122
PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN UTANG-PIUTANG (STUDI KASUS NO. 409/Pdt.G/2016/PN.MDN) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : FADILLA AULIA SYAFITRI NIM : 160200452 DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

  • Upload
    others

  • View
    17

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN

UTANG-PIUTANG

(STUDI KASUS NO. 409/Pdt.G/2016/PN.MDN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

FADILLA AULIA SYAFITRI

NIM : 160200452

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 2: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 3: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 4: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

i

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Allah

S.W.T dan Salawat terhadap junjungan Nabi Muhammad S.A.W karena atas segala

karunia, rahmat, dan kasih sayang-Nya, yang telah memberi ilmu pengetahuan dan

kekuatan bagi lahir dan batin sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini pada

Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata BW di

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi yang berjudul “Penyelesaian Perkara Wanprestasi Dalam

Perjanjian Utang-Piutang (Studi Kasus No.409/2016/PN.MDN)” yang disusun dan

diajukan kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi

tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

Program Studi Strata Satu (S1). Judul skripsi ini ditulis guna membahas mengenai

penyelesaian perkara wanprestasi perjanjian utang-piutang di Pengadilan Negeri

Medan serta penyebab terjadinya wanprestasi dalam perjanjian utang-piutang. Di

dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari banyak kekurangan dan masih jauh

dari sempurna, untuk itu terbuka menerima kritik dan saran yang membangun dari

para pembaca untuk perbaikan di kemudian hari.

Mulai pengerjaan hingga penyelesaian pada penulisan skripsi ini, penulis

mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberi bantuan pada

penulis memberikan materi perkuliahan, hingga dukungan moril hingga dukungan

materil dan semangat penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Dalam kesempatan

ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besamya kepada :

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, yang selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 5: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

ii

2. Prof. Dr. H. OK. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

5. Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

6. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

7. Ibu Dr. Marianne Magda, S.H., M.Kn. yang selaku Dosen Penasihat Akademik

penulis yang telah memberikan nasihat dan arahan kepada penulis

8. Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS., yang selaku Dosen Pembimbing I yang telah

membimbing penulis dengan berupa masukan dan arahan yang baik di dalam

pengerjaan skripsi ini

9. Ibu Rabiatul Syahriah, SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah

membimbing penulis dan memberikan masukan serta arahan yang baik di dalam

pengerjaan skripsi ini

10. Seluruh Staf Dosen Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang

telah membagikan ilmu khususnya dalam bidang hukum

11. Seluruh Pegawai dan Staf yang telah membantu penulis dalam hal administrasi

di bagian pendidikan dari awal memasuki bangku perkuliahan sampai sekarang

12. Teristimewa orang tua dan keluarga penulis yang memberikan dukungan berupa

doa dan kasih sayang serta dukungan baik moril maupun materiil.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 6: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

iii

13. Terimakasih kepada teman-teman penulis yang telah membantu memberikan

saran-saran berguna dan dukungan kepada penulis selama pengerjaan skripsi.

Demikianlah dengan skripsi ini yang sangat jauh dari kata sempurna. Oleh

karenanya, penulis dengan kerendahan hati mengharapkan adanya kritik dan saran

yang membangun demi perbaikan menuju yang lebih baik dan bermanfaat bagi kita

semua, terutama para mahasiswa/i dan kalangan praktisi dibidang hukum.

Medan, Februari 2020

Fadilla Aulia Syafitri

160200452

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 7: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

iv

ABSTRAK

Tan Kamello*

Rabiatul Syahriah**

Fadilla Aulia Syafitri***

Hukum perdata merupakan salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan

kewajiban orang dan badan hukum sebagai subjek hukum. Dalam pemenuhan hak

dan kewajiban tersebut merupakan hukum perjanjian yang mana para subjek hukum

berusaha untuk memenuhi suatu prestasi yang telah diperjanjikan. Permasalahan

wanprestasi (ingkar janji) dalam suatu perjanjian utang-piutang merupakan suatu

permasalahan hukum yang umum terjadi dalam perkara wanprestasi. Sehingga

memunculkan suatu permasalahan hukum yang terkadang dalam penyelesaiannya

tidaklah mudah dan cepat serta berlarut-larut, yang menyebabkan pemasalahan

hukum tersebut akan dibawa ke pengadilan untuk diselesaikan melalui putusan para

majelis hakim. Adapun permasalahan sengketa wanprestasi yang akan dibahas di

dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimanakah pengaturan hukum perjanjian

utang-piutang di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) di

Indonesia, apakah yang menjadi faktor penyebab dari terjadinya suatu sengketa

wanprestasi di dalam perkara Nomor 409/Pdt.G/2016/PN.MDN, dan bagaimanakah

penyelesaian hukum terhadap suatu perbuatan wanprestasi utang-piutang terhadap

suatu putusan dengan Nomor 409/Pdt.G/2016/PN.MDN.

Metode penelitian yang dipergunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah

metode normatif dengan pendekatan yuridis. Studi kasus yang akan dibahas di

dalam penelitian skripsi ini adalah Putusan Nomor 409/Pdt.G/2016/PN.MDN. Data

yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder yang mencakup tiga

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Hasil penelitian ataupun kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa

perjanjian utang-piutang uang termasuk kedalam jenis suatu perjanjian pinjam-

meminjam yang ada diatur di dalam Pasal 1754 KUHPerdata. Dalam kasus Putusan

Nomor 409/Pdt.G/2016/PN.MDN perjanjian utang-piutang antara penggugat dan

tergugat terjadi karena asas kepercayaan dan iktikad baik (Pasal 1338 KUHPerdata)

dari penggugat untuk menolong tergugat yang membutuhkan modal untuk proyek

kerjanya. Faktor penyebab terjadinya wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal

1238 KUHPerdata bahwa perkara ini disebabkan oleh kelalaian/kesengajaan pihak

tergugat yang secara sadar menghindari prestasi sebagaimana yang diperjanjikan

dengan pihak penggugat. Pihak penggugat telah memberikan surat teguran berupa

somasi kepada tergugat sebanyak 3 kali peringatan, namun tergugat mengabaikan

surat teguran tersebut yang mengakibatkan penyelesaian suatu perkara wanprestasi

perjanjian utang-piutang yang dilakukan oleh tergugat terhadap penggugat adalah

ditempuh melalui jalur pengadilan. Pihak tergugat tidak pernah menghadiri sidang

meskipun telah dipanggil secara sah dan patut oleh majelis hakim, sehingga hakim

memutuskan untuk menjatuhkan putusan versteek terhadap perkara ini.

Kata Kunci : Perjanjian Utang-Piutang, Wanprestasi

* Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Hukum Sumatera Utara *** Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 8: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i

ABSTRAK ......................................................................................................... iv

DAFTAR ISI .......................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................... 8

C. Tujuan Penulisan ............................................................................ 8

D. Manfaat Penulisan .......................................................................... 9

E. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 10

F. Metode Penelitian ......................................................................... 15

G. Keaslian Penulisan ........................................................................ 18

H. Sistematika Penelitian ................................................................... 18

BAB II PENGATURAN PERJANJIAN UTANG-PIUTANG MENURUT

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA ..................... 20

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Utang-Piutang .............. 20

B. Jenis-Jenis Utang-Piutang ............................................................. 32

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak .................................................... 35

D. Akibat Hukum Perjanjian Utang-Piutang ..................................... 39

BAB III FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA WANPRESTASI DALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 9: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

vi

PERJANJIAN UTANG-PIUTANG ................................................ 52

A. Pengertian dan Dasar Hukum Wanprestasi. ................................. 52

B. Bentuk-Bentuk Wanprestasi. ........................................................ 58

C. Penyebab Terjadinya Wanprestasi Dalam Perjanjian Utang-Piutang

...................................................................................................... 60

D. Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perjanjian Utang-Piutang .... 68

BAB IV PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM

PERJANJIAN UTANG-PIUTANG TERHADAP PUTUSAN

NO.409/Pdt.G/2016/PN.MDN .......................................................... 74

A. Sebab-Sebab Terjadinya Sengketa Wanprestasi Terhadap Perkara

No. 409/Pdt.G/2016/PN.Mdn. ...................................................... 74

B. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan Perkara

Wanprestasi ................................................................................... 83

C. Analisis Hukum dari Putusan Majelis Hakim Terhadap Perkara

dengan No. 409/Pdt.G/2016/PN.Mdn. ......................................... 87

D. Ringkasan Putusan No. 409/Pdt.G/2016/PN.MDN ...................... 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 107

A. Kesimpulan ................................................................................. 107

B. Saran ........................................................................................... 108

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 110

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 10: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum pada dasarnya haruslah sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa yang

bersangkutan. Hukum merupakan suatu seperangkat peraturan yang tidak hanya

memandang hukum itu sebagai kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan

manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga dan proses yang

diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.1

Hukum perdata merupakan salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan

kewajiban orang dan badan hukum sebagai subjek hukum. Hukum perdata dibagi

menjadi menjadi dua, yaitu hukum perdata materiil dan formil. Dalam hukum

perdata materiil merupakan hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan

perdata subjek hukum. Sedangkan, hukum perdata formil merupakan hukum yang

mengatur bagaimanakah cara seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar

oleh orang lain. Hukum perdata formil mempertahankan hukum perdata materiil,

karena dalam hukum perdata formil memiliki fungsi untuk menerapkan hukum

perdata materiil apabila ada yang melanggarnya.2

Pemenuhan hak dan kewajiban terdapat aturan yang ada hidup dan

berkembang dalam masyarakat dan merupakan salah satu aturan yang paling sering

digunakan dalam masyarakat yaitu hukum perjanjian. Dalam tiap-tiap perjanjian

ada dua macam subjek, yaitu ke-1 (satu) seorang manusia atau suatu badan hukum

1 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat, dan Pembinaan Hukum

Nasional, Bandung: Binacipta, 1978, hlm. 15. 2https://www.kompasiana.com/aliffiandafa7250/5e8ebe19097f361bd7592a12/hu

kum-perdata-macam-jenis-dan-penjelasan-lengkap-dengan-referensi (diunduh pada

tanggal 23 Mei 2020 pukul 03:35)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 11: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

2

yang mendapat beban kewajiban untuk sesuatu dan ke-2 (dua) seorang manusia atau

suatu badan hukum yang mendapat hak atas pelaksanaan kewajiban itu.3

Objek dari perjanjian adalah kebalikan dari subjek perjanjian. Objek dalam

perjanjian dapat diartikan sebagai hal yang diperlukan oleh subjek itu berupa suatu

hal yang penting dalam tujuan yang dimaksudkan dengan membentuk perjanjian 4

Marcus Tullius Cicero seorang filsuf, ahli hukum, dan ahli politik kelahiran

Roma yang mengatakan “Ubi societas ibi ius” atau yang diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia adalah “dimana ada masyarakat disitu ada hukum”, pepatah ini

mengungkapkan konsep filosofi Cicero yang menyatakan bahwa hukum tidak dapat

dipisahkan dari masyarakat. Kedamaian dan keadilan dari masyarakat hanya bisa

dicapai apabila tatanan hukum telah terbukti mendatangkan keadilan dan dapat

berfungsi dengan efektif.5

Terjalinnya kesepakatan antara para pihak sebagai anggota masyarakat

untuk melaksanakan suatu perjanjian menimbulkan hubungan hukum. Manusia

sebagai subjek hukum berinteraksi sehingga menimbulkan suatu ikatan diantara

mereka. Perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena adanya undang-

undang (Pasal 1233 KUHPerdata). Dalam suatu perikatan tersebut mengakibatkan

terbentuknya suatu kontrak atau perjanjian. Perjanjian sebagaimana diatur di dalam

buku ke III KUHPerdata Pasal 1313 yaitu: “Suatu persetujuan adalah suatu

perbuatan dimana adanya satu orang atau lebih yang mengikatkan diri terhadap

satu orang lain atau lebih”.

3 R. Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Bandung: Mandar Maju,

2011, hlm. 13. 4 Ibid, hlm. 19. 5 https://www.academia.edu/2479524/Ubi_Societas_Ibi_Ius. (diakses pada 5

Maret 2020, pukul 21:29)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 12: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

3

Para pihak secara sadar dan sengaja mengkhendaki ada terjalinnya suatu

perikatan diantara mereka untuk memperoleh manfaat dan keuntungan yang sejak

awal telah dikhendaki dan diperhitungkan. Membuat suatu perjanjian diperlukan 4

(empat) syarat agar suatu perjanjian dapat dikatakan sah sebagaimana diatur dalam

Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu; dan

4. Suatu sebab yang halal.

Pemenuhan prestasi sering terjadi ingkar janji (wanprestasi) yang dilakukan

para pihak yang berkontrak. Wanprestasi diatur di dalam Pasal 1243 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), berbunyi: “Penggantian biaya, kerugian

dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur,

walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan tersebut,

atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan

atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”.

Prestasi adalah suatu yang wajib harus dipenuhi oleh pihak debitur dalam

setiap perikatan. Prestasi merupakan isi dari pada perikatan.6 Sehingga apabila

pihak debitur gagal melaksanakan kewajibannya dalam pemenuhan suatu prestasi

maka ia dapat dikatakan telah melakukan ingkar janji.

Salah satu masalah yang sering terjadi di dalam suatu perbuatan wanprestasi

adalah permasalahan ingkar janji dalam perjanjian utang-piutang, yang bilamana

6 Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung: Alumni,

2010, hlm 218

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 13: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

4

dilihat dalam KUHPerdata perjanjian utang-piutang termasuk ke dalam perjanjian

pinjam-meminjam.

Perjanjian pinjam-meminjam diatur dalam Pasal 1754 KUHPerdata adalah

“persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain

sesuatu jumlah tentang barang-barang atau uang yang menghabiskan karena

pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan

dengan jumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.

Perjanjian ini dapat terjadi sengketa apabila salah satu pihak (debitur) tidak

melaksanakan hak dan kewajiban yang telah disepakati diantara kedua belah pihak

yang mengakibatkan tidak terlaksanakannya dan tidak terpenuhinya prestasi pihak

lainnya (kreditur). Perjanjian utang-piutang, kreditur sebagai pihak yang aktif dan

debitur sebagai pihak yang pasif.

Debitur terdapat dua unsur yaitu schuld dan haftung. Schuld adalah utang

pihak debitur kepada pihak kreditur sedangkan haftung adalah harta kekayaan pihak

debitur yang dipertanggungjawabkan bagi pelunasan utang debitur tersebut.7

Pihak debitur yang berkewajiban untuk menyerahkan sesuatu barang akan

tetapi tidak memelihara barangnya dengan baik sebagaimana diisyaratkan oleh

undang-undang, bertanggung jawab atas berkurangnya nilai harga barang tersebut

karena kesalahannya.8 Kesalahan mempunyai dua pengertian, yaitu dalam arti luas

yang meliputi kesengajaan dan kelalaian dan dalam arti sempit yang mencakup

kelalaian saja.9 Oleh karena itu, akan muncul suatu permasalahan hukum yang

7 R.Setiawan, Pokok Pokok Hukum Perikatan, Bandung: Putra A Bardin, 2006,

hlm 7. 8 Ibid, hlm. 16. 9 Ibid, hlm. 17.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 14: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

5

terkadang di dalam penyelesaiannya tidaklah mudah dan cepat serta berlarut-larut,

yang pada akhirnya pemasalahan hukum tersebut haruslah dibawa ke jalur

pengadilan untuk diselesaikan melalui putusan hakim.

Permasalahan sengketa utang-piutang yang disebabkan debitur lalai dalam

memenuhi suatu prestasi yang telah diperjanjikan yaitu mengembalikan utang yang

merupakan tanggung-jawab pihak debitur merupakan masalah bagi pihak kreditur.

Pihak kreditur tidak mungkin mengambil barang-barang milik pihak debitur untuk

pelunasan utang pihak debitur, karena hal tersebut dapat mengakibatkan munculnya

perkara pidana yang dapat merugikan pihak kreditur.

Menurut Pasal 1238 KUHPerdata, seorang debitur dianggap lalai jika

“seorang debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis

itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan tersebut

mengakibatkan pihak debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang

ditentukan”.

Akibat dari kelalaian pihak debitur, pihak kreditur yang merasa pihaknya

dirugikan dapat mengajukan suatu tuntutan wanprestasi melalui Pengadilan Negeri.

Sebelum pihak kreditur mengajukan gugatan menurut Mariam Darus Badrulzaman,

pihak kreditur harus memberitahukan, menegur, memperingatkan pihak debitur

dalam bentuk somasi bahwa pihak debitur wajib untuk melaksanakan kewajibannya

sesuai dengan yang diperjanjikan sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan.

Apabila waktu yang diperjanjikan telah terlampaui, maka pihak debitur dianggap

lalai.10 Sehingga akibat dari kelalaian debitur dapat ditempuh suatu upaya hukum.

10https://www.legalakses.com/kapan-para-pihak-dianggap-lalai-melaksanakan-

perjanjian/. (diakses pada 23 Januari 2020 pukul 11:19)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 15: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

6

Penyelesaian suatu sengketa di pengadilan dapat ditempuh apabila dalam

suatu perkara para pihak yang bersengketa tidak mampu menyelesaikan perkara

tersebut secara damai sehingga memerlukan bantuan dari hakim untuk memutuskan

penyelesaian terhadap perkara tersebut. Penyelesaian suatu sengeketa di pengadilan

termasuk dalam perkara perdata. Dikenal ada dua macam perkara perdata, yaitu

perkara gugatan dan perkara permohonan. Di dalam suatu sengketa perbuatan

wanprestasi terhadap perjanjian utang-piutang termasuk ke dalam perkara gugatan,

karena dalam perkara tersebut terdapat dua pihak bersengketa, yaitu pihak

penggugat (kreditur) melawan pihak tergugat (debitur). Dalam putusan hakim

terhadap suatu perkara gugatan ada tiga putusan yang dapat dihasilkan, yaitu

gugatan dikabulkan seluruhnya, gugatan dikabulkan sebagian, dan gugatan tidak

dikabulkan. Posita gugatan memberikan arah terhadap tuntutan gugatan. Mengenai

apa yang dikhendaki penggugat atas hal-hal yang dianggap penggugat telah

melanggar dan telah merugikan hak-haknya, dicantumkan dalam tuntutan tersebut.

Dalam petitum harus dirumuskan oleh penggugat dengan jelas dan tegas.11

Penggugat baru dapat mengajukan tuntutannya apabila di dalam perjanjian

utang-piutang tersebut merupakan suatu perjanjian yang sah, dan juga tuntutan

terhadap tergugat perihal wanpretasi yang telah dilakukan tergugat haruslah sudah

terbukti. Mengenai apa yang telah dituntukan oleh pihak penggugat dalam petitum

suatu gugatan harus disusun secara berurutan, tuntutan tersebut merupakan tuntutan

pokok. Selain itu, pihak penggugat dapat mengajukan tuntutan tambahan, yaitu:

pihak tergugat dihukum untuk membayar utang ditambah dengan bunganya, dan

11 Gatot Supramono, Perjanjian Utang-Piutang, Jakarta: Kencana, 2013, hlm. 152.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 16: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

7

juga tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara di pengadilan.12 Suatu

perjanjian akan berjalan dengan baik dan lancar apabila para pihak yang mengikat

diri dalam suatu perjanjian melaksanakan perjanjian tersebut dengan iktikad baik,

maka masalah ingkar janji (wanprestasi) dapat terhindari.

Namun apabila salah satu pihak yang mengikat diri dalam perjanjian tidak

melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah diperjanjikan, maka akan timbul

suatu perbuatan wanprestasi sebagaimana yang terjadi di dalam perkara dengan

nomor 409/Pdt.G/2016/PN.Mdn yang merupakan perkara perbuatan wanprestasi

yang diajukan oleh Perthipal Singh diwakili oleh kuasa hukumnya, yang bertindak

sebagai pihak penggugat mengajukan gugatan terhadap Haryanto Silalahi sebagai

pihak tergugat.

Tindakan pihak tergugat yang dianggap sebagai wanprestasi oleh penggugat

karena dalam melaksanakan suatu penjanjian pinjam-meminjam berupa uang tunai,

tergugat tidak beriktikad baik dalam melaksanakan kewajibannya sebagai debitur

yang telah berjanji untuk mengembalikan uang milik kreditur dalam jangka waktu

6 bulan.

Namun setelah jatuh tempo, pihak tergugat sama sekali belum ada iktikad

membayarkan utangnya. Oleh karena tidak adanya iktikad baik dalam melunasi

utang, hal ini menjadi penyebab terjadi sebuah sengketa antara kedua belah pihak

yang hal ini kemudian berlanjut kesebuah peradilan negeri dengan nomor registrasi

perkara 409/Pdt.G/2016/PN.Mdn. Perkara tersebut merupakan upaya hukum yang

ditempuh penggugat untuk melawan pihak tergugat terhadap perkara wanprestasi

perjanjian utang-piutang sebesar Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).

12 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 17: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

8

Analisis yuridis untuk mencari tahu sebab-akibat terhadap suatu perbuatan

wanprestasi utang-piutang pada perkara No. 409/Pdt.G/2016/PN.Mdn merupakan

suatu tinjauan hukum terhadap perkara yang diselesaikan melalui pengadilan dalam

bentuk pengajuan gugatan ke Pengadilan Negeri Medan, yang menggugat pihak

tergugat karena telah melakukan suatu perbuatan ingkar janji (wanprestasi) dengan

tidak memiliki iktikad yang baik dalam melunasi utang milikinya yang merupakan

kewajibannya sebagai pihak debitur sebagaimana yang telah diperjanjikan.

Berdasarkan latar belakang di atas, hal tersebut menarik untuk dilakukan

suatu penelitian mengenai wanprestasi utang-piutang tersebut dalam bentuk skripsi

yang berjudul “Penyelesaian Perkara Wanprestasi Dalam Perjanjian Utang-

Piutang (Studi Kasus No. 409/Pdt.G/2016/PN.Mdn)”

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan pada skripsi ini antara lain sebagai

berikut:

1. Bagaimanakah pengaturan hukum perjanjian utang-piutang berdasarkan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)?

2. Apakah yang menjadi penyebab sengketa wanprestasi perjanjian utang-

piutang dalam perkara No. 409/Pdt.G/2016/PN.Mdn?

3. Bagaimanakah penyelesaian hukum terhadap perbuatan wanprestasi utang-

piutang dalam putusan No. 409/Pdt.G/2016/PN.Mdn?

C. Tujuan Penulisan

Tulisan ini dibuat sebagai tugas akhir guna untuk memperoleh gelar sarjana

hukum, dan merupakan sebuah karya ilmiah yang akan bermanfaat untuk berbagai

kalangan baik civitas akademika, pemerintah, dan masyarakat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 18: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

9

Dengan keselarasan dan mengidentifikasi permasalahan yang telah disusun

di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum terhadap perjanjian

utang-piutang berdasarkan KUHPerdata di Indonesia.

2. Untuk mengetahui apa saja hal yang dapat menjadi penyebab sengketa

perbuatan wanprestasi di dalam suatu perjanjian utang-piutang terhadap

suatu perkara No. 409/Pdt.G/2016/PN.Mdn.

3. Untuk mengetahui bagaimana suatu proses penyelesaian hukum yang

sah terhadap perbuatan wanprestasi utang-piutang dalam studi putusan

No. 409/Pdt.G/2016/PN.Mdn.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan skripsi ini adalah:

1. Manfaat teoretis

Hasil penelitian dari skripsi ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan

pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan mengenai suatu perbuatan

wanprestasi di dalam perjanjian utang-piutang berdasarkan Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata di Indonesia melalui suatu analisis hukum terhadap

putusan perkara dengan No. 409/Pdt.G/2016/PN.Mdn serta kiranya dapat

memberikan manfaat guna menambah khasanah terhadap ilmu pengetahuan

khususnya ilmu hukum perikatan.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian skirpsi ini diharapkan dapat memberi informasi bagi para

pembaca sehingga menjadi suatu sumbangan pemikiran pembaca dan bahan

pertimbangan dalam membuat penyusunan perjanjian utang-piutang agar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 19: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

10

dapat mengindari timbulnya permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan

perjanjian.

E. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian perjanjian

Perjanjian berasal dari bahasa Belanda, yaitu overeenkomst dan verbintenis.

Perjanjian merupakan terjemahan dari toestemming yang dapat ditafsirkan sebagai

wilsovereensteming (persesuaian kehendak/kata sepakat). Pengertian perjanjian ini

mengandung unsur perbuatan, satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau

lebih dan mengikatkan dirinya.13

Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian merupakan suatu persetujuan

dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan dirinya untuk melaksanakan

suatu hal dalam lapangan harta kekayaan para pihak.14 Menurut Lukman Santoso,

suatu perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seseorang berjanji kepada orang lain

atau ketika orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.15

Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis yang mengemukakan suatu

pendapat bahwasannya suatu perjanjian adalah suatu perbuatan kesepakatan antara

seseorang atau beberapa orang dengan seseorang atau beberapa orang lainnya untuk

melakukan suatu perbuatan tertentu. Dalam hukum, kalau perbuatan itu mempunyai

akibat hukum, maka perbuatan tersebut diistilahkan dengan perbuatan hukum.16

13 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam,

Jakarta: Rineka Cipta, 2011, hlm. 26. 14 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992,

hlm. 78. 15 Lukman Santoso, Hukum Perjanjian Kontrak, Panduan Memahami Hukum

Perikatan & Penutupan Surat perjanjian Kontrak, Yogyakarta: Cakrawala, 2012, hlm.8. 16 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K.Lubis, Op.Cit, Jakarta: Sinar Grafika,

1994, hlm. 1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 20: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

11

Subekti memaparkan bahwa perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana

seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji

melaksanakan suatu hal.17 Maka, dengan adanya suatu perjanjian timbul suatu

hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lainnya yang saling

berjanji, hubungan hukum mana yang timbul karena disatu pihak memiliki hak dan

kewajiban yang saling berhubungan. R.Setiawan merumuskan bahwa perjanjian

adalah suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang lainnya atau lebih secara lengkap, karena hanya dengan

menyebutkan adanya persetujuan secara sepihak saja dan juga sangat luas.18

Para sarjana menggunakan tujuan dari perjanjian antara pihak-pihak secara

berbeda-beda. Sehingga, untuk menyelaraskan tujuan dari perjanjian, penggunaan

istilah “melaksanakan prestasi”, karena prestasi perjanjian meliputi “menyerahkan

sesuatu”, “melakukan perkerjaan”, dan “tidak melakukan sesuatu perkerjaan”, yang

tentu saja semua itu berada dalam konsep dari lapangan harta kekayaan atau dapat

dinilai dengan uang.19 Pendapat yang senada juga diungkapkan oleh para sarjana

hukum perdata, pada umumnya menganggap definisi perjanjian menurut Pasal

1313 KUHPerdata itu tidak lengkap dan terlalu luas.

R. Wirjono Prodjodikoro mengartikan perjanjian sebagai suatu hubungan

hukum mengenai harta benda antara kedua belah pihak, dimana satu pihak berhak

untuk menuntut pelaksanaan janji itu.20 Menurut J. Satrio bahwa perjanjian dapat

17 R. Subekti., Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1992, hlm.1. 18 R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung, Bina Cipta, 1994, hal.

49. 19 Marilang, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Makassar:

Indonesia Prime, 2017, hlm. 143. 20 R. Wirjono Projodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Bandung, Sumur, 1993,

hal. 9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 21: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

12

dibagi atas dua bagian, yaitu: perjanjian dalam arti luas, berarti setiap perjanjian

yang dapat menimbulkan adanya akibat hukum sebagai yang hal yang dikehendaki

atau dianggap, dikehendaki oleh para pihak, termasuk di dalamnya perkawinan,

perjanjian kawin dan lain-lain. Perjanjian dalam arti sempit, berarti perjanjian yang

hanya dapat ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum

kekayaan saja, seperti yang dimaksud oleh Buku III Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata.21 Jadi, hubungan hukum yang timbul antara para pihak di dalam perjanjian

adalah hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan. Artinya, hak dan

kewajiban yang mengikat para pihak dengan diadakannya perjanjian, tidak lain

adalah hak dan kewajiban dalam wujud benda, hak kebendaan atau segala hak dan

kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.

2. Perjanjian utang-piutang

Utang-piutang merupakan suatu perjanjian antara pihak yang satu dengan

pihak lainnya, objek yang diperjanjikan pada umumnya adalah uang. Kedudukan

pihak yang satu sebagai pihak yang memberikan pinjaman (kreditur), sedangkan

pihak lainnya sebagai pihak yang menerima pinjaman berupa uang. Uang yang

dipinjam tersebut akan dikembalikan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan

yang telah para pihak perjanjikan.22

Suatu perjanjian utang-piutang uang termasuk kedalam perjanjian pinjam-

meminjam. Hal ini diatur dalam Bab III Buku III KUHPerdata. Menurut Pasal 1754

KUHPerdata yang menyebutkan pinjam-meminjam adalah perjanjian dengan mana

pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-

21 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir Dari Perjanjian, Bandung:

Citra Aditya Bakti, 1995, hlm. 28. 22 Gatot Supramono, Op.Cit, Jakarta: Kencana, 2013, hlm. 8.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 22: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

13

barang yang menghabis karena adanya pemakaian, dengan menggunakan syarat

bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan dengan sejumlah yang sama

dari macam dan keadaan yang sama pula. Perjanjian utang-piutang, yang menjadi

objek dari perjanjian ini adalah uang, karena merupakan barang yang habis karena

pemakaian.

3. Pengertian wanprestasi

Suatu perjanjian apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya,

maka dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan wanprestasi (ingkar-janji). Dengan

terjadinya perbuatan wanprestasi maka pihak yang dirugikan dapat meminta atau

menuntut ganti rugi dan juga dapat membatalkan perjanjian yang telah dibuat.

Wanprestasi merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap suatu perjanjian

utang-piutang yang bersumber dari terjadinya persengketaan antara pihak kreditur

dengan pihak debitur. Dimana kreditur sudah menagih utangnya, namun lain pihak

debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya lagi, maka ia harus bertanggung jawab

atas utangnya.

Perbuatan wanprestasi seorang debitur dapat berupa:

a. Debitur tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

b. Debitur melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidaklah sebagaimana

yang dijanjikannya (melaksanakan tetapi salah);

c. Debitur melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat;

d. Debitur melakukan sesuatu yang dalam menurut perjanjian itu tidak boleh

dilakukannya.

Tuntutan yang dilakukan oleh pihak kreditur terhadap pihak debitur atas

dasar wanprestasi, yaitu:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 23: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

14

1) Meminta pemenuhan prestasi saja dari debitur;

2) Menuntut suatu prestasi yang disertai ganti rugi kepada debitur (Pasal 1267

KUHPerdata);

3) Menuntut dan memintakan ganti rugi, hanya mungkin jika kerugian karena

keterlambatan;

4) Menuntut pembatalan perjanjian;

5) Menuntut pembatalan perjanjian disertai ganti rugi kepada debitur. Ganti

rugi harus berupa pembayaran denda.23

Berdasarkan sebagaimana yang tertera di dalam Pasal 1243 KUHPerdata, ganti

rugi perdata lebih menitikberatkan pada adannya ganti kerugian karena tidak

terpenuhinya suatu perikatan, yakni kewajiban debitur untuk mengganti kerugian

pihak kreditur akibat kelalaian pihak debitur yang melakukan wanprestasi. Seorang

debitur baru dapat dikatakan bahwasannya ia telah melakukan suatu perbuatan

wanprestasi apabila ia telah diberikan surat somasi oleh pihak kreditur. Surat

peringatan yang menyatakan pihak debitur telah melakukan suatu perbuatan

wanprestasi disebut dengan somasi. Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan

dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa pihak kreditur

menghendaki pemenuhan suatu prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti

yang ditentukan dalam pemberitahuan itu. Somasi minimal telah dilakukan

sebanyaknya 3 (tiga) kali oleh kreditur. Apabila somasi diabaikan oleh pihak

debitur, maka kreditur berhak untuk membawa persoalan tersebut ke pengadilan

untuk mendapatkan putusan majelis hakim. Pengadilan yang akan memutuskan,

23 Firman Floranta Adornara, Aspek-Aspek Hukum Perikatan, Bandung: Mandar

Maju, 2014, hlm. 63.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 24: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

15

apakah pihak debitur telah melakukan wanprestasi atau tidak.24 Somasi tidak

diperlukan apabila tenggang waktu yang diberikan dalam perjanjian antara para-

pihak merupakan tenggang waktu yang mutlak. Somasi juga tidak diperlukan

apabila pihak yang mempunyai kewajiban menolak untuk mengadakan

pembayaran, atau dalam hal ia telah memenuhi kewajibannya, akan tetapi tidak

dilakukan secara sempurna. Juga pada perikatan untuk tidak berbuat sesuatu, dalam

hal mana pada umumnya, tidak diperlukan satu somasi, karena dengan

melaksanakan perbuatan yang bertentangan dengan apa yang tidak boleh diperbuat

saja, maka sudah mengakibatkan pihak itu lalai dalam memenuhi kewajibannya.

Persoalan perihal somasi ini diatur di dalam pasal 1243 dan pasal 1238

KUHPerdata.

F. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini merupakan metode

penelitian hukum yuridis-normatif serta studi analisis kasus. Penelitian normatif

adalah suatu penelitian hukum yang tidak menyentuh atau tidak memasuki wilayah

hukum empiris atau sosiologis untuk mengumpulkan data yang dibutuhkannya.

Menurut Soejono Soekanto, penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau data sekunder belaka dapat dinamakan sebagai suatu penelitian hukum

normatif atau penelitian hukum kepustakaan (library legal study).25 Dalam

penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif, yaitu pendekatan

24 Salim H.S., Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta:

Sinar Grafika, 2003, hlm. 98-99. 25 Ibid, hlm. 49.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 25: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

16

yang menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dari pemecahan

permasalahan yang dikemukakan. Metode pengumpulan data pada skripsi ini

menggunakan metode analisis kasus merupakan metode penelitian dengan

memeriksa kasus dengan melakukan suatu pencarian, pengamatan, pengumpulan,

serta analisis data dan bahan data yang digunakan berupa peraturan-peraturan yang

berlaku pada saat ini yang berhubungan dengan judul penelitian dari berkas perkara

No. 409/Pdt.G/2016/PN.Mdn.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang memberikan gambaran

secara sistematis, faktual dan akurat mengenai sengketa perjanjian utang-piutang

yang berperkara hingga ke pengadilan negeri dengan gugatan didasarkan atas suatu

perbuatan wanprestasi dalam putusan No. 409/Pdt.G/2016/PN.Mdn.

3. Sumber Data

Penelitian ini mengutamakan penggunaan dari data sekunder sebagai sumber

kelengkapan data. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari bahan-bahan

pustaka dan peraturan perundang-undangan. Data sekunder yang telah diperoleh

kemudian disusun secara sistematis dan dianalsis secara yuridis untuk memperoleh

gambaran tentang pokok permasalahan.

Data sekunder adalah data yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan utama yang dijadikan bahasan di dalam

penelitian ini, yaitu berupa berkas putusan perkara perdata, peraturan perundang-

undangan dan yurisprudensi. Bahan hukum primer terdiri atas: Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata, Undang-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 26: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

17

Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang kekuasaan Kehakiman, serta dari Putusan

Pengadilan Negeri Medan No. 409/Pdt.G/2016/PN.Mdn.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang dapat memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang dapat berupa rancangan perundang-

undangan, literatur-literatur, buku-buku teks, serta jurnal ilmiah para ahli dalam

berbagai literatur yang berhubungan langsung dengan materi penelitian, seperti

buku- buku ilmiah yang meliputi: pokok-pokok hukum perdata, segi-segi hukum

perjanjian, azas-azas hukum perjanjian, hukum utang-piutang, kompilasi hukum

perikatan, penyelesaian sengketa di peradilan.

c. Bahan hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan informasi hukum yang dijadikan sebagai

penunjang dalam penelusuran bahan hukum sekunder seperti kamus hukum,

bibliografi, internet dan ensiklopedia.26

4. Analisis Data

Metode pengolahan dan analisis data pada penulisan skripsi ini dilakukan

dengan metode analisis kualitatif adalah suatu analisis dengan mengumpulkan data

yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan, dikelompokkan dan dipilih,

kemudian dihubungkan dengan masalah yang akan diteliti berdasarkan kualitas

kebenarannya sehingga akan memperoleh suatu kesimpulan terhadap permasalahan

yang ada.

26 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu

Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo, 2003, hlm. 13.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 27: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

18

G. Keaslian Penulisan

Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan, diketahui bahwa

skripsi dengan judul “Penyelesaian Perkara Wanprestasi Dalam Perjanjian Utang-

Piutang (Studi Kasus No. 409/Pdt.G/2016/PN.Mdn)” belumlah pernah ditulis dan

diteliti sebagai objek penulisan skripsi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara.

Skripsi ini murni merupakan dari pemikiran, ide dan gagasan pribadi dengan

mengambil dari panduan yang berasal dari buku-buku, serta literatur-literatur dari

perpustakaan, dan media elektronik yang berkaitan dengan judul penulisan pada

skripsi ini. Serta melakukan analisis Putusan Nomor 409/Pdt.G/2016/PN.Mdn. dan

juga disertai dari bantuan dan bimbingan dari dosen pembimbing. Dengan demikian

keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

H. Sistematika Penelitian

Adapun sistematika penulisan tersebut secara keseluruhan dapat diuraikan,

yaitu:

BAB I: Pendahuluan.

Bab ini terdiri atas 8 (delapan) sub-sub bab, yaitu: Latar Belakang,

Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Tinjauan

Pustaka, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, serta Sistematika

Penelitian skripsi.

BAB II: Perjanjian Utang-Piutang Berdasarkan Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata.

Bab ini terdiri dari atas 4 (empat) sub-sub bab, yaitu: pengaturan

mengenai perjanjian utang-piutang, jenis-jenis dari utang-piutang,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 28: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

19

hak dan kewajiban para pihak, dan akibat hukum dalam perjanjian

utang-piutang.

BAB III: Faktor Penyebab Terjadinya Wanprestasi Di Dalam Perjanjian

Utang-Piutang.

Bab ini terdiri atas 4 (empat) sub-sub bab, yang memuat: Pengertian

dan dasar hukum wanprestasi, bentuk-bentuk wanprestasi, penyebab

terjadinya wanprestasi dalam perjanjian utang-piutang, dan akibat

hukum wanprestasi dalam perjanjian utang-piutang.

BAB IV: Penyelesaian Perkara Wanprestasi Di Dalam Perjanjian Utang-

Piutang (Studi Kasus No. 409/Pdt.G/2016/PN.Mdn).

Bab ini terdiri atas 3 (tiga) sub-sub bab, yang memuat: sebab-sebab

terjadinya suatu sengketa wanprestasi, dasar pertimbangan hakim

dalam memutuskan suatu perkara gugatan wanprestasi, serta analisis

hukum putusan majelis hakim terhadap suatu perbuatan wanprestasi

pada perjanjian utang-piutang terhadap suatu perkara dengan Nomor

409/Pdt.G/2016/PN.Mdn.

BAB V : Kesimpulan Dan Saran.

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang merupakan hasil dari

pembahasan yang telah dianlisis dan ditulis dalam bab-bab penulisan

pada skripsi ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 29: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

20

BAB II

PENGATURAN PERJANJIAN UTANG-PIUTANG MENURUT KITAB

UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Utang-Piutang

Suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu

hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang tersebut

yang dinamakan perikatan. Dengan kata lain, perikatan adalah hubungan hukum

dalam lapangan hukum kekayaan yang menimbulkan adanya hak pada satu pihak

dan kewajiban di lain pihak.

Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena adanya suatu perjanjian maupun

karena undang-undang (Pasal 1233 ayat (1) KUHPerdata). Jika dirumuskan secara

berlainan, maka dapat dikatakan bahwa perjanjian merupakan salah satu sumber

lahirnya perikatan, dengan membuat perjanjian maka salah satu atau lebih pihak

dalam suatu perjanjian tersebut mengikatkan dirinya untuk memenuhi kewajiban

sebagaimana yang dijanjikan.27

Utang secara etimologis memiliki arti yaitu uang yang dipinjam dari orang

lain; kewajiban membayar kembali apa yang sudah diterima.28 Sedangkan secara

istilah utang adalah tanggungan yang harus diadakan pelunasannya dalam suatu

waktu tertentu. Kewajiban dalam pelunasan utang timbul sebagai prestasi (imbalan)

yang telah diterima oleh si berutang.29

27 J.Satrio, Hukum Perikatan Tentang Hapusnya Perikatan, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1996, hlm.2. 28 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990, Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI), Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa : Balai Pustaka, hlm.896 29 Fachtur Rahman, Ilmu Waris, Bandung: Al-Ma’rif, 1981, hlm. 43.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 30: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

21

Defenisi utang tidak dijelaskan secara jelas dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya menyebutkan dua

istilah yang dipakai dalam perutangan, yaitu orang yang berutang dan orang yang

mengutangi.

Defenisi utang dapat dijumpai dalam UU No. 7 Tahun 2004 Tentang

Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Menurut Pasal 1 angka

6 UU No. 7 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, Utang merupakan suatu kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan

dalam bentuk jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang

asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau

kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib

dipenuhi oleh pihak debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur

untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur.30

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, utang adalah uang yang dipinjam

dari orang lain; kewajiban membayar kembali apa yang sudah diterima. Pengertian

piutang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sejumlah uang

yang dipinjamkan (yang dapat ditagih dari seseorang); utang piutang, uang yang

dipinjam dari orang lain dan yang dipinjamkan kepada orang lain. Menurut Al

Haryono Jusup, piutang adalah hak untuk menagih sejumlah uang oleh penjual

kepada pembeli yang timbul karena adanya suatu transaksi.31 Utang-piutang

merupakan perjanjian antara pihak yang lainnya dan objek yang diperjanjikan pada

30 UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang 31 Al Haryono Jusup. Dasar-Dasar Akuntansi, Edisi Keenam. Yogyakarta: STIE

YKPN, 2005, Hlm. 52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 31: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

22

umumnya adalah berupa uang. Kedudukan pihak yang satu sebagai pihak yang

memberikan pinjaman, sedang pihak yang lain sebagai pihak penerima pinjaman

uang.

Uang yang telah dipinjam tersebut akan dikembalikan dalam jangka waktu

tertentu sesuai dengan yang diperjanjikannya.32 Subjek hukum dalam suatu

perjanjian utang-piutang adalah dengan adanya dua pihak yang mengikatkan diri

dengan melakukan perjanjian, yaitu salah satu pihak merupakan orang yang

memberi pinjaman uang, sedangkan pihak lain merupakan pihak yang menerima

pinjaman uang, istilah yang digunakan dalam perjanjian tersebut untuk pihak yang

memberikan pinjaman adalah pihak yang berpiutang atau kreditur, sedang pihak

yang menerima pinjaman disebut pihak yang berutang atau debitur.33 Perjanjian

utang-piutang uang merupakan bagian dalam jenis perjanjian pinjam-meminjam,

hal ini sebagaimana telah diatur dalam Bab XIII Buku III Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata.

Perjanjian pinjam-meminjam menurut pada Pasal 1754 KUHPerdata adalah

suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain

suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat

bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah uang, barang atau jasa

yang sama dengan jenis dan mutu yang sama pula.

Obyek dari suatu perjanjian adalah prestasi. Secara umum, prestasi sering

disebut sebagai imbalan. Prestasi adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak

debitur dalam setiap perikatan. Berdasarkan ketentuan yamg terdapat di dalam

32 Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 8. 33 Ibid, hlm. 10.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 32: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

23

Pasal 1234 KUHPerdata yang ada menyatakan bahwasannya: “Dalam tiap-tiap

perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk

tidak berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Pada prinsipnya objek

dalam perjanjian utang-piutang diatur dalam Pasal 1754 KUHPerdata adalah semua

barang-barang pada umumnya yang habis karena pemakaian. Dewasa ini, Uang

merupakan salah satu dari objek yang utama dalam suatu perjanjian utang-piutang,

karena termasuk barang yang habis karena pemakaian. Uang berfungsi sebagai alat

tukar, akan habis karena dipakai berbelanja.34

Peminjaman uang adalah suatu bagian yang termasuk di dalam persetujuan

peminjaman pada umumnya. Oleh karena itu, pada segala ketentuan yang berkaitan

dengan persetujuan pinjam-meminjam barang yang habis terpakai, berlaku juga

terhadap persetujuan peminjaman uang.

Kemudian dalam hal perjanjian utang-piutang itu, pihak yang meminjam

(debitur) akan mengembalikan barang yang dipinjam dalam jumlah yang sama dan

keadaan yang sama pula. Jika uang yang dipinjamkan, maka peminjam haruslah

mengembalikan uang dengan nilai yang sama dan uangnya dapat dibelanjakan.35

Sebagaimana yang tertuang di dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengenai

empat unsur-unsur pokok yang harus ada agar suatu perbuatan hukum dapat disebut

dengan perjanjian (yang sah). Keempat unsur tersebut selanjutnya digolongkan ke

dalam dua unsur pokok yang menyangkut subjek (pihak) yang mengadakan

perjanjian (unsur subjektif), dan dua unsur pokok lainnya yang berhubungan

langsung dengan objek perjanjian (unsur objektif).

34 Ibid, hlm. 9. 35 Ibid, hlm. 10.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 33: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

24

Unsur subjektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para

pihak yang berjanji, dan kecakapan dari para pihak yang melaksanakan perjanjian.

Sedangkan unsur objektif meliputi keberadaan objek yang diperjanjikan, dan objek

tersebut haruslah sesuatu yang diperkenankan menurut hukum. Tidak terpenuhinya

salah satu unsur dari keempat unsur menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan

perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan

(jika terdapat pelanggaran terhadap unsur subjektif), maupun batal demi hukum

(dalam hak tidak terpenuhinya unsur objektif).

1. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)

Yang dimaksud dengan suatu asas kebebasan berkontrak atau yang sering juga

disebut sebagai sistem terbuka. Asas ini merupakan asas yang berkenaan dengan isi

perjanjian. Asas kebebasan berkontrak yang dalam bahasa Belanda disebut sebagai

contractsvrijheid, contracteer vrijheid, atau partijautonomie.

Pada dasarnya: Orang bebas membuat atau tidak membuat suatu perjanjian,

bebas menentukan suatu isi, waktu berlakunya, dan syarat-syarat perjanjian dengan

bentuk tertentu atau tidak, dan serta bebas memilih undang-undang mana yang akan

dipergunakan dalam perjanjian.36 Namun kebebasan berkontrak tersebut tidaklah

bersifat mutlak, melainkan ada batas-batasnya (Pasal 1337 KUHPerdata), yaitu:

a. Tidak dilarang Undang-Undang;

b. Tidak bertentangan dengan kesusilaan; dan

c. Tidak bertentangan dengan ketertiban umum.37

36 A.Qirom Syamsudin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta

Perkembangannya, Yogyakarta: Liberty, 2010 , hlm. 9-11. 37 Purwahid Patrik, Asas Itikad Baik dan Kepatutan Dalam Perjanjian, Semarang:

Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1986, hlm. 3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 34: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

25

Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu asas yang sangat penting di

antara asas-asas lain yang terdapat di dalam asas-asas hukum perjanjian. Asas ini

merupakan tiang dari hukum keperdataan, khususnya dalam hukum perikatan Buku

II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Asas konsensualisme (asas sepakat mengikat diri)

Asas konsensualisme ini disebutkan di dalam Pasal 1338 ayat (1) jo Pasal 1320

sub 1 KUHPerdata yang bahwasannya:“Semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya”. Dari perkataan

perjanjian yang dibuat secara sah, hal ini menunjukan pada Pasal 1320 KUHPerdata

tentang syarat sahnya perjanjian, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

Inilah yang merupakan dasar dari asas konsensualisme.

3. Kecakapan para pihak

Di sini orang yang cakap, yang dimaksudkan adalah mereka yang berumur 21

(dua puluh satu) tahun atau belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun tetapi telah

pernah kawin. Hal tersebut tidak termasuk kepada orang-orang sakit ingatan atau

bersifat pemboros yang oleh karenanya pengadilan memutus orang-orang tersebut

berada di bawah pengampuan dan seorang perempuan yang masih bersuami.

Mengenai seorang perempuan yang masih bersuami ini setelah dikeluarkannya

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963, maka sejak saat itu seorang

perempuan yang masih mempunyai suami telah dapat bertindak secara bebas dalam

melakukan suatu perbuatan hukum serta sudah diperbolehkan menghadap di muka

pengadilan tanpa seizin suami.

4. Suatu hal tertentu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 35: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

26

Suatu hal tertentu maksudnya adalah sedikit-dikitnya macam atau jenis benda

dalam perjanjian itu sudah ditentukan. Menurut KUHPerdata hal tertentu adalah :

a. Suatu hal tertentu yang telah diperjanjikan di dalam perjanjian merupakan

suatu hal atau barang yang cukup jelas atau suatu hal tertentu yakni paling

sedikitnya telah ditentukan jenis diperjanjikan. (Pasal 1333 KUHPerdata);

b. Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi

pokok suatu perjanjian (Pasal 1332 KUHPerdata),

5. Suatu sebab yang halal.

Syarat ini dimaksudkan adalah tujuan dari perjanjian itu sendiri. Sebab yang

tidak halal adalah hal yang berlawanan dengan undang-undang, kesusilaan, dan

ketertiban umum. Kedua syarat yang pertama adalah dinamakan syarat subjektif

karena kedua syarat tersebut merupakan hal yang mengenai subjek perjanjian.

Sedangkan kedua syarat yang terakhir disebut syarat obyektif karena mengenai

obyek dari perjanjian.

Tiap-tiap perjanjian yang dibuat adalah sah apabila telah memenuhi syarat-

syarat ini. Apabila salah satu syarat atau lebih syarat itu tidak dipenuhi, maka

perjanjian tersebut tidaklah sah sehingga terhadap akibat-akibat hukumnya pun

sebagaimana dimaksudkan tidak dapat terjadi pula. Meskipun siapa saja dapat

membuat perjanjian terhadap hal mengenai apa saja, tetapi ada pengecualiannya

yaitu sebuah perjanjian itu tidaklah boleh bertentangan dengan undang-undang,

ketentuan umum, moral dan kesusilaan (Pasal 1337 KUHPerdata). Keempat

syarat tersebut bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi semuanya baru dapat

dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah.

6. Asas kepastian hukum (pacta sunt servanda)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 36: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

27

Asas ini disebut juga sebagai asas kekuatan mengikat dari suatu perjanjian

dan berhubungan dengan akibat perjanjian. Menurut asas ini bahwa pihak-pihak

harus memenuhi apa yang telah diperjanjikan. Sebagaimana telah disebutkan di

dalam Pasal 1338 KUHPerdata bahwa suatu perjanjian adalah berlaku sebagai

undang-undang bagi para pihak. Hal tersebut berarti bahwa perjanjian telah

dibuat secara sah mempunyai suatu kekuatan mengikat bagi para pihak sebagai

undang-undang.

7. Asas itikad baik

Asas ini berkenaan dengan pelaksanaan terhadap adanya suatu perjanjian

yang didasarkan pada Pasal 1338 ayat (3) dan Pasal 1339 KUHPerdata. Pasal

1338 ayat (3) KUHPerdata berbunyi : “Perjanjian tidak hanya mengikat untuk

hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala

sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan,

dan undang-undang.” Terdapat dua pengertian mengenai asas itikad baik, yaitu

: asas itikad baik dalam pengertian subyektif merupakan suatu sikap batin pada

seseorang pada di waktu dimulai terjadinya hubungan hukum yang berupa

perkiraan bahwa syarat-syarat yang diperlukan telah dipenuhi. Asas ini harus

ada pada waktu perjanjian dibuat sah merupakan asas itikad baik atas dasar

kejujuran yang diatur di dalam Pasal 1963, Pasal 1965, dan Pasal 1977

KUHPerdata. Asas itikad baik dalam pengertian obyektif adalah asas ini

terutama terletak pada pelaksanaan hak dan kewajiban di dalam suatu hubungan

hukum. Hal ini berlaku pada saat pelaksanan perjanjian.

Pada asas itikad baik di sini atas dasar kepatutan yang diatur di dalam Pasal

1338 ayat (3) KUHPPerdata jo Pasal 530 KUHPerdata. Setiap perjanjian yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 37: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

28

telah disetujui dan disepakati antara para pihak yang terikat di dalam melakukan

suatu perjanjian utang-piutang wajiblah hal tersebut dituangkan di dalam bentuk

perjanjian utang-piutang. Perjanjian tersebut timbul suatu hubungan hukum

antara dua belah pihak pembuatnya yang dinamakan perikatan.

Hubungan hukum yaitu hubungan yang menimbulkan akibat hukum yang

dijamin oleh hukum atau undang-undang. Suatu perjanjian utang-piutang

terdapat unsur-unsur penting dalam kegiatan perutangan, yaitu:

a) Kepercayaan

Keyakinan dari pemberi kredit terhadap pihak debitur bahwa prestasi yang

diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar-benar

diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.

b) tenggang waktu

Suatu masa waktu yang memisahkan antara pada pemberian prestasi dengan

kontra prestasi yang akan diterima pada masa mendatang. Dalam unsur ini,

terkandung pengertian nilai agio dari uang, yaitu uang ada sekarang lebih

tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.

c) degree of risk

Tingkat risiko yang akan dihadapi di dalam suatu perjanjian utang-piutang

sebagai akibat penerapan jangka waktu yang memisahkan antara pemberian

prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin

lama suatu utang diberikan pihak kreditur maka semakin tinggi pula tingkat

risikonya, karena sejauh-jauh kemampuan manusia untuk menerobos hari

depan, maka masih selalu terdapat suatu unsur ketidakpastian yang tidak

dapat diperhitungkan manusia. Hal Inilah yang menyebabkan timbul unsur

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 38: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

29

risiko. Dengan adanya unsur risiko inilah maka timbullah jaminan dalam

pemberian kredit.

d) Prestasi

Prestasi dalam perjanjian merupakan suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis

dalam suatu kontrak oleh para pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu,

pelaksanaan yang mana dianggap sesuai dengan “term” dan “condition”

sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan. Objek kredit itu

tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tapi juga dapat berbentuk barang

atau jasa. Namun karena kehidupan ekonomi modern dimasa ini didasarkan

pada uang, maka transaksi-transaksi pada utang-piutang yang menyangkut

uanglah yang sering dijumpai dalam praktek perutangan.38

Ch. Gatot Wardoyo telah merumuskan pentingnya fungsi perjanjian utang-

piutang dalam hal pemberian, pengelolaan dan pelaksanaan, sebagai berikut:

1) Perjanjian utang-piutang berfungsi sebagai perjanjian pokok, yang mana

artinya suatu perjanjian utang-piutang merupakan sesuatu hal yang akan

menentukan batal, atau tidak batalnya terhadap perjanjian lain yang akan

mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan pinjaman.

2) Suatu perjanjian utang-piutang berfungsi sebagai alat bukti mengenai

batasan-batasan hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur.

3) Suatu perjanjian utang-piutang berfungsi sebagai alat untuk melakukan

monitoring utang. 39

38 Thomas Suyanto et.al, Dasar-Dasar Perkreditan, Cetakan Ketiga, Jakarta:

Gramedia, 1990, hlm. 12-13. 39 Ch. Gatot Wardoyo, Sekitar Klausul-Klausul Perjanjian Kredit Bank, Bank dan

Manajemen, Edisi November-Desember 1992, hlm. 64-69.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 39: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

30

Jika dilihat dari bentuk perjanjiannya, suatu perjanjian utang-piutang antara

orang perseorangan pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku

maupun non baku. Hal ini tergantung dari kesepakatan para pihak yang berkontrak.

Kelemahan dari suatu perjanjian utang-piutang antara orang perseorangan ini ialah

mengenai sifat, karena biasanya lebih ditentukan secara sepihak dan di dalamnya

ditentukan sejumlah klausul yang membebaskan pihak kreditur dari kewajibannya

atau yang bisa disebut sebagai klausula eksonerasi ini diartikan sebagai klausula

pengecualian kewajiban/tanggung jawab dalam perjanjian. Dalam keadaan tersebut

dapat menimbulkan terjadinya sebuah peluang penyalahgunaan keadaan (misbruik

van omstandigheden). Dengan menggunakan model perjanjian yang bersifat

sepihak seperti itu maka akan memberi suatu peluang bagi pihak kreditur dalam

menyalahgunakan keadaan. Seharusnya keseimbangan antara para pihak di dalam

perjanjian utang-piutang itu memberikan kewenangan dan kedudukan yang sama

di dalam hukum.

Pertemuan kehendak antara para pihak dapat terwujud dalam bentuk berupa

penawaran dan penerimaan, dua perbuatan tersebut memberikan konsekuensi sama

yang perlu mendapatkan perlindungan hukum jika pada salah satu diantara pihak

mengingkari kesepakatan itu. Semua perjanjian utang-piutang yang tertuju kepada

tercapainya suatu prestasi yang dapat dipaksakan melalui pengadilan merupakan

hal-hal diatur dalam Buku III KUHPerdata, selama tidak diatur secara khusus di

tempat lain. Yurispudensi dari Buku III KUHPerdata sangat luas.40 Perjanjian

utang-piutang diatur di dalam Buku III KUHPerdata Bab XIII Pasal 1754 sampai

40 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, , Hukum Perdata Hukum Perhutangan Bagian

A, Yogyakarta: Seksi Hukum Perdata FH UGM, 1980, hlm.3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 40: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

31

dengan pada Pasal 1769 KUHPerdata. Dalam perjanjian utang-piutang, pihak

penerima pinjaman (debitur) menjadi pemilik mutlak dari uang yang dipinjamnya

dan apabila barang itu musnah bagaimanapun juga, maka hal itu merupakan

tanggungjawab debitur (Pasal 1755 KUHPerdata). Dalam perjanjian utang-piutang,

perutangan terjadi karena sejumlah uang yang disebutkan dalam perjanjian.

Jika sebelum pelunasan utang terjadi suatu kenaikan atau penurunan nilai

pada mata uang atau ada perubahan peredaran mata uang, maka pengembalian

jumlah yang dipinjam harus dilakukan dalam mata uang yang berlaku ada waktu

pelunasan, dihitung sesuai dengan nilai mata uang resmi yang berlaku pada saat itu

(Pasal 1756 KUHPerdata).

Dengan demikian maka untuk menetapkan jumlah dari uang yang terutang,

haruslah berdasarkan pada jumlah yang disebutkan dalam perjanjian, sedangkan

yang harus dikembalikan pihak peminjam ialah jumlah nominal dari pinjaman itu

(Pasal 1763 KUHPerdata).

Pemberi pinjaman (kreditur) tidaklah dapat meminta kembali barang yang

dipinjamkan sebelum lewat waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian (Pasal

1759 KUHPerdata).

Sebagaimana yang ada tertuang di dalam Pasal 1765 ayat (2) KUHPerdata

bahwasannya diperbolehkan memperjanjikan adanya bunga atas peminjaman uang

tersebut atau barang lain yang menghabis karena pemakaiannya. Bunga yang

diperjanjikan dalam persetujuaan itu boleh melampaui bunga menurut undang-

undang dalam segala hal yang tidak dilarang oleh undang-undang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 41: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

32

Jika orang yang meminjamkan telah memperjanjikan bunga dengan tidak

menentukan berapa besarnya, maka si penerima pinjaman diwajibkan membayar

bunga menurut undang-undang (Pasal 1768 KUHPerdata).

Perjanjian utang-piutang seorang debitur dapat dituntut pergantian biaya,

kerugian dan bunga karena keterlambatan pelaksanaannya dengan tidak memenuhi

kewajiban dalam perjanjian, yang kemudian ia dinyatakan lalai, dan tetap lalai

untuk memnuhi hal yang diperjanjikan dalam waktu yang melampaui waktu yang

telah ditentukan (Pasal 1243 KUHPerdata).

Pergantian biaya, kerugian dan bunga baru wajib dibayar, tanpa perlu

dibuktikan adanya suatu kerugian oleh pihak kreditur. Pergantian biaya, kerugian

dan bunga baru wajib dibayarkan sejak diminta di muka pengadilan, kecuali bila

undang-undang menetapkan bahwa hal itu berlaku demi hukum.

B. Jenis-Jenis Utang-Piutang

Pelaksaan Perjanjian utang-piutang terdiri atas dua macam jenis, yaitu:

1. Karena murni perjanjian utang-piutang

Perjanjian utang-piutang yang tidak memiliki latar belakang persoalan lain,

dan perjanjian tersebut dibuat hanya karema semata-mata untuk melakukan

utang-piutang.

2. Karena dilatarbelakangi perjanjian lain

Perjanjian ini terjadi karena sebelumnya telah terjadi perjanjian lainnya.

Perjanjan sebelumnya dengan perjanjian berikutnya yaitu perjanjian utang-

piutang yang berdiri sendiri-sendiri. Perjanjian sebelumnya telah selesai

dilaksanakan. Pada perjanjian utang-piutang yang terjadi sesudah perjanjian

tersebut tidaklah bersifat accessoire atau keberadaannya bergantung dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 42: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

33

adanya perjanjian sebelumnya, karena kedua perjanjian tersebut sama-sama

perjanjian pokok.41

Menurut Muhammad Djumhana yang memaparkan bahwa pada mulanya

suatu utang dibuat berdasarkan dengan adanya suatu kepercayaan yang murni, yaitu

berbentuk utang perorangan karena kedua belah pihak telah saling mengenal satu

sama lain, dengan berkembangnya waktu maka akhirnya berkembang pula unsur-

unsur lain yang menjadi landasan dari suatu utang, sehingga hal itu menyebabkan

berkembang pula jenis utang yang dapat dibedakan menurut kriteria42, yaitu :

a. Dari segi kelembagaan:

1) Utang perbankan

Jenis utang yang diberikan kepada masyarakat untuk kegiatan usaha, dana

atau konsumsi.

Utang ini diberikan oleh bank pemerintah, atau bank swasta kepada dunia

usaha untuk membiayai kebutuhan permodalan, dan/atau utang dari bank

kepada individu untuk membiayai kebutuhan hidup masyarakat baik berupa

barang maupun jasa.

2) Utang likuiditas

Utang yang diberikan oleh Bank Sentral kepada bank-bank yang beroperasi

di Indonesia, yang selanjutnya akan digunakan sebagai dana untuk mebiayai

kegiatan perutangannya.

3) Utang langsung

41 Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 11. 42 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, Bandung: Citra Aditya

Bakti, 1996, hlm. 233

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 43: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

34

Utang yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada lembaga pemerintah atau

semi pemerintah. 43

b. Dari segi jangka waktu:

1) Utang jangka pendek (short term loan)

Utang yang berjangka waktu maksimum 1 tahun.

Bentuknya dapatlah berupa utang rekening koran, utang penjualan, utang

pembeli serta utang wesel. Utang jangka pendek adalah kewajiban yang

pelunasannya bersumber dari aktiva lancar atau dengan menimbulkan utang

jangka pendek yang baru.

2) Utang jangka menengah (medium term loan)

Pada umumnya, jenis dalam utang hanya mengenal 2 jenis utang yaitu utang

jangka pendek dan utang jangka panjang. Dikarenakan waktu pelunasannya,

maka dibuatlah utang jangka menengah.

Umumnya, utang jangka menegah menggunakan suku bunga mengambang

dengan mengacu pada suatu acuan suku bunga yang dikenal di dalam dunia

keuangan internasional.

Suku bunga pada utang jangka menengah dalam demonisasi rupiah biasa

menggunakan acuan suku bunga dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Utang yang berjangka waktu antara 1 tahun sampai 3 tahun.

3) Utang jangka panjang

Utang yang berjangka waktu lebih dari 3 tahun.

Utang jenis ini pada umumnya merupakan utang investasi yang bertujuan

menambah modal suatu perusahaan dalam rangka melakukan rehabilitasi,

43 Ibid, hlm. 234

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 44: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

35

ekspansi dan pendirian proyek baru. Pembayaran atau pelunasan pada utang

jangka panjang dilakukan dengan menggunakan dana yang bersumber dari

aktiva tidak lancar. Oleh sebab itu, utang jangka panjang disebut juga

sebagai utang tidak lancar. Aktiva tidak lancar adalah seluruh aktiva atau

kekayaan dari perusahaan yang umumnya memiliki nilai waktu ekonomis

lama atau bersifat permanen sehingga dapat dimanfaatkan selama lebih dari

satu tahun. 44

c. Dari segi jaminannya:

1) Utang tanpa jaminan

Utang yang diberikan oleh kreditur secara sukarela tanpa perlu adanya suatu

jaminan milik debitur karena kreditur merasakan keyakinan, kepercayaan,

dan kesanggupan bahwa pihak debitur akan mengembalikan pinjamannya

sesuai dengan yang diperjanjikan.

2) Utang dengan jaminan

Utang yang diberikan pihak kreditur mendapatkan jaminan, bahwa debitur

dapat melunasi utangnya. Utang yang telah diberikan mengandung risiko,

sehingga untuk mengurangi risiko tersebut, maka diperlukan jaminan dalam

pemberian utang tersebut. Adapun bentuk jaminan dapat berupa jaminan

kebendaan maupun jaminan perorangan. 45

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak

Perjanjian yang bertimbal balik seperti perjanjian utang-piutang ini, hak dan

kewajiban kreditur bertimbal balik dengan hak dan kewajiban debitur.Hak kreditur

44Ibid, hlm. 237 45 Ibid, hm. 237

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 45: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

36

di satu pihak, merupakan kewajiban debitur di lain pihak. Begitu pula sebaliknya,

kewajiban kreditur merupakan hak debitur. Uraian di bawah ini membahas tentang

kewajiban para pihak dalam melakukan perjanjian utang-piutang.46

Hak dan kewajiban para pihak dapat dipertahankan dihadapan pengadilan.47

1. Hak dan Kewajiban Debitur

a) Hak debitur

Debitur merupakan siapa saja yang menerima utang dari kreditur dan wajib

mengembalikan utang tersebut setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan yang

diperjanjikan. Selain subjek, terdapat pula objek perjanjian utang-piutang. Dalam

Pasal 1234 KUHPerdata objek perikatan adalah suatu prestasi yang berupa:

1) Memberikan sesuatu;

2) Berbuat sesuatu atau melakukan sesuatu perbuatan;

3) Tidak berbuat sesuatu atau tidak melakukan suatu perbuatan.

Dalam hal melaksanakan kewajibannya oleh undang-undang, pihak debitur

diberikan hak-hak tertentu yang sifatnya memberikan perlindungan kepada pihak

penanggung. Hak-hak penanggung tersebut menurut ketentuan Undang-undang,

dapat berupa:

1.1.Hak untuk menuntut lebih dahulu (voorrecht van uitwinning).

Ketentuan menurut pada Pasal 1831 KUHPerdata merupakan ketentuan yang

menetapkan hak istimewa debitur.

Pasal 1831 KUHPerdata menyatakan bahwa:

46 Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 29. 47 Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak di Indonesia dalam Perspektif

Perbandingan ( Bagian Pertama ), Yogyakarta: FHUII Press, 2013, hlm. 6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 46: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

37

“Si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada pihak berpiutang,

selain jika si berutang lalai, sedangkan benda-benda si berutang ini harus

lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya.” ;

1.2.Hak pihak debitur dalam perjanjian utang-piutang itu adalah menerima

sejumlah uang yang dipinjamkan oleh kreditur kepada debitur;

1.3.Memakai dana sesuai dengan peruntukannya.

b) Kewajiban debitur

Kewajiban pihak debitur dalam perjanjian utang-piutang pada dasarnya tidak

banyak. Pokok kewajiban dari debitur adalah mengembalikan utang dalam jumlah

yang sama sesuai yang diberikan oleh pihak kreditur, disertai dengan pembayaran

sejumlah bunga yang sebagaimana telah diperjanjikan, dalam jangka waktu yang

telah diperjanjikan pula, hal tersebut sebagaimana telah ditentukan di dalam Pasal

1763 KUHPerdata.48 Bila tidak ditetapkan sesuatu waktu, maka menurut majelis

hakim yang berkuasa memberikan kelonggaran kepada pihak peminjam sesudah

mempertimbangkan keadaan (Pasal 1760).49

2. Hak dan Kewajiban Kreditur

a) Hak kreditur

Pihak kreditur merupakan pihak yang memberikan pinjaman kepada debitur,

sedangkan pihak debitur merupakan pihak yang meminjam dari kreditur. Kreditur

memiliki hak untuk dapat melakukan tindakan-tindakan tertentu kepada debitur

yang pasif yang tidak mau memenuhi kewajibannya. Pihak kreditur merupakan

pihak yang berhak menerima pembayaran atas barang atau jasa yang diberikannya

48 Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 31. 49 R.Subekti, Op.Cit., hlm. 128.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 47: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

38

kepada pihak debitur. Menurut Pasal 1385 KUHPerdata menyebutkan bahwa:

“Pembayaran harus dilakukan kepada pihak kreditur atau kepada orang yang

dikuasakan olehnya, atau juga kepada seseorang yang dikuasakan oleh hakim atau

oleh undang-undang untuk menerima suatu pembayaran-pembayaran bagi

kreditur. Pembayaran yang dilakukan kepada seseorang yang tidak mempunyai

kuasa menerima bagi kreditur, sah sejauh hal itu disetujui oleh kreditur atau nyata-

nyata bermanfaat baginya.”

b) Kewajiban kreditur

Perjanjian utang-piutang sebagaimana yang diatur di dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata kewajiban-kewajiban pihak kreditur tidak banyak diatur,

pada pokoknya pihak kreditur wajib menyerahkan uang yang dipinjamkan kepada

debitur setelah terjadinya perjanjian. Selanjutnya, pasal 1759 hingga pasal 1761

KUHPerdata, menentukan sebagai berikut:

1) Uang yang telah diserahkan kepada pihak debitur sebagai pinjaman. Sebelum

lewat waktu yang ditentukan dalam perjanjian tidak dapat diminta kembali

oleh kreditur (Pasal 1759).

2) Apabila dalam perjanjian utang piutang tidak ditentukan jangka waktu, dan

kreditur menuntut pengembalian utang, caranya dengan mengajukan gugatan

perdata ke pengadilan, dan berdasarkan pada Pasal 1760 KUHPerdata. Hakim

diberi kewenangan untuk menetapkan jangka waktu pada pengembalian utang

dengan mempertimbangkan keadaan pihak debitur serta memberi kelonggaran

kepadanya untuk membayar utang.

3) Jika dalam pelaksanaan perjanjian tersebut, ditentukan pihak debitur akan

mengembalikan utang setelah ia mampu membayarnya, pihak kreditur juga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 48: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

39

harus menuntut pengembalian utang melalui jalur pengadilan, hakim setelah

mempertimbangkan keadaan debitur akan menentukan waktu pengembalian

(Pasal 1761 KUHPerdata). Kewajiban pihak kreditur dalam perjanjian kredit

adalah menyerahkan kredit atau uang kepada debitur.

4) Menyerahkan sejumlah dana yang dipinjam oleh debitur

5) Mengelola penguasaan hak kebendaan secara baik. 50

D. Akibat Hukum Perjanjian Utang-Piutang

Soeroso mendefinisikan akibat hukum sebagai akibat suatu tindakan yang

dilakukan untuk memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang

diatur oleh hukum. Tindakan ini dinamakan tindakan hukum. Jadi dengan kata lain,

akibat hukum adalah akibat dari suatu tindakan hukum.51

Pelaksanaan perjanjian utang-piutang menimbulkan berbagai macam akibat

hukum, yaitu:

1. Bunga utang

Perjanjian utang piutang dikenal adanya bunga atas utang. Dalam perjanjian

utang-piutang tidak selalu diikuti dengan bunga, karena baik dalam pengaturan

KUHPerdata maupun undang-undang lainnya mengenai memperjanjikan bunga

bukanlah suatu kewajiban atau suatu keharusan. Sebagaimana pada asas kebebasan

berkontrak dan asas konsensualisme, mengenai keberadaan bunga dan besarnya

bunga diserahkan kepada para pihak yang mengadakan perjanjian, yaitu pihak

kreditur dan debitur.52

50 Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 30. 51 R. Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm. 295. 52 Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 25-29.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 49: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

40

Pada pokoknya dalam pengaturan mengenai bunga, terdapat dua macam bunga

yang ada diatur di dalam Pasal 1767 KUHPerdata, yaitu bunga menurut undang-

undang yang dikenal dengan bunga moratoir, dan bunga yang ditetapkan dalam

perjanjian (bunga konvensional).53 Bunga moratoir merupakan pembayaran

sejumlah uang penggantian biaya rugi dan bunga yang disebabkan oleh karena

terlambatnya pelaksanaan perikatan hanya terdiri atas bunga yang besarannya

ditetapkan dalam undang-undang dan menurut Lembaran Negara Tahun 1948

No.22 ditentukan besarnya suatu bunga tersebut 6% per-tahun.

Apabila dalam perjanjian utang piutang pihak kreditur memperjanjikan bunga

tetapi tidak ditentukan berapa besarnya, maka debitur diwajibkan oleh Pasal 1768

KUHPerdata untuk membayar bunga moratoir54. Cara perhitungan bunga moratoir

adalah dari surat gugat, dimasukkan dalam daftar perkara perdata di Panitera

Pengadilan Negeri. Jadi, tidak dihitung dari saat debitur melakukan wanprestasi.

Suatu bunga yang ditetapkan dalam perjanjian, diatur dalam Pasal 1767 ayat (2)

KUHPerdata menentukan, boleh melampaui bunga menurut undang-undang dalam

segala hal yang tidak dilarang oleh undang-undang. Pasal ini memberi kebebasan

kepada para pihak untuk menentukan berapa besarnya suatu bunga, meskipun

demikian bunga ditetapkan dalam suatu perjanjian perlu diperhatikan dengan

kemampuan debitur untuk membayar bunga maupun rasa keadilan.55

Pengadilan dapat menetapkan bunga atas suatu utang, jika ada perkara gugatan

yang diajukan yang dikenal sebagai bunga kompensatoir. Putusan pengadilan yang

menetapkan bunga, merupakan penerobosan terhadap bunga yang diperjanjikan,

53 Ibid. 54 Ibid. 55 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 50: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

41

karena besar bunga dinilai tidak tepat. Pada penetapan besaran suatu bunga, suatu

pengadilan tidaklah dapat berbuat secara sewenang-wenang, karena terlebih dahulu

harus mempertimbangkan sejumlah hal, antara lain dari segi keadilan, kepantasan,

kemampuan seorang debitur, dan bunga yang berlaku di kalangan perbankan.56

2. Hapusnya perikatan

Sebagaimana yang ada diatur di dalam Pasal 1381 KUHPerdata yang mengatur

berbagai cara hapusnya perikatan-perikatan atas perjanjian dan perikatan yang lahir

karena undang-undang dan cara-cara yang ditunjukkan oleh pembentuk undang-

undang itu tidaklah bersifat membatasi para pihak untuk menciptakan cara yang

lain untuk mengahapuskan suatu perikatan57

Menurut Pasal 1381, perikatan-perikatan hapus:

a. Karena pembayaran

Hapusnya perikatan karena pembayaran ada diatur dalam Pasal 1382 sampai

dengan pada Pasal 1403 KUHPerdata. Yang dimaksud dengan pembayaran adalah

pelunasan atau pemenuhan prestasi dalam perjanjian.58 Pemenuhan prestasi dalam

perjanjian utang-piutang diatur dalam Pasal 1382 ayat (1) KUHPerdata, yang

menyatakan bahwasannya: “Tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa pun pihak

yang berkepentingan, seperti orang yang turut berutang atau si penanggung utang.

Suatu perikatan bahkan dapat dipenuhi oleh pihak ketiga yang tidak

berkepentingan, asal pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi

utang pihak debitur, atau asal ia tidak mengambil alih hak-hak kreditur sebagai

56 Ibid. 57 Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Citra

Aditya Bakti, 2001, hlm. 115. 58 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 51: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

42

pengganti jika ia bertindak atas namanya sendiri.” 59 Selanjutnya, Pasal 1383

KUHPerdata menyebutkan bahwa suatu perikatan dapat dipenuhi juga oleh pihak

ketiga, yang tidak mempunyai kepentingan, asal pihak ketiga bertindak atas nama

dan untuk melunasi utang pihak debitur, atau jika ia bertindak atas namanya sendiri,

asal ia tidak menggantikan hak-hak si kreditur. Dengan demikian, dalam hal

pembayaran, dapat terjadi karena bahwa pihak ketiga muncul untuk melakukan

pembayaran kepada kreditur. Perihal menggantikan hak-hak kreditur ini disebut

juga dengan subrogasi. Pasal 1400 KUHPerdata, subrogasi dapat terjadi karena

adanya suatu perjanjian (Pasal 1401 KUHPerdata) dan karena undang-undang

(Pasal 1402 KUHPerdata).60

Pembayaran sah apabila dilakukan oleh orang yang memiliki hak atau pemilik

barang dan berkuasa memindahkannya (Pasal 1384 KUHPerdata). Pembayaran

harus dilakukan kepada pihak kreditur atau terhadap orang yang dikuasakannya

atau kepada orang yang dikuasakan oleh majelis hakim atau oleh undang-undang

untuk menerima pembayaran bagi pihak kreditur. Pembayaran kepada orang yang

tidak berkuasa untuk menerima adalah sah apabila terdapat persetujuan dari

kreditur atau nyata-nyata telah memperoleh manfaat karenanya (Pasal 1385

KUHPerdata). Pembayaran yang dilakukan dengan iktikad baik kepada seseorang

yang memegang surat tanda penagihan adalah sah (Pasal 1386 KUHPerdata).

Menurut ketentuan yang ada di dalam Pasal 1385 KUHPerdata, pembayaran

harus dilakukan kepada:

1) Si berpiutang (kreditur);

59 P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta:

Djambatan, 2009, hlm.323-329. 60 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 52: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

43

2) Orang yang dikuasakan oleh kreditur;

3) Orang yang dikuasakan oleh hakim atau undang-undang untuk menerima

pembayaran tersebut. 61

Selanjutnya menurut ketentuan yang ada di dalam Pasal 1393 KUHPerdata,

pembayaran harus dilakukan di:

a) Tempat yang ditetapkan dalam perjanjian;

b) Tempat dimana barang itu berada sewaktu perjanjiannya dibuat;

c) Tempat tinggal pihak kreditur, selama ia terus-menerus berdiam dalam

wilayah dimana ia bertempat tinggal sewaktu perjanjian dibuat, dan di

dalam hal-hal lainnya di tempat tinggal si debitur.

4) Karena penawaran pembayaran utang tunai, diikuti dengan penyimpanan atau

penitipan.

Hapusnya suatu perikatan karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan

penyimpanan atau penitipan diatur dalam Pasal 1404 sampai dengan Pasal 1412

KUHPerdata. Jika si berpiutang (kreditur) menolak pembayaran, maka pihak yang

berutang (debitur) dapat melakukan suatu penawaran mengenai pembayaran tunai

dengan perantaraan notaris ataupun juru sita mengenai apa yang diutangnya, dan

jika si pihak berpiutang menolaknya, si pihak berutang akan menitipkan uang atau

barangnya kepada Panitera Pengadilan Negeri (PN) untuk disimpan.62

Penawaran pembayaran secara tunai, diikuti dengan penyimpanan atau

penitipan, maka akan membebaskan si pihak berutang dan berlaku baginya sebagai

pembayaran, asal penawaran itu dilakukan dengan cara menurut undang-undang,

61 Ibid. 62 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 53: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

44

sedangkan apa yang dititipkan itu tetap lah merupakan tanggungan dari si pihak

berpiutang (Pasal 1404 KUHPerdata).

Seluruh biaya yang akan dikeluarkan untuk menyelenggarakan penawaran

pembayaran secara tunai dan penyimpanan, harus dipikul si pihak yang berpiutang

(Pasal 1407 KUHPerdata).63

c. Karena pembaharuan utang (novasi).

Hapusnya suatu perikatan karena novasi diatur di dalam Pasal 1413-Pasal 1424

KUHPerdata. Subekti memaparkan bahwasannya suatu pembaruan utang (novasi)

merupakan pembuatan perjanjian baru dengan cara mengahapuskan suatu perikatan

lama, sambil meletakkan suatu perikatan yang baru.64 Sehingga dapat disimpulkan

bahwa pembaruan utang terjadi dengan jalan mengganti utang lama menjadi utang

baru.65

Menurut Pasal 1415 KUHPerdata, maka kehendak untuk mengadakan suatu

novasi haruslah tegas, yaitu dengan adanya sebuah akta. Ketentuan ini tidak bersifat

memaksa, oleh karenanya, untuk novasi subjektif yang pasif tidak diperlukan

bantuan dari pihak debitur, sehingga karena itu dapat disimpulkan bahwa adanya

suatu akta dalam hal itu tidaklah diperlukan (Pasal 1416 KUHPerdata).

Novasi menurut Pasal 1413 KUHPerdata terjadi dalam 3 bentuk, yaitu:

1) Debitur dan kreditur mengadakan perjanjian baru, dengan mana perjanjian

lama dihapuskan.

2) Apabila terjadi penggantian pihak debitur, dengan mana penggantian mana

debitur lama dibebaskan dari perikatannya.

63 Ibid. 64 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Inamasa, 1987, hlm. 156. 65 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 54: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

45

3) Apabila terjadi pergantian kreditur dengan mana kreditur lama dibebaskan

dari perikatannya. 66

Pembaharuan utang hanya dapat terlaksana antara orang-orang yang cakap

untuk melaksanakan perikatan (Pasal 1414 KUHPerdata). Selanjutnya menurut

pada Pasal 1415 KUHPerdata, kehendak seorang untuk mengadakan novasi harus

dengan tegas ternyata dari perbuatannya, yaitu dengan sebuah akta.67

d. Karena perjumpaan utang (kompensasi).

Hapusnya perikatan karena kompensasi diatur dalam Pasal 1425 sampai

dengan Pasal 1435 KUHPerdata. Menurut Pasal 1425 KUHPerdata, jika dua orang

saling berutang satu pada yang lain, maka terjadilah antara mereka perjumpaan

utang, dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan. Undang-

undang mejelaskan bahwa kompensasi terjadi demi hukum akan tetapi apabila

dibaca dalam ketentuan-ketentuan pada Pasal 1430, Pasal 1432, serta Pasal 1435

KUHPerdata, maka kompensasi itu mengkhendaki adanya aktivitas dari para pihak

yang berkepentingan untuk mengemukakan utang masing-masing dan pelaksanaan

dari pehitungan atau kompensasinya.

Kompensasi yang terjadi demi hukum akan mengakibatkan terjadinya hal-

hal menegangkan antara para pihak yang berkepentingan. Selanjutnya, menurut

Pasal 1426 KUHPerdata, perjumpaan utang terjadi demi hukum, bahkan tanpa

sepengetahuan dari orang-orang yang berutang itu. Dengan demikian, perjumpaan

itu harus diajukan atau dimintakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.68

66 Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Op.cit., hlm. 133. 67 Ibid. 68 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 55: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

46

Perjumpaan utang dapat terlaksana maka menurut Pasal 1427 KUHPerdata,

harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) Perjumpaan hanya dapat terjadi antara dua utang yang dua-duanya berpokok

sejumlah utang, atau sejumlah barang-barang yang dapat dihabiskan dan dari

jenis yang sama.

2) Utang dapat diperjumpakan dengan sejumlah uang yang telah ditetapkan

dan seketika dapat ditagih.

Setiap utang apapun sebabnya dapat diperjumpakan, kecuali dalam 3 hal

yang telah ditetapkan dalam Pasal 1429 KUHPerdata, yaitu:

a) Apabila dituntutnya pengembalian suatu barang yang secara berlawanan

dengan hukum dirampas dari pemiliknya.

b) Apabila dituntut adanya pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau

dipinjamkan.

c) Terhadap suatu utang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah

dinyatakan tak dapat disita.

e. Karena pencampuran utang.

Hapusnya suatu perikatan karena pencampuran utang diatur dalam Pasal

1436 dan Pasal 1437 KUHPerdata. Menurut pada Pasal 1436 KUHPerdata pada

pencampuran suatu utang terjadi apabila kedudukan sebagai kreditur dan debitur

berkumpul pada satu orang. Pencampuran utang tersebut terjadi demi hukum.

Dalam pencampuran utang ini, utang-piutang dihapuskan.69 Menurut Pasal 1437

KUHPerdata, pencampuran utang yang terjadi pada pihak debitur utama berlaku

juga untuk keuntungan para penanggung utang. Sebaliknya, pencampuran utang

69 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 56: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

47

yang apabila terjadi pada diri si penanggung utang, tidak sekali-kali mengakibatkan

hapusnya utang pokok.70

f. Karena pembebasan utang.

Hapusnya perikatan karena pembebasan utang diatur dalam Pasal 1438 sampai

dengan Pasal 1443 KUHPerdata. Pembebasan utang adalah suatu perbuatan hukum

dimana kreditur dengan sukarela membebaskan atau melepaskan haknya terhadap

pihak debitur di dalam pemenuhan kewajibannya. Dengan pembebasan itu, maka

suatu perikatan menjadi hapus.71 Sebagaimana di dalam Pasal 1439 KUHPerdata,

pembebasan utang itu tidak boleh dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan.

g. Karena musnahnya barang yang terutang.

Hapusnya perikatan karena musnahnya barang yang terutang diatur dalam

Pasal 1444 sampai dengan Pasal 1445 KUHPerdata. Jika barang tertentu yang

menjadi objek perjanjian itu musnah, tak lagi dapat diperdagangkan atau hilang atau

sama sekali tak diketahui keberadaan, apakah barang itu masih ada, diluar

kesalahan pada pihak debitur dan sebelumnya lalai menyerahkannya, maka

hapuslah perikatannya (Pasal 1444 KUHPerdata).72 Ketentuan ini adalah berpokok

pangkal di dalam Pasal 1237 KUHPerdata menyatakan bahwasannya dalam hal

adanya suatu perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu kebendaan itu

semenjak perikatan dilahirkan adalah atas tanggung jawab kreditur.

Kalau pihak kreditur lalai akan menyerahkannya maka semenjak kelalaian-

kebendaan adalah tanggungan debitur.

h. Karena pembatalan.

70 Ibid. 71 Ibid. 72 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 57: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

48

Dalam hal hapusnya suatu perikatan karena adanya pembatalan berada dalam

pengaturan pada Pasal 1446 sampai dengan Pasal 1456 KUHPerdata.

Menurut KUHPerdata, suatu perikatan dapat batal apabila:

1) Perikatan itu dibuat oleh mereka yang tidak cakap hukum, seperti: belum

dewasa, ditaruh di bawah pengampunan dan wanita bersuami (Pasal 1446

KUHPerdata).

2) Suatu perikatan dibuat dengan paksaan, kekhilafan, atau penipuan (Pasal

1449 KUHPerdata).

3) Perjanjian bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan

kesusilaan (Pasal 1321 KUHPerdata). 73

Sebagaimana dalam Pasal 1266 KUHPerdata disimpulkan bahwa ada 3 hal

yang harus diperhatikan sebagai syarat pembatalan suatu perjanjian, yaitu:

a) Perjanjian harus bersifat timbal-balik;

b) Pembatalan harus dilakukan dimuka hakim;

c) Harus ada wanprestasi. 74

Subekti memaparkan bahwa dalam suatu perjanjian dapat dimintakan suatu

permbatalannya kepada hakim dengan 2 cara, yaitu:

1.1.Dengan cara aktif, yaitu menuntut pembatalan suatu perjanjian didepan

hakim.

1.2.Dengan cara melakukan pembelaan, yaitu dengan cara menunggu sampai

digugat didepan majelis hakim untuk memenuhi perjanjian tersebut, dan

baru mengajukan alasan mengenai kekurangan perjanjian itu. 75

73 Ibid. 74 P.N.H. Simanjuntak, Op.cit., hlm. 347-348. 75 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 58: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

49

Oleh karenannya, yang membatalkan suatu perjanjian itu adalah melalui

putusan hakim. Pembatalan ini pada umumnya berakibat, bahwa keadaan antara

kedua pihak dikembalikan seperti pada waktu perikatan belum dibuat.

Pasal 1454 KUHPerdata, terhadap tuntutan pembatalan sehubungan dengan

hal-hal tersebut di atas, hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu 5 tahun.76

Pasal 1341 KUHPerdata menyatakan bahwasannya: “Meskipun demikian,

bahwa tiap kreditur boleh mengajukan tidak berlakunya segala tindakan yang tidak

diwajibkan yang dilakukan oleh pihak debitur, dengan nama apa pun juga, yang

merugikan kreditur, asal dibuktikan, bahwa ketika tindakan tersebut dilakukan,

debitur dan orang yang dengannya atau untuknya pihak debitur itu bertindak,

mengetahui bahwa tindakan itu mengakibatkan kerugian bagi para pihak kreditur.

Hak-hak yang diperoleh pihak ketiga dengan itikad baik atas barang-barang yang

menjadi obyek dari suatu tindakan yang tidak sah, harus dihormati.

Untuk mengajukan batalnya tindakan tersebut yang dengan cuma-cuma telah

dilakukan pihak debitur, cukuplah kreditur yang menunjukkan bahwa pada waktu

melakukan tindakan tersebut pihak debitur telah mengetahui perihal itu, bahwa

dengan cara demikian dia merugikan para kreditur, tak peduli apakah orang yang

diuntungkan juga mengetahui hal itu atau tidak.”

Seorang kreditur diberikan hak untuk mengajukan suatu pembatalan terhadap

segala perbuatan pihak debitur yang merugikan kreditur. Hak ini disebut dengan

actio paulina. Untuk mengajukan pembayaran perbuatan debitur yang merugikan

baginya itu, maka pihak kreditur diwajibkan membuktikan bahwa dengan

perbuatan yang dilakukan pihak debitur atau orang dengan atau untuk siapa debitur

76 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 59: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

50

itu berbuat, mengetahui bahwa perbuatan itu membawa akibat yang merugikan

kreditur.77

i. Karena berlaku suatu syarat batal, yang diatur dalam Bab I buku ini.

Suatu syarat batal dalam perjanjian adalah syarat yang apabila dipenuhi,

menghentikan suatu perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan

semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan.Dengan demikian, syarat batal

ini mewajibkan pihak debitur mengembalikan apa yang telah diterimanya, apabila

peristiwa yang dimaksudkan itu terjadi (Pasal 1265 KUHPerdata).78 Syarat batal

biasanya selalu tercantum dalam pejanjian timbal-balik, manakala salah satu pihak

tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal demikian, perjanjian tidak batal demi

hukum, tapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim.79

j. Karena lewat waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendiri.

Lewat waktu atau daluwarsa merupakan alat guna memperoleh sesuatu atau

untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu/masa tertentu

dalam suatu perikatan dan atas syarat-syarat yang diatur oleh suatu perundangan.

(Pasal 1946 KUHPerdata).80

Lewat waktu dalam suatu perikatan dapat dibedakan menjadi 2 macam,

yaitu:

1) Lewat waktu untuk memperoleh hak milik.

Menurut pada Pasal 1963 KUHPerdata, bahwa terdapat unsur-unsur untuk

memperoleh hak milik, yaitu:

77 Ibid. 78 Ibid. 79 Ibid. 80 P.N.H. Simanjuntak, Op.cit., hlm.385-386.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 60: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

51

a) Iktikad baik;

b) Ada alas hak yang sah;

c) Menguasai atas barang tersebut terus-menerus selama 20 tahun atau 30

tahun tanpa ada yang menggugat.

Suatu iktikad baik selamanya haruslah dianggap ada, sedangkan siapa yang

menunjuk iktikad buruk, diwajibkan membuktikannya (Pasal 1965 KUHPerdata).

Adalah cukup, bahwa pada waktu benda atau piutang diperoleh, iktikad baik

itu ada (Pasal 1966 KUHPerdata).

2. Lewat waktu untuk dibebaskan dari suatu tuntutan.

Segala macam tuntutan, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat

perorangan, akan hapus karena ada daluwarsa dengan lewatnya waktu 30 tahun,

sedangkan pihak yang menunjukkan adanya daluwarsa ini tidak usah menunjukkan

suatu alas hak, dan tidak dapat diajukan terhadapnya tangkisan yang berdasarkan

iktikad buruk (Pasal 1967 KUHPerdata). Ini berarti, bahwa apabila seseorang

digugat untuk membayar suatu utang yang sudah lebih dari 30 tahun lamanya, dapat

menolak gugatan itu dengan hanya menggunakan bahwa ia dalam masa 30 tahun

belum pernah menerima tuntutan atau gugatan atas utang tersebut. 81

81 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 61: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

52

BAB III

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA WANPRESTASI DALAM

PERJANJIAN UTANG-PIUTANG

A. Pengertian dan Dasar Hukum Wanprestasi.

Umumnya semua bentuk dari perjanjian diakhiri dengan pelaksanaan, dan

memang demikianlah hal itu yang seharusnya terjadi. Hal itu berarti bahwa para

pihak memenuhi kesepakatan itu untuk dilaksanakan berdasarkan pada persyaratan-

persyaratan yang tercantum dalam perjanjian. Pemenuhan perjanjian atau hal-hal

yang harus dilaksanakan disebut prestasi. Dengan terlaksanakannya suatu prestasi,

kewajiban-kewajiban para pihak berakhir. Sebaliknya, apabila serorang debitur

tidak melaksanakannya, ia disebut melakukan wanprestasi.82

Pemenuhan prestasi merupakan hakikat dari suatu perikatan. Kewajiban

memenuhi prestasi dari debitur selalu disertai dengan tanggung jawab (liability),

artinya debitur mempertaruhkan harta kekayaannya sebagai jaminan pemenuhan

utangnya kepada kreditur.

Menurut ketentuan dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata, semua

harta kekayaan pihak debitur baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang

ada maupun yang akan ada menjadi jaminan pemenuhan utangnya terhadap

kreditur, jaminan semacam ini disebut jaminan umum.83 Prestasi merupakan sebuah

esensi daripada suatu perikatan. Apabila esensi ini tercapai dalam arti dipenuhi oleh

pihak debitur maka perikatan itu berakhir. Agar esensi itu dapat tercapai yang

82 I.G. Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak (Contract Drafting), Jakarta:

Kesaint Blanc, 2008, hlm. 77. 83 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya

Bakti,2000, hlm. 17.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 62: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

53

artinya kewajiban tersebut telah dipenuhi oleh debitur maka harus diketahui sifat-

sifat dari prestasi tersebut ,yaitu:

1. Harus sudah tertentu atau dapat ditentukan;

2. Harus mungkin;

3. Harus diperbolehkan (halal);

4. Harus ada manfaatnya bagi kreditur;

5. Bisa terdiri dari suatu perbuatan atau serentetan perbuatan. 84

Perikatan yang bersifat timbal-balik senantiasa menimbulkan hal berupa sisi

aktif serta sisi pasif dalam suatu perikatan. Sisi aktif menimbulkan hak bagi kreditur

untuk menuntut pemenuhan atas prestasi, sedangkan sisi pasif menimbulkan beban

berupa kewajiban bagi seorang debitur untuk melaksanakan prestasinya. Pada

situasi normal antara prestasi dan kontra prestasi akan saling bertukar, namun pada

kondisi tertentu pertukaran suatu prestasi tidak berjalan sebagaimana mestinya

sehingga muncul peristiwa yang disebut wanprestasi.85 Wanprestasi berasal dari

bahasa Belanda “wanprestatie” yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau

kewajiban yang telah ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu

perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan

yang timbul karena undang-undang.86

Menurut Kamus Hukum, wanprestasi memili arti sebagai suatu tindakan

yang berupa kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati kewajibannya dalam

perjanjian.87 Wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seorang debitur tidak

84 Ibid, hlm. 20. 85 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proposionalitas Dalam Kontrak

Komersial, Jakarta: Kencana, 2010, hlm. 261. 86 Ibid. 87 Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 1996,

hlm. 110.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 63: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

54

memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu

perjanjian; atau melaksanakan prestasi tapi yang dilaksanakan tidak tepat waktu dan

tidak sesuai dengan yang seharusnya.

Jadi jika debitur telah melakukan wanprestasi karena ia tidak atau terlambat

melaksanakan prestasi dari waktu yang ditentukan, atau tidak sesuai dengan apa

yang semestinya, hal ini merupakan suatu bentuk pelanggaran hukum atau tindakan

melawan hukum terhadap hak seorang kreditur, yang lebih dikenal dengan istilah

onrechtmatigedaad.88

R. Subekti, mengemukakan bahwa “wanprestasi” itu adalah kelalaian atau

kealpaan yang dapat berupa 4 macam yaitu:

a. Tidak melakukan apa yang telah disanggupi akan dilakukannya.

b. Melaksanakan apa yang telah diperjanjikan dalam kontrak tersebut,

tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan.

c. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat,

d. Melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian itu tidak dapat

dilakukan.89

Pelanggaran hak-hak kontraktual tersebut menimbulkan kewajiban ganti

rugi berdasarkan suatu perbuatan wanprestasi, sebagaimana diatur di dalam Pasal

1236 KUHPerdata (untuk prestasi memberikan sesuatu) dan di dalam Pasal 1239

KUHPerdata (untuk prestasi berbuat sesuatu).

Syarat terjadinya wanprestasi adalah:

1) Syarat materiil

88 I.G. Rai Widjaya, Op.cit., hlm. 77 89 R.Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Pembimbing Masa,1970, hlm. 50.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 64: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

55

Adanya unsur kesalahan debitur (sengaja/lalai). Kesalahan dalam hal ini

pihak yang tidak melaksanakan prestasi tersebut tahu bahwa perbuatan

yang mengakibatkan tidak terlaksananya suatu prestasi itu merugikan

orang lain.

2) Syarat formil

Adanya peringatan/teguran terhadap pihak debitur. Pihak yang tidak

melaksanakan suatu prestasi tersebut diingatkan untuk melaksanakan

prestasinya. Tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan. 90

Debitur dinyatakan lalai apabila:

a. Tidak memenuhi prestasi;

b. Terlambat berprestasi; dan

c. Berprestasi tetapi tidak sebagaimana mestinya.

Namun demikian, umumnya perbuatan wanprestasi terjadi setelah adanya

pernyataan lalai dari pihak kreditur kepada pihak debitur. Pernyataan lalai ini pada

dasarnya adalah bertujuan untuk menetapkan adanya suatu tenggang waktu (yang

wajar) kepada debitur untuk memenuhi prestasinya dengan sanksi tanggung gugat

atas kerugian yang dialami kreditur.

Menurut undang-undang, suatu peringatan (somasi) kreditur mengenai

lalainya debitur harus dituangkan dalam bentuk tertulis, seperti surat perintah atau

dengan akta sejenis. Jadi, lembaga ‘pernyataan lalai’ merupakan suatu upaya

hukum untuk sampai pada fase dimana pihak debitur dinyatakan wanprestasi.91

Sebagaimana diatur di dalam Pasal 1238 yang KUHPerdata yang menyatakan

90 https://regulasikesehatan.wordpress.com/tag/wanprestasi/ (Diunduh pada

Tanggal 26 February 2020 Pukul 15:17 WIB) 91 Agus Yudha Hernoko, Op.cit., hlm. 261.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 65: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

56

bahwa: “Debitur adalah lalai apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah

akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri ialah jika ini

menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang

ditentukan.”

Somasi dilakukan sebanyak 3(tiga) kali panggilan, jika debitur tetap tidak

mengindahkannya, maka pihak kreditur berhak membawa persoalan tersebut ke

pengadilan.92 Wanprestasi dapat terjadi akibat dari kesengajaan debitur maupun

kelalaian debitur untuk melaksanakan prestasinya, hal ini ada diatur di dalam Pasal

1236 KUHPerdata yang ada menyatakan bahwasannya: “Pihak debitur adalah

berwajib untuk memberikan ganti biaya, rugi dan bunga kepada kreditur, apabila

ia telah membawa dirinya dalam keadaan tidak mampu untuk menyerahkan

kebendaannya atau telah tidak merawatnya sepatutnya guna menyelamatkannya.”

Pasal 1239 KUHPerdata yang menyatakan bahwasannya: “Tiap-tiap suatu

perikatan untuk berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, apabila pihak debitur

tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban

memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga.” Pasal tersebut menjelaskan

dalam perjanjian untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu, si debitur juga

diwajibkan membayar ganti kerugian jika dia lalai untuk berbuat sesuatu

sebagaimana yang dijanjikan, atau sebaliknya jika dia berbuat sesuatu padahal hal

tersebut dilarang didalam perjanjian. Adakalanya di dalam suatu keadaan tertentu

untuk membuktikan bahwa telah adanya perbuatan wanprestasi pihak debitur tidak

diperlukan lagi pernyataan lalai, ialah:

92 Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Jakarta: Sinar Grafika,

2008, hlm 180.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 66: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

57

a) Untuk pemenuhan prestasi berlaku tenggang waktu yang fatal (fatale

termijn);

b) Debitur menolak pemenuhan;

c) Debitur mengakui kelalaiannya;

d) Pemenuhan prestasi tidak mungkin (diluar overmacht);

e) Pemenuhan tidak lagi berarti (zinloos);

f) Debitur melakukan prestasi tidak sebagaimana mestinya. 93

Wanprestasi membawa akibat yang merugikan bagi debitur, karena sejak

saat tersebut debitur berkewajiban mengganti kerugian yang timbul sebagai akibat

dari pada ingkar janji tersebut.

Dalam hal debitur melakukan ingkar janji, kreditur dapat menuntut:

1.1.Pemenuhan perikatan (nakoming);

1.2.Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi (nakoming en anevullend

vergoeding);

1.3.Ganti rugi (vervangende vergoeding; schadeloosstelling);

1.4.Pembatalan persetujuan timbal balik (ontbinding);

1.5.Pembatalan dengan ganti rugi (ontbinding en anvullend vergoeding). 94

Terjadinya wanprestasi, pihak kreditur yang telah dirugikan sebagai akibat

dari kegagalan pelaksanaan kontrak oleh pihak debitur mempunyai hak gugat dalam

upaya menegakkan hak-hak kontraktualnya. Pihak kreditur dapat melakukan

tuntutan dalam menghadapi debitur yang melakukan suatu perbuatan wanprestasi,

sebagaimana ada diatur di dalam Pasal 1267 KUHPerdata yang menyatakan:

93 Ibid, hlm. 262. 94 Ibid, hlm. 263.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 67: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

58

“Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia

akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian

dan bunga”.

Pasal ini ada memberikan pilihan kepada pihak lain untuk memilih dua

kemungkinan agar dia tidak dirugikan, yaitu menuntut agar perjanjian tersebut

dilaksanakan (agar suatu prestasi tersebut dipenuhi oleh para pihak) jika hal tersebut

masih memungkinkan atau menuntut terjadinya pembatalan perjanjian. Pilihan

tersebut dapat disertai ganti kerugian (biaya, rugi, dan bunga).

B. Bentuk-Bentuk Wanprestasi.

Menurut ketentuan di Pasal 1234 KUHPerdata, tiap-tiap perikatan adalah untuk

memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. Maka

dari itu wujud prestasi itu berupa :

1. Memberikan sesuatu

Berdasarkan Pasal 1235 yang menyatakan bahwa :

“Dalam pada tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah

termaktub kewajiban berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan

dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik, sampai pada saat

penyerahannya. Pada kewajiban yang terakhir ini adalah kurang atau lebih luas

terhadap perjanjian-perjanjian tertentu, yang akibat-akibat mengenai pada hal ini

ditunjuk dalam bab-bab yang bersangkutan.”

Pasal ini menerangkan tentang perjanjian yang bersifat konsensual (yang

lahir pada saat tercapainya kesepakatan) yang objeknya adalah barang, dimana

sejak saat tercapainya kesepakatan, orang yang seharusnya menyerahkan barang itu

harus tetap merawat dengan baik barang tersebut selayaknya memelihara barang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 68: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

59

kepunyaan sendiri sama halnya dengan merawat barang miliknya yang lain, yang

tidak akan diserahkan kepada orang lain.95 Kewajiban untuk merawat dengan baik

berlangsung sampai dengan barang tersebut diserahkan kepada orang yang harus

menerimanya. Penyerahan dalam pasal ini dapat berupa penyerahan nyata maupun

penyerahan yuridis.96

2. Berbuat sesuatu

Berbuat sesuatu dalam perikatan berarti melakukan perbuatan seperti yang

telah ditetapkan dalam suatu perikatan. Jadi wujud prestasi disini adalah melakukan

perbuatan tertentu. Pelaksanakan prestasi ini pihak debitur harus mematuhi apa

yang telah ditentukan dalam suatu perikatan.

Pihak Debitur bertanggung jawab atas perbuatannya yang tidak sesuai

dengan ketentuan yang diperjanjikan oleh para pihak. Namun bila mana ketentuan

tersebut tidaklah diperjanjikan, maka disini diberlakukan suatu ukuran kelayakan

atau kepatutan yang diakui dan berlaku dalam masyarakat. Artinya sepatutnya

berbuat sebagai seorang pekerja yang baik.97

3. Tidak berbuat sesuatu

Tidak berbuat sesuatu dalam perikatan yakni berarti tidak melakukan suatu

perbuatan seperti yang telah diperjanjikan.98 Jadi wujud prestasi di sini adalah tidak

melakukan suatu perbuatan. Di sini kewajiban prestasinya bukanlah sesuatu yang

bersifat aktif, tetapi justru sebaliknya yaitu dengan bersifat pasif yang dapat berupa

dengan tidak berbuat sesuatu atau membiarkan sesuatu berlangsung.99 Dalam hal

95 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233

sampai 1456 BW, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008, hlm. 5. 96 J. Satrio, Hukum Perikatan, Bandung: Alumni, 1999, hlm. 84. 97 Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hal. 19. 98 Ibid, hlm. 19. 99 J.Satrio, Op. cit, hlm. 52.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 69: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

60

ini, bila ada salah satu pihak yang berbuat tidak sesuai dengan perikatan maka pihak

tersebut yang harus bertanggung jawab atas akibatnya.

4. Bentuk wanprestasi

Untuk menetapkan apakah seorang debitur telah melakukan wanprestasi dapat

diketahui melalui 3 keadaan sebagai berikut:

a. Debitur tidak memenuhi prestasinya sama sekali: Artinya debitur tidak

memenuhi kewajiban yang telah disanggupinya untuk dipenuhi dalam suatu

perjanjian atau tidak memenuhi suatu kewajiban yang ditetapkan undang-

undang dalam perikatan yang timbul karena undang-undang.

b. Debitur telah memenuhi prestasi, tetapi tidak sebagaimana mestinya atau

keliru: Artinya pihak debitur melaksanakan atau memenuhi apa yang

diperjanjikan atau apa yang ditentukan oleh undang-undang, tetapi tidak

dengan sebagaimana mestinya menurut kualitas yang ditentukan dalam

suatu perjanjian atau menurut kualitas yang ditetapkan oleh undang-undang.

c. Debitur memenuhi prestasinya, tetapi tidak tepat pada waktunya: Artinya

seorang debitur memenuhi suatu prestasi tetapi terlambat, waktu yang

ditetapkan dalam perjanjian tidak dipenuhi.100

Subekti menambah lagi keadaan di atas dengan “melakukan sesuatu yang

dalam perjanjian dilarang.”

C. Penyebab Terjadinya Wanprestasi Dalam Perjanjian Utang-Piutang

Pada umumnya, suatu wanprestasi baru terjadi jika debitur dinyatakan telah

lalai untuk memenuhi prestasinya, atau dengan kata lain, perbuatan wanprestasi ada

kalau debitur tidak dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan wanprestasi itu

100 Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hlm. 20.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 70: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

61

di luar kesalahannya atau karena keadaan memaksa (overmacht). Apabila dalam

suatu pelaksanaan pemenuhan prestasi itu tidak ditentukan tenggang waktu atau

masa waktunya, maka kreditur dipandang perlu untuk memperingatkan/menegur

debitur agar debitur memenuhi kewajibannya. Teguran ini disebut juga dengan

sommatie (somasi).101

Menurut J. Satrio, Somasi merupakan suatu peringatan atau teguran agar

debitur berprestasi pada suatu saat yang ditentukan dalam surat somasi.102 Surat

somasi biasanya dibuat 3 (tiga) kali dan setiap jeda waktunya adalah biasanya

minimal 7 hari. Masing-masing namanya surat somasi I, surat somasi II dan surat

somasi III. Apabila setelah surat somasi III namun pihak yang diperingatkan tidak

menggubris atau mengabaikan untuk melaksanakan kewajibannya maka kemudian

dilakukan penuntutan hukum baik secara perdata maupun pidana atau hukum

lainnya.

Somasi ada diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata yang menyatakan: “Pihak

berutang adalah lalai, apabila ia sebagai pihak berutang dengan surat perintah

atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya

sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa ia harus dianggap lalai dengan lewatnya

waktu yg ditentukan.”

Pasal 1243 KUHPerdata diatur bahwa tuntutan wanprestasi suatu perjanjian

hanya dapat dilakukan apabila si pihak yang berutang telah diberi suatu peringatan

bahwasannya ia telah melalaikan kewajibannya sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali

panggilan, namun ia tetap melalaikan peringatan tersebut. Peringatan itu dilakukan

101 P.N.H. Simanjuntak, Op.cit., hlm.340. 102 https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl3370/tentang-somasi/.

(diakses pada tanggal 15 Maret 2019 pada pukul 17:36)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 71: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

62

secara tertulis, yang kemudian dikenal sebagai somasi. Somasi memiliki beberapa

bentuk pernyataaan lalai yang sangat beragam, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Surat perintah, adalah exploit juru sita,

exploit adalah perintah lisan yang disampaikan juru sita kepada debitur.

Dengan kata lain exploit adalah salinan surat peringatan.

2. Akta sejenisnya (soortgelijke akte),

membaca kata-kata akta sejenis ini ialah akta otentik yang sejenis dengan

exploit juru sita.

3. Demi perikatan itu sendiri, perikatan mungkin terjadi apabila pihak-pihak

menentukan terlebih dahulu saat adanya kelalaian dari debitur di dalam

suatu perjanjian, misalnya pada perjanjian dengan ketentuan waktu, secara

4. teoretisnya, suatu perikatan lalai adalah tidak perlu, jadi dengan lampaunya

suatu waktu, keadaan lalai terjadi dengan sendirinya. 103

Akibat hukum bagi pihak debitur bila somasi diabaikan, menurut J. Satrio,

somasi yang tidak dipenuhi –tanpa alasan yang sah– membawa pihak debitur berada

dalam keadaan lalai, dan maka sejak itu semua akibat kelalaian (wanprestasi)

berlaku. Sedangkan akibat hukum bagi kreditur, wanprestasinya pihak debitur

menyebabkan pihak kreditur berhak untuk menuntut hal-hal berikut:

a. Pemenuhan perikatan;

b. Pemenuhan perikatan dan ganti rugi;

c. Ganti rugi;

d. Pembatalan persetujuan timbal balik;

103 Richard Eddy. Aspek Legal Properti - Teori, Contoh, dan Aplikasi. Jakarta:

Penerbit Andi. hlm. 113

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 72: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

63

e. Pembatalan perikatan dan ganti rugi. 104

Menurut J. Satrio yang memamaparkan bahwa pada saat ini doktrin maupun

yurisprudensi menganggap bahwa somasi itu haruslah berbentuk tertulis dan tidak

perlu dalam bentuk otentik. Teguran dengan surat biasa sudah cukup untuk diterima

sebagai somasi. Berdasarkan penjelasan tersebut, apabila pengacara A berkhendak

untuk memberikan somasi, ia cukup mengirimkan surat somasi tersebut ke tempat

si B (debitur) berdomisili, yaitu ke alamat rumahnya, karena tidak ada ketentuan

yang mengharuskan pemberi somasi untuk bertemu secara langsung dengan

penerima somasi ketika menyerahkan surat somasi.105 Perihal tenggang waktu

pelaksanaan pemenuhan prestasi ditentukan, maka menurut pada Pasal 1238

KUHPerdata pihak debitur dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

Somasi harus diajukan secara tertulis yang menerangkan apa yang dituntut, atas

dasar apa, serta pada saat kapan diharapkan pemenuhan prestasi tersebut. Hal ini

berguna bagi pihak kreditur apabila ingin menuntut debitur di muka pengadilan.

Dalam gugatan inilah, somasi menjadi alat bukti bahwa debitur betul-betul telah

melakukan wanprestasi.106 Dalam hal faktor penyebab terjadinya suatu perbuatan

wanprestasi, sekiranya terdapat dua kemungkinan alasan tidak terpenuhinya suatu

prestasi yang mengakibatkan terjadinya wanprestasi, yaitu:

1) Akibat kelalaian/kesengajaan debitur dalam pemenuhan prestasi

Wanprestasi yang disebabkan karena kelalaian debitur berkaitan dengan

Pasal 6:58 NBW107, yang menyatakan bahwa: “Pihak debitur adalah lalai

104 Shanti Rachmadsyah, Ibid. 105 Ibid. 106 Ibid. 107 NBW ( Niuew Burgelijck Wetboek ) merupakan Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata negeri Belanda. NBW ini menggantikan BW lama Belanda, dan mulai

diberlakukan pada 1 Januari 1992.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 73: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

64

memenuhi perikatannya apabila tidak melakukan upaya seperlunya atau

terhalangnya suatu pemenuhan prestasi yang disebabkan olehnya, kecuali

terhalangnya pelaksanaan prestasi itu tidak dapat dibebankan kepada

dirinya.” Dikatakan adanya suatu kelalaian apabila timbulnya kerugian bagi

seseorang atau barang milik orang lain disebabkan karena hal kurang hati-

hatinya melakukan suatu perbuatan itu, atau mengurus sesuatu sebagaimana

dikehendaki oleh hukum.108

Kerugian itu dapat dipersalahkan terhadap pihak debitur jika adanya unsur

kesengajaan atau kelalaian dalam peristiwa yang merugikan itu pada diri

debitur sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Terkatakan

bahwa pihak debitur sengaja bahwa kerugian tersebut memang diniati dan

dikehendaki oleh pihak debitur, sedangkan kelalaian adalah peristiwa

dimana seorang debitur seharusnya tahu atau patut menduga, bahwa dengan

perbuatan atau sikap yang diambil olehnya akan timbul kerugian.109

Kreditur dapat menuntut suatu ganti rugi atas ongkos, rugi, dan bunga yang

dideritanya. Untuk adanya kewajiban ganti rugi pihak debitur maka undang-

undang menentukan bahwa pihak debitur harus terlebih dahulu dinyatakan

berada dalam keadaan lalai (ingebrekestelling).110 Lembaga pernyataan lalai

ini adalah merupakan upaya hukum untuk sampai kepada suatu fase, dimana

pihak debitur dinyatakan telah “ingkar janji” (wanprestasi). Hal ini dapat

terlihat dalam Pasal 1243 KUHPerdata yang menyatakan:111 “Penggantian

108 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1996, hlm. 212. 109 J. Satrio, Hukum Perikatan, Bandung: Alumni, 1999, hlm. 91. 110 Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit., hlm. 19-21. 111 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 74: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

65

suatu biaya, atau kerugian dan juga bunga karena tak dipenuhinya suatu

perikatan mulai diwajibkan, bilamana debitur, walaupun telah dinyatakan

lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus

ia berikan atau dilakukannya hanya dapat ia berikan atau dilakukannya

dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”Apabila pihak

debitur tidak memenuhi perikatannya (wanprestasi) ataupun pada perikatan-

perikatan dimana pernyataan lalai tidak disampaikan kepada debitur, tetapi

tidak diindahkannya, maka debitur dikatakan tidak memenuhi perikatan.112

2) Keadaan memaksa (overmacht)

Menurut Abdulkadir Muhammad, keadaan memaksa ialah keadaan tidak

dapat dipenuhinya suatu prestasi oleh debitur karena terjadi suatu peristiwa

bukan karena kesalahan debitur, peristiwa mana tidak dapat diketahui atau

tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan.113 Subekti,

mendefenisikan bahwa suatu keadaan yang memaksa adalah suatu alasan

dibebaskannya ia dari kewajiban membayar ganti rugi.114 Dalam hal ini,

keadaan memaksa (overmacht) mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a) Tidak dipenuhinya suatu prestasi, karena adanya suatu hal peristiwa

yang membinasakan atau memusnahkan benda yang menjadi objek

perikatan. Ini selalu bersifat tetap.

b) Tidak dapat dipenuhi suatu prestasi karena ada suatu peristiwa yang

menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi. Ini dapat bersifat

tetap atau sementara.

112 Ibid. 113 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 27. 114 Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1994, hlm. 55.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 75: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

66

c) Peristiwa itu tidaklah dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada

waktu membuat perikatan, baik oleh debitur maupun oleh kreditur.

Jadi, bukan karena kesalahan pihak-pihak khususnya debitur. 115

Persoalaan overmacht ini dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal 1244 dan

Pasal 1245 KUHPerdata. Tetapi dua pasal yang mengatur keadaan memaksa ini

hanya bersifat sebagai pembelaan debitur untuk dibebaskan dari pembayaran ganti

rugi jika debitur tidak memenuhi perjanjian karena adanya keadaan memaksa.

Ketentuan dua pasal tersebut adalah sebagai berikut:

1.1.Pasal 1244 KUHPerdata,

Jika ada alasan untuk itu, serorang debitur harus dihukum untuk mengganti

biaya, kerugian dan bunga. Bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak

dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu melaksanakan

suatu perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tidak dapat terduga,

yang tak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Walaupun tidak ada

itikad buruk kepadanya.

1.2.Pasal 1245 KUHPerdata,

Tidak adanya suatu ganti rugi yang harus dibayar, apabila karena keadaan

memaksa atau sesuatu kejadian yang tidak disengaja, debitur berhalangan

memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau karena hal-hal

yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.116 Sehingga dapat

disimpulkan bahwasannya dalam keadaan memaksa ini, pihak debitur

tidaklah dapat dipersalahkan atas tidak dapat terlaksananya suatu perjanjian

115 Abdulkadir Muhammad, Op.cit., hlm. 27-28. 116 P.N.H. Simanjuntak, Op.cit., hlm.344-345.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 76: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

67

atau terlambatnya pelaksanaan suatu perjanjian. Sebab, keadaan ini timbul

di luar kemauan dan kemampuan atau dugaan dari pihak debitur, dan oleh

karenanya, maka debitur tidak dapat dihukum atau dijatuhi sanksi.117

Keadaan memaksa dapat digolongkan ke dalam dua bentuk, yaitu:

1. Bentuk yang umum, yaitu:

a. Keadaan iklim;

b. Kehilangan;

c. Pencurian.

2. Bentuk yang khusus, yaitu:

a. Undang-undang atau Peraturan Pemerintah, ada kalanya menimbulkan

keadaan memaksa. Dalam hal ini tidak berarti bahwa prestasi itu tidak

dapat dilakukan, tetapi prestasi tersebut tidak boleh dilakukan, akibat dari

adanya undang-undang atau peraturan pemerintah.

b. Sumpah, adanya sumpah terkadang dapat menimbulkan suatu keadaan

memaksa, yaitu apabila seseorang yang harus berprestasi itu dipaksa

untuk bersumpah untuk tidak melakukan prestasi.

c. Tingkah laku pihak ketiga.

d. Pemogokan. 118

Pihak debitur dapat membuktikan adanya suatu keadaan memaksa (force

majeur) dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) Ia harus membuktikan bahwa ia tidak bersalah;

2) Ia tidak dapat memenuhi kewajibannya secara lain;

117 Ibid. 118 Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit., hlm. 28-29.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 77: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

68

3) Ia tidak akan menanggung risiko, baik itu menurut ketentuan undang-

undang maupun ketentuan suatu perjanjian atau karena ajaran iktikad

baik harus menanggung resiko. 119

D. Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perjanjian Utang-Piutang

Suatu perbuatan wanprestasi dapat membawa suatu konsekuensi terhadap

timbulnya hak-hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan

wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga hukum diharapkan agar tidak

ada satu pihak pun yang dirugikan karena perbuatan wanprestasi tersebut.120 Sanksi

atau akibat-akibat hukum bagi pihak-pihak yang wanprestasi ada 4 macam, yaitu:

1. Pihak debitur haruslah membayar ganti rugi yang diderita pihak kreditur (Pasal

1243 KUHPerdata):

“Penggantian terhadap biaya, rugi, dan bunga karena tidak dipenuhinya

suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila pihak berutang, setelah

dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya atau pun jika

sesuatu yang haruslah diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan dan

dibuat ia dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.”

Berdasarkan pada pasal ini, terdapat dua cara untuk menentukan titik awal

penghitungan ganti kerugian, yaitu sebagai berikut:

a) Jika dalam hal perjanjian itu tidak ditentukan jangka waktu, pembayaran

ganti kerugian mulai dihitung sejak pihak tersebut telah dinyatakan lalai,

tetapi tetap melalaikannya.

119 Ibid. 120 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2007, hlm. 87-88.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 78: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

69

b) Jika dalam perjanjian tersebut telah ditentukan jangka waktu tertentu,

pembayaran ganti kerugian mulai dihitung sejak terlampauinya jangka

waktu yang telah ditentukan tersebut. 121

2) Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran adanya ganti rugi (Pasal

1266-1267 KUHPerdata)

Pasal 1266 KUHPerdata menyatakan bahwa: “Syarat batal dianggap selalu

dicantumkan dalam persetujuan yang timbal balik, andaikata salah satu pihak tidak

memenuhi kewajibannya. Demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi

pembatalan harus dimintakan kepada pengadilan. Permintaan ini juga harus

dilakukan, meskipun suatu syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban

dinyatakan di dalam persetujuan. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam suatu

persetujuan, maka oleh majelis hakim dengan melihat keadaan, atas permintaan

tergugat, leluasa memberikan suatu jangka waktu untuk memenuhi kewajiban,

tetapi jangka waktu itu tidak boleh lebih dan satu bulan.” Dalam perjanjian timbal-

balik (bilateral), wanprestasi dari satu pihak memberikan hak kepada pihak lainnya

untuk membatalkan perjanjian. Dalam hal demikian, pembatalan harus dimintakan

kepada majelis hakim.

Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak

terpenuhinya kewajiban itu dinyatakan dalam perjanjian. Jika syarat itu tidak

dinyatakan dalam perjanjian, majelis hakim leluasa menurut keadaan atas

permintaan pihak tergugat, untuk memberikan suatu jangka waktu guna memenuhi

kewajibannya, jangka waktu mana tidak boleh lebih dari 1 bulan.122

121 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op.Cit., hlm. 8. 122 P.N.H. Simanjuntak, Op.cit., hlm.341-343.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 79: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

70

Pasal 1267 KUHPerdata menyebutkan bahwa: “Pihak yang terhadapnya

perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih; memaksa pihak yang lain untuk memenuhi

persetujuan, jika hal itu masih dapat untuk dilakukan, atau menuntut pembatalan

persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga.”Sesuai ketentuan

pada Pasal 1267 KUHPerdata, dalam hal debitur melakukan wanprestasi, maka

kreditur dapat memilih tuntutan-tuntutan haknya berupa:

a. Pemenuhan perjanjian (nakoming); merupakan prestasi primer sebagaimana

yang diharapkan dan disepakati para pihak pada saat penutupan kontrak.

Gugatan terhadap pemenuhan suatu prestasi hanya dapat diajukan apabila

pemenuhan prestasi itu dimaksud telah tiba waktunya untuk dilaksanakan

(operisbaar-dapat ditagih).123

b. Pemenuhan perjanjian disertai dengan ganti rugi (nakoming en anvullend

vergoeding);

c. Ganti rugi (vervangende vergoeding; schadeloosstelling);

Ganti rugi merupakan suatu upaya hukum untuk memulihkan kerugian yang

prestasinya bersifat subsidair. Artinya, apabila pemenuhan prestasi itu tidak

lagi dimungkinkan atau sudah tidak bisa diharapkan lagi maka ganti rugi

merupakan suatu jalan alternatife yang dapat dipilih oleh pihak kreditur.

Sesuai dengan yang tertera di dalam Pasal 1243 KUHPerdata. 124

d. Pembatalan persetujuan timbal balik (ontbinding);

e. Suatu pembatalan berserta dengan ada ganti rugi (ontbinding en anvullend

vergoeding). 125

123 Agus Yudha Hernoko, Op.cit., hlm. 263. 124 Ibid, hlm. 341. 125 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 80: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

71

3. Peralihan risiko kepada debitur sejak terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 ayat 2

KUHPerdata):

“Dalam hal adanya suatu perikatan untuk memberikan suatu kebendaan

tertentu, kebendaan itu semenjak suatu perikatan itu dilahirkan, adalah atas

tanggungan si berpiutang”.

Ketentuan ini hanya berlaku bagi perikatan untuk memberikan sesuatu. Jika

pihak yang berutang lalai akan menyerahkannya, maka semenjak saat

kelalaiannya, kebendaan adalah atas tanggungannya. Berdasarkan pasal ini

dapat dilihat bahwa kelalaian pihak debitur dalam menyerahkan kebendaan

mengalihkan risiko menjadi atas tanggungannya.

4. Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (Pasal 181 ayat

1 HIR126):

“Barang siapa, yang dikalahkan dengan keputusan akan dihukum membayar

biaya perkara. Akan tetapi semua atau sebagian biaya perkara itu dapat

diperhitungkan antara: laki isteri, keluarga sedarah dalam turunan yang lurus,

saudara laki-laki dan saudara perempuan atau keluarga semenda, lagi pula jika

dua belah pihak masing-masing dikalahkan dalam beberapa hal.” 127

Seorang debitur yang terbukti melakukan suatu perbuatan wanprestasi tentu

dikalahkan dalam perkara. Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan.

Kewajiban untuk membayar ganti-rugi bagi pihak debitur baru dapat,

dilaksanakan apabila pihak kreditur telah memenuhi empat syarat, yaitu:

126 HIR (Herzien Inlandsch Reglement) yang sering diterjemahkan menjadi

Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui, yaitu hukum acara dalam persidangan perkara

perdata maupun pidana yang berlaku di pulau Jawa dan Madura. 127 P.N.H. Simanjuntak, Op.cit., hlm.341.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 81: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

72

a. Debitur memang telah lalai melakukan wanprestasi;

b. Pihak debitur tidaklah berada dalam keadaan memaksa;

c. Tidak adanya tangkisan dari pihak debitur untuk melumpuhkan tuntutan

ganti rugi;

d. Kreditur telah melakukan somasi/peringatan. 128

Seorang debitur yang dituduh telah lalai dan dimintakan supaya kepadanya

diberikan hukuman atas kelalaiannya, ia dapat melakukan pembelaan atas dirinya

dengan mengajukan beberapa macam alasan-alasan untuk membebaskan dirinya

dari hukuman tersebut.

Pembelaan debitur yang wanprestasi ada 3 macam, yaitu:

1) Menyarakan adanya keadaan memaksa (overmacht);

2) Menyatakan bahwa kreditur telah lalai;

3) Menyatakan bahwa kreditur telah melepaskan haknya. 129

Ganti rugi dalam wanprestasi memiliki unsur-unsur yang diatur dalam

Pasal 1246 KUHPerdata, yaitu:

a) Biaya, yaitu segala pengeluaran atau ongkos-ongkos yang nyata-nyata

telah dikeluarkan.

b) Rugi, yaitu kerugian yang karena kerusakan barang-barang kepunyaan

kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur.

c) Bunga,

yaitu keuntungan yang seharusnya dapat diperoleh atau diharapkan oleh

kreditur apabila debitur tidak lalai. 130

128 Ibid, hlm. 342. 129 Subekti, Hukum Perjanjian, Op.cit., hlm. 55. 130 Ibid, hlm. 342.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 82: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

73

Pada dasarnya, tidaklah semua kerugian itu dapat dimintakan penggantian.

Undang-undang menentukan adanya batasan-batasan mengenai perihal ganti rugi

yang harus dibayarkan oleh pihak debitur kepada pihak kreditur sebagai akibat dari

perbuatan wanprestasi adalah sebagai berikut:

1.1.Kerugian yang dapat diduga ketika perjanjian dibuat.

Menurut pada Pasal 1247 KUHPerdata, pihak debitur hanyalah diwajibkan

membayar ganti rugi yang nyata telah atau sedianya harus dapat diduganya

sewaktu perjanjian dibuat, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu

disebabkan oleh tipu daya yang dilakukan olehnya.

1.2.Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi.

Menurut pada Pasal 1248 KUHPerdata, jika tidak dipenuhinya perjanjian

itu disebabkan oleh tipu daya pihak debitur, pembayaran ganti rugi sekedar

mengenai kerugian yang diderita oleh pihak kreditur dan keuntungan yang

hilang baginya, yang diderita oleh pihak kreditur dan keuntungan yang

hilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung

dari tidak dipenuhinya perjanjian. 131

131 Ibid, hlm. 343.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 83: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

74

BAB IV

PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN

UTANG-PIUTANG TERHADAP PUTUSAN NO.409/Pdt.G/2016/PN.MDN

A. Sebab-Sebab Terjadinya Sengketa Wanprestasi Terhadap Perkara No.

409/Pdt.G/2016/PN.Mdn.

1. Kasus Posisi

Para pihak dalam kasus Putusan No.409/Pdt.G/2016/PN.MDN ini adalah

sebagai berikut:

Penggugat:

PHERTIPAL SINGH, jenis kelamin laki-laki, tempat/tgl.lahir: Patumbak/ 6

Maret 1959, pekerjaan Wiraswasta, alamat Jl.Karya Jasa No.92 A, LK Xl,

Kelurahan Pangkalan Mansyur, Kec Medan Johor, Kota Medan, yang dalam

perkara ini diwakili oleh kuasanya Junirwan Kurnia, SH. dan Rahmat, SH.

advokat pada Law Office Kurniawan & Associates beralamat URo Building

Level V Suite 9 Jalan Imam Bonjol No.23 Medan , berdasarkan surat kuasa

Khusus tanggal 28 Juli 2016.

Tergugat:

HARYANTO SILALAHI, jenis kelamin laki-laki, tempat/tanggal lahir :

Berastagi/ 27 Februari 1958, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Jalan Luku

l Gg. Waris No.9, Kelurahan Kwala Bekala, Kecamatan Medan Johor, Kota

Medan.

Adapun duduk perkara dalam putusan ini adalah sebagai berikut:

Penggugat yang sejak pada tahun 90-an telah mengenal dan berteman baik

dengan pihak tergugat yang berprofesi sebagai pengusaha atau kontraktor yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 84: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

75

mengerjakan proyek-proyek pemerintah provinsi Sumatera Utara. Dalam hubungan

persahabatan tersebut tergugat sesekali meminjam uang kepada penggugat dengan

alasan untuk modal kerja untuk proyek yang dikerjakan tergugat.

Kemudian pada tanggal 19 Agustus 2010 tergugat meminjam uang kepada

penggugat sebesar Rp 600.000.000.-(enam ratus juta rupiah) dengan alasan yang

sama yaitu untuk modal kerja proyek yang sedang dikerjakannya. Oleh karena rasa

percaya kepada pihak tergugat serta atas pertimbangan hubungan baik selama ini

penggugat menyerahkan uang sebesar Rp 600.000.000.-(enam ratus juta rupiah)

tersebut kepada pihak tergugat, sesuai dengan kwitansi penerimaan uang sebesar

Rp 600.000.000,- tertanggal 19 Agustus 2010 yang ditanda tangani tergugat. Bahwa

saat itu secara lisan tergugat berjanji bahwa selambat-lambatnya dalam tempo 6

(enam) bulan pihak tergugat telah membayar lunas atau mengembalikan uang milik

penggugat sebesar Rp 600.000.000,- tersebut secara sekaligus.

Namun nyatanya, pihak tergugat tidak beritikad baik, dengan tidak menepati

janjinya. Hal ini terbukti pihak tergugat tidak membayar utangnya kepada pengugat

walaupun pihak penggugat telah berkali-kali memperingati tergugat baik secara

lisan maupun melalui surat yang disampaikan melalui kuasa hukum penggugat.

Sehingga karena terus menerus didesak oleh pihak penggugat pada tanggal 2

Oktober 2015 pihak tergugat berjanji akan membayar utangnya kepada penggugat

selambat-lambatnya 6 bulan terhitung sejak tanggal 2 Oktober 2015 sampai tanggal

2 April 2016. Karena penggugat sudah kehilangan kepercayaan pada tergugat,

kepada itikad baik tergugat, maka penggugat meminta tergugat untuk menuangkan

janjinya tersebut dalam bentuk surat sebagai bukti janji pihak tergugat tersebut.

Selanjutnya dibuatlah surat pernyataan tertanggal 2 Oktober 2015 yang materi dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 85: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

76

substansinya merupakan dari janji pihak tergugat untuk membayar utangnya kepada

penggugat yang selambat-lambatnya 6 bulan terhitung sejak pada tanggal 2 Oktober

2015, yaitu pada tanggal 2 April 2016. Demikian pula pihak tergugat dalam surat

pernyataan tersebut tergugat menyatakan yang pada intinya apabila pihak tergugat

lalai membayar lunas utangnya kepada pihak penggugat pada tanggal 2 April 2016,

maka tergugat bersedia untuk dituntut oleh pihak penggugat baik pidana maupun

perdata dan bersedia pula untuk membayar bunga sebesar 3% setiap bulannya.

Bahwa ternyata tergugat tidak memenuhi janjinya kepada pihak penggugat,

oleh karena sampai saat gugatan ini didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri

Medan. Pihak tergugat baru membayar utangnya kepada pihak penggugat sebesar

Rp.30.000.000.-, sedangkan sisanya adalah sebesar Rp.570.000.000.- yang sampai

saat itu belum dibayar oleh tergugat, walaupun pihak penggugat telah berkali-kali

memperingatkan (melakukan penagihan) baik secara lisan maupun melalui kuasa

hukum penggugat, sehingga penggugat tidak lagi percaya terhadap itikad baik pihak

tergugat untuk membayar lunas utangnya kepada pihak penggugat. Karena terbukti

pihak tergugat dengan sengaja tidak memenuhi janjinya kepada pihak penggugat

untuk melunasi utangnya sebesar Rp.600.000.000.- pada tanggal 2 April 2016,

maka sangat beralasan hukum untuk menyatakan perbuatan tergugat tersebut

sebagai perbuatan wanprestasi (ingkar janji).

Berdasarkan “surat pernyataan” yang tertanggal pada 2 Oktober 2015 yang

substansinya merupakan janji tergugat untuk membayar lunas utang kepada pihak

penggugat pada tanggal 2 April 2016 diterbitkan sesuai dengan ketentuan hukum

yang berlaku serta sesuai pula dengan keadaan/ fakta yang sebenarnya, maka demi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 86: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

77

hukum patut dan sangat beralasan untuk menyatakan sah dan berkekuatan hukum

“surat pernyataan” tertanggal pada 2 Oktober 2015 tersebut.

Pihak tergugat telah terbukti hanya membayar sebesar Rp.30.000.000,- dari

nilai utangnya yang sebesar Rp.600.000.000.-, maka demi hukum sangat beralasan

untuk menyatakan bahwasannya sisa utang pihak tergugat pada pihak penggugat

adalah sebesar Rp.570,000.000.-. Tergugat terbukti telah melakukan perbuatan

wanprestasi yang menyebabkan kerugian terhadap dari pihak penggugat, sehingga

sangat beralasan untuk menghukum tergugat untuk membayar sisa utangnya kepada

pihak penggugat sebesar Rp.570.000.000.- secara tunai dan sekaligus bunga sebesar

3% pada setiap bulannya sesuai janji pihak tergugat terhitung sejak pada tanggal 2

Oktober 2015 sampai tergugat membayar lunas utangnya kepada penggugat.

Penggugat meragukan itikad baik tergugat untuk memenuhi putusan dalam

perkara ini. Oleh karenanya agar gugatan penggugat dalam perkara ini nantinya

tidaklah bersifat sia-sia, pihak penggugat memohon agar Pengadilan Negeri Medan

berkenan untuk terlebih dahulu meletakkan sita jaminan (conservatoir beslaag)

terhadap harta-harta kekayaan tergugat baik yang bergerak maupun yang tidak

bergerak, khususnya : “1 (satu) unit rumah tinggal berikut tanah pertapakannya

yang terletak di Jalan Luku l Gang Waris No.9, Kelurahan Kwala Bekal, Kecamatan

Medan Johor, Kota Medan.”

Dikarenakan gugatan penggugat diajukan dengan landasan dalil-dalil yang

sempurna serta didukung pula oleh bukti-bukti yang bersifat autentik, maka sangat

beralasan bagi penggugat untuk memohon putusan serta merta dalam perkara ini.

Serta karena dalil-dalil gugatan penggugat dalam perkara ini dapat dikabulkan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 87: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

78

maka sangat beralasan untuk menghukum tergugat untuk membayar biaya-biaya

dalam perkara ini.

a. Gugatan penggugat

1) Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya;

2) Menyatakan tergugat melakukan perbuatan wanprestasi;

3) Menyatakan sah dan berharga sita jaminan (conservatoir beslag) yang telah

diletakkan dalam perkara ini;

4) Menyatakan sah dan berkekuatan hukum “surat pernyataan” tertanggal 2

Oktober 2015;

5) Menyatakan pihak tergugat memiliki sisa utang kepada pihak penggugat

sebesar Rp.570.000.000.- (lima ratus tujuh puluh juta rupiah) ;

6) Menghukum pihak tergugat untuk membayar sisa utangnya kepada pihak

penggugat yaitu sebesar Rp. 570.000.000.- ditambah dengan bunga pada

setiap bulannya sebesar 3% yang terhitung sejak tanggal 2 Oktober 2015

sampai dengan tergugat membayar lunas utangnya kepada penggugat;

7) Menyatakan putusan dalam perkara ini dapat dijalankan dengan serta merta

(uitvoerbaar bij voorraad);

8) Menghukum tergugat untuk membayar biaya-biaya dalam perkara ini.

Atau

Seandainya Pengadilan Negeri Medan berpendapat lain mohon putusan

seadil-adilnya.

Menimbang bahwa tergugat walaupun telah dipanggil beberapa kali secara

sah dan patut tetapi tidak pernah hadir di persidangan, maka pemeriksaan

perkara dilanjutkan dengan tanpa dihairi tergugat;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 88: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

79

Menimbang bahwa setelah surat gugatan dibacakan oleh pihak penggugat,

pihak penggugat menyatakan bahawa ia tetap pada gugatannya dan tidak

ada perubahan pada isi gugatannya.

b. Alat Bukti

1) Bukti surat

a) Foto copy sesuai aslinya surat pernyataan tertanggal pada 2 Oktober 2015

atas nama sdr. Haryanto Silalahi yang mana mengakui telah meminjam

uang sebesar Rp.600.000.000.- (enam ratus juta rupiah) kepada Phertipal

Singh, diberi tanda P-1;

b) Foto copy sesuai aslinya surat undangan/somasi tertanggal 28 September

2015 dari kuasa hukum sdr. Phertipal Singh yang ditujukan kepada sdr.

Heryanto Silalahi, diberi tanda P-2;

c) Foto copy sesuai aslinya surat somasi tertanggal 4 April 2016 dari kuasa

hukum Phertipal Singh yang ditujukan kepada Haryanto Silalahi, diberi

tanda P-3;

d) Foto copy sesuai aslinya surat somasi terakhir tertanggal pada 30 Juni

2016 dari kuasa hukum sdr. Phertipal Singh yang ditujukan kepada sdr.

Haryanto silalahi , diberi tanda P-4 ;

c. Putusan

1) Menyatakan tergugat telah dipanggil secara sah dan patut , tetapi tidak pernah

hadir dipersidangan;

2) Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian dengan versteek;

3) Menyatakan tergugat melakukan perbuatan wanprestasi;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 89: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

80

4) Menyatakan sah dan berkekuatan hukum surat pernyataan tertanggal 2

Oktober 2015;

5) Menyatakan pihak tergugat memiliki sisa utang kepada penggugat sebesar

Rp.570.000.000.- (lima ratus tujuh puluh juta rupiah);

6) Menghukum pihak tergugat untuk membayar sisa atas utangnya kepada pihak

penggugat sebesar Rp. 570.000.000.- ditambah dengan bunga setiap bulannya

sebesar 2% terhitung sejak pada tanggal 2 Oktober 2015 sampai dengan pihak

tergugat membayar lunas utangnya kepada pihak penggugat;

7) Menghukum pada pihak tergugat untuk membayarkan biaya perkara sebesar

Rp. 694.000,- (enam ratus sembilan puluh empat ribu rupiah);

8) Menolak gugatan penggugat selain dan selebihnya.

2. Sebab-Sebab Terjadinya Wanprestasi Perjanjian Utang-Piutang Dalam Perkara

No.409/Pdt.G/2016/PN.MDN

Seseorang yang mengadakan suatu perjanjian dengan pihak-pihak lain dengan

berani dan sadar mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian karena berdasarkan

rasa kepercayaan (vertrouwensbeginsel) antara satu sama lain, bahwa pihak yang

dipercayanya tersebut akan memenuhi prestasi tersebut sebagaimana yang telah ia

diperjanjikan. Dengan kepercayaan ini, kedua pihak mengikatkan dirinya dan untuk

keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.

Dalam perkara wanprestasi terhadap suatu perjanjian utang-piutang dengan No.

409/Pdt.G/2016/PN.MDN antara Phertipal Singh sebagai Penggugat dan Haryanto

Silalahi sebagai Tergugat memiliki 2 penyebab utama terjadinya wanprestasi utang-

piutang, yaitu :

a) Debitur tidak beriktikad baik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 90: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

81

Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1338 (3) KUHPerdata bahwa setiap

perikatan harus dilaksanakan berdasarkan suatu iktikad baik antar pihak. Artinya,

dalam melaksanakan suatu perbuatan ini kejujuran harus berjalan dalam hati serta

sanubari seorang manusia. Jadi selalu mengingat bahwa manusia sebagai anggota

masyarakat harus jauh dari sifat yang merugikan pihak lainnya. Kedua belah pihak

harus selalu mengingat bahwa ia tidak boleh memanfaatkan kebaikan manusia lain

untuk menguntungkan diri pribadi.

Haryanto Silalahi yang meminjam uang milik Phertipal Singh sebesar Rp

600.000.000,- dengan alasan uang tersebut akan ia pergunakan sebagai uang modal

proyek yang sedang dikerjakan pihak tergugat yang merupakan seorang kontraktor.

Phertipal Singh sebagai kreditur beriktikad baik untuk membantu Haryanto Silalahi

berdasarkan rasa kepercayaan dan hubungan baik penggugat terhadap tergugat

karena telah lama mengenal selama puluhan tahun maka penggugat menyerahkan

kwitansi penerimaan uang sebesar Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) pada

tanggal 19 Agustus 2010.

Bahwa ternyata pihak tergugat tidak beritikad baik karena ia tidak menepati

janjinya yang akan membayar utang dalam tempo waktu 6 bulan. Hal ini terbukti

bahwa pihak tergugat tidak membayar utangnya kepada pihak pengugat walaupun

pihak penggugat telah berkali-kali memperingatkan pihak tergugat baik secara lisan

maupun melalui surat yang disampaikan oleh kuasa hukum pihak penggugat.

Sehingga karena terus menerus didesak oleh pihak penggugat pada tanggal

2 Oktober 2015 pihak tergugat berjanji akan membayar utangnya kepada penggugat

selambat-lambatnya 6 bulan terhitung sejak tanggal 2 Oktober 2015 sampai pada

tanggal 2 April 2016. Bahwa ternyata tergugat tidak memenuhi janjinya kepada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 91: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

82

pihak penggugat, oleh karena sampai saat gugatan ini didaftarkan di Kepaniteraan

Pengadilan Negeri Medan. Tergugat baru membayar utangnya kepada penggugat

sebesar Rp.30.000.000.-, sedangkan sisanya adalah sebesar Rp.570.000.000.- yang

sampai saat itu belum dibayar oleh tergugat , walaupun penggugat telah berkali-kali

melakukan suatu peringatan berupa melakukan penagihan baik secara lisan maupun

melalui kuasa hukum penggugat, sehingga pihak penggugat tidak lagi percaya

terhadap itikad baik pihak tergugat untuk membayar lunas utangnya kepada pihak

penggugat. Karena terbukti pihak tergugat dengan sengaja tidak memenuhi janjinya

kepada penggugat untuk melunasi utangnya sebesar Rp.600.000.000.- pada tanggal

2 April 2016, maka sangat beralasan hukum untuk menyatakan perbuatan tergugat

tersebut sebagai perbuatan wanprestasi (ingkar janji).

b) Lewat waktu (terme de droit)

Lewat waktu atau daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu

atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu

dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang (dalam Pasal 1946

KUHPerdata). Siapa yang beriktikad baik dan berdasarkan alas hak yang sah

memperoleh suatu benda tak bergerak, dapat memperoleh hak milik atas benda

tersebut dengan jalan daluwarsa. Pihak kreditur ataupun majelis hakim akan

memberikan ketetapan waktu kepada debitur untuk masih dapat memenuhi

perikatannya.

Jika melihat dalam hal perkara perbuatan wanprestasi perjanjian utang-

piutang No. 409/Pdt.G/2016/PN.MDN antara sdr. Phertipal Singh sebagai pihak

Penggugat dan sdr. Haryanto Silalahi sebagai pihak Tergugat bahwasannya pihak

tergugat sebagai debitur telah berjanji untuk membayarkan utangnya secara lunas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 92: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

83

dalam tempo waktu 6 bulan terhitung sejak pada tanggal 19 Agustus 2010. Namun

hingga jatuh tempo, pihak tergugat tidak membayarkan juga utangnya sebagaimana

yang ia perjanjikan.

Sehingga karena terus menerus didesak oleh pihak penggugat pada tanggal

2 Oktober 2015 pihak tergugat berjanji akan membayar utangnya kepada penggugat

selambat-lambatnya 6 bulan terhitung sejak tanggal 2 Oktober 2015 sampai pada

tanggal 2 April 2016. Bahwa ternyata tergugat tidak memenuhi janjinya kepada

pihak penggugat, oleh karena sampai saat gugatan ini didaftarkan di Kepaniteraan

Pengadilan Negeri Medan. Pihak tergugat baru membayar utangnya kepada pihak

penggugat sebesar Rp 30.000.000.-, (tiga puluh juta rupiah) sedangkan sisanya

adalah sebesar Rp.570.000.000.- yang sampai saat itu belum dibayar oleh tergugat,

walaupun penggugat telah berkali-kali memperingatkan (melakukan penagihan)

baik secara lisan maupun melalui kuasa hukum penggugat, sehingga penggugat

tidak lagi percaya terhadap itikad baik tergugat untuk membayar lunas utangnya

kepada penggugat. Karena terbukti pihak tergugat dengan sengaja tidak memenuhi

janjinya kepada penggugat untuk melunasi utangnya sebesar Rp.600.000.000.-

sejak pada tanggal 2 April 2016, maka sangat beralasan hukum untuk menyatakan

perbuatan tergugat tersebut sebagai perbuatan wanprestasi (ingkar janji).

B. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan Perkara Wanprestasi

Pertimbangan majelis hakim dalam kasus ini setelah meneliti secara seksama

dari pemeriksaan bukti surat yang telah dilampirkan oleh pihak penggugat berserta

kuasa hukumnya. Majelis hakim di Pengadilan Negeri Medan sudah membuat suatu

penerapan hukum dalam pertimbangannya yakni sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 93: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

84

1. Menimbang bahwa dari bukti P-1 berupa surat pernyataan tertanggal 2 Oktober

2015,penggugat dapat membuktikan bahwa sdr. Haryanto Silalahi (tergugat)

telah meminjam uang sebesar Rp.600.000.000.-(enam ratus juta rupiah) kepada

sdr. Phertipal Singh (penggugat);

2. Menimbang bahwa dari alat butki P-2, P-3 dan P-4, berupa somasi sebanyak 3

(tiga) kali dari kuasa hukum penggugat yang ditujukan kepada tergugat supaya

membayar utangnya sebesar Rp.600.000.000.- kepada penggugat, hal tersebut

dapat membuktikan bahwa pihak penggugat telah melakukan penagihan kepada

tergugat supaya membayar utangnya tersebut;

3. Menimbang bahwa dari alat bukti P-1 sampai P-4 tersebut, pihak penggugat

telah berhasil membuktikan dalil gugatannya tersebut;

4. Menimbang bahwa berdasarkan pengakuan pihak penggugat dalam gugatannya

bahwasannya pihak tergugat telah membayar utangnya kepada pihak penggugat

sebesar Rp.30.000.000.- (tiga puluh juta rupiah) sehingga sisa utang pihak

tergugat pada pihak penggugat adalah sebesar Rp.570.000.000.-(lima ratus

tujuh puluh juta rupiah)

5. Menimbang bahwa oleh karena pihak penggugat telah berhasil membuktikan

gugatannya, maka gugatan penggugat haruslah dikabulkan;

6. Menimbang bahwa apakah gugatan penggugat akan dikabulkan seluruhnya atau

tidak, akan dipertimbangkan tentang mengenai seluruh petitum (tuntutan) dari

gugatan penggugat tersebut, yaitu sebagai berikut:

a. Menimbang bahwa mengenai petitum ke-2 yaitu yang menyatakan pihak

tergugat telah melakukan perbuatan wanprestasi, oleh karenanya pihak

tergugat tidak membayar lunas utangnya sesuai dengan perjanjian antara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 94: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

85

pihak penggugat dan pihak tergugat sesuai dengan pernyataan tergugat

(bukti P-1) yang akan dibayarkan tanggal 2 April 2016, dan oleh karena

pihak tergugat tidak menepati janjinya, maka petitum mengenai tergugat

wanprestasi dapat dikabulkan;

b. Menimbang bahwa mengenai petitum ke-3 supaya menyatakan sah dan

berharga diberlakukannya sita jaminan, oleh karena itu maka di dalam

perkara ini tidak ada penyitaan, maka petitum ke- 3 ini haruslah ditolak;

c. Menimbang bahwa mengenai petitum ke-4 supaya menyatakan sah dan

berkekuatan hukum terhadap “surat pernyataan” tertanggal 02 Oktober

2015, oleh karena surat pernyataan tersebut (bukti P-1) dibuat oleh pihak

tergugat sendiri dan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan pernyataan

tersebut dibuat di atas kertas bermeterai, maka petitum ke-4 ini dapat

dikabulkan;

d. Menimbang bahwa mengenai petitum ke-5 supaya menyatakan pihak

tergugat yang memiliki sisa utang kepada pihak penggugat sebesar

Rp.570.000.000.-, oleh karena terbukti bahwasannya pihak tergugat

mempunyai utang kepada pihak penggugat sebesar Rp.600.000.000.-

sesuai dengan bukti P-1, dan menurut pihak penggugat bahwasannya

pihak tergugat benar telah membayar utangnya kepada pihak penggugat

sebesar Rp.30.000.000.- (tiga puluh juta rupiah) maka sisa utang pihak

tergugat kepada pihak penggugat adalah sebesar Rp.570.000.000.- (lima

ratus tujuh puluh juta rupiah), maka karenanya petitum ke-5 tersebut

dapat lah dikabulkan;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 95: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

86

e. Menimbang bahwa mengenai petitum ke-6 supaya menghukum pihak

tergugat untuk membayar sisa utangnya kepada penggugat yang sebesar

Rp.570.000.000.(lima ratus tujuh puluh juta rupiah) ditambah bunga

yang setiap bulannya sebesar 3% sejak tanggal 2 Oktober 2015 sampai

tergugat membayar lunas utangnya kepada penggugat, oleh karena telah

terbukti pihak tergugat mempunyai sisa utang kepada pihak penggugat

sebesar Rp.570.000.000.- (lima ratus tujuh puluh juta rupiah) maka

pada petitum ke-6 ini dapat dikabulkan tetapi mengenai perihal bunga

3% perbulan menurut majelis hakim terlalu besar, maka bunga tersebut

haruslah mendekati bunga Bank, dan menurut majelis hakim sudah adil

bila pihak tergugat dikenakan bunga sebesar 2% pada setiap bulannya

sampai tergugat melunasi utangnya kepada penggugat;

f. Menimbang bahwasannya mengenai petitum ke- 7 agar supaya putusan

dalam perkara ini dapat dijalankan dengan serta merta (uitvoerbaar bij

voorraad), oleh karenanya tidak terpenuhinya mengenai alasan-alasan

untuk menjatuhkan putusan serta merta, maka petitum ke-7 ini haruslah

ditolak;

g. Menimbang bahwa mengenai hal petitum ke-8, supaya pihak tergugat

membayar biaya dalam perkara ini, oleh karena tergugat adalah pihak

yang kalah, maka sudah seharusnya tergugat dihukum untuk membayar

biaya perkara, oleh karena itu petitum ke-8 ini haruslah dikabulkan;

h. Menimbang bahwa oleh karena ada sebagian hal dari petitum gugatan

pihak penggugat ada yang ditolak, maka gugatan dari pihak penggugat

haruslah dikabulkan untuk sebagian;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 96: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

87

i. Menimbang segala sesuatu yang tersebut di atas;

j. Mengingat mengenai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

berhubungan dengan perkara ini.

C. Analisis Hukum dari Putusan Majelis Hakim Terhadap Perkara dengan

No. 409/Pdt.G/2016/PN.Mdn.

Suatu permasalahan hukum terhadap suatu putusan dengan nomor perkara

409/Pdt.G/2016/PN.Mdn mengenai suatu perbuatan wanprestasi perjanjian utang-

piutang antara Phertipal Singh sebagai Penggugat dan Haryanto Silalahi sebagai

Tergugat yang bermula dari Phertipal Singh yang meminjamkan uang sebesar Rp

600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) kepada Haryanto Silalahi pada tanggal 19

Agustus 2010 dan Haryanto Silalahi berjanji akan mengembalikan lunas dalam

jangka waktu 6 bulan.

Namun hingga jatuh tempo, Haryanto tidak beriktikad baik dengan

menepati janjinya dengan membayarkan utangnya pada Phertipal. Hal ini terbukti

tergugat tidak membayar utangnya kepada pihak pengugat walaupun pihak

penggugat telah berkali-kali memperingati pihak tergugat baik secara lisan maupun

melalui surat yang disampaikan melalui kuasa hukum pihak penggugat.

Sehingga karena terus menerus didesak oleh penggugat pada tanggal 2

Oktober 2015 tergugat berjanji akan membayar utangnya kepada pihak penggugat

selambat-lambatnya 6 bulan terhitung sejak tanggal 2 Oktober 2015 sampai pada

tanggal 2 April 2016. Karena pihak penggugat sudah kehilangan kepercayaan pada

tergugat, kepada itikad baik tergugat, maka penggugat meminta tergugat untuk

menuangkan janjinya tersebut dalam bentuk surat sebagai bukti janji tergugat

tersebut .

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 97: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

88

Selanjutnya dibuatlah surat pernyataan tertanggal pada 2 Oktober 2015 yang

isi materi dan substansinya merupakan janji pihak tergugat untuk membayarkan

utangnya kepada penggugat selambat-lambatnya 6 bulan terhitung sejak tanggal 2

Oktober 2015, yaitu pada tanggal 2 April 2016. Demikian pula tergugat dalam surat

pernyataan tersebut tergugat menyatakan yang pada intinya apabila tergugat lalai

untuk membayar lunas utangnya kepada pihak penggugat yang pada tanggal 2 April

2016, maka tergugat bersedia untuk dituntut oleh penggugat baik pidana maupun

perdata dan tergugat bersedia pula untuk membayarkan bunga sebesar 3% setiap

bulannya sampai utang tersebut lunas.

Bahwa faktanya ternyata pihak tergugat tidak memenuhi janjinya kepada

pihak penggugat, oleh karena sampai saat gugatan tersebut didaftarkan di

Kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan.

Pihak tergugat baru membayarkan utangnya kepada pihak penggugat adalah

sebesar Rp.30.000.000.-, sedangkan sisanya adalah sebesar Rp.570.000.000.- yang

sampai saat itu belum juga dibayar oleh tergugat, walaupun pihak penggugat telah

berkali-kali memperingatkan (melakukan penagihan) baik secara lisan maupun

melalui kuasa hukum penggugat, sehingga penggugat tidak lagi percaya terhadap

itikad baik pihak tergugat untuk membayar lunas utangnya kepada penggugat.

Karena terbukti pihak tergugat dengan sengaja tidak memenuhi

perjanjiannya kepada pihak penggugat untuk segera melunasi utangnya yang adalah

sebesar Rp.600.000.000.- pada tanggal 2 April 2016, maka sangat beralasan hukum

untuk menyatakan perbuatan tergugat tersebut sebagai perbuatan wanprestasi

(ingkar janji).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 98: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

89

Tergugat telah terbukti hanya membayar sebesar Rp.30.000.000,- dari nilai

utangnya yang sebesar Rp.600.000.000.-, maka demi hukum sangat beralasan untuk

menyatakan sisa utang pihak tergugat pada penggugat sebesar Rp.570,000.000.-.

Pihak tergugat terbukti telah melakukan suatu perbuatan wanprestasi yang

menyebabkan kerugian terhadap pihak penggugat, sehingga sangat beralasan untuk

menghukum pihak tergugat untuk membayar sisa utangnya kepada pihak penggugat

sebesar Rp.570.000.000.- secara tunai dan sekaligus berikut dengan bunga sebesar

3% setiap bulannya sesuai janji pihak tergugat yang terhitung sejak pada tanggal 2

Oktober 2015 sampai tergugat membayar lunas utangnya kepada penggugat.

Apabila pada suatu persidangan yang telah ditentukan jadwalnya, ternyata

pihak tergugat tidak hadir meskipun telah dipanggil secara patut namun tetap tidak

mengahadiri sidang yang telah ditetapkan, maka hakim haruslah mengambil sikap

yang mana menurut pada Pasal 126 HIR/Pasal 150 RBg132 (memerintahkan ke juru

sita untuk memanggil sekali lagi tergugat tersebut agar supaya hadir ke persidangan

berikutnya).

Jika pada kenyataannya ternyata setelah dipanggil untuk kedua kalinya tidak

hadir juga maka pada sidang berikutnya yang telah ditetapkan, majelis hakim akan

menjatuhkan putusan versteek atau putusan in absentia.133 Sebagaiamana yang pada

putusan hakim dalam memutus perkara No. 409/Pdt.G/2016/PN.MDN bahwa pihak

tergugat Haryanto Silalahi tidak pernah datang menghadiri sidang meskipun telah

dipanggil secara sah dan patut.

132 RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten) merupakan Hukum Acara

Perdata bagi daerah-daerah luar pulau Jawa dan Madura. 133 Riduan Syahrani, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, Bandung: 2009,

hlm. 65-68.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 99: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

90

Putusan versteek yang mengabulkan gugatan dari pihak penggugat, putusan

tersebut haruslah diberitahukan kepadanya pihak tergugat yang bersangkutan serta

diterangkan kepadanya, bahwa tergugat berhak mengajukan perlawanan (verzet)

terhadap putusan versteek kepada Pengadilan Negeri yang memeriksakan perkara

tersebut (Pasal 125 ayat (3), Pasal 129 HIR/ Pasal 149 ayat (3), dan Pasal 153 RBg).

Perlawanan terhadap putusan versteek dapat lah diajukan dalam tenggang

waktu 14 (empat belas) hari setelah pemberitahuan diterima pihak tergugat pribadi,

perlawanan tersebut masih dapat diajukan sampai hari ke-8 setelah teguran untuk

melaksanakan putusan versteek itu atau apabila pihak tergugat tetap tidak datang

menghadap setelah dipanggil dengan patut, perlawanan dapat diajukan sampai hari

ke-14 sesudah putusan versteek itu dijalankan (Pasal 129 ayat (2) HIR/Pasal 153

ayat (2) RBg).134 Majelis hakim di dalam putusannya yang menyatakan bahwa

tergugat telah melakukan perbuatan wanprestasi sesuai dengan ketentuan Pasal

1238 KUHPerdata yang menyatakan“Debitur adalah lalai apabila ia dengan surat

perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi

perikatan sendiri ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai

dengan lewatnya waktu yang ditentukan.” Akibat dari kelalaian tergugat dalam

pemenuhan prestasi sebagaimana yang diperjanjikan, majelis hakim menghukum

pihak tergugat untuk membayar sisa utangnya kepada penggugat sebesar Rp.

570.000.000.- (lima ratus tujuh puluh juta rupiah) ditambah bunga setiap bulannya

sebesar 2% terhitung sejak tanggal 2 Oktober 2015 sampai dengan pihak tergugat

membayar lunas utangnya kepada Penggugat.

134 Ibid, hlm. 68.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 100: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

91

Putusan majelis hakim untuk menghukum tergugat untuk membayar lunas

utangnya disertai dengan bunga sejalan dengan Pasal 1243 KUHPerdata yang

menyatakan: “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya

suatu perikatan mulai diwajibkan, bila pihak debitur, walaupun telah dinyatakan

lalai, tetap saja lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus

ia berikan atau dilakukannya hanya dapat ia berikan atau dilakukannya dalam

waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”

Pasal 1244 KUHPerdata “Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya,

kerugian dan bunga. bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya

perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan suatu perikatan itu

disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan

kepadanya. walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.”

Majelis hakim juga menghukum pihak tergugat untuk membayar biaya

perkara yaitu sebesar Rp. 694.000,- (enam ratus sembilan puluh empat ribu rupiah).

Pembayaran biaya perkara apabila diperkirakan di muka hakim diatur dalam Pasal

181 ayat (1) HIR “Barang siapa, yang dikalahkan dengan keputusan akan dihukum

membayar biaya perkara. Akan tetapi semua atau sebagian biaya perkara itu dapat

diperhitungkan antara: laki isteri, keluarga sedarah dalam turunan yang lurus,

saudara laki-laki dan saudara perempuan atau keluarga semenda, lagi pula jika

dua belah pihak masing-masing dikalahkan dalam beberapa hal.”

Kewajiban untuk membayar ganti-rugi bagi seorang debitur baru dapat,

dilaksanakan apabila kreditur telah memenuhi empat syarat, yaitu:

1. Debitur memang telah lalai melakukan wanprestasi;

2. Debitur tidak berada dalam keadaan memaksa;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 101: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

92

3. Tidak adanya tangkisan dari debitur untuk melumpuhkan tuntutan

ganti rugi;

4. Kreditur telah melakukan somasi/peringatan. 135

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwasannya pihak

tergugat yaitu Haryanto Silalahi benarlah telah melakukan perbuatan wanprestasi

karena melaksanakan perjanjian dengan lalai karena tidak beriktikad baik dan lalai

dalam pemenuhan prestasi yang ia perjanjikan yaitu jangka waktu untuk melunasi

utangnya. Bahkan setelah dilakukan peringatan berulang kali oleh penggugat dan

kuasa hukumnya pihak tergugat tetap tidak menunjukkan iktikad baiknya untuk

melunasi utangnya. Ketika perkara tersebut dibawa ke pengadilan tergugat juga

tidak beriktikad baik dengan tidak pernah datang mengahdiri persidangan meskipun

sudah secara sah dan patut dipanggil untuk menghadiri persidangan. Jadi, putusan

Pengadilan Negeri Medan terhadap perkara dengan No. 409/Pdt.G/2016/PN.Mdn

yang memutuskan untuk mengabulkan gugatan penggugat Phertipal Singh sudah

benar karena gugatan pihak penggugat telah dan dapat terbukti kebenarannya.

135 Ibid, hlm. 342.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 102: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

93

D. Ringkasan Putusan No. 409/Pdt.G/2016/PN.MDN

Kasus: Phertipal Singh v. Haryanto Silalahi, Putusan No.409/Pdt.G/2016

Pengadilan Negeri Medan, diputus tanggal 1 November 2016.

1. Peristiwa Konkrit

Perkara ini berawal dari Phertipal Singh (Penggugat) yang pada tanggal 19

Agustus 2010 meminjamkan sejumlah uang kepada Haryanto Silalahi (Tergugat)

sebesar Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), yang mana Haryanto Silalahi

meminjam uang tersebut dengan alasan uang tersebut akan ia gunakan untuk modal

kerja proyek milik Haryanto Silalahi yang berprofesi sebagai kontraktor. Pada saat

itu, secara lisan Haryanto Silalahi berjanji akan mengembalikan uang tersebut

selambat-lambatnya dalam tempo waktu 6(enam) bulan secara tunai sekaligus.

Bahwa faktanya setelah utang tersebut jatuh tempo, Haryanto Silalahi tetap

tidak beriktikad baik dengan tidak menepati apa yang ia perjanjikan. Meskipun

telah diperingatkan berkali-kali untuk membayar utangnya baik secara lisan

maupun surat yang disampaikan oleh kuasa hukum Phertipal Singh.

Oleh karena itu, pada tanggal 2 Oktober 2015 akibat terus didesak oleh

Phertipal Singh berserta dengan kuasa hukumnya, Haryanto Silalahi berjanji akan

membayarkan utangnya selambat-lambatnya 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal

2 Oktober 2015 sampai pada tanggal 2 April 2016 yang mana janji tersebut

dituangkan dalam suatu surat pernyataan yang materi dan substansinya merupakan

janji Haryanto Silalhi untuk membayar utangnya kepada Phertipal Singh selambat-

lambatnya 6(enam) bulan yang terhitung sejak tanggal perjanjian tersebut dibuat.

Serta dalam surat pernyataan tersebut, Haryanto Silalahi berjanji bila ia tetap lalai

dengan tidak membayarkan utangnya, maka ia bersedia untuk dituntut oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 103: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

94

Phertipal Singh dan kuasa hukumnya baik secara pidana maupun perdata dan juga

bersedia untuk membayar bunga sebesar 3% setiap bulannya.

Bahwa faktanya Haryanto Silalahi tetap tidak memenuhi janjinya pada

Phertipal Singh bahkan sampai gugatan ini didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan

Negeri Medan, Haryanto Silalahi hanya membayarkan utangnya sebesar Rp

30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah), sedangkan sisa utangnya yang sebesar Rp

570.000.00,- (lima ratus tujuh puluh juta rupiah) belum juga dibayarkan Haryanto

Silalahi walaupun telah diberikan peringatan berkali-kali baik secara lisan maupun

melalui kuasa hukum Phertipal Singh.

Oleh karena itu, demi mengetahui kebenaran keterangan dari Phertipal

Singh dan kuasa hukumnya, maka hakim memastikan dengan memerikasa alat

bukti yang diajukan oleh Phertipal Singh selaku penggugat guna memperkuat dalil-

dalil gugatannya yaitu dengan alat bukti berupa surat, yaitu sebagai berikut:

fotocopy asli surat pernyataan tertanggal 2 Oktober 2015 atas nama Haryanto

Silalahi yang mengaku meminjam uang sebesar Rp 600.000.000,- kepada Phertipal

Singh; Fotocopy asli surat somasi tertanggal 28 September 2015, 4 April 2015 dan

30 Juni 2016 dari kuasa hukum Phertipal Singh yang ditujukan pada Haryanto

Silalahi.

Sehingga atas pemeriksaan alat bukti tersebut, maka majelis hakim

menemukan fakta bahwa keterangan dari Phertipal Singh adalah benar adanya

bahwa Haryanto Silalahi telah melakukan perbuatan wanprestasi dalam perjanjian

utang-piutang.

2. Peristiwa Hukum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 104: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

95

Melihat pada perkara No. 409/Pdt.G/2016/PN.Mdn, hakim telah memiliki

keyakinan bahwasannya Haryanto Silalahi selaku pihak tergugat memang benar

faktanya telah melakukan perbuatan wanprestasi dan harus bertanggungjawab atas

perbuatan yang telah dilakukannya, sebagaimana yang telah dibuktikan oleh

Phertipal Singh dan kuasa hukumnya dan dipastikan kebenaraannya dengan

pemeriksaan alat bukti oleh majelis hakim.

Berdasarkan pada perkara No. 409/Pdt.G/2016/PN.Mdn, bahwa Haryanto

Silalahi selaku tergugat meskipun telah diperingatkan berkali-kali oleh Phertipal

Singh baik secara lisan maupun surat somasi yang dikirimkan oleh pihak kuasa

hukum Phertipal Singh, Haryanto Silalahi tetap tidak beriktikad baik untuk

membayar lunas utangnya sebagaimana yang ia perjanjikan dalam surat pernyataan.

Namun hingga perkara ini didaftarkan ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan,

Haryanto Silalahi hanya membayarkan utangnya sebesar Rp 30.000.000,- (tiga

puluh juta rupiah).

Sehingga berdasarkan fakta hukum tersebut, maka perkara ini masuk ke

dalam kualifikasi yaitu suatu perbuatan ingkar-janji (wanprestasi) yang legistimasi

hukumnya ada pada Pasal 1243 KUHPerdata yang berbunyi: “Pergantian biaya,

kerugiaan dan bunga karena tidak terpenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan,

bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan

itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang

melampaui waktu yang telah ditentutkan.”

3. Dasar Pertimbangan Hukum

Pertimbangan majelis hakim dalam kasus ini setelah meneliti secara seksama

dari pemeriksaan bukti surat yang telah dilampirkan oleh pihak penggugat berserta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 105: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

96

kuasa hukumnya. Majelis hakim di Pengadilan Negeri Medan sudah membuat suatu

penerapan hukum dalam pertimbangannya yakni sebagai berikut:

7. Majelis hakim menimbang bahwa bukti berupa surat pernyataan tertanggal 2

Oktober 2015, bahwa Phertipal Singh dapat membuktikan bahwa Haryanto

Silalahi telah meminjam uang milkinya sebesar Rp 600.000.000.- (enam ratus

juta rupiah).

8. Majelis hakim menimbang bahwa dari alat bukti berupa surat somasi sebanyak

3 (tiga) kali dari kuasa hukum Phertipal Singh yang ditujukan kepada Haryanto

Silalahi supaya membayar utangnya yang adalah sebesar Rp.600.000.000.-, hal

tersebut dapat membuktikan bahwa pihak Phertipal Singh telah melakukan

penagihan kepada Haryanto Silalahi supaya membayar utangnya tersebut;

Alat-alat bukti yang sah menurut hukum acara perdata sebagaimana diatur

dalam Pasal 164 HIR/284 RBG, yaitu : surat-surat, saksi-saksi, pengakuan, sumpah,

persangkaan hakim. Pada prinsipnya dalam persidangan perkara perdata hakim

cukup membuktikan dengan preponderance of evidence (memutus berdasarkan

bukti yang cukup). Alat-alat bukti yang cukup tersebut tentunya memiliki beberapa

kualifikasi agar memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat. Alat

bukti yang disebut dalam Pasal 164 HIR dapat diklasifikasi menjadi dua: a) Alat

bukti langsung (direct evidence); b) Alat bukti tidak langsung (indirect evidence).

Alat bukti surat disebut dengan alat bukti langsung karena diajukan secara fisik oleh

pihak yang berkepentingan di depan persidangan. Alat buktinya diajukan dan

ditampilkan dalam proses pemeriksaan secara fisik. Alat bukti saksi juga tergolong

alat bukti langsung, sedangan alat bukti tidak langsung adalah alat bukti yang dalam

pembuktiannya tidak bersifat fisik, seperti: persangkaan, sumpah dan pengakuan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 106: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

97

Persoalan somasi diatur dalam Pasal 1243 dan Pasal 1238 KUHPerdata.

Dalam Pasal 1238, yang menyatakan bahwa “Si berutang adalah lalai, apabila ia

dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai,

atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus

dianggap lalai dengan lewatnya waktu yg ditentukan.” dan dalam Pasal 1243

KUHPerdata mengatur bahwa tuntutan atas wanprestasi suatu perjanjian hanya

dapat dilakukan apabila si berutang telah diberi peringatan bahwa ia melalaikan

kewajibannya, namun kemudian ia tetap melalaikannya. Peringatan ini dilakukan

secara tertulis, yang mana surat tersebut adalah somasi.

9. Majelis hakim menimbang bahwa berdasarkan pengakuan dari pihak Phertipal

Singh yang dalam gugatannya bahwasannya pihak tergugat telah membayar

utangnya kepada pihak penggugat sebesar Rp.30.000.000.- (tiga puluh juta

rupiah) sehingga sisa utang Haryanto Silalahi adalah sebesar Rp.570.000.000.-

(lima ratus tujuh puluh juta rupiah)

10. Sehingga, majelis hakim menimbang untuk harus mengabulkan gugatan oleh

karena pihak Phertipal Singh telah berhasil membuktikan gugatannya.

11. Pertimbangan majelis hakim mengenai gugatan pihak Phertipal Singh akan

dikabulkan seluruhnya atau tidak, akan dipertimbangkan tentang mengenai

seluruh petitum (tuntutan) dari gugatan tersebut, yaitu sebagai berikut:

a. Majelis hakim mengabulkan petitum Phertipal Singh mengenai

pernyataan wanprestasi yang dilakukan Haryanto Silalahi karena

tidak membayar lunas utangnya sesuai dengan perjanjiannya,

sesuai dengan pernyataan pihak Haryanto Silalahi yang akan

dibayarkan tanggal 2 April 2016;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 107: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

98

b. Majelis hakim menolak untuk supaya menyatakan sah dan

berharga diberlakukannya sita jaminan, oleh karena itu maka di

dalam perkara ini tidak ada penyitaan;

Sita jaminan merupakan upaya hukum yang diajukan oleh pihak yang

berkepentingan untuk menjamin haknya dalam hal adanya kekhawatiran dari

pihak tergugat memindahtangankan, menjual dan merusak obyek sengketa

sehingga pada saat adanya putusan dapat direalisasikan. Kekhawatiran tersebut

merupakan suatu persangkaan beralasan sebagaimana yang terdapat dalam

ketentuan Pasal 227 ayat (1) HIR (RIB-S.1941 No. 44). Pada ayat (1) pasal 227

tersebut, dinyatakan bahwa: “Jika terdapat persangkaan yang beralasan,

bahwa seorang yang berhutang, selagi belum dijatuhkan keputusan atasnya,

atau selagi putusan yang mengalahkannya belum dapat dijalankan, mencari

akal akan menggelapkan atau membawa barangnya baik yang tidak tetap

maupun yang tetap dengan maksud akan menjauhkan barang barang itu dari

penagih hutang, maka atas surat permintaan orang yang berkepentingan ketua

pengadilan negeri dapat memberi perintah, supaya disita barang itu untuk

menjaga hak orang yang memasukkan permintaan itu, dan kepada peminta

harus diberitahukan akan menghadap persidangan pengadilan negeri yang

pertama sesudah itu untuk memajukan dan menguatkan gugatannya.”

Dalam perkara No. 409/Pdt.G/2016/PN.Mdn sita jaminan yang

dimohonkan oleh pihak Phertipal Singh adalah sita conservatoir (Conservatoir

Beslag) adalah sita yang diajukan oleh kreditur terhadap harta milik debitur

(tergugat) sebagai jaminan pelunasan utang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 108: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

99

1) Sita terhadap barang bergerak milik debitur (Ps. 227 jo. 197 HIR jo. 208

Rbg)

2) Sita terhadap barang tetap/tidak bergerak milik debitur (Ps. 227, 197,198,

199 HIR 261, 208,214 Rbg)

3) Sita terhadap barang bergerak milik debitur yang dikuasai oleh pihak ketiga

(Ps. 728 Rv, 197 ayat 8 HIR, 211 Rbg)

Sita jaminan yang dimohonkan pengugat dalam perkara perdata ini ditolak

hakim, menurut pertimbangan majelis hakim, tindakan tersebut diambil guna

untuk menghindari hal-hal yang dirasa akan menimbulkan kerugian diantara

para pihak dikarenakan obyek sita yang diajukan agar diletakkan sita jaminan

bukanlah obyek sengketa. Dasar hakim dalam menolak sita jaminan tersebut

terletak pada kurangnya identitas obyek yang akan diletakkan sita jaminan oleh

penggugat baik dari segi letak, batas maupun besarnya nominal obyek sita

jaminan.

c. Majelis hakim mengabulkan bahwasannya “surat pernyataan”

tertanggal 02 Oktober 2015 adalah sah dan berkekuatan hukum

tetap karena surat tersebut dibuat sendiri oleh Haryanto Silalahi

dengan disaksikan oleh 2 orang saksi dan pernyataan tersebut

dibuat diatas kertas bermaterai; (Pasal 164 HIR/284 RBG, alat

bukti yaitu: surat-surat, saksi-saksi, pengakuan, sumpah,

persangkaan hakim)

d. Majelis hakim mengabulkan mengenai petitum Phertipal Singh

untuk menyatakan bahwa Haryanto Silalahi memiliki sisa utang

yaitu adalah sebesar Rp.570.000.000.-, oleh karena terbukti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 109: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

100

bahwasannya pihak tergugat mempunyai utang kepada pihak

penggugat yaitu sebesar Rp.600.000.000.-, serta bukti bahwa

Haryanto Silalahi membayarkan sejumlah utangnya sebesar

Rp.30.000.000.- (tiga puluh juta rupiah) maka sisa utang

Haryanto Silalahi adalah sebesar Rp.570.000.000.- (lima ratus

tujuh puluh juta rupiah);

e. Majelis hakim mengabulkan mengenai petitum supaya

menghukum Haryanto Silalahi untuk membayar sisa utangnya

yang sebesar Rp.570.000.000.(lima ratus tujuh puluh juta

rupiah) ditambah bunga namun tidak mengabulkan seluruhnya

tuntutan Phertipal Singh mengenai besaran bunga yang harus

yang setiap bulannya oleh Haryanto Silalahi dalam hal ini

memutuskan bahwa besaran bunga yang harus dibayarkan

adalah 2%/bulan karena besaran bunga tersebut haruslah

mendekati bunga Bank, dan menurut majelis hakim sudah adil

bila Haryanto Silalahi dikenakan bunga sebesar 2% pada setiap

bulannya sampai utang tersebut telah lunas;

Perjanjian utang piutang dikenal adanya bunga atas utang. Dalam perjanjian

utang-piutang tidak selalu diikuti dengan bunga, karena baik dalam pengaturan

KUHPerdata maupun undang-undang lainnya mengenai memperjanjikan bunga

bukan suatu kewajiban atau keharusan. Sebagaimana pada asas kebebasan

berkontrak dan asas konsensualisme, mengenai keberadaan bunga dan besarnya

bunga diserahkan kepada para pihak yang mengadakan perjanjian, yaitu pihak

kreditur dan debitur.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 110: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

101

Pada pokoknya dalam pengaturan mengenai bunga, terdapat dua macam

bunga yang diatur di dalam Pasal 1767 KUHPerdata, yaitu bunga menurut undang-

undang yang dikenal dengan bunga moratoir, dan bunga yang ditetapkan dalam

perjanjian (bunga konvensional).

Bunga moratoir merupakan pembayaran sejumlah uang penggantian biaya

rugi dan bunga yang disebabkan oleh karena terlambatnya pelaksanaan perikatan

hanya terdiri atas bunga yang besarnya ditetapkan dalam undang-undang dan

menurut Lembaran Negara Tahun 1948 No.22 ditentukan besarnya suatu bunga

tersebut 6% per-tahun. Apabila dalam perjanjian utang piutang pihak kreditur

memperjanjikan bunga tetapi tidak ditentukan berapa besarnya, maka debitur

diwajibkan oleh Pasal 1768 KUHPerdata untuk membayar bunga moratoir.

Cara perhitungan bunga moratoir adalah dari surat gugat, dimasukkan

dalam daftar perkara perdata di Panitera Pengadilan Negeri. Jadi, tidak dihitung dari

saat debitur melakukan wanprestasi. Suatu bunga yang ditetapkan dalam perjanjian,

diatur dalam Pasal 1767 ayat (2) KUHPerdata menentukan, boleh melampaui bunga

menurut undang-undang dalam segala hal yang tidak dilarang oleh undang-undang.

Pasal ini memberi kebebasan kepada para pihak untuk menentukan besarnya suatu

bunga, meskipun demikian bunga ditetapkan dalam perjanjian perlu diperhatikan

dengan kemampuan debitur untuk membayar bunga maupun rasa keadilan.

Pengadilan dapat menetapkan bunga atas suatu utang, jika ada perkara gugatan

yang diajukan yang dikenal sebagai bunga kompensatoir. Putusan pengadilan yang

menetapkan bunga, merupakan penerobosan terhadap bunga yang diperjanjikan,

karena besar bunga dinilai tidak tepat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 111: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

102

Penetapan besaran suatu bunga, suatu pengadilan tidak dapat berbuat

sewenang-wenang, karena terlebih dahulu mempertimbangkan sejumlah hal, antara

lain dari segi keadilan, kepantasan, kemampuan seorang debitur, dan bunga yang

berlaku di kalangan perbankan.

f. Majelis hakim menolak mengenai petitum Phertipal Singh agar

supaya putusan dalam perkara ini dapat dijalankan dengan serta

merta (uitvoerbaar bij voorraad), oleh karenanya tidak

terpenuhinya mengenai alasan-alasan untuk menjatuhkan

putusan serta merta;

Putusan serta merta, adalah merupakan suatu putusan pengadilan yang bisa

dijalankan terlebih dahulu, walaupun terhadap putusan tersebut dilakukan upaya

hukum Banding, Kasasi atau Perlawanan oleh pihak Tergugat atau oleh pihak

Ketiga yang dirugikan. Di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.3 tahun

2000 Mahkamah Agung telah menetapkan tata cara, prosedur dan gugatan-gugatan

yang bisa diputus dengan putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad), dan dalam

Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 4 tahun 2001 mahkamah Agung

kembali menetapkan agar dalam setiap pelaksanaan putusan serta merta disyaratkan

adanya jaminan yang nilainya sama dengan barang / benda objek eksekusi. Dari

sini jelas sekali bahwa Mahkamah Agung sebenarnya “tidak menyetujui” adanya

putusan serta merta di dalam setiap putusan pengadilan walaupun perkara tersebut

memenuhi ketentuan pasal 180 ayat (1) HIRdan pasal 191 ayat (1) Rbg serta pasal

332 Rv sebagai syarat wajib penjatuhan putusan serta merta.

Bahwa selain pelaksaan putusan serta merta tersebut ternyata di lapangan

menimbulkan banyak permasalahan apalagi dikemudian hari dalam upaya hukum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 112: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

103

berikutnya, pihak yang tereksekusi ternyata diputus menang oleh Hakim. Oleh

karenanya Hakim/Ketua Pengadilan bersangkutan harus super hati-hati dalam

mengabulkan gugatan provisionil dan permintaan putusan serta-merta. Adapun

dapat dikabulkannya uitvoerbaar bij voorraad dan provisionil menurut Surat

Ederan Ketua Mahkamah Agung RI No. 3 Tahun 2000 adalah :

1) Gugatan didasarkan pada bukti surat autentik/tulis tangan yang tidak

dibantah kebenarannya oleh pihak lawan;

2) Gugatan hutang-piutang yang jumlahnya sudah pasti dan tidak dibantah;

3) Gugatan tentang sewa-menyewa tanah,rumah,gudang dll, dimana hubungan

sewa-menyewa telah habis atau Penyewa melalaikan kewajibannya sebagai

penyewa yang baik;

4) Pokok gugatan mengenai tuntutan harta gono-gini dan putusannya telah

inkracht van gewijsde;

5) Dikabulkannya gugatan provisionil dengan pertimbangan hukum yang tegas

dan jelas serta memenuhi pasal 332 Rv ; dan

6) Pokok sengketa mengenai bezitsrecht ;

Memang dari segi hukum belum ada yang melarang dijatuhkannya putusan

uitvoerbaar bij voorraad sepanjang hal itu memenuhi ketentuan pasal 180 ayat (1)

HIR dan pasal 191 ayat (1) Rbg serta pasal 332 Rv, sehingga sampai saat ini Hakim

masih sah-sah saja menjatuhkan putusan serta merta tersebut.

g. Majelis hakim mengabulkan bahwa biaya dalam perkara ini

ditanggung oleh Haryanto Silalahi sebagai pihak yang kalah;

Mengenai biaya perkara diatur dalam Pasal 183 HIR, yang

berbunyi:“Banyaknya biaya perkara, yang dijatuhkan pada salah satu pihak harus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 113: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

104

disebutkan dalam keputusan. Aturan itu berlaku juga tentang jumlah biaya,

kerugian dan bunga uang, yang dijatuhkan pada satu pihak untuk dibayar kepada

pihak yang lain.” Pasal ini mengatur tentang penghukuman untuk membayar

ongkos perkara yang harus dibebankan pada pihak yang kalah. Pasal 182

menyebutkan perincian dari hal-hal yang boleh ditarik biaya. Jenis-jenis

pengeluaran di luar perincian itu tidak boleh dimasukkan dalam ongkos perkara.

Penentuan jumlahnya harus didasarkan atas tarip yang ada atau yang akan

ditetapkan oleh Departemen Kehakiman, atau kalau tidak ada, didasarkan atas

taksiran Ketua pengadilan.

Pada prinsipnya, Hakim membebankan biaya perkara kepada pihak yang

kalah. Kalau gugatan ditolak, berarti penggugat berada di pihak yang kalah, maka

sesuai dengan ketentuan Pasal 181 ayat (1) HIR, hakim harus membebankan biaya

perkara kepadanya. Berapa besaran biaya perkara yang dibebankan harus

dicantumkan dalam putusan. Akan tetapi prinsip ini baru bersifat imperatif, apabila

kekalahan itu bersifat mutlak. Misalnya gugatan ditolak seluruhnya. Atau gugatan

penggugat dikabulkan seluruhnya. Berarti secara mutlak, tergugat berada di pihak

yang kalah. Maka biaya perkara dipikul tergugat.

4. Membuat Putusan Hukum

Pada perkara ini, majelis hakim mengabulkan permohonan penggugat untuk

sebagian yang menyatakan bahwa pihak tergugat memang benar telah melakukan

suatu perbuatan wanprestasi dalam perjanjian utang-piutang yang adalah sebesar

Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).

Phertipal Singh dan kuasa hukumnya terhadap perkara ini menyatakan

bahwa wanprestasi perjanjian utang-piutang yang dilakukan oleh Haryanto Silalahi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 114: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

105

sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1238, Pasal 1243, Pasal 1267 KUHPerdata,

yang mana dalam pasal-pasal tersebut mengatur bahwa debitur telah dinyatakan

lalai dengan surat perintah, yaitu bila perikatan tersebut mengakibatkan debitur

harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. Pergantian biaya,

kerugian, dan bunga karena tidak terpenuhinya suatu perikatan diwajibkan pada

debitur karena walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memnuhi perikatan

itu. Sehingga wanprestasi pihak debitur, kreditur dapat memilih tuntutan haknya

yang mana dalam hal ini, Phertipal Singh dalam tuntutannya menuntut Haryanto

Silalahi untuk melakukan pemenuhan perjanjian tersebut disertai dengan ganti rugi

(nakoming en anvullend vergoeding).

Pengadilan Negeri menggunakan Pasal 1238, Pasal 1243 dan Pasal 1250

KUHPerdata, yang mengatur bahwa seseorang yang telah dinyatakan lalai hingga

membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang tersebut mengganti biaya

kerugian yang terjadi dan bahwa seseorang itu juga harus bertanggungjawab atas

kerugian yang disebabkan oleh kelalaiannya.

Perihal pelaksanaan peradilannya, diakibatkan oleh Haryanto Silalahi yang

merupakan pihak tergugat meskipun telah dipanggil secara sah dan patut untuk

datang menghadiri sidang, Haryanto Silalahi tidak pernah datang untuk menghadiri

persidangan, maka majelis hakim menjatuhkan putusan versteek atau putusan in

absentia terhadap perkara ini sebagaimana diatur dalam Pasal 125 HIR/Pasal 149

RBg yang menyebutkan bahwa jika tergugat meskipun telah dipanggil secara sah

dan patut tidak datang menghadiri sidang yang pada hari yang telah ditentukan dan

tidak pula menyuruh wakilnya untuk hadir maka hakim dapat menjatuhkan putusan

versteek.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 115: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

106

Pengadilan berpendapat bahwasannya Haryanto Silalahi adalah benar telah

melakukan suatu perbuatan wanprestasi hal ini dibuktikan dengan surat pernyataan

tertanggal 2 Oktober 2015, sehingga pengadilan memutuskan bahwa Haryanto

Silalahi untuk membayarkan sisa utangnya yaitu sebesar Rp 570.000.000,- (lima

ratus tujuh puluh juta rupiah) beserta dengan bunga 2% pada setiap bulannya

hingga utang tersebut lunas dan biaya perkara sebesar Rp 694.000,- (enam ratus

sembilan puluh empat ribu rupiah).

Perkara ini merupakan perkara yang menggunakan putusan condemnatoir,

yaitu putusan yang bersifat menghukum pihak yang kalah untuk memenuhi prestasi.

Di dalam putusan condemnatoir, hak perdata penggugat yang dituntutnya terhadap

tergugat, diakui kebenarannya oleh hakim. Dalam hal kasus ini putusan yang

dijatuhkan oleh majelis hakim sudah tepat dan adil dengan memutuskan bahwa

Haryanto Silalahi adalah pihak yang bersalah sehingga patut dikalahkan dalam

perkara ini, namun meskipun bersalah atas perbuatan wanprestasi yang dilakukan

Haryanto Silalahi, majelis hakim tetap adil dengan mengurangi besaran bunga yang

dituntukan kepadanya dari sebesar 3%/bulan, karena dianggap terlalu memberatkan

menjadi 2%/bulan mengikuti besaran bunga bank.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 116: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

107

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengaturan hukum mengenai perjanjian utang-piutang berobjek berupa uang

termasuk ke dalam jenis perjanjian pinjam-meminjam, hal ini sebagaimana

diatur di dalam Bab XIII Buku III KUHPerdata. Pinjam-meminjam menurut

Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu

memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang

habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan

mengembalikan sejumlah uang yang sama dengan jenis dan mutu yang sama

pula seperti yang ia telah terima pada masa sebelumnya. Dalam kasus Putusan

No.409/Pdt.G/2016/PN.Mdn, perjanjian utang-piutang Phertipal Singh dan

Haryanto Silalahi terjalin karena adanya suatu asas kepercayaan dan iktikad

baik (Pasal 1338 KUHPerdata) dari pihak Phertipal Singh untuk menolong

Haryanto Silalahi yang membutuhkan modal untuk proyek kerjanya.

2. Penyebab dari terjadinya suatu sengketa wanprestasi perjanjian utang-piutang,

memiliki adanya dua kemungkinan alasan tidak terpenuhinya suatu prestasi

yang mengakibatkan terjadinya perbuatan wanprestasi dalam suatu perjanjian

utang-piutang, yaitu: pertama, akibat kelalaian/kesengajaan dari pihak debitur

dalam pemenuhan prestasi; kedua, keadaan memaksa (overmacht). Dalam hal

kasus perkara dalam Putusan No. 409/Pdt.G/2016/PN.MDN hal yang menjadi

faktor penyebab terjadinya wanprestasi perjanjian utang-piutang antara pihak

Phertipal Singh dan Haryanto Silalahi adalah kelalaian/kesengajaan pihak

Haryanto

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 117: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

108

Haryanto Silalahi yang dengan sengaja tidak memenuhi prestasi sebagaimana

yang diperjanjikan.

3. Penyelesaian hukum dalam perkara wanprestasi perjanjian utang-piutang yang

dilakukan oleh Haryanto Silalahi terhadap Phertipal Singh adalah ditempuh

melalui jalur pengadilan. Haryanto sebagai tergugat tidak pernah menghadiri

sidang meskipun ia telah dipanggil secara sah dan patut, sehingga hakim

memutuskan mejatuhkan putusan versteek terhadap perkara ini.

B. Saran

1. Dalam melakukan praktek perjanjian utang-piutang sebaiknya para pihak

untuk lebih memperhatikan pada ketentuan-ketentuan di dalam peraturan

perundang-undangan di Indonesia. Dalam hal melaksanakan perbuatan ini

kejujuran haruslah berjalan dalam hati serta sanubari seorang manusia. Jadi

selalu mengingat bahwa manusia sebagai anggota masyarakat harus jauh

dari sifat yang menyebabkan kerugian bagi pihak lain. Kedua belah pihak

haruslah selalu mengingat bahwa ia tidak boleh memanfaatkan kebaikan

manusia lain untuk menguntungkan diri pribadi.

2. Faktor penyebab wanprestasi dapat terhindarkan apabila kedua belah pihak

sadar akan kewajibannya masing-masing selama perjanjian itu berlangsung.

Dalam perjanjian utang-piutang akan lebih baik untuk pihak debitur sadar

akan kewajibannya sebagai orang yang berutang untuk membayar utangnya

tepat pada waktunya, karena jika debitur membayar utangnya sesuai dengan

jangka waktu yang ditetapkan tidak akan ada pihak yang dirugikan.

3. Dalam penyelesaian sengketa atas perbuatan wanprestasi Haryanto Silalahi,

ada baiknya permasalahan tersebut dapat diselesaikan melalui cara alternatif

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 118: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

109

penyelesaian sengketa, dikarenakan prosesnya lebih cepat, mudah dan tidak

banyak mengeluarkan biaya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 119: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

111

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Adonara, Floranta, Firman, 2014, Aspek-Aspek Hukum Perikatan, Mandar Maju;

Bandung.

Badrulzaman, Mariam Darus, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya

Bakti; Bandung.

Djumhana, Muhammad, 1996, Hukum Perbankan Di Indonesia, Citra Aditya Bakti;

Bandung.

Eddy, Richard, 2010, Aspek Legal Properti - Teori, Contoh, dan Aplikasi, Penerbit

Andi; Jakarta.

Fuady, Munir, 2007, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra

Aditya Bakti; Bandung.

Hernoko, Yudha, Agus, 2010, Hukum Perjanjian: Asas Proposionalitas Di Kontrak

Komersial, Kencana; Jakarta.

HS, Salim, 2003, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar

Grafika; Jakarta.

HS, Salim, 2008, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika; Jakarta.

Jusup, Al Haryono, 2005 Dasar-Dasar Akuntansi Edisi Keenam, STIE YKPN;

Yogyakarta.

Khairandy, Ridwan, 2013, Hukum Kontrak di Indonesia Perspektif Perbandingan

( Bagian Pertama ), FHUII Press; Yogyakarta.

Kusumaatmadja, Mochtar, 1978, Hukum, Masyarakat, dan Pembinaan Hukum

Nasional, Binacipta; Bandung.

Meliala, Syamsudin, A.Qirom, 2010, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta

Perkembangannya, Liberty; Yogyakarta.

Marilang, 2017, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Suatu Perjanjian,

Indonesia Prime; Makassar.

Muhammad, Abdulkadir, 1992, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti; Bandung.

Muhammad, Abdulkadir, 1996, Hukum Perjanjian, Alumni; Bandung.

Miru, Ahmadi dan Sakka Pati, 2008, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal

1233 sampai 1456 BW, Rajagrafindo Persada; Jakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 120: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

111

Prodjodikoro, Wirjono, 2011, Azas-Azas Pada Hukum Perjanjian, Mandar Maju;

Bandung.

Patrik, Purwahid, 1986, Asas Itikad Baik dan Kepatutan Dalam Perjanjian, Badan

Penerbit Universitas Diponegoro; Semarang.

Pasaribu, Chairuman dan Suhrawardi Lubis, 2011, Hukum Perjanjian Dalam Islam,

Rineka Cipta; Jakarta.

Rahman, Fachtur, 1981, Ilmu Waris, Al-Ma’rif; Bandung.

Suyanto, Thomas et.al, 1990, Dasar-Dasar Pada Perkreditan, Cetakan Ketiga,

Gramedia; Jakarta.

Sofyan, Masjchoen, Soedewi, 1980, Sri Hukum Perdata Hukum Perhutangan

Bagian A, Seksi Hukum Perdata FH UGM; Yogyajarta.

Subekti, R, 1995, Aneka Perjanjian, Cetakan Kesepuluh, Citra Aditya Bakti;

Bandung.

Subekti, R, 1987, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Inamasa; Jakarta.

Subekti, R, 1970, Hukum Perjanjian, Pembimbing Masa; Jakarta.

Subekti, R, 1992, Aneka Perjanjian, Alumni; Bandung.

Subekti, R,1994, Hukum Perjanjian, Intermasa; Jakarta.

Subekti dan Tjitrosoedibio, 1996, Kamus Hukum, Pradnya Paramita; Jakarta.

Soeroso. R, 2011, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika; Jakarta.

Simanjuntak, P.N.H, 2009, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Djambatan;

Jakarta.

Supramono, Gatot, 2013, Perjanjian Utang Piutang, Kencana Prenada Media

Group; Jakarta.

Syahrani, Riduan, 2010, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni;

Bandung.

Syahrani, Riduan, 2009, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, Citra Aditya

Bakti; Bandung.

Setiawan, R, 2006, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra A Bardin; Bandung.

Santoso, Lukman, 2012, Hukum Perjanjian Kontrak, Panduan Memahami Hukum

Perikatan & Penutupan Pada Surat Perjanjian Kontrak, Cakrawala;

Yogyakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 121: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

112

Satrio, J, 1995, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir Dari Perjanjian, Citra

Aditya Bakti; Bandung.

Satrio, J, 1999, Hukum Perikatan, Alumni; Bandung.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif: Suatu

Tinjauan Singkat, Raja Grafindo; Jakarta.

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa; Balai Pustaka.

Wardoyo, Ch. Gatot, Sekitar Klausul-Klausul Perjanjian Kredit Bank, Bank dan

Manajemen, Edisi November-Desember 1992.

Widjaya, I.G. Rai, 2008, Merancang Suatu Kontrak (Contract Drafting), Kesaint

Blanc; Jakarta.

Perundang-Undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang

NBW ( Niuew Burgelijck Wetboek )

HIR (Herzien Inlandsch Reglement)

RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten)

Website:

“Kapan Para Pihak Dianggap Lalai Melaksakan Perjanjian?”. Legalakses.

https://www.legalakses.com/kapan-para-pihak-dianggap-lalai-melaksanakan-

perjanjian/. (diakses pada 23 Januari 2020 pukul 11:19)

https://regulasikesehatan.wordpress.com/tag/wanprestasi/ (Diunduh pada tanggal

26 Februari 2020 Pukul 15:17 WIB)

https://www.academia.edu/2479524/Ubi_Societas_Ibi_Ius. (diakses pada 5 Maret

2020, pukul 21:29)

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl3370/tentang-somasi/.

(diakses pada tanggal 15 Maret 2020 pada pukul 17:36)

https://www.kompasiana.com/aliffiandafa7250/5e8ebe19097f361bd7592a12/huku

m-perdata-macam-jenis-dan-penjelasan-lengkap-dengan-referensi (diunduh pada

tanggal 23 Mei 2020 pukul 03:35)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 122: PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN …

99

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA