165
PERAN PENGAJARAN FORMAL PADA PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA PERAN PENGAJARAN FORMAL PADA PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA by. Marlia, S.Pd., M.Hum. Pendahuluan Bab ini meneliti pemerolehan bahasa kedua dalam pengaturan kelas. Hal itu mempertimbangkan apakah pengajaran formal dibedakan dengan pemerolehan bahasa kedua. Hal ini merupakan persoalan yang penting, karena itu menunjuk pada pertanyaan mengenai peran yang dimainkan oleh faktor lingkungan dalam pemerolehan bahasa kedua. Hal ini juga merupakan persoalan pendidikan yang penting, sebab pedagogi (ilmu mendidik) bahasa telah memiliki tradisi menjalankan asumsi bahwa tatabahasa dapat diajarkan. Dua jenis yang luas dari pemerolehan bahasa kedua dapat diidentifikasi berdasarkan pengaturan pemerolehan: (1) pemerolehan bahasa kedua alamiah, dan (2) kelas pemerolehan bahasa kedua (lihat bab 1). Dalam bab 6 beberapa perbedaan pada jenis pemakaian/interaksi dihubungkan dengan dua pengaturan yang telah dipertimbangkan ini. Hal itu menunjukkan bahwa bercakap- cakap di kelas dapat berubah, dalam perbandingan dengan secara alami terjadinya percakapan. Suatu pertanyaan penting, oleh karena itu, dengan cara apakah perubahan ini, yang mana sebagian besar disempurnakan oleh usaha untuk mengajar daripada untuk berbicara, mempengaruhi jalan dan tingkat pemerolehan bahasa kedua di dalam kelas. Dengan mempertimbangkan bagaimana pengajaran formal mempengaruhi pemerolehan bahasa kedua, hal ini mungkin menunjuk pada persoalan yang lebih luas mengenai peran dari faktor lingkungan. Pengajaran bahasa mempunyai banyak tujuan. Salah satunya memiliki tradisi untuk mengajar pelajar dengan sistem formal pada bahasa kedua (L2), khususnya tatabahasa, walaupun fonologi dan kosa kata juga mungkin untuk menerima perhatian. Bab ini semata-mata akan

Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PERAN

Citation preview

Page 1: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

PERAN PENGAJARAN FORMAL PADA PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

PERAN PENGAJARAN FORMAL

PADA PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

by. Marlia, S.Pd., M.Hum.

 

PendahuluanBab ini meneliti pemerolehan bahasa kedua dalam pengaturan kelas. Hal itu mempertimbangkan apakah pengajaran formal dibedakan dengan pemerolehan bahasa kedua. Hal ini merupakan persoalan yang penting, karena itu menunjuk pada pertanyaan mengenai peran yang dimainkan oleh faktor lingkungan dalam pemerolehan bahasa kedua. Hal ini juga merupakan persoalan pendidikan yang penting, sebab pedagogi (ilmu mendidik) bahasa telah memiliki tradisi menjalankan asumsi bahwa tatabahasa dapat diajarkan.Dua jenis yang luas dari pemerolehan bahasa kedua dapat diidentifikasi berdasarkan pengaturan pemerolehan: (1) pemerolehan bahasa kedua alamiah, dan (2) kelas pemerolehan bahasa kedua (lihat bab 1). Dalam bab 6 beberapa perbedaan pada jenis pemakaian/interaksi dihubungkan dengan dua pengaturan yang telah dipertimbangkan ini. Hal itu menunjukkan bahwa bercakap-cakap di kelas dapat berubah, dalam perbandingan dengan secara alami terjadinya percakapan. Suatu pertanyaan penting, oleh karena itu, dengan cara apakah perubahan ini, yang mana sebagian besar disempurnakan oleh usaha untuk mengajar daripada untuk berbicara, mempengaruhi jalan dan tingkat pemerolehan bahasa kedua di dalam kelas. Dengan mempertimbangkan bagaimana pengajaran formal mempengaruhi pemerolehan bahasa kedua, hal ini mungkin menunjuk pada persoalan yang lebih luas mengenai peran dari faktor lingkungan.Pengajaran bahasa mempunyai banyak tujuan. Salah satunya memiliki tradisi untuk mengajar pelajar dengan sistem formal pada bahasa kedua (L2), khususnya tatabahasa, walaupun fonologi dan kosa kata juga mungkin untuk menerima perhatian. Bab ini semata-mata akan dikaitkan dengan peran pengajaran dalam pemerolehan tatabahasa bahasa kedua (L2). Hal itu mempertimbangkan pengajaran formal.Dalam banyak metode pengajaran, suatu asumsi dibuat bahwa memusatkan pada bentuk linguistik membantu pemerolehan dari pengetahuan tatabahasa, atau, untuk meletakkannya dengan cara lainnya, bahwa peningkatan kesadaran pelajar mengenai peran target bahasa yang alami membantu pelajar untuk menginternalisasikan mereka. Dalam kasus tentang metode deduktif ini adalah kasus dirinya dengan jelas. Tetapi, hal ini juga benar dalam metode ‘habit forming’ seperti audio-lingualisme, sebagai tujuan dari penyajian praktik adalah untuk memusatkan pada bentuk spesifik linguistik, yang mana pelajar dianjurkan untuk mempengaruhi dan yang mana pada akhirnya ia akan membentuk kurang lebih penyajian mental yang disengaja/sadar. Tentunya, pemerolehan yang diakibatkan oleh pengajaran tidak mungkin dengan serta merta. Kebanyakan metode membedakan ‘skill getting’ (mendapatkan kecakapan), dengan ‘skill using’ (penggunaan kecakapan) (Rivers dan Temperley, 1978). Pemerolehan memerlukan praktik satu sesama atau yang lainnya.

Page 2: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

Asumsi lainnya tentang pengajaran formal adalah bahwa pada saat dimana fitur gramatikal diajarkan akan berpengaruh pada saat mereka mempelajarinya. Silabus bahasa disusun sedemikian cara untuk memudahkan hubungan antara pengajaran dan pembelajaran. Namun, kedua asumsi ini dapat dipertanyakan, dipandang dari sudut apa mengetahui pemerolehan bahasa kedua yang natural, dimana pelajar menuruti pemerohan alami yang mengarahkan sebagai hasil dari mempelajari bagaimana berkomunikasi dalam bahasa kedua (lihat bab 3). Tetapi, walaupun bukti-bukti dari pemerolehan bahasa kedua yang alami menyarankan untuk tidak berasumsi tentang pedagogi bahasa tradisional, hal ini tidak menyangkal mereka. Apa yang diperlukan untuk suatu penilaian seksama merupakan bukti tentang kelas pemerolehan bahasa kedua itu sendiri. Penelitian tentang peranan pengajaran formal dapat dilakukan dalam dua cara : pertama, jawaban dari sebuah pertanyaan ‘apakah pengajaran formal membantu pemerolehan bahasa kedua?’ dapat ditemukan. Kedua, pertanyaan ‘pengajaran formal bagaimana yang sebagian besar membantu pemerolehan bahasa kedua, dapat terjawab. Pada pertanyaan pertama terdapat anggapan bahwa seluruh jenis pengajaran formal berbagi pendapat dasar tertentu dan oleh karena itu, bahwa, dimungkinkan untuk berbicara secara umum mengenai ‘pengajaran formal’. Dalam pertanyaan kedua terdapat anggapan bahwa pengajaran formal secara umum adalah upaya memudahkan dan bahwa persoalan pentingnya adalah apa yang menjadi ciri lebih sukses dari beberapa jenis pengajaran. Ada sedikit keraguan bahwa pengajaran formal dapat sangat bervariasi. Ellis (1984a) mempertimbangkan beberapa dimensi utama ini. Peningkatan kesadaran dapat bervariasi, tergantung tingkat kejelasan yang merupakan aturan penyajian dan juga tingkat perluasan keterlibatan (Sharwood-Smith 1981). Pelatihan pola tatabahasa dapat juga bervariasi berdasarkan intensitas latihan dan teknik khusus yang digunakan. Sifat alami aturan target juga merupakan faktor potensial yang penting – beberapa aturan mungkin lebih mudah daripada mengajar dan belajar2. Tujuan instruksional dapat menjadi aturan internal atau suatu rumus penghafalan, belajar dikemudian hari lebih terasa sebagai beban dibanding belajar terdahulu. Namun yang lebih penting adalah dari sudut pandang orang yang belajar ; apakah merupakan permaksudan sebagai sebuah usaha untuk berlatih aturan tatabahasa oleh guru, dan  mungkin terlihat sebagai teka-teki bagi orang yang belajar, menuntut tidak hanya strategi pembelajaran bahasa, tapi prosedur untuk mendapatkan jawaban yang benar (lihat Hosenfeld 1976).3 Variasi tersebut dapat diberikan pada pengajaran formal, mungkin tidak mengherankan bahwa penyelidikan mengenai efek tersebut pada pembelajaran berisi studi komparatif , mengarahkan pada pembentukan beberapa jenis cara yang lebih efektif. Namun, seperti yang tercantum pada bab 6, studi komparatif ini tidak sesukses dalam menunjukkan satu metode pengajaran yang lebih efektif dari cara lain. Sebagai akibat, perhatian telah terangkat pada satu dari dua pertanyaan – apakah pengajaran formal dengan sendirinya membantu pemerolehan bahasa kedua. Apa yang menjadi perbedaan metoda pengajaran telah bersama-sama  merupakan fokus pada bentuk, manisfestasi, sebagai misal, dalam ketentuan umpan balik oleh guru untuk mengoreksi kesalahan formal (Krashen dan Seliger 1975). Jadi, hal itu telah menjadi alasan bahwa mungkin tidak hanya berbicara tentang peran pengajaran secara umum saja, melainkan topik ini secara logis mengutamakan pertimbangan perbedaan jenis pengajaran yang menyebabkan perbedaan hasil. Studi komparatif telah memberikan jalan pada pertimbangan mengenai apa peran pengajaran formal, pandangan umum, permainan dalam kelas pemerolehan bahasa kedua.

Page 3: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

Dengan demikian apa yang menjadi kriteria kelengkapan pengajaran formal?  Penulis mengusulkan dua hal (meskipun terdapat kemungkinan ada yang lain). (1) corak khusus tatabahasa yang dipilih untuk menarik perhatian pelajar, dan (2) atensi ini jelas mempusatkan karakteristik corak khusus tatabahasa. Dalam kaitan dengan dua hal ini, pengajaran formal diambil untuk menyertakan pengajaran yang merupakan hasil dari metode deduktif seperti kode kognitif, metode induktif seperti audiolingualisme, dan, juga pengajaran yang didasari material fungsional dimana bahasa khusus berarti untuk merealisasikan beragam cara berbicara atau kategori tatabahasa-semantik diperkenalkan dan digunakan.  Hal itu bukan berarti menyertakan pengajaran dimana pelajar didorong untuk menggunakan komunikasi alami dengan sumber bahasa apapun yang dia miliki. (umpamanya seperti yang digambarkan dalam Proyek Bangalore-Lihat Johnson 1982).Dalam upaya mempelajari efek dari suatu pengajaran, sangat penting untuk membedakan perbedaan aspek pemerolehan bahasa kedua. Peran pengajaran dalam pemerolehan bahasa kedua harus secara terpisah mempertimbangkan dalam hal efek pengajaran yang berakibat mengarah kepada perkembangan (antara lain urutan umum atau perintah tambahan khusus. Dan efek pengajaran berakibat pada tingkat pengembangan (antara lain kecakapan tingkat pencapaian akhir). Perbedaan ini pada satu pihak dan penilaian dipihak lain juga dipertimbangkan dalam bab 5. Hal ini merupakan perbedaan yang sangat penting saat mempertimbangkan pengajaran formal karena hal itu mungkin bahwa pengajaran dapat menentukan kedua jalan dan penilaian/kesuksesan, atau hanya salah satunya saja. Singkatnya, mempelajari peran pengajaran formal dalam pemerolehan bahasa kedua adalah penting dalam hal membangun pemahaman teoritis tentang pemerolehan bahasa kedua dan untuk ilmu mendidik tentang bahasa. Dalam kasus terdahulu, hal itu dapat menerangkan bagaimana perbedaan dalam kondisi lingkungan mempengaruhi pemerolehan bahasa kedua. Dalam kasus terakhir, hal itu dapat membantu menguji asumsi pendidikan dasar seperti apakah urutan pola tatabahasa yang diperkenalkan sesuai dengan urutan yang telah diajarkan pada mereka.  Pengajaran dapat diambil dari beberapa bentuk berbeda, tapi untuk penggunaan pada bab ini, isu yang dipertimbangkan bukan jenis pengajaran yang paling efektif, tapi apakah pengajaran formal memiliki pengaruh pada dirinya. Sampai saat ini,  pengajaran diambil untuk menyiratkan beberapa bentuk peningkatan kesadaran, dengan target ciri-ciri pokok ilmu bahasa. Pengaruh tersebut mungkin dengan jelas mengarah pada pemerolehan bahasa kedua dan/juga untuk penilaian/keberhasilan pemerolehan bahasa kedua. Bab ini memiliki empat sub bab. Pertama, menguji efek pengajaran pada pemerolehan bahasa kedua. Kedua, menguji efek penilaian/kesuksesan yang mengarah pada pemerolehan bahasa kedua. Sub bab ketiga, menjelaskan hasil laporan yang diterima pada kedua sub bab terdahulu. Akhirnya, kesimpulan singkat tentang implikasi teori pemerolehan bahasa kedua dan pengajaran bahasa.   Efek pengajaran formal yang mengarah pada pemerolehan bahasa kedua Pada bab 3 pengarahan pemerolehan bahasa kedua betul-betul dipertimbangkan dalam hubungan rangkaian umum pengembangan  dan tata tertib dalam ciri-ciri pokok tatabahasa yang diperoleh. Bukti untuk dilaporkan secara menyeluruh tentang tata urutan dan perbedaan kecil dalam urutan yang datang dari : (1) pelajaran morfem dan (2) pelajaran longitudinal. Pembahasan ini

Page 4: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

merupakan bentuk asli pemerolehan bahasa kedua secara alami dan juga secara campuran (antara lain jika terdapat ekspose alami dan pengajaran. Bab ini kini akan mempertimbangkan pelajaran yang serupa mengenai kelas pemerolehan bahasa kedua. Namun, karena terdapat pandangan relatif mengenai pelajaran, kesimpulan yang dapat digambarkan tentunya akan tentatif. Pelajaran morfem dan longitudinal akan dibahas secara terpisah.

 

Studi morfem dari kelas pemerolehan bahasa kedua 

Studi morfem dapat digolongkan dalam dua kelompok. Pertama adalah lima studi yang

menyelidiki pelajar bahasa kedua. Kelompok yang lain adalah empat studi yang menyelidiki

pelajar bahasa asing.

Tiga studi mengenai pelajar bahasa kedua menemukan morfem yang sama dalam kelas

pemerolehan bahasa kedua seperti dalam pemerolehan bahasa kedua secara alami. Fathman

(1975) menggunakan uji produksi lisan untuk menilai pengetahuan tatabahasa dari dua ratus

anak usia 6 hingga 15 tahun dari latar belakang yang berbeda-beda. Beberapa anak yang

menerima pengajaran bahasa, sementara yang lainnya dalam kelas. Fathman menemukan

korelasi yang sangat signifikan antara morfem dari dua kelompok pelajar dan menyimpulkan

bahwa pesan yang didapatnya adalah konstan, tanpa tergantung dengan pengajaran. Perkin dan

Larsen Freeman (1975) menyelidiki pesan morfem dari duabelas mahasiswa Universitas

Venezuela setelah mereka menjalani dua bulan pengajaran bahasa setelah tiba di Amerika

Serikat. Mereka menggunakan dua buah tugas dalam mengumpulkan data : (1) test terjemahan,

dan (2) tugas deskripsi berdasarkan film non-dialog. Pada (1) pesan morfem sebelum dan setelah

pengajaran berbeda secara signifikan, namun pada (2) tidak ada perbedaan signifikan. Peneliti

menyimpulkan bahwa dimana spontanitas berujar terlibat, pengajaran formal tidak

mempengaruhi perkembangan. Turner (1978) menyelidiki tiga pelajar bahasa kedua dan

menemukan bahwa pesan pengajaran dari suatu set tatabahasa morfem tidak berkorelasi tinggi

dengan pesan yang mereka dapatkan. Dengan kata lain, pesan pengajaran dan pembelajaran

ternyata berbeda. Diambil secara bersama, pelajaran ini memberi kesan tapi tidak membuktikan

pengajaran formal tidak mengubah pesan kemahiran morfem tatabahasa saat pelajar sibuk dalam

menggunakan bahasa terfokus pada arti dari bahasa tersebut

Kedua studi lain mengenai pelajar bahasa kedua memberi kesan bahwa pengajaran dapat

memiliki efek pada pesan morfem, meskipun efek itu relatif kecil dan tidak kekal. Lightbown

dkk. (1980) menyelidiki performan dari 175 mahasiswa Perancis penutur bahasa Inggris

Page 5: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

berdasarkan (1) test penilaian secara tatabahasa, dan (2) pertanyaan komunikasi melibatkan

deskripsi gambar. Mereka menemukan bahwa nilai pada (1) hasilnya meningkat sesuai hasil

pengajaran, tapi dari nilai secara umum kemudian menurun (antara lain, setelah mahasiswa tidak

lagi menerima pengajaran pada bagian tatabahasa yang diujikan). Pada (2) mereka menemukan

bahwa pesan dari berbagai morfem kata benda dan kata kerja berbeda dari pesan ‘secara alami’.

Hal ini terjadi karena mahasiswa jelek dalam hal bentuk jamak dibanding morfem kata kerja,

kemungkinan karena efek dari bahasa pertamanya (antara lain, dalam bahasa Perancis bentuk

akhir jamak ‘-s’ terjadi hanya pada tulisan). Bagaimanapun, saat morfem kata kerja dan kata

benda betul-betul dipertimbangkan secara terpisah, pesan yang sesuai terjadi secara alamiah.

Pada studi berikutnya, Lighbown (1983)  menemukan bahwa pada kelompok mahasiswa yang

sama pada studi pertama ‘overlearnt’ pada penempatan ‘-ing’ kata kerja pada tahap tingkat

pengembangan mereka. Lighbown memberi kesan bahwa hal ini sebagai hasil dari latihan formal

secara intensif mengenai morfem ini pada tahap terlalu awal dan latihan yang terkonsentrasi

tinggi dapat menunda efek. Meskipun, mahasiswa tidak menggunakan ‘-ing’ secara tepat, namun

mengulur-ngulur penggunaan pada kontek yang membutuhkan morfem orang ketiga ‘-s’.

kemudian, frekwensi ‘-ing’ menurun sejalan dengan mahasiswa yang menyortir masing-masing

penggunaan ‘-s’ dam ‘=ing’. Sekali lagi, karenanya, kekacauan pada pesan alami membuktikan

hanya bersifat sementara.

Salah satu masalah dari keseluruhan lima kelas studi morfem tentang pelajar bahasa

kedua adalah bahwa pelajar yang telah menerima pengajaran lingkungan dimana hal itu

memungkinkan bagi mereka untuk mengekpose bahasa kedua diluar kelas. Dengan kata lain,

studi mungkin tidak menyentuh efek pembelajaran kelas.  Pica (1983) menyebutkan sejumlah

studi seperti halnya ekspose tersebut mungkin lebih sedikit telah mengacaukan variabel. Fathman

(1978) membandingkan apa yang ia sebut sebagai ‘pesan sukar’ dari pelajar bahasa Inggris

sebagai bahasa asing di kelas di Jerman dimana bahasa Inggris sebagai bahasa kedua untuk

sekolah di Amerika Serikat. Pada kasus terdahulu, pengajaran telah memberikan kecocokan pada

dua kriteria yang telah disebutkan : yaitu, yang terstruktur dan yang membutuhkan pemusatan

pada bentuk. Pada kasus kemudian, pengajaran formal mini telah diperkenalkan. Meskipun

demikian, Fathman melaporkan hubungan positif dalam pesan yang dihasilkan oleh dua

kelompok pelajar, meskipun ia tidak mengidentifikasi jumlah perbedaan minornya.

Page 6: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

Studi kedua kelas murni yang mempelajari pandangan Pica tersebut adalah sebagaimana

menurut Makino (1979). Makino menyelidiki sembilan morfem yang dihasilkan dalam ujian tulis

777 subjek pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing di sekolah sekunder Jepang.

Hasilnya menunjukkan bahwa pesan morfem yang dihasilkan berkorelasi signifikan dengan

pesan yang dilaporkan oleh Dulay dan Burt dan oleh peneliti morfem lainnya (Hakuta 1974

adalah pengecualian).

Studi ketiga yang meneliti pandangan Pica adalah Sajavaara (1981a). ia mengumpulkan

cara berujar secara spontan dari pelajar berbahasa Finlandia yang belajar bahasa Inggris dan

menemukan suatu gangguan pesan.. satu dari perbedaan utama adalah didakam memposisikan

rangking suatu tulisan. Pica mencatat bahwa sisten tulisan bahasa Finlandia dan bahasa Jepang

berbeda dari bahasa Inggris, tapi hanya pelajar bahasa Finlandia dalam studi Sajaavara berbeda

seara alami.

Pica melaksanakan studinya mengenai efek pengajaran terhadap pesan morfem. Ia

membandingkan enam pelajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing yang menerima pengajaran

formal di Mexico City baik pada kelompok pelajar alami, maupun pelajar campuran (sebagai

contoh, seseorang menerima ekspose dan juga pengajaran) di Philadelphia. Pica memandang

pada delapan morfem dan menemukan korelasi signifikan diantara tiga kelompok dan dengan

pesan alami Krashen.

Pembahasan sembilan morfem tersebut diringkas dalam tabel 9.1. Kesimpulan apa yang

dapat digambarkan?  Secara umum pengajaran formal tidak tampak memiliki efek terhadap

pesan morfem yang dilaporkan untuk alami atau campuran pemerolehan bahasa kedua. Hanya

saat data yang digunakan untuk menghitung pesan morfem secara ketat dimonitor (seperti dalam

melakukan studi oleh Perkin dan Larsen-Freeman, misalnya) muncul berbeda-beda. Saat data

dikumpulkan mencerminkan penggunaan yang komunikatif tentang bahasa kedua (sebagaimana

dalam studi Pica, misalnya), pesan morfem adalah sama halnya dengan pesan alami atau berbeda

hanya dalam istilah dan hanya dalam satu atau dua segi yang mungkin terlalu ‘overlearnt’.

Kesimpulan umum ini membenarkan tanpa bergantung apakah pelajar adalah anak-anak atau

dewasa dan yang paling menarik tanpa bergantung dari apakah pelajar orang asing ataukah

lingkungan bahasa kedua. Satu-satunya pengecualian adalah studi Sajavaara.

Pengajaran formal muncul, lalu, hanya memiliki efek kurang berarti pada pesan order

merujuk kepada bahasa yang digunakan secara spontan. Namun, sebagaimana yang telah

Page 7: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

tergambar pada bab 3, pesan morfem mengukur secara akurat lebih baik daripada pengetahuan

yang didapatnya. Dalam upaya untuk memperoleh gambaran yang dapat dipercaya, mengenai

pengaruh pengajaran pada pengembangan bahasa kedua, penting untuk berbalik ke arah studi

longitudinal mengenai struktur transisi.

 

Studi longitudinal tentang kelas pemerolehan bahasa keduaAllwright (1980 : 165) mengamati :

Secara aneh, pendekatan studi kasus sangat berperan pada metodologi bahasa kesatu dan

kedua yang didapatkan para peneliti, tidak secara khusus, masuk akal untuk pelajar yang berada

dalam kelas.

Terdapat sedikit studi longitudinal kelas pemerolehan bahasa kedua. Tiga diantaranya

yang akan dibahas disini adalah Felix (1981), Ellis (1984a) dan Schumann (1978b). Bukti studi

longitudinal yang tersedia oleh karenanya lebih sedikit dibandingkan apa yang disajikan studi

morfem.

Studi Felix menarik perhatian tertentu karena subjeknya adalah pelajar kelas asli,

contohnya mereka seluruhnya bergantung pada pengajaran formal untuk input bahasa kedua.

Terdapat tiga puluh empat murid Jerman usia sepuluh hingga delapan tahun, mempelajari bahasa

Inggris pada tahun pertamanya di Sekolah Menengah Atas Jerman. Para murid menerima 45

menit pelajaran bahasa Inggris selama lima hari seminggu. Studi keseluruhan mencapai delapan

bulan.

Struktur tatabahasa yang Felix laporkan yaitu pada negasi, interogasi, tipe kalimat, dan

kata ganti. Untuk setiap pola, kesamaan telah ditemukan antara hasil tutor dan pemerolehan

bahasa kedua secara alami. Sebagai contoh, walaupun pelatihan sehari-hari dalam kalimat bulat

negatif (misalnya ‘it isn’t) selama minggu pertama, murid tidak dapat menghasilkan kalimat

yang benar dalam menggunakan ‘not’ atau ‘n’t’, sementara ucapan negatif secara spontan dari

minoritas selama periode ini memuat penghubung ‘no’ (misalnya, ‘it’s no my comb’). Saat kata

kerja utama kalimat negasi diperkenalkan (misalnya penggunaan ‘don’t’/doesn’t’), banyak

ungkapan negatif anak-anak mengandung pelengkap kalimat negatif diluar (misalnya, ‘doesn’t

she eat apples’ = she doesn’t eat apples). Dengan kata lain, anak-anak banyak menggunakan

‘don’t/doesn’t’ dalam cara khusus bagi pelajar alami yang menggunakan ‘no’. Contoh serupa

Page 8: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

mengenai bentuk yang diamati dalam pemerolehan bahasa kedua secara alami telah dilaporkan

untuk pola lain yang diselidiki oleh Felix.

Felix berkesimpulan bahwa hasil tutor dan hasil alami pemerolehan bahasa kedua

melibatkan proses pembelajaran yang sama dan bahwa

…..kemungkinan manipulasi dan kontrol kebiasaan verbal pelajar dalam kelas dalam

faktanya terbatas. (Felix 1981:109)

Dalam kelas dimana pengajaran merupakan hal yang sangat formal, pelajar secara

konstan dipaksa untuk menghasilkan pola yang mereka belum siap. Felix menduga upaya

memecahkan masalah ini merupakan satu dari dua jalan yang ada. Apakah mereka memilih

secara acak dari pola repertoir, ketidakbergantungan sintaksis atau kelayakan semantik, ataukah

mereka mengikuti aturan yang sama bahwa itu merupakan karakteristik tahapan awal

pemerolehan bahasa secara alami.

Ellis menyelidiki tiga pelajar bahasa kedua usia sepuluh hingga tiga belas tahun. Mereka

menerima pengajaran penuh (misal, tanpa adanya penutur asli anak-anak). Hal itu selayaknya

menunjukkan, bagaimanapun, bahwa bahasa Inggris – bahasa kedua – telah digunakan sebagai

media umum komunikasi baik antara guru dan murid dan diantara murid itu sendiri. Jadi, baik

kelas dan lingkungan sekolah memberikan kesempatan bagi pengguna bahasa Inggris.

Pengajaran bahasa itu sendiri bervariasi, namun secara utama mengenai jenis audio-lingual.

Studi mencangkup periode sembilan bulan. Pada saat awal, dua anak merupakan benar-benar

pemula, sementara yang lain hampir dikatakan demikian (misal, ia hanya memiliki sedikit

perbendaharaan kata bahasa Inggris saja).

Ellis menguji negatif, interogatif dan sejumlah frase morfem kata kerja. Kesemua pola ini

secara formal diajarkan pada satu waktu atau saat yang lain selama sembilan bulan pembelajaran

– beberapa orang pada kesempatan yang lain. Saat ucapan komunikasi dihasilkan oleh pelajar di

kelas setelah dianalisa, ternyata menunjukkan pola pengembangan kurang lebih identik pada

penelitian dalam pemerolehan bahasa kedua secara alami. Hasil ini adalah benar untuk semua

pola yang diselidiki. Sebagai contoh, ungkapan penyangkalan anak-anak yang terdiri dari

anaforik (misal, ‘no’ oleh dirinya sendiri atau ‘no’+ pernyataan terpisah). Negasi eksternal

mengikuti, pertama dalam ungkapan ketiadaan kata kerja dan kemudian dalam ungkapan

berisikan kata kerja. Penggantian negasi eksternal secara berangsur-angsur oleh negasi internal

terjadi. Bersamaan dengan ‘not’ digantikan ‘no’ sebagai negasi pokok. Ellis, seperti halnya Felix,

Page 9: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

berkesimpulan bahwa proses yang sama ditemukan dalam pemerolehan bahasa kedua secara

alami ditempat kerja. Satu-satunya perbedaan antara pemerolehan bahasa secara alami dan di

kelas bahwa dapat diamati beberapa pola transisi yang berubah lebih lama (misal, penggunaan

interogatif yes/no yang tidak dibalikan) dan beberapa susunan lambat muncul.  Ellis

mengemukakan hal ini sebagai hasil pola penyimpangan komunikasi yang terjadi di kelas. Fakta

lebih lanjut untuk penjelasan ini berasal dari Long dan Sato (1983), yang menemukan, sebagai

misal, bahwa karakteristik input kelas mendominasi acuan sementara.

Dalam studi Schumann percobaan dengan sengaja dibuat untuk mengajar pelajar bahasa

kedua dewasa tentang bagaimana untuk ber-negasi. Ini terjadi dalam konteks studi longitudinal

dari cara lainnya yaitu pemerolehan bahasa kedua secara alami. Lebih dahulu pada eksperimen

pengajaran, ungkapan kalimat negatif pelajar secara pokok adalah tipe ‘no + V’. Pengajaran

meliputi periode selama sembilan bulan, dan selama itu perolehan dan spontanitas ungkapan

kalimat negatif diperoleh. Pemerolehan ungkapan telah ditunjukkan oleh nilai perkembangan (64

persen benar berlawanan dengan sebelum pengajaran yang hanya mencapai 22 persen). Tetapi,

ungkapan secara spontan tidak menunjukkan perubahan signifikan.(20 persen benar sebagaimana

22 persen benar sebelum pengajaran). Schumann berkesimpulan bahwa pengajaran

mempengaruhi hasil belajar hanya dalam ujian seperti situasi saat komunikasi normal yang tidak

dibuat-buat.

Dari kesemua studi ini (yang diringkas pada tabel 9.1), dapat diambil suatu hipotesa :

1.      pengajaran bukan proses berbelit-belit yang berperan dalam urutan pengembangan yang

jelas dalam transisi pola seperti kalimat negatif, interogatif dalam pemerolehan bahasa

kedua secara alami.

2.      ketika pelajar di kelas diperlukan untuk menghasilkan pola melebihi kompetensi mereka,

bentuk yang aneh yang biasanya dihasilkan.

3.      simpangan input dapat memperpanjang tahap tertentu dari perkembangan dan

melambatkan timbulnya beberapa fitur gramatikal.

4.      pelajar kelas dapat menggunakan pengetahuan yang diperoleh melalui pengajaran formal

ketika mereka terfokus pada bentuk (yaitu, dalam suatu ujian terpisah).

Bagaimanapun, banyak penelitian dibutuhkan untuk memperkuat hipotesis ini.

 Jenis Studi Jenis Subjek Tingkat Data Hasil

Page 10: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

Kelas Kemahiran

Morfem Fathman

(1975)ESL

USA

260 anak usia 6-15 thn-

berlatar campuran bahasa

pertama

Dasar dan

menengah

Tes oral Pesan morfem yang didapat

peserta pengajaran signifikan

Morfem Perkin dan

Larsen-

Freeman

(1975)

ESL

USA

12 mahasiswa-pendatang

baru-bahasa pertama Spanyol

Menengah 1. Tes

terjemah

2. ucapan

spontan

 

Pesan morfem sebelum dan

setelah pengajaran berbeda

Morfem Turner

(1978)ESL

USA

3 pelajar bahasa inggris

sebagai bahasa kedua

Dasar 1. sampel

ucapan

spontan

2. tes

tatabahasa

Pesan pengajaran berbeda dari

pesan morfem dalam hal

spontanitas tapi relatif sama dalam

tes

Morfem Lightbown,

dkk.

(1980)ESL

Canada

175 tingkat 6, 7 dan 8-bahasa

pertama Perancis

Campuran

tingkat

kemampuan-

utamanya

menengah

ucapan

spontan

Berbeda pesan, kecuali untuk kata

kerja dan kata benda

Morfem Lightbown

(1983)ESL

Canada

75  tingkat  6 (juga 36 tingkat

7 dan 8)

Utamanya

dibawah

menengah

ucapan

spontan

Berbeda pesan untuk sejumlah

morfem (mis. –ing)

Morfem Fathman

(1978)EFL

Jerman

Remaja menerima pelajaran

tatabahasa, latihan, dan

kontrol dialog

Campuran

tingkat

kemampuan

Tes oral Signifikan berkorelasi (tidak

menerima pengajaran)

Morfem Makino

(1979)EFL

Jepang

777 remaja dan anak

menerima pengajaran formal

kelas

Campuran

tingkat

kemampuan

Tulisan

pendek-tes

menjawab

Tidak ada perbedaan signifikan

antara pesan morfem dan pesan

alamiah

Morfem Sajavaara

(1981)

EFL

Finlandi

a

Remaja menerima pengajaran

formal kelas

? Tes spontan Pesan alamiah menjadi terganggu

Morfem Pica (1983)

EFL

Mexico

6 dewasa penutur bahasa

Spanyol (18-50 thn)

menerima pengajaran

tatabahasa dan latihan bahasa

komunikatif

Campuran

tingkat

kemampuan

Percakapan

panjang

dengan para

peneliti-

rekaman

Pesan morfem berkorelasi dengan

grup itu

Longitu-

dinal

Felix

(1981)EFL

Jerman

34 anak usia 10-11 thn-

bahasa pertama Jerman

Pemula Percakapan

kelas-rekaman

Menghasilkan ungkapan yang

sesuai aturan sebagaimana halnya

alamiah

Longitu-

dinal

Ellis

(1984a)ESL

Inggris

3 anak usia 10-13 thn-bahasa

pertama Punjabi dan Portugis

Pemula Percakapan

kelas-rekaman

Menghasilkan ungkapan yang

sesuai aturan sebagaimana halnya

alamiah

Longitu-

dinal

Schumann

(1978)

ESL

USA

1 dewasa-bahasa pertama

Spanyol

Faham kolot

di usia senja

Ucapan

alamiah

Peningkatan substansial ketepatan

keseluruhan

Page 11: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

 Tabel 9.1   Studi empiris tentang efek pengajaran pada jalur Pemerolehan Bahasa Kedua

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 12: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

 

 

 

 

 

Ringkasan

Studi morfem dan longitudinal mengenai pemerolehan bahasa kedua mengindikasikan bahwa

meskipun pengajaran formal  mungkin mengembangkan pengetahuan bahasa kedua,

pengetahuan ini manifestasi dirinya sendiri dalam penggunaan bahasa hanya dimana pelajar

mengikuti prosesnya. Itu tidak terjadi, oleh karena itu, terkecuali dalam cara yang relatif

sedikit, mempengaruhi jalan alami pemerolehan bahasa kedua yang secara jelas terlihat dalam

bertutur komunikasi. Untuk menggunakan perbedaan antara rangkaian dan pesan

pengembangan yang dibuat dalam bab 3, kita dapat mengatakan bahwa keseluruhan rangkaian

pengembangan tidak dipengaruhi oleh pengajaran formal, sementara pesan pengembangan

sangat dipengaruhi. Pengajaran formal mempengaruhi pengetahuan hanya pada bentuk kehati-

hatian dalam gaya bahasa, bukan pada bentuk logat bahasa (lihat bab 4). Kesimpulan ini,

merupakan hal yang tentatif, seperti yang terlihat pada studi pemerolehan bahasa kedua di

kelas, terutama longitudinal.

 

Pengaruh pengajaran formal pada kesuksesan pemerolehan bahasa kedua.

 

Studi tentang pengaruh pengajaran formal pada kesuksesan pemerolehan bahasa kedua

telah semakin banyak. Long (1984d), dalam tinjauan seksama riset yang relevan membuat daftar

sebelas studi. Namun, kesemua studi ini telah menguji ‘kegunaan relatif’ suatu pengajaran.

Bahwa, kesemuanya menyangkut dengan keseluruhan efek pengajaran pada kecakapan bahasa

kedua dalam hubungannya pada efek ekspose ringan bahasa kedua secara alamiah. Jadi, tidak

ada satupun studi yang menguji ‘efek absolut’ pengajaran formal, yaitu, apakah pengajaran dapat

mempercepat pemerolehan pola gramatikal khusus. Juga, seperti halnya studi yang telah menguji

campuran pelajar bahasa kedua (antara lain, mereka yang menerima ekspose dan pengajaran),

studi tersebut tidak dapat menjawab apakah pengajaran formal yang didalam dirinya lebih efektif

daripada ekspose dalam dirinya, tapi hanya, apakah pengajaran ditambah ekspose lebih baik

Page 13: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

daripada tidak ada pengajaran dan ekspose. Hal ini tidak sepenuhnya memuaskan, dengan alasan,

yang akan dipertimbangkan kemudian. Terlebih dahulu, studi, akan dibagi pada dua grup. Grup

pertama berisi sebelas studi hasil pemikiran Long ; hal ini, seperti yang dicatat dibawah, merujuk

pada kegunaan relatif. Grup berikutnya berisi satu studi oleh Ellis (1984a) yang merujuk pada

efek absolut. Keseluruhan studi hanya memikirkan efek perkembangan gramatikal.

 

Kegunaan relatif pengajaran formalMempelajari tipe studi ini dapat lebih lanjut dibagi sebagaimana berikut : (1) studi bagi

mereka yang menunjukkan pengaruh pengajaran secara positif, (2) studi bagi mereka yang

ambigu, dan (3) studi bagi mereka yang tidak menunjukkan pengaruh dari pengajaran.

Long (1983d) mendiskusikan enam studi yang menunjukkan pengaruh positif pengajaran

formal. Dua diantaranya membandingkan pengaruh perbedaan jumlah pengajaran pada pelajar

yang menerima jumlah yang sama dari ekpose. Empat studi lainnya menyelidiki hubungan antara

perbedaan jumlah pengajaran, ekspose dan tingkat kemahiran pelajar. Kesemua studi mencakup

anak-anak dan dewasa, suatu cakupan tingkat kemahiran, dan perbedaan target bahasa. Juga,

pengujian biasa mengukur tingkat kemahiran poin diskrit (misal, pilihan berganda) dan tipe

integratif.

Prosedur diadopsi oleh Krashen dan Seliger (1976) dan Krashen, Seliger dan Hartnett

(1974) untuk mencocokan pasangan siswa yang memiliki jumah ekspose yang sama namun

berbeda periode pengajaran formal (contohnya, untuk menahan faktor ekspose yang konstan

dalam upaya mengukur pengaruh faktor pengajaran).  Kedua studi menemukan bahwa pelajar

tersebut dengan pengajaran yang lebih memiliki skor tinggi dalam test kemahiran dibandingkan

pelajar yang kurang dalam pengajaran. Namun, seperti yang digambarkan oleh Long, tidaklah

mungkin untuk memastikan bahwa pengajaran dalam diri yang memiliki pengaruh, sebagaimana

kiranya, pelajar yang lebih berpengalaman dalam hal pengajaran lebih banyak berhubungan

dengan bahasa kedua. Jadi, hasil yang diperoleh dapat dijelaskan dalam hubungan jumlah

keseluruhan hubungan (contohnya, total waktu pengajaran ditambah total waktu ekspose). Dalam

upaya untuk menegaskan pengaruh nyata pengajaran formal, penting untuk memperlihatkan

bahwa saat pelajar cocok dalam pengajaran namun berbeda dalam ekspose (contohnya faktor

pengajaran dipengang konstan dalam upaya  menginfestigasi faktor ekspose), tidak terdapat

kesesuaian pengaruh nyata untuk ekspose. Dalam kedua studi ini pada kenyataannya ditemukan

Page 14: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

sebagai kasus, memberi kesan bahwa pengamatan pengaruh nyata pengajaran bukan sekedar

hasil dari keseluruhan waktu kontak yang lebih banyak. Bagaimanapun, studi oleh Martin (1980)

menemukan pengaruh nyata untuk ekspose saat pengajaran merupakan untuk pengendali. Dalam

suatu kesimpulan, lebih lanjut, studi oleh Krashen dan Seliger (1976) dan oleh Krashen, Seliger

dan Hartnett (1974) menilai bahwa pengajaran adalah membantu, namun dengan bukti-bukti

yang tak pasti.

Prosedur yang digunakan oleh keempat studi lainnya (Krashen dkk. 1978 ; Briere 1978 ;

Carroll 1967 ; Chihara dan Oller 1978) juga bahwa menunjukkan pengaruh nyata pengajaran

untuk mengukur secara statistik derajat kesesuaian antara jumlah pengajaran dan ekspose yang

berpengalaman dengan siswa yang berbeda pada satu sisi dan nilai kemahiran pada sisi lainnya.

Keempat studi menemukan hubungan antara ekspose dan kemahiran, tapi hanya tiga studi yang

menemukan hubungan yang sama antara ekspose dan kemahiran. Juga kekuatan hubungan

dengan pengajaran lebih kuat dalam dua studi, dan yang terlemah hanya pada satu studi.

Pada umumnya, pengajaran merupakan prediktor yang lebih baik dalam hal tingkat

kemahiran daripada ekspose. Namun, sekali lahi, hal tersebut sangat sulit untuk memisahkan

efek pengajaran dan ekspose dalam studi ini.

Long mendiskusikan dua studi dengan hasil ambigu (Hale dan Budar 1970, dan Fathman

1976). Pada kedua kasus studi itu sendiri membuahkan hasil yang mengindikasikan pengajaran

tidaklah membantu. Hale dan Budar, sebagai contoh, menulis :

Terlihat bahwa mereka (pelajar) yang menghabiskan waktu dua hingga tiga hari dari enam haridalam kelas khusus TESOL menjadi lebih merugikan daripada membantu. (Hale dan Budar 1970:297)

Mereka berpendapat bahwa pelajar yang mencapai kemahiran tertinggi dalam waktu

sesingkat mungkin merupakan mereka yang mengalami interaksi total dalam bahasa Inggris dan

kebudayaannya. Long, menyebutkan bahwa karena rancangan studi Hale dan Budar, variabel

seperti pengajaran, latar belakang ekonomi-sosial, jumlah ekspose, dan sikap orang tua apakah

bertentangan sehingga tidaklah mungkin untuk menentukan yang bertanggungjawab atas

perbedaan dalam tingkat kemahiran yang diamati. Long, juga menunjukkan bahwa permasalahan

secara metodologi membuat ragu apa yang dihasilkan Fathman.

Tiga studi (Upshur 1968 ; Mason 1971 ; Fathman 1975) menunjukkan tidak ada

keuntungan tentang pengajaran. Dalam setiap kasus, perbandingan dibuat antara pengajaran dan

ekspose serta ekspose saja, dengan total aktu kontak yang dijaga tetap sama. Long menentang

Page 15: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

bahwa meskipun hasilnya negatif, terdapat beberapa indikasi baha pengajaran tetap berperan,

meskipun secara hasil statistik tidak mencapai signifikan.

Pengambilan semua studi ini secara bersama (digambarkan pada tabel 9.2), Long

menyatakan bahwa ‘sungguh terdapat fakta mengindikasikan bahwa pengajaran bahasa kedua

telah membuat perbedaan’ (1983d: 374). Ia membantah bahwa pengaruhnya (1) pada anak

sebaik pada dewasa, (2) pada pelajar tingkat menengah dan tingkat lanjut sebaik pada pemula,

(3) pada keutuhan sebagaimana halnya pada poin test terpisah, dan (4) dalam perolehan si kaya

sebagaimana halnya perolehan si miskin. (3) merupakan signifikan, karena memberi kesan

bahwa pengajaran membantu performan komunikatif, dimana  test integratif diharapkan untuk

mengukur seperti halnya performan yang dimonitor dalam pengamatan yang sejenis dalam poin

test terpisah. (4) merupakan pertentangan mengenai hipotesa yang dikemukakan Krashen tentang

hal pengajaran yang akan bernilai dalam  pemerolehan di lingkungan miskin, saat pelajar

mungkin tidak dapat memperoleh input memadai melalui ekspose, tapi tidak signifikan dalam

pemerolehan di lingkungan kaya, dimana disana terdapat banyak input yang dapat dimengerti.

Dalam pernyataan Long tentang penelitian yang didapat, pengaruh pengajaran formal adalah

dapat dimengerti.

 

Pengaruh nyata pengajaran formalStudi sejenis yang dilaporkan diatas tidak memberi keterangan pada apa yang benar-

benar terjadi saat pengajaran formal berlangsung. Jika demikian membantu pemerolehan bahasa

kedua, siapakah yang melakukannya? Ellis (1984e) memperkenalkan untuk menguji ini. Ia

mengukur pengaruh tiga jam pengajaran pada bentuk dan arti dari pertanyaan WH pada

kelompok tiga belas pelajar bahasa kedua tingkat dasar berusia antara sepuluh sampai lima belas

tahun. Dua subjek pelajar diselidiki dalam studi longitudinal yang telah dibahas lalu. Ini

menunjukkan bahwa pada saat pengajaran, WH interogatif mulai muncul dalam bertutur

komunikasi. Seperti ketika anak-anak ini dinilai sedikit dibawah rata-rata kelompok keseluruhan,

hal itu diduga bahwa WH interogatif lebih kecil dari subjek ‘daerah perkembangan terdekat’

(Vygotsky 1962) ; bahwa, pelajar secara perkembangannya ‘siap’ untuk pertanyaan WH.

Namun, hasil yang ditunjukkan bahwa untuk keseluruhan kelompok meningkat tidak signifikan

dalam kemampuan anak-anak menggunakan secara tepat dan secara gramatikal dibentuk dengan

baik pertanyaan WH sebagaimana hasil pengajaran. Beberapa anak, menunjukkan tanda

Page 16: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

peningkatan individual. Untuk menetapkan apakah hal ini dapat diturunkan pada pengajaran

yang mereka terima, Ellis mengukur partisipasi setiap murid dalam perubahan pengajaran dalam

satu pelajaran. Ia menemukan bahwa itu adalah interaktor rendah yang lebih baik daripada

interaktor tinggi yang berkembang dalam kemampuan untuk menggunakan pertanyaan WH

dimana merupakan target pelajaran ini. Kemudian keterlibatan aktif dalam pengajaran formal

bahasa tidak muncul untuk memfasilitasi pemerolehan bahasa kedua.

Studi ini tidak dapat dikatakan untuk menunjukkan bahwa pengajaran formal tidak

memiliki pengaruh nyata – lebih banyak lagi konfirmasi studi yang dibutuhkan untuk meraih

kesimpulan tersebut – tapi hal itu mengindikasikan bahwa kegunaan relatif pengajaran mungkin

tidak dihasilkan dari pemerolehan pola yang mengangkat target n atau pelajara. Poin ini akan

dibahas kemudian.

 

DiskusiTerdapat sejumlah permasalahan dengan studi yang dilaporkan pada bab ini, yang

membuat keraguan pada kesimpulan dari Long terkait pengaruh positif dari pengajaran formal.

Seperti yang telah dicatat dalam enam studi yang dilaporkan bahwa pengajaran adalah

membantu, terdapat permasalahan mengenai memutuskan apakah pengaruh hal yang diteliti

merupakan hasil dari pengajaran itu sendiri, atau lebih merupakan hubungan kesempatan. Juga

terdapat permasalahan mengenai motivasi pelajar. Hal ini dapat mempengaruhi hasil dalam

beberapa segi. Sebagai misal, pelajar yang termotivasi tinggi lebih menyukai mencari pengajaran

(atau pengajaran lebih) daripada pelajar yang kurang motivasi. Jadi pengaruh motivasi akan luar

biasa bersama dengan pengajaran. Dalam beberapa studi (misalnya, Hale dan Budar 1970)

pelajar tidak diberikan pilihan tentang apakah mereka harus menerima pengajaran. Dalam

beberapa contoh mereka mungkin benci membenci pengajaran (Hale dan Budar melaporkan

hanya sebatas ini), dengan hasil bahwa mungkin mereka lebih sedikit menerima manfaat darinya.

Akhirnya, tidaklah jelas dalam cara apakah pengajaran formal seharusnya membantu

pemerolehan bahasa kedua. Dengan pengecualian studi Ellis, tidak terdapat catatan mengenai

kesempatan apa yang ada dalam kelas itu sendiri.

Namun, untuk menyanggah bahwa pengajaran dapat membantu pelajar untuk

mendapatkan bahasa kedua tidak hanya intuisi bandingan, namun berlawanan pada pengalaman

pribadi guru dan murid yang tak terbilang. Dalam istilah luas. Pandangan Long tentang

Page 17: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

penelitian hanya memperkuat asumsi akal sehat. Apa yang menjadi perhatian, bagaimanapun,

bukan apakah pengajaran formal memudahkan penilaian / kesuksesan pemerolehan bahasa

kedua, akan tetapi bagaimana. Pada skor ini, pembelajaran tidaklah membantu. Sebagai hasilnya,

hal yang penting untuk diusahakan untuk mencari teori yang lebih baik dari jaaban empiris. Hal

ini yang menjadi tujuan bab ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 18: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

Jenis Studi Jenis Kelas Subjek Tingkat Kemahiran Data

Kegunaan

relatif

Carroll

(1967)

Pembelajaran bahasa

asing di USA

Dewasa-bahasa pertama Inggris Semua tingkat kemahiran Tes integratif Pengajaran dan eksposur mambantu, tapi eksposur lebih

membantu

Kegunaan

relatif

Chihara dan Oller

(1878)

EFL di Jepang Dewasa-bahasa pertama Jepang Semua tingkat kemahiran - Tes diskret poin

- Tes integratif

Pengajaran membantu, tapi eksposur tidak

Kegunaan

relatif

Krashen, Seliger

dan Hartnett

(1974)

ESL di USA Dewasa-campuran bahasa pertama Semua tingkat kemahiran Tes diskret poin Pengajaran membantu, tapi eksposur tidak

Kegunaan

relatif

Briere

(1978)

Bahasa Spanyol

sebagai bahasa kedua

di Meksiko

Anak-bahasa Indian lokal bahasa

pertama

Pemula Tes diskret poin Pengajaran dan eksposur mambantu, tapi pengajaran lebih

membantu

Kegunaan

relatif

Krashen dan

Seliger

(1976)

ESL di USA Dewasa-campuran bahasa pertama Menengah dan mahir Tes integratif Pengajaran membantu, tapi eksposur tidak

Kegunaan

relatif

Krashen et all

(1978)

ESL di USA Dewasa-campuran bahasa pertama Semua tingkat kemahiran Tes integratif Pengajaran dan eksposur mambantu, tapi pengajaran lebih

membantu

Kegunaan

relatif

Hale dan Budar

(1970)

ESL di USA Remaja-campuran bahasa pertama Semua tingkat kemahiran - Tes diskret poin

- Tes integratif

Eksposur membantu tapi pengajaran tidak

Kegunaan

relatif

Fathman

(1976)

ESL di USA Anak-campuran bahasa pertama Semua tingkat kemahiran Tes integratif Eksposur membantu tapi pengajaran tidak

Kegunaan

relatif

Upshur

(1968)

ESL di USA Dewasa-campuran bahasa pertama Menengah dan mahir Tes diskret poin Pengajaran tidak membantu

Kegunaan

relatif

Mason

(1971)

ESL di USA Dewasa-campuran bahasa pertama Menengah dan mahir - Tes diskret poin

- Tes integratif

Pengajaran tidak membantu

Kegunaan

relatif

Fathman

(1975)

ESL di USA Anak-campuran bahasa pertama Semua tingkat kemahiran Tes integratif Pengajaran tidak membantu

Pengaruh

nyata

Ellis

(1984e)

ESL di Inggris Anak-campuran bahasa pertama Setelah tingkat pemula Ucapan spontan dari

tes gambar

Pengajaran tidak memiliki pengaruh

 

 

Tabel 9.2 studi empiris pengaruh pengajaran pada penilaian/kesuksesan Pemerolehan Bahasa

Kedua

Page 19: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

 

SimpulanStudi tentang kegunaan relatif mengenai pengajaran formal menghasilkan campuran

hasil, namin secara umum mendukung hipotesis bahwa pengajaran menolong

penilaian/kesuksesan pemerolehan bahasa kedua. Hal itu tidaklah jelas, namun, apakah hal itu

adalah pengajaran yang ada dalam dirinya atau beberapa faktor yang berhubungan seperti

motivasi dimana yang bertanggungjawab mempengaruhi pengamatan – baik positif atau negatif.

Tidak juga jelas bagaimana pengajaran memimpin kearah perkembangan yang cepat, terutama

sekali seperti adanya bukti untuk  menyatakan bahwa pengajaran formal mungkin tidak memiliki

pengaruh nyata.

 

Menjelaskan peran dari pengajaranPandangan tentang penelitian empiris kedalam pengaruh pengajaran formal pada

pemerolehan bahasa kedua telah mengindikasikan bahwa meskipun pengajaran tidak memiliki

pengaruh nyata pada rangkaian perkembangan dan sangat sedikit pada urutan perkembangan, ia

memiliki pandangan relatif dimana penilaian/kesuksesan mengenai pemerolehan bahasa kedua

adalah hal yang penting. Penjelasan mengenai peran pengajaran dalam pemerolehan bahasa

kedua akan meliputi hasil ini. Bab ini akan mempertimbangkan tiga kemungkinan penjelasan

dipandang dari sudut penelitian empiris yang dilaporkan dalam bab sebelumnya. Hal itu adalah

(1) posisi non-interface, (2) posisi interface, dan (3) posisi variabilitas.

1)                  Posisi non-interface

Posisi non-interface telah dimajukan sebelumnya oleh Krashen (1982). Krashen, akan disebut

kembali, memperkenalkan dua jenis pengetahuan linguistik dalam pemerolehan bahasa kedua.

‘Acquisition’ terjadi secara otomatis ketika pembelajar menggunakan dalam komunikasi alami

dimana memusatkan pada maksud/makna dan dimana terdapat masukan yang dapat dipahami.

‘Learning’ terjadi sebagai hasil dari pembelajaran formal dimana pembelajar difokuskan pada

sifat  yang formal dari bahasa kedua. Pengetahuan ‘acquired’ terdiri dari mengenai peran bahasa

kedua yang mana pembelajar dapat  menyerukan secara otomatis; Pengetahuan ‘learnt’ terdiri

dari pengetahuan metalingual yang mana hanya dapat digunakan untuk memonitor keluaran yang

dihasilkan dari pengetahuan yang diperoleh. Krashen membantah bahwa dua jenis pengetahuan

keseluruhannya terpisah dan tidak berhubungan. Khususnya bantahan pandangan bahwa

pengetahuan ‘learnt’ yang diubah ke dalam pengetahuan ‘acquired’. Dia menuliskan:

Page 20: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

Hal yang sangat penting yang juga dibutuhkan untuk dinyatakan adalah bahwa pembelajaran tidak ‘berubah menjadi’ tambahan.  Pemikiran bahwa kita pertamakali belajar suatu aturan, dan akhirnya, melalui latihan, mendapatkannya, menyebarluas dan mungkin terlihat pada beberapa orang tanpa sadar menjadi jelas….pemerolehan bahasa….terjadi dalam satu jalan, saat pemahaman input berisi struktur yang penerima ‘tiba’ untuk memahami, suatu struktur padanya ‘I + 1’. (1982:83-4)

 

Hal ini merupakan posisi yang tidak berhubungan .

Krashen mempergunakan sejumlah alasan untuk keterpisahan ‘pemerolehan’ dan ‘belajar’

pengetahuan :

1. terdapat banyak kasus ‘pemerolehan’ dimana tidak terjadi ‘pembelajaran’. Hal ini secara

luas dilaporkan dalam studi naturalistik pemerolehan bahasa kedua.

2. terdapat kasus dimana ‘belajar’ telah dilakukan tetapi gagal menjadi ‘pemerolehan’.

Krashen mengacu pada kasus ‘P’ (Krashen dan Pon 1975), yang ‘belajar’ peraturan

seperti orang ketiga tunggal ‘-s’, tapi tidak dapat menggunakannya dalam percakapan

umum karena ia belum ‘memperoleh’ nya.

3. bahkan pelajar yang terbaik dapat menguasai hanya suatu sub satuan kecil yang bersifat

kaidah gramatika tentang bahasa yang kedua. Hal ini dikarenakan kebanyakan dari

kaidah tersebut terlalu sulit untuk diikuti pelajar. Krashen menunjukkan bahwa hal ini

sering memerlukan seorang linguis sepanjang tahunnya untuk menjelaskan kaidah

tersebut, yang mudah diperoleh.

Krashen mengakui adanya bahwa kadang-kadang kaidah dapat diajarkan sebelum hal itu

diperoleh. Bagaimanapun, dia membantah bahwa hal ini tidak menetapkan bahwa pelajaran

adalah suatu prasyarat dari pemerolehan. Dalam pandangan Krashen, setelah diajarkan, suatu

kaidah tidak menghalangi untuk memperolehnya selanjutnya.

Bukti yang menunjukkan bahwa pelajar dapat sering mengartikulasikan (pandai

berbicara) kaidah formal tatabahasa, tetapi tidak dapat digunakan mereka dengan benar dalam

komunikasi secara spontan memberi beberapa dukungan pada posisi non-interface. Seliger

(1979) membawakan suatu studi yang menarik untuk menyelidiki apakah hal ini merupakan

kasus dalam kenyataannya. Beliau ditanya sejumlah pelajar kelas orang dewasa untuk

menjelaskan beberapa gambaran dan kemudian meneliti penggunaan a/an mereka di dalam

ujaran yang mereka produksi. Beliau juga ditanya oleh pembelajar untuk menyatakan kaidah

yang relevan. Hasilnya ditunjukkan dengan jelas bahwa tidak terdapat hubungan antara hasil

Page 21: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

sebenarnya dengan pengetahuan yang sadar akan kaidah. Hal ini terjadi, di samping fakta banyak

pelajar percaya bahwa pengetahuan mereka mengenai kaidahlah yang telah memandu hasil

mereka. satu penafsiran dari studi Selinger adalah bahwa pembelajaran dan pemerolehan tentu

saja bagian yang terpisah, walaupun penjelasan lainnya juga mungkin, yang akan memperjelas

selanjutnya.

Bagaimana cara posisi non-interface meliputi hasil riset yang empiris? Hal itu

memberikan suatu penjelasan yang jelas mengenai mengapa pengajaran formal gagal untuk

mempunyai efek yang substansial (penting) pada rute pemerolehan bahasa kedua. Rute ini

merupakan pemikiran dari ‘pemerolehan’ dan akan menjadi penting hanya dalam data yang

diambil dari ujaran secara spontan. Pengajaran formal diarahkan pada peningkatan kesadaran dan

demikian, kiranya, hanya mempengaruhi pembelajaran. Jadi, walaupun kelas pembelajar boleh

mempelajari kaidah, mereka tidak menunjukkannya dalam percakapan alami sampai mereka

sudah memperolehnya. Dengan mengusulkan sebagai fakta bahwa pembelajaran dan

pemerolehan itu sepenuhnya terpisah, Krashen dapat menjelaskan mengapa pengajaran formal

kelihatannya tidak berdaya untuk menumbangkan urutan pengembangan yang alami. Silabus

pengajar merupakan suatu pembelajaran silabus; kepunyaan pelajar dalam pembuatan silabus

merupakan suatu silabus pemerolehan.

Bagaimanapun, hal ini bukanlah dengan seketika jelas terlihat bagaimana posisi non-

interface dapat menjelaskan efek positif yang berakibat pada nilai/suksesnya pengajaran formal

pada pemerolehan bahasa kedua. Hal itu bisa diharapkan bahwa lingkungan kelas akan

menunjukkan pemerolehan bahasa kedua menurun dibandingkan mempercepatnya, diberikan

pengajaran formal hanya untuk membantu pembelajaran. Bagaimanapun,, Krashen

mengembangkan argumentasi untuk menjaga teorinya terhadap kritik seperti itu.

Krashen (1982), sesungguhnya, mangakui bahwa kelas dapat melakukan lebih baik

daripada lingkungan informal, sama halnya dengan yang ditunjukkan penelitian empiris. Dia

membantah ini, terutama sekali dalam kasus pemula orang dewasa, para pemula mungkin akan

mengalami kesukaran dalam memperoleh masukan yang dapat dimengerti (sumber pemerolehan)

dalam keadaan alami, tetapi jauh lebih mungkin untuk memperolehnya di dalam kelas. Dengan

begitu, walaupun dunia luar boleh menyediakan lebih masukan kepada pelajar, kelas lebih baik

diperlengkapi untuk memastikan bahwa jenis masukan kualitatif yang benar diperlukan untuk

pemerolehan yang tersedia. Argumen-argumen ini merupakan suatu pengembangan Krashen

Page 22: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

(1976), dimana suatu pembedaan dibuat antara lingkungan exposure-type dengan intake-type.

Banyak orang dewasa mungkin hanya mengalami lingkungan exposure-type di dalam suatu

pengaturan alami dan dengan begitu tidak akan memperoleh masukan yang diperlukan; yang

disesuaikan untuk memastikan pengertian. Di dalam kontras, kelas jauh lebih mungkin untuk

memastikan bahwa lingkungan intake-type terjadi dan demikian bertemu dengan kondisi-kondisi

itu yang mana pemerolehan dapat berlangsung. Bagaimanapun, kontribusi (sumbangan)

pengaturan kelas tidak banyak dihasilkan dari pengajaran formal mulai dari masukan ketetapan

yang dapat dimengerti sebagai hasil berlangsungnya komunikasi yang sukses. Krashen (1982)

meringkas posisinya mengenai peran di dalam kelas.

Nilai dari kelas bahasa kedua, selanjutnya, berada tidak hanya dalam pengajaran

tatabahasa, tetapi dalam pembicaraan pengajar, masukan yang dapat dimengerti. Hal itu dapat

merupakan suatu tempat efisien untuk mencapai sedikitnya tingkatan intermediate dengan cepat,

sepanjang kelas memusatkan pada masukan penyediaan untuk pemerolehan (1982: 59).

Bukti apa yang terdapat pada pemerolehan, yang dapat berlangsung dalam kelas? Terrel

et al. (1980) membawakan suatu studi untuk menyelidiki apakah kelas pembelajar dapat

mengambil struktur yang mana bukan bagian dari silabus pengajaran secara eksplisit. Mereka

menemukan bahwa siswa SMP Spanyol sebagai bahasa kedua yang dengan sukses, pertanyaan

yang diperoleh membentuk tanpa pengajaran langsung. Terrel et al. menunjukkan bahwa hasil ini

dapat dijelaskan hanya oleh siswa yang memiliki sintaksis internal dari pertanyaan bahasa

Spanyol sebagai hasil menjawab sejumlah besar pertanyaan pengajar yang digunakan untuk

latihan struktur lainnya. Di sisi lain, studi Terrel et al. menunjukkan bahwa ‘pemerolehan’

tentang suatu kaidah linguistik dapat terjadi ketika pengajaran diarahkan pada ‘pembelajaran’

kaidah linguistik lainnya. Studi mereka memberikan suatu alasan mengapa pengajaran formal

mungkin hanya memiliki secara relatif dan bukan suatu efek secara mutlak. Krashen membantah

bahwa ketika pengajaran adalah tidak formal (yakni menghubungkan komunikasi),

‘pemerolehan’ bahkan lebih mungkin di dalam kelas.

Untuk meringkas, posisi non-interface menjelaskan hasil dari studi empiris yang

menyelidiki efek pengajaran formal pada pemerolehan bahasa kedua dengan mengusulkan

sebagai fakta bahwa ada dua jenis pengetahuan linguistik yang seluruhnya tidak bertalian.

Pengajaran formal tidak mempengaruhi rute pengembangan, karena hasil pembelajaran tidak

berdaya untuk mengubah urutan pengembangan yang terjadi melalui pemerolehan.

Page 23: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

Bagaimanapun, kelas membantu perkembangan lebih cepat sebab mereka merupakan ‘intake

environment’, mengingat untuk banyak pelajar, khususnya orang dewasa, pengaturan alami

hanya memberikan ‘exposure environment’ dan dengan begitu tidak memungkinkan

pemerolehan berlangsung. Hal itu bukan, bagaimanapun, pengajaran formal yang di dalam

dirinya itu meningkatkan pengembangan.

Dengan dangkal, Posisi non-interface Krashen nampak untuk meliputi hasil riset empiris.

Bagaimanapun, terdapat sejumlah masalah:

1. masalah pertama bertalian dengan fakta bahwa penelitian empiris membahas bagian yang

sebelumnya telah kiranya menguji efek kelas dimana bagian terbesar pengajaran adalah

formal dibandingkan komunikasi. Maka, Krashen berada dalam posisi membantah bahwa

efek positif kesuksesan pemerolehan bahasa kedua yang telah ditunjukkan muncul tidak

berkaitan dengan pengajaran formal itu sendiri, tapi, seperti yang digambarkan dalam

studi oleh Terrell dkk., bahwa hasil secara kebetulan mengambil struktur dari input kelas

yang terjadi dalam proses pengajaran. Krashen mengklaim bahwa pengajaran yang lebih

komunikatif daripada keformalan akan menuju pada perkembangan yang cepat. Namun,

hal ini dapat didemonstrasikan hanya oleh studi comparatif dan metoda. Krashen

melakukan tinjauan sejumlah metoda berbeda untuk menentukan pada tingkat apa hal

tersebut mungkin untuk menyediakan input yang dapat difahami, dan menggunakan hasil

riset empiris yang tersedia dari efek komparatip metoda yang berbeda (seperti audio

lingualisme, kode teori, respon total fisik dan metoda yang alami) untuk mendukung

argumentasinya bahwa hal itu merupakan input yang dapat difahami, dibanding

pengajaran formal, yang membantu pengembangan. Namun, Krashen tidak mengarah

pada studi yang memiliki metoda perbandingan langsung berdasarkan pengajaran

tatabahasa formal sejenis atau berlainan dan metoda yang didasarkan atas menyediakan

kesempatan untuk kamonukasi asli. Tentu, satu studi yang tersebut dalam catatan

Krashen (1981a) – Palmer (1978) – menghasilkan hasil yang tidak mendukung

pernyataan Krashen. Hingga lebih seperti halnya studi itu telah dilaksanakan, posisi

Krashen harus diperlakukan sebagai tindakan spekulatif. Untuk beberapa pengajar-dan

peneliti-dengan tidak sengaja memuaskan penjelasan efek positif yang ditemukan untuk

pengajaran formal akan menjadi fokus pada bentuk dibandingkan hanya ‘masukan

lingkungan’, bahwa hal itu dapat dipertanggungjawabkan.

Page 24: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

2. Long (1983d) telah menunjukkan bahwa sebagai anak tidak seharusnya untuk ‘belajar’

tapi hanya untuk ‘mendapatkan’, mereka hendaknya lebih sedikit bermanfaat dari

pengajaran formal dibandingkan orang dewasa. Sekali lagi, hal itu mungkin terjadi untuk

‘mengebalkan’ posisi non-interface dengan mengakui (seperti yang dilakukan Krashen)

bahwa keuntungan lingkungan kelas terdiri dari ketetapan peluang yang didapatnya

dibandingkan ‘belajar’. Namun, sebagai anak mempertimbangkan memiliki lebih sedikit

masalah daripada orang dewasa dalam memperoleh input yang dapat dipahami diluar

kelas, mereka seharusnya lebih sedikit terpercaya pada kelas untuk ‘pemerolehan’ jadi

peneliti harus menunjukkan efek yang lebih besar untuk pengajaran pada orang dewasa

daripada pengajaran pada anak. Prediksi ini, bagaimanapun, tidaklah membuktikan.

Dengan begitu, sehingga Krashen mengantisipasi bahwa pengajaran akan memiliki efek

berbeda-beda pada orang dewasa dan anak-anak, ini tidak sesungguhnya terjadi.

3. Long (1983d) juga mencatat bahwa pengajaran hendaknya menunjukkan efek yang lebih

besar pada pemula daripada pelajar telah lanjut, seperti klaim Krahen bahwa suatu hal

yang mungkin untuk ‘belajar’ hanya aturan tatabahasa yang mudah. Bagaimanapun juga,

peneliti tidak mendukung sepertihalnya klaim ; pelajar lanjutan merupakan keuntungan

dari adanya pengajaran formal. Jika kemahiran merupakan hal yang terkait, Krashen juga

menambahkan bahwa kelas tersebut membantu para pemula lebih dari para pelajar

lanjutan, seperti yang belakangan adalah dalam posisi lebih baik untuk memperoleh input

yang dapat dimengerti diluar kelas. Namun penemuan pelajar lanjutan itu juga

keuntungan dari pengajaran, bahkan saat banyak pemerolehan dari linkungan tersedia

dalam keadaan alami, berlawanan menuju prediksi Krashen.

4. Poin lainnya di munculkan oleh Long merupakan efek pembelajaran kelas hendaknya

ditinjau hanya pada tes point tersendiri, tapi riset itu menunjukkan bahwa pengajaran juga

mengarah pada peningkatan skor pada tes integratif, dimana dalam istilah krashen

hendaknya untuk membuka ‘pemerolehan’ pengetahuan.

 

Berikut ini merupakan kupasan serius tentang posisi Interface. Ini dapat menjadi suatu

pemecahan tanpa mengabaikan posisi dasar, jika, seperti pandangan Long, beban terbesar

ditunjukan pada ‘pembelajaran’ dengan mendefinsikan kembali hal tersebut sebagai hal yang

menyertai lebih dari pengetahuan aturan ‘sederhana’ dan menerima hal itu dapat membantu

Page 25: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

penampilan pada tes integratif sebaik pada tes poin tersendiri. Solusi lain, bagaimanapun, berada

dalam proses penolakan ‘pemerolehan/pembelajaran’ pemisah dan mengadopsi posisi Interface.

 

Posisi Interface  

Pernyataan posisi Interface yang meski pelajar menguasai berbagai macam pengetahuan

mengenai bahasa kedua, hal ini bukanlah seluruhnya terpisah, dengan hasil bahwa ‘rembesan’

dari satu tipe pengetahuan pada tipe lain yang terjadi. Hal itu mungkin untuk membedakan posisi

Interface yang lemah dan yang kuat.

Posisi Interface yang lemah telah dikemukakan Seliger (1979). Seliger memberikan

argumentasi bahwa aturan secara sadar dimana pelajar ‘belajar’ sebagai hasil dari pengajaran

formal merupakan keganjilan, dimana pelajar berbeda tersebut menyajikan hasil berbeda dari

aturan yang mereka ajarkan. Aturan ‘yang diajarkan’ tidak menguraikan pengetahuan internal

yang diserukan komunikasi alami, maka, tidaklah heran, mereka tidak dapat bertanggungjawab

untuk perilaku bahasa aktual. Bagaimanapun, aturan yang berkaitan dengan pendidikan melayani

sesuai kebutuhan. Ia berperan sebagai ‘fasilitator pemerolehan’ dengan memfokuskan pada

perhatian pelajar pada ‘atribut kritikal konsep bahasa sebenarnya yang harus dibujuk’ (Seliger

1979: 368). Kemudian ia membantu membuat proses testing hipotesis induktif lebih efisien.

Seliger juga menyarankan bahwa aturan pendidikan dapat melayani sebagai hal yang dapat

membantu dalam mengingat untuk menerima fitur aturan internal dimana jarang digunakan oleh

pelajar. Dengan kata lain, Seliger menerima bahwa internalisasi aturan merupakan proses

berbeda dari keterlibatan itu dalam mempelajari aturan tentang pendidikan, tapi percaya bahwa

pengetahuan aturan pendidikan (1) mungkin saja membuat lebih mudah internalisasi aturan saat

pelajar ‘siap’ menjalankannya, dan (2) mungkin memfasilitasi penggunaan fitur, dimana

meskipun ‘pemerolehan’ masih merupakan hal yang ‘dangkal’. Namun, Selger tidak

mengemukakan bahwa pengetahuan ‘belajar’ (atau aturan pedagogi) dirubah kedalam

pengetahuan ‘pemerolehan’ (atau internalisasi).

Dalam perbandingan, Stevick (1980) membangun sebuah model Pemerolehan Bahasa

Kedua (yang dia sebut mesin Levertov) dimana memenuhi arus pengetahuan dari ‘pembeajaran’

hingga ‘pemerolehan’ dan sebaliknya. Ia menggambarkan bahwa ‘pembelajaran’ mungkin

berkaitan pada memori sekunder (dimana mampu menahan ingatan material lebih dari dua menit,

Page 26: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

namun hilang secara berkala terkecuali apabila dipraktekan), dan ‘pemerolehan’ tersebut mungin

berkaitan dengan memori tersier (dimana berisi material yang tidak pernah hilang, walau jika

tidak digunakan). Stevick, seperti halnya Krashen, melihat ‘pemerolehan’ sebagai produk

pengalaman komunikasi, tapi membantah bahwa hal itu dapat membuat penggunaan material

baru ini telah terekam dan merupakan bagian dari memori sekunder. Jika hal ini terjadi, terdapat

kemungkinan bahwa transfer material kedalam memori tersier, contohnya, ‘pembelajaran’

menjadi ‘pemerolehan’.

Bialystok (lihat, Bialystok dan FrÖhlich 1977 ; Bialystok 1979 dan 1981) juga

membangun sebuah model Pemerolehan Bahasa Kedua yang didasari dua jenis pengetahuan

yang dapat saling berinteraksi. Ia menamakan pengetahuan ini ‘implisit’ dan ‘eksplisit’, tapi jelas

dalam deskripsinya bahwa hal itu berkesesuaian agak baik dengan tipe

‘pemerolehan/pembelajaran’ Krashen. Bialystok mengemukakan bahwa ‘berlatih’ adalah seperti

hal mekanis dengan pengetahuan ekplisit berubah kedalam pengetahuan implisit. Lalu

pengetahuan implisit dapat dibangun kedalam dua cara : (1) maksud utama adalah ‘pemerolehan

dibawah sadar’, dan (2) maksud kedua adalah melalui otomatisasi pengetahuan eksplisit dengan

cara berlatih.

Searah kemudian, dalam ‘pemerolehan’ dan ‘belajar’ mungkin terhubung dalam istilah

otomatisnya. Hal ini merupakan pandangan yang dikembangkan oleh McLaughlin (1978b)

dalam serangannya pada posisi non antarmuka. McLaughlin merujuk pada perbedaan Schneider

dan Shriffin (1977) antara proses ‘pengawasan dan ‘otomatis’. Proses pengawasan membutuhkan

perhatian aktif, jadi hanya sejumlah fitur dapat diawasi pada satu waktu tanpa interfensi pada hal

yang sedang terjadi. ‘otomatis’ tidak membutuhkan pengawasan aktif atau perhatian. Poin

penting adalah ‘proses otomatis dipelajari mengikuti penggunaan yang lebih awal dari proses

pengawasan’ (McLaughlin 1978b: 319). Kemudian, Pemerolehan Bahasa Kedua membawakan

dari pengawasan menuju mode operasi otomatis. Hal itu, kemudian, tidak perlu untuk

menysaratkan dua tipe pengetahuan tak berkait seperti pada perbedaan ‘pemerolehan/belajar’.

Sharwood-Smith (1981) berdasar pada pekerjaan Bialystok dan McLaughlin dan

membangun model permukaan penuh untuk menghitung peran pengajaran formal dalam

Pemerolehan Bahasa Kedua. Ia berpendapat bahwa pengajaran tersebut bertindak sebagai hal

yang pada umumnya yang mana peningkatan pemahaman dapat terjadi, dan menghasilkan

pengetahuan eksplisit dilatih hingga teroomatisasi. Ia menulis :

Page 27: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

“Apapun pandangan tentang proses yang mendasari dalam pembelajaran bahasa kedua …..jelas dan non-kontroversial untuk dikatakan bahwa kebanyakan penampilan spontan dicapai melalui latihan. Selama benar-benar melakukan penargetan bahasa, pelajar mendapatkan kendali yang penting lebih dari struktur tersebut, seperti he atau she dapat menggunakannya dengan cepat tanpa refleksi (pemikiran)”. (1981: 166)

 

Gambar 9.1 menggambarkan reproduksi modelnya Sharwood-Smith. Pembelajar dapat

menghasilkan keluaran bahasa kedua dalam tiga cara yang berbeda: (1) hanya menggunakan

pengetahuan implisit (yang terkandung), (2) hanya menggunakan pengetahuan eksplisit, dan (3)

menggunakan keduanya, yakni pengetahuan ekspisit dan pengetahuan implisit. Ungkapan pelajar

mendasari bagian dari masukan bagi bahasa pelajar yang belajar mekanisme. Pada bagian lain

dari masukan disusun oleh ucapan pembicara lainnya. Total masukan menyediakan informasi

yang dapat memimpin pelajar untuk mengubah komposisi baik  pengetahuan yang implisit

maupun  pengetahuan eksplisit, atau pun kedua-duanya. Hal ini berdasarkan dari model ini

bahwa performa yang direncanakan seluruhnya atau sebagian pada dasar pengetahuan eksplisit

yang kurang dalam proses otomatisasi dapat memberikan umpan balik kedalam pengetahuan

implisit; jika hal ini cukup serng terjadi (contohnya melalui latihan), pengetahuan eksplisit dapat

menjadi otomatis sepenuhnya sebagai bagian dari pengetahuan implisit.

 Pengetahuan eksplisitPengetahuan implisit

Ungkapan pembicara lainOutputInput

   

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 28: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

Gambar 9.1  Input linguistik dan output : tiga sumber feedback potensial

(Sharwood-Smith 1981 : 166)

 

 

Seberapa baikkah kelemahan dan kekuatan posisi Interface meliputi hasil riset empiris

kedalam efek pengajaran formal? Posisi lemah dapat dengan nyaman meliputi kedua kegagalan

untuk menemukan efek positif pada jalur Pemerolehan Bahasa Kedua dan untuk menemukan

bahwa pengajaran formal mempengaruhi penemuan penilaian/keberhasilan pengembangan.

Posisi kuat dapat meliputi penemuan penilaian/keberhasilan, namun kurang nyaman dengan

penemuan jalur.

Posisi lemah, seperti yang dikemukakan lebih lanjut oleh Selinger, menyatakan bahwa

aturan pedagogi tidak akan merubah urutan yang dalam aturan bahasa kedua secara alami

‘diperoleh’, seperti halnya efek itu hanya akan dirasakan ketika pembelajar siap untuk

memperoleh aturan tersebut. Bagaimanapun, aturan pedagogi akan meningkatan kecepatan

pengembangan, karena aturan-aturan pedagogi tersebut membuat proses ‘pemerolehan’ lebih

singkat. Dikarenakan pembelajar dilengkapi oleh pengetahuannya tentang aturan pedagogi, maka

ia memerlukan waktu yang lebih sedikit untuk merasakan dan menginternalisasikan fitur yang

menonjol dari aturan tersebut.

Posisi yang kuat, didukung oleh Stevick, McLaughlin, dan Sharwood-Smith, memberikan

penjelasan yang meyakinkan mengenai mengapa pelajar kelas melampaui pelajar alami, bahkan

saat pengujian kecakapan merupakan satu yang hendaknya mendukung ‘pemerolehan’ (sebagai

contoh tes integratif). Pelajar kelas memiliki keuntungan dimana mereka dapat menambah

implisit mereka atau’pemerolehan’ pengetahuan dalam dua cara : (1) langsung, atas pertolongan

‘masukan lingkungan’ yang disediakan oleh kelas, dan (2) tidak langsung, dengan otomatisasi

pengetahuan eksplisit melalui latihan. Dalam proses alami yang jelas, pelajar akan hampir secara

keseluruhan tepercaya pada (1). Tidaklah jelas, namun, bagaimana kekuatan posisi dapat

menjelaskan ketiadaan efek mayor untuk pengajaran pada jalur Pemerolehan Bahasa Kedua.

Jika, seperti yang disarankan, pengetahuan dapat berubah kedalam pengetahuan implisit saat

proses otomatisasi, pelajar yang menerima pengajaran formal yang berlatih bentuk linguistik

spesifik hendaknya menunjukkan hal ini dalam urutan pemerolehan, bahkan bila mereka tidak

secara alami terjadi hingga dikemudian. Dengan kata lain, mengajarkan tatabahasa hendaknya

Page 29: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

menumbangkan urutan alam. Terdapat beberapa fakta untuk menyarankan bahwa hal ini

sebenarnya berlangsung (mengingat kembali pengamatan Lightbown (1983) bahwa bentuk

‘overlearnt’ dapat memaksakan kedalam urutan alami), namun hanya pada tingkat terbatas, tidak

sebanyak model Sherwood-Smith yang daat diprediksi. Jalur dari pengetahuan eksplisit hingga

implisit merupakan satu yang cukup terbatas.

Satu masalah posisi Interface adalah masih diasumsikan bahwa pengetahuan bahasa

kedua dapat menjadi dikotomi sebagai ‘pemerolehan/belajar’, atau implisit/eksplisit. Hal itu juga

menerima pandangan Krashen bahwa pengetahuan ‘pemerolehan’ dalam beberapa jalur primer

dan pengetahuan ‘belajar’ sekunder. Pandangan alternatifnya adalah untuk memperlakukan

pengetahuan pelajar sebagai variabel. Macam pengetahuan macam pegetahuan yang pelajar

interalisasikan tergantung pada interaksi konteks alami. Juga penampilan bahasa kedua juga

cukup tersedia. Pengetahuan yang dipakai oleh pelajar tergantung pada sifat alami dari tugas

yang ada. Dapat disangkal, pandangan ini bagian dari posisi antarmuka, tapi tidak sepenuhnya

diucapkan. Untuk alasan itu, baik sekali untuk memertimbangkan posisi ketiga-posisi

variabilitas-sebagai alternatif pada posisi non-antarmuka dan antarmuka.

 

Posisi variabilitas

Posis varibilitas telah dijelasan pada bab 4. untuk merekapitulasi secara singkat, pelajar

interlanguage terdiri dari variabilitas non sistimatik dan sistimatik. Variabilitas sistematik

merupakan hasil dari konteks linguistik dan situasional. Pelajar percaya dengan sejumlah gaya

berbeda disusun dari kehati-hatian hingga logat asli. Gaya mana yang ia pergunakan merupakan

fungsi jumlah perhatian yang dia mampu untuk menghargai pada ujarannya (Tarone 1983).

 Posisi variabilitas dengan tegas menghubungkan antara penggunaan dan pemerolehan.

Macam bahasa yang digunakan pelajar dalam menentukan macam pengetahuan yang ia

dapatkan. Dengan cara yang sama, pengetahuan yang berbeda digunakan dalam tipe berbeda dari

performan bahasa. jadi, memperoleh pengetahuan linguistik yag dirasakan perlu untuk

membentuk semacam aktivitas tidak menjamin kemampuan untuk membentuk aktifitas yang

berbeda. Sebagai contoh, pengaruh latihan mungkin khusus untuk aktivitas yang didalamnya

dilakukan latihan.

Bialystok (1982, 1984) mencari untuk mengitung variabel pelajar mengawasi sistem

bahasa kedua dengan melakukan pengujian batasan yang dikaitkan dengan berbagai situasi

Page 30: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

bahasa. Untuk melakukannya, ia membedakan dua hal yang terlibat secara terus menerus, faktor

teranalisa dan kontrol faktor. Faktor teranalisa berkenaan pada tingkat mana pelajar mampu

untuk Pra-menyajikan struktur pengetahuan bersamaan dengan isinya (Bialystok 1984). Pelajar

yang telah memperoleh pengetahuan yang diteliti mampu untuk mengoperasikan hal itu,

mentransformasikan, membandingkan, dan menggunakannya untuk memecahkan permasalahan.

Secara kasar, faktor teranalisa bersesuaian pada perbedaan eksplisit/implisit. Kontrol faktor

berkenaan pada relatif memudahkan akses bahwa pelajar harus berbeda materi pengetahuan ilmu

bahasa ; hal ini berkaitan dengan otomatisasi. Bialystok menegaskan bahwa faktor-faktor ini

bukanlah dikotomi (bercabang dalam dua bagian) melainkan continua (terus

menerus/berkelanjutan), bahwasanya terdapat tingkatan analisasi dan otomatisasi. Hal ini tepat

sekali walaupun untuk mengidentifikasi 4 jenis dasar dari pengetahuan, seperti yang ditunjukkan

pada gambar 9.2. Menggunakan kerangka ini, Bialystok membuat dua poin dasar, (1) tugas yang

berbeda memerlukan jenis pengetahuan yang berbeda. Tugas yang paling sulit adalah mereka

yang memperoleh pengetahuan yang ditandai atas kedua faktor tersebut (yakni C pada gambar

9.2), sedangkan yang paling sedikit sulitnya adalah yang tidak ditandai atas kedua faktor tersebut

(yakni B), sedangkan tugas yang memperoleh pengetahuan dengan ditandai hanya oleh satu

faktor saja tetapi yang lainnya tidak ditandai (yakni A atau D) merupakan tingkat intermediate,

(2) jenis pelajar yang berbeda dapat dikenali berdasarkan jenis pengetahuan yang mereka kuasai.

Untuk contohnya, pembelajar anak-anak dan pembelajar informal orang dewasa akan secara khas

ditandai oleh jenis pengetahuan B pada langkah-langkah awal, dan oleh jenis A pada langkah-

langkah berikutnya. Pembelajar formal bahasa kedua akan secara khas ditandai oleh jenis

pengetahuan D dalam langkah-langkah awal dan jenis C dalam langkah berikutnya. Bialystok

dengan seksama menyatakan bahwa ‘perbedaan kualitatif tidak menyiratkan nilai sebuah

keputusan’ (Bialystok, 1982: 205).

 

-   dianalisa+  otomatis 

A +   dianalisa+   otomatis

C-   dianalisa

Page 31: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

-   otomatis 

B +   dianalisa-    otomatis

C

+                  otomatis                      - 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 9.2   Jenis pengetahuan dalam sistem variabel bahasa kedua (berdasar pada

Bialystok 1982)

 

 

Bagaimana posisi variabel seperti halnya yang digambarkan oleh Bialystok (1982) atau

pun Tarone (1983) melaporan hasil dari studi empiris mengenai efek pengajaran formal.

Dikarenakan rangkaian natural dari perkembangan merupakan refleksi (pantulan/cerminan) dari

satu jenis bahasa tertentu yang digunakan – komunikasi secara spontan – hal tidak akan pernak

berubah. Pada model Tarone yang disebut rute alami adalah produk pelajar vernacular style

Page 32: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

(gaya bahasa daerah); dalam model Bialystok itu adalah produk jenis pengetahuan A. Suatu

perbedaan lainnya akan muncul hanya ketika pelajar dihadapkan dengan semacam tugas yang

memerlukan suatu jenis pengetahuan yang berbeda. Dengan begitu pengajaran formal, yang

mengembangkan careful style (gaya ketelitian) pelajar (atau jenis pengetahuan C pada gambar

9.2), akan menjadi tidak berdaya untuk mempengaruhi rute dari pemerolehan bahasa kedua

sepanjang ini diukur dengan menggunakan tugas yang menyerukan vernacular style (gaya

bahasa daerah). Apakah pengajaran formal akan mampu mencapai untuk meningkatkan kendali

atas pengetahuan yang diteliti, yang telah ia pelajari; hal itu, untuk otomatisasi melalui praktik.

Dari pandangan tentang posisi variabilitas, pertanyaan dari alternatif lainnya tentang

pengembangan tidak muncul, seperti yang disebut ‘pemerolehan’ yang hanya merupakan suatu

refleksi (cerminan/pemantulan) dari jenis performa tertentu. 

Posisi variabilitas dapat juga menjelaskan mengapa pelajar kelas outperform pelajar

naturalistik diuji secara terpisah. Pengajaran formal kiranya mengembangkan jenis pengetahuan

tersebut (jenis C dalam kerangka Bialystok), hal itu diperlukan untuk melakukan jenis tugas yang

diajukan tes ini. Kiranya pengaturan natural tidak mengembangkan jenis pengetahuan ini. Hal itu

kurang jelas, bagaimana posisi variabilitas dapat menjelaskan mengapa pelajar kelas juga

outperform pelajar naturalistik pada tes integratif. Terdapat sejumlah kemungkinan. Pertama, tes

integratif boleh memerlukan analisis dibandingkan pengetahuan  yang tidak dianalisis; di sisi

lain, mereka menyerukan kurang lebih, jenis pengetahuan yang sama sebagai poin terpisah

menguji sejauh faktor yang diteliti berkaitan, berbeda halnya dengan faktor otomatis. Kedua, hal

ini mungkin, bahwa terdapat bergeraknya pengetahuan sepanjang rangkaian gaya penulisan dari

waktu ke waktu, seperti yang diusulkan oleh Tarone (1983). Dickerson (mengutip dalam Tarone

1982) mengusulkan bahwa kemajuan yang dilanjutkan dalam gaya formal mungkin memiliki

pengaruh pada gaya casual (peristiwa secara kebetulan). Suatu masalah dengan penjelasan ini

adalah bahwa jika ini merupakan kasus, suatu rangkaian alami yang berbeda hendaknya

dihasilkan dari pengajaran formal, kecuali jika pengaruh dilihat hanya dari kepekaan pelajar pada

format vernacular (bahasa daerah) yang telah siap untuk muncul (seperti yang diusulkan oleh

Selinger 1979). Ketiga, hal itu dapat dihipotesiskan bahwa pengajaran formal itu melakukan

lebih dari mengembangkan pengetahuan yang diteliti untuk digunakan dalam gaya careful (gaya

ketelitian); hal ini juga memungkinkan pengetahuan  yang tidak diteliti untuk

Page 33: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

menginternalisasikan bagi digunakan dalam gaya vernacular  (bahasa daerah). Poin ini menuntut

eksplikasi dengan seksama.

Hal itu tidak dapat diasumsikan bahwa pengajaran formal hanya menyokong pada gaya

careful (ketelitian) pelajar. Interaksi kelas yang mana membentuk acuan dari pengajaran formal

yang juga boleh bertindak sebagai input pada gaya pelajar vernacular (bahasa daerah).  Bukti

untuk ini telah dikutip dalam studi Terrel, dkk. (1980). Dalam bab 6 hal itu juga menunjukkan

bahwa bahkan dalam suatu kelas formal mungkin berisi berbagai macam interaksi yang berbeda,

suatu poin membuat setengah memaksa oleh Bialystok (1981: 65):

“…..suatu situasi pembelajaran formal meliputi lebih banyak fitur dibandingkan dengan yang secara tegas ditunjuk sebagai tujuan pelajaran, seperti percakapan asing, konteks sosial di mana pelajaran terjadi, dan seterusnya, dan banyak lagi dari fitur ini yang mungkin secara bersamaan berasimilasi ke dalam pengetahuan linguistik secara implisit”.  

Ellis (1984e), dalam studinya yang ditunjukkan lebih awal, juga mengusulkan bahwa

kesempatan untuk interaksi komunikasi mungkin terjadi dalam konteks pengajaran formal. Hal

itu akan diserukan kembali bahwa Ellis tidak mampu untuk menjelaskan mengapa beberapa

siswa memanfaatkan dari pengajaran dalam penggunaan HW question selagi yang lainnya tidak

digunakan, dalam kaitannya dengan bagaimana kerapkali mereka mengambil bagian pengajaran

pertukaran onal. Bagaimanapun, dia menawarkan bukti kualitatif untuk mengusulkan bahwa

siswa yang maju adalah mereka yang terlibat dalam interaksi di mana negosiasi beberapa

maksud diambil alih, yang mana kelas sendiri atau dalam sesi pemerolehan di mana data untuk

studi telah dikumpulkan. Tetapi, bukan hanya interaksi komunikatif saja yang membantu ke arah

pengembangan gaya pelajar vernacular (bahasa daerah) itu. Suatu argumen dapat diberikan

bahwa interaksi di mana memusatkan pada bentuk dapat juga membantu, walaupun bukan dalam

cara yang para guru pertimbangkan. Pertimbangan, sebagai contohnya, suatu pelajaran yang

mana diperoleh siswa untuk memproduksi kalimat seperti “This is a pencil” dan “These are

pencils” dalam rangka berlatih membuat penanda kalimat jamak. Hal ini benar, bahwa seperti

kalimat model informasi tersebut, yang bersifat tatabahasa, yang mana merupakan terget

pelajaran, tetapi mereka juga memuat informasi gramatika yang mana tidak ditandai untuk

perhatian yang sadar. Siswa memproduksi dan mendengarkan untuk seperti kalimat mungkin

memusatkan pada penanda kalimat jamak, tetapi pada waktu yang sama mereka juga

mengekspose bagaimana kopula digunakan dalam kalimat yang sama. Berlatih memproduksi

Page 34: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

kalimat seperti itu dapat memudahkan pengembangan pengetahuan yang diteliti di mana tanda

kalimat jamak berkaitan, tetapi dapat juga secara kebetulan memudahkan pengembangan

pengetahuan  yang tidak diteliti di mana penggunaan kopula berkaitan (seperti membantu pelajar

untuk menginternalisasikan rumusan kalimat “This is a……”). Dengan begitu, sungguhpun

pengajaran formal diarahkan pada penguasaan bentuk bahasa kedua secara spesifik, hal itu

mungkin, untuk alasan tersebut di atas, juga memimpin untuk penguasaan bentuk bahasa kedua

lainnya, tidak ditunjuk dari pandangan pengajar  sebagai tujuan dari pelajaran.

Bagaimanapun, hal itu diterima bahwa pengajaran formal bertindak sebagai input bagi

berbagai gaya antarbahasa dengan pengembangan pengetahuan bahasa kedua dalam jenis

tingkatan analisis, itu masih tetap untuk menjelaskan mengapa input ini memungkinkan

pembelajar di kelas lebih mengembangkan dengan cepat dbandingkan dengan pembelajar secara

natural. Suatu kemungkinan yang kuat bahwa input kelas lebih kaya, dalam pengertian bahwa

hal itu merangsang pertumbuhan berbagai jenis pengetahuan, sedangkan masukan naturalistik

melayani hanya untuk merangsang pengetahuan  yang tidak diteliti secara keseluruhan.

Pembelajar yang memiliki akses berbagai gaya lebih baik diperlengkapi untuk pelaksanaan

dengan sukses pada kedua poin yang terpisah dan tes integratif yang mana berarti kecakapan

terukur. Dalam banyak kasus, pelajar akan memanfaatkan dari akses untuk kedua pengetahuan

yang tidak diteliti dan pengetahuan yang diteliti, karena hal ini akan memungkinkan mereka

untuk melakukan suatu bidang dari tugas yang berbeda.

 

Ringkasan 

Bab ini telah menguji tiga teori posisi yang menunjukkan penjelasan tentang bagaimana

pengajaran formal tidak mempengaruhi rangkaian alami Pemerolehan Bahasa Kedua tetapi

memfasilitasi perkembangan yang lebih cepat. Posisi non-interface dikemukakan Krashen yang

menyatakan bahwa ‘pemerolehan’ dan ‘pembelajaran’ merupakan hal terpisah. Karena

‘pemerolehan’ bertanggungjawab untuk rangkaian alami, ‘pembelajaran’ hasil dari pengajaran

formal tidak dapat mempengaruhinya. Namun, kelas yang memberikan peluang bagi input yang

dapat dimengerti akan mempercepat ‘pemerolehan’. Posisi interface juga memberikan usulan

sebagai fakta mengenai dua jenis pengetahuan bahasa kedua, namun berargumen bahwa mereka

berhubungan, maka, ‘pembelajaran’ itu (atau pengetahuan eksplisit) dapat menjadi

Page 35: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

‘pemerolehan’ (atau pengetahuan implisist) saat hal itu dilatih secukupnya. Versi yang lebih

lemah dari posisi ini, bagaimanapun, menyatakan bahwa ‘pembelajaran’ tidak banyak berubah

kedalam ‘pemerolehan’ semudah hal tadi, saat pelajar ‘siap’. Keragaman posisi berbeda dari

kedua posisi lainnya yakni mengenal keragaman ’gaya’ berbeda, masing-masing memohon tipe

pengetahuan yang bervariasi dalam istilah analisasi dan otomatisasi. Gugusan berbeda

membutuhkan kegunaan dari jenis pengetahuan berbeda. Pengajaran formal memberikan

kontribusi langsung atau tidak langsung pada internalisasi  jenis pengetahuan berbeda ini dan

karenanya memungkinkan pelajar kelas untuk melaksanakan cangkupan yang lebih luas dalam

hal gugus tugas linguistik daripada pelajar alami.

Ketiga posisi memperlengkapi argumen untuk mencatat hasil riset empiris kedalam efek

pengajaran formal. Hal ini telah dipertimbangkan dalam beberapa bahasan. Terdapat fakta-fakta

yang cukup jelas untuk membuat pilihan antara ketiganya. Bukti akan tetap seperti itu dimasa

depan hingga ada studi kualitatif percakapan kelas yang diakibatkan oleh pengajaran formal dan

tentang pengembangan ilmu bahasa yang mempengaruhi percakapan seperti itu.

 

 

 

SimpulanBab ini dimulai dengan penegasan bahwa investigasi peran pengajaran dalam

Pemerolehan Bahasa Kedua adalah signifikan untuk kedua teori Pemerolehan Bahasa Kedua dan

pedagogy bahasa. Dalam simpulan ini saya harus meringkas dengan mempertimbangkan

beberapa implikasi.

 

Teori Pemerolehan Bahasa Kedua Studi peran pengajaran dapat menerangkan kontribusi faktor lingkungan dalam

Pemerolehan Bahasa Kedua. Lingkungan kelas memberikan jenis input berbeda dari keadaan

alami. Jika faktor lingkungan merupakan hal penting bagi Pemerolehan Bahasa Kedua, mungkin

dapat diprediksi bahwa (1) jalan kemahiran dalam dua keadaan akan berbeda, dan (2)

penilaian/kesuksesan Pemerolehan Bahasa Kedua dalam dua keadaan juga akan berbeda. Peneliti

telah mengulas dalam bab yang lalu menunjukkan bahwa (1) sementara tidak muncul, (2)

mungkin saja. Kesalahan keadaan kelas untuk mempengaruhi jalan Pemerolehan Bahasa Kedua

dapat dijelaskan dalam dua cara. Pertama, mungkin diambil untuk menunjukkan bahwa

Page 36: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

determinan sebenarnya dari Pemerolehan Bahasa Kedua adalah internal pelajar lebih daripada

faktor lingkungan. Maka, disamping perbedaan dalam input, pelajar bahasa kedua akan

mengikuti jalan yang sama karena ia diprogram untuk hal yang sama. Penjelasan kedua

membolehkan peran lebih sentral untuk input/interaksi untuk dipertahankan. Kelas Pemerolehan

Bahasa Kedua dan Pemerolehan Bahasa Kedua alami mengikuti garis perkembangan yang sama,

karena, meskipun terdapat perbedaan dalam jenis input yang ditemukan dalam setiap keadaan,

juga terdapat kesamaan. Rangkaian alami merupakan produk satu jenis penggunaan bahasa-

komunikasi spontan-yang, meskipun terbatas dalam konteks kelas, tetapi terjadi. Penjelasan

pertama mengikuti interpretasi penutur asli dari Pemerolehan Bahasa Kedua, penjelasan kedua

mengikuti interpretasi interaksi (lihat bab 6). Jelas, apapun interpretasi yang diadopsi, hal itu

bahwa Pemerolehan Bahasa Kedua menguasai sifat struktural yang bebas pada perbedaan inhern

lingkungan dalam kelas dan keadaan alami. Pengaruh faktor lingkungan nampak membatasi

sebagian besar untuk sejauh apa dan berapa banyak perolehan bahasa kedua bagi pelajar.

 

 

 

Pedagogy BahasaMelihat pengajaran dari sudit pandang pelajar lebih daripada pengajar adalah bermanfaat.

Hal itu melihat kedalam perspektif secara luas yang memandang bahwa pengajaran berdasar

pada bunyi silabus dan melibatkan teknik motivasi, hasil berupa pemerolehan. Kecuali jika

laporan yang diambil tentang sifat struktural Pemerolehan Bahasa Kedua, kesuksesan bukanlah

hal yang pasti.

Namun, tidaklah mudah untuk sampai pada rekomendasi kuat berdasar pada hasil riset

Pemerolehan Bahasa Kedua. Seperti yang ditulis Hughes (1983: 1-2) :

Harus dikatakan pada permulaan bahwa pada saat kini terdapat beberapa implikasi yang jelas

untuk menggambarkan perihal mengajarkan bahasa dari studi pengajaran bahasa kedua.

Sikap berdiam diri dilakukan untuk dua alasan. Pertama, harus dikenal bahwa

mengajarkan tidaklah sama seperti mempelajari. Dalam pemikiran program mengajarkan jelas

bermaksud pada pemahaman bagaimana pelajar belajar, tapi itu juga perlu untuk diambil

kedalam faktor non-pelajar. Brumfit (1984), misalnya, menunjuk bahwa walaupun jika pelajar

mengikuti jalur tetap, guru mungkin tidak merasa berkeawjiban meyakinklan bahwa

pengajarannya juga mengikutinya, sepertinya jauh lebih penting bahaw guru bekerja dari silabus

Page 37: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

yang secara logis dia terima. Brumfit berargumen bahaw pengajaran bahasa akan paling berhasil

saat mengikuti rencana yang terpecahkan dengan baik yang mengarah dan mengorganisir apa

yang guru kerjakan. Alasan kedua untuk berdiam diri adalah, meskipun terdapat tingkat

persetujuan antara peneliti Pemerolehan Bahasa Kedua menyangkut apa yang terjadi dalam

Pemerolehan Bahasa Kedua. Terdapat jauh lebih sedikit persetujuan tentang bagaimana hal itu

terjadi dalam cara tersebut. Hal ini menjadi jelas dalam perbedaan posisi yang telah diadopsi

untuk menjelaskan hasil riset kedalam efek pengajaran formal. Namun, walaupun bijaksana

untuk bersifat sementara dalam mencari implikasi pedagogi bahasa dari riset Pemerolehan

Bahasa Kedua, tetapi cukup bodoh untuk mengabaikan secara keseluruhan riset ini. Seperti

catatan Corder (1980: 1), ‘kita selalu memiliki kewajiban untuk berusaha menjawab pertanyaan

praktis dalam menerangkan pengetahuan umum terbaik’.

Hanya satu isu yang dipertimbangkan disini – apa yang dikemukakan Stern (1983)

sebagai dilema kode-komunikasi  dalam pedagogi bahasa. pertanyaan kunci adalah seperti : pada

tingkat apa seharusnya pengajaran diarahkan untuk meningkatkan kesadaran pelajar tentang sifat

formal bahasa kedua, sebagai lawan untuk menyediakan peluang bagi mereka untuk terlibat

dalam komunikasi alami? Ini merupakan isu kontroversial. Satu sisi terdapat pendukung apa

yang Widdowson (1984: 23) sebut ‘pendidikan murni……dan ia dihubungkan dengan serba

membolehkan non-intervensi’. Disisi lain terdapat mereka yang berargumen bahwa mengajar

pelajar menjadi analitis memperbesar perkembangan. Saya harus menyingkat sikap apa pada

diema kode komunikasi yang dipegang pendukung masing-masing ketiga posisi

mempertimbangkan dalam bab sebelumnya.

 1. Posisi non-interface

Krashen (1982) memberikan penekanan pada peran pengajaran tatabahasa dalam kelas

Pemerolehan Bahasa Kedua. Ia melihat hanya dua penggunaan. Pertama, memfungsikan

monitor untuk menyediakan ‘pembelajaran’. Namun, penggunaan monitor terbatas pada saat

pelajar ‘belajar’ mengakses pengetahuannya, dan juga terbatas dengan fakta bahwa hanya

sebagian kecil sub-bab dari total aturan bahasa kedua ‘dapat dipelajari’. Kedua, penggunaan

pelajaran tatabahasa untuk memuaskan keingintahuan pelajar tentang sistem tatabahasa bahasa

kedua-‘apresiasi tatabahasa’, sebagaimana yang disebut Krashen. Krashen (1982)

menyimpulkan :

Page 38: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

Penggunaan tatabahasa secara sadar adalah terbatas. Tidak semua orang  memonitor. Mereka hanya memonitor sebagian dari waktunya dan menggunakan monitor hanya untuk sub-bagian tatabahasa…efek koreksi pribadi pada ketepatan merupakan hal yang sederhana. Pelaku bahasa kedua secara khas mengoreksi diri hanya dalam persentase kecil kesalahannya, bahkan saat dengan sengaja terfokus pada bentuk…….dan bahkan saat kita hanya memikirkan aspek termudah dari tatabahasa. (1982: 112)

 Krashen, lebih lanjut, percaya bahwa peran pengajaran adalah membuka kesempatan untuk

berkomunikasi, lebih baik dari menggambarkan perhatian melalui kode bahasa kedua. Krashen

(1981b) merinci penjelasan karakteristik tentang apa yang dipertimbangkan tentang program

efektif pedagogikal : (1) input kelas harus dapat dimengerti; (2) program harus terdiri dari

‘aktifitas komunikatif’, untuk menjamin bahwa input menarik dan relevan; (3) selayaknya

tidak mencoba mengikuti rentetan program tatabahasa; dan (4) input harus cukup banyak

(karenanya penting untuk membaca secara luas). Krashen dan Terrell (1983) menguraikan

secara singkat sebuah program yang sesuai untuk prinip ini, yang disebut ‘pendekatan

alamiah’

 

2. Posisi Interface

Sedangkan posisi non interface menegaskan arti penting komunikasi dan memperkecil arti

penting kode, posisi interface menyatakan kontribusi tentang kode. Sharwood-Smith (1981)

melihat pengajaran tatabahasa sebagai jalan pintas pada kemampuan komunikasi. Maka,

pelajar dewasa yang memiliki perhatian menarik menuju fitur kode dapat berlatih disini, diluar

ataupun didalam kelas, sampai dapat menggunakannya tanpa sadar didalam bertutur

komunikasi. Sharwood-Smith menegaskan bahwa pengajaran tatabahasa (atau ‘peningkatan

kesadaran’) dapat bermacam-macam bentuk. Ia membedakan dua dimensi dasar : ketelitian

(contohnya apakah pengajaran hanya menawarkan uraan ringkas atau penjelasan yang sangat

terstruktur.

 

3. Posisi Variabilitas

Posisi variabilitas menekankan arti penting kesesuaian proses belajar dengan jenis pengajaran.

Bialystok (1982: 2005) berkomentar :

“……pengajaran harus mempertimbangkan tujuan khusus pelajar dan mencoba untuk

menyediakan bentuk pengetahuan yang sesuai untuk mencapai tujuan itu”.

Page 39: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

Tujuan tersebut mengacu pada jenis bahasa yang digunakan bahwa pembelajar membutuhkan

(atau menginginkan) untuk terlibat di dalamnya. Jika tujuan mengikutsertakan percakapan

natural, maka pembelajar harus mengembangkan gaya vernacular (bahasa daerah) nya dengan

memperoleh pengetahuan bahasa kedua yang otomatis tetapi  tidak diteliti. Hal ini dapat

dicapai secara langsung atas pertolongan pengajaran yang menekankan komunikasi di dalam

kelas. Hal ini juga mungkin dicapai secara tidak langsung oleh pengajaran yang memfokuskan

pada kode, jika terdapat peluang praktis yang memadai untuk memacu jalan pengetahuan dari

kehati-hatian menuju gaya sehari-hari. Jika tujuan pelajar adalah untuk berpartisipasi dalam

percakapan yang membutuhkan kehati-hatian, perencanaan secara sadar, ia akan butuh

mengembangkan gaya secara hati-hati dengan memperoleh pengetahuan bahasa kedua yang

otomatis dan teranalisis. Hal ini dapat secara terbaik terpenuhi dengan pengajaran formal yang

memusatkan pada kode bahasa kedua.

 

Sama halnya, itu bukanlah mungkin untuk membuat pilihan terbatas seperti posisi mana yang

ditawarkan penjelasan terbaik dari hasil riset empiris kedalam kelas Pemerolehan Bahasa Kedua,

jadi itu akan prematur untuk menempatkan solusi pada dilema kode-komunikasi dalam pedagogi

bahasa. Namun, satu efek studi secara umum telah memberi kesan bahwa mengajarkan kode

mungkin memainkan bagian kecil daripada pemikiran sebelumnya. Seperti ang ditunjukkan

Coder (1980), kesan seperti ini berada dalam kesesuaian dengan arah pengajaran saat ini. Riset

Pemerolehan Bahasa Kedua, kemudian, mungkin terlihat sebagai penguatan trend yang telah ada,

lebih daripada bantahan-bantahan pendekatan baru.

   PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA DAN BAHASA KEDUA SUATU PANDANGAN DALAM BAHASADitulis oleh Admin pada 29 November 2010 | Kliping |

Rumah Terjemah melayani terjemah bahasa Arab, Inggris, Buku, Skripsi, Tesis, dll. Bandingkan Daftar Harga kami..!

1. Pengantar

Bahasa selalu ada bersama dengan manusia. Ungkapan itu, bukan sekedarungkapan tanpa dasar. Dasar yang sering disebutkan ialah bahwa bahasamerupakan sarana komunikasi antar-manusia. Bahkan dapat pula dikatakantanpa ada manusia lain pun seseorang dapat berbahasa. Manusia dapat

Page 40: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

berpikir dalam lamunannya dan dalam mimpinya sehingga dasar yang palingutama sebenarnya adalah bahasa merupakan bagian dari kehidupan manusia.Setiap anak manusia yang normal pertumbuhan pikirannya akan belajar bahasapertama atau bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama dalam hidupnya, danproses ini terjadi hingga kira-kira umur 5 tahun. Sesudah itu, pada masapubertas atau kira-kira 12- 14 tahun hingga menginjak dewasa ataukira-kira umur 18- 20 tahun, anak itu akan tetap masih belajar bahasanyayang dinamakan bahasa pertama atau disingkat B1.Pascapubertas, keterampilan berbahasa seorang anak tidak banyakkemajuannya, meskipun dalam beberapa hal, umpamanya dalam kosakata, iabelajar B1 terus-menerus selama hidupnya. Pemerolehan B1 dianggap bahasayang utama bagi anak karena bahasa ini yang paling mantap pengetahuan danpenggunaannya. Pemerolehan B1 terjadi apabila anak yang belum pernahbelajar bahasa apa pun mulai belajar bahasa untuk pertama kali. Selainpemerolehan bahasa pertama (B1) pemerolehan bahasa kedua pun yangdisingkat B2 terjadi dengan bermacam-macam cara, pada usia berapa sajauntuk tujuan bermacam-macam dan pada tingkat kebahasaan yang berlainan.Oleh sebab itu, pemerolehan B2 dapat terjadi secara terpimpin, alamiah.Dalam konteks ini, dirujuk pada dua konsep yang dibedakan oleh para ahlipsikolinguistik, khususnya Krashen & Terrell (1983) yang mengatakan bahwa,pada umumnya yang kelihatan ialah mengenai pemerolehan B1 yang disebutsebagai acquisition dan pelajaran B2 yang dinamakan learning.Berangkat dari uraian di atas, dalam artikel ini akan diuraikanberturut-turut: pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua;serta pandangan dalam bahasa.

2. Pemerolehan Bahasa Pertama dan Bahasa KeduaProses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbaldisebut dengan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama (B1)(anak) terjadi bila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telahmemperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa anak, lebih mengarahpada fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya. Pemerolehan itu dapatdikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan,yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yanglebih rumit.Ada dua pengertian mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehanbahasa mempunyai permulaan yang mendadak, tiba-tiba. Kedua, pemerolehanbahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dariprestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik. PemerolehanB1 sangat erat hubungannya dengan perkembangan kognitif yakni pertama,jika anak dapat menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasayang teratur rapi, tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anaktelah menguasai bahasa yang bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicaraharus memperoleh ‘kategori-kategori kognitif’ yang mendasari berbagaimakna ekspresif bahasa-bahasa alamiah, seperti kata, ruang, modalitas,kausalitas, dan sebagainya. Persyaratan-persyaratan kognitif terhadap

Page 41: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

penguasaan bahasa lebih banyak dituntut pada pemerolehan bahasa kedua(PB2) daripada dalam pemerolehan bahasa pertama (PB1).Manusia memiliki warisan biologi yang sudah dibawa sejak lahir berupakesanggupan untuk berkomunikasi dengan bahasa khusus manusia dan itu tidakada hubungannya dengan kecerdasan atau pemikiran. Kemampuan berbahasahanya sedikit korelasinya terhadap IQ manusia .Pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya dengan perkembangan sosial anakdan karenanya juga erat hubungannya dengan pembentukan identitas sosial.Mempelajari bahasa pertama merupakan salah satu perkembangan menyeluruhanak menjadi anggota penuh suatu masyarakat. Bahasa memudahkan anakmengekspresikan gagasan, kemauannya dengan cara yang benar-benar dapatditerima secara sosial. Bahasa merupakan media yang dapat digunakan anakuntuk memperoleh nilai-nilai budaya, moral, agama, dan nilai-nilai laindalam masyarakat.Melalui bahasa, khusus B1 seorang anak belajar untuk menjadi anggotamasyarakat. B1 salah satu sarana untuk mengungkapkan perasaan, keinginan,dan pendirian, dalam bentuk-bentuk bahasa yang dianggap ada. Ia belajarpula bahwa ada bentuk-bentuk yang tidak dapat diterima anggotamasyarakatnya, ia tidak selalu boleh mengungkapkan perasaannya secaragamblang.Apabila seorang anak menggunakan ujaran-ujaran yang bentuknya benar ataugramatikal, belum berarti bahwa ia telah menguasai B1. Agar seorang anakdapat dianggap telah menguasai B1 ada beberapa unsur yang penting yangberkaitan dengan perkembangan jiwa dan kognitif anak itu. Perkembangannosi-nosi (notion) atau pemahaman seperti waktu, ruang, modalitas, sebabakibat, dan deiktis merupakan bagian yang penting dalam perkembangankognitif penguasaan B1 seorang anak.Sistem pikiran yang terdapat pada anak-anak dibangun sedikit demi sedikitapabila ada rangsangan dunia sekitarnya sebagai masukan atau input (iaituapa yang dilihat anak, didengar, dan yang disentuh yang menggambarkanbenda, peristiwa dan keadaan sekitar anak yang mereka alami). Lamakelamaan pikirannya akan terbentuk dengan sempurna. Setelah itu, sistembahasanya lengkap dengan perbendaharaan kata dan tata bahasanya punterbentuk.Perkembangan pemerolehan bahasa anak dapat dibagi atas tiga bagian pentingiaitu (a) perkembangan prasekolah (b) perkembangan ujaran kombinatori, dan(c) perkembangan masa sekolah. Perkembangan pemerolehan bahasa pertamaanak pada masa prasekolah dapat dibagi lagi atas perkembanganpralinguistik, tahap satu kata dan ujaran kombinasi permulaan.Perkembangan pralinguistik ditandai oleh adanya pertukaran giliran antaraorang tua khususnya ibu dengan anak. Pada masa perkembangan pralinguistikanak mengembangkan konsep dirinya. Ia berusaha membedakan dirinya dengansubjek, dirinya dengan orang lain serta hubungan dengan objek dan tindakanpada tahap satu kata anak terus-menerus berupaya mengumpulkan namabenda-benda dan orang yang ia jumpai. Kata-kata yang pertama diperolehnyatahap ini lazimnya adalah kata yang menyatakan perbuatan, kata

Page 42: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

sosialisasi, kata yang menyatakan tempat, dan kata yang menyatakanpemerian.Perkembangan bahasa pertama anak lebih mudah ditandai dari panjangucapannya. Panjang ucapan anak kecil merupakan indikator atau petunjukperkembangan bahasa yang lebih baik dari pada urutan usianya. Jumlahmorfem rata-rata per ucapan dapat digunakan sebagai ukuran panjangnya. Adalima tahapan pemerolehan bahasa pertama. Setiap tahap dibatasi olehpanjang ucapan rata-rata tadi. Untuk setiap tahap ada Loncatan Atas (LA).Walaupun perkembangan bahasa setiap anak sangat unik, namun ada persamaanumum pada anak-anak, ada persesuaian satu sama lain semua mencakupeksistensi, noneksistensi, rekurensi, atribut objek, dan asosiasi objekdengan orang.Dilihat dari unsur dasar pembentukannya, kombinasi yang dibuat anak padaperiode ini mengekspresikan dua unsur deretan dasar pelaku (agen) +tindakan (aksi) + objek. Semua kombinasi dua unsur terjadi, misalnya Agen+ Aksi + Objek, Agen + Objek.Pada masa tahap 2 ada tiga sarana ekspresif yang dipakai oleh anak-anak,yang dapat membuat kalimat-kalimat mereka menjadi lebih panjang iaitukemunculan morfem-morfem gramatikal secara inklusif dalam ujaran anak,pengertian atau penyambungan bersama-sama hubungan dua hal tersebut, danperluasan istilah dalam suatu hubungan/relasi.Perkembangan pemerolehan bunyi anak-anak bergerak dari membuat bunyimenuju ke arah membuat pengertian. Periode pembuatan pembedaan atas duabunyi dapat dikenali selama tahun pertama iaitu (1) periode vokalisasi danprameraban, serta (2) periode meraban. Anak lazimnya membuat pembedaanbunyi perseptual yang penting selama periode ini, misalnya membedakanantara bunyi suara insani dan non-insani antara bunyi yang berekspresimarah dengan yang bersikap bersahabat, antara suara anak-anak dengan orangdewasa, dan antara intonasi yang beragam. Anak-anak mengenali makna-maknaberdasarkan persepsi mereka sendiri terhadap bunyi kata-kata yangdidengarnya. Anak-anak menukar atau mengganti ucapan mereka sendiri dariwaktu ke waktu menuju ucapan orang dewasa, dan apabila anak-anak mulaimenghasilkan segmen bunyi tertentu, hal itu menjadi perbendaharaan mereka.Perkembangan ujaran kombinatori anak-anak dapat dibagi dalam empat bagianiaitu perkembangan negatif/penyangkalan, perkembanganinterogratif/pertanyaan, perkembangan penggabungan kalimat, danperkembangan sistem bunyi.Ada tiga tipe struktur interogatif yang utama untuk mengemukakanpersyaratan, iaitu pertanyaan yang menuntut jawaban ya atau tidak,pertanyaan yang menuntut informasi, dan pertanyaan yang menuntut jawabansalah satu dari yang berlawanan (polar). Penggabungan beberapa proposisimenjadi sebuah kalimat tunggal memerlukan rentangan masa selama beberapatahun dalam perkembangan bahasa anak-anak. Pada umumnya, cara-caramenggabungkan kalimat menujukkan gerakan melalui empat dimensi iaitugabungan dua klausa setara menuju gabungan dua klausa yang tidak setara,klausa-klausa utama yang tidak tersela menuju penggunaan klausa-klausa

Page 43: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

yang tersela, iaitu menyisipkan klausa bawahan pada klausa utama, susunanklausa yang memuat kejadian tetap menuju susunan klausa yang bervariasi,dan dari penggunaan perangkat-perangkat semantik-sintaktis yang kecilmenuju perangkat yang lebih diperluas.Pada perkembangan masa sekolah, orientasi seorang anak dapat berbeda-beda.Ada anak yang lebih impulsif daripada anak yang lain, lebih refleksif danberhati-hati, cenderung lebih jelas dan nyata dalam berekspresi, lebihsenang belajar dengan bermain-main, sementara yang lain lebih pragmatisdalam pemakaian bahasa. Di masa ini setiap bahasa anak akan mencerminkankepribadiannya sendiri. Siswa taman kanak-kanak memiliki rasa bahasa,bagian-bagiannya, hubungannya, bagaimana cara kerjanya sehingga merekamampu mengenal serta mengapresiasi bahasa yang dipakai dalam cara yangmengagumkan serta tidak lazim. Selama masa sekolah anak mengembangkan danmemakai bahasa secara unik dan universal. Pada saat itu anak menandai ataumemberinya ciri sebagai pribadi yang ada dalam masyarakat itu.Perkembangan bahasa pada masa sekolah dapat dibedakan dengan jelas dalamtiga bidang, iaitu struktur bahasa, pemakaian bahasa, dan kesadaranmetalinguistik.

Strategi Pemerolehan Bahasa PertamaStrategi pertama dalam pemerolehan bahasa dengan berpedoman pada: tirulahapa yang dikatakan orang lain. Tiruan akan digunakan anak terus, meskipunia sudah dapat sempurna melafalkan bunyi. Ada pendapat yang mengatakanbahwa strategi tiruan atau strategi imitasi ini akan menimbulkan masalahbesar. Mungkin ada orang berkata bahwa imitasi adalah mengatakan sesuatuyang sama seperti yang dikatakan orang lain. Akan tetapi, ada banyakpertanyaan yang harus dijawab berkenaan dengan hal ini.Ada berbagai ragam peniruan atau imitasi, iaitu imitasi spontan atauspontaneous imitation, imitasi pemerolehan atau elicited imitation,imitasi segera atau immediate imitation, imitasi terlambat delayedimitation dan imitasi dengan perluasan atau imitation with expansion,reduced imitation.Strategi kedua dalam pemerolehan bahasa adalah strategi produktivitas.Produktivitas berarti keefektifan dan keefisienan dalam pemerolehan bahasayang berpegang pada pedoman buatlah sebanyak mungkin dengan bekal yangtelah Anda miliki atau Anda peroleh. Produktivitas adalah ciri utamabahasa. Dengan satu kata seorang anak dapat “bercerita atau mengatakan”sebanyak mungkin hal. Kata papa misalnya dapat mengandung berbagai maknabergantung pada situasi dan intonasi.Strategi ketiga berkaitan dengan hubungan umpan balik antara produksiujaran dan responsi. Dengan strategi ini anak-anak dihadapkan padapedoman: hasilkanlah ujaran dan lihatlah bagaimana orang lain memberiresponsi. Stategi produktif bersifat “sosial” dalam pengertian bahwastrategi tersebut dapat meningkatkan interaksi dengan orang lain dansementara itu bersifat “kognitif” juga. Hal itu dapat memberikan umpanbalik kepada pelajar mengenai ekspresinya sendiri terhadap makna dan juga

Page 44: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

memberinya sampel yang lebih banyak, iaitu sampel bahasa untuk digarapatau dikerjakan.Strategi keempat adalah prinsip operasi. Dalam strategi ini anakdikenalkan dengan pedoman: gunakan beberapa “prinsip operasi” umum untukmemikirkan serta menetapkan bahasa. Selain perintah terhadap diri sendirioleh anak, prinsip operasi ini juga menyarankan larangan yang dinyatakandalam avoidance terms; misalnya: hindari kekecualian, hindari pengaturankembali.Proses Pemerolehan Bahasa KeduaPemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Orang dewasamempunyai dua cara yang, berbeda berdikari, dan mandiri mengenaipengembangan kompetensi dalam bahasa kedua. Pertama, pemerolehan bahasamerupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak. Mengembangkankemampuan dalam bahasa pertama mereka. Pemerolehan bahasa merupakan prosesbawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan kenyataan bahwamereka memakai bahasa untuk berkomunikasi.Kedua, untuk mengembangkan kompetensi dalam bahasa kedua dapat dilakukandengan belajar bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasahanya dapat mempelajarinya. Akan tetapi ada hipotesis pemerolehan belajaryang menuntut bahwa orang-orang dewasa juga memperoleh bahasa, kemampuanmemungut bahasa tidaklah hilang pada masa puber. Orang-orang dewasa jugadapat memanfaatkan sarana pemerolehan bahasa alamiah yang sama sepertiyang dipakai anak-anak. Pemerolehan merupakan suatu proses yang amat kuatpada orang dewasa.Pemerolehan dan pembelajaran dapat dibedakan dalam lima hal, iaitupemerolehan:1. memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa pertama, seoranganak penutur asli, sedangkan belajar bahasa adalah pengetahuan secaraformal,2. secara bawah sadar, sedangkan pembelajaran sadar dan disengaja.3. bahasa kedua seperti memungut bahasa kedua, sedangkan pembelajaranmengetahui bahasa kedua,4. mendapat pengetahuan secara implisit, sedangkan pembelajaran mendapatpengetahuan secara eksplisit,5. pemerolehan tidak membantu kemampuan anak, sedangkan pembelajaranmenolong sekali.Cara pemerolehan bahasa kedua dapat dibagi dua cara, iaitu pemerolehanbahasa kedua secara terpimpin dan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah.Pemerolehan bahasa kedua yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikanmateri yang sudah dipahami. Materi bergantung pada kriteria yangditentukan oleh guru. Strategi-strategi yang dipakai oleh seorang gurusesuai dengan apa yang dianggap paling cocok bagi siswanya.Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah pemerolehan bahasakedua/asing yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari, bebas daripengajaran atau pimpinan, guru. Tidak ada keseragaman cara. Setiapindividu memperoleh bahasa kedua dengan caranya sendiri-sendiri. Interaksi

Page 45: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

menuntut komunikasi bahasa dan mendorong pemerolehan bahasa. Dua ciripenting dari pemerolehan bahasa kedua secara alamiah atau interaksispontan ialah terjadi dalam komunikasi sehari-hari, dan bebas daripimpinan sistematis yang sengaja.Di dalam kelas ada saja buah yang dapat dianggap sangat penting danmendasar dalam proses belajar bahasa, iaitu (1) belajar bahasa adalahorang, (2) belajar bahasa adalah orang-orang dalam interaksi dinamis, dan(3) belajar bahasa adalah: orang-orang dalam responsi.Pemerolehan bahasa bersamaan dengan proses yang digunakan oleh anak-anakdalam pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua. Pemerolehanbahasa menuntut interaksi yang berarti dalam bahasa sasaran yang merupakanwadah para pembicara memperhatikan bukan bentuk ucapan-ucapan merekatetapi pesan-pesan yang mereka sampaikan dan mereka pahami. Perbaikankesalahan dan pengajaran kaidah- kaidah eksplisit tidaklah relevan bagipemerolehan bahasa, tetapi para guru dan para penutur asli dapat mengubahserta membatasi ucapan-ucapan mereka kepada pemeroleh agar menolong merekamemahaminya. Modifikasi-modifikasi ini merupakan pikiran untuk membantuproses pemerolehan tersebut.Hubungan antara Pemerolehan Bahasa Pertama dan Pemerolehan Bahasa KeduaCiri-ciri pemerolehan bahasa mencakup keseluruhan kosakata, keseluruhanmorfologi, keseluruhan sintaksis, dan kebanyakan fonologi. Istilahpemerolehan bahasa kedua atau second language aqcuisition adalahpemerolehan yang bermula pada atau sesudah usia 3 atau 4 tahun. Adapemerolehan bahasa kedua anak-anak dan pemerolehan bahasa kedua orangdewasa.Ada lima hal pokok berkenaan dengan hubungan pemerolehan bahasa pertamadengan pemerolehan bahasa kedua. Salah satu perbedaan antara pemerolehanbahasa pertama dan bahasa kedua ialah bahwa pemerolehan bahasa pertamamerupakan komponen yang hakiki dari perkembangan kognitif dan sosialseorang anak, sedangkan pemerolehan bahasa kedua terjadi sesudahperkembangan kognitif dan sosial seorang anak sudah selesai, dalampemerolehan bahasa pertama pemerolehan lafal dilakukan tanpa kesalahan,sedangkan dalam pemerolehan bahasa kedua itu jarang terjadi, dalampemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua ada kesamaan dalam urutanperolehan butir-butir tata bahasa, banyak variabel yang berbeda antarapemerolehan bahasa pertama dengan pemerolehan bahasa kedua. Suatu ciriyang khas antara pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua belum tentuada meskipun ada persamaan perbedaan di antara kedua pemerolehan.Ada tiga macam pengaruh proses belajar bahasa kedua, iaitu pengaruh padaurutan kata dan karena proses penerjemahan, pengaruh pada morfem terikat,dan pengaruh bahasa pertama walaupun pengaruh isi sangat lemah (kecil).Strategi Pemerolehan Bahasa KeduaPerlu diingat bahwa strategi-strategi yang telah dikenal perlu dibagi kedalam komponen-komponennya. Strategi pertama berpegang, pada semboyan:gunakanlah pemahaman nonlinguistik Anda sebagai dasar untuk penetapan ataupemikiran bahasa. Strategi ini berlangsung dan beroperasi pada tahap umum

Page 46: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

dalam karya Brown mengenai dasar kognitif ujaran tahap I. Strategi pertamaini memiliki rerata Panjang Ucapan; rata-rata (PUR) sebesar 1,75, danLoncatan Atas (LA) sebesar 5. Adapun objek dan persona terus-menerus adawalaupun di luar jangkauan pandangan yang merupakan pemahamannonlinguistik yang menjadi dasar atau landasan bagi pengarah bahasa atauterjemahan anak-anak terhadap ketidakstabilan atau kemudahan mengalirkanpemikiran ke dalam kategori-kategori bahasa yang lebih pasti. Penggunaanpemahaman nonlinguistik untuk memperhitungkan serta menetapkanhubungan-hubungan makna-ekspresi bahasa merupakan suatu strategi yang amatpersuasif atau dapat merembes pada diri anak-anak.Strategi kedua berpegang pada semboyan: gunakan apa saja atau segalasesuatu yang penting, yang menonjol dan menarik hati Anda. Ada dua ciriyang kerap kali penting dan menonjol bagi anak-anak kecil dan berhargabagi sejumlah kata-kata pertama mereka iaitu objek-objek yang dapatmembuat anak-anak aktif dan giat (misalnya kunci, palu, kaos kaki, topi)dan objek-objek yang bergerak dan berubah (seperti mobil, jam).Sifat-sifat atas ciri-ciri perseptual dapat bertindak sebagai butir-butiratau titik-titik vokal bagi anak-anak (misalnya bayangan, ukuran, bunyi,rasa, bentuk). Anak-anak memperhatikan objek-objek yang mewujudkan hal-halyang menarik hati ini; dan mereka memperhatikan cara menamai objek-objekitu dalam masyarakat bahasa. Perhatian anak-anak juga bisa pada unsurbahasa yang memainkan peranan penting sintaksis dan semantik dalamkalimat. Pusat perhatian tertentu bagi seorang anak mungkin saja berbedapada periode yang berbeda pada setiap anak.Strategi ketiga berpegang pada semboyan: anggaplah bahwa bahasa dipakaisecara referensial atau ekspresif dan dengan demikian menggunakan databahasa. Anak-anak kelompok referensial memiliki 50 kata pertama mencakupsuatu proporsi nomina umum yang tinggi dan yang seakan-akan melihat fungsiutama bahasa sebagai penamaan objek-objek. Anak kelompok ekspresifmemiliki 50 kata pertama secara proporsional mencakup lebih banyak katayang dipakai dalam ekspresi-ekspresi sosial (seperti terima kasih, janganbegitu) dan lebih sedikit nama-nama objek yang melihat bahasa (terutamasekali) sebagai pelayanan fungsi-fungsi sosial efektif. Kedua kelompokanak itu menyimak bahasa sekitar mereka secara berbeda. Kelompok yang satumemperlakukan bahasa yang dipakai untuk mengacu, sedangkan kelompok yangsatu lagi, kepada bahasa yang dipakai untuk bergaul, bersosialisasi. Adatujuh fungsi bahasa yaitu fungsi instrumental, fungsi regulasi, fungsirepresentasi, fungsi interaksi, fungsi personal, fungsi heuristik, danfungsi imajinatif. Fungsi instrumental bahasa berkaitan dengan pengelolaanlingkungan, mengkomunikasikan tindak. Fungsi regulasi atau pengaturanberkenaan dengan pengendalian peristiwa, penentuan hukum dan kaidah,pernyataan setuju tidak setuju. Fungsi representasi berkenaan denganpernyataan, menjelaskan melaporkan. Fungsi interaksi berkaitan denganhubungan komunikasi sosial. Fungsi personal berkenaan dengan kemungkinanseorang pembicara mengemukakan perasaan, emosi, dan kepribadian. Fungsiheuristik berkaitan dengan perolehan pengetahuan dan belajar tentang

Page 47: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

lingkungan. Fungsi imajinatif berkaitan dengan daya cipta imajinasi dangagasan.Strategi keempat berpegang pada semboyan: amatilah bagaimana caranya oranglain mengekspresikan berbagai makna. Strategi ini baik diterapkan padaanak yang berbicara sedikit dan seakan-akan mengamati lebih banyak,bertindak selektif, menyimak, mengamati untuk melihat bagaimana makna danekspresi verbal saling berhubungan. Strategi ini mengingatkan kepada gayaatau preferensi belajar yang berbeda pada anak-anak yang berlainan usiadalam situasi belajar yang lain pula.Strategi kelima berpegang pada semboyan: ajukanlah pertanyaan-pertanyaanuntuk memancing atau memperoleh data yang Anda inginkan, anak berusiasekitar dua tahun akan sibuk membangun dan memperkaya kosakata mereka.Banyak di antara mereka mempergunakan siasat bertanya atau strategipertanyaan. Siasat ini seolah-olah merupakan sesuatu yang efektif, karenasetiap kali dia bertanya: apa nih? apa tu? maka teman bicaranya mungkinmenyediakan label atau, nama yang tepat. Suatu pola yang menarik terjadipada penggunaan pertanyaan mengapa pada usia sekitar 3 tahun.Pandangan Global dan Kecenderungan dalam Pemerolehan BahasaRagam atau jenis pemerolehan bahasa dapat ditinjau dari lima sudutpandangan, iaitu berdasarkan bentuk, urutan, jumlah, media, dankeasliannya. Dalam pengertiannya semua istilah itu ternyata hampir sama.Di dalam literatur keduanya sering dipakai berganti-ganti untuk maksud danpengertian yang sama.Dalam bahasa satu tercakup istilah bahasa pertama, bahasa asli, bahasaibu, bahasa utama, dan bahasa kuat. Dalam bahasa dua tercakup bahasakedua, bukan bahasa asli, bahasa asing, bahasa kedua, dan bahasa lemah.Masih ada beberapa istilah lagi iaitu bahasa untuk komunikasi luas, bahasabaku, bahasa regional, bahasa nasional, bahasa resmi, bahasa modern, danbahasa klasik.Ditinjau dari segi bentuk ada tiga pemerolehan bahasa iaitu pemerolehanbahasa pertama bahasa yang pertama diperoleh sejak lahir, pemerolehanbahasa kedua yang diperoleh setelah bahasa pertama diperoleh, danpemerolehan-ulang, iaitu bahasa yang dulu pernah diperoleh kini diperolehkembali karena alasan tertentu. Ditinjau dari segi urutan ada duapemerolehan iaitu pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua.Ditinjau dari segi jumlah ada dua pemerolehan iaitu pemerolehan satubahasa (di lingkungan yang hanya terdapat satu bahasa secara luas), danpemerolehan dua bahasa di lingkungan yang terdapat lebih dari satu bahasayang digunakan secara luas). Ditinjau dari segi media dikenal pemerolehanbahasa lisan (hanya bahasa yang diucapkan oleh penuturnya), danpemerolehan bahasa tulis (bahasa yang dituliskan, oleh penuturnya).Ditinjau dari segi keaslian atau keasingan dikenal pemerolehan, bahasaasli (merupakan alat komunikasi penduduk asli), dan pemerolehan bahasaasing (bahasa yang digunakan oleh para pendatang atau bahasa yang memangdidatangkan untuk dipelajari). Ditinjau dari segi keserentakan ataukeberurutan (khususnya bagi pemerolehan dua bahasa) dikenal pemerolehan

Page 48: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

(dua bahasa) serentak dan pemerolehan dua bahasa berurutan.Ada tiga komponen yang menentukan proses pemerolehan bahasa iaituprospensity (kecenderungan), language faculty, (kemampuan berbahasa), danacces (jalan masuk) ke bahasa.Istilah prospensiti mencakup seluruh faktor yang menyebabkan pelajarmenerapkan kemampuan berbahasa untuk memperoleh sesuatu balasan. Hal itumerupakan hasil interaksi mereka yang menentukan kecenderungan aktualpelajar. Selama tidak mempengaruhi segala aspek pemerolehan bahasa padataraf yang sama, maka tidaklah bijaksana mengaitkan kecenderungan denganproses pemerolehan dengan cara yang umum. Unsur-unsur komponenkecenderungan itu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal,(misalnya pengajaran) sampai taraf-taraf tertentu.Komponen kecenderungan ada empat iaitu integrasi sosial, pendidikan,kebutuhan komunikatif, dan sikap. Dalam pemerolehan bahasa pertamaintegrasi sosial merupakan suatu faktor yang dominan. Relevansi faktor iniakan berkurang jika beranjak dari pemerolehan bahasa anak menujubentuk-bentuk pemerolehan bahasa lainnya. Integrasi sosial mempunyaisedikit kebermaknaan sebagai faktor penyebab kecenderungan dalam belajarbahasa kedua di tingkat perguruan tinggi atau universitas. Dalam hal-haltertentu, integrasi sosial merupakan faktor yang mengakibatkan pengaruhnegatif.Faktor kebutuhan komunikatif harus dibedakan dengan cermat dan tepat dariintegrasi sosial. Kedua faktor ini kerapkali berlangsung serta bertindakbersama-sama bahu-membahu. Walaupun integrasi sosial jelas sekalimengimplikasikan kepuasan kebutuhan-kebutuhan komunikatif tertentu; namunkedua faktor itu berbeda. Kedua faktor tersebut telah dipisahkan secaracermat dan keduanya dapat mempengaruhi pemerolehan bahasa dengan cara-carayang amat berbeda (dalam ranah fonologi, morfologi; sintaksis, kosakata,dan wacana). Ada berbagai ragam jenis kebutuhan komunikasi. Pengaruhnyakepada pemerolehan bahasa tentu juga beragam. Perbedaan yang ada antaraintegrasi sosial dan kebutuhan komunikatif sebagai dua komponenkecenderungan yang berinteraksi selalu dengan perbedaam atau motivasiintegratif dan motivasi instrumental. Bukan berarti bahwa motivasi tidakmemberikan kontribusi apa pun kepada kecenderungan.Sikap subjektif mempengaruhi belajar bahasa dengan cara-cara yang tidakjelas, misalnya disebabkan integritas sosial dan kurangnya rasa percayadiri. Daya tarik menarik bahasa sebenarnya dapat menjadi sebuah ebakan.Sikap meremehkan dengan menggampangkan mengakibatkan sedikitnya perhatiankepada bahasa yang akan dipelajari, hanya sedikit pencurahan dan akhirnyamengantarkan kepada kegagalan belajar bahasa kedua.3. Pandangan dalam BahasaPerkembangan teori pemerolehan bahasa pada abad ini telah dipenaruhi olehperkembangan psikologi Omega (dalam Yulianto, 2007: 10-11). Dalampsikologi terdapat dua aliran yang prinsip dasarnya bertentangan, yaknibehaviorisme dan kognitivisme. Kedua aliran tersebut ikut mempengaruhipara ahli pembelajaran bahasa dalam memandang bagaimana seorang anak

Page 49: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

manusia belajar bahasa.Tentang bagaimana manusia memperoleh atau belajar bahasa, Ellis (dalamYulianto, 2007:10-11) mengungkapkan adanya tiga kelompok pandangan, iaitu(1) pandangan behaviorisme, (2) pandangan nativisme, dan (3) pandanganintraksionisme. Lebih jelasnya uraian ketiga pandangan tersebut dapatdilihat berikut ini.

a. Pandangan BehaviorismeMenurut pandangan ini kegiatan berbahasa dipengaruhi oleh aliran psikologibehaviorisme yang merupakan rangkaian rangsangan (stimulus) dan tanggapan(respon). Menurut pandangan ini berbahasa dianggap sebagai bagian dariperilaku manusia, seperti perilaku yang lain. Oleh karena itu,pembelajaran harus dilakukan melalui rangsangan-rangsangan Brown (dalamYulianto, 2007:11). Pebelajar dalam hal ini dianggap sebagai mesin yangmemproduksi bahasa dengan lingkngan dianggap sebagai faktor penentunya,yakni sebagai rangsangan. Untuk itu, agar anak dapat mengucapkan kata-katatertentu, kepadanya harus diberikan rangsangan berupa kata-kata. Menurutkonsep ini anak tidak dapat mengucapkan kata-kata yang belum pernahdidengarnya.Baraja (1990:31) mengemukakan bahwa perilaku kebahasaan sama denganperilaku yang lain, iaitu dikontrol oleh konsekuensinya. Apabila hasilsuatu usaha menyenangkan, perilaku itu akan terus dikerjakan; dansebaliknya, bila hasilnya tidak menguntungkan, perilaku tersebut akanditinggalkan. Dengan kata lain, apabila ada restu reinforcement yangcocok, perilaku akan berubah. Inilah yang dikatakan belajar, sebab intibelajar adalah adanya perubahan perilaku.Menurut Skinner, anak-anak mengakusisi bahasa melalui hubungan denganlingkungan, dalam hal ini dengan cara meniru. Dalam hubungan denganpeniruan ini, faktor yang terpenting adalah frekuensi berulangnya suatukata atau urutan kata. Ujaran-ujaran itu akan mendapat pengukuhan sehinggaanak lebih berani menghasilkan kata dan urutan kata. Dengan cara inilingkungan akan mendorong anak untuk menghasilkan tuturan yang gramatikaldan tidak memberi pengukuhan terhadap tuturan yang tidak gramatikal.

b. Pandangan NativismePandangan ini menekankan peranan aktif pembelajar. Peranan peniruan danpenguatan menjadi tidak berarti. Chomsky menyatakan bahwa pengetahuanseseorang tentang bahasa ibunya diturunkan dari universal grammar yangmenentukan bentuk-bentuk dasar bahasa alamiah.Universal Grammar telah ada pada setiap orang sebagai seperangkat prinsiplinguistik bawaan yang terdiri atas keadaan awal yang berfungsi mengontrolbentuk kalimat suatu ujaran. Dengan demikian, universal grammar merupakanseperangkat prosedur penemuan untuk menghubungkan prinsip-prinsip umum itupada data yang diberikan oleh pajanan bahasa alamiah.Kaum mentalis berpendapat bahwa setiap anak yang lahir telah memilikisejumlah kapasitas atau potensi bahasa. Potensi bahasa ini akan berkembang

Page 50: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

apabila saatnya tiba. (Brown, 1980: 21) beranggapan bahwa setiap anak yanglahir telah memiliki apa yang mereka sebut LAD (Language AcquisitionDevice). Kelengkapan bahasa ini berisi sejumlah hipotesis bawaan.McNeill (Brown, 1980: 22) menyatakan bahwa LAD terdiri dari: (a) kecakapanuntuk membedakan bunyi bahasa dengan bunyi-bunyi yang lain, (b) kecakapanmengorganisasi satuan linguistik ke dalam sejumlah kelas yang akanberkembang kemudian, (c) pengetahuan tetang sistem bahasa yang mungkin danyang tidak mungkinn, dan (d) kecakapan menggunakan sistem bahasa yangdidasarkan pada penilaian perkembangan sistem linguistik, dengan demikiandapat melahirkan sistem yang dirasakan mungkin di luar data linguistikyang ditemukan.Senada dengan itu, Ellis (1986:44) menyimpulkan pandangan mentalis tentangpemerolehan B1 sebagai: (1) bahasa merupkan kemampuan khusus manusia; (2)keberadaannya tidak terikat oleh otak atau akal budi manusia, karenameskipun bahasa merupakan bagian alat-alat kognitif, bahasa terpisah darimekanisme kognitif umum yang berkaitan dengan perkembangan intelektual;(3) faktor utama pemerolehan B1 adalah piranti pemerolehan bahasa (LAD)yang secara genetis memengaruhi dan menyumbangkan seperangkat prinsip tatabahasa pada anak; (4) LAD berhenti perkembangannya karena usia dan; (5)proses pemerolehan bahasa terdiri atas pengujian hipotesis dengan caramenghubungkan tata bahasa B1 pebelajar dengan univeral grammar.Pandangan kaum mentalis tentang pemerolehan B2, karena seorang pebelajarmenguasai pengetahuan bahasa ibunya dengan jalan menguji hipotesis yangdibuatnya. Tugasnya adalah menghubungkan pengetahuan bawaan tentanggramatika dasar dengan struktur lahir kalimat-kalimat bahasa yangdipelajarinya.

c. Pandangan Interaksionisme

Pandangan ini menganggap bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasilinteraksi antara kemampuan mental pebelajar dengan lingkungan bahasa(Ellis, 1986: 126). Interaksi antara keduanya adalah manifestasi dariinteraksi verbal yang aktual antara pebelajar dengan orang lain.Pendekatan interaksionisme oleh van Els (dalam Yulianto, 2007: 24)menyebut sebagai pendekatan prosedural, di mana dalam pendekatan iniinteraksi antara faktor internal dengan faktor eksternal bersifat sentral.Titik awal pendekatan ini adalah kemampuan kognitif anak dalam menemukansruktur bahasa di sekitarnya. Faktor interna, merupakan kemampuan mentalanak sangat berpengaruh. Namun, faktor lingkungan juga berperananmenentukan macam pemerolehannya, terutama leksikon. Di samping itu,Yulianto (2001: 563) juga setuju kepada pandangan Dardjowidjojo (2000:304) yang mengungkapkan bahwa faktor kodrati dan lingkungan berpengaruhdalam pemerolehan bahasa anak. Secara eksplisit pandangan ini sesuaidengan pandangan interaksionisme (Ellis, 1986:129).Menurut pandangan interaksionisme, interaksi antara faktor internal denganfaktor eksternal bersifat sentral. Titik awal pendekatan ini adalah

Page 51: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

kemampuan kognitif anak dalam menemukan struktur bahasa di sekitarnya.Baik pemahaman maupun produksi bahasa pada anak-anak dipandang sebagaisistem prosedur penemuan yang secara terus-menerus berkembang dan berubah.

4. TanggapanDari ketiga pandangan dalam bahasa iatu bihaviorisme, nativisme, daninteraksionisme dapat dikatakan ketiganya benar sesuai sudut mana merekadipandang.Tidak dapat disangkal dan dapat dibenarkan dari pandangan kaum empirisbahwa pengetahuan dan keterampilan berbahasa anak diperoleh melaluipengalaman atau proses belajar. Pengalaman dan proses belajar yang akanmembentuk akusisi bahasanya. Dalam arti bahasa dipandang sebagai sesuatuyang dipindahkan melalui pewarisan kebudayaan, sama halnya orang yangbelajar mengendarai sepeda.Lebih lanjut, pandangan bihavioristik mengemukakan bahwa tidak adastruktur linguistik yang dibawa anak sejak lahir. Anak yang lahir dianggapkosong dari bahasa, tidak membawa kapasitas atau potensi bahasa. Sistemrespon diperoleh manusia melalui sistem membiasakan ataupengulangan-pengulangan. Dengan demikian, anak harus diajarkan bahasaSama halnya dengan pandangan nativisme atau mentalis, dapat dibenarkandari sudut pandangnya bahwa anak lahir ke dunia telah membawa kapasitasatau potensi bahasa yang turut menentukan struktur bahasa yang akan merekagunakan. Proses akusisi bahasa bukan karena hasil proses belajar, tetapikarena sejak lahir ia telah memiliki sejumlah kapasitas atau potensibahasa yang akan berkembang sesuai dengan proses kematangan intelektualnya.Pandangan interaksionisme ini pun dianggap benar apabila diamatipenjelasan dari penganutnya bahwa terjadinya penguasaan bahasa karenaadanya hubungan atau adanya interaksi antara masukan yang dipajankankepada pebelajar dan kemampuan internal yang dimilikinya. Hal ini terbuktidari pengamatan Yulianto (1994) bahwa faktor lingkungan bahasa jugaterbukti sangat berpengaruh. Oleh karena itu, baik faktor internal maupuneksternal saling berinteraksi mempengaruhi pemerolehan bahasa indonesiapebelajar.Dari ketika pembuktian pandangan dalam bahasa akan berhasil pembelajaranbahasa apabila dipadukan ketiganya. Karena masing-masing dianggap tidakmenyimpang manakala guru dapat memaknai. Walaupun tidak dapat dipungkiriketiganya memiliki kekurangan, yang dalam hal ini tidak perludipermasalahkan selama masih dapat digunakan dan bermanfaat dalampembelajaran khusunya belajar bahasa Indonesia.Guru memegang peranan yang penting dalam memberikan kemudahanmenumbuhkan/memelihara/meningkatkan motivasi, mengorganisasikan siswa,memilih/menentukan bahan ajar mengelola/mengarahkan kegiatan belajar,memantau kemajuan, membantu siswa dalam kesulitan belajar.

5. PenutupEmpirisme Dalam Teori Belajar B2

Page 52: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

1. Teori belajar behavioris bersifat empiris, didasarkan atas data yangdapat diamati.2. Kaum behavioris berpendapat bahwa proses belajar pada manusia samadengan proses belajar pada binatang.3. Kaum behavioris menganggap bahwa proses belajar bahasa adalah sebagiansaja dari proses belajar pada umumnya.4. Menurut kaum behavioris manusia tidak memiliki potensi bawaan untukbelajar bahasa.5. Kaum behavioris berpendapat bahwa pikiran anak merupakan tabula rasa(kertas kosong) yang akan diisi dengan asosiasi antara S dan R.6. Menurut pandangan mereka semua perilaku merupakan respons terhadapstimulus. Perilaku terbentuk dalam rangkaian asosiatif.7. Belajar adalah proses pembentukan hubungan asosiatif antara stimulusdan respons yang berulang-ulang. Pembentukan kebiasaan ini disebutpengkondisian.8. Pengkondisian selalu disertai ganjaran sebagai penguatan asosiasiantara S dan R.9. Bahasa manusia merupakan suatu sistem respons yang canggih yangterbentuk melalui pengkondisian operant/belajar verbal (bahasa).Rasionalisme dalam Teori Belajar B21. Teori belajar bahasa yang termasuk aliran rasionalisme ialah teori tatabahasa universal, teori monitor dan teori kognitif.2. Teori tata bahasa universal mencakup seperangkat elemen gramatikal atauprinsip-prinsip yang secara alami ada pada semua bahasa manusia.3. Prinsip-prinsip di atas merupakan hasil perangkat pemerolehan bahasa(LAD) yang mencakup prinsip-prinsip universal substantif dan prinsipuniversal formal.4. Menurut Chomsky prinsip universal “ditemukan” oleh anak membentuk “tatabahasa inti” yang sama dalam semua bahasa. Di samping tata bahasa inti didalam bahasa, ada tata bahasa “periferal” yang tidak ditentukan oleh tatabahasa universal.5. Krashen mengemukakan model belajar yang disebut “model monitor” yangmencakup 5 hipotesis, yaitu hipotesis perbedaan pemerolehan dan prosesbelajar bahasa, hipotesis tentang urutan alamiah pemerolehan strukturgramatikal, hipotesis monitor, hipotesis masukan, dan hipotesis saringan.6. Menurut Krashen, belajar hanya dapat berfungsi sebagai monitor biladisertai dengan kondisi yang memadai.7. Melalui pemerolehan yang terjadi di bawah sadar anak-anak mendapatkanintuisi bahasa (rasa bahasa), yang tidak diperoleh melalui proses belajarterutama pada tahap awal.Peranan Pengajaran Bahasa dalam Memperoleh Bahasa Kedua1. Pengajaran Bahasa Kedua (B2) adalah kegiatan yang dilakukan olehseseorang untuk memudahkan orang lain belajar.2. Pengajaran mencakupi 3 unsur pokok dan banyak unsur yang merupakankonvensi. Unsur pokok bersifat umum/universal sedangkan konvensi dibatasioleh negara, lingkungan, tujuan, waktu, kelompok.

Page 53: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

3. Unsur pokok pengajaran ialah orang yang mengajar (guru),kegiatan/materi yang dirancang untuk memudahkan belajar dan orang yangbelajar.4. Peranan pengajaran secara umum ialah dalam memberikan kemudahan agarsiswa Bahasa Kedua (B2) dapat mencapai tujuan belajar yang mencakupisub-subketerampilan membaca, menulis, berbicara, menyimak, danmengapresiasi sastra dalam Bahasa Kedua (B2).5. Krashen menyatakan pengajaran yang diciptakan sebagai lingkungankondusif memegang peranan penting dalam memberikan masukan-masukanterutama bagi siswa yang tidak mempunyai kesempatan memperoleh masukandari lingkungan informal.6. Peranan pengajaran Bahasa Kedua (B2), berdasarkan unsur-unsur pokoknyadapat dirinci sebagai peranan guru, materi/kegiatan belajar dan siswa.7. Bahan/kegiatan belajar yang disediakan menentukan apa yang mungkindikuasai siswa dan bagaimana kualitas penguasaannya.8. Siswa merupakan pusat pengajaran. Materi, kegiatan belajar, evaluasidisusun dengan mempertimbangkan dan untuk kepentingan siswa. PengajaranBahasa Kedua (B2) berpusat pada siswa dengan mempertimbangkan bagaimanasiswa belajar B2.[kajiansastra.blogspot.com]

tag: Kajian Sastra,sastra

Incoming search terms:

pemerolehan Bahasa Pertama dan Bahasa Kedua pemerolehan bahasa pertama dan kedua bahasa pertama dan bahasa kedua pemerolehan bahasa kedua pemerolehan bahasa pertama strategi pemerolehan bahasa secara alami ada anggapan bahwa bahasa indonesia adalah bahasa kedua sesudah bahasa ibu definisi bahasa ibu bahasa kedua dan bahasa asing hipotesis penguasaan bahasa menurut krashen jenis pemerolehan bahasa

PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA DAN BAHASA KEDUA SUATU PANDANGAN DALAM BAHASADitulis oleh Admin pada 29 November 2010 | Kliping |

Rumah Terjemah melayani terjemah bahasa Arab, Inggris, Buku, Skripsi, Tesis, dll. Bandingkan Daftar Harga kami..!

1. Pengantar

Bahasa selalu ada bersama dengan manusia. Ungkapan itu, bukan sekedarungkapan tanpa dasar. Dasar yang sering disebutkan ialah bahwa bahasamerupakan sarana komunikasi antar-manusia. Bahkan dapat pula dikatakantanpa ada manusia lain pun seseorang dapat berbahasa. Manusia dapat

Page 54: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

berpikir dalam lamunannya dan dalam mimpinya sehingga dasar yang palingutama sebenarnya adalah bahasa merupakan bagian dari kehidupan manusia.Setiap anak manusia yang normal pertumbuhan pikirannya akan belajar bahasapertama atau bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama dalam hidupnya, danproses ini terjadi hingga kira-kira umur 5 tahun. Sesudah itu, pada masapubertas atau kira-kira 12- 14 tahun hingga menginjak dewasa ataukira-kira umur 18- 20 tahun, anak itu akan tetap masih belajar bahasanyayang dinamakan bahasa pertama atau disingkat B1.Pascapubertas, keterampilan berbahasa seorang anak tidak banyakkemajuannya, meskipun dalam beberapa hal, umpamanya dalam kosakata, iabelajar B1 terus-menerus selama hidupnya. Pemerolehan B1 dianggap bahasayang utama bagi anak karena bahasa ini yang paling mantap pengetahuan danpenggunaannya. Pemerolehan B1 terjadi apabila anak yang belum pernahbelajar bahasa apa pun mulai belajar bahasa untuk pertama kali. Selainpemerolehan bahasa pertama (B1) pemerolehan bahasa kedua pun yangdisingkat B2 terjadi dengan bermacam-macam cara, pada usia berapa sajauntuk tujuan bermacam-macam dan pada tingkat kebahasaan yang berlainan.Oleh sebab itu, pemerolehan B2 dapat terjadi secara terpimpin, alamiah.Dalam konteks ini, dirujuk pada dua konsep yang dibedakan oleh para ahlipsikolinguistik, khususnya Krashen & Terrell (1983) yang mengatakan bahwa,pada umumnya yang kelihatan ialah mengenai pemerolehan B1 yang disebutsebagai acquisition dan pelajaran B2 yang dinamakan learning.Berangkat dari uraian di atas, dalam artikel ini akan diuraikanberturut-turut: pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua;serta pandangan dalam bahasa.

2. Pemerolehan Bahasa Pertama dan Bahasa KeduaProses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbaldisebut dengan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama (B1)(anak) terjadi bila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telahmemperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa anak, lebih mengarahpada fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya. Pemerolehan itu dapatdikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan,yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yanglebih rumit.Ada dua pengertian mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehanbahasa mempunyai permulaan yang mendadak, tiba-tiba. Kedua, pemerolehanbahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dariprestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik. PemerolehanB1 sangat erat hubungannya dengan perkembangan kognitif yakni pertama,jika anak dapat menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasayang teratur rapi, tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anaktelah menguasai bahasa yang bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicaraharus memperoleh ‘kategori-kategori kognitif’ yang mendasari berbagaimakna ekspresif bahasa-bahasa alamiah, seperti kata, ruang, modalitas,kausalitas, dan sebagainya. Persyaratan-persyaratan kognitif terhadap

Page 55: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

penguasaan bahasa lebih banyak dituntut pada pemerolehan bahasa kedua(PB2) daripada dalam pemerolehan bahasa pertama (PB1).Manusia memiliki warisan biologi yang sudah dibawa sejak lahir berupakesanggupan untuk berkomunikasi dengan bahasa khusus manusia dan itu tidakada hubungannya dengan kecerdasan atau pemikiran. Kemampuan berbahasahanya sedikit korelasinya terhadap IQ manusia .Pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya dengan perkembangan sosial anakdan karenanya juga erat hubungannya dengan pembentukan identitas sosial.Mempelajari bahasa pertama merupakan salah satu perkembangan menyeluruhanak menjadi anggota penuh suatu masyarakat. Bahasa memudahkan anakmengekspresikan gagasan, kemauannya dengan cara yang benar-benar dapatditerima secara sosial. Bahasa merupakan media yang dapat digunakan anakuntuk memperoleh nilai-nilai budaya, moral, agama, dan nilai-nilai laindalam masyarakat.Melalui bahasa, khusus B1 seorang anak belajar untuk menjadi anggotamasyarakat. B1 salah satu sarana untuk mengungkapkan perasaan, keinginan,dan pendirian, dalam bentuk-bentuk bahasa yang dianggap ada. Ia belajarpula bahwa ada bentuk-bentuk yang tidak dapat diterima anggotamasyarakatnya, ia tidak selalu boleh mengungkapkan perasaannya secaragamblang.Apabila seorang anak menggunakan ujaran-ujaran yang bentuknya benar ataugramatikal, belum berarti bahwa ia telah menguasai B1. Agar seorang anakdapat dianggap telah menguasai B1 ada beberapa unsur yang penting yangberkaitan dengan perkembangan jiwa dan kognitif anak itu. Perkembangannosi-nosi (notion) atau pemahaman seperti waktu, ruang, modalitas, sebabakibat, dan deiktis merupakan bagian yang penting dalam perkembangankognitif penguasaan B1 seorang anak.Sistem pikiran yang terdapat pada anak-anak dibangun sedikit demi sedikitapabila ada rangsangan dunia sekitarnya sebagai masukan atau input (iaituapa yang dilihat anak, didengar, dan yang disentuh yang menggambarkanbenda, peristiwa dan keadaan sekitar anak yang mereka alami). Lamakelamaan pikirannya akan terbentuk dengan sempurna. Setelah itu, sistembahasanya lengkap dengan perbendaharaan kata dan tata bahasanya punterbentuk.Perkembangan pemerolehan bahasa anak dapat dibagi atas tiga bagian pentingiaitu (a) perkembangan prasekolah (b) perkembangan ujaran kombinatori, dan(c) perkembangan masa sekolah. Perkembangan pemerolehan bahasa pertamaanak pada masa prasekolah dapat dibagi lagi atas perkembanganpralinguistik, tahap satu kata dan ujaran kombinasi permulaan.Perkembangan pralinguistik ditandai oleh adanya pertukaran giliran antaraorang tua khususnya ibu dengan anak. Pada masa perkembangan pralinguistikanak mengembangkan konsep dirinya. Ia berusaha membedakan dirinya dengansubjek, dirinya dengan orang lain serta hubungan dengan objek dan tindakanpada tahap satu kata anak terus-menerus berupaya mengumpulkan namabenda-benda dan orang yang ia jumpai. Kata-kata yang pertama diperolehnyatahap ini lazimnya adalah kata yang menyatakan perbuatan, kata

Page 56: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

sosialisasi, kata yang menyatakan tempat, dan kata yang menyatakanpemerian.Perkembangan bahasa pertama anak lebih mudah ditandai dari panjangucapannya. Panjang ucapan anak kecil merupakan indikator atau petunjukperkembangan bahasa yang lebih baik dari pada urutan usianya. Jumlahmorfem rata-rata per ucapan dapat digunakan sebagai ukuran panjangnya. Adalima tahapan pemerolehan bahasa pertama. Setiap tahap dibatasi olehpanjang ucapan rata-rata tadi. Untuk setiap tahap ada Loncatan Atas (LA).Walaupun perkembangan bahasa setiap anak sangat unik, namun ada persamaanumum pada anak-anak, ada persesuaian satu sama lain semua mencakupeksistensi, noneksistensi, rekurensi, atribut objek, dan asosiasi objekdengan orang.Dilihat dari unsur dasar pembentukannya, kombinasi yang dibuat anak padaperiode ini mengekspresikan dua unsur deretan dasar pelaku (agen) +tindakan (aksi) + objek. Semua kombinasi dua unsur terjadi, misalnya Agen+ Aksi + Objek, Agen + Objek.Pada masa tahap 2 ada tiga sarana ekspresif yang dipakai oleh anak-anak,yang dapat membuat kalimat-kalimat mereka menjadi lebih panjang iaitukemunculan morfem-morfem gramatikal secara inklusif dalam ujaran anak,pengertian atau penyambungan bersama-sama hubungan dua hal tersebut, danperluasan istilah dalam suatu hubungan/relasi.Perkembangan pemerolehan bunyi anak-anak bergerak dari membuat bunyimenuju ke arah membuat pengertian. Periode pembuatan pembedaan atas duabunyi dapat dikenali selama tahun pertama iaitu (1) periode vokalisasi danprameraban, serta (2) periode meraban. Anak lazimnya membuat pembedaanbunyi perseptual yang penting selama periode ini, misalnya membedakanantara bunyi suara insani dan non-insani antara bunyi yang berekspresimarah dengan yang bersikap bersahabat, antara suara anak-anak dengan orangdewasa, dan antara intonasi yang beragam. Anak-anak mengenali makna-maknaberdasarkan persepsi mereka sendiri terhadap bunyi kata-kata yangdidengarnya. Anak-anak menukar atau mengganti ucapan mereka sendiri dariwaktu ke waktu menuju ucapan orang dewasa, dan apabila anak-anak mulaimenghasilkan segmen bunyi tertentu, hal itu menjadi perbendaharaan mereka.Perkembangan ujaran kombinatori anak-anak dapat dibagi dalam empat bagianiaitu perkembangan negatif/penyangkalan, perkembanganinterogratif/pertanyaan, perkembangan penggabungan kalimat, danperkembangan sistem bunyi.Ada tiga tipe struktur interogatif yang utama untuk mengemukakanpersyaratan, iaitu pertanyaan yang menuntut jawaban ya atau tidak,pertanyaan yang menuntut informasi, dan pertanyaan yang menuntut jawabansalah satu dari yang berlawanan (polar). Penggabungan beberapa proposisimenjadi sebuah kalimat tunggal memerlukan rentangan masa selama beberapatahun dalam perkembangan bahasa anak-anak. Pada umumnya, cara-caramenggabungkan kalimat menujukkan gerakan melalui empat dimensi iaitugabungan dua klausa setara menuju gabungan dua klausa yang tidak setara,klausa-klausa utama yang tidak tersela menuju penggunaan klausa-klausa

Page 57: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

yang tersela, iaitu menyisipkan klausa bawahan pada klausa utama, susunanklausa yang memuat kejadian tetap menuju susunan klausa yang bervariasi,dan dari penggunaan perangkat-perangkat semantik-sintaktis yang kecilmenuju perangkat yang lebih diperluas.Pada perkembangan masa sekolah, orientasi seorang anak dapat berbeda-beda.Ada anak yang lebih impulsif daripada anak yang lain, lebih refleksif danberhati-hati, cenderung lebih jelas dan nyata dalam berekspresi, lebihsenang belajar dengan bermain-main, sementara yang lain lebih pragmatisdalam pemakaian bahasa. Di masa ini setiap bahasa anak akan mencerminkankepribadiannya sendiri. Siswa taman kanak-kanak memiliki rasa bahasa,bagian-bagiannya, hubungannya, bagaimana cara kerjanya sehingga merekamampu mengenal serta mengapresiasi bahasa yang dipakai dalam cara yangmengagumkan serta tidak lazim. Selama masa sekolah anak mengembangkan danmemakai bahasa secara unik dan universal. Pada saat itu anak menandai ataumemberinya ciri sebagai pribadi yang ada dalam masyarakat itu.Perkembangan bahasa pada masa sekolah dapat dibedakan dengan jelas dalamtiga bidang, iaitu struktur bahasa, pemakaian bahasa, dan kesadaranmetalinguistik.

Strategi Pemerolehan Bahasa PertamaStrategi pertama dalam pemerolehan bahasa dengan berpedoman pada: tirulahapa yang dikatakan orang lain. Tiruan akan digunakan anak terus, meskipunia sudah dapat sempurna melafalkan bunyi. Ada pendapat yang mengatakanbahwa strategi tiruan atau strategi imitasi ini akan menimbulkan masalahbesar. Mungkin ada orang berkata bahwa imitasi adalah mengatakan sesuatuyang sama seperti yang dikatakan orang lain. Akan tetapi, ada banyakpertanyaan yang harus dijawab berkenaan dengan hal ini.Ada berbagai ragam peniruan atau imitasi, iaitu imitasi spontan atauspontaneous imitation, imitasi pemerolehan atau elicited imitation,imitasi segera atau immediate imitation, imitasi terlambat delayedimitation dan imitasi dengan perluasan atau imitation with expansion,reduced imitation.Strategi kedua dalam pemerolehan bahasa adalah strategi produktivitas.Produktivitas berarti keefektifan dan keefisienan dalam pemerolehan bahasayang berpegang pada pedoman buatlah sebanyak mungkin dengan bekal yangtelah Anda miliki atau Anda peroleh. Produktivitas adalah ciri utamabahasa. Dengan satu kata seorang anak dapat “bercerita atau mengatakan”sebanyak mungkin hal. Kata papa misalnya dapat mengandung berbagai maknabergantung pada situasi dan intonasi.Strategi ketiga berkaitan dengan hubungan umpan balik antara produksiujaran dan responsi. Dengan strategi ini anak-anak dihadapkan padapedoman: hasilkanlah ujaran dan lihatlah bagaimana orang lain memberiresponsi. Stategi produktif bersifat “sosial” dalam pengertian bahwastrategi tersebut dapat meningkatkan interaksi dengan orang lain dansementara itu bersifat “kognitif” juga. Hal itu dapat memberikan umpanbalik kepada pelajar mengenai ekspresinya sendiri terhadap makna dan juga

Page 58: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

memberinya sampel yang lebih banyak, iaitu sampel bahasa untuk digarapatau dikerjakan.Strategi keempat adalah prinsip operasi. Dalam strategi ini anakdikenalkan dengan pedoman: gunakan beberapa “prinsip operasi” umum untukmemikirkan serta menetapkan bahasa. Selain perintah terhadap diri sendirioleh anak, prinsip operasi ini juga menyarankan larangan yang dinyatakandalam avoidance terms; misalnya: hindari kekecualian, hindari pengaturankembali.Proses Pemerolehan Bahasa KeduaPemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Orang dewasamempunyai dua cara yang, berbeda berdikari, dan mandiri mengenaipengembangan kompetensi dalam bahasa kedua. Pertama, pemerolehan bahasamerupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak. Mengembangkankemampuan dalam bahasa pertama mereka. Pemerolehan bahasa merupakan prosesbawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan kenyataan bahwamereka memakai bahasa untuk berkomunikasi.Kedua, untuk mengembangkan kompetensi dalam bahasa kedua dapat dilakukandengan belajar bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasahanya dapat mempelajarinya. Akan tetapi ada hipotesis pemerolehan belajaryang menuntut bahwa orang-orang dewasa juga memperoleh bahasa, kemampuanmemungut bahasa tidaklah hilang pada masa puber. Orang-orang dewasa jugadapat memanfaatkan sarana pemerolehan bahasa alamiah yang sama sepertiyang dipakai anak-anak. Pemerolehan merupakan suatu proses yang amat kuatpada orang dewasa.Pemerolehan dan pembelajaran dapat dibedakan dalam lima hal, iaitupemerolehan:1. memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa pertama, seoranganak penutur asli, sedangkan belajar bahasa adalah pengetahuan secaraformal,2. secara bawah sadar, sedangkan pembelajaran sadar dan disengaja.3. bahasa kedua seperti memungut bahasa kedua, sedangkan pembelajaranmengetahui bahasa kedua,4. mendapat pengetahuan secara implisit, sedangkan pembelajaran mendapatpengetahuan secara eksplisit,5. pemerolehan tidak membantu kemampuan anak, sedangkan pembelajaranmenolong sekali.Cara pemerolehan bahasa kedua dapat dibagi dua cara, iaitu pemerolehanbahasa kedua secara terpimpin dan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah.Pemerolehan bahasa kedua yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikanmateri yang sudah dipahami. Materi bergantung pada kriteria yangditentukan oleh guru. Strategi-strategi yang dipakai oleh seorang gurusesuai dengan apa yang dianggap paling cocok bagi siswanya.Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah pemerolehan bahasakedua/asing yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari, bebas daripengajaran atau pimpinan, guru. Tidak ada keseragaman cara. Setiapindividu memperoleh bahasa kedua dengan caranya sendiri-sendiri. Interaksi

Page 59: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

menuntut komunikasi bahasa dan mendorong pemerolehan bahasa. Dua ciripenting dari pemerolehan bahasa kedua secara alamiah atau interaksispontan ialah terjadi dalam komunikasi sehari-hari, dan bebas daripimpinan sistematis yang sengaja.Di dalam kelas ada saja buah yang dapat dianggap sangat penting danmendasar dalam proses belajar bahasa, iaitu (1) belajar bahasa adalahorang, (2) belajar bahasa adalah orang-orang dalam interaksi dinamis, dan(3) belajar bahasa adalah: orang-orang dalam responsi.Pemerolehan bahasa bersamaan dengan proses yang digunakan oleh anak-anakdalam pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua. Pemerolehanbahasa menuntut interaksi yang berarti dalam bahasa sasaran yang merupakanwadah para pembicara memperhatikan bukan bentuk ucapan-ucapan merekatetapi pesan-pesan yang mereka sampaikan dan mereka pahami. Perbaikankesalahan dan pengajaran kaidah- kaidah eksplisit tidaklah relevan bagipemerolehan bahasa, tetapi para guru dan para penutur asli dapat mengubahserta membatasi ucapan-ucapan mereka kepada pemeroleh agar menolong merekamemahaminya. Modifikasi-modifikasi ini merupakan pikiran untuk membantuproses pemerolehan tersebut.Hubungan antara Pemerolehan Bahasa Pertama dan Pemerolehan Bahasa KeduaCiri-ciri pemerolehan bahasa mencakup keseluruhan kosakata, keseluruhanmorfologi, keseluruhan sintaksis, dan kebanyakan fonologi. Istilahpemerolehan bahasa kedua atau second language aqcuisition adalahpemerolehan yang bermula pada atau sesudah usia 3 atau 4 tahun. Adapemerolehan bahasa kedua anak-anak dan pemerolehan bahasa kedua orangdewasa.Ada lima hal pokok berkenaan dengan hubungan pemerolehan bahasa pertamadengan pemerolehan bahasa kedua. Salah satu perbedaan antara pemerolehanbahasa pertama dan bahasa kedua ialah bahwa pemerolehan bahasa pertamamerupakan komponen yang hakiki dari perkembangan kognitif dan sosialseorang anak, sedangkan pemerolehan bahasa kedua terjadi sesudahperkembangan kognitif dan sosial seorang anak sudah selesai, dalampemerolehan bahasa pertama pemerolehan lafal dilakukan tanpa kesalahan,sedangkan dalam pemerolehan bahasa kedua itu jarang terjadi, dalampemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua ada kesamaan dalam urutanperolehan butir-butir tata bahasa, banyak variabel yang berbeda antarapemerolehan bahasa pertama dengan pemerolehan bahasa kedua. Suatu ciriyang khas antara pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua belum tentuada meskipun ada persamaan perbedaan di antara kedua pemerolehan.Ada tiga macam pengaruh proses belajar bahasa kedua, iaitu pengaruh padaurutan kata dan karena proses penerjemahan, pengaruh pada morfem terikat,dan pengaruh bahasa pertama walaupun pengaruh isi sangat lemah (kecil).Strategi Pemerolehan Bahasa KeduaPerlu diingat bahwa strategi-strategi yang telah dikenal perlu dibagi kedalam komponen-komponennya. Strategi pertama berpegang, pada semboyan:gunakanlah pemahaman nonlinguistik Anda sebagai dasar untuk penetapan ataupemikiran bahasa. Strategi ini berlangsung dan beroperasi pada tahap umum

Page 60: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

dalam karya Brown mengenai dasar kognitif ujaran tahap I. Strategi pertamaini memiliki rerata Panjang Ucapan; rata-rata (PUR) sebesar 1,75, danLoncatan Atas (LA) sebesar 5. Adapun objek dan persona terus-menerus adawalaupun di luar jangkauan pandangan yang merupakan pemahamannonlinguistik yang menjadi dasar atau landasan bagi pengarah bahasa atauterjemahan anak-anak terhadap ketidakstabilan atau kemudahan mengalirkanpemikiran ke dalam kategori-kategori bahasa yang lebih pasti. Penggunaanpemahaman nonlinguistik untuk memperhitungkan serta menetapkanhubungan-hubungan makna-ekspresi bahasa merupakan suatu strategi yang amatpersuasif atau dapat merembes pada diri anak-anak.Strategi kedua berpegang pada semboyan: gunakan apa saja atau segalasesuatu yang penting, yang menonjol dan menarik hati Anda. Ada dua ciriyang kerap kali penting dan menonjol bagi anak-anak kecil dan berhargabagi sejumlah kata-kata pertama mereka iaitu objek-objek yang dapatmembuat anak-anak aktif dan giat (misalnya kunci, palu, kaos kaki, topi)dan objek-objek yang bergerak dan berubah (seperti mobil, jam).Sifat-sifat atas ciri-ciri perseptual dapat bertindak sebagai butir-butiratau titik-titik vokal bagi anak-anak (misalnya bayangan, ukuran, bunyi,rasa, bentuk). Anak-anak memperhatikan objek-objek yang mewujudkan hal-halyang menarik hati ini; dan mereka memperhatikan cara menamai objek-objekitu dalam masyarakat bahasa. Perhatian anak-anak juga bisa pada unsurbahasa yang memainkan peranan penting sintaksis dan semantik dalamkalimat. Pusat perhatian tertentu bagi seorang anak mungkin saja berbedapada periode yang berbeda pada setiap anak.Strategi ketiga berpegang pada semboyan: anggaplah bahwa bahasa dipakaisecara referensial atau ekspresif dan dengan demikian menggunakan databahasa. Anak-anak kelompok referensial memiliki 50 kata pertama mencakupsuatu proporsi nomina umum yang tinggi dan yang seakan-akan melihat fungsiutama bahasa sebagai penamaan objek-objek. Anak kelompok ekspresifmemiliki 50 kata pertama secara proporsional mencakup lebih banyak katayang dipakai dalam ekspresi-ekspresi sosial (seperti terima kasih, janganbegitu) dan lebih sedikit nama-nama objek yang melihat bahasa (terutamasekali) sebagai pelayanan fungsi-fungsi sosial efektif. Kedua kelompokanak itu menyimak bahasa sekitar mereka secara berbeda. Kelompok yang satumemperlakukan bahasa yang dipakai untuk mengacu, sedangkan kelompok yangsatu lagi, kepada bahasa yang dipakai untuk bergaul, bersosialisasi. Adatujuh fungsi bahasa yaitu fungsi instrumental, fungsi regulasi, fungsirepresentasi, fungsi interaksi, fungsi personal, fungsi heuristik, danfungsi imajinatif. Fungsi instrumental bahasa berkaitan dengan pengelolaanlingkungan, mengkomunikasikan tindak. Fungsi regulasi atau pengaturanberkenaan dengan pengendalian peristiwa, penentuan hukum dan kaidah,pernyataan setuju tidak setuju. Fungsi representasi berkenaan denganpernyataan, menjelaskan melaporkan. Fungsi interaksi berkaitan denganhubungan komunikasi sosial. Fungsi personal berkenaan dengan kemungkinanseorang pembicara mengemukakan perasaan, emosi, dan kepribadian. Fungsiheuristik berkaitan dengan perolehan pengetahuan dan belajar tentang

Page 61: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

lingkungan. Fungsi imajinatif berkaitan dengan daya cipta imajinasi dangagasan.Strategi keempat berpegang pada semboyan: amatilah bagaimana caranya oranglain mengekspresikan berbagai makna. Strategi ini baik diterapkan padaanak yang berbicara sedikit dan seakan-akan mengamati lebih banyak,bertindak selektif, menyimak, mengamati untuk melihat bagaimana makna danekspresi verbal saling berhubungan. Strategi ini mengingatkan kepada gayaatau preferensi belajar yang berbeda pada anak-anak yang berlainan usiadalam situasi belajar yang lain pula.Strategi kelima berpegang pada semboyan: ajukanlah pertanyaan-pertanyaanuntuk memancing atau memperoleh data yang Anda inginkan, anak berusiasekitar dua tahun akan sibuk membangun dan memperkaya kosakata mereka.Banyak di antara mereka mempergunakan siasat bertanya atau strategipertanyaan. Siasat ini seolah-olah merupakan sesuatu yang efektif, karenasetiap kali dia bertanya: apa nih? apa tu? maka teman bicaranya mungkinmenyediakan label atau, nama yang tepat. Suatu pola yang menarik terjadipada penggunaan pertanyaan mengapa pada usia sekitar 3 tahun.Pandangan Global dan Kecenderungan dalam Pemerolehan BahasaRagam atau jenis pemerolehan bahasa dapat ditinjau dari lima sudutpandangan, iaitu berdasarkan bentuk, urutan, jumlah, media, dankeasliannya. Dalam pengertiannya semua istilah itu ternyata hampir sama.Di dalam literatur keduanya sering dipakai berganti-ganti untuk maksud danpengertian yang sama.Dalam bahasa satu tercakup istilah bahasa pertama, bahasa asli, bahasaibu, bahasa utama, dan bahasa kuat. Dalam bahasa dua tercakup bahasakedua, bukan bahasa asli, bahasa asing, bahasa kedua, dan bahasa lemah.Masih ada beberapa istilah lagi iaitu bahasa untuk komunikasi luas, bahasabaku, bahasa regional, bahasa nasional, bahasa resmi, bahasa modern, danbahasa klasik.Ditinjau dari segi bentuk ada tiga pemerolehan bahasa iaitu pemerolehanbahasa pertama bahasa yang pertama diperoleh sejak lahir, pemerolehanbahasa kedua yang diperoleh setelah bahasa pertama diperoleh, danpemerolehan-ulang, iaitu bahasa yang dulu pernah diperoleh kini diperolehkembali karena alasan tertentu. Ditinjau dari segi urutan ada duapemerolehan iaitu pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua.Ditinjau dari segi jumlah ada dua pemerolehan iaitu pemerolehan satubahasa (di lingkungan yang hanya terdapat satu bahasa secara luas), danpemerolehan dua bahasa di lingkungan yang terdapat lebih dari satu bahasayang digunakan secara luas). Ditinjau dari segi media dikenal pemerolehanbahasa lisan (hanya bahasa yang diucapkan oleh penuturnya), danpemerolehan bahasa tulis (bahasa yang dituliskan, oleh penuturnya).Ditinjau dari segi keaslian atau keasingan dikenal pemerolehan, bahasaasli (merupakan alat komunikasi penduduk asli), dan pemerolehan bahasaasing (bahasa yang digunakan oleh para pendatang atau bahasa yang memangdidatangkan untuk dipelajari). Ditinjau dari segi keserentakan ataukeberurutan (khususnya bagi pemerolehan dua bahasa) dikenal pemerolehan

Page 62: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

(dua bahasa) serentak dan pemerolehan dua bahasa berurutan.Ada tiga komponen yang menentukan proses pemerolehan bahasa iaituprospensity (kecenderungan), language faculty, (kemampuan berbahasa), danacces (jalan masuk) ke bahasa.Istilah prospensiti mencakup seluruh faktor yang menyebabkan pelajarmenerapkan kemampuan berbahasa untuk memperoleh sesuatu balasan. Hal itumerupakan hasil interaksi mereka yang menentukan kecenderungan aktualpelajar. Selama tidak mempengaruhi segala aspek pemerolehan bahasa padataraf yang sama, maka tidaklah bijaksana mengaitkan kecenderungan denganproses pemerolehan dengan cara yang umum. Unsur-unsur komponenkecenderungan itu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal,(misalnya pengajaran) sampai taraf-taraf tertentu.Komponen kecenderungan ada empat iaitu integrasi sosial, pendidikan,kebutuhan komunikatif, dan sikap. Dalam pemerolehan bahasa pertamaintegrasi sosial merupakan suatu faktor yang dominan. Relevansi faktor iniakan berkurang jika beranjak dari pemerolehan bahasa anak menujubentuk-bentuk pemerolehan bahasa lainnya. Integrasi sosial mempunyaisedikit kebermaknaan sebagai faktor penyebab kecenderungan dalam belajarbahasa kedua di tingkat perguruan tinggi atau universitas. Dalam hal-haltertentu, integrasi sosial merupakan faktor yang mengakibatkan pengaruhnegatif.Faktor kebutuhan komunikatif harus dibedakan dengan cermat dan tepat dariintegrasi sosial. Kedua faktor ini kerapkali berlangsung serta bertindakbersama-sama bahu-membahu. Walaupun integrasi sosial jelas sekalimengimplikasikan kepuasan kebutuhan-kebutuhan komunikatif tertentu; namunkedua faktor itu berbeda. Kedua faktor tersebut telah dipisahkan secaracermat dan keduanya dapat mempengaruhi pemerolehan bahasa dengan cara-carayang amat berbeda (dalam ranah fonologi, morfologi; sintaksis, kosakata,dan wacana). Ada berbagai ragam jenis kebutuhan komunikasi. Pengaruhnyakepada pemerolehan bahasa tentu juga beragam. Perbedaan yang ada antaraintegrasi sosial dan kebutuhan komunikatif sebagai dua komponenkecenderungan yang berinteraksi selalu dengan perbedaam atau motivasiintegratif dan motivasi instrumental. Bukan berarti bahwa motivasi tidakmemberikan kontribusi apa pun kepada kecenderungan.Sikap subjektif mempengaruhi belajar bahasa dengan cara-cara yang tidakjelas, misalnya disebabkan integritas sosial dan kurangnya rasa percayadiri. Daya tarik menarik bahasa sebenarnya dapat menjadi sebuah ebakan.Sikap meremehkan dengan menggampangkan mengakibatkan sedikitnya perhatiankepada bahasa yang akan dipelajari, hanya sedikit pencurahan dan akhirnyamengantarkan kepada kegagalan belajar bahasa kedua.3. Pandangan dalam BahasaPerkembangan teori pemerolehan bahasa pada abad ini telah dipenaruhi olehperkembangan psikologi Omega (dalam Yulianto, 2007: 10-11). Dalampsikologi terdapat dua aliran yang prinsip dasarnya bertentangan, yaknibehaviorisme dan kognitivisme. Kedua aliran tersebut ikut mempengaruhipara ahli pembelajaran bahasa dalam memandang bagaimana seorang anak

Page 63: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

manusia belajar bahasa.Tentang bagaimana manusia memperoleh atau belajar bahasa, Ellis (dalamYulianto, 2007:10-11) mengungkapkan adanya tiga kelompok pandangan, iaitu(1) pandangan behaviorisme, (2) pandangan nativisme, dan (3) pandanganintraksionisme. Lebih jelasnya uraian ketiga pandangan tersebut dapatdilihat berikut ini.

a. Pandangan BehaviorismeMenurut pandangan ini kegiatan berbahasa dipengaruhi oleh aliran psikologibehaviorisme yang merupakan rangkaian rangsangan (stimulus) dan tanggapan(respon). Menurut pandangan ini berbahasa dianggap sebagai bagian dariperilaku manusia, seperti perilaku yang lain. Oleh karena itu,pembelajaran harus dilakukan melalui rangsangan-rangsangan Brown (dalamYulianto, 2007:11). Pebelajar dalam hal ini dianggap sebagai mesin yangmemproduksi bahasa dengan lingkngan dianggap sebagai faktor penentunya,yakni sebagai rangsangan. Untuk itu, agar anak dapat mengucapkan kata-katatertentu, kepadanya harus diberikan rangsangan berupa kata-kata. Menurutkonsep ini anak tidak dapat mengucapkan kata-kata yang belum pernahdidengarnya.Baraja (1990:31) mengemukakan bahwa perilaku kebahasaan sama denganperilaku yang lain, iaitu dikontrol oleh konsekuensinya. Apabila hasilsuatu usaha menyenangkan, perilaku itu akan terus dikerjakan; dansebaliknya, bila hasilnya tidak menguntungkan, perilaku tersebut akanditinggalkan. Dengan kata lain, apabila ada restu reinforcement yangcocok, perilaku akan berubah. Inilah yang dikatakan belajar, sebab intibelajar adalah adanya perubahan perilaku.Menurut Skinner, anak-anak mengakusisi bahasa melalui hubungan denganlingkungan, dalam hal ini dengan cara meniru. Dalam hubungan denganpeniruan ini, faktor yang terpenting adalah frekuensi berulangnya suatukata atau urutan kata. Ujaran-ujaran itu akan mendapat pengukuhan sehinggaanak lebih berani menghasilkan kata dan urutan kata. Dengan cara inilingkungan akan mendorong anak untuk menghasilkan tuturan yang gramatikaldan tidak memberi pengukuhan terhadap tuturan yang tidak gramatikal.

b. Pandangan NativismePandangan ini menekankan peranan aktif pembelajar. Peranan peniruan danpenguatan menjadi tidak berarti. Chomsky menyatakan bahwa pengetahuanseseorang tentang bahasa ibunya diturunkan dari universal grammar yangmenentukan bentuk-bentuk dasar bahasa alamiah.Universal Grammar telah ada pada setiap orang sebagai seperangkat prinsiplinguistik bawaan yang terdiri atas keadaan awal yang berfungsi mengontrolbentuk kalimat suatu ujaran. Dengan demikian, universal grammar merupakanseperangkat prosedur penemuan untuk menghubungkan prinsip-prinsip umum itupada data yang diberikan oleh pajanan bahasa alamiah.Kaum mentalis berpendapat bahwa setiap anak yang lahir telah memilikisejumlah kapasitas atau potensi bahasa. Potensi bahasa ini akan berkembang

Page 64: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

apabila saatnya tiba. (Brown, 1980: 21) beranggapan bahwa setiap anak yanglahir telah memiliki apa yang mereka sebut LAD (Language AcquisitionDevice). Kelengkapan bahasa ini berisi sejumlah hipotesis bawaan.McNeill (Brown, 1980: 22) menyatakan bahwa LAD terdiri dari: (a) kecakapanuntuk membedakan bunyi bahasa dengan bunyi-bunyi yang lain, (b) kecakapanmengorganisasi satuan linguistik ke dalam sejumlah kelas yang akanberkembang kemudian, (c) pengetahuan tetang sistem bahasa yang mungkin danyang tidak mungkinn, dan (d) kecakapan menggunakan sistem bahasa yangdidasarkan pada penilaian perkembangan sistem linguistik, dengan demikiandapat melahirkan sistem yang dirasakan mungkin di luar data linguistikyang ditemukan.Senada dengan itu, Ellis (1986:44) menyimpulkan pandangan mentalis tentangpemerolehan B1 sebagai: (1) bahasa merupkan kemampuan khusus manusia; (2)keberadaannya tidak terikat oleh otak atau akal budi manusia, karenameskipun bahasa merupakan bagian alat-alat kognitif, bahasa terpisah darimekanisme kognitif umum yang berkaitan dengan perkembangan intelektual;(3) faktor utama pemerolehan B1 adalah piranti pemerolehan bahasa (LAD)yang secara genetis memengaruhi dan menyumbangkan seperangkat prinsip tatabahasa pada anak; (4) LAD berhenti perkembangannya karena usia dan; (5)proses pemerolehan bahasa terdiri atas pengujian hipotesis dengan caramenghubungkan tata bahasa B1 pebelajar dengan univeral grammar.Pandangan kaum mentalis tentang pemerolehan B2, karena seorang pebelajarmenguasai pengetahuan bahasa ibunya dengan jalan menguji hipotesis yangdibuatnya. Tugasnya adalah menghubungkan pengetahuan bawaan tentanggramatika dasar dengan struktur lahir kalimat-kalimat bahasa yangdipelajarinya.

c. Pandangan Interaksionisme

Pandangan ini menganggap bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasilinteraksi antara kemampuan mental pebelajar dengan lingkungan bahasa(Ellis, 1986: 126). Interaksi antara keduanya adalah manifestasi dariinteraksi verbal yang aktual antara pebelajar dengan orang lain.Pendekatan interaksionisme oleh van Els (dalam Yulianto, 2007: 24)menyebut sebagai pendekatan prosedural, di mana dalam pendekatan iniinteraksi antara faktor internal dengan faktor eksternal bersifat sentral.Titik awal pendekatan ini adalah kemampuan kognitif anak dalam menemukansruktur bahasa di sekitarnya. Faktor interna, merupakan kemampuan mentalanak sangat berpengaruh. Namun, faktor lingkungan juga berperananmenentukan macam pemerolehannya, terutama leksikon. Di samping itu,Yulianto (2001: 563) juga setuju kepada pandangan Dardjowidjojo (2000:304) yang mengungkapkan bahwa faktor kodrati dan lingkungan berpengaruhdalam pemerolehan bahasa anak. Secara eksplisit pandangan ini sesuaidengan pandangan interaksionisme (Ellis, 1986:129).Menurut pandangan interaksionisme, interaksi antara faktor internal denganfaktor eksternal bersifat sentral. Titik awal pendekatan ini adalah

Page 65: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

kemampuan kognitif anak dalam menemukan struktur bahasa di sekitarnya.Baik pemahaman maupun produksi bahasa pada anak-anak dipandang sebagaisistem prosedur penemuan yang secara terus-menerus berkembang dan berubah.

4. TanggapanDari ketiga pandangan dalam bahasa iatu bihaviorisme, nativisme, daninteraksionisme dapat dikatakan ketiganya benar sesuai sudut mana merekadipandang.Tidak dapat disangkal dan dapat dibenarkan dari pandangan kaum empirisbahwa pengetahuan dan keterampilan berbahasa anak diperoleh melaluipengalaman atau proses belajar. Pengalaman dan proses belajar yang akanmembentuk akusisi bahasanya. Dalam arti bahasa dipandang sebagai sesuatuyang dipindahkan melalui pewarisan kebudayaan, sama halnya orang yangbelajar mengendarai sepeda.Lebih lanjut, pandangan bihavioristik mengemukakan bahwa tidak adastruktur linguistik yang dibawa anak sejak lahir. Anak yang lahir dianggapkosong dari bahasa, tidak membawa kapasitas atau potensi bahasa. Sistemrespon diperoleh manusia melalui sistem membiasakan ataupengulangan-pengulangan. Dengan demikian, anak harus diajarkan bahasaSama halnya dengan pandangan nativisme atau mentalis, dapat dibenarkandari sudut pandangnya bahwa anak lahir ke dunia telah membawa kapasitasatau potensi bahasa yang turut menentukan struktur bahasa yang akan merekagunakan. Proses akusisi bahasa bukan karena hasil proses belajar, tetapikarena sejak lahir ia telah memiliki sejumlah kapasitas atau potensibahasa yang akan berkembang sesuai dengan proses kematangan intelektualnya.Pandangan interaksionisme ini pun dianggap benar apabila diamatipenjelasan dari penganutnya bahwa terjadinya penguasaan bahasa karenaadanya hubungan atau adanya interaksi antara masukan yang dipajankankepada pebelajar dan kemampuan internal yang dimilikinya. Hal ini terbuktidari pengamatan Yulianto (1994) bahwa faktor lingkungan bahasa jugaterbukti sangat berpengaruh. Oleh karena itu, baik faktor internal maupuneksternal saling berinteraksi mempengaruhi pemerolehan bahasa indonesiapebelajar.Dari ketika pembuktian pandangan dalam bahasa akan berhasil pembelajaranbahasa apabila dipadukan ketiganya. Karena masing-masing dianggap tidakmenyimpang manakala guru dapat memaknai. Walaupun tidak dapat dipungkiriketiganya memiliki kekurangan, yang dalam hal ini tidak perludipermasalahkan selama masih dapat digunakan dan bermanfaat dalampembelajaran khusunya belajar bahasa Indonesia.Guru memegang peranan yang penting dalam memberikan kemudahanmenumbuhkan/memelihara/meningkatkan motivasi, mengorganisasikan siswa,memilih/menentukan bahan ajar mengelola/mengarahkan kegiatan belajar,memantau kemajuan, membantu siswa dalam kesulitan belajar.

5. PenutupEmpirisme Dalam Teori Belajar B2

Page 66: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

1. Teori belajar behavioris bersifat empiris, didasarkan atas data yangdapat diamati.2. Kaum behavioris berpendapat bahwa proses belajar pada manusia samadengan proses belajar pada binatang.3. Kaum behavioris menganggap bahwa proses belajar bahasa adalah sebagiansaja dari proses belajar pada umumnya.4. Menurut kaum behavioris manusia tidak memiliki potensi bawaan untukbelajar bahasa.5. Kaum behavioris berpendapat bahwa pikiran anak merupakan tabula rasa(kertas kosong) yang akan diisi dengan asosiasi antara S dan R.6. Menurut pandangan mereka semua perilaku merupakan respons terhadapstimulus. Perilaku terbentuk dalam rangkaian asosiatif.7. Belajar adalah proses pembentukan hubungan asosiatif antara stimulusdan respons yang berulang-ulang. Pembentukan kebiasaan ini disebutpengkondisian.8. Pengkondisian selalu disertai ganjaran sebagai penguatan asosiasiantara S dan R.9. Bahasa manusia merupakan suatu sistem respons yang canggih yangterbentuk melalui pengkondisian operant/belajar verbal (bahasa).Rasionalisme dalam Teori Belajar B21. Teori belajar bahasa yang termasuk aliran rasionalisme ialah teori tatabahasa universal, teori monitor dan teori kognitif.2. Teori tata bahasa universal mencakup seperangkat elemen gramatikal atauprinsip-prinsip yang secara alami ada pada semua bahasa manusia.3. Prinsip-prinsip di atas merupakan hasil perangkat pemerolehan bahasa(LAD) yang mencakup prinsip-prinsip universal substantif dan prinsipuniversal formal.4. Menurut Chomsky prinsip universal “ditemukan” oleh anak membentuk “tatabahasa inti” yang sama dalam semua bahasa. Di samping tata bahasa inti didalam bahasa, ada tata bahasa “periferal” yang tidak ditentukan oleh tatabahasa universal.5. Krashen mengemukakan model belajar yang disebut “model monitor” yangmencakup 5 hipotesis, yaitu hipotesis perbedaan pemerolehan dan prosesbelajar bahasa, hipotesis tentang urutan alamiah pemerolehan strukturgramatikal, hipotesis monitor, hipotesis masukan, dan hipotesis saringan.6. Menurut Krashen, belajar hanya dapat berfungsi sebagai monitor biladisertai dengan kondisi yang memadai.7. Melalui pemerolehan yang terjadi di bawah sadar anak-anak mendapatkanintuisi bahasa (rasa bahasa), yang tidak diperoleh melalui proses belajarterutama pada tahap awal.Peranan Pengajaran Bahasa dalam Memperoleh Bahasa Kedua1. Pengajaran Bahasa Kedua (B2) adalah kegiatan yang dilakukan olehseseorang untuk memudahkan orang lain belajar.2. Pengajaran mencakupi 3 unsur pokok dan banyak unsur yang merupakankonvensi. Unsur pokok bersifat umum/universal sedangkan konvensi dibatasioleh negara, lingkungan, tujuan, waktu, kelompok.

Page 67: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

3. Unsur pokok pengajaran ialah orang yang mengajar (guru),kegiatan/materi yang dirancang untuk memudahkan belajar dan orang yangbelajar.4. Peranan pengajaran secara umum ialah dalam memberikan kemudahan agarsiswa Bahasa Kedua (B2) dapat mencapai tujuan belajar yang mencakupisub-subketerampilan membaca, menulis, berbicara, menyimak, danmengapresiasi sastra dalam Bahasa Kedua (B2).5. Krashen menyatakan pengajaran yang diciptakan sebagai lingkungankondusif memegang peranan penting dalam memberikan masukan-masukanterutama bagi siswa yang tidak mempunyai kesempatan memperoleh masukandari lingkungan informal.6. Peranan pengajaran Bahasa Kedua (B2), berdasarkan unsur-unsur pokoknyadapat dirinci sebagai peranan guru, materi/kegiatan belajar dan siswa.7. Bahan/kegiatan belajar yang disediakan menentukan apa yang mungkindikuasai siswa dan bagaimana kualitas penguasaannya.8. Siswa merupakan pusat pengajaran. Materi, kegiatan belajar, evaluasidisusun dengan mempertimbangkan dan untuk kepentingan siswa. PengajaranBahasa Kedua (B2) berpusat pada siswa dengan mempertimbangkan bagaimanasiswa belajar B2.[kajiansastra.blogspot.com]

tag: Kajian Sastra,sastra

Incoming search terms:

pemerolehan Bahasa Pertama dan Bahasa Kedua pemerolehan bahasa pertama dan kedua bahasa pertama dan bahasa kedua pemerolehan bahasa kedua pemerolehan bahasa pertama strategi pemerolehan bahasa secara alami ada anggapan bahwa bahasa indonesia adalah bahasa kedua sesudah bahasa ibu definisi bahasa ibu bahasa kedua dan bahasa asing hipotesis penguasaan bahasa menurut krashen jenis pemerolehan bahasa

Pemerolehan Bahasa Pertama dan Bahasa Kedua

Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal disebut

dengan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama (B1) (anak) terjadi bila

anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa

Page 68: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk

bahasanya.

Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki

suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan

kata yang lebih rumit.

Ada dua pengertian mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehan bahasa

mempunyai permulaan yang mendadak, tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu

permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif

pralinguistik.

Pemerolehan bahasa pertama (B1) sangat erat hubungannya dengan perkembangan kognitif

yakni pertama, jika anak dapat menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa

yang teratur rapi, tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai

bahasa yang bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicara harus memperoleh ‘kategori-

kategori kognitif’ yang mendasari berbagai makna ekspresif bahasa-bahasa alamiah, seperti

kata, ruang, modalitas, kausalitas, dan sebagainya. Persyaratan-persyaratan kognitif terhadap

penguasaan bahasa lebih banyak dituntut pada pemerolehan bahasa kedua (PB2) daripada

dalam pemerolehan bahasa pertama (PB1).

Manusia memiliki warisan biologi yang sudah dibawa sejak lahir berupa kesanggupannya

untuk berkomunikasi dengan bahasa khusus manusia dan itu tidak ada hubungannya dengan

kecerdasan atau pemikiran. Kemampuan berbahasa hanya sedikit korelasinya terhadap IQ

manusia . Kemampuan berbahasa anak yang normal sama dengan anak-anak yang cacat.

Kemampuan berbahasa sangat erat hubungannya dengan bagian-bagian anatomi dan

fisiologi manusia, seperti bagian otak tertentu yang mendasari bahasa dan topografi korteks

yang khusus untuk bahasa. Tingkat perkembangan bahasa anak sama bagi semua anak

normal; semua anak dapat dikatakan mengikuti pola perkembangan bahasa yang sama, yaitu

lebih dahulu menguasai prinsip-prinsip pembagian dan pola persepsi. Kekurangan hanya

sedikit saja dapat melambangkan perkembangan bahasa anak. Bahasa tidak dapat diajarkan

pada makhluk lain. Bahasa bersifat universal. Pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya

Page 69: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

dengan permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan

kognitif pralinguistik.

Pemerolehan bahasa pertama erat sekali kaitannya dengan perkembangan sosial anak dan

karenanya juga erat hubungannya dengan pembentukan identitas sosial. Mempelajari bahasa

pertama merupakan salah satu perkembangan menyeluruh anak menjadi anggota penuh

suatu masyarakat. Bahasa memudahkan anak mengekspresikan gagasan, kemauannya

dengan cara yang benar-benar dapat diterima secara sosial. Bahasa merupakan media yang

dapat digunakan anak untuk memperoleh nilai-nilai budaya, moral, agama, dan nilai-nilai

lain dalam masyarakat. Dalam melangsungkan upaya memperoleh bahasa, anak dibimbing

oleh prinsip atau falsafah ‘jadilah orang lain dengan sedikit perbedaan’, ataupun ‘dapatkan

atau perolehlah suatu identitas sosial dan di dalamnya, dan kembangkan identitas pribadi

Anda sendiri’.

Sejak dini bayi telah berinteraksi di dalam lingkungan sosialnya. Seorang ibu seringkali

memberi kesempatan kepada bayi untuk ikut dalam komunikasi sosial dengannya. Kala itulah

bayi pertama kali mengenal sosialisasi, bahwa dunia ini adalah tempat orang saling berbagi

rasa.

Melalui bahasa khusus bahasa pertama (B1), seorang anak belajar untuk menjadi anggota

masyarakat. B1 menjadi salah satu sarana untuk mengungkapkan perasaan, keinginan, dan

pendirian, dalam bentuk-bentuk bahasa yang dianggap ada. Ia belajar pula bahwa ada

bentuk-bentuk yang tidak dapat diterima anggota masyarakatnya, ia tidak selalu boleh

mengungkapkan perasaannya secara gamblang.

Apabila seorang anak menggunakan ujaran-ujaran yang bentuknya benar atau gramatikal,

belum berarti bahwa ia telah menguasai B1. Agar seorang anak dapat dianggap telah

menguasai B1 ada beberapa unsur yang penting yang berkaitan dengan perkembangan jiwa

dan kognitif anak itu. Perkembangan nosi-nosi (notion) atau pemahaman seperti waktu,

ruang, modalitas, sebab akibat, dan deiktis merupakan bagian yang penting dalam

perkembangan kognitif penguasaan B1 seorang anak.

Page 70: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

Sistem pikiran yang terdapat pada anak-anak dibangun sedikit demi sedikit apabila ada

rangsangan dunia sekitarnya sebagai masukan atau input (yaitu apa yang dilihat anak,

didengar, dan yang disentuh yang menggambarkan benda, peristiwa dan keadaan sekitar

anak yang mereka alami). Lama kelamaan pikirannya akan terbentuk dengan sempurna.

Setelah itu sistem bahasanya lengkap dengan perbendaharaan kata dan tata bahasanya pun

terbentuk.

Masa Waktu dan Perkembangan Pemerolehan Bahasa Pertama

Perkembangan pemerolehan bahasa anak dapat dibagi atas tiga bagian penting yaitu (a)

perkembangan prasekolah (b) perkembangan ujaran kombinatori, dan (c) perkembangan

masa sekolah. Perkembangan pemerolehan bahasa pertama anak pada masa prasekolah

dapat dibagi lagi atas perkembangan pralinguistik, tahap satu kata dan ujaran kombinasi

permulaan.

Perkembangan pralinguistik ditandai oleh adanya pertukaran giliran antara orang tua

khususnya ibu) dengan anak. Pada masa perkembangan pralinguistik anak mengembangkan

konsep dirinya. Ia berusaha membedakan dirinya dengan subjek, dirinya dengan orang lain

serta hubungan dengan objek dan tindakan pada tahap satu kata anak terus-menerus

berupaya mengumpulkan nama benda-benda dan orang yang ia jumpai. Kata-kata yang

pertama diperolehnya tahap ini lazimnya adalah kata yang menyatakan perbuatan, kata

sosialisasi, kata yang menyatakan tempat, dan kata yang menyatakan pemerian.

Perkembangan bahasa pertama anak lebih mudah ditandai dari panjang ucapannya. Panjang

ucapan anak kecil merupakan indikator atau petunjuk perkembangan bahasa yang lebih baik

dari pada urutan usianya. Jumlah morfem rata-rata per ucapan dapat digunakan sebagai

ukuran panjangnya. Ada lima tahapan pemerolehan bahasa pertama. Setiap tahap dibatasi

oleh panjang ucapan rata-rata tadi. Untuk setiap tahap ada Loncatan Atas (LA).

Walaupun perkembangan bahasa setiap anak sangat unik, namun ada persamaan umum

pada anak-anak, ada persesuaian satu sama lain semua mencakup eksistensi, noneksistensi,

rekurensi, atribut objek dan asosiasi objek dengan orang.

Page 71: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

Dilihat dari unsur dasar pembentukannya, kombinasi yang dibuat anak pada periode ini

mengekspresikan dua unsur deretan dasar pelaku (agen) + tindakan (aksi) + objek. Semua

kombinasi dua unsur terjadi, misalnya Agen + Aksi + Objek, Agen + Objek.

Pada masa tahap 2 ada tiga sarana ekspresif yang dipakai oleh anak-anak, yang dapat

membuat kalimat-kalimat mereka menjadi lebih panjang yaitu kemunculan morfem-morfem

gramatikal secara inklusif dalam ujaran anak, pengertian atau penyambungan bersama-sama

hubungan dua hal tersebut, dan perluasan istilah dalam suatu hubungan/relasi.

Perkembangan pemerolehan bunyi anak-anak bergerak dari membuat bunyi menuju ke arah

membuat pengertian. Periode pembuatan pembedaan atas dua bunyi dapat dikenali selama

tahun pertama yaitu (1) periode vokalisasi dan prameraban serta (2) periode meraban. Anak

lazimnya membuat pembedaan bunyi perseptual yang penting selama periode ini, misalnya

membedakan antara bunyi suara insani dan noninsani antara bunyi yang berekspresi marah

dengan yang bersikap bersahabat, antara suara anak-anak dengan orang dewasa, dan antara

intonasi yang beragam. Anak-anak mengenali makna-makna berdasarkan persepsi mereka

sendiri terhadap bunyi kata-kata yang didengarnya. Anak-anak menukar atau mengganti

ucapan mereka sendiri dari waktu ke waktu menuju ucapan orang dewasa, dan apabila anak-

anak mulai menghasilkan segmen bunyi tertentu, hal itu menjadi perbendaharaan mereka.

Perkembangan ujaran kombinatori anak-anak dapat dibagi dalam empat bagian yaitu

perkembangan negatif/penyangkalan, perkembangan interogratif/pertanyaan, perkembangan

penggabungan kalimat, dan perkembangan sistem bunyi.

Ada tiga tipe struktur interogatif yang utama untuk mengemukakan persyaratan, yaitu

pertanyaan yang menuntut jawaban ya atau tidak, pertanyaan yang menuntut informasi, dan

pertanyaan yang menuntut jawaban salah satu dari yang berlawanan (polar).

Penggabungan beberapa proposisi menjadi sebuah kalimat tunggal memerlukan rentangan

masa selama beberapa tahun dalam perkembangan bahasa anak-anak. Pada umumnya, cara-

cara menggabungkan kalimat menujukkan gerakan melalui empat dimensi yaitu gabungan

dua klausa setara menuju gabungan dua klausa yang tidak setara, klausa-klausa utama yang

tidak tersela menuju penggunaan klausa-klausa yang tersela, yaitu menyisipkan klausa

Page 72: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

bawahan pada klausa utama, susunan klausa yang memuat kejadian tetap menuju susunan

klausa yang bervariasi, dan dari penggunaan perangkat-perangkat semantik-sintaktis yang

kecil menuju perangkat yang lebih diperluas.

Pada perkembangan masa sekolah, orientasi seorang anak dapat berbeda-beda. Ada anak

yang lebih impulsif daripada anak yang lain, lebih refleksif dan berhati-hati, cenderung lebih

jelas dan nyata dalam berekspresi, lebih senang belajar dengan bermain-main, sementara

yang lain lebih pragmatis dalam pemakaian bahasa. Di masa ini setiap bahasa anak akan

mencerminkan kepribadiannya sendiri. Siswa taman kanak-kanak memiliki rasa bahasa,

bagian-bagiannya, hubungannya, bagaimana cara kerjanya sehingga mereka mampu

mengenal serta mengapresiasi bahasa yang dipakai dalam cara yang mengagumkan serta

tidak lazim. Selama masa sekolah anak mengembangkan dan memakai bahasa secara unik

dan universal. Pada saat itu anak menandai atau memberinya ciri sebagai pribadi yang ada

dalam masyarakat itu. Perkembangan bahasa pada masa sekolah dapat dibedakan dengan

jelas dalam tiga bidang, yaitu struktur bahasa, pemakaian bahasa, dan kesadaran

metalinguistik.

Strategi Pemerolehan Bahasa Pertama

Strategi pertama dalam pemerolehan bahasa dengan berpedoman pada: tirulah apa yang

dikatakan orang lain. Tiruan akan digunakan anak terus, meskipun ia sudah dapat sempurna

melafalkan bunyi. Ada pendapat yang mengatakan bahwa strategi tiruan atau strategi imitasi

ini akan menimbulkan masalah besar. Mungkin ada orang berkata bahwa imitasi adalah

mengatakan sesuatu yang sama seperti yang dikatakan orang lain. Akan tetapi ada banyak

pertanyaan yang harus dijawab berkenaan dengan hal ini.

Ada berbagai ragam peniruan atau imitasi, yaitu imitasi spontan atau spontaneous imitation,

imitasi pemerolehan atau elicited imitation, imitasi segera atau immediate imitation, imitasi

terlambat delayed imitation dan imitasi dengan perluasan atau imitation with expansion,

reduced imitation.

Strategi kedua dalam pemerolehan bahasa adalah strategi produktivitas. Produktivitas berarti

keefektifan dan keefisienan dalam pemerolehan bahasa yang berpegang pada pedoman

Page 73: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

buatlah sebanyak mungkin dengan bekal yang telah Anda miliki atau Anda peroleh.

Produktivitas adalah ciri utama bahasa. Dengan satu kata seorang anak dapat “bercerita atau

mengatakan” sebanyak mungkin hal. Kata papa misalnya dapat mengandung berbagai

makna bergantung pada situasi dan intonasi.

Strategi ketiga berkaitan dengan hubungan umpan balik antara produksi ujaran dan

responsi. Dengan strategi ini anak-anak dihadapkan pada pedoman: hasilkanlah ujaran dan

lihatlah bagaimana orang lain memberi responsi. Stategi produktif bersifat “sosial” dalam

pengertian bahwa strategi tersebut dapat meningkatkan interaksi dengan orang lain dan

sementara itu bersifat “kognitif” juga. Hal itu dapat memberikan umpan balik kepada pelajar

mengenai ekspresinya sendiri terhadap makna dan juga memberinya sampel yang lebih

banyak, yaitu sampel bahasa untuk digarap atau dikerjakan.

Strategi keempat adalah prinsip operasi. Dalam strategi ini anak dikenalkan dengan

pedoman: gunakan beberapa “prinsip operasi” umum untuk memikirkan serta menetapkan

bahasa. Selain perintah terhadap diri sendiri oleh anak, prinsip operasi ini juga menyarankan

larangan yang dinyatakan dalam avoidance terms; misalnya: hindari kekecualian, hindari

pengaturan kembali.

Proses Pemerolehan Bahasa Kedua

Pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Orang dewasa mempunyai dua

cara yang, berbeda berdikari, dan mandiri mengenai pengembangan kompetensi dalam

bahasa kedua. Pertama, pemerolehan bahasa merupakan proses yang bersamaan dengan

cara anak-anak. Mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Pemerolehan

bahasa merupakan proses bawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan

kenyataan bahwa mereka memakai bahasa untuk berkomunikasi.

Kedua, untuk mengembangkan kompetensi dalam bahasa kedua dapat dilakukan dengan

belajar bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanya dapat

mempelajarinya. Akan tetapi ada hipotesis pemerolehan belajar yang menuntut bahwa orang-

orang dewasa juga memperoleh bahasa, kemampuan memungut bahasa bahasa tidaklah

hilang pada masa puber. Orang-orang dewasa juga dapat memanfaatkan sarana pemerolehan

Page 74: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

bahasa alamiah yang sama seperti yang dipakai anak-anak. Pemerolehan merupakan suatu

proses yang amat kuat pada orang dewasa. Pemerolehan dan pembelajaran dapat dibedakan

dalam lima hal, yaitu pemerolehan:

1. memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa pertama, seorang anak

penutur asli, sedangkan belajar bahasa adalah pengetahuan secara formal,

2. secara bawah sadar, sedangkan pembelajaran sadar dan disengaja.

3. bahasa kedua seperti memungut bahasa kedua, sedangkan pembelajaran mengetahui

bahasa kedua,

4. mendapat pengetahuan secara implisit, sedangkan pembelajaran mendapat

pengetahuan secara eksplisit,

5. pemerolehan tidak membantu kemampuan anak, sedangkan pembelajaran menolong

sekali.

Pandangan pemerolehan bahasa secara alami yang merupakan pandangan kaum nativistis

yang diwakili oleh Noam Chomsky, berpendapat bahwa bahasa hanya dapat dikuasai oleh

manusia. Perilaku bahasa adalah sesuatu yang diturunkan. Hakikatnya, pola perkembangan

bahasa pada berbagai macam bahasa dan budaya. Lingkungan hanya memiliki peran kecil

dalam pemerolehan bahasa. Anak sudah dibekali apa yang disebut peranti penguasaan

bahasa (LAD).

Pandangan pemerolehan bahasa secara disuapi adalah pandangan kaum behavioristis yang

diwakili oleh B.F. Skinner dan menganggap bahasa sebagai suatu yang kompleks di antara

perilaku-perilaku lain. Kemampuan berbicara dan memahami bahasa diperoleh melalui

rangsangan lingkungan. Anak hanya merupakan penerima pasif dari tekanan lingkungan.

Anak tidak memiliki peran aktif dalam perilaku verbalnya. Perkembangan bahasa ditentukan

oleh lamanya latihan yang disodorkan lingkungannya. Anak dapat menguasai bahasanya

melalui peniruan. Belajar bahasa dialami anak melalui prinsip pertalian stimulus respon.

Page 75: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

Perkembangan bahasa anak adalah suatu kemajuan yang sebarang hingga mencapai

kesempurnaan. Pandangan kognitif diwakili oleh Jean Piaget dan berpendapat bahwa bahasa

bukan ciri alamiah yang terpisah melainkan satu di antara beberapa kemampuan yang

berasal dari pematangan kognitif. Lingkungan tidak besar pengaruhnya terhadap

perkembangan intelektual anak. Yang penting adalah interaksi anak dengan lingkungannya.

Cara pemerolehan bahasa kedua dapat dibagi dua cara, yaitu pemerolehan bahasa kedua

secara terpimpin dan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah. Pemerolehan bahasa kedua

yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudah dipahami. Materi

bergantung pada kriteria yang ditentukan oleh guru. Strategi-strategi yang dipakai oleh

seorang guru sesuai dengan apa yang dianggap paling cocok bagi siswanya.

Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah pemerolehan bahasa kedua/asing yang

terjadi dalam komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan,guru. Tidak ada

keseragaman cara. Setiap individu memperoleh bahasa kedua dengan caranya sendiri-sendiri.

Interaksi menuntut komunikasi bahasa dan mendorong pemerolehan bahasa. Dua ciri

penting dari pemerolehan bahasa kedua secara alamiah atau interaksi spontan ialah terjadi

dalam komunikasi sehari-hari, dan bebas dari pimpinan sistematis yang sengaja.

Di dalam kelas ada saja buah yang dapat dianggap sangat penting dan mendasar dalam

proses belajar bahasa, yaitu (1) belajar bahasa adalah orang, (2) belajar bahasa adalah

orang-orang dalam interaksi dinamis, dan (3) belajar bahasa adalah: orang-orang dalam

responsi.

Pemerolehan bahasa bersamaan dengan proses yang digunakan oleh anak-anak dalam

pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua. Pemerolehan bahasa

menuntut interaksi yang berarti dalam bahasa sasaran yang merupakan wadah para

pembicara memperhatikan bukan bentuk ucapan-ucapan mereka tetapi pesan-pesan yang

mereka sampaikan dan mereka pahami. Perbaikan kesalahan dan pengajaran kaidah- kaidah

eksplisit tidaklah relevan bagi pemerolehan bahasa, tetapi para guru dan para penutur asli

dapat mengubah serta membatasi ucapan-ucapan mereka kepada pemeroleh agar menolong

Page 76: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

mereka memahaminya. Modifikasi-modifikasi ini merupakan pikiran untuk membantu proses

pemerolehan tersebut.

Hubungan antara Pemerolehan Bahasa Pertama dan Pemerolehan Bahasa Kedua

Ciri-ciri pemerolehan bahasa mencakup keseluruhan kosakata, keseluruhan morfologi,

keseluruhan sintaksis, dan kebanyakan fonologi. Istilah pemerolehan bahasa kedua atau

second language aqcuisition adalah pemerolehan yang bermula pada atau sesudah usia 3

atau 4 tahun. Ada pemerolehan bahasa kedua anak-anak dan pemerolehan bahasa kedua

orang dewasa.

Ada lima hal pokok berkenaan dengan hubungan pemerolehan bahasa pertama dengan

pemerolehan bahasa kedua. Salah satu perbedaan antara pemerolehan bahasa pertama dan

bahasa kedua ialah bahwa pemerolehan bahasa pertama merupakan komponen yang hakiki

dari perkembangan kognitif dan sosial seorang anak, sedangkan pemerolehan bahasa kedua

terjadi sesudah perkembangan kognitif dan sosial seorang anak sudah selesai, dalam

pemerolehan bahasa pertama pemerolehan lafal dilakukan tanpa kesalahan, sedangkan

dalam pemerolehan bahasa kedua itu jarang terjadi, dalam pemerolehan bahasa pertama dan

bahasa kedua ada kesamaan dalam urutan perolehan butir-butir tata bahasa, banyak variabel

yang berbeda antara pemerolehan bahasa pertama dengan pemerolehan bahasa. Kedua,

suatu ciri yang khas antara pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua belum tentu ada

meskipun ada persamaan perbedaan di antara kedua pemerolehan.

Ada tiga macam pengaruh proses belajar bahasa kedua, yaitu pengaruh pada urutan kata dan

karena proses penerjemahan, pengaruh pada morfem terikat, dan pengaruh bahasa pertama

walaupun pengaruh isi sangat lemah (kecil).

Strategi Pemerolehan Bahasa Kedua

Perlu diingat bahwa strategi-strategi yang telah dikenal perlu dibagi ke dalam komponen-

komponennya. Strategi pertama berpegang, pada semboyan: gunakanlah pemahaman

nonlinguistik Anda sebagai dasar untuk penetapan atau pemikiran bahasa, Strategi ini

berlangsung dan beroperasi pada tahap umum dalam karya Brown mengenai dasar kognitif

Page 77: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

ujaran tahap I. Strategi pertama ini memiliki rerata Panjang Ucapan; rata-rata (PUR)

sebesar 1,75, dan Loncatan Atas (LA) sebesar 5. Adapun objek dan persona terus-menerus

ada walaupun di luar jangkauan pandangan yang merupakan pemahaman nonlinguistik

yang menjadi dasar atau landasan bagi pengarah bahasa atau terjemahan anak-anak

terhadap ketidakstabilan atau kemudahan mengalirkan pemikiran ke dalam kategori-kategori

bahasa yang lebih pasti. Penggunaan pemahaman nonlinguistik untuk memperhitungkan

serta menetapkan hubungan-hubungan makna-ekspresi bahasa merupakan suatu strategi

yang amat persuasif atau dapat merembes pada diri anak-anak.

Strategi kedua berpegang pada semboyan: gunakan apa saja atau segala sesuatu yang

penting, yang menonjol dan menarik hati Anda. Ada dua ciri yang kerap kali penting dan

menonjol bagi anak-anak kecil dan berharga bagi sejumlah kata-kata pertama mereka yaitu

objek-objek yang dapat membuat anak-anak aktif dan giat (misalnya kunci, palu, kaos kaki,

topi) dan objek-objek yang bergerak dan berubah (seperti mobil, jam). Sifat-sifat atas ciri-ciri

perseptual dapat bertindak sebagai butir-butir atau titik-titik vokal bagi anak-anak (misalnya

bayangan, ukuran, bunyi, rasa, bentuk). Anak-anak memperhatikan objek-objek yang

mewujudkan hal-hal yang menarik hati ini; dan mereka memperhatikan cara menamai objek-

objek itu dalam masyarakat bahasa. Perhatian anak-anak juga bisa pada unsur bahasa yang

memainkan peranan penting sintaksis dan semantik dalam kalimat. Pusat perhatian tertentu

bagi seorang anak mungkin saja berbeda pada periode yang berbeda pada setiap anak.

Strategi ketiga berpegang pada semboyan: anggaplah bahwa bahasa dipakai secara

referensial atau ekspresif dan dengan demikian menggunakan data bahasa. Anak-anak

kelompok referensial memiliki 50 kata pertama mencakup suatu proporsi nomina umum yang

tinggi dan yang seakan-akan melihat fungsi utama bahasa sebagai penamaan objek-objek.

Anak kelompok ekspresif memiliki 50 kata pertama secara proporsional mencakup lebih

banyak kata yang dipakai dalam ekspresi-ekspresi sosial (seperti terima kasih, jangan begitu)

dan lebih sedikit nama-nama objek yang melihat bahasa (terutama sekali) sebagai pelayanan

fungsi-fungsi sosial efektif. Kedua kelompok anak itu menyimak bahasa sekitar mereka

secara berbeda. Kelompok yang satu memperlakukan bahasa yang dipakai untuk mengacu,

sedangkan kelompok yang satu lagi, kepada bahasa yang dipakai untuk bergaul,

bersosialisasi. Ada tujuh fungsi bahasa yaitu fungsi instrumental, fungsi regulasi, fungsi

Page 78: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

representasi, fungsi interaksi, fungsi personal, fungsi heuristik, dan fungsi imajinatif. Fungsi

instrumental bahasa berkaitan dengan pengelolaan lingkungan, mengkomunikasikan tindak.

Fungsi regulasi atau pengaturan berkenaan dengan pengendalian peristiwa, penentuan

hukum dan kaidah, pernyataan setuju tidak setuju. Fungsi representasi berkenaan dengan

pernyataan, menjelaskan melaporkan. Fungsi interaksi berkaitan dengan hubungan

komunikasi sosial. Fungsi personal berkenaan dengan kemungkinan seorang pembicara

mengemukakan perasaan, emosi, dan kepribadian. Fungsi heuristik berkaitan dengan

perolehan pengetahuan dan belajar tentang lingkungan. Fungsi imajinatif berkaitan dengan

daya cipta imajinasi dan gagasan.

Strategi keempat berpegang pada semboyan: amatilah bagaimana caranya orang lain

mengekspresikan berbagai makna. Strategi ini baik diterapkan pada anak yang berbicara

sedikit dan seakan-akan mengamati lebih banyak, bertindak selektif, menyimak, mengamati

untuk melihat bagaimana makna dan ekspresi verbal saling berhubungan. Strategi ini

mengingatkan kepada gaya atau preferensi belajar yang berbeda pada anak-anak yang

berlainan usia dalam situasi belajar yang lain pula.

Strategi kelima berpegang pada semboyan: ajukanlah pertanyaan-pertanyaan untuk

memancing atau memperoleh data yang Anda inginkan, anak berusia sekitar dua tahun akan

sibuk membangun dan memperkaya kosakata mereka. Banyak di antara mereka

mempergunakan siasat bertanya atau strategi pertanyaan. Siasat ini seolah-olah merupakan

sesuatu yang efektif, karena setiap kali dia bertanya: apa nih? apa tu? maka teman bicaranya

mungkin menyediakan label atau, nama yang tepat. Suatu pola yang menarik terjadi pada

penggunaan pertanyaan mengapa pada usia sekitar 3 tahun.

Pandangan Global dan Kecenderungan dalam Pemerolehan Bahasa

Ragam atau jenis pemerolehan bahasa dapat ditinjau dari lima sudut pandangan, yaitu

berdasarkan bentuk, urutan, jumlah, media, dan keasliannya. Dalam pengertiannya semua

istilah itu ternyata hampir sama. Di dalam literatur keduanya sering dipakai berganti-ganti

untuk maksud dan pengertian yang sama.

Page 79: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

Dalam bahasa satu tercakup istilah bahasa pertama, bahasa asli, bahasa ibu, bahasa utama,

dan bahasa kuat. Dalam bahasa dua tercakup bahasa kedua, bukan bahasa asli, bahasa

asing, bahasa kedua, dan bahasa lemah. Masih ada beberapa istilah lagi yaitu bahasa untuk

komunikasi luas, bahasa baku, bahasa regional, bahasa nasional, bahasa resmi, bahasa

modern, dan bahasa klasik.

Ditinjau dari segi bentuk ada tiga pemerolehan bahasa yaitu pemerolehan bahasa pertama

yaitu bahasa yang pertama diperoleh sejak lahir, pemerolehan bahasa kedua yang diperoleh

setelah bahasa pertama diperoleh, dan pemerolehan-ulang, yaitu bahasa yang dulu pernah

diperoleh kini diperoleh kembali karena alasan tertentu. Ditinjau dari segi urutan ada dua

pemerolehan yaitu pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua.

Ditinjau dari segi jumlah ada dua pemerolehan yaitu pemerolehan satu bahasa (di

lingkungan yang hanya terdapat satu bahasa secara luas), dan pemerolehan dua bahasa di

lingkungan yang terdapat lebih dari satu bahasa yang digunakan secara luas).

Ditinjau dari segi media dikenal pemerolehan bahasa lisan (hanya bahasa yang diucapkan

oleh penuturnya), dan pemerolehan bahasa tulis (bahasa yang dituliskan, oleh penuturnya).

Ditinjau dari segi keaslian atau keasingan dikenal pemerolehan, bahasa asli (merupakan alat

komunikasi penduduk asli), dan pemerolehan bahasa asing (bahasa yang digunakan oleh

para pendatang atau bahasa yang memang didatangkan untuk dipelajari). Ditinjau dari segi

keserentakan atau keberurutan (khususnya bagi pemerolehan dua bahasa) dikenal

pemerolehan (dua bahasa) serentak dan pemerolehan dua bahasa berurutan.

Ada tiga komponen yang menentukan proses pemerolehan bahasa yaitu prospensity

(kecenderungan), language faculty, (kemampuan berbahasa), dan acces (jalan masuk) ke

bahasa.

Istilah prospensity mencakup seluruh faktor yang menyebabkan pelajar menerapkan

kemampuan berbahasa untuk memperoleh sesuatu balasan. Hal itu merupakan hasil

interaksi mereka yang menentukan kecenderungan aktual pelajar. Selama tidak

mempengaruhi segala aspek pemerolehan bahasa pada taraf yang sama, maka tidaklah

bijaksana mengaitkan kecenderungan dengan proses pemerolehan dengan cara yang umum.

Page 80: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

Unsur-unsur komponen kecenderungan itu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal,

(misalnya pengajaran) sampai taraf-taraf tertentu.

Komponen kecenderungan ada empat yaitu integrasi sosial, pendidikan, kebutuhan

komunikatif, dan sikap. Dalam pemerolehan bahasa pertama integrasi sosial merupakan

suatu faktor yang dominan. Relevansi faktor ini akan berkurang jika beranjak dari

pemerolehan bahasa anak menuju bentuk-bentuk pemerolehan bahasa lainnya. Integrasi

sosial mempunyai sedikit kebermaknaan sebagai faktor penyebab kecenderungan dalam

belajar bahasa kedua di tingkat perguruan tinggi atau universitas. Dalam hal-hal tertentu,

integrasi sosial merupakan faktor yang mengakibatkan pengaruh negatif.

Faktor kebutuhan komunikatif harus dibedakan dengan cermat dan tepat dari integrasi

sosial. Kedua faktor ini kerapkali berlangsung serta bertindak bersama-sama bahu-membahu.

Walaupun integrasi sosial jelas sekali mengimplikasikan kepuasan kebutuhan-kebutuhan

komunikatif tertentu; namun kedua faktor itu berbeda. Kedua faktor tersebut telah

dipisahkan secara cermat dan keduanya dapat mempengaruhi pemerolehan bahasa dengan

cara-cara yang amat berbeda (dalam ranah fonologi, morfologi; sintaksis, kosakata, dan

wacana). Ada berbagai ragam jenis kebutuhan komunikasi. Pengaruhnya kepada

pemerolehan bahasa tentu juga beragam. Perbedaan yang ada antara integrasi sosial dan

kebutuhan komunikatif sebagai dua komponen kecenderungan yang berinteraksi selalu

dengan perbedaam atau motivasi integratif dan motivasi instrumental. Bukan berarti bahwa

motivasi tidak memberikan kontribusi apa pun kepada kecenderungan.

Sikap subjektif mempengaruhi belajar bahasa dengan cara-cara yang tidak jelas, misalnya

disebabkan integritas sosial dan kurangnya rasa percaya diri. Daya tarik menarik bahasa

sebenarnya dapat menjadi sebuah ebakan. Sikap meremehkan dengan menggampangkan

mengakibatkan sedikitnya perhatian kepada bahasa yang akan dipelajari, hanya sedikit

pencurahan dan akhirnya mengantarkan kepada kegagalan belajar bahasa kedua.

Kapasitas dan Acces dalam Belajar Bahasa

Belajar bahasa mengandalkan berpikir, fungsi otak akan bekerja sebagaimana belajar.

Bahasa merupakan dasar fundamental berpikir. Ada keapikan hubungan antara bahasa dan

Page 81: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

berpikir. Bahasa juga dapat memperluas pikiran. Otak memiliki kapasitas untuk menampung

rangsangan-rangsangan yang masuk. Tidak semua rangsangan yang diterima akan langsung

direkam ke memori yang paling dalam. Ada rangsangan atau informasi yang diterima dan

ditempatkan hanya sampai tingkat permukaan otak maupun ditolak.

Pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses. Pemrosesan bahasa memerlukan sebuah

acces atau jalan masuk. Tanpa jalan masuk tidak mungkin bahan mentah atau bahan kasar

dapat diproses dalam pemerolehan bahasa. Jalan masuk memiliki dua komponen yang

berbeda, yaitu jumlah yang tersedia dan jajaran jarak kesempatan komunikasi.

Belajar bahasa kedua harus dapat membedakan variasi-variasi tekanan suara, nada, intonasi

dari satu bahasa ke bahasa lain. Khasanah kosakata anak seringkali didapat karena

melibatkan pemahamannya tentang siapa berbicara dengan siapa, di mana, kapan, sambil

mengamati gerak tubuh para tokoh dan reaksinya.

Walaupun masukan dalam pemerolehan bahasa bersifat spontan tetapi pada umumnya terdiri

atau ujaran otentik. Pembicara atau penutur asli mempunyai kecenderungan menyesuaikan

bahasanya dengan potensi pelajar yang telah diduga itu. Penyesuaian-penyesuaian belajar

bahasa terjadi dalam fonologi, morfologi, sintaksis, kosakata, dan dalam komunikasi pada

umumnya. Dengan bertindak demikian pembicara dapat berbuat kesalahan dalam dua hal.

Pertama, modifikasi-modifikasinya dapat menghalangi pemahaman kalau pelajar semakin

maju datam bahasa itu. Kedua; pelajar mungkin menginterpretasikannya sebagai suatu tanda

jarak sosial dan rasa rendah diri dan merasa terhina dengan terlihat berbicara dalam logat

khusus seperti ini.

Pemerolehan bahasa spontan mencakup belajar di dalam interaksi sosial dan melalui

interaksi sosial. Pelajar diharuskan mempergunakan sebaik-baiknya segala pengetahuan

yang tersedia padanya agar dapat memahami apa yang dikatakan orang lain dan

menghasilkan ucapan-ucapannya sendiri. Hal itu ditunjang observasi. Pertama, pelajar

disajikan dengan lebih banyak masukan linguistik dengan frekuensi yang meningkat dan

dalam jangkauan yang lebih luas. Kedua, mendapat lebih banyak kesempatan menguji

produksi ujarannya sendiri berlawanan dengan yang datang dari lingkungannya untuk

Page 82: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

membuktikan hipotesis-hipotesisnya mengenai struktur bahasa sasaran. Pelajar cenderung

berbeda dalam tingkat pemonitoran linguistik mereka. Kesempatan-kesempatan

berkomunikasi secara verbal jauh lebih terbatas pada pemerolehan bahasa kedua terpimpin.

Pertukaran-pertukaran terdiri dari unsur-unsur produksi dan pemahanan bahasa yang ‘siap

pakai’ yang maju terus ke tingkat-tingkat yang beragam dalam komunikasi.

Struktur Proses Belajar Bahasa dan Kecepatan Pemerolehan Bahasa

Pada proses belajar, pertama memiliki ciri-ciri tidak disengaja, berlangsung sejak lahir,

lingkungan keluarga sangat menentukan, motivasi ada karena kebutuhan, banyak waktu

untuk mencoba bahasa, dan pelajar memiliki banyak waktu untuk berkomunikasi. Pada

proses belajar bahas kedua terdapat ciri-ciri disengaja, berlangsung setelah si pelajar berada

di sekolah, lingkungan sekolah sangat menentukan, motivasi pelajar untuk mempelajarinya

tidak sekuat mempelajari bahasa pertama, waktu terbatas, pelajar tidak mempunyai banyak

waktu untuk mempraktikkan bahasa yang dipelajari, bahasa pertama mempengaruhi proses

belajar bahasa kedua, umur kritis mempelajari bahasa kedua kadang-kadang telah lewat,

disediakan alat bantu belajar, dan ada orang yang mengorganisasikannya. Selain itu ada juga

ciri lain yaitu bahasa pertama dan bahasa kedua mungkin dipelajari secara bersamaan atau

secara berurutan, jika dipelajari secara berurutan maka bahasa kedua dapat dipelajari dalam

lingkungan bahasa pertama atau bahasa kedua. Kedua, maka bahasa kedua dipelajari

melalui kontak bahasa, bahasa kedua biasanya dipelajari melalui pengajaran, belajar bahasa

kedua berkaitan dengan perkembangan berbagai keterampilan berbahasa baik secara lisan

maupun tertulis.

Ada 10 strategi dalam proses belajar bahasa yaitu strategi perencanaan, aktif, empatik,

formal, eksperimental, semantik, praktis, komunikasi, strategi, monitor, dan strategi

internalisasi.

Ciri pelajar yang baik ialah, mau dan menjadi seorang penerka yang baik, suka

berkomunikasi, kadang-kadang tidak malu terhadap kesalahan dan siap memperbaikinya,

suka mengikuti parkembangan bahasa, praktis, mengikuti ujarannya dan

Page 83: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

membandingkannya dengan ujaran yang baku, dan mengikuti perubahan makna kerangka

konteks sosial.

Peranan Bahasa Pertama dalam Proses Pemerolehan Bahasa Kedua

Bahasa pertama mempunyai pengaruh positif yang sangat besar terhadap bahasa kedua

sebesar 4 – 12 % dari kesalahan-kesalahan dalam tata bahasa yang dibuat oleh anak-anak

berasal dari bahasa pertama, sebesar 8 – 23 % merupakan kesalahan-kesalahan yang dibuat

oleh orang dewasa. Mayoritas kesalahan-kesalahan tersebut lebih banyak dalam susunan

kata daripada dalam morfologi. Bidang yang sangat kuat dipengaruhi oleh bahasa pertama

adalah pengucapan. Anak-anak memproses sistem bunyi baru melalui pola-pola fonologis

bahasa pertama pada tahap-tahap awal pemerolehan bahasa kedua, tetapi secara berangsur-

angsur mereka bersandar pada sistem bahasa kedua dan aksen atau tekanan (logat) mereka

pun menghilang.

Pengaruh bahasa pertama kian bertambah pada bahasa kedua jika pelajar diharapkan

menghasilkan bahasa kedua sebelum dia mempunyai penguasaan yang cukup memadai

terhadap bahasa barunya. Pelajar akan bergantung pada struktur-struktur bahasa pertama,

baik dalam upaya komunikasi maupun terjemahan. Pengaruh bahasa pertama juga

merupakan fakta dalam interaksi yang terjadi antara bahasawan bahasa pertama dan bahasa

kedua.

Satu-satunya sumber utama kesalahan-kesalahan sintaksis dalam penghasilan bahasa kedua

orang dewasa adalah bahasa pertama si pelaku. Ada pandangan yang menyatakan bahwa

kesalahan bukan bersumber pada struktur bahasa pertama, melainkan pada latar belakang

linguistik yang berbeda-beda dari bahasa kedua (B2) pelajar.

Pengaruh bahasa pertama terlihat paling kuat dalam susunan kata kompleks dan dalam

terjemahan frase-frase, kata demi kata. Pengaruh bahasa pertama lebih lemah dalam morfem

terikat. Pengaruh bahasa pertama paling kuat atau besar dalam lingkungan-lingkungan

pemerolehan yang rendah.

Page 84: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

Pengaruh bahasa pertama bukanlah merupakan hambatan atau rintangan proaktif,

melainkan akibat dari penyajian yang justru diperbolehkan menyajikan sesuatu sebelum dia

mempelajari perilaku baru itu. Pengobatan atau penyembuhan bagi interferensi hanyalah

penyembuhan bagi ketidaktahuan belajar. Bahasa pertama dapat merupakan pengganti

bahasa kedua yang telah diperoleh sebagai suatu inisiator atau pemrakarsa ucapan apabila

pelajar bahasa kedua harus menghasilkannya dalam bahasa sasaran, tetapi tidak cukup

kemampuan bahasa kedua yang telah diperolehnya. Pengaruh bahasa pertama merupakan

petunjuk bagi pemerolehan yang rendah. Anak-anak mungkin membangun atau membentuk

kompetensi yang diperoleh melalui masukan. Kurangnya desakan penghasilan ujaran lisan

akan menguntungkan bagi anak-anak dan orang dewasa menelaah bahasa kedua dalam

latar-latar formal.

Pengaruh bahasa pertama dapat dianggap sebagai sesuatu yang tidak alamiah. Seseorang

dapat saja menghasilkan kalimat-kalimat dalam bahasa kedua tanpa suatu pemerolehan. Jika

bahasa kedua berbeda dengan bahasa pertama, model monitor dapat dipakai dengan

menambahkan beberapa morfologi dan melakukannya dengan sebaik-baiknya untuk

memperbaiki susunan kata. Pemerolehan bahasa mungkin pelan-pelan, tetapi dalam jangka

panjang akan lebih bermanfaat kalau bahasa dipergunakan untuk maksud dan tujuan

komunikasi.

Input dan Interaksi dalam Proses Pemerolehan Bahasa

Seorang anak akan dihadapkan pada dua penguasaan bahasa dalam mempelajari bahasa

kedua (B2) yaitu memperoleh bahasa pertama sedangkan ia sendiri akan berupaya

mempelajari bahasa kedua. Bahasa antara adalah bentuk ujaran yang belum atau tidak ada

modelnya pada kedua bahasa baik bahasa pertama maupun bahasa kedua, bahasa sumber

maupun bahasa sasaran, bahasa ibu maupun bahasa yang dipelajari. Ideosinkresi adalah

bentuk ujaran yang tidak terdapat dalam model bahasa kedua atau yang dipelajari.

Proses belajar bahasa berkembang melalui beberapa tahap. Tahap kompetensi perantara

disebut kompetensi trasisional atau bahasa antara. Setiap bahasa antara mewakili satu tahap

kompetensi yang berisi bentuk-bentuk yang benar maupun yang tidak benar dalam bahasa

Page 85: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

yang dipelajari. Ada empat kompetensi yakni kompetensi formal, kompetensi semantik,

kompetensi berkomunikasi, dan kreativitas. Keempat kompetensi itu dikuasai secara bertahap.

Ada empat pemerolehan dalam belajar bahasa yaitu menguasai bunyi bahasa, menguasai

bentuk kata, menguasai kalimat, dan menguasai makna. Empat pemerolehan ini lama-

kelamaan berlangsung secara otomatis dan pada akhirnya digunakan siswa untuk

berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.

Ada tiga persoalan utama proses belajar yaitu (1) Perbedaan antara dominasi yang tak dapat

dihindari, terdapat di dalam otak siswa yang mempelajari bahasa pertama dengan

ketidakcakapan siswa menguasai bahasa kedua, (2) pilihan implisit-eksplisit, (3) dilema

komunikasi dengan kode.

Terdapat hipotesis yang disusun dalam bagian-bagian yang berhubungan dengan komponen

pemerolehan bahasa kedua yang ditinjau dari segi umum, situasi, masukan, perbedaan-

perbedaan pelajar, proses-proses dan keluaran linguistik. Hipotesis segi umum ini

membicarakan perihal bagaimana pemerolehan bahasa kedua, apakah mengikuti

perkembangan alamiah atau tidak, dan apakah ada keragaman di antaranya, bagaimana

secara vertikal dan bagaimana secara horisontal. Hipotesis segi situasi membicarakan faktor-

faktor situasional yaitu siapa ditujukan kepada siapa, kapan, tentang apa, dan di mana serta

apakah mempengaruhi urutan perkembangan atau tidak, apakah merupakan penyebab

utama bahasa pemeroleh. Hipotesis input atau masukan membicarakan masukan dan

interaksi sekaligus, apakah dapat menentukan perkembangan pemerolehan atau tidak.

Hipotesis perbedaan pelajar menyangkut personalitas pelajar bahasa baik itu sikap, persepsi,

minat maupun motivasi, serta apakah bahasa pertama dapat mempengaruhi perkembangan

pemerolehan. Hipotesis proses-proses pelajar membicarakan bahasa antara, keuniversalan

bahasa serta korolari. Hipotesis keluaran linguistik menyangkut sifat keluaran linguistik,

apakah formulaik atau tidak, kreatif atau monoton, bervariabel atau tidak, dinamis atau

statis, sistemis atau sistematis.

Kedudukan Bahasa Indonesia dalam Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia

Page 86: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi di Indonesia.

Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia mempunyai tiga fungsi,

yaitu: sebagai alat pemersatu suku-suku bangsa di Indonesia, sebagai lambang kebanggaan

dan identitas nasional, dan sebagai alat perhubungan antarbudaya dan antar- daerah. Dalam

kedudukannya sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi

dalam kepentingan kenegaraan, alat perhubungan pada tingkat nasional, bahasa pengantar

di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia, dan sebagai alat pengembangan kebudayaan,

ilmu dan teknologi. Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran pokok di SD, SMTP,

SMTA, bahkan sampai di perguruan tinggi.

Berdasarkan sensus penduduk tahun 1980 tercatat bahwa bahasa Indonesia dipakai sehari-

hari di rumah hanya oleh 12% penduduk Indonesia, bahasa Jawa 40 %, sedangkan bahasa

Sunda 15 %. Di antara 146 juta jiwa penduduk Indonesia hanya 12 % yang berbahasa

Indonesia sehari-hari. Golongan umur 25 – 49 tahun merupakan kelompok umur yang

tertinggi dalam pemakaian bahasa Indonesia, kelompok umur 15-24 tahun sebanyak 4.103.00

jiwa, sedangkan di kalangan anak-anak, kelompok 0-4 hanya sebesar 2.692.000 jiwa dan

kelompok umur 5-9 tahun sebesar 2.446.000 jiwa.

Berdasarkan jenis kelamin penduduk, jumlah penduduk kota, laki-laki dapat berbahasa

Indonesia sebesar 81% sedangkan yang perempuan 84 %. Di desa, jumlah penduduk laki-laki

dapat berbahasa Indonesia adalah 60 % sedangkan yang perempuan adalah 49%.

DKI Jakarta menduduki peringkat terbaik dalam keniraksaraan, yaitu hanya 5 % sedangkan

propinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 53 %. Perolehan bahasa Indonesia dapat dilihat dari

beberapa sudut yaitu sebagai bahasa pertama atau bahasa kedua, oleh orang dewasa atau

anak-anak, di kota besar atau di desa.

Cukup besar perbedaan persentase anak belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama

dengan orang dewasa. Di kota besar 24,4 % berbanding 5 % dan di desa 16,2 % berbanding

3,2 %. Secara keseluruhan perbedaannya ialah 21,3 % untuk anak-anak dan 43 % untuk

orang dewasa. Hal itu berhubungan dengan pola berbahasa masyarakat kota dan desa, yang

Page 87: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia untuk media dalam berbagai lingkungan

kebahasaan dan heterogenitas kebahasaan yang ada.

Di Amerika Serikat, setelah orang dan bahasa-bahasa India hampir lenyap dalam abad ke-19,

ada penambahan dari tahun 1950 ke tahun 1960 dan dari tahun 1960 ke tahun 1970. Pada

tahun 1975, + 17 % orang Amerika menyatakan memakai bahasa lain selain dari bahasa

Inggris dalam masa kanak-kanak.

Pemerolehan Bahasa Kedua

1. Bagi sebagian besar anak Indonesia, bahasa Indonesia bukan bahasa pertama

mereka, melainkan bahasa kedua, atau ketiga.

2. Pengenalan/penguasaan bahasa Indonesia dapat terjadi melalui proses pemerolehan

atau proses belajar.

3. Proses pemerolehan terjadi secara alamiah, tanpa sadar, melalui interaksi tak formal

dengan orang tua dan/atau teman sebaya, tanpa bimbingan.

4. Proses belajar terjadi secara formal, disengaja, melalui interaksi edukatif, ada

bimbingan, dan dilakukan dengan sadar.

5. Bahasa Pertama (B1) dan Bahasa Kedua (B2) didapat bersama-sama atau dalam

waktu berbeda. Jika didapat dalam waktu yang berbeda, Bahasa Kedua (B2) didapat

pada usia prasekolah atau pada usia Sekolah Dasar.

6. Bahasa Kedua (B2) dapat diperoleh di lingkungan Bahasa Pertama (B1) dan Bahasa

Kedua (B2). Jika diperoleh di lingkungan Bahasa Pertama, Bahasa Kedua dipelajari

melalui proses belajar formal; jika didapat di lingkungan Bahasa Kedua, Bahasa

Kedua didapat melalui interaksi tidak formal, melalui keluarga, atau anggota masya-

rakat Bahasa Kedua.

Empirisme Dalam Teori Belajar B2

Page 88: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

1. Teori belajar behavioris bersifat empiris, didasarkan atas data yang dapat diamati.

2. Kaum behavioris berpendapat bahwa proses belajar pada manusia sama dengan proses

belajar pada binatang.

3. Kaum behavioris menganggap bahwa proses belajar bahasa adalah sebagian saja dari

proses belajar pada umumnya.

4. Menurut kaum behavioris manusia tidak memiliki potensi bawaan untuk belajar

bahasa.

5. Kaum behavioris berpendapat bahwa pikiran anak merupakan tabula rasa (kertas

kosong) yang akan diisi dengan asosiasi antara S dan R.

6. Menurut pandangan mereka semua perilaku merupakan respons terhadap stimulus.

Perilaku terbentuk dalam rangkaian asosiatif.

7. Belajar adalah proses pembentukan hubungan asosiatif antara stimulus dan respons

yang berulang-ulang. Pembentukan kebiasaan ini disebut pengkondisian.

8. Pengkondisian selalu disertai ganjaran sebagai penguatan asosiasi antara S dan R.

9. Bahasa manusia merupakan suatu sistem respons yang canggih yang terbentuk

melalui pengkondisian operant/belajar verbal (bahasa).

Rasionalisme dalam Teori Belajar B2

1. Teori belajar bahasa yang termasuk aliran rasionalisme ialah teori tata bahasa

universal, teori monitor dan teori kognitif.

2. Teori tata bahasa universal mencakup seperangkat elemen gramatikal atau prinsip-

prinsip yang secara alami ada pada semua bahasa manusia.

3. Prinsip-prinsip di atas merupakan hasil perangkat pemerolehan bahasa (LAD) yang

mencakup prinsip-prinsip universal substantif dan prinsip universal formal.

Page 89: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

4. Menurut Chomsky prinsip universal “ditemukan” oleh anak membentuk “tata bahasa

inti” yang sama dalam semua bahasa. Di samping tata bahasa inti di dalam bahasa,

ada tata bahasa “periferal” yang tidak ditentukan oleh tata bahasa universal.

5. Krashen mengemukakan model belajar yang disebut “model monitor” yang mencakup

5 hipotesis, yaitu hipotesis perbedaan pemerolehan dan proses belajar bahasa,

hipotesis tentang urutan alamiah pemerolehan struktur gramatikal, hipotesis monitor,

hipotesis masukan, dan hipotesis saringan.

6. Menurut Krashen, belajar hanya dapat berfungsi sebagai monitor bila disertai dengan

kondisi yang memadai.

7. Melalui pemerolehan yang terjadi di bawah sadar anak-anak mendapatkan intuisi

bahasa (rasa bahasa), yang tidak diperoleh melalui proses belajar terutama pada tahap

awal.

8. Teori kognitif bersumber pada psikologi kognitif dan berfokus pada proses kognitif

yang lebih umum. Menurut teori kognitif, belajar bahasa terjadi sebagai pemerolehan

keterampilan kognitif yang kompleks. Untuk mencapai kemahiran bahasa sub-

subketerampilannya harus dilatih, diotomatisasikan, diintegrasikan, dan diorganisasi-

kan ke dalam sistem yang sudah dimiliki, yang selalu berubah strukturnya sesuai

dengan perkembangan kemahiran.

9. Pada tahun 80-an Titone mengajukan model belajar bahasa yang disebut model

Holodinamik (HDM). Model ini menunjukkan perpaduan ciri-cici aliran beha-

viorisme dan aliran kognitif serta sangat mementingkan aspek-aspek kepribadian.

Model ini mencakup tiga tingkat yaitu tingkat ego, strategi, dan taktik.

Peranan Pengajaran Bahasa dalam Memperoleh Bahasa Kedua

1. Pengajaran Bahasa Kedua (B2) adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk

memudahkan orang lain belajar.

Page 90: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

2. Pengajaran mencakupi 3 unsur pokok dan banyak unsur yang merupakan konvensi.

Unsur pokok bersifat umum/universal sedangkan konvensi dibatasi oleh negara,

lingkungan, tujuan, waktu, kelompok.

3. Unsur pokok pengajaran ialah orang yang mengajar (guru), kegiatan/materi yang

dirancang untuk memudahkan belajar dan orang yang belajar.

4. Peranan pengajaran secara umum ialah dalam memberikan kemudahan agar siswa

Bahasa Kedua (B2) dapat mencapai tujuan belajar yang mencakupi sub-

subketerampilan membaca, menulis, berbicara, menyimak, dan mengapresiasi sastra

dalam Bahasa Kedua (B2).

5. Krashen menyatakan pengajaran yang diciptakan sebagai lingkungan kondusif

memegang peranan penting dalam memberikan masukan-masukan terutama bagi

siswa yang tidak mempunyai kesempatan memperoleh masukan dari lingkungan

informal.

6. Peranan pengajaran Bahasa Kedua (B2), berdasarkan unsur-unsur pokoknya dapat

dirinci sebagai peranan guru, materi/kegiatan belajar dan siswa.

7. Guru memegang peranan yang penting dalam memberikan kemudahan

menumbuhkan/memelihara/meningkatkan motivasi, mengorganisasikan siswa,

memilih/menentukan bahan ajar mengelola/mengarahkan kegiatan belajar,

memantau kemajuan, membantu siswa dalam kesulitan belajar.

8. Bahan/kegiatan belajar yang disediakan menentukan apa yang mungkin dikuasai

siswa dan bagaimana kualitas penguasaannya.

9. Siswa merupakan pusat pengajaran. Materi, kegiatan belajar, evaluasi disusun dengan

mempertimbangkan dan untuk kepentingan siswa. Pengajaran Bahasa Kedua (B2)

berpusat pada siswa dengan mempertimbangkan bagaimana siswa belajar B2.

Prinsip dan Metode Pengajaran B2

Page 91: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

1. Belajar Bahasa Kedua (B2) adalah belajar dalam konteks pemakaian bahasa yang

sebenarnya.

2. Belajar Bahasa Kedua (B2) adalah belajar menggunakan Bahasa Kedua (B2) tersebut

dalam berbagai fungsinya.

3. Siswa harus dilatih menggunakan bahasa secara tepat.

4. Pengajaran bahasa perlu memperhatikan kebutuhan afektif dan kognitif pelajaran.

5. Pemahaman Budaya Bahasa Kedua (B2) perlu ditumbuhkan dalam pengajaran

Bahasa Kedua (B2).

6. Metode tata bahasa terjemahan tidak membuat siswa terampil menggunakan bahasa,

tetapi tahu tentang bahasa.

7. Metode langsung diterapkan melalui kegiatan dialog, tubian pola, dan penerapan.

Tubian yang dilakukan mencakupi tubian pengulangan dan tubian respons.

8. Tujuan pengajaran bahasa komunikatif ialah agar siswa dapat berkomunikasi dalam

permaian bahasa yang sebenarnya dalam bentuk bahasa yang diterima. Dalam

pelaksanaannya, jika diperlukan Bahasa Kesatu (B1) dan penerjemahkan dapat

digunakan. Tata bahasa diberikan.

9. Pengajaran dengan respons fisik total menekankan penguasaan kemampuan

menyimak pada awal pelajaran. Pemahaman dan retensi paling baik dipelajari melalui

gerakan fisik sebagai respons terhadap perintah guru. Kegiatan berbicara baru

dilakukan bila siswa sudah benar-benar siap. Proses siswa dilaksanakan melalui

langkah = latihan mendengarkan, produksi dan membaca serta menulis.

10. Pendekatan alamiah dikembangkan berdasarkan keyakinan bahwa penguasaan

bahasa lebih banyak terjadi melalui proses pemerolehan secara alamiah yang

digabungkan dengan teori monitor dan Krashen. Pendekatan ini dalam penerapannya

sangat mementingkan pemerolehan kosakata.

Page 92: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

ASPEK INTERNAL DAN EKSTERNAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA Sunday, 11 December 2011 03:30 administrator

oleh : Meisil Yanda

Dapat berpikir dan berbahasa merupakan ciri utama yang membedakan manusia dengan

makhluk lainnya. Karena memiliki keduanya, maka sering disebut manusia sebagai makhluk yang

mulia dan makhluk sosial. Dengan pikirannya manusia menjelajah ke setiap fenomena yang

nampak bahkan yang tidak nampak. Dengan bahasanya, manusia berkomunikasi untuk

bersosialisasi dan menyampaikan hasil pemikirannya.

Salah satu objek pemikiran manusia adalah bagaimana manusia dapat berbahasa. Pendapat para

ahli tentang belajar bahasa tersebut bermacam-macam. Di antara pendapat mereka ada yang

bertentangan namun ada juga yang saling mendukung dan melengkapi. Pemikiran para ahli tentang

teori belajar bahasa ini begitu variatif dan menarik.

Sehubungan dengan begitu banyaknya teori tentang belajar bahasa, maka yang akan kami

kemukakan dalam makalah ini :

1.Dasar-dasar psikologi dalam pembelajaran bahasa

2.Faktor penentu dalam pembelajaran bahasa

3.Pemerolehan (acquisition) dan pembelajaran bahasa (learning)

PEMBAHASAN

1.DASAR-DASAR PSIKOLOGI DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

A. Teori Behaviorisme

Menurut teori ini, semua perilaku, termasuk tindak balas (respons) ditimbulkan oleh

Page 93: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

adanya rangsangan (stimulus). Jika rangsangan telah diamati dan diketahui maka gerak balas pun

dapat diprediksikan. Watson juga dengan tegas menolak pengaruh naluri (instinct) dan kesadaran

terhadap perilaku. Jadi setiap perilaku dapat dipelajari menurut hubungan stimulus - respons.

B. Teori Nativisme

Berbeda dengan kaum behavioristik, kaum nativistik atau mentalistik berpendapat bahwa

pemerolehan bahasa pada manusia tidak boleh disamakan dengan proses pengenalan yang terjadi

pada hewan. Mereka tidak memandang penting pengaruh dari lingkungan sekitar. Selama belajar

bahasa pertama sedikit demi sedikit manusia akan membuka kemampuan lingualnya yang secara

genetis telah terprogramkan. Mereka menganggap bahwa bahasa merupakan pemberian biologis.

C. Teori Kognitivisme

Jika pendekatan kaum behavioristik bersifat empiris maka pendekatan yang dianut golongan

kognitivistik lebih bersifat rasionalis. Konsep sentral dari pendekatan ini yakni kemampuan

berbahasa seseorang berasal dan diperoleh sebagai akibat dari kematangan kognitif sang anak.

Mereka beranggapan bahwa bahasa itu distrukturkan atau dikendalikan oleh nalar manusia.

D. Teori Konstruktvisme

Jean Piaget dan Leu Vygotski adalah dua nama yang selalu diasosiasikan dengan kontruktivisme.

Ahli kontruktivisme menyatakan bahwa manusia membentuk versi mereka sendiri terhadap

kenyataan, mereka menggandakan beragam cara untuk mengetahui dan menggambarkan sesuatu

untuk mempelajari pemerolehan bahasa pertama dan kedua.

E. Teori Humanisme

Teori humanisme dalam pengajaran bahasa pernah diimplementasikan dalam sebuah kurikulum

pengajaran bahasa dengan istilah Humanistic curriculum yang diterapkan di Amerika utara di

akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Kurikulum ini menekankan pada pembagian

pengawasan dan tanggungjawab bersama antar seluruh siswa didik. Teori ini menganggap bahwa

setiap siswa sebagai objek pembelajaran memiliki alasan yang berbeda dalam mempelajari

bahasa.[1][1]

2. FAKTOR PENENTU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

Page 94: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

Melihat berbagai hipotesis pembelajaran bahasa merupakan sebuah proses yang cukup rumit

karena banyak faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran bahasa

tersebut. Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan keberhasilan pembelajaran bahasa kedua,

diantaranya:

a) Faktor motivasi

Dalam pembeljaran bahasa kedua ada asumsi yang menyatakan bahwa orang yang dalam

dirinya ada keinginan, dorongan atau tujuan yang ingin dicapai daalm belajar bahasa kedua

cendrunh akan libih berhasil dibandingkan dengan orang yang belajar tanpa dilandasi oleh

sustudpronhan atau doronhan serta mitivasi.

Banyak pakar pembelajaran mengemukakan devenisi motivasi, diantaranya :

· Coffer (1964) menyatakan bahwa motivasi ialah dorongan, hasrat, kemauan, alasan atau

tujuan yang menggerakkan orang untuk melakukan sesuatu.

· Brown (1981) menyatakan bahwa motivasi ialah dorongan dai dalam, dorongan sesaat,

emosi atau keinginan yang menggerakkan seseorang untuk melakuka sesuatu.

· Lambert (1972) menyatakan bahwa motivasi ialah alasan untuk mecapai tujuan secara

keseluruhan.

Jadi bahasa merupakan doromhanyang datang dari dalam pembelajaran yang menyebabkan

pembelajaran memiliki keinginan yang kuat untuk mempelajari bagaha kedua.

Dalam pembelajaran bahasa kedua motivasi memiliki fungsi :

ü Fungsi integratif berfungsi kalau motivasi itu mendorong seseorang untuk mempelajari

suatu bahasa karena adanya keinginan untuk berkomonikasi dengan masyarakat

penuturbahasa itu.

ü Fungsi instrumental berfungsi kalau motovasi itu mendorong seseorang untuk memiliki

kemampuan untuk mempelajari bahasa kedua karena tujuan yang bermanfaat atau

karena dorongan ingin memperoleh pekerjaan.

Page 95: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

b) Faktor usia

Ada anggapan umum bahwa dalam pembelajaran bahasa kedua bahwa anak-anak

lebih baik dan lebih berhasil dalam pembelajara bahasa kedua dibandingkan orang dewasa.

Anak-anak tampaknya lebih mdah memperoleh dahasa baru, sedangkan orang dewasa

tampaknya maendapatkan kesulitan dalam memporoleh tingkat kemahiran bahasa kedua.

Hasil penelitian mengenai faktor usia dalam pembelajaran bahasa kedua sebagai berikut :

1. Dalam hal urutan pemerolehan bahasa tampaknya faktor usia tidak terlalu berperan sebab

urutan pemerolehan bahasa oleh anak-anak dan orang dewasa adalah sama.

2. Dalam hal kecepatan dan keberhasilan belajar bahasa kedua dapat disimpulkan bahwa :

· Anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa dalam sistem fonologi.

· Orang dewasa lebih cepat maju dibandingkan anak-anak dalam bidang sintaksis dan

morfologi.

· Anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa, tetapi tidak selalu lebih cepat.

c) Faktor penyajian formal

Pembelajaran atau penyajian pembelajaran bahasa secara formal tentu memiliki

pengaruh terhadap kecepatan dan keberhasilan dalam memperoleh bahasa kedua karena

berbagai faktor dan fariabel telah dipersiapkan dan diadakan dengan sengaja. Demikian juga,

keadaan lingkungan penbelajaran bahasa kedua secara formal, di dalam kelas, sangat

berbeda dengan lingkugan penbelajaran bahasa kedua secara naturalistik dan alami.

Steiberg (1979:166) menyebutkan karakteristik lingkungan pembelajaran bahasa di

kelas ada lima segi yaitu :

1. Lingkungan pembelajaran bahasa dikelas sangat diwarnai oleh faktor psikologi sosial

kelas yang meliputi penyesuaian-penyusaian, disiplin, dan prosedur yang digunakan.

Page 96: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

2. Di lingkungan kelas dilakukan praseleksi terhadap data linguistik, yang dilakukan guru

berdasarkan kurikulum yang digunakan.

3. Di lingkungan sekolah disajikan kaidah-kaidah gramatikal secara eksplisit untuk

meningkatkan kualitas berbahasa siswa yang tidak dijumpai di lingkungan alamiah.

4. Di lingkungan kelas sering disajikan dara dan situasi dahasa yang artifisial (buatan),

tidak seperti dalam lingkungan kebahasaan alamiah.

5. Di lingkungan kelas disediakan alat-alat pengaran seperti buku teks, buku penunjang,

papan tulis, tugas-tugas yang harus diselasaikan,dan sebagainya.

Kondisi lingkungan kelas yang khas dalam pembelajaran bahasa kedua, mempengaruhi

terhadap keberhasilan pembelajaran bahasa kedua, yaitu :

ý Pengaruh terhadap kompetensi

ý Pengaruh terhadap kualitas performansi

ý Pengaruh terhadap urutan pemerolehan

ý Pengaruh terhadapkecepatan pemerolehan

d) Faktor bahasa pertama

Para pakar pembelajaran bahasa kedua pada umumnya percaya bahwa bahasa pertama

mempunyai pengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua, dan bahasa pertama ini

dianggap menjadi pengangu dalam proses pembelajaran bahasa kedua.

Gangguan bahasa pertama apat dihilangkan atau diminimalkan dalam beberapa teori, antara

lain :

ý Teori stimulus-respon

Yang dikemukakan oleh kaum behaviorisme, bahasa adalah hasil prilaku stimulus-

respon. Apabila seseorang mempelajar ingin memperbanyak penggunaan ujaran, dai harus

Page 97: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

memperbanyak penerimaan stimulus. Peranan lingkungan sebagai sumber datangnya stimulus

menjadi dominan dan sangat penting dalam membantu proses pembelajaran bahasa kedua.

Selain itu kaum behaviorisme juga berpendapat bahwa proses pemerolehan bahasa adalah

pembiasaan. Maka, semakin pembelajar terbiasa merespon stimulus yang datang padanya,

semakin memperbesar kemungkinan aktivitas pemerolehan bahasa.

Jadi, penaruh bahasa pertama dalam bentuk transfer ketika berbahasa kedua akan besar

sekali apabila si pembelajar tidak terus- menerus diberikan stimulus bahasa kedua. Sacara

teoritis pengaruh ini memang tidak bisa dihilangkan karna bahasa pertama sudah merupakan

intake (dinuranikan) dalam diri si pembelajar. Namun, dengan pembiasaan-pembiasan dan

pemberian stimulus terus-menerus dalam bahasa kedua, pengaruh ini bisa dikurangi.

ý Teori kontrastif

Teori ini menyatakan bahwa keberhasilan belajar bahasa kedua sedikit banyaknya

ditentukan oleh keadaan linguistik bahasa yang telah dikuasai sebelumnya oleh si pembelajar.

Berbahasa kedua adalah suatu proses transferisasi. Jika struktur bahasa yang sudah dikuasai

(bahasa pertama) banyak mempunyai kesamaan dengan bahasa yang dipelajari, akan terjadinya

semacam pemudahan dalam presos transferisasinya, begitu juga dengan sebaliknya.

Menurut teori analisis kontrastif semakin besar perbedaanantara keadaan linguistik bahasa

yang telah dikuasai dengan linguistik bahasa yang hendak dipelajari, akan semakin besarlah

kesulitan yang dihadapi si pembelajar dalam usaha menguasai bahasa kedua yang dipelajarinya.

e) faktor lingkungan

Dulay (1985: 14) menerangkan bahwa kualitas lingkungan bahasa sangat penting bagi sorang

pembelajar untuk dapat berhasil dalam mempelajari bahasa baru (bahasa kedua). Lingkungan

bahasa disini adalah segala hal yang didengar dan dilihat oleh pembelajar sehubungan bahasa

kedua yang dipelajarinya.

Lingkungan bahasa dapat dibedakan kepada :

1. Lingkungan formal

Page 98: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

Lingkungan formal adalah salah satu lingkungan dalam belajar bahasa yang memfokuskan

pada penguasaan kaidah-kaidah bahasa yang dipelajari secara sadar.

Krashen (1983: 36) menyatakan bahwa lingkungan formal ini meiliki ciri (1) bersifat artifisial,

(2) merupakan bagian dari keseluruhan pengajaran bahasa di sekolah atau di kelas, dan (3) di

dalamnya pembelajaran diarahkan untuk melakukan aktivitas bahasa yang menampilkan

kaidah-kaidah bahasa yang telah dipelajarinya.

Ellis (1986: 217) mengatakan lingkungan formal dapat dilihat pengaruhnya pada dua

aspek, yaitu :

ü Urutan pemerolehan bahasa kedua

ü Kecepatan atau keberhasilan dalam menguasai bahasa kedua

2. lingkungan informal

Lingkungan informal bersifat alami atuan natural. Yang termasuk dalam lingkungan ini

adalah bahasa yang digunakan oleh teman sebaya, bahasa pengasuh orang tua, bahasa yang

digunakan anggota kelompok etnis pembelajar, yang digunakan media massa, bahasa para

guru, baik dikelas maupun diluar kelas. Hasil penelitian Milon (1977) dan Plann (1977)

menunjukkkan bahwa bahasa teman sebaya lebih besar pengaruhnya daripada bahasa guru.

[2][2]

3. PEMEROLEHAN (ACQUISITION) DAN PEMBELAJARAN BAHASA (LEARNING)

Maksan (1993:19-20) menyatakan bahwa terdapat dua cara seseorang anak memperoleh

bahasa. Cara pertama diperoleh secara tidak sadar, informal, serta implisit. Cara pertama ini

disebut juga dengan pemerolehan bahasa (language acquisition). Cara kedua diperoleh dengan

adanya kehadiran guru, suasana kelas, dan dituntut adanya kurikulum, serta dilakukan dengan

cara sadar. Cara ini disebut sebagai pembelajaran bahasa (language learning), karena adanya

istilah pembelajar dan pengajar.

Situasi pemerolehan bahasa pertama seiring sejalan dengan penguasaan bahasa ibu (mother

tangue). Biasanya berlangsung pada umur 0;0 sampai 5;0. Sedangakan pembelajaran bahasa

Page 99: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

berlangsung setelah umur 5;0. Hal ini umum terjadi pada anak normal serta pengklasifikasian ini

telah disepakati oleh para ahli psikolinguistik. Keseragaman proses ini juga telah ditelaah oleh

Chomsky melalui teori LAD-nya, bahwa proses pemerolehan bahasa pada anak mengalami tahap

yang sama. Proses ini terjadi pada seluruh anak normal.

Perkembangan bahasa pada anak bergantung pada maturasi otak, lingkungan,

perkembangan motorik dan kognitif, integritas struktural, dan fungsional dari organism (Sidiarto,

1991:134).

Di samping itu, pemerolehan bahasa secara linguistik, melingkupi pemerolehan fonologi,

sintaksis, semantik, dan pragmatik. Jakobson (dalam Dardjowodjojo, 2003:238—267) menyatakan

bahwa pemerolehan bunyi (fonologi) berjalan selaras dengan kodrat bayi tersebut. Bunyi pertama

yang diperoleh anak adalah bunyi vokal kemudian berturut-turut diperoleh bunyi konsonan. Pada

proses pemerolehan sitakasis, anak mulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata (atau bagian

kata) dan dilanjutkan dengan pemerolehan kata berikutnya yang mulai menunjukkan kelengkapan

kata tersebut serta munculnya negasi belum dalam kalimat yang diujarkan anak. Pada tahap

pemerolehan semantik, anak mengawalinya dengan menentukan terlebih dahulu makna

berdasarkan masukan yang ia peroleh dan bagaimana anak menguasai makna tersebut.

Sedangkan dalam tahap pemerolehan pragmatik, anak dipengaruhi oleh lingkungannya. Di dalam

pemerolehan pragmatik, anak tidak hanya berbahasa tetapi juga memperoleh tindak berbahasa.

Tahapan ini pada umumnya dilalui oleh anak secara realtif lancar

Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak

kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan

bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan

proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua

setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan

dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua

(Chaer, 2003:167). Hal ini perlu ditekankan, karena pemerolehan memiliki karakteristik yang

berbeda dengan pembelajaran (Cox, 1999).[3][3]

Ellis (1986:215) menyebutkan terdapat dua tipe pembelajaran bahasa:

ü Tipe natualistic

Page 100: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

Tipe natualistic ini bersifat alamiah, tanpa guru dn tanpa kesengajaan. Misalnya :

seorang anak-anak yang menggunakan bahasa pertamanya bahasa aceh, begitu dia keluar

rumah bermain dengan teman sebayanya yang berbahasa minangkabau, maka iatersebut

berusaha menggunakan bahasa minang tersebut.

Jadi, belajar bahasa menurut tipe ini sama prosesnya dengan pmerolehan bahasa pertama

yang berlangsungsecara alamiah dilingkungan keluarganya, namun tentu adanya

perbedaan antara hasil yang diperoleh anak-anak dengan orang dewasa.

ü Tipe formal dalam kelas

Tipe formal ini berlangsung di dalam kelas dengan guru, materi, dan alat-alat bantunya

telah disiapkan. Seharuskan hasil yang dipeoleh di dalam kelas lebih berhasil

dibandingkan dengan hasil naturalistic.[4][4]

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari uraian di atas penulis dapat mengambil kesimpulan:

a. Dasar –dasar psikologi dalam pembelajaran bahasa

· Teori Behaviorisme

· Teori Nativisme

· Teori Kognitivisme

· Teori Konstruktvisme

· Teori Humanisme

b. Faktor penentu dalam pembelajaran bahasa

Page 101: Peran Pengajaran Formal Pada Pemerolehan Bahasa Kedua

· Faktor motivasi

· Faktor usia

· Faktor bahasa pertama

· faktor lingkungan

· Faktor penyajian formal

c. Pemerolehan dan pembelajaran bahasa

Dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa terdapat dua. Cara pertama diperoleh secara

tidak sadar, informal, serta implisit. Cara pertama ini disebut juga dengan pemerolehan bahasa

(language acquisition). Cara kedua diperoleh dengan adanya kehadiran guru, suasana kelas, dan

dituntut adanya kurikulum, serta dilakukan dengan cara sadar. Cara ini disebut sebagai

pembelajaran bahasa (language learning), karena adanya istilah pembelajar dan pengajar.

2. Saran

Semoga dengan uraian ini dapat menambah wawasan pemahaman kita bagaimana dalam

mempelajari bahasa, baik dari segi dasar-dasarnya maupun dalam pemerolehan dan pembelajaran

bahasa tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: PT. Rineka Cipta

http://humbud.uin-malang.ac.id/index.php?option=com. psycholinguistic -

umum&catid = 117:psycholinguistik&Itemid=105. Diakses tgl 12/05/2010

http://eri-s-unpak.blogspot.com/. Diakses tgl 12/05/2010.