22
PENGENDALIAN HAMA MENGGUNAKAN KULTUR TEKNIS Tugas ini diajukan untuk memenuhi Mata Kuliah Tekperlintan II KELOMPOK : 8 ANGGOTA : FERI MEGA NURRIZQI 150510100127 AISYAH NUR HASANAH 150510100128 CHRISTYANDO R.S 150510100129 DINA SEPTRIA 150510100130 HASBURRAHMAN ABI M 150510100131 NIA DESIANA 150510100132 KELAS : AGROTEKNOLOGI C

Pengendalian Hama Menggunakan Kultur Teknis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengendalian Hama Menggunakan Kultur Teknis

PENGENDALIAN HAMA MENGGUNAKAN KULTUR TEKNIS

Tugas ini diajukan untuk memenuhi Mata Kuliah Tekperlintan II

KELOMPOK : 8

ANGGOTA :

FERI MEGA NURRIZQI 150510100127

AISYAH NUR HASANAH 150510100128

CHRISTYANDO R.S 150510100129

DINA SEPTRIA 150510100130

HASBURRAHMAN ABI M 150510100131

NIA DESIANA 150510100132

KELAS : AGROTEKNOLOGI C

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2011

Page 2: Pengendalian Hama Menggunakan Kultur Teknis

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas terselesaikannya makalah ini.Makalah

ini berisikan tentang materi Pengendalian Hama dengan Kultur Teknis. Makalah ini kami sajikan

untuk melengkapi nilai mata kuliah Tekperlintan II.

Makalah ini berisikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan oleh dosen mengenai

Pengendalian Hama Menggunakan Kultur Teknis.

Akhir kata, kami megucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

dalam pengerjaan makalah ini.Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.Oleh karena

itu, saran dan kritik yang membangun tetap kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.kami

juga meminta maaf jika terdapat kesalahan dalam makalah kami.

Wassalamu’alaikum wr.Wb.

Jatinangor, November 2011

Penyusun

i

Page 3: Pengendalian Hama Menggunakan Kultur Teknis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pengendalian Secara Kultur Teknik

Pengendalian tersebut merupakan pengendalian yang bersifat preventif, dilakukan sebelum

serangan hama terjadi dengan tujuan agar populasi OPT (Organisme Pengganggu Tanaman)

tidak meningkat sampai melebihi ambang kendalinya.

Menurut Pedigo (1996) dalam Untung (2006) sebagian besar teknik pengendalian secara

budidaya dapat dikelompokan menjadi empat dengan sasaran yang akan dicapai, yaitu 1)

mengurangi kesesuaian ekosistem, 2) Mengganggu kontinuitas penyediaan keperluan hidup

OPT, 3) Mengalihkan populasi OPT menjauhi tanaman, dan 4) Mengurangi dampak

kerusakan tanaman.

Pola tanam

a.Tanam serempak

Harus dilaksanakan di areal yang cukup luas, minimal satu hamparan dengan

golongan air yang sama.

Tujuannya untuk membatasi perkembangbiakan serangga hama.

Contoh :

- Pengendalian walang sangit → pada padi

- Pengendalian lalat kacang → pada kedelai (menyerang kotiledon kedelai)

Pengendalian ini secara tidak langsung mengurangi populasi, yaitu

memeratakan serangan per petak (dikonsentrasikan pada petak yang banyak

makanannya).

Penananam serempak dalam satu hamparan yang luas akan memperpendek

masa ketersediaan makanan hama karena panen dapat dilakukan bersamaan.

Penanaman serempak akan memperkecil risiko serangan karena hama bisa

terbagi-bagi.

Page 4: Pengendalian Hama Menggunakan Kultur Teknis

b. Panen serempak

c. Panen berjalur (Strip farming)

d. Pergiliran tanaman/Rotasi tan.

-Tujuannya untuk mematikan kehidupan hama dengan menghilangkan

tanaman inang.

-Sangat efektif pada serangga-serangga monofag.

e. Tumpangsari/Intercropping

Menanam minimal dua jenis tanaman di lahan yang sama dalam barisan-

barisan (tumpang sari).

Sistem tumpangsari sering menyebabkan penurunan kepadatan populasi hama

dibanding system monokultur, hal ini disebabkan karena peran senyawa kimia

mudah menguap (atsiri) yang dilepas dan gangguan visual oleh tanaman bukan

inang akan mempengaruhi tingkah laku dan kecepatan kolonisasi serangga

pada tanaman inang.

Contoh :  tanaman bawang putih yang ditanam diantara tanaman kubis dapat

menurunkan populasi Plutella xylostella yang menyerang tanaman kubis

tersebut. Hal ini karena senyawa yang dilepas oleh bawang putih tidak sama

dengan senyawa yang dilepas tanaman kubis sehingga P. xylostella kurang

menyukai habitat tanaman tumpangsari tersebut. Tanaman bawang putih

melepas senyawa alil sulfida yang diduga dapat mengurangi daya rangsang

senyawa atsiri yang dilepas kubis atau bahkan dapat mengusir hama tersebut.

f. Tanaman perangkap

Tanaman perangkap yang digunakan adalah varietas/tanaman yang paling

rentan dan ditanam lebih dahulu.

Penanaman tanaman perangkap di antara tanaman utama juga mulai diterapkan

untuk mengendalikan populasi hama. Mekanisme yang terjadi adalah adanya

daya tarik yang lebih kuat dari tanaman perangkap dibanding tanaman utama

sehingga hama lebih menyukai berada pada tanaman perangkap tersebut. Salah

satu tanaman yang mampu menarik serangga hama dan musuh alaminya adalah

Page 5: Pengendalian Hama Menggunakan Kultur Teknis

jagung. Tanaman jagung sebagai perangkap telah berhasil diterapkan untuk

mengendalikan Helicoverpa armigera pada kapas.

Pengolahan tanah (Sehat)

Ditujukan terhadap hama yang dalam siklus hidup mempunyai fase di dalam tanah.

Contoh : Larva famili Scarabaeidae (lundi), larva penggerek batang padi putih (pada

pangkal padi).

 Perlunya pengolahan tanah. Sebab ada serangga yang sebagian atau seluruh

hidupnya berada di dalam tanah, yang amat dipengaruhi oleh tekstur dan struktur

tanah, komposisi kimiawi tanah, kelembaban dan suhu tanah, serta adanya

organisme tanah lainnya. Dengan pengolahan tanah yang baik, hama-hama tersebut

bisa terbunuh atau terhambat perkembangannya karena terkena sengatan matahari,

dimakan predator di permukaan tanah, atau terbenam jauh ke dalam tanah.

Benih sehat

Pemangkasan

Pemangkasan/pemetikan dapat dilakukan dalam upaya mencegah meluasnya

serangan. Pemangkasan/ pemetikan dilakukan saat populasi hama tinggi.

Contoh : Tungau. Pemangkasan dapat menyebabkan terbuangnya sebanyak mungkin

telur-telur dan tungaunya. Hasil pemangkasan ini kemudian dibakar. Apabila air

tersedia dalam jumlah cukup drainasenya baik pemangkasan dapat dilakukan pada

musim kemarau, sehingga pada musim hujan tanaman dapat tumbuh kembali.

Pemetikan jangka pendek lebih baik dari pada pemetikan jangka panjang, karena

pada pemetikan jangka pendek tungau merah belum sempat meningkatkan

populasinya.

Pengelolaan Air

Pengairan Irigasi :

- Secara langsung : Scirpophaga innotata, Nymphula depunctalis

- Secara tidak langsung : perubahan iklim mikro terutama RH)

Page 6: Pengendalian Hama Menggunakan Kultur Teknis

Contoh : Air merupakan kebutuhan utama pada tanaman padi pada fase pertumbuhan

(Vegetatif), tetapi kebutuhan air ini perlu pengaturan supaya tanaman terhindar dari

kerusakan oleh jasad pengganggu. Serangan keong mas akan meningkat pada

tanaman padi yang berumur kurang dari satu bulan di lapangan, jika digenangi

dengan air. Untuk mencegah kerusakan oleh keong mas, maka tanaman padi yang

baru dipindahkan dari persemaian sampai bunting diairi secukupnya. Sedangkan

untuk menghindari serangan penggerek batang, kepinding tanah, wereng coklat dan

tikus perlu menggenangi lahan.

Pemupukan berimbang

Pemupukan yang berimbang dengan kebutuhan tanaman antara N, P, K dan unsur-

unsur mikro → tanaman sehat → tahan serangan hama

Contoh : Untuk meningkatkan hasil, petani cenderung melakukan pemupukan yang

berlebihan, tindakan ini tidak saja merupakan pemborosan, tetapi juga memberi

peluang tanaman padi terinfeksi patogen atau dirusak hama. Meningkatnya populasi

hama penggerek batang dan wereng coklat dilaporkan ada hubungannya dengan

tingginya dosis pupuk nitrogen yang diberikan.

Sanitasi

- Pembersihan lahan dari sisa-sisa tanaman terdahulu atau gulmanya.

- Pencabutan tanaman terserang.

Pengendalian lainnya adalah dengan pengaturan sanitasi lingkungan. Sanitasi yang

baik dan terjaga mengurangi kemungkinan hama menyerang tanaman. Sebagai

contoh, siput kecil biasanya berdiam di sampah atau rumput-rumput yang lembap.

Bila lingkungan tanaman terhindari dari adanya sampah atau kotoran lainnya maka

kesempatan siput untuk tinggal di lingkungan tersebut menjadi berkurang. Dengan

demikian, tanaman akan aman dari serangan hama.

Page 7: Pengendalian Hama Menggunakan Kultur Teknis

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengendalian Hama Lundi (Exopholis Hypoleuca) Kultur Teknis Pada Tanaman

Rempah Dan Obat

Lundi merupakan hama yang bersifat polifag, yaitu menyerang berbagai jenis tanaman termasuk

tanaman rempah, obat dan aromatik. Lebih dari sebagian hidup lundi ada di dalam tanah dan

merupakan akar tanaman serta dapat mengakibatkan kematian tanaman. Pengendalian hama

tanaman dapat dilakukan dengan berbagai cara atau memadukan beberapa komponen

pengendalian antara lain sanitasi, pola tanam, varietas tahan, penggunaan musuh alami, patogen

serangga, pestisida nabati dan pestisida sintetik. Pada tahun 2004, terjadi peningkatan populasi

hama lundi secara luas di Sukabumi dan sekitarnya termasuk di kebun percobaan (KP)

Sukamulya. Strategi pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan sanitasi.

Pengendalian hama lundi dapat juga dilakukan dengan menggunakan penyiangan terbatas

dengan tingkat efektivitas 85,9%.

Lundi menyerang tanaman pangan, palawija, hortikultura dan perkebunan antara lain padi,

jagung, tebu, kentang, ubi kayu, kacang hijau, kedelai, kacang tanah, kumis kucing, nilam, serai

wangi, kenanga, kelapa, pisang, abaka, kelapa sawit, rambutan, sawo, durian, lada dan panili.

Kerusakan tanaman akibat serangan spesies lundi sangat tergantung dari spesies lundi yang

menyerang, kerapatan populasi lundi, dan jenis tanaman inang.

Bioekologi

Lundi terutama pada stadia larva merupakan hama yang merusak tanaman. Bagian tanaman yang

dirusak adalah akar dan umbi, sedangkan imago merusak tanaman pada permukaan tanah. Siklus

Page 8: Pengendalian Hama Menggunakan Kultur Teknis

hidup lundi kurang lebih 1 tahun (sejak telur hingga imago). Stadia telur 10-30 hari, larva 5-8

bulan, pupa 14-40 hari dan imago 2-3 bulan (gambar 1). Jumlah telur 15-60 butir.

Kumbang muncul dari dalam tanah sesudah hujan lebat pertama pada musim hujan dan hidup di

pohon, tidak jauh dari tempat pembentukan pupa. Kumbang muncul pada petang hari,

meletakkan telur sore sampai malam hari. Kumbang bergerak tidak terlal jauh sekitar 10 meter

(betina) dan 100 meter (jantan) (Ruhendi et al., 1985). Menjelang musim kemarau larva stadia

akhir masuk ke dalam tanah lebih dalam dan membentuk pupa setelah mengalami periode

istirahat kurang lebih 40 hari. Pada siang hari imago beristirahat, dan senja hari mulai keluar

untuk bertelur. Serangan lundi terjadi secara luas di Sukabumi dan sekitarnya termasuk di KP

Sukamulya. Peningkatan populasi hama lundi terjadi sejak Desember 2004 sampai 2005.

Pengendalian

Mencegah atau mengurangi meluasnya serangan hama lundi telah dilakukan penelitian dengan

melakukan sanitasi yaitu membersihkan tempat/tanaman liar sebagai sumber tempat bertelur.

Kemampuan menurunkan populasi dengan melakukan penyiangan/sanitasi berkisar antara 23,9-

85,9% (Tabel 1). Pada perlakuan penyiangan bersih, populasi lundi sangat sedikit berkisar antara

0-5 ekor, sedangkan yang disiang antara 5-32 ekor. Data tersebut menunjukkan bahwa rumput-

rumput merupakan tanaman inang lundi untuk meletakkan telur. Gulma dapat dijadikan tanaman

perangkap uret.

Tabel 1 Populasi lundi pada beberapa jenis tanaman di KP. Sukamulya

Jenis tanamanRata-rata/

pohon

Efektivitas

pengendalian

(%)

Lada 4.0      cd* 78,3

Panili (tidak

disiang)18,4    a -

Panili (disiang) 14,0    b 23,9

Lahan bekas 7,8     c* 57,6

Page 9: Pengendalian Hama Menggunakan Kultur Teknis

tanaman jahe

Lahan siap tanam

(Disiang bersih)2,6     d* 85,9

Keterangan : * = di sekitar tanaman tumbuh rumput-rumputan (gulma)

Kesimpulan

Hama lundi merupakan hama yang mampu menyerang berbagai jenis tanaman sehingga apabila

terjadi ledaka populasi hama lundi akan menyebar dengan cepat dan merusak berbagai jenis

tanaman. Siklus lundi berlangsung lebih lama di dalam tanah mengakibatkan petani selalu

ketinggalan dalam mengantisipasi serangan hama lundi. Oleh karena itu perlu penelitian untuk

mengetahui pola sebaran, fluktuasi populasi dalam beberapa tahun dan beberapa musim tanam

yang diperlukan untuk mengantisipasi serangan hama lundi. Hama lundi menyenangi semak-

semak, dan berbagai jenis gulma sebagai tempat meletakkan telur, sehingga tumbuhan tersebut

dapat dijadikan tanaman perangkap. Pengendalian yang efektif adalah dengan melakukan

penyiangan terbatas, untuk mengurangi peluang peletakan telur, yang akhirnya akan mengurangi

populasi serangga dewasa.

2.2 Pengendalian Kutu Kebul dan Nematoda Parasitik Secara Kultur Teknik pada

Tanaman Kentang

Kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) dan nematoda (Meloidogyne spp.)merupakan 2 OPT yang

saat ini dianggap sebagai OPT penting pada tanaman kentang di Indonesia.

Kutu kebul dapat ditemukan pada berbagai jenis tanaman di Indonesia (OEPP 1989).Gejala

serangan berupa bercak nekrotik pada daun, disebabkan oleh rusaknya sel-sel dan jaringan daun

akibat serangan nimfa dan serangga dewasa. Dalam keadaan populasi tinggi, serangan kutu kebul

dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Embun madu yang dikeluarkan dapat menimbulkan

Page 10: Pengendalian Hama Menggunakan Kultur Teknis

serangan jamur jelaga berwarna hitam, yang menyerang pada berbagai stadia tanaman. Serangan

berat yang terjadi pada tanaman sayuran di Amerika dan Eropa menyebabkan kerugian sebesar

US $ 500 juta (Perring et al. 1993).

Meloidogyne spp. merupakan salah satu nematoda parasit yang mempunyai banyak tanaman

inang, terutama di daerah beriklim tropik. Daerah pencar nematoda tersebut sangat luas, dengan

prevalensi yang tinggi di sentra pertanaman kentang di Indonesia. Densiti larva nematoda di

dalam contoh tanah sangat bervariasi, berkisar antara 600–7.100, dengan rataan sekitar 3.290

larva per kg contoh tanah (Hadisoeganda,1991). Serangan nematoda dapat meningkatkan infeksi

oleh bakteri layu dan layu Verticillium. Kehilangan hasil kentang karena nematoda dapat

mencapai 12-20% (Wisnuwardana dan Hutagalung 1982).

Terjadinya ledakan populasi dan serangan kedua OPT tersebut salah satunya adalah diakibatkan

oleh penerapan beberapa factor agronomi yang tidak tepat, sehingga mendorong timbulnya

ledakan OPT. Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi, baik secara langsung maupun tidak

langsung antara tanaman dengan populasi OPT dan serangan OPT pada tanaman tersebut.

Sebagai contoh, penggunaan pupuk Urea dan ZA dengan dosis tinggi pada tanaman kentang,

dapat menimbulkan ledakan hama kutu daun persik (Myzus persicae) dan serangan penyakit

virus menggulung daun kentang PLRV(Sastrosiswojo 1980).

Teknologi ramah lingkungan yang diwujudkan dalam penerapan konsepsi pengendalian hama

terpadu (PHT) adalah jalan keluar dalam usahatani kentang yang berkesinambungan. Beberapa

komponen teknologi PHT yang dapat diterapkan untuk pengendalian hama B. tabaci dan

Meloidogyne spp. adalah sebagai berikut.:

1) Subsoiling. Pengelolaan tanah yang baik dapat mematikan pupa yang ada di dalam tanah dan

memungkinkan hama tersebut terkena kondisi yang tidak menguntungkan, seperti panas oleh

sinar matahari maupun kondisi dingin. Perlakuan subsoiling hingga kedalaman 14 inci di bawah

lapisan olah dapat menekan populasi Meloidogyne spp. (Marwoto 1993).

2) Solarisasi tanah dapat mematikan berbagai OPT dalam tanah (Pinkerton et al. 1996)

3) Meningkatkan keanekaragaman ekosistem.

Page 11: Pengendalian Hama Menggunakan Kultur Teknis

4)Aiyer (1949) dalam Marwoto dan Rohana (1988) berpendapat bahwa pertanaman secara

tumpangsari dapat menurunkan serangan OPT, melalui cara (1) mengurangi penyebaran, karena

adanya penghadang (barrier) tanaman bukan inang dan (2) salah satu spesies tanaman berfungsi

sebagai perangkap atau penolak. Beberapa tanaman yang berfungsi sebagai perangkap atau

penolak OPT adalah Tagetes erecta (Ploeg 1999), bawang daun (Allium esculentum) (Raymondo

1984 dan Setiawati et al. 1993), dan lobak (Raphanus sativus L.) (Yamada 2001).

Penggunaan beberapa komponen teknologi kultur teknik tersebut, baik secara tunggal ataupun

gabungannya, diharapkan dapat menekan serangan kutu kebul dan nematoda serta OPT lain yang

penting pada tanaman kentang, sehingga kehilangan hasil dapat dikurangi.

Perlakuan yang digunakan sebagai petak utama adalah 2 cara pengelolaan tanah (A), yaitu

a0. Tanpa subsoiling+tanpa solarisasi;

a1. Subsoiling+solarisasi.

Sedangkan sebagai anak petak adalah 4 sistem tanam kentang (B), yaitu

b0. Kentang monokultur;

b1. Tumpangsari kentang+bawang daun;.

b2. Tumpangsari kentang+tagetes;

b3. Tumpangsari kentang+lobak.

Keterangan:

1. Bawang daun, tagetes (Tagetes erecta), dan lobak ditanam bersamaan dengan tanaman

kentang.

2. Subsoiling dilakukan dengan cara pencangkulan tanah, pengangkatan, pengumpulan, dan

pemusnahan sisa-sisa tanaman dengan perakarannya, dan pembalikan tanah sedalam 30 cm.

Pengolahan tanah dilakukan sebanyak 2 kali.

3. Solarisasi dilakukan dengan menutup lahan penelitian dengan menggunakan plastik putih

transparan selama 6 minggu sampai temperature tanah mencapai ±500C.

Varietas kentang yang digunakan adalah varietasAtlantik, dengan jarak tanam80 x 30 cm.

Kentang ditanam secara double row. Bawang daun, tagetes, dan lobak ditanam di antara tanaman

Page 12: Pengendalian Hama Menggunakan Kultur Teknis

kentang. Jumlah tanaman per petak 100 tanaman. Pemupukan menggunakan pupuk kandang 40

t/ha dan pupuk NPK 1 t/ha. Tanaman contoh ditetapkan secara sistematis sebanyak 10 tanaman

per petak perlakuan. Pengamatan dilakukan tiap minggumulai 28 hari setelah tanaman (HST)

Pengaruh perlakuan terhadap populasi kutu kebul

Tabel 1. Interaksi antara pengelolaan tanah dan cara tanam dengan sistem tanam kentang terhadap rataan populasi B. tabaci pada umur 51 HST, Lembang 2002

Pengelolaan tanah (subsoiling dan solarisasi) serta tumpangsari antara kentang dengan tagetes

merupakan kombinasi terbaik dan mampu menekan populasi sebesar 46,25% untuk B. tabaci,

pengelolaan tanah, seperti subsoiling dan solarisasi berpengaruh terhadap penurunan B. tabaci.

Hal ini disebabkan pengolahan tanah dapat menekan populasi awal B. tabaci.

Tumpangsari antara kentang dengan bawang daun, tagetes, ataupun lobak relatif dapat menekan

populasi keempat hama yang menyerang. tanaman kentang. Hal ini menunjukkan bahwa ada

pengaruh penggunaan tanaman perangkap terhadap penurunan populasi hama tersebut. Hasil

penelitian ini menyokong pendapat Srinivasan et al. (1994) yang menyatakan bahwa tanaman T.

erecta dapat digunakan sebagai tanaman perangkap hama. penanaman tumpangsari atau

polikultur menyebabkan populasi serangga dan serangannya lebih rendah dari penanaman

monokultur. Tumpangsari merupakan cara pengendalian kultur teknis yang relative murah dan

tidak merusak lingkungan. Cara ini dapat mengurangi populasi serta serangan hama (Trenbath

1993). Rendahnya populasi dan serangan hama pada sistem tumpangsari dapat

sebagai akibat chemical barrier atau physical barrier (Risch et al. 1983).

Pengaruh perlakuan terhadap populasi nematoda Meloidogyne spp.

Page 13: Pengendalian Hama Menggunakan Kultur Teknis

Pengelolaan tanah (subsoiling, sanitasi, dan solarisasi) ternyata dapat menurunkan populasi

nematoda di dalam tanah. Solarisasi selama 30 hari dapat mengurangi populasi nematoda

(Grossman et al. 1995). Selain itu ditemukan pula bahwa solarisasi selama 6 minggu dapat

menekan perkembangan OPT di dalam tanah (Vito et al.1996;Pinkerton et al. 1996). Menurut

Hadisoeganda (1993) pengolahan tanah yang sempurna menjadikan struktur dan tekstur tanah

tidak seperti labyrinth, sehingga tanaman terlindung dari infeksi Meloidogyne spp. Selanjutnya

Marwoto (1993) menyatakan bahwa perlakuan subsoiling membuat struktur tanah menjadi lebih

remah, sehingga memberikan peluang bagi sistem perakaran menembus ke lapisan tanah yang

lebih dalam. Dengan demikian system perakaran tersebut terbebas dari jangkauan nematoda.

Perlakuan subsoiling hingga kedalaman 14 inci di bawah lapisan olah dapat menekan populasi

Meloidogyne spp.

Tumpangsari antara kentang–bawang daun, kentang–tagetes, ataupun kentang–lobak ternyata

dapat menurunkan populasi nematoda. Namun demikian efikasinya berbeda. Hal ini disebabkan

oleh perbedaan preferensi nematode terhadap jenis tanaman. Beberapa tanaman yang bersifat

rentan, umumnya mengeluarkan eksudat akar yang terdiri dari senyawa gula dan asam amino

yang merangsang aktivitas penetrasi dalam akar.

Sebaliknya tanaman antagonis dapat menghambat penetrasi dan perkembangan nematoda di

dalam jaringan akar. Menurut Chudhury (1981) dalam Marwoto (1992) jumlah gall dan betina

dewasa pada akar kentang yang ditanam bersamaan dengan tagetes, secara nyata lebih rendah

dibandingkan dengan jumlah gall dan betina dewasa pada akar yang di tanam secara monokultur.

Page 14: Pengendalian Hama Menggunakan Kultur Teknis

Perlakuan dengan menggunakan subsoiling dan solarisasi serta tumpangsari antara tanaman

kentang dan tagetes ternyata yang paling efektif dalam menekan populasi nematoda pada

tanaman kentang, terutama untuk nematoda Meloidogyne spp. Tagetes menghasilkan a terthienyl

yang dapat mempengaruhi perkembangan nematoda (Siddiqi dan Alam 1988; Marles et al.

1992). Tanaman antagonistik dapat menekan intensitas serangan pada tanaman berikutnya

(Marwoto 1992). Lobak selain efektif untuk menekan serangan nematoda, juga dapat menekan

serangan hama lain, seperti hama penggerek dan kumbang.Raymundo (1984) menyatakan bahwa

tumpangsari kentang dan bawang daun secara nyata mampu menurunkan jumlah benjolan (gall)

pada akar kentang.

KESIMPULAN

1. Pengendalian OPT secara kultur teknik (pengelolaan tanah dan sistem tanam) dapat menekan

populasiOPT penting pada tanaman kentang.

2. Tumpangsari antara kentang–bawang daun, kentang–tagetes, dan kentang–lobak dapat

menekan serangan hama B. tabaci, serta nematode Meloidogyne spp. pada tanaman kentang.

3. Perlakuan subsoiling dan solarisasi serta tumpangsari antara tanaman kentang dengan tagetes

dapat menekan populasi hama B. tabaci, sebesar 46,25%.

4. Perlakuan subsoiling dan solarisisi serta tumpangsari antara tanaman kentang dengan tagetes

dapat menekan populasi nematode Meloidogyne spp. Pada tanaman kentang dengan hasil panen

yang berkisar9,36–10,05t/ha.

Page 15: Pengendalian Hama Menggunakan Kultur Teknis

DAFTAR PUSTAKA

I Wayan Laba, Balittro. Warta penelitian dan pengembangan tanaman industri volume 15

nomor 2, Agustus 2009 Hal 29-31

http://erlanardianarismansyah.wordpress.com/2010/02/28/pengendalian-hama-lundi-

exopholis-hypoleuca-dengan-pestisida-nabati-kultur-teknis-dan-patogen-serangga-pada-

tanaman-rempah-dan-obat/ (diakses 12 november 2011).

http://web.ipb.ac.id/~phidayat/perlintan/perlintan/Perlintan%20Minggu-5-6.pdf (diakses

12 november 2011).

http://balitsa.litbang.deptan.go.id/ind/sites/default/files/Download/download/Jurnal/

Setiawati%20kutu%20kebul.pdf (diakses 12 november 2011).