42
PERBEDAAN KOMPONEN CINTA (INTIMACY, PASSION DAN COMMITMENT) DITINJAU DARI ETNIS OLEH OKTAVIANA JENNIFER JEANET BRABAR 802010030 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

PERBEDAAN KOMPONEN CINTA (INTIMACY, PASSION DAN

COMMITMENT) DITINJAU DARI ETNIS

OLEH

OKTAVIANA JENNIFER JEANET BRABAR

802010030

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 2: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan
Page 3: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan
Page 4: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan
Page 5: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan
Page 6: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

PERBEDAAN KOMPONEN CINTA (INTIMACY, PASSION DAN

COMMITMENT) DITINJAU DARI ETNIS

Oktaviana Jennifer Jeanet Brabar

Chr. Hari Soetjiningsih

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 7: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

i

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan

dalam komponen cinta pada etnis Jawa dan etnis Papua. Penelitian ini menggunakan

metode kuantitatif dengan teknik pengambilan data snowball sampling.Penelitian

dilaksanakan di Salatiga dan di Biak dengan responden sebanyak 160 orang, 80

pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan suami

istri beretnis Papua (40 suami, dan 40 istri). Dalam penelitian ini, komponen cinta

diukur menggunakan Skala Segitiga Cinta Sternberg (The Sternberg Triangular Love

Scale(STLS)).Standar diskriminasi item yang digunakan adalah 0,30.Skala dalam

penelitian ini mempunyai reliabilitas yang baik. Data yang diperoleh dianalisis

menggunakan teknik Independent Sample T-test dan Mann-Whitney U. Hasil dalam

penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam

komponen cinta pada etnis Jawa dan etnis Papua.

Kata Kunci : Komponen cinta, etnis.

Page 8: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

ii

Abstract

This study aims to determine whether there are significance differences in the

component of love at Javanese and Papuans ethnic. This study uses quantitative method

with snowball sampling as data collection technique. Research was conducted in

Salatiga and Biak with 160 respondents, 80 couples of Javanese ethnic (40 husbands,

40 wives) and 80 couples of Papuan ethnic (40 husbands and 40 wives). The component

of love is measured using The Sternberg Triangular Love Scale (STLS). Item

discrimination standard is 0,30. This scale have a good reliability. The data obtained is

analyzed using Independent Sample T-test technique and Mann-Whitney U technique.

The result shows there are no significance differences in component of love at Javanese

and Papua ethnic.

Keyword : The component of love, ethnic.

Page 9: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

1

PENDAHULUAN

Cinta bukanlah sesuatu hal yang asing lagi bagi manusia. Manusia juga sejak

kecil sudah mulai diajarkan tentang cinta, baik itu cinta pada Tuhan, pada orang tua,

pada keluarga, pada teman, pada alam, bahkan pada binatang. Meskipun manusia sama-

sama mengenal cinta, tetapi cara untuk mengaplikasikan cinta itu sendiri berbeda-beda

antara manusia satu dengan manusia yang lainnya.

Shaver, Morgan, dan Wu (dalam Baron & Byrne, 2005) mendefinisikan cinta

sebagai reaksi emosional yang sama dikenalnya dan sama mendasarnya dengan rasa

marah, kesedihan, kegembiraan, dan rasa takut. Sternberg (1988) telah mencetuskan

teori tentang cinta yang disebut The Triangular Theory of Love atau teori segitiga cinta.

Dalam teorinya tersebut, Sternberg menyebutkan bahwa cinta mempunyai tiga

komponen dasar, yaitu keintiman (intimacy), gairah (passion), dan komitmen

(commitment). Baron & Byrne (2005) menjelaskan ketiga komponen cinta dari teori

segitiga cinta sternberg ini sebagai berikut. Keintiman adalah kedekatan yang dirasakan

oleh dua orang dan ikatan yang menahan mereka bersama. Pasangan yang memiliki

tingkat keintiman yang tinggi, mempedulikan kesejahteraan dan kebahagiaan satu sama

lain, dan mereka saling menghargai, menyukai, bergantung, dan memahami satu sama

lain. Gairah, didasarkan pada percintaan, ketertarikan fisik, dan seksualitas. Komitmen

adalah faktor kognitif seperti keputusan untuk mencintai dan ingin bersama dengan

orang lain dan juga komitmen untuk mempertahankan suatu hubungan. Ketika semua

komponen sama-sama kuat dan seimbang, hasilnya adalah cinta sempurna (consummate

love), cinta ini dinyatakan sebagai bentuk cinta yang ideal, namun sangat sulit untuk

dicapai. Sternberg (2009) dalam bukunya, menjelaskan bahwa setiap komponen dalam

cinta memiliki sifat yang berbeda-beda. Contohnya, keintiman dan komitmen relatif

Page 10: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

2

bersifat stabil, pada hubungan yang dekat, sementara gairah bersifat sebaliknya, relatif

kurang stabil dan naik turun tanpa bisa diduga. Selain itu, setiap komponen dalam cinta

umumnya memiliki tingkat kepentingan yang bervariasi, tergantung apakah hubungan

cinta yang tengah terjalin itu merupakan hubungan yang singkat ataukah berjangka

panjang. Dalam hubungan singkat yang bernuansa romatis, gairah yang cenderung

berperan besar, keintiman mempunyai peran kecil, sedangkan komitmen nyaris tidak

ditemukan. Sebaliknya, hubungan jangka panjang, keintiman dan komitmen biasanya

memiliki peran yang sangat besar.

Gairah dalam cinta cenderung tercampur aduk dengan perasaan keintiman, dan

sering kali saling mendukung. Contohnya, keintiman, sebagian besar merupakan sebuah

akibat dari terpenuhinya kebutuhan gairah dalam sebuah hubungan. Gairah dapat

dibangkitkan oleh keintiman. Bisa jadi, gairah merupakan hal pertama yang menarik

individu ke dalam suatu hubungan, tetapi keintimanlah yang membantu

mempertahankan kedekatan dalam hubungan. Terkadang keintiman dan gairah saling

bertentangan. Misalnya, saat seorang pria berhubungan dengan seorang wanita tuna

susila maka, pria tersebut berusaha memaksimalkan kepuasan gairahnya, dan

meminimalkan keintiman (Sternberg, 2009). Komitmen juga berhubungan dengan

keintiman dan gairah. Keterlibatan yang intim dan penuh gairah dapat mengikuti

komitmen misalnya dalam pernikahan (Sternberg, 2009). Menurut Sternberg (2009)

ada empat aspek cinta yang biasa dijumpai dalam kebudayaan : (1) orang yang dicintai,

(2) perasaan yang diyakini turut menyertai cinta, (3) pikiran yang diyakini turut

menyertai cinta, dan (4) tindakan, atau hubungan antara orang yang mencintai dan

dicintai. Aspek pertama yaitu, orang yang dicintai. Objek cinta berubah bersamaan

dengan periode waktu dan kebudayaan. Aspek kedua, perasaan yang diyakini menyertai

Page 11: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

3

cinta. Aspek ketiga adalah, menyinggung masalah pikiran yang dipercaya menyertai

cinta, pikiran-pikiran tersebut biasanya mengenai orang yang dicintai, seringkali

berfokus pada kekayaan pasangan atau sifat yang dimiliki pasangan. Pikiran lain yang

sering ditemukan adalah antisipasi atas kebersamaan bersama pasangannya. Aspek

keempat cinta adalah tindakan, atau hubungan antara orang yang mencintai dan dicintai.

Cinta terkonseptualisasikan dalam serangkaian tindakan seperti mendukung atau

melindungi orang lain dan menunjukan komitmen terhadap orang tersebut. Akan tetapi,

perlu diingat bahwa aspek-aspek tersebut mungkin akan berbeda antara kebudayaan satu

dengan yang lainnya. Sternberg (2009) menjelaskan salah satu alasan yang

menyebabkan perbedaan dalam memandang cinta di berbagai kebudayaan adalah

pengalaman cinta yang sebagian bergantung pada faktor eksternal yang didefinisikan

oleh kebudayaan. Contohnya, di Afrika, seorang wanita yang berbadan gemuk

mempunyai daya tarik tersendiri, bahkan cenderung sebagai tipe ideal para pria, hal ini

mungkin berbeda dengan daerah yang lain.

Kebudayaan merupakan suatu hal yang paling mendasar dalam kehidupan

masyarakat. Bahkan, bisa dikatakan kebudayaan turut yang memberi identitas pada

suatu kelompok. Menurut Keontjaraningrat (dalam Dayaksini & Yuniardi, 2008),

kebudayaan diartikan sebagai wujudnya, mencakup keseluruhan dari : (1) gagasan, (2)

kelakuan; (3) dan hasil-hasil kelakuan.

Banyak pandangan-pandangan yang dipengaruhi oleh kebudayan, salah satunya

adalah cinta. Seperti yang sudah di jelaskan diatas, Sternberg (2009) menyatakan bahwa

salah satu alasan yang menyebabkan perbedaan dalam memandang cinta di berbagai

kebudayaan adalah pengalaman cinta yang sebagian bergantung pada faktor eksternal

yang didefinisikan oleh kebudayaan. Berbagai penelitian-penelitian lintas budaya, telah

Page 12: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

4

menyatakan bahwa konsep ketertarikan, cinta, dan keintiman berbeda pada tiap-tiap

budaya (Dayaksini & Yuniardi, 2008). Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana

cara budaya-budaya tersebut memandang cinta. Umumnya, masyarakat di Amerika

merasakan bahwa cinta merupakan hal yang dibutuhkan dan kadang merupakan unsur

yang cukup bagi terbentukanya hubungan romantis jangka panjang dan perkawinan,

biasanya mereka menikah dengan orang yang yang dicintainya.

Dalam budaya lain, seperti Cina, Jepang, dan India, cinta mungkin tidak menjadi

hal yang harus dipertimbangkan untuk hubungan jangka panjang dan pernikahan.

Biasanya perkawinan tersebut telah dipersiapkan oleh orangtua mereka masing-masing.

Mereka meyakini bahwa cinta tumbuh pada saat kehidupan perkawinan mereka

berlangsung (Dayaksini & Yuniardi, 2008). Shaver, Wu, dan Schwartz (dalam Hatfield

& Rapson, 2011) mewawancarai anak muda di Amerika, Italia, dan Cina mengenai

bagaimana mereka memandang cinta. Para peneliti itu menemukan bahwa orang

Amerika dan Italia cenderung mengartikan cinta sebagai kebahagiaan dan pengalaman

yang menyenangkan, sedangkan siswa di Cina memiliki pandangan yang lebih gelap

mengenai cinta. Dalam bahasa Cina ada beberapa kata cinta yang berhubungan dengan

kesedihan. Jankowiak & Fischer (dalam Dion & Dion, 1996) mengakui bahwa faktor

budaya berkontribusi untuk kemungkinan bahwa anggota suatu masyarakat tertentu

akan mengalami cinta romatis. Mereka juga mengungkapkan cerita rakyat dalam

kebudayaan adalah cara yang paling bermanfaat dalam mendokumentasikan keberadaan

romantisme cinta dalam suatu kebudayaan. Cerita cinta, dan lagu-lagu cinta mungkin

muncul dalam semua kebudayaan. Cerita cinta yang telah diceritakan selama bertahun-

tahun telah membangun harapan pada diri seorang individu dan pasangannya dalam

setiap tahap hubungannya. Contohnya dalam cerita The Frog Princes, Beauty and the

Page 13: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

5

Beast, dan cerita dari Suku Zuni di Amerika The Serpent of the Sea menyimpulkan

bahwa seorang wanita yang mempunyai budi pekerti luhur jatuh cinta pada seorang pria

yang buruk rupa, dia jatuh cinta karena karakter yang dimiliki oleh sang pria, bukan

karena kekayaan atau fisiknya.

Bagaimana dengan pandangan cinta di Indonesia?. Indonesia sendiri sangat

kental dengan kebudayaan. Masyarakat sangat menjunjung tinggi norma-norma

kebudayaan yang terkandung dari setiap unsur yang ada didalamnya. Keadaan geografis

Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang besar pun turut memperkaya

kebudayaan di Indonesia. Terdapat lebih dari 300 kelompok etnis yang mendiami

Indonesia. Hal ini menambah bukti bahwa Indonesia memang kaya dengan kebudayaan,

yang berasal dari setiap etnis. Gordon (dalam Dayaksini & Yuniardi, 2008)

mengungkapkan bahwa etnis digambarkan atau didefinisikan atas dasar nasional,

agama, dan ras. Atribut yang berhubungan dengan etnis meliputi: (1) Suatu

gambaran/image kelompok dan perasaan identitas (sense of identity) yang diperoleh

dari pola-pola budaya kontemporer atau saat ini (nilai-nilai, perilaku, kepercayaan,

bahasa), (2) minat ekonomi dan politis yang bersama, (3) keanggotaan yang tanpa

dipaksa atau sukarela, walaupun identifikasi individu dengan kelompok mungkin adalah

pernyataan saja.

Dalam penelitian ini peneliti mengangkat etnis Jawa khususnya Salatiga dan

etnis Papua khususnya Biak. Etnis Jawa dan etnis Papua mempunyai banyak sekali

tradisi yang sampai hari ini masih dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Etnis Jawa,

mempunyai budaya yang unik dan prosesinya dianggap sakral dan diajarkan secara

turun temurun. Salah satunya adalah prosesi pernikahan adat. Prosesi pernikahan adat

Page 14: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

6

Jawa dianggap salah satu prosesi pernikahan yang panjang, rumit, dan sangat sakral.

Banyak rangkaian upacara yang harus dilewati oleh calon mempelai seperti :

(1) siraman, yang bertujuan untuk membersihkan secara spiritual dan supaya

kedua mempelai berhati suci, (2) midodareni, yang bearti bidadari, (3) ijab kabul, (4)

kembar mayang, (5) adicara bucalan gantal yang bermakna bahwa kedua mempelai

telah menyatukan tekat secara lahir batin untuk menghadapi suka duka kehidupan

rumah tangga, (6) ngidak tigan dan wijik kembang setaman, ngidak tigan adalah prosesi

dimana sang mempelai pria menginjak telur yang maknanya adalah kewajiban untuk

meneruskan keturunan, setelah itu sang mempelai wanita melakukan prosesi wijik

kembang setaman yaitu membasuh kaki mempelai pria dengan air bunga, yang

bermakna bahwa sang mempelai wanita siap untuk melayani, setia dan menghormati

suaminya, (7) adicara sinduran dan kacar kucur, maksudnya adalah walau berbagai

permasalahan yang harus dihadapi sangatlah berat maka kedua mempelai harus bersikap

malu kalau harus berpisah, atau dengan kata lain mereka tetap mempertahankan bahtera

pernikahannya walaupun dalam keadaan sesulit apapun, sedangkan upacara kacar kucur

adalah lambang dari sang suami yang mencari nafkah untuk keluarga dengan

memberikan hasil jerih payah kepada istrinya, (8) pangkon timbang dan dhahar

saklimah, prosesi ini sebagai simbol bahwa kedua orang tua mempelai telah

mendudukan pasangan ditempat yang selayaknya, (9) sungkeman, prosesi ini sebagai

wujud bahwa kedua mempelai akan berbakti kepada orang tua melalui permintaan doa

restu (Octaviana, 2014)

Pada etnis Papua, kebudayaan pun menjadi suatu hal yang sangat mendasar bagi

berlangsungnya kehidupan. Etnis Papua, khususnya Biak juga mempunyai keunikan

budaya adat istiadat marga dan sub marga yang menjadi daya tarik tersendiri, salah satu

Page 15: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

7

keunikan budaya tersebut adalah tradisi pemberian mas kawin atau dalam bahasa Biak

disebut Iyakyaker yang merupakan salah satu warisan budaya yang masih melekat.Mas

kawin dapat berupa hewan babi, manik-manik, guci, piring antik, hasil kebun, hasil laut,

hewan hasil buruan, serta beragam harta benda lainnya, Jumlah besarnya mas kawin pun

ditentukan oleh status mempelai wanitanya, latar belakang keluarga, kecantikan,

keperawanan, dan juga pendidikan (kebudayaan.kemdikbud.go.id, 2013). Menurut

Mampioper (dalam Papuasiana, 2011) mas kawin adalah : (1) alat pengabsahan terhadap

suatu perkawinan, (2) merupakan media dimana pada satu sisi menuntuk sang istri

untuk tetap setia melayani suami dan memelihara anak-anaknya yang lahi, dan disisi

lain menuntut suami untuk memperlakukan istrinya dengan baik agar mas kawin yang

dibayarkan tidak hilang jika terjadi penyelewengan yang mengakibatkan perceraian, (3)

mas kawin merupakan alat pengikat antara dua kelompok kekerabatan, (5) mas kawin

menimbulkan hubungan timbal balik antara kelompok-kelompok kekerabatan yang

berbeda, karena biasanya seluruh penduduk kampung terlibat dalam mengumpulkan

mas kawin, tidak terbatas pada satu marga saja, (5) pembagian mas kawin menimbulkan

rasa solidaritas. Seiring dengan berjalannya waktu membuat terkikisnya kebudayaan

tersebut, sehingga tatanannya pun menjadi sudah berbeda. Namun, sebagian masyarakat

Biak masih mempertahankan nilai-nilai budaya yang merupakan warisan leluhur

(kebudayaan.kemdikbud.go.id, 2013).

Berdasarkan wawancara dengan beberapa partisipan baik dari etnis Jawa

maupun etnis Papua, fenomena yang terjadi dalam etnis Jawa, mereka menganggap

cinta merupakan pondasi yang penting dalam terbentuknya keluarga. Pada seorang

suami, memberikan nafkah lahir batin merupakan hal yang tidak bisa dihindari, dan

menjadi salah satu dari perwujudan cinta. Mereka menganggap bahwa memberikan

Page 16: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

8

nafkah lahir batin untuk istrinya, melindungi istri, serta tetap setia pada istri sudah

mewakili cinta yang sesungguhnya. Pada seorang istri, bagi mereka cinta adalah jika

mereka bisa melayani suaminya dengan baik, selalu menurut dengan suami, bisa selalu

berada didekat suami dalam keadaan apapun, dapat mengerti suaminya, dapat

membantu perekonomian keluarga, menjaga nama baik diri sendiri maupun nama baik

suami, dan menjaga keutuhan rumah tangga. Sedangkan di etnis Papua, memandang

cinta tidak terlepas dari standar cinta Allah. Para suami bertanggung jawab seutuhnya

kepada istrinya, memberi nafkah untuk keluarga, sang istri mau menghormati dan

melayani suami dengan tulus dan ikhlas berdasarkan iman. Dan juga menjaga hubungan

pernikahannya sampai dipisahkan oleh kematian. Terlepas dari pandangan standar cinta

Allah, ada kriteria tersendiri yang sebenarnya diinginkan oleh sang suami terhadap sang

istri yaitu, terkadang sang suami ingin melihat sang istri berpenampilan lebih menarik

dan terlihat cantik.

Dalam fenomena yang terjadi pada kedua etnis tersebut sudah terlihat dimana

letak kettiga komponen cinta. Pada komponen keintiman, dalam etnis Jawa sang suami

memberikan nafkah dan sang istri membantu perekonomian keluarga, serta menjaga

nama baik suaminya merupakan salah satu wujud dari dukungan kesejahteraan masing-

masing, dalam etnis Papua sang suami memberi nafkah untuk keluarga, dan mau

bertanggung jawab seutuhnya kepada sang istri, sementara itu sang istri pun juga mau

mennghormati dan melayani suami dengan tulus dan iklas, hal ini membuktikan bahwa

sang istri bisa mengandalkan suaminya dalam hal pemberian nafkah, sang istripun juga

memberikan bentuk penghargaan dengan mau melayani dan menghormati suaminya,

karena menghargai pasangan merupakan salah satu elemen dari keintiman.

Page 17: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

9

Dalam komponen gairah, pada etnis Jawa sang suami tidak hanya memberikan

nafkah secara lahir tetapi secara batin dan sang istri pun selalu ingin dekat dengan

suaminya. Pada etnis papua ditunjukkan dengan keinginan sang suami yang ingin

melihat istrinya tampil lebih cantik dan menarik.

Untuk komponen komitmen, pada etnis Jawa ditunjukkan dengan keinginan

sang istri untuk menjaga keutuhan rumah tangga. Pada etnis Papua, ditunjukkan dengan

memandang cinta sesuai dengan stadar Allah, sehingga mereka ingin menjaga rumah

tangganya hingga maut memisahkan.

Tetapi hal tersebut tidak terjadi pada semua orang. Seperti yang sebutkan dalam

Sindonews angka perceraian di Jawa Tengah hingga saat ini masih cukup tinggi,

setidaknya hingga saat ini sekitar 1200 kasus perceraian terjadi setiap tahunnya. Di

Papua, menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri

PP dan PA), Yohana Yambise yang dilansir oleh Jogjakartanews di Indonesia, tingkat

Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yaitu kekerasan fisik, tertinggi di daerah

Papua, dengan korbannya kebanyakan adalah perempuan.

Kedua kasus tersebut setidaknya memberikan gambaran bahwa apa yang terjadi

di masyarakat khususnya masyarakat dalam kedua etnis ini, sangat berbanding terbalik

dengan apa yang telah dipaparkan sebelumnya mengenai pandangan cinta pada etnis

Jawa dan etnis Papua. Dengan adanya kasus-kasus tersebut, dan perbedaan kebudayaan

pada kedua etnis ini, mungkin tingkat komponen cintanya juga berbeda. Penelitian ini

akan berfokus pada pasangan suami istri, karena pada umumnya cinta yang melandasi

adanya pernikahan, selain itu di Indonesia sendiri pernikahan merupakan hal yang

sangat sakral.

Page 18: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

10

Dengan adanya berbagai penelitian yang telah dilakukan dalam kebudayaan luar,

membuat peneliti ingin mengetahui tentang bagaimana perbedaan komponen cinta

(Intimacy, Passion, dan Commitment) di masyarakat Indonesia khususnya pada etnis

Jawa dan etnis Papua. Diperkuat juga karena peneliti belum menemukan penelitian

mengenai komponen cinta di Indonesia, yang membuat peneliti semakin tertarik

melakukan penelitian ini.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui: “Apakah

ada perbedaan yang signifikan pada komponen cinta (keintiman, gairah, dan komitmen)

antara etnis Jawa dan etnis Papua?”

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui: “Apakah ada perbedaan yang signifikan pada komponen cinta

(keintiman, gairah, dan komitmen) antara etnis Jawa dan etnis Papua.”

Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini, diharapkan dapat menyumbangkan referensi

teoritis khususnya di bidang Psikologi Perkembangan dan Sosial. Selain itu hasil

penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya, khususnya

mengenai perbedaan komponen cinta dalam teori segitiga sternberg dan usia

perkawinan.

Page 19: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

11

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan bagi

masyarakat umum, khususnya para pasangan perkawinan. Penelitian ini juga

diharapkan menambah wawasan pemahaman mengenai komponen cinta, terutama

untuk dapat dimanfaatkan pihak-pihak terkait untuk penanganan masalah-masalah

dalam lingkup psikologis.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Cinta

Menurut Sternberg (dalam Nordlund, 2007) cinta adalah konstruksi sosial yang

merefleksikan periode waktu karena itu merupakan suatu hal yang penting dalam

fungsi budaya.

B. Komponen Cinta

Sternberg (1997) menyatakan ada tiga komponen cinta, yaitu : keintiman

(intimacy), gairah (passion), dan komitmen (decision/commitment). Berikut,

penjelasan dari ketiga komponen tersebut.

1. Keintiman (intimacy)

Keintiman mengacu pada perasaan kedekatan, keterikatan, dan ketertarikan

dalam hubungan cinta (Sternberg, 1997), keintiman meliputi sepuluh elemen,

yaitu:

a. Sangat ingin meningkatkan kesejahteraan orang yang dicintai

Seseorang yang dilanda cinta pasti ingin memperhatikan dan

meningkatkan kesejahteraan pasangannya, dia mungkin saja mengorbankan

Page 20: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

12

diri demi pasangannya, tetapi dengan disertai harapan adanya balasan dari

pasangannya.

b. Merasakan kegembiraan dengan orang tercinta

Menikmati kebersamaan bersama pasangan pasti sesuatu hal yang

sangat diinginkan seseorang yang sedang jatuh cinta. Mereka juga berbagi

cerita tentang saat-saat yang menyenagkan akan terus menjadikan suatu

hubungan lebih baik lagi.

c. Menghargai orang tercinta dengan penuh rasa hormat

Seseorang mungkin saja sangat menghargai pasangannya, walaupun

bisa jadi dia tahu kekurangan yang dimiliki oleh pasangannya, tetapi hal ini

tidak membuat rasa hormatnya pada pasangannya tersebut.

d. Mampu mengandalkan orang yang dicintai saat membutuhkan

Seseorang pasti menginginkan pasangannya tersebut berada disisinya

saat dibutuhkan, dan dapat mengharapkan bantuannya saat dia sedang

kesusahan

e. Saling memahami

Sepasang individu yang dilanda cinta berharap bisa saling memahami,

mereka mengetahui kelebihan dan kelemahan masing-masing dan dapat

memahami pasangannya dengan menunjukkan empati atas kondisi emosi

pasangan.

f. Membagi diri dan harta miliknya dengan orang tercinta

Seseorang rela memberikan waktu, diri, dan semua miliknya kepada

pasangan. Walaupun semua miliknya tidak perlu dijadikan milik bersama,

Page 21: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

13

tetapi dia membagi sesuatu yang menjadi miliknya saat pasangannya

membutuhkan.

g. Menerima dukungan emosional dari kekasih

Seseorang menerima dukungan dan merasa terobati oleh pasangannya,

terutama saat dia merasa dalam keadaan terpuruk sekalipun.

h. Memberikan dukugan emosional kepada yang dicintai

Seseorang berempati dan mendukung pasangannya secara emosional

disaat pasangannya sedang membutuhkan

i. Berkomunikasi secara lebih intim dengan orang yang dicintai

Seseorang dapat berkomunikasi secara mendalam, berbagi perasaan, dan

dapat jujur kepada pasangannya.

j. Menghargai orang yang dicintai

Seseorang merasa bahwa keberadaan pasangannya itu merupakan suatu hal

yang penting dalam rencana hidupnya.

Kesepuluh hal tersebut merupakan beberapa perasaan yang mungkin dirasakan

seseorang sehubungan dengan keintiman cinta, tak perlu merasakan semua perasaan

diatas untuk bisa mengalami keintiman. Keintiman dari saling keterkaitan yang kuat dan

intens serta beragam bentuknya. Dengan demikian, keintiman pasangan itu dicirikan

dengan ikatan yang kuat dan intensitas interaksi yang tinggi dalam berbagai bentuk

(Sternberg, 2009).

2. Gairah (passion)

Gairah sebagian besar merupakan ekspersi hasrat dan kebutuhan seperti harga

diri. Pengasuhan, afiliasi, dominasi, kepatuhan, dan kepuasan seksual. Kekuatan

kebutuhan-kebutuhan tersebut beragam tergantung pada orangnya, situasi, dan jenis

Page 22: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

14

hubungan cinta. Contohnya, kepuasan seksual mungkin berperan penting dalam

hubungan romatis, tapi tidak dengan hubungan yang bersifat kanak-kanak (Sternberg,

2009).

Gairah dalam cinta cenderung tercampur dengan keintiman. Bisa jadi, gairah

merupakan hal pertama yang menarik individu dalam suatu hubungan. Namun

keintiman yang membantu mempertahankan kedekatan dalam hubungan. Dalam

hubungan dekat, gairah khususnya tertarik dengan daya tarik fisik, berkembang setelah

keintiman terbetuk. Terkadang keduanya juga bertentangan, dalam situasi tertentu,

gairah bisa meningkat, dan menekan keintiman.

Gairah berkembang dipengaruhi juga oleh stimulus masa lalu, yaitu ibu. Seorang

anak laki-laki yang sangat bergantung pada ibunya, mencari ibunya unutk mencari

sesuatu yang biasa dia dapatkan dari ibunya, tetapi seiring berjalannya waktu hal itu

tidak akan ia dapatkan lagi. Sesuatu yang hilang itu akan menjadi sebuah keadaan laten,

dan menunggu untuk dibangkitkan kembali setelah beberapa tahun. Prinsip serupa juga

terjadi pada seorang wanita, yang dalam hal ini berkaitan dengan respek terhadap sang

ayah.

3. Komitmen (commitment)

Komitmen terdiri atas 2 aspek, yaitu jangka panjang dan jangka pendek. Aspek

jangka pendek adalah keputusan untuk mencintai orang lain, sementara aspek jangka

panjang adalah komitmen untuk mempertahankan cinta tersebut. Komitmen adalah hal

yang membuat seseorang mau terikat pada sesuatu atau seseorang dan bersamanya

hingga akhir perjalanan (Sternberg, 2009).

Dalam hubungan antar pasangan dapat kehilangan keintiman dan gairah

sehingga hubungan cintanya selalu dilanda pasang surut. Selama masa surut, komponen

Page 23: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

15

komitmen yang akan menjaga hubungan. Komponen ini membantu untuk melalui masa-

masa sulit dan dapat mengembalikan masa-masa yang lebih baik.

C. Perbedaan Komponen Cinta Ditinjau Dari Etnis

Manusia pasti merasakan cinta, mereka menikah dan membentuk sebuah keluarga

berdasarkan cinta. Cinta sendiri memiliki tiga komponen seperti keintiman yang

mengacu pada perasaan kedekatan, keterikatan, dan ketertarikan dalam hubungan cinta,

kemudian Gairah yang berhubungan dengan ekspersi gairah dan kebutuhan seperti

harga diri, serta komitmen yang berhubungan dengan keputusan dan komitmen dalam

mencitai orang lain. Tiga hal ini sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia.

Kebudayaan juga merupakan suatu hal yang mendasar bagi kehidupan manusia.

Cinta dipandang berbeda-beda dalam setiap kebudayaan. Sternberg (2009) menjelaskan

salah satu alasan yang menyebabkan perbedaan dalam memandang cinta di berbagai

kebudayaan adalah pengalaman cinta yang sebagian bergantung pada faktor eksternal

yang didefinisikan oleh kebudayaan.

Telah banyak penelitian-penelitian mengenai kebudayaan dan cinta. Seperti

yang sudah disampaikan sebelumnya, dalam Cina, Jepang, dan India, cinta mungkin

tidak menjadi hal yang harus dipertimbangkan untuk hubungan jangka panjang dan

pernikahan. Biasanya perkawinan tersebut telah dipersiapkan oleh orangtua mereka

masing-masing. Mereka meyakini bahwa cinta tumbuh pada saat kehidupan perkawinan

mereka berlangsung (Dayaksini & Yuniardi, 2008).

Dalam studi lain yang dilakukan oleh Furman (dalam Dayaksini & Yuniardi,

2008) pada tahun 1984 dengan menggunakan survei nilai dari Rokeach terhadap

kelompok orang-orang Afrika Selatan, India, dan Eropa, menunjukan hasil bahwa orang

Page 24: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

16

eropa memberikan nilai yang lebih tinggi pada cinta daripada orang-orang di Afrika

Selatan dan India.

Indonesia sendiri, negara yang majemuk dan multikultural, banyak sekali

kebudayaan dan etnis-etnis yang ada di Indonesia. Komponen cinta pun juga

mempunyai hubungan yang erat terhadap kebudayaan di Indonesia khususnya dalam

penelitian ini adalah pada etnis Jawa dan etnis Papua. Komponen keintiman misalnya,

dalam berbagai ajaran kebudayaan baik budaya Jawa maupun budaya Papua

mengajarkan bahwa kehidupan rumah tangga merupakan suatu hal yang harus

dipertanggung jawabkan oleh suami dan istri, suami dan istri harus saling menyayangi,

saling menghargai, saling mendukung satu sama lain. Sedangkan dalam komponen

gairah, baik dalam budaya Jawa maupun budaya Papua mengajarkan agar sebaiknya

suami dan istri saling berhubungan secara biologis supaya mereka dapat meneruskan

keturunan dan khususnya pada etnis Papua dapat menurunkan marga, dan pada

komponen komitmen, baik etnis Jawa maupun etnis Papua diajarkan untuk selalu

menjaga keutuhan rumah tangganya dan setia terhadap pasangan masing-masing.

Fenomena yang sudah dipaparkan sebelumnya Etnis Jawa, menganggap cinta

merupakan suatu yang penting dalam terbentuknya keluarga. Pada seorang suami,

menganggap bahwa memberikan nafkah lahir batin untuk istrinya, melindungi istri,

serta tetap setia pada istri sudah mewakili cinta yang sesungguhnya. Pada seorang istri,

bagi mereka cinta adalah jika mereka bisa melayani suaminya dengan baik, selalu

menurut dengan suami, bisa selalu berada didekat suami dalam keadaan apapun, dan

dapat mengerti suaminya. Sedangkan di etnis Papua, memandang cinta tidak terlepas

dari standar cinta Allah. Para suami bertanggung jawab seutuhnya kepada istrinya, sang

istri mau melayani suami dengan tulus dan ikhlas berdasarkan iman. Tetapi hal tersebut

Page 25: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

17

tidak terjadi pada semua orang,dengan meningkatnya kasus perceraian di Jawa Tengah,

dan merebaknya kasus KDRT di Papua.

Dalam penelitian ini khususnya etnis Jawa dan etnis Papua. Kedua etnis ini

masih sangat menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi yang ada di daerah masing-masing.

Dengan perbedaan tradisi yang ada, dan juga beberapa kasus yang berkembang

mungkin tingkat perbedaan komponen cinta pada pasangan-pasangan dalam kedua etnis

ini juga berbeda.

Ditinjau dari fenomena yang sudah di paparkan diatas, dan mengingat masih

terbatasnya penelitian yang berkaitan dengan komponen cinta dan etnis khususnya di

Indonesia, maka peneliti belum bisa menentukan bagaimana perbedaan komponen cinta

pada kedua etnis tersebut.

D. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ada perbedaan signifikan komponen

cinta pada etnis Jawa dan etnis Papua.

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dan merupakan bentuk studi

komparatif dengan pendekatan Independent Sample T-test yang digunakan untuk

mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel.

B. Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini adalah pasang suami istri yang tinggal di Salatiga

dan Biak. Penelitian ini total melibatkan 80 pasang suami istri atau 160 pasangan dari

Salatiga dan dari Biak. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Snowball

Page 26: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

18

Sampling karena ingin mendapatkan partisipan yang sesuai dengan kriteria. Kriteria

subjek adalah pasangan suami istri yang beretnis Jawa khusunya Salatiga dan beretnis

Papua khususnya Biak, tidak pernah tinggal di luar daerah Salatiga dan Biak, tinggal

bersama, dan tidak dalam proses bercerai. Pengambilan data ini dilakukan pada tanggal

20 april 2015 sampai 8 mei 2015 untuk wilayah Salatiga, sedangkan untuk wilayah Biak

dilakukan pada tanggal 16 Mei 2015 sampai 8 Juni 2015.

C. Metode Pengumpulan Data

Penelitian menggunakan alat ukur Sternberg’s Triangular Love Scale (STLS).

Alat ukur ini memiliki 45 pernyataan, yang terbagi dalam 3 komponen. 15 Pernyataan

untuk komponen keintiman (intimacy), 15 pernyataan untuk komponen gairah

(passion), dan 15 pernyataan untuk komponen komitmen (commitment). Respon

partisipan akan dihitung berdasarkan 5 skala respon yaitu, angka 1 untuk respon “sangat

tidak sesuai”, angka 2 untuk “tidak sesuai”, angka 3 untuk “netral”, angka 4 untuk

“sesuai”, angka 5 untuk “sangat sesuai”.

Berikut merupakan contoh item untuk setiap komponennya. Komponen intimasi

(Saya mendukung kesejahteraan pasangan saya, Saya mempunyai hubungan baik

dengan pasangan saya), komponen gairah (Hanya dengan melihat pasangan saya,

membuat saya merasa senang, Saya sangat menyukai kontak fisik dengan pasangan

saya), komponen komitmen (Saya berharap cinta saya terhadap pasangan saya

berlangsung hingga akhir hidup saya, Saya merasa hubungan saya dan pasangan saya

akan kekal).

Sebelum dipergunakan, skala diuji coba terlebih dahulu. Dalam penelitian ini

digunakan uji coba terpakai. Standar daya diskriminasi yang digunakan pada penelitian

ini adalah 0>0,30 (Azwar, 2013). Setelah diuji coba terlebih dahulu, pada komponen

Page 27: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

19

keintiman tidak terdapat item yang gugur. Dari 15 item menghasilkan korelasi item total

antara 0,392 – 0,700. Pada komponen gairah juga tidak terdapat item yang gugur. Dari

15 item, menghasilkan korelasi item total antara 0,376 – 0,609. Selanjutnya pada

komponen komitmen, terdapat 3 item yang gugur, dan menyisakan 12 item yang dapat

digunakan dalam penelitian ini dengan korelasi item total antara 0,397 – 0,701.

Untuk menguji reliabilitas menggunakan teknik Alpha Cronbach pada setiap

komponen. Pada komponen keintiman diperoleh koefisien α = 0,896 pada komponen

gairah diperoleh koefisien α = 0,864 dan pada komponen komitmen diperoleh koefisien

α = 0,849. Dengan demikian, skala yang digunakan dalam penelitian ini baik skala

komponen keintiman, skala komponen gairah, dan skala komponen komitmen reliabel.

TEKNIK ANALISIS DATA

Penelitian menggunakan pendekatan Independent Sample t-test, namun sebelum

melakukan uji beda (t-tes) penulis melakuakan uji asumsi. Uji Asumsi ini bertujuan

untuk menentukan jenis satistik parametrik atau statistik non parametrik yang akan

digunakan untuk uji beda.

A. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang dihasilkan

memiliki distribusi normal atau tidak, sehingga dapat ditentukan penggunaan statistik

parametrik atau statistik non parametrik. Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov

Smirnov dengan kriteria, jika signifikasi p>0,05 maka data berdistribusi normal, jika

signifikasi p<0,05 maka data tidak berdistribusi normal. Adapun hasil uji normalitas

sebagai berikut:

Page 28: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

20

1. Komponen keintiman

Berdasarkan uji normalitas yang diperoleh nilai Kolmogorov Smirnov untuk

sampel etnis Jawa sebesar 0,002 hal ini berarti untuk signifikasi sampel etnis

Jawa < 0,05 maka tidak berdistribusi normal. Sedangkan, untuk sampel Papua

sebesar 0,000 hal ini berarti signifikasi sampel Papua < 0,05 maka distribusinya

tidak normal.

Pada sampel data suami, uji normalitas yang diperoleh sebesar 0,161 untuk

etnis Jawa dan untuk etnis Papua sebesar 0,085. Hal ini menunjukan bahwa baik

signifikasi sampel suami etnis Jawa dan suami etnis Papua >0.05 maka, data

kedua etnis tersebut berdistribusi normal.

Sedangkan untuk sampel data istri pada etnis Jawa signifikansinya sebesar

0,037 dan sampel data istri pada etnis Papua sebesar 0,007. Sampel data istri

pada etnis Jawa dan etnis Papua signifikasinya <0,05 maka sampel data istri

pada etnis Jawa maupun pada etnis Papua tersebut tidak berdistribusi normal.

2. Komponen gairah

Uji normalitas pada komponen gairah, untuk sampel etnis Jawa

signifikasinya sebesar 0,200 dan etnis Papua signifikasinya sebesar 0,063. Maka,

dapat dikatakan bahwa data sampel kedua etnis tersebut berdistribusi normal.

Untuk data sampel suami pada etnis Jawa mendapatkan signifikasi sebesar

0,200, sama halnya dengan sampel suami pada etnis Papua yang juga

mendapatkan signifikasi sebesar 0,200, karena signifikasinya >0,05 maka,

sampel suami pada kedua etnis tersebut berdistribusi normal.

Page 29: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

21

Sedangkan untuk sampel istri pada etnis Jawa dan etnis Papua juga

mempunyai signifikasi yang sama yaitu sebesar 0,200. Maka data sampel istri

kedua etnis tersebut berdistribusi normal.

3. Komponen komitmen

Pada sampel komitmen, uji normalitas memperoleh sinifikasi sebesar 0,002

untuk data sampel etnis Jawa, dan 0,001 pada etnis Papua. Baik data pada etnis

Jawa dan data pada etnis Papua signifikasinya <0,05, maka data sampel pada

kedua etnis tersebut tidak berdistribusi normal.

Sementara itu, sampel data suami pada etnis Jawa menunjukan signifikasi

sebesar 0,035 dan 0,011 pada etnis Papua, hal ini jelas menunjukan bahwa

signifikasi kedua sampel tersebut <0,05 maka, data tidak berdistribusi normal.

Setelah itu, uji normalitas juga dilakukan pada data sampel istri, untuk data

sampel istri etnis Jawa menghasilkan signifikasi sebesar 0,200 dan data sampel

istri pada etnis Papua sebesar 0,043. Dapat dikatakan bahwa data sampel istri

pada etnis Jawa berdistribusi normal sedangkan pada etnis Papua tidak

berdistribusi normal.

B. Uji homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang digunakan

mempunyai varians yang sama atau tidak. Pengujiannya menggunakan teknik Leven

Statistic dengan kriteria pengambilan keputusan signifikasi p>0,05 maka data bersifat

homogen. Adapun hasil uji homogenitas sebagai berikut:

Page 30: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

22

1. Komponen keintiman

Berdasarkan hasil pengujian homogenitas pada komponen keintiman,

diketahui bahwa signifikansi sampel etnis Jawa dan etnis Papua bernilai 0,063

yang berarti nilai signifikansinya >0,05 dengan begitu dapat diartikan bahwa

sampel penelitian bersifat homogen atau memiliki varians yang sama.

Sedangkan pada data sampel suami diketahui nilai signifikasinya sebesar

0,454, yang berarti >0,05 maka data tersebut bersifat homogen. Selain itu pada

data sampel untuk istri juga dilakukan pengujian homogenitas yang

menghasilkan signifikasi sebesar 0,087 maka, bisa dikatakan bahwa data

tersebut signifikasinya >0,05 yang berarti data tersebut bersifat homogen atau

mempunyai varians yang sama.

2. Komponen gairah

Hasil pengujian homogenitas komponen gairah pada etnis Jawa dan etnis

Papua menghasilkan signifikasi sebesar 0,682. Hal ini berarti signifikasi yang

dihasilkan >0,05 maka data tersebut bersifat homogen. Sementara itu hasil

pengujian homogenitas untuk sampel suami signifikasinya sebesar 0,827, dan

pada sampel istri menghasilkan signifikasi sebesar 0,736. Hal ini menunjukan

bahwa signifikasi pada sampel data suami dan sampel data istri >0,05, maka

dapat dikatakan bahwa kedua data tersebut bersifat homogen.

3. Komponen komitmen

Pengujian homogenitas komponen komitmen, pada etnis Jawa dan etnis

Papua menghasilkan signifikasi sebesar 0,540 sedangkan pada sampel suami

Page 31: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

23

saja menghasilkan signifikasi sebesar 0,097, dan pada sampel istri saja

signifikasinya sebesar 1,915. Hal ini berarti ketiga sampel data diatas

signifikasinya >0,05, maka dapat dikatakan bahwa ketiganya bersifat homogen.

C. Data deskriptif

Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas, peneliti menguji statistik

deskriptif. Untuk mengetahui tinggi rendah nilai sampel, maka dilakukan kategorisasi

terhadap 43 item valid yang dipakai dalam penelitian ini. Hasil pengukurannya dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1

Kategorisasi Skala Segitiga Cinta Sternberg

Etnis

Komponen

Range

Kategori

Suami -

Istri

Suami

Istri

F (%) F (%) F (%)

Jawa

Keintiman

15 ≤ x ≤ 27

27 ≤ x ≤ 39

29 ≤ x ≤ 51

51 ≤ x ≤ 63

63 ≤ x ≤ 75

Sangat rendah

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat tinggi

5

31

44

6,25

38,75

55

2

16

22

5

40

55

3

15

22

7,5

37,5

55

Gairah

15 ≤ x ≤ 27

27 ≤ x ≤ 39

29 ≤ x ≤ 51

51 ≤ x ≤ 63

63 ≤ x ≤ 75

Sangat rendah

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat Tinggi

1

7

41

31

1,25

8,75

51,25

38,75

5

19

16

12,5

47,5

40

1

3

22

15

2,5

7,5

55

37,5

Page 32: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

24

Komitmen

13 ≤ x ≤ 23,4

23,4 ≤ x ≤ 33,8

33,8 ≤ x ≤ 44,2

44,2 ≤ x ≤ 54,6

54,6 ≤ x ≤ 65

Sangat rendah

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat tinggi

1

1

27

51

1,25

1,25

33,75

63,75

1

13

26

2,5

32,5

65

1

14

25

2,5

35

62,5

Papua

Keintiman

15 ≤ x ≤ 27

27 ≤ x ≤ 39

29 ≤ x ≤ 51

51 ≤ x ≤ 63

63 ≤ x ≤ 75

Sangat rendah

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat tinggi

5

29

46

3,75

36,25

60

2

14

24

5

35

60

3

15

22

7,5

37,5

55

Gairah

15 ≤ x ≤ 27

27 ≤ x ≤ 39

29 ≤ x ≤ 51

51 ≤ x ≤ 63

63 ≤ x ≤ 75

Sangat rendah

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat tinggi

2

11

38

29

2,5

13,75

47,5

36,25

1

4

21

14

2,5

10

52,5

35

1

7

17

15

2,5

17,5

42,5

37,5

Komitmen

13 ≤ x ≤ 23,4

23,4 ≤ x ≤ 33,8

33,8 ≤ x ≤ 44,2

44,2 ≤ x ≤ 54,6

54,6 ≤ x ≤ 65

Sangat rendah

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat tinggi

3

20

57

3,75

25

71,25

1

10

29

2,5

25

72,5

2

10

28

5

25

70

Dari tabel atas dapat dilihat bahwa baik etnis Jawa maupun Papua frekuensinya

berkisar dari kategori sedang sampai sangat tinggi pada komponen keintiman dan

komitmen, sementara itu pada komponen gairah berkisar dari kategori rendah sampai

sangat tinggi. Pada etnis Jawa, 44 orang (22 suami dan 22 istri) atau 55% berada di

Page 33: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

25

kategori sangat tinggi pada komponen keintiman dengan prosentase 55% pada suami

dan istri, 41 orang (19 suami dan 22 istri) atau 51,25% menempati kategori tinggi pada

komponen gairah dengan masing-masing prosentase 47,5% untuk suami, dan 55%

untuk istri. Pada komponen komitmen, 51 (26 suami dan 25 istri) orang atau menduduki

kategori sangat tinggi, dengan prosentase suami sebesar 65% dan prosentase istri

sebesar 62,5%.

Pada etnis Papua 46 orang (24 suami dan 22 istri) atau 60% menduduki kategori

sangat tinggi dalam komponen keintiman dengan prosentase untuk suami sebesar 60%,

dan untuk istri sebesar 55%, pada komponen gairah, sebangyak 38 orang (21 suami dan

17 istri) atau 47,5% dengan prosentase untuk suami sebesar 52,5% dan 42,5% untuk

istri. Untuk komponen komitmen, 57 orang (29 suami dan 28 istri) atau 71,25% berada

di kategori sangat tinggi, dengan prosentase untuk suami sebesar 70% dan istri sebesar

72,5%.

HASIL

A. Uji Independent Sample t-test dan Mann-Whitney U

Selanjutnya melalui pengukuran uji-t dengan pendekatan Independent Sample t-

test pada sampel yang berdistribusi normal dan menggunakan uji-u dengan pendekatan

Mann-Whitney U pada sampel yang tidak berdistribusi normal. Pengukuran ini

digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antara dua sampel.

1. Komponen keintiman

Analisis data pada komponen keintiman pada etnis Jawa dan etnis Papua,

menggunakan pengujian u, karena data yang dihasilkan tidak berdistribusi

Page 34: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

26

normal. Setelah dilakukan pengujian, menghasilkan nilai Z sebesar -1,121

dengan signifikasi sebesar 0,262 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak

terdapat perbedaan komponen keintiman pada etnis Jawa dan Papua.

Sedangkan pada sampel data suami baik etnis Jawa dengan Papua

menggunakan uji t karena data berdistribusi normal, menghasilkan nilai t sebesar

-1,486 dengan signifikasi sebesar 0,141 (p>0,05) dan pada sampel data istri

dalam kedua etnis tersebut menggunakan uji u dan menghasilkan nilai Z sebesar

-0,014 dengan signifikasi sebesar 0,988 (p>0,05). Hal ini berarti bahwa sampel

data suami etnis Jawa dan suami etnis Papua, dengan istri etnis Jawa dan istri

etnis Papua tidak terdapat perbedaan pada komponen keintiman.

2. Komponen gairah

Pada uji t yang dilakukan untuk komponen gairah, dihasilkan nilai t sebesar

1, 475 dengan signifikansi sebesar 0,142 (p>0,05). Dapat disimpulkan bahwa

tidak ada perbedaan yang signifikan komponen passion pada etnis Jawa dan

Papua. Sedangkan pada sampel suami pada etnis Jawa dan etnis Papua

menghasilakn nilai t sebesar 1,120 dengan signifikasi sebesar 0,266 (p>0,05),

dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pada komponen gairah pada

sampel suami etnis Jawa dan suami etnis Papua. Hasil perhitungan uji t pada

sampel istri etnis Jawa dan sampel istri etnis Papua diketahui bahwa nilai t

sebesar 0,964 dengan signifikasi sebesar 0,338 (p>0,05), dengan begitu pada

sampel data istripun juga tidak ditemukan adanya perbedaan.

3. Komponen komitmen

Pada komponen komitmen ini semua sampel tidak berdistribusi normal, oleh

karena itu dilakukan pengujian u pada semua sampel. Pada sampel total suami-

Page 35: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

27

istri diketahui bahwa nilai Z sebesar -1,080 dengan signifikansi yang didapat

sebesar 0,280 (p>0,05). Maka, pada komponen komitmen juga tidak ada

perbedaan diantara etnis Jawa dan etnis Papua. Selain itu, sampel suami pada

etnis Jawa dan etnis Papua menghasilkan nilai Z sebesar -0,902 dengan

signifikasi sebesar 0,367 (p>0,05). Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan pada

sampel suami etnis Jawa dan sampel suami etnis Papua dalam komponen

komitmen. Pada sampel istri etnis Jawa dan sampel istri etnis Papua, juga

dilakukan pengujian u, dan menghasilkan nilai Z sebesar -0,647 dengan

signifikasi sebesar 0,518 (p>0,05). Dengan begitu, pada sampel istri pun juga

tidak ditemukan adanya perbedaan dalam komponen komitmen. Dengan

demikian, hipotesis yang menyatakan bahwa “ada perbedaan signifikan

komponen cinta pada etnis Jawa dan etnis Papua” ditolak.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil perhitungan uji-t menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan

signifikan komponen cinta pada etnis Jawa dan etnis Papua. Pada komponen keintiman,

baik sampel etnis Jawa dan etnis Papua menempati kategori sangat tinggi. Pada etnis

Jawa, terlihat dari prosesi adat pernikahan yaitu upacara wijik kembang setaman dan

kacar kucur, diamana dalam upacara wijik kembang setaman dimaksudkan supaya sang

istri bisa melayani suaminya dengan baik, dan pada upacara kacar kucur sang suami

memberikan nafkah pada istrinya. Kedua hal tersebut merupakan elemen dari

keintiman. Mungkin hal tersebut menjadi panutan pada pasangan etnis Jawa untuk

memelihara hubungan pernikahannya, sehingga menyebabkan keintiman pada pasangan

tersebut berada dalam kategori sangat tinggi. Pada etnis Papua, pemberian mas kawin

merupakan sesuatu hal yang wajib, dan mas kawin merupakan suatu media yang

Page 36: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

28

menuntut sang istri untuk setia melayani suami dan memelihara anak-anaknya yang

lahir dari perkwaninan tersebut, dan menuntut suami untuk memperlakukan istrinya

dengan baik (Mampioper, dalam Papuasiana, 2011). Hal ini mungkin menjadi alasan

mengapa keintiman dalam etnis Papua sangat tinggi, dengan adanya pemberian mas

kawin dalam kebudayaan Papua, maka menuntut pasangan tersebut untuk terus

mendukung kesejahteraan satu sama lain.

Sementara itu pada komponen gairah, baik etnis Jawa maupun etnis Papua

sama-sama berada dalam kategori yang sangat tinggi, Doherty, Hatfield, Thompson,

dan Choo (1994) mengungkapkan bahwa ketika dihadapkan dengan emosi yang paling

kuat, yaitu gairah cinta, pria dan wanita dari berbagai etnis dan kebudayaan tampaknya

memiliki sikap dan perilaku yang sama. Hal ini mungkin sudah mewakili mengapa tidak

ada perbedaan pada komponen gairah, baik dari etnis Jawa maupun etnis Papua

keduanya memiliki sikap dan mungkin pandangan yang sama terhadap gairah.

Pada komponen komitmen, baik etnis Jawa maupun etnis Papua berada dalam

kategori sangat tinggi. Pada etnis Jawa, ajaran dari upacara adicara sinduran, yang

mengajarkan bahwa harus tetap mempertahankan keutuhan rumah tangga walaupun

banyak masalah berat yang menimpa, mungkin membuat pasangan dari etnis Jawa ini

menjaga komitmen pernikahannya. Sekali lagi ditekankan bahwa budaya Jawa

merupakan suatu yang sangat sakral dan tidak bisa dipungkiri lagi bahwa budaya

tersebut masih dipegang teguh oleh masyarakatnya, hal ini mendorong masyarakat

untuk selalu bersikap harmonis dengan kebudayaannya, meskipun terjadi pengikisan

budaya oleh karena modernisasi, tetapi ajaran-ajaran budaya Jawa masih saja tetap

terpelihara dan masih kental. Sementara itu masyarakat Papua termasuk masyarakat

Biak sangat memegang teguh ajaran agama Kristen. Injil masuk ke tanah Papua pada

Page 37: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

29

tahun 1855, dan pada tahun 1908 wilayah Biak Numfor dijadikan sebagai medan

penginjilan. Pada saat itu pula agama norma-norma ajaran Kristen menjadi unsur

kebudayaan baru bagi masyarakat Biak (Rumansara, 2003). Agama Kristen

mengajarkan bahwa apa yang sudah dipersatukan oleh Allah, janganlah dipisahkan oleh

tangan manusia, dengan kata lain, agama Kristen sangat tidak menganjurkan perceraian.

Oleh karena itu, karena ajaran agama Kristen yang begitu kental dan dipegang teguh

oleh masyarakat Biak dan masyarakat Papua lainnya. Selain itu, pengaruh mas kawin

juga sangat kuat disini, mas kawin merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat

Papua, sudah dijelaskan sebelumnya bahwa disisi lain, mas kawin menuntut suami

untuk memperlakukan istrinya dengan baik agar mas kawin yang dibayarkan tidak

hilang jika terjadi penyelewengan yang mengakibatkan perceraian. Oleh karena itu,

dengan adanya pengaruh agama dan kebudayaan yang kuat maka wajar saja bila

komponen komitmen etnis Papua berada pada kategori yang sangat tinggi.

Faktor lain tidak adanya perbedaan komponen cinta ditinjau dari etnis bisa

dikarenakan perbedaan antara budaya individualisme dan budaya koletivitis. Doherty,

Hatfield, Thompson, dan Choo (1994) mengungkapkan bahwa pada penelitiannya,

mereka menemukan beberapa perbedaan cinta pada kebudayaan negara barat dengan

negara timur, atau kebudayaan individualisme dengan kebudayaan kolektivisme. Negara

dengan kebudayaan individualisme (seperti Amerika, Inggris, Australia, Kanada, serta

negara-negara di utara dan barat Eropa) lebih mementingkan keinginan pribadi,

sedangkan negara dengan kebudayaan kolektivisme (seperti Cina, Amerika Latin,

Yunani, Italia bagian selatan, Kepualuan Pasifik) lebih menekan kepentingan pribadi

demi kepentingan bersama (Markus & Kitayama, 1991; Triandis, McCusker, & Hui,

1990, dalam Hatfield & Rapson, 2007). Ting-Toomey (dalam Matsumoto, 2008)

Page 38: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

30

membandingkan rating komitmen cinta, keterbukaan, ambivalensi, dan ungkapan

konflik, pada 781 subjek dari perancis, Jepang, dan Amerika Serikat, hasilnya, subjek

Amerika dan Perancis mempunyai tingkat komitmen cinta dan keterbukaan secara

signifikan lebih tinggi dari subjek Jepang. Sementara itu subjek Amerika dan subjek

Jepang memberi rating yang secara signifikan lebih tinggi pada pengungkapan konflik.

Simmons, vom Kolke, dan Shimizu (dalam Matsumoto, 2008) meneliti sikap cinta dan

romantika pada siswa Amerika, Jerman, dan Jepang. Hasilnya menginidkasikan bahwa

cinta romantis lebih dinilai tinggi di Amerika dan Jerman daripada di Jepang. Para

peneliti tersebut menduga bahwa perbedaan yang muncul di penelitian mereka karena

cinta romantik lebih dihargai di budaya-budaya yang kurang tradisional dengan lebih

sedikit ikatan keluarga besar yang kuat, dan kurang dihargai dalam budaya-budaya

dimana jaringan kekerabatan punya pengaruh.

Indonesia sendiri adalah negara dengan kebudayaan kolektivisme yang sangat

kental dengan tradisi. Dalam penelitian cinta ini, yang berfokus pada dua etnis, Jawa

dan Papua tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan. Jawa dan Papua yang

memang berada di Indonesia, dan terlihat berbeda jika ditinjau dari kebudayaannya,

tetapi keduanya berada menganut budaya kolektivisme dan masih sangat kental

tradisinya. Tidak hanya tradisi yang masih kental, hubungan kekerabatan keluarga besar

pun juga masih terpelihara dengan baik dalam kedua etnis ini. Hal ini terbukti pada saat

mereka memutuskan akan menikah, peran keluarga besar sangat mempunyai andil

disini, jika keluarga besar tidak menyetujui calon pasangan yang telah dipilih oleh sang

anak, maka sangat sulit untuk mengadakan pernikahan, sebaliknya jika keluarga besar

menyetujui maka pernikahan dengan mudah bisa dilakukan. Doa restu dari orang tua

dan keluarga dinilai sangat penting, selain itu terlihat juga melalui upacara sungkeman

Page 39: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

31

pada etnis jawa dan keterlibatan semua kerabat dalam pembayaran mas kawin pada

etnis Papua. Hal tersebut sangat sesuai dengan apa yang sudah dipaparkan oleh

Doherty, Hatfield, Thompson, dan Choo (1994) bahwa kebudayaan kolektivisme lebih

menekan kepentingan pribadi demi kepentingan bersama..

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, tidak ada perbedaan yang signifikan pada

komponen cinta yang ditinjau dari etnis. Hal ini disebabkan karena pengaruh budaya

dan agama yang masih kental, dan ada pengaruh berbagai faktor lain seperti, etnis Jawa

dan etnis Papua yang notabene adalah suku asli dari Indonesia yang merupakan negara

dengan kebudayaan kolektif, masih tradisional, dan mempunyai sistem kekerabatan

serta kekeluargaan yang sangat erat.

KELEMAHAN PENELITIAN

Penelitian ini mempunyai kelemahan seperti, skala yang dipakai dalam

penelitian ini dirasa masih luas untuk konteks kebudayaan di Indonesia. Perlu dilakukan

penyesuaian dan perubahan yang sesuai supaya bisa lebih menyesuaikan keadaan di

Indonesia khususnya etnis yang ada didalamnya, tanpa mengubah maksud dan tujuan

dari itemnya. Masih lemahnya penggalian data, sehingga masih terdapat ketimpangan

antara hasil penelitian dengan realita yang terjadi di masyarakat.

Page 40: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

32

SARAN

A. Subjek

Disarankan agar subjek dari masing-masing etnis mempertahankan keintiman,

gairah, dan komitmennya, karena hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa baik subjek

dari etnis Jawa maupun etnis Papua berada dalam kategori tinggi sampai sangat tinggi

rata-rata tingkat komponen cintanya dengan lebih intens untuk berkomunikasi satu sama

lain. Selain itu, dengan adanya komunikasi yang lebih intens dan menjaga cintanya

sekiranya bisa mengurangi angka kasus seperti KDRT di Papua dan perceraian di

Jawa.

B. Penelitian selanjutnya

Jika ditinjau lagi kategorisasi pada etnis Jawa dan etnis Papua, kedua etnis ini

berada dalam kategori tinggi sampai sangat tinggi rata-rata komponen cintanya, tetapi

pada kenyataanya masih banyak sekali kasus KDRT di Papua dan kasus perceraian di

Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa adanya ketimpangan antara hasil kategorisasi dan

realita yang terjadi di dalam masyarakat. Maka diharapkan untuk peneliti selanjutnya

supaya menggali lebih dalam lagi agar terungkap jelas bagaimana perbedaan komponen

cinta pada kedua etnis ini.

Diharapkan juga penelitian selanjutnya untuk menyesuaikan skala penelitian ini

dengan keadaan di Indonesia, khususnya etnis-etnis yang akan dijadikan sampel. Selain

itu, penelitian selanjutnya diharapkan untuk mengambil subjek dengan membedakan

usia, lama pernikahan, atau tingkat pendidikan.

Page 41: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

33

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2013). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Azwar, S. (2013). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Baron & Byrne. (2005). Psikologi sosial. Jakarta: Erlangga.

Tradisi Iyakyaker Suku Biak Numfor .(2013, 31 Desember). Kementrian Pendidikan

dan Kebudayaan Republik Indonesia. Retrivied from

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id

Dayaksini, T. Yuniardi, S.(2008). Psikologi lintas budaya. Malang: UMM Press

Dion, K. K. Dion, K. L.(1996). Cultural Perspectives on Romantic Love. Journal of

Personal Relationships.

Doherty, R. W. Hatfield, E. Thompson, K. & Choo, P. (1994). Cultural And Ethnic

Influences on Love And Attachment. Journal of Personal Relationship 1 (1994)

391-398.

Hatfield, E. & Rapson, R. L. (2011). Culture and passionate love. In Fanziska Deutsch,

Mandy Boehnke, Ulrich Kühnen, & Klaus Boehnke (Eds.) International Congress

of the IACCP. XIXth. Berman, Germany: Internatioanl Academy of Cross Cultural

Psychology (IACCP).

Hatfield, E. & Rapson, R. L. (2007). Passionate Love and Sexual Desire:

Multidisciplinary Perspectives. In J. P. Forgas (Ed.). Personal Relationships:

Cognitive, Affective, and Motivational Processes. 10th Sydney Symposium of

Social Psychology. Sydney, Australia.

Endah, K.(2006). Petung, Prosesi, Dan Sesaji Dalam Ritual manten Masyarakat Jawa.

Yogyakarta: Kejawen: Jurnal Kebudayaan Jawa 1 No.2

Matsumoto, D.(2008). Pengantar psikologi lintas budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nordlund, M. (2007). Shakespeare and the nature of love: literature, culture, evolution.

USA: Northwestern University Press

Octaviana, F. (2014). Implementasi makna simbolik prosesi pernikahan adat jawa

tengah pada pasangan suami istri. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah.

Rumansara, E. H. (2003). Tramsformasi Upacara Adat Papua: Wpr Dalam Lingkaran

Hidup Orang. Biak. Humanoria Volume XV, No. 2/2003.

Sternberg, R. J. (1997). Construct Validation of A Triangular Love Scale. Journal of

Social Psychology, Volume 27, 313±335.

Page 42: Perbedaan Komponen Cinta (Intimacy, Passion dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9125/2/T1...pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan

34

Sternberg, R. J. (2009).Cupid’s arrow panah asmara konsepsi cinta dari zaman ke

zaman. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. (2013). Metode penelitian kuntitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung:

Alfabeta, CV.