Upload
wiko-randi
View
90
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
NHT
Citation preview
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan Bangsa. Usaha yang dilakukan
untuk mencapai tujuan negara tersebut adalah melalui jalur pendidikan.
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan potensi Sumber
Daya Manusia agar kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia meningkat.
Kualitas dari pendidikan itu dapat dilihat dari hasil belajar, jika hasil
belajarnya baik maka kualitas pendidikan juga baik dan sebaliknya jika hasil
belajar kurang baik maka kualitas juga kurang baik pula.
Untuk mencapai tujuan pendidikan baik pada tingkatan pendidikan
dasar, menengah dan perguruan tinggi, diperlukan suatu pedoman
penyelenggaraan pembelajaran yang disebut dengan kurikulum. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum yang mulai
diberlakukan pada tahun ajaran 2006/2007 pada tingkatan pendidikan dasar
dan menengah yang merupakan penyempurnaan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) dan disusun serta dilaksanakan oleh masing-masing
satuan pendidikan. KTSP berorientasi pada Standar Nasional Pendidikan
(SNP).
Pada satuan pendidikan menengah kejuruan untuk mata pelajaran di
bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), standar kompetensi lulusan
bertujuan untuk membangun pengetahuan secara logis, berpikir kritis, kreatif,
1
2
mandiri, memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menginginkan siswa terlibat
dalam sebuah pengalaman belajar. KTSP merupakan salah satu wujud
reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah dan satuan
pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi,
tuntunan, dan kebutuhan masing-masing.
Penggunaan variasi model pembelajaran merupakan salah satu cara
yang dapat ditempuh untuk menimbulkan suasana yang menyenangkan dalam
kelas dan juga dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar dari siswa.
Variasi model pembelajaran tentunya akan lebih menarik minat siswa untuk
belajar daripada hanya belajar dengan metode yang sama ditiap pertemuannya.
Oleh sebab itu seorang guru harus menggunakan metode pembelajaran yang
menarik dan cocok dengan materi pembelajaran sehingga mampu
meningkatkan hasil belajar siswa.Guru sebagai salah satu komponen dalam
dunia pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting untuk menggali
kompetensi siswa serta meningkatkan mutu pendidikan. Dalam proses belajar
mengajar guru dituntut untuk mampu mengelola pembelajaran sedemikian
rupa sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal.
Guna mencapai Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM), guru
harus berusaha memiliki dan melaksanakan proses belajar mengajar yang
dapat merangsang kegiatan belajar siswa semaksimal mungkin. Salah satu
upaya yang dilakukan guru agar diperoleh hasil yang optimal adalah dengan
menciptakan suasana belajar yang dapat melibatkan siswa secara aktif.
3
Keterlibatan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar akan memungkinkan
siswa tersebut dapat mengembangkan potensi yang ia miliki dengan baik dan
mencapai taraf kematangan yang optimal. Pengaktifan siswa secara terarah
akan dapat mengefektifkan proses belajar mengajar, sehingga dalam
pencapaian SKBM akan lebih baik.
Dari hasil observasi awal yang peneliti lakukan di SMKN 1 Sungai
Penuh ditemukan rendahnya hasil belajar KKPI siswa kelas TI dan Akuntansi
yang berada di bawah SKBM yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 70. Hal ini
dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil belajar KKPI siswa kelas X TI dan X AK Semester Ganjil Tahun Ajaran 2012/2013
NilaiHasil Belajar Siswa Kelas X
TI (%) AK (%)> 7,00 6 20 9 25< 7,00 26 80 25 75Jumlah 32 100 34 100
Sumber: Guru Mata Pelajaran KKPI
Pada kenyataannya banyak diantara siswa yang tidak semangat belajar
pada mata pelajaran KKPI ini, siswa menganggap mudah dengan hanya
kebanyakan teori saja dan siswa lebih cenderung membaca dan mencatat
sehingga tidak menggunakan potensi yang dimilikinya untuk dapat
menciptakan dan mengungkapkan ide-idenya serta gagasannya dalam belajar.
Metode yang digunakan guru masih konvensional dengan ceramah dan tanya
jawab dan pembelajaran berpusat pada guru (teacher learning), hal ini dapat
mengakibatkan kurang terlibatnya semua siswa secara aktif dalam proses
4
pembelajaran, siswa lebih menoton sehingga mata pelajaran sangat
membosankan.
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan selama PPLK di
SMKN 1 Sungai Penuh, peneliti mendapat informasi dari guru mata pelajaran
KKPI bahwa pembelajaran berpusat pada guru. Guru menjelaskan semua
materi pelajaran kepada siswa dengan metode ceramah. Hal ini
mengakibatkan siswa terbiasa untuk datang, duduk, dengar dan catat
kemudian hafal materi tanpa berusaha menggali informasi dan memikirkan
tentang materi pelajaran yang lebih dalam. Metode pembelajaran seperti ini
masih ditemukan pada proses pembelajaran KKPI di SMKN 1 Sungai Penuh.
Sehingga berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa. Secara teoritis hasil
belajar ini terkait dengan proses belajar mengajar yang terjadi di kelas
sebelumnya. Dalam pelaksanaan pendidikan terdapat dua faktor yang
mempengaruhi hasil belajar pada siswa yaitu: faktor yang terdapat dalam diri
individu yang sedang belajar (Internal) dan faktor yang berada di luar
individu (Eksternal). Sebagaimana diungkapkan oleh Slameto (2003: 54)
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu:
1. Faktor Internal (yang berasal dalam diri individu)Seperti: Faktor Jasmani (Kesehatan dan cacat tubuh), Faktor Psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan), Faktor Kelelahan (baik secara jasmani maupun rohani).
2. Faktor Eksternal (yang berada di luar individu)Seperti: keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar.
Ditinjau dari faktor eksternal maka salah satu faktor yang
mempengaruhi proses belajar siswa yang berasal dari luar dirinya adalah
5
sekolah. Sekolah turut mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar baik itu
dari segi tenaga pendidik, sarana dan prasarana maupun kurikulum. Dengan
pembaharuan kurikulum diperlukan sarana dan prasarana yang memadai
dalam pelaksanaannya, baik itu berupa gedung, ruangan, meja, kursi, buku-
buku, mata pelajaran mendukung, metode pembelajaran dan sebagainya.
Sedangkan salah satu usaha yang dapat dilakukan guru untuk
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran KKPI
adalah dengan menerapkan metode pembelajaran yang menantang siswa
untuk belajar aktif dalam proses pembelajaran, sehingga kompetensi setiap
siswa bisa berkembang. Dengan demikian siswa aktif belajar dan mencari
informasi sendiri. Sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai
komunikator, fasilitator dan motivator. Semua usaha yang dilakukan dengan
harapan dapat meningkatkan hasil belajar siswa kearah yang lebih baik
sehingga hasil belajar siswa mencapai Standar Ketuntasan Belajar Minimum
(SKBM).
Dengan rendahnya hasil belajar siswa mengakibatkan tujuan dari mata
pelajaran KKPI belum tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Untuk
mencapai tujuan dari mata pelajaran KKPI ini, diperlukan dukungan dari
berbagai komponen pendidikan terutama guru. Guru diharapkan dapat
menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi. Untuk mengatasi masalah
di atas, salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan adalah metode
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Pemilihan
metode kooperatif tipe NHT dalam penelitian ini menuntut siswa lebih
6
banyak berpikir dan menciptakan hubungan yang baik dengan sesamanya dan
dengan guru, pada penelitian ini dapat dilihat hasil belajar pada ranah kognitif
saja. Pada pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa dibagi menjadi beberapa
kelompok yang beranggotakan 3-5 orang, setiap siswa dalam kelompok
mendapat nomor. Mereka saling bekerja sama dan saling membantu untuk
dapat mengemukakan pendapat mereka melalui nomor yang ditunjuk oleh
guru. Keterlibatan total siswa dan tanggung jawabnya dalam diskusi
kelompok diharapkan dapat meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif
dalam proses pembelajaran dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran
Aplikasi Pengolah Data Mata Pelajaran KKPI dengan beberapa Indikator
yaitu Menjelaskan cara mengatur table, Menggunakan Menu Insert, Mengatur
Kertas dan Menggunakan Formula yang dipelajari siswa pada Kelas X
Semester 2 sehingga hasil belajarnya pun dapat meningkat.
Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan penelitian tentang
Perbedaan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
dan Konvensional Pada Mata Pelajaran KKPI SMKN 1 Sungai Penuh.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan yaitu:
1. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran KKPI masih di bawah SKBM.
2. Siswa tidak memperlihatkan perhatiannya terhadap pelajaran KKPI.
3. Siswa tidak terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
4. Pelajaran berpusat pada guru (teacher learning).
7
5. Tidak adanya interaksi yang baik antara guru dengan siswa dan
sebaliknya.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah maka penelitian
ini perlu dibatasi permasalahannya sehingga tercapai tujuan penelitian yang
diharapkan. Masalah tersebut difokuskan pada Penerapan Pembelajaran
Kooperatif Tipe NHT dan Hasil Belajar Pada Ranah Kognitif Siswa khususnya
Pada Kompetensi Dasar Aplikasi Pengolah Data yang dilaksanakan pada
Semester 2 Dalam Mata Pelajaran KKPI Siswa Kelas X SMKN 1 Sungai
Penuh.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan
pembatasan masalah, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah
Terdapat Perbedaan Hasil Belajar Siswa Dengan Penerapan Metode
Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Dengan Metode Konvensional khususnya
Pada Kompetensi Dasar Aplikasi Pengolah Data yang dilaksanakan pada awal
Semester 2 Mata Pelajaran KKPI Siswa Kelas X SMKN 1 Sungai Penuh
Tahun Pelajaran 2012/2013”?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Mengetahui Perbedaan Hasil
Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan Konvensional
8
khususnya Pada Kompetensi Dasar Aplikasi Pengolah Data yang dilaksanakan
pada awal Semester 2 Mata Pelajaran KKPI SMKN 1 Sungai Penuh.
F. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberi manfaat baik itu secara
teoritis maupun secara praktis:
1. Bagi siswa, meningkatkan keaktifan dalam belajar dan meningkatkan hasil
belajar.
2. Bagi guru, sebagai bahan masukan dalam memilih dan menerapkan
metode pembelajaran yang efektif dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
3. Pihak sekolah dapat menjadi pertimbangan kepada wakil kurikulum dalam
pengambilan kebijakan dijurusan teknik informatika maupun akuntansi,
dalam mengupayakan hasil belajar.
4. Sebagai rujukan bagi peneliti selanjutnya.
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
A. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah segala sesuatu yang diperoleh siswa setelah
melakukan pembelajaran. Menurut Nana sudjana (2009: 22) “hasil belajar
adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya”. Tingkat kemampuan siswa dalam proses belajar
mengajar dapat dilihat dari hasil belajarnya.
Menurut Oemar Hamalik (2001:30) “bukti bahwa seseorang telah
belajar ialah terjadilah perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya
dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti”.
Perubahan terjadi karena adanya latihan dan pengalaman. Perubahan ini
bersifat kontiniu, fungsional, positif dan aktif. Hal ini terjadi secara sadar oleh
orang yang belajar.
Menurut Nana Sudjana (2009:23) mengatakan penilaian hasil belajar
mencakup:
1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
2. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi.
3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar, keterampilan dan kemampuan bertindak.
9
Bloom dalam Ayip Miftahuddin (2011) membagi enam tingkatan
ranah kognitif yaitu:
a. Mengingat (remembering)
Mengingat merupakan proses kognitif paling rendah
tingkatannya. Untuk mengkondisikan agar mengingat bisa menjadi
bagian belajar bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan
dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu
yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses
kognitif yaitu mengenali (recognizing) dan mengingat. Kata
operasional mengetahui yaitu mengutip, menjelaskan, menggambar,
menyebutkan, membilang, mengidentifikasi, memasangkan, menandai,
menamai.
b. Memahami (understanding)
Pertanyaan pemahaman menuntut siswa menunjukkan bahwa
mereka telah mempunyai pengertian yang memadai untuk
mengorganisasikan dan menyusun materi-materi yang telah diketahui.
Siswa harus memilih fakta-fakta yang cocok untuk menjawab
pertanyaan. Jawaban siswa tidak sekedar mengingat kembali
informasi, namun harus menunjukkan pengertian terhadap materi yang
diketahuinya. Kata operasional memahami yaitu menafsirkan,
meringkas, mengklasifikasikan, membandingkan, menjelaskan,
membeberkan.
10
c. Menerapkan (applying)
Pertanyaan penerapan mencakup penggunaan suatu prosedur
guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Oleh karena itu,
mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural.
Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk
pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam
proses kognitif yaitu mengimplementasikan. Kata operasionalnya
melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan,
mempraktekan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan,
mendeteksi.
d. Menganalisis (analyzing)
Pertanyaan analisis menguraikan suatu permasalahan atau
obyek ke unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana saling
keterkaitan antar unsur-unsur tersebut. Kata operasionalnya yaitu
menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang,
mengubah struktur, mengkerangkakan, menyusun outline,
mengintegrasikan, membedakan, menyamarkan, membandingkan,
mengintegrasikan.
e. Mengevaluasi (evaluating)
Mengevaluasi membuat suatu pertimbangan berdasarkan
kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang
tercakup dalam kategori ini adalah memeriksa dan mengkritik. Kata
operasionalnya yaitu menyusun hipotesis, mengkritik, memprediksi,
menilai, menguji, membenarkan, menyalahkan.
11
f. Mencipta (creating)
Membuat adalah menggabungkan beberapa unsur menjadi
suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong
dalam kategori ini yaitu membuat, merencanakan dan memproduksi.
Hasil belajar itu dapat diperoleh dengan mengadakan evaluasi atau
penilaian hasil belajar, dimana evaluasi tersebut merupakan bagian dari proses
belajar. Senada dengan perkembangan dan kemajuan zaman serta teknologi
salah seorang murid Bloom merevisi Taksonomi Bloom menjadi Revisi
Taksonomi Bloom (2001). Pada ranah kognitif kemampuan berpikir analisis
dan sintesis diintegrasikan menjadi analisis saja. Dari jumlah enam kategori
pada konsep terdahulu tidak berubah jumlahnya karena Lorin memasukan
kategori baru yaitu creating (menciptakan) yang sebelumnya tidak ada.
Suharsimi Arikunto (2010: 6) menyatakan bahwa “Tujuan penilaian
hasil belajar adalah untuk mengetahui apakah materi yang diajarkan sudah
dipahami oleh siswa dan penggunaan metoda sudah tepat atau belum”.
Menurut Nana Sudjana (2009: 22) menyatakan bahwa “Penilaian adalah upaya
atau tindakan untuk mengetahui sejauhmana tujuan yang telah ditetapkan itu
tercapai atau tidak”. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk
mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah perubahan tingkah laku siswa yaitu perubahan tingkah laku
dalam ranah kognitif yang bertujuan untuk mengetahui apakah materi yang
12
diajarkan sudah dipahami dan sudah tercapai dan metode yang digunakan
sudah tepat sehingga mencapai tujuan pembelajaran.
1. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Belajar pada dasarnya tidak terlepas dari bagaimana peristiwa atau
proses belajar itu berlangsung, dan dalam proses itu sendiri banyak
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Jika faktor-faktor yang mempengaruhi
proses belajar tersebut dapat ditangani secara tepat dan benar, maka akan
diperoleh hasil belajar sesuai yang diharapkan.
Wina Sanjaya (2009: 50) mengemukakan bahwa “Beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi kegiatan proses belajar diantaranya adalah
faktor guru, siswa, sarana, alat dan media yang tersedia, serta faktor
lingkungan. Lebih lanjut menurut Suharsimi Arikunto (2010: 5), “Unsur-
unsur yang berfungsi sebagai faktor penentu dalam kegiatan belajar antara
lain siswa, guru, bahan pelajaran, metode mengajar dan sistem evaluasi,
sarana penunjang dan sistem administrasi”.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses terjadinya belajar secara
garis besar adalah peserta didik (siswa), pengajar (guru), sarana dan
prasarana, penilaian dan lingkungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut di atas saling
berhubungan erat, dimana dari proses belajar mengajar, hasil belajar dan
penilaian merupakan suatu siklus. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
13
proses pembelajaran harus memperhatikan faktor-faktor pendukung
pembelajarannya, karena jika hal ini terabaikan maka akan berpengaruh
terhadap proses dan hasil belajar siswa dalam pelajaran yang menunjukkan
terhadap perubahan tingkah laku siswa yang berkaitan dengan pelajaran
tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, seseorang baik selama maupun sesudah
terjadinya proses belajar akan mengalami perubahan-perubahan dalam
dirinya. Perubahan-perubahan tersebut merupakan pencapaian tujuan yang
telah direncanakan sebelumnya dan perubahan itu dinamakan hasil dari
belajar atau hasil belajar. Sehingga dapat dikatakan hasil belajar
merupakan penguasaan siswa terhadap berbagai pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses
pembelajaran.
2. Hasil Belajar KKPI
KKPI merupakan singkatan dari Keterampilan Komputer dan
Pengelolaan Informasi. KKPI adalah salah satu mata pelajaran adaptif
yang diberikan kepada semua bidang keahlian di Sekolah Menengah
Kejuruan (Kurikulum SMK, 2004). Sedang pada SMU dan SMP dikenal
dengan nama mata pelajaran TIK. Mata pelajaran ini sebagai dasar
pengetahuan teknologi informasi, dengan demikian generasi masa depan
dapat mengikuti arus perkembangan global.
14
KKPI adalah kemampuan minimal yang harus dibekalkan kepada
Insan Indonesia (siswa SLTA atau sederajat) agar mampu menggunakan
komputer sebagai alat bantu untuk mengelola informasi adalah sebagai
berikut :
a. Mengoperasikan Komputer
Menghubungkan seluruh komponen komputer dengan kabel
penghubung sehingga dapat dihidupkan/dinyalakan dan dapat
berfungsi.
Menghidupkan/menyalakan perangkat komputer.
Membuka dan menutup/mematikan program aplikasi pengolah
kata, pengolah angka / bilangan, dan pembuat paparan.
Mengetik dengan 10 jari.
b. Mengelola Informasi
Mencari informasi.
Mengelompokkan, mengklasifikasikan, menyimpan.
Mengambil kembali informasi tersebut.
Mengemas menjadi informasi baru.
Menyusun menjadi bahan paparan.
Memaparkan atau mempresentasikan informasi.
Melakukan koneksi ke internet.
Bekerja menggunakan internet untuk mencari, mengumpulkan, dan
merekam informasi.
Sejalan dengan perkembangan informasi dan teknologi, maka
kemampuan minimal yang harus dibekalkan kepada siswa SMK agar tidak
ketinggalan dalam dunia Teknologi Informasi dalam penggunaan
komputer sebagai alat bantu untuk :
15
Mencari Informasi.
Mengelompokkan, Mengklasifikasikan, Menyimpan
Mengambil kembali informasi tersebut
Mengemas menjadi informasi baru
Menyusun menjadi bahan paparan
Memaparkan atau Mempresentasikan
Hasil belajar KKPI yang dicapai oleh peserta didik dalam proses
pembelajaran pada umumnya meliputi pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang diperoleh melalui usaha belajar. Hasil belajar seorang
peserta didik dapat diketahui bila diadakan pengukuran tentang
pengetahuan, sikap dan keterampilan dari peserta didik tersebut. Untuk
mengukur sampai dimana tingkat keberhasilan belajar peserta didik harus
ada suatu alat ukur tertentu yang dapat berfungsi untuk mengukur hasil
belajar dari peserta didik. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur hasil
belajar dinamakan tes. Tes dapat berbentuk tugas-tugas yang harus
dilaksanakan, dan dapat pula berupa pertanyaan atau soal-soal yang harus
dijawab.
Dari uraian di atas, dapat mengetahui perbedaan hasil belajar siswa
dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT dan konvensional yang diukur
melalui tes pada akhir pembelajaran.
B. Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Suherman (2003: 260) Pembelajaran kooperatif atau
Cooperative Learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja
16
sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan
suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama.
Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran dengan cara
pembagian siswa pada kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Setiap manusia memiliki derajat potensi, latar belakang historis,
serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Perbedaan manusia tersebut
yang dapat membuat saling asah, asih, dan asuh (saling mencerdaskan).
Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan interaksi yang saling asah,
asih, dan asuh sehingga terciptalah masyarakat belajar (learning
community).
Siswa tidak hanya belajar dari buku, namun juga dari sesama
teman. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar
dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh untuk
menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat
menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat.
Menurut Muslimin Ibrahim (2000: 6) dijelaskan bahwa:
”Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai
berikut:
a. Siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama.
17
b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompok, seperti milik mereka sendiri.
c. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompok memiliki tujuan yang sama.
d. Siswa haruslah membagi tugas dan bertanggung jawab yang sama diantara anggota kelompok yang sama.
e. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah atau penghargaan yang juga akan dikenakan oleh anggota kelompok.
f. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
g. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif”.
Dari tujuh unsur pembelajaran kooperatif tersebut dapat dilihat
bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan interaksi siswa dalam
kelompok mereka sehingga siswa merasa saling ketergantungan satu sama
lainnya.
Berdasarkan pendapat para ahli yang dikemukakan diatas maka
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu
kelompok kecil yang saling bekerja sama dalam sebuah tim untuk
mencapai suatu tujuan belajar yang dapat dipertanggungjawabkan dan
dapat meningkatkan interaksi antarsiswa sehingga terciptalah masyarakat
belajar.
2. Manfaat Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif yang dilaksanakan di dalam proses
pembelajaran diharapkan dapat memberikan dampak dan manfaat bagi
siswa ataupun gurunya sendiri. Manfaat diterapkannya strategi
pembelajaran kooperatif menurut Muslimin Ibrahim (2000:18-19) adalah:
18
Dapat meningkatkan pencurahan waktu pada tugas, rasa harga diri menjadi lebih tinggi, memperbaiki kehadiran, angka putus sekolah menjadi rendah, penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar, perilaku menganggu menjadi lebih kecil, konflik antar pribadi berkurang, sikap apatis berkurang, pemahaman yang lebih mendalam, motivasi lebih besar, hasil belajar lebih tinggi, retensi lebih lama, dan meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.
Dapat disimpulkan bahwa dengan diterapkannya pembelajaran
kooperatif, selain hasil belajar yang akan meningkat, maka diharapkan rasa
tanggung jawab terhadap diri sendiri dan kelompok serta hubungan sosial
sesama siswa juga akan semakin baik.
3. Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT merupakan salah satu bentuk
pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Spencer Kagan pada
tahun 1993 menurut Anita Lie (2010: 43). Pembelajaran tipe NHT
melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup
dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi
pelajaran. Menurut Mohamad Nur (2008: 78) dijelaskan bahwa:
Numbered Heads Together pada dasarnya merupakan sebuah varian diskusi kelompok, ciri khasnya adalah guru menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya, tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya itu. Cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa dan juga merupakan upaya sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan
untuk meningkatkan penguasaan akademik. Menurut Muslimin Ibrahim
(2000: 28) tipe ini dikembangkan oleh Kagan dengan melibatkan para
19
siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan
mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Muslimin Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai
dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu:
a. Hasil belajar akademik struktural
Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas
akademik.
b. Pengakuan adanya keragaman
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang
mempunyai berbagai latar belakang.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa, yang
dimaksud keterampilan antara lain berbagi tugas, aktif bertanya,
menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat,
dan bekerja dalam kelompok.
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT menurut Muslimin
Ibrahim (2000:29) yang dikembangkan oleh Kagan, dengan tiga langkah
yaitu:
a. Pembentukan kelompok
b. Diskusi masalah
c. Tukar jawaban antar kelompok
20
Langkah-langkah tersebut dikembangkan oleh Muslimin Ibrahim
(2000:29) menjadi enam langkah sebagai berikut:
Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Dalam pelaksanaan peneliti lakukan, kelompok dibentuk dengan percampuran jenis kelamin dan kemampuan belajar siswa tersebut, karena tidak memungkinkan untuk meninjau latar belakang sosial, ras, suku dari siswa. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pretest) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru.
Langkah 4. Diskusi masalah
Setelah siswa mendapatkan pertanyaan yang diberikan oleh guru, dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap siswa mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
Langkah 6. Memberi kesimpulan
21
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
Menurut Isjoni, dkk (2009:36) keunggulan dan kelemahan dalam
pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah:
1. Keunggulan a. Saling ketergantungan yang positifb. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individuc. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelasd. Memperbaiki kehadirane. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.f. Terjalin hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa
dan gurug. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan
pengalaman emosi yang menyenangkan.h. Hasil belajar lebih tinggi
2. Kelemahana. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang,
disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, fikiran dan waktu.
b. Agar proses pembelajaran berjalan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai
c. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
d. Saat diskusi kelas terkadang didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
Maka dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
NHT adalah salah satu pembelajaran kooperatif dalam varian diskusi
kelompok yang melibatkan siswa secara aktif dalam menelaah materi dan
mampu mempertanggungjawabkan baik secara individual maupun
kelompok, dengan bentuk kegiatan penomoran setiap siswa dalam
kelompok yang berbeda dan masing-masing kelompok harus siap dengan
jawaban karena guru akan menunjuk siswa secara acak untuk mewakili
kelompoknya.
22
C. Pembelajaran Konvensional (Ceramah)
Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode
tradisional, karena sejak dahulu metode ini telah digunakan sebagai alat
komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam berinteraksi, namun
penggunaannya sangat popular. Metode yang lazim digunakan ini dirasakan
sangat efektif dan sederhana. Metode ceramah tergantung pada personal guru
yakni suara, gaya bahasa, sikap, prosedur, kelancaran, keindahan bahasa dan
keteraturan guru dalam memberikan penjelasan yang tidak dapat dimiliki
secara mudah oleh semua guru. Pada penelitian ini ceramah diberikan pada
kelas kontrol dengan pemberian materi pelajaran dengan menggunakan buku
panduan atau buku paket untuk memudahkan siswa dalam proses
pembelajaran, dengan guru menerangkan pelajaran didepan kelas dan sebagian
siswa memperhatikan guru menerangkan dan sebagain siswa terlihat acuh
pada materi yang diberikan.
Menurut Wina Sanjaya (2009: 148) kelebihan dan kelemahan metode
ceramah adalah:
1. Kelebihan metode ceramah:a. Ceramah merupakan metode yang murah dan mudah untuk
dilakukan. Murah dalam hal ini metode ceramah tidak menggunakan peralatan yang lengkap. Sedangkan mudah, karena ceramah hanya mengandalkan suara guru.
b. Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya materi pelajaran yang banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokok-pokoknya oleh guru dalam waktu yang singkat.
c. Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang ditonjolkan. Guru dapat mengatur pokok-pokok materi bagian
23
mana yang perlu ditekankan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai.
d. Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas.e. Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur
menjadi lebih sederhana. Ceramah tidak memerlukan setting kelas yang beragam dan persiapan yang rumit.
2. Kelemahan metode ceramah:a. Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah
akan terbatas pada apa yang dikuasai gurub. Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik,
ceramah sering dianggap sebagai metode yang membosankan.c. Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh
siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum.
D. Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Yani Pinta (2006) dengan hasil penelitiannya bahwa hasil belajar siswa
dengan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT pada ranah kognitif
lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan menggunakan metode
ceramah pada materi hukum-hukum dasar kimia di kelas X SMAN 4
Padang.
2. Afrita Wahyuni (2010) dengan hasil penelitiannya bahwa terdapat
pengaruh yang berarti dari penerapan pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together yang diikuti kuis terhadap hasil belajar Fisika
kelas VIII SMPN 25 Padang.
E. Kerangka Berpikir
Penelitian ini bermaksud untuk melihat perbedaan hasil belajar siswa
yang menggunakan metode kooperatif tipe NHT dan siswa yang menggunakan
metode konvensional mata pelajaran KKPI awal Semester 2 pada satu
24
kompetensi dasar Aplikasi Pengolah Data . Faktor-faktor yang mempengaruhi
rendahnya hasil belajar siswa menurut Slameto (2003:54) diantaranya adalah
faktor Internal (Jasmaniah, Psikolohis dan Kelelahan) dan Faktor Eksternal
(Keluarga, Sekolah dan Masyarakat).
Metode mengajar adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui di
dalam mengajar. Salah satu yang mempengaruhi hasil belajar siswa disekolah
adalah metode mengajar. Metode mengajar guru yang kurang baik akan
mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula, misalnya karena guru
kurang persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran sehingga guru
tersebut menyajikannya tidak jelas sehingga siswa kurang senang terhadap
mata pelajaran atau gurunya. Akibatnya siswa malas untuk belajar.
Guru biasa mengajar dengan metode ceramah (konvensional) saja.
Siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif dan mencatat saja. Guru yang
progresif berani mencoba metode-metode yang baru, yang dapat membantu
meningkatkan kegiatan belajar mengajar, dan meningkatkan motivasi siswa
untuk belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka metode mengajar
harus diusahakan yang setepat, efisien dan efektif mungkin.
Salah satu metode yang dapat digunakan guru untuk meningkatkan
kegiatan belajar mengajar serta meningkatkan motivasi dan keaktifan siswa
dalam belajar adalah dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe
NHT. Metode kooperatif tipe NHT dapat membuat siswa aktif dalam proses
pembelajaran. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5
orang siswa di setiap kelompok, dalam setiap kelompok mempunyai tingkat
25
kemampuan yang beragam, ada siswa yang pintar, sedang dan kurang. Setiap
kelompok diberikan tanggung jawab untuk memecahkan masalah dalam
kelompoknya dan diberikan kebebasan mengeluarkan pendapat tanpa merasa
takut. Guru akan menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok
dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban
kepada siswa di kelas. Dengan demikian diharapkan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT setiap siswa akan mempunyai tingkat
kemampuan yang relatif sama dalam menguasai materi pelajaran dan prestasi
belajar siswa menjadi lebih baik.
Sebagaimana yang telah dilakukan peneliti sebelumnya Yani Pinta
(2006) dengan hasil penelitiannya bahwa hasil belajar siswa dengan metode
pembelajaran kooperatif tipe NHT pada ranah kognitif lebih tinggi daripada
siswa yang diajar dengan menggunakan metode ceramah pada materi Hukum-
Hukum Dasar Kimia di kelas X SMAN 4 Padang. Selanjutnya Afrita Wahyuni
(2010) dengan hasil penelitiannya bahwa terdapat pengaruh yang berarti dari
penerapan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together yang
diikuti kuis terhadap hasil belajar Fisika kelas VIII SMPN 25 Padang.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut peningkatan hasil belajar dapat
dilakukan melalui upaya penggunaan metode Kooperatif Tipe NHT. Dengan
demikian, diduga terdapat perbedaan hasil belajar siswa dalam pembelajaran
kooperatif tipe NHT dan konvensional pada mata pelajaran KKPI yang
peneliti laksanakan awal Semester 2 pada Kompetensi Dasar Aplikasi
26
Pengolah Data siswa SMKN 1 Sungai Penuh sesuai dengan gambar berikut
ini:
Gambar 1. Kerangka Berpikir
Proses belajar mengajar yang dilakukan pada kedua kelas sampel yaitu
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sebelum diterapkan metode Kooperatif
Tipe NHT pada kelas eksperimen dan metode konvensional pada kelas
kontrol, maka dilakukan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa.
Setelah mengetahui kemampuan awal siswa, kedua kelas sampel akan
diberikan perlakuan. Siswa terlihat aktif dalam proses belajar berlangsung,
siswa mengemukakan pendapat-pendapat yang dianggap benar. Setelah
diberikan perlakuan pada kedua kelas sampel maka diberikan postest. Hasil
belajar dianalisis dengan menggunakan uji t untuk mengetahui perbedaan hasil
belajar siswa.
F. Hipotesis Penelitian
27
PostestPostest
PBM
Kelas EksperimenKelas Kontrol
Metode Konvensional Metode NHT
Hasil Belajar
1. Ho: Tidak terdapat perbedaan hasil belajar siswa dalam pembelajaran
kooperatif tipe NHT dan konvensional khususnya pada Kompetensi Dasar
Aplikasi Pengolah Data pada awal Semester 2 Mata Pelajaran KKPI siswa
kelas X SMKN 1 Sungai Penuh.
2. Ha: Terdapat perbedaan hasil belajar siswa dalam pembelajaran kooperatif
tipe NHT dan konvensional khususnya pada Kompetensi Dasar Aplikasi
Pengolah Data pada awal Semester 2 Mata Pelajaran KKPI Siswa SMKN
1 Sungai Penuh.
28
BAB IIIMETODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian semu (quasi eksperimen) dengan
desain pretest-postest group kontrol. Menurut Sumadi Suryabrata (2010: 92)
“rancangan ini tidak menggunakan randomisasi pada awal penentuan
kelompok dan juga kelompok sering dipengaruhi oleh variabel lain dan bukan
semata-mata karena perlakuan”. Selanjutnya M. Nazir 92005:73) berpendapat
“penelitian yang mendekati percobaan sungguhan di mana tidak
mungkin mengadakan kontrol/memanipulasi semua variable yang
relevan. Harus ada kompromi dalam menentukan validitas internal dan
eksternal sesuai dengan batasan-batasan yang ada”.
Penelitian semu digunakan karena tidak dapat mengontrol variabel
yang berpengaruh terhadap hasil penelitian. Dalam penelitian ini dapat dilihat
hasil belajar kelompok siswa yang diberi perlakuan berupa pembelajaran yang
menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagai kelas
eksperimen dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode
konvensional sebagai kelas kontrol. Desain penelitian pretest-postest ini
dilakukan pada awal pertemuan sebelum subjek penelitian diberikan perlakuan
(pretest) dan setelah diberikan perlakuan maka dilakukan penilaian hasil
belajar pada pertemuan terakhir (postest). Desain penelitian ini dapat dilihat
pada tabel 2.
29
29
Tabel 2. Desain Penelitian
Kelas Pretest Perlakuan Postest
Eksperimen T1 X1 T2
Kontrol T1 X2 T2
Sumber: Sumadi Suryabrata (2010: 105)
Keterangan X1: Pembelajaran dengan metode Kooperatif Tipe NHT X2: Pembelajaran dengan metode KonvensionalT1 : Tes awal T2: Tes akhir
B. Subjek Penelitian
Perbedaan hasil belajar siswa kelas X TI dan X AK diketahui sebelum
diberikan materi (pretest) pada Kompetensi Dasar Aplikasi Pengolah Data,
dengan soal tes yang sama dan materi yang sama. Sebelum tes dilakukan soal
yang akan diberikan pada kedua kelas diuji coba pada sekolah lain yang
sederajat yaitu SMKN 1 Padang dengan siswa sebanyak 18 orang. Setelah soal
diuji coba maka dapat dilaksanakan tes pada kelas X TI yang diikuti oleh 32
orang siswa dan 34 orang siswa di kelas X AK. Hasil analisis data pretest
dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini:
Tabel 3. Hasil Belajar (pretest) Siswa Kelas X TI dan Kelas X AK
Ukuran Statistik Kelas X TI Kelas X AKN 32 34
40,75 38,26
S 11,127 10,316S2 123,806 106,428
Berdasarkan tabel diatas, jumlah kelas X TI 32 orang siswa, memiliki
rata-rata dari hasil belajar (pretest) yaitu 40,75, memiliki standar deviasi
11,127 dan varians yaitu 123,806. Untuk kelas X AK terlihat bahwa jumlah
30
siswa sebanyak 34 orang, memiliki rata-rata hasil belajar yaitu 38,26, standar
deviasi 10,316 dan varians yaitu 106,428. Jadi terlihat rata-rata nilai kelas TI
dan AK bisa dikatakan kemampuan awalnya sama.
Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar pretest siswa kelas X TI dan
kelas X AK digunakan uji perbedaan rata-rata yaitu menggunakan uji-t seperti
pada table 4 berikut ini:
Tabel 4. Uji Beda Rata-Rata Pretest Siswa Kelas X TI dan Kelas X AK
1 2N 1 N 2 S1
2 S22 thitung ttabel
40,75 38,26 32 34 123,806 106,428 0,945 1,670
Berdasarkan uji t diperoleh thitung ˂ ttabel. Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa kelas X TI dan kelas X AK memiliki kemampuan awal
yang sama, sehingga kedua kelas dapat digunakan sebagai subjek penelitian.
Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X TI dan kelas
X AK SMKN 1 Sungai Penuh yang terdaftar pada tahun ajaran 2011/2012.
Dari kedua kelas ini, secara acak dipilih satu kelas untuk kelas eksperimen dan
satu kelas untuk kelas kontrol. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5 di
bawah ini:
Tabel 5. Subjek Penelitian
No Kelas Jumlah Siswa Keterangan1 TI 32 Orang Kelas eksperimen, siswa belajar
dengan model kooperatif tipe NHT 2 AK 34 Orang Kelas kontrol, siswa belajar dengan
pembelajaran konvensionalJumlah 66 Orang
31
Dilihat dari tabel diatas, subjek penelitian ini sebanyak 66 orang siswa
yang terdiri dari 32 orang kelas X TI yang menjadi kelas eksperimen dengan
pembelajaran kooperatif tipe NHT dan 34 orang kelas X AK yang menjadi
kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional.
C. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini ada dua variabel yang diteliti, yaitu:
1. Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Pembelajaran Kooperatif tipe NHT adalah salah satu pembelajaran
kooperatif dalam varian diskusi kelompok yang melibatkan siswa secara
aktif dalam menelaah materi dan mampu mempertanggungjawabkan baik
secara individual maupun kelompok. Guru memberi nomor kepada setiap
siswa dalam kelompok dengan nama kelompok yang berbeda. Guru
menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor
yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di
kelas. Kelompok yang dibentuk berdasarkan percampuran dari jenis
kelamin dan kemampuan belajar.
Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa yaitu perubahan
tingkah laku dalam ranah afektif, kognitif, dan psikomotor. Bertujuan
untuk mengetahui apakah materi yang diajarkan sudah dipahami dan
sudah tercapai sesuai dengan SKBM mata pelajaran dan metode yang
digunakan sudah tepat sehingga mencapai tujuan pembelajaran. Nilai hasil
belajar siswa kelas eksperimen dengan metode kooperatif tipe NHT dalam
32
penelitian ini diambil dari nilai postest yang dilakukan setelah materi
diberikan.
2. Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Konvensional
Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode
tradisional, karena sejak dahulu metode ini telah digunakan sebagai alat
komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam berinteraksi, namun
penggunaannya sangat populer. Menurut W. Gulo (2002: 136) “Ceramah
merupakan satu-satunya metode yang konvensional dan masih tetap
digunakan dalam strategi belajar mengajar”. Metode ini paling tua dan
sering dipakai dalam berbagai kesempatan. Penerapan pembelajaran
konvensional diberikan kepada kelas kontrol, guru menerangkan pelajaran
didepan kelas dan sebagian siswa memperhatikan siswa lain asyik dengan
kegiatannya elain memperhatikan guru menerangkan pelajaran.
Hasil belajar siswa pada kelas kontrol dengan perlakuan metode
konvensional diambil dari nilai postest yang dilakukan setelah materi
diberikan.
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dibagi atas tiga tahap yaitu:
1. Tahap Persiapan
a. Menentukan tempat dan jadwal penelitian.
b. Menetapkan materi pelajaran KKPI bagi siswa kelas X SMKN 1
Sungai Penuh.
33
c. Mempersiapkan perangkat pembelajaran yang akan dilaksanakan,
seperti rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
d. Membuat kisi-kisi soal berdasarkan kompetensi dasar dan indikator
e. Menyusun instrumen
f. Melakukan uji coba soal pada sekolah lain yang sederajat, peneliti
melakukan uji coba soal di SMKN 1 Padang dengan jumlah responden
sebanyak 18 orang siswa. Dari hasil uji coba diperoleh validitas tes,
reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal agar didapat
instrumen yang baik.
g. Menentukan subjek penelitian pada kedua kelas sampel dengan
melakukan tes awal (pretest) dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Mengumpulkan data hasil pretest kelas X TI dan kelas X AK
SMKN 1 Sungai Penuh.
2) Menganalisis skor hasil pretest dengan menggunakan uji
normalitas dan uji homogenitas
h. Memberikan materi pembelajaran kepada subjek penelitian yaitu
kepada kelas eksperimen dengan metode NHT dan kelas kontrol
dengan metode konvensional.
i. Memberikan postest kepada subjek penelitian sebagai bentuk penilaian
akhir dari hasil belajar setelah diberikan perlakuan.
j. Melakukan analisis data postest.
34
2. Tahap Pelaksanaan
Pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama
dari segi materi. Kedua kelas sampel hanya dibedakan dalam metode
pembelajaran yang digunakan. Pembelajaran di kelas eksperimen dan
kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini.
Tabel 6. Perlakuan yang diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol
Skenario Pembelajaran NHT
Skenario Pembelajaran Konvensional
a. Guru mengabsensi siswab. Guru memberikan apersepsic. Guru memberikan motivasi
agar siswa lebih aktifd. Guru membuka pelajarane. Guru menyampaikan tujuan
pembelajaranf. Guru memberikan
pengetahuan dasar untuk memudahkan siswa memahami materi pelajaran
g. Guru membagi siswa kedalam kelompok yang beranggotakan 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1-5.
h. Siswa bergabung dengan tim atau anggotanya yang telah ditentukan
i. Guru memberikan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok
j. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok, setiap kelompok melakukan presentasi hasil diskusi kelompok dengan menunjuk salah satu anggota kelompok untuk mewakili kelompok.
k. Guru mengecek pemahaman siswa dengan memanggil salah satu nomor anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban
a. Guru mengabsensi siswab. Guru memberikan apersepsic. Guru memberikan motivasi
agar siswa lebih aktifd. Guru membuka pelajarane. Guru menyampaikan tujuan
pembelajaranf. Guru menerangkan palajarang. Guru memberikan contoh soalh. Guru memberikan latihan soali. Guru mengecek apakah siswa
telah mengerti dengan materi yang diajarkan
j. Guru memberikan kesempatan siswa untuk bertanya
k. Guru memberikan latihan dan tugas rumah
35
dari kelompokl. Guru bersama siswa
menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
m. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang dibahas dari pertemuan pertama sampai pertemuan ke tiga, bagian mana siswa belum mengerti
3. Tahap Penyelesaian
a. Memberikan postest kepada kedua kelas sampel setelah penelitian
berakhir, guna melihat hasil perlakuan yang telah diberikan.
b. Mengolah data dari kedua sampel, baik kelas eksperimen maupun
kelas kontrol.
c. Menarik kesimpulan dari hasil yang didapat sesuai dengan teknik
analisis data yang digunakan.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat pengumpul data. Dengan adanya instrumen, data
yang diinginkan dapat dikumpulkan. Instrumen yang digunakan yaitu
instrumen berupa tes akhir (tes hasil belajar) dalam bentuk tes pilihan ganda
(objektif). Soal tes terlebih dahulu diuji coba pada sekolah yang lain yang
sederajat yaitu di SMKN 1 Padang dengan jumlah responden sebanyak 18
orang siswa untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya yang terdiri dari 25
item dalam bentuk pilihan ganda. Tes disusun berdasarkan kisi-kisi tes seperti
tabel 7.
36
Tabel 7. Kisi-kisi Tes
Kompetensi Dasar
Indikator Jumlah Soal
1.Aplikasi Pengolah Data
a. menjelaskan cara mengatur tabelb. menjelaskan penggunaan menu Insertc. menjelaskan penggunaan formula
14 Soal 5 Soal 6 Soal
Jumlah Soal Tes 25 Soal
Pengujian validitas, reliabilitas tes, tingkat kesukaran soal, dan daya
pembeda soal diuraikan berikut ini.
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu konsep yang berkaitan dengan sejauh mana
tes telah mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas tes perlu
ditentukan untuk mengetahui kualitas tes dalam kaitannya dengan
mengukur hal yang seharusnya diukur. Validitas yang akan dilihat adalah
validitas isi, validitas konstruk, dan validitas item atau butir soal.
a. Validitas Isi
Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 67) menyatakan sebuah tes
dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus
tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan.
Oleh karena materi yang diajarkan tertera dalam kurikulum maka
validitas isi ini sering disebut validitas kurikuler. Hasil dari validitas
kurikuler ini adalah materi pelajaran Sifat-Sifat Komponen Elektronika
Pasif sesuai dengan Kurikulum yang dipakai di SMKN 1 Sungai Penuh
yaitu Kurikulum KTSP tertera pada silabus mata pelajaran dapat
dilihat pada lampiran 1 halaman 54. Validitas isi dapat diusahakan
37
tercapainya sejak saat penyusunan tes, yaitu dengan cara merinci
materi kurikulum atau materi buku pelajaran, ini dilakukan dengan
mengkonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru bidang studi
KKPI SMKN 1 Sungai Penuh. Soal tes sebelum diuji coba pada
sekolah lain yang sederajat telah dikonsultasikan kepada dosen
pembimbing, ada perbaikan dari soal yang peneliti buat soal no 21
komponen-komponen elektronika pasif adalah Resistor, Kapasitor dan
Induktor, maka yang tidak termasuk komponen elektronika pasif
adalah Transistor karena transistor termasuk pada komponen
elektronika aktif.
b. Validitas Konstruksi
Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 67) menyatakan sebuah tes
dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila butir-butir soal yang
membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti, aspek
kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor. Dan sebuah item
dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap
skor total. Rumus yang digunakan untuk menghitung validitas item ini
menurut Suharsimi Arikunto (2010: 79) adalah:
Keterangan:
= Koefisien Korelasi Biserial
Mp = rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari validitasnya
Mt = rerata skor totalSt = standar deviasi dari skor total
38
p = proporsi siswa yang menjawab benar
( p =
q = proporsi siswa yang menjawab salah ( q= 1 – p )
Kriteria pengujiannya yaitu apabila rhitung > rtabel maka item tes
tersebut dikatakan valid dan apabila rhitung < rtabel maka item tes tersebut
tidak valid dan dinyatakan gugur.
Berdasarkan hasil dari perhitungan tersebut maka jumlah soal
yang dinyatakan valid dan dapat dipergunakan untuk menjaring data
penguasaan KKPI dapat dilihat pada lampiran 8.
2. Reliabilitas Tes
Reliabilitas suatu tes adalah taraf dimana suatu tes mampu
menunjukkan konsistensi hasil pengukurannya yang diperlihatkan dalam
taraf ketepatan dan ketelitian hasil. Untuk menentukan reliabilitas tes
digunakan rumus Kuder Richardson-20 (KR-20) yang dinyatakan oleh
Suharsimi Arikunto (2010: 231) yaitu:
Menggunakan Rumus K-R. 20
Keterangan:r11 : reliabilitas tes secara keseluruhanp : proporsi subjek yang menjawab item dengan benarq : proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1-p)Σpq : jumalh hasil perkalian antara p dan qk : jumlah butir soal tesVt : varians total
39
Untuk menentukan reliabilitas soal dapat digunakan skala yang
dikemukakan pada tabel 8 dibawah ini.
Tabel 8. Klasifikasi reliabilitas soal
No. Indeks reliabilitas Klasifikasi
1. 0,90 ≤ r11 ≤ 1,00 Sangat Tinggi2. 0,70 ≤ r11 ≤ 0,90 Tinggi3. 0,40 ≤ r11 ≤ 0,70 Sedang4. 0,20 ≤ r11 ≤ 0,40 Rendah5. 0,00 ≤ r11 ≤ 0,20 Sangat Rendah
Sumber: Suharsimi Arikunto (2010: 101)
Berdasarkan tabel dan rumus diatas dapat dihitung reliabilitas
keseluruhan soal tes yang akan digunakan yaitu:
Diketahui:
k = 25
Σpq = 5,614
Vt = 6,609
Sehingga:
Diperoleh hasil r11 hitung yaitu 0,908 dikonsultasikan dengan tabel
tingkat reliabilitas tes (tabel 8), sehingga dapat diketahui soal tes tersebut
termasuk dalam tingkat reliabilitas sangat tinggi.
3. Tingkat Kesukaran Soal
40
Tingkat kesukaran soal merupakan bilangan yang menunjukkan
sukar dan mudahnya suatu soal. Soal yang baik adalah soal yang tidak
terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Rumus yang digunakan untuk
menentukan tingkat kesukaran soal seperti dikemukakan oleh Suharsimi
Arikunto (2010:208) yaitu:
Keterangan:P: Tingkat Kesukaran SoalB: Jumlah siswa yang menjawab soal dengan benarJs: Jumlah siswa peserta tes
Tabel 9. Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal
No Indeks Kesukaran Klasifikasi123
0,00 ≤ P < 0,300,30 ≤ P < 0,700,70 ≤ P < 1,00
SukarSedangMudah
Sumber: Suharsimi Arikunto (2010: 210)
Berdasarkan hasil perhitungan pada keseluruhan maka 19 item soal
tes termasuk dalam kategori sedang dan 6 item soal tes termasuk dalam
kategori mudah (lampiran 10).
4. Daya Pembeda Soal
Daya pembeda soal merupakan kemampuan soal untuk
membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang
berkemampuan yang rendah. Cara menghitung daya pembeda menurut
Suharsimi Arikunto (2010: 213) adalah seluruh kelompok testee dibagi
dua sama besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah. Sebelum
41
dilakukan pembagian ini, seluruh skor tes siswa dideret mulai dari skor
tertinggi sampai skor terendah.
Rumus menghitung daya pembeda adalah:
Keterangan:D : Daya pembeda soalBA : Jumlah kelompok atas yang menjawab benarBB : Jumlah kelompok bawah yang menjawab benarJA : Jumlah peserta kelompok atasJB : Jumlah peserta kelompok bawah
Indeks daya pembeda soal dapat diklasifikasikan seperti pada tabel
10.
Tabel 10. Klasifikasi indeks daya pembeda soal
No. Indeks Daya Pembeda Klasifikasi1. Minus Tidak baik2. 0,00 ≤ D < 0,20 Jelek3. 0,20 ≤ D < 0,40 Cukup4. 0,40 ≤ D < 0,70 Baik5. 0,70 ≤ D < 1,00 Baik sekali
Sumber: Suharsimi Arikunto,(2010: 218)
Dengan kriteria, butir-butir soal yang baik adalah butir soal yang
mempunyai indeks diskriminasi 0,4 sampai 0,7. Berdasarkan perhitungan
daya pembeda dari tiap item soal tes terdapat 4 soal dalam kategori baik
sekali, 11 soal dalam kategori baik, 7 soal dalam kategori cukup, 2 soal
dalam kategori jelek dan 1 soal dalam kategori tidak baik.
Maka untuk melihat hasil perhitungan daya beda dari tiap item soal
tes dapat dilihat pada lampiran 11.
42
F. Teknik Analisis Data
Analisis data bertujuan untuk menguji apakah diterima atau ditolaknya
hipotesis yang diajukan dalam penelitian. Analisis data yang digunakan
adalah uji kesamaan dua rata-rata. Uji persyaratan analisis:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui distribusi data hasil
belajar siswa, apakah data tersebut terdistribusi normal atau tidak. Uji
normalitas, dilakukan menggunakan rumus (M.Nazir 2005: 408)
Keterangan:X2 = hasil perhitungan Chi KuadratK = jumlah kategoriOi = frekuensi yang diharapkanEi = frekuensi yang diamati
Dengan kriteria pengujian sebagai berikut: Jika hitung ≥ tabel,
artinya Distribusi Data Tidak Normal. Jika hitung ≤ tabel, artinya Data
Berdistribusi Normal dengan α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = k – 1.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah kedua sampel
mempunyai varians yang homogen atau tidak. Untuk mengujinya
digunakan uji F dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menghitung varians masing-masing kelompok data kemudian
dihitung harga F dengan rumus:
43
b. Setelah harga F (Fhit) diperoleh kemudian dibandingkan dengan harga
F yang terdapat pada daftar distribusi F dengan taraf signifikan 5%
dimana dkpembilang = n1 – 1. Jika harga Fhitung (Fh) ≥ Ftabel (Ft), berarti
kedua kelas sample mempunyai varians tidak homogen dan jika Fhitung
≤ Ftabel berarti varians homogen.
3. Uji Hipotesis
Uji hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar
KKPI khususnya pada Kompetensi Dasar Aplikasi Pengolah Data yang
dilaksanakan awal Semester 2 siswa kelas eksperimen lebih baik dari
kelas kontrol dan mengetahui apakah hasil belajar siswa kedua kelas
sampel berbeda atau tidak. Uji hipotesis dilakukan setelah pelaksanaan uji
normalitas dan uji homogenitas. Sudjana (1996:239) mengungkapkan
bahwa dalam menentukan rumus uji t yang dipakai tergantung pada hasil
uji normalitas dan homogenitas.
Jika hasil belajar siswa terdistribusi normal dan varians homogen,
maka digunakan rumus:
(Sudjana, 1996:239)
Dengan:
Keterangan:
44
: nilai rata-rata kelas eksperimen: nilai rata-rata kelas kontrol
S12 : varian kelas eksperimen
S22 : varian kelas kontrol
S2 : varian gabungann1 : jumlah siswa kelas eksperimenn2 : jumlah siswa kelas kontrol
Harga t yang diperoleh dari perhitungan (thitung) dibandingkan
dengan ttabel pada tabel distribusi t. Jika –ttabel ≤ thitung ≥ ttabel pada taraf
signifikan 0,05 dengan dk = n1+ n2-2, maka H0 ditolak dan Ha diterima
45