Pengertian Ibadah

  • Upload
    -

  • View
    1.910

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Pengertian Ibadah Secara etomologis diambil dari kata abada, yabudu, abdan, fahuwa aabidun. Abid, berarti hamba atau budak, yakni seseorang yang tidak memiliki apa-apa, hatta dirinya sendiri milik tuannya, sehingga karenanya seluruh aktifitas hidup hamba hanya untuk memperoleh keridhaan tuannya dan menghindarkan murkanya. Manusia adalah hamba Allah Ibaadullaah jiwa raga haya milik Allah, hidup matinya di tangan Allah, rizki miskin kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan hanya untuk ibadah atau menghamba kepada-Nya:

65

Tidak Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu (QS. 51(al-Dzariyat ): 56). B. Jenis Ibadah Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya; 1. Ibadah Mahdhah, artinya penghambaan yang murni hanya merupakan hubung an antara hamba dengan Allah secara langsung. Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip: a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya. b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:

65 Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah(QS. 4: 64).

7 Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah( QS. 59: 7). Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda:

. .

.

Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji kamu Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan praktek Rasul saw., maka dikategorikan Muhdatsatul umur perkara meng-ada-ada, yang populer disebut bidah: Sabda Nabi saw.:

. . . . . Salah satu penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw. adalah karena kebanyakan kaumnya bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka:

. c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syariat, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat. d. Azasnya taat, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi: Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah : 1. Wudhu, 2. Tayammum 3. Mandi hadats 4. Adzan 5. Iqamat

6. Shalat 7. Membaca al-Quran 8. Itikaf 9. Shiyam ( Puasa ) 10. Haji 11. Umrah 12. Tajhiz al- Janazah Rumusan Ibadah Mahdhah adalah KA + SS (Karena Allah + Sesuai Syariat) 2. Ibadah Ghairu Mahdhah, (tidak murni semata hubungan dengan Allah) yaitu ibadah yang di samping sebagai hubungan hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya . Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4: a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan. b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah bidah , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bidah, maka bidahnya disebut bidah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bidah dhalalah. c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan. d. Azasnya Manfaat, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan. Rumusan Ibadah Ghairu Mahdhah BB + KA (Berbuat Baik + Karena Allah)

Ibadah mahdhah ialah ibadah dalam arti sempit yaitu aktivitas atau perbuatan yang sudah ditentukan syarat dan rukunnya. Maksudnya syarat itu hal-hal yang perlu dipenuhi sebelum suatu kegiatan ibadah itu dilakukan. Sedangkan rukun itu hal-hal, cara, tahapan atau urutan yang harus dilakukan dalam melaksanakan ibadah itu. Contoh Ibadah Mahdhah : Salat Puasa Haji

Memahami tauhid tanpa memahami konsep ibadah adalah mustahil. Oleh karena itu mengetahuinya adalah sebuah keniscayaan. Penulis syarah Al-Wajibat menjelaskan, Ibadah secara bahasa berarti perendahan diri, ketundukan dan kepatuhan. (Tanbihaat Mukhtasharah, hal. 28). Adapun secara istilah syariat, para ulama memberikan beberapa definisi yang beraneka ragam. Di antara definisi terbaik dan terlengkap adalah yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah mengatakan, Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir). Maka shalat, zakat, puasa, haji, berbicara jujur, menunaikan amanah, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali kekerabatan, menepati janji, memerintahkan yang maruf, melarang dari yang munkar, berjihad melawan orang-orang kafir dan munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal di perjalanan), berbuat baik kepada orang atau hewan yang dijadikan sebagai pekerja, memanjatkan doa, berdzikir, membaca Al Quran dan lain sebagainya adalah termasuk bagian dari ibadah. Begitu pula rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, inabah (kembali taat) kepada-Nya, memurnikan agama (amal ketaatan) hanya untuk-Nya, bersabar terhadap keputusan (takdir)-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, merasa ridha terhadap qadha/takdir-Nya, tawakal kepada-Nya, mengharapkan rahmat (kasih sayang)-Nya, merasa takut dari siksa-Nya dan lain sebagainya itu semua juga termasuk bagian dari ibadah kepada Allah (Al Ubudiyah, cet. Maktabah Darul Balagh hal. 6). Dari keterangan di atas kita bisa membagi ibadah menjadi tiga; ibadah hati, ibadah lisan dan ibadah anggota badan. Dalam ibadah hati ada perkara-perkara yang hukumnya wajib, ada yang sunnah, ada yang mubah dan adapula yang makruh atau haram. Dalam ibadah lisan juga demikian, ada yang wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Begitu pula dalam ibadah anggota badan. Ada yang yang wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Sehingga apabila dijumlah ada 15 bagian. Demikian kurang lebih kandungan keterangan Ibnul Qayyim yang dinukil oleh Syaikh Abdurrahman bin Hasan dalam Fathul Majid. Taabbud dan Mutaabbad bih Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah di dalam kitabnya yang sangat bagus berjudul Al Qaul Al Mufid menjelaskan bahwa istilah ibadah bisa dimaksudkan untuk menamai salah satu diantara dua perkara berikut : 1. Taabbud. Penghinaan diri dan ketundukan kepada Allah azza wa jalla. Hal ini dibuktikan dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang dilandasi kecintaan dan pengagungan kepada Dzat yang memerintah dan melarang (Allah taala). 2. Mutaabbad bihi. Yaitu sarana yang digunakan dalam menyembah Allah. Inilah pengertian ibadah yang dimaksud dalam definisi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik yang tersembunyi (batin) maupun yang tampak (lahir). Seperti contohnya sholat. Melaksanakan sholat disebut ibadah karena ia termasuk bentuk taabbud (menghinakan diri kepada Allah). Adapun segala gerakan dan bacaan yang terdapat di dalam rangkaian sholat itulah yang disebut mutaabbad bihi. Maka apabila disebutkan kita harus mengesakan Allah dalam beribadah itu artinya kita harus benar-benar menghamba kepada Allah saja dengan penuh perendahan diri yang dilandasi kecintaan dan pengagungan kepada Allah dengan melakukan tata cara ibadah yang disyariatkan (Al-Qaul Al- Mufid, I/7). Pengertian ibadah secara lengkap Dengan penjelasan di atas maka ibadah bisa didefinisikan secara lengkap sebagai : Perendahan diri kepada Allah karena faktor kecintaan dan pengagungan yaitu dengan cara melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya sebagaimana yang dituntunkan oleh syariat-Nya. (Syarh Tsalatsati Ushul, hal. 37). Oleh sebab itu orang yang merendahkan diri kepada Allah dengan cara melaksanakan keislaman secara fisik namun tidak disertai dengan unsur ruhani berupa rasa cinta kepada Allah dan pengagungan kepada-Nya tidak disebut sebagai hamba yang benar-benar beribadah kepada-Nya. Hal itu seperti halnya perilaku orang-orang munafiq yang secara lahir bersama umat Islam, mengucapkan syahadat dan melakukan rukun Islam yang lainnya akan tetapi hati mereka menyimpan kedengkian dan permusuhan terhadap ajaran Islam. Macam-macam penghambaan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa penghambaan ada tiga macam : 1. Penghambaan umum, 2. Penghambaan khusus, 3. Penghambaan sangat khusus. Penghambaan umum adalah penghambaan terhadap sifat rububiyah Allah (berkuasa, mencipta, mengatur, dsb). Penghambaan ini meliputi semua makhluk. Penghambaan ini disebut juga ubudiyah kauniyah. Allah taala

berfirman (yang artinya), Tidak ada sesuatupun di langit maupun di bumi melainkan pasti akan datang menemui Ar Rahman sebagai hamba (QS. Maryam [19] : 93). Sehingga orang-orang kafir pun termasuk hamba dalam kategori ini. Sedangkan penghambaan khusus ialah penghambaan berupa ketaatan secara umum. Allah taala berfirman (yang artinya), Dan hamba-hamba Ar Rahman adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati (QS. Al Furqan [25] : 63). Penghambaan ini meliputi semua orang yang beribadah kepada Allah dengan mengikuti syariat-Nya. Adapun penghambaan sangat khusus ialah penghambaan para Rasul alaihimush shalatu was salam. Hal itu sebagaimana yang Allah firmankan tentang Nuh alaihissalam (yang artinya), Sesungguhnya dia adalah seorang hamba yang pandai bersyukur (QS. Al Israa [17] : 3). Allah juga berfirman tentang Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam (yang artinya), Dan apabila kalian merasa ragu terhadap wahyu yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) (QS. Al Baqarah [2] : 23). Begitu pula pujian Allah kepada para Rasul yang lain di dalam ayat-ayat yang lain. penghambaan jenis kedua dan ketiga ini bisa juga disebut ubudiyah syariyah (Al-Qaul Al-Mufid I/16, Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 38-39). Di antara ketiga macam penghambaan ini, maka yang terpuji hanyalah yang kedua dan ketiga. Karena pada penghambaan yang pertama manusia tidak melakukannya dengan sebab perbuatannya. Walaupun peristiwaperistiwa yang ada di dunia ini (nikmat, musibah, dsb) yang menimpanya bisa juga menyebabkan pujian dari Allah kepadanya. Misalnya saja ketika seseorang memperoleh kelapangan maka dia pun bersyukur. Atau apabila dia tertimpa musibah maka dia bersabar. Adapun penghambaan yang kedua dan ketiga jelas terpuji karena ia terjadi berdasarkan hasil pilihan hamba dan perbuatannya, bukan karena suatu sebab yang berada di luar kekuasaannya semacam datangnya musibah dan lain sebagainya (Syarh Tsalatsatil Ushul, hal. 38-39).

A. Pengertian Ibadah Ibadah secara etimologis berasal dari bahasa arab yaitu -

- yang artinya melayani patuh, tunduk.

Sedangkan menurut terminologis ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai allah azza wa jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin[1]. Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya[2]; 1. Ibadah Mahdhah Ibadah mahdhah atau ibadah khusus ialah ibadah yang apa saja yang telah ditetpkan Allah akan tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya. Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah : Wudhu, Tayammum Mandi hadats Shalat Shiyam ( Puasa ) Haji Umrah Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip: a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya. Haram kita melakukan ibadah ini selama tidak ada perintah. b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:

Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah(QS. 64)

Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah( QS. 59: 7). c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebuthikmah tasyri. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syariat, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat. d. Azasnya taat, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi. Rumus Ibadah Mahdhah adalah = KA + SS (Karena Allah + Sesuai Syariat) 2. Ibadah Ghairu Mahdah Ibadah ghairu mahdhah atau umum ialah segala amalan yang diizinkan oleh Allah. misalnya ibadaha ghairu mahdhah ialah belajar, dzikir, dakwah, tolong menolong dan lain sebagainya. Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4: a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan. Selama tidak diharamkan oleh Allah, maka boleh melakukan ibadah ini.

b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah bidah , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bidah, maka bidahnya disebut bidah hasanah, sedangkan dalam ibadahmahdhah disebut bidah dhalalah. c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan. d. Azasnya Manfaat, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan. Rumus Ibadah Ghairu Mahdhah = BB + KA (Berbuat Baik + Karena Allah) B. Hakikat Ibadah Sebenarnya dalam ibadah itu terdapat hakikatnya, yaitu[3] :

ketundukan jiwa yang timbul dari karena hati (jiwa) merasakan cinta akan Tuhan yang mabud dan merasakan kebesaran-Nya, lantaran beri;tiqad bahwa bagi alam ini ada kekuasaan yang akal tak dapat mengetahui hakikatnya". Adapun seorang arif juga mengatakan bahwa hakikat ibadah yaitu :

,

pokok ibadah itu, ialah engkau meridhoi Allah selaku pengendali urusan; selaku orang yang memilih; engkau meridhai Allah selaku pembagi, pemberi penghalang (penahan), dan engkau meridhai Allah menjadi sembahan engkau dan pujaan (engkau sembah) Didalam ibadah itu terdapat berbagai macam penghalang ibadah[4]. Penghalangnya yaitu : 1. Rezeki dan keinginan memilikinya 2. Bisikan-bisikan dan keinginan meraih tujuan 3. Qadha; dan pelbagai problematika 4. Kesusahan dan berbagai musibah

ibadah harta Oleh : Prof. Dr. MIFTAH FARIDL - Tanggal Posting 19/08/2009 10:30 A. Keutamaan ibadah harta

Harta yang dititipkan kepada manusia harus dijadikan sebagai bekal kepada Allah SWT. Banyak harta, harus mendorong seseorang untuk lebih banyak beribadah kepada-Nya. Harta yang dijadikan sebagai bekal dan sarana ibadah, berarti harta yang bermanfaat dan akan membuahkan berkah kepada harta dan kehidupan yang bersangkutan. Dan kewajiban syukur atas nikmat harta harus dibuktikan dengan cara menggunakan harta tersebut sebagai sarana ibadah kepada Allah SWT. Pelaksanaan tugas ibadah kepada Allah tidak hanya diwujudkan dalam bentuk ibadah fisik saja, tetapi juga harus diwujudkan dalam bentuk ibadah harta. Investasi amal yang tidak akan berhenti pahalanya, walaupun yang bersangkutan sudah meninggal dunia adalah harta yang disumbangkan untuk amal jariah. Ibadah maliah atau ibadah dengan harta termasuk bagian penting dalam syariat Islam. Dalam rukun Islam pun nampak bahwa rukun yang lima itu terdiri dari ruknul qalbi, ruknul badani dan ruknul mali. B. Macam-macam Ibadah harta Konsumtif (fidyah, kifarat, udhhiyyah, aqiqah, al-hadyu, dam). Fidyah. Fidyah adalah menempatkan sesuatu pada tempat lain sebagai tebusan (pengganti) nya, baik berupa makanan atau lainnya. Fidyah juga berarti kewajiban manusia mengeluarkan sejumlah harta untuk menutupi ibadah yang ditinggalkannya. Fidyah shaum wajib dilakukan oleh seseorang yang tak sanggup karena kepayahan dalam melakukan shaum fardhu khususnya di bulan Ramadhan, sebagai salah satu bentuk rukhsah (dispensasi) yang diberikan Allah kepada mereka. Karena Allah SWT tidak membebani hamba-hamba-Nya melainkan sesuai dengan kemampuannya. Selain itu juga Allah tidak pernah menjadikan syariat yang diturunkan-Nya menyulitkan hambahamba-Nya. Landasan normatif yang dititahkan Allah SWT mengenai hal ini adalah firman-Nya dalam Al Quran: dan wajib bagi orang-orang yang berat melakukan shaum (jika mereka tidak shaum) memberi fidyah, yaitu dengan memberi makan satu orang miskin. (Q.S. Al Baqarah, 2:184). Hukum fidyah, sebagaimana firman Allah SWT di atas adalah wajib, apabila : Tidak mampu melakukan shaum, seperti karena lanjut usia. Orang sakit permanen yang kesembuhannya sangat sulit. Perempuan hamil atau perempuan yang sedang menyusui (yang bersangkutan boleh memilih antara qadha shaum atau fidyah). Jumlah fidyah adalah sejumlah makanan yang dikonsumnsi yang bersangkut pada bulan Ramadhan. Setiap hari tidak puasa diganti dengan fidyah makan sehari untuk seorang miskin. Kifarat Kifarat sumpah (bersumpah palsu), salah satu caranya adalah dengan memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa diberikan kepada keluarga sendiri atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan sorang hamba sahaya. Dalam hadits riwayat Muslim juga diterangkan bahwa kifarat nadzar yang tidak dapat dilakukan sama dengan kifarat sumpah. Kifarat shaum (sebagai akibat melakukan pelanggaran shaum, melakukan jima atau persetubuhan pada siang hari bulan Ramadhan bagi mereka yang wajib melakukan shaum Ramadhan), selain bisa dengan memerdekakan hamba sahaya, bisa juga dengan melakukan shaum selama dua bulan berturut-turut, tertapi juga bisa dengan memberi makan kepada enam puluh orang fakir miskin. Kifarat zhihar (mengharamkan istri dengan mempersamakannya dengan ibu sendiri), adalah dengan memberikan makan enam puluh orang miskin, selaian itu bisa juga dengan memerdekakan hamba sahaya atau melakukan shaum selama dua bulan berturut-turut. Pelaksanaan atau pemenuhan kifarat zhihar diwajibkan kepada suami sebelum kembali (melakukan senggama) lagi kepada istrinya. Kifarat membunuh (tak sengaja) adalah dengan memerdekakan hamba sahaya atau diganti dengan puasa enam puluh hari bertutur-turut atau dengan memberi makan enam puluh fakir miskin ditambah dengan kewajiban membayar diyat, semacam uang duka kepada keluarga yang terbunuh. Pemberian diyat (pembayaran sejumlah harta kepada keluarga korban) ditetapkan sesuai dengan kesepakatan, karena sesuatu tindakan menghilangkan nyawa ssesorang dengan tidak sengaja, juga sebagai tebusan bila ada maaf dari pihak keluarga terbunuh. Untuk

pembayaran diyat, tidak terikat dengan ketentuan mesti konsumtif, mungkin saja bersifat produktif dan monumental. Udhiyyah Udhiyyah adalah menyembelih binatang tertentu pada Hari Raya Qurban (Idul Adha) atau Hari Tasyriq (11,12 dan 13 Dzulhijjah) dengan niat taqarub atau qurban (mendekatkan diri) kepada Allah SWT. Udhiyyah (qurban) sebenarnya sudah menjadi syariat para Nabi dan Rasul Allah. Setiap Nabi melakukan ibadah qurban. Putra Nabi Adam as (Qabil dan Habil) pernah melakukan ibadah qurban. Dan yang diabadikan secara khusus adalah qurban yang menjadi syariat Allah SWT yang dibawa Nabi Ibarahim as. Kemudian syariat itu dilestarikan menjadi syariat Nabi Muhammad saw atas legitimasi dan perintah Allah SWT yang diabadikan-Nya dalam al Quran surat Al Kautsar, 108:2. Syarat-syarat berqurban/udhiyyah : Waktu pelaksanaan qurban/udhiyyah Pada Hari raya Adha/Qurban (10 Dzulhijjah) setelah shalat sunnat Idul Adha dan Hari Tasyriq (11,12 dan 13 Dzulhijjah). Binatang qurban ialah unta, sapi atau kerbau, kambing, biri-biri atau domba. Binatang-binatang tersebut hendaknya : Tidak cacat (cacat mata, sakit, pincang, kurus dan tak berdaya, rusak/pecah sebelah tanduknya atau telinganya). Bulu binatang (kambing) lebih disukai yang berwarna putih mulus atau bulu mulutnya, bulu kakinya dan bulu di sekitar matanya berwarna hitam. Sudah berumur satu tahun. Bila kesulitan mendapatkan binatang berumur satu tahun boleh kambing jadzaah (berumur sekitar 9-11 bulan, tetapi gemuk, sehat tanpa cacat). Dilakukan sendiri setelah usai melaksanakan shalat sunat Idul Adha. Satu ekor kambing berlaku untuk satu orang atau satu keluarga. Satu ekor unta atau sapi atau kerbau berlaku bagi 7 orang. Aqiqah Aqiqah adalah binatang (kambing atau domba) yang disembelih dalam rangka menyambut anak yang baru dilahirkan. Aqiqah dilaksanakan pada saat bayi berumur 7 hari, sekaligus dicukur habis rambutnya (digunduli kepalanya) dan disyiarkan namanya. Apabila pada hari ke 7 tidak bisa dilaksanakan aqiqah, boleh diundurkan sampai hari ke 14 atau hari ke 21. Pelaksanaan aqiqah setelah waktu tersebut menjadi ihtilaf para ulama. Ada yang berpendapat, bahwa aqiqah tetap dianjurkan, akan tetapi ada pendapat lain yang menyatakan tidak usah dilaksanakan, lebih baik berkurban saja pada tanggal 10 Dzulhijjah atau pada hari-hari tasyriq (11, 12 dan 13 dzulhijjah). Pembagian daging aqiqah boleh dibagikan daging mentahnya dan boleh dimasak terlebih dahulu di rumah yang melakukan aqiqah kemudian dimakan bersama keluarga, tetangga dan handai taulan. AlHadyu AlHadyu adalah melakukan penyembelihan binatang ternak (domba) sebagai pengganti pekerjaan wajib haji yang ditinggalkan, atau sebagai denda karena melanggar hal-hal yang terlarang mengerjakannya dalam prosesi ibadah umrah atau haji atau bagi mereka yang memiliki kemampuan melakukannya, atau bagi mereka yang melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap larangan-larangan tertentu dalam ibadah haji. Alhadyu juga bisa mencakup segala bentuk penyembelihan binatang yang dilakukan di Tanah Haram, baik sebagai pemenuhan dam, maupun karena hal-hal lainnya seperti nadzar atau qurban. Bagi mereka yang melakukan Haji Tamattu (mendahulukan umrah sebelum haji) atau haji Qiran (melaksanakan haji dan umrah secara bersama-sama) wajib melakukan alhadyu. Kalau tidak melakukan alhadyu, maka wajib berpuasa 10 hari, yang pelaksanaan puasanya 3 hari di tanah Suci dan 7 hari di luar tanah suci. Dam Dam adalah menyembelih binatang tertentu sebagai sangsi terhadap pelanggaran atau karena meninggalkan sesuatu yang diperintahkan dalam rangka pelaksanaan ibadah haji dan umrah atau karena mendahulukan umrah daripada haji (haji tamattu) atau karena melakukan haji dan umrah secara bersamaan (haji qiran). Dam juga

diidentikkan dengan alhadyu, sekalipun tidak selalu sama. Dalam suatu hal alhadyu bisa lebih umum daripada dam dan dalam hal lain dam bisa lebih umum daripada alhadyu. Dam dilakukan bukan untuk membuat sesuatu yang rusak (batal) menjadi sah atau yang kurang menjadi lengkap. Dam dilakukan sebagai salah satu bentuk ketaatan kepada Allah SWT sekaligus juga sebagai salah satu bentuk penghapusan atau kifarat atas pelanggaran dalam pelaksanaan ibadah dan atau umrah.

3. IBADAH DALAM ISLAM Ibadah adalah salah satu daripada tiga asas utama Islam, aqidah, ibadah dan tasawwuf atau akhlak. Perkaitan di antara ketiga-tiga perkara tersebut adalah perkaitan yang kekal dan tidak boleh dipisahkan. Amal ibadah atau dipanggil juga amal salih merupakan perkara yang amat penting dalam Islam. Ia adalah hasil daripada keimanan kepada Allah s.w.t. , beriman dengan hari Akhirat dan beriman dengan Rasullullah s.a.w. Tiada apa yang berguna dan lebih penting kepada manusia di hari Akhirat kecuali amal salih.

3.1 KONSEP IBADAH DALAM ISLAM - Allah s.w.t. menjadikan dan menempatkan manusia di bumi adalah untuk menyempurnakan tiga tugas iaitu ibadah, khalifah dan pemakmur bumi. Ibadah merupakan tugas utama sekali diantara dua tugas yang lain manusia dijadikan oleh Allah s.w.t. sebagai mana diterangk oleh Allah dalam surah al_Dzariat ayat 56 yang bermaksud "Dan tidaklah aku jadikan jin dan manusia melainkansemata-,ata untuk beribadat kepada ku. - Kewajipan rasul yang diutuskan kepada manusia adalah untuk menyeru melakukan ibadah kepada Allah seperti dalam firman allah yang bermaksud :1. "Dan (Isa) al-Masih berkata : " Wahai Bani Israel, beribadatlah kamu kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu" Surah al-Maidah : 72. 2. " Sesungguhnya Kami telah mengutuskan Nuh kepada kaumnya, maka ia menyeru : Wahai kaumku, beribadatlah kemu kepada Allah, tidak ada Tuhan begimu selain daripadaNYa." 3. " Dan kepada kaum'Ad (kami mengutuskan) saudara mereka Hud. Ia menyeru : Wahai kaumku, beribadatlah keamu kepada Allah, tidak ada tuhan bagimu selain daripadaNya. Kamu hanyalah mengada-ngada sahaja" -surah Hud:61 4. " Sesungguhnya Kami telah mengutuskan kepada setiap umat itu rasul (untuk menyeru) supaya kamu beribadat kepada Allah dan menghindari Taghut" surah al-Nahl : 36. Konsep ibadat dalam Islam pula merangkumi segala kegiatan manusia sama ada dari segi rohaniah, jasmaniah, dunia, akhirat, zahir dan batin yang mencakupi semua perkara dan perbutan yang sesuai dengan suruhan dan larangan Allah s.w.t iaitu mentaati segala yang disuruh dan menjauhi segala yang dilarang. 3.1.1 PENGERTIAN IBADAH Ibadah berasal daripada perkataan Arab abada Allah, ya'budu, ibadatan wa ubudiatan yang dari segi bahasa bererti : Menurut perintah Allah, tunduk dan menghinakan diri kepadaNya1[1]. Ibadah dari segi istilah boleh dilihat dari dua sudut. Sudut pertama dilihat dari segi zat ibadah iaitu : Segala perkara yang disukai dan diredai Allah s.w.t. sama ada perkataan atau perbuatan, zahir atau pun batin2[2]. Manakala sudut kedua dilihat dari segi peranan manusia iaitu : Taat kepada Allah s.w.t. dengan melaksanakan segala yang disuruh menurut cara Rasullullah s.a.w. Berlandaskan pengertian ibadah dari segi istilah yang pertama dapatlah difahami bahawa ibadah meliputi segala perbuatan, perkataan dan niat manusia. Sekiranya dilakukan mengikut cara yang sepatutnya dan tidak mencanggahi syara' akan dikira sebagai ibadah. Melaksanakan segala yang disuruh terbahagi kepada dua, suruhan iaitu Allah s.w.t. menyuruh manusia melakukan sesuatu perkara dan larangan iaitu Allah s.w.t. menyuruh manusia meninggalkan sesuatu perkara. Inilah hakikat agama Islam kerana makna Islam ialah al-istislam iaitu menyerah diri sepenuhnya kepada Allah s.w.t. beserta dengan ketundukan, kehinaan dan merendah diri kepadaNya3[3]. Ibadah Yang Afdal atau Utama Ibadaha afdal ialah ibadah yang dilakukan bagi tujuan mencapai keredaan allah s.w.t bagi setiap masa mengikut kehendak masa itu. Antaranya : 1. Ibdaha yang afdal ketika peperangan menentang musuh Allah ialah berjihad walaupun terpaksa meninggalkan egala sembahyang sunat di malam hari, puasa fi siang hari atau wirid2 tertentu. 2. Ibadah yang afdal ketika ada tetamu ialah melayan tetamu. 3. Ibadah yang afdal ketika sembahyang 5 waktu ialah bersungguh-sungguh mengerjakannya dengan cara yang paling sempurna dan mengerjakannya pada awal-awal waktu. 4. Ibadah yang afdal ketika azan ialah meninggalkan segala wirid dan bacaan lain dan menjawab azan dengan penuh perhatina.

5. Ibadah yang afdal ketika kesusahan ialah menolong orang0orang yang ditimpa kesusahan. 6. Ibadah yang afdal ketika di arafah ialah berdoa , berzikir dan tilawah al-Quran. 7. Ibadah yang afdla ketika ada orang yang sakit ialah menziarahi si sakit. Peringkat-peringkat Ibadah Ibadah ada 3 peringkat : Peringkat 1 : Iaitu beribadat kepada Allah kerana mengharapkan pahala dan takutkan siksa. yang demikian adalah "ibadat" yang ,asyhur iaitu merupakan ibadat orang kebanyakan. Peringkat 2 : Iaitu ada yang beribadat untuk memperolehi kehormatan dan digelar sebgai hamba Allah. yang demikian disebut "Ubudiyat" Peringkat 3 : iaitu ada yang beribadat kepada Allah kerana membesarkan, mengoagongkan dan kerana heibah iaitu perasaan hormat dan takut serta malu dan cinta kepada NYa. Ubudat ini adalah yang lebih tinggi daripada Ibadat dan Ubudiyat. 3.1.2 ASAS-ASAS IBADAH Pertama : Ibadah hanyalah hak Allah s.w.t. Kedua : Ibadah yang dilakukan mestilah secara langsung atau terus kepada Allah s.w.t. tanpa sebarang perantaraan. Ketiga : Memelihara keseimbangan antara rohani dan jasmani. Keempat : Ibadah dalam Islam bersifat mudah, ringan dan dalam kemampuan manusia melaksanakannya. Kelima : Ikhlas - Amal ibadah dikira sah dan diterima (maqbul) dengan dua syarat iaitu: Ikhlas kerana Allah s.w.t. dan almutabaah mengikut cara yang diajarkan oleh Nabi s.a.w4[4]. -amal ibadah merupakan ketetapan syara', segala suruhan dan larangan bukan ciptaan manusia dan manusia tidak berhak mencampuri urusan ini. Mereka ditugaskan melaksanakannya. Di sini timbul syarat yang kedua iaitu almutabaah, agar segala amalan tidak terkeluar dari batasan syara' atau mencanggahinya. - Seseorang yang sudah diterima amalannya dengan penerimaan maqbul tidak semestinya ia automatik mendapat penerimaan mabrur, tetapi setiap penerimaan mabrur mesti bermula dengan penerimaan maqbul. - Penerimaan ini dapat diketahui secara umumnya melalui tingkahlaku seseorang itu selepas ibadah. Sebagai contoh; jika seseorang itu menunaikan solat dalam erti kata yang sebenarnya solat itu dapat mencegahnya daripada melakukan perbuatan keji dan mungkar. Firman Allah s.w.t. : 3.1.3 PEMBAHAGIAN DAN SKOP IBADAH 3.1.3.1 Pembahagian Ibadah Ibadah boleh dibahagikan kepada beberapa bahagian mengikut sudut-sudut yang tertentu. i) Hukum, ibadah terbahagi kepada tiga bahagian : a) Fardu ain : Ibadah yang dituntut daripada setiap orang mukallaf untuk menunaikannya secara wajib, seperti solat, puasa dan haji5[5]. b) Fardu kifayah : Ibadah yang dituntut daripada keseluruhan muslimin bukan setiap orang daripada mereka. c) Sunat : Ibadah yang dituntut oleh syara' untuk melakukannya secara tidak wajib. ii) Umum dan khusus, ibadah terbahagi kepada dua bahagian : a) Ibadah khusus : Ibadah yang telah dinyatakan jenis, rukun dan syaratnya oleh syara'. Seperti solat dan puasa, manusia tiada hak untuk meminda atau melaksanakannya mengikut sesuka hati kereka. b) Ibadah umum : Ibadah yang tidak ditetapkan oleh syara' cara-cara melaksanakannya, ini terpulang kepada seseorang untuk melaksanakanya. Ibadah ini meliputi seluruh kehidupan manusia di dunia seperti belajar, bekerja, makan, tolong orang dan sebagainya. Ibadah ini dikira sebagai ibadah sekiranya menepati syarat-syarat berikut: 1. Orang yang melakukannya adalah orang Islam. 2. Amalan itu tidak bercanggah dengan syara'. 3. Dilakukan dengan niat yang baik. 4. Ketika mengerjakannya orang tersebut tidak meninggalkan ibadah khassah. iii) Cara pelaksanaan, ibadah terbahagi kepada tiga bahagian :

a) Ibadah badaniah : Dilakukan dengan keupayaan angota badan seseorang semata-mata, seperti solat, puasa, zikir dan tilawah. b) Ibadah maliah : Dilakukan dengan perantaraan harta benda, seperti zakat, sedekah, hadiah, derma dan sebagainya. c) Ibadah maliah badaniah : Dilakukan dengan keupayaan angota badan beserta dengan harta, seperti haji, jihad dan lain-lain. iv) Ijabiah dan salbiah, ibadah terbahagi kepada dua: a) Ibadah ijabiah : Melakukan suruhan sama ada wajib atau sunat, seperti solat lima waktu dan zikir. b) Ibadah salbiah : Meninggalkan larangan sama ada haram atau makruh, seperti minum arak, berzina, merokok dan makan petai6[6]. 3.1.3.2 Skop Ibadah Ibadah dalam Islam bersifat syumul meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Semua perkara yang tidak bertentangan dengan syara' termasuk adat akan dikira sebagai ibadat. Secara umumnya keluasan skop ibadah dalam Islam boleh dilihat menerusi perkara berikut : a) Masa : Dalam Islam ada ibadah yang terikat dengan masa dan ada yang tidak terikat, ada ibadah harian, mingguan, bulanan dan tahunan. b) Tempat : Terdapat ibadah dilaksanakan di rumah, masjid, Mekah dan lain-lain lagi. Ada yang tidak dikhususkan tempat. c) Cara : Ibadah boleh dilakukan secara bersendirian dan ada yang secara berjemaah. d) Bentuk : Ada ibadah yang khusus, umum, badaniah, maliah, badaniah dan maliah, ijabiah dan salbiah. e) Kegunaan : Untuk diri sendiri seperti solat dan puasa dapat menyihatkan rohani dan jasmani, untuk diri sendiri dan orang lain seperti zakat dan sedekah. 3.2 PERANAN IBADAH DALAM PEMBENTUKAN PERIBADI - beribadah dengan cara yang betul agar mencapai motif sesuatu amal ibadah. Setiap ibadah mempunyai motif dan tujuan tersendiri seperti solat, ia secara umumnya adalah untuk menguatkan iman dan melekatkannya pada diri seseorang. Ia seperti air bagi tumbuh-tumbuhan dan seperti udara kepada manusia. Ia merupakan pembersih jiwa, penghubung di antara hamba dengan Tuhannya, pemberi ingatan secara berterusan dan pencegah seseorang itu daripada melakukan perbuatan keji dan mungkar7[7]. Puasa berfungsi menjadikan seseorang itu lebih mencintai Allah s.w.t. daripada hawa nafsunya, membiasakannya bersifat ikhlas, berkemahuan dan sabar8[8]. Zakat menyucikan seseorang itu daripada bersifat bakhil, menjadi hamba harta, menyintai Allah s.w.t. daripada harta dan melibatkan diri membantu orang-orang yang susah. Haji pula merupakan tarbiah amaliah bagi seseorang muslim melalui pelbagai latihan dan ujian. Keimanan dan kesabaran yang tinggi amat diperlukan untuk menyelesaikannya dengan sempurna. Hubungan Ibadah dengan Aqidah 1. Ibadah adlah hasil daripada aqidah iaitu keimanan terhadap Allah sebebanrnya yang telah membawa manusia untuk beribadat kepada Allahs.w.t 2. Aqidah adalah asas penerimaan ibadah iaitu tanpa aqidah perbuatan seseorang manusia bagaimana baik pun tidak akan diterima oleh Allah s.w.t 3. Aqidah merupakan tenaga penggerak yang mendorong manusia melakukan ibadat serta menghadapi segala cabaran dan rintangan. 3.3 KESAN-KESAN IBADAH Amal ibadah yang dilaksanakan dengan cara yang terbaik dan tepat, akan memberi kesan yang baik lagi berfaedah kepada individu dan masyarakat. Ibadah Solat solat dari segi bahasa bererti doa dan pujian. Dari segi istilah iaitu : Perkataan danperbuatan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan disudahi dengan slam.

Dalil kewajipan solat, firman Allah s.w.t yang bermaksud :" Dirikanlah solat, sesungguhnya solat itu diwajibkan atas sekelian orang-orang yang beriman untuk melakukannya pada waktu-waktu yang tertentu..." Kesan dan Peranan Solat 1. Solat dapat mencegah seseorang dari melakukan kekejian dan kemungkaran. Firman Allah s.w.t yang bermaksud :" Dirikanlah solat, sesungguhnya solat itu dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar..." 2. Solat dapat membersihkan manusia sama ada zahir dan batin. Dari segi zahir : sebelum mendirikan solat diwajibkan berwudhuk untuk menyempurnakan solatnya disamping pakaian, badan dan tempat solat yang bersih dan suci. Manakala batin : solat yang dilakukan denga mengikut syarat dan rukunnya serta khusyuk akan membersihkan dosa-dosa yang dilakukan selagi tidak dilakukan dosa besar. 3. Solat dapat melatih diri menghargai masa dan mendisiplinkan waktu dalam setiap hal. 4. Solat berjemaah pula melatih umat supaya taat kepada pemimpin manakala pemimpin (imam) pula wajib mengambil berat terhadap rakyatnya(makmum) 5. Solat berjemaat dapat membentuk perpaduan, kasih sayang dan ukhwah sekaligus berperanan membersihkan rasa dengki, iri hati dan permusuhan di kalangan anggota masyarakat. Ibadah Puasa Puasa ialah menahan diri dari segala perkara yang boleh membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga maghrib dengan syarat-syaarat tertentu. dalil kewajipan berpuasa, firman Allah s.w.t bermaksud : " Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan ke atas kamu puasa sebagaimana telah diwajibkan ke atas umat sebalum kamu mudah-mudahan kamu bertaqwa...." Kesan Puasa; 1. Puasa dapat menundukkan hawa nafsu jahat dan memelihara dari terperangkap dengankejahatan syaitan. 2. Puasa dapat melahirkan manusia yang berakhlak mulia kerana melalui puasa dapat mengamalkan akhalak seperti sabar, ikhlas, menepati masa, memelihara diri dari perbuatan keji dan menjaga perkataan dari ungakapan tercela dan sebagainya. 3. Puasa dapat membentuk manusia muslim dan mukmin yang bertqwa kepada Allah untuk melakukan amalan yang muliadan meninggalkan malan yang keji. 4. Puasa dapat melahirkan kesedaran dan keinsafan seperti menolong golongan yang kuragn bernasib baik dan tidak melakukan pembaziran serta merasakan kasih sayang kepada fakir miskin. 5. Puasa dapat menghindarkan dan mencegah segal penyakit yang berasal dari perut seperti darah tinggi, kencinf manis dan sebagainya. Ibadah zakat Dari segi Bahasa : Bersih, subur dan berkembang. Dari segi istilah : kadar harta tertentu yang wajib dikeluarkan kepada golongan yang berhak menerimanya mengikut syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh syarak. Kesan Zakat : 1. Zakat dapat membersihkan jiwa dari mencintai harta benda secara tamak dan rakus. 2. Zakat dapat memberi jaminan sosial terhadap masyarakat kerana di dalam pungutan dan pengagihan semula zakat. Zakat dapat menyusun semula masyarakat yang tidak seimbang menerusi kegiatan perekonomian yang sistemetik. 3. zakat mengajar manusia agar hubungan antara mereka dengan harta mereka berada dalam keadaan yang wajar. Ini mengingatkan mereka bahawa harta yang dimiliki adlah milik Allah. 4. zakat dapat memberi keadilan sosial yang meluas, dapat memperkukuhkan kedudukan politik dan menambah kewangan negara. Cintohnya dapat mengadakan pelbagai pembangunan seperti mendirikan masjid, industri, hospital, sekolah , universiti dan lain-lain. 5. Zakat dapat mengembangkan pengeluaran ekonomi negara. Adalah menjadi tujuan zakat supaya harta dapat berkembang demi untuk meninhkatkan ekonomi umat Islam. Ibadah Haji dari segi bahasa : pergi atau menuju. Dari segi istilah : mengunjungi baitullah (kaabah) dengan niat untuk mengerjakan ibadah kepada Allah s.w.t dengan rukun-rukun dan syarat-syarat tertentu dan dikerjakan pada masa tertentu. dalil wajib haji : Firman allah s.w.t yg bermaksud :"Mengerjakan haji adlaah kewajipan manusia terhadap allah iaitu bagi orang-orang yang sanggup atau mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah"

Kesan dan peranan haji: 1. Ibadah haji dapat memperteguhkan keimanan dan menumbuhkan jiwa tauhid yang tinggi terhadap Allah terutamnya melalui ucapan talbiah. 2. Merupakan perhimpunan agong umat islam dan dapat mewujudkan perpaduan, persamaan dan persaudaraan umat berdasarkan kesatuan aqidah. Oleh itu ibadah haji dapat menyelesaikan masalah perkauman di kalangan umat islam. 3. Dapat membentuk sikap, pemikiran dan akhlak serta disiplin yang mulia. 4. dapat menjadikan seseorang muslim mengambil ikhtibar dari sejarah iaitu sejarah pengorbanan dalam perlakuan Nabi Ibarahim a.s dan puteranya Ismail a.s Ibadah ini juga dapat membawa manusia menyaksikan sejarah perjuangan ISlam menentang musuh-musuh Islam seperti peristiwa melontar jamrah.

3.3.1 Kesan Ibadah kepada Individu Pertama : Menjadikan seseorang itu taatkan perintah Allah s.w.t. dalam semua keadaan sama ada terang-terangan mahu pun bersembunyi. Kedua : Membersihkan diri seseorang itu daripada sifat-sifat tercela dan dosa. Dosa di sini adalah dosa-dosa kecil kerana dosa besar mestilah dibersihkan dengan cara bertaubat nasuha kepada Allah s.w.t. Ketiga : Mendekatkan diri seseorang itu kepada Allah s.w.t, kerana Allah s.w.t. sukakan orang beribadat. Keempat : Menjadikan seseorang itu bersikap al-raja' (penuh pengharapan) kepada Allah s.w.t. dan di waktu yang sama ia khauf (penuh ketakutan) terhadap azab Allah s.w.t. Kelima : Melahirkan individu yang berdisiplin, menepati waktu, bersabar, bermaruah dan sebagainya. 3.3.1 Kesan Ibadah kepada Masyarakat Pertama : Mewujudkan suasana harmoni, tenang, bekerjasama dan sekata. Permusuhan dan pertengkaran sesama sendiri dapat dielakkan. Kerja yang berat dapat diselesaikan dengan cepat dan mudah. Kedua : Wujudnya suasana berkasih sayang dan cinta mencintai antara satu sama lain. Orang tua mengasihi yang muda dan yang muda menghormati yang tua. Ketiga : Penurunan kadar jenayah dan segala perbuatan salah laku. Orang yang menyibukkan diri mereka dengan melaksanakan ibadah menyebabkan mereka tidak berpeluang untuk menyibukkan diri mereka dengan perkara yang salah. Keempat : Tidak akan mudah ditipu dan dikalahkan oleh musuh kerana Allah s.w.t. akan membantu. Sebaliknya jikalau umat Islam lemah beribadah dan ditambah lagi berterusan melakukan maksiat, Allah s.w.t. tidak akan membantu mereka dan mereka hanya menunggu saat-saat kehancuran. Kelima : Diturunkan rezeki secara melimpah ruah, sama ada dari langit atau dari bumi. Sehingga manusia tidak terfikir atau terlintas di hati bagaimana ia beroleh rezeki yang sedemikian itu.

Pengertian dan Macam-macam Ibadah Ibadah adalah hakikat dan tujuan penciptaan jin dan manusia, Dalam Q.S. 56 (Ad-Dzariat : 56)

Artinya : Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu. Ayat ini menegaskan bahwa tujuan Allah menciptakan manusia adalah untuk beribadah hanya kepadaNya. 1. Pengertian Ibadah Ibadah menurut bahasa artinya tunduk dan merendahkan diri. Menurut istilah ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang di ridhoi Allah SWT,baik perbuatan maupun ucapan, yang zhahir maupun batin. 2. Macam-macam Ibadah Secara umum ibadah dapat di bagi menjadi 2 macam. 1. Ibadah Mahdhoh Yaitu jenis ibadah yang di syariatkan dan tata caranya sudah di tetapkan oleh Al-Quran maupun Hadist yang tidak boleh di tambah atau di kurangi. Seperti sholat,puasa, zakat,haji,dll. 2. Ibadah Ghoiru Mahdhoh Ibadah ghoiru mahdhoh adalah ibadah yang disyariatkan, namun tata cara pelaksanaannya tidak di tentukan waktu maupun jumlahnya. Seperti shodaqoh sunnah, membaca Al-Quran, dan muamalah sesama manusia. Dari 2 macam ibadah diatas, ibadah-ibadah juga memilki beberapa kategori, tergantung di tinjau dari dominasi anggota badan yang melaksanakannya. Kategori-kategori ibadah itu adalah : 1. Ibadah Itiqodiyah (keyakinan) Ibadah Itiqodiyah adalah ibadah yang berhubungan dengan keyakinan dan keimanan, seperti iman kepada rukun iman, dan iman kepada yang ghaib 2. Ibadah Qolbiyah (ibadah hati) Ibadah qolbiyah adalah amalan-amalan ibadah yang lebih banyak dilakukan dengan hati, yang tidak boleh di tujukan dan dimaksudkan kecuali hanya kepada Allah. Seperti Hubb (cinta), Tawakkal, Sabar, Khauf (takut), Roja (berharap) dan taubat. 3. Ibadah Lafzhiyah Ibadah lafzhiyah adalah amalan-amalan ibadah yang lebih banyak dilakukan dengan lisan. Seperti mengucap kalimat-kalimat thoyyibah, dzikir dan membaca Al-Quran. 4. Ibadah Jasadiyah (badan) Ibadah jasadiyah adalah amalan-amalan ibadah yang lebih banyak dilakukan dengan badan/jasad seperti ruku, sujud, thawaf dll. 5. Ibadah Maliah (harta) Ibadah maliah adalah amalan-amalan ibadah yang lebih banyak dilakukan dengan sarana harta benda dan kekayaan. Seperti zakat, infaq dan shodaqoh, dll. Walaupun ibadah diatas dikategorikan sesuai dominasi yang melakukannya, namun ibadah-ibadah itu dapat juga di lakukan dengan gabungan anggota badan yang melakukannya, contoh Ibadah Haji adalah hati harus meyakini bahwa haji adalah wjib bagi yang mampu, saat ibadah haji lisan terus mengumandangkan kalimat talbiyah (

) anggota badan melakukan amalan-amalan haji, dan

tentunya harta juga memegang peranan penting, sebagai ongkos dan bekal baik untuk yang pergi maupun untuk yang di tinggalkannya.

Keutamaan-keutamaan Shalat Allah SWT berfirman : Dan Suruhlah keluargamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah atasnya, Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu, dan akibat yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa. (Q.S. Thaha :132) Dan mereka yang menjaga shalat-shalatnya, mereka itu didalam surga akan dimuliakan (Q.S.Al-Maarij : 34-35) Masih banyak ayat-ayat yang menerangkan tentang perintah shalat dan keutamaan-keutamaan ahli shalat, juga derajat dan kemuliaannya. Shalat adalah kekayaan bagi kita, Rasulullah saw pernah bersabda : Dari Ibnu Umar r.huma, ia berkata, Rasulullah saw, bersabda,Agama Islam dibangun atas lima perkara : 1. Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah 2. Mendirikan Shalat 3. Membayar Zakat 4. Haji bagi yang mampu 5. Berpuasa pada bulan Ramadhan (H.R. Bukhari, Muslim) Kelima hal diatas adalah asas iman terbesar dan rukun yang terpenting . Agama Islam diibaratkan oleh Rasulullah saw seperti sebuah kemah yang disangga oleh lima tiang. Tiang tengahnya adalah kalimat Syahadat, dan empat tiang lainnya adalah tiang-tiang pendukung pada setiap penjuru kemah itu. Tanpa tiang tengah, kemah tersebut tidak akan dapat berdiri tegak. Apabila salah satu dari keempat tiang lainnya tidak ada, kemah tetap berdiri tetapi sudut yang tidak bertiang itu akan menjadi miring dan mungkin rubuh. Berdasarkan hadits diatas, marilah kita melihat diri kita sendiri, sejauh manakah kita telah menegakkan Islam ini ? Benarkah kita telah menegakkan setiap tiangnya dengan sempurna? Beberapa keutamaan shalat adalah sebagai berikut : 1. Penggugur dosa-dosa Dari Jabir r.a., ia berkata, Rasulullah saw bersabda,Perumpamaan shalat lima waktu adalah seperti sebuah sungai yang dalam, yang mengalir di depan pintu rumah seseorang dari kalian, ia mandi didalamnya lima kali sehari. (H.R. Muslim) Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata,saya mendengar Rasulullah saw bersabda,Apakah pendapat kalian jika ada sebuah sungai di depan pintu seseorang dari kalian, lalu ia mandi didalamnya lima kali sehari, apakah kotoran masih melekat di tubuhnya ? Jawab para sahabat, kotoran tidak akan melekat di tubuhnya,Sabda beliau, itulah perumpamaan shalat lima waktu, dengan mengerjakannya, Allah akan menghapus dosa-dosanya. (H.R. Ibnu Majah At Targhib) Dari perumpamaan diatas, Rasulullah saw menginginkan agar kita memahami betapa pentingnya shalat. Beliau menjelaskan bahwa dengan shalat secara sempurna, Allah swt akan memberikan faedah yang besar. Yaitu dosadosa akan diampuni. Karena dengan perumpamaan pembicaraan akan lebih mudah dipahami, maka beliau menjelaskannya dengan perumpamaan. Jika kita enggan memperoleh rahmat, keluasan ampunan dan nikmat Allah swt maka siapakah yang akan rugi ? kita sendirilah yang akan rugi. Kita sering berbuat dosa, mengingkari Allah swt., menolak perintah-perintah-Nya dan meremehan firman-firmannya (bahkan seorang raja yang adil sudah sewajarnya menghukum kita jika kita tidak mentaatinya). Namun Allah Yang Maha Mulia sangat menyayangi kita. Walaupun kita menentang perintahNya, Dia tetap memberi petunjuk kepada kita untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan kita. Jika kita tidak memanfaatkan kemurahan Allah swt tersebut, betapa bodohnya kita. Rahmat dan kelembutan Allah swt kepada kita sangat berlimpah. Ada hal penting dalam hal ini yang perlu diperhatikan, Utsman r.a meriwayatkan sabda Rasulullah saw,Janganlah seseorang tertipu dengan berharap bahwa semua dosanya akan diampuni melalui shalat, lalu ia berani berbuat dosa, sebab jika Allah menerima shalat dan ibadah kita, itu semata-mata karena belas kasih-Nya. Jika tidak, kita mengetahui hakikat ibadah kita.

Walaupun shalat menyebabkan dosa diampuni, hanya Allah yang lebih mengetahui apakah dosa-dosa kita diampuni atau tidak. Jika ada orang yang berbuat dosa lalu berkata, Tuhanku maha pengampun, sungguh itu sangat tidak perperasaan. Hal itu dapat dimisalkan seperti seorang ayah yang berkata,Jika anakku berbuat kesalahan, maka akan aku maafkan. Lalu karena ucapan ayahnya itu, anak pun berbuat durhaka dengan sengaja. Ini sudah tidak sepatutnya kita lakukan. 2. Dapat mengundang pertolongan Allah swt Allah swt berfirman, Carilah pertolongan (Allah) dengan sabar dan Shalat, (Q.S.Al-Baqarah : 45) Rasulullah saw juga bersabda : Dari Hudzaifah r.a., ia berkata,Apabila Rasulullah saw menemui suatu kesulitan, maka beliau segera mengerjakan sholat. (H.R. Muslim, Abu Dawud) 3. Dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar Allah swt berfirman : Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar (Q.S. Al-Ankabut : 45) Sesungguhnya hakikat shalat adalah bermunajat kepada Allah swt., yaitu berbincang-bincang dengan-Nya. Barangsiapa lalai, maka ia tidak akan mungkin mendapatkan hakikat shalat itu sendiri. Shalat yang selalu kita kerjakan, jika kita melakukannya tanpa perhatian maka shalat akan menjadi suatu adat saja, sehingga bacaan-bacaan akan terucap begitu saja tanpa kesadaran dan kepahaman. Oleh sebab itu sangat penting bagi kita untuk mengerjakan shalat dengan penuh perhatian. Meskipun demikian, shalat yang dikerjakan tidak begitu sempurna, ini lebih baik daripada meninggalkannya sama sekali, karena meninggalkan shalat dapat menyebabkan turunnya azab yang pedih.

Keutamaan Sholat Dalam Islam SHOLAT SEBAGAI SARANA ORANG BERIMAN UNTUK MENEMUI ALLAH Dalam agama Islam, kita mengenal konsep Trilogi Iman, Islam dan Ihsan. Ketiga kosep tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Shalat merupakan bagian dari rukun Islam yang sangat penting untuk dikaji dan dilaksanakan oleh umat Islam. Kata shalat merupakan kata serapan dari bahasa Arab, yang artinya hubungan. Ketika kita melakukan shalat, maka kita sebenarnya sedang melakukan hubungan langsung dengan Allah. Ketika seorang mengawali ibadah shalat dengan Takbiratul Ihram (Takbir Larangan), ruhani bergerak menemui Allah, terlepas dari belengu hawa nafsu karena panca indra menutup diri dari segala macam peristiwa di sekitarnya. Dalam shalat, seorang pelaku shalat harus memusatkan seluruh perhatian diri kepada Wujud Allah yang merupakan obyek perhatian ruhani untuk kembali dan berserah diri. Kemudian setelah kita telah bertawajuh kepada Allah maka barulah kita dapat berserah diri secara kafah. Kalau kita sudah mencapai kesadaran seperti ini, maka para pelaku shalat tersebut dapat diberi gelar sebagai manusia yang murni (mukhlisin). Dan pada keadaan ini sifat setan dan hawa nafsu tidak mampu menembus alam keikhlasan orang mukmin. Pada saat kita melakukan gerakan takbiratul ihram (takbir larangan) dalam shalat, maka otomatis seluruh syaraf indra tidak menghantarkan impuls getaran dari panca indra, sebab tujuh pintu hawa nafsu yang ada di kepala tidak difungsikan sehingga ruhani perlahan bergerak meninggalkan keterikatannya dengan badan (syahwat). Neuronneuron akal berhenti bergerak hingga menjadi Nurun ala Nurin, lalu melesat kembali ke pangkalnya, yaitu Cahaya Allah dan Cahaya Terpuji. Pada saat inilah ruhani berserah diri dan lepas bebas dari pengaruh alam-alam, suarasuara ghaib, dan lain-lainnya. Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada wajah Allah yang menciptakan langit dan bumi dengan lurus, dan aku bukan termasuk orang yang menyekutukan-Nya. (QS Al Anam 6 : 79) Ayat di atas merupakan pernyataan setiap kali kita shalat, bahwa kita menyadari sedang menghadapkan wajah kita dengan Wajah Allah Yang Maha Suci (bertawajuh). Kemudian dilanjutkan dengan penegasan bahwa shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku semata-mata hanya untuk Allah semata. Jika keadaan ini yang terjadi, tak mungkin akal kita berkeliaran tak terkendali mengingat selain Allah. Kita juga tidak mungkin melakukan perbuatan yang melanggar tuntunan Allah. Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab dan dirikan shalat. Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan ingkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah dalam (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat lain) (QS Al-Ankabut 29 : 45) Allah memberikan gelar kepada orang yang shalatnya tidak sesuai dengan sumpahnya sebagai shalatnya orang munafik. Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka dzikrullah kecuali hanya sedikit sekali. (QS An Nisa 4 : 142) Ketika melakukan shalat, kita sering mengalami rasa jenuh dan tidak khusyu, padahal dalam doa iftitah kita telah berikrar bahwa kita sedang menghadapkan wajah kita dengan wajah Allah. Hal ini terjadi dikarenakan kita tidak mengetahui bagaimana cara melakukan Takbiratul Ihram dengan baik. Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, bahwa shalat itu adalah miraj-nya orang-orang mukmin. Yaitu naiknya jiwa meninggalkan ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia menuju ke hadirat Allah. Mungkin bagi kita yang awam agak canggung dengan istilah miraj, yang hanya kita kenal sebagai peristiwa luar biasa hebat yang pernah dialami Nabi Muhammad Saw dan menghasilkan perintah sebuah shalat. Mengapa Rasullullah mengatakan bahwa shalat merupakan miraj-nya orang mumin? Adakah kaitannya dengan mirajnya

Rasulullah Saw, karena perintah shalat adalah hasil perjalanan beliau ketika berjumpa dengan Allah di Shidratul Muntaha? Mungkinkah kita bisa melakukan seperti yang dilakukan Rasulullah Saw melalui shalat? Apakah kita bisa bertemu dengan Allah ketika shalat? Begitu mudahkah bertemu dengan Allah? Atau jika jawabannya tidak, mengapa kita diperintahkan untuk shalat? Adakah rahasia dibalik shalat?. Misteri ini hampir tak terpecahkan, karena kebanyakan orang menanggapi hadits tersebut dengan sikap apriori, dan berkeyakinan bahwa manusia tidak mungkin bertemu dengan Allah di dunia. Akibatnya, kebanyakan orang tak mau pusing mengenai hakikat shalat atau bahkan hanya menganggap shalat sebagai sebuah kewajiban yang harus dilakukan tanpa harus memikirkan fungsi dan tujuannya. Dilain pihak ada peshalat yang telah mengerahkan segenap daya untuk mencapai khusyu, akan tetapi tetap saja pikiran masih menerawang tidak karuan sehingga tanpa kita sadari sudah keluar dari kesadaran shalat. Allah telah mengingatkan hal ini, bahwa banyak orang shalat akan tetapi kesadarannya telah terseret keluar dari keadaan shalat itu sendiri, yaitu bergerser niatnya bukan lagi karena Allah. ..Maka celakalah orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dalam shalatnya, dan orangorang yang berbuat riya. (QS Al-Maun 107 : 4-6) Pada ayat kelima firman Allah tersebut, didahului oleh kalimat Alladzina (isim mausul) sebagai kata sambung untuk menerangkan kalimat sebelumnya yaitu saahun (orang yang lalai). Celakalah baginya karena dasar perbuatan shalatnya telah bergeser dari karena Allah menjadi karena ingin dipuji oleh orang lain (riya). Atau, bagi orang yang dalam shalatnya tidak menyadari bahwa ia sedang berhadapan dengan Tuhannya sehingga pikirannya melayang liar tanpa kendali. Shalat yang demikian adalah shalat yang shahun. Keadaan tersebut bertentangan dengan firman Allah yang menghendaki shalat sebagai jalan untuk mengingat Allah. maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (QS Thaha 20 : 14) . Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (QS Al Araaf 7 : 205) Inilah rangkaian ayat yang menunjukkan kepada masalah kedalaman ibadah shalat, yaitu untuk mengingat Allah, bukan sekedar membungkuk bersujud dan komat-kamit tiada sadar dengan yang ia lakukan. Shalat yang hanya komat-kamit inilah yang banyak dilakukan selama ini, sehingga sampai sekarang banyak yang tak mampu mencerminkan watak mushallin yang sebenarnya, yaitu tercegah dari perbuatan keji dan ingkar. Janganlah engkau mendekati shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk (tidak sadar).. (QS An Nisa 4 : 43) Kalimat laa taqrabu (janganlah kamu mendekati) mempunyai kandungan maksud bahwa kita dilarang mendekati shalat. Sebagian ulama menggap haram hukumnya jika orang mendekati shalat dalam keadaan tidak sadar. Hal ini dikaitkan dengan kalimat larangan yang juga menggunakan kata laa taqrabu seperti dalam firman Allah, laa taqraba hadzihisy syajarah, jangalah engkau dekati pohon ini. (QS Al Baqarah 2 : 35) dan laa taqrabul fawaahisya., Janganlah engkau dekati perbuatan-perbuatan keji. (QS Al Anam 6 : 151) serta Laa taqrabuz zina, Janganlah engkau mendekati zina. (QS Al Isra 17 : 32 ), Walaa taqrabuu maalal yatiimi, dan janganlah kamu dekati harta anak yatim (An Anam 6 ayat : 152). Nahyi (larangan) juga ditujukan kepada para mushalilin agar tidak melakukan shalat jika masih belum sadar bahwa dirinya sedang berhadapan dengan Sang Khaliq. Bentuk nahyi (larangan) pada ayat-ayat di atas seperti kata laa taqrabuush shalata (jangan engkau mendekati shalat) dan laa taqrabaa hadzihisy syajarata (jangan kalian mendekati pohon ini) mempunyai sifat yang sama, yaitu larangan untuk mendekati sesuatu (benda) atau perbuatan. Dan itu merupakan syarat mutlak dari Allah. Coba kita renungkan, untuk mendekati saja kita dilarang, apa lagi untuk melakukannya. Jika tetap dilakukan maka Allah akan murka, yang ditunjukkan dengan perkataan yang sangat buruk, yaitu, maka celakalah orang yang shalat. Allah juga memberikan pujian kepada orang-orang mukmin yang khusyu dalam shalatnya. Sungguh beruntunglah mereka yang beriman yaitu orang-orang yang khusyu dalam shalatnya. (Al Mukminun 23 : 1-2)

Sungguh amat jelas dalam nash tersebut, bahwa khusyu merupakan suatu hal yang sangat penting, dan Allah merespons orang-orang mukmin yang khusyu di dalam peribadatannya. Katakanlah : Berimanlah kamu kepada-Nya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya, apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka pun menyungkur atas muka mereka sambil bersujud dan mereka berkata Maha Suci Tuhan kami, sungguh janji Tuhan kami pasti dipenuh, Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis, dan mereka bertambah khusyu (QS Al Isra 17 : 107 109) Ilmu yang dimaksud ayat di atas adalah ilmu khusyu. Jika ilmu tersebut ada dalam qalbu manusia maka akan bergetar qalbunya, tersungkur atas muka mereka seraya menangis dan mereka bertambah khusyu, jika ayat-ayat Allah dibacakan. Ayat di atas sekaligus merupakan petunjuk atas tanda iman yang keluar dari qalbu orang-orang yang dimaksud pada ayat-ayat tersebut. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang apabila mengingat Allah gemetarlah qalbu mereka. (QS Al Anfaal 8 : 2) Pengertian khusyu ialah lunak dan tawadhu qalbunya, merasakan ketenangan, kerinduan, keintiman dan kecintaannya kepada Allah. Selanjutnya apa yang menjadi penyebab hilangnya ilmu khusyu pada zaman kini, Al Quran mengisahkan sebuah zaman yang hampir sama kejadiannya seperti zaman kita, yaitu : Dan ceritakan (kisah) Idris di dalam Al-Quran, sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka maka mereka menyungkur dengan sujud dan menangis. Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (QS Maryam 19 : 56-59) Begitulah Al-Quran menyebutkan penyebab dicabutnya ilmu khusyu, yaitu karena memperturutkan hawa nafsu dan melalaikan shalatnya. Dalam Al Quran Allah juga telah menunjukkan jalan bagi yang ingin mendapatkan kekhusyuan. Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh amat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka kembali kepada-Nya. (QS Al Baqarah 2 : 45-46) Pada ayat pertama tersebut, Allah memberikan penjelasan terhadap kita, bahwa shalat itu memang sangat sulit dan berat, kecuali bagi orang yang khusyu. Pada ayat berikutnya terdapat kata alladzina yazhunnuuna annahum mulaaquu rabbihim wa annahum ilaihi raajiun, untuk menjelaskan bahwa orang yang khusyu adalah yang mempunyai kesadaran rohani (zhan) bahwa dirinya sedang bertemu dengan Tuhannya dan dengan kesadarannya itulah mereka kembali kepada-Nya (berserah diri). Jika tidak memahami kesadaran bahwa hanya kepada-Nya roh itu kembali, maka perjalanan rohani kita berhenti atau terlena ke dalam ilusi pikiran. Akibatnya pengalaman liqa Allah itu tidak ada, padahal pertemuan dengan Allah yang disebutkan di atas terjadi pada waktu sekarang atau sedang berlangsung. Ada sebagian menterjemahkan bahwa bertemu Allah hanya di akhirat kelak. Pendapat ini tidak sesuai dengan kata yang tercantum dalam ayat tersebut. Sebab pada kalimat alladzina yazhununa annahum mulaaquu rabbihim wa annahum ilaihi raajiunn- adalah orang yang (sedang) meyakini atau menyadari bertemu dengan Tuhannya dan kepada-Nya mereka kembali. Kata raaji-unn berasal dari kata rajaa (telah kembali, fiil madhi), sedang yarjiu (sedang kembali, fiil mudhori) dan raaji (orang yang kembali, isim fail). Raajiuun adalah bentuk jama dari kata raaji (orang yang kembali). Penggunaan isim fail (pelaku atau subjek) pada ayat tersebut menegaskan, bahwa subjek itu melakukan sesuatu pada saat sekarang atau sedang berlangsung, karena didahului kata yadzhunna (adalah bentuk fiil mudhori), di

dalam kitab Al qawaaidul Arabiya, Al muyassarah jilid halam 79, wa huwa filulu alladzi yadullu ala hadatsin fi zamanin haadhir aumutaqbalin, menerangkan waktu zaman (jamanin) hadir au istiqbal yaitu peristiwa yang dilakukan saat sekarang dan akan datang atau kejadian itu sedang berlangsung. Maka bagi orang yang mengartikan bahwa kembali atau bertemu dengan Allah yang dimaksud adalah nanti di akhirat saja, sangatlah tidak masuk akal karena jika pendapatnya demikian akan muncul pertanyaan : jadi selama ini ketika kita shalat menghadap kepada siapa? Di manakah Allah saat kita sedang menyembah-Nya? Bagaimana dengan pernyataan Allah dalam surat Thaha 20 ayat 14 : Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikan shalat untuk mengingat aku. Begitu jelas bahwa objek (persembahan) ketika shalat adalah Aku, bukan nama-Ku akan tetapi kepada Wujud-Ku. Sayyid Qutub memberikan penegasan bahwa penggunaan kata dzan pada kalimat alladzina yadzunnuuna annhum mulaquu rabbihim dan akar katanya, bukan bermakna sangkaan tetapi diartikan keyakinan berjumpa dengan Allah. Arti ini dianggap yang lebih tepat, karena banyak keterangan serupa terdapat di dalam Al Quran maupun dalam kaidah bahasa Arab pada umumnya (Abu Sangkan, 2003). Salah satu bentuk khusyu yang dapat dilihat secara syariat adalah shalat yang tak menengok ke kanan dan ke kiri. Hal itu disebutkan dalam beberapa ayat dan Hadits di bawah ini : Maka sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yakin ( mati ) . (QS Al Hijr 1: 99) Ingatlah kematian di dalam sholatmu. Karena sesungguhnya seseorang jika mengingat kematian di dalam sholatnya, niscaya dia akan bermaksud untuk memperbaiki sholatnya. Dan lakukanlah sholat sebagaimana sholat seseorang yang tidak pernah mengira bahwa dia akan dapat melakukan selain sholat yang dilakukannya itu . (HR Ath Thabrani) Jika engkau telah berdiri di dalam sholatmu, maka lakukanlah sholat sebagaimana sholat seorang yang akan meninggalkan dunia . (HR Ahmad) Dari Abu Hurairah : Rasulullah Saw pernah menoleh ke kanan dan ke kiri dalam shalat, lalu Allah menurunkan firman-Nya : Sungguh beruntung mereka yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu dalam shalatnya. Kemudian Rasulullah Shallallhu Alaihi wa Sallam, shalat dengan khusyu dan tidak menoleh ke kanan atau ke kiri. (HR An Nasai) Allah itu tanpa henti memperhatikan shalatnya hamba, selama hamba itu tidak menoleh. Jika hamba itu menoleh, maka Allah mengalihkan pandangan-Nya dari hamba itu. (Al Hadits) Rasulullah Saw ketika melakukan shalat selalu dengan tumaninah, yaitu sikap tenang atau diam sejenak sehingga beliau dapat menyempurnakan ruku, Itidal, sujud dan duduk antara dua sujud dalam shalatnya. Apabila kalian melaksanakan shalat maka janganlah terburu-buru dan datangilah shalat tersebut dengan tenang dan penuh hormat. (HR Bukhari) Tentang lamanya waktu tumaninah kadang Rasulullah Saw melaksanakannya cukup lama. Sesungguhnya Anas pernah berkata : Sungguh aku tidak kuasa shalat dengan kamu sebagaimana aku pernah melihat Rasulullah Saw, shalat dengan kami, yaitu apabila mengangkat kepalanya dari ruku, beliau bediri tegak sehingga orang-orang menduga bahwa beliau lupa, dan apabila mengangkat kepalanya dari sujud, beliau diam sehingga orang-orang menduga bahwa beliau lupa. (HR. Bukhari dan Muslim) Aku shalat bersama Rasulullah pada suatu malam : Rasulullah senantiasa berdiri lama sehingga ada perasaan yang tidak baik dalam hatiku. Lalu ditanya oleh beliau. Niat tidak baik apakah yang kamu rasakan? Ketika engkau berdiri lama aku ingin cepat duduk, dan ingin meninggalkan shalat bersamamu. (HR Bukhari dan Muslim) Cara untuk memasuki shalat yang khusyu dapat di lakukan dengan langkah-langkah berikut ini :

1. 2.

3. 4.

5.

6.

7.

8.

9.

Heningkan pikiran dan usahakan tubuh anda rileks. Tak perlu mengkonsentrasikan pikiran karena anda akan merasakan pusing dan lelah. Kemudian rasakan getaran kalbu yang bening dan sambungan rasa itu kepada Allah (biasanya kalau sudah tersambung, suasana sangat hening dan tenang terasa getarannya menyelimuti jiwa dan fisik. Getaran jiwa inilah yang kemudian memendar menjadi Nur yang menyambungkan kepada Allah (Nur Shalah), yang menyebabkan pikiran tidak liar). Bangkitkan kesadaran diri, bahwa anda sedang berhadapan dengan Allah. Sadari bahwa anda akan memuja dan bersembah sujud kepada-Nya serendah-rendahnya, menyerahkan segala apa yang ada pada diri anda. Berniatlah dengan sengaja dan sadar sehingga muncul getaran rasa yang sangat halus dan kuat yang menarik rohani kita meluncur ke Cahaya-Nya, pada saat itulah ucapkan takbir Allahu Akbar, sembari mengangkat tangan untuk mempertemukan jari-jari tangan dengan pasangannya, yaitu tujuh lubang inderawi dikepala. Sesuai dengan Hadits Nabi Muhammad Saw : Ketika kami berada di sisi Rasulullah, tiba-tiba beliau bertanya : Adakah orang asing dianatara kamu, kemudian beliau memerintahkan pintu dututup dan bersabda : Angkatlah tangan kamu (HR Al Hakim). Saksikan dan nikmati Nur Ilahi dan Nur Muhammad yang terlihat oleh mata Qalbu. Kemudian luruskan niat, sesungguhnya aku menghadap wajah ku kepada Wajah Allah yang menciptakan langit dan bumi, dengan selurus-lurusnya, dan aku bukan termasuk orang yang syirik. Rasakan kelurusan jiwa anda yang terus bergetar menuju Nur Allah dan Nur Muhammad, dan setelah itu menyerahlah secara total dalam Lautan Cahaya-Nya. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah semata. Rasakanlah kehadiran Nur Ilahi dan Nur Muhammad yang masih menyelimuti jiwa anda, dan mulailah perlahan-lahan membaca setiap ayat dengan tartil, pastikan anda masih tetap melihat Nur Ilahi dan Nur Muhammad saat membaca ayat-ayat-Nya. Kemudian lakukanlah rukuk, biarkan badan anda membungkuk. Pastikan bahwa roh anda tetap melihat Nur Ilahi dan Nur Muhammad Yang Maha Agung, kemudian secara perlahan-lahan bacalah dengan penuh perasaan hormat subhaana rabbiyal adiimi wabihamdihi. Jika hal ini terjadi seirama antara rohani dengan fisik anda, maka Nur Ilahi dan Nur Muhammad yang tersaksikan akan bertambah Cemerlang dan meliputi diri kita sehingga bertambah kuat pula kekhusyuan shalat kita. Setelah rukuk, anda berdiri kembali perlahan sambil terus menyaksikan Nur Allah dan Nur Muhammad sambil mengucapkan pujian kepada-Nya Yang Maha Mendengar, samiallahu liman hamidah, kemudian setelah kedua tangan diturunkan ucapan : Rabbana lakal hamdu millussamawati wamil ul ardhi wamil uma syita min syai in badu (Ya Allah, kami bagi-Mu segala puji sepenuh langit dan bumi, sepenuh barang yang Engkau kehendaki). Rasakan keadaan ini sampai rohani anda mengatakannya dengan sebenarnya, dan jangan sedikitpun rasa tersisa dalam diri untuk ingin dipuji. Kemudian secara perlahan dengan tetap melihat Nur Allah dan Nur Muhammad, bersujudlah serendahrendahnya. Biarkan tubuh Anda bersujud, rasakan sujud anda agak lama. Jangan mengucapkan pujian kepada Allah yang Maha Suci, subhana rabbiyal ala wabihamdih, sebelum roh dan fisik anda bersatu dalam Cahaya Allah dan Cahaya Muhammad ketika sujud. Biasanya terasa sekali bersatunya rohani dengan Nur Allah dan Nur Muhammad ketika memuji Allah dan akan berpengaruh kepada fisik, menjadi lebih tunduk dan ringan. Selanjutnya lakukanlah shalat seperti di atas dengan perlahan-lahan dan tumaninah di setiap gerakan. Jika anda melakukannya dengan benar, maka getaran Nur Ilahi dan Nur Muhammad akan bergerak menuntun fisik anda. Sempurnakan kesadaran Nur shalah anda sampai salam.

Anda akan merasakan getaran Nur shalah (Cahaya Penghubung) kapan saja, sehingga suasananya menjadi sangat indah dan damai. Dan ketika tiba waktu shalat, Nur Shalah itu akan bertambah besar dan merupakan tempat persinggahan jiwa untuk mengisi getaran Nur Iman yang diperoleh dari shalat dengan khusyu. Agar getaran Nur Iman itu tidak tertutup lagi ingatlah Wujud Allah yang telah tersaksikan dalam shalat, dalam setiap kesempatan. Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalatmu, ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk, dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasakan tenang, maka dirikanlah shalat (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orangorang yang beriman. (QS An Nisa 4 :103)

HAKEKAT IBADAH Ibadah adalah hakikat dan tujuan penciptaan jin dan manusia, Dalam Q.S. 56 (Ad-Dzariat : 56)

Artinya : Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu. Ayat ini menegaskan bahwa tujuan Allah menciptakan manusia adalah untuk beribadah hanya kepadaNya. Ibadah secara etimologis berasal dari bahasa arab yaitu -

- yang

artinya melayani patuh, tunduk.

Sedangkan menurut terminologis ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai allah azza wa jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Ibadah Menurut Imam Ali bin Abi Thalib [karamallahu wajhah] 1. Ibadah Pedagang Ibadah karena mengharapkan sesuatu dari Allah SWT. Ia melakukan ibadah karena ingin mendapatkan keuntungan, sehingga ia pilih-pilih antara ibadah yang paling banyak mendapatkan keuntungan dan sibuk menghitung amalan-amalan ibadahnya. Dibawanya tasbih kemana-mana, diputar sambil komat-kamit hingga berhenti pada hitungan tertentu. Ketika ditanya, kenapa berhenti berzikir, ia menjawab: Berdasarkan hitungan ia telah membaca seribu kali, jika sekali membaca diberi ganjaran sepuluh, maka ia telah mendapatkan pahala sebanyak sepuluh ribu. Ibadah semacam ini bukannya tidak diperbolehkan, tetapi nilainya amat rendah.

2. Ibadah Seorang Budak Ibadah karena takut siksaan Allah. Ia melakukan ibadah jika disuruh serta di sertai ancaman dan merasa amalannya bukan untuk dirinya. 3. Ibadah Karena Rasa Syukur Jika ditanya kepada mereka : "Seandainya tidak ada surga atau neraka apakah tetap akan beribadah?" Mereka menjawab dengan mantap: "Ya, saya akan tetap beribadah." Karena rasa syukur hamba kepada sang pencipta dengan segala yang telah diberikan oleh-Nya, sepatutnya mereka beribadah tanpa mengharapkan imbalan (ibadah pedagang) atau karena takut akan siksanya (ibadah budak). Ketika ditanya apakah jika pintu akhirat dibukakan, segala hijab dibuka, apakah iman Imam Ali akan bertambah? Imam Ali menjawab, imannya tidak akan bertambah atau berkurang. ibadah itu terdapat hakikatnya, yaitu[3] :

ketundukan jiwa yang timbul dari karena hati (jiwa) merasakan cinta akan Tuhan yang mabud dan merasakan kebesaran-Nya, lantaran beri;tiqad bahwa bagi alam ini ada kekuasaan yang akal tak dapat mengetahui hakikatnya". Adapun seorang arif juga mengatakan bahwa hakikat ibadah yaitu : pokok ibadah itu, ialah engkau meridhoi Allah selaku pengendali urusan; selaku orang yang memilih; engkau meridhai Allah selaku pembagi, pemberi penghalang (penahan), dan engkau meridhai Allah menjadi sembahan engkau dan pujaan (engkau sembah)

,

Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya;

1. Ibadah Mahdhah Ibadah mahdhah atau ibadah khusus ialah ibadah yang apa saja yang telah ditetpkan Allah akan tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya. Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah : 1. Wudhu, 4. Shalat 7. Umrah 2. Tayammum 5. Shiyam ( Puasa ) 3. Mandi hadats 6. Haji Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip: a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya. Haram kita melakukan ibadah ini selama tidak ada perintah. b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:

Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah(QS. 64) Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah( QS. 59: 7). c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebuthikmah tasyri. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syariat, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat. d. Azasnya taat, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi. Rumus Ibadah Mahdhah adalah = KA + SS (Karena Allah + Sesuai Syariat) 2. Ibadah Ghairu Mahdah Ibadah ghairu mahdhah atau umum ialah segala amalan yang diizinkan oleh Allah. misalnya ibadaha ghairu mahdhah ialah belajar, dzikir, dakwah, tolong menolong dan lain sebagainya. Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4: a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan. Selama tidak diharamkan oleh Allah, maka boleh melakukan ibadah ini. b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah bidah , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bidah, maka bidahnya disebut bidah hasanah, sedangkan dalam ibadahmahdhah disebut bidah dhalalah. c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan. d. Azasnya Manfaat, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan. Rumus Ibadah Ghairu Mahdhah = BB + KA (Berbuat Baik + Karena Allah)

HAKIKAT SHOLAT Dalam sebuah hadits, Rasulullah Muhammad Saw bersabda bahwa, Shalat adalah miraj-nya muminin. Secara umum, makna miraj dalam hadits tersebut dihubungkan dengan tangga spiritual, yakni suatu perangkat ibadah yang dapat menaikkan derajat si mumin menjadi lebih dekat kepada Rabb-nya. Maka di dalam kata shalat tersirat suatu dinamika atau suatu proses perjalanan yang sifatnya menaik (uruj), dan secara eksplisit bentuk ibadah shalat yang dicontohkan Nabi Saw mengisyaratkan adanya suatu perubahan bertahap dari suatu state ke state yang lain secara tertib. Serangkaian kalimah takbir yang diucapkan dalam ibadah shalat menunjukkan suatu proses kenaikan (miraj) bertahap. Istilah shalat melampaui dari sekedar sebuah nama suatu ibadah mahdlah terpenting di dalam agama Islam. Makna spiritual dari kata shalat mencerminkan suatu proses pengorbitan setiap ciptaan Allah, secara spesifik terhadap poros dari suatu amr Allah Swt , ini diisyaratkan oleh Al-Quran Surat An-Nuur [24] : 41,

Tidakkah engkau mengetahui bahwa sesungguhnya bertasbih kepada Allah siapa pun yang ada di petala langit dan bumi, dan burung dengan mengembangkan sayapnya. Sungguh setiap sesuatu mengetahui cara shalatnya dan cara tasbihnya masing-masing. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang mereka kerjakan. (Q. S. An-Nuur [24] : 41)

Cara sholat menurut rasullah

- - : - - - Solat lah sebagai mana kamu melihatku solat

- - - - : - , , , , , , , , , , , jika kamu berdiri melakukan solat maka sempurnakan wudhu,menghadap kiblat kemudian bertakbirlah, kemudian bacalah surat al-quran yang mudah bagimu,kemudian rukuklah dengan tumaknina(tenang), kemudian berdiri tegak(iktidal), kemudian sujudlah dengan tumaknina, kemudian duduklah dengan tumak nina, kemudian bersujud kembali dengan tumaknina, lakukan hal tersebut untuk solatmu selanjutnya

" : - - : - - - " : " - . Dari wail bin hujer berkata. Aku solat bersama nabi SAW beliau salam kekanan mengucapkan dan kekiri mengucapkan - - : - - - Tidak termasuk solat bagi seseorang yang tidak membaca ummul quran