13
Peran Permainan | Arbi - UINJKT 500 PERAN PERMAINAN TERHADAP PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA Aldimas Muhammad Arbi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta [email protected] Abstrak Penelitian ini dibuat untuk mengetahui seberapa besar peran games terhadap pemerolehan bahasa kedua seseorang. Penelitian ini dilakukan secara daring dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Pencarian data dilakukan dengan cara membuat survei di laman google form yang kemudian diisi oleh responden, lalu dianalisis dan dijabarkan hasilnya. Data yang telah didapatkan dari jawaban responden kemudian disajikan dengan menggunakan diagram. Dari 49 orang responden yang mengisi survei yang telah dibuat, terdapat sebanyak 89,8% responden yang menjawab bahwa games sangat berperan di dalam proses penguasaan bahasa Inggris. Hasil tersebut juga sesuai dengan jawaban dari para responden bahwa sebanyak 61,2% orang menjawab dengan bermain games, nilai bahasa Inggris mereka menjadi meningkat. Jadi, hasil dari penelitian ini pun sesuai dengan pendapat Krashen bahwa pemerolehan bahasa juga dapat terjadi terhadap orang dewasa, kemudian juga pada proses pemerolehan bahasa, seseorang hanya mengetahui bahwa ia sedang berkomunikasi atau berinteraksi dengan bahasa Inggris, jadi hal tersebut terjadi secara alami. Kata Kunci: permainan, pemerolehan bahasa kedua, krashen, Inggris Abstract This research was made to find out how big the role of games on the acquisition of a person's second language. This research was conducted online using qualitative descriptive research methods. The data search was carried out by surveying the google form page which was then filled in by respondents, then analyzed and the results explained. The data that has been obtained from the respondents' answers are then presented using diagrams. Of the 49 respondents who filled out the survey that had been made, there were as many as 89.8% of respondents who answered that games played a very important role in the process of mastering English. These results are also following the answers of the respondents that as many as 61.2% of people answered by playing games, their English scores increased. So, the results of this study are also following Krashen's opinion that language acquisition can also occur in adults, then also in the language acquisition process, a person only knows that he is communicating or interacting with English, so this happens naturally. Keyword: games, second language acquisition, krashen, English

PERAN PERMAINAN TERHADAP PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERAN PERMAINAN TERHADAP PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

Peran Permainan | Arbi - UINJKT

500

PERAN PERMAINAN TERHADAP PEMEROLEHAN

BAHASA KEDUA

Aldimas Muhammad Arbi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini dibuat untuk mengetahui seberapa besar peran games terhadap pemerolehan bahasa kedua seseorang. Penelitian ini dilakukan secara daring dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Pencarian data dilakukan dengan cara membuat survei di laman google form yang kemudian diisi oleh responden, lalu dianalisis dan dijabarkan hasilnya. Data yang telah didapatkan dari jawaban responden kemudian disajikan dengan menggunakan diagram. Dari 49 orang responden yang mengisi survei yang telah dibuat, terdapat sebanyak 89,8% responden yang menjawab bahwa games sangat berperan di dalam proses penguasaan bahasa Inggris. Hasil tersebut juga sesuai dengan jawaban dari para responden bahwa sebanyak 61,2% orang menjawab dengan bermain games, nilai bahasa Inggris mereka menjadi meningkat. Jadi, hasil dari penelitian ini pun sesuai dengan pendapat Krashen bahwa pemerolehan bahasa juga dapat terjadi terhadap orang dewasa, kemudian juga pada proses pemerolehan bahasa, seseorang hanya mengetahui bahwa ia sedang berkomunikasi atau berinteraksi dengan bahasa Inggris, jadi hal tersebut terjadi secara alami. Kata Kunci: permainan, pemerolehan bahasa kedua, krashen, Inggris

Abstract

This research was made to find out how big the role of games on the acquisition of a person's second language. This research was conducted online using qualitative descriptive research methods. The data search was carried out by surveying the google form page which was then filled in by respondents, then analyzed and the results explained. The data that has been obtained from the respondents' answers are then presented using diagrams. Of the 49 respondents who filled out the survey that had been made, there were as many as 89.8% of respondents who answered that games played a very important role in the process of mastering English. These results are also following the answers of the respondents that as many as 61.2% of people answered by playing games, their English scores increased. So, the results of this study are also following Krashen's opinion that language acquisition can also occur in adults, then also in the language acquisition process, a person only knows that he is communicating or interacting with English, so this happens naturally. Keyword: games, second language acquisition, krashen, English

Page 2: PERAN PERMAINAN TERHADAP PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

e-ISSN: 2549-5119 Vol. 5, No. 2, Agustus 2021

Peran Permainan | Arbi - UINJKT

501 501

A. PENDAHULUAN Setiap manusia yang terlahir ke bumi pasti diberkati dengan sebuah kemampuan untuk dapat berkomunikasi menggunakan bahasa. Berbahasa sejatinya membuat kita sebagai manusia menjad makhluk ciptaan Tuhan yang derajatnya lebih tinggi dibandingkan dengan makhluk hidup ciptaan-Nya yang lain. Terkadang kita menemukan ada beberapa hewan yang dapat berbahasa layaknya manusia, seperti burung Beo, Kakatua, dan lain sebagainya. Namun, sebenarnya mereka bukan berbahasa, melainkan hanya meniru apa yang diucapkan manusia. Hockett mengklasifikasikan bahasa ke dalam 16 ciri khusus, jika semua ciri tidak terpenuhi maka hal tersebut tidak dapat disebut sebagai bahasa. Keenam belas ciri tersebut antara lain (Nuryani dan Dona, 2013: 3):

1. Dimengerti; 2. Memiliki unsur benar atau

salah; 3. Cepat hilang; 4. Berguna untuk pembelajaran; 5. Dapat digunakan pada situasi

apa saja namun dengan penerimaan yang terarah;

6. Memiliki jalur vokal-auditif; 7. Dualitas struktur; 8. Refleksivitas; 9. Spesialisasi (pengkhususan); 10. Memiliki respons yang

lengkap; 11. Dapat dipelajari; 12. Kewenangan; 13. Keterbukaan; 14. Kebermaknaan; 15. Keterlepasan; dan

16. Keterpisahan.

Jadi, ketika hewan menggonggong, mengembik, mengaum, dan lain sebagainya tidak dapat disebut sebagai sebuah bahasa (Made, 2010: 1). Atau seperti yang ditemukan oleh Karl Von Frisch, yakni lebah madu yang menggunakan gerakan tari tertentu, atau burung gereja yang menggunakan siulan dengan nada tertentu, Kera dengan teriakannya, dan hewan-hewan yang lain (Chaer, 2014: 56-58). Sehingga hewan dapat dikatakan bisa berkomunikasi, namun tidak dapat berbahasa.

Bahasa sebagai alat komunikasi manusia adalah suatu anugrah yang diperoleh manusia sejak lahir, namun tidak serta merta saat manusia lahir langsung dapat berbahasa. Manusia mulai belajar berbahasa sejak berada dalam kandungan, dengan melakukan sebuah kegiatan menyimak. Djago Tarigan, memberikan definisi keterampilan menyimak sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara secara sungguh-sungguh, dengan menangkap bunyi-bunyi suara (Djago, 2003: 2.5). Beberapa penelitan mengungkapkan bahwa sejak dalam kandungan, janin sudah mempunyai kemampuan untuk menyimak, dan pada saat itulah sang janin dapt mendengarkan suara-suara yang ada disekitarnya, dan beberapa penelitian lain yang juga membuktikan bahwa memperdengarkan lagu klasik kepada anak dapat membuat anak menjadi pintar.

Setelah lahir, kegiatan menyimak masih terus berlanjut,

Page 3: PERAN PERMAINAN TERHADAP PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

e-ISSN: 2549-5119 Vol. 5, No. 2, Agustus 2021

Peran Permainan | Arbi - UINJKT

502

bayi mendengarkan ucapan-ucapan yang didengarkannya. Maka untuk alasan itu jugalah kenapa kata pertama bayi pasti selalu merupakan kata yang sering diucapkan disekitarnya, seperti kata “Mama”, “Papa”, dan lain sebagainya. Bahasa pertama yang akan dikuasai pun juga merupakan bahasa terdekat yang selalu bayi dengar, semisal lingkungan keluarganya selalu mengucapkan bahasa Indonesia, maka bahasa pertama yang akan bayi tersebut kuasai adalah bahasa Indonesia, bukan bahasa yang lain. Semakin bertambah umur, maka bertambahlah juga penguasaan bahasanya, yang semulanya hanya dapat menggunakan bahasa-bahasa yang mudah, semakin lama ia akan semakin mampu menggunakan bahasa-bahasa yang cukup sulit dan kompleks.

Berbahasa nampaknya telah sama seperti kegiatan-kegiatan manusia yang lain seperti makan, minum, tidur, ataupun kegiatan yang lain. Karena penggunakan bahasa ini sudah kita lakukan dari kecil dan akhirnya lama-lama menjadi sebuah kebiasaan, kita terkadang tidak menyadari bagaimana kita dapat berbahasa, berapa lama agar kita bisa berbahasa, sejak kapan kita berbahasa, dan lain sebagainya. Permasalahan-permasalahan seperti itu kiranya dibahas di dalam kajian psikolinguistik. Psikolinguistik adalah suatu studi bahasa yang mengkaji tentang hubungan antara psikologi dengan bahasa. Lyons, mendefinisikan psikolinguistik sebagai suatu studi yang membahas tentang bagaimana manusia dapat memproduksi ujaran dan

menganalisis ujaran tersebut (Nuryani dan Dona, 2013: 5-6).

Lebih lanjut lagi, Bach, mengartikan psikolinguistik sebagai suatu ilmu yang menelaah tentang cara manusia dalam membentuk dan mengerti suatu bahasa (Tarigan, 2009: 3). Dalam artikelnya, Suci menjelaskan bahwa psikolinguistik merupakan ilmu yang berakar dari ilmu psikologi dan linguistik, yang membahas tentang perilaku berbahasa, yakni perilaku yang tampak dan tidak tampak, resepsi, persepsi, pemerolehan bahasa, dan produksi bahasa di dalamnya (Fatmawati, 2015: 65). Sehingga dapat disimpulkan bahwa psikolinguistik merupakan suatu kajian ilmu yang berakar dari ilmu psikologi dan juga ilmu linguistik, yang membahas tentang pengaruh antara jiwa atau kejiwaan dan bahasa, juga membahas tentang pemrolehan, pembelajaran, serta gangguan berbahasa yang terjadi pada manusia.

Pemerolehan bahasa, seperti yang tadi sudah disinggung di atas memang sangat menarik untuk dikaji, karena berbeda orang maka berbeda juga cara mereka untuk memperoleh sebuah bahasa. Gleason mengemukakan bahwa psikolinguistik umumnya mengkaji tentang tiga hal pokok, yaitu (Gleason dan Ratner, 1998: 4):

1. Comprehension: proses mental

saat seseorang mendengar, memahami, atau mengingat sesuatu yang didengar.

2. Production: proses mental yang terjadi karena seseorang mengutarakan atau

Page 4: PERAN PERMAINAN TERHADAP PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

e-ISSN: 2549-5119 Vol. 5, No. 2, Agustus 2021

Peran Permainan | Arbi - UINJKT

503 503

menyatakan sesuatu yang dikatakannya.

3. Acquisition: proses yang dialami anak saat manusia belajar memahami atau memproduksi sebuah bahasa.

Pemerolehan bahasa atau

dalam bahasa Inggris disebut Acquisition, menurut Dardjomulyo merupakan sebuah proses penguasaan suatu bahasa secara natural yang dilakukan oleh anak (Soenjono, 2008: 225). Lebih lanjut lagi menurut Krashen, pemerolehan bahasa merupakan suatu proses tentang bagaimana cara seseorang untuk dapat memperoleh atau mendapatkan bahasanya (Krashen, 2006: 121). Kemudian, Lyons, mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa merupakan suatu tahap yang dimana seseorang mempelajari bahasa tanpa memiliki kualifikasi atau tidak perlu memenuhi kualifikasi untuk menghasilkan suatu pengetahuan bahasa, atau secara ringkas dapat dikatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah upaya tidak sadar dan terencana seseorang dalam mendapatkan bahasanya (Lyons, 1981: 252). Stork dan Widdowson mendefinisikan pemerolehan bahasa sebagai sebuah proses bagaimana anak-anak dapat menguasai bahasa ibunya dengan baik (Nuryani dan Dona, 2013: 90). Dengan begitu, menurut beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa (Sri Kurnia, 2018: 108):

1. Pemerolehan bahasa

berlangsung di luar kegiatan formal (sekolah, dsb).

2. Pemerolehan bahasa tidak melalui pendidikan formal di lembaga Pendidikan.

3. Pemerolehan bahasa dilakukan secara tidak sadar dan spontan.

4. Sang anak mengalami hal tersebut secara langsung di dalam konteks berbahasa yang menurutnya memiliki makna atau bermakna.

Pemerolehan bahasa memiliki

dua tipe, yaitu First Language Acquisition (pemerohelan bahasa pertama) dan Second Language Acquisition (pemerolehan bahasa kedua). Pemerolehan bahasa pertama adalah proses anak mendapatkan atau menguasai bahasa ibunya, sementara pemerolehan bahasa kedua terjadi ketika sang anak telah menguasai bahasa pertama atau sedang menyempurnakan bahasa pertamanya (Nuryani dan Dona, 2013: 90). Stephen Krashen, seorang linguis modern, pernah membahas tentang pemerolehan bahasa, khususnya pemerolehan bahasa kedua. Ia mengatakan bahwa bahasa kedua tidak hanya diraih dengan pembelajaran (learning), tetapi dapat pula diraih dengan cara pemerolehan (acquisition).

Pendapatnya tentang pemerolehan bahasa kedua ini merupakan bentuk penolakannya terhadap pendapat Noam Chomsky, yang menyatakan bahwa bahasa merupakan bawaan manusia sejak lahir. Sehingga menurutnya pemerolehan bahasa hanya dapat terjadi pada bahasa pertama, tidak pada bahasa kedua, bahasa ketiga,

Page 5: PERAN PERMAINAN TERHADAP PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

e-ISSN: 2549-5119 Vol. 5, No. 2, Agustus 2021

Peran Permainan | Arbi - UINJKT

504

dan seterusnya. Lebih lanjut lagi, menurut Krashen, manusia dalam menguasai bahasa pertama, kedua, dan seterusnya, mendapatkan pengaruh yang lebih besar dari pemerolehan bahasa ketimbang pembelajaran bahasa. Itu karena bahasa akan dikuasai dengan baik apabila seseorang membiasakan dirinya dengan bahasa kedua atau bahasa target, dan menurutnya itulah hal yang lebih meyakinkan dan menghasilkan komunikasi yang sangat baik (Setiyadi dan Salim, 2013: 271-276). Terlepas dari pandangannya terkait dengan pemerolehan bahasa dan pembelajaran bahasa, pemerolehan dan juga pembelajaran adalah dua hal yang sangat penting dalam proses menguasai bahasa kedua atau target, karena tanpa menguasai rumus bahasa, kata-kata, dan lain sebagainya akan sangat sulit untuk dapat menguasai bahasa kedua, begitu pula sebaliknya. Krashen memiliki pengaruh yang sangat besar dalam dunia linguistik atau kebahasaan, ia memiliki sebuah teori dalam pemerolehan basa kedua, yakni model monitor.

Model monitor, merupakan teori yang dikemukakan oleh Krashen yang terilhami oleh linguistik generatif transformasi Chomsky yang cenderung bersifat nativis dan filsafat rasionalisme kritis Immanuel Kant. Teori model monitor milik Krashen ini berbeda dengan teori-teori lain yang dicetuskan oleh para ahli linguistik seperti Chomsky, Skinner, dll. Teori model monitor ini cenderung ingin melihat bagaimana orang dewasa – termasuk juga remaja – memperoleh

bahasa kedua dengan caranya masing-masing (Syamsiyah, 2017: 74). Dari teori Krashen ini, model monitor memiliki lima macam hipotesis, yakni hipotesis alamiah (Natural Hypothesis Order), hipotesis masukan (Input Hypothesis), hipotesis pemerolehan-pembelajaran (Acquisition and Learning Hypothesis), hipotesis pemantauan (Monitor Hypothesis), dan hipotesis efektif filter (Effective Filter Hypothesis). 1. Hipotesis Alamiah (Natural

Hypothesis Order)

Menurut Krashen, hipotesis ini berdasarkan pada bagaimana anak-anak atau orang dewasa memperoleh struktur bahasa tertentu, yang terjadi lebih awal dibandingkan struktur yang lain dalam pemerolehan bahasa. Contohnya adalah pada struktur fonologi, maka anak-anak cenderung akan memperoleh vokal /a/ sebelum akhirnya bertambah ke vokal /i/ dan /u/. Contoh lainya adalah pada huruf konsonan, anak-anak cenderung mendapatkan konsonan depan terlebih dahulu, barulah kemudian sang anak mendapatkan konsonan belakang (Setiyadi dan Salim, 2013: 277). 2. Hipotesis Masukan (Input

Hypothesis)

Pada hipotesis ini, Krashen menerangkan bahwa proses pemerolehan bahasa kedua atau target akan terjadi apabila seseorang mendapatkan pengetahuan tentang bahasa kedua setingkat lebih tinggi

Page 6: PERAN PERMAINAN TERHADAP PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

e-ISSN: 2549-5119 Vol. 5, No. 2, Agustus 2021

Peran Permainan | Arbi - UINJKT

505 505

daripada level yang dikuasainya. Hal tersebut dirumuskan dengan i+1, yang dimana i merupakan input sedangkan 1 merupakan pengetahuan bahasa kedua yang setingkat lebih tinggi dibandingkan apa yang orang tersebut tahu saat ini. Sehingga, jika seseorang menggunakan rumus i+2 maka orang tersebut akan sangat kesulitan dalam menguasai bahasa, dan jika i+0 maka seseorang akan cenderung malas sebab ia sudah menguasai hal tersebut (Setiyadi dan Salim, 2013: 277). 3. Hipotesis Pemerolehan-

Pembelajaran (Acquisition and Learning Hypothesis)

Hipotesis yang digagas oleh Krashen ini berdasarkan pada pendapatnya tentang proses di dalam menguasai sebuah bahasa. Menurutnya, bahasa dapat dikuasai melalui dua cara yakni dengan pemerolehan dan pembelajaran. Pemerolehan berarti bahwa orang yang sedang belajar bahasa mempelajari bahasa lewat alam bawah sadar. Singkatnya, orang tersebut tidak menyadari bahwa ia sebetulnya sedang mempelajari bahasa, ia hanya mengetahui jika ia sedang berkomunikasi “Acquisition is a subconscious process.” Kebanyakan orang yang menguasai bahasa dengan cara pemerolehan bahasa cenderung lebih mementingkan bagaimana caranya agar dapat berkomunikasi dengan baik daripada berfokus terlebih dahulu kepada aturan-aturan bahasa kedua atau target (Krashen, 2006: 10). Lebih lanjut lagi, menurut Krashen,

pemerolehan bahasa itu termasuk kepada pembelajaran secara implisit, pembelajaran tidak formal, dan pembelajaran normal.

Penguasaan bahasa dengan cara pembelajaran (learning) menurut Krashen adalah suatu proses penguasaan bahasa secara sadar, dengan mengetahui aturan-aturan bahasa, termasuk tata bahasa, cara berbahasa, dan lain sebagainya. dengan begitu, pembelajaran bahasa hanya dilakukan di dalam suatu kondisi formal, seperti sekolah, kursus, dan lain sebagainya. perbedaan mendasar antara pemerolehan dan pembelajaran bahasa selain dari proses untuk menguasai bahasa adalah bahwa dalam proses pengajarannya pun berbeda antara keduanya. Pada pemerolehan bahasa, pengajaran terjadi secara alami, jadi ketika seseorang salah atau keliru maka ia sendiri yang harus menemukan apa yang benar dan yang salah, sedangkan dalam pembelajaran bahasa, seseorang akan dibantu oleh pengajar lewat belajar dan pembiasaan di dalam kelas sehingga orang tersebut mengerti mana yang benar dan mana yang salah (Setiyadi dan Salim, 2013: 11).

4. Hipotesis Pemantauan

(Monitor Hypothesis)

Menurut Krashen, dalam hipotesisnya ini, menyatakan bahwa manusia memiliki semacam kesadaran untuk mengetahui dan memperhitungkan penggunaan bahasa yang akan ia gunakan. Lebih lanjut lagi, pemerolehan bahasa dalam hipotesis ini berarti bahwa

Page 7: PERAN PERMAINAN TERHADAP PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

e-ISSN: 2549-5119 Vol. 5, No. 2, Agustus 2021

Peran Permainan | Arbi - UINJKT

506

seseorang harus bertanggung jawab atas semua yang ia ucapkan, sedangkan pada pembelajaran bahasa, hipotesis ini hanya sebagai monitor saja. Sebagai contoh, ketika seseorang menggunakan bahasa Inggris, seseorang akan mempertimbangkan apa yang harus dipakai, simple present tense atau simple past tense dan lain sebagainya. Contoh lainnya adalah pada bahasa Arab, seseorang akan mempertimbangkan kapan ia menggunakan hadza atau hadzihi. 5. Hipotesis Efektif Filter

(Effective Filter Hypothesis)

Pada hipotesis efektif filter ini, seseorang dianggap memiliki sebuah penyaring yang dapat digunakan untuk menyaring setiap hal-hal yang masuk ke dalam diri orang tersebut, yang dalam hal ini adalah bahasa. Ketika seseorang memiliki semangat yang tinggi, tidak malu, memiliki rasa kecemasan yang rendah, dan lain sebagainya, maka ia memiliki saringan yang tipis atau bahkan tidak ada sama sekali sehingga orang tersebut cenderung lebih mudah untuk menguasai bahasa kedua atau bahasa target. Hal tersebut juga karena orang tersebut memiliki suasana atau emosi yang positif, yang akhirnya membuat bahasa kedua mudah masuk ke dalam dirinya. Berbeda cerita dengan orang yang pesimis, pemalu, maka ia akan memiliki penyaring yang besar dan tebal, sehingga bahasa kedua akan sulit untuk ia kuasai. Hipotesis ini juga berdasarkan kepada emosi seseorang, karena jika emosi

seseorang sedang negatif, maka ia akan sulit menguasai bahasa kedua, dan itu akan menjadi sebuah gangguan berbahasa yang harus segera diatasi (Setiyadi dan Salim, 2013: 277-278). Teknologi juga menjadi salah satu faktor yang sangat penting, yang membuat orang-orang semakin mawas terhadap bahasa kedua dan juga membantu dalam proses pembelajaran maupun pemerolehan bahasa. Dengan kemajuan teknologi, kita bisa melakukan dan menemukan apa saja yang kita mau hanya dengan satu sentuhan jari. Berbelanja online, melakukan voting, dan lain sebagainya. Karena perkembangan zaman ini pula anak-anak sekarang lebih senang menghabiskan waktunya di dalam ruangan, memainkan games yang ada di dalam telepon pintarnya. Kebanyakan dari games tersebut menggunakan bahasa Inggris, tentunya itu akan sangat menyulitkan bagi seseorang yang tidak mengerti akan bahasa Inggris. Tetapi, banyak juga kasus dimana seseorang yang justru dapat menguasai bahasa Inggris hanya karena bermain games. Jadi, seseorang yang bermain games tidak hanya mendapatkan kesenangan semata, tetapi juga mendapatkan sebuah kemampuan berbahasa kedua, yakni bahasa Inggris, ataupun bahasa-bahasa yang lainnya. B. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survei atau

Page 8: PERAN PERMAINAN TERHADAP PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

e-ISSN: 2549-5119 Vol. 5, No. 2, Agustus 2021

Peran Permainan | Arbi - UINJKT

507 507

kuesioner yang berisi beberapa pertanyaan yang nantinya akan dijawab oleh para responden. Kemudian, data tersebut akan disajikan dengan menggunakan diagram yang nantinya akan diketahui peran games bagi manusia dalam membantu pemerolehan bahasa kedua. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori metode monitor yang dikembangkan oleh Stephen Krashen, dengan berfokus kepada hipotesisnya yakni hipotesis pemerolehan-pembelajaran. C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian yang dilakukan secara daring lewat media google form, ditemukan sebanyak 87,8% responden yang merupakan seorang mahasiswa, 2% karyawan, 2% guru, dan 6,1% pelajar. Hasilnya dapat dilihat seperti di bawah ini.

Gambar 1.1

Menurut Krashen, seperti yang sudah tertera di atas, bahwa tidak hanya anak-anak saja yang dapat memperoleh bahasa, tetapi orang dewasa juga tetap bisa memperoleh bahasa dengan bantuan media games.

Kemudian, dari hasil survei yang didapatkan terlihat jika

sebanyak 53,1% responden yang menghabiskan waktunya kurang lebih 2 jam untuk bermain games, 24,5% bermain dari 2 hingga 4 jam, dan 6,1% menghabiskan 4 sampai 6 jam untuk bermain games. Lebih dari itu jawaban yang didapatkan sangat bervariasi, seperti yang terdapat pada diagram berikut ini.

Gambar 1.2

Pada survei ini juga didapatkan fakta bahwa mayoritas orang-orang saat ini lebih banyak memainkan games bergenre Moba (Multiplayer Online Battle Arena) dengan persentase sebanyak 30,6%, kemudian genre adventure atau tipe petualangan sebanyak 14,3%, dan genre FPS (First Person Shooter) atau TPS (Third Person Shooter) sebanyak 10,2%. Hal tersebut juga mengingat bahwa perkembangan dunia games, khususnya di Indonesia memang didominasi oleh permainan bertipe Moba, seperti Mobile Legends: Bang Bang, League of Legends: Wild Rift, dan lain sebagainya.

Page 9: PERAN PERMAINAN TERHADAP PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

e-ISSN: 2549-5119 Vol. 5, No. 2, Agustus 2021

Peran Permainan | Arbi - UINJKT

508

Gambar 1.3

Lalu saat diberikan pertanyaan “Sejak kapan senang bermain games?”, jawaban yang diberikan sangat bervariasi, ada yang menjawab sudah senang bermain games dari kecil, saat duduk di bangku sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan lain sebagainya. Kemudian ditemukan juga bahwa mayoritas dari yang mengisi survei ini memainkan games hanya ketika memiliki waktu senggang, yakni sekitar 79,6%, lalu 36,7% di malam hari, dan 23,4% saat hari libur.

Gambar 1.4

Saat diberikan pertanyaan tentang “Apakah tujuan anda di

dalam bermain games?”, mayoritas menjawab bahwa bermain games hanya untuk mencari kesenangan, dengan persentase sebanyak 69,4%. Lalu yang menjawab menghabiskan waktu luang sebanyak 14,3%.

Gambar 1.5

Selanjutnya, ketika diberikan pertanyaan tentang nilai positif dan negatif dari bermain games, jawaban yang diberikan oleh responden sangat beragam. Salah satu jawaban yang menarik perhatian adalah jawaban dari saudari Kartika Ayuningtyas yakni sebagai berikut.

“Untuk saya pribadi nilai positif dari bermain games yang berbahasa Inggris untuk menambah pengetahuan grammar. Selain itu games juga bisa dimainkan untuk melepas kepenatan dari masalah yang ada di real life. Sisi negatifnya bisa membuat orang kecanduan sehingga lupa waktu. Anak kecil yang biasa bermain game online juga biasanya tidak mendapat pengawasan dari orang tuanya sehingga mereka rawan untuk mencontoh perbuatan/perkataan yang

Page 10: PERAN PERMAINAN TERHADAP PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

e-ISSN: 2549-5119 Vol. 5, No. 2, Agustus 2021

Peran Permainan | Arbi - UINJKT

509 509

mungkin mereka pelajari dari games.”

Beberapa pertanyaan pengantar di atas menuntun kita untuk berpindah ke pertanyaan yang lebih penting, salah satunya adalah “Sadarkah anda karena senang bermain games, anda jadi dapat berkomunikasi atau menggunakan bahasa Inggris?”, dan sebanyak 89,8% menjawab bahwa dengan bermain games, mereka merasakan dampak yang positif yakni bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Meskipun, beberapa games tidak menyediakan bahasa yang tidak terlalu sering digunakan, tetapi setidaknya itu cukup membantu untuk menambah kosakata. Terkadang juga orang-orang yang memperoleh bahasa Inggrisnya dari bermain games sangat minim akan pengetahuan tentang tata bahasa, rumus bahasa, dan lain sebagainya. Karena yang terpenting bagi mereka adalah mereka dapat menggunakan bahasa Inggris dan lawan bicara bisa mengerti apa yang mereka katakan.

Kurang lebih hal tersebut juga sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Krashen, bahwa dalam proses pemerolehan bahasa kedua, seseorang tidak begitu memperdulikan tentang bagaimana tata bahasa, rumus bahasa, ataupun yang berkaitan dengan teknis suatu bahasa, ia hanya mengerti bagaimana caranya berkomunikasi dengan bahasa tersebut, yang dalam hal ini adalah bahasa Inggris.

Gambar 1.6

Tak kalah pentingnya dari pertanyaan di atas, saat diberikan pertanyaan “Bahasa Inggris apa yang biasanya anda temui pada games yang anda mainkan?” semua menjawab dengan bahasa Inggris yang mereka ketahui dari games yang mereka mainkan. Hal tersebut menandakan bahwa berbeda jenis games yang dimainkan, berarti bahasa Inggris yang mereka peroleh juga berbeda-beda pula. Seperti pada games bergenre FPS/TPS, maka bahasa Inggris yang ditemui pasti yang berhubungan dengan hal tersebut, seperti bomb, smoke, flashbang, aim, recoil, dsb, begitu pula dengan games bergenre lain yang pasti akan berbeda pula bahasa Inggris yang mereka peroleh, meskipun di setiap games pasti ada bahasa Inggris yang bersifat umum seperti start, finish, option, dan lain sebagainya.

Lalu saat diberikan pertanyaan tentang bagaimana peran games di dalam memperoleh bahasa Inggris, semua setuju bahwa games sangat berpengaruh kepada pemerolehan bahasa kedua, terutama bahasa Inggris. Salah satu jawaban yang menarik adalah

Page 11: PERAN PERMAINAN TERHADAP PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

e-ISSN: 2549-5119 Vol. 5, No. 2, Agustus 2021

Peran Permainan | Arbi - UINJKT

510

berasal dari saudara Satria, yang jawabannya adalah sebagai berikut.

“Hampir 80% dikarenakan setiap harinya saya memegang gadget yang memang bahasa yang saya pakai adalah bahasa Inggris. Hal yang sama ketika saya bermain games, saya selalu mengganti bahasa menggunakan bahasa Inggris. Jadi setiap ada perkataan yang tidak saya pahami, saya langsung membuka kamus untuk menerjemahkannya yang kemudian kata tersebut menjadi kata yang baru bagi saya dan menambah vocabulary yang saya miliki.”

Lalu pertanyaan terakhir adalah tentang “Apakah dengan bermain games mempengaruhi nilai bahasa Inggris anda di sekolah menjadi lebih baik?”, sebanyak 61,2% responden menjawab bahwa dengan bermain games, nilai mereka dalam bahasa Inggris menjadi lebih baik. Sebaliknya, sebanyak 38,8% responden menjawab bahwa dengan bermain games tidak membuat nilai bahasa Inggris mereka jauh lebih baik.

Gambar 1.7

Hal tersebut mungkin terjadi karena seseorang yang bermain games memiliki waktu bermain yang berbeda-beda, juga tergantung dari jenis games apa yang mereka mainkan, dan bagaimana cara pandang mereka terhadap games yang dimainkan.

D. SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah bahwa permainan atau games memiliki peran yang cukup penting di zaman modern seperti saat ini sebagai salah satu cara dalam mempermudah seseorang untuk memperoleh bahasa kedua atau bahasa target. Dengan mayoritas permainan atau games yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional, membuat seseorang menjadi semakin terbiasa untuk melihat dan berinteraksi dengan bahasa tersebut. Hasilnya adalah tanpa disadari, mereka memperoleh kemampuan untuk dapat berbahasa Inggris, atau memperoleh bahasa kedua mereka. Hal tersebut sesuai dengan hasil survei yang dilakukan dengan 89,8%

Page 12: PERAN PERMAINAN TERHADAP PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

e-ISSN: 2549-5119 Vol. 5, No. 2, Agustus 2021

Peran Permainan | Arbi - UINJKT

511 511

hasil yang didapat dari para responden yang mengatakan bahwa dengan bermain games, mereka secara tidak langsung dapat menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi. Fakta menarik lainnya adalah ketika diberikan pertanyaan untuk menyebutkan bahasa Inggris yang mereka temui di dalam games yang mereka mainkan, hasilnya adalah mereka cenderung mengingat atau mengetahui kosakata bahasa Inggris yang berbeda-beda, tergantung dari games apa yang dimainkan. Ketika bermain games dengan genre adventure, maka bahasa Inggris yang ditemukan juga merupakan kosakata yang berhubungan dengan adventure atau petualangan.

Kemudian, hasil dari penelitian ini juga sejalan dengan pendapat Krashen, bahwa pemerolehan bahasa tidak hanya dapat dilakukan oleh anak-anak yang belum menguasai bahasa apapun, tetapi orang dewasa juga dapat memperoleh bahasa kedua diluar kegiatan pendidikan atau formal seperti di sekolah, di dalam kelas, di tempat kursus, dan lain sebagainya. Dalam pembelajaran bahasa, harus ada instruktur atau guru, murid dan juga materi yang secara sistematis akan diajarkan di dalam sebuah kelas, sedangkan pada pemerolehan bahasa tidak ada seorang instruktur. Sehingga proses dimana seseorang menguasai bahasa dengan cara pemerolehan cenderung bersifat alami dan tidak dibuat-buat. Saat seseorang bermain games, kecenderungan orang dalam melakukan kegiatan tersebut adalah demi mencari sebuah kesenangan dan mengisi waktu luang. Seperti

yang terdapat pada hasil penelitiaan di atas, yakni 68,8% untuk orang yang bermain games untuk menghabiskan waktu luang dan sebanyak 14,6% jawaban untuk mencari kesenangan di dalam sebuah permainan atau games.

Namun terlepas dari itu semua, penulis sadar bahwa di dalam artikel ini masih terdapat banyak sekali kesalahan dan kekurangan. Kesalahan dan kekurangan pun bisa berupa kesalahan penulisan, kurangnya referensi, penelitian yang kurang mendalam, dan lain sebagainya yang mungkin terlepas dari pengamatan penulis. Untuk itu, penulis berharap bahwa para pembaca mau memaafkan kesalahan yang ada dan tidak lupa juga untuk memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis. Dengan harapan bahwa berkat kritik dan saran yang diberikan oleh para pembaca membuat penulis dapat belajar dari kesalahannya dan mengintrospeksi diri, sehingga di kemudian hari dapat memperbaiki kesalahan dan dapat membuat tulisan yang lebih baik lagi dari sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA Berko Gleason, Jean dan Nan

Bernstein Ratner. 1998. Psycholinguistics. New York: Harcourt Brace College Publisher.

Cahya Setiyadi, Alif dan Mohammad Syam’un Salim. 2013. Pemerolehan Bahasa Kedua Menurut Stephen Krashen. Jurnal At-Ta’dib Vol. 08 No. 02.

Chaer, Abdul. 2014. Linguistik Umum.

Page 13: PERAN PERMAINAN TERHADAP PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

e-ISSN: 2549-5119 Vol. 5, No. 2, Agustus 2021

Peran Permainan | Arbi - UINJKT

512

Jakarta: PT. Rineka Cipta. Dardjomulyo, Soenjono. 2008.

Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Guntur Tarigan, Henry. 2009. Psikolinguistik. Bandung: Angkasa.

Iwan Indrawan Jendra, Made. 2010. Sociolinguistics The Study of Societies Languages. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.

Kurnia Hastuti Sebayang, Sri. 2018. Analisis Pemerolehan Bahasa Pertama (Bahasa Melayu) Pada Anak Usia 3 Tahun. Jurnal Pena Indonesia Vol. 04 No. 01.

Krashen, Stephen. 1982. Principle and Practice in Second Language. University of Southern California: Pergamon Press Inc.

Lyons, John. 1981. Language and Linguistics. Cambridge: Cambridge University Press.

Nuryani dan Dona Aji Karunia Putra, 2013. Psikolinguistik. Ciputat: Mazhab Ciputat.

Rani Fatmawati, Suci. 2015. Pemerolehan Bahasa Pertama Anak Menurut Tinjauan Psikolinguistik. Lentera Vol. 28 No. 01.

Syamsiyah, Dailatus. 2017. Analisis Deskriptif Teori Pemerolehan Bahasa Kedua. Jurnal Komunikasi dan pendidikan Islam Vol. 06 No. 02.

Tarigan, Djago. 2003. Pendidikan dan Bahasa Sastra Indonesia di Kelas

Rendah. Jakarta: Universitas Terbuka.