Upload
phungtu
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERAN INDONESIA
DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ROHINGYA
TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM ISLAM
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
Yela Yulianda Sari
NIM: 11140450000074
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/ 2018 M
i
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, April 2018
Yela Yulianda Sari
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa
Nama : Yela Yulianda Sari
NIM : 11140450000074
Program Studi : Hukum Tata Negara (Siyasah)
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul
PERAN DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ROHINGYA TINJAUAN
HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM ISLAM
Dengan telah memenuhi persyaratan untuk diuji
Ciputat, April 2018
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi, Pembimbing,
Dr. Maskufa, MA Atep Abdurofiq, M.Si
NIP. 196807031994032002 NIP.197703172005011010
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “Peran Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Rohingya
Tinjauan Hukum Internasional dan Hukum Islam” telah diajukan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Tata Negara
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 05 April 2018. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
Program Strata Satu (S-1) pada Progran Studi Hukum Tata Negara.
Ciputat, 09 April 2018
Mengesahkan,
Dekan
iv
ABSTRAK
Yela Yulianda Sari, NIM 11140450000074, Peran Indonesia Dalam
Penyelesaian Konflik Rohingya Tinjauan Hukum Internasional Dan Hukum Islam,
Strata Satu (S-1), Program Studi Hukum Tata Negara Islam, Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/2018 M, 62
Halaman.
Skripsi ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi yang jelas mengenai
kebijakan politik luar negeri yang Indonesia dalam penyelesaian konflik Rohingya
dan dikomparasikan dengan prinsip – prinsip Hukum Internasional dan Hukum Islam
terkait cara menyelesaikan konflik Rohingya.
Indonesia menjadi salah satu tujuan orang Rohingya karena Indonesia
merupakan negara mayoritas muslim yang diharapkan dapat menjadi tempat
berlindung yang aman untuk Rohingya. Persebaran kedatangan Rohingya di
Indonesia memang semuanya tidak langsung dari Myanmar menuju Indonesia.
Permasalahan pengungsi di Indonesia dijelaskan secara singkat dalam Undang –
Undang No. 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri. Pada pasal 27 ayat 1
menyebutkan bahwa ;”Presiden menetapkan kebijakan masalah pengungsi dari luar
negeri dengan memperhatikan pertimbangan Menteri”
Temuan penelitian skripsi ini menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan oleh
Indonesia dalam membantu penyelesaian konflik Rohingya di Myanmar seperti
menampung para pencari suaka dan memberikan bantuan-bantuan belum sepenuhnya
memenuhi hak dari para pengungsi. Hanya beberapa hak dari ketentuan hukum
internasional dan Hukum Islam yang dapat diberikan oleh Indonesia seperti hak
beragama dan hak kebutuhan dasar seperti, pangan, sandang dan kebutuhan tempat
tinggal berupa penampungan. Sedangkan hak lain berupa hak memiliki pekerjaan dan
hak memiliki tempat tinggal tidak bisa diterapkan di Indonesia mengingat rakyat
Indonesia juga belum sepenuhnya terpenuhi akan hal itu.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian
kualitatif berupa kajian pustaka (library research) yaitu kajian yang memakai bahan
pustaka atau menggunakan kepustakaan menjadi sumber data. Di dalam penelitian ini
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perbandingan dengan
membandingkan dengan Hukum Internasional dan Hukum Islam.
Kata Kunci : Peran Indonesia, Rohingya, Hukum
Internasional, Hukum Islam
Pembimbing : Atep Abdurofiq, M.Si
Daftar Pustaka : 1991 - 2017
v
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur penulis sampaikan kepada kehadirat Allah SWT,
Tuhan Semesta Alam yang telah menciptakan manusia beserta hukum-hukumnya,
dengan nikmat dan hidayah serta pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan
penelitian dalam bentuk skripsi ini. Shalawat beserta salam penulis sanjungkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabat –
sahabatnya serta pengikut – pengikutnya.
Skripsi ini berjudul “Peran Indonesia Dalam Penyelesaian Konflik
Rohingya Tinjauan Hukum Internasional dan Hukum Islam.” sebagai syarat
untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum (S.H) pada jurusan Hukum Tata Negara.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis untuk menyampaikan rasa
Terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A, Dekan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Dr. Maskufah, M.A dan Sri Hidayati, M.Ag, Ketua dan Sekretaris Program Studi
Hukum Tata Negara Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Penasehat akademik dan seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
5. Dosen Pembimbing Skripsi, Bapak Atep Abdurofiq, M.Si yang selalu memberi
pengarahan, pembelajaran dan memberikan semnagat dalam menyelesaikan
skripsi ini.
6. Terkhusus kepada kedua orang tua yang saya cintai dan sayangi, Ayahanda Yoni
Warnis, dan Ibunda Ismalizar yang tak pernah lelah memberikan semangat dan
nasihat dengan seluruh pengorbanannya. Tanpa adanya mereka, semua yang
penulis lakukan tidak akan terwujud. Dan berkat do’a dan ridho dari mereka,
pejuangan di kampus mampu penulis selesaikan.
7. Kedua adik saya, Anisa Yonisma Putri dan Nurul Febrianti yang selalu
memberikan semangat agar kakaknya bisa menyelesaikan pendidikan dengan
baik.
8. Kakak, teman dan sahabat terbaik, Armen Yogi dan Naelah Istiqomah yang
paling sering menanyakan kabar dan menjadi pengingat dalam penyelesaian
skripsi ini. Terima kasih atas semangat dan dorongan yang diberikan kepada
saya.
9. Teman kost’an Princes Titik, Afni, Aisyah, yang paling betah mendengar semua
keluh kasah saya selama mengerjaan skripsi ini.
10. Sahabat angkatan 2014 Hukum Tata Negara, Riri, Jasmine, Triyono, Ridho,
Angga, dan teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
11. Keluarga Besar IMM Ciputat, dan teman terbaik Jaenal Abidin terima kasih atas
kebersamaan dan pengalaman kita selama ini. semoga tetap menjadi organisasi
terbaik.
vii
12. Keluarga KKN Kopi Teras, teman baru rasa keluarga yang susah untuk
diceritakan bagaimana keseruannya.
13. Keluarga BidikMisi 2014. Terima kasih telah menjadi saudara seperjuangan
dalam mengarungi dunia pendidikan. Semoga semua yang telah kita terima
mendapatkan Barokah. Amiin.
14. Segenap pihak yang memberikan kontribusi positif dalam bentuk apapun baik
langsung maupun tidak langsung, baik moril dan materil kepada penulis, yang
karena keterbatasan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Atas segala jasa dan bantuan dari semua pihak, penulis ucapkan banyak terima
kasih, semoga segala bentuk kontribusi mereka menjadi amal kebaikan di sisi Allah
SWT. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi
segala pihak. Amin Ya Rabb al ‘Alamin.
Ciputat, April 2018
Yela Yulianda Sari
viii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI................................................ ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .............................................. iii
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Identifikasi Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ................. 5
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian .......................................... 6
D. Review Kajian Terdahulu .................................................................... 7
E. Metode Penelitian................................................................................. 9
F. Sistematika Penulisan.......................................................................... 12
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEBIJAKAN POLITIK
LUAR NEGERI INDONESIA ........................................................ 14
A. Hubungan Internasional ...................................................................... 14
B. Politik Luar Negeri Indonesia ............................................................. 16
C. Politik Luar Negeri Islam ( Siyasah Dauliyah ) ................................... 18
D. Diplomasi ............................................................................................. 21
E. Peran Indonesia dalam Upaya Perdamaian Dunia ............................... 26
BAB III PERAN INDONESIA TERHADAP PENYELESAIAN
KONFLIK ETNIS ROHINGYA ................................................... 30
A. Sekilas Tentang Etnis Rohingya. ......................................................... 30
B. Hubungan Indonesia Dan Myanmar .................................................... 32
C. Upaya Indonesia Dalam Membantu Penyelesaian Konflik Rohingya . 34
1. Kebijakan Pada Masa Jabatan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono ..................................................................................... 35
2. Kebijakan Pada Masa Jabatan Presiden Joko Widodo ................... 36
ix
BAB IV PERAN INDONESIA TERKAIT KONFLIK ROHINGYA
DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM
ISLAM .............................................................................................. 40
A. Suaka Politik Dalam Hukum Internasional ......................................... 40
B. Perjanjian Internasional Dan Suaka Politik Dalam Islam .................... 44
1. Perjanjian Dalam Islam ................................................................ 45
2. Suaka Politik Dalam Islam ............................................................ 47
C. Kesesuaian Peran Indonesia Terkait Konflik Rohingya Dengan
Hukum Internasional. ........................................................................... 50
D. Kesesuaian Peran Indonesia Terkait Konflik Rohingya Dengan
Hukum Islam ........................................................................................ 52
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 56
A. Kesimpulan ................................................................................... 56
B. Rekomendasi ............................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 58
x
DAFTAR SINGKATAN
AS : Amerika Serikat
ASEAN : Association of South East Asia Nation
CoC : Code of Conduct
DK : Dewan Keamanan
HAM : Hak Asasi Manusia
HRW : Human Right Watch
ICC : International Chamber of Commerce
IPU : Inter Parliamentary Union
KTT : Konferensi Tingkat Tinggi
LCS : Laut Cina Selatan
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
M : Masehi
MINUSCA : United Nations Multidimensional Intergrated Stabilization Mission
in The Central African
No. : Nomor
OKI : Organisasi Konferensi Islam
PBB : Perserikatan Bangsa – Bangsa
PERPRES : Peraturan Presiden
PMI : Palang Merah Indonesia
RI : Republik Indonesia
RUDENIM : Rumah Detensi Imigrasi
xi
SAW : Shallallahu ‘alaihi Wasallam
UNAMID : United Nations African Union Hybrid Mission in Darfur
UNCHR : United Nation High Comissioner for Refugee
UNIFIL : United Nations Interim Force in Libanon
UNPKOs : United Nations Peace Keeping Operations
UU : Undang – Undang
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah mencapai kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948, Myanmar
berjuang dengan konflik etnis bersenjata dan ketidakstabilan politik selama satu
periode reformasi politik yang berkepanjangan.1 Dalam beberapa kesempatan
beberapa warga Rohingnya bahkan menjadi menteri di Kabinet Myanmar pada kurun
1940-1950.2 Pada tahun 1962, sebuah kudeta militer menghasilkan sebuah negara
militer satu partai yang diberi tahu oleh gagasan sosialis tentang pemerintahan yang
otoriter dan akan berlangsung lebih dari enam puluh tahun.3
Banyak etnis minoritas yang seringkali menjadi korban, karena dianggap tidak
loyal dan ingin memisahkan diri dari Myanmar, yang salah satunya adalah etnis
Rohingnya. Etnis Rohingnya dianggap oleh rezim Ne Win sebagai sebuah ancaman,
sehingga dilancarkanlah sebuah operasi untuk menumpas pergerakan separatis dan
mengontrol penduduk etnis Rohingnya pada tahun 1978, yang pada akhirnya upaya
ini mengakibatkan hijrahnya etnis Rohingnya dari Myanmar ke wilayah
Bangladesh.4
1 Burma: UN Expert Visits Refugee Camps, Radio Free Asia, (Burma) February. 11, 2013),
http://www.refworld.org/docid/511ce46723.html. 2 Triono,” Peran Asean dalam Penyelesaian Konflik Etnis Rohingnya” Jurnal TAPIs, Vol.10
No.2 (Juli-Desember 2014), h. 2 3 The Government Could Have Stopped This, Human Rights Watch, (Burma), August.01, 2012,
http://www.hrw.org/reports/2012/08/01/government-could-have-stopped. 4 Triono,” Peran Asean dalam Penyelesaian Konflik Etnis Rohingnya”... h. 2
2
Etnis Rohingya selain teraniaya, juga tidak diakui sebagai bagian dari bangsa
Myanmar, padahal Rohingya berada di Arakan sejak abad 7 M. Berbicara mengenai
kekerasan dan diskriminasi oleh pemerintah Myanmar, tidak hanya dilakukan
terhadap etnis Rohingya, tapi juga kepada umat Kristiani dan etnis non mayoritas lain
seperti Shan, Kachin, Karen, Chin, dan lain-lain. Namun, bedanya hanya etnis
Rohingya yang kemudian tidak diakui sebagai bagian dari etnis Myanmar dan
juga tidak diakui sebagai bagian dari bangsa Myanmar (Stateless). Hal ini
secara tegas mereka lakukan dengan membentuk UU Imigrasi Darurat pada tahun
1974 yang menghapus kewarganegaraan Rohingya dan selanjutnya pada tahun 1982
melalui Peraturan Kewarganegaraan Myanmar (Burma Citizenship Law 1982),
Myanmar menghapus Rohingya dari daftar delapan etnis utama (yaitu Burmans,
Kachin, Karen, Karenni, Chin, Mon, Arakan, Shan) dan dari 135 kelompok etnis
kecil lainnya.1
Perlakuan diskriminasi dan kekerasan yang dialami oleh etnis Rohingya terus
berlanjut sampai pada saat sekarang ini. Bahkan Presiden Myanmar Thein Sein
mengatakan bahwa : “Rohingya are not our people and we have noduty to protect
them.” Thin Sein mengiginkan etnis Rohingya dikelola oleh UNCHR (United Nation
High Comissioner for Refugee) atau ditampung di negara ketiga. Lebih jauh lagi, ia
menyebut etnis Rohingya di Arakan sebagai : a threat to national security.
1 Heru Susetyo Nuswanto, “Kekerasan Negara Sumbu Konflik Myanmar (Tanggapan untuk
Hamid Awaluddin)” http://www.kompasiana.com/hsusetyo/kekerasan-negara-sumbu-konflik-arakan-
myanmar_55173ec8a333117107b65b00( diakses tanggal 14 September 2017 pukul 11.16 WIB)
3
Pernyataan ini tentunya berimplikasi buruk terhadap kondisi di Arakan, yang
menyebabkan konflik berubah dari vertikal menjadi horizontal yaitu yang
sebelumnya antara pemerintah melalui juncta militer dengan Rohingya kemudian
menjadi antara penduduk Mayoritas Budha dengan Muslim Rohingya. 2
Konflik horizontal ini diawali dan memuncak tatkala pada bulan Juni 2012
penduduk mayoritas Rakhine menyerang bus dan membunuh 10 orang muslim –yang
diduga oleh Rakhaine sebagai Rohingya yang ada di dalam bus akibat dari
tuduhan 3 orang muslim Rohingya telah memperkosa dan membunuh
perempuan Rakhine.3
Konflik ini kembali terjadi ketika militer Myanmar melancarkan serangan
pada tanggal 25 Agustus 2017. Sebanyak 866 desa di Maungdaw, Rathedaung, dan
kota-kota Buthidaung di Negara Bagian Rakhine dipantau dan dianalisis oleh HRW.
Kerusakan paling banyak terjadi di Kotapraja Maungdaw, terhitung sekitar 90 persen
daerah dimana terjadi penghancuran antara tanggal 25 Agustus dan 25 September.
Sekitar 62 persen dari semua desa di perkampungan hancur sebagian, atau di selatan
perkampungan yang mengalami kerusakan berat, dengan sekitar 90 persen desa
hancur. Di banyak tempat, citra satelit menunjukkan beberapa area terbakar, terbakar
secara bersamaan di area yang luas untuk waktu yang lama.4
2 Heri Aryanto, Kondisi Faktual Muslim Rohingya di Indonesia(Laporan Hasil Pencarian
Fakta di Aceh, Medan dan Tanjung Pinang), Pusat Infomasi dan Advokasi Rohingya – Arakan, h. 5 3Ibid 4 Pemusnahan Total, Militer Myanmar Hancurkan 288 Desa Rohingya, Sindo News, ( Jakarta),
17 Oktober 2017, https://international.sindonews.com/read/1249149/42/pemusnahan-total-militer-
myanmar-hancurkan-288-desa-rohingya-1508232176
4
Konflik meluas dan menyebabkan ratusan orang tewas, ratusan luka-luka,
puluhan ribu rumah dibakar, dan ratusan orang ditangkap dan ditahan secara paksa.
Dan menyebabkan Rohingya terpaksa terusir dari tanah airnya dan mengungsi
ke beberapa Negara terdekat dengan menggunakan perahu antara lain ke Bangladesh,
Jazirah Arab, Thailand, Malaysia, dan Indonesia.
Indonesia menjadi salah satu tujuan orang Rohingya karena Indonesia
merupakan negara mayoritas muslim yang diharapkan dapat menjadi tempat
berlindung yang aman untuk Rohingya. Persebaran kedatangan Rohingya di
Indonesia memang semuanya tidak langsung melalui Myanmar menuju Indonesia.
Perahu Rohingya terdampar di Indonesia dari Myanmar karena tujuan
sebenarnya adalah negara Malaysia atau Australia (berlayar dengan cara
tradisional).5
Permasalahan pengungsi di Indonesia dijelaskan secara singkat dalam Undang
– Undang No. 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri. Pada pasal 27 ayat 1
menentukan bahwa ;”Presiden menetapkan kebijakan masalah pengungsi dari luar
negeri dengan memperhatikan pertimbangan Menteri”6. Penjelasan pasal tersebut
adalah pada dasarnya masalah yang dihadapi oleh pengungsi adalah masalah
kemanusiaan, sehingga penanganannya dilakukan dengan sejauh mungkin
menghindarkan terganggunya hubungan baik antara Indonesia dan negara asal
5 Heri Aryanto, Kondisi Faktual Muslim Rohingya di Indonesia..., h. 6 6 UU No. 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri
5
pengungsi itu. Indonesia memberikan kerja samanya kepada badan yang berwenang
dalam upaya mencari penyelesaian masalah pengungsi itu.
Konfli Etnis Rohingya, selain menjadi sorotan bagi negara Indonesia, juga
menjadi sorotan Dunia Internasional. Hukum Internasional juga telah mengatur
bagaimana bentuk tindakan yang semestinya dilakukan oleh negara lain, dalam
upaya membantu penyelesaian konflik terhadap suatu negara.
Merujuk pada penjelasan pasal tersebut, maka pemerintah Indonesia akan
melakukan kerjasama menangani masalah- masalah baik dengan negara asal
maupun dengan lembaga- lembaga yang menangani masalah tersebut.
Dari latar belakang diatas,penulis tertarik untuk membahas dan menulis
dengan judul PERAN INDONESIA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK
ROHINGYA TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM
ISLAM
B. Identifikasi, Pembatasan Dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, dapat
diidentifikasi beberapa masalah dalam penelitian ini diantaranya mengenai status
kewarganegaraan, status pengungsi, upaya menteri luar negeri dan diplomasi. Adapun
pokok permasalahan dari penelitian ini adalah kebijakan politik luar negeri Indonesia
dalam menyelesaikan konflik pengungsi Etnis Rohingya. Berdasarkan pokok
permasalahan ini,maka dapat ditarik beberapa pertanyaaan penelitian sebagai berikut:
6
1. Bagaimanakah bentuk Peran Indonesia dalam membantu penyelesaian
konflik Rohingya?
2. Apakah peran itu sudah sesuai dengan prinsip prinsip Hukum
Internasional dan Hukum Islam?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun penelitian terhadap politik hukum Indonesia ini mempunyai
tujuan sebagai berikut:
a. Memperoleh deskripsi yang jelas mengenai kebijakan politik luar
negeri yang Indonesia dalam penyelesaian konflik Rohingya.
b. Mengkomparasikan prinsip – prinsip Hukum Internasional dan
Hukum Islam terkait cara menyelesaikan konflik pengungsi
Rohingya.
2. Manfaat Penelitian.
a. Memberikan kontribusi intelektual dalam khazanah ilmu
pengetahuan, khususnya ilmu Hukum Tata Negara.
b. Memperluas cakrawala pengetahuan bagi perkembangan wacana
yang berkaitan dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia dalam
penyelesaian konflik yang ada dalam suatu negara secara umum, dan
khusus terhadap konflik etnis Rohingya.
7
c. Memberikan pandangan tentang kebijakan politik luar negeri
Indonesia sesuai atau tidaknya dengan Hukum Internasional dan
Hukum Islam
D. Review Kajian Terdahulu
Ada beberapa penelitian yang mambahas dan mengkaji tentang Etnis
Rohingya, diantaranya adalah Heri Aryanto SH, yang menulis “Kondisi Faktual
Muslim Rohinya di Indonesia”. Hasil penelitian ini menyimpulkan Indonesia
merupakan salah satu negara tujuan bagi etnis Rohingya yang melakukan perjalanan.
Karena penduduk Indonesia mayoritas berpenduduk muslim. Sebagian besar
penduduk Rohingya yang telah menetapdi Indonesia seperti di Banda Aceh, tidak
bersedia kembali ke negara mereka dengan alasan keamanan dan kondisi yang
mencekam.7
Jurnal yang ditulis Aviantina Susanti yang berjudul “Penyelesaian Kasus
Pelanggaran HAM Berat Etnis Rohingya di Myanmar Berdasarkan Hukum
Internasional”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan pada pasal 33
Piagam PBB, para pihak yang bersengketa (etnis Rohingya dan pemerintah Myanmar
serta warga Myanmar) dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan
menggunakan mediasi terlebih dahulu. Apabila cara tersebut tidak berhasil, Dewan
7 Heri Aryanto SH, Kondisi Faktual Muslim Rohingya di Indonesia,...h. 13-14
8
Keamanan PBB dapat mengajukan kasus yang terjadi ke peradilan internasional
seperti International Criminal Court yang diatur dalam Statuta Roma tahun 1998.8
Ayub Torry Satriyo Kusumo menulis “ Optimalisasi Peran Internasional
Criminal Court dan Aplikasi Aksi Kemanusiaan sebagai Inisiasi Penyelesaian
Kasus Etnis Rohingya”. Menyimpulkan ada tiga langkah yang dapat dilakukan
dalam menginisiasi penyelesaian kasus etnis Rohingya ini, antara lain melalui
optimalisasi peran ICC sesuai Statuta Roma 1998, pengembangan aksi
kemanusiaan untuk etnis Rohingya, serta penerapan konsep Human Security untuk
menjamin keamanan etnis Rohingya secara umum. Usaha – usaha tersebut dapat
dilakukan melalui mekanisme organisasi internasional seperti PBB dan organisasi
turunannya, atau melalui mekanisme organisasi regional seperti ASEAN dimana
Myanmar adalah salah satu anggotanya.9
Dalam skripsi yang ditulis oleh Winner Nabilla Jatyputri yang berjudul
“Penerapan Prinsip Non- Discrimination Bagi Pengungsi Rohingya di Indonesia”
menyimpulkan bantuan kemanusiaan terhadap pengungsi tidak boleh dialihkan
dengan alasan-alasan politis atau kemiliteran dan yang pertama memiliki
kewenangan terkait dengan prinsip non discrimination adalah negara penerima.
Oleh karena itu, prinsip non discrimination tetap diterapkan suaru negara dimana
8 Aviantina Susanti “Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat Etnis Rohingya di Myanmar
Berdasarkan Hukum Internasional” dalam Jurnal Ilmiah S1, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,
2014. 9 Ayub Torry Satriyo Kusumo,”Optimalisasi Peran Internasional Criminal Court dan
Aplikasi Aksi Kemanusiaan sebagai Inisiasi Penyelesaian Kasus Etnis Rohingya”, Jurnal
Dinamika Hukum Vol. 14 No. 3 (September 2014), Surakarta: Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret, hlm. 537 – 538.
9
pengungsi mencari perlindungan, walaupun negara tersebut bukan negara peserta
penandatanganan Konvensi Tahun 1951.10
Dari beberapa tulisan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berbeda
dengan beberapa tulisan tersebut. Hal ini karena penelitian ini menfokuskan pada
kebijakan luar negeri yang diambil Indonesia dalam menyelesaikan konflik etnis
Rohingya. Selain Itu penelitian ini juga ditinjau dari hukum internasional dan hukum
Islam, karena konflik ini telah melibatkan negara –negara lain dan etnis yang beragama
Islam.
E. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Dalam hal ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif.
Metode kulitatif merupakan suatu pendekatan yang dapat digunakan pada
penelitian yang menggunakan kajian rinci atas suatu latar atau peristiwa
tertentu. Sedangkan jenis penelitian yang dilakukan oleh penyusun adalah
penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan yaitu
penelitian yang kajiannya dilakukan dengan menelusuri , menelaah, dan
menganalisi literatur atau sumber – sumber yang berkaitan dengan pokok
pembahasan (penelitian yang difokuskan kepada bahan – bahan pustaka)
seperti buku, skripsi ,jurnal, berita media baik media cetak maupun internet.11
10 Winner Nabilla Jatyputri, Penerapan Prinsip Non- Discrimination Bagi Pengungsi
Rohingya di Indonesia.Skripsi: ADLN Perpustakaan Airlangga. 11 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset,1990) Hlm. 9
10
2. Pendekatan Penelitian
Adapun pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini
adalah Pendekatan Perundang - Undangan dan Pendekatan Perbandingan.
Pendekatan Perundang - Undangan ini dilakukan dengan menelaah semua
peraturan perundang - undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan
(isu hukum) yang sedang dihadapi. Pendekatan perundang-undangan ini
misalnya dilakukan dengan mempelajari konsistensi/kesesuaian antara
Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dengan Undang-
Undang, atau antara Undang-Undang yang satu dengan Undang-Undang yang
lainnya.
Pendekatan Perbandingan (comparative aproach) yaitu yang
dilakukan dengan studi perbandingan hukum. Menurut Van Apeldorn yang
dikutip Peter Mahmud Marzuki, perbandingan hukum merupakan suatu ilmu
bantu bagi ilmu hukum dogmatik dalam arti bahwa untuk menimbang dan
menilai aturan - aturan hukum dan putusan - putusan pengadilan yang ada
dengan sistem hukum yang lain.12
3. Sumber Data dan Jenis Data.
Penelitian ini lebih fokus terhadap data – data sekunder. Data
sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi perpustakaan. Penulis
dalam penelitian ini menggunakan 3 nbahan hukum sebagai berikut
a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mengikat meliputi.
12 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2010) h.,173
11
1) Undang – Undang No. 37 tahun 1999 tentang Hubungan
Luar Negeri
2) Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi
b. Bahan Hukum Sekunder adalah data dari bahan lainnya seperti
sumber hukum internasional,buku, majalah, jurnal, artikel dan
bacaan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
c. Data Tersier, data berupa kamus – kamus yang menjelaskan
tentang arti, maksud, dan istilah – istilah yang terkait dengan
pembahasan.
4. Teknik Pengumpulan Data.
Teknik Pengumpulan Data dengan cara mencari atau pengumpulan
data dari berbagai literatur seperti buku – buku ilmiah, sumber hukum
intenasional, buku, majalah,jurnal, artikel dan bacaan lainnya yang berkaitan
dengan politik hukum Indonesia dan politik Islam. Selain itu, penelitian ini
juga memungkinkan penulis melakukan wawancara dengan lembaga –
lembaga yang terkait dengan penelitian ini untuk memastikan data yang telah
diperoleh itu terbukti keasliannya.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan cara menganalisis, bagaimana memanfaatkan
data yang telah terkumpul untuk digunakan dalam pemecahan penelitian.13
13 Burhan Ashofa, MetodePenelitian Hukum, (Jakarta: Rienaka Cipta,1996), h. 124
12
Penyususun menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu usaha untuk
mengumpulkan data kemudian menganalisis data tersebut.
Data yang terkumpul kemudian dianalisa dengan menggunakan
metode deduktif yaitu cara berfikir berangkat dari teori atau kaidah hukum
yang ada. Metode ini digunakan untuk menganalisis kebijakan luar negeri
Indonesia dilihat dari susut pandang hukum Islam dan hukum Internasional
kemudian dikomparasikan antar keduanya.
F. Sistematika Penulisan
Agar penulisan skripsi ini dapat dipahami, maka proposalini disusun secara
sistematis, berikut uraian yang terbagi dalam beberapa Bab, masing masing Bab
terdiri dari Sub Bab. Sistematika yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Bab I
Bab II
Bab III
Bagian ini merupakan pendahuluan yang meliputi tentang Latar
Belakang, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah dan Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian dan, Manfaat Penelitian, Review Kajian
Terdahulu, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.
Bagian ini membahas tentang teori yang digunakan untuk menganalisis
dan menginterpretasi data penelitian meliputi; Hubungan Internasional,
Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia, Politik Luar Negeri dalam
Islam, Diplomasi dan Peran Indonesia dalam Perdamaian Dunia.
Pada bagian ini akan disampaikan data – data dari penelitian yang
ditampilkan secara jelas dan lengkap. Dan dari data – data itu akan
13
Bab IV
Bab V
dibahas dan dianalisis tentang permalasahan yang diangkat. Data itu
meliputi hubungan antara Indonesia dengan Myanmar dan Upaya
Indonesia dalam membantu penyelesaian konflik Rohingya.
Pada bagian ini akan membahas tentang analisis dan interpretasi
temuan meliputi Kebijakan Politik Luar Negeri Menurut Hukum
Internasional, Kebijakan Politik Luar Negeri Menurut Hukum Islam,
Kesesuaian kebijakan politik luar negeri Indonesia dengan Hukum
internasional, dan Kesesuaian kebijakan politik luar negeri Indonesia
dengan Hukum Islam.
Merupakan bagian penutup yang berisikan paparan tentang kesimpulan
dan saran – saran yang perlu dan bermanfaat baik bagi penulis maupun
bagi pembaca.
14
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KEBIJAKAN POLITIK
LUAR NEGERI INDONESIA
A. Hubungan Internasional
Istilah hubungan internasional (international relations) pertama kali
dikemukakakan oleh Jeremy Bantham. Jeremy Bantham adalah salah seorang yang
mempunyai minat yang besar terhadap hubungan antarnegara yang tumbuh semakin
populer.1 Menurutnya hubungan internasional adalah ilmu yang merupakan sebuah
kesatuan disiplin dan punya ruang lingkup serta konsep-konsep dasar.
Namun seiring dengan perkembangan zaman, maka muncul beberapa tokoh
yang mengemukakan definisi dari hubungan internasional dintaranya:
1. Stanley Hoffman dalam buku Hubungan Internasional2 menyebutkan
bahwa hubungan internasional sebagai subjek akademis terutama dalam
memerhatikan hubungan politik antarbangsa.
2. Chris Brown dan Kirsten Ainley, hubungan internasional berarti
hubungan diplomatik strategis negara, dan fokus karakteristiknya adalah
pada isu perang dan perdamaian, konflik dan kerja sama.3
1 Soeprapto, Hubungan Internasional: Sistem, Interaksi dan Perilaku (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada,1997, Cet. Pertama) h., 12 2 Ibid 3 Chris Brown with Kirsten Ainley, Understanding International Relations (New York:
Palgrave Macmillan, 2005, Third Edition) h., 1
15
3. Schwarzenberger, Ilmu hubungan internasional adalah bagian dari
sosiologi yang khusus mempelajari masyarakat internasional
(sociology of international relations) 4
Jadi hubungan internasioal tidak hanya mencakup unsur politik saja, tetapi
juga mencakup unsur – unsur ekonomi, sosial, budaya, hankam, dan sebagainya,
seperti perpindahan penduduk (emigrasi dan imigrasi), pariwisata, olimpiade
(olahraga), atau pertukaran budaya (cultural exchange)
Perkembangan ilmu hubungan internasional dimulai setelah Perang Dunia 1
selesai. Terdapat dua sebab yang mendorong lahirnya ilmu hubungan internasional
yaitu:5
1. Adanya minat yang besar terhadap fenomena yang ada setelah Perang
Dunia I selesai. Fenomena tersebut banyak menarik perhatian
masyarakat.
2. Perang Dunia I telah banyak menelan korban manusia serta kerusakan –
kerusakan materiil. Melihat akibat dari Perang Dunia I tersebut, timbul
kesadaran betapa pentingnya kebutuhan untuk mencegah peperangan dan
terselenggaranya ketertiban dunia.
4 Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional¸( Bandung :PT. Remaja Rosda Karya, 2011, Cet. Ketiga) h., 1 5 Soeprapto, Hubungan Internasional : Sistem, Interaksi dan Perilaku... h., 11
16
B. Politik Luar Negeri
Berbicara tentang politik luar negeri, ada beberapa definisi yang dipakai dari
beberapa ilmuwan atau praktisi politik luar negeri, yaitu:
1. Menurut Valerie M. Hudson politik luar negeri adalah strategi atau
pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah nasional untuk mencapai
tujuannya dalam hubungannya dengan dunia internasional.6
2. Menurut John F. Kennedy7 tujuan politik luar negeri bukanlah
menyediakan suatu stop kontak untuk menyalurkan sentimen harapan
atau kemarahan kita. Politik luar negeri adalah untuk membentuk
kejadian nyata dalam suatu dunia yang nyata.
Politik luar negeri suatu negara ditujukan untuk memajukan dan melindungi
kepentingan negaranya, kemudian politik luar negeri dalam aspeknya yang dinamis
adalah sebuah sistem tindakan suatu pemerintahan terhadap pemerintahan lain atau
suatu negara terhadap negara lain. Ia termasuk jumlah keseluruhan hubungan luar
negeri suatu bangsa. Penyusunan politik luar negeri mungkin merupakan fungsi
politik paling tinggi dari suatu negara. Kesalahan dalam perumusannya bisa
membawa ke akibat yang paling serius karena pentingnya perumusan politik luar
negeri telah menjadi hak preogratif pimpinan eksekutif suatu negara.8
6 Nazarudin Nasution, Dinamika Politik Luar Negeri Indonesia, (Jakarta : Yayasan Bina Insan
Cita,2017) h., 5 7 Ibid 8 S. L Roy, Diplomasi(Jakarta: Rajawali Pers, 1991), h., 33
17
Bentuk politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif. Bebas artinya tidak
memihak kepada satu blok atau kelompok negara, sedangkan aktif artinya ikut
berperan dalam menciptakan perdamaian dunia. Tujuan politik bebas aktif Indonesia
antara lain
1. Mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan demokrasi
2. Membina persahabatan antarnegara di dunia.
3. Menjalin kerjasama antarnegara dalam bidang ekonomi , sosial budaya,
dal ilmu pengetahuan serta teknologi
4. Mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Adapun empat sumber utama politik luar negeri adalah systemic sources
(eksternal), societal sources (internal) govermental sources (pemerintah) dan
idiosyncretic sources (pengalaman)9
Politik luar negeri memiliki berbagai aspek, gagasan atau tindakan yang
dirancang oleh pembuat kebijakan untuk mengatasi masalah atau memajukan
sejumlah perubahan di dalam kebijakan, sikap atau tindakan dari negara atau negara
negara lain, aktor non-negara (kelompok teroris), dalam ekonomi internasional
maupun dalam lingkungan fisik dari dunia.
1. Mewujudkan masyarakat adil, makmur dan demokratis
2. Membina persahabatan antarnegara di dunia.
3. Menjalin kerjasama antarnegara dalam bidang ekonomi, sosial budaya,
dan ilmu pengetahuan serta teknologi.
9 Nazarudin Nasution, Dinamika Politik Luar Negeri Indonesia, h., 6
18
4. Mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Stanley Hoffman memandang perubahan – perubahan yang terjadi dalam
hubungan internasional maupun politik luar negeri meliputi lima bagian utama, yaitu
pelaku hubungan internasional (aktor), tujuan para aktor, power, hirarki interaksi dan
sistem internasional itu sendiri.10 Aktor politik luar negeri terdiri dari:11
1. Pimpinan Tertinggi Eksekutif
2. Menteri Luar Negeri dan menteri terkait (Menteri Pertahanan, Menteri
Perdagangan dan Ka Intelijen)
3. DPR (Komisi Luar Negeri atau Pertahanan)
4. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pengusaha dan Kelompok
Kepentingan.
C. Politik Luar Negeri Islam (Siyasah Dauliyah)
Ilmu hubungan internasional dalam kajian politik Islam dikenal dengan istilah
siyasah dauliyah. Istilah siyasah dauliyah merupakan rangkaian dari dua kata yang
memiliki makna masing-masing. Makna kata siyasah adalah mengatur objek tertentu
untuk tujuan. Sedangkan dauliyah memiliki ragam makna, diantaranya hubungan
antar negara, kedaulatan, kekuasaan, dan kewenangan. Dari ragam makna kata
dauliyah, makna yang relevan dengan kajian ilmu hubungan internasional Islam
adalah hubungan antarnegara. Oleh karena itu, siyasah dauliyah adalah ilmu yang
10 Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional. h., 11 11 Nazarudin Nasution, Dinamika Politik Luar Negeri Indonesia, h., 7
19
mengatur kewenangan suatu negara untuk mengatur hubungannya dengan negara
lain.12
Adapun ruang lingkup dari siyasah dauliyah adalah sebagai berikut:13
1. Perjanjian internasional
2. Perlakuan terhadap tawanan perang
3. Kewajiban dan hak suatu negara terhadap negara lain
4. Aturan perang
5. Ektradisi
6. Pemberian suaka politik dan keamanan
7. Penentuan situasi damai atau perang
Dalam hubungan internasional Islam terdapat beberapa asas – asas yang
dijadikan sebagai dasar dalam melakukan hubungan antarnegara diantaranya adalah,14
1. Asas kemanunggalan manusia. Asas ini menegaskan bahwa umat
manusia merupakan satu kesatuan manusia karena sama-sama makhluk
Allah, walaupun berbeda suku bangsa, warna kulit, tanah air dan agama.
Asa kesatuan ini diambil dari ayat Al- Qur’an surat Al- Baqarah ayat 213:
ل ز ن أ ين و ر ذ ن م ين و ر بش ين م ي ب الن عث للا ب ة ف د اح ة و م اس أ ان الن ك
ا م و يه فوا ف ل ت ا اخ يم اس ف ن الن ي م ب ك ح ي ل ق ح ال اب ب ت ك م ال عه م
12 Ija Suntana, Politik Hubungan Internasinal Islam(Siyasah Dauliyah),( Bandung: Pustaka
Setia, 2015), h., 15 13 Ibid 14 Ibid, h., 16-17
20
م ه ن ي ا ب ي غ ات ب ن ي ب م ال ه ت اء ا ج د م ع ن ب وه م وت ين أ ذ ل ال يه إ ف ف ل ت اخ
للا و ه ن ذ إ ب ق ح ن ال يه م فوا ف ل ت ا اخ م نوا ل ين آم ذ ال دى للا ه ف
يم ق ت س اط م ر ى ص ل اء إ ن يش ي م د ه ي
Artinya : “Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul
perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi
peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar,
untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang
mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan
orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang
kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara
mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang
beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu
dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang
dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.”
2. Asas Kebebasan. Asas ini memberikan kewenangan kepada para pihak
yang terlibat kerjasama untuk melakukan perbuatan apapun yang tidak
merugikan pihak lain. Asas kebebasan mengajarkan mengajarkan bahwa
setiap pihak memiliki kebebasan untuk bertindak tanpa merasa takut
ditangkap selama tidakbertentangan dengan peraturan internasional yang
berlaku.
3. Asas Kehormatan Manusia. Asas ini menghendaki agar suatu bangsa
tidak merendahkan bangsa lainnya. Asas kehormatan menolak terhadap
klaim superior dan inferior bangsa. Seluruh manusia terhormat secara
fitrah. Asas kehormatan manusia merupakan landasan yang harus
dipegang dalam hubungan internasional.
21
D. Diplomasi
Kata diplomasi berasal dari kata bahasa Yunani “diploma” yaitu surat
kepercayaan (letter of credence) yang mensahkan kekuasaan seorang duta untuk
berunding dan bertindak sebagai wakil langsung dari pemegang kekuasaan politik.
Banyak teori menggambarkan diplomasi sebagai seni dari negosiasi antar berbagai
negara. Meskipun diplomasi merupakan dialog antar wakil bangsa atau diplomat,
namun diplomasi juga merupakan konsep dalam hubungan internasional.15
Diplomasi memiliki kaitan erat dengan politik luar negeri, karena merupakan
implementasi dari kebijakan luar negeri yang dilakukan oleh pejabat – pejabat resmi
yang terlatih. Di banyak negara, kebijakan luar negeri dirancang dan di formulasikan
oleh Menteri Luar Negeri dan Staf Departemen Luar Negeri.16
Suatu negara untuk memulai atau melakukan hubungan diplomatik dengan
negara lain terdapat tata cara yang mengaturnya, tata cara tersebut diatur di dalam
Konvensi Wina tahun 1961 tentang hubungan diplomatik yang digunakan sebagai
acuan dasar hukum kediplomatikan dan konvensi tersebut telah diratifikasi oleh
pemerintah Indonesia menjadi Undang-undang Nomor 1 Tahun 1982 tentang
Pengesahan Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik beserta Protokol
Opsionalnya tentang Hal Memperoleh Kewarganegaraan.
Dengan adanya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1982 tersebut diharapkan
dapat memperlancar tugas masing-masing instansi yang berkepentingan dalam rangka
15 Nazarudin Nasution, Dinamika Politik Luar Negeri Indonesia, h., 7 16Ibid, h., 11
22
melaksanakan ketentuan-ketentuan Konvensi Wina tersebut. Dengan kata lain hal
tersebut dapat dijadikan petunjuk bagi pemerintah Indonesia dalam membantu
kelancaran pelaksanaan diplomasi Indonesia terhadap negara lain.
Adanya hubungan diplomasi antara Indonesia dan Myanmar dapat kita lihat
pada tahun 2014. Yang mana Indonesia melakukan koordinasi dan konsultasi Menlu
RI Myanmar guna mendorong Myanmar untuk lebih transparan dan terbuka untuk
bekerja sama dalam aspek bantuan kemanusiaan dengan komunitas internasional
dalam mengatasi masalah konflik komunal di Rakhine State. Selain itu, Indonesia
juga memfasilitasi kunjungan delegasi Myanmar yang terdiri dari penasihat politik
Presiden Myanmar, Komnas HAM Myanmar, Komisi Pemilihan Umum Myanmar,
dan LSM HAM pada bulan September 2012 ke Indonesia dalam kerangka
peningkatan kapasitas pemajuan HAM dan demokratisasi di Myanmar. Serta
terlaksananya pertemuan bilateral antara kepala negara RI dan Myanmar di sela-sela
KTT ASEAN di Phnom Penh bulan November 2012 yang menegaskan dukungan
Indonesia terhadap pemerintah Myanmar dalam penyelesaian konflik komunal di
Rakhine.17
Dalam politik Islam, duta disebut safir atau rasul. Ia menjalankan sejumlah
fungsi, antara lain merundingkan perjanjian, menghadiri upacara penobatan, merujuk
perselisihan atau menebus tawanan.18 Dalam sejarahnya, peran terpenting diplomatik
17 Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Diplomasi Indonesia 2014, (Jakarta Pusat:
Direktorat Informasi Dan Media, Direktorat Jenderal Informasi Dan Diplomasi Publlk, Kementerian
Luar Negeri Republik Indonesia, 2015, Cet. Kedua), h.,17 18 Ija Suntana, Politik Hubungan Internasinal Islam(Siyasah Dauliyah), h., 15
23
adalah arbitrase. Bahasa Arab populer menyebut ini sebagai sifarah yang bermakna
mediasi atau arbitrase yang mencerminkan tekanan-tekanan lebih besar dalam hukum
Islam Islam pada arbitrase, bukan menentukan kesalahan hukum.19
Pada masa awal Islam misi diplomatik bertujuan menegosiasikan atau
menyelesaikan masalah- masalah tertentu, seperti penyelesaian masalah sandera atau
untuk mengambil jizyah. Walaupun beberapa utusan diplomatik harus tinggal
berbulan – bulan bahkan bertahun – tahun di ibukota negara asing.
بير أن المسور بن مخرمة أخبره بن وهو حليف لبني عامر أن عمرو بن عوف ععروة بن الز
كان عن لؤي
عليه وسلم بع بدرا شهد صلى للا عليه وسلم أخبره أن رسول للا صلى للا ث أبا مع رسول للا
صل اح إلى البحرين يأتي بجزيتها وكان رسول للا عليه وسلم هو صالح عبيدة بن الجر ى للا
فقدم أبو عبيدة بمال من البحرين ر عليهم العلء بن الحضرمي فسمعت أهل البحرين وأم
بح مع رسول للا ضوا النصار بقدومه فوافته صلة الص ا انصرف تعر عليه وسلم فلم صلى للا
عليه وسلم حين رآهم وقال أظنكم سمعتم بقدوم أب صلى للا ي عبيدة وأنه له فتبسم رسول للا
ما الفقر أخشى عليكم جاء بشيء قالوا أجل يا رسول كم فوللا لوا ما يسر قال فأبشروا وأم للا
نيا كما بسطت على من كان قبلكم فتنافسوها ك ما ولكن أخشى عليكم أن تبسط عليكم الد
كما ألهتهم تنافسوها وتلهيكم
19 Ibid, h., 31
24
Dari Urwah bin Az Zubair Bahwa Al Miswar bin Makhramah telah mengabarkan
kepadanya, bahwa ‘Amru bin ‘Auf-sekutu Bani ‘Amru bin Luai dan pernah turut
perang Badr bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam telah mengabarkan
kepadanya, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam pernah mengutus Abu
Ubaida bin Al Jarrah ke Bahrain untuk mengambil jizyahnya. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam membuat perjanjian damai dengan penduduk Bahrain, beliau
mengangkat Al Ala bin Al Hadirami sebagai pemimpin mereka . lalu abu ‘Ubaidah
datang dengan membawa harta ke Bahrain, kaum anshar pun mendengar
kedatangan Abu ‘Ubaidah, lalu mereka sholat subuh bersama Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam, seusai Shalat beliaju beranjak pergi, namun mereka menghadang
beliau, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam tersenyum saat melihat mereka ,
setelah itu beliau bersabda: “ Aku kira kalian mendengar bahwa Abu ‘Ubaidah
datang membawa sesuatu. “ Mereka menjawab : “Benar, Wahai Rasulullah .”
Beliau bersabda : “bergembiralah dan berharaplah terhadap sesuatu yang dapat
memudahkan kalian, demi Allah bukan kemiskinan yang aku takutkan pada kalian,
tapi aku takut dunia dibentangkan untuk kalian seperti halnya dibentangkan pada
orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba, lalu dunia itu membinasakan
kalian seperti halnya mereka binasa” (HR,Muslim, No.2961)20
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, Dinasti Umayyah (661-750 M)
melanjutkan praktik Nabi Muhammad SAW dalam mengutus dan menerima duta.
Namun hubungan diplomatik menjadi lebih penting pada periode Dinasti Abbasiyah
(749 – 1258 M) , Dinasti Fathimiyah ( 909- 1171 M) dan Mamluk meningkat dengan
mengutus duta ke Eropa serta Asia Tengah dan Timur21 mengingat wilayah pada
pemerintahan ini sudah mulai luas, sehingga membutuhkan perwakilan- perwakilan
daari khalifah di daerah tersebut.
Ketika perkembangan hubungan perdagangan semakin pesat, perwakilan
diplomatik mengalami peningkatan dramatis pada abad ke-16. Sebagian duta dikirim
20 Imam Abi Husain Muslim.Shahih Muslim, (Riyadh: Darussalam, 1998), h., 1282 21 Ija Suntana, Politik Hubungan Internasinal Islam (Siyasah Dauliyah), h., 29
25
secara temporer dengan tujuan khusus sampai kekhalifahan Turki Ustmani
mendirikan kedutaan Eropa pada abad ke-18.
Pada abad ke-16 dimulai sejumlah perjanjian kapitulasi. Pada mulanya
kapitulasi merupakan perjanjian komersial yang memberi warga Barat kekebalan
tertentu dari yurisdiksi kriminal dan sipil di negara tempat ia melakukan aktivitas
kemersialnya. Perjanjian ini memberikan kekebalan lebih luas dari pada yang
dipberikan oleh Konvensi Wina, seperti perjanjian kekhilafahan Utsmani dan rusia
pada tahun 1774, yang dikenal dengan Perjanjian Kucuk Kaynarca. Dalam perjanjian
tersebut dikatakan bahwa para diplomat mendapatkan perlindungan khusus atas dasar
prinsip bolak balik. Pada tahun 1940-an, perjanjian kapitulasi dihapuskan. Pada
tahun 1960-an sebagian bangsa muslim menyetujui Konvensi Wina. Akan tetapi
terjadi sejumlah perdebatan tentang kekebalan diplomatik Islam, yang dianggap
bertentangan dengan Konvensi Wina,diantaranya dalam hukum Islam, diplomat
bertanggung jawab atas kejahatan dan kesalahan yang dilakukan di negara tempat ia
berada. Sementara itu, dalam Konvensi Wina, justru berlaku sebaliknya.22
E. Peran Indonesia Dalam Upaya Perdamaian Dunia
22 Ibid, h., 30
26
Politik luar negeri Indonesia didasari oleh konsep kepentingan nasional.
Kepentingan nasional menyangkut keutuhan bangsa dan wilayah, kebangsaan yang
bebas, ideologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya serta pertahanan dan keamanan.23
Komitmen Indonesia untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial sesuai dengan
alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
senantiasa terus diwujudkan melalui partisipasi dan kontribusi aktif Indonesia di
dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB.
Dalam mengupayakan Perdamaian Dunia, Indonesia pernah menjadi anggota
tidak tetap Dewan Keamanan PBB Periode 2007 – 2009. Indonesia terus menekan
Dewan Keamanan PBB agar mengeluarkan keputusan – keputusan terkait masalah
Palestina, baik melalui presidential statement maupun resolusi.24 Sebagai
kapasitasnya dalam Dewan HAM PBB, Indonesia telah mendorong Dewan HAM
PBB untuk diadakannya special session Dewan HAM pada tanggal 9 Januari 2009
dan dilanjutkan tanggal 12 Januari 2009.25 Sidang Dewan HAM tersebut telah
mengesahkan Rencana Resolusi yang isinya memutuskan untuk mengirim Tim
Pencari Fakta Independen untuk menyelidiki kejahatan perang Israel dalam
23 Luhulima, CPF. Dkk. Asean di Dalam Politik Luar Negeri RI, (Jakarta : Sekretariat Nasional
Asean, 1998) h., 4 24 Muhammad Imam Noviar,” Kebijakan Luar Negeri Indonesia terhadap konflik Palestina
Pasca Agresi Israel Di Jalur Gaza” (Skripsi: Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), h.,
51 25 Kunto Wibisono (21 Mei 2011).Indonesia Terpilih Kembali Sebagai Anggota Dewan HAM
PBB”. Antara News . Diakses pada 20 Februari 2018 Pukul 17.18 WIB
27
serangannya ke Jalur Gaza yang hasilnya telah membuktikan bahwa Israel banyak
melakukan kejahatan Kemanusiaan.26
Untuk membantu warga Palestina yang tertindas, upaya Indonesia dengan
mendesak PBB agar membuat suatu pernyataan yang mengecam dan segera membuat
resolusi terkai agresi Israel, pengiriman bantuan obat- obatan dan tim dokter
Indonesia untuk merawat korban agresi hingga upaya diplomasi Indonesia di
PBB.27Indonesia juga mengirimkan para diplomatnya di berbagai kongferensi
Internasional untuk turut andil dalam penyelesaian dan perdamaian di Palestina
diantaranya ikut serta dalam perumusan DK PBB terkait situasi di Jalur Gaza, ikut
serta dalam bidang IPU yang diselenggarakan di Jenewa serta ikut serta dalam
konferensi rekontruksi Gaza yang diselenggarakan di Mesir pada tanggal 02 Maret
2009.28 Indonesia dengan negara – negara lainnya juga turut menuntut Israel untuk
disidangkan di Mahkamah Internasional dengan banyak pertimbangan, mengingat
Israel mempunyai hubungan erat dengan Amerika Serikat yang selama ini menjadi
mitra baik juga bagi Indonesia.29
Selain konflik antara Israel dan Palestina, Indonesia juga pernah turut
berpartisipasi dalam perdamaian konflik Laut Cina Selatan. Pemerintah Indonesia
bersama Amerika Serikat sepakat menjaga stabilitas keamanan di perairan sengketa
26 www.eramuslim.com/berita/dunia,islam/krisis-gaza-dewan-ham-pbb-bentuk-tim-pencari-
fakta. Diakses pada 20 Februari 17.30 WIB 27http://www.voaindonesia.com/healthnewsstopic/tips-hidup-sehat/tim-medis-indonesia-masuk-
ke-jalur-gaza. Diakses pada 20 Februari 2018 pukul 15.40 WIB 28 Ibid 29 Muhammad Imam Noviar,” Kebijakan Luar Negeri Indonesia terhadap konflik Palestina
Pasca Agresi Israel Di Jalur Gaza” , h., 53
28
Laut China Selatan dengan mengedepankan dialog. Sejak 90 persen wilayah LCS
diklaim oleh China, perairan itu menjadi salah satu kawasan yang sangat rentan akan
konflik. Klaim China tumpang tindih dengan pengakuan sejumlah negara lain di Asia
Tenggara, seperti Filipina, Brunei, dan Malaysia.30
Dalam hal ini, Indonesia sebagai anggota ASEAN juga turut berpartisipasi
dalam pembuatan kode etik atau Code of Conduct (CoC) agar permasalahan Laut
Cina Selatan segera berakhir dengan damai.31 Presiden Joko Widodo menyinggung
masalah Laut Cina Selatan dalam Konferensi Tingkat Tinggi ke-20 ASEAN-RRT.
Beliau menegaskan Negara-negara ASEAN dan Cina harus mulai bekerja sama
untuk membereskan proses negosiasi code of conduct Laut Cina Selatan32 karena
dalam konflik ini juga melibatkan Indonesia dan negara ASEAN lainnya.
Pada tahun 2014, terdapat 2.729 personel Indonesia pada sepuluh UNPKOs
yaitu UNIFIL (Lebanon), UNAMID (Darfur, Sudan), MINUSCA (Republik Afrika
Tengah), MONUSCO (Republik Demokratik Kongo), MINUSMA (Mali), dan
30 Riva Dessthania Suastha “,RI-AS Sepakati Solusi Damai Sengketa Laut China Selatan,” CNN
Indonesia, Jumat, 21/04/2017 , 20:37 WIB, https://www.cnnindonesia.com/internasional
/20170421190132-106-209339/ri-as-sepakati-solusi-damai-sengketa-laut-china-selatan Diakses 22
Februari 2018 Pukul 14.13 WIB 31 Ibid 32 Jokowi minta Code of Conduct laut Cina Selatan Segera Beres, Tempo.co,( Jakarta)
Senin, 13 November 2017 19:21 WIB, https://nasional.tempo.co/read/1033374/jokowi-minta-code-
of-conduct-laut-cina-selatan-segera-beres Pukul 14.44 Diakses pada 22 Februari 2018 Pukul 14.32
WIB.
29
UNMIL (Liberia). Jumlah tersebut menempatkan Indonesia di urutan ke-11 dari 121
negara penyumbang personel pada UNPKOs.33
Peningkatan kontribusi Indonesia pada UNPKOs dan peran aktif Pemerintah
RI dalam mendukung upaya pemeliharaan perdamaiandi bawah kerangka PBB
merupakan bentuk nyata peran Indonesia dalam pemeliharaan perdamaian dan
keamanan internasional, dan diharapkan dapat memperkuat kampanye pencalonan
Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020.
33 Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Diplomasi Indonesia 2014,h., 170
30
BAB III
KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA TERHADAP
PENYELESAIAN KONFLIK ETNIS ROHINGYA
A. Sekilas tentang Etnis Rohingya.
Rohingya merupakan etnis minoritas muslim yang mendiami wilayah Arakan
sebelah utara Myanmar berbatasan dengan Bangladesh, yang dahulu wilayah ini
dikenal dengan sebutan Rohang dan saat ini lebih dikenal dengan Rakhine. Itu
sebabnya orang-orang muslim yang mendiami wilayah Rohang disebut dengan
Rohingya dan dikenal juga dengan Muslim Arakan.1 Oleh pemerintahan Junta
Myanmar, etnis Rohingya diperlakukan berbeda dengan etnis-etnis lainnya yang ada di
Myanmar. Menurut Kadarudin Etnis rohingya dianggap sebagai “orang asing” yang tidak
diakui kewarganegaraannya.2 Tidak adanya status kewarganegaraan Etnis Rohingya,
mengakibatkan tidak dibolehkan terlibat dalam kegiatan politik atau kegiatan sosial
lainnya. Semua kegiatan sosial seperti menolong orang miskin, janda dan anak yatim,
serta acara pernikahan dan kematian dilakukan oleh suatu lembaga sosial yang ada di
setiap desa yang disebut Samaj.3
Pada masa pemerintahan kolonial Inggris, disaat rempah-rempah, katun, batu
mulia, barang tambang, dan komoditas lainnya yang berasal dari kawasan Asia
1 Heri Aryanto, Kondisi Faktual Muslim Rohingya di Indonesia, h. 5 2 Kadarudin, “Penanganan Pemerintah Indonesia Terhadap Pengungsi Rohingya Menurut
Konvensi Tahun 1951”, Jurisdictionary Volume VII No.1, h., 111 3 Nurul Islam, “Facts about The Rohingya Muslims Of Arakan”, diakses dari
http://www.rohingya.org/portal/index.php/learn-about-rohingya.html, (Diakses 22 Februari 2018
pukul 13.40 WIB)
31
Selatan dan Asia Tenggara merupakan barang-barang yang sangat dibutuhkan di
daerah Timur Tengah dan Eropa. Sehingga para nelayan Arab yang datang menguasai
perdagangan tersebut dan melahirkan pedagang-pedagang yang menyebarkan Islam
di daerah Myanmar. Pengetahuan tentang navigasi laut dan ilmu geografi membuat
mereka tidak tertandingi dalam hal berdagang di kawasan Samudera Hindia. Mereka
menulis tentang perjalanan mereka ke tempat yang mereka datangi di dunia Timur
dan Barat.4
Pada akhirnya semua konstitusi dan peraturan kewarganegaraan Myanmar
memberikan status penduduk asli Myanmar kepada para pedagang itu sebelum tahun
1825. Jadi, Muslim Rohingya merupakan ras penduduk asli yang secara sah diakui.
Tetapi kini, rezim militer tidak mengakui sejarah historis tersebut dan menuduh
bahwa Rohingya adalah imigran ilegal dari Bangladesh, bahkan mereka diperlakukan
secara diskriminatif. 5
Pada Mei 2012, konflik terjadi konflik antara etnis Rohingya dan etnis
Rakhine. Konflik tersebut bermula ketika beredar foto hasil forensik mengenai
pembunuhan terhadap perempuan etnis Rakhine bernama Ma Thaida Htwe yang
terjadi pada 28 Mei 2012 yang dilakukan oleh tiga pemuda etnis Rohingya dan
semenjak itu hubungan etnis Rakhine dan etnis Rohingya selalu ada konflik yang
besar.
4 Azizah, “Pemberontakan Sporadis Muslim Rohingya Pascakemerdekaan Burma 1948-1988”
FIB UI, 2006, h., 24 5 Ibid
32
Tidak diterimanya keberadaan etnis Rohingya di Myanmar membuat junta
militer Myanmar melakukan berbagai aksi untuk mengusir etnis Rohingnya,
sedangkan yang memilih untuk tetap tinggal di Myanmar akan mengalami
pelanggaran HAM seperti tidak diberikannya izin usaha, pengenaan pajak yang
tinggi, untuk keluar dari desa setempat diperlukan izin dari otoritas lokal, etnis
Rohingya yang berada di Rakhine Utara dijadikan pekerja paksa, tidak diizinkan
untuk meneruskan pendidikan ke universitas yang ada di Myanmar maupun keluar
Myanmar, sulitnya mendapatkan izin menikah, pemerkosaan terhadap wanita
Rohingya dilakukan oleh tentara didepan suami dan anak-anak korban, pembunuhan,
penyiksaan dan penahanan secara ilegal yang dilakukan hampir setiap hari.6
B. Hubungan Indonesia dan Myanmar
Indonesia dan Myanmar, dua negara yang secara geografis bertetangga di
kawasan Asia Tenggara. Jarak keduanya hanya berkisar 350 mil. Dalam catatan
sejarah kemerdekaan dan kaitan emosional, kedua bangsa punya hubungan sangat
khusus.7
Kedekatan hubungan bilateral Indonesia dan Myanmar telah dimulai pada
masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Myanmar adalah salah
satu negara yang turut mendesak diadakannya Conference on Indonesia Affairs pada
penyelenggaraan Asian Relation Conference di New Delhi tahun 1947 yang
6 Aris Pramono, “Peran UNHCR Dalam Menangani Pengungsi Myanmar Etnis Rohingya di
Bangladesh (periode 1978-2002)”, (Depok, FISIP UI, 2010), h.,12 , t.d. 7Hubungan RI–Myanmar Sepanjang Masa, KBRI di Yangon ,
https://www.kemlu.go.id/yangon/id/berita-agenda/berita-perwakilan/Pages/ Hubungan-RI-Myanmar-
Sepanjang-Masa.aspx , Minggu, 21 Januari 2007 (Diakses pada 22 Februari 2018 Pukul 18.01 WIB.)
33
mengutuk agresi militer Belanda dan mendesak agar Belanda segera menarik diri dari
Indonesia. Pada tahun yang sama, Myanmar juga memberikan izin pembukaan
Indonesian Office di Yangon yang menjadi cikal bakal Kedutaan Besar Republik
Indonesia di Myanmar saat ini.8
Sumber : https://saripedia.wordpress.com/tag/peta- negara-negara-asean
Kedekatan hubungan dengan Myanmar membuat Indonesia senantiasa
berupaya aktif dalam proses penyelesaian masalah (part of solution) di Myanmar,
dengan mendukung proses demokratisasi di Myanmar dan rekonsiliasi nasional
Myanmar, serta mengurangi keterisolasian Myanmar dari komunitas internasional.
Myanmar mempercayakan Indonesia sebagai fasilitator dari proses demokratisasinya.
Hal ini dikarenakan latar belakang sejarah dan kedekatan hubungan kedua negara,
8 Ruth Mona Patricia1,dkk, “Upaya Peningkatan Investasi Indonesia Di Myanmar Melalui
Diplomasi Ekonomi Pasca Demokratisasi Myanmar (2011-2013)”, (Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik Universitas Udayana), h., 1
34
dan juga pengalaman yang dimiliki Indonesia menuju negara demokratis, khususnya
keterkaitannya dengan reformasi di tubuh militer.9
Selain itu, hubungan antara Indonesia dengan Myanmar juga tampak pada
kerjasama yang dilakukan dalam organisasi ASEAN. Pembentukan ASEAN sebagai
organisasi regional berasumsi atas kesadaran para pemimpin negara akan pentingnya
sebuah kerjasama untuk menciptakan perdamaian, kemajuan, dan kemakmuran.
Selain itu juga mempunyai beberapa persamaan yaitu persamaan kepentingan,
permasalahan yang dihadapi, pentingnya kerjasama dan solidaritas negara di Asia
Tenggara. Upaya pembentukan organisasi kerjasama internasional khususnya di
kawasan Asia Tenggara telah membuahkan hasil dengan ditandatanganinya Deklarasi
ASEAN atau Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh
Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Malaysia dan para Menteri
Luar Negeri dari Indonesia, Filipina, Singapura dan Thailand.10 Kemudian Myanmar
ikut bergabung dan berpartisipasi pada tanggal 23 Juli 1997.
C. Kebijakan Indonesia dalam Membantu Penyelesaian Konflik Rohingya
Masalah Rohingya sebenarnya tidak berkaitan dengan agama. Melainkan
ketidakjelasan status kewarganegaraan etnis Rohingya sebagai warga Myanmar
selama berpuluh-puluh tahun. Namun, Etnis Rohingya merupakan salah satu etnis
yang tinggal di Myanmar yang mayoritas beragama Islam.
9 Ibid, h.,2 10 Triono, “Peran Asean Dalam Penyelesaian Konflik Etnis Rohingnya,” Jurnal TAPIs Vol.10
No.2 (Juli-Desember 2014), h., 4
35
Pemerintah Indonesia merupakan pemimpin yang membawa Indonesia aktif
dalam berbagai penyelesaian konflik yang terjadi di dunia Internasional. Karena
masalah Etnis Rohingya mulai menjadi sorotan dunia ini terjadi pada tahun 2012
sampai sekarang atau pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
dan Presiden Joko Widodo.
1. Kebijakan Pada Masa Jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Susilo Bambang Yudhoyono merupakan pemimpin aktif dalam
berbagai penyelesaian konflik, di Filipina, Kamboja, Suriah, Libanon, dll.
Menanggapi isu kemanusiaan Rohingya, Susilo Bambang Yudhoyono
membawa Indonesia aktif dalam membantu penyelesaian konflik.
Kebijakan Yudhoyono dilakukan dengan diplomasi bilateral dengan
pemerintah Myanmar, memberikan bantuan kemanusiaan berupa dana
maupun metode sharing of expertise dan bantuan dalam bidang ekonomi
yaitu capacity building. Selain melalui upaya bilateral, Yudhoyono juga
membawa isu konflik Rohingya ini di OKI dan ASEAN.11
Kebijakan Susilo Bambang Yudhoyono dalam membantu
penyelesaian konflik antara etnis Rohingya dan etnis Rakhine adalah
mengirim surat kepada Presiden Thein Sein, menerima kedatangan
pengungsi Rohingya, bekerjasama dengan OKI dalam membantu
penyelesaian konflik Rohingya, menjadi pelopor pembahasan konflik
11 Fatma Arya Ardani, “Kebijakan Indonesia Dalam Membantu Penyelesaian Konflik Antara
Etnis Rohingya Dan Etnis Rakhine Di Myanmar (Studi Karakter Kepribadian Susilo Bambang
Yudhoyono)”, Journal of International Relations, Vol. 1, No 2 (2015), h., 23
36
Rohingya pada forum KTT ASEAN, menunjuk Jusuf Kalla menjadi
Special Envoy , menunjuk PMI sebagai lembaga yang mengkoordinir
bantuan bagi etnis Rohingya, memberikan bantuan 1 Juta Dollar AS,
memberikan bantuan kepada Pemerintah Myanmar dengan metode
Sharing of expertice dengan menfasilitasi kunjungan delegasi Myanmar ke
Aceh, dan berkontribusi dalam memajukan perekonomian Myanmar
dengan mengirimkan BUMN Indonesia untuk berinvestasi di Myanmar,
serta membentuk Blue Books on Indonesia- Myanmar Capacity Building
Partnership.12
2. Kebijakan Pada Masa Jabatan Presiden Joko Widodo
Dalam upaya membentu konflik yang dialami Etnis Rohingya,
Presiden juga melakukan hal yang tidak jauh berbeda dengan
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Hanya saja, pemerintah
Jokowi lebih memilih pendekatan diplomatik. Terbukti, Menteri Luar
Negeri Indonesia Retno Lestari Priansari Marsudi berhasil diundang
langsung menemui pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi
untuk membantu penyelesaian krisis Rohingya.13
Dalam pidatonya pada peresmian Kantin Diplomasi di dalam
pekarangan Kantor Kementerian Luar Negeri Indonesia , Menteri Luar
12 Ibid 13 Media Asing Nilai Presiden Jokowi Lebih Dewasa Tanggapi Isu Rohingya , Okezone
News, 28 Desember 2016 04:44 WIB, https://news.okezone. com/read/2016/12/28/18/1577112/
media-asing-nilai-presiden-jokowi-lebih-dewasa-tanggapi-isu-rohingya
37
Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi mengatakan beberapa upaya
yang telah dilakukan Indonesia dalam membantu Etnis Rohingya
diantaranya:14 Indonesia adalah salah satu negara pertama yang tiba di
Myanmar dan Bangladesh setelah "siklus kekerasan baru" pada bulan
Agustus 2017, Indonesia juga meminta untuk mengakhiri segala bentuk
kekerasan, pemulihan keamanan dan stabilitas,perlindungan semua orang,
pembukaan akses kemanusiaan, dan pelaksanaan rekomendasi yang
tercantum dalam Laporan Kofi Annan. Sebagai cerminan solidaritas,
Indonesia mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Myanmar dan
Bangladesh.
Tahap kedua pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Mrauk U,
Negara Bagian Rakhine, juga dimulai pada akhir tahun 2017. Indonesia
telah menjadi pendorong di belakang Pusat Bantuan Kemanusiaan
ASEAN di Negara Bagian Rakhine. Indonesia menyambut baik
Peresmian Pemulangan antara Myanmar dan Bangladesh, dan berharap
implementasi penuhnya. Indonesia siap berkontribusi dalam
melaksanakan proses repatriasi dan juga dalam pelaksanaan rekomendasi
Laporan Kofi Annan.
Terakhir pada bulan Januari 2018, Presiden Joko Widodo
memberikan bantuan kepada pengungsi Rohingya yang berada di
14 H.E. Retno L. P. Marsudi , 2018 Annual Press Statement Of The Minister For Foreign
Affairs Of The Republic Of Indonesia, Jakarta 9 Januari 2018.
38
Bangladesh.bantuan kemanusiaan ini menunjukkan bahwa Pemerintah
Indonesia konsisten terhadap permasalahan kemanusiaan dan perdamaian.
Khususnya yang dialami para pengungsi Etnis Rohingya. Bantuan yang
diberikan berupa makanan tambahan gizi bayi dan ibu hamil, peralatan
sekolah, lampu darurat dan family kits.15
Dalam menangani pengungsi asing atau pencari suaka yang datang ke
Indonesia, pemerintah Indonesia telah mensahkan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor. 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.
Peraturan ini dibuat untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang –
Undang No. 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.
Dalam Peraturan Presiden No. 125 Tahun 2016 Pasal 4 ayat (1) dan (2)
menegaskan bahwa penanganan pengungsi dapat dilakukan berupa tindakan
penemuan, penampungan, pengamanan dan pengawasan keimigrasian. Proses
penanganan pengungsi tersebut terdiri dari beberapa tahap yaitu dimulai dari proses
penangkapan atau ditemukannya para pengungsi yang sedang transit di Indonesia,
kemudian ditempatkan di RUDENIM (Rumah Detensi Imigrasi) dibawah naungan
Kantor imigrasi setempat, hingga pada proses penentuan status oleh UNHCR, dan
pada proses akhir setelah penentuan status pengungsi tersebut dipindahkan ke negara
ke-3 atau dikembalikan ke negara asal mereka Pemerintah Indonesia telah berupaya
sebaik mungkin dalam menangani masalah pengungsi tersebut. Pada Tahun 2015
15 Dilepas Jokowi, Ini 12 Jenis Bantuan Kemanusiaan untuk Rohingya dari pemerintah RI,
Okezone News, 24 Januari 2018, 16:43, https://news.okezone.com/read/2018/01/24/337/
1849645/dilepas-jokowi-ini-12-jenis-bantuan-kemanusiaan-untuk-rohingya-dari-pemerintah-ri
39
jumlah pengungsi di Aceh mencapai 1.759 orang, lebih dari separuhnya yaitu 1.062
berasal dari etnis Rohingya Myanmar.16 Hingga awal tahun 2017, tercatat setidaknya
959 menetap dan menyebar di sejumlah daerah di nusantara, mulai dari Aceh,
Medan, Makassar hingga Jakarta.17 Jumlah pengungsi dari Etnis Rohingya di Tanah
Indonesia terlaporkan pada September 2017 sekitar 40 jiwa. Posisi pengungsi ini ada
di karantina Imigrasi Medan dan sebagian ada di wilayah Aceh.18
16 Lokasi penampungan pengungsi Rohingya akan ditentukan, BBC Indonesia, 24 Mei 2015,
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/05/150524_pengungsi_rohingya 17 Masalah Pengungsi Rohingya di Indonesia Telah Dipetakan, Ini Uraiannya!, Okezone
News, 05 September 2017 08:15 WIB, https://news.okezone.com/read/2017/09/04/337/1769032
/masalah-pengungsi-rohingya-di-indonesia-telah-dipetakan-ini-uraiannya 18 Begini nasib pengungsi rohingya di Indonesia, Republika.co.id, 04 September 2017, 18.05
WIB, http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/09/04/ovr3a4-begini-
nasib-pengungsi-rohingya-di-indonesia
40
BAB IV
KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA TERKAIT KONFLIK
ROHINGYA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL
DAN HUKUM ISLAM
Etnis Rohingya merupakan salah satu etnis di Myanmar yang menjadi korban
pelanggaran HAM berat yang berupa tidak diaakuinya etnis tersebut sebagai warga
negara Myanmar. Etnis tersebut juga mengalami perlakuan – perlakuan yang
mengarah pada usaha- usaha genosida sehingga konflik ini harus di segera di cari
jalan penyelesaiannya.
A. Suaka Politik dalam Hukum Internasional
Pasca meletusnya Perang Dunia I, banyak masyarakat sipil yang menjadi
korban atas peristiwa tersebut. Kebanyakan dari mereka memilih untuk lari ketempat
yang lebih aman yang jauh dari konflik.Setelah saat itu munculah gagasan mengenai
kesadaran bahwa permasalahan pengungsi tidak hanya berhubungan dengan masalah
bantuan materiil belaka, melainkan lebih diutamakan adalah perlindungan yuridis dan
pemenuhan hak-hak dasar mereka. Sehingga dari peristiwa ini lahirlah Hukum
Pengungsi Internasional. 1
Hukum pengungsi internasional lahir melalui kesepakatan yang dilakukan
oleh negara-negara. Produk hukum yang lahir dari hukum pengungsi internasional
antara lain berbentuk perjanjian-perjanjian internasional. Hukum pengungsi
1 Koesparmono Irsan, Pengungsi Internal dan Hukum Hak Asasi Manusia, (Jakarta Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia, 2007), h. 119
41
internasional merupakan salah satu bentuk fungsi dari sistem hukum internasional
yang mempunyai tugas dan pengawasan pelaksanaannya dominan dijalankan
lembaga-lembaga internasional.2 Hukum Pengungsi Internasional semakin
berkembang pada tahun 1951 ketika diadakannya Konferensi Internasional yang
membahas permasalahan pengungsi dunia di Jenewa. Setelah saat itu dilakukan
pembakuan mengenai perlakuan terhadap pengungsi dalam format universal yang
diakomodir secara universal.3
Dalam hukum internasional, lembaga yang berhak untuk memberikan status
pengungsi kepada seseorang adalah UNHCR (United Nations High Commision for
Refugees).Di dalam Statuta UNHCR dijelaskan mengenai beberapa pendefinisian
mengenai pengungsi. Pengertian pengungsi yang tercantum di dalam beberapa
ketentuan internasional telah dijelaskan oleh penulis sebelumnya yang terdapat di
dalam Pasal 6B Statuta UNHCR, Pasal 1A Ayat (2) Konvensi Tahun 1951, dan Pasal
1 Ayat (2) Protokol 1967.4
Dalam konvensi-konvensi internasional seperti konvensi internasional tentang
penghapusan semua bentuk diskriminasi rasial tahun 1965 dan konvenan
internasional tentang hak-hak sipil dan politik tahun 1966 memberikan perlindungan
untuk kebebasan tanpa adanya diskriminasi. Pasal 5 dalam konvensi internasional
2 Davidson, Hak Asasi Manusia: Sejarah, Teori, dan Praktik Dalam Pergaulan Internasional,
(Jakarta, Grafiti, 1994), h. 84-85 3 Winner Nabilla Jatyputri, Penerapan Prinsip Non- Discrimination Bagi Pengungsi
Rohingya di Indonesia, h., 13 4 Ibid, h., 24
42
tentang penghapusan semua bentuk diskriminasi rasial tahun 1965, yang berbunyi
sebagai berikut:5
Untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dasar yang dicantumkan dalam pasal
2 Konvensi ini, negara-negara pihak melarang dan menghapuskan semua
bentuk diskriminasi rasial serta menjamin hak setiap orang tanpa
membedakan ras, warna kulit, asal bangsa dan suku bangsa, untuk diperlukan
sama di depan hukum, terutama untuk menikmati hak dibawah ini:
a) Hak untuk diperlakukan dengan sama di depan pengadilan dan badan-
badan peradilan lain;
b) Hak untuk rasa aman dan hak atas perlindungan oleh negara dari
kekerasan dan kerusakan tubuh, baik yang dilakukan aparat pemerintah
maupun suatu kelompok atau lembaga;
c) Hak politik, khususnya hak ikut serta dalam pemilihan umum untuk
memilih dan dipilih atas dasar hak pilih yang universal dan sama, ikut
serta dalam pemerintahan maupun pelaksanaan masalah umum pada
tingkat mana pun, dan untuk memperoleh kesempatan yang sama atas
pelayanan umum;
d) Hak sipil lainnya, khususnya;
i. Hak untuk bebas berpindah dan bertempat tinggal dalam wilayah
negara yang bersangkutan;
ii. Hak untuk meninggalkan suatu negara, termasuk negaranya sendiri,
dan kembali ke negaranya sendiri;
iii. Hak untuk memiliki kewarganegaraan;
iv. Hak untuk menikah dan memilih teman hidup;
v. Hak untuk memiliki kekayaan baik atas nama sendiri ataupun
bersama dengan orang lain;
vi. Hak waris;
vii. Hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama;
viii. Hak untuk berpendapat dan menyampaikan pendapat;
ix. Hak berkumpul dan berserikat secara bebas dan damai;
e) Hak ekonomi, sosial, dan budaya, khususnya :
i. Hak untuk bekerja, memilih pekerjaan secara bebas, mendapatkan
kondisi kerja yang adil dan memuaskan, memperoleh perlindungan
dari pengangguran, mendapat upah yang layak sesuai pekerjaannya,
memperoleh gaji yang adil dan menguntungkan;
ii. Hak untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja;
iii. Hak atas perumahan;
iv. Hak untuk mendapat pelayanan kesehatan, perawatan medis,
jaminan sosial dan pelayanan-pelayanan sosial;
5 Konvensi Internasional Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Ras Tahun 1965
43
v. Hak atas pendidikan dan pelatihan;
vi. Hak untuk berpartisipasi yang sama dalam kegiatan kebudayaan;
vii. Hak untuk dapat memasuki suatu tempat atau pelayanan manapun
yang dimaksudkan untuk digunakan masyarakat umum, seperti
transportasi, hotel, restoran, warung kopi, teater, dan taman.
Dan Pasal 27 Kovenan internasional tentang Hak-hak sipil dan Politik 1966
berbunyi sebagai berikut:
“Di negara-negara di mana terdapat golongan minoritas berdasarkan etnis,
agama atau bahasa, orang-orang yang tergabung dalam kelompok-kelompok
minoritas tersebut tidak dapat diingkari haknya, dalam komunitas bersama
anggota lain dalam kelompoknya, untuk menikmati budayanya sendiri, untuk
menjalankan dan mengamalkan agama mereka sendiri, atau untuk
menggunakan bahasa mereka sendiri.6
Dalam Konvensi 1951 jelaskan hak – hak yang didapatkan oleh para pencari
suaka diantaranya:
1. Hak untuk kebebasan beragama (pasal 4)
2. Hak untuk memperoleh pelayanan hukum (pasal 16)
3. Hak untuk bekerja (pasal 17)
4. Hak untuk mempunyai rumah (pasal 21)
5. Hak untuk memperoleh pendidikan (pasal 22)
6. Hak untuk memperoleh bantuan umum (pasal 23)
7. Kebebasan bergerak di dalam wilayah negara (pasal 26);
8. Hak untuk mendapatkan kartu identitas (pasal 27)
9. Pengecualian dari hukuman atas penyusupan secara illegal ke Negara
Pihak dari Konvensi ini (pasal 31)
6 Pasal 27 Kovenan internasional tentang Hak-hak sipil dan Politik 1966
44
10. Hak untuk tidak mengalami pengusiran, kecuali dalam keadaan tertentu
yang sangat jelas (pasal 32).
11. Hak untuk tidak dipulangkan paksa (refouled) ke negara dimana para
pengungsi tersebut mempunyai alasan ketakutan mendapatkan
penganiayaan (pasal 33).
Dari kesepakatan – kesepakatan diatas, jelas bahwa Hukum Internasional
telah memberikan perlindungan terhadap diskriminasi dan juga memberikan hak
kebebasan dalam menikmati budaya nya sendiri dan diberikan kebebasan dalam
beragama. Berdasarkan kasus tersebut maka pemerintah Myanmar telah tidak menaati
prinsip larangan diskriminasi dimana prinsip ini adalah adanya larangan untuk
memberikan perbedaan perlakuan yang didasarkan karena perbedaan agama, warna
kulit, bahasa dan lain sebagainya.
B. Perjanjian Internasional dan Suaka Politik dalam Islam
Asas perdamaian merupakan semangat utama serta prinsip utama Islam dalam
hubungan antarnegara. Sejak mulai kedatangannya, syariat Islam bertujuan
merealisasikan perdamaian7. Allah SWT berfirman :
يم ل ع يع ال م و الس ه ه ن إ لى للا ل ع ك و ت ا و ه ح ل ن اج م ف ل لس وا ل ح ن ن ج إ و
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya
dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.” ( Q.S.Al- Anfal : 61)
1. Perjanjian
7 Muhammad Ashri dan Rapung Samuddin,Hukum Internasional dan Hukum Islam tentang
Sengketa dan Perdamaian, (Jakarta: Kompas Gramedia,2013) h., 205
45
Dalam menciptakan kedamaian, maka Islam sangat mengajarkan pada
umatnya membuat suatu kesepakatan yang disebut dengan perjanjian.
Perjanjian merupakan kesepakatan antara dua orang atau dua kelompok
terhadap satu atau beberapa perkara. Perjanjian juga dapat dilakukan oleh dua
orang atau dua negara, dapat juga dilakukan oleh dua kelompok negara.8
Adapun dari hadist, dalil tentang perjanjian internaasional adalah
kebiasaan Nabi Muhammad SAW yang melakukan banyak perjanjian dengan
orang – orang yang menyatakan berperang pada Madinah. Beliau melakukan
perjanjian damai dengan Quraisy di Hudaybiyyah, Bani Dhamrah, Ailah dan
beberapa negara lainnya.9
Dalam motif perjanjian, kepala negara tidak berkewajiban
memberitahukan kepada semua pihak atau masyarakat banyak. Setelah
perjanjian di umumkan maka perjanjian harus diterapkan. Motif perjanjian
tidak harus dibuka secara terang-terangan kepada pihak lawan dalam perjanjian.
Nabi Muhammad SAW pernah melakukan hal tersebut dalam perjanjian
Hudaybiyyah, target beliau dalam perjanjian adalah memperoleh kebebasan
untuk mengunjungi Baitullah. Penguasa Quraisy mengira bahwa tujuan Nabi
Muhammad SAW memasuki Kota Mekah hanya untuk manasik Umroh.
Ternyata kedatangan ke Mekah sekaligus menaklukkan kawasan tersebut.
Seandainya beliau mengungkapkan motif kedatangannya ke Mekah secara
8 Ija Suntana, Politik Hubungan Internasinal Islam(Siyasah Dauliyah), h., 51 9 Ibid, h., 53
46
terbuka dari awal perundingan, mungkin hambatan dan penentangannya akan
sangat besar.10
Dalam suatu perjanjian ada ketentuan tentang berhentinya suatu
perjanjian atau ketentuan tentang penarikan diri. Kadang dalam perjanjian
internasional ada ketentuan bahwa perjanjian secara otomatis berhenti setelah
waktu tertentu atau karena adanya suatu kejadian tertentu. Dan bisa juga adanya
kehendak dari para pihak untuk menghentikan perjanjian tersebut.11 Nabi
Muhammad SAW membatalkan perjanjian yang dibuat dengan penduduk
Mekah pada saat penaklukan Kota Mekah. Beliau mensyaratkan harus ada
maslahat dalam perjanjian. Apabila maslahat menjadi hilang maka perjanjian
dibatalkan.12
Apabila suatu negara negara bermaksud membatalkan suatu perjanjian
karena dikhawatirkan adanya penghianatan oleh pihak lawan atas dasar indikasi
– indikasi kuat yang menunjukkan hal itu, wajib bagi negara yang bersangkutan
untuk memberitahu kepada pihak lawan tentang pembatalan tersebut. Suatu
negara tidak memiliki hak untuk membatalkan perjanjian secara sepihak tanpa
memberitahukan kepada lawan. Hal inimerupakan doktrin perjanjian yang
tertera dalam firman Allah SWT
10 Ibid, h., 57 11 Sri Setianingsih dan Wahyuningsih,Hukum Internasional, (Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka, 2016) h., 4.31 12 Ija Suntana, Politik Hubungan Internasinal Islam(Siyasah Dauliyah), h., 88
47
ب ح ل ي إن للا اء و ى س ل م ع ه ي ل ذ إ ب ان ة ف ان ي م خ و ن ق افن م خ ا ت م إ و
ين ن ائ خ ال
“Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu
golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara
yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berkhianat.”( Q.S Al- Anfal : 58)
Akibat dari dibatalkannya suatu perjanjian, kondidi hubungan antara
dua negara kembali kepada sebelum adanya perjanjian. Contohnya pelarangan
rakyat suatu negara yang menghentikan dan membatalkan perjanjian untuk
memasuki negara tertentu dengan jaminan keamanan hasil dari perjanjian
yang telah berakhir. Oleh karena itu, orang yang ingin masukk kedalam negeri
membutuhkan jaminan keamanan (visa) yang baru. Atas rakyat negara
tersebut diberlakukan hukum – hukum yang berkaitan dengan negara
lainnya13
2. Suaka Politik Islam
Perlindungan pengungsi terkait dengan perlindungan Hak Asasi
manusia pada umumnya. Hak Asasi Manusia dalam Islam, tidak hanya diakui
tetapi dilindungi sepenuhnya sebagai salah satu pilar bangunan Islam. Prinsip
ini secara tegas telah digariskan dalam Al- Qur’an surat Al – Isra 70:
ات ب ي ن الط م م اه ن ق ز ر ر و ح ب ال ر و ب م في ال اه ن ل م ح م و ني آد ا ب ن م ر د ك ق ل و
يل ض ف ا ت ن ق ل ن خ م ير م ث ى ك ل م ع اه ن ل فض و
13 Ibid, h., 90
48
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik
dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan.”
Pada tanggal 5 Agustus 1990, negara – negara Islam tergabung dalam
Organisasi Konferensi Islam Menghasilkan Deklarasi kemenusiaan
menuruthukum Islam berdasarkan Al- Qur’an dan Sunnah. Deklarasi ini
disebut Deklarasi Cairo yang terdiri dari 25 pasal. Dinyatakan dalam pasal
deklarasi ini semua hak dan kebebasan yang terumus dan tunduk pada syariat
Islam. Hak Asasi meliputi : 14
1. Hak hidup ( Q.S Al- Isra 33, Al- An’am 151)
2. Hak atas persamaan dan status (Q.S Al- Baqarah 286)
3. Kebebasan berekspresi ( Q.S. At- Taubah 71)
4. Hak kebebasan beragama (Q.S Al- Baqarah 256)
5. Hak milik (Q.S Al – Baqarah 188, An- Nisa 29)
6. Hak mendapatkan keadilan ( Q.S Asy- Syura 15)
7. Hak mendapatkan kebutuhan dasar hidup manusia (Q.S Adz-
Dzariyat 19)
8. Hak mendapatkan pendidikan (Q.S Yunus 101)
14 Aryuni Yuliantiningsih, Perlindungan Pengungsi dalam perspektif Hukum Internasional dan
Hukum Islam,Jurnal Dinamika Hukum, Vol.13 No.1 (Januari, 2013), h., 164
49
Sedikitnya terdapat lima etika dasar negara tujuan terhadap para
pencari suaka15, Pertama, Negara tujuan harus bersikap senang dan gembira
atas kedatangan para pencari suaka dan memperlakukan mereka secara baik.
Kedua, memerhatikan kebutuhan hidup mereka secara layak dan
diutamakan. Ketiga, memperlakukan secara setara terhadap setiap pendatang
yang mencari suaka tanpa membeda-bedakannya berdasarkan pertimbangan
ras, kekayaan, agama atau yang lainnya. Keempat, terlarang memberikan
penolakan terhadap para pencari suaka dari negara – negara yang terkena
krisis dan kelaparan. Kelima Penduduk daerah atau wilayah wajib menerima
kedatangan imigran ke negara mereka.
Pengungsi yang masuk ke negara tujuan secara ilegal dilarang
ditangkap dan dipenjara. Izin tinggal untuk orang asing merupakan hal yang
tidak diharuskan bagi mereka yang datang ke suatu negara karena dalam
rangka mencari suaka akibat ancaman keselamatan mereka di negara
asalnya.
Pemulangan atau pengembalian pencari suaka ke negara asalnya yang
kondisi dan situasinya mengancam jiwanya dilarang keras dalam Syariat
Islam. Karena terlarang memulangkan pencari suaka yang terancam
keselamatan jiwanya, Al Syaibani berpendapat bahwa wajib melawan negara
15 Ija Suntana, Politik Hubungan Internasinal Islam(Siyasah Dauliyah), h., 226
50
yang mengancam melakukan tindakan militer agar pencari suaka diekstradisi
ke negara asalnya. 16
C. Kesesuaian Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia dengan Hukum
Internasional.
Indonesia merupakan salah satu negara yang harus berhadapan dengan
permasalahan orang asing pencari suaka dan pengungsi yang masuk dan tinggal di
wilayah Indonesia. Meski bukan negara tujuan, dengan konsekuensi letak geografis,
negara Indonesia merupakan tempat persinggahan terakhir dari gelombang pencari
suaka.
Permasalahan pengungsi dari dari negara lain, merupakan suatu permasalahan
yang harus dincarikan jalan penyelesaiannya oleh pemerintah Indonesia. Berbicara
aturan hukum, aturan yang diterapkan kepada para pengungsi yang ada di Indonesia
ini, yaitu dengan dikeluarkannya Perpres No. 125 Tahun 2016 tentang Penanganan
Pengungsi dari Luar Negeri.
Sampai pada saat ini, penulis belum bisa menemukan data yang mengatakan
bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi Jenewa 1951 tentang Status Pengungsi
sehingga dapat disimpulkan bahwa Indonesia memang belum meratifikasi Konvensi
tersebut. Namun dalam praktek penanganan pengungsi di Indonesia, Pemerintah
sudah menerapkan dan memberikan sebagian hak pengungsi yang ada dalam
Konvensi tersebut
16 Ibid, h., 227
51
Jika Indonesia menjadi negara pihak dalam Konvensi Pengungsi 1951, maka
Indonesia harus melaksanakan ketentuan ketentuan yang diatur dalam konvensi
tersebut. Pasal yang menjadi pertimbangan dari pemerintah Indonesia yaitu pada
Pasal 17 yang berisi Hak untuk bekerja bagi para pengungsi. Pasal tersebut menuntut
negara pihak dari Konvensi tersebut untuk memberi pekerjaan bagi para pengungsi,
dinilai terlalu berat bagi pemerintah Indonesia, mengingat Indonesia adalah negara
berkembang dan memiliki angka pengangguran yang cukup tinggi, pendapatan
perkapita dari penduduk Indonesia sendiri juga dinilai belum cukup layak. Selain itu
pada Pasal terdapat ketentuan untuk memberikan rumah bagi para pengungsi juga
dirasa sangat berat untuk dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Angka kemiskinan
di Indonesia juga cukup tinggi, selain itu masih banyak daerah-daerah tertinggal di
Indonesia yang masih membutuhkan infrastuktur yang layak dari pemerintah pusat,
oleh karena itu jika pemerintah membuat kebijakan dalam hal memberikan fasilitas
berupa rumah bagi para pengungsi sangatlah tidak tepat dan masih jauh dari kondisi
Indonesia sebagai negara berkembang.17
Matriks Implikasi kebijakan Hukum Internasional dengan Kebijakan Politik Luar
Negeri Indonesia dalam penanganan pengungsi,
No. Hukum Internasional
Konvensi 1951
Hukum Indonesia
1
Hak untuk kebebasan beragama
(pasal 4)
Perpres No. 125 Tahun 2016
- Penempatan pengungsi berdasarkan
aspek agama dll (pasal 25e), dan
dekat dengan tempat ibadah (Pasal
17 Yahya Sultoni, Setyo Widagdo dkk,” The Reason Of Indonesia Not Ratified Refugee
Convention 1951 And Legal Protection For Refugees In Indonesia”, Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya, t.p, t.th , h., 8
52
2
3
4
5
6
7
8
9
Hak untuk memperoleh
pelayanan hukum (pasal 16)
Hak untuk bekerja (pasal 17)
Hak untuk mempunyai rumah
(pasal 21)
Hak untuk memperoleh
pendidikan (pasal 22)
Hak untuk memperoleh bantuan
umum (pasal 23)
Kebebasan bergerak di dalam
wilayah negara (pasal 26);
Hak untuk mendapatkan kartu
identitas (pasal 27)
Pengecualian dari hukuman atas
penyusupan secara illegal ke
Negara Pihak dari Konvensi ini
(pasal 31)
26 ayat (2) )
- Fasilitas kebutuhan dasar bagi
pengungsi berupa tempat ibadah (
pasal 26 ayat (5d)
Dalam hal kebebasan beragama,hanya
sebatas 6 agama yang diakui oleh
Indonesia
Perpres No. 125 Tahun 2016
- Pengawas imigrasi membantu
mendata dan meminta persetujuan
PBB agar para pengungsi untuk
dapat dipindahkan ke negara ketiga
Tidak diterapkan
Tidak diterapkan
Pemerintah Indonesia belum bisa
menerapkan pendidikan formal bagi
pengungsi.
Pemerintah Indonesia telah memberikan
bantuan kebutuhan dasar bagi pengungsi.
Tidak diterapkan
Tidak diterapkan
Tidak diterapkan
53
10 Hak untuk tidak mengalami
pengusiran, kecuali dalam
keadaan tertentu yang sangat
jelas (pasal 32).
Pengungsi yang datang ke Indonesia di
terima dan ditampung dengan cukup baik
di Rumah Detensi Imigrasi ( No. 125
tanun 2016 )
Diolah oleh penulis dari berbagai sumber
D. Kesesuaian Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia dengan Hukum
Islam.
Perlindungan terhadap pengungsi dalam aturan agama Islam tidak dapat
dipisahkan dari perlindungan hak asasi manusia, seperti yang telah penlis jelaskan
pada bagian sebelumnya. Jika di tinjau dari hukum Islam, kebijakan yang telah
diambil oleh Presiden Susilo Bambang Yudhonono maupun presiden Joko Widodo
sudah mengikuti aturan Islam terkait penanganan bagi para pencari suaka.
Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia menerima
dengan baik kedatangan para pencari suaka atau pengungsi yang datang ke Indonesia.
Hal ini sesuai dengan etika dasar negara tujuan terhadap para pencari suaka. Selain
itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga telah membantu memperjuangkan hak
– hak dari Etnis Rohingya dengan bekerjasama dengan OKI dan Indonesia menjadi
pelopor pembahasan konflik Rohingya pada forum KTT ASEAN. Dalam tindakan
ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengusahakan hak yang seharusnya
didapatkan oleh umat Islam termasuk pengungsi dari Etnis Rohingya yaitu hak untuk
mendapapatkan keadilan (Q.S Asy- Syura : 15), hak atas persamaan status (Q.S Al-
Baqarah: 286), hak kebebasan beragama ( Q.S Al- Baqarah 256) dan hak-hak lainnya.
54
Pada masa pemerintahan Joko Widodo, kebijakan yang diambil juga hampir
sama dengan kebijakan yang sebelumnya, jika pada masa Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono melakukan beberapa hubungan diplomasi bilateral dengan myanmar,
begitupun juga dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo termasuk
juga memperjuangkan hak – hak dari pengungsi Etnis Rohingya.
Hal yang meninjol dari kebijakan Presiden Joko Widodo adalah adanya aturan
baku berupa Peraturan Presiden No. 125 Tahun 2016. Peraturan ini mengatur dengan
jelas tentang bagaimana kebijakan dan tindakan yang dilakukan oleh Indonesia
terhadap para pengungsi yang datang ke Indonesia seperti pengungsi dari Etnis
Rohingya.
Matriks implikasi kebijakan Hukum Islam dengan Kebijakan Politik Luar Negeri
Indonesia dalam penanganan pengungsi,
No. Hukum Islam Kebijakan Indonesia
1 Mengadakan perjanjian hubungan
antar negara mengenai
penyelesaian suatu konflik di
negara tersebut. (Perjanjian
Hudaybiyyah)
Mengadakan hubungan diplomasi
bilateral dengan negara Myanmar terkait
Konflik Etnis Rohingya (UU No. 37
tahun 1999 Tentang Hubungan Luar
Negeri.)
2 Melindungi Hak Asasi Manusia
a. Hak hidup (Q.S. Al- Isra : 33,
Q.S Al- An’am : 151)
Melindungi Hak Asasi Manusia
a. Memberikan pertolongan kepada
pengungsi, baik berupa pemberian
makanan maupun tempat tinggal
atau penampungan. (Perpres No. 125
Tahun 2016 tentang penanganan
pengungsi dari luar negeri),
pembangunan rumah sakit di
Rakhine, tidak memulangkan etnis
Rohingya ke tempat asalnya karena
dapat mengancam nyawa mereka.
55
b. Hak atas pesamaan dan status
(Q.S Al- Baqarah : 286) dan hak
mendapatkan keadilan ( Q.S
Asy – Syura : 15 )
c. Hak kebebasan beragama (Q.S
Yunus :101)
d. Hak mendapatkan kebutuhan
dasar hidup manusia (Q.S Adz-
Dzariyat: 19)
b. Indonesia bersama PBB dan negara
lainnya mendesak Myanmar untuk
memberikan kewarganegaraan
kepada Etnis Rohingya.
c. Perpres No. 125 Tahun 2016
- Penempatan pengungsi berdasarkan
aspek agama dll (pasal 25e), dan
dekat dengan tempat ibadah (Pasal
26 ayat (2) )
- Fasilitas kebutuhan dasar bagi
pengungsi berupa tempat ibadah (
pasal 26 ayat (5d)
Dalam hal kebebasan beragama,hanya
sebatas 6 agama yang diakui oleh
Indonesia
Memberikan kebutuhan dasar bagi
pengungi berupa penyediaan air bersih,
makan, minum, pakaian, pelayanan
kesehatan dan kebersihan, dan fasilitas
ibadah. (Pasal 26 ayat (4) dan (5)
Perpres No. 125 tahun 2016)
Diolah oleh penulis dari berbagai sumber
56
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari kebijakan politik luar negeri yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia sesuai dalam penjelasan bab- bab sebelumnya pada skripsi ini,
maka penyususun dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemerintah Indonesia telah berupaya dalam membantu penyelesaian
konflik yang dialami oleh Etnis Rohingya dengan cara musyawarah atau
hubungan diplomasi dengan Myanmar, serta meminta kepada pemerintah
Myanmar agar permasalahan ini segera dihentikan. Selain itu, dalam
membantu para pengungsi yang berada di Indonesia, Pemerintah
Indonesia telah menampung dan memenuhi kebutuhan dasar pengungsi
dengan cukup baik walaupun pemerintah Indonesia tidak dapat
memberikan status pengungsi karena Indonesia bukan negara yang
meratifikasi Konvensi 1951.
2. Terdapat persamaan dan kesesuaian antara hukum internasional dan
hukum Islam dalam hal perlindungan terhadap pengungsi. Namun jika
disandingkan dengan yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia,
maka belum semua hak dari pengungsi dapat diberikan oleh Indonesia,
mengingat Indonesia juga belum mampu melakukan hal tersebut. Hak-
hak para pengungsi yang dapat dipenuhi diantaranya : hak kebebasan
beragama, hak untuk mendapatkan bantuan dasar kebutuhan hidup, hak
57
mendapatkan keadilan dan hak untuk tidak diusir dari wilayah yang
ditempatinya. Sedangkan hak – hak yang lain, seperti mendapatkan
pendidikan dan hak milik seperti rumah dan sebagainya, tidak dapat di
terapkan di Indonesia mengingat kondisi dari masyarakat Indonesia
sendiri yang juga belum memenuhi kebutuhan secara maksimal akan hal
tersebut.
B. Rekomendasi
Karena upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia belum sepenuhnya
dapat memenuhi hak – hak dari para pengungsi, maka penulis memberikan
rekomendasi terhadap pemerintah Indonesia untuk melakukan langkah-langkah
sebagai berikut:
- Memberikan pendidikan sementara yang baik bagi para pengungsi Etnis
Rohingya, baik itu pendidikan formal maupun non-formal
- Memberikan kebebasan berkerja atau berkarya sementara di penampungan
bagi pengungsi Etnis Rohingya agar mereka tidak hanya mengandalkan
bantuan dana dari pemerintah.
- Bekerjasama dengan Myanmar dan PBB dapat menyelesaikan konflik Etnis
Rohingya ini secepat mungkin.
58
DAFTAR PUSTAKA
Buku – Buku
Ashofa, Burhan, MetodePenelitian Hukum, Jakarta: Rienaka Cipta,1996.
Brown, Chris with Kirsten Ainley, Understanding International Relations, New
York: Palgrave Macmillan, Third Edition, 2005
Davidson, Hak Asasi Manusia: Sejarah, Teori, dan Praktik Dalam Pergaulan
Internasional, Jakarta: Grafiti, 1994
Hadi, Sutrisno Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset,1990
Irsan, Koesparmono, Pengungsi Internal dan Hukum Hak Asasi Manusia, Jakarta:
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2007
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Diplomasi Indonesia 2014, Jakarta
Pusat: Direktorat Informasi Dan Media, Direktorat Jenderal Informasi Dan
Diplomasi Publlk, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, , Cet.
Kedua, 2015.
Luhulima, Dkk. Asean di Dalam Politik Luar Negeri RI, Jakarta : Sekretariat
Nasional Asean, 1998
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Prenadamedia Group, 2010.
Muslim, Imam Abi Husain Shahih Muslim, Riyadh: Darussalam, 1998
Nasution, Nazarudin, Dinamika Politik Luar Negeri Indonesia, Jakarta : Yayasan
Bina Insan Cita,2017.
Perwita, Anak Agung Banyu dan Yanyan Mochammad Yani, Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional , Bandung :PT. Remaja Rosda Karya, Cet. Ketiga,
2011.
Roy,S. L Diplomasi, Jakarta: Rajawali Pers, 1991.
Samuddin, Muhammad Ashri dan Rapung Hukum Internasional dan Hukum Islam
tentang Sengketa dan Perdamaian, Jakarta: Kompas Gramedia,2013.
Soeprapto, Hubungan Internasional: Sistem, Interaksi dan Perilaku, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, Cet. Pertama, 1997
59
Sri Setianingsih dan Wahyuningsih, Hukum Internasional, Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka, 2016.
Suntana, Ija, Politik Hubungan Internasinal Islam(Siyasah Dauliyah), Bandung:
Pustaka Setia, 2015.
Jurnal dan Skripsi
Azizah, “Pemberontakan Sporadis Muslim Rohingya Pascakemerdekaan Burma
1948-1988” Skripsi S1, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, 2006
Jatyputri, Winner Nabilla, Penerapan Prinsip Non- Discrimination Bagi
Pengungsi Rohingya di Indonesia.Skripsi S1: t.t., ADLN Perpustakaan
Airlangga, t.th.
Kusumo, Ayub Torry Satriyo, Optimalisasi Peran Internasional Criminal Court
dan Aplikasi Aksi Kemanusiaan sebagai Inisiasi Penyelesaian Kasus Etnis
Rohingya, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 14 No. 3 September 2014,
Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Noviar, Muhammad Imam, ”Kebijakan Luar Negeri Indonesia terhadap konflik
Palestina Pasca Agresi Israel Di Jalur Gaza”. Skrips S1,Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015
Patricia, Ruth Mona ,dkk, Upaya Peningkatan Investasi Indonesia Di Myanmar
Melalui Diplomasi Ekonomi Pasca Demokratisasi Myanmar (2011-2013).
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Udayana, t.th
Susanti, Aviantina “Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat Etnis Rohingya di
Myanmar Berdasarkan Hukum Internasional” Jurnal Ilmiah S1, Fakultas
Hukum Universitas Brawijaya, t.p., 2014
Triono,” Peran Asean dalam Penyelesaian Konflik Etnis Rohingnya” Jurnal TAPIs,
Vol.10 No.2 (Juli-Desember 2014),t.t.,
Yuliantiningsih, Aryuni, Perlindungan Pengungsi dalam perspektif Hukum
Internasional dan Hukum Islam,Jurnal Dinamika Hukum, Vol.13 No.1
(Januari), 2013. t.t.,
Ardani, Fatma Arya, Kebijakan Indonesia Dalam Membantu Penyelesaian Konflik
Antara Etnis Rohingya Dan Etnis Rakhine Di Myanmar (Studi Karakter
60
Kepribadian Susilo Bambang Yudhoyono), Journal of International Relations,
Vol. 1, No 2 ,2015, t.t.,
Aris Pramono, Peran UNHCR Dalam Menangani Pengungsi Myanmar Etnis
Rohingya di Bangladesh (periode 1978-2002), Skripsi S1, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2010.
Undang – Undang dan Konvensi
Konvensi Internasional Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Ras Tahun
1965, disetujui dan dibuka bagi penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi
Majelis Umum 2106 A (XX), 21 Desember 1965, berlaku 4 Januari 1969.
Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik 1966, ditetapkan oleh
Resolusi Majelis Umum 2200 A(XXI) Tanggal 16 Desember 1966,terbuka
untuk penandatanganan, Ratifikasi dan Aksesi
UU No. 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri
Internet
Begini nasib pengungsi rohingya di Indonesia, Republika.co.id, 04 September 2017,
18.05 WIB, Diakses pada Tanggal 30 Maret 2018 Pukul 13.22 WIB dari
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-
nusantara/17/09/04/ovr3a4 begini-nasib-pengungsi-rohingya-di-indonesia
Burma: UN Expert Visits Refugee Camps, Radio Free Asia, (Burma) February. 11,
2013 dari http://www.refworld.org/docid/511ce46723.html
Dilepas Jokowi, Ini 12 Jenis Bantuan Kemanusiaan untuk Rohingya dari pemerintah
RI, Okezone News, 24 Januari 2018, 16:43 WIB, Diakses pada Tanggal 30
Maret 2018 Pukul 13.02 WIB dari https://news.okezone.com/
read/2018/01/24/337/1849645/ dilepas-jokowi-ini-12-jenis-bantuan-
kemanusiaan-untuk-rohingya-dari-pemerintah-ri
Hubungan RI–Myanmar Sepanjang Masa, KBRI di Yangon , Minggu, 21 Januari
2007, Diakses pada 22 Februari 2018 Pukul 18.01 WIB dari
https://www.kemlu.go.id/yangon/id/berita-agenda/berita-perwakilan/Pages/
Hubungan -RI-Myanmar-Sepanjang-Masa.aspx
61
Indonesia Terpilih Kembali Sebagai Anggota Dewan Ham PBB”. Antara News, 21
Mei 2011. Diakses pada 20 Februari 2018 Pukul 17.18 WIB dari
https://www.antaranews.com/berita/259546/indonesia-terpilih-kembali-
sebagai-anggota -dewan-ham-pbb.
Islam, Nurul “Facts about The Rohingya Muslims Of Arakan”, Diakses 22 Februari
2018 pukul 13.40 dari http://www.rohingya.org/portal/index.php/learn-about-
rohingya.html,
Jokowi minta Code of Conduct laut Cina Selatan Segera Beres, Tempo.co, Senin, 13
November 2017 19:21 WIB , Diakses pada 22 Februari 2018 Pukul 14.32
WIB. dari https://nasional.tempo.co/read /1033374/jokowi-minta-code-of-
conduct-laut-cina-selatan-segera-beres.
Lokasi penampungan pengungsi Rohingya akan ditentukan, BBC Indonesia, 24 Mei
2015, Diakses pada Tanggal 30 Maret 2018 Pukul 13.12 WIB dari
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/05/150524_pengungsi_
rohingya
Masalah Pengungsi Rohingya di Indonesia Telah Dipetakan, Ini Uraiannya!,
Okezone News, 05 September 2017 08:15 WIB, Diakses pada Tanggal 30
Maret 2018 Pukul 13.13 WIB dari
https://news.okezone.com/read/2017/09/04/337/1769032 /masalah-pengungsi-
rohingya-di-indonesia-telah-dipetakan-ini-uraiannya
Media Asing Nilai Presiden Jokowi Lebih Dewasa Tanggapi Isu Rohingya ,
Okezone News, 28 Desember 2016 04:44 WIB, diakses tanggal 02 Maret
2018 dari https://news.okezone. com/read/2016/12/28/18/1577112/ media-
asing-nilai-presiden-jokowi-lebih-dewasa-tanggapi-isu-rohingya
Nuswanto, Heru Susetyo “Kekerasan Negara Sumbu Konflik Myanmar (Tanggapan
untuk Hamid Awaluddin)” dari http://www.kompasiana.com/hsusetyo
/kekerasan-negara-sumbu-konflik-arakan-
myanmar_55173ec8a333117107b65b00( diakses tanggal 14 September 2017
pukul 11.16 WIB)
Pemusnahan Total, Militer Myanmar Hancurkan 288 Desa Rohingya, Sindo News, (
Jakarta), 17 Oktober 2017 diakses tanggal 01 Maret 2018 dari
https://international.sindonews.com/read/1249149/42/pemusnahan-total-
militer-myanmar-hancurkan-288-desa-rohingya-1508232176
RI-AS Sepakati Solusi Damai Sengketa Laut China Selatan,” CNN Indonesia, Jumat,
21/04/2017 , 20:37 WIB Diakses 22 Februari 2018 Pukul 14.13 WIB, dari
62
https://www. cnnindonesia.com/internasional /20170421190132-106-
209339/ri-as-sepakati-solusi-damai-sengketa-laut-china-selatan
The Government Could Have Stopped This, Human Rights Watch, (Burma),
August.01, 2012, from https://www.hrw.org/report/2012/07/31/government-
could-have-stopped/sectarian-violence-and-ensuing-abuses-burmas-arakan