74

repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

  • Upload
    others

  • View
    22

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah
Page 2: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah
Page 3: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah
Page 4: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN FUNDAMENTAL

DINAMIKA SISTEM BUNYI BAHASA MELAYU DI BALI:

SEBUAH KAJIAN GENERATIF

TIM PENELITI NIDN

Ketua : Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum 0010036212

Anggota :

Dr. Anak Agung Putu Putra, M.Hum 0025086015

Dibiayai Oleh

Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

Sesuai Dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian

139/UN14.2/PNL.01.03.00/2015, tanggal 3 Maret 2015

UNIVERSITAS UDAYANA

NOVEMBER 2015

Kode/Nama Rumpun Ilmu: 520 /Ilmu Bahasa

Page 5: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Dinamika Sistem Bunyi Bahasa Melayu Di Bali : Sebuah

Kajian Generatif

Peneliti/Pelaksana

Nama Lengkap : Prof. Dr. Drs. I NYOMAN SUPARWA M.Hum

Perguruan Tinggi : Universitas Udayana

NIDN : 0010036212

Jabatan Fungsional : Guru Besar

Program Studi : Ilmu Linguistik

Nomor HP : 0817354717

Alamat surel (e-mail) : [email protected]

Anggota (1)

Nama Lengkap : Dr., Drs ANAK AGUNG PUTU PUTRA M.Hum

NIDN : 0025086015

Perguruan Tinggi : Universitas Udayana

Institusi Mitra (jika ada)

Nama Institusi Mitra : -

Alamat : -

Penanggung Jawab : -

Tahun Pelaksanaan : Tahun ke 2 dari rencana 2 tahun

Biaya Tahun Berjalan : Rp 51.000.000,00

Biaya Keseluruhan : Rp 122.500.000,00

Mengetahui, Denpasar, 14 - 11 - 2015

Dekan Fakultas Sastra Unud Ketua,

(Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A) (Prof. Dr. Drs. I Nyoman Suparwa, M.Hum)

NIP/NIK 15909171984032002 NIP/NIK 196203101985031005

Menyetujui,

Ketua LPPM Unud

(Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng.)

NIP/NIK 196408071992031002

Page 6: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

3

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ 1

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3

RINGKASAN ...................................................................................................... 4

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 5

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 5

1.2 Perumusan Masalah................................................................................. 7

1.3 Tujuan/Urgensi Penelitian ...................................................................... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 10

2.1 Kajian Pustaka ........................................................................................ 10

2.2 Peta Jalan Penelitian ............................................................................... 14

BAB III. METODE PENELITIAN...................................................................... 16

3.1 Lokasi Penelitian ..................................................................................... 16

3.2 Metode Pengumpulan data....................................................................... 16

3.3 Jenis dan Sumber Data Penelitian ............................................................ 17

3.4 Instrumen Penelitian ................................................................................

3.5 Metode Analisis Data..............................................................................

17

18

BAB IV.HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 20

4.1 Dinamika Sistem Prosodi Tekanan .........................................................

4.2 Dinamika Sistem Prosodi Panjang..........................................................

4.3 Dinamika Sistem Prosodi Nada/Intonasi................................................

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN...................................................................

20

27

35

45

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 47

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... 48

Lampiran 1. Instrumen Penelitian

Lampiran 2. Daftar Informan

Lampiran 3. Laporan Penggunaan Anggaran 100%

Lampiran 4. Artikel/Jurnal

Lampiran 5. Catatan Kemajuan

Page 7: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

4

RINGKASAN

Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah bangsa sangat menarik

untuk ditelaah dan dikaji. Salah satu kantong pengguna bahasa Melayu di Bali yaitu

di Desa Loloan Jembrana. Bahasa Melayu Loloan Bali sekarang ini masih digunakan

sebagai salah satu bahasa daerah di Indonesia. Perkembangan bahasa Melayu

tersebut tentu tidak lepas dari daya sentripetal yaitu usaha penutur bahasa untuk

mempertahankan bahasanya dan sentrifugal yaitu usaha akomodasi bahasa tersebut

dalam perkembangannya sebagai alat komunikasi di dalam pergaulan intraetnis dan

antaretnis. Keberadaan bahasa Melayu Loloan sebagai bahasa minoritas di

lingkungan bahasa mayoritas (bahasa Bali) menyebabkan bahasa ini berinteraksi

secara ekstralingual.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat pola bunyi prosodi Bahasa Melayu

baik itu dalam tataran kata, kelompok kata/frasa, maupun kalimat, serta menganalisis

dinamika perubahan bunyi prosodi yang ada pada bahasa Melayu di Bali. Dengan

menggunakan metode observasi partisipasi data yang dikumpulkan berupa data lisan

dan hasil wawancara dengan informan di desa Loloan Jembrana Bali. Data yang

diperoleh diolah dengan menggunakan bantuan speech analyzer dan dianalisis

berdasarkan teori fonetik dan fonologi generatif. Penelitian ini sangat penting

untuk dilaksanakan karena dapat memberikan manfaat secara linguistik teoretis,

terutama di bidang fonetik dan fonologi. Kajian pola bunyi prosodi akan menerapkan

berbagai konsep dalam bidang fonetik, baik yang bersifat ragam maupun yang

bersifat semesta. Penerapan konsep (teori) yang bersifat ragam terlihat pada

penemuan pola-pola prosodi bahasa Melayu Loloan seperti tekanan, panjang, dan

nada. Berbagai ragam temuan tersebut tentu sangat bermanfaat karena merupakan

sumbangan terhadap khazanah teori fonetik dan fonologi Indonesia dan linguistik

pada umumnya. Bagi linguistik terapan, penelitian ini bermanfaat terutama dalam hal

aplikasi pola bunyi prosodi pada pengajaran bahasa, baik bahasa Melayu maupun

bahasa Indonesia. Dengan diketahuinya pola bunyi prosodi dan dinamika perubahan

bunyi prosodi dalam bahasa Melayu Loloan, para pengajar bahasa Melayu dapat

menyusun cara pengucapan dan penulisan kata bahasa tersebut dengan tepat, serta

pola-pola prosodi yang mencirikan identitas dari sebuah bahasa. Pada penelitian

pertama, pola bunyi dan dinamikanya merupakan inti dari penelitian tersebut, setelah

itu diketahui, maka pada tahun kedua penelitian ini akan dibahas sistem bunyi pada

entri posleksikal yang dapat dijadikan pedoman dalam pengucapan bunyi bahasa

Indonesia dalam kamus yang dilengkapi dengan transkripsi fonetis mengingat bahasa

Melayu adalah asal bahasa Indonesia.

.

Page 8: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa Melayu Loloan digunakan oleh masyarakat Loloan, kelompok Muslim

minoritas di Kabupaten Jembrana, Bali. Bahasa tersebut digunakan oleh masyarakat

setempat dalam kehidupan sehari-hari yaitu pada ranah keluarga, agama, pendidikan

dan transaksi lokal. Selama berabad-abad keberadaan bahasa Melayu Loloan tersebut

berdinamika di bawah bayang-bayang bahasa Bali, yang digunakan oleh orang

Hindu Bali dan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dan bahasa nasional.

Dinamika bahasa tersebut, yang berupa retensi dan inovasi, terekam baik secara

makrolinguistik maupun secara mikrolinguistik. Dalam unsur makrolinguistik dapat

dilihat antara lain sikap generasi muda Loloan terhadap pemakaian bahasanya yaitu

semakin meluasnya pemakaian bahasa Indonesia. Dalam unsur mikrolinguistik

terlihat pada perubahan internal bahasa terutama kosakata, unsur bunyi, pemakaian

afiks, dan struktur kalimatnya.

Berdasarkan bunyi bahasanya, seseorang pun sering bisa dikenali daerah

asalnya. Orang Bugis mudah dikenali oleh suku lain di Indonesia karena

kecenderungannya menetralisasi nasal ([m,n] [ŋ]) pada posisi akhir kata (Lagousi,

1992:2). Hal itu terlihat seperti pada pelafalan nyoman menjadi ŋ [ŋomaŋ].

Kemudian, orang Bali mudah dikenali oleh suku lainnya di Indonesia karena bunyi

retrofleksnya. Contoh lainnya adalah seseorang dinilai tingkat intelektualnya dari

pemarkah lafal baku yang digunakannya dalam berbahasa Indonesia (Suparwa,

2006).

Secara historis dasar atau asal bahasa Indonesia yang pada 28 Oktober 1928

ditetapkan sebagai bahasa Nasional dan tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan sebagai

bahasa Negara (Indonesia) adalah bahasa Melayu (Arifin dan Amran Tansai,

1987:3—4). Bukti historis yang mendukung kehidupan bahasa Melayu pada zaman

lampau di Indonesia adalah bukti tertulis dan bukti lisan. Bukti tertulis adalah

berberapa prasasti yang ditulis dalam bahasa Melayu, seperti Prasasti Kedukan Bukit

(683 M), Prasasti Talang Tuo (684 M), dan Prasasti Kota Kapur (686 M) di daerah

Sumatra. Sementara itu, bukti lisan adalah berbagai dialek bahasa Melayu dan

tersebar di seluruh Nusantara, seperti dialek Melayu Jakarta, Melayu Menado, dan

Melayu Loloan Bali (Suparwa, 2006).

Page 9: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

6

Bahasa Melayu Loloan memilki kekhasan kebahasaan (mikrolinguistik)

terlihat, antara lain, dalam proses pembentukan kata. Fenomena kebahasaan yang

menonjol dalam bahasa tersebut adalah pembentukan kata dengan proses kontraksi.

Dalam hal ini terjadi proses perubahan (pemendekan) bentuk bahasa akibat

pertemuan bentuk bahasa yang satu dengan yang lainnya (Kridalaksana, 1982:94).

Dalam proses tersebut juga menonjol terlihat adanya perubahan bunyi yang

bersistem.

Perubahan bunyi yang sistematis tersebut menjadi menarik karena terjadi tidak

hanya intraleksikal (intern kata), tetapi juga posleksikal (satuan lingual setelah [lebih

besar dari] kata; frasa dan klausa). Contoh berikut adalah ilustrasi fenomena tersebut.

(1) Subuh tu die mejalanan ke sunge. ‗Pagi itu dia berjalan ke sungai‘

[subʊh tu diyə məjalanan kə suŋe]

‗pagi itu dia AKT-jalan ke sungai‘

(2) Mereke tu mejalanan kulu. ‗Mereka berjalan ke hulu (sungai)‘

[mərekə tu məjalanan kulu]

‗mereka itu AKT-jalan ke hulu‘

(Suparwa, 2006)

Kata ke ‗ke‘ diikuti kata sunge ‗sungai‘ tetap ke pada kalimat (1), tetapi ke itu

menjadi k dengan pelesapan bunyi e (kalimat 2) jika diikuti kata hulu ‗hulu‘ yang

dalam hal ini menjadi ulu ‗hulu‘. Fenomena kebahasaan tersebut merupakan

perubahan bunyi yang terjadi pada tataran antarkata atau setelah kata (posleksikal).

Untuk itu, kajian bunyi yang tidak hanya dalam kata, tetapi juga setelah kata menjadi

menarik untuk dibicarakan pada bahasa ini. Hal itulah yang menarik untuk dibahas

lebih detail dalam penelitian ini di samping deskripsi yang mendalam tentang

karakteristik bunyi secara fonologis leksikal terlebih lagi karena fenomena tersebut

dikaji berlandaskan teori fonologi generatif.

1.2 Perumusan Masalah

Page 10: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

7

Pada tahun pertama, penelitian ini akan memusatkan perhatian utamanya pada

dua hal, yaitu menyangkut pola bunyi dan dinamikanya. Setelah diketahui pola bunyi

dan dinamikanya maka pada tahun kedua penelitian ini akan dibahas sistem bunyi

pada entri posleksikal yang dapat dijadikan pedoman dalam pengucapan bunyi

bahasa Indonesia dalam kamus yang dilengkapi dengan transkripsi fonetis mengingat

bahasa Melayu adalah asal bahasa Indonesia. Secara sistematis, perumusan masalah

pada penelitian kedua sebagai berikut.

1) Bagaimanakah dinamika sistem prosodi tekanan pada bahasa Melayu Loloan

Bali?

2) Bagaimanakah dinamika sistem prosodi panjang pada bahasa Melayu Loloan

Bali?

3) Bagaimanakah dinamika sistem prosodi nada/intonasi pada bahasa Melayu

Loloan Bali?

1.3 Tujuan/Urgensi Penelitian

Kajian bahasa Melayu Loloan di Bali sebagai warisan sejarah bangsa sangat

menarik untuk ditelaah dan dikaji. Bahasa Melayu Loloan Bali sekarang ini masih

digunakan sebagai salah satu bahasa daerah di Indonesia. Keterkaitan bahasa Melayu

Loloan Bali sekarang dengan bahasa Melayu Kuna dan bahasa Melayu Klasik serta

dengan bahasa Indonesia merupakan fenomena yang menarik untuk dibahas.

Perkembangan bahasa Melayu tersebut tentu tidak lepas dari daya sentripetal dan

sentrifugal (Kridalaksana, 1996:1). Daya sentripetal merupakan usaha penutur

bahasa untuk mempertahankan bahasanya karena bahasa Melayu Loloan itu

merupakan ciri identitas Melayu Islam di Jembrana. Sementara itu, daya sentrifugal

merupakan usaha akomodasi bahasa tersebut dalam perkembangannya sebagai alat

komunikasi di dalam pergaulan intraetnis dan antaretnis. Dalam hal ini pengaruh

bahasa Bali sebagai bahasa mayoritas di Jembrana dan di Bali serta bahasa Indonesia

sebagai bahasa nasional tidak bisa dihindari. Keberadaan bahasa Melayu Loloan

sebagai bahasa minoritas di lingkungan bahasa mayoritas (bahasa Bali)

menyebabkan bahasa ini berinteraksi secara ekstralingual. Penutur bahasa Melayu

Loloan, umumnya, dwibahasawan (menguasai bahasa Melayu Loloan dan bahasa

Indonesia serta mengerti bahasa Bali) dengan pemakaian bahasa Melayu Loloan

dalam ranah informal, seperti intrakeluarga, upacara adat, dan pengajian. Dalam

Page 11: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

8

situasi kebahasaan seperti itu, kebertahanan bahasa Melayu Loloan merupakan salah

satu fenomena kebahasaan yang menarik pada bahasa tersebut.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam beberapa bidang

berikut ini.

a. Linguistik Teoretis

Dalam bidang linguistik teoretis, penelitian ini bermanfaat dalam bidang fonetik

dan fonologi. Kajian pola bunyi akan menerapkan berbagai konsep dalam bidang

fonetik dan fonologi, baik yang bersifat ragam maupun yang bersifat semesta.

Penerapan konsep (teori) yang bersifat ragam terlihat pada penemuan ciri-ciri yang

unik bahasa Melayu Loloan. Sementara itu, penerapan konsep (teori) yang bersifat

semesta terlihat pada kajian ciri-ciri bahasa Melayu Loloan yang bersifat universal.

Berbagai ragam temuan tersebut tentu sangat bermanfaat karena merupakan

sumbangan terhadap khazanah teori fonetik dan fonologi Indonesia dan linguistik

pada umumnya.

b. Linguistik Terapan

Bagi linguistik terapan, penelitian ini bermanfaat terutama dalam hal aplikasi pola

bunyi pada pengajaran bahasa, baik bahasa Melayu maupun bahasa Indonesia.

Dengan diketahuinya bunyi dan pola bunyi bahasa Melayu Loloan, para pengajar

bahasa Melayu dapat menyusun cara pengucapan dan penulisan kata bahasa tersebut

dengan tepat. Hal itu terkait juga dengan penyusunan ejaan bahasa bersangkutan.

Kemudian, pengetahuan bunyi dan pola bunyi bahasa Melayu tersebut dapat

digunakan sebagai bahan untuk penyusunan pedoman dalam pengucapan bunyi

bahasa Indonesia, terutama bila akan disusun kamus yang dilengkapi dengan

transkripsi fonetis mengingat bahasa Melayu adalah asal bahasa Indonesia.

Selain manfaat tersebut di atas, secara aplikatif, penelitian ini juga bermanfaat

bagi perencaan pemodernan bahasa Indonesia. Pemodernan bahasa Indonesia pada

masa depan sangat memerlukan pengetahuan tentang sistem bunyi bahasa Melayu

yang merupakan asal bahasa Indonesia. Dalam hal pemodernan bahasa Indonesia,

biasanya banyak terjadi penyerapan istilah-istilah bahasa lain (bahasa daerah lain

[bahasa daerah selain bahasa Melayu] dan bahasa asing [terutama bahasa

internasional, bahasa Inggris]). Dalam penyerapan itu diperlukan kaidah adaptasi

fonologis dari bahasa lain ke dalam bahasa Indonesia. Dalam hal tersebutlah

diperlukan pengetahuan tentang kaidah-kaidah fonologis bahasa Melayu.

c. Bidang Interdisipliner

Page 12: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

9

Penelitian bahasa Melayu di Loloan yang masyarakat penuturnya di daerah

multikultural dapat bermanfaat bagi penelitian lanjutan yang multidisiplin ilmu.

Hasil penelitian ini bermanfaat bagi penelitian, seperti sosiolinguistik dan

etnolinguistik. Pola bunyi bahasa Melayu di Loloan Bali sangat dipengaruhi juga

oleh lingkungan pemakaian bahasa tersebut. Pola adaptasi bunyi tersebut merupakan

gambaran keadaan sosial budaya masyarakat pemakai bahasa tersebut. Dengan

demikian, gambaran pola interaksi sosial masyarakat penutur bahasa Melayu dengan

penutur bahasa non-bahasa Melayu di Bali merupakan sumbangan yang sangat

penting bagi kajian ilmu interdisiplin, seperti sosiolinguistik dan etnolinguistik.

d. Penutur Bahasa Melayu

Manfaat lain hasil penelitian ini adalah bagi penutur bahasa Melayu. Hasil

penelitian ini akan dapat memperkenalkan penutur bahasa Melayu (terutama Melayu

Loloan) ke ―dunia luar‖. Penutur bahasa Melayu, terutama penutur bahasa Melayu di

Loloan, akan dikenal oleh masyarakat luar, khususnya masyarakat pemerhati bahasa.

Selanjutnya, bahasa Melayu di Loloan akan semakin banyak diteliti dan dianalisis

oleh berbagai pakar, baik pakar bahasa maupun pakar nonbahasa. Pada akhirnya,

penutur bahasa Melayu di Loloan Bali akan semakin dikenal oleh masyarakat dunia

karena pada prinsipnya pendokumentasian dan penyebarluasan informasi penelitian

merupakan tanggung jawab moral penelitian bahasa.

Selain manfaat tersebut, hasil penelitian pola bunyi ini akan dapat menjadi

bahan untuk penyusunan pedoman bagi penutur bahasa Melayu dalam pemakaian

lafal bahasanya. Pemakaian lafal yang benar sangat ditentukan oleh pengetahuan

penutur bahasa tentang kaidah-kaidah bunyi yang berlaku pada bahasanya.

Kemudian, penelitian ini juga bermanfaat bagi penutur bahasa Melayu untuk

menyadari bahwa beberapa bunyi yang digunakan itu merupakan hasil adaptasi dari

bahasa lingkungannya. Hal itu penting agar dalam upaya pelestarian dan

pengembangan bahasa Melayu ke depan dapat dilakukan dengan penuh kesadaran

dan tanggung jawab.

Page 13: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

.2.1 Kajian Pustaka

Sudah lazim dipakai pegangan, pandangan yang mengatakan bahwa tuturan

(bahasa) terdiri atas bunyi (Gussmann, 2002:1; juga Kridalaksana dalam Kentjono,

1982:2) atau bunyi merupakan realitas material bahasa (Sudaryanto, 1996:42). Bunyi

yang dimaksud tersebut adalah bunyi dalam rangkaian karena pada prinsipnya bunyi

itu muncul dalam suatu kombinasi dalam membentuk morfem, kata, frasa, klausa,

dan kalimat. Sementara itu, dalam hubungannya dengan linguistik, bunyi biasanya

dibedakan menjadi dua macam, yaitu bunyi tidak bersistem (tidak terpola) yang

secara umum disebut suara dan bunyi bersistem (terpola) yang disebut (bunyi)

bahasa. Kelompok bunyi yang disebut pertama termasuk bunyi seperti suara batuk

atau suara erangan dan kelompok bunyi yang kedua adalah bahasa.1)

Bunyi bahasa sangatlah berpengaruh dalam sistem komunikasi manusia. Amanat

yang disampaikan pembicara kepada seseorang (mitra bicara) dibawa oleh bunyi

tuturan. Bunyilah yang pertama-tama memberi kesan dan pesan tentang apa dan

bagaimana pesan itu disampaikan oleh pembicara kepada mitra bicaranya.

Demikianlah di dalam kehidupan berkomunikasi verbal (berbahasa), bunyi (dalam

pengertian bunyi yang terpola/bersistem/bahasa) sangatlah penting. Dengan bunyi,

manusia, antara lain, dapat mengaktualisasikan dan mengekspresikan dirinya serta

mengidentifikasikan dirinya.2)

Sebagai alat aktualisasi dan ekspresi diri, misalnya, bunyi digunakan oleh para

seniman dalam pembuatan karya seninya, seperti puisi (baru), pantun, dan kakawin.3)

Kemudian, sebagai alat identifikasi diri, misalnya, bunyi digunakan bervariasi,

seperti idiolek, dialek, dan sosiolek. Untuk itu, dalam kaitannya dengan struktur

bahasa, bunyi dapat diandaikan sebagai salah satu fondasinya.4)

Sudaryanto

(1996:42) memasukkan unsur bunyi ke dalam kelompok komponen bahasa,

khususnya sebagai realitas materialnya.5)

Dalam kaitannya dengan fokus bunyi sebagai alat aktualisasi diri dan ekspresi

diri, misalnya terlihat pada pemakaian bunyi dalam karya sastra, khususnya puisi.

Dalam puisi, bunyi merupakan unsur yang sangat vital. Rene Wellek (1968:151;

dalam Pradopo, 1993:15) menyebut unsur bunyi (sound stratum) sebagai lapis norma

pertama dalam struktur puisi dan dalam analisis puisi, selain lapis arti (units of

Page 14: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

11

meaning) dan lapis lainnya.6)

Lebih jauh, Pradopo (1993:15) memberi contoh bahwa

kombinasi bunyi vokal (asonansi): a, e, i, o, dan u; bunyi bersuara (voiced): b, d, g,

dan j; bunyi likuid: r dan l; serta bunyi sengau: m, n, ng, dan ny menimbulkan bunyi

merdu dan berirama (efoni). Bunyi merdu tersebut dapat mendukung suasana mesra,

kasih sayang, gembira, dan bahagia. Dalam puisi tersebut, fokus penyair dalam

pemakaian bunyi (bahasa) adalah untuk mengekspresikan dan mengaktualisasikan

suasana batinnya. Soal pembaca bisa memahami dan menghayati karyanya bukanlah

tujuan utamanya.

Sebagai alat identifikasi diri merupakan fungsi lain bunyi bahasa. Orang sering

dapat menerka pembicara walaupun ia tidak melihatnya. Hal itu dimungkinkan

karena warna ucapan (tinggi rendah, nada, keras lembut, cepat lambat bunyi) setiap

manusia tidak sama (Bawa, 1992:2). Pembicara dapat dikenal melalui suaranya dan

tiap orang tidak sama penampilannya ketika berbicara (Bloomfield, 1933:45).

Keadaan suara yang demikian itu, yang mewarnai bahasa seseorang membentuk

bahasa perseorangan yang disebut dengan istilah idiolek.7)

Meskipun bahasanya

sama, tetap diujarkan berbeda oleh setiap pembicara (penutur), baik yang

menyangkut aksen, intonasi, dan lainnya (Pateda, 1987:57). Dengan demikian,

idiolek akan menjadi ciri bahasa perseorangan. Bunyi yang diucapkannya itu

merupakan ciri identitasnya yang membedakannya dengan orang lain.

Berdasarkan bunyi bahasanya, seseorang pun sering bisa dikenali daerah

asalnya. Orang Bugis mudah dikenali oleh suku lain di Indonesia karena

kecenderungannya menetralisasi nasal ([m,n] [ŋ]) pada posisi akhir kata (Lagousi,

1992:2). Hal itu terlihat seperti pada pelafalan nyoman menjadi ŋ [ŋomaŋ]8)

.

Kemudian, orang Bali mudah dikenali oleh suku lainnya di Indonesia karena bunyi

retrofleksnya. Contoh lainnya adalah seseorang dinilai tingkat intelektualnya dari

pemarkah lafal baku yang digunakannya dalam berbahasa Indonesia

Pola bunyi dalam sebuah bahasa sangat menarik diteliti karena pola itulah yang

sebenarnya mengungkapkan ciri khas sebuah bahasa, di samping ciri universalnya.

Misalnya, bahasa Indonesia memiliki sistem bunyi, yaitu vokal dan konsonan

sebagai ciri universal. Selain itu, bahasa Indonesia masih memiliki sistem bunyi

diftong yang merupakan ciri khasnya (Keraf, 1990:28). Dengan demikian, penelitian

pola bunyi sebuah bahasa (seperti pola bunyi bahasa Melayu Loloan ini) sangat

menarik untuk dikerjakan karena dapat diungkapkan ciri khas fonologis bahasa

tersebut di samping ciri universalnya.

Page 15: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

12

Dalam kaitannya dengan penelitian bahasa, kajian bunyi (bidang fonologi)

semestinya mendapat prioritas sebelum penelitian perangkat bahasa lainnya, seperti

morfologi, semantik, dan sintaksis. Hal itu dikarenakan oleh kenyataan bahwa bunyi

merupakan perangkat yang mendasar dalam suatu bahasa. Apabila tidak demikian,

peneliti akan menemukan kesulitan dalam penelitiannya (Saussure, 1966:32).

Kesulitan yang dimaksud adalah tidak diketahuinya pola penyusunan bunyi bahasa

bersangkutan yang bisa menghambat analisis morfofonemik dan/atau morfosintaktik

dan/atau semantik. Lebih-lebih dalam penelitian leksikografi (kamus), pengetahuan

tentang sistem bunyi bahasa bersangkutan mutlak diperlukan untuk memudahkan

transkripsi, baik fonetis, fonemis, maupun ortografisnya.

Berkaitan dengan hal itulah, para linguis sejak awal sudah tertarik untuk

menelaah ihwal bunyi dalam bahasa. Paling tidak sejak akhir abad ke-18 sudah

terkenal penelitian tentang bunyi bahasa yang dikenal dengan Hukum Grimm oleh

seorang linguis Indo-German, Jacob Grimm, pada sekitar tahun 1785—1863

(Ibrahim, 1985:17). Pada waktu itu penelitian bahasa lebih dikenal sebagai penelitian

diakronis-komparatif yang dalam hal ini penelitian bahasa diarahkan pada pencarian

hubungan di antara bahasa-bahasa yang ada (sejarah bahasa). Selanjutnya, penelitian

tentang bunyi pun tetap berkembang ketika teori linguistik memasuki babak baru

yang dikenal dengan linguistik sinkronis (awal abad 20). Kajian ilmiah tentang

bahasa pada abad ini berbeda jauh dengan penelitian sebelumnya, sehingga abad ini

dikenal juga dengan sebutan linguistik modern. Linguistik merupakan kajian bahasa

yang otonom dalam artian tidak harus dihubungkan dengan bahasa lain atau sejarah

bahasa. Bahasa dipandang terdiri atas unit-unit yang masing-masing bisa dibahas

sendiri-sendiri. Salah satu unit bahasa itu adalah komponen bunyi yang dibicarakan

dalam bidang fonologi, sehingga muncullah kemudian penelitian fonologi berbagai

bahasa.

Paparan tersebutlah mendorong pelaksanaan penelitian ini yang mengambil

objek bahasa Melayu Loloan, Bali. Bahasa tersebut dipakai oleh komunitas yang

menamakan dirinya ―Orang Loloan‖. Daerah pemakaian bahasa tersebut adalah

Loloan Barat, Loloan Timur, dan beberapa daerah pesisir pantai kecamatan Negara

dan Melaya, seperti Banyubiru, Cupel, dan Melaya Bawah (berada sekitar 90 km ke

arah Barat dari kota Denpasar) (Peta Lampiran 1). Orang Loloan umumnya

beragama Islam dengan mata pencaharian pokok sebagai nelayan (belakangan ini

profesi nelayan mulai banyak ditinggalkan oleh masyarakat setempat terkait dengan

Page 16: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

13

perkembangan pembangunan). Profesi penutur bahasa sebagai nelayan (sekaligus

pedagang) tersebutlah yang merupakan salah satu faktor penyebab tersebarnya

bahasa Melayu dari daerah asalnya (Riau, Sumatra) sampai ke daerah Bali (Bawa,

1981:6).

Secara historis, Orang Loloan berasal dari berbagai daerah, antara lain,

Sulawesi, Kalimantan, Sumatra, dan Jawa, sehingga merupakan campuran keturunan

berbagai etnis, seperti Bugis, Melayu, Arab, Jawa, dan Bali. Mereka diperkirakan

masuk ke Bali pada pertengan abad ke-17 (Reken, t. t.). Saat ini percampuran

berbagai etnis itu sudah menyatu dan tidak bisa dikenali lagi asal-usul per keluarga.

Mereka umumnya tidak tahu dan tidak membedakan lagi asal etnisnya untuk

masing-masing keluarga. Mereka menyebut dirinya sebagai komunitas Masyarakat

Loloan yang berasal dari berbagai daerah dan berbagai etnis serta mendiami daerah

terkonsentrasi di Desa Loloan (Loloan Barat dan Loloan Timur), Kecamatan Negara,

Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali.

Secara filologis, bahasa Melayu berasal dari daerah Riau (sepanjang pantai

timur Sumatra) karena di daerah tersebut ditemukan sebuah sungai yaitu ―Melayu‖.

Nama sungai itu dihubungkan dengan kata melaju, deras, atau kencang (Saidi,

2003:22). Dari daerah Sumatra, bahasa tersebut kemudian tersebar ke Singapura,

Malaysia, dan daerah-daerah Nusantara. Bahasa Melayu yang tersebar sampai ke

Bali itu tergolong ke dalam bahasa Melayu klasik karena bahasa itu datang ke Bali

sekitar abad ke-17. Menurut Kridalaksana (1986:50), perkembangan bahasa Melayu

dibedakan atas empat periode, yaitu (1) periode bahasa Melayu Kuna (abad ke-7—

abad ke-14; (b) bahasa Melayu Tengahan/Klasik (abad ke-14—abad ke-18; (c)

bahasa Melayu Peralihan (abad ke-19); dan (d) bahasa Melayu Baru (abad ke-20

sampai sekarang).

Ciri utama bahasa Melayu Klasik adalah telah masuknya unsur-unsur bahasa

Arab dan dipakainya bahasa tersebut dalam naskah perjanjian (Kridalaksana,

1986:51). Unsur bahasa Arab banyak ditemukan dalam pemakaian bahasa Melayu

Loloan karena bahasa itu juga digunakan dalam pengajian dan sebagai lambang

identitas Islam di Jembrana. Selain itu, bahasa Melayu tersebut juga ditemukan

dalam naskah perjanjian, yaitu naskah Encik Ya’qub yang berangka tahun 1268

Hijriah atau 1848 Masehi (Gambar Naskah Perjanjian Encik Ya’qub pada Bab IV,

halaman 106). Naskah tersebut berbahasa Melayu dan menggunakan huruf Arab.

Naskah itu berisi pesan (wasiat) Encik Ya‘qub yang mewakafkan sebidang sawah

Page 17: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

14

dengan penghasilannya untuk mesjid Jembrana atau mesjid Baitul Qadim sekarang

(Brandan, 1995:22).

Dari sudut itu, kajian bahasa Melayu Loloan Bali sebagai warisan sejarah

bangsa sangat menarik untuk ditelaah dan dikaji. Bahasa Melayu Loloan Bali

sekarang ini masih digunakan sebagai salah satu bahasa daerah di Indonesia.

Keterkaitan bahasa Melayu Loloan Bali sekarang dengan bahasa Melayu Kuna dan

bahasa Melayu Klasik serta dengan bahasa Indonesia merupakan fenomena yang

menarik untuk dibahas. Perkembangan bahasa Melayu tersebut tentu tidak lepas dari

daya sintripetal dan sentrifugal (Kridalaksana, 1996:1). Daya sentripetal merupakan

usaha penutur bahasa untuk mempertahankan bahasanya karena bahasa Melayu

Loloan itu merupakan ciri identitas Melayu Islam di Jembrana. Sementara itu, daya

sentrifugal merupakan usaha akomodasi bahasa tersebut dalam perkembangannya

sebagai alat komunikasi di dalam pergaulan intraetnis dan antaretnis. Dalam hal ini

pengaruh bahasa Bali sebagai bahasa mayoritas di Jembrana dan di Bali serta bahasa

Indonesia sebagai bahasa nasional tidak bisa dihindari.

2.2 Peta Jalan (Road Map) Penelitian

Usulan penelitian ini merupakan tindak lanjut dari penelitian bahasa Melayu

di Bali yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam penelitian sebelumnya kajian

bahasa Melayu di Bali membahas Kajian Fonologi struktural dan terbatas pada

sistem bunyi pada entri leksikal. Dalam usulan penelitian yang diajukan ini,

persoalan penelitian dan jangkauan permasalahan lebih luas dan lebih kompleks

yaitu dengan menggunakan kajian generatif dan pada entri posleksikal. Secara utuh

Peta Jalan Penelitian terkait sistem bunyi Bahasa Melayu di Bali dapat digambarkan

sebagai berikut.

Page 18: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

15

PENELITIAN

TAHUN

II

Kajian Generatif Dinamika Sistem Bunyi Prosodi

Bahasa Melayu di Bali

PENELITIAN

TAHUN

I

1. Omong Kampung Sebuah Deskripsi tentang Dialek Melayu di

Bali (Jendra, 1970).

2. Kamus Dialek Melayu Bali-Bahasa Indonesia, (Laksana,

1980)

3. I Wayan Karta (1981) dengan judul ―Sistem Morfologi Kata

Benda Dialek Melayu Bali (Karta, 1981)

4. Yudha (1983) dengan judul ―Kata Tugas Dialek Melayu Bali

di Kecamatan Negara (Yudha, 1983)

5. Fonologi Generatif Dialek Melayu Bali di Kecamatan

Negara‖.Suraga (1992)

6. Pola Bunyi Bahasa Melayu Loloan Bali: Kajian Fonologi

Leksikal dan Posleksikal (Suparwa, 2006)

7. Posleksikal Bahasa Melayu Loloan: Sebuah Pendekatan

Optimalitas (Malini,2009)

PENELI-

TIAN SEBE-

LUMNYA

(1) Menemukan sistem bunyi vokal dan

konsonan Bahasa Melayu di Bali

(2) Menganalisis dinamika bunyi bahasa

Melayu di Bali

T

U

J

U

A

N

L

U

A

R

A

N

1. Dihasilkannya kaidah–kaidah sistem

bunyi bahasa Melayu di Bali berdasarkan

kajian generatif

2. Dihasilkan publikasi pada jurnal nasional

terakreditasi

Page 19: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

16

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menerapkan pendekatan kualitatif yang

menitikberatkan pada kealamiahan observasi, kedalaman data teks, berorientasi pada

proses dan penemuan, induktif, deskriptif, eksplanatori, dan realita yang dinamik

(bd. Nunan dalam Finch, 1992:4). Langkah-langkah operasional dalam

pengumpulan data akan dilakukan dengan metode observasi dan wawancara yang

ditunjang dengan teknik perekaman dan teknik pencatatan. Secara umum ada tiga

tipe data yang dikumpulkan: a) materi audio-visual, b) dokumen/teks tulis, dan 3)

informasi. Dua tipe data pertama didapatkan dengan metode observasi, sedangkan

yang terakhir dikumpulkan melalui metode wawancara. Sementara itu, dalam

analisis dan interpretasi data, langkah-langkah operasionalnya adalah: a) pemahaman

data, b) pengolahan data, c) persiapan analisis, d) analisis awal, e) analisis

mendalam, dan f) penyuntingan (bdk. Cresswell 2009: 177—195)

3.1 Lokasi Penelitian

Penutur bahasa Melayu di Bali berada di Kabupaten Jembrana Provinsi Bali.

Kabupaten Jembrana terdiri atas empat kecamatan, yaitu Kecamatan Melaya,

Negara, Mendoyo, dan Pekutatan. Sehubungan dengan karakteristik penutur bahasa

Melayu yang beragama islam dan pendatang, mereka terkonsentrasi bertempat

tinggal di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Negara sebagai pusat dan kecamatan

Melaya sebagai daerah sebar. Khusus di Kecapatan Negara, penutur bahasa Melayu

berada di dua desa, yaitu Desa Loloan Barat dan Desa Loloan Timur. Dengan

demikian, lokasi penelitian ini adalah dua desa tersebut.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Dalam pendekatan kualitatif terhadap penelitian teks lisan dan tulis, ada empat

hal pokok yang mendasari pengumpulan data: a) pemilihan sampel secara selektif

yang gayut dengan permasalahan penelitian, b) tempat pengumpulan data, c) apa dan

siapa yang akan diobservasi dan diwawancarai, dan d) proses pengambilan data

(Creswell 2006: 178—179).

Penelitian sistem bunyi memerlukan data yang andal dalam hal kepekaan

fonetis. Pada banyak penelitian sistem bunyi sering dipakai metode penyimakan

Page 20: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

17

(wawancara) penggunaan bahasa dengan hanya mengandalkan pendengaran peneliti

bahasa dan bunyi diinterpretasikan menurut perkiraan alat ucapnya (fonetik organis).

Akan tetapi, dalam penelitian ini, selain digunakan metode penyimakan dengan

pencatatan serta interpretasi fonetik organis, juga digunakan metode penyimakan

dengan perekaman serta interpretasi bunyi lewat fonetik akustik. Program yang

digunakan adalah Speech Analyzer (SIL, 2001). Dengan program tersebut bunyi bisa

digambarkan sehingga interpretasinya tidak hanya mengandalkan pendengaran,

tetapi juga pengamatan dan dibandingkan dengan khazanah bunyi internasional,

yaitu IPA (International Phonetic Association). Dengan demikian, keakuratan dan

kualitas data lebih tinggi.

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan penerapan metode wawancara

semi-terstruktur. Metode ini tepat digunakan pada penelitian kualitatif karena dalam

kegiatan wawancara hanya diperlukan elisitasi terhadap pandangan dan pendapat

informan (Creswell 2009: 181).

3.3 Jenis dan Sumber Data Penelitian

Dalam penelitian ini akan digunakan jenis data lisan dan data tulis. Data lisan

berupa tuturan langsung penggunaan bahasa, seperti ceritra, dialog, dan lain-lain.

Kemudian, data tulis dapat berupa karya tulis berbahasa Melayu, seperti naskah

ceramah agama, karya sastra (cerpen atau puisi), dan lain-lain.

3.4 Instrumen Penelitian

Tiga jenis instrumen diterapkan dalam penelitian ini sesuai dengan jenis data

yang dikumpulkan: a) program perangkat lunak komputer, b) peneliti, dan c) daftar

tanyaan wawancara semi-terstruktur. Pertama, pada jenis data primer berupa teks

lisan dengan sasaran penelitiannya berupa bahan-bahan audio-visual, maka

instrumen yang digunakan adalah perangkat elektronik yang dapat dikendalikan oleh

peneliti untuk memecah teks menjadi bagian-bagian yang lebih kecil sesuai tema dan

aspek linguistiknya. Perangkat elektronik itu dalam bentuk program komputer (yang

disebut toolbox dan speech analyzer) khusus dirancang untuk merekam dan

mengurai data kebahasaan sesuai yang diinginkan oleh peneliti. Kedua, pada jenis

data primer berupa teks tulis dari surat kabar, peneliti mengandalkan dirinya sendiri

sebagai instrumen dan ditunjang oleh sistem pengelompokan korpus berdasarkan

tema dan aspek linguistiknya. Dalam kaitan ini, peneliti menjadikan dirinya sebagai

Page 21: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

18

instrumen penelitian karena dia dapat memahami, mengidentifikasi, mengklasifikasi

dan mengolah data sesuai kebutuhan penelitian. Ketiga, dalam pengumpulan data

sekunder yang berbentuk informasi mengenai pendapat, kebijakan kebahasaan, dan

wawasan informan tentang pengetahuan kebahasaan; peneliti menyiapkan instrumen

dalam bentuk daftar tanyaan untuk wawancara semi-terstruktur. Daftar tanyaan

tersebut bersifat terbuka, tetapi harus tetap dipandu oleh tema dan permasalahan

penelitian sehingga informasi yang didapatkan dapat menunjang keberadaan data

primer. Dalam instrumen wawawancara semi-terstruktur itu, walaupun kegiatan

wawancara didukung dengan daftar tanyaan yang telah disiapkan, urutan pertanyaan

dapat berubah sesuai arah wawancara (Kajornboon 2005:5).

3.5 Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif eksplanatori yang berarti

pendeskripsian fenomena yang ditemukan disertai penjelasan yang cukup.

Pencapaian gambaran itu didasari oleh analisis metode agih dan metode padan

(Sudaryanto, 1993;14—15). Dua metode tersebut dioperasionalkan dengan membagi

unsur-unsur bahasa sampai ke tingkat fitur dan diklasifikasi dan identifikasi. Urutan

kerja analisis, antara lain, penentuan morfem, pendaftaran varian, penentuan kaidah,

pengujian kaidah, dan penyusunan kaidan yang ditemukan.

Seluruh proses penelitian ini dapat digambarkan secara utuh pada bagan

berikut ini.

Page 22: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

19

PENELITIAN

SEBELUMNYA

PENELITIAN TAHUN I

LUARAN : Kaidah sistem bunyi bahasa

Melayu

Publikasi Jurnal Nasional

Terakreditasi

Artikel Ilmiah untuk seminar

Draft Buku Ajar

Data: tulis dan lisan

Lokasi: Loloan Jembrana, Bali

Pengumpulan data:

observasi lapangan

Analisis Data

Ditemukannya sistem bunyi vokal

dan konsonan Bahasa Melayu di

Bali

Ditemukannya proses (termasuk

kaidah) fonologis bahasa Melayu di

Bali

Kajian fonologi

struktural

Kajian fonologi

generatif

Kajian pada entri leksikal

vokal dan konsonan

METODE INDIKATOR

Kajian terbatas pada

sistem bunyi pada entri

leksikal

PENELITIAN TAHUN II

INDIKATOR

Kajian Bunyi

Prosodi

Ditemukannya sistem bunyi

Prosodi Bahasa Melayu di Bali

Ditemukannya Dinamika Prosodi

Bahasa Melayu di Bali

Page 23: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

20

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Dinamika Sistem Bunyi Prosodi/Suprasegmental Tekanan

Tekanan (stress, accent) merupakan kekuatan yang lebih besar dalam

artikulasi pada salah satu bagian ujaran yang membuatnya lebih menonjol daripada

bagian ujaran yang lain atau disebut juga dengan keras lembutnya pengucapan

bagian ujaran (Kridalaksana, 1982:164). Dalam sebuah kata realisasi tekanan

mengacu pada suku kata (silabel) yang menonjol dalam ucapan lisan. Penonjolan itu

dilakukan oleh pembicara sebagai alat untuk tujuan pemfokusan perhatian pada

informasi penting dalam ujaran. Jika mengacu pada pengertian yang lebih spesifik,

Bolenger (1958:109) membedakan bahwa stress merupakan istilah yang mengacu

kepada ciri abstrak sebuah kata yang merupakan tempat untuk accent. Dengan

pengertian tersebut berarti accent adalah tekanannya, sedangkan stress merupakan

tempat tekanan tersebut di dalam kata.

Penempatan tekanan dalam suku kata menyebabkan suku kata tersebut

menjadi lebih menonjol daripada suku kata yang lainnya. Malahan, di dalam

beberapa kata, tekanan tersebut bisa menimbulkan kontras. Misalnya, dalam bahasa

Melayu Loloan Bali yang juga berlaku dalam bahasa Indonesia, kata ekor ‗ekor‘

diberi tekanan yang berbeda menimbulkan makna kalimat yang berbeda pula. Dalam

konteks Berape ekor ayam tu ? ’Berapa ekor ayam itu ?’ mengacu ke pertanyaan

jumlah ekor dari ayam. Sementara itu, apabila kara ekor digunakan dalam konteks

Berape ek or ayam tu ? ‘Berapa ek or ayam itu ?’ mengacu ke pertanyaan jumlah

ayam. Suku kata yang mendapat tekanan tersebut disebut suku kata bertekanan,

sedangkan yang lainnya disebut suku kata tidak bertekanan.

Secara spesifik istilah tekanan (stress), ton (tone), dan intonasi (intonation)

mengacu kepada konsep linguistik (emik). Bukan fenomena secara fisik yang bisa

diteliti dan diukur secara langsung. Tinggi dan rendahnya nada (tones), tekanan pada

awal atau akhir kata, dan naik atau turunan kontur merupakan elemen-lemen yang

berperan dalam deskripsi sistem bahasa. Sebuah sistem bahasa merupakan sesuatu

yang dikenal secara umum oleh pembicara/pemakai bahasa. Akan tetapi, hal itu

bukanlah sesuatu yang bisa diteliti secara langsung.

Sementara itu, bunyi ucapan (speech) adalah sesuatu yang terjadi atau

terbentuk dan terobservasi secara nyata. Getaran alat ucap seseorang, gelombang

Page 24: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

21

bunyi yang merambat di udara dan didengar oleh telinga pendengar merupakan

sesuatu yang terukur dan nyata. Dengan demikian, analisis fonetik eksperimental

yang mampu mengobservasi getaran akustik gelombang bunyi (yang digunakan

dalam analisis ini) sangat relevan digunakan. Untuk itu, perbedaan linguistik dari

tekanan, ton, dan intonasi (ton tidak dibahas dalam penelitian ini karena bahasa yang

diteliti bukan bahasa ton; intonasi akan dibicarakan pada bagian lain tulisan ini)

terlihat refleksinya dalam konfigurasi yang berbeda dari tinggi nada (pitch), panjang

(length), dan kenyaringan (loudness). Dengan kata lain, tekanan dalam analisis ini

akan terlihat di dalam gambaran tinggi rendahnya suara, panjang pendeknya suara,

dan keras lemahnya suara dalam fonetik akustik.

Dalam data BML ditemukan bahwa tekanan pada kata dasar satu suku

terletak pada bunyi vokal baik itu pada suku tertutup maupun terbuka, contoh: bor

‗ayah‘. Secara grafik, tekanan dalam kata tersebut dapat digambarkan sebagai

berikut.

Grafik 4.1 Tekanan pada Kata Dasar Satu Suku

Tekanan pada kata dasar dengan dua suku terletak pada bunyi vokal pada suku

terakhir (suku kedua) baik itu pada kata dua suku dengan suku terbuka maupun

tertutup. Misalnya, pada kata dasar dua suku yang diawali dengan bunyi konsonan,

dan diakhiri oleh bunyi vokal (suku terbuka), contoh, jaje ‗jajan‘

Page 25: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

22

Grafik 4.2 Tekanan pada Kata Dasar Dua Suku

Pada data BML berupa kata-kata bersuku dua memperlihatkan bahwa

tekanan pada kata tersebut terletak pada silabel kedua, baik yang terbuka maupun

yang tertutup. Fenomena tersebut dapat dikaidahkan dalam pola penempatan tekanan

sebagai berikut.

(K-T 2)

Tekanan pada kata dasar dengan tiga suku terletak pada bunyi vokal pada

suku kedua baik itu pada kata dua suku dengan suku terbuka maupun tertutup.

Misalnya, pada kata dasar dua tiga suku yang diawali dengan bunyi konsonan, dan

diakhiri oleh bunyi vokal (suku terbuka), contoh: gekmane ‘bagaimana/seperti‘

V [ tekanan] / K1

oV Ko2___ Ko

1 #

Page 26: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

23

Grafik 4.3 Tekanan pada Kata Dasar Tiga Suku

Kaidah penempatan tekanan pada kata dasar tiga silabel dapat dirumuskan

sebagai berikut.

K-T 3)

Kaidah tersebut merumuskan bahwa vokal penultimat bertekanan pada kata

dasar tiga silabel. Dalam hal ini vokal tersebut bisa didahului oleh konsonan

maksimal 2 dan minimal 0 serta diikuti oleh konsonan maksimal 2 dan minimal 0

juga. Kata dasar tiga silabel tersebut bisa diawali oleh konsonan dan bisa juga tidak

serta bisa juga diakhiri oleh konsonan dan bisa juga tidak diakhiri oleh konsonan.

Yang terakhir adalah kata dasar empat silabel yang merupakan kata dasar

dengan jumlah silabel maksimal yang ditemukan dalam bahasa Melayu Loloan Bali

Tekanan pada kata dasar dengan empat suku terletak pada bunyi vokal pada suku

ketiga baik itu pada kata dua suku dengan suku terbuka maupun tertutup. Misalnya,

pada kata dasar dua empat suku yang diawali dengan bunyi konsonan, dan diakhiri

oleh bunyi vokal (suku terbuka), contoh: sementare ‘sementara‘

Grafik 4.4 Tekanan pada Kata Dasar Empat Suku

V [ tekanan] / K1

oV K2 o ___ K

2 oVK

1o #

Page 27: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

24

Kaidah penempatan tekanan pada kata dasar empat suku dapat dirumuskan

sebagai berikut.

(K-T 4)

Kaidah penempatan tekanan di atas merumuskan bahwa tekanan utama

terletak pada silabel kedua dari akhir yang diikuti oleh konsonan maksimal dua dan

minimal kosong serta diawali oleh konsonan maksimal dua dan minimal kosong. Di

depan vokal bertekanan tersebut terdapat dua buah vokal yang dapat diawali dan

diakhiri oleh maksimal dua konsonan dan minimal kosong, kecuali vokal pertama

yang diawali oleh maksimal satu konsonan dan minimal kosong. Vokal silabel akhir

kata juga diikuti oleh maksimal satu konsonan dan minimal kosong.

Lebih lanjut, untuk tekanan pada frasa/kelompok kata dibedakan menjadi

dua, yaitu frasa eksosentris dan frasa endosentris. Pada data, ditemukan bahwa

tekanan frasa terjadi pada bunyi vokal pada kata kedua. Misalnya frasa di kebon

berikut:

Grafik 4.5 Tekanan pada Frasa

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa tekanan terjadi pada kata

kedua, ‗kebon’. Lebih spesifik lagi, pada kata kedua tersebut, senada dengan tekanan

pada kata dasar dua suku, pada kata kebon, tekanan terletak pada bunyi vokal pada

suku kedua, yaitu vokal [o].

V [ tekanan] / K1

oV K2 o V K

2 o ___ K

2 oVK

1o #

Page 28: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

25

Bahasa Melayu Loloan juga memiliki bentuk-bentuk turunan dari kata-kata

dasar yang mendapat imbuhan, atau yang dikenal dengan istilah kata jadian. Kata-

kata jadian dalam bahasa Melayu Loloan terbagi atas kata berprefiks, kata bersufiks,

kata berprefiks dan bersufiks, serta kata berkonfiks. Data kata-kata jadian yang

ditemukan di antaranya.

1. Kata Berprefiks

Penempatan tekanan pada kata jadian, khususnya kata berprefiks dapat dilihat

pada contoh kata mebini ‗beristri‘ berikut ini.

Grafik 4.6 Tekanan pada Kata Jadian

Spektrogram di atas memperlihatkan bahwa penempatan tekanan utama

terletak pada silabel akhir kata bersangkutan. Jika diperhatikan dengan saksama

terlihat bahwa vokal silabel akhir berfrekuensi sekitar 240 Hz, sedangkan vokal

silabel kedua berfrekuensi sekitar 210 Hz dan vokal silabel pertama berfrekuensi

sekitar 230 Hz. Hal itu berarti bahwa silabel akhir merupakan tempat tekanan utama,

lalu silabel kedua merupakan tempat tekanan kesatu dan silabel pertama merupakan

tempat tekanan kedua.

2. Kata Bersufiks:

No Kata bersufiks Padan Makna

1. [naməɲə] namanya

2. [pokɔɁan] pojokan

3. [jalanɲə] jalannya

4. [tauɁi] memberi tahukan

Page 29: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

26

5. [səbətulɲə] sebetulnya

6. [mikiri] memikirkan

7. [kamarɲə] kamarnya

8. [ləmpɛyan] lelah

Kaidah perubahan penempatan tekanan pada kata bersufiks terlihat sebagai

berikut.

Kaidah tersebut menyatakan bahwa tekanan utama pada kata bersufiks terjadi

pada vokal silabel sufiks pada akhir kata. Silabel sufiks tersebut didahului oleh kata

dasar (X) yang dalam hal ini adalah kata dasar dua silabel dengan tekanan utama

pada silabel akhir kata dasar bersangkutan. Penambahan sufiks di akhir kata dasar

menyebabkan tekanan utama pindah ke belakang (ke silabel sufiks) dan tekanan

sekunder terletak pada silabel awal kata dan silabel akhir kata dasar yang

sebelumnya bertekanan utama menjadi bertekanan tertier.

3. Kata Berprefiks dan Bersufiks

No Kata berprefiks dan bersufiks Padan Makna

1. [pərkənalkən] perkenalkan

2. [məsəbʊt səbʊtan] memanggil - manggil

3. [ŋocɛhi] berceloteh

4. [məkəlaiɁan] berkelahi

5. [neŋɔɁi] melihat

6. [ɲariɁi] mencari

7. [məjumpaɁan] saling bertemu

8. [ŋikuti] mengikuti

9. [məduwəɁan] berduaan

10. [məjalanan] berjalan-jalan

11. [səumpaməɲə] seumpamanya

Kaidah penempatan tekanan pada kata jadian di atas dapat dirumuskan

sebagai berikut.

Kaidah di atas menyatakan bahwa penempatan tekanan pada kata jadian

berprefiks dan bersufiks terdapat pada vokal silabel sufiks sebagai tekanan utama.

Selanjutnya, vokal silabel prefiks bertekanan sekunder dan vokal silabel pertama

kata dasar bertekanan tertier dan vokal silabel kedua kata dasar bertekanan kuarter.

V [tekanan] / X + __ K1

o #

V [tekanan] / X + X + __ K1

o #

Page 30: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

27

Penempatan tekanan seperti itu ternyata tidak sama dengan penempatan tekanan

pada kata dasar empat silabel walaupun kedua bentuk kata tersebut sama-sama

empat silabel. Seperti sudah dibahas sebelumnya, kata dasar empat silabel memiliki

tekanan utama pada vokal silabel penultimat dan tekanan sekunder pada vokal

silabel akhir kata, lalu vokal silabel pertama bertekanan tertier dan vokal silabel

kedua bertekanan kuarter.

4. Kata Berkonfiks:

No Kata berkonfiks Padan Makna

1. [ɲadiɁi] menjadikan

2. [ŋapəɁi] sedang apa

3. [ŋənali] mengenalkan

4. [ŋawini] menikahi

5. [naɲəɁkan] menanyakan

6. [dijodohkən] dijodohkan

7. [ŋəlanjutkən] melanjutkan

8. [ɲələseɁkən] menyelesaikan

9. [ŋərjəɁi] mengerjakan

4.2 Dinamika Sistem Bunyi Prosodi/Suprasegmental Panjang

Bunyi ucapan (speech) adalah sesuatu yang terjadi atau terbentuk dan

terobservasi secara nyata. Getaran alat ucap seseorang, gelombang bunyi yang

merambat di udara dan didengar oleh telinga pendengar merupakan sesuatu yang

terukur dan nyata. Dengan demikian, analisis fonetik eksperimental yang mampu

mengobservasi getaran akustik gelombang bunyi (yang digunakan dalam analisis ini)

sangat relevan digunakan. Untuk itu, perbedaan linguistik dari tekanan terlihat

refleksinya dalam konfigurasi yang berbeda dari tinggi nada (pitch), panjang

(length), dan kenyaringan (loudness). Dengan kata lain, tekanan dalam analisis ini

akan terlihat di dalam gambaran tinggi rendahnya suara, panjang pendeknya suara,

dan keras lemahnya suara dalam fonetik akustik. Dengan kata lain, bunyi panjang

prosodi terlihat dalam realisasinya menyertai tekanan dalam pemakaian bahasa.

Seperti terlihat dalam pemakaian bahasa Melayu (Loloan) di Bali,

penempatan tekanan dalam suku kata menyebabkan suku kata tersebut menjadi lebih

menonjol daripada suku kata yang lainnya. Malahan, di dalam beberapa kata,

tekanan tersebut bisa menimbulkan kontras. Misalnya, dalam bahasa Melayu Loloan

Bali yang juga berlaku dalam bahasa Indonesia, kata ekor ‗ekor‘ diberi tekanan yang

berbeda menimbulkan makna kalimat yang berbeda pula. Dalam konteks

Page 31: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

28

Berape ekor ayam tu? ’Berapa ekor ayam itu?’ mengacu ke pertanyaan jumlah ekor

dari ayam. Sementara itu, apabila kara ekor digunakan dalam konteks Berape ek or

ayam tu? ‘Berapa ek or ayam itu?’ mengacu ke pertanyaan jumlah ayam. Suku kata

yang mendapat tekanan tersebut disebut suku kata bertekanan, sedangkan yang

lainnya disebut suku kata tidak bertekanan.

Sama halnya dengan bentuk prosodi panjang dalam bahasa Melayu Loloan

Bali. Dalam menganalisis bunyi panjang yang terjadi tersebut digunakan teori

mengenai durasi. Durasi berkaitan dengan masalah panjang pendeknya atau lama

singkatnya suatu bunyi diucapkan. Tanda untuk bunyi panjang adalah titik dua

(durasi) sebelah kanan bunyi yang diucapkan (...:) tanda ini yang disebut mora.

Pada data bahasa Melayu Loloan, ditemukan bunyi panjang, baik pada bunyi

vokal maupun konsonan. Panjang terjadi pada tataran kalimat dan pada dasarnya

tidak mengubah makna secara literal, tetapi lebih bermakna secara pragmatis, seperti

penyampaian emosi tertentu dan penegaskan maksud tuturan, dan faktor kebahasaan

lainnya. Penjelasan lebih lanjut diuraikan sebagai berikut.

4.2.1 Bunyi Prosodi Panjang sebagai Realita Beda Generasi

Pada data dalam tataran kalimat, ditemukan bunyi panjang pada bunyi vokal.

Panjang umumnya terjadi pada tataran kalimat deklaratif, terutama tuturan-tuturan

ketika informan menanggapi atau menjawab pertanyaan. Salah satu contoh yang

ditemukan adalah tuturan deklaratif tu di bawah talanan ‗itu di bawah talenan‘

(papan untuk mengiris bahan makanan), yang merupakan jawaban atas pertanyaan

dimane wak tarok pisaunye? ‗dimana pisaunya bapak letakkan?‘. Pada kalimat

tersebut, terjadi pemanjangan bunyi vokal [a] pada suku kedua kata ‘bawah’. Secara

fonetis, tuturan dapat dijabarkan sebagai berikut:

(6) Tu di bawah talanan

[tu di bawa:h talanan]

‗itu di bawah talenan‘

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, secara fonetis, tanda mora digunakan

untuk memarkahi bunyi panjang dalam satu tuturan, baik itu dalam satuan kata,

frasa, maupun kalimat. Pada contoh 4.1 di atas, pemanjangan terjadi pada frasa ‗di

bawah’, yaitu pada bunyi vokal [a] pada suku kedua. Jika tuturan tersebut

digambarkan dalam grafik, terlihat sebagai berikut.

Page 32: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

29

Grafik 4.7 Panjang pada Bunyi Vokal

Motivasi terjadinya panjang pada bunyi vokal di atas tersirat secara

pragmatis, dan tidak mengubah makna literalnya. Panjang terjadi pada kata bawah,

secara pragmatis dituturkan penutur untuk lebih menekankan tuturannya pada posisi

dari benda yang ditanyakan (pisau). Dengan demikian, si penanya dapat dengan

mudah menemukan pisau yang dicari.

Lebih lanjut, bila kajian diperdalam dengan melihat dinamika yang terjadi

pada bunyi panjang tersebut, perlu dilakukan perbandingan dalam realitanya.

Berdasarkan atas data yang ditemukan di lapangan, ditunjukkan bahwa terjadi

dinamika dalam panjang bunyi vokal pada bahasa Melayu Loloan Bali yang

didasarkan atas faktor golongan usia pemakai bahasa tersebut. Faktor yang pertama

adalah ketika diperbandingkan antara dua penutur dengan usia yang berbeda.

Penutur satuan lingual yang ditunjukkan oleh grafik 4.1 di atas adalah penutur

golongan tua (usia + 70 tahun) dengan durasi panjangnya ucapan bunyi mencapai

sekitar 589,98 milidetik, terlihat pada gambar berikut ini.

Grafik 4.8 Panjang pada Bunyi Vokal (Golongan Tua)

Page 33: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

30

Pada penutur usia muda, terjadi juga bunyi vocal panjang, tetapi jika

dibandingkan dengan panjang vokal pada penutur usia tua, durasi pada penutur usia

muda cenderung lebih pendek. Pada penutur usia muda (umur + 20 tahun), durasinya

sekitar 107,39 milidetik. Grafiknya adalah sebagai berikut.

Grafik 4.9 Durasi pemanjangan bunyi vokal pada penutur usia muda

Pada grafik, dapat dilihat bahwa terjadi dinamika pada pemanjangan

bunyi vokal antara penutur tua dengan muda. Grafik di atas menunjukkan bahwa jika

dilihat dari durasinya, pemanjangan pada penutur usia muda cenderung lebih pendek

jika dibandingkan dengan penutur usia tua, yaitu dengan selisih yang cukup

signifikan sekitar 482, 59 ms.

Senada dengan panjang pada bunyi vokal, bunyi konsonan pada data bahasa

Melayu Loloan Bali juga ditemukan, khususnya dalam tataran kalimat yang di

dalamnya terdapat bunyi konsonan likuid (l atau r) pada akhir kata, dan diikuti oleh

bunyi vokal pada kata setelahnya. Contohnya dapat dilihat pada kalimat berikut.

(7) Tu telor ayam

[tu təlɔr rayam]

‗itu telor ayam‘

Kalimat di atas merupakan kalimat deklaratif atas pertanyaan ape tu? ‗apa

itu?‘. Pada tuturan tersebut terjadi panjang pada bunyi konsonan [r] pada kata ‗telor‘

yang cenderung dipanjangkan apabila bunyi yang mengikutinya adalah bunyi vokal

(dalam kasus ini diikuti oleh bunyi vokal [a] pada kata ayam). Contoh lain juga

terjadi pada bunyi konsonan likuid [l] di akhir kata, seperti contoh berikut.

Page 34: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

31

(8) Apak nyual ikan di pasar

[apaɁ ɲuwal likan di pasar]

‗paman menjual ikan di pasar‘

Sama halnya dengan contoh pertama, kalimat di atas merupakan kalimat

deklaratif atas pertanyaan ape kerjaan apak kau tu? ‗apa pekerjaan pamanmu itu?‘.

Pada tuturan tersebut terjadi panjang pada bunyi konsonan [l] pada kata ‗nyual‘ yang

dipanjangkan ketika bunyi yang mengikutinya adalah bunyi vokal (bunyi vokal [i]

pada ikan]. Selain, panjang bunyi konsonan ditemukan pada bunyi konsonan nasal

[n, m, ŋ] pada akhir kata apabila bunyi setelahnya diawali dengan bunyi vokal.

Contoh:

(9) Nak dare tu kawan akak

[naɁ darə tu kawan nakaɁ]

‗gadis itu kawan kakak (perempuan)‘

Kalimat di atas merupakan kalimat deklaratif atas pertanyaan sape nak dare

tu? ‗siapa gadis itu?‘. Pada tuturan tersebut terjadi panjang pada bunyi konsonan [n]

pada kata ‗kawan‘ yang dipanjangkan ketika bunyi yang mengikutinya adalah bunyi

vokal (bunyi vokal [a] pada kata akak).

Senada dengan panjang pada bunyi vokal di atas, pada data bunyi konsonan

panjang juga ditemukan dinamika, jika dilihat dari sudut pandang usia penutur, yaitu

antara penutur tua dengan muda. Bunyi konsonan panjang tersebut dapat

digambarkan pada grafik berikut.

Page 35: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

32

Grafik 4.10 Pemanjangan Konsonan pada Penutur Usia Tua

Pada grafik di atas, panjang konsonan [r] pada penutur tua bahasa Melayu

Loloan Bali berdurasi sekitar 73,70 milidetik. Durasi tersebut memperlihatkan

perbedaan dengan penutur muda, setelah diuji dengan kalimat yang sama. Perbedaan

itu secara lebih konkrit ditunjukkan pada grafik di bawah ini.

Grafik 4.11 Panjang pada Bunyi Konsonan pada Penutur Usia Muda

Page 36: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

33

Grafik di atas menunjukkan durasi panjang konsonan [r] pada penutur muda

bahasa Melayu Loloan Bali berdurasi sekitar 49,21 ms. Jika dibandingkan dengan

grafik panjang bunyi konsonan pada penutur usia tua, grafik di atas menunjukkan

perbedaan yang cukup signifikan, yaitu sekitar 24,49 milidetik. Dari grafik di atas

juga menunjukkan bahwa durasi panjang konsonan pada penutur usia muda lebih

pendek daripada penutur usia tua. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa analisis

bunyi panjang bila dilihat dalam dinamika base lame (bahasa Melayu Lama) dan

base karang ni (bahasa Melayu sekarang) terlihat kecenderungan bunyi panjang

tersebut menjadi lebih pendek.

4.2.2 Bunyi Prosodi Panjang sebagai Realita Dialek

Ketika berbicara tentang dialek dalam bahasa Melayu Loloan Bali, terdapat

beberapa dialek yang berkembang mengingat penuturnya tersebar di beberapa

wilayah. Dua di antaranya adalah dialek Loloan Timur dan Loloan Barat. Pada grafik

4.1 penutur berasal dari Loloan Timur. Sementara, pada tuturan yang sama dengan

penutur dari Loloan Barat, dapat dilihat pada grafik berikut.

Grafik 4.12 Panjang pada Bunyi Vokal pada Penutur Loloan Barat

Jika dibandingkan, secara sekilas dari dua grafik di atas, dapat dilihat bahwa

pada dua penutur, terdapat adanya panjang pada bunyi vokal yang sama. Namun,

jika dilihat berdasarkan durasinya, terlihat bahwa penutur dengan dialek Loloan

Timur (grafik 4.1/4.7) menuturkan bunyi vokal yang sama lebih panjang

Page 37: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

34

dibandingkan dengan penutur dengan dialek Loloan Barat (grafik 4.6/4.7). Secara

sistematis, dapat dilihat pada perbandingan grafik durasi di bawah ini.

Grafik 4.13 Durasi Panjang Bunyi Vokal [a] antara Loloan Timur dan Barat

Pada grafik di atas, dapat dilihat bahwa pemanjangan pada penutur dengan

dialek Loloan Timur berdurasi sekitar 589, 98 milidetik. Sementara itu, pada penutur

dengan dialek Loloan Barat, panjang terjadi lebih pendek yaitu sekitar 90, 39

milidetik. Terdapat selisih yang cukup signifikan, yaitu sekitar 499, 59 milidetik.

Perbedaan ini dapat terjadi karena tuturan dituturkan oleh dua penutur dengan dua

dialek berbeda. Hal itu disebabkan walaupun keduanya sama-sama menggunakan

bahasa Melayu, tetapi kedua daerah memiliki perkembangan kehidupan sosial

masyarakat yang cukup berbeda.

Dilihat dari sejarah perkembangannya, penduduk Loloan Barat dikatakan

cenderung memiliki sikap yang lebih terbuka terhadap perubahan dan perkembangan

dibandingkan dengan Loloan Timur. Dengan demikian, di daerah ini banyak terjadi

Page 38: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

35

perkawinan campur antara penduduk asli dengan pendatang. Hal tersebut pada

akhirnya juga memengaruhi perkembangan bahasa Melayu yang digunakan dalam

kehidupan masyarakat sehari-hari. Sementara itu, penduduk Loloan Timur

digambarkan cenderung lebih tertutup, sehingga pada perkembangannya, sebagian

besar masyarakatnya merupakan penduduk asli keturunan Melayu. Dari sana dapat

diperoleh simpulan bahwa keaslian bahasa Melayu Loloan lebih bertahan di Loloan

Timur dibandingkan dengan Loloan Barat, termasuk di dalamnya adalah alunan

ketika menuturkan tuturannya. Salah satu bentuk alunannya tercermin pada

pemanjangan pada bunyi vokal dan konsonannya. Itulah mengapa penutur dengan

dialek Loloan Timur cenderung menuturkan bunyi panjang dengan durasi yang lebih

lama daripada penutur dengan dialek Loloan Barat

4.3 Dinamika Sistem Bunyi Prosodi/Suprasegmental Nada/Intonasi

Sebuah tuturan bukanlah sekadar deretan bunyi-bunyi bahasa yang diucapkan

secara linear, melainkan sebuah kontinum (kelanjutan). Persepsi orang terhadap

bunyi segmental yang dipadu menjadi satu kontinum sangat bervariasi bergantung

pada unsur suprasegmental yang menyertai kontinum itu dan aspek sosio-pragmatis

yang menyertai interaksi. Selain persyaratan keapikan struktur leksikal (well

formed), dalam pendengaran normal sebuah tuturan dapat dipersepsi secara baik

apabila persyaratan akustis tertentu – baik segmental maupun suprasegmental dapat

dipenuhi. Dengan demikian, setiap tuturan merupakan paduan struktur leksikal

dengan faktor segmental dan suprasegmental (Sugiyono, 2003: 2).

Intonasi sebagai bagian dari aspek suprasegmental secara umum dapat

didefinisikan sebagai naik-turunnya suara (Moeliono, dkk. 1988: 72). Intonasi

tersebut mengacu pada naik turunnya nada dalam kalimat, kendati ketepatan

pengukuran skala ketinggian intonasi naik dan kerendahan intonasi turun yang

signifikan membedakan makna kalimat masih tergantung pada persepsi pendengar

(Suparwa, 2008: 509). Perubahan titinada dalam berbicara sebagai penggambaran

intonasi sering dinyatakan dengan angka (1, 2, 3) yang melambangkan intonasi.

Angka itu dapat disejajarkan dengan bulatan balok pada not musik. Dengan

demikian, angka 1 melambangkan titinada paling rendah, angka 2 melambangkan

titinada menengah, dan angka 3 melambangkan titinada tinggi. Sementara itu, angka

4 melambangkan titinada khusus yang berkaitan dengan ekspresi tertentu seperti

terkejut, kegirangan, dan marah (Suparwa, 2008: 509).

Page 39: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

36

Berbeda dengan penelitian Suparwa (2008), kajian mengenai aspek intonasi

dalam bahasa Melayu Loloan Bali ini tidak hanya pada satuan kalimat, melainkan

dimulai dari kata, frase, dan kalimat. Pada satuan kata, analisis akan dilakukan dari

kata bersuku satu sampai empat. Sementara itu, pada tataran frase dipilah menjadi

dua kelompok yakni frase endosentris dan eksosentris. Sedangkan pada bagian

kalimat, akan difokuskan pada tiga tipe kalimat yaitu kalimat deklaratif, interogatif,

dan imperatif. Tipe kalimat interogatif akan dirinci lagi menjadi kalimat interogatif

informatif, konfirmatoris, dan ekoik. Dengan memperluas cakupan satuan bahasa

yang menjadi tempat nada penelitian ini, diharapkan dapat melengkapi hasil

deskripsi mengenai kajian fonologi segmental yang telah dilakukan terhadap bahasa

ini.

4.3.1 Kata

Ditinjau dari banyaknya suku kata, dialek bahasa Melayu Loloan mempunyai

beberapa macam bentuk kata dasar. Berikut ini akan diuraikan beberapa contoh

bahasa Melayu Loloan dimulai dari kata dasar bersuku satu, dua, tiga, dan empat

yang selanjutnya akan diberikan analisis nadanya.

4.3.1.1 Kata dasar bersuku satu

Kata dasar bersuku satu yang ditemukan dalam bahasa Melayu Loloan Bali

tidak begitu produktif. Di bawah ini disajikan spektogram kata dasar bersuku satu

untuk mengamati aspek intonasinya secara lebih konkret.

Grafik 4.14 Intonasi pada kata dasar bersuku Satu

Page 40: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

37

Gambar di atas menunjukkan intonasi kata dasar bersuku satu wak [waʔ]

‗ayah‘ dalam satu kelompok intonasi. Gambaran pola intonasi pada kata dasar

bersuku satu di atas dapat dirumuskan sebagai berikut.

1 2 1 #

wak

‗ayah‘

4.3.1.2 Kata dasar bersuku dua

Berbeda halnya dengan kata dasar bersuku satu yang jumlahnya terbatas,

kosakata bersuku dua yang ditemukan dalam bahasa Melayu Loloan Bali cenderung

melimpah. Berikut ini disajikan spektogram kata dasar bersuku dua ade [adǝ] ‗ada‘

untuk melihat penggambaran aspek intonasi kata itu secara lebih konkret.

Grafik 4.15 Intonasi pada Kata Dasar Bersuku Dua

Gambar di atas menunjukkan intonasi kata dasar bersuku dua ade [adǝ] ‗ada‘

dalam dua kelompok intonasi, yaitu a dan dǝ. Dengan demikian, gambaran pola

intonasi kalimat berita di atas dapat dirumuskan sebagai berikut.

2 – 1 #

ade

‗ada‘

Page 41: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

38

4.3.1.3 Kata dasar bersuku tiga

Kata dasar bersuku tiga yang dittemukan dalam bahasa Melayu Loloan Bali

juga cukup produktif. Berikut ini disajikan spektogram kata dasar bersuku tiga

untuk melihat penggambaran aspek intonasi kata tersebut secara lebih konkret.

Grafik 4.16 Intonasi pada Kata Dasar Bersuku Tiga

Gambar di atas menunjukkan intonasi kata dasar bersuku dua kepale

[kǝpalǝ:] ‗kepala‘. Dengan demikian, gambaran pola intonasi kalimat berita di atas

dapat dirumuskan sebagai berikut.

2 1 3

kepale [kǝpalǝ]

‗kepala‘

4.3.1.4 Kata dasar bersuku empat

Kata dasar bersuku empat yang ditemuakan dalam bahasa Melayu Loloan

Bali juga tidak terlalu banyak. Berikut ini disajikan spektogram kata dasar bersuku

empat untuk melihat penggambaran aspek intonasi kata tersebut secara lebih

konkret.

Page 42: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

39

Grafik 4.17 Intonasi pada Kata Dasar Bersuku Empat

Gambar di atas menunjukkan intonasi kata dasar bersuku empat selorogan

[sǝlɔrɔgan] ‗laci‘. Dengan demikian, gambaran pola intonasi kalimat berita di atas

dapat dirumuskan sebagai berikut.

1 - 2 3

selorogan [sǝlɔrɔgan]

‗laci‘

4.3.2 Frase

Frase lazimnya diartikan kelompok kata yang tidak melebihi fungsi subjek

dan predikat. Sementara itu, Kridalaksana mendefiniskan frase sebagai kelompok

kata atau gabungan kata yang tidak predikatif (2008: 66). Nada dalam penelitian ini

akan ditinjau dari dua jenisnya yakni frase endosentrik dan frase eksosentrik. Di

bawah ini akan diuraikan beberapa contoh frase dalam bahasa Melayu yang

kemudian dilanjutkan dengan analisis nadanya.

4.3.2.1 Frase Eksosentris

Frase eksosentris merupakan frase yang keseluruhannya tidak mempunyai

perilaku sintaktis yang sama dengan salah satu konstituennya. Frase ini mempunyai

dua bagian, yang pertama disebut perangkai berupa preposisi (dalam bahasa

Indonesia antara lain partikel si atau yang), yang ke dua disebut sumbu berupa kata

atau kelompok kata (Kridalaksana, 2008: 66). Di bawah ini akan disajikan

spektogram frase eksosentris dalam bahasa Melayu Loloan Bali sehingga nada yang

terdapat dalam frase tersebut dapat digambarkan secara visual.

Page 43: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

40

Grafik 4.18 Intonasi pada Frasa Eksosentris

Gambaran pola intonasi kalimat berita di atas dapat dirumuskan sebagai

berikut.

1 2 3

di kebon [di kɔbɔn]

‗di kebun‘

4.3.2.2 Frase Endosentris

Frase yang keseluruhannya mempunyai perilaku sintaktis yang sama dengan

salah satu konstituennya (Kridalaksana, 2008: 66). Hasil spektogram terhadap frase

endosentris bahasa Melayu Loloan tersebut akan disajikan di bawah ini.

Grafik 4.19 Intonasi pada Frasa Endosentris

Page 44: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

41

Gambar di atas menunjukkan intonasi pada frase endsosentrik pokok jepun

[pokɔʔ jǝpun] ‗pohon. Dengan demikian, gambaran pola intonasi kalimat berita di

atas dapat dirumuskan sebagai berikut.

2 - 1 3

pokok jepun [pokɔʔ jǝpʊn]

‗pohon jepun‘

4. 3.3 Kalimat

Tinjauan nada dalam satuan kalimat pada penelitian ini akan dititikberatkan

pada tiga tipe kalimat yakni (1) kalimat deklaratif, (2) kalimat interogatif, dan (3)

kalimat imperatif. Secara lebih rinci akan dijelaskan di bawah ini.

4.3.3.1 Kalimat Deklaratif

Kalimat deklaratif atau disebut juga kalimat berita biasanya digunakan untuk

membuat pernyataan sehingga isinya merupakan berita bagi pendengar/pembaca

(Alwi, 1993: 398). Dalam penelitian ini digunakan kalimat deklaratif yang terdiri

dari satu kata yaitu kata tidur [tedʊr] ‗tidur‘. Kata itu merupakan jawaban dari

pertanyaan Akila lagi dimane? [akila lagi dimanǝ] ‗Akila lagi dimana?‘, yang

kemudian mendapatkan jawaban tidur [tedʊr] ‗tidur‘. Di bawah ini disajikan intonasi

pada kalimat deklaratif tersebut.

Grafik 4.20 Intonasi pada Kalimat Deklaratif

Gambar di atas menunjukkan intonasi kalimat tidur [tedʊr] ‗tidur‘ dimulai

dengan frekuensi sekitar 280 Hz pada suku te, yang kemudian mengalami penurunan

sekitar 230 Hz. Selanjutnya, suku kata kan terbentuk dari alunan titinada yang

Page 45: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

42

semula naik sampai sekitar 300 Hz, yang disusul dengan penurunan sampai pada 270

Hz. Dengan demikian pola intonasi kalimat deklaratif tersebut dapat dirumuskan

sebagai berikut.

2 1 2 1

tidur [tedʊr]

‗tidur‘

4.3.3.2 Kalimat Interogatif

Kalimat interogatif yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua

tipe yaitu kalimat interogatif informatif dan kalimat interogatif ekoik. Kalimat

interogatif informatif ditandai dengan kata tanya yang berposisi di awal klausa.

Sementara itu, kalimat interogatif ekoik adalah kalimat interogatif yang tidak

menggunakan pemarkah leksikal berupa kata tanya. Berikut ini akan disajikan data

intonasi yang terkandung dalam kedua tipe kalimat interogatif tersebut dengan

contoh masing-masing (1) siape yang berangkat sekarang? ‘siapa yang berangkat

sekarang‘ dan (2) di dapur Bu? ‗di dapur ibu?‘

Grafik 4.21 Intonasi pada Kalimat Interogatif W/H

Gambar di atas menunjukkan intonasi kalimat siape yang berangkat

sekarang? ‘siapa yang berangkat sekarang‘ dimulai dengan frekuensi sekitar 180 Hz

pada suku si, yang kemudian mengalami penaikan sekitar 390 Hz pada suku kata

yang. Serta berangsur-angsur mengalami penurunan tajam hingga mencapai sekitar

170 Hz pada suku kata ang.

Page 46: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

43

Dengan demikian pola intonasi kalimat interogatif tersebut dapat dirumuskan

sebagai berikut.

2 2 3 2- 2- 2 2- 2- 1

siape yang berangkat sekarang?

‘siapa yang berangkat sekarang‘

Di samping menggunakan data kalimat interogatif informatif, penelitian ini

juga menggunakan kalimat interogatif ekoik. Berikut ini disajikan data kalimat

interogatif ekoik tersebut dalam bentuk spektogram.

Grafik 4.22 Intonasi pada Kalimat Interogatif Ekoik

Gambar di atas menunjukkan intonasi kalimat di dapur? ‘di dapur‘ dimulai

dengan śfrekuensi sekitar 210 Hz pada suku di, yang kemudian mengalami penaikan

sekitar 280 Hz pada suku kata da. Serta mengalami penaikan secara tajam hingga

mencapai sekitar 380 Hz pada suku kata ur. Dengan demikian, pola intonasi kalimat

interogatif ekoik itu dapat dirumuskan seperti di bawah ini.

1 2 3

di dapur?

‗di dapur?‘

Data dan rumusan kalimat interogatif ekoik di atas menunjukkan perbedaan

dengan kalimat kalimat interogatif informatif pada contoh analisis sebelumnya. Pada

kalimat interogatif konfirmatoris, nada pada akhir kalimat cenderung mengalami

Page 47: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

44

penurunan. Sementara itu, analisis data pada kalimat interogatif ekoik menunjukkan

penaikan.

4.3.3.3 Kalimat Imperatif

Kalimat imperatif adalah kalimat yang mengandung intonasi imperatif dan

pada umumnya mengandung makna perintah atau larangan. Dalam kaitannya dengan

ragam bahasa tulis, kalimat imperatif ditandai oleh tanda (.) atau (!) (Kridalaksana,

2008: 104). Penelitian intonasi yang terdapat dalam kalimat ini digunakan dua tipe

kalimat yakni kalimat imperatif yang terdiri dari satu kata sesuai dengan contoh di

atas, dan kalimat deklaratif yang terdiri atas kalimat tunggal sebagai penguat

generalisasi.

Grafik 4.23 Intonasi pada Kalimat Imperatif

Gambar di atas menunjukkan intonasi kalimat dengeri kate orang tue tu

‗dengarkan kata orang tua itu‘ dimulai dengan frekuensi sekitar 170 Hz pada suku

de, yang kemudian mengalami penaikan sekitar 210 Hz pada silabel ri. Selanjutnya,

mengalami penurunan yang cukup tajam pada silabel tu sekitar 90 Hz. Dengan

demikian, pola intonasi pada kalimat di atas dapat dirumuskan sebagai berikut.

2 2 3 2 - 2 2 2 1

dengeri kate orang tue tu [dǝŋǝri katǝ oraŋ tue tu]

‗Dengarkan kata orang tua itu‘

Page 48: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

45

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.2 Simpulan

Dalam bahasa Melayu Loloan Bali ditemukan dinamika dalam aspek

prosodinya. Dinamika tersebut di antaranya, pada tataran tekanan, panjang, dan

nada/intonasi. Pada dinamika sistem bunyi tekanan, kaidah penempatan tekanan

yang ditemukan adalah pada vokal dalam kata dasar satu silabel, pada vokal silabel

kedua dalam kata dasar dua silabel, pada vokal silabel penultimat dalam kata dasar

tiga silabel, dan pada vokal silabel penultimat dalam kata dasar empat silabel. Tidak

tertutup kemungkinan adanya penempatan tekanan tipe lain sebagai akibat adanya

pemfokusan silabel tertentu oleh pembicara. Sementara itu, pada dinamika sistem

bunyi panjang dapat dilihat berdasarkan dua faktor, faktor dialek antara Loloan

Timur dan Barat, serta faktor usia penutur, yaitu antara penutur tua dengan muda.

Berdasarkan dialeknya, tuturan dari penutur dialek Loloan Timur cenderung

memiliki durasi yang lebih panjang daripada penutur dengan dialek Loloan Barat.

Begitu juga dengan penutur tua, vokal dan konsonan yang dituturkan cenderung

lebih panjang daripada penutur muda seperti yang dibuktikan grafik di atas. Salah

satu faktor yang menyebabkan kecenderungan adanya dinamika pemanjangan dalam

bahasa Melayu Loloan, dikarenakan adanya keinginan pragmatis penutur muda

untuk lebih mengefisienkan ujarannya dalam suatu tuturan.

Apabila dihubungkan fenomena dinamika bunyi segmental dengan

suprasegmental (prosodi), ditemukan hal yang saling mendukung. Dalam hal ini,

perubahan bunyi segmental dari struktur batin ke struktur lahir didukung oleh

perubahan bunyi prosodi dari penutur golongan tua ke penutur golongan muda serta

dari penutur dialek Loloan Timur ke penutur dialek Loloan Barat. Hal itu

menggambarkan dinamika perubahan base lame ‘bahasa lama‘ ke base karang ni

‘bahasa sekarang‘, yaitu struktur batin (bentuk asal), bahasa penutur golongan tua,

dan dialek Loloan Timur sebagai base lame ‘bahasa lama‘ serta struktur lahir

(bentuk turunan), bahasa penutur golongan muda, dan bahasa Melayu dialek Loloan

Barat sebagai base karang ni ‘bahasa sekarang‘.

Yang terakhir adalah pada sistem bunyi nada/intonasi, Pengelompokan

intonasi memfokuskan analisis pada pengelompokan segmen menurut kesamaan

intonasinya. Kelompok intonasi dibatasi oleh penanda fonetik seperti kesenyapan,

Page 49: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

46

kepanjangan silabel akhir, dan peninggian/penurunan bunyi. Sementara itu,

penempatan inti (nukleus) ditandai oleh aksen silabel yang biasanya dipakai untuk

penanda fokus (penanda informasi baru). Akhirnya, penyeleksian ton inti berkaitan

dengan penaikan dan penurunan nada yang merupakan faktor penentu melodi. Dari

data didapat bahwa pada kalimat deklaratif, interogatif W/H, dan dan imperatif

cenderung turun. Kemudian, pada kalimat interogatif ekoik cenderung naik.

5.2 Saran

Aspek prosodi bahasa Melayu Loloan merupakan hal menarik untuk diteliti.

Hal lainnya yang masih memerlukan tinjauan secara lebih mendalam adalah faktor

penyebab terjadinya dinamika bahasa Melayu tersebut. Apakah terjadinya dinamika

itu memiliki relasi dengan intensifnya pengaruh bahasa-bahasa luar seperti bahasa

Indonesia dan bahasa Bali, atau karena faktor lainnya.

Page 50: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

47

DAFTAR PUSTAKA

Gussmann, Edmund. 2002. Phonology: Analysis and Theory. Cambridge: University

Press.

Hawkins, Peter. 1984. Introducing Phonology. London: Hutchinson.

Kridalaksana, Harimurti. 1995. ―Pendayagunaan Potensi Intern dan Ekstern dalam

Pengembangan Bahasa Indonesia dan Peningkatan Budaya Bangsa‖;

makalah dalam Seminar Nasional Sejarah Bahasa Indonesia dalam

Perjalanan Bangsa, 27—28 Juli 1995. Denpasar: FS Unud dan Program

Magister (S2) Linguistik Unud.

Laksmi, Anak Agung Rai. 1984. ―Kata-kata Pungutan Bahasa Bali dalam Dialek

Melayu Bali di Kecamatan Negara‖ (skripsi). Denpasar: Fakultas sastra

Unud.

Lapoliwa, H. 1977. Pengantar Fonologis I: Fonetik. Jakarta: Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Lapoliwa, H. 1981. ―A Generative Approach to the Phonology of Bahasa Indonesia‖,

in Pasific Linguistics Series D- No.34. Canberra: Departement of Linguistics

Research School of Pasific Studies, The Australian National University.

Lass, Roger. 1984. Phonology: An Introduction to Basic Concepts. Cambridge:

Cambridge University Press.

Ledefoged, P. 1982. A Course in Phonetics. Second Edition. San Diego, New York,

Chicago, Washington D.C. Atlanta, London, Toronto: Harcourt Brace

Javanovich Publisher.

Roca, Iggy and Wyn Johnson. 1999. A Course in Phonology. Oxford USA:

Blackwell Publishers Inc.

Rogers, Henry. 2000. The Sounds of Language: An Introduction to Phonetics. Harlo:

Longman.

Schane, Sanford A. 1973. Generative Fonology. Englewood Cliffs New Jersey:

Prentice- Hall.

Sudaryanto. 1993. Metode Linguistik (Bagian Pertama dan Kedua). Yogyakarta:

Duta Wacana University Press.

Suparwa, I Nyoman. 2007. ―Pola Bunyi Bahasa Melayu Loloan Bali: Kajian

Fonologi Leksikal dan Posleksikal‖. Disertasi Program Doktor Linguistik

Unud. Denpasar: PPs Unud

Page 51: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

48

LAMPIRAN 1.LEMBAR PENGAMATAN

META DATA

Catatan Pewawancara :

Pelaksanaan Wawancara

1 Tanggal

2 Tempat/Latar

3. Waktu berlangsungnya wawancara Menit/jam

4 Jumlah orang yang hadir pada saat

wawancara (sebutkan hubungannya

dengan yang diwawancara)

5 Suasana ketika wawancara

6 Alat bantu yang digunakan selama

wawancara

7 Kendala yang dihadapi selama wawancara

8 Nama lengkap pewawancara

9 - Nama Informan

- Umur

- Pendidikan terakhir

- No. telepon

- Alamat

BUNYI PROSODI/SUPRASEGMENTAL

Meliputi

1. Tekanan

Page 52: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

49

2. Panjang

3. Nada : -- suku kata

-- kata

-- frasa

-- kalimat/intonasi

Tekanan

(1) Kata Dasar

a. Satu suku

b. Dua suku

c. Tiga suku

d. Empat suku

e. Lima suku

f. Enam suku

g. Tujuh suku

(2) Kata Jadian

a. Kata berprefiks

b. Kata bersufiks

c. Kata berinfiks

d. Kata berprefiks + bersufiks

e. Kata berkonfiks

(3) Kata Konotatif/Kata Majemuk

(4) Kelompok kata/Frasa

Panjang

a. Vokal

b. Konsonan

Nada

1. Kata

2. Kalimat/Intonasi

Page 53: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

50

a. Deklaratif

(1a) Saya Nyoman

(1b) Dia ibu saya

(1c) Rambut saya kriting

(1d) Asal saya dari Tabanan

(1e) Baju ibu saya hitam

(1f) Baju adik saya banyak

(2a) Ibu sedang tidur

(2b) Adik bermain di jalan

(2c) Ayah membaca koran

(2d) Ibu membelikan adik sepatu baru

(3a) Adik tidak mau makan

(3b) Paman tidak suka memancing

(4a) Bibi tidak diundang dalam pesta kemarin

(4b) Telor itu dimakan anjing

(5a) Bibi tidak datang ke pesta itu karena tidak diundang

(5b) Paman tidak makan waktu ia sakit

(5c) Ketika adik datang ke sini, ia bertemu paman

(5d) Ibu membeli baju dan tas kemarin

(5e) Adik tidak mau makan, tetapi ia mau minum

(6a) Kakak sudah berangkat ke sekolah, sedangkan adik masih tidur di

kamar

b. Imperatif

1. Perintah

Pola 1: Pergi!

Minum obat ini!

Pola 2: Pergilah!

Makanlah apel ini!

Pola 3: Silahkan pergi!

Page 54: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

51

Silahkan minum teh ini!

Pola 4 : Tolong pergi!

Tolong ambilkan saya obat itu!

2. Larangan: Jangan pergi!

Jangan makan di sini!

Jangan ambil buku itu!

3. Ajakan: Ayo (kita) pergi!

Ayo makan buah itu sama-sama!

Mari (kita) pergi dari sini!

c. Interogatif

Instrumen Penelitian 2

‘UNSUR-UNSUR PROSODI DALAM BAHASA MELAYU LOLOAN BALI’

Frasa

Frasa Eksosentris : Frasa yang salah satu pembentuknya adalah preposisi

No. Bahasa Indonesia Bahasa Melayu Loloan

1. di rumah

2. kepada mereka

3. ke pasar

4. dari sawah

5. di dapur

6. dari laut

7. di sungai

8. ke rumah sakit

9. kepada teman

10. dari pengajian

11. di kelurahan

12. ke sekolah

13. pada malam hari

14. dengan tangan kanan

15. pada pagi hari

16. ke masjid

17. dari ziarah

18. ke kuburan

19. dari ubi

20. kepada pemuda

Page 55: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

52

21. di kasur

22. ke kota

23. pada siang hari

24. dengan cangkul

25. di kebun

26. dengan pensil

27. dari lapangan

28. sejak tadi pagi

29. di halaman

30. dengan pisau

31. dari warung

32. di tembok

33. untuk keluarga

34. dengan mesin

35. pada hari raya

36. di danau

37. pada sore hari

38. di kantor desa

39. oleh Kepala Desa

40. untuk masyarakat

41. kepada Tuhan

42. sampai maghrib

43. dari subuh

44. oleh petani

45. kepada Datuk

46. dari singkong

47. untuk makan

48. dengan sendok makan

49. di seberang jalan

50. di belakang

Frasa Endosentrik : Frasa yang mempunyai induk.

No. Bahasa Indonesia Bahasa Melayu Loloan

1. kucing hitam

2. kelapa muda

3. ayah ibu

4. sangat cantik

5. guru bahasa indonesia

6. dua ekor

7. tadi pagi

8. sapu lidi

9. tiga butir

Page 56: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

53

10. rumah baru

11. jalan raya

12. rumah besar

13. tidur nyenyak

14. bangun pagi

15. kerja keras

16. murah sekali

17. pasar baru

18. tiga masjid

19. sedang mandi

20. paling pintar

21. sangat mahal

22. makan pagi

23. makan siang

24. makan malam

25. makan malam

26. mangga asam

27. rumah panggung

28. pisang goreng

29. kopi hitam

30. teh tawar

31. tiga kilo

32. gadis cantik

33. pria tampan

34. sangat rajin

35. sawah luas

36. sangat cinta

37. panas sekali

38. sangat ribut

39. suka bohong

40. jarang libur

41. daging babi

42. lima puluh ekor

43. dagu runcing

44. sangat nakal

45. gelas kaca

46. paling kaya

47. gula batu

48. dua puluh lima hari

49. air putih

50. rambut panjang

Page 57: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

54

Kalimat

a. Kalimat Deklaratif

No. Kalimat Bahasa Melayu Loloan

1. Saya memasak Aku masak

Saya memasak nasi Aku metanak nasi

Saya memasak nasi di dapur Ak u metanak nasi di dapur

Saya memasak nasi di dapur dengan

tungku

Aku nanak nasi di dapur makek

tungku

Saya memasak nasi di dapur dengan

tungku pada pagi hari

Aku nanak nasi di dapur makek

tungku pagi-pagi

2. Kamu mencuci Kau nyabun

Kamu mencuci baju Kau nyabun baju

Kamu mencuci baju di sungai Kau nyabun baju di sunge

Kamu mencuci baju di sungai pada hari

minggu

Kau nyabun baju di sunge hari

minggu

3. Dia membaca Diye mace

Dia membaca buku Diye mace buku

Dia membaca buku cerita Diye mace buku cerite

Dia membaca buku cerita di dalam kelas Diye mace buku cerite dalem kelas

Dia membaca buku cerita di dalam kelas

bersama temannya

Diye mace buku cerite dalem kelas

same kawannye

4. Mereka bermain Diye-diye maenan

Mereka bermain bola Diye diye maen bal

Mereka bermain bola voli Diye-diye maen bal poli

Mereka bermain bola voli di lapangan Diye-diye maen bal poli di

lapangan

Mereka bermain bola voli di lapangan

sejak tadi pagi

Diye-diye maen bal poli di

lapangan mule‘i tadi pagi

5. Kami mencuri mangga Kite maling empo

Kami mencuri mangga manis Kite maeng empo manis

Kami mencuri mangga manis di kebun Kite maleng empo manis di

kebonan

Kami mencuri mangga manis di kebun

tetangga

Kite maleng empo manis di

kebonan tetangge

Kami mencuri mangga manis di kebun

tetangga di malam hari

Kite maleng empo manis di

kebonan tetangge malem-malem

6. Kita membeli tepung Kite meli tepong

Page 58: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

55

Kita membeli tepung dua kilo Kite meli tepong duwe kilo

Kita membeli tepung dua kilo di pasar Kite meli tepong duwe kilo di pasar

Kita membeli tepung dua kilo di pasar

untuk membuat kue

Kite meli tepong duwe kilo di pasar

pakek muat jaje

7. Ayam itu bertelor Ayam tu metelor

Ayam itu bertelor lima belas butir Ayam tu metelor lime belas biji

Ayam itu bertelor lima belas butir di

kandang

Ayam tu metelor lime belas biji di

kandang

Ayam itu bertelor lima belas butir di

kandang depan rumah

Ayam tu metelor lime belas biji di

kandang depan rumah/adepan

rumah

8. Paman menyabit Apak ngarit

Paman menyabit rumput Apak ngarit rumput

Paman menyabit rumput untuk sapinya Apak ngarit rumput pakek makanan

sampinye

Paman menyabit rumput untuk sapinya di

ladang

Apak ngarit rumput pakek

sampinye di tegalan

Paman menyabit rumput untuk sapinya di

ladang kemarin sore

Apak ngarit rumput pakek

sampinye di tegalan semalem sore

9. Kakak tidur Abang tedor

Kakak tidur di lantai Abang tedor di plesteran

Kakak tidur di lantai karena kepanasan Abang tedor di plesteran soalnye

kepanesan

Kakak tidur di lantai karena kepanasan dua

hari yang lalu

Abang tedor di plesteran soalnye

kepanesan puan

10. Ayah dan ibu pergi Wak ajak mak pegi

Ayah dan ibu pergi berkunjung ke rumah

kakek

Wak ajak mak pegi nyambangi

datuk

Ayah dan ibu pergi berkunjung ke rumah

kakek di desa

Wak ajak mak pegi nyambangi ke

rumah datuk di dese

Ayah dan ibu pergi berkunjung ke rumah

kakek di desa karena kakek sakit

Wak ajak mak pegi nyambangi ke

rumah datuk di dese soalnye datuk

sakit

Ayah dan ibu pergi berkunjung ke rumah

kakek di desa karena kakek sakit siang tadi

Wak ajak mak pegi nyambangi ke

rumah datuk solanye datuk sakit

tadi siyang

b. Kalimat Interogatif

No Bahasa Indonesia Bahasa Melayu

1. Kita akan menangkap ikan di sungai. Kite nak nangkep ikan di sunge

Kita akan menangkap ikan di sungai ? Kite nak nanngkep ikan di

sunge?

Kita akan menangkap ikan di sungai bukan ? Awak nak nangkep ikan di

sunge kan?

Apakah kita akan menangkap ikan di sungai ? Ape awak nak nangkep ikan di

Page 59: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

56

sunge?

Kita akan menangkap ikan di sungai ya ? Awak nak nangkep ikan di

sunge ye?

Bagaimana kita akan menangkap ikan di

sungai?

Gek mane awak nak nangkep

ikan di sunge?

Kita akan menangkap ikan di sungai? tidak di

laut saja?

Awak nak nangkep ikan di

sunge? Dak di laut ‗an?

Kita akan menangkap ikan di sungai? tidaklah.

kita akan menangkap ikan di laut.

Awak nak nangkep ikan di

sunge? Dak, awak nak nangkep

ikan di laut

2. Pacar kamu itu cantikkah? Pacar kau tu elok dak?

Dia dari daerah Melaya bukan? Diye dari Melaye kan?

Panas benar hari ini ya? Ongkeb/Panes li hari ni ye?

Tadi habis hujan ya? Tadi ndur ujan ye?

Ibumu jualan kripikkah? Mak kau nyual keripik dak?

Ayahmu jualan di pasar bukan? Wak kau medagang di pasar

kan?

3. Kenapa gerangan ayahmu belum pulang ya? Nak ape se wak kau belum

pulang ye?

Kenapa bulan jam segini belum muncul ya? Nak ape bulan dina hari belum

timbul ye?

4. Dekat atau jauh rumah nenekmu itu dari kantor

kepala desa?

Deket pa jao rumah datuk kao

dari kantor perbekel?

Mengerti bahasa Melayu ini Pak? Ngerti bhase melayu ni pak?

Boleh atau tidak pada waktu liburan aku main

ke rumahmu lagi?

Bole pa dak pas waktu prai aku

maen ke rumah kau lagi?

5. Kenapa gerangan dia ini suka senyum-senyum

sendiri?

Nak ape se diye ni gemer

kenyem-kenyem sendirian?

Dia ini suka senyum-senyum sendiri. Apa

gerangan?

Diye ni gemer kenyem-kenyem

sendirian. Nak ape se?

Bagaimana ceritanya kampung kita ini bernama

Loloan?

Gek mane ceritenye kampung

awak ni namenye loloan?

c. Kalimat Imperatif

No. Bahasa Indonesia Bahasa Melayu Loloan

1. Tutup pintu itu rapat-rapat! Tudungi pintu tu rapeti!

Tutupi pintu tu rapeti

Tutupkan pintu itu rapat-rapat! -

Tutuplah pintu itu rapat-rapat! -

Tolong tutup pintu itu rapat-rapat! Tutupi le pintu tu rapeti!

2. Rajinlah kamu belajar! Rajini kau belajar

Tolong rajinlah kamu belajar! Wak minta tolong rajini le kau

belajar

3. Dengar nasehat ibumu! Dengeri nasehat mak kau!

Dengarkan nasehat ibumu! Dengerken nasehat mak kau!

Dengarlah nasehat ibumu! -

Page 60: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

57

Tolong dengar nasehat ibumu! Dengeri le nasehat mak kau!

4. Cari bajumu di lemari! Carik baju kau di lemari!

Carikan baju adikmu di lemari! Cari‘i baju adek Ku di lemari!

Carilah bajumu di lemari! -

Tolong cari bajumu di lemari! Cari‘i le baju kau di lemari

5. Jangan malas-malas kamu nak! Jangan males-males kau lok!

Janganlah malas-malas kamu nak! -

Tolong jangan malas-malas nak! Jangan le males-males kau lok!

6. Pergi! Megerak!

Pergi kamu! Megerak kau!

Pergilah kamu merantau! Megerak kau meranto sane!

Meranto dah kau sane!

Tolong pergi kamu merantau! -

d. Kalimat Eksklamatif

No. Bahasa Indonesia Bahasa Melayu Loloan

1. Aduh cantiknya gadis itu! Aduh dengele orang tu!

2. Aduh sudah cantik pintar pula! Aduh sudah dengel penter lagi!

3. Aduh kerjanya rapi sekali! Aduh kerjaannye rapi le!

4. Aduh hebat sekali guru itu

mengajar!

Aduh aeng le guru tu ngajar!

5. Wah murah sekali harga berasnya di

pasar baru itu!

Pih murah le harga beras di pasar baru

tu!

6. Wah baju itu bagus! Pih baju tu elok le!

7. Wah di rumahnya ada banyak

anjing!

Pih di rumahnye banyak le anjeng!

8. Wah ternyata hari sudah malam! Pih dak taunye sudah malem!

9. Wah bersih sekali masjidnya! Pih bersih le masjidnye tu!

10. Aduh berisik sekali keluarga itu! Adoh uyut le keluarge tu!

HAL-HAL LAIN YANG PERLU DIAMATI

1. Dinamika perubahan prosodi dalam perkembangan bahasa Melayu Loloan

Bali

- lebih lambat atau lebih cepat? (dulu dan sekarang)

- lebih keras atau lebih lembut? (dulu dan sekarang)

Page 61: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

58

DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR INFORMAN PENELITIAN

PROSODI BAHASA MELAYU LOLOAN BALI

1. Nama : Nur Asyia

Umur : 41 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : Tamatan SMP

Alamat : Lingkungan Terusan Loloan Barat

2. Nama : Edi Alfan

Umur : 48 Tahun

Pekerjaan : Pramuwisata

Pendidikan : Tamatan SMP

Alamat : Lingkungan Terusan Loloan Barat

3. Remaja Loloan Timur

Nama : Muztahidin

Umur : 29 Tahun

Pekerjaan : Mahasiswa/Buka usaha

Alamat : Jalan Gunung Merapi No 2 Loloan Timur

Nama : Rahil Iftar

Umur : 24 Tahun

Pekerjaan : Buka usaha

Nama : Najehan

Umur : 28 Tahun

Pekerjaan : Penyiar Radio

Nama : Fawaid

Umur : 24 Tahun

Pekerjaan : Mahasiswa

4. Nama : H. Musaddad

Umur : 55 Tahun

Pekerjaan : Tani Tambak

Pendidikan : SMA

Alamat : Jalan Gunung Kerinci No.17

5. Nama : Nasihurahman

Umur : 43 Tahun

Pekerjaan : Ketua Lingkungan Loloan Timur

Alamat : Jalan Tangkuban Perahu

Page 62: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

59

6. Nama : Maknunah

Umur : 50 Tahun

Pekerjaan : Buka toko

Alamat : Jalan Gunung Tangkuban Perahu No. 9

7. Nama : Fadliyan

Umur : 39 Tahun

Pekerjaan : Penjaga Masjid

Alamat : Loloan Timur

Pendidikan : Pesantren

8. Nama : Nur Hana

Umur : 32 Tahun

Pekerjaan : Penginapan Melayu Asri

Pendidikan : MAN

9. Nama : Mohamad Said

Umur : 46 Tahun

Pekerjaan : Servis elektronik

Alamat : Masjid Mujahidin daerah terusan Loloan Barat

Pendidikan : SMA

10. Nama : Syaripah Sidah A-Qadri

Umur : 65 Tahun

Pekerjaan : Penjual Jajanan Tradisional

Pendidikan : SD

Alamat : Jalan Durian No. 69 Loloan Barat

11. Nama : S. Zahra Al Qadry

Umur : 38 Tahun

Pekerjaan : Guru

Pendidikan : S1 Tarbiyah

12. Nama : S. Nur Hamisah Al Qadry

Umur : 39 Tahun

Pekerjaan : Guru

Pendidikan : MAN

Page 63: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

60

LAMPIRAN FOTO PENELITIAN

Foto 1. Pengurusan Ijin di Kesbanglit

Foto 2. Pengurusan Ijin di Kelurahan Loloan Timu

Foto 3. Interaksi warga di kelurahan Loloan Timur

Page 64: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

61

Foto 4. Interaksi warga di lingkungan sekitar

Foto 5. Interaksi antar warga Melayu Loloan Bali

Foto 6. Bersama para informan kunci H. Musaddad

dan kelompok Remaja Loloan Timur

Page 65: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

62

Foto 7. Bersama informan kunci lurah Loloan Barat, dan warga Loloan Barat

Foto 8. Informan menjelaskan tentang nama-nama benda dalam bahasa Melayu

Loloan Bali

Foto 9 . Tim Peneliti Bahasa Melayu Loloan

Page 66: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

63

Page 67: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

64

Page 68: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

65

ARTIKEL JURNAL NASIONAL TERAKREDITASI (LITERA)

Page 69: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

66

Page 70: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

67

Page 71: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

68

MAKALAH SEMINAR NASIONAL BAHASA IBU

Page 72: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

69

Page 73: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

70

PEMAKALAH DALAM SEMINAR SENASTEK

DAFTAR PEMAKALAH SENASTEK

KATEGORI PEMAKALAH ORAL

Page 74: repositori.unud.ac.id fileLaporan Penggunaan Anggaran 100% Lampiran 4. Artikel/Jurnal Lampiran 5. Catatan Kemajuan . 4 RINGKASAN Kajian bahasa Melayu di Bali sebagai warisan sejarah

71