18
Pengetahuan, Sikap, Terhadap Perilaku Pencegahan Transmisi Hepatitis B Saat Melayani Kontrasepsi Implan Pada Bidan Desa Di Puskesmas Kabupaten Purworejo 2013 1. Rr.Ratnajuwita 2. Fatma Lestari Sarjana Kesehatan Masyarakat Abstrak Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan satu aspek penting yang harus diperhatikan dalam dunia kerja. Seperti sudah diatur dalam PP NO 50 TH 2012, mengenai Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Lapangan pekerjaan yang semakin meningkat jumlahnya baik formal maupun informal menuntut K3 ini harus lebih ditingkatkan oleh semua pihak baik pelaku teknis maupun manejerial, mengingat dalam bekerja itu sendiri berbagai potensi bahaya dan resiko di tempat kerja bisa mengancam diri pekerja yang berakibat cedera ataupun gangguan kesehatan (Kurniawidjaja, 2011). Tenaga kesehatan termasuk salah satunya yang harus memperhatikan aspek ini, apa lagi dia bergelut dengan banyak orang baik sehat maupun sakit. Untuk itu penting bagi Tenaga kesehatan memperhatikan dan melaksanakan peraturan yang sudah dibakukan dalam setiap memberikan Pelayanan medis. Standard Operating of Procedur (SOP) dalam melaksanakan tindakan medis, termasuk Pemasangan dan pencabutan implan sampai detik ini dipakai untuk meminimalir terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan termasuk infeksi ataupun transmisi dari penyakit menular seperti Hepatitis B. Penelitian ini digunakan untuk melihat sejauh mana Pengetahuan, sikap dan perilaku bidan desa di Kabupaten Purworejo dalam mencegah transmisi Hepatitis B saat melaksanakan salah satu tugasnya yaitu memberikan pelayanan Implan. Desain dalam penelitian ini adalah cross sectional, dengan sampel bidan desa yang bertugas di Kabupaten Purworejo, berjumlah 80 orang, menggunakan kuesioner dan ceklis, Bidan desa yang berperilaku baik sebanyak 5,3%, ada hubungan antara Pengetahuan dengan perilaku pencegahan transmisi Hepatitis B dengan nilai p=0,028 Kata Kunci : Bidan, Pencegahan infeksi, Hepatitis B Abstract Occupational Health and Safety (K3) is an important aspect that must be considered in the working world. Like it is set in a PP NO 50 TH 2012, on the Application Management System Occupational Health and Safety. Employment increasing number of both formal and informal claim this K3 should be enhanced by all parties, both technically and manejerial actors, given the work's own range of potential hazards and risks in the workplace that could threaten the employee's personal illness or injury resulting (Kurniawidjaja 2011). Health personnel including the one that should pay attention to this aspect, what else he wrestled with a lot of people either healthy or sick. It is important for health workers and implement standardized rules in every providing medical services. The Standard Operating of Procedure (SOP) in carrying out medical procedures, including the installation and retraction until the second implant is used to meminimalir occurrence of undesirable things including infection or transmission of infectious diseases such as Hepatitis B. This research is used to see the extent to which knowledge, attitudes and behavior in Purworejo midwife in preventing the transmission of Hepatitis B while executing one of his duties is to provide services Implants. Pengetahuan sikap..., Rr. Ratnajuwita, FKM UI, 2013

Pengetahuan, Sikap, Terhadap Perilaku Pencegahan …

  • Upload
    others

  • View
    22

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengetahuan, Sikap, Terhadap Perilaku Pencegahan …

Pengetahuan, Sikap, Terhadap Perilaku Pencegahan Transmisi Hepatitis B Saat Melayani Kontrasepsi Implan Pada Bidan Desa

Di Puskesmas Kabupaten Purworejo 2013

1. Rr.Ratnajuwita 2. Fatma Lestari

Sarjana Kesehatan Masyarakat

Abstrak

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan satu aspek penting yang harus diperhatikan dalam dunia kerja. Seperti sudah diatur dalam PP NO 50 TH 2012, mengenai Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Lapangan pekerjaan yang semakin meningkat jumlahnya baik formal maupun informal menuntut K3 ini harus lebih ditingkatkan oleh semua pihak baik pelaku teknis maupun manejerial, mengingat dalam bekerja itu sendiri berbagai potensi bahaya dan resiko di tempat kerja bisa mengancam diri pekerja yang berakibat cedera ataupun gangguan kesehatan (Kurniawidjaja, 2011). Tenaga kesehatan termasuk salah satunya yang harus memperhatikan aspek ini, apa lagi dia bergelut dengan banyak orang baik sehat maupun sakit. Untuk itu penting bagi Tenaga kesehatan memperhatikan dan melaksanakan peraturan yang sudah dibakukan dalam setiap memberikan Pelayanan medis. Standard Operating of Procedur (SOP) dalam melaksanakan tindakan medis, termasuk Pemasangan dan pencabutan implan sampai detik ini dipakai untuk meminimalir terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan termasuk infeksi ataupun transmisi dari penyakit menular seperti Hepatitis B. Penelitian ini digunakan untuk melihat sejauh mana Pengetahuan, sikap dan perilaku bidan desa di Kabupaten Purworejo dalam mencegah transmisi Hepatitis B saat melaksanakan salah satu tugasnya yaitu memberikan pelayanan Implan. Desain dalam penelitian ini adalah cross sectional, dengan sampel bidan desa yang bertugas di Kabupaten Purworejo, berjumlah 80 orang, menggunakan kuesioner dan ceklis, Bidan desa yang berperilaku baik sebanyak 5,3%, ada hubungan antara Pengetahuan dengan perilaku pencegahan transmisi Hepatitis B dengan nilai p=0,028

Kata Kunci : Bidan, Pencegahan infeksi, Hepatitis B    

Abstract

Occupational Health and Safety (K3) is an important aspect that must be considered in the working world. Like it is set in a PP NO 50 TH 2012, on the Application Management System Occupational Health and Safety. Employment increasing number of both formal and informal claim this K3 should be enhanced by all parties, both technically and manejerial actors, given the work's own range of potential hazards and risks in the workplace that could threaten the employee's personal illness or injury resulting (Kurniawidjaja 2011). Health personnel including the one that should pay attention to this aspect, what else he wrestled with a lot of people either healthy or sick. It is important for health workers and implement standardized rules in every providing medical services. The Standard Operating of Procedure (SOP) in carrying out medical procedures, including the installation and retraction until the second implant is used to meminimalir occurrence of undesirable things including infection or transmission of infectious diseases such as Hepatitis B. This research is used to see the extent to which knowledge, attitudes and behavior in Purworejo midwife in preventing the transmission of Hepatitis B while executing one of his duties is to provide services Implants.

Pengetahuan sikap..., Rr. Ratnajuwita, FKM UI, 2013

Page 2: Pengetahuan, Sikap, Terhadap Perilaku Pencegahan …

Design in this study is cross-sectional, with a sample of midwives who served in Purworejo, totaling 80 people, using questionnaires and checklists, the village midwife who behaved much as 5.3%, there is a relationship between knowledge of the behavior of the prevention of transmission of Hepatitis B value p = 0.028

Keywords : Midwives, prevention of infection, Hepatitis B

Pendahuluan

Latar belakang

Tenaga kesehatan merupakan salah satu profesi yang akrab dan bergelut dengan banyak

orang, termasuk kontak fisik dengan klien yang menderita suatu penyakit. Hepatitis B

merupakan salah satu penyakit menular yang beresiko dialami para tenaga kesehatan dimana

penyakit ini sangat berpotensi ditularkan pasien kepada profesi kesehatan, salah satunya yaitu

Bidan. Oleh karena itu pengetahuan, sikap dan perilaku yang baik dari petugas kesehatan

sangat mempengaruhi proses pencegahan transmisi penyakit hepatitis B tersebut, apalagi

disini tenaga kesehatan, khususnya bidan bukan hanya berisiko tertular tapi juga berpotensi

menularkan dari satu penderita ke penderita lain yang mendapatkan pelayanannya. Catatan

Internasional menyebutkan bahwa 40% tenaga kesehatan yang terinfeksi Hepatitis B berasal

dari eksposure (Mehta, 2002). Hepatitis B itu sendiri tidak langsung mengakibatkan kematian,

akan tetapi komplikasi yang ditimbulkan justru membahayakan penderita. Diperkirakan 15 %

orang dengan infeksi Hepatitis B virus (HBV) kronis akan meninggal lebih awal dengan

cirrhosis atau carcinoma hepatocelluler, sementara itu dimungkinkan 80 % HBV

mengakibatkan carcinoma hepatocelluler di dunia yang merupakan urutan kedua penyebab

kanker di dunia setelah kanker yang diakibatkan tembakau ( Kandun, 2006). Penelitian yang

dilakukan oleh Paul et al (2007) menemukan sebanyak 50% petugas kesehatan meninggal

sebelum pensiun diakibatkan infeksi Hepatitis. Saat ini kurang lebih 2 milliar penduduk dunia

menderita Hepatitis B (Depkes RI, 2009). Sumber lain menyebutkan secara global bahwa

prevalensi Hepatitis B 20-50% mengenai usia produktif. Organisasi kesehatan dunia WHO

(2004) mencatat jumlah tenaga kesehatan yang terinfeksi Hepatitis B sebanyak 66.000 kasus,

sementara untuk Hepatitis C 16.000 kasus, dan untuk HIV sebanyak 1000 kasus. Di Amerika

Serikat tercatat sebanyak 5000 petugas kesehatan terinfeksi Hepatitis B, dan 600000-1000000

dilaporkan terkena luka tusuk jarum, diperkirakan 60% tidak terlaporkan (Depkes RI, 2009).

Masih dari sumber yang sama, di Indonesia pernah dilakukan pemeriksaan biomedis dan

Pengetahuan sikap..., Rr. Ratnajuwita, FKM UI, 2013

Page 3: Pengetahuan, Sikap, Terhadap Perilaku Pencegahan …

ternyata menunjukkan prevalensi HBsAg sebesar 9,7% pada pria dan 9,3% pada wanita,

dengan angka tertinggi pada kelompok usia 45-49 tahun sebesar 11,9%, dimana sampel darah

diambil dari 30.000 rumah tangga di 294 Kabupaten Kota di seluruh Indonesia.

Meskipun di Indonesia belum terlaporkan secara pasti jumlah tenaga kesehatan yang

terinfeksi Hepatitis B sehubungan dengan pekerjaannya akan tetapi hal ini perlu mendapat

perhatian khusus, mengingat mereka termasuk dalam kelompok berisiko tinggi tertular

hepatitis B. Di Jawa Tengah kasus Hepatitis meningkat dari tahun 2010 sebanyak 117 kasus,

sedangkan pada tahun 2011 ditemukan kasus sebanyak 170, untuk Kabupaten Purworejo

pada tahun 2011 ditemukan kasus Hepatitis B sebanyak 17 Kasus dimana masuk dalam 10

besar kabupaten dengan penderita Hepatitis terbanyak. (Dinkes Jawa tengah, 2011).

Ada beberapa cara penularan dari virus Hepatitis B tersebut, yaitu: Penularan perkutan yang

meliputi: darah maupun produknya, penyalahgunaan obat intravena, jarum suntik atau alat-

alat yang terkontaminasi, hemodialisis, perawatan gigi, tatto, pelubangan telinga dan

akupuntur, pemindahan cairan tubuh, oral, kontak yang erat, dan pada saat masa kehamilan

dari ibu kepada bayinya melalui placenta. Sedangkan kelompok berisiko tinggi tertular yaitu

bayi yang lahir dari ibu pengidap, tenaga medis (dokter, bidan, perawat, dan petugas lain),

anggota keluarga pengidap, Pekerja Seks Komersial (PSK), pengguna narkoba suntik, pasien

dengan tranfusi darah, dan tusuk jarum. Pencegahan semakin menularnya Hepatitis B terus

dilakukan oleh pemerintah diantaranya adalah pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi.

Sedangkan perlindungan ataupun pencegahan untuk tenaga kesehatan belum pernah

dilakukan. Banyak sekali tugas bidan yang berhubungan secara fisik dengan klien,

diantaranya adalah ketika dia memberikan pelayanan KB Implan, baik pemasangan maupun

proses pencabutan, sementara itu alat kontrasepsi Implan sangat digemari Pasangan Usia

Subur (PUS) di Purworejo, saat ini tercatat 16,78% pengguna alat kontrasepsi Implan di

Purworejo (Dinkes Purworejo, 2012). Sehingga hal ini dapat meningkatkan resiko transmisi

Hepatitis B apa bila pelaksanaanya tidak sesuai dengan Standar Operating of Procedur,

mengingat pemasangan dan pencabutan Impan merupakan tindakan invasif, dimana terjadi

kontak darah dengan klien.

Permasalahan

Profesi bidan sangat akrab dengan media penularan hepatitis B. Kabupaten Purworejo

merupakan kabupaten dengan kasus Heptitis B yang cukup tinggi, dengan akseptor KB yang

banyak memilih alat kontrasepsi implan, dengan adanya paparan media darah yang sering

waktu pemasangan ataupun pencabutan Implan, resiko penularan menjadi lebih tinggi.

                                                                                                                                                                           

Pengetahuan sikap..., Rr. Ratnajuwita, FKM UI, 2013

Page 4: Pengetahuan, Sikap, Terhadap Perilaku Pencegahan …

Dimana tindakan pelayanan kontrasepsi implan merupakan salah satu tugas yang harus

dilaksanakan oleh bidan.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui informasi tentang bidan desa yang bekerja di Kabupaten Purworejo,

mengenai pengetahuan, sikap, dan perilaku pencegahan transmisi hepatitis B terkait dengan

salah satu tugasnya memberikan pelayanan kontrasepsi KB Implan.

Tinjauan Teori

Perilaku adalah hasil atau resultan antara stimulus (faktor eksternal) dengan respon (faktor

internal) dalam diri seseorang yang berperilaku tersebut (Notoatmodjo, 2007). Dimana

perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi

kesehatan individu, kelompok ataupun masyarakat hal ini dikemukakan oleh Bloom (1974)

dalam Notoatmodjo (2007). Faktor-faktor yang memepengaruhi perilaku diantaranya adalah:

1. Faktor Predisposing, seperti: pengetahuan dan sikap masyarakat atau seseorang

terhadap kesehatan, tradisi atau kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan,

tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya

2. Faktor pemungkin meliputi: sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi

masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, limbah, dan sebagainya.

Pada dasarnya fasilitas ini mendukung dan memungkinkaan terwujudnya perilaku

kesehatan.

3. Faktor Penguat, meliputi: sikap-sikap orang yang mempunyai pengaruh terhadap

masyarakat, misal tokoh agama, tokoh masyarakat, sikap dan perilaku para petugas

kesehatan, disini juga termasuk peraturan, undang-undang yang terkait dengan

kesehatan.

Pengetahuan adalah: hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan

terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan atau ranah kognitif adalah suatu domain yang

sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2002). Masih dari

sumber yang sama Sikap adalah: respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau obyek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak

senang, setuju- tidak setuju, baik-tidak baik, dan lain sebagainya).

Pengetahuan sikap..., Rr. Ratnajuwita, FKM UI, 2013

Page 5: Pengetahuan, Sikap, Terhadap Perilaku Pencegahan …

Menurut Sulaiman, Julitasari(1998) Hepatitis B merupakan penyakit infeksi yang

disebabkabn oleh virus yang dapat bersifat akut, menahun atau terjadi pengerasan hati

(sirosis) maupun kanker hati. Sumber penularan dari penyakit ini adalah melalui media

darah, air seni, tinja, sekresi usus, air liur, sekresi orofaring, semen, sekresi, vagina, darah

menstruasi, air susu , keringat dan berbagai cairan tubuh lainnya. Sedangkan cara

penularannya melalui: melalui bekas tusukan jarum, seperti pasca tranfusi, hemodialitas, alat

suntik yang terpajan oleh virus tersebut. Penularan lewat kulit yang lain sering tidak disadari

yaitu dimana seseorang tidak pernah teringat pernah mengalami trauma ringan pada kulit,

penularan lainnya yaitu bekas saryawan, luka gusi, hubungan seksual, dan pada saat

kehamilan maupun persalinan. Kelompok yang bersiko tinggi tertular Hepatitis B yaitu

1) Bayi lahir dari ibu pengidap

2) Dokter gigi, dokter, perawat, bidan, dan petugas laboratorium

3) Anggota keluarga pengidap

4) Kaum homoseks, para tuna susila dan pelanggan mereka

5) Pecandu obat bius suntik, dan kemungkinan narapidana

6) Mereka yang rawan luka misalnya prajurit dan petugas pemadam kebakaran

7) Kelompok yang sering mendapat tranfusi darah yang tidak ditapis

8) Mereka yang sering dapat pengobatan dengan tusuk jarum yang mungkin tercemar.

Komplikasi yang ditimbulkan Hepatitis B diantaranya adalah:

Hepatik : Hepatitis fulminan, CAH, CPH, sirosis, Hepatitis kolestatik dan hepatitis Relaps,

Hepatoma

Ekstrahepatik: Anemia Aplastik, anemia hemolitik, trombositopenia, Sindrom Guillain- Bare,

ensefalomielitis, Sindrom pasca hepatitis, Glumerullonefritis, vaskulitis.

Pengobatan Hepatitis B yaitu:

Untuk Hepatitis B akut: Tirah baring merupakan pengobatan utama, pada kasus fulminan

perawatan intensif sangat diperlukan, transplantasi hati dapat mengalami komplikasi akibat

reinfeksi cangkok dari lokasi ekstrahepatik.

Hepatitis kronis : Pengobatan bisa berupa antivirus melalui peningkatan sistem

imun.Transplantasi hati bisa diberikan untuk penyakit hati dekompensata tahap akhir dengan

resiko infeksi yang tinggi.

Pengetahuan sikap..., Rr. Ratnajuwita, FKM UI, 2013

Page 6: Pengetahuan, Sikap, Terhadap Perilaku Pencegahan …

Pencegahan dan perlindungan untuk penyakit ini adalah: pemberian Imunisasi pasif dengan

hiperimunoglobulin terhadap hepatitis B dan imunisasi aktif dengan vaksin.

Kontrasepsi Implan adalah suatu upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Sarwono,

2002 dalam repository, 2011). Sedangkan Implan adalah   suatu alat kontrasepsi yang

mengandung levonogestrel yang dibungkus dalam kapsul silasticsilikon (polidemetsilixane)

dan di susukkan dibawah kulit (Sarwono,1999 dalam repository 2011), dan ini hanya boleh

dilakukan oleh petugas kesehatan terlatih (Saefuddin et al 2006 ).

Pemberi pelayanan KB diharuskan melaksanakan tindakan sesuai dengan kewaspadaan

standar (standard precaution) di ruang periksa ataupun laboratorium, dimana petugas harus

memberlakukan semua spesimen darah, jaringan, dan duh tubuh sebagai pembawa infeksi

(Affandi et al, 2011).

Adapun tujuan dari pencegahan infeksi itu sendiri adalah:

1) Melindungi klien dan petugas pelayanan KB dari akibat tertularnya penyakit

infeksi

2) Mencegah infeksi silang dalam prosedur KB , terutama pada pelayanan kontrasepsi

metode AKDR( Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), suntik, susuk, dan kontrasepsi

mantap.

3) Menurunkan resiko transmisi penyakit menular, seperti Hepatitis B dan HIV/AIDS,

baik bagi klien maupun bagi petugas fasilitas kesehatan.

Kewaspadaan standar dalam melakukan tindakan medis( Affandi et al, 2011) meliputi:

1) Anggap setiap orang (klien maupun staf) dapat menularkan infeksi.

2) Cuci tangan – upaya yang paling penting untuk mencegah kontaminasi silang.

3) Gunakan satu pasang sarung tangan sebelum menyentuh apapun yang basah

seperti kulit mengelupas, selaput lendir, darah ataupun duh tubuh yang lain, dan

juga ketika petugas kontak dengan alat-alat yang telah dipakai serta bahan-

bahan lain yang telah terkontaminasi.Hali ini juga harus dilakukan ketika akan

mengambil tindakan invasif.

4) Gunakan pelindung fisik ( misak kaca mata pelindung, masker, dan celemek)

untuk mengantisipasi percikan duh tubuh sepeti ketika membersihkan alat-alat

atau bahan lainnya.

Pengetahuan sikap..., Rr. Ratnajuwita, FKM UI, 2013

Page 7: Pengetahuan, Sikap, Terhadap Perilaku Pencegahan …

5) Gunakan bahan antiseptik untuk membersihkan permukaan kulit atupun

membran mukosa sebelum melakukan tindakan, membersihkan luka, atau

menggosok tangan sebelum operasi dengan bahan antiseptik berbahan dasar

alkohol.

6) Lakukan upaya kerja yang aman, seperti tidak memasang tutup jarum suntik

(recapping), memberikan alat-alat tajam dengan cara yang aman.

7) Buang bahan-bahan terinfeksi setelah terpakai dengan aman untuk melindungi

petugas pembuangan dan untuk mencegah cedera maupun penularan infeksi

kepada masyarakat.

Upaya perlindungan standar yang terakhir adalah melakukan pemrosesan terhadap instrumen,

sarung tangan, dan bahan lain setelah dipakai dengan cara mendekontaminasi dalam larutan

klorin 0,5% dan kemudian baru dilakukan pencucian, sterilisasi atau Desinfeksi Tingkat

Tinggi (DTT) dengan cara-cara yang dianjurkan.

Berikut beberapa istilah dalam upaya Pencegahan infeksi, yaitu

1) Antisepsis, yaitu proses menurunkan jumlah mikroorganisme pada kulit, selaput

lendir, atau duh tubuh lainnya dengan menggunakan bahan antimikobial (antiseptik).

2) Asepsis dan teknik aseptik, adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk

menggambarkan upaya kombinasi untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke

dalam area tubuh manapun yang sering menyebabkan infeksi

3) Dekontaminasi, adalah proses yang membuat obyek mati lebih aman ditangani

sebelum dibersihkan (umpamanya, menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV serta

menurunkan tetapi tidak membasmi, jumlah ikroorganisme lain yang

mengkontaminasi).

4) Disinfeksi Tingkat tinggi (DTT), adalah proses yang menghilangkan mikroorganisme

kecuali beberapa endospora bakteri pada benda mati dengan merebus, mengukus atau

penggunaan desinfektan kimia.

5) Pembersihan, adalah proses yang secara fisik menghilangkan semua debu, kotoran,

darah, atau duh tubuh lain yang tampak pada obyek mati dan membuang sejumlah

besar mikroorganisme untuk mengurangi resiko bagi mereka yang menyentuh kulit

atau menangani benda tersebut.

Pengetahuan sikap..., Rr. Ratnajuwita, FKM UI, 2013

Page 8: Pengetahuan, Sikap, Terhadap Perilaku Pencegahan …

6) Sterilisasi, adalah proses yang menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, virus,

fungi, dan parasit) termasuk endospora bakteri pada benda mati dengan uap panas

bertekanan tinggi (otoklaf), panas kering (oven), bahan kimia, atau radiasi.

7) Mikrorganisme, adalah agen penyebab infeksi. Termasuk didalamnya adalah bakteri,

virus, fungi, dan parasit.

Berikut gambar pemrosesan alat yang dianjurkan:

*Otoklaf 121℃ (250℉).

**Instrumen yang terbungkus dapat disimpan dalam wadah steril atau DTT dengan tutup rapat, atau

segara dipakai.

Gambar Skema Prosedur Pemrosesan Alat

Sumber: Affandi, et al, (2011)

DEKONTAMINASI

Rendam 10 menit dalam klorin 0,5 % larutan  

CUCI dan BILAS Pakai sarung tangan, hati-hati instrumen tajam

 Metodeterbaik STERILISA

SI

 

Metode alternatif DISINFEKSI TINGKAT TINGGI  

Otoklaf ∗ tanpa bungkus 20 menit jika terbungkus 30 menit

 

Oven 170!C(340!F)                

selama 60 menit,

 160!C 320!F      selama 120menit

 

Rebus selama 20

menit

 

Kimiawi rendam selama 20 menit

 

DINGINKAN Siap  pakai∗∗

Pengetahuan sikap..., Rr. Ratnajuwita, FKM UI, 2013

Page 9: Pengetahuan, Sikap, Terhadap Perilaku Pencegahan …

Metodologi

Metode untuk penelitian deskriptif kwantitatif, dengan design study cross secsional, dimana

variabel dependent dan independent diambil pada saat yang bersamaaan, Penelitian dilakukan

di Puskesmas Kabupaten Purworejo Propinsi Jawa Tengah pada bulan Mei-Juni tahun 2013.

Populasi yang menjadi target dari penelitian ini adalah seluruh bidan desa yang yang

memberikan pelayanan KB Implan Kabupaten Purworejo, di mana total populasi berjumlah

298 orang, dengan pengambilan sampel minimal sebanyak 80 orang

Sumber data yaitu Data sekunder yang diambil dari Profil kesehatan Kabupaten Purworejo,

dan laporan bulanan Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo.

Sedangkan untuk data primer diambil dengan pengisian kuesioner dan observasi perilaku

pencegahan transmisi Hepatitis B menggunakan ceklis.

Pada penelitian ini data mentah untuk menjadi sebuah informasi diolah dengan menggunakan

bantuan perangkat lunak SPSS, dengan tahapan sebagai berikut :

1) Editing atau penyuntingan data, dimana data yang ada pada kuesioner diperiksa lagi

kelengkapannya, apakah jawaban dari masing masing pertanyaan cukup jelas

jawabannya, apakah jawaban relevan dengan pertanyaan, apakah jawaban konsisten

dengan jawaban pertanyaan yang lain.

2) Coding, data yang telah diperiksa kelengkapan dan kebenarannya kemudian dibuat

pengkodean data dalam bentuk kalimat dirubah menjadi data angka atau bilangan,

sehingga memudahkan dalam memasukkan data.

3) Entry, setelah dilakukan pengkodean pada variabel-variabel yang diolah kemudian

data dimasukkan ke dalam program software komputer. Dalam proses ini dituntut

ketelitian, untuk menghindari kekeliruan yang mengakibatkan bisa.

4) Cleaning, merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientry apakah

ada kesalahan atau tidak, kesalahan tersebut dimungkinkan pada saat kita

memasukkan data ke komputer. Cleaning data dilakukan misalnya dengan melihat

adanya missing data, variasi data, dan sebagainya.

Untuk menganalisa data, dilakukan analisis univariat, dimana bertujuan untuk melihat

distribusi frekuensi dan presentase dari variabel bebas yaitu karakteristik responden, variabel

pengetahuan, sikap, dan variabel terikatnya adalah perilaku pencegahan transmisi Hepatitis B.

Pengetahuan sikap..., Rr. Ratnajuwita, FKM UI, 2013

Page 10: Pengetahuan, Sikap, Terhadap Perilaku Pencegahan …

Setelah didapatkan distribusi frekuensi variabel yang diteliti kemudian dilakukan analisis

bivariat, dengan uji chi square dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan

yang signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat atau yang menjadi tujuan

penelitian. Selain itu untuk melihat nilai Odd Ratio (OR). Besar kecilnya nilai OR

menunjukkan besarnya keeratan hubungan antara dua variabel yang diuji.

Hasil Penelitian

Tabel 1. hasil penelitianUnivariat jumlah sampel 80 orang

1. Distribusi Bidan desa Berdasarkan Umur

Umur Jumlah Persentase (%)

> mean 40 50,00

≤ mean 40 50,0

2. Distribusi Bidan desa berdasarkan pendidikan

Pendidikan Jumlah Persentase (%)

≥ D3 75 93.8

< D3 5 6.3

3. Distribusi Bidan desa berdasarkan lama kerja

Lama Bekerja Jumlah Persentase (%)

≤ median 48 60.0

> median 32 40.0

4. Distribusi Bidan desa berdasarkan pengetahuan tentang penyakit Heptitis B dan

Pencegahan transmisi penyakit Hepatitis B

Pengetahuan Jumlah Persentase (%)

Kurang 18 22.5

Cukup 48 60.0

Baik 14 17.5

5. Distribusi Bidan desa berdasarkan Sikap terhadap Pencegahan transmisi Hepatitis B

Sikap Jumlah Persentase (%)

≤ median 46 57.5

> median 34 42.5

6. Distribusi Bidan desa berdasarkan Perilaku Pencegahan transmisi Hepatitis B

Perilaku Pencegahan Frekuensi Persentase (%)

Baik 45 56,3

Kurang Baik 35 43,8

Pengetahuan sikap..., Rr. Ratnajuwita, FKM UI, 2013

Page 11: Pengetahuan, Sikap, Terhadap Perilaku Pencegahan …

Tabel 2. hasil penelitian Bivariat jumlah sampel 80 orang

1. Distribusi Bidan desa berdasarkan Perilaku Pencegahan Transmisi Hepatitis B Saat Memberikan

Pelayanan Implan Dengan Umur

Umur Perilaku Pencegahan

P Value OR Baik Kurang Baik

> mean 24 (60.0%) 16 (40.0%)

0.652 1.357

(0.559-3.292) ≤ mean 21 (52.5%) 19 (47.5%)

Jumlah 45 35

2. Distribusi Bidan desa berdasarkan Perilaku Pencegahan Transmisi Hepatitis B Saat Memberikan

Pelayanan Implan Dengan Pendidikan

3. Distribusi Bidan desa berdasarkan Perilaku Pencegahan Transmisi Hepatitis B Saat Memberikan

Pelayanan Implan Dengan Lama

Pendidikan Perilaku Pencegahan

P Value OR Baik Kurang Baik

≥ D3 43 (57.3%) 32 (42.7%)

0.649 2.016

(0.318-12.778) < D3 2 (40.0%) 3 (60.0%)

Jumlah 45 35

4. Distribusi Bidan desa berdasarkan Perilaku Pencegahan Transmisi Hepatitis B Saat Memberikan

Pelayanan Implan Dengan Pengetahuan

Pengetahuan Perilaku Pencegahan OR

P Value Baik Kurang Baik

Kurang 15 (83.3%) 3 (16.7%) 1

0.028 Cukup 25 (52.1%) 23 (47.9%) 4.600 (1.177-17.973)

Baik 5 (35.7%) 9 (64.3%) 9.000 (1.724-46.994)

Jumlah 45 35

5. Distribusi Bidan desa Berdasarkan Perilaku Pencegahan Transmisi Hepatitis B Saat Memberikan

Pelayanan Implan Dengan Sikap

Sikap Perilaku Pencegahan

P Value OR Baik Kurang Baik

≤ median 26 (56.5%) 20 (43.5%)

1.000 1.026

(0.420-2.508) > median 19 (55.9%) 15 (44.1%)

Jumlah 45 35

Lama

Kerja

Perilaku Pencegahan P Value OR

Baik Kurang Baik

≤ median 29 (60.4%) 19 (39.6%)

0.490 1.526

(0.619-1.830) > median 16 (50.0%) 16 (50.0%)

Jumlah 45 35

Pengetahuan sikap..., Rr. Ratnajuwita, FKM UI, 2013

Page 12: Pengetahuan, Sikap, Terhadap Perilaku Pencegahan …

Pembahasan

1. Dari hasil penelitian pada 80 bidan desa, yang berperilaku baik 56,3%, yang kurang

baik 35 orang atau 43,7%. Perilaku merupakan faktor dominan selain lingkungan

yang berpengaruh pada kesehatan individu ini sesuai dengan pendapat yang

dikemukakan Bloom, dalam Notoatmodjo (2007) Hal ini juga tak lepas dari perilaku

atau usaha bidan desa dalam melakukan pencegahan transmisi hepatitis B pada saat

memberikan pelayanan implan, dimana akibat fatal dari penyakit ini juga

mempengaruhi bidan untuk lebih berhati-hati dalam bertindak yang berkenaan

dengan penularan penyakit Hepatitis B tersebut. Rosenstock (1974) juga

menyebutkan bahwa seseorang berperilaku sehat karena mempercayai dampak atau

tingkat keparahan dari penyakit tertentu apa bila dia tidak menghindarinya.

2. Tidak ada hubungan antara umur dengan perilaku pencegahan transmisi hepatitis B,

nilai p=0,625, hal ini berbeda dengan yang dikatakan Green (1990) dalam

Anggreani, S (2005), bahwa usia ikut menentukan seseorang dalam berperilaku.

3. Tidak ada hubungan antara responden dengan pendidikan ≥ D3 dengan < D3, dalam

hal pencegahan transmisi Hepatitis B,nilai p=0,649 hal ini bertolak belakang dengan

apa yang dikatakan Mahanani (2005) bahwa tingkat pendidikan dapat

mempengaruhi perilaku seseorang dan menghasilkan perubahan, khususnya

dibidang kesehatan.

4. Tidak ada hubungan antara lama kerja dengan perilaku pencegahan transmisi

Hepatitis B, nilai p=0,490. Hal ini menunjukkan bahwa belum tentu semakin lama

masa kerja dia akan berperilaku lebih baik.

5. Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan transmisi

hepatitis B, p=0,028, akan tetapi hubungan yang terbalik,dimana semakin tinggi

tingkat pendidikan semakin rendah perilaku pencegahan untuk Transisi Hepatitis B,

nilai OR=4,600 untuk responden yang berpengetahuan cukup , yang berpengetahuan

baik nilai OR=9,000 Kejadian tersebut bertolak belakang dengan apa yang

disampaikan Notoatmodjo (2002) yang mengemukakan bahwa pengetahuan secara

garis besar dibagi dalam enam tingkatan dan satu dintaranya adalah fase aplikasi,

dimana pada tahap ini seseorang mempraktekkan apa yang dia pahami atau ketahui

pada situasi tertentu untuk memudahkan pekerjaannya. Hal ini bisa terjadi pada

responden di Kabupaten Purworejo menurut pengamatan penulis dimungkinkan

karena efek ataupun dampak dari tidak dilakukannya Pencegahan transmisi Hepatitis

Pengetahuan sikap..., Rr. Ratnajuwita, FKM UI, 2013

Page 13: Pengetahuan, Sikap, Terhadap Perilaku Pencegahan …

B tidak langsung kelihatan, ditambah dengan penyakit Hepatitis B itu sendiri tidak

selalu memunculkan gejala, ataupun keluhan pada orang yang terinfeksi.

6. Tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku pencegahan Hepatitis B, nilai

p=1,000, hal ini tidak sesuai dengan apa yang diungkapkan Notoatmodjo (2002),

bahwa sikap merupakan komponen yang mendahului seseorang untuk bertindak atau

berperilaku, meskipun pada responden diatas ditemukan 56,5% responden memilki

nilai sikap ≤ median memiliki perilaku pencegahan kurang baik, sedangkan 55,9%

mempunyai nilai sikap > median memiliki perilaku pencegahan yang baik.

Kesimpulan

Dari hasil penelitian di Kabupaten Purworejo dengan sampel 80 bidan desa mengenai

pengetahuan, sikap dan perilaku pencegahan transmisi Hepatitis B pada analisis univariat

untuk perilaku pencegahan transmisi Hepatitis B terdapat 45 orang (56,3%) yang masuk

kategori baik, sedangkan sisanya 35 orang (43,7%) berperilaku kurang baik. Sedangkan untuk

analisis Bivariat tentang karakteristik responden juga tidak terdapat hubungan yang signifikan

dengan perilaku pencegahan transmisi Hepatitis B saat melakukan pelayanan implan.Adapun

hasil analisis bivariat sebagai berikut:

1. Umur

Hasil analisis hubungan antara perilaku pencegahan transmisi hepatitis B saat

memberikan pelayanan implan dengan umur diperoleh bahwa tidak ada hubungan

perilaku pencegahan antara responden yang berumur > mean dengan responden yang

berumur ≤ mean dengan nilai p=0,652

2. Pendidikan

Hasil analisis hubungan antara perilaku pencegahan transmisi hepatitis B saat

memberikan pelayanan implan dengan pendidikan diperoleh bahwa tidak ada

hubungan perilaku pencegahan antara responden yang tingkat pendidikan ≥ D3

dengan responden yang tingkat pendidikan < D3, dengan nilai p=0,649

3. Lama kerja

Hasil analisis hubungan antara perilaku pencegahan transmisi hepatitis B saat

memberikan pelayanan implan dengan lama kerja diperoleh bahwa hasil uji statistik

nilai p=0.490 dengan kesimpulan tidak ada hubungan perilaku pencegahan antara

responden yang lama kerja ≤ median dengan responden yang lama kerja > median.

Pengetahuan sikap..., Rr. Ratnajuwita, FKM UI, 2013

Page 14: Pengetahuan, Sikap, Terhadap Perilaku Pencegahan …

4. Pengetahuan

Hasil uji statistik antara perilaku pencegahan transmisi hepatitis B saat

memberikan pelayanan implan dengan pengetahuan responden didapatkan nilai

p=0.028, yang artinya ada hubungan perilaku pencegahan antara responden yang

memiliki pengetahuan kurang, cukup dan lebih.

5. Sikap

Hasil analisis hubungan antara perilaku pencegahan transmisi hepatitis B saat

memberikan pelayanan implan dengan sikap diperoleh bahwa nilai p=1.000 dengan

kesimpulan tidak ada hubungan perilaku pencegahan antara responden yang

mempunyai nilai sikap ≤ median dengan responden yang mempunyai nilai sikap >

median.

Saran

Melihat situasi yang ada maka peneliti memberikan saran , sebagai berikut:

1. Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo a. Mensosilisasikan pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi seluruh

pemberi pelayanan kesehatan bagi jajaran dibawahnya.

b. Membuat kebijakan yang mengatur tentang pelaksanaan pelayanan KB Implan

harus sesuai dengan SOP yang berlaku.

c. Memberikan sanksi tegas kepada pemberi pelayanan KB Implan yang dalam

pelaksanaanya tidak sesuai dengan SOP.

d. Untuk Drooping Implan supaya menggunakan Implan set yang sekali pakai,

sehingga diharapkan mampu meminimalisir infeksi.

e. Memberikan perlindungan Imunisasi untuk Hepatitis B bagi para tenaga medis

yang kontak fisik dengan klien, khususnya bidan.

2. Puskesmas a. Menyusun SOP terbaru untuk pelayanan KB Implan dan mensosialisasikannya

kepada seluruh bidan yang memberikan pelayanan KB.

b. Kepala Puskesmas memberikan pembinaan sehubungan dengan harus dipatuhinya

SOP untuk tindakan medis yang menjadi kewenangan di Puskesmas khususnya

pelayanan KB Implan.

3. Bidan pelaksana

Himbauan untuk para bidan pemberi pelayanan KB Implan untuk menggunakan

Pengetahuan mengenai Pencegahan infeksi terutama pencegahan untuk transmisi

Pengetahuan sikap..., Rr. Ratnajuwita, FKM UI, 2013

Page 15: Pengetahuan, Sikap, Terhadap Perilaku Pencegahan …

Penyakit Hepatitis B supaya mengaplikasikannya saat memberikan pelayanan medis

terutama KB Implan, meskipun manfaatnya tidak langsung bisa dilihat, tapi hal ini

sangat penting untuk dilakukan.

4. Peneliti

a. Saran untuk Peneliti yang akan datang, supaya melakukan penelitian pada faktor

pemungkin yaitu ketersediaan alat ataupun sarana pencegahan infeksi, sehingga

didapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai perilaku pencegahan transmisi

Hepatitis B saat memberikan pelayanan Implan

b. Dalam menganalisa variabel Pengetahuan tentang penyakit Hepatitis B supaya

dipisahkan dengan Pengetahuan pencegahan transmisinya, sehingga lebih

memudahkan dalam pembahasan.

Daftar Pustaka

Ariawan, Iwan (1998). Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan, Depok

Angreani (2005) Faktor-faktor yang berhubungan dengan Perilaku Seksual Beresiko Terinfeksi HIV/AIDS pada Sopir dan Kernet Truk Jarak Jauh di Jakarta Timur th 2005. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia

Becker, Marshall H (1974) The Health Belief Model and Personal Health Behavior. New Jersey: Charles B. Slack, inc

Chin, James. (2006). Manual Pemberantasan Penyakit Menular ( Kandun, I Nyoman, Penerjemah). Jakarta : Infomedika

Dinkes Prop Jateng, Profil kesehatan Propinsi Jawa Tengah Tahun 2011 http://www.dinkesjatengprov.go.id.  Diakses tanggal    1 Juni 2013  

Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo (2011) Pelatihan Teknologi Kontrasepsi Terkini (Contraceptive Technology Update – CTU), Purworejo tgl 24 – 28 september 2012 (CD-Room)

Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo. Profil Kesehatan 2011 http://www.purworejokab.go.id/component/search/?searchword=geografis+purworejo&ordering=newest&searchphrase=all&limit=20  

Green, Lawrence W(2005) Health Program Planning an Educational and cological Approach: Quebecor World Fairfield Inc

Hidayat, A Aziz Alimul (2011). Metodologi Penelitian Kebidanan & Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika

Pengetahuan sikap..., Rr. Ratnajuwita, FKM UI, 2013

Page 16: Pengetahuan, Sikap, Terhadap Perilaku Pencegahan …

JNPKKR/POGI. BKKBN. DEPKES. JHPIEGO/STARH Program (2000). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo

Kementerian Kesehatan RI (2010). Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) Jakarta. http://www.kesehatankerja.depkes.go.id. Diakses tanggal

Kurniawidjaja, L. Meily(2011). Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta: Universitas Indonesia

Linda, Tietjen. Bossemeyer, Debora. McIntosh, Noel. (2005). Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. (Saifuddin, Abdul Bari. Sumapraja, Sudraji. Djadjadilaga. Santoso, Budi Iman, Penerjemah) Ed.1, Cet 3, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Lutfiana, Yuli (2012). Hubungan Pengetahuan dan Sikap terhadap Perilaku Beresiko HIV/AIDS pada Pekerja Bangunan di Proyek Word Class University tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia

Mehta, A. Rodrigues, C. Singhal, T. Lopes, N. D'Souza, N et al. Interventions to reduce needle stick injuries at a tertiary care centre.  Indian Journal of Medical Microbiology ,  28. 1, 17-20, Januari 2010. Diakses tanggal 19 Maret 2103 http://dx.doi.org/10.4103/0255-0857.58722

POGI. IDI. IBI. PKBI. PKMI. BKKBN. Kemkes RI (2011). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo

Notoatmodjo, Soekidjo ( 2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta :Rineka Cipta

Notoatmodjo, Soekidjo (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rhineka Cipta

Winata, Irene (1993). Imunisasi Hepatitis B.Jakarta : Hipokrates

Sulaiman, H. Ali. Julitasari (1997). Panduan Praktis Penatalaksanaan dan Pencegahan Hepatitis B. Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia

Surapsari, Juwalita (2008). Penyakit Infeksi, Ciracas, Jakarta : Erlangga

Silalahi, Medawati (2013) Faktor-faktor yang berpengaruh dengan Perilaku Pemilihan Pangan Jajanan Anak Sekolah pada Siswa/i SD Kelas 4 samapai dengan Kelas 6di SDN Pancoran Mas 7 Kota Depok tahun 2013. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

J Paul, Leigh. Marion, Gillen. Peter, Sutherland, Franks. Susan. Hien H Nguyen, et al. Costs of needlestick injuries and subsequent hepatitis and HIV infection. Current Medical Research and Opinion (Sep 2007): 2093-105. Diakses 19 Maret 2103 http://search.proquest.com/docview/207988643?accountid=17242

Ukey, Ujawala U. Dash Satyanaraya. Sankaram, K.Rama. Naidu, N.R. Appajirao. Vidya R,Sri.A Cross-Sectional Study Of Awareness About Hepatitis B Among

Pengetahuan sikap..., Rr. Ratnajuwita, FKM UI, 2013

Page 17: Pengetahuan, Sikap, Terhadap Perilaku Pencegahan …

Nursing Students Of Mims College At Vizianagaram, Andhra. Pradesh . Department of Preventive and Social Medicine, Maharajah’s Institute of Medical Sciences, Vizianagaram, Andhra Pradesh, India. MIMS College of Nursing, Vizianagaram, India. Oct 2012 / Vol 04 (20)

Wawan. Dewi (2010) Teori &Pengukuran Pengetahuan Sikap dan Perilaku Manusia.

Yogyakarta : Nuha Medika

Walgito, Bimo (2010) Pengantar Psikologi Umum: Yogyakarta: Andi

Pengetahuan sikap..., Rr. Ratnajuwita, FKM UI, 2013

Page 18: Pengetahuan, Sikap, Terhadap Perilaku Pencegahan …

Pengetahuan sikap..., Rr. Ratnajuwita, FKM UI, 2013