugroho Tri Utomo

Pemimpin Redaksi

Oswar Mungkasa

Tim Penyusun Edisi

khusus kali ini

Andre Kuncoroyekti

Alwis Rustam

Bachtaruddin Gunawan

Dhanang Tri W.

Eko Budi H.

Fanny Putri

Hony Irawan

Iman Utomo

Mujiyanto,

Nissa Cita

Nur Aisyah

Yudi Wahyudi

Design/ilustrator:

PT Qipra Galang Kualita

Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

Alamat Redaksi:

Jl RP Soeroso No.50 Menteng, Jakarta

Pusat 10350 Telp./Fax 021-3190 4113

Sumber foto

Dok. TTPS, Dok ISSDP, Dok Qipra

Page 5: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

14

40

42

46

48

17

20

Sanitasi Baik, Anggaran Kesehatan Turun

Pembangunan SanitasiHarus Komprehensif

Mereka BicaraSanitasi

Usaha Daerah Mengangkat Isu Sanitasi

Ketika Angka Berbicara Banyak

PenguatanKelembagaanSanitasi

MengintegrasikanSanitasi ke ProgramEksekutif

Payakumbuh adalah satu dari sedikit kota di Indonesia yang serius menangani isu-isu sanitasi. Belum genap tiga tahun, Pemkot Payakumbuh berhasil melaksanakan sejumlah program sanitasi dan memberi dampak positif pada masyarakat.

Cerita sukses dari Blitar dimana Pemkot tidak menemui kesulitan ketika memfasilitasi dan mereplikasi terbentuknya Pokja hingga ke tingkat kecamatan dan kelurahan.

‘Kepiawaian’ Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kota Tegal, Jawa Tengah, bisa menjadi contoh betapa sanitasi bisa menembus eksekutif dan legislatif.

30

28

32

Tantangan Kita, Menjaga Komitmen Bersama

Sanitasi Harus Terus Dibicarakan dan Konkret

Pembangunan Sanitasi HarusDipercepat

Kementerian Kesehatan merupakan salah satu institusi yang memiliki peranan penting dalam hal upaya advokasi, edukasi dan pemberdayaan bagi aspek komunikasi kebijakan penyehatan lingkungan, termasuk sektor sanitasi.

Kementerian Pekerjaan Umum sebagai salah satu instansi yang berperan dalam menyediakan infrastruktur bagi masyarakat tak ingin mengulang kesalahan masa lalu yang hanya memikirkan target fisiknya saja tanpa memperhitungkan faktor lainnya.

Setiap hari diperkirakan sebanyak 14.000 ton tinja dan 176.000m3 urine terbuang ke badan air, tanah, danau dan pantai yang menyebabkan 75 persen sungai tercemar berat dan 70 persenair tanah di perkotaan tercemar bakteri tinja.

>>

Page 6: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

Laporan Utama

Page 7: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

5majalah perciknovember 2010

Buruknya kondisi sanitasi (baca Ketika Angka Bicara Banyak) bukan saja disebabkan terbatasnya

akses penduduk dan kualitas fasilitas sanitasi, tetapi juga masih rendahnya kesadaran dan

pemahaman masyarakat tentang isu-isu sanitasi dan kesehatan.

Tentu kondisi tersebut tak bisa dibiarkan. Perlu ada lompatan pembangunan sanitasi. Caranya,

sanitasi harus menjadi salah satu prioritas pembangunan. Hal itu membutuhkan komitmen

dan dukungan semua pihak di semua level terutama para penentu kebijakan. Nah, Program

Nasional Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) menjadi jembatan untuk

mewujudkan impian pembangunan sanitasi yang lebih baik ke depan.

Pembangunan sanitasi dengan paradigma baru diharapkan mampu mengejar ketertinggalan sektor ini

dibanding sektor lainnya.

TEROBOSAN PEMBANGUNAN

SANITASI NASIONAL

Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP)

Foto

: Do

k. T

TPS

Duduk Bersama: Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Armida S. Alisjahbana, dan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dalam Konferensi Sanitasi Nasional II yang bertema “Mempercepat Pem-bangunan Sanitasi untuk Memenuhi Pelayanan Dasar Rakyat” di Jakarta, Desember 2009.

Page 8: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

6 majalah percik november 2010

Laporan Utama

Kebijakan pembangunan sanitasi

era sebelumnya tak layak lagi

dipertahankan. Potret buram

harus segera dihilangkan. Kegagalan

demi kegagalan menjadi bahan

pembelajaran. Pembangunan sanitasi

butuh terobosan dan lompatan. Semua

itu hanya bisa terwujud bila sanitasi

telah menjadi prioritas pembangunan

dan urusan bersama: pemerintah pusat,

pemerintah daerah, swasta, negara

donor, dan masyarakat.

Berdasarkan pembelajaran sebelumnya,

pembangunan sanitasi sukses bila ada

perencanaan dan strategi yang tepat.

Bukan sekadar persoalan anggaran.

Perencanaan dan strategi tersebut

mencakup seluruh aspek sanitasi

ditambah koordinasi dan sinergi

antarpihak-pihak yang berkepentingan.

Komitmen, strategi, koordinasi, dan

sinergi menjadi penggerak lahirnya

lompatan pembangunan sanitasi. Inilah

paradigma baru pembangunan sanitasi.

TERUJI

Paradigma baru pembangunan sanitasi

ini telah teruji. Ini dibuktikan dengan

keberhasilan enam kota percontohan

yang mengikuti program pembangunan

sanitasi melalui Indonesia Sanitation

Sector Development Program (ISSDP) pada

tahun 2006 hingga 2008. Denpasar, Blitar,

Surakarta, Banjarmasin, Payakumbuh, dan

Jambi menjadi laboratorium pertama

penyusunan strategi sanitasi kota.

Perencanaan pembangunan sanitasi

kota jangka menengah ini kemudian

disebut sebagai Strategi Sanitasi Kota

(SSK). SSK menjadi acuan pembangunan

sanitasi kabupaten/kota selama lima

Pembangunan Tangki Septik Komunal

Foto

: Do

k. T

TPS

Page 9: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

7majalah perciknovember 2010

tahun ke depan bagi pemerintah

kabupaten/kota. SSK mengikat

para pemangku kepentingan untuk

melaksanakannya.

Dalam paradigma baru ini posisi

pemerintah pusat tidak lagi berada

di depan. Pemerintah pusat

hanya berfungsi memfasilitasi.

Seluruh perencanaan sepenuhnya

dilaksanakan oleh pemerintah

kabupaten/kota.

Sukses dengan laboratorium

pertama, model pembangunan

sanitasi dilanjutkan dengan

ISSDP tahap II 2007-2009. Enam

kota baru menjadi peserta yakni

Tegal, Pekalongan, Batu, Malang,

Bukittinggi, dan Kediri. Berbagai

kekurangan sebelumnya dievaluasi

dan dimatangkan pada tahap ini.

Pemerintah provinsi dilibatkan

lebih aktif. Dokumen SSK disusun

lebih sederhana dan mudah

dipahami.

Banyak pihak mulai melihat

keberhasilan terobosan ini.

Sejumlah kota mereplikasikan

pendekatan baru tersebut.

Kota-kota itu difasilitasi oleh

mitra pemerintah di antaranya

Enviromental Service Program (ESP).

PPSP

Keberhasilan kota-kota ISSDP

menyusun SSK menjadi landasan

bagi pengembangan sanitasi

di seluruh Indonesia. Tim Teknis

Pembangunan Sanitasi (TTPS)

kemudian mempromosikan SSK ini

sebagai cetak biru pembangunan

sanitasi komprehensif di kawasan

perkotaan.

Sebagai implementasinya,

pemerintah kemudian

meluncurkan Program Nasional

Percepatan Pembangunan Sanitasi

Permukiman (PPSP) pada saat

Konferensi Sanitasi Nasional ke-2 di

Jakarta awal Desember 2009.

PPSP pada dasarnya adalah sebuah

roadmap pembangunan sanitasi

di Indonesia. Roadmap ini akan

diterapkan secara bertahap di

330 kabupaten/kota di seluruh

Indonesia mulai 2010 hingga 2014.

Daerah tersebut dinilai rawan

masalah sanitasi.

Di samping untuk mengejar

ketertinggalan dari sektor-

sektor lain, roadmap sanitasi

juga dimaksudkan untuk

mendukung upaya Pemerintah

Indonesia memenuhi tujuan-

tujuan Millennium Development

Goals (MDGs). Khususnya yang

terkait dengan Butir 7 Target

ke-10 MDG, yakni “mengurangi

hingga setengahnya jumlah

penduduk yang tidak punya akses

berkelanjutan pada air yang aman

diminum dan sanitasi yang layak

pada tahun 2015.” Target ini bisa

dipenuhi secara kuantitif, tetapi

secara kualitatif layanan yang

tersedia masih belum memadai.

PPSP atau roadmap sanitasi

Rombongan Petinggi: Wakil Presiden RI Boediono mem-

buka KSN II di Istana Wakil Presiden, Desember 2009.

Page 10: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

8 majalah percik november 2010

EHRA adalah sebuah survei partisipatif

di tingkat kota yang bertujuan untuk

mengetahui kondisi sarana dan prasarana

sanitasi, kesehatan/higienitas, serta perilaku

masyarakat yang dapat dimanfaatkan

untuk pengembangan program sanitasi dan

advokasi di tingkat kota hingga kelurahan.

Studi EHRA di antaranya untuk mengetahui:

1. Sumber air (minum, cuci, mandi,

kelangkaan air)

2. Perilaku cuci tangan pakai sabun

3. Pembuangan sampah (cara utama,

frekuensi pengangkutan, pemilahan)

4. Jamban dan perilaku buang air besar

(BAB); Pembuangan kotoran anak

5. Kondisi jalan dan drainase serta

pengalaman banjir

Metode EHRA mencakup kegiatan seperti:

pengumpulan data, sampling, dan analisis.

Data dikumpulkan dengan wawancara

dan pengamatan/observasi. Sedangkan

respondennya adalah ibu (perempuan

menikah atau janda) berusia antara 18 – 60

tahun. Pemilihan ibu berdasarkan urutan/

tabel prioritas sebagai berikut: (1) kepala

rumah tangga (orang tua tunggal/janda);

(2) istri kepala rumah tangga, (3) anak

rumah tangga, dan (4) adik/kakak kepala

rumah tangga.

Di tingkat kabupaten/kota, data

primer yang dikumpulkan riset EHRA

dimanfaatkan sebagai salah satu bahan

penyusunan Buku Putih Sanitasi Kota.

Selain untuk merencanakan program

pengembangan sanitasi di kota, data EHRA

pun dimanfaatkan sebagai tolak ukur

keberhasilan program sanitasi di tingkat

kota.

EHRA

STRATEGI SANITASI KOTA SSKStrategi Sanitasi Kota (SSK) merupakan

rencana pembangunan sanitasi jangka

menengah kabupaten/kota yang bersifat

komprehensif dan terintegrasi. Di dalamnya

terkandung visi, misi, tujuan, dan sasaran

pembangunan sanitasi, zona dan

sistem layanan sanitasi, isu-isu strategis

dalam pengelolaan sanitasi, strategi

pembangunan sanitasi, serta program dan

kegiatan jangka menengah dan tahunan.

SSK berguna sebagai acuan pembagian

peran antarpelaku pembangunan sanitasi

sekaligus sebagai kendali bagi realisasi

pembangunan sanitasi yang berbasis

kinerja. Keberadaan SSK menjadi gambaran

kebutuhan pendanaan sanitasi tahunan

dan jangka menengah.

Penyusunan SSK menggunakan prinsip

kerja skala kota dan multisektor; dari, oleh

dan untuk Pokja; sinkronisasi perencanaan

top-down dan bottom-up; dan

berdasarkan data empiris.

Sebelum SSK tersusun, kabupaten/kota

harus terlebih dahulu memiliki gambaran

karakteristik dan kondisi sanitasi, serta

prioritas/arah pengembangan kabupaten/

kota dan masyarakat. Gambaran nyata

kondisi sanitasi ini dituangkan dalam Buku

Putih Sanitasi.

merupakan muara berbagai aktivitas

terkait pembangunan sektor sanitasi

yang berlangsung beberapa tahun

terakhir. Dimulai dengan Konferensi

Sanitasi Nasional, November 2007,

yang merintis kesepakatan langkah-

langkah penting pembangunan

sanitasi seiring pencapaian MDGs,

penyelenggaraan International Year

of Sanitation, 2008, yang mampu

meningkatkan kesadaran dan

komitmen pemerintah pusat dan

daerah, dan Konvensi Strategi Sanitasi

Perkotaan, April 2009, yang berhasil

mengidentifi kasi isu-isu terkait

sektor sanitasi dan memperkenalkan

pendekatan strategi sanitasi kota

yang lebih praktis.

PPSP diarahkan pada upaya

memenuhi tiga sasaran, yakni:

Menghentikan perilaku buang air

besar sembarangan (BABS) pada

tahun 2014 di perkotaan dan

perdesaan.

Pengurangan timbunan sampah

dari sumbernya dan penanganan

sampah yang ramah lingkungan

Pengurangan genangan di 100

kabupaten/kota seluas 22.500

hektar.

Berikut adalah ringkasan roadmap

PPSP (Tabel 1)

Laporan Utama

Page 11: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

9majalah perciknovember 2010

PROGRAM KERJA

PPSP diiplementasikan dengan

mendorong pemerintah daerah

menyusun SSK kabupaten/kota

mereka masing-masing. Hanya

dengan SSK yang komprehensif,

berskala kota, menggabungkan

pendekatan top-down dan bottom-

up, berdasarkan data aktual,

pembangunan sektor sanitasi

yang berkelanjutan bisa dijamin.

SSK diharapkan menjadi cetak biru

perencanaan pembangunan sektor

sanitasi di kabupaten/kota.

Perencanaan program PPSP

berlangsung sejak September 2009.

Ini diawali dengan membangun aspek

PPSP merupakan program yang melibatkan

semua jenjang pemerintahan. Jalinan kerja

sama antarjenjang pemerintah menjadi

kunci keberhasilan program ini. Secara

implementasi, program ini berlangsung

di tingkat kabupaten/kota. Namun

pemerintah provinsi pun memiliki peran

yang tak kalah penting.

Pemerintah provinsi mengemban

tanggung jawab sebagai berikut:

1. Mengawal pelaksanaan PPSP di kota-

kota pada tahun 2010 dalam:

- Memastikan tersusunnya SSK secara

tepat waktu dan sesuai standar;

memastikan prosesnya berjalan

lancar; dan mengevaluasi prosesnya.

- Mengemban tanggung jawab

menyelesaikan kelengkapan pokja

(di provinsi dan kabupaten/kota);

dan mengadvokasi kabupaten/

kota untuk segera melengkapi/

menyiapkan kelengkapan pokja jika

masih ada yang belum lengkap.

- Mengawal penyelesaian Draft Buku

Putih hingga waktu yang disepakati.

- Mengawal penyusunan Draft SSK

yang harus diselesaikan pada waktu

yang ditentukan.

2. Menyiapkan kabupaten/kota yang akan

diikutsertakan dalam program PPSP

tahun berikutnya.

- Provinsi memastikan kabupaten/

kota yang akan bergabung dalam

PPSP yakni kabupaten/kota yang

menunjukkan komitmennya dengan

jelas melalui diterbitkannya SK

Walikota, terbentuknya kelembagaan

Pokja, tersedianya rencana kerja, dan

anggaran.

3. Khusus bagi provinsi yang sebelumnya

sudah terlibat dalam mendampingi

kabupaten/kota dalam menyusun

SSK, provinsi bertanggung jawab

memberikan bimbingan pada

kabupaten/kota dalam penyusunan

Memorandum Program.

Selain tanggung jawab di atas,

sebagaimana pemerintah pusat,

pemerintah provinsi memiliki tanggung

jawab menyusun roadmap PPSP di tingkat

provinsi. Roadmap ini menjadi acuan bagi

pembangunan sanitasi di tingkat provinsi.

PERAN PROVINSI

Tabel 1: Tahapan PPSP 2010 - 2014

TahapanJumlah Kabupaten/Kota Sasaran Peran dan

Tanggungjawab2009 2010 2011 2012 2013 2014

Kampanye, Edukasi, Advokasi dan Pendampingan 41 49 62 72 82 (100)

Pusat, Provonsi dan Donor

Pengembangan Kelembagaan dan Peraturan 41 49 62 72 82 (100) Pusat, Provinsi

Penyusunan Rencana Strategis (SSK) 24 41 49 62 72 82 Kabupaten/Kota

Penyusunan Memorandum Program 3 21 35 45 56 65 Pusat

Implementasi (akumulasi dan dalam proses) - 3 24 59 104 160

Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota

Pemantauan, Pembimbingan, Evaluasi dan Pembinaan 24 41 49 62 72 82 Pusat, Provinsi

(100) dalam tanda kurung menunjukan 100 kota sasaran berikutnya diluar 330 kota target PPSP.

Hanya dengan SSK yang komprehensif,

berskala kota, menggabungkan pendekatan top-

down dan bottom-up, berdasarkan data

aktual, pembangunan sektor sanitasi yang berkelanjutan bisa

dijamin

Page 12: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

10 majalah percik november 2010

politis, karena program ini merupakan

satu kesatuan dalam rumusan kebijakan

dan strategi pembangunan sanitasi

sebagaimana tercantum dalam RPJMN;

aspek administratif yakni bagaimana

PPSP menjadi prioritas daerah; dan

aspek pendanaan yaitu bagaimana

PPSP mendapatkan dukungan dana

pemerintah pusat, daerah, dan sumber-

sumber lain.

Tahap berikutnya, 2010 – 2014,

berupa pelaksanaan program

PPSP seperti penyusunan SSK,

pemantauan, bimbingan, dan

evaluasi, penyusunan memorandum

program, dan implementasi. Sebelum

itu TTPS menjaring kabupaten/kota

yang memenuhi persyaratan dan

menunjukkan komitmennya untuk

membangun sanitasinya.

Hingga 2014, sasaran PPSP adalah 330

kota/perkotaan rawan kondisi sanitasi.

Sebanyak 24 kota di antaranya sudah

memiliki SSK. Berikut adalah komposisi

kota dengan kondisi rawan sanitasi:

Tahun 2010 41 kabupaten/kota yang

menyusun SSK. Bersamaan dengan

itu pemerintah menyiapkan 49

kabupaten/kota lainnya yang akan

mengikuti program ini pada 2011.

Tahun berikutnya, pemerintah

menyiapkan kota lainnya. Demikian

seterusnya. Pada 2014 nanti

diharapkan ada 330 kabupaten/kota

yang melaksanakan program ini.

IMPLEMENTASI Implementasi PPSP berlangsung

dalam satu siklus penuh yang terbagi

dalam enam tahap, yakni:

Kampanye, Edukasi, Advokasi dan

Pendampingan;

Pengembangan Kelembagaan dan

Peraturan;

Penyusunan Rencana Strategis

(SSK);

Penyiapan Memorandum Program;

MEMORANDUM PROGRAMMemorandum Program merupakan

sebuah dokumen pemrograman dan

perencanaan berkala dan bisa diterima

secara hukum. Memorandum Program

ini penting guna mempertajam Rencana

Program dan Investsi Jangka Menengah

(RPIJM) khususnya sektor sanitasi.

Di dalamnya tertuang berbagai

informasi antara lain desain dan

spesifi kasi infrastruktur, manajemen dan

operasi fasilitas, isu terkait masyarakat,

pembiayaan dan komitmen pendanaan.

Memorandum Program ini menjadi dasar

alokasi dana dan patokan untuk memulai

konstruksi dan tindakan non teknis terkait.

Prioritas investasi dalam Memorandum

Program didasarkan pada Strategi Sanitasi

Kota (SSK) dengan tetap mengacu pada

RPIJM yang sudah ada. Memorandum

Program akan menjadi landasan kuat

untuk mengajukan anggaran kepada DPR,

DPRD Provinsi dan kabupaten/kota.

Sebelum ada Memorandum Program harus

ada komitmen pendanaan yang kuat

untuk pelaksanaan studi dan/atau desain

teknis rinci tambahan yang diperlukan;

serta komitmen pendanaan yang kuat

dan persetujuan resmi untuk pelaksanaan

intervensi struktural dan non struktural.

Saat ini pemerintah pusat sedang

menyusun apa saja yang harus

dicantumkan dalam Memorandum

program, bagaimana cara penyusunannya,

status hukum dan operasionalnya serta

beberapa hal yang perlu mendapat

kesepakatan.

Persampahan

Drainase

Air Limbah

63

1957

87 80

16

8

Kota-kota dengan Permasalahan

Sanitasi

Laporan Utama

Page 13: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

11majalah perciknovember 2010

Pelaksanaan/implementasi;

Pemantauan, Pembimbingan,

Evaluasi, dan Pembinaan.

Pada tahap pertama, pemerintah

pusat dan provinsi menggelar

kampanye, edukasi, dan advokasi

kepada pemerintah kabupaten/

kota. Tahap selanjutnya, pemerintah

pusat dan provinsi menyiapkan

pengembangan kelembagaan dan

peraturan. Ini penting, tanpa payung

hukum dan kelembagaan yang tepat,

program ini akan gagal.

Di tahap ketiga, kelompok

kerja sanitasi yang dibentuk di

kabupaten/kota menyusun rencana

Strategi Sanitasi Kota (SSK). Proses

penyusunan SSK ini sepenuhnya

ada di tangan Pokja dan tidak

boleh dialihkan ke pihak ketiga.

Untuk proses ini, pemerintah

pusat menyediakan fasilitator yang

senantiasa berada di daerah.

Pada tahap keempat, pemerintah

kabupaten/kota melalui pokja sanitasi

menyusun Memorandum Program.

Pemerintah pusat memfasilitasi

proses ini sekaligus memberikan

bantuan teknis menyangkut kegiatan

pembangunan yang memerlukan

dokumen pelengkap.

Pada tahap kelima, semua pemangku

kepentingan di pusat, provinsi,

dan kabupaten/kota serta donor

secara bersama-sama melaksanakan

rencana yang tertuang dalam

Memorandum Program. Dan pada

tahap terakhir, pemerintah pusat dan

provinsi melaksanakan pemantauan,

pembimbingan, evaluasi, dan

pembinaan secara terus menerus.

ORGANISASI

Program yang besar dan

berkesinambungan itu butuh

pengorganisasian yang mantap. Di

bawah supervisi Tim Pengarah, TTPS

membentuk Project Management

Unit/PMU dan tiga Project

Tim Teknis Pembangunan Sanitasi (TTPS)

adalah wadah adhoc inter-Kementerian

yang bertugas mengoordinasikan

kegiatan-kegiatan pembangunan sanitasi

serta merumuskan arah kebijakan strategi

pembangunan sanitasi nasional .

TTPS beranggotakan perwakilan dari

Bappenas, Kementerian Dalam Negeri,

Kementerian Negara Perumahan Rakyat,

Kementerian Keuangan, Kementerian

Perindustrian, Kementerian Kesehatan,

Kementerian Pekerjaan Umum dan

Kementrian Lingkungan Hidup.

Dalam Program PPSP, TTPS bertugas

mengoordinasikan Program Management

Unit (PMU) PPSP. PMU itu sendiri

merupakan unit pengelola program yang

terdiri dari beberapa sektor dan instansi.

PMU bertugas melakukan sinkronisasi

dan koordinasi pembangunan sanitasi,

baik dalam perencanaan, pemrograman

maupun koordinasi. Rincian tugas PMU

PPSP yakni:

a. merencanakan, mengendalikan dan

mengoordinasikan pelaksanaan

program;

b. mengupayakan solusi dari isu strategis/

permasalahan yang dihadapi;

c. mengelola data dan informasi terkait

dengan PPSP;

d. mengembangkan sistem informasi

PPSP;

e. berkoordinasi dengan donor pada

tingkat implementasi pelaksanaan

program PPSP;

f. berkomunikasi lintas departemen;

g. memfasilitasi pengembangan Aliansi

Kabupaten Kota Peduli Sanitasi

(AKKOPSI);

h. melaporkan secara berkala

perkembangan hasil pelaksanaan

tugas dan pencapaian hasil kepada Tim

Pengarah;

i. melaksanakan tugas-tugas lain yang

diberikan oleh Tim Pengarah;

Guna mendukung pelaksanaan PPSP

baik di pusat maupun di daerah, Urban

Sanitation Development Program

(USDP)/Program Pembangunan Sanitasi

Perkotaan memberikan bantuan teknis.

Program ini dibentuk atas kerja sama

antara Pemerintah Indonesia dan

Pemerintah Belanda.

USDP melakukan dua pendekatan yakni:

1) panduan umum dan dukungan untuk

PMU, PIU dan para konsultan, dengan

fokus pada pembangunan kapasitas

dan pelatihan serta alih pengetahuan,

keterampilan, keahlian, dan pengalaman

dari program ISSDP sebelumnya; 2)

panduan khusus dan dukungan bagi

pemerintah daerah serta para konsultan

mereka terhadap enam tahapan PPSP.

Para konsultan USDP memfokuskan

tugasnya pada pemberian panduan dan

dukungan, pembangunan kapasitas

dan pelatihan, serta penyusunan dan

pendokumentasian metodologi, sistem

dan prosedur baru, sebagai pendukung

implementasi PPSP.

TTPS, PMU, DAN USDP

Lokakarya: Pemangku kepentingan berdiskusi membicarakan persoalan sanitasi guna menyusun

strategi pembangunan sanitasi.

Page 14: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

12 majalah percik november 2010

Implementation Unit/PIU. Sebagai

PMU, TTPS bertanggung jawab

mengoordinasikan pengelolaan,

perencanaan, dan pemrograman

PPSP.

PIU Advokasi—berkedudukan

di Kementerian Kesehatan—

bertanggung jawab

mengoordinasikan kegiatan

peningkatan kepedulian, kesadaran,

dan penyiapan masyarakat.

PIU Teknis—berkedudukan

di Kementerian Pekerjaan

Umum—bertanggung jawab

untuk pelaksanaan kegiatan teknis

dalam penyiapan rencana strategis,

penyiapan memorandum proyek,

dan pelaksanaan pembangunan.

Sedangkan PIU Kelembagaan—

berkedudukan di Kementerian

Dalam Negeri—bertanggung jawab

menangani kegiatan pemberdayaan

pemerintah daerah dan kesiapan

fasilitasi.

Struktur organisasi program PPSP

tertera dalam bagan berikut:

MAU GABUNG PPSP?

Tidak sulit bergabung dengan Program

PPSP. Asalkan kabupaten/kota memenuhi

lima kriteria berikut.

1. Adanya komitmen kuat dari eksekutif,

yaitu pimpinan daerah untuk

menyusun SSK, membentuk dan

mendukung pendanaan Pokja.

2. Cakupan sanitasi yang masih rendah

(% jumlah penduduk)

3. Angka kesakitan akibat sanitasi

buruk (kasus/10.000 penduduk)

4. Kepadatan penduduk (penduduk/

km2)

5. Persentasi penduduk miskin

(terhadap penduduk perkotaan yang

diusulkan)

Selain itu kabupaten/kota harus

memenuhi empat kriteria tambahan yakni:

1. Kesiapan kabupaten/kota untuk

membentuk Pokja

2. Kemampuan keuangan daerah yang

rendah (% PAD terhadap APBD)

3. Fungsi strategis perkotaan yang

diusulkan (PKN, PKW)

4. Diutamakan kabupaten/kota yang

menghadiri lokakarya penjaringan

minat pada 1-3 September 2009.

Bila kabupaten/kota memenuhi

persyaratan tersebut, pemerintah

kabupaten/kota bisa mengikuti proses

penjaringan di pusat. Namun sebelumnya

provinsilah yang menyeleksi kabupaten/

kota mana yang berpeluang mengikuti

penjaringan itu.

Laporan Utama

DrainasenaseDrainD

PMU TTPS

PIU ADVOKASI

PIU TEKNIK

PIUKELEMBAGAAN

TTPS

TTPS Pokja Bidang Advokasi & KesehatanTTPS Pokja Bidang Pemberdayaan dan Kerjasama Masyarakat

TTPS Pokja Bidang TeknisTTPS Pokja Bidang Monitoring dan evaluasi Monev

TTPS Pokja Bidang KelembagaanTTPS Pokja Bidang Pendanaan

PerencanaanPemogramanKoordinasi

Peningkatan kesadaranKeterlibatan masyarakat

Peyusunan SSKPenyusunan Rencana InvestasiPelaksanaan dan monev

Pembentukan PokjaPeningkatan kapasitasPelatihanPengkaderan fasilitator

Peran:

Peran:

project memo

Peran:

Page 15: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010
Page 16: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

14 majalah percik november 2010

Kisah Sukses

Sanitasi adalah kebutuhan dasar

masyarakat. Kondisi sanitasi yang

buruk berdampak pada rendahnya

derajat kesehatan masyarakat sehingga

muncul berbagai penyakit yang berbasis

sanitasi.

Sebaliknya sanitasi yang baik akan meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat. Lebih jauh lagi,

kesejahteraan masyarakat akan ikut meningkat.

Jumlah penderita penyakit akan turun. Pemerintah

kabupaten/kota bisa menghemat anggaran di bidang

kesehatan.

Kota Payakumbuh, Sumatera Barat membuktikan

hal itu. Kota Payakumbuh termasuk sedikit kota di

Indonesia yang serius menangani sanitasi perkotaan.

Sanitasi telah menjadi landasan pembangunan kota.

Tak sampai tiga tahun, sejumlah program sanitasi

menunjukkan keberhasilan dan berdampak langsung

kepada masyarakat.

Peningkatan investasi di sektor sanitasi berkorelasi

positif dengan penghematan anggaran kesehatan.

KOTA PAYAKUMBUH Banyak para pengambil kebijakan di daerah menganggap sanitasi sebagai isu tidak penting. Ini dibuktikan dengan alokasi anggaran yang jumlahnya minim. Sebagai dampaknya, sanitasi tertinggal dibandingkan dengan sektor lainnya.

g

ya

a

sis

ng

n.

.

ng

Sanitasi Baik, Anggaran Kesehatan

Turun

dera

mun

sani

Sebaliknya sanita

01

Bicara Sanitasi: Walikota Paya-kumbuh Josrizal Zain memapar-

kan pembangunan sanitasi di daerahnya kepada wartawan.

Page 17: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

15majalah perciknovember 2010

Tabel 2. Dukungan Dana Sanitasi (Rupiah)

TAHUN APBD SANITASI

2006 179.815.993.000 3.414.000.000

2007 266.368.938.398 7.893.000.000

2008 311.883.378.842 11.881.572.900

2009 350.956.000.000 18.659.000.000

Data anggaran Kota Payakumbuh

menunjukkan, ada peningkatan

penghematan anggaran kesehatan

dari tahun ke tahun setelah program

sanitasi berjalan (Tabel 1). “Dengan

investasi sanitasi, masyarakat jadi

lebih sehat. Anggaran bisa digunakan

untuk kegiatan yang lain,” kata Kepala

Dinas Kesehatan Payakumbuh dr

Merry Yuliesday MARS.

Mulai 2006, perhatian Pemkot

Payakumbuh terhadap sanitasi

tergolong cukup besar. Alokasi

anggaran sanitasi meningkat

setiap tahunnya (Tabel 2). Kenaikan

anggaran itu secara signifi kan

menurunkan jumlah penyakit yang

berbasis sanitasi. (Tabel 3)

Pemerintah Kota Payakumbuh secara

serius membenahi WC/jamban, air

bersih, dan sampah. Tak tanggung-

tanggung investasi sanitasi mencapai

Rp 274 ribu per jiwa per tahun. Ini

jauh dibandingkan dengan anggaran

rata-rata secara nasional yang masih

Rp 400 per jiwa per tahun.

BERAWAL DARI KOMITMEN

Keberhasilan Kota Payakumbuh tidak

datang begitu saja. Semua bermula

dari kesadaran pimpinan kota yang

didukung penuh para pejabat,

legislatif, dan masyarakat.

Walikota Payakumbuh Capt

Josrizal Zain menyebutkan, sanitasi

merupakan kebutuhan pokok dan

pelayanan dasar pemerintah kepada

masyarakat. “Mestinya ini diutamakan,

bukan diabaikan seperti selama

ini,” katanya. Fakta di lapangan

menunjukkan, kebutuhan masyarakat

berkisar mengenai air bersih,

penanganan jamban, drainase, dan

sampah.

Sebagai kota yang tergabung dalam

program ISSP tahap I, kata Jos,

Payakumbuh sangat terbantu dengan

program tersebut. Pembangunan

sanitasi menjadi lebih terarah dan

terukur penanganannya.

Kota Payakumbuh berhasil

menyusun SSK (Strategi Sanitasi

Kota). Menurutnya, SSK sangat

komprehensif, terpadu, memiliki

indikator yang jelas, dan

pemetaannya jelas untuk menangani

masalah sanitasi. “SSK jauh ke depan,

sudah bisa memotret Payakumbuh

ini, inilah apa adanya, tidak ditutup-

tutupi. Mungkin daerah-daerah

lain ada yang malu menyampaikan

kondisinya, tapi kita sampaikan apa

adanya,” katanya.

Berdasarkan SSK itu, program sanitasi

dimulai dari enam kelurahan. Tiga

kelurahan di pusat kota dan tiga

kelurahan di pinggir kota. Masyarakat

Tabel 3. Penyakit Berbasis Sanitasi

JENIS PENYAKIT 2004 (%) 2005 (%) 2006 (%) 2007 (%)

ISPA 36,8 39,5 30,8 30,2

Inf. Peny. Cerna 8,3 7,3 8,2 1,8

Infeksi Kulit 9,5 8,1 7,2 8,2

Diare 4,8 3,4 3,2 3,1

Total 59,4 58,3 49,4 43,3

Ta

bersih, dan sampah. Tak tanggung W

J

m

p

m

b

in

m

b

p

s

Ta

TABEL 1. ANGGARAN JAMINAN KESEHATAN KOTA (JAMKESKO)

TAHUNPESERTA

(orang)

KUNJUNGAN

(kali)

ALOKASI

(rupiah)

REALISASI

(rupiah)

2006 67.434 49.340 3.500.000.000 622.773.121

2007 67.434 57.667 1.368.400.000 810.634.476

2008 66.681 63.670 1.511.768.000 1.492.497.650

2009 67.381 36.148 1.761.038.404 1.162.804.050

TOTAL 8.141.206.404 4.088.709.297

Page 18: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

16 majalah percik november 2010

Kisah Suksesdifasilitasi untuk pembuatan WC

secara komunal, penanganan

sampah, dan penyediaan air bersih.

Sementara itu, pemkot mendorong

masyarakat yang biasa menggunakan

‘tabek’ atau kolam ikan, sungai dan

parak (ladang) sebagai tempat

buang air besar agar membuat WC

sendiri. Bermodal cetakan yang

dipinjamkan Dinas Kesehatan, warga

bergotong-royong mencetak kloset

leher angsa. Program jambanisasi

ini menjadikan tiga kelurahan di

kecamatan Payakumbuh Selatan

sudah dicanangkan bebas buang air

sembarangan. Jumlah kelurahan ini

terus bertambah tahun ini.

Selain itu, pemkot mengeluarkan

kebijakan untuk menambah jumlah

WC di sekolah. Rasio WC sekolah dan

murid yang biasanya 1: 500, kini di

SD sudah 1: 30. Sedangkan di SLTP 1:

40-50 dan SLTA 1: 50. Payakumbuh

bertekad akan terus meningkatkan

jumlah WC sekolah hingga semuanya

1: 30.

Memang belum semua masalah

sanitasi tertangani. Pemkot

Payakumbuh masih harus berjuang

keras membangun Tempat

Pembuangan Akhir (TPA) sampah.

Tahun ini TPA yang dikelola secara

bersama dengan beberapa

pemerintah daerah di sekitarnya

akan segera beroperasi. Di atas tanah

seluas 17,5 hektar itu, TPA ini akan

memproses sampah dengan sistem

yang benar.

Namun bukan berarti masalah

sampah dibiarkan sebelum TPA

beroperasi. Sejak tiga tahun yang lalu

pengolahan sampah organik berjalan.

Sampah-sampah organik dari pasar

diolah menjadi pupuk organik.

Hasilnya digunakan sebagai pupuk

taman kota. Sampah per kelurahan

juga diolah di masing-masing

kelurahan.

“Sekarang Payakumbuh bahkan

kekurangan sampah untuk diolah.

Ke depan, kami berencana akan

menjadikan sampah sebagai

pendapatan asli daerah (PAD) kota

dengan mengolahnya menjadi

pupuk, jadi kami menciptakan

ancaman menjadi peluang

(oppurtunity),” ujar Josrizal.

Yang pasti, program sanitasi

sangat bermanfaat bagi kehidupan

masyarakat dan pemerintah

daerah. “Sanitasi bisa meningkatkan

kesejahteraan rakyat,” katanya.

majalah percik november 2010

aka

sel

me

ya

Na

sam

be

pe

Sa

dio

Ha

tam

jug

ke

“Se

ke

Ke

me

pe

de

pu

an

(op

Ya

san

ma

da

ke

Peran Ibu-ibu: Kaum ibu terlibat langsung dalam penyusunan strategi sanitasi kota.

Page 19: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

17majalah perciknovember 2010

02Partisipasi masyarakat Kota Blitar dalam pembangunan sektor sanitasi

cukup tinggi. Terbukti, Kota Blitar mampu menjadi salah satu daerah

yang terdepan dalam menghasilkan kebijakan sanitasi berbasis

partisipasi masyarakat. Kini telah muncul kesadaran pola hidup bersih

dan sehat (PHBS). Kota ini menjadi sasaran studi banding pemerintah

kabupaten/kota lain dalam penguatan kelembagaan.

Masuknya Kota Blitar dalam Program Pengembangan Sektor Sanitasi

Indonesia (ISSDP) tahap I menjadikan kapasitas kelembagaan

sanitasi kian kuat. Pokja sanitasi kota berhasil meningkatkan kualitas

kehidupan masyarakat miskin melalui pembangunan sanitasi

perkotaan.

Dalam rangka itu pokja kota membuat kebijakan dasar yakni:

Mengarusutamakan pembangunan sanitasi dalam pelaksanaan

pembangunan daerah.

Melembagakan pembangunan sanitasi dalam manajemen

pembangunan daerah.

Menyinergikan pelaksanaannya dengan penerapan Gerakan

Perang Melawan Kemiskinan (GPMK) Kota Blitar.

Memperluas cakupan program, pelaku, sasaran dan wilayah

pembangunan sanitasi

KOTA BLITAR

Penguatan Kelembagaan

Sanitasi di Kecamatan

dan Kelurahan

Kumpul Lurah: Sebelum terbentuk pokjasan kelurahan, Pokjasan Kota Blitar menggandeng

aparat kecamatan dan kelurahan untuk membahas strategi sanitasi kota.

Page 20: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

18 majalah percik november 2010

Tahun 2008, pokja telah

melaksanakan implementasi Renstra

Sanitasi pada keluarga miskin di

sembilan kelurahan terutama

dua kelurahan yang merupakan

daerah merah (risiko tinggi) dengan

melibatkan 20 KSM. Wujudnya

pembangunan jamban keluarga

dengan pola individual 178 unit,

dengan pola komunal atau Sanimas

1 unit ; pengadaan air minum melalui

pembangunan sumur pompa/gali

71 unit; pembangunan drainase

lingkungan 5 unit dengan panjang

keseluruhan mencapai 947 meter;

dan pengelolaan sampah dengan

pola komposter 112 unit.

Pada tahun berikutnya,

implementasinya berupa

pembangunan jamban keluarga

90 unit, IPAL komunal 1 unit dan

drainase lingkungan empat unit, serta

kegiatan Pemetaan Sanitasi di tingkat

kelurahan.

Keberadaan pokja sanitasi kota dinilai

mampu mendorong keberpihakan

pemerintah kota terhadap

penanganan program sanitasi,

tidak saja sebatas penambahan

alokasi anggaran tetapi juga telah

melembaga dalam bentuk sistem

pengelolaan sanitasi kota. Ada

peningkatan kesadaran bahwa

sanitasi menjadi tanggung jawab

bersama sehingga masyarakat aktif

melibatkan diri dalam penanganan

program sejak dari tahap

perencanaan hingga monitoring dan

evaluasi.

Selain itu, peran dan wewenang

pokja sanitasi dalam merencanakan,

melaksanakan dan mengevaluasi

program sanitasi kota terus menguat

sehingga memungkinkan terjadinya

integrasi dan koordinasi program

sanitasi di tingkat kota, kecamatan

dan kelurahan sesuai dengan arahan

Renstra Sanitasi.

REPLIKASI

Melihat keberhasilan pokja dan

partisipasi masyarakat, kelembagaan

sanitasi ini pun direplikasi. Pemkot

Blitar memfasilitasi terbentuknya

kelompok kerja sanitasi yang

terstruktur dari tingkat daerah hingga

kelurahan. Hal ini dimaksudkan

untuk melembagakan partisipasi

masyarakat melalui komunitas-

komunitas masyarakat, serta

membuat pembangunan sektor

sanitasi menjadi sistematis,

terencana, terpadu, terintegrasi, dan

berkelanjutan.

Dibentuklah pokja sanitasi kecamatan

dan kelurahan. Pada 3 November

2009 lalu, Walikota Blitar Djarot

Saiful Hidayat melantik pokja-pokja

tersebut.

Pokja sanitasi kecamatan merupakan

wadah koordinasi yang bersifat

non struktural bagi pembangunan

dan pengelolaan sanitasi di wilayah

kecamatan. Pokja bertanggung

jawab kepada Ketua Pokjasan Kota.

Pokjasan kecamatan diketuai oleh

camat. Dalam melaksanakan tugasnya

ia dibantu Seksi Pembangunan

(Sekretaris Pokjasan Kecamatan),

Bidang Perencanaan, Bidang

Sosialisasi dan Advokasi, dan Bidang

Monitoring dan Evaluasi dengan

komposisi masing-masing bidang

satu orang koordinator dan satu

orang anggota yang diambil dari

masyarakat.

Pokjasan kecamatan berfungsi antara

lain:

(1). Mengoordinasikan perencanaan

pembangunan sanitasi di wilayah

kecamatan;

(2). Mengoordinasikan proses

penumbuhkembangan

kesadaran dan kemampuan

masyarakat, organisasi masyarakat

di tingkat kecamatan, dan

Partisipasi Warga: Pelibatan masyarakat dalam menyusun strategi sanitasi di desanya.

Kisah Sukses

Page 21: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

19majalah perciknovember 2010

aparat pemerintah di wilayah

kecamatan untuk terlibat dan

mengarustamakan pembangunan

sanitasi;

(3). Mengoordinasikan kegiatan

penyiapan dan pelaksanaan

kegiatan monitoring dan evaluasi

sanitasi di wilayah kecamatan;

(4). Mengoordinasikan, membina

dan memfasilitasi pokja sanitasi

kelurahan se-kecamatan

untuk menjalankan tugas

pengkoordinasian sanitasi.

Tugas pokok pokjasan kecamatan

adalah mengoordinasikan, dan

memfasilitasi pelaksanaan kegiatan

dalam perwujudan pengelolaan

sanitasi di tingkat kecamatan.

Di bawah pokjasan kecamatan

ada pokjasan kelurahan. Pokja

ini merupakan wadah koordinasi

yang bersifat non struktural bagi

pembangunan dan pengelolaan

sanitasi di wilayah kelurahan. Pokjasan

kelurahan bertanggung jawab

kepada Ketua Pokjasan Kecamatan.

Pokjasan kelurahan diketuai oleh

Lurah. Ia dibantu Seksi Pembangunan

(Sekretaris Pokjasan Kelurahan),

Bidang Perencanaan, Bidang

Sosialisasi dan Advokasi, dan Bidang

Monitoring dan Evaluasi dengan

komposisi masing-masing bidang

satu orang koordinator dan satu

orang anggota yang diambil dari

masyarakat.

Fungsi pokjasan kelurahan adalah:

(1). Merencanakan dan melaksanakan

kegiatan pembangunan sanitasi di

tingkat kelurahan;

(2). Menumbuhkembangkan

kesadaran dan kemampuan

masyarakat untuk terlibat dalam

pembangunan sanitasi;

(3). Melakukan kegiatan monitoring

dan evaluasi sanitasi di wilayah

kelurahan;

(4). Melaporkan hasilnya kepada

pokja sanitasi kecamatan dengan

tembusan Pokja Sanitasi Kota Blitar

Tugas pokok pokjasan kelurahan

adalah mengoordinasikan, dan

memfasilitasi pelaksanaan kegiatan

dalam perwujudan pengelolaan

sanitasi di tingkat kelurahan.

Pembentukan kelembagaan ini

diserahkan sepenuhnya ke tingkat

kecamatan dan kelurahan. Pokja kota

hanya memberikan batasan-batasan.

Anggota pokjasan yang mewakili

unsur masyarakat dipilih sendiri.

Penetapan keanggotaan pokjasan

kecamatan dilakukan oleh pokja kota

dengan surat keputusan. Demikian

pula halnya di tingkat kelurahan,

penetapannya dilakukan oleh pokja

di atasnya.

Pokjasan kecamatan dan kelurahan

tersebut bekerja berdasarkan

acuan SSK. Namun mereka dapat

mengusulkan program baru dalam

Musyawarah Rencana Pembangunan

(Musrenbang). Dengan model

pokja berjenjang ini perencanaan,

monitoring dan evaluasi menjadi

lebih baik.

Sehat Pangkal Hemat!

Page 22: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

20 majalah percik november 2010

Sanitasi belum menjadi prioritas pembangunan di

daerah. Banyak faktor yang mempengaruhinya. Di

antaranya komitmen para pengambil kebijakan dan

kalangan legislatif. Bisa jadi hal itu muncul karena

ketidakpahaman mereka terhadap masalah ini.

Namun kondisi seperti itu semestinya tidak

menghalangi para stakeholder sanitasi untuk membuat

terobosan agar sanitasi memperoleh perhatian yang

lebih. ‘Kepiawaian’ Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kota

Tegal, Jawa Tengah, bisa menjadi contoh betapa sanitasi

bisa menembus eksekutif dan legislatif.

Kebetulan waktu itu Kota Tegal mengikuti Indonesia

Sanitation Sector Development Program (ISSDP).

Terbentuknya Pokja menjadi sarana menyinergikan

seluruh kegiatan sanitasi di kota tersebut. Keterpaduan

antar SKPD dan dinas dalam membangun sanitasi ini

menjadi amunisi pembangunan sanitasi.

03KOTA TEGAL

Mengintegrasikan Sanitasi

ke Program Eksekutif

Kisah Sukses

Page 23: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

21majalah perciknovember 2010

Nah, begitu ada pergantian

walikota, pokja tak menyia-nyiakan

kesempatan tersebut. Menurut Ketua

Pokja Sanitasi Tegal Eko Setiawan,

pokja memasukkan program sanitasi

ini ke dalam program walikota Tegal

yang baru.

Saat itu walikota mencanangkan

program Tegal Sehat 2010.

Prioritas pembangunan bidang

kesehatan ini diwujudkan dalam

misi kedua Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Tahun 2009 - 2014. Program ini

menekankan pada perubahan pola

pikir masyarakat untuk berperilaku

hidup bersih dan sehat (PHBS),

hidup dalam lingkungan bersih dan

sehat, mandiri dalam memecahkan

masalah kesehatan di lingkungannya

dan mampu menjangkau pelayanan

kesehatan bermutu secara adil dan

merata.

Program ini seiring dengan tujuan

pembangunan sanitasi yang telah

tertuang dalam Strategi Sanitasi Kota

(SSK) Kota Tegal yang telah disusun

sebelumnya. “Memang tidak secara

spesifi k menyebut program sanitasi,

tapi kami masuk program kesehatan,”

kata Eko Setiawan menjelaskan.

Dari empat aspek program tersebut,

dua di antaranya—yakni PHBS

dan lingkungan hidup—adalah

masalah sanitasi. Pokja tidak hanya

memasukkannya dalam program

besar, tapi terus mengawal program

ini hingga terimplementasi.

Dalam prosesnya, para anggota Pokja

yang tak lain adalah para stakeholder

sanitasi ini ikut menyosialisasikan

program sanitasi dalam Musrenbang,

rapat tata ruang, dan lainnya. “Kita

pesan kepada teman-teman pokja

yang ikut dalam tim sosialiasi

program walikota ke masyarakat,”

jelasnya.

Proses ini menimbulkan sinergitas

antara program walikota dan program

yang telah ada sebelumnya dalam

SSK. Di satu sisi, walikota mempunyai

kebijakan, sementara di sisi lain

para stakeholder sanitasi bekerja

bersama masyarakat. “Jadi semuanya

nyambung,” kata Eko.

Ia menjelaskan, program sanitasi

sebenarnya sudah ada dalam

pembangunan di daerah. Hanya saja,

keberadaannya tersebar di berbagai

instansi. Kadang-kadang, program

yang sama berada di banyak SKPD/

dinas. Karena itu, menurutnya,

yang diperlukan adalah bagaimana

menyinergikan program sanitasi ini.

Sinergitas yang baik dan disertai

implementasi yang tepat ternyata

membawa dampak yang baik.

Kalangan legislatif di Tegal begitu

melihat banyak sarana dan

prasarana yang dibangun secara

terencana dan tepat, mereka sangat

mendukungnya. Bahkan banyak di

antara mereka meminta program

sejenis diimplementasikan di wilayah

pemilihan mereka. Mereka berani

mengusulkan anggaran sanitasi bagi

konstituen mereka.

Malah ada di satu daerah di

Tegal, justru anggota Dewan

Saat itu walikota mencanangkan program Tegal Sehat 2010. Prioritas pembangunan bidang kesehatan ini diwujudkan dalam misi kedua Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2009 - 2014

“ “

Turun Lapangan: Kepala daerah meninjau salah satu fasilitas pengompo-san di Kota Tegal.

Page 24: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

22 majalah percik november 2010

yang menggerakkan masyarakat

untuk mengumpulkan dana

guna membebaskan lahan bagi

pembangunan sarana sanitasi. “Justru

masyarakat yang memberi, bukan

hanya meminta,” tandas Eko.

Pola pendekatan tidak langsung ini

pun menjadikan program sanitasi

mulai dilirik oleh kalangan dewan.

Mereka tak lagi ‘alergi’ dengan sanitasi

karena telah melihat hasilnya di

lapangan. Program sanitasi dinilai

menyentuh kehidupan rakyat secara

langsung. Bersamaan dengan itu

pokja terus memberikan advokasi

kepada mereka tentang sanitasi.

Kepahaman dan komitmen

pengambil kebijakan dan kalangan

legislatif, dibarengi dengan kerja keras

pokja sanitasi akan meningkatkan

kepedulian daerah terhadap

pembangunan sanitasi. Bila ini telah

muncul, pembangunan sanitasi akan

berlangsung lebih cepat.

an advokasi

Pilah-pilih Sampah

Ketua Pokja Sanitasi Kota Tegal Eko Setiawan

Success Story

Page 25: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

23majalah perciknovember 2010

Dibanding desa lainnya di kota Denpasar, Bali, desa

Pemecutan Kaja tergolong tertinggal. Di tengah kemajuan

kota, desa ini masih harus berurusan dengan masalah

sanitasi.

Ketika warga desa lainnya sudah tersambung dengan

DSDP (Denpasar Sewerage Development Project), warga

Pemecutan Kaja harus rela menjadi penonton. Topografi

desa tak memungkinkan warganya tersambung dengan

proyek pembuangan air limbah terpusat tersebut.

Lokasinya lebih tinggi. Sedangkan DSDP menggunakan

sistem gravitasi untuk mengalirkan limbah dari masyarakat

ke sewerage.

Padahal dari sisi prioritas, seharusnya desa yang berada di

kecamatan Denpasar Utara ini mendapat prioritas utama.

Betapa tidak, sebanyak 62 persen limbah domestik dari

desa ini masih dibuang ke saluran drainase dan sungai.

Limbah padatnya, berupa tinja, dibuang secara setempat

dengan tangki septik. Namun sebagian besar tangki septik

tersebut tidak memenuhi standar. Ada juga warga yang

masih buang air besar di sungai. Di sisi lain, warga justru

banyak menggunakan sumur dangkal untuk mencukupi

kebutuhan air minumnya.

Tak heran bila kemudian desa ini dipilih sebagai desa

percontohan pengembangan sanitasi masyarakat terpadu

(Santimadu). Melalui program ini masyarakat didorong

untuk bisa membuang air besar/air limbah dengan sistem

off site.

DESA PEMECUTAN KAJA, KOTA DENPASAR

Harapan Baru

Berkat Santimadu

04

Page 26: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

24 majalah percik november 2010

Tidak itu saja, program ini meliputi

sampah, drainase, air minum, perilaku

hidup bersih (PHBS), dan bisnis

sanitasi. Semua dilaksanakan secara

terpadu dan melibatkan seluruh

pihak-pihak terkait. Santimadu

difokuskan kepada banjar-banjar

yang paling kumuh dan paling siap

masyarakatnya.

Desa ini memiliki 13 banjar/dusun.

Penduduknya tahun 2008 berjumlah

32.000 jiwa, dengan pertumbuhan

penduduk desa sebesar 3,3 persen

per tahun. Berdasarkan catatan

kelompok kerja (Pokja) Sanitasi Desa

Pemecutan Kaja, ada empat banjar

yang kondisinya terburuk yakni

Banjar Semilajati, Mekar Manis, Tulang

Ampiang, dan Merthayasa.

Bagaimana tidak buruk, setiap

tahun banjar ini mengalami banjir.

Genangan air meliputi wilayah seluas

2-5 hektar dengan ketinggian air 10

cm hingga 100 cm. Rukun tetangga

di banjar ini juga tidak memiliki

sampah sendiri. Warga di banjar ini

hampir semuanya memiliki tangki

septik untuk buang air besar. Namun

tidak semuanya memenuhi syarat

kesehatan. Sebagian kecil, sekitar lima

persen BAB-nya di sungai.

Dengan Santimadu, kondisi itu ingin

diubah. Fasilitasi Pokja Kota Denpasar

kepada masyarakat setempat yang

dikenal cukup erat dalam membina

kerja sama dalam banjar, lahirlah

Pokja Sanitasi Desa Pemecutan

Kaja. Mereka pun menyusun visi

dan misi. Visinya yakni ”Mewujudkan

desa Pemecutan Kaja sebagai desa

berwawasan budaya yang bersih,

sehat, nyaman, harmonis dalam

keseimbangan secara berkelanjutan”.

Misinya yakni 1) mewujudkan

penyediaan air minum yang dapat

memenuhi kebutuhan masyarakat

secara kualitas, secara kuantitas

dan kontinyuitas sesuai dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 16

Tahun 2005 dan target MDGs; 2)

Mewujudkan pengelolaan air limbah

secara berkelanjutan dan terjangkau;

3) Mewujudkan pengelolaan

persampahan yang mandiri dan

berkelanjutan; 4) Mewujudkan

pengelolaan drainase secara

Dengan santimadu, kondisi itu ingin diubah. Fasilitasi Pokja Kota Denpasar kepada masyarakat setempat yang dikenal cukup erat dalam membina kerja sama dalam banjar, lahirlah Pokja Sanitasi Desa Pemecutan Kaja.

“ “

Pemetaan Partisipatif: Warga Pemecutan Kaja berpartisipasi memetakan kondisi sanitasi mereka.

Success Story

Page 27: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

25majalah perciknovember 2010

terintegrasi dan berkelanjutan.

Pokja yang terdiri atas warga

masyarakat ini menyusun porgram

kerja seperti terlihat di tabel 1.

Program itu kemudian dijabarkan

lebih rinci termasuk jumlah

investasinya serta darimana investasi

itu berasal. Pokja Santimadu berhasil

’membagi’ beban investasi ini mulai

dari pemerintah pusat, provinsi, kota,

swasta, hingga warga.

Mulai 2009, Santimadu ini berjalan.

Memang dana menjadi kendala.

Namun berkat kesungguhan semua

pihak mulai dari Pokja Sanitasi desa,

kota, hingga ke provinsi, hambatan

ini bisa diatasi. Program itu pun

dikaitkan dengan proyek-proyek

yang ada seperti P2KP (Program

Penanggulangan Kemiskinan

Perkotaan). Sinergi ini membuat

beban yang sebelumnya terasa berat

menjadi lebih ringan.

Awalnya memang tidak mudah

menggerakkan seluruh masyarakat.

Masih ada pola pikir yang belum

sama dengan program Santimadu.

Berkat sosialisasi yang terus menerus,

akhirnya masyarakat bisa menerima

dan mau berpartisipasi di dalamnya.

Warga di Banjar Mekar Manis

misalnya, mereka sangat senang

dengan adanya Santimadu ini.

Mengapa? Karena di banjar yang

padat penduduk ini tidak mungkin

lagi membangun tangki septik di

rumah. Permukimannya sangat padat.

Kini sarana tangki septik komunal di

Mekar Manis sudah mencapai 100

persen. Di Banjar Merthayasa, sistem

komunal malah telah beroperasi.

Sayangnya belum bisa beroperasi

secara penuh karena terkendala listrik.

Sedikit demi sedikit kesadaran warga

Desa Pemecutan Kaja untuk hidup

bersih dan sehat mulai tumbuh.

Tingkat kesehatan masyarakat mulai

membaik. Mereka tak perlu lagi

tertinggal dari kawasan lainnya hanya

karena masalah sanitasi. Persoalan

sanitasi bisa diatasi bila semua ikut

berpartisipasi. Santimadu bisa jadi

bukti.

Tabel 1. Program Kerja POKJA

No TARGET Tahun 2008

Tahun 2009

Tahun 2010

1.

.2

3.

4.

Air Buangan

Pembuatan IPAL sistem setempatPembuatan Sistem setempat Individu.

Persampahan

Menyediakan pelayanan prasarana dan sarana persampahan dilakukan melalui proses pewadahan, pengumpulan, pemindahan, dan pengangkutan.Membuat sistem TPST

Air bersih

Pembuatan sumur air tanah dangkal Optimalisasi kapasitas produksiDistribusi:Peningkatan dan perbaikan jaringan distribusi dan peningkatan kualitas dan kuantitas dan cakupan pelayanan dan adanya kerja sama dengan daerah lain (PDAM)

Drainase

Pengerukan, Normalisasi, perbaikan saluran demensi dari hulu hingga ke hilir saluran

√ √

ESTIMASI KEBUTUHAN SANITASI (2009- 2010)

NO PROGRAM UNIT Vol

BIAYA

(Rp jt)

Sumber Dana (Rp Juta)

Kota Prov Pusat Swasta Masy

1 Sub Total Drainase 1,276 644 348 0 145 139

2 Sub Total Persampahan 898 389 146 43 160 160

3 Sub Total Air Limbah 4,571 2,020 250 500 1,500 301

4 Sub Total Air Bersih 216 100 60 40 0 16

T o t a l 6,961 3,153 804 583 1,805 616

Page 28: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

26 majalah percik november 2010

Kota Batu, Jawa Timur, tak lagi sejuk. Kualitas lingkungan kota

menurun sedikit demi sedikit. Kabut yang biasa menyelimuti kota

ini di pagi hari sangat jauh berkurang. Hutan lindung rusak, mata air

pun banyak yang mati. Lahan-lahan basah berubah menjadi lahan

kering.

Sebagai kota wisata, kenyataan itu memprihatinkan banyak

pihak. Dunia pendidikan di kota itu juga ikut berperan mencegah

kerusakan lingkungan lebih parah, yakni dengan mendidik anak-

anak sekolah untuk lebih peduli lingkungan.

Muncullah kesepakatan di kalangan para pendidik setempat untuk

menyusun kurikulum Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Awalnya

kurikulum ini dicantolkan ke mata pelajaran. Setelah 2006 turun

Permendiknas No.22 tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) yang mewajibkan ada kurikulum monolitik di daerah, PLH

digarap serius sebagai kurikulum yang berdiri sendiri. Modulnya

disesuaikan dengan potensi kekayaan alam dan budaya Kota Batu,

dengan prinsip pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan.

PLH diajarkan mulai jenjang SD sampai SMA. Kurikulum PLH di SD

bersifat basic. Isinya lebih banyak ditekankan pada penanaman

05KOTA BATU

Merintis Pendidikan

Lingkungan Hidup

di Sekolah

Muncullah kesepakatan di kalangan para pendidik setempat untuk menyusun kurikulum Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH)

“ “Success Story

Page 29: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

27majalah perciknovember 2010

pemahaman (mental building),

sedangkan di SMP lebih bersifat

analitis lingkungan hidup. Pada SMA,

selain analisis, juga diajarkan tindakan

jika ada perusakan lingkungan hidup.

Kurikulum ini menempatkan siswa

sebagai agen pengubah masyarakat

di sekitarnya.

Kini, sudah 85 SD, 27 SMP, 11 SMA,

dan 10 SMK yang menerapkannya. “Di

TK dan SLB (sekolah luar biasa) pun

diberikan materi PLH,” jelas Kepala

Dinas Pendidikan Kota Batu, Mistin.

Ditambahkan Mistin, kurikulum yang

tergolong unik ini mampu menjawab

kekinian, membumi, mudah dicerna,

dan tidak terlalu ilmiah. Metode

penyampaiannya dibuat mudah

dan menarik, antara lain dengan

mengajak siswa kunjungan lapangan,

bermain, dan simulasi.

PENINGKATAN KAPASITAS GURU

Keberadaan kurikulum PLH ini

belum didukung sumber daya

guru yang memadai. Karenanya,

diadakan workshop bagi para guru

dari berbagai latar belakang. Mereka

memperoleh pembekalan tentang

kurikulum muatan lokal pendidikan

lingkungan hidup Kota Batu,

greenning school, sekolah adiwiyata,

sekolah sebagai agen pembaharuan

dalam kelestarian lingkungan, serta

pengembangan keprofesionalan guru

PLH melalui Lesson Study di gugus

Kelompok Kerja Guru (KKG).

Sejauh ini, sekolah-sekolah sudah

mulai merasakan keberadaan dan

manfaat kurikulum PLH ini. SMP PGRI

2 Batu misalnya. Siswa berbagi tugas

membersihkan sekolahnya. Ada yang

menyapu lantai, menyiram tanaman,

dan menyapu halaman. Sampah-

sampah yang terkumpul mereka

pilah antara yang basah dan kering,

lalu dibuang ke bak sampah yang

berbeda pula.

Untuk mengenal dampak negatif

pembuangan air limbah ke sungai

misalnya, siswa diajak ke sungai

dan memperhatikan akibat limbah

tersebut pada biota sungai dan

pertanian/perkebunan.

Membiasakan Cuci Tangan Pakai Sabun

Sejak Dini

JUDUL MODUL LINGKUNGAN

HIDUP BAGI SD/MI

1. Pelahap Karbondioksida

2. Air

3. Merawat Diri

4. Cuci Tangan Pakai Sabun

5. Sampah Jadi Berkah

6. Anggrek Pesona Kota Batu

7. Toga di Sekitar Kita

8. Penyebaran Kuman

9. Diare

10. Zat Aditif

11. Reuse, Reduce, Recycle

12. Kembali ke Alam

13. Hemat Energi

14. daRlinG (Sadar Lingkungan)

15. Nyamuk Si Mediator

16. Composting

17. Back to Nature

18. Makanan Sehat

19. Makanan Bergizi

20. Drainase dan Sanitasi

21. Lingkungan Bersih

Page 30: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

28 majalah percik november 2010

Mengapa kita perlu melakukan

percepatan pembangunan

sanitasi?

Pertama, kesehatan masyarakat

sudah sangat terganggu. Setiap hari

diperkirakan sebanyak 14.000 ton

tinja dan 176.000 m3 urine terbuang

ke badan air, tanah, danau dan

pantai yang menyebabkan 75 persen

sungai tercemar berat dan 70 persen

air tanah di perkotaan tercemar

bakteri tinja. Akibatnya insiden

diare tinggi, yaitu mencapai 411 per

1.000 penduduk (Survei Morbiditas

Diare Kemkes, 2010) dan juga

meningkatnya biaya pengolahan

air sehingga masyarakat harus

membayar rata-rata 25% lebih mahal

untuk mendapatkan air minum

perpipaan. Buruknya kondisi sanitasi

turut berkontribusi pada rendahnya

kualitas hidup yang ditunjukkan

dengan Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) Indonesia, yaitu

hanya menempati urutan 111 dari

182 negara berkembang (Human

Development Report, UNDP, 2009).

Kedua, akses sanitasi penduduk

Indonesia masih sangat rendah.

Hingga tahun 2009, baru 51,2 persen

penduduk Indonesia yang memiliki

akses terhadap fasilitas sanitasi

yang layak. Sementara itu, 70 juta

penduduk masih melakukan praktik

Buang Air Besar Sembarangan

(BABS). Saat ini 98% Tempat

Pemrosesan Akhir (TPA) juga masih

dioperasikan secara open dumping.

Selain itu, terdapat 174 kab/kota

(38%) yang memiliki risiko sangat

tinggi terhadap banjir (Rencana Aksi

Nasional, Pengurangan Risiko Bencana

2010-2012).

Dampaknya adalah potensi kerugian

ekonomi sebesar 58 triliun rupiah

per tahun (Hasil Studi Bank Dunia,

2007). Dampak lainnya tentu saja

kejadian luar biasa berbagai penyakit

dan kematian balita yang tinggi.

Dua penyebab utama kematian

anak balita adalah penyakit yang

menyebar melalui kotoran dan

lewat perantaraan air seperti kolera,

tifus, diare. Ini terkait penggunaan

sumber air minum yang tidak layak,

sanitasi yang buruk, dan rendahnya

kesadaran masyarakat tentang PHBS.

Ketiga, belum komprehensifnya

program pembangunan sanitasi

yang ada. Pembangunan sanitasi

belum terintegrasi, masih berjalan

sendiri-sendiri. Peningkatan

anggaran pun tidak menjamin

berhasilnya pembangunan yang

berkelanjutan jika tidak ada

koordinasi dan sinergi antar pelaku

pembangunan. Inilah alasan kita

untuk melakukan percepatan

pembangunan sanitasi.

DR. IR. DEDY S. PRIATNA, MSC.DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS

Harus Dipercepat

Pembangunan Sanitasi

Percepatan pembangunan sanitasi mutlak dilakukan melihat kondisi sanitasi di Indonesia saat ini. Percepatan itu butuh sinergi semua stakeholder yang terlibat di dalamnya. Seperti apa wujud percepatan pembangunan sanitasi ini, kami mewawancarai Deputi Bidang Sarana dan Prasarana, Bappenas, Dr. Ir. Dedy S. Priatna, MSc. Berikut petikannya.

Obrolan

Page 31: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

29majalah perciknovember 2010

Di manakah posisi Program

PPSP dalam konteks kebijakan

pembangunan sanitasi nasional?

RPJMN 2010-2014 secara eksplisit

telah mencantumkan target

pencapaian pembangunan sanitasi

secara terukur yang merupakan

penuangan dari target PPSP.

Kita berharap pada tahun 2014

nanti sudah tidak ada lagi yang

buang air besar sembarangan

(BABS), pengelolaan persampahan

perkotaan meningkat, dan luas

genangan drainase di kawasan

strategis perkotaan menurun.

Target-target tersebut berat

diwujudkan jika tidak ada upaya

yang sinergi dan komprehensif

serta mengikat seluruh pemangku

kepentingan, baik di tingkat pusat

maupun di daerah. Untuk itu

diperlukan program yang melibatkan

para pemangku kepentingan dengan

pandangan dan pemahaman yang

sama serta langkah yang disepakati

untuk dilaksanakan bersama.

Nah untuk mencapai itu, semua

pihak harus bersinergi. PPSP

diharapkan menjadi payung

besar untuk seluruh kegiatan

pembangunan sanitasi di Indonesia

sehingga kegiatan-kegiatan yang

ada saling melengkapi dan tidak

tumpang tindih.

Apa yang menjadi kekhasan

dalam Program PPSP ini

dan bagaimana koordinasi

dilakukan?

Ada dua hal. Pertama, program PPSP

memberikan dukungan kepada

daerah (kabupaten/kota) untuk

mempercepat peningkatan kualitas

sanitasi yang dimulai dari upaya

perbaikan kualitas perencanaan

sanitasi. Oleh karena itu, PPSP

mendorong pemerintah kabupaten/

kota untuk menyusun strategi

pembangunan sektor sanitasi skala

kabupaten/kota yang komprehensif

dan koordinatif yang disebut sebagai

Strategi Santasi Kabupaten/kota

(SSK).

Lebih jauh, SSK merupakan

portofolio pendanaan bagi

pemerintah kabupaten/kota untuk

melakukan optimalisasi pendanaan

dari APBD (tingkat I dan tingkat

II) dan APBN serta akses terhadap

sumber-sumber pendanaan non-

pemerintah (donor, swasta, dan

masyarakat).

Kedua, PPSP merupakan program

kolaboratif antara pemerintah

daerah bersama dengan pemerintah

pusat. Keseluruhan proses dan

tahapan dalam PPSP bermuara pada

peningkatan kapasitas pemerintah

daerah dalam pembangunan

sanitasi.

Dalam pelaksanaannya, pengelolaan

PPSP di tingkat pusat dilakukan

oleh Program Management Unit

(PMU) yang berada dibawah

koordinasi Bappenas dan 3 Program

Implementation Unit (PIU), yaitu:

Bidang Teknis di Kementerian

Pekerjaan Umum, Bidang Advokasi di

Kementerian Kesehatan, dan Bidang

Kelembagaan di Kementerian Dalam

Negeri. PMU dan PIU tersebutlah

yang melakukan fungsi koordinasi

baik itu koordinasi antar lintas

kementerian yang terlibat, maupun

koordinasi antar pusat dengan

daerah.

Sebagai program yang

dilakukan secara lintas sektoral

dan terintegrasi, bagaimana

kontribusi sumber daya dan

pembiayaan setiap instansi?

Masing-masing kementerian

penanggung jawab PMU dan

PIU bertanggung jawab untuk

menyediakan sumber daya baik

berupa dukungan dana maupun

personel yang dialokasikan

melalui anggaran masing-masing

kementerian.

Bagaimana rencana Program

PPSP ke depan dalam mengejar

target-target yang telah

ditetapkan?

Secara umum, target-target

PPSP dicapai sesuai dengan

peta jalan (roadmap) yang

sudah ditetapkan. Ada enam

tahapan yakni, pertama, Tahapan

Kampanye, Edukasi, Advokasi dan

Pendampingan; kedua, Tahapan

Pengembangan Kelembagaan

dan Peraturan; ketiga, Tahapan

Penyusunan Rencana Strategis;

keempat, Tahapan Penyusunan

Memorandum program; kelima,

Tahapan Implementasi; dan

keenam, Tahapan Pemantauan,

Pembimbingan, Evaluasi dan

Pembinaan.

Ke depan, untuk lebih memastikan

pencapaian target PPSP dan

perluasan daerah dampingan, saat

ini sedang diupayakan peningkatan

dukungan dari lembaga-lembaga

donor, kalangan swasta, dan

masyarakat. Hal ini terutama

diarahkan untuk mendukung

implementasi dari SSK yang telah

disusun oleh pemerintah daerah.

“ KITA BERHARAP PADA TAHUN 2014 NANTI SUDAH TIDAK ADA

LAGI YANG BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN (BABS), PENGELOLAAN

PERSAMPAHAN PERKOTAAN MENINGKAT, DAN LUAS GENANGAN DRAINASE

DI KAWASAN STRATEGIS PERKOTAAN MENURUN.“

Page 32: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

30 majalah percik november 2010

Ir. BUDI YUWONO, Dipl. SEDIRJEN CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

Sebenarnya bagaimana Program

Percepatan Pembangunan

Sanitasi Permukiman (PPSP)

2010-2014?

Sanitasi itu kan ketinggalan. Bukan

sarana fi siknya semata tapi persepsi

pemda, persepsi masyarakat.

Kehadiran PPSP ini untuk mengajak

mereka menyusun SSK. Dengan

begitu mereka diajak berpikir

mengenai bagaimana grand design

sanitasi kota ke depan. Karena

sanitasi itu beragam, ada yang

sangat sederhana, menengah

dan sangat complicated sesuai

dengan besaran kota. Dengan

variasi itu, SSK membuat pemda

beserta masyarakatnya terlibat

langsung sejak awal. Ini yang dulu

tidak dilakukan. Mereka langsung

disuruh bikin IPLT misalnya. Ternyata

kebutuhan, transportasi, mungkin

WC-nya malah belum ada. Jadi

sekarang dengan SSK mereka

bisa berpikir, apa yang mau saya

bangun? Apa cubluk, apa septic

tank. Kontrolnya melalui apa? Perlu

komunal atau menghidupkan IPLT

kembali. Makanya saya senang

dengan PPSP, pendekatannya

memang mengubah, mendorong

mindset mengenai bagaimana

suatu kota menjalankan sanitasi. Ini

memang harus telaten. Pertemuan

dari forum ke forum, terus ada

komunikasi. Itu semua supaya

orang bicara tentang sanitasi. Dari di

pinggir jadi ke tengah.

Dalam CSS (City Sanitation

Summit) Bukittinggi, sinergi

lintas sektor sangat ditekankan.

Pandangan Anda?

Saya sangat setuju. Lintas sektor

itu sangat bagus. Karena kita

membangun fi sik tanpa ukuran-

ukurannya itu akan menjadi tidak

jelas. PU membangun fi sik, Kemkes

nanti mengajari mengunakan,

menyosialisasikannya bahkan

mengukur tingkat pemanfaatannya

Pembangunan sanitasi tidak bisa hanya mengandalkan instansi teknis. Butuh sinergi dengan instansi lainnya. Sinergi yang baik akan menghasilkan output pembangunan yang baik.

Kementerian Pekerjaan Umum sebagai salah satu instansi yang berperan dalam menyediakan infrastruktur bagi masyarakat tak ingin mengulang kesalahan masa lalu yang hanya memikirkan target fi siknya saja tanpa memperhitungkan faktor lainnya. Bagaimana peran Kementerian ini dalam program PPSP, berikut wawancara kami dengan Budi Yuwono, Dirjen Cipta Karya, yang memfasilitasi Unit Pelaksana Program (atau sering juga disebut PIU – Program Implementation Unit) Teknis program PPSP.

Dibicarakan dan KonkretSanitasi Harus Terus

IrD

S

Obrolan

Page 33: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

31majalah perciknovember 2010

atau outcome-nya. Itulah tugas

bersama kita. Ini gunanya

pertemuan-pertemuan lintas sektor,

kita bisa saling belajar.

Tapi khusus yang masalah lintas

sektor tadi, itu bukan hanya

problemnya daerah. Di pusat

juga harus menyadari bahwa kita

perlu ada sinergi arah kerja sama

lintas sektor ini. Saya rasa PPSP

menyatukan langkah kita bergerak

bersama. Mudah-mudahan kalau

pusat bergerak bersama begini terus,

daerah juga bisa melihat itu.

Kita punya pengalaman, ini

juga menyangkut sanitasi yakni

Pamsimas. Idenya sama, lintas sektor.

Sebelum diadakan pemilihan lokasi

sebelum dibangun, harus dilakukan

penyuluhan tentang pentingnya

kesehatan. Yang dibangun di desa

A, yang disuluh kesehatan desa B.

Padahal tujuannya penyuluhan untuk

mengerti, bagaimana pentingnya

hidup sehat, baru dibangun. Itu pun

juga nggak (jalan-red). Itu sampai

World Bank pernah marah.

Apa yang mesti dibenahi agar

PPSP berhasil?

PU biasanya ingin cepat, target

oriented. Kami menyadari bahwa

PPSP dengan berbagai pendekatan

sangat bottom-up. Itu penting tapi

harus ingat target kita. Kita harus

ngomong banyak tapi cepat dan

cepat bergeraknya. SSK jangan

melangit. Strategi-strategi itu kalau

tidak membumi, akhirnya nanti

mengawang-awang. Kita harapkan

teman-teman PU itu nantinya

bisa mengisi warna ini. Harus ada

program yang konkret.

Saya ambil contoh Payakumbuh ya.

Di sana saya lihat sendiri di desa-

desa dibagi toilet-toilet. Konkret itu.

Terus, Solo itu kita membantu sistem

terpusat, mestinya yang komunal

juga jalan. Istilahnya serengan. Yang

seperti itu juga dikembangkan terus.

Itu kan sudah bukan urusan kita

lagi. Harusnya serengan-serengan itu

dibentuk oleh walikota. Bagaimana

PU mendorong itu jadi konkret.

Tantangan ke depan PPSP

menurut Anda apa?

Sebetulnya namanya sudah pas ya,

strategi - sanitasi - kota. Strategi itu

pasti ada langkah, angka, dan biaya.

Kita ngomong yang terstruktur dan

rasional. Jangan di tingkat bupati

aja. Strategi itu harus disetujui oleh

DPR hingga DPRD. Dan rapatkanlah

dengan mereka itu. Makanya kita

selalu ngajak ketua DPRD ngomong

dulu kan. Kita berharap ada

perubahan mindset DPRD tentang

sanitasi. Tadinya prioritasnya di

bawah supaya dinaikkan.

Bagaimana peran PU dalam

hal mendorong komitmen

pendanaan?

PU telah mengusulkan peningkatan

budget dan didukung Bappenas dan

DPR pusat. Dengan itu peran kita

menjadi lebih konkret. Kita mulai

mendorong, ngomong, tapi juga

punya peluru. Anggaran Rp 14 triliun

selama 5 tahun untuk sanitasi, air

limbah, sampah dan drainase adalah

salah satu wujud komitmen pusat di

bidang ini. Belum ditambah DAK. Itu

semua APBN yang harus ditaruh di

daerah.

Sebagai PIU Teknis, apa harapan

Anda supaya sinergi ini berhasil?

Harapan saya sebetulnya kita

juga dibantu. Misalnya oleh dinas

kesehatan. Bagaimana mengukur

indeks kesehatan. Ada nggak korelasi

positif yang bisa diwujudkan. Biar

kita ngomong bareng. Misalnya

Payakumbuh, dengan mengeluarkan

duit sekian, indeks kesehatan naik. Itu

sangat mudah dipahami oleh DPRD.

Kalau bisa disusun oleh Bappeda.

DPRD kalau memberikan biaya

(pembangunan) jalan, terasa mulus

tapi kalau memberikan kepada

(pembangunan) sanitasi, apa yang

bisa dirasakan? Itu lebih susah diukur.

Nah, ini yang kelihatannya kurang.

Harapan saya, dinas-dinas kesehatan

bisa memberikan kontribusi. Air

bagus, sanitasi bagus, itu mestinya

angka kematian bayi turun, angka

kematian ibu melahirkan turun.

Jadi sudah harus melihat

dampaknya secara

kualitas?

Saya rasa sudah harus

dimulai. Kita nggak bisa

terus menghitung persentase

pelayanan. Tapi kalau jalan, dengan

dibangunnya jalan Padaleunyi,

akhirnya tercover sekian ribu orang.

Sekian ribu orang terangkut setiap

hari. Surabaya dengan dibangunnya

airport baru, estimasinya dari 6 juta

penumpang, naik jadi 15 juta. Fakta

kan seperti itu. Dengan dibangunnya

sanitasi, angka kematian bayi turun,

ini turun. Kita menjadi lebih sehat.

Tersedia dana Rp 14 Triliun untuk

2010- 2014, tantangannya apa?

Tantangannya adalah penyusunan

program yang baik. Saya minta

teman-teman PU menyusun

program yang baik. Karena mulainya

bagaimana menyadarkan orang

tentang perlunya sanitasi. Dana yang

ada kita manfaatkan secara benar

dan tepat.

“ SANITASI ITU KAN KETINGGALAN. BUKAN

SARANA FISIKNYA SEMATA TAPI PERSEPSI PEMDA,

PERSEPSI MASYARAKAT. KEHADIRAN PPSP INI

UNTUK MENGAJAK MEREKA MENYUSUN SSK. ”

Page 34: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

32 majalah percik november 2010

Pemerintah tengah melakukan

terobosan dalam percepatan

pembangunan sanitasi melalui

Program PPSP, sejauh mana

program ini mampu mengatasi

persoalan kesehatan atau angka

kesakitan yang terkait dengan

rendahnya akses sanitasi?

Pada Kabinet Indonesia Bersatu

II, sesuai arahan Presiden, kini

pemerintah diharapkan untuk

concern dengan upaya promotif

dan preventif demi optimalisasi

pembangunan berkesinambungan.

Terkait sanitasi, bukan hanya

persoalan air limbah domestik

(waste water), persampahan (solid

waste) dan drainase lingkungan

(drainage system) saja. Persoalan

ini berkaitan dengan upaya

pembangunan manusia. Karena

itu sangat berkontribusi pada

pencapaian MDGs (Millennium

Development Goals) dan IPM

(Indeks Pembangunan Manusia).

Dengan kata lain, bila kita mampu

mangatasi persoalan ini secara baik

maka ini akan berdampak luas dan

akan berdampak pada perbaikan

kesehatan, produktivitas dan

kesejahteraan masyarakat.

Bagaimana sebetulnya posisi

Indonesia saat ini?

Kita sudah melakukan banyak hal,

namun kita masih perlu percepatan

pembangunan sanitasi yang

terintegrasi. Contohnya persoalan

limbah domestik (tinja), laporan

Pembangunan Manusia 2006

terbitan Program Pembangunan

PBB (UNDP) menyatakan hampir

separuh penduduk di negara-negara

berkembang termasuk Indonesia

belum memiliki akses terhadap

sanitasi yang layak. Laporan Asian

Development Bank menyebutkan

pencemaran air di Indonesia

berpotensi menimbulkan kerugian

45 triliun rupiah lebih per tahun atau

2,2 persen GDP negara. Sementara

Upaya pembangunan dan penyediaan layanan sanitasi membutuhkan aspek advokasi dan upaya komunikasi. Penyadaran publik, misalnya, untuk perubahan perilaku hidup bersih dan sehat membutuhkan kampanye dan mobilisasi sosial yang strategis dan terencana.

Kementerian Kesehatan merupakan salah satu institusi yang memiliki peranan penting dalam hal upaya advokasi, edukasi dan pemberdayaan bagi aspek komunikasi kebijakan penyehatan lingkungan, termasuk sektor sanitasi. Berikut ini wawancara kami dengan Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, yang memfasilitasi Unit Pelaksana Program (atau sering juga disebut PIU – Program Implementation Unit) Advokasi dan Pemberdayaan program PPSP.

Menjaga Komitmen Bersama

Tantangan Kita,

Obrolan

PROF. DR. TJANDRA YOGA ADITAMA, DIRJEN P2PL, KEMENTERIAN KESEHATAN

Page 35: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

33majalah perciknovember 2010

posisi Indonesia, persentase cakupan

pelayanan sanitasinya berada di

urutan keenam. Contohnya bila

setiap orang tiap hari membuang

tinja 125–250 gram di perkotaan

Indonesia. Asumsikan penduduk

perkotaan sekitar 100 juta orang,

maka akan dihasilkan 25.000 ton

tinja per hari. Jika tidak ditangani,

masalah volume, mikroba, materi

organik, nutrien, dan telur cacing

(4 komponen dalam tinja) harus

dihadapi. Tidak mengherankan, 70

persen air tanah di perkotaan telah

tercemar bakteri tinja yang parah.

Bagaimana dengan dampak

ekonomi?

Berdasarkan studi “Economic Impacts

of Sanitation in Southeast Asia” tahun

2007 dari Water and Sanitation

Program (WSP) Bank Dunia, Indonesia

kehilangan lebih dari Rp. 58 triliun

atau sebanding dengan Rp. 265.000

per orang setiap tahun akibat

sanitasi buruk. Selain itu lebih dari

94 juta orang (43 persen dari jumlah

penduduk) belum mempunyai

jamban dan hanya 2 persen dari

jaringan air limbah perkotaan yang

diolah. Akibatnya diperkirakan ada

sekitar 121.100 kasus diare yang

memakan korban lebih dari 50.000

jiwa setiap tahun. Biaya kesehatan

mencapai 131.000 rupiah per

orang atau 31 triliun rupiah secara

nasional setiap tahunnya. Selain itu,

pembuangan tinja atau sampah

yang masuk ke badan-badan air,

menyebabkan kerugian sebesar

63.000 rupiah per orang atau 14

triliun rupiah secara nasional.

Sejauh mana efektivitas kerja

sama lintas sektor dalam

Program PPSP ini dapat

terlaksana?

Secara nasional, program PPSP

merupakan suatu terobosan. Di saat

yang sama, otonomi daerah juga

menekankan pentingnya pemerintah

kabupaten/kota agar semakin peka

dan lebih strategis dalam melihat

persoalan penyehatan lingkungan

mereka. Program PPSP dapat efektif

terlaksana bila ada keterpaduan lintas

sektoral (kementerian/kedinasan)

dalam perumusan hal-hal strategis

bersama dalam perencanaan

daerah. Sejalan dengan itu Program

PPSP memungkinkan keserasian

dan koordinasi lebih baik antara

kabupaten/kota, provinsi dan pusat.

Sebagai UPP (Unit Pelaksana

Program) atau kadang disebut

PIU (Program Implementation

Unit) Advokasi dan

Pemberdayaan dari Program

PPSP ini, apa saja peran

Kementerian Kesehatan?

Peran dan fungsi Kementerian

Kesehatan ada dalam setiap

tahapan program PPSP. 1) advokasi,

komunikasi dan pemberdayaan;

2) pengembangan kelembagaan

dan peraturan; 3) penyusunan

rencana strategis terpadu; 4)

penyusunan memorandum program;

5) implementasi optimalisasi

ketersediaan prasarana dan

sarana sesuai kebutuhan; dan 6)

pemantauan, pembimbingan dan

evaluasi. Kementerian Kesehatan

lebih banyak memfasilitasi tahap

pertama program PPSP, yakni

kegiatan yang terkait dengan

kampanye, edukasi, advokasi

dan pendampingan. Direktorat

Pengendalian Penyakit Dan

Penyehatan Lingkungan menjadi

pusat informasi publik dan

membidangi kegiatan promosi

kesehatan.

Bagaimana kesiapan dan

komitmen untuk pembiayaan

program ini?

Kementerian Kesehatan

mengalokasikan anggaran tahunan

untuk pelaksanaan kegiatan UPP

Advokasi dan Pemberdayaan

program lintas sektoral ini. Selain

berkontribusi pada pendanaan

dan sumber daya manusia, kami

juga memfasilitasi kantor khusus

bagi koordinasi UPP Advokasi. Ini

dimaksudkan untuk memperlancar

koordinasi stakeholders, serta sinergi

dengan berbagai pihak. Setiap tahun

akan tinjau secara berkala.

Apakah tantangan program yang

akan berlangsung hingga 2014 ?

Dari segi Kementerian Kesehatan,

ada dua hal yang menjadi perhatian:

pertama, berbagai antisipasi upaya

(maupun dampak) di luar kendali

sektor kesehatan, atau disebut

‘beyond health’; kedua, dampak

‘climate change’. Secara ringkas,

kedua hal ini bisa menuntut

penanganan di luar kesehatan. Tidak

bisa lagi sektoral. Ini juga menjadi

tantangan program PPSP. Tantangan

untuk kesinambungan sinergi dan

komitmen dalam mencapai tujuan

bersama. Seperti kita tahu, kegiatan

lintas sektoral tidak mudah. Upaya

advokasi dan komunikasi kebijakan

dan pembangunan program

sanitasi harus terus ditingkatkan.

Pada konteks PPSP, saat ini sedang

diupayakan keluarnya aturan dan

payung hukum yang lebih kuat

(semacam Peraturan Presiden

atau Instruksi Presiden), demi

optimalisasi upaya bersama dalam

mencapai tujuan program PPSP.

Menjaga komitmen bersama adalah

tantangan kita.

“ UPAYA ADVOKASI DAN KOMUNIKASI KEBIJAKAN DAN

PEMBANGUNAN PROGRAM SANITASI HARUS TERUS

DITINGKATKAN. MENJAGA KOMITMEN BERSAMA

ADALAH TANTANGAN KITA.”

Page 36: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

34 majalah percik november 2010

Sejauh mana peran pokja

provinsi dalam mendorong

kepedulian kabupaten/kota

terhadap sanitasi?

Pokja AMPL Jawa Tengah

terus berusaha memfasilitasi

pembangunan AMPL sejak tahun

2004. Yang awalnya hanya Kebumen,

terus berkembang ke 15 kabupaten/

kota dalam rangka peningkatan

akses AMPL. Kami berusaha

memberi arahan dalam berbagai

kesempatan agar pembangunan

sanitasi ini lebih baik, khususnya di

kabupaten/kota yang ikut PPSP.

Bagaimana kesiapan daerah

mengalokasikan anggaran untuk

membangun sanitasinya?

Cukup siap, tapi perlu ada advokasi

terlebih dahulu. Misalnya dana

ini untuk apa, manfatnya apa,

dampaknya bagi masyarakat dan

sebagainya. Pemahaman kepada

para pengambil keputusan menjadi

sangat penting. Dana untuk sanitasi

Rp 300 juta-Rp 400 juta sebenarnya

bisa disisihkan dari sektor yang

kurang prioritas.

Selama ini advokasi

pembangunan sanitasi ke

kabupaten/kota seperti apa?

Pemahaman baru terbatas pada

kabupaten/kota calon peserta

PPSP. Karenanya, belum semua

kabupaten/kota menyadari

pentingnya pembangunan sanitasi.

Kita juga mengajak Kota Solo untuk

berbagi pengalaman tentang

keberhasilannya mengikuti ISSDP

sehingga memiliki perencanaan

yang komprehensif dalam

pembangunan sanitasinya.

Bagaimana membangun

sanitasi khususnya di wilayah

perdesaan?

Di desa sampah belum jadi masalah.

Tapi di sana ada masalah limbah

atau buang air besar sembarangan.

Nah ini sekarang sudah ditangani

dengan adanya program STBM

(Sanitasi Total Berbasis Masyarakat),

Pamsimas, dan sebagainya. Kita

melihat permasalahan di perdesaan,

selain keterbatasan sarana dan

prasarana, sebenarnya ada masalah

perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS), terutama pada penduduk

yang tinggal di bantaran sungai.

Program STBM misalnya, bisa

mengubah perilaku masyarakat di

wilayah Kabupaten Grobogan. Dua

desa yang sebelumnya tak punya

jamban, kini telah punya jamban

meski tanpa subsidi. Nah program

berbasis masyarakat dalam skala

kecil/rumah tangga seperti ini bisa

dilaksanakan untuk mengatasi

permasalahan air limbah. Pokja bisa

langsung andil di dalamnya dalam

memicu masyarakat agar terlibat

secara aktif.

Bagaimana kebijakan pokja

provinsi agar semua daerah bisa

mengatasi persoalan sanitasi

ini dengan segera?

Kabupaten/kota sudah

ada gradasinya. Yang

rawan masalah sanitasi

diprioritaskan, yakni daerah

pantai utara juga pantai

selatan. Makanya kabupaten/kota di

wilayah tersebut ikut PPSP. Setelah

itu daerah-daerah aliran sungai.

Yang belum ikut PPSP akan kita pacu

dengan melakukan sinkronisasi

SKPD-SKPD.

Sejauh mana provinsi

mengalokasikan anggaran di

sektor sanitasi ini?

Perhatian terhadap sanitasi belum

begitu menggembirakan. Alokaksi

anggaran untuk sanitasi masih di

bawah satu digit. Mudah-mudahan

dengan adanya PPSP, pemahaman

para pengambil kebijakan dan

SKPD-SKPD, termasuk pokja dan

Bappeda semakin meningkat.

Dengan perencanaan yang baik dan

komprehensif, kita bisa memetakan

kondisi sanitasi sekaligus menyusun

strategi penanganan sanitasi secara

bertahap.

G WALUJO

ANGGOTA POKJA AMPL PROVINSI JAWA TENGAH

Pembangunan sanitasi di daerah tak bisa dilepaskan dari peran provinsi. Dalam PPSP, provinsi memiliki andil menyeleksi kabupaten/kota serta mengawal proses perjalanan penyusunan Buku Putih dan Strategi Sanitasi Kota (SSK). Lebih dari itu, provinsi berperan mendorong kabupaten/kota memiliki kepedulian terhadap sanitasi. Seperti apa yang sudah dilakukan? Berikut wawancara dengan salah satu anggota Pokja AMPL Jawa Tengah, G Walujo.

DAERAH BUTUH ADVOKASI SANITASI

punya

mban

ogram

skala

ini bisa

tasi

okja bisa

dalam

erlibat

okja

rah bisa

nitasi

bertahap.

Obrolan

Page 37: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

35majalah perciknovember 2010

Program Percepatan

memang seringkali mirip

makanan instan, semua

serba cepat dengan

sarana dan prasarana

terbatas. Hampir mirip

sedikit dengan PPSP.

Setelah pelaksanaan

program uji coba dengan

nama ISSDP di 12 kota

selama kurang lebih

empat tahun, dilakukanlah

perluasaan wilayah

langsung ke 41 daerah

kota dan kabupaten yang

memiliki karakteristik

beragam.

Meski prosesnya cepat,

pelaksanaan PPSP pada

tahap pertama terbilang

sukses dengan antusiasme

tinggi dari pemerintah

daerah untuk menerima

dan melaksanakan

program di daerah

masing-masing. Daerah

bersedia menyiapkan

sarana dan prasarana

pelaksanaan program,

kesiapan lembaga lokal

sebagai pengelola, serta

gereget dan rasa memiliki

pokja terhadap produk

PPSP (Buku Putih) cukup

tinggi.

“Saat ini PPSP sebagai

program yang hebat,

dimana pemerintah

daerah mau dan

mampu menyusun

sendiri dokumen Buku

Putih sebagai landasan

penyusunan Strategi

Sanitasi Kota (SSK)

secara lintas sektoral

dan komprehensif,” kata

Ernawati, Fasilitator

Provinsi Jawa Tengah.

Ke depannya, Ernawati

mengharapkan beberapa

perubahan, di antaranya

dalam hal kejelasan

petunjuk pelaksanaan.

Pemahaman mengenai

penyediaan anggaran,

fasilitas sekretariat, serta

hal-hal teknis lainnya

ini amat penting agar

program berjalan lebih

lancar dan sesuai jadwal.

Selain itu, hendaknya ada

perbaikan alat bantu dan

perangkat analisis yang

sesuai dengan kondisi

perdesaan atau perkotaan.

Peran tenaga ahli juga

dibutuhkan dalam

mendukung program di

lapangan.

MASUKI “RANAH MUSUH” DENGAN PENDEKATAN PERSONAL

SEKILAS PROGRAM PPSP

ABDULLAH ARAFAD

CF KABUPATEN LHOKSEUMAWE

ERNAWATI

FASILITATOR PROVINSI JAWA TENGAH

Tak ada kata pantang menyerah dalam kamus Abdullah Arafad. Sang City Fasilitator (CF) ini berani menembus “ranah musuh” demi memuluskan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) di tempat ia dibesarkan, Kabupaten Lhokseumawe.Bukan hal yang mudah menawarkan isu sanitasi kepada para pemangku kepentingan di Kabupaten Lhokseumawe. Apalagi, sanitasi adalah wilayah baru bagi Abdullah. Antipati, penolakan, hingga pesimisme dari berbagai pihak mengenai program PPSP pun ia rasakan.Mari simak obrolan singkat Percik dengan Abdullah berikut ini:

Apa kendala utama pada

pekerjaan ini dan bagaimana

mengatasinya?

Utamanya adalah menembus

birokrasi. Karena itu saya curi

start. Sekitar sebulan sebelum

PPSP masuk, saya mulai merintis

penjajakan lewat pendekatan

personal kepada koneksi saya di

pemerintahan. Saya jual isu dengan

memotret kondisi eksisting di

Lhokseumawe, seperti sampah,

kondisi drainase, atau angka

penyebaran penyakitnya. Setelah

mereka tertarik, baru saya tawarkan

dokumen perencanaan yang bisa

meng-cover permasalahan yang

ada, yaitu SSK. Cara seperti ini cukup

efektif dan rasanya bisa diterapkan di

kabupaten/kota lain.

Apakah prosesnya mulus?

Agak sulit juga, terutama dalam

hal data-data sanitasi yang tidak

lengkap. Belum lagi kalau ada

“penumpang gelap”, pihak-pihak

yang hanya mengincar kucuran

dana tanpa mengindahkan tujuan

utama program ini. Memang di situ

tantangannya. Makanya kita harus

menyelami “ranah musuh” supaya

bisa nyambung.

Pendapat Anda tentang program

PPSP sendiri?

Banyak diakui oleh teman di

Bappeda dan juga walikota,

dokumen Buku Putih dan Strategi

Sanitasi Kota (SSK) yang merupakan

produk PPSP mampu menjawab

permasalahan sanitasi yang selama

ini mendera Lhokseumawe.

Selain proses pembuatannya

yang melibatkan banyak pihak,

metodologi penyusunannya

yang ilmiah pun dinilai mampu

dipertanggungjawabkan.

Page 38: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

36 majalah percik november 2010

Bisa dijelaskan secara sederhana apa dan bagaimana konsep Rentra AMPL, dan bagaimana kedudukannya dalam sebuah proses perencanaan pembangunan AMPL di deareh? Perencanaan strategis (Renstra AMPL)

merupakan sebuah pedoman, arah

dan panduan yang perlu dibuat

sebuah Pokja AMPL di daerah. Dan

dalam sebuah Renstra AMPL yang

ada biasanya tercantum sejumlah

rencana operasional kerja jangka

pendek dan menengah secara taktis,

terfokus, dapat diimplementasikan

dan terukur. Saat ini memang

sudah ada sejumlah pedoman

perencanaan lainnya. Namun, sering

kali konsep renstra yang dibuat

pemerintah pusat dan pemerintah

daerah tidak sama atau sejalan.

Hal inilah yang kadang membuat

target pembangunan AMPL yang

dibuat pemerintah pusat tidak

tercapai. Karena itu, Renstra AMPL

dapat menjadi interface antara

dokumen rencana strategis baik

milik pemerintah pusat seperti

kementerian dengan pemerintah

daerah.

Kaitannya dengan dokumen perencanaan lainnya apa saja keunggulan yang bisa di tawarkan dalam sebuah Renstra AMPL?Lahirnya sebuah Renstra AMPL

biasanya disemangati oleh paradigma

perencanaan pembangunan agar

lebih harmonis dan selaras, baik

antara pusat dengan daerah, daerah

dengan daerah, dan juga antar

instansi dan fungsi pemerintahan

lainya. Ini yang bisanya merupakan

landasan utamanya. Dalam dokumen

sejumlah Renstra AMPL, saya melihat

ada tiga hal positif yaitu pertama

kualitas dokumen perencanaan

pembangunan AMPL menjadi lebih

baik di daerah, kedua mendorong

kinerja pemerintah daerah lebih

terukur, terarah dan sesuai dengan

target pencapaianya. Dan ketiga

mempererat jaringan kerja dan

koordinasi seluruh pemangku

kepentingan baik pemerintah, instansi

swasta dan peran masyarakat untuk

bekerja lebih keras bagi kemajuan

daerahnya di bidang AMPL.

Apa saja tantangan Pokja AMPL untuk melahirkan sebuah dokumen perencanaan AMPL yang baik?Tidak bisa dipungkiri sejumlah

tantangan terjadi dalam penyusunan

sebuah Renstra AMPL seperti

lemahnya koordinasi atau kerjasama,

tidak adanya kesepahaman atau visi

dalam penyusunan acuan, kualitas

SDM yang masih kurang di sejumlah

daerah dalam bidang AMPL dan

kurangnya dokumen perencanaan

yang ada. Sedangkan komitmen atau

kepedulian pemerintah daerah pun

sangat beragam dalam menyikapi

perlunya pokja AMPL menyusun

sebuah renstra. Karena itu, penting

dilakukan proses internalisasi atau

kesepahaman diantara sejumlah

pihak dalam memaknai sebuah

rencana strategis.

Sebagus apapun rencana strategis yang dibuat oleh pokja AMPL dalam menyusun sebuah Renstra AMPL tentunya tidak akan bermanfaat jika tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah. Juga sebaliknya untuk menggerakan sebuah Pokja AMPL tentunya tidak mudah, bagaimana mengatasi persoalan ini?Dalam membuat sebuah dokumen

perencanaan strategis AMPL tentunya

diperlukan kerjasama dan koordinasi

yang kuat seluruh anggota pokja.

Saya melihat diperlukan sosok atau

fi gur yang bersedia bekerja keras,

memiliki komitmen kuat bekerja

buat kepentingan masyarakat luas di

bidang AMPL. Dengan Renstra AMPL

yang baik maka tentunya pemerintah

pusat dan daerah tentunya akan

memiliki kerangka tindak menuju

keberlanjutan pembangunan AMPL.

[Eko]

Sejumlah dokumen perencanaan muncul di daerah. Renstra AMPL dan SSK mengambil porsi sebagai perencanaan strategis di bidang air minum dan sanitasi. Bagaimana kedua produk tersebut sesungguhnya saling bersinergi dengan sejumlah dokumen yang ada dan mendukung proses perencanaan pembangunan di daerah? Oswar Mungkasa, Mantan Pelaksana Harian Pokja AMPL dan Nugroho Tri Utomo, Koordinator PMU Sekretariat PPSP menjawab pertanyaan besar tersebut.

Oswar Mungkasa

KERANGKA TINDAK MENUJU KEBERLANJUTAN

PEMBANGUNAN AMPL

1

Harmonisasi Dokumen SanitasiObrolan

Page 39: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

37majalah perciknovember 2010

Apa yang menjadi keutamaan SSK sehingga diyakni dapat membantu pembangunan di daerah, khususnya untuk sektor sanitasi?Yang paling penting dari SSK

adalah ownership seluruh pihak

berkepentingan kabupaten/kota

terkait dokumen tersebut sehingga

ada kredibilitas perencanaan itu

sendiri. Ownership inilah yang selama

ini belum kuat dalam dokumen

perencanaan daerah karena

tidak menggabungkan seluruh

kepentingan. Di SSK, kalau usulan-

usulan program tidak dikoordinasi

antar SKPD, akan gugur dengan

sendirinya. Dari sisi kredibilitas,

karena SSK disusun berdasarkan

data empiris, data yang tercantum

sesuai dengan kondisi eksisting.

Gambaran senyata mungkin ini akan

lebih powerful kedudukannya dalam

mengadvokasi pimpinan daerah

agar mau memprioritaskan sanitasi

di daerahnya. Kalau pimpinan daerah

sudah bilang sanitasi jadi prioritas,

proses selanjutnya akan lebih mudah,

termasuk soal pendanaan.

Satu hal lagi, yang selama ini hilang

adalah link antara rendahnya

investasi sanitasi dan akibat yang

ditimbulkannya. Nah, SSK bisa

menjawab missing link itu.

Bagaimana kedudukan SSK dengan dokumen-dokumen lainnya di daerah seperti Renstra AMPL?SSK sendiri tak pernah diharapkan

menjadi dokumen formal, melainkan

sebagai exercise antar SKPD dalam

menjalankan tupoksi di bidang

sanitasi. Bagaimana cara memadukan

SSK dan RPJM? Bagi daerah yang

sudah memiliki SSK namun belum

ada RPJM, SSK itulah yang dijadikan

RPJM Sanitasi. Sementara daerah

yang belum punya SSK namun sudah

ada RPJM, harus dipastikan program

sanitasi yang ada dalam RPJM itu bisa

memfasilitasi SSK.

Nah, bagi daerah yang memiliki

Renstra AMPL, SSK harus disusun

mengacu pada Renstra AMPL.

Mengingat bahwa sanitasi sangat terkait erat dengan air minum, bagaimana menyinergikannya? Mulai tahun ini kami berusaha

menggabungkan pendekatan

pembangunan untuk air minum dan

sanitasi. Renstra AMPL pun ternyata

mirip dengan Buku Putih yang jadi

bagian dari proses penyusunan

SSK. Kebijakan kami untuk tahun

2011, pokja AMPL yang sudah ada

di daerah bisa difungsikan sebagai

pokja sanitasi juga. Jadi daerah tak

perlu buat pokja lagi. Dengan begitu

pembangunan sanitasi dan air minum

bisa berjalan bersama-sama.

Melalui PPSP, minimal 330 kabupaten/kota diharakan telah menyusun SSK di tahun 2014. Bagaimana kebijakan Pemerintah Pusat agar SSK yang dihasilkan tersebut benar-benar masuk dalam siklus perencanaan pembangunan di daerah sehingga dapat diimplementasikan? Kami hanya bisa secara terus-

menerus mengajak daerah untuk

ikut program PPSP. Pusat tak bisa

menginstruksikan atau memaksa

daerah untuk membuat SSK karena

kunci sukses SSK adalah komitmen

daerah sendiri. Tapi kemudian,

pusat menyinkronkan kebutuhan-

kebutuhan agar bisa mendukung

sanitasi. Kalau daerah mau maju,

silakan buat SSK, nanti pusat akan

bantu (mendampingi). Tapi kalau

daerah belum mau ya tak apa-apa.

Untuk mengamankan momentum

bagi daerah-daerah yang ikut PPSP,

pusat membantu mencarikan

bantuan pendanaannya.

Bagaimana penanganan sisa kabupaten/kota di luar 330 kabupaten/kota target PPSP? Bukankah target RPJMN 2010-2014 untuk sektor sanitasi bersifat nasional?Angka 330 kabupaten/kota itu sendiri

didapat dari identifi kasi kota-kota

yang punya permasalahan drainase,

air limbah, dan persampahan. Ini

sudah ada hitung-hitungannya

sendiri. Jadi 330 kabupaten/kota ini

adalah prioritas sekaligus gambaran

awal supaya bisa menghitung

kebutuhan pembiayaan program

ini. Meskipun kedengarannya ini

merupakan target besar, namun

sebagai gambaran untuk 2010 saja,

dari target 57 kabupaten/kota yang

ikut, ternyata ada 63 kabupaten/

kota yang menyatakan siap. Kalau

ini terjadi secara konstan, bisa jadi di

2014 semua kabupaten/kota akhirnya

ikut menerapkan program PPSP.

Nugroho Tri Utomo

SSK, OWNERSHIP DAN KREDIBILITAS

2

Page 40: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

38 majalah percik november 2010

2010 2010 22010 2011

Agenda

Oktober November Desember Januari

Evaluasi Kinerja PF/CF 2010

Peneyusunan Training Need Assessment untuk

KonsultanManajemen Wilayah

Fasilitasi 3 kota pilot Program Memorandum

Penilaian Draft SSK Kota-kota 2010

Pengecekan Kesiapan Administratif kota-kota 2011

26-29 Oktober 2010Pelatihan Metode Kampanye

Sanitasi untuk Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi

(Gelombang 1) AwalDesember 2010Rapat Evaluasi Tahunan

Penyegaran PF/CFuntuk Program Memorandum 2011-2012

Rekruitmen CF/PF 2011

9-12 November 2010Pelatihan Metode Kampanye Sanitasi untuk Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi (Gelombang 2)

Minggu ketiga November 2010Pelatihan Keterampilan Komunikasi untuk Eselon 2 dan 3

Akhir November 2010Penilaian mutu SSK

Rakernas Provinsi Penjaringan Minat Kota 2012

21-22 Oktober 2010Pelatihan Web-based Monev untuk Pokja Kabupaten/Kota dan Provinsi

8-10 Desember 2010City Sanitation Summit Kediri

Konsolidasi Sinergi Program-Program

TTPS – AMPL

AwalDesember 2010Penilaian Akhir Mutu SSK

20 Oktober 2010Seminar dan Diskusi Media: Peran

Media untuk Kampanye Sanitasi

Page 41: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

39majalah perciknovember 2010

2011 2011 20112011 2011

Februari Maret April Mei Juni

Pelatihan EHRA bagi Pokja Provinsi dan Kabupaten/Kota

Pelatihan Studi Pendukung Buku Putih bagi Pokja Provinsi

Pelatihan Monev Berbasis Web bagi PMU-PIU

AkhirMaret 2011Konferensi Sanitasi Nasional III

Pelatihan Metode Kampanye Sanitasi bagi Pokja Provinsi dan Kabupaten/Kota

Pelatihan Fasilitator Baru PPSP

Pelatihan Pengelolaan Aspek Komunikasi bagi Pokja Provinsi

Pelatihan Identifi kasi Sumber dan Pendanaan Sektor Sanitasi bagi Pokja Kabupaten/Kota, Provinsi, Fasilitator, dan Tenaga Ahli KMW

Pelatihan Penyegaran SSK bagi Fasilitator

Pelatihan Penyusunan Buku

Putih dan SSK bagi Pokja Provinsi

Workshop Memorandum Program bagi

PMU-PIU

Pelatihan Fasilitasi Penyusunan

Memorandum Program bagi Pokja

Provinsi

Pelatihan Penyusunan

Memorandum Program untuk

Pokja Kabupaten/Kota

AGENDA PPSP

2010–2011

Page 42: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

40 majalah percik november 2010

Kata Mereka

RW 08 Petojo Utara Jakarta Pusat begitu populer dan

kerap dikunjungi baik oleh tamu domestik maupun

mancanegara. Tujuan mereka umumnya untuk melihat

lebih dekat dan mencontoh keberhasilan kawasan yang

terdiri dari 14 RT ini dalam hal pengelolaan sanitasi. Tahun

2009, Ketua RW-nya Irwansyah Andi Idrus, memperoleh

penghargaan Kalpataru.

Berikut petikan wawancara singkat dengan Irwansyah.

Pendapat Anda tentang Pembangunan Sanitasi

Indonesia ?Pembangunan sanitasi harus komprehensif, seluruhnya. Tidak

hanya pekerjaan pemerintah tapi utamanya juga masyarakat.

Dan yang lebih penting lagi adalah mengubah perilaku

masyarakat. Ini yang sulit. Masyarakat harus disadarkan dulu

dan tahu sanitasi itu apa.

Program-program apa saja yang ada di Petojo?

Sejak tahun 2006 dibantu USAID di RW kami menjalankan

program sanitasi melalui MCK yang ramah lingkungan

dengan teknologi modern, Dewats (Decentralized

Wastewater Treatement System, di mana 90 persen air

limbah dapat dimurnikah kembali --red). Awalnya sekali,

kita (RW 08 Petojo) melakukan perbaikan nutrisi melalui

posyandu, kemudian mulai bergulir program-program

kebersihan seperti pengomposan, daur ulang sampah

plastik atau penghijauan. Kita juga menjalankan CTPS dan

sejak Mei 2006 kita juga menyelenggarakan kerja bakti

bersih-bersih Kali Krukut, setiap tiga bulan sekali. Dari situ

berturut-turut ada bantuan membangun sarana publik

toilet umum.

Menurut Anda program pembangunan sanitasi

yang pas untuk Indonesia seperti apa?Yang paling tepat adalah kita harus memetakan dulu suatu

wilayah, (berapa) masyarakat yang menggantungkan dirinya

dengan MCK umum, nggak punya MCK atau punya MCK di

rumahnya. Dari situ saja bisa kelihatan apa yang bisa dilakukan

bersama. Yang utama memang sumber pendanaan itu harus

ada di pemerintah, bagaimana penggunaannya, pelakunya

semua kembali ke masyarakat. Harus ada keterlibatan

keduanya, pemerintah dan masyarakatnya. (NC/HI)

Irwansyah Andi Idrus

Ketua RW 08 Kelurahan Petojo Utara Jakarta PusatPenggiat sanitasi, peraih Kalpataru tahun 2009

PEMBANGUNAN SANITASI

HARUS KOMPREHENSIF

MCK ++ di RW 08 Ke-lurahan Petojo Utara Jakarta Pusat

Page 43: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

41majalah perciknovember 2010

Page 44: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

42 majalah percik november 2010

Bonek, (27 tahun)Penjaga Toilet Umum Stasiun

Toilet di sini rutin disedot. Tiap macet kita pasti sedot. Bisa tiga bulan sekali. Biar orang nyaman memakainya. Ya, meskipun yang pakai toilet umum bukan orang kaya, tapi tetep semua orang butuh buang air bukan? Penting toilet selalu dijaga kebersihan dan diperbaiki. Kalau toilet bersih kan enak juga.

Ida, (39 tahun)Guru TK

Di depan (lokasi) TK kita ada got. Alhamdulillah lancar.. di TK kita WC-nya juga berfungsi dengan baik meskipun sangat sederhana dan belum dikeramik. Sebisa mungkin anak-anak tahu dan diajari dua hal: membuang sampah pada tempat nya dan cuci tangan sebelum makan. Ini penting. Kesehatan anak-anak terjaga dan mereka punya wawasan hidup sehat.

Tidak perlu kemampuan supranatural, hipnotis atau perangkat penyadapan

yang super canggih untuk tahu isi benak warga Jakarta tentang sanitasi. Luangkan

waktu lima menit untuk bertanya mengenai hantu-hantu kekhawatiran

yang mengitari got, air limbah atau sampah lingkungan. Tokoh-tokoh dalam

artikel ini sudah benar-benar mewakili pendapat kita sebagai warga kota. Tak

perlu takut untuk berbagi opini, karena sanitasi memang untuk diurusi bersama.

Betul betul betul...?

MEREKA BICARA

SANITASI

Irland F, (24 tahun)Pegawai Swasta

Sebaiknya pemerintah menggalakkan 3R dan dimulai dari tingkat rumah tangga dengan mengedepankan peran ibu-ibu. Sebab ibu-ibu yang paling berperan dalam produksi sampah (di rumah tangga). Dan yang tidak kalah penting, harus ada master plan sanitasi dan dijalankan dengan baik, jangan penyelesaikan secara instan saja.

Asep, (35 tahun)Penjual Buah

Di kampung saya orang masih buang air di kali. Seumur-umur semua orang buang air ke kali. Mestinya ada aja kampung-kampung yang dilewatin kali kaya kampung saya, di situ orang-orang pasti lebih demen buang air di kali. (Justru) di situ itu mestinya ada pembangunan WC-WC umum yang bener, bukan WC cemplung empat sampai lima kotak.

Kata Mereka

Deni, (38 tahun)Tukang Parkir

Masyarakat di wilayah saya suka buang sampah di kali. Kenapa? Karena sebenarnya tidak ada tempat sampah bersama yang disediakan. Berapa sih sampah yang bisa diangkut tukang sampah RW? Sudah cuman sekantong, itu juga nggak rutin saban hari. Padahal kita sering banget nyampah. Mestinya ada tempat sampah bersama, tiap kelurahan atau RW.

Page 45: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

43majalah perciknovember 2010

Kanta, (56 tahun)Supir Bajaj

Deket bengkel tempat saya tinggal ada kebonan, banyak sampah daun-daun dari kebon, jadi banyak nyamuk. Sampah model apapun mesti diperhatikan kalau dekat dengan tempat tinggal harus diberantas karena bisa jadi sarang nyamuk. Sampah-sampah daun ini mesti dikubur. Di Jakarta kan banyak pengolahan sampah kalau di desa jarang. Mestinya sampah-sampah itu dipikirin mau diapain. Biar semua orang sehat.

Kasim, (68 tahun)Pemulung Sampah

Seneng sih kalau liat sampah kardus dan plastik banyak tapi kadang nggak sedap juga dipandang mata. Ya, sampah mestinya memang dibersihin pemerintah tapi disisain dong buat kita. (Sampah) yang kita kumpulkan ini nantinya kan dibawa ke pabrik dan (akhirnya) diolah juga.

Ririn, (32 tahun)Penjual Kopi

Sampah di kali mestinya dibersihin secara rutin. Buang sampah juga harus gampang, harus ada tempatnya. Sampah juga mestinya diolah lagi nggak dibuang begitu aja, jadi barang lagi atau digimanain lagi. Sampah kan suka ada manfaatnya.

Sri Erni, (56 tahun)Ibu Rumah Tangga

Kita sering melihat perumahan yang tampak “baik-baik” saja, padahal gotnya mampet. Got seharusnya dibuat agak dalam, setengah meter misalnya, dan pakai tutup. Dan setiap gorong-gorong dibuat saringan. Jadi sampah bisa diangkut secara reguler. Kalau sampah numpuk, akhirnya (banyak sarang) nyamuk dan (masyarakat sekitar) jadi pada sakit bisa-bisa. Masyarakat kurang peduli masalah ini. Pemerintah sepertinya sudah mengelola sanitasi, tapi harus ada pembangunan got yang terencana agar tidak meluap (airnya).

Sugimin, (46 tahun)Pemilik Rumah Makan

Air cucian dari rumah makan ini kita buang di got. Nggak ada masalah, lancar. Tapi got memang harus ditangani. Resapan air juga harus diperhatikan, jangan sampai jadi gedung mewah. Waduk jangan sampai jadi apartemen atau mall. Jangan (mereka) yang kaya saja yang diutamain, mereka yang nggak punya rumah itu yang mesti dipikirin pemerintah.

Page 46: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

44 majalah percik november 2010

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) yang

dicanangkan oleh pemerintah pusat dengan prioritas di 330 kabupaten/kota

merupakan program yang sangat baik sebagai upaya mengejar ketertinggalan

pembangunan sanitasi di Indonesia. Berkaitan dengan target program PPSP

untuk menghentikan kebiasaan buang air besar (BAB) sembarangan pada tahun

2014, penanganan sampah melalui pengurangan timbunan dari sumbernya dan

penanganan sampah yang ramah lingkungan, serta pengurangan genangan

air di kawasan perkotaan, Mercy Corps Indonesia menyambut baik karena ini

berarti akan ada program sanitasi terfokus yang saling mendukung antara

pemerintah pusat, masyarakat, dan lembaga nirlaba – bahkan mungkin pihak

swasta.

Namun, ada tantangan khas bagi isu sanitasi, air, dan

lingkungan di wilayah kumuh perkotaan yaitu sempitnya

lahan yang berakibat sulitnya masyarakat membangun

fasilitas sanitasi – selain karena rendahnya tingkat

pendapatan. Tantangan lainnya adalah cara mengubah

perilaku hidup sehat dan bersih dalam masyarakat

perkotaan. Peran PPSP sangat diharapkan terutama dalam

penyediaan opsi-opsi teknologi yang disesuaikan dengan

kondisi lahan serta terjangkau bagi pemerintah dan

masyarakat. Bahkan jika mungkin ada pola pembiayaan

yang tepat dari pemerintah. Dari sisi koordinasi, PPSP

diharapkan bisa memetakan pelaku sanitasi dan

spesifi kasinya masing-masing. Dengan demikian integrasi

antar pelaku bisa dimungkinkan untuk mempercepat

pencapaian target sanitasi dan bahkan nantinya bisa

direplikasi di wilayah lain.

Mercy Corps sendiri telah menjalankan berbagai program peningkatan

kapasitas masyarakat daerah perkotaaan terkait water sanitation (watsan) di

daerah perkotaan. Misalnya melalui program Community Based Sanitation (CBS)

kerjasama dengan ESP-USAID dengan pembangunan MCK komunal yang

Oleh : Harum Sekartaji

Communications Coordinator Mercy Corps Indonesia

“ DENGAN ADANYA PROGRAM PPSP INI, MAKA DIHARAPKAN

MASYARAKAT TIDAK HANYA MENJADI TARGET

PROGRAM NAMUN SECARA AKTIF DILIBATKAN KARENA SANITASI DAN KESEHATAN

LINGKUNGAN MERUPAKAN ISU BERSAMA, BUKAN

MERUPAKAN MASALAH MASYARAKAT.“

PPSP dan Tantangan

PEMBANGUNAN SANITASI DI MASA

DEPAN

Kata Mereka

Page 47: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

45majalah perciknovember 2010

dilengkapi instalasi pengolahan air

limbah (IPAL) di Kelurahan Petogogan,

Jakarta Selatan dan Pademangan

Barat, Jakarta Utara. Program ini

telah berakhir Desember 2009.

Melalui program HP3 (Healthy Places

Prosperous People) di Penjaringan,

Jakarta Utara, dengan penyediaan

akses air bersih melalui sistem

pengelolaan air bersih berbasis

masyarakat, pembersihan got, dan

pengomposan sampah rumah

tangga. Lalu melalui PUSH (Program

of Urban Sanitation and Health) di

Kalideres, Jakarta Barat dengan

pembangunan modular tangki

septik yang dapat dipasang di rumah

perkotaan kumuh dengan lahan

yang sangat sempit serta promosi

kesehatan untuk menghentikan

kebiasaan BAB di got dan mencuci

tangan pada saat kritis. Juga melalui

program RW Siaga Plus Plus yang

didanai oleh USAID di kelurahan Duri

Utara, Duri Kosambi dan Pekojan

Jakarta Barat serta Margahayu, Bekasi

yang berfokus pada pembangunan

infrastuktur air bersih dan sanitasi

seperti tangki septik komunal, jamban

ramah anak, sanitasi sekolah, tempat

cuci tangan pakai sabun, serta

promosi perilaku hidup bersih dan

sehat guna mengubah perilaku sehat

dan meningkatkan gizi balita.

Dengan pendekatan kepada

pembangunan kapasitas masyarakat

dan melibatkan seluruh komponen

masyarakat, target akan lebih mudah

tercapai. Mercy Corps akan terus

mengambil peran dan berkontribusi

meningkatkan akses masyarakat

terhadap air minum, sanitasi,

dan kebersihan lingkungan serta

upaya perubahan perilaku guna

menurunkan angka kekurangan gizi

pada balita.

Anak Kecil Pun Bisa Diajari Hidup Bersih dan Sehat

Page 48: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

46 majalah percik november 2010

Enam kota ikut dalam program ini yakni Blitar,

Payakumbuh, Banjarmasin, Surakarta, Jambi, dan Denpasar.

Dalam tahap awal perkembangannya, muncul berbagai

pengalaman yang berbeda antarkota tersebut.

Dari situlah muncul gagasan untuk berbagi pengalaman

antar kelompok kerja (Pokja) Kota ISSDP melalui lokakarya.

Pertemuan pertama berlangsung di Banjarmasin pada

2006 dalam sebuah pertemuan bertajuk “Lokakarya

Sanitasi Enam Kota ISSDP” atau dikenal “City Sanitation

Summit”. Pada pertemuan itu kota-kota menyepakati untuk

mengadakan pertemuan setiap tiga bulan sebagai sarana

pertukaran informasi antara pokja pusat dan pokja kota

serta sesama pokja kota.

Pada CSS ke-2 di Blitar, 27 Maret 2007 lahir ‘Deklarasi Blitar’.

Ini adalah fenomenal. Walikota Blitar, Walikota Banjarmasin,

Sekda Jambi, Kepala Bappeda Surakarta, Asisten Daerah II

Denpasar, Kepala Dinas Kesehatan Payakumbuh, Tim Pokja

Sanitasi Pusat menyatakan dukungan mereka terhadap

percepatan program pengembangan sanitasi di perkotaan

yang berpihak pada masyarakat miskin.

Setelah Deklarasi Blitar lahir, isu sanitasi mulai terangkat.

Kota-kota itu terus menggenjot pembangunan sanitasi

mereka sebagai wujud implementasi Deklarasi Blitar

melalui rencana aksi yang memiliki target dan sasaran

terukur secara spesifi k. Selain itu, kota-kota pionir

sanitasi ini pun menganjurkan bagi kota-kota lain untuk

bergabung dalam menyusun kebijakan, program dan

kegiatan pengarusutamaan pengembangan kualitas

sanitasi di perkotaan yang lebih berpihak kepada

kepentingan warga masyarakat khususnya warga miskin.

Program Pengembangan Sektor Sanitasi Indonesia/

Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) mendorong lahirnya kota-kota yang peduli terhadap sanitasi.

Sejak diluncurkan pada 2006, program ini berhasil membangun ‘laboratorium’

pengembangan sanitasi berskala kota.

City Sanita on Summit (CSS)

USAHA DAERAH

MENGANGKAT ISU SANITASI

Event‘Ditodong’: Direktur Perumahan

dan Permukiman Bappenas Budi Hidayat bersama para jurnalis di

CSS VIII Tegal, Juli 2010.

Page 49: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

47majalah perciknovember 2010

CSS pun terus dilakukan di enam

kota secara bergilir: di Denpasar,

Payakumbuh, Solo dan Jambi.

Pesertanya pun bertambah seiring

dengan masuknya enam kota

baru dalam ISSDP tahap 2, yakni

Bukittinggi, Kediri, Batu, Pekalongan,

Padang, dan Tegal. Pada CSS VI di

Jambi 22 Oktober 2009 lahir Deklarasi

Jambi. Dua belas walikota sepakat

mendeklarasikan Aliansi Kota Peduli

Sanitasi (AKOPSI). Ini baru pertama

kali di Indonesia ada sebuah aliansi

pemerintah daerah yang memiliki

komitmen serta keinginan kuat untuk

meningkatkan kualitas kehidupan

masyarakat melalui pembangunan

sanitasi kawasan perkotaan.

Lahirnya aliansi kota peduli sanitasi

diharapkan berperan untuk

mendukung proses replikasi strategi

sanitasi kota (SSK) di kota-kota

yang memiliki komitmen untuk

mempercepat pembangunan sanitasi

karena komitmen semua stakeholders

kota merupakan salah satu kunci

keberhasilan pembangunan sanitasi

di Indonesia.

Dalam CSS VII di Bukittinggi, Sumatera

Barat, jumlah kota yang peduli sanitasi

kian bertambah sejalan dengan

program Percepatan Pembangunan

Sanitasi Perkotaan (PPSP). Bahkan

kepedulian itu pun muncul dari

pemerintah kabupaten. Menyadari

hal tersebut, Aliansi Kota Peduli

Sanitasi (AKOPSI) membuka diri bagi

keanggotaan pemerintah kabupaten.

Dalam rangkaian diskusi pada

CSS VII tersebut, anggota AKOPSI

menyepakati untuk mengubah

nomenklatur AKOPSI menjadi

AKKOPSI (Aliansi Kabupaten/Kota

Peduli Sanitasi). Dalam CSS ini, Kota

Pontianak dan Kota Balikpapan resmi

menjadi anggota AKKOPSI.

Selama 2010, tiga CSS digelar. Setelah

di Bukittinggi, CSS berlangsung di

Kota Tegal pada Juli 2010 dan Kota

Kediri pada Oktober 2010. Semua

dalam rangka mengangkat isu

sanitasi ke level yang lebih tinggi

secara terus menerus.

Sebagai organisasi yang baru berdiri, banyak orang belum mengetahui apa itu Aliansi Kabupaten/Kota Peduli Sanitasi (AKKOPSI). Padahal dari organisasi kecil ini muncul inisiatif untuk menjadikan kabupaten/kota di Indonesia memiliki kepedulian lebih dalam hal sanitasi. Seperti apa organisasi ini dan bagaimana langkah organisasi ini ke depan, kami mewawancarai Ketua AKKOPSI dr H Rd Bambang Priyanto. Berikut petikannya.

Bisa dijelaskan latar belakang

berdirinya AKKOPSI?

AKKOPSI lahir dari wujud nyata

komitmen pemerintah kabupaten kota

untuk memberikan prioritas terhadap

pembangunan dan pengembangan

sanitasi. AKKOPSI dideklarasikan pada

tanggal 22 Oktober 2009 yang selanjutnya

dikenal dengan ”Deklarasi Jambi”. Ada 12

kota pertama yang bergabung.

Mengapa AKKOPSI ini penting?

AKKOPSI secara tegas akan

memperjuangkan dukungan kebijakan

konkret pemerintah terhadap

pembangunan sanitasi di kabupaten/kota

agar memberi dampak yang lebih besar,

baik bagi anggota AKKOPSI dan segenap

lapisan masyarakat Indonesia.

Apa saja yang dilakukan AKKOPSI

dalam pembangunan sanitasi

selama ini?

AKKOPSI merupakan salah satu

pemangku kepentingan yang turut

memegang peranan penting dalam

pencapaian Program Nasional –

Percepatan Pembangunan Sanitasi

Permukiman. Di tahap awal ini AKKOPSI

fokus pada pertukaran informasi,

transfer pengetahuan dan pertukaran

pengalaman bagi sesama kabupaten

kota yang peduli sanitasi dalam bentuk

penyelenggaraan City Sanitation Summit (CSS,) yang berkerjasama dengan TTPS

dan USDP.

Ke depan, program apa yang

menjadi prioritas AKKOPSI?

Prioritas AKKOPSI ke depan ialah

pendampingan teknik dan manajemen,

pemagangan serta pendanaan bersama

dan bentuk-bentuk kerjasama lain.

Penguatan lembaga AKKOPSI juga

tengah dilakukan. Penyiapan berbagai

kelengkapan organisasi, rencana strategis

dan rencana kerja. Harapannya semua

produk organisasi ini secara operasional

nantinya sejalan dengan langkah-langkah

strategis pemerintah membangun sanitasi.

Siapa yang boleh menjadi anggota

AKKOPSI dan bagaimana caranya?

Pemerintah kabupaten/kota yang memiliki

atau sedang dalam proses penyusunan

rencana strategis sanitasi (SSK). Badan

Hukum, Lembaga dan Asosiasi yang

bergerak di bidang sanitasi juga bisa

masuk, termasuk mereka yang berjasa

di bidang sanitasi. Dengan syarat-syarat

tertentu.

Bagaimana agar pembangunan

sanitasi bisa bergerak lebih cepat?

Proses pembangunan sanitasi mengarah

pada inisiatif daerah untuk membangun

dan meningkatkan pelayanannya kepada

masyarakat, termasuk juga berkontribusi

pada program pembangunan nasional

sektor sanitasi. Agar bergerak lebih cepat,

semua pihak harus memahami dan

berkomitmen bahwa sanitasi adalah

urusan bersama, yang harus segera

ditindaklanjuti secara lebih terkoordinasi,

komprehensif dan tanggap kebutuhan.

Sanitasi Harus Jadi Inisiatif Daerahdr H. Rd. Bambang Priyanto, Ketua Aliansi Kabupaten/Kota Peduli Sanitasi (AKKOPSI)

Page 50: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

48 majalah percik november 2010

Fakta

adalah jumlah uang terbuang sia-sia setiap tahun akibat kondisi sanitasi yang buruk di Indonesia. Angka ini jelas sangat besar: setara dengan 2,3% PDB; setara dengan biaya membangun 12-15 juta unit toilet dengan tanki septic yang layak; atau sekitar 25% anggaran pendidikan nasional per setahun. Celakanya, kerugian ekonomi dan finansial itu harus ditanggung pemerintah dan masyarakat. Menurut studi Bank Dunia, kerugian tersebut bisa dikurangi jika kondisi sanitasi diperbaiki.

56 triliun rupiah

adalah investasi per kapita yang diperlukan untuk memperbaiki kondisi sanitasi, melalui: pengurangan 6-19% biaya kesehatan dan peningkatan 34-79% jumlah waktu produktif. Dengan jumlah penduduk 220 juta, angka investasi akan mencapai 11 triliun rupiah per tahun. Tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan pengeluaran untuk biaya telepon selular yang mencapai sedikitnya 35 triliun per tahun (180 juta pelanggan; 15 ribu per bulan per pelanggan).

47.000 rupiah

per tahun merupakan jumlah uang yang bisa dihemat oleh pemerintah dan masyarakat jika kondisi sanitasi diperbaiki. Sebaliknya, jika investasi tidak segera dilakukan, kerugian ekonomi yang harus ditanggung akan semakin naik seiring dengan pertambahan jumlah penduduk yang mencapai 2,8 juta per tahun.

47.000 rupiah

atau lebih dari 60 juta orang masih BAB sembarangan alias tidak menggunakan jamban atau toilet untuk menunaikan “hajat besar” mereka. Dahsyat sekali mengingat jumlah itu setara dengan seluruh penduduk Inggris, atau Prancis, atau Italia. Sulit membayangkan seluruh penduduk di negara-negara maju itu rame-rame BAB sembarangan. Bahkan, kalau memperhitungkan ada-tidaknya tangki septik dan kualitasnya, maka jumlah penduduk yang BAB sembarangan mencapai 51% atau lebih dari 110 juta orang.

24,8% penduduk

Seringkali kita tidak sadar bahwa kondisi sanitasi kita demikian buruk. Bukan karena kondisi itu tidak ada di sekitar kita, tetapi sebaliknya justru probem-problem itu begitu dekat dengan kita. Angka-angka berikut barangkali dapat membantu kita untuk menyadari bahwa persoalan yang membelit sektor sanitasi bukan persoalan kecil.

KETIKA ANGKA BICARA BANYAK

Page 51: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

49majalah perciknovember 2010

adalah produksi tinja dan urin per tahun. Kalau 51% penduduk masih digolongkan BAB sembarangan, berarti 3,2 juta ton tinja dan 32 juta meter kubik urin per tahun dibuang sembarangan: mencemari sungai, sumber air, selokan, pelataran, dan sebagainya. Atau tiap hari kita mencemari lingkungan dengan tinja seberat 8.700 gajah dan urin sebanyak volume 21 Danau Toba.

6,4 juta ton dan 64 juta meter kubik

adalah angka kejadian diare per tahun karena sanitasi buruk. Setidaknya 23.000 meninggal sia-sia dan kerugian finansial mencapai 507 milyar rupiah untuk biaya pengobatan dan perawatan. Ini juga pemborosan yang besar, sebab boleh jadi 23.000 jiwa tersebut akan terselamatkan jika kita sebelumnya menginvestasikan uang sebanyak itu pada pembangunan 125 ribu lebih toilet ber-tangki septik.

98 juta kasus

merupakan perkiraan timbulan sampah per tahun. Angka ini diperoleh dengan memperhitungkan 200 juta penduduk dengan produksi 1kg sampah per hari. Sangat disayangkan, dari jumlah itu hanya 20%-nya yang berhasil diangkut dan dibuang ke TPA. Jika dihitung, dalam sehari seberat 160.000 ton sampah tidak terangkut, dibuang sembarangan. dan pasti mencemari lingkungan. Lebih buruk lagi: 50%-nya masih layak dikompos, 16% layak jual (daur ulang atau pakai ulang), dan hanya 34% betul-betul layak buang.

73 juta ton

adalah luas genangan yang harus selesai diatasi pada tahun 2014. Ini merupakan salah satu sasaran program PPSP di di 100 kota/kabupaten.

22,500 hektar

adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencuci tangan guna membasmi 90% dari ribuan koloni bakteri yang hidup di kedua tangan kita. Bakteri-bakteri penyebab gangguan perut dan pencernaan itu berasal dari barang-barang di sekitar kita yang kelihatannya bersih. Tercatat, 80 koloni bakteri menempel di gagang telepon, 130 koloni bakteri bersarang di tombol lift, terdapat 380 koloni bakteri pada gagang pintu bis kota, mouse komputer “menyumbang” 690 koloni bakteri, serta 1.100 koloni bakteri yang menghuni gagang troli belanjaan.

2 MENIT

Page 52: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

50 majalah percik november 2010

Septic Tank atau tangki septik adalah bangunan pengolah

dan pengurai tinja manusia cara setempat (onsite)

dengan menggunakan bakteri. Tangki ini kedap air

sehingga air di dalamnya tidak meresap ke dalam tanah

dan mengalir keluar melalui

saluran yang disediakan. Tangki

septik (dengan bidang resapan)

merupakan salah satu bentuk

pengolahan limbah setempat

yang direkomendasikan sebagai

pilihan teknologi yang relatif

aman apabila memenuhi

persyaratan tertentu.

Kerja bakteri dalam melakukan

pengolahan limbah yang

memadai dalam tangki

septik bergantung pada

pengoperasian dan perawatan

yang dilakukan oleh rumah

tangga bersangkutan. Mengingat

pentingnya peran bakteri

tersebut maka perlu dihindari

masuknya bahan-bahan yang

berbahaya ke dalam tangki

septik. Bahan-bahan itu antara

lain pemutih pakaian, bahan-

bahan kimia, cat, maupun deterjen.

Dalam perawatan tangki septik, salah satu indikator

yang digunakan untuk mengetahui bahwa tangki septik

memenuhi standar adalah dilakukan atau tidaknya

pengurasan rutin terhadap lumpur tinja (indikator

ini digunakan dalam studi Environmental Health Risk

Assessment – Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan yang

dilakukan Kabupaten/Kota dalam rangka penyusunan

Buku Putih Sanitasi). tangki septik yang tidak pernah

dikuras (ataupun memiliki periode pengurasan lumpur

yang panjang) mengindikasikan bangunan tidak standar

dan berpotensi mencemari air tanah setempat.

Pengurasan lumpur dari tangki septik secara teratur

menjamin proses pengolahan air limbah berjalan optimal.

Lumpur yang berlebih akan mengurangi lamanya air

limbah tinggal di dalam septic tank sehingga mengurangi

kinerja proses pengolahan. Waktu tinggal yang disyaratkan

adalah 1,5 hari.

Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 03-2398-2002

mengenai Perencanaan tangki septik dengan sistem

resapan, memberikan pedoman mengenai ukuran

(dimensi) tangki septik dengan periode pengurasan tiga

tahun untuk digunakan bagi satu keluarga (terdiri atas 5

jiwa).

Salah satu cara untuk mengetahui waktu pengurasan

bagi tangki septik yang tidak standar atau tidak diketahui

dimensinya, adalah dengan melakukan pengecekan

ketinggian lumpur, sekitar 6 bulan sekali. Langkah-

langkahnya sebagai berikut:

Gunakan tongkat panjang yang dibungkus kain katun

warna putih pada ujungnya

Selanjutnya ukur kedalaman lumpur

Apabila tinggi lumpur sudah mencapai setengah dari

kedalaman tangki, maka tangki septik sudah perlu untuk

dikuras.

Pengurasan lumpur dapat dilakukan oleh mobil sedot tinja

milik pemerintah maupun dari pihak swasta.

Menjaga Tangki Septik

Berfungsi Baik

Panduan

Page 53: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

51majalah perciknovember 2010

Salah satu sasaran utama dalam pengelolaan sampah di

Indonesia adalah pengurangan timbulan sampah. Program

Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP)

sebagai program nasional sanitasi Indonesia menargetkan

pengurangan sebesar 20 persen atas timbulan sampah

di akhir tahun 2014. Sasaran pengurangan itu terutama

ditujukan di tingkat rumah tangga melalui penerapan

upaya 3R (reduce, reuse, recycle).

Pemilahan sampah merupakan langkah sederhana yang

dapat dilakukan setiap rumah tangga sebagai kunci awal

kegiatan 3R. Pemilahan dapat dilakukan berdasarkan

jenis sampahnya, yaitu sampah organik dan sampah

anorganik. Sampah organik di antaranya adalah sampah

sisa makanan, sayur mayur serta sampah yang mudah

membusuk lainnya. Sedangkan sampah anorganik pada

umumnya terdiri atas plastik, botol kaca, kaleng dan

semacamnya.

Salah satu

keuntungan

dari pemilahan

sampah plastik

adalah tidak

timbulnya

permasalahan

dengan bau serta

relatif rendahnya

potensi

penyebaran

penyakit

apabila

penyimpanan dilakukan di dalam rumah.

Statistik Persampahan Domestik Indonesi tahun 2008

yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup

menyebutkan bahwa sampah plastik menyumbang 14

persen (berat) terhadap total timbulan sampah domestik

di Indonesia. Potensi pemanfaatan kembali sampah plastik

perlu ditingkatkan melalui kegiatan pemilahan sampah

plastik di rumah tangga.

Kunci utama keberhasilan pemilahan sampah adalah

kesadaran untuk melakukan pemilahan. Hampir semua

anggota keluarga dapat melakukan kegiatan pemilahan,

mulai dari orang tua, anak sampai ke pembantu rumah

tangga.

Untuk memulai kegiatan pemilahan sampah plastik, setiap

keluarga dapat menyiapkan wadah yang digunakan untuk

menyimpan sampah plastik. Setiap sampah plastik yang

dihasilkan oleh masing-masing anggota keluarga langsung

dikumpulkan di wadah. Dalam periode tertentu sampah

plastik yang telah terkumpul dapat dijual ke pengepul

terdekat ataupun ke pemulung.

Selanjutnya, untuk mengelola sampah plastik yang

telah terkumpul di masing-masing rumah tangga dapat

dibentuk “Bank Sampah” yang dikelola oleh masyarakat

sekitar. Bank sampah tersebut dapat mengelola sampah

plastik yang diterima dari rumah tangga sekitarnya dengan

cara menjualnya langsung ke pengepul maupun dapat

dilakukan pengolahan terlebih dahulu.

Terdapat beragam cerita keberhasilan kegiatan pemilahan

sampah plastik di rumah tangga di Indonesia. Selanjutnya

adalah kesadaran serta kemauan kita untuk sedikit

meluangkan waktu dan tenaga melakukan pemilahan

sampah di samping tentunya mengurangi sebanyak

mungkin penggunaan sampah plastik sebagai bagian

untuk menyelamatkan bumi dan berkontribusi dalam

pengurangan timbulan sampah sebagaimana sasaran

pengelolaan sampah nasional.

Kunci Awal Pengelolaan Sampah Berwawasan Lingkungan

mnya.

tu

gan

milahan

plastik

dak

ya

lahan

bau serta

ndahnya

aran

Page 54: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

52 majalah percik november 2010

OBAT YANG

SUDAH TIDAK

TERPAKAIdiapakan ya?

Sebagian besar dari kita sudah membeli dan mengkonsumsi obat secara bijaksana, akan tetapi tetap saja masih ada obat-obatan yang akhirnya tidak terpakai.Lalu apakah obat tersebut boleh dibuang begitu saja?

Mungkin kita belum menyadari bahwa membuang obat ke lingkungan begitu saja ternyata bersifat berbahaya seperti halnya membuang racun. Ada obat-obat tertentu yang akan terurai menjadi racun, yang berbahaya tidak hanya bagi fl ora dan fauna, namun juga bagi kita sendiri maupun orang lain di sekitar kita.

Beberapa jenis obat seperti antibiotik, antiseptik, antivirus, antijamur, anticacing, dan lain-lain, jika sampai ke tanah akan menyebabkan ketidakseimbangan fl ora dan fauna mikro di dalam tanah, karena dapat membunuh mikroorganisme normal. Selain itu, khusus untuk antibiotik, dapat menyebabkan kekebalan mikroorganisme yang berbahaya terhadap antibiotik tersebut.

Selain itu, obat-obatan bekas yang dibuang akan mencemari air tanah. Atau yang dibuang ke saluran air akhirnya mengalir ke laut, mencemari ikan dan mahluk laut lainnya yang pada akhirnya masuk ke dalam perut kita.

Yang terpenting adalah jangan membuang obat begitu saja ke tempat sampah, karena dapat dijual kembali oleh pihak tak bertang-gung jawab dan tentunya sangat berbahaya bagi kesehatan orang lain.

01

LALU, APA YANG BISA KITA LAKUKAN UNTUK OBAT-OBATAN YANG SUDAH TAK (BISA) DIKONSUMSI?

Panduan

Page 55: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

53majalah perciknovember 2010

Untuk vitamin dan mineral, dapat digunakan kembali sebagai pupuk. Caranya, bila berbentuk kapsul, isi kapsul dikeluarkan. Jika berbentuk tablet, dihancurkan terlebih dahulu. Kemudian taburkan bubuk obat tersebut ke tanaman.

Kumpulkan obat-obatan yang sudah tak terpakai. Setelah agak banyak, titipkan ke apotik, rumah sakit, atau pabrik obat. Pihak-pihak tersebut biasanya melakukan pemusnahan rutin terhadap stok obat yang sudah kadaluarsa.

Kalau jumlah tablet/kapsul yang sudah kadaluarsa terdapat dalam jumlah sangat besar, dapat juga diti-tipkan di pabrik semen, untuk dijadikan campuran semen.

Jangan lupa untuk membuang terlebih dahulu kemasan obat. Misalnya stiker pada botol disobek, kotak kemasan digunting. Hal ini untuk mencegah pemalsuan obat, karena bisa saja botol berstiker obat diambil pemulung dan selanjutnya diisi obat palsu

Sisa obat yang tidak akan digunakan lagi tetapi belum kadaluarsa, dapat diserahkan pada yayasan amal yang mengadakan pengobatan gratis. Kondisi obat sebaiknya masih bagus. Artinya tablet/kapsul masih dalam wadahnya (strip, blister) yang belum dibuka, sementara untuk obat cair, tutup botol belum dibuka.Untuk vitamin dan mineral cair bisa langsung ditu-

angkan ke tanaman.

02

03

04

05

06

07

APOTIK

KEGIATAN AMAL

Page 56: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

54 majalah percik november 2010

Memobilisasi Masyarakat untuk

Kesehatan Lingkungan

Tidak banyak buku berbahasa

Indonesia yang mengangkat isu

kesehatan lingkungan sebagai topik

utama. Jarang juga kita menemukan

buku cerita atau pengalaman

lapangan yang bisa dijadikan

bahan pembelajaran atau panduan

bagi masyarakat terkait kesehatan

lingkungan.

“Panduan Masyarakat untuk

Kesehatan Lingkungan” yang

diterjemahkan oleh Yayasan

Tambuhak Sinta dari buku “A

Community Guide to Environmental

Health” yang ditulis Jeff Conant dan

Pam Fadem dan diterbitkan oleh

Yayasan Hesperian, adalah salah satu

contoh buku kesehatan lingkungan

yang mampu memotret isu-isu

kesehatan lingkungan yang rumit

dan kemudian menyajikannya dalam

dokumentasi praktik-praktik baik dan

terbaik sehingga menjadi sebuah

pembelajaran yang lebih membumi.

Buku ini tidak secara khusus

membahas isu air dan sanitasi, tetapi

hampir setengah dari 20 babnya

bercerita tentang persoalan minum

dan penyehatan lingkungan. Buku

ini lebih banyak memotret isu-isu

diperdesaan dibanding perkotaan.

Bukan juga cerita dari Indonesia,

melainkan pengalaman yang direkam

dari Ekuador, Meksiko, Brasil, negara

Latin lain. Meskipun demikian, bukan

berarti tidak ada pembelajaran yang

bisa dipetik. Sebaliknya, banyak sekali

praktik-praktik advokasi, komunikasi,

mobilisasi masyarakat, peningkatan

kapasitas, bahkan membangun

sarana-sarana berbasis masyarakat

untuk penyediaan air dan sanitasi

yang bisa kita coba terapkan di

Indonesia.

Tujuh bab pertama, bab 18, dan bab

19 membahas beragam isu terkait

air dan sanitasi. Empat bab pertama

buku ini sangat kental dengan

cerita-cerita tentang penyadartahuan

(awareness raising) tentang makna

kesehatan lingkungan dan isu-isu

yang kerap muncul. Empat bab wal

ini mampu menjelaskan dengan

gamblang, tanpa teori-teori yang

melangit, pengertian kesehatan

lingkungan, pelibatan dan mobilisasi

masyarakat, perlunya menjaga

sumberdaya, dan sebagainya. Bukan

dengan teori-teori, tetapi melalui

praktik-praktik di lapangan.

Dalam waktu lima tahun, masyarakat

kota Manglaralto, Ekuador berhasil

membangun ratusan toilet,

memasang saluran air berpipa,

menyiapkan dua TPA, mengawali

program daur-ulang, dan memulai

membantu masyarakat menyiapkan

kebun komunitas.

Isu tentang persampahan atau limbah

padat juga dibahas dalam bab 18 dan

19. Kedua bab ini juga dimanfaatkan

sebagai panduan praktis terkait

pengelolaan limbah padat seperti

pemilahan, 3R, termasuk limbah

rumah sakit.

Praktik-praktik baik dan terbaik, yang

didokumentasikan pada keseluruhan

buku ini, layak dipertukarkan di

seluruhpemangku kepentingan

terkait kesehatan lingkungan.

Kehadiran buku ini diharapkan

mampu memicu munculnya buku-

buku serupa. Dokumentasi praktik-

praktik baik dan terbaik berdasarkan

pengalaman lokal akan lebih

membumi dan efektif mendukung

kerja-kerja pembangunan sektor air

bersih dan sanitasi.

Judul:

Panduan Masyarakat untuk Kesehatan Lingkungan

Edisi terjemahan diterbitkan oleh Yayasan Tambuhak Sinta

Judul Asli Berbahasa Inggris:

A Community Guide to Environmental Health (2009)

Penulis:

Jeff Conant dan Pam Fadem dan diterbitkan oleh Yayasan Hesperian (2008)

MOBILISASI MASYARAKAT UNTUK KESEHATAN LINGKUNGAN

Info Pustaka

Page 57: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

55majalah perciknovember 2010

Laman berbentuk portal

dengan alamat www.sanitasi.

or.id. mulai dipublikasikan pada

2008 lalu. Laman ini merupakan

pengembangan dari laman www.

issdp.or.id yang ada sejak 2007.

Sebagai sebuah portal, laman

ini memuat berbagai informasi

seputar sanitasi. Di dalamnya

ada regulasi, rujukan SSK, artikel

dan kliping berita, publikasi, dan

media room. Ada satu menu

khusus yang terkait program

yakni menu PPSP (Percepatan

Pembangunan Sanitasi

Perkotaan).

Di menu publikasi ada newsletter,

buku, lembar fakta, video, bank

foto, laporan dan prosiding.

Sebagian submenu ini sedang

dalam proses konstruksi.

Di submenu video, TTPS

menyajikan beberapa tayangan

gambar hidup tentang kampanye

sanitasi. Di antaranya berjudul

‘Cuma monyet yang buang

sampah sembarangan’, dan

‘Indikator tangki septik bocor’.

Juga ada video yang berdurasi

agak panjang yakni sekitar

4 menit tentang kondisi

sanitasi Indonesia. Semua

tayangan pendek berdurasi 39

detik tersebut bisa diunduh

(download).

PPSP

Di dalam menu PPSP berbagai

informasi tentang PPSP tersedia

cukup banyak. Mulai dari PPSP

itu sendiri, rujukan SSK, laporan

PPSP, Laporan Kota/Provinsi, dan

agenda PPSP.

Di menu ‘Tentang PPSP’ ada

submenu sekilas PPSP, organisasi,

program kerja, tahapan, dan

daftar peserta PPSP. Menu laporan

tidak dibuka untuk umum

tapi khusus bagi kabupaten/

kota peserta PPSP. Di menu

inilah perkembangan capaian

kabupaten/kota bisa dimonitor

dan dievaluasi.

Bagi daerah yang sedang

menyusun Buku Putih

dan Strategi Sanitasi Kota

(SSK), menu ‘Rujukan SSK’

menyediakan banyak

informasi untuk itu.

Ada empat manual

yang bisa diunduh

yakni Manual A:

Pengenalan Program

dan Pembentukan Pokja

Sanitasi Kota; Manual

B: Penilaian dan

Pemetaan Situasi

Sanitasi Kota;

LAMAN SANITASI INDONESIAwww.sanitasi.or.id

Manual C: Penyusunan Dokumen Strategi

Sanitasi Kota; dan Manual D: Penyusunan

Rencana Tindak Sanitasi. File berbentuk pdf

dan berukuran cukup besar.

Di bagian Panduan dan Rujukan,

TTPS menyediakan beberapa

buku panduan. Di antaranya,

Pemberdayaan Masyarakat dengan

Pelibatan Jender dan Kemiskinan dalam

Pembangunan Sanitasi.

Nah bagi Anda yang ingin mengetahui

apa itu Buku Putih, SSK, EHRA, bagaimana

mengumpulkan data, membentuk Pokja dan

hal-hal terkait, Anda bisa masuk ke submenu

Informasi Dasar. Anda juga dapat mengikuti

berita-berita tentang PPSP dari berbagai media

massa di menu berita.

Sebagai laman yang tergolong baru,

pengelolanya terus mengadakan

pengembangan. Ini dalam rangka mewadahi

semua informasi tentang sanitasi dan

mendesiminasikannya kepada masyarakat agar

semua orang kian peduli sanitasi.

LAMAN SANIINDONESIAwww.sanitasi.or.id

Manual C: P

Sanitasi Kot

Rencana Tin

dan beruku

D

TT

b

55majalah perciknovember 2010

ta PPSP. Menu laporan

untuk umum

bagi kabupaten/

PPSP. Di menu

mbangan capaian

kota bisa dimonitor

asi.

yang sedang

uku Putih

Sanitasi Kota

‘Rujukan SSK’

n banyak

tuk itu.

manual

unduh

l A:

Program

ntukan Pokja

; Manual

dan

tuasi

;

pengembangan. Ini dalam rangka mewadahi

semua informasi tentang sanitasi dan

mendesiminasikannya kepada masyarakat agar

semua orang kian peduli sanitasi.

Page 58: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

56 majalah percik november 2010

Buku ini ditulis dalam dua versi, Indonesia dan Inggris. Isinya

mengangkat persoalan sehari-hari yang dianggap remeh

dan tidak menarik, namun disajikan secara ringan dan

memikat. Yaitu pengelolaan sanitasi air limbah rumah

tangga alias tinja. Melalui buku ini diharapkan

pemahaman akan kendala, kekurangan

dan peluang perbaikan

sistem sanitasi dapat

ditingkatkan. Hasil

akhirnya tentu

kita semua tergerak

untuk melakukan

perbaikan, salah satunya

dengan membangun

sewerage system sebagai

alternatif septic tank. Kelebihan

buku ini adalah kemasan yang

menarik. Bahasa ringan dan enak

dibaca. Tak seperti layaknya buku

panduan, buku ini dilengkapi banyak

ilustrasi penunjang berkualitas serta tata

letaknya yang tidak kaku dan formal.

Mari membuka mata kita bahwa bisnis

sanitasi bisa memberikan kemungkinan untuk

menambah pendapatan dan layak untuk

digarap secara serius sebagai sebuah pangsa

pasar. Diterbitkan dalam dua versi, bahasa

Inggris dan Indonesia, buku ini menyajikan

berbagai contoh bisnis di bidang sanitasi

mulai dari pengolahan atau pembuangan

limbah hingga pelayanan operasional,

perawatan ataupun penjualan produk-produk

sanitasi seperti alat penyerap lumpur atau

urin sebagai pupuk atau kompos sebagai

penyubur tanah. Dengan tata letak dan

ilustrasi yang menarik buku Bisnis Sanitasi 100

Juta Konsumen Menanti Anda ini menggugah

bagaimana sektor swasta perlu bekerja sama

dengan pemerintah, LSM dan masyarakat

untuk secara efektif meningkatkan kesadaran

berbisnis sanitasi dan berusaha mencari solusi

untuk masalah-masalah yang ada.

Judul :

Bisnis Sanitasi 100 Juta

Konsumen Menanti

Anda / The Sanitation

Business 100 Million

Customers Menanti

Anda

Penerbit :

Bappenas dan WSP

Tahun :

I, April 2008

Halaman :

27

Judul :

Sanitasi Perkotaan:

Potret, Harapan dan

Peluang. Ini Bukan

Lagi Urusan Pribadi!

/ Urban Sanitation:

Potraits, Expectation, and

Opprotunities. It’s Not A

Private Matter Anymore!

Penerbit :

Bappenas dan WSP

Tahun :

III, September, 2007

Halaman :

31

laan sanitasi air limbah rumahlo

alu

nd

n

nya

ga

Kel

san

n

ak

en

erk

aku

laan sanitasi air limbah rumah

ui buku ini diharapkan

ala, kekurangan

a

i

ebihan

n yang

dan enak

knya buku

gkapi banyak

kualitas serta tata

u dan formal.

Info Pustaka

Page 59: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

57majalah perciknovember 2010

Banyak orang masih merasa belum puas dengan

kondisi sanitasi di sekitarnya. Berbagai masalah masih

mereka jumpai, baik itu masalah persampahan ataupun

masalah air limbah domestik dan drainase. Sebagian

malah ikut merasakan langsung dampak dari buruknya

kondisi sanitasi itu. Buku ini berisi pendapat dan saran-

saran dari masyarakat dengan latar belakang yang

beragam untuk pemerintah pusat demi perbaikan

sanitasi di negeri kita. Pada awal bagian buku ini,

masyarakat menyoroti kurangnya fasilitasi sanitasi

untuk mereka. Bagian selanjutnya berisi keterlibatan

berbagai pihak, masyarakat, pihak non pemerintah

dan swasta dalam pembangunan sanitasi. Serta pada

bagian akhir adalah saran-saran agar pemerintah dapat

bekerja lebih efektif dalam melakukan percepatan

pembangunan sanitasi.

Ada berbagai hal yang perlu dipertimbangkan oleh

seseorang yang sedang merencanakan kegiatan

perbaikan kondisi sanitasi dari suatu kawasan

kumuh perkotaan. Buku ini meramu setidaknya

tujuh pesan sebagai bahan pertimbangan tersebut

berdasarkan fakta-fakta yang dijumpai pada Studi

Sanitasi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)

di Perkotaan; Gambaran Umum Nasional. Sebagian

pesannya mengingatkan kembali hal yang sudah

kita ketahui, namun sebagian faktanya juga menguak

kenyataan yang menepis mitos lama atau stereotip

umum tentang permasalahan sanitasi di kawasan

kumuh.

Judul :

Mereka Bilang Kita

Masih Perlu Kerja

Keras

Penerbit :

Bappenas, WSP-EAP,

BankDunia

Tahun :

I, April, 2008

Halaman :

43 Halaman

Judul :

Kiat Kerja Sanitasi Di

Kawasan Kumuh –

Petikan Hasil Studi

Sanitasi Masyarakat

Berpenghasilan

Rendah di Perkotaan

Penerbit :

BAPPENAS, WSP-EAP,

Bank Dunia

Tahun:

I, Mei, 2007

Halaman :

33 Halaman

Judul :

Bersama Mencipta Kota SenSANITASIonal

Penerbit :

TTPS

Tahun :

I, 2009

Halaman :

18 Halaman

Buku ini secara umum memperkenalkan

Strategi Sanitasi Kota (SSK) kepada

pejabat-pejabat kota yang tugas

kesehariannya berkaitan dengan

urusan pembangunan sektor sanitasi di

kotanya. Pembaca mendapat gambaran

SSK sebagai rencana strategi jangka

menengah kota yang komprehensif

dan solutif. Buku ini menyajikan SSK

secara singkat, padat, dan informatif.

Pada akhirnya buku ini bertujuan untuk

mendukung implementasi SSK dalam

rangka pelaksanaan program PPSP di

330 kabupaten/kota. Mencipta Kota SenSANITASIonal

Tahun :

I, 2009

Page 60: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

58 majalah percik november 2010

Buku ini berisi informasi mendasar

tentang sampah dan konsep pengelolaannya yang

dirasakan tepat saat ini. Kehadiran pemulung, pengepul

(lapak dan bandar), pihak pengompos, dan pabrikan

bahan daur-ulang tidak lagi dilihat sebelah mata,

namun menjadi tonggak keberhasilan mengelola

sampah menjadi barang bermanfaat. Seperti apa hirarki

pengelolaan sampah, jenis-jenis sampah, mana yang

boleh dibakar, mana yang bisa dijual, ataupun peluang

memanfaatkannya sebagai energi, dapat dijumpai

uraiannya pada buku ini. Informasi yang disampaikan

rasanya cukup untuk menumbuhkan pemahaman dasar

tentang perlunya kita mengoptimalkan pemanfaatan

sampah, sebagai bagian penting dari upaya pengurangan

sampah. Lebih baik berkawan dengan sampah daripada

terus menerus memeranginya.

Buku ini menjabarkan tentang sistem Pengelolaan

Sampah Berbasis Masyarakat (PSBM) berikut

tahap-tahap pengembangannya. Buku ini ditujukan

untuk para pemangku kepentingan (stakeholders)

urusan persampahan kota. Termasuk di dalamnya

adalah kelompok-kelompok masyarakat yang ingin

mengembangkan PSBM dan pihak-pihak yang ingin

membantu masyarakat. Ragam info seputar klasifi kasi

sampah, prinsip pengelolaan PSBM, tahap-tahap

persiapan masyarakat sebelum penerapan pola PSBM,

potensi kawasan permukiman yang harus diketahui,

hingga proses penyusunan Rencana PSBM, disajikan

dalam buku yang merupakan lanjutan

dari buku “Kalau Sulit Dilawan Jadikan Kawan” ini.

Judul :

Kalau Sulit Dilawan

Jadikan Kawan

Penerbit :

Kelompok Kerja

Air Minum dan

Penyehatan

Lingkungan

Tahun :

November, 2007

Judul :

Saatnya Masyarakat

Berkawan

Penerbit :

Kelompok Kerja

Air Minum dan

Penyehatan

Lingkungan

Tahun:

Desember, 2008

Judul :

Bergerak Bersama dengan Strategi Sanitasi

Kota

Penerbit :

Bappenas dan ISSDP

Tahun :

Halaman :

51 Halaman

“Bergerak Bersama dengan Strategi Sanitasi

Kota” diterbitkan dalam dua versi, Bahasa

Indonesia dan Inggris. Buku ini menekankan

pada prinsip Layanan Sanitasi Menyeluruh,

yakni berfungsi dengan baiknya sarana

sanitasi yang sudah terbangun atau terbeli,

baik dalam bentuk layanan yang disediakan

pihak lain ataupun swadaya masyarakat.

Untuk mencapai keadaan ideal tersebut,

diperlukan suatu rencana strategis jangka

menengah dalam membangun sektor sanitasi

di suatu kota yang dinamakan Strategi

Sanitasi Kota (SSK). Selanjutnya, lima tahap

kerja penyusunan SSK dibahas tuntas dalam

lima dari tujuh babnya, kemudian ditutup

dengan rencana tindak lanjut oleh SKPD

terkait setelah SSK disusun agar tidak menjadi

dokumen perencanaan semata dan bisa

dioptimalisasikan fungsinya.

“Ber

Kota

Indo

pad

yakn

sani

baik

piha

Unt

dipe

men

di su

San

kerja

lima

dul :

rgerak Bersama dengan Strategi Sanitasi gan Strategi Sanitasi

Tahun :

Info Pustaka

Page 61: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

Diperkirakan tiap hari sampah di Indonesia

mencapai 20 ribu ton! Ayo mulai pilah

sampah dari rumah, manfaatkan lagi yang

bisa diolah, pakai lagi yang bisa dipakai!

Page 62: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

60 majalah percik november 2010

Oktober 2006

Tim Pengarah Pembangunan Air Minum dan SanitasiSebuah tim interdepartemen dibentuk

pemerintah melalui SK Menteri Negara

Perencanaan Pembangunan Nasional

No.KEP.314/M.PPN/10/2006 tentang

Pembentukan Tim Pengarah Pembangunan

Air Minum dan Sanitasi. Tim ini selanjutnya

membentuk Tim Teknis Pembangunan

Sanitasi (TTPS) yang mengoordinasikan

kegiatan-kegiatan pembangunan sanitasi

serta merumuskan arah kebijakan dan strategi

pembangunan sanitasi nasional.

April 2006 - Apr 2008

ISSDP fase 1Program Pengembangan

Sanitasi ISSDP (Indonesia

Sanitation Sector Development

Program) tahap 1 diluncurkan.

Enam kota yang sasarannya

adalah Denpasar, Surakarta,

Banjarmasin,Blitar,

Payakumbuh, dan Jambi.

1 Maret 2007

Blitar , CSS 2, Deklarasi BlitarCSS II di Blitar menghasilkan

Deklarasi Blitar yang berisi

komitmen Pengarusutamaan

Program Pengembangan Sanitasi

yang Berpihak pada Masyarakat

Miskin dalam Pembangunan

Perkotaan

19 - 21 November 2007

KSNUntuk meningkatkan profi l sektor

sanitasi dan awareness para pengambil

keputusan tentang pentingnya

penanganan sanitasi diselenggarakan

Konferensi Sanitasi Nasional I.

Desember 2007

EASAN (East Asia Ministerial Conference on Sanitation and Hygiene )East-Asia Ministerial Conference on

Sanitation and Hygiene (EASAN)

Ii diselenggarakan di Jakarta.

Tujuan EASAN yang utama untuk

menggalang komitmen dalam

percepatan pembangunan nasional

anggotanya dalam mencapai target

MDG di bidang sanitasi.

22 Maret 2008

International Year of SanitationPertemuan International

Year of Sanitation 2008

melahirkan kesepakatan

untuk peningkatan

komitmen di semua

tingkat pemerintahan

7-9 November 2007

CSS Denpasar7-9 November 2007

berlangsung kembali

pertemuan kota-kota ISSDP di

Denpasar dalam forum CSS III

Desember 2006

Banjarmasin, Lokakarya Sanitasi 6 Kota ISSDP - CSS 1Lokakarya pertama kota-kota yang

tergabung dalam ISSDP Tahap 1

dilaksanakan. Lokakarya Sanitasi 6

Kota ISSDP selanjutnya lebih disebut

dengan istilah City Summit atau City

Sanitation Summit

PPSP dalam Galeri

Page 63: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

61majalah perciknovember 2010

Jun 2008 - Jan 2010

ISSDP Fase 2Fase kedua ISSDP diluncurkan sejak

Juni 2008 - Januari 2010. Enam

kota yang menjadi target pada fase

kedua ini adalah Tegal, Pekalongan,

Batu, Malang, Bukittinggi dan Kediri

7-9 Desember 2009

KSNKonferensi Sanitasi

Nasional II dibuka

oleh Wakil Presiden

Boediono. Target

Program PPSP

dilaunching dalam

KSN ini.

April 2010

Kick Off PPSPFasilitator kota

dan provinsi siap

diterjunkan untuk

membidani PPSP di 41

wilayah kota kabupaten

di Indonesia

21-22 Mei 2010

CSS BukittinggiCSS VII diselenggarakan di Bukittinggi

sebagai momen advokasi dan

konsolidasi percepatan pembangunan

sanitasi Indonesia dan forum

penguatan kemitraan untuk

mendukung pencapaian PPSP

21-22 Juli 2010

CSS Tegaldalam CSS Tegal, Nomenklatur

AKOPSI menjadi AKKOPSI (Aliansi

Kabupaten Kota Peduli Sanitasi)

seiring dengan kabupaten-

kabupaten yang berminat untuk

bergabung di dalam PPSP

September 2009

Lokakarya Penjaringan Minat PPSPDilakukan lokakarya penjaringan

minat untuk pelaksanaan PPSP

tahun 2010. dari lokakarya ini

terpilih 41 kota dan kabupaten

yang akan memulai debut PPSP

5-7 November 2008

CSS PayakumbuhCSS IV kembali

diselenggarakan, Payakumbuh

menjadi tuan rumahnya

28-30 April 2009

CSS 5 SoloSolo menjadi tuan rumah CSS V

21-23 Oktober 2009

CSS Jambi, Deklarasi Jambi, AKOPSILewat Deklarasi Jambi, 12 walikota

mengikrarkan komitmen untuk

memperjuangkan dukungan kebijakan

kongkrit pemerintah terhadap

pembangunan sanitasi kota. Deklarasi

ini merupakan cikal terbentuknya

AKOPSI (Aliansi Kota Peduli Sanitasi)

Page 64: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

62 majalah percik november 201062 majalah percik november 2010

Sejumlah walikota yang tergabung

dalam Aliansi Kota Kabupaten

Peduli Sanitasi (AKKOPSI) meminta

pemerintah pusat untuk membuat

pijakan hukum terkait pembangunan

sanitasi demi memperbaiki

kondisi sanitasi di Indonesia.

Hal ini disampaikan Walikota

Pekalongan Ahmad Basyir dalam

diskusi ‘Potret Spirit dan Tantangan

Pembangunan Sanitasi Indonesia’

yang diselenggarakan Tim Teknis

Pembangunan Sanitasi (TTPS) di

Jakarta, Rabu, 20 Oktober 2010 yang

lalu.

Hadir sebagai pembicara dalam

diskusi ini Walikota Jambi Bambang

Priyanto, Walikota Payakumbuh

Josrizal Zain, Walikota Pekalongan

Ahmad Basyir, Direktur Utama PD

PAL Jaya DKI Jakarta Lilian Sari, dan

Kasubdit Air Minum dan Air Limbah

Bappenas Nugroho Tri Utomo.

“Sudah ada kesadaran dari

pemerintah daerah untuk tidak

berpangku tangan membiarkan

lingkungannya kotor, yaitu dengan

mencanangkan program-program

perbaikan sanitasi. Namun, seringkali

prioritas pemerintah daerah dan

DPRD tidak sejalan. Karena itu, kalau

ada payung hukum mengenai

pembangunan sanitasi, jalan kami

untuk memperjuangkan anggaran

sanitasi akan lebih mudah,” jelas

Bambang Priyanto yang juga Ketua

AKKOPSI.

Ditambahkan Josrizal Zain, sanitasi

adalah salah satu aspek dominan

untuk meningkatkan kesejahteraan

rakyat. Menurutnya, suatu daerah

yang memiliki manajemen

pengolahan air limbah dan sampah

yang baik akan berdampak pada

penurunan angka kesakitan, naiknya

tingkat produktivitas, sehingga

pada akhirnya akan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi.

“Kita harapkan AKKOPSI bisa

mendorong political will pemerintah

pusat, entah kabinet atau DPR, untuk

betul-betul memberikan perhatian

dan menjadikan pembangunan

sanitasi sebagai prioritas. Dalam

perencanaan strategi sanitasi ini

memang harus ada komitmen dari

pemerintah pusat, pemerintah

daerah, parlemen, swasta, media,

LSM, masyarakat, dan semua

stakeholder terkait. Intinya harus

melibatkan semua orang,” tegas

Josrizal.

Tak hanya persoalan kemauan

politik untuk membuat kebijakan

pengarusutamaan pembangunan

sanitasi, perubahan perilaku

masyarakat tentang pentingnya

sanitasi sangat dibutuhkan. Seperti

yang terjadi di ibukota Jakarta, PD PAL

Jaya mengaku mengalami hambatan

dalam pengolahan air limbah justru

dari masyarakat.

“Iuran rumah tangga untuk

pengolahan air limbah sebenarnya

sangat murah, sekitar Rp 10 ribu

per bulan. Namun, paling maksimal

tagihan yang masuk hanya 50

persen. Mereka enggan membayar

untuk sesuatu yang mereka buang.

Padahal pengolahan air limbah ini

demi kesehatan masyarakat sendiri,

terutama untuk memperbaiki kondisi

84 persen air sungai dan sumur di

Jakarta yang sudah tercemar berat,”

tutup Lilian Sari.

AKKOPSI:

PERLU

PIJAKAN HUKUM

UNTUK

PEMBANGUNAN

SANITASI

Kilas Peristiwa - Diskusi Bersama Media

Page 65: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010
Page 66: Percik Edisi Khusus Sanitasi November 2010

Demi menyongsong hari esok yang cerah,

satukan langkah mendukung dan meneruskan

pembangunan sanitasi