32
PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KONVENSIONAL PADA MATA PELAJARAN K3 TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SMK N 2 WONOSARI PROPOSAL SKRIPSI Disusun Oleh : Ibnu Setyo Nugroho 11501244024 PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Mata Pelajaran K3 Terhadap Prestasi Belajar Siswa Smkn 2 Wonosari

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Mata Pelajaran K3 Terhadap Prestasi Belajar Siswa Smkn 2 Wonosari

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW

DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KONVENSIONAL PADA MATA

PELAJARAN K3 TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SMK N 2 WONOSARI

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun Oleh :

Ibnu Setyo Nugroho

11501244024

PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2014

Page 2: Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Mata Pelajaran K3 Terhadap Prestasi Belajar Siswa Smkn 2 Wonosari

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Menengah Kejuruan adalah pendidikan yang menyiapkan

peserta didik menjadi manusia yang produktif, yang langsung dapat bekerja di

bidangnya setelah melalui pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi. Selain itu,

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) juga menyelenggarakan pendidikan dan

pelatihan (diklat) berbagai program keahlian yang disesuaikan dengan kebutuhan

lapangan kerja. Untuk mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan oleh

industri/dunia usaha/asosiasi profesi, substansi diklat dikemas dalam berbagai

mata diklat yang dikelompokan dan diorganisir menjadi program normatif, produktif,

dan adaptif.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu dasar

kompetensi kejuruan program produktif yang diajarkan pada Sekolah Menengah

Kejuruan program studi keahlian Teknik Elektro. Sebagai materi program produktif

dasar tentunya Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan materi yang sangat

penting dan mempunyai peran atau pengaruh yang besar terhadap kelancaran

pencapaian kompetensi lainnya. Kenyataannya dilapangan proses pembelajaran K3

menggunakan model pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru dengan

kata lain, guru sebagai sumber informasi dan menyajikan materi. Sedangkan siswa

hanya menerima materi pelajaran dan menghafalnya tanpa mengkonstruksi

pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya.

Salah satu faktor yang mempengaruhi siswa dalam proses belajar mengajar

yaitu model yang digunakan guru dalam menyampaikan materi. Ketika model yang

digunakan tidak melibatkan siswa secara aktif, tujuan pembelajaran yang diharapkan

tidak tercapai.

Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan sebagai alternatif adalah

pembelajaran kooperatif. Pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw siswa

dikondisikan untuk belajar secara aktif. Selama proses tukar pendapat maupun

berbagi informasi yang berlangsung dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw,

setiap siswa berkesempatan untuk mengekspresikan apa yang dipahaminya kepada

orang lain, mengklarifikasi ide, maupun menawarkan alternatif ide. Melalui aktifitas

ini diharapkan tercipta kesempatan bagi siswa untuk meningkatkan pemahaman

mereka terhadap materi pelajaran.

Page 3: Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Mata Pelajaran K3 Terhadap Prestasi Belajar Siswa Smkn 2 Wonosari

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, muncul beberapa permasalahan dalam

penelitian. Adapun hasil identifikasi dari permasalahan dilatar belakang, dapat

dijabarkan sebagai berikut:

1. Tuntutan dunia industri terhadap kualitas SDM yang berkualitas.

2. Keterbatasan guru dalam memberikan strategi pembelajaran menyebabkan siswa

cenderung bosan.

3. Kekurang aktifan siswa saat proses belajar mengajar karena kondisi kelas yang

kurang mendukung.

4. Keterbatasan model pembelajaran saat proses belajar mengajar berlangsung.

C. Pembatasan Masalah

Mengingat begitu luasnya permasalah yang ada dan adanya berbagai

keterbatasan, maka tidak semua permasalahan yang diungkapkan di atas dapat

dibahas. Penelitian ini penulis batasi pada penerapan model pembelajaran kooperatif

tipe jigsaw untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut diatas, maka

dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana efektivitas implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

dalam meningkatkan prestasi belajar siswa SMK N 2 Wonosari pada mata

pelajaran K3?

2. Apakah implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat

meningkatkan hasil belajar siswa SMK N 2 Wonosari pada mata pelajaran K3?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui apakah ada perbedaan prestasi belajar siswa yang mengikuti

pembelajaran K3 menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

dengan prestasi belajar siswa yang mengikuti pembelajaran K3 menggunakan

model pembelajaran konvensional.

Page 4: Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Mata Pelajaran K3 Terhadap Prestasi Belajar Siswa Smkn 2 Wonosari

2. Mengetahui sejauh mana keberhasilan penerapan pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw untuk peningkatan prestasi belajar siswa smkn 2 wonosari pada mata

pelajaran K3.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat bagi beberapa pihak. Sehingga hasil

penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak berikut:

1. Bagi Pihak Sekolah

Menambah referensi untuk mengembangkan kualitas pembelajaran di SMK.

2. Bagi Guru

Dapat memberikan masukan dalam mengelola kelas tentang variasi model

pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran.

3. Bagi Peserta Didik

Dapat memancing daya tarik, kreatifitas, dan keaktifan siswa dalam proses

pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan prestasi siswa.

4. Bagi Peneliti

Dapat menambah pengalaman sebelum terjun langsung kedalam dunia

pendidikan.

Page 5: Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Mata Pelajaran K3 Terhadap Prestasi Belajar Siswa Smkn 2 Wonosari

Bab II. Kajian Pustaka

A. Kajian Teori

a. Model Pembelajaran

Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga

diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.

Jadi, sebenarnya model pembelajaran memiliki arti yang sama dengan

pendekatan, strategi atau metode pembelajaran. Saat ini telah banyak dikembangkan

berbagai macam model pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak

kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.

1. Ciri-ciri Model Pembelajaran

Ada beberapa ciri-ciri model pembelajaran secara khusus diantaranya adalah :

a. Rasional teoritik yang logis yangdisusun oleh para pencipta atau

pengembangnya.

b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar.

c. Tingkah laku mengajar yang diperlukanagar model tersebut dapat

dilaksanakandengan berhasil.

d. Lingkungan belajar yang duperlukanagar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Sedangkan model pembelajaran menurut Kardi dan Nur ada lima model

pemblajaran yang dapat digunakan dalam mengelola pembelajaran, yaitu:

pembelajaran langsung; pembelajaran kooperatif; pembelajaran berdasarkan

masalah; diskusi; dan learning strategi.

2. Memilih Model Pembelajaran Yang Baik

Sebagai seorang guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat

bagi peserta didik. Karena itu dalam memilih model pembelajaran, guru harus

memperhatikan keadaan atau kondisi siswa, bahan pelajaran serta sumber-sumber

belajar yang ada agar penggunaan model pembelajara dapat diterapkan secara

efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa.

Seorang guru diharapkan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan

dalam proses pembelajaran yang dijalaninya. Menurut Sardiman A. M. (2004 :

165), guru yang kompeten adalah guru yang mampu mengelola program belajar-

mengajar. Mengelola di sini memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana

seorang guru mampu menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti membuka

Page 6: Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Mata Pelajaran K3 Terhadap Prestasi Belajar Siswa Smkn 2 Wonosari

dan menutup pelajaran, menjelaskan, menvariasi media, bertanya, memberi

penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru menerapkan strategi, teori

belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.

Pendapat serupa dikemukakan oleh Colin Marsh (1996 : 10) yang menyatakan

bahwa guru harus memiliki kompetensi mengajar, memotivasi peserta didik,

membuat model instruksional, mengelola kelas, berkomunikasi, merencanakan

pembelajaran, dan mengevaluasi. Semua kompetensi tersebut mendukung

keberhasilan guru dalam mengajar.

Setiap guru harus memiliki kompetensi adaptif terhadap setiap perkembangan

ilmu pengetahuan dan kemajuan di bidang pendidikan, baik yang menyangkut

perbaikan kualitas pembelajaran maupun segala hal yang berkaitan dengan

peningkatan prestasi belajar peserta didiknya.

b. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran

yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pembelajaran kooperatif dapat

didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yang

termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson,

1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi

personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.

Falsafah yang mendasari pembelajaran kooperatif (pembelajaran gotong

royong) dalam pendidikan adalah “homo homini socius” yang menekankan bahwa

manusia adalah makhluk sosial.

Pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi belajar mengajar yang

menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di

antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri

dari dua orang atau lebih.

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi

belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat

kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa

anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk

memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan

Page 7: Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Mata Pelajaran K3 Terhadap Prestasi Belajar Siswa Smkn 2 Wonosari

belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan

pelajaran.

Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model

pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar kelompok, tetapi ada

unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang

dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua

kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif, untuk itu harus diterapkan

lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu :

1. Saling ketergantungan positif

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap

anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu

menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus

menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.

2. Tanggung jawab perseorangan

Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model

pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk

melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran

kooperatif membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga

masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya

sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.

3. Tatap muka

Dalam pembelajaran kooperatif setiap kelompok harus diberikan

kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan

memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan

semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan,

memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.

4. Komunikasi antar anggota

Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai

keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga

bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan

kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan

berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun,

proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh

Page 8: Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Mata Pelajaran K3 Terhadap Prestasi Belajar Siswa Smkn 2 Wonosari

untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental

dan emosional para siswa.

5. Evaluasi proses kelompok

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk

mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar

selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran

kooperatif yang diuraikan oleh Arends (1997) adalah sebagaimana terlihat

pada table berikut ini

Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan

teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan

teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001).

Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode

pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning). Teknik ini dapat digunakan

dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara.

Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang

pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan

pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama

siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk

mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw adalah suatu teknik pembelajaran

kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang

bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu

Page 9: Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Mata Pelajaran K3 Terhadap Prestasi Belajar Siswa Smkn 2 Wonosari

mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends,

1997).

Model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw merupakan model pembelajaran

kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6

orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan

bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari

dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends,

1997).

Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap

pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya

mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan

dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan

demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama

secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).

Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu

untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic

pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali

pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain

tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.

Pada model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw, terdapat kelompok asal

dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang

beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang

beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli

yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang

ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan

tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan

kepada anggota kelompok asal.

Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai

berikut (Arends, 1997) :

Page 10: Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Mata Pelajaran K3 Terhadap Prestasi Belajar Siswa Smkn 2 Wonosari

Kelompok Asal

Kelompok Ahli

Gambar Ilustrasi Kelompok Jigsaw

Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :

Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap

kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda.

Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok

asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan

dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Dalam teknik Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu

bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi

pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut

kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa

mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun

rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke

kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw

(gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi

pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya

terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan

terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal

yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke

kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari

dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada

pada kelompok ahli maupun kelompok asal.

Page 11: Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Mata Pelajaran K3 Terhadap Prestasi Belajar Siswa Smkn 2 Wonosari

Gambar Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw

Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal,

selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan

pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok

yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi

pembelajaran yang telah didiskusikan.

Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.

Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan

berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor

dasar ke skor kuis berikutnya.

Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian

materi pembelajaran.

Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi

baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut

serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan

mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat

menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran

kooperatif diantaranya adalah sebagai berikut :

Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran kooperatif.

Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru

terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir

orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.

Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran

kooperatif.

Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.

Page 12: Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Mata Pelajaran K3 Terhadap Prestasi Belajar Siswa Smkn 2 Wonosari

Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang

dapat mendukung proses pembelajaran.

Agar pelaksanaan pembelajaran kooperatif dapat berjalan dengan baik, maka

upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :

Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran

kooperatif di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.

Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan

kelas heterogen.

Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran kooperatif.

Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.

Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan

informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.

c. Model Pembelajaran Konvensional

Model pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa

dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar di kelas. Pada pola

pembelajaran konvensional, kegiatan proses belajar mengajar lebih sering

diarahkan pada aliran informasi dari guru ke siswa. Dalam model pembelajaran

konvensional, guru di sekolah umumnya memfokuskan diri pada upaya

penuangan pengetahuan kepada para siswa tanpa memperhatikan prakonsepsi

(prior knowledge) siswa atau gagasan-gagasan yang telah ada dalam diri siswa

sebelum mereka belajar secara formal di sekolah. Sekarang ini, salah satu

penyebab universal atas masih rendahnya hasil belajar biologi yang dicapai siswa

adalah terjadinya miskonsepsi pada siswa. Prakonsepsi (prior knowledge) siswa

yang pada umumnya bersifat miskonsepsi secara terus-menerus akan dapat

mengganggu pembentukan konsepsi ilmiah.

Kegiatan mengajar dalam pembelajaran konvensional cenderung diarahkan

pada aliran informasi dari guru ke siswa, serta penggunaan metode ceramah

terlihat sangat dominan. Pola mengajar kelihatan baku, yakni menjelaskan sambil

menulis di papan tulis serta diselingi tanya jawab, sementara itu peserta didik

memperhatikan penjelasan guru sambil mencatat di buku tulis. Siswa dipandang

sebagai individu pasif yang tugasnya hanya mendengarkan, mencatat, dan

menghafal. Pembelajaran yang terjadi pada model konvensional berpusat pada

guru, dan tidak terjadi interaksi yang baik antara siswa dengan siswa. Sehingga

Page 13: Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Mata Pelajaran K3 Terhadap Prestasi Belajar Siswa Smkn 2 Wonosari

pembelajaran konvensional lebih cenderung pada pelajaran yang bersifat hapalan

yang mentolerir respon-respon yang bersifat konvergen, menekankan informasi

konsep, latihan soal, serta penilaiannya masih bersifat tradisional dengan paper

and pencil test yang hanya menuntut pada satu jawaban yang benar. Hal tersebut

berimplikasi langsung pada proses pembelajaran di kelas yaitu pada situasi kelas

akan menjadi pasif karena interaksi hanya berlangsung satu arah serta guru kurang

memperhatikan dan memanfaatkan dan potensi-potensi siswa serta gagasan

mereka sebagai daya nalar (Widiana, 2006).

d. K3(Kesehatan dan Keselamatan Kerja)

Keselamatan kerja adalah menjamin keadaan, keutuhan dan kesempurnaan,

baik jasmaniah maupun rohaniah manusia serta hasil karya dan budayanya tertuju

pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan manusia pada khususnya

(Depdiknas, 2005:30). Keselamatan kerja di Indonesia diatur dalam suatu

peraturan yaitu Undang-undang Nomor I Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

a. Bahaya Pada Area Kerja

Jika ditinjau dari awal perkembangan usaha keselamatan kerja

diperusahaan/industri, manusia menganggap bahwa kecelakaan terjadi karena

musibah, namun sebenarnya setiap kecelakaan disebabkan oleh salah satu

faktor sebagai berikut, baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, yaitu:

1. Tindakan tidak aman dari manusia itu sendiri (unsafe act)

a. Terburu-buru atau tergesa-gesa dalam melakukan pekerjaan.

b. Tidak menggunakan pelindung diri yang disediakan.

c. Berkelakar/bergurau dalam bekerja dan sebagainya.

2. Keadaan tidak aman dari lingkungan kerja (unsafe condition)

a. Mesin-mesin yang rusak tidak diberi pengamanan, kontruksi kurang

aman, bising dan alat-alat kerja yang kurang baik dan rusak.

b. Lingkungan kerja yang tidak aman bagi manusia (lantai licin, ventilasi

atau pertukaran udara, bising atau suara-suara keras.

Pencegahan dan pengendalian bahaya di tempat kerja dapat dilakukan

dengan berprinsip (Katman, 2008: 11) yaitu:

1. Antisipasi

2. Identifikasi

3. Penilaian dan evaluasi

Page 14: Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Mata Pelajaran K3 Terhadap Prestasi Belajar Siswa Smkn 2 Wonosari

4. Pengendalian

b. Pakaian Pengaman

Berikut alat-alat pelindung bagian tubuh yang digunakan dalam dunia

lapangan kerja:

1. Alat pelindung mata

Pelindung mata dan muka terdiri dari kacamata pengaman (spectacles),

goggles, tameng muka (face shield), tameng muka dan kacamata

pengaman dalam kesatuan (full face masker).

2. Alat pelindung kepala

Topi atau helm adalah alat pelindung kepala bila bekerja pada bagian

yang berputar, misalnya bor atau waktu sedang mengelas, hal ini untuk

menjaga rambut terlilit oleh putaran bor atau rambut terkena percikan api.

3. Alat pelindung telinga

Untuk melindungi telinga dari gemuruhnya mesin yang sangat bising

juga penahan bising dari letupan-letupan.

4. Alat pelindung hidung

Alat pelindung alat pernapasan dari kemungkinan terhisapnya gas-gas

beracun.

5. Alat pelindung tangan

Alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi tangan dan jari-jari

tangan dari berbagai hal yang dapat membahayakan. Jenis pelindung

tangan terdiri dari sarung tangan yang terbuat dari logam, kulit, kain

kanvas, kain atau kain berpelapis, karet, dan sarung tangan yang tahan

bahan kimia.

6. Alat pelindung kaki

Alat pelindung kaki dapat menghindarkan tusukan benda tajam,

terbakar oleh zat kimia, dll. Terdapat dua jenis sepatu yaitu pengaman

yang bentuknya seperti halnya sepatu biasa hanya dibagian ujungnya

dilapisi dengan baja dan sepatu karet digunakan untuk menginjak

permukaan yang licin, sehingga pekerja tidak terpeleset dan jatuh.

7. Alat pelindung badan

Alat ini terbuat dari kulit sehingga memungkinkan pakaian biasa atau

badan terhindar dari percikan api, terutama pada waktu menempa dan

mengelas.

Page 15: Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Mata Pelajaran K3 Terhadap Prestasi Belajar Siswa Smkn 2 Wonosari

e. Prestasi Belajar

1. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar banyak diartikan sebagai seberapa jauh hasil yang telah

dicapai siswa dalam penguasaan tugas-tugas atau materi pelajaran yang

diterima dalam jangka waktu tertentu. Prestasi belajar pada umumnya

dinyatakan dalam angka atau huruf sehingga dapat dibandingkan dengan satu

kriteria (Prakosa, 1991).

Prestasi belajar kemampuan seorang dalam pencapaian berfikir yang

tinggi. Prestasi belajar harus memiliki tiga aspek, yaitu kognitif, affektif dan

psikomotor. Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai sebaik-baiknya pada

seorang anak dalam pendidikan baik yang dikerjakan atau bidang keilmuan.

Prestasi belajar dari siswa adalah hasil yang telah dicapai oleh siswa yang

didapat dari proses pembelajaran. Prestasi belajar adalah hasil pencapaian

maksimal menurut kemampuan anak pada waktu tertentu terhadap sesuatu

yang dikerjakan, dipelajari, difahami dan diterapkan.

Semua pelaku pendidikan (siswa, orang tua dan guru) pasti

menginginkan tercapainya sebuah prestasi belajar yang tinggi, karena prestasi

belajar yang tinggi merupakan salah satu indikator keberhasilan proses belajar.

Namun kenyataannya tidak semua siswa mendapatkan prestasi belajar yang

tinggi dan terdapat siswa yang mendapatkan prestasi belajar yang rendah.

Tinggi dan rendahnya prestasi belajar yang diperoleh siswa dipengaruhi

banyak faktor.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Prestasi belajar merupakan ukuran keberhasilan yang diperoleh siswa

selama proses belajarnya. Keberhasilan itu ditentukan oleh berbagai faktor

yang saling berkaitan.

Menurut Muhibbin Syah (2006: 144) bahwa prestasi belajar siswa

dipengaruhi oleh setidaknya tiga faktor yakni:

a. Faktor internal

yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, faktor

intern terdiri dari:

1. Faktor jasmaniah yang meliputi kesehatan dan cacat tubuh

Page 16: Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Mata Pelajaran K3 Terhadap Prestasi Belajar Siswa Smkn 2 Wonosari

2. Faktor psikologis yang meliputi tingkat inteligensi, perhatian, minat,

bakat, motif, kematangan dan kesiapan

3. Faktor kelelahan.

b. Faktor eksternal

yaitu faktor dari luar individu. Faktor ekstern terdiri dari:

1. Faktor keluarga yaitu cara orang tua mendidik, relasi antara anggota

keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang

tua, dan latar belakang kebudayaan

2. Faktor dari lingkungan sekolah yaitu metode mengajar guru,

kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa,

disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar belajar diatas

ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah

3. Faktor masyarakat yaitu kegiatan siswa dalam masyarakat, mass

media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

c. faktor pendekatan belajar (approach to learning)

yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang

digunakan siswa untuk melakukan kegiatan  pembelajaran  materi-materi

pelajaran.

B. Kerangka Berpikir

Peningkatan prestasi belajar siswa merupakan salah satu masalah pendidikan

yang masih banyak diteliti. Salah satu alasan kurang meningkatnya prestasi belajar

siswa merupakan indikator belum tercapainya tujuan pendidikan nasional.

Permasalahan tentang peningkatan prestasi belajar siswa berhubungan erat dengan

pendekatan pembelajaran yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar.

Keberhasilan kegiatan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh guru sebagai pengelola

utama.

Kemampuan guru mengatur serta mengorganisir lingkungan yang ada di

sekitar peserta didik dapat mendorong peserta didik melakukan proses belajar secara

efektif dan efisien. Di samping itu guru juga harus mampu menjabarkan mata

pelajaran K3 yang diampunya ke dalam kegiatan pembelajaran yang dapat mendorong

peserta didik terlihat aktif didalamnya.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sangat dimungkinkan

untuk lebih mengefektifkan kegiatan belajar siswa karena dengan dimanfaatkannya

Page 17: Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Mata Pelajaran K3 Terhadap Prestasi Belajar Siswa Smkn 2 Wonosari

model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw motivasi siswa untuk belajar semakin

meningkat. Selain itu model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat mewujudkan

belajar yang lebih berkonsentrasi karena setiap siswa bertanggung jawab atas

penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada

anggota lain dalam kelompoknya.

C. Hipotesis

1. Terdapat peningkatan prestasi belajar siswa yang signifikan pada mata pelajaran

K3 di SMK Negeri 2 Wonosari setelah menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw.

2. Terdapat perbedaan prestasi belajar antara kelas XI.Elektro A dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan kelas XI.Elektro B

yang tidak menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata

pelajaran K3.

Bab III. Metode Penelitian

A. Desain Eksperimen

Page 18: Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Mata Pelajaran K3 Terhadap Prestasi Belajar Siswa Smkn 2 Wonosari

Penelitian dengan judul Perbandingan model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw dengan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran K3 terhadap

prestasi belajar siswa smkn 2 wonosari ini ini menggunakan pendekatan kuasi

eksperimen.

Group Pretest Treatment Posstest

Experimental E X O1

Control K . O2

Tabel Skema Penelitian

Experimental :kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan media

modul menggunakan mesin untuk operasi dasar.

Control :kelompok siswa yang tidak mendapatkan pembelajaran dengan media

modul menggunakan mesin untuk operasi dasar.

E :hasil pretest kelompok eksperimen sebelum diberikan perlakuan.

O1 :hasil posttest kelompok eksperimen setelah diberikan perlakuan.

K :hasil pretest kelompok kontrol sebelum diberikan perlakuan.

O2 :hasil posttest kelompok kontrol.

X :treatment yang diberikan pada kelompok eksperimen.

. :Tidak adanya perlakuan pada kelompok kontrol.

B. Tempat Dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 2 Wonosari yang beralamatkan

Gunungkidul, Yogyakarta.

2. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil Tahun Ajaran 2014/2015.

C. Prosedur Penelitian

Prosedur atau langkah-langkah penelitian dibagi tiga tahap yaitu:

1. Tahap persiapan penelitian

a. Survey sekolah, observasi untuk menemukan masalah

b. Melakukan koordinasi dengan pihak sekolah

c. Menentukan materi pembelajaran dan alokasi waktu

d. Menyusun RPP dan Instrumen penelitian

e. Menentukan populasi dan sampel

2. Tahap pelakasanaan penelitian

Page 19: Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Mata Pelajaran K3 Terhadap Prestasi Belajar Siswa Smkn 2 Wonosari

a. Menentukan kelas kontrol dan kelas eksperimen

b. Menguji coba instrumen

c. Mengolah dan menganalisis data uji coba instrumen

d. Pengadaan tes awal (pretest) untuk kelas eksperimen dan kelas

kontrol

e. Pemberian treatment (perlakuan)pada kelompok eksperimen

f. Pengadaan tes akhir (posttest) untuk kelas eksperimen dan kelas

kontrol

3. Tahap penyelesaian penelitian

a. Mengolah dan menganalisis data penelitian

b. Komparasi data antara kelompok kontrol dan eksperimen

c. Penyelesaian laporan penelitian

D. Populasi dan Sempel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas XI Program Keahlian Teknik

Elektro Semester Ganjil SMK Negeri 2 Wonosari Tahun Ajaran 2014/2015. Siswa

kelas XI Teknik Elektro ini terdiri atas dua kelas, yaitu kelas XI.Elektro A yang

terdiri dari 32 siswa dan kelas XI.Elektro B yang terdiri dari 32 siswa.

2. Sampel

Sampel yang dipakai pada penelitian ini adalah dua kelas dari kelas XI

Program Keahlian Teknik Elektro SMK Negeri 2 Wonosari(XI.Elektro A dan

XI.Elektro B). Dari kedua kelas tersebut, satu kelas dikelompokkan menjadi kelas

eksperimen (XI.Elektro A) dan satu kelas lain sebagai kelas kontrol (XI.Elektro

B). Karena subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga

penelitiannya merupakan penelitian populasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa

penelitian ini merupakan penelitian populasi.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

tes prestasi belajar. Variabel prestasi belajar menggunakan pengujian tes prestasi

Page 20: Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Mata Pelajaran K3 Terhadap Prestasi Belajar Siswa Smkn 2 Wonosari

belajar peserta didik pada mata pelajaran K3. Tes prestasi belajar dilakukan untuk

mengetahui pengaruh model pembelajaran terhadap prestasi belajar peserta didik.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini

menggunakan tes prestasi. Data variabel prestasi belajar yang diwujudkan dengan

hasil tes pretasi teori hasil ujian teori mata pelajaran K3.

Penyusunan tes prestasi belajar didasarkan dari silabus proses belajar

mengajar pada kompetensi mata pelajaran K3. Dari silabus disusun menjadi kisi-kisi

soal tes prestasi belajar. Kisi- kisi soal tes prestasi belajar ini yang nantinya akan

dibuat soal-soal untuk mengukur prestasi belajar peserta didik selama mengikuti

pembelajaran mata diklat yang diajarkan.

Soal-soal tes prestasi belajar dibuat dalam bentuk obyektif dengan jenis tes

pilihan berganda. Karena dengan instrumen tersebut akan memudahkan dalam

melakaukan analisa data.

Setelah instrumen disusun kemudian dikonsultasikan kepada Dosen

Pembimbing, dan setelah mendapat persetujuan kemudian diujicobakan.

G. Analisis Data

Analisis data yang digunakan untuk mendeskripsikan data hasil penelitian ini

adalah statistik deskriptif dengan menggunakan modus, median, mean, varians, dan

standar deviasi. Sedangkan untuk menganalisis data dilakukan uji persyaratan analisis

dengan uji homogenitas dan uji normalitas. Untuk menguji hipotesis perbedaan hasil

belajar siswa, data yang berdistribusi normal menggunakan statistik parametris

dengan uji t-test. Sedangkan data yang tidak berdistribusi normal maka digunakan

statistik non-parametris dengan tes kolmogorov-smirnov dua sampel.

Referensi:

Emildadiany, Novi. 2008. Penerapan Model Pembelajaran Cooperative LearningTeknik

Page 21: Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Mata Pelajaran K3 Terhadap Prestasi Belajar Siswa Smkn 2 Wonosari

Jigsaw. http://akhmadsudrajat.wordpress.com. Diakses tanggal 5 april 2014

Colin Marsh. (1996). Handbook for beginning teachers. Sydney : Addison Wesley Longman

Australia Pry Limited.

Sardiman, A. M. (2004). Interaksi dan motivasi belajar-mengajar. Jakarta: Rajawali

http://belajarpsikologi.com/pengertian-model-pembelajaran/

http://azharm2k.wordpress.com/2012/05/09/definisi-pengertian-dan-faktor-faktor-yang-

mempengaruhi-prestasi-belajar/

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN

MENGGUNAKAN MESIN UNTUK OPERASI DASAR DENGAN BANTUAN MODUL

DI SMK ISLAM YOGYAKARTA

MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATA DIKLAT

TEORI DASAR ELEKTRONIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN MUHAMMADIYAH PRAMBANAN