Upload
others
View
38
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERBANDINGAN METODE CERAMAH DAN METODE BRAINSTORMING
TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG DISMENOREA PADA REMAJA PUTRI DI SMA PGRI
CICALENGKA KABUPATEN BANDUNG
TAHUN 2019
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna menyelesaikan
Pendidikan Program Studi D III Kebidanan
Universitas Bhakti Kencana Bandung
Oleh :
DIANA NOVIYANTI
NIM : CK.1.16.050
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
B A N D U N G 2 0 1 9
ABSTRAK
Peningkatan pengetahuan dan sikap remaja putri biasanya dilakukan
dengan metode ceramah, hal ini menyebabkan remaja putri sebagai penerima
informasi secara pasif. Fokus permasalahan yaitu peneliti berupaya menggunakan
metode lain dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang
dismenorea yaitu dengan menggunakan metode brainstorming.
Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap
remaja putri tentang dismenorea sebelum dan setelah menggunakan metode
ceramah, gambaran pengetahuan dan sikap remaja putri tentang dismenorea
sebelum dan setelah menggunakan metode brainstorming, mengetahui pengaruh
metode ceramah dan brainstorming terhadap pengetahuan tentang dismenorea dan
mengetahui pengaruh metode ceramah dan brainstorming terhadap sikap tentang
dismenorea
Rancangan penelitian yang digunakan adalah quasi eksperiment. Analisa
data berupa analisis bivariat dengan uji mann Whitney. Populasi pada penelitian
ini adalah remaja putri sebanyak 54 orang. Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah total sampling, sehingga jumlah sampel yang dijadikan
responden yaitu sebanyak 54 orang.
Hasil penelitian diketahui bahwa ada peningkatan pengetahuan setelah
dilakukan metode ceramah, ada peningkatan sikap setelah dilakukan metode
ceramah, ada peningkatan pengetahuan setelah dilakukan metode brainstorming,
ada peningkatan sikap setelah dilakukan metode brainstorming, ada perbedaan
metode ceramah dan brainstorming terhadap pengetahuan dan ada perbedaan
metode ceramah dan brainstorming terhadap sikap remaja putri tentang
dismenorea.
Simpulan didapatkan bahwa terdapat perbedaan metode ceramah dan
brainstorming terhadap pengetahuan dan sikap remaja putri tentang dismenorea
dengan hasil metode brainstorming lebih tinggi meningkatkan pengetahuan dan
sikap dibandingkan metode ceramah Saran untuk instansi kesehatan diharapkan
dengan adanya penelitian ini instansi kesehatan bisa melakukan pendidikan
kesehatan pada remaja putri di sekolah.
Kata kunci : Ceramah, Brainstorming, Pengetahuan, Sikap, Dismenorea
Daftar Pustaka : 41 sumber (tahun 2014-2018).
BIODATA PENULIS
Judul karya tulis : Perbandingan Metode Ceramah dan Brainstorming
Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Tentang
Dismenorea Pada Remaja Putri di SMA PGRI Cicalengka
kabupaten Bandung Tahun 2019
Nama : Diana Noviyanti
NIM : CK.1.16.050
Tempat tanggal lahir : Bandung, 26 November 1997
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama Orang Tua : Abas Basri
Neneng Supartini
Nama Saudara : Muhammad Yazid Fahrezi
Agama : Islam
Alamat : Perum Griya Prima Alam Asri Blok B 7 Parakan
Muncang Cimanggung Sindang Pakuon Kabupaten
Sumedang
Riwayat Pendidikan Penulis
1. PG Al-Salman Cicalengka Tahun 2000-2003
2. TK Islam Salman Cicalengka Tahun 2003-2004
3. SD Negeri Tenjolaya II Cicalengka Tahun 2004-2010
4. SMPIT Qordova Rancaekek Tahun 2010-2013
5. MA Al-Falah Nagreg Tahun 2013-2016
6. Universitas Bhakti Kencana Prodi D III Kebidanan Tahun 2016-2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini. Shalawat serta
salam semoga senantiasa tercurah kepada Cahaya umat islam Nabi besar
Muhammad SAW., keluarganya, para sahabatnya, dan kita semua selaku umat-
Nya. Laporan Tugas Akhir ini dimaksudkan untuk memenuhi salah syarat meraih
gelar Ahli Madya Kebidanan pada Program Studi D.III Kebidanan Universitas
Bhakti Kencana Bandung.
Penulisan laporan tugas akhir ini tidak mungkin terwujud tanpa
bimbingan, arahan, motivasi, doa, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. H. Mulyana, SH., M.Pd., MH.Kes, selaku Ketua Yayasan Adhi Guna
Kencana.
2. Dr. Entris Sutrisno, S.Farm., MH.Kes., Apt. selaku Rektor Universitas Bhakti
Kencana Bandung.
3. Dr. Ratna Dian Kurniawat, M.Kes. selaku ketua Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Bhakti Kencana Bandung.
4. Dewi Nurlaela Sari, S.ST., M.Keb., selaku Ketua Program Studi Kebidanan
Universitas Bhakti Kencana Bandung.
5. Yanyan Mulyani, SST., MM.Kes., M.Keb., selaku pembimbing yang telah
membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran yang sangat
berharga selama penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.
6. Keluarga dan kerabat yang senantiasa memberikan semangat dan dorongan
kepada penulis.
7. Rekan-rekan seperjuangan yang telah memotivasi, terima kasih
kebersamaannya semoga selalu terjalin silaturahmi dimanapun kita berada.
8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, semoga
kebaikannya mendapat pahala dari Allah SWT.
Semoga amal kebaikan yang telah diberikan kepada penulis menjadi
ladang kebaikan untuk mendapat balasan yang lebih baik dan semoga tetesan
keringat serta untaian doa yang mengiringi pembuatan Laporan Tugas Akhir ini
menjadikannya bermanfaat dan bernilai. Aamiin.
Bandung, Agustus 2019
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................... ii
ABSTRAK ................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
DAFTAR ISI ............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ..................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dismenorea ......................................................................... 9
2.1.1 Pengertian ............................................................... 9
2.1.2 Klasifikasi Dismenorea ........................................... 10
2.1.3 Etiologi Dismenorea ............................................... 11
2.1.4 Gejala Klinis Dismenorea ....................................... 11
2.1.5 Derajat Dismenorea ................................................ 12
2.1.6 Penanganan Dismenorea ......................................... 13
2.2 Pengetahuan ........................................................................ 18
2.2.1 Pengertian Pengetahuan .......................................... 18
2.2.2 Tingkatan Pengetahuan .......................................... 19
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prilaku ............. 20
2.2.4 Pengukuran Pengetahuan ........................................ 22
2.3 Sikap.................................................................................... 23
2.3.1 Pengertian Sikap...................................................... 23
2.3.2 Komponen Dasar Sikap .......................................... 24
2.3.3 Cara Pembentukan Sikap ........................................ 25
2.3.4 Tingkatan Sikap ...................................................... 26
2.3.5 Pengukuran Sikap ................................................... 27
2.3.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap ............. 28
2.4 Pendidikan Kesehatan ......................................................... 29
2.4.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan ........................... 29
2.4.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan ................................ 30
2.4.3 Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan ................... 30
2.4.4 Metode Pendidikan Kesehatan ................................ 34
2.5 Metode Ceramah ................................................................. 36
2.5.1 Pengertian Metode Ceramah ................................... 36
2.5.2 Tujuan Metode Ceramah ......................................... 36
2.5.3 Kelebihan Metode Ceramah ................................... 37
2.5.4 Kekurangan Metode Ceramah................................. 37
2.6 Metode Brianstorming ........................................................ 38
2.6.1 Pengertian Metode Brainstorming .......................... 38
2.6.2 Tujuan Metode Brainstorming ............................... 38
2.6.3 Langkah-Langkah Metode Brainstorming .............. 39
2.6.4 Kelebihan Metode Brainstorming ........................... 40
2.6.5 Kekurangan Metode Brainstorming ....................... 40
2.7 Jurnal Terkait Penelitian ..................................................... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ................................................................. 44
3.2 Variabel Penelitian ............................................................. 45
3.3 Populasi Penelitian ............................................................. 45
3.4 Sampel dan Cara Pengambilan Sampel............................... 45
3.5 Kerangka Penelitian ............................................................ 46
3.6 Definisi Operasional............................................................ 47
3.7 Hipotesis ............................................................................. 48
3.8 Teknik Pengumpulan Data .................................................. 49
3.9 Pengolahan dan Analisa Data ............................................. 49
3.10 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................. 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian .................................................................. 53
4.2 Pembahasan ....................................................................... 63
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan .................................................................................. 72
5.2 Saran.......................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Definisi Operasional ....................................................................... 47
4.1 Gambaran Pengetahuan Remaja Putri tentang Dismenorea di
SMA PGRI Cicalengka Kabupaten Bandung Sebelum
Menggunakan Metode Ceramah ..................................................... 53
4.2 Gambaran Pengetahuan Remaja Putri tentang Dismenorea di
SMA PGRI Cicalengka Kabupaten Bandung Setelah
Menggunakan Metode Ceramah ..................................................... 54
4.3 Gambaran Sikap Remaja Putri tentang Dismenorea di SMA
PGRI Cicalengka Kabupaten Bandung Sebelum Menggunakan
Metode Ceramah .............................................................................. 55
4.4 Gambaran Sikap Remaja Putri tentang Dismenorea di SMA
PGRI Cicalengka Kabupaten Bandung Setelah Menggunakan
Metode Ceramah .............................................................................. 56
4.5 Gambaran Pengetahuan Remaja Putri tentang Dismenorea di
SMA PGRI Cicalengka Kabupaten Bandung Sebelum
Menggunakan Metode Brainstorming ............................................ 57
4.6 Gambaran Pengetahuan Remaja Putri tentang Dismenorea di
SMA PGRI Cicalengka Kabupaten Bandung Setelah
Menggunakan Metode Brainstorming ............................................ 58
4.7 Gambaran Sikap Remaja Putri tentang Dismenorea di SMA
PGRI Cicalengka Kabupaten Bandung Sebelum Menggunakan
Metode Brainstorming ..................................................................... 59
4.8 Gambaran Sikap Remaja Putri tentang Dismenorea di SMA
PGRI Cicalengka Kabupaten Bandung Setelah Menggunakan
Metode Brainstorming ..................................................................... 60
4.9 Perbandingan Metode Ceramah dan Metode Brainstorming
terhadap Tingkat Pengetahuan tentang Dismenorea pada Remaja
Putri di SMA PGRI Cicalengka Kabupaten Bandung ..................... 61
4.10 Perbandingan Metode Ceramah dan Metode Brainstorming
terhadap Sikap tentang Dismenorea pada Remaja Putri di SMA
PGRI Cicalengka Kabupaten Bandung............................................ 62
DAFTAR BAGAN
Bagan Halaman
3.1 Kerangka Konsep ............................................................................ 47
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Kisi-kisi Kuesioner Uji Validitas
Lampiran 2 : Kuesioner Uji Validitas
Lampiran 3 : Hasil Perhitungan Uji Validitas
Lampiran 4 : Kisi-kisi Kuesioner Penelitian
Lampiran 5 : Kuesioner Penelitian
Lampiran 6 : Hasil Perhitungan Penelitian
Lampiran 7 : Lembar Konsultasi
Lampiran 8 : Materi Satuan Acara Penyuluhan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa remaja adalah masa dimana anak sudah mulai meninggalkan
masa kanak-kanak dan mulai menuju dunia orang dewasa. Masa remaja
biasanya digambarkan pada usia 10-19 tahun, atau 15-24 tahun. Menurut
WHO sendiri batasan usia remaja adalah 10-24 tahun, sedangkan menurut
Undang-Undang nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
menetapkan definisi anak sebagai seorang yang belum mencapai usia 21
tahun dan belum menikah. Masa remaja menunjukan awalnya pubertas
sampai terjadinya kematangan pada organ reproduksi. Pubertas merupakan
awal dari pematangan seksual, yaitu suatu periode dimana seorang anak
mengalami perubahan fisik, hormonal dan seksual. Pada masa ini organ
reproduksi mulai berfungsi dan terjadi perubahan hormonal, salah satu
cirinya adalah terjadi mentruasi (Papalia, 2015).
Menstruasi merupakan suatu peristiwa pengeluaran darah, mukus dan
sel-sel epitel dari uterus secara periodik. Menstruasi merupakan bagian dari
komponen penting dalam siklus reproduksi wanita (female reproductive
cycle, FRC). Usia normal bagi perempuan pertama
kali mengalami menstruasi pada usia 12 atau 13 tahun. Tetapi sebagian
perempuan ada yang mengalami menstruasi awal yaitu pada usia 8 tahun
atau ada juga yang mengalami menstruasi lambat yaitu pada usia 18 tahun.
Menstruasi sendiri akan berhenti dengan sendiri pada saat wanita sudah
memasuki usia 40-50 tahun atau yang sering disebut menopause. Pada
sebagian perempuan yang sedang menstruasi biasanya mengalami rasa nyeri
tiba-tiba yang biasa disebut dengan istilah Dismenorea (Sukarni, 2013).
Dismenorea adalah nyeri yang terjadi pada saat menstruasi dan ini
dapat mengganggu produktifitas sehari-hari (Kasdu, 2015). Dismenorea atau
nyeri haid merupakan keluhan ginekologi yang umum dialami perempuan.
Nyeri haid ini merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit. Biasanya
nyeri yang dialami yaitu nyeri kram pada perut bagian bawah dan bisa
menjalar ke punggung (Kasdu, 2015). Nyeri haid atau dismenorea sendiri
dibagi menjadi dua yang pertama yaitu dismenorea primer yang belum
ditemukan penyebab pastinya dan terjadi sebelum usia 20 tahun, sedangkan
yang kedua adalah dismenorea sekunder yang jelas sudah ada penyebab pasti
seperti kelainan patologis atau kandungan dan biasanya terjadi diatas usia 20
tahun (Bobby & Hotma, 2016).
Cara penanganan dismenorea perlu dijelaskan kepada remaja putri
yang mengalami dismenorea dan hendaknya diadakan penjelasan mengenai
cara hidup sehat, pekerjaan, kegiatan, dan lingkungan. Kemungkinan salah
informasi mengenai haid atau adanya tabu atau takhayul mengenai haid
perlu dibicarakan. Jika rasa nyerinya berat, diperlukan istirahat di tempat
tidur dan kompres panas pada perut bawah untuk mengurangi
penderitaannya. Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat
kombinasi Aspirin, Fenasetin, dan Kafein. Obat-obat paten yang beredar di
pasaran antara lain Novalgin, Ponstan, Acep-aminopen dan sebagainya
(Prawirohardjo, 2015).
Menurut penelitian Nafiroh & Indrawati (2013), dalam tingkat
pengetahuan remaja tentang dismenorea menunjukan 78,3% remaja putri
memiliki kategori tingkat pengetahuan yang kurang, ini ditunjukkan dengan
tidak pahamnya para remaja menjawab atau menjelaskan apa yang dimaksut
dengan dismenorea. Hal ini diakibatkan tidak adanya penjelasan atau
pendidikan kesehatan kepada remaja tentang dismenorea, rata-rata mereka
hanya belajar melalui mata ajar biologi dan itu pun hanya menjelaskan
tentang sistem anatomi organ reproduksi manusia beserta fungsinya. Mereka
tidak pernah mendapat penjelasan mengenai permasalahan yang menyertai
sistem reproduksi. Remaja perlu meningkatkan pengetahuan yang berkaitan
dengan sistem reproduksi baik melalui pendidikan kesehatan formal maupun
nonformal (Nafiroh & Indrawati, 2013).
Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk
menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya
pendidikan kesehatan berupaya agar mayarakat menyadari atau mengetahui
bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau
mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang
lain, sehingga pada akhirnya tercapailah perilaku kesehatan (health
behavior). Kesehatan bukan hanya diketahui atau disadari (knowladge) dan
disikapi (attitude), melainkan harus dikerjakan atau dilaksanakan dalam
kehidupan sehari-hari (practice). Hal ini berarti bahwa tujuan akhir dari
pendidikan kesehatan adalah agar masyarakat dapat mempraktekan hidup
sehat bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat atau masyarakat dapat
berperilaku hidup sehat (healthy life style) (Notoatmodjo, 2016).
Dikaitkan dengan kejadian dismenorea, pengetahuan yang baik dan
sikap yang mendukung terhadap dismenorea memberikan kontribusi positif
mengenai pentingnya penanganan dismenorea. Sehingga diperlukan
pemberikan informasi mengenai dismenorea dalam upaya perilaku
penanganan yang tepat dalam mengatasi dismenorea yang akhirnya tidak
mengganggu aktivitas sekolah seperti tidak perlu izin sakit apabila sudah
mengetahui tentang cara yang tepat mengatasi dismenorea (Tarida, 2017).
Berbagai metode dalam pembelajaran diantaranya metode pendidikan
individu, kelompok dan metode pendidikan massa. Untuk metode kelompok
seperti ceramah, curah pendapat (brainstorming), bola salju (snow
bolling), kelompok kecil – kecil (bruzz group), memainkan peran (role play),
permainan simulasi (simulation game) (Notoatmodjo, 2016).
Metode Ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan cara
menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah
audien yang pada umumnya mengikuti secara pasif (Syah, 2017). Sedangkan
metode brainstorming merupakan salah satu metode pemecahan masalah,
metode yang merangsang berfikir dan menggunakan wawasan tanpa melihat
kualitas pendapat yang disampaikan oleh siswa, pendapat siswa, serta
memotivasi siswa untuk mengeluarkan pendapat mereka dan sekali-kali
pembimbing tidak boleh tidak menghargai pendapat audien sekalipun
pendapat audien itu salah menurut pembimbing (Yamin, 2014).
Angka kejadian dismenorea di Indonesia yaitu 64,25 %, angka
kejadian dismenorea di Jawa Barat 54,9% (Andriyani, 2016). Masalah
gangguan haid seperti dismenorea di Kabupaten Bandung yaitu sekitar 73%
(LPPM UPI, 2015). Perbandingan dari 2 sekolah wilayah kabupaten Bandung
yaitu di SMA PGRI Cicalengka Kabupaten Bandung dan SMAN 1
Cicalengka, didapatkan bahwa di SMAN 1 Cicalengka sudah pernah ada
penyuluhan mengenai dismenorea, sedangkan di SMA PGRI Cicalengka tidak
pernah ada penyuluhan mengenai dismenorea.
Studi pendahuluan di salah satu sekolah di wilayah kabupaten
Bandung yaitu di SMA PGRI Cicalengka Kabupaten Bandung, berdasarkan
informasi dari guru di SMA PGRI Cicalengka didapatkan seluruh jumlah
siswi perempuan kelas X sebanyak 54 orang, kelas XI sebanyak 68 orang dan
kelas XII sebanyak 63 orang. Penuturan guru bahwa belum pernah adanya
penyuluhan kesehatan tentang dismenorea dan program UKS (Unit Kesehatan
Sekolah) kurang berjalan dengan baik karena yang menjadi petugas UKS
adalah murid yang mengikuti ekstrakulikuler PMR (Palang Merah Remaja)
dimana mereka juga tidak memiliki pengalaman yang cukup. Wawancara
terhadap 10 orang siswi, didapatkan bahwa 6 orang mengatakan apabila
mengalami dismenorea maka mereka selalu tidak masuk sekolah ataupun pada
saat di sekolah maka izin untuk pulang sekolah, 3 orang mengatakan apabila
dismenorea disekolah maka izin ke UKS untuk istirahat, dan 1 orang
mengatakan apabila mengalami dismenorea sering memaksakan untuk
sekolah.
Peningkatan pengetahuan remaja putri biasanya dilakukan dengan
metode ceramah, hal ini menyebabkan remaja putri sebagai penerima
informasi secara pasif. Fokus permasalahan yaitu peneliti berupaya
menggunakan metode lain dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan sikap
tentang dismenorea yaitu dengan menggunakan metode brainstorming, dengan
metode ini diharapkan remaja putri bisa aktif dalam mengemukakan pendapat
sehingga lebih memahami tentang dismenorea.
Disisi lain, kedua metode yang digunakan memiliki kelebihan yaitu
metode ceramah membuat remaja putri mendapatkan informasi lebih lengkap
sedangkan metode brainstorming salah satu kelebihannya adalah membuat
individu lebih percaya diri dalam menyampaikan pendapat. Oleh karena itu
dengan kelebihan tersebut peneliti menggunakan metode ceramah dan
brainstorming yang memiliki manfaat salah satunya adalah merangsang para
siswa lebih aktif dalam menyampaikan gagasan mereka.
Permasalahan yang muncul di tempat penelitian yaitu belum adanya
pemberian penyuluhan kesehatan mengenai dismenorea dan ingin
diketahuinya perbedaan pengetahuan dan sikap tentang dismenorea dilihat
dari teknik metode ceramah dan metode brainstorming yang diberikan selama
1 kali penyuluhan kesehatan. Dan metode brainstorming ini merupakan
metode yang jarang dilakukan sehingga peneliti ingin mencoba sejauhmana
keberhasilan metode brainstorming dalam hasil penelitian dibandingkan
dengan metode ceramah.
Berdasarkan data di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul: “Perbandingan metode ceramah dan metode
brainstorming terhadap tingkat pengetahuan dan sikap tentang dismenorea
pada remaja putri di SMA PGRI Cicalengka Kabupaten Bandung tahun 2019”.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana perbandingan
metode ceramah dan metode brainstorming terhadap tingkat pengetahuan dan
sikap tentang dismenorea pada remaja putri di SMA PGRI Cicalengka
Kabupaten Bandung tahun 2019.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui perbandingan metode ceramah dan metode
brainstorming terhadap tingkat pengetahuan dan sikap tentang
dismenorea pada remaja putri di SMA PGRI Cicalengka Kabupaten
Bandung tahun 2019.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi gambaran pengetahuan remaja putri tentang
dismenorea di SMA PGRI Cicalengka Kabupaten Bandung
sebelum dan setelah menggunakan metode ceramah.
2. Mengidentifikasi gambaran sikap remaja putri tentang dismenorea
di SMA PGRI Cicalengka Kabupaten Bandung sebelum dan
setelah menggunakan metode ceramah.
3. Mengidentifikasi gambaran pengetahuan remaja putri tentang
dismenorea di SMA PGRI Cicalengka Kabupaten Bandung
sebelum dan setelah menggunakan metode brainstorming.
4. Mengidentifikasi gambaran sikap remaja putri tentang tentang
dismenorea di SMA PGRI Cicalengka Kabupaten Bandung
sebelum dan setelah menggunakan metode brainstorming.
5. Mengidentifikasi perbandingan metode ceramah dan metode
brainstorming terhadap tingkat pengetahuan tentang dismenorea
pada remaja putri di SMA PGRI Cicalengka Kabupaten Bandung
6. Mengidentifikasi perbandingan metode ceramah dan metode
brainstorming terhadap sikap tentang dismenorea pada remaja
putri di SMA PGRI Cicalengka Kabupaten Bandung.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan dalam proses
belajar khususnya dalam metodologi riset dan dapat juga dijadikan
sumber bahan bacaan kesehatan dan metodologi penelitian tentang
metode pendidikan kesehatan.
1.4.2 Bagi Tempat Penelitian
Dijadikan sebagai bahan masukan mengenai dismenorea dan
tempat penelitian bisa melakukan penyuluhan kesehatan secara rutin
terhadap siswanya dalam upaya mengatasi permasalahan dismenorea.
1.4.3 Bagi Peneliti
Mendapatkan pengetahuan dan wawasan secara langsung
dalam merencanakan, melaksanakan penelitian dan penyusunan
laporan hasil penelitian, serta meningkatkan keterampilan peneliti
untuk menyajikan fakta secara jelas dan sistematis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dismenorea
2.1.1 Pengertian
Dismenorea adalah keluhan sewaktu haid dalam siklus teratur
akibat dari peningkatan kadar prostaglandin dalam darah haid
(Pritchard, 2016). Dismenorea didefenisikan sebagai kram menstruasi
yang menyakitkan dan dibagi menjadi Dismenorea primer (tanpa
patologi) dan Dismenorea sekunder (karena patologi) (Rees, 2015).
Menurut M. Anwar (2014), dismenorea adalah nyeri saat haid,
biasanya dengan rasa kram dan terpusat di abdomen bawah. Keluhan
nyeri haid dapat terjadi bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat.
Nyeri haid yang dimaksud adalah nyeri haid berat sampai
menyebabkan perempuan tersebut datang berobat ke dokter atau
mengobati dirinya sendiri dengan obat anti nyeri. Dismenorea adalah
rasa sakit yang menyertai menstruasi sehingga dapat menimbulkan
gangguan pekerjaan sehari-hari (Manuaba, 2015).
Dismenorea atau menstruasi yang menimbulkan nyeri
merupakan salah satu masalah ginekologi yang paling umum dialami
wanita dari berbagai tingkatan usia (Bobak, 2014). Menurut
Wiknjosastro (2015) dismenorea merupakan nyeri haid yang
mengakibatkan rasa tidak enak di perut bawah sebelum dan selama
haid dan sering kali menimbukan rasa mual.
2.1.2 Klasifikasi Dismenorea
Dismenorea dibagi menjadi dua yaitu Dismenorea primer dan
Dismenorea sekunder. Dismenorea primer adalah nyeri saat haid tanpa
ada patologi sedangkan Dismenorea sekunder adalah nyeri haid
dikarenakan ada patologi (Rees, 2015).
1. Dismenorea Primer
Dismenorea primer adalah nyeri haid tanpa ditemukan
keadaan patologi pada panggul. Dismenorea primer berhubungan
dengan siklus ovulasi dan disebabkan oleh kontraksi myometrium
sehingga terjadi iskemia akibat adanya prostaglandin yang
diproduksi oleh endometrim fase sekresi. Peningkatan kadar
prostaglandin tertinggi saat haid terjadi pada 48 jam pertama. Hal
ini sejalan dengan awal muncul dan besarnya intensitas nyeri haid.
Keluhan mual, muntah, nyeri kepala, atau diare sering menyertai
dismenorea yang diduga karena masuknya prostaglandin ke
sirkulasi sistemik. Sifat rasa nyeri ialah kejang berjangkit-jangkit,
biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke
daerah pinggang dan paha (Anwar, 2014).
2. Dismenorea Sekunder
Dismenorea sekunder adalah nyeri haid yang berhubungan
berbagai keadaan patologis di organ genitalia, misalnya
endrometriosis, adenomiosis, mioma uteri, stenosis serviks,
penyakit radang panggul, perlekatan panggul,atau irritable bowel
syndrome. Dismenorea biasanya ditemukan jika terdapat penyakit
atau kelainan pada alat reproduksi. Nyeri dapat terasa sebelum,
selama, dan sesudah haid (Anwar, 2014).
2.1.3 Etiologi Dismenorea
Dismenorea primer terjadi akibat endometrium mengandung
prostaglandin dalam jumlah tinggi. Selama siklus menstruasi yaitu
pada fase luteal, hormon progesterone sangat mempengaruhi
endometrium yang mengandung prostaglandin. Akibatnya
prostaglandin menjadi meningkat yang menyebabkan kontraksi
miometrium yang kuat sehingga terasa nyeri. Dismenorea sekunder
mungkin disebabkan karena endometriosis, polip atau fibroid uterus
,penyakit radang panggul (PRP), perdarahan uterus disfungsional,
prolaps uterus, maladaptasi pemakaian AKDR, produk kontrasepsi
yang tertinggal setelah abortus spontan, abortus terapeutik, atau
melahirkan, dan kanker ovarium atau uterus (Morgan & Hamilton,
2016).
2.1.4 Gejala Klinis Dismenorea
Dismenorea primer muncul berupa serangan ringan, kram pada
bagian tengah, bersifat spasmodik yang dapat menyebar ke punggung
atau paha bagian dalam. Umumnya Dismenorea primer ini dimulai 1-2
hari sebelum menstruasi, namun nyeri paling berat selama 24 jam
pertama menstruasi dan mereda pada hari kedua. Dismenorea primer
kerap disertai efek samping seperti muntah, diare, sakit kepala, sinkop,
nyeri kaki (Morgan & Hamilton. 2016).
Gejala dismenorea terdiri dari nyeri abdomen bagian bawah
kemudian menjalar ke daerah pinggang dan paha, dan terkadang
disertai mual, muntah, sakit kepala dan diare (Manuaba, 2014). Gejala
dan tanda dari dismenorea adalah nyeri pada bagian bahwa yang bias
menjalar ke punggung bagian bawah dismenorea sekunder berarti
nyeri panggul yang disebabkan oleh (sekunder) gangguan atau
penyakit, penyebab dismenorea sekunder meliputi penyakit radang
panggul, endometriosis, adenomiosis, dan penggunaan alat
kontrasepsi. Pada umumnya wanita merasakan keluhan berupa nyeri
atau kram perut menjelang haid yang dapat berlangsung hingga 2-3
hari, dimulai sehari sebelum mulai haid (Maulana, 2014).
2.1.5 Derajat Dismenorea
Dismenorea secara klinis dibagi menjadi 3 tingkat keparahan,
diantaranya yaitu:
1. Dismenorea ringan
Dismenorea yang berlangsung beberapa saat dan klien masih dapat
melaksanakan aktifitas sehari-hari.
2. Dismenorea sedang
Dismenorea itu membuat klien memerlukan penanganan dan
kondisi penderita masih dapat beraktivitas.
3. Dismenorea berat
Dismenorea berat membuat klien memerlukan istirahat beberapa
hari dan dapat disertai sakit kepala, migrain, pingsan, diare, rasa
tertekan, mual dan sakit perut dan tidak dapat melakukan aktifitas
sehari-hari (Manuaba, 2014).
2.1.6 Penanganan Dismenorea
1. Adanya beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menangani
dismenorea sehingga menurunkan angka kejadian dismenorea dan
mencegah dismenorea tidak bertambah berat (Wiknjosastro, 2015):
a. Penerangan dan nasehat
Perlu dijelaskan kepaa penderita bahwa dismenorea primer
adalah gangguan siklus menstruasi yang tidak berbahaya untuk
kesehatan. Hendaknya dalam masalah ini diadakan penjelasan
dan diskusi mengenai informasi dismenorea, penanggulangan
yang tepat serta pencegahan agar dismenorea tidak mengarah
pada tingkat yang sedang bahkan ketingkat berat. Penjelasan
tentang pemenuhan nutrisi yang baik perlu diberikan, karena
dengan pemenuhan nutrisi yang baik maka status gizi remaja
menjadi baik. Tidak menutup kemungkinan bahwa ketahanan
tubuh meningkat dan gangguan menstruasi dapat dicegah dapat
berguna dan terkadang juga diperlukan psikoterapi.
b. Pemberian obat analgesik
Obat analgesik yang sering digunakan adalah preparat
kombinasi aspirin, fenasetin, kafein. Contoh obat yang beredar
di pasarkan antara lain ponstan, novalgin, acetaminophen dan
sebagainya.
c. Terapi hormonal
Tujuan terapi hormonal adalah menekan ovulasi. Tindakan
ini bersifat sementara dengan maksud untuk membuktikan
bahwa gangguan benar berupa dismenorea primer, sehingga
wanita dapat tetap melakukan aktifitas sehari-hari. Tujuan ini
dapat dicapai dengan pemberian pil kombinasi kontrasepsi.
d. Terapi dengan obat nonsteroid antiprostaglandin
Obat ini memegang peranan penting terhadap dismenorea
primer. Termasuk disini indometasin dan naproksen. Kurang
lebih 70% penderita mengalami perbaikan. Hendaknya
pengobatan diberikan sebelum haid mulai, satu sampai tiga hari
sebelum haid dan pada hari pertama.
2. Penanganan dismenorea menggunakan terapi nonfarmakologi
menurut Smeltzer & Bare (2015), mengemukakan bahwa upaya
yang digunakan adalah:
a. Stimulasi dan Masase Kutaneus
Masase adalah stimulus kutaneus tubuh secara umum,
sering di pusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat
membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat
relaksasi otot. Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang
memperkuat sensitifitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada
tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Terapi
panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke
suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri
dengan mempercepat penyembuhan.
b. Transcutaneus Elektrikal Nerve Stimulation (TENS),
TENS dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi
reseptor tidak nyeri (non-nesiseptor) dalam area yang sama
seperti pada serabut yang menstramisikan nyeri. TENS
menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan
elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi
kesemutan, menggetar atau mendengung pada area nyeri.
c. Distraksi
Distraksi adalah pengalihan perhatian dari hal yang
menyebabkan nyeri, contoh: menyanyi, berdoa, menceritakan
gambar atau foto dengan kertas, mendengar musik dan bermain
satu permainan.
d. Relaksasi
Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan
ketegangan. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas
abdomen dengan frekuensi lambat, berirama (teknik relaksasi
nafas dalam. Contoh:bernafas dalam-dalam dan pelan.
e. Imajinasi
Imajinasi merupakan hayalan atau membayangkan hal yang
lebih baik khususnya dari rasa nyeri yang dirasakan.
f. Teknik Relaksasi
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk
asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan
kepada klien bagaimana cara melakukan napas dalam, napas
lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana
menghembuskan napas secara perlahan, Selain dapat
menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi napas dalam juga
dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan darah.
Pada kondisi rileks tubuh akan menghentikan produksi hormon
adrenalin dan semua hormon yang diperlukan saat stress.
Karena hormon seks esterogen dan progesteron serta hormon
stres adrenalin diproduksi dari blok bangunan kimiawi yang
sama.
Ketika kita mengurangi stres maka mengurangi produksi
kedua hormon seks tersebut. Jadi, perlunya relaksasi untuk
memberikan kesempatan bagi tubuh untuk memproduksi
hormon yang penting untuk mendapatkan haid yang bebas dari
nyeri. Tujuan teknik relaksasi napas dalam adalah untuk
meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas,
mencegah atelektasi paru, meningkatkan efisiensi batuk,
mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu
menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan.
g. Kompres Hangat
Kompres hangat adalah pengompresan yang dilakukan
dengan mempergunakan buli-buli panas yang dibungkus kain
yaitu secara konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari
bulibuli ke dalam tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran
pembuluh darah dan akan terjadi penurunan ketegangan otot
sehingga nyeri haid yang dirasakan akan berkurang atau hilang.
Kompres hangat mempunyai keuntungan meningkatkan
aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut
menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan.
Kompres hangat berfungsi untuk mengatasi atau mengurangi
nyeri, dimana panas dapat meredakan iskemia dengan
menurunkan konstraksi uterus dan melancarkan pembuluh
darah sehingga dapat meredakan nyeri dengan mengurangi
ketegangan dan meningkatkan perasaan sejahtera,
meningkatkan aliran menstruasi, dan meredakan vasokongesti
pelvis. Menurut Perry & Poter (2015) tujuan dari kompres
hangat adalah pelunakan jaringan fibrosa, membuat otot tubuh
lebih rileks, menurunkan rasa nyeri, dan memperlancar pasokan
aliran darah dan memberikan ketenangan pada klien. Kompres
hangat yang digunakan berfungsi untuk melebarkan pembuluh
darah, menstimulasi sirkulasi darah, dan mengurangi kekakuan.
2.2 Pengetahuan
2.2.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan
terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2016).
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari mengingat suatu hal,
termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara
sengaja maupun tidak disengaja dan ini terjadi setelah orang
melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu
(Mubarak, 2015).
2.2.2 Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas
atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6
tingkat pengetahuan, yaitu (Notoatmodjo, 2016):
1. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori
yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek
tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut
harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang
diketahui tersebut.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami
objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan
prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan
dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara
komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau
objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu
sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut
telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan
membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek
tersebut.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk
merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari
komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain
adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi
yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.
Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
1. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengbangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses
belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang
untuk menerima informasi, baik dari orang lain maupun dari media
massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak
pula pengetahuan yang di dapat tentang kesehatan.
2. Informasi / Media Masa
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal
maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek
sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.
3. Sosial Budaya dan Ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa
melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan
demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun
tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan
tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu,
sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi
pengetahuan seseorang.
4. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar
individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.
Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan
kedalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini
terjadi karena adanya timbale balik ataupun tidak yang akan
direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
5. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang
kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah
yang dihadapi masa lalu.
6. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang
pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik (Budiman & Riyanto, 2013).
2.2.4 Pengukuran Pengetahuan
Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang
diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan.
Oleh sebab itu, untuk mengukur pengetahuan kesehatan, adalah
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung
(wawancara) atau melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis atau angket.
Indikator pengetahuan kesehatan adalah “tingginya pengetahuan”
responden tentang kesehatan, atau besarnya persentase kelompok
responden atau masyarakat tentang variabel-variabel atau komponen-
komponen kesehatan (Notoatmodjo, 2016).
Menurut Skinner, bila seseorang mampu menjawab mengenai
materi tertentu baik secara lisan maupun tulisan, maka dikatakan
mengetahui bidang itu. Sekumpulan jawaban yang diberikan orang itu
dinamakan pengetahuan (Notoatmodjo, 2016).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau pemberian kuesioner/angket yang menanyakan tentang isi materi
yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden harus
diperhatikan rumusan kalimat pertanyaan menurut tahapan
pengetahuan (Notoatmodjo, 2016).
2.3 Sikap
2.3.1 Pengertian Sikap
Sikap merupakan proses evaluatif dari dalam diri seseorang.
Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan dalam
sikap timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang
memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk baik-buruk,
mendukung-tidak mendukung, positif-negatif, menyenangkan-tidak
menyenangkan yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi
terhadap objek sikap (Azwar, 2016).
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2016). Azwar
(2016) menjelaskan sikap sebagai berikut :
1. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung
atau memihak (favorable) ataupun perasaan tidak mendukung atau
tidak memihak (unfavorable).
2. Sikap merupakan kecenderung potensi untuk bereaksi dengan cara
tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang
membutuhkan respon.
3. Sikap merupakan komponen-komponen kognitif, afektif dan
konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan
berperilaku terhadap objek.
4. Sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal berperasaan (kognisi),
predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu objek
dilingkungan sekitarnya.
5. Sikap diperoleh melalui pengalaman pribadi, budaya, dari orang
lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga
keagamaan, serta faktor emosi dari dalam individu itu sendiri.
Dengan demikian sikap adalah proses evaluatif dalam diri
seseorang terhadap suatu objek atau stimulus yang diterima baik
dengan perasaan memihak atau menerima ataupun perasaan tidak
memihak dan tidak menerima.
2.3.2 Komponen Dasar Sikap
Terdapat 3 komponen yang mendasar suatu sikap (Azwar,
2016), yaitu:
1. Kognitif, merupakan kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep
terhadap suatu objek tentang objek atau orang tersebut.
2. Afektif merupakan kehidupan emosional atau evaluasi terhadap
suatu objek yang didalamnya termasuk perasaan suka tidak suka
terhadap suatu objek atau orang.
3. Perilaku konatif yaitu kecenderungan untuk bereaksi terhadap
objek atau orang tersebut.
Ketiga komponen tersebut secara kesatuan membentuk sikap
yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini,
pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan
penting.
2.3.3 Cara Pembentukan Sikap
Proses pembentukan sikap terjadi dengan sistem adopsi dari
orang lain yakni melaui satu proses yang disebut proses pembelajaran
sosial. Dalam proses inipun dilalui dalam beberapa proses lainnya
antara lain: (Notoatmodjo, 2016):
1. Classical conditioning adalah bentuk dasar dari pembelajaran di
mana satu stimulus, yang awalnya netral menjadi memiliki
kapasitas untuk membangkitkan reaksi melalui rangsangan yang
berulang kali dengan stimulus lain. Dengan kata lain satu stimulus
menjadi sebuah tanda bagi kehadiran stimulus lainnya.
2. Instrumenal conditioning adalah bentuk dasar dari pembelajaran di
mana respon yang menimbulkan hasil positif atau mengurangi hasil
negarif yang diperkuat.
3. Pembelajaran melalui observasi adalah salah satu bentuk belajar di
mana individu mempelajari tingkah laku atau pemikiran baru
melalui observasi terhadap orang lain.
4. Perbandingan sosial adalah proses membandingkan diri kita
dengan orang lain untuk menentukan apakah pandangan kita
terhadap kenyataan sosial benar atau salah.
2.3.4 Tingkatan Sikap
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari
berbagai tingkatan (Notoatmodjo, 2016) yaitu:
1. Menerima (receiving). Dalam hal ini subjek mau menerima dan
memperhatikan stimulus yang ada.
2. Merespon (responding). Memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu
indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab
pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari
jawabannya itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang
menerima ide tersebut.
3. Menghargai (valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan
atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap
tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible). Bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko yang ada,
merupakan tingkatan sikap yang paling tinggi.
2.3.5 Pengukuran Sikap
Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap
dan perilaku mausia adalah masalah pengungkapan (assessment) atau
pengukuran (measurement) sikap. Sax menunjukkan beberapa
karekteristik (dimensi) sikap yaitu arah, intensitas, keleluasan,
konsistensi dan spontanisme. Berikut akan diuraikan dimensi-dimensi
tersebut (Azwar, 2016).
Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah
kesetujuan, yaitu apakah setuju atau tidak setuju terhadap suatu objek.
Orang yang setuju, mendukung atau memihak terhadap objek sikap
berarti memiliki yang arah positif dan sebaliknya. Sikap memiliki
intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu
belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Sikap
juga memiliki keleluasan, maksudnya kesetujuan atau tidak kesetujuan
terhadap suatu objek sikap.
Sikap memiliki konsistensi, maksudnya adalah kesesuaian
antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responnya terhadap
objek sikap. Untuk dapat konsisten, sikap harus bertahan dalam diri
individu untuk waktu yang relatif panjang. Karakteristik sikap yang
terakhir adalah spontanitas, yaitu menyangkut sejauh mana kesiapan
individu untuk menyatakan sikapnya secara spontan. Dalam berbagai
bentuk skala sikap yang umumnya harus dijawab “setuju” atau “tidak
setuju” spontanitas sikap ini pada umumnya tidak dapat terlihat
(Wawan, 2016).
Pengukuran dan pemahaman sikap, idealnya harus mencakup
dimensi tersebut. Tentu saja hal ini sangat sulit untuk kilakukan, tetapi
biasanya pengukuran sikap hanya mengungkapkan dimensi arah dan
dimensi intenitas sikap saja, yaitu dengan hanya menunjukkan
kecenderungan sikap positif atau sikap negatif dan memberikan
tafsiran mengenai derajat kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap
respon individu (Azwar, 2016).
2.3.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap
Faktor-faktor yang diduga memiliki pengaruh terhadap sebuah
sikap, hal tersebut adalah :
1. Pengetahuan
Merupakan suatu bentuk dalam sistem pendidikan yang memiliki
pengaruh besar dalam pembentukan sikap.
2. Pengalaman Pribadi
Hal ini diartikan bahwa apa yang sedang dialami akan ikut
membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus
yang datang.
3. Pengaruh Orang yang Dianggap Penting
Jiwa kita akan senantiasa menerima masukan, salah satunya kita
akan senantiasa mengikuti apa yang dilakukan oleh orang yang kita
angggap penting. Dalam hal ini juga, bahwa kedudukan orang yang
dianggap penting juga akan mempengaruhi bagaimana respon kita
terhadap stimulus yang datang.
4. Pengaruh Kebudayaan
Kebudayaan yang ada dan menaungi hidup seseorang memiliki
pengaruh besar dalam membentuk opini seseorang dan
kepercayaannya.
5. Media Massa
Berbagai macam media massa, akan bisa memberikan pengaruh
terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Baik itu
televisi, radio, koran, majalah, leaflet, pamflet dan lain-lain.
6. Pengaruh Faktor Emosi
Sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang
berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk dari ego
(Azwar, 2016).
2.4 Pendidikan Kesehatan
2.4.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah proses untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya (Notoatmodjo, 2016). Pendidikan kesehatan adalah
upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik
individu, kelompok atau masyarakat sehingga dapat melakukan seperti
yang diharapkan oleh pelaku pendidikan kesehatan (Fitriani, 2015).
2.4.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan
Tujuan utama pendidikan kesehatan yaitu agar seseorang
mampu (Mubarak, 2015):
1) Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri
2) Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalah,
dengan sumber daya yang ada pada mereka ditambah dengan
dukungan dari luar
3) Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk meningkatkan
taraf hidup sehat dan kesejahteraan masayarakat.
Sedangkan tujuan utama pendidikan kesehatan menurut
Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun 1992 adalah meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan baik secara fisik, mental dan sosialnya sehingga produktif
secara ekonomi maupun sosial (BKKBN, 2015).
2.4.3 Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan
Ada beberapa dimensi ruang lingkup pendidikan kesehatan, antara
lain (Fitriani, 2015):
1) Dimensi Sasaran
a. Individu
Metode yang dapat dilakukan adalah:
1) Bimbingan dan konseling. Konseling kesehatan adalah
kegiatan pendidian kesehatan yang dilakukan dengan
menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga
masyarakat tidak hanya sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga
mau dan bersedia melakukan anjuran yang berhubungan
dengan kesehatan
2) Wawancara. Wawancara adalah bagian dari bimbingan dan
penyuluhan. Menggali informasi mengapa individu tidak atau
belum mau menerima perubahan, apakah individu tertarik atau
tidak terhadap perubahan, bagaimanakah dasar pengertian dan
apakah mempunyai dasar yang kuat jika belum, maka
diperlukan penyuluhan yang lebih mendalam (Fitriani, 2015).
b. Kelompok
Metode yang bisa digunakan untuk kelompok kecil
diantaranya:
1) Diskusi kelompok. Diskusi kelompok adalah membahas suatu
topik dengan cara tukar pikiran antara dua orang atau lebih
dalam suatu kelompok yang dirancang untuk mencapai tujuan
tertentu.
2) Mengungkapkan pendapat (Brainstorming). Merupakan
modifikasi metode diskusi kelompok. Pada prinsipnya sama
dengan diskusi kelompok. Tujuannya adalah untuk
menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan,
pengalaman, dari setiap peserta.
3) Bermain peran. Bermain peran pada prinsipnya merupakan
metode untuk menghadirkan peran yang ada dalam dunia nyata
ke dalam satu pertunjukkan di dalam kelas pertemuan,
4) Kelompok yang membahas tentang desas-desus. Dibagi
menjadi kelompok kecil kemudian diberikan suatu
permasalahan yang sama atau berbeda antara kelompok satu
dengan kelompok lain kemudian masing-masing dari kelompok
tersebut mendiskusikan hasilnya lalu kemudian tiap kelompok
mendiskusikan kembali dan mencari kesimpulannya.
5) Simulasi. Berbentuk metode praktek yang berfungsi untuk
mengembangkan keterampilan peserta belajar. Metode ini
merupakan gabungan dari role play dan diskusi kelompok.
c. Masyarakat luas
Metode yang dapat dipakai untuk masyarakat luas
diantaranya:
1) Seminar. Metode seminar ini hanya cocok untuk sasaran
kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas.Seminar
adalah suatu presentasi dari satu ahli atau beberapa ahli tentang
suatu topic yang dianggap penting dan biasanya sedang ramai
dibicarakan di masyarakat
2) Ceramah. Metode ceramah adalah sebuah metode pengajaran
dengan menyampaikan informasi secara lisan kepada sejumlah
siswa, yang pada umumnya mengikuti secara pasif (Fitriani,
2015).
2) Dimensi Tempat Pelaksanaan
a. Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran murid
b. Pendidikan kesehatan di rumah sakit atau di tempat pelayanan
kesehatan lainnya, dengan sasaran pasien dan juga keluarga pasien
c. Pendidikan kesehatan di tempat kerja dengan sasaran buruh atau
karyawan
3) Dimensi Tingkat Pelayanan Kesehatan
Lima tingkat pencegahan yang dapat dilakukan melalui
pendidikan kesehatan, yaitu:
a. Peningkatan kesehatan
Dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan seperti pendidikan
kesehatan, penyuluhan kesehatan, konsultasi perkawinan,
pendidikan seks, pengendalian lingkungan, dan sebagainya.
b. Perlindungan umum dan khusus
Perlindungan umum dan khusus merupakan usaha kesehatan dalam
rangka memberikan perlindungan secara khusus atau umum kepada
seseorang atau masyarakat. Bentuk perlindungan tersebut seperti
imunisasi dan higiene perseorangan, perlindungan diri dari
kecelakaan, kesehatan kerja, pengendalian sumber-sumber
pencemaran, dan lain-lain.
c. Diagnosis dini dan pengobatan segera atau adekuat.
Pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang rendah terhadap
kesehatan mengakibatkan masyarakat mengalami kesulitan untuk
mendeteksi penyakit bahkan enggan untuk memeriksakan
kesehatan dirinya dan mengobatai penyakitnya.
d. Pembatasan kecacatan
Kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan
dan penyakit sering membuat masyarakat tidak melanjutkan
pengobatannya sampai tuntas, yang akhirnya dapat mengakibatkan
kecacatan atau ketidakmampuan.Oleh karena itu, pendidikan
kesehatan juga diperlukan pada tahap ini dalam bentuk
penyempurnaan dan intensifikasi terapi lanjutan, pencegahan
komplikasi, perbaikan fasilitas kesehatan, penurunan beban sosial
penderita, dan lain-lain.
e. Rehabilitasi
Latihan diperlukan untuk pemulihan seseorang yang telah sembuh
dari suatu penyakit atau menjadi cacat. Karena kurangnya
pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya rehabilitasi,
masyarakat tidak mau untuk melakukan latihanlatihan tersebut
(Mubarak, 2015).
2.4.4 Metode Pendidikan Kesehatan
1) Metode Pendidikan Individual (Perorangan)
Dalam pendidikan kesehatan, metode pendidikan yang
bersifat individual ini digunakan untuk membina perilaku baru,
atau seseorang yang telah mulai tertarik kepada suatu perubahan
perilaku atau inovasi. Dasar digunakannya pendekatan individual
ini disebabkan karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan
yang berbeda – beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku
baru tersebut. Bentuk dari pendekatan ini antara lain 1) bimbingan
dan penyuluhan (guidance and counseling), 2) wawancara
(interview).
2) Metode Pendidikan Kelompok
Dalam memilih metode pendidikan kelompok harus
mengingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan
formal pada sasaran. Untuk kelompok yang besar metodenya akan
lain dengan kelompok kecil. Efektifitas suatu metode akan
tergantung pula pada besarnya sasaran pendidikan.
a. Kelompok besar
Yang dimaksud kelompok besar disini adalah apabila peserta
penyuluhan itu lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk
kelompok besar ini antara lain ceramah dan seminar.
b. Kelompok kecil
Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang disebut
kelompok kecil. Metode – metode yang cocok untuk kelompok
kecil ini antara lain diskusi kelompok, curah pendapat(brain
storming), bola salju (snow bolling), kelompok kecil –
kecil (bruzz group), memainkan peran (role play), permainan
simulasi (simulation game).
3) Metode Pendidikan Massa (Public)
Metode pendidikan (pendekatan) massa untuk
mengkomunikasikan pesan – pesan kesehatan yang ditujukan
kepada masyarakat yang sifatnya massa atau public, maka cara
yang paling tepat adalah pendekatan massa.
Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) massa ini tidak
langsung. Biasanya menggunakan atau melalui media massa.
Contoh metode ini antara lain: ceramah umum(public speaking)
(Notoatmodjo, 2016).
2.5 Metode Ceramah
2.5.1 Pengertian Metode Ceramah
Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan sebagai
metode tradisional. Karena, sejak dahulu metode ini telah
dipergunakan sebagai alat tradisional. Karena, sejak dahulu metode ini
telah digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dan siswa
dalam interaksi (Asmani, 2016).
2.5.2 Tujuan Metode Ceramah
1. Menciptakan landasan pemikiran peserta didik melalui produk
ceramah yaitu bahan tulisan peserta didik sehingga pesertadidik
dapat belajar melalui bahan tertulis hasil ceramah.
2. Menyajikan garis-garis besar isi pelajaran dan permasalahanyang
terdapat dalam isi pelajaran
3. Merangsang peserta didik untuk belajar mendiri dan
menumbuhkan rasa ingin tahu melalui pemerkayaan belajar.
4. Memperkenalkan hal-hal baru dan memberikan penjelasan secara
gamblang.
5. Sebagi langkah awal untuk metode yang lain dalam upaya
menjelaskan prosedur - prosedur yang harus ditempuh peserta
didik. Alasan guru menggunakan metode ceramah harus benar -
benar dapat dipertanggung jawabkan (Majid, 2015).
2.5.3 Kelebihan Metode Ceramah
1. Praktis dari sisi persiapan
2. Efisien dari sisi waktu dan biaya.
3. Dapat menyampaikan materi yang banyak
4. Mendorong guru untuk menguasai materi
5. Lebih mudah mengontrol kelas
6. Peserta didik tidak perlu persiapan
7. Peserta didik langsung menerima ilmu pengetahuan (Majid, 2015).
2.5.4 Kekurangan Metode Ceramah
1. lebih aktif sedangkan murid pasif karena perhatian hanya terpusat
pada guru
2. Siswa seakan diharuskan mengikuti segala apa yang disampaikan
oleh guru, meskipun murid ada yang bersifat kritis karena guru
dianggap selalu benar
3. Siswa akan lebih bosan dan merasa mengantuk, karena dalam
metode ini, hanya guru yang aktif dalam proses belajar mengajar,
sedangkan para peserta didik hanya duduk diam mendengarkan
penjalasan yang telah diberikan oleh guru (Roestiyah, 2016).
2.6 Metode Brainstorming
2.6.1 Pengertian Metode Brainstorming
Metode brainstorming merupakan teknik mengajar dengan cara
guru melontarkan suatu masalah ke kelas, kemudian peserta didik
menjawab atau menyatakan pendapat, sebagai suatu cara untuk
mendapatkan banyak ide dari sekelompok manusia dalam waktu yang
singkat (Roestiyah, 2016).
Metode brainstorming memancing peserta didik untuk aktif
menuangkan ide, pendapat, maupun pengalaman yang sudah
dimilikinya secara bebas. Guru harus dapat mengelola dan
mengendalikan keadaan kelas karena siswa berlomba-lomba ingin
menyampaikan pendapatnya dengan penyampaian pendapat secara
bergiliran (Arifin dan Setiawan, 2012).
2.6.2 Tujuan Metode Brainstorming
1. Mendorong terjadinya penyampaian ide atau pengalaman
pembelajaran yang sangat membantu terjadinya refleksi dalam
kelompok.
2. Mendapatkan sebanyak-banyaknya pendapat, ide dari
pembelajaran tentang permasalahan yang sedang dibahas
3. Membina pembelajaran dalam mengkombinasikan dan
mengembangkan kreativitas berpikir melalui ide-ide yang muncul
4. Merangsang partisipasi pembelajaran
5. Menciptakan suasana yang menyenangkan
6. Melatih daya kreatifitas berfikir pembelajar
7. Melatih pembelajar untuk mengekspresikan gagasan baru menurut
daya imajinasinya
8. Mengumpulkan sejumlah pendapat dari kelompok belajar yang
berasal dari kenyataan dilapangan (Ramadhani, 2014).
2.6.3 Langkah-Langkah Metode Brainstorming
1. Guru menentukan topik yang akan dibahas
2. Peserta didik secara bergiliran mencurahkan semua ide, pendapat,
maupun pengalaman yang mereka ketahui
3. Guru menuliskan daftar ide, pendapat, maupun pengalaman peserta
didik
4. Guru menyeleksi konsep-konsep penting dari pendapat-pendapat
peserta didik
5. Guru meminta peserta didik untuk mendiskusikan konsep-konsep
kedalam beberapa kelompok
6. Setiap kelompok mendiskusikan konsep-konsep yang diberikan
guru kemudian hasilnya ditulis di kertas
7. Setiap kelompok memilih salah satu temannya untuk
mempresentasikan hasil diskusi kelompok
8. Guru melakukan klarifikasi dari hasil diskusi yang disampaikan
peserta didik untuk mengantisipasi pndapat siswa yang keluar dari
kebenaran (Arifin dan Setiyawan, 2012).
2.6.4 Kelebihan Metode Brainstorming
1. Merangsang peserta didik untuk ikut aktif dalam pembelajaran
2. Dapat dipakai untuk kelompok besar maupun kelompok kecil
3. Mengembangkan peran serta peserta didik
4. Mudah dan murah dalam penyelenggaraannya
5. Terjadi komunikasi 2 arah
6. Mengetahui tingkat pengetahuan dan pengalaman peserta didik
7. Sedikit alat bantu yang diperlukan
8. Bila ada yang belum terpikirkan oleh guru, dapat dimunculkan oleh
peserta didik. (Ramadhani, 2014).
2.6.5 Kekurangan Metode Brainstorming
1. Guru kurang memberi waktu cukup kepada siswa untuk berfikir
dengan baik.
2. Anak yang kurang selalu ketinggalan.
3. Kadang-kadang pembicaraan dimonopoli oleh anak yang pandai.
4. Guru hanya menampung pendapat tidak pernah merumuskan
kesimpulan.
5. Siswa tidak segera tahu apakah pendapatnya itu benar/salah.
6. Tidak menjamin hasil pemecahan masalah.
7. Masalah dapat berkembang ke arah yang tidak diharapkan
(Roestiyah, 2016).
2.7 Jurnal Terkait Penelitian
1. Penelitian yang dilakukan oleh Zulfa (2018) mengenai pengaruh
pendidikan kesehatan tentang dismenorea terhadap tingkat pengetahuan
remaja putri di SMAN 2 Sukohardjo didapatkan hasil bahwa terdapat
pengaruh pendidikan kesehatan tentang dismenorea terhadap pengetahuan
remaja putri.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Tarida (2017) mengenai pengaruh
pendidikan kesehatan tentang dismenorea terhadap pengetahuan remaja
putri SMPN 2 Sungai Ambawang didapatkan hasil bawah pendidikan
kesehatan tentang dismenorea memberikan pengaruh terhadap
peningkatan pengetahuan pada remaja putri.
3. Penelitian yang dilakukan oleh oleh Hanna (2015) mengenai pengaruh
pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan dan sikap dalam penanganan
dismenorea di SMPN 1 Godean Sleman Yogyakarta didapatkan hasil
bahwa adanya pengaruh yang signifikan pendidikan kesehatan terhadap
pengetahuan dan sikap tentang dismenorea.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Arlin (2015) mengenai pengaruh
pendidikan kesehatan tentang dismenorea terhadap pengetahuan dan sikap
remaja putri dalam menangani dismenorea di SMPN 1 Pleret Bantul
didapatkan hasil bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
pengetahuan dan sikap remaja putri dengan cara pretest dan posttest antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Trisetiyaningsih (2017) mengenai
pengaruh pendidikan kesehatan tentang dismenorea terhadap sikap remaja
putri dalam menangani dismenorea didapatkan hasil bahwa terdapat
pengaruh pendidikan kesehatan terhadap sikap remaja putri.
6. Penelitian yang dilakukan oleh Safira (2017) mengenai pengaruh metode
brainstorming terhadap tingkat pengetahuan dan sikap penanganan
dismenorea pada remaja didapatkan hasil bahwa metode brainstorming
bisa dijadikan sebagai salah astu sarana pendidikan kesehatan untuk
merubah perilaku kesehatan menjadi lebih baik dan dapat meningkatkan
tindkaan remaja putri untuk menangai dismenorea.
7. Penelitian yang dilakukan oleh Chen (2015) mengenai reason women do
not seek health care for dysmenorrhea didapatkan hasil pilihan wanita
pada saat mengalami dismenorea kebanyakan mentoleransi gejala yang
dirasakan sebagai salah satu hal yang biasa terjadi pada saat menjelang
haid.
8. Penelitian yang dilakukan oleh Tulay (2015) mengenai dysmenorrhea
characteristics of female students of health school and affecting factors
and their knowledge and use of complementary and alternative medicine
methods didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan
dengan metode alternatif pengobatan dismenorea.
9. Penelitian yang dilakukan oleh Miin (2017) mengenai effecet of systematic
menstrual health education on dysmenorrheic female adolescents’
knowledge, attitudes, and self-care behavior didapatkan hasil bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kebiasaan
perawatan diri, tetapi tidak terdapat hubungan pengetahuan dengan sikap
pada saat mengalami dismenorea.
10. Penelitian yang dilakukan Teshager (2018) mengenai dysmenorrhea
among university helath science students, northern ethiopia: impact and
assciated factor didapatkan hasil bahwa kejadian dismenorea menjadi
salah satu hal yang lumrah terjadi di tempat penelitian, responden lebih
memilih penanganan sendiri pada saat pengobatan dismenorea.