25
Budaya Penggunaan Alat Komunikasi (ponsel) Saat Kelas Berlangsung Disusun Oleh M. Dimas Ponco Wirianto 15/384272/SP/26984 Jurusan Politik dan Pemerintahan

Penggunaan Ponsel Saat Kelas Berlangsung

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas Mata Kuliah Ilmu Sosial Dasar Jurusan Politik Pemerintahan Unversitas Gadjah Mada 2015

Citation preview

Budaya Penggunaan Alat Komunikasi (ponsel)

Saat Kelas Berlangsung

Disusun Oleh

M. Dimas Ponco Wirianto

15/384272/SP/26984

Jurusan Politik dan Pemerintahan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Gadjah Mada

2015

BAGIAN 1

BAB I

PENDAHULUAN

Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri dan perlu

memiliki banyak jaringan untuk sekedar saling berbagi informasi dan saling

membantu. Belakangan ini,tak henti-hentinya manusia mencoba aplikasi-aplikasi

sosial terkini yang mempermudah mereka untuk mencari jaringan hanya dalam

alat yang muat dalam saku dan genggaman tangan mereka. Aplikasi sosial yang

telah disinggung merupakan hasil dari perkembangan teknologi global yang tidak

asing lagi. Aplikasi yang dapat diakses melalui ponsel dimanapun dan kapanpun

ini dalam kurun waktu beberapa tahun, membentuk fenomena baru di kalangan

sosial yang mana membuat ponsel tidak jauh dari genggaman tangan manusia

sekarang dengan alasan untuk berkomunikasi.

Alat komunikasi yang sering digunakan karena bentuk dan fitur yang

terbilang simple yaitu ponsel, merubah cara berkomunikasi manusia pada zaman

sekarang. Dahulu mereka harus bertemu untuk mendiskusikan sesuatu, namun

sekarang hanya menggunakan ponsel mereka dapat berdiskusi via suara dalam

jarak jauh. Bahkan teknologi terkini membolehkan manusia untuk berkomunikasi

via audio visual sehingga seolah-olah bertatapan langsung dengan lawan bicara.

Banyak sekali keuntungan-keuntungan yang dibawa oleh aplikasi-aplikasi yang

bertubuhkan ponsel ini.

Semua keuntungan yang dibawa oleh teknologi zaman sekarang telah

dirasakan oleh hampir seluruh manusia di dunia. Sehingga berlomba-lomba orang

berusaha untuk menggunakan teknologi itu untuk mengikuti perkembangan

zaman. Semua ini menyebabkan penggunaan ponsel meningkat dan hampir setiap

saat digunakan sehingga seolah-olah menjadi sebuah tradisi atau budaya baru

yang tumbuh di kalangan masyarakat. Ponsel juga tidak hanya digunakan di satu

tempat, setiap saat ponsel selalu digunakan sehingga lahirlah teknologi baru lagi

yang seolah-olah mendukung penggunaan ponsel dimanapun, contohnya

Powerbank (Charger Portable), Waterproof Case (Pelindung ponsel saat

digunakan di dalam air), dll. Teknologi ini juga yang membuat manusia merasa

ter-support untuk menggunakan ponsel dimanapun dan kapanpun.

Sekilas terlihat bahwa ponsel menjadi objek dalam era baru global,

padahal dengan menggunakan ponsel secara terus-menerus kadang kita tak

disengaja mengabaikan orang lain yang sedang berbicara pada kita, melalaikan

dan menunda tugas kita (Procrastinating), dan masih banyak lagi.

Dalam konteks pelajar, terutama mahasiswa, ponsel sering digunakan

di dalam kelas, entah apapun tujuannya tetapi ini merupakan kebiasaan yang

lazim. Tak disengaja ataupun disengaja mereka mengabaikan penjelasan dosen,

yang notabenenya memiliki hak seperti layaknya manusia lain yaitu hak untuk

didengarkan. Inilah yang menjadi bahan pembahasan yang ingin dibawa penulis,

yaitu apakah kita (mahasiswa JPP 2015) mengetahui bahwa kita melanggar hak

orang lain (dosen, pengajar, dll) untuk didengarkan dengan menggunakan ponsel

saat kelas berlangsung dan apakah kita ingin mengatasinya.

Penelitian ini berlangsung sejak bulan November hingga Desember

pada tahun 2015. Diberlakukan hanya untuk mahasiswa JPP 2015 di dalam kelas

yang sedang berlangsung proses ajar-mengajar.

BAGIAN 2

BAB II

PEMBAHASAN LAPORAN DENGAN KAJIAN PAR

(Participatory Action research)

Pada tulisan kali ini penulis pertama-tama menggunakan angket atau

kuesioner sebagai teknik pengumpulan data secara tidak langsung terhadap

beberapa sampel mahasiswa JPP 2015 sebagai main object mengenai hal yang

berkaitan dengan topik yang dibahas. Hal ini dilakukan dengan harapan isu yang

dirasakan penulis, terfikirkan dan terasa oleh orang lain serta diharapkan untuk

mendapat respon yang positif. Sesuai dengan pendekatan perilaku yang diuraikan

oleh David Easton (1962) dan Albert Somit (1967),

“…keteraturan (regularities) yang perlu dirumuskan sebagai generalisasi-

generalisasi yang kemudian dibuktikan atau diverifikasi kebenarannya. Proses

verifikasi ini dilakukan melalui pengumpulan dan analisis data yang dapat diukur

atau dikuantifikasikan antara lain melalui statistik dan matematika.”1

Sampel sendiri merupakan sejumlah orang yang mewakili karakteristik

dan sikap dari jumlah keseluruhan sebuah populasi (Sugiyono 2008).2 Dalam

penelitian ini penulis menggunakan prosedur sampling non-probabilitas dengan

teknik quota sampling dimana sampel adalah hasil dari pertimbangan penulis

sendiri menggunakan rumus yang dicetuskan oleh Taro Yamane mengenai

penghitungan sampel,3 seperti berikut.

n= NN d2+1

1 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hlm. 742 Dari artikel “Metodologi Penelitian” oleh widisudharta.weebly.com3 Dijelaskan dalam “Chapter 4: Metode Penelitian” dari virtualyuni.wordpress.com

Keterangan:

n = Sampel N = Populasi

d2 = Level signifikansi yang diinginkan

Dengan level signifikansi yang saya tetapkan sebanyak 25% atau 0,25

menghasilkalkan angka 13 sebagai jumlah sampel yang akan diajukan angket atau

kuesioner. Penulis mempertimbangkan ketigabelas sampel dengan

pengorganisasian berdasarkan sering-tidaknya menggunakan ponsel selama kelas

berlangsung dan faktor lainnya. Dari pertimbangan-pertimbangan tersebut,

penulis mendapatkan target sampel dengan rinci enam pria dan tujuh wanita,

enam orang (empat wanita, dua pria) yang terlihat jarang menggunakan ponsel

selama kelas berlangsung dan sisanya tujuh orang (tiga wanita, empat pria) yang

terlihat sering menggunakan ponsel selama kelas berlangsung.

Pembagian kuesioner dilakukan secara online (melalui Google Form)4,

dimana para sampel dapat mengisi dan memilih jawaban sesuai kehendaknya

tanpa menggunakan lembaran kertas yang diharapkan dapat mempermudah

sampel dalam memberikan jawabannya dan juga efisiensi waktu. Kuesioner ini

dibagikan melalui aplikasi chatting bernama Line, dimana diketahui target sampel

menggunakan aplikasi ini.

4 Kuesioner/Angket dapat diakses di http://goo.gl/forms/mnyTR7wKka

Penyebaran kuesioner online melalui Line kepada target

Tujuan dibagikannya adalah untuk mengetahui pola pikir mahasiswa

mengenai penggunaan ponsel saat kelas berlangsung. Setelah mengetahui pola

pikir mereka, diharapkan penulis dapat membangun solusi untuk meminimalisir

penggunaan ponsel di kelas. Respon-respon para sampel yang telah diterima oleh

penulis dirincikan seperti sebagai berikut:

Keterangan Jawaban Persentase

Memiliki Ponsel Ya 100%

Alasan Utama Memiliki

Ponsel

Media Sosial 53,8%

Telepon dan SMS 30,8%

Sumber Berita Terkini 15,4%

Lama Penggunaan Ponsel

Dalam Sehari

Setiap Saat 46,1%

±5 Jam 15,4%

>5 Jam 15,4%

±4 Jam 7,7%

±3 Jam 7,7%

±2 Jam 7,7%

Sering Menggunakan

Ponsel Dikelas

Ya, Sering. 61,5%

Tidak, Jarang. 38,5%

Aplikasi Yang Digunakan

Dikelas

Media Sosial 38,5%

Browser 23,0%

Newsfeed 15,4%

Permainan 7,7%

Chatting 7,7%

Lainnya 7,7%

Mode Yang Biasa

Digunakan Di Kelas

Mode Silent 84,6%

Mode Pesawat 15,4%

Hal Yang Akan Dilakukan

Apabila Diperingatkan

Untuk Tidak Menggunakan

Ponsel Dikelas

Tidak Menggunakan

Ponsel Sama Sekali

Selama Kelas Berlangsung

100%

Merasa Bersalah Apabila

Menggunakan Ponsel

Dikelas

Ya 69,2%

Tidak 30,8%

Mengetahui/Mendengar

Mengenai HAM Untuk

Didengarkan

Ya 84,6%

Tidak 15,4%

Berfikir Bahwa

Menggunakan Ponsel

Dikelas Melanggar Hak

Pengajar Untuk

Didengarkan

Ya 92,3%

Tidak 7,7%

Bersedia Untuk

Meminimalisir Penggunaan

Ponsel Dikelas

Ya 100%

Tindakan Yang Dilakukan

Apabila Bersedia

Menyetel Mode Silent

Selama Kelas Berlangsung23,0%

Menggunakan Ponsel

Hanya Dalam Keadaan

Urgent

23,1%

Menyetel Mode Pesawat

Selama Kelas Berlangsung15,4%

Menggunakan Ponsel

Dalam Keadaan Urgent

Dan Keluar Kelas Untuk

Menggunakannya

23,1%

Mematikan Ponsel Selama

Kelas Berlangsung7,7%

Menggunakan Ponsel

Seperlunya7,7%

Dari hasil jawaban para sampel diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

kebanyakan dari mereka memiliki ponsel dengan alasan utama yaitu media sosial.

Bahkan aplikasi yang sering digunakan dari sebagian besar sampel menjawab

media sosial.

Banyak dari mereka yang mengakui bahwa mereka menggunakan ponsel

setiap saat, sehingga di dalam kelas pun mereka menggunakannya. Padahal,

hampir seluruh sampel menjawab bahwa mereka merasa bersalah karena mereka

tahu jika menggunakan ponsel di kelas dapat melanggar HAM pengajar yang

sedang mengajar di dalam kelas tersebut yaitu HAM untuk didengarkan. Tetapi,

mereka bersedia apabila harus meminimalisir penggunaan ponsel saat kelas

berlangsung. Walaupun cara mereka berbeda-beda dalam meminimalisir

penggunaan ponsel, tetapi mereka semua bersedia. Kebersediaan para sampel

terbukti ketika penulis mencoba melakukan tindakan selanjutnya yaitu

mensosialisasikannya di depan kelas sebelum kelas dimulai.5 Setelah

disosialisasikan dengan singkat, kelas pun berlangsung.

5 Kelas mata kuliah HAM dan Kewarganegaraan, pada tanggal 16 Desember 2015, pukul 10.00 WIB

Sosialisasi singkat mengenai pengurangan penggunaan ponsel selama kelas berlangsung

Suasana kelas menjadi lebih sepi dan terasa hikmat, hampir semua

mahasiswa yang menghadiri kelas tersebut memperhatikan dosen mata kuliah saat

itu. Namun, seiring berjalannya waktu mulai beberapa mahasiswa mengeluarkan

ponselnya dan digunakannya. Hingga waktu-waktu terakhir perkuliahan tersebut,

mulai cukup banyak yang menggunakan ponsel, terutama di barisan ke enam

hingga ke Sembilan (baris terakhir). Berikut hasil pengamatan penulis:

Barisan Tempat DudukJumlah

Mahasiswa

Mahasiswa Yang

Menggunakan Ponsel

Empat Baris Terdepan 24 0

Baris Ke-5 7 1

Baris Ke-6 Hingga Ke-9 (Baris

Terakhir)21 6

Total mahasiswa yang hadir pada saat itu berjumlah 72 orang, dan

sebanyak 7 orang yang masih menundukkan kepala untuk menggunakan

ponselnya. Penulis berfikir bahwa hanya dengan sosialisasi singkat diawal kelas,

sudah cukup mengurangi penggunaan ponsel di kelas dan diharapkan pengajar

dapat merasa lebih dihargai.

Usai kelas, penulis mencoba mencari tahu alasan ketujuh orang tadi masih

menggunakan ponselnya. Berbagai alasan mereka lontarkan in defense,

“…aku gunain untuk nyari-nyari materi yang dijelasin kok, sambil buka-buka instagram juga sih, hehe...”

“…iya bener aku main hape (handphone) tadi, tapi aku merhatiin juga kok…”

“…lah, gua bosen, soalnya materinya cuma diawal tadi, terus akhir-akhirnya cuma contoh…”

“…bosen aku tadi, awalnya mainin sebentar, eh keterusan, hahaha…”

“… gua sih udah pasti gabisa gapakek hape, hahaha…”

“…oiya, ya ampun! Aku lupa kalo tadi gaboleh pakek hape, hahaha maaf ya…”

Penulis mencoba memberi mereka pemahaman mengenai penggunaan ponsel di

kelas, mereka pun menanggapkan dengan baik. Penulis hanya bisa berharap

bahwa mereka akan mengimplikasikan secara konkrit atas pemahaman-

pemahaman kecil yang diberikan oleh penulis.

Selanjutnya penulis mencoba untuk menyebarkan foto-foto yang berisi

kata-kata sarcasm, yang mungkin akan menyindir para mahasiswa yang candu

akan ponsel di kelas. Penulis juga menghubungkannya dengan mahasiswa sebagai

agen perubahan, berikut adalah foto-foto yang dimaksud.

Foto-foto tersebut disebarkan melalui

aplikasi yang sama saat menyebarkan

kuesioner. Foto-foto tersebut

mendapatkan respon yang cukup banyak

(dilihat dari liker post penulis) dalam kurun waktu 2-3 jam setelah status tersebut

dipublikasikan. Berikut post penulis.

Dengan dilakukannya hal-hal seperti

ini, mahasiswa-mahasiswa di JPP 2015

mulai menyadari bahwa secara tak

langsung kita mengabaikan pengajar

yang memiliki hak untuk didengarkan.

Walaupun menggunakan ponsel di kelas

adalah kebiasaan yang sudah lazim dan

tidak sering dipermasalahkan, namun

tetap saja menjadi hal yang krusial

dalam penegakan hak-hak manusia.

Kita sekarang menyadari bahwa

setiap perilaku dan tindakan, bahkan

kebiasaan kita dapat bersangkutan dengan penegakan-penegakan HAM, karena

HAM bertahan disetiap masa dan selalu hadir pada setiap tempat karena memiliki

keutamaan dalam keberadannya menjadi seorang manusia (A. J. M. Milne,

1968).6

6 Dalam bukunya “Freedom and Right” dilansir dari http://pengertian.website/pengertian-ham-dan-macam-macam-ham-menurut-ahli/

Post di akun Line pribadi penulis, dipublikasikan pada 22/12/15 sekitar pukul

BAB III

PEMBAHASAN LAPORAN DENGAN KAJIAN NON-PAR

(Non-Participatory Action research)

Penggunaan ponsel di dalam kelas (saat kelas berlangsung) merupakan

kebiasaan yang timbul sedari dulu sejak ponsel atau telepon genggam mulai

populer dengan fitur-fitur kekiniannya ditambah lagi dengan aplikasi-aplikasi

media sosial yang dengan mudah dapat diunduh oleh peggunanya. Sayangnya,

fitur-fitur tersebut melahirkan candu bagi manusia akan ponsel. Ponsel selalu

mereka bawa kemana-mana dan digunakan dimana-mana.

Mahasiswa sebagai manusia memiliki hak untuk mencari informasi

menggunakan fasilitas yang mereka miliki (ponsel) dan fasilitas yang disediakan

untuk umum (wifi) berdasarkan DUHAM oleh PBB.7 Mahasiswa sering sekali

menggunakan wifi yang disediakan oleh kampus hingga ke dalam kelas, bahkan

sampai kelas itu berlangsung mahasiswa tetap menggunakan kesempatan untuk

mengakses internet dengan gratis hingga mereka sering kali mengabaikan

penjelasan dosen atau pengajar karena keasyikan sendiri dengan ponselnya.

Dosen atau pengajar juga memiliki hak untuk didengarkan tetapi malah

terabaikan ketika mengajar. Padahal dijelaskan juga dalam DUHAM PBB bahwa

walaupun manusia memiliki hak untuk mencari informasi manusia harus tetap

tunduk pada batasan-batasan untuk menjaga kehormatan hak-hak orang lain.8

Fenomena ini tidak akan menjadi sebuah fenomena apabila tidak ada

peneliti yang mengangkatnya, karena ini sudah menjadi kebiasaan yang lazim di

lapisan sosial. Sangat menyedihkan bahwa realita hanya dirasakan oleh beberapa

manusia yang peka. Dengan membatasi ruang lingkup sebatas mahasiswa

angkatan 2015 jurusan politik dan pemerintahan, penulis ingin mahasiswa-

mahasiswa JPP 2015 merasakan keresahan ini dan diharapkan dapat mengurangi

penggunaan ponsel di kelas demi menghargai dosen atau pengajar.

7 Deklarasi Universal HAM (DUHAM) PBB, 1948: pasal 198 Deklarasi Universal HAM (DUHAM) PBB, 1948: pasal 29 ayat 2

Penulis mencoba mengambil gambar sebagai bukti bahwa penggunaan

ponsel saat kelas berlangsung di JPP 2015 itu benar-benar terjadi dan bukan

permasalahan yang fiktif. Berikut bukti-bukti tersebut.Wajah-wajah mahasiswa dalam gambar sengaja disensor untuk

melindungi privasi mahasiswa-mahasiswa itu sendiri.

Foto-foto diatas cukup menjelaskan bahwa mahasiswa-mahasiswa JPP

2015 cukup aktif dalam penggunaan ponsel selama kelas berlangsung. Kita

seharusnya sebagai Agent of Change dapat mengubah kebiasaan yang sudah

tertanam lama ini. Setidaknya mematikan ponsel selama kelas berlangsung dapat

mengubah suasana kelas menjadi less ignorance. Tetapi, dengan meminta para

mahasiswa untuk langsung mematikan ponselnya tidak lah mudah. Harus

dibiasakan dulu untuk menggunakan ponsel dalam jangka waktu yang singkat,

sama halnya seperti meminta orang berhenti merokok, hal utama yang dilakukan

adalah mengurangi jumlah batang rokok per harinya.

Mode pesawat bisa menjadi alternatif lain untuk mengurangi penggunaan

ponsel selama kelas berlangsung. Mode pesawat akan menghambat seluruh sinyal

ponsel sehingga mahasiswa tidak akan tergoda untuk menggunakan ponselnya.

Mode silent adalah hal paling minim yang dapat dilakukan, hanya agar ponsel

tidak sembarangan mengeluarkan suara dan mengganggu proses ajar-mengajar.

Harusnya hal ini bukan menjadi hal yang sulit, mengingat kita adalah agen

perubahan sebuah gelar yang didapat dari awal menjadi mahasiswa. Kita harus

bisa merubah kebiasaan tersebut dengan cara menguranginya sedikit demi sedikit.

Karena untuk menuju perubahan yang berfaedah, memerlukan proses yang tidak

bisa terjadi secara spontan.

BAGIAN 3

BAB IV

REFLEKSI

Dalam melakukan penelitian dengan kajian PAR dan Non-PAR, penulis

mempelajari hal-hal mengenai HAM dan kewarganegaraan dimana penegakan

HAM sangat melekat pada manusia yang menumbuhkan sisi kewarganegaraan

yang baik. Penulis melakukan penelitian dengan terjun langsung ke lapangan,

berpartisipasi dan mencoba untuk mengubah realita (dalam konteks ini merupakan

kebiasaan) yang sudah ada. Penulis mengamati apa-apa yang terjadi dalam

kehidupan sehari-hari, dan menemukan suatu kebiasaan yang unik yang cukup

mengabaikan penegakan HAM. Penulis juga melakukan penjabaran singkat

mengenai isu yang dibahas dalam penelitian ini melalui persepektif Deklarasi

Universal HAM PBB. Penulis mencoba bersikap netral akan isu ini dan mencoba

untuk memberikan solusi dan perubahan yang nantinya akan membuahkan hasil

berupa penegakan-penegakan HAM dan kenyamanan dalam proses ajar-mengajar.

Kendala dan hambatan cukup banyak yang dilalui oleh penulis dalam

meneliti isu ini. Pengumpulan data mengenai perspektif mahasiswa tentang isu ini

dilakukan pada sampel yang berjumlah 13 mahasiswa aktif JPP 2015. Namun,

target yang menjadi sampel penulis tidak semuanya mau merespon kuesioner-

kuesioner yang dibagikan oleh penulis, alhasil penulis harus mengubah beberapa

target sampel dengan pertimbangan yang sama. Untungnya semua berjalan lancar

dan penulis berhasil mendapatkan sampel berjumlah 13 yang sudah diperbaharui.

Para sampel memiliki hak untuk tidak memberi jawabannya terhadap kuesioner

tersebut sehingga untuk menghormati dan mengakui hak-hak mereka, penulis

berjanji untuk menjaga privasi dan jawaban pribadi dari para sampel.

Melakukan sosialisasi untuk mengurangi penggunaan ponsel selama kelas

berlangsung juga memiliki hambatannya sendiri. Sebelumnya sosialisasi yang

akan penulis lakukan yaitu untuk sepenuhnya tidak menggunakan ponsel selama

kelas berlangsung. Sehari sebelum melakukan sosialisasi, penulis menyatakan

rencana penulis untuk melakukan sosialisasi terhadap beberapa teman yang juga

merupakan mahasiswa JPP 2015, respon mereka kebanyakan menolak untuk tidak

menggunakan ponsel. Mereka terkadang membutuhkan ponsel untuk mencari

materi yang dijelaskan dosen atau hanya untuk sekedar mencari arti kata baku

yang biasanya digunakan para dosen. Penulis lalu mengubah rencana penulis

untuk sosialisasi tersebut menjadi meminimalisir penggunaan ponsel selama kelas

berlangsung. Setelah sosialisasi dilakukan, penulis tetap melihat beberapa orang

yang masih menggunakan ponsel selama kelas berlangsung. Namun, setidaknya

telah berkurang jumlah orang yang biasanya menggunakan ponsel mereka.

Kesulitan dan hambatan lainnya yaitu tertanam dalam mahasiswa-

mahasiswanya sendiri. Sulitnya untuk mengubah mereka menjadi peka akan isu

yang diangkat penulis karena mereka telah terlanjur berfikiran bahwa

permasalahan ini adalah hal yang lazim dan sudah biasa serta tidak membawa

dampak yang berat. Setelah menjelaskan bahwa isu yang diangkat penulis

berkaitan dengan hak asasi manusia, mereka mulai mencoba memahami dan

diharapkan menjadi lebih peka.

Penulis berfikir bahwa jika setiap hal-hal yang terjadi dalam kehidupan

berpegang teguh dengan nilai-nilai dan penegakan HAM, mungkin akan lebih

mudah untuk menuju kehidupan yang sejahtera. Sayangnya, masih terbilang sulit

untuk mencari undang-undang atau deklarasi HAM yang berkaitan dengan

kebiasaan-kebiasaan di kehidupan sehari-hari. Contohnya saja dalam tulisan ini,

penulis cukup sulit mencari perundang-undangan atau deklarasi HAM mengenai

hak untuk didengar. Hak ini hanya ada sebatas etika dan moral dalam

berkomunikasi antar manusia.

Sangat diharapkan manusia-manusia di Indonesia, bahkan di dunia, untuk

lebih peka dengan sekelilingnya. Apalagi mahasiswa Indonesia yang disebut-sebut

sebagai Agent of Change. Apakah mungkin kita bisa merubah apabila kita tidak

memiliki kepekaan? Karena perubahan dimulai dari rasa perhatian terhadap

sekitar dan jika terlihat masih dapat diubah menjadi lebih baik, baru kita sebagai

agen perubahan merubah sekitar kita.

DAFTAR PUSTAKA

Budiarjo, Prof. Miriam. “Dasar-Dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi).” Dalam Dasar-Dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi), oleh Prof. Miriam Budiarjo, 74. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Fajar. Pengertian HAM dan Macam-Macam HAM Menurut Para Ahli. Agustus 2015. http://www.zonasiswa.com/2014/07/pengertian-hak-asasi-manusia-ham.html (diakses Desember 22, 2015).

Nurwidi Antari Sudharta, S.Pd. Metode Penelitian Skripsi. http://widisudharta.weebly.com/metode-penelitian-skripsi.html (diakses Desember 13, 2015).

Yuni. Chapter 4: Metode Penelitian. 8 Maret 2011. https://virtualyuni.wordpress.com/2011/03/08/chapter-4-metode-penelitian/ (diakses Desember 13, 2015).