Upload
muhammad-arif
View
428
Download
27
Embed Size (px)
DESCRIPTION
*refarat
Citation preview
PENYALAHGUNAAN OBAT DEXTROMETHORPHAN
I. PENDAHULUAN
Penyalahgunaan obat (zat) merupakan penyimpangan perilaku yang disebabkan
oleh penggunaan zat adiktif yang bekerja pada susunan saraf pusat yang dapat
mempengaruhi tingkah laku, memori, alam perasaan, serta proses pikir seseorang,
Penyalahgunaan ini menyebabkan kondisi ketergantungan terhadap zat adiktif yang
biasa disebut dengan kecanduan (ketergantugan). Dimana seseorang akan dikatakan
mengalami ketergantungan obat jika memenuhi Kriteria-kriteria dibawah ini:
Memiliki keinginan yang kuat untuk mengkonsumsi zat/obat-obatan tertentu
Mengurangi kemampuan untuk mengendalikan onset dan penghentian
pengambilan zat, dan jumlah yang diambil
Terjadinya gejala penarikan fisik pada mencoba untuk mengakhiri atau
mengurangi penggunaan obat-obatan dan pengurangan ketika penggunaan
dilanjutkan
Mengabaikan bidang lainnya yang mendukung konsumsi obat-obatan(1)
II. DEFINISI
Menurut kamus besar bahasa Indonesia penyalahgunaan adalah proses, cara,
perbuatan menyalahgunakan; penyelewengan. Dalam aritan luasnya adalah suatu
kegiatan dimana seseorang melakukan kegiatan yang menyalahgunakan apapun itu
diluar dari koridor yang seharusnya.
Dextromethorphan (DXM atau DMP) merupakan bahan kimia sintetik dengan
nama kimianya adalah 3 methoxy-17-methyl morphinan monohydrat yang merupakan
d-isomer dari levophenol, analog dari kodein dan analgesik opioid. Dekstrometorfan
berupa serbuk kristal berwarna putih, tidak berbau, larut dalam air maupun ethanol
dan tidak larut dalam ether. Adapun struktur kimia dari dekstrometorfan adalah:
C18H25NO.HBr.H2O dengan berat molekul: 370,3(1,2)
Dextromethorphan merupakan jenis obat penekan batuk (antitusif) yang dapat
diperoleh secara bebas, dan banyak dijumpai pada sediaan obat batuk maupun flu.
Dosis dewasa adalah 15-30 mg, diminum 3-4 kali sehari. Efek anti batuknya bias
bertahan 5-6 jam setelah penggunaan per-oral. Jika digunakan sesuai aturan, jarang
menimbulkan efek samping yang berarti(2)
Jenis obat Dextromethorphan yang sering disalahgunakan oleh masyarakat.
III. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi penggunaan obat dextrometorfan untuk anak-anak dibawah umur
boleh dikatakan cukup tinggi. Sebagai contoh survey yang dilakukan oleh badan
narkotika provinsi Jawa barat dalam situs resminya mengatakan bahwa 38,50% anak
yang pernah memakai pil dextro merasakan pusing dan tidak nyaman. Tetapi mereka
ingin mencoba lagi. Sementara 38,07% merasa pusing dan tidak nyaman, serta ingin
segera berhenti.
Serta dari hasil kunjungan kerja ke 26 kota/kabupaten di Jabar. Ternyata hasilnya
ditemukan pemakaian narkoba sudah bergeser dari sebatas sabu, putaw, ekstasi,
menjadi pil dextro. Selain ketakutan terhadap ancaman hukuman penjara yang cukup
berat, pil dextro relatif mudah dibeli dan murah.(3)
IV. ETIOLOGI& PATOFISIOLOGI
Ada tiga kemungkinan seorang memulai penyalahgunaan obat :
1. Seseorang awalnya memang sakit, misalnya nyeri kronis, kecemasan,
insomnia, dll, yang memang membutuhkan obat, dan mereka mendapatkan obat secara
legal dengan resep dokter. Namun selanjutnya, obat-obat tersebut menyebabkan
toleransi, di mana pasien memerlukan dosis yang semakin meningkat untuk
mendapatkan efek yang sama. Merekapun kemudian akan meningkatkan
penggunaannya, mungkin tanpa berkonsultasi dengan dokter. Selanjutnya, mereka akan
mengalami gejala putus obat jika pengobatan dihentikan, mereka akan menjadi
kecanduan atau ketergantungan terhadap obat tersebut, sehingga mereka berusaha
untuk memperoleh obat-obat tersebut dengan segala cara.
2.Seseorang memulai penyalahgunaan obat memang untuk tujuan rekreasional.
Artinya, sejak awal penggunaan obat memang tanpa tujuan medis yang jelas, hanya
untuk memperoleh efek-efek menyenangkan yang mungkin dapat diperoleh dari obat
tersebut. Kejadian ini umumnya erat kaitannya dengan penyalahgunaan substance yang
lain, termasuk yang bukan obat diresepkan, seperti kokain, heroin, ecstassy, alkohol, dll.
Yang
3. Seseorang menyalahgunakan obat dengan memanfaatkan efek samping
seperti yang telah disebutkan di atas. Bisa jadi penggunanya sendiri tidak tahu, hanya
mengikuti saja apa yang diresepkan dokter. Obatnya bukan obat-obat yang dapat
menyebabkan toleransi dan ketagihan. Penggunaannya juga mungkin tidak dalam
jangka waktu lama yang menyebabkan ketergantungan.
Dextro ditujukan sebagai antitusif, yaitu menekan batuk. Secara farmakologi, obat ini
akan menaikkan ambang batas rangsang batuk, sehingga pasien tidak terlalu sensitif
dengan rangsang batuk. Karena molekul dextro mudah berikatan ke berbagai reseptor
jadilah efeknya tidak spesifik hanya menekan si batuk saja, tetapi juga dapat
menyebabkan efek rekreasi dan berbagai efek samping seperti gatal-gatal, pusing, mual,
kesulitan bernafas (pada dosis normal), juga halusinasi, muntah, pandangan kabur,
berkeringat, demam, hipertensi, dan lain-lain (pada dosis 12,5-75x lipat dari dosis
normal)(4)
Dextromethorphan merupakan isomer levorphanol (suatu analog kodein,
turunan morfin).Hal inilah yang menyebabkannya memiliki afinitas terhadap reseptor
opioid (reseptornya narkoba) dan mengaktifkan reseptor tersebut sehingga dapat
menimbulkan efek rekreasi. Selain itu, dextromethorphan juga bias menjadi antagonis
reseptor NMDA, Penghambatan reseptor NMDA yang berlebihan ini dapat
menyebabkan berkurangnya fungsi memori, halusinasi, confusion, analgesik, dan justru
disalah artikan sebagai fungsi 'rekreasi'. Padahal, hal ini bahkan bisa sampai
menyebabkan skizofrenia yang disebabkan oleh neurotoksisitas.
Untuk menjelaskan tentang adiksi, perlu dipahami dulu istilah system reward
pada manusia. Manusia, umumnya akan suka mengulangi perilaku yang menghasilkan
sesuatu yang menyenangkan. Sesuatu yang menyebabkan rasa menyenangkan tadi
dikatakan memiliki efek reinforcement positif. Reward bisa berasal secara alami,
seperti makanan, air, sex, kasih sayang, yang membuat orang merasakan senang ketika
makan, minum, disayang, dll. Bisa juga berasal dari obat-obatan. Pengaturan perasaan
dan perilaku ini ada pada jalur tertentu di otak, yang disebut reward pathway. Perilaku-
perilaku yang didorong oleh reward alami ini dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk
survived (mempertahankan kehidupan).
Bagian penting dari reward pathway adalah bagian otak yang disebut: ventral
tegmental area (VTA),nucleus accumbens, dan prefrontal cortex. VTA terhubung dengan
nucleus accumbens dan prefrontal cortex melalui jalur reward ini yang akan mengirim
informasi melalui saraf. Saraf di VTA mengandung neurotransmitter dopamin, yang akan
dilepaskan menuju nucleus accumbens dan prefrontal cortex. Jalur reward ini akan
teraktivasi jika ada stimulus yang memicu pelepasan dopamin, yang kemudian akan
bekerja pada system reward.
Obat-obat yang dikenal menyebabkan adiksi / ketagihan seperti kokain, misalnya,
bekerja menghambat re-uptake dopamin, sedangkan amfetamin, bekerja meningkatkan
pelepasan dopamine dari saraf dan menghambat re-uptake-nya, sehingga menyebabkan
kadar dopamine meningkat.(5)
V. GAMBARAN KLINIS
Penderita dengan gangguan penyalahgunaan obat dextromentrofan mempunyai
gambaran klinis(6):
Pada dosis normal:
Tubuh ruam / gatal
mual
kantuk
pusing
Kesulitan bernapas
Pada dosis 12,5-75 kali dosis normal:
halusinasi
muntah
penglihatan kabur
merah mata
dilatasi pupil
berkeringat
demam
hipertensi
Pernapasan dangkal
diare
retensiurin
Penyalahgunaan dextromethorphan menggambarkan adanya 4 plateau yang tergantung
dosis, seperti berikut(7):
Plateau Dose (mg) Behavioral Effects
1st 100–200 Stimulasi ringan
2nd 200–400 Euforia dan halusinasi
3rd 300– 600 Gangguan persepsi visual dan hilangnya
koordinasi motorik
4th 500-1500 Dissociative sedation
VII. PROGNOSIS
Prognosis umumnya dipengaruhi oleh besar kecilnya predisposisi (pengaruh
factor kepribadian, sosio budaya dan fisik), mudah-sukarnya mendapatkan obat
tersebut dan sering-jarangnya kesempatan memakai obat tersebut serta lamanya
ketergantungan. Makin mudah faktor-faktor ini dapat ditangani, makin baik
prognosisnya(8).
VIII. PENATALAKSANAAN
Penyalahgunaan obat memerlukan upaya-upaya yang terintegrasi, yang
melibatkan pendekatan psikologis, sosial, hukum, dan medis, serta kondisi yang perlu
diatasi secara farmakoterapi pada keadaan ketergantungan obat yaitu ada dua, kondisi
intoksikasi dan kejadian munculnya gejala putus obat Dengan demikian, sasaran
terapinya bervariasi tergantung tujuannya:
1. Terapi pada intoksikasi/over dosis tujuannya untuk mengeliminasi obat dari
tubuh, menjaga fungsi vital tubuh
2. Terapi pada gejala putus obat tujuannya untuk mencegah perkembangan gejala
supaya tidak semakin parah, sehingga pasien tetap nyaman dalam menjalani
program penghentian obat
3. Pengobatan medika mentosa pada orang-orang yang mengalami ketergantungan
pada obat dextromethorphan dapat menggunakan obat Naltrexone, dimana
Naltrexone bekerja dengan menghalangi perasaan menyenangkan, atau "tinggi,"
mendapatkan seseorang dari ketergantungan obat, sehingga mengurangi
motivasi untuk mengkonsumsi. Naltrexone dapat digunakan setiap hari sebagai
pil dan tersedia dalam injeksi long-acting(8).
KESIMPULAN
Penyalahgunaan dextromethorphan, meskipun bukan lagi sebuah fenomena
baru, tetapi telah berkembang menjadi sebuah tren baru yang melibatkan
penjualan dextromethorphan murni dalam bentuk serbuk. Dextromethorphan
murni ini sering dikemas dalam kapsul oleh pengedar dan ditawarkan pada
pengguna jalanan.
Dextromethorphan telah menggantikan kedudukan kodein sebagai obat yang
paling luas digunakan sebagai penekan batuk di Amerika Serikat serta Indonesia.
Nama jalanan yang sering digunakan untuk menyebut dextromethorphan antara
lain: Candy, C-C-C, Dex, DM, Drex, Red Devil, Robo, Rojo, Skittles, Tussin, Velvet,
Vitamin D, Dexing, Robotripping, Robotdosing.
Ketika diformulasikan dengan tepat dan dalam dosis kecil, dapat dengan aman
digunakan sebagai obat penekan batuk.
Penyalahgunaan obat dapat menyebabkan kematian dan juga reaksi efek
samping lainnya, seperti mual, halusinasi, kerusakan otak, kehilangan kesadaran
dan aritmia jantung
DAFTAR PUSTAKA
1.Susanti dewi, penyalahgunaan dextromethorphan
http://farmako-info.com/2009/09/04/Dextromethorphan di akses Maret 2012
2. http://wikipedia.com/2010/08/05/Dextrometrophan diakses 20012
3. Ginanjar F.W, 6 Dari 100 Anak Pernah Coba Pil Dextro
http://inilahjabar.com/2011/12/07/Dextrometrofabn di akses Maret 2012.
4. ikawati zullies, penyalahgunaan obat dextromethorphan
http://ikawatizullies.blogspot.com/2009/03/14/farmakologi terapi di akses Maret
2012
5. Fisher RS, Cysyk BJ, Lesser RP, et al., 1990. Dextromethorphan for treatment of
omplex partial seizure. Neurology; 40; 547-549
6. IIkjaer S, Dirks J, Brennum M, Wernberg M, Dahl JB, 1997, Effect of systemic N-methyl-
D-aspartate receptor antagonist (dextromethorphan) on primary and secondary
hyperalgesia in humas, Br J Anaesth; 79; 600-5
7. Falck R, Li L, Carlson R, Wang J. The prevalence of dextromethorphan abuse among
high school students.Pediatrics. 2006;118(5):2267-2269.
8. W.F Maramis, 2005. Catatan i lmu kedokteran j iwa . Indonesia:
ketergantungan obat. p/323-338.
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda-tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :
Nama : MUHAMMAD ARIF
NIM : C 111 07 034
Judul Referat : PENYALAHGUNAAN OBAT DEXTROMETHORPHAN
Judul Lapsus : SKIZOFRENIA YTT (F20.9)
telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Jiwa Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar,15 Mei 2012
Konsulen Pembimbing
(dr.HJ. Rabiah Tanthawie, Sp.KJ) (dr. Wa Ode Harniana)
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWAFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDIN
REFARAT
PENYALAHGUNAAN OBAT DEXTROMETHORPHAN
LAPSUS
SKIZOFRENIA YTT (F20.9)
Oleh: Muhammad ArifNIM: C111 07 034
Pembimbing: dr. Wa Ode Harniana
Supervisior:dr.Hj . Rabiah Tanthawie, Sp.KJ
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2012