Upload
oswar-mungkasa
View
1.894
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Edisi kali ini berfokus pada pembangunan sanitasi di Indonesia khususnya terkait dengan Program Pembangunan Sanitasi Permukiman 2010-2014.
Citation preview
Kebiasaan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
adalah cara super murah dan efektif untuk
mengurangi risiko penularan berbagai
penyakit, termasuk diare, fl u burung, ISPA,
Hepatitis A dan cacingan
Foto: dok. Forkami
Percik edisi khusus PPSP 2010-2014 ini didukung oleh
DARI REDAKSI
Untuk kesekian kalinya PERCIK diterbitkan dalam edisi khusus. Kali ini, kami mencoba
mengupas tuntas tentang program pembangunan sanitasi yang tengah dilaksanakan
Pemerintah di sejumlah daerah di Indonesia. Program tersebut adalan Percepatan
Pembangunan Sanitasi Permukiman atau lebih sering disingkat sebagai PPSP.
Seperti halnya edisi khusus lainnya, PERCIK menampilkan berbagai sisi dari topik utamanya.
Baik dari sisi perencanaan, latar belakang, target, sasaran, cerita lapangan, hingga pendapat
para pemangku kepentingan. Penerbitan edisi khusus ini dibantu oleh DHV B.V, MLD dan
Haskoning.
Wacana tentang percepatan pembangunan sanitasi pertama kali bergulir secara resmi
saat pembukaan Konferensi Sanitasi Nasional oleh Wakil Presiden Republik Indonesia pada
tanggal 8 Desember 2009. Kemudian, wacana ini diterjemahkan dan disepakati sebagai
program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) oleh Tim Pengarah
Pembangunan Air Minum dan Sanitasi. Rancangan PPSP sendiri dirumuskan oleh Tim Teknis
Pembangunan Sanitasi dan selanjutnya disepakati untuk dilaksanakan oleh 4 Kementerian:
Bappenas, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Dalam
Negeri.
Satu hal yang membedakan PPSP dari program sanitasi sebelumnya adalah menjadikan
perencanaan pembangunan yang lebih mendalam sebagai pilar yang amat penting.
Sejumlah 330 Pemerintah Kabupaten dan Kota didorong untuk menyusun suatu
perencanaan strategis dalam pembangunan sanitasinya. Perencanaan strategis yang
dikenal sebagai Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK) ini harus disusun sendiri oleh
pemerintahnya dengan prinsip-prinsip:bersifat multisektor; komprehensif dan mencakup
seluruh kota; berdasarkan data yang valid melalui pemetaan kondisi sanitasi; serta
merupakan penggabungan antara pendekatan top-down dan bottom-up.
Namun demikian, PPSP bukan hanya tentang perencanaan yang strategis dalam
pembangunan sanitasi. Setelah pemerintah daerah memiliki rencana strategis,
Pemerintah pusat akan memfasilitasi penterjemahan dari rencana strategis menjadi
berupa Memorandum Program agar dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dengan
mempertimbangkan prioritas yang disepakati oleh pemerintah setempat.
Mendorong sejumlah ratusan kabupaten/kota untuk menyusun SSK tentulah bukan
pekerjaan mudah. Salah satu strategi yang digunakan adalah dengan mengadopsi
pembelajaran di masa lalu yang mendorong pemerintah daerah untuk membentuk forum
koordinasi yang terdiri dari seluruh pemangku kepentingan terkait. Forum koordinasi ini
lebih dikenal sebagai Kelompok Kerja (Pokja) AMPL dan di sebagian daerah dikenal pula
sebagai Pokja Sanitasi.
Berbagai fakta, wawancara, dan pembelajaran yang kami coba tampilkan dalam PERCIK
edisi khusus ini diharapkan dapat melengkapi informasi PPSP di atas. Bagaimana kebijakan
yang disepakati di tingkat pusat, bagaimana pemerintah daerah dan provinsi menyikapi
pengarus utamaan pembangunan sanitasi, serta tak ketinggalan seluk beluk peran para
fasilitator yang bertugas mengawal pelaksanaan PPSP di lapangan.
Akhir kata, semoga pembaca memperoleh informasi yang lengkap dan lugas tentang PPSP
melalui PERCIK edisi kali ini. Lebih dari itu, kami berharap agar berbagai informasi yang kami
tampilkan dapat memperkuat komitmen kita bersama untuk membangun sanitasi yang
lebih baik bagi masyarakat. (redaksi/Oswar Mungkasa)
DA
RI R
ED
AK
SI
Pembangunan sanitasi dengan paradigma baru diharapkan mampu mengejar ketertinggalan sektor ini dibanding sektor lainnya.
04Terobosan Pembangunan Sanitasi Indonesia
Diterbitkan oleh Kelompok
Kerja Air Minum dan
Penyehatan Lingkungan
(Pokja AMPL) bekerja sama
dengan TTPS, DHV B.V, MLD,
Haskoning
Penanggung Jawab
Nugroho Tri Utomo
Pemimpin Redaksi
Oswar Mungkasa
Tim Penyusun Edisi
khusus kali ini
Andre Kuncoroyekti
Alwis Rustam
Bachtaruddin Gunawan
Dhanang Tri W.
Eko Budi H.
Fanny Putri
Hony Irawan
Iman Utomo
Mujiyanto,
Nissa Cita
Nur Aisyah
Yudi Wahyudi
Design/ilustrator:
PT Qipra Galang Kualita
Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
Alamat Redaksi:
Jl RP Soeroso No.50 Menteng, Jakarta
Pusat 10350 Telp./Fax 021-3190 4113
Sumber foto
Dok. TTPS, Dok ISSDP, Dok Qipra
14
40
42
46
48
17
20
Sanitasi Baik, Anggaran Kesehatan Turun
Pembangunan SanitasiHarus Komprehensif
Mereka BicaraSanitasi
Usaha Daerah Mengangkat Isu Sanitasi
Ketika Angka Berbicara Banyak
PenguatanKelembagaanSanitasi
MengintegrasikanSanitasi ke ProgramEksekutif
Payakumbuh adalah satu dari sedikit kota di Indonesia yang serius menangani isu-isu sanitasi. Belum genap tiga tahun, Pemkot Payakumbuh berhasil melaksanakan sejumlah program sanitasi dan memberi dampak positif pada masyarakat.
Cerita sukses dari Blitar dimana Pemkot tidak menemui kesulitan ketika memfasilitasi dan mereplikasi terbentuknya Pokja hingga ke tingkat kecamatan dan kelurahan.
‘Kepiawaian’ Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kota Tegal, Jawa Tengah, bisa menjadi contoh betapa sanitasi bisa menembus eksekutif dan legislatif.
30
28
32
Tantangan Kita, Menjaga Komitmen Bersama
Sanitasi Harus Terus Dibicarakan dan Konkret
Pembangunan Sanitasi HarusDipercepat
Kementerian Kesehatan merupakan salah satu institusi yang memiliki peranan penting dalam hal upaya advokasi, edukasi dan pemberdayaan bagi aspek komunikasi kebijakan penyehatan lingkungan, termasuk sektor sanitasi.
Kementerian Pekerjaan Umum sebagai salah satu instansi yang berperan dalam menyediakan infrastruktur bagi masyarakat tak ingin mengulang kesalahan masa lalu yang hanya memikirkan target fisiknya saja tanpa memperhitungkan faktor lainnya.
Setiap hari diperkirakan sebanyak 14.000 ton tinja dan 176.000m3 urine terbuang ke badan air, tanah, danau dan pantai yang menyebabkan 75 persen sungai tercemar berat dan 70 persenair tanah di perkotaan tercemar bakteri tinja.
>>
Laporan Utama
5majalah perciknovember 2010
Buruknya kondisi sanitasi (baca Ketika Angka Bicara Banyak) bukan saja disebabkan terbatasnya
akses penduduk dan kualitas fasilitas sanitasi, tetapi juga masih rendahnya kesadaran dan
pemahaman masyarakat tentang isu-isu sanitasi dan kesehatan.
Tentu kondisi tersebut tak bisa dibiarkan. Perlu ada lompatan pembangunan sanitasi. Caranya,
sanitasi harus menjadi salah satu prioritas pembangunan. Hal itu membutuhkan komitmen
dan dukungan semua pihak di semua level terutama para penentu kebijakan. Nah, Program
Nasional Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) menjadi jembatan untuk
mewujudkan impian pembangunan sanitasi yang lebih baik ke depan.
Pembangunan sanitasi dengan paradigma baru diharapkan mampu mengejar ketertinggalan sektor ini
dibanding sektor lainnya.
TEROBOSAN PEMBANGUNAN
SANITASI NASIONAL
Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP)
Foto
: Do
k. T
TPS
Duduk Bersama: Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Armida S. Alisjahbana, dan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dalam Konferensi Sanitasi Nasional II yang bertema “Mempercepat Pem-bangunan Sanitasi untuk Memenuhi Pelayanan Dasar Rakyat” di Jakarta, Desember 2009.
6 majalah percik november 2010
Laporan Utama
Kebijakan pembangunan sanitasi
era sebelumnya tak layak lagi
dipertahankan. Potret buram
harus segera dihilangkan. Kegagalan
demi kegagalan menjadi bahan
pembelajaran. Pembangunan sanitasi
butuh terobosan dan lompatan. Semua
itu hanya bisa terwujud bila sanitasi
telah menjadi prioritas pembangunan
dan urusan bersama: pemerintah pusat,
pemerintah daerah, swasta, negara
donor, dan masyarakat.
Berdasarkan pembelajaran sebelumnya,
pembangunan sanitasi sukses bila ada
perencanaan dan strategi yang tepat.
Bukan sekadar persoalan anggaran.
Perencanaan dan strategi tersebut
mencakup seluruh aspek sanitasi
ditambah koordinasi dan sinergi
antarpihak-pihak yang berkepentingan.
Komitmen, strategi, koordinasi, dan
sinergi menjadi penggerak lahirnya
lompatan pembangunan sanitasi. Inilah
paradigma baru pembangunan sanitasi.
TERUJI
Paradigma baru pembangunan sanitasi
ini telah teruji. Ini dibuktikan dengan
keberhasilan enam kota percontohan
yang mengikuti program pembangunan
sanitasi melalui Indonesia Sanitation
Sector Development Program (ISSDP) pada
tahun 2006 hingga 2008. Denpasar, Blitar,
Surakarta, Banjarmasin, Payakumbuh, dan
Jambi menjadi laboratorium pertama
penyusunan strategi sanitasi kota.
Perencanaan pembangunan sanitasi
kota jangka menengah ini kemudian
disebut sebagai Strategi Sanitasi Kota
(SSK). SSK menjadi acuan pembangunan
sanitasi kabupaten/kota selama lima
Pembangunan Tangki Septik Komunal
Foto
: Do
k. T
TPS
7majalah perciknovember 2010
tahun ke depan bagi pemerintah
kabupaten/kota. SSK mengikat
para pemangku kepentingan untuk
melaksanakannya.
Dalam paradigma baru ini posisi
pemerintah pusat tidak lagi berada
di depan. Pemerintah pusat
hanya berfungsi memfasilitasi.
Seluruh perencanaan sepenuhnya
dilaksanakan oleh pemerintah
kabupaten/kota.
Sukses dengan laboratorium
pertama, model pembangunan
sanitasi dilanjutkan dengan
ISSDP tahap II 2007-2009. Enam
kota baru menjadi peserta yakni
Tegal, Pekalongan, Batu, Malang,
Bukittinggi, dan Kediri. Berbagai
kekurangan sebelumnya dievaluasi
dan dimatangkan pada tahap ini.
Pemerintah provinsi dilibatkan
lebih aktif. Dokumen SSK disusun
lebih sederhana dan mudah
dipahami.
Banyak pihak mulai melihat
keberhasilan terobosan ini.
Sejumlah kota mereplikasikan
pendekatan baru tersebut.
Kota-kota itu difasilitasi oleh
mitra pemerintah di antaranya
Enviromental Service Program (ESP).
PPSP
Keberhasilan kota-kota ISSDP
menyusun SSK menjadi landasan
bagi pengembangan sanitasi
di seluruh Indonesia. Tim Teknis
Pembangunan Sanitasi (TTPS)
kemudian mempromosikan SSK ini
sebagai cetak biru pembangunan
sanitasi komprehensif di kawasan
perkotaan.
Sebagai implementasinya,
pemerintah kemudian
meluncurkan Program Nasional
Percepatan Pembangunan Sanitasi
Permukiman (PPSP) pada saat
Konferensi Sanitasi Nasional ke-2 di
Jakarta awal Desember 2009.
PPSP pada dasarnya adalah sebuah
roadmap pembangunan sanitasi
di Indonesia. Roadmap ini akan
diterapkan secara bertahap di
330 kabupaten/kota di seluruh
Indonesia mulai 2010 hingga 2014.
Daerah tersebut dinilai rawan
masalah sanitasi.
Di samping untuk mengejar
ketertinggalan dari sektor-
sektor lain, roadmap sanitasi
juga dimaksudkan untuk
mendukung upaya Pemerintah
Indonesia memenuhi tujuan-
tujuan Millennium Development
Goals (MDGs). Khususnya yang
terkait dengan Butir 7 Target
ke-10 MDG, yakni “mengurangi
hingga setengahnya jumlah
penduduk yang tidak punya akses
berkelanjutan pada air yang aman
diminum dan sanitasi yang layak
pada tahun 2015.” Target ini bisa
dipenuhi secara kuantitif, tetapi
secara kualitatif layanan yang
tersedia masih belum memadai.
PPSP atau roadmap sanitasi
Rombongan Petinggi: Wakil Presiden RI Boediono mem-
buka KSN II di Istana Wakil Presiden, Desember 2009.
8 majalah percik november 2010
EHRA adalah sebuah survei partisipatif
di tingkat kota yang bertujuan untuk
mengetahui kondisi sarana dan prasarana
sanitasi, kesehatan/higienitas, serta perilaku
masyarakat yang dapat dimanfaatkan
untuk pengembangan program sanitasi dan
advokasi di tingkat kota hingga kelurahan.
Studi EHRA di antaranya untuk mengetahui:
1. Sumber air (minum, cuci, mandi,
kelangkaan air)
2. Perilaku cuci tangan pakai sabun
3. Pembuangan sampah (cara utama,
frekuensi pengangkutan, pemilahan)
4. Jamban dan perilaku buang air besar
(BAB); Pembuangan kotoran anak
5. Kondisi jalan dan drainase serta
pengalaman banjir
Metode EHRA mencakup kegiatan seperti:
pengumpulan data, sampling, dan analisis.
Data dikumpulkan dengan wawancara
dan pengamatan/observasi. Sedangkan
respondennya adalah ibu (perempuan
menikah atau janda) berusia antara 18 – 60
tahun. Pemilihan ibu berdasarkan urutan/
tabel prioritas sebagai berikut: (1) kepala
rumah tangga (orang tua tunggal/janda);
(2) istri kepala rumah tangga, (3) anak
rumah tangga, dan (4) adik/kakak kepala
rumah tangga.
Di tingkat kabupaten/kota, data
primer yang dikumpulkan riset EHRA
dimanfaatkan sebagai salah satu bahan
penyusunan Buku Putih Sanitasi Kota.
Selain untuk merencanakan program
pengembangan sanitasi di kota, data EHRA
pun dimanfaatkan sebagai tolak ukur
keberhasilan program sanitasi di tingkat
kota.
EHRA
STRATEGI SANITASI KOTA SSKStrategi Sanitasi Kota (SSK) merupakan
rencana pembangunan sanitasi jangka
menengah kabupaten/kota yang bersifat
komprehensif dan terintegrasi. Di dalamnya
terkandung visi, misi, tujuan, dan sasaran
pembangunan sanitasi, zona dan
sistem layanan sanitasi, isu-isu strategis
dalam pengelolaan sanitasi, strategi
pembangunan sanitasi, serta program dan
kegiatan jangka menengah dan tahunan.
SSK berguna sebagai acuan pembagian
peran antarpelaku pembangunan sanitasi
sekaligus sebagai kendali bagi realisasi
pembangunan sanitasi yang berbasis
kinerja. Keberadaan SSK menjadi gambaran
kebutuhan pendanaan sanitasi tahunan
dan jangka menengah.
Penyusunan SSK menggunakan prinsip
kerja skala kota dan multisektor; dari, oleh
dan untuk Pokja; sinkronisasi perencanaan
top-down dan bottom-up; dan
berdasarkan data empiris.
Sebelum SSK tersusun, kabupaten/kota
harus terlebih dahulu memiliki gambaran
karakteristik dan kondisi sanitasi, serta
prioritas/arah pengembangan kabupaten/
kota dan masyarakat. Gambaran nyata
kondisi sanitasi ini dituangkan dalam Buku
Putih Sanitasi.
merupakan muara berbagai aktivitas
terkait pembangunan sektor sanitasi
yang berlangsung beberapa tahun
terakhir. Dimulai dengan Konferensi
Sanitasi Nasional, November 2007,
yang merintis kesepakatan langkah-
langkah penting pembangunan
sanitasi seiring pencapaian MDGs,
penyelenggaraan International Year
of Sanitation, 2008, yang mampu
meningkatkan kesadaran dan
komitmen pemerintah pusat dan
daerah, dan Konvensi Strategi Sanitasi
Perkotaan, April 2009, yang berhasil
mengidentifi kasi isu-isu terkait
sektor sanitasi dan memperkenalkan
pendekatan strategi sanitasi kota
yang lebih praktis.
PPSP diarahkan pada upaya
memenuhi tiga sasaran, yakni:
Menghentikan perilaku buang air
besar sembarangan (BABS) pada
tahun 2014 di perkotaan dan
perdesaan.
Pengurangan timbunan sampah
dari sumbernya dan penanganan
sampah yang ramah lingkungan
Pengurangan genangan di 100
kabupaten/kota seluas 22.500
hektar.
Berikut adalah ringkasan roadmap
PPSP (Tabel 1)
Laporan Utama
9majalah perciknovember 2010
PROGRAM KERJA
PPSP diiplementasikan dengan
mendorong pemerintah daerah
menyusun SSK kabupaten/kota
mereka masing-masing. Hanya
dengan SSK yang komprehensif,
berskala kota, menggabungkan
pendekatan top-down dan bottom-
up, berdasarkan data aktual,
pembangunan sektor sanitasi
yang berkelanjutan bisa dijamin.
SSK diharapkan menjadi cetak biru
perencanaan pembangunan sektor
sanitasi di kabupaten/kota.
Perencanaan program PPSP
berlangsung sejak September 2009.
Ini diawali dengan membangun aspek
PPSP merupakan program yang melibatkan
semua jenjang pemerintahan. Jalinan kerja
sama antarjenjang pemerintah menjadi
kunci keberhasilan program ini. Secara
implementasi, program ini berlangsung
di tingkat kabupaten/kota. Namun
pemerintah provinsi pun memiliki peran
yang tak kalah penting.
Pemerintah provinsi mengemban
tanggung jawab sebagai berikut:
1. Mengawal pelaksanaan PPSP di kota-
kota pada tahun 2010 dalam:
- Memastikan tersusunnya SSK secara
tepat waktu dan sesuai standar;
memastikan prosesnya berjalan
lancar; dan mengevaluasi prosesnya.
- Mengemban tanggung jawab
menyelesaikan kelengkapan pokja
(di provinsi dan kabupaten/kota);
dan mengadvokasi kabupaten/
kota untuk segera melengkapi/
menyiapkan kelengkapan pokja jika
masih ada yang belum lengkap.
- Mengawal penyelesaian Draft Buku
Putih hingga waktu yang disepakati.
- Mengawal penyusunan Draft SSK
yang harus diselesaikan pada waktu
yang ditentukan.
2. Menyiapkan kabupaten/kota yang akan
diikutsertakan dalam program PPSP
tahun berikutnya.
- Provinsi memastikan kabupaten/
kota yang akan bergabung dalam
PPSP yakni kabupaten/kota yang
menunjukkan komitmennya dengan
jelas melalui diterbitkannya SK
Walikota, terbentuknya kelembagaan
Pokja, tersedianya rencana kerja, dan
anggaran.
3. Khusus bagi provinsi yang sebelumnya
sudah terlibat dalam mendampingi
kabupaten/kota dalam menyusun
SSK, provinsi bertanggung jawab
memberikan bimbingan pada
kabupaten/kota dalam penyusunan
Memorandum Program.
Selain tanggung jawab di atas,
sebagaimana pemerintah pusat,
pemerintah provinsi memiliki tanggung
jawab menyusun roadmap PPSP di tingkat
provinsi. Roadmap ini menjadi acuan bagi
pembangunan sanitasi di tingkat provinsi.
PERAN PROVINSI
Tabel 1: Tahapan PPSP 2010 - 2014
TahapanJumlah Kabupaten/Kota Sasaran Peran dan
Tanggungjawab2009 2010 2011 2012 2013 2014
Kampanye, Edukasi, Advokasi dan Pendampingan 41 49 62 72 82 (100)
Pusat, Provonsi dan Donor
Pengembangan Kelembagaan dan Peraturan 41 49 62 72 82 (100) Pusat, Provinsi
Penyusunan Rencana Strategis (SSK) 24 41 49 62 72 82 Kabupaten/Kota
Penyusunan Memorandum Program 3 21 35 45 56 65 Pusat
Implementasi (akumulasi dan dalam proses) - 3 24 59 104 160
Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota
Pemantauan, Pembimbingan, Evaluasi dan Pembinaan 24 41 49 62 72 82 Pusat, Provinsi
(100) dalam tanda kurung menunjukan 100 kota sasaran berikutnya diluar 330 kota target PPSP.
Hanya dengan SSK yang komprehensif,
berskala kota, menggabungkan pendekatan top-
down dan bottom-up, berdasarkan data
aktual, pembangunan sektor sanitasi yang berkelanjutan bisa
dijamin
10 majalah percik november 2010
politis, karena program ini merupakan
satu kesatuan dalam rumusan kebijakan
dan strategi pembangunan sanitasi
sebagaimana tercantum dalam RPJMN;
aspek administratif yakni bagaimana
PPSP menjadi prioritas daerah; dan
aspek pendanaan yaitu bagaimana
PPSP mendapatkan dukungan dana
pemerintah pusat, daerah, dan sumber-
sumber lain.
Tahap berikutnya, 2010 – 2014,
berupa pelaksanaan program
PPSP seperti penyusunan SSK,
pemantauan, bimbingan, dan
evaluasi, penyusunan memorandum
program, dan implementasi. Sebelum
itu TTPS menjaring kabupaten/kota
yang memenuhi persyaratan dan
menunjukkan komitmennya untuk
membangun sanitasinya.
Hingga 2014, sasaran PPSP adalah 330
kota/perkotaan rawan kondisi sanitasi.
Sebanyak 24 kota di antaranya sudah
memiliki SSK. Berikut adalah komposisi
kota dengan kondisi rawan sanitasi:
Tahun 2010 41 kabupaten/kota yang
menyusun SSK. Bersamaan dengan
itu pemerintah menyiapkan 49
kabupaten/kota lainnya yang akan
mengikuti program ini pada 2011.
Tahun berikutnya, pemerintah
menyiapkan kota lainnya. Demikian
seterusnya. Pada 2014 nanti
diharapkan ada 330 kabupaten/kota
yang melaksanakan program ini.
IMPLEMENTASI Implementasi PPSP berlangsung
dalam satu siklus penuh yang terbagi
dalam enam tahap, yakni:
Kampanye, Edukasi, Advokasi dan
Pendampingan;
Pengembangan Kelembagaan dan
Peraturan;
Penyusunan Rencana Strategis
(SSK);
Penyiapan Memorandum Program;
MEMORANDUM PROGRAMMemorandum Program merupakan
sebuah dokumen pemrograman dan
perencanaan berkala dan bisa diterima
secara hukum. Memorandum Program
ini penting guna mempertajam Rencana
Program dan Investsi Jangka Menengah
(RPIJM) khususnya sektor sanitasi.
Di dalamnya tertuang berbagai
informasi antara lain desain dan
spesifi kasi infrastruktur, manajemen dan
operasi fasilitas, isu terkait masyarakat,
pembiayaan dan komitmen pendanaan.
Memorandum Program ini menjadi dasar
alokasi dana dan patokan untuk memulai
konstruksi dan tindakan non teknis terkait.
Prioritas investasi dalam Memorandum
Program didasarkan pada Strategi Sanitasi
Kota (SSK) dengan tetap mengacu pada
RPIJM yang sudah ada. Memorandum
Program akan menjadi landasan kuat
untuk mengajukan anggaran kepada DPR,
DPRD Provinsi dan kabupaten/kota.
Sebelum ada Memorandum Program harus
ada komitmen pendanaan yang kuat
untuk pelaksanaan studi dan/atau desain
teknis rinci tambahan yang diperlukan;
serta komitmen pendanaan yang kuat
dan persetujuan resmi untuk pelaksanaan
intervensi struktural dan non struktural.
Saat ini pemerintah pusat sedang
menyusun apa saja yang harus
dicantumkan dalam Memorandum
program, bagaimana cara penyusunannya,
status hukum dan operasionalnya serta
beberapa hal yang perlu mendapat
kesepakatan.
Persampahan
Drainase
Air Limbah
63
1957
87 80
16
8
Kota-kota dengan Permasalahan
Sanitasi
Laporan Utama
11majalah perciknovember 2010
Pelaksanaan/implementasi;
Pemantauan, Pembimbingan,
Evaluasi, dan Pembinaan.
Pada tahap pertama, pemerintah
pusat dan provinsi menggelar
kampanye, edukasi, dan advokasi
kepada pemerintah kabupaten/
kota. Tahap selanjutnya, pemerintah
pusat dan provinsi menyiapkan
pengembangan kelembagaan dan
peraturan. Ini penting, tanpa payung
hukum dan kelembagaan yang tepat,
program ini akan gagal.
Di tahap ketiga, kelompok
kerja sanitasi yang dibentuk di
kabupaten/kota menyusun rencana
Strategi Sanitasi Kota (SSK). Proses
penyusunan SSK ini sepenuhnya
ada di tangan Pokja dan tidak
boleh dialihkan ke pihak ketiga.
Untuk proses ini, pemerintah
pusat menyediakan fasilitator yang
senantiasa berada di daerah.
Pada tahap keempat, pemerintah
kabupaten/kota melalui pokja sanitasi
menyusun Memorandum Program.
Pemerintah pusat memfasilitasi
proses ini sekaligus memberikan
bantuan teknis menyangkut kegiatan
pembangunan yang memerlukan
dokumen pelengkap.
Pada tahap kelima, semua pemangku
kepentingan di pusat, provinsi,
dan kabupaten/kota serta donor
secara bersama-sama melaksanakan
rencana yang tertuang dalam
Memorandum Program. Dan pada
tahap terakhir, pemerintah pusat dan
provinsi melaksanakan pemantauan,
pembimbingan, evaluasi, dan
pembinaan secara terus menerus.
ORGANISASI
Program yang besar dan
berkesinambungan itu butuh
pengorganisasian yang mantap. Di
bawah supervisi Tim Pengarah, TTPS
membentuk Project Management
Unit/PMU dan tiga Project
Tim Teknis Pembangunan Sanitasi (TTPS)
adalah wadah adhoc inter-Kementerian
yang bertugas mengoordinasikan
kegiatan-kegiatan pembangunan sanitasi
serta merumuskan arah kebijakan strategi
pembangunan sanitasi nasional .
TTPS beranggotakan perwakilan dari
Bappenas, Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Negara Perumahan Rakyat,
Kementerian Keuangan, Kementerian
Perindustrian, Kementerian Kesehatan,
Kementerian Pekerjaan Umum dan
Kementrian Lingkungan Hidup.
Dalam Program PPSP, TTPS bertugas
mengoordinasikan Program Management
Unit (PMU) PPSP. PMU itu sendiri
merupakan unit pengelola program yang
terdiri dari beberapa sektor dan instansi.
PMU bertugas melakukan sinkronisasi
dan koordinasi pembangunan sanitasi,
baik dalam perencanaan, pemrograman
maupun koordinasi. Rincian tugas PMU
PPSP yakni:
a. merencanakan, mengendalikan dan
mengoordinasikan pelaksanaan
program;
b. mengupayakan solusi dari isu strategis/
permasalahan yang dihadapi;
c. mengelola data dan informasi terkait
dengan PPSP;
d. mengembangkan sistem informasi
PPSP;
e. berkoordinasi dengan donor pada
tingkat implementasi pelaksanaan
program PPSP;
f. berkomunikasi lintas departemen;
g. memfasilitasi pengembangan Aliansi
Kabupaten Kota Peduli Sanitasi
(AKKOPSI);
h. melaporkan secara berkala
perkembangan hasil pelaksanaan
tugas dan pencapaian hasil kepada Tim
Pengarah;
i. melaksanakan tugas-tugas lain yang
diberikan oleh Tim Pengarah;
Guna mendukung pelaksanaan PPSP
baik di pusat maupun di daerah, Urban
Sanitation Development Program
(USDP)/Program Pembangunan Sanitasi
Perkotaan memberikan bantuan teknis.
Program ini dibentuk atas kerja sama
antara Pemerintah Indonesia dan
Pemerintah Belanda.
USDP melakukan dua pendekatan yakni:
1) panduan umum dan dukungan untuk
PMU, PIU dan para konsultan, dengan
fokus pada pembangunan kapasitas
dan pelatihan serta alih pengetahuan,
keterampilan, keahlian, dan pengalaman
dari program ISSDP sebelumnya; 2)
panduan khusus dan dukungan bagi
pemerintah daerah serta para konsultan
mereka terhadap enam tahapan PPSP.
Para konsultan USDP memfokuskan
tugasnya pada pemberian panduan dan
dukungan, pembangunan kapasitas
dan pelatihan, serta penyusunan dan
pendokumentasian metodologi, sistem
dan prosedur baru, sebagai pendukung
implementasi PPSP.
TTPS, PMU, DAN USDP
Lokakarya: Pemangku kepentingan berdiskusi membicarakan persoalan sanitasi guna menyusun
strategi pembangunan sanitasi.
12 majalah percik november 2010
Implementation Unit/PIU. Sebagai
PMU, TTPS bertanggung jawab
mengoordinasikan pengelolaan,
perencanaan, dan pemrograman
PPSP.
PIU Advokasi—berkedudukan
di Kementerian Kesehatan—
bertanggung jawab
mengoordinasikan kegiatan
peningkatan kepedulian, kesadaran,
dan penyiapan masyarakat.
PIU Teknis—berkedudukan
di Kementerian Pekerjaan
Umum—bertanggung jawab
untuk pelaksanaan kegiatan teknis
dalam penyiapan rencana strategis,
penyiapan memorandum proyek,
dan pelaksanaan pembangunan.
Sedangkan PIU Kelembagaan—
berkedudukan di Kementerian
Dalam Negeri—bertanggung jawab
menangani kegiatan pemberdayaan
pemerintah daerah dan kesiapan
fasilitasi.
Struktur organisasi program PPSP
tertera dalam bagan berikut:
MAU GABUNG PPSP?
Tidak sulit bergabung dengan Program
PPSP. Asalkan kabupaten/kota memenuhi
lima kriteria berikut.
1. Adanya komitmen kuat dari eksekutif,
yaitu pimpinan daerah untuk
menyusun SSK, membentuk dan
mendukung pendanaan Pokja.
2. Cakupan sanitasi yang masih rendah
(% jumlah penduduk)
3. Angka kesakitan akibat sanitasi
buruk (kasus/10.000 penduduk)
4. Kepadatan penduduk (penduduk/
km2)
5. Persentasi penduduk miskin
(terhadap penduduk perkotaan yang
diusulkan)
Selain itu kabupaten/kota harus
memenuhi empat kriteria tambahan yakni:
1. Kesiapan kabupaten/kota untuk
membentuk Pokja
2. Kemampuan keuangan daerah yang
rendah (% PAD terhadap APBD)
3. Fungsi strategis perkotaan yang
diusulkan (PKN, PKW)
4. Diutamakan kabupaten/kota yang
menghadiri lokakarya penjaringan
minat pada 1-3 September 2009.
Bila kabupaten/kota memenuhi
persyaratan tersebut, pemerintah
kabupaten/kota bisa mengikuti proses
penjaringan di pusat. Namun sebelumnya
provinsilah yang menyeleksi kabupaten/
kota mana yang berpeluang mengikuti
penjaringan itu.
Laporan Utama
DrainasenaseDrainD
PMU TTPS
PIU ADVOKASI
PIU TEKNIK
PIUKELEMBAGAAN
TTPS
TTPS Pokja Bidang Advokasi & KesehatanTTPS Pokja Bidang Pemberdayaan dan Kerjasama Masyarakat
TTPS Pokja Bidang TeknisTTPS Pokja Bidang Monitoring dan evaluasi Monev
TTPS Pokja Bidang KelembagaanTTPS Pokja Bidang Pendanaan
PerencanaanPemogramanKoordinasi
Peningkatan kesadaranKeterlibatan masyarakat
Peyusunan SSKPenyusunan Rencana InvestasiPelaksanaan dan monev
Pembentukan PokjaPeningkatan kapasitasPelatihanPengkaderan fasilitator
Peran:
Peran:
project memo
Peran:
14 majalah percik november 2010
Kisah Sukses
Sanitasi adalah kebutuhan dasar
masyarakat. Kondisi sanitasi yang
buruk berdampak pada rendahnya
derajat kesehatan masyarakat sehingga
muncul berbagai penyakit yang berbasis
sanitasi.
Sebaliknya sanitasi yang baik akan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Lebih jauh lagi,
kesejahteraan masyarakat akan ikut meningkat.
Jumlah penderita penyakit akan turun. Pemerintah
kabupaten/kota bisa menghemat anggaran di bidang
kesehatan.
Kota Payakumbuh, Sumatera Barat membuktikan
hal itu. Kota Payakumbuh termasuk sedikit kota di
Indonesia yang serius menangani sanitasi perkotaan.
Sanitasi telah menjadi landasan pembangunan kota.
Tak sampai tiga tahun, sejumlah program sanitasi
menunjukkan keberhasilan dan berdampak langsung
kepada masyarakat.
Peningkatan investasi di sektor sanitasi berkorelasi
positif dengan penghematan anggaran kesehatan.
KOTA PAYAKUMBUH Banyak para pengambil kebijakan di daerah menganggap sanitasi sebagai isu tidak penting. Ini dibuktikan dengan alokasi anggaran yang jumlahnya minim. Sebagai dampaknya, sanitasi tertinggal dibandingkan dengan sektor lainnya.
g
ya
a
sis
ng
n.
.
ng
Sanitasi Baik, Anggaran Kesehatan
Turun
dera
mun
sani
Sebaliknya sanita
01
Bicara Sanitasi: Walikota Paya-kumbuh Josrizal Zain memapar-
kan pembangunan sanitasi di daerahnya kepada wartawan.
15majalah perciknovember 2010
Tabel 2. Dukungan Dana Sanitasi (Rupiah)
TAHUN APBD SANITASI
2006 179.815.993.000 3.414.000.000
2007 266.368.938.398 7.893.000.000
2008 311.883.378.842 11.881.572.900
2009 350.956.000.000 18.659.000.000
Data anggaran Kota Payakumbuh
menunjukkan, ada peningkatan
penghematan anggaran kesehatan
dari tahun ke tahun setelah program
sanitasi berjalan (Tabel 1). “Dengan
investasi sanitasi, masyarakat jadi
lebih sehat. Anggaran bisa digunakan
untuk kegiatan yang lain,” kata Kepala
Dinas Kesehatan Payakumbuh dr
Merry Yuliesday MARS.
Mulai 2006, perhatian Pemkot
Payakumbuh terhadap sanitasi
tergolong cukup besar. Alokasi
anggaran sanitasi meningkat
setiap tahunnya (Tabel 2). Kenaikan
anggaran itu secara signifi kan
menurunkan jumlah penyakit yang
berbasis sanitasi. (Tabel 3)
Pemerintah Kota Payakumbuh secara
serius membenahi WC/jamban, air
bersih, dan sampah. Tak tanggung-
tanggung investasi sanitasi mencapai
Rp 274 ribu per jiwa per tahun. Ini
jauh dibandingkan dengan anggaran
rata-rata secara nasional yang masih
Rp 400 per jiwa per tahun.
BERAWAL DARI KOMITMEN
Keberhasilan Kota Payakumbuh tidak
datang begitu saja. Semua bermula
dari kesadaran pimpinan kota yang
didukung penuh para pejabat,
legislatif, dan masyarakat.
Walikota Payakumbuh Capt
Josrizal Zain menyebutkan, sanitasi
merupakan kebutuhan pokok dan
pelayanan dasar pemerintah kepada
masyarakat. “Mestinya ini diutamakan,
bukan diabaikan seperti selama
ini,” katanya. Fakta di lapangan
menunjukkan, kebutuhan masyarakat
berkisar mengenai air bersih,
penanganan jamban, drainase, dan
sampah.
Sebagai kota yang tergabung dalam
program ISSP tahap I, kata Jos,
Payakumbuh sangat terbantu dengan
program tersebut. Pembangunan
sanitasi menjadi lebih terarah dan
terukur penanganannya.
Kota Payakumbuh berhasil
menyusun SSK (Strategi Sanitasi
Kota). Menurutnya, SSK sangat
komprehensif, terpadu, memiliki
indikator yang jelas, dan
pemetaannya jelas untuk menangani
masalah sanitasi. “SSK jauh ke depan,
sudah bisa memotret Payakumbuh
ini, inilah apa adanya, tidak ditutup-
tutupi. Mungkin daerah-daerah
lain ada yang malu menyampaikan
kondisinya, tapi kita sampaikan apa
adanya,” katanya.
Berdasarkan SSK itu, program sanitasi
dimulai dari enam kelurahan. Tiga
kelurahan di pusat kota dan tiga
kelurahan di pinggir kota. Masyarakat
Tabel 3. Penyakit Berbasis Sanitasi
JENIS PENYAKIT 2004 (%) 2005 (%) 2006 (%) 2007 (%)
ISPA 36,8 39,5 30,8 30,2
Inf. Peny. Cerna 8,3 7,3 8,2 1,8
Infeksi Kulit 9,5 8,1 7,2 8,2
Diare 4,8 3,4 3,2 3,1
Total 59,4 58,3 49,4 43,3
Ta
bersih, dan sampah. Tak tanggung W
J
m
p
m
b
in
m
b
p
s
Ta
TABEL 1. ANGGARAN JAMINAN KESEHATAN KOTA (JAMKESKO)
TAHUNPESERTA
(orang)
KUNJUNGAN
(kali)
ALOKASI
(rupiah)
REALISASI
(rupiah)
2006 67.434 49.340 3.500.000.000 622.773.121
2007 67.434 57.667 1.368.400.000 810.634.476
2008 66.681 63.670 1.511.768.000 1.492.497.650
2009 67.381 36.148 1.761.038.404 1.162.804.050
TOTAL 8.141.206.404 4.088.709.297
16 majalah percik november 2010
Kisah Suksesdifasilitasi untuk pembuatan WC
secara komunal, penanganan
sampah, dan penyediaan air bersih.
Sementara itu, pemkot mendorong
masyarakat yang biasa menggunakan
‘tabek’ atau kolam ikan, sungai dan
parak (ladang) sebagai tempat
buang air besar agar membuat WC
sendiri. Bermodal cetakan yang
dipinjamkan Dinas Kesehatan, warga
bergotong-royong mencetak kloset
leher angsa. Program jambanisasi
ini menjadikan tiga kelurahan di
kecamatan Payakumbuh Selatan
sudah dicanangkan bebas buang air
sembarangan. Jumlah kelurahan ini
terus bertambah tahun ini.
Selain itu, pemkot mengeluarkan
kebijakan untuk menambah jumlah
WC di sekolah. Rasio WC sekolah dan
murid yang biasanya 1: 500, kini di
SD sudah 1: 30. Sedangkan di SLTP 1:
40-50 dan SLTA 1: 50. Payakumbuh
bertekad akan terus meningkatkan
jumlah WC sekolah hingga semuanya
1: 30.
Memang belum semua masalah
sanitasi tertangani. Pemkot
Payakumbuh masih harus berjuang
keras membangun Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) sampah.
Tahun ini TPA yang dikelola secara
bersama dengan beberapa
pemerintah daerah di sekitarnya
akan segera beroperasi. Di atas tanah
seluas 17,5 hektar itu, TPA ini akan
memproses sampah dengan sistem
yang benar.
Namun bukan berarti masalah
sampah dibiarkan sebelum TPA
beroperasi. Sejak tiga tahun yang lalu
pengolahan sampah organik berjalan.
Sampah-sampah organik dari pasar
diolah menjadi pupuk organik.
Hasilnya digunakan sebagai pupuk
taman kota. Sampah per kelurahan
juga diolah di masing-masing
kelurahan.
“Sekarang Payakumbuh bahkan
kekurangan sampah untuk diolah.
Ke depan, kami berencana akan
menjadikan sampah sebagai
pendapatan asli daerah (PAD) kota
dengan mengolahnya menjadi
pupuk, jadi kami menciptakan
ancaman menjadi peluang
(oppurtunity),” ujar Josrizal.
Yang pasti, program sanitasi
sangat bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat dan pemerintah
daerah. “Sanitasi bisa meningkatkan
kesejahteraan rakyat,” katanya.
majalah percik november 2010
aka
sel
me
ya
Na
sam
be
pe
Sa
dio
Ha
tam
jug
ke
“Se
ke
Ke
me
pe
de
pu
an
(op
Ya
san
ma
da
ke
Peran Ibu-ibu: Kaum ibu terlibat langsung dalam penyusunan strategi sanitasi kota.
17majalah perciknovember 2010
02Partisipasi masyarakat Kota Blitar dalam pembangunan sektor sanitasi
cukup tinggi. Terbukti, Kota Blitar mampu menjadi salah satu daerah
yang terdepan dalam menghasilkan kebijakan sanitasi berbasis
partisipasi masyarakat. Kini telah muncul kesadaran pola hidup bersih
dan sehat (PHBS). Kota ini menjadi sasaran studi banding pemerintah
kabupaten/kota lain dalam penguatan kelembagaan.
Masuknya Kota Blitar dalam Program Pengembangan Sektor Sanitasi
Indonesia (ISSDP) tahap I menjadikan kapasitas kelembagaan
sanitasi kian kuat. Pokja sanitasi kota berhasil meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat miskin melalui pembangunan sanitasi
perkotaan.
Dalam rangka itu pokja kota membuat kebijakan dasar yakni:
Mengarusutamakan pembangunan sanitasi dalam pelaksanaan
pembangunan daerah.
Melembagakan pembangunan sanitasi dalam manajemen
pembangunan daerah.
Menyinergikan pelaksanaannya dengan penerapan Gerakan
Perang Melawan Kemiskinan (GPMK) Kota Blitar.
Memperluas cakupan program, pelaku, sasaran dan wilayah
pembangunan sanitasi
KOTA BLITAR
Penguatan Kelembagaan
Sanitasi di Kecamatan
dan Kelurahan
Kumpul Lurah: Sebelum terbentuk pokjasan kelurahan, Pokjasan Kota Blitar menggandeng
aparat kecamatan dan kelurahan untuk membahas strategi sanitasi kota.
18 majalah percik november 2010
Tahun 2008, pokja telah
melaksanakan implementasi Renstra
Sanitasi pada keluarga miskin di
sembilan kelurahan terutama
dua kelurahan yang merupakan
daerah merah (risiko tinggi) dengan
melibatkan 20 KSM. Wujudnya
pembangunan jamban keluarga
dengan pola individual 178 unit,
dengan pola komunal atau Sanimas
1 unit ; pengadaan air minum melalui
pembangunan sumur pompa/gali
71 unit; pembangunan drainase
lingkungan 5 unit dengan panjang
keseluruhan mencapai 947 meter;
dan pengelolaan sampah dengan
pola komposter 112 unit.
Pada tahun berikutnya,
implementasinya berupa
pembangunan jamban keluarga
90 unit, IPAL komunal 1 unit dan
drainase lingkungan empat unit, serta
kegiatan Pemetaan Sanitasi di tingkat
kelurahan.
Keberadaan pokja sanitasi kota dinilai
mampu mendorong keberpihakan
pemerintah kota terhadap
penanganan program sanitasi,
tidak saja sebatas penambahan
alokasi anggaran tetapi juga telah
melembaga dalam bentuk sistem
pengelolaan sanitasi kota. Ada
peningkatan kesadaran bahwa
sanitasi menjadi tanggung jawab
bersama sehingga masyarakat aktif
melibatkan diri dalam penanganan
program sejak dari tahap
perencanaan hingga monitoring dan
evaluasi.
Selain itu, peran dan wewenang
pokja sanitasi dalam merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi
program sanitasi kota terus menguat
sehingga memungkinkan terjadinya
integrasi dan koordinasi program
sanitasi di tingkat kota, kecamatan
dan kelurahan sesuai dengan arahan
Renstra Sanitasi.
REPLIKASI
Melihat keberhasilan pokja dan
partisipasi masyarakat, kelembagaan
sanitasi ini pun direplikasi. Pemkot
Blitar memfasilitasi terbentuknya
kelompok kerja sanitasi yang
terstruktur dari tingkat daerah hingga
kelurahan. Hal ini dimaksudkan
untuk melembagakan partisipasi
masyarakat melalui komunitas-
komunitas masyarakat, serta
membuat pembangunan sektor
sanitasi menjadi sistematis,
terencana, terpadu, terintegrasi, dan
berkelanjutan.
Dibentuklah pokja sanitasi kecamatan
dan kelurahan. Pada 3 November
2009 lalu, Walikota Blitar Djarot
Saiful Hidayat melantik pokja-pokja
tersebut.
Pokja sanitasi kecamatan merupakan
wadah koordinasi yang bersifat
non struktural bagi pembangunan
dan pengelolaan sanitasi di wilayah
kecamatan. Pokja bertanggung
jawab kepada Ketua Pokjasan Kota.
Pokjasan kecamatan diketuai oleh
camat. Dalam melaksanakan tugasnya
ia dibantu Seksi Pembangunan
(Sekretaris Pokjasan Kecamatan),
Bidang Perencanaan, Bidang
Sosialisasi dan Advokasi, dan Bidang
Monitoring dan Evaluasi dengan
komposisi masing-masing bidang
satu orang koordinator dan satu
orang anggota yang diambil dari
masyarakat.
Pokjasan kecamatan berfungsi antara
lain:
(1). Mengoordinasikan perencanaan
pembangunan sanitasi di wilayah
kecamatan;
(2). Mengoordinasikan proses
penumbuhkembangan
kesadaran dan kemampuan
masyarakat, organisasi masyarakat
di tingkat kecamatan, dan
Partisipasi Warga: Pelibatan masyarakat dalam menyusun strategi sanitasi di desanya.
Kisah Sukses
19majalah perciknovember 2010
aparat pemerintah di wilayah
kecamatan untuk terlibat dan
mengarustamakan pembangunan
sanitasi;
(3). Mengoordinasikan kegiatan
penyiapan dan pelaksanaan
kegiatan monitoring dan evaluasi
sanitasi di wilayah kecamatan;
(4). Mengoordinasikan, membina
dan memfasilitasi pokja sanitasi
kelurahan se-kecamatan
untuk menjalankan tugas
pengkoordinasian sanitasi.
Tugas pokok pokjasan kecamatan
adalah mengoordinasikan, dan
memfasilitasi pelaksanaan kegiatan
dalam perwujudan pengelolaan
sanitasi di tingkat kecamatan.
Di bawah pokjasan kecamatan
ada pokjasan kelurahan. Pokja
ini merupakan wadah koordinasi
yang bersifat non struktural bagi
pembangunan dan pengelolaan
sanitasi di wilayah kelurahan. Pokjasan
kelurahan bertanggung jawab
kepada Ketua Pokjasan Kecamatan.
Pokjasan kelurahan diketuai oleh
Lurah. Ia dibantu Seksi Pembangunan
(Sekretaris Pokjasan Kelurahan),
Bidang Perencanaan, Bidang
Sosialisasi dan Advokasi, dan Bidang
Monitoring dan Evaluasi dengan
komposisi masing-masing bidang
satu orang koordinator dan satu
orang anggota yang diambil dari
masyarakat.
Fungsi pokjasan kelurahan adalah:
(1). Merencanakan dan melaksanakan
kegiatan pembangunan sanitasi di
tingkat kelurahan;
(2). Menumbuhkembangkan
kesadaran dan kemampuan
masyarakat untuk terlibat dalam
pembangunan sanitasi;
(3). Melakukan kegiatan monitoring
dan evaluasi sanitasi di wilayah
kelurahan;
(4). Melaporkan hasilnya kepada
pokja sanitasi kecamatan dengan
tembusan Pokja Sanitasi Kota Blitar
Tugas pokok pokjasan kelurahan
adalah mengoordinasikan, dan
memfasilitasi pelaksanaan kegiatan
dalam perwujudan pengelolaan
sanitasi di tingkat kelurahan.
Pembentukan kelembagaan ini
diserahkan sepenuhnya ke tingkat
kecamatan dan kelurahan. Pokja kota
hanya memberikan batasan-batasan.
Anggota pokjasan yang mewakili
unsur masyarakat dipilih sendiri.
Penetapan keanggotaan pokjasan
kecamatan dilakukan oleh pokja kota
dengan surat keputusan. Demikian
pula halnya di tingkat kelurahan,
penetapannya dilakukan oleh pokja
di atasnya.
Pokjasan kecamatan dan kelurahan
tersebut bekerja berdasarkan
acuan SSK. Namun mereka dapat
mengusulkan program baru dalam
Musyawarah Rencana Pembangunan
(Musrenbang). Dengan model
pokja berjenjang ini perencanaan,
monitoring dan evaluasi menjadi
lebih baik.
Sehat Pangkal Hemat!
20 majalah percik november 2010
Sanitasi belum menjadi prioritas pembangunan di
daerah. Banyak faktor yang mempengaruhinya. Di
antaranya komitmen para pengambil kebijakan dan
kalangan legislatif. Bisa jadi hal itu muncul karena
ketidakpahaman mereka terhadap masalah ini.
Namun kondisi seperti itu semestinya tidak
menghalangi para stakeholder sanitasi untuk membuat
terobosan agar sanitasi memperoleh perhatian yang
lebih. ‘Kepiawaian’ Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kota
Tegal, Jawa Tengah, bisa menjadi contoh betapa sanitasi
bisa menembus eksekutif dan legislatif.
Kebetulan waktu itu Kota Tegal mengikuti Indonesia
Sanitation Sector Development Program (ISSDP).
Terbentuknya Pokja menjadi sarana menyinergikan
seluruh kegiatan sanitasi di kota tersebut. Keterpaduan
antar SKPD dan dinas dalam membangun sanitasi ini
menjadi amunisi pembangunan sanitasi.
03KOTA TEGAL
Mengintegrasikan Sanitasi
ke Program Eksekutif
Kisah Sukses
21majalah perciknovember 2010
Nah, begitu ada pergantian
walikota, pokja tak menyia-nyiakan
kesempatan tersebut. Menurut Ketua
Pokja Sanitasi Tegal Eko Setiawan,
pokja memasukkan program sanitasi
ini ke dalam program walikota Tegal
yang baru.
Saat itu walikota mencanangkan
program Tegal Sehat 2010.
Prioritas pembangunan bidang
kesehatan ini diwujudkan dalam
misi kedua Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Tahun 2009 - 2014. Program ini
menekankan pada perubahan pola
pikir masyarakat untuk berperilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS),
hidup dalam lingkungan bersih dan
sehat, mandiri dalam memecahkan
masalah kesehatan di lingkungannya
dan mampu menjangkau pelayanan
kesehatan bermutu secara adil dan
merata.
Program ini seiring dengan tujuan
pembangunan sanitasi yang telah
tertuang dalam Strategi Sanitasi Kota
(SSK) Kota Tegal yang telah disusun
sebelumnya. “Memang tidak secara
spesifi k menyebut program sanitasi,
tapi kami masuk program kesehatan,”
kata Eko Setiawan menjelaskan.
Dari empat aspek program tersebut,
dua di antaranya—yakni PHBS
dan lingkungan hidup—adalah
masalah sanitasi. Pokja tidak hanya
memasukkannya dalam program
besar, tapi terus mengawal program
ini hingga terimplementasi.
Dalam prosesnya, para anggota Pokja
yang tak lain adalah para stakeholder
sanitasi ini ikut menyosialisasikan
program sanitasi dalam Musrenbang,
rapat tata ruang, dan lainnya. “Kita
pesan kepada teman-teman pokja
yang ikut dalam tim sosialiasi
program walikota ke masyarakat,”
jelasnya.
Proses ini menimbulkan sinergitas
antara program walikota dan program
yang telah ada sebelumnya dalam
SSK. Di satu sisi, walikota mempunyai
kebijakan, sementara di sisi lain
para stakeholder sanitasi bekerja
bersama masyarakat. “Jadi semuanya
nyambung,” kata Eko.
Ia menjelaskan, program sanitasi
sebenarnya sudah ada dalam
pembangunan di daerah. Hanya saja,
keberadaannya tersebar di berbagai
instansi. Kadang-kadang, program
yang sama berada di banyak SKPD/
dinas. Karena itu, menurutnya,
yang diperlukan adalah bagaimana
menyinergikan program sanitasi ini.
Sinergitas yang baik dan disertai
implementasi yang tepat ternyata
membawa dampak yang baik.
Kalangan legislatif di Tegal begitu
melihat banyak sarana dan
prasarana yang dibangun secara
terencana dan tepat, mereka sangat
mendukungnya. Bahkan banyak di
antara mereka meminta program
sejenis diimplementasikan di wilayah
pemilihan mereka. Mereka berani
mengusulkan anggaran sanitasi bagi
konstituen mereka.
Malah ada di satu daerah di
Tegal, justru anggota Dewan
Saat itu walikota mencanangkan program Tegal Sehat 2010. Prioritas pembangunan bidang kesehatan ini diwujudkan dalam misi kedua Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2009 - 2014
“ “
Turun Lapangan: Kepala daerah meninjau salah satu fasilitas pengompo-san di Kota Tegal.
22 majalah percik november 2010
yang menggerakkan masyarakat
untuk mengumpulkan dana
guna membebaskan lahan bagi
pembangunan sarana sanitasi. “Justru
masyarakat yang memberi, bukan
hanya meminta,” tandas Eko.
Pola pendekatan tidak langsung ini
pun menjadikan program sanitasi
mulai dilirik oleh kalangan dewan.
Mereka tak lagi ‘alergi’ dengan sanitasi
karena telah melihat hasilnya di
lapangan. Program sanitasi dinilai
menyentuh kehidupan rakyat secara
langsung. Bersamaan dengan itu
pokja terus memberikan advokasi
kepada mereka tentang sanitasi.
Kepahaman dan komitmen
pengambil kebijakan dan kalangan
legislatif, dibarengi dengan kerja keras
pokja sanitasi akan meningkatkan
kepedulian daerah terhadap
pembangunan sanitasi. Bila ini telah
muncul, pembangunan sanitasi akan
berlangsung lebih cepat.
an advokasi
Pilah-pilih Sampah
Ketua Pokja Sanitasi Kota Tegal Eko Setiawan
Success Story
23majalah perciknovember 2010
Dibanding desa lainnya di kota Denpasar, Bali, desa
Pemecutan Kaja tergolong tertinggal. Di tengah kemajuan
kota, desa ini masih harus berurusan dengan masalah
sanitasi.
Ketika warga desa lainnya sudah tersambung dengan
DSDP (Denpasar Sewerage Development Project), warga
Pemecutan Kaja harus rela menjadi penonton. Topografi
desa tak memungkinkan warganya tersambung dengan
proyek pembuangan air limbah terpusat tersebut.
Lokasinya lebih tinggi. Sedangkan DSDP menggunakan
sistem gravitasi untuk mengalirkan limbah dari masyarakat
ke sewerage.
Padahal dari sisi prioritas, seharusnya desa yang berada di
kecamatan Denpasar Utara ini mendapat prioritas utama.
Betapa tidak, sebanyak 62 persen limbah domestik dari
desa ini masih dibuang ke saluran drainase dan sungai.
Limbah padatnya, berupa tinja, dibuang secara setempat
dengan tangki septik. Namun sebagian besar tangki septik
tersebut tidak memenuhi standar. Ada juga warga yang
masih buang air besar di sungai. Di sisi lain, warga justru
banyak menggunakan sumur dangkal untuk mencukupi
kebutuhan air minumnya.
Tak heran bila kemudian desa ini dipilih sebagai desa
percontohan pengembangan sanitasi masyarakat terpadu
(Santimadu). Melalui program ini masyarakat didorong
untuk bisa membuang air besar/air limbah dengan sistem
off site.
DESA PEMECUTAN KAJA, KOTA DENPASAR
Harapan Baru
Berkat Santimadu
04
24 majalah percik november 2010
Tidak itu saja, program ini meliputi
sampah, drainase, air minum, perilaku
hidup bersih (PHBS), dan bisnis
sanitasi. Semua dilaksanakan secara
terpadu dan melibatkan seluruh
pihak-pihak terkait. Santimadu
difokuskan kepada banjar-banjar
yang paling kumuh dan paling siap
masyarakatnya.
Desa ini memiliki 13 banjar/dusun.
Penduduknya tahun 2008 berjumlah
32.000 jiwa, dengan pertumbuhan
penduduk desa sebesar 3,3 persen
per tahun. Berdasarkan catatan
kelompok kerja (Pokja) Sanitasi Desa
Pemecutan Kaja, ada empat banjar
yang kondisinya terburuk yakni
Banjar Semilajati, Mekar Manis, Tulang
Ampiang, dan Merthayasa.
Bagaimana tidak buruk, setiap
tahun banjar ini mengalami banjir.
Genangan air meliputi wilayah seluas
2-5 hektar dengan ketinggian air 10
cm hingga 100 cm. Rukun tetangga
di banjar ini juga tidak memiliki
sampah sendiri. Warga di banjar ini
hampir semuanya memiliki tangki
septik untuk buang air besar. Namun
tidak semuanya memenuhi syarat
kesehatan. Sebagian kecil, sekitar lima
persen BAB-nya di sungai.
Dengan Santimadu, kondisi itu ingin
diubah. Fasilitasi Pokja Kota Denpasar
kepada masyarakat setempat yang
dikenal cukup erat dalam membina
kerja sama dalam banjar, lahirlah
Pokja Sanitasi Desa Pemecutan
Kaja. Mereka pun menyusun visi
dan misi. Visinya yakni ”Mewujudkan
desa Pemecutan Kaja sebagai desa
berwawasan budaya yang bersih,
sehat, nyaman, harmonis dalam
keseimbangan secara berkelanjutan”.
Misinya yakni 1) mewujudkan
penyediaan air minum yang dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat
secara kualitas, secara kuantitas
dan kontinyuitas sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 16
Tahun 2005 dan target MDGs; 2)
Mewujudkan pengelolaan air limbah
secara berkelanjutan dan terjangkau;
3) Mewujudkan pengelolaan
persampahan yang mandiri dan
berkelanjutan; 4) Mewujudkan
pengelolaan drainase secara
Dengan santimadu, kondisi itu ingin diubah. Fasilitasi Pokja Kota Denpasar kepada masyarakat setempat yang dikenal cukup erat dalam membina kerja sama dalam banjar, lahirlah Pokja Sanitasi Desa Pemecutan Kaja.
“ “
Pemetaan Partisipatif: Warga Pemecutan Kaja berpartisipasi memetakan kondisi sanitasi mereka.
Success Story
25majalah perciknovember 2010
terintegrasi dan berkelanjutan.
Pokja yang terdiri atas warga
masyarakat ini menyusun porgram
kerja seperti terlihat di tabel 1.
Program itu kemudian dijabarkan
lebih rinci termasuk jumlah
investasinya serta darimana investasi
itu berasal. Pokja Santimadu berhasil
’membagi’ beban investasi ini mulai
dari pemerintah pusat, provinsi, kota,
swasta, hingga warga.
Mulai 2009, Santimadu ini berjalan.
Memang dana menjadi kendala.
Namun berkat kesungguhan semua
pihak mulai dari Pokja Sanitasi desa,
kota, hingga ke provinsi, hambatan
ini bisa diatasi. Program itu pun
dikaitkan dengan proyek-proyek
yang ada seperti P2KP (Program
Penanggulangan Kemiskinan
Perkotaan). Sinergi ini membuat
beban yang sebelumnya terasa berat
menjadi lebih ringan.
Awalnya memang tidak mudah
menggerakkan seluruh masyarakat.
Masih ada pola pikir yang belum
sama dengan program Santimadu.
Berkat sosialisasi yang terus menerus,
akhirnya masyarakat bisa menerima
dan mau berpartisipasi di dalamnya.
Warga di Banjar Mekar Manis
misalnya, mereka sangat senang
dengan adanya Santimadu ini.
Mengapa? Karena di banjar yang
padat penduduk ini tidak mungkin
lagi membangun tangki septik di
rumah. Permukimannya sangat padat.
Kini sarana tangki septik komunal di
Mekar Manis sudah mencapai 100
persen. Di Banjar Merthayasa, sistem
komunal malah telah beroperasi.
Sayangnya belum bisa beroperasi
secara penuh karena terkendala listrik.
Sedikit demi sedikit kesadaran warga
Desa Pemecutan Kaja untuk hidup
bersih dan sehat mulai tumbuh.
Tingkat kesehatan masyarakat mulai
membaik. Mereka tak perlu lagi
tertinggal dari kawasan lainnya hanya
karena masalah sanitasi. Persoalan
sanitasi bisa diatasi bila semua ikut
berpartisipasi. Santimadu bisa jadi
bukti.
Tabel 1. Program Kerja POKJA
No TARGET Tahun 2008
Tahun 2009
Tahun 2010
1.
.2
3.
4.
Air Buangan
Pembuatan IPAL sistem setempatPembuatan Sistem setempat Individu.
Persampahan
Menyediakan pelayanan prasarana dan sarana persampahan dilakukan melalui proses pewadahan, pengumpulan, pemindahan, dan pengangkutan.Membuat sistem TPST
Air bersih
Pembuatan sumur air tanah dangkal Optimalisasi kapasitas produksiDistribusi:Peningkatan dan perbaikan jaringan distribusi dan peningkatan kualitas dan kuantitas dan cakupan pelayanan dan adanya kerja sama dengan daerah lain (PDAM)
Drainase
Pengerukan, Normalisasi, perbaikan saluran demensi dari hulu hingga ke hilir saluran
√ √
√
√
√
√
√
√
√
ESTIMASI KEBUTUHAN SANITASI (2009- 2010)
NO PROGRAM UNIT Vol
BIAYA
(Rp jt)
Sumber Dana (Rp Juta)
Kota Prov Pusat Swasta Masy
1 Sub Total Drainase 1,276 644 348 0 145 139
2 Sub Total Persampahan 898 389 146 43 160 160
3 Sub Total Air Limbah 4,571 2,020 250 500 1,500 301
4 Sub Total Air Bersih 216 100 60 40 0 16
T o t a l 6,961 3,153 804 583 1,805 616
26 majalah percik november 2010
Kota Batu, Jawa Timur, tak lagi sejuk. Kualitas lingkungan kota
menurun sedikit demi sedikit. Kabut yang biasa menyelimuti kota
ini di pagi hari sangat jauh berkurang. Hutan lindung rusak, mata air
pun banyak yang mati. Lahan-lahan basah berubah menjadi lahan
kering.
Sebagai kota wisata, kenyataan itu memprihatinkan banyak
pihak. Dunia pendidikan di kota itu juga ikut berperan mencegah
kerusakan lingkungan lebih parah, yakni dengan mendidik anak-
anak sekolah untuk lebih peduli lingkungan.
Muncullah kesepakatan di kalangan para pendidik setempat untuk
menyusun kurikulum Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Awalnya
kurikulum ini dicantolkan ke mata pelajaran. Setelah 2006 turun
Permendiknas No.22 tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang mewajibkan ada kurikulum monolitik di daerah, PLH
digarap serius sebagai kurikulum yang berdiri sendiri. Modulnya
disesuaikan dengan potensi kekayaan alam dan budaya Kota Batu,
dengan prinsip pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan.
PLH diajarkan mulai jenjang SD sampai SMA. Kurikulum PLH di SD
bersifat basic. Isinya lebih banyak ditekankan pada penanaman
05KOTA BATU
Merintis Pendidikan
Lingkungan Hidup
di Sekolah
Muncullah kesepakatan di kalangan para pendidik setempat untuk menyusun kurikulum Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH)
“ “Success Story
27majalah perciknovember 2010
pemahaman (mental building),
sedangkan di SMP lebih bersifat
analitis lingkungan hidup. Pada SMA,
selain analisis, juga diajarkan tindakan
jika ada perusakan lingkungan hidup.
Kurikulum ini menempatkan siswa
sebagai agen pengubah masyarakat
di sekitarnya.
Kini, sudah 85 SD, 27 SMP, 11 SMA,
dan 10 SMK yang menerapkannya. “Di
TK dan SLB (sekolah luar biasa) pun
diberikan materi PLH,” jelas Kepala
Dinas Pendidikan Kota Batu, Mistin.
Ditambahkan Mistin, kurikulum yang
tergolong unik ini mampu menjawab
kekinian, membumi, mudah dicerna,
dan tidak terlalu ilmiah. Metode
penyampaiannya dibuat mudah
dan menarik, antara lain dengan
mengajak siswa kunjungan lapangan,
bermain, dan simulasi.
PENINGKATAN KAPASITAS GURU
Keberadaan kurikulum PLH ini
belum didukung sumber daya
guru yang memadai. Karenanya,
diadakan workshop bagi para guru
dari berbagai latar belakang. Mereka
memperoleh pembekalan tentang
kurikulum muatan lokal pendidikan
lingkungan hidup Kota Batu,
greenning school, sekolah adiwiyata,
sekolah sebagai agen pembaharuan
dalam kelestarian lingkungan, serta
pengembangan keprofesionalan guru
PLH melalui Lesson Study di gugus
Kelompok Kerja Guru (KKG).
Sejauh ini, sekolah-sekolah sudah
mulai merasakan keberadaan dan
manfaat kurikulum PLH ini. SMP PGRI
2 Batu misalnya. Siswa berbagi tugas
membersihkan sekolahnya. Ada yang
menyapu lantai, menyiram tanaman,
dan menyapu halaman. Sampah-
sampah yang terkumpul mereka
pilah antara yang basah dan kering,
lalu dibuang ke bak sampah yang
berbeda pula.
Untuk mengenal dampak negatif
pembuangan air limbah ke sungai
misalnya, siswa diajak ke sungai
dan memperhatikan akibat limbah
tersebut pada biota sungai dan
pertanian/perkebunan.
Membiasakan Cuci Tangan Pakai Sabun
Sejak Dini
JUDUL MODUL LINGKUNGAN
HIDUP BAGI SD/MI
1. Pelahap Karbondioksida
2. Air
3. Merawat Diri
4. Cuci Tangan Pakai Sabun
5. Sampah Jadi Berkah
6. Anggrek Pesona Kota Batu
7. Toga di Sekitar Kita
8. Penyebaran Kuman
9. Diare
10. Zat Aditif
11. Reuse, Reduce, Recycle
12. Kembali ke Alam
13. Hemat Energi
14. daRlinG (Sadar Lingkungan)
15. Nyamuk Si Mediator
16. Composting
17. Back to Nature
18. Makanan Sehat
19. Makanan Bergizi
20. Drainase dan Sanitasi
21. Lingkungan Bersih
28 majalah percik november 2010
Mengapa kita perlu melakukan
percepatan pembangunan
sanitasi?
Pertama, kesehatan masyarakat
sudah sangat terganggu. Setiap hari
diperkirakan sebanyak 14.000 ton
tinja dan 176.000 m3 urine terbuang
ke badan air, tanah, danau dan
pantai yang menyebabkan 75 persen
sungai tercemar berat dan 70 persen
air tanah di perkotaan tercemar
bakteri tinja. Akibatnya insiden
diare tinggi, yaitu mencapai 411 per
1.000 penduduk (Survei Morbiditas
Diare Kemkes, 2010) dan juga
meningkatnya biaya pengolahan
air sehingga masyarakat harus
membayar rata-rata 25% lebih mahal
untuk mendapatkan air minum
perpipaan. Buruknya kondisi sanitasi
turut berkontribusi pada rendahnya
kualitas hidup yang ditunjukkan
dengan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Indonesia, yaitu
hanya menempati urutan 111 dari
182 negara berkembang (Human
Development Report, UNDP, 2009).
Kedua, akses sanitasi penduduk
Indonesia masih sangat rendah.
Hingga tahun 2009, baru 51,2 persen
penduduk Indonesia yang memiliki
akses terhadap fasilitas sanitasi
yang layak. Sementara itu, 70 juta
penduduk masih melakukan praktik
Buang Air Besar Sembarangan
(BABS). Saat ini 98% Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) juga masih
dioperasikan secara open dumping.
Selain itu, terdapat 174 kab/kota
(38%) yang memiliki risiko sangat
tinggi terhadap banjir (Rencana Aksi
Nasional, Pengurangan Risiko Bencana
2010-2012).
Dampaknya adalah potensi kerugian
ekonomi sebesar 58 triliun rupiah
per tahun (Hasil Studi Bank Dunia,
2007). Dampak lainnya tentu saja
kejadian luar biasa berbagai penyakit
dan kematian balita yang tinggi.
Dua penyebab utama kematian
anak balita adalah penyakit yang
menyebar melalui kotoran dan
lewat perantaraan air seperti kolera,
tifus, diare. Ini terkait penggunaan
sumber air minum yang tidak layak,
sanitasi yang buruk, dan rendahnya
kesadaran masyarakat tentang PHBS.
Ketiga, belum komprehensifnya
program pembangunan sanitasi
yang ada. Pembangunan sanitasi
belum terintegrasi, masih berjalan
sendiri-sendiri. Peningkatan
anggaran pun tidak menjamin
berhasilnya pembangunan yang
berkelanjutan jika tidak ada
koordinasi dan sinergi antar pelaku
pembangunan. Inilah alasan kita
untuk melakukan percepatan
pembangunan sanitasi.
DR. IR. DEDY S. PRIATNA, MSC.DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
Harus Dipercepat
Pembangunan Sanitasi
Percepatan pembangunan sanitasi mutlak dilakukan melihat kondisi sanitasi di Indonesia saat ini. Percepatan itu butuh sinergi semua stakeholder yang terlibat di dalamnya. Seperti apa wujud percepatan pembangunan sanitasi ini, kami mewawancarai Deputi Bidang Sarana dan Prasarana, Bappenas, Dr. Ir. Dedy S. Priatna, MSc. Berikut petikannya.
Obrolan
29majalah perciknovember 2010
Di manakah posisi Program
PPSP dalam konteks kebijakan
pembangunan sanitasi nasional?
RPJMN 2010-2014 secara eksplisit
telah mencantumkan target
pencapaian pembangunan sanitasi
secara terukur yang merupakan
penuangan dari target PPSP.
Kita berharap pada tahun 2014
nanti sudah tidak ada lagi yang
buang air besar sembarangan
(BABS), pengelolaan persampahan
perkotaan meningkat, dan luas
genangan drainase di kawasan
strategis perkotaan menurun.
Target-target tersebut berat
diwujudkan jika tidak ada upaya
yang sinergi dan komprehensif
serta mengikat seluruh pemangku
kepentingan, baik di tingkat pusat
maupun di daerah. Untuk itu
diperlukan program yang melibatkan
para pemangku kepentingan dengan
pandangan dan pemahaman yang
sama serta langkah yang disepakati
untuk dilaksanakan bersama.
Nah untuk mencapai itu, semua
pihak harus bersinergi. PPSP
diharapkan menjadi payung
besar untuk seluruh kegiatan
pembangunan sanitasi di Indonesia
sehingga kegiatan-kegiatan yang
ada saling melengkapi dan tidak
tumpang tindih.
Apa yang menjadi kekhasan
dalam Program PPSP ini
dan bagaimana koordinasi
dilakukan?
Ada dua hal. Pertama, program PPSP
memberikan dukungan kepada
daerah (kabupaten/kota) untuk
mempercepat peningkatan kualitas
sanitasi yang dimulai dari upaya
perbaikan kualitas perencanaan
sanitasi. Oleh karena itu, PPSP
mendorong pemerintah kabupaten/
kota untuk menyusun strategi
pembangunan sektor sanitasi skala
kabupaten/kota yang komprehensif
dan koordinatif yang disebut sebagai
Strategi Santasi Kabupaten/kota
(SSK).
Lebih jauh, SSK merupakan
portofolio pendanaan bagi
pemerintah kabupaten/kota untuk
melakukan optimalisasi pendanaan
dari APBD (tingkat I dan tingkat
II) dan APBN serta akses terhadap
sumber-sumber pendanaan non-
pemerintah (donor, swasta, dan
masyarakat).
Kedua, PPSP merupakan program
kolaboratif antara pemerintah
daerah bersama dengan pemerintah
pusat. Keseluruhan proses dan
tahapan dalam PPSP bermuara pada
peningkatan kapasitas pemerintah
daerah dalam pembangunan
sanitasi.
Dalam pelaksanaannya, pengelolaan
PPSP di tingkat pusat dilakukan
oleh Program Management Unit
(PMU) yang berada dibawah
koordinasi Bappenas dan 3 Program
Implementation Unit (PIU), yaitu:
Bidang Teknis di Kementerian
Pekerjaan Umum, Bidang Advokasi di
Kementerian Kesehatan, dan Bidang
Kelembagaan di Kementerian Dalam
Negeri. PMU dan PIU tersebutlah
yang melakukan fungsi koordinasi
baik itu koordinasi antar lintas
kementerian yang terlibat, maupun
koordinasi antar pusat dengan
daerah.
Sebagai program yang
dilakukan secara lintas sektoral
dan terintegrasi, bagaimana
kontribusi sumber daya dan
pembiayaan setiap instansi?
Masing-masing kementerian
penanggung jawab PMU dan
PIU bertanggung jawab untuk
menyediakan sumber daya baik
berupa dukungan dana maupun
personel yang dialokasikan
melalui anggaran masing-masing
kementerian.
Bagaimana rencana Program
PPSP ke depan dalam mengejar
target-target yang telah
ditetapkan?
Secara umum, target-target
PPSP dicapai sesuai dengan
peta jalan (roadmap) yang
sudah ditetapkan. Ada enam
tahapan yakni, pertama, Tahapan
Kampanye, Edukasi, Advokasi dan
Pendampingan; kedua, Tahapan
Pengembangan Kelembagaan
dan Peraturan; ketiga, Tahapan
Penyusunan Rencana Strategis;
keempat, Tahapan Penyusunan
Memorandum program; kelima,
Tahapan Implementasi; dan
keenam, Tahapan Pemantauan,
Pembimbingan, Evaluasi dan
Pembinaan.
Ke depan, untuk lebih memastikan
pencapaian target PPSP dan
perluasan daerah dampingan, saat
ini sedang diupayakan peningkatan
dukungan dari lembaga-lembaga
donor, kalangan swasta, dan
masyarakat. Hal ini terutama
diarahkan untuk mendukung
implementasi dari SSK yang telah
disusun oleh pemerintah daerah.
“ KITA BERHARAP PADA TAHUN 2014 NANTI SUDAH TIDAK ADA
LAGI YANG BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN (BABS), PENGELOLAAN
PERSAMPAHAN PERKOTAAN MENINGKAT, DAN LUAS GENANGAN DRAINASE
DI KAWASAN STRATEGIS PERKOTAAN MENURUN.“
30 majalah percik november 2010
Ir. BUDI YUWONO, Dipl. SEDIRJEN CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
Sebenarnya bagaimana Program
Percepatan Pembangunan
Sanitasi Permukiman (PPSP)
2010-2014?
Sanitasi itu kan ketinggalan. Bukan
sarana fi siknya semata tapi persepsi
pemda, persepsi masyarakat.
Kehadiran PPSP ini untuk mengajak
mereka menyusun SSK. Dengan
begitu mereka diajak berpikir
mengenai bagaimana grand design
sanitasi kota ke depan. Karena
sanitasi itu beragam, ada yang
sangat sederhana, menengah
dan sangat complicated sesuai
dengan besaran kota. Dengan
variasi itu, SSK membuat pemda
beserta masyarakatnya terlibat
langsung sejak awal. Ini yang dulu
tidak dilakukan. Mereka langsung
disuruh bikin IPLT misalnya. Ternyata
kebutuhan, transportasi, mungkin
WC-nya malah belum ada. Jadi
sekarang dengan SSK mereka
bisa berpikir, apa yang mau saya
bangun? Apa cubluk, apa septic
tank. Kontrolnya melalui apa? Perlu
komunal atau menghidupkan IPLT
kembali. Makanya saya senang
dengan PPSP, pendekatannya
memang mengubah, mendorong
mindset mengenai bagaimana
suatu kota menjalankan sanitasi. Ini
memang harus telaten. Pertemuan
dari forum ke forum, terus ada
komunikasi. Itu semua supaya
orang bicara tentang sanitasi. Dari di
pinggir jadi ke tengah.
Dalam CSS (City Sanitation
Summit) Bukittinggi, sinergi
lintas sektor sangat ditekankan.
Pandangan Anda?
Saya sangat setuju. Lintas sektor
itu sangat bagus. Karena kita
membangun fi sik tanpa ukuran-
ukurannya itu akan menjadi tidak
jelas. PU membangun fi sik, Kemkes
nanti mengajari mengunakan,
menyosialisasikannya bahkan
mengukur tingkat pemanfaatannya
Pembangunan sanitasi tidak bisa hanya mengandalkan instansi teknis. Butuh sinergi dengan instansi lainnya. Sinergi yang baik akan menghasilkan output pembangunan yang baik.
Kementerian Pekerjaan Umum sebagai salah satu instansi yang berperan dalam menyediakan infrastruktur bagi masyarakat tak ingin mengulang kesalahan masa lalu yang hanya memikirkan target fi siknya saja tanpa memperhitungkan faktor lainnya. Bagaimana peran Kementerian ini dalam program PPSP, berikut wawancara kami dengan Budi Yuwono, Dirjen Cipta Karya, yang memfasilitasi Unit Pelaksana Program (atau sering juga disebut PIU – Program Implementation Unit) Teknis program PPSP.
Dibicarakan dan KonkretSanitasi Harus Terus
IrD
S
Obrolan
31majalah perciknovember 2010
atau outcome-nya. Itulah tugas
bersama kita. Ini gunanya
pertemuan-pertemuan lintas sektor,
kita bisa saling belajar.
Tapi khusus yang masalah lintas
sektor tadi, itu bukan hanya
problemnya daerah. Di pusat
juga harus menyadari bahwa kita
perlu ada sinergi arah kerja sama
lintas sektor ini. Saya rasa PPSP
menyatukan langkah kita bergerak
bersama. Mudah-mudahan kalau
pusat bergerak bersama begini terus,
daerah juga bisa melihat itu.
Kita punya pengalaman, ini
juga menyangkut sanitasi yakni
Pamsimas. Idenya sama, lintas sektor.
Sebelum diadakan pemilihan lokasi
sebelum dibangun, harus dilakukan
penyuluhan tentang pentingnya
kesehatan. Yang dibangun di desa
A, yang disuluh kesehatan desa B.
Padahal tujuannya penyuluhan untuk
mengerti, bagaimana pentingnya
hidup sehat, baru dibangun. Itu pun
juga nggak (jalan-red). Itu sampai
World Bank pernah marah.
Apa yang mesti dibenahi agar
PPSP berhasil?
PU biasanya ingin cepat, target
oriented. Kami menyadari bahwa
PPSP dengan berbagai pendekatan
sangat bottom-up. Itu penting tapi
harus ingat target kita. Kita harus
ngomong banyak tapi cepat dan
cepat bergeraknya. SSK jangan
melangit. Strategi-strategi itu kalau
tidak membumi, akhirnya nanti
mengawang-awang. Kita harapkan
teman-teman PU itu nantinya
bisa mengisi warna ini. Harus ada
program yang konkret.
Saya ambil contoh Payakumbuh ya.
Di sana saya lihat sendiri di desa-
desa dibagi toilet-toilet. Konkret itu.
Terus, Solo itu kita membantu sistem
terpusat, mestinya yang komunal
juga jalan. Istilahnya serengan. Yang
seperti itu juga dikembangkan terus.
Itu kan sudah bukan urusan kita
lagi. Harusnya serengan-serengan itu
dibentuk oleh walikota. Bagaimana
PU mendorong itu jadi konkret.
Tantangan ke depan PPSP
menurut Anda apa?
Sebetulnya namanya sudah pas ya,
strategi - sanitasi - kota. Strategi itu
pasti ada langkah, angka, dan biaya.
Kita ngomong yang terstruktur dan
rasional. Jangan di tingkat bupati
aja. Strategi itu harus disetujui oleh
DPR hingga DPRD. Dan rapatkanlah
dengan mereka itu. Makanya kita
selalu ngajak ketua DPRD ngomong
dulu kan. Kita berharap ada
perubahan mindset DPRD tentang
sanitasi. Tadinya prioritasnya di
bawah supaya dinaikkan.
Bagaimana peran PU dalam
hal mendorong komitmen
pendanaan?
PU telah mengusulkan peningkatan
budget dan didukung Bappenas dan
DPR pusat. Dengan itu peran kita
menjadi lebih konkret. Kita mulai
mendorong, ngomong, tapi juga
punya peluru. Anggaran Rp 14 triliun
selama 5 tahun untuk sanitasi, air
limbah, sampah dan drainase adalah
salah satu wujud komitmen pusat di
bidang ini. Belum ditambah DAK. Itu
semua APBN yang harus ditaruh di
daerah.
Sebagai PIU Teknis, apa harapan
Anda supaya sinergi ini berhasil?
Harapan saya sebetulnya kita
juga dibantu. Misalnya oleh dinas
kesehatan. Bagaimana mengukur
indeks kesehatan. Ada nggak korelasi
positif yang bisa diwujudkan. Biar
kita ngomong bareng. Misalnya
Payakumbuh, dengan mengeluarkan
duit sekian, indeks kesehatan naik. Itu
sangat mudah dipahami oleh DPRD.
Kalau bisa disusun oleh Bappeda.
DPRD kalau memberikan biaya
(pembangunan) jalan, terasa mulus
tapi kalau memberikan kepada
(pembangunan) sanitasi, apa yang
bisa dirasakan? Itu lebih susah diukur.
Nah, ini yang kelihatannya kurang.
Harapan saya, dinas-dinas kesehatan
bisa memberikan kontribusi. Air
bagus, sanitasi bagus, itu mestinya
angka kematian bayi turun, angka
kematian ibu melahirkan turun.
Jadi sudah harus melihat
dampaknya secara
kualitas?
Saya rasa sudah harus
dimulai. Kita nggak bisa
terus menghitung persentase
pelayanan. Tapi kalau jalan, dengan
dibangunnya jalan Padaleunyi,
akhirnya tercover sekian ribu orang.
Sekian ribu orang terangkut setiap
hari. Surabaya dengan dibangunnya
airport baru, estimasinya dari 6 juta
penumpang, naik jadi 15 juta. Fakta
kan seperti itu. Dengan dibangunnya
sanitasi, angka kematian bayi turun,
ini turun. Kita menjadi lebih sehat.
Tersedia dana Rp 14 Triliun untuk
2010- 2014, tantangannya apa?
Tantangannya adalah penyusunan
program yang baik. Saya minta
teman-teman PU menyusun
program yang baik. Karena mulainya
bagaimana menyadarkan orang
tentang perlunya sanitasi. Dana yang
ada kita manfaatkan secara benar
dan tepat.
“ SANITASI ITU KAN KETINGGALAN. BUKAN
SARANA FISIKNYA SEMATA TAPI PERSEPSI PEMDA,
PERSEPSI MASYARAKAT. KEHADIRAN PPSP INI
UNTUK MENGAJAK MEREKA MENYUSUN SSK. ”
32 majalah percik november 2010
Pemerintah tengah melakukan
terobosan dalam percepatan
pembangunan sanitasi melalui
Program PPSP, sejauh mana
program ini mampu mengatasi
persoalan kesehatan atau angka
kesakitan yang terkait dengan
rendahnya akses sanitasi?
Pada Kabinet Indonesia Bersatu
II, sesuai arahan Presiden, kini
pemerintah diharapkan untuk
concern dengan upaya promotif
dan preventif demi optimalisasi
pembangunan berkesinambungan.
Terkait sanitasi, bukan hanya
persoalan air limbah domestik
(waste water), persampahan (solid
waste) dan drainase lingkungan
(drainage system) saja. Persoalan
ini berkaitan dengan upaya
pembangunan manusia. Karena
itu sangat berkontribusi pada
pencapaian MDGs (Millennium
Development Goals) dan IPM
(Indeks Pembangunan Manusia).
Dengan kata lain, bila kita mampu
mangatasi persoalan ini secara baik
maka ini akan berdampak luas dan
akan berdampak pada perbaikan
kesehatan, produktivitas dan
kesejahteraan masyarakat.
Bagaimana sebetulnya posisi
Indonesia saat ini?
Kita sudah melakukan banyak hal,
namun kita masih perlu percepatan
pembangunan sanitasi yang
terintegrasi. Contohnya persoalan
limbah domestik (tinja), laporan
Pembangunan Manusia 2006
terbitan Program Pembangunan
PBB (UNDP) menyatakan hampir
separuh penduduk di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia
belum memiliki akses terhadap
sanitasi yang layak. Laporan Asian
Development Bank menyebutkan
pencemaran air di Indonesia
berpotensi menimbulkan kerugian
45 triliun rupiah lebih per tahun atau
2,2 persen GDP negara. Sementara
Upaya pembangunan dan penyediaan layanan sanitasi membutuhkan aspek advokasi dan upaya komunikasi. Penyadaran publik, misalnya, untuk perubahan perilaku hidup bersih dan sehat membutuhkan kampanye dan mobilisasi sosial yang strategis dan terencana.
Kementerian Kesehatan merupakan salah satu institusi yang memiliki peranan penting dalam hal upaya advokasi, edukasi dan pemberdayaan bagi aspek komunikasi kebijakan penyehatan lingkungan, termasuk sektor sanitasi. Berikut ini wawancara kami dengan Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, yang memfasilitasi Unit Pelaksana Program (atau sering juga disebut PIU – Program Implementation Unit) Advokasi dan Pemberdayaan program PPSP.
Menjaga Komitmen Bersama
Tantangan Kita,
Obrolan
PROF. DR. TJANDRA YOGA ADITAMA, DIRJEN P2PL, KEMENTERIAN KESEHATAN
33majalah perciknovember 2010
posisi Indonesia, persentase cakupan
pelayanan sanitasinya berada di
urutan keenam. Contohnya bila
setiap orang tiap hari membuang
tinja 125–250 gram di perkotaan
Indonesia. Asumsikan penduduk
perkotaan sekitar 100 juta orang,
maka akan dihasilkan 25.000 ton
tinja per hari. Jika tidak ditangani,
masalah volume, mikroba, materi
organik, nutrien, dan telur cacing
(4 komponen dalam tinja) harus
dihadapi. Tidak mengherankan, 70
persen air tanah di perkotaan telah
tercemar bakteri tinja yang parah.
Bagaimana dengan dampak
ekonomi?
Berdasarkan studi “Economic Impacts
of Sanitation in Southeast Asia” tahun
2007 dari Water and Sanitation
Program (WSP) Bank Dunia, Indonesia
kehilangan lebih dari Rp. 58 triliun
atau sebanding dengan Rp. 265.000
per orang setiap tahun akibat
sanitasi buruk. Selain itu lebih dari
94 juta orang (43 persen dari jumlah
penduduk) belum mempunyai
jamban dan hanya 2 persen dari
jaringan air limbah perkotaan yang
diolah. Akibatnya diperkirakan ada
sekitar 121.100 kasus diare yang
memakan korban lebih dari 50.000
jiwa setiap tahun. Biaya kesehatan
mencapai 131.000 rupiah per
orang atau 31 triliun rupiah secara
nasional setiap tahunnya. Selain itu,
pembuangan tinja atau sampah
yang masuk ke badan-badan air,
menyebabkan kerugian sebesar
63.000 rupiah per orang atau 14
triliun rupiah secara nasional.
Sejauh mana efektivitas kerja
sama lintas sektor dalam
Program PPSP ini dapat
terlaksana?
Secara nasional, program PPSP
merupakan suatu terobosan. Di saat
yang sama, otonomi daerah juga
menekankan pentingnya pemerintah
kabupaten/kota agar semakin peka
dan lebih strategis dalam melihat
persoalan penyehatan lingkungan
mereka. Program PPSP dapat efektif
terlaksana bila ada keterpaduan lintas
sektoral (kementerian/kedinasan)
dalam perumusan hal-hal strategis
bersama dalam perencanaan
daerah. Sejalan dengan itu Program
PPSP memungkinkan keserasian
dan koordinasi lebih baik antara
kabupaten/kota, provinsi dan pusat.
Sebagai UPP (Unit Pelaksana
Program) atau kadang disebut
PIU (Program Implementation
Unit) Advokasi dan
Pemberdayaan dari Program
PPSP ini, apa saja peran
Kementerian Kesehatan?
Peran dan fungsi Kementerian
Kesehatan ada dalam setiap
tahapan program PPSP. 1) advokasi,
komunikasi dan pemberdayaan;
2) pengembangan kelembagaan
dan peraturan; 3) penyusunan
rencana strategis terpadu; 4)
penyusunan memorandum program;
5) implementasi optimalisasi
ketersediaan prasarana dan
sarana sesuai kebutuhan; dan 6)
pemantauan, pembimbingan dan
evaluasi. Kementerian Kesehatan
lebih banyak memfasilitasi tahap
pertama program PPSP, yakni
kegiatan yang terkait dengan
kampanye, edukasi, advokasi
dan pendampingan. Direktorat
Pengendalian Penyakit Dan
Penyehatan Lingkungan menjadi
pusat informasi publik dan
membidangi kegiatan promosi
kesehatan.
Bagaimana kesiapan dan
komitmen untuk pembiayaan
program ini?
Kementerian Kesehatan
mengalokasikan anggaran tahunan
untuk pelaksanaan kegiatan UPP
Advokasi dan Pemberdayaan
program lintas sektoral ini. Selain
berkontribusi pada pendanaan
dan sumber daya manusia, kami
juga memfasilitasi kantor khusus
bagi koordinasi UPP Advokasi. Ini
dimaksudkan untuk memperlancar
koordinasi stakeholders, serta sinergi
dengan berbagai pihak. Setiap tahun
akan tinjau secara berkala.
Apakah tantangan program yang
akan berlangsung hingga 2014 ?
Dari segi Kementerian Kesehatan,
ada dua hal yang menjadi perhatian:
pertama, berbagai antisipasi upaya
(maupun dampak) di luar kendali
sektor kesehatan, atau disebut
‘beyond health’; kedua, dampak
‘climate change’. Secara ringkas,
kedua hal ini bisa menuntut
penanganan di luar kesehatan. Tidak
bisa lagi sektoral. Ini juga menjadi
tantangan program PPSP. Tantangan
untuk kesinambungan sinergi dan
komitmen dalam mencapai tujuan
bersama. Seperti kita tahu, kegiatan
lintas sektoral tidak mudah. Upaya
advokasi dan komunikasi kebijakan
dan pembangunan program
sanitasi harus terus ditingkatkan.
Pada konteks PPSP, saat ini sedang
diupayakan keluarnya aturan dan
payung hukum yang lebih kuat
(semacam Peraturan Presiden
atau Instruksi Presiden), demi
optimalisasi upaya bersama dalam
mencapai tujuan program PPSP.
Menjaga komitmen bersama adalah
tantangan kita.
“ UPAYA ADVOKASI DAN KOMUNIKASI KEBIJAKAN DAN
PEMBANGUNAN PROGRAM SANITASI HARUS TERUS
DITINGKATKAN. MENJAGA KOMITMEN BERSAMA
ADALAH TANTANGAN KITA.”
34 majalah percik november 2010
Sejauh mana peran pokja
provinsi dalam mendorong
kepedulian kabupaten/kota
terhadap sanitasi?
Pokja AMPL Jawa Tengah
terus berusaha memfasilitasi
pembangunan AMPL sejak tahun
2004. Yang awalnya hanya Kebumen,
terus berkembang ke 15 kabupaten/
kota dalam rangka peningkatan
akses AMPL. Kami berusaha
memberi arahan dalam berbagai
kesempatan agar pembangunan
sanitasi ini lebih baik, khususnya di
kabupaten/kota yang ikut PPSP.
Bagaimana kesiapan daerah
mengalokasikan anggaran untuk
membangun sanitasinya?
Cukup siap, tapi perlu ada advokasi
terlebih dahulu. Misalnya dana
ini untuk apa, manfatnya apa,
dampaknya bagi masyarakat dan
sebagainya. Pemahaman kepada
para pengambil keputusan menjadi
sangat penting. Dana untuk sanitasi
Rp 300 juta-Rp 400 juta sebenarnya
bisa disisihkan dari sektor yang
kurang prioritas.
Selama ini advokasi
pembangunan sanitasi ke
kabupaten/kota seperti apa?
Pemahaman baru terbatas pada
kabupaten/kota calon peserta
PPSP. Karenanya, belum semua
kabupaten/kota menyadari
pentingnya pembangunan sanitasi.
Kita juga mengajak Kota Solo untuk
berbagi pengalaman tentang
keberhasilannya mengikuti ISSDP
sehingga memiliki perencanaan
yang komprehensif dalam
pembangunan sanitasinya.
Bagaimana membangun
sanitasi khususnya di wilayah
perdesaan?
Di desa sampah belum jadi masalah.
Tapi di sana ada masalah limbah
atau buang air besar sembarangan.
Nah ini sekarang sudah ditangani
dengan adanya program STBM
(Sanitasi Total Berbasis Masyarakat),
Pamsimas, dan sebagainya. Kita
melihat permasalahan di perdesaan,
selain keterbatasan sarana dan
prasarana, sebenarnya ada masalah
perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS), terutama pada penduduk
yang tinggal di bantaran sungai.
Program STBM misalnya, bisa
mengubah perilaku masyarakat di
wilayah Kabupaten Grobogan. Dua
desa yang sebelumnya tak punya
jamban, kini telah punya jamban
meski tanpa subsidi. Nah program
berbasis masyarakat dalam skala
kecil/rumah tangga seperti ini bisa
dilaksanakan untuk mengatasi
permasalahan air limbah. Pokja bisa
langsung andil di dalamnya dalam
memicu masyarakat agar terlibat
secara aktif.
Bagaimana kebijakan pokja
provinsi agar semua daerah bisa
mengatasi persoalan sanitasi
ini dengan segera?
Kabupaten/kota sudah
ada gradasinya. Yang
rawan masalah sanitasi
diprioritaskan, yakni daerah
pantai utara juga pantai
selatan. Makanya kabupaten/kota di
wilayah tersebut ikut PPSP. Setelah
itu daerah-daerah aliran sungai.
Yang belum ikut PPSP akan kita pacu
dengan melakukan sinkronisasi
SKPD-SKPD.
Sejauh mana provinsi
mengalokasikan anggaran di
sektor sanitasi ini?
Perhatian terhadap sanitasi belum
begitu menggembirakan. Alokaksi
anggaran untuk sanitasi masih di
bawah satu digit. Mudah-mudahan
dengan adanya PPSP, pemahaman
para pengambil kebijakan dan
SKPD-SKPD, termasuk pokja dan
Bappeda semakin meningkat.
Dengan perencanaan yang baik dan
komprehensif, kita bisa memetakan
kondisi sanitasi sekaligus menyusun
strategi penanganan sanitasi secara
bertahap.
G WALUJO
ANGGOTA POKJA AMPL PROVINSI JAWA TENGAH
Pembangunan sanitasi di daerah tak bisa dilepaskan dari peran provinsi. Dalam PPSP, provinsi memiliki andil menyeleksi kabupaten/kota serta mengawal proses perjalanan penyusunan Buku Putih dan Strategi Sanitasi Kota (SSK). Lebih dari itu, provinsi berperan mendorong kabupaten/kota memiliki kepedulian terhadap sanitasi. Seperti apa yang sudah dilakukan? Berikut wawancara dengan salah satu anggota Pokja AMPL Jawa Tengah, G Walujo.
DAERAH BUTUH ADVOKASI SANITASI
punya
mban
ogram
skala
ini bisa
tasi
okja bisa
dalam
erlibat
okja
rah bisa
nitasi
bertahap.
Obrolan
35majalah perciknovember 2010
Program Percepatan
memang seringkali mirip
makanan instan, semua
serba cepat dengan
sarana dan prasarana
terbatas. Hampir mirip
sedikit dengan PPSP.
Setelah pelaksanaan
program uji coba dengan
nama ISSDP di 12 kota
selama kurang lebih
empat tahun, dilakukanlah
perluasaan wilayah
langsung ke 41 daerah
kota dan kabupaten yang
memiliki karakteristik
beragam.
Meski prosesnya cepat,
pelaksanaan PPSP pada
tahap pertama terbilang
sukses dengan antusiasme
tinggi dari pemerintah
daerah untuk menerima
dan melaksanakan
program di daerah
masing-masing. Daerah
bersedia menyiapkan
sarana dan prasarana
pelaksanaan program,
kesiapan lembaga lokal
sebagai pengelola, serta
gereget dan rasa memiliki
pokja terhadap produk
PPSP (Buku Putih) cukup
tinggi.
“Saat ini PPSP sebagai
program yang hebat,
dimana pemerintah
daerah mau dan
mampu menyusun
sendiri dokumen Buku
Putih sebagai landasan
penyusunan Strategi
Sanitasi Kota (SSK)
secara lintas sektoral
dan komprehensif,” kata
Ernawati, Fasilitator
Provinsi Jawa Tengah.
Ke depannya, Ernawati
mengharapkan beberapa
perubahan, di antaranya
dalam hal kejelasan
petunjuk pelaksanaan.
Pemahaman mengenai
penyediaan anggaran,
fasilitas sekretariat, serta
hal-hal teknis lainnya
ini amat penting agar
program berjalan lebih
lancar dan sesuai jadwal.
Selain itu, hendaknya ada
perbaikan alat bantu dan
perangkat analisis yang
sesuai dengan kondisi
perdesaan atau perkotaan.
Peran tenaga ahli juga
dibutuhkan dalam
mendukung program di
lapangan.
MASUKI “RANAH MUSUH” DENGAN PENDEKATAN PERSONAL
SEKILAS PROGRAM PPSP
ABDULLAH ARAFAD
CF KABUPATEN LHOKSEUMAWE
ERNAWATI
FASILITATOR PROVINSI JAWA TENGAH
Tak ada kata pantang menyerah dalam kamus Abdullah Arafad. Sang City Fasilitator (CF) ini berani menembus “ranah musuh” demi memuluskan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) di tempat ia dibesarkan, Kabupaten Lhokseumawe.Bukan hal yang mudah menawarkan isu sanitasi kepada para pemangku kepentingan di Kabupaten Lhokseumawe. Apalagi, sanitasi adalah wilayah baru bagi Abdullah. Antipati, penolakan, hingga pesimisme dari berbagai pihak mengenai program PPSP pun ia rasakan.Mari simak obrolan singkat Percik dengan Abdullah berikut ini:
Apa kendala utama pada
pekerjaan ini dan bagaimana
mengatasinya?
Utamanya adalah menembus
birokrasi. Karena itu saya curi
start. Sekitar sebulan sebelum
PPSP masuk, saya mulai merintis
penjajakan lewat pendekatan
personal kepada koneksi saya di
pemerintahan. Saya jual isu dengan
memotret kondisi eksisting di
Lhokseumawe, seperti sampah,
kondisi drainase, atau angka
penyebaran penyakitnya. Setelah
mereka tertarik, baru saya tawarkan
dokumen perencanaan yang bisa
meng-cover permasalahan yang
ada, yaitu SSK. Cara seperti ini cukup
efektif dan rasanya bisa diterapkan di
kabupaten/kota lain.
Apakah prosesnya mulus?
Agak sulit juga, terutama dalam
hal data-data sanitasi yang tidak
lengkap. Belum lagi kalau ada
“penumpang gelap”, pihak-pihak
yang hanya mengincar kucuran
dana tanpa mengindahkan tujuan
utama program ini. Memang di situ
tantangannya. Makanya kita harus
menyelami “ranah musuh” supaya
bisa nyambung.
Pendapat Anda tentang program
PPSP sendiri?
Banyak diakui oleh teman di
Bappeda dan juga walikota,
dokumen Buku Putih dan Strategi
Sanitasi Kota (SSK) yang merupakan
produk PPSP mampu menjawab
permasalahan sanitasi yang selama
ini mendera Lhokseumawe.
Selain proses pembuatannya
yang melibatkan banyak pihak,
metodologi penyusunannya
yang ilmiah pun dinilai mampu
dipertanggungjawabkan.
36 majalah percik november 2010
Bisa dijelaskan secara sederhana apa dan bagaimana konsep Rentra AMPL, dan bagaimana kedudukannya dalam sebuah proses perencanaan pembangunan AMPL di deareh? Perencanaan strategis (Renstra AMPL)
merupakan sebuah pedoman, arah
dan panduan yang perlu dibuat
sebuah Pokja AMPL di daerah. Dan
dalam sebuah Renstra AMPL yang
ada biasanya tercantum sejumlah
rencana operasional kerja jangka
pendek dan menengah secara taktis,
terfokus, dapat diimplementasikan
dan terukur. Saat ini memang
sudah ada sejumlah pedoman
perencanaan lainnya. Namun, sering
kali konsep renstra yang dibuat
pemerintah pusat dan pemerintah
daerah tidak sama atau sejalan.
Hal inilah yang kadang membuat
target pembangunan AMPL yang
dibuat pemerintah pusat tidak
tercapai. Karena itu, Renstra AMPL
dapat menjadi interface antara
dokumen rencana strategis baik
milik pemerintah pusat seperti
kementerian dengan pemerintah
daerah.
Kaitannya dengan dokumen perencanaan lainnya apa saja keunggulan yang bisa di tawarkan dalam sebuah Renstra AMPL?Lahirnya sebuah Renstra AMPL
biasanya disemangati oleh paradigma
perencanaan pembangunan agar
lebih harmonis dan selaras, baik
antara pusat dengan daerah, daerah
dengan daerah, dan juga antar
instansi dan fungsi pemerintahan
lainya. Ini yang bisanya merupakan
landasan utamanya. Dalam dokumen
sejumlah Renstra AMPL, saya melihat
ada tiga hal positif yaitu pertama
kualitas dokumen perencanaan
pembangunan AMPL menjadi lebih
baik di daerah, kedua mendorong
kinerja pemerintah daerah lebih
terukur, terarah dan sesuai dengan
target pencapaianya. Dan ketiga
mempererat jaringan kerja dan
koordinasi seluruh pemangku
kepentingan baik pemerintah, instansi
swasta dan peran masyarakat untuk
bekerja lebih keras bagi kemajuan
daerahnya di bidang AMPL.
Apa saja tantangan Pokja AMPL untuk melahirkan sebuah dokumen perencanaan AMPL yang baik?Tidak bisa dipungkiri sejumlah
tantangan terjadi dalam penyusunan
sebuah Renstra AMPL seperti
lemahnya koordinasi atau kerjasama,
tidak adanya kesepahaman atau visi
dalam penyusunan acuan, kualitas
SDM yang masih kurang di sejumlah
daerah dalam bidang AMPL dan
kurangnya dokumen perencanaan
yang ada. Sedangkan komitmen atau
kepedulian pemerintah daerah pun
sangat beragam dalam menyikapi
perlunya pokja AMPL menyusun
sebuah renstra. Karena itu, penting
dilakukan proses internalisasi atau
kesepahaman diantara sejumlah
pihak dalam memaknai sebuah
rencana strategis.
Sebagus apapun rencana strategis yang dibuat oleh pokja AMPL dalam menyusun sebuah Renstra AMPL tentunya tidak akan bermanfaat jika tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah. Juga sebaliknya untuk menggerakan sebuah Pokja AMPL tentunya tidak mudah, bagaimana mengatasi persoalan ini?Dalam membuat sebuah dokumen
perencanaan strategis AMPL tentunya
diperlukan kerjasama dan koordinasi
yang kuat seluruh anggota pokja.
Saya melihat diperlukan sosok atau
fi gur yang bersedia bekerja keras,
memiliki komitmen kuat bekerja
buat kepentingan masyarakat luas di
bidang AMPL. Dengan Renstra AMPL
yang baik maka tentunya pemerintah
pusat dan daerah tentunya akan
memiliki kerangka tindak menuju
keberlanjutan pembangunan AMPL.
[Eko]
Sejumlah dokumen perencanaan muncul di daerah. Renstra AMPL dan SSK mengambil porsi sebagai perencanaan strategis di bidang air minum dan sanitasi. Bagaimana kedua produk tersebut sesungguhnya saling bersinergi dengan sejumlah dokumen yang ada dan mendukung proses perencanaan pembangunan di daerah? Oswar Mungkasa, Mantan Pelaksana Harian Pokja AMPL dan Nugroho Tri Utomo, Koordinator PMU Sekretariat PPSP menjawab pertanyaan besar tersebut.
Oswar Mungkasa
KERANGKA TINDAK MENUJU KEBERLANJUTAN
PEMBANGUNAN AMPL
1
Harmonisasi Dokumen SanitasiObrolan
37majalah perciknovember 2010
Apa yang menjadi keutamaan SSK sehingga diyakni dapat membantu pembangunan di daerah, khususnya untuk sektor sanitasi?Yang paling penting dari SSK
adalah ownership seluruh pihak
berkepentingan kabupaten/kota
terkait dokumen tersebut sehingga
ada kredibilitas perencanaan itu
sendiri. Ownership inilah yang selama
ini belum kuat dalam dokumen
perencanaan daerah karena
tidak menggabungkan seluruh
kepentingan. Di SSK, kalau usulan-
usulan program tidak dikoordinasi
antar SKPD, akan gugur dengan
sendirinya. Dari sisi kredibilitas,
karena SSK disusun berdasarkan
data empiris, data yang tercantum
sesuai dengan kondisi eksisting.
Gambaran senyata mungkin ini akan
lebih powerful kedudukannya dalam
mengadvokasi pimpinan daerah
agar mau memprioritaskan sanitasi
di daerahnya. Kalau pimpinan daerah
sudah bilang sanitasi jadi prioritas,
proses selanjutnya akan lebih mudah,
termasuk soal pendanaan.
Satu hal lagi, yang selama ini hilang
adalah link antara rendahnya
investasi sanitasi dan akibat yang
ditimbulkannya. Nah, SSK bisa
menjawab missing link itu.
Bagaimana kedudukan SSK dengan dokumen-dokumen lainnya di daerah seperti Renstra AMPL?SSK sendiri tak pernah diharapkan
menjadi dokumen formal, melainkan
sebagai exercise antar SKPD dalam
menjalankan tupoksi di bidang
sanitasi. Bagaimana cara memadukan
SSK dan RPJM? Bagi daerah yang
sudah memiliki SSK namun belum
ada RPJM, SSK itulah yang dijadikan
RPJM Sanitasi. Sementara daerah
yang belum punya SSK namun sudah
ada RPJM, harus dipastikan program
sanitasi yang ada dalam RPJM itu bisa
memfasilitasi SSK.
Nah, bagi daerah yang memiliki
Renstra AMPL, SSK harus disusun
mengacu pada Renstra AMPL.
Mengingat bahwa sanitasi sangat terkait erat dengan air minum, bagaimana menyinergikannya? Mulai tahun ini kami berusaha
menggabungkan pendekatan
pembangunan untuk air minum dan
sanitasi. Renstra AMPL pun ternyata
mirip dengan Buku Putih yang jadi
bagian dari proses penyusunan
SSK. Kebijakan kami untuk tahun
2011, pokja AMPL yang sudah ada
di daerah bisa difungsikan sebagai
pokja sanitasi juga. Jadi daerah tak
perlu buat pokja lagi. Dengan begitu
pembangunan sanitasi dan air minum
bisa berjalan bersama-sama.
Melalui PPSP, minimal 330 kabupaten/kota diharakan telah menyusun SSK di tahun 2014. Bagaimana kebijakan Pemerintah Pusat agar SSK yang dihasilkan tersebut benar-benar masuk dalam siklus perencanaan pembangunan di daerah sehingga dapat diimplementasikan? Kami hanya bisa secara terus-
menerus mengajak daerah untuk
ikut program PPSP. Pusat tak bisa
menginstruksikan atau memaksa
daerah untuk membuat SSK karena
kunci sukses SSK adalah komitmen
daerah sendiri. Tapi kemudian,
pusat menyinkronkan kebutuhan-
kebutuhan agar bisa mendukung
sanitasi. Kalau daerah mau maju,
silakan buat SSK, nanti pusat akan
bantu (mendampingi). Tapi kalau
daerah belum mau ya tak apa-apa.
Untuk mengamankan momentum
bagi daerah-daerah yang ikut PPSP,
pusat membantu mencarikan
bantuan pendanaannya.
Bagaimana penanganan sisa kabupaten/kota di luar 330 kabupaten/kota target PPSP? Bukankah target RPJMN 2010-2014 untuk sektor sanitasi bersifat nasional?Angka 330 kabupaten/kota itu sendiri
didapat dari identifi kasi kota-kota
yang punya permasalahan drainase,
air limbah, dan persampahan. Ini
sudah ada hitung-hitungannya
sendiri. Jadi 330 kabupaten/kota ini
adalah prioritas sekaligus gambaran
awal supaya bisa menghitung
kebutuhan pembiayaan program
ini. Meskipun kedengarannya ini
merupakan target besar, namun
sebagai gambaran untuk 2010 saja,
dari target 57 kabupaten/kota yang
ikut, ternyata ada 63 kabupaten/
kota yang menyatakan siap. Kalau
ini terjadi secara konstan, bisa jadi di
2014 semua kabupaten/kota akhirnya
ikut menerapkan program PPSP.
Nugroho Tri Utomo
SSK, OWNERSHIP DAN KREDIBILITAS
2
38 majalah percik november 2010
2010 2010 22010 2011
Agenda
Oktober November Desember Januari
Evaluasi Kinerja PF/CF 2010
Peneyusunan Training Need Assessment untuk
KonsultanManajemen Wilayah
Fasilitasi 3 kota pilot Program Memorandum
Penilaian Draft SSK Kota-kota 2010
Pengecekan Kesiapan Administratif kota-kota 2011
26-29 Oktober 2010Pelatihan Metode Kampanye
Sanitasi untuk Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi
(Gelombang 1) AwalDesember 2010Rapat Evaluasi Tahunan
Penyegaran PF/CFuntuk Program Memorandum 2011-2012
Rekruitmen CF/PF 2011
9-12 November 2010Pelatihan Metode Kampanye Sanitasi untuk Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi (Gelombang 2)
Minggu ketiga November 2010Pelatihan Keterampilan Komunikasi untuk Eselon 2 dan 3
Akhir November 2010Penilaian mutu SSK
Rakernas Provinsi Penjaringan Minat Kota 2012
21-22 Oktober 2010Pelatihan Web-based Monev untuk Pokja Kabupaten/Kota dan Provinsi
8-10 Desember 2010City Sanitation Summit Kediri
Konsolidasi Sinergi Program-Program
TTPS – AMPL
AwalDesember 2010Penilaian Akhir Mutu SSK
20 Oktober 2010Seminar dan Diskusi Media: Peran
Media untuk Kampanye Sanitasi
39majalah perciknovember 2010
2011 2011 20112011 2011
Februari Maret April Mei Juni
Pelatihan EHRA bagi Pokja Provinsi dan Kabupaten/Kota
Pelatihan Studi Pendukung Buku Putih bagi Pokja Provinsi
Pelatihan Monev Berbasis Web bagi PMU-PIU
AkhirMaret 2011Konferensi Sanitasi Nasional III
Pelatihan Metode Kampanye Sanitasi bagi Pokja Provinsi dan Kabupaten/Kota
Pelatihan Fasilitator Baru PPSP
Pelatihan Pengelolaan Aspek Komunikasi bagi Pokja Provinsi
Pelatihan Identifi kasi Sumber dan Pendanaan Sektor Sanitasi bagi Pokja Kabupaten/Kota, Provinsi, Fasilitator, dan Tenaga Ahli KMW
Pelatihan Penyegaran SSK bagi Fasilitator
Pelatihan Penyusunan Buku
Putih dan SSK bagi Pokja Provinsi
Workshop Memorandum Program bagi
PMU-PIU
Pelatihan Fasilitasi Penyusunan
Memorandum Program bagi Pokja
Provinsi
Pelatihan Penyusunan
Memorandum Program untuk
Pokja Kabupaten/Kota
AGENDA PPSP
2010–2011
40 majalah percik november 2010
Kata Mereka
RW 08 Petojo Utara Jakarta Pusat begitu populer dan
kerap dikunjungi baik oleh tamu domestik maupun
mancanegara. Tujuan mereka umumnya untuk melihat
lebih dekat dan mencontoh keberhasilan kawasan yang
terdiri dari 14 RT ini dalam hal pengelolaan sanitasi. Tahun
2009, Ketua RW-nya Irwansyah Andi Idrus, memperoleh
penghargaan Kalpataru.
Berikut petikan wawancara singkat dengan Irwansyah.
Pendapat Anda tentang Pembangunan Sanitasi
Indonesia ?Pembangunan sanitasi harus komprehensif, seluruhnya. Tidak
hanya pekerjaan pemerintah tapi utamanya juga masyarakat.
Dan yang lebih penting lagi adalah mengubah perilaku
masyarakat. Ini yang sulit. Masyarakat harus disadarkan dulu
dan tahu sanitasi itu apa.
Program-program apa saja yang ada di Petojo?
Sejak tahun 2006 dibantu USAID di RW kami menjalankan
program sanitasi melalui MCK yang ramah lingkungan
dengan teknologi modern, Dewats (Decentralized
Wastewater Treatement System, di mana 90 persen air
limbah dapat dimurnikah kembali --red). Awalnya sekali,
kita (RW 08 Petojo) melakukan perbaikan nutrisi melalui
posyandu, kemudian mulai bergulir program-program
kebersihan seperti pengomposan, daur ulang sampah
plastik atau penghijauan. Kita juga menjalankan CTPS dan
sejak Mei 2006 kita juga menyelenggarakan kerja bakti
bersih-bersih Kali Krukut, setiap tiga bulan sekali. Dari situ
berturut-turut ada bantuan membangun sarana publik
toilet umum.
Menurut Anda program pembangunan sanitasi
yang pas untuk Indonesia seperti apa?Yang paling tepat adalah kita harus memetakan dulu suatu
wilayah, (berapa) masyarakat yang menggantungkan dirinya
dengan MCK umum, nggak punya MCK atau punya MCK di
rumahnya. Dari situ saja bisa kelihatan apa yang bisa dilakukan
bersama. Yang utama memang sumber pendanaan itu harus
ada di pemerintah, bagaimana penggunaannya, pelakunya
semua kembali ke masyarakat. Harus ada keterlibatan
keduanya, pemerintah dan masyarakatnya. (NC/HI)
Irwansyah Andi Idrus
Ketua RW 08 Kelurahan Petojo Utara Jakarta PusatPenggiat sanitasi, peraih Kalpataru tahun 2009
PEMBANGUNAN SANITASI
HARUS KOMPREHENSIF
MCK ++ di RW 08 Ke-lurahan Petojo Utara Jakarta Pusat
41majalah perciknovember 2010
42 majalah percik november 2010
Bonek, (27 tahun)Penjaga Toilet Umum Stasiun
Toilet di sini rutin disedot. Tiap macet kita pasti sedot. Bisa tiga bulan sekali. Biar orang nyaman memakainya. Ya, meskipun yang pakai toilet umum bukan orang kaya, tapi tetep semua orang butuh buang air bukan? Penting toilet selalu dijaga kebersihan dan diperbaiki. Kalau toilet bersih kan enak juga.
Ida, (39 tahun)Guru TK
Di depan (lokasi) TK kita ada got. Alhamdulillah lancar.. di TK kita WC-nya juga berfungsi dengan baik meskipun sangat sederhana dan belum dikeramik. Sebisa mungkin anak-anak tahu dan diajari dua hal: membuang sampah pada tempat nya dan cuci tangan sebelum makan. Ini penting. Kesehatan anak-anak terjaga dan mereka punya wawasan hidup sehat.
Tidak perlu kemampuan supranatural, hipnotis atau perangkat penyadapan
yang super canggih untuk tahu isi benak warga Jakarta tentang sanitasi. Luangkan
waktu lima menit untuk bertanya mengenai hantu-hantu kekhawatiran
yang mengitari got, air limbah atau sampah lingkungan. Tokoh-tokoh dalam
artikel ini sudah benar-benar mewakili pendapat kita sebagai warga kota. Tak
perlu takut untuk berbagi opini, karena sanitasi memang untuk diurusi bersama.
Betul betul betul...?
MEREKA BICARA
SANITASI
Irland F, (24 tahun)Pegawai Swasta
Sebaiknya pemerintah menggalakkan 3R dan dimulai dari tingkat rumah tangga dengan mengedepankan peran ibu-ibu. Sebab ibu-ibu yang paling berperan dalam produksi sampah (di rumah tangga). Dan yang tidak kalah penting, harus ada master plan sanitasi dan dijalankan dengan baik, jangan penyelesaikan secara instan saja.
Asep, (35 tahun)Penjual Buah
Di kampung saya orang masih buang air di kali. Seumur-umur semua orang buang air ke kali. Mestinya ada aja kampung-kampung yang dilewatin kali kaya kampung saya, di situ orang-orang pasti lebih demen buang air di kali. (Justru) di situ itu mestinya ada pembangunan WC-WC umum yang bener, bukan WC cemplung empat sampai lima kotak.
Kata Mereka
Deni, (38 tahun)Tukang Parkir
Masyarakat di wilayah saya suka buang sampah di kali. Kenapa? Karena sebenarnya tidak ada tempat sampah bersama yang disediakan. Berapa sih sampah yang bisa diangkut tukang sampah RW? Sudah cuman sekantong, itu juga nggak rutin saban hari. Padahal kita sering banget nyampah. Mestinya ada tempat sampah bersama, tiap kelurahan atau RW.
43majalah perciknovember 2010
Kanta, (56 tahun)Supir Bajaj
Deket bengkel tempat saya tinggal ada kebonan, banyak sampah daun-daun dari kebon, jadi banyak nyamuk. Sampah model apapun mesti diperhatikan kalau dekat dengan tempat tinggal harus diberantas karena bisa jadi sarang nyamuk. Sampah-sampah daun ini mesti dikubur. Di Jakarta kan banyak pengolahan sampah kalau di desa jarang. Mestinya sampah-sampah itu dipikirin mau diapain. Biar semua orang sehat.
Kasim, (68 tahun)Pemulung Sampah
Seneng sih kalau liat sampah kardus dan plastik banyak tapi kadang nggak sedap juga dipandang mata. Ya, sampah mestinya memang dibersihin pemerintah tapi disisain dong buat kita. (Sampah) yang kita kumpulkan ini nantinya kan dibawa ke pabrik dan (akhirnya) diolah juga.
Ririn, (32 tahun)Penjual Kopi
Sampah di kali mestinya dibersihin secara rutin. Buang sampah juga harus gampang, harus ada tempatnya. Sampah juga mestinya diolah lagi nggak dibuang begitu aja, jadi barang lagi atau digimanain lagi. Sampah kan suka ada manfaatnya.
Sri Erni, (56 tahun)Ibu Rumah Tangga
Kita sering melihat perumahan yang tampak “baik-baik” saja, padahal gotnya mampet. Got seharusnya dibuat agak dalam, setengah meter misalnya, dan pakai tutup. Dan setiap gorong-gorong dibuat saringan. Jadi sampah bisa diangkut secara reguler. Kalau sampah numpuk, akhirnya (banyak sarang) nyamuk dan (masyarakat sekitar) jadi pada sakit bisa-bisa. Masyarakat kurang peduli masalah ini. Pemerintah sepertinya sudah mengelola sanitasi, tapi harus ada pembangunan got yang terencana agar tidak meluap (airnya).
Sugimin, (46 tahun)Pemilik Rumah Makan
Air cucian dari rumah makan ini kita buang di got. Nggak ada masalah, lancar. Tapi got memang harus ditangani. Resapan air juga harus diperhatikan, jangan sampai jadi gedung mewah. Waduk jangan sampai jadi apartemen atau mall. Jangan (mereka) yang kaya saja yang diutamain, mereka yang nggak punya rumah itu yang mesti dipikirin pemerintah.
44 majalah percik november 2010
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) yang
dicanangkan oleh pemerintah pusat dengan prioritas di 330 kabupaten/kota
merupakan program yang sangat baik sebagai upaya mengejar ketertinggalan
pembangunan sanitasi di Indonesia. Berkaitan dengan target program PPSP
untuk menghentikan kebiasaan buang air besar (BAB) sembarangan pada tahun
2014, penanganan sampah melalui pengurangan timbunan dari sumbernya dan
penanganan sampah yang ramah lingkungan, serta pengurangan genangan
air di kawasan perkotaan, Mercy Corps Indonesia menyambut baik karena ini
berarti akan ada program sanitasi terfokus yang saling mendukung antara
pemerintah pusat, masyarakat, dan lembaga nirlaba – bahkan mungkin pihak
swasta.
Namun, ada tantangan khas bagi isu sanitasi, air, dan
lingkungan di wilayah kumuh perkotaan yaitu sempitnya
lahan yang berakibat sulitnya masyarakat membangun
fasilitas sanitasi – selain karena rendahnya tingkat
pendapatan. Tantangan lainnya adalah cara mengubah
perilaku hidup sehat dan bersih dalam masyarakat
perkotaan. Peran PPSP sangat diharapkan terutama dalam
penyediaan opsi-opsi teknologi yang disesuaikan dengan
kondisi lahan serta terjangkau bagi pemerintah dan
masyarakat. Bahkan jika mungkin ada pola pembiayaan
yang tepat dari pemerintah. Dari sisi koordinasi, PPSP
diharapkan bisa memetakan pelaku sanitasi dan
spesifi kasinya masing-masing. Dengan demikian integrasi
antar pelaku bisa dimungkinkan untuk mempercepat
pencapaian target sanitasi dan bahkan nantinya bisa
direplikasi di wilayah lain.
Mercy Corps sendiri telah menjalankan berbagai program peningkatan
kapasitas masyarakat daerah perkotaaan terkait water sanitation (watsan) di
daerah perkotaan. Misalnya melalui program Community Based Sanitation (CBS)
kerjasama dengan ESP-USAID dengan pembangunan MCK komunal yang
Oleh : Harum Sekartaji
Communications Coordinator Mercy Corps Indonesia
“ DENGAN ADANYA PROGRAM PPSP INI, MAKA DIHARAPKAN
MASYARAKAT TIDAK HANYA MENJADI TARGET
PROGRAM NAMUN SECARA AKTIF DILIBATKAN KARENA SANITASI DAN KESEHATAN
LINGKUNGAN MERUPAKAN ISU BERSAMA, BUKAN
MERUPAKAN MASALAH MASYARAKAT.“
PPSP dan Tantangan
PEMBANGUNAN SANITASI DI MASA
DEPAN
Kata Mereka
45majalah perciknovember 2010
dilengkapi instalasi pengolahan air
limbah (IPAL) di Kelurahan Petogogan,
Jakarta Selatan dan Pademangan
Barat, Jakarta Utara. Program ini
telah berakhir Desember 2009.
Melalui program HP3 (Healthy Places
Prosperous People) di Penjaringan,
Jakarta Utara, dengan penyediaan
akses air bersih melalui sistem
pengelolaan air bersih berbasis
masyarakat, pembersihan got, dan
pengomposan sampah rumah
tangga. Lalu melalui PUSH (Program
of Urban Sanitation and Health) di
Kalideres, Jakarta Barat dengan
pembangunan modular tangki
septik yang dapat dipasang di rumah
perkotaan kumuh dengan lahan
yang sangat sempit serta promosi
kesehatan untuk menghentikan
kebiasaan BAB di got dan mencuci
tangan pada saat kritis. Juga melalui
program RW Siaga Plus Plus yang
didanai oleh USAID di kelurahan Duri
Utara, Duri Kosambi dan Pekojan
Jakarta Barat serta Margahayu, Bekasi
yang berfokus pada pembangunan
infrastuktur air bersih dan sanitasi
seperti tangki septik komunal, jamban
ramah anak, sanitasi sekolah, tempat
cuci tangan pakai sabun, serta
promosi perilaku hidup bersih dan
sehat guna mengubah perilaku sehat
dan meningkatkan gizi balita.
Dengan pendekatan kepada
pembangunan kapasitas masyarakat
dan melibatkan seluruh komponen
masyarakat, target akan lebih mudah
tercapai. Mercy Corps akan terus
mengambil peran dan berkontribusi
meningkatkan akses masyarakat
terhadap air minum, sanitasi,
dan kebersihan lingkungan serta
upaya perubahan perilaku guna
menurunkan angka kekurangan gizi
pada balita.
Anak Kecil Pun Bisa Diajari Hidup Bersih dan Sehat
46 majalah percik november 2010
Enam kota ikut dalam program ini yakni Blitar,
Payakumbuh, Banjarmasin, Surakarta, Jambi, dan Denpasar.
Dalam tahap awal perkembangannya, muncul berbagai
pengalaman yang berbeda antarkota tersebut.
Dari situlah muncul gagasan untuk berbagi pengalaman
antar kelompok kerja (Pokja) Kota ISSDP melalui lokakarya.
Pertemuan pertama berlangsung di Banjarmasin pada
2006 dalam sebuah pertemuan bertajuk “Lokakarya
Sanitasi Enam Kota ISSDP” atau dikenal “City Sanitation
Summit”. Pada pertemuan itu kota-kota menyepakati untuk
mengadakan pertemuan setiap tiga bulan sebagai sarana
pertukaran informasi antara pokja pusat dan pokja kota
serta sesama pokja kota.
Pada CSS ke-2 di Blitar, 27 Maret 2007 lahir ‘Deklarasi Blitar’.
Ini adalah fenomenal. Walikota Blitar, Walikota Banjarmasin,
Sekda Jambi, Kepala Bappeda Surakarta, Asisten Daerah II
Denpasar, Kepala Dinas Kesehatan Payakumbuh, Tim Pokja
Sanitasi Pusat menyatakan dukungan mereka terhadap
percepatan program pengembangan sanitasi di perkotaan
yang berpihak pada masyarakat miskin.
Setelah Deklarasi Blitar lahir, isu sanitasi mulai terangkat.
Kota-kota itu terus menggenjot pembangunan sanitasi
mereka sebagai wujud implementasi Deklarasi Blitar
melalui rencana aksi yang memiliki target dan sasaran
terukur secara spesifi k. Selain itu, kota-kota pionir
sanitasi ini pun menganjurkan bagi kota-kota lain untuk
bergabung dalam menyusun kebijakan, program dan
kegiatan pengarusutamaan pengembangan kualitas
sanitasi di perkotaan yang lebih berpihak kepada
kepentingan warga masyarakat khususnya warga miskin.
Program Pengembangan Sektor Sanitasi Indonesia/
Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) mendorong lahirnya kota-kota yang peduli terhadap sanitasi.
Sejak diluncurkan pada 2006, program ini berhasil membangun ‘laboratorium’
pengembangan sanitasi berskala kota.
City Sanita on Summit (CSS)
USAHA DAERAH
MENGANGKAT ISU SANITASI
Event‘Ditodong’: Direktur Perumahan
dan Permukiman Bappenas Budi Hidayat bersama para jurnalis di
CSS VIII Tegal, Juli 2010.
47majalah perciknovember 2010
CSS pun terus dilakukan di enam
kota secara bergilir: di Denpasar,
Payakumbuh, Solo dan Jambi.
Pesertanya pun bertambah seiring
dengan masuknya enam kota
baru dalam ISSDP tahap 2, yakni
Bukittinggi, Kediri, Batu, Pekalongan,
Padang, dan Tegal. Pada CSS VI di
Jambi 22 Oktober 2009 lahir Deklarasi
Jambi. Dua belas walikota sepakat
mendeklarasikan Aliansi Kota Peduli
Sanitasi (AKOPSI). Ini baru pertama
kali di Indonesia ada sebuah aliansi
pemerintah daerah yang memiliki
komitmen serta keinginan kuat untuk
meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat melalui pembangunan
sanitasi kawasan perkotaan.
Lahirnya aliansi kota peduli sanitasi
diharapkan berperan untuk
mendukung proses replikasi strategi
sanitasi kota (SSK) di kota-kota
yang memiliki komitmen untuk
mempercepat pembangunan sanitasi
karena komitmen semua stakeholders
kota merupakan salah satu kunci
keberhasilan pembangunan sanitasi
di Indonesia.
Dalam CSS VII di Bukittinggi, Sumatera
Barat, jumlah kota yang peduli sanitasi
kian bertambah sejalan dengan
program Percepatan Pembangunan
Sanitasi Perkotaan (PPSP). Bahkan
kepedulian itu pun muncul dari
pemerintah kabupaten. Menyadari
hal tersebut, Aliansi Kota Peduli
Sanitasi (AKOPSI) membuka diri bagi
keanggotaan pemerintah kabupaten.
Dalam rangkaian diskusi pada
CSS VII tersebut, anggota AKOPSI
menyepakati untuk mengubah
nomenklatur AKOPSI menjadi
AKKOPSI (Aliansi Kabupaten/Kota
Peduli Sanitasi). Dalam CSS ini, Kota
Pontianak dan Kota Balikpapan resmi
menjadi anggota AKKOPSI.
Selama 2010, tiga CSS digelar. Setelah
di Bukittinggi, CSS berlangsung di
Kota Tegal pada Juli 2010 dan Kota
Kediri pada Oktober 2010. Semua
dalam rangka mengangkat isu
sanitasi ke level yang lebih tinggi
secara terus menerus.
Sebagai organisasi yang baru berdiri, banyak orang belum mengetahui apa itu Aliansi Kabupaten/Kota Peduli Sanitasi (AKKOPSI). Padahal dari organisasi kecil ini muncul inisiatif untuk menjadikan kabupaten/kota di Indonesia memiliki kepedulian lebih dalam hal sanitasi. Seperti apa organisasi ini dan bagaimana langkah organisasi ini ke depan, kami mewawancarai Ketua AKKOPSI dr H Rd Bambang Priyanto. Berikut petikannya.
Bisa dijelaskan latar belakang
berdirinya AKKOPSI?
AKKOPSI lahir dari wujud nyata
komitmen pemerintah kabupaten kota
untuk memberikan prioritas terhadap
pembangunan dan pengembangan
sanitasi. AKKOPSI dideklarasikan pada
tanggal 22 Oktober 2009 yang selanjutnya
dikenal dengan ”Deklarasi Jambi”. Ada 12
kota pertama yang bergabung.
Mengapa AKKOPSI ini penting?
AKKOPSI secara tegas akan
memperjuangkan dukungan kebijakan
konkret pemerintah terhadap
pembangunan sanitasi di kabupaten/kota
agar memberi dampak yang lebih besar,
baik bagi anggota AKKOPSI dan segenap
lapisan masyarakat Indonesia.
Apa saja yang dilakukan AKKOPSI
dalam pembangunan sanitasi
selama ini?
AKKOPSI merupakan salah satu
pemangku kepentingan yang turut
memegang peranan penting dalam
pencapaian Program Nasional –
Percepatan Pembangunan Sanitasi
Permukiman. Di tahap awal ini AKKOPSI
fokus pada pertukaran informasi,
transfer pengetahuan dan pertukaran
pengalaman bagi sesama kabupaten
kota yang peduli sanitasi dalam bentuk
penyelenggaraan City Sanitation Summit (CSS,) yang berkerjasama dengan TTPS
dan USDP.
Ke depan, program apa yang
menjadi prioritas AKKOPSI?
Prioritas AKKOPSI ke depan ialah
pendampingan teknik dan manajemen,
pemagangan serta pendanaan bersama
dan bentuk-bentuk kerjasama lain.
Penguatan lembaga AKKOPSI juga
tengah dilakukan. Penyiapan berbagai
kelengkapan organisasi, rencana strategis
dan rencana kerja. Harapannya semua
produk organisasi ini secara operasional
nantinya sejalan dengan langkah-langkah
strategis pemerintah membangun sanitasi.
Siapa yang boleh menjadi anggota
AKKOPSI dan bagaimana caranya?
Pemerintah kabupaten/kota yang memiliki
atau sedang dalam proses penyusunan
rencana strategis sanitasi (SSK). Badan
Hukum, Lembaga dan Asosiasi yang
bergerak di bidang sanitasi juga bisa
masuk, termasuk mereka yang berjasa
di bidang sanitasi. Dengan syarat-syarat
tertentu.
Bagaimana agar pembangunan
sanitasi bisa bergerak lebih cepat?
Proses pembangunan sanitasi mengarah
pada inisiatif daerah untuk membangun
dan meningkatkan pelayanannya kepada
masyarakat, termasuk juga berkontribusi
pada program pembangunan nasional
sektor sanitasi. Agar bergerak lebih cepat,
semua pihak harus memahami dan
berkomitmen bahwa sanitasi adalah
urusan bersama, yang harus segera
ditindaklanjuti secara lebih terkoordinasi,
komprehensif dan tanggap kebutuhan.
Sanitasi Harus Jadi Inisiatif Daerahdr H. Rd. Bambang Priyanto, Ketua Aliansi Kabupaten/Kota Peduli Sanitasi (AKKOPSI)
48 majalah percik november 2010
Fakta
adalah jumlah uang terbuang sia-sia setiap tahun akibat kondisi sanitasi yang buruk di Indonesia. Angka ini jelas sangat besar: setara dengan 2,3% PDB; setara dengan biaya membangun 12-15 juta unit toilet dengan tanki septic yang layak; atau sekitar 25% anggaran pendidikan nasional per setahun. Celakanya, kerugian ekonomi dan finansial itu harus ditanggung pemerintah dan masyarakat. Menurut studi Bank Dunia, kerugian tersebut bisa dikurangi jika kondisi sanitasi diperbaiki.
56 triliun rupiah
adalah investasi per kapita yang diperlukan untuk memperbaiki kondisi sanitasi, melalui: pengurangan 6-19% biaya kesehatan dan peningkatan 34-79% jumlah waktu produktif. Dengan jumlah penduduk 220 juta, angka investasi akan mencapai 11 triliun rupiah per tahun. Tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan pengeluaran untuk biaya telepon selular yang mencapai sedikitnya 35 triliun per tahun (180 juta pelanggan; 15 ribu per bulan per pelanggan).
47.000 rupiah
per tahun merupakan jumlah uang yang bisa dihemat oleh pemerintah dan masyarakat jika kondisi sanitasi diperbaiki. Sebaliknya, jika investasi tidak segera dilakukan, kerugian ekonomi yang harus ditanggung akan semakin naik seiring dengan pertambahan jumlah penduduk yang mencapai 2,8 juta per tahun.
47.000 rupiah
atau lebih dari 60 juta orang masih BAB sembarangan alias tidak menggunakan jamban atau toilet untuk menunaikan “hajat besar” mereka. Dahsyat sekali mengingat jumlah itu setara dengan seluruh penduduk Inggris, atau Prancis, atau Italia. Sulit membayangkan seluruh penduduk di negara-negara maju itu rame-rame BAB sembarangan. Bahkan, kalau memperhitungkan ada-tidaknya tangki septik dan kualitasnya, maka jumlah penduduk yang BAB sembarangan mencapai 51% atau lebih dari 110 juta orang.
24,8% penduduk
Seringkali kita tidak sadar bahwa kondisi sanitasi kita demikian buruk. Bukan karena kondisi itu tidak ada di sekitar kita, tetapi sebaliknya justru probem-problem itu begitu dekat dengan kita. Angka-angka berikut barangkali dapat membantu kita untuk menyadari bahwa persoalan yang membelit sektor sanitasi bukan persoalan kecil.
KETIKA ANGKA BICARA BANYAK
49majalah perciknovember 2010
adalah produksi tinja dan urin per tahun. Kalau 51% penduduk masih digolongkan BAB sembarangan, berarti 3,2 juta ton tinja dan 32 juta meter kubik urin per tahun dibuang sembarangan: mencemari sungai, sumber air, selokan, pelataran, dan sebagainya. Atau tiap hari kita mencemari lingkungan dengan tinja seberat 8.700 gajah dan urin sebanyak volume 21 Danau Toba.
6,4 juta ton dan 64 juta meter kubik
adalah angka kejadian diare per tahun karena sanitasi buruk. Setidaknya 23.000 meninggal sia-sia dan kerugian finansial mencapai 507 milyar rupiah untuk biaya pengobatan dan perawatan. Ini juga pemborosan yang besar, sebab boleh jadi 23.000 jiwa tersebut akan terselamatkan jika kita sebelumnya menginvestasikan uang sebanyak itu pada pembangunan 125 ribu lebih toilet ber-tangki septik.
98 juta kasus
merupakan perkiraan timbulan sampah per tahun. Angka ini diperoleh dengan memperhitungkan 200 juta penduduk dengan produksi 1kg sampah per hari. Sangat disayangkan, dari jumlah itu hanya 20%-nya yang berhasil diangkut dan dibuang ke TPA. Jika dihitung, dalam sehari seberat 160.000 ton sampah tidak terangkut, dibuang sembarangan. dan pasti mencemari lingkungan. Lebih buruk lagi: 50%-nya masih layak dikompos, 16% layak jual (daur ulang atau pakai ulang), dan hanya 34% betul-betul layak buang.
73 juta ton
adalah luas genangan yang harus selesai diatasi pada tahun 2014. Ini merupakan salah satu sasaran program PPSP di di 100 kota/kabupaten.
22,500 hektar
adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencuci tangan guna membasmi 90% dari ribuan koloni bakteri yang hidup di kedua tangan kita. Bakteri-bakteri penyebab gangguan perut dan pencernaan itu berasal dari barang-barang di sekitar kita yang kelihatannya bersih. Tercatat, 80 koloni bakteri menempel di gagang telepon, 130 koloni bakteri bersarang di tombol lift, terdapat 380 koloni bakteri pada gagang pintu bis kota, mouse komputer “menyumbang” 690 koloni bakteri, serta 1.100 koloni bakteri yang menghuni gagang troli belanjaan.
2 MENIT
50 majalah percik november 2010
Septic Tank atau tangki septik adalah bangunan pengolah
dan pengurai tinja manusia cara setempat (onsite)
dengan menggunakan bakteri. Tangki ini kedap air
sehingga air di dalamnya tidak meresap ke dalam tanah
dan mengalir keluar melalui
saluran yang disediakan. Tangki
septik (dengan bidang resapan)
merupakan salah satu bentuk
pengolahan limbah setempat
yang direkomendasikan sebagai
pilihan teknologi yang relatif
aman apabila memenuhi
persyaratan tertentu.
Kerja bakteri dalam melakukan
pengolahan limbah yang
memadai dalam tangki
septik bergantung pada
pengoperasian dan perawatan
yang dilakukan oleh rumah
tangga bersangkutan. Mengingat
pentingnya peran bakteri
tersebut maka perlu dihindari
masuknya bahan-bahan yang
berbahaya ke dalam tangki
septik. Bahan-bahan itu antara
lain pemutih pakaian, bahan-
bahan kimia, cat, maupun deterjen.
Dalam perawatan tangki septik, salah satu indikator
yang digunakan untuk mengetahui bahwa tangki septik
memenuhi standar adalah dilakukan atau tidaknya
pengurasan rutin terhadap lumpur tinja (indikator
ini digunakan dalam studi Environmental Health Risk
Assessment – Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan yang
dilakukan Kabupaten/Kota dalam rangka penyusunan
Buku Putih Sanitasi). tangki septik yang tidak pernah
dikuras (ataupun memiliki periode pengurasan lumpur
yang panjang) mengindikasikan bangunan tidak standar
dan berpotensi mencemari air tanah setempat.
Pengurasan lumpur dari tangki septik secara teratur
menjamin proses pengolahan air limbah berjalan optimal.
Lumpur yang berlebih akan mengurangi lamanya air
limbah tinggal di dalam septic tank sehingga mengurangi
kinerja proses pengolahan. Waktu tinggal yang disyaratkan
adalah 1,5 hari.
Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 03-2398-2002
mengenai Perencanaan tangki septik dengan sistem
resapan, memberikan pedoman mengenai ukuran
(dimensi) tangki septik dengan periode pengurasan tiga
tahun untuk digunakan bagi satu keluarga (terdiri atas 5
jiwa).
Salah satu cara untuk mengetahui waktu pengurasan
bagi tangki septik yang tidak standar atau tidak diketahui
dimensinya, adalah dengan melakukan pengecekan
ketinggian lumpur, sekitar 6 bulan sekali. Langkah-
langkahnya sebagai berikut:
Gunakan tongkat panjang yang dibungkus kain katun
warna putih pada ujungnya
Selanjutnya ukur kedalaman lumpur
Apabila tinggi lumpur sudah mencapai setengah dari
kedalaman tangki, maka tangki septik sudah perlu untuk
dikuras.
Pengurasan lumpur dapat dilakukan oleh mobil sedot tinja
milik pemerintah maupun dari pihak swasta.
Menjaga Tangki Septik
Berfungsi Baik
Panduan
51majalah perciknovember 2010
Salah satu sasaran utama dalam pengelolaan sampah di
Indonesia adalah pengurangan timbulan sampah. Program
Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP)
sebagai program nasional sanitasi Indonesia menargetkan
pengurangan sebesar 20 persen atas timbulan sampah
di akhir tahun 2014. Sasaran pengurangan itu terutama
ditujukan di tingkat rumah tangga melalui penerapan
upaya 3R (reduce, reuse, recycle).
Pemilahan sampah merupakan langkah sederhana yang
dapat dilakukan setiap rumah tangga sebagai kunci awal
kegiatan 3R. Pemilahan dapat dilakukan berdasarkan
jenis sampahnya, yaitu sampah organik dan sampah
anorganik. Sampah organik di antaranya adalah sampah
sisa makanan, sayur mayur serta sampah yang mudah
membusuk lainnya. Sedangkan sampah anorganik pada
umumnya terdiri atas plastik, botol kaca, kaleng dan
semacamnya.
Salah satu
keuntungan
dari pemilahan
sampah plastik
adalah tidak
timbulnya
permasalahan
dengan bau serta
relatif rendahnya
potensi
penyebaran
penyakit
apabila
penyimpanan dilakukan di dalam rumah.
Statistik Persampahan Domestik Indonesi tahun 2008
yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup
menyebutkan bahwa sampah plastik menyumbang 14
persen (berat) terhadap total timbulan sampah domestik
di Indonesia. Potensi pemanfaatan kembali sampah plastik
perlu ditingkatkan melalui kegiatan pemilahan sampah
plastik di rumah tangga.
Kunci utama keberhasilan pemilahan sampah adalah
kesadaran untuk melakukan pemilahan. Hampir semua
anggota keluarga dapat melakukan kegiatan pemilahan,
mulai dari orang tua, anak sampai ke pembantu rumah
tangga.
Untuk memulai kegiatan pemilahan sampah plastik, setiap
keluarga dapat menyiapkan wadah yang digunakan untuk
menyimpan sampah plastik. Setiap sampah plastik yang
dihasilkan oleh masing-masing anggota keluarga langsung
dikumpulkan di wadah. Dalam periode tertentu sampah
plastik yang telah terkumpul dapat dijual ke pengepul
terdekat ataupun ke pemulung.
Selanjutnya, untuk mengelola sampah plastik yang
telah terkumpul di masing-masing rumah tangga dapat
dibentuk “Bank Sampah” yang dikelola oleh masyarakat
sekitar. Bank sampah tersebut dapat mengelola sampah
plastik yang diterima dari rumah tangga sekitarnya dengan
cara menjualnya langsung ke pengepul maupun dapat
dilakukan pengolahan terlebih dahulu.
Terdapat beragam cerita keberhasilan kegiatan pemilahan
sampah plastik di rumah tangga di Indonesia. Selanjutnya
adalah kesadaran serta kemauan kita untuk sedikit
meluangkan waktu dan tenaga melakukan pemilahan
sampah di samping tentunya mengurangi sebanyak
mungkin penggunaan sampah plastik sebagai bagian
untuk menyelamatkan bumi dan berkontribusi dalam
pengurangan timbulan sampah sebagaimana sasaran
pengelolaan sampah nasional.
Kunci Awal Pengelolaan Sampah Berwawasan Lingkungan
mnya.
tu
gan
milahan
plastik
dak
ya
lahan
bau serta
ndahnya
aran
52 majalah percik november 2010
OBAT YANG
SUDAH TIDAK
TERPAKAIdiapakan ya?
Sebagian besar dari kita sudah membeli dan mengkonsumsi obat secara bijaksana, akan tetapi tetap saja masih ada obat-obatan yang akhirnya tidak terpakai.Lalu apakah obat tersebut boleh dibuang begitu saja?
Mungkin kita belum menyadari bahwa membuang obat ke lingkungan begitu saja ternyata bersifat berbahaya seperti halnya membuang racun. Ada obat-obat tertentu yang akan terurai menjadi racun, yang berbahaya tidak hanya bagi fl ora dan fauna, namun juga bagi kita sendiri maupun orang lain di sekitar kita.
Beberapa jenis obat seperti antibiotik, antiseptik, antivirus, antijamur, anticacing, dan lain-lain, jika sampai ke tanah akan menyebabkan ketidakseimbangan fl ora dan fauna mikro di dalam tanah, karena dapat membunuh mikroorganisme normal. Selain itu, khusus untuk antibiotik, dapat menyebabkan kekebalan mikroorganisme yang berbahaya terhadap antibiotik tersebut.
Selain itu, obat-obatan bekas yang dibuang akan mencemari air tanah. Atau yang dibuang ke saluran air akhirnya mengalir ke laut, mencemari ikan dan mahluk laut lainnya yang pada akhirnya masuk ke dalam perut kita.
Yang terpenting adalah jangan membuang obat begitu saja ke tempat sampah, karena dapat dijual kembali oleh pihak tak bertang-gung jawab dan tentunya sangat berbahaya bagi kesehatan orang lain.
01
LALU, APA YANG BISA KITA LAKUKAN UNTUK OBAT-OBATAN YANG SUDAH TAK (BISA) DIKONSUMSI?
Panduan
53majalah perciknovember 2010
Untuk vitamin dan mineral, dapat digunakan kembali sebagai pupuk. Caranya, bila berbentuk kapsul, isi kapsul dikeluarkan. Jika berbentuk tablet, dihancurkan terlebih dahulu. Kemudian taburkan bubuk obat tersebut ke tanaman.
Kumpulkan obat-obatan yang sudah tak terpakai. Setelah agak banyak, titipkan ke apotik, rumah sakit, atau pabrik obat. Pihak-pihak tersebut biasanya melakukan pemusnahan rutin terhadap stok obat yang sudah kadaluarsa.
Kalau jumlah tablet/kapsul yang sudah kadaluarsa terdapat dalam jumlah sangat besar, dapat juga diti-tipkan di pabrik semen, untuk dijadikan campuran semen.
Jangan lupa untuk membuang terlebih dahulu kemasan obat. Misalnya stiker pada botol disobek, kotak kemasan digunting. Hal ini untuk mencegah pemalsuan obat, karena bisa saja botol berstiker obat diambil pemulung dan selanjutnya diisi obat palsu
Sisa obat yang tidak akan digunakan lagi tetapi belum kadaluarsa, dapat diserahkan pada yayasan amal yang mengadakan pengobatan gratis. Kondisi obat sebaiknya masih bagus. Artinya tablet/kapsul masih dalam wadahnya (strip, blister) yang belum dibuka, sementara untuk obat cair, tutup botol belum dibuka.Untuk vitamin dan mineral cair bisa langsung ditu-
angkan ke tanaman.
02
03
04
05
06
07
APOTIK
KEGIATAN AMAL
54 majalah percik november 2010
Memobilisasi Masyarakat untuk
Kesehatan Lingkungan
Tidak banyak buku berbahasa
Indonesia yang mengangkat isu
kesehatan lingkungan sebagai topik
utama. Jarang juga kita menemukan
buku cerita atau pengalaman
lapangan yang bisa dijadikan
bahan pembelajaran atau panduan
bagi masyarakat terkait kesehatan
lingkungan.
“Panduan Masyarakat untuk
Kesehatan Lingkungan” yang
diterjemahkan oleh Yayasan
Tambuhak Sinta dari buku “A
Community Guide to Environmental
Health” yang ditulis Jeff Conant dan
Pam Fadem dan diterbitkan oleh
Yayasan Hesperian, adalah salah satu
contoh buku kesehatan lingkungan
yang mampu memotret isu-isu
kesehatan lingkungan yang rumit
dan kemudian menyajikannya dalam
dokumentasi praktik-praktik baik dan
terbaik sehingga menjadi sebuah
pembelajaran yang lebih membumi.
Buku ini tidak secara khusus
membahas isu air dan sanitasi, tetapi
hampir setengah dari 20 babnya
bercerita tentang persoalan minum
dan penyehatan lingkungan. Buku
ini lebih banyak memotret isu-isu
diperdesaan dibanding perkotaan.
Bukan juga cerita dari Indonesia,
melainkan pengalaman yang direkam
dari Ekuador, Meksiko, Brasil, negara
Latin lain. Meskipun demikian, bukan
berarti tidak ada pembelajaran yang
bisa dipetik. Sebaliknya, banyak sekali
praktik-praktik advokasi, komunikasi,
mobilisasi masyarakat, peningkatan
kapasitas, bahkan membangun
sarana-sarana berbasis masyarakat
untuk penyediaan air dan sanitasi
yang bisa kita coba terapkan di
Indonesia.
Tujuh bab pertama, bab 18, dan bab
19 membahas beragam isu terkait
air dan sanitasi. Empat bab pertama
buku ini sangat kental dengan
cerita-cerita tentang penyadartahuan
(awareness raising) tentang makna
kesehatan lingkungan dan isu-isu
yang kerap muncul. Empat bab wal
ini mampu menjelaskan dengan
gamblang, tanpa teori-teori yang
melangit, pengertian kesehatan
lingkungan, pelibatan dan mobilisasi
masyarakat, perlunya menjaga
sumberdaya, dan sebagainya. Bukan
dengan teori-teori, tetapi melalui
praktik-praktik di lapangan.
Dalam waktu lima tahun, masyarakat
kota Manglaralto, Ekuador berhasil
membangun ratusan toilet,
memasang saluran air berpipa,
menyiapkan dua TPA, mengawali
program daur-ulang, dan memulai
membantu masyarakat menyiapkan
kebun komunitas.
Isu tentang persampahan atau limbah
padat juga dibahas dalam bab 18 dan
19. Kedua bab ini juga dimanfaatkan
sebagai panduan praktis terkait
pengelolaan limbah padat seperti
pemilahan, 3R, termasuk limbah
rumah sakit.
Praktik-praktik baik dan terbaik, yang
didokumentasikan pada keseluruhan
buku ini, layak dipertukarkan di
seluruhpemangku kepentingan
terkait kesehatan lingkungan.
Kehadiran buku ini diharapkan
mampu memicu munculnya buku-
buku serupa. Dokumentasi praktik-
praktik baik dan terbaik berdasarkan
pengalaman lokal akan lebih
membumi dan efektif mendukung
kerja-kerja pembangunan sektor air
bersih dan sanitasi.
Judul:
Panduan Masyarakat untuk Kesehatan Lingkungan
Edisi terjemahan diterbitkan oleh Yayasan Tambuhak Sinta
Judul Asli Berbahasa Inggris:
A Community Guide to Environmental Health (2009)
Penulis:
Jeff Conant dan Pam Fadem dan diterbitkan oleh Yayasan Hesperian (2008)
MOBILISASI MASYARAKAT UNTUK KESEHATAN LINGKUNGAN
Info Pustaka
55majalah perciknovember 2010
Laman berbentuk portal
dengan alamat www.sanitasi.
or.id. mulai dipublikasikan pada
2008 lalu. Laman ini merupakan
pengembangan dari laman www.
issdp.or.id yang ada sejak 2007.
Sebagai sebuah portal, laman
ini memuat berbagai informasi
seputar sanitasi. Di dalamnya
ada regulasi, rujukan SSK, artikel
dan kliping berita, publikasi, dan
media room. Ada satu menu
khusus yang terkait program
yakni menu PPSP (Percepatan
Pembangunan Sanitasi
Perkotaan).
Di menu publikasi ada newsletter,
buku, lembar fakta, video, bank
foto, laporan dan prosiding.
Sebagian submenu ini sedang
dalam proses konstruksi.
Di submenu video, TTPS
menyajikan beberapa tayangan
gambar hidup tentang kampanye
sanitasi. Di antaranya berjudul
‘Cuma monyet yang buang
sampah sembarangan’, dan
‘Indikator tangki septik bocor’.
Juga ada video yang berdurasi
agak panjang yakni sekitar
4 menit tentang kondisi
sanitasi Indonesia. Semua
tayangan pendek berdurasi 39
detik tersebut bisa diunduh
(download).
PPSP
Di dalam menu PPSP berbagai
informasi tentang PPSP tersedia
cukup banyak. Mulai dari PPSP
itu sendiri, rujukan SSK, laporan
PPSP, Laporan Kota/Provinsi, dan
agenda PPSP.
Di menu ‘Tentang PPSP’ ada
submenu sekilas PPSP, organisasi,
program kerja, tahapan, dan
daftar peserta PPSP. Menu laporan
tidak dibuka untuk umum
tapi khusus bagi kabupaten/
kota peserta PPSP. Di menu
inilah perkembangan capaian
kabupaten/kota bisa dimonitor
dan dievaluasi.
Bagi daerah yang sedang
menyusun Buku Putih
dan Strategi Sanitasi Kota
(SSK), menu ‘Rujukan SSK’
menyediakan banyak
informasi untuk itu.
Ada empat manual
yang bisa diunduh
yakni Manual A:
Pengenalan Program
dan Pembentukan Pokja
Sanitasi Kota; Manual
B: Penilaian dan
Pemetaan Situasi
Sanitasi Kota;
LAMAN SANITASI INDONESIAwww.sanitasi.or.id
Manual C: Penyusunan Dokumen Strategi
Sanitasi Kota; dan Manual D: Penyusunan
Rencana Tindak Sanitasi. File berbentuk pdf
dan berukuran cukup besar.
Di bagian Panduan dan Rujukan,
TTPS menyediakan beberapa
buku panduan. Di antaranya,
Pemberdayaan Masyarakat dengan
Pelibatan Jender dan Kemiskinan dalam
Pembangunan Sanitasi.
Nah bagi Anda yang ingin mengetahui
apa itu Buku Putih, SSK, EHRA, bagaimana
mengumpulkan data, membentuk Pokja dan
hal-hal terkait, Anda bisa masuk ke submenu
Informasi Dasar. Anda juga dapat mengikuti
berita-berita tentang PPSP dari berbagai media
massa di menu berita.
Sebagai laman yang tergolong baru,
pengelolanya terus mengadakan
pengembangan. Ini dalam rangka mewadahi
semua informasi tentang sanitasi dan
mendesiminasikannya kepada masyarakat agar
semua orang kian peduli sanitasi.
LAMAN SANIINDONESIAwww.sanitasi.or.id
Manual C: P
Sanitasi Kot
Rencana Tin
dan beruku
D
TT
b
55majalah perciknovember 2010
ta PPSP. Menu laporan
untuk umum
bagi kabupaten/
PPSP. Di menu
mbangan capaian
kota bisa dimonitor
asi.
yang sedang
uku Putih
Sanitasi Kota
‘Rujukan SSK’
n banyak
tuk itu.
manual
unduh
l A:
Program
ntukan Pokja
; Manual
dan
tuasi
;
pengembangan. Ini dalam rangka mewadahi
semua informasi tentang sanitasi dan
mendesiminasikannya kepada masyarakat agar
semua orang kian peduli sanitasi.
56 majalah percik november 2010
Buku ini ditulis dalam dua versi, Indonesia dan Inggris. Isinya
mengangkat persoalan sehari-hari yang dianggap remeh
dan tidak menarik, namun disajikan secara ringan dan
memikat. Yaitu pengelolaan sanitasi air limbah rumah
tangga alias tinja. Melalui buku ini diharapkan
pemahaman akan kendala, kekurangan
dan peluang perbaikan
sistem sanitasi dapat
ditingkatkan. Hasil
akhirnya tentu
kita semua tergerak
untuk melakukan
perbaikan, salah satunya
dengan membangun
sewerage system sebagai
alternatif septic tank. Kelebihan
buku ini adalah kemasan yang
menarik. Bahasa ringan dan enak
dibaca. Tak seperti layaknya buku
panduan, buku ini dilengkapi banyak
ilustrasi penunjang berkualitas serta tata
letaknya yang tidak kaku dan formal.
Mari membuka mata kita bahwa bisnis
sanitasi bisa memberikan kemungkinan untuk
menambah pendapatan dan layak untuk
digarap secara serius sebagai sebuah pangsa
pasar. Diterbitkan dalam dua versi, bahasa
Inggris dan Indonesia, buku ini menyajikan
berbagai contoh bisnis di bidang sanitasi
mulai dari pengolahan atau pembuangan
limbah hingga pelayanan operasional,
perawatan ataupun penjualan produk-produk
sanitasi seperti alat penyerap lumpur atau
urin sebagai pupuk atau kompos sebagai
penyubur tanah. Dengan tata letak dan
ilustrasi yang menarik buku Bisnis Sanitasi 100
Juta Konsumen Menanti Anda ini menggugah
bagaimana sektor swasta perlu bekerja sama
dengan pemerintah, LSM dan masyarakat
untuk secara efektif meningkatkan kesadaran
berbisnis sanitasi dan berusaha mencari solusi
untuk masalah-masalah yang ada.
Judul :
Bisnis Sanitasi 100 Juta
Konsumen Menanti
Anda / The Sanitation
Business 100 Million
Customers Menanti
Anda
Penerbit :
Bappenas dan WSP
Tahun :
I, April 2008
Halaman :
27
Judul :
Sanitasi Perkotaan:
Potret, Harapan dan
Peluang. Ini Bukan
Lagi Urusan Pribadi!
/ Urban Sanitation:
Potraits, Expectation, and
Opprotunities. It’s Not A
Private Matter Anymore!
Penerbit :
Bappenas dan WSP
Tahun :
III, September, 2007
Halaman :
31
laan sanitasi air limbah rumahlo
alu
nd
n
nya
ga
Kel
san
n
ak
en
erk
aku
laan sanitasi air limbah rumah
ui buku ini diharapkan
ala, kekurangan
a
i
ebihan
n yang
dan enak
knya buku
gkapi banyak
kualitas serta tata
u dan formal.
Info Pustaka
57majalah perciknovember 2010
Banyak orang masih merasa belum puas dengan
kondisi sanitasi di sekitarnya. Berbagai masalah masih
mereka jumpai, baik itu masalah persampahan ataupun
masalah air limbah domestik dan drainase. Sebagian
malah ikut merasakan langsung dampak dari buruknya
kondisi sanitasi itu. Buku ini berisi pendapat dan saran-
saran dari masyarakat dengan latar belakang yang
beragam untuk pemerintah pusat demi perbaikan
sanitasi di negeri kita. Pada awal bagian buku ini,
masyarakat menyoroti kurangnya fasilitasi sanitasi
untuk mereka. Bagian selanjutnya berisi keterlibatan
berbagai pihak, masyarakat, pihak non pemerintah
dan swasta dalam pembangunan sanitasi. Serta pada
bagian akhir adalah saran-saran agar pemerintah dapat
bekerja lebih efektif dalam melakukan percepatan
pembangunan sanitasi.
Ada berbagai hal yang perlu dipertimbangkan oleh
seseorang yang sedang merencanakan kegiatan
perbaikan kondisi sanitasi dari suatu kawasan
kumuh perkotaan. Buku ini meramu setidaknya
tujuh pesan sebagai bahan pertimbangan tersebut
berdasarkan fakta-fakta yang dijumpai pada Studi
Sanitasi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
di Perkotaan; Gambaran Umum Nasional. Sebagian
pesannya mengingatkan kembali hal yang sudah
kita ketahui, namun sebagian faktanya juga menguak
kenyataan yang menepis mitos lama atau stereotip
umum tentang permasalahan sanitasi di kawasan
kumuh.
Judul :
Mereka Bilang Kita
Masih Perlu Kerja
Keras
Penerbit :
Bappenas, WSP-EAP,
BankDunia
Tahun :
I, April, 2008
Halaman :
43 Halaman
Judul :
Kiat Kerja Sanitasi Di
Kawasan Kumuh –
Petikan Hasil Studi
Sanitasi Masyarakat
Berpenghasilan
Rendah di Perkotaan
Penerbit :
BAPPENAS, WSP-EAP,
Bank Dunia
Tahun:
I, Mei, 2007
Halaman :
33 Halaman
Judul :
Bersama Mencipta Kota SenSANITASIonal
Penerbit :
TTPS
Tahun :
I, 2009
Halaman :
18 Halaman
Buku ini secara umum memperkenalkan
Strategi Sanitasi Kota (SSK) kepada
pejabat-pejabat kota yang tugas
kesehariannya berkaitan dengan
urusan pembangunan sektor sanitasi di
kotanya. Pembaca mendapat gambaran
SSK sebagai rencana strategi jangka
menengah kota yang komprehensif
dan solutif. Buku ini menyajikan SSK
secara singkat, padat, dan informatif.
Pada akhirnya buku ini bertujuan untuk
mendukung implementasi SSK dalam
rangka pelaksanaan program PPSP di
330 kabupaten/kota. Mencipta Kota SenSANITASIonal
Tahun :
I, 2009
58 majalah percik november 2010
Buku ini berisi informasi mendasar
tentang sampah dan konsep pengelolaannya yang
dirasakan tepat saat ini. Kehadiran pemulung, pengepul
(lapak dan bandar), pihak pengompos, dan pabrikan
bahan daur-ulang tidak lagi dilihat sebelah mata,
namun menjadi tonggak keberhasilan mengelola
sampah menjadi barang bermanfaat. Seperti apa hirarki
pengelolaan sampah, jenis-jenis sampah, mana yang
boleh dibakar, mana yang bisa dijual, ataupun peluang
memanfaatkannya sebagai energi, dapat dijumpai
uraiannya pada buku ini. Informasi yang disampaikan
rasanya cukup untuk menumbuhkan pemahaman dasar
tentang perlunya kita mengoptimalkan pemanfaatan
sampah, sebagai bagian penting dari upaya pengurangan
sampah. Lebih baik berkawan dengan sampah daripada
terus menerus memeranginya.
Buku ini menjabarkan tentang sistem Pengelolaan
Sampah Berbasis Masyarakat (PSBM) berikut
tahap-tahap pengembangannya. Buku ini ditujukan
untuk para pemangku kepentingan (stakeholders)
urusan persampahan kota. Termasuk di dalamnya
adalah kelompok-kelompok masyarakat yang ingin
mengembangkan PSBM dan pihak-pihak yang ingin
membantu masyarakat. Ragam info seputar klasifi kasi
sampah, prinsip pengelolaan PSBM, tahap-tahap
persiapan masyarakat sebelum penerapan pola PSBM,
potensi kawasan permukiman yang harus diketahui,
hingga proses penyusunan Rencana PSBM, disajikan
dalam buku yang merupakan lanjutan
dari buku “Kalau Sulit Dilawan Jadikan Kawan” ini.
Judul :
Kalau Sulit Dilawan
Jadikan Kawan
Penerbit :
Kelompok Kerja
Air Minum dan
Penyehatan
Lingkungan
Tahun :
November, 2007
Judul :
Saatnya Masyarakat
Berkawan
Penerbit :
Kelompok Kerja
Air Minum dan
Penyehatan
Lingkungan
Tahun:
Desember, 2008
Judul :
Bergerak Bersama dengan Strategi Sanitasi
Kota
Penerbit :
Bappenas dan ISSDP
Tahun :
Halaman :
51 Halaman
“Bergerak Bersama dengan Strategi Sanitasi
Kota” diterbitkan dalam dua versi, Bahasa
Indonesia dan Inggris. Buku ini menekankan
pada prinsip Layanan Sanitasi Menyeluruh,
yakni berfungsi dengan baiknya sarana
sanitasi yang sudah terbangun atau terbeli,
baik dalam bentuk layanan yang disediakan
pihak lain ataupun swadaya masyarakat.
Untuk mencapai keadaan ideal tersebut,
diperlukan suatu rencana strategis jangka
menengah dalam membangun sektor sanitasi
di suatu kota yang dinamakan Strategi
Sanitasi Kota (SSK). Selanjutnya, lima tahap
kerja penyusunan SSK dibahas tuntas dalam
lima dari tujuh babnya, kemudian ditutup
dengan rencana tindak lanjut oleh SKPD
terkait setelah SSK disusun agar tidak menjadi
dokumen perencanaan semata dan bisa
dioptimalisasikan fungsinya.
“Ber
Kota
Indo
pad
yakn
sani
baik
piha
Unt
dipe
men
di su
San
kerja
lima
dul :
rgerak Bersama dengan Strategi Sanitasi gan Strategi Sanitasi
Tahun :
Info Pustaka
Diperkirakan tiap hari sampah di Indonesia
mencapai 20 ribu ton! Ayo mulai pilah
sampah dari rumah, manfaatkan lagi yang
bisa diolah, pakai lagi yang bisa dipakai!
60 majalah percik november 2010
Oktober 2006
Tim Pengarah Pembangunan Air Minum dan SanitasiSebuah tim interdepartemen dibentuk
pemerintah melalui SK Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional
No.KEP.314/M.PPN/10/2006 tentang
Pembentukan Tim Pengarah Pembangunan
Air Minum dan Sanitasi. Tim ini selanjutnya
membentuk Tim Teknis Pembangunan
Sanitasi (TTPS) yang mengoordinasikan
kegiatan-kegiatan pembangunan sanitasi
serta merumuskan arah kebijakan dan strategi
pembangunan sanitasi nasional.
April 2006 - Apr 2008
ISSDP fase 1Program Pengembangan
Sanitasi ISSDP (Indonesia
Sanitation Sector Development
Program) tahap 1 diluncurkan.
Enam kota yang sasarannya
adalah Denpasar, Surakarta,
Banjarmasin,Blitar,
Payakumbuh, dan Jambi.
1 Maret 2007
Blitar , CSS 2, Deklarasi BlitarCSS II di Blitar menghasilkan
Deklarasi Blitar yang berisi
komitmen Pengarusutamaan
Program Pengembangan Sanitasi
yang Berpihak pada Masyarakat
Miskin dalam Pembangunan
Perkotaan
19 - 21 November 2007
KSNUntuk meningkatkan profi l sektor
sanitasi dan awareness para pengambil
keputusan tentang pentingnya
penanganan sanitasi diselenggarakan
Konferensi Sanitasi Nasional I.
Desember 2007
EASAN (East Asia Ministerial Conference on Sanitation and Hygiene )East-Asia Ministerial Conference on
Sanitation and Hygiene (EASAN)
Ii diselenggarakan di Jakarta.
Tujuan EASAN yang utama untuk
menggalang komitmen dalam
percepatan pembangunan nasional
anggotanya dalam mencapai target
MDG di bidang sanitasi.
22 Maret 2008
International Year of SanitationPertemuan International
Year of Sanitation 2008
melahirkan kesepakatan
untuk peningkatan
komitmen di semua
tingkat pemerintahan
7-9 November 2007
CSS Denpasar7-9 November 2007
berlangsung kembali
pertemuan kota-kota ISSDP di
Denpasar dalam forum CSS III
Desember 2006
Banjarmasin, Lokakarya Sanitasi 6 Kota ISSDP - CSS 1Lokakarya pertama kota-kota yang
tergabung dalam ISSDP Tahap 1
dilaksanakan. Lokakarya Sanitasi 6
Kota ISSDP selanjutnya lebih disebut
dengan istilah City Summit atau City
Sanitation Summit
PPSP dalam Galeri
61majalah perciknovember 2010
Jun 2008 - Jan 2010
ISSDP Fase 2Fase kedua ISSDP diluncurkan sejak
Juni 2008 - Januari 2010. Enam
kota yang menjadi target pada fase
kedua ini adalah Tegal, Pekalongan,
Batu, Malang, Bukittinggi dan Kediri
7-9 Desember 2009
KSNKonferensi Sanitasi
Nasional II dibuka
oleh Wakil Presiden
Boediono. Target
Program PPSP
dilaunching dalam
KSN ini.
April 2010
Kick Off PPSPFasilitator kota
dan provinsi siap
diterjunkan untuk
membidani PPSP di 41
wilayah kota kabupaten
di Indonesia
21-22 Mei 2010
CSS BukittinggiCSS VII diselenggarakan di Bukittinggi
sebagai momen advokasi dan
konsolidasi percepatan pembangunan
sanitasi Indonesia dan forum
penguatan kemitraan untuk
mendukung pencapaian PPSP
21-22 Juli 2010
CSS Tegaldalam CSS Tegal, Nomenklatur
AKOPSI menjadi AKKOPSI (Aliansi
Kabupaten Kota Peduli Sanitasi)
seiring dengan kabupaten-
kabupaten yang berminat untuk
bergabung di dalam PPSP
September 2009
Lokakarya Penjaringan Minat PPSPDilakukan lokakarya penjaringan
minat untuk pelaksanaan PPSP
tahun 2010. dari lokakarya ini
terpilih 41 kota dan kabupaten
yang akan memulai debut PPSP
5-7 November 2008
CSS PayakumbuhCSS IV kembali
diselenggarakan, Payakumbuh
menjadi tuan rumahnya
28-30 April 2009
CSS 5 SoloSolo menjadi tuan rumah CSS V
21-23 Oktober 2009
CSS Jambi, Deklarasi Jambi, AKOPSILewat Deklarasi Jambi, 12 walikota
mengikrarkan komitmen untuk
memperjuangkan dukungan kebijakan
kongkrit pemerintah terhadap
pembangunan sanitasi kota. Deklarasi
ini merupakan cikal terbentuknya
AKOPSI (Aliansi Kota Peduli Sanitasi)
62 majalah percik november 201062 majalah percik november 2010
Sejumlah walikota yang tergabung
dalam Aliansi Kota Kabupaten
Peduli Sanitasi (AKKOPSI) meminta
pemerintah pusat untuk membuat
pijakan hukum terkait pembangunan
sanitasi demi memperbaiki
kondisi sanitasi di Indonesia.
Hal ini disampaikan Walikota
Pekalongan Ahmad Basyir dalam
diskusi ‘Potret Spirit dan Tantangan
Pembangunan Sanitasi Indonesia’
yang diselenggarakan Tim Teknis
Pembangunan Sanitasi (TTPS) di
Jakarta, Rabu, 20 Oktober 2010 yang
lalu.
Hadir sebagai pembicara dalam
diskusi ini Walikota Jambi Bambang
Priyanto, Walikota Payakumbuh
Josrizal Zain, Walikota Pekalongan
Ahmad Basyir, Direktur Utama PD
PAL Jaya DKI Jakarta Lilian Sari, dan
Kasubdit Air Minum dan Air Limbah
Bappenas Nugroho Tri Utomo.
“Sudah ada kesadaran dari
pemerintah daerah untuk tidak
berpangku tangan membiarkan
lingkungannya kotor, yaitu dengan
mencanangkan program-program
perbaikan sanitasi. Namun, seringkali
prioritas pemerintah daerah dan
DPRD tidak sejalan. Karena itu, kalau
ada payung hukum mengenai
pembangunan sanitasi, jalan kami
untuk memperjuangkan anggaran
sanitasi akan lebih mudah,” jelas
Bambang Priyanto yang juga Ketua
AKKOPSI.
Ditambahkan Josrizal Zain, sanitasi
adalah salah satu aspek dominan
untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat. Menurutnya, suatu daerah
yang memiliki manajemen
pengolahan air limbah dan sampah
yang baik akan berdampak pada
penurunan angka kesakitan, naiknya
tingkat produktivitas, sehingga
pada akhirnya akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
“Kita harapkan AKKOPSI bisa
mendorong political will pemerintah
pusat, entah kabinet atau DPR, untuk
betul-betul memberikan perhatian
dan menjadikan pembangunan
sanitasi sebagai prioritas. Dalam
perencanaan strategi sanitasi ini
memang harus ada komitmen dari
pemerintah pusat, pemerintah
daerah, parlemen, swasta, media,
LSM, masyarakat, dan semua
stakeholder terkait. Intinya harus
melibatkan semua orang,” tegas
Josrizal.
Tak hanya persoalan kemauan
politik untuk membuat kebijakan
pengarusutamaan pembangunan
sanitasi, perubahan perilaku
masyarakat tentang pentingnya
sanitasi sangat dibutuhkan. Seperti
yang terjadi di ibukota Jakarta, PD PAL
Jaya mengaku mengalami hambatan
dalam pengolahan air limbah justru
dari masyarakat.
“Iuran rumah tangga untuk
pengolahan air limbah sebenarnya
sangat murah, sekitar Rp 10 ribu
per bulan. Namun, paling maksimal
tagihan yang masuk hanya 50
persen. Mereka enggan membayar
untuk sesuatu yang mereka buang.
Padahal pengolahan air limbah ini
demi kesehatan masyarakat sendiri,
terutama untuk memperbaiki kondisi
84 persen air sungai dan sumur di
Jakarta yang sudah tercemar berat,”
tutup Lilian Sari.
AKKOPSI:
PERLU
PIJAKAN HUKUM
UNTUK
PEMBANGUNAN
SANITASI
Kilas Peristiwa - Diskusi Bersama Media
Demi menyongsong hari esok yang cerah,
satukan langkah mendukung dan meneruskan
pembangunan sanitasi