49
BAB I PENDAHULUAN I.Latar Belakang. Lingkungan merupakan salah satu aspek kehidupan manusia dan merupakan tempat di mana manusia menghabiskan masa hidup mereka, baik sebagai makhluk pribadi maupun sebagai makhluk social. Lingkungan hidup manusia tidak lepas dari peranan manusia itu sendiri dalam menjaga dan melestarikannya. Bencana alam yang sering terjadi baik itu yang disebabkan oleh alam itu sendiri yaitu dari dalam bumi (gempa tektonik, pergeseran lempeng, atau sebesar tsunami) maupun dari dalam bumi (tumbukan meteor, jatuhan asteroid dan sebagainya). Bencana alam juga tidak lepas dari akibat perbuatan manusia sebagai makhluk hidup yang tinggal di atas permukaannya. Kegiatan atau aktivitas keseharian manusia dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga secara tidak langsung memicu bencana alam (perang nuklir, pemanasan global, polusi air/udara) dan bencan genetis-biologis lainnya. Lingkungan semakin lama semakin rusak dan tercemar, akibat dari pada kegiatan dan aktivitas tadi. Pengelolaan sebuah lingkungan yang terpadu dan berkelanjutan seakan menjadi sebuah hal yang sangat sulit untuk direalisasikan dalam kehidupan nyata akibat dari kesibukan dan pekerjaan. Sudah menjadi kewajiban 1

Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

  • Upload
    sem-iku

  • View
    244

  • Download
    15

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang.

Lingkungan merupakan salah satu aspek kehidupan manusia dan

merupakan tempat di mana manusia menghabiskan masa hidup mereka, baik

sebagai makhluk pribadi maupun sebagai makhluk social. Lingkungan hidup

manusia tidak lepas dari peranan manusia itu sendiri dalam menjaga dan

melestarikannya. Bencana alam yang sering terjadi baik itu yang disebabkan oleh

alam itu sendiri yaitu dari dalam bumi (gempa tektonik, pergeseran lempeng, atau

sebesar tsunami) maupun dari dalam bumi (tumbukan meteor, jatuhan asteroid

dan sebagainya). Bencana alam juga tidak lepas dari akibat perbuatan manusia

sebagai makhluk hidup yang tinggal di atas permukaannya. Kegiatan atau

aktivitas keseharian manusia dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, juga secara tidak langsung memicu bencana alam (perang nuklir,

pemanasan global, polusi air/udara) dan bencan genetis-biologis lainnya.

Lingkungan semakin lama semakin rusak dan tercemar, akibat dari pada

kegiatan dan aktivitas tadi. Pengelolaan sebuah lingkungan yang terpadu dan

berkelanjutan seakan menjadi sebuah hal yang sangat sulit untuk direalisasikan

dalam kehidupan nyata akibat dari kesibukan dan pekerjaan. Sudah menjadi

kewajiban kita sebagai makhluk dengan kesadaran dan kecerdasan tinggi dalam

menyikapi hal ini. Pengelolaan lingkungan yang meliputi lingkungan di darat,

sungai/laut, dan udara mempunyai beberapa langkah-langkah penyelesaian yang

harus dilalui dalam pencapaiannya. Reboisasi dan reklamasi lahan adalah

sebagian kecil contoh dari langkah penyelesaian yang ditempuh manusia dalam

upaya pelestarian dan pengelolaan lingkungan yang terpadu dan berkelanjutan.

Dari uraian di atas maka penulis ingin mengangkat permasalahan yang berkaitan

dengan solusi permasalahan pengelolaan lingkungan yang baik dan benar.

II. Rumusan Masalah

1

Page 2: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

Dalam penulisan makalah ini yang menjadi pokok permasalahan adalah

bagaimana mengupayakan pengelolaan lingkungan yang terpadu dan

berkelanjutan serta langkah-langkah apa yang bisa ditempuh dalam

merealisasikannya.

III. Tujuan penulisan

Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai pembelajaran khusus bagi semua pihak yang merasa bertanggung

jawab akan kelestarian dan keberlangsungan organisme dan ekosistem alam.

2. Sebagai bahan acuan penelitian bagi yang ingin meneliti lebih jauh tentang

masalah yang ingin dikaji.

3. Sebagai salah satu syarat dalam perolehan nilai akhir mata kuliah pengetahuan

lingkungan.

IV. Batasan Masalah

Pembahasan makalah ini hanya dibatasi pada cara pengelolaan

lingkungan yang baik dan benar dan cara-cara yang ditempuh dalam pengelolaan

dan pelestarian lingkungan secara terpadu dan berkelanjutan.

V. Manfaat Penulisan

1. Mengetahui pokok permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat tentang hambatan

yang dihadapi dalam usaha pelestarian lingkungan.

2. Memberikan masukan pada masyarakat umum dan mahasiswa pada khususnya

mereka yang menekuni disiplin bidang lingkungan.

3. Menambah wawasan mahasiswa khususnya jurusan teknik pertambangan Universitas

Nusa Cendana dalam merencanakan pelestarian lingkungan secara terpadu dan

berkelanjutan.

2

Page 3: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

BAB II

PEMBAHASAN

I. Landasan Teori

Krisis lingkungan saat ini sudah sampai pada tahap yang serius dan

mengancam eksitensi planet bumi di mana manusia, hewan dan tumbuhan

bertempat tinggal dan melanjutkan kehidupannya. Manusia modern dewasa ini

sedang melakukan perusakan secara perlahan akan tetapi pasti terhadap sistem

lingkungan yang menopang kehidupannya. Kerusakan lingkungan baik dalam

skala global maupun lokal termasuk di negara kita hingga saat ini sudah semakin

parah. Indikator kerusakan lingkungan terutama yang diakibatkan oleh degradasi

lahan cukup nyata didepan mata dan sudah sangat sering kita alami seperti banjir

tahunan yang semakin besar dan meluas, erosi dan pendangkalan (sedimentasi)

sungai dan danau, tanah longsor, kelangkaan air (kuantitas dan kualitasnya) yang

berakibat terjadinya kasus kelaparan di beberapa daerah dinegara kita dan

beberapa negara lain. Polusi air dan udara, pemanasan global yang mengakibatkan

terjadinya perubahan iklim dunia, mencairnya salju di wilayah kutub utara dan

selatan, kerusakan keragaman hayati, kepunahan spesies tumbuhan dan hewan

serta ledakan hama dan penyakit merupakan gejala lain yang tak kalah serius yang

sedang mengancam kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan diplanet bumi ini.

Mewabahnya penyakit hewan dan manusia yang mematikan akhir-akhir ini seperti

demam berdarah, flu burung hingga HIV, sebenarnya juga merupakan akibat

akibat dan dampak dari telah terjadinya gangguan kesetimbangan dan kerusakan

lingkungan fisik maupun non-fisik di permukaan bumi.

Berbagai kasus kerusakan lingkungan yang terjadi baik dalam lingkup global

maupun nasional, jika dicermati, sebenarnya berakar dari pandangan manusia

tentang alam dan lingkungannya. Perilaku manusia yang tidak bertanggungjawab

terhadap alam itulah yang mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan.

Sebagai contoh dalam lingkup lokal, pencemaran lingkungan yang terjadi di

Sumatera Utara oleh PT. Inti Indorayon Utama, kerusakan lingkungan dan

pencemaran di Irian Jaya oleh PT. Freeport Indonesia, serta kerusakan hutan

akibat penebangan yang illegal, merupakan contoh perbuatan manusia yang tidak

3

Page 4: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

bertanggung jawab terhadap lingkungannya. Manusia merupakan penyebab

utama terjadinya kerusakan lingkungan di permukaan bumi ini. Peningkatan

jumlah penduduk dunia yang sangat pesat, telah mengakibatkan terjadinya

eksploitasi intensif (berlebihan) terhadap sumberdaya alam yang akibatnya ikut

memacu terjadinya kerusakan lingkungan terutama yang berupa degradasi lahan.

Padahal lahan dengan sumberdayanya berfungsi sebagai penyangga kehidupan

hewan dan tumbuhan termasuk manusia. Orientasi hidup manusia modern yang

cenderung materialistik dan hedonistik juga sangat berpengaruh. Kesalahan cara

pandang atau pemahaman manusia tentang sistem lingkungannya, mempunyai

andil yang sangat besar terhadap terjadinya kerusakan lingkungan yang terjadi

dunia saat ini. Cara pandang dikhotomis yang dipengaruhi oleh paham

antroposentrisme yang memandang bahwa alam merupakan bagian terpisah dari

manusia dan bahwa manusia adalah pusat dari sistem alam mempunyai peran

besar terhadap terjadinya kerusakan lingkungan (White,,1967, Ravetz,1971,

Sardar, 1984, Mansoor, 1993 dan Naess, 1993). Cara pandang demikian telah

melahirkan perilaku yang eksploitatif dan tidak bertanggung jawab terhadap

kelestarian sumberdaya alam dan lingkungannya. Disamping itu paham

materialisme, kapitalisme dan pragmatisme dengan kendaraan sain dan teknologi

telah ikut pula mempercepat dan memperburuk kerusakan lingkungan baik dalam

lingkup global maupun lokal, termasuk di negara kita.

Naess (1993) salah seorang penganjur ekosentrisme dan deep ecology pernah

menyatakan bahwa krisis lingkungan yang terjadi dewasa ini hanya bisa diatasi

dengan merubah secara fundamental dan radikal cara pandang dan perilaku

manusia terhadap alam lingkungannya. Tindakan praktis dan teknis penyelamatan

lingkungan dengan bantuan sain dan teknologi ternyata bukan merupakan solusi

yang tepat. Yang dibutuhkan adalah perubahan perilaku dan gaya hidup yang

bukan hanya orang perorang, akan tetapi harus menjadi semacam budaya

masyarakat secara luas. Dengan kata lain dibutuhkan perubahan pemahaman baru

tentang hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya yang akan bisa

melandasi perilaku manusia terhadap alam.

4

Page 5: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

Agama terutama Islam sebenarnya mempunyai pandangan (konsep) yang sangat

jelas tentang hubungan manusia dengan alam ini. Islam merupakan agama yang

memandang lingkungan sebagai bagian tak terpisahkan dari keimanan seseorang

terhadap Tuhan. Dengan kata lain, perilaku manusia terhadap alam lingkungannya

merupakan manifestasi dari keimanan seseorang. Dalam Islam, menjaga alam dan

memelihara lingkungan sama halnya dengan menjaga dan memelihara kehidupan

di alam, dan hukumnya wajib bagi siapapun seperti wajibnya mendirikan sholat,

membayar zakat, berpuasa dibulan romadhan dan berhaji. Islam merupakan

agama yang amat peduli lingkungan (eco-friendly), baik lingkungnan alam

maupun lingkungan sosial. Konsep Islam tentang lingkungan ini ternyata

sebagian telah diadopsi dan menjadi prinsip etika lingkungan yang dikembangkan

oleh para ilmuwan lingkungan. Akan tetapi konsep (ajaran) Islam yang sangat

jelas ini tampaknya masih belum banyak dipahami apalagi dijadikan pedoman

dalam bersikap dan berperilaku terhadap lingkungannya oleh sebagian besar umat

Islam yang jumlah nya tak kurang dari spertiga penduduk dunia. Hal ini ditandai

dari kerusakan lingkungan yang terjadi baik dalam lingkup nasional maupun

global, ternyata sebagian besar terjadi di lingkungan yang mayoritas penduduknya

muslim. Atau barangkali dalam hal ini disebabkan oleh terjadinya kesalahan

dalam pemahaman ajaran agama serta cara pendekatan yang dipilih oleh para

pemeluk Islam di negara kita khususnya dan juga umat islam pada umumnya ?.

Uraian singkat berikut merupakan upaya pencarian jawaban tersebut, sekaligus

merupakan sebuah upaya menggali kembali konsep (ajaran) Islam yang berkaitan

dengan hubungan antara manusia dengan alam, yang bisa menjadi landasan

terbangunnya konsep etika lingkungan. Konsep (ajaran) Islam ini diharapkan

bisa menjadi dasar pijakan moral dan spiritual (moral and spiritual base) dalam

upaya penyelamatan lingkungan sudah sangat kritis dewasa ini.

Upaya-upaya praktis penyelamatan lingkungan dengan memanfaatkan kemajuan

sain dan teknologi rupanya tidak cukup untuk mengendalikan perusakan

lingkungan yang dilakukan oleh manusia. Permasalahan lingkungan ternyata

bukan hanya masalah teknis ekologi semata, akan tetapi juga menyangkut teologi.

Permasalahan yang menyangkut lingkungan sangat komplek serta multi dimensi.

5

Page 6: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

Oleh karena itu nilai-nilai agama (ad-diin) yang juga bersifat multi-dimensi bisa

digunakan sebagai landasan berpijak dalam upaya penyelamatan lingkungan.

Menurut Carter (1996) [[Community-Based Resource Management (CBRM)]]

didefinisikan sebagai suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat

pada manusia, dimana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan

sumberdaya dan lingkungan secara berkelanjutan di suatu daerah terletak/berada

di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah tersebut.

Definisi Pengelolaan Berbasis Masyarakat (PBM) berdasarkan Petunjuk

Pelaksanaan Pengelolaan Berbasis Masyarakat (COREMAP-LIPI, 1997) adalah

sistem pengelolaan sumberdaya (terumbu karang) terpadu yang perumusan dan

perencanaannya dilakukan dengan pendekatan dari bawah (bottom up approach)

berdasarkan aspirasi masyarakat dan dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat.

Sedangkan Nikijuluw (2002) mendefinisikan PBM sebagai suatu proses

pemberian wewenang, tanggung jawab dan kesempatan kepada masyarakat untuk

mengelola sumberdayanya (dalam bukunya Nikijuluw lebih menitikberatkan pada

pengelolaan perikanan) sendiri dengan terlebih dahulu mendefinisikan kebutuhan

dan keinginan, tujuan serta aspirasinya.

II. Hubungan Manusia dengan Alam

Teologi dalam konteks hubungan manusia dengan alam ini dimaknai sebagai nilai

atau ajaran agama yang berkaitan dengan eksistensi atau keberadaan Tuhan, tidak

dimaknai sebagai suatu cabang atau bagian dari ilmu-ilmu agama terutama yang

membahas tentang ketuhanan. Makna bebas teologi dalam konteks ini adalah :

cara “menghadirkan” Tuhan dalam setiap aspek kegiatan manusia, termasuk

kegiatan manusia dalam berhubungan dengan alam, pemanfaatan sumberdaya

alam dan pengelolaan lingkungan.

Pengelolaan lingkungan adalah salah satu kegiatan sekaligus tugas manusia. Oleh

karena itu pertanyaan yang bisa diajukan berkaitan dengan hal ini adalah : Apakah

dalam melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya

alam, manusia telah “menghadirkan” Tuhan, atau sebaliknya Tuhan ditinggalkan

atau malah “dicampakkan“?. Dengan perkataan yang lain: Tuhan ada dimana

6

Page 7: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

pada saat manusia melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan dan pemanfaatan

sumberdaya alam ?.

Dalam bahasa yang lebih “akademis”, teologi bisa dimaknai sebagai sebuah

konsep berpikir dan bertindak yang dihubungkan dengan “Yang Ghoib” yang

menciptakan sekaligus mengatur manusia dan alam (lingkungannya). Jadi terdapat

tiga pusat perhatian dalam bahasan ini yakni : Tuhan, manusia dan alam yang

ketiganya merupakan “satu kesatuan” hubungan yang tidak hanya bersifat

fungsional, akan tetapi juga yang bersifat spiritual. Dengan demikian teologi

dapat dimaknai sebagai sebuah konsep berpikir dan bertindak manusia yang

berkaitan dengan lingkungan hidupnya dengan mengintegrasikan aspek fisik

(alam) termasuk manusia dan yang non fisik (Yang Maha Menciptakan alam).

Alam semesta termasuk bumi seisinya adalah ciptaan Tuhan dan diciptakan dalam

kesetimbangan, proporsional dan terukur atau mempunyai ukuran-ukuran, baik

secara kualitatif maupun kuantitatif (QS:ar Ra’d: 8; al Qomar : 49 dan al

Hijr:19). Bumi yang merupakan planet dimana manusia tinggal dan

melangsungkan kehidupannya terdiri atas berbagai unsur dan elemen dengan

keragaman yang sangat besar dalam bentuk, proses dan fungsinya. Berbagai unsur

dan elemen yang membentuk alam tersebut diciptakan Allah untuk memenuhi

kebutuhan manusia dalam menjalankan kehidupannya di muka bumi, sekaligus

merupakan bukti ke Mahakuasaan dan Kemahabesaran Sang Pencipta dan

Pemelihara alam (Qs: Ta-Ha; 53-54). Dialah yang menentukan dan mentaqdirkan

segala sesuatu di alam semesta. Tidak ada sesuatu di alam ini kecuali mereka

tunduk dan patuh terhadap ketentuan hukum dan qadar Tuhan serta berserah diri

dan memujiNya (QS:an Nur:41).

Alam merupakan sebuah entitas atau realitas (empiric = bisa diamati dan

dirasakan) yang tidak berdiri sendiri, akan tetapi berhubungan dengan manusia

dan dengan realitas yang lain Yang Ghaib dan supra-empirik. Alam sekaligus

merupakan representasi atau manifestasi dari Yang Maha Menciptakan alam dan

Yang Maha Benar, yang melampauinya dan melingkupinya yang sekaligus

merupakan Sumber keberadaan alam itu sendiri. Realitas alam ini tidak diciptakan

dengan ketidak sengajaan (kebetulan atau main-main atau bathil) sebagaimana

pandangan beberapa saintis barat, akan tetapi dengan nilai dan tujuan tertentu dan

7

Page 8: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

dengan kebenaran (Q.S Al-An’am: 73; Shaad:27; Al Dukhaan: 38-39, Ali

Imran:191-192). Oleh karena itu menurut pandangan Islam, alam mempunyai

eksistensi riil, objektif serta bekerja sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku

tetap (qadar) bagi alam, yang dalam bahasa agama sering pula disebut sebagai

hukum Allah (sunnatullah). Sebagai contoh, batu hukumnya atau qadarnya adalah

benda padat, sedangkan air adalah benda cair. Batu tak akan pernah bisa berubah

menjadi benda cair kecuali kalau batu tersebut dihaluskan hingga menjadi partikel

yang sangat kecil dan dicampur dengan benda cair misalnya air. Inilah yang

dimaksud dengan hukum atau qadar Tuhan yang berlaku tetap. Sunnatullah ini

tidak hanya berlaku bagi benda-benda alam, akan tetapi juga bagi manusia.

Pandangan Islam tidak sama dengan pandangan kaum idealis yang menyatakan

bahwa alam adalah semu dan maya atau pancaran dari dunia lain yang tak konkrit

yang disebut dunia idea. Pandangan Islam tentang alam (lingkungan hidup)

bersifat menyatu (holistik) yang komponennya adalah Sang Pencipta, alam dan

makhluk hidup (termasuk manusia). Masing-masing komponen mempunyai peran

dan kedudukan yang berbeda-beda akan tetapi tetap berada dalam koridor

rancangan atau disain Allah (sunantullah).

Manusia merupakan bagian tak terpisahkan dari alam. Sebagai bagian dari alam,

keberadaan manusia di alam adalah saling mengisi dan melengkapi satu dengan

lainnya dengan peran yang berbeda-beda. Manusia mempunyai peran dan posisi

khusus diantara komponen alam dan makhluq ciptaan Tuhan yang lain yakni

sebagai khalifah, wakil Tuhan dan pemimpin di bumi ( QS: Al An’am:165).

Hubungan antara manusia dengan alam lingkungan hidupnya ini ditegaskan dalam

beberapa ayat al Qur’an dan Hadist Nabi yang intinya adalah :

1) Hubungan keimanan dan peribadatan. Alam semesta berfungsi sebagai sarana

bagi manusia untuk mengenal kebesaran dan kekuasaan Tuhan (beriman kepada

Tuhan) melalui alam semesta, karena alam semesta adalah tanda atau ayat-ayat

Allah. Manusia dilarang memperhamba alam dan dilarang menyembah kecuali

kepada Allah yang Menciptakan alam.

2) Hubungan pemanfaatan yang berkelanjutan. Alam dengan segala

sumberdayanya diciptakan Tuhan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Dalam memanfaatkan sumberdaya alam guna menunjang kehidupannya ini harus

8

Page 9: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

dilakukan secara wajar (tidak boleh berlebihan). Demikian pula tidak

diperkenankan pemanfaatan sumberdaya alam hanya untuk memenuhi kebutuhan

bagi generasi saat ini sementara hak-hak pemanfaatan bagi generasi mendatang

terabaikan. Manusia dilarang pula melakukan penyalahgunaan pemanfaatan dan

atau perubahan alam dan sumberdaya alam untuk kepentingan tertentu sehingga

hak pemanfatatannya bagi semua kehidupan menjadi berkurang atau hilang.

3) Hubungan pemeliharaan. Manusia mempunyai kewajiban untuk memelihara

alam untuk keberlanjutan kehidupan, tidak hanya bagi manusia akan tetapi bagi

semua makhluk hidup yang lainnya. Tindakan manusia dalam pemanfaatan

sumberdaya alam yang berlebihan dan mengabaikan asas konservasi sehingga

mengakibatkan terjadinya degradasi dan kerusakan lingkungan, merupakan

perbuatan yang dilarang (haram) dan akan mendapatkan hukuman. Sebaliknya

manusia yang mampu menjalankan peran pemeliharaan alam ini dengan baik,

maka baginya tersedia ganjaran dari Allah swt.

Manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, berhubungan pula dengan alam

sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Dalam berhubungan dengan Tuhan ini manusia

memerlukan alam sebagai sarana untuk mengenal dan memahami Tuhan (yakni:

alam adalah ayat-ayat kauniah Tuhan). Manusia juga memerlukan alam

(misalnya: papan, pangan, sandang, alat transportasi dan sebagainya) sebagai

sarana untuk beribadah kepada Allah swt. Hubungan manusia–alam ini adalah

bentuk hubungan peran dan fungsi, bukan hubungan sub-ordinat (yakni: manusia

adalah penguasa alam) sebagaimana pahamnya penganut antroposentrisme dan

kaum materialis. Sementara itu alam berhubungan pula dengan Tuhan yang

menciptakannya dan mengaturnya. Jadi alampun tunduk terhadap ketentuan atau

hukum-hukum atau qadar yang telah ditetapkan oleh Yang Maha Memelihara

alam. Agar manusia bisa memahami alam dengan segala hukum-hukumnya,

manusia harus mempunyai pengetahuan dan ilmu tentang alam. Dengan demikian,

upaya manusia untuk bisa memahami alam dengan pengetahuan dan ilmu ini pada

hakekatnya merupakan upaya manusia untuk mengenal dan mamahami yang

Menciptakan dan Memelihara alam, agar bisa berhubungan denganNya.

Dalam pandangan Islam, manusia disamping sebagai salah satu makhluk Tuhan,

ia sekaligus sebagai wakil (khalifah) Tuhan dimuka bumi (Al An’am: 165).

9

Page 10: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

Sebagai mahkluk Tuhan, manusia mempunyai tugas untuk mengabdi, menghamba

(beribadah) kepada Penciptanya (al-Chaliq). Dalam penghambaan ini manusia

tidak diperkenankan (haram) untuk mengabdi kepada selain Allah. Pengabdian

atau penghambaan kepada selain Allah merupakan perbuatan syirk dan

merupakan dosa besar. Dalam pengabdian ini terkandung konsep tauhid (peng

Esaan) terhadap Tuhan. Dengan demikian, tauhid merupakan sumber nilai

sekaligus etika yang pertama dan utama dalam hubungan antara manusia, alam

dan Tuhan.

Sebagai wakil Allah, maka manusia harus bisa merepresentasikan peran Allah

terhadap alam semesta termasuk bumi seisinya antara lain memelihara (al rab)

dan menebarkan rakhmat ( rakhmatan) di alam semesta. Oleh karena itu

kewajiban manusia terhadap alam dalam rangka pengabdiannya kepada Allah swt

adalah melakukan pemeliharaan terhadap alam (termasuk pemeliharaan kehidupan

diri = hifdzun nafs) untuk menjaga keberlangsungan kehidupan di alam. Untuk

mempertahankan dan memenuhi hajat hidupnya, manusia diperkenankan oleh

Tuhan untuk memanfaatkan segala sumberdaya alam secara wajar (sesuai dengan

kebutuhan) dan bertanggungjawab. Segala sikap, perilaku atau perbuatan manusia

(lahir dan batin) yang berkaitan dengan pemeliharaan alam harus

dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan setelah kehidupan dunia ini berakhir.

Islam melarang pemanfaatan alam (sumberdaya alam) yang melampaui batas atau

berlebihan atau isyraf (Al An’am: 141-142). Pemanfaatan (eksploitasi)

sumberdaya alam yang berlebihan akan menguras sumberdaya alam yang

bersangkutan hingga habis tak tersisa, sehingga hak-hak untuk memanfaatkan

sumberdaya alam bagi generasi yang akan datang terabaikan. Hal ini merupakan

perbuatan pelanggaran terhadap hukum atau ketetapan Tuhan sekaligus

pelanggaran amanah, sehingga merupakan perbuatan dosa besar pula. Dalam aras

praktis untuk menjaga kemanfaatan dan kelestarian alam (fungsi manfaat dan

reproduksi), misalnya Rasulullah Muhammad SAW melarang memetik buah

sebelum matang (ripe) dan siap dikonsumsi, melarang memetik bunga sebelum

mekar dan menyembelih hewan ternak yang masih kecil dan belum berumur. Nabi

juga mengajarkan agar manusia selalu bersahabat sekalipun terhadap makhluk

yang tak beryawa. Istilah “penaklukan” atau “penguasaan” alam seperti yang

10

Page 11: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

dipelopori oleh pandangan Barat yang sekuler dan materialistik tidak dikenal

dalam Islam. Islam menegaskan bahwa yang berhak untuk menguasai dan

mengatur alam adalah Yang Maha menciptakan dan Maha Mengatur yakni Rab al

alamiin.

Khatimah

Konsep hubungan manusia dengan alam sebagaimana telah dikemukakan di

muka mengandung makna bahwa perlindungan dan pemeliharaan alam

merupakan kewajiban asasi manusia yang telah dipilh oleh Tuhan sebagai wakil

Tuhan di muka bumi. Konsep tersebut mengandung pula makna penghargaan dan

penghormatan terhadap saling keterkaitan setiap komponen dan aspek kehidupan

di alam, pengakuan terhadap kesatuan penciptaan dan persaudaraan semua

makhluk. Konsep tersebut menunjukkan pula bahwa etika (akhlak) harus menjadi

landasan setiap perilaku (penalaran dan tindakan) manusia. Konsep hubungan

manusia dengan alam tersebut sebenarnya juga merupakan salah satu pilar

syari’ah Islam. Syari’ah yang bermakna lain as-syirath adalah sebuah “jalan”

yang merupakan konsekuensi dari pernyataan atau persaksian (syahadah) tentang

keesaan Tuhan (tauhid). Syari’ah adalah sebuah sistem pusat-nilai untuk

mewujudkan nilai yang melekat dalam konsep (ajaran) pokok Islam yakni tauhid,

khilafah dan amanah. Tujuan tertinggi dari sistem pusat nilai ini adalah

kemaslahatan dan kesejahteraan (istishlah) universal (seluruh makhluk) saat ini

(dunia) dan di masa depan (akhirat).Wallahu a’lam

III. Kerusakan Lingkungan Pesisir dan Laut

Dewasa ini sumberdaya alam dan lingkungan telah menjadi barang langka

akibat tingkat ekstraksi yang berlebihan over-exploitation dan kurang

memperhatikan aspek keberlanjutan. Kendati ia secara ekonomi dapat

meningkatkan nilai jual, namun di sisi lain juga bias menimbulkan ancaman

kerugian ekologi yang jauh lebih besar, seperti hilangnya lahan, langkanya air

bersih, banjir, longsor, dan sebagainya.Kegagalan pengelolaan SDA dan

lingkungan hidup ditengarai akibat adanya tiga kegagalan dasar dari komponen

perangkat dan pelaku pengelolaan.

11

Page 12: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

1. Pertama akibat adanya kegagalan kebijakan (lag of policy) sebagai bagian dari

kegagalan perangkat hukum yang tidak dapat menginternalisasi permasalahan

lingkungan yang ada. Kegagalan kebijakan (lag of policy) terindikasi terjadi

akibat adanya kesalahan justifikasi para policy maker dalam menentukan

kebijakan dengan ragam pasal-pasal yang berkaitan erat dengan keberadaan

SDA dan lingkungan. Artinya bahwa, kebijakan tersebut membuat ‘blunder’

sehingga lingkungan hanya menjadi variabel minor. Padahal, dunia

internasional saat ini selalu mengaitkan segenap aktivitas ekonomi dengan isu

lingkungan hidup, seperti green product, sanitary safety, dan sebagainya.

Selain itu, proses penciptaan dan penentuan kebijakan yang berkenaan dengan

lingkungan ini dilakukan dengan minim sekali melibatkan partisipasi

masyarakat dan menjadikan masyarakat sebagai komponen utama sasaran

yang harus dilindungi. Contoh menarik adalah kebijakan penambangan pasir

laut. Di satu sisi, kebijakan tersebut dibuat untuk membantu menciptakan

peluang investasi terlebih pasarnya sudah jelas. Namun di sisi lain telah

menimbulkan dampak yang cukup signifikan dan sangat dirasakan langsung

oleh nelayan dan pembudidaya ikan di sekitar kegiatan. Bahkan secara tidak

langsung dapat dirasakan oleh masyarakat di daerah lain. Misalnya terjadi

gerusan/abrasi pantai, karena karakteristik wilayah pesisir yang bersifat

dinamis.

2. Kedua adanya kegagalan masyarakat (lag of community) sebagai bagian dari

kegagalan pelaku pengelolaan lokal akibat adanya beberapa persoalan

mendasar yang menjadi keterbatasan masyarakat. Kegagalan masyarakat (lag

of community) terjadi akibat kurangnya kemampuan masyarakat untuk dapat

menyelesaikan persoalan lingkungan secara sepihak, disamping kurangnya

kapasitas dan kapabilitas masyarakat untuk memberikan pressure kepada

pihak-pihak yang berkepentingan dan berkewajiban mengelola dan

melindungi lingkungan. Ketidakberdayaan masyarakat tersebut semakin

memperburuk bargaining position masyarakat sebagai pengelola lokal dan

pemanfaat SDA dan lingkungan. Misalnya saja, kegagalan masyarakat

melakukan penanggulangan masalah pencemaran yang diakibatkan oleh

kurang perdulinya publik swasta untuk melakukan internalisasi eksternalitas

12

Page 13: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

dari kegiatan usahanya. Contoh kongkrit adalah banyaknya pabrik-pabrik

yang membuang limbah yang tidak diinternalisasi ke DAS yang pasti akan

terbuang ke laut atau kebocoran pipa pembuangan residu dari proses ekstrasi

minyak yang tersembunyi, dan sebagainya.

3. Ketiga adanya kegagalan pemerintah (lag of government) sebagai bagian

kegagalan pelaku pengelolaan regional yang diakibatkan oleh kurangnya

perhatian pemerintah dalam menanggapi persoalan lingkungan. Kegagalan

pemerintah (lag of government) terjadi akibat kurangnya kepedulian

pemerintah untuk mencari alternatif pemecahan persoalan lingkungan yang

dihadapi secara menyeluruh dengan melibatkan segenap komponen terkait

(stakeholders). Dalam hal ini, seringkali pemerintah melakukan

penanggulangan permasalahan lingkungan yang ada secara parsial dan kurang

terkoordinasi. Dampaknya, proses penciptaan co-existence antar variabel

lingkungan yang menuju keharmonisan dan keberlanjutan antar variabel

menjadi terabaikan. Misalnya saja, solusi pembuatan tanggul-tanggul penahan

abrasi yang dilakukan di beberapa daerah Pantai Utara (Pantura) Jawa, secara

jangka pendek mungkin dapat menanggulangi permasalahan yang ada, namun

secara jangka panjang persoalan lain yang mungkin sama atau juga mungkin

lebih besar akan terjadi di daerah lain karena karakteristik wilayah pesisir dan

laut yang bersifat dinamis.

III. Pentingnya Mengelola Lingkungan Pesisir dan Laut

Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat

meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih

dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air

asin; sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh

proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar,

maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan

hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:

KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir

13

Page 14: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

Terpadu, wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem

darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis

pantai untuk propinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan propinsi)

untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota.

Kedua definisi wilayah pesisir tersebut di atas secara umum memberikan

gambaran besar, betapa kompleksitas aktivitas ekonomi dan ekologi terjadi di

wilayah ini. Kompleksitas aktivitas ekonomi seperti perikanan, pariwisata,

pemukiman, perhubungan, dan sebagainya memberikan tekanan yang cukup besar

terhadap keberlanjutan ekologi wilayah pesisir seperti ekosistem mangrove,

padang lamun dan terumbu karang. Tekanan yang demikian besar tersebut jika

tidak dikelola secara baik akan menurunkan kualitas dan kuantitas sumberdaya

yang terdapat di wilayah pesisir.

Peranan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam hal ini menjadi bagian

terpenting yang tidak terpisahkan dalam upaya mengelola lingkungan pesisir dan

laut. Dewasa ini, pengelolaan lingkungan secara terpadu disinyallir terbukti

memberikan peluang pengelolaan yang cukup efektif dalam rangka

menyeimbangkan antara pelestarian lingkungan dan pemanfaatan ekonomi.

Namun demikian, hal ini tidak menutup kemungkinan akan adanya bentuk-bentuk

pengelolaan lain yang lebih aplikatif (applicable) dan adaptif (acceptable). Salah

satu bentuk pengelolaan yang cukup berpeluang memberikan jaminan efektifitas

dalam pengimplementasiannya adalah pengelolaan berbasis masyarakat

(community based management).

Komunitas/masyarakat memiliki adat istiadat, nilai-nilai sosial maupun kebiasaan

yang berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya. Perbedaan dalam hal-hal

tersebut menyebabkan terdapatnya perbedaan pula dalam praktek-praktek

pengelolaan lingkungan. Oleh karena itu, dalam proses pengelolaan lingkungan

perlu memperhatikan masyarakat dan kebudayaannya, baik sebagai bagian dari

subjek maupun objek pengelolaan tersebut. Dengan memperhatikan hal ini dan

tentunya juga kondisi fisik dan alamiah dari lingkungan pesisir dan laut, proses

14

Page 15: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

pengelolaannya diharapkan dapat menjadi lebih padu, lancar dan efektif serta

diterima oleh masyarakat setempat.

Proses pengelolaan lingkungan ada baiknya dilakukan dengan lebih memandang

situasi dan kondisi lokal agar pendekatan pengelolaannya dapat disesuaikan

dengan kondisi lokal daerah yang akan dikelola. Pandangan ini tampaknya relevan

untuk dilaksanakan di Indonesia dengan cara memperhatikan kondisi masyarakat

dan kebudayaan serta unsur-unsur fisik masing-masing wilayah yang mungkin

memiliki perbedaan disamping kesamaan. Dengan demikian, strategi pengelolaan

pada masing-masing wilayah akan bervariasi sesuai dengan situasi setempat.

Yang perlu diperhatikan adalah nilai-nilai dan norma-norma yang dianut oleh

suatu masyarakat yang merupakan kearifan masyarakat dalam pengelolaan

sumberdaya alam dan lingkungan.

Segenap gambaran wacana tersebut di atas secara umum memberikan cermin

bagaimana sebuah pengelolaan yang melibatkan unsur masyarakat cukup penting

untuk dikaji dan diujicobakan. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan ini lebih

dikenal dengan istilah pengelolaan berbasis masyarakat (PBM) atau community

based management (CBM).

Menurut Carter (1996) [[Community-Based Resource Management (CBRM)]]

didefinisikan sebagai suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat

pada manusia, dimana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan

sumberdaya dan lingkungan secara berkelanjutan di suatu daerah terletak/berada

di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah tersebut. Selanjutnya

dikatakan bahwa dalam sistem pengelolaan ini, masyarakat diberikan kesempatan

dan tanggung jawab dalam melakukan pengelolaan terhadap sumberdaya dan

lingkungan yang dimilikinya, dimana masyarakat sendiri yang mendefinisikan

kebutuhan, tujuan dan aspirasinya serta masyarakat itu pula yang membuat

keputusan demi kesejahteraannya.

Definisi Pengelolaan Berbasis Masyarakat (PBM) berdasarkan Petunjuk

Pelaksanaan Pengelolaan Berbasis Masyarakat (COREMAP-LIPI, 1997) adalah

sistem pengelolaan sumberdaya (terumbu karang) terpadu yang perumusan dan

15

Page 16: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

perencanaannya dilakukan dengan pendekatan dari bawah (bottom up approach)

berdasarkan aspirasi masyarakat dan dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat.

Sedangkan Nikijuluw (2002) mendefinisikan PBM sebagai suatu proses

pemberian wewenang, tanggung jawab dan kesempatan kepada masyarakat untuk

mengelola sumberdayanya (dalam bukunya Nikijuluw lebih menitikberatkan pada

pengelolaan perikanan) sendiri dengan terlebih dahulu mendefinisikan kebutuhan

dan keinginan, tujuan serta aspirasinya. Lebih lanjut Nikijuluw (2002)

mengemukakan bahwa PBM menyangkut pula pemberian tanggung jawab kepada

masyarakat sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang pada akhirnya

menentukan dan berpengaruh pada kesejahteraan hidup mereka.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan yang berbasis masyarakat

(PBM/CBM) adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan

di suatu tempat dimana masyarakat lokal di tempat tersebut terlibat secara aktif

dalam proses pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung didalamnya.

Pengelolaan di sini meliputi berbagai dimensi seperti perencanaan, pelaksanaan,

serta pemanfaatan hasil-hasilnya.

Lebih lanjut Carter (1996) mengemukakan bahwa konsep pengelolaan

sumberdaya alam dan lingkungan pesisir dan laut berbasis masyarakat memiliki

beberapa aspek positif yaitu; (1) mampu mendorong timbulnya pemerataan dalam

pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan; (2) mampu merefleksikan

kebutuhan-kebutuhan masyarakat lokal yang spesifik; (3) mampu meningkatkan

manfaat lokal bagi seluruh anggota masyarakat yang ada; (4) mampu

meningkatkan efisiensi secara ekonomis maupun teknis; (5) responsif dan adaptif

terhadap variasi kondisi sosial dan lingkungan lokal; (6) mampu menumbuhkan

stabilitas dan komitmen; serta (7) masyarakat lokal termotivasi untuk mengelola

secara berkelanjutan.

Namun demikian, dalam perkembangannya konsep pengelolaan berbasis

masyarakat (CBM) mengalami perubahan dengan dikembangkannya satu konsep

yang disebut “Co-Management”. Dalam konsep “Co-Management” ini

pengelolaan lingkungan pesisir dan laut tidak hanya melibatkan unsur masyarakat

16

Page 17: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

lokal saja tapi juga melibatkan unsur pemerintah. Hal tersebut dilakukan untuk

mengurangi adanya tumpang tindih kepentingan pemanfaatan di wilayah pesisir

dan lautan.

Perlu ditegaskan bahwa dalam konsep Co-Management, masyarakat lokal

merupakan salah satu kunci dari pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan,

sehingga praktek-praktek pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang

masih murni oleh masyarakat (CBM) menjadi embrio dari penerapan konsep Co-

Management tersebut. Bahkan secara lebih tegas Gawell (1984) dalam White et al

(1994) menyatakan bahwa tidak ada pengelolaan sumberdaya alam dan

lingkungan yang berhasil (dalam studi Gawell adalah ekosistem terumbu karang)

tanpa melibatkan masyarakat lokal sebagai pengguna (the users) dari sumberdaya

alam dan lingkungan tersebut.

Selanjutnya Pomeroy and Williams (1994) menyatakan bahwa penerapan Co-

Management akan berbeda-beda dan tergantung pada kondisi spesifik lokasi,

maka Co-management hendaknya tidak dipandang sebagai strategi tunggal untuk

menyelesaikan seluruh permasalahan dari pengelolaan sumberdaya alam dan

lingkungan. Tetapi lebih dipandang sebagai alternatif pengelolaan yang sesuai

untuk situasi dan lokasi tertentu. Penerapan Co-management yang baik dan sukses

memerlukan waktu, biaya dan upaya bertahun-tahun.

Pomeroy dan Williams (1994) mengemukakan sembilan kunci kesuksesan dari

model Co-Management, yaitu (i) batas-batas wilayah yang jelas terdefinisi, (ii)

kejelasan keanggotaan, (iii) keterikatan dalam kelompok, (iv) manfaat harus lebih

besar dari biaya, (v) pengelolaan yang sederhana, (vi) legalisasi dari pengelolaan,

(vii) kerjasama dan kepemimpinan dalam masyarakat, (viii) desentralisasi dan

pendelegasian wewenang, serta (ix) koordinasi antara pemerintah dengan

masyarakat.

Hal ini jelas menunjukkan bahwa peran pemerintah dan masyarakat dalam

pengelolaan sumberdaya dan lingkungan seoptimal mungkin harus seimbang,

terkoordinasi dan tersinkronisasi. Hal ini penting dilakukan mengingat pemerintah

mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat,

17

Page 18: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

termasuk mendukung pengelolaan sumberdaya dan lingkungan demi sebesar-

besarnya kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain, masyarakat juga

mempunyai tanggung jawab dan turut berperanserta untuk menjaga kelestarian

dan keberlanjutan sumberdaya alam dan lingkungan.

IV. Penanggulangan Kerusakan Lingkungan Pesisir dan Laut

Penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut perlu dilakukan secara

hati-hati agar tujuan dari upaya dapat dicapai. Mengingat bahwa subjek dan objek

penanggulangan ini terkait erat dengan keberadaan masyarakat pesisir, dimana

mereka juga mempunyai ketergantungan yang cukup tinggi terhadap ketersediaan

sumberdaya di sekitar, seperti ikan, udang, kepiting, kayu mangrove, dan

sebagainya, maka penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut yang

berbasis masyarakat menjadi pilihan yang bijaksana untuk diimplementasikan.

Penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut berbasis masyarakat

diharapkan mampu menjawab persoalan yang terjadi di suatu wilayah berdasarkan

karakteristik sumberdaya alam dan sumberdaya manusia di wilayah tersebut.

Dalam hal ini, suatu komunitas mempunyai hak untuk dilibatkan atau bahkan

mempunyai kewenangan secara langsung untuk membuat sebuah perencanaan

pengelolaan wilayahnya disesuaikan dengan kapasitas dan daya dukung wilayah

terhadap ragam aktivitas masyarakat di sekitarnya.

Pola perencanaan pengelolaan seperti ini sering dikenal dengan sebutan

[[participatory management planning]], dimana pola pendekatan perencanaan dari

bawah yang disinkronkan dengan pola pendekatan perencanaan dari atas menjadi

sinergi diimplementasikan. Dalam hal ini prinsip-prinsip pemberdayaan

masyarakat menjadi hal krusial yang harus dijadikan dasar implementasi sebuah

pengelolaan berbasis masyarakat.

Tujuan umum penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut berbasis

masyarakat dalam hal ini meminjam definisi COREMAP-LIPI (1997) yang

menyebutkan tujuan umum pengelolaan berbasis masyarakat, COREMAP dalam

hal ini mengambil ekosistem terumbu karang sebagai objek pengelolaan. Oleh

18

Page 19: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

karena itu, tujuan penanggulangan kerusakan pesisir dan laut berbasis masyarakat

dalam hal ini adalah memberdayakan masyarakat agar dapat berperanserta secara

aktif dan terlibat langsung dalam upaya penanggulangan kerusakan lingkungan

lokal untuk menjamin dan menjaga kelestarian pemanfaatan sumberdaya dan

lingkungan, sehingga diharapkan pula dapat menjamin adanya pembangunan yang

berkesinambungan di wilayah bersangkutan.

Tujuan khusus penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir laut berbasis

masyarakat juga didefinisikan dengan meminjam tujuan program PBM yang

dikembangkan COREMAP (1997). Tujuan khusus penanggulangan kerusakan

lingkungan pesisir dan laut berbasis masyarakat dalam hal ini dilakukan untuk (i)

meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menanggulangi

kerusakan lingkungan; (ii) meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan

serta dalam pengembangan rencana penanggulangan kerusakan lingkungan secara

terpadu yang sudah disetujui bersama; (iii) membantu masyarakat setempat

memilih dan mengembangkan aktivitas ekonomi yang lebih ramah lingkungan;

dan (iv) memberikan pelatihan mengenai sistem pelaksanaan dan pengawasan

upaya penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut berbasis

masyarakat.

Tujuan program yang dikemukakan COREMAP-LIPI (1997) dinilai sejalan

dengan pemikiran McAllister (1999) yaitu bahwa di dalam penelitian secara

partisipatif untuk kegiatan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang

berbasis masyarakat seringkali terfokus pada pengembangan, transformasi atau

penguatan kelembagaan masyarakat, sehingga proses identifikasi kelembagaan

lokal yang ada dan menganalisisnya untuk mengetahui sejauh mana kelembagaan

tersebut berhubungan dengan upaya pengelolaan sumberdaya alam dan

lingkungan.

(1) Persiapan

Dalam persiapan ini terdapat tiga kegiatan kunci yang harus dilaksanakan, yaitu

(i) sosialisasi rencana kegiatan dengan masyarakat dan kelembagaan lokal yang

19

Page 20: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

ada, (ii) pemilihan/pengangkatan motivator (key person) desa, dan (iii) penguatan

kelompok kerja yang telah ada/pembentukan kelompok kerja baru.

(2) Perencanaan

Dalam melakukan perencanaan upaya penanggulangan pencemaran laut berbasis

masyarakat ini terdapat tujuh ciri perencanaan yang dinilai akan efektif, yaitu (i)

proses perencanaannya berasal dari dalam dan bukan dimulai dari luar, (ii)

merupakan perencanaan partisipatif, termasuk keikutsertaan masyarakat lokal, (iii)

berorientasi pada tindakan (aksi) berdasarkan tingkat kesiapannya, (iv) memiliki

tujuan dan luaran yang jelas, (v) memiliki kerangka kerja yang fleksibel bagi

pengambalian keputusan, (vi) bersifat terpadu, dan (vii) meliputi proses-proses

untuk pemantauan dan evaluasi.

(3) Persiapan Sosial

Untuk mendapatkan dukungan dan partisipasi masyarakat secara penuh, maka

masyarakat harus dipersiapkan secara sosial agar dapat (i) mengutarakan aspirasi

serta pengetahuan tradisional dan kearifannya dalam menangani isu-isu lokal yang

merupakan aturan-aturan yang harus dipatuhi, (ii) mengetahui keuntungan dan

kerugian yang akan didapat dari setiap pilihan intervensi yang diusulkan yang

dianggap dapat berfungsi sebagai jalan keluar untuk menanggulangi persoalan

lingkungan yang dihadapi, dan (iii) berperanserta dalam perencanaan dan

pengimplementasian rencana tersebut.

(4) Penyadaran Masyarakat

Dalam rangka menyadarkan masyarakat terdapat tiga kunci penyadaran, yaitu (i)

penyadaran tentang nilai-nilai ekologis ekosistem pesisir dan laut serta manfaat

penanggulangan kerusakan lingkungan, (ii) penyadaran tentang konservasi, dan

(iii) penyadaran tentang keberlanjutan ekonomi jika upaya penanggulangan

kerusakan lingkungan dapat dilaksanakan secara arif dan bijaksana.

(5) Analisis Kebutuhan

20

Page 21: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

Untuk melakukan analisis kebutuhan terdapat tujuh langkah pelaksanaannya,

yaitu: (i) PRA dengan melibatkan masyarakat lokal, (ii) identifikasi situasi yang

dihadapi di lokasi kegiatan, (iii) analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan

ancaman, (iv) identifikasi masalah-masalah yang memerlukan tindak lanjut, (v)

identifikasi pemanfaatan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan di masa depan,

(vi) identifikasi kendala-kendala yang dapat menghalangi implementasi yang

efektif dari rencana-rencana tersebut, dan (vii) identifikasi strategi yang

diperlukan untuk mencapai tujuan kegitan.

(6) Pelatihan Keterampilan Dasar

Pelatihan keterampilan dasar perlu dilakukan untuk efektivitas upaya

penanggulangan kerusakan lingkungan, yaitu (i) pelatihan mengenai perencanaan

upaya penanggulangan kerusakan, (ii) keterampilan tentang dasar-dasar

manajemen organisasi, (iii) peranserta masyarakat dalam pemantauan dan

pengawasan, (iv) pelatihan dasar tentang pengamatan sumberdaya, (v) pelatihan

pemantauan kondisi sosial ekonomi dan ekologi, dan (vi) orientasi mengenai

pengawasan dan pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan upaya

penanggulangan kerusakan lingkungan dan pelestarian sumberdaya.

(7) Penyusunan Rencana Penanggulangan Kerusakan Lingkungan Pesisir

dan Laut secara Terpadu dan Berkelanjutan

Terdapat lima langkah penyusunan rencana penanggulangan kerusakan

lingkungan pesisir dan laut secara terpadu dan berkelanjutan, yaitu: (i) mengkaji

permasalahan, strategi dan kendala yang akan dihadapi dalam pelaksanaan upaya

penanggulangan kerusakan lingkungan, (ii) menentukan sasaran dan tujuan

penyusunan rencana penanggulangan, (iii) membantu pelaksanaan pemetaan oleh

masyarakat, (iv) mengidentifikasi aktivitas penyebab kerusakan lingkungan, dan

(v) melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan serta dalam pemantauan

pelaksanaan rencana tersebut.

(8) Pengembangan Fasilitas Sosial

21

Page 22: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

Terdapat dua kegiatan pokok dalam pengembangan fasilitas sosial ini, yaitu: (i)

melakukan perkiraan atau analisis tentang kebutuhan prasarana yang dibutuhkan

dalam upaya penanggulangan kerusakan lingkungan, penyusunan rencana

penanggulangan dan pelaksanaan penanggulangan berbasis masyarakat, serta (ii)

meningkatkan kemampuan (keterampilan) lembaga-lembaga desa yang

bertanggung jawab atas pelaksanaan langkah-langkah penyelamatan dan

penanggulangan kerusakan lingkungan dan pembangunan prasarana.

(9) Pendanaan

Pendanaan merupakan bagian terpenting dalam proses implementasi upaya

penanggulangan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, peran pemerintah selaku

penyedia pelayanan diharapkan dapat memberikan alternatif pembiayaan sebagai

dana awal perencanaan dan implementasi upaya penanggulangan. Namun

demikian, modal terpenting dalam upaya ini adanya kesadaran masyarakat untuk

melanjutkan upaya penanggulangan dengan dana swadaya masyarakat setempat.

Kesembilan proses implementasi upaya penanggulangan pencemaran laut tersebut

di atas tidak bersifat absolut, tetapi dapat disesuaikan dengan karakteristik

wilayah, sumberdaya dan masyarakat setempat, terlebih bilamana di wilayah

tersebut telah terdapat kelembagaan lokal yang memberikan peran positif bagi

pengelolaan sumberdaya dan pembangunan ekonomi masyarakat sekitarnya.

V. Pengelolaan Terpadu dan Berkelanjutan Wilayah Pesisir untuk

Kepariwisataan Alam

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki 17.508 pulau

dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan luas laut sekitar 3,1 juta km2.

Bangsa Indonesia telah memanfaatkan wilayah pesisir yang kaya dan beragam

sumber dayanya sejak berabad-abad lamanya. Wilayah pesisir Indonesia terkenal

dengan kekayaan dan kenekaragaman sumber daya alamnya. Indonesia memiliki

kekayaan keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia karena adanya ekosistem

pesisir seperti hutan mangrove, terumbu karang, dan padang lamun yang sangat

luas dan beragam.

22

Page 23: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara daratan

dan lautan, ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan

air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua.

Namun, untuk kepentingan pengelolaan adalah kurang penting untuk menetapkan

batas-batas fisik suatu wilayah pesisir secara kaku. Penetapan batas-batas suatu

wilayah pesisir lebih berarti bila didasarkan atas faktor-faktor yang mempengaruhi

pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem pesisir beserta segenap sumber daya yang

ada di dalamnya, serta tujuan dari pengelolaan itu sendiri.

Wisata Alam adalah bentuk rekreasi dan pariwisata yang memanfaatkan potensi

sumber daya alam dan ekosistemnya, baik dalam bentuk asli maupun setelah ada

perpaduan dengan daya cipta manusia. Objek wisata alam adalah alam beserta

ekosistemnya, baik asli maupun setelah adanya perpaduan dengan daya cipta

manusia, yang mempunyai daya tarik untuk diperlihatkan dan dikunjungi

wisatawan.

(1) Pembangunan Terpadu Sumber Daya Wilayah Pesisir

Ekosistem pesisir memiliki peran strategis dan prospek yang cerah bagi

pembangunan nasional. Namun, selama ini pola pembangunan sumber daya ini

bersifat tidak optimal dan berkelanjutan. Salah satu faktor penyebab yang utama

adalah perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sumber daya pesisir yang

dijalankan secara sektoral dan terpilah-pilah. Perencanaan dan pelaksanaan

pembangunan sumber daya pesisir yang tidak dilakukan secara terpadu

dikhawatirkan hanya akan merusak sumber daya tersebut karena karakteristik dan

dinamika alamiah ekosistem pesisir secara ekologis saling terkait satu sama lain.

Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu merupakan suatu pendekatan

pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumber

daya, dan kegiatan pemanfaatan guna mencapai pembangunan wilayah pesisir

secara berkelanjutan. Oleh karena itu, diperlukan informasi tentang potensi

pembangunan yang dapat dikembangkan di suatu wilayah pesisir beserta

permasalahan yang ada, baik aktual maupun potensial.

23

Page 24: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

(2) Prospek Wilayah Pesisir untuk Kepariwisataan Alam

Secara garis besar potensi pembangunan di wilayah pesisir dan lautan terdiri dari

tiga kelompok, yakni (1) sumber daya dapat pulih, (2) sumber daya tak dapat

pulih, dan (3) jasa-jasa lingkungan. Sumber-sumber daya dapat pulih antara lain

seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan rumput laut, sumber

daya perikanan laut, serta bahan-bahan radioaktif. Sumber-sumber daya tak dapat

pulih meliputi seluruh mineral dan geologi, sedangkan yang dimaksud dengan

jasa-jasa lingkungan meliputi fungsi kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat

rekreasi dan pariwisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana

pendidikan dan penelitian, pertahanan dan keamanan, penampung limbah,

pengatur iklim, kawasan perlindungan, dan sistem penunjang kehidupan serta

fungsi ekologis lainnya.

Pengembangan kegiatan pariwisata di wilayah pesisir secara ideal dapat

menciptakan saling keterkaitan dan saling menjaga secara harmonis antara unsur-

unsur lingkungan fisik, sosial dan ekonomi. Kegiatan ini dapat meningkatkan

devisa negara, memperluas lapangan kerja, mendorong pengembangan jenis usaha

baru, serta diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang

konservasi sumber daya alam.

(3) Permasalahan Lingkungan di Daerah Pariwisata Wilayah Pesisir

Tantangan mendasar bagi perencana dan pengelola wilayah pesisir adalah

bagaimana memfasilitasi pembangunan ekonomi, dan pada saat yang sama,

meminimalkan dampak negatif dari segenap kegiatan pembangunan dan bencana

alam sesuai daya dukung lingkungan pesisir, sehingga pembangunan ekonomi

dapat berlangsung secara berkesinambungan. Pertanyaan pengelolaan yang

senantiasa dihadapi oleh para perencana, pengambil keputusan, dan pelaksana

pembangunan wilayah pesisir untuk kepariwisataan alam, antara lain berupa:

Pemanfaatan sumber daya wilayah pesisir secara berkelanjutan berarti mengelola

segenap kegiatan pembangunan yang berhubungan dengan wilayah pesisir agar

total dampaknya tidak melebihi kapasitas fungsionalnya. Setiap ekosistem

alamiah termasuk wilayah pesisir memiliki empat fungsi pokok bagi kehidupan

24

Page 25: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

manusia yaitu (1) jasa-jasa pendukung kehidupan, (2) jasa-jasa kenyamanan, (3)

penyedia sumber daya alam, dan (4) penerima limbah.

Berdasarkan keempat fungsi ekosistem ini, secara ekologis terdapat tiga

persyaratan yang menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan, yaitu (1)

keharmonisan spasial, (2) kapasitas asimilasi, dan (3) pemanfaatan berkelanjutan.

Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan

hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan bagi zona pemanfaatan, tetapi harus

pula dialokasikan untuk zona preservasi dan konservasi. Ketika wilayah pesisir

dimanfaatkan sebagai tempat untuk pembuangan limbah, maka harus ada jaminan

bahwa jumlah total dari limbah tersebut tidak boleh melebihi kapasitas daya

asimilasinya. Dalam hal ini, yang dimaksudkan dengan daya asimilasi adalah

kemampuan ekosistem pesisir untuk menerima suatu jumlah limbah tertentu

sebelum ada indikasi terjadinya kerusakan lingkungan dan atau kesehatan yang

tidak dapat ditoleransi. Kemudian bila kita menganggap wilayah pesisir sebagai

penyedia sumber daya alam, maka kriteria pemanfaatan untuk sumber daya yang

dapat pulih adalah bahwa laju ekstraksinya tidak boleh melebihi kemampuannya

untuk memulihkan pada suatu periode tertentu. Sedangkan pemanfaatan sumber

daya pesisir yang tidak dapat pulih harus dilakukan dengan cermat, sehingga

efeknya tidak merusak lingkungan sekitarnya.

Kegiatan di daerah pariwisata dan rekreasi dapat menimbulkan masalah ekologis

yang khusus, dibandingkan dengan kegiatan ekonomi lain, mengingat bahwa

keindahan dan keaslian alam merupakan modal utama. Bila suatu wilayah pesisir

dibangun untuk tempat rekreasi, biasanya fasiltas-fasilitas pendukung lainnya juga

berkembang pesat. Oleh karena itu, perencanaan pengembangan pariwisata di

wilayah pesisir hendaknya dilakukan secara menyeluruh, termasuk diantaranya

inventarisasi dan penilaian sumber daya yang cocok untuk pariwisata, perkiraan

tentang berbagai dampak terhadap lingkungan pesisir, hubungan sebab dan akibat

dari berbagai macam tata guna lahan disertai dengan perincian kegiatan untuk

masing-masing tata guna, serta pilihan pemanfaatannya.

Daya tarik wilayah pesisir untuk wisatawan adalah keindahan dan keaslian

lingkungan. Keindahan dan keaslian lingkungan ini menjadikan perlindungan dan

pengelolaan merupakan bagian integral dari rencana pengembangan pariwisata,

25

Page 26: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

terutama bila di dekatnya dibangun penginapan, toko, pemukiman, dan

sebagainya yang membahayakan atau mengganggu keutuhan dan keaslian

lingkungan pesisir tersebut. Oleh karena itu inventarisasi dan persiapan daerah

pengelolaan harus mendahului pengembangan dan pembangunan agar kelestarian

lingkungan pesisir dapat terjamin.

26

Page 27: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

BAB III

PENUTUP

(1) Kesimpulan

Dari pemaparan materi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa usaha

pelestarian lingkungan khususnya pada daerah pesisir pantai masih mengalami

kendala ringan yang perlu disadari masyarakat dan aparat pemerintah. Kerusakan

ekosistem pesisir juga disebabkan oleh kurang meratanya pendanaan pemerintah

terhadap sarana dan prasarana pada tempat wisata pesisir pantai pada pulau-pulau

di luar pulau jawa. Animo masyarakat juga berpengaruh besar terhadap

pelestarian lingkungan pesisir pantai, dengan kurangnya ketrampilan dasar yang

dimiliki oleh masyarakat. Kurangnya nilai-nilai penyadaran yang meliputi: i)

penyadaran tentang nilai-nilai ekologis ekosistem pesisir dan laut serta manfaat

penanggulangan kerusakan lingkungan, (ii) penyadaran tentang konservasi, dan

(iii) penyadaran tentang keberlanjutan ekonomi jika upaya penanggulangan

kerusakan lingkungan dapat dilaksanakan secara arif dan bijaksana. Berdasarkan

indikasi permasalahan berkurangnya seperti diuraikan di atas, Balai Konservasi dan

Perlindungan Lingkungan Hidup Republik Indonesia telah berupaya untuk mencoba

mengantisipasi, mengatasi dan mengendalikan kerusakan pesisir pantai di Indonesia

melalui beberapa program pengelolaan dan pengendalian kerusakan pesisir dan laut

yang telah dilaksanakan sejak tahun 2000 sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Mengingat perbaikan ekosistem kawasan pesisir dan laut tidak bisa dilaksanakan

secara parsial tetapi harus sinergis dan melibatkan pelbagai kelompok masyarakat

pesisir dan pelaku pembangunan lainnya agar pengelolaan pesisir dapat terintegrasi

dengan baik dan berkelanjutan.

(2) Saran

Dalam pemaparan makalah ini, sebaiknya dilakukan studi lapangan agar

pemakalah lebih memahami permasalahan yang dihadapi. Selain itu studi

lapangan juga sangat bermanfaat dalam pengambilan data yang valid.

27

Page 28: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

1. Penyusunan Tata Ruang Wilayah Pesisir secara terpadu;

Dalam hal ini ditentukan dan ditetapkan zonasi-zonasi tertentu di wilayah

pesisir sebagaimana fungsi wilayahnya, antara lain zona preservasi, zona

konservasi dan zona pemanfaatan intensif.

2. Pengendalian pencemaran dan kerusakan wilayah pesisir

Program ini bertujuan untuk mengantisipasi, mencegah serta mengendalikan

potensi pencemaran dan kerusakan wilayah pesisir dan laut. Perkembangan

industri, perikanan, perdagangan dan pemukiman di pantai utara serta

pertumbuhan wisata dan perikanan di selatan berpotensi menimbulkan

pencemaran dan kerusakan lingkungan. Abrasi yang terjadi di wilayah pesisir

utara pada umumnya terjadi akibat perubahan peruntukan lahan di kawasan

tersebut dimana hanya sedikit kawasan pesisir utara yang stabil yaitu 13 % di

pulau Jawa dan 22 % di pulau Sumatera. Oleh sebab itu penanganan abrasi di

pesisir utara lebih diarahkan kepada pengendalian perubahan fungsi lahan.

Sedangkan akresi umumnya terjadi di sekitar muara sungai akibat pasokan

sedimen dari darat dan diendapkan di sepanjang pantai. Untuk itu konsep

pengelolaan melalui pendekatan DAS harus ditingkatkan. Sedangkan di

wilayah pesisir selatan Jawa, permasalahan abrasi lebih disebabkan oleh

aktivitas pertambangan sehingga sangat penting untuk diterapkan kegitan

pertambangan berwawasan lingkungan.

3. Penataan dan pengendalian kegiatan pertambangan di wilayah pesisir;

Kegiatan pertambangan yang marak di era otonomi daerah untuk meningkatkan

pendapatan daerah telah menyebabkan terjadinya potensi permasalahan

lingkungan hidup yang semakin meningkat.

4. Pengembangan pendidikan lingkungan berbasis masyarakat dan penguatan

peran kelembagaan lokal dalam meningkatkan kemampuan partisipasi

masyarakat.

28

Page 29: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

5. Penguatan instrumen penegakan hukum sebagai upaya legal pengelolaan pesisir

dan laut.

29

Page 30: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

DAFTAR PUSTAKA

Dahuri, Rokhmin, dkk, 2004, Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan

Lautan Secara Terpadu, Jakarta: PT. Pradnya Paramita

Fadeli, Chafid, 2001, Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan

Alam,Yogyakarta: Liberty

http://komitmenku.wordpress.com/ 2008/05/13 kerusakan-lingkungan-pesisir-dan-

laut

http://komitmenku.wordpress.com /2008/05/13/ pelibatan-masyarakat-dalam-

penanggulangan-kerusakan-pesisir-dan-laut

Slamet Ryadi. 2003. Pelestarian Hutan Bakau di Indonesia, Suatu Studi Kasus.

Surabaya : Airlangga University Press.

www.id.wikipedia.org./wiki/berkas/hutan_bakau. Hutan Bakau, diakses Pebruari

2008.

Purwadarminta, W. 1979. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : PN Balai

Pustaka.

30

Page 31: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

31

Page 32: Pengelolaan Lingkungan Terpadu Dan Berkelanjutan

32