18
MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA Page 1 E-BOOK PENGKAJIAN LUKA PERTAMA DI INDONESIA MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA Saldy Yusuf, S.Kep.Ns.ETN Wound Care Specialist Dipresentasekan dalam Seminar Nasional Keperawatan dan Workshop Perawatan Luka ”‘an evidence approach for wound healing” Makassar, 21-22 Maret 2009

PENGKAJIAN LUKA.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGKAJIAN LUKA.pdf

MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA

e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA Page 1

E-BOOK PENGKAJIAN LUKA PERTAMA

DI INDONESIA

MANAJEMEN

PENGKAJIAN LUKA Saldy Yusuf, S.Kep.Ns.ETN

Wound Care Specialist

Dipresentasekan dalam Seminar Nasional Keperawatan dan Workshop Perawatan Luka ”‘an evidence approach for wound

healing” Makassar, 21-22 Maret 2009

Page 2: PENGKAJIAN LUKA.pdf

MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA

e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA Page 2

MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA

Saldy Yusuf, S.Kep.Ns.ETN. Enterostomal Therapy Nurse

A. PENDAHULUAN.

Pengkajian merupakan bagian esensial dalam proses perawatan luka. Dalam

Perawatan Luka Pengkajian bersifat ongoing yakni berjalan Secara simultan

bersamaan dengan proses perawatan luka itu sendiri.

Pada dasarnya ada dua tujuan utama dalam pengkajian luka:

1. Memberikan infromasi dasar tentang status luka, sehingga proses

penyembuhan luka dapat dimonitor.

2. Memastikan apakah pemilihan balutan sudah tepat dalam perawatan luka.

!

The optimal healing of the individual with a wound or potential

wound is promoted by a collaborative and interdisciplinary

approach to wound management

(Standard 1, Standards for Wound Management AWMA)

B. TIPE LUKA.

1. Luka akut.

� Secara sederhana luka akut dapat didefinisikan sebagai luka bedah yang

sembuh melalui primary intention healing. (Keryln Carville).

� Biasanya luka trauma. Dapat berbentuk irisan, abrasi, laserasi, luka bakar

atau luka traumatic lainnya. Luka akut biasanya berespon terhadap

perawatan dan sembuh tanpa komplikasi. (Carol Dealay).

2. Luka kronis.

� Luka kronis terjadi manakala proses penyembuhan luka tidak sesuai

dengan jangka waktu yang diharapkan serta sembuh dengan disertai

adanya komplikasi. (Keryln Carville).

Page 3: PENGKAJIAN LUKA.pdf

MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA

e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di

� Luka yang membutuhkan waktu lama atau merupakan kekambuhan dari

luka sebelumnya (Fowler, 1990).

LUKA AKUT

C. TIPE PENYEMBUHAN

1. Primary Intention Healing.

Terjadi manakala kehilangan jaringan minimal dan tepi luka dapat direkatkan

kembali dengan jahitan (suture), klip (clips) atau plester (tape).

2. Delayed Primary Intention Healing.

Terjadi apabila luka terinfeksi atau mengandung benda asing

dan memerlukan intensive cleaning

3. Secondary Intention Healing.

Proses penyembuhan tertunda dan memerlukan proses granulasi, kontraksi dan

epitelisasi, disertai dengan adanya scar.

MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA

pertama di INDONESIA

Luka yang membutuhkan waktu lama atau merupakan kekambuhan dari

luka sebelumnya (Fowler, 1990). Contoh; pressure ulcer dan leg ulcer.

LUKA AKUT LUKA KRONIK

PE PENYEMBUHAN

Primary Intention Healing.

Terjadi manakala kehilangan jaringan minimal dan tepi luka dapat direkatkan

kembali dengan jahitan (suture), klip (clips) atau plester (tape).

Delayed Primary Intention Healing.

Terjadi apabila luka terinfeksi atau mengandung benda asing

intensive cleaning sebelum penutupan 3-5 hari kemudian.

Secondary Intention Healing.

Proses penyembuhan tertunda dan memerlukan proses granulasi, kontraksi dan

isasi, disertai dengan adanya scar.

Page 3

Luka yang membutuhkan waktu lama atau merupakan kekambuhan dari

Contoh; pressure ulcer dan leg ulcer.

LUKA KRONIK

Terjadi manakala kehilangan jaringan minimal dan tepi luka dapat direkatkan

Terjadi apabila luka terinfeksi atau mengandung benda asing (foreign body)

5 hari kemudian.

Proses penyembuhan tertunda dan memerlukan proses granulasi, kontraksi dan

Page 4: PENGKAJIAN LUKA.pdf

MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA

e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di

Primary Intention

A. KEHILANGAN JARINGAN.

1. Superficial Thickness.

� Kedalaman luka hanya melibatkan epidermis.

� Luka ini ditandai masih utuhnya epidermis namun terjadi

perubahan warna lainnya.

� Tidak disertai adanya eksudat.

2. Partial Thickness.

� Kedalaman luka melibatkan epidermis dan dermis.

� Kulit sekitar kadang erythema dan kadang menimbulkan nyeri, panas dan

edema.

� Eksudat minimal hingga sedang.

3. Full Thickness.

� Kedalaman luka melibatkan epidermis, dermis, dan jaringan sub cutan.

� Dapat melibatkan otot, tendon dan tulang.

� Kadang disertai dengan eksudat yang sangat banyak.

MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA

pertama di INDONESIA

Delayed Primary

Intention

Secondary Intention

KEHILANGAN JARINGAN.

Superficial Thickness.

Kedalaman luka hanya melibatkan epidermis.

Luka ini ditandai masih utuhnya epidermis namun terjadi

perubahan warna lainnya.

Tidak disertai adanya eksudat.

Kedalaman luka melibatkan epidermis dan dermis.

Kulit sekitar kadang erythema dan kadang menimbulkan nyeri, panas dan

Eksudat minimal hingga sedang.

Kedalaman luka melibatkan epidermis, dermis, dan jaringan sub cutan.

Dapat melibatkan otot, tendon dan tulang.

Kadang disertai dengan eksudat yang sangat banyak.

Page 4

Secondary Intention

Luka ini ditandai masih utuhnya epidermis namun terjadi erythema atau

Kulit sekitar kadang erythema dan kadang menimbulkan nyeri, panas dan

Kedalaman luka melibatkan epidermis, dermis, dan jaringan sub cutan.

Page 5: PENGKAJIAN LUKA.pdf

MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA

e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA Page 5

Superficial Thickness. Partial Thickness. Full Thickness.

A. PENAMPILAN KLINIS.

1. Necrotic atau hitam.

Tujuan : Rehydrate and Debridemen.

Contoh : Surgical, Larval, Mechanical, Enzymatic, atau Chemical.

2. Sloughy atau kuning.

Tujuan : Manajemen eksudat dan Lunakkan (deslough).

Contoh : Hydrogel atau madu.

3. Granulating atau merah.

Tujuan : Pertahankan dan control terjadinya hipergranulasi.

Contoh : Alginates.

4. Epitelisasi atau pink.

Tujuan : Lindungi dan cegah dari cedera.

Contoh : Minimalkan manipulasi pada luka, lindungi dengan film.

Page 6: PENGKAJIAN LUKA.pdf

MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA

e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA Page 6

NEKROTIK SLOUGH

GRANULASI EPITELISASI

B. LOKASI LUKA.

Luka pada daerah lipatan cenderung aktif bergerak dan tertarik sehingga

memperlambat proses penyembuhan akibat sel-sel yang telah beregenerasi dan

bermigrasi trauma. Contohnya luka pada lutut, siku, dan telapak kaki. Begitu juga

dengan area yang sering tertekan atau daerah penonjolan tulang seperti pada

daerah sacrum. Selain itu proses penyembuhan luka sangat bergantung pada baik

tidaknya vascularisasi daerah yang terkena.

C. PENGUKURAN LUKA.

Secara garis besar ada 4 parameter yang digunakan dalam pengukuran luka, yaitu;

panjang, lebar, kedalaman, dan diameter.

Page 7: PENGKAJIAN LUKA.pdf

MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA

e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA Page 7

Pengukuran luas luka merupakan bagian terpenting dari pengkajian luka,

pengukuran luka juga sabagai alat evaluasi kemajuan proses penyembuhan.

Agar pengukuran menjadi lebih akurat maka sebaiknya titik pada tepi luka

pengukuran ditandai sehingga pengukuran tetap konsisten.

1. Two dimensional assessment.

Pengukuran superficial pada luka dapat menggunakan penggaris/mistar dengan

mengukur panjang x lebar. Untuk mengukur lingkaran luka dapat

menggunakan plastic transparan yang diletakkan diatas luka kemudian

dilakukan tracing mengikuti tepi luka. Yang perlu diperhatikan adalah

menjaga jangan sampai alat ukur menjadi contaminated agent.

2. Three dimensional assessment.

Pada luka yang dalam, partial dan full thickeness atau adanya sinus dan/atau

undemining sebaiknya menggunakan pengkajian tiga dimensi. Pengukuran

diarahkan untuk mengetahui panjang, lebar dan kedalaman.

Panjang merupakan jarak terjauh pada arah head to toe, lebar merupakan jarak

terjauh antara sisi kiri dan kanan, sedangkan kedalaman merupakan jarak

terjauh antara bantalan luka dan permukaan kulit.

Untuk mengukur kedalaman luka dapat menggunakan kapas lidi kemudian

diletakkan pada bantalan luka dan pada batas dengan permukaan kulit ditandai

dengan ibu jari pemeriksa.

Ada juga metode menggunakan cairan steril. Dimana cairan steril dituangkan

diatas luka hingga rata dengan kulit sekitar kemudian diaspirasi lalu diukur

volume cairan tersebut. Yang perlu diperhatikan cairan yang digunakan tidak

menimbulkan trauma dan ‘wound-friendly’ pada luka. Metode ini juga tidak

cocok pada luka dengan fistula.

Page 8: PENGKAJIAN LUKA.pdf

MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA

e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA Page 8

Two dimensional assessment. Three dimensional assessment.

Seiring dengan kemajuan teknologi, maka saat ini telah berkembang banyak

metode untuk pengukuran luka, antara lain:

1. Photografy (baik itu kamera konventional, polaroid atapun digital).

2. Wound Tracing.

Menggunakan plastik transparan dan spidol transparan, kemudian diletakkan

diatas luka lalu tepi luka digambar (dijiplak).

3. Stereophotogrammetry (SPG).

Kombinasi kamera video dan software. Luka direkam kemudian didownload

ke komputer. Dengan menggunakan bantuan software luas permukaan luka

dapat dikalkulasi.

4. Wound Molds.

Alginate diletakkan pada permukaan luka, bila telah menebal maka ditmbang

beratnya. Hasil dari pengukuran berat alginate dapat menggambarkan status

penyembuhan luka.

! We can’t manage something that we can’t measure.

15 cm

16 cm

12

6

16 cm 3 cm

Page 9: PENGKAJIAN LUKA.pdf

MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA

e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA Page 9

D. EXUDATE.

Para ahli menggambarkan eksudat sebagai “sesuatu yang keluar dari luka”, “cairan

luka”, “drainase luka” dan “kelebihan cairan normal tubuh”. Bahkan pada masa

mesir kuno eksudat didefinisikan sebagai “wound balsm”.

Produksi eksudat dimulai sesaat setelah luka terjadi sebagai akibat adanya

vasodilatasi pada fase inflamasi yang difasilitasi oleh mediator infalamasi seperti

histamine dan bradikinin.

Pada luka akut sifat eksudat serous dan merupakan bagian normal dalam proses

penyembuhan luka akut. Namun apabila luka berubah menjadi kronis dan sulit

sembuh maka jenis eksudat berubah dan banyak mengandung proteolytic enzim

dan komponen-komponen lainnya yang tidak terdapat pada luka akut.

1. Adapun komposisi eksudat dan fungsinya.

Komponen Fungsi

Fibrin Pembekuan

Platelets Pembekuan

PMN Imunitas, produksi growth factor

Macrhophages Imunitas, produksi growth factor

Lymphocytes Imunitas

Microorganisme Faktor eksogen

Plasma protein Mempertahankan tekanan osmotic, imunitas,

dan media transport makromolekul.

Asam laktat Produk sisa dari metabolisme seluler dan

mengindikasikan adanya hypoxia

biokimiawi.

Glucosa Sumber energi

Wound debris/dead cells Tidak ada

Proteolytic enzymes Degradasi protein

Page 10: PENGKAJIAN LUKA.pdf

MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA

e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA Page 10

2. Jenis Eksudat.

Type Colour Consistency

Serous Clear Thin, watery

Fibrinous Cloudy Thin

Serosanguinous Clear, pink Thin, watery

Sanguinous Red Thin, watery

Seropurulent Yellow, cream cofee Thicker, cream

Purulent Yellow, grey, green Thick

Haemopurulent Dark, blood-stained Viscous, sticky

Haemorrhagic Red Thick

3. Volume eksudat.

Untuk mengetahui volume eksudat maka salah satu tools yang dapat

digunakan adalah “wound exudates continuum” yang dikembangkan oleh

Gray (2005). Parameter tools ini adalah volume dan vikositas eksudat yang

dapat mengindikasikan proses penyembuhan berlangsung normal atau tidak.

Vicositas

High

5

Medium

3

Low

1

v

ol

u

m

e

High

5

Medium

3

Low

1

Page 11: PENGKAJIAN LUKA.pdf

MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA

e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA Page 11

Contoh:

Apabila pada hari pertama didapatkan volume skor 3 (medium) dan vikositas

1 (low) maka total skor eksudatnya 4. Pada hari ketiga didapatkan volume

skor 5 (high) dan vikositasnya skor 3 (medium) sehingga total skor menjadi 8.

Hal ini menunjukkan luka bertambah buruk dan memerlukan re-evaluasi

termasuk penentuan dressing yang tepat.

4. Konsistensi (consistency) eksudat.

Konsistensi Kemungkinan penyebab

High viscosity

(Kental kadang melengket)

� Tinggi protein akibat dari inflamasi

atau infeksi.

� Jaringan nekrotik.

� Enteric fistula.

� Residu dari beberapa dressing.

Low viscosity

(encer dan cair)

� Rendah protein akibat dari venous

atau cardiac disease dan malnutrisi.

� Urinary atau limfatik fistula.

5. Bau (odour) eksudat.

Adanya bau pada eksudat kemungkinan disebabkan oleh:

� Pertumbuhan bakteri atau infeksi.

� Jaringan nekrotik.

� Sinus/enteric atau urinary fistula.

Secara quantitative, salah satu tools yang dapat digunakan untuk

menggambarkan bau eksudat adalah TELER Indikator.

Page 12: PENGKAJIAN LUKA.pdf

MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA

e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA Page 12

TELER Indikator untuk quantifikasi bau (Browne et al. 2004).

Kode Bau

5 Tidak ada bau

4 Bau tercium saat balutan dibuka

3 Bau tercium walaupun balutan belum dibuka

2 Bau tercium dengan jarak satu lengan dari

pasien.

1 Bau tercium didalam kamar.

0 Bau tercium diluar kamar.

! Pada saat mengganti balutan, penting untuk membaca eksudat. Warna,

konsistensi, bau dan volume eksudat merupakan tanda baca yang perlu

diperhatikan.

E. KULIT SEKITAR LUKA.

Pengkajian kulit sekitar luka merupakan bagian integral dari pengkajian luka.

Parameter yang dapat digunakan untuk mengkaji kulit sekitar luka adalah sebagai

berikut:

Warna Erythema atau pucat pucat

Tekstur Lembab, kering, macerasi

Temperature Hangat atau dingin

Integritas Maserasi, excoriasi, erosi, papula,

pustule, lesi, dll

Vaskularisasi capillary refill, terutama daerah tungkai.

Page 13: PENGKAJIAN LUKA.pdf

MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA

e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA Page 13

Pengkajian tepi luka juga diperhatikan untuk mengetahui epitelisasi dan kontraksi

luka.

Pengkajian kulit sekitar luka dapat memberikan panduan dalam mengevaluasi

penggunaan balutan sebelumnya. Seperti maserasi pada kulit sekitar luka dapat

terjadi sebagai akibat kontaknya kulit sekitar luka dengan eksudat atau akibat dari

penggunaan balutan yang terlalu lembab secara tidak tepat.

F. NYERI.

Nyeri merupakan tanda vital kelima, namun nyeri pada luka kadang tidak dikaji

dan tidak diintervensi secara adekuat. Padahal nyeri luka dapat mengindikasikan

adanya infeksi atau bertambah buruknya proses penyembuhan luka. Oleh karena

itu nyeri harus dikaji secara teratur dengan menggunakan skala pengkajian nyeri

yang valid (Reddy et al, 2003).

Penyebab nyeri perlu untuk diketahui, apakah berhubungan dengan penyakit,

pembedahan, trauma, infeksi atau benda asing. Apakah nyerinya local atau general

dan apakah nyerinya berkaitan dengan pergantian balutan atau produk.

Krasener telah membuat konsep tentang pengalaman nyeri kronik dalam tiga

model. Nyeri dibagi dalam tiga sub konsep; non siklus, siklus dan nyeri kronik.

1. Nyeri Non Siklus merupakan episode tunggal serangan nyeri, contoh: nyeri

setelah dilakukan debridement.

2. Nyeri Siklus merupakan episode serangan nyeri yang berulang.

Contoh;serangan nyeri setiap penggantian balutan.

3. Nyeri Kronik atau persisten merupakan serangan nyeri tanpa adanya

manipulasi pada luka. Contoh: Pasien merasa lukanya berdenyut-denyut saat

berbaring.

Karena nyeri merupakan pengalaman subyektif seseorang maka yang pelru

dibangun adalah komunikasi dengan pasien seputar responnya terhadap nyeri yang

dialami. Sebagai alat Bantu untuk mengevaluasi tingkat nyeri maka dapat

Page 14: PENGKAJIAN LUKA.pdf

MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA

e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA Page 14

digunakan skala nyeri (0-10) atau skala ekspresi wajah. Hasil dari skala nyeri

tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan jenis dressing yang

akan digunakan termasuk dosis analgetik yang akan diberikan.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0 2 4 6 8 10

Tidak Nyeri Ringan Moderat Nyeri Berat Sangat Berat

Menurut Suriadi (2007), beberapa hal yang perlu dikaji dalam anamnesa antara

lain:

1. Dimana lokasi nyeri?

2. Seperti apa nyeri yang dirasakan?

3. Apa kah ada gejala lain yang menyertai?

4. Pada saat kapan nyeri dirasakan oleh pasien?

5. Apakah nyeri dirasakan terus menerus atau hanya kadang-kadang?

6. Sudah berapa lama nyeri dirasakan?

7. Apakah nyeri mengganggu istirahat pasien?

8. Apakah pasien menggunakan obat saat serangan nyeri?

9. Posisi seperti apa yang dapat mempengaruhi nyeri?

Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri berhubungan

dengan prosedur pergantian balutan antara lain:

1. Penggunaan cairan pencuci luka yang hangat.

2. Melepaskan balutan dengan hati-hati, atau bilamemungkinakan motivasi

psien untuk melepaskan sendiri. Balutannya.

3. Gunakan 'time out'.

4. Gunakan balutan yang tidak menimbulkan trauma.

5. Evaluasi balutan lama.

6. Rubah frekuensi pergantian balutan.

Page 15: PENGKAJIAN LUKA.pdf

MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA

e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA Page 15

G. WOUND INFECTION (Infeksi Luka).

Infeksi dapat didefinisikan sebaga “pertumbuhan organisme pada luka yang

disertai dengan adanya reaksi jaringan” (westaby, 1985)1. Reaksi jaringan

ditentukan oleh resistensi host terhadap organisme, sedangkan resistensi host

dipengaruhi oleh banyak factor diantaranya status kesehatan, status nutrisi,

pengobatan dan derajat luka jaringan yang terkena.

Keberadaan bakteri pada luka akan mengakibatkan:

1. Kontaminasi.

Jumlah bakteri tidak bertambah dan tidak menimbulkan tanda-tanda klinis.

2. Kolonisasi.

Bakteri melakukan multiplikasi (bertambah banyak) namun jaringan luka

mungkin tidak terpengaruh.

3. Infeksi.

Bakteri mengalami multiplikasi, penyembuhan terhenti dan jaringan luka

rusak (infeksi local). Bakteri dapat menimbulkan masalah pada daerah

sekitar luka (spread infection) atau menyebabkan penyakit infeksi (sistemik

infection).

Kontaminasi Kolonisasi Infeksi lokal Perluasan

infeksi

Infeksi

sistemik

Status waspada Butuh intervensi

Infeksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Infeksi = Jumlah mikroorganisme x Virulensi

Resistensi host.

Page 16: PENGKAJIAN LUKA.pdf

MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA

e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA Page 16

Menurut Dense P. Nix, secara klinis, tanda dan gejala adanya infeksi pada luka kronis

adalah sbb:

H. PSYCHOLOGICAL IMPLICATION (Implikasi Psikologis).

Beberapa study menunjukkan bahwa pasien dengan luka kronis mengalami

penurunan kualtias hidup (quality of life). Beberapa faktor yang mempengaruhi

antara lain frekuensi pergantian balutan yang terlalu sering sehingga mengganggu

ADL, perasaan lemah dan lelah akibat gangguan pola tidur, keterbatasan gerak,

nyeri, bau eksduat, dan infeksi luka.

Oleh Karena itu perlu untuk diketahui harapan (expectancy) dari pasien terkait

dengan proses penyembuhannya. Sebagai contoh seorang gadis dengan luka bakar

pada wajah kecemasannya bukan pada proses penyembuhan lukanya tapi terlebih

pada penampilan tubuhnya (body image).

� Slough baru/bertambah.

� Kelebihan drainage, perubahan warna dan konsistensi.

� Kurangnya jaringan granulasi.

� Kemerahan, hangat sekitar luka.

� Peningkatan kadar glukosa pada pasien diabetes.

� Nyeri atau tenderness.

� Bau yang tidak seperti biasanya.

� Peningkatan ukuran luka atau bertambahnya area yang rusak.

Page 17: PENGKAJIAN LUKA.pdf

MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA

e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA Page 17

REFERENSI:

1. Carville. Wound Care Manual 3rd ed.St. Osborne Park: Silver Chain

Foundation;1998.p.43-51.

2. Suriadi. Manajemen Luka. Penerbit STIKEP Muhammadiyah. Pontianak.2007.p.204-

211.

3. Dense P Nix. Patient Assessment and Evaluation of Healing in: Bryant (editor). Acute &

Chronic Wounds, Current Management Concepts 3rd ed.St. Louis: Mosby;2007. p.130-

144.

4. Dealay. The care Of Wounds. A gudie for nurses.Blackwell Publishing Ltd: 2005. p.56-

71.

5. Members Of Expert Working Group. Principles of best practice. Wound Infection in

Clinical Practice: an international consensus. WCET Journal 2008;28 (4):5-14

6. Wolrd Union Of Wound Healing Societies (WUWHS). Principles of best practice:

Wound Exudate anf the role of dressing. A consensus document. London:MEP Ltd.

2007.

7. Kathryn Vowden, Peter Vowden. Wound Bed Preparation. [cited 2009 Feb 13];

Available from URL: http://www.worldwidewounds.com/woundbedpreparation.html

8. Richard White & Keith F Cutting. Modern exudate management: a review of wound

treatments [cited 2009 Feb 13]; Available from URL:

http://www.worldwidewounds.com/2007/November/Thomas-Fram-Phillips/Thomas-

Fram-Phillips-Compression-WRAP.html

9. Helen Hollinworth. Pain at wound dressing-related procedure: a template for assessment.

Available from:www.worldwidewounds.com/2005/august/Hollinworth/Framework-

Assessing-Pain-Wound-Dressing-Related.html

10. ABC of Wound healing: Wound Assessment. Available from:

student.bmj.com/issues/06/03/education/98.php

Page 18: PENGKAJIAN LUKA.pdf

MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA

e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA Page 18

TENTANG PENULIS

Saldy Yusuf, S.Kep.Ns.ETN. lahir di Makassar 26 Oktober 1978. Pendidikan

Keperawatan di mulai di Akper Depkes Tidung Makassar (2000), S 1 Keperawatan

PSIK-FK UNHAS (Tahun 2007). Tahun 2008 mendapatkan beasiswa dari World

Council Of Enterostomal Therapy Nursing (WCETN) untuk mengikuti Indonesian

Enterostomal Therapy Nursing Education Programme (IndoETNEP). Selain sebagai

Khalifah di muka bumi, saat ini penulis memiliki pekerjaan sampingan sebagai Ketua

Prodi D III Keperawatan STIKes Bina Bangsa Majene dan aktif sebagai dosen tamu di

beberapa Perguruan Tinggi, pembicara dalam beberapa Seminar Nasional, dan trainer

dalam bidang luka, stoma, dan continence care. Penulis juga aktif sebagai Ketua DPC

PPNI Kabupaten Majene, Pengurus InETNA, dan anggota WCETN.

Korespondensi:

e-mail : [email protected]

weblog :www.saldyusuf.blogpost.com

Hp : 081355032553