Upload
sindhu-satya-nugraha
View
139
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
penelitian dilakukan di RSUP sanglah oktober 2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker adalah suatu kondisi dimana sel-sel tubuh telah kehilangan pengendalian dan
mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan
tidak terkendali.1 WHO dan Bank Dunia, 2005 memperkirakan setiap tahun, 12 juta
orang di seluruh dunia menderita kanker dan 7,6 juta di antaranya meninggal dunia.2
Insiden dan mortalitas kanker diproyeksikan terus meningkat dimana 26 juta orang akan
menderita kanker dan 17 juta jiwa meninggal karena kanker pada tahun 2030.2
Diestimasi di Amerika Serikat , pada tahun 2012 terdapat 1,638,910 kasus kanker baru
dan 577,190 kematian.3 Lebih dari 70% keseluruhan kematian karena kanker terjadi di
negara dengan pendapatan rendah dan sedang, dimana berbagai sumber ketersediaan
untuk pencegahan, diagnosis, dan pengobatan masih sangat terbatas bahkan tidak ada.1
Kanker payudara dan kanker kolorektal merupakan kanker yang umum dijumpai pada
wanita maupun pria. Kanker payudara merupakan kanker yang yang paling umum
terjadi pada wanita dengan kemungkinan terjadinya kanker payudara adalah 1 : 8 wanita
dan merupakan penyebab kematian kedua akibat kanker setelah kanker paru-paru.1,4
Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga yang sering dijumpai pada wanita maupun
pria, dan juga merupakan penyebab kematian ketiga akibat kanker.5 Di Indonesia,
berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007, kanker payudara
menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh RS Indonesia (16,85%)
dengan angka kejadian 26 per 100.000 perempuan.7 Menurut Departemen Kesehatan
pada tahun 2006, 9,5 persen pria penderita kanker terkena kanker kolorektal, sedangkan
pada wanita angkanya mencapai 9,3 persen dari total jumlah penderita kanker.8
Pengobatan kanker yang utama, secara pengobatan konvensional, adalah dengan
tindakan pembedahan. Pengobatan konvensional adalah pengobatan yang dipraktekkan
oleh pemegang predikat sarjana dokter dan dokter osteopatik dan dibantu oleh profesi
kesehatan lainnya, seperti terapis fisik, psikolog, dan perawat.(web nccam) Tindakan
pembedahan serta radioterapi merupakan terapi lokal dari kanker solid. Selanjutnya
kemoterapi dan terapi hormon termasuk terapi sistemik.6 Tindakan pembedahan
diperlukan pada hampir seluruh stadium kanker payudara maupun kanker kolorektal dan
bertujuan untuk mengangkat sel-sel kanker yang terlihat. Pengangkatan dapat bersifat
lokal ataupun radikal. Kemoterapi dan radioterapi merupakan pengobatan antikanker
yang bertujuan untuk membunuh sel-sel kanker yang masih tersisa di dalam tubuh dan
tidak bisa dijangkau oleh tindakan pembedahan, mencegah sel-sel kanker untuk tumbuh
kembali dan bermetastasis.6
Pada stadium awal , kanker payudara maupun kanker kolorektal dapat ditangani dengan
baik namun lebih dari 50% pasien datang ke rumah sakit pada stadium lanjut sehingga
prognosis pasien cenderung buruk. Penyebab dari keterlambatan datangnya pasien ke
rumah sakit tampaknya terkait dengan adanya persepsi berasal dari kurangnya
pemahaman dan pengetahuan masyarakat mengenai kanker. Hal ini memunculkan
ketakutan dan perasaan ragu untuk mengambil keputusan pasien saat mereka
mengetahui diagnosis penyakit mereka. Tak jarang beberapa dari mereka akhirnya
beralih mencari alternatif pengobatan yang lain di luar pengobatan konvensional yang
seringkali menjanjikan kesembuhan dan biaya pengobatan yang lebih murah.
Selanjutnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan dini juga
mempengaruhi tingkat stadium pasien saat didiagnosis oleh dokter. Pemeriksaan dini
yang dilakukan secara teratur tentunya akan membuat pasien untuk datang saat stadium
penyakit masih dini dan mudah disembuhkan.
Penyebab keterlambatan pasien kanker untuk berobat ke rumah sakit sampai saat ini
belum pernah diteliti lebih jauh. Oleh sebab itu peneliti ingin mendapatkan data awal
terkait penyebab keterlambatan kedatangan pasien kanker kolorektal dan kanker
payudara di RS yang berada di wilayah Denpasar. Penelitian ini dilakukan untuk
mengenai persepsi pasien kanker berkaitan dengan takut atau tidaknya pasien terhadap
tindakan bedah,kemoterapi, dan radiasi serta penyebab rasa takut mereka. Selanjutnya
pembahasan mengenai riwayat pengobatan alternatif yang dijalani oleh pasien kanker
serta tingkat pengetahuan masyarakat mengenai deteksi dini kanker juga akan diulas
pada penelitian ini. Metode deteksi dini yang menjadi bahan penelitian adalah SADARI
(periksa payudara sendiri) dan mammografi untuk kanker payudara.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola distribusi pasien kanker payudara dan kanker kolorektal di
rumah sakit yang berada di wilayah Denpasar berdasarkan diagnosis, umur,
tingkat pendidikan, dan stadium ?
2. Bagaimana persepsi negatif pasien terhadap pembedahan dapat mengakibatkan
keterlambatan pasien mencari pengobatan konvensional kanker payudara dan
kanker kolorektal di rumah sakit?
3. Bagaimana persepsi pasien kanker payudara dan kanker kolorektal di rumah
sakit yang berada di wilayah Denpasar terhadap tindakan kemoterapi dan
radiasi?
4. Bagaimanakah deskripsi riwayat pengobatan alternatif pada pasien kanker di
RSUP Sanglah dan RS Prima Medika?
5. Bagaimana pengetahuan pasien tentang SADARIdi Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pola distribusi pasien kanker payudara dan kanker kolorektal
di rumah sakit yang berada di wilayah Denpasar berdasarkan diagnosis, umur,
tingkat pendidikan, dan stadium.
2. Untuk mengetahui bagaimana persepsi negatif pasien terhadap pembedahan
dapat mengakibatkan keterlambatan pasien mencari pengobatan konvensional
kanker payudara dan kanker kolorektal di Rumah Sakit di kota Denpasar, Bali.
3. Untuk mengetahui persepsi pasien kanker payudara dan kanker kolorektal di
rumah sakit yang berada di wilayah Denpasar terhadap tindakan kemoterapi dan
radiasi.
4. Untuk mengetahui deskripsi riwayat pengobatan alternatif pada pasien kanker
yang pernah menjalani pengobatan alternatif.
5. Untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan pasien SADARIdi Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Mendapatkan data awal tentang persepsi pasien kanker payudara dan kanker
kolorektal RSUP Sanglah dengan tindakan kemoterapi dan radiasi sehingga
dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya.
2. Mengetahui penyebab dari persepsi negatif pasien terhadap tindakan
pembedahan
3. Memahami proses bagaimana persepsi negatif itu akhirnya mengakibatkan
keterlambatan pasien untuk mencari pengobatan konvensional.
4. Dapat menggali informasi yang lebih luas mengenai perngobatan alternatif yang
pernah dijalani oleh pasien.
5. Mengetahui hal-hal yang membuat pasien untuk memilih pengobatan alternatif.
6. Mengetahui program SADARI dan MAMMOGRAPHY, diharapkan dapat
membentuk program penyuluhan dan sosialisasi mengenai SADARI ke desa-
desa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kanker Payudara
2.1.1 Definisi dan Epidemiologi Kanker Payudara
Kanker payudara adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan adanya
pertumbuhan dan penyebaran tidak terkontrol dari sel epitel yang ditemukan pada unit
terminal duktus lobular payudara.3,5 Kanker payudara merupakan jenis penyakit
heterogen yang disebabkan oleh interaksi dua faktor, yakni faktor turunan dan
lingkungan yang menyebabkan perubahan akumulasi genetik yang progresif pada sel
kanker payudara.2 Terdapat lebih dari 13.000 kematian setiap tahunnya, dan insiden
kanker payudara meningkat terutama pada wanita berumur antara 50-64 tahun, mungkin
karena tingginya dilakukan deteksi dini payudara pada kelompok usia ini. Insiden
kanker pada kelompok usia ini meningkat 18% antara tahun 1990-1999 dan telah
diperkirakan meningkat lebih dari 20% antara 2000-2010.5
Pada tahun 2011 kemarin, diperkirakan 230.480 kasus baru kanker payudara invasif
terjadi pada wanita di Amerika Serikat dan 2140 kasus baru pada laki-laki.3 Sedangkan
di beberapa negara Asia seperti Indonesia, Jepang, Malaysia, Filipina, Singapura, Sri
Lanka, dan Taiwan, insiden kanker payudara masih menempati urutan pertama yang
terjadi pada wanita.6 Dimana pertumbuhan insiden kanker payudara di Asia jauh lebih
cepat dibandingkan di negara Barat. Bahkan di Indonesia sendiri, angka kematian
kanker payudara mencapai 18.6 per 100.000 dan melebihi angka kematian kanker
payudara di Malaysia (14.7 per 100.000).7
2.1.2 Faktor Resiko Kanker Payudara
2.1.2.1 Usia
Insiden kanker payudara meningkat berdasarkan umur, ditemukan akan
meningkat dua kali lipat setiap 10 tahun hingga masa menopause, dimana angka
penambahannya meningkat secara perlahan.3,5 Namun jika dibandingkan dengan
kanker paru-paru, insiden kanker payudara lebih tinggi pada usia yang lebih
muda.5
2.1.2.2 Usia saat menarche dan menopause
Wanita yang mulai menstruasi sejak usia dini atau yang terlambat mengalami
menopause dalam hidupnya, akan meningkatkan resiko terjadinya kanker
payudara. Wanita yang mengalami menopause secara alami setelah usia 55
tahun akan beresiko dua kali lebih besar, sama dengan wanita yang mengalami
menopause saat berusia kurang dari 45 tahun.5
2.1.2.3 Usia saat kehamilan pertama
Paritas nol (nulliparity) dan usia yang terlambat saat kehamilan keduanya
meningkatkan insiden kanker payudara. Resiko terjadinya kanker payudara pada
wanita yang hamil pertama setelah berusia 30 tahun akan dua kali lebih besar
dibanding wanita yang hamil pertama saat berusia kurang dari 20 tahun.3,5
Kelompok resiko tertinggi dalam hal ini adalah mereka yang hamil pertama
setelah berusia 35 tahun, dan wanita ini memiliki resiko lebih besar dibanding
wanita nulliparous.5
2.1.2.4 Riwayat keluarga
Lebih dari 10% kanker payudara di negara-negara barat disebabkan oleh
predisposisi genetik yang kuat, yang diturunkan secara autosomal dominan.5
Bahkan faktor genetik merupakan faktor resiko terkuat untuk kanker payudara.
Belum diketahui terdapat berapa banyak gen kanker payudara. Namun kurang
lebih setengahnya telah diketahui menyebabkan germline mutation pada Tumor
Suppressor Genes (TSGs).2 Dua jenis gen yang diketahui adalah BRCA1 dan
BRCA2 yang terletak di lengan panjang kromoson 17 dan 13.2,5 Selain itu
terdapat juga TSGs yang berhubungan dengan sindrom kanker keluarga yang
jarang terjadi seperti p53, PTEN, dan ATM, serta gen yang beresiko ringan
sampai sedang seperti CHEK2, BRIP1, PALB2, NBS1, RAD50, MSH2, dan
MLH.2
BRCA1 dan BRCA2 merupakan gen besar dan dapat bermutasi di hampir
beberapa posisi, sehingga diperlukan skrining untuk mendeteksi adanya mutasi
pada individu atau keluarga yang beresiko. Lebih dari 1000 mutasi telah
teridentifikasi pada kedua gen ini. Mutasi ini menyebabkan ketidakstabilan
genom sehingga terjadinya gangguan pada gen kunci tambahan seperti TSGs
dan/atau onkogen.2
Resiko wanita terkena kanker payudara dua atau lebih besar jika ia memiliki
hubungan langsung pertama / first degree relative (ibu, saudara perempuan, atau
anak perempuan) dengan mereka yang terkena kanker payudara sebelum usia 50
tahun, dan resiko akan lebih besar jika yang terkena tersebut terdiagnosis pada
usia yang lebih muda lagi.5 Konseling bagi wanita dengan riwayat kanker
payudara di keluarganya sangat perlu dilakukan. Terutama bagi mereka yang
menginginkan dilakukannya pengangkatan ovarium dan/atau payudara sebagai
tindakan pencegahan terhadap mutasi dari gen BRCA yang mereka bawa.
Karena dalam beberapa penelitian, tindakan ini dapat mengurangi resiko
terjadinya kanker payudara.3
2.1.2.5 Riwayat penyakit jinak payudara
Wanita dengan hiperplasia epitel atipikal berat memiliki resiko 4-5 kali lebih
besar untuk terkena kanker payudara dibanding wanita yang tidak mengalami
perubahan proliferatif apapun pada payudaranya.2,5 Wanita dengan riwayat
Gambar2.1. Genetik kanker payudara (Diambil dari Devita, Devita, Hellman & Rosenberg's Cancer: Principles & Practice of Oncology, 8th edition, 2008)2
perubahan ini dan dengan adanya riwayat kanker payudara pada keluarganya
(first degree relative) akan meningkatkan resiko menjadi 9 kali lipat.5
2.1.2.6 Radiasi
Bagi wanita usia muda yang pernah menjalani radioterapi, resiko untuk terkena
kanker payudara akan meningkat. Sehingga diperlukan skrining mulai dari usia
dini dibanding populasi umum yang lain.5
2.1.2.7 Gaya hidup
Gaya hidup disini meliputi dilakukannya terapi hormon, penambahan berat
badan dan tinggi badan, riwayat pemberian Air Susu Ibu (ASI), asupan
makanan, kontrasepsi oral, asupan alkohol, merokok, hingga tindakan aborsi.
Faktor-faktor ini merupakan faktor yang dapat diubah atau diperbaiki. Resiko
tinggi kanker payudara terjadi ketika seorang wanita menggunakan kombinasi
estrogen dan progestogen selama lebih dari 5 tahun. Dimana terapi hormonal ini
akan meningkatkan densitas payudara dan mengurangi sensitivitas serta
spesifisitas dari skrining payudara.5
Penambahan berat dikatakan juga dapat meningkatkan resiko kanker payudara,
diduga hal ini disebabkan oleh berlebihnya asupan makanan berlemak dan
makanan lain yang mempengaruhi level estrogen endogen yang menjadi faktor
resiko kanker payudara.2,5 Sedangkan resiko itu menurun pada wanita yang
sudah pernah melahirkan dan menyusui. Untuk penggunaan kontrasepsi oral,
peningkatan resiko kanker payudara hanya didapatkan dalam jumlah kecil.
Lamanya penggunaan, usia saat penggunaan pertama, dosis dan tipe hormon
semuanya tidak memiliki efek yang signifikan. Hal yang sama juga terjadi pada
efek asupan alkohol, merokok, dan riwayat aborsi, dimana hubungannya dengan
resiko kanker payudara tidak signifikan.3,5
2.1.3 Tanda dan Gejala Kanker Payudara
Tanda kanker payudara yang paling awal muncul adalah abnormalitas yang terdeteksi
dari mammogram, sebelum dapat dirasakan oleh pasien atau praktisi medis profesional
sekalipun. Tumor yang besar akan menjadi gejala terdapatnya massa yang tidak terasa
nyeri. Gejala lain yang sering terjadi adalah adanya perubahan yang persisten pada
payudara yakni asimetris, retraksi kulit, penebalan, pembengkakan, distorsi, pengerasan,
iritasi kulit, kemerahan, abnormalitas puting seperti ulserasi, retraksi, keluarnya darah,
atau lepas secara spontan. Namun gejala nyeri payudara juga dapat ditemukan pada
kondisi jinak, dan bukan merupakan gejala awal kanker payudara.1,3
2.1.4 Deteksi Dini Kanker Payudara
Kurangnya pengetahuan mengenai patogenesis kanker payudara, menjadikan
pencegahan sebagai langkah primer bagi kebanyakan wanita.5 Mammografi dapat
mendeteksi kanker payudara pada tahap awal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
dengan deteksi dini, pasien dapat diselamatkan dan meningkatkan pilihan terapinya.
Mammografi merupakan alat skrining yang sangat akurat, alat ini dapat mendeteksi 80-
90% kanker payudara pada wanita tanpa gejala. Skrining tahunan menggunakan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) sebagai tambahan mammografi direkomendasikan
bagi wanita yang beresiko sejak telah berusia 30.3 Dimana MRI juga merupakan metode
yang paling sensitif sebagai alat skrining pada wanita berusia muda.5 Serta untuk wanita
yang berusia 40 tahun keatas disarankan juga untuk melakukan mammografi secara
rutin.3
Metode lain yang saat ini gencar dipromosikan adalah Breast Self-Examination (BSE)
atau Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari) sebagai alat skrining kanker payudara.
Metode ini memiliki banyak keunggulan seperti tidak memerlukan biaya, privasi, tidak
memerlukan paparan radiasi, dan dapat sebagai peringatan awal diri sendiri. Begitu pula
dengan Clinical Breast Examination (CBE) yang direkomendasikan oleh banyak
organisasi sebagai bagian dari pemeriksaan fisik rutin untuk wanita yang telah
menginjak usia 20 tahun. Namun baik BSE maupun CBE memiliki sensitivitas yang
rendah dibandingkan mammografi.2
2.1.5 Diagnosis Kanker Payudara
Walaupun memiliki keuntungan sebagai alat skrining payudara pada wanita 40 tahun
keatas, mammografi juga memiliki kekurangan. Alat ini tidak secara spesifik
menggambarkan bentukan dari kanker itu sendiri. Biopsi merupakan gold-standart
ditegakkannya diagnosis jenis kanker payudara yang spesifik. Dengan menggunakan
sampel jaringan, biopsi dapat menjadi teknik standart untuk mendiagnosis abnormalitas
payudara yang teraba maupun yang tidak teraba.2
Teknik biopsi yang tersedia untuk mendiagnosis massa payudara yang teraba adalah
dengan Fine Needle Aspiration (FNA), core cutting needle biopsy, dan excisional
biopsy. FNA merupakan teknik yang mudah untuk dilakukan, namun dibutuhkan
sitopatologis yang ahli untuk dapat mengambil spesimen yang akurat untuk
diinterpretasikan. Sedangkan core cutting needle biopsy memiliki banyak keuntungan
dibandingkan FNA, salah satunya adalah dapat menentukan status reseptor estrogen dan
progesteron, serta jika adanya ekspresi berlebih dari HER-2. Metode termahal dan
menyakitkan bagi pasien adalah excisional biopsy. Biasanya dilakukan sebelum terapi
dengan tindakan pembedahan seperti lumpektomi. Untuk mendiagnosis massa payudara
yang tidak teraba, teknik yang dapat digunakan adalah image-guided core needle
biopsy. Penuntun ultrasound digunakan untuk lesi yang terlihat dengan modalitas ini,
kebanyakan kalsifikasi memerlukan penuntun stereotactic mammographic untuk
biopsi.2
2.1.6 Staging Kanker Payudara
Sistem staging untuk kanker payudara terakhir diperbaharui pada tahun 2002.
Perubahan-perubahan besar pada sistem tersebut berhubungan dengan klasifikasi Nodal
(N). Contohnya adalah perubahan staging pada metastasis ke limfonodi supraklavikula
yang diklasifikasikan menjadi N3 bukan M1.2
American Joint Committee on Cancer Staging
PRIMARY TUMOR (T)TX: Primary tumor cannot be assessedT0: No evidence of primary tumorTis: Intraductal carcinoma, lobular carcinoma in situ, or Paget's disease of the nipple with no associated invasion of normal breast tissue Tis (DCIS): Ductal carcinoma in situ Tis (LCIS): Lobular carcinoma in situ Tis (Paget's): Paget's disease of the nipple with no tumor. [Note: Paget's disease associated with a tumor is classified according to the size of the tumor.]T1: Tumor not larger than 2.0 cm in greatest dimension
T1mic: Microinvasion not larger than 0.1 cm in greatest dimension T1a: Tumor larger than 0.1 cm but not larger than 0.5 cm in greatest dimension T1b: Tumor larger than 0.5 cm but not larger than 1.0 cm in greatest dimension T1c: Tumor larger than 1.0 cm but not larger than 2.0 cm in greatest dimensionT2: Tumor larger than 2.0 cm but not larger than 5.0 cm in greatest dimensionT3: Tumor larger than 5.0 cm in greatest dimensionT4: Tumor of any size with direct extension to (a) chest wall or (b) skin, only as described below T4a: Extension to chest wall, not including pectoralis muscle T4b: Edema (including peau d'orange) or ulceration of the skin of the breast, or satellite skin nodules confined to the same breast T4c: Both T4a and T4b T4d: Inflammatory carcinoma
REGIONAL LYMPH NODES (N)NX: Regional lymph nodes cannot be assessed (e.g., previously removed)N0: No regional lymph node metastasisN1: Metastasis to movable ipsilateral axillary lymph node(s)N2: Metastasis to ipsilateral axillary lymph node(s) fixed or matted, or in clinically apparenta ipsilateral internal mammary nodes in the absence of clinically evident lymph node metastasis N2a: Metastasis in ipsilateral axillary lymph nodes fixed to one another (matted) or to other structures N2b: Metastasis only in clinically apparenta ipsilateral internal mammary nodes and in the absence of clinically evident axillary lymph node metastasis N3: Metastasis in ipsilateral infraclavicular lymph node(s) with or without axillary lymph node involvement, or in clinically apparenta ipsilateral internal mammary lymph node(s) and in the presence of clinically evident axillary lymph node metastasis; or, metastasis in ipsilateral supraclavicular lymph node(s) with or without axillary or internal mammary lymph node involvement N3a: Metastasis in ipsilateral infraclavicular lymph node(s) N3b: Metastasis in ipsilateral internal mammary lymph node(s) and axillary lymph node(s) N3c: Metastasis in ipsilateral supraclavicular lymph node(s)
DISTANT METASTASIS (M) MX: Presence of distant metastasis cannot be assessed M0: No distant metastasis M1: Distant metastasis
AJCC STAGE GROUPINGS Stage 0 Stage IIIA Stage IIICb
Tis, N0, M0 T0, N2, M0 Any T, N3, M0Stage I T1c, N2, M0 Stage IVT1c, N0, M0 T2, N2, M0 Any T, Any N, M1Stage IIA T3, N1, M0T0, N1, M0 T3, N2, M0T1c, N1, M0 Stage IIIB
T2, N0, M0 T4, N0, M0Stage IIB T4, N1, M0T2, N1, M0 T4, N2, M0T3, N0, M0a[Note: Clinically apparent is defined as detected by imaging studies (excluding lymphoscintigraphy) or by clinical examination or grossly visible pathologically.]b[Note: Classification is based on axillary lymph node dissection with or without sentinel lymph node (SLN) dissection. Classification based solely on SLN dissection without subsequent axillary lymph node dissection is designated (sn) for sentinel node, e.g., pN0(I+) (sn).]c[Note: T1 includes T1mic]Tabel2.1. Staging TNM kanker payudara (Diambil dari Devita, Devita, Hellman & Rosenberg's Cancer: Principles & Practice of Oncology, 8th Edition, 2008)2
2.1.7 Terapi Kanker Payudara
Kebanyakan pasien akan mendapatkan kombinasi dari terapi lokal untuk mengontrol
penyakit lokal dan terapi sistemik untuk melawan adanya metastasis mikro. Terapi lokal
meliputi dilakukannya pembedahan dan radioterapi. Terapi untuk kanker payudara
biasanya akan melibatkan lumpektomi (tindakan pembedahan untuk mengangkat tumor
yang berbatas tegas) dan mastektomi (tindakan pembedahan untuk mengangkat
payudara).3,5 Pada pasien dengan stage klinis I, II, dan T3N1, manajemen awal yang
selalu dilakukan adalah pembedahan. Sedangkan pada pasien dengan tumor T4 dan
pasien dengan nodal N2, pembedahan bukan merupakan langkah terapi pertama dan
pasien ini harus diterapi terlebih dahulu dengan terapi sistemik.2
Beberapa faktor klinis dan patologis dapat mempengaruhi pemilihan konservasi untuk
payudara atau mastektomi, karena dampaknya pada kekambuhan lokal setelah terapi.
Seperti pemilihan eksisi lengkap pada kanker payudara invasif dan in situ yang penting
untuk dilakukan.5
Pengangkatan beberapa bagian dari limfanodi di bawah lengan (axila) saat pembedahan
biasanya direkomendasikan untuk mencegah adanya kemungkinan penyebaran. Pada
wanita dengan stage awal, Sentinel Lymph Node Biopsy (SLNB), sebuah prosedur
dimana hanya limfanodi pertama sebagai tempat biasanya kanker menyebar itu diambil.
Prosedur ini sama efektifnya dengan diseksi seluruh bagian limfonodi axila. Selain itu
terapi lain yang juga terlibat adalah terapi radiasi, kemoterapi sebelum atau sesudah
pembedahan, terapi hormon (tamoxifen, aromatase inhibitors), atau terapi target.3
Manfaat terapi hormon telah dirasakan oleh wanita postmenopause dengan kanker
payudara yang diterapi mengggunakan aromatase inhibitor seperti letrozole, anastrozol,
atau exemestane, begitu pula dengan penggunaan tamoxifen. Sedangkan bagi wanita
yang positif HER2/neu dalam tes kankernya, terapi target dengan trastuzumab
(herceptin) dan lapatinib (tykerb) telah ditetapkan sebagai terapi yang dapat dilakukan.3
2.1.8 Prognosis Kanker Payudara
Survival rate untuk wanita yang terdiagnosis dengan kanker payudara terlokalisir adalah
98%. Jika kanker telah menyebar ke limfanodi dekat (regional) maka survival 5
tahunnya adalah 84%, apabila sudah jauh (distant stage) maka akan berkurang menjadi
23%.3
2.2 Kanker Kolorektal
2.2.1 Definisi dan Epidemiologi Kanker Kolorektal
Secara genetik, kanker kolorektal merupakan penyakit yang kompleks, dan gangguan
genetik sering berhubungan dengan progresi dari lesi premalignant (adenoma) menjadi
adenokarsinoma yang invasif.8 Kanker kolorektal merupakan kanker tersering ketiga
pada laki-laki maupun wanita. Diperkirakan terdapat 101.340 kasus kanker kolon dan
39.870 kasus untuk kanker rektum yang terjadi pada tahun 2011.3
Pada kebanyakan negara-negara di Asia, kanker kolorektal merupakan kanker yang
paling sering terjadi pada laki-laki dan menempati ranking 5 besar kanker laki-laki di
seluruh negara Asia kecuali Mongolia. Menurut data yang dibuat GLOBOCAN pada
tahun 2002, di Indonesia sendiri setelah 5 tahun pencatatan, prevalensi kanker
kolorektal menempati urutan pertama (23.713 orang) dari semua kasus kanker (133.183
orang) yang terjadi pada laki-laki. Sedangkan pada wanita, kanker kolorektal (23.216
orang) menempati urutan ketiga dalam data tersebut setelah kanker payudara (90.611
orang) dan kanker leher rahim (46.849 orang) dari jumlah total kejadian seluruh kanker
yakni pada 267.323 orang.6 Dan jika dibandingkan dengan negara berkembang yang
lain, insiden tertinggi kanker kolorektal pada pasien muda ada di Indonesia.9
Diperkirakan terjadi 49.380 kematian karena kanker kolorektal pada tahun 2011, yakni
sekitar 9% dari seluruh kematian karena kanker. Namun angka kematian kanker
kolorektal ini diketahui telah mengalami penurunan sejak lama. Sama seperti kanker
payudara, mungkin hal ini disebabkan oleh efek skrining dan terapi yang telah
berkembang untuk kedua jenis kanker ini. Tercatat sejak tahun 1998 terjadi penurunan
kematian kanker payudara pada laki-laki (2.8% per tahun) maupun pada wanita (2.7%
per tahun).2,3
2.2.2 Faktor Resiko Kanker Kolorektal
Terdapat dua jenis kanker kolorektal, yakni sporadik dan familial/herediter, dimana tipe
sporadik terjadi pada kebanyakan kasus.9 Etiologi kanker kolorektal sangatlah
kompleks, melibatkan interaksi antara faktor lingkungan dan genetik. Kedua faktor ini
dapat menyebabkan perubahan mukosa normal menjadi polip adenoma premalignant
dan akhirnya menjadi kanker kolorektal dalam beberapa tahun.2
2.2.2.1 pada laki-laki. Pengonsumsian daging merah juga dikatakan memiliki
hubungan dengan peningkatan resiko kanker kolorektal. Begitu pula dengan
daging yang digoreng, dibarbeque, atau olahan daging yang lainnya. Tingginya
protein dari hasil konsumsi daging diduga menyebabkan proses karsinogenesis,
walaupun bukti pastinya masih kurang. Secara mekanis, makanan tinggi protein
berhubungan dengan tingginya proliferasi epitel. Komponen lemak yang
terkandung dalam daging merah juga diduga merupakan tumor promoter, karena
lemak mungkin telah dimetabolisme oleh bakteri usus menjadi zat karsinogen,
yang akan menyebabkan proliferasi epitel kolon yang abnormal. Namun hingga
saat ini masih terlalu penting. Tetapi, obat-obat ini tidak direkomendasikan
sebagai langkah pencegahan untuk kanker kolorektal, karena keduanya memiliki
dampak yang serius bagi kesehatan.2,3
2.2.3 Tanda dan Gejala Kanker Kolorektal
Pada tahap awal kanker kolorektal tidak selalu menunjukkan gejala, sehingga biasanya
diperlukan skrining untuk mendeteksi pada tahap awal. Apabila sudah dalam tahap
lanjut dapat menyebabkan pendarahan rektum, darah di feses sehingga menyebabkan
perubahan warna feses menjadi gelap atau menghitam, perubahan konsistensi feses,
perubahan dalam kebiasaan buang air besar, nyeri kram pada perut bagian bawah,
obstruksi atau perforasi usus hingga penurunan berat badan yang cukup banyak. Pada
beberapa kasus, darah yang keluar karena kanker dapat menyebabkan anemia (sel darah
merah rendah) defisiensi besi, yang dapat menyebabkan gejala seperti kelemahan dan
kelelahan.3,8,10
2.2.4 Deteksi Dini Kanker Kolorektal
Skrining dapat mendeteksi dan langkah pengangkatan polip kolorektal sebelum
berkembang menjadi kanker, terutama bagi mereka yang melakukan deteksi dini pada
kanker tahap awal. Tes skrining primer untuk mendeteksi kanker adalah tes feses, atau
tes untuk mendeteksi kanker maupun pertumbuhan prekanker dapat dilakukan
pemeriksaan struktural mulai dari sigmoidoscopy, colonoscopy, CT colonography, dan
double-contrast barium enema.10
Test Benefits Performance & Complexity* LimitationsTest Time Interval
Flexible Sigmoidoscopy
• Fairly quick
• Few complications
• Minimal bowel preparation
• Minimal discomfort
• Does not require sedation or a specialist
Performance:High for rectum & lower one-third of the colon
Complexity:Intermediate
• Views only one-third of colon
• Bowel preparation needed
• Cannot remove large polyps
• Small risk of infection or bowel tear
• Slightly more effective when combined with annual fecal occult blood testing
• Colonoscopy necessary if abnormalities are detected
5 years
Colonoscopy
• Examines entire colon
• Can biopsy and remove polyps
• Can diagnose other diseases
Performance:Highest
Complexity:Highest
• Can miss some polyps and cancers
• Full bowel preparation needed
• Can be expensive
10 years
• Required for abnormal results from all other tests
• Sedation of some kind usually needed, necessitating a chaperone
• Patient may miss a day of work.
• Highest risk of bowel tears or infections compared to other tests
Double-contrast Barium Enema
• Can usually view entire colon
• Few complications
• No sedation needed
Performance:High
Complexity:High
• Can miss some small polyps and cancers
• Full bowel preparation needed
• Cannot remove polyps
• Exposure to low-dose radiation
• Colonoscopy necessary if abnormalities are detected
5 years
Computed Tomographic Colonography
• Examines entire colon
• Fairly quick
• Few complications
• No sedation needed
• Noninvasive
Performance:High
Complexity:Intermediate
• Can miss some polyps and cancers
• Full bowel preparation needed
• Cannot remove polyps
• Exposure to low-dose radiation
• Colonoscopy necessary if abnormalities are detected
5 years
Fecal Occult Blood Test
• No bowel preparation
• Sampling is done at home
• Low cost
• Noninvasive
Performance:Intermediate for cancer
Complexity:Lowest
• May require multiple stool samples
• Will miss most polyps and some cancers
• Higher rate of false-positives than other tests
• Pre-test dietary limitations
• Slightly more effective when combined with a flexible sigmoidoscopy every five years
Annual
• Colonoscopy necessary if abnormalities are detected
Stool DNA Test
• No bowel preparation
• Sampling is done at home
• Requires only a single stool sample
• Noninvasive
Performance:Intermediate for cancer
Complexity:Low
• Will miss most polyps and some cancers
• High cost compared to other stool tests
• New technology with uncertain interval between testing
• Colonoscopy necessary if abnormalities are detected
Uncertain
*Complexity involves patient preparation, inconvenience, facilities and equipment needed, and patient discomfort.
Tabel2.2. Metode skrining kanker kolorektal (Diambil dari American Cancer Society, Colorectal
Cancer Facts and Figures 2011-2013, 2011)10
2.2.5 Diagnosis Kanker Kolorektal
Selain mengenal berbagai gejala, penegakan diagnosis kanker kolorektal dapat
dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fisik. Terabanya massa, adanya darah segar
dari rektum (biasanya karena adanya kanker disisi kiri kolon atau rektum) atau melena
(karena adanya kanker disisi kanan kolon), hingga adenopati, hepatomegali, jaundice,
atau tanda pulmonal yang lain dapat muncul sebagai tanda metastasis. Komplikasi
kanker kolorektal juga dapat kita lihat dengan adanya pendarahan akut gastrointestinal,
obstruksi akut, perforasi, dan metastasis dengan gangguan fungsi organ yang lain.2
Nilai hasil tes laboratorium juga dapat digunakan, seperti anemia defisiensi besi,
gangguan elektrolit, dan abnormalitas fungsi hati. Level antigen karsinoembrionik
(CEA) mungkin juga akan didapatkan meningkat, dan hal ini menjadi indikasi monitor
yang paling membantu setelah tindakan operasi (post operasi) dan untuk estimasi
kematian karena tumor.2,8
Evaluasi untuk diagnosis haruslah lengkap meliputi riwayat pasien, riwayat keluarga
pasien, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium, kolonoskopi, dan pan-body CT scan.
Tentukan pula apakah terdapat tanda adanya metastasis setelah diagnosis primer
ditegakkan. Setelah ditetapkannya diagnosis dan staging, kolaborasi medis, radiasi, dan
ahli bedah onkologi diperlukan untuk formulasi dan implementasi rencana terapi.2
2.2.6 Staging Kanker Kolorektal
Staging kanker kolorektal harus dilakukan menggunakan sistem klasifikasi Tumor-
Node-Metastasis (TNM) dari American Joint Committee on Cancer (AJCC) / sistem
dari Union Internationale Contre le Cancer (UICC).2
Stage T N M0 Tis N0 M0
IT1 N0 M0T2 N0 M0
IIA T3 N0 M0IIB T4 N0 M0IIIA T1-2 N1 M0IIIB T3-4 N1 M0IIIC T any N2 M0IV T any N any M1
Tumor (T)Tis : In situ adenocarcinoma includes cancers confined to the glandular basement membrane or lamina propriaT1 : Tumors invade into but not through the submucosaT2 : Tumors invade into but not through the muscularis propriaT3 : Tumors invade through the muscularis propria into the subserosa or into nonperitonealized pericolic or perirectal tissueT4a : Tumors invade other named organs or structuresT4b : Tumor perforate the visceral peritoneumNode (N)N0 : Denotes that all nodes examined are negativeN1 : Includes tumors with metastasis in one to three regional lymph nodesN2 : Indicates metastasis in four or more regional lymph nodesMetastasis (M)M0 : No evidence of distant metastases is presentM1 : Identification of distant (involvement of the external iliac, common iliac, para-aortic, supraclavicular, or other nonregional lymph nodes) metastases
Tabel2.3. Staging kanker kolorektal AJCC (Diambil dari Devita, Devita, Hellman & Rosenberg's
Cancer: Principles & Practice of Oncology, 8th Edition, 2008)2
2.2.7 Terapi Kanker Kolorektal
Pembedahan merupakan terapi yang paling sering dilakukan untuk kanker kolorektal.3
Pembedahan adalah satu-satunya modalitas kuratif untuk kanker kolon yang masih lokal
(stage I-III) dan potensial sebagai pilihan kuratif untuk pasien dengan metastasis yang
terbatas pada hati dan/atau paru-paru (stage IV). Prinsip umum untuk semua operasi
adalah mengangkat tumor primer yang berbatas adekuat termasuk area drainase
limpatik.8
Kemoterapi atau dikombinasikan dengan radiasi, diberikan sebelum atau sesudah
pembedahan di kebanyakan pasien yang kankernya sudah menyebar ke limfonodi.
Kemoterapi sistemik memang merupakan manajemen standar bagi pasien dengan
kanker yang telah bermetastasis.8 Penggunaan kemoterapi adjuvant (obat anti kanker
yang ditambahkan pada terapi pembedahan atau radiasi) untuk kanker kolon pada
pasien berusia 70 tahun yang sehat sama efektifnya pada pasien yang lebih muda.3
2.2.8 Prognosis Kanker Kolorektal
Ketika kanker kolorektal terdeteksi pada tahap awal, pada stage lokal, angka survival
selama 5 tahun adalah 90%, tetapi hanya 39% kanker kolorektal yang terdiagnosis pada
stage ini karena tidak tergunakannya sistem skrining. Setelah kanker menyebar secara
regional yang melibatkan organ lain atau limfonodi, survival 5 tahun akan jatuh menjadi
70%. Saat kanker telah menyebar ke organ yang jauh, survival 5 tahun hanya 12%.3
2.3 Tindakan Pembedahan
2.3.1 Perkembangan dan Peranan Pembedahan Pada Kanker Secara Umum2
Terapi pembedahan saat ini telah meningkatkan jumlah pasien kanker yang sembuh
berkat 2 hal perkembangan dalam bidang pembedahan. Pertama adalah pengenalan
mengenai anestesi umum oleh dua orang dokter gigi, yakni Dr.William Morton dan
Dr.Crawford Long. Perkembangan utama kedua adalah hasil dari pengenalan prinsip
penggunaan antisepsis oleh Joseph Lister pada tahun 1867. Kedua perkembangan ini
membuat tindakan pembedahan bebas dari rasa sakit dan sepsis, sehingga pemilihan
terapi pembedahan untuk kanker sangat meningkat tajam.
Teknik anestesi modern telah meningkatkan keamanan dalam tindakan pembedahan
onkologi mayor. Teknik anestesi dapat dibedakan menjadi regional dan anestesi umum.
Anestesi regional akan melibatkan pemblokan persepsi nyeri dengan pemberian obat
anestesi lokal. Obat ini akan bekerja dengan mencegah aktivasi reseptor nyeri atau
memblok konduksi syaraf. Contohnya adalah lidocaine (Xylocain) pada konsentrasi
0.5% sampai 1.0% yang paling banyak digunakan.
Sedangkan anestesi umum merupakan mekanisme penghilangan kesadaran yang
reversibel, yang diakibatkan oleh agen kimia yang bekerja secara langsung di otak.
Prosedur onkologi mayor paling banyak lakukan dengan menggunakan anestesi umum,
yang bisa diberikan secara intravena atau bentuk inhalasi. Keuntungan penggunaan
anestesi intravena adalah akan secara cepat membuat pasien tidak sadar dan akan
membuatnya lebih nyaman serta lebih tenang dalam menerima tindakan pembedahan.
Namun seperti terapi yang lain, potensi keuntungan intervensi bedah pada pasien kanker
juga harus diukur dengan resiko pembedahan yang dapat terjadi. Insiden kematian
karena pembedahan merupakan hal penting yang harus dihindari. Hal inilah yang harus
diperhatikan saat memutuskan tindakan terapi, selain juga harus memperhatikan kondisi
yang berbeda-beda pada setiap pasien. Insiden kematian karena operasi merupakan hal
kompleks dari proses penyakit dasar yang melibatkan faktor pembedahan, teknik
anestesi, komplikasi operasi, dan yang paling penting adalah status kesehatan pasien
dan kemampuannya terhindar dari trauma karena operasi.
Selain itu, seluruh ahli bedah onkologi harus tetap waspada terhadap situasi beresiko
tinggi yang memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah keganasan. Beberapa
kondisi dasar atau kongenital atau faktor genetik akan berhubungan dengan sangat
tingginya insiden terhadap kanker. Pada saat kanker terjadi pada organ yang tidak vital,
pada saat itu diperlukan pengangkatan terhadap organ yang berpotensial, untuk
mencegah terjadinya keganasan.
Ilustrasi yang dapat dijadikan contoh adalah saat seorang pasien dengan faktor genetik
terkena polip multipel di kolonnya. Jika kolektomi tidak dilakukan pada pasien ini,
maka setengah persen kemungkinan pasien akan mengidap kanker kolon saat berusia 40
tahun. Sedang saat berusia 70, umumnya semua pasien dengan polip multipel akan
mengidap kanker kolon. Contoh kompleks yang lain adalah peranan pembedahan pada
pencegahan wanita yang beresiko tinggi terkena kanker payudara. Konseling untuk
menjelaskan keuntungan dan resiko dari mastektomi untuk pencegahan merupakan
bagian penting untuk dilakukan pada pasien ini.
Pembedahan dapat menjadi tindakan sederhana, metode yang aman untuk
menyembuhkan pasien dengan tumor padat/solid. Perluasan area reseksi pembedahan
akan melibatkan area regional yang dapat menyembuhkan beberapa pasien, walaupun
adanya mikrometastasis pada penyebaran regional selalu tidak terdeteksi awalnya.
Peranan terapi pembedahan pada pasien kanker dapat dibagi menjadi 6 area. Pertama
adalah sebagai terapi definitif terhadap kanker primer, pilihan yang tepat untuk terapi
lokal dan integrasi dengan modalitas terapi lainnya. Kedua adalah untuk menurunkan
kejadian kanker. Ketiga reseksi pembedahan untuk kuratif terhadap metastasis.
Keempat adalah pembedahan untuk terapi kegawatdaruratan onkologi. Kelima sebagai
langkah paliatif, dan keenam adalah untuk rekonstruksi serta rehabilitasi. Pada setiap
area, integrasi dengan modalitas terapi lain akan menjadi penting untuk keberhasilan
kesembuhan/kebaikan pasien.
2.3.2 Tindakan Pembedahan Pada Kanker Payudara5
2.3.2.2 Mastektomi
Sebanyak sepertiga kanker payudara simptomatik terlokalisir tidak dapat
disembuhkan hanya dengan konservasi payudara, tetapi dapat disembuhkan
dengan mastektomi. Mastektomi adalah langkah pembedahan untuk mengangkat
jaringan payudara dengan beberapa bagian kulit yang mendasari, biasanya juga
termasuk bagian puting. Payudara diangkat dari otot dinding dada (pectoralis
mayor, retus abdominus, dan serratus anterior). Tindakan ini harus dikombinasi
dengan pembedahan beberapa bagian axila.
2.3.3 Tindakan Pembedahan Pada Kanker Kolorektal
2.3.3.1 Polipektomi
Polipektomi adalah metode pembedahan untuk mengangkat pertumbuhan sel yang
abnormal atau yang masih dalam bentuk polip. Tindakan ini biasanya dilakukan
pada kanker kolorektal yang masih dalam tahap kasinoma in situ.10
2.3.3.2 Kolektomi
Kolektomi merupakan reseksi pembedahan untuk mengangkat kanker, bersamaan
dengan bagian sepanjang kolon atau rektum serta limfonodi yang menjadi tempat
tumor berkembang.10 Untuk lesi yang berada pada sekum dan sisi kanan kolon,
serta lesi yang berada pada bagian proksimal atau tengah kolon transverse,
lakukan hemikolektomi kanan. Untuk lesi yang ada di fleksura splenik dan sisi
kiri kolon, dapat dilakukan hemikolektomi kiri. Sedangkan untuk lesi pada kolon
sigmoid, melakukan kolektomi sigmoid merupakan langkah yang tepat.8
Gambar2.2. Standar kolektomi untuk adenokarsinoma pada kolon (Diambil dari
http://emedicine.medscape.com/article/277496-overview)8
2.3.3.3 Kolostomi
Ketika bagian kolon atau rektum telah diangkat, ahli bedah biasanya akan
menghubungkan bagian yang sehat dengan kantong datar fit yang berada diluar
tubuh pasien, agar pasien dapat membuang kotoran secara normal. Pada kasus ini,
ahli bedah akan membuat sebuah lubang (stoma) pada kulit abdomen untuk
saluran bagi kotoran terbuang dari tubuh. Kebanyakan pasien dengan kanker
kolorektal akan membutuhkan kolostomi hanya sementara saja, sampai kolon atau
rektum mereka pulih setelah dilakukan pembedahan. Walaupun begitu, terdapat 1
dari 8 orang pasien kanker rektum membutuhkan kolostomi yang permanen.10
2.4 Tindakan Kemoterapi dan Radioterapi pada Kanker Payudara dan Kanker
Kolorektal
Kemoterapi dan radioterapi merupakan pengobatan antikanker yang bertujuan untuk
untuk membunuh sel-sel kanker yang masih tersisa di dalam tubuh dan tidak bisa
dijangkau oleh tindakan pembedahan, mencegah rekurensi kanker dan mencegah
metastasis (terutama mikrometastasis).9 Kemoterapi maupun radiaoterapi dapat
diberikan setelah (terapi adjuvan) ataupun sebelum tindakan pembedahan dilakukan
(terapi neoadjuvan). Terapi neoadjuvan bertujuan untuk mengecilkan ukuran tumor
sehingga mudah untuk dilakukan pembedahan. Kemoterapi dan radioterapi juga dapat
diberikan sebagai terapi paliatif pada stadium lanjut untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien.9
Kemoterapi dapat diberikan melalui injeksi vena ataupun konsumsi oral. Kemoterapi
diberikan selama beberapa bulan dengan disertai dengan waktu jeda untuk pemulihan.
Pemberian obat kemoterapi biasanya diberikan lebih dari satu obat (kemoterapi
kombinasi) karena efektivitasnya yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan satu obat.
Kemoterapi kombinasi yang sering diberikan pada kanker payudara adalah CMF
(cyclophosphamide, Methotrexate dan 5-fluorouracil) dan CAF (cyclophospamide,
doxorubicin, 5-fluorouracil).9 Kemoterapi kombinasi yang sering digunakan pada
kanker kolorektal adalah FOLFOX (5-FU , leucoverin, dan oxaliplatin) dan kombinasi
antara 5-FU dan leucoverin.11 Efek samping kemoterapi yang sering muncul adalah
terjadinya immunodefisiensi, mual, rambut rontok dan kehilangan nafsu makan.9
Terapi radiasi merupakan terapi lokal dan bukan terapi sistemik. Terapi radiasi
diberikan dengan dosis yang kecil setiap satu hari dan diberikan selama beberapa
minggu dan bertujuan untuk membunuh sel-sel kanker yang tidak dapat dieliminasi oleh
tindakan pembedahan ataupun sebagai terapi neoadjuvan. Terapi radiasi pada kanker
kolon memiliki efektivitas yang rendah sehingga hanya digunakan pada kanker rektum.
Efek samping yang sering ditimbulkan dari terapi radiasi adalah immunodefisiensi, kulit
memerah, gatal dan kering.9
2.5 Pengobatan Alternatif
Pengobatan komplementer-alternatif menurut NCCAM (National Center for
Complementary and Alternative Medicine) adalah sebuah grup yang berbeda dari sistem
kesehatan medis yang, praktis, dan produknya yang saat ini masih dianggap bukan
bagian dari pengobatan konvensional (western medicine) 16. Pengobatan komplementer-
alternatif juga sering disebut pengobatan tradisional 17. Saat pengobatan tradisional
digunakan bersama dengan pengobatan konvensional maka pengobatannya disebut
pengobatan komplementer. Sebaliknya apabila tidak digunakan bersama pengobatan
tradisional maka disebut pengobatan alternatif 16.
Pengobatan alternatif dapat dibagi menjadi beberapa kategori atau domain16. Menurut
NCCAM ada lima kategori pengobatan komplementer-alternatif yaitu,
1. Biologically-based practices
2. Energy therapies
3. Manipulative and body-based methods
4. Mind-body medicine
5. Whole medical systems
Biologically-based practices merupakan praktek pengobatan dengan menggunakan
hasil-hasil alam. Hasil alam yang digunakan tidak hanya berasal dari tumbuhan tapi bisa
juga dari ektrak bahan hewani, vitamin, mineral, asam lemak, asam amino, protein,
prebiotic and probiotic, diet utuh, dan makanan fungsional. Energy therapies adalah
pengobatan dengan menggunakan energy yang dikirimkan ke tubuh pasien. Selanjutnya
manipulative and body-based methods merupakan kategori pengobatan dengan
memanipulasi fisik dari tubuh pasien. Contoh manipulative and body-based methods
adalah pada praktek tukang urut. Mind-body medicine merupakan terapi dengan fokus
pada interaksi antara otak, pikiran, badan, dan perilaku, dan merupakan cara yang cukup
kuat untuk mempengaruhi kesehatan secara mental, sosial, dan spiritual. Terakhir
adalah whole medical systems merupakan suatu sistem pengobatan yang secara
menyeluruh terpisah dari sistem pengobatan konvensional. Contoh dari whole medical
systems adalah pengobatan ayurweda16.
Pemanfaatan pengobatan tradisional cukup luas terutama pada negara-negara
berkembang. Bahkan di beberapa negara Asia dan Afrika sekitar 80% dari populasi
bergantung pada pengobatan tradisional sebagai pelayanan kesehatan tingkat primer. Di
negara maju sekitar 70-80% populasi menyatakan pernah mencoba pengobatan
alternatif. Pengobatan alternatif yang paling popular adalah terapi herbal. Terapi herbal
termasuk dalam kelompok biologically-based practices. Terapi herbal merupakan
bentuk terapi dengan memberikan sediaan yang menggunakan tumbuhan atau bagian
tertentu dari tumbuhan sebagai bahan aktif 17.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kategorik dengan desain studi penelitian
cross sectional
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di dua rumah sakit di kota Denpasar yaitu RSUP Sanglah
dan RS Prima Medika pada bulan November 2012
3.3 Besar Sampel dan Sumber Data
Sampel diambil dari dua rumah sakit di kota Denpasar yaitu RSUP Sanglah sebagai
rumah sakit umum rujukan pemerintah dan RS Prima Medika yang memiliki Cancer
Center sebagai pusat pengobatan pasien kanker. Sampel yang diambil adalah pasien
kanker payudara dan kanker kolorektal rawat inap dan rawat jalan di RSUP Sanglah dan
RS Prima Medika yaitu sebanyak 38 pasien. 30 pasien menderita kanker payudara dan 8
pasien menderita kanker kolorektal. Data kemudian didapatkan dari proses wawancara
berdasarkan kuisoner pada 38 pasien kanker payudara dan kanker kolorektal
3.4 Populasi Target dan Populasi Terjangkau
1. Populasi Target
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien kanker payudara dan
kanker kolorektal rawat inap dan rawat jalan di Rumah Sakit yang berada di
wilayah Denpasar.
2. Populasi Terjangkau
Sampel penelitian rawat inap di RSUP Sanglah didapatkan dari pasien rawat
inap di Angsoka III sedangkan untuk rawat jalan didapatkan dari pasien yang
mengujungi Poli Bedah Onkologi RSUP Sanglah pada tanggal 7-12 November
2012. Sampel penelitian rawat jalan di RS Prima Medika didapatkan dari pasien
yang mengujungi Cancer Center RS Prima Medika pada 7-12 November 2012.
3.5 Kriteria Penelitian
Kriteria Inklusi :
Pasien rawat inap dan rawat jalan yang menderita kanker payudara dan kanker
kolorektal di RSUP Sanglah dan RS Prima Medika berdasarkan pemeriksaan
fisik, imaging, dan histopatologis.
Pasien kanker payudara dan kanker kolorektal yang bersedia dan mampu untuk
menjalani proses wawancara.
Kriteria Eksklusi
Pasien rawat inap dan rawat jalan dengan kanker yang bermetastasis pada
payudara dan kolorektal.
Pasien kanker payudara dan kanker kolorektal yang tidak bersedia dan tidak
mampu untuk menjalani proses wawancara.
3.6 Definisi Operasional Penelitian
Kanker Payudara : proses malignansi primer yang terjadi pada payudara
dimana diagnosisnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, imaging, dan
diagnosis pasti berdasarkan pemeriksaan histopatologis.
Kanker Kolorektal : proses malignansi primer yang terjadi pada kolon dan
atau rektum dimana diagnosisnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
imaging, dan diagnosis pasti berdasarkan pemeriksaan histopatologis.
Pembedahan : terapi antikanker dengan membuka bagian tubuh dan
mengangkat sel kanker yang ada dan/atau memotong serta mengangkat
sebagian/seluruh bagian organ yang terinvasi oleh sel kanker
Kemoterapi : pengobatan antikanker yang bekerja secara sistemik dan
dapat diberikan lewat oral maupun injeksi.
Radioterapi : pengobatan antikanker yang bekerja secara lokal dan
diberikan lewat penyinaran radiasi pada lokasi tumor.
Persepsi : Proses aktivitas seseorang dalam memberikan kesan ,
penilaian, pendapat, merasakan dan menginterpretasikan suatu hal dari sumber
lain (yang dipersepsi). Dalam penelitian ini persepsi dinilai dari takut atau
tidaknya pasien untuk menjalankan kemoterapi dan radioterapi beserta
alasannya.
Pengobatan alternatif: pengobatan/terapi non-konvensional yang pernah dijalani
pasien.
3.7 Kerangka Penelitian
Populasi Target
Populasi terjangkau
Wawancara Berdasarkan Kuisoner
Data dimasukkan dan diolah dengan menggunakan program SPSS 17.0
Hasil Penelitian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Distribusi Pasien Kanker Payudara dan Kanker Kolorektal Berdasarkan
Diagnosis, Umur, Tingkat Pendidikan dan Stadium
4.1.1 Distribusi Menurut Diagnosis
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sebanyak 38 orang yang terdiri dari
30 pasien kanker payudara (78,9%) dan 8 pasien kanker kolorektal (21,1%).
4.1.2 Distribusi Menurut Umur
Dari hasil analisis data melalui program SPSS 13.0, mean usia dari pasien kanker
payudara dan pasien kanker kolorektal yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah
48 tahun. Distribusi sampel berdasarkan kategori umur adalah umur 21-30 (2,6%), 31-
40 (26,3%), 41-50 (39,5%), 51-60 (26,3%), 61-70 (5,3%).
Grafik 4.1 Distribusi Sampel Menurut Kategori Umur
4.1.2 Distribusi Menurut Tingkat Pendidikan
Hasil analisis data menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pasien kanker payudara dan
pasien kanker kolorektal yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah: Tidak Sekolah
(15,8%), SD (39,5%), SMP (15,8%), dan Sarjana (15,8%).
Grafik 4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan
4.1.3 Distribusi Menurut Stadium
Hasil analisis data menunjukkan bahwa stadium penyakit pasien kanker payudara dan
pasien kanker kolorektal yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah : stadium I
(0%), II (13,2%), III (65,8%), dan IV (21,1%).
Grafik 4.3 Distribusi Sampel Menurut Stadium Kanker.
4.2 Persepsi Pasien Kanker Payudara dan Kanker Kolorektal terhadap Tindakan
Pembedahan
4.2.1 Hasil
Hasil yang didapatkan melalui questionnaire sebanyak 65.8% pasien (25 orang)
menyatakan takut untuk menjalani tindakan pembedahan sebagai terapi kankernya.
Lebih rincinya adalah 50% dari 8 orang pasien kanker kolorektal (4 orang) dan 70%
dari 30 orang pasien kanker payudara (21 orang).
Terdapat banyak faktor yang menjadi penyebab ketakutan tersebut. Setidaknya terdapat
lima faktor utama yang menjadi dasar terhadap persepsi negatif mengenai tindakan
pembedahan. Kelima faktor tersebut adalah ketakutan karena proses pembedahan,
ketakutan karena kemungkinan kegagalan, ketakutan akan adanya komplikasi/efek
samping yang muncul, ketakutan karena biaya yang tidak terjangkau, dan faktor
ketakutan yang lainnya. Hasil dari 65.8% pasien yang takut dengan tindakan
pembedahan, 56%-nya mengatakan bahwa alasan ketakutannya adalah mengenai proses
dari pembedahan itu sendiri.
Grafik4.4. Persentase persepsi terhadap tindakan pembedahan pada 38 orang pasien kanker payudara dan kanker kolorektal di RSUP Sanglah dan RS Prima Medika
56%
12%
20%
8%4%
Faktor Ketakutan
Proses bedahKegagalanKomplikasiBiayaLain-lain
Diagram lingkaran4.1. Persentase faktor ketakutan terhadap tindakan pembedahan pada pasien kanker payudara dan kanker kolorektal yang takut terhadap pembedahan di RSUP Sanglah dan RS Prima Medika
Walaupun sebanyak 48% (12 orang) dari 65.8% pasien yang takut tersebut akhirnya
tetap mau untuk dilakukan pembedahan, namun sebanyak 52% (13 orang) sisanya
memilih untuk tidak melakukan pembedahan. Dimana 40%-nya (10 orang) lebih
memilih untuk menjalani pengobatan alternatif dan 12% (3 orang) lainnya justru
membiarkan kanker yang dideritanya tanpa dilakukan tindakan apapun. Durasi
penundaan untuk dilakukannya tindakan pembedahan karena lebih memilih pengobatan
alternatif maupun karena hanya dibiarkan ternyata cukup bervarisasi, dari rentang bulan
hingga tahunan.
No. Durasi dibiarkan Jumlah pasien (%)
1.
2.
3.
0 sampai ≤ 6 bulan
>6 bulan sampai ≤ 1 tahun
>1 tahun
2 (70%)
0 (0%)
1 (30%)
Tabel4.1. Durasi lamanya kanker dibiarkan tanpa dilakukan pembedahan pada pasien kanker payudara dan kanker kolorektal yang takut terhadap pembedahan di RSUP Sanglah dan RS Prima Medika
No. Durasi alternatif Jumlah pasien (%)
1.
2.
3.
4.
<1 tahun
1-2 tahun
3-4 tahun
5 tahun
4 (40%)
2 (20%)
2 (20%)
2 (20%)
Tabel4.2. Durasi lamanya pengobatan aslternatif tanpa dilakukan pembedahan pada pasien kanker payudara dan kanker kolorektal yang takut terhadap pembedahan di RSUP Sanglah dan RS Prima Medika
Jika dijabarkan lebih rinci menurut jenis kankernya, dari 4 orang pasien kanker
kolorektal yang takut, keseluruhannya memilih untuk tetap mau dilakukan pembedahan.
Sedangkan dari 21 orang pasien kanker payudara yang takut, kebanyakan dari mereka
(48%) lebih memilih melakukan pengobatan alternatif.
Seluruh pasien yang takut dengan pembedahan dan membiarkan kankernya, rata-rata
datang dalam keadaan terlambat ke Rumah Sakit untuk mendapatkan pengobatan
Diagram lingkaran4.2&4.3. Persentase tindakan lain yang dilakukan oleh pasien kanker payudara dan tindakan lain yang dilakukan oleh pasien kanker kolorektal di RSUP Sanglah dan RS Prima Medika
konvensional. Didapatkan 60% pasien (15 orang) dari pasien yang takut, datang dalam
stage yang sudah lanjut, 44% (11 orang) dengan stage III dan 16% (4 orang) dengan
stage IV.
Diagram lingkaran4.4. Persentase stage pasien yang takut pembedahan saat datang ke Rumah Sakit untuk mencari pengobatan konvensional di di RSUP Sanglah dan RS Prima Medika
Saat kita bagi, dari 3 orang pasien yang takut pembedahan lalu membiarkan kankernya,
67% (2 orang) datang ke Rumah Sakit sudah dalam stage III. Sedangkan yang memilih
untuk mengobatinya dengan alternatif, hanya 10% (1 orang) saja yang datang dengan
stage dini, yaitu stage II.
Obat saja14%
Alternatif48%
Tetap mau dibedah
38%
Pasien kanker payudara
Tetap mau dibedah
100%
Pasien kanker kolorektal
8%
44%
16%
32%
Stage pasien
IIIIIIVunidentified
Stage III67%
Stage IV33%
Karena dibiarkan
Diagram lingkaran4.5&4.6. Persentase stage pasien yang takut pembedahan lalu dibiarkan dan ke alternatif saat datang ke Rumah Sakit untuk mencari pengobatan konvensional di di RSUP Sanglah dan RS Prima Medika
4.2.2 Pembahasan
Terdapat 65.8% pasien yang ternyata takut dengan dilakukannya pembedahan sebagai
terapi kankernya. Hal ini dapat disebabkan oleh persepsi negatif pasien terhadap
pembedahan yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Ketakutan pasien karena proses
pembedahan sendiri menunjukkan bagaimana edukasi maupun penjelasan tentang
pembedahan ke pasien yang masih sangat minim. Dengan kemajuan teknik
pembedahan, misalnya yaitu penggunaan anestesi dan antisepsis, seharusnya pasien
tidak perlu lagi khawatir dengan rasa sakit atau hal lain yang berkaitan dengan proses
saat pembedahan. Sehingga tidak sedikit pasien (21.1%) cenderung terpaksa/pasrah
dengan keadaannya tanpa teredukasi dengan baik tentang penyakit maupun tindakan
terapinya.
Bagi pasien kanker kolorektal, kebanyakan dari mereka tetap mau untuk menjalani
pembedahan walaupun dalam keadaan takut atau terpaksa. Hal ini mungkin dikarenakan
gejala yang mereka alami telah sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Contohnya
adalah perubahan dalam kebiasaan buang air besar, perut kembung, kram dan lain
sebagainya. Berbeda dengan situasi yang dihadapi oleh pasien kanker payudara. Hampir
seluruh pasien kanker payudara tidak merasakan hal apapun saat fase awal terkena
kanker payudara. Gejala yang paling banyak dirasakan hanyalah adanya benjolan di
daerah payudara hingga ketiak, dimana benjolan ini tidak terasa nyeri sehingga tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari pasien. Dengan begitu, pasien kanker payudara lebih
Stage II10%
Stage III30%
Stage IV20%
unidentified40%
Karena ke alternatif
sering membiarkan tumor yang ia rasakan, atau mencoba pengobatan alternatif untuk
menghilangkan tumor tersebut.
Ketakutan pasien ini ternyata berdampak besar bagi pertumbuhan sel-sel kanker.
Beralihnya pasien untuk berobat menggunakan alternatif, ataupun justru hanya
dibiarkan, secara tidak langsung akan memberikan cukup durasi waktu bagi sel kanker
untuk berkembang. Tindakan sia-sia ini dilakukan oleh pasien yang ingin menghindar
dari tindakan pembedahan.
Sehingga akibat rasa takut dan tindakan penundaan terhadap pembedahan ini, membuat
pasien akan datang terlambat, dalam arti dengan stage lanjut bahkan terminal, untuk
mencari pengobatan konvensional kanker di Rumah Sakit. Hal ini sangat perlu
dihindari, karena kemungkinan pasien untuk sembuh akan sangat kecil.
4.3 Persepsi Pasien Kanker Payudara dan Kanker Kolorektal terhadap
Kemoterapi dan Radioterapi
4.2.1 Riwayat Menjalani Kemoterapi dan atau Radioterapi
Pasien kanker payudara dan kanker kolorektal yang dijadikan sampel pada penelitian ini
63,2% pernah menjalani kemoterapi dan radioterapi, sedangkan 36,8% sampel tidak
pernah menjalani kemoterapi dan radioterapi.
Ya63.2%
Tidak36.80%
Diagram lingkaran4.7 Riwayat Kemoterapi dan atau Radioterapi
4.2.2 Pengetahuan Tentang Kemoterapi dan Radioterapi
Pengetahuan tentang kemoterapi dan radioterapi dinilai dari tahu tidaknya pasien
mengenai pengertian dan efek samping dari kemoterapi dan radioterapi. Pada penelitian
ini 31,6 % pasien tahu dan mengerti, sedangkan 68,4% tidak tahu dan tidak mengerti
tentang kemoterapi dan radioterapi.
Tahu32%
Tidak Tahu68%
Diagram lingkaran4.8 Pengetahuan Tentang Kemoterapi dan Radioterapi
4.2.3 Persepsi Pasien Kanker Payudara dan Kanker Kolorektal Terhadap
Kemoterapi dan Radioterapi
Persepsi pasien dinilai dari takut atau tidaknya pasien untuk menjalani kemoterapi
ataupun radioterapi dan dinilai dari proses wawancara berdasarkan kuisioner. Jika
pasien sebelumnya telah menjalani kemoterapi dan atau radioterapi maka yang
ditanyakan adalah persepsi pasien sebelum menjalani kemoterapi dan atau radioterapi
untuk pertama kali. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 21.1% pasien berani, 52.6%
pasien takut, dan 26.3% pasien pasrah untuk menjalani kemoterapi dan atau radioterapi.
21%
53%
26%
BeraniTakutPasrah
Diagram lingkaran4.9 Persepsi Pasien dalam Menjalani Kemoterapi dan Radioterapi
Alasan pasien kanker payudara dan kanker kolorektal takut/tidak mau dikemoterapi dan
atau diradioterapi berdasarkan kuisioner dibagi menjadi 5 variabel yaitu takut gagal,
takut efek samping yang muncul, biaya yang mahal, dan karena berlangsung dalam
jangka waktu yang lama. Hasil analisis data menunjukkan bahwa 26,3% takut gagal,
39,5% takut efek samping, 7,9% biaya yang mahal, 10,5% karena berlangsung dalam
jangka waktu yang lama, dan 15,8% tidak takut.
Takut Gagal Efek Samping Biaya Jangka Waktu Lama
Tidak Takut0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
26.3 %
39.5%
7.9%10.5%
15.8%
Grafik 4.5 Alasan Pasien Takut atau Tidak Mau Untuk Menjalani Kemoterapi dan atau
Radioterapi
Seberapa besar ketakutan terhadap kemoterapi dan radioterapi mempengaruhi kemauan
untuk akhirnya dikemoterapi dan atau diradiaoterapi pada kuisoner dibagi menjadi 4
variabel yaitu sangat takut sehingga tidak menjalani kemoterapi dan radioterapi lalu
dibiarkan, sangat takut sehingga tidak menjalani kemoterapi dan radioterapi lalu
memilih alternatif, takut namun tetap mau menjalani kemoterapi dan atau radioterapi,
dan tidak dan takut dan mau menjalani kemoterapi dan atau radioterapi.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa 13,20% pasien sangat takut dengan kemoterapi
dan radioterapi sehingga tidak dilakukan lalu penyakitnya didiamkan, 10,50% sangat
takut kemoterapi dan raoterapi sehingga memilih pengobatan alternatif, 50% lumayan
takut tapi tetap mau menjalani kemoterapi dan radioterapi, dan 26,30% tidak takut dan
mau menjalani kemoterapi dan atau radioterapi.
0
20
40
60
13.2% 10.5%
50%
26.3%
Grafik 4.6 Besar Ketakutan dalam Mempengaruhi Keputusan Untuk Dikemoterapi dan atau d
iradioterapi
4.3 Diskusi dan Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian ini, distribusi pasien kanker payudara dan kanker
kolorektal menurut umur yang terbanyak adalah pada kategori umur 41-50 dengan mean
usia 48 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian deskriptif sebelumnya yang
menyebutkan bahwa rentang umur tersering terjadinya kanker payudara adalah 41-
50.12,13
Stadium terbanyak pada sampel penelitian ini adalah stadium III (65,8%), dan disusul
oleh stadium IV (21,1%). Hasil penelitian ini mendukung hasil temuan dari Depkes RI
yang menyebutkan bahwa lebih dari 50% pasien datang pada stadium lanjut. Penyebab
keterlambatan pasien kanker untuk datang ke rumah sakit masih belum banyak diteliti
lebih jauh namun diduga disebabkan karena kurangnya pemahaman pasien tentang
kanker dan pengobatannya (operasi, kemoterapi), masih kurangnya deteksi dini di
Indonesia seperti gerakan SADARI dan pemeriksaan rutin mammografi, dan masih
tingginya minat masyarakat untuk pergi ke pengobatan alternatif dan mengesampingka
terapi medis. Hal – hal tersebut masih sebatas dugaan dan memerlukan penelitian yang
lebih lanjut.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman pasien kanker payudara
dan kanker kolorektal terhadap tindakan kemoterapi dan radioterapi masih cukup rendah
dimana 68,4% sampel tidak tahu dan tidak mengerti tentang tindakan kemoterapi dan
radioterapi. Pemahaman yang kurang tentang tindakan kemoterapi dan radioterapi ini
nantinya dapat mengakibatkan timbulnya persepsi negatif terhadap tindakan kemoterapi
dan radioterapi. Maka dari itu praktisi kesehatan khususnya dokter harus mampu untuk
memberikan KIE (komunikasi , informasi, edukasi) yang baik kepada pasien kanker
agar pasien benar-benar memahami apa itu kanker beserta modalitas terapinya.
Penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas pasien masih takut terhadap tindakan
kemoterapi dan radioterapi (52,6% ) dan takut efek samping (39,5%) sebagai alasan
tertinggi pasien takut menjalani kemoterapi dan radioterapi. Masih tingginya ketakutan
pasien terhadap tindakan kemoterapi dan radioterapi dapat mengakibatkan pasien untuk
enggan untuk menjalani kemoterapi dan radioterapi lalu dibiarkan (13,20%) atau pergi
ke pengobatan alternatif (10,50%). Hal ini tentunya memperburuk keadaan pasien dan
mungkin menjadi penyebab pasien untuk datang ke rumah sakit pada stadium yang
lanjut.
Hasil penelitian terkait pengaruh persepsi negatif (ketakutan pasien untuk menjalani
kemoterapi dan radioterapi) pada pengambilan keputusan untuk menjalankan
kemoterapi dan radioterapi menunjukkan bahwa mayoritas pasien kanker takut namun
tetap mau menjalankan kemoterapi dan radioterapi (50%). Kemungkinan hasil ini bias
karena mayoritas sampel telah menjalani tindakan kemoterapi dan atau radioterapi
sebelumnya (63,2%) . Hal ini dapat menjadi pertimbangan bagi penelitian selanjutnya
untuk mengambil sampel yang belum pernah menjalani kemoterapi dan radioterapi agar
hasil tidak bias.
4.4 Riwayat Pengobatan Alternatif pada Pasien Kanker Payudara dan Kanker
Kolorektal
4.4.1 Hasil
Berdasarkan hasil kuisioner didapatkan bahwa 23 pasien (60,5%) menyatakan pernah
menjalani pengobatan alternatif. Kemudian diantara 23 pasien tersebut 10 orang
diantaranya (43,48%) menggunakan pengobatan alternatif sebelum mengunjungi dan 13
orang (56,52%) sisanya menyatakan berobat ke pengobatan alternatif setelah
mengunjungi dokter. Alasan pasien untuk mengunjungi pengobatan alternatif telah
dikelompokkan menjadi 3 yaitu ketakutan pasien akan pengobatan konvensional, pasien
merasa pengobatan alternatif lebih baik dari pengobatan konvensional, dan biaya
pengobatan alternatif yang lebih murah. Hasil yang didapatkan adalah sebanyak 14
orang (60,87%) takut menjalani pengobatan konvensional, 3 orang (26,09%) merasa
pengobatan alternatif lebih baik dari pengobatan konvensional, 6 orang (13,04%) karena
alasan biaya.
Diagram lingkaran4.10 persentase alasan pasien memilih pengobatan alternatif.
Metode pengobatan alternatif yang terbanyak, yaitu sebesar 78,26% (18 orang) dipilih
oleh pasien adalah dengan menggunakan produk herbal. Sebanyak 3 pasien (13,04%)
memakai lebih dari 1 metode. Sedangkan sisanya memilih menggunakan metode
pengobatan tenaga dalam atau manipulative & body based methods.
Diagram lingkaran4.11 Persentase metode pengobatan alternatif yang dipilih oleh pasien
kanker payudara dan kanker kolorektal di RSUP Sanglah dan RS Prima Medika.
Durasi kunjungan pasien ke pengobatan alternatif cukup bervariasi. Oleh sebab itu pada
penelitian ini durasi kunjungan dikelompokkan menjadi 3 yaitu, yang kurang dari sama
dengan 6 bulan, antara 6 bulan hingga 1 tahun dan yang lebih dari 1 tahun.
Table4.3 Tabel lama pengobatan alternatif pasien kanker payudara dan kanker
kolorektal di RSUP Sanglah dan RS Prima Medika.
No
.
Lama pengobatan Alternatif Jumlah pasien
(persentase)
1.
2.
3.
0sampai ≤ 6 bulan
6 bulan sampai ≤ 1 tahun
>1 tahun
14(60,9%)
4(17,4%)
5(21,7%)
Ada beberapa sumber informasi bagi pasien tentang pengobatan alternatif yang ada dan
juga metode yang dipakai. Pasien bisa mendapatkan informasi tentang pengobatan
alternatif dari orang yang dekat/dikenal oleh pasien seperti keluarga, teman, atau
tetangga dan ada juga dari media elektronik seperti televisi. Dari hasil kuisioner
menunjukkan sebagian besar informasi, 17 orang menyatakan informasi (73,91%)
didapat dari orang yang dikenal/dekat dengan pasien. Sedangkan 6 pasien lainnya
(26,09%) menyatakan mendapatkan informasi dari media elektronik yaitu televisi.
Diagram lingkaran4.12 Persentase sumber informasi pengobatan alternatif
pasien.
Hasil pengobatan alternatif yang dirasakan pasien di tempat penelitian ada 2 yaitu
pasien merasa tidak ada perubahan setelah terapi dan ada sebagian merasa adanya
perburukan gejala. Sebanyak 12 orang pasien menyatakan tidak ada perubahan dan 11
orang lainnya menyatakan gejala kanker mereka semakin memburuk. Kedua alasan
inilah yang akhirnya membuat pasien kembali berobat ke Rumah Sakit.
Diagram lingkaran4.13 Persentase hasil terapi pengobatan alternatif pasien
kanker payudara dan kanker kolorektal di RSUP Sanglah dan RS Prima Medika.
4.4.2 Pembahasan
Pengobatan alternatif oleh WHO disebutkan bahwa pengaplikasianya cukup luas
terutama pada negara-negara berkembang. Bahkan di beberapa negara Asia dan Afrika
sekitar 80% dari populasi bergantung pada pengobatan tradisional sebagai pelayanan
kesehatan tingkat primer. Di negara maju sekitar 70-80% populasi menyatakan pernah
mencoba pengobatan alternatif 6. Kemudian hasil penelitian ini didapatkan bahwa
sekitar 60% pasien kanker payudara dan kanker kolorektal pernah memakai terapi
pengobatan alternatif. Bahkan lebih dari 50% mengunjungi pengobatan alternatif setelah
mengunjungi dokter. Ada berbagai alasan yang diutarakan oleh pasien antara lain adalah
ketakutan pasien akan pengobatan konvensional, pasien merasa pengobatan alternatif
lebih baik dari pengobatan konvensional, dan biaya pengobatan alternatif yang lebih
murah. Ketakutan pasien, menurut penelitian Affandi, disebabkan sebagian besar oleh
karena proses pembedahan yang merupakan terapi utama dari kanker pada pengobatan
konvensional 7.
Jenis pengobatan alternatif yang paling banyak dipakai oleh pasien adalah dengan
menggunakan produk herbal. Hal ini nampaknya didasari oleh kepercayaan pasien
bahwa produk herbal cenderung lebih aman dan tidak menimbulkan efek samping. Pada
pasien beberapa pasien kanker kolorektal penggunaan obat herbal mampu mengurangi
gejala konstipasi pasien. Namun pada akhirnya pasien tersebut akhirnya kembali lagi
untuk berobat ke rumah sakit. Durasi terapi dengan pengobatan alternatif sendiri pada
14 pasien (60,9%) berlangsung antara 1 hingga 6 bulan.
Hasil wawancara pasien juga menunjukkan bahwa pasien mendapatkan informasi akan
pengobatan alternatif dari orang terdekat pasien seperti keluarga, teman, maupun
tetangga. Hal ini tampaknya memperlihatkan bahwa informasi dan pengetahuan
masyarakat tentang kanker tampaknya kurang Sumber informasi lain akan pengobatan
alternatif juga didapatkan pasien melalui media elektronik yaitu televisi. Terakhir hal-
hal yang akhirnya membawa pasien untuk kembali berobat ke pengobatan konvensional
adalah hasil terapi pengobatan alternatif yang tidak memuaskan. Dua alasan yang
membuat pasien kembali berobat ke RS karena tidak adanya perubahan gejala atau
karena gejala memburuk.
Penelitian ini masih perlu dikembangkan lebih lanjut lagi. Hal ini disebakan karena
jumlah sampel yang sedikit. Selain itu variasi penelitian ini hanya mengambil 2 jenis
kanker yaitu kanker payudara dan kanker kolorektal sedangkan ada beberapa jenis
kanker lainnya yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Namun sisi baiknya adalah
penelitian ini dapat memberikan gambaran bahwa pengetahuan masyarakat tentang
kanker ternyata masih kurang. Kurangnya pengetahuan masyarakat ini akhirnya
menyebabkan keterlambatan pasien untuk berobat ke pusat-pusat pelayanan kesehatan.
Tentunya hal ini berakibat buruk mengingat kanker adalah penyakit dengan tingkat
mortalitas yang tinggi.
4.5 Pengetahuan Pasien tentang SADARI (Periksa Payudara Sendiri)
4.5.1 Hasil
Sampel yang didapatkan di rumah sakit pusat umum Sanglah dan rumah sakit Prima
Medika adalah sebanyak 30 pasien merupakan pasien kanker payudara. Hasil kuisioner,
menunjukkan bahwa 4 pasien (13,3%) tahu dan pernah mendengar tentang SADARI
sedangkan sisanya 26 pasien (86,67%) tidak tahu dan tidak pernah mendengar tentang
SADARI. Sedangkan dari 4 pasien yang tahu tentang SADARI, sekitar 50% (n=2) yang
pernah atau rutin melakukan SADARI.
13.33%
86.67%
Pasien yang tahu tentang SADARI
Ya Tidak
Diagram lingkaran4.14 persentase pasien yang tahu tentang SADARI
50%50%
persentase pasien yang rutin SADARI
PERNAH TIDAK
Diagram lingkaran4.15 persentase pasien yang rutin SADARI dari pasien yang tahu tentang SADARI.
Dari 26 pasien yang tidak tahu dan tidak pernah mendengar SADARI, terdapat 4 pasien
(15,3%) yang pernah melakukan SADARI. Mereka tidak pernah tahu atau mendengar
istilah SADARI dan mendapatkan info tentang pemeriksaan payudara dari saudara atau
teman yang mengalami kanker payudara.
15%
85%
Pasien pernah SADARI
PERNAHTIDAK
Diagram lingkaran4.16 persentase pasien yang pernah sadari dari pasien yang
tidak tahu tentang sadari.
4.5.2 Pembahasan
Dari hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa sekitar 13,3% ( 4 pasien) dari pasien
kanker payudara yang tahu tentang SADARI dan sisanya 86.7% (26 pasien) tidak tahu
tentang SADARI. Sedangkan pasien yang rutin melakukan SADARI dari yang tahu
tentang SADARI hanya 2 pasien (50%). Ini menunjukkan kurangnya sosialisasi dan
pengetahuan pasien tentang SADARI.
Hasil wawancara menunjukkan kurangnya pengetahuan pasien tentang gejala dan tanda
dari kanker payudara, sehingga mereka membiarkan benjolan yang ada sehingga
menjadi semakin besar dan menjadi stadium yang lebih lanjut.
4.6 Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan mempunyai keterbatasan dan kekurangan yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian. Diantaranya adalah jumlah sampel yang relatif sedikit
yaitu 38 sampel, dan proporsi sampel antara pasien kanker payudara dan kanker
kolorektal yang tidak seimbang yaitu 30 kanker payudara dan 8 kanker kolorektal.
Keterbatasan ini diakibatkan karena waktu pengumpulan sampel yang relatif singkat.
BAB V
SIMPULAN
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan , maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Distribusi pasien kanker payudara dan kanker kolorektal yang berada di Rumah
Sakit wilayah Denpasar menurut kategori umur adalah umur 21-30 (2,6%), 31-
40 (26,3%), 41-50 (39,5%), 51-60 (26,3%), 61-70 (5,3%). Distribusi menurut
tingkat pendidikan adalah : tidak sekolah (15,8%), SD (39,5%), SMP (15,8%),
dan Sarjana (15,8%). Distribusi menurut stadium adalah : stadium I (0%), II
(13,2%), III (65,8%), dan IV (21,1%).
2. Penelitian ini menujukkan masih adanya rasa takut pasien terhadap tindakan
pembedahan untuk kanker. Dimana rasa takut ini merupakan dampak dari
ketidakpahaman pasien akibat kurangnya edukasi dan penjelasan tentang
prosedur dilakukannya pembedahan. Persepsi yang salah tentang pembedahan
karena berbagai faktor ketakutan pasien, hanya akan membuat pasien datang
dalam keadaan terminal saat mencari pengobatan konvensional ke Rumah Sakit.
3. Pasien kanker payudara dan kanker kolorektal yang menjadi sampel pada
penelitian ini 63,2% pernah menjalani kemoterapi dan atau radioterapi,
sedangkan 36,8% sampel tidak pernah menjalani kemoterapi dan atau
radioterapi.
4. Tingkat pengetahuan pasien kanker payudara dan kanker kolorektal terhadap
kemoterapi dan radioterapi adalah : 31,6 % pasien tahu dan mengerti, sedangkan
68,4% tidak tahu dan tidak mengerti tentang kemoterapi dan radioterapi.
5. Persepsi pasien kanker payudara dan kanker kolorektal yang berada di rumah
sakit wilayah Denpasar terhadap tindakan kemoterapi dan atau radioterapi
adalah : 21.1% pasien berani, 52.6% pasien takut, dan 26.3% pasien pasrah
untuk menjalani kemoterapi dan atau radioterapi. Alasan ketakutan sampel
adalah : 26,3% takut gagal, 39,5% takut efek samping, 7,9% biaya yang mahal,
10,5% karena berlangsung dalam jangka waktu yang lama, dan 15,8% tidak
takut.
6. Seberapa besar ketakutan terhadap kemoterapi dan radioterapi mempengaruhi
kemauan untuk akhirnya dikemoterapi dan atau diradioterapi adalah : 13,20%
pasien sangat takut dengan kemoterapi dan radioterapi sehingga tidak dilakukan
lalu penyakitnya didiamkan, 10,50% sangat takut kemoterapi dan raoterapi
sehingga memilih pengobatan alternatif, 50% lumayan takut tapi tetap mau
menjalani kemoterapi dan radioterapi, dan 26,30% tidak takut dan mau
menjalani kemoterapi dan atau radioterapi.
7. Pasien kanker payudara dan kanker kolorektal di RSUP Sanglah dan RS Prima
Medika sebagian besar pernah menggunakan pengobatan alternatif (60,5%).
Pasien-pasien tersebut sebagian besar mengunjungi alternatif setelah
mengunjungi dokter (43,48%). Informasi yang didapat pasien berasal dari orang
terdekat pasien dan juga media televisi. Terapi alternatif yang paling banyak
digunakan adalah terapi herbal dan durasi pengobatan yang dijalani sebagian
besar pasien adalah kurang dari 6 bulan (60,9%). Pasien-pasien tersebut akhirnya
kembali ke pengobatan konvensional karena tidak adanya perubahan gejala atau
bahkan gejala kankernya semakin memburuk.
8. Rendahnya pengetahuan pasien kanker payudara tentang SADARI menunjukkan
kurangnya informasi dan sosialisasi yang di dapatkan oleh masyarakat.
5.2 Saran
1. Diperlukan penelitian penyempurnaan maupun penelitian lanjutan terkait
faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan kedatangan pasien ke rumah
sakit.
2. Untuk penelitian lanjutan terkait penelitian ini diharapkan agar waktu untuk
melakukan penelitian ada baiknya diperpanjang sehingga dapat menjaring lebih
banyak pasien dan penyusunan kuisioner juga lebih matang.
3. Hasil sebelumnya menunjukkan kurangnya pengetahuan tentang SADARI pada
pasien kanker. Hal ini juga mengindikasikan rendahnya informasi yang
diperoleh oleh pasien sehingga pasien akhirnya datang ke rumah sakit dengan
keadaaan yang buruk. Pihak – pihak yang terkait diharapkan lebih gencar
melaksanakan sosialisasi SADARI kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
1.