Upload
trinhanh
View
233
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERBANDINGAN SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
SEBELUM DAN SESUDAH TERBENTUKNYA PROVINSI BANTEN DI
KABUPATEN LEBAK, PANDEGLANG, TANGERANG, DAN KOTA
TANGERANG
(Studi Kasus: Tahun 1994 – 2000, 2002 – 2008, dan 2010 – 2016) Skripsi:
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat Syarat Meraih
Gelar Sarjana Ekonomi (SE)
Disusun Oleh :
RIZVIALDI IHSAN
1112084000055
ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Rizvialdi Ihsan
2. Tempat/ Tanggal Lahir : Jakarta, 22 Desember 1994
3. Alamat : Komp. Batan Indah Blok P No 9 RT 21/04
4.
Telepon
Kademangan, Setu – Tangerang Selatan
: 087871950789
5. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Negeri Batan Indah Tahun 2000 – 2006
2. SMP Negeri 3 Serpong Tahun 2006 – 2009
3. SMA Negeri 7 Tangerang Selatan Tahun 2009 – 2012
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012 – 2016
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Komunitas United Indonesia Chapter Tangerang Selatan
2. Karang Taruna Batan Indah RW 04, Kademangan, Setu, Tangerang Selatan
3. Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
IV. SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Seminar Nasional “Mewujudkan Lembaga Keuangan Mikro yang Berdaya
Saing Dalam Menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) 2015”, Social
Trust Fund UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dialog Jurusan dan Seminar Konsentrasi “Mengenal Lebih Dekat dengan
Jurusan Sendiri”, HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Kuliah Umum Sosialisasi Hemat Energi, BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
i
ii
4. Enumerator untuk Transparency International Indonesia dalam Survey Persepsi Korupsi 2015.
V. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Syaiful Adli S.E
2. Tempat/ Tanggal Lahir : Payakumbuh, 19 Desember 1956
3. Ibu : Venni Ermianti
4. Tempat/ Tanggal Lahir : Jakarta, 18 September 1972
5. Alamat : Komp. Batan Indah Blok P no 9 RT 021/04
Kelurahan Kademangan, Kecamatan Setu,
Tangerang Selatan
6. Anak ke : 1 dari 2 bersaudara
iii
ABSTRACT
Research is aimed not only to compare local revenue on regional tax,
retribution, separated income of local resource management, and other legitimated
incomes before and after estabilishment of Banten Province.
This research is focused on the growing rate local revenue to know the
comparison revenue resources in Lebak, Pandeglang, Tangerang Regencies and
Tangerang Municipial before and after establishment of Banten Province ( 1994 –
2000, 2002 – 2008, and 2010 - 2016 ).
Methods of research using descriptive analysis method, the data are
expressed in the form of words, sentences and image. While analyzing data to
test the hypothesis test used Descriptive Statistic.
This research found that after establishment of Banten Province the local
revenue increased in those regions.
Keywords: Source of local revenue
iv
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan sumber pendapatan asli
daerah yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain pendapatan yang sah sebelum dan sesudah terbentuknya
Provinsi Banten.
Adapun penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lebak, Pandeglang, Tangerang,
dan Kota Tangerang pada tahun 1994-2000, 2002-2008, dan 2010 - 2016. Penelitian
ini menggunakan laju pertumbuhan untuk mengetahui seberapa besar perbandingan
sumber pendapatan asli daerah di 4 Kab/Kota sebelum dan sesudah Provinsi Banten
terbentuk.
. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu data yang
dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat dan juga gambar. Sedangkan
penganalisaan data untuk menguji hipotesis digunakan statistik deskriptif.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa setelah pemekaran Provinsi Jawa
Barat menjadi Provinsi Banten, sumber pendapatan asli daerah meningkat
dibandingkan sebelum pemekaran Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Banten.
Kata kunci: Sumber Pendapatan Asli Daerah
v
Assalamualaikum Wr, Wb.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan segala puji serta syukur atas kehadirat Allah SWT, yang
telah memberikan Rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Perbandingan Sumber Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Sebelum Dan Sesudah Terbentuknya Provinsi Banten Di Kabupaten
Lebak, Pandeglang, Tangerang, Dan Kota Tangerang (Studi Kasus: Tahun 1994 -
2000, 2002 – 2008, dan 2010 – 2016)” dengan baik.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini
dapat terselesaikan berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
memberikan dorongan moril maupun materil terutama kepada :
1. Orangtua penulis, kepada Mama dan Papa tersayang yang selalu memberikan
limpahan kasih sayang, do’a, dan dukungan baik secara moril maupun materil
kepada penulis. Terima kasih telah mendidik, membesarkan, dan mengajarkan
banyak hal yang tidak dapat terbalaskan oleh apapun kepada penulis hingga
saat ini. Semoga Allah SWT. Selalu memberikan ridho dan rahmat kepada
Mama dan Papa, dan semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan jasmani
dan rohani.
2. Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga Bapak selalu diberikan kemudahan
oleh Allah SWT. untuk membangun dan mengembangkan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis lebih baik lagi.
3. Bapak Arief Fitrijanto M.Si dan Bapak Rizqon Halal Syah Aji, M.Si selaku
Ketua dan Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan yang
telah memberikan arahan serta motivasi yang sangat bermanfaat selama
penyelesaian masa perkuliahan.
vi
4. Bapak Drs. Pheni Chalid, S.F., M.A., Ph.D, selaku dosen pembimbing penulis
yang telah memberikan pengarahan dan masukan yang sangat berguna bagi
penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
5. Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan
ilmu pengetahuan yang sangat berguna dan berharga dalam menyampaikan
materi selama masa perkuliahan.
6. Seluruh jajaran staff administrasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah
membantu penulis dalam mengurus segala kebutuhan administrasi serta lain-
lainnya selama masa perkuliahan.
7. Sahabat-sahabat penulis Rafi Kurniawan dan Okky Perdana Putra di masa
perkuliahan. Terima kasih telah berbagi cerita suka duka, canda dan tawa, serta
saling mendukung dan saling mendoakan satu sama lain.
8. Teman-teman Komplek Batan Indah yang tiada capeknya selalu memberikan
dukungan dan semangat. Terima kasih atas setiap canda tawa dan selalu
mengingatkan penulis untuk menyelesaikan Skripsi
9. Teman-teman konsentrasi Otonomi dan Keuangan Daerah angkatan pertama
yang selalu memberikan dukungan satu sama lain. Terima kasih atas setiap
momen kebersamaan yang sangat bermakna, serta canda tawa selama masa
perkuliahan.
10. Teman-teman seperjuangan IESP angkatan 2012 yang tidak dapat disebutkan
satu persatu. Terima kasih atas kerjasama dan dukungan satu sama lain selama
masa perkuliahan. Serta telah memberikan pengalaman perkuliahan yang
sangat berharga bagi penulis.
11. Teman-teman KKN Bimasakti yang telah memberikan pengalaman yang
sangat berharga, serta pengajaran hidup yang tak terlupakan selama masa KKN
di Desa Suka Galih, Megamendung.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak
kekurangan baik dari segi isi maupun penyajiannya. Hal ini dikarenakan keterbatasan
kemampuan pada diri penulis. Pada akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini
vii
mempunyai arti dan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak yang
berkepentingan. Untuk itu, penulis akan menerima dengan senang hati segala saran
maupun kritik yang akan diberikan oleh pembaca untuk memperbaiki dan
menyempurnakan skripsi ini.
Jakarta, 3 September 2017
Penulis.
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................i
ABSTRACT ...............................................................................................iii
ABSTRAK .................................................................................................iv
KATA PENGANTAR ...............................................................................v
DAFTAR ISI ............................................................................................viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................xi
DAFTAR GRAFIK .................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah....................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................. 13
C. Tujuan Penelitian ...............................................................14
D. Manfaat Penelitian .............................................................15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori ........................................................................16
1. Pemekaran Daerah…… ................................................16
2. Pendapatan Asli Daerah ................................................17
3. Pajak Daerah…..............................................................21
ix
4. Retribusi Daerah ……………………………………...25
5. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan.27
6. Lain-lain Pendapatan yang Sah......................................29
B. Penelitian Terdahulu ............................................................31
C. Kerangka Pemikiran .............................................................34
D.Hipotesis.................................................................................35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian....................................................36
B. Metode Pengumpulan Data ..................................................36
C. Teknik Analisis dan Analisis Data .......................................37
D. Metode Analisis Data ….......................................................39
1. Analisis Deskriptif ........................................................39
2. Laju Pertumbuhan .........................................................46
3. Analisis Statistic Descriptive……………………….....47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Penelitian ...............................................48
1. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................48
2. Profil Provinsi Banten ..................................................48
B. Analisis dan Pembahasan ....................................................51
1. Analisis Deskriptif Komparatif 4 Kab/Kota Provinsi
Banten.................................................................................51
x
2. Interpretasi Laju Pertumbuhan 4 Kab/Kota Provinsi
Banten..................................................................................65
3. Interpretasi Statistic Descriptive .................................86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan ...................................................................92
2. Saran................................................................................94
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................96
LAMPIRAN................................................................................................98
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
4.1
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kabupaten Lebak Sebelum
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 1994 – 2000 66
4.2
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kabupaten Lebak Sesudah
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 2002 – 2008 68
4.3
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kabupaten Lebak Sesudah
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 2010 – 2016 69
4.4
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kabupaten Pandeglang
Sebelum Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 1994 - 2000 71
4.5
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kabupaten Pandeglang
Sesudah Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 2002 – 2008 73
4.6
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kabupaten Pandeglang
Sesudah Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 2010 – 2016 74
4.7
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kabupaten Tangerang
Sebelum Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 1994 – 2000 76
4.8
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kabupaten Tangerang Sesudah
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 2002 – 2008 78
4.9
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kabupaten Tangerang Sesudah
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 2010 - 2016 80
4.10
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kota Tangerang Sebelum
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 1994 – 2000 81
4.11
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kota Tangerang Sesudah
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 2002 – 2008 83
4.12
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kota Tangerang Sesudah
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 2010 - 2016 85
4.13
Descriptive Statistic Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten
Lebak 86
4.14
Descriptive Statistic Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten
Pandeglang 88
4.15
Descriptive Statistic Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten
Tangerang 89
4.16
Descriptive Statistic Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota
Tangerang 90
xii
DAFTAR GRAFIK
Nomor Keterangan Halaman
1.1
PAD Kab/Kota Sebelum dan Sesudah Pemekaran Provinsi
Banten 11
1.2 PAD Kab/Kota Provinsi Banten Tahun 2010 - 2016 12
4.1
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lebak Tahun
1994 – 2000 dan 2002 – 2008 53
4.2
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lebak Tahun
2010 - 2016 55
4.3
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pandeglang
Tahun 1994 – 2000 dan 2002 – 2008 56
4.4
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pandeglang
Tahun 2010 – 2016 58
4.5
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang
Tahun 1994 – 2000 dan 2002 – 2008 59
4.6
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang
Tahun 2010 – 2016 61
4.7
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Tangerang Tahun
1994 – 2000 dan 2002 – 2008 62
4.8
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Tangerang Tahun
2010 – 2016 64
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1.
Sumber Pendapatan Asli Daerah 4 Kab/Kota di Provinsi
Banten (1994 - 2000) 98
2.
Sumber Pendapatan Asli Daerah 4 Kab/Kota di Provinsi
Banten (2002 - 2008) 99
3.
Sumber Pendapatan Asli Daerah 4 Kab/Kota di Provinsi Banten
(2010 - 2016) 100
4.
Laju Pertumbuhan Sumber Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Lebak 101
5.
Laju Pertumbuhan Sumber Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Pandeglang 102
6.
Laju Pertumbuhan Sumber Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Tangerang 103
7.
Laju Pertumbuhan Sumber Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Lebak 104
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia sejak lama telah mencanangkan suatu gerakan
pembangunan yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan
nasional adalah kegiatan pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus
yang sifatnya memperbaiki dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Pembangunan nasional diawali dengan pembangunan pondasi
ekonomi yang kuat sehingga menciptakan pertumbuhan ekonomi. Untuk itu
pemerintah harus berusaha meningkatkan pendapatan guna menunjang
keberhasilan pembangunan.
Keberhasilan pembangunan dapat dicapai dengan adanya penerimaan
yang kuat, dimana sumber pembiayaan diusahakan tetap bertumpu pada
penerimaan dalam negeri baik migas maupun non migas. Penerimaan pemerintah
yang paling sentral adalah pajak, sumbangan pajak bagi anggaran pemerintah
sangat besar, sehingga peran pajak begitu sentral. Untuk itu pemerintah selalu
berupaya meningkatkan pendapatan dari sektor pajak, melalui upaya-upaya
pemberantasan mafia pajak. Pemerintah saat ini memperbaiki sistem pajaknya
karena sistem lama dianggap banyak mempunyai kelemahan-kelemahan, ini
dilakukan untuk mengamankan pendapatan negara dari sektor pajak agar tidak
bocor, upaya ini dilakukan agar penerimaan negara dari pajak dari tahun ke tahun
terus meningkat.
2
Pada masa pemerintahan Orde Baru, Pemerintah Indonesia menerapkan
sistem pemerintahan yang bersifat sentralistik. Dengan demikian, sistem
penyelenggaraan pemerintahan sepenuhnya diatur oleh pemerintah pusat. Hal ini
menyebabkan pembangunan daerah-daerah di Indonesia lebih didominasi oleh
pusat sehingga terjadilah ketimpangan pembangunan antara pusat dan daerah. Oleh
sebab itu, maka daerah-daerah di Indonesia menuntut diberlakukannya otonomi
daerah yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan
mengurus daerahnya masing-masing.
Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka dikenal pula istilah
desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal berarti pendelegasian kewenangan dan
tanggung jawab fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan
diberlakukannya kebijakan desentralisasi fiskal, maka daerah diberikan
kebebasan untuk mengatur sistem pembiayaan dan pembangunan daerahnya
sesuai dengan potensi dan kapasitasnya masing- masing.
Pemekaran wilayah dipandang sebagai terobosan untuk mempercepat
pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kemudahan memperoleh
pelayanan bagi masyarakat. Pemekaran wilayah juga merupakan bagian dari upaya
untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memberikan
kemudahan layanan pemerintah sehingga meningkatkan efektifitas
penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan pembangunan (Ermaya Suradinata
2010:10). Namun, pemekaran wilayah masih dipandang negative karena
pemekaran daerah akan banyak memakan biaya dalam pembangunanya seperti
kantor pemerintahan yang baru, pegawai baru, segala urusan administrasi
3
pemerintah yang akan dibebankan kepada Aanggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), akan menimbulkan paham masyarakat bahwa pemekaran daerah
hanya mencari keuntungan pribadi pihak-pihak tertentu dan terutama pemerintah
pusat akan lebih susah mengontrol pemerintahan yang begitu banyak di Negara
Indonesia
Kemandirian pembangunan diperlukan baik ditingkat pusat maupun
ditingkat daerah. Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan
pemerintahan propinsi maupun kabupaten atau kota yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari pemerintah pusat dengan kebijakannya. Kebijakan tentang
keuangan daerah ditempuh oleh pemerintah pusat agar pemerintah daerah
mempunyai kemampuan untuk membiayai pembangunan daerahnya sesuai dengan
prinsip daerah otonomi. Pembiayaan daerah dulunya, berasal dari pemerintah pusat
saja. Dengan adanya otonomi, pembiayaan tidak hanya berasal dari pusat saja akan
tetapi juga berasal dari daerahnya sendiri, sehingga pemerintah daerah berusaha
meningkatkan pendapatan asli daerah itu sendiri. Untuk meningkatkan pendapatan
asli daerah pemerintah berusaha memperbaiki sistem sumber pendapatan asli
daerahnya.
Dalam rangka menjalankan fungsi dan kewenangan pemerintah
daerah dalam bentuk pelaksanaan kewenangan fiskal, daerah harus dapat
mengenali potensi dan mengidentifikasi sumber-sumber daya yang dimilikinya.
Pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan
khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan
pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli daerah (PAD). Sumber PAD
4
berasal dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil penglolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan lain asli daerah yang sah.
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat atau disebut pajak pusat dan
pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah disebut pajak daerah. pajak pusat
terdiri dari Pajak pertambahan nilai (PPn), pajak penjualan barang mewah
(PPnBm) pajak penghasilan (PPh,) pajak migas, PBB atas perkebunan,
Kehutanan, dan pertambangan, dan lain sebagainya. Pajak daerah yang termasuk
ke dalam pajak propinsi antara lain pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di
Atas Air; Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air
Bawah Tanah dan Air Permukaan; Pajak Rokok. Pajak daerah yang digolongkan
sebagai pajak kabupaten/kota yaitu Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan;
Pajak Reklame; Pajak Parkir; Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; Pajak
Sarang Burung Walet; Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan Pajak Penerangan Jalan.
Retribusi Daerah, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Retribusi
daerah menurut UU No 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah
sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No 34 Tahun 2000 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang retribusi daerah dapat dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) yaitu Retribusi jasa umum, Retribusi jasa usaha, dan retribusi
perizinan tertentu.
5
Retribusi yang termasuk retribusi jasa umum Antara lain Retribusi
Pelayanan Kesehatan, Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan, Retribusi
Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil,
Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat, Retribusi Pelayanan
Parkir di Tepi Jalan Umum, Retribusi Pelayanan Pasar, Retribusi Pengujian
Kendaraan Bermotor, Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran, Retribusi
Penggantian Biaya Cetak Peta, Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus,
Retribusi Pengolahan Limbah Cair, Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang,
Retribusi Pelayanan Pendidikan, Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.
Sedangkan retribusi jasa usaha Antara lain Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah,
Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan, Retribusi Tempat Pelelangan, Retribusi
Terminal, Retribusi Tempat Khusus Parkir, Retribusi Tempat
Penginapan/Pesanggrahan/Villa, Retribusi Rumah Potong Hewan, Retribusi
Pelayanan Kepelabuhanan, Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga, Retribusi
Penyeberangan di Air, Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah. Dan yang
termasuk dalam retribusi perizinan tertentu Antara lain Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan, Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol, Retribusi Izin
Gangguan, Retribusi Izin Trayek, Retribusi Izin Usaha Perikanan.
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan
penerimaan daerah yang berasal dari pendapatan yang mencakup: Bagian laba
atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, Bagian laba
atas penyertaan modal pada perusahaan milik Negara/BUMN, dan Bagian laba
atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta/kelompok.
6
Lain-lain pendapatan yang sah merupakan penerimaan daerah yang
berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Rekening ini disediakan untuk
mengakuntansikan penerimaan daerah selain yang disebut diatas. Jenis
pendapatan ini meliputi objek pendapatan sebagai berikut yaitu Hasil
penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan, Jasa giro, Pendapatan bunga,
Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, Penerimaan komisi, potongan,
ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan, pengadaan barang dan jasa oleh
daerah, Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing, Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan,
Pendapatan denda pajak, Pendapatan denda retribusi, Pendapatan eksekusi atas
jaminan, Pendapatan dari pengembalian, Fasilitas sosial dan umum, Pendapatan
dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, dan Pendapatan dari
anggaran/cicilan penjualan.
Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan lain lain pendapatan yang sah merupakan bagian dari pendapatan
asli daerah (PAD) yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
pemerintah baik penegeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan seperti
penyediaan infrastruktur, pelayanan pendidikan dan kesehatan serta penyediaan
barang-barang publik lain yang tidak dapat disediakan oleh pihak swasta.
Dalam era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan
yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Tujuannya, antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah
kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol
7
penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan
mendorong timbulnya inovasi sejalan dengan kewenangan tersebut,
Pemerintah Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber
keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan
pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tuntutan
peningkatan PAD semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan
pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil,
peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D) ke daerah dalam jumlah besar.
Sementara, sejauh ini dana perimbangan yang merupakan transfer keuangan oleh
pusat kepada daerah dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah,
meskipun jumlahnya relatif memadai yakni sekurang-kurangnya sebesar 25 persen
dari Penerimaan Dalam Negeri dalam APBN, namun, daerah harus lebih kreatif
dalam meningkatkan PADnya untuk meningkatkan akuntabilitas dan keleluasaan
dalam pembelanjaan APBD-nya. Sumber-sumber penerimaan daerah yang
potensial harus digali secara maksimal, namun tentu saja di dalam koridor
peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk diantaranya adalah pajak
daerah dan retribusi daerah yang memang telah sejak lama menjadi unsur PAD
yang utama.
Provinsi Banten adalah sebuah provinsi di Tanah Pasundan, serta wilayah
paling barat di Pulau Jawa, Indonesia. Provinsi ini pernah menjadi bagian dari
Provinsi Jawa Barat, namun menjadi wilayah pemekaran sejak tahun 2000, dengan
keputusan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Pusat pemerintahannya
8
berada di Kota Serang.
Provinsi Banten memiliki 4 Kabupaten dan 4 Kota Antara lain Kabupaten
Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, Kota
Cilegon, Kota Serang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan. Sebelum
Provinsi Banten menjadi wilayah pemekaran dari Provinsi Jawa Barat,
Kabupaten/Kota yang termasuk bagian dari Jawa Barat Antara lain Kabupaten
Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang dan
Kota Tangerang.
Potensi ekonomi di kabupaten Lebak yaitu Pertanian, pertambangan,
perkebunan Karet, Kelapa sawit, Kakao, Kopi robusta, Aren, Cengkeh, Kelapa
dalam, Kelapa hybrid, Lada, Pandan, Teh, Jambu mete, Panili, Jarak Pagar, Kapuk.
Selain potensi perkebunan, terdapat potensi perikanan yang sangat potensial di
Kab.Lebak adalah usaha perikanan tangkap, dimana potensi lestari untuk
perikanan pantai sebesar 3.712,4 ton/tahun dan potensi ZEE sebesar 6.884,84
ton/tahun. Ada juga potensi pariwisata seperti air terjun, arung jeram, pemandian
air panas, pantai bagedur, pantai Sawarna yang telah terkenal ke mancanegera dan
mash banyak lagi jenis pariwisata yang ada di Lebak.
Sedangkan potensi ekonomi di kabupaten Pandeglang yaitu Sektor
perkebunan memiliki kontribusi yang cukup besar dalam pembangunan sektor
pertanian. Salah satu tujuan pembangunan sub sektor perkebunan adalah
peningkatan mutu dan produksi hasil perkebunan. Kegiatan sub sektor perkebunan
di Kabupaten Pandeglang dilaksanakan oleh perusahaan perkebunan besar baik
swasta maupun milik negara dan perkebunan rakyat. Komoditi tanaman
9
perkebunan yang potensial adalah kelapa, cengkeh, kopi, kelapa sawit dan karet.
Menurut catatan Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Pandeglang, luas
tanaman perkebunan rakyat umumnya mengalami peningkatan dari tahun ke
tahunnya
Dari ke empat potensi tanaman perkebunan di Kabupaten Pandeglang,
kelapa merupakan produksi yang paling banyak. Disusul kemudian oleh kelapa
sawit.
Sedangkan Kabupaten Tangerang telah lama menyandang predikat sebagai
sentra industri. Karena banyaknya ditemukan pabrik-pabrik industri, terutama
pada jenis industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit. Pendapatan dari industri tersebut
mencapai 2,6 trilyun rupiah. Besarnya pendapatan ini mencerminkan besarnya
potensi yang dimiliki oleh jenis industri tersebut. Potensi ini ditunjang oleh lokasi
Kabupaten Tangerang yang sangat dekat dengan Ibukota dan transportasi yang
mudah serta memadai. Hal ini memperlancar ekspor barang hasil produksi.
Apabila dilihat pergolongan Industri perusahaan yang ada di Kabupaten
Tangerang pada tahun 2004 masih didominasi oleh industri karet barang dari karet
dan barang dari plastik sebanyak 91 perusahaan (12,20%) disusul industri barang
dari logam kecuali mesin dan peralatan sebanyak 72 perusahaan (9,65%) serta
industri pengolahan lainnya sebanyak 71 perusahaan (9,52%).
Sedangkan Kota Tangerang dikenal sebagai Kota Industri karena
pertumbuhan sektor ini sangat pesat di sejumlah wilayah Kecamatan yang ada.
Skala industri ini besar dan berkembang di kawasan industri dan zona industri.
Kawasan industri yang ada antara lain Kawasan Industri Jatiuwung, Kawasan
10
Industri Manis dan Kawasan Industri Batuceper. Sementara zona-zona industrinya
tersebar di Kecamatan Batuceper, Benda, Neglasari, Tangerang, Karawaci, Cibodas
dan Jatiuwung. Total industri yang ada sampai Tahun 2012 sebanyak 1.815 industri
besar, menengah dan kecil. Hampir semua jenis produksi industri berkembang di
Kota Tangerang, diantaranya Tekstil, Konveksi, Sepatu, Produksi berbahan baku
dasar kulit, Kimia, Peralatan elektronik, olahan produksi karet, perangkat
kendaraan dan sebagainya. Peluang investasi di sektor Industri ini masih terbuka
bagi calon investor. Dari peruntukkan lahan untuk alokasi industri seluas 6.000-an
hektar, saat ini telah dikembangkan lahan sebanyak 4.000-an, sehingga masih
tersisa lahan seluar 2.000- an hektar. Pemerintah Kota Tangerang sendiri telah
memiliki kebijakan khusus terkait investasi bidang industri ini. Khusus untuk skala
besar, Pemerintah Kota Tangerang memberikan arahan agar investasi yang
diharapkan masuk nantinya adalah industri yang ramah lingkungan. Terutama di
Kecamatan Jatiuwung, Pemerintah Kota Tangerang memberikan penawaran
kepada calon investor dengan konsep industrial estate yang nantinya dilengkapi
dengan penyediaan utilitas terpadu, instalasi pengolahan air limbah, penambahan
hunian vertikal dan jaringan angkutan umum dan barang.
Dari potensi yang ada maka penulis memilih Kabupaten Lebak, Kabupaten
Pandeglang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang sebagai objek penelitian
karena peneliti dapat membandingkan 2 Kabupaten/Kota dengan potensi yang
berbeda yaitu di bidang agraris dan bidang jasa dan industri.
11
Grafik 1.1
PAD Kab/Kota Sebelum dan Sesudah Pemekaran Provinsi Banten
Sumber: DJPK (data diolah)
Pada Tahun 1994 sampai dengan tahun 2000 yaitu adalah masa Kab/Kota
yang sekarang berada pada Provinsi Banten merupakan bagian dari Provinsi Jawa
Barat yaitu Kab. Lebak, Kab. Pandeglang, Kab. Tangerang dan Kota Tangerang
mengalami naik turun.
Pemekaran Jawa Barat atau bisa di sebut juga pemisahan bagian yang
sekarang menjadi Provinsi Banten terjadi pada tahun 2000. Pada tahun 2001
merupakan masa masa transisi untuk mengurus administrasi pemisahan Provinsi.
Jadi penulis tidak memasukan data untuk tahun 2001. Otonomi daerah baru di
resmikan pada tahun 1999. Dampak yang terjadi dari pemekaran daerah atau
pemisahan Provinsi di bagian Jawa Barat ini membuat peningkatan yang
signifikan. Dapat dilihat dari grafik tahun 2002 beberapa Kab/Kota meingkat
dibandingkan tahun 2000. Bahkan pada tahun 2004 pemerintah memberlakukan
0,00
50.000,00
100.000,00
150.000,00
200.000,00
250.000,00
300.000,00
PAD KAB/KOTA SEBELUM DAN SESUDAH TERBENTUKNYA PROV. BANTEN 1994 - 2008
LEBAK PANDEGLANG TANGERANG KOTA TANGERANG
TRANSISI
12
UU baru yaitu UU NO.32/2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti
UU NO.22/1999 tentang pemerintah daerah. Dalam UU perubahan tersebut
berdampak positif pada Pendapatan Asli Daerah yang ditunjukan pada grafik tahun
2005 mengalami peningkatan.
Grafik 1.2
PAD Kab/Kota Provinsi Banten Tahun 2010 - 2016
Sumber: DJPK (Data Diolah)
Dari grafik di atas menggambarkan Setelah beberapa tahun pemekaran
Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Banten. Pendapatan asli daerah Kabupaten
Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang
mengalami peningkatan. Namun, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang
mengalami penurunan pada tahun 2013 sedangkan Kabupaten Lebak dan Pandeglang
dari tahun 2009 hingga 2016 terus mengalami peningkatan.
Isyarat bahwa PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar
bagi pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan bahwa PAD merupakan tolak
-
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pendapatan Asli Daerah 4 kabupaten/Kota (2010 - 2016)
KAB. LEBAK KAB. PANDEGLANG
KAB. TANGERANG KOTA TANGERANG
13
ukur terpenting bagi kemampuan daerah dalam menyelenggarakan dan
mewujudkan otonomi daerah. Penggalian pajak daerah dan retribusi daerah masih
dilakukan secara konvensional. Dua komponen PAD inilah yang paling bisa dilihat
penerimaannya dari potensi yang dimiliki Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten.
Mengingat besarnya peran pajak dan retribusi daerah sebagai salah satu
sumber utama penerimaan keuangan daerah dalam komponen PAD, sehingga
membuatnya menjadi bagian yang sangat vital. Berdasarkan hal tersebut, penulis
tertarik untuk meneliti seberapa besar kontribusi sumber pendapatan asli daerah
dan pengaruhnya terhadap PAD di Kab/Kota sebelum dan sesudah terbentuknya
Provinsi Banten. Oleh karena itu, disusunlah penelitian yang berjudul
“Perbandingan Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sebelum dan
Sesudah Terbentuknya Provinsi Banten Di Kabupaten Lebak, Pandeglang,
Tangerang, Dan Kota Tangerang ( Studi Kasus: Tahun 1994 – 2000, Tahun
2002 – 2008, Serta Tahun 2010 – 2016)”.
B. Rumusan Masalah
Perubahan UU NO.32/2004 dan UU NO.33/2004 dan dimulainya Otonomi
daerah pada tahun 1999 membuat Kab/Kota di Indonesia mengalami peningkatan
pendapatan dan memiliki kekuatan payung hukum yang jelas. Sehingga, target
dapat di tetapkan sebagai patokan yang jelas dan penerimaannya pun
dapat dioptimalkan. Terbentuknya Provinsi Banten merupakan salah satu upaya
yang dilakukan pemerintah dalam unsur politik bertujuan dalam mengoptimalkan
daerah.
Sejak pemekaran Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Banten dan
14
otonomi daerah di berlakukan. Maka tulisan ini akan membandingkan Kab/Kota
sebelum Provinsi Banten terbentuk yang pada saat itu berada di Provinsi Jawa
Barat dan pada tahun 2000 terjadi pemisahan sebagian Provinsi Jawa Barat
menjadi Provinsi Banten. Apakah pemekaran dari Provinsi Jawa Barat akan
membuat pertumbuhan Pendapatan asli daerah, pajak daerah, dan retribusi daerah
meningkat? Untuk mengetahuinya akan dilakukan studi penelitian perbandingan 4
Kab/Kota sebelum dan sesudah terbentuknya Provinsi Banten.
Permasalahan-permasalahan tersebut memunculkan beberapa pertanyaan
penelitian antara lain sebagai berikut:
1. Apakah pendapatan asli daerah (PAD) meningkat di Kabupaten Lebak,
Pandeglang, Tangerang, dan Kota Tangerang sesudah terbentuknya Provinsi
Banten?
2. Seberapa besar peningkatan sumber pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten
Lebak, Pandeglang, Tangerang, dan Kota Tangerang sebelum dan sesudah
terbentuknya Provinsi Banten?
C. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pendapatan asli daerah (PAD) meningkat Banten di Kabupaten
Lebak, Pandeglang, Tangerang, dan Kota Tangerang sesudah terbentuknya
Provinsi Banten?
2. Mengetahui seberapa besar besar peningkatan sumber pendapatan asli daerah
(PAD) Kabupaten Lebak, Pandeglang, Tangerang, dan Kota Tangerang
sebelum dan sesudah terbentuknya Provinsi Banten?
15
D. Manfaat penelitian
Penyusunan penelitian ini bermanfaat terutama:
1. Bagi peneliti, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperluas
pengetahuan dan wawasan peneliti tentang sumber pendapatan asli daerah.
2. Bagi dunia ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan kepada khasanah ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu
ekonomi pada khususnya.
3. Bagi pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
kepada pemerintah daerah sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan
kebijakan mengenai sumber pendapatan asli daerah.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pengertian Pemekaran Wilayah
Sejak otonomi daerah diberlakukan, proses pemekaran terjadi
begitu pesat dan cenderung tidak terkendali. Upaya pemekaran wilayah
dipandang sebagai sebuah terobosan untuk mempercepat pembangunan
melalui peningkatan kualitas dan kemudahan memperoleh pelayanan bagi
masyarakat. Pemekaran wilayah juga merupakan bagian dari upaya untuk
meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memperpendek
rentang kendali pemerintah sehingga meningkatkan efektifitas
penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan pembangunan. Namun
bagaimana pemekaran sendiri secara definisinya.
Secara umum pemekaran wilayah adalah pembentukan wilayah
administratif baru di tingkat provisi maupun kota dan kabupaten dari
induknya. Pada dasarnya secara definisi pemekaran daerah adalah
bentuk usaha dari pemerintah dalam melakukan pemerataan dan
pembagian wilayah ke tingkat yang lebih merata dan rapih, agar tidak
terjadinya tumpang tindih, baik secara administratif, maupun secara
sumber potensi alam yang ada di daerah. Landasan hukum terbaru untuk
pemekaran daerah di Indonesia adalah UU No 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, antara lain mencantumkan tentang pengertian
daerah, yaitu penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang
17
bersandingan atau pemekaran dari satu daerah atau lebih untuk kemudian
membentuk pemerintahan sendiri. Untuk itu, harus memenuhi syarat
administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. (Bakor Cipasera 2005:12)
Sedangkan dari perspektif kewilayahan, terminologi “pemekaran”
menurut Profesor Eko Budihardjo merupakan istilah yang salah kaprah
karena dala “pemekaran” wilayah yang terjadi bukan pemekaran tetapi
lebih tepat penciutan atau penyempitan wilayah, Dari perspektif
kewilayahan memang istilah “pemekaran” tidak tepat digunakan
mengingat dengan “pemekaran” suatu daerah justru mengalami
penyempitan bukan perluasan wilayah. Dalam melihat pemekaran daerah
banyak perspektif yang bisa digunakan antara lain perspekti hukum dan
kebijakan, perspektif penataan wilayah, perspektif politik administrasi
pemerintahan, dan lain-lain. (Lihat Herudjati 2004:49)
2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah
Setiap daerah memiliki wewenang dan kewajiban untuk menggali sumber
keuntungan sendiri dengan melakukan segala upaya untuk meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD), dengan demikian pemerintah daerah dapat
melaksanakan tugas pemerintah dan pembangunan yang semakin mantap demi
kesejahteraan masyarakatnya.
Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari
sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan
daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
18
Jadi, dapat disimpulkan, pendapatan asli daerah merupakan suatu
penerimaan daerah yang berasal dari sumber-sumber wilayahnya sendiri
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah
harus betul-betul dominan dan mampu memikul beban kerja yang diperlukan
hingga pelaksanaan otonomi daerah tidak dibiayai oleh/dari subsidi atau dari pihak
ketiga atau pinjaman daerah.
b. Sumber Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan asli daerah merupakan bagian dari sumber pendapatan daerah
sebagaimana diatur dalam pasal 55 UU No.5 1947 sebagai salah satu sumber
pendapatan daerah dalam kaitan pelaksanaan otonomi daerah. Sumber-sumber
pendapatan asli daerah tidak dapat dipisahkan dari pendapatan daerah secara
keseluruhan. Sebagaimana juga telah di atur dalam Undang-undang Nomor 25
Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, dan Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Menurut Undang-Undang No.33 tahun 2004 pasal 6, sumber- sumber pendapatan
asli daerah terdiri dari:
1) Pajak daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau
badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan yang
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah. Pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah.
2) Retribusi daerah
19
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan
penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang
mencakup:
a) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/BUMD.
b) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
Negara/BUMN.
c) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
swasta/kelompok.
4) Lain-lain pendapatan yang sah
Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain
milik pemerintah daerah. Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan
penerimaan daerah selain yang disebut diatas. Jenis pendapatan ini meliputi objek
pendapatan sebagai berikut:
a) Hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan;
b) Jasa giro;
c) Pendapatan bunga;
20
d) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah;
e) Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat
dari penjualan, pengadaan barang dan jasa oleh daerah;
f) Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing;
g) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;
h) Pendapatan denda pajak;
i) Pendapatan denda retribusi;
j) Pendapatan eksekusi atas jaminan;
k) Pendapatan dari pengembalian;
l) Fasilitas sosial dan umum;
m) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan;
n) Pendapatan dari anggaran/cicilan penjualan;
Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan salah satu pendapatan dalam
pembiayaan setiap daerah yang bersumber pada pajak daerah, retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan yang
sah. Dalam era otonomi daerah yang mmberikan kewenangan kepada daerah untuk
mengatur dan mengurus daerahnya masing-masing seharusnya dapat menggali
potensi sumber-sumber yang ada dengan tujuan pendapatan asli daerah meningkat
setiap tahunya, dengan begitu pendapatan daerah lebih banyak berasal dari
pendapatan asli daerah dan tidak bergantung pada dana perimbangan atau dana
dari pemerintah pusat dalam setiap belanja daerah.
21
Pada sebelum diberlakukannnya otonomi daerah dan sebelum terjadinya
pemekaran Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Banten. Pendapatan asli daerah
(PAD) berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, laba badan usaha milik daerah,
penerimaan dari dinas-dinas, dan lain - lain pendapatan yang sah. Yang
membedakan yaitu adalah pos penerimaan dari dinas-dinas. Setelah terjadinya
otonomi daerah pos penerimaan dari dinas-dinas sudah tidak ada pada data
direktorat jendral perimbangan keuangan (DJPK).
3. Pajak Daerah
a. Definisi Pajak daerah
Secara umum, pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara
(pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan
terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali
(kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk
membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan
b. Jenis Pajak Daerah
Jenis pajak daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang
Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah antara lain:
1) Pajak Propinsi
Jenis-jenis pajak yang termasuk pajak propinsi yaitu:
a) Pajak Kendaraan Bermotor yaitu pajak atas kepemilikan dan/atau
penguasaan kendaraan bermotor.
b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan
22
hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau
perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar
menukar, hibah, warisan, atau pemasukan dalam badan usaha.
c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor pajak atas penggunaan bahan
bakar kendaraan bermotor.
d) Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau
pemanfaatan air permukaan.
e) Pajak Rokok, pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh
Pemerintah.
2) Pajak Kabupaten/kota
Jenis-jenis pajak yang termasuk ke dalam pajak kabupaten/kota yaitu:
a) Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.
Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk
jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga
motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan,
rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah
kamar lebih dari 10 (sepuluh).
b) Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh
restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman
dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria,
kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.
c) Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.
23
Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau
keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.
d) Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.
Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan
corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan,
menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum
terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca,
didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.
e) Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik
yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.
f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam
di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.
g) Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar
badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun
yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat
penitipan kendaraan bermotor. Parkir adalah keadaan tidak bergerak
suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara.
h) Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan
air tanah. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau
batuan di bawah permukaan tanah.
i) Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan
dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Burung Walet adalah satwa
24
yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia
maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi.
j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas
bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau
dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang
digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan
pertambangan. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan
perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota. Bangunan
adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap
pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.
k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas
perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh
orang pribadi atau Badan. Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah
hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya,
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan
dan bangunan.
c. Fungsi Pajak Daerah
Sebagaimana fungsi pajak pada umumnya, pajak daerah
mempunyai fungsi utama namun yang membedakan, pajak pada
umumnya diperuntukan untuk negara sedangkan pajak daerah untuk
daerah sebagai pendapatan asli daerah.
d. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Daerah
25
Dalam pemungutan pajak daerah, terdapat suatu istilah yang
kadang disamakan walaupun sebenarnya memiliki pengertian yang
berbeda, yaitu subjek pajak dan wajib pajak. Dalam beberapa jenis pajak,
seperti pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air, subjek pajak
identik dengan wajib pajak, yaitu setiap orang atau badan yang
memenuhi ketentuan sebagai subjek pajak diwajibkan untuk membayar
pajak secara otomatis menjadi wajib pajak. pemerintah dapat menggali
potensi sumber-sumber keuntungan dengan baik dan mengoptimalkan
pungutan pajak kepada wajib pajak untuk meningkatkan pendapatan asli
daerah (PAD).
4. Retribusi Daerah
a. Pengertian Retribusi
Menurut Erly Suandy (2011: 242), retribusi adalah pemungutan yang
dilakukan oleh negara sehubungan dengan penggunaan jasa-jasa yang disediakan
oleh negara. Retribusi yang dipungut oleh pemerintah Indonesia sekarang diatur
dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi
daerah. Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan retribusi adalah
pungutan sebagai pembayaran atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah
dengan objek sebagai berikut:
1) Jasa umum, yaitu jasa untuk kepentingan dan pemanfaatan umum
serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan;
2) Jasa usaha, yaitu jasa yang menganut prinsip komersial karena pada
26
dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta;
3) Perizinan tertentu, yaitu kegiatan pemerintah daerah dalam rangka
pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas
kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam,
barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan dan menjaga kelestarian lingkungan.
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberi oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Ada beberapa ciri yang
melekat pada retribusi daerah yang saat ini dipungut di Indonesia adalah sebagai
berikut (M.P. Siahaan, 2010:6);
1) Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan Undang-
undang dan peraturan daerah yang berkenaan.
2) Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah.
3) Pihak yang membayar retribusi mendapat kontra prestasi. (balas jasa)
Secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang
dilakukannya
4) Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang atau badan.
5) Sanksi yang dikenakan pada retribusi daerah adalah sanksi secara
ekonomi, yaitu jika tidak membayar retribusi, tidak akan memperoleh
jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
27
b. Objek Retribusi Daerah
Objek retribusi daerah terdiri dari, yaitu;
1) Jasa umum, yaitu jasa untuk kepentingan dan pemanfaatan umum
serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan;
2) Jasa usaha, yaitu jasa yang menganut prinsip komersial karena pada
dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta;
3) Perizinan tertentu, yaitu kegiatan Pemda dalam rangka pembinaan,
pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan,
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,
prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan dan menjaga kelestarian lingkungan.
c. Subjek Retribusi Daerah
Subjek retribusi daerah adalah sebagai berikut;
1) Retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan/ menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan,
2) Retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan/ menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan,
4) Retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan
yang memperoleh izin tertentu dari Pemerintah Daerah.
5. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Menurut penjelasan pasal 157 huruf a Angka (3) Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, bahwa yang dimaksud dengan Hasil
28
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dispisahkan adalah bagian laba dari
BUMD, hasil kerjasama dengan pihak ketiga.
Menurut (Abdul Halim,2004 hal 68) yang dimaksud dengan hasil
pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan adalah Hasil pengelolaan
kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang
berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pegelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan.
Jenis-jenis Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan meliputi
objek pendapatan berupa:
a) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/BUMD.
b) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
Negara/BUMN.
c) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
swasta/kelompok.
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan awalnya bernama pos
laba badan usaha milik daerah yaitu salah satu sumber pendapatan asli daerah
hingga tahun 2006 pada data yang di ambil dari direktorat jendral perimbangan
keuangan. Namun, pada tahun 2007 pos laba badan usaha milik daerah berubah
menjadi hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan seperti yang kita
ketahui hingga saat ini. Hanya perubahan nama saja yang terjadi, Hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan juga salah satunya berasal dari laba
badan usaha milik daerah.
29
6. Lain – Lain Pendapatan yang Sah
Undang-undang nomor 33 tahun 2004 menjelaskan tentang Pendapatan
Asli Daerah yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang
tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d, meliputi:
a.Hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan;
b.Jasa giro;
c.Pendapatan bunga;
d.Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah;
e.Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat
dari penjualan, pengadaan barang dan jasa oleh daerah;
f. Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing;
g.Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;
h.Pendapatan denda pajak;
i. Pendapatan denda retribusi;
j. Pendapatan eksekusi atas jaminan;
k.Pendapatan dari pengembalian;
l. Fasilitas sosial dan umum;
m. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan;
n. Pendapatan dari anggaran/cicilan penjualan;
30
ada dua faktor yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah suatu daerah,
yaitu Faktor Eksternal dan Faktor Internal. Faktor eksternal terdiri dari investasi,
inflasi, PDRB dan jumlah penduduk, sedangkan faktor internal terdiri dari sarana
dan prasarana, insentif, penerimaan subsidi, penerimaan pembangunan, sumber
daya manusia, peraturan daerah, system dan pelaporan. Dalam rangka
melaksanakan wewenang sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang - undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah, oleh karena itu Pemerintah Daerah harus melakukan maksimalisasi
Pendapatan Daerah. Untuk peningkatan Pendapatan Daerah dapat dilaksanakan
langkah-langkah sebagai berikut :
Intensifikasi, melalui upaya :
1) Pendapatan dan peremajaan objek dan subjek pajak dan retribusi daerah.
2) Mempelajari kembali pajak daerah yang dipangkas guna mencari
kemungkinan untuk dialihkan menjadi retribusi.
3) Mengintensifikasi penerimaan retribusi yang ada.
4) Memperbaiki sarana dan prasarana pungutan yang belum memadai.
Penggalian sumber-sumber penerimaan baru harus ditekankan agar tidak
menimbulkan biaya ekonomi yang tinggi. Sebab pada dasarnya, tujuan
meningkatkan Pendapatan Daerah melalui upaya ekstensifikasi adalah untuk
meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat. Dengan demikian upaya
ekstensifikasi lebih diarahkan kepada upaya untuk mempertahankan potensi
daerah sehingga potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
31
Peningkatan pelayanan kepada masyarakat yang akan menjadi unsur
penting bahwa paradigma yang berkembang dalam masyarakat saat ini adalah
pembayaran pajak dan retribusi merupakan kewajiban masyarakat kepada negara,
untuk itu perlu dikaji kembali pengertian wujud layanan yang bagimana yang
dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan konsep ataupun objek
penelitian yang merupakan salah satu referensi dalam melengkapi penelitian
skripsi penulis yaitu “Perbandingan Sumber Pendapatan Asli Daerah sebelum dan
sesudah terbentuknya Provinsi Banten di Kabupaten Lebak, Pandeglang,
Tangerang dan Kota Tangerang” diantaranya adalah sebagai berikut:
No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Femi
Aprilianti
(2007)
Analisis Perbandingan
Pendapatan Asli Daerah
dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja
Daerah Sebelum dan
Setelah Diterbitkan
Keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomor
29 tahun 2002 di
Kabupaten Bandung
a. Kondisi pendapatan asli daerah setelah
diterbitkan keputusan Menteri Dalam
Negeri Tahun 29 tahun 2002 cenderung
mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.
Setelah diterbitkan Keputusan Dalam
Negeri sebesar 9,84% dibandingkan dengan
PAD sebelum diterbitkan keputusan
menteri dalam negeri nomor 29 tahun
2002.
b. Kondisi anggaran pendapatan dan belanja
daerah setelah diterbitkan keputusan
32
menteri dalam negeri tahun 29 tahun 2002
cenderung mengalami kenaikan pada
pendapatan daerah sebesar 9,98% dan
belanja daerah mengalami kenaikan
sebesar 12,80%.
2. Vincentius
Septian
Prasetya
(2009)
Perbandingan
penerimaan pajak
daerah dengan retribusi
daerah terhadap
pendapatan asli daerah
di Kabupaten Grobogan
a. Total realisasi terhadap target penerimaan
pajak daerah pada tahun 2004 sebessar
68% mengalami penurunan dari tahun
sebelumnya
b. Total realisasi terhadap target retribusi
daerah meningkat sebesar 100% dari tahun
sebelumnya
3. Muhammad
Rifki
Pratama
(2010)
Politik Pemekaran
Wilayah Studi Kasus
Proses Pembentukan
Kota Tangerang Selatan
a. Permasalahan pemekaran wilayah
dan otonomi daerah merupakan
sebuah wacana yang sudah lama ada
di Indonesia, namu konsep
pemekaran wilayah baru merdeka
ketika era reformasi sekarang ini
4. Paber
Antonius
Pengaruh Penerimaan
Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
a. Pajak Daerah memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD) ini dibuktikan pada hasil
33
Sinaga
(2014)
Terhadap Pendapatan
Asli Daerah (PAD)
Kabupaten Musi Rawas
nilai t hitung (32,968) > nilai t tabel
(12,70620).
b. Hasil Retribusi Daerah tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini
dibuktikan pada hasil t hitung (-1,972)<
nilai t tabel (12,70620).
c. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
secara bersama-sama berpengaruh
terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD) ini dibuktikan pada hasil uji F
karena nilai probabilitasnya 0,030 <
0,05.
5 Leos Vitek,
Karel Pubal
(2002)
Evaluation of the
Effectiveness of the Tax
Collection – The Case of
the Czech Central and
Local Governments
a. Tingkat relative biaya administrasi,
pada prinsipnya dipengaruhi oleh
ukuran jumlah nominal pajak yang
dipilih (fee) dan minor dengan
pembangunan pajak yang relevan.
b. Tingkat biaya administrasi untuk pajak
daerah yang berbeda dari 5% sampai
80% dari pajak yang dipilih.
34
C. Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian merupakan langkah kerja pelaksanaan dimulainya
penelitian ini sampai dengan terselesaikannya suatu penelitian. Penelitian ini
membandingkan sumber pendapatan asli daerah yaitu pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan yang sah pada sebelum dan sesudah terbentuknya Provinsi Banten
yaitu pada tahun 2000. Pemberlakuan otonomi daerah yang dilandasi oleh UU
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangga daerahnya termasuk pemberian kewenangan untuk
memanfaatkan sumber keuangan daerahnya sendiri. Oleh karena itu, pemerintah
daerah dituntut untuk meningkatkan penerimaan daerah dalam rangka untuk
membiayai jalannya roda pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
kemasyarakatan di daerahnya. Penerimaan pendapatan daerah berasal pajak
daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
lain-lain pendapatan yang sah yang merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah.
Sebelum
Terbentuknya
Provinsi Banten
Sesudah
Terbentuknya
Provinsi Banten
Pemekaran
35
A. Hipotesis
Menurut Sugiyono (2004:10) "hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian". Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara
terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya, melalui analisis data yang relevan
dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Berdasarkan
kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan hipotesis
penelitian bahwa:
H1: Diduga ada peningkatan pendapatan asli daerah di Kabupaten Lebak,
Pandeglang, Tangerang, dan Kota Tangerang sesudah terbentuknya
Provinsi Banten.
H0: Diduga tidak ada peningkatan pendapatan asli daerah di Kabupaten Lebak,
Pandeglang Tangerang, dan Kota Tangerang sesudah terbentuknya
Provinsi Banten.
H1: Diduga Penerimaan sumber pendapatan asli daerah meningkat di
Kabupaten Lebak, Pandeglang, Tangerang, dan Kota Tangerang sesudah
terbentuknya Provinsi Banten.
H0: Diduga Penerimaan sumber pendapatan asli daerah (PAD) t i dak
meningkat di Kabupaten Lebak, Pandeglang, Tangerang, dan Kota
Tangerang sesudah terbentuknya Provinsi Banten.
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam melakukan studi penelitian yang berhubungan dengan judul skripsi
peneliti yang berhubungan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) khususnya pada sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu pajak
daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
lain-lain pendapatan yang sah. Peneliti menggunakan data Direktorat Jendral
Perimbangan Keuangan (DJPK).
B. Metode Pengumpulan Data
Untuk keperluan analisis data, maka penulis memerlukan sejumlah data
pendukung yang bersumber dari dalam maupun luar organisasi. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam pengumpulan data yang berkaitan
dan menunjang penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah dan
sebagainya (Arikunto 2000:106). Metode dokumentasi ini digunakan
untuk mengumpulkan data tentang sumber pendapatan asli daerah yaitu
pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan yang sah.
37
C. Teknik Analisis dan Analisis Data
1. Teknik yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah:
a. Metode Deskriptis Analitis
Yaitu metode yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya
berdasarkan apa yang tampak, kemudian digunakan untuk
memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan, menyusun,
menganalisis dan menginterpretasikan data sehingga dapat ditarik
suatu kesimpulan.
b . Metode Historis
Yaitu metode berdasarkan data historis yang ada, yang
dilakukan dengan cara membaca arsip-arsip yang terdapat dalam
sumber yang diteliti. Pada penelitian ini arsip yang diteliti yaitu
sumber pendapatan asli daerah yaitu pajak daerah, retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan yang sah.
3. Analisis Data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah:
Menurut Sunyoto (2013;24) analisis data terdiri dari ;
a. Analisis kualitatif
Analisis kualitatif merupakan analisis non statistik yang
membantu dalam penelitian yang kemudian ditafsirkan dengan
baik. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang di buat
menjadi sebuah grafik yang kemudian ditafsirkan oleh penulis.
38
b. Analisis kuantitatif
Analisis kuantitatif adalah analisis terhadap data objektif
dalam bentuk angka dengan menggunakan rumus-rumus
statistik untuk mendapatkan hasil perhitungan terhadap data
yang diperoleh.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder. Menurut Sugiyono (2004:129), sumber sekunder
yang secara tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data. Pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa
data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan
yang tersedia di buku-buku, jurnal, majalah dan sumber
lainnya yang secara tidak langsung berhubungan dengan
penelitian.
Penelitian ini menggunakan data sekunder, data yang
diambil dari periode tahun 1994 hingga tahun 2000 dan tahun
2002 hingga tahun 2008. Untuk data perbandingan sumber
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebelum dan sesudah
terbentuknya Provinsi Banten di Kabupaten Lebak, Kab.
Pandeglang, Tangerang dan Kota Tangerang. Data-data
tersebut diperoleh dari Direktorat Jendral Perimbangan
Keuangan (DJPK) dan instansi terkait lainnya yang
berhubungan dengan penelitian ini.
39
D. Metode Analisis Data
Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan:
1. Analisis Deskriptif
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan populasi
dan sampel d i 4 kabupaten/kota di Propinsi Banten. Data dalam
penelitian ini bersumber dari laporan APBD pemerintah daerah
Propinsi Banten yaitu data Pajak Daerah, Retribusi Daerah, hasil
pengelolaan kekayaan yang sah dan Penerimaan lain-lain yang sah
diperoleh dari Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan (DJPK).
Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan
masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek
atau objek dalam penelitian dapat berupa orang, lembaga,
masyarakat dan yang lainnya yang pada saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta yang tampak atau apa adanya.
Menurut Nazir (1988:63) dalam Buku Contoh Metode
Penelitian, metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti
status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu
sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.
Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi,
gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.
40
Menurut Sugiyono (2005:21) menyatakan bahwa metode
deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk
menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak
digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.
Dapat dikatakan bahwa penelitian deskriptif merupakan
penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa
yang terjadi pada saat sekarang atau masalah aktual.
a. Ciri- Ciri Metode Deskriptif
Terdapat ciri-ciri yang pokok pada metode deskriptif,
antara lain adalah:
1) Memusatkan perhatian pada permasalahan yang ada pada
saat penelitian dilakukan atau permasalahan yang bersifat
aktual
2) Menggambarkan fakta tentang permasalahan yang
diselidiki sebagaimana adanya, diiringi dengan
interpretasi rasional yang seimbang.
3) Pekerjaan peneliti bukan saja memberikan gambaran
terhadap fenomena-fenomena, tetapi juga menerangkan
hubungan, menguji hipotesis, membuat prediksi, serta
mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah.
b. Jenis Penelitian Deskriptif
41
Menurut Nazir (1988:64-65) mengemukakan bahwa
ditinjau dari jenis masalah yang diselidiki, teknik dan alat
yang digunakan, serta tempat dan waktu, maka penelitian
dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1) Metode survei
Metode survei adalah penyelidikan yang diadakan
untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan
mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang
institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok
ataupun suatu daerah. (Nazir,1988: 65)
Nazir (1988:65) dalam bukunya Metode Penelitian,
mengemukan terdapat banyak sekali penelitian yang dapat
dilakukan dengan menggunakan metode survei, diantaranya
adalah survei masalah kemasyarakatan, survei komunikasi
dan pendapat umum, survei masalah politik, survei masalah
pendidikan, dan lain sebagainya.
2) Metode deskriptif kesinambungan
Metode deskriptif dapat diartikan sebagai penelitian
yang dilakukan secara terus menerus atau berkesinambungan
sehingga diperoleh pengetahuan yang menyeluruh mengenai
masalah, fenomena, dan kekuatan-kekuatan sosial yang
42
diperoleh jika hubungan-hubungan fenomena dikaji dalam
suatu periode yang lama.
Menurut Nazir (1988:65) mendefinisikan metode
deskriptif berkesinambungan atau continuity descriptive
research sebagai kerja meneliti secara deskriptif yang
dilakukan secara terus menerus atas suatu objek penelitian.
Salah satu contoh metode penelitian deskriptif
berkesinambungan Penelitian dilakukan dalam waktu empat
tahun, dengan menelusuri status akademis sejak tingkat
persiapan sampai dengan lulus sarjana muda.
3) Penelitian studi kasus
Penelitian studi kasus memusatkan diri secara
intensif terhadap satu objek tertentu, dengan cara
mempelajari sebagai suatu kasus. Berbagai unit sosial seperti
seorang murid menunjukkan kelainan, sebuah kelompok
keluarga, sebuah kelompok anak nakal, sebuah desa, sebuah
lembaga sosial dan lain-lain dapat diselidiki secara intensif,
baik secara menyeluruh maupun mengenai aspek-aspek
tertentu yang mendapat perhatian khusus.
(Menurut Maxfield dalam Nazir 1988:66)
mendefinisikan penelitian studi kasus adalah penelitian
tentang status subjek penelitian yang berkenan dengan suatu
43
fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Tujuan
studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara
mendetail tentang latar belakang, sifat- sifat serta karakter-
karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu,
yang kemudian, dari sifat-sifat khas akan dijadikan suatu hal
yang bersifat umum.
4) Penelitian analisa pekerjaan dan aktivitas
Menurut Nazir (1988:71) dalam buku Metode
Penelitian mengemukakan bahwa penelitian analisa
pekerjaan dan aktivitas merupakan penelitian yang ditujukan
untuk menyelidiki secara terperinci aktivitas dan pekerjaan
manusia, dan hasil penelitian tersebut dapat memberikan
rekomendasi-rekomendasi untuk keperluan masa yang akan
datang.
Lebih lanjut Nazir mengemukakan bahwa studi yang
mendalam dilakukan terhadap kelakuan-kelakuan pekerja,
buruh, petani, guru, dan lain sebagainya terhadap gerak-gerik
mereka dalam melakukan tugas, penggunaan waktu secara
efisien dan efektif.
5) Penelitian Tindakan (action research)
Penelitian tindakan merupakan penelitian yang
44
berfokus pada penerapan tindakan yang dengan tujuan
meningkatkan mutu atau memecahkan permasalahan pada
suatu kelompok subjek yang diteliti dan diamati tingkat
keberhasilannya atau dampak dari tindakannya. Penelitian
tindakan juga berusaha melibatkan pihak-pihak terkait, jika
penelitian tindakan dilaksanakan di sekolah, maka pihak
terkait antara lain adalah kepala sekolah, guru, siswa,
karyawan, dan orang tua siswa.
Penelitian ini sering digunakan oleh para peneliti di
bidang pendidikan yang sering disebut sebagai penelitian
tindakan kelas (Classroom Action Research).
6) Penelitian Perpustakaan
Penelitian perpustakaan merupakan kegiatan
mengamati berbagai literatur yagn berhubungan dengan
pokok permasalahan yang diangkat baik itu berupa buku,
makalah ataupun tulisan yang sifatnya membantu sehingga
dapat dijadikan sebagai pedoman dalam proses penelitian.
Menurut Kartini Kartono (1986: 28) dalam buku Pengantar
Metodologi Research Sosial mengemukakan bahwa tujuan
penelitian perpustakaan adalah untuk mengumpulkan data
dan informasi dengan bantuan bermacam-macam material
yang ada di perpustakaan, hasilnya dijadikan fungsi dasar dan
45
alat utama bagi praktek penelitian di lapangan.
7) Penelitian Komparatif
Menurut Sugiono (2005:11) penelitian komparatif
adalah suatu penelitian yang bersifat membandingkan.
Dalam buku metode penelitian karangan M. Nazir
(1988:69-70) terdapat keunggulan dan kelemahan dari
metode penelitian komparatif. Keunggulannya adalah sebagai
berikut:
Metode komparatif dapat mensubstitusikan metode
eksperimental karena beberapa alasan:
a) Jika sukar diadakan kontrol terhadap salah satu faktor
yang ingin diketahui atau diselidiki hubungan sebab
akibatnya;
b) Apabila teknik untuk mengadakan variabel kontrol dapat
menghalangi penampilan fenomena secara normal
ataupun tidak memungkinkan adanya interaksi secara
normal;
c) Penggunaan laboratorium untuk penelitian dimungkinkan,
baik karena kendala teknik, keuangan, maupun etika dan
moral.
d) Dengan adanya teknik yang lebih mutakhir serta alat
46
statistik yang lebih maju, membuat penelitian komparatif
dapat mengadakan estimasi terhadap parameter-
parameter hubungan kausal secara lebih efektif.
Sedangkan kelemahan metode komperatif
adalah sebagai berikut:
a) Penelitian komparatif yang bersifat ex post facto,
mengakibatkan penelitian tersebut tidak mempunyai
kontrol terhadap variabel bebas
b) Sukar memperoleh kepastian, apakah faktor-faktor
penyebab suatu hubungan kausal yang diselidiki benar-
benar relevan.
c) Interaksi antarfaktor-faktor tunggal sebagai penyebab atau
akibat terjadinya suatu fenomena menjadi sukar untuk
diketahui.
d) Ada kalanya dua atau lebih faktor memperlihatkan
adanya hubungan, tetapi belum tentu bahwa hubungan
yang diperlihatkan adalah hubungan sebab akibat.
2. Laju Pertumbuhan
Laju petumbuhan suatu pendapatan daerah menunjukkan
kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan
meningkatkan pendapatan daerahnya. Laju pertumbuhan
47
penerimaan daerah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Gy = Yt –Y (t-1) X 100
Y (t-1)
Sumber: Halim (2001:155)
Gy = Laju Pertumbuhan Penerimaan Pertahun
Yt = Realisasi Penerimaan Tahun Tertentu
Y (t-1) = Realisasi Penerimaan Pada Tahun
Sebelumnya
3. Analisis Statistik Deskriptif
Dalam penelitian ini analisis data menggunakan
pendekatan statistik deskriptif yaitu memberikan gambaran
mengenai suatu data yang dilihat dari range, mean, sum, dan
standart deviation dari jumlah penerimaan sebelum dan sesudah
terbentuknya Provinsi Banten. Jadi metode ini digunakan untuk
mengetahui kondisi atau keadaan dari perbedaan penerimaan
tersebut (Ghozali, 2009:19).
48
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Objek penelitian skripsi ini adalah 4 Kab/Kota yang pernah berada
dalam Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten setelah Provinsi Banten
terbentuk yaitu Kab. Lebak, Kab. Pandeglang, Kab. Tangerang, dan
Kota Tangerang. Variable penelitian skripsi ini meliputi data
pendapatan asli daerah (PAD), pajak daerah, dan retribusi daerah
sebelum dan sesudah Provinsi Banten terbentuk. Sebelum Provinsi
Banten terbentuk (1994-2000) dan sesudah Provinsi Banten terbentuk
(2002-2008) yaitu sama sama mempunyai kurun waktu 7 tahun. Peneliti
tidak mengambil data tahun 2001 karena pada terbentuknya Provinsi
Banten pada tahun 2000 dan pada tahun 2001 dianggap sebagai masa
transisi berbeda Provinsi otomatis akan merubah instansi pemerintahan.
Provinsi baru yaitu Provinsi Banten. Data – data yang menyangkut objek
penelitian ini diperoleh dari Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan
(DJPK) Republik Indonesia.
2. Profil Provinsi Banten
Provinsi Banten merupakan provinsi yang baru berdiri pada tahun
2001 berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 2000. Sebelum
terbentuk menjadi Provinsi sendiri, wilayah Provinsi Banten merupakan
bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat. Wilayahnya berada pada
49
paling barat Pulau Jawa. Provinsi Banten memiliki empat kabupaten dan
empat kotamadya. Kabupaten tersebut adalah Kabupaten Pandeglang,
Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Serang.
Adapun wilayah kotamadnya adalah Kota Tangerang, Kota Cilegon,
Kota Serang dan Kota Tangerang Selatan. Pusat pemerintahannya
berada di Kota Serang.
Provinsi Banten merupakan salah satu provinsi yang berada di
sebelah barat Pulau Jawa dengan luas 9.662,92 km². Provinsi Banten
berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah Utara. Di sebelah Selatan
berbatasan dengan Samudra Hindia, kemudian di sebelah Barat
berbatasan dengan Selat Sunda serta berbatasan dengan Provinsi DKI
Jakarta dan Provinsi Jawa Barat di sebelah Timur.
Provinsi Banten beriklim tropis dan basah. Adapun curah hujan rata-
rata Provinsi Banten adalah 127 mm pada tahun 2014. Rata-rata hari
hujan di Provinsi Banten adalah 15 hari hujan per bulan. Curah hujan
tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan curah hujan sebanyak 377
mm dengan hari hujan selama 25 hari pada bulan Januari.
Objek penelitian yang akan di teliti yaitu hanya 4 Kab/Kota yaitu
Kab. Lebak, Kab. Pandeglang, Kab. Tangerang, dan Kota Tangerang.
Berikut adalah gambaran singkat mengenai Kabupaten/Kota di Provinsi
Banten:
50
a. Kabupaten Lebak
Luas wilayah Kabupaten Lebak adalah 3.044,72 km² atau sekitar
31,51 % dari luas wilayah Provinsi Banten. Adapun sebesar 9,84 %
wilayah Kabupaten Lebak merupakan kawasan hutan lindung yang
tersebar di beberapa kecamatan antara lain Panggarangan, Bayah,
Cibeber, Cijaku, Cipanas, Muncang, dan Sobang.
b. Kabupaten Pandeglang
Kabupaten Pandenglang berbatasan dengan Kabupaten Serang di
sebelah utara, bagian selatan dengan Samudera Hindia, bagian barat
dengan Selat Sunda dan bagian timur dengan Kabupaten Lebak. Luas
Kabupaten Pandeglang 2.746,89 km², dimana sekitar 85,07 %
merupakan wiayah dataran dengan ketinggian gunung-gunung yang
relatif rendah antara 320 m sampai dengan 480 m.
c. Kabupaten Tangerang
Luas wilayah Kabupaten Tangerang 959,6 km², dimana merupakan
9,93 % dari luas wilayah Provinsi Banten secara keseluruhan. Di sebelah
utara Kabupaten Tangerang berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah
selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok, sebelah
barat berbatasan dengan Kabupaten Serang dan Kabupaten Lebak serta
di sebelah timur berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan.
d. Kota Tangerang
Di sebelah utara dan barat Kota Tangerang berbatasan dengan
Kabupaten Tangerang, dengan Kota Tangerang Selatan di sebelah
51
selatan dan Provinsi DKI Jakarta di sebelah timur. Luas wilayah Kota
Tangerang adalah 164,55 km² dimana seluas 19,69 km² merupakan
Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
B. Analisis dan Pembahasan
1. Analisis Deskriptif Komparatif 4 Kab/Kota Provinsi Banten
Penelitian KomparatifMenurut Sugiono (2005: 11) penelitian
komparatif adalah suatu penelitian yang bersifat membandingkan.
Dalam buku metode penelitian karangan M. Nazir (1988: 69-70)
terdapat keunggulan dan kelemahan dari metode penelitian komparatif.
a. Keunggulannya adalah sebagai berikut:
Metode komparatif dapat mensubstitusikan metode
eksperimental karena beberapa alasan:
1) jika sukar diadakan kontrol terhadap salah satu faktor yang ingin
diketahui atau diselidiki hubungan sebab akibatnya;
2) apabila teknik untuk mengadakan variabel kontrol dapat
menghalangi penampilan fenomena secara normal ataupun tidak
memungkinkan adanya interaksi secara normal;
3) penggunaan laboratorium untuk penelitian dimungkinkan, baik
karena kendala teknik, keuangan, maupun etika dan moral.
Dengan adanya teknik yang lebih mutakhir serta alat statistik
yang lebih maju, membuat penelitian komparatif dapat mengadakan
52
estimasi terhadap parameter-parameter hubungan kausal secara lebih
efektif.
b. Sedangkan kelemahan metode komperatif adalah sebagai berikut:
Penelitian komparatif yang bersifat ex post facto,
mengakibatkan penelitian tersebut tidak mempunyai kontrol terhadap
variabel bebas sukar memperoleh kepastian, apakah faktor-faktor
penyebab suatu hubungan kausal yang diselidiki benar-benar relevan.
Interaksi antar faktor-faktor tunggal sebagai penyebab atau akibat
terjadinya suatu fenomena menjadi sukar untuk diketahui.
Ada kalanya dua atau lebih faktor memperlihatkan adanya
hubungan, tetapi belum tentu bahwa hubungan yang diperlihatkan
adalah hubungan sebab akibat. Mengkategorisasikan subjek dalam
dikhotomi untuk tujuan perbandingan dapat menjurus pada
pengambilan keputusan dan kesimpulan yang salah, akibatnya kategori
dikhotomi yang dibuat mempunyai sifat kabur, bervariasi, samar,
menghendaki value judgement dan tidak kokoh.
53
a. Perbandingan Sumber Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Lebak Sebelum
dan Sesudah Terbentuknya Provinsi Banten.
Grafik 4.1
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lebak (1994 -2000) Dan (2002-
2008)
Sumber: DJPK (data diolah)
Dapat dilihat dari grafik di atas yaitu sumber pendapatan asli
daerah (PAD) Kabupaten Lebak. Perbandingan sumber pendapatan asli
daerah Kabupaten Lebak sebelum dan sesudah terbentuknya Provinsi
Banten sangat tinggi yaitu dapat dilihat pajak daerah, retribusi daerah,
hasil kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan yang sah.
sebelum terbentuknya Provinsi Banten sumber pendapatan asli daerah
Kabupaten Lebak yaitu stagnan dan pada sebelum terbentuknya Provinsi
Banten garis grafik warna oranye yaitu retribusi daerah di Kabupaten
Lebak paling besar pendapatannya di bandingkan dengan pajak daerah,
0,0
10.000,0
20.000,0
30.000,0
40.000,0
50.000,0
60.000,0
70.000,0
199419951996199719981999200020012002200320042005200620072008
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lebak
Pajak Daerah Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lain-Lain Pendapatan Yang Sah
TR
A
N
SI
S
I
54
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain
pendapatan yang sah. Pada tahun 2001 yaitu adalah masa transisi untuk
mengatur system administrasi pemekaran wilayah dari Jawa Barat
menjadi Provinsi Banten.
Setelah terbentuknya Provinsi Banten dapat dilihat bahwa pajak
daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan lain-lain pendapatan yang sah pada Kabupaten Lebak
meningkat pesat dibandingkan sebelum terbentuknya provinsi banten.
Dapat dilihat garis grafik berwarna kuning yaitu lain-lain pendapatan
yang sah setelah terbentuknya Provinsi Banten pada tahun 2008
mengalami peningkatan yang pesat. Sebelum peningkatan yang begitu
pesat pada lain-lain pendapatan yang sah, sumber pendapatan asli daerah
tertinggi yaitu pada retribusi daerah sama seperti sebelum terbentuknya
Provinsi Banten yaitu sumber pendapatan asli daerah paling besar besasal
dari retribusi daerah.
55
Grafik 4.2
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lebak 2010 – 2016
Sumber: DJPK (data diolah)
Berdasarkan grafik diatasSetelah beberapa tahun pemekaran di
Provinsi Banten pada tahun 2010 hingga 2016 pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan yang sah mengalami peningkatan dan penurunan.
Peningkatan paling besar berasal dari retribusi daerah. Namun, retribusi
daerah Kabupaten Lebak mengalami penurunan di tahun 2014 sedangkan
lain-lain pendapatan asli daerah pada tahun 2014 mengalami peningkatan
yang pesat.
Maka, dengan terbentuknya Provinsi Banten membuat sumber
pendapatan asli daerah Kabupaten Lebak meningkat di bandingkan
sebelum terbentuknya Provinsi Banten dengan pemekaran daerah yang
diikuti dengan otonomi daerah maka perubahan sistem pemerintahan
-
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000
1.400.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lebak (2010 - 2016)
Pajak Daerah Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Lain-Lain Pendapatan
56
menjadi desentralisasi cukup berhasil dan berharap Pemerintah Daerah
Kabupaten Lebak dapat meggali potensi potensi yang ada agar sumber
pendapatan asli daerah Kabupaten Lebak akan terus meningkat dan dapat
meningkatkan pendapatan daerah Kabupten Lebak. Peningkatan
kabupaten lebak paling besar berasal dari retribusi daerah.
b. Perbandingan sumber pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten Pandeglang
Sebelum dan Sesudah Terbentuknya Provinsi Banten.
Grafik 4.3
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pandeglang
Sumber: DJPK (data diolah)
Dapat dilihat dari grafik di atas yaitu sumber pendapatan asli
daerah (PAD) Kabupaten Pandeglang. Perbandingan sumber pendapatan
asli daerah sebelum dan sesudah terbentuknya Provinsi Banten sumber
pendapatan asli daerah Kabupaten Pandeglang sangat tinggi yaitu dapat
0,0
5.000,0
10.000,0
15.000,0
20.000,0
25.000,0
30.000,0
35.000,0
199419951996199719981999200020012002200320042005200620072008
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pandeglang
Pajak Daerah Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lain-Lain Pendapatan Yang Sah
TR
A
NS
I
S
I
57
dilihat pajak daerah, retribusi daerah, hasil kekayaan daerah yang
dipisahkan dan lain-lain pendapatan yang sah. sebelum terbentuknya
Provinsi Banten sumber pendapatan asli daerah Kabupaten Pandeglang
mengalami kenaikan dan penurunan pada tahun 1998 yaitu pada retribusi
daerah, pajak daerah dan lain-lain pendapatan yang sah. Namun, retribusi
daerah dan lain-lain pendapatan yang sah di Kabupaten Pandeglang
mengalami peningkatan pada tahun 1998 sedangkan pajak daerah
mengalami penurunan pada tahun 1998. Pada sebelum terbentuknya
Provinsi Banten garis grafik warna oranye yaitu retribusi daerah di
Kabupaten Pandeglang paling besar pendapatannya di bandingkan
dengan pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
dan lain-lain pendapatan yang sah. Pada tahun 2001 yaitu adalah masa
transisi untuk mengatur system administrasi pemekaran wilayah dari Jawa
Barat menjadi Provinsi Banten.
Setelah terbentuknya Provinsi Banten dapat dilihat bahwa pajak
daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan lain-lain pendapatan yang sah pada Kabupaten
Pandeglang meningkat pesat dibandingkan sebelum terbentuknya
provinsi banten. Dapat dilihat garis grafik berwarna kuning yaitu lain-lain
pendapatan yang sah setelah terbentuknya Provinsi Banten pada tahun
2006 hingga 2008 dan retribusi daerah Kabupaten Pandeglang pada tahun
2008 mengalami peningkatan yang pesat. Pendapatan tertinggi setelah
terbentuknya Provinsi Banten di Kabupaten Pandeglang yaitu berasal dari
58
retribusi daerah.
Grafik 4.4
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pandeglang
Sumber: DJPK (data diolah)
Setelah beberapa tahun pemekaran di Provinsi Banten pada tahun
2009 hingga 2015 pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan yang sah
mengalami peningkatan dan penurunan. Peningkatan paling besar pada
Kabupaten Pandeglang berasal dari retribusi daerah yaitu peningkatannya
terus menerus dibandingkan dengan lain-lain pendapatan yang sah yaitu
peningkatannya tidak stabil mengalami penurunan dan peningkatan.
Maka, dengan terbentuknya Provinsi Banten membuat sumber
pendapatan asli daerah Kabupaten Pandeglang meningkat di bandingkan
sebelum terbentuknya Provinsi Banten dengan pemekaran daerah yang
diikuti dengan otonomi daerah maka perubahan system pemerintahan
59
menjadi desentralisasi cukup berhasil dan Pemerintah Daerah Kabupten
Pandeglang dapat terus menggali potensi potensi yang ada agar dapat
memajukan Kabupaten Pandeglang dengan meningkatkan Pendapatan
Daerah Kabupaten Pandeglang. Sumber pendapatan asli daerah
Kabupaten Pandeglang berasal dari retribusi daerah.
c) Perbandingan sumber pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten
Tangerang Sebelum dan Sesudah Terbentuknya Provinsi Banten.
Grafik 4.5
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang Tahun 1994 – 2000
dan 2002 - 2008
Sumber: DJPK (data diolah)
Dapat dilihat dari grafik di atas yaitu sumber pendapatan asli
daerah (PAD) Kabupaten Tangerang. Perbandingan sumber pendapatan
asli daerah sebelum dan sesudah terbentuknya Provinsi Banten sumber
pendapatan asli daerah Kabupaten Tangerang sangat tinggi yaitu dapat
0,0
20.000,0
40.000,0
60.000,0
80.000,0
100.000,0
120.000,0
140.000,0
199419951996199719981999200020012002200320042005200620072008
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang
Pajak Daerah Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lain-Lain Pendapatan Yang Sah
TR
A
N
S
I
S
I
60
dilihat pajak daerah, retribusi daerah, hasil kekayaan daerah yang
dipisahkan dan lain-lain pendapatan yang sah. sebelum terbentuknya
Provinsi Banten sumber pendapatan asli daerah Kabupaten Tangerang
mengalami kenaikan dan penurunan pada tahun 1998 yaitu pada pajak
daerah dan retribusi daerah. Pada pajak darah Kabupaten Tangerang pada
tahun 1998 mengalami penurunan yang drastis sedangkan retribusi daerah
mengalai penurunan juga namun tidak serendah pajak daerah Kabupten
Tangerang. Pada sebelum terbentuknya Provinsi Banten garis grafik
warna biru yaitu pajak daerah di Kabupaten Tangerang paling besar
pendapatannya di bandingkan dengan retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan yang sah. Pada
tahun 2001 yaitu adalah masa transisi untuk mengatur system administrasi
pemekaran wilayah dari Jawa Barat menjadi Provinsi Banten.
Setelah terbentuknya Provinsi Banten dapat dilihat bahwa pajak
daerah, retribusi daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah Kabupaten
Tangerang meningkat pesat dibandingkan sebelum terbentuknya Provinsi
Banten. Namun hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
pendapatanya setelah terbentuknya Provinsi Banten tidak sebesar
peningkatan pajak daerah, retribusi daerah, dan lain-lain pendapatan yang
sah. Pajak daerah terus meningkat dari tahun 2002 hingga 2008,
sedangkan retribusi daerah mengalami penurunan yang drastic pada tahun
2008 dan sebaliknya lain lain pendapatan yang sah meningkat drastis pada
tahun 2008.
61
Grafik 4.6
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang
Setelah beberapa tahun pemekaran di Provinsi Banten pada tahun
2010 hingga 2016 pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan yang sah
mengalami peningkatan dan penurunan. Peningkatan paling besar pada
Kabupaten Tangerang berasal dari pajak daerah.
Maka, dengan terbentuknya Provinsi Banten membuat sumber
pendapatan asli daerah Kabupaten Tangerang meningkat di bandingkan
sebelum terbentuknya Provinsi Banten dengan pemekaran daerah yang
diikuti dengan otonomi daerah maka perubahan system pemerintahan
menjadi desentralisasi cukup berhasil dan Pemerintah Daerah Kabupten
Tangerang dapat terus menggali potensi potensi yang ada agar dapat
-
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000
1.400.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang (2010 - 2016)
Pajak Daerah Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Lain-Lain Pendapatan
Sumber: DJPK (data diolah)
62
memajukan Kabupaten Tangerang dengan meningkatkan Pendapatan
Daerah Kabupaten Tangerang. Peningkatan terbesar Kabupaten
Tangerang berasal dari pajak daerah terutama dibagian industri dan jasa.
c. Perbandingan sumber pendapatan asli daerah di Kota Tangerang Sebelum
dan Sesudah Terbentuknya Provinsi Banten.
Grafik 4.7
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Tangerang Tahun 1994
– 2000 dan Tahun 2002 - 2008
Sumber: DJPK (data diolah)
Dapat dilihat dari grafik di atas yaitu sumber pendapatan asli
daerah (PAD) Kota Tangerang. Perbandingan sumber pendapatan asli
daerah sebelum dan sesudah terbentuknya Provinsi Banten sumber
pendapatan asli daerah Kota Tangerang sangat tinggi yaitu dapat dilihat
pajak daerah, retribusi daerah, hasil kekayaan daerah yang dipisahkan dan
lain-lain pendapatan yang sah. sebelum terbentuknya Provinsi Banten
0,0
20.000,0
40.000,0
60.000,0
80.000,0
100.000,0
120.000,0
199419951996199719981999200020012002200320042005200620072008
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Tangerang
Pajak Daerah Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lain-Lain Pendapatan Yang Sah
TR
A
N
SI
S
I
63
sumber pendapatan asli daerah Kota Tangerang mengalami kenaikan dan
penurunan pada tahun 1998 yaitu pada pajak daerah dan retribusi daerah.
Pada pajak darah Kota Tangerang pada tahun 1998 mengalami penurunan
yang drastis sedangkan retribusi daerah mengalai penurunan juga namun
tidak sebesar pajak daerah Kota Tangerang. Pada sebelum terbentuknya
Provinsi Banten garis grafik warna biru yaitu pajak daerah di Kota
Tangerang paling besar pendapatannya di bandingkan dengan retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain
pendapatan yang sah. Pada tahun 2001 yaitu adalah masa transisi untuk
mengatur system administrasi pemekaran wilayah dari Jawa Barat
menjadi Provinsi Banten.
Setelah terbentuknya Provinsi Banten dapat dilihat bahwa pajak
daerah, retribusi daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah Kota
Tangerang meningkat pesat dibandingkan sebelum terbentuknya Provinsi
Banten. Namun hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
pendapatanya setelah terbentuknya Provinsi Banten tidak sebesar
peningkatan pajak daerah, retribusi daerah, dan lain-lain pendapatan yang
sah. Pajak daerah terus meningkat dari tahun 2002 hingga 2008,
sedangkan retribusi daerah mengalami peningkatan namun tidak sebesar
pajak daerah trend peningkatannya stagnan. Hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan mengalami peningkatan sedikit demi sedikit dari
tahun ke tahun, sedangkan lain-lain pendapatan yang sah mengalami
penurunan dari tahun 2003 hingga 2008.
64
Grafik 4.8
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Tangerang
Setelah beberapa tahun pemekaran di Provinsi Banten pada tahun
2010 hingga 2016 pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan yang sah
mengalami peningkatan terus menerus. Namun, retribusi daerah
mengalami penurunan di tahun 2015. Peningkatan paling besar pada Kota
Tangerang berasal dari pajak daerah.
Maka, dengan terbentuknya Provinsi Banten membuat sumber
pendapatan asli daerah Kota Tangerang meningkat di bandingkan
sebelum terbentuknya Provinsi Banten dengan pemekaran daerah yang
diikuti dengan otonomi daerah maka perubahan system pemerintahan
menjadi desentralisasi cukup berhasil dan Pemerintah Daerah Kota
Sumber: DJPK (data diolah)
65
Tangerang dapat terus menggali potensi potensi yang ada agar dapat
memajukan Kota Tangerang dengan meningkatkan Pendapatan Daerah
Kota Tangerang. Sumber pendapatan asli daerah Kota Tangerang paling
besar berasal dari pajak daerah.
2. Intrepretasi Laju Pertumbuhan Sumber Pendapatan Asli Daerah
di 4 Kab/Kota Sebelum dan Sesudah Terbentuknya Provinsi
Banten
Laju petumbuhan suatu pendapatan daerah menunjukkan
kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan
meningkatkan pendapatan daerahnya. Laju pertumbuhan
penerimaan daerah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Gy = Yt –Y (t-1) X 100
Y (t-1)
Sumber: Halim (2001:155)
Gy = Laju Pertumbuhan Penerimaan Pertahun
Yt = Realisasi Penerimaan Tahun Tertentu
Y (t-1) = Realisasi Penerimaan Pada Tahun
Sebelumnya
a. Laju pertumbuhan sumber pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten
Lebak sebelum dan sesudah terbentuknya Provinsi Banten
66
Tabel 4.1
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kabupaten Lebak Sebelum
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 1994 - 2000
Laju Pertumbuhan Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lebak Sebelum
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 1994 – 2000
Sumber PAD 1995 1996 1997 1998 1999 2000 Rata-rata
pajak daerah 23% 12% -10% 87% -132% 3% -3%
retribusi daerah 34% -4% 17% 5% -37% 2% 3%
hasil pengelolaan -89% 80% -12% 47% -34% 41% 6%
lain-lain pendapatan 66% 16% -5% -236% 55% 1% -17%
Sumber: DJPK (data diolah)
Pada tabel di atas yaitu laju pertumbuhan sumber pendapatan asli daerah
Kabupaten Lebak sebelum terbentuknya Provinsi Banten pada pajak daerah dapat
dilihat bahwa laju pertumbuhannya tidak stabil yaitu mengalami penurunan dan
peningkatan meskipun lebih banyak mengalami penurunan, penurunan paling
besar yaitu pada tahun 1999 yaitu sebesar -132% dan peningkatan terbesar pada
tahun 1998 yaitu sebesar 87% dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar -3%.
Pada laju pertumbuhan retribusi daerah Kabupaten Lebak pada sebelum
terbentuknya Provinsi Banten juga tidak stabil yaitu mengalami penurunan dan
peningkatan. Penurunan laju pertumbuhan retribusi daerah paling besar yaitu pada
tahun 1999 yaitu sebesar -37% dan peningkatan tertinggi pada tahun 1995 yaitu
sebesar 34% dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 3%
Pada laju pertumbuhan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
Kabupaten Lebak sebelum terbentuknya Provinsi Banten juga tidak stabil yaitu
mengalami penurunan dan peningkatan. Penurunan laju pertumbuhan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang paling besar yaitu pada tahun 1995 yaitu
67
sebesar -89% dan peningkatan terbesar pada tahun 1996 yaitu sebesar 80% dengan
rata-rata laju pertumbuhan sebesar 6%.
Pada laju pertumbuhan lain-lain pendapatan yang sah Kabupaten Lebak
sebelum terbentuknya Provinsi Banten mengalami penurunan terus menerus dari
tahun 1996 hingga 1998 lalu mengalami peningkatan pada tahun 1999 dan
mengalami penurunan lagi pada tahun 2000. Penurunan laju pertumbuhan paling
tinggi yaitu pada tahun 1998 yaitu sebesar -236% dan penigkatan terbesar pada
tahun 1995 yaitu sebesar 66% dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar -17%
Pada laju pertumbuhan Kabupaten Lebak sebelum terbentuknya Provinsi
Banten sumber pendapatan asli daerah dengan penurunan tertinggi yaitu pada lain-
lain pendapatan yang sah mengalami penurunan sebesar -236%, laju pertumbuhan
tertinggi yaitu pada pajak daerah yaitu mengalami peningkatan sebesar 87%, rata-
rata laju pertumbuhan paling rendah yaitu lain-lain pendapatan yang sah dengan
laju pertumbuhan -17% dan rata-rata laju pertumbuhan paling tinggi yaitu pada
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yaitu meningkat sebesar 6%.
68
Tabel 4.2
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kabupaten Lebak Sesudah
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 2002 - 2008
Laju Pertumbuhan Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lebak Sesudah
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 2002 – 2008
Sumber PAD 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata
pajak daerah 35% -10% 58% 38% -13% 0.3% 18%
retribusi daerah 6% 2% 45% -7% 27% 30.7% 17%
hasil pengelolaan -10% 0% 10% 42% 23% 49.1% 19%
lain-lain pendapatan 61% -107% 39% 61% 43% 75.3% 29%
Sumber: DJPK (data diolah)
Pada tabel di atas yaitu laju pertumbuhan sumber pendapatan asli daerah
Kabupaten Lebak sesudah terbentuknya Provinsi Banten pada pajak daerah dapat
dilihat bahwa laju pertumbuhannya tidak stabil yaitu mengalami penurunan dan
peningkatan, penurunan paling besar yaitu pada tahun 2004 yaitu sebesar -13%
dan peningnkatan terbesar yaitu pada tahun 2005 yaitu sebesar 58% dengan rata-
rata laju pertumbuhan sebesar 18%.
Pada laju pertumbuhan retribusi daerah Kabupaten Lebak pada sesudah
terbentuknya Provinsi Banten juga tidak stabil yaitu mengalami penurunan dan
peningkatan. Penurunan laju pertumbuhan retribusi daerah paling besar yaitu pada
tahun 2006 yaitu sebesar -7% dan peningkatan terbesar pada tahun 2005 yaitu
sebesar 45% dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 17%
Pada laju pertumbuhan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
Kabupaten Lebak sesudah terbentuknya Provinsi Banten juga tidak stabil yaitu
mengalami penurunan dan peningkatan. Penurunan laju pertumbuhan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang paling besar yaitu pada tahun 2003 yaitu
69
sebesar -10% dan peningkatan terbesar pada tahun 2008 yaitu sebesar 49.1%
dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 19%.
Pada laju pertumbuhan lain-lain pendapatan yang sah Kabupaten Lebak
sesudah terbentuknya Provinsi Banten mengalami penurunan dan peningkatan.
Penurunan laju pertumbuhan paling tinggi yaitu pada tahun 2004 yaitu sebesar -
107% dan peningkatan terbesar pada tahun 2008 yaitu sebesar 75.3% dengan rata-
rata laju pertumbuhan sebesar 29%.
Pada laju pertumbuhan Kabupaten Lebak sesudah terbentuknya Provinsi
Banten sumber pendapatan asli daerah dengan penurunan laju pertumbuhan paling
besar yaitu pada lain-lain pendapatan yang sah mengalami penurunan sebesar -
107%, peningkatan terbesar yaitu pada lain-lain pendapatan yang sah mengalami
peningkatan sebesar 75.3%, rata-rata laju pertumbuhan paling rendah yaitu pada
retribusi daerah dengan laju pertumbuhan 17%, dan rata-rata laju pertumbuhan
paling tinggi yaitu pada lain-lain pendapatan yang sah dengan laju pertumbuhan
29%.
Tabel 4.3
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kabupaten Lebak Sesudah
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 2010 - 2016
Laju Pertumbuhan Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lebak Sebelum
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 1994 – 2000
Sumber PAD 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Rata-rata
pajak daerah 23% 64% 38% 82% 141% -28% 53%
retribusi daerah 53% 17% 29% 108% -17% -20% 28%
hasil pengelolaan -49% 27% -1% -1% -38% -34% 1%
lain-lain pendapatan -63% -27% 43% -5% 1087% 153% 196%
Sumber: DJPK (Data Diolah)
70
Dari table di atas sumber pendapatan asli daerah Kabupaten Lebak dari
Tahun 2011 sampai dengan tahun 2016 mengalami kenaikan dan penurunan, dapat
terlihat pada pajak daerah. Pada Tahun 2011 laju pertumbuhannya sebesar 23%,
tahun berikutnya yaitu Tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 64% dan pada
tahun 2013 pajak daerah Kabupaten Lebak mengalami penurunan menjadi 38%.
Begitu juga terjadi dengan sumber sumber pendapatan asli daerah Kabupaten
Lebak lainnya yaitu mengalami kenaikan dan penurunan seperti pajak daerah.
Namun, peningkatan terbesar berasal dari lain-lain pendapatan yang sah yaitu pada
Tahun 2015 meningkat sangat besar yaitu sebesar 1087%.
Perbandingan laju pertumbuhan Kabupaten Lebak sebelum dan sesudah
terbentuknya Provinsi Banten yaitu laju pertumbuhan sesudah terbentuknya
Provinsi Banten lebih besar dibandingkan dengan sebelum terbentuknya Provinsi
Banten. Rata-rata laju pertumbuhan pajak daerah meningkat sebesar 2%, rata-rata
laju pertumbuhan retribusi daerah meningkat sebesar 14%, rata-rata laju
pertumbuhan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan meningkat
sebesar 13%, dan rata-rata lain-lain pendapatan yang sah meningkat sebesar 46%.
Pada Tahun 2010 – 2016 sumber pendapatan asli daerah tetap mengalami
peningkatan yaitu Rata-rata laju pertumbuhan pajak daerah meningkat sebesar
53%, rata-rata laju pertumbuhan retribusi daerah meningkat sebesar 28%, rata-rata
laju pertumbuhan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan meningkat
sebesar 1%, dan rata-rata lain-lain pendapatan yang sah meningkat sebesar 196%
Maka, dengan adanya pemekaran wilayah membuat sumber pendapatan asli
71
daerah Kabupaten Lebak meningkat.
b. Laju pertumbuhan sumber pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten
Pandeglang sebelum dan sesudah terbentuknya Provinsi Banten
Tabel 4.4
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kabupaten Pandeglang Sebelum
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 1994 - 2000
Laju Pertumbuhan Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pandeglang Sebelum
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 1994 - 2000
Sumber PAD 1995 1996 1997 1998 1999 2000 Rata-rata
pajak daerah 21% 20% 29% -132% 79% 15% 5%
retribusi daerah -20% 3% 10% 50% -82% 19% -3%
hasil pengelolaan 37% -117% 20% 51% -75% 26% -10%
lain-lain pendapatan 11% 42% -2% 28% -403% -5% -55%
Sumber: DJPK (data diolah)
Pada tabel di atas yaitu laju pertumbuhan sumber pendapatan asli daerah
Kabupaten Pandeglang sebelum terbentuknya Provinsi Banten pada pajak daerah
dapat dilihat bahwa laju pertumbuhannya tidak stabil yaitu mengalami penurunan
dan peningkatan meskipun lebih banyak mengalami penurunan, penurunan paling
besar yaitu pada tahun 1998 yaitu sebesar -132% dan peningkatan terbesar pada
tahun 1999 yaitu sebesar 79% dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 5%.
Pada laju pertumbuhan retribusi daerah Kabupaten Pandeglang pada
sebelum terbentuknya Provinsi Banten juga tidak stabil yaitu mengalami
penurunan dan peningkatan. Penurunan laju pertumbuhan retribusi daerah paling
besar yaitu pada tahun 1999 yaitu sebesar -82% dan peningkatan terbesar pada
tahun 1998 yaitu sebesar 50% dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar -3%
72
Pada laju pertumbuhan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
Kabupaten Pandeglang sebelum terbentuknya Provinsi Banten juga tidak stabil
yaitu mengalami penurunan dan peningkatan. Penurunan laju pertumbuhan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang paling besar yaitu pada tahun 1996 yaitu
sebesar -117% dan peningkatan terbesar pada tahun 1998 yaitu sebesar 51%
dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar -10%.
Pada laju pertumbuhan lain-lain pendapatan yang sah Kabupaten
Pandeglang sebelum terbentuknya Provinsi Banten mengalami penurunan dan
peningkatan. Penurunan laju pertumbuhan paling tinggi yaitu pada tahun 1999
yaitu sebesar -403% dan peningkatan terbesar pada tahun 1996 yaitu sebesar 42%
dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar -55%
Pada laju pertumbuhan Kabupaten Pandeglang sebelum terbentuknya
Provinsi Banten sumber pendapatan asli daerah dengan penurunan tertinggi yaitu
pada lain-lain pendapatan yang sah mengalami penurunan sebesar -403%,
peningkatan terbesar yaitu pada hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan yaitu sebesar 51%, rata-rata laju pertumbuhan paling rendah yaitu lain-
lain pendapatan yang sah dengan laju pertumbuhan -55%, dan rata-rata laju
pertumbuhan paling tinggi yaitu pada pajak daerah dengan laju pertumbuhan 5%.
73
Tabel 4.5
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kabupaten Pandeglang Sesudah
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 2002 - 2008
Laju Pertumbuhan Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pandeglang Sesudah
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 2002 – 2008
Sumber PAD 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata
pajak daerah 9% 5% 22% 26% -13% 10.3% 10%
retribusi daerah 15% 10% 11% 10% -12% 72.4% 18%
hasil pengelolaan 30% 11% 17% 40% 52% -15.7% 22%
lain-lain pendapatan 51% -29% 3% 59% 41% 17.2% 24%
Sumber: DJPK (data diolah)
Pada tabel di atas yaitu laju pertumbuhan sumber pendapatan asli daerah
Kabupaten Pandeglang sesudah terbentuknya Provinsi Banten pada pajak daerah
dapat dilihat bahwa laju pertumbuhannya tidak stabil yaitu mengalami penurunan
dan peningkatan, penurunan paling besar yaitu pada tahun 2007 yaitu sebesar -
13% dan peningkatan terbesar pada tahun 2006 yaitu sebesar 26% dengan rata-
rata laju pertumbuhan sebesar 10%.
Pada laju pertumbuhan retribusi daerah Kabupaten Pandeglang pada sesudah
terbentuknya Provinsi Banten juga tidak stabil yaitu mengalami penurunan dan
peningkatan. Penurunan laju pertumbuhan retribusi daerah paling besar yaitu pada
tahun 2007 yaitu sebesar -12%, peningkatan terbesar pada tahun 2008 yaitu
sebesar 72.4% dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 18%
Pada laju pertumbuhan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
Kabupaten Pandeglang sesudah terbentuknya Provinsi Banten juga tidak stabil
yaitu mengalami penurunan dan peningkatan. Penurunan laju pertumbuhan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang paling besar yaitu pada tahun 2008 yaitu
74
sebesar -15.7% dan peningkatan terbesar pada tahun 2007 yaitu sebesar 52%
dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 22%.
Pada laju pertumbuhan lain-lain pendapatan yang sah Kabupaten
Pandeglang sesudah terbentuknya Provinsi Banten mengalami penurunan dan
peningkatan. Penurunan laju pertumbuhan paling tinggi yaitu pada tahun 2004
yaitu sebesar -29% dan peningkatan terbesar pada tahun 2006 yaitu sebesar 59%
dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 24%
Pada laju pertumbuhan Kabupaten Pandeglang sesudah terbentuknya
Provinsi Banten sumber pendapatan asli daerah dengan penurunan laju
pertumbuhan paling besar yaitu pada lain-lain pendapatan yang sah mengalami
penurunan sebesar -29%, peningkatan terbesar yaitu pada retribusi daerah yaitu
sebesar 72.4%, rata-rata laju pertumbuhan paling rendah yaitu pajak daerah
dengan laju pertumbuhan 10%, dan rata-rata laju pertumbuhan paling tinggi yaitu
pada lain-lain pendapatan yang sah dengan laju petumbuhan 24%.
Tabel 4.6
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kabupaten Pandeglang Sesudah
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 2010 – 2016
Sumber: DJPK (Data Diolah)
Laju Pertumbuhan Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pandeglang Sebelum
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 2010 – 2016
Sumber PAD 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Rata-rata
pajak daerah -29% 20% 168% 4% 75% -7% 38%
retribusi daerah -6% -20% 115% 28% 13% 29% 26%
hasil pengelolaan 22% -23% 4% 13% 7% 7% 5%
lain-lain pendapatan 15% 155% -206% 104% 878% -45% 150%
75
Dari table di atas sumber pendapatan asli daerah Kabupaten Pandeglang dari
Tahun 2011 sampai dengan tahun 2016 mengalami kenaikan dan penurunan, dapat
terlihat pada pajak daerah. Pada Tahun 2012 laju pertumbuhannya sebesar 20%,
tahun berikutnya yaitu Tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 168% dan
pada tahun 2014 pajak daerah Kabupaten Pandeglang mengalami penurunan
menjadi 4%. Begitu juga terjadi dengan sumber sumber pendapatan asli daerah
Kabupaten Pandeglang lainnya yaitu mengalami kenaikan dan penurunan seperti
pajak daerah. Namun, peningkatan terbesar berasal dari lain-lain pendapatan yang
sah yaitu pada Tahun 2015 meningkat sangat besar yaitu sebesar 878%.
Perbandingan laju pertumbuhan Kabupaten Pandeglang sebelum dan sesudah
terbentuknya Provinsi Banten yaitu laju pertumbuhan sesudah terbentuknya
Provinsi Banten lebih besar dibandingkan dengan sebelum terbentuknya Provinsi
Banten. Rata-rata laju pertumbuhan pajak daerah meningkat sebesar 5%, rata-rata
laju pertumbuhan retribusi daerah meningkat sebesar 21%, rata-rata laju
pertumbuhan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan meningkat
sebesar 32%, dan rata-rata lain-lain pendapatan yang sah meningkat sebesar 79%.
Pada Tahun 2010 – 2016 sumber pendapatan asli daerah tetap mengalami
peningkatan yaitu Rata-rata laju pertumbuhan pajak daerah meningkat sebesar
38%, rata-rata laju pertumbuhan retribusi daerah meningkat sebesar 26%, rata-rata
laju pertumbuhan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan meningkat
sebesar 5%, dan rata-rata lain-lain pendapatan yang sah meningkat sebesar 150%
Maka, dengan adanya pemekaran wilayah membuat sumber pendapatan asli
daerah Kabupaten Pandeglang meningkat.
76
c. Laju pertumbuhan sumber pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten
Tangerang sebelum dan sesudah terbentuknya Provinsi Banten
Tabel 4.7
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kabupaten Tangerang Sebelum
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 1994 - 2000
Laju Pertumbuhan Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang Sebelum
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 1994 – 2000
Sumber PAD 1995 1996 1997 1998 1999 2000 Rata-rata
pajak daerah 5% 35% 3% -262% 84% -16% -25%
retribusi daerah 10% -20% -6% -70% 45% -16% -9%
hasil pengelolaan 79% 78% -103% -837% 91% -16% -118%
lain-lain pendapatan 8% 31% -105% 26% -157% -16% -36%
Sumber: DJPK (data diolah)
Pada tabel di atas yaitu laju pertumbuhan sumber pendapatan asli daerah
Kabupaten Tangerang sebelum terbentuknya Provinsi Banten pada pajak daerah
dapat dilihat bahwa laju pertumbuhannya tidak stabil yaitu mengalami penurunan
dan peningkatan meskipun lebih banyak mengalami penurunan, penurunan paling
besar yaitu pada tahun 1998 yaitu sebesar -262%, dan peningkatan terbesar pada
tahun 1999 yaitu sebesar 84% dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar -25%.
Pada laju pertumbuhan retribusi daerah Kabupaten Tangerang pada sebelum
terbentuknya Provinsi Banten juga tidak stabil yaitu mengalami penurunan dan
peningkatan. Penurunan laju pertumbuhan retribusi daerah paling besar yaitu pada
tahun 1998 yaitu sebesar -70%, dan peningkatan terbesar pada tahun 1999 yaitu
sebesar 45% dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar -9%
Pada laju pertumbuhan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
Kabupaten Tangerang sebelum terbentuknya Provinsi Banten mengalami
77
penurunan terus menerus dari tahun 1995 sampai 1998. Penurunan laju
pertumbuhan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang paling besar yaitu pada
tahun 1998 yaitu sebesar -837%, dan peningkatan terbesar pada tahun 1999 yaitu
sebesar 91% dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar -118%.
Pada laju pertumbuhan lain-lain pendapatan yang sah Kabupaten Tangerang
sebelum terbentuknya Provinsi Banten mengalami penurunan dan peningkatan.
Penurunan laju pertumbuhan paling tinggi yaitu pada tahun 1999 yaitu sebesar -
157%, dan peningkatan terbesar pada tahun 1996 yaitu sebesar 31% dengan rata-
rata laju pertumbuhan sebesar -36%
Pada laju pertumbuhan Kabupaten Tangerang sebelum terbentuknya
Provinsi Banten sumber pendapatan asli daerah dengan penurunan tertinggi yaitu
pada hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan mengalami penurunan
sebesar -837%, peningkatan terbesar yaitu pada hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan dengan peningkatan sebesar 91%, rata-rata laju
pertumbuhan paling rendah yaitu hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dengan laju pertumbuhan -118%, dan rata-rata laju pertumbuhan
paling tinggi yaitu pada retribusi daerah dengan laju pertumbuhan -9%.
78
Tabel 4.8
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kabupaten Tangerang Sesudah
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 2002 - 2008
Laju Pertumbuhan Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang Sesudah
Terbentuknya Provinsi Banten
Sumber PAD 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata
pajak daerah 5% 20% 11% 14% 8% 14.5% 12%
retribusi daerah 38% 24% 10% 3% 23% -91.3% 1%
hasil pengelolaan -2% 50% 10% 9% 31% 6.3% 17%
lain-lain pendapatan -44% 18% -73% 1% -50% 92.7% -9%
Sumber: DJPK (data diolah)
Pada tabel di atas yaitu laju pertumbuhan sumber pendapatan asli daerah
Kabupaten Tangerang sesudah terbentuknya Provinsi Banten pada pajak daerah
dapat dilihat bahwa laju pertumbuhannya tidak stabil yaitu mengalami penurunan
dan peningkatan, penurunan paling besar yaitu pada tahun 2003 yaitu sebesar 5%
dan peningkatan terbesar pada tahun 2008 yaitu sebesar 14.5% dengan rata-rata
laju pertumbuhan sebesar 12%.
Pada laju pertumbuhan retribusi daerah Kabupaten Tangerang pada sesudah
terbentuknya Provinsi Banten juga tidak stabil yaitu mengalami penurunan terus
menurus dari tahun 2002 sampai 2006. Penurunan laju pertumbuhan retribusi
daerah paling besar yaitu pada tahun 2008 yaitu sebesar -91.3%, dan peningkatan
terbesar pada tahun 2003 yaitu sebesar 38% dengan rata-rata laju pertumbuhan
sebesar 1%
Pada laju pertumbuhan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
Kabupaten Tangerang sesudah terbentuknya Provinsi Banten juga tidak stabil
yaitu mengalami penurunan dan peningkatan. Penurunan laju pertumbuhan hasil
79
pengelolaan kekayaan daerah yang paling besar yaitu pada tahun 2003 yaitu
sebesar -2%, dan peningkatan terbesar pada tahun 2004 yaitu sebesar 50% dengan
rata-rata laju pertumbuhan sebesar 17%.
Pada laju pertumbuhan lain-lain pendapatan yang sah Kabupaten Tangerang
sesudah terbentuknya Provinsi Banten mengalami penurunan dan peningkatan.
Penurunan laju pertumbuhan paling tinggi yaitu pada tahun 2005 yaitu sebesar -
73%, dan peningkatan terbesar pada tahun 2008 yaitu sebesar 92.7% dengan rata-
rata laju pertumbuhan sebesar -9%
Pada laju pertumbuhan Kabupaten Tangerang sesudah terbentuknya
Provinsi Banten sumber pendapatan asli daerah dengan penurunan laju
pertumbuhan paling besar yaitu pada retribusi daerah mengalami penurunan
sebesar -91.3%, peningkatan terbesar pada lain-lain pendapatan yang sah
mengalami peningkatan sebesar 92.7%, rata-rata laju pertumbuhan paling rendah
yaitu lain-lain pendapatan yang sah dengan laju pertumbuhan -9%, dan rata-rata
laju pertumbuhan tertinggi pada hasil pegelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dengan laju pertumbuhan 17%.
80
Tabel 4.9
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kabupaten Tangerang Sesudah
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 2010 – 2016
Sumber: DJPK (Data Diolah)
Dari table di atas sumber pendapatan asli daerah Kabupaten Tangerang dari
Tahun 2011 sampai dengan tahun 2016 mengalami kenaikan dan penurunan, dapat
terlihat pada pajak daerah. Pada Tahun 2012 laju pertumbuhannya sebesar 93%,
tahun berikutnya yaitu Tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 40% dan pada
tahun 2014 pajak daerah Kabupaten Tangerang mengalami peningkatan menjadi
150%. Begitu juga terjadi dengan sumber sumber pendapatan asli daerah
Kabupaten Tangerang lainnya yaitu mengalami kenaikan dan penurunan seperti
pajak daerah. Namun, peningkatan terbesar berasal dari lain-lain pendapatan yang
sah yaitu pada Tahun 2015 meningkat sangat besar yaitu sebesar 154%.
Perbandingan laju pertumbuhan Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah
terbentuknya Provinsi Banten yaitu laju pertumbuhan sesudah terbentuknya
Provinsi Banten lebih besar dibandingkan dengan sebelum terbentuknya Provinsi
Banten. Rata-rata laju pertumbuhan pajak daerah meningkat sebesar 37%, rata-
rata laju pertumbuhan retribusi daerah meningkat sebesar 10%, rata-rata laju
Laju Pertumbuhan Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang Sebelum
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 2010 – 2016
Sumber PAD 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Rata-rata
pajak daerah 128% 93% 40% 150% 103% -23% 82%
retribusi daerah -9% 12% 41% 44% 76% -2% 27%
hasil pengelolaan 84% 14% -3% 25% 27% -14% 22%
lain-lain pendapatan 31% 9% 23% 46% 154% -28% 39%
81
pertumbuhan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan meningkat
sebesar 135%, dan rata-rata lain-lain pendapatan yang sah meningkat sebesar 27%.
Pada Tahun 2010 – 2016 sumber pendapatan asli daerah tetap mengalami
peningkatan yaitu Rata-rata laju pertumbuhan pajak daerah meningkat sebesar
87%, rata-rata laju pertumbuhan retribusi daerah meningkat sebesar 27%, rata-rata
laju pertumbuhan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan meningkat
sebesar 22%, dan rata-rata lain-lain pendapatan yang sah meningkat sebesar 39%
Maka, dengan adanya pemekaran wilayah membuat sumber pendapatan asli
daerah Kabupaten Tangerang meningkat. Maka, dengan adanya pemekaran
wilayah membuat sumber pendapatan asli daerah Kabupaten Tangerang
meningkat.
d. Laju pertumbuhan sumber pendapatan asli daerah (PAD) di Kota
Tangerang sebelum dan sesudah terbentuknya Provinsi Banten
Tabel 4.10
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kota Tangerang Sebelum
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 1994 - 2000
Laju Pertumbuhan Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Tangerang Sebelum
Terbentuknya Provinsi Banten
Sumber PAD 1995 1996 1997 1998 1999 2000 Rata-rata
pajak daerah 44% 35% 21% -2034% 96% 1% -306%
retribusi daerah 34% 20% -3% -174% -8% 4% -21%
hasil pengelolaan 0% 100% 61% 88% -788% 62% -79%
lain-lain pendapatan 38% 2%
-
33% -27% 95% -639% -94%
Sumber: DJPK (data diolah)
82
Pada tabel di atas yaitu laju pertumbuhan sumber pendapatan asli daerah
Kota Tangerang sebelum terbentuknya Provinsi Banten pada pajak daerah dapat
dilihat bahwa laju pertumbuhannya tidak stabil yaitu mengalami penurunan dan
peningkatan. Penurunan pajak daerah dimulai dari tahun 1995 sampai 1998,
penurunan paling besar yaitu pada tahun 1998 yaitu sebesar -2034% dan
peningkatan terbesar pada tahun 1999 yaitu sebesar 96% dengan rata-rata laju
pertumbuhan sebesar -306%.
Pada laju pertumbuhan retribusi daerah Kota Tangerang pada sebelum
terbentuknya Provinsi Banten juga tidak stabil yaitu mengalami penurunan dan
peningkatan. Penurunan retribusi daerah dimulai dari tahun 1995 sampai 1998
sama dengan penurunan pajak daerah di Kota Tangerang. Penurunan laju
pertumbuhan retribusi daerah paling besar yaitu pada tahun 1998 yaitu sebesar -
174%, dan peningkatan terbesar pada tahun 1995 yaitu sebesar 34% dengan rata-
rata laju pertumbuhan sebesar -21%
Pada laju pertumbuhan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
Kota Tangerang sebelum terbentuknya Provinsi Banten mengalami penurunan dan
peningkatan. Penurunan laju pertumbuhan hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang paling besar yaitu pada tahun 1999 yaitu sebesar -788%, dan peningkatan
terbesar pada tahun 1996 yaitu sebesar 100% dengan rata-rata laju pertumbuhan
sebesar -79%.
Pada laju pertumbuhan lain-lain pendapatan yang sah Kota Tangerang
sebelum terbentuknya Provinsi Banten mengalami penurunan dan peningkatan.
Penurunan laju pertumbuhan paling tinggi yaitu pada tahun 2000 yaitu sebesar -
83
639%, dan peningkatan terbesar pada tahun 1999 yaitu sebesar 95% dengan rata-
rata laju pertumbuhan sebesar -94%
Pada laju pertumbuhan Kota Tangerang sebelum terbentuknya Provinsi
Banten sumber pendapatan asli daerah dengan penurunan tertinggi yaitu pada hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan mengalami penurunan sebesar -
639%, peningkatan terbesar pada hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan mengalami peningkatan sebesar 100%, rata-rata laju pertumbuhan
paling rendah yaitu lain-lain pendapatan yang sah dengan laju pertumbuhan -94%,
dan rasta-rata paling tinggi yaitu retribusi daerah dengan laju pertumbuhan -21%.
Tabel 4.11
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kota Tangerang Sesudah
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 2002 - 2008
Laju Pertumbuhan Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Tangerang Sesudah
Terbentuknya Provinsi Banten
Sumber PAD 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata
pajak daerah 18% 13% 9% 13% 11% 6.0% 12%
retribusi daerah 30% 20% -24% 8% -9% 11.4% 6%
hasil pengelolaan 18% -21% 64% 55% 53% 7% 29%
lain-lain pendapatan -62% -190% 8% -6% -53% -9.4% -52%
Sumber: DJPK (data diolah)
Pada tabel di atas yaitu laju pertumbuhan sumber pendapatan asli daerah
Kota Tangerang sesudah terbentuknya Provinsi Banten pada pajak daerah dapat
dilihat bahwa laju pertumbuhannya tidak stabil yaitu mengalami penurunan dan
peningkatan, penurunan paling besar yaitu pada tahun 2008 yaitu sebesar 6%, dan
peningkatan terbesar pada tahun 2003 yaitu sebesar 18% dengan rata-rata laju
pertumbuhan sebesar 12%.
84
Pada laju pertumbuhan retribusi daerah Kota Tangerang pada sesudah
terbentuknya Provinsi Banten juga tidak stabil yaitu mengalami penurunan dan
peningkatan. Penurunan laju pertumbuhan retribusi daerah paling besar yaitu pada
tahun 2005 yaitu sebesar -24% dan peningkatan terbesar pada tahun 2003 yaitu
sebesar 30% dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 6%
Pada laju pertumbuhan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
Kota Tangerang sesudah terbentuknya Provinsi Banten juga tidak stabil yaitu
mengalami penurunan dan peningkatan. Penurunan laju pertumbuhan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang paling besar yaitu pada tahun 2004 yaitu
sebesar -21%, dan peningkatan terbesar pada tahun 2004 yaitu sebesar 64%
dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 29%.
Pada laju pertumbuhan lain-lain pendapatan yang sah Kota Tangerang
sesudah terbentuknya Provinsi Banten mengalami penurunan dan peningkatan.
Penurunan laju pertumbuhan paling tinggi yaitu pada tahun 2004 yaitu sebesar -
190%, dan peningkatan terbesar pada tahun 2005 yaitu sebesar 8% dengan rata-
rata laju pertumbuhan sebesar -52%
Pada laju pertumbuhan Kota Tangerang sesudah terbentuknya Provinsi
Banten sumber pendapatan asli daerah dengan penurunan laju pertumbuhan paling
besar yaitu pada lain-lain pendapatan yang sah mengalami penurunan sebesar -
190%, peningkatan terbesar pada hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan mengalami peningkatan sebesar 64% rata-rata laju pertumbuhan paling
rendah yaitu lain-lain pendapatan yang sah dengan laju pertumbuhan -52%, dan
rata-rata laju pertumbuhan paling tinggi yaitu pada hasil pengelolaan kekayaan
85
daerah yang dipisahkan dengan laju pertumbuhan 29%.
Tabel 4.12
Laju Pertumbuhan Sumber PAD Kota Tangerang Sesudah
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 2010 – 2016
Sumber: DJPK (Data Diolah)
Dari table di atas sumber pendapatan asli daerah Kota Tangerang dari Tahun
2011 sampai dengan tahun 2016 mengalami kenaikan dan penurunan, dapat
terlihat pada pajak daerah. Pada Tahun 2012 laju pertumbuhannya sebesar 50%,
tahun berikutnya yaitu Tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 47% dan pada
tahun 2014 pajak daerah Kota Tangerang mengalami peningkatan menjadi 137%.
Begitu juga terjadi dengan sumber sumber pendapatan asli daerah Kota Tangerang
lainnya yaitu mengalami kenaikan dan penurunan seperti pajak daerah. Namun,
peningkatan terbesar berasal dari lain-lain pendapatan yang sah yaitu pada Tahun
2013 meningkat sangat besar yaitu sebesar 679%.
Perbandingan laju pertumbuhan Kota Tangerang sebelum dan sesudah
terbentuknya Provinsi Banten yaitu laju pertumbuhan sesudah terbentuknya
Provinsi Banten lebih besar dibandingkan dengan sebelum terbentuknya Provinsi
Laju Pertumbuhan Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Tangerang Sebelum
Terbentuknya Provinsi Banten Tahun 2010 – 2016
Sumber PAD 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Rata-rata
pajak daerah 81% 50% 47% 137% 58% 2% 62%
retribusi daerah 7% 42% 107% 104% -39% -3% 36%
hasil pengelolaan 9% 9% -44% 33% -7% 9% 1%
lain-lain pendapatan 9% 102% 679% 315% 543% -64% 264%
86
Banten. Rata-rata laju pertumbuhan pajak daerah meningkat sebesar 318%, rata-
rata laju pertumbuhan retribusi daerah meningkat sebesar 27%, rata-rata laju
pertumbuhan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan meningkat
sebesar 108%, dan rata-rata lain-lain pendapatan yang sah meningkat sebesar 42%.
Pada Tahun 2010 – 2016 sumber pendapatan asli daerah tetap mengalami
peningkatan yaitu Rata-rata laju pertumbuhan pajak daerah meningkat sebesar
67%, rata-rata laju pertumbuhan retribusi daerah meningkat sebesar 36%, rata-rata
laju pertumbuhan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan meningkat
sebesar 1%, dan rata-rata lain-lain pendapatan yang sah meningkat sebesar 264%
Maka, dengan adanya pemekaran wilayah membuat sumber pendapatan asli
daerah Kota Tangerang meningkat.
3. Uji SPSS Descriptive Statistic
a. Intrepretasi Uji Descriptive Statistic Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten Lebak Sebelum dan Sesudah Terbentuknya Provinsi Banten
Tabel 4.13
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Lebak
(Dalam Jutaan Rupiah)
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error
Sebelum 7 3053 5896 4757.60 353.636
Sesudah 7 10567 93328 31693.19 11019.493
DataBaru 7 69770 301542 167871.14 36355.264
Valid N (listwise) 7
Sumber: DJPK (data diolah)
87
Hasil Uji Statistic Descriptive Tabel 4.9 yaitu pendapatan asli daerah (PAD)
Kabupaten Lebak Sebelum dan Sesudah terbentuknya Provinsi Banten. Rata-rata
pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Lebak sebelum terbentuknya Provinsi
Banten yaitu Rp 4,757.60. Pendapatan asli daerah tertinggi sebelum terbentuknya
Provinsi Banten yaitu Rp 5,896 dan pendapatan asli daerah terendah yaitu Rp
3,053. Sedangkan rata-rata pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Lebak
sesudah terbentuknya Provinsi Banten yaitu Rp 31,693.19 dan. Pendapatan asli
daerah tertinggi yaitu 93328 dan pendapatan asli daerah terendah yaitu Rp 10,567.
Pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Lebak Sesudah pemekaran Jawa
Barat dan terbentuknya Provinsi Banten meningkat. Rata-rata pendapatan asli
daerah meningkat sebesar Rp 26,935.59 sesudah terbentuknya Provinsi Banten.
Nilai maksimum pendapatan asli daerah meningkat sebesar Rp 87,432 dan nilai
minimum pendapatan asli daerah meningkat sebesar Rp 7,514. Pendapatan asli
daerah (PAD) Kabupaten Lebak Tahun 2010 - 2016. Rata-rata pendapatan asli
daerah meningkat sebesar Rp 136,177.95 sesudah terbentuknya Provinsi Banten
pada Tahun 2010 - 2016. Nilai maksimum pendapatan asli daerah meningkat
sebesar Rp 208,214 dan nilai minimum pendapatan asli daerah meningkat sebesar
Rp. 59,203.
88
Tabel 4.14
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pandeglang
(Dalam Jutaan Rupiah)
Hasil Uji Statistic Descriptive Tabel 4.10 yaitu pendapatan asli daerah
(PAD) Kabupaten Pandeglang Sebelum dan Sesudah terbentuknya Provinsi
Banten. Rata-rata pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Pandeglang sebelum
terbentuknya Provinsi Banten yaitu Rp 4,529.21. Pendapatan asli daerah tertinggi
sebelum terbentuknya Provinsi Banten yaitu Rp 6,834 dan pendapatan asli daerah
terendah yaitu Rp 3,339. Sedangkan rata-rata pendapatan asli daerah (PAD)
Kabupaten Pandeglang sesudah terbentuknya Provinsi Banten yaitu Rp 24,202.
Pendapatan asli daerah tertinggi yaitu Rp 55,428 dan pendapatan asli daerah
terendah yaitu Rp 11,104.
Pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Pandeglang Sesudah pemekaran
Jawa Batar dan terbentuknya Provinsi Banten meningkat. Rata-rata pendapatan
asli daerah meningkat sebesar Rp 19,672.79 sesudah terbentuknya Provinsi
Banten. Nilai maksimum pendapatan asli daerah meningkat sebesar Rp 48,594 dan
nilai minimum pendapatan asli daerah maeningkat sebesar Rp 7,765. Pendapatan
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error
Sebelum 7 3339 6834 4529.21 449.268
Sesudah 7 11104 55428 24202.00 5819.135
DataBaru 7 50068 163921 95930.00 18793.462
Valid N (listwise) 7
Sumber: DJPK (data diolah)
89
Asli Daerah Kabupaten Pandeglang pada tahun 2010 – 2016 meningkat. Rata-rata
pendapatan asli daerah meningkat sebesar Rp 71,728 sesudah terbentuknya
Provinsi Banten pada Tahun 2010 - 2016. Nilai maksimum pendapatan asli daerah
meningkat sebesar Rp 108,493 dan nilai minimum pendapatan asli daerah
maeningkat sebesar Rp 38,964.
Tabel 4.15
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tangerang
(Dalam Jutaan Rupiah)
Sumber: DJPK (data diolah)
Hasil Uji Statistic Descriptive Tabel 4.11 yaitu pendapatan asli daerah
(PAD) Kabupaten Tangerang Sebelum dan Sesudah terbentuknya Provinsi
Banten. Rata-rata pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Tangerang sebelum
terbentuknya Provinsi Banten yaitu Rp 35,651.63. Pendapatan asli daerah tertinggi
sebelum terbentuknya Provinsi Banten yaitu Rp 43,600 dan pendapatan asli daerah
terendah yaitu Rp 15,126. Sedangkan rata-rata pendapatan asli daerah (PAD)
Kabupaten Tangerang sesudah terbentuknya Provinsi Banten yaitu Rp 172,217.26.
Pendapatan asli daerah tertinggi yaitu Rp 252,427 dan pendapatan asli daerah
terendah yaitu Rp 104,548.
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error
Sebelum 7 15126 43600 35651.63 3736.331
Sesudah 7 104548 252427 172217.26 19410.004
DataBaru 7 114756 629854 321022.86 73710.017
Valid N (listwise) 7
90
Pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Tangerang Sesudah pemekaran
Jawa Batar dan terbentuknya Provinsi Banten meningkat. Rata-rata pendapatan
asli daerah meningkat sebesar Rp 136,565.63 sesudah terbentuknya Provinsi
Banten. Nilai maksimun pendapatan asli daerah meningkat sebesar Rp 208,827
dan nilai minimum pendapatan asli daerah maneingkat sebesar Rp 89,422.
Pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Tangerang Tahun 2010 - 2016. Rata-
rata pendapatan asli daerah meningkat sebesar Rp 148,805.6 sesudah terbentuknya
Provinsi Banten pada Tahun 2010 - 2016. Nilai maksimum pendapatan asli daerah
meningkat sebesar Rp 377,427 dan nilai minimum pendapatan asli daerah
meningkat sebesar Rp. 10,208.
Tabel 4.12
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tangerang
(Dalam Jutaan Rupiah)
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error
Sebelum 7 8316 40685 28733.96 4656.971
Sesudah 7 83344 138135 108917.13 7460.882
DataBaru 7 108402 563108 264523.71 62859.706
Valid N (listwise) 7
Sumber: DJPK (data diolah)
Hasil Uji Statistic Descriptive Tabel 4.12 yaitu pendapatan asli daerah
(PAD) Kota Tangerang Sebelum dan Sesudah terbentuknya Provinsi Banten.
Rata-rata pendapatan asli daerah (PAD) Kota Tangerang sebelum terbentuknya
Provinsi Banten yaitu Rp 28,733.96. Pendapatan asli daerah tertinggi sebelum
91
terbentuknya Provinsi Banten yaitu Rp 40,685 dan pendapatan asli daerah
terendah yaitu Rp 8,316. Sedangkan rata-rata pendapatan asli daerah (PAD) Kota
Tangerang sesudah terbentuknya Provinsi Banten yaitu Rp 108,917.13.
Pendapatan asli daerah tertinggi yaitu Rp 138,135 dan pendapatan asli daerah
terendah yaitu Rp 83,344.
Pendapatan asli daerah (PAD) Kota Tangerang Sesudah pemekaran Jawa
Batar dan terbentuknya Provinsi Banten meningkat. Rata-rata pendapatan asli
daerah meningkat sebesar Rp 80,183.17 sesudah terbentuknya Provinsi Banten.
Nilai maksimun pendapatan asli daerah meningkat sebesar Rp 97,450 dan nilai
minimum pendapatan asli daerah maneingkat sebesar Rp 75,028. Pendapatan asli
daerah (PAD) Kota Tangerang Tahun 2010 – 2016 meningkat. Rata-rata
pendapatan asli daerah meningkat sebesar Rp 155,606.58 sesudah terbentuknya
Provinsi Banten pada Tahun 2010 - 2016. Nilai maksimum pendapatan asli daerah
meningkat sebesar Rp 424,973 dan nilai minimum pendapatan asli daerah
meningkat sebesar Rp. 25,058.
92
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan hasil pembahasan diperoleh kesimpulan dari
hasil penelitian mengenai Perbandingan Sumber Pendapatan Asli Daerah
Sebelum dan Sesudah Terbentuknya Provinsi Banten di Kabupaten Lebak,
Pandeglang, Tangerang, dan Kota Tangerang adalah sebagai berikut:
1. Sumber pendapatan asli daerah yang berasal dari pendapatan pajak
daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan
lain-lain pendapatan yang sah di Kabupaten Lebak, Pandeglang,
Tangerang, dan Kota Tangerang meningkat sesudah terbentunya
Provinsi Banten, terlihat dari peningkatan sumber sumber
pendapatan asli daerah sebelum dan sesudah terbentuknya Provinsi
Banten yaitu terlihat pada Tahun 2002 sampai dengan Tahun 2016.
Namun, peningkatan Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang
tidak sebesar peningkatan sumber pendapatan asli daerah di
Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang.
2. Peningkatan pendapatan asli daerah berasal dari sumber pendapatan
asli daerah yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan yang
sah. Peningkatan laju pertumbuhan Kabupaten Lebak pada pajak
daerah tahun 2002 – 2008 meningkat sebesar 2%, dan tahun 2010 –
2016 meningkat sebesar 53%. Retribusi daerah pada tahun 2002 –
2008 meningkat sebesar 14%, dan tahun 2010 -2016 meningkat
sebesar 28%. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
pada tahun 2002 -2008 meningkat sebesar 13%, sedangkan tahun
2010 -2016 meningkat sebesar 1%. Lain – lain pendapatan yang sah
93
pada tahun 2002 – 2008 meningkat sebesar 46%, dan pada tahun
2010 – 2016 meningkat sebesar 196%.
Peningkatan laju pertumbuhan Kabupaten Padeglang pada
pajak daerah tahun 2002 – 2008 meningkat sebesar 5%, dan tahun
2010 – 2016 meningkat sebesar 38%. Retribusi daerah pada tahun
2002 – 2008 meningkat sebesar 21%, dan tahun 2010 -2016
meningkat sebesar 26%. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan pada tahun 2002 -2008 meningkat sebesar 32%,
sedangkan tahun 2010 -2016 meningkat sebesar 5%. Lain – lain
pendapatan yang sah pada tahun 2002 – 2008 meningkat sebesar
79%, dan pada tahun 2010 – 2016 meningkat sebesar 150%.
Peningkatan laju pertumbuhan Kabupaten Tangerang pada
pajak daerah tahun 2002 – 2008 meningkat sebesar 37%, dan tahun
2010 – 2016 meningkat sebesar 87%. Retribusi daerah pada tahun
2002 – 2008 meningkat sebesar 10%, dan tahun 2010 -2016
meningkat sebesar 27%. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan pada tahun 2002 -2008 meningkat sebesar 135%,
sedangkan tahun 2010 -2016 meningkat sebesar 22%. Lain – lain
pendapatan yang sah pada tahun 2002 – 2008 meningkat sebesar
27%, dan pada tahun 2010 – 2016 meningkat sebesar 39%.
Peningkatan laju pertumbuhan Kota Tangerang pada pajak
daerah tahun 2002 – 2008 meningkat sebesar 318%, dan tahun 2010
– 2016 meningkat sebesar 67%. Retribusi daerah pada tahun 2002 –
2008 meningkat sebesar 27%, dan tahun 2010 -2016 meningkat
sebesar 36%. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
pada tahun 2002 -2008 meningkat sebesar 108%, sedangkan tahun
2010 -2016 meningkat sebesar 1%. Lain – lain pendapatan yang sah
pada tahun 2002 – 2008 meningkat sebesar 42%, dan pada tahun
2010 – 2016 meningkat sebesar 264%.
94
Rata-rata peningkatan pendapatan asli daerah Kabupaten
Lebak setelah terbentuknya Provinsi Banten yaitu pada Tahun 2002
– 2008 meningkat sebesar Rp 26,395.59, dan pada Tahun 2010 –
2016 meningkat sebesar Rp 136,177.95. sedangkan rata-rata
peningkatan pendapatan asli daerah Kabupaten Pandeglang pada
Tahun 2002 – 2008 meningkat sebesar Rp 19,672, dan pada Tahun
2010 – 2016 meningkat sebesar Rp 71,728. sedangkan rata-rata
peningkatan pendapatan asli daerah Kabupaten Tangerang pada
Tahun 2002 – 2008 meningkat sebesar Rp 136,565.63, dan pada
Tahun 2010 – 2016 meningkat sebesar Rp 148,805.6. sedangkan
rata-rata peningkatan pendapatan asli daerah Kota Tangerang pada
Tahun 2002 – 2008 meningkat sebesar Rp 80,183.17, dan pada
Tahun 2010 – 2016 meningkat sebesar Rp 155,606.58.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang telah dibahas dalam
penelitian ini, maka dapat diberikan saran sebagai berikut :
1. Pemerintahan khususnya pemerintah daerah Kabupaten Lebak,
Pandeglang, Tangerang dan Kota Tangerang seharusnya lebih giat
dalam meningkatkan sumber pendapatan asli daerahnya sendiri
terutama bagi Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang agar
meningkatkan sumber daya alamnya dan bagi Kabupaten Tangerang
dan Kota Tangerang terus meningkatkan potensi industri serta bidang
jasanya.
95
2. Penulis menyarankan agar tidak menggunakan hasil penelitian
ini sebagai satu-satunya alat analitis untuk melihat perbandingan
sumber pendapatan asli daerah di kabupaten/kota, hendaknya
dilakukan analisis dengan metode lainnya sebagai bahan perbandingan
demi keakuratan hasil.
96
DAFTAR PUSTAKA
Aprilliyanti, Femi.2007. “Analisis Perbandingan Pendapatan Asli Daerah
Dan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah
Sebelum Dan Setelah Diterbitkan Keputusan Menteri Dalam
Negeri Nomor 29 Tahun 2002 Di Kabupatan Bandung (Suatu Studi
Kasus Pada Dinas Pendapatan Kabupaten Bandung). Universitas
Widyatama. Bandung
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan,
Laporan Data Keuangan Daerah 1994-2008, Jakarta Pusat, Jakarta
Cipasera, Bakor. 2005. “Menuju Kota Cipasera”. Copyright Proposal
Tangsel.
Feyitimi, Oluwaremi, Saidi Ayodele Yusuf. 2014. The Level of Effectiveness
and Efficiency of Tax Administration and Voluntary Tax Compliance
in Nigeria: (A Case Study of the Federal Inland Revenue
Service).RJSSM Vol: 03, Number: 10, February 2014. The
International Journal’s: Reasearch Journal of Social Science &
Management.
Ghazali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2005.
Halim, Abdul. 2001. “Manajemen Keuangan Daerah”,UPP AMP YKPN,
Yogyakarta
Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Keuangan Daerah”, Edisi Revisi, Salemba
Empat, Jakarta,
Herudjati
Kartono, Kartini. 1986. “Pengantar Metodologi Riset Nasional”. Alumni Bandung. Bandung
Nazir, Moh. 2005. “Metode Penelitian”. Ghalia Indonesia.
Prakoso, Kesit Bambang. 2005. “Pajak Daerah dan Retribusi Daerah”.
UII Press: Yogyakarta.
Prasetya, Vincentius Septian. 2009. “perbandingan Penerimaan
Pajak Daerah Dengan Retribusi Terhadap Pendapatan Asli
97
Daerah Kabupaten Grobongan”.Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
Siahaan, Marihot Pahala. 2010. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Raja Grafindo Persada: Jakarta
Sinaga, Paber Antonius. 2015. “Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah
Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten Musi Rawas (studi Empiris pada DPPKAD Kab Musi
Rawas)”, Universitas Musi Rawas, Sumatera Selatan.
Suandy, Erly. 2011. “Hukum Pajak”. Edisi 5, Jakarta: Salemba Empat.
Sugiyono. 2007. “Statistika Untuk Penelitian”, Alfabeta, Bandung.
Suharsimi, Arikunto. 2000. “Manajemen Penelitian”. Rineka Cipta. Jakarta
Sunyoto, Danang. 2013. “Metode dan Instrumen Penelitian Ekonomi dan
Bisnis Untuk Mahasiswa, Dosen, dan Praktisi”. Caps
Suradinata, Ermaya. 2010. “Otonomi Daerah dan Paradigma Baru
Kepemimpinan Pemerintah”. Jakarta: Suara Bebas.
Undang-Undang No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Vitek, Leos, Karel Pubal. 2002. “Evaluatin of the Effectiveness of the Tax
Collection – The Case of the Czech Central and Local Governments”.
University of Economics Prague: Czech Republic.
98
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran. 1
Sumber Pendapatan Asli Daerah 4 Kab/Kota di Provinsi Banten (1994-2000)
(Dalam Jutaan Rupiah)
Sumber: DJPK (Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan)
PAD : Pendapatan Asli Daerah
PD : Pajak Daerah
RD : Retribusi Daerah
HPKDD: Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
LPS : Lain-lain Pendapatan yang Sah
TAHUN KAB/KOTA PAD PD RD HPKDD LPS
1
99
4
LEBAK 3,052.90 106.70 2,385.70 18.93 273.05 PANDEGLANG 3,524.50 321.70 2,383.70 68.29 710.21 TANGERANG 32,366.00 9,046.80 15,670.70 167.56 2,623.73 KOTA TANGERANG 16,377.70 6,752.70 9,060.90 0 379.73
1
99
5
LEBAK 4,891.2 139.1 3,607.0 10.00 804.68 PANDEGLANG 3,339.4 4,083.0 1,986.9 108.95 801.30 TANGERANG 36,850.3 9,543.5 17,389.8 793.71 2,839.75 KOTA TANGERANG 26,544.1 11,962.5 13,774.3 0.00 613.60
1
99
6
LEBAK 4,941.2 158.6 3,460.9 51.07 959.65 PANDEGLANG 4,015.6 513.0 2,041.2 50.15 1,377.39 TANGERANG 43,599.8 14,651.8 14,486.3 3,596.27 4,093.24 KOTA TANGERANG 36,256.0 18,378.0 17,217.9 34.97 625.15
1
99
7
LEBAK 5,644.0 143.7 4,183.7 45.81 912.90 PANDEGLANG 4,430.8 717.9 2,279.2 62.72 1,352.41 TANGERANG 40,468.2 15,089.7 13,709.3 1,769.43 1,995.85 KOTA TANGERANG 40,684.8 23,393.1 16,732.5 90.65 468.48
1
99
8
LEBAK 5,896.2 1,146.6 4,391.1 86.65 271.84 PANDEGLANG 6,833.5 309.1 4,516.5 129.03 1,878.87 TANGERANG 15,126.3 4,163.6 8,073.4 188.80 2,700.85 KOTA TANGERANG 8,316.2 1,096.3 6,109.7 741.47 369.65
1
99
9
LEBAK 4,369.7 494.0 3,211.6 64.66 599.48 PANDEGLANG 4,366.3 1,439.4 2,480.0 73.60 373.26 TANGERANG 43,570.9 25,786.2 14,691.4 2,041.38 1,051.87 KOTA TANGERANG 39,405.5 26,200.9 5,632.5 83.47 7,488.67
2
00
0
LEBAK 4,508.0 508.6 3,284.30 109.76 605.33 PANDEGLANG 5,194.40 1,687.80 3,052.00 100.00 354.50 TANGERANG 37,579.90 22,240.60 12,671.30 1,760.69 907.21 KOTA TANGERANG 33,553.40 26,443.30 5,874.30 222.31 1,013.50
99
Lampiran. 2
Sumber Pendapatan Asli Daerah 4 Kab/Kota di Provinsi Banten (2002-2008)
(Dalam Jutaan Rupiah)
Sumber: DJPK (Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan)
PAD : Pendapatan Asli Daerah
PD : Pajak Daerah
RD : Retribusi Daerah
HPKDD: Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
LPS : Lain-lain Pendapatan yang Sah
TAHUN KAB/KOTA PAD PD RD HPKDD LPS
2002 LEBAK 10,567.0 1,211.6 7,428.1 360.08 1,567.22
PANDEGLANG 11,104.2 2,713.6 5,661.0 787.31 1,942.28 TANGERANG 104,548.4 55,004.1 31,355.7 2,606.72 15,581.90 KOTA TANGERANG 83,344.3 45,963.5 16,985.7 669.10 19,725.95
2003 LEBAK 14,118.7 1,875.5 7,935.8 326.06 3,981.25
PANDEGLANG 14,770.2 2,990.4 6,696.6 1,122.20 3,961.09 TANGERANG 122,154.0 58,092.5 50,677.2 2,559.37 10,824.96 KOTA TANGERANG 93,382.5 56,210.9 24,150.2 820.32 12,201.02
2
004 LEBAK 12,059.8 1,704.5 8,109.3 324.95 1,921.02
PANDEGLANG 14,916.0 3,147.0 7,425.6 1,263.00 3,080.36 TANGERANG 157,424.7 72,182.0 66,832.4 5,135.00 13,275.30 KOTA TANGERANG 99,754.6 64,665.30 30,210.1 675.98 4,203.02
2005
LEBAK 22,466.61 4,087.30 14,844.37 362.41 3,172.53 PANDEGLANG 17,079.00 4,027.00 8,374.00 1,515.00 3,163.00 TANGERANG 168,619.18 80,911.85 74,332.34 5,685.00 7,690.00 KOTA TANGERANG 102,007.26 71,250.00 24,297.66 1,900.00 4,559.61
2006 LEBAK 29,278.76 6,547.30 13,873.08 626.79 8,231.59
PANDEGLANG 24,901.21 5,421.20 9,276.00 2,510.59 7,693.42 TANGERANG 184,212.50 93,565.00 76,620.00 6,245.00 7,782.50 KOTA TANGERANG 117,140.11 82,250.00 26,320.50 4,255.00 4,314.61
2007 LEBAK 40,033.60 5,792.3 18,975.0 817.58 14,448.69
PANDEGLANG 31,215.40 4,788.7 8,247.5 5,208.34 12,970.83 TANGERANG 216,135.00 101,865.0 100,070.0 9,000.00 5,200.00 KOTA TANGERANG 128,656.10 92,800.0 24,071.2 8,965.00 2,819.92
2008 LEBAK 93,328.00 5,809 27,376 1,605.00 58,538.50
PANDEGLANG 55,428.00 5,337 29,931 4,501.95 15,658.57 TANGERANG 252,427.00 119,127 52,300 9,600.00 71,400.00 KOTA TANGERANG 138,135.00 98,730 27,182 9,643.59 2,578.61
100
Lampiran. 3
Sumber Pendapatan Asli Daerah 4 Kab/Kota di Provinsi Banten (2010-2016)
(Dalam Jutaan Rupiah)
Sumber: DJPK (Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan)
PAD : Pendapatan Asli Daerah
PD : Pajak Daerah
RD : Retribusi Daerah
HPKDD: Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
LPS : Lain-lain Pendapatan yang Sah
TAHUN KAB/KOTA PAD PD RD HPKDD LPS
LEBAK 69,770 7,782 41,061 2,300 18,627
PANDEGLANG 50,624 8,098 24,054 6,493 11,980
TANGERANG 249,660 88,177 39,870 15,673 105,940
KOTA TANGERANG 186,528 144,269 27,093 12,195 2,970
LEBAK 82,736 9,580 62,798 3,438 6,920
PANDEGLANG 50,068 5,737 22,649 7,930 13,753
TANGERANG 405,155 201,365 36,390 28,760 138,640
KOTA TANGERANG 306,730 261,188 29,011 13,293 3,238
LEBAK 97,190 14,587 73,193 4,379 5,031
PANDEGLANG 63,830 7,343 17,779 6,440 32,269
TANGERANG 503,671 283,163 41,005 30,971 148,533
KOTA TANGERANG 393,832 332,801 40,409 14,354 6,268
LEBAK 123,840 18,202 94,089 4,354 7,196
PANDEGLANG 71,397 16,969 43,781 6,751 3,896
TANGERANG 629,854 363,400 55,873 30,050 180,531
KOTA TANGERANG 563,108 455,000 71,409 8,450 28,250
LEBAK 236,900 30,202 195,587 4,311 6,800
PANDEGLANG 110,952 17,269 48,780 7,564 37,339
TANGERANG 1,147,560 787,218 73,948 37,729 248,666
KOTA TANGERANG 1,084,022 909,500 113,283 13,225 48,014
LEBAK 301,542,032,432 55,820,656,720 162,923,495,725 2,671,126,989 80,126,752,998
PANDEGLANG 163,921,272,579 30,005,466,185 54,340,270,529 8,049,312,935 71,526,222,930
TANGERANG 1,851,195,176,763 1,162,520,779,157 116,172,380,833 45,946,059,477 526,555,957,296
KOTA TANGERANG 1,471,944,383,908 1,172,766,885,076 85,146,428,660 12,657,480,190 201,373,589,982
LEBAK 263,120 47,477 13,023 18 202,602
PANDEGLANG 160,718 28,736 68,667 8,575 54,740
TANGERANG 1,589,454 978,387 114,668 40,611 455,789
KOTA TANGERANG 1,458,729 1,192,000 82,211 13,850 170,669
2015
2016
2010
2011
2012
2013
2014
101
Lampiran 4
Laju Pertumbuhan Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lebak
Sumber : DJPK (Data Diolah)
TAHUN PAJAK Y-Y(t-1) GY Retribusi Y-Y(t-1) GY Hasil pengelolaan Y-Y(t-1) GY Lain-lain Y-Y(t-1) GY
1994 106.7 2,385.7 18.93 273.05
1995 139.1 32.4 30% 3,607.0 1,221.3 51% 10.00 -8.9 0% 804.68 531.6 195%
1996 158.6 19.5 14% 3,460.9 -146.1 -4% 51.07 41.1 411% 959.65 155.0 19%
1997 143.7 -14.9 -9% 4,183.7 722.8 21% 45.81 -5.3 -10% 912.90 -46.8 -5%
1998 1,146.6 1,002.9 698% 4,391.1 207.4 5% 86.65 40.8 89% 271.83 -641.1 -70%
1999 494.0 -652.6 -57% 3,211.6 -1,179.5 -27% 64.66 -22.0 -25% 599.48 327.7 121%
2000 508.6 14.6 3% 3,284.3 72.7 2% 109.76 45.1 70% 605.33 5.8 1%
2002 1,211.6 7,428.1 360.08 1,567.22
2003 1,875.5 663.9 55% 7,935.8 507.8 7% 326.06 -34.0 -9% 3,981.25 2,414.0 154%
2004 1,704.5 -171.0 -9% 8,109.3 173.5 2% 324.95 -1.1 0% 1,921.02 -2,060.2 -52%
2005 4,087.3 2,382.8 140% 14,844.4 6,735.1 83% 362.41 37.5 12% 3,172.53 1,251.5 65%
2006 6,547.3 2,460.0 60% 13,873.1 -971.3 -7% 626.79 264.4 73% 8,231.59 5,059.1 159%
2007 5,792.3 -755.0 -12% 18,975.0 5,101.9 37% 817.58 190.8 30% 14,448.69 6,217.1 76%
2008 5,808.5 16.2 0% 27376.00 8,401.0 44% 1,605.00 787.4 96% 58,538.50 44,089.8 305%
2010 7,782 41,061 2,300 18,627
2011 9,580 1,798.1 23% 62,798 21,737.2 53% 3,438 1,138.0 49% 6,920 -11,707.4 -63%
2012 14,587 5,007.0 64% 73,193 10,395.5 17% 4,379 941.2 27% 5,031 -1,889.0 -27%
2013 18,202 3,614.8 38% 94,089 20,895.7 29% 4,354 -24.9 -1% 7,196 2,164.4 43%
2014 30,202 12,000.1 82% 195,587 101,497.8 108% 4,311 -43.0 -1% 6,800 -395.5 -5%
2015 55,820 25,618.2 141% 162,923 -32,664.0 -17% 2,671 -1,640.0 -38% 80,126 73,326.0 1078%
2016 47,477 -8,342.9 -28% 130,233 -32,690.0 -20% 1,763 -908.0 -34% 202,602 122,475.5 153%
KABUPATEN LEBAK
102
Lampiran 5
Laju Pertumbuhan Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pandeglang
Sumber : DJPK (Data Diolah)
TAHUN PAJAK Y-Y(t-1) GY Retribusi Y-Y(t-1) GY Hasil pengelolaan Y-Y(t-1) GY Lain-lain Y-Y(t-1) GY
1994 321.7 2,383.7 68.29 710.21
1995 408.3 86.6 27% 1,986.9 -396.8 -17% 108.95 40.7 60% 801.30 91.1 13%
1996 513.0 104.7 33% 2,041.2 54.3 2% 50.15 -58.8 -86% 1,377.39 576.1 81%
1997 717.9 204.9 50% 2,279.2 238.0 12% 62.72 12.6 12% 1,352.41 -25.0 -3%
1998 309.1 -408.8 -80% 4,516.5 2,237.3 110% 129.03 66.3 132% 1,878.87 526.5 38%
1999 1,439.4 1,130.3 157% 2,480.0 -2,036.5 -89% 73.60 -55.4 -88% 373.26 -1,505.6 -111%
2000 1,687.8 248.4 80% 3,052.0 572.0 13% 100.00 26.4 20% 354.50 -18.8 -1%
2002 2,713.6 5,661.0 787.31 1,942.28
2003 2,990.4 276.7 10% 6,696.6 1,035.6 18% 1,122.20 334.9 43% 3,961.09 2,018.8 104%
2004 3,147.0 156.7 6% 7,425.6 729.0 13% 1,263.00 140.8 18% 3,080.36 -880.7 -45%
2005 4,027.0 880.0 29% 8,374.0 948.4 14% 1,515.00 252.0 22% 3,163.00 82.6 2%
2006 5,421.2 1,394.2 44% 9,276.0 902.0 12% 2,510.59 995.6 79% 7,693.42 4,530.4 147%
2007 4,788.7 -632.5 -16% 8,247.5 -1,028.5 -12% 5,208.34 2,697.8 178% 12,970.83 5,277.4 167%
2008 5,336.6 547.9 10% 29931.00 21,683.5 234% 4,501.95 -706.4 -28% 15,658.57 2,687.7 35%
2010 8,098 24,054 6,493 11,980
2011 5,737 -2,361.1 -29% 22,649 -1,404.9 -6% 7,930 1,436.9 22% 13,753 1,772.8 15%
2012 7,343 1,605.3 20% 17,779 -4,869.4 -20% 6,440 -1,489.8 -23% 32,269 18,516.1 155%
2013 16,969 9,626.5 168% 43,781 26,001.9 115% 6,751 311.2 4% 3,896 -28,372.7 -206%
2014 17,269 300.0 4% 48,780 4,999.3 28% 7,564 813.0 13% 37,339 33,442.6 104%
2015 30,005 12,736.0 75% 54,340 5,559.5 13% 8,049 485.1 7% 71,526 34,187.4 878%
2016 28,736 -1,269.2 -7% 68,667 14,326.8 29% 8,575 526.2 7% 54,740 -16,785.9 -45%
KABUPATEN PANDEGLANG
103
Lampiran 6
Laju Pertumbuhan Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang
Sumber : DJPK (Data Diolah)
TAHUN PAJAK Y-Y(t-1) GY Retribusi Y-Y(t-1) GY Hasil pengelolaan Y-Y(t-1) GY Lain-lain Y-Y(t-1) GY
1994 9,046.8 15,670.7 167.56 2,623.73
1995 9,543.5 496.7 5% 17,389.8 1,719.1 11% 793.71 626.2 374% 2,839.75 216.0 8%
1996 14,651.8 5,108.3 56% 14,486.3 -2,903.5 -19% 3,596.27 2,802.6 1673% 4,093.24 1,253.5 48%
1997 15,089.7 437.9 5% 13,709.3 -777.0 -4% 1,769.43 -1,826.8 -230% 1,995.85 -2,097.4 -74%
1998 4,163.6 -10,926.1 -75% 8,073.4 -5,635.9 -39% 188.80 -1,580.6 -44% 2,700.85 705.0 17%
1999 25,786.2 21,622.6 143% 14,691.4 6,618.0 48% 2,041.38 1,852.6 105% 1,051.87 -1,649.0 -83%
2000 22,240.6 -3,545.6 -85% 12,671.3 -2,020.1 -25% 1,760.69 -280.7 -149% 907.21 -144.7 -5%
2002 55,004.1 31,355.7 2,606.72 15,581.90
2003 58,092.5 3,088.4 6% 50,677.2 19,321.5 62% 2,559.37 -47.3 -2% 10,824.96 -4,756.9 -31%
2004 72,182.0 14,089.5 26% 66,832.4 16,155.2 52% 5,135.00 2,575.6 99% 13,275.30 2,450.3 16%
2005 80,911.9 8,729.9 15% 74,332.3 7,499.9 15% 5,685.00 550.0 21% 7,690.00 -5,585.3 -52%
2006 93,565.0 12,653.2 18% 76,620.0 2,287.7 3% 6,245.00 560.0 11% 7,782.50 92.5 1%
2007 101,865.0 8,300.0 10% 100,070.0 23,450.0 32% 9,000.00 2,755.0 48% 5,200.00 -2,582.5 -34%
2008 119,127.0 17,262.0 18% 52300.00 -47,770.0 -62% 9,600.00 600.0 10% 71,400.00 66,200.0 851%
2010 88,177 39,870 15,673 105,940
2011 201,365 113,188.0 128% 36,390 -3,480.5 -9% 28,760 13,087.1 84% 138,640 32,700.1 31%
2012 283,163 81,797.7 93% 41,005 4,615.0 12% 30,971 2,210.8 14% 148,533 9,892.9 9%
2013 363,400 80,236.9 40% 55,873 14,868.3 41% 30,050 -920.4 -3% 180,531 31,997.6 23%
2014 787,218 423,817.8 150% 73,948 18,075.0 44% 37,729 7,678.6 25% 248,666 68,135.1 46%
2015 1,162,520 375,302.2 103% 116,172 42,224.0 76% 45,946 8,217.0 27% 526,555 277,889.4 154%
2016 978,387 -184,133.3 -23% 114,668 -1,504.3 -2% 40,611 -5,335.5 -14% 455,789 -70,766.3 -28%
KABUPATEN TANGERANG
104
Lampiran 7
Laju Pertumbuhan Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Tangerang
Sumber : DJPK (Data Diolah)
TAHUN PAJAK Y-Y(t-1) GY Retribusi Y-Y(t-1) GY Hasil pengelolaan Y-Y(t-1) GY Lain-lain Y-Y(t-1) GY
1994 6,752.7 9,060.9 0 379.73
1995 11,962.5 5,209.8 77% 13,774.3 4,713.4 52% 0.00 0.0 0% 613.60 233.9 62%
1996 18,378.0 6,415.5 95% 17,217.9 3,443.6 38% 34.97 35.0 100% 625.15 11.5 3%
1997 23,393.1 5,015.1 42% 16,732.5 -485.4 -4% 90.65 55.7 159% 468.48 -156.7 -26%
1998 1,096.3 -22,296.8 -121% 6,109.7 -10,622.8 -62% 741.47 650.8 1861% 369.65 -98.8 -16%
1999 26,200.9 25,104.6 107% 5,632.5 -477.2 -3% 83.47 -658.0 -726% 7,488.67 7,119.0 1520%
2000 26,443.3 242.4 22% 5,874.3 241.8 4% 222.31 138.8 19% 1,013.50 -6,475.2 -1752%
2002 45,963.5 16,985.7 669.10 19,725.95
2003 56,210.9 10,247.4 22% 24,150.2 7,164.5 42% 820.32 151.2 23% 12,201.02 -7,524.9 -38%
2004 64,665.3 8,454.4 18% 30,210.1 6,059.9 36% 675.98 -144.3 -22% 4,203.02 -7,998.0 -41%
2005 71,250.0 6,584.7 12% 24,297.7 -5,912.4 -24% 1,900.00 1,224.0 149% 4,559.61 356.6 3%
2006 82,250.0 11,000.0 17% 26,320.5 2,022.8 7% 4,255.00 2,355.0 348% 4,314.61 -245.0 -6%
2007 92,800.0 10,550.0 15% 24,071.2 -2,249.3 -9% 8,965.00 4,710.0 248% 2,819.92 -1,494.7 -33%
2008 98,730.0 5,930.0 7% 27182.00 3,110.8 12% 9,643.59 678.6 16% 2,578.61 -241.3 -6%
2010 144,269 27,093 12,195 2,970
2011 261,188 116,918.9 81% 29,011 1,918.4 7% 13,293 1,097.6 9% 3,238 267.3 9%
2012 332,801 71,612.4 50% 40,409 11,397.9 42% 14,354 1,061.4 9% 6,268 3,030.3 102%
2013 455,000 122,199.3 47% 71,409 30,999.8 107% 8,450 -5,904.8 -44% 28,250 21,982.1 679%
2014 909,500 454,500.0 137% 113,283 41,874.1 104% 13,225 4,775.3 33% 48,014 19,764.1 315%
2015 1,172,766 263,266.0 58% 85,146 -28,136.9 -39% 12,657 -568.0 -7% 201,373 153,358.9 543%
2016 1,192,000 19,234.0 2% 82,211 -2,935.3 -3% 13,850 1,193.0 9% 170,669 -30,704.4 -64%