29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PAJAK 2.1.1 TinjauanUmum Tentang Pajak Pajak merupakan gejala sosial dan hanya terdapat dalam suatu masyarakat, masyarakat yang dimaksud disini adalah masyarakat hukum (Ferdinand Tonnies yang menyebutnya dengan Gemeinchaft), yaitu masyarakat yang mempunyai ciri-ciri sebagai masyarakat tetap, yang merupakan kesatuan yang kuat untuk jangka waktu yang panjang, yang anggota masyarakatnya satu sama lain mempunyai hubungan yang erat, mempunyai kepentingan yang sama dan kepentingan bersama dilaksanakan dengan cara gotong royong. Tanpa adanya masyarakat, tidak mungkin ada suatu pajak (R.Soemitro,1998:47). Tujuan atau kepentingan inilah yang mengakibatkan adanya pajak. Apabila masing-masing individu tidak berhubungan satu dengan yang lain dan tidak mempunyai kepentingan bersama, maka tentu tidak ada upaya untuk memenuhi kebutuhan bersama, sehingga tidak ada pula pajak. Jadi, pajak hanya akan dapat dibenarkan apabila pajak tersebut bermanfaat bagi masyarakat. Baik masyarakat maupun individu-individu yang berada didalamnya, masing- masing mempunyai hak dan kewajiban. Masyarakat mempunyai hak dan kewajiban terhadap individu. Sebaliknya, individu pun memiliki hak dan kewajiban terhadap masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat, setiap individu harus mendahului kepentingan umum. Artinya, kepentingan pribadi (HAM) hanya dapat dibatasi oleh kepentingan bersama. Pajak adalah alat yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang merupakan tanggung jawab setiap individu, sehingga bagi setiap individu yang tidak membayar pajak berarti telah melanggar hak asasi masyarakat dan ditindak oleh masyarakat itu sendiri melalui pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah atau fiskus diartikan sebagai wakil masyarakat untuk melaksanakan seluruh hak dan kewajiban masyarakat.

PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PAJAK

2.1.1 TinjauanUmum Tentang Pajak

Pajak merupakan gejala sosial dan hanya terdapat dalam suatu masyarakat,

masyarakat yang dimaksud disini adalah masyarakat hukum (Ferdinand Tonnies yang

menyebutnya dengan Gemeinchaft), yaitu masyarakat yang mempunyai ciri-ciri sebagai

masyarakat tetap, yang merupakan kesatuan yang kuat untuk jangka waktu yang panjang,

yang anggota masyarakatnya satu sama lain mempunyai hubungan yang erat, mempunyai

kepentingan yang sama dan kepentingan bersama dilaksanakan dengan cara gotong royong.

Tanpa adanya masyarakat, tidak mungkin ada suatu pajak (R.Soemitro,1998:47). Tujuan

atau kepentingan inilah yang mengakibatkan adanya pajak. Apabila masing-masing

individu tidak berhubungan satu dengan yang lain dan tidak mempunyai kepentingan

bersama, maka tentu tidak ada upaya untuk memenuhi kebutuhan bersama, sehingga tidak

ada pula pajak. Jadi, pajak hanya akan dapat dibenarkan apabila pajak tersebut bermanfaat

bagi masyarakat.

Baik masyarakat maupun individu-individu yang berada didalamnya, masing-

masing mempunyai hak dan kewajiban. Masyarakat mempunyai hak dan kewajiban

terhadap individu. Sebaliknya, individu pun memiliki hak dan kewajiban terhadap

masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat, setiap individu harus mendahului kepentingan

umum. Artinya, kepentingan pribadi (HAM) hanya dapat dibatasi oleh kepentingan

bersama. Pajak adalah alat yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang

merupakan tanggung jawab setiap individu, sehingga bagi setiap individu yang tidak

membayar pajak berarti telah melanggar hak asasi masyarakat dan ditindak oleh

masyarakat itu sendiri melalui pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah atau fiskus diartikan

sebagai wakil masyarakat untuk melaksanakan seluruh hak dan kewajiban masyarakat.

Page 2: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

2.1.2 Definisi Perpajakan

Sebagai perbandingan, berikut ini disajikan beberapa definisi pajak yang

dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah Prof. Dr. P.J.A. Andriani yang mewakili

Eropa; Prof. Dr. H. Roehmat Soemitro,S.H yang mewakili Indonesia dan Sommerfeld dkk

yang mewakili Amerika Serikat (Prof.Moch.Zain, 2003:10-11).

Definisi pajak menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani :

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan“.

Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro, S.H., mengatakan :

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran umum.”

Definisi ini kemudian dikoreksi sendiri oleh beliau sehingga berbunyi :

“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat ke kas negara untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment”.

Ray M. Sommerfeld, Silvia A. Madeo, Kenneth E. Anderson, dan Betty R. Jackson:

“Pajak merupakan peralihan sumber daya yang wajib dilaksanakan dan bukan akibat pelanggaran hukum dari sektor swasta ke sektor pemerintah, dipungut berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu, tanpa adanya imbalan secara langsung yang proporsional. Dan digunakan untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial.”

Dari berbagai definisi tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri atau

karakteristik yang terdapat pada pengertian pajak, antara lain sebagai berikut :

(1) Pajak dipungut oleh Negara, baik oleh Pemerintah Pusat maupun oleh

Pemerintah Daerah atas undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

Pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada pemerintah dengan tidak ada

imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk. Peralihan kekayaan itu hanya dapat berupa

perampasan, perampokan, pencopetan (dengan paksa), atau pemberian hibah.

Page 3: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

Oleh karena itu, agar pajak tidak dapat dipersamakan dengan peralihan kekayaan tersebut

diatas, maka dipersyaratkan bahwa pajak, sebelum diberlakukan harus mendapatkan

persetujuan dari rakyat terlebih dahulu yang dalam hal ini adalah DPR sebagai wakil

rakyat. Dengan kata lain, pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang yang telah

disetujui oleh DPR (R.Soemitro,1998:8).

(2) Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor

swasta (Wajib Pajak) ke sektor negara (Pemungut Pajak atau Administrator

Pajak).

Peralihan kekayaan atau sumber daya ini dapat dilihat dari dua segi, yaitu mikro ekonomi

dan makro ekonomi. Pendekatan dari segi mikro ekonomi ditekankan pada kebutuhan

individu dan pada Income (kelebihan pendapatan setelah dikurangi dengan kebutuhan

pokok atau sering disebut dengan economic surplus) untuk memenuhi kebutuhan

individu. Pajak dilihat dari segi ini sebagai sesuatu yang mengurangi daya beli seseorang,

dan akhirnya mengurangi kesejahteraan individu.

Lain halnya dengan segi makro ekonomi yang mengikut sertakan masyarakat dalam

pendekatannya, setiap orang membutuhkan masyarakat untuk dapat hidup. Di sisi lain,

masyarakat terbentuk karena adanya kebutuhan atau kepentingan yang sama yang dapat

dipecah-pecah menjadi berbagai kepentingan seperti keamanan, pendidikan, kesehatan

dan sebagainya. Untuk mencapai hal tersebut, masyarakat membutuhkan sumber daya

yang salah satunya pajak. Jadi, pajak yang ditarik dari anggota masyarakat akan

digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang implikasinya dapat

meningkatkan kualitas hidup anggota masyarakat itu juga. Memandang pajak hanya dari

segi mikro ekonomi akan menimbulkan corak pemikiran yang individualistis, dan akan

menyesatkan.

(3) Pemungutan Pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum

Pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintah baik rutin maupun

pembangunan.

Yang dimaksud dengan pengeluaran atau belanja rutin adalah pengeluaran untuk

pemeliharaan atau penyelenggaraan Pemerintahan sehari-hari. Dahulu untuk jenis

pengeluaran ini digunakan isilah gewone dienst atau dinas biasa.

Page 4: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

Dinas biasa tersebut terdiri atas belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan,

dan belanja perjalanan. Belanja barang adalah untuk pembelian barang-barang yang

digunakan untuk penyelenggaraan Pemerintah sehari-hari seperti untuk pembelian

kertas, tinta, pita karbon, dan lain-lainnya. Belanja pemeliharaan adalah pengeluaran

untuk memelihara agar milik atau kekayaan Pemerintah (barang-barang capital tetap)

seperti gedung, kendaraan, perabot rumah tangga dan lain-lain terpelihara secara baik.

Belanja perjalanan adalah biaya perjalanan untuk kepentingan penyelenggaraan

Pemerintah seperti biaya penginapan hotel dan lain-lain (Soetrisno,1984:340). Baik

belanja rutin maupun pembangunan harus digunakan untuk melayani kepentingan umum,

bukan kepentingan suatu golongan tertentu atau kepentingan orang pribadi.

(4) Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh

Pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para Wajib Pajak.

Istilah asingnya adalah there is no direct quid pro quo. Maksudnya adalah kita tidak

dapat menunjukkan secara menyeluruh bahwa karena seseorang membayar pajak, ia

mendapat imbalan dari Negara berupa ini dan itu. Hal ini karena orang lain yang tidak

membayar pajak mendapatkan juga manfaat itu dari Negara. Kontraprestasi dari

pembayaran pajak tersebut pasti atau harus ada, tetapi mungkin disalurkan melalui cara

lain guna menciptakan kesejahteraan masyarakat (R.Soemitro,2002:24).

(5) Sifatnya dapat dipaksakan

Maksudnya adalah bila hutang pajak tidak dibayar, hutang itu dapat ditagih dengan

menggunakan kekerasan misalnya dengan surat paksa, sita, penyanderaan dan lain

sebagainya.

(6) Selain Fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara atau

Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup kebijakan Negara dalam

laporan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur dan regulatif)

Perpajakan merupakan salah satu instrument dalam kebijakan fiskal. Lingkup kebijakan

fiskal ini meliputi penerimaan atau pengeluaran pemerintah dengan segala aspeknya,

termasuk aspek hukum, politik, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya.

Misalnya, dengan memberikan Tax Holiday diharapkan dapat mendorong kegiatan

investasi di Indonesia sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran dan

memperbaiki kualitas hidup masyarakat.

Page 5: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

Baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor

swasta ke sektor pemerintah) atau pegertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat

dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang cirri-ciri yang terdapat pada pengertian

pajak antara lain sebagai berikut :

1) Pajak dipungut oleh Negara baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah

berdasarkan atas Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya.

2) Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta

(Wajib Pajak pembayar Pajak) ke sektor Negara (pemungut/administrator pajak).

3) Pemungut pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum Pemerintah dalam

rangka menjalankan fungsi Pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.

4) Tidak dapat ditujukan adanya imbalan (kontra prestasi) individual oleh Pemerintah

terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para Wajib Pajak.

5) Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi kas negara yang diperlukan

untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi

sebagai alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan negara dalam sektor

ekonomi dan sosial (fungsi mengatur/regulatif).

2.1.3. Fungsi Pajak

Sebagaimana telah diketahui cirri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari

berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak (Erly Suandy,2005:14) yaitu :

1) Fungsi Penerimaan (Budgetair)

Yaitu sebagai alat (sumber) untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke

dalam Kas Negara bagi pengeluaran rutin maupun bagi pembangunan.

2) Fungsi Mengatur (Regulair)

Yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan di Bidang Keuangan

misalnya : memberikan keringanan-keringanan atau pengecualian-pengecualian

yang khususnya ditujukan kepada masalah tertentu.

Page 6: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

2.1.4. Manfaat Pajak

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya pajak adalah sebagai berikut :

1) Pajak merupakan salah satu sumber Penerimaan Negara

Dalam menjalankan tugas rutin dan melaksanakan pembangunan, negara

memerlukan biaya yang jumlahnya tidak sedikit. Biaya tersebut dapat diperoleh

dari penerimaan pajak. Pengeluaran rutin seperti belanja pegawai, belanja

barang, pemeliharaan, dan sebagainya biayanya berasal dari penerimaan pajak.

Sedangkan pengeluaran pembangunan bersumber dari tabungan pemerintah

yaitu penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan

pemerintah tersebut setiap tahun harus meningkat sesuai dengan kebutuhan

pembiayaan pembangunan. Penerimaan non migas sebagian besar merupakan

penerimaan yang bersumber dari penerimaan pajak

2) Pajak merupakan salah satu alat pemerataan

Pengenaan pajak dengan tarif progresif dimaksudkan untuk mengenakan pajak

yang lebih tinggi pada golongan yang lebih mampu. Dana yang dipindahkan

dari sektor swasta ke sektor pemerintah dipergunakan untuk membiayai proyek

yang terutama dinikmati oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah, seperti

untuk sarana peribadatan, sarana pendidikan, sarana transportasi, sarana

kesehatan, sarana perhubungan dan sebagainya. Peranan pajak sebagai alat

pemerataan pendapatan ini sangat penting untuk menegakkan keadilan sosial,

seperti tercantum dalam trilogi pembangunan.

3) Pajak merupakan salah satu alat mendorong investasi

Sebagaimana telah disebutkan dalam fungsi pajak budgeter, apabila masih ada

sisa dari dana yang dipergunakan untuk membayai pengeluaran rutin negara,

maka kelebihan tersebut dapat dipakai sebagai Tabungan Pemerintah.

2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak

Ada 2 (dua) sistem pemungutan pajak, yaitu :

1) Official Assessment System

Page 7: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

Official Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada Pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang

terhutang yang harus dibayar oleh Wajib Pajak.

2) Self Assessment System

Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan (menghitung dan

menetapkan) sendiri besarnya pajak yang terutang dan membayarnya sesuai

dengan Ketentuan Perundang-Undangan Perpajakan yang berlaku.

Dalam pelaksanaannya, sistem ini didukung oleh With Holding System yaitu

sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga

(bukan fiskus dan bukan pula Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk

menentukan (menghitung dan menetapkan) besarnya pajak yang terhutang oleh

Wajib Pajak.

2.2 Pengertian Tunggakan Pajak

Undang-Undang No.19 Tahun 2000 Tentang perubahan atas Undang-undang No.19

Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, pasal 1 angka (9) menegaskan :

Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atas kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Berdasarkan ketentuan diatas dapat disimpulkan bahwa utang pajak terutang tidak hanya

pada pokok pajak terutang saja, tetapi mencakup pula sanksi-sanksi administrasi yang

berkenaan dengan pokok pajak terutang tersebut.

Pengertian tunggakan pajak ditegaskan dalam lampiran Keputusan Direktorat

Jenderal Pajak tanggal 23 Februari 1995, yaitu :

Tunggakan pajak adalah jumlah pajak yang masih harus ditagih sebagaimana tercantum dalam STP, SKPKB, SKPKBT, dan SK. Pembetulan, SK.Keberatan, Putusan Banding yang meliputi Pokok Pajak, kenaikan, bunga atau denda.

a. Surat Tagihan Pajak

Menurut sistem self assessment pada prinsipnya Wajib Pajak diberi hak untuk

menghitung sendiri pajak yang terutang olehnya sesuai dengan ketentuan perundang-

Page 8: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

undangan yang berlaku. Apa yang ia hitung merupakan ketetapan yang mutlak, artinya

jumlah pajak yang harus dibayar merupakan jumlah yang pasti.

Jadi, pada prinsipnya Surat Tagihan Pajak (STP) tidak menimbulkan utang pajak, karena

utang pajak sudah ada dan jumlahnya sudah pasti. STP ini baru dikeluarkan jika ternyata

bahwa pajak yang telah pasti jumlahnya itu tidak dibayar atau kurang bayar.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan Pasal 1 angka (20), berbunyi :

Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Pelunasan pajak yang terutang dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan 3 cara,

yaitu : pemotongan, pemungutan, dan pembayaran sendiri oleh Wajib Pajak.

Utang pajak yang tidak atau kurang bayar sesuai dengan yang ditetapkan diatas akan

ditagih dengan menggunakan STP. Begitu pun apabila dari hasil penelitian Ditjen Pajak

terhadap STP Wajib Pajak, terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat dari

salah tulis dan atau salah hitung, kekurangan pembayaran tersebut akan ditagih dengan

menggunakan STP.

STP yang dikeluarkan karena kedua peristiwa atau keadaan diatas, sesuai dengan Pasal

14 ayat (3) Undang-undang KUP akan disertai dengan sanksi administrasi berupa bunga

sebesar 2% sebulan untuk paling lama 24 bulan dihitung saat terutangnya pajak atau bagian

tahun pajak sampai dengan diterbitkannya STP.

Kedudukan STP dalam hubungannya dengan surat-surat ketetapan lainnya yang

menjadi wewenang Ditjen Pajak dinyatakan secara tegas dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-

undang KUP No.16 Tahun 2000, yang menyatakan bahwa:

“ Surat Tagihan Pajak……….. mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat

Ketetapan Pajak ”.

Artinya, terhadap STP ini dapat juga dilakukan penagihan secara paksa dengan

menggunakan surat paksa.

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang

menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terhutang, jumlah kredit pajak, jumlah

Page 9: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih

harus dibayar.

Direktur Jendral Pajak dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sesudah saat terutangnya

atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak dapat menerbitkan

SKPKB dalam hal :

1. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang

terutang kurang atau tidak bayar.

2. SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan setelah ditegur secara

tertulis tidak juga disampaikan sebagaimana waktu yang ditentukan dalam surat

teguran.

3. Berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih

lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan Tarif 0 % (nol persen).

4. Tidak dipenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud Pasal 28 dan Pasal 29 Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan

c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 KUP Pasal 1 angka (17), yang

dimaksud dengan SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas

jumlah pajak yang telah ditetapkan.

Seperti halnya SKPKB, maka SKPKBT dapat dikeluarkan apabila :

1. Berdasarkan data baru dan atau data yang semula belum terungkap, menyebabkan

pertambahan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak sebelumnya.

2. Ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat pemeriksaan SKPKB.

3. Telah pernah diterbitkan Ketetapan Pajak.

d. Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak yang terutang bertambah

Surat Keputusan Keberatan adalah surat yang diajukan oleh Wajib Pajak (yang harus

memenuhi syarat-syarat tertentu) kepada Dirjen Pajak yang mengandung suatu keberatan

terhadap suatu Surat Ketetapan Pajak, mengenai jenis pajak dan tahun pajak tertentu. Surat

Keberatan ini pada hakikatnya ditujukan terhadap jumlah yang dijadikan dasar untuk

Page 10: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

menetapkan ketetapan itu, seperti jumlah penghasilan, jumlah pengurangannya

(Soemitro, 1988 :144).

Sedangkan yang dimaksud dengan Surat Keputusan Keberatan dijelaskan dalam Pasal 1

angka (34) Undang-undang KUP No.28 Tahun 2007 sebagai berikut :

Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak. Pasal 26 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjelaskan

bahwa dalam waktu 12 bulan terhitung sejak diterimanya Surat Keberatan Wajib Pajak,

Dirjen Pajak, yang dalam hal ini Kepala KPP atau Kepala Kantor Wilayah, harus sudah

memberikan keputusan atas Surat Keberatan tersebut. Jika dalam jangka waktu tersebut

Dirjen Pajak belum mengeluarkan keputusan, maka Surat Keberatan dianggap diterima

seluruhnya dan Dirjen Pajak harus menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.

Keputusan tersebut dapat menerima, menerima sebagian, menolak atau menambah

jumlah pajak terutang. Jika keberatan diterima, maka kelebihan pembayaran pajak harus

dikembalikan (setelah diperhitungkan terlebih dahulu dengan utang pajak lainnya). Dalam

jangka waktu 1 bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterbitkan, dan pengembalian ini

dilakukan dengan cara menerbitkan surat perintah membayar kelebihan pajak. Jika ditolak,

Wajib Pajak diberi hak untuk mengajukan banding terhadap SK. Surat Keputusan tersebut.

e. Putusan Banding

Dalam Undang-undang No.14 Tahun 2002 tentang pengadilan pajak pasal 1 angka (6),

yang berbunyi Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atas

Penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding, berdasarkan

perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Undang-undang KUP Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa:

“Putusan badan peradilan bukan merupakan keputusan tata usaha negara”, sehingga

putusan tersebut tidak dapat diajukan kasasi atau dengan kata lain putusan ini tidak dapat

lagi diajukan sanggahan kepada instansi yang lebih tinggi. Undang-undang pengadilan

pajak pasal 33 ayat (1) yaitu “pengadilan pajak merupakan tingkat pertama dan terakhir

dalam memeriksa dan memutuskan sengketa pajak sehingga putusan yang dikeluarkan

Page 11: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

merupakan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap”, sebagaimana dijelaskan dalam

Undang-undang Pengadilan Pajak Pasal 77 ayat (1).

Perlu diketahui, menurut Undang-undang Pengadilan Pajak Pasal 91, PK atas Putusan

Banding hanya dapat diajukan bila:

a. Putusan Pengadilan Pajak (PP) didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat

pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-

bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.

b. Terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, apabila diketahui

pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda.

c. Telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut, kecuali

putusan tersebut menerima sebagian atau seluruh tuntutan atau menambah pajak yang

dibayar .

d. Bagian dari suatu tuntutan belum diputus tanpa mempertimbangkan sebab-sebabnya.

e. Terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 80 Undang-undang Pengadilan Pajak menyatakan :

Putusan Pengadilan Pajak dapat berupa :

a. Menolak

b. Mengabulkan sebagian atau seluruhnya

c. Menambah pajak yang harus dibayar

d. Tidak dapat diterima

e. Membetulkan kesalahan tulis dan kesalahan hitung

f. Membatalkan

Terhadap putusan-putusan tersebut diatas tidak dapat lagi diajukan gugatan atau kasasi.

Putusan-putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

Pelanggaran terhadap hal ini menyebabkan putusan pengadilan pajak tersebut tidak sah dan

tidak mempunyai kekuatan hukum, tetapi tidak membatalkan keputusan tersebut. Oleh

karena itu, putusan tersebut harus diucapkan kembali dalam sidang terbuka umum.

Page 12: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

f. Surat Keputusan, Pembetulan yang mengakibatkan Pajak Terutang Bertambah

Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Undang-undang KUP No.28 Tahun 2007 yang

menyatakan:

“ Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Direktur Jendral Pajak dapat membetulkan Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Jadi, yang dimaksud dengan SK. Pembetulan adalah surat keputusan yang

membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan penerapan ketentuan

tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat-surat

diatas.

Pengertian membetulkan disini dapat berarti menambah atau mengurangkan atau

menghapuskan tergantung pada sifat kesalahan dan kekeliruan. Apabila masih terdapat

kesalahan dan/atau kekeliruan dalam SK.Pembetulan, Dirjen Pajak dapat melakukan

pembetulan lagi secara jabatan atau atas dasar permohonan Wajib Pajak.

2.3 Penagihan Pajak

Pengertian dan istilah penagihan pajak menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2000 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun1997 Tentang Penagihan

Pajak dengan Surat Paksa, dalam Pasal 1 angka (9) menyebutkan bahwa:

“Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika, dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang-barang yang telah disita”. Hal senada juga diungkapkan oleh H. Moeljo, S.H (1994:2) sebagai berikut :

“ Penagihan adalah serangkaian tindakan dari aparatur Dirjen Pajak, berhubung Wajib Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh kewajiban perpajakan yang terutang menurut Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.”

Page 13: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

Tujuan utama dari setiap tahap dalam penagihan pajak adalah untuk mencairkan utang

pajak. Artinya, penagihan pajak berkaian dengan kewajiban membayar dari Wajib Pajak.

Dalam konteks ini, penanggung pajak memiliki arti lebih luas dari Wajib Pajak. Wajib

Pajak adalah orang pribadi atau badan yang namanya tercantum dalam Surat Ketetapan

Pajak, sedangkan Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung

jawab atas pembayaran utang pajak. Yang bertanggung jawab atas utang pajak tidak hanya

Wajib Pajak, tetapi dapat pula orang pribadi atau badan lainnya. Tugasnya selain yang

namanya tercantum pada Surat Ketetapan Pajak, dapat pula ditunjuk penanggung pajak

lainnya yang ditetapkan undang-undang pajak sebagai yang bertanggung jawab atas

pembayaran pajak (Moeljo Hadi,1994 :15/16).

Tahapan dalam penagihan pajak dalam 2 kelompok, yaitu :

1). Penagihan Pajak Pasif

Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP),

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang

Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan

pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan

pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Banding yang menyebabkan

pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 hari belum dilunasi,

maka tujuh hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara

aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran.

2). Penagihan Pajak Aktif

Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, di mana

dalam upaya penagihan ini, fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim

surat tagihan atau Surat Ketetapan Pajak tetapi akan diikuti dengan tindakan sita,

dan dilanjutkan dengan pelaksaan lelang. Jadi, penagihan pajak aktif didasarkan

pada STP, SKPKB, SKPKBT, SK.Pembetulan, SK. Keberatan, SK. Banding, yang

menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar.

Berikut ini merupakan tahapan-tahapan dari penagihan pajak diantaranya sebagai berikut :

1). Surat Teguran

Apabila utang pajak yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

Page 14: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

Tambahan (SKPKBT), tidak dilunasi samapai melewati tujuh (7) hari dari batas

waktu jatuh tempo (satu bulan sejak tanggal diterbitkannya).

2). Surat Paksa

Apabila utang pajak tidak dilunasi setelah 21 hari dari tanggal surat teguran,

maka akan diterbitkan Surat Paksa yang disampaikan oleh Juru Sita Pajak

Negara dengan dibebani biaya penagihan paksa sebesar Rp 25.000,00 (Dua

puluh lima ribu rupiah), utang pajak harus dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam.

3). Surat Sita

Apabila utang pajak belum juga dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam dapat

dilakukan tindakan penyitaan atas barang-barang Wajib Pajak, dengan dibebani

biaya pelaksanaan sita sebesar Rp 75.000,00 (Tujuh puluh lima ribu rupiah).

4). Lelang

Dalam waktu empat belas hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak belum

dilunasi maka akan dilanjutkan dengan tindakan pelelangan melalui Kantor

Lelang Negara. Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita

belum dibayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan untuk

pengumuman lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan.

2.4. Realisasi Pencairan Tunggakan Pajak

Realisasi Pencairan Tunggakan Pajak adalah pencairan/penyelesaian yang terjadi atas

tunggakan pajak. Dari segi administrasi, realisasi pencairan tunggakan pajak adalah

mengeluarkan/menghapus suatu jumlah tertentu tunggakan pajak Wajib Pajak dari daftar

tagihan Negara.

Realisasi Pencairan Tunggakan Pajak terdiri dari :

1. Pembayaran/Pelunasan

Pembayaran yang dimaksud disini adalah pembayaran dalam bentuk uang dengan

menggunakan mata uang Rupiah Indonesia, sesuai dengan yang ditetapkan dalam

Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2004, Pasal 2 ayat (2) dan (3) :

Uang rupiah adalah alat pembayaran yang sah diwilayah Negara Republik Indonesia. Setiap perbuatan yang menggunakan uang atau mempunyai tujuan

Page 15: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang jika dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib menggunakan uang rupiah. Pembayaran dengan menggunakan mata uang selain rupiah (Dollar Amerika) harus

memperoleh izin tertulis dari Menteri Keuangan .

Pembayaran pajak harus dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau surat

administrasi lain yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak Pasal 3 dan Pasal 10 UU

KUP serta KMK No. 545/ KMK.04/2000 menjelaskan bahwa pembayaran harus dilakukan

melalui kantor pos atau bank BUMN atau bank BUMD, atau bank-bank lain yang

ditetapkan oleh Menteri Keuangan, yang dalam hal ini Direktur Jendral Pajak.

Pembayaran pajak dapat dikelompokkan menjadi (Erly Suandy,2000 : 102):

1. Pembayaran masa

2. Pembayaran kekuarangan pajak (PPh Pasal 29) setelah berakhirnya pajak/bagian

tahun pajak.

3. Pembayaran karena adanya STP, SKPKB, SKPKBT, SK. Pembetulan, SK.

Keberatan, dan Putusan Banding.

Tanggal jatuh tempo dari setiap pembayaran diatas adalah sebagai berikut:

1. Untuk pembayaran masa ditegaskan dalam pasal 9 ayat (1) Undang-undang KUP

yaitu paling lambat 15 (Lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau masa

pajak yang berakhir.

2. Untuk kekurangan pembayaran pajak (PPh Pasal 29) yang terutang menurut SPT

Tahunan harus dibayar lunas paling lambat tanggal 25 (dua puluh lima) bulan

ketiga setelah tahun pajak berakhir, seperti yang ditegaskan dalam pasal 9 ayat (2)

UU KUP.

3. Pembayaran atas utang PPh yang terdapat pada STP, SKPKB, SKPKBT, dan

tambahan utang pajak pada SK. Pembetulan, SK. Keberatan dan Putusan Banding,

harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.

Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran bertepatan dengan hari

libur (hari libur nasional dan hari-hari cuti bersama yang ditetapkan oleh pemerintah),

maka pembayaran atau penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya, sesuai

dengan yang ditetapkan dalam pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan

No. 326/KMK.03/2003 tanggal 11 Juli 2003.

Page 16: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

Perlu diketahui pula bahwa disamping pembayaran/pelunasan yang dilakukan secara

tunai (cash) atas inisiatif Wajib Pajak/Penanggung Pajak itu sendiri sebagaimana telah

dijelaskan diatas, pembayaran/pelunasan dapat pula terjadi atas inisiatif fiskus (Ditjen

Pajak) melalui penghasilan secara paksa yang terdiri dari surat paksa, sita dan pelelangan,

sesuai dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Penagihan Pajak dengan Surat

Paksa.

2. Kompensasi

Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang KUP menegaskan :

Atas Permohonan Wajib Pajak, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan namun apabila ternyata Wajib Pajak mempunyai utang pajak, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut. Dalam hal ini, Wajib Pajak berhak untuk meminta kembali kelebihan pembayaran

pajak, dengan catatan Wajib Pajak tersebut tidak mempunyai utang pajak. Jika, Wajib

Pajak masih mempunyai utang pajak yang meliputi semua jenis pajak baik pusat maupun

cabang-cabangnya, kelebihan pembayaran tersebut harus diperhitungkan terlebih dahulu

dengan utang pajak tersebut dan bilamana masih terdapat sisa lebih, baru dapat

dikembalikan kepada Wajib Pajak.

Kompensasi dilakukan dengan cara Pemindah Bukuan (Pbk)/overbooking dan dapat

dilakukan terhadap jenis pajak yang berbeda, tahun pajak yang berbeda, maupun Wajib

Pajak yang berbeda.

Keputusan Menteri Keuangan No. 538/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000, Pasal

2 ayat (1) dan (2) menjelaskan :

(1) Kelebihan Pembayaran Pajak harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan utang pajak,

baik pusat maupun cabang-cabangnya.

(2) Atas dasar persetujuan Wajib Pajak yang berhak atas kelebihan pembayaran pajak,

kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan pajak yang akan terutang atau dengan

utang pajak atas nama Wajib Pajak lain.

Jadi, sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan diatas, kompensasi terhadap utang

pajak Wajib Pajak yang bersangkutan. Sedangkan, kompensasi yang akan dilakukan diatas

sisa kelebihan pembayaran pajak (setelah memperhitungkan utang pajak), harus mendapat

persetujuan terlebih dahulu dari Wajib Pajak.

Page 17: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

3. Penghapusan (Writing-off)

Penghapusan piutang pajak dilakukan berdasarkan keputusan yang dikeluarkan oleh

Menteri Keuangan sesuai Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak. Pasal 3 Keputusan

Menteri Keuangan No. 565/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2002 sebagaimana telah

diubah dengan KMK No.539/KMK.03/2002 tanggal 31 Desember 2002 menegaskan

bahwa piutang pajak hanya dapat diusulkan untuk dihapuskan setelah adanya laporan hasil

penelitian, yang merupakan hasil penelitian setempat yaitu penelitian terhadap keadaan

Wajib Pajak dan penelitian administrasi yaitu penelitian administrasi perpajakan. Kedua

penelitian ini dilakukan untuk memastikan keadaan Wajib Pajak atau piutang pajak yang

tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, atau dengan kata lain untuk menentukan

piutang pajak mana yang telah memenuhi syarat untuk dihapuskan.

Syarat-syarat agar pajak dapat dihapuskan tercantum dalam pasal 1 Keputusan Menteri

Keuangan No.535/KMK.04/2004, yaitu:

1. Piutang pajak tersebut yang tercantum dalam STP, SKPKB, SKPKBT, dan SK.

Pembetulan, SK. Keberatan, dan Putusan Banding, yang menyebabkan pajak yang

harus dibayar bertambah. Piutang Pajak yang tercantum dalam surat-surat tersebut

diatas adalah untuk menjamin bahwa piutang pajak benar-benar telah ditatausahakan

sebagai Piutang Pajak berdasarkan peraturan yang ada.

2. Piutang pajak tersebut tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, karena :

a. Wajib Pajak orang pribadi :

i. Wajib Pajak/Penanggung Pajak telah meninggal dunia dengan tidak

meninggalkan warisan dan tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak dapat

ditemukan. Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. Kep-19/PJ/1995

menjelaskan dokumen-dokumen yang perlu untuk mendukung alasan

penghapusan piutang pajak adalah :

- Surat keterangan meninggal dunia dari pejabat daerah setempat (minimal

lurah) atau Rumah Sakit (jika meninggal di Rumah Sakit).

- Surat keterangan dari pejabat daerah setempat yang menyatakan bahwa

Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak mempunyai ahli waris.

- Keterangan/petunjuk bahwa Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak

mempunyai ahli waris.

Page 18: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

- Keterangan/petunjuk bahwa Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak

meninggalkan harta warisan.

Apabila Wajib Pajak/Penanggung Pajak/Penanggung Pajak tidak

meninggalkan harta warisan tetapi mempunyai ahli waris maka penagihan

(dengan surat paksa) ditunjukkan kepada ahli waris oleh pengadilan Negeri atau

Pengadilan Agama karena jika tidak, maka ada kemungkinan ahli waris tidak

mengakui/menerima waris dalam bentuk utang pajak, dalam hal demikian dapat

diartikan bahwa Wajib Pajak/ Penanggung Pajak yang meninggal tersebut tidak

mempunyai ahli waris.

ii. Wajib Pajak tidak dapat ditemukan lagi karena :

- Pindah alamat dan tidak memberitahukan alamat barunya. Dalam hal ini

diperlukan surat keterangan dari pejabat setempat (minimal lurah) tentang

hal tersebut.

- Meninggalkan Indonesia, untuk ini diperlukan keterangan yang menyatakan

hal itu dari pejabat daerah setempat yang menyatakan ketidak beradaannya

pada alamat yang dimaksud dan dari pejabat imigrasi yang memberikan izin

meninggalkan Indonesia selama-lamanya.

iii. Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak mempunyai kekayaan lagi. Dokumen-

dokumen yang diperlukan untuk menghapus utang pajaknya dijelaskan dalam

lampiran keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor Kep-19/PJ/1995, yaitu:

- Surat keterangan dari pejabat daerah setempat (minimal lurah) yang

menyatakan hal itu.

- Surat keterangan dari pemberi kerja apabila Wajib Pajak/Penanggung Pajak

menjadi karyawan, tentang besarnya penghasilan yang diterima yang akan

digunakan sebagai bahan pertimbangan fiskus untuk meneliti apakah Wajib

Pajak/Penanggung Pajak masih mungkin untuk menyisihkan

penghasilannya untuk tujuan mengangsur utang pajaknya.

iv. Penagihan pajak secara aktif telah dilaksanakan dengan penyampaian salinan

surat paksa kepada Penanggung Pajak melalui Pemerintah Daerah setempat.

v. Piutang pajak sudah daluwarsa. Dalam hal ini hak untuk menagih piutang pajak

dan kewajiban untuk membayar utang pajak telah daluwarsa/lampau waktu.

Page 19: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

b. Wajib Pajak Badan :

i. Wajib Pajak bubar, likuidasi, atau pailit dan pengurus, direksi, komisaris,

pemegang saham, pemilik modal, atau pihak lain yang dibebani untuk

pemberesan atau likuidator, atau kurator tidak dapat ditemukan.

ii. Wajib Pajak/Penanggung Pajak sudah habis terjual tetapi mempunyai utang

termasuk utang pajak. Lampiran Keputusan DJP No. Kep-19/PJ/1995

menjelaskan bahwa dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk mendukung

Wajib Pajak Badan tersebut adalah :

- Akte Pembubaran

- Neraca Likuidasi

- Pernyataan Kepailitan

Utang pajak yang masih tersisa tersebut ditagih terus kepada wakilnya. Jika

penagihan sampai pada tingkat ini piutang pajak tetap tidak mungkin ditagih

karena:

- Wakilnya secara nyata juga sudah jatuh miskin dan dikuatkan dengan surat

keterangan dari pejabat daerah setempat, baik secara langsung maupun

dengan menempelkan pada papan pengumuman atau media masa.

- Wakilnya dapat membuktikan dan meyakinkan Dirjen Pajak bahwa mereka

benar-benar tidak mungkin dibebani tanggung jawab atas pajak terutang.

Maka Piutang Pajak tersebut dapat dihapuskan dengan syarat bahwa Wajib

Pajak yang bersangkutan harus membubarkan diri maka penghapusan dilakukan

sesudah hak untuk menagih daluwarsa.

iii. Penagihan secara aktif telah dilaksanakan dengan penyampaian surat paksa

kepada pengurus, direksi, likuidator, kurator, pengadilan negeri, pengadilan

niaga, atau pemerintah daerah setempat, baik secara langsung maupun dengan

menempelkan pada papan pengumuman atau media masa.

iv. Hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa, atau sebab lain sesuai

penelitian.

Page 20: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

4. Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding

Penghapusan tunggakan pajak dari tagihan negara dapat pula dilakukan karena adanya

SK.Keberatan atau Putusan Banding yang sifatnya menerima seluruh atau sebagian perihal

yang diajukan keberatan/banding tersebut.

5. Pengurangan/Pembatalan Ketetapan Pajak

Pasal 1 huruf (c) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

21/PMK.03/2008 tanggal 6 Februari 2008 menjelaskan bahwa “Direktur Jendral Pajak

karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau

membatalkan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak yang tidak benar”.

Misalnya, Wajib Pajak yang ditolak pengajuan keberatannya karena tidak memenuhi

persyaratan formal (memasukkan surat keberatan tidak pada waktunya) meskipun

persyaratan material terpenuhi. Dirjen Pajak karena jabatannya, dengan berlandaskan unsur

keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang diajukan keberatan

tersebut.

6. Wajib Pajak/Penanggung Pajak Pindah Permanen

Yang dimaksud dengan Wajib Pajak/Penanggung Pajak pindah permanen adalah Wajib

Pajak/Penanggung Pajak yang karena alasan tertentu berpindah (disertai dengan surat

pindah dari KPP lama) secara permanen tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat

kegiatan usaha ke wilayah kerja KPP lain.

Perpindahan tersebut akan menghapus tunggakan pajak Wajib Pajak/Penanggung Pajak

yang terdapat pada KPP lama dan memindahkannya ke KPP yang baru.

2.5 Penerimaan Pajak

Penerimaan Pajak merupakan penerimaan bruto dan piutang dari pajak, cukai dalam

Penerimaan Negara. Sedangkan menurut Ditjen Pajak, penerimaan pajak adalah :

Penerimaan Pajak adalah tambahan dana ke Kas Negara yang berasal dari Warga Negara selaku Wajib Pajak yang membayar pajak atas dasar kesadaran yang penuh terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Page 21: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

Dalam hal ini, penerimaan pajak tersebut berasal dari penerimaan Pajak Penghasilan

(PPh), penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah (PPnBM), penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan penerimaan dari

pajak lainnya dan Pemberian Imbalan Bunga (PIB).

2.5.1. Pajak Penghasilan (PPh)

Dilihat dari segi penerimaan, Pajak Panghasilan dapat membantu negara dalam

membiayai pengeluaran, namun tidak semua orang dapat dikenakan PPh. Pajak

Penghasilan hanya dapat dikenakan kepada orang pribadi atau badan yang telah

berpenghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Pajak penghasilan merupakan salah satu jenis pajak yang dikelola dan dipungut oleh

pemerintah pusat, yang secara operasional hal ini dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak

dibawah naungan Departemen Keuangan. Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang

dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam

suatu tahun pajak. Hal ini mengindikasikan bahwa subjek pajak tersebut akan dikenakan

pajak jika menerima atau memperoleh penghasilan dari manapun, dan subjek pajak

tersebutlah yang masuk dalam sebutan Wajib Pajak (tax payer). Dalam pasal 4 ayat (1)

Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 17 Tahun 2000:

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan

ekonomis yang diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar

Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib

Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:

a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima

atau diperoleh termasuk gaji,upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,

gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan

lain dalam Undang-Undang ini

b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan pekerjaan

c. laba usaha

d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta

e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya

f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian

utang

Page 22: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

g. dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari

perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha

koperasi

h. royalty

i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai jumlah tertentu yang

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

l. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing

m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva

n. premi asuransi

o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari

Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas

p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan

pajak.

Sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan, subjek pajak penghasilan terdiri dari 2

(dua) jenis yakni :

1. Subjek Pajak Dalam Negeri

Adapun yang dimaksud dengan subjek pajak dalam negeri adalah subjek pajak

yang secara fisik memang berada atau bertempat tinggal atau bertempat

kedudukan di Indonesia.

Secara praktis ini dapat dilihat dalam ketentuan berikut :

a. Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang

berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam

jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Atau juga orang pribadi yang dalam

satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat

tinggal di Indonesia. Jangka waktu 12 (dua belas) bulan tersebut bukanlah

harus dimulai dari bulan januari atau awal tahun pajak, namun bisa jadi

setelahnya. Disamping itu juga tidak harus secara berturut-turut 183

(seratus delapan puluh tiga) hari tinggal di Indonesia, namun bisa jadi

Page 23: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

secara continue sepanjang jumlahnya memenuhi 183 hari selama 12

bulan.

b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia

c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang

berhak

2. Subjek Pajak Luar Negeri

Sedangkan yang termasuk sebagai subjek pajak luar negeri adalah sebagai

berikut:

a. Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di

Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,

ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 (seratus delapan

puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang

tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

b. Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di

Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,

ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 (seratus delapan

puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang

tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat

menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di

Indonesia.

Pajak penghasilan terdiri dari dua kategori yaitu :

1. Pajak penghasilan non migas :

a. PPh pasal 21

b. PPh pasal 22

c. PPh pasal 22 Impor

d. PPh pasal 23

e. PPh pasal 25/29 Orang Pribadi

f. PPh pasal 25/29 Badan

g. PPh pasal 26

h. PPh Final dan Final Luar Negeri

Page 24: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

2. Pajak penghasilan migas :

a. PPh minyak bumi

b. PPh gas alam

c. PPh lain minyak bumi

d. PPh lain gas alam

2.5.2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Pajak Pertambahan Nilai dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atau

disingkat PPN dan PPnBM merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi didalam negeri

(didalam daerah pabean), baik konsumsi barang maupun jasa. Sebaliknya, atas impor

barang dikenakan pajak yang sama dengan produksi barang dalam negeri. Sesuai dengan

pertimbangan keadaan ekonomi, sosial dan budaya, tidak semua jenis barang dan jasa

dikenakan pajak (Mardiasmo, 2003 :275).

Pajak Pertambahan Nilai yaitu jumlah antara biaya yang dikeluarkan dan tingkat

laba yang diharapkan dalam suatu proses produksi, artinya proses pertambahan nilai selalu

timbul karena adanya biaya-biaya yang dikeluarkan mulai dari bahan baku menjadi barang

setengah jadi sampai menjadi barang jadi yang siap dijual dengan tingkat laba yang

diharapkan.

Pajak Pertambahan Nilai ini merupakan pajak tidak langsung dimana beban pajaknya

dipikul oleh Wajib Pajak tetapi dapat dialihkan kepada orang lain.

Berdasarkan Pasal 4, Pasal 16C dan Pasal 16D Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2000

Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah. Bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :

a. Penyerahan barang kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan dalam

lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh Pengusaha Kena Pajak.

b. Impor Barang Kena Pajak.

c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan dalam

lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh Pengusaha Kena Pajak.

d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam

daerah pabean.

e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean

Page 25: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

f. Ekspor barang kena pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

g. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak di dalam lingkungan perusahaan

atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan baik yang hasilnya akan digunakan

sendiri atau digunakan oleh pihak lain.

h. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva

tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang

dibayar pada saat perolehannya menurut ketentuan dapat dikreditkan.

Dasar hukum pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8

tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang atau Jasa dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah. Beberapa karakteristik yang perlu dipahami dalam Pajak Penjualan Barang

Mewah yaitu :

1. Pengenaan terhadap PPnBM ini hanya satu kali yaitu pada saat penyerahan Barang

Kena Pajak (BKP) yang tergolon mewah untuk pengusaha yang menghasilkan atau

pada saat impor.

2. PPnBM tidak dapat dilakukan pengkreditan dengan PPN (namun demikian, apabila

eksportir mengekspor BKP yang tergolong mewah, maka PPnBM yamg telah

dibayar pada saat perolehan dapa direstitusi).

Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan terhadap :

1. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh

pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut

di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

2. Impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah.

2.5.3. Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang dikenakan atas tanah(bumi)

dan/atau bangunan yang berada di walayah Republik Indonesia. Objek dari Pajak Bumi dan

Bangunan adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di wilayah Republik Indonesia.

Adapun yang dimaksud dengan Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada

dibawahnya. Sedangkan yang dimaksud dengan bangunan adalah konstruksi tekhnik yang

ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Pengertian bangunan

Page 26: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

disini termasuk jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti

hotel, pabrik dan emplasemennya, yang merupakan satu kesatuan dengan komplek

bangunan tersebut, jalan tol, kolam renang, pagar mewah, tempat olahraga, galangan kapal,

dermaga, dan fasilitas lainnya yang memberikan manfaat.

Adapun objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak

yang :

1. Tanah atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan

umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan nasional, yang tidak

dimaksud memperoleh keuntungan

2. Tanah atau bangunan yang digunakan untuk kuburan umum, peninggalan

purbakala, atau sejenis dengan itu seperti museum

3. Tanah hutan lindung, hutan suaka alam, taman nasional, tanah pengembalaan

yang dikuasai desa dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak

4. Tanah atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik atau konsulat

berdasarkan asas perlakuan timbal balik

5. Bangunan yang digunakan oleh perwakilan organisasi internasional yang

ditentukan oleh Menteri Keuangan

Subjek Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai

hak atas bumi dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan

atau memperoleh manfaat atas bangunan. Selain itu, yang dimaksud dengan Penanggung

PBB adalah orang atau badan yang mempunyai hak atas bumi/tanah dan/atau memiliki,

menguasai atas bangunan, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

2.5.4. Pendapatan atas Pajak Lainnya dan Pemberian Imbalan Bunga (PIB)

Pendapatan atas Pajak Lainnya dan Penerimaan Imbalan Bunga terdiri dari :

a. Bea/Benda Materai

Bea Materai dikenakan atas dokumen yang berbentuk (Waluyo,2002 : 410-411):

1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan

sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat

perdata.

2. Akta-akta notaris termasuk salinannya.

Page 27: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

3. Akta-akta yang dibuatkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkap.

4. Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah):

a. Yang menyebutkan penerimaan uang.

b. Yang menyatakan pembukaan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di

bank.

c. Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank.

d. Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagiannya telah

dilunasi atau diperhitungkan.

5. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek yang harga nominalnya lebih dari

Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).

6. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari

Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).

7. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian dimuka pengadilan, yaitu :

a. Surat-surat biasa dan surat-surat kerumah tanggaan.

b. Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Materai berdasarkan tujuannya, jika

digunakan untuk tujuan lain atau digunakan dalam orang lain, lain dari maksud

semula.

b. Bunga Penagihan Pajak Penghasilan

Bunga penagihan Pajak Penghasilan adalah bunga karena pembayaran Pajak

Penghasilan yang ditagih dengan STP, SKPKB, SKPKBT, dan tambahan jumlah pajak

yang masih harus dibayar berdasarkan SK. Pembetulan, SK. Keberatan, atau Putusan

Banding, tidak atau kurang dibayar dalam batas waktu pembayaran.

Bunga penagihan ini terdapat dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP Nomor 16

Tahun 2000 (Erly Suandy,2001:140).

c. Bunga Penagihan PPN

Bunga penagihan PPN adalah bunga karena pembayaran Pajak Penjualan yang ditagih

dengan STP, SKPKB,SKPKBT, dan tambahan jumlah Pajak Penjualan yang masih harus

dibayar berdasarkan SK. Pembetulan, SK. Keberatan, atau Putusan Banding, tidak atau

kurang dibayar dalam batas waktu pembayaran.

Page 28: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

d. PIB

Berdasarkan SE-01/PJ.35/2005 tentang Pemberian Imbalan Bunga kepada Wajib Pajak

bahwa :

Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai pemotongan PPh Pasal 23 atas

pemberian imbalan bunga berkenaan dengan pengembalian kelebihan pembayaran pajak

berdasarkan Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, atau Surat Keputusan

Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat adanya keputusan

keberatan atau Putusan Banding, dengan ini diberikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak

Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2000, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan

kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal

dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau

untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan

dalam bentuk apapun.

2. Berdasarkan pasal 23 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983

tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2000, atas penghasilan tersebut dibawah ini dengan

nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan

pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk

usaha tetap, dipotong oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas

persen) dari jumlah atas :

a. Dividen sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf g.

b. Bunga sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf f.

c. Royalty.

d. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) huruf e.

Page 29: PERANAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS

3. Berdasarkan butir 5a Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor

SE-04/PJ.42/2002 tanggal 2 April 2002 tentang perlakuan Pajak Penghasilan atas

Pemberian Imbalan Bunga kepada Wajib Pajak, Imbalan Bunga yang diterima oleh

Wajib Pajak berkenaan dengan pengembalian kelebihan pembayaran pajak

berdasarkan SK. Keberatan, atau Putusan Banding, atau Surat Keputusan

Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat adanya

Keputusan Keberatan atau Putusan Banding, adalah merupakan objek Pajak

Penghasilan.

4. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut diatas, dengan ini ditegaskan bahwa

pemberian imbalan bunga kepada Wajib Pajak berkenaan dengan pengembalian

kelebihan pembayaran pajak berdasarkan SK. Keberatan, atau Putusan Banding,

atau Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai

akibat adanya keputusan keberatan atau Putusan Banding adalah merupakan Objek

Pajak Penghasilan, tetapi bukan merupakan objek Pemotongan PPh pasal 23.

Dengan demikian, Imbalan bunga tersebut merupakan penghasilan yang harus

dilaporkan dalam SPT Tahunan.

5. Selanjutnya Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang menerbitkan Surat Perintah

membayar imbalan bunga kepada Wajib Pajak, agar membuat keterangan (KP

Data) pembayaran imbalan bunga untuk memastikan bahwa imbalan bunga tersebut

dilaporkan Wajib Pajak dalam SP Tahunan untuk tahun pajak diterimanya imbalan

bunga.