69
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan Bangsa. Usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan negara tersebut adalah melalui jalur pendidikan. Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan potensi Sumber Daya Manusia agar kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia meningkat. Kualitas dari pendidikan itu dapat dilihat dari hasil belajar, jika hasil belajarnya baik maka kualitas pendidikan juga baik dan sebaliknya jika hasil belajar kurang baik maka kualitas juga kurang baik pula. Untuk mencapai tujuan pendidikan baik pada tingkatan pendidikan dasar, menengah dan perguruan tinggi, diperlukan suatu pedoman penyelenggaraan pembelajaran yang disebut dengan kurikulum. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah

Perbedaan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together

Embed Size (px)

DESCRIPTION

NHT

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tujuan negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan

UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan Bangsa. Usaha yang dilakukan

untuk mencapai tujuan negara tersebut adalah melalui jalur pendidikan.

Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan potensi Sumber

Daya Manusia agar kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia meningkat.

Kualitas dari pendidikan itu dapat dilihat dari hasil belajar, jika hasil

belajarnya baik maka kualitas pendidikan juga baik dan sebaliknya jika hasil

belajar kurang baik maka kualitas juga kurang baik pula.

Untuk mencapai tujuan pendidikan baik pada tingkatan pendidikan

dasar, menengah dan perguruan tinggi, diperlukan suatu pedoman

penyelenggaraan pembelajaran yang disebut dengan kurikulum. Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum yang mulai

diberlakukan pada tahun ajaran 2006/2007 pada tingkatan pendidikan dasar

dan menengah yang merupakan penyempurnaan Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK) dan disusun serta dilaksanakan oleh masing-masing

satuan pendidikan. KTSP berorientasi pada Standar Nasional Pendidikan

(SNP).

Pada satuan pendidikan menengah kejuruan untuk mata pelajaran di

bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), standar kompetensi lulusan

bertujuan untuk membangun pengetahuan secara logis, berpikir kritis, kreatif,

1

2

mandiri, memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menginginkan siswa terlibat

dalam sebuah pengalaman belajar. KTSP merupakan salah satu wujud

reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah dan satuan

pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi,

tuntunan, dan kebutuhan masing-masing.

Penggunaan variasi model pembelajaran merupakan salah satu cara

yang dapat ditempuh untuk menimbulkan suasana yang menyenangkan dalam

kelas dan juga dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar dari siswa.

Variasi model pembelajaran tentunya akan lebih menarik minat siswa untuk

belajar daripada hanya belajar dengan metode yang sama ditiap pertemuannya.

Oleh sebab itu seorang guru harus menggunakan metode pembelajaran yang

menarik dan cocok dengan materi pembelajaran sehingga mampu

meningkatkan hasil belajar siswa.Guru sebagai salah satu komponen dalam

dunia pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting untuk menggali

kompetensi siswa serta meningkatkan mutu pendidikan. Dalam proses belajar

mengajar guru dituntut untuk mampu mengelola pembelajaran sedemikian

rupa sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal.

Guna mencapai Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM), guru

harus berusaha memiliki dan melaksanakan proses belajar mengajar yang

dapat merangsang kegiatan belajar siswa semaksimal mungkin. Salah satu

upaya yang dilakukan guru agar diperoleh hasil yang optimal adalah dengan

menciptakan suasana belajar yang dapat melibatkan siswa secara aktif.

3

Keterlibatan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar akan memungkinkan

siswa tersebut dapat mengembangkan potensi yang ia miliki dengan baik dan

mencapai taraf kematangan yang optimal. Pengaktifan siswa secara terarah

akan dapat mengefektifkan proses belajar mengajar, sehingga dalam

pencapaian SKBM akan lebih baik.

Dari hasil observasi awal yang peneliti lakukan di SMKN 1 Sungai

Penuh ditemukan rendahnya hasil belajar KKPI siswa kelas TI dan Akuntansi

yang berada di bawah SKBM yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 70. Hal ini

dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil belajar KKPI siswa kelas X TI dan X AK Semester Ganjil Tahun Ajaran 2012/2013

NilaiHasil Belajar Siswa Kelas X

TI (%) AK (%)> 7,00 6 20 9 25< 7,00 26 80 25 75Jumlah 32 100 34 100

Sumber: Guru Mata Pelajaran KKPI

Pada kenyataannya banyak diantara siswa yang tidak semangat belajar

pada mata pelajaran KKPI ini, siswa menganggap mudah dengan hanya

kebanyakan teori saja dan siswa lebih cenderung membaca dan mencatat

sehingga tidak menggunakan potensi yang dimilikinya untuk dapat

menciptakan dan mengungkapkan ide-idenya serta gagasannya dalam belajar.

Metode yang digunakan guru masih konvensional dengan ceramah dan tanya

jawab dan pembelajaran berpusat pada guru (teacher learning), hal ini dapat

mengakibatkan kurang terlibatnya semua siswa secara aktif dalam proses

4

pembelajaran, siswa lebih menoton sehingga mata pelajaran sangat

membosankan.

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan selama PPLK di

SMKN 1 Sungai Penuh, peneliti mendapat informasi dari guru mata pelajaran

KKPI bahwa pembelajaran berpusat pada guru. Guru menjelaskan semua

materi pelajaran kepada siswa dengan metode ceramah. Hal ini

mengakibatkan siswa terbiasa untuk datang, duduk, dengar dan catat

kemudian hafal materi tanpa berusaha menggali informasi dan memikirkan

tentang materi pelajaran yang lebih dalam. Metode pembelajaran seperti ini

masih ditemukan pada proses pembelajaran KKPI di SMKN 1 Sungai Penuh.

Sehingga berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa. Secara teoritis hasil

belajar ini terkait dengan proses belajar mengajar yang terjadi di kelas

sebelumnya. Dalam pelaksanaan pendidikan terdapat dua faktor yang

mempengaruhi hasil belajar pada siswa yaitu: faktor yang terdapat dalam diri

individu yang sedang belajar (Internal) dan faktor yang berada di luar

individu (Eksternal). Sebagaimana diungkapkan oleh Slameto (2003: 54)

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu:

1. Faktor Internal (yang berasal dalam diri individu)Seperti: Faktor Jasmani (Kesehatan dan cacat tubuh), Faktor Psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan), Faktor Kelelahan (baik secara jasmani maupun rohani).

2. Faktor Eksternal (yang berada di luar individu)Seperti: keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar.

Ditinjau dari faktor eksternal maka salah satu faktor yang

mempengaruhi proses belajar siswa yang berasal dari luar dirinya adalah

5

sekolah. Sekolah turut mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar baik itu

dari segi tenaga pendidik, sarana dan prasarana maupun kurikulum. Dengan

pembaharuan kurikulum diperlukan sarana dan prasarana yang memadai

dalam pelaksanaannya, baik itu berupa gedung, ruangan, meja, kursi, buku-

buku, mata pelajaran mendukung, metode pembelajaran dan sebagainya.

Sedangkan salah satu usaha yang dapat dilakukan guru untuk

meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran KKPI

adalah dengan menerapkan metode pembelajaran yang menantang siswa

untuk belajar aktif dalam proses pembelajaran, sehingga kompetensi setiap

siswa bisa berkembang. Dengan demikian siswa aktif belajar dan mencari

informasi sendiri. Sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai

komunikator, fasilitator dan motivator. Semua usaha yang dilakukan dengan

harapan dapat meningkatkan hasil belajar siswa kearah yang lebih baik

sehingga hasil belajar siswa mencapai Standar Ketuntasan Belajar Minimum

(SKBM).

Dengan rendahnya hasil belajar siswa mengakibatkan tujuan dari mata

pelajaran KKPI belum tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Untuk

mencapai tujuan dari mata pelajaran KKPI ini, diperlukan dukungan dari

berbagai komponen pendidikan terutama guru. Guru diharapkan dapat

menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi. Untuk mengatasi masalah

di atas, salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan adalah metode

pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Pemilihan

metode kooperatif tipe NHT dalam penelitian ini menuntut siswa lebih

6

banyak berpikir dan menciptakan hubungan yang baik dengan sesamanya dan

dengan guru, pada penelitian ini dapat dilihat hasil belajar pada ranah kognitif

saja. Pada pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa dibagi menjadi beberapa

kelompok yang beranggotakan 3-5 orang, setiap siswa dalam kelompok

mendapat nomor. Mereka saling bekerja sama dan saling membantu untuk

dapat mengemukakan pendapat mereka melalui nomor yang ditunjuk oleh

guru. Keterlibatan total siswa dan tanggung jawabnya dalam diskusi

kelompok diharapkan dapat meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif

dalam proses pembelajaran dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran

Aplikasi Pengolah Data Mata Pelajaran KKPI dengan beberapa Indikator

yaitu Menjelaskan cara mengatur table, Menggunakan Menu Insert, Mengatur

Kertas dan Menggunakan Formula yang dipelajari siswa pada Kelas X

Semester 2 sehingga hasil belajarnya pun dapat meningkat.

Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan penelitian tentang

Perbedaan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

dan Konvensional Pada Mata Pelajaran KKPI SMKN 1 Sungai Penuh.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diidentifikasi beberapa

permasalahan yaitu:

1. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran KKPI masih di bawah SKBM.

2. Siswa tidak memperlihatkan perhatiannya terhadap pelajaran KKPI.

3. Siswa tidak terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

4. Pelajaran berpusat pada guru (teacher learning).

7

5. Tidak adanya interaksi yang baik antara guru dengan siswa dan

sebaliknya.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah maka penelitian

ini perlu dibatasi permasalahannya sehingga tercapai tujuan penelitian yang

diharapkan. Masalah tersebut difokuskan pada Penerapan Pembelajaran

Kooperatif Tipe NHT dan Hasil Belajar Pada Ranah Kognitif Siswa khususnya

Pada Kompetensi Dasar Aplikasi Pengolah Data yang dilaksanakan pada

Semester 2 Dalam Mata Pelajaran KKPI Siswa Kelas X SMKN 1 Sungai

Penuh.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan

pembatasan masalah, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah

Terdapat Perbedaan Hasil Belajar Siswa Dengan Penerapan Metode

Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Dengan Metode Konvensional khususnya

Pada Kompetensi Dasar Aplikasi Pengolah Data yang dilaksanakan pada awal

Semester 2 Mata Pelajaran KKPI Siswa Kelas X SMKN 1 Sungai Penuh

Tahun Pelajaran 2012/2013”?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Mengetahui Perbedaan Hasil

Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan Konvensional

8

khususnya Pada Kompetensi Dasar Aplikasi Pengolah Data yang dilaksanakan

pada awal Semester 2 Mata Pelajaran KKPI SMKN 1 Sungai Penuh.

F. Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberi manfaat baik itu secara

teoritis maupun secara praktis:

1. Bagi siswa, meningkatkan keaktifan dalam belajar dan meningkatkan hasil

belajar.

2. Bagi guru, sebagai bahan masukan dalam memilih dan menerapkan

metode pembelajaran yang efektif dalam pencapaian tujuan pembelajaran.

3. Pihak sekolah dapat menjadi pertimbangan kepada wakil kurikulum dalam

pengambilan kebijakan dijurusan teknik informatika maupun akuntansi,

dalam mengupayakan hasil belajar.

4. Sebagai rujukan bagi peneliti selanjutnya.

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

A. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah segala sesuatu yang diperoleh siswa setelah

melakukan pembelajaran. Menurut Nana sudjana (2009: 22) “hasil belajar

adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya”. Tingkat kemampuan siswa dalam proses belajar

mengajar dapat dilihat dari hasil belajarnya.

Menurut Oemar Hamalik (2001:30) “bukti bahwa seseorang telah

belajar ialah terjadilah perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya

dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti”.

Perubahan terjadi karena adanya latihan dan pengalaman. Perubahan ini

bersifat kontiniu, fungsional, positif dan aktif. Hal ini terjadi secara sadar oleh

orang yang belajar.

Menurut Nana Sudjana (2009:23) mengatakan penilaian hasil belajar

mencakup:

1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

2. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi.

3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar, keterampilan dan kemampuan bertindak.

9

Bloom dalam Ayip Miftahuddin (2011) membagi enam tingkatan

ranah kognitif yaitu:

a. Mengingat (remembering)

Mengingat merupakan proses kognitif paling rendah

tingkatannya. Untuk mengkondisikan agar mengingat bisa menjadi

bagian belajar bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan

dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu

yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses

kognitif yaitu mengenali (recognizing) dan mengingat. Kata

operasional mengetahui yaitu mengutip, menjelaskan, menggambar,

menyebutkan, membilang, mengidentifikasi, memasangkan, menandai,

menamai.

b. Memahami (understanding)

Pertanyaan pemahaman menuntut siswa menunjukkan bahwa

mereka telah mempunyai pengertian yang memadai untuk

mengorganisasikan dan menyusun materi-materi yang telah diketahui.

Siswa harus memilih fakta-fakta yang cocok untuk menjawab

pertanyaan. Jawaban siswa tidak sekedar mengingat kembali

informasi, namun harus menunjukkan pengertian terhadap materi yang

diketahuinya. Kata operasional memahami yaitu menafsirkan,

meringkas, mengklasifikasikan, membandingkan, menjelaskan,

membeberkan.

10

c. Menerapkan (applying)

Pertanyaan penerapan mencakup penggunaan suatu prosedur

guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Oleh karena itu,

mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural.

Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk

pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam

proses kognitif yaitu mengimplementasikan. Kata operasionalnya

melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan,

mempraktekan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan,

mendeteksi.

d. Menganalisis (analyzing)

Pertanyaan analisis menguraikan suatu permasalahan atau

obyek ke unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana saling

keterkaitan antar unsur-unsur tersebut. Kata operasionalnya yaitu

menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang,

mengubah struktur, mengkerangkakan, menyusun outline,

mengintegrasikan, membedakan, menyamarkan, membandingkan,

mengintegrasikan.

e. Mengevaluasi (evaluating)

Mengevaluasi membuat suatu pertimbangan berdasarkan

kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang

tercakup dalam kategori ini adalah memeriksa dan mengkritik. Kata

operasionalnya yaitu menyusun hipotesis, mengkritik, memprediksi,

menilai, menguji, membenarkan, menyalahkan.

11

f. Mencipta (creating)

Membuat adalah menggabungkan beberapa unsur menjadi

suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong

dalam kategori ini yaitu membuat, merencanakan dan memproduksi.

Hasil belajar itu dapat diperoleh dengan mengadakan evaluasi atau

penilaian hasil belajar, dimana evaluasi tersebut merupakan bagian dari proses

belajar.  Senada dengan perkembangan dan kemajuan zaman serta teknologi

salah seorang murid Bloom merevisi Taksonomi Bloom menjadi Revisi

Taksonomi Bloom (2001). Pada ranah kognitif kemampuan berpikir analisis

dan sintesis diintegrasikan menjadi analisis saja. Dari jumlah enam kategori

pada konsep terdahulu tidak berubah jumlahnya karena Lorin memasukan

kategori baru yaitu creating (menciptakan) yang sebelumnya tidak ada.

Suharsimi Arikunto (2010: 6) menyatakan bahwa “Tujuan penilaian

hasil belajar adalah untuk mengetahui apakah materi yang diajarkan sudah

dipahami oleh siswa dan penggunaan metoda sudah tepat atau belum”.

Menurut Nana Sudjana (2009: 22) menyatakan bahwa “Penilaian adalah upaya

atau tindakan untuk mengetahui sejauhmana tujuan yang telah ditetapkan itu

tercapai atau tidak”. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk

mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah perubahan tingkah laku siswa yaitu perubahan tingkah laku

dalam ranah kognitif yang bertujuan untuk mengetahui apakah materi yang

12

diajarkan sudah dipahami dan sudah tercapai dan metode yang digunakan

sudah tepat sehingga mencapai tujuan pembelajaran.

1. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Belajar pada dasarnya tidak terlepas dari bagaimana peristiwa atau

proses belajar itu berlangsung, dan dalam proses itu sendiri banyak

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Jika faktor-faktor yang mempengaruhi

proses belajar tersebut dapat ditangani secara tepat dan benar, maka akan

diperoleh hasil belajar sesuai yang diharapkan.

Wina Sanjaya (2009: 50) mengemukakan bahwa “Beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi kegiatan proses belajar diantaranya adalah

faktor guru, siswa, sarana, alat dan media yang tersedia, serta faktor

lingkungan. Lebih lanjut menurut Suharsimi Arikunto (2010: 5), “Unsur-

unsur yang berfungsi sebagai faktor penentu dalam kegiatan belajar antara

lain siswa, guru, bahan pelajaran, metode mengajar dan sistem evaluasi,

sarana penunjang dan sistem administrasi”.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses terjadinya belajar secara

garis besar adalah peserta didik (siswa), pengajar (guru), sarana dan

prasarana, penilaian dan lingkungan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut di atas saling

berhubungan erat, dimana dari proses belajar mengajar, hasil belajar dan

penilaian merupakan suatu siklus. Hal ini menunjukkan bahwa dalam

13

proses pembelajaran harus memperhatikan faktor-faktor pendukung

pembelajarannya, karena jika hal ini terabaikan maka akan berpengaruh

terhadap proses dan hasil belajar siswa dalam pelajaran yang menunjukkan

terhadap perubahan tingkah laku siswa yang berkaitan dengan pelajaran

tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, seseorang baik selama maupun sesudah

terjadinya proses belajar akan mengalami perubahan-perubahan dalam

dirinya. Perubahan-perubahan tersebut merupakan pencapaian tujuan yang

telah direncanakan sebelumnya dan perubahan itu dinamakan hasil dari

belajar atau hasil belajar. Sehingga dapat dikatakan hasil belajar

merupakan penguasaan siswa terhadap berbagai pengetahuan,

keterampilan dan sikap yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses

pembelajaran.

2. Hasil Belajar KKPI

KKPI merupakan singkatan dari Keterampilan Komputer dan

Pengelolaan Informasi. KKPI adalah salah satu mata pelajaran adaptif

yang diberikan kepada semua bidang keahlian di Sekolah Menengah

Kejuruan (Kurikulum SMK, 2004). Sedang pada SMU dan SMP dikenal

dengan nama mata pelajaran TIK. Mata pelajaran ini sebagai dasar

pengetahuan teknologi informasi, dengan demikian generasi masa depan

dapat mengikuti arus perkembangan global.

14

KKPI adalah kemampuan minimal yang harus dibekalkan kepada

Insan Indonesia (siswa SLTA atau sederajat) agar mampu menggunakan

komputer sebagai alat bantu untuk mengelola informasi adalah sebagai

berikut :

a. Mengoperasikan Komputer

Menghubungkan seluruh komponen komputer dengan kabel

penghubung sehingga dapat dihidupkan/dinyalakan dan dapat

berfungsi.

Menghidupkan/menyalakan perangkat komputer.

Membuka dan menutup/mematikan program aplikasi pengolah

kata, pengolah angka / bilangan, dan pembuat paparan.

Mengetik dengan 10 jari.

b. Mengelola Informasi

Mencari informasi.

Mengelompokkan, mengklasifikasikan, menyimpan.

Mengambil kembali informasi tersebut.

Mengemas menjadi informasi baru.

Menyusun menjadi bahan paparan.

Memaparkan atau mempresentasikan informasi.

Melakukan koneksi ke internet.

Bekerja menggunakan internet untuk mencari, mengumpulkan, dan

merekam informasi.

Sejalan dengan perkembangan informasi dan teknologi, maka

kemampuan minimal yang harus dibekalkan kepada siswa SMK agar tidak

ketinggalan dalam dunia Teknologi Informasi dalam penggunaan

komputer sebagai alat bantu untuk :

15

Mencari Informasi.

Mengelompokkan, Mengklasifikasikan, Menyimpan

Mengambil kembali informasi tersebut

Mengemas menjadi informasi baru

Menyusun menjadi bahan paparan

Memaparkan atau Mempresentasikan

Hasil belajar KKPI yang dicapai oleh peserta didik dalam proses

pembelajaran pada umumnya meliputi pengetahuan, sikap dan

keterampilan yang diperoleh melalui usaha belajar. Hasil belajar seorang

peserta didik dapat diketahui bila diadakan pengukuran tentang

pengetahuan, sikap dan keterampilan dari peserta didik tersebut. Untuk

mengukur sampai dimana tingkat keberhasilan belajar peserta didik harus

ada suatu alat ukur tertentu yang dapat berfungsi untuk mengukur hasil

belajar dari peserta didik. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur hasil

belajar dinamakan tes. Tes dapat berbentuk tugas-tugas yang harus

dilaksanakan, dan dapat pula berupa pertanyaan atau soal-soal yang harus

dijawab.

Dari uraian di atas, dapat mengetahui perbedaan hasil belajar siswa

dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT dan konvensional yang diukur

melalui tes pada akhir pembelajaran.

B. Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Menurut Suherman (2003: 260) Pembelajaran kooperatif atau

Cooperative Learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja

16

sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan

suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama.

Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran dengan cara

pembagian siswa pada kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam

memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Setiap manusia memiliki derajat potensi, latar belakang historis,

serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Perbedaan manusia tersebut

yang dapat membuat saling asah, asih, dan asuh (saling mencerdaskan).

Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan interaksi yang saling asah,

asih, dan asuh sehingga terciptalah masyarakat belajar (learning

community).

Siswa tidak hanya belajar dari buku, namun juga dari sesama

teman. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar

dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh untuk

menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat

menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat.

Menurut Muslimin Ibrahim (2000: 6) dijelaskan bahwa:

”Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai

berikut:

a. Siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama.

17

b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompok, seperti milik mereka sendiri.

c. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompok memiliki tujuan yang sama.

d. Siswa haruslah membagi tugas dan bertanggung jawab yang sama diantara anggota kelompok yang sama.

e. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah atau penghargaan yang juga akan dikenakan oleh anggota kelompok.

f. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

g. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif”.

Dari tujuh unsur pembelajaran kooperatif tersebut dapat dilihat

bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan interaksi siswa dalam

kelompok mereka sehingga siswa merasa saling ketergantungan satu sama

lainnya.

Berdasarkan pendapat para ahli yang dikemukakan diatas maka

dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu

kelompok kecil yang saling bekerja sama dalam sebuah tim untuk

mencapai suatu tujuan belajar yang dapat dipertanggungjawabkan dan

dapat meningkatkan interaksi antarsiswa sehingga terciptalah masyarakat

belajar.

2. Manfaat Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif yang dilaksanakan di dalam proses

pembelajaran diharapkan dapat memberikan dampak dan manfaat bagi

siswa ataupun gurunya sendiri. Manfaat diterapkannya strategi

pembelajaran kooperatif menurut Muslimin Ibrahim (2000:18-19) adalah:

18

Dapat meningkatkan pencurahan waktu pada tugas, rasa harga diri menjadi lebih tinggi, memperbaiki kehadiran, angka putus sekolah menjadi rendah, penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar, perilaku menganggu menjadi lebih kecil, konflik antar pribadi berkurang, sikap apatis berkurang, pemahaman yang lebih mendalam, motivasi lebih besar, hasil belajar lebih tinggi, retensi lebih lama, dan meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.

Dapat disimpulkan bahwa dengan diterapkannya pembelajaran

kooperatif, selain hasil belajar yang akan meningkat, maka diharapkan rasa

tanggung jawab terhadap diri sendiri dan kelompok serta hubungan sosial

sesama siswa juga akan semakin baik.

3. Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT merupakan salah satu bentuk

pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Spencer Kagan pada

tahun 1993 menurut Anita Lie (2010: 43). Pembelajaran tipe NHT

melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup

dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi

pelajaran. Menurut Mohamad Nur (2008: 78) dijelaskan bahwa:

Numbered Heads Together pada dasarnya merupakan sebuah varian diskusi kelompok, ciri khasnya adalah guru menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya, tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya itu. Cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa dan juga merupakan upaya sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang

dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan

untuk meningkatkan penguasaan akademik. Menurut Muslimin Ibrahim

(2000: 28) tipe ini dikembangkan oleh Kagan dengan melibatkan para

19

siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan

mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Muslimin Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai

dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu:

a. Hasil belajar akademik struktural

Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas

akademik.

b. Pengakuan adanya keragaman

Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang

mempunyai berbagai latar belakang.

c. Pengembangan keterampilan sosial

Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa, yang

dimaksud keterampilan antara lain berbagi tugas, aktif bertanya,

menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat,

dan bekerja dalam kelompok.

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT menurut Muslimin

Ibrahim (2000:29) yang dikembangkan oleh Kagan, dengan tiga langkah

yaitu:

a. Pembentukan kelompok

b. Diskusi masalah

c. Tukar jawaban antar kelompok

20

Langkah-langkah tersebut dikembangkan oleh Muslimin Ibrahim

(2000:29) menjadi enam langkah sebagai berikut:

Langkah 1. Persiapan

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Langkah 2. Pembentukan kelompok

Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Dalam pelaksanaan peneliti lakukan, kelompok dibentuk dengan percampuran jenis kelamin dan kemampuan belajar siswa tersebut, karena tidak memungkinkan untuk meninjau latar belakang sosial, ras, suku dari siswa. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pretest) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.

Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan

Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru.

Langkah 4. Diskusi masalah

Setelah siswa mendapatkan pertanyaan yang diberikan oleh guru, dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap siswa mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.

Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban

Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.

Langkah 6. Memberi kesimpulan

21

Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.

Menurut Isjoni, dkk (2009:36) keunggulan dan kelemahan dalam

pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah:

1. Keunggulan a. Saling ketergantungan yang positifb. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individuc. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelasd. Memperbaiki kehadirane. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.f. Terjalin hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa

dan gurug. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan

pengalaman emosi yang menyenangkan.h. Hasil belajar lebih tinggi

2. Kelemahana. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang,

disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, fikiran dan waktu.

b. Agar proses pembelajaran berjalan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai

c. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

d. Saat diskusi kelas terkadang didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

Maka dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

NHT adalah salah satu pembelajaran kooperatif dalam varian diskusi

kelompok yang melibatkan siswa secara aktif dalam menelaah materi dan

mampu mempertanggungjawabkan baik secara individual maupun

kelompok, dengan bentuk kegiatan penomoran setiap siswa dalam

kelompok yang berbeda dan masing-masing kelompok harus siap dengan

jawaban karena guru akan menunjuk siswa secara acak untuk mewakili

kelompoknya.

22

C. Pembelajaran Konvensional (Ceramah)

Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode

tradisional, karena sejak dahulu metode ini telah digunakan sebagai alat

komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam berinteraksi, namun

penggunaannya sangat popular. Metode yang lazim digunakan ini dirasakan

sangat efektif dan sederhana. Metode ceramah tergantung pada personal guru

yakni suara, gaya bahasa, sikap, prosedur, kelancaran, keindahan bahasa dan

keteraturan guru dalam memberikan penjelasan yang tidak dapat dimiliki

secara mudah oleh semua guru. Pada penelitian ini ceramah diberikan pada

kelas kontrol dengan pemberian materi pelajaran dengan menggunakan buku

panduan atau buku paket untuk memudahkan siswa dalam proses

pembelajaran, dengan guru menerangkan pelajaran didepan kelas dan sebagian

siswa memperhatikan guru menerangkan dan sebagain siswa terlihat acuh

pada materi yang diberikan.

Menurut Wina Sanjaya (2009: 148) kelebihan dan kelemahan metode

ceramah adalah:

1. Kelebihan metode ceramah:a. Ceramah merupakan metode yang murah dan mudah untuk

dilakukan. Murah dalam hal ini metode ceramah tidak menggunakan peralatan yang lengkap. Sedangkan mudah, karena ceramah hanya mengandalkan suara guru.

b. Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya materi pelajaran yang banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokok-pokoknya oleh guru dalam waktu yang singkat.

c. Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang ditonjolkan. Guru dapat mengatur pokok-pokok materi bagian

23

mana yang perlu ditekankan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai.

d. Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas.e. Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur

menjadi lebih sederhana. Ceramah tidak memerlukan setting kelas yang beragam dan persiapan yang rumit.

2. Kelemahan metode ceramah:a. Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah

akan terbatas pada apa yang dikuasai gurub. Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik,

ceramah sering dianggap sebagai metode yang membosankan.c. Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh

siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum.

D. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Yani Pinta (2006) dengan hasil penelitiannya bahwa hasil belajar siswa

dengan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT pada ranah kognitif

lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan menggunakan metode

ceramah pada materi hukum-hukum dasar kimia di kelas X SMAN 4

Padang.

2. Afrita Wahyuni (2010) dengan hasil penelitiannya bahwa terdapat

pengaruh yang berarti dari penerapan pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Heads Together yang diikuti kuis terhadap hasil belajar Fisika

kelas VIII SMPN 25 Padang.

E. Kerangka Berpikir

Penelitian ini bermaksud untuk melihat perbedaan hasil belajar siswa

yang menggunakan metode kooperatif tipe NHT dan siswa yang menggunakan

metode konvensional mata pelajaran KKPI awal Semester 2 pada satu

24

kompetensi dasar Aplikasi Pengolah Data . Faktor-faktor yang mempengaruhi

rendahnya hasil belajar siswa menurut Slameto (2003:54) diantaranya adalah

faktor Internal (Jasmaniah, Psikolohis dan Kelelahan) dan Faktor Eksternal

(Keluarga, Sekolah dan Masyarakat).

Metode mengajar adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui di

dalam mengajar. Salah satu yang mempengaruhi hasil belajar siswa disekolah

adalah metode mengajar. Metode mengajar guru yang kurang baik akan

mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula, misalnya karena guru

kurang persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran sehingga guru

tersebut menyajikannya tidak jelas sehingga siswa kurang senang terhadap

mata pelajaran atau gurunya. Akibatnya siswa malas untuk belajar.

Guru biasa mengajar dengan metode ceramah (konvensional) saja.

Siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif dan mencatat saja. Guru yang

progresif berani mencoba metode-metode yang baru, yang dapat membantu

meningkatkan kegiatan belajar mengajar, dan meningkatkan motivasi siswa

untuk belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka metode mengajar

harus diusahakan yang setepat, efisien dan efektif mungkin.

Salah satu metode yang dapat digunakan guru untuk meningkatkan

kegiatan belajar mengajar serta meningkatkan motivasi dan keaktifan siswa

dalam belajar adalah dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe

NHT. Metode kooperatif tipe NHT dapat membuat siswa aktif dalam proses

pembelajaran. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5

orang siswa di setiap kelompok, dalam setiap kelompok mempunyai tingkat

25

kemampuan yang beragam, ada siswa yang pintar, sedang dan kurang. Setiap

kelompok diberikan tanggung jawab untuk memecahkan masalah dalam

kelompoknya dan diberikan kebebasan mengeluarkan pendapat tanpa merasa

takut. Guru akan menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok

dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban

kepada siswa di kelas. Dengan demikian diharapkan dengan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT setiap siswa akan mempunyai tingkat

kemampuan yang relatif sama dalam menguasai materi pelajaran dan prestasi

belajar siswa menjadi lebih baik.

Sebagaimana yang telah dilakukan peneliti sebelumnya Yani Pinta

(2006) dengan hasil penelitiannya bahwa hasil belajar siswa dengan metode

pembelajaran kooperatif tipe NHT pada ranah kognitif lebih tinggi daripada

siswa yang diajar dengan menggunakan metode ceramah pada materi Hukum-

Hukum Dasar Kimia di kelas X SMAN 4 Padang. Selanjutnya Afrita Wahyuni

(2010) dengan hasil penelitiannya bahwa terdapat pengaruh yang berarti dari

penerapan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together yang

diikuti kuis terhadap hasil belajar Fisika kelas VIII SMPN 25 Padang.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut peningkatan hasil belajar dapat

dilakukan melalui upaya penggunaan metode Kooperatif Tipe NHT. Dengan

demikian, diduga terdapat perbedaan hasil belajar siswa dalam pembelajaran

kooperatif tipe NHT dan konvensional pada mata pelajaran KKPI yang

peneliti laksanakan awal Semester 2 pada Kompetensi Dasar Aplikasi

26

Pengolah Data siswa SMKN 1 Sungai Penuh sesuai dengan gambar berikut

ini:

Gambar 1. Kerangka Berpikir

Proses belajar mengajar yang dilakukan pada kedua kelas sampel yaitu

kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sebelum diterapkan metode Kooperatif

Tipe NHT pada kelas eksperimen dan metode konvensional pada kelas

kontrol, maka dilakukan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa.

Setelah mengetahui kemampuan awal siswa, kedua kelas sampel akan

diberikan perlakuan. Siswa terlihat aktif dalam proses belajar berlangsung,

siswa mengemukakan pendapat-pendapat yang dianggap benar. Setelah

diberikan perlakuan pada kedua kelas sampel maka diberikan postest. Hasil

belajar dianalisis dengan menggunakan uji t untuk mengetahui perbedaan hasil

belajar siswa.

F. Hipotesis Penelitian

27

PostestPostest

PBM

Kelas EksperimenKelas Kontrol

Metode Konvensional Metode NHT

Hasil Belajar

1. Ho: Tidak terdapat perbedaan hasil belajar siswa dalam pembelajaran

kooperatif tipe NHT dan konvensional khususnya pada Kompetensi Dasar

Aplikasi Pengolah Data pada awal Semester 2 Mata Pelajaran KKPI siswa

kelas X SMKN 1 Sungai Penuh.

2. Ha: Terdapat perbedaan hasil belajar siswa dalam pembelajaran kooperatif

tipe NHT dan konvensional khususnya pada Kompetensi Dasar Aplikasi

Pengolah Data pada awal Semester 2 Mata Pelajaran KKPI Siswa SMKN

1 Sungai Penuh.

28

BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian semu (quasi eksperimen) dengan

desain pretest-postest group kontrol. Menurut Sumadi Suryabrata (2010: 92)

“rancangan ini tidak menggunakan randomisasi pada awal penentuan

kelompok dan juga kelompok sering dipengaruhi oleh variabel lain dan bukan

semata-mata karena perlakuan”. Selanjutnya M. Nazir 92005:73) berpendapat

“penelitian yang mendekati percobaan sungguhan di mana tidak

mungkin mengadakan kontrol/memanipulasi semua variable yang

relevan. Harus ada kompromi dalam menentukan validitas internal dan

eksternal sesuai dengan batasan-batasan yang ada”.

Penelitian semu digunakan karena tidak dapat mengontrol variabel

yang berpengaruh terhadap hasil penelitian. Dalam penelitian ini dapat dilihat

hasil belajar kelompok siswa yang diberi perlakuan berupa pembelajaran yang

menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagai kelas

eksperimen dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode

konvensional sebagai kelas kontrol. Desain penelitian pretest-postest ini

dilakukan pada awal pertemuan sebelum subjek penelitian diberikan perlakuan

(pretest) dan setelah diberikan perlakuan maka dilakukan penilaian hasil

belajar pada pertemuan terakhir (postest). Desain penelitian ini dapat dilihat

pada tabel 2.

29

29

Tabel 2. Desain Penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Postest

Eksperimen T1 X1 T2

Kontrol T1 X2 T2

Sumber: Sumadi Suryabrata (2010: 105)

Keterangan X1: Pembelajaran dengan metode Kooperatif Tipe NHT X2: Pembelajaran dengan metode KonvensionalT1 : Tes awal T2: Tes akhir

B. Subjek Penelitian

Perbedaan hasil belajar siswa kelas X TI dan X AK diketahui sebelum

diberikan materi (pretest) pada Kompetensi Dasar Aplikasi Pengolah Data,

dengan soal tes yang sama dan materi yang sama. Sebelum tes dilakukan soal

yang akan diberikan pada kedua kelas diuji coba pada sekolah lain yang

sederajat yaitu SMKN 1 Padang dengan siswa sebanyak 18 orang. Setelah soal

diuji coba maka dapat dilaksanakan tes pada kelas X TI yang diikuti oleh 32

orang siswa dan 34 orang siswa di kelas X AK. Hasil analisis data pretest

dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini:

Tabel 3. Hasil Belajar (pretest) Siswa Kelas X TI dan Kelas X AK

Ukuran Statistik Kelas X TI Kelas X AKN 32 34

40,75 38,26

S 11,127 10,316S2 123,806 106,428

Berdasarkan tabel diatas, jumlah kelas X TI 32 orang siswa, memiliki

rata-rata dari hasil belajar (pretest) yaitu 40,75, memiliki standar deviasi

11,127 dan varians yaitu 123,806. Untuk kelas X AK terlihat bahwa jumlah

30

siswa sebanyak 34 orang, memiliki rata-rata hasil belajar yaitu 38,26, standar

deviasi 10,316 dan varians yaitu 106,428. Jadi terlihat rata-rata nilai kelas TI

dan AK bisa dikatakan kemampuan awalnya sama.

Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar pretest siswa kelas X TI dan

kelas X AK digunakan uji perbedaan rata-rata yaitu menggunakan uji-t seperti

pada table 4 berikut ini:

Tabel 4. Uji Beda Rata-Rata Pretest Siswa Kelas X TI dan Kelas X AK

1 2N 1 N 2 S1

2 S22 thitung ttabel

40,75 38,26 32 34 123,806 106,428 0,945 1,670

Berdasarkan uji t diperoleh thitung ˂ ttabel. Dengan demikian dapat

dinyatakan bahwa kelas X TI dan kelas X AK memiliki kemampuan awal

yang sama, sehingga kedua kelas dapat digunakan sebagai subjek penelitian.

Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X TI dan kelas

X AK SMKN 1 Sungai Penuh yang terdaftar pada tahun ajaran 2011/2012.

Dari kedua kelas ini, secara acak dipilih satu kelas untuk kelas eksperimen dan

satu kelas untuk kelas kontrol. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5 di

bawah ini:

Tabel 5. Subjek Penelitian

No Kelas Jumlah Siswa Keterangan1 TI 32 Orang Kelas eksperimen, siswa belajar

dengan model kooperatif tipe NHT 2 AK 34 Orang Kelas kontrol, siswa belajar dengan

pembelajaran konvensionalJumlah 66 Orang

31

Dilihat dari tabel diatas, subjek penelitian ini sebanyak 66 orang siswa

yang terdiri dari 32 orang kelas X TI yang menjadi kelas eksperimen dengan

pembelajaran kooperatif tipe NHT dan 34 orang kelas X AK yang menjadi

kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional.

C. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini ada dua variabel yang diteliti, yaitu:

1. Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Pembelajaran Kooperatif tipe NHT adalah salah satu pembelajaran

kooperatif dalam varian diskusi kelompok yang melibatkan siswa secara

aktif dalam menelaah materi dan mampu mempertanggungjawabkan baik

secara individual maupun kelompok. Guru memberi nomor kepada setiap

siswa dalam kelompok dengan nama kelompok yang berbeda. Guru

menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor

yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di

kelas. Kelompok yang dibentuk berdasarkan percampuran dari jenis

kelamin dan kemampuan belajar.

Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa yaitu perubahan

tingkah laku dalam ranah afektif, kognitif, dan psikomotor. Bertujuan

untuk mengetahui apakah materi yang diajarkan sudah dipahami dan

sudah tercapai sesuai dengan SKBM mata pelajaran dan metode yang

digunakan sudah tepat sehingga mencapai tujuan pembelajaran. Nilai hasil

belajar siswa kelas eksperimen dengan metode kooperatif tipe NHT dalam

32

penelitian ini diambil dari nilai postest yang dilakukan setelah materi

diberikan.

2. Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Konvensional

Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode

tradisional, karena sejak dahulu metode ini telah digunakan sebagai alat

komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam berinteraksi, namun

penggunaannya sangat populer. Menurut W. Gulo (2002: 136) “Ceramah

merupakan satu-satunya metode yang konvensional dan masih tetap

digunakan dalam strategi belajar mengajar”. Metode ini paling tua dan

sering dipakai dalam berbagai kesempatan. Penerapan pembelajaran

konvensional diberikan kepada kelas kontrol, guru menerangkan pelajaran

didepan kelas dan sebagian siswa memperhatikan siswa lain asyik dengan

kegiatannya elain memperhatikan guru menerangkan pelajaran.

Hasil belajar siswa pada kelas kontrol dengan perlakuan metode

konvensional diambil dari nilai postest yang dilakukan setelah materi

diberikan.

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dibagi atas tiga tahap yaitu:

1. Tahap Persiapan

a. Menentukan tempat dan jadwal penelitian.

b. Menetapkan materi pelajaran KKPI bagi siswa kelas X SMKN 1

Sungai Penuh.

33

c. Mempersiapkan perangkat pembelajaran yang akan dilaksanakan,

seperti rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

d. Membuat kisi-kisi soal berdasarkan kompetensi dasar dan indikator

e. Menyusun instrumen

f. Melakukan uji coba soal pada sekolah lain yang sederajat, peneliti

melakukan uji coba soal di SMKN 1 Padang dengan jumlah responden

sebanyak 18 orang siswa. Dari hasil uji coba diperoleh validitas tes,

reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal agar didapat

instrumen yang baik.

g. Menentukan subjek penelitian pada kedua kelas sampel dengan

melakukan tes awal (pretest) dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Mengumpulkan data hasil pretest kelas X TI dan kelas X AK

SMKN 1 Sungai Penuh.

2) Menganalisis skor hasil pretest dengan menggunakan uji

normalitas dan uji homogenitas

h. Memberikan materi pembelajaran kepada subjek penelitian yaitu

kepada kelas eksperimen dengan metode NHT dan kelas kontrol

dengan metode konvensional.

i. Memberikan postest kepada subjek penelitian sebagai bentuk penilaian

akhir dari hasil belajar setelah diberikan perlakuan.

j. Melakukan analisis data postest.

34

2. Tahap Pelaksanaan

Pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama

dari segi materi. Kedua kelas sampel hanya dibedakan dalam metode

pembelajaran yang digunakan. Pembelajaran di kelas eksperimen dan

kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini.

Tabel 6. Perlakuan yang diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol

Skenario Pembelajaran NHT

Skenario Pembelajaran Konvensional

a. Guru mengabsensi siswab. Guru memberikan apersepsic. Guru memberikan motivasi

agar siswa lebih aktifd. Guru membuka pelajarane. Guru menyampaikan tujuan

pembelajaranf. Guru memberikan

pengetahuan dasar untuk memudahkan siswa memahami materi pelajaran

g. Guru membagi siswa kedalam kelompok yang beranggotakan 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1-5.

h. Siswa bergabung dengan tim atau anggotanya yang telah ditentukan

i. Guru memberikan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok

j. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok, setiap kelompok melakukan presentasi hasil diskusi kelompok dengan menunjuk salah satu anggota kelompok untuk mewakili kelompok.

k. Guru mengecek pemahaman siswa dengan memanggil salah satu nomor anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban

a. Guru mengabsensi siswab. Guru memberikan apersepsic. Guru memberikan motivasi

agar siswa lebih aktifd. Guru membuka pelajarane. Guru menyampaikan tujuan

pembelajaranf. Guru menerangkan palajarang. Guru memberikan contoh soalh. Guru memberikan latihan soali. Guru mengecek apakah siswa

telah mengerti dengan materi yang diajarkan

j. Guru memberikan kesempatan siswa untuk bertanya

k. Guru memberikan latihan dan tugas rumah

35

dari kelompokl. Guru bersama siswa

menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.

m. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang dibahas dari pertemuan pertama sampai pertemuan ke tiga, bagian mana siswa belum mengerti

3. Tahap Penyelesaian

a. Memberikan postest kepada kedua kelas sampel setelah penelitian

berakhir, guna melihat hasil perlakuan yang telah diberikan.

b. Mengolah data dari kedua sampel, baik kelas eksperimen maupun

kelas kontrol.

c. Menarik kesimpulan dari hasil yang didapat sesuai dengan teknik

analisis data yang digunakan.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat pengumpul data. Dengan adanya instrumen, data

yang diinginkan dapat dikumpulkan. Instrumen yang digunakan yaitu

instrumen berupa tes akhir (tes hasil belajar) dalam bentuk tes pilihan ganda

(objektif). Soal tes terlebih dahulu diuji coba pada sekolah yang lain yang

sederajat yaitu di SMKN 1 Padang dengan jumlah responden sebanyak 18

orang siswa untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya yang terdiri dari 25

item dalam bentuk pilihan ganda. Tes disusun berdasarkan kisi-kisi tes seperti

tabel 7.

36

Tabel 7. Kisi-kisi Tes

Kompetensi Dasar

Indikator Jumlah Soal

1.Aplikasi Pengolah Data

a. menjelaskan cara mengatur tabelb. menjelaskan penggunaan menu Insertc. menjelaskan penggunaan formula

14 Soal 5 Soal 6 Soal

Jumlah Soal Tes 25 Soal

Pengujian validitas, reliabilitas tes, tingkat kesukaran soal, dan daya

pembeda soal diuraikan berikut ini.

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu konsep yang berkaitan dengan sejauh mana

tes telah mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas tes perlu

ditentukan untuk mengetahui kualitas tes dalam kaitannya dengan

mengukur hal yang seharusnya diukur. Validitas yang akan dilihat adalah

validitas isi, validitas konstruk, dan validitas item atau butir soal.

a. Validitas Isi

Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 67) menyatakan sebuah tes

dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus

tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan.

Oleh karena materi yang diajarkan tertera dalam kurikulum maka

validitas isi ini sering disebut validitas kurikuler. Hasil dari validitas

kurikuler ini adalah materi pelajaran Sifat-Sifat Komponen Elektronika

Pasif sesuai dengan Kurikulum yang dipakai di SMKN 1 Sungai Penuh

yaitu Kurikulum KTSP tertera pada silabus mata pelajaran dapat

dilihat pada lampiran 1 halaman 54. Validitas isi dapat diusahakan

37

tercapainya sejak saat penyusunan tes, yaitu dengan cara merinci

materi kurikulum atau materi buku pelajaran, ini dilakukan dengan

mengkonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru bidang studi

KKPI SMKN 1 Sungai Penuh. Soal tes sebelum diuji coba pada

sekolah lain yang sederajat telah dikonsultasikan kepada dosen

pembimbing, ada perbaikan dari soal yang peneliti buat soal no 21

komponen-komponen elektronika pasif adalah Resistor, Kapasitor dan

Induktor, maka yang tidak termasuk komponen elektronika pasif

adalah Transistor karena transistor termasuk pada komponen

elektronika aktif.

b. Validitas Konstruksi

Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 67) menyatakan sebuah tes

dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila butir-butir soal yang

membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti, aspek

kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor. Dan sebuah item

dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap

skor total. Rumus yang digunakan untuk menghitung validitas item ini

menurut Suharsimi Arikunto (2010: 79) adalah:

Keterangan:

= Koefisien Korelasi Biserial

Mp = rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari validitasnya

Mt = rerata skor totalSt = standar deviasi dari skor total

38

p = proporsi siswa yang menjawab benar

( p =

q = proporsi siswa yang menjawab salah ( q= 1 – p )

Kriteria pengujiannya yaitu apabila rhitung > rtabel maka item tes

tersebut dikatakan valid dan apabila rhitung < rtabel maka item tes tersebut

tidak valid dan dinyatakan gugur.

Berdasarkan hasil dari perhitungan tersebut maka jumlah soal

yang dinyatakan valid dan dapat dipergunakan untuk menjaring data

penguasaan KKPI dapat dilihat pada lampiran 8.

2. Reliabilitas Tes

Reliabilitas suatu tes adalah taraf dimana suatu tes mampu

menunjukkan konsistensi hasil pengukurannya yang diperlihatkan dalam

taraf ketepatan dan ketelitian hasil. Untuk menentukan reliabilitas tes

digunakan rumus Kuder Richardson-20 (KR-20) yang dinyatakan oleh

Suharsimi Arikunto (2010: 231) yaitu:

Menggunakan Rumus K-R. 20

Keterangan:r11 : reliabilitas tes secara keseluruhanp : proporsi subjek yang menjawab item dengan benarq : proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1-p)Σpq : jumalh hasil perkalian antara p dan qk : jumlah butir soal tesVt : varians total

39

Untuk menentukan reliabilitas soal dapat digunakan skala yang

dikemukakan pada tabel 8 dibawah ini.

Tabel 8. Klasifikasi reliabilitas soal

No. Indeks reliabilitas Klasifikasi

1. 0,90 ≤ r11 ≤ 1,00 Sangat Tinggi2. 0,70 ≤ r11 ≤ 0,90 Tinggi3. 0,40 ≤ r11 ≤ 0,70 Sedang4. 0,20 ≤ r11 ≤ 0,40 Rendah5. 0,00 ≤ r11 ≤ 0,20 Sangat Rendah

Sumber: Suharsimi Arikunto (2010: 101)

Berdasarkan tabel dan rumus diatas dapat dihitung reliabilitas

keseluruhan soal tes yang akan digunakan yaitu:

Diketahui:

k = 25

Σpq = 5,614

Vt = 6,609

Sehingga:

Diperoleh hasil r11 hitung yaitu 0,908 dikonsultasikan dengan tabel

tingkat reliabilitas tes (tabel 8), sehingga dapat diketahui soal tes tersebut

termasuk dalam tingkat reliabilitas sangat tinggi.

3. Tingkat Kesukaran Soal

40

Tingkat kesukaran soal merupakan bilangan yang menunjukkan

sukar dan mudahnya suatu soal. Soal yang baik adalah soal yang tidak

terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Rumus yang digunakan untuk

menentukan tingkat kesukaran soal seperti dikemukakan oleh Suharsimi

Arikunto (2010:208) yaitu:

Keterangan:P: Tingkat Kesukaran SoalB: Jumlah siswa yang menjawab soal dengan benarJs: Jumlah siswa peserta tes

Tabel 9. Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal

No Indeks Kesukaran Klasifikasi123

0,00 ≤ P < 0,300,30 ≤ P < 0,700,70 ≤ P < 1,00

SukarSedangMudah

Sumber: Suharsimi Arikunto (2010: 210)

Berdasarkan hasil perhitungan pada keseluruhan maka 19 item soal

tes termasuk dalam kategori sedang dan 6 item soal tes termasuk dalam

kategori mudah (lampiran 10).

4. Daya Pembeda Soal

Daya pembeda soal merupakan kemampuan soal untuk

membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang

berkemampuan yang rendah. Cara menghitung daya pembeda menurut

Suharsimi Arikunto (2010: 213) adalah seluruh kelompok testee dibagi

dua sama besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah. Sebelum

41

dilakukan pembagian ini, seluruh skor tes siswa dideret mulai dari skor

tertinggi sampai skor terendah.

Rumus menghitung daya pembeda adalah:

Keterangan:D : Daya pembeda soalBA : Jumlah kelompok atas yang menjawab benarBB : Jumlah kelompok bawah yang menjawab benarJA : Jumlah peserta kelompok atasJB : Jumlah peserta kelompok bawah

Indeks daya pembeda soal dapat diklasifikasikan seperti pada tabel

10.

Tabel 10. Klasifikasi indeks daya pembeda soal

No. Indeks Daya Pembeda Klasifikasi1. Minus Tidak baik2. 0,00 ≤ D < 0,20 Jelek3. 0,20 ≤ D < 0,40 Cukup4. 0,40 ≤ D < 0,70 Baik5. 0,70 ≤ D < 1,00 Baik sekali

Sumber: Suharsimi Arikunto,(2010: 218)

Dengan kriteria, butir-butir soal yang baik adalah butir soal yang

mempunyai indeks diskriminasi 0,4 sampai 0,7. Berdasarkan perhitungan

daya pembeda dari tiap item soal tes terdapat 4 soal dalam kategori baik

sekali, 11 soal dalam kategori baik, 7 soal dalam kategori cukup, 2 soal

dalam kategori jelek dan 1 soal dalam kategori tidak baik.

Maka untuk melihat hasil perhitungan daya beda dari tiap item soal

tes dapat dilihat pada lampiran 11.

42

F. Teknik Analisis Data

Analisis data bertujuan untuk menguji apakah diterima atau ditolaknya

hipotesis yang diajukan dalam penelitian. Analisis data yang digunakan

adalah uji kesamaan dua rata-rata. Uji persyaratan analisis:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui distribusi data hasil

belajar siswa, apakah data tersebut terdistribusi normal atau tidak. Uji

normalitas, dilakukan menggunakan rumus (M.Nazir 2005: 408)

Keterangan:X2 = hasil perhitungan Chi KuadratK = jumlah kategoriOi = frekuensi yang diharapkanEi = frekuensi yang diamati

Dengan kriteria pengujian sebagai berikut: Jika hitung ≥ tabel,

artinya Distribusi Data Tidak Normal. Jika hitung ≤ tabel, artinya Data

Berdistribusi Normal dengan α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = k – 1.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah kedua sampel

mempunyai varians yang homogen atau tidak. Untuk mengujinya

digunakan uji F dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menghitung varians masing-masing kelompok data kemudian

dihitung harga F dengan rumus:

43

b. Setelah harga F (Fhit) diperoleh kemudian dibandingkan dengan harga

F yang terdapat pada daftar distribusi F dengan taraf signifikan 5%

dimana dkpembilang = n1 – 1. Jika harga Fhitung (Fh) ≥ Ftabel (Ft), berarti

kedua kelas sample mempunyai varians tidak homogen dan jika Fhitung

≤ Ftabel berarti varians homogen.

3. Uji Hipotesis

Uji hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar

KKPI khususnya pada Kompetensi Dasar Aplikasi Pengolah Data yang

dilaksanakan awal Semester 2 siswa kelas eksperimen lebih baik dari

kelas kontrol dan mengetahui apakah hasil belajar siswa kedua kelas

sampel berbeda atau tidak. Uji hipotesis dilakukan setelah pelaksanaan uji

normalitas dan uji homogenitas. Sudjana (1996:239) mengungkapkan

bahwa dalam menentukan rumus uji t yang dipakai tergantung pada hasil

uji normalitas dan homogenitas.

Jika hasil belajar siswa terdistribusi normal dan varians homogen,

maka digunakan rumus:

(Sudjana, 1996:239)

Dengan:

Keterangan:

44

: nilai rata-rata kelas eksperimen: nilai rata-rata kelas kontrol

S12 : varian kelas eksperimen

S22 : varian kelas kontrol

S2 : varian gabungann1 : jumlah siswa kelas eksperimenn2 : jumlah siswa kelas kontrol

Harga t yang diperoleh dari perhitungan (thitung) dibandingkan

dengan ttabel pada tabel distribusi t. Jika –ttabel ≤ thitung ≥ ttabel pada taraf

signifikan 0,05 dengan dk = n1+ n2-2, maka H0 ditolak dan Ha diterima

45