22
i PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK) DI PROVINSI BENGKULU Drs. Afrizon ,M.Si BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2013 KODE: 26/1801.013/011/B/RPTP/2013

PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/RODHP/RODHP... · Penyebab rendahnya produktivitas kakao adalah adanya ... lengket antara

  • Upload
    vanngoc

  • View
    230

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

i

PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH

KAKAO (PBK) DI PROVINSI BENGKULU

Drs. Afrizon ,M.Si

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2013

KODE: 26/1801.013/011/B/RPTP/2013

ii

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul RPTP : Pengkajian Teknologi Pengendalian Hama Penggerek buah kakao (PBK) di Provinsi Bengkulu

2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu

3. Alamat Unit Kerja : Jalan Irian Km 6,5 Bengkulu 38119

4. Sumber Dana : DIPA BPTP TA. 2013

5. Status Kegiatan : Lanjutan

6. Penanggung Jawab

a. Nama : Drs. Afrizon, M.Si

b. Pangkat/golongan : Penata Tk I/ III d

c. Lokasi : Provinsi Bengkulu.

7. Agroekosistem : Lahan kering dataran sedang

8. Jangka Waktu : 2 (dua) tahun

9. Tahun dimulai : 2012 - 2013

10. Biaya : Rp. 101.185.000 (Seratus satu juta seratus delapan

puluh lima ribu rupiah)

Koordinator Program Dr. Ir. Wahyu Wibawa, MP NIP. 19690427 199803 1 001

Penanggung Jawab RPTP Drs. Afrizon,M.Si NIP. 19620415 199303 1001

Mengetahui, Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Dr. Ir. Agung Hendriadi, M.Eng NIP. 19610802 198903 1 011

Menyetujui : Kepala BPTP Bengkulu, Dr. Ir. Dedi Sugandi, MP NIP. 19590206 198603 1 002

iii

RINGKASAN

1. Judul RPTP : Pengkajian Teknlogi Pengendalian Hama Penggerek

Buah Kakao (PBK) di Provinsi Bengkulu

2. Unit Kerja : BPTP Bengkulu

3. Lokasi : Provinsi Bengkulu

4. Agroekosistem : Lahan Kering Dataran Sedang

5. Status (L/B) : Lanjutan

6. Tujuan : 1. Mendapatkan paket teknologi pengendalian hama

PBK pada perkebunan kakao rakyat

2. Evaluasi penerapan petani terhadap teknologi

pengendalian hama PBK

7. Keluaran : 1. Rekomendasi teknologi pengendalian hama PBK

spesifik lokasi

2. Tingkat pemahaman petani terhadap paket

pengendalian hama PBK

8. Perkiraan Outcome : Para petani mengetahui dan mengadopsi teknologi

yang tepat dalam pengendalian PBK di sentra

produksi kakao untuk peningkatan produksi kakao

dan pendapatan petani. Sehingga paket teknologi

diterima/diterapkan oleh petani.

9. Perkiraan Benefit : Dapat menyelamatkan produksi dan menekan

kerugian hasil karena paket teknologi pengendalian

hama PBK lebih efisien, dapat menekan biaya dan

meningkatkan pendapatan.

10. Perkiraan Dampak : Karena serangan hama PBK menjadi rendah maka

kehilangan produksi menjadi rendah

iv

11. Metodologi : - Lokasi pengkajian akan dilakukan di Kecamatan

Ujan Mas Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu

pada bulan Januari sampai Desember 2013.

- Bahan dan alat yang akan digunakan adalah

cangkul, parang, gunting pangkas, sabit, tali rapia,

plastik ukuran 30 x 15 cm atau yang berukuran 1

kg, kertas koran, pupuk kimia, pestisida, pestisida

nabati, timbangan, dan lain-lain.

- Pengkajian dilakukan dengan menggunakan

Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4

perlakuan yang menggunakan standar operasional

pengendalian hama PBK dengan 6 ulangan.

Perlakuan yang akan dilakukan adalah

Pengendalian kimia, penyarungan buah kakao,

pengedalian nabati dan kebiasaan petani (kontrol).

Keempat perlakuan ini menggunakan standart

operasional Pengendalian hama PBK

(Pemangkasan, Sanitasi, pemupukan, panen

sering) serta satu petak tanpa perlakuan apa apa.

Jumlah sampel yang akan diamati adalah 10%

dari jumlah tanaman sampel.

Parameter yang diamati adalah Persentase buah

terserang (%), Intensitas kerusakan biji (%),

produksi biji basah dan kering (kg/ha)

- Pengkajian Evaluasi penerapan petani terhadap

teknologi pengendalian hama PBK dilakukan

setelah aplikasi paket teknologi selesai dilakukan

- Data yang diperoleh akan dilakukan analisis

varians (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji beda

nyata terkecil (BNT)

12. Jangka Waktu : 2 (Dua) tahun

13. Biaya : Rp. 101.185.000 (Seratus satu juta seratus delapan

puluh lima ribu rupiah)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor perkebunan di Propinsi Bengkulu menyumbang devisa negara

cukup tinggi setelah tanaman pangan. Kakao merupakan salah satu komoditas

andalan yang cukup prospektif di Propinsi Bengkulu karena didukung oleh

kesesuaian agroekosistim dan kondisi sosial masyarakat petani yang

mengusahakannya. Luas areal perkebunan Kakao di Bengkulu saat ini mencapai

14.363 hektare dengan produksi 3.959 ton (Produktivitas rata rata 0,8 ton/ha)

dan jumlah petani yang mengusahakannya sebanyak 22.667 KK. Sebaran

perkebunan kakao rakyar hampir merata di semua Kabupaten yaitu di Kabupaten

Bengkulu Selatan 1.437 hektar, Bengkulu Utara 2.424 ha, Kepahiang 6.040 ha

dan Kaur 1.454 hektar. Perkebunan terluas saat ini berada di Kabupaten

Kepahiang yang mencapai 42 % dari luas perkebunan kakao di Propinsi

Bengkulu. Pesatnya pertambahan luasan di Kabupaten Kepahiang karena pada

tahun 2005 Pemerintah daerah Kabupaten Kepahiang mengembangkan

tanaman Kakao sebanyak 4 juta batang untuk petani dengan luas mencapai 2000

ha

Dilihat dari segi produktivitas yang baru mencapai rata rata 0,8

ton/ha/th, maka kondisi ini masih jauh dari potensi tanaman yangt bisa mencapai

diatas 2 ton/ha/th. Permasalahan utama yang dihadapi adalah adanya serangan

hama penggerek buah kakao (PBK) yang hampir menyerang semua pertanaman.

Penggerek buah kakao merupakan hama penting kakao yang yang menyerang

buah tanaman yang mengakibatkan pertumbuhan buah dan biji tidak normal.

Serangan PBK ini dapat menurunkan produksi lebih dari 80 %. Disamping

produksi menurun juga mengakibatkan mutu tanaman sangat rendah yang

berakibat pada harga jual sangat juga rendah, sehingga pendapatan petani

kakao turun drastis.

Untuk meningkatkan mutu biji kakao yang dihasilkan petani disamping

pengendalian hama PBK adalah dengan fermentasi biji yang langsung dilakukan

setelah panen. Fermentasi adalah proses yang mutlak dilakukan agar terbentuk

aroma biji kakao yang baik. Fermentasi ini penting dilakukan tidak hanya untuk

meningkatkan mutu akan tetapi juga untuk mengantisipasi adanya rencana

2

pemerintah untuk membuat regulasi tentang tata niaga biji kakao yang

mengharuskan biji kakao yang bisa dijual adalah biji yang di fermentasi dan hal

ini terkait juga dengan persyaratan ekspor biji kakao ke negara importir yang

mensyaratkan biji fermentasi yang akan diterima pasar internasional.

Mengingat serangan PBK ini dianggap ancaman bagi kelangsungan

produksi kakao baik secara lokal maupun Nasional. Maka Badan Litbang

pertanian sudah meneliti dan menghasilkan beberapa komponen teknologi

alternatif untuk meminimalisir tingkat serangan PBK. Secara umum teknologi ini

masih belum banyak diketahui oleh petani kakao. Mengingat dampak negatif

serangan PBK ini terhadap peningkatan produksi, maka teknologi ini perlu

diterapkan ditingkat petani pada sentra-sentra produksi dan pengembangan

kakao di Propinsi Bengkulu. Beratnya serangan yang disebabkan oleh PBK serta

peningkatan luas areal terserang memerlukan pengendalian yang harus segara

dilakukan. sebagai daerah yang sedang melakukan pengembangan kakao

dalam skala yang cukup besar diharapkan terbebas dari hama PBK. Sehingga

pengkajian mengenai pengendalian spesifik lokasi perlu dilakukan agar serangan

PBK dapat ditekan sekecil mungkin.

Komponen teknologi pengendalian Pengandalian Penggerek Buah Kakao

(PBK) dari Badan Litbang Pertanian saat ini sudah tersedia antara lain : 1)

Pemangkasan , 2) Frekuensi panen sering, 3) Sanitasi dan system rampasan, 4)

Pengendalian nabati, 5) Pengendalian kimiawi, dan Sarungisasi buah kakao.

1.2. Perumusan Masalah

Hama penggerek buah kakao (PBK) merupakan hama penting kakao yang

dapat menurunkan produksi hingga 60-80%. Pada tahun pertama kegiatan

pengkajian menerapkan 6 komponen teknologi pengendalian hama PBK pada

hamparan pertanaman kakao petani seluas 5 ha. Dari 6 komponen teknologi

yang diterapkan ternyata ada 4 komponen yang disukai petani yaitu

pemangkasan, panen sering, sanitasi dan penyarungan buah. Berdasarkan

permasalahan tersebut maka pada tahun ke dua akan dilanjutkan penerapan

empat komponen ini yang dikombinasikan dengan perlakuan.

3

1.3. Tujuan

1. Mendapatkan paket teknologi pengendalian hama PBK pada

perkebunan kakao rakyat.

2. Evaluasi penerapan petani terhadap teknologi pengendalian hama PBK

1.4. Keluaran

1. Rekomendasi teknologi pengendalian hama PBK spesifik lokasi.

2. Tingkat pemahaman petani terhadap paket pengendalian hama PBK.

1.5. Perkiraan Outcome

Para petani mengetahui dan mengadopsi teknologi yang tepat

dalam pengendalian PBK di sentra produksi kakao untuk peningkatan

produksi kakao dan pendapatan petani. Sehingga paket teknologi

diterima/diterapkan oleh petani.

1.6. Perkiraan Benefit

Dapat menyelamatkan produksi dan menekan kerugian hasil karena paket

teknologi pengendalian hama PBK lebih efisien, menekan biaya dan

meningkatkan pendapatan.

1.7. Perkiraan Dampak

Petani mengetahui dan mengadopsi teknologi yang tepat dalam

pengendalian hama PBK di sentra produksi kakao untuk peningkatan

produksi kakao, mutu dan pendapatan petani.

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor andalan yang

menyumbangkan devisa bagi negara di sektor non migas. Bagi petani, komoditas

kakao menjadi sumber pendapatan utama terutama sejak krisis moneter. Negara

Indonesia menempati posisi ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana. Produksi

kakao dunia pada saat ini ± 3 juta ton/tahun. Lebih dari 70% dari total produksi

tersebut dihasilkan oleh Pantai Gading dan Ghana, sedangkan negara Indonesia

menyumbang 12% terhadap produksi total dunia (Sulistyowati, et al., 2003).

Produktivitas kakao pada perkebunan rakyat masih rendah, yaitu masih di

bawah 1 ton/ha/tahun. Penyebab rendahnya produktivitas kakao adalah adanya

serangan hama penggerek buah kakao (Canopomorpha cramerella Sn.) dan

serangan penghisap buah (Helopeltis antonii). Hama penggerek buah kakao

dapat mengurangi produksi biji sekitar 59–81% (PPKKI, 2005; Sastrosiswojo,

1999; Sukamto, 1995; Sukamto et al., 1996). Hama tersebut merupakan hama

utama pada perkebunan kakao di wilayah yang beriklim basah.

Penggerek buah kakao atau cacao mot merupakan salah satu hama yang

merusak tanaman kakao. Serangan PBK mengakibatkan kerugian yang cukup

besar karena merusak buah kakao secara langsung. Hama yang larva menggerek

buah kakao dapat mengakibatkan pertumbuhan buah dan biji menjadi tidak

normal (Kalshoven, 1982, Prawoto, et al., 2003 dan Sukamto, et al., 2002).

Kerusakan serius dapat menyebabkan kehilangan biji sebanyak 82,20%

(Wardojo, 1994).

Serangga hama PBK berukuran mikro akan tetapi mempunyai daya rusak

yang cukup tinggi karena merusak buah kakao yang secara langsung

mempengaruhi produksi dan mutu biji kakao. Akibat serangan PBK, biji tidak

berkembang, lengket antara satu biji dengan yang lainnya, sulit dipisahkan

dengan kulit buah serta apabila biji difermentasi maka fermentasinya tidak

berjalan sempurna. Akibatnya kualitas mutu biji kakao menjadi rendah sehingga

mengakibatkan rendahnya daya jual karena kurang disukai konsumen. Keadaan

ini sangat merugikan petani karena serangan PBK menyebabkan penurunan

berat biji, peningkatan biji kualitas rendah serta meningkatnya biaya panen

(Soekada, et al., 1994).

5

Siklus hidup PBK terdiri atas telur 3-7 hari, larva 15-18 hari, pupa 6-8 hari

dan ngengat 3-7 hari. Serangan dimulai dengan meletakkan telur pada

permukaan buah berlekuk. Semakin besar lekukan pada buah, maka peluang

untuk diteluri semakin besar. Larva yang keluar dari telur selanjutnya akan

masuk ke dalam buah dan biasanya tinggal selama 12-14 hari bahkan hingga 18

hari sebelum keluar dan menjadi kepompong (Wardojo, 1994 dan Wessel, 1983).

Buah yang berukuran 5-7 cm dan sangat muda tidak pernah terserang (Wardojo,

1994).

Serangan PBK mengakibatkan buah menjadi tidak berkembang. Larva

memakan jaringan yang lunak seperti pulp, plasenta dan saluran makanan

menuju biji. Kerusakan pada pulp mengakibatkan biji saling melekat dan melekat

pada dinding buah. Kerusakan plasenta dapat menyebabkan semua biji rusak

dan tidak berkembang. Jaringan buah yang telah rusak menyebabkan terjadinya

perubahan fisiologis pada permukaan kulit buah sehingga buah menjadi hijau

berbelang merah atau jingga (Wardojo, 1994). Hingga kini belum ada predator,

parasitoid maupun patogen yang dapat menyerang larva. Hal ini karena selama

hidupnya larva berada di dalam buah sehingga akan sulit tersentuh musuh alami

ataupun terjangkau insektisida.

Pengendalian PBK bisa dilakukan dengan menggunakan metode

pengendalian hama terpadu (PHT). Cara pengendalian dilakukan berdasarkan

daerah serangan, daerah bebas PBK dan daerah serangan PBK. Pengendalian

kedua wilayah tersebut memerlukan cara pengendalian yang berbeda.

Pengendalian pada daerah bebas PBK disarankan untuk melakukan pencegahan

dengan cara karantina dan monitoring. Sedangkan pada daerah serangan PBK

dilakukan dengan cara pemangkasan bentuk, panen sering, pengendalian hayati,

sanitasi, penyemprotan insektisida dan penyarungan buah. Pencegahan pada

daerah bebas PBK melaui karantina dilakukan dengan tidak memasukkan bahan

tanaman, kendaraan atau bahan-bahan yang dapat dihinggapi PBK dari daerah

serangan PBK, membatasi lalu lintas manusia dan kendaraan dari daerah

serangan PBK serta memeriksa ada tidaknya PBK pada kendaraan atau manusia

yang memasuki kebun. Sedangkan kegiatan monitoring dilakukan dengan cara

pengamatan, pengambilan keputusan dan pelaksanaan pengendalian (Puslit

Koka, 2004).

6

Pemangkasan. Dilakukan dengan tujuan agar tanaman tidak terlalu rindang.

Tanaman yang rindang merupakan tempat yang sesuai untuk perkembangan

hama PBK. Hal ini karena imago PBK tidak menyukai sinar matahari langsung,

sehingga pemangkasan yang teratur akan menekan populasi hama.

Pemangkasan dilakukan dengan membatasi tajuk tanaman setinggi 3-4 m

dengan tujuan untuk memudahkan pengendalian hama dan panen. Menurut

Bernarda (1993), pemangkasan memberikan bebarapa keuntungan seperti

peningkatan jumlah bunga, produksi buah, mengurangi kelembaban di sekitar

tanaman (tanah dan udara) sehingga dapat menekan perkembangan hama dan

penyakit. Sulistyowati dan Prawoto (1993) melaporkan bahwa 4 bulan setelah

tanaman kakao dipangkas, mampu meningkatkan hasil sebesar 40% dari hasil

normal.

Metode pengendalian hama PBK dengan metode panen sering dilakukan

pada awal buah masak sehingga larva PBK ikut terpanen. Panen selanjutnya

dilakukan pada interval 5-7 hari sekali. Buah-buah yang terserang hama PBK

dipisahkan dari buah sehat untuk kemudian dibenamkan ke dalam tanah atau

dikumpulkan dan dibakar (Depparaba, 2002). Metode rampasan memberikan

hasil positif karena hama kehilangan tempat bertelur. Namun metode ini

mempunyai kelemahan karena peluang kehilangan hasil panen dalam jumlah

cukup besar.

Sanitasi pada areal perkebunan kakao dilakukan dengan cara

membersihkan ranting yang berada di kebun, baik yang kering di pohon maupun

yang berada pada permukaan tanah serta membersihkan serasah di permukaan

tanah dan membakarnya dengan tujuan untuk mematikan atau mengurangi

kepompong PBK. Mengurangi naungan yang terlalu rimbun dan melakukan

pemangkasan terhadap cabang-cabang horizontal merupakan upaya

penyederhanaan lingkungan kebun agar tidak disukai oleh ngengat untuk

berlindung (Depparaba, 2002). Selain memberihkan sekitar tanaman, sanitasi

juga dilakukan dengan cara membuat saluran drainase dan rorak. Saluran

drainase dibuat setiap 20-25 m, dengan kedalaman 50 cm dan lebar 50 cm.

Rorak dibuat dengan tujuan untuk membenamkan bahan organik seperti kulit

buah, daun kering, ranting dan lain-lain. Rorak dibuat dengan ukuran 150 x 70 x

60 cm yang dibuat pada jarak 10-15 m di dalam kebun (Gunawan, 2007).

7

Sistem rampasan menurut Depparaba (2002) dilakukan dengan cara

merampas atau memetik semua buah kakao yang ada di pohon agar siklus hidup

PBK terputus. Saat yang baik untuk melakukan rampasan adalah pada waktu

jumlah buah matang di pohon berada dalam jumlah sedikit atau menjelang akhir

musim panen. Jangka waktu rampasan menurut Wurth (1909) dalam Depparaba

(2002) adalah 1-2 bulan. Selain merampas buah kakao, rampasan juga dilakukan

terhadap buah yang menjadi tanaman inang alternatif yaitu rambutan, nam-nam,

kola, mangga, serikaya, belimbing, jeruk, duku, dan nangka.

Pengendalian Hayati. Dilakukan dengan menggunakan semut hitam

(Dolichoderus thoracicus) karena semut hitam dapat mengendalikan PBK pada

perkebunan kakao di Indonesia dan Malaysia. Berdasarkan hasil penelitian

Anshary (2009), pengendalian hama PBK dengan memanfaatkan agens hayati

semut D. thoracicus dapat menekan serang hama PBK 8,28%, persentase

kerusakan biji kakao 25,36% dan persentase penurunan berat biji kakao

16,14%.

Penyemprotan dengan Insektisida hanya dilakukan pada tingkat serangan

diatas 40 %. Pestisida yang dianjurkan untuk mengendalikan hama PBK adalah

yang berbahan aktif deltametrin contohnya Decis 2,5 EC, lamda sihalotrin

contohnya Matador 25 EC, betasiflutrin contohnya Buldog, esfenfalerat

contohnya Sumialpha dan alfa sipermetrin contohnya alfa sipermetrin.

Konsentrasi penyemprotan anjuran adalah 0,06-0,1% dengan menggunakan alat

sempror knapsack sprayer pada volume semprot 250 ml/pohon atau 250 l/ha

(Sulistyowati, et.al., 2003). Penyemprotan dengan menggunakan bahan kimia

sipermetrin plus klorpirifos sebanyak 5 kali dengan konsentrasi formulasi antara

0,0375-0,15% pada saat buah kakao berumur 2-3 bulan atau panjang buah < 9

cm, efektif menekan persentase serangan dengan efikasi antara 56,27-71,47%

dan menekan kehilangan hasil dengan nilai efikasi antara 75,88-88,89%

(Sulistyowati, et.al, 2007).

Penyarungan buah atau kondomisasi dilakukan dengan membungkus buah

kakao dengan plastik. Dengan penyelubungan buah tersebut, hama tidak bisa

meletakkan telurnya pada kulit buah sehingga buah akan terhindar dari serangan

larva. Buah yang diselubungi adalah buah yang berukuran 8-10 cm, dengan

ukuran plastik 30 x 15 cm dengan ketebalan 0,02 mm dan kedua ujungnya

terbuka (Puslit Koka, 2004). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan

8

oleh Suwitra, et.al (2010), penyarungan buah kakao dapat menurunkan

intensitas serangan PBK dan waktu penyarungan yang tepat adalah pada saat

buah berukuran antara 5-8 cm.

Selain melakukan pengendalian hama dan penyakit, peningkatan

produktivitas tanaman kakao juga dilakukan pemerintah melalui Gerakan

Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional (Gernas). Program Gernas mulai

dilaksanakan pada tahun 2009, hingga tahun 2011 kegiatan ini dilaksanakan

pada 9 provinsi dan 40 kabupaten. Salah satu tujuan gerakan tersebut adalah

meningkatkan produktivitas kakao di lokasi gerakan dari rata-rata

650kg/ha/tahun pada tahun 2009 menjadi 1.500 kg/ha/tahun dan meningkatkan

produksi kakao di lokasi gerakan dari 297 ribu ton/tahun menjadi 675 ribu

ton/tahun serta terpenuhinya kebutuhan bahan baku industri dalam negeri

(Ditjenbun, 2012).

III. METODOLOGI PENGKAJIAN

3.1 Lokasi dan Waktu

Kegiatan pengkajian dilaksanakan di lokasi tahun pertama di Desa

Suro Bali Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu

yang akan dimulai pada bulan Januari sampai Desember 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan adalah cangkul, parang, gunting

pangkas, sabit, tali rapia, plastik, kertas koran, pupuk kimia, Pestisida

Nabati, pestisida kimia, timbangan, dan lain-lain.

3.3 Ruang Lingkup

Pengkajian dilaksanakan pada lahan perkebunan kakao rakyat di

lokasi pengkajian tahun pertama. Lokasi pengkajian dipilih karena pada

tahun pertama sudah menerapkan beberapa komponen pengendalian

hama PBK dan sudah memperlihatkan perkembangan walaupun belum

optimal. Pengkajian dilaksanakan pada hamparan perkebunan kakao seluas

9

4,5 ha dalam satu kelompok tani. Umur tanaman yang digunakan untuk

pengkajian > 5 tahun (umur produktif)

3.4 Metode Pengkajian

1. Pengkajian paket pengendalian hama PBK

Pengkajian paket teknologi pengendalian hama PBK dilakukan dengan

pendekatan participatory on farm research pada lahan milik petani seluas 4,5 ha.

Teknologi pengendalian hama PBK disusun dalam bentuk 4 perlakuan dengan 6

ulangan dan 1 petani sebagai kontrol dan tidak menggunakan komponen

pengendalian hama PBK . Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak

Kelompok (RAK). Adapun perlakuannya adalah :

1. Pengendalian Nabati.

2. Pengendalian kimiawi.

3. Sarungisasi buah kakao.

4. Kontrol.

Komponen pengendalian hama PBK yang diterapkan pada keempat perlakuan

terdiri dari pemangkasan, panen sering, sanitasi dan pemupukan. Sedangkan 1

perlakuan tidak menggunakan apa apa (kebiasaan petani). Lay out lapangan

sebagai berikut :

10

Gambar 1. Lay out lapangan.

Nabati Kimia

Sarung Petani

Nabati Kimia

Sarung Petani

Nabati Kimia

Sarung Petani

Nabati Kimia

Sarung Petani

Nabati Kimia

Sarung Petani

Nabati Kimia

Sarung Petani

Petani

Parameter yang diukur

Pengamatan ini dilakukan setiap kali panen :

Persentase buah terserang (%)

Intensitas kerusakan biji (%)

produksi biji basah dan kering (kg/ha)

Persentase buah terserang (%) dan intensitas kerusakan (%) dihitung

dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Persentase serangan (%) :

PS (%) =

Jumlah buah terserang

X 100%

Jumlah buah yang diamati

11

Intensitas Kerusakan (%)

IK (%) =

Jumlah biji rusak

X 100%

Jumlah biji yang diamati

Metode Analisis

Untuk melihat persentase serangan buah (%), persentase kerusakan biji

(%), produksi biji basah (gram/buah), produksi biji basah dan kering (kg/ha)

serta jumlah biji normal/buah dilakukan pada setiap kali panen dilakukan analisis

ANOVA dilanjutkan dengan uji BNT

Fermentasi biji

Fermentasi adalah proses yang mutlak dilakukan agar terbentuk perisa (

flavour) dan aroma biji kakao yang baik. Sedangkan pengeringan adalah

merupakan proses penunjang agar hasil fermentasi yang baik tetap baik hingga

sudah pengeringan berakhir. Fermentasi bertujuan untuk meningkatkan mutu

dengan membentuk cita rasa coklat serta mengurangi rasa pahit dan sepat yang

ada dalam biji kakao (Clapperton, 1994). Beberapa hal penting untuk

kesempurnaan proses fermentasi adalah berat biji yang akan difermentasi,

pengadukan (pembalikan), lama fermentasi dan rancangan kotak fermentasi.

Untuk skala kecil (40 Kg) diperlukan ukuran peti masing-masing panjang dan

lebar 40cm serta tinggi 50cm. Fermentasi dapat dilakukan dalam skala besar,

kelompok tani, atau pertanian, tergantung dari jumlah biji yang akan

difermentasikan.

Penerapan fermentasi tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan mutu

akan tetapi juga untuk mengantisipasi adanya rencana pemerintah untuk

membuat regulasi tentang tata niaga biji kakao yang mengharuskan biji kakao

yang bisa dijual adalah biji yang di fermentasi dan hal ini terkait juga dengan

persyaratan ekspor biji kakao ke negara importir yang mensyaratkan biji

fermentasi yang hanya akan diterima pasar internasional.

2. Pengkajian Tingkat Penerapan Petani

Pengkajian tingkat penerapan petani dilakukan untuk melihat sejauh mana

penerapan petani terhadap paket pengendalian teknologi pengendalian hama

12

PBK. Pengkajian dilakukan secara survei melalui pengisian pertanyaan dalam

bentuk kuesioner. Untuk melihat tingkat penerapan petani terhadap introduksi

paket teknologi pengendalian hama PBK dilakukan setelah aplikasi paket

teknologi yaitu mengukur data tentang jenis dan komposisi komponen paket

teknologi pengendalian hama PBK yang diterapkan oleh masing-masing petani,

Tanggapan petani terhadap paket yang diintroduksi dengan menggunakan

kuesioner. Delanjutnya data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif.

IV. ANALISIS RESIKO

V.

No Resiko Penyebab Dampak Penanganan

1

Gagal panen

Kemungkinan terjadinya musim kemarau panjang

Petani kehilangan pendapatan

Melakukan penyiraman

2 Produksi

dan

mutu biji

yang

rendah

Belum menerapkan

teknologi pengendalian

PBK dan pemahaman

petani tentang

teknologi budidaya

anjuran masih minim

Kerusakan tanaman, usia produktif menjadi pendek

memberikan

pemahaman teknologi

pengendalian PBK

berupa percontohan

(Demplot)

13

VI. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN

6.1. Tenaga yang terlibat dalam kegiatan

No. Nama/NIP Jabatan

fungsional/bidang

keahlian

Jabatan dalam

kegiatan

Uraian Tugas Alokasi Waktu

(jam/minggu)

1. Drs. Afrizon, M.Si/ 19620415 199303 1 001

Peneliti Pertama /Budidaya tanaman

Penanggung Jawab

Mengkoordinir kegiatan mulai

perencanaan –

pelaporan

20

2 Siti Rosmanah, SP/

19820303 200912 2 004

Peneliti Non

Kelas/Agronomi

Anggota Pelaksana 10

3. Herlena Bidi Astuti, SP 19791102 200912 2 002

Peneliti Non Klas/Sosial Ekonomi

Anggota Pelaksana 10

4. Zainani, S.Sos

19631231 198603 2 005

Administras Anggota Pelaksana 10

5. Basuni Asnawi Teknisi Anggota Pelaksana 10

6.2.Jangka waktu kegiatan

No. Kegiatan bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. Persiapan: Desk study/pengumpulan data sekunder

X

x

Penyempurnaan proposal x

2. Pelaksanaan:

Hunting dan pemantapan lokasi

X

Sosialisasi X

Penentuan kooperator x

Penerapan teknologi x X X X X X X X

Pengamatan x x x x x x x x

3. Pengolahan data X x

4. Pelaporan X X

14

6.2. Pembiayaan

No. Jenis Pengeluaran Volume Harga Satuan

Jumlah (Rp)

1. Gaji Upah

- UHL petani

422 HOK

35.000

14.770.000

14.770.000

2. Belanja Bahan - Bahan pengkajian dan

pendukung lainnya - ATK, computer suplai dan

pelaporan - Konsumsi dalam rangka

Temu

lapang/Kemitraan/Sosialisasi, Konsinyasi

1 Paket

1 Paket

60 OH

28.365.000

5.470.000

50.000

36.835.000 28.365.000

5.470.000

3.000.000

3 Belanja Barang non operasional

lainnya - Temu

lapang/Kemitraan/Sosialisasi, Konsinyasi

2 kali

2.000.000

4.000.000

4.000.000

4. Belanja jasa profesi

- Nara sumber, Fasilitator,

Evaluator

4 OJ

500.000

2.000.000

2.000.000

5. Perjalanan

- Perjalanan Luar provinsi

- Perjalanan daerah

2 OP

92 OH

5.000.000

365.000

43.580.000

10.000.000

33.580.000

Total 101.185.000

15

DAFTAR PUSTAKA

Anshary, A. 2009. Penggerek buah kakao Conopomorpha cramerella Snellen, (Teknik pengendaliannya yang ramah lingkungan). Jurnal Agroland 16 (4): 258-264. http://www.jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/AGROLAND/

article/.../220. Diakses pada 8 September 2012.

Anonymous. 2004. Kakao Indonesia di Kancah Perkakaoan Dunia.

http://www.ipard.com/art_perkebun/nov5-04_her-I.asp. Diakses terakhir tanggal 10 September 2011.

Bernard, B. 1997. Peningkatan usahatani kakao melalui pengendalian hama

secara terpadu. Hasil-hasil penelitian berbasis perikanan, peternakan, dan sistem usahatani. Seminar Regional Kawasan Timur Indonesia.

BPS Indonesia. 2010. Luas tanaman perkebunan menurut jenis tanaman.

http://www.bps.go.id/tab_sub/print.php?id_subyek=54&notab=1. Diakses pada tanggal 14 Februari 2012.

BPS Bengkulu. Provinsi Bengkulu dalam Angka 2011. 2011 Badan Pusat Statistik

Provinsi Bengkulu. Depparaba, F. 2002. Penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella Snellen)

dan penanggulangannya. Jurnal Litbang 21 (2) : 69-74. Disbun Provinsi Bengkulu. 2007. Statistik Perkebunan Provinsi Bengkulu. Dishutbun Kepahiang, 2009. Laporan Tahunan Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Kabupaten Kepahiang. Gunawan, A. 2007. Pengendalian hama PBK (Penggerek buah kakao).

http://distanbunak.sulteng.go.id. Diakses tanggal 18 Mei 2011. Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops In Indonesia Revised by P.A Van der

Laan. PT. Ichtiar Baru. Van Hoeve Jakarta. 701 p. PPKKI. 2005a. Hama Utama Tanaman Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao

Indonesia, Jember. Prawoto, et. al. 2003. Pedoman Teknis Budidaya Tanaman Kakao (Theobroma

cacao L.). Puslitkoka Jember. 103p. Puslit Koka. 2004. Panduan lengkap budidaya kakao. Agro Media Pustaka.

Jakarta. Roesmanto, J., 1991. Kakao: Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Yogyakarta ,

165p.

16

Sastrosiswojo, S. 1999. Program Pengendalian Hama Terpadu pada Tanaman Kakao. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Vol 15 (3), Oktober 1999 hal: 264 -273.

Siregar, et.al. 2004. Cokelat pembudidayaan, pengolahan, pemasaran. Penebar

Swadaya. Jakarta. Sukamto, S. 1995 Pengendalian Penyakit Utama Tanaman Kakao. Warta

Penelitian Kopi dan Kakao, No. 14 (3), 271-276. Sulistyowati, E., Yohanes D.J., Sri S., Sukadar W., Loso W., dan Nova P. 2003.

Analisis status penelitian dan pengembangan PHT pada pertanaman kakao. Risalah Simposium Nasional Penelitian PHT Perkebunan Rakyat, Bogor 17-18 September 2003.

Sulistyowati, E., Endang M., dan Suryo W. 2007. Potensi insektisida berbahan

aktif ganda sipermetrin plus klorpirifos dalam mengendalikan penggerek buah kakao, Conopomorpha cremerella Snell. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 23 (3): 159-167.

Sulistyowati, E dan A. Prawoto. 1993. Hama penggerek buah kakao (PBK) di

Sulawesi Tengah dan uji coba pemangkasan eradikasi (SPE) untuk penanggulangganya. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao 15:20-28.

Suwitra, IK, D. Mamesah dan Ahdar. 2010. Pengendalian hama penggerek buah

kakao Conopomorpha cramerella dengan metode sarungisasi pada ukuran buah kakao yang berbeda. Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Provinsi Sulawesi Utara. http://www.sulut.litbang.deptan.go.id/.../index.php?...hama.Diakses pada tanggal 21 Maret 2012.

Wardojo, S. 1980. The Cocoa Podborer. A major hindrance to cocoa

development. Indonesia Agricultural Research and Development Journal 2 (1):1-4.

Wardojo, S. 1994. Strategi Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di

Indonesia. Disampaikan pada Gelar Teknologi dan Pertemuan Regional Pengendalian PBK di Kabupaten Polmas Sulawesi Selatan, 3-4 Oktober 1994. 5hlm.

Wessel, P.C. 1983. The Cocoa Podborer Moth (Acrocercops cramerella Sn.).

Review of Research Institute, 39-65.

17

Lampiran : Komponen teknologi Pengendalian PBK

1. Pemangkasan

Bertujuan untuk memudahkan panen dan penyemprotan,

meningkatkan pembungaan dan pembuahan serta aerasi dalam kebun.

Pengamatan dibagi menjadi dua tahap yaitu sebelum aplikasi teknologi dan

setelah aplikasi teknologi. Parameter yang diamati adalah persentase

serangan hama PBK (%), intensitas serangan (%), jumlah bunga, jumlah

buah yang terbentuk dan produksi buah setiap kali panen (kg/pohon).

Frekuensi pengamatan dilakukan setiap 1 minggu sekali.

2. Frekuensi panen sering

Panen sering dilakukan pada saat buah masa awal yang diikuti

dengan sanitasi. Hal ini dilakukan untuk menghindari berkembangnya PBK

yang lebih suka menyerang buah yang masak sempurna. Pengamatan

dibagi menjadi dua tahap yaitu sebelum aplikasi teknologi dan setelah

aplikasi teknologi. Parameter yang diamati adalah persentase serangan

hama PBK (%), intensitas serangan (%), jumlah bunga, jumlah buah yang

terbentuk dan produksi buah setiap kali panen (kg/pohon). Frekuensi

pengamatan dilakukan setiap 1 minggu sekali.

3. Sanitasi dan sistem rampasan

Sanitasi bertujuan untuk membersihkan areal kebun dari daun-daun

kering, tanaman tidak sehat, ranting kering, kulit buah maupun gulma yang

berada di sekitar tanaman. Keadaan ini akan menciptakan suatu kondisi

yang tidak sesuai dengan lingkungan untuk perkembangbiakan hama PBK.

Mengingat bahwa hama PBK hanya menyerang buah, maka salah satu

tindakan efektif yaitu melalui ”rampasan” buah. Pada akhir panen, semua

sisa buah kako dipetik dan dimusnahkan, maka daur hidup hama akan

terputus, sehingga serangan PBK pada periode berikutnya akan berkurang.

4. Pengendalian hayati

Pengendalian hayati dilakukan dengan memanfaatkan semut hitam

dilakukan dengan membuat sarang semut dari lipatan daun kelapa atau

daun kakao dan koloni kutu putih sebagai sumber makanan semut.

Pengamatan dibagi menjadi dua tahap yaitu sebelum aplikasi teknologi dan

setelah aplikasi teknologi. Parameter yang diamati adalah persentase

18

serangan hama PBK (%), intensitas serangan (%), jumlah bunga, jumlah

buah yang terbentuk dan produksi setiap kali panen (kg/pohon). Frekuensi

pengamatan dilakukan setiap 1 minggu sekali.

5. Pengendalian kimiawi

Pengendalian kimiawi dilakukan dengan melakukan penyemprotan

menggunakan insektisida. Walaupun hama PBK tidak terjangkau oleh

insektisida, akan tetapi pengendalian dengan menggunakan insektisida

dapat dilakukan sebagai tindakan pencegahan. Parameter yang diamati

adalah persentase serangan hama PBK (%), intensitas serangan (%),

jumlah bunga, jumlah buah yang terbentuk dan produksi setiap kali panen

(kg/pohon). Frekuensi pengamatan dilakukan setiap 1 minggu sekali.

6. Sarungisasi buah kakao

Penyarungan buah (sarungisasi) dengan kantong dari kertas semen

untuk menghindari serangan PBK yaitu mencegah imago PBK agar tidak

bertelur pada buah kakao. Penyarungan dilakukan pada saat buah

berukuran 8 – 10 cm. Pengamatan dibagi menjadi dua tahap yaitu

sebelum aplikasi teknologi dan setelah aplikasi teknologi. Parameter yang

diamati adalah persentase serangan hama PBK (%), intensitas serangan

(%), jumlah bunga, jumlah buah yang terbentuk dan produksi setiap kali

panen (kg/pohon). Frekuensi pengamatan dilakukan setiap 1 minggu sekali.