250
PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH STUDI KEGAGALAN PARPOL PADA PEMILU LEGISLATIF DI KABUPATEN DEMAK 2009 TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Ilmu Politik Pada Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Oleh : GEORGE TOWAR IKBAL TAWAKKAL NIM. D4B007031 PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU POLITIK PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009

PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

PERAN PARTAI POLITIK

DALAM MOBILISASI PEMILIH STUDI KEGAGALAN PARPOL

PADA PEMILU LEGISLATIF DI KABUPATEN DEMAK 2009

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Ilmu Politik

Pada Program Pascasarjana Universitas Diponegoro

Oleh :

GEORGE TOWAR IKBAL TAWAKKAL

NIM. D4B007031

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU POLITIK PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009

Page 2: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Sertifikat

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, George Towar Ikbal Tawakkal menyatakan bahwa Tesis yang saya ajukan ini adalah hasil karya saya sendiri yang belum pernah disampaikan untuk mendapatkan gelar pada program Magister Ilmu Politik ini ataupun pada program lainnya. Karya ini adalah milik saya, karena itu pertanggungjawabannya sepenuhnya berada di pundak saya. George Towar Ikbal Tawakkal 28 Desember 2009

Page 3: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

PENGESAHAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa Tesis berjudul:

PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

STUDI KEGAGALAN PARPOL PADA PEMILU LEGISLATIF

DI KABUPATEN DEMAK 2009

Yang disusun oleh George Towar Ikbal Tawakkal, NIM D4B007031 telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 28 Desember 2009 dan

dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima.

Ketua Penguji Anggota Penguji Lain

1. Drs. Suwanto Adhi, SU Drs. Purwoko, MS

Sekretaris Penguji 2. Dra. Puji Astuti, M.Si Drs. Priyatno Harsasto, MA

Semarang, 28 Desember 2009 Program Pascasarjana Universitas Diponegoro

Program Studi Magister Ilmu Politik Ketua Program

Drs. Purwoko, MS

Page 4: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

MOTTO

“Karna kau manusia, maka manusia mempercayaimu”

Page 5: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

PERSEMBAHAN

Karya ini terpersembahkan kepada…….

Seluruh makhluk politik

Page 6: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

ABSTRACT THE ROLE OF POLITICAL PARTY IN VOTERS MOBILIZATION

(THE STUDY OF POLITICAL PARTIES FAILURE IN LOCAL LEGISLATIVE ELECTION IN DEMAK REGENCY 2009)

On general election 2009, Indonesia applied a different general election

sytem with systems that have applied on previous general elections. Based on Undang Undang Number 10, 2008, and Ketetapan Mahkamah Konstitusi Number 22-24/PUU-VI/2008, opened proportional system was applied on general election 2009. It was mean, when a political party get legislative chair, so party candidate that get more voter than others is get the chair. On previous general elections, its have applied proportional system, that based on serial number candidate. General election system change in Indonesia, from proportional system to opened proportional system, generate actor behavior change and generate new phenomenons which not emerge on voter mobilization on previous general elections.

Research method that is used at this research is qualitative description. Purposive sampling method is used to determine political parties as research objects. The parties are Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Demokrat, and Partai Gerakan Indonesia Raya. As in qualitative research, so interview is used. Snowballing method is used to determine informants. Observation method is used to follow up some data.

The result of research cover several thing. First, political parties condition before mobilization phase: Political party experience of intern consolidation problems. In early general election phase, some political parties had serial number orientation for legislative member determining. Though in midd of phase, Ketetapan Mahkamah Konstitusi force them to change their orientation. Some political parties have had party machine completely, while others did not have party machine completely. Various party decision generate various attitude on voter mobilization. Second, Legislative candidate position: Candidates who were from serial number party, were claimed to change the mobilization strategy. Self-supporting mobilization has been a way for acquirement voters. Candidates have exploited out-party factors more than party machine. Third, relation between party institution and candidates: Cooperation has been happened when voter mobilization has been done. Party institution has tend to silent, and delivered to candidates. Candidates of course have accepted the conditions, and no other choice. Fourth, voter mobilization categorizes: Voter mobilization which been done by candidates, divisible become two categorizes, based on emotional tying and based on aids. From datas which was analysed comprehensive, have been known that political parties as political institution have experienced of failure in mobilization role.

This research have limitation. This research only explain political parties (PDIP, Partai Demokrat, PKB, dan Partai Gerindra) in local legislative election, 2009, in Demak regency. It is mean that other political condition, other intern party condition, and other voter condition, there is possibility of different result. So, continuation research is required to explain more general condition.

Keywords: Political party, Voter mobilization, failure.

Page 7: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

ABSTRAKSI PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

STUDI KEGAGALAN PARPOL PADA PEMILU LEGISLATIF DI KABUPATEN DEMAK 2009

Pada Pemilu 2009, Indonesia menerapkan sistem pemilu baru yang berbeda

dengan sistem pemilu yang telah dipakai pada Pemilu-pemilu sebelumnya. Dengan diberlakukannya Undang Undang Nomor 10 Tahun 2008 dan Ketetapan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008, sistem pemilu 2009 menggunakan sistem proporsional terbuka, dengan penentuan kandidat peraih kursi yang telah diperoleh partainya, berdasar suara terbanyak. Sedangkan pada Pemilu-pemilu sebelumnya, sistem yang digunakan adalah sistem proporsional yang berdasar nomor urut kandidat. Perubahan sistem pemilu Indonesia dari sistem proporsional menjadi sistem proporsional terbuka, membawa perubahan prilaku para aktor dan memunculkan fenomena-fenomena baru yang tidak dijumpai pada Pemilu-pemilu sebelumnmya, terkait dengan pengarahan pemilih yang dilakukan oleh para aktor.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Untuk mendapatkan informasi data penelitian, metode purposive sampling digunakan untuk menentukan partai-partai politik yang menjadi obyek penelitian. Partai yang dipilih adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Demokrat, dan Partai Gerakan Indonesia Raya. Metode wawancara dengan penentuan informan melalui teknik snowballing. Peneliti juga melakukan observasi untuk mendapatkan data yang lebih lengkap..

Temuan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, dari sisi dinamika Partai politik sebelum tahapan kampanye Pemilu: Partai mengalami permasalahan konsolidasi internal. Partai berorientasi pada nomor urut dan berorientasi pada suara terbanyak. Beberapa partai memiliki mesin partai yang lengkap dan lebih banyak partai yang belum. Sikap partai yang beragam dalam keterlibatan mobilisasi. Kedua, dari sisi Calon Legislatif: Caleg yang berasal dari partai yang berorientasi nomor urut, dituntut untuk merubah strateginya. Caleg dituntut untuk mobilisasi mandiri. Caleg lebih memanfaatkan faktor di luar partai. Ketiga, dari sisi harmonisasi antara Partai dan Caleg: Tidak terjadi kerjasama yang baik dalam mobilisasi pemilih. Partai cenderung lepas tangan, dan menyerahkan kepada Caleg. Keempat, bentuk-bentuk mobilisasi yang dilakukan oleh Caleg secara mandiri: Bentuk mobilisasi terbagi menjadi 2 kriteria, yakni berdasarkan hubungan emosional, dan bantuan-bantuan. Dari berbagai data yang kemudian dianalisa secara menyeluruh, maka dapat dikatakan bahwa partai politik telah gagal melaksanakan peran organisasi politk.

Keterbatasan penelitian ini adalah hanya digunakan untuk menjelaskan partai politik (PDIP, Partai Demokrat, PKB, dan Partai Gerindra) di Kabupaten Demak pada Pemilu legislatif 2009. Artinya, pada kondisi politik yang lain, perbedaan kondisi internal partai, serta pada kondisi masyarakat yang berbeda, terdapat kemungkinan perbedaan penjelasan. Sehingga dibutuhkan penelitian lanjutan untuk menjelaskan kondisi yang lebih luas.

Kata Kunci: Partai Politik, mobilisasi pemilih, kegagalan.

Page 8: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

KATA PENGANTAR

Sembah sujud dan puja puji syukur ter-sentralisasi pada Dzat Satu. Dzat

Maha Ber-ilmu, yang telah menciptakan pengetahuan bagi yang berakal maupun tak

berakal. Dzat Maha Cerdas, yang telah memunculkan pemahaman-pemahaman bagi

para pencari pencerahan. Dzat Maha Gerak, yang telah melahirkan sikap dan

perbuatan. Dzat Maha Kuasa, yang telah menganugrahkan kekuasaan-kekuasaan

bagi yang terpilih dan termandat. Kasih sayang dan keselamatan ter-aspirasi bagi Si

Terpercaya dan Si Terpilih, penuntun kebijakan. Semoga kesejahteraanmu ter-

distribusi hingga lintas ruang dan waktu. Tersadar sepenuhnya peran kedua makhluk

yang menopang eksistensi jiwa dan raga, hormat dan kasih terlimpah padanya.

Atas itu semua, tesis berjudul Peran Partai Politik Dalam Mobilisasi

Pemilih (Studi Kegagalan Parpol Pada Pemilu Legislatif Di Kabupaten Demak

2009) dapat berbentuk demikian. Tesis ini tersusun untuk memenuhi salah satu

syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Magister Ilmu Politik pada Program

Pascasarjana (S2) Universitas Diponegoro Semarang. Pada bagian ini, terucap dan

terasa terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Purwoko, MS., pejabat Ketua Program Magister Ilmu Politik

Universitas Diponegoro Semarang, dan Pembimbing I yang telah

menghadirkan bimbingan yang segar dan menyenangkan.

2. Bapak Drs. Priyatno Harsasto, MA., Pembimbing II yang telah menuntun dan

membantu penyusunan tesis ini. Terima kasih buku-buku dan bahan kajian

pendukung.

Page 9: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

3. Bapak Drs. Suwanto Adi, SU., Penguji yang telah menyadarkan bahwa tesis

ini banyak kekurangan. Mohon maaf kalau banyak ngeyel.

4. Ibu Drs. Puji Astuti MSi., Penguji yang telah memberikan usul-usul sehingga

tesis ini menjadi lebih baik.

5. Bapak dan Dosen pengajar di Magister Ilmu Politik Universitas Diponegoro,

yang men-transfer pengetahuannya. Semoga terbalas segala ke-ikhlasan.

6. Bunda Nur Balistik, yang sudah memberikan semangat. Magister Ilmu Politik

jadi ramai dan hidup karna ada Bunda.

7. Bapak Budi, Dosen Magister Ilmu Lingkungan, yang sering membagi

pengalaman kehidupan akademiknya.

8. Seluruh teman-teman mahasiswa Magister Ilmu Politik. Meski sedikit, tapi

asik. Kapan ada waktu lagi kumpul-kumpul karaokean?

9. Staf Magister Ilmu Politik: Mas Toha, Mbak Aya, Pak Han, Mas Yatin, dan

lain-lain. Keberadaan kalian membantu, mempermudah, dan menyegarkan

suasana kantor MIP.

10. Para Pengurus maupun politikus Partai yang telah membantu data ataupun

informasi-informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

11. Segenap pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu

penelitian ini. Saudara-saudara, sahabat-sahabat dan teman-teman semuanya.

12. Seluruh pihak yang tidak mampu tersurat maupun tersirat satu per satu.

Terima kasih atas dukungannya.

Page 10: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Demikian kata pengantar ini terkemuka. Tersadar dan terakui bahwa Tesis ini

masih melekat sifat tak sempurna, sehingga dibutuhkan kritik, saran, ataupun

penelitian lanjutan dari pihak manapun. Semoga dilimpahkan kemanfaatan dari Yang

Maha Manfaat melalui Tesis ini, bagi para pencari kemanfaatan.

Demak, 28 Desember 2009

Penulis

George Towar Ikbal Tawakkal

Page 11: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……………………………………………….. i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS………………… ii

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………… iii

HALAMAN MOTTO………………………………………………. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………. v

ABSTRACT………………………………………………………… vi

ABSTRAKSI……………………………………………………….. vii

KATA PENGANTAR…………………………………………….... viii

DAFTAR ISI………………………………………………………… xi

DAFTAR TABEL…………………………………………………… xv

BAB I PENDAHULUAN………………………………….. 1

1.1. Latar Belakang……………………………………… 1

1.2. Ruang Lingkup……………………………………… 10

1.2.1. Pokok masalah……………………………… 10

1.2.2. Obyek Penelitian……………………………. 10

1.3. Perumusan Masalah………………………………… 11

1.4. Tujuan Dan Manfaat………………………………… 13

1.4.1. Tujuan………………………………………. 13

1.4.2. Manfaat……………………………………… 14

BAB II TELAAH PUSTAKA………………………………. 16

2.1. Kerangka Teori……………………………………… 16

2.1.1. Peran………………………………………… 16

2.1.2. Partai Politik………………………………… 19

Fungsi Partai Politik………………………… 22

2.1.3. Mobilisasi Politik…………………………… 29

Praktek mobilisasi…………………………… 34

Page 12: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Jenis Mobilisasi……………………………... 45

Mobilisasi Politik Di Indonesi…………….... 46

2.2. Kerangka Konseptual……………………………….. 50

2.2.1. Peran………………………………………… 50

2.2.2. Partai Politik………………………………… 50

2.2.3. Mobilisasi Politik…………………………… 50

2.2.4. Political Marketing………………………….. 50

BAB III METODE PENELITIAN………………………….... 51

3.1. Jenis Data………………………………………….... 51

3.2. Sampling……………………………………………… 52

3.3. Tekhnik Pengumpulan Data………………………… 57

1. Dokumentasi………………………………… 57

2. Observasi……………………………………. 58

3. Wawancara………………………………….. 59

3.4. Lokasi Penelitian……………………………………. 59

3.5. Teknik Analisa Data………………………………… 61

BAB IV GAMBARAN UMUM……………………………… 62

4.1. Kabupaten Demak…………………………………… 62

4.1.1. Pemerintahan………………………………… 62

4.1.2. Demografi…………………………………… 63

4.1.3. Pendidikan…………………………………… 64

4.1.4. Agama………………………………………. 65

4.2. Pemilu Anggota DPRD Kabupaten Demak 2004…... 66

4.2.1. Daerah Pemilihan…………………………… 66

4.2.2. Daftar Pemilih Tetap………………………… 67

4.2.3. Partai Peserta Pemilu DPRD

Kabupaten Demak Tahun 2004…………….. 68

4.2.4. Perolehan Suara Partai Pada Pemilu DPRD

Kabupaten Demak Tahun 2004…………….. 69

Page 13: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

4.2.5. Perolehan Kursi DPRD

Kabupaten Demak Tahun 2004…………….. 70

4.2.6. Nama dan Nomor Urut Calon Anggota DPRD

Kabupaten Demak terpilih………………….. 72

4.3. Pemilu Anggota DPRD Kabupaten Demak 2009…… 74

4.3.1. Daerah Pemilihan…………………………… 74

4.3.2. Daftar Pemilih Tetap………………………… 75

4.3.3. Partai Peserta Pemilu DPRD

Kabupaten Demak Tahun 2009…………….. 76

4.3.4. Perolehan Suara Partai Pada Pemilu DPRD

Kabupaten Demak Tahun 2009…………….. 77

4.3.5. Perolehan Kursi DPRD

Kabupaten Demak Tahun 2009…………….. 79

4.3.6. Nama dan Nomor Urut Calon Anggota DPRD

Kabupaten Demak Terpilih…………………. 81

4.4. Perubahan Peta Perolehan Kursi Partai……………… 84

4.5. Profil Partai Di Kabupaten Demak…………………. 85

4.5.1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan…..... 85

4.5.2. Partai Kebangkitan Bangsa…………………. 91

4.5.3. Partai Demokrat…………………………….. 98

4.5.4. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)…. 104

BAB V MOBILISASI PEMILIH…………………………… 107

5.1. Eksistensi Partai…………………………………….. 107

5.1.1. Partai Pra Pemilu……………………………. 107

5.1.1.1.Konsolidasi Internal Partai………….. 110

5.1.1.2.Penentuan Calon Legislatif…………. 118

5.1.2. Kemampuan Partai Dalam

Mengarahkan Pemilih………………………. 128

5.1.2.1.Metode Pengarahan…………………. 129

5.1.2.2.Organisasi Sayap Di Seputar Pemilu.. 135

Page 14: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

5.2. Orientasi Calon Legislatif…………………………… 142

5.2.1. Perubahan Prilaku Caleg……………………. 142

5.2.1.1.Dinamika Perubahan Sistem Pemilu… 142

5.2.1.2.Semangat Perolehan Suara………….. 148

5.2.2. Pengarahan Pemilih………………………… 162

5.2.2.1.Pemanfaatan Mesin Partai…………… 163

5.2.2.3.Pemanfaatan Jaringan Sosial………… 176

5.3. Dinamisasi Partai Dan Caleg…………………………… 186

5.4. Respon Pemilih……………………………………… 205

5.4.1. Partai Dan Caleg……………………………. 205

5.4.1.1.Intensitas Pengarahan……………….. 205

5.4.1.2.Bentuk Pengarahan

Yang Dijumpai Pemilih…………….. 209

5.4.2. Efektivitas Pengarahan……………………… 214

BAB VI PENUTUP………………………………………….. 223

5.1. Kesimpulan…………………………………………………. 223

5.2. Saran-Saran…………………………………………………. 230

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………. 232

Page 15: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.2.1 Partai-Partai Peserta Pemilu DPRD Kabupaten Demak.................... 53

Tabel 3.2.2 Daftar Partai Yang Memperoleh Kursi DPRD Kabupaten Demak

Pada Pemilu 2004 dan 2009............................................................... 55

Tabel 3.2.3 Daftar Partai Yang Baru Memperoleh

Kursi DPRD Kabupaten Demak Pada Pemilu 2009.......................... 55

Tabel 4.2.2 Daftar Jumlah Pemilih Tetap Pemilu Legislatif

Kabupaten Demak Tahun 2004…………………………………..... 67

Tabel 4.2.4 Daftar Perolehan Suara Sah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Demak Pemilihan Umum Tahun 2004………………… 69

Tabel 4.2.5 Daftar Perolehan Kursi Dprd Kabupaten Demak Tahun 2004…….. 71

Tabel 4.2.6.1 Daftar Calon Terpilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Demak Pemilihan Umum Tahun 2004

Daerah Pemilihan: Demak I……………………………………….. 72

Tabel 4.2.6.2 Daftar Calon Terpilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Demak Pemilihan Umum Tahun 2004

Daerah Pemilihan: Demak II……………………………………… 72

Tabel 4.2.6.3 Daftar Calon Terpilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Demak Pemilihan Umum Tahun 2004

Daerah Pemilihan: Demak III……………………………………....73

Tabel 4.2.6.4 Daftar Calon Terpilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Demak Pemilihan Umum Tahun 2004

Daerah Pemilihan: Demak IV……………………………………... 73

Tabel 4.2.6.5 Daftar Calon Terpilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Demak Pemilihan Umum Tahun 2004

Daerah Pemilihan: Demak V……………………………………… 73

Tabel 4.3.2 Daftar Jumlah Pemilih Tetap Pemilu Legislatif

Kabupaten Demak Tahun 2009……………………………………. 75

Tabel 4.3.4 Daftar Perolehan Suara Sah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Page 16: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Kabupaten Demak Pemilihan Umum Tahun 2009………………… 77

Tabel 4.3.5 Daftar Perolehan Kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Demak Pemilihan Umum Tahun 2009………………… 80

Tabel 4.3.6.1 Daftar Calon Terpilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Demak Pemilihan Umum Tahun 2009

Daerah Pemilihan: Demak I……………………………………….. 81

Tabel 4.3.6.2 Daftar Calon Terpilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Demak Pemilihan Umum Tahun 2009

Daerah Pemilihan: Demak II……………………………………… 82

Tabel 4.3.6.3 Daftar Calon Terpilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Demak Pemilihan Umum Tahun 2009

Daerah Pemilihan: Demak III……………………………………... 82

Tabel 4.3.6.4 Daftar Calon Terpilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Demak Pemilihan Umum Tahun 2009

Daerah Pemilihan: Demak IV……………………………………... 83

Tabel 4.3.6.5 Daftar Calon Terpilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Demak Pemilihan Umum Tahun 2009

Daerah Pemilihan: Demak V……………………………… ……... 83

Tabel 5.1.1.2 Daftar Jumlah Anggota Calon Legislatif DPRD

Kabupaten Demak Pada Pemilu 2009…………………….... ……..119

Tabel Kesimpulan 5.1 ……………………………………………………....……..141

Tabel Kesimpulan 5.2 ……………………………………………………... ……..185

Tabel Kesimpulan 5.3 ……………………………………………………... ...…...204

Tabel Kesimpulan 5.4 ……………………………………………………...……...222

Page 17: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

BAB I

PENDAHULUAN

1.5. Latar Belakang

Pemilihan Umum di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan dari

periode Pemilu ke periode Pemilu yang lain. Selama pemilu Orde Baru, kita

mengenal sistem pemilu proporsional dengan daftar tertutup. Keterpilihan calon

legislatif bukan ditentukan pemilih, melainkan menjadi kewenangan elite partai

politik sesuai dengan susunan daftar caleg beserta nomor urut. Dalam sistem

demikian, kedudukan parpol menjadi sangat kuat terhadap kadernya di parlemen.

Namun di satu sisi, basis sosial dan relasi politik para wakil rakyat dengan konstituen

menjadi lemah. Inilah yang menyebabkan kedudukan caleg terpilih mereka menjadi

”jauh” dalam hubungannya dengan konstituen.

Sistem pemilu demikian juga dianggap membuat lembaga perwakilan rakyat

menjadi elitis, ekslusif, tidak tersentuh oleh masyarakat, serta tidak sensitif terhadap

problem rakyat. Seiring tuntutan reformasi tahun 1998, sistem pemilu tersebut mulai

ditinggalkan. Pada Pemilu 1999, sistem yang digunakan pada dasarnya tidak

mengalami perubahan dibandingkan pemilu Orde Baru dengan menggunakan sistem

proporsional berdasarkan daftar tertutup. Pemilih masih terbatas mencoblos tanda

gambar parpol.

Semangat memilih langsung wakil rakyat baru mulai diakomodasi pada

Pemilu 2004 melalui UU No. 12 Tahun 2003, dengan menggunakan sistem

Page 18: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

proporsional dengan daftar calon terbuka. Pemilih tidak hanya memilih tanda gambar

parpol, tetapi juga diberi kesempatan memilih caleg. Namun, penerapan ketentuan ini

terkesan sengaja dilemahkan dengan pengaturan ketentuan suara sah dan penetapan

calon terpilih. Suara sah parpol harus dicoblos bersamaan pada kolom tanda gambar

parpol dan calegnya. Pemilih yang mencoblos caleg saja dianggap tidak sah.

Sementara mencoblos tanda gambar parpol saja sah. Peraturan yang terkesan rumit

dan tidak mempermudah pemilih untuk memilih caleg mereka secara langsung ini,

dimanfaatkan oleh parpol dalam sosialisasi dan kampanye mereka untuk mencoblos

tanda gambar parpol saja dengan dalih menghindari suara rusak atau tidak sah.

Peraturan yang menggambarkan berlakunya sistem pemilu proporsional

dengan daftar terbuka setengah hati ini masih dipersulit lagi dengan ketentuan

penetapan caleg yang langsung terpilih, yang harus memenuhi ketentuan bilangan

pembagi pemilihan (BPP). Jika tidak ada caleg yang memperoleh angka BPP, kursi

yang didapat parpol di daerah pemilihan, menjadi hak caleg berdasarkan nomor urut

terkecil. Sementara itu untuk mencapai angka BPP dengan membagi jumlah suara

sah seluruh parpol peserta pemilu dengan jumlah kursi di daerah pemilihan (DPR,

DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota) sungguh sangat kecil kemungkinannya.

Hanya dua calon yang perolehan suaranya mencapai BPP, yaitu Hidayat Nur

Wahid (262.019 suara, dapil DKI II-PKS) dan Saleh Djasit (195.348 suara, dapil

Riau-PG). Hampir seluruh anggota DPR terpilih pada Pemilu 2004 karena posisinya

pada nomor urut atas (nomor jadi) dalam daftar calon. Bahkan, tidak kurang dari

Page 19: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

30% calon terpilih telah "menyalip" calon lain dalam daftar tersebut yang nyata-

nyata memperoleh suara lebih banyak.1

Semangat pilih langsung yang menjadi ikon Pemilu 2004 saat itu menjadi

tidak berarti. Banyak caleg terpilih bukan karena banyaknya dicoblos oleh pemilih,

melainkan lebih karena ditempatkan pada nomor urut kecil (jadi) dalam daftar caleg

oleh parpol. Oligarki parpol masih menentukan.

Tanggal 31 Maret 2008, menjadi awal dari perubahan sistem Pemilihan

Umum di Indonesia. Pemerintah mengesahkan Undang Undang Nomor 10 Tahun

2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Secara umum,

diberlakukannya Undang Undang Nomor 10 Tahun 2008 mengakibatkan berubahnya

sistem pemilu di Indonesia, dari sistem proporsional terbuka “setengah hati”,

menjadi sistem proporsional yang memberi harapan semangat pilih langsung.

Pasal 5 Ayat (1) UU 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif, tidak tampak

berbeda dengan Pemilu 2004, tetap mendasarkan pada prinsip proporsional atau

perwakilan berimbang. Artinya, suatu daerah pemilihan diwakili sejumlah wakil

yang didapat dari perolehan suara partai-partai politik peserta pemilu. Yang

membedakan, ketentuan penetapan caleg terpilih yang diatur dalam Pasal 214 yang

didasarkan pada sistem nomor urut setelah tidak ada caleg yang memperoleh

                                                       1 Rahmatul Ummah, Memperkuat Sistem Pemilu 2009, http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2008111222412611

 

Page 20: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

sekurang-kurangnya 30% BPP. Sementara caleg yang memenuhi ketentuan

memperoleh sekurang-kurangnya 30% lebih banyak dari jumlah kursi yang diperoleh

parpol peserta pemilu, kursi diberikan kepada caleg yang memiliki nomor urut lebih

kecil di antara caleg yang memenuhi ketentuan sekurang-kurangnya 30% dari BPP.

Dengan demikian sistem proporsional terbuka yang digunakan pada Pemilu 2009,

masih tetap menerapkan pembatasan ketentuan perolehan suara sekurang-kurangnya

30% BPP bagi caleg untuk langsung ditetapkan sebagai caleg terpilih.

Bila kita menerapkan Undang Undang Nomor 10 Tahun 2008 pada hasil

Pemilu 2004, dari 550 anggota DPR yang terpilih, hanya 116 orang (21,1%) yang

memperoleh suara terbanyak dan sekurang-kurangnya mencapai 30% BPP.

Sementara yang lain, sebagian besar anggota DPR 434 orang (78.9%) terpilih karena

nomor urut dalam daftar calon. Artinya, posisi dalam nomor urut daftar calon tetap

menjadi faktor yang lebih utama dalam menentukan seorang calon terpilih.

Sistem Proporsional terbuka penuh memperoleh angin segar ketika kemudian

muncul putusan Mahkamah Kostitusi yang diputuskan dalam rapat pemusyawartan

hakim oleh delapan hakim konstitusi pada Jumat, 19 Desember 2008 dan diucapkan

dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada Selasa 23 Desember 2008 oleh

delapan hakim konstitusi. Putusan MK itu menanggapi permohonan uji materi yang

diajukan Mohammad Sholeh, Sutjipto, Septi Notariana, dan Jose Dima S. Sholeh

Page 21: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

adalah caleg dari PDI-P untuk DPRD Jawa Timur. Sutjipto dan Septi adalah caleg

dari Partai Demokrat untuk DPR. Jose adalah warga negara biasa.2

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi atas pasal 214

huruf a, b, c, d, dan e UU No 10/2008 tentang Pemilu 2009. Pasal 214 berbunyi

sebagai berikut:

Pasal 214

Penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD

kabupaten/kota dari Partai Politik Peserta Pemilu didasarkan pada perolehan kursi

Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan, dengan ketentuan:

a. Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD

kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara

sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari BPP;

b. Dalam hal calon yang memenuhi ketentuan huruf a jumlahnya lebih

banyak daripada jumlah kursi yang diperoleh partai politik peserta

pemilu, maka kursi diberikan kepada calon yang memiliki nomor urut

lebih kecil di antara calon yang memenuhi ketentuan sekurang-

kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari BPP;

c. Dalam hal terdapat dua calon atau lebih yang memenuhi ketentuan

huruf a dengan perolehan suara yang sama, maka penentuan calon

                                                       2 Irsan, Keputusan MK Soal Suara Terbanyak Didukung Caleg Sumut, http://www.antarasumut.com/berita-sumut/pemilu-2009-berita-sumut/keputusan-mk-soal-suara-terbanyak-didukung-caleg-sumut/  

Page 22: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

terpilih diberikan kepada calon yang memiliki nomor urut lebih kecil

di antara calon yang memenuhi ketentuan sekurang-kurangnya 30%

(tiga puluh perseratus) dari BPP, kecuali bagi calon yang memperoleh

suara 100% (seratus perseratus) dari BPP;

d. Dalam hal calon yang memenuhi ketentuan huruf a jumlahnya kurang

dari jumlah kursi yang diperoleh partai politik peserta pemilu, maka

kursi yang belum terbagi diberikan kepada calon berdasarkan nomor

urut;

e. Dalam hal tidak ada calon yang memperoleh suara sekurang-

kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari BPP, maka calon terpilih

ditetapkan berdasarkan nomor urut.3

Keputusan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pasal 214 huruf a, b, c,

d ,dan e UU No 10/2008 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD,

bertentangan dengan UUD RI 1945. Selanjutnya, menyatakan pasal 214 huruf a, b,

c,d, dan e UU No 10/2008 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pertimbangan dari putusan ini di antaranya, ketentuan pasal 214 huruf a,b,c,d, dan e

UU No 10/2008 yang menyatakan bahwa calon anggota legislatif terpilih adalah

calon yang mendapat suara di atas 30 persen dari bilangan pembagian pemilu (BPP)

atau menempati nomor urut lebih kecil, dinilai bertentangan dengan makna substantif

dengan prinsip keadilan sebagaimana diatur dalam pasal 28 d ayat 1 UUD 1945.4

                                                       3 Undang Undang Nomor 10 Tahun 2008 4 Yuni Herlina Sinambela, MK Kabulkan Uji Materi Caleg Sistem Suara Terbanyak, http://pemilu.okezone.com/read/2008/12/23/267/176428/mk-kabulkan-uji-materi-caleg-sistem-suara-terbanyak

Page 23: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Dengan keluarnya Keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut, maka

penetapan calon anggota legislatif pada Pemilu 2009 tidak lagi memakai sistem

nomor urut dan digantikan dengan sistem suara terbanyak. Hal ini memunculkan

berbagai respon dari berbagai kalangan dan dari berbagai sisi.

Dari segi hukum perundang undangan, keputusan Mahkamah Konstitusi

dinilai melampaui kewenangan Mahkamah Konstitusi, yang sebenarnya hanya

menafsirkan dan tidak menciptakan produk hukum baru. Pengamat politik

Universitas Gadjah Mada (UGM), AAGN Ari Dwipayana, menilai, keputusan MK

tersebut tidak sekadar membatalkan pasal 214 Undang Undang No.10/2008, tapi juga

menghasilkan produk hukum baru. Peran MK dalam konstitusi, menjadi tidak

sekadar negative legislation, tetapi juga positive legislation. Karena dengan putusan

tersebut, MK telah merambah kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang

menghasilkan undang-undang dan keputusan untuk menentukan pilihan dalam

penetapan caleg. Peran DPR dalam legislasi dapat dimentahkan oleh MK. Hasil kerja

DPR dapat dibatalkan hanya oleh enam orang anggota MK.5

Keputusan MK yang menyatakan penetapan caleg terpilih berdasarkan suara

terbanyak dinilai oleh mantan Wakil Ketua KPU dan guru besar FISIP Universitas

Airlangga, Ramlan Surbakti, sebagai keputusan yang amburadul. Sebab, merusak

sistem atau tahapan pemilu yang sudah dibentuk sebelumnya. Kekacauan itu karena

dalam sistem pemilu mengandung empat tahapan. Yakni, besaran daerah pemilihan,

                                                                                                                                                           5 Arinto Tri Wibowo, Putusan Mahkamah Konstitusi timbulkan produk hukum baru, http://politik.vivanews.com/news/read/18096-putusan_mk_picu_masalah_baru  

Page 24: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

pola pencalonan tertutup atau terbuka, sistem zigzag caleg perempuan, model

pemberian suara kepada parpol atau caleg dan berdasarkan suara terbanyak. Empat

tahapan itu merupakan satu kesatuan dalam tahapan pemilu. “Putusan MK hanya

mengambil ekornya saja. Sehingga membuat pemilu tidak lagi sistemik. Antara

kepala dan kaki tidak cocok. Meski pasal 214 UU No 10/2008 tentang Pemilu itu

multitafsir atau campur aduk, bukan berarti MK harus menganulir semua ayat dalam

pasal tersebut. Sebab yang perlu diluruskan dalam pasal 214 adalah ayat b (Berbunyi:

Dalam hal calon yang memenuhi ketentuan huruf a jumlahnya lebih banyak

daripada jumlah kursi yang diperoleh partai politik peserta pemilu, maka kursi

diberikan kepada calon yang memiliki nomor urut lebih kecil di antara calon yang

memenuhi ketentuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari BPP;).

Bukan semua ayat seperti dalam putusan MK yakni ayat a, c, d, dan e. Jadi bukan

berarti yang tertutup itu (berdasarkan nomor urut) tidak demokratis. Karena di

negara-negara demokratis juga menerapkan nomor urut.6

Dari kalangan politikus juga memunculkan berbagai respon. Menurut Ganjar

Pranowo, Sekretaris FPDIP DPR, PDIP sudah siap dari awal menerima apa pun yang

akan diputuskan MK. Putusan MK ini membuat para caleg yang sebelumnya merasa

'aman' dengan nomor urut jadi, menjadi harus bekerja keras meraih suara konstituen.

Ini menandakan kita akan memasuki liberal, di mana persaingan tidak hanya

                                                       6 Djibril Muhammad, Putusan MK Suara Terbanyak Amburadul, http://www.inilah.com/berita/politik/2008/12/24/71166/putusan-mk-suara-terbanyak-amburadul/  

Page 25: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

antarpartai, tetapi juga antarcaleg.7 Ketua DPR Agung Laksono, yang juga Wakil

Ketua Umum Partai Golkar. Agung mengatakan, Golkar sudah menggunakan metode

penetapan caleg dengan suara terbanyak. Diharapkan partai yang tidak setuju dengan

metode tersebut menghargai putusan MK itu. Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir

menyebut Keputusan Mahkamah Konstitusi sebagai kemenangan rakyat. Menurut

dia, PAN selama ini memang memperjuangkan suara terbanyak. Kini atas hasil ini,

partainya juga menggelar syukuran. Dengan suara terbanyak itulah peranan partai

harus berbagi dengan caleg yang dipilih rakyat langsung. Ini demokrasi yang benar-

benar adil. Presiden PKS Tifatul Sembiring menyatakan, sebenarnya yang

mengusulkan suara terbanyak itu PKS dan PAN, tetapi kemudian justru ditolak

partai-partai besar. Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

Suryadharma Ali menyatakan, pihaknya siap melaksanakan putusan MK yang

mengabulkan permohonan uji materi UU Pemilu sehingga penetapan calon terpilih

nantinya berdasarkan suara terbanyak, meskipun sebenarnya waktunya tidak tepat

karena tahapan penyusunan calon anggota legislatif (caleg) sudah selesai8.

Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat Wiranto mengatakan, putusan itu

mencerminkan MK menghormati hak rakyat. Namun komentar pedas muncul dari

Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDI-P Tjahjo Kumolo yang mempertanyakan

apakah MK punya wewenang menentukan sistem pemilu. Ia juga menilai, putusan

                                                       7 Laurencius Simanjuntak, PDIP Pasrah Putusan MK Soal Caleg Suara Terbanyak, http://www.detiknews.com/read/2008/12/24/075051/1058711/10/pdip-pasrah-putusan-mk-soal-caleg-suara-terbanyak 8 Putusan MK ‘ Suara Terbanyak ‘ Kurangi Konflik Internal Partai, sumber: beritasore.com, inilah.com, pikiran-rakyat.com, http://andika-pemilu.blogspot.com/2008/12/putusan-mk-suara-terbanyak-kurangi.html  

Page 26: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

MK itu menjungkirbalikkan mekanisme sistem proporsional dalam pemilu yang

ditetapkan UU sebab bukan distrik murni. Seharusnya tetap ada kebebasan pada

partai untuk menentukan sistem yang dipakai dan dihormati sebab ada kedaulatan

rakyat serta kedaulatan partai menentukan caleg.9

1.6. Ruang Lingkup

1.6.1. Pokok masalah

Penggunaan sistem pemilu tertentu mempengaruhi fenomena-fenomena yang

muncul. Pada suatu sistem pemilu, mungkin akan memunculkan sebuah fenomena

yang tidak dijumpai pada sistem pemilu yang lain. Melihat hal tersebut, maka

peneliti akan memfokuskan pada fenomena mobilisasi yang muncul pada sistem

proporsional terbuka penuh.

1.6.2. Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai

Kebangkitan Bangsa, dan Partai Gerakan Indonesia Raya di Kabupaten Demak.

Pemilihan obyek ini dikarenakan ketertarikan peneliti terhadap PDIP dan PKB

sebagai sebuah partai besar dan berpengalaman dalam menjadi peserta Pemilu, Pada

Pemilu 1999 dan Pemilu 2004, PDIP berhasil menjadi pemenang di Kabupaten

Demak, serta menjadi mayoritas di DPRD kabupaten Demak. Namun, pada Pamilu

2009, PDIP mengalami penurunan perolehan kursi yang sangat tajam, 100% dar

kursi yang PDIP peroleh pada Pemilu 2004, dari 16 kursi menjadi 8 kursi.

                                                       9 Yes! Caleg terpilih oleh suara terbanyak http://www.kompas.com/read/XML/2008/12/24/04240134/yes.caleg.terpilih.oleh.suara.terbanyak 

Page 27: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Pengalaman sebagai partai besar dan beberapa Pemilu yang PDIP miliki,

memunculkan pertanyaan pertanyaan kenapa penurunan terjadi begitu drastic dalam

sistem pemilu yang berbeda dari pemilu 1999 dan 2004. PKB mengalami kenaikan 1

kursi, dan mampu menjadi partai yang memperoleh kursi terbanyak. Begitu juga

dengan Partai Demokrat yang mengalami kenaikan kursi sebesar 100% pada Pemilu

2009.

Partai Gerindra merupakan partai pendatang baru pada Pemilu 2009. Secara

pengalaman, Partai Gerindra belum pernah menjadi peserta Pemilu sebelumnya.

Pada Pemilu 2009, pemilu pertama, Partai Gerindra berhasil memperoleh kursi di

DPRD Kabupaten Demak, yakni 3 kursi. Dari sisi masa, Partai Gerindra merupakan

partai yang tidak jauh beda dari PDIP. Kedua partai mengklaim basis massa mereka

adalah rakyat kecil. Upaya-upaya yang dilakukan oleh DPC PDIP dan Partai

Gerindra maupun para calon anggota DPRD nya dalam memobilisasi pemilih, di

dalam mengimplementasikan sebuah system pemilihan umum yang baru inilah yang

kemudian menjadi obyek penelitian.

1.7. Perumusan Masalah

Dengan diberlakukannya Undang Undang Nomor 10 Tahun 2008 dan

diberlakukannya Ketetapan Mahkamah Konstitusi, maka memunculkan perubahan

model kampanye, baik oleh Partai Politik maupun oleh Calon Anggota Legislatif.

Partai Politik, sebagai sebuah organisasi Partai, tentu akan mengkampanyekan visi

misi yang akan diperjuangkan. Namun, ada yang menarik pada Pemilu 2009, dimana

Page 28: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

eksistensi kampanye Caleg, dalam komunitas masyarakat langsung, melebihi

eksistensi kampanye Partainya. Hal ini disebabkan karena penentuan anggota

legislatif berdasarkan suara terbanyak, sebagaimana yang dijelaskan di atas. Suasana

ini tidak ditemukan pada kampanye Pemilu 2004.

Seorang Caleg dituntut untuk mengkampanyekan 2 hal. Pertama,

mengkampanyekan Partai yang mengusung Caleg. Kedua, mengkampanyekan

pribadi Caleg tersebut. Caleg dipacu untuk memperkenalkan dirinya kepada pemilih,

agar memilih dirinya, di samping memilih Partainya, pada pemungutan suara.

Namun, dapat dipastikan, para Caleg cenderung mengedepankan kampanye

pribadinya dari pada mengkampanyekan Partainya. Model kampanye seperti ini tentu

akan mengarahkan pemilih pada pemilihan caleg. Beberapa Partai juga tampaknya

menyadari hal ini, dan bahkan mengharapkan hal ini. Sehingga Partai

mempersiapkan orang orang yang popular di masyarakat sebagai caleg dari partai

tersebut.

Dalam Pemilu Legislatif, kondisi ini dirasa baru oleh para pemilih. Namun,

mungkin kondisinya tidak jauh beda dengan Pilkades, Pilkada, atau Pilpres. Jumlah

aktor (Kandidat) lah yang membedakan antara Pilkades, Pilkada, Pilpres, dengan

Pemilu Legislatif 2009. Pada Pilkades, jumlah aktor/ kandidat, mungkin hanya

berkisar antara 2 sampai 5 kandidat. Di Pilkada, jumlah aktor/ kandidat hanya

berkisar 2 sampai 5 pasang. Begitupun dengan Pilpres. Namun, jumlah aktor/

kandidat dalam Pemilu Legislatif 2009, bisa mencapai 50 bahkan ratusan orang lebih

per Daerah Pemilihan. Jumlah aktor yang banyak dalam Pemilu Legislatif 2009, serta

Page 29: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

model kampanye yang dilakukan, memunculkan tekanan yang kuat pada perubahan

cara pandang pemilih, dari memilih Partai menjadi memilih Caleg.

Setelah melihat fenomena di atas, penulis ingin melihat kinerja partai politik

sebagai sebuah lembaga dalam melakukan mobilisasi pemilih, prilaku Calon

legislatif dalam memobilisasi pemilih untuk mendapatkan suara bagi dirinya, serta

melihat bentuk-bentuk mobilisasi yang muncul sebagai akibat dari perubahan sistem

pemilu.

1.3. Tujuan Dan Manfaat

1.3.1. Tujuan

Berkaitan dengan pengkajian ini, penulis memiliki beberapa tujuan. Tujuan-

tujuan tersebut terbagi menjadi tujuan subyectif dan obyektif.

a. Tujuan Subyektif

Pertama, penulis menjadikan pengkajian ini sebagai Tesis yang

menjadi persyaratan bagi penyelesaian studi penulis di Magister Ilmu

Politik Universitas Diponegoro Semarang.

Kedua, penulis ingin menemukan jawaban mengenai keingintahuan

penulis tentang kinerja Partai dalam menghadapi perubahan sistem

Pemilu.

Page 30: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

b. Tujuan Obyektif

Pertama, penulis ingin menyajikan gambaran mengenai prilaku

Partai dalam mempertahankan dan meningkatkan perolehan suaranya

dalam sebuah sistem Pemilu yang baru.

Kedua, penulis ingin memberikan gambaran mengenai peran Partai

dalam mempengaruhi pemilih untuk memilih Caleg-calegnya pada

Pemilu 2009.

1.3.2. Manfaat

Terdapat beberapa manfaat yang dapat diambil dari pengkajian ini.

Penulis membagi manfaat-manfaat tersebut menjadi manfaat teoritis dan

manfaat praktis.

a. Manfaat teoritis

Pertama, pengkajianini dapat memberikan sumbangan bagi

khasanah ilmu politik, khususnya dalam kajian kepartaian.

Kedua, pengkajian ini dapat memunculkan argumen-argumen

ilmiah baru dalam melihat peran Partai dalam pelaksanaan sebuah sistem

Pemilu.

b. Manfaat praktis

Pertama, pengkajian ini diupayakan dapat digunakan sebagai acuan

Partai politik dalam menjalankan sebuah sistem politik.

Kedua, pengkajian ini dapat dijadikan referensi oleh partai politik

maupun caleg untuk meningkatkan electabilitas-nya dikemudian hari.

Page 31: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Partai bisa melakukan suatu tindakan sebaik mungkin untuk

meningkatkan perolehan suara. Begitu juga dengan para Caleg, dapat

melakukan hal serupa.

Tujuan-tujuan serta manfaat-manfaat diatas merupakan sesuatu yang

diharapkan oleh penulis setelah melakukan pengkajian secara mendalam

mengenai peran partai dalam sebuah system pemilu. Semoga itu semua terwujud

sebagaimana harapan penulis.

Page 32: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

BAB II

TELAAH PUSTAKA

Kajian mengenai peran partai dalam system Pemilu ini pada dasarnya adalah

sebuah studi tentang kepartaian. Partai sebagai peserta pemilu tentunya akan masuk

pada sebuah sistem pemilu yang dipakai. Apa yang dilakukan partai dalam rangka

meningkatkan perolehan suara, tentu tidak akan keluar dari sistem pemilu yang

dipakai, yakni sistem proporsional terbuka. Untuk menjelaskan bagaimana Partai

menghadapi dan mendukung sistem proporsional terbuka, serta mempertahankan dan

meningkatkan perolehan suara, maka diperlukan kerangka teoritis yang mampu

memberi alasan-alasan ilmiah.

2.3. Kerangka Teori

2.3.1. Peran

Istilah peran pada awalnya merupakan terjemahan dari kata “function”,

“job”, atau “work”. Adapun makna dari kata “peran” dapat dijelaskan lewat

beberapa cara. Pertama, suatu penjelasan historis menyebutkan, konsep peran

semula dipinjam dari keluarga drama atau teater yang hidup subur pada jaman

Yunani Kuno (Romawi). Dalam arti ini, peran menunjuk pada karakteristik yang

disandang untuk dibawakan oleh seseorang aktor dalam sebuah pentas drama.

Kedua, suatu penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang

mengartikan peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki

suatu karakteristik (posisi) dalam struktur sosial. Ketiga, suatu penjelasan yang lebih

Page 33: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

bersifat operasional, menyebutkan bahwa peran seorang aktor adalah suatu batasan

yang dirancang oleh aktor lain, yang kebetulan

sama-sama berada dalam satu “penampilan/unjuk peran (role performance).”

Pada dasarnya ada dua paham yang dipergunakan dalam mengkaji teori peran

yakni paham strukturisasi dan paham interaksionis. Paham strukturisasi lebih

mengaitkan antara peran-peran sebagai unit cultural, serta mengacu ke perangkat hak

dan kewajiban, yang secara normatif telah dicanangkan oleh system budaya. System

budaya tersebut, menyediakan suatu system posisional, yang menunjuk pada suatu

unit dari struktur social, yaitu suatu”…….. location in a system of social

relationship”. Pada intinya, konsep struktur menonjolkan suatu konotasi pasif-statis,

baik pada aspek permanensasi maupun aspek saling-kait antara posisi satu dengan

lainnya.

Paham interaksionis, lebih memperlihatkan konotasi aktif-dinamis dari

fenomena peran; terutama setelah peran tersebut merupakan suatu :perwujudan peran

(role performance), yang bersifat lebih hidup serta lebih organis, sebagai unsur dari

system sosial yang telah diinternalisasi oleh self dari individu pelaku peran. Dalam

hal ini, pelaku peran menjadi sadar akan struktur social yang didudukinya.

Karenanya ia berusaha untuk selalu Nampak “mumpuni” dan dipersepsi oleh pelaku

lainnya sebagai “tak menyimpang” dari system harapan yang ada dalam

masyarakatnya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa perilaku seseorang sangat diwarnai oleh

banyak faktor, serta persepsinya tentang faktor-faktor tersebut. Persepsi yang

dimiliki itu pulalah yang turut menentukan bentuk sifat dan intensitas peranannya

Page 34: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

dalam kehidupan organisasional. Tidak dapat disangkal pula, bahwa manusia sangat

berbeda-beda, seorang dengan yang lainnya, baik dalam arti kebutuhannya – bagi

kategori umum – maupun dalam niatnya yang kesemuanya tercermin dalam

kepribadian masing-masing.10

Peran yakni serangkaian pola perilaku yang diharapkan diberbagai

lingkungan social berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok social.

Peran yang ditetapkan adalah peran yang dijalani dan seseorang tidak mempunyai

pilihan. Peran yang diambil adalah yang terpilih atau dipilih oleh individu. Peran

adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang

berdasarkan posisinya di masyarakat. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana

seseorang tidak punya pilihan, sedangkan peran yang diterima adalah peran yang

terpilih atau dipilih oleh individu. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi

diri.

Stress peran terdiri dari konnflik peran yang tidak jelas dan peran yang tidak

sesuai atau peran yang terlalu banyak. Peran yang tidak jelas, terjadi apabila individu

diberikan peran yang kabur, sesuai perilaku yan diharapkan. Misalnya : individu

yang ditetapkan sebagai ketua panitia, tetapi tidak disertai uraian tugas apa yang ia

harus lakukan atau kerjakan. Peran berlebihan terjadi jika seseorang individu

memiliki banyak peran dalam kehidupannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi

dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus di lakukan menurut Stuart and

Sundeen, 1998 adalah :

                                                       10 http://www.damandiri.or.id/file/suwandiunairbab21.pdf 

Page 35: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

a) Kejelasan prilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran

b) Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan.

c) Kesesuain dan keseimbangan antara peran yang di emban.

d) Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.

e) Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuain perilaku

peran.

Hal – hal penting terkait dengan perana. Peran dibutuhkan individu sebagai

aktualisasi dirib. Peran yang memenuhi kebutuhan dan sesuai ideal diri,

menghasilkan harga diri yan tinggi atau sebaliknyac. Posisi individu di masyarakat

dapat menjadi stressor terhadap perand. Stress peran timbul karena struktur sosial

yang menimbulkan kesukaran atau tuntutan posisi yang tidak mungkin

dilaksanakane. Stress peran terdiri dari, konflik peran, peran yang tidak jelas, peran

yang tidak sesuai dan peran yang terlalu banyak.11

2.3.2. Partai Politik

Sebuah negara dengan system demokrasi, membutuhkan sebuah organisasi

politik yang menjadi instrument demokrasi. Organisasi tersebut biasa disebut Partai

Politik. Secara definitive, Carl J. Friedrich mendefinisikan partai politik sebagai

kelompok manusia yang terorganisir untuk merebut atau mempertahankan

kekuasaan, dengan maksud mensejahterakan anggotanya, baik untuk kebijaksaanaan

keadilan, maupun untuk hal-hal yang bersifat materil. Sementara itu, R. H. Soltau

                                                       11 http://www.scribd.com/doc/22318053/konsep-diri 

Page 36: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

mengemukakan definisinya tentang partai politik sebagai kelompok warga negara

terorganisasi dan bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan

kekuasaannya untuk memilih, dengan tujuan untuk menguasai pemerintahan dan

menjalankan kebijakan umum yang mereka buat12.

Sebuah partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi

tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang

terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita

yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan

merebut kedudukan politik - (biasanya) dengan cara konstitusionil - untuk

melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka13.

Jenis-jenis partai politik dikategorikan bermacam-macam oleh para ahli

politik. Max Weber mengkategorikan partai politik menjadi 2 jenis, yakni partai elit

dan partai massa. Secara tidak langsung, Max Weber mengkategorikannya berdasar

dari model pembiayaan partai, yang secara otomatis menunjukkan pemilihnya. Partai

elit didefinisikan sebagai partai yang didukung oleh kalangan elit dalam system

masyarakat, semisal pengacara, doctor, pengusaha, dan lain-lain. Partai massa

didefinisikan sebagai partai yang didukung oleh kalangan masyarakat bawah. Franz

Neumann mengkategorikan partai politik menjadi 2 jenis, yakni democratic

integrative party and the totalitarian integrative party. Franz Neumann

mengkategorikannya berdasar pada usaha partai dalam mengintegrasikan nilai-nilai

politiknya. Democratic integrative party didefinisikan sebagai partai yang melakukan                                                        12 Ahmad Heryawan, Selasa, 02 Juni 2009, Latar Belakang Berdirinya Partai Politik, http://www.ahmadheryawan.com/kolom/94-kolom/4206-latar-belakang-berdirinya-partai-politik.html 13 Budiarjo, Miriam, "Dasar-Dasar Ilmu Politik", (Jakarta: PT. Gramedia, 1989), hal.159. 

Page 37: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

usaha-usaha pencapaian tujuan politik secara demokratis. Totalitarian integrative

party didefinisikan sebagai partai yang melakukan usaha-usaha pencapaian tujuan

politik tanpa melalui cara demokratis.14

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Partai Politik di

Indonesia sejak masa merdeka adalah:

1. Maklumat X Wakil Presiden Muhammad Hatta (1945)

2. Undang-Undang Nomor 7 Pnps Tahun 1959 tentang Syarat-Syarat dan

Penyederhanaan Kepartaian

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1960 tentang Pengakuan, Pengawasan,

dan Pembubaran Partai-Partai

4. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan

Karya

5. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1985 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya

6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik

7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik

8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (berlaku saat

ini)15

                                                       14 János Simon, The Change of Function of Political Parties at the Turn of Millennium, http://www.slideshare.net/alafito/the-change-of-function-of-political-parties-at-the-turn-of-millennium-2003 15 Partai Politik Di Indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_politik_di_Indonesia 

Page 38: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Fungsi Partai Politik

Partai politik melaksanakan suatu tugas penting di dalam pemerintahan.

Partai politik bersama masyarakat berusaha mencapai kontrol pemerintahan,

menciptakan kebijakan yang baik sesuai kepentingan mereka atau kelompok yang

mendukung mereka, serta mengorganisir dan membujuk pemilih untuk memilih

calon mereka agar menempati jabatan tertentu. Walaupun sangat banyak yang

dilibatkan di dalam menjalankan pemerintahan pada semua tingkat, partai politik

bukanlah pemerintah. Tujuan dasar partai politik adalah mencalonkan orangnya

untuk jabatan public, dan untuk mendapatkan sebanyak mungkin suara pemilih.

Ketika terpilih, pejabat-pejabat tersebut akan berusaha mencapai tujuan Partai

mereka melalui proses legislasi dan inisiatif program.

Terdapat beberapa fungsi partai politik, yakni:16

1) Sarana komunikasi politik

Partai politik memiliki fungsi merumuskan berbagai usulan kebijakan

yang bertumpu pada aspirasi rakyat baik yang berada dalam kelompok

yang sama ataupun berbeda. Rumusan tersebut kemudian

diartikulasikan dan diagregasikan kepada pemerintah agar dapat

dijadikan sebagai sebuah kebijakan. Partai politik memiliki peran

yang cukup strategis dalam menjembatani komunikasi antara

pemerintah dengan rakyat. Mengartikulasikan dan mengagregasikan

                                                       16 Menggugat Efektifitas Fungsi Partai Politik, http://bakpiajogja.blogspot.com/2008/07/menggugat-efektifitas-fungsi-partai.html 

Page 39: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

kepentingan rakyat ini menjadi salah satu kewajiban yang harus

dilaksanakan agar eksistensi partai politik tetap terjaga dalam kancah

perpolitikan dan tidak ditinggalkan oleh rakyat yang diwakilinya.

2) Sarana sosialisasi dan pendidikan politik

Partai politik mempunyai kewajiban untuk mensosialisasikan seluruh

wacana politiknya kepada rakyat. Wacana politik ini dituangkan dan

dapat dilihat melalui visi, misi, platform dan berbagai program yang

diemban oleh partai politik. Rakyat dalam hal ini harus diperlakukan

tidak hanya sebagai subyek tetapi sekaligus juga sebagai obyek.

Dengan demikian rakyat akan tumbuh menjadi semakin dewasa dan

terdidik dalam berpolitik dan berdemokrasi.

3) Sarana rekruitmen politik

Partai politik mempunyai kewajiban untuk melakukan rangkaian

kegiatan seleksi dan rekruitmen dalam rangka mempersiapkan

pengisian berbagai posisi dan jabatan politik sesuai ketentuan

perundangan yang berlaku. Diantaranya adalah jabatan presiden dan

wakil presiden, menteri, gubernur, anggota dewan dan sebagainya.

Rekruitmen politik menjadi sangat penting akan memberikan warna

dan peluang bagi terjadinya dinamika politik yang dapat menekan

terjadinya otoriterisme, diktatorisme, kemandegan dan kebuntuan

politik dalam sistem tersebut.

Page 40: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

4) Sarana peredam dan pengatur konflik

Partai politik dituntut untuk memiliki kepekaan dan sensitifitas yang

tinggi terhadap berbagai potensi konflik yang dari waktu kewaktu

intensitasnya semakin meningkat. Partai politik memiliki kewajiban

untuk meredam dan mengatur potensi konflik agar tidak meledak dan

menimbulkan masalah baru. Konflik memang secara alamiah ada,

tetapi yang penting adalah bagaimana mengelola potensi konflik yang

ada agar menjadi energi, spirit dan support dalam merumuskan sebuah

kebijakan politik untuk semua yang menguntungkan semua pihak.

Dalam literature lain, ada 3 fungsi partai politik17, yakni:

1) Representing groups of interests

Dalam partai politik dikenal istilah konstituen, yakni orang-orang

yang mendukung atau mempercayakan hak pilihannya kepada Partai

atau kandidat partai. Partai politik menyajikan kelompok seperti

halnya individu. Kelompok kelompok kepentingan ini mempunyai

perhatian khusus. Semisal, partai politik yang merepresentasikan

petani, partai politik yang merepresentasikan buruh, dan lain

sebagainya. Di Indonesia, beberapa partai berhasil memposisikan

dirinya. Salah satunya adalah PDIP, yang memposisikan dirinya

sebagai partai politik yang merepresentasikan wong cilik.

                                                       17 The Functions of Political Parties, http://www.cliffsnotes.com/WileyCDA/CliffsReviewTopic/The-Functions-of-Political-Parties.topicArticleId-65383,articleId-65501.html 

Page 41: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

2) Simplying Choice

Di beberapa Negara, partai politik mampu menempatkan dirinya pada

posisi ideology, filosofi, ataupun nilai-nilai politik tertentu. Pemilih

dapat melihat partai politik tertentu berdiri pada sisi tertentu,

walaupun dengan penilaian secara sederhana. Sehingga pemilih tidak

melihat partai politik sebagai sesuatu yang semu tanpa perhatian

khusus yang mencirikannya. Semisal di Amerika Serikat, Partai

Republik ditempatkan sebagai partai pendukung kalangan bisnis, dan

Partai Demokrat ditempatkan sebagai partai pendukung masyarakat

bawah.

3) Making Policy

Partai politik, secara organisasi, bukanlah pembuat kebijakan. Namun,

partai secara pasti mengambil posisi pada kebijakan-kebijakan

penting, terutama untuk menyediakan alternative-alternatif kepada

siapapun Partai yang berkuasa. Ketika sebuah partai berkuasa, partai

tersebut mencoba untuk meletakkan filosofinya ke dalam praktek

perundang-undangan. Jika seorang calon memenangkan jabatan

dengan mayoritas besar, hal itu berarti bahwa pemberi suara sudah

memberikan suatu mandat untuk menyelesaikan program yang

dikampanyekan.

Page 42: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Jason Simon, seorang peneliti politik dari Institut Ilmu Politik Hungarian

Academy of Sciences, mengemukakan dalam tulisannya yang berjudul The Change

of Function of Political Parties at the Turn of Millennium18, beberapa fungsi partai

politik.

1) The Functions of Political Socialization

Sosialisasi politik adalah proses selama seseorang menjadi sadar dan

memperoleh norma-norma, nilai-nilai dan aturan tentang perilaku

politik. Selama proses ini, keluarga, sekolah,komunitas pertemanan,

saluran informasi( semisal ceramah kuliah, media, hubungan telepon,

dll.), dan peristiwa yang secara langsung dialami oleh individu,

merupakan aspek yang penting dalam sosialisasi politik. Proses

sosialisasi juga dipengaruhi oleh kebiasaan dari individu, terutama

kemampuannya untuk menerima nilai-nilai baru, dan berapa banyak

nilai-nilai ini menjadi inclusif atau eksklusif terhadap nilai-nilai lain.

Faktor-faktor ini mendefinisikan ketertarikan dan respon individu

terhadap politik, toleransi politiknya, serta identitas partai atau

kelompok.

2) The Functions of Mobilization

Melalui mobilisasi politik ( menghimbau untuk bertindak,

mengerahkan) partai politik melibatkan warganegara ke dalam

kehidupan publik. Tujuan mobilisasi politik meliputi tiga bidang:                                                        18 János Simon, The Change of Function of Political Parties at the Turn of Millennium, http://www.slideshare.net/alafito/the-change-of-function-of-political-parties-at-the-turn-of-millennium-2003 

Page 43: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

untuk mengurangi ketegangan sosial yang dimunculkan oleh

kelompok yang dikerahkan, untuk mengelaborasi program dalam

rangka memperoleh suara bagi partai, dan untuk membangun suatu

struktur kelompok yang dapat dijadikan referensi bagi partai politik.

Tujuan dari semua mobilisasi politik adalah untuk mencapai suatu

efek baik dari aspek-aspek diatas, sehingga dapat memastikan posisi

yang lebih baik untuk mobilisasi partai politik.

3) The Functions of Participation

Fungsi partisipasi politik yang dilakukan oleh partai politik dapat

dibedakan dari fungsi mobilisasi. Dengan memobilisasi warganegara,

partai sedang mengarah pada pembentukan dan pemengaruhan

peristiwa-peristiwa politik dengan bantuan dari lingkaran yang

terlembagakan dan organisasi-organisasi dalam sistem politik.

Sedangkan Partisipasi memastikan perasaan dan kemampuan

demokrasi, serta kompetisi didalam partai politik.

Partai politik dapat memastikan partisipasi politik dalam berbagai

cara. Menurut Milbrath, sebagai fungsi partai politik, partisipasi

politik melibatkan dua dimensi, yakni partisipasi aktif dan partisipasi

pasif. Partisipasi aktif meliputi instrumen kerja partai (aktifitas

konkret partai, pemilihan pemimpin) dan ketertampilan kerja partai (

demonstrasi,debat politik). Partisipasi pasif meliputi kepatuhan partai

terhadap hukum.

Page 44: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

4) The Function of Legitimacy

Fungsi legitimasi mengacu pada bentuk opini publik. Hal tersebut

didasarkan pada kepercayaan dan dukungan Partai kepada pemerintah

dan sistem, melalui eksistensi partai tersebut. Fungsi legitimasi

merupakan efek kolektif dari sosialisasi politik, mobilisasi politik, dan

partisipasi politik. Pengenalan dan dukungan suatu sistem

pemerintahan tergantung pada berapa banyak warganegara yang taat,

menghormati norma-norma, menerima perbedaan dan pemikiran

alternatif-alternatif yang muncul dalam rangka menerima sistem

institusi dan mekanisme demokrasi. Partisipasi dan Mobilisasi

memberikan kepercayaan dan pengalaman bagi pemilih bahwa opini

mereka, kepentingan mereka, dan sistem nilai mereka, berperan dalam

sistem demokrasi. Menurut beberapa ahli, hal tersebut merupakan

aspek yang membedakan antara demokrasi dan non-party/ single-

party dictatorship. Oleh karena itu, fungsi legitimasi adalah fungsi

utama dari partai politik.

5) The Function of Representation

Fungsi representasi merupakan hasil dari keikutsertaan partai pada

pemilihan umum. Sistem pemilihan umum pada negara demokrasi

harus memenuhi dua kriteria: representasi dan pemerintahan. Prinsip

representasi menjamin ekspresi keinginan pemilih, sebagai hasil akhir

dari suara yang telah diberikan kepada partai maupun kandidat.

Page 45: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

2.3.3. Mobilisasi Politik

Pemilu Legislatif 2009 baru saja dilakukan. Terlepas dari apa pun hasil dan

siapa pemenangnya, ada hal tercecer yang tidak diamati. Sistem yang dilakukan telah

mengarah kepada politik mobilisasi daripada demokratisasi itu sendiri. Mobilisasi

secara sederhana selalu dilawankan dengan Partisipasi. Partisipasi politik adalah

keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan

keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut

serta dalam pelaksanaan keputusan. Keikutsertaan warga dalam proses politik

tidaklah hanya berarti warga mendukung keputusan atau kebijakan yang telah

digariskan oleh para pemimpinnya, karena kalau ini yang terjadi maka istilah yang

tepat adalah mobilisasi politik.19

Mobilisasi didefinisikan sebagai pengembangan sebuah hubungan sosial

(merujuk pada istilah yang digunakan Weber) antara dua actor, individu dan Partai.

Konsep aktivitas Mobilisasi terdiri dari 3 proses: proses kepentingan ( dimensi

kognitif ), proses pembentukan komunitas (dimensi affectif), dan proses pemanfaatan

instrumen ( dimensi instrumental). Mobilisasi politik didefinisikan sebagai usaha

actor untuk mempengaruhi distribusi kekuasaan. Suatu variabel directional

diperkenalkan dalam rangka menggambarkan dengan tepat jenis hubungan yang

berkembang antara Partai dan Individu. Ada 2 model dalam mobilisasi. Pertama,

mobilisasi vertical, yakni mobilisasi yang bekerja dalam hubungan vertical.

Mobilisasi vertical meliputi Downward mobilization model, grass-root or populist

mobilization model, dan ideal democratic model. Kedua, mobilisasi horizontal, yakni

                                                       19 wikipedia 

Page 46: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

menyertakan segala kemungkinan dari proses-proses internal dalam mobilisasi yang

berlangsung diantara Partai dan Individu. Model-model ini membantu untuk

menganalisis keadaan politik saat ini sebagaimana ditandai oleh kesinambungan

proses mobilisasi horisontal dan vertika. Hal ini menyisakan sebuah tugas riset

mobilisasi untuk menyelidiki pernyataan yang dibuat di sini bahwa hubungan

hirarkis yang dilembagakan antara Partai dan individu sedang melemah sebagai

sebuah hasil dari terus meningkatnya orientasi aktor ke dalam diri mereka ketika

sadar akan artikulasi kepentingan, pengembangan loyalitas, dan pemanfaatan

instrument-instrumen mobilisasi.20

Mobilisasi Politik bukan sekedar sebagai proses dimana warga Negara

diarahkan pada keterlibatan politik. Definisi tersebut dianggap masih umum dan

mungkin dilihat sebagai kelebihan ataupun kekurangan sebuah “pendapat umum”

dari konsep-konsep di masa lalu mengenai terminology mobilisasi politik.

Bagaimanapun, pendefinisian secara umum ini bukan berarti bahwa konsep tersebut

bisa digunakan untuk melihat konteks politik, semisal di China. Sebagaimana yang

dinyatakan oleh Verba, Schlozman& Brady ( 1995, 133) bahwa mobilisasi memiliki

banyak makna. Mobilisasi dapat diartikan sedikitnya dalam tiga gejala sosial yang

berbeda. Pertama, dalam aspek sosial ekonomi, sebagaimana didefinisikan dalam

teori mobilisasi sosial tradisional, mobilisasi mengacu pada suatu proses

“pertimbangan sosial dan pembangunan ekonomi”. Di dalam proses ini, besarnya “

jumlah individu yang telah terurbanisasi sudah menjadi terpelajar, dan telah

ditunjukkan pada pembagian peran dalam ekonomi” ( Almond& Powell 1966, 284),

                                                       20Birgitta Nedelmann, 1987, Individuals and Parties - Changes in Processes of Political Mobilization, European Sociological Review, Oxford University Press. Hal 181-202 

Page 47: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

dan pada “media komunikasi” ( Almond, Powell& Mundt 1996, 184). Kedua,

Mobilisasi dapat berarti usaha pembersihan oleh rejim totaliter sebagaimana

dilukiskan dalam “ Mobilization model”. Barnett ( 1962, 31), sebagai gambaran yang

terjadi pada rezim Maoist di China. Ketiga, “ Mobilisasi” dapat juga mengacu pada

proses selektif untuk melibatkan warganegara di dalam politik21.

Mobilisasi terkadang dianggap sebagai sebuah kondisi awal dari evolusi

menuju Partisipasi Politik. Partisipasi Politik dianggap sebagai kondisi ideal sebuah

iklim demokrasi yang baik. Namun, pada praktiknya, hal tersebut tidak selamanya

berjalan seperti itu. Hasil dari kajian tentang mobilisasi dan partisipasi yang

dilakukan oleh Jeffrey A. Karp and Susan A. Banducci di negara- negara yang telah

lama menjalankan sistem Demokrasi (Jerman, Denmark, Australia IslandiA, Israel,

Spanyol, Swedia, Belgia, Irlandia, New Zealand, Norwegia, Finlandia, Prancis,

Amerika, Portugal, Switzerland ) dan di negara-negara yang baru menjalankan

sistem Demokrasi (Brazil, Hungaria, Bulgaria, Korea, Czech Republic, Mexico,

Polandia) menyatakan bahwa Mobilisasi terjadi bukan hanya pada New democracy,

tetapi juga pada Old Democracy22.

Bookchin, dalam tulisan yang dimuat dalam River Valley Voice23,

memberikan komentar terhadap kampanye yang dilakukan oleh Partai Demokrat di

Amerika Serikat yang hanya melakukan aksi yang lebih bersifat sebagai pembalasan

terhadap Partai Republik. Dengan kata lain, kampanye politik dan tujuan politik dari

                                                       21Chapter 3 Mobilization and Party Recruitment, http://www.olemiss.edu/courses/pol324/guo02ch3.pdf. Hal, 23. 22 Jeffrey A. Karp and Susan A. Banducci, 2007, Party Mobilization And Political Participation In New And Old Democracies, SAGE Publications 23 Dikutip dari Benny D Setianto, Dogma Dangkal Politik Mobilisasi. http://suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak= 

Page 48: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Partai Demokrat hanya untuk merebut kekuasaan dari Partai Republik sebagai

”balasan” akan kekalahan mereka pada pemilu sebelumnya. Dalam melakukan upaya

pembalasan tersebut, maka Partai Demokrat mengandalkan pemimpin yang

karismatis, gugusan public figure, organisasi yang semibirokratik, diikuti oleh

segerombolan massa mengambang yang tergiur dan tertarik oleh pimpinan partai

atau jajaran public figure tersebut. Parahnya menurut Bookchin, sering dukungan

yang muncul lebih disebabkan oleh tindakan media yang secara terus-menerus, entah

disadari atau tidak, memunculkan para public figure tersebut dengan citra yang

dibangun oleh mereka.

Model pengelolaan semacam ini, diyakini oleh Bookchin memang bisa

efektif untuk memenangi proses pemilihan tetapi sama sekali tidak mendidik dan

mengembangkan demokratisasi itu sendiri. Oleh Bookchin, proses tersebut disebut

sebagai politik mobilisasi. Gaya politik mobilisasi lebih didasarkan kepada

mobilisasi pemilih daripada mendidik para pemilih. Politik ini dihidupi oleh polling,

penciptaan citra di media massa dan tindakan-tindakan lain dalam pemasaran.

Manifestasi lain dari politik mobilisasi adalah orientasi partai-partai politik

yang lebih terfokus kepada pemilihan pejabat-pejabat dan perebutan kekuasaan atas

jabatan-jabatan tertentu daripada memperkuat basis ideologi anggota partai politik.

Akibatnya, koalisi-koalisi antarpartai dilakukan bukan karena partai-partai yang

berkoalisi memiliki kesamaan ideologi untuk membangun negara tetapi lebih kepada

peningkatan jumlah anggota partai untuk bisa menduduki jabatan-jabatan tertentu.

Karena itu jargon seperti ”dalam politik tidak ada yang abadi kecuali kepentingan itu

sendiri” menjadi dogma yang diyakini dan memang terjadi. Koalisi-koalisi tersebut

Page 49: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

sangat semu dan dangkal yang dengan mudah berubah sesuai dengan ”lowongan”

jabatan yang ada. Politikus-politikus yang terlibat juga semakin profesional dan

berubah seolah-olah menjadi politikus adalah jabatan karier dan mata pencaharian,

dan bukan merupakan pejuang-pejuang prinsip atau ideologi tertentu. Akibatnya,

politikus bisa dengan mudah berpindah dari satu partai ke partai lain, meski

sebenarnya kedua partai tersebut memiliki ideologi yang berbeda atau bahkan

berseberangan. Terkait dengan hal ini, kemampuan pengorganisasian partai menjadi

salah satu aspek yang penting dalam prilaku Partai (Jeffrey A. Karp and Susan A.

Banducci: 2007)

Proses politik dalam gaya politik mobilisasi semakin menjauhkan masyarakat

ke dalam tujuan politik yang sebenarnya, yaitu demi pengaturan kehidupan bersama.

Lingkaran politik menjadi lingkaran profesi yang menghidupi para politikus dalam

arti yang sebenar-benarnya. Mereka hidup dari proses politik mobilisasi tanpa

memiliki sumber-sumber keuangan lain di luar jabatan-jabatan politik yang

disandang itu. Akibat yang kemudian bisa diamati karena gaya politik mobilisasi

adalah sikap apatis masyarakat terhadap proses pemilihan umum dan tindakan-

tindakan yang terkait dengan mobilisasi massa tersebut. Tingginya angka golput

menjadi parameter yang gampang diikuti. Bagi kehidupan berbangsa, karena rasa

percaya diri yang berlebihan pada para pemimpin, karena merasa didukung oleh

seluruh mayoritas, maka proses pengambilan keputusan bagi kebijakan sehari-hari

justru semakin dijauhkan dari masyarakat konstituen. Sehingga mekanisme yang

terjadi di partai menjadi tertutup dari kehidupan politis warga. Akhirnya ketika

diminta untuk memilih pun sebenarnya warga tidak memiliki pengetahuan yang

Page 50: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

cukup kecuali dari pencitraan yang dimunculkan oleh media massa. Pencitraan ini

hanya membuat warga memilih kucing dalam karung, karena sebenarnya tidak

mengetahui apa yang dipilihnya.

Pernyataan yang paling keras dari Bookchin terhadap gaya politik ini adalah

bahwa politik mobilisasi-lah yang mengantarkan Hitler kepada kekuasaan dengan

melakukan mobilisasi massa terhadap Partai Nazi. Dukungan melalui proses yang

seolah-olah demokratis dan populer telah menjerumuskan proses demokratisasi ini.

Praktek mobilisasi

Dalam menjalankan mobilisasi, sebuah partai politik mampu memanfaatkan

sumber-sumber daya yang dimilikinya. Pemanfaatan sumberdaya tersebut dapat

dilakukan melalui political marketing. Marketing Politik adalah ilmu baru yang

mencoba menggabungkan teori-teori marketing dalam kehidupan politik. Sebagai

cabang ilmu, marketing politik memang bisa dikatakan masih bayi, tetapi

kehadirannya telah menjadi trend dalam ranah politik di negara maju yang menganut

demokrasi.24 Partai politik dan kandidat perseorangan berlomba memanfaatkan ilmu

ini untuk strategi kampanye baik untuk memobilisasi pemilih, mendapatkan

dukungan politik dalam pemilihan umum (selanjutnya disebut Pemilu) maupun untuk

memelihara citra sepanjang saat dalam jeda Pemilu. Pokok kajian marketing politik,

secara konseptual sebagai ”Political marketing in simple terms is a marriage

                                                       24 Firmansyah, Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2007. Hal. 6; 21 

Page 51: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

between two social science disciplines – political science and marketing”25 Sebagai

kajian keilmuan, marketing politik terus mengalami perkembangan definisi yang

beragam dan berubah. Shama (1975) & Kotler (1982) memberikan penekanan pada

proses transaksi yang terjadi antara pemilih dan kandidat. O’Leay & Iradela (1976)

menekankan penggunaan marketing-mix untuk mempromosikan partai-partai politik.

Lock & Harris (1996) mengusulkan agar political marketing memperhatikan proses

positioning. Wring (1997) menggunakan riset opini dan analisis lingkungan.

Sedangkan menurut Nursal yang pertama kali menerbitkan buku mengenai marketing

politik di Indonesia, mendefinisikan sebagai serangkaian aktivitas terencana,

strategis tapi juga taktis, berdimensi jangka panjang dan jangka pendek, untuk

menyebarkan makna politik kepada pemilih. Sehingga political marketing bertujuan

membentuk dan menanamkan harapan, sikap, keyakinan, orientasi dan perilaku

pemilih. Perilaku pemilih yang diharapkan adalah secara umum mendukung dengan

berbagai dimenasinya, khususnya menjatuhkan pilihan pada partai atau kandidat

tertentu.26

Pada dasarnya marketing politik adalah strategi kampanye politik untuk

membentuk serangkaian makna politis yang terbentuk dalam pikiran para pemilih

menjadi orientasi perilaku yang akan mengarahkan pemilih untuk memilih partai

politik atau konstestan tertentu. Makna inilah yang menjadi output penting marketing

politik yang menentukan pihak, pihak mana yang akan dicoblos para pemilih.27

                                                       25 J. Lees-Marshment, Political Marketing and British Political Parties: The Party’s Just Begun, Manchester University Press, 2001. 26 Adman Nursal, Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu Sebuah Pendekatan Baru Kampanye Pemilihan DPR, DPD, Presiden. Jakarta: Gramedia Pusataka Utama, 2004. Hal. 23-24 27 Adman Nursal, Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu Sebuah Pendekatan Baru Kampanye Pemilihan DPR, DPD, Presiden. Jakarta: Gramedia Pusataka Utama, 2004, Hal. 295-298. 

Page 52: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Pembentukan makna-makna politis tersebut dapat dilaksanakan melalui metode 9P (

Positioning, policy, person, party, presentation, push marketing, pull marketing, pass

marketing dan polling)28.

1) Positioning adalah strategi komunikasi untuk memasuki jendela otak pemilih

agar konstestan mengandung arti tertentu yang mencerminkan keunggulannya

terhadap konstestan pesaing dalam bentuk hubungan asosiatif.

2) Policy adalah tawaran program kerja jika terpilih kelak. Policy yang efektif

harus memenuhi tiga syarat, yakni meraik perhatian, mudah terserap pemilih,

attributable.

3) Person adalah kandidat legislatif atau eksekutif yang akan dipilih melalui

Pemilu. Kualitas person dapat dilihat nelalui tiga dimensi, yakni kualitas

instrumental, dimensi simbolis, dan fenotipe optis.

4) Party juga dilihat sebagai substansi produk politik. Partai politik mempunyai

identitas utama, asset reputasi, dan identitas estetis. Ketiga hal tersebut akan

dioertimbangkan oleh para pemilih dalam menetapkan pilihannya.

5) Presentation adalah bagaimana ketiga substansi produk politik disajikan.

Presentasi sangat penting karena dapat mempengaruhi makna pemilih.

Presentasi disajikan dengan medium presentasi. Produk politik disampaikan

kepada pasar politik ( political market) melalui push marketing pull

marketing, pass marketing, polling.

6) Push Marketing adalah penyampaian produk langsung kepada masyarakat

                                                       28 Oman Heryaman, S.IP, M.Si, Political Marketing Dan Kualitas Demokrasi, http://www.scribd.com/doc/5988402/Political-Marketing-dan-Kualitas-Demokrasi 

Page 53: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

7) Pull marketing adalah penyampaian produk melalui pemanfaatan media

massa

8) Pass marketing adalah penyampaian produk kepada influencer group.

9) Agar produk politik disampaikan tepat pada sasaran dilakukan polling dan

berbagai aktivitas riset lainnya. Riset ini merupakan kebutuhan penting untuk

pemetaan isu, pemetaan segmentasi dan pemetaan program

Metode 9P diatas, biasa disebut dengan Totally political marketing. Totally

Political Marketing yakni29 partai politik memasarkan semua yang bisa dijual, baik

potensi, kelebihan dan performa partai politik. Di dalam kajian ini, usaha-usaha

tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu metode dalam melakukan mobilisasi.

Semua unit dalam sistem kinerja partai politik layak dan harus dijual. Antara lain

yang sering dilupakan orang misalnya kinerja institusi partai politik rapi tidak konflik

negatif, anggota dan perilakunya, kinerja kandidat terpilih dalam Pemilu

sebelumnya, dan lainnya yang memiliki citra positif. Jadi praktisi political marketing

yang canggih tidak hanya memfokuskan diri pada penggarapan isu dan program

kerja saja, meskipun program kerja itu penting dan harus menarik. Pengertian

Totally Political Marketing juga diartikan apabila partai politik mampu

melaksanakan dua model kampanye sekaligus secara konsisten dan

berkesinambungan (continuity), yaitu kampanye Pemilu dan Kampanye Politik.

Dalam kampanye pemilu maupun kampanye politik, marketing politik adalah sebuah

proses. Proses tersebut harus ditempuh melalui dua hal utama, yaitu marketing

                                                       29 Oman Heryaman, “Memenangkan Pemilu dengan Political Marketing”, makalah Orientasi Pemenangan Pemilu DPD PKS Kabupaten Bandung, 2007 dalam http://digilib.unpas.ac.id.  

Page 54: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

program dan voters segmentation. Marketing program adalah menyampaikan produk

politik yang disebut dengan 4P (Product, Price, Promotion dan Place). Voters

segmentation adalah menentukan para pemilih pada beberapa level kategori,

sehingga pengemasan produk politik dapat dilakukan sesuai kategori tersebut.

Bagi partai-partai politik maupun kandidat, sekurang-kurangnya konsep

marketing politik dapat dilakukan melalui beberapa metode30: Mengkomunikasikan

pesan dan gagasan. Mengembangkan identitas jati diri, kredibilitas dan tranparansi.

Interaksi dan respons dengan komunitas internal dan eksternal dengan melakukan

pencitraan partai politik. Menyediakan pelatihan, mengolah dan menganalisis data

untuk kepentingan kampanye. Secara terus menerus mempengaruhi dan mendorong

komunitas untuk mendukung partai politik.

Kampanye sebagai salah satu bentuk marketing politik, dapat diterapkan

dalam 2 model. Pertama, kampanye pemilu yang bersifat jangka pendek dan

biasanya dilakukan menjelang Pemilu. Kedua, kampanye politik yang bersifat jangka

panjang dan dilakukan secara terus menerus. Pendapat ini didukung Fritzs Plasser

dan Gunda Plasser,31 yang menyatakan telah terjadi pergeseran dalam bentuk

kampanye dewasa ini, dari model kampanye modern ke mode kampanye pasca

modern. Kampanye modern menggunakan ”logika media” dan menempatkan pemilih

sebagai audiens, sedangkan kampanye pasca modern menerapkan logika

”pemasaran” yang menempatkan masyarakat sebagai konsumen. Dengan demikian

marketing politik tepat diterapkan dalam model kampanye politik yang bertujuan

                                                       30 Paul Baines, Fritz Plasser & Christian Scheucher, “Operationalising Political Marketing: A Comparison of US and Western European Consultants and Managers”. Middlesex University Discussion Paper Series, No. 7, July 1999 31 Fritzs Plasser dan Gunda Plasser, Global Political Campaigning: A Worldwide Analysis of Campaign Professionals and Their Practices. Greenwood Pub Group, 2002 

Page 55: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

memobilisasi. Melalui logika pemasaran, kedekatan partai politik dengan konstituen

dan massa mengambang tetap terjaga setiap saat. Tercipta pendidikan politik

masyarakat dengan menempatkan masyarakat sebagai subyek politik. Bukan sekedar

sebagai obyek politik yang terjadi pada saat hingar bingar kampanye Pemilu saja,

dimana setelah itu terputus hubungan antara masyarakat dan partai politik yang dapat

menyebabkan antipati dan apolitis masyarakat terhadap politik.

Hal diatas antara lain disebabkan oleh dua hal32. Pertama, intensitas interaksi

partai politik dan masyarakat seringkali hanya terjadi pada waktu menjelang Pemilu

melalui pelaksanaan kampanye. Pada masa ini partai-partai berlomba menawarkan

produk-produk politik berupa ideologi, gagasan, kebijakan dan rekam jejak.

Masyarakat dijadikan ’pasar sesaat (pasar kaget)’ untuk mendengar, melihat dan

memilih dari produk-produk mereka. Di luar masa ini, komunikasi partai politik

dengan masyarakat seperti terputus dengan kesibukannya masing-masing. Disatu sisi

partai politik sibuk dengan agendanya masing-masing yang sering tidak bersentuhan

dengan masyarakat, dan disisi lain masyarakat seringkali lupa dan apatis, apakah

program-program yang dikampanyekan telah dilaksanakan atau belum. Masyarakat

kehilangan daya kritisnya untuk mengontrol partai politik dan pemerintahan. Dengan

demikian partai politik menempatkan marketing politik hanya pada kampanye

Pemilu saja.

Kedua, dunia politik seringkali salah memaknai kata marketing. Marketing

secara sempit diartikan sebatas memasarkan atau menjual. Dengan demikian

marketing politik berarti menjual atau memasarkan produk-produk politik saja. Bagi

                                                       32 Oman Heryaman, S.IP, M.Si, Political Marketing Dan Kualitas Demokrasi, http://www.scribd.com/doc/5988402/Political-Marketing-dan-Kualitas-Demokrasi 

Page 56: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

partai politik waktu yang tepat untuk menjual dan memasarkan produk politik

hanyalah waktu kampanye Pemilu. Padahal makna marketing jauh lebih kompleks

ketimbang menjual atau memasarkan. Dalam marketing juga mengandung makna

product inovation, new product research, pengambilan keputusan, dan resources

yang dilakukan setiap saat. Apabila hal tersebut dimaknai dengan benar maka

seharusnya partai politik melakukan kampanye sepanjang masa (kampanye politik)

dengan mengolah ide, gagasan dan program baru yang inovatif, riset aspirasi,

kebijakan rasional yang menguntungkan masyarakat, dan melahirkan SDM dan

leadership yang unggul untuk menjalankan roda pemerintahan dan kebijakan negara

yang berpihak pada kemajuan dan kepentingan masyarakat.

Di dalam melakukan mobilisasi, partai atau kandidat juga dapat

memanfaatkan figur. Hal ini tentunya dengan melihat kualitas figur yang coba

ditampilkan, sehingga pemilih mampu menerimanya sebagai nilai politik yang akan

dipilih. Kualitas dari seorang figur dapat dilihat dari tiga dimensi: kualitas

instrumental, faktor simbolis, dan fenotipe optis.33 Kualitas instrumental adalah

kompetensi kandidat yang meliputi kompetisi manajerial dan kompetensi fungsional.

Kompetensi manajerial berkaitan dengan kemampuan dalam mengelola organisasi

yaitu planning, organizing, actuating, controling. Kompetensi fungsional adalah

kemampuan yang dianggap penting untuk melaksanakan tugas misalnya keahlian

bidang ekonomi, hukum, keamanan, teknologi, dan sebagainya.

Kualitas instrumental dapat dilihat dari personal kandidat yaitu kemampuan

kandidat tersebut untuk melakukan tugasnya sebagai wakil rakyat. Hal ini bisa dilihat

                                                       33 Adman Nursal, Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu Sebuah Pendekatan Baru Kampanye Pemilihan DPR, DPD, Presiden. Jakarta: Gramedia Pusataka Utama, 2004 hal. 207 

Page 57: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

dari track record ketika orang tersebut memimpin suatu kelompok atau organisasi.

Kualitas instrumental ini sangat dibutuhkan karena jabatan politik memerlukan

kemampuan seorang pemimpin yang respon terhadap segala tantangan di depannya.

Mengenai kualitas kandidat, Adman Nursal berpendapat bahwa terdapat 4 hal

faktor yang merupakan bagian dari faktor simbolis yaitu:34

1. prinsip- prinsip hidup yang meliputi sejumlah keyakinan atau nilai dasar yang

dianut oleh seorang kandidat seperti integritas, keterbukaan, kesetiakawanan,

ketulusan, kerelaan berkorban, kebersahajaan, keperdulian sesama, keimanan,

ketakwaan, independen, bertanggungjawab, dsb.

2. Aura emosional adalah perasaan emosional yang terpancar dari kandidat seperti

ambisius, berani, patriotis, bersemangat, gembira, optimis, cinta kasih, tegar,

keharuan, halus, dsb.

3. Aura inspirational adalah aspek- aspek tertentu yang terpancar dari kandidat yang

membuat orang terinspirasi, termotivasi, dan tergerak untuk bersikap atau

melakukan hal- hal tertentu. Aura ini bisa meliputi dorongan semangat,

kemampuan mempengaruhi, keteladanan, daya persuasi, sikap berbagi

pengetahuan, pengalaman, dan harapan dsb. Aura insirational akan tercermin

dalam reputasi, sikap, tindakan, termasuk substansi dan cara berbicara kandidat.

4. Aura sosial adalah representasi atau asosiasi terhadap kelompok sosial tertentu.

Misalnya seorang kandidat tertentu merupakan representasi dari kaum muda,

wong cilik, tokoh agama, akademisi, intelektual, seniman, teknolog, aktivis,

bahkan artis

                                                       34 Ibid, hal208-209 

Page 58: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Mengenai kualitas kandidat dijelaskan bahwa terdapat faktor penampakan

visual seorang kandidat. Dengan kata lain bisa dikatakan kualitas kandidat

dipengaruhi juga oleh fenotipe optis. Fenotipe optis terdiri dari tiga faktor:35

1. Pesona Fisik adalah keindahan postur dan bentuk tubuh dan bagian- bagiannya.

Tanggapan para pemilih dari fenotipe ini yaitu: ganteng, cantik, berparas

menarik, muda, tinggi, ramping, atletis, dsb.

2. faktor kesehatan dan kebugaran seorang kandidat terpancar dari kekuatan fisik,

energic, aktif, sportif, riang, cerah, dsb.

3. Gaya penampilan meliputi cara dan pilihan pakaian dan bahasa tubuh yang

terlihat dari kandidat.

Ketiga dimensi tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Kualitas

instrumental yang berbicara tentang kemampuan manajeral dan kompetisi fungsional

yang memadai harus juga didukung dimensi lain seperti dimensi simbolis.

Ada empat hal utama yang melandasi pentingnya penggunaan marketing

politik bagi partai-partai politik36. Pertama, terjadinya pergeseran paradigma pemilih

dari ideologi ke program kerja. Adanya de-idiologisasi pasca berakhirnya Perang

Dingin secara global telah merubah pula cara pandang dan preferensi para pemilih

partai politik. Masyarakat cenderung menggantikan ikatan-ikatan ideologis

(tradisional) dengan hal-hal yang lebih pragmatis, yaitu program kerja yang

ditawarkan oleh konstestan. Masyarakat cenderung melihat apa yang bisa dan apa

yang ditawarkan oleh partai politik maupun kontestan dibandingkan dengan alasan-

                                                       35 Ibid, hal 209 36 Firmansyah. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2007. Hal. 57-58  

Page 59: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

alasan ideologis yang ada dibalik satu partai politik atau kontestan. Hal ini terlihat

nyata sekali dengan semakin membesarnya persentase pemilih non-partisan, yaitu

para pemilih yang menunggu partai politik mana yang kiranya menwarakan solusi

paling baik ketimbang yang lainnya. Partai politik macam inilah yang akan mereka

pilih dalam Pemilu.

Kedua, meningkatnya pemilih non-partisan. Terdapat trend yang

memperlihatkan semakin meningkatnya proporsi non-partisan dalam Pemilu. Non-

partisan adalah sekelompok masyarakat yang tidak menjadi anggota atau

mengikatkan diri secara ideologis dengan partai politik tertentu. Kaum non-partisan

melihat pentingnya kemampuan dan kapasitas orang atau program kerja partai politik

mana yang dapat memberikan solusi atas permasalahan bangsa dan negara ketika

program-program itu dikomunikasikan selama periode menjelang Pemilu.

Ketiga, meningkatnya massa mengambang (floating mass). Dengan

meningkatnya jumlah pemilih non partisan maka jumlah massa mengambang

semakin besar. Massa mengambang ini seringkali sangat menentukan menang

tidaknya suatu partai politik dalam Pemilu. Massa mengambang adalah kelompok

masyarakat yang diperebutkan oleh partai-partai dan kandidat yang bersaing dalam

Pemilu. Massa mengambang ini semakin besar seiring semakin kritisnya masyarakat.

Keempat, adanya persaingan politik. Sistem multipartai yang kini banyak

dianut oleh negara yang sedang meniti ke arah demokrasi ataupun baru saja

melaksanakan transisi dari otoriter menuju demokrasi, ditambah dengan semakin

kritisnya masyarakat dalam memilih partai politik telah menempatkan partai politik

pada iklim kompetisi yang ketat untuk memperebutkan pemilih.

Page 60: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Melalui pertimbangan diatas, marketing politik bertujuan untuk37:

1) Menjadikan pemilih sebagai subyek dan bukan sebagai obyek politik. Dalam

hal ini pemilih tidak hanya sekedar suara yang diperebutkan partai dengan

berbagai tawaran produknya, tetapi pemilih ikut menentukan program dan

produk-produk politik apa yang seharus dilakukan partai politik.

2) Menjadikan permasalahan yang dihadapi pemilih adalah langkah awal dalam

menyusun program kerja yang ditawarkan dalam kerangka masing-masing

ideologi partai politik.

Marketing politik tidak menjamin sebuah kemenangan, tapi menyediakan

perangkat bagaimana menjaga hubungan dengan pemilih untuk membangun

kepercayaan, mobilisasi, dan selanjutnya memperoleh dukungan suara.

Jenis Mobilisasi

Mobilisasi dikategorikan dalam 2 bentuk, yakni mobilisasi langsung dan

mobilisasi tidak langsung. Mobilisasi langsung merupakan kegiatan mabilisasi dalam

bentuk pengerahan terhadap pemilih agar melakukan tindakan politik sebagaimana

yang dikehendaki partai politik. Mobilisasi tidak langsung merupakan kegiatan

mobilisasi dalam bentuk pemengaruhan cara piker atau cara pandang pemilih,

sehingga pemilih akan mengekspresikan pemahamannya dalam bentuk keputusan

politik pemilih.                                                        37 J. Dermody & R. Scullion, dikutib dari Oman Heryaman, S.IP, M.Si, Political Marketing Dan Kualitas Demokrasi, http://www.scribd.com/doc/5988402/Political-Marketing-dan-Kualitas-Demokrasi 

Page 61: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Pembedaan kategori antara mobilisasi langsung dan tidak langsung berdasar

pada mekanisme-mekanisme mobilisasi yang dilakukan oleh partai politik.

Mobilisasi langsung dapat dilakukan dengan memberikan instruksi-instruksi melalui

mekanisme partai politik kepada para pemilih. Sedangkan mobilisasi tidak langsung

dapat dilakukan dengan kampanye-kampanye langsung maupun melalui media-

media. Mobilisasi langsung, semisal adalah menggerakkan simpatisan partai untuk

melakukan konvoi jalanan, untuk melakukan aksi-aksi politik, dan lain sebagainya.

Mobilisasi tidak langsung , semisal adalah iklan-iklan politik di media masa,

seminar-seminar partai, kampanye dialogis, dan lain sebagainya.

Mobilisasi Politik Di Indonesia

Pada masa Orde Baru, Pemilu tidak berjalan secara Demokratis. Hegemoni

dari pemerintah menempatkan Partai tertentu sebagai pemenang dalam setiap

Pemilu. Kenapa hal itu terjadi? Setidaknya ada beberapa sebab. Pertama, keinginan

pemerintah untuk memperkuat pilar-pilar kekuasaannya. Sebagaimana yang telah

diketahui umum, kekuasaan pemerintahan Orde Baru ditopang oleh 3 pilar, yakni

Militer, Birokrasi, dan Golkar. Terkait dengan hal ini, maka Golkar merupakan

peserta Pemilu. Kedua, penciptaan sistem hegemonic party dalam rangka

mewujudkan stabilitas politik. Sebagai peserta Pemilu, angat memungkinkan

kekuasaan politik Golkar bersifat tidak pasti. Dalam sebuah sistem demokrasi dengan

Pemilu yang Demokratis, kekuasaan politik sebuah Partai dapat berubah dari periode

ke periode, sesuai seberapa besar dukungan rakyat. Melihat hal tersebut, maka

Page 62: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

penciptaan sistem hegemonic party penting dalam rangka menghilangkan sifat

ketidak pastian dalam Pemilu. Ketiga, menutup peluang-peluang politik partai lain.

PPP dan PDI selalu menjadi minoritas di Parlemen. Sehingga tidak cukup memiliki

kekuatan politik untuk beroposisi.

Akibat yang muncul dari situasi tersebut adalah tidak diperhatikannya

kualitas Pemilu, khususnya terkait dengan konstituen. Partisipasi politik sebagai pilar

demokrasi, merupakan sesuatu yang sulit diterima dalam perpolitikan Orde Baru.

Usaha-usaha yang dilakukan pemerintah adalah memobilisasi rakyat untuk

menjatuhkan pilihannya pada Partai tertentu, yakni Golkar. Sedangkan PPP dan PDI

tidak cukup memiliki ruang gerak untuk melakukan mobilisasi. Mobilisasi yang

dilakukan oleh pemerintah sangat kuat dirasakan oleh para Pegawai pemerintah.

Pemecatan maupun penghambatan karir sangat mungkin terjadi bila berafiliasi

dengan Partai selain Golkar. Mobilisasi terhadap masyarakat sipil terjadi dalam

bentuk ketakutan-ketakutan. Ketakutan akan ketidak perolehan pelayanan publik,

ketakutan akan label Komunis, dan lain sebagainya.

Setelah jatuhnya Orde Baru, muncul sebuah Pemilu yang berbeda dengan

sebelumnya. Bagaimana dengan mobilisasi? PDIP sebagai “kelanjutan” dari PDI

berhasil memanfaatkan simpati rakyat terhadap posisi Megawati. PDIP dengan

mudah menguasai orientasi politik pemilih Indonesia. Hal ini merupakan mobilisasi

yang bersifat lebih positif daripada apa yang terjadi pada masa Orde Baru. Figur

yang muncul dari seorang Megawati, membuat pemilih melihat figur sebagai faktor

kuat dalam pertimbangan politiknya. Sehingga memunculkan mobilisasi politik.

Meskipun begitu, mobilisasi pada Pemilu 1999 berbeda dengan Pemilu pada masa

Page 63: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Orde Baru, yakni masih ada kebebasan memilih. Setelah Pemilu 1999, Liddle

meneliti perilaku pemilih dalam Pemilu 1999 dengan cermat (bersama muridnya,

Saiful Mujani, dan sejumlah peneliti UI, antara lain Eep Saifulloh Fatah, yang kini

juga menjadi muridnya)38, Liddle menyimpulkan bahwa perilaku pemilih sekarang

belum banyak berbeda dengan perilaku pemilih pada 1955, sewaktu pemilu pertama

diadakan. Empat puluh lima tahun silam, seperti yang dikatakan Clifford Geertz,

basis pertarungan antarpartai mengikuti garis primordial. Rakyat memilih tidak

berdasarkan persetujuan mereka terhadap program partai secara rasional, tetapi lebih

berdasarkan pada loyalitas dan identitas agama, daerah, dan suku. Sekarang, peran

suku dan daerah mungkin agak berubah, tetapi peran agama tetap. Dulu dan

sekarang, agama dan identitas keagamaan tetap menjadi basis mobilisasi politik dan

legitimasi kekuasaan.Sewaktu Gus Dur terpilih sebagai presiden sepuluh bulan lalu,

ia dipilih secara langsung oleh sekian ratus anggota MPR. Sekarang, anggaplah

semua anggota MPR ini adalah keseluruhan penduduk Indonesia. Di sini kita bisa

melihat ada banyak partai plus golongan di lembaga tertinggi ini. Tapi, dalam proses

pemilihan presiden, ada berapa kubu besar yang tercipta? Ada berapa kandidat yang

pada akhirnya bersaing ketat? Apa garis perbedaannya? Ternyata, hanya ada dua

kubu dan dua kandidat dominan (Megawati dan Gus Dur), dan garis pemisahnya

persis seperti yang diramalkan oleh Hukum Liddle itu.

Pada pemilu 2004, mobilisasi politik yang terjadi di Indonesia mengalami

perubahan. Hal ini disebabkan adanya Pemilihan Presiden Langsung. Di dalam

Pemilu legislatif, PDIP masih mendominasi peta mobilisasi politik. Bila pada Pemilu

                                                       38 Artikel Umum, Hukum Liddle, Kolom, TEMPO, 27 Agustus 2000 

Page 64: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

1999 mobilisasi lebih fokus pada figur Megawati, maka pada Pemilu 2004 muncul

mobilisasi yang berdasar pada identifikasi kepartaian. Pemilih mengikatkan dirinya

pada PDIP. Hal ini dikatakan sebagai bentuk mobilisasi karena pemilih yang

melakukan identifikasi kepartaian belum mencerminkan Partisipasi politik. Pemilih

hanya terikat secara emocional dengan Partai tersebut. Pelaksanaan pemilihan

presiden langsung, menempatkan media sebagai unsur penting mobilisasi.

Munculnya figur SBY sebagai pemenang Pilpres 2004 menggambarkan betapa

berperannya media dalam melakukan marketing politik yang bertujuan untuk

memobilisasi pemilih untuk memilih SBY. Keberpihakan beberapa media massa

kepada salah satu calon menyebabkan ini terjadi. Apa yang ditampilkan media selalu

mengarahkan pada pilihan tertentu, tanpa secara obyektif. Sehingga tidak

mengarahkan pada partisipasi politik pemilih.

Di Indonesia, implementasi marketing politik oleh partai politik merupakan

fenomena baru dan masih dilaksanakan secara parsial, bahkan seringkali tanpa

disadari partai-partai politik telah melaksanakan praktek-praktek marketing politik

dalam berkomunikasi dengan komunitas konstituen dan masyarakat umum.

Meskipun sampai saat ini penyelidikan dan publikasi yang membahas tentang

marketing politik masih tergolong minim, bukan berarti selama ini aktivitas partai

politik di masa lalu tidak melakukan aktivitas marketing politik. Disadari atau tidak

partai politik di Indonesia telah melakukan serangkaian aktivitas ini. Pengumpulan

massa (temu kader, tabligh akbar dan deklarasi), pawai di jalan-jalan, liputan media

cetak (TV, Koran, majalah, radio) atas aktivitas sebuah partai politik sampai ke

kunjungan wakil-wakil partai politik ke komunitas konstituen maupun komunitas

Page 65: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

tertentu telah biasa dilakukan.39 Hanya saja kalau dilihat dari intensitasnya,

pelaksanaan marketing politik di Indonesia lebih bersifat sporadis pada saat

pelaksanaan kampanye Pemilu saja. Padahal menurut Butler & Collins marketing

politik tidak hanya dilihat selama periode kampanye Pemilu saja.40

Pada pemilu legislatif 2009 lalu, mobilisasi juga terjadi. Perubahan sistem

pemilu dari proposional menjadi proporsional terbuka, dengan penentuan berdasar

suara Caleg, menyebabkan mobilisasi politik sangat mungkin menguat dibanding

Pemilu sebelumnya. Jeffrey menyatakan bahwa pada system pemilu yang berdasar

kandidat, terdapat dorongan yang lebih besar untuk melakukan mobilisasi41. Caleg-

caleg Partai tentu akan melakukan gerakan-gerakan politik yang bersifat independen.

Masih kuatnya pengerahan mobilisasi politik, menyebabkan caleg-caleg juga

melakukan mobilisasi sendiri-sendiri, yang mungkin terlepas dari mobilasi yang

dilakukan Partainya. Sebagaimana yang dinyatakan Liddle, agama mungkin menjadi

salah satu sumber mobilisasi di Indonesia. Faktor figur, politik identitas, hingga

money politik, kemungkinan juga masih menjadi sumber mobilisasi.

                                                       39 Firmansyah. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2007. Hal. 18-19 40 P. Butler & N. Collin, “Payment on Delivery: Recognising Constituency Service as Political Marketing. European Journal of Marketing. (35), 9-10, 2001. Hal. 1026-1037.  41 Jeffrey A. Karp, Susan A. Banducci And Shaun Bowle, 2007, Getting Out the Vote: Party Mobilization in a Comparative Perspective, Cambridge University Press. Hal. 110. 

Page 66: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

2.4. Kerangka Konseptual

2.4.1. Peran

Peran dalam kajian ini ditujukan pada keterlibatan partai politik dalam bentuk

pemanfaatan mesin partai untuk mengarahkan pemilih agar bertindak sebagaimana

yang diinginkan oleh partai politik.

2.4.2. Partai Politik

Partai Politik dalam kajian ini ditujukan pada partai politik yang lolos

verifikasi Komisi Pemilihan Umum sebagai peserta Pemilihan Umum 2009.

2.4.3. Mobilisasi Politik

Mobilisasi dalam kajian ini ditujukan pada usaha-usaha partai politik untuk

menggerakkan pemilih agar melakukan tindakan politik berupa pemberian suara.

2.4.4. Political Marketing

Political marketing dalam kajian ini ditujukan pada strategi-strategi partai

politik dalam mempengaruhi pemilih, agar menjatuhkan pilihannya pada partai

politik atau kandidat tersebut.

Page 67: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode merupakan unsur pokok yang harus ada dalam penelitian Ilmu

pengetahuan untuk mendapatkan dat akurat, tepat, lengkap, dan dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Pemilihan metode penelitian

yang tepat merupakan unsure yang sangat penting dalam mencapai mencapai tujuan

secara optimal. Metode penelitian yang akan digunakan dalam kajian ini adalah

metode Deskriptif kualitatif, yang menyajikan fakta-fakta yang ditemukan, secara

komprehensif melalui analisa analisa yang mendalam.

3.6. Jenis Data

Terdapat 2 jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini.

1. Data Primer, yaitu sejumlah data atau keterangan yang secara langsung

diperoleh melalui penelitian di lapangan, meliputi keterangan dari orang-

orang yang diteliti yang berhubungan dengan obyek penelitian.

Data Primer tersebut yakni terdiri dari:

• Hasil wawancara terhadap pengurus Partai di tingkat Kabupaten

Demak

• Hasil wawancara terhadap calon anggota legislatif DPRD Kabupaten

Demak

• Hasil wawancara terhadap pemilih di Kabupaten Demak

Page 68: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

2. Data Sekunder, yakni data-data penunjang yang telah diolah lebih lanjut

Data Sekunder tersebut yakni terdiri dari:

• Hasil rekapitulasi suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan

Umum Daerah Kabupaten Demak, terkait perolehan suara Partai

untuk DPRD Kab Demak pada Pemilu 2009.

• Hasil rekapitulasi suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan

Umum Daerah Kabupaten Demak, terkait perolehan suara Partai

untuk DPRD Kab Demak pada Pemilu 2004 dan Pemilu 1999.

• Dokumen-dokumen Partai yang berhubungan langsung maupun tidak

langsung dengan pelaksanaan Pemilu legislatif di Kabupaten Demak.

• Pemberitaan media mengenai kegiatan-kegiatan Partai di Kabupaten

Demak.

3.7. Sampling

Sampling merupakan target-target penelitian yang dipilih diantara populasi.

Dalam penelitian ini, populasinya adalah partai-partai peserta pemilihan umum

legislatif untuk DPRD Kabupaten Demak. Partai-partai tersebut adalah sebagai

berikut:

Page 69: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Partai-Partai Peserta Pemilu DPRD Kabupaten Demak

No ParPol Partai Politik 1 1 Partai Hanura 2 2 Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) 3 3 Partai Pengusaha Dan Pekerja Indonesia 4 4 Partai Peduli Rakyat Nasional 5 5 Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) 6 6 Partai Barisan Nasional 7 7 Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) 8 8 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 9 9 Partai Amanat Nasional (PAN) 10 10 Partai Perjuangan Indonesia Baru 11 11 Partai Kedaulatan 12 12 Partai Persatuan Daerah 13 13 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 14 14 Partai Pemuda Indonesia 15 15 Partai Nasional Indonesia (PNI) Marhaenisme 16 16 Partai Demokrasi Pembaruan 17 17 Partai Karya Perjuangan 18 18 Partai Matahari Bangsa 19 19 Partai Penegak Demokrasi Indonesia 20 20 Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK 21 21 Partai Republik Nusantara 22 22 Partai Pelopor 23 23 Partai Golongan Karya (Partai Golkar) 24 24 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 25 25 Partai Damai Sejahtera 26 26 Partai Nasional Benteng Kerakyatan 27 27 Partai Bulan Bintang (PBB) 28 28 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 29 29 Partai Bintang Reformasi (PBR) 30 30 Partai Patriot 31 31 Partai Demokrat 32 32 Partai Kasih Demokrasi Indonesia 33 33 Partai Inonesia Sejahtera 34 34 Partai Kebangkitan Nasional Ulama 35 41 Partai Merdeka 36 42 Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia 37 43 Partai Sarikat Indonesia 38 44 Partai Buruh

Sumber: KPUD Kabupaten Demak

Page 70: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Peneliti menentukan sampel yang akan diwawancarai dengan menggunakan

metode purposive sampling. Purposive sampling didefinisikan sebagai A form of

sampling in which the selection of the sample is based on the judgement of the

researcher as to which subjects best fit the criteria of the study42. Purposiv sampling

tertuju pada sebuah kelompok tertentu.43 Purposive sampling dimulai dengan suatu

tujuan di dalam pikiran peneliti, dan kemudian sampel dipilih berdasarkan

ketertarikan peneliti pada sampel, terkait pencapaian tujuan penelitian.44 Langkah-

langkah yang dapat ditempuh dalam melakukan purposive sampling adalah Pertama,

mengidentifikasi sumber-sumber variasi yang penting dari populasi. Kemudian

memilih kasus-kasus sesuai sumber-sumber variasi tersebut.

Peneliti mengidentifikasi populasi berdasarkan dua criteria, yakni partai yang

memperoleh kursi DPRD Kabupaten Demak pada Pemilu 2004 dan 2009, dan partai

yang baru memperoleh kursi DPRD Kabupaten Demak pada Pemilu 2009. Peng-

kriteriaan ini disesuaikan dengan perubahan perolehan kursi DPRD Kabupaten

Demak periode 2004 dan 2009. Berikut daftar partai berdasar criteria tersebut.

                                                       42 Purposive Sampling, http://www.answers.com/topic/purposive-sampling 43 Nonprobability Sampling Strategies:Purposive Sampling, http://www.wadsworth.com/psychology_d/templates/student_resources/workshops/res_methd/sampling/sampling_29.html 44 Purposive sampling, http://changingminds.org/explanations/research/sampling/purposive_sampling.htm 

Page 71: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Daftar Partai Yang Memperoleh Kursi DPRD Kabupaten Demak

Pada Pemilu 2004 dan 2009

No ParPol Partai Politik 1 8 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 2 9 Partai Amanat Nasional (PAN) 3 13 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 4 23 Partai Golongan Karya (Partai Golkar)5 24 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 6 28 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 7 29 Partai Bintang Reformasi (PBR) 8 31 Partai Demokrat

Daftar Partai Yang Baru Memperoleh Kursi DPRD Kabupaten Demak

Pada Pemilu 2009

No ParPol Partai Politik 1 1 Partai Hanura 2 2 Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) 3 5 Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) 4 16 Partai Demokrasi Pembaruan 5 34 Partai Kebangkitan Nasional Ulama

Berdasarkan pengkriteriaan partai sebagaimana di atas, maka peneliti

menentukan 4 partai dari kriteria partai tersebut, yakni Partai Demokrasi Indonesia

Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Demokrat, dan Partai Gerakan

Indonesia Raya. PDIPd, PKB, dan Partai Demokrat merupakan sampel dari parta-

partai yang sudah memperoleh kursi DPRD Kabupaten Demak pada Pemilu 2004.

Sedangkan Partai Gerindra merupakan sampel dari partai-partai yang baru, untuk

pertama kalinya, memperoleh kursi DPRD Kabupaten Demak pada Pemilu 2009.

Pemilihan PDIP sebagai sampel dikarenakan perolehan suara PDIP yang mengalami

pengurangan 100% kursi pada Pemilu 2009, dari 16 kursi pada 2004 menjadi 8 kursi

Page 72: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

pada 2009. Pemilihan PKB sebagai sampel karena PKB mengalami kenaikan 1 kursi

pada Pemilu 2009. Pemilihan Partai Demokrat dikarenakan mengalami kenaikan

suara 100%. Pemilihan Partai Gerindra sebagai sampel dikarenakan perolehan suara

Partai Gerindra yang cukup memuaskan sebagai partai baru, yakni memperoleh 3

kursi di DPRD Kabupaten Demak. Selanjutnya, karena PDIP, PKB, Partai Demokrat,

dan Partai Gerindra yang menjadi sampling berada pada lokasi penelitian Kabupaten

Demak, maka direpresentasikan oleh DPC PDIP, DPC PKB, DPC Partai Demokrat,

dan DPD Partai Gerindra Kabupaten Demak.

Dari keempat sampel terseb, tidak dimungkinkan mewawancarai seluruh

individu yang ada dalam keempat partai. Atas kondisi tersebut, maka selanjutnya

DPC PDIP, DPC PKB, DPC Partai Demokrat, dan Partai Gerindra menjadi populasi

baru yang akan ditentukan sampelnya.

Peneliti mengidentifikasi Partai-partai, terkait pemilu, sebagai sebuah

lembaga dengan tiga elemen aktor di masing-masing partai. Partai meliputi pengurus

harian, pengurus Badan Pemenangan Pemilu, serta Calon Anggota Legislatif.

Berdasar pada ketiga elemen yang ada di masing-masing partai, maka peneliti

menentukan informan berdasarkan metode purposive sampling. Di samping itu,

peneliti dalam melakukan pemilihan informan juga menggunakan metode Snowball

sampling. Ketika mewawancarai informan dari sebuah group, peneliti dapat meminta

kepada informan tersebut untuk merekomendasikan individu lain yang dapat

memberikan informasi lebih. Biasanya, informan akan merekomendasikan individu

yang pendapatnya sejalan dengan pendapatnya. Namun, peneliti boleh meminta agar

merekomendasikan individu-individu yang memiliki pandangan sejalan maupun

Page 73: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

berlawanan.45 Penggunaan kedua metode, purposive sampling dan snowball

sampling, diterapkan dengan pilihan sebagai berikut.

a) Pengurus Harian

Sampel: Ketua DPC, Sekretaris DPC, dan informan-informan

lain yang mereka rekomendasikan.

b) Pengurus Badan Pemenangan Pemilu

Sampel: Ketua BPP, Sekretaris BPP, dan informan-informan

lain yang mereka rekomendasikan.

c) Calon Anggota Legislatif

Sampel: 2 calon anggota legislative yang berhasil memperoleh

kursi DPRD, dan 2 calon anggota legislative yang tidak

berhasil memperoleh kursi DPRD, dan informan-informan lain

yang mereka rekomendasikan.

d) Informan-informan dapat berkembang sesuai rekomendasi dari

informan sebelumnya.

3.8. Tekhnik Pengumpulan Data

4. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengutip dan

meneliti dokumen-dokumen, catatan-catatan, arsip, dan kumpulan peraturan-

                                                       45 Sampling, http://www.uiah.fi/projects/metodi/152.htm 

Page 74: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

peraturan yang tersedia dalam rangka menunjang pelaksanaan penelitian. Adapun

prosesnya adalah sebagai berikut:

• Pengumpulan dokumen-dokumen, catatan-catatan, ataupun arsip-arsip

partai dilakukan dengan meminta kepada pihak Partai di tingkat

Kabupaten Demak. Data-data ini antara lain adalah AD ART Partai,

dokumen-dokumen rapat pemenangan pemilu, dan lain sebagainya.

• Pengumpulan rekapitulasi perolehan suara dan perolehan kursi Partai

untuk DPRD Kabupaten Demak, dilakukan dengan meminta kepada

Komisi Pemilihan Umum Daerah Kab Demak.

• Pengumpulan artikel maupun pemberitaan-pemberitaan terkait

kegiatan Partai di Kabupaten Demak, dilakukan dengan mengutip

pemberitaan-pemberitaan di media elektronik maupun cetak.

5. Observasi

Observasi merupakan metode pengumpulan data dengan mengamati secara

langsung obyek penelitian. Di dalam kajian ini, observasi dilakukan dengan

mengamati beberapa hal, yakni:

• Mengamati keberadaan lembaga DPC Partai di Kabupaten Demak

seputar strategi perolehan suara di Kabupaten Demak.

Page 75: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

6. Wawancara

Wawancara adalah suatu pengumpulan data secara sistemik dan berdasarkan

kepada tujuan penelitian, dengan pembicaraan atau Tanya jawab antara peneliti dan

informan atau para sumber secara langsung.46

Wawancara ini akan dilakukan sebagai berikut:

• Melakukan wawancara kepada Ketua dan Sekretaris DPC, terkait

peran lembaga tersebut dalam strategi perolehan suara.

• Melakukan wawancara kepada Ketua dan Sekretaris Badan

Pemenangan Pemilu DPC Partai.

• Melakukan wawancara kepada calon anggota legislative DPRD Kab

Demak dari keempat partai, terkait dengan kampanye yang mereka

lakukan. Calon anggota DPRD yang akan diwawancarai meliputi

calon yang memperoleh kursi pada Pemilu 2009 kemarin dan calon

yang gagal memperoleh kursi.

• Melakukan wawancara kepada pemilih, yang merupakan obyek dari

strategi partai dalam perolehan suara, terkait dengan prilaku

kampanye partai.

6.4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di sebuah wilayah yang merupakan bagian

dari struktur kewilayahan dalam perpolitikan di Indonesia. Struktur kepartaian juga

                                                       46 Sutrisno Hadi, 1986, Metodologi Penelitian, hal.178 

Page 76: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

terbentuk pada tingkat kewilayahan ini. Rekruitmen anggota legislative sebagai salah

satu fungsi Pemilihan Umum, juga dilakukan pada tingkat kewilayahan ini, yakni

pemilihan umum untuk mengisi anggota DPRD. Penelitian ini akan dilaksanakan di

Kabupaten Demak, yang masuk dalam Provinsi Jawa Tengah.

Penentuan Kabupaten Demak sebagai lokasi penelitian kajian ini, disebabkan

beberapa hal:

Pertama, Pemilu 1999 dan 2004 di Kabupaten Demak dimenangkan oleh

PDIP. Namun pada Pemilu 2009, PDIP mengalami penurunan perolehan kursi

sebesar 100%. Pada Pemilu 2004, PDIP berhasil memperoleh 16 kursi. Sedangkan

pada Pemilu 2009, turun menjadi hanya 8 kursi di DPRD Kabupaten Demak.

Kedua, terdapat 4 partai baru yang berhasil memperoleh kursi di DPRD

Kabupaten Demak. Pemilu 2009 merupakan Pemilu pertama bagi keempat partai

tersebut. Keempat partai tersebut adalah Partai Gerindra, Partai Hati Nurani Rakyat,

Partai Demokrasi Pembaruan, dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama.

Ketiga, pada pemilu 2009 kemarin tidak terdapat calon anggota DPRD Kab

Demak, yang berhasil mendapatkan kursi dengan perolehan suara memenuhi

Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). Seperti yang diketahui, semangat system pemilu

2009 adalah mengajak pemilih untuk melihat calon legislative, di samping juga

partainya. Hal ini berbeda dengan system pemilu orde baru, pemilu 1999, maupun

pemilu 2004.

Page 77: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

6.5. Teknik Analisa Data

Analisa yang digunakan adalah analisis deskriptuf kualitatif, yang dilakukan

untuk memahami data-data yang diperoleh dalam rangka menarik suatu pernyataan

yang mendukung dari pemahaman atas keadaan sebenarnya, kemudian dilakukan

pembahasan dan penyimpulan atas data hasil penelitian yang ditemukan. Hasil

wawancara, hasil observasi, hasil dokumentasi, serta hasil pengutipan pemberitaan

media, kemudian dibahas secara komprehensif.

Langkah-langkah dalam menganalisa data sebagai berikut:

Pertama, menganalisa dan memahami data-data berupa dokumen-dokumen,

arsip-arsip, maupun catatan-catatan yang diperoleh dari DPC Partai di Kabupaten

Demak, dari KPUD Kabupaten Demak, serta dari berbagai sumber media. Dari

proses tersebut, kemudian dapat diketahui makna dan maksud dari data-data tersebut.

Kedua, menganalisa dan memahami data-data hasil observasi terkait kegiatan

DPC Partai di Kabupaten Demak dalam rangka mengimplementasikan system

pemilu 2009 dan memperoleh suara pemilih. Dari proses tersebut, kemudian dapat

diketahui makna dan maksud dari data-data tersebut.

Ketiga, menganalisa dan memahami hasil wawancara yang telah dilakukan

terhadap pengurus DPC Partai di Kabupaten Demak, calon anggota DPRD dari partai

tersebut, serta masyarakat pemilih. Dari proses tersebut, kemudian dapat diketahui

makna dan maksud dari jawaban para informan tersebut.

Keempat, menggabungkan berbagai analisa dan pemahaman yang telah

diperoleh tersebut, sehingga dapat diketahui kesimpulan serangkaian peran Partai

dalam memperoleh suara yang berdasar pada system pemilihan umum yang baru.

Page 78: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

BAB IV

GAMBARAN UMUM

4.4. Kabupaten Demak

Kabupaten Demak berada di wilayah Propinsi Jawa Tengah bagian utara dan

merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan kota Semarang sebagai pusat

pemerintahan dan perekonomian di Jawa Tengah sehingga sangat potensial sebagai

daerah penyangga roda perekonomian Jawa Tengah di samping itu dari sisi

perhubungan darat berada pada lalu lintas yang cukup ramai yaitu jalur Pantai Utara

Jawa.

Kabupaten Demak terletak di antara 6043’ 26” – 70 09’ 43” LS, dan 1100 48’

47” BT. Dengan batas-batas wilayah :

Sebelah utara : Kabupaten Jepara dan Laut Jawa

Sebelah timur : Kabupaten Kudus dan Kabupaten Grobongan

Sebelah selatan : Kabupaten Grobogan dan Kota Semarang

Sebelah barat : Kota Semarang

4.4.1. Pemerintahan

Kabupaten Demak terbagi dalam 14 Kecamatan 243 desa dan 6 kelurahan.

Keempat belas Kecamatan tersebut adalah sebagai berikut.

1) Kecamatan Demak

2) Kecamatan Wonosalam

3) Kecamatan Dempet

Page 79: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

4) Kecamatan Kebonagung

5) Kecamatan Mijen

6) Kecamatan Gajah

7) Kecamatan Karanganyar

8) Kecamatan Karangtengah

9) Kecamatan Guntur

10) Kecamatan Sayung

11) Kecamatan Bonang

12) Kecamatan Wedung

13) Kecamatan Mranggen

14) Kecamatan Karangawen

4.4.2. Demografi

Jumlah penduduk Kabupaten Demak berdasarkan hasil registrasi tahun 2008

adalah sebanyak 1.073.187. Terdiri atas 531.606 (49,54%) laki-laki dan 541.581

(50,46%) perempuan. Jumlah penduduk ini naik sebanyak : 30.076 orang atau sekitar

2,88% dari tahun sebelumnya. Dilihat dari kepadatan penduduk pada tahun 2007

kepadatan penduduk kabupaten Demak mencapai 1.176 orang/km2.

Adapun jumlah penduduk tersebut dirinci menurut lapangan usaha :

1. Pertanian : 219.635 2. Industri : 119.156 3. Perdagangan : 107.752 4. Transportasi : 24.558 5. Jasa : 54.137

Page 80: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Selanjutnya tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumber daya

manusia yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan.

Adapun yang dimaksud dengan penduduk usia kerja adalah penduduk yang

berumur 15 tahun keatas. Penduduk usia kerja ini dibedakan sebagai angkatan kerja

yang terdiri dari bekerja dan mencari pekerjaan.

Penduduk Kabupaten Demak usia 15 tahun ke atas yang bekerja pada tahun

2008 sebanyak 525.238 orang yang terdiri atas laki-laki 309.071 dan perempuan

216.167.

4.4.3. Pendidikan

Pendidikan sangat diperlukan oleh setiap penduduk, bahkan setiap penduduk

berhak untuk dapat mengenyam pendidikan khususnya usia sekolah dasar (7 – 12

tahun). Keberhasilan pendidikan sangat dipengaruhi oleh tersedianya sarana dan

prasarana pendidikan seperti sekolah dan tenaga pendidikan (guru) yang memadai.

Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan pada tahun 2008 diketahui ada 571 (lima

ratus tujuhpuluh satu) Sekolah Dasar (SD), 63 (enampuluh tiga) SMP, 45 (empat

puluh lima) SMA dan SMK baik negeri maupun swasta serta 1 (satu) Perguruan

Tinggi. Sedangkan jumlah guru SD sebanyak 5.536 orang, SMP sebanyak 1.620

orang, SMA dan SMK sebanyak 1.316 orang serta 70 orang tenaga pengajar di

tingkat Perguruan Tinggi. Dari jumlah guru dan siswa tersebut di atas dapat

dihitung Rasio murid terhadap guru untuk SD 25%, untuk SMP 15,5% dan SMA

39%.

Page 81: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Di bidang Pendidikan Keagamaan, jumlah Madrasah Negeri maupun Swasta

adalah sebagai berikut, untuk tingkat MI (Madrasah Ibtidaiyah) berjumlah 108

lembaga, tingkat MTs (Madrasah Tsanawiyah) berjumlah 106 lembaga dan tingkat

MA (Madrasah Aliyah) berjumlah 47 lembaga. Adapun jumlah siswa MI sebanyak

21.764 siswa, siswa MTs sebanyak 33.648 siswa, dan siswa MA sebanyak 11.011

siswa.

4.4.4. Agama

Kehidupan beragama yang harmonis sangat didambakan masyarakat.

Beragamnya tempat peribadatan merupakan salah satu bukti kerukunan agama

diantara umat. Banyaknya tempat peribadatan di Kabupaten Demak tahun 2008

mencapai 4.493 buah, berupa masjid/ musholla sebanyak 4.463 buah, gereja

sebanyak 26 buah, maupun kelenteng sebanyak 1 buah.

Dalam pembangunan bidang keagamaan, di kabupaten Demak didukung

pula dengan adanya 180 buah Pondok Pesantren dengan jumlah santri tercatat

sebanyak 34.100 orang.

Dilihat dari banyaknya pemeluk agama, penduduk Kabupaten Demak

mayoritas beragama Islam yaitu mencapai 98,82 persen dari total penduduk,

sisanya terbagi penduduk beragama Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.47

                                                       47 Bappeda Kabupaten Demak 

Page 82: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

4.5. Pemilu Anggota DPRD Kabupaten Demak 2004

4.5.1. Daerah Pemilihan

Kabupaten Demak terbagi menjadi 5 Daerah Pemilihan:

• Daerah Pemilihan Demak 1 meliputi:

1) Kecamatan Demak

2) Kecamatan Wonosalam

3) Kecamatan Dempet

4) Kecamatan Kebonagung

• Daerah Pemilihan Demak 2 meliputi:

1) Kecamatan Mijen

2) Kecamatan Karanganyar

3) Kecamatan Gajah

• Daerah Pemilihan Demak 3 meliputi:

1) Kecamatan Guntur

2) Kecamatan Sayung

3) Kecamatan Karangtengah

• Daerah Pemilihan Demak 4 meliputi:

1) Kecamatan Wedung

2) Kecamatan Bonang

• Daerah Pemilihan Demak 5 meliputi:

1) Kecamatan Mranggen

2) Kecamatan Karangawen

Page 83: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

4.5.2. Daftar Pemilih Tetap

Jumlah penduduk yang memiliki hak suara dalam Pemilu 2004 adalah

sebagaimana tabel dibawah.

Tabel 4.2.2

DAFTAR JUMLAH PEMILIH TETAP

PEMILU LEGISLATIF KABUPATEN DEMAK TAHUN 2004

No KECAMATAN JUMLAH PEMILIH

LAKI-LAKI PEREMPUAN

1 DEMAK 34.657 35.964

2 WONOSALAM 22.843 22.954

3 DEMPET 17.731 18.016

4 KEBONAGUNG 12.759 13.183

5 GAJAH 15.393 15.755

6 KARANGANYAR 18.668 18.999

7 MIJEN 22.444 23.340

8 SAYUNG 22.753 23.066

9 KARANGTENGAH 18.483 18.954

10 GUNTUR 29.428 30.232

11 BONANG 30.376 30.613

12 WEDUNG 25.898 26.175

13 MRANGGEN 45.261 46.796

14 KARANGAWEN 26.134 27.141

JUMLAH 342.828 351.188

Sumber: KPUD Kabupaten Demak Tahun 2004

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa secara keseluruhan jumlah

pemilih perempuan lebih banyak daripada jumlah pemilih laki-laki. Di setiap

kecamatan juga demikian. Jumlah pemilih perempuan lebih banyak dari jumlah

Page 84: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

pemilih laki-laki. Kecamatan paling banyak jumlah pemilihnya adalah kecamatan

Mranggen. Sedangkan Kecamatan paling kecil jumlah pemilihnya adalah kecamatan

Kebonagung. Selisih jumlah pemilih antara kecamatan Mranggen dengan Kecamatan

Kebonagung terbilang cukup tinggi, sekitar empat kali lipat jumlah pemilih.

4.5.3. Partai Peserta Pemilu DPRD Kabupaten Demak Tahun 2004

Pemilu DPRD Kabupaten Demak Tahun 2004 diikuti oleh 24 Partai, yakni:

1) Partai Nasional Indonesia Marheinisme 2) Partai Buruh Sosial Demokrat 3) Partai Bulan Bintang 4) Partai Merdeka 5) Partai Persatuan Pembangunan 6) Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan 7) Partai Perhimpunan Indonesia Baru 8) Partai Nasional Banteng Kemerdekaan 9) Partai Demokrat 10) Partai Kesatuan dan Persatuan Indonesia 11) Partai Penegak Demokrasi Indonesia 12) Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia 13) Partai Amanah Nasional 14) Partai Karya Peduli Bangsa 15) Partai Kebangkitan Bangsa 16) Partai Keadilan Sejahtera 17) Partai Bintang Reformasi 18) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 19) Partai Damai Sejahtera 20) Partai Golkar 21) Partai Patriot Pancasila 22) Partai Sarikat Indonesia 23) Partai Persatuan Daerah 24) Partai Pelopor

Page 85: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

4.2.4. Perolehan Suara Partai Pada Pemilu DPRD Kabupaten Demak Tahun

2004

Tabel 4.2.4 DAFTAR PEROLEHAN SUARA SAH

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DEMAK PEMILIHAN UMUM TAHUN 2004

N

o PARPOL

DAERAH PEMILIHAN JMLH

1 2 3 4 5

1 PNI MARHEINISME 334 254 131 263 130 1.112

2 P B S D 301 - - - - 301

3 P B B 1.393 1.118 962 238 3.663 7.374

4 PARTAI MERDEKA 493 429 575 1.501 399 3.397

5 P P P 17.848 12.986 18.248 24.651 8.913 82.646

6 P P D K 2.724 175 124 101 203 3.327

7 PARTAI P I B 406 - 212 63 - 681

8 P N B K 514 - 201 484 - 1.199

9 PARTAI DEMOKRAT 9.297 3.974 7.573 2.579 8.046 31.469

10 PKP INDONESIA 615 89 148 65 1.801 2.718

11 P P D I 1.243 601 694 466 532 3.536

12 PARTAI P N U I 823 348 252 1.328 731 3.482

13 P A N 4.718 1.571 2.308 1.532 3.016 13.145

14 P K P B 828 1.324 2.383 844 1.907 7.286

15 P K B 24.694 13.379 21.162 22.440 27.314 108.989

16 P K S 4.455 4.204 4.670 2.475 9.155 24.959

17 P B R 2.636 547 1.074 4.339 1.508 10.104

18 PDI PERJUANGAN 47.332 37.075 44.228 17.346 31.095 177.076

19 P D S - - 827 - - 827

20 PARTAI GOLKAR 15.974 6.875 8.551 3.106 13.701 48.207

21 P.PATRIOT PANCASILA 222 125 648 181 307 1.483

22 PARTAI SARIKAT IND 623 229 430 183 305 1.770

23 P P D 190 466 - 1.171 295 2.122

24 PARTAI PELOPOR 1.117 947 1.149 251 257 3.721

JUMLAH 138.780 86.716 116.550 85.607 113.278 540.931

Sumber: KPUD Kabupaten Demak Tahun 2004

Page 86: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

PDI Perjuangan mendominasi perolehan suara di semua Daerah Pemilihan,

kecuali Daerah Pemilihan Demak 4 yang dikuasai oleh PPP. Namun selisih antara

PDI Perjuangan dan PPP di Dapel Demak 4 tidak terlalu jauh. Di Dapel 1 dan 3, PDI

Perjuangan berhasil mengungguli jauh di atas partai lain. Perolehan suara PDI

Perjuangan terkecil berada di Dapel 4.

Perolehan suara PKB cenderung merata di Dapel 1, 3, 4, dan 5. Meskipun

tidak paling unggul, namun PKB mampu memperoleh suara yang cukup signifikan.

Sementara itu, di Dapel 2 PKB memperoleh suara yang relative kecil bila

dibandingkan dengan perolehan suara PKB di Dapel lain.

Partai Demokrat tidak memperoleh suara yang cukup. Namun, di Dapel 1, 3,

dan 5 Partai Demokrat mampu memperoleh suara cukup untuk mendapatkan 1 kursi.

Sedangkan di Dapel 2 dan 4, perolehan suara Partai Demokrat sangat kecil. Hal ini

mungkin disebabkan Partai Demokrat sebagai Partai baru, belum cukup dikenal oleh

masyarakat.

4.2.5. Perolehan Kursi DPRD Kabupaten Demak Tahun 2004

Partai-partai yang berhasil memperoleh kursi DPRD Kabupaten Demak pada

Pemilu 2004 adalah sebanyak 8 partai politik, yakni:

1) Partai Persatuan Pembangunan, sebanyak 9 kursi 2) Partai Demokrat, sebanyak 3 kursi 3) Partai Amanat Nasional, sebanyak 1 kursi 4) Partai Kebangkitan Bangsa, sebanyak 9 kursi 5) Partai Keadilan Sejahtera, sebanyak 2 kursi 6) Partai Bintang Reformasi, sebanyak 1 kursi 7) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, sebanyak 16 kursi 8) Partai Golkar, sebanyak 4 kursi

Page 87: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Tabel 4.2.5 DAFTAR PEROLEHAN KURSI DPRD KABUPATEN DEMAK TAHUN 2004

No PARPOL DAERAH PEMILIHAN JUMLAH

1 2 3 4 5 1 PNI MARHEINISME 2 P B S D 3 P B B 4 PARTAI MERDEKA 5 P P P 2 1 2 3 1 9 6 P P D K 7 PARTAI P I B 8 P N B K 9 PARTAI DEMOKRAT 1 1 1 3 10 PKP INDONESIA 11 P P D I 12 PARTAI P N U I 13 P A N 1 1 14 P K P B 15 P K B 2 1 2 2 2 9 16 P K S 1 1 2 17 P B R 1 1 18 PDI PERJUANGAN 4 3 4 2 3 16 19 P D S 20 PARTAI GOLKAR 1 1 1 1 4 21 PARTAI PATRIOT PANCASILA 22 PARTAI SARIKAT IND 23 P P D 24 PARTAI PELOPOR JUMLAH 11 7 10 8 9 45

Sumber: KPUD Kabupaten Demak Tahun 2004

Di Dapel 1 dan 3, PDI Perjuangan berhasil memperoleh masing-masing 4

kursi. Perolehan yang besar bila melihat bahwa Dapel 1 tersedia 11 kursi dan Dapel 3

tersedia 10 kursi. Sehingga dapat dikatakan bahwa Dapel 1 dan 3 merupakan basis

PDI Perjuangan. Sementara itu, PKB memperoleh masing-masing 2 kursi di Dapel 1,

3, 4, dan 5. PKB hanya memperoleh 1 kursi di Dapel 2. Hal ini menunjukkan bahwa

dukungan terhadap PKB tidak sangat besar, namun cukup dan merata di semua

Dapel. Perolehan kursi kecil oleh Partai Demokrat dapat diartikan bahwa partai

tersebut tidak memiliki basis yang kuat pada Pemilu 2004.

Page 88: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

4.2.6. Nama dan Nomor Urut Calon Anggota DPRD Kabupaten Demak

terpilih

Dibawah ini merupakan daftar nama calon di tiap Daerah Pemilihan, yang

berhasil memperoleh kursi DPRD Kabupaten Demak Tahun 2004, asal Partai, nomor

urut Calon tersebut, serta pencapaian Bilangan Pembagi Pemilih pada Pemilu Tahun

2004.

Tabel 4.2.6.1 DAFTAR CALON TERPILIH

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DEMAK PEMILIHAN UMUM TAHUN 2004

Daerah Pemilihan: DEMAK I NO

PARPOL NAMA CALON TERPILIH MENCAPAI BPP

NO URUT

TIDAK MENCAPAI BPP NO URUT

1 PPP H. ALI MAS’ADI, SH 1 2 PPP MAGFURI 2 3 P.DEMOKRAT H AHMAD HUSAINI,BA 1 4 PAN AWAL TS BUDIHARSONO, SH 1 5 PKB FATONI, SH 1 6 PKB Hj. NUR SA’ADAH, S.Pd 2 7 PDI P MOCHAMAD GHOFAR 1 8 PDI P SWASTI ASWAGATI, S.Psi 2 9 PDI P ESTINI DYAH ERAWATI 3 10 PDI P Drs. SUHADAK 4 11 P GOLKAR BUDHI ACHMADI, B.Sc 1

Sumber: KPUD Kabupaten Demak Tahun 2004

Tabel 4.2.6.2 DAFTAR CALON TERPILIH

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DEMAK PEMILIHAN UMUM TAHUN 2004

Daerah Pemilihan: DEMAK II NO

PARPOL NAMA CALON TERPILIH MENCAPAI BPP

NO URUT

TIDAK MENCAPAI BPP NO URUT

1 PPP H. SUHARMIN 1 2 PKB GHOZALI 1 3 PKS Dr. SUGENG RAHARJO 1 4 PDI P Dra. SUNTARITA 2 5 PDI P PURNOMO, SH 3 6 PDI P SUDARNO 4 7 P GOLKAR H.M. A. SURADI 1

Sumber: KPUD Kabupaten Demak Tahun 2004

Page 89: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Tabel 4.2.6.3 DAFTAR CALON TERPILIH

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DEMAK PEMILIHAN UMUM TAHUN 2004

Daerah Pemilihan: DEMAK III NO

PARPOL NAMA CALON TERPILIH MENCAPAI BPP

NO URUT

TIDAK MENCAPAI BPP NO URUT

1 PPP H.M. MUHTAROM S, SH 1 2 PPP A. RIFAI 2 3 P.DEMOKRAT MUH. ZAEDI 1 4 PKB MASKURI, S.Ag 1 5 PKB Drs. SUMARDI 2 6 PDI P SUKO PRATOMO 1 7 PDI P MUGIYONO 2 8 PDI P ARIF SENO WIBOWO 3 9 PDI P H. RAHMADI, BA 4 10 P GOLKAR H.M. MUDJIYONO 1

Sumber: KPUD Kabupaten Demak Tahun 2004

Tabel 4.2.6.4 DAFTAR CALON TERPILIH

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DEMAK PEMILIHAN UMUM TAHUN 2004

Daerah Pemilihan: DEMAK IV NO

PARPOL NAMA CALON TERPILIH MENCAPAI BPP

NO URUT

TIDAK MENCAPAI BPP NO URUT

1 PPP Drs. H. SAEKUL HADI 1 2 PPP NUR HAMID MASYADI, BA 2 3 PPP Drs. AHMAD SA’ID 3 4 PKB KH. MASYKURI ABDULLAH, S.Ag 1 5 PKB K. MUSYAFFA RUSLAN 2 6 PBR FATKHAN, SH 1 7 PDI P SONHAJI 1 8 PDI P SUYUDI 2

Sumber: KPUD Kabupaten Demak Tahun 2004

Tabel 4.2.6.5 DAFTAR CALON TERPILIH

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DEMAK PEMILIHAN UMUM TAHUN 2004

Daerah Pemilihan: DEMAK V NO

PARPOL NAMA CALON TERPILIH MENCAPAI BPP

NO URUT

TIDAK MENCAPAI BPP NO URUT

1 PPP ABDURROCHIM 1 2 P.DEMOKRAT MASHUDI 1 3 PKB Drs. MUSHONEF YAHYA 1 4 PKB MUCHLASIN, BA 2 5 PKS ABDUL MANAN, S.Ag 1 6 PDI P MUZAERI, A.Md 1 7 PDI P S.FAGRUDIN BISRI SLAMET 2 8 PDI P WIGNYO PRANOTO 3 9 P GOLKAR Drs. SUBANDI 1

Sumber: KPUD Kabupaten Demak Tahun 2004

Page 90: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Secara keseluruhan, dari 45 calon legislative yang berhasil memperoleh kursi

DPRD Kabupaten Demak, tidak terdapat Caleg yang berhasil memperoleh suara satu

BPP..

4.3. Pemilu Anggota DPRD Kabupaten Demak 2009

4.5.5. Daerah Pemilihan

Kabupaten Demak terbagi menjadi 5 Daerah Pemilihan:

• Daerah Pemilihan Demak 1 meliputi:

1) Kecamatan Demak

2) Kecamatan Wonosalam

3) Kecamatan Dempet

4) Kecamatan Kebonagung

• Daerah Pemilihan Demak 2 meliputi:

1) Kecamatan Mijen

2) Kecamatan Karanganyar

3) Kecamatan Gajah

• Daerah Pemilihan Demak 3 meliputi:

1) Kecamatan Guntur

2) Kecamatan Sayung

3) Kecamatan Karangtengah

• Daerah Pemilihan Demak 4 meliputi:

1) Kecamatan Wedung

2) Kecamatan Bonang

• Daerah Pemilihan Demak 5 meliputi:

1) Kecamatan Mranggen

2) Kecamatan Karangawen

Page 91: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

4.5.6. Daftar Pemilih Tetap

Jumlah penduduk yang memiliki hak suara dalam Pemilu 2004 adalah

sebagaimana tabel dibawah.

Tabel 4.3.2 DAFTAR JUMLAH PEMILIH TETAP

PEMILU LEGISLATIF KABUPATEN DEMAK TAHUN 2009 No KECAMATAN JUMLAH PEMILIH TOTAL

LAKI-LAKI PEREMPUAN 1 DEMAK 37.884 39.400 77.284 2 WONOSALAM 26.386 26.367 52.753 3 DEMPET 20.384 21.132 41.516 4 KEBONAGUNG 14.257 14.901 29.158 5 MIJEN 20.869 20.866 41.735 6 GAJAH 17.874 17.633 35.507 7 KARANGANYAR 26.122 26.585 52.707 8 KARANGTENGAH 21.863 22.327 44.190 9 GUNTUR 26.780 27.262 54.042 10 SAYUNG 32.760 33.510 66.270 11 BONANG 35.033 34.950 69.983 12 WEDUNG 30.378 29.762 60.140 13 MRANGGEN 49.619 51.245 100.864 14 KARANGAWEN 30.086 31.011 61.097 JUMLAH 390.295 396.951 787.246

Sumber: KPUD Kabupaten Demak Tahun 2009

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa secara keseluruhan jumlah

pemilih perempuan tetap lebih banyak daripada jumlah pemilih laki-laki,

sebagaimana pada Pemilu 2004. Namun di setiap kecamatan berbeda-beda. Di

kecamatan Wonosalam, Mijen, Gajah, Bonang, jumlah pemilih laki-laki lebih besar.

Jumlah pemilih perempuan lebih banyak dari jumlah pemilih laki-laki. Kecamatan

paling banyak jumlah pemilihnya masih tetap kecamatan Mranggen. Sedangkan

Kecamatan paling kecil jumlah pemilihnya juga masih tetap kecamatan Kebonagung.

Page 92: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Selisih jumlah pemilih antara kecamatan Mranggen dengan Kecamatan Kebonagung

masih terbilang cukup tinggi, sekitar tiga hingga empat kali lipat jumlah pemilih.

4.5.7. Partai Peserta Pemilu DPRD Kabupaten Demak Tahun 2009

Pemilu DPRD Kabupaten Demak Tahun 2009 diikuti oleh 37 Partai, yakni:

1) Partai Hanura 2) Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) 3) Partai Pengusaha Dan Pekerja Indonesia 4) Partai Peduli Rakyat Nasional 5) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) 6) Partai Barisan Nasional 7) Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) 8) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 9) Partai Amanat Nasional (PAN) 10) Partai Perjuangan Indonesia Baru 11) Partai Kedaulatan 12) Partai Persatuan Daerah 13) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 14) Partai Pemuda Indonesia 15) Partai Nasional Indonesia (PNI) Marhaenisme 16) Partai Demokrasi Pembaruan 17) Partai Karya Perjuangan 18) Partai Matahari Bangsa 19) Partai Penegak Demokrasi Indonesia 20) Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) 21) Partai Republik Nusantara 22) Partai Pelopor 23) Partai Golongan Karya (Partai Golkar) 24) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 25) Partai Damai Sejahtera 26) Partai Nasional Benteng Kerakyatan 27) Partai Bulan Bintang (PBB) 28) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 29) Partai Bintang Reformasi (PBR) 30) Partai Patriot 31) Partai Demokrat 32) Partai Kasih Demokrasi Indonesia 33) Partai Indonesia Sejahtera 34) Partai Kebangkitan Nasional Ulama 35) Partai Merdeka 36) Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia 37) Partai Sarikat Indonesia Partai Buruh

Page 93: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

4.5.8. Perolehan Suara Partai Pada Pemilu DPRD Kabupaten Demak Tahun

2009

Perolehan suara partai di tiap-tiap Daerah Pemilihan adalah sebagaimana

tabel dibawah ini.

Tabel 4.3.4 DAFTAR PEROLEHAN SUARA SAH

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DEMAK PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

No PARPOL DAERAH PEMILIHAN JUM

LAH 1 2 3 4 5

1 Partai Hanura 2.570 2.021 4.250 2.108 5.357 16.306

2 Partai Karya Peduli Bangsa

(PKPB)

2.446 3.354 2.257 4.498 1.353 13.908

3 Partai Pengusaha Dan

Pekerja Indonesia

0 0 0 0 0 0

4 P. Peduli Rakyat Nasional 2.691 311 456 1.915 582 5.955

5 Partai Gerindra 4.723 4.049 1.777 4.185 6.607 21.341

6 Partai Barisan Nasional 301 0 779 1.171 237 2.488

7 P. Keadilan dan Persatuan

Indonesia (PKPI)

508 161 520 83 1.449 2.721

8 Partai Keadilan Sejahtera

(PKS)

9.029 4.793 11.518 7.059 6.748 39.147

9 Partai Amanat Nasional

(PAN)

7.075 4.161 982 2.880 1.217 16.315

10 P. Perjuangan Indonesia

Baru

172 0 122 0 0 294

11 Partai Kedaulatan 120 74 187 428 469 1.278

12 Partai Persatuan Daerah 86 348 0 54 253 741

13 Partai Kebangkitan Bangsa

(PKB)

17.602 11.731 26.801 18.226 26.466 100.826

14 Partai Pemuda Indonesia 1.077 0 0 289 0 1.366

15 PNI Marhaenisme 248 74 131 0 110 563

16 P. Demokrasi Pembaruan 3.510 5.995 1.990 305 7.835 19.635

17 Partai Karya Perjuangan 58 91 0 904 0 1.053

Page 94: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

18 Partai Matahari Bangsa 53 78 27 62 45 265

19 P. Penegak Demokrasi

Indonesia

0 0 0 0 0 0

20 P. Demokrasi

Kebangsaan(PDK)

230 730 292 57 0 1.309

21 Partai Republik Nusantara 1.074 101 235 1.930 956 4.296

22 Partai Pelopor 119 53 1.001 27 35 1.235

23 P. Golongan Karya

(Golkar)

22.710 9.663 24.483 9.003 5.269 71.128

24 PPP 12.840 5.519 5.045 9.890 6.478 39.772

25 Partai Damai Sejahtera 0 0 0 0 598 598

26 PNBK 3.182 0 26 0 0 3.208

27 Partai Bulan Bintang

(PBB)

370 170 181 664 4.147 5.532

28 PDIP 15.242 13.170 17.703 6.600 17.972 70.687

29 Partai Bintang Reformasi

(PBR)

981 0 283 697 232 2.193

30 Partai Patriot 0 0 0 0 342 342

31 Partai Demokrat 14.345 6.284 9.783 6.505 10.380 47.297

32 P. Kasih Demokrasi

Indonesia

0 0 0 0 100 100

33 Partai Indonesia Sejahtera 214 88 0 45 0 347

34 P. Kebangkitan Nasional

Ulama

1.214 2.260 1.472 963 6.744 12.653

41 Partai Merdeka 0 0 429 0 235 664

42 Partai Persatuan Nahdlatul

Ummah Indonesia

0 0 0 0 0 0

43 Partai Sarikat Indonesia 0 0 0 0 0 0

44 Partai Buruh 0 0 0 0 0 0

JUMLAH 124.790 75.279 112.730 80.548 112.216 505.563

Sumber: KPUD Kabupaten Demak Tahun 2009

Pada pemilu 2009, perolehan suara antar partai-partai besar tidak begitu jauh.

Tidak terdapat partai yang unggul dengan selisih besar dari partai dengan perolehan

jumlah suara dibawahnya. Untuk partai-partai baru dan partai kecil, banyak diantara

Page 95: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

mereka yang tidak memperoleh satu suara pun di tiap-tiap Dapel. Terdapat beberapa

partai seperti Partai Merdeka, Partai Patriot, dan beberapa partai lain, hanya

memperoleh suara di Dapel tertentu, sedangkan di Dapel yang lain tidak memperoleh

suara.

Partai-partai pendatang baru, seperti Partai Gerindra, Partai Hanura, PKNU,

PKB, ternyata mampu memberi cukup perlawanan dalam perolehan suara. Hal itu

terlihat dari perolehan suara mereka yang cukup untuk mendapatkan satu kursi di

Dapel-dapel tertentu.

4.5.9. Perolehan Kursi DPRD Kabupaten Demak Tahun 2009

Partai-partai yang berhasil memperoleh kursi DPRD Kabupaten Demak pada

Pemilu 2009 adalah sebanyak 12 partai politik, yakni:

1) Partai Hanura, sebanyak 1 kursi

2) Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), sebanyak 1 kursi

3) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), sebanyak 3 kursi

4) Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sebanyak 5 kursi

5) Partai Amanat Nasional (PAN), sebanyak 2 kursi

6) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), sebanyak 10 kursi

7) Partai Demokrasi Pembaruan (PDP), sebanyak 2 kursi

8) Partai Golkar, sebanyak 6 kursi

9) Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sebanyak 5 kursi

10) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), sebanyak 8 kursi

11) Partai Demokrat, sebanyak 6 kursi

12) Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU), sebanyak 1 kursi

Page 96: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Berikut ini adalah tabel lengkap perolehan kursi partai-partai di tiap-tiap

Daerah Pemilihan.

Tabel 4.3.5 DAFTAR PEROLEHAN KURSI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DEMAK PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

No PARPOL DAERAH PEMILIHAN JUMLAH 1 2 3 4 5 1 Partai Hanura 1 1 2 Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) 1 1 3 P. Pengusaha Dan Pekerja Indonesia 4 Partai Peduli Rakyat Nasional 5 Partai Gerindra 1 1 1 3 6 Partai Barisan Nasional 7 P. Keadilan Persatuan Indnesia 8 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 1 1 1 1 1 5 9 Partai Amanat Nasional (PAN) 1 1 2 10 Partai Perjuangan Indonesia Baru 11 Partai Kedaulatan 12 Partai Persatuan Daerah 13 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 2 1 3 2 2 10 14 Partai Pemuda Indonesia 15 PNI Marhaenisme 16 Partai Demokrasi Pembaruan 1 1 2 17 Partai Karya Perjuangan 18 Partai Matahari Bangsa 19 P. Penegak Demokrasi Indonesia 20 P. Demokrasi Kebangsaan (PDK) 21 Partai Republik Nusantara 22 Partai Pelopor 23 Partai Golongan Karya (Golkar) 2 1 2 1 6 24 PPP 1 1 1 1 1 5 25 Partai Damai Sejahtera 26 Partai Nasional Benteng Kerakyatan 27 Partai Bulan Bintang (PBB) 28 PDIP 2 1 2 1 2 829 Partai Bintang Reformasi (PBR) 30 Partai Patriot 31 Partai Demokrat 2 1 1 1 1 6 32 Partai Kasih Demokrasi Indonesia 33 Partai Indonesia Sejahtera 34 Partai Kebangkitan Nasional Ulama 1 141 Partai Merdeka 42 P. Persatuan Nahdlatul Ummah

Indonesia

43 Partai Sarikat Indonesia 44 Partai Buruh

JUMLAH 12 8 11 9 10 50 Sumber: KPUD Kabupaten Demak Tahun 2009

Page 97: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Pada Pemilu 2009, perolehan kursi di tiap-tiap Dapel terbilang cukup merata,

yakni dengan 2 atau 1 kursi per Dapil oleh sebuah partai politik. Bahkan terdapat

partai yang secara merata mendapat 1 kursi di setiap Dapel, yakni PKS dan PPP.

Hanya PKB yang memperoleh 3 kursi dari sebuah Dapel. Hal ini berbeda dengan

Pemilu 2004, dimana terdapat partai yang memperoleh 4 kursi di Dapel 1 dan 3.

4.5.10. Nama dan Nomor Urut Calon Anggota DPRD Kabupaten Demak

Terpilih

Dibawah ini merupakan daftar nama calon di tiap Daerah Pemilihan, yang

berhasil memperoleh kursi DPRD Kabupaten Demak Tahun 2009, asal Partai, nomor

urut Calon tersebut, serta pencapaian Bilangan Pembagi Pemilih pada Pemilu Tahun

2009.

Tabel 4.3.6.1 DAFTAR CALON TERPILIH

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DEMAK PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

Daerah Pemilihan: DEMAK I NO

PARPOL NAMA CALON TERPILIH MENCAPAI BPP

NO URUT

TIDAK MENCAPAI BPP NO URUT

1 P GERINDRA ALI SUBKAN, S.Ag 2 2 PKS AHMAD MUDHOFAR, A.Md 1 3 PAN Dra. SUSI ALIFAH 4 4 PKB H. MUCHLASIN, SE 1 5 PKB NURULLAH YASI, BA 3 6 P GOLKAR H. BUDHI ACHMADI, SE 2 7 P GOLKAR NURYONO PRASETYO, SE 8 8 PPP ALI MAS’ADI, SH 1 9 PDI P Hj. ESTINI DYAH ERAWATI 1 10 PDI P PURNOMO, SH 2 11 P.DEMOKRAT NGASPAN 2 12 P.DEMOKRAT TATIEK SOELISTIJANI 4

Sumber: KPUD Kabupaten Demak Tahun 2009

Page 98: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Tabel 4.3.6.2 DAFTAR CALON TERPILIH

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DEMAK PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

Daerah Pemilihan: DEMAK II NO

PARPOL NAMA CALON TERPILIH MENCAPAI BPP

NO URUT

TIDAK MENCAPAI BPP NO URUT

1 PKS KAMZAWI, S.Ag 1 2 PAN H. FARODLI 1 3 PKB H. SUDONO 1 4 PDP DANANG SAPUTRO 1 5 P GOLKAR H. MA, SURADI 1 6 PPP ROZIKHAN 1 7 PDI P SUDARNO 1 8 P.DEMOKRAT ZUMAROH, S.Pd 6

Sumber: KPUD Kabupaten Demak Tahun 2009

Tabel 4.3.6.3 DAFTAR CALON TERPILIH

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DEMAK PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

Daerah Pemilihan: DEMAK III PARPOL NAMA CALON TERPILIH

MENCAPAI BPP

NO URUT

TIDAK MENCAPAI BPP NO URUT

1 P HANURA MUH SOFWAN, ST 1 2 PKS SAPUAN, S.P 6 3 PKB CHURUNCHALINA SILFIYA,S.Pd.I 6 4 PKB MASKURI, S.Ag 1 5 PKB NURUL MUTTAQIN, SH.I 7 6 P GOLKAR IKE CHANDRA AGUSTINA, S.Kom 3 7 P GOLKAR SUNARI 2 8 PPP RIFA’I, A.Ma 1 9 PDI P MUGIYONO 1 10 PGOLKAR EKO NURKHAYATI 3 11 P.DEMOKRAT H. AHMAD HUSAINI, BA 2

Sumber: KPUD Kabupaten Demak Tahun 2009

Page 99: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Tabel 4.3.6.4 DAFTAR CALON TERPILIH

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DEMAK PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

Daerah Pemilihan: DEMAK IV NO

PARPOL NAMA CALON TERPILIH MENCAPAI BPP

NO URUT

TIDAK MENCAPAI BPP NO URUT

1 PKPB SITI MARYAMAH 2 2 P GERINDRA AHMAD MANSUR, SE 3 3 PKS SLAMET, S.Sos 8 4 PKB KH. MASYKURI ABDULLAH, S.Ag 1 5 PKB Hj. NUR SA’ADAH,S.Pd.I 2 6 P.DEMOKRAT FATKHAN, SH 1 7 P GOLKAR NUR WAHID 1 8 PPP H. SABIQ 1 9 PDI P SONHAJI 1

Sumber: KPUD Kabupaten Demak Tahun 2009

Tabel 4.3.6.5

DAFTAR CALON TERPILIH ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DEMAK

PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009 Daerah Pemilihan: DEMAK V

NO

PARPOL NAMA CALON TERPILIH MENCAPAI BPP

NO URUT

TIDAK MENCAPAI BPP NO URUT

1 P GERINDRA DJUMBADI 1 2 PKS AMIR DARMANTO 1 3 PKB RIZQON MALIK FULLAESUF, S.T 1 4 PKB PARSIDI 10 5 PDP YUDO ASTIKO, S.Pd 1 6 PPP H. SUHARMIN 1 7 PDI P MUZAERI, Amd, SE 3 8 PDI P S.FAHRUDIN BISRI SLAMET 1 9 P.DEMOKRAT MASHUDI, SH.I 1 10 PKNU BUSRO, S.Pd 3

Sumber: KPUD Kabupaten Demak Tahun 2009

Dari kesepuluh calon di Dapel Demak 5 yang berhasil memperoleh kursi

DPRD Kabupaten Demak, tidak terdapat satu pun yang berhasil memperoleh suara

satu BPP.

Page 100: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

4.6. Perubahan Peta Perolehan Kursi Partai

Pada pemilu 2004, PDI Perjuangan berhasil mendominasi dukungan di semua

Daerah Pemilihan, kecuali di Daerah Pemilihan Demak 4. Di Daerah Pemilihan

Demak 1 dan 3, PDI Perjuangan berhasil memperoleh 4 kursi DPRD Kabupaten

Demak. Sedangkan di Daerah Pemilihan Demak 4, PDI Perjuangan kalah tipis dari

PPP yang mendominasi Daerah Pemilihan ini. Pada pemilu 2009, peta perolehan

kursi PDI Perjuangan berubah. PDI Perjuangan mengalami penurunan perolehan

secara drastic. PDI Perjuangan hanya mampu memperoleh masing-masing 2 kursi di

Daerah Pemilihan 1 dan 3, di mana pada Pemilu 2004 PDI Perjuangan mampu

memperoleh masing-masing 4 kursi di Daerah Pemilihan ini.

PKB memiliki peta perolehan suara yang kurang lebih merata di setiap

Daerah Pemilihan. Meskipun jumlahnya tidak signifikan, namun PKB mampu

memperoleh rata-rata 2 kursi di setiap Daerah Pemilihan. Pada Pemilu 2009, PKB

mengalami kenaikan 1 kursi disbanding pada Pemilu 2004. Namun, dengan 10 kursi

yang diperoleh, PKB menjadi pemenang Pemilu legislative DPRD Kabupaten

Demak. Perolehan kursi PKB pada Pemilu 2009 di tiap Daerah Pemilihan masih

tetap seperti pada Pemilu 2004. Hanya mengalami kenaikan satu kursi di Daerah

Pemilihan 3, dan menjadikan PKB memimpin perolehan kursi di Daerah Pemilihan

Demak 3. Daerah Pemilihan Demak 3 pada Pemilu 2004 menyumbangkan 4 kursi

DPRD Kabupaten Demak pada PDI Perjuangan.

Partai Demokrat pada Pemilu 2004 kurang begitu mendapat dukungan. Hal

tersebut tercermin dari perolehan kursi, yakni 3 kursi DPRD Kabupaten Demak.

Kursi Partai democrat diperoleh di Daerah Pemilihan 1, 3, dan 5. Masing-masing

Page 101: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

satu kursi. Pada Pemilu 2009, perolehan kursi Partai Demokrat mengalami kenaikan

100%, dari 3 menjadi 6 kursi. Di Daerah Pemilihan Demak 1, Partai Demokrat

berhasil menaikkan 1 kursi menjadi 2 kursi. Di Daerah Pemilihan 2 dan 4, Partai

Demokrat berhasil memperoleh masing-masing 1 kursi. Pada Pemilu 2004, Partai

Demokrat tidak berhasil memperoleh kursi di Daerah Pemilihan tersebut. Sementara

di Daerah Pemilihan 3 dan 5, perolehan kursinya mengalami stagnasi, tetap seperti

pada Pemilu 2004, yakni 1 kursi.

Sebagai pendatang baru, Partai Gerindra mampu memperoleh 3 kursi DPRD

Kabupaten Demak. Seperti Partai Demokrat ketika Pemilu 2004. Peroleh kursi Partai

Gerindra berasal dari Daerah Pemilihan 1, 4, dan 5. Masing-masing 1 kursi. Apa

yang terjadi dengan Partai Gerindra di Pemilu 2009, terdapat kemiripan peta

perolehan kursi dengan Partai Demokrat pada Pemilu 2004, yakni sama-sama

memperoleh 1 kursi di Daerah Pemilihan 1 dan 5. Hal ini secara sederhana dapat

diartikan bahwa Daerah Pemilihan 1 dan 5 memiliki pemilih yang terbuka terhadap

partai baru.

4.7. Profil Partai Di Kabupaten Demak

4.7.1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

PDI Perjuangan merupakan partai politik yang sebenarnya adalah partai yang

secara langsung memiliki tali kesejarahan dengan partai politik masa orde lama. PDI

Perjuangan sebenarnya kelanjutan dari Partai Demokrasi Indonesia yang berdiri pada

tanggal 10 Januari 1973. Partai Demokrasi Indonesia itu lahir dari hasil fusi 5 (lima)

partai politik. Kelima partai politik tersebut yaitu :

Page 102: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

1) Partai Nasional Indonesia (PNI)

2) Partai Kristen Indonesia (Parkindo)

3) Partai Katolik

4) Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)

5) Murba

Dengan dideklarasikannya fusi kelima partai tersebut, maka lahirlah Partai

Demokrasi Indonesia. Tahun 1998 membawa angin segar bagi PDI dibawah

kepemimpinan Megawati.Di tengah besarnya keinginan masyarakat untuk

melakukan reformasi politik, PDI dibawah kepemimpinan Megawati kian berkibar.

Pasca Lengsernya Soeharto, dukungan terhadap PDI dibawah kepemimpinan

Megawati semakin kuat, sorotan kepada PDI bukan hanya dari dalam negeri tetapi

juga dari luar negeri.

Pada tanggal 8-10 Oktober 1998, PDI dibawah kepemimpinan Megawati

menyelenggarakan Kongres V PDI yang berlangsung di Denpasar Bali. Di dalam

Kongres V PDI, Megawati Soekarnoputri terpilih kembali menjadi Ketua Umum

DPP PDI periode 1998-2003 secara aklamasi. Didalam Kongres tersebut, Megawati

diberi kewenangan khusus untuk mengambil langkah-langkah organisatoris dalam

rangka eksistensi partai, NKRI dan UUD 1945, kewenangan tersebut dimasukan di

dalam AD-ART PDI. Meskipun pemerintahan sudah berganti, namun yang diakui

oleh Pemerintah adalah masih tetap PDI dibawah kepemimpinan Soerjadi dan Buttu

Hutapea. Oleh karenanya agar dapat mengikuti Pemilu tahun 1999, Megawati

mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada tanggal 1 Februari 1999 yang

Page 103: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

disahkan oleh Notaris Rakhmat Syamsul Rizal, kemudian dideklarasikan pada

tanggal 14 Februari 1999 di Istoran Senayan Jakarta.

Pemilu tahun 1999 membawa berkah bagi PDI Perjuangan, dukungan yang

begitu besarnya dari masyarakat menjadikan PDI Perjuangan sebagai pemenang

Pemilu dan berhasil menempatkan wakilnya di DPR sebanyak 153 orang. Dalam

perjalananya kemudian, Megawati terpilih sebagai Wakil Presiden mendampingi KH

Abdurahman Wahid yang terpilih didalam Sidang Paripurna MPR sebagai Presiden

Republik Indonesia Ke - 4.

Kongres I PDI Perjuangan diselenggarakan pada tanggal 27 Maret - 1 April

2000 di Hotel Patra Jasa Semarang-Jawa Tengah. Menjelang Kongres I PDI

Perjuangan, sudah muncul calon-calon kandidat Ketua Umum DPP PDI Perjuangan,

nama yang muncul antara lain Dimyati Hartono yang saat itu masih menjabat sebagai

Ketua DPP PDI Perjuangan, kemudian muncul pula nama Eros Jarot yang sempat

menggalang DPC-DPC untuk mendukungnya. Di dalam pemandangan umum

Cabang-Cabang, dari 243 DPC, hanya 2 DPC yang mengusulkan nama lain yaitu

DPC Kota Jayapura dalam pemandangan umumnya mengusulkan 3 orang calon

Ketua Umum yaitu Megawati, Dimyati Hartono dan Eros Jarot, kemudian DPC Kota

Banjarmasin mengusulkan Eros Jarot sebagai KetuanUmum DPP PDI Perjuangan.

Kongres I PDI Perjuangan akhirnya menetapkan Megawati Soekarnoputri

sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan periode 2000-2005 secara aklamasi tanpa

pemilihan karena 241 dari 243 DPC mengusulkan nama Megawati sebagai Ketua

Umum DPP PDI Perjuangan.

Page 104: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Setelah Kongres I PDI Perjuangan tahun 2000, pada tahun 2001 Megawati

diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia Ke - 5 menggantikan KH

Abdurahman Wahid yang diturunkan dalam Sidang Istimewa MPR-RI. Meski

sebagai partai penguasa, PDI Perjuangan ternyata tidak mampu meraih kemenangan

di dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden tahun 2004. PDI Perjuangan hanya

mampu memperoleh suara diurutan kedua dengan 109 kursi di DPR.

Kongres II PDI Perjuangan diselenggarakan pada tanggal 28 - 31 Maret 2005

di Hotel Grand Bali Beach, Denpasar Bali, tempat dimana Kongres V PDI

diselenggarakan pada tahun 1998. Kongres ini selesai 2 hari lebih cepat dari yang

dijadwalkan yaitu 28 Maret - 2 April 2005. Megawati dikukuhkan sebagai Ketua

Umum terpilih karena seluruh peserta dalam pemandangan umumnya mengusulkan

Megawati menjadi Ketua Umum DPP PDI Perjuangan periode 2005-2010.

PDI Perjuangan di Kabupaten Demak terbilang sangat eksis. Hal tersebut

tercermin dari mayoritas kursi yang diperoleh PDI Perjuangan di DPRD Kabupaten

2004-2009. Di samping itu, PDI Perjuangan juga berhasil menempatkan kandidatnya

sebagai Bupati Kabupaten Demak. Sehingga dapat dikatakan bahwa PDIP memiliki

amunisi politik yang cukup besar pada percaturan politik di Kabupaten Demak.

Menjelang Pemilu 2009, PDI Perjuangan Kabupaten Demak mengalami

permasalahan di internal DPC. Perbedaan pendapat dalam menjalankan Partai terjadi

antara Ketua DPC PDI Perjuangan, yakni Dra. Hj. Endang Setyaningdyah, MM

(mantan Bupati Demak), dengan Sekretaris DPC, yakni Mugiyono. Puncak

perbedaan mereka terjadi ketika pengajuan daftar calon anggota legislative ke KPUD

Page 105: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Kabupaten Demak. Masing-masing kubu mengajukan daftar calegnya. Menurut

Ketua KPUD Demak, sebenarnya kedua kubu tidak sah dalam mengajukan caleg ke

KPUD. Peraturan menyatakan bahwa pengajuan Caleg harus ditanda tangani oleh

Ketua dan Sekretaris. Sementara dalam kasus pengajuan oleh PDI Perjuangan,

masing-masing kubu tidak memenuhi persyaratan tersebut. Kubu Dra. Hj. Endang

Setyaningdyah, MM mengajukan daftar Caleg dengan tanda tangan Ketua DPC dan

Wakil Sekretaris DPC. Sedangkan kubu Mugiyono mengajukan daftar caleg dengan

tanda tangan Wakil Ketua DPC dan Sekretaris DPC. Namun, karna adanya intervensi

dari elit penguasa di Demak, salah satu dari mereka dapat diterima.

Pengurus Harian DPC PDI Perjuangan Kabupaten Demak meliputi:

• Ketua :Dra.Hj.Endang Setyaningdyah, MM

• Wakil Ketua Bid Politik &

Pemenangan Pemilu : Moeh Yoes Heasy, SH

• Wakil Ketua Bid Keanggotaan,

Org, Ideologi dan Kaderisasi : Edy Purwanto

• Wakil Ketua Bid Inkom,

Buruh Tani dan Nelayan : Wignyo Pranoto

• Wakil Ketua Bid Pengusaha Kecil Menengah, Kop

& Pemeberdayaan Perempuan : Utari dewayanti

• Wakil Ketua Bid Advokasi, hukum,

HAM, Kemasyarakatan, Pemuda,

Pelajar, dan Mahasiswa : Muzaeri, Amd.SE.

• Sekretaris : Mugiyono

Page 106: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

• Wakil Sekretaris Bid. Internal : Dra. Hj. Suntarita

• Wakil Sekretaris Bid. Eksternal : Mashuri

• Bendahara : Sugiharno, Sp

• Wakil Bendahara Bid. Inventarisasi

dan Kekayaan Partai : Hery Setiawan

Pengurus Badan Pemenangan Pemilu (BP Pemilu) PDI P Kabupaten Demak

adalah:

• Ketua : Moeh Yoes Heasy, SH

• Wakil Bid. Peraturan Per Uu

Dan Petugas Pemilu : B. Setyo Utomo, SH

• Wakil Bid. Pembinaan, Penggalangan

Dan Kampanye : Nur Ali

• Wakil Bid. Pembinaan, Penggalangan,

Dan Kampanye : Siswoyo

• Sekretaris : Suparyoto

Wakil Sekretaris : Dra. Hj. Suntarita

• Biro Hukum Dan Per Uu : Fahrurrozi

• Biro Penyiapan Petugas Pemilu : Sutoyo

• Biro Penggalangan & Pembinaan : Ratmo Rajab

• Biro Penjaringan & Penyaringan : Jumali

• Biro Data Dan Informasi : A. Torib

Page 107: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

• Biro Media Masa Dan Kampanye : B. Hartadi Nugroho

• Biro Dana,Sarana,Prasarana Kampanye : Sari Dewi Murni

• Biro Hub KPU & Panwaslu : Utari Dewayanti

• Penasihat BP Pemilu : Muzaeri, Amd, SE.

4.7.2. Partai Kebangkitan Bangsa

Pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto lengser keprabon sebagai

akibat desakan arus reformasi yang kuat, mulai yang mengalir dari diskusi terbatas,

unjuk rasa, unjuk keprihatinan, sampai istighosah dan lain sebagainya. Peristiwa ini

menandai lahirnya era baru di Indonesia, yang kemudian disebut era reformasi.

Sehari setelah peristiwa bersejarah itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)

mulai kebanjiran usulan dari warga NU di seluruh pelosok tanah air. Usulan yang

masuk ke PBNU sangat beragam, ada yang hanya mengusulkan agar PBNU

membentuk parpol, ada yang mengusulkan nama parpol. Tercatat ada 39 nama

parpol yang diusulkan. Nama terbanyak yang diusulkan adalah Nahdlatul Ummah,

Kebangkitan Umat dan Kebangkitan Bangsa.

Ada juga yang mengusulkan lambang parpol. Unsur-unsur yang terbanyak

diusulkan untuk lambang parpol adalah gambar bumi, bintang sembilan dan warna

hijau. Ada yang mengusulkan bentuk hubungan dengan NU, ada yang mengusulkan

visi dan misi parpol, AD/ART parpol, nama-nama untuk menjadi pengurus parpol,

ada juga yang mengusulkan semuanya. Di antara yang usulannya paling lengkap

adalah Lajnah Sebelas Rembang yang diketuai KH M Cholil Bisri dan PWNU Jawa

Page 108: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Barat. Dalam menyikapi usulan yang masuk dari masyarakat Nahdliyin, PBNU

menanggapinya secara hati-hati. Hal ini didasarkan pada adanya kenyataan bahwa

hasil Muktamar NU ke-27 di Situbondo yang menetapkan bahwa secara organisatoris

NU tidak terkait dengan partai politik manapun dan tidak melakukan kegiatan politik

praktis. Namun demikian, sikap yang ditunjukan PBNU belum memuaskan

keinginan warga NU. Banyak pihak dan kalangan NU dengan tidak sabar bahkan

langsung menyatakan berdirinya parpol untuk mewadahi aspirasi politik warga NU

setempat. Diantara yang sudah mendeklarasikan sebuar parpol adalah Partai Bintang

Sembilan di Purwokerto dan Partai Kebangkitan Umat (Perkanu) di Cirebon.

Akhirnya, PBNU mengadakan Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah

PBNU tanggal 3 Juni 1998 yang menghasilkan keputusan untuk membentuk Tim

Lima yang diberi tugas untuk memenuhi aspirasi warga NU. Tim Lima diketuai oleh

KH Ma’ruf Amin (Rais Suriyah/Koordinator Harian PBNU), dengan anggota, KH M

Dawam Anwar (Katib Aam PBNU), Dr KH Said Aqil Siradj, M.A. (Wakil Katib

Aam PBNU), HM Rozy Munir,S.E., M.Sc. (Ketua PBNU), dan Ahmad Bagdja

(Sekretaris Jenderal PBNU). Untuk mengatasi hambatan organisatoris, Tim Lima itu

dibekali Surat Keputusan PBNU.

Kemudian terbentuklah sebuah partai yang bernama Partai Kebangkitan

Bangsa. Partai Kebangkitan Bangsa, adalah sebuah partai politik Indonesia. Partai ini

didirikan di Jakarta pada tanggal 29 Rabi’ul Awal 1419 Hijriyah / 23 Juli 1998 yang

dideklarasikan oleh para kiai-kiai Nahdlatul Ulama, (Munasir Ali, Ilyas Ruchiyat,

Abdurrahman Wahid, A. Mustofa Bisri, A. Muhith Muzadi). Partai yang berbasis

Page 109: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

kaum NU mengajukan Gus Dur sebagai presiden pada pemilu 1999 yang kemudian

menjabat dari tahun 1999 sampai pertengahan 2001. Pemilu 2004 Gus Dur Tidak

lolos verifikasi KPU sebagi Calon Presiden. Pada tahun 2004, partai ini memperoleh

hasil suara 10,57% (11.989.564) dan mendapatkan kursi sebanyak 52 di DPR.

Visi diantaranya (a) Mewujudkan cita-cita kemerdekaan Republik Indonesia

sebagaimana dituangakn dalam Pembukaan Undang- undang Dasar 1945;

(b) Mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara lahir dan batin, material

dan spiritual;

Misi: Bidang Agama: meningkatatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha

Esa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; Bidang Politik:

mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia; Menegakkan kedaulatan

rakyat; mewujudkan pemerintahan yang demokratis, bersih dan terpercaya;

melaksanakan pembangunan nasional untuk kemakmuran rakyat; melaksanakan

politik luar negeri yang bebas dan aktif serta mengembangkan kerjasama luar negeri

untuk menciptakan perdamaian dunia yang abadi, adil, dan sejahtera; Bidang

Ekonomi: menegakkan dan mengembangkan kehidupan ekonomi kerakyatan yang

adil dan demokratis; Bidang Hukum: berusaha menegakkan dan mengembangkan

negara hukum yang beradab, mampu mengayomi seluruh rakyat, menjunjung tinggi

hak-hak asasi manusia, dan berkeadilan sosial; Bidang Sosial Budaya: berusaha

membangun budaya yang maju dan modern dengan tetap memelihara jatidiri bangsa

yang baik demi meningkatkan harkat dan martabat bangsa; Bidang Pendidikan:

berusaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berakhlak mulia,

Page 110: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

mandiri, terampil, profesional dan kritis terhadap lingkungan sosial di sekitarnya;

mengusahakan terwujudnya sistem pendidikan nasional yang berorientasi

kerakyatan, murah dan berkesinambungan; Bidang Pertahanan: membangun

kesadaran setiap warga negara terhadap kewajiban untuk turut serta dalam usaha

pertahanan negara; mendorong terwujudnya swabela masyarakat terhadap perlakuan-

perlakuan yang menimbulkan rasa tidak aman, baik yang datang dari pribadi-pribadi

maupun institusi tertentu dalam masyarakat.

PKB di Kabupaten Demak terbilang sebagai partai besar. Bahkan secara

nasional, Kabupaten Demak merupakan basis massa PKB yang cukup besar. Pada

Pemilu 2004, PKB berhasil menjadi Partai Pemenang kedua, meskipun selisih

kursinya sangat jauh dengan pemenang pertama yakni PDI Perjuangan. Pada Pemilu

2009, PDI Perjuangan mengalami penurunan perolehan kursi sebesar 100%.

Sedangkan PKB berhasil naik dari 9 kursi menjadi 10 kursi. Hal tersebut membawa

PKB menjadi Partai Pemenang Pemilu legislative DPRD Demak Tahun 2009.

Pencapaian PKB Kabupaten Demak yang tak kalah penting adalah berhasil

menempatkan kandidat bupatinya sebagai pemenang. Dan hingga saat ini, Bupati

Demak adalah Bupati yang diusung oleh PKB.

Konflik internal PKB yang terjadi di DPP, ternyata juga berimbas ke DPC

PKB Kabupaten Demak. Kepengurusan asli DPC dengan Ketua Muhlasin (sebelum

konflik di DPP) merupakan kepengurusan yang masuk dalam kubu Gus Dur.

Sementara yang disahkan oleh pemerintah adalah kepengurusan dengan Ketua

Page 111: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Dewan Tanfidziah Muhaimin Iskandar. Secara otomatis, kepengurusan DPC PKB

Kabupaten Demak tidak mendapat legalitas dari DPP PKB.

Menjelang Pemilu 2009, kondisi ini mendapat sorotan serius dari DPP PKB.

DPP PKB berencana meng-care taker-kan PKB kabupaten Demak, sehingga DPC

PKB Kabupaten Demak tidak mengikuti Pemilu 2009. Besarnya massa PKB di

Demak, membuat DPP PKB berfikir ulang tentang rencana tersebut. Proses

komunikasi antara pihak DPP PKB dan elemen PKB di Kabupaten Demak

dilaksanakan. Blok elit PKB Girikusumo menjadi harapan satu-satunya bagi DPP

PKB. Setelah melalui berbagai pertimbangan, DPP PKB bersedia melegalkan DPC

PKB dengan syarat posisi Ketua DPC PKB Kabupaten Demak harus di gantikan oleh

elemen dari blok elit PKB Girikusumo. DPP PKB meminta Munhamir sebagai Ketua

menggantikan Muhlasin.

Dengan berbagai pertimbangan dari Munhamir, rencana pergantian ketua

DPC tidak dilaksanakan. Kemudian DPP PKB memberi opsi terakhir, yakni

Munhamir harus jadi Sekretaris. Opsi ini disepakati oleh semua pihak. Maka

diadakanlah perubahan kepengurusan DPC PKB Kabupaten Demak beberapa bulan

sebelum Pemilu 2009.

Konflik tidak berhenti sampai di situ. Dalam menjalankan partai, perseteruan

dua kubu masih terasa. Ketua DPC, sebagai kubu Gus Dur, berseteru dengan

Sekretaris DPC, kubu Muhaimin. Akibat paling fatal dari perseteruan tersebut adalah

tidak terbentuknya lembaga pemenangan pemilu (LPP) di PKB kabupaten Demak.

Page 112: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Profil Pengurus Dewan Pengurus Cabang PKB Kabupaten Demak:

Dewan Syuro

Ketua : KH.M. Zainal Arifin Ma’sum

Wakil Ketua : KH. Rofi’i Masyhuri

Wakil Ketua : KH. Imron

Wakil Ketua : KH. Masykuri Abdullah, S.Ag

Sekretaris : KH. M. Aminuddin

Wakil Sekretaris : KH. Agus Umar Kholil

Wakil Sekretaris : K. Muzayyin Sirmad

Wakil Sekretaris : H. Moh. Anas Malik

Wakil Sekretaris : KH. In’am Aataqy

Anggota : KH. Abu Manshur

Anggota : KH. Abdul Basyir

Anggota : KH. Jumani

Anggota : KH. Musyafa’ Ruslan

Anggota : KH. Amiq Dahlan

Dewan Tanfdiz

Ketua : H. Muchlasin, SE

Wakil Ketua : Masykuri, S.Ag

Wakil Ketua : Ali Khaedar

Wakil Ketua : H. Nurulloh Yasin, BA

Wakil Ketua : Syamsul Huda, S.Sos.

Wakil Ketua : Ahmad Faozan, S.Ag., S.Pd

Page 113: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Wakil Ketua : Sumiyatun, S.Tp.

Wakil Ketua : Hj. Ida Nur Sa’adah, S.Pd.I.

Wakil Ketua : Rizqon Malik Fullaesuf, ST

Sekretaris : H. Munhamir

Wakil Sekretaris : A. Shiidiq Sugiarto

Wakil Sekretaris : Drs. A. Fadhil

Wakil Sekretaris : Suyono, S.PdI, MM

Wakil Sekretaris : Parsidi, ST

Bendahara : H. Fathoni,SH

Wakil Bendahara : Hj. Barokah Hafidz, S.Ag

Wakil Bendahara : Moh. Khusen

Pengurus Lembaga Pemenangan Pemilu PKB Kabupaten Demak adalah:

Konflik internal yang melanda PKB Kabupaten Demak, menyebabkan

pembentukan lembaga ini tidak maksimal. Kepengurusan secara sederhana adalah

sebagai berikut:

Ketua : Syamsul Huda, S.Sos

Sekretaris : A. Siddiq Sugiarto

Bendahara : Hj. Ida Nur Sa’adah, S.PdI

Page 114: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

4.7.3. Partai Demokrat

Partai Demokrat didirikan atas inisiatif saudara Susilo Bambang Yudhoyono

yang terilhami oleh kekalahan terhormat saudara Susilo Bambang Yudhoyono pada

pemilihan Calon wakfl Presiden dalam Sidang MPR tahun 2001.

Dari perolehan suara dalam pemilihan cawapres dan hasil pooling public

yang menunjukkan popularitas yang ada pada diri Susilo Bambang Yudhoyono

(selanjutnya disebut SBY), beberapa orang terpanggil nuraninya untuk memikirkan

bagaimana sosok SBY bisa dibawa menjadi Pemimpin Bangsa dan bukan

direncanakan untuk menjadi Wakil Presiden RI tetapi menjadi Presiden RI untuk

masa mendatang. Hasilnya adalah beberapa orang diantaranya saudara Vence

Rumangkang menyatakan dukungannya untuk mengusung SBY ke kursi Presiden,

dan bahwa agar cita-cita tersebut bisa terlaksana, jalan satu-satunya adalah

mendirikan partai politik. Perumusan konsep dasar dan platform partai sebagaimana

yang diinginkan SBY dilakukan oleh Tim Krisna Bambu Apus dan selanjutnya

tehnis administrasi dirampungkan oleh Tim yang dipimpin oleh saudara Vence

Rumangkang. Juga terdapat diskusi-diskusi tentang perlunya berdiri sebuah partai

untuk mempromosikan SBY menjadi Presiden, antara lain : Pada tanggal 12 Agustus

2001 pukul 17.00 diadakan rapat yang dipimpin langsung oleh SBY di apartemen

Hilton. Rapat tersebut membentuk tim pelaksana yang mengadakan pertemuan

secara marathon setiap hari. Tim itu terdiri dari : (1). Vence Rumangkang, (2). Drs.

A. Yani Wahid (Alm), (3). Achmad Kurnia, (4). Adhiyaksa Dault, SH,

(5).Baharuddin Tonti, (6). Shirato Syafei. Di lingkungan kantor Menkopolkampun

Page 115: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

diadakan diskusi-diskusi untuk pendirian sebuah partai bagi kendaraan politik SBY

dipimpin oleh Drs. A. Yani Wachid (Almarhum). Pada tanggal 19 Agustus 2001,

SBY memimpin langsung pertemuan yang merupakan cikal bakal pendirian dari

Partai Demokrat. Dalam pertemuan tersebut, saudara Vence Rumangkang

menyatakan bahwa rencana pendirian partai akan tetap dilaksanakan dan hasilnya

akan dilaporkan kepada SBY.

Selanjutnya pada tanggal 20 Agustus 2001, saudara Vence Rumangkang yang

dibantu oleh saudara Drs. Sutan Bhatoegana berupaya mengumpulkan orang-orang

untuk merealisasikan pembentukan sebuah partai politik. Pada akhimya, terbentuklah

Tim 9 yang beranggotakan 10 (sepuluh) orang yang bertugas untuk mematangkan

konsep-konsep pendirian sebuah partai politik yakni: (1) Vence Rumangkang; (2) Dr.

Ahmad Mubarok, MA.; (3) Drs. A. Yani Wachid (almarhum); (4) Prof. Dr. Subur

Budhisantoso; (5) Prof. Dr. Irzan Tanjung; (6) RMH. Heroe Syswanto Ns.; (7) Prof.

Dr. RF. Saragjh, SH., MH.; (8) Prof. Dardji Darmodihardjo; (9) Prof. Dr. Ir. Rizald

Max Rompas; dan (10) Prof. Dr. T Rusli Ramli, MS. Disamping nama- nama

tersebut, ada juga beberapa orang yang sekali atau dua kali ikut berdiskusi. Diskusi

Finalisasi konsep partai dipimpin oleh Bapak SBY.

Untuk menjadi sebuah Partai yang disahkan oleh Undang- Undang

Kepartaian dibutuhkan minimal 50 (limapuluh) orang sebagai pendirinya, tetapi

muncul pemikiran agar jangan hanya 50 orang saja, tetapi dilengkapi saja menjadi 99

(sembilanpuluh sembilan) orang agar ada sambungan makna dengan SBY sebagai

penggagas, yakni SBY lahir tanggal 9 bulan 9. Pada tanggal 9 September 2001,

Page 116: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

bertempat di Gedung Graha Pratama Lantai XI, Jakarta Selatan dihadapan Notaris

Aswendi Kamuli, SH., 46 dari 99 orang menyatakan bersedia menjadi Pendiri Partai

Demokrat dan hadir menandatangani Akte Pendirian Partai Demokrat. 53 (lima

puluh tiga) orang selebihnya tidak hadir tetapi memberikan surat kuasa kepada

saudara Vence Rumangkang. Kepengurusanpun disusun dan disepakati bahwa

Kriteria Calon Ketua Umum adalah Putra Indonesia asli, kelahiran Jawa dan

beragama Islam, sedangkan Calon Sekretaris Jenderal adalah dari luar pulau jawa

dan beragama Kristen. Setelah diadakan penelitian, maka saudara Vence

Rumangkang meminta saudara Prof. Dr. Subur Budhisantoso sebagai Pejabat Ketua

Umum dan saudara Prof. Dr. Irsan Tandjung sebagai Pejabat Sekretaris Jenderal

sementara Bendahara Umum dijabat oleh saudara Vence Rumangkang.

Pada malam harinya pukul 20.30, saudara Vence Rumangkang melaporkan

segala sesuatu mengenai pembentukan Partai kepada SBY di kediaman beliau yang

saat itu sedang merayakan hari ulang tahun ke 52 selaku koordinator penggagas,

pencetus dan Pendiri Partai Demokrat. Dalam laporannya, saudara Vence

melaporkan bahwa Partai Demokrat akan didaftarkan kepada Departemen

Kehakiman dan HAM pada esok hari yakni pada tanggal 10 September 2001.

Pada tanggal 10 September 2001 jam 10.00 WIB Partai Demokrat didaftarkan

ke Departemen Kehakiman dan HAM RI oleh saudara Vence Rumangkang, saudara

Prof. Dr. Subur Budhisantoso, saudara Prof. Dr. Irsan Tandjung, saudara Drs. Sutan

Bhatogana MBA, saudara Prof. Dr. Rusli Ramli dan saudara Prof. Dr. RF. Saragih,

SH, MH dan diterima oleh Ka SUBDIT Pendaftaran Departemen Kehakiman dan

Page 117: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

HAM. Kemudian pada tanggal 25 September 2001 terbitlah Surat Keputusan

Menkeh & HAM Nomor M.MU.06.08.-138 tentang pendaftaran dan pengesahan

Partai Demokrat. Dengan Surat Keputusan tersebut Partai Demokrat telah resmi

menjadi salah satu partai politik di Indonesia dan pada tanggal 9 Oktober 2001

Departemen Kehakiman dan HAM RI mengeluarkan Lembaran Berita Negara

Nomor : 81 Tahun 2001 Tentang Pengesahan. Partai Demokrat dan Lambang Partai

Demokrat. Selanjutnya pada tanggal 17 Oktober 2002 di Jakarta Hilton Convention

Center (JHCC), Partai Demokrat dideklarasikan dan dilanjutkan dengan Rapat Kerja

Nasional (Rakemas) Pertama pada tanggal 18-19 Oktober 2002 di Hotel Indonesia

yang dihadiri Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC)

seluruh Indonesia.

Partai Demokrat di Kabupaten Demak mengalami kemajuan yang cukup

bagus dan pasti. Perjalanan Partai Demokrat di Kabupaten Demak terbilang mulus.

Tidak terdapat perseteruan internal yang membuat kinerja Partai terhambat. Periode

pertama kepemimpinan Giyanto, Partai Demokrat berhasil memperoleh 3 kursi

DPRD Kab Demak pada Pemilu 2004 (Pemilu pertama bagi Partai Demokrat). Kursi

Partai Demokrat diperoleh dari Dapel 1, 3, dan 5. Perolehan yang cukup bagus untuk

sebuah partai baru. keberhasilan ini mengantarkan Giyanto pada kepemimpinan

periode kedua nya.

Pada pemilu 2009 (Pemilu kedua bagi Partai Demokrat), dibawah

kepemimpinan Giyanto, Partai Demokrat berhasil menaikkan perolehan kursinya

sebesar 100%, dari 3 kursi menjadi 6 kursi. Hal ini menunjukkan perkembangan

Page 118: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

partai ke arah yang positif. Keenam kursi diperoleh di tiap-tiap Dapel. Khusus untuk

Dapel 1, Partai Demokrat berhasil menambah 1 kursi menjadi 2 kursi. Di Dapel 2,

Partai Demokrat berhasil memperoleh 1 kursi. Pada Pemilu 2004, Partai Demokrat

tidak berhasil memperoleh kursi di Dapel tersebut. Di Dapel 3, Partai Demokrat tidak

mengalami perkembangan perolehan kursi, yakni tetap mendapat 1 kursi. Di Dapel 4,

Partai Demokrat berhasil memperoleh 1 kursi. Pada Pemilu 2004, Partai Demokrat

tidak berhasil memperoleh kursi di Dapel tersebut. Di Dapel 5, Partai Demokrat juga

tidak mengalami perkembangan perolehan kursi, yakni tetap mendapat 1 kursi.

Profil Pengurus Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat Kabupaten Demak:

Ketua : Giyanto

Sekretaris : H. Achmad Husaini, BA

Bendahara : Nadiroh, EP

Wakil-Wakil Ketua

1. Organisasi, Keanggotaan dan Kaderisasi (OKK) : Drs. Gihan Supeno

2. Pendidikan dan Peningkatan SDM : Achmad Fauzi

3. Ekonomi, Koperasi, UKM, Perdagangan

dan Perindustrian : M. Chusnul Latif

4. Pemuda dan Olahraga, Kominfo : Pursito

5. Kelautan,Perikanan,Pertanian,Kehutanan

dan Perkebunan : H. Muslimin, SH

6. Sosial, Kesehatan, Agama dan Aliran Kepercayaan : Ulil Absor, S.Pd.I

7. Energi dan Sumber Daya Alam,Lingkungan Hidup, : H. Ali Ikhwan,S.Pd.I

Page 119: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Kelestarian Alam dan Bencana Alam

8. Pemda dan Pertahanan : Drs.H.Subroto

Adiwijoyo,MM

9. Pariwisata : M. Santoso

10. Hukum,HAM,Buruh,Tani,Nelayan & Tenaga Kerja : Junaidi Alamsyah, SE

11. Pemberdayaan Perempuan : Tatiek Soelistyani

WAKIL-WAKIL SEKRETARIS

1. Wakil Sekretaris 1 : Tolkhah Sya’roni

2. Wakil Sekretaris 2 : Nur Ahmad Tamam,SE

3. Wakil Sekretaris 3 : Nakhrowi

4. Wakil Sekretaris 4 : Khafidlin

5. Wakil Sekretaris 5 : Emilia Puspita,S.Kep

6. Wakil Sekretaris 6 : Moh.Syaifudin

7. Wakil Sekretaris 7 : Eviatiwi

Kusumaningtyas, SE

8. Wakil Sekretaris 8 : Chatarina Wahyu

Sulistyowati

9. Wakil Sekeretaris 9 : Subiyantoro

10. Wakil Sekretaris 10 : Bambang Hadi Wijoyo

11. Wakil Sekretaris 11 : Zakiyatul Miskiyah

WAKIL-WAKIL BENDAHARA

1. Wakil Bendahara 1 : Ali Khamdan,SH

2. Wakil Bendahara 2 : Nur Hasanah

Page 120: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

3. Wakil Bendahara 3 : Indah Setyaningsih

4. Wakil Bendahara 4 : Dr Krisdy Sebastian

5. Wakil Bendahara 5 : Siti Munzaroh

6. Wakil Bendahara 6 : Suharni

Pengurus Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Kabupaten Demak

adalah:

Ketua : Akhmad Khoeron, S.Sos

Wk. Ketua I : Kasturi

Wk. Ketua II : Ali Musyadad

Wk. Ketua III : M. Muthohar

Sekretaris : Sri Suwondo

Wk. Sekretaris I : Moh. Ghozali

Wk. Sekretaris II : Maskan

Wk. Sekretaris III : Krisna Ari Wibowo

Wk. Sekretaris IV : Munir

4.7.4. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)

Partai Gerakan Indonesia Raya adalah partai rakyat yang mendambakan

Indonesia yang bangun jiwanya, dan bangun badannya. Partai Gerakan Indonesia

Raya adalah partai rakyat yang bertekad memperjuangkan kemakmuran dan keadilan

Page 121: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

di segala bidang. Partai Gerindra merupakan partai baru pada Pemilu 2009. Partaai

ini menampilkan figure Prabowo Subianto sebagai calon Presiden.

Partai Gerindra di Kabupaten Demak terbentuk seiring dengan kelahiran

Partai Gerindra. DPC Partai Gerindra Kabupaten Demak diisi oleh orang-orang non

partai lama. Bebrapa nama tercatat sebagai aktivis maupun tokoh masyarakat local.

Sebagai contoh adalah Ashadi, merupakan berasal dari seorang aktivis LSM yang

vocal dalam mengkritik kepemimpinan Bupati Hj Endang Setyaningdyah. Kemudian

Djumbadi, merupakan mantan Kepala Desa.

Perjalanan Partai Gerindra sebagai Partai baru pada Pemilu 2009 terbilang

cukup bagus. Partai Gerindra berhasil memperoleh 3 kursi DPRD Kab Demak di

Pemilu pertamanya. Ketiga kursi tersebut diperoleh di Dapel 1, 4, dan 5.

Pengurus Harian DPC Partai Gerindra Kabupaten Demak adalah:

Ketua : Drs. Kumaidi

Wakil Ketua : Ali Subkan, S.Ag

: Siti Sholekhah, S.Ag

: Joko Sumarsono

: Eko Joko Purnomo

: Imron Rosyid

: Faizin

: Sumarmin

: Muhammad Aufaq

: Djumbadi

Page 122: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Sekretaris : Hamdan, S. Ag

Wakil Sekretaris : Siti Asiyah, A.Md.

: Dian Patmariyana, Sh

: Badrut Taman

Bendahara : Silhatul Ulla, Sh.I

Wakil Bendahara : Karsini, S.Th.I

: Unggul Budi Kuncoro

Pengurus Badan Pemenangan Pemilu Partai Gerindra Demak Adalah:

Ketua : Drs. Kumaidi

Sekretaris : Shulukhil Hami

Bendahara : Silhatul Ulla, S.Hi

Departemen :

1. Sosial Bud & Hubungan Media : Suhud Purwanto

2. Penggalangan Massa : Ali Subhan,S.Ag

3. Advokasi & Pembelaan: Adab Basrul Usman,S.Sos.I

4. Pengamanan Suara Dan Saksi : Joko Sumarsono

5. Humas Dan Kerjasama : Djumbadi

6. Logistik : Ashadi

Page 123: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

BAB V

MOBILISASI PEMILIH

5.1. Eksistensi Partai

5.1.1. Partai Pra Pemilu

Sistem politik Indonesia telah menempatkan Partai Politik sebagai pilar

utama penyangga demokrasi. Artinya, tak ada demokrasi tanpa Partai Politik. Karena

begitu pentingnya peran Partai Politik, maka sudah selayaknya jika diperlukan

sebuah Partai Politik yang baik, sehat, efektif dan fungsional. Dengan kondisi Partai

Politik yang sehat dan fungsional, maka memungkinkan untuk melaksanakan

rekrutmen pemimpin atau proses pengkaderan, pendidikan politik dan kontrol sosial

yang sehat. Dengan Partai Politik pula, konflik dan konsensus dapat tercapai guna

mendewasakan masyarakat. Konflik yang tercipta tidak lantas dijadikan alasan untuk

memecah belah partai, tapi konflik yang timbul dicarikan konsensus guna

menciptakan partai yang sehat dan fungsional.

Pentingnya keberadaan Partai Politik dalam menumbuhkan demokrasi harus

dicerminkan dalam peraturan perundang-undangan. Seperti diketahui hanya Partai

Politik yang berhak mengajukan calon dalam Pemilihan Umum. Makna dari ini

semua adalah, bahwa proses politik dalam Pemilihan Umum (Pemilu), jangan sampai

mengebiri atau bahkan menghilangkan peran dan eksistensi Partai Politik. Kalaupun

saat ini masyarakat mempunyai penilaian negatif terhadap Partai Politik, bukan

berarti lantas menghilangkan eksistensi partai dalam sistem ketatanegaraan. Semua

Page 124: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

yang terjadi sekarang hanyalah bagian dari proses demokrasi. Menumbuhkan Partai

Politik yang sehat dan fungsional memang bukan perkara mudah. Diperlukan sebuah

landasan yang kuat untuk menciptakan Partai Politik yang benar-benar berfungsi

sebagai alat artikulasi masyarakat

Fungsi-fungsi yang dimiliki oleh Partai Politik seharusnya dapat berjalan

secara rutin, dan mengambil peran nyata dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Di

Indonesia, keberadaan sebuah Partai Politik sangat kurang dirasakan dalam

kehidupan sehari-hari. Partai Politik hanya hadir ketika dilaksanakan sebuah pesta

demokrasi. Partai Politik memanfaatkan tahapan demokrasi untuk kepentingan

pribadi partai.

Prilaku Partai Politik yang cenderung mengambil peran disaat-saat Pemilu,

ternyata tidak semudah yang terbayangkan, dimana Partai Politik tinggal menyalakan

mesinnya disaat yang dibutuhkan. Mesin partai merupakan elemn-elemen yang

saling terkait dalam proses eksistensi sebuah Partai Politik. Menggerakkan sebuah

mesin tanpa persiapan yang matang, dapat menyebabkan tidak optimalnya hasil yang

hendak dicapai. Bahkan mampu menyebabkan ketidak berfungsian elemen-elemen

tersebut.

Selama kurun waktu jeda Pemilu, seharusnya Partai Politik membangun

elemen-elemen internal Partai Politik yang baik dan harmonis. Kondisi tersebut tidak

dapat datang begitu saja. Setidaknya terdapat beberapa langkah yang bisa digunakan

dalam mempersiapkan sebuah Partai Politik yang siap berjalan, meskipun hanya

berjalan pada saat Pemilu. Pertama, Koordinasi yang terus terjaga antar elemen

Page 125: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

internal Partai Politik. Kualitas dan kuantitas sebuah koordinasi dapat mempengaruhi

bentuk komunikasi yang tercipta dalam partai tersebut. Kesalahan yang terkadang

dilakukan oleh Partai Politik adalah melakukan koordinasi hanya sesaat menjelang

even-even politik seperti Pemilu. Hal ini dapat menimbulkan ketidak siapan terhadap

model komunikasi yang dipakai. Kedua, pemanfaatan mesin partai secara terus

menerus. Partai Politik harus menggerakkan mesin-mesin Partai di luar even-even

politk seperti Pemilu. Pelaksanaan program-program partai yang bersifat non politis,

seperti bakti sosial, diskusi-diskusi, pelatihan-pelatihan dan pengkaderan, dapat

membuat partai ‘biasa’ bergerak dan bekerja.

Bila Partai Politik mampu melaksanakan langkah-langkah tersebut, setidak

terdapat beberapa kemanfaatan yang bisa didapat. Kemudahan koordinasi antar

elemen internal Partai, yang dibutuhkan oleh Partai Politik dalam menghadapi

Pemilu, dapat memberikan Partai Politik cukup tenaga untuk mempersiapkan aspek-

aspek lain terkait pencapaian kemenangan pada Pemilu. Partai Politik tidak

disibukkan oleh permasalahan koordinasi internal. Perlu diketahui, munculnya

permasalahan dalam koordinasi dapat melumpuhkan semua program dan strategi

yang telah ditetapkan oleh Partai Politik. Sehingga tujuan dari strategi tersebut akan

tidak optimal, dan bahkan tidak tercapai. Manfaat lain yang akan didapat adalah

kesiapan elemen-elemen internal Partai Politik ketika harus bergerak dalam Pemilu.

Dapat dibayangkan ketika elemen-elemen internal Partai Politik tidak terbiasa

bergerak, maka akan sulit dimanfaatkan dalam mencapai tujuan Partai Politik.

Keberadaan elemen-elemen tersebut seakan hanya sekedar memenuhi alat

kelengkapan Partai Politik, dan sebenarnya elemen-elemen tersebut ‘tidak ada’.

Page 126: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

5.1.1.1.Konsolidasi Internal Partai

Konsolidasi Internal Partai Politik meliputi aspek koordinasi dan

berfungsinya mesin Partai sebelum dan sesaat Pemilu dilaksanakan. Kualitas dan

kuantitas sebuah koordinasi dapat mempengaruhi bentuk komunikasi yang tercipta

dalam partai tersebut. Kesalahan yang terkadang dilakukan oleh Partai Politik adalah

melakukan koordinasi hanya sesaat menjelang even-even politik seperti Pemilu. Hal

ini dapat menimbulkan ketidak siapan terhadap model komunikasi yang dipakai.

Partai Politik harus menggerakkan mesin-mesin Partai di luar even-even politk

seperti Pemilu. Pelaksanaan program-program partai yang bersifat non politis, seperti

bakti sosial, diskusi-diskusi, pelatihan-pelatihan dan pengkaderan, dapat membuat

partai ‘biasa’ bergerak dan bekerja. Kondisi Partai Politik pra Pemilu di kabupaten

Demak tergambar dibawah ini.

PDI Perjuangan

PDI Perjuangan di Kabupaten Demak dapat dikatakan sebagai partai besar.

Hal tersebut tercermin dari mayoritas kursi yang diperoleh PDI Perjuangan di DPRD

Kabupaten 2004-2009. Di samping itu, PDI Perjuangan juga berhasil menempatkan

kandidatnya sebagai Bupati Kabupaten Demak. Sehingga dapat dikatakan bahwa

PDIP memiliki amunisi politik yang cukup besar pada percaturan politik di

Kabupaten Demak.

Page 127: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Menjelang Pemilu 2009, PDI Perjuangan Kabupaten Demak mengalami

permasalahan di internal DPC. Perbedaan pendapat dalam menjalankan Partai terjadi

antara Ketua DPC PDI Perjuangan, yakni Dra. Hj. Endang Setyaningdyah, MM

(mantan Bupati Demak), dengan Sekretaris DPC, yakni Mugiyono.

Ketika peneliti melakukan wawancara dengan beberapa narasumber dari

unsur pengurus DPC PDIP Kabupaten Demak, Mugiyono, Sekretaris DPC PDIP

Kabupaten Demak secara tegas menjawab bahwa:

“PDIP Demak tidak mengalami perpecahan, tetap pada satu kepengurusan.

Yang terjadi di PDIP Demak hanyalah perbedaan pendapat, dan hal itu

dianggap biasa. Tidak mempengaruhi kinerja Partai”48.

Hal senada juga diungkapkan oleh pengurus yang lain. Namun, hal yang

berbeda peneliti temukan ketika melakukan wawancara dengan Ketua KPUD

Kabupaten Demak. Beliau menceritakan efek dari perseteruan internal PDIP yang

sedikit banyak berhubungan dengan KPUD.

“Masing-masing kubu mengajukan daftar calegnya. Sebenarnya kedua kubu

tidak sah dalam mengajukan caleg ke KPUD. Peraturan menyatakan bahwa

pengajuan Caleg harus ditanda tangani oleh Ketua dan Sekretaris.

Sementara dalam kasus pengajuan oleh PDI Perjuangan, masing-masing

kubu tidak memenuhi persyaratan tersebut. Kubu Dra. Hj. Endang

Setyaningdyah, MM mengajukan daftar Caleg dengan tanda tangan Ketua

                                                       48 Mugiyono, Sekretaris DPC PDIP, 17 September 2009 

Page 128: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

DPC dan Wakil Sekretaris DPC. Sedangkan kubu Mugiyono mengajukan

daftar caleg dengan tanda tangan Wakil Ketua DPC dan Sekretaris DPC.

Namun, karna adanya intervensi dari elit penguasa di Demak, salah satu dari

mereka dapat diterima”49.

Alur intervensi tersebut tidak lepas dari keanggotaan KPUD Kabupaten

Demak. Kepengurusan KPUD Kabupaten Demak periode 2003-2008, merupakan

kepengurusan yang terbentuk di masa pemerintahan Bupati Hj. Endang

Setyaningdyah, Ketua DPC PDIP Kabupaten Demak. Pada masa itu, intervensi

pemerintah (Bupati) sangat besar dalam seleksi keanggotaan KPUD Kabupaten

Demak. Sehingga KPUD Kabupaten Demak periode 2003-2008 cenderung

mengakomodir kepentingan dari Bupati Demak50. Tahapan pengajuan Daftar Caleg

untuk Pemilu 2009, terjadi pada kepengurusan KPUD Demak periode 2003-2004.

Secara otomatis, terkait sengketa pengajuan Caleg yang terjadi di DPC PDIP Demak,

maka daftar Caleg yang diajukan oleh pihak Ketua DPC dan Wakil Sekretaris lah

yang kemudian diakomodir.

Melihat kondisi tersebut, PDIP Kabupaten Demak dapat dikatakan

mengalami permasalahan koordinasi. Perseteruan unsur pimpinan di DPC PDI

Perjuangan terjadi antara Ketua dan Sekretaris. Sebagaimana kita ketahui, kedua

jabatan tersebut adalah vital dalam hirarki sebuah organisas Partai Politik. Efek

terburuk adalah adanya dua komando yang berjalan berlainan. Dalam PDIP

Kabupaten Demak, sengketa pengajuan Calon Anggota Legislatif kepada KPUD

                                                       49 Ketua KPUD Demak, 12 September 2009 50 Susilo Utomo, Pengamat Politik dan warga Kabupaten Demak 

Page 129: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Kabupaten Demak menunjukkan adanya dua kepentingan dari dua komando yang

berbeda.

Dari sisi berfungsinya mesin Partai, sebenarnya PDIP Demak memiliki mesin

partai yang cukup berfungsi. Perolehan suara pasangan Calon Gubernur dan Calon

Wakil Gubernur Bibit-Rustri pada Pilgub 2008 di Kabupaten Demak, yang diusung

oleh PDI Perjuangan, menunjukkan bahwa mesin partai berjalan. Terdapat alasan

kenapa mesin partai PDIP dikatakan berjalan. Pertama, Bibit Waluyo sebelum

diusung oleh PDI Perjuangan merupakan figure yang kurang menjual secara politik.

Namun, ketika sudah ditetapkan diusung oleh PDIP, perlahan-lahan popularitasnya

naik. Kedua, alasan paling nyata yakni ketika DPP PDIP menginstruksikan agar

PDIP Jawa Tengah, termasuk Demak, harus bekerja secara optimal memenangkan

Bibit-Rustri. Bahkan DPP siap memberikan sangsi bila Partai tidak mampu

memenangkan Bibit-Rustri. Instruksi ini memberi efek nyata dalam usaha-usaha

partai. Mesin partai PDIP Demak dianggap berhasil karena disebabkan oleh tekanan

keras dari DPP PDIP. Tekanan tersebut menyebabkan DPC PDIP Demak bersatu

dalam rangka mempertahankan eksistensi mereka di Partai. Sebagaimana diatas,

kegagalan dalam memenangkan Bibit-Rustri dapat menyebabkan berakhirnya karir

politik mereka di PDIP.

Buruknya koordinasi yang terjadi pada PDIP Demak, berimbas pada ketidak

berfungsian mesin partai secara penuh. Mesin partai yang seharusnya dapat

berfungsi, kemudian menjadi lemah karena tidak adanya koordinasi yang harmonis

antar elemen-elemen DPC PDI Perjuangan Kabupaten Demak. Bentuk ketiadaan

Page 130: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

koordinasi adalah adanya elemen-elemen partai di tingkat Kecamatan atau Desa

yyang tidak dilibatkan dalam pembahasan strategi menghadapi Pemilu 2009. Semisal

pengurus PDI Perjuangan kecamatan Guntur, yang tidak dilibatkan karena dianggap

sebagai kubu Mugiyono. Kejadian serupa juga ditemui pada kecamatan-kecamatan

yang lain. Koordinasi terhadap mesin partai yang lain seperti organisasi sayap, juga

tidak terjadi dengan baik. Elit DPC PDI Perjuangan Kabupaten Demak sibuk dengan

tarik ulur kepentingan antar mereka sendiri. Masing-masing berebut mendapatkan

legalitas dan eksistensi. Sehingga mereka tidak konsentrasi untuk melakukan

koordinasi mesin partai. Secara umum dapat dikatakan bahwa PDI Perjuangan

Kabupaten Demak menghadapi Pemilu legislative Tahun 2009 dalam keadaan tidak

sehat. Meskipun alat kelengkapan dalam rangka memenangkan Pemilu terbentuk,

seperti Badan Pemenangan Pemilu.

PKB

Konflik internal PKB yang terjadi di DPP, ternyata juga berimbas ke DPC

PKB Kabupaten Demak. Kepengurusan asli DPC dengan Ketua Muhlasin (sebelum

konflik di DPP) merupakan kepengurusan yang masuk dalam kubu Gus Dur.

Sementara yang disahkan oleh pemerintah adalah kepengurusan dengan Ketua

Dewan Tanfidziah Muhaimin Iskandar. Secara otomatis, kepengurusan DPC PKB

Kabupaten Demak tidak mendapat legalitas dari DPP PKB.

Page 131: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Menjelang Pemilu 2009, kondisi ini mendapat sorotan serius dari DPP PKB.

DPP PKB berencana meng-care taker-kan PKB kabupaten Demak, sehingga DPC

PKB Kabupaten Demak tidak mengikuti Pemilu 2009. Besarnya massa PKB di

Demak, membuat DPP PKB berfikir ulang tentang rencana tersebut. Proses

komunikasi antara pihak DPP PKB dan elemen PKB di Kabupaten Demak

dilaksanakan. Blok elit PKB Girikusumo menjadi harapan satu-satunya bagi DPP

PKB. Setelah melalui berbagai pertimbangan, DPP PKB bersedia melegalkan DPC

PKB dengan syarat posisi Ketua DPC PKB Kabupaten Demak harus di gantikan oleh

elemen dari blok elit PKB Girikusumo. DPP PKB meminta Munhamir sebagai Ketua

menggantikan Muhlasin.

Dengan berbagai pertimbangan dari Munhamir, rencana pergantian ketua

DPC tidak dilaksanakan. Kemudian DPP PKB memberi opsi terakhir, yakni

Munhamir harus jadi Sekretaris. Opsi ini disepakati oleh semua pihak. Maka

diadakanlah perubahan kepengurusan DPC PKB Kabupaten Demak beberapa bulan

sebelum Pemilu 200951.

Konflik tidak berhenti sampai di situ. Dalam menjalankan partai, perseteruan

dua kubu masih terasa. Ketua DPC, sebagai kubu Gus Dur, berseteru dengan

Sekretaris DPC, kubu Muhaimin. Akibat paling fatal dari perseteruan tersebut adalah

tidak terbentuknya lembaga pemenangan pemilu (LPP) di PKB kabupaten Demak.

Melihat kondisi tersebut, secara koordinasi, PKB Demak merupakan sebuah

partai yang dijalankan oleh sebuah pengurus yang baru terbentuk. Pembentukan

                                                       51 Munhamir, Sekretaris DPC PKB Kabupaten Demak, 15 September 2009 

Page 132: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

diawali dari sebuah konflik, dan terbentuk berdasarkan transaksional. Sehingga

kepengurusan yang muncul sulit menjadi sebuah kepengurusan yang solid. Karena

pada dasarnya, konflik belum selesai. Secara umum dapat dikatakan bahwa PKB

Kabupaten Demak menghadapi Pemilu Legislatif 2009 dalam keadaan tidak sehat.

Partai Demokrat

Partai Demokrat di Kabupaten Demak mengalami kemajuan yang cukup

bagus dan pasti. Perjalanan Partai Demokrat di Kabupaten Demak terbilang mulus.

Tidak terdapat perseteruan internal yang membuat kinerja Partai terhambat. Periode

pertama kepemimpinan Giyanto, Partai Demokrat berhasil memperoleh 3 kursi

DPRD Kab Demak pada Pemilu 2004 (Pemilu pertama bagi Partai Demokrat). Kursi

Partai Demokrat diperoleh dari Dapel 1, 3, dan 5. Perolehan yang cukup bagus untuk

sebuah partai baru. keberhasilan ini mengantarkan Giyanto pada kepemimpinan

periode keduanya.

Kondisi internal Partai Demokrat Kabupaten Demak berbeda dengan apa

yang terjadi pada PDIP dan PKB. Di bawah kepengurusan Giyanto, kepengurusan

berjalan dengan normal. Tidak terjadi konflik yang dapat mengganggu kinerja partai.

Namun dari sisi berfungsinya mesin partai, Partai democrat belum menunjukkan

hasil dari berfungsinya mesin partai. Belum terlihat pencapaian-pencapaian yang

menandakan berfungsinya mesin partai. Perolehan suara pada Pemilu legislative

2004 belum bisa diartikan bahwa mesin partai berjalan. Perolehan tersebut lebih

Page 133: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

disebabkan karna efek figure Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, stabilitas

kepengurusan DPC Partai Demokrat dapat dimanfaatkan menutup dan memperbaiki

lemahnya mesin partai. Kepengurusan Partai Demokrat di Demak pada dasarnya

belum terbentuk secara penuh. Kepengurusan di tingkat Kecamatan dapat dikatakan

sepenuhnya terbentuk, meskipun tidak terlihat kinerjanya. Sedangkan kepengurusan

di tingkat paling bawah, yakni desa atau kelurahan, Partai Demokrat sangat minim

sekali. Mayoritas di masing-masing kecamatan belum memiliki kepengurusan pasti

di tingkat desa/kelurahan. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Demokrat

Kabupaten Demak menghadapi Pemilu legislative 2009 dalam keadaan cukup sehat

dari sisi stabilitas kepengurusan.

Partai Gerindra

Partai Gerindra merupakan partai baru pada Pemilu 2009. Kepengurusan

Partai Gerindra Kabupaten Demak terbentuk pada Tahun 2008. Sebagai partai baru,

dengan kepengurusan dan elemen-elemen partai yang baru, maka Partai Gerindra

Kabupaten Demak memiliki kepengurusan yang terlahir dari individu-individu baru

yang sepakat untuk mencapai tujuan bersama. Soliditas kepengurusan dapat tercipta

pada tataran ini. Dari sisi mesin partai, partai Gerindra belum benar-benar memiliki

elemen-elemen partai pendukung. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai

Gerindra Kabupaten Demak menghadapi Pemilu 2009 dalam keadaan cukup sehat

sebagai sebuah partai baru. beberapa elemen pelengkap partai belum terbentuk.

Page 134: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Dari keempat partai tersebut dapat diketahui bahwa partai-partai peserta

Pemilu Legislatif DPRD Kabupaten Demak tidak sepenuhnya dalam kondisi siap

menghadapi Pemilu 2009. Konflik internal yang terjadi di dalam tubuh partai, serta

tidak atau belum berfungsinya mesin partai, merupakan bentuk ketidak siapan

partaai-partai untuk menghadapi Pemilu 2009.

5.1.1.2.Penentuan Calon Legislatif

Calon Legislatif pada Pemilu 2009 merupakan salah satu kuci perolehan kursi

pada Pemilu 2009. Namun, perubahan sistem penentuan kursi legislative yang terjadi

ketika tahapan penentuan caleg telah berjalan, membuat beberapa partai mungkin

salah langkah. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 pada awalnya menyatakan,

secara sederhana, bahwa penentuan kursi masih berdasarkan nomor urut bila tidak

ada yang memenuhi 30% Bilangan Pembagi Pemilih. Artinya, harapan unuk nomor

urut masih besar. Beberapa partai meresponnya seperti pemilu-pemilu sebelumnya.

Daftar caleg dan nomor urut menjadi rebutan para pengurus partai, dan orang diluar

partai tidak mendapat akses untuk menjadi caleg dari partai tersebut. Sehingga,

nomor urut 1 hingga 5 menjadi primadona, dan orang enggan untuk menduduki caleg

bernomor besar. Beberapa partai mensikapi lain, yakni menggunakan metode

perlombaan antar sesame caleg. Pada awalnya, hal ini ditujukan untuk perolehan

suara yang besar. Besarnya jumlah caleg yang diajukan serta penempatan tokoh-

tokoh popular seperti artis sebagai caleg, merupakan dalam rangka hal tersebut.

Page 135: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Pasca keluarnya Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang suara terbanyak,

memunculkan pro dan kontra. Hal ini sebenarnya terkait dengan kesiapan strategi

yang telah dijalankan. Bagi partai-partai yang tetap mennganut semangat nomor urut,

tentu kecewa dengan perubahan sistem tersebut. Partai tidak punya kesempatan

untuk merubah caleg-caleg yang telah ditetapkan. Dari sisi ini, partai-partai tersebut

dapat dikatakan kalah langkah. Bagi partai-partai yang dari awal sudah menganut

perlombaan antar caleg, tentu tidak merasa dipusingkan dengan perubahan sistem

tersebut. Dari sisi ini, partai-partai tersebut terbilang menang langkah.

Bagaimana partai-partai di Kabupaten Demak dalam menetapkan Calegnya,

dibawah ini akan dijelaskan mengenai apa yang terjadi pada beberapa partai dari sisi

jumlah Caleg di tiap-tiap Daerah Pemilihan.

Daftar Jumlah Anggota Calon Legislatif DPRD Kabupaten Demak Pada Pemilu 2009

No Partai Daerah Pemilihan Total

1 2 3 4 5

1 PDI P 10 5 8 6 5 34

2 PKB 7 4 11 7 10 39

3 P Demokrat 9 8 9 9 4 39

4 P Gerindra 4 3 3 3 4 17

Sumber: Data KPU 2009

Page 136: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

PDIP

PDI Perjuangan merupakan partai yang menyiapkan penentuan caleg

berdasarkan nomor urut. PDIP berkeyakinan bahwa nomor urut caleg masih

merupakan penentu kursi. PDI Perjuangan Kabupaten Demak juga menyikapi

sebagaimana sikap DPP PDIP. PDIP Kabupaten Demak mengajukan 34 caleg DPRD

Kabupaten Demak. Besarnya jumlah caleg ini bukan menunjukkan bahwa partai

menganut faham perlombaan caleg. Namun, banyaknya jumlah caleg di PDIP

kabupaten Demak disebabkan asumsi bahwa PDIP akan memperoleh banyak kursi.

Sehingga diperlukan caleg lebih untuk mengantisipasi banyaknya perolehan kursi

yang mungkin diperoleh.

Dapat dilihat pada Daerah Pemilihan Demak 1 dan 3, merupakan Dapel

dengan jumlah caleg PDIP terbesar bila dibanding pada Daerah Pemilihan yang lain.

Hal tersebut dikarenakan PDIP melihat bahwa Dapel tersebut adalah lading suara

bagi PDIP. Pada Pemilu 2004, PDIP mampu memperoleh masing-masing 4 kursi di

Dapel 1 dan 3. Sehingga ada kemungkinan Dapel tersebut akan memberikan banyak

kursi pada Pemilu 2009. Dengan demikian dapat diartikan bahwa PDI Perjuangan

Kabupaten Demak masih mengandalkan Partai dalam memobilisasi pemilih.

Terdapatnya elit-elit PDIP di nomor 1 dan 2 memperkuat hal tersebut.

Fenomena di atas dapat diartikan bahwa DPC PDIP Demak dalam melakukan

rekruitmen Caleg berdasarkan kedudukan dalam kepengurusan Partai. Terdapatnya

nama Hj Suntarita, Sugiharno, Mugiyono, Muzaeri, menunjukkan keberadaan

pengurus DPC PDIP dalam nomor jadi (jika berdasar pada logika nomor urut).

Sisanya, adalah Caleg-caleg dari DPD PDIP Jawa Tengah, pengurus PDIP dibawah

Page 137: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

DPC PDIP Demak, serta individu-individu yang memiliki kemampuan financial

dalam mengupayakan dirinya masuk dalam daftar caleg PDIP. Hal ini bukan berarti

bahwa Caleg yang masuk dalam daftar Caleg adalah orang-orang yang tidak

memiliki kemampuan dalam memobilisasi pemilih. Namun, faktor kedudukan di

kepengurusan menjadi lebih utama di banding faktor yang lain. Sehingga dapat

dikatakan bahwa DPC PDIP Demak dalam rekruitmen menggunakan Spoil System,

yakni sebuah mekanisme rekruitmen yang tidak memakai alasan-alasan rasional

sebagai alasan utama. Hal yang menyebabkan ini sangat jelas. Keyakinan PDIP

terhadap mekanisme nomor urut di masa-masa awal tahapan Pemilu 2009, keyakinan

terhadap besarnya daya tarik partai dalam mengarahkan pemilih, serta keinginan dari

para elit partai untuk tampil di parlemen, membuat mekanisme rekruitmen yang

terjadi di DPC PDIP Kabupaten Demak seperti itu.

PKB

Sebagaimana PDI Perjuangan, PKB merupakan partai yang menyiapkan

penentuan caleg berdasarkan nomor urut. PKB juga berkeyakinan bahwa nomor urut

caleg masih merupakan penentu kursi. PKB Kabupaten Demak juga menyikapi

sebagaimana sikap DPP PKB. PKB Kabupaten Demak mengajukan 39 caleg DPRD

Kabupaten Demak. Besarnya jumlah caleg ini bukan menunjukkan bahwa partai

menganut faham perlombaan caleg. Namun, banyaknya jumlah caleg di PKB

kabupaten Demak disebabkan asumsi bahwa PKB akan memperoleh banyak kursi.

Sehingga diperlukan caleg lebih untuk mengantisipasi banyaknya perolehan kursi

yang mungkin diperoleh.

Page 138: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Penentuan jumlah Caleg masih berdasar pada asumsi perolehan kursi di tiap

Dapel. Dapat dilihat pada Daerah Pemilihan Demak 3 dan 5, merupakan Dapel

dengan jumlah caleg PKB terbesar bila dibanding pada Daerah Pemilihan yang lain.

Hal tersebut dikarenakan PKB melihat bahwa Dapel tersebut adalah ladang suara

bagi PKB. Pada Pemilu 2004, PKB mampu memperoleh masing-masing 2 kursi di

Dapel 3 dan 5. Sehingga ada kemungkinan Dapel tersebut akan memberikan lebih

banyak kursi pada Pemilu 2009. Di Daerah Pemilihan 2, merupakan Dapel dengan

jumlah Caleg PKB terkecil. Pada Pemilu 2004, Dapel 2 merupakan Dapel yang

menyumbangkan kursi paling kecil bagi PKB. Sehingga, PKB tidak begitu optimis

akan mendulang kursi dari Dapel 2 pada Pemilu 2009. Dengan demikian dapat

diartikan bahwa PKB Kabupaten Demak masih mengandalkan Partai dalam

memobilisasi pemilih. Terdapatnya elit-elit PDIP di nomor 1 dan 2 memperkuat hal

tersebut.

Sebagaimana PDIP, apa yang terjadi di atas dapat diartikan bahwa DPC PKB

Demak dalam melakukan rekruitmen Caleg berdasarkan kedudukan dalam

kepengurusan Partai. Terdapatnya nama H Masykuri Abdullah, Hj Nur Sa’adah,

Rizqon Malik Fullaesuf, Ali Kaedar, Suyono, Maskuri, Syamsul Huda, Muhlasin,

menunjukkan bahwa pengurus DPC PKB Kabupaten Demak mengisi nomor urut jadi

(dalam logika nomor urut). Hal ini bukan berarti bahwa Caleg yang masuk dalam

daftar Caleg adalah orang-orang yang tidak memiliki kemampuan dalam

memobilisasi pemilih. Namun, faktor kedudukan di kepengurusan menjadi lebih

utama di banding faktor yang lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa DPC PKB

Demak dalam rekruitmen menggunakan Spoil System, yakni sebuah mekanisme

Page 139: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

rekruitmen yang tidak memakai alasan-alasan rasional sebagai alasan utama. Hal

yang menyebabkan ini sangat jelas. Keyakinan PKB terhadap mekanisme nomor urut

di masa-masa awal tahapan Pemilu 2009, keyakinan terhadap besarnya daya tarik

partai dalam mengarahkan pemilih, serta keinginan dari para elit partai untuk tampil

di parlemen, membuat mekanisme rekruitmen yang terjadi di DPC PKB Kabupaten

Demak seperti itu. Ada satu faktor khusus yang menguatkan mekanisme tersebut.

Adanya orang yang masuk dalam daftar Caleg Pemilu 2009 karena intervensi dari

elit penting PKB di Demak. Dari berbagai sumber di sekitar PKB, Rizqon Malik

Fullaesuf merupakan Caleg titipan dari KH Munif Zuhri (elit PKB Girikusumo). Dia

sebelumnya merupakan pengurus Garda Bangsa Propinsi Jawa Tengah. Peluang dia

untuk menjadi Caleg di Kabupaten Demak kecil bila tidak ada intervensi dari elit

PKB Girikusumo. Meskipun pencalegannya didasarkan pada mekanisme seperti itu,

namun dia mampu menjadi Caleg dengan perolehan jumlah suara terbesar di banding

Caleg-caleg lain yang ada dalam daftar Caleg Pemilu DPRD Kabupaten Demak

Tahun 2009.

P Demokrat

Partai Demokrat merupakan partai yang menyiapkan penentuan caleg

berdasarkan perlombaan antar Caleg. Partai Demokrat juga berkeyakinan bahwa

perlombaan perolehan suara dapat memacu perolehan suara dan kursi bagi Partai.

Partai Demokrat Kabupaten Demak juga menyikapi sebagaimana sikap DPP Partai

Demokrat. Partai Demokrat Kabupaten Demak mengajukan 39 caleg DPRD

Kabupaten Demak. Besarnya jumlah caleg ini tentu memberi makna lain bagi sebuah

Page 140: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

partai yang terbilang tidak besar. Banyaknya jumlah caleg di Partai Demokrat

kabupaten Demak disebabkan asumsi bahwa Caleg-caleg akan membantu

memperoleh banyak kursi. Sehingga diperlukan caleg banyak untuk memacu

perolehan kursi.

Penentuan jumlah Caleg yang merata di tiap-tiap Dapel, menunjukkan bahwa

Partai Demokrat Kabupaten Demak tidak melihat Dapel sebagai sebuah basis suara

partai. Di daerah Pemilihan 5, Partai Demokrat hanya memiliki 4 Caleg. Jumlah ini

bukan berarti mengacu pada pertarungan nomor urut, namun lebih disebabkan

sebagai partai kecil yang sulit mencari orang-orang yang bersedia menjadi Caleg dari

partai tersebut. Dengan demikian dapat diartikan bahwa Partai Demokrat Kabupaten

Demak mengandalkan Caleg dalam memobilisasi pemilih. Terdapatnya Ketua DPC

Partai Demokrat di nomor urut 9 memperkuat hal tersebut.

Apa yang terjadi di atas dapat diartikan bahwa DPC Partai Demokrat Demak

dalam melakukan rekruitmen Caleg berdasarkan 2 model, kedudukan dalam

kepengurusan Partai dan kemampuan Individu. Terdapatnya nama Nadiroh, Emilia

Puspitasari, Supeno, Ahmad Husaeni, Zakiyatul Miskiyah, khusnul Latif

menunjukkan bahwa pengurus DPC Partai Demokrat Kabupaten Demak mengisi

nomor urut jadi (dalam logika nomor urut), menunjukkan Partai Demokrat Demak

meyakini kemampuan daya tarik partai dalam mengarahkan pemilih. Terdapatnya

nama Taslim, Fatkan, Mashudi, menunjukkan bahwa DPC Partai Demokrat Demak

juga melakukan rekruitmen berdasarkan kemampuan individu dalam mengarahkan

pemilih. Orang-orang tersebut merupakan orang di luar kepengurusan DPC Partai

Demokrat Demak. Sehingga dapat dikatakan bahwa DPC Partai Demokrat Demak

Page 141: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

dalam rekruitmen menggunakan Merit System dan Spoil System. Spoil System yakni

sebuah mekanisme rekruitmen yang tidak memakai alasan-alasan rasional sebagai

alasan utama, dalam hal ini berdasar kedudukan individu dalam kepengurusan. Merit

System yakni sebuah mekanisme rekruitmen yang memakai alasan-alasan rasional

sebagai alasan utama, dalam hal ini adalah kemampuan individu dalam mengarahkan

pemilih. Hal yang menyebabkan ini sangat jelas. Keyakinan Partai Demokrat

terhadap besarnya daya tarik partai dalam mengarahkan pemilih, serta penggunaan

Caleg sebagai salah satu faktor pengarahan pemilih, membuat mekanisme rekruitmen

yang terjadi di DPC Partai Demokrat Kabupaten Demak seperti itu.

Partai Gerindra

Partai Gerindra merupakan partai baru yang berorientasi pada pencapaian

eksistensi partai di segala tingkat lembaga legislative. Terkait dengan penentuan

Caleg, sulit diketahui apakah Partai Gerindra menganut nomor urut atau perlombaan

Caleg. Terdapat 2 alasan yang melekat terkait hal tersebut. Pertama, partai Gerindra

merupakan Partai baru, tentu belum memiliki basis suara. Kedua, Partai Gerindra

sebagai partai baru tidak memiliki cukup individu untuk menjadi Caleg. Kedua

alasan tersebut lah yang membuat posisi Partai Gerindra dalam hal ini kabur. Partai

Gerindra Kabupaten Demak hanya mengajukan 17 caleg DPRD Kabupaten Demak.

Kecilnya jumlah caleg ini apakah menunjukkan bahwa partai menganut faham

nomor urut ataukah keterbatasan orang. Namun bila dianalisa lebih dalam, kondisi

ini disadari sepenuhnya oleh Partai. Sehingga Partai Gerindra akan memanfaatkan

Page 142: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Partai dan Caleg. Alasan pemanfaatan Caleg dapat dilihat dari para Caleg Partai

Gerindra yang merupakan tokoh masyarakat, seperti Djumbadi. Dengan demikian

dapat diartikan bahwa Partai Gerindra Kabupaten Demak mengandalkan

keterbatasan Partai dan keterbatasan Caleg dalam memobilisasi pemilih.

Kondisi berbeda terjadi dalam rekruitmen Caleg Partai Gerindra Demak.

Partai Gerindra Demak tidak memiliki banyak pilihan dalam menentukan Caleg.

Keterbatasan individu yang dimiliki, serta kondisi sebagai partai baru, menyebabkan

kabur dalam menentukan system apa yang dipakai oleh Partai Gerindra. Nama-nama

yang terdapat dalam daftar Caleg Partai Gerindra, mayoritas adalah pengurus DPC

Partai Gerindra Kabupaten Demak. Keadaan tersebut mungkin disebabkan oleh

keterbatasan individu yang dimilki Partai, dan rendahnya minat individu di luar

pengurus untuk menjadi Caleg Partai Gerindra. Namun, bila kita melihat lebih jauh,

individu-individu yang merupakan pengurus DPC Partai Gerindra maupun tingkatan

pengurus dibawah DPC, dan masuk dalam daftar Caleg, adalah orang-orang yang

memiliki kemampuan dalam mengarahkan pemilih. Djumbadi, Kumaidi dan Caleg-

caleg yang lain dikenal sebagai tokoh masyarakat di Dapel masing-masing. Sehingga

dapat dikatakan bahwa DPC Partai Gerindra Demak dalam rekruitmen menggunakan

Spoil System, yakni sebuah mekanisme rekruitmen yang tidak memakai alasan-alasan

rasional sebagai alasan utama, dalam hal ini adalah kedudukan sebagai pengurus.

Namun, Partai Gerindra telah melakukan Merit System dalam rekruitmen

kepengurusan. Merit System yakni sebuah mekanisme rekruitmen yang memakai

alasan-alasan rasional sebagai alasan utama, dalam hal ini adalah kemampuan

individu dalam mengarahkan pemilih.

Page 143: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Dari model penentuan Caleg yang terlihat pada keempat Partai diatas, secara

umum dapat dikatakan bahwa partai-partai di Kabupaten Demak memiliki strategi

penetapan Caleg yang berbeda (mengacu pada pra keputusan suara terbanyak).

Penentuan jumlah Caleg berdasar asumsi basis suara di tiap-tiap daerah pemilihan,

kecilnya jumlah Caleg pada tiap-tiap Daerah Pemilihan, terdapatnya elit-elit partai

pada nomor urut 1 dan 2, merupakan beberapa alasan yang menunjukkan bahwa

partai menganggap nomor urut masih sangat menentukan. Sehingga peran partai

masih sangat bisa diandalkan dalam melakukan mobilisasi pemilih. Sementara itu,

besarnya jumlah Caleg, pemerataan jumlah Caleg di masing-masing Daerah

Pemilihan, menunjukkan bahwa Partai menganggap bahwa perlombaan Caleg

merupakan cara efektif unutk memperoleh suara. Sehingga, Caleg lah yang harus

berperan dalam melakukan mobilisasi pemilih.

Dari sisi bagaimana Partai melakukan rekruitmen Caleg, partai-partai masih

banyak yang menerapkan Spoil System dalam melakukan memilih individu-individu

yang akan ditempatkan sebagai Caleg. Terpampangnya nama-nama pengurus partai

pada nomor jadi menunjukkan bahwa pengurus partai masih meyakini daya tarik

partai dapat mengarahkan pemilih. Asumsi terdapatnya pemilih yang memiliki partai

pilihan, namun tidak memiliki Caleg pilihan, maka akan cenderung memilih caleg

pada nomor atas, menyebabkan nomor urut atas tetap menjadi rebutan bagi kalangan

elit partai. Meskipun partai tersebut murni menggunakan model suara terbanyak

dalam menentukan caleg yang berhak menempati kursi yang diperoleh partainya.

Page 144: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

5.1.2. Kemampuan Partai Dalam Mengarahkan Pemilih

Salah satu fungsi partai Politik adalah melakukan mobilisasi pemilih. Melalui

mobilisasi politik ( menghimbau untuk bertindak, mengerahkan) partai politik

melibatkan warganegara ke dalam kehidupan publik. Tujuan mobilisasi politik

meliputi tiga bidang: untuk mengurangi ketegangan sosial yang dimunculkan oleh

kelompok yang dikerahkan, untuk mengelaborasi program dalam rangka

memperoleh suara bagi partai, dan untuk membangun suatu struktur kelompok yang

dapat dijadikan referensi bagi partai politik. Tujuan dari semua mobilisasi politik

adalah untuk mencapai suatu efek baik dari aspek-aspek diatas, sehingga dapat

memastikan posisi yang lebih baik untuk mobilisasi partai politik. Mobilisasi dalam

kajian ini ditujukan pada usaha-usaha partai politik untuk menggerakkan pemilih

agar melakukan tindakan politik berupa pemberian suara.

Mobilisasi dikategorikan dalam 2 bentuk, yakni mobilisasi langsung dan

mobilisasi tidak langsung. Mobilisasi langsung merupakan kegiatan mabilisasi dalam

bentuk pengerahan terhadap pemilih agar melakukan tindakan politik sebagaimana

yang dikehendaki partai politik. Mobilisasi tidak langsung merupakan kegiatan

mobilisasi dalam bentuk pemengaruhan cara piker atau cara pandang pemilih,

sehingga pemilih akan mengekspresikan pemahamannya dalam bentuk keputusan

politik pemilih.

Pembedaan kategori antara mobilisasi langsung dan tidak langsung berdasar

pada mekanisme-mekanisme mobilisasi yang dilakukan oleh partai politik.

Mobilisasi langsung dapat dilakukan dengan memberikan instruksi-instruksi melalui

mekanisme partai politik kepada para pemilih. Sedangkan mobilisasi tidak langsung

Page 145: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

dapat dilakukan dengan kampanye-kampanye langsung maupun melalui media-

media. Mobilisasi langsung, semisal adalah menggerakkan simpatisan partai untuk

melakukan konvoi jalanan, untuk melakukan aksi-aksi politik, dan lain sebagainya.

Mobilisasi tidak langsung , semisal adalah iklan-iklan politik di media masa,

seminar-seminar partai, kampanye dialogis, dan lain sebagainya.

5.1.2.1.Metode Pengarahan

Perubahan tata cara penetapan kursi legislative, secara otomatis

mempengaruhi model strategi yang akan dipakai oleh partai politik dalam mendulang

suara pemilih. Selama beberapa kali pemilu, keterpilihan caleg didasarkan pada

nomor urut. Sehingga Partai menjadi actor utama dalam Pemilu. Partai bergerak

sebagai sebuah organisasi yang harus menjemput suara pemilih. Ketika sistem

berubah, keterpilihan caleg didasarkan pada suara Caleg, strategi yang dipakai pun

berubah. Pada beberapa kasus, Partai sebagai actor, mulai mengurangi perannya

dalam usaha-usaha mendapatkan suara pemilih. Pada sisi yang lain, peran partai

justru diperkuat untuk memaksimalkan gerak para Caleg. Di bawah ini merupakan

gambaran partai yang ada di Kabupaten Demak dalam menentukan strategi

pengarahan pemilih.

PDIP

Pada awal-awal tahapan Pemilu, PDIP telah menganggap bahwa nomor urut

masih merupakan factor penentu keterpilihn Caleg. Sehingga, PDIP masih

menganggap bahwa peran Partai masih sangat dibutuhkan dalam meraup perolehan

Page 146: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

suara. PDIP juga yakin bahwa Partai masih menjadi daya tarik utama untuk

mempengaruhi pemilih. Namun, setelah ada keputusan Mahkamah Konstitusi

tentang suara terbanyak, maka medan pertempuran secara otomatis berubah. PDIP

mau tidak mau harus menerima kenyataan ini. Strategi sudah terlanjur ditetapkan.

Penentuan Caleg yang berorientasi pada nomor urut, merupakan awal dari rangkaian

besar strategi yang ditetapkan oleh PDIP. Sementara di tengah perjalanan, aturan

main berubah. Jadi, secara langkah, PDIP telah kalah langkah awal dalam penetapan

Caleg.

Keadaan tersebut diperparah dengan kondisi DPC PDIP Kabupaten yang

mengalami konflik internal. Koordinasi antar elemen partai menjadi terganggu. Pada

situasi ini, Partai tidak mampu menjalankan perannya secara optimal. Strategi awal,

yakni pengarahan pemilih difokuskan pada Partai, menjadi sesuatu yang sulit

dilakukan dalam organisasi yang sedang kacau. Setidaknya terdapat dua alasan yang

menyebabkan PDIP Kabupaten Demak tidak mampu menentukan strategi sebagai

actor utama dalam mengarahkan pemilih. Pertama, kondisi internal partai membuat

fungsi mesin partai tidak dapat digunakan secara maksimal. Sehingga, pilihan untuk

mengandalkan mesin partai dalm mengarahkan pemilih, sulit dilakukan. Kedua,

strategi awal Pemilu terlanjur berdasarkan pada kemampuan Partai. Perubahan di

tengah jalan membuat strategi menjadi tidak maksimal. Hal tersebutlah yang

membuat DPC PDIP Kabupaten Demak tidak memiliki pilihan strategi pengarahan

pemilih, kecuali melempar pada Caleg-caleg. Secara otomatis, Badan Pemenangan

Pemilu PDIP Demak dalam hal pengarahan pemilih menjadi tidak berfungsi.

Page 147: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

PKB

Sebagaimana PDIP, pada awal-awal tahapan Pemilu, PKB telah menganggap

bahwa nomor urut masih merupakan factor penentu keterpilihn Caleg. Sehingga,

PKB juga masih menganggap bahwa peran Partai masih sangat dibutuhkan dalam

meraup perolehan suara. PKB juga meyakini identifikasi Partai masih menjadi daya

tarik utama untuk mempengaruhi pemilih. Namun, setelah ada keputusan Mahkamah

Konstitusi tentang suara terbanyak, maka medan pertempuran secara otomatis

berubah. PKB mau tidak mau harus menerima kenyataan ini. Strategi sudah terlanjur

ditetapkan. Penentuan Caleg yang berorientasi pada nomor urut, merupakan awal

dari rangkaian besar strategi yang ditetapkan oleh PKB. Sementara di tengah

perjalanan, aturan main berubah. Jadi, secara langkah, sama halnya dengan PDIP,

PKB telah kalah langkah awal dalam penetapan Caleg.

Keadaan tersebut diperparah dengan kondisi DPC PKB Kabupaten Demak

yang mengalami konflik internal. Koordinasi antar elemen partai menjadi terganggu.

Pada situasi ini, Partai tidak mampu menjalankan perannya secara optimal. Strategi

awal, yakni pengarahan pemilih difokuskan pada Partai, menjadi sesuatu yang sulit

dilakukan dalam organisasi yang sedang kacau. Setidaknya terdapat dua alasan bagi

PKB yang hampir sama dengan alasan yang menyebabkan PDIP Kabupaten Demak

tidak mampu menentukan strategi sebagai actor utama dalam mengarahkan pemilih.

Pertama, kondisi internal partai membuat fungsi mesin partai tidak dapat digunakan

secara maksimal. Sehingga, pilihan untuk mengandalkan mesin partai dalm

mengarahkan pemilih, sulit dilakukan. Kedua, strategi awal Pemilu terlanjur

berdasarkan pada kemampuan Partai mengarahkan pemilih. Perubahan di tengah

Page 148: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

jalan membuat strategi menjadi tidak maksimal. Hal tersebutlah yang membuat DPC

PKB Kabupaten Demak tidak memiliki pilihan strategi pengarahan pemilih, kecuali

melempar pada Caleg-caleg. Bahkan, DPC PKB Kabupaten Demak tidak berhasil

menyusun sebuah Lembaga Pemenangan Pemilu. Perpecahan elit PKB Demak

membuat Lembaga Pemenangan Pemilu yang sebenarnya sempat terbentuk, menjadi

dibatalkan. Fungsi Lembaga Pemenangan Pemilu diambil alih oleh Ketua dan bebera

pengurus DPC PKB Kabupaten Demak.

Partai Demokrat

Kondisi berbeda dialami oleh Partai Demokrat. Pada awal-awal tahapan

Pemilu, Partai Demokrat telah menganggap perlombaan antar Caleg dalam

mempengaruhi pemilih, merupakan factor utama. Sehingga, Partai Demokrat

menganggap bahwa peran Partai masih dibutuhkan dalam meraup perolehan suara,

namun peran Caleg juga sangat penting. Partai Demokrat juga yakin bahwa Partai

masih menjadi daya tarik utama untuk mempengaruhi pemilih. Pencapaian hasil

maksimal dapat tercapai dengan menetapkan kompetisi antar Caleg. Setelah ada

keputusan Mahkamah Konstitusi tentang suara terbanyak, maka Partai Demokrat

tidak kaget, karena memang Partai Demokrat telah menyepakati pemanfaatan Caleg

sebagai focus pengarahan pemilih. Penentuan Caleg yang berjumlah besar, serta

menampilkan Caleg-Caleg yang populer, merupakan awal dari rangkaian besar

strategi yang ditetapkan oleh Partai Demokrat. Jadi, secara langkah, Partai Demokrat

telah selangkah di depan Partai-partai yang masih mengandalkan identifikasi

kepartaian saja.

Page 149: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Stabilitas kepengurusan DPC Partai Demokrat Kabupaten Demak juga

menjadai salah satu faktor yang mendukung bagi terlaksananya strategi pengarahan

oleh partai. Meskipun begitu, Partai Demokrat juga belum bisa memanfaatkan mesin

partai secara penuh. Pada situasi ini, Partai mampu menjalankan perannya secara

optimal. DPC Partai Demokrat memilih untuk mengkombinasikan 2 kekuatan

pengarahan, yakni partai sebagai sebuah mesin, dan caleg sebagai aktor. Setidaknya

terdapat beberapa alasan yang menyebabkan Partai Demokrat Kabupaten Demak

menentukan strategi kombinasi. Pertama, stabilitas kepengurusan yang membuat

pelaksanaan program Partai menjadi satu komando yang solid. keduakondisi internal

partai membuat fungsi mesin partai tidak dapat digunakan secara maksimal.

Sehingga, pilihan untuk mengandalkan mesin partai dalm mengarahkan pemilih, sulit

dilakukan. Kedua, sebagai partai kecil, Partai Demokrat merasa belum mampu

mengandalkan mesin partai secara penuh. Ketiga, banyaknya jumlah Caleg dapat

dimanfaatkan sebagai aktor yang mengarahkan pemilih. Dari ketiga hal itulah, maka

Partai Demokrat memilih kombinasi dua aktor pengarah pemilih

Partai Gerindra

Partai Gerindra sebagai partai baru pada Pemilu 2009, tampaknya juga

menganggap bahwa identifikasi Partai masih sangat dibutuhkan dalam meraup

perolehan suara. Hal tersebut dapat dilihat dari iklan-iklan yang ditampilkan oleh

Partai Gerindra di media televise. Partai Gerindra juga yakin bahwa Partai masih

menjadi daya tarik utama untuk mempengaruhi pemilih. Namun, setelah ada

keputusan Mahkamah Konstitusi tentang suara terbanyak, maka medan pertempuran

Page 150: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

secara otomatis berubah. Partai Gerindra mau tidak mau harus menerima kenyataan

ini. Strategi sudah terlanjur ditetapkan. Penentuan Caleg yang sedikit jumlahnya,

tidak dapat dilihat apakah Partai Gerindra hanya mengandalkan Partaidalam

mengarahkan pemilih, atau tidak. Sedikitnya jumlah Caleg bisa jadi disebabkan

karena keterbatasan individu yang bersedia menjadi Caleg dari Partai Gerindra.

Sementara di tengah perjalanan, aturan main berubah. Namun, tampaknya Partai

Gerindra tetap mengandalkan daya tarik Partai yang coba dibentuk.

Semangat kepartaian dari kepengurusan DPC Partai Gerindra Kabupaten

Demak, yang baru terbentuk, juga menjadi salah satu factor yang mendukung bagi

terlaksananya strategi pengarahan oleh partai. Beberapa bentuk dari kegiatan yang

berhubungan dengan pengarahan pemilih adalah program peng-asuransian bagi kader

atau anggota Partai Gerindra. Masyarakat disajikan sebuah program asuransi, yang

bertujuan membuat pemilih tertarik untuk menjadi kader atau anggota Partai

Gerindra. Pada perjalanannya, setelah muncul keputusan suara terbanyak, Partai

Gerindra mau tidak mau juga harus masuk ke medan pertarungan para Caleg. DPC

Partai Gerindra mengkombinasikan 2 kekuatan pengarahan, yakni partai sebagai

sebuah mesin, dan caleg sebagai actor utama. Keduanya dijalankan secara seimbang.

Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan Partai Gerindra Kabupaten Demak

tetap meanfaatkan dan mengoptimalkan daya tarik Partai. Pertama, iklan Partai

Gerindra di media televise dianggap cukup berhasil membuat Partai Gerindra dikenal

oleh masyarakat. Kedua, kecilnya jumlah Caleg membuat keefektifan perolehan

suara melalui pengarahan pemilih oleh caleg, menjadi kurang bisa dijadikan tumpuan

utama.

Page 151: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

5.1.2.2.Organisasi Sayap Di Seputar Pemilu

Partai politik di Indonesia memiliki organisasi-organisasi yang dibawahinya.

Organisasi-organisasi tersebut biasa dikenal dengan organisasi underbow.

Kemampuan sebuah partai dalam mengelola organisasi-organisasi yang

dibawahinya, merupakan salah satu aspek yang dapat mempengaruhi perkembangan

partai tersebut. Karena organisasi-organisasi tersebut pada dasarnya merupakan alat

Partai dalam upaya masuk ke sector-sektor tertentu masyarakat. Lazimnya, sebuah

partai politik memiliki organisasi-organisasi yang bergerak di bidang perempuan dan

organisasi-organisasi yang bergerak di bidang kepemudaan. Kedua bidang tersebut

dianggap lebih penting dari bidang-bidang yang lain karena perempuan dan pemuda

merupakan kelompok masyarakat yang paling bisa dimanfaatkan untuk memasukkan

Partai dalam kehidupan bermasyarakat.

PDIP

PDIP sebagai sebuah partai besar dan telah memiliki pengalaman dalam

perpolitikan di Indonesia, memiliki beberapa organisasi yang dibawahinya.

Organisasi-organisasi tersebut yakni: Barisan Muda Demokrasi (Bamusi), Taruna

Merah Putih (TMP), dan Banteng Muda Indonesia (BMI). Organisasi-organisasi

tersebut bekerja secara mandiri, namun dibawah pengelolaan PDIP Kabupaten

Demak.

Pada pemilu 2009 kemarin, sebagaimana yang diungkapkan oleh Sekretaris

DPC PDIP Kabupaten Demak, organisasi-organisasi tersebut dilibatkan dalam usaha-

Page 152: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

usaha Partai memenangkan Pemilu 2009.52 Namun setelah ditelusuri lebih jauh,

pelibatan organisasi-organisasi tersebut sangat kecil. Berdasarkan keterangan dari

pengurus Banteng Muda Indonesia, organisasi-organisasi dibawah PDIP hanya

dilibatkan sebagai panitia kampanye besar PDIP. Posisi-posisi yang dijalankan pun

merupakan posisi yang bersifat teknis acara. Jadi, keberadaan organisasi-organisasi

tersebut sebenarnya, tidak dimanfaatkan dalam rangka mendulang suara.

Dari keterangan-keterangan di atas dapat diketahui bahwa PDIP Kabupaten

Demak tidak memanfaatkan organisasi-organisasi yang dibawahinya untuk

mengoptimalkan pengarahan-pengarahan pemilih yang dilakukan oleh partai.

Keadaan ini mungkin disebabkan oleh keberadaan organisasi-organisasi tersebut

yang ‘antara ada dan tiada’. Secara formal, organisasi-organisasi tersebut memiliki

kepengurusan lengkap sebagaimana layaknya organisasi semestinya. Namun,

eksistensi mereka dalam bergerak dan bekerja tidak muncul, dan bahkan bisa

dikatakan tidak ada. Di tingkat pusat pun, organisasi-organisasi tersebut juga minim

sekali terlihat aktivitasnya, apalagi di tingkat Kabupaten.

PKB

PKB, yang juga sebagai sebuah partai besar dan telah memiliki pengalaman

dalam perpolitikan di Indonesia, memiliki beberapa organisasi yang dibawahinya.

Organisasi-organisasi tersebut yakni: Garda Bangsa, dan Persatuan Perempuan

Kebangkitan Bangsa (PPKB). Organisasi-organisasi tersebut sesuai aturan, bekerja

secara mandiri, namun dibawah pengelolaan PKB Kabupaten Demak.

                                                       52 Mugiyono, Sekretaris DPC PDIP Kabupaten Demak, 17 September 2009 

Page 153: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Terkait dengan peran organisasi-organisasi tersebut pada Pemiu 2009,

Sekretaris DPC PKB mengungkapkan bahwa organisasi-organisasi tersebut tidak

dilibatkan dalam usaha-usaha Partai memenangkan Pemilu 2009. Hal tersebut

disebabkan organisasi-organisasi tersebut adalah milik partai. Sedangkan Partai

sudah menyerahkan pengarahan pemilih pada Caleg. Sehingga, pemanfaatan

organisasi-organisasi tersebut hanya akan menimbulkan kecemburuan diantara para

Caleg53. Hal senada juga diungkapkan oleh pengurus Garda Bangsa Kabupaten

Demak. Beliau menyatakan bahwa Garda Bangsa sama-sekali tidak dilibatkan dalam

kegiatan apapun terkait Pemilu 2009.54 Jadi, keberadaan organisasi-organisasi

tersebut tidak dimanfaatkan dalam rangka mendulang suara.

Meskipun Partai menyatakan bahwa mesin partai tidak dilibatkan, DPC PKB

Kabupaten Demak mempersilahkan kepada individu-individu jika ingin membantu

Caleg tertentu. Namun hal itu dilakukan secara pribadi, bukan sebagai organisasi.

Artinya, orang-orang partai tetap mendapat kebebasan untuk terlibat dalam

kampanye Caleg tertentu sesuai kehendaknya. Kecemburuan antar Caleg terkait

pemanfaatan mesin partai dapat dikurangi dengan model ini, karena kemampuan

masing-masing Caleg sangat menentukan dalam mendekati dan memperoleh

dukungan dari individu-individu partai. Kemampuan-kemampuan tersebut dalam

bentuk kemampuan Caleg menjalin ikatan emosional dengan orang partai, serta

kemampuan Caleg dalam melakukan bargaining position dengan mereka. Ikatan

emosional ini dapat terbentuk di dalam aktivitas partai pada masa-masa sebelumnya,

                                                       53 Munhamir, Sekretaris DPC PKB Kabupaten Demak, 15 September 2009 54 Niam, Pengurus Garda Bangsa Kabupaten Demak, 12 September 2009 

Page 154: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

dan juga dapat terbentuk dari luar partai seperti hubungan pertemanan, spiritual, dan

lain sebagainya.

Dari keterangan-keterangan di atas dapat diketahui bahwa PKB Kabupaten

Demak tidak memanfaatkan organisasi-organisasi yang dibawahinya untuk

mengoptimalkan pengarahan-pengarahan pemilih yang dilakukan oleh partai.

Keadaan ini disebabkan oleh keberadaan organisasi-organisasi tersebut yang tidak

memihak pada salah satu Caleg. Padahal, pertarungan antar Caleg di dalam tubuh

PKB juga merupakan sesuatu yang tidak terhindarkan. Sebenarnya, Garda Bangsa

kabupaten Demak tergolong sebagai organisasi yang terbilang cukup produktif.

Struktur kepengurusannya ada hingga level terbawah. Pada even-even politik

tertentu, Garda Bangsa selama ini juga kerap mengambil peran.

Partai Demokrat

Partai Demokrat dari sisi pengalaman dalam mengelola sebuah organisasi Partai,

mungkin masih kalah dengan Partai-partai besar lama. Partai Demokrat juga

memiliki beberapa organisasi yang dibawahinya. Organisasi-organisasi tersebut

yakni: Komite Nasional Pemuda Demokrat (KNPD) dan Perempuan Demokrat (PD).

Organisasi-organisasi tersebut bekerja secara mandiri, namun dibawah pengelolaan

Partai Demokrat Kabupaten Demak.

Pada pemilu 2009 kemarin, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ketua

Bidang Organisasi Kepemudaan dan Kaderisasi DPC Partai Demokrat Kabupaten

Demak, organisasi-organisasi tersebut dilibatkan dalam usaha-usaha Partai

memenangkan Pemilu 2009. Bentuk pelibatannya adalah menginstruksikan

Page 155: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

pengurus-pengurus organisasi tersebut untuk menjadi tim sukses Caleg yang ada di

wilayahnya. Namun, karna kepengurusan di tingkat Kecamatan belum terbentuk

secara lengkap, maka instruksi tersebut hanya dijalankan secara pribadi masing-

masing pengurus di wilayah di mana dia tinggal.55 Hal senada juga diungkapkan oleh

pengurus KNPD. Beliau mengungkapkan adanya instruksi dari partai untuk

membantu para caleg. Beliau mengungkapkan bahwa dirinya pun menjadi tim sukses

dari caleg yang mendapat Daerah Pemilihan dimana beliau tingga.56

Dari keterangan-keterangan di atas dapat diketahui bahwa Partai Demokrat

Kabupaten Demak memanfaatkan organisasi-organisasi yang dibawahinya untuk

mengoptimalkan pengarahan-pengarahan pemilih yang dilakukan oleh partai. Namun

terdapat kendala dari pemanfaatan organisasi-organisasi tersebut. Bila dilihat lebih

teliti, pemanfaatan tersebut sebenarnya bukan berupa pemanfaatan organisasi, tetapi

memanfaatkan individu-individu yang ada pada organisasi-organisasi tersebut. Hal

ini disebabkan organisasi-organisasi tersebut belum terbentuk dan berfungsi

sebagaimana mestinya.

Partai Gerindra

Partai Gerindra merupakan partai yang baru terlahir. Secara formal, Partai

Gerindra memiliki beberapa organisasi yang dibawahinya. Organisasi-organisasi

tersebut yakni: Persatuan Wanita Indonesia Raya (Perwira), Gardu Prabowo, dan

lain-lain. Organisasi-organisasi tersebut didirikan dengan tujuan membesarkan partai

Gerindra dan mengawal Partai Gerindra dalam Pemilu 2009.

                                                       55 Gian Supeno, Ketua Bidang OKK DPC Partai Demokrat Kabupaten Demak, 19 September 2009 56 Pengurus KNPD Kabupaten Demak, 19 September 2009 

Page 156: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Pada pemilu 2009 kemarin, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ketua DPC

Partai Gerindra Kabupaten Demak, organisasi-organisasi tersebut tidak dilibatkan

dalam usaha-usaha Partai memenangkan Pemilu 2009. Organisasi-organisasi tersebut

hanya menyusahkan kerja Partai57. Peneliti menemui kejanggalan terhadap

pernyataan tersebut. Pernyataan yang dikeluarkan oleh seorang Ketua partai tentang

organisasi yang dibawahinya. Setelah ditelusuri lebih jauh, keberadaan organisasi-

organisasi tersebut diragukan. Daftar kepengurusan ataupun symbol-simbol

organisasi yang seharusnya ada di Sekretariat DPC Partai Gerindra Kabupaten

Demak, ternyata tidak ditemukan. Jadi, keberadaan organisasi-organisasi tersebut

tidak jelas, sehingga tidak alasan untuk memanfaatkannya.

Dari keterangan-keterangan di atas dapat diketahui bahwa Partai Gerindra

Kabupaten Demak tidak memanfaatkan organisasi-organisasi yang dibawahinya

untuk mengoptimalkan pengarahan-pengarahan pemilih yang dilakukan oleh partai.

Jangankan memanfaatkan, keberadaan organisasi-organisasi tersebut juga belum

jelas. Keadaan ini mungkin disebabkan karena Partai Gerindra merupakan Partai

Baru. sehingga belum memiliki sumber daya manusia yang cukup untuk mengisi

organisasi-organisasi yang diprakarsai oleh Partai Gerindra.

                                                       57 Kumaidi, Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Demak, 19 September 2009. 

Page 157: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Tabel Kesimpulan 5.1 No Partai Fokus

Konsolidasi Internal

Mesin Partai

Strategi penentuan Caleg

Sikap Mobilisasi

1 PDIP Konflik Ada, berprestasi

Orientasi nomor urut, spoil system

Terlibat

2 PKB Konflik Ada, berprestasi

Orientasi nomor urut, spoil system

Tidak terlibat

3 PARTAI DEMOKRAT

Solid Belum lengkap, belum berprestasi

Orientasi suara terbanyak, merit dan spoil system

Sedikit terlibat, tapi secara umum tidak terlibat

4 PARTAI GERINDRA

Solid Belum lengkap, belum berprestasi

Tidak jelas, karena keterbatasan individu

Terlibat

 

Page 158: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

5.2. Orientasi Calon Legislatif

5.2.1. Perubahan Prilaku Caleg

Perubahan prilaku Calon Anggota Legislatif mengacu pada perubahan sikap

seorang Caleg karena alasan-alasan tertentu. Sehinga dapat mempengaruhi seluruh

aktivitas yang Caleg dalam melakukan usaha-usaha perolehan suara. Perubahan

sebuah sistem pemilu, secara otomatis akan merubah prilaku para Caleg. Di dalam

penelitian ini, perubahan prilaku Caleg dapat dilihat dalam pengarahan pemilih yang

dilakukan oleh para Caleg.

5.2.1.1.Dinamika Perubahan Sistem Pemilu

Pemilihan Umum di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan dari

periode Pemilu ke periode Pemilu yang lain. Selama pemilu Orde Baru, kita

mengenal sistem pemilu proporsional dengan daftar tertutup. Keterpilihan calon

legislatif bukan ditentukan pemilih, melainkan menjadi kewenangan elite partai

politik sesuai dengan susunan daftar caleg beserta nomor urut. Dalam sistem

demikian, kedudukan parpol menjadi sangat kuat terhadap kadernya di parlemen.

Namun di satu sisi, basis sosial dan relasi politik para wakil rakyat dengan konstituen

menjadi lemah. Inilah yang menyebabkan kedudukan caleg terpilih mereka menjadi

”jauh” dalam hubungannya dengan konstituen.

Sistem pemilu demikian juga dianggap membuat lembaga perwakilan rakyat

menjadi elitis, ekslusif, tidak tersentuh oleh masyarakat, serta tidak sensitif terhadap

Page 159: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

problem rakyat. Seiring tuntutan reformasi tahun 1998, sistem pemilu tersebut mulai

ditinggalkan. Pada Pemilu 1999, sistem yang digunakan pada dasarnya tidak

mengalami perubahan dibandingkan pemilu Orde Baru dengan menggunakan sistem

proporsional berdasarkan daftar tertutup. Pemilih masih terbatas mencoblos tanda

gambar parpol.

Semangat memilih langsung wakil rakyat baru mulai diakomodasi pada

Pemilu 2004 melalui UU No. 12 Tahun 2003, dengan menggunakan sistem

proporsional dengan daftar calon terbuka. Pemilih tidak hanya memilih tanda gambar

parpol, tetapi juga diberi kesempatan memilih caleg. Namun, penerapan ketentuan ini

terkesan sengaja dilemahkan dengan pengaturan ketentuan suara sah dan penetapan

calon terpilih. Suara sah parpol harus dicoblos bersamaan pada kolom tanda gambar

parpol dan calegnya. Pemilih yang mencoblos caleg saja dianggap tidak sah.

Sementara mencoblos tanda gambar parpol saja sah. Peraturan yang terkesan rumit

dan tidak mempermudah pemilih untuk memilih caleg mereka secara langsung ini,

dimanfaatkan oleh parpol dalam sosialisasi dan kampanye mereka untuk mencoblos

tanda gambar parpol saja dengan dalih menghindari suara rusak atau tidak sah.

Peraturan yang menggambarkan berlakunya sistem pemilu proporsional

dengan daftar terbuka setengah hati ini masih dipersulit lagi dengan ketentuan

penetapan caleg yang langsung terpilih, yang harus memenuhi ketentuan bilangan

pembagi pemilihan (BPP). Jika tidak ada caleg yang memperoleh angka BPP, kursi

yang didapat parpol di daerah pemilihan, menjadi hak caleg berdasarkan nomor urut

terkecil. Sementara itu untuk mencapai angka BPP dengan membagi jumlah suara

Page 160: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

sah seluruh parpol peserta pemilu dengan jumlah kursi di daerah pemilihan (DPR,

DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota) sungguh sangat kecil kemungkinannya.

Hanya dua calon yang perolehan suaranya mencapai BPP, yaitu Hidayat Nur

Wahid (262.019 suara, dapil DKI II-PKS) dan Saleh Djasit (195.348 suara, dapil

Riau-PG). Hampir seluruh anggota DPR terpilih pada Pemilu 2004 karena posisinya

pada nomor urut atas (nomor jadi) dalam daftar calon. Bahkan, tidak kurang dari

30% calon terpilih telah "menyalip" calon lain dalam daftar tersebut yang nyata-

nyata memperoleh suara lebih banyak.58

Semangat pilih langsung yang menjadi ikon Pemilu 2004 saat itu menjadi

tidak berarti. Banyak caleg terpilih bukan karena banyaknya dicoblos oleh pemilih,

melainkan lebih karena ditempatkan pada nomor urut kecil (jadi) dalam daftar caleg

oleh parpol. Oligarki parpol masih menentukan.

Tanggal 31 Maret 2008, menjadi awal dari perubahan sistem Pemilihan

Umum di Indonesia. Pemerintah mengesahkan Undang Undang Nomor 10 Tahun

2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Secara umum,

diberlakukannya Undang Undang Nomor 10 Tahun 2008 mengakibatkan berubahnya

                                                       

58 Rahmatul Ummah, Memperkuat Sistem Pemilu 2009, http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2008111222412611

 

Page 161: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

sistem pemilu di Indonesia, dari sistem proporsional terbuka “setengah hati”,

menjadi sistem proporsional yang memberi harapan semangat pilih langsung.

Pasal 5 Ayat (1) UU 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif, tidak tampak

berbeda dengan Pemilu 2004, tetap mendasarkan pada prinsip proporsional atau

perwakilan berimbang. Artinya, suatu daerah pemilihan diwakili sejumlah wakil

yang didapat dari perolehan suara partai-partai politik peserta pemilu. Yang

membedakan, ketentuan penetapan caleg terpilih yang diatur dalam Pasal 214 yang

didasarkan pada sistem nomor urut setelah tidak ada caleg yang memperoleh

sekurang-kurangnya 30% BPP. Sementara caleg yang memenuhi ketentuan

memperoleh sekurang-kurangnya 30% lebih banyak dari jumlah kursi yang diperoleh

parpol peserta pemilu, kursi diberikan kepada caleg yang memiliki nomor urut lebih

kecil di antara caleg yang memenuhi ketentuan sekurang-kurangnya 30% dari BPP.

Dengan demikian sistem proporsional terbuka yang digunakan pada Pemilu 2009,

masih tetap menerapkan pembatasan ketentuan perolehan suara sekurang-kurangnya

30% BPP bagi caleg untuk langsung ditetapkan sebagai caleg terpilih.

Bila kita menerapkan Undang Undang Nomor 10 Tahun 2008 pada hasil

Pemilu 2004, dari 550 anggota DPR yang terpilih, hanya 116 orang (21,1%) yang

memperoleh suara terbanyak dan sekurang-kurangnya mencapai 30% BPP.

Sementara yang lain, sebagian besar anggota DPR 434 orang (78.9%) terpilih karena

nomor urut dalam daftar calon. Artinya, posisi dalam nomor urut daftar calon tetap

menjadi faktor yang lebih utama dalam menentukan seorang calon terpilih.

Page 162: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Sistem Proporsional terbuka penuh memperoleh angin segar ketika kemudian

muncul putusan Mahkamah Kostitusi yang diputuskan dalam rapat pemusyawartan

hakim oleh delapan hakim konstitusi pada Jumat, 19 Desember 2008 dan diucapkan

dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada Selasa 23 Desember 2008 oleh

delapan hakim konstitusi. Putusan MK itu menanggapi permohonan uji materi yang

diajukan Mohammad Sholeh, Sutjipto, Septi Notariana, dan Jose Dima S. Sholeh

adalah caleg dari PDI-P untuk DPRD Jawa Timur. Sutjipto dan Septi adalah caleg

dari Partai Demokrat untuk DPR. Jose adalah warga negara biasa.59

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi atas pasal 214

huruf a, b, c, d, dan e UU No 10/2008 tentang Pemilu 2009. Pasal 214 berbunyi

sebagai berikut:

Pasal 214

Penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD

kabupaten/kota dari Partai Politik Peserta Pemilu didasarkan pada perolehan kursi

Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan, dengan ketentuan:

a. Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD

kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara

sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari BPP;

                                                       59 Irsan, Keputusan MK Soal Suara Terbanyak Didukung Caleg Sumut, http://www.antarasumut.com/berita-sumut/pemilu-2009-berita-sumut/keputusan-mk-soal-suara-terbanyak-didukung-caleg-sumut/  

Page 163: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

b. Dalam hal calon yang memenuhi ketentuan huruf a jumlahnya lebih

banyak daripada jumlah kursi yang diperoleh partai politik peserta

pemilu, maka kursi diberikan kepada calon yang memiliki nomor urut

lebih kecil di antara calon yang memenuhi ketentuan sekurang-

kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari BPP;

c. Dalam hal terdapat dua calon atau lebih yang memenuhi ketentuan

huruf a dengan perolehan suara yang sama, maka penentuan calon

terpilih diberikan kepada calon yang memiliki nomor urut lebih kecil

di antara calon yang memenuhi ketentuan sekurang-kurangnya 30%

(tiga puluh perseratus) dari BPP, kecuali bagi calon yang memperoleh

suara 100% (seratus perseratus) dari BPP;

d. Dalam hal calon yang memenuhi ketentuan huruf a jumlahnya kurang

dari jumlah kursi yang diperoleh partai politik peserta pemilu, maka

kursi yang belum terbagi diberikan kepada calon berdasarkan nomor

urut;

e. Dalam hal tidak ada calon yang memperoleh suara sekurang-

kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari BPP, maka calon terpilih

ditetapkan berdasarkan nomor urut.60

Keputusan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pasal 214 huruf a, b, c,

d ,dan e UU No 10/2008 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD,

bertentangan dengan UUD RI 1945. Selanjutnya, menyatakan pasal 214 huruf a, b,

c,d, dan e UU No 10/2008 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

                                                       60 Undang Undang Nomor 10 Tahun 2008 

Page 164: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Pertimbangan dari putusan ini di antaranya, ketentuan pasal 214 huruf a,b,c,d, dan e

UU No 10/2008 yang menyatakan bahwa calon anggota legislatif terpilih adalah

calon yang mendapat suara di atas 30 persen dari bilangan pembagian pemilu (BPP)

atau menempati nomor urut lebih kecil, dinilai bertentangan dengan makna substantif

dengan prinsip keadilan sebagaimana diatur dalam pasal 28 d ayat 1 UUD 1945.61

Dengan keluarnya Keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut, maka

penetapan calon anggota legislatif pada Pemilu 2009 tidak lagi memakai sistem

nomor urut dan digantikan dengan sistem suara terbanyak.

5.2.1.2.Semangat Perolehan Suara

Perubahan sistem pemilu sebagaimana diatas menyebabkan perubahan

orientasi Caleg. Pada pemilu masa orde baru, Partai menjadi dominan dalam menarik

suara pemilih. Sehingga prilaku yang dimunculkan oleh Caleg cenderung pasif dan

semakin mengintegrasikan dirinya pada Partai. Agresifitas para Caleg cenderung

datar dan menjadi subordinan dari Partai politiknya. Pada awal reformasi, yakni

pemilu 1999, prilaku para Caleg masih sama. Munculnya partai-partai baru yang

cepat memperoleh tempat di hati pemilih, menyebabkan para Caleg semakin ekstrem

dalam mengintegrasikan dirinnya pada Partainya. Figure dari tokoh sebuah partai

politik dan kebesaran sebuah partai, menjadi tempat bersandar para Caleg.

                                                       61 Yuni Herlina Sinambela, MK Kabulkan Uji Materi Caleg Sistem Suara Terbanyak, http://pemilu.okezone.com/read/2008/12/23/267/176428/mk-kabulkan-uji-materi-caleg-sistem-suara-terbanyak  

Page 165: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Prilaku caleg mulai berubah ketika Pemilu 2004 memberikan kesempatan

coblos Caleg. Caleg yang mampu mencapai Bilangan Pembagi Pemilih akan secara

langsung berhak memperoleh kursi, tanpa melihat nomor urutnya. Peraturan ini

seharusnya dapat memacu agresifitas para Caleg dalam memperoleh suara pemilih.

Namun apa yang terjadi, perubahan prilaku para caleg dapat dikatakan masih kecil.

Syarat perolehan suara memenuhi Bilangan Pembagi Pemilih, dianggap sebagai

sesuatu yang sulit. Sehingga, partai dan Caleg sepakat untuk mengabaikan peluang

tersebut. Partai dan Caleg tetap bersama-sama mengkampanyekan partainya.

Integrasi Caleg terhadap Partainya terbilang masih cukup besar, karena kesepakatan

untuk mengabaikan peluang coblos Caleg tersebut. Meskipun ada Caleg yang

berhasil memperoleh suara Bilangan Pembagi Pemilih, yakni Hidayat Nur Wahid

(PKS) dan Saleh Djasit (Partai Golkar), tidak dapat dijadikan penjelas bahwa telah

terjadi perubahan prilaku Caleg secara nyata. Bahkan, apa yang diperoleh Hidayat

Nur Wahid dan Saleh Djasit belum tentu sebagai hasil dari usaha individual yang

mereka lakukan dakam mengarahkan pemilih. Kemudian, popularitas mereka secara

luas di media, dalam kajian ini, tidak dilihat. Karena untuk Caleg provinsi maupun

Kabupaten/Kota, kepopuleran di media televisi tidak di dapat dengan mudah.

Pemilu 2009 memberi peluang besar terjadinya perubahan prilaku Caleg.

Penentuan Caleg yang berhak memperoleh kursi berdasar suara terbanyak Caleg,

secara otomatis merubah sepenuhnya prilaku Caleg. Perubahan dimungkinkan terjadi

dari prilaku Caleg yang cenderung pasif dan dependen pada Partai, menjadi prilaku

Caleg yang lebih aktif dan lebih independen. Jika pada Pemilu sebelumnya

kompetisis hanya antar partai politik, maka pada Pemilu 2009 berpotensi terjadinya

Page 166: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

kompetisi antar Caleg, bahkan antar Caleg dari Partai dan Daerah Pemilihan yang

sama. Kemampuan seorang Caleg dalam mengarahkan pemilih, menjadi faktor

utama suksesnya seorang Caleg memperoleh kursi. Di samping mungkin juga

terdapat faktor lain, semisal keberuntungan. Sikap dan pandangan Caleg pada Pemilu

DPRD Kabupaten Demak Tahun 2009 terhadap perubahan sistem pemilu, akan

dijelaskan dibawah ini.

PDIP

Perubahan sistem pemilu dari nomor urut menjadi kompetisi suara antar

Caleg, menyebabkan PDI Perjuangan berang dalam mengomentari sistem ini. Hal ini

disebabkan dengan strategi yang telah ditetapkan oleh PDI Perjuangan. Sementara

perubahan sistem pemilu terjadi ketika tahapan Pemilu telah berjalan, termasuk

penentuan daftar Caleg. Di tingkat DPP, komentar sinis dan kritik disampaikan para

fungsionaris partai, diantaranya Cahyo Kumolo. Di tingkat Kabupaten Demak

muncul berbagai tanggapan.

Seorang Caleg yang juga Sekretaris DPC PDIP Kabupaten Demak

mengungkapkan bahwa perubahan sistem pemilu dengan suara terbanyak merupakan

sesuatu yang tidak dipersiapkan oleh PDIP. Proses penetapan Caleg yang telah

dilakukan menjadi tidak berjalan sebagaimana harapan. PDIP menginginkan orang-

orang yang telah berjasa dan bekerja membesarkan Partai, dapat memperjuangkan

aspirasi dengan menjadi anggota DPR. Makanya mereka menempati nomor urut

Page 167: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Caleg jadi. Dengan suara terbanyak, peluang mereka untuk mendapat kursi semakin

berkurang. Pertarungan menjadi makin liar.62

Hal senada diungkapkan oleh Caleg lain, Hj Suntarita, yang juga Wakil

Sekretaris DPC dan Wakil Sekretaris BP Pemilu PDI Perjuangan Kabupaten Demak.

Beliau menyatakan bahwa sistem sekarang telah merusak Partai. Orang-orang yang

telah lama di Partai, memiliki peluang yang sama dengan orang baru atau orang luar

partai. Seharusnya orang lama lebih pas mendapatkan kursi. Karena orang lama

sudah berpengalaman, dan loyalitasnya jelas. Entah apa jadinya jika orang baru dan

orang luar partai berhasil memperoleh kursi DPR. Posisi Partai di DPR adalah

penting bagi Partai. Bila yang duduk di DPR adalah orang-orang baru atau orang

luar, maka mungkin akan mebuat kacau kinerja PDIP.63

Pandangan lain diungkapkan oleh caleg lain, Eko Nurkhayati, bukan

pengurus elit struktural DPC PDI Perjuangan. Pada Pemilu 2009, beliau menempati

nomor urut 3. Beliau menyataakan bahwa sistem suara terbanyak memberikan

peluang yang sama bagi para Caleg. Bagus untuk sebuah demokrasi. Dapat juga

memicu regenerasi di partai. Orang-orang yang sudah tidak mampu membawa

kemajuan, tidak dapat dipaksakan lagi menjadi DPR. Hidup dan mati partai ada di

DPR. Sehingga partai membutuhkan regenerasi di DPR. Lagian belum tentu orang-

orang lama kalah bersaing dengan orang baru. banyak juga orang-orang lama yang

berhasil memperoleh kursi.64

                                                       62 Mugiyono, Sekretaris DPC PDIP Kabupaten Demak, 15 September 2009 63 Hj Suntarita, Wakil Sekretaris DPC dan Wakil Sekretaris BP Pemilu PDI Perjuangan Kabupaten Demak, 2 Oktober 2009 64 Eko Nurkhayati, Caleg PDIP untuk DPRD Kabupaten Demak, 4 Oktober 2009 

Page 168: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Caleg lain, Akhmad Rowi, juga bukan pengurus elit struktural DPC PDI

Perjuangan Kabupaten Demak menyatakan bahwa peneetapan perolehan kursi

berdasarkan suara terbanyak menumbuhkan semangat di kalangan Caleg. Posisi

sebagai nomor urut 5, pada awalnya (sebelum keputusan MK tentang suara

terbanyak) membuat kampanye tidak begitu banyak dilakukan. Wajar bila nomor

urut 5 memiliki rasa pesimis. Bayangkan, bila menggunakan nomor urut, partai harus

mendapatkan jatah 5 kursi agar nomor urut 5 lolos menjadi anggota Dewan. Sesuatu

yang sulit terwujud. Pada pemilu 2004 saja, PDIP paling banyak memperoleh 4 kursi

di satu Dapel. Di pemilu 2009, persaingan antar partai lebih ketat. Setelah penetapan

suara terbanyak, mulai ada harapan yang sama untuk menjadi anggota Dewan.

Beginilah seharusnya demokrasi.65

Dari keempat Caleg yang diusung PDIP diatas, terdapat beberapa 2

pandangan yang berbeda terkait perubahan sistem pemilu, yakni komentar yang

menganggap bahwa penetapan caleg berdasar suara terbanyak adalah sesuatu yang

tidak tepat, serta komentar yang menganggap bahwa penetaapan caleg berdasar suara

terbanyak adalah sesuatu yang tepat. Namun, bila kita melihat latar belakang

structural keempat Caleg diatas, maka dapat diketahui kenapa komentar-komentar

tersebut muncul. Mugiyono dan Hj Suntarita adalah pengurus elit DPC PDI

Perjuangan Kabupaten Demak. Secara logika, bila menggunakan mekanisme nomor

urut, mereka adalah orang-orang yang sudah dipersiapkan untuk menjadi anggota

Dewan dan ditempatkan pada posisi nomor jadi. Sehingga wajar apabila sistem yang

sudah lama berjalan dirubah dengan sistem baru yang tidak berpihak pada mereka,

                                                       65 Akhmad Rowi, Caleg PDIP untuk DPRD Kabupaten Demak, 4 Oktober 2009 

Page 169: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

memunculkan komentar-komentar pedas. Sementara itu, bagi caleg yang bukan

pengurus elit partai atau caleg yang termarjinalkan di partai, seperti mendapatkan

angin segar berupa kesempatan yang sama dengan Caleg lain. Angin perubahan yang

berpihak ke mereka, memunculkan komentar-komentar positif terhadap perubahan

sistem tersebut.

PKB

Sebagaimana apa yang terjadi di PDIP, perubahan sistem pemilu dari nomor

urut menjadi kompetisi suara antar Caleg, menyebabkan PKB sinis dalam

mengomentari sistem ini. Hal ini disebabkan dengan strategi yang telah ditetapkan

oleh PKB. Sebagaimana diketahui, perubahan sistem pemilu terjadi ketika tahapan

Pemilu telah berjalan, termasuk penentuan daftar Caleg. Di tingkat Kabupaten

Demak muncul berbagai tanggapan.

Sekretaris DPC PKB Kabupaten Demak, Munhamir menyatakan bahwa

sistem sekarang dapat memunculkan konflik internal Partai ke depan. Orang-orang

yang telah lama di Partai, belum tentu memperoleh kursi Dewan. Sementara orang

baru bisa saja memperoleh kursi Dewan. Konflik akan muncul ketika orang-orang

lama yang tidak mendapat kursi Dewan, tetap memaksakan duduk di kepengurusan.

Padahal, yang menghidupi partai adalah anggota Dewan. Caleg yang berhasil

memperoleh kursi, tentu juga akan menginginkan posisi structural partai. Tidak

terlalu menjadi masalah ketika orang tersebut adalah orang partai, meskipun bukan

Page 170: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

dari kalangan elit partai. Namun, masalahnya ketika orang tersebut adalah bukan

orang partai. Di sinilah mungkin akan menjadi pertarungan internal ke depan.66

Seorang Caleg, Rizqon Malik Fullesuf, yang juga Wakil Ketua DPC PKB

Kabupaten Demak mengungkapkan bahwa perubahan sistem pemilu dengan suara

terbanyak merupakan sesuatu yang tidak dipersiapkan oleh PKB. Penetapan Caleg

yang pada awalnya dalam rangka menyiapkan orang-orang tertentu menjadi anggota

Dewan, menjadi sia-sia. PKB menginginkan orang-orang yang telah berjasa dan

bekerja membesarkan Partai, dapat memperjuangkan aspirasi dengan menjadi

anggota DPR. Makanya mereka menempati nomor urut Caleg jadi. Dengan suara

terbanyak, peluang mereka untuk mendapat kursi menjadi tidak sepasti ketika

menggunakan nomor urut.67

Pandangan lain diungkapkan oleh caleg lain, Parsidi, bukan pengurus

elit struktural DPC PKB. Pada Pemilu 2009, beliau menempati nomor urut 9. Beliau

menyatakan bahwa sistem suara terbanyak menghilangkan kesenjangan antar para

Caleg. Kalau menginginkan sebuah demokrasi yang benar, sistem suara terbanyak

sesuai. Orang dari luar partai atau orang yang tidak memiliki kekuatan di internal

partai, dapat bersaing secara sehat ketika sama-sama menjadi Caleg. Dulu, nomor

urut dianggap sebagai penentu jadi dan tidaknya anggota Dewan. Nomor urut 9 dapat

dilihat sebagai bukti ketidak berdayaan dalam pengambilan keputusan internal Partai.

Sekarang, kemampuan Caleg menjadi penting dalam melakukan kampanye.68

Caleg lain, Sumiatun, juga bukan pengurus elit struktural DPC PKB

Kabupaten Demak menyatakan bahwa penetapan perolehan kursi berdasarkan suara                                                        66 Munhamir, Sekretaris DPC PDIP Kabupaten Demak, 17 September 2009 67 Rizqon Malik Fullesuf, Wakil Ketua DPC Kabupaten Demak, 5 Oktober 2009 68 Parsidi, Caleg PKB untuk DPRD Kabupaten Demak, 5 Oktober 2009 

Page 171: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

terbanyak memberikan harapan baru bagi seorang Caleg yang tidak menempati

nomor urut jadi. Namun, prakteknya dapat menyebabkan pertarungan panas. Antar

Caleg dalam satu partai dapat saling bersaing, dan dapat memicu ketidak sehatan

kompetisi. Penentuan berdasar suara terbanyak semakin memperbanyak terjadinya

politik uang. Sebenarnya, sistem suara terbanyak baik untuk diterapkan. Tapi Caleg

belum mampu berkompetisi secara sehat. Kalau dipaksakan, maka menyebabkan

tindakan-tindakan yang justru tidak sesuai dengan tujuan demokrasi. Uang menjadi

penentu. Masyarakat melihat uang sebagai sesuatu yang penting dalam pencalonan.

Pertarungan berubah menjadi pertarungan uang.69

Dari keempat Caleg yang diusung PKB diatas, juga memunculkan 2

pandangan yang berbeda terkait perubahan sistem pemilu, yakni komentar yang

menganggap bahwa penetapan caleg berdasar suara terbanyak adalah sesuatu yang

tidak tepat, serta komentar yang menganggap bahwa penetaapan caleg berdasar suara

terbanyak adalah sesuatu yang tepat. Namun, bila kita melihat latar belakang

structural keempat Caleg diatas, maka dapat diketahui kenapa komentar-komentar

tersebut muncul. Rizqon Malik Fullesuf adalah pengurus elit DPC PKB Kabupaten

Demak. Secara logika, bila menggunakan mekanisme nomor urut, mereka adalah

orang-orang yang sudah dipersiapkan untuk menjadi anggota Dewan dan

ditempatkan pada posisi nomor jadi. Sehingga wajar apabila sistem yang sudah lama

berjalan dirubah dengan sistem baru yang tidak berpihak pada mereka, memunculkan

komentar-komentar pedas. Sementara itu, bagi caleg yang bukan pengurus elit partai

atau caleg yang termarjinalkan di partai, seperti mendapatkan angin segar berupa

                                                       69 Akhmad Rowi, Caleg PKB untuk DPRD Kabupaten Demak, 5 Oktober 2009 

Page 172: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

kesempatan yang sama dengan Caleg lain. Angin perubahan yang berpihak ke

mereka, memunculkan komentar-komentar positif terhadap perubahan sistem

tersebut. Namun ada sedikit evaluasi tentang ketidak siapan Caleg untuk

berkompetisi secaara sehat. Pihak yang berkomentar bahwa sistem suara terbanyak

tepat, memberikan catatan tentang ketidak siapan Caleg dalam berkompetisi secara

sehat. Semakin banyaknya politik uang diyakini sebagai ketidak siapan Caleg

menghadapi sistem suara terbanyak.

Partai Demokrat

Partai Demokrat dianggap sebagai Partai yang sudah siap dari awal untuk

menghadapi perubahan sistem pemilu dari nomor urut menjadi kompetisi suara antar

Caleg. Hal ini disebabkan karena dari awal tahapan Pemilu, Partai Demokrat sudah

mengeluarkan kebijakan penggunaan suara terbanyak untuk calegnya. Sehinggga,

Partai Demokrat menyambut baik keputusan MK tentang suara terbanyak. Di media,

para elit Partai Demokrat pun tidak banyak berkomentar, karna merasa tidak

ditugikan dengan perubahan tersebut. Di tingkat Kabupaten Demak muncul berbagai

tanggapan.

Seorang Caleg, Giyanto, yang juga Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten

Demak mengungkapkan bahwa perubahan sistem pemilu dengan suara terbanyak

merupakan sesuatu yang sejalan dengan kebijakan partai. Proses penetapan Caleg

yang telah dilakukan semakin didukung oleh penggunaan sistem suara terbanyak.

Partai Demokrat menginginkan penjaringan Caleg dilakukan secara terbuka.

Pengurus structural tidak memiliki prioritas karena posisinya sebagai pengurus.

Page 173: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Makanya mereka tidak selalu menempati nomor urut Caleg jadi. Meskipun dengan

suara terbanyak peluang mereka untuk mendapat kursi semakin berkurang, namun ini

baik untuk partai di masa datang. Bahwa ada demokrasi di Partai Demokrat70

Hal senada diungkapkan oleh Caleg lain, Gihan Supeno, yang juga Wakil

Ketua Partai Demokrat Kabupaten Demak. Beliau menyatakan bahwa sistem

sekarang dapat menimbulkan konflik Partai. Orang-orang yang telah lama di Partai,

memiliki peluang yang sama dengan orang baru atau orang luar partai. Seharusnya

orang lama lebih pas mendapatkan kursi. Karena orang lama sudah berpengalaman,

dan loyalitasnya jelas. Entah apa jadinya jika orang baru dan orang luar partai

berhasil memperoleh kursi DPR. Namun, jika kita melihat ke depan, sistem yang

diterapkan di Partai Demokrat akan membawa partai menjadi sebuah partai besar

yang mampu bersaing dengan partai-partai lain.71

Pandangan serupa diungkapkan oleh caleg lain, Wiwik Martini, bukan

pengurus elit struktural DPC Partai Demokrat. Pada Pemilu 2009, beliau menempati

nomor urut 3. Beliau menyataakan bahwa sistem suara terbanyak memberikan

peluang yang sama bagi para Caleg. Bagus untuk sebuah demokrasi. Dapat juga

memicu regenerasi di partai. Orang-orang yang sudah tidak mampu membawa

kemajuan, tidak dapat dipaksakan lagi menjadi DPR. Hidup dan mati partai ada di

DPR. Sehingga partai membutuhkan regenerasi di DPR. Lagian belum tentu orang-

orang lama kalah bersaing dengan orang baru. banyak juga orang-orang lama yang

berhasil memperoleh kursi.72

                                                       70 Giyanto, Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Demak, 13 September 2009 71 Gihan Supeno, Ketua bidang OKK DPC Kabupaten Demak, 15 September 2009 72 Wiwik Martini Caleg Partai Demokrat untuk DPRD Kabupaten Demak, 2 Oktober 2009 

Page 174: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Caleg lain, Sunandar , juga bukan pengurus elit struktural DPC Partai

Demokrat Kabupaten Demak menyatakan bahwa penetapan perolehan kursi

berdasarkan suara terbanyak memberikan harapan baru bagi seorang Caleg yang

tidak menempati nomor urut jadi. Namun, prakteknya dapat menyebabkan

pertarungan panas. Antar Caleg dalam satu partai dapat saling bersaing, dan dapat

memicu pertarungan kotor. Penentuan berdasar suara terbanyak semakin

memperbanyak terjadinya suap kepada pemilih. Sebenarnya, sistem suara terbanyak

baik untuk diterapkan. Tapi Caleg belum mampu berkompetisi bersih. Sehingga

menyebabkan tindakan-tindakan yang tidak terpuji sebagai seorang calonanggota

Dewan yang terhormat. Pemain pentingnya adalah Uang. Uang dapat mempengaruhi

sikap pemilih. Caleg dan Masyarakat dirasa belum siap menerapkan sistem ini.73

Dari keempat Caleg yang diusung Partai Demokrat diatas, terdapat

pandangan yang relative sama terkait perubahan sistem pemilu, yakni komentar yang

menganggap bahwa penetapan caleg berdasar suara terbanyak adalah sesuatu yang

tepat. Meskipun bila kita melihat latar belakang structural keempat Caleg diatas,

dapat diketahui bahwa mereka memiliki latar belakang yang berbeda. Giyanto dan

Gihan Supeno adalah pengurus elit DPC Partai Demokrat Kabupaten Demak.

Sedangkan Wiwik Martini dan Sunandar bukan berasal dari elit partai. Kesamaan

pandangan ini disebabkan penetapan strategi suara terbanyak dari awal tahapan

pemilu, meskipun belum ada keputusan MK tentang suara terbanyak. Kemudian,

soliditas yang ada dalam tubuh Partai Demokrat mempermudah pengurus menerima

instruksi partai dari pusat. Meskipun mungkin merugikan dirinya secaara pribadi.

                                                       73 Sunandar, Caleg Partai Demokrat untuk DPRD Kabupaten Demak, 2 Oktober 2009 

Page 175: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Hal itu dapat kita lihat dari posisi nomor urut Caleg Ketua DPC Partai Demokrat

Kabupaten Demak. Beliau menempati nomor urut 9. Seorang Ketua Partai

menempati nomor urut 9, dibawah orang-orang yang dia pimpin. Pemandangan yang

sangat sulit dijumpai di masa-masa yang lalu, bahkan di partai lain di masa sekarang.

Intinya, mereka sepakat bahwa sistem suara terbanyak merupakan sistem yang tepat,

dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Partai Gerindra

Perubahan sistem pemilu dari nomor urut menjadi kompetisi suara antar

Caleg, tidak menyebabkan Partai Gerindra angkat bicara dalam mengomentari sistem

ini. Hal ini disebabkan aorientasi Partai Gerindra adalah memuluskan jalan bagi

Pencapresan Prabowo Subianto. Sehingga, Partai Gerindra tidak terlalu

mempermasalahkan apakah akan memakai penentuan berdasar nomor urut maupun

akan memakai suara terbanyak. Kondisi Partai Gerindra sebagai Partai baru,

membuat partai tidak terlalu berakibat. Semisal memakai nomor urut, sebagai partai

baru tentu dapat mengukur seberapa maksimal kemampuan diri. Artinya, harapan

realistis akan mendapat suara besar masih jauh. Semisal memakai suara terbanyak,

Partai Gerindra juga tidak memiliki cukup individu untuk mengisi Caleg.dengan

strategi yang telah ditetapkan oleh PDI Perjuangan. Sementara perubahan sistem

pemilu terjadi ketika tahapan Pemilu telah berjalan, termasuk penentuan daftar

Caleg. Di tingkat Kabupaten Demak muncul berbagai tanggapan.

Seorang Caleg, Kumaidi, yang juga Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten

Demak mengungkapkan bahwa perubahan sistem pemilu terjadi ketika tahapan

Page 176: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Pemilu sudah berjalan. Partai Gerindra dapat dikatakan tidak mempersiapkan. Di sisi

lain, sulitnya mencari orang untuk menjadi Caleg, Partai juga tidak mampu berbuat

banyak. Harapan memang ada dari para pengurus untuk menjadi Dewan. Ketika

keputusan MK keluar, Caleg menjadi sedikit berkurang semangatnya. Takut kalau

dikalahkan Caleg nomor dibawahnya. Persaingan di partai Gerindra tidak terlalu

menjadi masalh karena saling menyadari bahwa Partai Gerindra partai baru. mesin-

mesin partai juga belum sepenuhnya terbentuk. Apa yang bisa diharapkan semisal

menggunakan nomor urut. Hasilnya juga sulit diharapkan.74

Hal senada diungkapkan oleh Caleg lain, Djumbadi, yang juga Wakil Ketua

DPC Partai Gerindra Kabupaten Demak. Beliau menyatakan bahwa sistem sekarang

maupun sistem yang dulu, tidak memberikan dampak pada Partai Gerindra. Partai

Gerindra belum memilki orang lama. Semua baru di Gerindra. Sehingga kecil

kemungkinan munculnya senioritas dari seorang pengurus terhadap yang lain. Di

partai Gerindra, nomor urut 1 bukan berarti pasti jadi. Sehingga tidak terlalu

dipermasalahkan. Memang, pada awalnya mereka yang berada di nomor urut 1

diharapkan menjadi anggota Dewan. Tapi juga sulit untuk partai sebaru Gerindra.

Bila memakai sistem suara terbanyak, pergerakan nomor urut dari Caleg yang

kemudian jadi Dewan, juga tidak penting. Artinya, partai Gerindra memiliki jumlah

Caleg sedikit. Mereka mayoritas adalah orang-orang Partai. Dan sama-diharapkan

oleh partai untuk jadi anggota Dewan.75

Pandangan sama diungkapkan oleh caleg lain, Marmi, bukan pengurus elit

struktural DPC Partai Gerindra. Pada Pemilu 2009, beliau menempati nomor urut 3.

                                                       74 Kumaidi, Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Demak, 17 September 2009 75 Djumbadi, Wakil Ketua DPC Kabupaten Demak, 9 Oktober 2009  

Page 177: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Beliau menyatakan bahwa sistem suara terbanyak memberikan peluang yang sama

bagi para Caleg. Namun di Partai Gerindra, peluang tersebut bukan sesuatu yang

sangat berharga. Seperti diketahui Gerindra merupakan Partai baru. sulit diharapkan

untuk dipilih rakyat. Sehingga pertarungan antar Caleg tidak terlihat. Bila bertarung,

pertarungan akan sulit. Pertama bagaimana memperkenalkan partai. Kedua

bagaimana memperkenalkan diri si Caleg. Itu sesuatu yang sulit bila dikalkulasi.76

Pendapat sedikit beda dikemukakan Caleg lain, Ahmad Mansur, juga bukan

pengurus elit struktural DPC Partai Gerindra Kabupaten Demak. Beliau menyatakan

bahwa peneetapan perolehan kursi berdasarkan suara terbanyak membuat Caleg

optimis. Posisi nomor urut tidak lagi menjadi jaminan seorang Caleg pasti jadi

anggota Dewan. Di Gerindra istruksi mengarah pada pengkampanyean partai. Tapi

kondisi lapangan berkata lain. Seorang caleg mau tidak mau bersaing dengan caleg

yang lain. Semua Caleg tentu ingin menjadi anggota Dewan. Penggunaan suara

terbanyak justru menolong partai Gerindra. Caleg menjadi bebas mencari suara.

Meskipun tujuannya untuk diri sendiri. Namun tetap akan masuk suara partai

Gerindra.77

Dari keempat Caleg yang diusung Partai Gerindra diatas, terdapat beberapa

pandangan yang tidak jauh berbeda terkait perubahan sistem pemilu, yakni komentar

mengarah pada ketidakberakibatan. Mereka menilai bahwa apapun sistem yang akan

digunakan, bagi Partai Gerindra merupakan sesuatu yang baru. sehingga sikap

kecewa maupun senang tidak tampak dari Partai Gertindra ketika Keputusan MK

tentang suara terbanyak keluar. Hal ini cukup beralasan karena sebagai partai baru,

                                                       76 Marmi, Caleg Partai Gerindra untuk DPRD Kabupaten Demak, 9 Oktober 2009 77 Akhmad Mansur, Caleg Partai Gerindra untuk DPRD Kabupaten Demak, 9 Oktober 2009 

Page 178: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Partai Gerindra juga belum bisa diharapkan dalam identifikasi kepartai, yang menjadi

dasar dari mekanisme nomor urut. Caleg-caleg yang diusung oleh Partai Gerindra

juga mayoritas pengurus Partai. Sehingga tidak memunculkan kecemburuan dan

kecurigaan ketika salah satu berhasil memperoleh kursi anggota Dewan. Arogansi

politik dari para pengurus juga tidak Nampak di Partai Gerindra. Belum adanya

pengurus lama, belum adanya senioritas, menyebabkan hal tersebut. Pada intinya,

Partai Gerindra tidak mempedulikan apakah memakai mekanisme nomor urut atau

memakai mekanisme suara terbanyak. Hal tersebut tampaknya didasari oleh

semangat partai yang cenderung lebih mengutamakan citra partai, dalam rangka

mewujudkan pencapresan Prabowo Subianto.

5.2.2. Pengarahan Pemilih

Pengarahan pemilih merupakan usaha untuk mempengaruhi pemilih agar

memberikan suara. Dalam hal ini, proses tersebut dilakukan oleh Caleg. Bagaimana

seorang Caleg mengarahkan pemilih untuk mencentrang namanya. Terdapat berbagai

instrument yang sebenarnya dapat membantu Caleg melakukan pengarahan pemilih.

Diantaranya adalah mesin partai, hubungan emosional di masyarakat, dan lain

sebagainya. Seorang Caleg bisa jadi lebih bisa melakukan pengarahan pemilih lebih

maksimal daripada ketika partai yang melakukan pengarahan pemilih. Atau bisa jadi

sebaliknya, partai lebih mampu melakukan pengarahan pemilih daripada Caleg.

Penggunaan mekanisme suara terbanyak, mendorong seorang Caleg untuk lebih aktif

dan lebih independen dalam mengarahkan pemilih. Kepentingan pribadi Caleg

Page 179: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

mengalahkan Caleg lain menyebabkan seorang Caleg harus mampu melakukan

pengarahan pemilih, baik bersama partai maupun secara mandiri.

5.2.2.1.Pemanfaatan Mesin Partai

Sebuah partai politik memiliki cara kerja yang tersusun secara sistematis

dalam bentuk kepengurusan. Kepengurusan sebuah partai politik terbentuk dari

tingkatan pusat hingga tingkatan bawah atau /Kelurahan/Desa. Hirarki kepengurusan

ini bekerja sesuai garis instruksi. Letak pusat instruksi berada pada pengurus pusat

atau nasional. Ddi sisi lain, sebuah partai politik juga memiliki organisasi-organisasi

yang menjadi pendukungnya. Organisasi-organisasi tersebut dibentuk oleh partai

politik. Ada juga organisasi-organisasi yang membidani terbentuknya sebuah partai

politik. Kesemua organisasi tersebut ada dalam kapasitas sebagai sayap, yakni alat

partai untuk masuk ke dalam bidang-bidang lain dalam sosial, semisal perempuan

dan pemuda. Jadi, terdapat beberapa infrastruktur yang tersedia dalam sebuah partai

politik, yakni kepengurusan dan organisasi sayap. Keduanya bekerja sebagai sebuah

sistem yang biasa disebut mesin partai.

Setiap perilaku-perilaku politik partai, kepengurusan dan organisasi-

organisasi sayap dapat dijadikan sebagai alat dalam mencapai tujuan politik partai.

Begitu juga ketika partai harus menghadapi Pemilu. Partai dapat memanfaatkan

kepengurusan dan organisasi sayap untuk memperoleh suara sebanyak-banyaknya,

dengan mengoptimalkan kinerja mesin partai tersebut. Dalam hal ini, kinerja berupa

usaha-usaha dalam mengarahkan pemilih. Ketika Pemilu 2009 menerapkan sistem

suara terbanyak, maka memunculkan actor penting lain yang disebut Calon Anggota

Page 180: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Legislatif. Hasrat Caleg untuk memperoleh suara yang besar, mendorong Caleg

untuk mampu mengarahkan pemilih agar memilih Caleg tersebut. Pencapaian tujuan

itu dapat dilakukan salah satunya dengan memanfaatkan sistem partai. Bagaimana

para Caleg memanfaatkan mesin partai, akan dibahas dibawah ini.

PDIP

PDI Perjuangan Kabupaten Demak dapat dikatakan sebagai partai yang

memiliki mesin yang cukup baik. Kepengurusan sudah terbentuk secara mapan

hingga tingkat Desa/Kelurahan. PDI Perjuangan Kabupaten Demak juga memiliki

organisasi-organisasi sayap. Organisasi-organisasi sayap yang dimiliki adalah

Barisan Muda Demokrasi (Bamusi), Taruna Merah Putih (TMP), dan Banteng Muda

Indonesia (BMI). Caleg dapat memanfaatkan hal-hal tersebut sebagai jembatan untuk

memperoleh dukungan pemilih, dalam bentuk kerjasama antar keduanya. Masing-

masing Caleg berbeda penyikapan terkait pemanfaatan infrastruktur mesin partai

dalam usaha pribadi mendapatkan suara pemilih.

Mugiyono, seorang Caleg sekaligus Sekretaris DPC PDI Perjuangan

Kabupaten Demak mengungkapkan bahwa PDIP memilki mesin partai yang baik.

Kepengurusan kami ada hingga tingkatan paling bawah. Tempat tinggal orang-orang

yang berada pada kepengurusan tersebar di dimana-mana. Tidak semua orang-orang

tersebut menjadi Caleg. Sehingga mereka dapat dimanfaatkan untuk membantu

kampanye disekitar tempat tinggal mereka. Keberadaan mereka sangat membantu

kampanye yang dilakukan. Begitu juga Satgas. Satgas sebenarnya lebih memiliki

kontribusi, karena biasanya satgas merupakan orang-orang yang di-segani di

Page 181: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

komunitasnya. Pelibatan mereka dilakukan dengan pembagian tugas kampanye di

masing-masing tempat tinggal mereka. Masing-masing orang diharapkan mampu

minimal mendapatkan suara keluarga dan pemilih di kampungnya.

Suntarita, seorang Caleg sekaligus Wakil Sekretaris DPC dan Wakil

Sekretaris BP Pemilu PDI Perjuangan Kabupaten Demak mengungkapkan bahwa

keberadaan orang-orang partai membantu memaksimalkan keberhasilan kampanye.

Caleg tidak akan bisa maksimal tanpa memanfaatkan orang-orang partai di tingkat

bawah. Pemanfaatan orang-orang partai sekaligus juga untuk memberi tahu

masyarakat bahwa Caleg berasal dari PDIP. Karena, masyarakat biasanya telah

mengenal orang-orang disekitar mereka yang menjadi anggota Partai. Artinya, wajah

partai di tingkat bawah sebenarnya adalah orang-orang PDIP yang ada di sekitar

mereka. Menjual partai masih sangat membantu dalam kampanye. PDIP partai besar,

PDIP partai wong cilik, PDIP partai abangan. Hal itu mampu memberi masukan

suara yang lumayan. Proses kampanye dilakukan dengan mengajak mereka turut

serta. Mendampingi di setiap kampanye. Agar masyarakat tahu bahwa saya didukung

oleh orang yang masyarakat kenal.

Eko Nurkhayati, seorang Caleg, bukan pengurus elit struktural DPC PDI

Perjuangan Kabupaten Demak mengungkapkan bahwa orang-orang partai biasanya

telah terkotak-kotak dalam mendukung Caleg. Semisal ada 2 Caleg yang mencoba

mencari suara di tempat yang sama. Maka akan terjadi rebutan dalam mengambil

orang-orang partai untuk membantu kampanyenya. Sebagai orang yang bukan

berasal dari elit partai, kesulitan untuk mendapatkan dukungan dari orang-orang

partai. Mereka lebih memilih membantu Caleg yang sudah mereka kenal di partai.

Page 182: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Saya tahu bahwa bantuan atau dukungan dari orang-orang partai di kampong

sangatlah penting. Tapi itu bukan satu-satunya jalan kampanye. Posisi saya sebagai

non elit partai membuat saya memilih cara lain dalam melakukan kampanye. Saya

memutuskan tidak terlalu bergantung kepada orang-orang partai.

Akhmad Rowi, juga bukan pengurus elit struktural DPC PDI Perjuangan

Kabupaten Demak mengungkapkan hal senada. Beliau menyatakan bahwa loyalitas

orang-orang partai masih banyak kepada Caleg-caleg yang berasal dari jajaran

pengurus partai. Mungkin itu karena mereka lebih saling kenal daripada dengan

Caleg yang berasal dari luar kepengurusan partai. Timbal balik yang orang-orang

partai minta, menyebabkan saya sulit mendapatkan bantuan mereka. Mereka

mungkin menganggap bahwa saya tidak diharapkan jadi. Dan mungkin juga

menganggap saya tidak akan mampu jadi. Pikiran mereka ini menyebabkan saya

kesulitan mendapat dukungan mereka. Hanya beberapa orang-orang partai yang

membantu saya. Orang-orang tersebut membantu saya karena memang dekat dengan

saya, bukan dari partai. Jika seperti ini, maka saya tidak bisa meminta bantuan orang-

orang partai berkampanye untuk saya. Saya harus mencari cara lain untuk kampanye

pribadi saya.

Terjadi perbedaan dari keempat Caleg diatas dalam memanfaatkan mesin

partai untuk melakukan pengarahan pemilih. Caleg-Caleg PDI Perjuangan yang

berasal dari pengurus partai, lebih memiliki akses membawa mesin partai, daripada

Caleg-caleg yang berasal bukan dari pengurus partai. Hal ini disebabkan ikatan

emosional yang telah tercipta diantara Caleg dari pengurus partai, dengan orang-

orang partai yang ada ditingkat bawah. Ikatan emosional tersebut terbentuk selama

Page 183: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

interaksi antar mereka dalam kegiatan-kegiatan PDI Perjuangan. Bagi Caleg-caleg

PDI Perjuangan yang mendapat dukungan dari mesin partai, ada beberapa cara kerja

mereka. Pertama, memanfaatkan orang-orang partai di tingkat bawah untuk

mengarahkan keluarganya untuk memberikan suara pada Caleg tertentu. Di Desa,

seseorang biasanya menjadi bagian dari keluarga besar. Artinya, mereka tentu

memiliki banyak saudara. Bila dikelola dengan baik, maka keluarga tersebut akan

dapat diarahkan. Kedua, memanfaatkan orang-orang partai untuk mempengaruhi

lingkungan sekitarnya. Keakraban sosial di masyarakat Desa membuat komunikasi

antar individu menjadi rutinitas dan keharusan yang setiap saat terjadi. Model

interaksi sosial semacam ini dapat mempermudah penyampaian pengarahan pemilih.

Forum-forum santai yang biasa terjadi di masyarakat Desa, dapat dimanfaatkan

sebagai media pengarahan, dan lebih memungkinkan untuk mudah masuk dalam

pikiran pemilih. Ketiga, melibatkan orang-orang partai di tingkat bawah dalam setiap

kegiatan kampanye Caleg. Keberadaan mereka di samping Caleg ketika dilihat oleh

masyarakat, memunculkan asumsi kuat bahwa Caleg tersebut merupakan Caleg

pilihan dari orang yang masyarakat kenal. Proses imitasi prilaku sangat mungkin

terjadi dalam sebuah masyarakat tradisional, seperti di Desa. Sebenarnya masyarakat

Desa masih tergolong sebagai masyarakat yang belum mampu berfikir rasional

terhadap kelemahan dan kelebihan Caleg yang ada dihadapannya.

PKB

PKB Kabupaten Demak sebenarnya dapat dikatakan sebagai partai yang

memiliki mesin yang cukup baik. Kepengurusan sudah terbentuk secara mapan

Page 184: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

hingga tingkat Desa/Kelurahan. PKB Kabupaten Demak juga memiliki organisasi-

organisasi sayap. Organisasi-organisasi sayap yang dimiliki adalah Garda Bangsa,

dan Persatuan Perempuan Kebangkitan Bangsa (PPKB). Meskipun terjadi konflik di

internal DPC PKB Kabupaten Demak, hal ini sebenarnya tidak terlalu berakibat

buruk pada komunikasi dan hubungan emosional diantara individu-individu di

lingkup PKB Kabupaten Demak hingga tingkat bawah. Artinya, konflik hanya terjadi

die lit pengurus DPC PKB Kabupaten Demak. Caleg tetap dapat memanfaatkan hal-

hal tersebut sebagai jembatan untuk memperoleh dukungan pemilih, dalam bentuk

kerjasama antar keduanya. Masing-masing Caleg berbeda penyikapan terkait

pemanfaatan infrastruktur mesin partai dalam usaha pribadi mendapatkan suara

pemilih.

Munhamir, Sekretaris DPC PKB Kabupaten Demak mengungkapkan bahwa

Partai secara resmi tidak menginstruksikan mesin partai untuk membantu para Caleg

PKB. Alasan kenapa kebijakan itu diterapkan adalah kekhawatiran munculnya

kecemburuan antar Caleg. Caleg satu mungkin merasa dirinya tidak diberi

kesempatan sebagaimana Caleg yang lain. Sangat mungkin itu terjadi. Partai,

termasuk mesin partai, adalah milik bersama dan digunakan untuk kepentingan

bersama. Melihat kemungkinan adanya persaingan antar Caleg PKB, maka lebih baik

partai mengambil kebijakan demikian. Namun, Caleg tetap bisa memanfaatkan

orang-orang partai secara pribadi. Artinya, pelibatan orang-orang partai dalam

kampanye Caleg, murni hasil komunikasi yang mereka lakukan sendiri. Bukan

melalui Partai.

Page 185: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Rizqon Malik Fullesuf, seorang Caleg yang juga Wakil Ketua DPC PKB

Kabupaten Demak mengungkapkan bahwa penggunaan orang-orang partai dalam

kampanye sangat membantu memperkenalkan diri ke masyarakat. Orang-orang

partai biasanya adalah tokoh-tokoh masyarakat. Kadang bukan hanya sekedar tokoh

biasa, tapi Kyai. Kyai adalah tokoh spiritual. Masyarakat masih patuh pada Kyai.

Apa yang dikatakan oleh Kyai, akan diterima oleh masyarakat. Selain Kyai, orang-

orang partai dari garda bangsa biasanya juga dapat membantu kampanye. Mereka

orang-orang yang ‘gaul’ di masyarakat. Bentuk pemanfaatan orang-orang partai

dilakukan dengan menunjukkkan diri sebagai Caleg yang direstui Kyai. Setelah restu

dari Kyai didapat, selanjutnya tim sukses lah yang mengkampanyekan restu Kyai

tersebut. Secara otomatis, masyarakat akan mengikuti apa yang direstui oleh

Kyainya. Cara ini lebih efisien.78

Parsidi, seorang Caleg yang bukan pengurus elit struktural DPC PKB

mengungkapkan kampanye-kampanye dilakukan dengan melibatkan orang-orang

partai yang ada di sekitar masyarakat. Posisi saya sebagai bukan orang pengurus

partai memang kadang mengganggu pencarian dukungan dari orang-orang partaai.

Tetapi saya memilki jalur lain untuk mendapatkan dukungan dari orang-orang partai.

Saya telah mengenal dan akrab dengan orang-orang tersebut. Aktifitas mereka di luar

partai membuat saya akrab dengan mereka. Meskipun saya juga memberi

kompensasi kepada mereka. Pelibatan mereka berupa kampanye-kampanye langsung

dari mulut ke mulut. Mereka memperkenalkan saya sebagai orang PKB, dan layak

                                                       78 Rizqon Malik Fullesuf, Wakil Ketua DPC Kabupaten Demak, 5 Oktober 2009 

Page 186: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

untuk dipilih. Pada sisi lain, mereka juga kampanye tentang apa yang telah dan akan

saya berikan pada masyarakat.79

Sumiatun, seorang Caleg yang juga bukan pengurus elit struktural DPC PKB

Kabupaten Demak menyatakan sulitnya memperoleh dukungan dari orang-orang

partai yang ada di bawah. Saya bukan dari kalangan partai. Sehingga saya kurang

mengenal dan dikenal oleh mereka. Komunikasi yang coba saya lakukan untuk

mendapat dukungan mereka, ternyata tidak berhasil. Hanya beberapa orang yang

bersedia. Mungkin karena mereka tidak dipakai oleh Caleg lain. Bagi saya, dukungan

orang-orang partai sangat membantu untuk meraih suara pemilih. Namun bagaimana

lagi, saya tidak mendapat dukungan tersebut. Saya melihat, tanpa adanya dukungan

dari orang-orang partai, sulit seorang Caleg akan berhasil jadi Dewan. Orang-orang

partai dibutuhkan untuk memperkenalkan Caleg kepada konstituen. Karena saya

tidak berhasil memperoleh dukungan orang-orang partai, maka saya tidak

memanfaatkan mereka dalam kampanye saya.80

Penjelasan dari keempat Caleg PKB diatas menunjukkan bahwa juga terjadi

kesenjangan dalam kesempatan memanfaatkan mesin partai. Sebagaimana di PDI

Perjuangan, Caleg PKB yang berasal dari pengurus PKB lebih memiliki akses untuk

memanfaatkan mesin partai. Kesenjangan ini bukan berarti disebabkan oleh sistem

partai, namun lebih karena ikatan emosional dan loyalitas terhadap partai. Bagi

Caleg-caleg PKB yang memanfaatkan mesin partai, terwujud dalam pemanfaatan

tokoh-tokoh spiritual PKB untuk melegitimasi seorang Caleg patut dipilih. Bila

seorang Caleg mendapat restu dari Kyai, maka langkah awal proses pengarahan

                                                       79 Parsidi, Caleg PKB untuk DPRD Kabupaten Demak, 5 Oktober 2009 80 Sumiatun, Caleg PKB untuk DPRD Kabupaten Demak, 5 Oktober 2009 

Page 187: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

pemilih dapat dikatakan tepat. Di masyarakat Desa seperti di Kabupaten Demak,

seorang Kyai masih dijadikan sumber imitasi prilaku tertinggi. Khususnya dalam

ranah religious. Dari ranah religious tersebut, masyarakat Desa tidak jarang juga

menerapkan ranah dunia sebagai tindak lanjut dari ranah religious. Artinya, apa yang

dikatakan oleh seorang Kyai, dianggap kebenaran. Kyai dianggap lebih memahami

segala sesuatu. Sehingga masyarakat akan menyandarkan pikirannya pada pikiran

Kyai. Dalam hal pengarahan pemilih, restu dari seorang Kyai dapat diartikan sebagai

kebenaran dari hasil pemikiran Kyai. Kemudian, publikasi-publikasi tentang

perestuan tersebut dapat dilakukan melalui mesin partai yang lain, semisal Garda

Bangsa. Kabar tersebut setelah diterima oleh masyarakat, maka akan mudah

menanamkan pilihan.

Partai Demokrat

Partai Demokrat Kabupaten Demak sebenarnya dapat dikatakan sebagai

partai yang belum memiliki mesin politik yang baik. Meskipun Partai Demokrat

sudah mengikuti Pemilu pada Tahun 2004, namun infrastruktur partai belum

sepenuhnya terbentu hingga tingkat bawah. Partai Demokrat Kabupaten Demak juga

memiliki organisasi-organisasi sayap. Organisasi-organisasi sayap yang dimiliki

adalah Komite Nasional Pemuda Demokrat (KNPD) dan Perempuan Demokrat (PD).

Mesipun belum sepenuhnya mapan, namun Partai Demokrat menginstruksikan

seluruh elem Partai Demokrat untuk membantu pemenangan para Caleg Partai

Demokrat. Individu-individu partai yang ada di tingkat bawah, diharapkan membantu

para Caleg sesuai wilayah di mana mereka tinggal. Masing-masing Caleg berbeda

Page 188: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

penyikapan terkait pemanfaatan infrastruktur mesin partai dalam usaha pribadi

mendapatkan suara pemilih.

Giyanto, yang juga Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Demak

mengungkapkan bahwa penggunaan orang-orang partai sangat membantu kampanye.

Orang-orang partai memiliki komunitas yang bermacam-macam. Dan masing-

masing kemungkinan memiliki komunitas sosial yang berlainan. Hal ini saya

manfaatkan sebaik mungkin untuk mencari suara. Pengurus maupun anggota

organisasi sayap Partai Demokrat yang berdomisili di Daerah Pemilihan saya, saya

gunakan. Diharapkan, semua orang-orang partai yang saya libatkan, dapat

mengkampanyekan saya, setidaknya kepada keluarga mereka. Rata-rata, mereka

memiliki keluarga besar. Bukan sekedar keluarga serumah. Hubungan keluarga, saya

pandang sebagai jalur bagus untuk mengkampanyekan agar memilih saya.81

Gihan Supeno, seorang Caleg yang juga Wakil Ketua Partai Demokrat

Kabupaten Demak mengungkapkan bahwa Partai telah membagi orang-orangnya

untuk membantu para Caleg. Partai mengeluarkan kebijakan tentang pembagian

wilayah kampanye di sebuah Daerah Pemilihan. Semisal ada 3 Caleg, dan satu Dapel

mencakup 3 kecamatan. Maka pembagian dilakukan dengan masing-masing 1

kecatan untuk digarap. Saya juga mengikuti instruksi tersebut. Namun pada

prakteknya, orang-orang partai memiliki pertimbangan pribadi untuk membantu

Caleg yang bukan diinstruksikan berdasar pembagian tersebut. Ada Caleg yang

mengambil orang-orang partai di kecamatan lain, dan kemudian menggarap

kecamatan tersebut. Padahal itu bukan kecamatan yang menjadi bagian Caleg

                                                       81 Giyanto, Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Demak, 13 September 2009 

Page 189: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

tersebut. Belum mapannya struktur partai hingga tingkat bawah, juga menjadi alasan

kenapa saya tidak terlalu bergantung kepada orang-orang partai. Namun, saya tetap

memanfaatkan orang-orang partai.82

Wiwik Martini, seorang Caleg yang bukan pengurus elit struktural DPC

Partai Demokrat mengungkapkan bahwa pemanfaatan orang-orang partai untuk

membantu kampanye sangat penting. Namun, kondisi Partai Demokrat yang belum

memiliki orang-orang secara merata di tingkat bawah, membuat saya kesulitan

mencari orang-orang Partai yang dapat membantu kampanye saya. Meskipun begitu,

saya tetap mempergunakan apa yang ada secara maksimal. Mereka saya dorong

untuk mengkampanyekan kepada komunitas mereka, baik keluarga mereka maupun

teman-teman mereka. Saya rasa mereka lebih mampu memberikan suara bagi saya,

daripada ketika saya turun sendiri kepada masyarakat. Saya hanya perlu

berkoordinasi dengan orang-orang partai, dan sesekali turun bersama mereka ke

hadapan orang-orang yang mereka bawa.83

Sunandar , seorang Caleg yang juga bukan pengurus elit struktural DPC

Partai Demokrat Kabupaten Demak menyatakan bahwa pemanfaatan mesin partai

tidak bisa dilakukan. Saya mengerti tentang pentingnya mesin partai di tingkat

bawah. Partai democrat belum memiliki struktur hingga tingkat bawah secara baik.

Saya membutuhkan orang-orang partai yang benar-benar berada pada tingkat

masyarakat. Karena belum memilki, maka saya tidak bisa memanfaatkannya.

Semisal ada, mungkin hanya satu atau dua orang. Tidak cukup untuk mengatur

                                                       82 Gihan Supeno, Ketua bidang OKK DPC Kabupaten Demak, 15 September 2009  83 Wiwik Martini Caleg Partai Demokrat untuk DPRD Kabupaten Demak, 2 Oktober 2009 

Page 190: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

strategi kampanye saya dengan menggunakan mesin partai. Terpaksa, saya mencari

jalur lain untuk membantu kampanye saya.84

Keempat Caleg Partai Demokrat tersebut mengungkapkan bagaimana

pemanfaatan mesin partai. Mereka secara merata memperoleh akses untuk

menggunakan mesin partai untuk mengarahkan pemilih. Namun terdapat kendala

yang membuat mesin partai tidak mampu dijalankan secara baik. Partai Demokrat

Kabupaten Demak belum memiliki mesin partai di tingkat bawah. Sehingga Caleg-

caleg Partai Demokrat, secara umum tidak dapat melakukan kampanye melalui

mesin partai.

Partai Gerindra

Sebagaimana Partai Demokrat, Partai Gerindra Kabupaten Demak dapat

dikatakan sebagai partai yang belum memiliki mesin politik yang baik. Apalagi,

Partai Gerindra yang baru berdiri, dan baru mengikuti Pemilu pada Tahun 2009 ini,

sehingga infrastruktur partai belum sepenuhnya terbentuk, dan sangat minim hingga

tingkat bawah. Partai Gerindra Kabupaten Demak juga belum memiliki organisasi-

organisasi sayap. Secara nasional, organisasi-organisasi sayap yang seharusnya

dimiliki adalah Persatuan Wanita Indonesia Raya (Perwira), Gardu Prabowo, dan

lain-lain. Namun organanisasi tersebut belum terbentuk di Kabupaten Demak.

Kumaidi, yang juga Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Demak

mengungkapkan bahwa mesin partai belum terbentuk di tingkat bawah. Keberadaan

organisasi-organisasi sayap malah justru menjadi benalu bagi Partai maupun Caleg.

                                                       84 Sunandar, Caleg Partai Demokrat untuk DPRD Kabupaten Demak, 2 Oktober 2009 

Page 191: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Partai Gerindra adalah Partai baru. wajar kalau belum memiliki mesin partai

sebagaimana mestinya. Keadaan ini membuat saya tidak mungkin menggerakkan

mesin partai dalam kampanye saya. Dapat dikatakan, saya tidak menggunakan mesin

partai dalam mencari suara.85

Djumbadi, seorang Caleg yang juga Wakil Ketua DPC Partai Gerindra

Kabupaten Demak mengungkapkan bahwa mesin partai tidak bisa digunakan dalam

mencari suara. Karena, di Dapel saya, pengurus partai tidak tersusun sempurna.

Organisasi-organisasi partai juga belum ada di Dapel saya. Bagaimana mungkin saya

bisa memanfaatkan mesin partai. Yang akan dimanfaatkan aja tidak ada. Jadi saya

menempuh cara lain di luar partai dalam rangka kampanye.86

Marmi, seorang Caleg yang bukan pengurus elit struktural DPC Partai

Gerindra menyatakan pemanfaatan orang-orang partai untuk membantu kampanye

sangat penting. Namun, kondisi Partai tidak dapat membantu kampanye saya.

Meskipun begitu, saya tetap mempergunakan apa yang ada, meskipun 2 atau 3 orang.

Keberadaan mereka lebih mampu memberikan suara bagi saya, daripada saya tidak

memanfaatkan yang tersedia.

Keempat Caleg Partai Gerindra tersebut mengungkapkan bagaimana

pemanfaatan mesin partai. Mereka tidak berbicara mengenai akses untuk

menggunakan mesin partai. Mereka sadar akan ketiadaan mesin partai yang bisa

mereka harapkan dalam membantu usaha-usaha pengarahan pemilih. Partai Gerindra

Kabupaten Demak belum memiliki mesin partai yang berupa kepengurusan maupun

                                                       85 Kumaidi, Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Demak, 17 September 2009 86 Djumbadi, Wakil Ketua DPC Kabupaten Demak, 9 Oktober 2009  

Page 192: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

organisasi sayap di tingkat bawah. Sehingga Caleg-caleg Partai Gerindra, secara

umum tidak dapat melakukan kampanye melalui mesin partai.

5.2.2.3.Pemanfaatan Jaringan Sosial

Menghadapi sistem suara terbanyak, yang memicu persaingan antar Caleg,

membuat para Caleg harus mencari jalur lain selain mesin partai. Pemanfaatan

jaringan sosial merupakan usaha-usaha para Caleg untuk mengarahkan pemilih

dengan memanfaatkan unsure-unsur di luar partai. Jaringan-jaringan sosial yang

dimaksud disini meliputi jalur sosial apapun yang dapat dimanfaatkan oleh seorang

Caleg. Bentuk jaringan sosial tersebut biasanya adalah hubungan kekerabatan atau

persaudaraan, hubungan pertemanan, hubungan kerja, dan lain sebagainya.

Bagaimana para Caleg memanfaatkan jaringan di luar mesin partai, akan dijelaskan

di bawah ini.

PDIP

PDI Perjuangan Kabupaten Demak tergolong sebagai Partai yang memilki

mesin partai yang baik. Namun mengadapi sistem suara terbanyak, tentu mesin partai

menjadi perebutan para Caleg. Sehingga, Caleg-caleg yang tidak berhasil mendapat

akses pemanfaatan mesin partai, harus mencari cara lain di luar partai untuk

mengarahkan pemilih. Bagi Caleg-caleg yang memperoleh akses pemanfaatan mesin

partai, juga tidak cukup bila hanya mengandalkan mesin partai. Mereka juga harus

mencari cara lain di luar mesin partai untuk menjaga suara maupun untuk

meningkatkan kemungkinan perolehan suara.

Page 193: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Mugiyono, seorang Caleg yang juga Sekretaris DPC PDIP Kabupaten Demak

mengungkapkan bahwa penggunaan jalur kampanye di luar partai tetap dilakukan,

meskipun saya yakin mesin partai cukup memberikan saya suara. Di luar partai, saya

memanfaatkan keluarga dan saudara-saudara saya untuk mengkampanyekan saya.

Sudah pasti, keluarga dan saudara mayoritas mendukung saya dan tentu mau

membantu saya kampanye. Saya juga memanfaatkan orang-orang yang secara

pribadi loyal kepada saya. Mereka juga mengkampanyekan saya seperti apa yang

dilakukan keluarga dan saudara-saudara saya. Mereka mengkampanyekan saya

kepada keluarga mereka, serta kepada orang-orang disekitar mereka. Secara rutin,

saya bersama mereka melakukan komunikasi terkait perkembangan di lapangan87

Hj Suntarita, seorang Caleg yang juga Wakil Sekretaris DPC dan Wakil

Sekretaris BP Pemilu PDI Perjuangan Kabupaten Demak mengungkapkan bahwa

pemanfaatan mesin partai tidak cukup. Harus menempuh cara-cara lain. Saya

memanfaatkan keluarga besar untuk membantu kampanye saya. Mereka saya suruh

terlibat dalam penyebaran atribut-atribut kampanye saya. Tapi yang paling penting

adalah peran mereka dalam mencari suara. Selain keluarga, saya juga mengambil

jalur perkumpulan ibu-ibu pengajian maupun arisan. Saya secara berkala datang

menghadiri acara-acara mereka. Dalam kesempatan tersebut, saya mengambil

kesempatan berbicara untuk berkampanye. Kompensasi juga saya kemukakan di

hadapan mereka. Mungkin bukan hanya saya saja yang melakukan ini, namun

                                                       87 Mugiyono, Sekretaris DPC PDIP Kabupaten Demak, 15 September 2009 

Page 194: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

setidaknya ada beberapa suara yang mungkin mampu saya ambil dari setiap acara

yang saya datangi.88

Eko Nurkhayati, seorang Caleg yang bukan pengurus elit struktural DPC PDI

Perjuangan mengungkapkan pentingnya jalur lain di luar mesin partai. Saya tidak

memperoleh cukup akses untuk memanfaatkan mesin partai. Sehingga saya harus

mencari jalur lain di luar partai yang mampu memberi suara bagi saya. Pertama tentu

jalur keluarga dan saudara-saudara. Saya meminta langsung kepada mereka untuk

mendukung. Meskipun itu saudara, saya tetap mendatangi dan meminta langsung

kesediaannya untuk mendukung dan membantu saya. Jalur ini saya harap memberi

masukan suara yang besar. Karena berarti saya memiliki banyak pencari suara. Saya

juga menempuh jalur lain dengan berkomunikasi dengan masyarakat secara

langsung, serta memberikan bantuan-bantuan, baik kepada lembaga maupun kepada

individu.89

Akhmad Rowi, seorang Caleg yang juga bukan pengurus elit struktural DPC

PDI Perjuangan Kabupaten Demak menyatakan bahwa ketiadaan orang-orang partai

yang siap membantu, mengharuskan menggunakan cara lain. Saya memanfaatkan tali

persaudaraan keluarga untuk memperoleh suara. Saya memiliki anggota keluarga

yang cukup besar. Mereka akan secara otomatis memilih saya. Daripada memilih

orang lain, lebih baik memilih saudara sendiri. Selain ikatan persaudaraan, saya

memanfaatkan tali pertemanan. Saya memiliki cukup banyak teman di Dapel saya.

Mereka bersedia membantu saya mengkampanyekan kepada keluarga dan orang-

orang lain tentang saya. Mengenai kompensasi atau sumbangan, tentu juga saya                                                        88 Hj Suntarita, Wakil Sekretaris DPC dan Wakil Sekretaris BP Pemilu PDI Perjuangan Kabupaten Demak, 2 Oktober 2009 89 Eko Nurkhayati, Caleg PDIP untuk DPRD Kabupaten Demak, 4 Oktober 2009 

Page 195: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

lakukan. Saya kira semua Caleg melakukan pemberian sumbangan. Saya juga harus

pintar-pintar memahami kemauan pemilih..90

Keempat Caleg PDI Perjuangan di atas seluruhnya menggunakan jalur

keluarga dan persaudaraan dalam melakukan kampanye. Mereka sadar betul,

keluarga dan saudara merupakan pemilih yang lebih logis untuk memberikan suara

dan membantu pengarahan pemilih. Rata-rata Caleg PDI Perjuangan mengakui

penggunaan metode pemberian sumbangan, baik kepada lembaga maupun individu,

sebagai jalur yang harus mereka lakukan. Pemanfaatan jalur pertemanan juga

dilakukan dengan cara menggerakkan teman-teman untuk membantu mengarahkan

pemilih di sekitar lingkungan mereka. Pemanfaatan perkumpulan-perkumpulan

warga juga menjadi saalah satu jalur yang cukup produktif. Pemanfaatan

perkumpulan tersebut dapat lebih menekan biaya operasional kampanye. Caleg tidak

perlu mengumpulkan masyarakat.

PKB

Sebagaimana PDI Perjuangan, PKB Kabupaten Demak juga tergolong

sebagai Partai yang memilki mesin partai yang baik. Namun mengadapi sistem suara

terbanyak, tentu mesin partai menjadi perebutan para Caleg. Partai secara resmi tidak

menginstruksikan mesin partai untuk membantu para Caleg PKB. Alasan kenapa

kebijakan itu diterapkan adalah kekhawatiran munculnya kecemburuan antar Caleg.

Caleg satu mungkin merasa dirinya tidak diberi kesempatan sebagaimana Caleg yang

lain. Sangat mungkin itu terjadi. Partai, termasuk mesin partai, adalah milik bersama

                                                       90 Akhmad Rowi, Caleg PDIP untuk DPRD Kabupaten Demak, 4 Oktober 2009  

Page 196: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

dan digunakan untuk kepentingan bersama. Sehingga, Caleg-caleg harus mencari

jalur kampanye di luar mesin partai, atau secara pribadi mengajak atau meminta

dukungan kepada individu-individu yang berasal dari partai. Hubungan emosional

antara Caleg dengan orang-orang partai sangat menentukan apakah Caleg mampu

didukung secara pribadi oleh orang-orang partai. Namun, mereka juga harus mencari

cara lain di luar mesin partai untuk menjaga suara maupun untuk meningkatkan

kemungkinan perolehan suara.

Rizqon Malik Fullesuf, seorang Caleg yang juga Wakil Ketua DPC PKB

Kabupaten Demak mengungkapkan bahwa pemanfaatan jalur pengajian sangat

membantu dalam kampanyenya, disamping jalur keluarga, saudara, teman, dan lain-

lain. Sebagai jama’ah pengajian malam jumat di Giri Kusumo, saya memiliki cukup

modal untuk mendapatkan suara mereka. Masyarakat yang mengikuti pengajian

malam jumat sangat besar. Restu dari Mbah Munif yang telah saya dapat, membuat

saya mudah diterima oleh jama’ah yang lain. Kebetulan saya satu-satunya jamaah

yang menjadi Caleg. Penampilan-penampilan saya di pengajian Mbah Munif,

memperkuat anggapan masyarakat bahwa saya Caleg pilihan Mbah Munif. Orang-

orang saya gerakkan untuk menyebarkan dan mengkampanyekan saya. Saya sadar,

saya hanya menjual restu dari Mbah Munif, dan tentu saya juga memberikan

bantuan-bantuan kepada masyarakat.91

Parsidi, seorang Caleg yang bukan pengurus elit struktural DPC PKB

mengungkapkan kampanye-kampanye dilakukan dengan melibatkan orang-orang di

luar partai. Saya cukup dikenal di lingkungan saya. Saya memiliki banyak teman dari

                                                       91 Rizqon Malik Fullesuf, Wakil Ketua DPC Kabupaten Demak, 5 Oktober 2009 

Page 197: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

berbagai kalangan. Saya meminta kepada mereka agar memilih saya. Beberapa

diantara mereka secara aktif membantu kampanye saya. Tidak mungkin semua saya

lakukan sendiri. Kemampuan saya terbatas. Mereka membantu saya dengan

mengajak keluarga mereka untuk memilih saya. Kemudian mereka juga mengajak

orang-orang sekitarnya. Mereka juga mencarikan saya kumpulan-kumpulan untuk

saya datangi. Mereka memperkenalkan saya. Dan saya pun juga menyampaikan visi

misi saya. Saya juga memberikan bantuan-bantuan yang bermanfaat bagi

masyarakat.92

Sumiatun, seorang Caleg yang juga bukan pengurus elit struktural DPC PKB

Kabupaten Demak menyatakan sulitnya mencari jalur di luar partai. Saya merasa

tidak mampu menghadapi persaingan panas antar Caleg. Pertama, saya harus

mengahdapi Caleg dari partai lain. Kedua, saya harus berebut suara dengan sesame

Caleg PKB. Dibutuhkan dana banyak untuk melakukan itu. Kemungkinan saya

berhasil, kecil. Saya tidak bisa menggunakan orang-orang partai. Saya juga tidak

terlalu dikenal. Kesulitan dana kampanye juga saya alami. Sehingga saya

memutuskan untuk diam saja. Saya tidak melakukan kampanye. Ibaratnya saya

sudah melepas dan mundur. Apalagi yang bisa saya lakukan?. Kalau saya paksakan,

akan menghabiskan uang. Sia-sia.93

Dari ketiga Caleg PKB diatas dapat dilihat pentingnya jalur kegamaan dalam

melakukan kampanye di luar mesin partai. Hal ini didasari oleh keberadaan PKB

yang sudah dikenal sebagai partai Islam dan partainya orang-orang Nahdlatul Ulama.

Masyarakat Demak, khususnya di Desa-desa, tergolong sebagai masyarakat NU yang

                                                       92 Parsidi, Caleg PKB untuk DPRD Kabupaten Demak, 5 Oktober 2009 93 Sumiatun, Caleg PKB untuk DPRD Kabupaten Demak, 5 Oktober 2009 

Page 198: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

tingkat aktivitas keagamaannya cukup tinggi. Adanya, pengajian-pengajian rutin,

serta apresiasi tinggi dari masyarakat, membuat pengajian sangat bagus untuk

dimasuki oleh Caleg-Caleg dari PKB. Melalui pengajian-pengajian tersebut, Caleg

menghadiri dan memperkenalkan diri. Pencitraan “religious” mereka gunakan,

seperti “direstui” Kyai, mempermudah mereka diterima oleh komunitas pengajian.

Caleg-caleg juga memanfaatkan ikatan keluarga, saudara, pertemanan, untuk mencari

suara bagi dirinya. Gerakan-gerakan kampanye yang Caleg PKB lakukan, rata-rata

diarahkan untuk mempublikasikan “restu” yang telah mereka dapat dari Kyai.

Partai Demokrat

Partai Demokrat Kabupaten Demak belum memiliki mesin partai yang bisa

diandalkan dalam melakukan pengarahan pemilih. Belum terbentuknya

kepengurusan hingga tingkat bawah secara penuh, serta belum terbentuknya

organisasi sayap di tingkat bawah, membuat Caleg-caleg Partai Demokrat harus

mencari jalur di luar mesin partai untuk mencari suara.

Giyanto, yang juga Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Demak

mengungkapkan bahwa cara lain di luar mesin partai sangat dibutuhkan. Keluarga itu

dah pasti. Teman atau relasi juga. Kebetulan saya memiliki usaha yang

mempekerjakan masyarakat sekitar di Dapel saya. Saya melakukan pendekatan

kepada para pekerja untuk memilih saya. Harapannya, mereka akan memilih saya

daripada Caleg lain. Mereka mengenal saya karna mereka bekerja kepada saya.

Syukur-syukur, mereka bisa mengajak keluarganya untuk memilih saya. Sebelum

Page 199: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

hari pemilihan, saya mengumpulkan para pekerja yang menjadi pemilih di Dapel

saya. Saya memberikan sembako dan menjanjikan insentif bila saya jadi Dewan.94

Gihan Supeno, seorang Caleg yang juga Wakil Ketua Partai Demokrat

Kabupaten Demak mengungkapkan bahwa keluarga dapat diandalkan sebagai

penyumbang suara. Saya orang asli sini. Saya lahir dan besar di sini. Keluarga saya

berasal dari sini. Sehingga keluarga saya banyak berada di sini. Mereka tentu akan

memulih saudaranya. Selain meminta dipilih, saya juga meminta bantuan mereka

untuk mengkampanyekan saya di lingkungan sekitarnya. Saya menyediakan atribut-

atribut kampanye saya. Saya bagikan kepada mereka untuk disebarkan di

lingkungannya. Selain keluarga, saya merasa cukup dikenal. Saya aktif di kegiatan-

kegiatan kampung dan Desa. Diharapkan masyarakat melihat keaktifan dan

kepedulian saya..95

Partai Gerindra

Sebagai partai baru, Partai Gerindra belum memiliki infrastruktur maupun

mesin partai yang lengkap dan berfungsi. Caleg-Caleg Partai Gerindra dipastikan

tidak dapat memanfaatkan mesin partai, kecuali iklan-iklan partai yang ada di media.

Sehingga Caleg-caleg Partai Gerindra harus mencari cara diluar mesin partai untuk

memperoleh suara.

Djumbadi, seorang Caleg yang juga Wakil Ketua DPC Partai Gerindra

Kabupaten Demak mengungkapkan bahwa usaha pribadi Caleg sangat menentukan

dalam perolehan suara. Saya mantan lurah di sini. Saya memiliki pengalaman

                                                       94 Giyanto, Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Demak, 13 September 2009 95 Gihan Supeno, Ketua bidang OKK DPC Kabupaten Demak, 15 September 2009 

Page 200: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

mencari suara saat saya calonan lurah. Pemilu kali mirip dengan calonan lurah.

Persaingan antar calon. Apa yang saya lakukan saat calonan lurah, saya terapkan

pada kampanye ini. saya cukup dikenal di Desa saya dan desa-desa sekitar sebagai

seorang mantan lurah. \Disini lurah sangat dihormati. Langkah yang saya lakuka,

saya menyusun gapit-gapit (tim sukses) di tiap-tiap daerah yang saya incar.

Pendekatan-pendekatan emosional seperti mendatangi kumpulan mereka, berbaur

dengan mereka, bahkan melakukan apa yang mereka lakukan, semisal ikut

nongkrong hingga larut. Kalau mengenai memberi uang, itu pasti. Uang dibagikan

melalui para gapit.96

Marmi, seorang Caleg yang bukan pengurus elit struktural DPC Partai

Gerindra menyatakan saudara, keluarga, dan masyarakat sekitar adalah penting.

Keluarga dan saudara-saudara pasti memilih jika tahu ada saudaranya yang jadi

Caleg. Dari mulut ke mulut, mereka akan tahu bahwa saya jadi Caleg. Saya

berkampanye bersama orang-orang yang membantu saya. Mereka rata-rata adalah

keluarga dan teman saya. Mereka saya bagi per wilayah tertentu. Tugas mereka

adalah mengkampanyekan saya dan mencari acara-acara yang bisa saya datangi

untuk kampanye. Saya tidak membuat acara khusus untuk kampanye saya. Tapi saya

memanfaatkan acara yang sudah ada di masyarakat.

Dari kedua Caleg Partai Gerindra di atas, dapat diketahui cara apa saja yang

mereka lakukan di luar partai dalam rangka mengarahkan pemilih untuk memilih

dirinya. Caleg mengandalkan suara dari keluarga, saudara, dan orang-orang sekitar.

Caleg juga memanfaatkan forum-forum yang ada dan sudah berjalan di masyarakat,

                                                       96 Djumbadi, Wakil Ketua DPC Kabupaten Demak, 9 Oktober 2009  

Page 201: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

sebagai media kampanye. Yakni dengan mendatangi forum-forum tersebut,

kemudian meminta waktu untuk berbicara dalam rangka mengkampanyekan dirinya.

Materi kampanye biasanya disesuaikan dengan kebutuhan forum tersebut, semisal

forum pengajian maka dijanjikan perlengkapan pengajian. Caleg juga melakukan

pembagian uang kepada pemilih. Pembagian tidak dilakukan langsung oleh Caleg,

namun melalui orang-orang kepercayaan Caleg.

Tabel Kesimpulan 5.2 No Partai Fokus

Akses Pemanfaatan Mesin ataupun Individu Partai

Kemandirian mobilisasi

1 PDIP Caleg berasal dari internal Partai lebih mudah mengakses.

Caleg lebih merasa sebagai pihak yang bertindak secara mandiri

2 PKB Caleg berasal dari internal Partai lebih mudah mengakses.

Caleg lebih merasa sebagai pihak yang bertindak secara mandiri

3 PARTAI DEMOKRAT

Keterbatasan mesin partai membuat Caleg tidak mengincar mesin ataupun individu partai

Caleg lebih merasa sebagai pihak yang bertindak secara mandiri

4 PARTAI GERINDRA

Keterbatasan mesin partai membuat Caleg tidak mengincar mesin ataupun individu partai

Caleg lebih merasa sebagai pihak yang bertindak secara mandiri

Page 202: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

5.3. Dinamisasi Partai Dan Caleg

Sistem Pemilihan proporsional terbuka yang dipakai pada Pemilu 2009,

mendorong terjadinya aktivitas lebih oleh para Calon anggota legislative. Kondisi ini

membuat kita mengkoreksi hubungan antara Partai sebagai institusi, dengan Calon

anggota legislative dari Partai tersebut. Ketika Pemilu sebelum Pemilu 2009, Calon

anggota legislative tampak menjadi bagian atau sub ordinan dari tahapan-tahapan

Pemilu yang dilalui oleh sebuah Partai. Hal ini disebabkan karena sistem pemilu

yang dipakai menempatkan Partai sebagai focus utama yang harus dilihat oleh

pemilih. Partai benar-benar menjadi satu-satunya peserta Pemilu. Namun, pada

Pemilu 2009, sistem pemilu yang digunakan mengharuskan pemilih berfokus pada 2

hal, yakni kepada Partai sebagai sebuah institusi, dan Calon anggota legislative

sebagai kandidat. Sehingga muncul 2 aktor, yang sebenarnya adalah satu kesatuan.

Peserta Pemilu 2009 adalah tetap Partai Politik, bukan Calon Anggota Legislatif.

Meskipun, bila mengacu pada Sistem Pemilu yang digunakan, muncul variable baru

yang secara otomatis terdorong untuk mengubah dirinya sebagai actor, yakni Calon

anggota Legislatif.

Mekanisme penentuan calon anggota legislative yang berhak menduduki

kursi yang diperoleh oleh Partainya, membuat Calon legislative masuk pada

persaingan antar Calon anggota legislative pada Partai dan Daerah Pemilihan yang

sama. Kondisi ini memunculkan persaingan yang lebih luas pada pertarungan antar

Caleg antar Partai. Besarnya tingkat persaingan antar Calon anggota legislative dapat

menurunkan tingkat persaingan antar lembaga Partai. Sehingga persaingan antar

Calon anggota legislative menjadi lebih terlihat. Pada situasi ini, posisi Partai

Page 203: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

terhadap Calon anggota Legislatif, atau pun sebaliknya, menjadi sesuatu yang

menarik untuk dilihat. Gambaran umum

Penjelasan situasi sebagaimana di atas, memberi cukup gambaran tentang apa

yang bisa dilakukan oleh lembaga Partai dalam melakukan mobilisasi pemilih yang

mengarah pada perolehan suara, dan keterbatasan lembaga Partai untuk tetap tampil

dalam usaha-usaha mobilisasi pemilih. Lembaga Partai sebagai peserta Pemilu dapat

memanfaatkan posisinya untuk mengendalikan setiap tahapan Pemilu yang dilalui,

serta dapat melakukan usaha-usaha pencitraan Partai yang mengarah pada penguatan

identifikasi kepartaian. Pada sisi yang lain, jika tidak sanggup mengelola hal tersebut

dengan baik, lembaga Partai akan tenggelam pada pertarungan antar Calon anggota

Legislatif dalam mencitrakan dirinya yang bertujuan pada mobilisasi pemilih untuk

memilih dirinya. Di sini lah letak pangkal keterbatasan Partai.

Lembaga Partai memang sebagai satu-satunya peserta Pemilu, artinya Partai

merupakan actor. Namun pada pelaksanaan Sistem Pemilu 2009, secara otomatis

muncul actor lain, yakni Calon Anggota Legislatif, meskipun bila mengacu pada

perundang-undangan Calon Anggota Legislatif bukanlah peserta Pemilu. Jumlah

lembaga Partai yang menjadi peserta Pemilu 2009 adalah 48, jauh lebih sedikit dari

jumlah Calon Anggota Legislatif yang muncul. Sehingga sangat berpotensi

melemahkan Lembaga Partai dalam pertarungan mobilisasi pemilih. Pada

pembahasan berikut, akan dilihat bagaimana lembaga Partai memposisikan dirinya

pada usaha-usaha mobilisasi pemilih.

Page 204: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

PDIP

Melihat kondisi PDIP Kabupaten Demak sebagaimana tdijelaskan pada

pembahasan terdahulu, PDIP Kabupaten Demak, sebagai sebuah lembaga tidak

memiliki banyak pilihan untuk muncul sebagai actor penting dalam melakukan

mobilisasi pemilih. Pada awal-awal tahapan Pemilu, PDIP tetap meyakini

penggunaan nomor urut yang berimbas pada penguatanidentifikasi kepartaian di

setiap usaha-usaha mobilisasi pemilih. Ketika sistem suara terbanyak diterapkan,

PDIP juga tetap memfokuskan kampanye pada penguatan identifikasi kepartaian. Hal

tersebut terlihat dari himbauan-himbauan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno

Putri untuk mencentang Partai. Pencentangan logo atau nomor Partai menunjukkan

bahwa Partai menginginkan sebuah peran lebih dominan dalam melakukan

mobilisasi pemilih. Dominasi tersebut tercermin dari focus mobilisasi berdasar

identifikasi kepartaian. Secara tidak langsung, sikap PDIP ini mencoba

mempertahankan mekanisme-mekanisme mobilisasi yang telah dijalankan pada

Pemilu-pemilu sebelumnya, dan berusaha tidak terjebak dan masuk pada arus yang

berkembang terkait sistem suara terbanyak.

Ketua Umum sebagai representasi Lemabaga PDIP, tentunya juga diikuti

oleh lembaga PDIP di segala tingkatan, termasuk DPC PDIP Kabupaten Demak.

Hingga masa-masa pemungutan suara, DPC PDIP tetap mengambil sikap sebagai

actor yang aktif dalam setiap tahapan Pemilu, termasuk dalam memobilisasi pemilih.

Sikap ini salah satunya dapat dilihat dari pernyataan Sekretaris DPC PDIP,

Mugiyono.

Page 205: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

“Kami mendukung dan membantu Caleg-caleg. Partai mem-back up mereka.

Mesin partai dikerahkan untuk itu. Barisan Muda Demokrasi (Bamusi),

Taruna Merah Putih (TMP), dan Banteng Muda Indonesia (BMI) semua

diminta untuk mensukseskan kampanye”97

Artinya, DPC PDIP tidak akan melepas atau diam dalam proses perolehan

suara dan memenangkan Partai. Bentuk dari sikap DPC PDIP Kabupaten Demak ini

adalah memberikan penyuluhan kepada para Calon terkait bagaimana memperoleh

suara. Pemenuhan atribut-atribut Partai pada masa-masa kampanye. Di beberapa

daerah, semisal di Guntur, keberadaan bendera PDIP cukup mendominasi dibanding

Partai-partai yang lain. Artinya, PDIP sebagai sebuah lembaga ingin tetap berperan

dalam pengarahan pemilih. Ketika partai-partai lain lebih fokus pada atribut-atribut

Calon anggota legislative, yakni terwujud dari minimnya atribut Partai, Lembaga

PDIP tetap percaya diri pada kemampuan PDIP dalam mengaambil suara pemilih

melalui identifikasi kepartaian yang dianggap kuat.

Bedasarkan hasil wawancara terhadap Calon Anggota legislative dari PDIP,

diketahui bagaimana praktek sinkronisasi yang terjadi antara Partai dengan Calon.

Suntarita, seorang Caleg sekaligus Wakil Sekretaris DPC dan Wakil Sekretaris BP

Pemilu PDI Perjuangan Kabupaten Demak mengungkapkan bahwa sikap Partai yang

mengambil peran dalam setiap mobilisasi pemilih, tercermin dari instruksi partai

terhadap elemen-elemen Partai di tingkat bawah untuk membantu kampanye Calon.

“Caleg tidak akan bisa maksimal tanpa memanfaatkan orang-orang partai

di tingkat bawah. Pemanfaatan orang-orang partai sekaligus juga untuk

                                                       97 Mugiyono, Sekretaris DPC PDIP Kabupaten Demak, 15 September 2009 

Page 206: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

memberi tahu masyarakat bahwa Caleg berasal dari PDIP. Karena,

masyarakat biasanya telah mengenal orang-orang disekitar mereka yang

menjadi anggota Partai. Artinya, wajah partai di tingkat bawah sebenarnya

adalah orang-orang PDIP yang ada di sekitar mereka. Menjual partai masih

sangat membantu dalam kampanye. PDIP partai besar, PDIP partai wong

cilik, PDIP partai abangan. Hal itu mampu memberi masukan suara yang

lumayan. Proses kampanye dilakukan dengan mengajak mereka turut serta.

Mendampingi di setiap kampanye. Agar masyarakat tahu bahwa saya

didukung oleh orang yang masyarakat kenal. Partai memang secara resmi

meminta seluruh kekuatan partai bekerja bersama-sama memenangkan

pemilu”98

Namun, keterangan yang berbeda diberikan oleh Eko Nurkhayati, seorang

Caleg, bukan pengurus elit struktural DPC PDI Perjuangan Kabupaten Demak.

“Orang-orang partai biasanya telah terkotak-kotak dalam mendukung Caleg.

Semisal ada 2 Caleg yang mencoba mencari suara di tempat yang sama.

Maka akan terjadi rebutan dalam mengambil orang-orang partai untuk

membantu kampanyenya. Sebagai orang yang bukan berasal dari elit partai,

saya kesulitan untuk mendapatkan dukungan mereka. Mereka lebih memilih

membantu Caleg yang sudah mereka kenal di partai.”99

Dari keterangan tersebut diketahui ketidak mampuan Partai untuk

mendistribusikan mesin partainya secara merata kepada masing-masing Calon                                                        98 Hj Suntarita, Wakil Sekretaris DPC dan Wakil Sekretaris BP Pemilu PDI Perjuangan Kabupaten Demak, 2 Oktober 2009 99 Eko Nurkhayati, Caleg PDIP untuk DPRD Kabupaten Demak, 4 Oktober 2009 

Page 207: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

anggota legislative. Meskipun instruksi partai jelas bahwa mesin partai harus dapat

dimanfaatkan oleh semua calon, pada prakteknya terjadi ketimpangan.

Ketimpangan yang terjadi pada harmonisasi antara Partai dengan Calon

dalam mobilisasi pemilih, setidaknya terjadi karena beberapa alasan. Pertama, DPC

PDIP Kabupaten Demak tidak melakukan evaluasi secara simultan terkait dengan

konsolidasi di tingkat bawah. Partai tidak mampu menjangkau aktivitas yang terjadi

di tingkat bawah. Hal tersebut diketahui dari pernyataan Sekretaris DPC PDI

Kabupaten Demak, Mugiyono, bahwa Partai tidak dapat memastikan apakah mesin

Partai ditingkat bawah bekerja secara adil ketika membantu para Calon. Kesibukan

para pengurus harian DPC PDIP Kabupaten Demak, yang juga menjadi Calon

anggota legislative, membuat lembaga Partai tidak maksimal melakukan sikapnya.

Kedua, Calon anggota Legislatif yang diusung oleh DPC PDIP Kabupaten Demak

tidak sepenuhnya berasal dari pengurus Partai. Hal ini merupakan konsekuensi dari

sikap Partai di awal-awal tahapan pemilu yang memakai sistem nomor urut, serta

terjadinya praktek jual beli nomor urut. Terdapatnya beberapa Calon dari luar Partai

mengindikasikan praktek tersebut. Akibatnya, mereka tidak memiliki cukup

hubungan emosional dengan individu-individu yang ada pada mesin partai, serta

tidak memahami bagaimana mengelola mesin partai.

PKB

Bila melihat pada struktur dan citra Partai, DPC PKB Kabupaten Demak

mampu berperan aktif dalam memobilisasi pemilih. Struktur lembaga Partai

terbentuk hingga tingkat Kelurahan/Desa, pengurus harian maupun lembaga-lembaga

Page 208: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

sayap partai. Citra PKB di Kabupaten Demak juga terbilang kuat. Hal tersebut dapat

dilihat dari perolehan suara PKB pada Pemilu 2004 dan kemenangan Calon yang

diusung PKB pada Pilkada Demak. Sebagaimana PDIP, PKB pada awal-awal

tahapan Pemilu juga menganut mekanisme nomor urut yang berdasar pada

identifikasi kepartaian. Namun, mekanisme suara terbanyak diterapkan dalam Sistem

Pemilu 2009, PKB cenderung diam dan tidak mengambil sikap. Hal ini bisa jadi

disebabkan terpecahnya konsentrasi PKB, yang juga dihadapkan pada konflik-

konflik internal di tingkat DPW maupun DPC terkait kepengurusan ganda dan

pengajuan Caleg ganda ke KPU.

DPC PKB Kabupaten Demak mengambil sikap untuk tidak berperan aktif

dalam mobilisasi pemilih. Artinya, DPC PKB Kabupaten Demak sebagai lembaga

tidak akan mencampuri kampanye yang dilakukan oleh Calon Anggota Legislatif

yang diusungnya. Kebijakan ini tercermin dari pernyataan Sekretaris PKB

Kabupaten Demak, Munhamir,

“Organisasi-organisasi tersebut (organisasi sayap) memang sengaja tidak

dilibatkan dalam Pemilu 2009. Karena, organisasi-organisasi tersebut

adalah milik partai. Makanya Partai menyerahkan kampanye pada Caleg.

Soalnya, pemanfaatan organisasi-organisasi tersebut hanya akan

menimbulkan kecemburuan diantara para Caleg”100.

Hal senada juga diungkapkan oleh Naim, pengurus Garda Bangsa Kabupaten

Demak.

                                                       100 Munhamir, Sekretaris DPC PDIP Kabupaten Demak, 17 September 2009 

Page 209: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

“Garda Bangsa tidak diajak dalam kampanye. Sama sekali tidak. Oleh partai

maupun oleh Caleg.”101

Kecemburuan yang ditakutkan adalah berupa kekecewaan tidak

terakomodirnya kepentingan Calon lain ketika sebuah kegiatan mobilisasi pemilih

dilakukan oleh Partai, sementara Calon yang laen diuntungkan secara pribadi.

Namun, tampaknya sikap yang diambil DPC PKB Kabupaten Demak tidak hanya

didasarkan pada alasan tersebut. Konflik internal yang terjadi di DPC Kabupaten

Demak merupakan penyebab utamanya. Konflik tersebut melumpuhkan mesin

Partai, berupa terpecahnya afiliasi kepengurusan yang menjalar ke tingkat

kepengurusan PAC maupun Ranting. Sebagaimana pembahasan terdahulu, hingga

Pemilu 2009, kepengurusan DPC Kabupaten Demak merupakan kepengurusan

gabungan antara kubu Muhaimin dan Kubu Gus Dur. Di tingkat PAC dan Ranting,

juga muncul afiliasi yang beragam. Sebagian loyal terhadap individu-individu Kubu

Muhaimin, dan sebagian loyal terhadap individu-individu kubu Gus Dur. Imbasnya,

bila mesin Partai digerakkan, maka ketakutan akan munculnya kecemburuan sangat

mungkin terjadi. Calon anggota Legislatif PKB di sebuah Dapel terdiri dari Calon

yang berasal dari kedua kubu. Sementara mesin partai yang tersedia dalam sebuah

Dapel sudah terkotak pada salah satu kubu.

Namun, pada praktek mobilisasi pemilih, Calon anggota legislative PKB

menyatakan hal yang berbeda-beda mengenai apa yang dilakukan oleh partai. Rizqon

Malik Fullesuf, seorang Caleg yang juga Wakil Ketua DPC PKB Kabupaten Demak.

                                                       101 Naim, Pengurus Garda Bangsa Kabupaten Demak 

Page 210: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

“Orang-orang partai biasanya adalah tokoh-tokoh masyarakat. Kadang

bukan hanya sekedar tokoh biasa, tapi Kyai. Kyai adalah tokoh spiritual.

Masyarakat masih patuh pada Kyai. Apa yang dikatakan oleh Kyai, akan

diterima oleh masyarakat. Selain Kyai, orang-orang partai dari garda

bangsa biasanya juga dapat membantu kampanye. Mereka orang-orang yang

‘gaul’ di masyarakat. Bentuk pemanfaatan orang-orang partai dilakukan

dengan menunjukkkan diri sebagai Caleg yang direstui Kyai. Setelah restu

dari Kyai didapat, selanjutnya tim sukses lah yang mengkampanyekan restu

Kyai tersebut. Secara otomatis, masyarakat akan mengikuti apa yang direstui

oleh Kyainya. Saya sangat terbantu.102

Hal senada juga diungkapkan Parsidi, seorang Caleg yang bukan pengurus

elit struktural DPC PKB.

“Posisi saya sebagai bukan orang pengurus partai memang kadang

mengganggu pencarian dukungan dari orang-orang partaai. Tetapi saya

memilki jalur lain untuk mendapatkan dukungan dari orang-orang partai.

Saya telah mengenal dan akrab dengan orang-orang tersebut. Aktifitas

mereka di luar partai membuat saya akrab dengan mereka. Meskipun saya

juga memberi kompensasi kepada mereka. Pelibatan mereka berupa

kampanye-kampanye langsung dari mulut ke mulut. Mereka memperkenalkan

saya sebagai orang PKB, dan layak untuk dipilih. Pada sisi lain, mereka juga

                                                       102 Rizqon Malik Fullesuf, Wakil Ketua DPC Kabupaten Demak, 5 Oktober 2009 

Page 211: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

kampanye tentang apa yang telah dan akan saya berikan pada

masyarakat”.103

Keterangan kedua calon tersebut menunjukkan bahwa meskipun Partai tidak

menginstruksikan mesin partainya untuk membantu kampanye para Calon, mesin

partai tetap dapat dimanfaatkan oleh para Calon. Namun, hal ini tidak dapat

dikatakan bahwa Partai secara lembaga mengambil peran, karena partai secara tegas

mengambil kebijakan lepas tangan terhadap mobilisasi pemilih. Keberhasilan kedua

calon dalam bersinergi dengan mesin partai, setidaknya disebabkan beberapa alasan.

Pertama, Hubungan emosional yang sudah terbentuk antara Calon dengan individu-

individu mesin partai. Hubungan emosional ini dapat terbentuk dari aktivitas partai

maupun di luar partai. Hubungan tersebut tentunya tidak akan terpotong oleh sebuah

sikap partai yang lepas tangan. Hubungan emosional yang sudah terjalin ini

kemudian berubah menjadi hubungan kerjasama terkait pengarahan pemilih.

Kemampuan individu-individu mesin partai, termanfaatkan secara otomatis oleh

masing-masing individu. Kedua, kebutuhan individu-individu mesin partai untuk

terlibat dalam mobilisasi pemilih. Antusiasme yang muncul dari orang-orang partai,

menyebabkan mesin partai seakan bergerak. Motivasi yang muncul adalah

bermacam-macam, seperti kesadaran kepartaian, membantu kawan, hingga motivasi

financial. Kemudian, Calon memanfaatkan motivasi mereka untuk membantu

mobilisasi pemilih

                                                       103 Parsidi, Caleg PKB untuk DPRD Kabupaten Demak, 5 Oktober 2009 

Page 212: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Partai Demokrat

Sejak awal-awal tahapan Pemilu, Partai Demokrat telah mengambil sikap

mengoptimalkan dua jalur mobilisasi pemilih. Pertama, Partai Demokrat dalam

beberapa kesempatan memperkuat identifikasi kepartaian. Usaha-usaha tersebut

diantaranya tercermin dari klaim-klaim Partai terhadap keberhasilan Pemerintahan

SBY 2004-2009. Iklan-iklan kampanye Partai Demokrat juga muncul di beberapa

media elektronik maupun cetak. Bahkan, iklan Partai Demokrat terbilang paling

tinggi dibanding iklan-iklan Partai yang lain. Pesan yang coba ditampilkan oleh

Partai Demokrat adalah Partai yang secara lembaga mampu diharapkan dan telah

berhasil melakukan pembangunan Indonesia. Kedua, Partai Demokrat

memaksimalkan peran Calon anggota legislative dalam mobilisasi pemilih. Usaha-

usaha tersebut diantaranya tercermin dari kebijakan penggunaan suara terbanyak

sebelum keputusan suara terbanyak dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Keputusan Partai Demokrat ini mendorong kompetisi aktif antar Calon anggota

legislative untuk menggalang suara sebanyak-banyaknya bagi Calon itu sendiri.

Sehingga pada ujungnya memberikan kontribusi suara pada Partai Demokrat.. Usaha

lain yang dilakukan adalah dengan menampilkan Calon-calon anggota legislatif yang

sudah popular di masyarakat.

Di tingkat DPC Kabupaten Demak, sikap tersebut juga diikuti. DPC Partai

democrat secara lembaga juga berusaha mengambil peran penting dalam mobilisasi

pemilih. Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Demak menyatakan:

Page 213: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

“Partai Demokrat pada masa kampanye mengadakan sepeda santai.

Tujuannya untuk menarik simpati masyarakat dan mempopulerkan partai

Demokrat. Peserta sepeda santai keder-kder dan masyarakat umum.”104

Di sisi lain, Beliau juga mengungkapkan bahwa Partai menyerahkan

kampanye Calon anggota legislative pada diri masing-masing Calon, serta

mendorong kemandirian kampanye para Calon anggota legislatif. Namun,

kemandirian Calon dalam berkampanye diatur oleh Partai. Menurut Wakil Ketua

DPC Partai Demokrat Kabupaten Demak, Gihan Supeno, Partai membagi area-area

kampanye di tiap-tiap area per tiap-tiap calon.

“Partai telah membagi orang-orangnya untuk membantu para Caleg. Partai

mengeluarkan kebijakan tentang pembagian wilayah kampanye di sebuah

Daerah Pemilihan. Semisal ada 3 Caleg, dan satu Dapel mencakup 3

kecamatan. Maka pembagian dilakukan dengan masing-masing 1 kecatan

untuk digarap. Saya juga mengikuti instruksi tersebut. Namun pada

prakteknya, orang-orang partai memiliki pertimbangan pribadi untuk

membantu Caleg yang bukan diinstruksikan berdasar pembagian tersebut.

Ada Caleg yang mengambil orang-orang partai di kecamatan lain, dan

kemudian menggarap kecamatan tersebut. Padahal itu bukan kecamatan

yang menjadi bagian Caleg tersebut. Belum mapannya struktur partai

hingga tingkat bawah, juga menjadi alasan kenapa saya tidak terlalu

                                                       104 Giyanto, Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Demak, 13 September 2009 

Page 214: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

bergantung kepada orang-orang partai. Namun, saya tetap memanfaatkan

orang-orang partai.105

. Hal ini menunjukkan bahwa DPC Partai Demokrat sejalan dengan sikap

DPP Partai Demokrat, yakni memanfaatkan jalur identifikasi kepartaian dan

memanfaatkan jalur kompetisi antar Calon anggota legislative dalam pengarahan

pemilih. Atribut-atribut Partai Demokrat, semisal bendera Partai, juga cukup

mendominasi diantara atribut-atribut Calon anggota legislative. Artinya, pemilih

diberikan dua pilihan. Yakni memberikan suara karna percaya terhadap Partai

Demokrat, atau memberikan suara karna percaya terhadap Calon-calon anggota

legislative dari Partai Demokrat.

Dari sudut pandang harmonisasi antara Partai dan Calon, Wiwik Martini,

seorang Caleg yang bukan pengurus elit struktural DPC Partai Demokrat

mengungkapkan keadaan mesin partai.

“Kondisi Partai Demokrat yang belum memiliki orang-orang secara merata

di tingkat bawah, membuat saya kesulitan mencari orang-orang Partai yang

dapat membantu kampanye saya. Meskipun begitu, saya tetap

mempergunakan apa yang ada secara maksimal. Mereka saya dorong untuk

mengkampanyekan kepada komunitas mereka, baik keluarga mereka maupun

teman-teman mereka. Saya rasa mereka lebih mampu memberikan suara

bagi saya, daripada ketika saya turun sendiri kepada masyarakat. Saya

                                                       105 Gihan Supeno, Ketua bidang OKK DPC Kabupaten Demak, 15 September 2009 

Page 215: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

hanya perlu berkoordinasi dengan orang-orang partai, dan sesekali turun

bersama mereka ke hadapan orang-orang yang mereka bawa.106

Keterangan diatas menunjukkan bagaimana harmonisasi terjadi antara Partai

dengan Caleg dalam mobilisasi pemilih. Partai Demokrat hanya menentukan strategi

bagaimana mencari suara, yakni dengan kebijakan membagi area-area kampanye per

calon anggota legislative. Strategi ini untuk memaksimalkan kerja Calon. Bagi

Partai, hal ini tepat. Karena Partai akan mendapatkan suara yang tersebar, yang

cenderung akan memperbesar perolehan suara partai. Namun, bagi Calon hal ini

bukanlah strategi yang menguntungkan. Mekanisme suara terbanyak, yang

mendorong persaingan antar Caleg, membuat seorang Calon bergerak melewati

batas. Seorang Calon tentu tidak mau kalah dari Calon yang lain dari partai dan

Dapel yang sama. Dari sini terlihat ketidak berfungsian peran partai dalam mengawal

kebijakannya. Pada peran lain, terkait praktek mobilisasi yang dilakukan para Calon,

Partai sudah menyatakan sikap tidak mencampuri kampanye masing-masing calon.

Partai hanya berhenti pada strategi membagi area-area kampanye.

Partai Gerindra

Partai Gerindra muncul sebagai sebuah partai baru, dan mencitrakan dirinya

sebagai partai yang muncul akibat ketidak percayaan masyarakat terhadap Partai

lama, serta partai yang mampu dipercaya membawa perubahan Indonesia. Berawal

dari hal tersebut, maka secara umum Partai Gerindra mengambil jalur identifikasi

                                                       106 Wiwik Martini Caleg Partai Demokrat untuk DPRD Kabupaten Demak, 2 Oktober 2009  

Page 216: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

kepartaian sebagai jalur pengarahan pemilih. Terdapat beberapa hal yang

menunjukkan sikap tersebut. Pertama, Partai Gerindra secara rutin melakukan iklan-

iklan melalui media. Sebagai Partai baru, Partai Gerindra mendominasi iklan partai

dibanding partai-partai baru yang lain. Tujuan dari iklan tersebut adalah

memperkenalkan keberadaan partai. Kedua, keberadaan Prabowo Subianto dalam

iklan-iklan partai. Hal tersebut menunjukkan bahwa Partai Gerindra mencoba

membangun figur partai melalui figur seorang Prabowo Subianto. Sebagaimana

sudah diketahui umum, Prabowo Subianto dianggap sebagai seorang militer yang

tegas, seorang pengusaha kaya, serta seorang yang diyakini memiliki karakteristik

mantan Presiden Soeharto. Dengan kata lain, Partai Gerindra juga ingin mencitrakan

dirinya sebagai partai tegas dan berwibawa. Ketika keputusan MK tentang suara

terbanyak diterapkan pada Pemilu 2009, Partai Gerindra tetap melanjutkan sikap

mengambil jalur identifikasi kepartaian dalam mobilisasi pemilih.

Sikap serupa juga diikuti oleh DPC Partai Gerindra Kabupaten Demak. Partai

Gerindra Kabupaten Demak mengambil peran aktif dalam setiap usaha mobilisasi

pemilih. Menurut Wakil Ketua Partai Gerindra, Sulukhil Hammi.

“Partai menyediakan kebutuhan-kebutuhan dalam mobilisasi pemilih, baik

yang dilakukan oleh partai maupun yang dilakukan oleh Caleg. Kebutuhan-

kebutuhan tersebut di antaranya adalah bendera, kaos, dan logistic

kampanye lainnya. Partai tidak mau berhutang budi pada Caleg.”107

                                                       107 Sulukhul Hammi, Wakil Ketua DPC Kabupaten Demak, 15 September 2009 

Page 217: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Artinya, Partai tetap ingin berada di atas dan sebagai paying bagi Calon-calon

anggota legislatifnya. Harapannya, ketika seorang Calon berhasil mendapat kursi

Dewan, maka akan tetap loyal kepada lembaga partai, dan berusaha menekankan

bahwa keberhasilan seorang calon tidak terlepas dari peran penting partai. Gambaran

ini menunjukkan sikap yang diambil DPC Partai Gerindra Kabupaten Demak yang

tidak melepaskan perannya dalam mekanisme suara terbanyak. Atribut-atribut Partai

Gerindra juga tampak cukup sebanding dengan atribut-atribut Calon-calonnya.

Artinya, Partai Gerindra tetap berusaha mengambil sikap menempuh peran aktif

dalam mobilisasi pemilih melalui penguatan identifikasi kepartaian.

Sikap partai sebagaimana di atas, ternyata dikomentari berbeda oleh Calon.

Djumbadi, seorang Caleg yang juga Wakil Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten

Demak.

“Bagaimana mau menggunakan, mesinnya saja tidak ada. Karena, pengurus

partai tidak tersusun lengkap. Organisasi-organisasi partai juga belum ada

di tingkat bawah.”108

Kondisi tersebut menyebabkan sikap partai tidak dapat dilaksanakan. Hanya

kontribusi atribut yang dapat dilihat dari peran Partai. Selain atribut, Calon harus

bekerja secara mandii, terlepas dari partai, untuk mengarahkan pemilih. Ketidak

tersediaan mesin partai merupakan alasan utama kenapa Partai tidak mampu

menjalankan sikapnya secara penuh.

Setelah melihat pemaparan masing-masing partai sebagaimana di atas, dapat

dilihat bagaimana Partai-partai menyikapi sistem pemilu yang diterapkan pada

                                                       108 Djumbadi Wakil Ketua DPC Kabupaten Demak, 9 Oktober 2009  

Page 218: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Pemilu 2009. Terdapat 3 sikap yang dimunculkan oleh partai-partai tersebut.

Pertama, Partai mengambil sikap menempuh jalur mobilisasi pemilih melalui

identifikasi kepartaian. Partai sebagai sebuah lembaga mengambil peran dalam

usaha-usaha mempengaruhi pemilih. Peran-peran tersebut terwujud dalam beberapa

bentuk, diantaranya iklan-iklan partai, maneuver-manuver politik atas nama partai,

ketersediaan atribut-atribut Partai, dan lain sebagainya. Sikap ini semisal diambil

oleh PDIP, Partai Gerindra. PDIP mencerminkan sikapnya dengan himbauan-

himbauan conteng gambar partai, pernyataan-pernyataan politik yang

merepresentasikan partai semisal dalam bentuk kritik terhadap Pemerintah,

penyediaan atribut-atribut Partai, dan lain sebagainya. Partai Gerindra mencerminkan

sikapnya dengan pencitraan partai melalui iklan-iklan di media, penempatan figur

Prabowo Subianto sebagai daya tarik partai, penyediaan kebutuhan-kebutuhan

kampanye bagi Calon anggota legislatifnya, dan lain sebagainya. Meskipun kedua

partai mengambil sikap demikian, bukan berarti tidak muncul kemandirian Calon

dalam mobilisasi pemilih. Artinya, ada kemungkinan calon anggota legislative

melakukan mobilisasi pemilih terlepas dari peran partai.

Kedua, Partai mengambil sikap menempuh jalur kompetisi antar Calon

anggota legislative untuk melakukan pengarahan pemilih. Sebagai sebuah lembaga,

Partai melepas perannya, dan mempercayakan mobilisasi pemilih pada masing-

masing calon. Partai tidak mencampuri aktivitas kampanye para Calon. Sikap ini

semisal diambil oleh DPC PKB Kabupaten Demak dengan tidak menginstruksikan

mesin partainya untuk terlibat pada kampanye para Calon anggota Legislatif. PKB

secara penuh lepas tangan terhadap kampanye-kampanye Calonnya. Bisa dikatakan,

Page 219: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

selama proses pengarahan pemilih, DPC PKB Kabupaten Demak sebagai sebuah

lembaga, tidak bekerja. Konflik internal partai dan mengantisipasi kecemburuan

antar Calon, dalam hal ini menjadi alasan pengambilan sikap DPC PKB Kabupaten

Demak. Sejalan dengan sikap tersebut, atribut-atribut Calon menenggelamkan atribut

PKB. Di beberapa daerah seperti di Mranggen, minim sekali dijumpai atribut PKB,

lebih banyak atribut calon-calon anggota legislative dari PKB.

Ketiga, Partai mengambil sikap menempuh kedua jalur, yakni jalur

identifikasi kepartaian dan kompetisi antar Calon anggota legislative. Pemanfaatan

kedua jalur ini dinilai sikap yang tepat, karena memberikan pilihan kepada pemilih

terkait alasan kenapa memilih. Apakah akan memilih karena Partai, ataukah memilih

karena Calon anggota legislatifnya. Sikap ini diambil oleh Partai Demokrat yang

tercermin dengan iklan-iklan partai, kebijakan mekanisme suara terbanyak,

pernyataan-pernyataan politik partai, penyelenggaraan sepeda santai oleh DPC Partai

Demokrat, ketersediaan atribut partai, pemberian kebebasan bagi calon-calon untuk

melakukan pengarahan pemilih, dan lain sebagainya.

Bila dilihat dari sisi bagaimana Partai dan Calon bekerja sama mengarahkan

pemilih, dapat disimpulkan bahwa Partai tidak mampu mengendalikan sikapnya.

Bentuk-bentuk ketidakmampuan ini diantaranya adalah sebagai berikut. Pertama,

partai yang bersikap mengambil peran mobilisasi, pada prakteknya tidak mampu

menciptakan mesin partai yang terkoordinasi dengan baik. Evaluasi dan konsolidasi

yang seharusnya dilakukan per periode tertentu, ternyata tidak dapat dilakukan.

Kedua, partai yang bersikap lepas tangan terhadap mobilisasi pemilih, pada

prakteknya juga tidak mampu menghalangi individu-individu yang ada dalam mesin

Page 220: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

partai untuk terlibat pengarahan pemilih. Alasan mencegah munculnya kecemburuan,

sebagaimana PKB, ternyata tidak dapat dilakukan. Kecemburuan antar Calon tetap

muncul akibat peran individu-individu tersebut yang membantu salah satu Calon.

Ketiga, partai terlalu percaya diri dalam bersikap. Kebijakan untuk bersikap

mengambil peran mobilisasi pemilih, ternyata juga tidak melihat apakah mesin partai

siap untuk melaksanakan sikap tersebut. Kemudian, kebijakan untuk bersikap lepas

tangan dalam mobilisasi pemilih yang dilakukan Calon, ternyata juga tidak melihat

apakah Calon mampu menjual dirinya tanpa Partai. Kenyatan yang terjadi, Calon

yang membutuhkan mesin partai, tidak menemukan mesin partai yang memadai.

Sedangkan Calon yang diberi kebebasan untuk bergerak di luar partai, tidak cukup

memiliki modal politik. Sehingga membutuhkan mesin partai untuk mobilisasi

pemilih.

Tabel Kesimpulan 5.3 No Partai Fokus

Komunikasi Pemenuhan Kebutuhan 1 PDIP Komunikasi antara Partai dan

Caleg tidak mengarah pada substansi mobilisasi

Menyediakan atribut-atribut partai. Pendanaan mobilisasi secara umum masih dipenuhi oleh Caleg

2 PKB Komunikasi antara Partai dan Caleg tidak terjadi

Penyediakan atribut-atribut partai sangat minim. Pendanaan mobilisasi secara umum masih dipenuhi oleh Caleg

3 PARTAI DEMOKRAT

Komunikasi antara Partai dan Caleg terjadi hanya pada pembagian wilayah mobilisasi pada satu Daerah Pemilihan

Menyediakan atribut-atribut partai. Pendanaan mobilisasi secara umum masih dipenuhi oleh Caleg

4 PARTAI GERINDRA

Komunikasi antara Partai dan Caleg tidak mengarah pada substansi mobilisasi

Menyediakan atribut-atribut partai. Pendanaan mobilisasi secara umum masih dipenuhi oleh Caleg

Page 221: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

5.4. Respon Pemilih

5.4.1. Partai Dan Caleg

Mobilisasi merupakan sebuah aktifitas politik dengan obyek masyarakat

pemilih. Pemilih diarahkan dengan berbagai cara untuk memberikan suaranya

kepada pihak yang melakukan mobilisasi. Mobilisasi oleh masyarakat umum biasa

dikenal sebagai kegiatan kampanye. Dalam kegiatan tersebut, pemilih diberikan

penjelasan maupun “reward” agar bersedia menjatuhkan pilihannya. Sisi rasionalitas

pemilih seringkali terabaikan. Sehingga dalam pembahasan ini, rasionalitas pemilih

tidak dijadikan fokus pembahasan.

Kualitas sebuah mobilisasi sering kali berbeda di masyarakat. Masyarakat

dengan budaya tertentu bisa saja sangat terpengaruh dengan model mabilisasi

tertentu. Namun, pada masyarakat dengan budaya lain, bisa jadi model tersebut tidak

memberi pengaruh apapun. Selain hal tersebut, ikatan-ikatan sosial, antara pihak

yang melakukan mobilisasi dengan pemilih, juga menentukan apakah pemilih akan

terpengaruh atau tidak. Pada tingkat yang lebih kecil, budaya keluarga pemilih juga

mempengaruhi pemilih dalam menerima mobilisasi. Berikut ini akan dibahas

mengenai respon pemilih terhadap mobilisasi yang dialaminya..

5.4.1.1. Intensitas Pengarahan

Terkait dengan mobilisasi oleh Partai ataupun mobilisasi oleh Calon Anggota

Legislatif, pemilih pada Pemilu 2009 kemarin dihadapkan pada dua kemungkinan

mobilisasi, yakni mobilisasi yang dilakukan oleh lembaga Partai, dan mobilisasi

yang dilakukan oleh Caleg dari partai. Kedua mobilisasi tersebut ditandai dengan

Page 222: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

tingkat agresifitas Partai dan Caleg, serta tingkat identifikasi kepartaian yang melekat

pada diri pemilih.

Terdapat dua indikator yang bisa membedakan apakah sebuah mobilisasi

tergolong mobilisasi oleh Partai, ataukah mobilisasi oleh Caleg. Siapa yang

melakukan pengarahan, yakni pihak mana atau atas nama apa melakukan mobilisasi.

Kemudian, tujuan mobilisasi, yakni apa tujuan yang hendak dicapai, semisal

mengarahkan memilih Partai ataukah mengarahkan memilih Caleg. Kedua hal

tersebut dapat diketahui dari wawancara kepada pemilih, disamping hasil-hasil pada

pembahasan terdahulu.

Pada Pemilu 2009, Caleg sebagai pribadi melakukan mobilisasi bagi dirinya.

Partai sebagai lembaga, tidak dijumpai oleh pemilih. Alasan kenapa hal tersebut

dikatakan sebagai mobilisasi oleh Caleg adalah sebagai berikut. Pertama, Caleg

mendatangi pemilih secara langsung dan meminta untuk memilih dirinya.

Pengarahan yang mereka lakukan juga sudah jelas, yakni agar pemilih memilih

namanya, bukan mengarah pada pilihan terhadap Partai pengusungnya. Meskipun hal

tersebut juga mengandung pengarahan pada Partai, namun pengarahan pada Caleg

lebih ditekankan. Sebagaimana diungkapkan oleh Arif Faishol, pemilih di Dapil 5

Kabupaten Demak, sudah beberapa kali ikut serta dalam Pemilihan Umum,

menyatakan sebagai berikut:

“Pemilu kali ini beda dengan Pemilu sebelumnya. Kenapa? Caleg lebih

semangat kampanye. Caleg berusaha mengajak saya mencoblos namanya.

Dari dulu, saya melihat Caleg ketika akan memilih. Saya biasanya memilih

Caleg yang saya kenal dan saya rasakan manfaatnya. Kali ini, ada beberapa

Page 223: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Caleg yang membujuk saya, dengan uang dan lain-lain. Saya tetap pada cara

piker yang biasa saya gunakan pada Pemilu-pemilu sebelumnya. Tetap Caleg

yang saya kenal dan saya rasakan manfaatnya. Ngapain memilih orang yang

belum jelas kemanfaatannya.”109

Kedua, atribut kampanye yang disajikan merupakan atribut yang cenderung

mengarah pada pemilihan Caleg. Semisal stiker atau pamflet, gambar yang terdapat

pada stiker atau pamflet lebih didominasi foto dan nama Caleg dari pada logo Partai

maupun visi misi partai pengusungnya. Hal ini menggambarkan agresifitas Caleg di

atas Partainya dalam memobilisasi pemilih. Sebagaimana diungkapkan oleh Ika,

pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak, pertama kali mengikuti Pemilu pada Pemilu

2009, menyatakan sebagai berikut:

“Kemarin ada PBB datang kemari mas. PBR juga kemari. Ya minta dipilih

namanya. Mereka datang kasih stiker gambar mereka. Ada yang kasih uang

juga. Ya saya terima. Stikernya ya gambar mereka.”110

Ketiga, uang ataupun bantuan yang diberikan oleh Caleg dalam rangka

membujuk pemilih, disadari oleh pemilih sebagai uang dari Caleg, bukan dari Partai

pengusungnya. Kesadaran pemilih akan hal itu dapat disebabkan karena Caleg

menyatakan secara tegas bahwa uang tersebut dari dirinya, ataupun pemilih

menyadari dengan sendirinya berdasar situasi Pemilu 2009 yang mengharuskan

Caleg berjuang keras secara pribadi bersaing dengan Caleg dari partai lain dan Caleg

                                                       109 Arif Faishol, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak, 10 Oktober 2009 110 Ika, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak, 10 Oktober 2009 

Page 224: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

dari partainya sendiri. Sebagaimana diungkapkan oleh Yulidatul khoiriyah, pemilih

di Dapil 4 Kabupaten Demak, beberapa kali mengikuti Pemilu, menyatakan sebagai

berikut:

“Partai gak penting sekarang. Yang penting siapa yang mendekati dan

memberi hasil, ya itu yang saya pilih. Buktinya memang Caleg yang datang,

dan kasih uang. Bukan partai. Uang itu uang dari Caleg bukan dari partai.

Saya tahu itu. Saya gak peduli dari partai apa.”111

Meskipun begitu, terdapat beberapa pemilih yang merasa partai menjadi

alasan utama untuk menjatuhkan pilihannya. Sebagaimana hasil wawancara berikut.

Ahmad habib, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak, sudah beberapa kali

mengikuti Pemilu, menyatakan:

“Ya tetep milih PPP. Dari dulu saya milih PPP. Kami keluarga PPP. Abah

saya dulu adalah tokoh PPP. Tergantung siapa yang mendekati saya. Tapi

yang jelas Caleg PPP. Kebetulan tidak ada Caleg dari Partai lain yang

mendatangi saya. Mungkin karena sudah tahu kalau saya keluarga PPP,

hehe”112

Ali, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak, sudah beberapa kali mengikuti

pemilu, menyatakan:

“Saya mengikuti Mbah Munif aja (Mbah munif adalah tokoh PKB). Sebagai

murid, saya takzim ke beliau. Mungkin itu salah satu yang bisa saya berikan

                                                       111 Yulidatul khoiriyah, pemilih di Dapil 4 Kabupaten Demak, 17 Oktober 2009 112 Ahmad habib, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak,15 Oktober 2009 

Page 225: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

sebagai murid kepada guru. Beberapa Caleg dari PDIP dan partai lain

sempat membujuk saya. Ya saya terima baik-baik.”113

Dari keterangan kedua pemilih di atas, dapat diketahui bahwa identifikasi

kepartaian masih dijumpai dalam Pemilu 2009. Namun hal itu tidak dapat

sepenuhnya diartikan bahwa Partai melakukan mobilisasi pada Pemilu 2009.

Identifikasi kepartaian, terbentuk dalam kurun waktu yang panjang, dan dengan latar

belakang yang bermacam-macam. Semisal disebabkan karena kebiasaan memilih

partai tertentu, keluarga Partai tertentu, hubungan di luar kepartaian yang

menyebabkan pemilih mengidentifikasikan dirinya pada partai tertentu, dan lain

sebagainya. Pemilih juga tetap mengalami pengarahan dari Caleg-Caleg, baik yang

berasal dari partai pilihannya maupun dari partai lain. Secara tidak langsung, pemilih

juga mengakui bahwa mobilisasi lebih dilakukan oleh Caleg secara pribadi.

5.4.1.2. Bentuk Pengarahan Yang Dijumpai Pemilih

Caleg maupun Partai memobilisasi pemilih dengan berbagai cara.

Memberikan bantuan, memberikan uang, menyampaikan visi misi, menciptakan

hubungan emosional, dan lain sebagainya. Di Negara dengan tata peraturan

kampanye yang jelas dan baik, bantuan-bantuan merupakan sesuatu yang dilarang,

dan masuk kategori penyuapan. Namun, di Indonesia belum sebaik dan seketat di

Negara maju. Sehingga, praktek-praktek politik uang masih sangat mungkin

dijumpai pada mobilisasi pemilih. Cara-cara apa saja yang muncul pada Pemilu

2009, akan dibahas dibawah ini.

                                                       113 Ali, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak, 19 Oktober 2009 

Page 226: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Bentuk-bentuk pengarahan yang dijumpai pemilih, terbagi dalam 2 kategori,

yakni bantuan-bantuan, dan penciptaan hubungan emosional. Pertama, bentuk

mobilisasi berupa bantuan-bantuan meliputi bantuan pembangunan, bantuan

perlengkapan public, pemberian uang kepada pemilih, pemberian barang-barang

kebutuhan, dan lain sebagainya. Bentuk-bentuk mobilisasi tersebut terungkap dari

pernyataan pemilih sebagai berikut.

Yulidatul khoiriyah, pemilih di Dapil 4 Kabupaten Demak, beberapa kali

mengikuti Pemilu, menyatakan sebagai berikut:

“Caleg mendatangi pengajian ibu-ibu. Menjanjikan akan memberi

perlengkapan pengajian. Betul, beberapa saat kemudian, pengajian ibu-ibu

di sini mendapat bantuan berupa sound system dari Caleg. Caleg meminta

ibu-ibu memilih dirinya. Alhamdulillah pengajian ibu-ibu sekarang sudah

memiliki sound system yang cukup buat pengajian.”114

Ika, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak, pertama kali mengikuti Pemilu

pada Pemilu 2009, menyatakan sebagai berikut:

“Kemarin ada PBB datang kemari mas. PBR juga kemari. Ya minta dipilih

namanya. Mereka datang kasih stiker gambar mereka. Ada yang kasih uang

juga. Ya saya terima. Stikernya ya gambar mereka.”115

Amin Mahmudi, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak, beberapa kali

mengikuti Pemilu, menyatakan sebagai berikut:

“Lha jalan paving di depan rumah itu dibangun oleh Pak Bandi (Caleg dari

Partai Golkar). Tujuannya biar warga memilih dirinya. Tidak mungkin tiba-

                                                       114 Yulidatul khoiriyah, pemilih di Dapil 4 Kabupaten Demak, 17 Oktober 2009 115 Ika, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak, 10 Oktober 2009 

Page 227: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

tiba membantu membuat jalan paving kalau tidak ada maunya. Betul

gak?hahaha”116

Masrokan, pemilih di Dapil 3 Kabupaten Demak, beberapa kali mengikuti

Pemilu, menyatakan sebagai berikut:

“Kemarin warga sini mendapat sembako dari Caleg. Maaf, saya tidak bisa

menyebutkan siapa nama Calegnya. Warga menerima dengan senang hati.

Rejeki masak ditolak. Memilih atau tidak memilih, ya sesukanya warga

masing-masing dong.”117

Kedua, bentuk mobilisasi berupa penciptaan hubungan emosional. Bentuk ini

membutuhkan waktu panjang sebelum proses pemilu. Artinya, hubungan emosional

ini tidak dapat dibentuk secara singkat saat musim Pemilu. Namun melalui interaksi-

interaksi sosial dalam berbagai bentuk dan dalam tempo tertentu. Bentuk mobilisasi

ini adalah penggunaan jalur persaudaraan, penggunaan jalur religius (hubungan yang

terbentuk dalam kegiatan keagamaan), hubungan tetangga, hubungan pekerjaan, dan

lain sebagainya. Bentuk-bentuk mobilasi tersebut terungkap dari pernyataan pemilih

sebagai berikut.

Arif Faishol, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak, sudah beberapa kali ikut

serta dalam Pemilihan Umum, menyatakan sebagai berikut:

“Kali ini, ada beberapa Caleg yang membujuk saya, dengan uang dan lain-

lain. Saya tetap pada cara piker yang biasa saya gunakan pada Pemilu-

pemilu sebelumnya. Tetap Caleg yang saya kenal dan saya rasakan

manfaatnya. Ngapain memilih orang yang belum jelas kemanfaatannya. Jadi

                                                       116 Amin Mahmudi, Pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak, 14 Oktober 2009 117 Masrokan, Pemilih di Dapil 3 Kabupaten Demak, 20 Oktober 2009 

Page 228: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

saya tetap memilih Caleg tetangga saya. Bagaimanapun juga, tetangga gak

akan melupakan tetangganya”118

Ali, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak, sudah beberapa kali mengikuti

pemilu, menyatakan:

“Saya mengikuti Mbah Munif aja (Mbah munif adalah tokoh PKB). Sebagai

murid, saya takzim ke beliau. Mungkin itu salah satu yang bisa saya berikan

sebagai murid kepada guru. Beberapa Caleg dari PDIP dan partai lain

sempat membujuk saya. Ya saya terima baik-baik. Siapapun Caleg yang

mendapat restu Mbah Munif akan saya pilih”119

Icuk Aditama, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak, sudah beberapa kali

mengikuti pemilu, menyatakan:

“Pasti milih kamu bal bal. Lha ada temen jadi Caleg kok gak dipilih.

Daripada milih Caleg yang gak jelas, mendingan milih kamu bal. Masak

kalau kamu jadi DPR akan lupa ma teman? Kalau lupa, ketemu dijalan

kutarik jenggotmu.”120

Yusuf, pemilih di Dapil 2 Kabupaten Demak, sudah beberapa kali mengikuti

pemilu, menyatakan:

“Kebetulan ada saudara saya yang menjadi Caleg. Tentu saya memilih dia.

Emm, sempat ada Caleg yang mendatangi saya. Tapi saya kasih tau kalau

ada saudara saya yang menjadi Caleg. Saya rasa dia paham kata-kata saya,

kalau saya gak akan memilih dia.”121

                                                       118 Arif Faishol, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak, 10 Oktober 2009 119 Ali, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak, 19 Oktober 2009 120 Icuk Aditama, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demal, 16 Oktober 2009 121 Yusuf, pemilih di Dapil 2 Kabupaten Demak, 21 Oktober 2009 

Page 229: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Bejo, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak, sudah beberapa kali mengikuti

pemilu, menyatakan:

“Pak muhlisin, saya pilih Pak Muhlisin. Dia kepala sekolah di tempat saya

bekerja. Dia bisa kerja atau tidak (kinerja di DPR), yo embuh (tidak peduli).

Saya sudah kerja ikut dia. Dia yang menggaji saya selama ini.”122

Dari pernyataan-pernyataan yang menunjukkan bentuk-bentuk mobilisasi

sebagaimana di atas, dapat disimpulkan bahwa pemilih mengalami berbagai macam

bentuk mobilisasi. Setiap pemilih bukan hanya mengalami satu bentuk mobilisasi,

namun beberapa bentuk mobilisasi sekaligus. Terdapat beberapa faktor yang

menyebabkan pemilih mengalami berbagai macam bentuk mobilisasi dalam kurun

waktu yang bersamaan. Pertama, kerasnya persaingan antar Caleg memaksa Caleg

untuk melakukan berbagai macam bentuk mobilisasi. Caleg dihadapkan pada

perebutan suara pemilih yang kemungkinan sama. Artinya, antar Caleg tidak ada

pembagian area mobilisasi. Sehingga, Caleg berusaha mencari cara dan berganti cara

agar cara yang digunakan lawannya gagal.

Kedua, keterbukaan pemilih untuk menjadi sasaran mobilisasi. Pemilih

kebanyakan belum memiliki pilihan. Sehingga masih sangat mungkin untuk

diarahkan. Di samping itu, pemilih juga mempersepsikan ajang mobilisasi sebagai

kesempatan untuk memperoleh materi. Hal ini bukan hanya berlaku bagi diri pribadi

pemilih. Namun juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sosial, semisal masjid.

Ketiga, posisi pemilih yang memang sudah berada pada berbagai “tekanan”

                                                       122 Bejo, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak, 14 Oktober 2009 

Page 230: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

mobilisasi. Dengan banyaknya jumlah Caleg, seorang pemilih dapat mengalami

dilema. Artinya, seorang pemilih pada posisi tertentu tertekan oleh ikatan

persaudaraan karena saudaranya menjadi Caleg. Di sisi lain, pemilih tersebut juga

memiliki tetangga yang menjadi Caleg. Mengingat adanya Kyai yang masuk pada

ranah politik, bisa jadi pemilih tersebut memliki Guru dari partai lainnya. Peristiwa-

peristiwa seperti ini sangat mungkin terjadi pada pemilih.

5.4.2. Efektivitas Pengarahan

Mobilisasi tidak selamanya berhasil. Terdapat beberapa hal yang

mempengaruhi, diantaranya adalah budaya politik masyarakat pemilih, posisi

pemilih, ketepatan memilih bentuk mobilisasi, dan lain sebagainya. Pemilih hanya

memiliki satu suara. Dengan satu suara tersebut, pemilih mengalami satu atau lebih

bentuk mobilisasi yang ditujukan kepadanya. Artinya, untuk memperebutkan satu

suara yang dimiliki seorang pemilih, para Caleg berramai-ramai memperebutkan

dengan berbagai bentuk mobilisasi yang berbeda-beda. Satu suara yang dimiliki

pemilih, tentu membuat pemilih tidak mampu menuruti semua mobilisasi yang

mengarah kepadanya. Walaupun pemilih menerima bentuk-bentuk mobilisasi

tersebut. Pemilih memiliki standar pikir sendiri untuk menentukan mana diantara

bentuk-bentuk mobilisasi yang tertuju kepadanya yang akan pemilih jadikan sebagai

pilihan politik. Pemilih memiliki ke-arifan sendiri, yang mungkin berbeda dengan

pemilih yang lain.

Untuk melihat bentuk-bentuk mobilisasi apa yang lebih berhasil meraih suara

pemilih pada Pemilu 2009, hasil wawancara terhadap pemilih dapat menjelaskan

Page 231: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

secara sederhana. Pemilih dalam wawancara memberikan pernyataan terkait bentuk

mobilisasi yang akan mereka jadikan alasan pilihan politik. Meskipun begitu,

pembahasan ini bukan membahas tingkat efektivitas secara komprehensif. Hanya

sekedar menggambarkan apa yang ditemui di masyarakat secara singkat.

Bentuk-bentuk mobilisasi apa saja yang lebih dijadikan alasan seorang

pemilih ketika akan menjatuhkan pilihan politiknya. Pemilih lebih melihat hubungan

emosional yang sudah tercipta, sebagai alasan utama dalam memilih siapa yang akan

dipilih. Hubungan emosional yang paling kuat dalam memobilisasi pemilih adalah

hubungan persaudaraan atau kekeluargaan. Rata-rata pemilih yang diwawancarai,

bersedia memilih saudaranya jika terdapat saudara atau keluarga yang menjadi

Caleg. Pemilih memprioritaskan bentuk mobilisasi yang berdasar pada persaudaraan

atau kekeluargaan, diantara bentuk bentuk hubunngan emosional yang lain serta

bentuk-bentuk mobilisasi yang lain. Sebagaimana diungkapkan oleh Masrokan,

pemilih di Dapil 3 Kabupaten Demak, beberapa kali mengikuti Pemilu, menyatakan

sebagai berikut:

“Kalau ada saudara, pasti milih saudara. Kalau ada teman, ya milih teman.

Tetangga kalu baik, pilih tetangga. Kalau gak ada, sipa yang kasih uang deh,

hehe. Kemarin warga sini mendapat sembako dari Caleg. Maaf, saya tidak

bisa menyebutkan siapa nama Calegnya. Warga menerima dengan senang

hati. Rejeki masak ditolak. Memilih atau tidak memilih, ya sesukanya warga

masing-masing dong.”123

                                                       123 Masrokan, Pemilih di Dapil 3 Kabupaten Demak, 20 Oktober 2009 

Page 232: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Ika, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak, pertama kali mengikuti Pemilu

pada Pemilu 2009, menyatakan sebagai berikut:

“Kemarin ada PBB datang kemari mas. PBR juga kemari. Ya minta dipilih

namanya. Mereka datang kasih stiker gambar mereka. Ada yang kasih uang

juga. Ya saya terima. Stikernya ya gambar mereka. Kalau tahu kamu jadi

Caleg, pasti milih kamu mas. Mosok kakaknya jadi Caleg kok gak dipilih.

Salahmu sendiri jadi Caleg kok gak bilang-bilang ibu dan keluarga. Kapok

rak kowe (Sukurin).”124

Yusuf, pemilih di Dapil 2 Kabupaten Demak, sudah beberapa kali mengikuti

pemilu, menyatakan:

“Kebetulan ada saudara saya yang menjadi Caleg. Tentu saya memilih dia.

Emm, sempat ada Caleg yang mendatangi saya. Tapi saya kasih tau kalau

ada saudara saya yang menjadi Caleg. Saya rasa dia paham kata-kata saya,

kalau saya gak akan memilih dia.”125

Dibawah hubungan kekeluargaan atau persaudaraan, bentuk-bentuk

hubungan emosional seperti hubungan pertemanan, hubungan tetangga, hubungan

spiritual (hubungan emosional yang terbentuk pada forum-forum keagamaan),

hubungan kerja, menjadi bentuk mobilisasi yang juga mampu menguatkan alasan

pemilih untuk memilih seorang Caleg. Artinya, ketika pemilih tidak menjumpai

bentuk mobilisasi yang berdasar hubungan kekeluargaan atau persaudaraan, maka

pemilih akan lebih memperhatikan mobilisasi yang berdasar hubungan emosional

                                                       124 Ika, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak, 10 Oktober 2009 125 Yusuf, pemilih di Dapil 2 Kabupaten Demak, 21 Oktober 2009 

Page 233: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

yang lain. Semisal, seorang pemilih memiliki saudara yang menjadi Caleg. Maka

pemilih tersebut akan memprioritaskan saudaranya sebagai pilihan. Jika pemilih

tersebut tidak memiliki saudara yang menjadi Caleg, maka pemilih tersebut akan

memprioritaskan temannya yang menjadi Caleg, tetangganya yang menjadi Caleg,

Majikannya yang menjadi Caleg, Gurunya yang menjadi caleg atau Caleg yang

mereka restui, serta orang-orang yang sudah dia kenal jauh sebelum musim

mobilisasi. Sebagaimana diungkapkan oleh Arif Faishol, pemilih di Dapil 5

Kabupaten Demak, sudah beberapa kali ikut serta dalam Pemilihan Umum,

menyatakan sebagai berikut:

“Kali ini, ada beberapa Caleg yang membujuk saya, dengan uang dan lain-

lain. Saya tetap pada cara fikir yang biasa saya gunakan pada Pemilu-

pemilu sebelumnya. Tetap Caleg yang saya kenal dan saya rasakan

manfaatnya. Ngapain memilih orang yang belum jelas kemanfaatannya. Jadi

saya tetap memilih Caleg tetangga saya. Bagaimanapun juga, tetangga gak

akan melupakan tetangganya. Kalau saudara, saya lihat dulu peluang dia

jadi DPR. Kalau kecil, mending saya milih tetangga yang peluang jadinya

lebih besar. Toh untuk kebaikan bersama.”126

Bejo, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demal, sudah beberapa kali mengikuti

pemilu, menyatakan:

“Pak muhlisin, saya pilih Pak Muhlisin. Dia kepala sekolah di tempat saya

bekerja. Dia bisa kerja atau tidak (kinerja di DPR), yo embuh (tidak peduli).

                                                       126 Arif Faishol, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak, 10 Oktober 2009 

Page 234: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Saya sudah kerja ikut dia. Dia yang menggaji saya selama ini. Tapi aku tetep

menerima uang dari Caleg lain”127

Ali, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demal, sudah beberapa kali mengikuti

pemilu, menyatakan:

“Saya mengikuti Mbah Munif aja (Mbah munif adalah tokoh PKB). Sebagai

murid, saya takzim ke beliau. Mungkin itu salah satu yang bisa saya berikan

sebagai murid kepada guru. Beberapa Caleg dari PDIP dan partai lain

sempat membujuk saya. Ya saya terima baik-baik. Siapapun Caleg yang

mendapat restu Mbah Munif akan saya pilih. Kebetulan tidak ada saudara

saya yang jadi Caleg. Semisal ada, mungkin saya akan memilih saudara.

Karena agak ada, ikut mbah munif aja. Kalau ada yang kasih duit ya saya

terima. Diterima aja, gak dipilih.”128

Icuk Aditama, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demal, sudah beberapa kali

mengikuti pemilu, menyatakan:

“Saudaraku gak ada yang jadi Caleg. Pasti milih kamu bal bal. Lha ada

temen jadi Caleg kok gak dipilih. Daripada milih Caleg yang gak jelas,

mendingan milih kamu bal. Masak kalau kamu jadi DPR akan lupa ma

teman? Kalau lupa, ketemu dijalan kutarik jenggotmu. Saya dikasih uang 20

ribu untuk milih tetanggaku, tidak kupilih. Mending milih jenggotmu bal”129

Sedangkan mobilisasi yang berdasar pada bantuan-bantuan, menjadi prioritas

terakhir. Artinya, ketika seorang pemilih tidak menjumpai Caleg yang berasal dari                                                        127 Bejo, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak, 14 Oktober 2009 128 Ali, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demak, 19 Oktober 2009 129 Icuk Aditama, pemilih di Dapil 5 Kabupaten Demal, 16 Oktober 2009 

Page 235: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

keluarga atau saudaranya, kemudian juga tidak menjumpai Caleg yang berasal dari

tetangganya, temannya, gurunya, majikannya, maka pemilih akan melihat seberapa

besar atau seberapa dibutuhkannya bantuan-bantuan yang diberikan oleh Caleg

sebagai alasan pilihan. Pada tahap ini, pertarungan bantuan dari Caleg sangat

menentukan apakah seorang Caleg akan dipilih atau tidak. Dari sisi pemilih, bisa jadi

sikap rasional tidak terjadi pada pemilih. Sebagaimana diungkapkan oleh Yulidatul

khoiriyah, pemilih di Dapil 4 Kabupaten Demak, beberapa kali mengikuti Pemilu,

menyatakan sebagai berikut:

“Partai gak penting sekarang. Yang penting siapa yang mendekati dan

memberi hasil, ya itu yang saya pilih. Buktinya memang Caleg yang datang,

dan kasih uang. Bukan partai. Uang itu uang dari Caleg bukan dari partai.

Saya tahu itu. Saya gak peduli dari partai apa. Kalau Calegnya saudara

sendiri, ya liat-liat dulu, dia saudara yang baik atau tidak. Kalau gak baik,

kenapa dipilih. Sama-sama memilih orang gak jelas, siapa yang kasih uang

aja.”130

Tingkatan-tingkatan bentuk mobilisasi sebagaimana di atas, hanya

merupakan gambaran kualitas “tekanan” mobilisasi. Namun, pada konteks Pemilu

2009, tingkatan-tingkatan tersebut tidak begitu saja dapat difokuskan pada bentuk

tertentu, khususnya bentuk mobilisasi yang berdasar pada hubungan emosional.

Hubungan emosional memang menjadi prioritas pemilih dalam menentukan pilihan.

Namun jumlah pemilih yang memiliki hubungan emosional dengan Caleg jauh lebih

                                                       130 Yulidatul khoiriyah, pemilih di Dapil 4 Kabupaten Demak, 17 Oktober 2009 

Page 236: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

sedikit daripada jumlah pemilih yang tidak memiliki hubungan emosional dengan

Caleg, baik hubungan kekeluaragaan persaudaraan, pertemanan, tetangga, hubungan

kerja, dan lain sebagainya. Kondisi ini menyebabkan bentuk mobilisasi berupa

bantuan-bantuan menjadi bentuk mobilisasi yang lebih banyak dijumpai di

masyarakat pemilih. Sehingga, Caleg menyadari sepenuhnya bahwa bentuk

mobilisasi melalui bantuan-bantuan menjadi penting untuk dilakukan.

Asumsi sederhananya, seorang Caleg memiliki keluarga besar tidak lebih dari

100 pemilih. Seorang Caleg memiliki teman tidak lebih dari 2000 pemilih. Seorang

Caleg memiliki tetangga tidak lebih dari 200 pemilih. Seorang Caleg memiliki

karyawan tidak lebih dari 500 pemilih. Seorang Caleg memiliki muri tidak lebih dari

1000 pemilih. Jika semua hubungan emosional tersebut dimiliki oleh seorang Caleg,

dan mereka dapat dipastikan memilih Caleg tersebut, maka Caleg tersebut baru

memperoleh 3800 pemilih. Sedangkan Bilangan pembagi pemilih (BPP), berkisar

diantara 10.000 pemilih. Belum mencapai 50% BPP. Dengan sisa kekurangan

pemilih yang harus terpenuhi, maka seorang Caleg tidak mungkin mengabaikan

mobilisasi dalam bentuk bantuan-bantuan. Mobilisisasi bentuk bantuan-bantuan

dianggap dapat memenuhi kekurangan suara tersebut. Jadi, bantuan-bantuan dari

Caleg tetap menghiasi dan mendominasi mobilisasi-mobilisasi yang dilakukan.

Keberhasilan-keberhasilan mobilisasi pemilih dengan tingkatan bentuk-

bentuk mobilisasi sebagaimana diatas, dapat dijelaskan dengan berbagai faktor.

Pertama, sistem sosial masyarakat yang dapat memunculkan hukuman sosial. Di

masyarakat yang menjadi obyek penelitian, sistem sosial yang terbentuk masih

tradisional. Ikatan-ikatan antar individu masih erat dan saling mempengaruhi pada

Page 237: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

kehidupan sehari-hari mereka. Artinya, individu tidak mudah untuk menyimpang

dari norma-norma sosial yang ada. Jika penyimpangan itu terjadi, maka terdapat

hukuman sosial bagi dirinya. Norma-norma tersebut diantaranya adalah lebih

mementingkan saudara, lebih mementingkan tetangga, lebih mementingkan teman,

lebih mementingkan majikan, dan lain sebagainya. Sedangkan hukuman-hukuman

sosial yang bisa muncul adalah pengkucilan dari lingkungan keluarga atau saudara,

pengkucilan dari masyarakat terdekat (semisal kampung), pemutusan hubungan

kerja, dan lain sebagainya.

Kedua, tingkat pengenalan pemilih terhadap Caleg. Interaksi-interaksi sosial

yang sudah terjadi sebelum musim mobilisasi, menciptakan hubungan emosional

yang berdasar pada pengenalan pemilih terhadap seorang Caleg. Semakin akrab

tingkat pengenalannya, maka dapat memunculkan “tekanan” mobilisasi yang

semakin kuat. Pengenalan disini tidak dapat tercipta secara tiba-tiba, hanya untuk

tujuan mobilisasi. Cara fikir yang muncul pada pemilih adalah lebih baik memilih

orang yang sudah dikenal daripada memilih orang yang belum dikenal. Motivasi

menyenangkan orang yang sudah dikenal, selupa-lupanya orang yang sudah kenal

baik tidak akan benar-benar melupakan, kepada siapa meminta tolong bila tidak

kepada orang yang dikenal, dan lain sebagainya, menjadi alasan-alasan kenapa

tingkat pengenalan pemilih terhadap Caleg menjadi bentuk mobilisasi yang memberi

hasil.

Ketiga, sikap apatis masyarakat terhadap politik. Masyarakat pemilih kurang

memiliki kepedulian terhadap kegiatan-kegiatan politik. Bentuk-bentuk sikap apatis

yang muncul di masyarakat adalah perasaan ketidak bermanfaatan lembaga dewan

Page 238: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

bagi masyarakat, Pemilu tak lebih dari sebuah perjuangan mencari pekerjaan bagi

Caleg, Siapapun yang menjadi anggota DPR tidak akan memberi perbaikan

kehidupan masyarakat, dan lain sebagainya. Di dasari cara fikir tersebut, maka

pemilih akan menjatuhkan pilihannya berdasar logika-logika yang sederhana dan

terkesan jangka pendek. Penjatuhan pilihan berdasar hubungan emosional dan

bantuan-bantuan, tidak terlepas dari hal ini. Artinya, sikap apatis pemilih dapat

menyebabkan pemilih secara mudah dan cepat, tanpa memikirkan faktor-faktor yang

bersifat rasional, memilih Caleg yang berasal dari keluarganya, memilih temannya

yang menjadi Caleg, memilih majikannya yang menjadi Caleg, memilih tetangganya

yang menjadi Caleg, memilih Caleg yang memberi uang, memilih Caleg yang

memberi bantuan, dan memilih Caleg berdasarkan instruksi Gurunya.

Tabel Kesimpulan 5.4 Bentuk-Bentuk Mobilisasi Yang Muncul

Ikatan Emosional Bantuan-Bantuan Hubungan kekeluargaan, hubungan tetangga, hubungan pertemanan, hubungan kerja, dan hubungan guru-murid/spiritual.

Bantuan kepada lembaga publik, bantuan sarana publik, bantuan komunitas masyarakat, dan bantuan kebutuhan pribadi pemilih.

Page 239: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

BAB VI

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Perubahan sistem pemilu terjadi ketika tahapan Pemilu 2009 sudah berjalan.

Partai telah menyelesaikan tahap pengajuan daftar Calon anggota legislatifnya ke

KPU. Situasi ini membuat strategi beberapa Partai menjadi terganggu. Perubahan

cara penentuan caleg yang berhak menempati kursi yang diperoleh Partainya,

berakibat pada strategi perolehan suara. Perlombaan perolehan suara antar Caleg

menjadi sangat menonjol, baik Caleg sesama partai maupun Caleg dari partai lain.

Sehingga kemampuan Caleg secara pribadi sangat diperlukan untuk memenangi

perebutan suara. Perebutan suara berubah dari antar partai menjadi antar Caleg.

Beberapa partai, seperti PDIP dan PKB, sudah menentukan strategi sebagaimana

pada Pemilu-pemilu sebelumnya. Sedangkan Partai baru seperti Gerindra, masih

berpikir pada sistem yang sudah digunakan pada Pemilu-pemilu sebelumnya.

Sehingga, partai-partai tersebut menentukan Caleg lebih menggunakan Spoil System.

Partai-partai tersebut menempatkan para pengurus partai dan orang-orang sekitarnya

pada daftar Caleg. Nomor urut menjadi dasar sebagaimana pada Pemilu-pemilu

sebelumnya. Artinya, partai-partai tersebut menganggap bahwa identifikasi

kepartaian masih menentukan dan mencoba diperkuat. Pada sisi ini, Caleg sebagai

aktor tidak terlalu dilihat.

Ketika sistem suara terbanyak diterapkan setelah daftar Caleg sudah masuk

ke KPU, partai-partai tersebut merasa kecewa. Partai-partai tersebut telah

menentukan Caleg bukan berdasar pada pertarungan suara antar Caleg. Sementara

Page 240: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

sistem yang baru memaksa Caleg bertarung secara pribadi. Partai-partai tersebut

menetapkan Caleg berdasar posisi dan kedekatan pada partai. Kemampuan Caleg

untuk mengarahkan pemilih tidak dilihat. Di sini lah letak “kalah langkah” mereka.

Tidak sedikit protes yang mereka kemukakan sebagai wujud kekecewaan terhadap

perubahan sistem pemilu yang terjadi di saat tahapan pemilu telah berjalan.

Kondisi menguntungkan dialami oleh partai-partai yang sudah menerapkan

strategi suara terbanyak secara internal partai, seperti Partai Demokrat. Sebelum

tahapan pengajuan daftar Caleg, partai telah menetapkan sistem suara terbanyak.

Sehingga nomor urut tidak menjadi persoalan. Meskipun saat itu, awal tahapan

pemilu, belum ditetapkan sistem pemilu yang baru. partai memiliki celah hokum

untuk melaksanakan kebijakan internalnya, dengan meminta mundur Caleg yang

memperoleh kursi berdasar nomor urut, dan digantikan oleh Caleg yang suaranya

lebih banyak. Partai menindak lanjuti kebijakan internalnya ini berdasar Merit

System, meskipun masih juga menggunakan Spoil System. Partai menempatkan

Caleg-caleg yang memiliki kemampuan mengarahkan pemilih, semisal aktris, tokoh

masyarakat, dan lain sebagainya. Posisi mereka dalam partai tidak menjadi

pertimbangan dalam menentukan daftar Caleg. Ketika sistem pemilu suara terbanyak

diterapkan, partai ini secara strategi tidak memiliki kendala. Bahkan merasa

diuntungkan karena strategi-strategi pengarahan pemilih partai-partai lain belum

tentu sejalan dengan sistem pemilu yang baru.

Pada tataran sebelum Pemilu, beberapa partai mengalami permasalahan

internal. Semisal PDIP dan PKB Kabupaten Demak, yang mengalami perseteruan

antar pengurus partai. Akibat yang muncul dari perseteruan tersebut, adalah ketidak

Page 241: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

siapan partai-partai tersebut secara lembaga untuk menghadapi Pemilu 2009. PKB

Kabupaten Demak mengalami perseteruan internal akibat perseteruan PKB di tingkat

pusat. Salah satu imbas dari perseteruan, PKB Kabupaten Demak tidak berhasil

membentuk lembaga pemenangan pemilu. Bahkan, PKB Kabupaten Demak hampir

tidak dapat menjadi peserta Pemilu 2009. Perseteruan yang terjadi di PDIP

Kabupaten Demak sempat memunculkan dua daftar Caleg yang diajukan ke KPU.

Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa partai masih membutuhkan konsolidasi

internal yang kuat sebagai sebuah organisasi, dalam rangka menghadapi tujuan

organisasi.

Partai-partai lain mengalami kendala juga, meskipun tidak sebagaimana PDIP

dan PKB Kabupaten Demak. Partai-partai mengalami ketidaktersediaan elemen-

elemen pendukung atau biasa disebut mesin partai. Semisal Partai Demokrat dan

Gerindra belum memiliki struktur pengurus secara lengkap hingga tingkat bawah. Di

tingkat Desa, kedua partai belum memiliki kepengurusan secara lengkap. Padahal

kepengurusan terbawah adalah pihak yang paling dekat dengan pemilih. Organisasi-

organisasi sayap di tingkat Kabupaten belum bisa digerakkan, hanya sebatas

memiliki kepengurusan. Jadi, partai-partai tersebut secara lembaga juga belum

memiliki kesiapan penuh dalam melakukan pengarahan pemilih.

Kelanjutan dari ketidaksiapan partai-partai adalah munculnya sikap tidak

percaya diri mereka mengarahkan pemilih pada Pemilu 2009. Sikap tersebut

tercermin dari kebijakan partai-partai terkait kampanye. Terdapat 3 sikap yang

dimunculkan oleh partai-partai tersebut. Pertama, Partai mengambil sikap menempuh

jalur mobilisasi pemilih melalui identifikasi kepartaian. Partai sebagai sebuah

Page 242: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

lembaga mengambil peran dalam usaha-usaha mempengaruhi pemilih. Peran-peran

tersebut terwujud dalam beberapa bentuk, diantaranya iklan-iklan partai, maneuver-

manuver politik atas nama partai, ketersediaan atribut-atribut Partai, dan lain

sebagainya. Sikap ini semisal diambil oleh PDIP, Partai Gerindra. Kedua, Partai

mengambil sikap menempuh jalur kompetisi antar Calon anggota legislative untuk

melakukan pengarahan pemilih. Sebagai sebuah lembaga, Partai melepas perannya,

dan mempercayakan mobilisasi pemilih pada masing-masing calon. Partai tidak

mencampuri aktivitas kampanye para Calon. Sikap ini semisal diambil oleh DPC

PKB Kabupaten Demak dengan tidak menginstruksikan mesin partainya untuk

terlibat pada kampanye para Calon anggota Legislatif. PKB secara penuh lepas

tangan terhadap kampanye-kampanye Calonnya. Ketiga, Partai mengambil sikap

menempuh kedua jalur, yakni jalur identifikasi kepartaian dan kompetisi antar Calon

anggota legislative, untuk mengarahkan suara pemilih. Pemanfaatan kedua jalur ini

dinilai sikap yang tepat, karena memberikan pilihan kepada pemilih terkait alasan

kenapa memilih. Apakah akan memilih karena Partai, ataukah memilih karena Calon

anggota legislatifnya. Sikap ini diambil oleh Partai Demokrat yang tercermin dengan

iklan-iklan partai, kebijakan mekanisme suara terbanyak, pernyataan-pernyataan

politik partai, penyelenggaraan sepeda santai oleh DPC Partai Demokrat,

ketersediaan atribut partai, pemberian kebebasan bagi calon-calon untuk melakukan

pengarahan pemilih, dan lain sebagainya.

Sistem pemilu proporsional terbuka, serta keadaan lembaga partai yang

demikian, memaksa Calon anggota legislative secara pribadi melakukan pengarahan

pemilih bagi dirinya. Caleg berjuang dengan segala kemampuannya memperoleh

Page 243: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

suara bagi dirinya. Caleg memanfaatkan berbagai cara untuk mempengaruhi pemilih.

Bentuk-bentuk pengarahan terbagi dalam 2 kategori, yakni bantuan-bantuan, dan

penciptaan hubungan emosional. Pertama, bentuk mobilisasi berupa bantuan-bantuan

meliputi bantuan pembangunan, bantuan perlengkapan public, pemberian uang

kepada pemilih, pemberian barang-barang kebutuhan, dan lain sebagainya. Kedua,

bentuk mobilisasi berupa penciptaan hubungan emosional. Bentuk ini membutuhkan

waktu panjang sebelum proses pemilu. Artinya, hubungan emosional ini tidak dapat

dibentuk secara singkat saat musim Pemilu. Namun melalui interaksi-interaksi sosial

dalam berbagai bentuk dan dalam tempo tertentu. Bentuk mobilisasi ini adalah

penggunaan jalur persaudaraan, penggunaan jalur religius (hubungan yang terbentuk

dalam kegiatan keagamaan), hubungan tetangga, hubungan pekerjaan, dan lain

sebagainya. Munculnya berbagai bentuk mobilisasi yang dilakukan oleh Caleg,

disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, kerasnya persaingan antar Caleg memaksa

Caleg untuk melakukan berbagai macam bentuk mobilisasi. Caleg dihadapkan pada

perebutan suara pemilih yang kemungkinan sama. Kedua, keterbukaan pemilih untuk

menjadi sasaran mobilisasi. Pemilih kebanyakan belum memiliki pilihan. Sehingga

masih sangat mungkin untuk diarahkan. Di samping itu, pemilih juga

mempersepsikan ajang mobilisasi sebagai kesempatan untuk memperoleh materi. Hal

ini bukan hanya berlaku bagi diri pribadi pemilih. Namun juga dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan sosial, semisal masjid. Ketiga, posisi pemilih yang memang

sudah berada pada berbagai “tekanan” mobilisasi. Dengan banyaknya jumlah Caleg,

seorang pemilih dapat mengalami dilema.

Page 244: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Dari berbagai hubungan emosional, hubungan kekeluargaan atau

persaudaraan menjadi faktor paling kuat dalam mobilisasi pemilih. Sedangkan

bentuk bantuan-bantuan menjadi faktor penting mobilisasi setelah hubungan

emosional. Seorang pemilih dapat mengalami bentuk mobilisasi yang bermacam-

macam pada dirinya. Semisal saudaranya ada yang menjadi Caleg, tetangganya

menjadi Caleg, temannya menjadi Caleg, menerima bantuan, dan lain sebagainya

dalam satu waktu. Pertimbangan terkuat terletak pada bentuk hubungan emosional.

Namun, ikatan emosional yang demikian antara Caleg dan pemilih tidak cukup untuk

memenuhi perolehan suara satu BPP. Sehingga, bentuk mibilisasi berupa bantuan-

bantuan menjadi sangat penting untuk mengarahkan pemilih yang belum memliki

hubungan emosional dengan Caleg. Keberhasilan-keberhasilan mobilisasi pemilih

dengan tingkatan bentuk-bentuk mobilisasi sebagaimana diatas, dapat dijelaskan

dengan berbagai faktor. Pertama, sistem sosial masyarakat yang dapat memunculkan

hukuman sosial. Di masyarakat yang menjadi obyek penelitian, sistem sosial yang

terbentuk masih tradisional. Ikatan-ikatan antar individu masih erat dan saling

mempengaruhi pada kehidupan sehari-hari mereka. Kedua, tingkat pengenalan

pemilih terhadap Caleg. Interaksi-interaksi sosial yang sudah terjadi sebelum musim

mobilisasi, menciptakan hubungan emosional yang berdasar pada pengenalan

pemilih terhadap seorang Caleg. Semakin akrab tingkat pengenalannya, maka dapat

memunculkan “tekanan” mobilisasi yang semakin kuat. Pengenalan disini tidak

dapat tercipta secara tiba-tiba, hanya untuk tujuan mobilisasi. Ketiga, sikap apatis

masyarakat terhadap politik. Masyarakat pemilih kurang memiliki kepedulian

terhadap kegiatan-kegiatan politik. Bentuk-bentuk sikap apatis yang muncul di

Page 245: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

masyarakat adalah perasaan ketidak bermanfaatan lembaga dewan bagi masyarakat,

Pemilu tak lebih dari sebuah perjuangan mencari pekerjaan bagi Caleg, Siapapun

yang menjadi anggota DPR tidak akan memberi perbaikan kehidupan masyarakat,

dan lain sebagainya.

Pada tataran ini, Caleg menjadi aktor tunggal dan aktor dominan dalam

mobilisasi pemilih. Meskipun, sebagaimana diketahui, peserta Pemilu adalah Partai

Politik, bukan Caleg. Hubungan antara Caleg dengan Partainya seakan berhenti pada

pengajuan daftar Caleg ke KPU. Setelah itu, antara Caleg dan Partainya tidak terjadi

hubungan kerjasama dalam mobilisasi pemilih. Partai menjadi tidak menjalankan

fungsinya sebagai lembaga politik. Meskipun begitu, Caleg dapat memanfaatkan

elemen-elemen partai secara mandiri. Semisal bekerjasama dengan individu-individu

partai. Namun posisi mereka bukan sebagai lembaga partai. Dari sikap partai dan

pemanfaatan mesin partai oleh Caleg, dapat dilihat berbagai ketidak sesuaian. Partai

yang bersikap tidak terlibat dalam mobilisasi, ternyata tidak mampu menghadang

individu-individu partainya untuk terlibat dalam mobilisasi yang dilakukan oleh

Caleg. Partai yang yang bersikap terlibat, ternyata juga tidak mampu menggerakkan

mesin partainya. Dengan kata lain, Pemilu 2009 tidak berbeda dengan Pemilihan

Kepala Desa atau Daerah dalam hal mobilisasi pemilih.

Page 246: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

5.2. Saran-Saran

Setelah peneliti melakukan kajian pengarahan pemilih pada Pemilu 2009,

ditemukan berbagai fenomena positif dan negative di sekitar Pemilu sebagaimana

dijelaskan di atas. Terdapat beberapa saran yang muncul menyikapi hal-hal tersebut.

Pertama, partai harus mampu menyadari peran dan posisinya dalam Pemilu.

Sehingga partai akan mengambil sikap yang tepat sesuai fungsinya. Sebagai peserta

pemilu, partai harus mengambil sikap sebagai aktor.

Kedua, partai sebagai sebuah lembaga politik harus membenahi internalnya

agar dapat melaksanakan fungsi-fungsinya. Diantara hal-hal yang harus dibenahi

adalah sebagai berikut:

• Membentuk struktur partai dan organisasi sayap hingga tingkat terbawah,

desa atau kelurahan. Hubungan nyata antara konstituen dan partai sebenarnya

lebih dapat dibentuk di tingkat ini.

• Mempererat hubungan antar elemen maupun individu-individu partai.

Persaingan kepentingan dalam sebuah partai dapat memicu

ketidakberfungsian mesin partai.

Ketiga, partai harus mampu mempersiapkan individu-individunya agar laku

dijual ke pemilih. Dengan sistem proporsional terbuka, kemampuan individu caleg

sangat menentukan.

Keempat, partai dan caleg harus mampu menunjukkan prilaku positif sebagai

pendidikan politik bagi pemilih. Meskipun kondisi masyarakat sangat mendorong

untuk caleg melakukan prilaku negative dalam pengarahan pemilih.

Page 247: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Kelima, melihat kenyataan yang terjadi pada Pemilu 2009, bagi partai

sebaiknya mengusulkan untuk kembali pada sistem pemilu sebelumnya. Dengan

sistem proporsional terbuka, eksistensi partai sebagai sebuah lembaga lambat laun

akan terancam jika partai stagnan dan tidak melakukan perbaikan diri. Dari sisi

pemilih, sistem proporsional terbuka memberi jalan bagi kemunduran sikap rasional

dalam berpolitik. Kondisi masyarakat belum siap untuk menghadapi sistem

proporsional terbuka.

Demikian tesis ini dikemukakan.

Page 248: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

DAFTAR PUSTAKA

Baines, Paul. Fritz Plasser & Christian Scheucher, 1999. Operationalising Political

Marketing: A Comparison of US and Western European Consultants and Managers. Middlesex University Discussion Paper Series, No. 7, July 1999.

Budiarjo, Miriam, 1989. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia. Butler,P & N. Collin, 2001. Payment on Delivery: Recognising Constituency Service

as Political Marketing. European Journal of Marketing. (35), 9-10. Chapter 3 Mobilization and Party Recruitment,

http://www.olemiss.edu/courses/pol324/guo02ch3.pdf Firmansyah, Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta, Yayasan

Obor Indonesia, 2007. Hadi, Sutrisno. 1986, Metodologi Penelitian Heryawan, Ahmad. Selasa, 02 Juni 2009, Latar Belakang Berdirinya Partai Politik,

http://www.ahmadheryawan.com/kolom/94-kolom/4206-latar-belakang-berdirinya-partai-politik.html

Heryaman, Oman, Political Marketing Dan Kualitas Demokrasi,

http://www.scribd.com/doc/5988402/Political-Marketing-dan-Kualitas-Demokrasi.

Heryaman, Oman. 2007. Memenangkan Pemilu dengan Political Marketing,

makalah Orientasi Pemenangan Pemilu DPD PKS Kabupaten Bandung, 2007 dalam http://digilib.unpas.ac.id

Hukum Liddle, Kolom Artikel Umum,, TEMPO, 27 Agustus 2000 Irsan, Keputusan MK Soal Suara Terbanyak Didukung Caleg Sumut,

http://www.antarasumut.com/berita-sumut/pemilu-2009-berita-sumut/keputusan-mk-soal-suara-terbanyak-didukung-caleg-sumut/

Karp, Jeffrey A. dan Susan A. Banducci, 2007, Party Mobilization And Political

Participation In New And Old Democracies, SAGE Publications Karp, Jeffrey A. Susan A. Banducci dan Shaun Bowle, 2007, Getting Out the Vote:

Party Mobilization in a Comparative Perspective, Cambridge University Press.

Lees-Marshment, J, 2001. Political Marketing and British Political Parties: The

Party’s Just Begun, Manchester University Press.

Page 249: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Heryawan, Ahmad, Selasa, 02 Juni 2009, Latar Belakang Berdirinya Partai Politik,

http://www.ahmadheryawan.com/kolom/94-kolom/4206-latar-belakang-berdirinya-partai-politik.html\

Menggugat Efektifitas Fungsi Partai Politik,

http://bakpiajogja.blogspot.com/2008/07/menggugat-efektifitas-fungsi-partai.html

Muhammad, Djibril. Putusan MK Suara Terbanyak Amburadul,

http://www.inilah.com/berita/politik/2008/12/24/71166/putusan-mk-suara-terbanyak-amburadul/

Nedelmann, Birgitta. 1987, Individuals and Parties - Changes in Processes of

Political Mobilization, European Sociological Review, Oxford University Press.

Nonprobability Sampling Strategies:Purposive Sampling, http://www.wadsworth.com/psychology_d/templates/student_resources/workshops/res_methd/sampling/sampling_29.html

Nursal, Adman. 2004. Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu Sebuah

Pendekatan Baru Kampanye Pemilihan DPR, DPD, Presiden. Jakarta: Gramedia Pusataka Utama.

Partai Politik Di Indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_politik_di_Indonesia Plasser, Fritzs dan Gunda Plasser, 2002. Global Political Campaigning: A

Worldwide Analysis of Campaign Professionals and Their Practices. Greenwood Pub Group.

Political Marketing, http://political-marketing.net/ Purposive Sampling, http://www.answers.com/topic/purposive-sampling Purposive sampling,

http://changingminds.org/explanations/research/sampling/purposive_sampling.htm

Putusan MK ‘ Suara Terbanyak ‘ Kurangi Konflik Internal Partai, sumber:

beritasore.com, inilah.com, pikiran-rakyat.com, http://andika-pemilu.blogspot.com/2008/12/putusan-mk-suara-terbanyak-kurangi.html

Sampling, http://www.uiah.fi/projects/metodi/152.htm

Page 250: PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH

Setianto, Benny D. Dogma Dangkal Politik Mobilisasi. http://suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=

Simanjuntak, Laurencius, PDIP Pasrah Putusan MK Soal Caleg Suara Terbanyak, http://www.detiknews.com/read/2008/12/24/075051/1058711/10/pdip-pasrah-putusan-mk-soal-caleg-suara-terbanyak

Simon, János. 2003. The Change of Function of Political Parties at the Turn of

Millennium, http://www.slideshare.net/alafito/the-change-of-function-of-political-parties-at-the-turn-of-millennium-2003

Sinambela, Yuni Herlina. 2008. MK Kabulkan Uji Materi Caleg Sistem Suara

Terbanyak, http://pemilu.okezone.com/read/2008/12/23/267/176428/mk-kabulkan-uji-materi-caleg-sistem-suara-terbanyak

The Functions of Political Parties,

http://www.cliffsnotes.com/WileyCDA/CliffsReviewTopic/The-Functions-of-Political-Parties.topicArticleId-65383,articleId-65501.html

Ummah, Rahmatul. Memperkuat Sistem Pemilu 2009,

http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2008111222412611 Undang Undang Nomor 10 Tahun 2008 Wibowo, Arinto Tri. Putusan Mahkamah Konstitusi timbulkan produk hukum baru,

http://politik.vivanews.com/news/read/18096-putusan_mk_picu_masalah_baru

Yes! Caleg terpilih oleh suara terbanyak

http://www.kompas.com/read/XML/2008/12/24/04240134/yes.caleg.terpilih.oleh.suara.terbanyak.