19
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep Lansia 2.1.1 Definisi lansia Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia (lansia) dimulai pada abad ke-19 di negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas minimal untuk kategori lansia. Namun, banyak lansia yang masih menganggap dirinya berada pada masa usia pertengahan. Usia kronologis biasanya tidak memiliki banyak keterkaitan dengan kenyataan penuaan lansia. Setiap orang menua dengan cara yang berbeda-beda, berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya. Setiap lansia adalah unik, oleh karena itu perawat harus memberikan pendekatan yang berbeda antara satu lansia dengan lansia lainnya (Potter & Perry, 2009). 2.1.2 Klasifikasi lansia . Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.

pengkajian lansia

  • Upload
    pwino

  • View
    98

  • Download
    5

Embed Size (px)

DESCRIPTION

usila

Citation preview

Page 1: pengkajian lansia

BAB IITINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Lansia 2.1.1 Definisi lansia

Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia (lansia) dimulai

pada abad ke-19 di negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas minimal untuk

kategori lansia. Namun, banyak lansia yang masih menganggap dirinya berada pada

masa usia pertengahan. Usia kronologis biasanya tidak memiliki banyak keterkaitan

dengan kenyataan penuaan lansia. Setiap orang menua dengan cara yang berbeda-

beda, berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya. Setiap lansia adalah unik, oleh karena

itu perawat harus memberikan pendekatan yang berbeda antara satu lansia dengan

lansia lainnya (Potter & Perry, 2009).

2.1.2 Klasifikasi lansia

. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang

berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh)

tahun ke atas”.

b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi

empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut

usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat

tua (very old) ialah di atas 90 tahun.

c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu : pertama (fase

inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga (fase

presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.

d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age):

> 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi

Page 2: pengkajian lansia

menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan

very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).

2.1.3 Karakteristik lansia

Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan Depkes

RI (2003) dalam Maryam dkk (2009) yang terdiri dari : pralansia (prasenilis) yaitu

seseorang yang berusia antara 45-59 tahun, lansia ialah seseorang yang berusia

60 tahun atau lebih, lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau

lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan, lansia

potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan

yang dapat menghasilkan barang/jasa, lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak

berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

Menurut Keliat dalam Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang

kesehatan)

b. Kebutuan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari

kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi

maladaptif

c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

Karakteristik penyakit yang dijumpai pada lansia diantaranya:

a. Penyakit yang sering multipel, saling berhubungan satu sama lain

b. Penyakit bersifat degeneratif, serta menimbulkan kecacatan

c. Gejala sering tidak jelas, berkembang secara perlahan

d. Masalah psikologis dan sosial sering terjadi bersamaan

e. Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut

f. Sering terjadi penyakit yang bersifat iatrogenik

Hasil penelitian profil penyakit lansia di empat kota (Padang, Bandung, Denpasar, dan

Makasar) adalah sebagai berikut (Santoso, 2009):

a. Fungsi tubuh yang dirasakan menurun; penglihatan (76,24%); daya ingat (69,3%);

seksual (58,04%); kelenturan (53,23% ); gigi dan mulut (51,12%)

b. Masalah kesehatan yang sering muncul: sakit tulang atau sendi (69,39%); sakit

kepala (51,5%); daya ingat menurun (38,51%); selera makan menurun (30,08%);

mual atau perut perih (26,66%); sulit tidur (24,88%); dan sesak napas (21,28%)

Page 3: pengkajian lansia

c. Penyakit kronis: reumatik (33,14%); hipertensi (20,66%); gastritis (11,34%); dan

penyakit jantung (6,45%).

2.1.4 Teori-teori proses penuaan Menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia.

Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu

waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan

proses alamia, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu

anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologi maupun psikologi.

Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, contohnya kemunduran fisik yang

ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,

pendengaran kurang jelas, penglihatan semangkin memburuk, gerakan lambat, dan

figure tubuh yang tidak proposional.

Proses menua merupakan kombinasi bermacam-macam faktor yang saling

berkaitan. Sampai saat ini, banyak teori yang menjelaskan tentang proses menua yang

tidak seragam. Secara umum, proses menua didefinisikan sebagai perubahan yang

terkait waktu, bersifat universal, intrinsik, progesif, dan detrimental. Keadaan tersebut

dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan

untuk dapat bertahan hidup. Berikut akan di kemukakan bermacam-macam teori

proses menua yang penting.

Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-

angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya

daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang

berakhir dalam kematian.

Manusia secara lambat dan progresif akan kehilangan daya tahan terhadap

infeksi dan akan menempuh semangkin banyak penyakit degenerative (misalnya:

hipertensi, arteriosklerosis, diabetes melitus, dan kanker) yang akan menyebabkan

berakhirnya hidup dengan episode terminal yang dramatis, misanya: stroke,

inframiokard, koma asidotik, kanker metastasis, dan sebagainya (Maryam, 2008).

Teori-teori yang mendukung terjadinya proses penuaan, antara lain: teori

biologis, teori kejiwaan sosial, teori psikologis, teori kesalahan genetik, dan teori

penuaan akibat metabolisme (Santoso, 2009).

a. Teori Biologis

Teori biologis tentang penuaan dapat dibagi menjadi teori intrinsik dan ekstrinsik.

Intrinsik berarti perubahan yang timbul akibat penyebab di dalam sel sendiri,

sedang teori ekstrinsik menjelaskan bahwa penuaan yang terjadi diakibatkan

pengaruh lingkungan.

Page 4: pengkajian lansia

b. Teori Genetik Clock

Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies tertentu.

Tiap spesies di dalam inti selnya mempunyai suatu jam genetik yang telah diputar

menurut suatu replikasi tertentu dan akan menghitung mitosis. Jika jam ini

berhenti, maka spesies akan meninggal dunia.

c. Teori Mutasi Somatik (Error Catastrophe Theory)

Penuaan disebabkan oleh kesalahan yang beruntun dalam jangka waktu yang

lama melalui transkripsi dan translasi. Kesalahan tersebut menyebabkan

terbentuknya enzim yang salah dan berakibat pada metabolisme yang salah,

sehingga mengurangi fungsional sel.

d. Teori Autoimun (Auto Immune Theory)

Menurut teori ini proses metabolisme tubuh suatu saat akan memproduksi zat

khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap suatu zat, sehingga

jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.

e. Teori Radikal Bebas

Menurut teori ini penuaan disebabkan adanya radikal bebas dalam tubuh.

f. Teori Pemakaian dan Rusak

Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah (rusak).

g. Teori Virus

Perlahan-Lahan Menyerang Sistem Sistem Kekebalan Tubuh (Immunology Slow

Virus Theory). Menurut teori ini penuaan terjadi sebagai akibat dari sistem imun

yang kurang efektif seiring dengan bertambahnya usia.

h. Teori Stres

Menurut teori ini penuaan terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan

oleh tubuh.

i. Teori Rantai Silang

Menurut teori ini penuaan terjadi sebagai akibat adanya reaksi kimia sel-sel yang

tua atau yang telah usang menghasilkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan

kolagen.

j. Teori Program

Menurut teori ini penuaan terjadi karena kemampuan organisme untuk menetapkan

jumlah sel yang membelah sel-sel tersebut mati.

k. Teori Kejiwaan Sosial

l. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)

Menurut Havigusrst dan Albrecht (1953) berpendapat bahwa sangat penting bagi

lansia untuk tetap beraktifitas dan mencapai kepuasan.

m. Teori Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)

Page 5: pengkajian lansia

Perubahan yang terjadi pada lansia sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian yang

dimiliki.

n. Teori Pembebasan (Disengagement Theory)

Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang berangsur-

angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya.

o. Teori Psikologi

Teori-teori psikologi dipengaruhi juga oleh biologi dan sosiologi salah satu teori

yang ada. Teori tugas perkembangan yang diungkapkan oleh Hanghurst (1972)

adalah bahwa setiap tugas perkembangan yang spesifik pada tiap tahap

kehidupan yang akan memberikan persaan bahagia dan sukses. Tugas

perkembangan yang spesifik ini bergantung pada maturasi fisik, penghargaan

kultural, masyarakat, nilai aspirasi individu. Tugas perkembangan pada dewasa tua

meliputi penerimaan adanya penurunan kekuatan fisik dan kesehatan, penerimaan

masa pensiun dan penurunan pendapatan, respon penerimaan adanya kematian

pasangan, serta mempertahankan kehidupan yang memuaskan.

p. Teori Kesalahan Genetik

Proses menjadi tua ditentukan oleh kesalahan sel genetik DNA di mana sel genetik

memperbanyak diri sehingga mengakibatkan kesalahan-kesalahan yang berakibat

pula pada terhambatnya pembentukan sel berikutnya, sehingga mengakibatkan

kematian sel. Pada saat sel mengalami kematian orang akan tampak menjadi tua.

q. Teori Rusaknya Sistem Imun Tubuh

Mutasi yang terjadi secara berulang mengakibatkan kemampuan sistem imun

untuk mengenali dirinya berkurang (self recognition), sehingga mengakibatkan

kelainan pada sel karena dianggap sel asing yang membuat hancurnya kekebalan

tubuh.

2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penuaan dan penyakit yang

sering terjadi pada lansia di antaranya hereditas atau keturunan genetik, nutrisi atau

makanan, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan dan stress (Santoso,

2009).

2.1.6 Perubahan yang terjadi pada lansia Perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya (Santoso, 2009):

a. Perubahan kondisi fisik

Perubahan pada kondisi fisik pada lansia meliputi perubahan dari tingkat sel

sampai ke semua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan,

pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh,

muskolosketal, gastrointestinal, urogenital, endokrin, dan integumen. Masalah fisik

Page 6: pengkajian lansia

sehari-hari yang sering ditemukan pada lansia diantaranya lansia mudah jatuh,

mudah lelah, kekacuan mental akut, nyeri pada dada, berdebar-debar, sesak

nafas, pada saat melakukan aktifitas/kerja fisik, pembengkakan pada kaki bawah,

nyeri pinggang atau punggung, nyeri sendi pinggul, sulit tidur, sering pusing, berat

badan menurun, gangguan pada fungsi penglihatan, pendengaran, dan sulit

menahan kencing.

b. Perubahan kondisi mental

Pada umumnya lansia mengalami penurunann fungsi kognitif dan psikomotor.

Perubahan-perubahan ini erat sekali kaitannya dengan perubahan fisik, keadaan

kesehatan, tingkat pendidikan atau pengetahuan, dan situasi lingkungan. Dari segi

mental dan emosional sering muncul perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak

aman dan cemas. Adanya kekacauan mental akut, merasa terancam akan

timbulnya suatu penyakit atau takut ditelantarkan karena tidak berguna lagi. Hal ini

bisa meyebabkan lansia mengalami depresi.

c. Perubahan psikososial

Masalah perubahan psikososial serta reaksi individu terhadap perubahan ini

sangat beragam, bergantung pada kepribadian individu yang bersangkuatan.

d. Perubahan kognitif

Perubahan pada fungsi kognitif di antaranya adalah kemunduran pada tugas-tugas

yang membutuhkan kecepatan dan tugas yang memerlukan memori jangka

pendek, kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran, dan kemampuan

verbal akan menetap bila tidak ada penyakit yang menyertai.

e. Perubahan spiritual

Emakin bertambah usia, agama dan kepercayaan makin terintegrasi dalam

kehidupannya.

2.1.7 Masalah Kesehatan pada Lansia di Unit Gawat Darurat

1) SyncopeSyncope atau pingsan merupakan salah satu gelaja yang ditunjukkan pada pasien

lansia dan biasanya berkaitan dengan penyakit jantung dan neurologis. San Fransisco

Syncope Rule menetapkan 5 kriteria yang berhubungan dengan kedatangan pasien akibat

pingsan yaitu 1) adanya riwayat CHF, 2) hematokrit pasien <30, 3) adanya gelombang EKG

yang tidak normal, 4) riyawat kesulitan bernafas, dan tekanan darah sistolik < 90 mmHg.

Semakin banyak kriteria tersebut ada pada pasien lansia maka semakin tinggi faktor risiko

pasien. Pemeriksaan awal pasien sinkop dengan faktor risiko harus dilakukan pula

pemeriksaan jantung penuh, termasuk monitoring EKG, pemeriksaan enzyme jantung,

Page 7: pengkajian lansia

ECHO jantung, dan kemudian tes stres. Selain itu pemeriksaan pembuluh darah, CT-scan

kepala, dan EEG dapat dibenarkan untuk menilai lebih lanjut yang berkaitan dengan

penyebab neurogenik.

2) Acute StrokeProses identifikasi dimulai melalui pendidikan pasien dan kesadaran masyarakat,

yang jika dilakukan dengan benar, dapat memastikan presentasi dan pengobatan dini. Jika

teridenitifikasi lebih awal, defisit neurologis dari stroke dapat diminimalkan Gejala tradisional

stroke seperti kelumpuhan unilateral kelumpuhan pada wajah, lengan, kaki, kebingungan

tiba-tiba, aphasia, defisit memori, sakit kepala parah, atau pusing harus diidentifiaksi. Gejala

atypical yang mungkin ditunjukkan pasien lansia seperti hilangnya kesadaran, nyeri,

palpitasi, perubahan status mental, dan sesak napas juga harus dikaji.

3) TraumaPenurunan fungsi sistem tubuh pada lansia sering menyebabkan injury dan trauma

seperti patah tulang dan CVA. Penurunan tersebut berkontribusi juga terhadap

kemampuan tubuh untuk dapat kembali ke kondisi normal. beberapa karaketristik yang has

pada lansia adalah terdapat peningkatan kerapuhan pada tulang, kulit dan jaringan yang

lain, kekuatan otot berkurang dan adanya gangguan kognitif, gangguan keseimbangan,

gangguan penglihatan dan pendengaran yang dapat meningkatkan risiko trauma atau

cedera parah. Trauma diidentifikasi sebagai penyebab kelima kematian pada orang tua

(Hogan & Rios-Alba, 2014).

.

4) Hipotermia dan Hipertermiaa. HipotermiaHipotermia didefinisikan sebagai suhu inti kurang dari 35°C (95° F), dimana biasanya

terjadi pada lansia akibat beberapa penyakit dan obat-obatan. Seperti pada Perubaha

patologis adalah bradikardia, depresi pernafasan, dan koma yang menyebabkan terjadinya

mekanisme vasodilatasi pembuluh darah dan kemudian terjadi penurunan suhu tubuh ("inti

suhu afterdrop"). Hipotermia diklasifikasikan menjadi 3 yaitu mild hipotermia, moderate

hipotermia, dan severe hipotermia. pada mild hipotermia, suhu tubuh berada pada rentang

34-350C (93– 95° F), pasien akan mengalami nyeri otot dan tremor. Pada moderate

hipotermia suhu inti tubuh berada pada rentan 31-330C (88-920F), dimana gejala yang

ditunjukkan pasien seperti kebingungan, mengantuk, halusinasi, serta dapat terjadi deprsei

pernapasan. Pada severe hipotermia (hipotermia berat) suhu inti kurang dari 31°C

(88°F).dimana pasien menunjukkan kulit sianosis atau kulit seperti lilin, sangat kaku,

Page 8: pengkajian lansia

terdapat kekakuan otot, dan depresi pernapasan sehingga membutuhkan penanganan yang

mendesak di IGD dan ICU.

b. HipertermiaHipertemia juga sering dialami oleh pasien lansia akibat penurunan sistem kerja

regulasi tubuh akibat proses penuaan. Hipertemia bisa menjadi salah satu tanda adanya

kegawatan pada seorang pasien lansia, seperti adanya heat fatigue dan heat syncope. Heat

fatigue atau kelelahan akibat kepanasan dapat terjadi pada pasien lansia akibat paparan

tinggi akan suhu yang panas yang menyebabkan pasien pucat, berkeringat, akral dingin dan

lembab, lemah, dan lelah. Bila keadaan ini berlanjut dapat menyebabkan pingsan yang

sering disebut sebagai heat syncope. selain itu ada yang disebut sebagai Heat cramps

atau kram otot akibat paparan suhu panas yang terlalu tinggi dimana terjadi kehilangan

cairan dan garam; denyut nadi dan BP naik, dan pasien mengalami tanda dehidrasi seperti

kehausan. pada kasus ini pasien lansia perlu dibawa ke IGD untuk mendapatkan

manajemen dehidrasi. Tanda dan gejala pasien hipertemia yang paling mengancam jiwa

adalah adanya heat stroke, dimana sudah terjadi perubahan status mental seperti pusing,

bingung, dan takikardia. Heat stroke akan berakibat fatal jika diabaikan, dengan suhu tubuh

meningkat dengan cepat dan di luar kendali. Suhu sering di atas 40° C (104°F), dan pasien

akan menunjukkan tanda-tanda seperi panas dan kering, bingung, agresif, mengigau, ,

hipotensi, dan hiperventilasi dan ada kerusakan organ akhir seperti gagal ginjal akut (ARF).

2.2 Pengkajian Masalah Kesehatan pada Lansia di IGD2.2.1 Pengkajian Primer pasien Lansia di IGD

Pengkajian primer pasien di IGD selalu mengutamakan pada aspek yang

mengancam kehidupan. Aspek tersebut dapat dilihat dari pengkajian primer ABCD, dimana

A adalah airway, B adalah breathing, C adalah Sirkulasi, dan D adalah Disability Neurologis.

Pengkajian Airway digunakan untuk mendeteksi adanya ketidakpatenan jalan nafas melalui

mulut, hidung, dan saluran napas bagian atas paru-paru, seperti adanya stridor pada

masalah edema mukosa, anafilaksis, dan benda asing. Pengkajian Breathing pada lansia

digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan pernapasan seperti RR pasien yang kurang

dari 10x/menit dan lebih dari 30x/menit, dan saturasi O2, 93% pada ruang udara. Pada

pengkajian (C) yatu sirkulasi dilihat untuk mengetahui adanya tanda-tanda penurunan

perfusi organ seperti diaphoresis, sianosis, dan syok dengan melihat HR dan tekanan darah

sistolik. Pengkajian D dilakukan untuk melihat disability dan kasus neurologis pasien seperti

adanya kecacatan, penurunan kesadaran, dan gejala stroke (Hogan & Rios-Alba, 2014).

Menurut Hammond & Zimmermann, (2013), masalah kesehatan lansia merupakan

masalah yang kompleks dan beragam, akan tetapi dari data-data penelitian yang

Page 9: pengkajian lansia

dikumpulkan masalah utama pasien lansia berkaitan dengan nyeri, gangguan psikiatrik,

urosepsis dan dehidrasi. Dalam pengkajian primer, keempat masalah utama tersebut harus

diidentifikasi.

1) NyeriNyeri didefiniskan sebagai sebuah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

nyaman dan tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan yang

aktual dan potensial. Nyeri adalah salah satu gejala yang dialami oleh lansia, dimana

dilaporkan bahwa 25-50% lansia mengalami nyeri yang cukup berat pada komunitas

dwelling-seniors (Gloth, 2001 dalam Hwang, et.al., 2010). Wilber (2004) melaporkan bahwa

3-6% pasien lansia yang datang ke IGD menunjukkan masalah utama nyeri abdomen,

dimana ditemukan data sekitar 67% pasien dengan nyeri abdomen adalah pasien yang

berumur 65 tahun kebawah, dan 44%nya adalah pasien lansia dengan umur lebih dari 65

tahun. Selain nyeri abdomen, masalah nyeri pada pasien lansia juga sering diidentifikasi

sebagai nyeri dada. peningkatan umur menjadi faktor risiko penyakit arteri koroner.

2) Gangguan PsikiatriDelirium dan agitasi adalah salah satu masalah yang paling pada geriatri, terjadi

pada sekitar 25% dari pasien lansia yang dirawat di rumah sakit. Konsekuensi delirium

meliputi peningkatan morbiditas mortalitas, memperlama lama rawat inap (LOS),

meningkatkan kebutuhan tambah staf (pengasuh), dan potensi meningkatnya penurunan

fungsional yang permanen (ACEP, et.al., 2013). Kebijakan yang termuat dalam Geriatric

Emergency Department Guidelines untuk mengatasi gangguan psikiatrik pada lansia adalah

melakukan pengkajian untuk secara komprehensif untuk mengevaluasi pasien lansia yang

mengalami delirium, ensefalopati, atau perubahan status mental, dimana tujuan utamanya

adalah menghasilkan koordinasi perawatan dengan perhatian khusus yang mengarahkan

intervensi untuk memperbaiki penyebab reversibel dan membatasi faktor-faktor yang

memperpanjang atau menjadi penyebab delirium. Oleh karena itu ACEP, et.al. (2013)

menyusun suatu alat screening yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi pasien yang

mengalami dimensia dan delirium.

Berikut ini merupakan alat skrening pasien delirium yang terbagi dalam dua tahap :

Page 10: pengkajian lansia

Gambar 2.1Sumber : American College of Emergency Physicians (ACEP), The American Geriatrics Society

(AGS), Emergency Nurses Association (ENA), and the Society for Academic Emergency Medicine (SAME). (2013). Geriatric Emergency Department Guidelines

Gambar 2.2Sumber : American College of Emergency Physicians (ACEP), The American Geriatrics Society

(AGS), Emergency Nurses Association (ENA), and the Society for Academic Emergency Medicine (SAME). (2013). Geriatric Emergency Department Guidelines

Page 11: pengkajian lansia

3) UrosepsisUrosepsis merupakan penyakit infeksi darah sistemik yang berkembang dari infeksi

pada saluran kemih. Pada usia lanjut, kondisi ini berkontribusi terhadap angka morbiditas

dan mortalitas pasien hingga mencapai 40%. Tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh

pasien lansia adalah penurunan tingkat kesadaran, disuria dan peningkatan frekuensi

berkemih, gejala bakterimia seperti demam, hipotensi, dan panas dingin (Hammond &

Zimmermann, 2013).

Risiko infeksi saluran kemih dari meningkat sekitar 5% per hari dan sebagian dari

pasien tersebut merupakan pasien lansia yang menggunakan kateter dalam jangka waktu

yang lama sehingga terjadi bakteremia dan sepsis (ACEP, et.al., 2013). Berdasarkan

penelitian dari Yakoe, et.al. (2008) dalam ACEP, et.al. (2013) disebutkan bahwa antara

tahun 1990 sampai 2002 di rumah sakit terjadi peningkatan kasus infeksi saluran kemih

sebesar 16% dari semua kasus yang ada rumah sakit. Infeksi saluran kemih yang

berhubungan penggunaan kateter menunjukkan persentase yang tinggi yaitu sebesar 80%.

Oleh karena itu, ACEP, et.al. (2013) dalam “Geriatric Emergency Department Guideline”

membuat suatu alogaritem tentang penggunaan foley kateter.

Berikut alogaritme penggunaan foley kateter oleh ACEP, et.al. (2013) :

Gambar 2.3

Page 12: pengkajian lansia

Sumber : American College of Emergency Physicians (ACEP), The American Geriatrics Society (AGS), Emergency Nurses Association (ENA), and the Society for Academic Emergency Medicine

(SAME). (2013). Geriatric Emergency Department Guidelines

4) DehydrasiDehidrasi didefiniskan sebagai kehilangan cairan tubuh yang disebabkan karena

intake cairan yang kurang dan kehilangan cairan yang berlebihan. Pasien lansia berisiko

tinggi terhadap dehidrasi karena terjadi penurunan persepsi haus, penurunan kognitif, dan

gangguan akibat proses penuaan. Beberapa faktor yang berhubungan dengan peningkatan

kasus dehidrasi pada lansia teridentifikasi berupa usia yang lebih dari 85 tahun, polifarmasi,

stroke, dimensia, penyakit ginjal, trauma, pembedahan, dan adanya riwayat dehidrasi

(Hammond & Zimmermann, 2013).

2.2.2 Pengkajian Sekunder Walaupun masalah primer pada lansia berkaitan erat dengan penyakit akut, trauma

atau luka baru, dan gangguan psikatrik, di IGD tetap diperlukan suatu cara dan alat untuk

mengukur masalah-masalah potensial lain yang dapat memperburuk kondisi pasien. Oleh

karena itu, dalam penilaian sekunder bertujuan untuk menangani reaksi obat yang

merugikan dan polifarmasi, risiko jatuh, kekerasan dan penelantaran, dan imunisasi

(Hammond & Zimmermann, 2013).

1) Polifarmasi dan reaksi obat yang merugikanPasien geriatri memiliki risiko tinggi untuk efek samping yang berhubungan dengan

pengobatan. Hal ini dikarenakan proses fisologi normal penuaan akan menyebabkan

perubahan metabolisme obat yang pada akhirnya menyebabkan masalah pada dosis yang

normal (Geriatric Emergency Department Guidelines, 2014). Reaksi obat yang buruk paling

sering terjadi pada pasien lansia yang mengkonsumsi warfarin (Coumadin) dan insulin. lebih

dari 400.000 pengobatan OTC terjadi di USA dan lansia merupakan kelompok terbesar

dalam penggunaan obat tersebut. Polifarmasi adalah penggunaan obat yang lebih dari yang

klinis ditunjukkan, semakin banyak obat yang dikonsumsi pasien, maka semakiin tinggi risiko

untuk interaksi dengan obat lain dalam rejimen pengobatan. Sehingga dalam IGD, penting

bagi perawat untuk melakukan hal-hal sebagai berikut (Hammond & Zimmermann, 2013). :

a. Mengkaji riwayat konsumsi obat-obatan pasien.

Tidak sedikit pasien di lansia mengeluh perdarahan dan nyeri abdomen yang

disebabkan karena konsumsi analgetik seperti aspirin dalam jangka lama untuk

mengobati rematik dan nyeri sendi pasien.

Page 13: pengkajian lansia

b. Menggunakan kunjungan pasien ke IGD sebagai kesempatan untuk menghentikan

obat yang berpotensi tidak pantas yang mungkin bertanggung jawab untuk keluhan

utama pasien.

c. Memilih obat yang lebih aman untuk menghindari efek samping yang lebih besar

daripada manfaat untuk indikasi.

d. Melakukan edukasi pada pasien dan keluarga mengenai obat-obatan pasien (baik

dosis, indikasi, efek samping, dan cara pakai).

2) Risiko JatuhJatuh merupakan mekanisme traumatis utama dalam populasi geriatri

yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan dibandingkan dengan

pasien yang lebih muda. selama lima tahun antara Dari tahun 2005 sampai 2009, kunjungan

pasien lansia di IGD akibat jatuh meningkat sekitar 37,5% dan terjadi pada 1/3 dari populasi

lebih dari 65 tahun dan 51% terjadi pada usia yang lebih tua dari 85 tahun (Geriatric

Emergency Department Guidelines, 2014).

Pengkajian untuk jatuh berhubungan dengan faktor risiko sebagai berikut (Hammond

& Zimmermann, 2013):

a) Usia lebih tua dari 75 tahun.

b) Gangguan kognisi (perubahan status mental akut ataupun kronis seperti

kebingungan, dimensia, dan delirium).

c) Riwayat Jatuh

d) Ketidakstabilan

e) Medikasi-polifarmasi

f) Gangguan eliminasi seperti inkontinensia dan diare.

g) Gangguan sensori seperti pemakaian kacamata dan alat bantu pendengaran

h) Penggunaan alat bantu berjalan

i) hambatan lingkungan

j) Konsumsi alcohol, opioid, benzodiazepines, dan antipsikotik.

Semakin tinggi faktor risiko yang dimilik pasien, maka semakin tinggi pula risiko jatuh

pasien.

3) Abuse and NeglectPenelantaran dan kekerasan pada lansia merupakan masalah yang serius dan

biasanya tidak terdeteksi oleh petugas kesehatan di IGD. Screening akan adanya

penelantaran dan kekerasan pada lansia dapat dilakukan di IGD dengan cara melakukan

general screening dan mengkaji secara langsung dengan beberapa pertanyaan pada pasien

lansia. General screening yang dapat dilakukan adalah dengan melihat luka yang

Page 14: pengkajian lansia

ditunjukkan pasien apakah mengarah seperti luka akibat pukulan, hygiene pasien yang

buruk, angka kunjungan pasien ke IGD, pasien cemas, takut, dan gelisah (Hammond &

Zimmermann, 2013).