Upload
nur-ibrahim
View
85
Download
3
Embed Size (px)
15
BAB II
TEHNIK EVALUASI ASPEK AFEKTIF
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A) Evaluasi Aspek Afektif Pendidikan Agama Islam 1) Pengertian
Menurut Sidney P. Rollins, Evaluation is the process of making
judgments. 1 Artinya evaluasi merupakan proses pembuatan keputusan,
dimulai dengan pengumpulan data-data dan informasi dan akhirnya dibuat
suatu kesimpulan.
Menurut Wand dan Brown, dikutib oleh Wayan Nurkancana dan
Sumartana bahwa evaluasi adalah: suatu tindakan atau suatu proses untuk
menentukan nilai dari pada sesuatu.2
Dari definisi diatas, evaluasi merupakan suatu proses yang terus
menerus bukan hanya pada akhir pengajaran namun dimulai sebelum
dilaksakannya pengajaran sampai berakhirnya pengajaran, hal ini berarti
bahwa evaluasi dilaksanakan tidak hanya diakhir semester atau cawu
namun proses KBM pun harus dievaluasi. Kemudian proses evaluasi
senantiasa diarahkan pada tujuan tertentu, yakni untuk mendapatkan
jawaban-jawaban dalam tujuan pembelajaran sehingga evaluasi dituntut
menggunakan alat-alat ukur yang akurat dalam mengumpulkan informasi
yang dibutuhkan guna membuat suatu keputusan.
Dalam pembuatan keputusan dalam evaluasi Menurut pakar
evaluasi pendidikan Suharsimi Arikunto, beliau mengemukakan evaluasi
dilaksanakan dengan mengukur dan menilai.3 Mengukur (measure)
merupakan perbandingan sesuatu dengan alat ukur, dengan kata
1 Sidney P. Rollins, Introdution To Secondary Education, (Cicago: Rand Menally dan
Company, 1979), hal. 249. 2Wayan Nurkancana dan Sumartana, Evaluasi Pendidikan, (Surabaya: Usaha
Nasional,1986), hal 1 3Suharsimi Arikunto (a), Op Cit., hal. 3.
16
lain pengukuran bersifat kuantitatif (dengan memakai angka
statistik). Menilai (evaluatif) merupakan pengambilan suatu keputusan
terhadap sesuatu dengan ukuran baik atau buruk, dengan kata lain
penilaian bersifat kualitatif. Evaluasi tidak hanya penilaian hasil tes saja
namun sikap, minat, nilai perlu di evaluasi. Untuk dapat mengetahui aspek
diatas maka dapat dilihat dengan observasi, wawancara, skala sikap dan
sebagainya,
Istilah aspek afektif dalam bahasa Indonesia berasal dari kata
aspek yang berarti sudut pandang4 perilaku manusia dan afektif
berasal dari kata Affection berarti unsur perasaan (dan emosi) dari
pengalaman5. Dalam buku Taxonomy of Educational Obyectives (David R
Krathwohl), beliau menggunakan istilah domain seperti domain afektif
artinya bidang atau daerah kekuasaan.
David R. Krathwohl bersama temannya, beliau mengartikan afektif
dengan Affective: Objectives which emphasize a feelling tone, an
emotion, or a degree of acceptance or rejection Artinya: tujuan-tujuan
yang mengutamakan pada perasaan,emosi atau tingkat penerimaan dan
penolakan.6 Sedangkan dalam kamus psikologi ranah afektif, karya Kartini
Kartono, afektif berasal dari kata affek yang merupakan nama khas yang
mencakup emosi, suasana hati dan perasaan yang kuat, keadaan perasaan
yang menyertai kesadaran.7 Dalam hal ini ranah afektif diharapkan untuk
menggugah emosi siswa agar ikut berperan aktif dalam proses KBM.
2) Ruang Lingkup afektif
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ada 3 hal penting
yang perlu dikaji yaitu:
4Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai
Pustaka, 1982), hal 62. 5James Drever, Kamus Psikologi, Diterj oleh: Nancy Simanjuntak, (Jakarta: Bina Aksara,
1988), hal 7. 6David R. Krathwohl, Loc. Cit., hal 7 7Kartini Kartono dan Daligulo, Kamus Psikologi, (Bandung :Pionir Jaya, 1987) hal 11.
17
a. Perasaan
Perasaan merupakan suatu keadaan kerohanian atau peristiwa
kejiwaan yang kita alami dengan senang dan tidak senang dalam
hubungan dengan peristiwa mengenal dan bersifat subyektif.8
Perasaan mempunyai kekuatan tersendiri dan tidak tergantung
pada perangsang- perangsang dari luar. Perangsang yang sama bisa
menimbulkan perasan yang berbeda pada pribadi-pribadi yang lain.
Unsur senang, tidak senang menentukan kualitas perasan, sehingga
muncul gembira dan luka, nyaman atau segan, simpati atau antipati.
Kualitas perasaan tergantung 3 Faktor: 9
1. Kondiosi fisik / jasmani: oleh suatu penyakit kita jadi terlalu perasa
dan amat peka, mudah terkena/tersinggung, kepekaan tersebut
disebabkan karena kelelahan psikis dan tekanan batin.
2. Pembawaan: Ada orang mempunyai pembawaan berperasaan halus,
sebaliknya ada pula yang kebal perasaannya (tidak sensitif)
3. Bergantung pada stemming atau suasana hati.
b. Emosi
Emosi diartikan dengan kondisi ketegangan yang abnormal
dalam kehidupan perasan; merupakan emosi yang hebat, kuat,namun
berlangsung pendek, disertai dengan bermacam-macam ledakan fisik,
sering kehilangan rem-rem batin yang berfungsi sebagai penyaring dan
pertimbang akal. Akibatnya pribadi yang dilengkapi dengan emosi /
affec tidak mengenal atau menyadari dari apa yang telah dilakukan.
Contoh: ketakutan, kebencian yang menyala-nyala, ledakan dendam
dan lain -lain.
Menurut Wuth yang dikutib Kartini Kartonmo, bahwa
affec/emosi dibagi menjadi menjadi 3 yaitu: 10
8Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 101 9Kartini Kartono, Psikologi Umum, ( Bandung: Bandar Maju,1996), hal 87. 10Ibid,, hal. 92
18
1. Affec suka dan tidak suka
2. Affec yang membesarkan hati dan mengecilkan hati
3. Affec penuh ketegangan dan affec penuh relaks.
c. Suasana hati /Stemming
Suasana hati dapat diartikan dengan suasana hati yang
berlangsung sejak lama,lebih tenang, berkesinambungan dan ditandai
dengan perasaan senang dan tidak senang.11 Sebab terjadinyan suasana
hati pada umumnya ada dalam bawah sadar dan faktor jasmani.
Dari beberapa pembahasan diatas maka penilaian afektif adalah
penilaian yang mengarah pada perasaan, emosi dan suasana hati,hal ini
terlihat dati sikap, minat, nilai, apresiasi dan penyesuaian berkaitan
derngan nilai-nilai agama Islam.
Tujuan Pendidikan Agama Islam adalah untuk membentuk
peserta didik beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, memiliki
pengetahuan luas dan beraklakul karimah. Hal tersebut bisa lihat
bahwa tujuan akhir PAI tak lain adalah membentuk peserta didik yang
memiliki akhlak mulia. Dengan demikian pendidikan akhlak adalah
jiwa dari Pendidikan agama islam.
Berdasarkan standart kompetensi (KBK) evaluasi afektif PAI
banyak didominasi oleh materi pembelajaran akhlak12 dan peneran
akhlak mulia. Penilaian afektif dalam PAI dengan menilai sikap,
minat, apresiasi, nilai dan penyesuaian. Siswa dalam pelajaran PAI.
Sehingga hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian afektif PAI
adalah prinsip kontinuitas artinya guru secara terus menerus mengikuti
pertumbuhan, perkembangan dan perubahan siswa dengan jalan:1)
Perhatian terhadap siswa ketika duduk, berbicara dan bersikap. 2)
Pengamatan ketika siswa berada diruang kelas, tempat beribadah dan
bergaul.
11Abu Ahmadi, Op.Cit, hal. 108 12Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Standart
Kompetensi, Mata Pelajaran PAI Sekolah Menengah Pertama, 2003, hal. 323
19
Tahapan-tahapan Afektif
Dari unsur-unsur afektif diatas Krathwohl (1956) menjabarkan
kedalam 5 tahapan. Masing-masing aspek tersebut muncul pada diri siswa
dengan tidak jelas dan saling tumpang tindih. Untuk lebih jelasnya
peneliti paparkan pendapat Krantwohl tentang proses munculnya tahapan-
tahapan afektif dalam diri siswa melalui proses sebagai berikut:
a. Menerima (Receiving)
Dalam tahapan ini berhubungan dengan kesediaan siswa dalam
menaruh perhatian, ada kepekaan terhadap adanya kondisi, gejala,
keadaan atau masalah tertentu.13 Hasil belajar dalam jenjang dimulai
dari kesadaran sampai pada minat siswa. Dalam proses penerimaan
ada 3 hal yang harus di lalui :
a. Kesadaran (Awareness)
Sadar adanya kondisi, gejala, keadaan atau masalah tertentu.
b. Kerelaan untuk menerima (Willing to receive)
Bersedia untuk memperhatikan gejala dan sebagainya itu dan tidak
mengelakannya.
c. Mengarahkan perhatian (Controlled or selected attention)
Perhatian yang terkontrol atau terpilih (Controlled or selected
attention). Menunjukkan perhatian kepada berbagai aspek suatu
gejala dan sebagainya serta implikasinya.
Dalam proses belajar mengajar, tahapan ini berhubungan
dengan menimbulkan, mempertahankan dan mengarahkan perhatian
siswa.14 Yaitu kesadaran akan fenomena, kesediaan menerima
13Suke Silverius, Evaluasi Hasil Belajar Dan Umpan Balik, (Jakarta: PT. Grasindo,
1991), hal. 49. 14Slamento, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1988), hal. 162
20
fenomena dan perhatian yang terkontrol terhadap fenomena. Dalam
tahapan ini dapat terlihat melalui minat dan apresiasi siswa.
b. Merespon (Responding)
Tahapan kedua kaitannya dengan memberi reaksi terhadap
suatu gejala (dan sebagainya) secara terbuka, melakukan sesuatu
sebagai respons terhadap gejala itu. Tahapan ini melalui tiga proses
yaitu :
a. Persetujuan untuk menjawab (Aequiescence in responding)
kemauan untuk menyesuaikan diri pada peraturan yang ada.
b. Kemauan untuk menjawab (Willingness to respond) Melakukan
sesuatu atas kerelaan sendiri berkenaan dengan gejala.
c. Merasa kepuasan dalam merespons (Satisfaction in respond).
Mengalami kegembiraan dalam reaksinya terhadap gejala itu.
Tahapan ini bertahan dengan partisipasi siswa. Siswa tidak
hanya menghadiri suatu fenomena tertentu tetapi juga bereaksi
terhadapnya dengan jalan satu cara. Hasil belajar pada tahapan ini
menekankan kemauan untuk menjawab (misal: secara sukarela
membaca tanpa di tugaskan) atau kepuasaan dalam menjawab. Dalam
tahapan ini aspek afektif terlihat dari minat, sikap, apresiasi, nilai dan
penyesuaian.
c. Menilai (Valuing)
Tahapan ini bertahan dengan nilai yang dikenakan siswa
terhadap suatu obyek, fenomena atau tingkah laku tertentu.15 Ada tiga
hal yang harus dilalui dalam tingkatan ini, antara lain :
1. Penerimaan suatu nilai (Acceeptance of a value)
2. Pemilihan suatu nilai (Preference of a value)
3. Bertanggung jawab untuk mengingatkan diri (Commitment).
15Ibid.
21
Pada taraf ini, siswa menerima nilai-nilai kemudian memilih
nilai-nilai dan suatu fenomena dan terimplikasi pada sikap siswa
ketika memegang komitmen, tingkah laku siswa sangat konsisten dari
tetap sehingga dapat memiliki keyakinan tertentu.
d. Organisasi (Organization)
Ada 2 tahapan yang dilalui dari tingkatan ini :
1. Konseptualisasi suatu nilai (Conzeptualization of a Value).
2. Pengorganisasian suatu sistem nilai (Pengorganisasian suatu ilmu
sistem nilai). Tingkatan ini terkait dengan menyatukan nilai-nilai
yang berbeda, memecahkan konflik diantara nilai-nilai itu dan
mulai membentuk suatu sistem nilai yang konsisten secara internal,
hasil belajar kaitan dengan konseptualisasi suatu nilai.16 Tahapan
ini bisa terlihat dari sikap, nilai dan penyesuaian siswa.
e. Karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai (Chanacterization
by a value or value complex)
Siswa memilih sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya
untuk waktu yang cukup lama sehingga membentuk sebuah karakteri
pola hidup sehingga perilaku selalu konsisten karakteristik suatu
nilai dalam prosesnya melalui :
1. Perangkat yang tergeneralisasi
2. Karakteristik
Hasil belajar / evaluasi meliputi sebanyaknya kegiatan namun
penekanan pada kenyataan bahwa tingkah laku menjadi ciri khas atau
karakteristik siswa. Tahapan ini bisa terlihat dari penyesuaian
Tahapan-tahapan Afektif diatas Kartwohl dapat melihat
melalui; minat, sikap, nilai, apresiasi dan penyesuaian.17 Berikut ini
penjelasan mengenai aspek afektif.
16Ibid, hal. 93. 17David. R. Krathwohl, Loc. Cit, hal . 25
22
1. Sikap (attitude)
Sikap menurut Krantwohl adalah Objek dengan jarak lebar
dari perilaku, sikap tak lain untuk mendiskripsikan perasaan
perasaan yang ada pada siswa. Sikap merupakan kecenderungan
untuk merespon sesuatu baik individu, tata nilai, peristiwa, dan
sebagainya dengan cara tertentu. Menurut All Port, dikutip oleh
Marat, bahwa sikap dipandang sebagai hasil belajar diperoleh
melalaui pengalaman dan interaksi terus menerus dengan
lingkungan.18
Definisi sikap sebagian besar ahli menentukan kata-kata
pre disposision yang berarti adanya kecenderungan kesediaan
dapat diramalkan tingkah laku apa yang dapat terjadi jika telah
diketahui sikapnya. Dalam proses belajar mengajar, terlihat adanya
sikap siswa seperti kemauannya untuk menerima pelajaran dari
guru, perhatian yang telah dijelaskan, penghargaan terhadap guru,
sikap akan memberikan arah terhadap individu untuk melakukan
perbuatan positif atau negatif.
2. Minat (interes)
Menurut pendapat Krathwohl, minat merupakan penjelasan
mengarah pada tingkah laku seluruh cara dari sekedar sadar nya
murid dimana fenomena yang menggoda sehingga dia setidaknya
mencurahkan perhatian saat di dikelas melalui tingkah laku dimana
dia semakin berkehendak ingin memperhatikan dan merespon
dalam masalah, begitu juga dengan pendapat Andi Mappiare, minat
18Marat, Sikap Manusia Perubahan dan Pengukuran Manusia, (Jakarta: Harian Induk,
1982), hal 20.
23
adalah: suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran
dari perasaan, harapan, pendirian, prasangka, rasa takut atau
kecemburuan yang mengarah individu kepada suatu pilihan
tertentu.19 Begitu juga dengan Dayles Friyer yang dikutip olek
Wayan Nur kuncoro dalam buku evaluasi pendidikan, minat/interes
adalah gejala psikis yang berkaitan dengan obyek atau aktifitas
yang menstimulus perasaan senang pada individu20 sama halnya
dengan pendapat W.S. Winkel minat adalah kecenderungan subjek
yang menetap, untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok
bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu.21
Whiterington berpendapat, minat adalah kesadaran seseorang
bahwa suatu obyek, seseorang suatu soal atau situasi mengandung
sangkut paut pada dirinya,22 dari pengertian tersebut maka minat
mengandung berbagai unsur yaitu: perasaan senang, menarik
perhatian, motivasi atau bila siswa senang terhadap objek atau
aktifitas tertentu maka ia akan mempunyai minat yang besar
terhadap objek.misal: siswa senang terhadap pelajaran PAI maka
ia akan menaruh minat yang besar terhadap pelajaran tersebut
misalnya dengan memperhatikan pelajaran yang baik, banyak
membaca buku-buku PAI, senang bertanya dan lain-lain.
3. Nilai (value)
Menurut Krantwohl nilai seperti halnya sikap, nilai
sebagai tampilan dari pada sikap. Pendapat tersebut senada dengan
Milton Rokeach dan James Bank, yang dikutib oleh Cabib Thoha
dalam buku Kapita Selekta Pendidikan Islam, nilai adalah suatu
19Andi Mapiore, Psikologi Remaja, (Surabaya: Usaha Nasional, 1987), hal 62. 20Wayan Nur Kuncana dan Sumartana, Op.Cit.,hal 229 21W.S. Winkel D.J, Psikologis Pengajaran, (Jakarta: Gramedia, 1999), hal. 188. 22Whiterington,Psikologi Pendidikan, terj oleh: M. Buchori, (Jakarta: Aksana Baru,
1986) hal 135.
24
tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup kepercayaan
dalam yang mana seseorang bertindak atau menghindari suatu
tindakan atau mengenai sesuatu yang pantas dan tidak pantas untuk
dikerjakan.23 Begitu juga dengan Mansur Isna beliau mengartikan
nilai dengan sesuatu yang abstrak, ia ideal, nilai bukan benda
kongkret, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar salah yang
menurut pembuktian empirik melainkan soal penghayatan yang
disenangi dan tidak disenangi.24
Dari pendapat tersebut, bahwa sistem nilai dijadikan
kerangka acuan yang menjadikan rujukan cara berperilaku lahiriah
dan rohaniah manusia, Dalam hal ini nilai yang dijadikan sebagai
acuan Pendidikan Agama Islam adalah Nilai yang diajarkan Al
Quran dan hadist. Jika nilai dikaitkan dengan proses KBM siswa
mampu menghayati sebuah fenomena sehingga ia dapat
membedakan benar atau salah, baik buruk, dan mana yang lebih
penting dalam kehidupan manusia.
4. Apresiasi
Menurut Krant Wohl, apresiasi seperti halnya minat,
mungkin lebih banya perilaku sederhana sebagai manusian yang
memperhatikan kejadian dan tidak dapat merasa. Apresiasi sering
diartikan sebagai penghargaan terhadap suatu benda baik abstrak
maupun kongkret yang memiliki nilai luhur. Menutur Chaplin yang
dikutib oleh Muhibbin Syah, apresiasi berarti suatu pertimbangan
(Adjugment) mengenai arti penting atau nilai sesuatu.25 Dalam
proses KBM Apresiasi terlihat dari perilaku siswa menghargai
23Chabib Thoha M.A. Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1996), hal 60
24Mansur Isna.M.A, Diskursus Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Global Pustaka utama,2001), hal. 98
25Muhibbin Syah, M. Ed., Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Rosdakarya,1997), hal 121.
25
guru dan teman, menghargai waktu belajar dan tahu hal yang
penting dalam kehidupan.
5. Penyesuaian (Adjagment)
Penyesuaian menurut Krathwohl diartikan dengan
hubungan timbal balik dari satu aspek dari seseorang dengan orang
lain. Menurut Kartini Kartono penyesuaian diartiakan dengan
penguasaan yaitu kemampuan membuat rencana dan mengatur
respon sedemikian rupa sehingga dapat menguasai/menaggapi
segala macam konflik atau masalah.26 Dari definisi tersebut bahwa
pengusaan merupakan hasil aplikasi nilai dalam kehidupan sehari-
hari. Contoh siswa melakukan syariat agama berdasarkan konsep
Islam yang telah diperoleh dalam kehidupan sehari
26Kartini Kartono, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam, (Bandung:
Mandar Maju, 1989), hal 260-261.
26
skema
1.1 Awareness
1.2 Willingnes to
receive
1.0
R
ecev
ing
1.3
Controled or selected attention
2.
1 Acquescence in responding
2.
2
Willingness to respond
2.0
Res
dpon
ding
2.3
Satilfaction in response
3.1 Acceptance for a
value
3.2 Preference for a
value
3.0
Val
uing
3.3 commitment
4.1
Conceptualization of a value
4.0
Org
aniz
atio
n
4.2
Organization of a value sistem
5.1
Generalized set
5.0
Car
acte
rizat
ion
by
a va
lue
com
plex
5.2
Characterization
Sumber : David R. Krantwoh (hal.37)
adja
stm
ent
valu
e
attit
ude
apfr
ecia
tion
vite
rest
27
Telah disebutkan diatas bahwa ranah afektif meliputi 5 jenjang
kemampuan yakni receiving (menerima), responding (menjawab),
valuing (Menilai), Organisation (Organisasi) dan carakterization by a
value Complex (mengkarakterisasikan dengan suatu nilai atau
komplrewk nilai). Adapaun kata kerja operasional untyuk
merumuskan TIK atau kompetensi dasar yang mengukur jenjanng
kemampuan dalam ranah afektif. Sebagai berikut.27
1. Menerima/receiving: menanyakan, menjawab, menyebutkan,
memilih, mengidentifikasi, memberikan, mencandrakan,
mengikuti, menyeleksi, menggunakan.
2. Menjawab/responding: menjawab, melakukan, menulis, berbuat,
menceritakan, membantu, mendiskusikan, melaksanakan,
mengemukakan, melaporkan, menyambut, mendukung,
menyenangi dan sebagainya.
3. Menilai/valuing : menerima, membedakan, merubah, mempelajari,
menyeleksi, bekerja, membaca, menyalinkan, mengimani,
menekankan dan sebagainya.
4. Organisasi/Organization: Mengorganisasikan, menyiapkan,
mengatur, mengubah, membandingkan, mengintegrasikan,
memodifikasikan, menghubungkan, menyusun, memadukan,
menyelesaikan, mempertahankan dan sebagainya.
5. Karakterisasi dengan suatiu nilai atau komplel milai/carakterization
by a valui or valui komplex: menggunakan, mengubah perilaku,
berakhlak mulia, mempengaruhi, mendengarkian, melayani,
menunjukkan, membuktikan, memecahkan dan sebagainya.
27Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hal 188-190.
28
RANAH AFEKTIF
Tingkat/hasil
belajar
Ciri-cirinya
1. Receiving
2. Responding
3.Valuing
4.Organization
5.Chracterizati
on by oa
- Aktif menerima dan sesitif (tanggap)
dalam menghadapi gejala-gejala
(fenomena)
- Siswa sadar tetapi sikapnya pasif
terhadap simulus
- Siswa sedia menerima, pasif terhadap
fenomena tetapi sikapnya mulai aktif
- Siswa mulai selektif artinya sudah aktif
melihat dan memilih
- Bersedia menerima, menanggapi dan
aktif menyeleksi reaksi
- Sedia menanggapi dan merespon
- Puas dan menanggapi
- Sudah mulai menyusun/ memberikan
persepsi tentang obyek/fenomena
- Menerima nilai
- Memilih nilai/seleksi nilai
- Memilih ikatan batin (memilih
keyakinan terhadap nilai)
- Pemilikan sistem nilai
- Aktif mengkonsepsikan nilai dalam diri
- Mengorganisasikan sistem nilai
(menjaga agar nilai menjadi aktif dan
stabil)
- Menyusun berbagai macam sistem nilai
menjadi nilai yang mapan dalam
29
value or
value
complex
dirinya.
- Predisposisi nilai (terapan dan
pemilikan sestem nilai)
- Karakteristik pribadi, atau internalisasi
nilai, (nilai sudah menjadi bagian yang
melekat dalam pribadinya.)
Sumber : David Krantwohl,(ed) (1964)
3) Prinsip- prinsip Evaluasi
a. Evaluasi Afektif didasarkan atas tujuan tertentu; Setiap program
evaluasi kurikulum terarah untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan secara jelas dan spesifik. Tujuan tersebut akan mengarah
pada kegiatan sepanjang proses evaluasi dilaksanakan. Begitu juga
dengan tujuan evaluasi afektif yaitu untuk mengetahui internalisasi
nilai- nilai yang telah diajarkan pada siswa yang telah diajarkan
sehingga untuk mengetahui hal tersebut guru dapat menilai sikap,
minat, apresiasi, nilai dan penyesuaian pada siswa.
b. Evaluasi harus bersifat obyektif; Pelaksanaan dan hasil evaluasi harus
bersifat obyektif, berpijak pada apa adanya dan bersumber pada data
yang nyata dan akurat yang diperoleh melalui instrumen yang
terandal.
c. Evaluasi kurikulum bersifat komprehensif; Pelaksanakan evaluasi
mencakup semua dimensi atau aspek yang terdapat dalam ruang
lingkup penilaian afektif. Seluruh komponen harus mendapakan
perhatian dan pertimbangan yang sama dalam mengambil keputusan.
d. Evaluasi dilaksanakan dengan kooperatif; pelaksanaan evaluasi
merupakan tanggung jawab bersama pihak-pihak yang terlibat dalam
penilaian seperti guru, kepala sekolah, orang tua bahkan siswa. Semua
harus dapat bekerja sama dalam pelaksanaannya.
e. Evaluasi dilaksanakan secara efisien; Pelaksanaan evaluasi harus
memperhatikan faktor efisien khususnya dalam menggunakan waktu,
biaya, tenaga, dan instrumen sebagai penunjang.
30
f. Evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan; Evaluasi tidak hanya
dilaksanakan satu kali, dua kali saja namun secara terus menerus,
apalagi dalam penilai afektif yang menuntut proses perkembangan
siswa tentu tak luput dari pengamatan keseharian siswa.28
4) Materi penilaian afekif
Materi penilaian afektif, sama halnya dengan materi penilaian
kognitif cuma bedanya adalah penilaian kognitif ditekankan pada hafalah,
pemahaman, namun penilaian afektif difokuskan pada penerimaan nilai
nilai materi dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah
materi penilaian afektif, (berdasarkan pedoman khusus pengembangan
silabus dan penilaian mata pelajaran PAI 2004)
Mengamalkan ajaran Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari
a. Menerapkan akidah Islam dalam kehidupan sehari-hari
b. Melaksanakan syariah Islam dalam kehidupan sehari-hari
c. Menerapkan akhlak karimah dalam kehidupan sehari-hari
d. Memetik hikmah dari Tarih Islam untuk diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari.
5) Penilaian afektif siswa dalam pelajaran PAI
Berdasarkan tahapan-tahapan afektif diatas, meliputi 5 jenjang
kemampuan, maka hal inilah yang akan diukur dengan melihat sikap,
minat, apresiasi, nilai dan penyesuaian dengan bantuan kata operasional.
Dalam merumuskan kompetensi dasar atau TIK Penilaian afektif tidak
menuntut jawaban benar atau salah tetapi jawaban khusus sehingga
tentang dirinya mengenai minat, sikap, nilai, apresiasi dan penyesuaian.
Berkaitan dengan pelajaran PAI standart kompetensi yang diharapkan PAI
diantaranya menerapkan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari, hal
tersebut mengaharapkan pada siswa bahwa nilai-nilai akhlak mulia sudah
terorganisasi yang membentuk suatu karakter atau pedoman sehari-hari.
Untuk mengetahui standart kompetensi tersebut pada siswa melalui proses
28Oemar Hamalik, Evaluasi Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hal 13-14.
31
menerima, merespon, menilai, mengoraganisasi dan kararterisasi suatu
nilai dengan melihat sikap, minat, nilai, apresiasi dan penyesuaian pada
siswa.maka akan dibahas bab berikut ini
1. Penilaian sikap
Sikap akan memberi arah kepada pembuatan atau tindakan
seseorang, oleh sebab itu sikap dikatakan dengan predisposisi atau
kecenderungan untuk melakukan suatu respon sesuatu. Namun tidak
berarti nbahwa semua tindakan atau perbuatan seseorang identik
dengan sikap yang ada padanya. Siswa mungkin saja melakukan
perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan sikap yang sebenarnya.
Metode pengukuran sikap antara lain :quesioner, observasi,
intervie, dengan dibantu dengan skala sikap berikut ini.
Format lembar pengamatan sikap siswa dalam PAI
1) Format lembar pengamatan sikap siswa dalam PAI
No Indikator Sikap
Nama siswa
Ket
erbu
kaan
Ket
ekun
an
bela
jar
Ker
ajin
an
Teng
gang
rasa
Ked
ispl
inan
Ker
jasa
ma
Ran
ah d
enga
n te
man
Hor
mat
pad
a gu
ruK
ejuj
uran
Men
empa
ti ja
nji
kepe
dulia
n
Tang
gung
jaw
ab
Nila
i rat
a-ra
ta
1 2 3 4 5 6 7 8 Dst
Skor untuk masing-masing sikap diatas dapat berupa angka
akan tetapi pada tahap akhir skor tersebutdirata-rata dan dikonversikan
kedalam bentuk kualitatif. Skala dibuat dengan rentangan dari 1 s.d. 5.
Penafsiran angka-angka tersebut adalah sebagai berikut: 1= sangat
kurang ,2= kurang,3= cukup,4=baik dan 5=amat baik.
2. Penilai minat
32
Siswa yang menaruh minat pada suatu mata pelajaran
prestasinya akan tinggi sehingga minat sebagai pendorong kuat untuk
terlibat secara aktif dalam pelajaran tersebut. Begitu juga
sebaliknya.bila siswa kurang berminat dalam pelajaran tersebut maka
dalam mengikuti pelajaran sedikit sekali keterlibatan diri dalam
pelajaran tersebut.metode tes minat dapat digunakan dengan
observasi, interview, quesioner dan inventori.
Berikut ini penilaian minat siswa terhadap PAI.
Format penilaian minat siswa terhadap PAI
SKALA No Pertanyaan
SL SR JR TP
1.
2.
3.
4
.
5.
6
.
7
.8.
9
.
10.
Saya senang mengikuti pelajaran PAI
Saya rugi bila tidak mengikuti pelajaran
PAI
Saya merasa pelajaran PAI bermanfaat
Saya berusaha meyerahkan tugas tepat
waktu
Saya berusaha memahami pelajaran PAI
Saya bertanya kepada guru bila ada yang
tidak jelas
Saya mengerjakan soal-soal latihan
dirumah
Saya mendiskusikan materi pelajaran
dengan teman
Saya berusaha memiliki buku pelajaran
PAI
Saya berusaha mencari bahan di
perpustakaan
Jumlah
Ket : SL : Selalu, SR: Sering, JR : Jarang, TP : Tidak Pernah
33
Penilaian terhadap minat siswa dapat menggunakan skala
bertingkat, misalnya dengan rentangan 4-1 atau 1-4 tergantung arah
pertanyaannya. Misal jawaban sangat setuju diberi skor 4, sedangkan
sangat tidak setuju 1. Skor keseluruhannya diperoleh dengan
menjumlahkan seluruh skor butir pertanyaan/pernyataan. misalnya
instrumen untuk mengukur minat siswa terdiri atas 10 butir.Jika
rentangan yang dipakai 1-4, maka skor terendah adaalah 10 dan skor
tertinggi 40, jika dibagi 4 kategori maka skala 10-16 termasuk tidak
berminat,17-24 kurang berminat,25-32 berminat dan skala 33-40
sangat berminat.
3. Penilaian nilai
Penilaian nilai dilakakukan untuk mengukur nilai-nilai yang
terekam pada diri siswa terhadap pelajaran yang telah dilakukan.
Penilaian nilai adalah suatu yang abstrak sehingga susah sekali
dicapai. Untuk mengukur nilai sebagaimana pengukuran yang lainnya
dengan metode observasi, interview dan angket.
Format penilaian nilai pada siswa dalam pelajaran PAI.
No Pertanyaan SS S KS TS TSS
1
2
.
3
4
5
Menurut saya membaca buku
Pelajaran PAI itu penting
Saya tertarik berdiskusi dengan orang
lain
Pelajaran agama dapat merubah
perilaku yang benar
Ketenangan batinku tercipta ketika
saya menjalankan syariat agama
islam.
Dengan membaca Al-Quran batiku
terasa tenang.
dsb.
34
Ket: SS=Setuju Sekali, S=setuju, KS=Kutang Setuju, TS=Tidak Setuju,
TSS=Tidak Setuju Sekali
4. Penilaian Apresiasi.
Penilaian apresiasi siswa terlihat sikap siswa terhadap
penghargaan pada pelajaran, guru, teman dan sebagainya. Metode
yang digunakan yaitu observasi, interview dan angket.
Format Penilaian Apresiasi.
No Pernyataan SS S KS TS TSS
1
2
3
4
Saya selalu menghormati guru
ketika mengajar
Saya selalu mendengarkan apa yang
telah diterangkan guru
Saya selalu mengerjakan tugas
yang diperintah guru
Saya selalu berbuat baik pada teman
Dsb.
Ket :SS= Setuju Sekali, S= Setuju, KS= Kurang Setuju, TS=
Tidak Setuju, TSS= Tidak Setuju Sekali
5. Penilaian Penyesuaian
Penilaian dilakukan untuk mengetahui sejauh mana siswa
menerapakan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Penilaian
ini terlihat dari sikap siswa menghadapi permasalahan, mengerjakan
nilai-nilai keagamaan. Metode yang digunakan: observasi, interview
dan angket.
Format Penilaian Penyesuaian
No Pernyataan SL JR TP
1 Ketika tidak ada pelajaran (jam kosong) saya
35
2
3
4
selalu belajar sendiri
Saya berani mengunkapkan pendapat yang
berbeda dengan teman
Saya selalu mengerjakan sholat berjamaah.
Saya selalu mengerjakan shalat 5 waktu setiap
hari.dsb
Ket: SL= Selalu, JR= Jarang, TP= Tidak Pernah.
6) Teknik Evaluasi Aspek Afektif PAI
Keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar tidaklah selalu
dapat diukur dengan alat tes, sebab masih banyak aspek-aspek kemampuan
siswa yang sukar diukur secara kuantitatif dan obyektif. Seperti halnya
aspek afektif yang mencakup, sikap, kerajinan, tanggung jawab dan
sebagainya. Untuk mengukur aspek ini maka diperlukan alat penilai yang
sesuai dan memenuhi syarat. Pengukuran ranah afektif tidak melalui tes
sumatif yang selama ini berjalan, namun yang dilakukan sendiri oleh guru
terhadap perkembangan siswa. Adapun instrument penilaian aspek afektif
menggunakan teknik non tes yang meliputi : observasi kuesioner, chek-
list, wawancara, riwayat hidup. Untuk lebih jelas instrument tersebut maka
akan dijabarkan di bawah :
a. Observasi
Observasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap
siswa dengan memperhatikan tingkah lakunya.29 Dalam observasi guru
tidak perlu mengadakan komunikasi langsung dengan siswa. Observasi
dapat dilakukan dengan berbagai tempat misalnya dikelas, pada waktu
pelajaran, dihalaman sekolah pada waktu murid bermain-main,
dilapangan pada waktu murid olah raga, upacara, dan lain-lain. dalam
situasi tersebut guru agama dapatmengamati sikap anak didik yang
terkait dengan nilai-nilai keagamaan seperti bagaimana mereka
bergaul, bertatakrama, ditempat ibadah dan lain-lain.
29Ibid., hal. 96.
36
Untuk mencari data dalam observasi menurut Slamento
menggunakan check-list (daftar cek) dan skala penilaian.30 Check-list
atau daftar cek merupakan salah satu alat pedoman observasi yang
berupa daftar kemungkinan aspek tingkah laku yang sengaja dibuat
untuk memudahkan mengenai ada tidaknya aspek-aspek tingkah laku
tertentu pada seseorang akan dimulai. Begitu juga dengan skala
penilaian meng gambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap
suatu hasil, guru dapat menilai dengan hampir segala sesuatu dengan
skala, dengan maksud agar pencatatnya dapat obyektif, maka penilaian
terhadap kepribadiannya seseorang disajikan dalam bentuk skala.
Ada beberapa jenis skala yang dijadikan alat ukur sikap.31
1. Skala Likert
Skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan
diikuti lima respons yang menunjukkan tingkatan misal; sangat
setuju, setuju, ragu-ragu, kurang setuju, tidak setuju.Contoh:
Dilihat dari segi ajaran islam, melaksanakan solat tepat pada
waktunya itu baik,tetapi karena kita sebagai murid keadaan ini
tidak menjadi kewajiban:
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Kurang setuju
e. Tidak setuju
2. Skala Thurston
Skala ini dapat digunakan untuk mengukur sikap yang
bertkaitan dengan ideologi keyakinan terhadap agama yang
membutuhkan pertimbangan/argumen secara eksplisit dalam
menyatakan kesetujuan atau ketidak setujuan.
30Suaharsimi Arikunto, Op cit., hal. 27. 31Ibid., hal 179-180
37
Pernyataan yang diajukan kepada responden disarankan
oleh trustone kira-kira 10 butir tetapi tidak boleh kurang dari 5
soal. Contoh, Sikap seorang siswa ketika melakukan solat dapat
diungkapkan dalam pernyataan sebagai berikut;
1. Apakah berdoa kepada Allah dalam hati saja dan perasaan
kepasrahan yang tulus kepada-Nya.
2. Setiap kali saya berdoa kepada Allah Semangat hidup saya
muncul kembali.
3. Setiap kali saya bertdoa kepada Allah saya merasa terlepas dari
himpitan masalah.
4. Setiap kali saya berdoa kepada Allah selalu muncul perasaan
serba takut kepadaNya.
5. Setiap kali saya berdoa kepada Allah tidak ada sesuatu yang
aneh dalam diri saya.
6. Setip jkali saya berdoa kepada Allah yang saya inginkan adalah
kebesaran dan dan kekuasaan Allah.
7. Setiap saya berdoa kepadea Allah yang saya inginkan adalah
jangan sampai salah melafadkan lafadz doanya.
Pemberian skor terhadap tujuh pernyataan tersebut tidak
harus berkisar satu sampai tujuh, melainkan bisa jadi 3 sampai 19.
3. Skala Bagasdus
Skala ini sangat tepat untuk mengukur sikap seseorang
terhadap keyakinan/ kepercayaan atau ideology.dalam penyusunan
skala dengan mengunkapkan satu masalah melalui pernyataan-
pernyatan yang berangkat dari satu konsep.masing-masing
pernyataan diajukan memiliki kualitas yang berbeda. Contoh
penyusunan pernyataan tentang umat islam dalam berjuang
mempertahankan agama menggunakan konsep tunggal yakni,
Sebaik-baik jihad adalah dengan mengorbankan jiwa dan harta,
dengan pernyataan ;
38
a. Untuk menunjukkan kesetiaan kepada agama bagi seorang
muslim yang baik, jika ia sempat meluangkan sebagian
waktu,pikiran dan tenaganya untuk mengembangkan
agamanya.
b. Seorang muslim yang mencintai agamanya, akan meraseakn
prihatin bila persatuan dan kesatuan umat terkoyak-koyak.
c. Jika suatu saat untuk mempertahankan agama memerlukan
dukungan logistik yang besar, maka saya tidak keberatan untuk
mnemberikan selurus harta dan kekayaan saya demi kejayaan
agama.
d. Bagi saya belum disebut muslim sejati jika belum sanggup
gugur dimedan perjuangan untuk menegakkan agama.
e. Bagian tertinggi bagi seorang muslim jika nia dapat
menyerahkan harta untuk kepentingan agama.
4. Skala pilihan ganda
Skala ini bentuknya seperti soal pilihan gandaya itu suatu
pernyataan yangdiikuti oleh sejumlah alternatif pendapat. Contoh:
Apabila saya mengerjakan solat maka:
a. Dilaksanakan dengan khusuk tanpa menghiraukan yang lain
b. Dalam melaksanakan solat pikiran kemana-mana
c. Dalam keadaan terpaksa solat dengan melirik
d. Dalam keadaan solat sambil tersenyum.
b. Interview (wawancara)
Wawancara atau interview adalah suatu metode atau cara yang
digunakan untuk mendapatkan jawaban dengan responden atau siswa
dengan jalan tanya jawab sepihak.
Wawancara dapat dilakukan untuk dapat dilakukan 2 cara,
yaitu : interview bebas dan terpimpin. Interview bebas, yakni
responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya
tanpa dibatasi patokan-patokan oleh mengevaluasi. Sedangkan
wawancara terpimpin dimana siswa (responden) harus menjawab
39
dengan pertanyaan yang sudah tersusun terlebih dahulu oleh evaluator.
Untuk mengetahui sikap minat selain pengamatan juga wawancara
dengan siswa sebagai penguat. Pertanyaan wawancara bekisar tentang
akhlak /perrilaku siswa yang terkait dengan nilai-nilai
Islam.Wawancara bisa dilakukan ketika guru duduk-duduk santai
bersendau guru dengan siswa. Contoh pertanyaan wawancara;
1. Apakah kamu merasa senang dengan pelajaran PAI ?
2. Apakah kamu melaklsanakan solat satuhari 5 kali ?
c. Quesioner/angket
Quesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus di isi
oleh responden. Quesioner sering disebut dengan angket. Dengan
quesioner siswa dapat diketahui tentang keadaan diri, pengalaman,
pengetahuan sikap atau yang lainnya.
Quesioner dapat dilaksanakan secara langsung dan tidak
langsung, secara langsung jika siswa (responden) secara langsung
mengisi angket, namun secara tidak langsung Quesioner dikirim / di isi
bukan orang yang diminta keterangan namun orang yang bersangkutan
dengan responden.
Pertanyaan angket dilakukan untuk mendapatkan data yang
terkait dengan sikap dan minat siswa terutama dengan nilai-nilai
agama.Contoh angket
1. Saya mengikuti Pelajaran PAI karena
a. Ajakan teman
b. Pelajaran yang telah disediakan
c. Takut sama guru
d. Kesadaran sendiri
2. Saya membaca al-Quran setiap hari:
a. 1 kali
b. 2 kali
c. 3 kali
d. Tidak pernah
40
d. Riwayat Hidup
Gambaran tentang keadaan siswa selama dalam masa
kehidupannya. Dengan mempelajari riwayat hidup maka akan
dapat menarik kesimpulan tentang kepribadian, kebiasaan dan
sikap/akhlak hidupnya.
7) Langkah-langkah penilaian afektif
Instrumen non tes diatas digunakan untuk menilai aspek afektif
yaitu sikap dan minat terhadap pelajaran PAI. Teknik / langkah-langkah
pembuatan instrumen sikap dan minat antara lain:
a. Pilih ranah afektif yang akan dinilai missal: sikap atau minat.
b. Tentukan indikator minat misalnya: kehadiran kelas, banyaknya
bertanya, tepat waktu mengumpulkan tugas dan catatan buku rapi.
c. Pilih tipe skala yang digunakan misalnya skala Likert dengan empat
skala yaitu sangat senang sampai tidak senang, dari selalu sampai tidak
pernah.
d. Telaah instrument dengan teman sejawat
e. Perbaiki instrument
f. Siapkan inventori laporan diri.
g. Tentukan skor inventori.
h. Buat hasil analisis inventori skala minat dan sikap
8) Analisis instrumen
Sebelum instrumen digunakan, hendaknya dianalisis dahulu. Ada 2
model analisis yang dapat digunakan, yaitu analisis kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kuatitatif dilakukan dengan cara mengujicobakan
instrumen yang telah dianalisis secara kualitatif kepada sejumlah siswa
yang memiliki karakteristik yang sama dengan siswa yang akan diuji
dengan instrumen tersebut. Hasil uji coba bertujuan untuk melihat
karakteristik instrumen seperti kepekaan dan kesensitifan instrumen.
Untuk mengetahui efektifitas proses pembelajaran dapat dilakukan
dengan cara melihat karakterirtik butir instrumen dengan mengikuti acuan
criteria yang tercermin dari besarnya harga indeks sensitifitas. Hal ini
41
dapat diketahui manakala dilakukan tes awal /pretest dan setelah
pembelajaran/ posttest.
Indeks sensitivitas butir instrumen memiliki interval 1 sampai 1.
Indeks sensitivitas suatu butir soal (Is) ujian formatif sebagai berikut:32
Ix = RA - RB T
RA = Banyaknya siswa yang berhasil mengerjakan suatu butir
instrumen sesudah proses pembelajaran
RB = Banyaknya siswa yang berhasil mengerjakan suatu butir
instrumen sebelum proses pembelajaran
T = Banyaknya siswa yang mengikuti ujian.
Jika tidak ada tes awal, maka indeks sensitivitas dapat dilihat dari
besarnya tingkat pencapaiannya berdasarkan hasil tes akhir. Jika tingkat
pencapaian butir kecil (banyak siswa yang gagal) maka proses
pembelajaran tidak efektif, namun harus memperhatikan pula kualitas
butir secara kualitatis. Jika hasil analisis secara kualitatif sudah memenuhi
syarat, dapat diartikan bahwa rendahnya indeks kesukaran menunjukan
tidak efektifnya proses pembelajaran.
9) Evaluasi hasil penilaian
Evaluasi terhadap hasil belajar bertujuan untuk mengetahui
ketuntasan siswa dalam menguasai kompetensi dasar. Dari hasil evaluasi
tersebut dapat diketahui kompetensi dasar, materi atau indikator yang
belum mencapai ketuntasan, dengan mengevaluasi hasil belaja, guru
mendapatkan informasi untuk melakukan program perbaikan yang tepat.
Jika ditemukan sebagian besar siswa gagal perlu dikaji kembali apakah
instrumen penilaian terlalu sulit, apakah instrumen penilaian tidak sesuai
dengan indikatornya, ataukah cara pembelajaranya (metode, media,
tehnik) yang digunakan kurang tepat. Jika instrumen penilaiannya terlalu
32Departemen Pendidikan Nasional., Direktorat Jendral Pendidikan Menengah Umum,,
Kurikulum 2004 SMA (Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Pendidikan Agam Islam), 2003, hlm. 19
42
sulit maka perlu diperbaiki. Akan tetapi jika instrumen penilaian tidak
sulit, mungkin pemberlajarannya perlu diperbaiki dan seterusnya.
Hasil evaluasi afektif, misalnya minat dan sikap, apabila dari
sekian banyak siswa ternyata tidak berminat dengan substansi mata
pelajaran PAI, maka guru PAI harus mencari sebab-sebabnya. Perlu dikaji
dan dilihat kembali secara keseluruhan segala hal yang terkait dengan
pembelajaran PAI baik menyangkut metode, media maupun tehniknya.
10) Pelaporan hasil penilaian
Pelaporan hasil penilaian afektif bermanfaat untuk mengetahui
sikap dan minat siswa terhadap pelajaran PAI dan hasilnya dapat
dimanfaatkan untuk memperbaiki sikap dan minat siswa terhadap
pembelajaran PAI. Pelaporan afektif dilakukan secara kualitatif, misalnya
A (amat baik),B (baik), C (cukup). Pelaporan hasil penilaian ditujukan
pada siswa,orang tua,sekolah,dan masyarakat
1. Laporan untuk siswa dan orang tua
Laporan yang berisi catatan tentang siswa diusahakan dapat
memberikan informasi yang lengkap. Laporan yang dibuat guru untuk
siswa dan orang tua berisi catatan prestasi belajar siswa. Prestasi yang
dilaporkan tersebut dapat dilihat dalam buku lapor yang diisi dalam
setiap semester.
2. Laporan untuk sekolah
Laporan untuk sekolah untuk mengetahui catatan perkembangan
sisdwa yang ada didalamnya. Dengan demikian hasil belajar siswa
akan diperhatikan dan dipikirkan oleh pihak sekolah. Guru tidak
semata melaporkan prestasi siswa tetapi juga menyinggung problem
kepribadian mereka.
3. Laporan untuk masyarakat
Laporan untuk masyarakat pada umumnya berkaitan dengan jumlah
kelulusan sekolah. Setiap siswa telah lulus membawa bukti bahwa
mereka memiliki pengetahuan dan ketrampilan tertentu.
43