21
PENGATURAN PERDAGANGAN BEBAS DALAM ASEAN-CHINA FREE TRADE AREAL (ACFTA) DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh: SRI OKTAVIANI 07 940 222 PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM INTERNASIONAL PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM REGULER MANDIRI UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 NO. REG. 38 /PK VII / IV /2011

PENGATURAN PERDAGANGAN BEBAS DALAM ASEAN-CHINA

Embed Size (px)

Citation preview

PENGATURAN PERDAGANGAN BEBAS DALAM ASEAN-CHINA FREE TRADE AREAL (ACFTA)

DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

SRI OKTAVIANI

07 940 222

PROGRAM KEKHUSUSAN

HUKUM INTERNASIONAL

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM REGULER MANDIRI

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2011

NO. REG. 38 /PK VII / IV /2011

PENGATURAN PERDAGANGAN BEBAS DALAM ASEAN-CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA

(Sri Oktaviani, 07940222, Fakultas Hukum Universitas Andalas Program Reguler Mandiri, Halaman 58, 2011)

ABSTRAK

Perdagangan Bebas adalah suatu model hubungan jual beli di dunia hukum internasional. Perdagangan bebas artinya perdagangan yang tidak melakukan diskriminasi terhadap impor dan ekspor suatu barang. Perangkat hukum internasional yang mengatur tentang perdagangan bebas terdapat dalam dokumen Final Act Agreement on WTO yang memuat aturan hukum internasional. Pelaksanaan perdagangan bebas dalam ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) di Indonesia secara regulasi telah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation Between the Association of South East Asian Nations and the People’s Republic of China, sebagaimana telah diratifikasi, membentuk peraturan perundangan yang berkaitan dengan ACFTA (Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2004). Adapun beberapa permasalahan yang diangkat adalah: Apa saja tujuan pengaturan perdagangan bebas yang diatur dalam ACFTA, bagaimanakah implementasi ACFTA di Indonesia, dan apa saja kendala-kendala dalam implementasi ACFTA di Indonesia. Metode yang digunakan adalah pendekatan normatif. Dalam penelitian ini penulis menggunakan peraturan perundang-undangan, literatur dan buku-buku referensi. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1) Tujuan pengaturan perdagangan bebas yang diatur dalam ACFTA merupakan sarana untuk mempermudah hubungan negara dalam melakukan perdagangan internasional serta dapat meningkatkan daya saing antar pelaku usaha dalam kawasan perdagangan bebas, dengan pembebasan hambatan-hambatan perdagangan baik berupa tarif maupun non tarif sebagaimana yang diamanatkan dalam GATT/WTO dalam rangka mendorong kegiatan lalu lintas perdagangan internasional. 2) Implementasi ACFTA di Indonesia dari segi regulasi telah sesuai dengan ketentuan hukum internasional dan telah diratifikasi dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2004 tentang Pengesahan Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the Associaton of South east Asean Nations and the People’s Republic of China dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 235/PMK.011/2008 tanggal 23 Desember 2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA). 3) Kendala implementasi ACFTA di Indonesia adalah infrastruktur yang berbelit-belit dan lemahnya IPTEK dalam meningkatkan daya saing dalam perdagangan internasional.

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum merupakan aturan-aturan yang dibuat oleh penguasa negara atau

penguasa masyarakat yang berwenang dengan menetapkan bahwa, hukum

dianggap sebagai peraturan yang mengikat bagi sebagian atau seluruh anggota

masyarakat, dengan tujuan untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh

penguasa tersebut. Hukum menjadi landasan hidup dalam mengatur kehidupan

masyarakat berbangsa dan bernegara.1

Dengan adanya aturan-aturan hukum yang mengatur kehidupan

masyarakat, maka dapat tercipta suatu tatanan kehidupan yang mampu

memberikan keadilan bagi masyarakat. Sehingga segala sesuatu yang akan

dilakukan oleh aparatur pemerintahan, dapat diatur dalam aturan-aturan hukum

yang mengikat kehidupan seluruh masyarakat yang berada pada suatu tatanan

kehidupan masyarakat hukum.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tujuan hukum biasanya disebut sebagai kepastian hukum dan keadilan. Tujuan lain dari hukum misalnya dalam hal tata tertib, suasana damai, suasana aman, sejahtera, keadilan sosial, dan lain-lain. Dengan kata lain, tujuan hukum itu untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut, misalnya tata keadilan sosial, tata tertib, tata keamanan, tata ekonomi, tata kesejahteraan sosial, dan lain-lain.2

1 Starke, J.G, Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, hlm 1 2 Daliyo, J.B, Pengantar Hukum Indonesia, PT. Prenhallindo, Jakarta, 2001, hlm 2

2

Hukum Indonesia, juga mengatur tentang perdagangan atau perniagaan.

Perdagangan atau perniagaan adalah kegiatan tukar-menukar barang atau jasa atau

keduanya. Perdagangan bebas mengacu pada pentingnya kekuatan pasar terbatas

dan persaingan sehat dalam menentukan keseimbangan kekuasaan antara pihak

yang bertransaksi. Perdagangan bebas berhubungan langsung dengan isu-isu

seperti tarif, pergerakan bebas tenaga kerja dan modal antar negara, pajak, subsidi

dan hukum serta peraturan yang berdampak perdagangan bebas.

Dalam perdagangan bebas, Indonesia telah menetapkan aturan-aturan

hukum yang mengatur tentang hukum perdagangan bebas. Hukum perdagangan

bebas adalah suatu aturan-aturan hukum, kaedah-kaedah hukum serta prinsip-

prinsip hukum yang berkaitan dengan bidang ekonomi, khususnya dalam

perdagangan yang dilakukan oleh negara-negara dalam memenuhi kebutuhan

ekonomi global yang bersifat bebas sesuai dengan aturan-aturan hukum

internasional yang berlaku.3

Kawasan perdagangan bebas telah diatur dalam ASEAN Free Trade Area

(AFTA). ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah kawasan perdagangan bebas

yang mencakup seluruh batas negara-negara anggota ASEAN, dimana pada tahun

2003 yang lalu, arus lalu lintas barang dagangan, uang pembayaran dan faktor

penunjang pelaksana AFTA lainnya dari negara-negara anggota akan bebas keluar

masuk dalam wilayah ASEAN.4

3 Purwosutjipto, H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1995,

hlm 5 4 Anwar, Chairul, Hukum Perdagangan Internasional, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta,

1999, hlm 42

3

Kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas diatur dalam Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-undang No.1 Tahun 2000 tanggal 1 September

2000 Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 mengatakan bahwa kawasan perdagangan

bebas dan pelabuhan bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah

hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean,

sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak

penjualan atas barang mewah dan cukai.5

Sebuah kawasan perdagangan bebas atau zona pemerisesan ekspor adalah

satu atau beberapa negara, dimana bea dan quota dihapuskan serta kebutuhan akan

birokrasi direndahkan dalam rangka menarik perusahaan-perusahaan dengan

menambahkan insentif untuk melakukan usaha disana.6

Aturan-aturan hukum yang berlaku di Indonesia, berkembang secara dinamis sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan kebutuhan masyarakat. Secara umum, perdagangan internasional berkembang ke arah perdagangan yang lebih luas, bebas, dan terbuka. Negara-negara secara bilateral, regional, maupun global cenderung mengadakan kerja sama dalam bentuk penurunan atau penghapusan hambatan-hambatan perdagangan, tarif maupun non tarif.7 Hal itu dilakukan untuk menciptakan suatu mekanisme perdagangan yang

lebih kondusif, agresif dan progresif. Dewasa ini, negara melakukan penguasaan

yang luas terhadap urusan ekonomi. Konsekuensinya adalah mengharuskan

negara untuk terlibat langsung dalam menjalin hubungan kerja sama khususnya di

5 Perdagangan Bebas, Setio Pamungkas, www.google.com, alinea 3, diakses tgl 3 januari 2011,

jam 19.00 WIB 6 Adolf, Huala, Perjanjian Penanaman Modal Dalam Hukum Perdagangan Internasional (WTO),

Rajawali Pers, Jakarta, 2004, hlm 123 7 Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, PT. ALUMNI,

Bandung, 2003, hlm 117

4

bidang ekonomi dengan negara lain. Oleh karena itu, instrumen hubungan antar

negara pada umumnya adalah perjanjian internasional, yang mengharuskan negara

untuk membuat suatu perjanjian internasional bilateral maupun multilateral di

bidang ekonomi. Hal ini bertujuan, agar tidak ada salah satupun yang merasa

dirugikan, karena telah memiliki kekuatan hukum yang mengikat.8

Kebijakan dalam bidang ekonomi dan perdagangan, merupakan bagian

integral dari pembangunan nasional yang cenderung difokuskan pada

perkembangan sistem ekonomi internasional dan perkembangan perekonomian

negara lain. Hal itu perlu dilakukan, mengingat semua faktor ikut mempengaruhi

dan menentukan perekonomian nasional, baik secara langsung atau tidak

langsung.

Sejak tahun 1980-an, Indonesia telah mengatur derap pembangunan

ekonomi dengan semaksimal mungkin, yang melibatkan upaya ekspor sebagai

roda penggerak dan motivator pembangunan nasional. Dalam hal ini, keberhasilan

ekonomi dan perdagangan dalam negeri sangat dipengaruhi oleh kondisi yang ada

di luar negeri. Dengan demikian, keberhasilan sistem ekonomi luar negeri suatu

negara akan menentukan proses pembangunan nasional. Hal ini berguna untuk

mendukung pembangunan nasional ke arah yang lebih baik.

Dalam hal ini, Indonesia ditempatkan pada posisi yang potensial dalam

melakukan perdagangan, yaitu dengan cara mempertahankan dan memperluas

pasar serta mengeliminasi hambatan-hambatan (barriers) ekspor. Indonesia selalu

berupaya untuk menjaga agar aturan dan segala produk hukum dalam sistem

8 Narsif, 2008, Diktat, Hukum Ekonomi Internasional, Padang, hlm 13

5

perdagangan dan ekonomi internasional, tidak bersifat memihak dan diskriminatif

sehingga negara-negara maju tidak dapat memaksakan kehendaknya secara

sepihak yang dapat merugikan negara-negara yang sedang berkembang.

Apalagi di era liberalisasi, perdagangan dalam lingkup globalisasi

ekonomi dunia, menyatukan berbagai macam negara dalam satu wilayah atau

kawasan pasar yang sangat luas dan tak batas (borderless). Fakta menunjukkan

bahwa negara-negara di dunia saling membutuhkan. Dibidang ekonomi, tidak ada

satu negara pun yang mampu memenuhi kebutuhan negaranya sendiri. Apalagi di

era globalisasi saat ini, ketergantungan satu negara kepada negara lain semakin

tinggi. Dimana semua negara dituntut untuk saling interpendensi antara satu

dengan yang lainnya. Semua negara diwajibkan untuk melakukan spesialisasi

produksi sesuai dengan sumber daya yang dimiliki, baik sumber daya alam

maupun sumber daya manusia dan teknologi.

Dalam melakukan hubungan ekonomi internasional, dibutuhkan peraturan

yang mengatur tentang hubungan ekonomi internasional, berupa organisasi

ekonomi internasional dan perjanjian multilateral. Hukum ekonomi internasional

berfungsi untuk mengatur hubungan ekonomi agar tidak saling merugikan. Selain

itu, perlu dijaga ketertiban hubungan ekonomi antara para pelaku. Hukum

ekonomi internasional, diharapkan dapat melindungi kepentingan berbagai pihak

dan lebih menjamin adanya kepastian hukum.

Sejak abad ke-19, Pemerintah Indonesia telah bekerjasama untuk

menciptakan organisasi internasional yang mengatur peningkatan hubungan

ekonomi antar negara, sekaligus menetapkan beberapa perjanjian multilateral di

6

bidang ekonomi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

khususnya untuk para pelaku ekonomi yang menjalankan usahanya di bidang

ekspor dan impor.

Dalam dunia internasional, terdapat organisasi internasional yang bergerak

pada aspek ekonomi internasional yang meliputi; perdagangan, investasi,

pembangunan dan moneter. Masing-masing organisasi tersebut menetapkan

perjanjian multilateral yang mengikat angggota dan memiliki pengaruh yang

sangat luas baik terhadap negara, perusahaan maupun individu.9

Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, ASEAN juga ikut

memberikan partisipasi dalam melakukan perdagangan secara internasional,

khususnya dalam lingkup kawasan Asia Tenggara, agar tercipta iklim

perdagangan yang lebih kondusif baik perdagangan yang dilakukan secara

bilateral maupun secara multilateral.

The Association of South East Asian Nations (ASEAN) didirikan dengan the Bangkok Declaration of 1967 dan beranggotakan lima negara yaitu Indonesia, Malaysia, Filiphina, Singapura dan Thailand. ASEAN telah tumbuh dan berkembang menjadi suatu organisasi regional yang cukup besar dengan sepuluh negara anggota, yang dikenal dengan sebutan Sepuluh Besar atau “the big ten”.10 Perkembangan anggota ASEAN menjadi sepuluh negara, membuat

organisasi regional ini sangat berperan penting di Kawasan Asia Pasifik, karena

pertumbuhan dan kinerja ekonominya yang kuat dan mempunyai potensi untuk

lebih meningkatkan besaran gross domestic product (GDP). Organisasi regional

9 Narsif, 2008, Diktat, Hukum Ekonomi Internasional, Padang, hlm 17 10 Husin, Sukanda, Hukum Lingkungan Internasional, CV. Witra Irzani, Riau, 2009, hlm 56

7

ASEAN didirikan bertujuan untuk meningkatkan perekonomian di kawasan

perdagangan bebas.

Negara-negara Asia Tenggara, membentuk ASEAN Free Trade Area

(AFTA) melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-IV. AFTA

bertujuan sebagai liberalisasi perdagangan regional Asia Tenggara sejalan dengan

tujuan GATT/WTO yang berorientasi pada perdagangan bebas.11

Sebuah terobosan yang dilakukan oleh komunitas masyarakat regional

adalah dengan membentuk komunitas perdagangan bebas, yakni antara negara-

negara yang tergabung di ASEAN dengan China melalui perjanjian ASEAN China

Free Trade Area (ACFTA). ACFTA ini menimbulkan suatu perkembangan baru

pada kegiatan perdagangan internasional, terutama pada kawasan Asia Tenggara.

Kesiapan menyambut dampak positif dan negatif dari terselenggaranya ACFTA,

menjadi problematika tersendiri yang menarik untuk dicermati terutama di negara

Indonesia sebagai salah satu subyek hukum internasional yang memiliki potensi

comparative advantage.

Investasi ke dalam dan ke luar negeri dalam konteks ACFTA merupakan

peluang yang memiliki dua sisi yang berlawanan, menjanjikan dan justru

merugikan. Indonesia dengan segala potensinya dihadapkan pada sebuah

tantangan untuk dapat bertahan dan meningkatkan posisinya di dalam

perdagangan dan investasi. Namun bagi masyarakat di Indonesia, muncul pro-

11 Implementasi Pengaturan AFTA di dalam Hukum Nasional Indonesia, Prawiryo Setiawan,

http://id.wikipedia.org/wiki/Zona, alinea 4, diakses tgl 23 februari 2011, jam 20.00 WIB

8

kontra tentang kemampuan dan kematangan hukum investasi di Indonesia dalam

menghadapi era perdagangan bebas versi ACFTA ini.

Persetujuan Jasa ACFTA ditandatangani pada pertemuan ke-12 KTT

ASEAN di Cebu, Filipina, Januari 2007, serta Persetujuan Investasi ASEAN

China ditandatangani pada saat pertemuan ke-41 Tingkat Menteri Ekonomi

ASEAN, pada tanggal 15 Agustus 2009 di Bangkok, Thailand. Oleh karena telah

disahkannya ACFTA secara formal, maka Indonesia perlu untuk menyesuaikan

diri dengan hal-hal yang diperjanjikan dalam ACFTA.

Pemberlakuan ACFTA di Indonesia banyak memiliki sisi positif dan

negatif bagi masyarakat khususnya para pelaku usaha. Berbagai usaha telah

banyak dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan perekonomian di

Indonesia. Salah satunya adalah dengan melakukan hubungan kerjasama di

bidang ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dengan negara lain, terutama

dalam hal masuknya perdagangan bebas di Indonesia dalam versi ASEAN-China

Free Trade Area (ACFTA). Untuk lebih efektifnya peningkatan perekonomian di

Indonesia, maka penulis tertulik untuk menulis skripsi dengan judul,

”PENGATURAN PERDAGANGAN BEBAS DALAM ASEAN-CHINA

FREE TRADE AREA DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA”.

9

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka ada

beberapa hal yang menjadi permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu.

1. Apakah tujuan pengaturan perdagangan bebas yang diatur dalam

ACFTA?

2. Bagaimanakah implementasi ACFTA di Indonesia?

3. Apa saja kendala dalam implementasi ACFTA di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Dalam hal untuk mendukung judul dan penelitian yang penulis lakukan,

maka penulis mempunyai beberapa tujuan yang hendak dicapai, yaitu.

1. Untuk mengetahui tujuan perdagangan bebas yang diatur dalam

ACFTA

2. Untuk mengetahui implementasi ACFTA di Indonesia

3. Untuk mengetahui apa saja kendala dalam implementasi ACFTA di

Indonesia

10

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang penulis lakukan adalah.

1. Manfaat Praktis

Untuk melatih penulis dalam mengembangkan segala pemikiran dan wawasan

berfikir dalam suatu karya ilmiah, khususnya dalam hal tujuan pengaturan

perdagangan bebas yang diatur dalam ACFTA, implementasi ACFTA di

Indonesia dan kendala dalam implementsi ACFTA di Indonesia.

2. Manfaat Teoritis

a. Bagi para pihak

Untuk memberikan masukan agar para pihak yang terkait langsung dengan

permasalahan, tentang tujuan pengaturan perdagangan bebas yang diatur

dalam ACFTA, implementasi ACFTA di Indonesia dan kendala dalam

implementasi ACFTA di Indonesia.

b. Bagi masyarakat

Dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan gambaran yang lebih

jauh kepada masyarakat tentang tujuan pengaturan perdagangan bebas

yang diatur dalam ACFTA, implementasiACFTA di Indonesia dan kendla

dalam implementasi ACFTA di Indonesia.

11

E. Metode Penelitian

Untuk menjawab masalah yang akan diteliti tersebut, maka diperlukan

beberapa metode yang akan digunakan dalam penulisan penelitian mengenai

tujuan pengaturan perdagangan bebas yang diatur dalam ACFTA, implementasi

ACFTA di Indonesia dan kendala dalam implementasi ACFTA di Indonesia,

yaitu.

1. Metode Pendekatan

Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan pendekatan secara normatif, yaitu suatu penelitian hukum

dimana penulis mempelajari dan mengkaji permasalahan yang berlaku

ditengah-tengah masyarakat internasional dan mempelajari implementasinya

di Indonesia.

2. Sumber dan Jenis Data

Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam melakukan penelitian ini

adalah menggunakan sumber data sekunder. Sumber data diperoleh dari:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat, yang terdiri dari:

- Norma atau kaedah dasar, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia tahun 1945.

- Peraturan dasar, yaitu batang tubuh Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia

- Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengaturan

perdagangan bebas dalam ACFTA.

12

b. Bahan hukum sekunder

Merupakan bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum

primer, yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan

hukum primer, yaitu berupa rancangan undang-undang, buku-buku, hasil-

hasil penelitian, atau pendapat para pakar hukum.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti kamus bahasa Inggris, kamus baahasa Indonesia,

ensiklopedia umum, ensiklopedia hukum dan lain sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data dilakukan dengan cara studi dokumen dan studi

kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

mengambil bahan-bahan dari literatur-literatur yang berkaitan dengan

permasalahan yang diteliti melalui penelitian kepustakaan (Library reseach)

pada.

1. Perpustakaan Pusat UniversitasAndalas Padang.

2. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang.

3. Perpustakaan Fakultas Hukum Reguler Mandiri Universits Andalas

Padang. Disamping itu, untuk melengkapi data juga dilakukan penelusuran

data melalui internet.

13

4. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis data-data yang diperoleh, penulis menggunakan analisa

data kualitatif, yaitu uraian yang dilakukan peneliti terhadap data yang

terkumpul dengan menggunakan kalimat-kalimat atau uraian-uraian yang

menyeluruh terhadap fakta-fakta yang terdapat dilapangan sehubungan dengan

pengaturan perdagangan bebas dalam ACFTA. Semua hasil penelitian

dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan yang terkait. Setelah itu

dirumuskan dalam bentuk uraian dan akhirnya ditarik kesimpulan sebagai

jawaban terhadap permasalahan-permasalahan di dalam penelitian.

F. Sistematika Penulisan

Agar penelitian proposal ini lebih terarah dan teratur, maka penulis merasa

sangat perlu memberikan sistematika penulisan. Adapun sistematikanya dalam

penulisan proposal ini akan dibagi dalam 4 bab, yaitu:

BAB I: PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan ini, penulis memaparkan mengenai latar

belakang pemilihan judul, perumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

14

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini merupakan tinjauan pustaka yang berisikan tinjauan umum

mengenai perdagangan bebas dalam kerangka hukum internasional

yang terdiri dari perdagangan dalam masyarakat internasional dan

perdagangan bebas sebagai bagian dari perdagangan internasional.

Selain itu juga terdapat latar belakang tentang ASEAN-China Free

Trade Area dan pengaturan tentang ASEAN-China Free Trade Area.

BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab hasil penelitian dan pembahasan ini akan menjelaskan dan

membahas mengenai permasalahan yang penulis kemukakan yaitu

tujuan pengaturan perdagangan bebas yang diatur dalam ACFTA,

implementasiACFTA di Indonesia dan kendla dalam implementasi

ACFTA di Indonesia.

BAB IV: PENUTUP

Pada bagian bab penutup ini, penulis akan memberikan kesimpulan

tentang apa yang telah penulis paparkan pada bab-bab sebelumnya dan

penulis akan memberikan saran-saran yang dianggap perlu. Selain itu

penulis juga akan mencantumkan beberapa daftar kepustakaan yang

berkaitan dengan proposal yang penulis ajukan.

37

Pada Pasal 21 tentang penyelesaian sengketa, dijelaskan bahwa

mekanisme tentang penyelesaian sengketa antara ASEAN dan China akan berlaku

untuk perjanjian ini menurut aturan hukum internasional. Pada Pasal 23

mengatakan bahwa persetujuan ini berlaku pada tanggal 1 Januari 2005.34

Jika dilihat pula dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 235/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka

ASEAN-China Free Trade Area, pengaturan tentang ACFTA ini terdapat dalam

Pasal 1 sampai Pasal 5 yang menetapkan tarif bea masuk atas barang impor dari

negara China untuk tahun 2009-2012.35

Dengan disepakatinya ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA)

pada Januari 2010, membuat banyak pihak khususnya pengusaha kecil dan

menengah khawatir. Para pengusaha mulai khawatir produk-produknya tidak

dapat bersaing dengan produk-produk buatan China. Jangankan para pengusaha

yang bermodal besar dengan jaringan yang luas serta memiliki pasar yang lebih

tertata, para petani pun merasakan dampaknya karena barang-barang buatan China

jauh lebih murah jika dibandingkan dengan barang-barang buatan dalam negeri.

Ditambah lagi dengan perilaku konsumen yang lebih mementingkan

gengsi dari pada gizi. Faktanya, kebanyakan masyarakat akan memilih buah dan

makanan impor karena dianggap lebih bergengsi. Maka akan semakin terpuruklah 34 Ibid

35 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 235/PMK.011/2008 tanggal 23 Desember 2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka ASEAN-China Free Trade Area.

53

BAB IV

PENUTUP

Sebagai akhir dari penulisan skripsi ini, maka penulis akan mencoba

memberikan beberapa kesimpulan sesuai dengan uraian yang telah dijelaskan

pada bab-bab sebelumnya. Disamping itu, penulis juga memberikan saran yang

berguna sebagai bahan masukan serta pertimbangan bagi siapa saja yang

membaca skripsi ini.

A. Kesimpulan

Dalam perspektif hukum ekonomi internasional, perdagangan bebas

bukanlah tujuan, tetapi merupakan suatu sarana untuk mempermudah hubungan

antara negara-negara dalam melakukan aktivitas perdagangan internasional,

dengan pembebasan hambatan-hambatan perdagangan baik berupa tarif maupun

non tarif, sebagaimana yang diamanatkan dalam GATT/WTO dalam upaya

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dunia internasional.

Dalam beberapa BAB yang telah diuraikan diatas, maka penulis dapat

menarik suatu kesimpulan yaitu:

1. Pada hakekatnya. tujuan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) adalah

memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan, dan

investasi antara negara-negara anggota. Dalam pelaksanaan perdagangan

bebas dalam konsep ACFTA ini, terkandung prinsip hukum ekonomi

internasional. Prinsip pertama adalah Most Favoured Nation (MFN) yang

54

berarti suatu negara harus memberikan perlakuan yang sama dalam

pelaksanaan kebijakan impor serta ekspor tanpa syarat (non diskriminasi).

Prinsip berikutnya adalah National Treatment yang mewajibkan suatu negara

untuk memberi perlakuan yang sama baik itu terhadap barang, jasa, ataupun

modal yang dimiliki oleh perusahaan asing ataupun warga negara asing yang

melakukan suatu perdagangan bebas dalam wilayah negara dengan barang,

jasa dan modal yang dimiliki oleh warga negaranya sendiri.

Oleh karena itu prinsip MFN dan national treatment merupakan dasar utama

suatu perdagangan bebas dalam ACFTA, karena dengan adanya persamaan

perlakuan di bidang perdagangan, maka keadilan dan kepastian akan dirasakan

oleh pihak-pihak yang terkait. Negara sebagai aktor utama dan individu

beserta Perusahaan Multinasional (Transnasional) sebagai aktor lainnya

merupakan subjek dari perdagangan bebas. Pada dasarnya GATT, WTO,

AFTA dan konvensi internasional merupakan sumber hukum ekonomi

internasional, keempat sumber hukum ekonomi internasional tersebut ikut

memberikan sumbangan dalam pelaksanaan perdagangan bebas dalam konsep

ACFTA ini.

2. Pelaksanaan perdagangan bebas dalam ASEAN-China Free Trade Area

(ACFTA) di Indonesia secara regulasi telah sesuai dengan ketentuan yang

diatur dalam Framework Agreement on Comprehensive Economic

Cooperation Between the Association of South East Asian Nations and the

People’s Republic of China, sebagaimana telah diratifikasi, membentuk

peraturan perundangan yang berkaitan dengan ACFTA (Keputusan Presiden

55

Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004), selain itu

peraturan-peraturan tersebut berkaitan erat dengan UU No. 25 Tahun 2007

tentang Penanaman Modal yang berlaku bagi investor asing dan investor

dalam negeri. Dalam pelaksanaan ACFTA di Indonesia, perdagangan bebas

tersebut akan meningkatkan mutu dan kualitas suatu produk serta terdapatnya

daya saing yang sehat antara sesama pelaku usaha dalam melakukan

perdagangan terutama dalam kawasan perdagangan bebas. Hal ini tentu saja

sesuai dengan prinsip MFN dan prinsip National Treatment yang terkasndung

dalam Hukum Ekonomi Internasional.

3. Kendala-kendala yang dihadapi oleh pemerintah sehubungan dengan

pelaksanaan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) di Indonesia antara

lain: Kebijakan pemerintah dalam mengeluarkan peraturan perundang-

undangan mengenai pelaksanaan ACFTA ini, apakah peraturan yang

dikeluarkan trsebut telah sesuai dengan situasi dan kondisi di negara tersebut

atau tidak. Kendala selanjutnya adalah subsidi. Subsidi adalah bantuan

pemerintah untuk produsen lokal. Subsidi dihasilkan dari pajak. Bentuk-

bentuk subsidi antara lain bantuan keuangan, pinjaman dengan bunga rendah

dan lain-lain, Muatan lokal, Peraturan administrasi dan Peraturan

antidumping.

Disharmonisasi Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, merupakan bentuk keseriusan

pemerintah dalam menghadapi persaingan global perdagangan bebas. Dalam

penerapan Undang-Undang tersebut, ternyata masih terdapat perbedaan

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku:

Adolf, Huala, A. Chandrawulan, Masalah-masalah Hukum Dalam Perdagangan

Internasional, Rajawali Pers, Jakarta 1994.

Adolf, Huala, Perjanjian Penanaman Modal Dalam Hukum Perdagangan

Internasional (WTO), Rajawali Pers, Jakarta, 2004.

Adolf, Huala, Hukum Perdagangan Internasional, Rajawali Pers, Jakarta, 2005.

Anwar, Chairul, Hukum Perdagangan Internasional, CV. Novindo Pustaka

Mandiri, Jakarta, 1999.

AK, Syahmin, Hukum Dagang Internasional, Rajawali Pers, Jakarta, 2006.

Daliyo, J.B, Pengantar Hukum Indonesia, PT. Prenhallindo, Jakarta, 2001.

Husin, Sukanda, Hukum Lingkungan Internasional, CV. Witra Irzani, Riau, 2009.

Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional,

PT. ALUMNI, Bandung, 2003.

Purwosutjipto, H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan,

Jakarta, 1995.

Rosyidah, Rakhmawati, N, Hukum Ekonomi Internasional, Bayumedia

Publishing, Malang, 2006.

Starke, J.G, Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2001.