Upload
kopiko
View
515
Download
70
Embed Size (px)
Citation preview
I. PENDAHULUAN
A. Tujuan
a. Memahami karakteristik penguat daya push pull dengan transistor
komplementer.
b. Menganalisa karakteristik rangkaian penguat daya push pull baik tanpa beban
maupun dengan beban.
c. Menganalisa daya keluaran dan efisiensi dari rangkaian penguat daya push pull.
B. Dasar Teori
1. Rangkaian penguat daya
Secara etimologi, penguatan pada dasarnya berarti membuat menjadi lebih
kuat. Dalam bidang elektronika yang dimaksud dengan penguatan yaitu
memperkuat amplitude dari suatu sinyal. Terdapat dua tipe penguatan utama,
yaitu :
1. Penguat tegangan yaitu penguat yang menguatkan tegangan dari sinyal
masukan.
2. Penguat arus yaitu penguat yang menguatkan arus dari sinyal masukan.
3. Penguat daya yaitu kombinasi dari penguat tegangan dan penguat arus.
Meskipun pada kenyataannya semua penguat adalah penguat daya karena
tegangan tidak akan ada tanpa adanya daya kecuali jika impedansinya tak
terhingga.
Efisiensi dari penguat daya didefinisikan sebagai perbandingan dari daya
yang diterima beban dengan daya yang diberikan oleh catu daya.
Rangkaian penguat, terutama untuk sinyal besar, dibedakan menjadi:
Kelas A
Penguat kelas A merupakan penguat yang titik kerja efektifnya
setengah dari tegangan VCC penguat. Agar penguat kelas A dapat
bekerja atau berfungsi sebagai mana mestinya, maka penguat kelas A
memerlukan bias awal yang menyebabkan penguat dalam kondisi siap
untuk menerima sinyal. Karena hal ini maka penguat kelas A menjadi
penguat dengan efisiensi terendah namun dengan tingkat distorsi (cacat
sinyal) terkecil.
Sistem bias penguat kelas A yang populer adalah sistem bias
pembagi tegangan dan sistem bias umpan balik kolektor. Melalui
perhitungan tegangan bias yang tepat, maka kita akan mendapatkan titik
kerja transistor tepat pada setengah dari tegangan VCC penguat. Penguat
kelas A cocok dipakai pada penguat awal (pre amplifier) karena
mempunyai distorsi yang kecil.
Kelas B
Penguat kelas B merupakan penguat yang prinsip kerjanya
berdasarkan tegangan bias dari sinyal input yang masuk. Titik kerja
penguat kelas B berada dititik cut-off transistor. Dalam kondisi tidak ada
sinyal input maka penguat kelas B berada dalam kondisi OFF dan baru
bekerja jika ada sinyal input dengan level diatas 0.6 Volt (batas tegangan
bias transistor).
Penguat kelas B mempunyai efisiensi yang tinggi karena baru
bekerja jika ada sinyal input. Namun dengan adanya batasan tegangan
0.6 Volt maka penguat kelas B tidak akan bekerja jika level sinyal input
dibawah 0.6 Volt. Hal ini menyebabkan distorsi (cacat sinyal) yang
disebut distorsi cross over, yaitu cacat pada persimpangan sinyal sinus
bagian atas dan bagian bawah.
Kelas AB
Penguat kelas AB merupakan penggabungan dari penguat kelas A
dan penguat kelas B. Penguat kelas AB diperoleh dengan menggeser
sedikit titik kerja transistor sehingga distorsi cross over dapat
diminimalkan. Titik kerja transistor tidak lagi di garis cut-off namun
berada sedikit diatasnya.
Penguat kelas AB merupakan kompromi antara efisiensi dan fidelitas
penguat. Dalam aplikasinya penguat kelas AB banyak menjadi pilihan
sebagai penguat audio.
Kelas C
Penguat kelas C mirip dengan penguat kelas B, yaitu titik kerjanya
berada di daerah cut-off transistor. Perbedaan antara penguat kelas B dan
penguat kelas C adalah pada penguat kelas C hanya perlu satu transistor
untuk bekerja normal tidak seperti kelas B yang harus menggunakan dua
transistor (sistem push-pull). Hal ini karena penguat kelas C khusus
dipakai untuk menguatkan sinyal pada satu sisi atau bahkan hanya
puncak-puncak sinyal saja.
Penguat kelas C tidak memerlukan fidelitas, yang dibutuhkan adalah
frekuensi kerja sinyal sehingga tidak memperhatikan bentuk sinyal.
Penguat kelas C dipakai pada penguat frekuensi tinggi. Pada penguat
kelas C sering ditambahkan sebuah rangkaian resonator LC untuk
membantu kerja penguat. Penguat kelas C mempunyai efisiensi yang
tinggi sampai 100 % namun dengan fidelitas yang rendah.
2. Rangkaian push pull
Pada system penguatan, rangkaian penguat kelas A memiliki efisiensi yang
terbilang kecil, akan tetapi hasil penguatan kelas A hanya mengalami sedikit
distorsi sehingga hasil penguatan kelas A mengalami cacat sinyal yang minim.
Dalam rangka untuk mendapatkan efisiensi hasil penguatan yang tinggi, maka
dalam rangkaian push pull, pada umumnya digunakan penguat kelas B dan kelas
AB. Konfigurasi push pull memungkinkan setengah periode sinyal positif dan
setengah periode sinyal negatif muncul di terminal output.
Pada penguat kelas B, transistor akan aktif hanya bila tegangan AC menyala,
karena tegangan bias DC nya mendekati nol atau titik kerja mendekati daerah
cut off.
Cara kerja konfigurasi push pull
Terdapat beberapa macam konfigurasi push pull yang bisa digunakan.
Diantaranya adalah dengan menggunakan transistor komplementer. Pada
konfigurasi ini, digunakan dua buah transistor yang berbeda (pnp dan npn).
Salah satu transistor akan aktif saat tegangan input AC bernilai positif sehingga
akan menguatkan sinyal setengah periode bernilai positif sedangkan transistor
kedua tidak aktif. Pada setengah periode berikutnya, tegangan input AC bernilai
negatif sehingga transistor pertama tidak aktif dan transistor kedua aktif.
Transistor kedua akan menguatkan setengah periode tegangan input AC yang
bernilai negatif. Maka, pada terminal output akan didapatkan sinyal tegangan
output yang gelombang penuh hasil penguatan dari gelombang input.
Konfigurasi push pull dengan transistor komplementer
Keunggulan penguat kelas B dibandingkan dengan penguat kelas A antara
lain:
Daya keluaran lebih besar, dalam orde watt hingga sepuluh watt.
Efisiensi daya lebih besar.
Rugi daya pada saat tidak ada isyarat dapat diabaikan.
Kekurangan penguat kelas B:
Distorsi harmonis dapat lebih besar.
Catu tegangan harus mempunyai regulasi yang tinggi.
Terdapat crossover distortion.
Distorsi pada penguat push-pull dapat disebabkan oleh:
Ketidaksesuaian sifat kedua transistor yang digunakan.
Ketidaklinieran transfer karakteristik kedua transistor.
Ketidaklinieran input karakteristik kedua transistor akibat adanya
tegangan threshold pada terminal base-emitter transistor, yang disebut
crossover distortion.
Crossover distortion
Dalam rangka mencegah terjadinya cacat silang (Cross Over Distortion),
maka digunakanlah penguat kelas AB, yaitu titik lengang berada dekat dengan
daerah cut-off, sehingga pada saat tegangan input masih bernilai nol, sudah ada
bias tegangan yang dapat menembus threshold voltage transistor. Untuk itu,
dapat digunakan dioda, karena dioda mempunyai threshold voltage yang
besarnya sama dengan threshold voltage pada transistor. Pemasangan dioda
memungkinkan keberadaan bias tegangan yang dapat menembus nilai threshold
voltage saat tegangan inputnya masih bernilai nol.
Pengunaan dioda untuk menghasilkan bias tegangan
II. ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini:
a. 2 buah transistor pnp jenis Fcs 9012
b. 1 buah transistor npn jenis Fcs 9013
c. 1 buah dioda jenis D1N4148
d. Resistor:
1. R1 = 12 kΩ
2. R2 = 68 kΩ
3. R3 = 47 kΩ
4. R4, R5 = 270 Ω
5. R6 = 100 Ω
6. R7 = 10 Ω
7. R8, R9 = 1,2 Ω
8. RL = 18 Ω (2 buah)
e. Kapasitor:
1. C1 = 1 μF
2. C2 = 10 μF
3. C3 = 1000 μF
f. Papan rangkaian / Bread Board
g. Kabel sebagai Jumper
h. Papan PS 445
i. Function Generator / AFG
j. Osiloskop / CRO
k. Multimeter
III. GAMBAR RANGKAIAN DAN ANALISA
Berikut ini merupakan rangkaian penguat daya push pull dengan transistor
komplementer.
Transistor Q1 berfungsi untuk menguatkan tegangan sedangkan dioda berfungsi
untuk memberikan bias tegangan saat tegangan input AC masih bernilai nol untuk
mengurangi efek crossover distortion.
a. Pengujian tegangan dan arus ideal penguat daya tanpa beban
Pada percobaan ini supply yang kita gunakan adalah supply DC dan juga
pengukuran dilakukan tanpa menggunakan beban (RL). Oleh karena kapasitor
tidak melewatkan sinyal DC, maka kapastor bisa dianggap sebagai open circuit
sehingga analisisnya bisa lebih mudah.
Pada bagian ini, akan dihitung tegangan Vo dan arus yang terbaca pada
ampermeter. Tegangan output pada rangkaian ini akan bernilai 0 karena tegangan
Vo terhalang oleh kapasitor, yang menghambat tegangan DC, sehingga tegangan
pada terminal output akan bernilai 0.
b. Pengujian tegangan Ssatis penguat daya dengan beban R 9 Ohm
Dalam percobaan ini, digunakan beban RL sebesar 9 ohm, yang mana
dipasang dengan memparalel dua resistor 18 ohm. Akan tetapi pemasangan beban
tidak akan berpengaruh terhadap besaran-besaran yang terukur pada bagian
sebelumnya, karena beban terpasang setelah kapasitor yang menghambat arus DC,
sehingga beban tidak dilewati arus atau dapat diabaikan. Pada eksperimen ini,
akan dihitung beberapa nilai tegangan pada rangkaian, yaitu pada titik-titik yang
dicetak miring pada gambar.
Rangkaian transistor sebelah kiri adalah rangkaian voltage divider bias.
Karena rangkaiannya cukup kompleks, beberapa pendekatan dapat diambil untuk
mempermudah perhitungan. Resistor R8 dan R9 sangat kecil (1 ohm), maka dapat
didekati dengan rangkaian short circuit. Resistor R7 (10 ohm) juga sangat kecil
sehingga drop tegangannya pun kecil.
Persamaan yang berlaku:V D−V B=V diode
V B+V BE 2=V o
V C−V BE 3=V o
V E1≈ V ground
c. Pengujian input dan output maksimum dengan perubahan Vss dan RL
Pada konfigurasi ini, terminal input rangkaian pada gambar 6 dihubungkan
dengan AFG (Function Generator) sebagai sumber tegangan input AC yang akan
dikuatkan dayanya. Akan digunakan middle frequency yaitu 1000 Hz untuk
menghindari efek kapasitif dari transistor (frequency response). Beban akan
divariasi, yaitu 18 ohm atau 9 ohm. Nilai tegangan sumber DC Vss juga akan
divariasi dan diukur nilainya dengan bantuan multimeter. Kita akan mengamati
bentuk dan nilai tegangan output pada terminal output dengan bantuan CRO pada
saat tegangan output tepat akan terpancung.
Untuk mempermudah analisis, beberapa pendekatan diambil diantaranya
dengan menganggap R8 dan R9 short circuit. Rangkaian equivalen AC bisa
didapat dengan menghubung singkat sumber tegangan DC Vss. Seharusnya, untuk
analisis AC, kapasitor akan mempunyai impedansi:
X= 12 πfC
Untuk nilai frekuensi kerja ini, maka, nilai impedansi masing-masing
kapasitor adalah:X1=159,2357 oh m
X2=15,92357 oh m
X3=0,159236 oh m
Nilai yang hanya dalam orde ohm ini membuat drop tegangan kapastor sangat
kecil sehingga kapasitor dapat dianggap short circuit untuk frekuensi kerja 1 kHz.
Sesuai grafik pada arus kolektor sebagai fungsi dari tegangan kolektor-emitter
dan load line pada gambar di bawah, dapat disimpulkan bahwa untuk tegangan
maksimum yang mungkin adalah:
Load Line Analysis
V out−max=V CC
I DC−max=V CC
RL
d. Pengujian perolehan daya dan efisiensi
Pada konfigurasi ini, sebelum dihubungkan ke port input, function generator
dihubungkan terlebih dahulu ke resistor Rs bernilai 1,5 K seperti pada gambar.
Rangkaian Penguat Daya dengan Hambatan Sumber Rs
Pada konfigurasi ini, nilai tegangan V input akan berbeda dengan tegangan
sumber function generator Vs karena ada drop tegangan. Percobaan dilakukan
beberapa kali dengan variasi tegangan output saat terpancung, saat maksimum,
dan untuk beberapa nilai peak to peak tertentu.
Fokus utama kita pada bagian ini adalah tentang daya keluaran, daya masukan,
dan efisiensi dari rangkaian penguat daya ini. Karena itu, analisis akan lebih
ditekankan pada perhitungan daya output dan efisiensinya. Daya input adalah
daya yang harus kita suplai untuk menguatkan tegangan input AC, dalam hal ini
adalah daya dari sumber tegangan Vcc. Daya output adalah daya keluaran yang
muncul di terminal output, yang akan kita gunakan nantinya. Efisiensi adalah
rasio keduanya. Berlaku persamaan:Pi=V cc . I DC
Po=V o(rms)
2
RL
η=Po
Pi
x100 %
IV. HASIL PENGUJIAN
Semua hasil pengukuran diukur relative terhadap ground. Dalam hal ini, terminal
hitam multimeter akan berada pada ground (potensial 0 volt).
a. Pengujian tegangan dan arus ideal penguat daya tanpa beban
Vo = 4,03 volt
I DC = 7,91 mA
b. Pengujian tegangan statis penguat daya dengan beban 9 ohm
Vss = 9,03 volt
VA = 6,84 volt
VB = 4,69 volt
VC = 3,4 volt
VD = 3,93 volt
VO = 4,03 volt
VE1 = 0,25 volt
VE2 = 4,02 volt
VE3 = 4,01 volt
c. Pengujian input dan output maksimum dengan perubahan Vss dan RL
Vss
(volt)
RL(Ohm) Vout
mak
(Vpp)
Input
mak
(Vpp)
I DC
(mA)
Gambar Gelombang
5,5 9 4,26 mV 0,23 3,15
18 9 mV 0,21 3,13
7,5 9 0,6 V 0,177 16,45
18 0,67 V 0,177 13,94
9 9 2,6 V 0,88 71,3
18 2,72 V 0,88 56,9
d. Pengujian perolehan daya dan efisiensi
Vout Vs
(Vpp)
V input
(Vpp)
I DC
(mA)
Gambar gelombang
Saat
terpancung
5,3 1,76 74
Saat
maksimum
3,6 1,23 51
5 Vpp 3,3 1,19 44
3 Vpp 2,22 0,7 24
1 Vpp 0,93 0,38 17,3
V. ANALISA HASIL PENGUJIAN
a. Pengujian tegangan dan arus ideal penguat daya tanpa beban
Vo = 4,03 volt
I DC = 7,91 mA
b. Pengujian tegangan statis penguat daya dengan beban 9 ohm
Vss = 9,03 volt
VA = 6,84 volt
VB = 4,69 volt
VC = 3,4 volt
VD = 3,93 volt
VO = 4,03 volt
VE1 = 0,25 volt
VE2 = 4,02 volt
VE3 = 4,01 volt
Analisa percobaan 1 dan 2
Sesuai dengan persamaan pada analisa gambar rangkaian sebagai berikut:V D−V B=V diode
V B+V BE 2=V o
V C−V BE 3=V o
V E1≈ V ground
Untuk nilai dari V diode, VBE2 dan VBE3, merupakan nilai threshold voltage dari
semikonduktor penyusun diode dan transistor, atau biasa kita sebut dengan knee
voltage. Untuk jenis diode dan transistor yang kita pakai, bahan semikonduktor
penyusun dari diode dan transistor tersebut adalah silicon. Sehingga voltage knee
nya adalah 0,7 Volt. Sehingga persamaanny menjadi seperti di bawah ini:
V D−V B=0,7 volt
V o−V B=0,7 volt
V C−V o=0,7 volt
V E1≈ 0
Sedangkan jika melalui perhitungan didapat hasil seperti di bawah ini:V D−V B=−0,76 volt=V diode
V o−V B=−0,66 volt=V BE 2
V C−V o=−0,63 volt=V BE 3
V E1≈ 0,25 volt
Dari hasil di atas dapat kita lihat bahwa antara nilai hasil perhitungan dan nilai
hasil analitis tidak jauh berbeda. Perbedaannya adalah pada tanda negative dari
hasil perhitungan, hal ini dikarenakan kita menggunakan potensial 0 Volt sebagai
ground.
Arus yang melewati dioda dapat dicari dengan:
I D=V C−V D
R 6=−0,0053 A=−5,3 mA
Arus yang lewat R5 dapat dicari dengan:
I 5=V B−V A
R 5=−0,00796 A=−7,96 mA
Arus yang keluar dari transistor dua adalah I B2 = 1,13 mA. Arus yang lewat di
R4 adalah:
I 4=V A−V SS
R 4=−0,00811 A=−8,11 mA
Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh nilai hfe yaitu 4,05. Sehingga kita dapat
menghitung nilai IC2 dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:I C 2=hfe ¿ I B2=−0,01079 A=−10,785 mA
Dengan menggunakan hokum kirchoff arus, maka kita dapat menghitung arus
yang disuplai sumber tegangan DC dengan persamaan sebagai berikut:I DC=I 4+ I C 2=−18,8961 mA
Nilai arusnya negatif dikarenakan kita menggunakan DC 0 Volt sebagai ground.
Jika kita gunakan DC 9 volt sebagai ground, akan didapat nilai IDC = 18,8961 mA.
Disamping itu nilai ini juga jauh berbeda dengan hasil pengukuran menggunakan
multimeter. Hal ini mungkin disebabkan oleh multimeter yang tidak dalam
keadaan baik, sehingga terjadi error dalam pengukuran.
c. Pengujian input dan output maksimum dengan perubahan Vss dan RL
Vss
(volt)
RL(Ohm) Vout
mak
(Vpp)
Input
mak
(Vpp)
I DC
(mA)
Gambar Gelombang
5,5 9 4,26 mV 0,23 3,15
18 9 mV 0,21 3,13
7,5 9 0,6 V 0,177 16,45
18 0,67 V 0,177 13,94
9 9 2,6 V 0,88 71,3
18 2,72 V 0,88 56,9
Nilai tegangan output akan bervariasi dengan nilai beban. Dengan semakin
besarnya nilai hambatan beban maka akan semakin besar tegangan output, karena
tegangan berbanding lurus dengan hambatan. Hal ini pun sesuai dengan hasil
pengamatan untuk empat nilai Vss yang berbeda untuk masing-masing RL. Akan
tetapi terjadi anomali saat menggunakan supply 5,5 volt, dimana tegangan
keluaran justru lebih kecil dibandingkan tegangan input. Hal ini mungkin
dikarenakan tegangan supply 5,5 volt belum memenuhi syarat kerja dari transistor
yang kita gunakan. Sehingga keluarannya pun menjadi tidak maksimal.
Selain itu bisa kita amati bahwa untuk nilai Vss yang kecil, tegangan output
mengalami crossover distortion yang diakibatkan oleh threshold voltage pada
terminal basis-emitter transistor. Untuk bisa membuat arus mengalir pada
transistor, tegangannya harus lebih besar dari threshold voltage. Jika tidak, maka
transistor masih berada pada kondisi cut off. Untuk mengurangi efek distorsi ini
dapat kita gunakan dioda. Berikut ini merupakan gain tegangan dari hasil hasil
percobaan:
AV= V out maxV input max
=¿
Untuk beban 9 ohm:
Vss = 5,5 V => AV=0,018522
Vss = 7,5 V => AV=3,389831
Vss = 9 V => AV=2,954545
Untuk beban 18 ohm:
Vss = 5,5 V => AV=0,042857
Vss = 7,5 V => AV=3,785311
Vss = 9 V => AV=3,090909
d. Pengujian perolehan daya dan efisiensi
Vout Vs
(Vpp)
V input
(Vpp)
I DC
(mA)
Gambar gelombang
Saat
terpancung
5,3 1,76 74
Saat
maksimum
3,6 1,23 51
5 Vpp 3,3 1,19 44
3 Vpp 2,22 0,7 24
1 Vpp 0,93 0,38 17,3
Dari hasil di atas, teramati bahwa tegangan V input lebih kecil tegangan
sumber Vs karena terjadi drop tegangan pada hambatan Rs. Analisa ini konsisten
dengan seluruh hasil pengukuran untuk 5 macam nilai tegangan output pada tabel.
Kita dapat menghitung daya input, daya output, dan efisiensi rangkaian untuk
tiga buah nilai tegangan output yang diketahui, yaitu 5 Vpp, 3 Vpp, dan 1 Vpp.
Kita juga dapat menggunakan hasil pada bagian sebelumnya untuk menghitung
nilai daya pada saat tegangan output terpancung maksimum.
Berikut ini adalah persamaan untuk menghitung daya input, daya output, dan
efisiensi rangkaian:Pi=V ss . I DC
Po=V out maks2
RL
η=Po
Pi
x100 %
Untuk Vout saat maksimum, kita bisa menggunakan data Vout maks saat Vss
9 Volt pada percobaan sebelumnya:Po=0,751111watt
Pi=0,459 watt
η=163,6408 %
Untuk Vout = 5 VppPo=0,347222 watt
Pi=0,396 watt
η=87,68238 %
Untuk Vout = 3 VppPo=0,125 w att
Pi=0,216 watt
η=57,87037 %
Untuk Vout = 1 VppPo=0,013889 watt
Pi=0,1557 watt
η=8,920288 %
Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa rangkaian penguat daya push pull
dengan transistor komplementer ini memiliki nilai efisiensi yang terbilang tinggi,
bahkan ada yang mencapai nilai di atas 100 %. Karena itulah rangkaian penguat
daya ini sering disebut rangkaian large signal amplifier, karena nilai arus,
tegangan, dan dayanya memang relatif lebih besar. Atau ada kemungkinan juga
bahwa untuk Vout saat maksimum, terjadi kesalahan pengukuran sehingga nilai
yang terbaca terlalu besar.
VI. KESIMPULAN
Prinsip kerja push pull secara umum:
Saat tegangan input AC bernilai positif untuk setengah periode gelombang
yang pertama, salah satu transistor aktif, dan penguatan terjadi sedangkan
transistor yang lain tidak aktif
Saat tegangan input AC bernilai negatif untuk setengah periode gelombang
yang kedua, transistor yang tadinya tidak aktif menjadi aktif, sedangkan yang
tadinya aktif menjadi tidak aktif sehinnga dapat melengkapi sinyal gelombang
yang telah dikuatkan selama setengah periode pertama
Sifat threshold voltage pada terminal basis-emitter transistor sering
mengakibatkan distorsi bentuk pada tegangan output yang disebut crossover
distortion, karena tegangan input harus menembus threshold voltage terlebih
dahulu sebelum transistor bisa bekerja.
Untuk mengurangi distorsi, bisa digunakan dioda yang mampu memberikan
voltage bias yang berlawanan polaritas dengan threshold voltage transistor
sehingga tegangan input AC tidak perlu melawan tegangan transistor.
Tegangan output dibatasi oleh sumber tegangan DC. Jika lebih besar, maka
tegangan output akan terpancung.
Daya input adalah daya yang disuplai sumber tegangan DC untuk mengaktifkan
sifat transistor.
Daya output adalah daya keluaran AC pada terminal output yang akan digunakan.
Efisiensi daya untuk penguat push pull tinggi, hingga mencapai hampir 50 % pada
hasil pengukuran dan 78,5 % secara teori.
VII. LAMPIRAN (Jawaban Pertanyaan dan Laporan Sementara)
1. Idioda = I6 = -5,3 mA
I5 = -7,96296 mA
I4 = -8,11111 mA
IB2 = -2,66296 mA
IC2 = -10,785 mA
IDC = -18,8961 mA
I8 = I9 = -8,33 mAPo max=0,751111watt
2. Fungsi dari C1, Q1 dan diode:
a. C1 berfungsi sebagai blocking capacitor yang berfungsi memblok tegangan
DC dari sumber tegangan Vss sehingga tidak mempengaruhi sumber tegangan
input AC maupun rangkaian di luar terminal input.
b. Q1 berfungsi untuk menguatkan tegangan input AC untuk kemudian
diteruskan ke stage penguat push pull transistor 2 dan 3.
c. Dioda digunakan sebagai penghasil bias tegangan untuk melawan threshold
voltage pada transistor sehingga crossover distortion dapat dikurangi dan
bentuk tegangan input mendekati sinusoidal sempurna seperti tegangan
inputnya.
3. Beberapa jenis penguat daya diantaranya:
Kelas A
Penguat kelas A merupakan penguat yang titik kerja efektifnya setengah dari
tegangan VCC penguat. Agar penguat kelas A dapat bekerja atau berfungsi
sebagai mana mestinya, maka penguat kelas A memerlukan bias awal yang
menyebabkan penguat dalam kondisi siap untuk menerima sinyal. Karena hal ini
maka penguat kelas A menjadi penguat dengan efisiensi terendah namun dengan
tingkat distorsi (cacat sinyal) terkecil.
Sistem bias penguat kelas A yang populer adalah sistem bias pembagi
tegangan dan sistem bias umpan balik kolektor. Melalui perhitungan tegangan
bias yang tepat, maka kita akan mendapatkan titik kerja transistor tepat pada
setengah dari tegangan VCC penguat. Penguat kelas A cocok dipakai pada
penguat awal (pre amplifier) karena mempunyai distorsi yang kecil.
Kelas B
Penguat kelas B merupakan penguat yang prinsip kerjanya berdasarkan
tegangan bias dari sinyal input yang masuk. Titik kerja penguat kelas B berada
dititik cut-off transistor. Dalam kondisi tidak ada sinyal input maka penguat kelas
B berada dalam kondisi OFF dan baru bekerja jika ada sinyal input dengan level
diatas 0.6 Volt (batas tegangan bias transistor).
Penguat kelas B mempunyai efisiensi yang tinggi karena baru bekerja jika ada
sinyal input. Namun dengan adanya batasan tegangan 0.6 Volt maka penguat
kelas B tidak akan bekerja jika level sinyal input dibawah 0.6 Volt. Hal ini
menyebabkan distorsi (cacat sinyal) yang disebut distorsi cross over, yaitu cacat
pada persimpangan sinyal sinus bagian atas dan bagian bawah.
Kelas AB
Penguat kelas AB merupakan penggabungan dari penguat kelas A dan penguat
kelas B. Penguat kelas AB diperoleh dengan menggeser sedikit titik kerja
transistor sehingga distorsi cross over dapat diminimalkan. Titik kerja transistor
tidak lagi di garis cut-off namun berada sedikit diatasnya.
Penguat kelas AB merupakan kompromi antara efisiensi dan fidelitas penguat.
Dalam aplikasinya penguat kelas AB banyak menjadi pilihan sebagai penguat
audio.
Kelas C
Penguat kelas C mirip dengan penguat kelas B, yaitu titik kerjanya berada di
daerah cut-off transistor. Perbedaan antara penguat kelas B dan penguat kelas C
adalah pada penguat kelas C hanya perlu satu transistor untuk bekerja normal
tidak seperti kelas B yang harus menggunakan dua transistor (sistem push-pull).
Hal ini karena penguat kelas C khusus dipakai untuk menguatkan sinyal pada satu
sisi atau bahkan hanya puncak-puncak sinyal saja.
Penguat kelas C tidak memerlukan fidelitas, yang dibutuhkan adalah frekuensi
kerja sinyal sehingga tidak memperhatikan bentuk sinyal. Penguat kelas C dipakai
pada penguat frekuensi tinggi. Pada penguat kelas C sering ditambahkan sebuah
rangkaian resonator LC untuk membantu kerja penguat. Penguat kelas C
mempunyai efisiensi yang tinggi sampai 100 % namun dengan fidelitas yang
rendah.
Kelas D
Kelebihan dari penguat kelas D terletak pada efisiensinya, dalam keadaan
ideal efisiensi dari penguat kelas D bisa mencapai 100%. Akan tetapi pada
kenyataannya nilai efisiensi tersebut turun hingga nilai 90-95%. Hal ini
disebabkan oleh ketidak idealan komponen yang digunakan dan juga proses
konversi dari PWM menjadi gelombang sinusoidal pada bagian akhir dari penguat
kelas D. Efisiensi 90-95% ini bisa didapatkan karena proses penguatan sinyal
hanya dilakukan pada sinyal-sinyal tertentu sesuai kebutuhan.
Power amplifier kelas D cocok digunakan sebagai power amplifier untuk
audio dengan sistem low tone seperti halnya power untuk subwoofer, karena
keluaran sinyal audio untuk nada menegah (vokal) dan tinggi (treble) pada
penguat kelas D tidak bagus.
Kelas E
Seperti halnya penguat kelas C, penguat kelas E juga memerlukan rangkaian
resonansi LC dengan transistor yang hanya bekerja kurang dari setengah duty
cycle. Perbedaan antara penguat kelas C dengan penguat kelas E adalah wilayah
kerjanya. Penguat kelas C bekerja pada daerah aktif (linier). Sedangkan penguat
kelas E, bekerja sebagai switching seperti halnya penguat kelas D. Biasanya
transistor yang digunakan adalah transistor jenis FET. Dengan digunakannya
transistor jenis FET (MOSFET/CMOS), penguat ini menghasilkan output yang
lebih efisien dan cocok untuk sistem yang memerlukan drive arus besar namun
dengan arus input yang sangat kecil. Oleh karena efisiensinya yang baik, yakni
bisa mencapai 100% dan juga penguat kelas E dapat disederhanakan ke dalam
sebuah chip IC, maka penguat kelas E sering diterapakan pada peralatan transmisi
mobile dengan antena sebagai rangkaian resonansinya.
Kelas F
Penguat kelas F merupakan hasil pengembangan dari penguat kelas E.
Susunan rangkaian penguat kelas F lebih kompleks jika dibandingkan dengan
penguat kelas E. Dalam kondisi ideal, penguat kelas E dan penguat kelas F sama-
sama memilik efisiensi 100%, namun saat kondisi ideal tersebut tidak tercapai,
efisiensi dari penguat kelas F lebih tinggi dibandingkan dengan penguat kelas E.
Penguat kelas F meningkatkan efisiensi dengan cara menghilangkan
komponen genap gelombang harmonik dari sinyal input untuk menghasilkan
sinyal kotak. Dengan didapatkannya sinyal kotak maka transistor akan berada
pada kondisi saturasi atau cut-off lebih lama dan dapat menjalankan fungsinya
sebagai switch dengan lebih baik.
Kelas G
Kelas G termasuk ke dalam kategori penguat analog. Tujuan dari penguat
kelas G adalah untuk meningkatkan efisiensi dari penguat kelas B/AB. Pada kelas
B/AB, tegangan supply hanya ada satu pasang yang sering dinotasikan sebagai
+VCC dan –VEE misalnya +12V dan –12V (atau ditulis dengan +/-12volt). Pada
penguat kelas G, tegangan supply disusun secara bertingkat atau disebut dengan
rail switching. Selain untuk meningkatkan efisiensi, tujuan dari teknik penyusunan
secara rail switching ini juga untuk mengurangi tingkat disipasinya. Dengan
menggunakan teknik rail switching ini, energi yang terbuang dari tegangan
keluaran transistor akan berkurang.
Kelas H
Pada dasarnya penguat kelas H merupakan pengembangan dari penguat kelas
G. Jika pada penguat kelas G menggunakan tegangan supply tetap yang disusun
secara bertingkat, maka pada penguat kelas H menggunakan tegangan supply
variable (dapat berubah-ubah sesuai kebutuhan). Sehingga tidak perlu lagi
menggunakan metode rail switching. Hal inilah yang menyebabkan efisiensi dari
penguat kelas H lebih tinggi jika dibandingkan dengan penguat kelas G. Namun
untuk penerapan dalam rangkaiannya pun akan menjadi lebih kompleks dan rumit.
Kelas T
Penguat kelas T merupakan amplifier digital dengan menggunakan teknologi
yang disebut Digital Power Processing. Seperti halnya penguat kelas D, penguat
kelas T juga menggunakan konsep modulasi PWM dengan switching transistor
serta filter. Jika pada penguat kelas D, proses sebelumnya adalah pengolahan
dalam bentuk analog, maka pada penguat kelas T, proses sebelumnya adalah
pengolahan dengan memanipulasi bit-bit digital. Dalam penguat kelas T terdapat
audio prosesor dengan proses umpanbalik yang juga digital untuk koreksi waktu
tunda dan fasa. Akibat prinsip kerjanya yang berada dalam proses digital, maka
sinyal keluaran dari penguat kelas T lebih tahan terhadap noise sehingga
gelombang keluarannya menjadi lebih jernih.
4. Perbedaan antara masing-masing penguat antara lain:
a. Periode tegangan output dikuatkan
b. Posisi titik kerja (Q-point)
c. Efisiensi daya
d. Gain tegangan
e. Gain arus