37
i PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ANESTESIA Ni Putu Wardani FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR 2014

PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

  • Upload
    others

  • View
    17

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

i

PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID

PADA PROSEDUR ANESTESIA

Ni Putu Wardani

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH

DENPASAR

2014

Page 2: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

ii

DAFTAR ISI

Hal

BAB 1 PENDAHULUAN ……………………...………………………...................

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA …………………………….……………………...

2.1 Kortikosteroid ..…………………………………………………………….

2.1.1 Fisiologi Kortikosteroid ………………...............................................

2.1.2 Struktur Kimia ………………………………………………………..

2.1.3 Farmakokinetik ……………………………………………………...

2.1.4 Farmakodinamik ……………………………………………..............

2.1.5 Kortikosteroid Sintesis ……………………………….........................

2.1.6 Efek Samping Kortikosteroid ………………………………………...

2.1.7 Toksisitas …………………………………………………………….

2.1.8 Kontra Indikasi………………………………………………………..

2.1.9 Interaksi Kosrtikosteroid dan Obat Lain ……………………………..

2.2 Penggunaan Klinis DalamAnestesi ………………………………………...

2.2.1 Analgesia ………………………………..............................................

2.2.2 Terapi Alergi ………………………………………………………...

2.2.3 Asma Bronkial ……………………………………………………….

2.2.4 PONV ………………………………………………………………...

2.2.5 Peningkatan Tekanan Intrakranial dan Edema Serebri ………………

2.2.6 Pneumonitis Aspirasi ………………………………………………...

2.2.7 Komplikasi Pasca Intubasi …………………………………………...

2.2.8 Low Back Pain akibat Lumbar Disc Disease ……………………………

2.2.9 Immunosupresan ……………………………………………………..

2.2.10 Penanganan Sepsis ………………………………………………….

1

3

3

3

6

7

9

12

17

18

19

19

20

20

23

24

25

26

27

27

28

28

29

Page 3: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

iii

2.2.11 Respiratory Distress Syndrome …………………………………………

2.2.12 Trauma Medula Spinalis ……………………………………………

BAB 3 SIMPULAN …………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….

29

30

31

33

Page 4: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

1

BAB I

PENDAHULUAN

Kortikosteroid dipakai secara luas untuk terapi berbagai macam penyakit, walaupun

mekanisme kerjanya masih belum jelas. Di bidang Anestesi dan Terapi Intensif,

kortikosteroid juga cukup sering dijumpai dan digunakan. Namun, pemakaian kortikosteroid

dalam dosis besar atau dalam waktu yang cukup lama dapat menimbulkan beberapa efek

samping yang tidak diinginkan.1

Pada tindakan anestesi, pemberian kortikosteroid sering dilakukan, terutama apabila

pasien pernah mendapatkan terapi kortikosteroid sebelumnya. Deksametason, Prednison,

Metilprednisolon, ataupun Triamsinolon dan Betametason adalah sediaan kortikosteroid yang

tidaklah asing bagi seorang dokter anestesi. 1, 2

Kortikosteroid telah lama dipergunakan untuk penanganan penyakit rematik dan

penyakit sistemik dan juga sering digunakan pada pasien kanker oleh karena efek anti-

inflamasi, analgesik, antiemetik dan anti anoreksia yang dimiliki. Oleh karena efeknya yang

multiple, kortikosteroid cocok dipergunakan untuk penanganan nyeri pascaoperasi meskipun

sampai saat ini penggunaannya untuk indikasi nyeri hanya bersifat sporadik. Namun,

kortikosteroid secara signifikan dapat menurunkan konsumsi opioid dan memiliki efek

menurunkan efek samping dari pemberian opioid. Selain menghasilkan efek opioid-sparing,

kortikosteroid juga secara signifikan menurunkan kejadian ileus dan mual muntah pasca

operasi. 2, 3

Seiring dengan banyaknya penelitian, kortikosteroid mulai mendapat tempat tersendiri

dalam tatalaksana anestesi dan terapi intensif. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena

kortikosteroid cukup mudah untuk didapat dan juga harganya tidak mahal. Semisal pada

tatalaksana PONV (Post Operative Nausea-Vomiting), kortikosteroid menjadi salah satu obat

pilihan bila dibandingkan dengan obat lain seperti droperidol yang sudah mulai ditinggalkan

mengingat efek samping pada jantung yang kerap ditemui dan sering digunakan bersama

golongan HT3 (Ondansentron, Granisentron). 2, 3, 4

Addison (1849) pertama kali mempelajari fisiologi kelenjar adrenal dengan melihat

gejala klinis dari pasien dan menyimpulkan pentingnya fungsi adrenal.. Korteks dari kelenjar

Page 5: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

2

tesebut tampaknya lebih berperan daripada bagian medula, yang mengeluarkan hormon

glukokortikoid dan mineralokortikoid yang efeknya sangat berbeda. Glukokortikoid lebih ke

arah regulasi dari metabolisme karbohidrat, sedangkan mineralokortikoid lebih ke arah

regulasi dari cairan dan elektrolit.4, 5, 6

Cushing (1932) menemukan gejala hiperkotisisme akibat hipersekresi kortikosteroid

atau penggunaan kortikosteroid berlebihan, di mana kumpulan gejala tesebut kemudian lebih

dikenal sebagai sindrom Cushing. Baik kortikosteroid yang alami ataupun sintetik digunakan

untuk diagnosis ataupun tatalaksana dari kelainan fungsi adrenal dan lebih jauh lagi untuk

terapi dari berbagai macam reaksi inflamasi ataupun kelainan imunologis.4, 5, 6

Pada tinjauan pustaka ini akan diuraikan secara singkat fisiologi, farmakokinetik dan

farmakodinamik kortikosteroid. Juga akan dibicarakan mengenai struktur kimia, sediaan,

indikasi maupun kontraindikasi dari kortikosteroid. Tidak dikesampingkan pula sedikit

pembicaraan mengenai penanganan anestesi pada pasien yang mendapat kortikosteroid

sebelumnya, dan juga mengenai penghambat kortikosteroid.

Page 6: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kortikosteroid

2.1.1 Fisiologi Kortikosteroid

Kortikosteroid merupakan hormon yang dihasilkan korteks adrenal zona fasikulata,

atas pengaruh dari ACTH yang disekresikan oleh kelenjar hifofise anterior dengan

mekanisme feed back. Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kholesterol, yang kemudian

dengan bantuan berbagai ensim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom

karbon dan androgen lemah dengan 19 atom karbon. 1, 2, 3

Kortikosteroid dari korteks adrenal mempengaruhi fungsi fisiologis termasuk

metabolisme karbohidrat, protein dan lemak, keseimbangan elektrolit dan air dan fungsi

normal sistem kardiovaskuler, sistem saraf, ginjal dan oto skeletal. 2, 3

Hipotalamus

Hipotalamus merupakan bagian dari otak yang berbentuk kerucut yang berperan

penting dalam fisiologi tubuh. Secara anatomis terletak di bawah talamus, persis diatas

batang otak. Organ ini menghasilkan beberapa neurohormon berupa Hypothalamus Releasing

Hormone, seperti TRH (Thyroid Releasing Hormone) dan CRH (Corticothropyne Releasing

Hormone). Hormon CRH ini nanti akan dialirkan melalui plexus hipofiseal ke kelenjar

hipofisis. Di Hipofisis CRH akan berikatan dengan reseptor CRH dan nantinya akan

mengaktifkan adenilil siklase dan meningkatkan level siklus AMP. Proses ini akan

meningkatkan biosintesis dan sekresi dari ACTH. 4, 5

Hipofisis

Merupakan suatu kelenjar endokrin kecil, yang terletak di rongga tulang di batas dari

otak yang memiliki dua buah lobus,anterior dan posterior, yang berbeda secara anatomis dan

fungsi. Secara embriologis, hipofisis anterior berasal dari epitel glanduler rongga mulut.

Bagian ini dihubungkan secara vaskuler dengan hipotalamus. Kelanjar hipofisis anterior ini

Page 7: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

4

menghasilkan ACTH (AdrenoCorticoThropyne Hormone) yaag berperan dalam pembentukan

glkokortikoid oleh kelenjar adrenal. 4, 6

Kelenjar adrenal

Tubuh memiliki dua buah kelenjar adrenal yang sebenarnya terdiri dari dua organ

endokrin dimana yang satu mengelilingi yang lain. Bagian pertama, medula adrenal,

mensekresi katekolamin. Bagian kedua, korteks adrenal, menyusun 80% bagian kelenjar

tersebut dan terdiri dari 3 lapisan, zona glomerulosa, fasikulata dan retikularis. , ACTH lebih

berpengaruh terhadap zona zona fasikulata, dan akan menghasilkan kortisol dan

kortikosteron. 7

Poros hipotalamus-hipofisis-adrenal

Fluktuasi dari eksresi hormon glukokortikoid ditentukan oleh fluktuasi dari ACTH

dari kortikotropin dari kelenjar hipofisis anterior. Pengaturan pelepasan hormon ACTH ini

juga diatur oleh hormon peptida yang dihasilkan oleh hypothalamus yaitu CRH

(Corticotrophyne Releasing Hormone). Ketiga organ ini disebut sebagai poros hypothalamus-

hipofisis-adrenal, suatu sistem yang terintegrasi untuk mempertahankan kadar glukokortikoid

dalam darah. Ada 3 karakter dari regulasi ini yaitu irama sirkardian, mekanisme umpan balik

negatif dan peningkatan steroidogenesis sebagai respon dari stress, irama diurnal diatur oleh

pusat saraf sebagai respon dari siklus tidur dan bangun yang menyebabkan kadar ACTH

tinggi pada pagi hari sehingga kadar dari glokokortikoid itu mencapai level tinggi pada jam

8 pagi. Mekanisme umpan balik negatif menjaga agar kadar glukokortikoid tetap pada level

yang normal. Pada stimulus stres, kedua karakter di atas dapat ditekan oleh stimulus tersebut,

sehingga akan meningkatkan konsentrasi hormon kortikosteroid di darah.1, 4

Pada orang dewasa normal, dengan tidak adanya faktor stress, 10-20 mg kortisol

dihasilkan tiap hari sebagaimana diatur oleh irama sirkardian yang diatur oleh ACTH yang

mencapai puncak pada pagi hari. Mekanisme umpan balik negatif dari ACTH melalui

mekanisme direk dan indirek pada serabut saraf CRH dengan cara menurunkan kadar mRNA

CRH dan pelepasan dan efek langsung pada cortikotropin. Efek pelepasan CRG diatur oleh

reseptor kortikosteroid di hipokampus, yang merupakan peran penting dari mekanisme

umpan balik negaid. Pada kandungan kortisol yang rendah, reseptor mineralokortikoid

(tipe I) yang mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap glukokortikoid akan diikat.

Page 8: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

5

Semakin tinggi kadar glukokortikoid di darah, maka glukokortkioid akan juga diikat.

Mekanisme ini yang menyebabkan terjadinya mekanisme umpan balik negatif.1, 2, 4

Gambar 1. Irama Sirkardian Glukokortikoid (warna Hitam) 1

Gambar 2. Sintesis Steroid 1

Page 9: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

6

2.1.2 Struktur Kimia

Semua kortikosteroid mempunyai struktur primer yang hampir sama yang dinamakan

struktur steroid. Perubahan dari struktur molekul terutama ada cincin aromatik akan

menyebabkan terganggunya absorpsi, ikatan terhadarp protein, laju metabolisme dan efek

instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4

Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam

cincin aromatik yaitu cincin A,B,C dan D. Pada tubuh manusia glukokortikoid utama adalah

cortisol (hidrokortison) sehingga secara umum struktur kimia dari glukokortikoid mempunyai

struktur yang menyerupai kortison yang berbeda mekanisme kerja berdasarkan perbedaan

struktur kimia. Perbedaan dari struktur kimia akan memberikan perubahan dan potensisasi

sebagai akibat dari afinitas dan aktifitas intrinsik pada reseptor kortikosteroid, perbedaan saat

absorpsi, ikatan pada proteinm laju metabolik transformasi, laju eksresi dan juga

permeabilitas terhadap membran.1, 4

Cincin A merupakan cincin yang diperlukan untuk aktivitas adrenokortikosteroid

yang spesifik pada ikatan rangkap C4-5 dan gugus keton pada atom C3 baik glukokortikoid

dan mineralokortikoid. Gugus 11β-hydroxyl pada cincin C merupakan kekhususan pada

aktifitas glukokortikoid namun tidak pada mineralokortikoid. Gugus hidroksilase pada atom

C ke 21 pada cincin D yang terdapat pada kortikosteroid alami dan banyak pada sintetiknya

merupakan kekhususan pada aktifitas mineralokortikoid namun tidak pada glukokortikoid.

Ikatan rangkap pada C1-2 dipunyai prednisolon atau prednisolon yang akan memperbesar

rasio potensi regulasi karbohidrat dengan kemungkinan terjadinya retensi natrium karena

secara selektif memperbesar potensi yang pertama. Cincin B merupakan cincin yang penting

pada kortisol karena memiliki efek antiinflamasi yang besar, pengeluaran nitrogen yang besar

dan juga retensi natrium. Cincin C mempunyai atom C pada C11 yang diperlukan untuk efek

antiinflamasi dan regulasi karbohidrat dan ini terlihat bila kortisol dibandingkan dengan

11-deoksikortisol. Sedang cincin D mempunyai metilasi dan hodroksilasi pada atom C16

yang menyebabkan penurunan retensi natrium yang nyata namun sedikit dipengaruhi efek

metabolisme dan antiinflamasi. Substitusi pada cincin ini terdapat pada kortikosteroid yang

efeknya kuat seperti parametasion, triamsinolon, bethametason dan deksamethason. Semua

kortikosteroid yang digunakan sebagai obat antiinflamasi mempunyai substitusi gugus

hidroksi pada C17.1, 2, 3, 4

Page 10: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

7

Gambar 3. Struktur Kimia Cortisol 3

2.1.3 Farmakokinetik

Absorpsi dari glukokortikoid seperti hidrokortison dan analog sintetisnya cukup

efektif bila diberikan per oral, karena kortikosteroid diabsorpsi dengan baik secara oral. Obat

ini juga dapat diberikan dengan cara intravena, intramuskular, subkutan, dan jalur topikal.

Pada keadaan yang memerlukan konsentrasi tinggi di dalam darah, glukokortikoid dapat

diberikan secara intravena. Secara intramuskular hidrokortison juga dapat diberikan untuk

memberikan efek yang lebih lama. Dan pada beberapa kasus juga dapat diberikan secara

lokal seperti dari area sinovial, konjungtiva, kulit dan juga jalan nafas. Namun hal ini harus

diperhatikan cara pemberiannya, seperti diberikan penutup pada area lokal, pemberian jangka

panjang, luas area pemberian.4, 6

Beberapa analog sintetik dari kortikosteroid seperti kortison dan prednisone,

membutuhkan aktivasi dari hepar dan mungkin tidak efektif pada gangguan hepar.

Metabolismenya menjadi komponen tidak aktif terjadi di berbagai jaringan terutama di hepar.

Konsekwensinya, metabolismenya ditingkatkan oleh obat-obatan yang memicu enzym di

hepar. Hasil dari metabolismenya diekskresikan oleh ginjal.4, 6

Kortisol akan diikat protein di dalam darah lebih dari 90% dan hanya bagian dari

kortikosteroid yang tidak terikat yang dapat memasuki sel untuk menghasilkan efek yang

diinginkan. Ada dua plasma protein yang berguna sebagai pengkikat kortikosteroid yaitu

corticosteroid-binding globulin (CBG) dan albumin. CBG adalah alfa-globulin yang

dihasikan oleh hepar yang mempunyai afinitas tinggi dengan kortikosteroid namun kapasitas

ikat totalnya hanya sedikit, sedangkan albumin mempunyai ikatan yang lemah namun

kapasitasnya relatif lebih besar. Pada kadar kortikosteroid yang normal atau rendah,

Page 11: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

8

mayoritas akan diikat oleh protein tersebut, namun pada konsentrasi yang lebih tinggi

kapasitas akan melebihi ambang batas sehingga banyak kortikosteroid yang tidak akan diikat

dan berbentuk pada steroid yang bebas. Kortikosteroid akan berkompetisi satu sama lain di

situs pengikatan pada CBG. CBG mempunyai daya afinitas yang lebih tinggi dengan kortisol

dan sintetisnya dibanding dengan mineralokortikoid.2, 3, 4, 6

Waktu paruh plasma dari berbagai jenis steroid tidak menentukan durasi kerja dari

kortikosteroid. Hidrokortison, prednisone dan prednisolon harus diberikan lebih sering

dibandingkan dengan deksametason. Waktu paruh dari kortisol pada sirkulasi yang normal

adalah sekitar 60-90 menit, yang akan meningkat apabila hydrokortison diberikan dalam

dosis besar ataupun pada stress, hypothyroidism ataupun penyakit hepar. Hanya 1% kortisol

yang akan diekskresi ke urin dalam keadaan tidak termetabolisme, sekitar 20% akan

dikonversi di ginjal dan organ lain menjadi 11-hydroxysteroid.2, 4

Kortikosteroid secara molekular akan berinteraksi pada organ target dengan berikatan

dengan reseptor spesifik. Setelah memasuki sel, steroid akan berikatan dengan reseptor

glukokortikoid, sehingga akan menginduksi translokasi reseptor tersebut dan mengaktifkan

transkrispsi dari gen target.4, 6

Biotransformasi steroid terjadi di dalam dan di luar hati. Metabolitnya merupakan

senyawa inaktif atau berpotensi rendah. Semua kortikosteroid yang aktif mempunyai ikatan

rangkap pada atom C4,5 dan gugus keton pada atom C3. Reduksi ikatan rangkat C4,5 terjadi di

dalam hati dan di dalam jaringan ekstra hapatik serta hidroksil hanya terjadi di dalam hati.

Sebagian besar hasil reduksi gugus keton pada atom C3 melalui gugus hidroksilnya secara

ensimatik bergabung dengan asam sulfat atau glukoronat membentuk ester yang mudah larut

dan kemudian di ekskresi. Reaksi ini terutama terjadi di hepar dan sebagian kecil terjadi di

ginjal.2, 3, 4

Setelah penyuntikan steroid radioaktif intravena, dalam waktu 72 jam sebagian besar

akan diekskresi di urin, sedangkan dan feses dan empedu hampir tidak ada. Diperkirakan

paling sedikit 70% kortisol yang di ekskresikan dimetabolisme di hepar. Masa paruh

eliminasi kortisol sekitar 1,5 jam.2, 3, 4

Page 12: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

9

2.1.4 Farmakodinamik

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintetis protein. Hormon

memasuki sel jaringan yang responnya melalui membran plasma secara difusi pasif kemudian

bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel jaringandan membentuk

kompleks reseptor steroid. Kompleks ini mengalami perubahan konfirmasi, lalu bergerak

menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan

sintesis protein spesifik.3, 4, 7

Meskipun kortikosteroid mempunyai berbagai macam aktifitas biologik, umumnya potensi

preparat alamiah maupun sintetik ditentukan oleh besarnya efek retensi natrium dan

penyimpanan glikogen di hepar atau besarnya anti inflamasinya. Efek stabilisasi membran

mempengaruhi pergeseran cairan dan menurunkan pergerakan cairan dan sel dari ruang

vaskuler, di mana kortikosteroid juga mempengaruhi permeabilitas dinding vaskuler. Enzim

lisosomal juga dicegah untuk dilepaskan. Hasil akhirnya adalah perubahan retensi cairan pada

daerah dengan kerusakan jaringan.2, 3, 6

Pada beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi dan

sintetis protein spesifik pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblas, hormon ini

bersifat katabolik. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa hormon steroid merangsang sintetis

protein yang sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel-sel limfoid, hal inilah yang

mungkin menimbulkan efek kataboliknya.2, 4

Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu

glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid efek utamanya pada penyimpanan

glikogen hepar dan efek anti inflamasinya nyata, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan

air dan elektrolit kecil. Prototip untuk golongan ini yaitu kortisol. Golongan

mineralokortikoid efek utamanya terhadap keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan

pengaruhnya pada penyimpangan glikogen hepar sangat kecil. Prototip golongan ini ialah

desoksikortikosteron.2, 3

Kortisol, yang merupakan kortikosteroid alami dan juga kortikosteroid sintetis, akan

menurunkan jumlah produksi dari limfosit dalam tubuh yang akan menurunkan respon imun

dari limfosit pada peradangan sebagai efek antiinflamasi. Glukokortikoid akan mencegah

inflamasi sebagai respon dari adanya peristiwa infeksi, peradangan akibat keadaan yang

Page 13: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

10

mekanis, kimiawi serta stimulus imunologis. Walau glukokortikoid sebagai agen

antiinflamasi tidak memperbaiki penyebab penyakit, namun dengan supresi dari inflamasi

membuat kortikosteroid banyak digunakan kalangan medis. Efek anti-inflamasi berasal dari

beberapa faktor yang berbeda termasuk penghambatan fosfolipase, perubahan pada limfosit,

penghambatan ekspresi sitokin dan stabilisasi membrane seluler. Mekanisme antiinflamasi

glukokortikoid salah satunya adalah menghambat produksi dari sel–sel yang merupakan

respon dari inflamasi. Sebagai akibatnya akan menurunkan pelepasan zat vasoaktif dan faktor

kemoatraktif, menghilangkan sekresi dari lipolitik, enzim proteolitik, menurunkan

ekstravasasi leukosit dari daerah trauma, dan juga menurunkan terjadinya fibrosis.

Faktor lain yang akan diinhibisi adalah interferon gamma, faktor stimulasi koloni granulosit

dan monosit, interleukin (IL-1, IL-2, IL-3, IL-6) dan TNF- α (tumor necrosis factor α). 2, 4, 7

Konversi fosfolipase menjadi asam arakidonat sangat penting dalam pembentukan

mediator inflamasi seperti L TB-4, L TC-4, l TD-4 dan L TE-4 dan berbagai prostaglandin.

Langkah awal ini difasilitasi oleh kerja enzim fosfolipase A2. Kortikosteroid menghambat

kerja fosfolipase dan kemudian mencegah pembentukan asam arakidonat dan kemudian

mediator inflamasi, dengan demikian kortikosteroid menghambat produksi baik itu

prostaglandin dan leukotrien di jaringan perifer dan susunan saraf pusat. Yang lebih penting,

penghambatan dari siklooksigenase (COX) primernya pada isoform COX-2, yang

menjadikan glukokortikoid sebagai penghambat COX-2 selektif.2, 4, 7

Kortikosteroid juga mengubah fungsi limfosit. Obat-obat ini tampaknya mengubah

mekanisme kemotaktik dan kemo atraktan yang ditemukan pada respon inflamasi setelah

cedera jaringan. Suatu hambatan yang jelas dari sel darah putih pada sistem limfatik secara

tidak langsung membatasi kemampuan sel darah putih untuk bermigrasi ke jaringan yang

rusak. Fungsi limfositik dan ketersediaannya berkurang pada suatu titik dimana penurunan

70% dari limfosit dalam sirkulasi dapat diamati pada dosis tipikal dari obat ini. Efek

kortikosteroid pada limfosit berbeda antara manusia dengan binatang coba seperti tikus.

Setelah pemberian suatu dosis dari kortikosteroid, peningkatan sementara dari jumlah sel

darah putih dapat diamati. Pada kondisi di mana infeksi dibuktikan tidak ada, peningkatan ini

mungkin disebabkan oleh demarginasi neutrosit dari endotelium dan suatu peningkatan

jumlah pelepasan sel dari sumsum tulang. 2, 4, 6, 7

Page 14: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

11

Interleukin 1 (IL-1) dan tumor necrosis faktor (TNF) merupakan komponen integral

dari respon imun yang dimediasi sel terhadap trauma. Ekspresi dari sitokin ini dapat dihambat

oleh kortikosteroid secara efektif. IL-1 berasal dari makrofag, monosit dan berbagai sel

parenkim dan memicu produksi endothelial yang berbahan dasar protein. Hasilnya yaitu

pembentukan thrombus dan pada akhirnya aktivasi inflamasi dan sel imun. IL-1 juga

mempengaruhi protein prokoagulan, faktor adesif dan metabolisme asam arakidonat di dalam

sel endothelial. TNF menstimulasi produksi berbagai mekanisme kemotaksis yang berasal

dari neutrofil dan protein granulositik.2, 4

Efek metabolik dari glukokortikoid adalah metabolisme lemak, karbohidrat dan

protein. Glukokortikoid akan menstimulasi glukoneogenesis pada puasa dan diabetes,

meningkatkan penyerapan asam amino pada hepar dan ginjal dan meningkatkan enzim yang

diperlukan untuk glukoneogenesis, meningkatkan terjadinya lypolisis. Efek katabolik dari

glukokortikoid adalah mengurangi masa lemak dan juga menyebabkan osteoporosis, efek ini

dapat terlihat pada sindrom cushing ataupun penggunaan glukokortikoid jangka panjang.

Efek lain yang juga penting adalah pada sistem saraf pusat, insufisiensi dari adrenal akan

menyebabkan ritme alfa dari EEF akan melambat. Peningkatan jumlah akan menyebabkan

ambang dari pencetus kejang akan semakin rendah dan menyebabkan gangguan perilaku

pada manusia. Selain itu dosis besar dari glukokortikoid akan menstimulasi produksi dari

asam lambung sehingga akan menyebabkan terjadinya ulkus peptikum. Pada fetus kurang

dari 32 minggu glukokortikoid akan menstimulasi produksi dari surfaktan yang diperlukan

untuk mempertahankan tegangan permukaan dari alveoli di paru.2, 3, 4

Glukokortikoid, dengan afinitasnya pada air yang cukup besar, diabsorpsi dengan

cepat menghasilkan onset kerja yang cepat, namun juga dengan cepat dimetabolisme yang

menghasilkan durasi kerja yang pendek. Jika komponen larut air dirubah, maka durasi kerja

obat juga berubah. Glukokortikoid dimetabolisme di hepar dan di ginjal.3, 4

Kegunaan dari kortikosteroid sintetis terutama adalah untuk gangguan fungsi adrenal,

seperti contoh penyakit insufisiensi adrenal yaitu Addison’s disease yang mempunyai gejala

seperti hiperpigmentasi, kelelahan, penurunan berat badan. Serta penyakit Cushing.

karenakan hyperplasia adrenal sekunder, steroid diberikan sebelum operasi.4, 7

Page 15: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

12

2.1.5 Kortikosteroid Sintetis

Prednisolon

Prednisolon merupakan derivat sintetik dari dari kortisol yang lebih kuat kira-kira 5 kali.

yang tersedia secara oral ataupun parenteral yang mempunyai ikatan rangkap pada C1-2

sehingga rasio potensi retensi lebih tinggi. Efek antiinflamasi 5 mg prednisolon hampir sama

dengan 20 mg kortisol. Obat ini cocok digunakan utuk terapi penggantu pada insufisiensi

adrenokortikal. Efek retensi natriun dan retensi urin minimal pada dosis normal.2, 3

Prednison

Prednison merupakan derivat sintetis dari kortisol yang tersedia dalan bentuk preparasi oral

ataupun parenteral. Merupakan obat prekursor dari prednisolon, dan mempunyai efek yang

sama dan penggunaan klinis yang hampir sama dengan prednisolon. Menginduksi retensi

natrium dan air serta hilangnya kalium ke dalam urin.2, 3

Metilprednisolon

Merupakan derivat methyl dari prednisolon. Efek antiinflamasi 4 mg metilprednisolon sama

dengan 20 mg kortisol. Sediaan asetat yang diberikan intraartikuler akan mempunyai efek

yang lebih panjang. Tersedia dalam sediaan oral bentuk basa ataupun injeksi dalam bentuk

sodium suksinat.2, 3

Betametason

Derivat prednisolon yang sudah difluorinasi. Efek antiinflamasi 0,75 mg betametason setara

dengan 20 mg kortisol. Betametason mempunyai efek mineralokortikoid yang rendah dari

kortisol dan tidak dianjurkan untuk terapi pengganti dari insufisiensi adrenokortikal.

Betametason dilaporkan dapat digunakan untuk penanganan nyeri pasca operasi pada pasien

yang menjalani prosedur pembedahan anorektal yang mendapatkan anestesi umum, tanpa

meningkatkan resiko terjadinya komplikasi luka.2, 3, 4

Page 16: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

13

Deksametason

Isomer dari Betametason, tersedia dalam sediaan oral ataupun parenteral. Efek 0,75 mg

Deksametason setara dengan efek 20 mg kortisol. Deksametason sangat mudah untuk

dijumpai dan merupakan pilihan utama untuk berbagai macam terapi terutama pada edema

serebral dan anti alergi. Tersedia dalam sediaan tablet, inhalasi serta injeksi. Deksametason

juga digunakan untuk penatalaksanaan post-operative nausea and vomiting. 2, 3, 4, 5, 6

Triamsinolon

Derivat fluorinasi dari prednisolon, efek antiinflamasi 4mg Triamsinolon sama dengan efek

20 mg kortisol. Tersedia dalam sediaan oral dan parenteral. Obat ini sering digunakan untuk

injeksi epidural dan pengobatan penyakit cakram lumbar. 2, 3

Obat-obat kortikosteroid secara individual menunjukkan berbagai potensi anti

inflamasi, retensi garam, waktu paruh dan durasi kerja. Obat-obatan ini antara lain:

Gambar 4. Struktur Beberapa Kortikosteroid

Hidrokortison Prednisolon

Betametason Triamsinolon

Page 17: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

14

hidrokortison, kortison, prednisone, prednisolon, metilprednisolon, triamsinolon, betametason

dan deksametason. Pemilihan jenis obat biasanya didasarkan pada pengalaman praktisi,

ketersediaan obat dan prosedur yang dilakukan.

Tabel 1. Perbandingan Obat Golongan Glukokortikoid

Obat Potensi

Antiinflamasi *

Komponen

retensi garam

Waktu paruh

plasma (menit)

Durasi kerja

**

Dosis oral

ekuivalen (mg)

Hidrokortison

(kortisol)

1 2+ 90 S 20

Kortison 0,8 2+ 30 S 25

Prednisone 4-5 1+ 60 I 5

Prednisolon 4-5 1+ 200 I 5

Metilprednisolon 5 0 180 I 4

Triamsinolon 5 0 300 I 4

Betametason 25-35 0 100-300 L 0,6

Deksametason 25-30 0 100-300 L 0,75

*relative terhadap hidrokortison; ** S= short, I= intermediate, L=long

Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan atas masa

kerjanya sesuai dengan aktifitas biologiknya :

Tabel 2. Sediaan Kortkosteroid Berdasarkan Masa Paruh Biologiknya

KERJA SINGKAT

( < 12 jam)

KERJA SEDANG

(12-36 jam)

KERJA LAMA

( > 48 jam)

Hidrokortison

Kortison

Prednison

Prednisolon

Metilprednisolon

Triamsinolon

Parametason

Betametason

Deksametason

Page 18: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

15

Tabel 3. Perbandingan Potensi Beberapa Sediaan Kortikosteroid 3

Kortikostreroid Retensi Natrium

Penyimpanan

Glikogen Hepar

Efek

Anti-inflamasi

NATURAL STEROID :

Kortisol

Kortison

Kortikosteron

11-Desoksikortikosteron

Aldosteron

1

0,8

15

100

3000

1

0.8

0.35

0

0,3

1

0.8

0.3

0

7

SYNTHETIC STEROID

Prednisolon

Triamsinolon

Parametason

Betametason

Deksametason

1

0

0

0

0

4

5

10

25

25

4

5

10

25

25

Page 19: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

16

Tabel 4. Beberapa Preparat Kortikosteroid & Analog Sintetiknya 3

Nama generik Bentuk oral Parenteral Topikal Topikal pada

mata

Desoksikortikosteron asetat - 5 mg/ml (minyak) - -

Hidrokortison 5 – 20 mg 25-50 mg/ml

(suspensi)

0,1-2% (krem,

salep, losio)

0-2% (suspensi,

salep)

Asetat - 25 mg/ 5 ml

(suspensi)

0,1-1% (krem,

salep, losio)

1-5% (suspensi,

salep)

Sipionat 2 mg/ml

(suspensi)

- - -

Butirat - - 0,1% (krem,

losio)

-

Kortison asetat 5-25 mg 25, 50 mg/ml

(suspensi)

- -

Pradnison 1-10 mg - - -

Pradnisolon 1, 2,5 : 5 mg - - -

Metilprednisolon 2. 4. 16 mg - - -

Asetat - 20, 40, 80 mg/ml

(suspensi)

0,25.1% -

Na suksinat - 40-1000 mg bubuk - -

Deksametason 0.2.6.0 mg

0.5 mg/ml

(eliksir)

- 0,01-0,1% 0,1%

Asetat - 2-16 mg/ml

(suspensi)

- -

Na-fostat - 4-24 mg/ml 0,1% 0,05; 0,1%

Parametason asetat 1.2 mg - - -

Flusinolon asetaonid

Flumetason pivalat

-

-

-

-

0,01-0-2%

0,025% (krem)

-

-

Betamatasaon

Dipropionat

Na fosfat dan asetat

Valarat

0.6 mg

-

-

-

-

-

6mg/ml (suspensi)

-

-

0,05; 0,1%

-

0,01 : 0,1%

-

-

-

-

Page 20: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

17

2.1.6 Efek Samping Kortikosteroid

Berbagai efek samping dapat ditimbulkan pada penggunaan kortikosteroid. Pemberian

kortikosteroid tanpa peringatan dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang bisa bersifat

sementara ataupun permanen yang terjadi pada level lokal maupun sistemik. Namun,

meskipun obat ini digunakan dengan rekomendasi protokol, efek samping ini sering terjadi.

Hal ini benar tergantung dari jalur pemberian, kondisi medis pasien ataupun pengalaman dari

dokter sendiri. Kortikosteroid dosis tinggi atau penggunaan kronis dari kortikosteroid lebih

sering menyebabkan efek samping dibandingkan dengan injeksi dosis tunggal.1, 2, 3

Efek samping lokal dari kortikosteroid biasanya terjadi lokal di daerah kulit, jaringan

lunak, atau daerah periartikuler di daerah injeksi. Perubahan pigmentasi kulit dapat dilihat

pada beberapa kasus bila dilihat secara dekat, terutama pada pasien berkulit gelap. Atropi

pada jaringan subkutan dan periartikuler terjadi bila dilakukan pemberian injeksi berulang.

Hal ini terutama terjadi setelah pemberian injeksi berulang pada daerah epikondiler medial

dan lateral, setelah blok saraf oksipital, dan daerah spinal dimana injeksi berulang dari

kortikosteroid diberikan. Efek ini dapat diminimalisir atau dihilangkan dengan secara hati-

hati membilas jarum dengan cairan salin atau anestetik sebelum memasukkan jarum ke dalam

kulit. Adanya rupture tendon, erosi tendon, kerusakan tulang rawan, arthritis oleh karena

penumpukan kristal dan kalsifikasi perikapsuler juga dilaporkan pada beberapa literatur.1, 3, 7

Reaksi sistemik dari kortikosteroid terjadi pada berbagai sistem organ. Masalah yang

paling sering dilaporkan antara lain gangguan cairan dan elektrolit, demineralisasi tulang,

penyakit gastrointestinal dan gangguan metabolisme glukosa. Pada kondisi sehat, masalah

cairan dan elektrolit sering kali tidak terjadi atau hanya terjadi pembengkakan sementara pada

ekstrimitas atau wajah. Peringatan hati-hati harus dilakukan jika memberikan obat ini pada

pasien dengan penyakit jantung yang berhubungan dengan resiko gagal jantung kongestif.

Pemberian kortikosteroid secara kronis dapat menyebabkan demineralisasi tulang yang

menyebabkan osteoporosis dengan akibat terjadinya fraktur di daerah tulang belakang,

pergelangan tangan maupun di pinggul. Fraktur jenis ini biasanya terlihat pada pasien yang

menggunakan steroid oral seperti prednisone untuk kondisi medis kronis termasuk penyakit

respirasi, penyakit rematik, dan penyakit kulit. Gangguan gastrointestinal, seperti mual,

muntah, diare, gangguan pencernaan, colitis ulseratif dengan ancaman perforasi dan abses

juga pernah dilaporkan. Pasien dengan diabetes atau pasien dengan gangguan metabolisme

Page 21: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

18

glukosa yang diberikan kortikosteroid akan mengalami peningkatan serum glukosa. Pasien

ini harus diberitahu mengenai masalah yang akan dihadapi dan harus dimonitor ketat

mengenai perubahan kadar glukosa untuk menyesuaikan dosis obat hipoglikemik yang akan

diberikan. 1, 4, 6, 7

Reaksi alergi juga pernah dilaporkan pada pemberian kortikosteroid. Reaksi alergi

mungkin bermanifestasi sebagai lesi kulit seperti kemerahan atau erupsi. Namun harus

dibedakan rekasi alergi disebabkan oleh kortikotseroid atau tambahan pada campuran

kortikosteroid.1, 3

Salah satu komplikasi yang lebih serius dari penggunaan kortikosteroid yaitu

insufisiensi adrenal. Kondisi ini disebabkan oleh penekanan pada aksis hipotalamik-pituitari-

adrenal. Jika aksis ini mengalami penekanan, kemampuan individu untuk berespon terhadap

situasi stress seperti infeksi atau pembedahan akan membahayakan. Hal ini biasanya terjadi

pada penggunaan kortikosteroid dosis tinggi dalam jangka waktu lama. Efek samping lain

yang cukup serius dari penggunaan kortikosteroid yaitu gangguan penyembuhan luka yang

disebabkan oleh penghambatan sintesa kolagen dan fungsi fibroblastik. 2, 3, 7

2.1.7 Toksisitas

Ada dua kategori untuk toksisitas dari kortikosteroid. Pertama,adalah hasil dari penghentian

terapi dan yang kedua adalah pemberian yang terus menerus dengan dosis suprafisiollogis.

Keduanya mengancam nyawa dan memerlukan penatalaksanaan yang lebih hati – hati.

Penghentian terapi kortikosteroid akan memberikan hasil yang menyulitkan,

kapankah waktu yang tepat untuk menghentikan dan efek sampingnya. Hal ini memerlukan

kepetusan yang tepat. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menyebabkan flare-up dari

penyakit yang sedang dilakukan terapi, hal lain yang juga memberatkan adalah terjadinya

insufisiensi adrenal yang dikarenakan selama terapi oleh kortikosteroid poros dari HPA telah

ditekan. Dikatakan bahwa penekanan dari HPA ini bisa berlangsung dari beberapa minggu

sampai satu tahun pada beberapa individu. Untuk menghindari terjadinya hal ini perlu

ditetapkan pada pasien yang menerima terapi kortikosteroid suprafisiologis selama lebih dari

2 minggu sangat memungkinkanterjadinya penekanan dari poros HPA ini. Gejala yang sering

Page 22: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

19

timbul adalah myalgia, demam, athralgia, malaise yang sering disalahartikan dengan gejala

dari penyakit yang diterapi.

Yang juga harus diperhatikanadalah pemberian dari dosis suprafisiologis dari

kortikosteroid. Yang sering terjadipada terapi jangka panjang dengan dosis suprafisiologis

adalah terjadinya abnormalitas dari cairan dan elektrolit, hipertensi, hiperglikemia,

imunosupresi yang menyebabkan pasien lebih rentan terhadap infeksi, osteoporosis, miopati,

gangguan perilaku, penghentian pertumbuhan, katarak, serta redistribusi dari lemak. 4

2.1.8 Kontraindikasi

Sebenarnya hingga saat ini tidak ada kontraindikasi absolute untuk penggunaan

kortikosteroid. Kortikosteroid digunakan lebih hati-hati pada pasien dengan gangguan

jantung, pasien dengan riwayat ulkus peptikum, pasien diabetes dan dengan riwayat

hipertensi. Pertimbangan khusus pada pemberian kortikosteroid juga dilakukan pada pasien

dengan infeksi kronis seperti tuberkulosis yang dapat menyebabkan penyebaran tuberkulosis

secara sistemik.

2.1.9 Interaksi Kortikosteroid dan Obat lain

Sejumlah interaksi obat dilaporkan tentang interaksi kortikosteroid dengan obat lain

yang sifatnya potensiasi atau menurunkan klirens dan waktu paruh obat. Obat anti inflamasi

non steroid, kontrasepsi oral maupun pemberian estrogen eksogen akan meingkatkan potensi

kortikosteroid. Antibiotik makrolid seperti eritromicin dan asitromicin akan meningkatkan

potensi metilprednisolon dengan menurunkan klirensnya. Sebaliknya, rifampin, fenobarbital,

karbamazepin dan fenitoin akan meningkatkan klirens obat dan menurunkan efek anti

inflamasi dari kortikosteroid. Antikoagulan oral dan teofilin memiliki efek yang bervariasi.

Page 23: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

20

2.2 Penggunaan Klinis Dalam Anestesi

2.2.1 Analgesia

Penggunaan kortikosteroid dalam penatalaksaan nyeri sangatlah luas. Rasa sakit pasca

operasi disebabkan reaksi berantai inflamasi sebagai bagian dari jalur siklooksigenase dan

lipooksigenasi. Kortikosteroid dapat mengurangi atau menghilangkan fokal nyeri dengan

komponen antiinflamasinya. Obat ini biasanya diberikan dengan cara oral atau injeksi.

Penggunaan kortikosteroid oral diikuti oleh berbagai kontroversi dalam penanganan nyeri.

Obat ini jelas menurunkan nyeri dan menghasilkan fungsi yang lebih tinggi jika dipakai

secara bijaksana pada pasien dengan kondisi nyeri kronis seperti arthritis rheumatoid,

penyakit jaringan lunak ataupun penyakit kulit. Namun, jika digunakan untuk sindrom nyeri

kronis pada sendi yang terlokalisir, saraf atau diskus, perbaikan fungsi jarang terjadi dan obat

alternatif lain kadang menjadi pilihan.2, 4

Penggunaan kortikosteroid injeksi lebih sering dilakukan terutama untuk kondisi nyeri

muskuloskeletal atau nyeri neurologis perifer. Injeksi kortikosteroid ini termasuk ke dalam

ruang intra-artikuler, trigger point, ligament, region peritendon, region perineural, dan ruang

epidural.2, 4

Pemberian Betametason 12 mg IM 30 menit sebelum induksi pada pasien rawat jalan

dan hemoroid akan menurunkan rasa sakit paska operasi. Mofavegh dkk 2007 melaporkan

bahwa pemberian Deksametason 0,5 mg/KgBB intravena akan mengurangi rasa sakit, mual

muntah pasca operasi akibat injeksi meperidine. 4, 5, 12

Injeksi steroid pada Epidural dan intratekal dilaporkan dapat menyembuhkan rasa

sakit pada daerah sciatica ataupun backpain yang gagal diterapi dengan obat maupun

prosedur operasi oleh Winnie P Allon dkk. Dasar dari prosedur yang dilakukan di pain klinik

adalah efek dari antiinflamasi dari steroid yang akan menurunkan reaksi inflamasi yang

biasanya merupakan patofisiologi dari rasa sakit tersebut. Prosedur ini terus dikembangkan

karena relatif tidak memiliki banyak komplikasi dibandingkan dengan prosedur operasi.12, 13

Sakit punggung paska prosedur epidural anesthesia merupakan komplikasi yang

sering terjadi terutama pada usaha insersi kateter epidural yang berulang kali. Pasien akan

merasa sangat tidak nyaman dan mungkin akan menyebabkan trauma untuk dilakukan

prosedur epidural kembali. Pemberian steroid epidural akan mengurangi rasa sakit di

Page 24: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

21

punggung pasca prosedur. Nilai VAS yang diperiksa menunjukkan penurunan yang

signifikan setelah pemberian steroid epidural. 12, 14

Injeksi steroid di ruang epidural merupakan standar pada penatalaksanaan non

operatif pada berbagai kelainan spinal di servikal, torakal dan lumbosakral. Injeksi dilakukan

baik dengan pendekatan midline, paramedian maupaun transforaminal. Pada daerah

lumbosakral, pendekatan kaudal atau trans-sakral juga dapat digunakan. Injeksi epidural

digunakan pada keadaan nyeri spinal yang paling berat seperti berbagai gangguan diskus:

herniasi, bulging, degenerasi, pergeseran diskus internal dan juga kelainan stenosis dan

radikulopati. Rute pemberian disesuaikan dengan gejala yang ditunjukkan pasien dan

diagnose diferensial lainnya. Prosedur ini juga dapat dipakai untuk membantu dalam

melakukan diagnosis nyeri diskus atau serat saraf. Obat anestesi ditambahkan pada

kortikosteroid dan diinjeksi bersamaan dengan cairan kontras dengan tuntunan fluoroskopi.

Kondisi pra-injeksi kemudian dibandingkan dengan kondisi pasca-injeksi.5, 12, 14

Kortikosteroid juga telah lama digunakan pada penatalaksanaan nyeri apendikular dan

nyeri sendi aksial. Obat ini juga telah lama digunakan pada pasien dengan penyakit sendi

degenerative, arthritis rheumatoid, kerusakan kartilago yang terlokalisir dan nyeri sendi

nonspesifik. Dengan menggunakan konfirmasi fluoroskopi dan kontras , sendi sakro-iliak dan

sendi spinal zygo-apofiseal (facet) juga dapat di injeksi. Berbagai campuran obat anestesi dan

kortikosteroid dapat diberikan. Biasanya, pada sendi yang kecil seperti sendi facet diberikan

volume 1-2 cc dengan rasio kortikosteroid dan anestesi local 1:1. Sendi ukuran sedang seperti

elbow atau pergelangan tangan membutuhkan 2-4 cc larutan, sendi besar seperti lutut,

pinggul dan sakro-iliak membutuhkan 4-8 cc larutan kortikosteroid dan anestesi lokal dengan

perbandingan kortikosteroid sebanyak 2 cc dan sisanya anestesi lokal.5,11,12, 14

Injeksi jaringan lunak dilakukan dengan injeksi ke otot (trigger point), ligament atau

peritendon. Seperti injeksi pada tempat lain,kortikosteroid dicampur dengan anestesi dan

diberikan dengan jumlah kecil pada otot, ligament atau sekitar struktur tendon.12

Injeksi perineural atau blok saraf biasanya dilakukan untuk nyeri neurogenik. Injeksi

ini mengunakan komposisi yang primernya berupa anestesi lokal, tetapi terkadang

kortikosteroid ditambahkan pada komposisi ini. Prosedur ini biasanya dipakai untuk menilai

daerah nyeri.11, 12, 14

Page 25: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

22

Efek analgesik dari glukokortikoi xd pertama kali ditunjukkan oleh betametason pada

pasien yang menjalani ekstraksi gigi molar ketiga. Selama hampir 10 tahun, efek analgesik

dari betametason, deksametason dan metilprednisolon ditunjukkan pada berbagai prosedur

pembedahan. Selain memiliki efek analgesik, kortikosteroid juga memiliki efek antiemetik,

antiinflamasi, antipriretik dan antialergik yang juga memberi keuntungan pada periode

pascaoperasi terutama bila kita akan menggunakan opioid sebagai analgetik utama dalam

pengangan nyeri pasca operasi. 11, 12, 13

Romundstad dkk (2006) melakukan penelitian untuk menilai efek dari pemberian

Metilprednisolon 125 mg dibandingkan dengan Parecoxib 40 mg dan plasebo pada

pembedahan pembesaran payudara. Pada penelitian tersebut didapatkan dosis tunggal

Metilprednisolon 125 mg dan Parecoxib menurunkan intensitas nyeri baik nyeri saat istirahat

maupun nyeri pergerakan pada jam 1 sampai jam ke 6 pasca pembedahan dibandingkan

plasebo. Mual muntah pasca operasi lebih rendah setelah pemberian Metilprednisolon dan

tidak pada Parecoxib. Kelelahan juga lebih rendah pada pemberian Metilprednisolon dosis

tunggal dan tidak pada Parecoxib dibandingkan dengan plasebo.16

Kisli dkk (2005) juga membandingkan efek analgesik dari pemberian betametason

dan potassium diklofenak pada penatalaksanaan nyeri hemoroidektomi pasca operasi. Pada

penelitian ini didapatkan jumlah narkotik yang dibutuhkan pada hari pertama, kedua dan

ketiga pasca operasi secara signifikan lebih rendah pada grup betametason dibandingkan

dengan grup potassium diklofenak.17

Pada penelitian yang dilakukan oleh Kjetil dkk (2007), seratus pasien yang menjalani

pembedahan rawat jalan pada payudara, diberikan deksametason 16 mg yang ditambahkan

pada obat antiinflamasi nonsteroid (Rofecoxib) kemudian dibandingkan dengan plasebo.

Didapatkan hasil, deksametason 16 mg memberikan analgesia pasca operasi yang lebih

panjang selama 24 sampai 72 jam jika ditambahkan pada regimen multimodal termasuk obat

anti inflamasi nonsteroid.18

Kardash dkk (2008), melakukan penelitian pemberian Deksametason 40 mg

dibandingkan dengan plasebo pada pasien yang menjalani operasi total hip arthroplasty

dengan anesthesia spinal untuk menilai nyeri baik itu nyeri istirahat maupun nyeri gerak

pasca operasi. Deksametason 40 mg diberikan secara intravena sebelum dilakukan operasi.

Pasca operasi analgetik dikelola dengan PCA morfin, Ibuprofen 400 mg peroral dan

Asetaminofen 650 mg peroral setiap 6 jam selama 48 jam. Nyeri saat istirahat, efek samping

dan total konsumsi morfin dinilai setiap 4 jam selama 48 jam. Sedangkan nyeri pergerakan

Page 26: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

23

dinilai pada 24 jam. Kadar C-reactive protein juga dinilai pada 48 jam. Pada penelitian ini

didapatkan nyeri pergerakan sangat diturunkan pada grup Deksametason. Namun tidak ada

perbedaan efek yang signifikan pada nyeri istirahat maupun total konsumsi morfin pada

setiap waktu. Kadar C-reactive protein sangatlah diturunkan pada grup deksametason.19

Jokela dkk (2009) meneliti dosis analgesik yang efektif dari Deksametason setelah

laparoskopi histerektomi. Pada penelitian tersebut, 129 wanita yang menjalani laparoskopi

histerektomi dibagi menjadi 4 grup untuk mendapatkan baik itu plasebo, Deksametason 5 mg,

Deksametason 10 mg dan Deksametason 15 mg secara intravena sebelum induksi anesthesia.

Skala visual analog untuk nyeri dan efek samping serta jumlah analgesik dinilai selama

3 hari setelah pembedahan. Total dosis oksikodon (0-24 jam setelah pembedahan) lebih kecil

pada grup deksametason 15 mg dibandingkan dengan grup plasebo. Dosis oksikodon pada

0-2 jam lebih sedikit pada grup Deksametason 10 mg dan 15 mg dibandingkan dengan

plasebo. Namun, pada jam 2- 24 jam dosis oksikodon hampir sama pada grup plasebo,

Deksametason 5 mg, Deksametason 10 mg, dan Deksametason 15 mg. Skor VAS untuk nyeri

diam, nyeri gerak atau saat batuk tidak ada perbedaan pada semua grup.20

2.2.2 Terapi Alergi

Efek antiinflamasi dari kortikosteroid seperti menginhibisi produksi sitokin inflamasi ,

mengurangi reaksi inflamasi, edema seluler, dan penambahan jumlah situs yang terkena

reaksi. Pemberian kortikosteroid sangat efektif namun untuk penggunaan jangka panjang

tidak dianjurkan mengingat komplikasi yang tidak diinginkan.4, 8

David Hepner dkk, melaporkan bahwa reaksi inflamasi yang mungkin timbul akibat

penggunaan obat obat anestesi maupun alat anestesi sering terjadi, pelumpuh otot golongan

benzylquinolinium dan alat anestesi dari latex merupakan salah satunyaReaksi inflamasi

sampai terjadinya anafilaksis shock sangat mungkin memperberat kerja organ-organ tubuh

saat operasi. Gejala yang mungkin timbul adalah gangguan kardiovaskular 73,6%, gangguan

pada kulit seperti urtikaria 69,6% dan bronkospasme 44,2%. Saat operasi berlangsung, bila

muncul gejala reaksi anafilaktik yang harus dilakukan adalah memberhentikan penggunaan

obat ataupun alat dari latex yang dicurigai menimbulkan reaksi alergi. Pada pemberian

medikasi pada reaksi anafilatktik, kortikosteroid bukanlah pilihan pertama, namun karena

Page 27: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

24

mudah didapat efek samping relatif lebih aman banyak anestesiolog yang memakainya.

Kortikosteroid yang sering digunakan dalam reaksi anafilaksis adalah Kortison 1-5 mg/kgBB,

dexmaetason 0,2-0,5mg/kgBB serta metilprendisolon 0,5-1mg/kgBB setiap 6 jam.2, 3, 4

Tabel 5. Kegunaan dari kortikosteroid 1

2.2.3 Asma Bronkial

Asma adalah reaksi inflamasi dari paru-paru, sehingga efek antiinflamasi

kortikosteroid sangat berguna dan merupakan obat pilihan utama dalam mengendalikan

gejala asma dan mencegah eksaserbasi asma. Sediaan yang sering digunakan adalah secara

Page 28: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

25

inhalasi dan injeksi. Keuntungan dari penggunaan sediaan secara inhalasi adalah langsung

menuju tempat terjadinya reaksi inflamasi namun kerugiannya pada jangka panjang adalah

menurunkan imunitas terutama di jalur pernafasan sehingga sering timbul penyakit lain

seperti Tuberkulosis yang sering dilaporkan terjadinya TB milier pada penggunaan steroid

inhalasi jangka panjang.2,3, 4

Pada penggunaan preoperatif, untuk mencegah terjadinya asma selama operasi sering

digunakan untuk pasien. Dosis yang sering digunakan adalah 1-2mg/kg kortisol dan

dexamethason 0,1-0,5 mg/kgBB. Pemberian 1-2 jam sebelum induksi sangat dianjurkan

karena efek dari steroid tidak akan tercapai dalam beberapa jam. Steroid juga akan

meningkatkan dan memperlama kerja dari agonis beta adrenergik. Pada pasien dengan

hiperaktifitas dari bronkus, terapi dengan kombinasi steroid (40 mg perhari untuk 5 hari) dan

salbutamol (0,2 mg secara inhalasi sampai 5 hari) akan meminimalkan bronkokonstriksi yang

dipicu oleh intubasi (Silvanis dkk 2004).2, 3, 4

2.2.4 Post Operative Nausea-Vomiting (PONV)

Tindakan operasi dan anestesi sering menyebabkan terjadinya rasa mual dan muntah,

baik tindakan anestesi umum ataupun regional. Mekanisme terjadinya PONV beragam, rasa

nyeri, penggunaan opioid, zat anestesi inhalasi, teknik hipotensi, jenis kelamin serta usia

merupakan salah satu faktor resiko terjadinya rasa mual dan muntah. . Pemberian intratekal

opioid pada pasien dengan anestesi regional juga tidak begitu mengurangi resiko ini.Kejadian

PONV sangat merugikan karena membuat pasien tidak nyaman, menyebabkan perawatan di

rumahsakit yang tidak terencana serta dapat menimbulkan komplikasi seperti komplikasi

pneumonia aspirasi. Selain pengunaan antiemetik seperti H2 antagonis (ranitidine dam

simetidin) dan juga serotonin antagonis seperti ondansentron dan granisentron,

kortikosteroid sudah mendapat tempat tersendiri sebagai pilihan terapi terutama untuk

profilaksis dari PONV. 2, 4, 5, 9, 10, 11

Jhi-Jou Wang dkk 1999 melaporkan bahwa penggunaan dari dexamethason 8 mg

menurunkan angka kejadian PONV pada pasien dengan teknik anestesi epidural dengan

morfin epidural. Pada tahun 2003 Szilvia Szarvas dkk meneliti penggunaan ondansentron

8mg kombinasi dengan dexamethason juga menurunkan angka kejadian PONV pada pasien

Page 29: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

26

dengan morfin intratekal pada pasien yang menjalani operasi orthopedi. Efek antiemetik ini

mungkin disebabkan dengan menurunkan inflamasi akibat operasi dengan cara inhibisi

sintesis prostaglandin (Wang dkk 2000). Teori lain menyebutkan bahwa steroid akan

meningkatkan pelepasan endorphin sehingga berakibat pada meningkatnya mood pada

pasien. Ali movafegh dkk mendapatkan bahwa pemberian dexametason 0,1mg/kgBB

sebelum melakukan anestesi intratekal dengan 15 mg bupivacaine hyperbaric serta

meperidine 15 mg pada pasien hernioraphy menurunkan resiko terjadinya PONV setelah

operasi. 9, 10

Untuk anestesi umum tahun 2000, Jhi Jou Wang juga meneliti pemberian

dexametason dengan dosis 1,25mg, 2,5 mg, 5 mg pada pasien yang menjalani tiroidektomi,

dan menarik kesimpulan bahwa pemberian dexamethasone 1,25 mg tidaklah efektif untuk

mengurangi insidens terjadinya PONV sedangkan pemberian dexamethasone 5mg merupakan

dosis efektif pada pasien thyroidektomi untuk mengurangi insidens terjadinya PONV. Marie

T Aouad dkk tahun 2001 mendapatkan pemberian dexamethasone 0,5mg/kg pada pasien

yang menjalani prosedur tonsiloadenoiktomi mengurangi insidens terjadinya PONV. 9, 10, 11

Bahkan penelitian Jhi Jou Khan dkk (2001) membandingkan bahwa pemberian dosis kecil

Dexametason 5mg dibandingkan dengan Topisentron, suatu serotonin antagonis meberikan

hasil yang tidak jauh berbeda pada pasien yang menjalani laparoskopik kolesistektomi.12

2.2.5 Peningkatan Tekanan Intrakranial dan Edema Serebri

Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) adalah tekanan di dalam rongga tengkorak

relatif terhadap tekanan atsmosfer, di mana merupakan suatu daya dinamik yang berfluktuasi

secara ritmis sering dengan irama jantung dan pernafasan. Tekanan ini dapat diukur dari

intraventrikuler, intra parenkim, subdural ataupun epidural, serta dipengaruhi banyak faktor.

Pada keadaan fisiologis TIK dipertahankan konstan pada angka 10-15mmhg. Sumbatan

saluran likuor, adanya massa (hematom,neoplasma atau abses) adanya obstruksi pada sinus

vena besar, edema otak yang difus dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Peningkatan

tekanan intrakranial biasanya tidak akan menampilkan gejala klinis, penurunan kesadaran

bukanlah suatu gejala yang khas. Peningkatan TIK biasanya akan dicirikan denghan keluhan

nyeri kepala, muntah, dan papil edema, gejala lain adalah hipertensi arterial dan bradikardia

Page 30: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

27

yang meruakan perangsangan dari vagus. beberapa literatur menganjurkan pemberian

dexamethason 4-20 mg IV setiap 6 jam untuk mengatasi edema vasogenik akibat tumor yang

dapat menyebabkan peningkatan TIK. Pada kasus anak dengan kecurigaan neoplasma

intrakranial dan kecurigaan peningkatan tekanan intrakranial dan edema serebral, pemberian

dexamethasone 0,5mg/kgBB biasanya diberikan sebelum pasien diinduksi. Namun pada

kasus perdarahan intrakranial, menurut Henry Tellez dkk pemberian dexametason 4 mg

setiap 6 jam selama 72 jam untuk menurunkan tekanan TIK tidak memberikan perbaikan

kualitas hidup dan tidak memberikan hasil yang menggembirakan. 4, 21, 22

2.2.6 Pneumonitis Aspirasi

Kegunaan dari kortikosteroid dalam terapi pneumonitis masih kontroversial, ada bukti

pada penelitian pada hewan bahwa pemberian kortikosteroid pada pasien yang teraspirasi

cairan lambung dapat menurunkan kerusakan paru-paru akibat pneumonitis (Dudley dan

Marshall 1974) Namun sampai saat ini, sangat tidak biasa untuk memberikan kortikosteroid

pada pasien dengan pneumonitis aspirasi.2

2.2.7 Komplikasi Pasca Intubasi

Intubasi pada anestesi umum sering menyebabkan trauma pada laring, yang

menyebabkan pasien akan merasakan sakit tenggorokan, batuk dan terasa kering. Percobaan

intubasi yang berulang dengan manipulasi laring yang berlebihan dapat menyebabkan edema

laring. Pemberian Dexamethasone 0,1-0,2 mg/kgbb IV merupakan terapi pada edema laring

pasca intubasi. Namun pemberian kortikosteroid pada pasien ini tidak memberikan hasil

maksimal. Bller dkk ( 1970) mendapatkan bahwa bila pasien anak terdapat indikasi untuk

sulit intubasi, pemberian dexamethasone 0,4mg/kgBB sebelum dilakukan intubasi akan

menurunkan insidens terjadinya edema jalan nafas setelah intubasi. Ayoub Chakib dkk

meneliti bahwa pemberian betametason topikal pada balon ETT mengurangi rasa sakit

tenggorokan, batuk sehingga meningkatkan kenyamanan pasien pasca intubasi. Richards

Hughes dkk ( 1997) mendapatkan bahwa pemerian Deksametason 10 mg pada pasien dengan

edema laring pasca operasi carotid endareterctomy tidaklah memberikan hasil yang

memuaskan. 2, 16

Page 31: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

28

2.2.8 Low Back Pain akibat Lumbar Disc Disease

Pemberian steroid epidural pada pasien dengan penyakit ini merupakan alternatif lain

dari tindakan pembedahan (Haddox 1992). Namun masih belum ada konsensus yang

menetapkan kegunaan dari injeksi kortikosteroid pada pasien dengan herniasi dari cakram

lumbal. Metode pemberian epidural juga masih beragam, antara lain pemberian secara

Caudal, intralaminar dan transforaminal. Secara farmakodinamik, pemberian Kortikosteroid

akan menurunkan reaksi inflamasi dan edema pada akar saraf yang terjadi akibat dekompresi.

Regimen yang sering diberikan adalah 25-50 mg triamcinolone ataupun 40-80 mg

methylprednisolone dalam cairan yang mengandung lidokain pada celah interspinalis.

Ackerman William E dkk mengatakan bahwa pemberian triamcinolon 40 mg secara

transforaminal memberikan hasil yang lebih baik dari pemberian secara kaudal ataupun

intralaminar. Robert Cluff dkk mengatakan bahwa sampai saat ini masih belum didapatkan

konsensus mengenai injeksi epidural dari kortikosteroid untuk penanganan low back pain

secara universal, semuanya masih berdasarkan masing-masing pusat pendidikan.2, 23, 24, 25

2.2.9 Immunosupresan

Pada kondisi tertentu kortikosteroid diperlukan untuk menekan reaksi imun yang tidak

diinginkan. Sebagia contoh pada transplantasi organ, dosis tinggi steroid diperlukan saat

operasi untuk menghasilkan keadaan immunosupresi dan menurunkan resiko terjadinya

reaksi penolakan pada organ yang baru. Azathioprine adalah antimetabolit yang digunakan

untuk menekan sistem imun pada organ transplan. Namun efek sampingnya adalah demam,

kemerahan dan reaksi idiosinkratik seperti edema jalan nafas dan reaksi kardiovaskuler.2, 9

Pada penyakit myastenia Gravis juga steroid mempunyai tempat sendiri. Seperti

Methylprednisolon dan azathiopirine. Obat ini biasanya digunakan pada pasien yang tidak

respon terhadap terapi lain ataupun terapi operasi. Selain itu setelah dilakukan timektomi

yang merupakan terapi definitif penyakit ini, obat ini juga sangat efektif. Mekanismenya

masih belum diketahui secara pasti namun beberapa kepustakaan menyebutkan mungkin juga

disebabkan ole

Page 32: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

29

2.2.10 Penanganan Sepsis

Dasar terjadinya sepsis adalah terjadinya reaksi inflamasi pada seluruh tubuh. Reaksi

ini ditimbulkan akibat terjadinya pelepasan dari mediator inflamasi yang mencetuskan proses

inflamasi dan gangguan koagulasi dan menghambat trombolisis. Yang selanjutnya akan

menyebabkan terjadinya vasodilatasi secara global sehingga menyebabkan hipotensi.

Hipotensi ini akan melatarbelakangi terjadinya hipoperfusi pada organ sehingga terjadi

kerusakan berbagai macam organ.2, 26, 27, 28

Kortikosteroid melalui efek antiinflamasinya mempunyai tempat untuk terapi pasien sepsis,

yang akan menekan respon imunitas tubuh. Pemberian kortikosteroid dengan dosis 50 mg

hidrokortison scara bolus setiap 6 jam atau 100 mg per 8 jam akan memberikan hasil yang

cukup memuaskan. Namun pemberian secara drip 10 mg/jam akan menyebabkan terjadinya

lonjakan gula darah. Waktu yang tepat untuk pemberian steroid sampai saat ini belum ada

ketentuan seragam. Nguyen dan kawan-kawan memberikan steroid setelah pasien sepsis

mendapat terapi vasopresor.Pemberian kortikosteroid Intravena 200-300 mg/hari yang dibagi

dalam 3-4 dosis selama 7 hari merupakan salah satu tahap dalam kampanye sepsis oleh

Phillip Dellinger dkk dalam Surviving Sepsis Campaign. Briegel dkk di Jerman mendapatkan

bahwa pemberian dosis pada stress dengan awal 100 mg hidrokortison dilanjutkan dengan

pemberian infus konstan 0,18mg/kg/jam tidak memberikan angka bertahan hidup yang

memuaskan pada pasien dengan sepsis shock Beberapa dari pusat pendidikan menganjurkan

bahwa pemberian dosis fisiologis dari steroid memberikan hasil yang cukup memuaskan

dalam penanganan ARDS dan sepsis.26, 29, 30, 31

2.2.11 Respiratory Distress Syndrome

Pada neonatus prematur dengan usia gestasi kurang dari 32 minggu, pembentukan

surfaktan yang berguna untuk mempertahankan tegangan permukaan belum sempurna.

Sehingga pada pasien neonatus prematur resiko terjadinya respiratory distress syndrome

akibat banyaknya alveol yang kolaps. Pemberian steroid dalam 24 jam sebelum partus akan

menurunkan insidens dan berat terjadinya respiratory distress Syndrome pada bayi dengan

usia gestasi 24-36 minggu. Kortikosteroid yang biasanya diberikan adalah Betametason yang

diberikan intravena kepada ibu dengan kemungkinan partus preterm pada usia kehamilan di

Page 33: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

30

bawah 32 minggu. Deksametason diberikan untuk memperbaiki paru-paru dari

bronchopulmonary dysplasia.2, 4

2.2.12 Trauma Medula Spinalis

Pada pasien dengan cedera medula spinalis beberapa literatur meyarankan untuk dilakukan

pemberian kortikosteroid dosis tinggi seperti metilprednisolon ataupun dexametason. Pada

penelitian NASCIS II mengatakan pemberian metilprednisolon dosis 5,4mg/kg/jam selama

24 jam pertama akan meminimalisis efek lanjutan dari trauma medula spinalis. Pada

penelitian ini juga mengatakan pemberian steroid dosis tinggi dianjurkan dilakukan sedini

mungkin. Saat ini pemberian steroid dosis tinggi pada pasien trauma medulla spinalis

merupakan suatu rutinitas yang dilakukan. Namun tetap harus memperhatikan efek samping

yang timbul pada pasien, seperti terjadinya ulkus peptikum, gejola dari gula darah dan

meningkatnya resiko infeksi.4

Page 34: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

31

BAB III

SIMPULAN

Aplikasi klinis dari kortikosteroid sangat luas, termasuk di bidang anestesia. Untuk

meningkatkan kenyamanan pasien pasca operasi seperti menurunkan insidensi nyeri dan rasa

mual muntah yang merupakan komplikasi dari tindakan pembiusan. Kerusakan jaringan dan

sel selama pembedahan menyebabkan aktivasi enzim yang bertanggung jawab pada sintesa

prostaglandin dan aktivator nyeri lain yang poten baik itu di tempat trauma maupun melalui

aliran darah dan mediasi neurogenik dari sistem saraf pusat. Kortikosteroid merupakan

penghambat baik itu fosfolipase A2 dan dengan demikian juga menghambat produksi

prostaglandin dan leukotrien baik itu di jaringan perifer maupun di sistem saraf pusat.

Penghambatan pada enzim siklooksigenase utamanya COX-2, memperlihatkan

glukokortikoid merupakan penghambat COX-2 selektif. Beberapa penelitian membuktikan

bahwa kortikosteroid memiliki opioid sparing effect.

Kortikosteroid juga memiliki kemampuan dalam menurunkan kejadian mual muntah

pasca operasi. Mual muntah setelah operasi merupakan morbiditas yang ingin dihindari

sebagai dokter anestesi yang dapat menyebabkan perawatan yang tidak diinginkan pada

pasien one-day-care, untuk itu profilaksis dengan Dexamethasone dapat diberikan sebelum

dilakukan tindakan pembiusan. Intubasi yang merupakan tindakan yang sering dilakukan

pada anestesi umum juga ternyata menyebabkan komplikasi seperti edema laring ataupun

nyeri di tenggorokan, untuk itu dapat diberikan steroid topikal seperti Bethametasone dan

juga dapat diberikan steroid injeksi seperti Dexamethasone 0,5mg/kbBB setelah tindakan

dilakukan. Semua efek yang diberikan oleh kortikosteroid menjadikan kortikosteroid layak

untuk diberikan pasca operasi untuk menangani nyeri pasca operasi dan menjadi bagian dari

multimodal analgesia.

Selain itu, steroid masih mendapat tempat untuk penanganan sepsis di ruang terapi

intensif (ICU) ataupun penanganan infeksi nosokomial di rumah sakit. Namun tidak semudah

itu menggunakannya, terutama di ICU oleh karena penggunaan steroid jangka panjang di

ICU dapat menyebabkan terjadinya efek samping seperti efek metabolik dalam hal ini

hiperglikemia yang dapat memperberat keadaan pasien dan juga efek retensi natrium.

Page 35: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

32

Ketersediaan kortikosteroid yang mudah didapat dan juga cukup ekonomis dari segi

harga merupakan salah satu faktor pendukung untuk aplikasi klinis secara luas. Prednison dan

Dexamethasone cukup banyak tersedia di rumah sakit daerah sekalipun, sehingga meskipun

ditempatkan di daerah perifer pun sebagai dokter anestesi tidak akan susah untuk mencari

sediaan kortikosteroid. Meski tetap tidak bisa dikesampingkan bahwa untuk penggunaan

jangka panjang kortikosteroid dapat menimbulkan efek samping yang merugikan sehingga

justru akan menimbulkan beban biaya terapi yang lebih besar.

Page 36: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

33

DAFTAR ISI

1. Coursin D B, Wood K E. Corticosteroid supplementation for adrenal

insufficiency. JAMA. 2002;287(2):236–240.

2. A. Crown and S. Lightman. Why is the management of glucocorticoid deficiency still

controversial: a review of the literature. Clinical Endocrinology. 2005:63(5):483–92.

3. Solem J H, Lund I. Prophylaxis with corticosteroids in surgical patients receiving

cortisone or other steroid therapy. Acta Anaesthesiol Scand. 1962;6:99–105.

4. Kehlet H, Binder C. Adrenocortical function and clinical course during and after

surgery in unsupplemented glucocorticoid-treated patients. Br J

Anaesth. 1973;45(10):1043–48.

5. Udelsman R, Ramp J, Gallucci W T. et al. Adaptation during surgical stress. A

reevaluation of the role of glucocorticoids. J Clin Invest. 1986;77(4):1377–81.

6. de Lange D W, Kars M. Perioperative glucocorticosteroid supplementation is not

supported by evidence. Eur J Intern Med. 2008;19(6):461–7.

7. Fraser C G, Preuss F S, Bigford W D. Adrenal atrophy and irreversible shock

associated with cortisone therapy. J Am Med Assoc. 1952;149(17):1542–3.

8. Kehlet H. Copenhagen, Denmark: FADL Forlag ; 1976. Clinical course and

hypothalamic-pituitary-adrenocortical function in glucocorticoid-treated surgical

patients.

9. B. M. Arafah, K. E. Nekl, R. S. Gold et al. Immediate recovery of pituitary function

after transsphenoidal resection of pituitary macroadenomas,” Journal of Clinical

Endocrinology and Metabolism. 1994:79(2):348–54.

10. Brown C J, Buie W D. Perioperative stress dose steroids: do they make a difference? J

Am Coll Surg. 2001;193(6):678–86.

11. Thomason J M, Girdler N M, Kendall-Taylor P, Wastell H, Weddel A, Seymour R A.

An investigation into the need for supplementary steroids in organ transplant patients

undergoing gingival surgery. A double-blind, split-mouth, cross-over study. J Clin

Periodontol. 1999;26(9):577–82.

12. Lloyd E L. A rational regimen for perioperative steroid supplements and a clinical

assessment of the requirement. Ann R Coll Surg Engl. 1981;63(1):54–7.

13. Symreng T, Karlberg B E, Kågedal B, Schildt B. Physiological cortisol substitution of

long-term steroid-treated patients undergoing major surgery. Br J

Anaesth. 1981;53(9):949–54.

14. S. A. Jabbour, Steroids and the surgical patient. Medical Clinics of North America.

2001:85(5):1311-17.

15. Knudsen L, Christiansen L A, Lorentzen J E. Hypotension during and after operation

in glucocorticoid-treated patients. Br J Anaesth. 1981;53(3):295–301.

16. R. Udelsman, J. A. Norton, and S. E. Jelenich, Responses of the hypothalamic-

pituitary-adrenal and renin-angiotensin axes and the sympathetic system during

controlled surgical and anesthetic stress. Journal of Clinical Endocrinology and

Metabolism. 1987:64(5):986–94.

17. Glowniak J V, Loriaux D L. A double-blind study of perioperative steroid

requirements in secondary adrenal insufficiency. Surgery. 1997;121(2):123–9.

18. Mathis A S, Shah N K, Mulgaonkar S. Stress dose steroids in renal transplant patients

undergoing lymphocele surgery. Transplant Proc. 2004;36(10):3042–5.

Page 37: PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PROSEDUR ......instrinsik dari obat pada reseptor.1, 4 Semua kortikosteroid mempunyai struktur 21 karbon atom yang terdiri dari 4 macam cincin aromatik

34

19. Shapiro R, Carroll P B, Tzakis A G, Cemaj S, Lopatin W B, Nakazato P. Adrenal

reserve in renal transplant recipients with cyclosporine, azathioprine, and prednisone

immunosuppression. Transplantation. 1990; Salem M, Tainsh R E Jr, Bromberg J,

Loriaux D L, Chernow B. Perioperative glucocorticoid coverage. A reassessment 42

years after emergence of a problem. Ann Surg. 1994;219(4):416–25.

20. 49(5):1011–3.

21. I. E. Widmer, J. J. Puder, C. König et al. Cortisol response in relation to the severity

of stress and illness. Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism.2005:90(8):

4579–86.

22. Lal G, Clark O H. New York, NY: McGraw Hill; 2010. Thyroid, Parathyroid, and

Adrenal; pp. 1343–1407.

23. Friedman R J, Schiff C F, Bromberg J S. Use of supplemental steroids in patients

having orthopaedic operations. J Bone Joint Surg Am. 1995;77(12):1801–6.

24. Marik P E, Varon J. Requirement of perioperative stress doses of corticosteroids: a

systematic review of the literature. Arch Surg. 2008;143(12):1222–6.

25. R. A. Donald, E. G. Perry, G. A. Wittert et al. The plasma ACTH, AVP, CRH and

catecholamine responses to conventional and laparoscopic cholecystectomy. Clinical

Endocrinology. 1993:38(6):609-15.

26. Friedman R J, Baliga P, Bromberg J S, et al . Stress steroids are not required for

patients receiving a renal allograft and undergoing operation. J Am Coll

Surg. 1995;180(5):532–536.

27. Zaghiyan K, Melmed G, Murrell Z, Fleshner P. Safety and feasibility of using low-

dose perioperative intravenous steroids in inflammatory bowel disease patients

undergoing major colorectal surgery: a pilot study. Surgery. 2012;152(2):158–63.

28. Jasani M K, Freeman P A, Boyle J A. et al. Studies in the rise in plasma 11-

hydroxycorticosteroids (11-OCHS) in corticosteroid-treated patients with rheumatoid

arthritis during surgery: correlations with the functional integrity of the hypothalomo-

pituitary-adrenal axis. Q J Med. 1968;37:407–21.

29. Zaghiyan K, Melmed G, Murrell Z, Fleshner P. Are high-dose perioperative steroids

necessary in patients undergoing colorectal surgery treated with steroid therapy within

the past 12 months? Am Surg. 2011;77(10):1295–9.

30. Lewis L, Robinson R F, Yee J, Hacker L A, Eisen G. Fatal adrenal cortical

insufficiency precipitated by surgery during prolonged continuous cortisone

treatment. Ann Intern Med. 1953;39(1):116–26.

31. B. M. Arafah. Review: hypothalamic pituitary adrenal function during critical illness:

limitations of current assessment methods. Journal of Clinical Endocrinology and

Metabolism. 2006:91(10):3725–45

32. Yong S L, Marik P, Esposito M. et al. Supplemental perioperative steroids for

surgical patients with adrenal insufficiency. Cochrane Database Syst Rev. 2009:4.

33. L. Wise, H. W. Margraf, and W. F. Ballinger. A new concept on the pre- and

postoperative regulation of cortisol secretion. Surgery.1972:72(2):290–9.