20
1.4 Pengolahan Air limbah Secara Anaerob Proses pengolahan air limbah secara anaerob dipandang oleh banyak ahli (Speece, 1996; Lettinga dkk, 1997) sebagai metoda-inti teknologi EPRP (Environmental Protection and Resource Preservation) dan merupakan teknologi berkelanjutan (Sustainable Technology). Kelebihan konsep pengolahan air limbah secara anaerobik dibandingkan dengan metoda konvensional aerob adalah sebagai berikut : proses berlangsung stabil, mengurangi biaya penangaan lumpur yang terbentuk, mengurangi biaya kebutuhan nitrogen dan fosfor, mengurangi kebutuhan luas lahan untuk instalasi, menghemat energi, mengurangi pencemaran udara off-gas, menghindari terjadinya busa untuk limbah yang mengandung surfaktan, mendegradasi zat organik yang tidak dapat diolah secara aerob, mengurangi tingkat toksisitas dari senyawa organik- terklorinasi, memungkinkan pengolahan limbah dari senyawa yang bersifat musiman. Kelebihan-kelebihan tersebut diterangkan lebih lanjut pada Speece (1996). Walaupun memiliki kelebihan- kelebihan, sistem anaerob memiliki pula beberapa kelemahan. Sebagai contoh, ada beberapa keadaan yang tidak cocok untuk proses anaerob yaitu diantaranya :

Pengolahan Air Limbah Secara Anaerob

Embed Size (px)

DESCRIPTION

proses pengolahan air secara anaerob

Citation preview

Page 1: Pengolahan Air Limbah Secara Anaerob

1.4 Pengolahan Air limbah Secara Anaerob

Proses pengolahan air limbah secara anaerob dipandang oleh banyak ahli

(Speece, 1996; Lettinga dkk, 1997) sebagai metoda-inti teknologi EPRP

(Environmental Protection and Resource Preservation) dan merupakan teknologi

berkelanjutan (Sustainable Technology).

Kelebihan konsep pengolahan air limbah secara anaerobik dibandingkan

dengan metoda konvensional aerob adalah sebagai berikut :

proses berlangsung stabil,

mengurangi biaya penangaan lumpur yang terbentuk,

mengurangi biaya kebutuhan nitrogen dan fosfor,

mengurangi kebutuhan luas lahan untuk instalasi,

menghemat energi,

mengurangi pencemaran udara off-gas,

menghindari terjadinya busa untuk limbah yang mengandung surfaktan,

mendegradasi zat organik yang tidak dapat diolah secara aerob,

mengurangi tingkat toksisitas dari senyawa organik-terklorinasi,

memungkinkan pengolahan limbah dari senyawa yang bersifat musiman.

Kelebihan-kelebihan tersebut diterangkan lebih lanjut pada Speece (1996). Walaupun

memiliki kelebihan-kelebihan, sistem anaerob memiliki pula beberapa kelemahan.

Sebagai contoh, ada beberapa keadaan yang tidak cocok untuk proses anaerob yaitu

diantaranya : apabila temperatur limbah relatif rendah (< 20 oC), limbah memiliki

kandungan organik yang relatif rendah, limbah tidak memiliki alkalinitas yang

mencukupi atau baku mutu BOD untuk keluaran sangat rendah (< 20 mg/L).

Keuntungan lain prose anaerobik dibandingkan proses aerobik dapat dilihat pada tabel

5.9.

Tabel 5.9 Perbandingan Neraca Karbon dan Energi antara Proses Aerobik dan Anaerobik

Neraca Proses Aerobik Proses AnaerobikKarbon 50% diubah menjadi biomassa dan 50%

menjadi CO2

95% diubah menjadi biogas dan 5% menjadi biomassa

Energi 60% disimpan dalam jumlah besar pada sel baru yang terbentuk dan 40% hilang sebagai panas

Hampir 90% energi dalam zat organik diperoleh kembali dalam biogas, 5-7 % digunakan untuk pertumbuhan sel dan 2-5 % dibuang sebagai panas

(Sumber : Sahm, 1984)

Page 2: Pengolahan Air Limbah Secara Anaerob

Penggunaan pengolahan air limbah secara anaerobik lebih lanjut pada masa

mendatang akan semakin meluas, hal ini sebagian disebabkan oleh penerapan

teknologi reaktor anaerobik yang makin baik dan penggunaan bioreaktor

berkecepatan tinggi (high-rate bioreactor) merupakan kunci suskses dari proses

anaerob.

Penerapan teknologi anaerob dalam mengolah air limbah, pada saat ini telah

atau akan mencakup :

hampir semua jenis air limbah industri : larut atau sebagian larut; konsentrasi

tinggi atau rendah; kompleks atau sederhana,

limbah domestik, baik skala kecil maupun besar,

limbah agroindustri.

Contoh-contoh industri skala nyata yang telah menggunakan proses aerob : etanol,

gula, bir, asam sitrat, selulosa, industri makanan, enzim, pengolahan ikan, pengolahan

daging, pemotongan hewan, pengolahan susu, farmasi, kelapa sawit, pengolahan

karet, pati, pengalengan sayuran/buah-buahan, ragi, kertas dan pulp dan lain-lain.

Proses anaerob dapat diintegrasikan dengan proses biologis (aerob), fisika

atau kimia. Perkembangan tersebut diperlukan untuk memenuhi baku mutu

lingkungan yang makin ketat, meningkatkan efisisensi sistem dan untuk pengambilan

kembali (recover) produk yang bermanfaat.

Pada proses anaerobik, mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang dengan

mengubah zat organik air limbah menjadi gas metana dan CO2 tanpa kehadiran

oksigen. Proses anaerobik umumnya digunakan untuk mengolah air limbah dangan

BOD diatas 4000 mg/l.

5.4.1 Biokimia dan Mikrobiologi Proses Anaerobik

Degradasi zat organik pada proses anaerobik merupakan proses mikroba yang

rumit. Degradasi zat organik terdiri dari beberapa reaksi berurutan yang saling

tergantung dan paralel. Proses tersebut melibatkan berbagai macam mikroorganisme

dan menghasilkan rantai makan mikroba pada 3 grup trofik yang berbeda (gambar

5.8) yang terdiri dari : mikroorganisme hidrolitik, mikroorganisme asidogenesa,

mikroorganisme metanogenesa.

1. Grup trofik 1 : Mikrorganisme Hidrolitik (MH)

Zat organik kompleks tidak dapat digunkaan langsung sebagai substrat oleh sel

untuk pertumbuhan dan pembentukan produk tanpa melewati proses hidrolisa.

Page 3: Pengolahan Air Limbah Secara Anaerob

Pada proses hidrolisa zat organik kompleks akan terhidrolisa menjadi produk

terlarut dan diubah menjadi molekul yang lebih kecil yaitu senyawa orgnaik yang

sederhana agar dapat melewati membran sel. Mikrorganisme yang berfungsi

menghidrolisa bahan-bahan organik kompleks (karbohidrat, protein, dan lipid)

menjadi molekul organik sederhana (format, etanol, asetat, laktat, propionate,

butirat) dan CO2 serta gas H2 disebut Mikroorganisme Hidrolitik (MH). Reaksi

fermentasi terpenting dari MH, Mikroorganisme Asidogenesa (MA) dan

Mikroorganisme Metanogenesa (MM) disajikan pada tabel 5.10.

2. Grup trofik 2 : Mikroorganisme Asidogenesa (MA)

Zat organik sederhana produk dari hasil hidrolisa digunakan sebagai sumber

karbon dan energi oleh mikroorganisme untuk melangsungkan proses

asidogenesa. Mikroorganisme yang berperan dalam proses asidogenesa disebut

Mikroorganisme Asidogenesa (MA). Produk akhir dari proses asidogenesa adalah

asam volatil rantai pendek seperti asam asetat, format, bikarbonat dan H2.

3. Grup trofik 3 : Mikroorganisme Metanogenesa (MM)

Mikroorganisme metanogenesa adalah grup trofik akhir yang terpenting dalam

sistem anaerobik. MM tak dapat menggunakan hasil fermentasi grup trofik 1 yang

mempunyai atom karbon lebih dari 2 atom untuk pertumbuhannya maupun untuk

produksi metana. MM menggunakan sumber energi sederhana seperti: asetat, CO2

dan H2 atau format untuk menghasilkan metana.

Sebagian besar MM dalam sistem anaerobik memerlukan substrat khusus untuk

pertumbuhannya dan dapat dikelompokkan ke dalam:

a. Aceticlastic methanogens yang menggunakan asam asetat sebagai substratnya

membentuk metana.

b. Hydrogen utilizing bacteria (bakteri pengguna H2) yang dapat sebagian

mengoksidasi alcohol seperti etanol atau isopropanol menjadi asam asetat dan

aseton. Asetat yang dihasilkan kemudian digunakan untuk membentuk metana

(Widel dan Wolfe, 1986).

Tabel 5.10 Reaksi Fermentasi Sistem Anaerobik (Tanpa kehadiran Sulfat dan Nitrat)Reaktan Produk Hr

Page 4: Pengolahan Air Limbah Secara Anaerob

Reaksi Total : C6H12O6 + 3 H2O -403,6Reaksi Parsial :

Mikroorganisme Hidrolilitik (MH)C6H12O6 + 2 H2O 2 etanol + HCO3

- + 2 H+ -225,4C6H12O6 2 laktat- + 2 H+ -198,1C6H12O6 + 2 H2O butirat- + 2 HCO3

- + 3 H+ + 2 H2 -254,4C6H12O6 3 asetat- + 3H+ -310,6C6H12O6 + HCO3

- + H2O suksinat2- + asetat- + format- + 3 H+ -1443 laktat- 2 propionat- + asetat- + HCO3

- + H+ -164,82 laktat- + 2 H2O butirat- + 2 HCO3

- + H+ + 2 H2 -56,2Mikroorganisme Asidogenesa (MA)

Etanol + 2 HCO3- asetat- + 2 format- + H2O + H+ +7,0

Etanol + H2O asetat- + 2 H2 + H+ +9,6Laktat- + 2 H2O asetat- + 2 H2 + HCO3

- + H+ -3,96Butirat- + 2 H2O 2 asetat- + 2 H2 + H+ -48,1Benzoat- + 6 H2O 3 asetat- + 3 H2 + CO2 + 2 H+ +53,0Suksinat- + 4 H2O asetat- + 2 HCO3

- + 3 H2 + H+ +56,1Propionat- + 3 H2O asetat- + HCOO3

- + 3 H2 + H+ +76,1Mikroorganisme Metanogenesa (MM)

asetat- + H2O CH4 + HCO3- -31,0

4 H2 + HCO3- + H+ CH4 + 3 H2 -135,6

4 HCO2 + H+ + H2O CH4 + 3 HCO3- -130,4

(Sumber : Tahurer, 1977)

Pada sistem anaerobik lebih dari 60% metana berasal dari asetat dan 30%

samapi 40% metana dihasilkan dari reduksi CO2. Jadi Aceticlastic methanogens

memainkan peranan penting dalam pembentukan metana. Aceticlastic methanogens

yang utama adalah Methanosarcina dan Methanochaeta (Methanothrix) yang

pertumbuhannya relatif lambat yaitu sekitar 24 jam untuk penggandaannya.

Aceticlastic methanogens dapat mudah terhambat oleh mikroorganisme pengguna H2

yang waktu penggandaannya hanya 1 sampai 4 jam. Dengan demikian pembentukan

metana dapat terhambat bila terjadi akumulasi H2. Mempertimbangkan hal ini maka

tekanan H2 harus dijaga relatif rendah.

Page 5: Pengolahan Air Limbah Secara Anaerob

CO2 Zat Organik Kompleks

Laktat

I. Mikroorganisme Hidrolitik

Format H+

Etanol Propionat Butirat

II. Mikroorganisme Asidogenesa

III. Mikroorganisme Metanogenesa

Asetat H2Format

CH4 HCO3-

CO2

Tahap Hidrolisa

Tahap Asidogenesa

Tahap Metanogenesa

Gambar 5.8 Mekanisme Penguraian Zat Organik Secara Anaerobik

Page 6: Pengolahan Air Limbah Secara Anaerob

5.4.2 Faktor-faktor Lingkungan yang mempengaruhi Kinerja Anaerobik

1. Komposisi Air limbah

Mikroorganisme anaerobik tidak hanya mendegradasi karbohidrat, protein

dan lipid, tetapi juga beberapa senyawa petrokimia seperti benzoate, asam phtalat,

asam glutarat, gliserol (Sahm, 1984). Senyawa aromatic yang lebih kompleks

dapat didegradasi menjadi metana misalnya : pembentukan metana dari vanillin,

asam ferulat, phenol dan 4-hidroksi benzoate. Saat ini nampaknya hanya sedikit

senyawa organik yang tak dapat diuraikan oleh mikroorganisme anaerobik, yaitu

lignin, n-parafin, dan beberapa plastik.

Pemecahan zat organik secara langsung dihubungkan dengan produksi metana.

Dari 1 kg COD yang terdegradasi, kira-kira terbentuk metana 350 L. Buswell dan

Mueller mengembangkan persamaan untuk menghitung produksi metana dan CO2

dalam biogas dari penentuan komosisi kimia limbah yang terdegradasi :

CnHaOb + (n - a/b - b/2) H2O (n/2 – a/8 + b/4) CO2 + (n/2 + a/8 –b/4) CH4

Persamaan tersebut menunjukkan kandungan metana dalam biogas

dikorelasikan langsung dengan tahap oksidasi zat organik air limbah. Sebagai

contoh jika alcohol diubah menjadi biogas, maka gas akan mengandung metana

sekitar 75%. Jika karbohidrat yang digunakan maka kandungan metana berkisar

50%. Untuk limbah agro industri, konsentrasi metana yang dapat dihasilkan dari

substrat karbohidrat yaitu sekitar 50%, dari asam lemak 68% dan dari protein

70%. Konsentrasi metana yang teramati dari prakteknya jauh lebih tinggi dari

perhitungan di atas, karena ada bagian dari CO2 yang bereaksi pada fase cair.

Pada umumnya 85-95% COD keluaran air limbah agro industri dapat

terbiodegradasi secara anaerobik, seperti ditunjukkan oleh neraca karbon (gambar

5.9).

Pada gambar 5.9 terlihat bahwa lebih dari 80% karbon diubah menjadi biogas

dan hanya 5-10% digunakan untuk produksi biomassa. Sintesa biomassa tertinggi

terjadi pada air limbah karbohidrat, sedangkan sintesa lebih rendah pada limbah

asam lemak dan protein (Weiland, 1988).

Page 7: Pengolahan Air Limbah Secara Anaerob

Anaerobic Reactor100 %

80 -90

%

Carbon in influentCarbon in effluent

Carbon in anaerobicsurplus sludge

5 - 10%

5 - 15%

Carbon in biogas

Gambar 5.9 Neraca Karbon Untuk Proses Biometanasi

Pertumbuhan bakteri selain memerlukan karbon dan sumber energi juga

membutuhkan garam-garam organik untuk sintesa material. Massa sel bakteri

(dasar kering) mengandung : 54% karbon, 20% oksigen, 10% hidrogen, 12%

nitrogen, 2% fosfor, 1% sulfur dan sisanya sodium, kalium, kalsium, magnesium,

beberapa trace element seperti besi, mangan, molybdenum, Zn, Cu, Ni, dsb.

Scherer, dkk (1980) menunjukkan bahwa pertumbuhan mikroorganisme

metanogenesa, Methanosarcina barkeri tergantung pada Co dan molybdenum.

Schoheit, dkk (1978) menemukan bahwa pertumbuhan Methanobacterium

thermautotrophicum tergantung pada nikel. Pembentukan sel 1 gram berat kering

memerlukan sekitar 150 nmol nikel. Nikel umumnya diperlukan untuk

mikroorganisme metanogenesa. Hal ini disebabkan karena MM mengandung

kofaktor Tetrapyrole nikel, F430 yang terlibat dalam pembentukan metana (Sahm,

1984).

Air limbah biasanya mempunyai nutrien mikro dan nutrien makro. Idealnya

untuk proses anaerobik kandungan C : N : P = 700 : 5 : 1 (Sahm, 1984) atau 580 :

7 : 1 (Malina, dkk, 1992). Pada umumnya air limbah industri tak mencukupi

kebutuhan nutriennya dan harus ditambah dari luar sistem. Proses anaerobik

umumnya membutuhkan trace element yang lebih bervariasi dibandingkan sistem

aerobik. Penambahan mikro nutrien (Fe, Ni, Co, Mo) pada sistem anaerobik

seringkali merupakan kunci yang penting terutama selama tahap adaptasi (Iza,

1984).

Page 8: Pengolahan Air Limbah Secara Anaerob

Sulfat diamati oleh beberapa peneliti merupakan penghambat bagi MM.

Beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan hal tersebut :

Sulfat Reducing Bacteria (SRB) dapat mendominasi MM di dalam substrat.

Hal ini dihubungkan dengan fakta bahwa sedikit energi bebas yang berlebih

dilepas selama reduksi sulfat disbanding selama reduksi CO2 menjadi metana.

Penghambatan MM oleh sulfida yang terbentuk selama reduksi sulfat. Sulfat

sendiri tidak cukup toksik untuk menyisihkan MM, kecuali jika konsentrasi

sulfida yang larut melebihi 200 mg/l, maka aktivitas MM akan sangat

terhambat. Hanya sulfida terlarut yang menunjukkan toksisitas, karena

terdapat dalam sel. Logam berat akan membentuk endapan yang sukar larut

dengan sulfida, penambahan logam seperti besi memberikan kemudahan

mengurangi konsentrasi sulfida terlarut. Sulfida juga data dirubah sebagai gas

H2S karena itu sulfida yang larut tergantung pada pH cairan dan komposisi

gas.

Logam-logam berat bersifat toksik bagi populasi mikroorganisme anaerobik pada

konsentrasi yang sangat rendah. Toksisitas hanya mnyangkut ion logam bebas,

karena itu toksisitas sangat bergantung pada anion kompleks dan pengendapan

anion. Hal tersebut menyebabkan pembentukan garam sulfida menjadi penting,

karena logam berat sulfida sangat sukar larut. Solubilitas sulfida dari 3,7 x 10-19

untuk FeS sampai 8,5 x 10-45 untuk CuS. Kira-kira untuk mengendapkan logam

berat diperlukan 0,5 mg sulfida per mg logam berat. Jika sulfida yang terjadi

secara alami tak cukup mencegah toksisitas logam berat, sulfida ditambahkan

dalam bentuk ferro sulfat. Sulfida yang berlebihan akan dikeluarkan sebagai besi

sulfida. Jika penambahan logam berat masuk reaktor, logam-logam tersebut akan

menarik sulfida dari besi karena besi sulfida adalah logam berat yang paling

mudah larut. Selama pH di atas 6,4 maka besi akan diendapkan sebagai besi

karbonat, dengan demikian mencegah terjadinya toksisitas besi terlarut. Tabel

5.11 menyajikan konsentrasi logam berat terlarut yang dapat menghambat proses

anaerobik.

Tabel 5.11 Konsentrasi Logam Berat Terlarut yang Dapat Menghambat Pada Reaktor Anaerobik

Kation Perkiraan konsentrasi (mg/L)Fe++ 1 – 10Zn++ 10-4

Cd++ 10-7

Cu+ 10-12

Page 9: Pengolahan Air Limbah Secara Anaerob

Cu++ 10-16

Kloroform dan halogen lain merupakan penghambat bagi MM. Pada konsentrasi

kira-kira 1 mg/l. Detergen pada konsentrasi 15 mg/l menyebabkan kesulitan pada

reaktor anaerobik. Antibiotik monensin yang digunakan untuk aditif makanan

ternak menyebabkan reduksi metanogenesa pada konsentrasi 1 g/l.

Untuk mencegah kegagalan proses anaerobik diperlukan identifikasi penghambat

MM pada tahap awal. Parameter yang biasanya digunakan sebagai indikator

penghambat.

Penurunan yield metana. Pada keadaan normal, yield metana sekitar 0,34-0,36

m3 CH4 per kg COD yang tersisihkan pada 35oC atau 0,91 – 0,93 m3 CH4 per

karbon organik yang diubah.

Kenaikan konsentrasi asam volatil pada keadaan normal lebih kecil dari 150

mg/l dalam reaktor. Kenaikan konsentrasi asam volatil di atas 500 mg/l

menunjukkan laju pembebanan organik terlalu tinggi atau sistem telah

terhambat. Kecenderungan naiknya konsentrasi asam propionate adalah

indikator yang baik bahwa MA telah terhambat.

2. Temperatur

Laju reaksi proses biologi sanagt tergantung pada temperatur. Kenaikan

temperatur, yang relatif dekat dengan rentang temperatur optimum, akan

meningkatkan laju pertumbuhan spesifik mikroorganisme (Grady dan Lim, 1980).

Reaksi katalis secara biologi menunjukkan tiga daerah temperatur, yaitu :

temperatur minimum (reaksi paling lambat yang mungkin terjadi), temperatur

optimum (laju reaksi maksimum) dan temperatur maksimum (pada temperatur

yang lebih tinggi tak akan terjadi reaksi lagi). Temperatur ini tergandung pada

jenis mikroorganisme, yaitu ada yang disebut psicrophilic (optimum pertumbuhan

< 20oC), mesophilic (optimum pertumbuhan 20 – 45oC) dan termophilic

(optimum pertumbuhan > 45oC).

Laju reaksi Mm sangat tergantung pada temperatur. Laju reaksi akan

bertambah dengan kenaikan temperatur di atas 10oC. Dua kondisi optimum terjadi

pada temperatur dekat 35oC untuk mikroorganisme mesophilic (33oC- 42oC)

(Stamps, 1989), dan antara 55-60oC untuk termophilic (Stamps, 1989 ; Malina dan

Page 10: Pengolahan Air Limbah Secara Anaerob

Difilippo, 1971). Pada temperatur 70oc atau di atasnya laju pertumbuhan MM

akan turun.

MM pengguna asetat yaitu Methanosarcina yang bersifat termophilic disebut

sebagai MethanosarcinaTM-1, dapat pula tumbuh pada temperatur lain, karena

asetat sangat baik terdegradasi menjadi biogas pada 60oC. Sampai sekarang semua

MM lainnya digambarkan sebagai tipe mesophilic. Walaupun kenyataan bahwa

produksi gas lebih banyak diperkirakan diperoleh pada rentang thermophilic,

namun sangat jarang dilakukan.

Karena memerlukan energi yang besar untuk menjaga reaktor pada temperatur

yang tinggi. Selain itu mikroorganisme thermophilic sangat sensitif terhadap

perubahan kondisi lingkungan disbanding mikroorganisme mesophilic.

Sistem anaerobik sebaiknya dioperasikan pada temperatur yang dijaga

konstan. Fluktuasi ini tidak boleh melebihi 2oC per hari (Mossey, 1980).

Temperatur yang konstan diperlukan karena perbedaan kelaukan dari tiga grup

trofik. MA lebih cepat menyesuaikan terhadap perubahan kondisi daripada MM.

Hal tersebut menyebabkan akumulasi produk asam-asam organik. Akibatnya akan

terjadi ketidakseimbangan yang dapat menjurus pada kegagalan proses.

Mempertimbangkan hal tersebut maka temperatur yang seragam lebih penting

daripada menjaga temperatur yang memberikan laju maksimum.

3. Hubungan pH dan Asam Volatil

Pertumbuhan mikroorganisme proses anaerobik sangat dipengaruhi pH. Hal

ini akan berpengaruh pada produksi gas metana. MM pengguna hidrogen sangat

sensitif terhadap perubahan pH. Pada umumnya pertumbuhan MM akan terjadi

pada rentang yang relatif dekat dengan pH optimum.

Proses konversi anaerobik pada umumnya beroperasi optimal pada ph

mendekati netral. Pada pengamatan salah satu spesies MM dalam digester, rentang

pertumbuhan menunjukkan pH dari 6,5 hingga 7,7 (Grady dan Lim, 1980).

Rentang pH optimal pada pengolahan air limbah adalah pada pH 6 hingga 8. Hal

ini disebabkan MM mempunyai pH optimum 6 hingga 8 untuk pertumbuhannya.

Penyimpangan dari kondisi pH optimum antara lain disebabkan oleh umpan

dari substrat, produksi yang berlebihan dan akumulasi dari produk asam atau basa

seperti asam-asam lemak organik.

Page 11: Pengolahan Air Limbah Secara Anaerob

Percobaan dilakukan dengan mengamati pengaruh substrat yaitu format

terhadap MM pengguna hidrogen. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa MM

hampir seluruhnya terhambat pada pH di bawah 6,2. Aktivitas mikroorganisme

hidrogen menurun pada pH sedikit asam (6,3 hingga 6,6). Beberapa masalah

akan timbul bila pH turun di bawah 6,5 (Sahm, 1984). Hal ini disebabkan asam-

asam lemak berakumulasi menyebabkan turunnya pH. Ketika pH mencapai 4,5

maka tak ada gas metana yang diproduksi, karena pada pH 4,5 MM yang mungkin

rusak tak dapat diperbaiki lagi.

Gangguan ph biasanya ditandai dengan kenaikan asam-asam volatil secara

mencolok kesetimbangan dapat dikembalikan dengan cara merduksi laju umpan

reaktor beberapa hari atau dengan penambahan senyawa-senyawa alkali seperti

Ca(OH)2. Konsentrasi asam-asam volatil dan alkalinitas selama proses anaerobik

tergantung konsentrasi dan komposisi air limbah. Pada air limbah yang lebih encer

maka asam volatil dan alkalinitas relatif lebih rendah disbanding air limbah yang

lebih pekat. Maka dari itu rasio antara asam-asam volatil dan alkalinitas menjadi

kriteria terbaik untuk menilai kestabilan sistem. Rasio total asam volatil sebagai

asam asetat dibanding alkalinitas sebagai CaCO3 disarankan lebih kecil dari 0,1

(Sahm, 1984).

5.4.3 Bioreaktor Anaerob dan Penerapannya

Beberapa sistem pengolahan air limbah yang memenfaatkan proses anaerobik

disajikan pada gambar 5.10. Reaktor saringan anaerobik (Anaerobic Filter Reactor)

mirip dengan saringan percik aerobik. Lapisan biomassa tumbuh pada permukaan

medium penunjang dengan aliran air dapat dari atas atau bawah. Proses kontak

anaerobik reaktor mirip dengan sistem lumpur aktif, terdiri dari sebuah reaktor

kemudian diikuti dengan tangki pengendap (clarifier) dan sebagian dari lumpur

dibalikkan ke dalam reaktor. Reaktor unggun-terfluidisasi anaerobik (anaerobic

fluidize-bed reactor) menggunakan pasir sebagai media penunjang pertumbuhan

mikroorganisme. Aliran dari bawah ke atas, sehinggga bioparticle (pasir + lapisan

luar mikroorganisme) berada dalam keadaan terfluidisasi. Upflow Anaerobik-Sludge

Blanket (UASB) agak mirip dengan unggun terfluidisasi, hanya saja tidak diperlukan

media penunjang. Mikroorganisme anaerobik membentuk gumpalan (floc) yang

menyerupai selimut (blanket).

Page 12: Pengolahan Air Limbah Secara Anaerob

Pada umumnya, reaktor unggun-terfluidisasi adalah sistem yang paling efisien,

tetapi juga paling mahal. Tabel 5.13 memperlihatkan kinerja (performance) reaktor

unggun terfluidisasi dengan reaktor saringan dan UASB untuk air limbah dengan

konsentrasi 13.700 mg COD/l yang berasal dari pabrik kertas.

Efisiensi pengurangan COD untuk proses anaerobik berkisar antara 85-90%.

Tetapi yang perlu dicatat adalah aliran masuk ke dalam reaktor mengandung COD

yang tinggi, sehingga aliran keluar belum memenuhi standar yang ada, untuk itu

diperlukan pengolahan lebih lanjut, misalnya dengan proses aerobik. Penggunaan

sistem anaerobik pada pengolahan limbah industri disajikan pada tabel 5.12.

Page 13: Pengolahan Air Limbah Secara Anaerob

Wastewater

Effluentrecycle

Effluent

Offgas

Packed Bed

Anaerobic FilterReactor

Anaerobic ContactReactor

Fluidized-BedReactor

Wastewater

Fluidized bed (sand)

Offgas

Effluent

Effluentrecycle

Wastewater

Offgas

Degasifier

Effluent

Clarifier

Solid recycle

Wastewater

Offgas

Effluent

Sludge blanket

Upflow AnaerobicSludge Blanket

(UASB)

Gambar 5.10 Berbagai Jenis Reaktor Yang Digunakan Untuk Mengolah

Air Limbah Secara Anaerobik

Tabel 5.12 Penggunaan Proses Anaerobik dalam Skala Industri

Page 14: Pengolahan Air Limbah Secara Anaerob

Wastewater Contact

UASB FB / EB AF DSFF

Page 15: Pengolahan Air Limbah Secara Anaerob

Alcohol distillery + + + + +Beet sugar +

Brewery + +

Cellulose condensate +

Chemical + +

Citric acid + +

Confectionery +

Domestik sewage + + +

Enzyme manufacture +

Fish processing +

Guar gum +

Landfill leachate + + +

Meat processing + +

Milk processing / cheese production

+ + + +

Organic acids + +

Paper mill +

Pharmeceutical + +

Pectin factory +

Pig manure + + +

Potato processing + +

Slaughterhouse +

Soft drink bottling + + +

Starch processing + + +

Surge factory +

Thermal sludge liquor + + +

Vegetable canning + + +

Yeast + + +

Tabel 5.13 Kinerja Reaktor Unggun Terfluidisasi Dengan Reaktor Saringan dan UASB Untuk Limbah Pabrik Kertas

Anaerobik reaktorAnaerobik Filter Upflow Anaerobik

Sludge blanketFluidized bed

Hydraulic retention time, s 1,0 2,9 0,35Organics loading, kg

COD/m3-s10 - 15 4 - 5 35 - 48

Organics removed, % :CODBOD

7777

8788

8889

Methane generated, m3/kg COD removed 0,31 0,28 0,35

Suspended solids, mg/L :Feed

Effluent33195

56238

29110

Basis : Paper mill foul condensate, COD = 13.700 mg/L