59
BAB II Pengelolaan Hipertensi Pada Tindakan di Bidang Kedokteran Gigi 2.1 Hipertensi Hipertensi merupakan suatu kondisi kenaikan tekanan darah yang persisten sebagai akibat dari kenaikan resistensi arteri perifer. Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka, yakni nilai sistolik dan diastolic. Angka sistolik didapat saat jantung berkontraksi, dan diastolic didapat saat jantung berelaksasi. Berdasarkan angka sistolik dan diastolic hipertensi dapat diklasifikasikan kedalam normal, prehipertensi , hipertensi tahap 1, dan hipertensi tahap 2. Klasifikasi tekanan darah Systole Diastole Normal <120 <80 Prehipertensi 120-139 80-89 Hipertensi stage 1 140-159 90-99 Hipertensi stage 2 >160 >100 Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa sesuai JNC-7 2

pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ilmu Penyakit Dalam

Citation preview

Page 1: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

BAB II

Pengelolaan Hipertensi Pada Tindakan di Bidang Kedokteran Gigi

2.1 Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu kondisi kenaikan tekanan darah yang

persisten sebagai akibat dari kenaikan resistensi arteri perifer. Pada pemeriksaan

tekanan darah akan didapat dua angka, yakni nilai sistolik dan diastolic. Angka

sistolik didapat saat jantung berkontraksi, dan diastolic didapat saat jantung

berelaksasi. Berdasarkan angka sistolik dan diastolic hipertensi dapat

diklasifikasikan kedalam normal, prehipertensi , hipertensi tahap 1, dan hipertensi

tahap 2.

Klasifikasi tekanan darah Systole Diastole

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi stage 1 140-159 90-99

Hipertensi stage 2 >160 >100

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa sesuai JNC-7

Jika dikelompokkan menurut etiologinya, hipertensi dapat

dikategotikan sebagai hipertensi sekunder dan primer. Hipertensi primer sering

juga disebut dengan hipertensi essensial, merupakan keadaan hipertensi yang

etiologinya tidak diketahui secara pasti, faktor penyebab berupa faktor lingkungan

dan faktor genetik. Faktor lingkungan seperti diet tinggi sodium, kegemukan, dan

stress dapat meningkatkan kemungkinan hipertensi terutama pada orang yang

secara genetik memiliki riwaya hipertensi. Emosi pun dapat menjadi faktor

pemicu hipertensi, pada keadaan emosi pelepasan chatecolamin dapat

meningkatkan tekanan darah. Hipertensi sekunder sering dikaitkan dengan

stenosis arteri ginjal, phaechromocytoma, hiperaldosteronism, dan penggunaan

obat-obatan seperti kontrasepsi oral dan kortikosteroid.

2

Page 2: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

2.2 Etiologi dan Patofisiologi Hipertensi

Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara

potensial dalam terbentuknya hipertensi, antara lain:

1) Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik

2) Produksi berlebihan hormone yang menahan natrium dan vasokonstriktor

3) Asupan natrium yang berlebih

4) Kurangnya asupan kalium dan kalsium

5) Meningkatnya sekresi renin yang berkaitan dengan peningkatan produksi

angiotensin II dan aldosteron

6) Defisiensi vasodilator

7) Abnormalitas tahanan pembuluh darah

8) Diabetes mellitus

9) Resistensi insulin

10) Perubahan sistem kalikrein-kinin

11) Obesistas

12) Meningkatnya aktivitas vascular growth factors

13) Perubahan reseptor adrenergic

14) Berubahnya transport ion dalam sel

Tanda awal hipertensi berupa perubahan tekanan darah yang

fluktuatif, penyempitan pembuluh arteri retina dengan atau tanpa perdarahan.

Gejala awal hipertensi berupa sakit kepala, gangguan penglihatan, kesemutan

pada ektremitas. Pada keadaan yang lebih lanjut, hipertensi dapat disertai dengan

hipertropi ventrikel, hematuri, proteinuri, gagal jantung, gagal ginjal, angina, dan

kebutaan. Secara klinis, tidak ditemukan manifestasi dalam mulut yang

diakibatkan langsung oleh hipertensi, melainkan oleh obat-obatan anti hipertensi

seperti calcium channel blocking agents, terkadang dapat menimbulkan

xerostomia, lichenoid stomatitis, hiperplasi ginggiva, parestesi, dan perubahan

sensasi rasa.

Krisis hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sangat

tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya kelainan organ

3

Page 3: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

target. Biasanya terjadi pada kenaikan tekanan darah pada >180/120mmHg.

Hipertensi emergensi, keadaan tekanan darah sangat tinggi disertai kerusakan

target organ akut yang bersifat progresif, pada keadaan tekanan darah harus

diturunkan dengan segera untuk mencegah kerusakan organ target lebih lanjut.

Hipertensi urgensi, kondisi tingginya tekanan darah tanpa disertai kerusakan

organ target yang progresif, dan tidak begitu memerlukan penangan yang segera.

Tekanan darah dapat diturunkan dengan meminum obat anti hipertensi ke nilai

normal dalam waktu beberapa jam hingga beberapa hari.

2.3 Anestesi Lokal dan Hipertensi

Anestesi lokal sering diberikan untuk mengontrol rasa sakit saat

tindakan perawatan gigi. Bahan anestesi lokal mengandung vasokonstriktor,

bahan tersebut berkerja sebagai memperpanjang durasi anestesi lokal,

memperdalam anestesi lokal, mengurangi resiko toksik sistemik, mengontrol

perdarahan pada lokasi operasi.

Vasokonstriktor pada bahan anestesi lokal secara kimiawi menyerupai

mediator sistem saraf simpatis, epinefrin dan non epinefrin. Aksi vasokonstriktor

menyerupai respon saraf adrenergic terhadap stimulasi. Jika diklasifikasikan,

vasokonstriktor tergolong kedalam obat simpatomimetik. Golongan obat tersebut

bereaksi secara langsung pada reseptor adrenergic, namun dapat pula bekerja

secara gabugan (langsung dan tidak langsung). Ada dua reseptor adrenergic di

dalam tubuh manusia, yaitu dan , yang dibagi lagi menjadi 1, 2, 1, 2.

Stimulasi reseptor dapat mengakibatkan vasokonstriktor pada pembuluh darah

perifer, 1 merupakan pre sinaps eksitasi dan 2 merupakan post sinaps inhibitor.

Stimulasi cenderung meningkatkan tekanan darah tetapi tidak begitu tinggi atau

berpengaruh. Reseptor 1 dapat meningkatkan frekuensi nadi jantung dan

kekuatan kontraksi jantung sehingga tekanan darah meningkat, reseptor 2

menimbulkan vasodilatasi dan brochodilatasi.

Vasokonstriktor 1

(%)

2

(%)

(%)

Epinephrine 50 50 100

4

Page 4: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

Norepinephrine 85 15 25

Levonordefrin 75 25 15

Phenylephrine 95 5 5

Tabel 2. Potensi vasokonstriktor terhadap reseptor adrenergik

Vasokonstriktor dapat berinteraksi dengan beberapa obat, termasuk

obat anti hipertensi. Interaksi vasokontriktor dengan obat-obat nonselective

blocker dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan bradikardi. Interaksi

dengan obat adrenoceptor blocker dan adrenergic neuron blocker dapat

menimbulkan hipotensi. Interaksi vasokonstriktor dengan cocain dapat

menimbulkan takikardi dan hipertensi,

2.4 Pengelolaan Pasien dengan Hipertensi

Pengelolaan pasien dengan hipertensi perlu perhatian khusus, terutama

jika dalam suatu tindakan diperlukan pemberian anestesi lokal yang mengandung

vasokonstriktor. Sehingga pemilihan anestesi lokal sangat diperlukan didasarkan

pada durasi yang dibutuhkan, keperluan hemostasis, dan kondisi penyakit

sistemik yang menyertai pasien. Perlu diperhatikan pula, jika penggunaan

vasokonstriktor merupakan kontraindikasi bagi pasien dengan angina yang tidak

stabil, infark jantung dan stroke < 6 bulan, operasi by pass arteri koroner < 3

bulan, hipertensi yang tidak terkontrol, hipertiroid tidak terkontrol, gagal jantung

parah, sensitive sulfite, dan phaeochromocytoma.

Terdapat dua strategi yang dapat diterapkan dalam merawat pasien

dengan hipertensi di kedokteran gigi yaitu strategi preventif dan strategi kuratif.

Strategi preventif meliputi semua tindakan untuk mengontrol tekanan darah

pasien selama periode perawatan serta semua tindakan preventif di kedokteran

gigi seperti kontrol plak, fluridasi, dan lain-lain. Tindakan pasien untuk

mengontrol tensi pasien meliputi semua tindakan menghilangkan penyebab yang

dapat meningkatkan tekanan darah seperti kontrol kecemasan, pemilihan anestesi

dan bahan anestesi, kontrol rasa sakit setelah tindakan selesai. Tindakan

perawatan gigi yang lama sebaiknya dihindarkan.

5

Page 5: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

Pemberian sedative peroral (benzodiazepine 5mg malam sebelum

tidur, dan 1 jam sebelum tindakan perawatan) dapat membantu mengurangi

kecemasan. Penggunaan sedasi dengan nitrous oxide (N2O) dapat menurunkan

tekanan darah sistol dan diastole hingga 15015 mmHg 10 menit setelah

pemberian, dan dapat dilanjutkan dengan anestesi lokal dengan atau tanpa

vasokonstriktor. Pemilihan waktu perawatan gigi merupakan hal yang perlu

dipertimbangkan. Pada pasien hipertensi saat bangun tidur pagi, tekanan darah

dapat meningkat hingga pada pertengahan hari, dan menurun pada sore hari.

Sehingga waktu perawatan sebaiknya pada sore hari.

Tekanan darah Strategi

≤120/80 mmHg

Tekanan darah optimal

Resiko status I

Catat tekanan darah tiap kali

kunjungan

Perawatan gigi rutin

≤130/85 mmHg

Tekanan darah normal

Resiko status I

Catat tekanan darah tiap kali

kunjungan

Perawatan gigi rutin

130/85 – 130/89 mmHg

Tekanan darah tinggi – normal

(prehipertensi)

Resiko status I

Catat tekanan darah tiap kali

kunjungan

Perawatan gigi rutin

140/90 – 159/99 mmHg

Hipertensi stage 1

Resiko status II:

Stabil secara medis

Tidak ada pembatasan aktivitas

fisik

Catat tekanan darah tiap kali

kunjungan

Perawatan dental rutin

Rujuk medis rutin

160/100 – 159/99 mmHg

Hipertensi stage 2

Resiko status III:

Tidak stabil secara medis

Catat tekanan darah tiap kali

kunjungan

Perawatan gigi selektif

Rujuk medis rutin

6

Page 6: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

Ada pembatasan aktivitas fisik

180/110 – 209/119 mmHg

Hipertensi stage 2

Resiko status IV:

Tidak stabil secara medis

Sangat terbatas dalam toleransi

aktivitas fisik

Catat tekanan darah

Pemberian perawatan gigi

emergensi

Penggunaan anestesi lokal tanpa

epinephrine/adrenalin

Rujuk medis urgensi

≥ 210/120 mmHg

Hipertensi stage 2

Resiko status IV:

Tidak toleransi terhadap aktifitas

fisik

Hipertensi mengancam kehidupan

Catat tekanan darah

Pemberian perawatan emergensi

Penggunaan anestesi lokal tanpa

adrenalin

Rujuk medis emergensi

Tabel 3. Strategi preventif dan kuratif perawatan gigi untuk pasien hipertensi

Strategi perawatan kuratif perlu disesuaikan dengan kondisi pasien

berdasarkan status pasien menurut ASA (American Society of Anaesthesiologists).

ASA mengklasifikasikan status resiko pasien kedalam ASA I, ASA II, ASA III,

ASA IV. Pasien dengan ASA I memiliki tekanan darah norma 120/80 – 130/89

mmHg, tidak memiliki penyakit sistemi, sehingga dapat diberikan perawatan gigi

rutin. Pasien dengan ASA II memiliki tekanan darah 140/90 – 159/99 mmHg,

hipertensi stage 1, stabil secara medis, tidak memiliki keterbatasan dalam aktifitas

fisik, perawatan gigi rutin dapat dilakukan, tetapi perlu pemantauan setelah

pemberian anestesi lokal yang mengandung adrenalin. Pasien dengan ASA III,

memiliki tekanan darah 160/100 – 179/109 mmHg, hipertensi stage 2, pada

keadaan tersebut pasien tidak stabil secara medis dan memiliki keterbatasan dalam

melakukan aktifitas fisik, perawatan gigi yang dapat diberikan hanya perawatan

selektif seperti propilaksis, restorative, periodontal, endodontic, dan ekstraksi

rutin. Pasien dengan ASA IV, dengan tekanan darah 180/110 – 209/119 mmHg,

tidak stabil secara medis dan aktifitas fisik sangat terbatas, hanya dapat dilakukan

perawata gigi darurat non stressful seperti pengurangan rasa sakit dan perawatan

infeksi seperti insisi sederhana dan drainage; sedangkan pada pasien dengan

7

Page 7: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

tekanan darah 210/120 mmHg atau lebih tidak dapat menerima stress fisik atau

emosional, semua tindakan dental darurat harus dipertimbangkan, karena pada

keadaan tersebut status pasien berada pada ASA IV yang dapat mengancam jiwa.

BAB III

Pembagian Anemia dan Pengelolaannya

8

Page 8: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

3.1. Definisi Anemia

Anemia merupakan suatu kondisi di mana terdapat penurunan

konsentrasi hemoglobin, jumlah sel darah merah, atau volume sel darah tanpa

plasma (hematokrit) dibandingkan dengan nilai-nilai normal. Anemia dapat dibagi

kedalam dua bentuk yakni yang disebabkan oleh kerusakan pembentukan sel

darah merah dan yang disebabkan oleh kehilangan atau kerusakan sel darah merah

berlebihan.

3.2. Klasifikasi

Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi.

Berdasarkan morfologinya, anemia terdiri dari:

1) Normositik : penuruanan jumlah eritrosit tanpa disertai kelainan bentuk

dan konsentrasi hemoglobin

2) Mikrositik : penurunan ukuran dan warna sel darah merah disebabkan

oleh ketidakadekuatan konsentrasi hemoglobin

3) Makrositik : sel darah merah dalam ukuran yang besar dengan

konsentrasi yang normal

4) Anisositosis : variasi ukuran sel darah merah

5) Poikilositosis : variasi bentuk sel darah merah

Merurut etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam

yaitu :

1) Hipoproliferasi, gangguan produksi sel darah merah pada sumsum tulang.

Dapat disebabkan oleh kerusakan sumsum tulang, defisiensi besi, stimulasi

eritropoietin yang inadekuat, supresi produksi eritropoietin, penurunan

kebutuhan jaringan terhadap oksigen.

2) Gangguan pematangan sel darah merah, kadar retikulosit yang rendah,

adanya gangguan morfologi sel, dengan indeks eritrosit yang abnormal.

3) Penurunan waktu hidup sel darah merah (hemolisis)

3.2.1 Anemia Defisiensi Besi

9

Page 9: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang terjadi akibat

kekurangan zat besi dalam darah, dimana konsentrasi hemoglobin dalam darah

berkurang karena terganggunya pembentukan sel-sel darah merah akibat

kurangnya kadar zat besi dalam darah. Jika simpanan zat besi dalam tubuh

seseorang sudah sangat rendah berarti orang tersebut mendekati anemia walaupun

belum ditemukan gejala-gejala fisiologis.

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara

lain:

1) Asupan zat besi

Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang

mengkonsumsi bahan makanan yang kurang beragam dengan menu

makanan yang terdiri dari nasi, kacang-kacangan, dan sedikit daging,

unggas, ikan yang merupakan sumber zat besi. Gangguan defisiensi besi

sering terjadi karena susunan makanan yang salah baik kurangnya

penyediaan pangan, distribusi makanan yang kurang baik, kebiasaan

makan yang salah, kemiskinan dan ketidaktahuan.

2) Penyerapan zat besi

Diet yang kaya zat besi tidaklah menjamin ketersediaan zat besi dalam

tubuh karena banyaknya zat besi yang diserap sangat bergantung dari jenis

zat besi dan bahan makanan yang dapat menghambat dan meningkatkan

penyerapan besi.

3) Kebutuhan meningkat

Kebutuhan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti

pada bayi, anak-anak, remaja, kehamilan, dan menyusui. Kebutuhan zat

besi juga meningkat pada kasus perdarahan yang kronis.

4) Kehilangan zat besi

Kehilangan zat besi basal merupakan kehilangan zat besi melalui

saluran pencernaan, kulit dan urin, pada wanita kehilangan zat besi juga

dapat terjadi pada saat menstruasi.

10

Page 10: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara

mengukur kadar Hb, hematokrit, volume sel darah merah, konsentrasi Hb dalam

sel darah merah. Terdapat tiga uji laboratorium yang dipadukan dengan

pemeriksaan kadar Hb agar hasil lebih tepat untuk menentukan anemia gizi besi.

Yaitu:

1) Serum Ferritin

Ferritin diukur untuk mengetahui status besi di dalam hati. Bila kadar SF <

12 mg/dl maka orang tersebut menderita anemia gizi besi.

2) Transferin Saturation

Kadar besi dan total iron binding capacity (TIBC) dalam serum merupakan

salah satu yang menentukan status besi. Pada saat kekurangan zat besi,

kadar besi menurun dan TIBC meningkat, rasionya yang disebut denga

TS. TS < 16% maka orang tersebut dikatakan defisensi zat besi.

3) Free Erythocyte Protophorph

Bila kadar zat besi dalam darah kurang maka sirkulasi FEB dalam darah

meningkat. Kadar normal FEB 35-50 mg/dl RBC.

Kelompok Umur Hemoglobin (gr/dl)

Anak –

anak

6 – 59 bulan

5 – 11 tahun

12 – 14 tahun

11,0

11,5

12,0

Dewasa Wanita > 15 tahun

Wanita hamil

Laki-laki > 15 tahun

12,0

11,0

13,0

Tabel 4. Hemoglobin berdasarkan kelompok umur

Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia defisiensi besi dapat

dilakukan dengan cara :

11

Page 11: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

1) Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan

2) Mengubah kebiasaan pola makanan dengan menambahkan konsumsi

pangan yang memudahkan absorbs besi seperti menambahkan vitamin C

3) Suplementasi tablet Fe

3.2.2 Anemia Megaloblastik

Merupakan anemia yang terjadi karena terhambatnya dan eritrosit

yang tidak berfungsi. Ditandai dengan adanya sel megaloblas dalam sumsum

tulang. Sel megaloblas merupakan precursor eritrosit dengan bentuk sel yang

besar. Anemia ini dapat disebabkan oleh kekurangan vitamin B12, defisiensi asam

folat, gangguan metabolism vitamin B12 dan asam folat, gangguan sinsetisasi

DNA yang merupakan akibat dari defisiensi enzim congenital dan didapat setelah

pemberian obat atau sitostatik tertentu.

Timbulnya megaloblas akibat gangguan sel karena terjadi gangguan

sintesis DNA sel-sel eritroblas akibat defisiensi asam folat dan vitamin B12,

dimana vitamin B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel

dan dalam pembentukan myelin. Karena gangguan sintesis DNA pada inti

eritoblas ini, makan maturasi ini lebih lambat sehingga kromatin lebih longgar dan

sel menjadi lebih besar. Sel eritroblas dengan ukuran yang lebih besar dan

susunan kromatin lebih longgar disebut sebagai sel megaloblas. Sel ini akan

dihancurkan saat masih di dalam sumsum tulang sehingga terjadi eritropoesis

inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek yang berujung pada terjadinya

anemia.

Manifestasi klinis dari jenis anemia ini seperti tubuh lemah, pucat,

anemia, ikterus ringan, glositis, kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya rasa

di tungkai, kaki, dan tangan, purpura trombositopeni, penurunan berat badan.

Penatalaksanaan untuk pasien dengan anemia megaloblas dapat

dilakukan dengan terapi suportif, dilakukan transfuse bila ada hipoksia dan

suspense trombosit bila trombositopenia; pemberian vitamin B12 intramuskular

untuk mengatasi kekurangan vitamin B12; asam folat 1-5 mg/hari per oral untuk

12

Page 12: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

mengatasi defisiensi asam folat; serta menghentikan obat-obatan pemicu anemia

megaloblastik.

3.2.3 Anemia Aplastik

Anemia aplastik merupakan suatu pansitopenia pada hiposelularitas

sumsum tulang. Anemia ini merupakan kegagalan hemopoiesis yang jarang

ditemukan. Anemia ini dapat diturunkan maupun didapat.

Etiologi dari anemia aplastik yang diturunkan antara lain anemia

fanconi’s,dyskeratosis congenital, syndrome Shwachman-Diamond, reticular

dysgenesis, amegakaryocytic thrombocytopenia, anemia aplastik familial,

preuleukemia, sindrom nonhematologic seperti down syndrome, dubowitz, dan

Seckel. Penyebab dari anemia aplastik yang didapat antara lain radiasi, obat dan

zat kimia, reaksi idiosinkronisasi, Epstein-barr virus, hepatitis, parvovirus B19,

penyakit imun, hypoimmunoglubulinemia, karsinoma thymus, graft-versus-host

disease pada immunodefisiensi. Patofisiologi dari anemia ini karena adanya

kegagalan sumsum akibat kerusakan berat pada kompartemen sel hematopoetik.

Pada anemia aplastik, sumsum tulang terganti oleh lemak.

Perdarahan merupakan gejala awal yang paling sering terjadi; keluhan

mudah terjadi memar selama beberapa hari hingga minggu, gusi yang berdarah,

mimisan, darah menstruasi yang berlebihan, dan kadang-kadang peteki. Adanya

thrombositopenia, perdarahan massif jarang terjadi, namun perdarahan kecil pada

sistem saraf pusat dapat berbahaya pada intracranial dan menyebabkan perdarahan

retina. Gejala anemia juga sering terjadi termasuk mudah lelah, sesak napas, dan

tinnitus pada telinga. Infeksi merupakan gejala awal yang jarang terjadi pada

anemia aplastik (tidak seperti pada agranulositosis, dimana faringitis, infeksi

anorektal, atau sepsis sering terjadi pada permulaan penyakit). Gejala yang khas

dari anemia aplastik adalah keterbatasan gejala pada sistem hematologist dan

pasien sering merasa dan sepertinya terlihat sehat walaupun terjadi penurunan

drastis pada hitung darah. Keluhan sistemik dan penurunan berat badan sebaiknya

mengarahkan penyebab pasitopenia lainnya

13

Page 13: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

Secara singkat pada pasien dengan anemia aplastik biasanya

didapatkan keluhan lemah, pucat, dyspnea, jantung berdebar. Trombositopenia,

sakit kepala, demam, penurunan berat badan, dan penurunan nafsu makan. Pada

pemeriksaan fisik juga ditemukan karakteristik seperti:

1) Petekie, ekimosis

2) Perdarahan serviks

3) Perdarahan pada retina

4) Ditemukan darah pada feses

5) Kulit dan membrane mukosa terlihat pucat

6) Terdapat café au lait spot

Diagnosis anemia aplastik dapat dilakukan dengan cepat, berdasar

kombinasi pansitopenian dengan sumsum tulang kosong dan berlemak. Bagi

remaja atau dewasa yang mengalami pansitopeni sebaiknya sudah dicurigai

terkena anemia aplastik. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa dan

pemeriksaan fisik seperti adanya pembesaran limfa seperti pada sirosis alkoholik,

riwayat metastasis kanker, sistemik lupus eritematosus.

Anemia aplastik dapat disembukan dengan penggantian sel

hematopoietic yang hilang dengan transplantasi stem cell, atau dapat diringankan

dengan penekanan sistem imun untuk mempercepat penyembuhan fungso

sumsum tulang residual. Faktor pertumbuhan hematopoietic memiliki

keterbatasan manfaat dan glukokortikoid tidaklah bermanfaat. Paparan obat atau

zat kimia yang dicurigai sebaiknya dihentikan dan dihindari.

3.2.4 Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik terjadi karena adanya peningkatan penghancuran

sel darah merah. Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah.

Penyebab anemia ini dapat berupa penyebab intrinsic maupun ekstrinsik.

Penyebab intrinsic antara lain:

1) Kelainan membran, seperti sferositosis herediter, hemoglobinuria

nokturnal paroksismal.

14

Page 14: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

2) Kelainan glikolisis, seperti defisiensi piruvat kinase.

3) Kelainan enzim, seperti defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD).

4) Hemoglobinopati, seperti anemia sel sabit, methemoglobinemia.

Penyebab ekstrinsik antara lain:

1) Gangguan sistem imun, seperti penyakit autoimun, penyakit

limfoproliferatif

2) Mikroangiopati, seperti pada purpura trombotik trombositopenik,

koagulasi intravascular diseminata

3) Infeksi, seperti akibat plasmodium, klostridium, borrelia

4) Hipersplenisme

5) Luka bakar

Gejala dari anemia hemolitik mirip dengan anemia lainnya. hemolisis

yang berat kadang-kadang terjadi menyebabkan krisis hemolitik, yang ditandai

dengan :

1) Demam

2) Menggigil

3) Nyeri punggung dan nyeri lambung

4) Perasaan melayang

5) Penurunan tekanan darah

Bagian sel darah merah yang hancur dapat masuk ke dalam darah

sehingga menimbulkan sakit kuni dan air kemih berwarna gelap. Limpa

membesar karena menyaring sejumlah besar sel darah merah yang hancur. Jika

hemolisis terus berlanjut dapat menimbulkan batu empedu berpigmen, berwarna

gelap yang berasal dari pecahan sel darah merah. Pada pemeriksaan laboratorium

ditemukan penurunan kadar Ht, retikulosit, kadar bilirubin indirek dalam darah

meningkat, peningkatan bilirubin total hingga 4 mg/dl, disertai peninggian

urobilinogen urin.

15

Page 15: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya.

Jika terjadi karena toksik imunologi dapat diberikan kortikosteroid seperti

prednisone, prednisolon, bahkan dapat juga dilakukan splenektomi (jika

diperlukan). Jika hal tersebut tidak berhasil dapat diberikan obat-obat sitostatik

seperti klorabusil dan siklofosfamid.

BAB IV

Pengelolaan Dyspepsia Akibat NSAID

16

Page 16: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

4.1 Dispepsia

Dyspepsia merupakan istilah yang dipakai untuk sindrom atau

kumpulan gejala atau kumpulan keluhan yang meliputi nyeri atau rasa tidak

nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut

terasa penuh/begah. Keluhan ini tidak selalu sama pada semua pasien, pada pasien

keluhan dapat bervariasi.

Dyspepsia dapat diakibatkan oleh infeksi Helicobacter pylori (HP),

penggunaan NSAID, hipersekresi asam lambung, dan kondisi stress. Faktor resiko

yang dapat menimbulkan dyspepsia antara lain:

1) Pasien dengan riwayat penyakit tukak peptic, perdarahan GI bagian atas,

komplikasi dari NSAID, penggunaan kortikosteroid, atau antikoagulan yang

dapat meningkatkan resiko perdarahan.

2) Usia, merokok, alkohol, dan penyakit kardiovaskular dapat meningkatkan

komplikasi GI dengan NSAID

3) Makanan yang dapat meningkatkan sekresi asam lambung dan menimbulkan

dyspepsia seperti kopi, teh, soda, minuman beralkohol, susu, dan makanan

rempah

4) Faktor genetic

5) Penderita Zollinger- Ellison’s syndrome (ZES)

4.2 Patofisiologi

Dyspepsia terjadi karena adanya ketidakseimbangan asam lambung

dan pepsin dan mekanisme yang menjaga intergritas mukosa. Asam lambung

dihasilkan oleh sel-sel parietal. Sel ini memiliki reseptor histamine, gastrin, dan

asetilkolin. Sekresi asam diukur dalam beberapa parameter antara lain basal acid

output (BAO), maximal acid output (MAO), dan sekresi dari respon dari adanya

makanan. Rasio dari perbandingan BAO dan MAO memperlihatkan kelebihan

sekresi asam lambung. Pepsinogen disekresikan oleh chief cell, diaktifkan oleh

produksi asam menjadi pepsin. Pepsin ini memiliki aktivitas proteolitik yang

dapat menimbulkan tukak. Pertahanan mukosa meliputi sekresi mucus dan

17

Page 17: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

bikarbonat, pertahanan sel epitel intrinsic, dan mucosal blood flow. Mukosa akan

mengalami regenerasi untuk perbaikan ketika terjadi luka pada mukosa. Proses

tersebut dibantu oleh peran prostaglandin.

NSAID merupakan salah satu penyebab timbulnya dyspepsia. Hal ini

akibat dari efek samping NSAID. NSAID menyebabbkan kerusakan mukosa

saluran cerna melalui iritasi topical dan inhibisi sistemik sintesis prostaglandin.

Siklooksigenase berperan dalam pembentukan prostaglandin. Siklooksigenase

(COX) terdapat dalam dua bentuk yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1

menghasilkan prostaglandin yang dapat melindungi mukosa saluran cerna, COX-2

merupakan enzim yang merespon stimulus inflamasi dan menghasilkan

prostaglandin yang berhubungan dengan prostaglandin. NSAID dapat

menghambat pembentukan COX-1, sehingga menimbulkan penurunan agregasi

platelet dan terjadi perdarahan mukosa saluran cerna.

Dyspepsia dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1) Dyspepsia organic : kelompok penyakit organik seperti tukak peptic,

gastritis, batu kandung empedu

2) Dispepsian fungsional : telah dilakukan sarana penunjang diagnostic, tidak

dapat memperlihatkan adanya gangguan patologis

structural atau biokimia, dengan kata lain disebut

gangguan fungsional

Selain itu, secara klini dyspepsia dikelompokkan menjadi empat, antara lain:

1) Reflux-like dyspepsia yaitu dyspepsia dimana “heartburn” dan regugirtasi

merupakan gejala yang menonjok

2) Ulcer-like dyspepsia yaitu dyspepsia dengan gejala-gejala yang dianggap

karakteristik untuk Ulkus peptikum. Disini biasanya termasuk gejala nyeri

perut yang tajamlokasinya, pengurangan nyeri sesudah penelanan antasida

atau makanan. Disini tampak pula pola remisi dan kambuh.

3) Dysmotilyti-like dyspepsia yaitu dyspepsia dengan kekembungan, rasa lekas

kenyang, mual, rasa perut tak enak, atau nyer yang tak jelas lokasinya

18

Page 18: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

4) Non-spesific dyspepsia yaitu dyspepsia yang tidak dapat digolongkan pada

salah satu dari 3 jenis dyspepsia di atas

4.3 Pengelolaan Dyspepsia Akibat NSAID

Tujuan dari pengobatan pasien dengan dyspepsia adalah untuk

menghilangkan nyeri tukak, mengobati ulkus, mencegah kekambuhan, dan

mengurangi komplikasi yang berkaitan dengan tukak. Obat-obatan yang

digunakan dalam terapi dyspepsia karena efek samping NSAID yaiut H2RA, PPI,

kelator dan senyawa kompleks, analog prostaglandin, antimuskarinik, dan

antibiotic.

1) Antagonis reseptor H2

Terapi dengan agen antagonis reseptor H2 digunakan untuk mengurangi

sekresi asam lambung berlebih. Mekanisme obat ini dengan cara memblok

kerja dari histamine atau berkompetisi dengan histamine untuk berikatan

dengan reseptor H2 pada sel parietal sehingga mengurangi sekresi asam

lambung. Obat yang umumnya digunakan yaitu simetidin, ranitidine,

famotidin, dan nizatidin.

2) Penghambat pompa proton (PPI)

Agen penghambat pompa proton ini dapa mengurangi sekresi asam lambung

dengan jalan menghambat enzim adenosine trifosfat hidrogen kalium secara

efektif dalam sel-sel parietal lambung. PPI merupakan pengobatan jangka

pendek yang efektif untuk tukak lambung dan duodenum. Selain itu

penghambat pompa protein juga digunakan dalam kombinasi dengan

antibiotic untuk eradikasi HP. Contoh obat golongan ini yaitu omeprazol,

lansoprazol, rabeprazol, dan esomeprazol.

3) Kelator dan senyawa kompleks

Sucralfat merupakan obat lain untuk tukak lambung dan usus. Mekanisme

kerjanya dengan melindungi mukosa dari serangan pepsin asam. Senyawa ini

merupakan kompleks alumunium hidroksida dan sukrosa sulfat.

4) Analog prostaglandin

19

Page 19: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

Salah satu analog prostaglandin yaitu misoprostol yang memiliki sifat

antisekresi dan proteksi, mampu mempercepat penyembuhan tukak lambung

dan duodenum. Senyawa ini dapat mencegah tukak karena NSAID.

Penggunaannya sesuai untuk pasien lemah dan lanjut usia, dimana

penggunaan NSAID tidak dapat dihentikan.

5) Antimuskarinik

Obat ini dapat mempengaruhi pelepasan histamine di sel parietal sehingga

meningkatkan sekresi asam lambung. Obat golongan ini yang sering

digunakan yaitu pirenzipin. Pirenzipin dapat menghambat aktivitas asetilkolin

yang dapat menghambat peningkatan sekresi asam lambung.

6) Antibiotic

Amoxicillin, bakterisid turunan penisili yang memiliki efek spectrum luas.

Bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Sintesas dinding sel

terganggu sehingga dinding sel yang terbentuk kurang sempurna dan tidak

tahan terhadap tekanan osmotic dari plasma sehingga akhirnya sel pecah dan

bakteri akan mati.

Tetrasiklin, bakteriostatik yang bekerja menghambat sintesa protein dengna

berikatan pada ribosomam subunit 30S sehingga menghambat ikatan

aminoasir-tRNA ke sisi A pada kompleks ribosomal. Hambatan ikatan ini

menyebabkan hambatan sintesis ikatan peptide.

Metronidazol, antimikroba yang memiliki aktivitas yang sangat baik terhadap

bakteri anaerob dan protozoa. Bekerja dengan berinteraksi dengan DNA

bakteri menyebabkan perubahan struktur heliks DNA dan putusnya rantai

sehingga sintesa protein dihambat dan mengakibatkan kematian sel.

20

Page 20: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

Gambar 1. Algoritma tukak peptic

21

Page 21: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

BAB V

Efek Samping NSAID

Non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) mempunyai efek

analgetik, antipiretik dan anti inflamasi. Obat ini memiliki kemampuan untuk

menghambat siklooksigenase (COX), sehingga mampu menghambat sintesis

prostaglandin. Prostaglandin menyebabkan munculnya rasa nyeri karena

mengiritasi ujung saraf perasa. Prostaglandin juga bagian dari pengatur suhu

tubuh. Golongan NSAID dapat mengurangi nyeri dengan turunnya kadar

prostaglandin. Efek dari turunnya prostaglandin yaitu berkurangnya peradangan,

pembengkakan, dan turunnya demam serta mencegah pembekuan darah. NSAID

memiliki manfaat sebagai anti inflamasi melalui aksinya pada enzim

siklooksigenase, namun dapat pula menimbulkan tukak lambung melalui aksinya

pada enzim siklooksigenase-1. Contoh obat-obatan NSAID antara lain diklofenak,

etodolak, fenoprofen, ibuprofen, asam mefenamat, aspirin, indometasin, dan lain-

lain.

Efek samping dari NSAID umumnya yaitu terjadinya dyspepsia dan

mual. Dapat pula terjadi perdarahan pada kapiler dan mukosa, seperti pada

penggunaan aspirin dimana terjadi kerusakan mukosa karena disintegrasi saat

kontak dengan jaringan gastric dan adanya kemampuan aspirin dalam

menghambat siklooksigenasi-1, yang mana menghambat pula mekanisme

sitoprotektif dan agregasi platelet.

Efeknya dalam menghambat sintesis PGI2 dan PGE2 mengakibatkan

hilangnya efek perlindungan pada mukosa lambung dimana dapat menimbulkan

berbagai masalah pada saluran pencernaan, seperti perdarahan gastric,

symptomatic peptic ulcer, dan perforasi gastrointestinal dan obstruksi.

Kebanyakan NSAID juga memiliki efek terhadap antiplatelet, hal ini berkaitan

dengan efeknya dalam menghambat produksi TXA2.

Efeknya terhadap antiplatelet dapa memperpanjang waktu perdarahan.

Efek samping terhadap ginjal pun pernah ditemukan. Fungsi normal ginjal

22

Page 22: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

bergantung pada sintesis prostaglandin. COX-1 dan COX-2 berperan dalam

sintesis prostaglandin, yang turut berperan dalam mengurangi air dan reabsorbsi

Na+ . Pada terapi dengan NSAID, air dan Na+ mengalami retensi dan

menimbulkan peripheral edema, kenaikan tekanan darah, dan kadang terjadi gagal

jantung kongesti. Vasokonstriksi arteri ginjal menimbulkan iskemia ginjal akut

dan gagal ginjal.

Penggunaan aspirin pada anak dengan infeksi virus sering

dihubungkan dengan Reye’s syndrome. Reaksi alergi pun dapat terjadi pada

beberapa pasien, dengan gejala mual, ruam pada kulit, angiodema, atau

anafilaksis. Jika terjadi reaksi alergi maka perlu penggantian dengan obat NSAID

golongan lainnya, pada pasien yang intoleran terhadap aspirin asetaminofen

merupakan antipiretik analgesic yang aman.

23

Page 23: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

BAB VI

Cara Mendiagnosis TBC Paru Berdasarkan WHO

6.1 Tuberculosis Paru

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis, ditandai dengan adanya pembentukan

granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Bakteri ini merupakan bakteri aerob

yang dapat hidup di paru-paru dan berbagai organ tubuh yang bertekanan parsial

tinggi. Infeksi awal bias anya terjadi 2-10 minngu setelah pemajanan. Seorang

individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan

respon imun.

Penyakit ini ditandai dengan penurunan berat badan, anoreksia,

dispneu, dan adanya sputum purulen. Gejala dari penyakit ini antara lain:

1) Demam

Demam pada pasien dengan TBC paru biasanya menyerupai demam

influenza. Keadaan ini dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dengan

berat ringannya infeksi kuman TBC yang masuk

2) Batuk

Batuk dapat terjadi karena adanya infeksi bronkus. Diawali batuk kering

setelah peradangan menjadi batuk produktif disertai sputum. Pada keadaan

yang lebih lanjut berupa batuk darah, hal ini terjadi karena terdapat pembuluh

darah yang pecah.

3) Sesak nafas

Sesak nafas ditemukan pada pasien dengan perjalanan penyakit yang lebih

lanjut, hal ini terjadi karena infiltrasi sudah stengan bagian paru.

4) Nyeri dada

Nyeri dada timbul jika infiltrasi radang sudah sampai pada pleura, sehingga

menimbulkan pleuritis

5) Malaise

24

Page 24: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

Malaise berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan menurun, sakit

kepala, merian, nyeri otot, dan berkeringat di malam hari.

Basil tuberculosis menyebabkan suatu reaksi jaringan di dalam paru-

paru, dimana terjadi pembentukan dinding di sekitar lesi oleh jaringan fibrosa

untuk membentuk tuberkel. Banyaknya jaringan fibrosa menyebabkan

meningkatnya usaha otot pernafasan untuk ventilasi paru dan menurunkan

kapasitas vital, berkurangnya luas total permukaan membrane respirasi yang

menyebabkan penurunan kapasitas difusi paru secara progresif, dan rasio

ventilasi-perfusi yang abnormal di dalam paru-paru dapat mengurangi oksigenasi

darah.

6.2 Pemeriksaan TB Paru

6.2.1 Pemeriksaan Radiologis

Untuk pemeriksaan radiologis, biasanya dilakukan rontgen pada

bagian dada. Foto rontgen tersebut untuk menemukan lesi tuberculosis. Lesi

tuberculosis umumnya ditemukan pada daerah apeks paru, dapat juga dibagian

lobus bawah, atau di daerah hilus. Pada perjalanan awal penyakit ini, gambar

radiologis menunjukkan lesi berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas

tidak tegas. Pada keadaan lebih lanjut, dimana lesi sudah diliputi jaringan ikat

gambaran radiologi memperlihatkan adanya bulatan dengan batas yang tegas. Lesi

tersebut disebut dengan tuberkuloma.

6.2.2 Pemeriksaan Laboratorium

6.2.2.1 Pemeriksaan BTA

Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis TB paru dengan

pemeriksaan sputum. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mendeteksi acid-fast

bacilli (AFB) termasuk Mycobacterium tuberculosis. Untuk pemeriksaan sputum

ini diperlukan pengambilan sputum, terdapat tiga jenis sputum antara lain:

1) Sputum pagi, sputum yang dikeluarkan pada waktu pagi bangun tidur

2) Spot sputum, sputum yang dikeluarkan pada saat itu

25

Page 25: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

3) Collection sputum, sputum yang keluar dan ditampung selama 24 jam

Setelah pengambilan sputum perlu dilakukan pemeriksaan, dengan

sediaan langsung atau tidak langsung. Pada sediaan langsung, sediaan dibuat

langsung dari specimen dan akan menghasilkan derajat positif sehingga dapat

digunakan untuk melihat tingkat keparahan penyakit. Sedangkan pada sediaan

tidak langsung, sediaan dibuat dari sedimen setelah homogenisasi/dekontaminasi.

Untuk pemeriksaan sputum, diperlukan pewarnaan sehingga dapat

dilakukan pemeriksaan mikroskopis. Pewaranaan dilakukan dengan pewarnaan

acid fast cara Ziehl Neelsen atau basil tahan asam, dengan cara:

1) Buat preparat ulas dari sputum Mycobacterium tuberculosis

a. Objek glass dibersihkan dengan alkohol sampai kotoran yang melekat

hilang, kemudian objeck glass dipanaskan di atas api bunsen dan diolesi

sputum TBC

b. Objek glass dibersihkan dengan alkohol sampai kotoran yang melekat

hilang, kemudian objeck glass diolesi sputum TBC dibiarkan kering di

suhu ruang

2) Lakukan fiksasi dengan cara melewatkan preparat (objeck glass) di atas api

bunsen.

3) a. Teteskan karbol fukhsin di atas apusan sputum TBC dan panaskan dengan

api bunsen sampai 5 menit dan diusahakan zat warna tidak sampai

mendidih

b. Teteskan karbol fukhsin di atas apusan sputum TBC dan panaskan di atas

air mendidih sampai 5 menit dan diusakan zat warna tidak sampai kering

4) Cuci dengan air mengalir dan dikeringanginkan

5) Tetesi dengan zat peluntur warna (peluntur asam) : 20% H2SO4 atau

campuran alkohol 95% dengan 2,5% HNO3, biarkan selama 10-30 detik

sampai warna merah hilang

26

Page 26: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

6) Cuci dengan air mengalir dan dikeringanginkan

7) Tetesi dengan metiline blue sebagai zat warna penutup dan dibiarkan selama

10– 30 detik.

8) Cuci dengan air mengalir dan dikeringanginkan

9) Amati dibawah mikroskop menggunkan minyak imersi

Penilaian tingkat infeksi TBC menurut IUAT (International Union Against

Tuberculosis)

1. Positif 1 (+) : diketemukan 10 – 99 sel BTA / 100 LP

2. Positif 2 (+ +) : diketemukan 1 – 10 sel BTA / 1 LP

3. Positif 3 (+ + +) : diketemukan lebih dari 10 sel BTA / 1 LP

Pemeriksaan dengan Ziehl-Neelsen menunjukan area spesifik dengan

prevalensi yang tinggi dari TB namun sensitivitasnya bervariasi antara 20-80%.

WHO mempublikasikan bahwa pemeriksaan dengan fluorescence lebih sensitif

10% daripada Ziehl-Neelsen.

Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 minggu penanaman

sputum dalam medium biakan, koloni kuman tuberkulosis mulai tampak. Bila

setelah 8 minggu penanaman koloni tidak juga tampak, biakan dinyatakan negatif.

Medium yang sering digunakan adalah Lowenstein Jensen, Kudoh, atau Ogawa.

Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan

cara Bactec (Bactec 400 Radiometric System), di mana bakteri sudah bisa

dideteksi dalam 7-10 hari. Di samping itu dengan teknik Polymerase Chain

Reaction (PCR) dapat dideteksi DNA bakteri TB dalam waktu yang lebih cepat

atau mendeteksi M. tuberculosis yang tidak tumbuh pada sediaan biakan. Dari

hasil biakan biasanya dilakukan juga pemeriksaan terhadap resistensi obat dan

identifikasi kuman.

27

Page 27: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

Kadang, dari hasil pemeriksaan mikroskopis terdapat BTA (positif), tetapi

pada biakan negatif. Ini terjadi pada fenomena dead bacilli atau non-culturable

bacilli yang disebabkan keampuhan panduan obat anttuberkulosis jangka pendek

yang cepat mematikan BTA dalam waktu pendek.

Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan,

bahan-bahan selain sputum dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru,

pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin,

dan tinja.

6.2.2.2 Tes Tuberkulin

Tes tuberculin atau tes mantoux merupakan pemeriksaan penunjang

untuk menegakkan diagnosis TBC pada anak. tes tuberculin memiliki diagnostic

yang tinggi, dan merupakan standar dalam menegakkan diagnosis TBC pada anak.

Prosedur tes tuberculin, antara lain:

1) Injeksi intrakutan 0,1 ml PPD RT-23 2TU atau PPD S 5TU, di bagian volar

lengan bawah.

2) Pembacaan  dilakukan 48 – 72 jam setelah penyuntikan, ukur indurasi (bukan

hiperemis) dalam milimeter.

3) Uji tuberkulin positif  menandakan  infeksi TB, pasca terapi TB, imunisasi

BCG, infeksi M. atipik.

4) Uji tuberkulin negatif menandakan tidak ada infeksi TB, dalam masa inkubasi

infeksi TB, anergi (gizi buruk, keganasan, penggunaan steroid jangka

panjang, sitostatika, campak, pertusis, varisela, influenza, TB berat, serta

vaksinasi dengan vaksin hidup)

Indurasi (mm) Interpretasi Keterangan

Anak di atas 5 tahun

0 – 4 Negatif  

5 – 9 Positif

meragukan

Dapat disebabkan: infeksi TB, infeksi

M. atipik, atau efek booster tuberkulin

28

Page 28: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

(BCG)

≥ 10 Positif  

Balita yang mendapat BCG

10 – 15 Positif Hasil positif dapat disebabkan BCG

≥ 15 Positif Hasil positif lebih disebabkan infeksi

TB dari pada BCG

Anak dengan riwayat kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif (BTA positif),

atau anak dengan imunokompromais

≥ 5 mm Harus

dicurigai

terinfeksi TB

 

Tabel 5. Interpretasi Uji Tuberkulin

6.3 Stadium TBC

1) Kelas 0

Tidak ada jangkitan tuberkulosis, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat

terpapar,reaksi terhadap tes kulit tuberkulin tidak bermakna).

2) Kelas 1

Terpapar tuberkulosis, tidak ada bukti terinfeksi (riwayat pemaparan,

reaksi testuberkulosis tidak bermakna).

3) Kelas 2

4) Ada infeksi tuberkulosis, tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit tuberkulin 

bermakna, pemeriksa bakteri negatif, tidak bukti klinik maupun

radiografik) .Status kemoterapi (pencegahan) :

a. Tidak ada

b. Dalam pengobatan kemoterapi

c. Komplit (seri pengobatan dalam memakai resep dokter)

d. Tidak komplit

5) Kelas 3

Tuberkulosis saat ini sedang sakit ( Mycobacterium tuberculosis ada

dalam biakan,selain itu reaksi kulit tuberkulin bermakna dan atau bukti

radiografik tentangadanya penyakit). Lokasi penyakit : paru, pleura,

29

Page 29: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

limfatik, tulang dan/atau sendi, kemih kelamin, diseminata (milier),

menigeal, peritoneal dan lain-lain. Status bakteriologis :

a. Positif dengan :

• Mikroskop saja

• Biakan saja

• Mikroskop dan biakan 

b. Negatif dengan :

Tidak dikerjakanStatus kemoterapi :Dalam pengobatan kemoterapi

sejak kemoterapi diakhiri, tidak lengkap reaksi teskulit tuberkulin :

• Bermakna

• Tidak bermakna

6) Kelas 4

Tuberculosis pada tahap ini tidak sedang menderita penyakit (ada riwayat

mendapat pengobatan pencegahan tuberculosis atau adanya temuan

radiografi yang stabil pada orang yang reaksi tes kulit tuberkulinya

bermakna, pemeriksaan bakteriologis bila dilakukan negative, tidak ada

bukti klini tentang adanya penyakit pada saat ini). Status kemoterapi:

• Tidak mendapat kemoterapi

• Dalam pengobatan kemoterapi:

o Komplit

o Tidak komplit

7) Kelas 5

Orang dicurigai mendapatkan tuberculosis (diagnosis ditunda). Kasus

kemoterapi:

• Tidak ada kemoterapi

• Sedang dalam pengobatan kemoterapi

.

30

Page 30: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

BAB VII

Pengelolaan TBC Paru pada Perioperatif dalam Narkose

7.1 Anestesi Umum

Anestesi umum atau yang lebih dikenal dengan narkose. Tindakan

anestesi sudah dikenal sejak dahulu untuk mempermudha tindakan operasi.

Orang-orang Mesir menggunakan cannabis indica, dan pemukulan kepala dengan

tongkat kayu utnuk menghilangkan kesadaran seseorang.

Tahun 1776 ditemukan anestetika gas yang pertama yaitu N2O2,

karena dirasa kurang efektif dicarilah zat yang lain. Tahun 1795 eter ditemukan

sebagai anestesi inhalasi. Tehnik anestesi modern saat ini sudah merupakan

praktek yang biasa dilakukan yaitu dengan memberikan beberapa anestetika

operasi dengan resiko efek toksik yang minimal. Anestetika suntikan intra vena

biasa dipakai untuk taraf induksi kemudian dilanjutkan dengan anestetik inhalasi

untuk mempertahankan keadaan tidak sadar. Obat khusus sering diberikan untuk

menghasilkan relaksasi otot.

Untuk prosedur tertentu mungkin dibutuhkan hipotensi terkendali,

untuk itu diguakan labetolol dan gliseril trinitat. Sedangkan beta bloker seperti

adenosine, amiodaron, dan verapamil bisa digunakan untuk mengendalikan

aritmia selama anestesi. Dalam proses anestesi terdapat taraf-taraf narkose tertentu

yaitu penekanan sistem saraf sentral secara bertingkat dan berturut-turut, sebagai

berikut:

1) Taraf analgesia, keadaan dimana kesadaran dan rasa nyeri berkurang

2) Taraf eksitas, keadaan dimana kesadaran hilang seluruhnya dan terjadi

kegelisahan

3) Taraf anesthesia, kondisi dimana reflex mata hilang, nafas otomatis dan

teratur seperti tidur serta otot-otot melemas (relaksasi)

4) Taraf pelumpuhan sum-sum tulang, kondisi dimana kerja jantung dan

pernafasan terhenti

31

Page 31: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

Tujuan narkose adalah untuk mencapai taraf anesthesia dengan sedikit

mungkin efek samping, oleh karena itu taraf pertama hingga taraf ketiga

merupakan kondisi yang paling penting dan harus dicapai, sedangkan taraf

keempat merupakan kondisi yang harus dihindari. Pada proses recovery (sadar

kembali) terjadi dengan urutan taraf terbalik dari taraf ketiga sampai ke satu.

Beberapa syarat penting yang harus dipenuhi oleh suatu anestetika

umum antara lain:

1) Berbau enak dan tidak merangsang selapu lender

2) Mula kerja cepat tanpa efek samping

3) Sadar kembalinya tanpa kejang

4) Berkhasiat analgetik baik dengan melemaskan otot-otot seluruhnya

5) Tidak menambah perdarahan kapiler selama waktu pembedahan.

7.2 Tindakan Perioperatif

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan

tindakan perioperatif yaitu pemeriksaan keadaan umum. Melakukan evaluasi

terhadap riwayat pasien. Menanyakan seputar gejala sesak nafas, batuk, adanya

sputum, haemoptysis, nyeri dada, toleransi latihan/ aktifitas fisik, orthopnoea, dan

paroxysmal nocturnal dyspnoea.

Pemeriksaan yang dilakukan yaitu melakukan inspeksi untuk melihat

ada tidaknya cyanosis, dyspnoea, respiratory rate, asimetri dari pergerakan

dinding dada, scars, batuk, dan warna sputum. Perkusi dan auskultasi pada dada

dapat mengetahui apakah terdapat kolaps, efusi pleural, oedema paru-paru, atau

infeksi.

Premedikasi pun dapat dilakukan pada pasien dengan fungsi

pernafasannya lemah, hanya saja perlu diperhatikan untuk tidak menggunakan

obat-obatan yang dapat menimbulkan depresi pada saluran pernafasan. Opiate dan

benzodiazepine dapat diberikan, dan merupakan pilihan yang terbaik. Pemberian

oksigen pun dapat dilakukan. Pemberian obat antikolinergik seperti atropine dapat

diberikan untuk mengeringkan sekresi di jalan nafas, dan membantu sebelum

32

Page 32: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

pemberian ketamine atau ether. Ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam

melakukan tindakan anestesi dan tindakan perioperatif atau postoperative pada

pasien dengan penyakit saluran nafas, seperti pada penderita asma, dan

tuberculosis.

7.3 Pengelolaan TB Paru pada Perioperatif dalam Narkose

Pasien dengan tuberculosis paru yang aktif akan menghasilkan

sputum, demam, dan dehidrasi. Produksi sputum dan haemoptysis dapat

menyebabkan bagian dari paru-paru mengalami kolaps dan memblok tube

endotracheal. Humidifikasi anestesi sistem pernafasan penting, dan inspirasi

konsentrasi oksigen harus ditingkatkan. Pemberian cairan intravena dilakukan

untuk rehidrasi pasien. Alat-alat anestesi pun harus steril setelah penggunaan

untuk menghindari infeksi silang tuberculosis dengan pasien lainnnya.

Pada tindakan perioperative, obeservasi klinik dilakukan secara

kontinyu. Sehingga, keadaan pasien dan laju pernafasan terobservasi, dan volume

tekanan dan laju palpasi (selama anestesi bagian yang mudah untuk dilakukan

palpasi yaitu fasial, superficial temporal, dan arteri karotis). Monitoring dapat

menggunakan pulse oximetry, electrocardiogram, perekaman tekanan darah non-

invasif.

Teknik anestesi yang dipilih untuk mengurangi resiko pada pasien

dengan komplikasi paru pada tindakan perioperative, antara lain:

1) Regional anesthesia dapat mencegah komplikasi paru-paru pada anestesi

umum, tetapi penggunaanya dibatasi oleh durasi dari aktivitas anestesi

lokal, dan pada area tertentu seperti muka, mata, dan tungkai.

2) Spinal/epidural anaesthesia. Teknik pada tulang belakang dan epidural

dapat menurunkan fungsi otot intercostals, sehingga terjadi penuruna pada

FRC dan meningkatkan resiko atelektasia basa perioperative dan hipoksia.

Tidak pernah ada kejadian yang menjelaskan jika teknik ini menimbulkan

komplikasi saluran pernafasan. Namun teknik ini dapat menurunkan resiko

bronkospasme postoperative

33

Page 33: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

3) Teknik low spinal dan epidural dapat digunakan untuk pembedahan

dibawah umbilicus dan dibawah tungkai tanpa keterlibatan paru-paru.

Bagaimanapun, meski di bawah anestesi umum, jenis pembedhan ini

memiliki resiko rendah terhadap komplikasi paru-paru

4) Ketamine anaethesia, memperbaiki jalan nafas dan refleks batuk. Tidak

ada penekanan ventilasi, tetapi dapat meningkatkan salvias sehingga

diperlukan premedikasi dengan atropine.

5) Ventilasi terkontrol. Endotrcheal intubasi menggunakan muscle relaxant

dan ventilasi terkontrol biasanya digunakan pada pembedahan kepala,

leher dan telinga, hidung, dan tenggorok.

34

Page 34: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

BAB VIII

Penghentian Obat Aspilet

Aspilet merupakan nama paten dari aspirin. Aspirin termasuk dalam

golongan salicylate dalam obat NSAID. Memiliki efek sebagai antipiretik,

analgetik, dan anti inflamasi. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, obat NSAID

ini bekerja dengan cara menghambat enzim siklooksigenase (COX), baik COX-1

maupun COX-2. COX-1 mensintesis prostaglandin di lambung, ginjal, dan

platelet, sehingga jika enzim ini terhambat akan mengganggu fungsi normal

lambung, ginjal dan platelet. COX-2 mensintesis prostaglandin hanya pada tempat

inflamasi, sehingga jika enzim ini terhambat hanya akan mencegah pembentukan

prostaglandin di tempat inflamasi saja. Karena kemampuannya dalam mencegah

agregasi trombosit, adhesi platelet, dan pembentukan thrombus melalui penekanan

sintesis tromboksan A2 dalam trombosit. Sehingga dapat digunakan sebagai obat

pengencer darah pada penderita jantung koroner, mengurangi resiko infark

miokard pada stenocardia yang tidak stabil. Obat ini dapat meningkatkan

komplikasi perdarahan dalam pelaksanaan prosedur bedah, hal ini terjadi karena

adanya peningkatan aktivitas fibrinolitik dan berkurangnya plasma konsentrasi

vitamin K dalam faktor-faktor koagulasi (II, VII, IX, X). Hal tersebut harus

diperhatikan jika akan dilakukan tindakan bedah, seperti pencabutan gigi.

sehingga pada pasien dengan jantung koroner yang akan dicabut gigi perlu

perhatian khusus terhadap penggunaan obat aspilet.

Penggunaan obat aspilet perlu dihentikan sementara ketika akan

dilakukan pencabutan gigi. Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi

perdarahan. Dokter gigi tidak dapat menghentikan secara langsung penggunaan

obat aspilet, melainkan perlu atas persetujuan dokter penyakit dalam yang

menangani pasien, sehingga perlu dilakukan rujukan.

Penghentian obat aspilet tidak dapat dilakukan secara sekaligus,

melainkan bertahap. Dokter akan mengurangi dosis obat, hingga akhirnya benar-

benar berhenti. Penggunaan obat aspilet dihentikan 5-7 hari jika pasien akan

mendapat tindakan pencabutan gigi. 3 hari sebelum dilakukan pencabutan, dan 2

35

Page 35: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

hari setelah pencabutan. Selama proses penghentian obat, pasien harus selalu

dikontrol kondisinya, tekanan darahnya, untuk menghindari hal-hal yang tidak

diinginkan. Pada pasien yang menggunakan protesa pada jantungnya pemberian

antibiotic diperlukan untuk menghindari infeksi. Antibiotic diberikan sebelum dan

setelah tindakan pencabutan.

36

Page 36: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

BAB IX

Cara Kerja Obat Aspilet

Aspilet merupakan nama paten dari aspirin. Aspirin merupakan obat

golongan salisilat dari jenis obat nonsteroidal anti-inflammatory drugs.

Nonsteroidal anti-inflamatory drugs (NSAIDs) memiliki variasi penggunaan

klinis sebagai antipiretik, analgesic, dan agen antiinflamasi. Obat ini dapat

mengurangi demam sehingga dapat digunakan sebagai antipyretic. Obat ini juga

dapat digunakan sebagai analgesic, sehingga dapat mengurangi rasa nyeri yang

ringan sampai berat seperti myalgia, nyeri gigi, dysmenorrhea, dan sakit kepala.

Tidak seperti opioid analgesic, obat ini tidak menyebabkan depresi neurologi atau

ketergantungan. Sebagai agen anti-inflamasi, NSAIDs juga digunakan dalam

perawatan seperti nyeri kronik dan inflamasi pada rheumatoid arthritis,

osteoarthritis, dan arthritic lainnya seperti gout artritik dan ankilosis spondylitis.

Kelompok salisilat yang banyak digunakan yaitu aspirin dan sodium

salicylate. Salicylate banyak digunakan untuk perawatan gangguan minor

musculoskeletal seperti bursitis, synovitis, tendinitis, myositosis, dan myalgia.

Dapat juga digunakan untuk mengurangi demam dan sakit kepala. Dapat juga

digunakan untuk perawatan penyakit inflamasi seperti acute rheumatic fever,

rheumatoid arthritis, osteoarthritis, dan rheumatoid lainnya seperti ankilosis

spondulitis, Reiter’s syndrome, dan psoriatic arthritis. Bagaimanapun, NSAIDs

lainnya biasanya digunakan sebagai obai yang lebih sering dipakai karena efek

samping terhadap gastrointestinal rendah. Aspirin digunakan untuk perawatan dan

prophylaxis infark miokard dan ischemic stroke.

Mekanisme Kerja Obat Aspilet

Kerja anti-inflamatori dari NSAIDs dijelasakan dengan menghambat

sintesis prostaglandin dengan COX-2. COX-2 merupakan COX yang utama yang

menghasilkan prostaglandin selama proses inflamasi. Prostaglandin E dan F

menimbulkan gejala inflamasi seperti vasodilatasi, hyperemia, meningkatkan

permeabilitas vascular, pembengkakan, nyeri, dan meningkatkan migrasi leukosit.

37

Page 37: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

Sebagai tambahan, mereka memperkuat mediator inflamatoi seperti histamine,

bradykinin, dan 5-hydroxytryptamine. Semua NSAIDs kecuali COX-2-selsctive

agen mencegah atau menghambat COX isoform; derajat penghambatan COX-1

bervariasi dari obat yang satu ke obat yang lain.

Farmakokinetik

Aspirin tersedia dalam kapsul, tablet, enteric-tableh coated (Ecotrin,

timed-release tablets (ZORprin), buffered tablets (Ascriptin, Bufferin), and as

rectal suppositories. Salisilat cepat diabsorbsi dari lambung dan usus halus bagian

atas, kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam. Suasana asam di

dalam lambung menyebabkan sebagian besar dari salisilat terdapat dalam bentuk

nonionisasi, sehingga memudahkan absorpsi. Walaupun begitu, bila salisilat

dalam konsentrasi tinggi memasuki sel mukosa, maka obat tersebut dapat merusak

barier mukosa. Jika pH lambung ditingkatkan oleh penyangga yang cocok sampai

pH3,5 atau lebih, maka iritasi terhadap lambung berkurang.

Aspirin diabsorbsi begitu saja dan dihidrolisis menjadi asam asetat

dan salisilat oleh esterase di dalam jaringan dan darah. Salisilat terikat albumin,

tetapi karena konsentrasi salisilat dalam serum meningkat, sebagian besar tetap

tidak terikat dan terdapat dalam jaringan. Salisilat yang ditelan dan yang berasal

dari hidrolisis aspirin diekstresikan dalam bentuk tidak berubah, tetapi sebagian

besar dikonversi menjadi konyugat yang larut dalam air. Jika aspirin digunakan

dalam dosis rendah (600mg), eliminasi sesuai dengan first-order kinetics dan

waktu paruh serum 3-5 jam. Dengan dosis yang lebih besar, zero-order kinetics

akan besar; pada dosis antiinflamasi (≥4g/hari), waktu paruh meningkat sampai 15

jam atau lebih. Efek ini timbul sekitar seminggu dan berhubungan dengan

kejenuhan enzim hati yang mengkatalisis pembentukan metabolit salisilat salisilat

fenilglukuronida dan asam salisilurat.

Farmakodinamik

38

Page 38: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

Efektifitas aspirin terutama disebabkan oelh kemampuannya

menghambat biosintesis prostaglandin. Kerjanya mengambat enzim

siklooksigenase secara ireversibel, yang mengkatalisis perubagan asam arakidonat

menjadi senyawa edoperoksida, pada dosis yang tepat, obat ini akan menurunkan

pembentukan prostaglandin maupun tromboksan A2, tetapi tidak leukotren.

Sebagian besar dosis antiinflamasi aspirin cepat dideasetilasi membentuk

metabolit aktif salisilat. Salisilat menghambat sintesis prostaglandin secara

reversible.

Selain mengurangi sintesis mediator eikosanid, aspirin juga

mempengaruhi mediator kimia sistem kalikrein. Akibatnya, aspirin menghambat

perlekatan granulosit pada pembuluh darah yang rusak, menstabilkan membrane

lisosom, dan menghambat migrasi leukosit polimorfonuklear dan makrofag ke

tempat peradangan.

Aspirin sangat efektif dalam meredakan nyeri dengan intensitas ringan

sampai sedang. Aspirin menghilangkan nyeri dari berbagai penyebab seperti yang

berasal dari otot, pembuluh darah, gigi, keadaan pasca persalinan, arthritis, dan

bursitis. Aspirin bekerja secara perifer melalui efeknya terhadap peradangan,

tetapi mungkin juga menekan rangsang nyeri di tingkat subkorteks.

Aspirin menurunkan demam, tetapi hanya sedikit mempengaruhi suhu

badan yang normal. Penurunan suhu badan berhubungan dengan peningkatan

pengeluaran panas karena pelebaran pembuluh daraf superficial. Antipiresis

mungkin disertai dengan pembentukan banyak keringat.

Aspirin mempengaruhi hemotasis. Aspirin dosis tunggal sedikit

memanjangkan waktu perdarahan dan menjadi dua kali lipat, bila diteruskan

selama seminggu. Karena kerja ini bersifat ireversibel, aspirin menghambat

agregasi trombosit selama 8 hari, sampai terbentuk trombosit baru, sebaiknya

aspirin dihentikan pemakaiannya 1 minggu sebelum operasi.

Penggunaan Terapi

39

Page 39: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

Efek analgesia dan anti-infalmasi. Aspirin adalah salah satu obat yang

paling sering digunakan untuk meredakan nyeri ringan sampai sedang dari

berbagai sebab. Aspirin sering dikombinasikan dengan obat analgetik. Sifat anti-

inflamasi salisilat dosis tinggi bertanggung jawab terhadap dianjurkannya obati ini

sebagai terapi awal arthritis rematoid, demam rematik, dan peradangan sendi

lainnya. pada arthritis ringan, banyak penderita dapat diobati dengan

menggunakan aspirin sebagai obat satu-satunya.

Antipiresis. Aspirin adalah obat terbaik yang ada untuk menurunkan

demam bila dikehendaki dan bila tak ada kontraindikasi penggunaannya.

Penggunaan lainnya sebagai penghambatan agregasi trombosit. Ada juga yang

mengatakan aspirin dapat digunakan untuk mengurangi pembentukan katarak.

Efek Samping

Sejumlah kasus toksisitas yang diakibatkan NSAIDs sebagai hasil dari

penghambatan sintesis prostaglandin dapat terjadi. Kemampuan NSAIDs dapat

meningkatkan sekresi asam lambung dan mencegah pembekuan darah sehingga

dapat menimbulkan toksisitas sistem penceranaan. Reaksi ringan seperti heartburn

dan indigestion, dapat menurun dengan pengaturan kembali dosis, penggunaan

antasida, atau memakan obat setelah makan. Hilangnya darah dari GI tract dan

anemia defisiensi iron dalam penggunaan NSAIDs berkepanjangan, termasuk

peptic ulserasi dan GI hermorage walaupun jarang terjadi.

NSAIDs dapat menghalangi atau mengganggu fungsi ginjal,

menyebabkan retensi cairan dan meninmbulkan reaksi hipersensitivitas, termasuk

bronchospasm, asthma, urticaria, polip, dan reaksi anafilaktik (meskipun jarang

terjadi). Spectrum toksisitas yang ditimbulkan setiap NSAIDs berhubungan

dengan penghambatan COX isoform yang spesifik. Kebanyakan obat

dikembangkan yang menghambat COX-2 dan karena itu tidak mengganggu GI

tract, dan efek samping dari antiplatelet ditimbulkan oleh penghambatan COX-1.

Dosis

40

Page 40: pengelolaan hipertensi di bidang kedokteran gigi

Dosis optimum analgesic atau antipiretik aspirin, lebih kecil dari dosis

oral 0,6 mg yang biasanya digunakan. Dosis yang lebih besar dapat

memperpanjang efeknya. Dosis biasanya dapat diulang setiap 4 jam dan dosis

lebih kecil 0,3 gram setiap 3 jam. Dosis untuk anak-anak sebesar 50-75mg/kg/hari

dalam dosis terbagi.

Dosis antiinflamasi rata-rata 4 g per hari dapat ditolerangsi oleh

kebanyakan orang dewasa. Pada anak-anak, biasanya dosis 50-75 mg/kg/hari

menghasilkan kadar darah yang adekuat. Kadar darah 15-30 mg/dl disertai dengan

efek anti-inflamasi. Waktu paruh metabolit aktif aspirin panjang sekitar 12 jam.

Intoksikasi berat timbul bila jumlah yang ditelan lebih dari 150-175

mg/kg/berat badan. Obat yang meningkatkan intoksikasi salisilat meliputi

asetazolamid dan ammonium klorida. Kortikosteroid dapat menurunkan

konsentrasi salisilat.

41