91
PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN LARI CEPAT DAN POWER OTOT TUNGKAI TERHADAP KEMAMPUAN LARI CEPAT 100 METER PADA SISWA PUTRA KELAS XI SMA NEGERI 8 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2007/2008 Skripsi Oleh: Hendrik Wibowo NIM. K.5602045 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN LARI CEPAT …/Perbedaan...perbedaan pengaruh metode latihan lari cepat dan power otot tungkai terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa

Embed Size (px)

Citation preview

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN LARI CEPAT DAN POWER OTOT TUNGKAI TERHADAP KEMAMPUAN LARI CEPAT

100 METER PADA SISWA PUTRA KELAS XI SMA NEGERI 8 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2007/2008

Skripsi

Oleh: Hendrik Wibowo

NIM. K.5602045

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2009

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN LARI CEPAT DAN POWER OTOT TUNGKAI TERHADAP KEMAMPUAN LARI CEPAT

100 METER PADA SISWA PUTRA KELAS XI SMA NEGERI 8 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2007/2008

Oleh :

Hendrik Wibowo NIM. K.5602045

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi

Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

S U R A K A R T A 2009

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Bambang Wijanarko, M.Kes. Drs. Tri Aprilijanto Utomo, M.Kes. NIP. 131 658 562 NIP. 131 884 945

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan.

Pada hari :

Tanggal :

Tim Penguji Skripsi :

(Nama Terang) (Tanda Tangan)

Ketua : ………………………….

Sekretaris : …………………………

Anggota I : …………………………

Anggota II : …………………………

Disahkan oleh :

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP. 131 658 563

ABSTRAK

Hendrik Wibowo. PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN LARI CEPAT DAN POWER OTOT TUNGKAI TERHADAP KEMAMPUAN LARI CEPAT 100 METER PADA SISWA PUTRA KELAS XI SMA NEGERI 8 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2007/2008. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Maret 2009.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: (1) Perbedaan pengaruh metode

latihan lari cepat up hill dan down hill terhadap kemampuan lari cepat 100 meter

pada siswa putra kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008. (2)

Perbedaan pengaruh power otot tungkai tinggi dan power otot tungkai rendah

terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas XI SMA Negeri

8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008. (3) Ada tidaknya interaksi antara metode

latihan lari cepat dan power otot tungkai terhadap kemampuan lari cepat 100

meter pada siswa putra kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran

2007/2008.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasi penelitian

adalah siswa putra kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008.

berjumlah 101 siswa terbagi dalam lima kelas. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan adalah proportional stratified random sampling. Masing-masing kelas

diambil 40%, yaitu dengan mengklasifikasikan sampel atas power otot tungkai

tinggi dan power otot tungkai rendah. Sampel yang digunakan yaitu 20 siswa

dengan kategori power otot tungkai tinggi dan 20 siswa dengan kategori power

otot tungkai rendah. Teknik pengumpulan data dengan tes dan pengukuran. Data

yang dikumpulkan yaitu power otot tungkai dengan vertical jump test dan

kemampuan lari cepat 100 meter. Teknik analisis data yang digunakan adalah

ANAVA 2 X 2 dan uji lanjut Newman Keuls.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan sebagi berikut: (1) Ada

perbedaan pengaruh yang signifikan latihan kecepatan up hill dan down hill

terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada pada siswa putra kelas XI SMA

Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008. Dari hasil analisis data diperoleh

nilai Fo = 249.0196 > Ft 4.080. (2) Ada perbedaan pengaruh yang siginifikan

antara power otot tungkai tinggi dan power otot tungkai rendah terhadap

kemampuan lari cepat 100 meter pada pada siswa putra kelas XI SMA Negeri 8

Surakarta tahun pelajaran 2007/2008. Dari hasil analisis data diperoleh nilai Fo =

248.3907 > Ft 4.080. (3) Ada interaksi antara latihan kecepatan dan power otot

tungkai terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada pada siswa putra kelas XI

SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008. Dari hasil analisis data

menunjukkan bahwa Fhitung = 495.5320 lebih besar dari Ftabel = 4,080 ( Fhit > Ftabel).

MOTTO

· Alloh meninggikan orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang

diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

(Terjemahan Q.S. Al Mujadalah:11)

· Tidak ada simpanan yang lebih berguna daripada ilmu, tidak ada sesuatu yang

lebih terhormat daripada adab dan tidak akan kawan yang lebih bagus

daripada akal.

(Al Imam Al Mawardi)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada :

Bapak dan Ibu tercinta

Kakak dan Adik tersayang

Teman-teman Angkatan 2002

Adik-adik JPOK FKIP UNS

Almamater

KATA PENGANTAR

Dengan diucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah Nya, sehingga dapat diselesaikan penulisan

skripsi ini.

Disadari bahwa penulisan skripsi ini banyak mengalami hambatan, tetapi

berkat bantuan dari beberapa pihak maka hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh

karena itu dalam kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada yang

terhormat:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ketua Program Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Drs. Bambang Wijanarko, M.Kes. sebagai pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.

5. Drs. Tri Aprilijanto Utomo, M.Kes. sebagai pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.

6. Kepala SMA Negeri 8 Surakarta yang telah memberikan ijin untuk

mengadakan penelitian.

7. Siswa putra kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008

yang telah bersedia menjadi sampel penelitian.

8. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

Semoga segala amal baik tersebut mendapatkan imbalan dari Tuhan Yang

Maha Esa. Akhirnya berharap semoga hasil penelitian yang sederhana ini dapat

bermanfaat.

Surakarta, Maret 2009

DAFTAR ISI

Halaman JUDUL ................................…………………………………………………

PENGAJUAN ...............................………………………………………….

PERSETUJUAN .........................……………………………………………

PENGESAHAN ..............................…………………………………………

ABSTRAK .................………………………………………………………

MOTTO .....................……………………………………………………….

PERSEMBAHAN .............................……………………………………….

KATA PENGANTAR ..................................……………………………….

DAFTAR ISI ......................................………………………………………

DAFTAR GAMBAR ...................................…………………………………

DAFTAR GRAFIK………………………………………………………….

DAFTAR TABEL ....................……………………………………………..

DAFTAR LAMPIRAN ...............................…………………………………

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….

A. Latar Belakang Masalah ………………………………………...

B. Identifikasi Masalah ..…………………………………………...

C. Pembatasan Masalah ...................……………………………..…

D. Perumusan Masalah ......………………………………………….

E. Tujuan Penelitian .....…………………………………………….

F. Manfaat Penelitian .....……………………………………………

BAB II LANDASAN TEORI ……………………………………………….

A. Tinjauan Pustaka ...……………………………………………….

1. Lari Cepat 100 Meter………………………………………….

a. Pengertian Lari Cepat……………………………………..

b. Lari Cepat (Sprint)100 Meter……………………………..

c. Teknik Lari Cepat 100 Meter………………………………

i

ii

iii

iv

v

vii

viii

ix

x

xiii

xiv

xv

xvi

1

1

4

5

5

6

6

7

7

7

7

7

8

2. Metode Latihan Lari Cepat 100 Meter…………………………

a. Pengertian Latihan…………………………………………

b. Metode Latihan……………………………………………

c. Cara Melatih Kecepatan…………………………………..

d. Prinsip-Prinsip Latihan……………………………………

e. Komponen-Komponen Latihan……………………………

3. Metode Latihan Lari Cepat Up Hill……………………………

a. Pelaksanaan Latihan Lari cepat Up Hill……………………

b. Pengaruh Latihan Lari Cepat Up Hill terhadap Lari Cepat

100 Meter………………………………………………….

4. Metode Latihan Lari Cepat Down Hill………………………..

a. Pelaksanaan Latihan Lari Cepat Down Hill………………

b. Pengaruh Latihan Lari Cepat Down Hill terhadap Lari

Lari Cepat 100 Meter……………………………………..

5. Power Otot Tungkai…………………………………………..

a. Pengertian Power………………………………………….

b. Otot-Otot Penunjang Power Tungkai……………………..

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Power……………….

d. Peranan Power Otot Tungkai terhadap Kemampuan Lari

Cepat 100 Meter………………………………………….

B. Kerangka Pemikiran .......……………………………………….

C. Perumusan Hipotesis ............………………………….……..…

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............……………………………

A. Tempat dan Waktu Penelitian ....………………………………..

B. Metode Penelitian ………………………………………………

C. Variabel Penelitian………………………………………………

D. Populasi dan Sampel Penelitian………………………………..

E. Teknik Pengumpulan Data………………………………………

F. Teknik Analisis Data……………………………………………

13

13

14

15

15

19

22

22

23

23

23

24

25

25

26

28

28

29

32

33

33

33

34

35

36

36

BAB IV HASIL PENELITIAN ...................………………………………..

A. Deskripsi Data ...............………………………………………..

B. Mencari Reliabilitas……………………………………………

C. Uji Prasyarat Analisis……………………………………………

1. Uji Normalitas ………………………………………………

2. Uji Homogenitas ……………………………………………

D. Pengujian Hipotesis…………………………………………….

1. Pengujian Hipotesis Pertama…………………………………

2. Pengujian Hipotesis Kedua…………………………………..

3. Pengujian Hipotesis Ketiga………………………………….

E. Pembahasan Hasil Penelitian…………………………………..

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .........………. …………

A. Simpulan……………………………………………………….

B. Implikasi ....................…………………………………………

C. Saran .........................…………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA .............................……………………………………

LAMPIRAN...........................………………………………………………..

42

42

44

45

45

46

46

47

48

48

49

53

53

53

54

55

57

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Posisi Aba-Aba Bersedia…………………………………….

Gambar 2. Sikap Badan pada Aba-Aba Siap……………………………

Gambar 3. Sikap Badan Aba-Aba Ya…………………………………..

Gambar 4. Teknik Lari Cepat 100 Meter………………………………..

Gambar 5. Teknik Melewati Garis Finish………………………………

Gambar 6. Ilstrasi Latihan Lari Cepat Up Hill…………………………..

Gambar 7. Ilustrasi Latihan Lari Cepat Down Hill……………………..

Gambar 8. Otot-Otot Penunjang Power Otot Tungkai…………………..

Gambar 9. Tes Power Otot Tungkai dengan Vertical Jump Tes………..

Gambar 10 Tes Lari Cepat 100 Meter…………………………………..

10

10

11

12

13

23

24

27

79

81

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 1. Nilai Rata - Rata Kemampuan Lari Cepat 100 Meter

Berdasarkan Tiap Kelompok Perlakuan dan Power Otot

Tungkai……………………………………………………….

Grafik 2. Nilai Rata-Rata Peningkatan Kemampuan Lari Cepat 100

Meter…………………………………………………………

Grafik 3. Bentuk Interaksi Latihan Lari Cepat dan Power Otot

Tungkai………………………………………………………

43

44

51

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Gambar Rancangan Penelitian Factorial 2 X 2……………….

Tabel 2. Populasi Siswa Putra Kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta

Tahun Pelajaran 2007/2008………………………………….

Tabel 3. Ringkasan ANAVA untuk Eksperimen Faktorial 2 X 2……..

Tabel 4. Ringkasan Angka - Angka Statistik Deskriptif Data

Kemampuan Lari Cepat 100 Meter Menurut Kelompok

Penelitian…………………………………………………….

Tabel 5. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data Tes Awal…………

Tabel 6. Tabel Range Kategori Reliabilitas……………………………

Tabel 7. Hasil Uji Normalitas dengan Lilliefors………………………

Tabel 8. Hasil Uji Homogenitas dengan Uji Bartlet…………………

Tabel 9. Ringkasan Nilai Rerata Kemampuan Lari Cepat 100 Meter

Berdasarkan Metode Latihan Lari Cepat dan Power Otot

Tungkai Sebelum dan Sesudah Diberi Perlakuan…………..

Tabel 10 Ringkasan Analisis Anova Faktor 2 X 2……………………..

Tabel 11 Hasil Uji Rentang Newman Keuls setelah Anava……………

Tabel 12 Pengaruh Sederhana, Pengaruh Utama dan Interaksi Faktor

Utama terhadap Peningkatan Kemampuan Lari Cepat 100

Meter…………………………………………………………

34

35

38

42

44

45

45

46

46

47

47

51

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Tes Pengukuran Power Otot Tungkai Siswa Putra

Kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta……………………..

Lampiran 2. Kelompok Sampel Berdasarkan Hasil Klasifikasi Power

Otot Tungkai Siswa Putra Kelas XI SMA Negeri 8

Surakarta………………………………………………….

Lampiran 3. Kelompok Sampel Penelitian Siswa Putra Kelas XI

SMA Negeri 8 Surakarta…………………………………

Lampiran 4. Data Tes Awal Kemampuan Lari 100 Meter dan

Kategori Power Otot Tungkai Siswa Putra Kelas XI

SMA Negeri 8 Surakarta………………………………..

Lampiran 5. Data Tes Akhir Kecepatan Lari 100 Meter Siswa Putra

Kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta………………………

Lampiran 6. Uji Reliabilitas Tes Awal Kemampuan Lari Cepat 100

Meter…………………………………………………….

Lampiran 7. Uji Normalitas……………………………………………

Lampiran 8. Uji Homogenitas………………………………………...

Lampiran 9. Data Hasil Peningkatan Tes Awal dan Tes Akhir

Kemampuan Lari Cepat 100 Meter………………………

Lampiran 10 Tabel Kerja untuk Melakukan Analisis Varians…………

Lampiran 11 Data - Data untuk Perhitungan Anava Eksperimen

Faktorial 2 X 2……………………………………………

Lampiran 12. Hasil Uji Rata-Rata Rentang Newman-Keuls…………

Lampiran 13. Petunjuk Pelaksanaan Tes dan Pengukuran Variabel

Penelitian………………………………………………..

Lampiran 14. Program Latihan Lari Cepat Up Hill dan Down Hill……

Lampiran 15. Jadwal Treatment Lari Cepat Up Hill dan Down Hill

Siswa Kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta Tahun

Pelajaran 2007/2008……………………………………..

58

59

60

61

62

63

66

70

71

73

74

76

78

82

84

Lampiran 16. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian…………………..

Lampiran 17. Surat Ijin Penelitian dari Universitas Sebelas Maret

Surakarta…………………………………………………

Lampiran 18. Surat Keterangan Penelitian dari SMA Negeri 8

Surakarta…………………………………………………

86

88

95

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Atletik merupakan induk dari semua cabang olahraga. Hampir seluruh

gerakan dalam cabang olahraga terdapat dalam atletik. Gerakan-gerakan yang

terdapat dalam cabang olahraga atletik yaitu berjalan, berlari, melompat dan

melempar, sehingga atletik dikatakan sebagai induk dari semua cabang olahraga.

Dalam dunia pendidikan cabang olahraga atletik mempunyai peran

penting untuk menunjang perkembangan dan pertumbuhan siswa. Aip Syarifuddin

(1992: 18) menyatakan, “Pembentukan gerak dasar khususnya pembentukan gerak

dasar atletik adalah suatu dorongan dalam usaha mengalihkan bentuk-bentuk

gerakan yang telah dimiliki anak sebelum memasuki sekolah menjadi bentuk-

bentuk gerakan dasar yang mengarah pada gerakan dasar atletik”. Pentingnya

peranan atletik, maka cabang olahraga atletik merupakan mata pelajaran

pendidikan jasmani yang wajib diajarkan kepada siswa baik dari Sekolah Dasar

(SD) sampai SMA atau SMK, bahkan Perguruan Tinggi.

Ditinjau dari nomor-nomor yang dilombakan dalam cabang olahraga

atletik meliputi nomor jalan, lari, lompat dan lempar. Dari nomor-nomor tersebut,

masing-masing di dalamnya terdapat beberapa nomor yang telah ditentukan

berdasarkan peraturan yang berlaku. Untuk nomor lari terdiri atas: lari jarak

pendek, jarak menengah, jarak jauh atau marathon, lari gawang, lari sambung, dan

lari cross country. Nomor lompat meliputi: lompat jauh, lompat tinggi, lompat

jangkit, lompat tinggi galah. Nomor lempar meliputi lempar cakram, lempar

lembing, tolak peluru dan lontar martil.

Lari cepat 100 meter merupakan salah satu nomor bergengsi dalam nomor

lari jarak pendek. Lari cepat 100 meter atau sprint merupakan cara lari yang

dilakukan dengan kecepatan maksimal dari garis start sampai garis finish. Untuk

mencapai prestasi lari cepaat 100 meter dipengaruhi banyak faktor. Latihan secara

baik dan teratur merupakan salah satu sarana untuk mencapai prestasi lari cepat

100 meter secara maksimal.

Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara berulang-ulang

dengan meningkatkan beban latihan secara bertahap, dilakukan secara teratur dan

terprogram untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya. Dalam pelaksanaan

latihan lari cepat dapat dilakukan dengan beberapa cara. A Hamidsyah Noer

(1995: 169) manyatakan, “Latihan kecepatan dapat dilakukan dengan lari mendaki

bukit (up hill) dan lari menuruni bukit (down hill)”.

Latihan lari cepat dengan mendaki bukit (up hill) dan menuruni bukit

(down hill) merupakan bentuk latihan yang berorientasi pada lintasan lari.

Lintasan lari untuk meningkatkan kecepatan lari dapat menanjak atau menurun.

Dari kedua metode latihan tersebut belum diketahui metode latihan mana yang

lebih efektif untuk meningkatkan lari cepat 100 meter. Hal ini karena, kecepatan

lari seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh metode latihan. Namun masih ada

faktor lainnya seperti kemampuan fisik, teknik, taktik dan mental.

Kemampuan fisik merupakan faktor yang dibutuhkan dalam setiap cabang

olahraga termasuk lari cepat 100 meter. M. Sajoto (1995: 8) menyatakan,

“Kondisi fisik adalah satu prasyarat yang sangat diperlukan dalam usaha

meningkatkan prestasi seorang atlet”. Hal ini artinya, kemampuan kondisi fisik

yang baik sangat besar pengaruhnya untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam

lari cepat 100 meter.

Power merupakan salah satu unsur kondisi fisik yang dibutuhkan hampir

seluruh cabang olahraga termasuk lari cepat. Power yang berperan dalam lari

cepat 100 meter yaitu power otot tungkai. Power otot tungkai berperan dalam

gerakan lari cepat 100 meter terutama pada saat melakukan start dan gerakan lari.

Pada saat mendengarkan aba-aba “ya” dari starter, otot-otot tungkai dikerahkan

dengan kuat dan cepat dengan cara menjejakkan kaki pada balok start agar

diperoleh kecepatan awal yang maksimal. Untuk selanjutnya melakukan langkah

(gerakan lari) dengan kuat dan cepat saat berlari dari garis start sampai garis

finish. Apakah benar siswa yang memiliki power otot tungkai baik kecepatan lari

100 meter juga baik, dan apakah siswa yang memiliki power otot tungkai rendah

kecepatan lari 100 meter buruk. Nampaknya hal ini perlu dipertanyakan lagi,

karena kecepatan lari seseorang tidak hanya dipengaruhi power otot tungkai saja,

tetapi masih ada faktor lain yang dapat mendukung kecepatan lari misalnya,

panjang tungkai, teknik lari yang baik, keseimbangan, kecepatan reaksi,

kelentukan dan lain sebagainya.

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, penelitian ini akan

mengkaji dan meneliti pengaruh metode latihan lari cepat up hill dan down hill

terhadap peningkatan lari cepat 100 meter. Namum disisi lain kecepatan lari

seseorang juga dipengaruhi unsur power otot tungkai. Apakah benar perbedaan

kemampuan power otot tungkai yang dimiliki seseorang juga akan memiliki

perbedaan berpengaruh terhadap kecepatan larinya. Berdasarkan hal tersebut

muncul beberapa masalah yang perlu dikaji dan diteliti secara lebih mendalam

baik secara teori maupun praktek melalui penelitian eksperimen.

Siswa putra kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008

adalah sampel yang digunakan dalam penelitian untuk mengetahui dan menjawab

masalah yang muncul dalam penelitian. Siswa putra kelas XI SMA Negeri 8

Surakarta menarik untuk diteliti, karena tidak semua siswa tersebut memiliki

kecepatan lari yang baik. Ditinjau dari perkembangan gerak, Sugiyanto (1994: 40)

menyatakan, “Perkembangan kemampuan berlari cepat umur 5 sampai 17 tahun”.

Namun pada kenyataannya tidak semua siswa putra kelas XI SMA Negeri 8

memiliki kecepatan lari 100 meter yang baik. Hal ini perlu ditelusuri faktor

penyebabnya.

Ditinjau dari pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani di SMA Negeri 8

Surakarta berjalan cukup baik termasuk pembelajaran lari cepat 100 meter,

bahkan di SMP pun telah diajarkan lari cepat 100 meter. Namun pada

kenyataannya kemampuan lari cepat 100 meter kurang baik. Hal ini disebabkan

karena terbatasanya waktu pembelajaran yang tidak memungkinkan melatihkan

lari cepat 100 meter secara maksimal. Pembelajaran yang diberikan hanya

terbatas pengenalan teknik lari cepat 100 meter, sehingga jika tidak diberikan

latihan diluar jam pelajaran sekolah kemampuan lari cepat 100 meter tidak

berkembang. Untuk meningkatkan kemampuan lari cepat 100 meter siswa

putra kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008, maka perlu

latihan yang baik dan teratur.

Metode latihan lari cepat up hill dan down hill merupakan bentuk latihan untuk

meningkatkan kecepatan lari 100 meter. Dalam latihan lari cepat up hill dan

down hill keberadaan power otot tungkai sangat berperan untuk melakukan lari

secepat-cepatnya. Medan atau lintasan lari yang naik dan menurun

mengharuskan siswa mengerahkan power otot tungkai semaksimal mungkin.

Kemampuan lari cepat 100 meter dapat meningkat secara maksimal, jika dalam

latihan lari up hill dan down hill didukung power otot tungkai yang baik.

Permasalahan-permasalahan yang dikemukakan di atas yang melatar

belakangi judul penelitian, “Perbedaan Pengaruh Metode Latihan lari Cepat dan

Power Otot Tungkai terhadap Kemampuan Lari Cepat 100 Meter pada Siswa

Putra Kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2007/2008”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah dalam penelitian ini

dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Masih rendahnya kemampuan lari cepat 100 meter siswa putra kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran

2007/2008 perlu ditelusuri faktor penyebabnya.

2. Tidak adanya latihan di luar jam pelajaran sekolah sehingga kemampuan lari cepat 100 meter siswa putra kelas XI

SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008 kurang baik.

3. Perlu dipilih motode latihan lari yang tepat untuk meningkatkan kemampuan lari cepat 100 meter siswa putra kelas XI

SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008.

4. Belum diketahui perbedaan pengaruh metode latihan lari cepat up hill dan down hill terhadap kemampuan lari cepat

100 meter.

5. Pengaruh power otot tungkai tinggi dan power otot tungkai rendah terhadap kemampuan lari cepat 100 meter belum

diketahui.

6. Kemampuan lari cepat 100 meter siswa putra kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008 belum

diketahui.

C. Pembatasan Masalah

Banyaknya masalah yang dapat diidentifikasi, maka perlu dibatasi agar

tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pembatasan masalah dalam penelitian

ini sebagai berikut:

1. Pengaruh metode latihan lari cepat up hill dan down hill terhadap kemampuan

lari cepat 100 meter.

2. Pengaruh power otot tungkai tinggi dan power otot tungkai rendah terhadap

kemampuan lari cepat 100 meter.

3. Kemampuan lari cepat 100 meter siswa putra kelas XI SMA Negeri 8

Surakarta tahun pelajaran 2007/2008.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalahan dan pembatasan masalah tersebut di

atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Adakah perbedaan pengaruh metode latihan lari cepat up hill dan down hill

terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas XI SMA

Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008?

2. Adakah perbedaan pengaruh power otot tungkai tinggi dan power otot tungkai

rendah terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas XI

SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008?

3. Adakah interaksi antara metode latihan lari cepat dan power otot tungkai

terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas XI SMA

Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini

mempunyai tujuan untuk mengetahui:

1. Perbedaan pengaruh metode latihan lari cepat up hill dan down hill terhadap

kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas XI SMA Negeri 8

Surakarta tahun pelajaran 2007/2008.

2. Perbedaan pengaruh power otot tungkai tinggi dan power otot tungkai rendah

terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas XI SMA

Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008.

3. Ada tidaknya interaksi antara metode latihan lari cepat dan power otot tungkai

terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas XI SMA

Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008.

F. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat antara lain:

1. Bagi siswa dapat meningkatkan penguasaan teknik lari cepat dan faktor-faktor

yang mendukungnya khususnya peranan power otot tungkai, sehingga dapat

mendukung pencapaian prestasi lari 100 meter menjadi lebih baik.

2. Bagi guru Penjaskes dan siswa SMA Negeri 8 Surakarta dapat menambah

pengetahuan dalam ilmu olahraga pada umumnya dan metode latihan lari

cepat serta pentingnya power otot tungkai dalam gerakan lari cepat 100 meter.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Lari Cepat 100 Meter

a. Pengertian Lari Cepat

Lari cepat atau sprint atau istilah lainnya lari jarak pendek merupakan lari

yang dilakukan dengan kecepatan penuh dari garis start sampai garis finish

dengan waktu sesingkat mungkin. Hal ini sesuai pendapat Soegito (1992: 8)

bahwa, “Lari ialah gerak maju yang diusahakan agar dapat mencapai tujuan

(finish) secepat mungkin atau dalam waktu singkat”. Dalam lari sprint ada tiga

normor yang sering diperlombakan dan merupakan nomor lari bergengsi. Aip

Syarifuddin (1992: 41) menyatakan bahwa, “Di dalam perlombaan lari jarak

pendek ada tiga nomor yang selalu dilombakan yaitu (1) jarak 100 m, (2) jarak

200 m, (3) jarak 400 m. Ketiga jarak atau nomor tersebut menjadi nomor utama

atau sering disebut dengan nomor bergengsi dalam kejuaraan atletik, baik bersifat

Nasional maupun Internasional”.

Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, nomor lari cepat atau

sprint terdiri tiga nomor yaitu jarak 100 meter, 200 meter dan 400 meter. Dari

ketiga nomor lari sprint tersebut teknik larinya sama, terutama pada lintasan lurus.

Akan tetapi pada lari jarak 200 meter dan 400 meter ditambah dengan teknik lari

ditingkungan. Lebih lanjut Aip Syarifuddin (1992: 41) teknik lari di tikugan lari

jarak 200 m dan 400 m yaitu, “Pada waktu lari ditikungan, badan agak

dimiringkan ke dalam, kaki kanan digerakkan atau dilangkahkan agak serong ke

dalam, dan tangan kanan diayunkan serong ke dalam”.

b. Lari Cepat (Sprint) 100 Meter

Lari cepat 100 meter merupakan salah satu nomor lari jarak pendek. Lari

cepat 100 meter merupakan lari yang dilakukan dengan kecepatan penuh dari

garis strat sampai garis finish menempuh jarak 100 meter. Hal ini sesuai pendapat

Aip Syarifuddin (1992: 41) bahwa, “Lari jarak pendek atau lari cepat (sprint)

adalah suatu cara lari dimana si atlet harus menempuh seluruh jarak (100 m)

dengan kecepatan semaksimal mungkin. Artinya harus melakukan lari yang

secepat-cepatnya dengan mengerahkan seluruh kekuatannya mulai awal (mulai

dari start) sampai melewati garis akhir (finish)”.

Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, lari cepat 100 meter

merupakan suatu cara lari menempuh jarak 100 meter yang dilakukan dengan

kecepatan maksimal dari garis start sampai garis finish. Lari harus dilakukan

dengan secepat-cepatnya menempuh jarak 100 meter dengan waktu yang

sesingkat mungkin. Untuk dapat lari cepat dengan baik dan benar, maka harus

menguasai teknik lari cepat dengan baik dan benar.

c. Teknik Lari Cepat 100 Meter

Peningkatan prestasi dalam olahraga menuntut adanya perbaikan dan

pengembangan unsur teknik untuk mencapai tujuannya. Teknik dikatakan baik

apabila ditinjau dari segi anatomis, fisiologis, mekanika, biomeknika dan mental

terpenuhi persyaratannya secara baik, dapat diterapkan dalam praktek dan

memberikan sumbangan terhadap pencapaian prestasi maksimal.

Teknik merupakan rangkuman metode yang dipergunakan dalam

melakukan gerakan dalam suatu cabang olahraga. Teknik juga merupakan suatu

proses gerakan dan pembuktian dalam suatu cabang olahraga. Dengan kata lain

teknik merupakan pelaksanaan suatu kegiatan secara efektif dan rasional yang

memungkinkan suatu hasil yang optimal dalam latihan atau pertandingan.

Peningkatan prestasi lari cepat 100 meter menuntut adanya perbaikan dan

pengembangan unsur teknik dalam lari cepat. Menurut Aip Syarifuddin (1992: 41)

bahwa, “Dalam lari jarak pendek ada tiga teknik yang harus dipahami dan sikuasai

yaitu mengenai: (1) teknik start, (2) teknik lari dan, (3) teknik melewati garis

finish”.

Teknik yang harus dipahami dan dikuasai dalam lari jarak pendek (sprint)

ada tiga bagian yaitu teknik start, teknik lari dan teknik memasuki finish.

Penguasaan teknik lari cepat yang baik akan dapat mendukung pencapaian

prestasi lari cepat secara optimal. Agar siswa dapat melakukan lari cepat dengan

baik dan prestasi yang tinggi, maka teknik-teknik tersebut harus ddipahami dan

dikuasai. Untuk lebih jelasnya ketiga teknik lari cepat 100 meter tersebut

diuraikan secara singkat sebagai berikut:

1) Teknik Start

Start atau pertolakan merupakan kunci pertama yang harus dikuasai.

Kecerobohan atau keterlambatan dalam melakukan start berarti kerugian besar

bagi seorang sprinter. Kemampuan melakukan start yang baik sangat dibutuhkan,

karena lari 100 meter dimenangkan dalam selisih waktu yang sangat kecil.

Kesalahan maupun keterlambatan melakukan start akan merugikan pelari.

Teknik start untuk lari jarak pendek adalah start jongkok (chrouching

start). Start jongkok dibagi menjadi tiga macam yaitu “(1) Start pendek (bounch

start), (2) Start menengah (medium start), (3) Start panjang (long start)”.

Perbedaan ketiga macam teknik start tersebut terletak pada penempatan antara

ujung kaki bagian depan dengan lutut kaki belakang, sedangkan sikap badan,

lengan dan yang lainnya hampir sama. Menurut Soegito, Bambang Wijanarko dan

Ismaryati (1993: 99) tahap mengambil sikap lari 100 meter berdasarkan aba-aba

sebagai berikut:

1) Salah satu kaki diletakkan di tanah dengan jarak ± 1 jengkal dari garis start.

2) Kaki lainnya diletakkan tepat di samping lutut yang terletak di tanah dengan jarak ± 1 kepal.

3) Badan membungkuk ke depan. 4) Kedua tangan terletak di tanah tepat di belakang garis start (tidak

boleh menyentuh atau melampauinya). 5) Keempat jari tangan rapat, ibu jari terbuka. 6) Kepala tunduk, leher rileks (tidak tegang). 7) Pandangan ke bawah (lihat tanah). 8) Konsentrasi pada aba-aba berikutnya.

Berikut ini disajikan ilustrasi gambar pelaksanaan posisi aba-aba

“bersedia” sebagai berikut:

Gambar 1. Posisi Aba-Aba Bersedia (Soegito dkk., 1993: 99)

Aba-aba setelah “bersedia” yaitu “siap”. Menurut Soegito dkk., (1993: 99)

tahap persiapan akan lari pada aba-aba “siap” sebagai berikut:

1) Lutut yang terletak di tanah diangkat. 2) Pinggul diangkat setinggi bahu. 3) Berat badan dibawa ke muka 4) Kepala tetap tunduk dan leher rileks 5) Pandangan tetap ke bawah 6) Konsentrasi pada aba-aba berikutnya

Berikut ini disajikan ilustrasi gambar gerakan teknik lari cepat pada aba-

aba “siap” sebagai berikut:

Gambar 2. Sikap Badan pada Aba-Aba Siap (Soegito dkk., 1993: 100)

Aba-aba berikutnya setelah aba-aba siap yaitu “ya”. Teknik pelaksanaan

pada aba-aba “ya” menurut Soegito dkk., (1993: 100) sebagai berikut:

1) Menolak ke depan dengan kuat tetapi jangan melompat, melainkan meluncur.

2) Badan tetap rendah/condong ke depan. 3) Disertai gerakan lengan yang diayunkan dengan kuat pula. 4) Disusul dengan gerakan langkah kaki pendek-pendek tetapi cepat agar

badan tidak tersungkur. Berikut ini disajikan ilustrasi gambar gerakan pada aba-aba “ya” sebagai

berikut:

Gambar 3. Sikap Badan pada Aba-Aba “Ya” (Soegito dkk., 1993: 100)

2) Teknik Lari Cepat

Dalam lari cepat harus memperhatikan teknik lari yang benar. Pada waktu

lari cepat, badan dalam posisi hampir tegak lurus pada tanah dan condong ke

depan ± 60 derajat. Rusli Lutan dkk. (1992: 137) menyatakan, “Posisi badan lari

cepat dipertahankan tetap menghadap ke depan dan agak condong ke depan. Sikap

badan seperti ini memungkinkan titik berat badan selalu berada di depan”.

Kecepatan lari akan lebih baik apabila didukung gerakan kedua lengan.

Kedua lengan harus rileks, dengan kedua tangan agak mengepal dan ibu jari

menyilang pada jari telunjuk. Sudut dari persendian siku sedapat mungkin tetap

membentuk sudut lebih kurang 90 derajat, sedikit mengurang bila lengan ke depan

dengan tangan mencapai setinggi bahu atau sedikit lebih tinggi. Lengan sebaiknya

bergerak ke belakang dan ke depan, seolah-olah kedua lengan itu bergerak

disekitar sumbu yang melalui persendian bahu. Gerakan lengan yang efisien

adalah sangat penting. Kepala sebaiknya dalam garis yang alami dengan badan.

Bila terlalu condong ke depan badan atau terlalu ke belakang, menyebabkan

langkah atlet akan lebih pendek.

Kecepatan maksimal harus dilakukan oleh sprinter saat melakukan start

sampai pada jarak kira-kira jarak 60 meter. Sekali kecepatan puncak sudah

tercapai, maka dengan sekuat tenaga harus dipertahankan atau ditingkatkan

dengan memperlebar langkah tanpa mengurangi kecepatan dan didukung

menggerakkan kedua lengan sesuai dengan kecepatan yang ingin dicapai

semaksimal mungkin. Beberapa prinsip lari cepat yang harus diperhatikan

menurut Soegito (1992: 12) antara lain:

1) Lari pada ujung kaki. 2) Menumpu dengan kuat, agar mendapatkan dorongan ke depan dengan

kuat pula. 3) Badan condong ke depan + 600, sehingga titik berat badan selalu di

depan. 4) Ayunan lengan kuat-kuat dan cepat, siku dilipat, tangan menggengam

lemas, agar gerakan langkah kaki juga cepat dan kuat. 5) Setelah + 20 m dari garis start, langkah diperlebar tetapi condong

badan harus tetap dipertahankan. Serta ayunan lengan dan gerakan langkah kaki juga dipertahankan kecepatan dan kekuatannya, bahkan kalau mungkin ditingkatkan.

Berikut ini disajikan ilustrasi gambar teknik lari cepat 100 meter sebagai

berikut:

Gambar 4. Teknik Lari Cepat 100 Meter (Tamsir Riyadi, 1985:30)

3) Teknik Memasuki Garis Finish

Memasuki garis finish merupakan faktor yang paling menentukan kalah

atau menangnya seorang pelari. Menurut Agus Mukholid (2004: 102) teknik

melewati garis finish terbagi menjadi tiga cara yaitu:

1) Dengan cara lari terus secepat-cepatnya melewati garis finish dengan tidak mengubah posisi lari.

2) Saat akan menyentuh pita atau melewati garis finish, dada dicondongkan ke depan.

3) Saat akan meneyntuh pita atau melewati garis finish, dada diputar sehingga salah satu bahu maju ke depan terlebih dahulu.

Teknik memasuki finish tersebut di atas sangat penting untuk dipahami

dan dikuasai oleh seorang pelari, sebab meskipun mempunyai kekuatan dan

kecepatan yang baik sering kalah karena teknik memasuki finish yang kurang

baik. Seorang pelari bebas menentukan dengan cara atau teknik sendiri yang

dianggap lebih efektif dan efisien. Berikut ini disajikan ilustrasi gerakan saat

memasuki garis finish sebagai berikut:

Gambar 5. Teknik Melewati Garis Finish (Agus Mukholid, 2004: 102)

2. Metode Latihan Lari Cepat 100 Meter

a. Pengertian Latihan

Latihan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan kontinyu

yang dilakukan secara berulang-ulang dengan meningkatkan beban latihan

secara bertahap. Berkaitan dengan latihan A. Hamidsyah Noer (1996: 6)

menyatakan, “Latihan suatu proses yang sistematis dan kontinyu dari berlatih

atau bekerja yang dilakukan dengan berulang-ulang secara kontinyu dengan

kian hari kian menambah jumlah beban latihan untuk mencapai tujuan”. Hal

senada dikemukakan Yusuf Adisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 145)

bahwa, “Latihan adalah proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan

secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan

serta intensitas latihannya”.

Hakikat latihan pada dasarnya merupakan proses kerja atau berlatih yang

dilakukan secara sistematis dan kontinyu, berulang-ulang dengan beban latihan

yang semakin meningkat. Pada dasarnya latihan merupakan faktor yang dominan

untuk mencapai prestasi yang tinggi. Hal ini sesuai pendapat A. Hamidsyah Noer

(1995: 89) bahwa, “Sesungguhnya banyak faktor yang mempengaruhi

peningkatan prestasi atlet. Namun demikian salah satu faktor yang paling dominan

adalah latihan yang teratur dan terus menerus”.

b. Metode Latihan

Tujuan utama dari olahraga prestasi adalah pencapaian prestasi setinggi

mungkin. Salah satu faktor yang memberikan sumbangan bagi pencapaian prestasi

dalam olahraga adalah penerapan metode latihan yang ilmiah. Metode latihan

merupakan suatu cara yang digunakan oleh pelatih dalam menyajikan materi

latihan, agar tujuan latihan dapat tercapai. Menurut Noseck (1982: 15) bahwa,

“Metode latihan merupakan prosedur dan cara-cara pemilihan jenis-jenis latihan

dan penataannya menurut kadar kesulitan, kompleksitas dan beratnya beban”. Hal

senada dikemukakan Andi Suhendro (1999:3.53) bahwa, “Metode latihan adalah

suatu cara sistematis dan terencana, yang berfungsi sebagai alat untuk

meningkatkan fungsi fisiologis, psikologis dan keterampilan gerak, agar memiliki

keterampilan yang lebih baik pada suatu penampilan khusus”.

Berdasarkan pendapat dua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, metode

latihan merupakan cara yang digunakan seorang pembina atau pelatih berfungsi

sebagai alat yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan

bagi atlet yang dilatih. Seorang pelatih harus mampu menerapkan metode latihan

yang efektif. Hal ini karena, keberhasilan dari suatu latihan dapat dipengaruhi oleh

metode latihan yang diterapkan oleh pelatih.

c. Cara Melatih Kecepatan

Latihan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan

kontinyu yang dilakukan secara berulang-ulang dengan meningkatkan beban

latihan secara bertahap. Tujuan utama latihan olahraga prestasi yaitu untuk

mengembangkan kemampuan biomotorik ke standart yang paling tinggi, atau

dalam arti fisiologis atlet berusaha mencapai tujuan perbaikan sistem organisme

dan fungsinya untuk mengoptimalkan prestasi atau penampilan olahraganya.

Menurut Harsono (1988: 101) bahwa, “Latihan adalah proses yang sistematis dari

latihan atau bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian

menambah jumlah latihan atau pekerjaannya”. Sedangkan latihan sprint

merupakan bentuk latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kecepatan lari

seseorang. Adapun cara melatih kecepatan menurut Suharno HP. (1993: 49) yaitu:

1) Volume beban latihan 5 – 10 kali giliran lari, tiap-tiap giliran atlet lari secepat-cepatnya dengan jarak 30-80 meter.

2) Intensitas lari 80%-100% dengan pedoman waktu dari pelatih. 3) Frekuensi dan tempo secepat-cepatnya. 4) Peningkatan beratnya latihan dapat mencari variasi perubahan ciri-ciri

loading di atas sesuai dengan kehendak atlet dan pelatih. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, dalam melatih kecepatan lari 100

meter harus berpedoman pada petunjuk yang benar. Dalam pelaksanaan latihan

kecepatan intensitasnya sub maksimal ke maksimal, ada jarak yang harus

ditempuh dan waktu yang harus dicapai, ada waktu istirahat diantara waktu

latihan serta jumlah ulangan yang harus dilakukan dalam setiap latihan. Latihan

kecepatan yang didasarkan pada petunjuk yang benar akan diperoleh

peningkatkan kecepatan yang maksimal.

d. Prinsip-Prinsip Latihan

Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratrur guna

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan latihan maka harus

berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar. Menurut Sudjarwo (1993:

21) bahwa, “Prinsip-prinsip latihan digunakan agar pemberian dosis latihan dapat

dilaksanakan secara tepat dan tidak merusak atlet”.

Prinsip latihan merupakan garis pedoman yang hendaknya dipergunakan

dalam latihan yang terorganisir dengan baik. Agar tujuan latihan dapat dicapai

secara optimal, hendaknya diterapkan prinsip-prinsip latihan yang baik dan tepat.

Dalam pemberian beban latihan harus memahami prinsip-prinsip latihan yang

sesuai dengan tujuan latihan. Menurut Sudjarwo (1993: 21-23) prinsip-prinsip

latihan di antaranya: “(1) Prinsip individu, (2) Prinsip penambahan beban, (3)

Prinsip interval, (4) Prinsip penekanan beban (stress), (5) Prinsip makanan baik

dan, (6) Prinsip latihan sepanjang tahun”.

Prinsip-prinsip latihan tersebut sangat penting untuk diperhatikan dalam

latihan. Tujuan latihan dapat tercapai dengan baik, jika prinsip-prinsip latihan

tersebut dilaksanakan dengan baik dan benar. Untuk lebih jelasnya prinsip-prinsip

latihan dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Prinsip Individu

Manfaat latihan akan lebih berarti, jika di dalam pelaksanaan latihan

didasarkan pada karakteristik atau kondisi atlet yang dilatih. Perbedaan antara

atlet yang satu dengan yang lainnya tentunya tingkat kemampuan dasar serta

prestasinya juga berbeda. Oleh karena perbedaan individu harus diperhatikan

dalam pelaksanaan latihan. Sadoso Sumosardjuno (1994: 13) menyatakan,

"Meskipun sejumlah atlet dapat diberi program pemantapan kondisi fisik yang

sama, tetapi kecepatan kemajuan dan perkembangannya tidak sama". Menurut

Andi Suhendro (1999: 3.15) bahwa, “Prinsip individual merupakan salah satu

syarat dalam melakukan olahraga kontemporer. Prinsip ini harus diterapkan

kepada setiap atlet, sekali atlet tersebut memiliki prestasi yang sama. Konsep

latihan ini harus disusun dengan kekhususan yang dimiliki setiap individu agar

tujuan latihan dapat tercapai”.

Manfaat latihan akan lebih berarti jika program latihan yang diterapkan

direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi setiap atlet.

Sudjarwo (1993: 21) menyatakan, “Pemberian beban latihan harus selalu

mengingat kemampuan dan kondisi masing-masing atlet. Faktor-faktor individu

yang harus mendapat perhatian misalnya tingkat ketangkasan atlet, umur atau

lamanya berlatih, kesehatan dan kesegaran jasmani serta psychologis”.

2) Prinsip Penambahan Beban (Over Load Principle)

Prinsip beban lebih merupakan dasar dan harus dipahami seorang pelatih dan

atlet. Prinsip beban lebih merupakan prinsip latihan yang mendasar untuk

memperoleh peningkatan kemampuan kerja. Kemampuan seseorang dapat

meningkat jika mendapat rangsangan berupa beban latihan yang cukup berat,

yaitu di atas dari beban latihan yang biasa diterimanya. Andi Suhendro (1999:

3.7) menyatakan, “Seorang atlet tidak akan meningkat prestasinya apabila

dalam latihan mengabaikan prinsip beban lebih”. Sedangkan Rusli Lutan dkk.

(1992: 95) berpendapat:

Setiap bentuk latihan untuk keterampilan teknik, taktik, fisik dan mental sekalipun harus berpedoman pada prinsip beban lebih. Kalau beban latihan terlalu ringan, artinya di bawah kemampuannya, maka berapa lama pun atlet berlatih, betapa sering pun dia berlatih atau sampai bagaimana capek pun dia mengulang-ulang latihan itu, prestasinya tidak akan meningkat. Berdasarkan dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, prinsip beban

lebih bertujuan untuk meningkatkan perkembangan kemampuan tubuh.

Pembebanan latihan yang lebih berat dari sebelumnya akan merangsang tubuh

untuk beradaptasi dengan beban tersebut, sehingga kemampuan tubuh akan

meningkat. Kemampuan tubuh yang meningkat mempunyai peluang untuk

mencapai prestasi yang lebih baik.

Salah satu hal yang harus tetap diperhatikan dalam peningkatan beban latihan

harus tetap berada di atas ambang rangsang latihan. Beban latihan yang terlalu

berat tidak akan meningkatkan kemampuan atlet, tetapi justru sebaliknya yaitu

kemunduran kemampuan kondisi fisik atau dapat mengakibatkan atlet menjadi

sakit.

3) Prinsip Interval Interval atau istirahat merupakan bagian penting dalam latihan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kondisi

atlet. Berkaitan dengan prinsip interval Sudjarwo (1993: 22) menyatakan, “Latihan secara interval adalah merupakan serentetan latihan yang diselingi dengan istirahat tertentu(interval). Faktor istirahat (interval haruslah diperhatikan setelah jasmani melakukan kerja berat akibat latihan.”

Istirahat atau interval merupakan factor yang harus diperhatikan dalam latihan. Kelelahan akibat dari latihan harus diberi istirahat. Dengan istirahat akan memulihkan kondisi atlet, sehingga untuk melakukan latihan berikutnya kondisinya akan lebih baik.

4) Prinsip Penekanan Beban (Stress)

Pemberian beban latihan pada suatu saat harus dilaksanakan dengan tekanan yang berat atau bahkan dapat dikatakan membuat atalet stress. Penekanan beban latihan harus sampai menimbulkan kelelahan secara sungguh-sungguh, baik kelelahan local maupun kelelahan total jasmani dan rokhani atlet. Dengan waktu tertentu serta beban latihan dengan intensitas maksimal akan berakibat timbulnya kelelahan local yaitu otot-otot tertentu atau pun fungsi organisme. Kelelahan total disebabkan adanay beban latihan dengan volume yang besar, serta intensitasnya maksimal dengan waktu yang cukup lama. Prinsip penekanan beban (stress) diberikan guna meningkatkan kemampuan organisme, penggemblengan mental yang sangat diperlukan untuk menghadapi pertandingan-pertandingan.

5) Prinsip Makanan Baik

Makanan yang sehat dan baik sangat penting bagi seorang atlet. Makanan yang dikonsumsi atlet harus sesuai dengan tenaga yang diperlukan dalam latihan. Untuk menentukan jenis makanan yang harus dikonsumsi seorang atlet harus bekerjasama dengan ahli gizi. Sudjarwo (1993: 23) menyatakan, “Untuk seorang atlet diperlukan 25-35% lemak, 15% putih telur, 50-60% hidrat arang dan vitamin serta meniral lainnya”. Pentingnya peranan makanan yang baik untuk seorang atlet, maka harus diperhatikan agar kondisi atlet tetap terjaga, sehingga akan mendukung pencapaian prestasi yang maksimal.

6) Prinsip Latihan Sepanjang Tahun

Pencapaian prestasi yang tinggi dibutuhkan latihan yang teratur dan terprogram.

Sudjarwo (1993: 23) menyatakan, “Kembali kepada sistematis dari latihan

yang diberikan secara teratur dan ajeg serta dilaksanakan sepanjang tahun

tanpa berseling. Hal ini bukan berarti tidak ada istirahat sama sekali, ingat akan

prinsip interval”.

Sistematis suatu latihan sepanjang tahun akan diketahui melalui periode-

periode latihan. Oleh karena itu, latihan sepanjang tahun harus dijabarkan dalam

periode-periode latihan. Melalui penjabaran dalam periode-periode latihan, maka

tujuan kan lebih fokus, sehingga prestasi yang tinggi dapat dicapai.

e. Komponen-Komponen Latihan

Aktivitas fisik yang dilakukan seseorang berpengaruh terhadap kondisi fisiologis,

anatomis, biokimia dan psikologis. Efisiensi dari suatu kegiatan merupakan

akibat dari waktu yang dipakai, jarak yang ditempuh dan jumlah pengulangan

(volume), beban dan kecepatannya intensitas, serta frekuensi penampilan

(densitas). Menurut Depdiknas. (2000: 105) bahwa, “Dalam proses latihan

yang efisien dan efektifitas dipengaruhi: (1) volume latihan, (2) intensitas

latihan, (3) densitas latihan dan (4) kompleksitas latihan”.

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan akan mencapai hasil yang efektif

dan waktunya lebih efisien jika komponen-komponen latihan diperhatikan

dengan baik dan benar. Komponen-komponen latihan meliputi volume latihan,

intensitas latihan, densitas latihan dan kompleksitas latihan. Untuk lebih

jelasnya komponen-komponen latihan dapat diuraikan secara singkat sebagai

berikut :

1) Volume Latihan

Volume latihan merupakan syarat yang sangat penting untuk mencapai

kemampuan fisik yang yang lebih baik. Menurut Andi Suhendro (1999: 3.17)

bahwa, “Volume latihan adalah ukuran yang menunjukkan jumlah atau

kuantitas derajat besarnya suatu rangsang yang dapat ditujukan dengan jumlah

repetisi, seri atau set dan panjang jarak yang ditempuh”. Sedangkan Depdiknas

(2000: 106) menyatakan, “Unsur-unsur latihan meliputi: (1) waktu atau lama

latihan, (2) jarak tempuh atau berat beban yang diangkut setiap waktu dan (3)

jumlah ulangan latihan atau unsur teknik yang dilakukan dalam waktu

tertentu”.

Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan bahwa, volume latihan

mencerminkan kuantitas atau banyaknya latihan yang dilakukan pada saat

latihan. Untuk meningkatkan kemampuan fisik, maka volume latihan harus

ditingkatkan secara berangsur-angsur (progresif). Peningkatan beban latihan

harus disesuaikan dengan perkembangan yang dicapai. Hal ini karena, semakin

tinggi kemampuan seseorang makin besar volume latihannya, karena terdapat

korelasi antara volume latihan dan prestasi.

2) Intensitas Latihan

Intensitas latihan merupakan komponen kualitas latihan yang mengacu

pada jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu unit waktu tertentu. Semakin

banyak kerja yang dilakukan, semakin tinggi intensitasnya. Suharno HP. (1993:

31) menyatakan, “Intensitas adalah takaran yang menunjukkan kadar atau

tingkatan pengeluaran energi atlet dalam aktivitas jasmani baik dalam latihan

maupun pertandingan”.

Intensitas latihan tercermin dari kuatnya stimuli (rangsangan) syaraf dalam

latihan. Kuatnya ranbgsangan tergantung dari beban, kecepatan gerakan dan

variasi interval atau istirahat antar ulangan. Antara intensitas latihan dan volume

latihan sulit untuk dipisahkan, karena latihan selalu mengkaitkan antara kuantitas

dan kualitas latihan. Untuk mencapai hasil latihan yang baik, maka intensitas

latihan yang diberikan tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah. Intensitas

suatu latihan yang tidak memadai atau terlalu rendah, maka pengaruh latihan yang

ditimbulkan sangat kecil bahkan tidak ada sama sekali. Sebaliknya bila intensitas

latihan terlalu tinggi dapat menimbulkan cidera.

3) Densitas Latihan

Densitas merupakan frekuensi (kekerapan) dala melakukan serangkaian

stimuli (rangsangan) harus dilakukan dalam setiap unit waktu dalam latihan.

Dalam hal ini Andi Suhendro (1999: 3.24) menyatakan, “Density merupakan

ukuran yang menunjukkan derajat kepadatan suatu latihan yang dilakukan”.

Densitas menunjukkan hubungan yang dicerminkan dalam waktu antara

aktifitas dan pemulihan (recovery) dalam latihan. Ketepatan densitas dinilai

berdasarkan perimbangan antara aktivitas dan pemulihan. Perimbangan ini

berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan seseorang. Lama waktu isntirahat

atau interval antar aktivitas tergantung pada berbagai faktor antar alain: intensitas

latihan, status kemampuan peserta, fase latihan, serta kemampuan spesifik yang

ditingkatkan. Berkaitan dengan densitas latihan Depdiknas (2000: 107)

berpendapat:

4) Kompleksitas Latihan

Kompleksitas dikaitan pada kerumitan bentuk latihan yang dilaksanakan

dalam latihan. Hal ini sesuai penapat Depdiknas (2000: 108) bahwa,

“Kompleksitas latihan menunjukkan tingkat keragaman unsur yang dilakukan

dalam latihan”. Kompleksitas dari suatu keterampilan membutuhkan koordinasi,

dapat menjadi penyebab penting dalam menambah intensitas latihan.

Keterampilan teknik yang rumit atau sulit, mungkin akan menimbulkan

permasalahan dan akhirnya akan menyebabkan tekanan tambahan terhadap otot,

khususnya selama tahap dimana koordinasi syaraf otot berada dalam keadaan

lemah. Suatu gambaran kelompok individual terhadap keterampilan yang

kompleks, dapat membedakan dengan cepat mana yang memiliki koordinasi yang

baik dan yang jelek. Seperti dikemukakan Astrand dan Rodahl dalam Bompa

(1983: 28) bahwa, “Semakin sulit bentuk latihan semakin besar juga perbedaan

individual serta efisiensi mekanismenya”.

3. Metode Latihan Lari Cepat Up Hill

a. Pelaksanaan Latihan Lari Cepat Up Hill

Metode latihan lari cepat up hill merupakan bentuk latihan lari cepat yang

dilakukan pada lintasan naik atau lari menaiki bukit. Dengan kata lain, latihan lari

cepat up hill yaitu latihan lari cepat pada lintasan naik. Dalam hal ini A.

Hamidsyah Noer (1995: 169) menyatakan, “Lari mendaki bukit (up hill) yaitu

atlet disuruh berlari mendaki bukit dengan kecepatan menengah berulang-ulang.

Latihan ini bertujuan untuk mengembangkan dynamic strength pada otot-otot

tungkai”. Gerry A Carr (1997: 25) berpendapat, “Latihan untuk meningkatkan

kecepatan dengan berlari, meloncat dan menaiki tangga”.

Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan lari cepat

dapat digunakan dengan lintasan naik berupa bukit atau trap tangga. Latihan lari

pada lintasan naik akan meningkatkan dynamic strenght otot-otot tungkai.

Gerakan lari yang dilakukan pada lintasan tinggi, maka kerja otot-otot tungkai

lebih besar karena harus melawan tarikan gravitasi bumi. Latihan lari up hill

dilakukan dengan jarak antara 30-80 meter. Hal ini didasarkan pendapat Suharno

HP. (1993: 49) bahwa, “Volume beban latihan lari cepat 5-10 kali giliran lari,

tiap-tiap giliran atlet lari secepat-cepatnya dengan jarak 30-80 meter”.

Pelaksanaan latihan lari cepat up hill yaitu, guru menjelaskan teknik

gerakan lari cepat pada lintasan naik yang meliputi teknik start, teknik lari dan

teknik memasuki garis finish serta mendemonstrasikannya. Adapun lintasan lari

naik yang dimaksud sudut kemiringannya sedang yaitu 200. Setelah siswa

menerima contoh dari guru, selanjutnya melakukan latihan sesuai dengan program

yang telah dijadwalkan. Berikut ini disajikan ilustrasi latihan lari cepat pada

lintasan naik sebagai berikut:

Lintasan lari

Finish

Start

Jarak 30 - 80 meter

Gambar 6. Ilustrasi Latihan Lari cepat Up Hill (A. Hamidsyah Noer, 1995: 169)

b. Pengaruh Latihan Lari Cepat Up Hill terhadap Lari Cepat 100 Meter

Latihan lari cepat up hill merupakan bentuk latihan lari cepat yang

dilakukan pada lintasan naik atau tinggi. Ditinjau dari lintasan yang tinggi atau

naik, maka akan mempengaruhi kecepatan gerak. Dengan lari ke atas atau dataran

yang tinggi maka laju gerak lari tidak maksimal karena beban cukup berat yang

disebabkan adanya tarikan gravitasi bumi. Lari pada lintasan tinggi

mengakibatkan kerja otot-otot tungkai lebih maksimal, sehingga akan

mengembangkan kekuatan dinamis otot-otot tungkai. Berkembangnya kekuatan

otot tungkai akan sangat mendukung dalam gerakan lari cepat 100 meter.

Berkembangnya kekuatan otot tungkai akan meningkatkan daya tahan otot

tungkai. Dengan meningkatnya kekuatan dan daya tahan otot tungkai akan

membantu gerakan lari cepat. Hal ini sesuai pendapat Harsono (1988: 216) bahwa,

“Kalau ingin mengembangkan speed janganlah berlatih speed saja akan tetapi

berlatih pula komponen-komponen lainnya, seperti kekuatan dan daya tahan”.

4. Metode Latihan Lari Cepat Down Hill

a. Pelaksanaan Latihan Lari Cepat Down Hill

Latihan lari cepat down hill merupakan kebalikan dari latihan lari cepat up

hill. Latihan lari cepat down hill merupakan bentuk latihan lari cepat yang

dilakukan dari dataran tinggi menuju ke dataran rendah menempuh jarak tertentu

yang dilakukan dengan kecepatan penuh. Jonath U. Haag Krempel R. (1987: 62)

menyatakan, “Untuk meningkatan kecepatan lari cepat dapat dilakukan dengan

bentuk latihan lari dengan percepatan menuruni bidang landai”. Pendapat lain

dikemukakan A. Hamidsyah Noer (1995: 169) bahwa, “Latihan menuruni bukit

(down hill) merupakan latihan yang dapat digunakan untuk meningkatan

kecepatan yaitu, para atlet disuruh berlari secepat mungkin untuk menuruni bukit.

Latihan ini bertujuan untuk melatih frekuensi gerakan kaki”.

Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan lari cepat

down hill atau pada lintasan menurun bermanfaat untuk meningkatkan kecepatan

lari, dimana latihan lari down hill dapat mengembangkan frekuensi langkah lari.

Kecepatan frekuensi langkah lari sangat dibutuhkan dalam gerakan lari cepat, di

samping memperpanjang langkah.

Pelaksanaan latihan lari cepat down hill yaitu, guru menerangkan teknik

gerakan lari cepat yang meliputi teknik start, teknik lari dan teknik memasuki

garis finish serta mendemonstrasikannya. Adapun lintasan lari menurun yang

dimaksud sudut kemiringannya cukup rendah atau tidak curam yaitu 200. Setelah

siswa menerima contoh dari guru, selanjutnya melakukan latihan sesuai dengan

program yang dijadwalkan. Berikut ini disajikan ilustrasi latihan lari cepat down

hill sebagai berikut:

Garis start Lintasan lari

X Garis finish

30 – 80 m

Gambar 7. Ilustrasi Latihan Lari Cepat Down Hill (A. Hamidsyah Noer, 1995: 196)

b. Pengaruh Latihan Lari Cepat Down Hill terhadap Lari Cepat 100 Meter

Latihan lari cepat pada lintasan menurun merupakan latihan yang

menuntut kemampuan mengatur irama langkah kaki dan menjaga keseimbangan

tubuh. Hal ini karena, gerakan lari pada lintasan menurun harus dilakukan dengan

cepat dengan tetap menjaga keseimbangan tubuh. Jika pada saat lari pada lintasan

menurun keseimbangan tidak dapat dijaga dapat mengakibatkan tergelincir atau

jatuh. Hal ini sesuai pendapat Soedarminto (1996: 51) bahwa, “Berjalan atau

berlari dengan cepat dan condong terlalu ke depan keduanya dapat

membahayakan keseimbangan, karena garis berat badan makin mendekati tepi

depan dasar penumpu”.

Berlari pada lintasan menurun harus dibutuhkan keseimbangan yang baik.

Lari pada lintasan menurun maka kecepatan gerak sangat besar karena adanya

tarikan gravitasi bumi. Oleh karena itu, latihan lari pada lintasan menurun harus

dilakukan sebaik mungkin antara mengatur irama kecepatan dan menjaga

keseimbangan tubuh. Latihan lari pada lintasan menurun kecepatan gerak dapat

dikerahkan lebih maksimal, sehingga mengakibatkan tarikan gravitasi bumi

menjadi lebih besar. Ditinjau dari hukum gerak, maka suatu benda akan bergerak

dengan cepat apabila jatuh dari tempat yang lebih tinggi karena adanya tarikan

gravitasi bumi. Demikian halnya pada latihan lari cepat pada lintasan menurun,

lintasan lari yang turun mengakibatkan kecepatan gerak (lari) menjadi lebih

tinggi. Hal terpenting dan harus diperhatikan pada latihan lari di lintasan menurun

yaitu tetap menjaga keseimbangan.

5. Power Otot Tungkai

a. Pengertian Power

Power merupakan unsur kondisi fisik yang dalam beroperasinya

melibatkan unsur kekuatan dan kecepatan yang dikerahkan secara maksimal

dalam waktu yang singkat. Berkaitan dengan power KONI (1993: 26)

menyatakan, “Power adalah kemampuan otot untuk mengerahkan kekuatan

maksimal dalam waktu yang sangat cepat”. Menurut Suharno HP. (1993: 59)

power adalah “Kemampuan otot atlet untuk mengatasi tahanan beban dengan

kekuatan dan kecepatan maksimal dalam satu gerak yang utuh”. Menurut

Mulyono B. (1997: 54) bahwa, “Power adalah kemampuan untuk mengerahkan

kekuatan maksimum dalam waktu yang sesingkat-singkatnya”.

Berdasarkan definisi power yang dikemukakan ketiga ahli tersebut dapat

disimpulkan bahwa, power merupakan kemampuan seseorang untuk mengatasi

beban dengan mengerahkan kekuatan secara maksimal dalam waktu yang

sesingkat mungkin. Berdasarkan kesimpulan power tersebut dapat dirumuskan

pengertian power otot tungkai yaitu, kemampuan otot atau sekelompok otot

tungkai untuk mengerahkan kekuatan maksimal dalam waktu yang sesingkat-

singkatnya. Power otot tungkai digunakan terutama pada gerakan meloncat,

melompat, menendang atau gerakan-gerakan lain yang melibatkan kerja otot-

otot tungkai secara eksplosif termasuk lari cepat 100 meter.

b. Otot-Otot Penunjang Power Tungkai

Dalam gerakan lari cepat 100 meter, tungkai adalah bagian tubuh dominan

untuk melakukan gerakan lari secepat-cepatnya. Untuk melakukan gerakan lari

secepat-cepatnya, otot-otot tungkai sangat berperan penting untuk membuat

gerakan tersebut. Otot-otot tungkai dituntut bekerja secara maksimal dan dalam

waktu yang singkat. Hal ini karena, otot adalah jaringan yang mempunyai

kemampuan khusus yaitu berkontraksi, dan dengan jalan berkontraksi maka

gerakan terlaksana. Berkaitan dengan otot, Syaifuddin (1997: 35) menyatakan,

“Otot merupakan suatu organ atau alat yang memungkinkan tubuh dapat

bergerak”. Menurut Waharsono (1999: 98) bahwa, “Otot adalah suatu sel yang

mempunyai sifat tersendiri yaitu jaringan yang bersifat dapat mengkerut

(kontraksi) dan memanjang (streching). Menurut Evelyn Pearce (1999: 15)

bahwa, “Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu

berkontraksi, dan dengan jalan demikian maka gerakan terlaksana”.

Berdasarkan pengertian otot yang dikemukakan tiga ahli tersebut

menunjukkan bahwa, otot merupakan suatu jaringan yang merupakan alat

penggerak tubuh manusia dan dengan berkontraksi maka gerakan akan terjadi.

Suatu gerakan terjadi karena adanya rangsangan dari luar. Seperti dikemukakan

Syaifuddin (1995: 35) bahwa, “Otot dapat mengadakan kontraksi dengan cepat,

apabila mendapat rangsangan dari luar”. Rangsangan ini dapat bermacam-macam

bentuknya. Dengan adanya rangsangan ini maka otot-otot berkontraksi sesuai

dengan rangsangan yang diterima.

Secara anatomis otot-otot yang terlibat dalam gerakan yang memerlukan

power tungkai menurut Blattner dan Noble (1979: 583-588), dan Thompson

(1981: 71) dalam penelitian Sarwono (1999: 8) yaitu: “(1) Otot-otot tungkai atas:

gluteus maximus, biceps femoris, semitendinosus, semimembranosus, gluteus

medius, gluteus minimus, adductor magnus, adductor brevis, adductor longus,

gracilis, pectineus, sartorius, rectus femoris, vastus medialis, vastus leteralis, (2)

Otot-otot tungkai bawah: gastrocnemius, soleus, peroneus anterior, plantaris,

tibialis, flexor digitorum longus, extensor digitorum longus, dan flexor

calcaneal".

Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi anatomi otot-otot

tungkai sebagai berikut:

Gambar 8. Otot-Otot Penunjang Power Otot Tungkai (Syaifuddin, 1997: 47) c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Power

Power dihasilkan oleh kerja fisik yang di dalamnya terjadi mekanisme

kerja otot yang sangat kompleks. Berdasarkan hal tersebut, power dipengaruhi

oleh banyak faktor tidak hanya kekuatan dan kecepatan saja. Menurut hasil

penelitian Sarwono dan Ismaryati (1999: 6) bahwa, “Unsur-unsur penentu power

adalah kekuatan otot, kecepatan rangsangan syaraf, kecepatan kontraksi otot,

produksi energi secara biokimia dan pertimbangan mekanik gerak”. Pendapat lain

dikemukakan Suharno HP. (1993: 59-60) bahwa faktor yang menentukan baik

tidaknya power adalah:

1) Banyak sedikitnya macam fibril otot putih dari atlet. 2) Kekuatan dan kecepatan otot atlet

Ingat rumus P = F x V P = power, F = force, V = velocity.

3) Waktu rangsangan maksimal 34 detik, misalnya waktu rangsangan hanya 15 detik, power akan lebih baik dibandingkan dengan waktu rangsangan selama 34 detik.

4) Koordinasi gerakan yang harmonis antara kekuatan dan kecepatan. 5) Tergantung banyak sedikitnya zat kimia dalam otot (ATP).

Baik tidaknya power yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh banyak

faktor di antaranya macam fibril otot putih, kekuatan dan kecepatan, waktu

rangsangan, koordinasi gerakan yang harmonis serta produksi energi biokimia

dalam otot. Jika unsur-unsur seperti di atas dimiliki, maka akan dihasilkan power

yang baik. Upaya meningkatkan power, maka faktor-faktor tersebut harus dimiliki

dan dilatih secara sistematis dan kontinyu.

d. Peranan Power Otot Tungkai terhadap Kemampuan Lari Cepat 100

Meter

Power merupakan unjuk kerja otot-otot tubuh untuk melakukan gerakan yang

eksplosif dengan mengerahkan kekuatan dan kecepatan yang maksimal dan

dilakukan dalam waktu yang singkat. Power otot tungkai merupakan

kemampuan otot-otot tungkai untuk mengerahkan kekuatan dan kecepatan

secara maksimal dalam waktu yang singkat.

Power otot tungkai berperan terutama pada saat melakukan start dan

gerakan lari. Pada saat menjejakkan kaki pada balok start dilakukan dengan kuat

dan cepat dalam waktu yang singkat untuk memperoleh dorongan yang

maksimal. Seperti dikemukakan Nadisah dalam Seri Bahan Kuliah Olahraga ITB

(1992: 135) bahwa, “Agar pelari memperoleh kecepatan melaju ke depan, tolakan

kaki tumpu sebelum meninggalkan tanah memegang peranan penting. Pada saat

kaki tumpu melakukan tolakan, tungkai diusahakan lurus sampai mulai

pergelangan kaki, lutut dan sendi panggul”. Selain itu juga, power otot tungkai

berperan pada gerakan lari. Pada gerakan lari telapak kaki menjejak pada tanah

dengan kuat dan cepat yang dilakukan sesingkat-singkatnya. Kemampuan

mengarahkan power otot tungkai pada teknik yang benar akan diperoleh

kecepatan secara maksimal.

B. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas dapat dirumuskan

kerangka pemikiran sebagai berikut:

1. Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Lari Cepat Up Hill dan Down Hill terhadap Kemampuan

Lari Cepat 100 Meter

Latihan lari cepat up hill dan down hill merupakan bentuk latihan lari cepat yang

berorientasi pada lintasan lari yaitu berupa lintasan lari naik dan lintasan lari menurun. Hal

ini menunjukkan bahwa latihan lari cepat up hill dan down hill memiliki karakteristik yang

berbeda. Perbedaan karakteristik tersebut akan menimbulkan pengaruh yang berbeda pula

terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter.

Latihan lari cepat up hill merupakan bentuk latihan lari cepat yang dilakukan pada

lintasan naik atau menaiki bukit. Gerakan lari pada lintasan yang tinggi menuntut kerja

otot-otot tungkai secara maksimal. Latihan lari di lintasan tinggi, maka secara tidak

langsung akan meningkatkan dynamic streght, dan daya tahan otot. Hal ini karena lari pada

lintasan yang tinggi kecepatan tidak dapat dikerahkan secara maksimal karena adanya

tarikan gravitasi bumi. Adanya tarikan gravitasi bumi tersebut menuntut kerja otot-otot

tungkai lebih maksimal, sehingga akan mengembangkan kekuatan dan daya tahan otot

tungkai. Berkembangnya kekuatan dan daya tahan otot tungkai akan dapat mendukung

kecepatan lari 100 meter. Sedangkan latihan lari cepat down hill merupakan bentuk latihan

lari cepat pada lintasan menurun. Latihan lari cepat pada lintasan menurun, maka gerakan

lari akan menjadi lebih cepat karena adanya tarikan gravitasi bumi. Adanya tarikan

gravitasi bumi tersebut mengakibatkan frekuensi langkah menjadi lebih cepat. Kecepatan

frekuensi langkah pada saat lari sangat penting untuk mendukung kecepatan lari. Di

samping mempercepat frekuensi langkah harus diimbangi pula dengan memperlebar

langkah. Kemampuan seorang pelari mempercepat frekuensi langkah dan memperpanjang

langkah akan mendukung kecepatan lari lebih maksimal.

Berdasarkan karakteristik dari masing-masing perlakuan tersebut tentu akan

menimbulkan pengaruh yang berbeda terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter.

Perbedaan perlakuan yang diberikan akan menimbulkan respon yang berbeda pula pada

diri pelaku. Dengan demikian diduga bahwa, latihan lari cepat up hill dan down hill

memiliki perbedaan pengaruh terhadap peningkatan kemampuan lari cepat 100 meter.

2. Perbedaan Pengaruh Power Otot Tungkai Tinggi dan Power Rendah terhadap Kemampuan

Lari Cepat 100 Meter

Power merupakan perpaduan dari dua unsur utama kondisi fisik yaitu

kekuatan dan kecepatan. Dalam pelaksanaanya, kekuatan dan kecepatan

dikerahkan secara maksimal dalam waktu yang sesingkat mungkin. Power

berperan pada gerakan melompat, meloncat, menolak, melempar dan gerakan-

gerakan lainnya yang bersifat eksplosif seperti lari cepat 100 meter.

Power otot tungkai berparan dalam gerakan lari cepat 100 meter terutama

pada teknik start dan gerakan lari. Pada saat melakukan start yaitu dengan

menjejakkan kaki pada balok start dilakukan dengan kuat dan cepat dalam waktu

singkat. Selain itu juga, power otot tungkai berperan pada gerakan lari. Pada

gerakan lari telapak kaki menjejak pada tanah dengan kuat dan cepat yang

dilakukan sesingkat-singkatnya. Kemampuan mengerahkan power otot tungkai

pada teknik yang benar akan diperoleh kecepatan yang maksimal. Dengan power

otot tungkai yang baik maka akan mendukung gerakan menolak lebih maksimal,

sehingga akan diperoleh daya dorong ke depan secara maksimal pada saat

melakukan start. Semakin kuat dan cepat tolakan dari kaki mengakibatkan tubuh

meluncur cepat, sehingga akan diperoleh kecepatan awal yang maksimal. Tetapi

sebaliknya, jika pada saat melakukan start tolakkan lemah, tidak diperoleh

kecepatan awal yang maksimal sehingga akan berpengaruh terhadap kecepatan

larinya. Dengan demikian diduga, antara power otot tungkai tinggi dan power otot

tungkai rendah memiliki perbedaan pengaruh terhadap kecepatan lari 100 meter.

3. Interaksi antara Metode Latihan Lari Cepat dan Power Otot Tungkai

terhadap Kemampuan Lari Cepat 100 Meter

Metode latihan lari cepat up hill dan down hill merupakan bentuk latihan

yang bertujuan untuk kecepatan lari 100 meter. Namun kecepatan lari seseorang

tidak terlepas dari dukungan kemampuan kondisi fisik yang dimilikinya. Power

otot tungkai merupakan salah satu unsur kondisi fisik yang dapat mendukung

kecepatan lari 100 meter. Hal ini artinya, baik tidaknya power otot tungkai yang

dimiliki seseorang akan berpengaruh terhadap kecepatan lari 100 meter.

Metode latihan lari cepat up hill merupakan bentuk latihan lari cepat yang

dilakukan pada lintasan yang tinggi atau naik. Lari pada lintasan yang tinggi

menuntut kerja otot-otot tungkai secara maksimal, sehingga latihan lari cepat up

hill sangat cocok bagi siswa yang memiliki power otot tungkai tinggi. Tetapi bagi

siswa yang memiliki power otot tungkai rendah sangat cocok diberi metode

latihan lari cepat down hill. Hal ini karena, dalam latihan lari cepat down hill

dilakukan pada lintasan menurun, sehingga otot-otot tungkai tidak dituntut kerja

secara maksimal. Dengan demikian diduga, antara metode latihan lari cepat dan

power otot tungkai memiliki interaksi di antara keduanya.

C. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran yang telah

dikemukakan dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Ada perbedaan pengaruh metode latihan lari cepat up hill dan down hill

terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas XI SMA

Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008.

2. Ada perbedaan pengaruh antara power otot tungkai tinggi dan power otot

tungkai rendah terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra

kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008.

3. Ada interaksi antara metode latihan lari cepat dan power otot tungkai terhadap

kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas XI SMA Negeri 8

Surakarta tahun pelajaran 2007/2008.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lokasi SMA Negeri 8 Surakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama satu setengah bulan dengan tiga kali

latihan dalam satu minggu. Adapun jadwal pelaksanaan penelitian sebagai

berikut:

1. Tes awal hari Kamis tanggal 17 Juli 2008.

2. Treatment dari tanggal 18 Juli sampai dengan tanggal 27 Agustus 2008.

Treatment dilaksanakan pada hari Senin, Rabu dan Jum’at.

3. Tes akhir hari Jum’at tanggal 28 Agustus 2008.

B. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.

Dasar penggunaan metode ini adalah kegiatan percobaan yang diawali dengan

memberikan perlakuan kepada subjek yang diakhiri dengan suatu bentuk tes guna

mengetahui pengaruh perlakuan yang telah diberikan. Sugiyanto (1995: 21)

menyatakan, “Tujuan penelitian eksperimental adalah untuk meneliti ada tidaknya

hubungan sebab akibat serta besarnya hubungan sebab akibat tersebut dengan cara

memberikan perlakuan (treatment) terhadap kelompok eksperimen yang hasilnya

dibandingkan dengan hasil kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan atau

diberi perlakuan yang berbeda”.

2. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah faktorial 2 X 2. Menurut

Sugiyanto (1995: 30) bahwa, “Rancangan faktorial adalah rancangan dimana bisa

dimasukkan dua variabel atau lebih untuk memanipulasi secara simultan. Dengan

rancangan ini bisa diteliti pengaruh setiap variabel independen terhadap variabel

dependen, dan juga pengaruh interaksi antara variabel-variabel independen”.

Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan gambar rancangan penelitian ini sebagai

berikut :

Tabel 1. Gambar Rancangan Penelitian Faktorial 2 X 2

Metode latihan lari cepat

Power Otot Tungkai

Up Hill

(A1)

Down Hill

(A2)

Tinggi (B1) A1B1 A2B1

Rendah (B2) A1B2 A2B2

Keterangan :

A1B1 : Kelompok metode latihan lari cepat up hill dengan kriteria sampel power

otot tungkai tinggi.

A1B2 : Kelompok metode latihan cepat up hill dengan kriteria sampel power otot tungkai rendah.

A2B1 : Kelompok metode latihan cepat down hill dengan kriteria sampel power

otot tungkai tinggi.

A2B2 : Kelompok metode latihan cepat down hill dengan kriteria sampel power

otot tungkai rendah.

C. Variabel Penelitian

Dalam peneltian ini terdapat dua variabel bebas (independen) dan satu

variabel terikat (dependen) yaitu:

1) Variabel bebas (independen) yaitu variabel yang mempengaruhi variabel lain.

Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini yaitu :

a) Variabel manipulatif terdiri atas :

(1) Metode latihan lari cepat up hill.

(2) Metode latihan lari cepat down hill.

b) Variabel atributif adalah variabel yang melekat pada diri sampel yang

dibedakan atas:

(1) Power otot tungkai tinggi.

(2) Power otot tungkai rendah.

2) Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan lari cepat 100 meter.

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa putra kelas XI SMA Negeri

8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008 berjumlah 101 orang terbagi dalam

lima kelas.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah proportional stratified

random sampling. Masing-masing kelas diambil 40%. Jumlah populasi siswa

putra kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008 tiap kelasnya

sebagai berikut:

Tabel 2. Populasi Siswa Putra Kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran

2007/2008 Tiap Kelasnya

No Kelas Populasi Sampel 1 XI-a 21 x 40% = 8.4 8 2 XI-b 20 x 40% = 8.0 8 3 XI-c 21 x 40% = 8.4 8 4 XI-d 20 x 40% = 8.0 8 5 XI-e 19 x 40% = 7.6 8

Jumlah sampel 101 40

Dari jumlah sampel yang terpilih sebanyak 40 siswa, kemudian dilakukan

tes dan pengukuran power otot tungkai tungkai. Dari hasil tes power otot tungkai,

kemudian direngking dari nilai tertinggi sampai terendah. Dari hasil

perengkingan, kemudian diambil rata-rata untuk mengkategorikan power otot

tungkai tinggi dan power otot tungkai rendah. Setelah diketahui power otot

tungkai tinggi dan rendah, selanjutnya dikelompokkan menjadi 4 kelompok sesuai

rancangan faktorial 2 X 2.

E. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian diperoleh melalui tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran

meliputi:

1) Tes dan pengukuran power otot tungkai dengan vertical jump test dari Barry

L. Johnson Jack K. Nelson (1986: 211).

2) Tes lari cepat 100 meter dari Andi Suhendro (1999: 2.49). Petunjuk

pelaksanan tes terlampir.

F. Teknik Analisis Data

1. Mencari Reliabilitas

Tingkat keajegan hasil tes diketahui melalui uji reliabilitas. Uji reliabilitas

penelitian ini menggunakan korelasi interklas dengan rumus sebagai berikut :

MSA – MSW

R = MSA

Keterangan :

R = Koefisien reliabilitas

MSA = Jumlah rata-rata dalam kelompok

MSW = Jumlah rata-rata antar kelompok

2. Uji Prasyarat Analisis

Uji prasyarat analisis dalam penelitian ini meliputi uji normalitas dan uji

homogenitas. Adapun langkah masing-masing uji prasyarat tersebut sebagai

berikut:

a. Uji Normalitas (Metode Lilliefors)

Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel

penelitian ini berasal dari populasi yang normal atau tidak.

Langkah-langkah :

1) Pengamatan X1,X2,X3,………….Xn dijadikan bilangan baku

Z1,Z2,Z3,………..Zn, dengan menggunakan rumus :

Zi = { Xi – X }/ SD, dengan X dan SD berturut-turut merupakan rata-rata dan

simpangan baku.

2) Data dari sampel tersebut kemudian diurutkan dari skor terendah sampai skor

tertinggi.

3) Untuk tiap bilangan baku ini dan dengan menggunakan daftar distribusi

normal baku kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z < Zi).

4) Menghitung perbandingan antara nomor subyek I dengan subyek n yaitu :

S(Zi) = i/n.

5) Mencari selisih antara F(Zi) – S(Zi), dan ditentukan harga mutlaknya.

6) Menentukan harga terbesar dari harga mutlak diambil sebagai Lo.

Rumusnya : Lo = | F(Zi) – S(Zi) | maksimum.

Kreteria :

Lo < Ltab : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Lo > Ltab : Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas ( Metode Bartlett )

Uji Homogenitas dilakukan dengan Uji Bartlet. Langkah-langkah

pengujiannya sebagai berikut :

1) Membuat tabel perhitungan yang terdiri dari kolom – kolom kelompok sampel

: dk (n-1), 1/dk, Sdi2, dan (dk) log Sdi2.

2) Menghitung varians gabungan dari semua sampel.

Rumusnya : ( )( )

( )11...............1 2

2

--

=n

SdnSD i

( )12 -= nSdLogB i

3) Menghitung X2

Rumusnya : X2 = (Ln) B-(n-1) Log Sdi 1………(2)

Dengan (Ln 10) = 2,3026

Hasilnya ( X2 hitung ) kemudian dibandingkan dengan ( X2 tabel ), pada taraf

signifikansi a = 0,05 dan dk (n-1).

4) Apabila X2 hitung < X2 tabel, maka Ho diterima.

Artinya varians sampel bersifat homogen. Sebaliknya apabila X2 hitung > X2

tabel, maka Ho ditolak. Artinya varians sampel bersifat tidak homogen.

3. Analisis Data

a. ANAVA Rancangan Faktorial 2 x 2

1) Metode AB untuk perhitungan ANAVA dua Faktor

Tabel 3. Ringkasan ANAVA untuk Eksperimen factorial 2 x 2

Sumber Variasi

dk JK RJK Fo

Rata – rata Perlakuan A B AB

1 a-1 b-1 (a-1) (b-1)

Ry

Ay

By ABy

R A B AB

A/E B/E AB/E

Kekeliruan ab(n-1) Ey E Keterangan :

A = Taraf factorial A N = Jumlah sampel

B = Taraf factorial B

Langkah- langkah perhitungan :

a) 2

11

2ij

b

j

a

i

U=U åå å--

b) abn

R

b

j

a

i

y

åå--

=11

c) ( ) yij

b

j

a

i

RJJab -= åå--

2

11

d) ( ) yi

a

iy Rbn -A=A å

-

/2

1

e) ( ) yi

b

jy Ran -B=B å

-

/2

1

f) yyaby Jb B-A-=A

g) )(2yyyyy R AB+B-A--U=E

2) Kreteria Pengujian Hipotesis

Jika ( ) ( )211 VVFF --³ a , maka hipotesis nol ditolak.

Jika ( ) ( )211 VVFF --< a , maka hipotesis nol di terima dengan : dk pembilang

( )1-KiV dan dk penyebut ( )aknknV -+= .............12 = taraf signifikan untuk pengujian hipotesis. Keterangan : åY2 : Jumlah kuadrat data Ry : Rata-rata peningkatan karena perlakuan Ay : Jumlah peningkatan pada kelompok berdasarkan latihan lari cepat up hill

dan down hill. By : Jumlah peningkatan berdasarkan power otot tungkai. Aby: Selisih antara jumlah peningkatan data keseluruhan dan jumlah peningkatan

kelompok perlakuan dan power otot tungkai. Jab : Selisih jumlah kuadrat data dan rata-rata peningkatan perlakuan.

b. Uji Rentang Newman – Keuls setelah ANAVA

Menurut Sudjana (1994:36) langkah-langkah untuk melakukan uji

Newman –Keuls adalah sebagai berikut:

1) Susun k buah rata-rata perlakuan menurut urutan nilainya dari yang terkecil

sampai keoada yang terbesar.

2) Dari rangkaian ANAVA, diambil harga RJK disertai dk-nya.

3) Hitung kekeliruan buku rata-rata untuk setiap perlakuan dengan rumus:

( )N

KekeliruanRJKS E

y = RJK (Kekeliruan) juga didapat dari hasil

rangkuman ANAVA.

4) Tentukan taraf siknifikan a, lalu gunakan daftar rentang student. Untuk uji

Newman – Keuls, diambil V = dk dari RJK ( Kekeliruan ) dan P = 2,3…,k.

Harga – harga yang didapat dari bagian daftar sebanyak (k-1) untuk V dan P

supaya dicatat.

5) Kalikan harga – harga yang didapat di titik…….. di atas masing – masing yS

dengan jalan demikian diperoleh apa yang dinamakan rentang siknifikan

terkecil (RST).

6) Bandingkan selisih rata – rata terkecil dengan RST untuk mencari P-k selisih

rata – rata terbesar dan rata – rata terkecil kedua dengan RST untuk P = (k-

1), dan seterusnya. Demikian halnya perbandingan selisih rata – rata terbesar

kedua rata – rata terkecil dengan RTS untuk P = (k-1), selisih rata-rata

terbesar kedua dan selisih rata-rata terkecil kedua dengan RST untuk P = (k-

2), dan seterusnya. Dengan jalan begitu semua akan ada ( )12/1 -kK pasangan

yang harus dibandingkan. Jika selisih – selisih yang didapat lebih besar dari

pada RST-nya masing – masing maka disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

yang siknifikan antara rata – rata perlakuan.

c. Hipotesa Statistik

Hipotesa 1 210 A³A= mmH

21 A<A= mmAH

Hipotesa 2 210 B³B= mmH

21 B<B= mmAH

Hipotesa 3 00 =B´A= InteraksiH

0¹B´A= InteraksiH A

Keterangan m = Nilai rata – rata A1 = Metode latihan lari cepat up hill A2 = Metode latihan lari cepat down hill B1 = Power otot tungkai tinggi B2 = Power otot tungkai rendah

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Tujuan penelitian dapat dicapai melalui pengambilan data terhadap

sampel yang telah ditentukan. Data yang dikumpulkan terdiri dari data tes awal

secara keseluruhan, kemudian dikelompokkan menjadi empat sesuai rancangan

factorial 2 X 2. Rangkuman hasil analisis data secara keseluruhan disajikan dalam

bentuk tabel.

A. Deskripsi Data

Deskripsi hasil analisis data kemampuan lari cepat 100 meter siswa putra

kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008 sesuai dengan

kelompok yang dibandingkan disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 4. Ringkasan Angka-Angka Statistik Deskriptif Data Kemampuan Lari

Cepat 100 Meter Menurut Kelompok Penelitian.

Perlakuan Power Otot

Tungkai Statistik Tes Awal Tes Akhir Peningkatan

Jumlah 133.43 122.04 1.06 Mean 13.34 12.20 1.14 Tinggi (B1) SD 0.97 0.76 0.53 Jumlah 137.09 123.67 13.42 Mean 13.71 12.37 1.34

A1 Rendah

(B2) SD 0.80 0.51 0.48 Jumlah 139.11 127.58 11.53 Mean 13.91 12.76 1.15 Tinggi (B1)

SD 0.60 0.57 0.39 Jumlah 143.93 133.28 10.65 Mean 14.39 13.33 1.07

A2

Rendah (B2)

SD 0.63 0.50 0.47

1. Jika antara kelompok siswa yang mendapat perlakuan metode latihan lari

cepat up hill dan down hill dibandingkan, maka dapat diketahui bahwa

kelompok latihan lari cepat up hill lebih besar 0.13 dari pada kelompok

metode latihan lari cepat up hill.

2. Jika antara kelompok siswa yang memiliki power otot tungkai tinggi dan yang

memiliki power otot tungkai rendah dibandingkan, dapat diketahui bahwa

kelompok siswa yang memiliki power otot tungkai rendah lebih sebesar 0.06

lebih besar dari kelompok siswa yang memiliki power otot tungkai tinggi.

3. Untuk mengetahui gambaran menyeluruh dari nilai rata-rata hasil peningkatan

kemampuan lari cepat 100 meter sebelum dan sesudah diberi perlakuan maka

dapat dibuat grafik perbandingan nilai-nilai sebagai berikut:

DATA TES AWAL, TES AKHIR DAN PENINGKATAN LARI CEPAT 100 METER

13.35514.15 13.625 14.05

12.285 12.85 12.48 12.85

1.24 1.11 1.145 1.205

0

5

10

15

Up Hill Down Hill POT Tinggi POT Rendah

KELOMPOK PERLAKUAN DAN KATEGORI POWER OTOT TUNGKAI

T.awal

T.akhir

Pn

Grafik 1. Nilai Rata-Rata Kemampuan Lari Cepat 100 Meter Berdasarkan

Tiap Kelompok Perlakuan dan Power Otot Tungkai

4. Agar nilai-nilai rata-rata peningkatan kemampuan lari cepat 100 meter yang

dicapai tiap kelompok perlakuan mudah dipahami, maka nilai peningkatan

kemampuan lari cepat 100 meter pada tiap kelompok perlakuan disajikan

dalam bentuk grafik sebagai berikut:

DATA PENINGKATAN KEMAMPUAN LARI CEPAT 100 METER

1.141.34

1.15 1.07

0

0.5

1

1.5

A1B1 A1B2 A2B1 A2B2KELOMPOK PERLAKUAN

PE

NIN

GK

AT

AN

Grafik 2. Nilai Rata-rata Peningkatan Kemampuan Lari Cepat 100 Meter antara Kelompok Perlakuan

Keterangan :

A1B1 : Kelompok metode latihan lari cepat up hill dengan kriteria sampel power

otot tungkai tinggi.

A1B2 : Kelompok metode latihan cepat up hill dengan kriteria sampel power otot

tungkai rendah.

A2B1 : Kelompok metode latihan cepat down hill dengan kriteria sampel power

otot tungkai tinggi.

A2B2 : Kelompok metode latihan cepat down hill dengan kriteria sampel power

otot tungkai rendah.

B. Mencari Reliabilitas

Tingkat reliabilitas hasil tes awal dan tes akhir kemampuan lari cepat 100 meter

diketahui melalui uji reliabilitas. Hasil uji reliabilitas tes awal lari cepat 100

meter dalam penelitian sebagai berikut:

Tabel 5. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data Tes Awal

Hasil Tes Reliabilitas Kategori

Tes awal Lari Cepat 100 Meter

0.8637

Tinggi

Adapun dalam mengartikan kategori koefisien reliabilitas tes tersebut,

menggunakan pedoman tabel koefisien korelasi dari Book Walter seperti dikutip

Mulyono B.(1992: 15) sebagai berikut:

Tabel 6. Tabel Range Kategori Reliabilitas

Kategori Validitas Reliabilitas Obyektivitas

Tinggi sekali

Tinggi

Cukup

Kurang

Tidak signifikan

0,80 – 1,0

0,70 – 0,79

0,50 – 0,69

0,30 – 0,49

0,00 – 0,29

0,90 – 1,0

0,80 – 0,89

0,60 – 0,79

0,40 – 0,59

0,00 – 0,39

0,95 – 1,0

0,85 – 0,94

0,70 – 0,84

0,50 – 0,69

0,00 – 0,49

C. Uji Prasyarat Analisis

1. Uji Normalitas

Sebelum dilakukan analisis data perlu diuji distribusi kenormalannya. Uji

normalitas data dalam penelitian ini menggunakan metode Lilliefors. Hasil uji

normalitas data yang dilakukan pada tiap kelompok sebagai berikut:

Tabel 7. Hasil Uji Normalitas dengan Lilliefors.

Kelompok N Prob Lo Lt Kesimpulan

A1B1

A1B2

A2B1

A2B2

10

10

10

10

0,05

0,05

0,05

0,05

0.176

0.176

0.155

0.200

0.258

0.258

0.258

0.258

Distribusi normal

Distribusi normal

Distribusi normal

Distribusi normal

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa Lo < Lt. Hal ini

menunjukkan bahwa sampel yang terambil berasal dari populasi yang

berdistribusi normal. Dengan demikian persyaratan normalitas data telah

terpenuhi. Rincian dan prosedur uji normalitas dapat dilihat pada lampiran.

2 Uji Homogenitas

Dengan data yang sama, setelah dianalisis menggunakan uji bartlet, maka

diperoleh hasil pengujian homogenitas seperti tabel sebagai berikut:

Tabel 8. Tabel Hasil Uji Bartlet.

å Kelompok Ni S2 X2hit X2

tabel Kesimpulan

4 9 0.582700 2.748883 7.815 Homogen

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui X2

hit lebih kecil dari pada X2tabel.

Hal ini menunjukkan bahwa sampel penelitian bersifat homogen. Dengan

demikian persyaratan homogenitas juga dipenuhi. Mengenai rincian dan prosedur

analisis uji homogenitas varians dapat diperiksa pada lampiran.

D. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis berdasarkan pada hasil analisis data dan interprestasi

analisis varians. Uji rentang newman keuls ditempuh sebagai langkah uji rerata

setelah anava. Bila anava menghasilkan kesimpulan tentang perbedaan pengaruh

kelompok yang dibandingkan, maka uji rentang newman keuls dimaksudkan

untuk mengetahui pengaruh kelompok mana yang lebih baik.

Berkenaan dengan hasil analisis dan uji rentang newman keuls, ada

beberapa hipotesis yang harus diuji. Hasil analisis data dapat dilihat seperti yang

tercantum dalam tabel berikut ini.

Tabel 9. Ringkasan Nilai Rerata Kemampuan Lari Cepat 100 Meter Berdasarkan Metode Latihan Lari Cepat dan Power Otot Tungkai Sebelum dan Sesudah Diberi Perlakuan.

A1

A2

Variabel penelitian Rerata

B1 B2 B1 B2

Sebelum Sesudah

13.34 12.20

13.71 12.37

13.91 12.76

14.39 13.33

Peningkatan 1.14 1.34 1.15 1.07 Tabel 10. Ringkasan Analisis Anava Faktor 2 x 2.

Sumber Varians

dk Jk RJk Fo Ft

rerata lat 1 55.2015025 55.2015025 A 1 55.374 55.374 249.0196 *** 4.080 B 1 55.235 55.235 248.3907 *** AB 1 110.191 110.191 495.5320 ** Kekeliruan 36 8.005 0.222 40 284.007

Keterangan :

* : Hasil Analisis F0 ditolak

A : Metode Latihan Lari Cepat

B : Power Otot Tungkai (tinggi dan rendah)

Tabel 11. Hasil Uji Rentang Newman Keuls setelah Anava.

A2B2 A2B1 A1B2 A1B1 RST KP Rerata 1.07 1.15 1.34 1.14 a = 0.05 a = 0.01

A2B2 A2B1 A1B2 A1B1

1.065 1.153 1.342 1.139

- - - -

0.088 - - -

0.277 0.189

- -

0.074 *** 0.014 *** 0.203 ***

-

0.42 0.51 0.56

-

0.56 0.64 0.68

-

Keterangan : * signifikan pada P < 0,05

Keterangan :

A1B1 : Kelompok metode latihan lari cepat up hill dengan kriteria sampel power

otot tungkai tinggi.

A1B2 : Kelompok metode latihan cepat up hill dengan kriteria sampel power otot

tungkai rendah.

A2B1 : Kelompok metode latihan cepat down hill dengan kriteria sampel power

otot tungkai tinggi.

A2B2 : Kelompok metode latihan cepat down hill dengan kriteria sampel power

otot tungkai rendah.

1. Pengujian Hipotesis Pertama

Berdasarlan latihan lari cepat up hill dan down hill menunjukkan adanya

perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan lari cepat 100 meter

pada siswa putra kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008.

Dari hasil penghitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai F0 = 249.0196 lebih

besar dari Ft = 4,080 ( F0 > Ft ) pada taraf signifikansi 5%. Ini berarti hipotesis nol

(H0) ditolak. Yang artinya, latihan lari cepat up hill dan down hill terdapat

perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan lari cepat 100 meter.

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa, latihan lari cepat uphill lebih baik

pengaruhnya terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter dari pada latihan lari

cepat down hill. Dengan selisih perbedaan peningkatan sebesar 0.13.

2. Pengujian Hipotesis Kedua

Berdasarkan tingkat power otot siswa putra kelas XI SMA Negeri 8

Surakarta tahun pelajaran 2007/2008, hasil penelitian ini menunjukkan ada

perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan lari cepat 100 meter. Dari hasil

penghitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai F0 = 248.3907 lebih besar dari

Ft = 4,080 ( F0 > Ft ) pada taraf signifikansi 5%. Ini artinya hipotesis nol (H0)

ditolak. Yang artinya antara power otot tungkai tinggi dan power otot tungkai

rendah terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan lari cepat 100

meter. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa, power otot tungkai rendah lebih

baik pengaruhnya terhadap kemampuan lari cepat lari 100 meter dari pada power

otot tungkai tinggi. Dengan selisih perbedaan kemampuan lari cepat sebesar 0.06.

3. Pengujian Hipotesis Ketiga

Interaksi faktor utama penelitian dalam bentuk interaksi dua faktor

menunjukkan ada interaksi antara latihan lari cepat dan power otot tungkai. Dari

hasil penghitungan diperoleh nilai F0 = 495.5320 ternyata lebih besar dari Ft =

4,080 ( F0 > Ft ) pada taraf signifikansi 5% sehingga H0 ditolak. Ini berarti bahwa,

antara latihan lari cepat dan power otot tungkai ada interaksi terhadap kemampuan

lari cepat 100 meter.

E. Pembahasan Hasil Penelitian

Pembahasan hasil penelitian ini memberikan penafsiran lebih lanjut

mengenai hasil-hasil analisis data yang telah dikemukakan sebelumnya.

Berdasarkan pengujian hipotesis telah menghasilkan tiga simpulan yaitu: (1) ada

perbedaan pengaruh yang signifikan antara latihan lari cepat up hill dan down hill

terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas XI SMA Negeri

8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008. (2) ada perbedaan pengaruh yang

signifikan antara power otot tungkai tinggi dan power otot tungkai rendah

terhadap kemampuan lari cepat 100 meter siswa putra kelas XI SMA Negeri 8

Surakarta tahun pelajaran 2007/2008. (3) ada interaksi antara latihan lari cepat dan

power otot tungkai terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra

kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008. Simpulan analisis

tersebut dapat dipaparkan secara rinci sebagai berikut:

1. Perbedaan Pengaruh Latihan Lari Cepat Up Hill dan Down Hill terhadap

Kemampuan Lari Cepat 100 Meter

Berdasarkan pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa, ada perbedaan

pengaruh antara antara latihan lari cepat up hill dan down hill terhadap kemampuan lari

cepat 100 meter pada siswa putra kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran

2007/2008. Pada kelompok siswa yang diberi perlakuan latihan lari cepat up hill

mempunyai peningkatan lebih baik terhadap kemampuan lari cepat 100 meter

dibandingkan dengan kelompok siswa yang diberi perlakuan latihan lari cepat down hill.

Hal ini karena, latihan lari cepat up hill menuntut kerja otot-otot tungkai secara maksimal,

sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan dynamic streght, dan daya tahan otot.

Hal ini karena lari pada lintasan yang tinggi kecepatan tidak dapat dikerahkan secara

maksimal karena adanya tarikan gravitasi bumi. Adanya tarikan gravitasi bumi tersebut

menuntut kerja otot-otot tungkai lebih maksimal, sehingga akan mengembangkan kekuatan

dan daya tahan otot tungkai. Berkembangnya kekuatan dan daya tahan otot tungkai akan

dapat mendukung kecepatan lari 100 meter. Sedangkan latihan lari cepat down hill

merupakan bentuk latihan lari cepat pada lintasan menurun. Latihan lari cepat pada

lintasan menurun, kurang mengembangkan kekuatan dan daya tahan otot tungkai. Kurang

berkembangnya kekuatan dan daya tahan otot tungkai, maka kurang maksimal dalam

mendukung gerakan lari cepat 100 meter.

Berdasarkan hasil penghitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai Fo sebesar

249.0196 > Ft 4.080, dengan selisih perbedaan peningkatan 0.13. Dengan demikian hipotesis

yang menyatakan, ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara latihan lari cepat up hill

dan down hill terhadap kemampuan lari cepat pada pada siswa putra kelas XI SMA Negeri

8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008 dapat diterima kebenarannya.

2. Perbedaan Pengaruh Power Otot Tungkai Tinggi dan Power Otot

Tungkai Rendah terhadap Kemampuan Lari Cepat 100 Meter

Berdasarkan pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa, ada

perbedaan yang signifikan antara power otot tungkai tinggi dan power otot

tungkai rendah terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas

XI SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008. Siswa yang memiliki

power otot tungkai rendah mempunyai kemampuan lari cepat 100 meter yang

lebih baik daripada siswa yang memiliki power otot tungkai rendah.

Berdasarkan hasil penghitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai Fo

248.3907 > Ft 4.080, dengan selisih perbedaan 0.06. Dengan demikian hipotesis

yang menyatakan, ada perbedaan yang signifikan antara power otot tungkai tinggi

dan power otot tungkai rendah terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada

siswa putra kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008 dapat

diterima kebenarannya.

3. Interaksi antara Latihan Lari Cepat dan Power Otot Tungkai terhadap

Kemampuan Lari Cepat 100 Meter

Dari tabel 11 tampak ada interaksi secara nyata antara kedua faktor utama

penelitian. Untuk kepentingan pengujian interaksi faktor utama terbentuklah tabel

sebagai berikut:

Tabel 12. Pengaruh Sederhana, Pengaruh Utama dan Interaksi Faktor Utama terhadap Peningkatan Kemampuan Lari Cepat 100 Meter

A1 A2 Rerata A1 - A2

B1 1.14 1.15 1.145 -0.01 B2 1.34 1.07 1.205 0.27 Retara 1.24 1.11 1.175 0.13 B1 - B2 -0.2 0.08 -0.06 -0.28

INETRAKSI ANTARA METODE LATIHAN LARI CEPAT DAN POWER OTOT TUNGKAI

1.14 1.15

1.34

1.07

00.20.40.60.8

11.21.41.6

A1 A2

B1

B2

Grafik 3. Bentuk Interaksi Latihan Lari Cepat dan Power Otot Tungkai

Berdasarkan gambar 9 menunjukkan bahwa, bentuk garis perubahan

besarnya nilai peningkatan kemampuan lari cepat 100 meter yaitu berpotongan.

Hal ini menunjukkan ada interaksi antara latihan lari cepat dan power otot

tungkai. Adanya interaksi di antara keduanya karena dalam latihan lari cepat harus

didukung power otot tungkai yang baik. Dengan memiliki power otot tungkai

yang baik akan memudahkan siswa menguasai teknik lari cepat, khususnya teknik

saat melakukan start dan gerakan lari. Dengan power otot tungkai yang baik,

maka akan diperoleh hasil latihan yang optimal sehingga gerakan lari cepat 100

meter dapat dilakukan dengan maksimal.

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh nilai Fhit = 495.5320 ternyata

lebih besar dari Ftabel = 4,080 ( F0 < Ft ) pada taraf signifikansi 5%. Hal ini

menunjukkan bahwa antara keduanya ada interaksi. Dengan demikian, hipotesis

yang menyatakan ada interaksi antara latihan kecepatan dan power otot tungkai

pada pada siswa putra kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran

2007/2008 dapat diterima kebenarannya.

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasannya yang telah diungkapkan

pada BAB IV, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

1. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan latihan kecepatan up hill dan down

hill terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada pada siswa putra kelas XI

SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008. Dari hasil analisis data

diperoleh nilai Fo = 249.0196 > Ft 4.080.

2. Ada perbedaan pengaruh yang siginifikan antara power otot tungkai tinggi dan

power otot tungkai rendah terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada

pada siswa putra kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran

2007/2008. Dari hasil analisis data diperoleh nilai Fo = 248.3907 > Ft 4.080.

3. Ada interaksi antara latihan kecepatan dan power otot tungkai terhadap

kemampuan lari cepat 100 meter pada pada siswa putra kelas XI SMA Negeri

8 Surakarta tahun pelajaran 2007/2008. Dari hasil analisis data menunjukkan

bahwa Fhitung = 495.5320 lebih besar dari Ftabel = 4,080 ( Fhit > Ftabel).

B. Implikasi

Simpulan dari hasil penelitian ini dapat mengandung pengembangan ide yang

lebih luas jika dikaji pula tentang implikasi yang ditimbulkan. Atas dasar

simpulan yang telah diambil, dapat dikemukakan implikasinya sebagai berikut:

1. Secara umum dapat dikatakan bahwa latihan lari cepat up hill dan down hill

merupakan bentuk latihan kecepatan yang dapat digunakan untuk

meningkatkan kemampuan lari cepat 100 meter.

2. Latihan kecepatan up hill ternyata memberikan pengaruh yang lebih baik

daripada latihan kecepatan down hill terhadap kemampuan lari cepat 100

meter. Hal ini karena, latihan kecepatan up hill dapat mengembangkan unsur-

unsur kekuatan dan daya tahan otot tungkai, sehingga sangat membantu

gerakan lari cepat 100 meter. Sedangkan latihan kecepatan down hill

merupakan latihan kecepatan yang kurang mengembangkan kekuatan dan

daya tahan otot tungkai.

3. Pemberian beban latihan kecepatan harus disesuaikan dengan tingkat power

otot tungkai siswa, karena tingkat power otot tungkai yang dimiliki siswa

memberikan pengaruh terhadap kemampuan lari cepat 100 meter.

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, saran-saran yang dapat dikemukakan kepada

guru Penjaskes di SMA Negeri 8 Surakarta sebagai berikut:

1. Untuk meningkatkan kemampuan lari cepat 100 meter dapat diterapkan

dengan latihan kecepatan up hill dan down hill. Dari hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa, latihan kecepatan up hill lebih baik pengaruhnya

terhadap peningkatan kemampuan lari cepat 100 meter, sehingga latihan

kecepatan up hill dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan lari cepat

100 meter.

2. Dalam usaha meningkatkan kemampuan lari cepat 100 meter, di samping

menerapkan bentuk latihan yang tepat harus memperhatikan tingkat power

otot tungkai siswa. Tingkat power otot tungkai siswa yang dimiliki siswa

harus menjadi pertimbangan dalam latihan, karena tingkat power otot tungkai

akan berpengaruh terhadap kemampuan lari cepat 100 meter.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Mukholid. 2004. Pendidikan Jasmani. Jakarta: Penerbit Yudhistira.

A. Hamidsyah Noer. 1996. Ilmu Kepelatihan Lanjut. Surakarta: UNS Press.

Aip Syarifuddin. 1992. Atletik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.

Andi Suhendro. 1999. Dasar-Dasar Kepelatihan. Jakarta: Universitas Terbuka. Barry L. Johnson. dan Jack K. Nelson 1986. Practical Measurement for

Evaluation Pysical Education. Minesota USA : Publishing Company. Depdiknas. 2000. Pedoman dan Modul Pelatihan Kesehatan Olahraga bagi

Pelatih Olahragawan Pelajar. Jakarta: Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani.

Evelyn Pearce. 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia

Pusat Utama Gerry A. Carr. 1997. Atletik untuk Sekolah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Harsono. 1988. Coaching dan Aspek-Aspek Psikologis dalam Coaching. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Jonath U., Haag E., & Krempel R. 1987. Atletik I. Alih Bahasa Suparno. Jakarta:

PT. Rosda Jaya Putra. KONI. 1993. Latihan Kondisi Fisik. Jakarta: KONI Pusat. M. Sajoto. 1995. Pembinaan Kondisi Fisik dalam Olahraga. Semarang: IKIP

Semarang Press. Mulyono B. 1997. Tes dan Pengukuran dalam Olahraga. Surakarta: UNS Press. Nosseck. 1982. General Theory of Training. Lagos: Pan African Press. Rusli Lutan dkk., 1992. Manusia dan Olahraga. Bandung: FPOK IKIP Bandung. Sadoso Sumosardjuno. 1994. Pengetahuan Praktis Kesehatan dalam Olahraga.

Jakarta: PT. Gramedia.

Sarwono. 1999. Laporan Penelitian Aplikasi Penelitian Energi Elastik Otot Pada Pengukuran Power Otot Tungkai. Surakarta: FKIP UNS Press.

Soedarminto. 1996. Biomekanika Olahraga I. Surakarta: UNS Press. Soegito. 1992. Teori dan Praktek Atletik I. Surakarta: UNS Press. Soegito, Bambang Wijanarko dan Ismaryati. 1993. Materi Pokok Pendidikan

Atletik. Jakarta: Depdikbud. Proyek Peningkatan Mutu Guru SD Setara D-II dan pendidikan Kependudukan. Bagian Proyek Penataran Guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan SD Setara D-II.

Sudjana. 1994. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Sudjarwo. 1993. Ilmu Kepelatihan Dasar. Surakarta: UNS Press. Sugiyanto. 1994. Perkembangan Gerak. Surakarta: UNS Press. Suharno HP. 1993. Metodologi Pelatihan. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta. Syaifuddin. 1997. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Waharsono. 1999. Materi Pelatihan Guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan

SD/Pelatih Klub Olahraga Usia Dini. Jakarta: Depdikbud. Direktorat Pendidikan Dasar.

Yusuf Adisasmita dan Aip Syarifuddin. 1996. Ilmu Kepelatihan Dasar. Jakarta:

Depdikbud. Dirjendikti. Proyek Pendidikan Tingkat Akademik.

LAMPIRAN

Lampiran 1

PETUNJUK TES DAN PENGUKURAN VARIABEL PENELITIAN

1. Power Otot Tungkai

Untuk mengukur power otot tungkai dengan vertical jump test dari Barry

L. Johnson Jack K. Nelson (1986: 211)

1) Perlengkapan :

- Papan berskala dipasang di dinding dengan ketinggian 150 cm hingga 350

cm.

- Bubuk kapur

- Dinding minimal setinggi 365 cm

- Blangko dan alat tulis.

2) Petugas :

- Seorang pengamat gerakan dan membaca hasil loncatan

- Seorang pencatat

3) Pelaksanaan test:

- Siswa berdiri menyamping arah dinding, kedua kaki rapat, ujung jari

tangan yang dekat dinding dibubuhi bubuk kapur.

- Satu tangan siswa yang dekat dinding meraih ke atas setinggi mungkin,

kaki tetap menempel di lantai, catat tinggi raihannya pada bekas ujung jari

tengah.

- Siswa meloncat ke atas setinggi mungkin dan menyentuh papan berskala.

Lakukan tiga kali loncatan. Catat tinggi loncatannya pada bekas ujung jari

tengah.

- Posisi awal ketika meloncat adalah kedua telapak kaki tetap menempel di

lantai, lutut ditekuk, tangan lurus agak di belakang badan.

- Tidak boleh melakukan awalan ketika akan meloncat ke atas.

4) Penilaian:

- Ukur selisih antara tingi loncatan dan tinggi raihan.

- Nilai yang diperoleh siswa adalah selisih yang terbanyak antara tinggi

loncatan yang dilakukan.

Gambar 3. Tes Power Otot Tungkai dengan Power Jump Test (Barry L. Johnson Jack K. Nelson 1986: 211)

2. Tes Lari Cepat 100 Meter

Kemampuan lari cepat diukur dengan tes lari cepat 100 meter dari Andi

Suhendro (1999: 2.49).

1) Alat dan perlengkapan :

- Stopwatch

- Lintasan lari panjang 100 m, lebar 1,22 m.

- Garis start dan garis finish lebar 5 cm.

- Peluit

- Bendera start

- Blangko dan alat tulis

2) Petugas :

- Seorang starter

- Tiga orang timers

- Seorang pencatat

3) Pelaksanaan :

- Testi yang mendapat giliran melakukan lari cepat menempatkan diri di

belakang garis start.

- Starter memberikan aba-aba “Bersedia”, kemudian testi mengambil sikap

jongkok (start jongkok).

- Setelah testi merasa tenang, starter memberikan aba-aba “Siap” dan testi

mengangkat lutut dari tanah setinggi lebih kurang 10 cm.

- Kemudian starter memberi aba-aba “Ya” atau tembakan pistol, dan testi

harus lari secepat-cepatnya, dan bersamaan aba-aba “Ya” atau bunyi pistol

timer menghidupkan stopwatch.

- Testi harus lari menempuh jarak 100 meter dari garis start menuju garis

finish dengan kecepatan maksimal dan pada saat pelari mencapai garis

finish stopwatch dimatikan.

4) Kegagalan :

- Testi mencuri start.

- Testi tidak melewati garis finish.

- Pelari menggangu pelari lainnya.

5) Penilaian :

- Prestasi lari cepat adalah waktu yang telah dicapai dari garis start sampai

finish yang dicatat dalam satuan detik.

Gambar 4. Tes Lari Cepat 100 Meter (Andi Suhendro, 1999: 2.49)

Lampiran 2

Program Latihan Lari Cepat Up Hill

Minggu Ke Pertemuan Jarak Repetisi Set Istirahat antar set

Tes awal (Pre-test) lari cepat 100 meter

I I II III

80 meter 5 3 5 menit

II I II III

80 meter 6 3 5 menit

III I II III

80 meter 7 3 5 menit

IV I II III

80 meter 8 3 5 menit

V I II III

80 meter 9 3 5 menit

VI I II III

80 meter 10 3 5 menit

Tes akhir (post-test) lari cepat 100 meter

Keterangan :

Program latihan ini didasarkan pendapat Suharno HP. (1993: 6) bahwa,

“Volume beban latihan lari cepat yaitu 5-10 kali giliran lari, dimana tiap giliran

lari secepat-cepatnya dengan jarak 30-80 meter. Frekuensi dan tempo secepat-

cepatnya.Recovery 2 – 5 menit”.

Program Latihan Lari Cepat Down Hill

Minggu Ke Pertemuan Jarak Repetisi Set Istirahat antar set

Tes awal (Pre-test) lari cepat 100 meter

I I II III

80 meter 5 3 5 menit

II I II III

80 meter 6 3 5 menit

III I II III

80 meter 7 3 5 menit

IV I II III

80 meter 8 3 5 menit

V I II III

80 meter 9 3 5 menit

VI I II III

80 meter 10 3 5 menit

Tes akhir (post-test) lari cepat 100 meter

Keterangan :

Program latihan ini didasarkan pendapat Suharno HP. (1993: 6) bahwa,

“Volume beban latihan lari cepat yaitu 5-10 kali giliran lari, dimana tiap giliran

lari secepat-cepatnya dengan jarak 30-80 meter. Frekuensi dan tempo secepat-

cepatnya.Recovery 2 – 5 menit”.

Lampiran 13

Petunjuk Tes dan Pengukuran Variabel Penelitian

1. Power Otot Tungkai

Untuk mengukur power otot tungkai dengan vertical jump test dari Barry

L. Johnson Jack K. Nelson (1986: 211)

5) Perlengkapan :

- Papan berskala dipasang di dinding dengan ketinggian 150 cm hingga 350

cm.

- Bubuk kapur

- Dinding minimal setinggi 365 cm

- Blangko dan alat tulis.

6) Petugas :

- Seorang pengamat gerakan dan membaca hasil loncatan

- Seorang pencatat

7) Pelaksanaan test:

- Siswa berdiri menyamping arah dinding, kedua kaki rapat, ujung jari

tangan yang dekat dinding dibubuhi bubuk kapur.

- Satu tangan siswa yang dekat dinding meraih ke atas setinggi mungkin,

kaki tetap menempel di lantai, catat tinggi raihannya pada bekas ujung jari

tengah.

- Siswa meloncat ke atas setinggi mungkin dan menyentuh papan berskala.

Lakukan tiga kali loncatan. Catat tinggi loncatannya pada bekas ujung jari

tengah.

- Posisi awal ketika meloncat adalah kedua telapak kaki tetap menempel di

lantai, lutut ditekuk, tangan lurus agak di belakang badan.

- Tidak boleh melakukan awalan ketika akan meloncat ke atas.

8) Penilaian:

- Ukur selisih antara tingi loncatan dan tinggi raihan.

- Nilai yang diperoleh siswa adalah selisih yang terbanyak antara tinggi

loncatan yang dilakukan.

Gambar 9. Tes Power Otot Tungkai dengan Power Jump Test (Barry L. Johnson Jack K. Nelson 1986: 211)

2. Tes Lari Cepat 100 Meter

Kemampuan lari cepat diukur dengan tes lari cepat 100 meter dari Andi

Suhendro (1999: 2.49).

2) Alat dan perlengkapan :

- Stopwatch

- Lintasan lari panjang 100 m, lebar 1,22 m.

- Garis start dan garis finish lebar 5 cm.

- Peluit

- Bendera start

- Blangko dan alat tulis

2) Petugas :

- Seorang starter

- Tiga orang timers

- Seorang pencatat

3) Pelaksanaan :

- Testi yang mendapat giliran melakukan lari cepat menempatkan diri di

belakang garis start.

- Starter memberikan aba-aba “Bersedia”, kemudian testi mengambil sikap

jongkok (start jongkok).

- Setelah testi merasa tenang, starter memberikan aba-aba “Siap” dan testi

mengangkat lutut dari tanah setinggi lebih kurang 10 cm.

- Kemudian starter memberi aba-aba “Ya” atau tembakan pistol, dan testi

harus lari secepat-cepatnya, dan bersamaan aba-aba “Ya” atau bunyi pistol

timer menghidupkan stopwatch.

- Testi harus lari menempuh jarak 100 meter dari garis start menuju garis

finish dengan kecepatan maksimal dan pada saat pelari mencapai garis

finish stopwatch dimatikan.

4) Kegagalan :

- Testi mencuri start.

- Testi tidak melewati garis finish.

- Pelari menggangu pelari lainnya.

5) Penilaian :

- Prestasi lari cepat adalah waktu yang telah dicapai dari garis start sampai

finish yang dicatat dalam satuan detik.

Gambar 10. Tes Lari Cepat 100 Meter (Andi Suhendro, 1999: 2.49)

Lampiran 14

Program Latihan Lari Cepat Up Hill

Minggu Ke Pertemuan Jarak Repetisi Set Istirahat antar set Tes awal (Pre-test) lari cepat 100 meter

I

I II III

Tes lari cepat 100 m

80 meter 5 3 5 menit

II

I II III

Tes lari cepat 100 m

80 meter 6 3 5 menit

III

I II III

Tes lari cepat 100 m

80 meter 7 3 5 menit

IV

I II III

Tes lari cepat 100 m

80 meter 8 3 5 menit

V

I II III

Tes lari cepat 100 m

80 meter 9 3 5 menit

VI

I II III

Tes lari cepat 100 m

80 meter 10 3 5 menit

Tes akhir (post-test) lari cepat 100 meter Keterangan :

Program latihan ini didasarkan pendapat Suharno HP. (1993: 6) bahwa,

“Volume beban latihan lari cepat yaitu 5-10 kali giliran lari, dimana tiap giliran

lari secepat-cepatnya dengan jarak 30-80 meter. Frekuensi dan tempo secepat-

cepatnya.Recovery 2 – 5 menit”.

Program Latihan Lari Cepat Down Hill

Minggu Ke Pertemuan Jarak Repetisi Set Istirahat antar set Tes awal (Pre-test) lari cepat 100 meter

I

I II III

Tes lari cepat 100 m

80 meter 5 3 5 menit

II

I II III

Tes lari cepat 100 m

80 meter 6 3 5 menit

III

I II III

Tes lari cepat 100 m

80 meter 7 3 5 menit

IV

I II III

Tes lari cepat 100 m

80 meter 8 3 5 menit

V

I II III

Tes lari cepat 100 m

80 meter 9 3 5 menit

VI

I II III

Tes lari cepat 100 m

80 meter 10 3 5 menit

Tes akhir (post-test) lari cepat 100 meter Keterangan :

Program latihan ini didasarkan pendapat Suharno HP. (1993: 6) bahwa,

“Volume beban latihan lari cepat yaitu 5-10 kali giliran lari, dimana tiap giliran

lari secepat-cepatnya dengan jarak 30-80 meter. Frekuensi dan tempo secepat-

cepatnya.Recovery 2 – 5 menit”.

Lampiran 15

Jadwal Treatment Latihan Lari Cepat Up Hill dan Down Hill

Siswa Kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta

Tahun Pelajaran 2007/2008

1. Tes Awal Kamis 17 Juli 2008 yaitu:

v Tes Power Otot Tungkai dengan vertical Power Jump Test

v Tes lari cepat 100 meter

2. Teratment Lari Cepat Up Hill dan Down Hill:

v Minggu I:

Tanggal Jarak Repetisi Set Recovery 18-6-2008 80 m 5 3 5 Menit 21-6-2008 80 m 5 3 5 Menit 23-6-2008 80 m 5 3 5 Menit Tes lari sprint 100 meter

v Minggu II:

Tanggal Jarak Repetisi Set Recovery 25-6-2008 80 m 6 3 5 Menit 28-6-2008 80 m 6 3 5 Menit 30-6-2008 80 m 6 3 5 Menit Tes lari sprint 100 meter

v Minggu III:

Tanggal Jarak Repetisi Set Recovery 1-8-2008 80 m 7 3 5 Menit 4-8-2008 80 m 7 3 5 Menit 6-8-2008 80 m 7 3 5 Menit Tes lari sprint 100 meter

v Minggu IV:

Tanggal Jarak Repetisi Set Recovery 8-8-2008 80 m 8 3 5 Menit 11-8-2008 80 m 8 3 5 Menit 13-8-2008 80 m 8 3 5 Menit Tes lari sprint 100 meter

v Minggu V:

Tanggal Jarak Repetisi Set Recovery 15-8-2008 80 m 9 3 5 Menit 18-8-2008 80 m 9 3 5 Menit 20-8-2008 80 m 9 3 5 Menit Tes lari sprint 100 meter

v Minggu VI:

Tanggal Jarak Repetisi Set Recovery 22-8-2008 80 m 10 3 5 Menit 25-8-2008 80 m 10 3 5 Menit 27-8-2008 80 m 10 3 5 Menit Tes lari sprint 100 meter

3. Tes Akhir Lari Cepat 100 meter yaitu: Hari Kamis 28 Agustus 2008

Lampiran 16

Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan Tes Power Otot Tungkai

Pelaksanaan Latihan Lari Cepat Up Hill

Pelaksanaan Latihan Lari Cepat Down Hill

Pelaksanaan Tes Lari Cepat 100 Meter