Pengaturan Mengenai Ganti Rugi dalam Pengadaan Tanah
of 38/38
28 BAB III HASIL PENELITIAN & ANALISIS Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah pengaturan berkenaan dengan ganti rugi dalam pengadaan tanah berdasarkan peraturan yang ada. Dalam BAB ini akan dipaparkan mengenai bagaimana karakteristik ganti rugi dalam pengadaan tanah. A. Pengaturan Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah Ganti rugi dalam pengadaan tanah berbeda dengan ganti rugi dalam hukum perdata. Ini dikarenakan dalam pengadaan tanah ada unsur campuran hukum yaitu hukum publik dan intervensi dari Negara yang tidak terdapat dalam hukum Perdata. Pola penetapan ganti rugi dalam pengadaan tanah dilihat dari hukum positif. Pada BAB ini penulis ingin menjabarkan bagaimana karakteristik ganti rugi dalam peraturan mengenai pengadaan tanah yang dilihat dari istilah yang digunakan, pengertian, bentuk , penerima, dasar perhitungan dan mekanisme ganti rugi.
Pengaturan Mengenai Ganti Rugi dalam Pengadaan Tanah
Text of Pengaturan Mengenai Ganti Rugi dalam Pengadaan Tanah
Pengaturan Mengenai Ganti Rugi dalam Pengadaan TanahYang menjadi
fokus dalam penelitian ini adalah pengaturan berkenaan
dengan ganti rugi dalam pengadaan tanah berdasarkan peraturan yang
ada. Dalam
BAB ini akan dipaparkan mengenai bagaimana karakteristik ganti rugi
dalam
pengadaan tanah.
A. Pengaturan Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah
Ganti rugi dalam pengadaan tanah berbeda dengan ganti rugi dalam
hukum
perdata. Ini dikarenakan dalam pengadaan tanah ada unsur campuran
hukum yaitu
hukum publik dan intervensi dari Negara yang tidak terdapat dalam
hukum
Perdata. Pola penetapan ganti rugi dalam pengadaan tanah dilihat
dari hukum
positif.
Pada BAB ini penulis ingin menjabarkan bagaimana karakteristik
ganti rugi
dalam peraturan mengenai pengadaan tanah yang dilihat dari istilah
yang
digunakan, pengertian, bentuk , penerima, dasar perhitungan dan
mekanisme ganti
rugi.
29
Tanah
Ketentuan – Ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah
menggunakan istilah ganti rugi, peraturan ini kemudian dicabut
dan
digantikan oleh Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993
tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan
Umum yang menggunakan istilah ganti kerugian.
Peraturan ini kemudian dicabut dan diganti dengan Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang menggunakan istilah
ganti
rugi. Kemudian Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan
Umum kembali menggunakan istilah ganti rugi.
Demikian juga dengan Peraturan Kepala Badan Pertahanan
Nasional
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Ketentuan
Pelaksanaan
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah
Bagi
30
di Ubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum juga
menggunakan
istilah ganti rugi.
Tabel 1.1 Penggunaan Istilah Ganti Rugi Dalam Pengaturan Pengadaan
Tanah
KATEGORI Peraturan Mentri Dalam Negri
Nomor 15/1975
Ganti Rugi
Ganti Rugi
Ganti Rugi
Istilah yang digunakan ada 2 yaitu ganti rugi dan ganti
kerugian.
Tetapi pada dasarnya mempunyai arti yang sama.
2. Pengertian Ganti Rugi Dalam Peraturan Pengadaan Tanah
Pada Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 15 Tahun 1975 tidak
mendefinisikan secara jelas mengenai ganti rugi. Tapi dapat kita
simpulkan
31
ganti rugi menurut peraturan ini adalah penggantian sejumlah uang
atau
pergantian yang senilai dengan tanah yang dilepaskan haknya.
Kemudian pada saat Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 15
Tahun 1975 ini digantikan dengan Keputusan Presiden Nomor 55
Tahun
1993 dimana ada perubahan penggunaan istilah dari ganti rugi
menjadi ganti
kerugian. Ganti kerugian menurut Keputusan Pressiden Nomor 55
Tahun
1993 adalah penggantian atas nilai tanah serta bangunan, tanaman
dan atau
benda lain yang terkait dengan tanah akibat pelepasan atau
penyerahan hak
atas tanah.
Keputusan Pressiden Nomor 55 Tahun 1993, kembali menggunakan
istilah
ganti rugi. Menurut Keputusan Pressiden Nomor 55 Tahun 1993, ganti
rugi
adalah pengantian atas kerugian baik fisik atau non fisik, sebagai
akibat
pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah,bangunan,
tanaman,dan
atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang
memberikan
kelangsungan hidup lebih baik dari tingkat kehidupan sosial
ekonomi
sebelum terkena pengadaan tanah. Dan pada Peraturan Presiden Nomor
65
Tahun 2006 yang mengubah Keputusan Pressiden Nomor 55 Tahun
1993
tidak ada perubahan pengertian mengenai ganti rugi.
32
ini tetap mengunakan istilah ganti rugi. Peraturan ini tidak
menjelaskan
pengertian ganti rugi secara rinci, tapi dapat disimpulkan ganti
rugi adalah
pergantian nilai atas bangunan, tanaman dan benda lain yang ada di
atas
tanah.
pengertian ganti rugi atau ganti kerugian mengalami perubahan dan
dalam
perubahan terakhir tidak memberikan pengertian lebih jelas,
hanya
pengertian secara tersirat saja. Untuk lebih jelasnya dapat kita
lihat di tabel
2.1
33
ganti rugi atau ganti kerugian mengalami perubahan dan dalam
perubahan
terakhir tidak memberikan pengertian yang lebih jelas. Hanya secara
tersirat
saja.
Bentuk ganti rugi dalam Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 15
Tahun 1975 berupa uang, tanah dan/atau fasilitas – fasilitas lain.
Keputusan
Presiden Nomor 55 Tahun 1993 mengatur bentuk ganti kerugian
berupa
uang, tanah pengganti, pemukiman kembali, gabungan dari dua atau
lebih,
dan bentuk lain yang disetujui oleh pihak yang bersangkutan serta
untuk
ulayat diberi dengan bentuk pembangunan fasilitas umum atau bentuk
lain
yang bermanfaat bagi masyarakat.
2006 mengatur ganti rugi dapat berupa uang, tanah pengganti,
pemukiman
35
kembali, gabungan dari dua atau lebih, dan bentuk lain yang
disetujui oleh
pihak yang bersangkutan.
penganti/pemukiman kembali sesuai dengan yang dikehendaki pemilik
dan
disepakati instansi yang memerlukan tanah, tanah/bangunan/fasilitas
lain
dengan nilai paling kurang sama dengan benda wakaf yang
dilepaskan
untuk harta benda wakaf, recognisi berupa fasilitas umum atau
bentuk lain
yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat setempat untuk
tanah
ulayat, sesuai keputusan pejabat yang berwenang untuk tanah
instansi
pemerintah/pemda.
Dalam perbandingan bentuk ganti rugi ini dapat kita lihat
bahwa
peraturan yang berlaku sekarang lebih banyak pilihan untuk ganti
rugi,
dibanding peraturan – peraturan sebelumnya.untuk lebih jelasnya
lihat tabel
3.1
36
T
Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 15 Tahun 1975 mengatakan
bahwa aturan mengenai penerima ganti rugi berpedoman kepada
hukum
setempat dan tidak bertentangan dengan UUPA.
Keputusan Presiden NomorNomor 55 Tahun 1993 mengatur bahwa
penerima ganti rugi adalah pemegang hak atas tanah atau ahli waris
yang
sah, nadzir bagi tanah wakaf. Tetapi bila milik bersama dan satu
atau
beberapa orang tidak ditemukan maka ganti kerugian yang menjadi
haknya
maka dikonsinyasikan di Pengadilan Negeri setempat oleh
instansi
pemerintah yang memerlukan tanah.
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 mengatur bahwa
penerima ganti rugi adalah pemegang hak atas tanah atau yang
berhak
sesuai dengan peraturan perundang - undangan, nadzir bagi tanah
wakaf.
Bila milik bersama dan satu atau orang tidak ditemukan maka ganti
rugi
yang menjadi haknya dititipkan di Pengadilan Negeri yang
wilayah
hukumnya meliputi lokasi tanah yang bersangkutan. Peraturan
Presiden
Nomor 65 Tahun 2006 tidak ada perubahan atas peraturan
sebelumnya.
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007
mengatur bahwa Penerima ganti rugi adalah pemegang hak atas tanah
atau
38
yang berhak sesuai dengan peraturan perundang - undangan, nadzir
bagi
tanah wakaf. Dalam hal tanah hak pakai atau hak guna bangunan
diatas
tanah hak milik atau diatas tanah hak pengelolaan yang berhak
adalah
pemegang hak milik atau hak pengelolaan. Pada peraturan ini
peraturan
yang berlaku sekarang kurang mengcover mengenai masalah tanah
milik
bersama atau tanah ulayat. Lihat tabel 4.1
39
Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 15 Tahun 1975 mengatur
bahwa dasar perhitungan ganti rugi hanya dilihat dari lokasi dan
faktor
strategis tanah, sementara ganti rugi atas bangunan atau tanaman
dinilai oleh
dinas pekerjaan umum/dinas pertanian setempat.
Keputusan Presiden NomorNomor 55 Tahun 1993 mengatur bahwa
dasar perhitungan ganti rugi harga tanah didasarkan atas nilai
nyata dengan
memperhatikan NJOPBB terakhir untuk tanah yang terakhir. nilai
jual
bangunan ditaksir oleh instansi pemerintah daerah yang bertanggung
jawab
dibidang bangunan (Dinas Pekerjaan Umum). Nilai jual tanaman
ditaksir
oleh instansi pemerintah daerah yang bertanggung jawab dibidang
pertanian
(Dinas Pertanian).
perhitungan ganti rugi dengan berdasarkan NJOP Tahun berjalan
berdasarkan penetapan lembaga/ tim penilai harga tanah yang
ditunjuk
panitia. Nilai jual bangunan yang di taksir oleh perangkat daerah
yang
bertanggung jawab di bidang bangunan. Nilai jual tanaman yang
ditaksir
oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian.
Untuk
41
dasar perhitungan ganti rugi ditunjuk oleh lembaga/tim penilai
harga yang
ditunjuk oleh bupati / walikota atau gubernur bagi Jakarta.
Peraturan Presiden No 65 Tahun mengatur bahwa dasar
perhitungan
ganti rugi dengan memperhatikan NJOP Tahun berjalan
berdasarkan
penilaian lembaga atau tim. Nilai jual bangunan yang di taksir
oleh
perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan. Nilai
jual
tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab
di
bidang pertanian Untuk dasar perhitungan ganti rugi ditetapkan
oleh
lembaga/tim penilai harga yang ditunjuk oleh bupati / walikota
atau
gubernur bagi Jakarta.
pengunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah, sarana dan
prasarana
yang tersedia, faktor lain yang mempengaruhi harga tanah. Penilaian
harga
bangunan/tanaman/benda lain berkaitan dengan tanah dilakukan oleh
kepala
dinas /kantor/badan di kabupaten atau kota yang membidangi
bagian
42
undangan.
43
T
Untuk melaksanakan ganti rugi dalam pengadaan tanah, dalam
setiap
peraturan pengadaan tanah mempunyai mekanisme. Peraturan
Mentri
Dalam Negri Nomor 15 Tahun 1975 mekanismenya sederhana yaitu:
pemilik tanah yang tanahnya akan dilepas jika menyetujui ganti rugi
maka
instansi yang bersangkutan langsung membayarkan ganti rugi,
kemudian
instansi yang bersangkutan langsung berhubungan dengan pejabat
yang
berwenang untuk memohon hak.
Tapi apabila pemilik tanah tidak menyetujui ganti rugi maka
pemilik
memberikan alasan penolakan ganti rugi kepada panitia pengadaan
tanah.
Panitia pengadaan tanah dan kemudian bisa langsung mengambil 2
jalan
yaitu tetap pada keputusan semula atau melimpahkan kepada
gubernur
setempat dimana gubernur bisa mencari jalan tengah atau
mengukuhkan
keputusan panitia. Lihat bagan 6.1
45
pengadaan tanah apabila pemilik tanah yang setuju dengan ganti
kerugian
maka kedua belah pihak yang membutuhkan langsung ke PPT dan
mengurus SK tentang bentuk dan besarnya ganti kerugian.
Apabila tidak setuju maka panitia pengadaan tanah langsung
membawa kepada gubernur. Setelah itu gubernur bisa mengubah
keputusan
PPT atau dapat juga mengukuhkan keputusan PPT. tetapi apabila
tetap
menolak maka diusulkan untuk pencabutan dan dirujuk kepada
Menteri
Dalam Negri yang kemudian ditembuskan kepada instansi yang
membutuhkan tanah dan Menteri Kehakiman dan HAM serta
Presiden.
Lihat bagan 6.2
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 mengatur mekanisme
ganti rugi apabila pemilik tanah menolak ganti rugi maka PPT
mengajukan
kepada Walikota, Bupati atau Gubernur yang bisa mengukuhkan
atau
mengubah keputusan PPT. tetapi jika masih ditolak maka akan
dilakukan
pencabutan dimana Kepala Badan Pertanahan Nasional membuat
tembusan
kepada Presiden dan instansi yang terkait serta Mentri Kehakiman.
Lihat
bagan 6.3
dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006. Mekanisme
menurut
peraturan ini adalah jika pemilik tanah menolak ganti rugi maka
PPT
mengajukan kepada Walikota, Bupati atau Gubernur yang bisa
mengukuhkan atau mengubah keputusan PPT. Tetapi jika masih
ditolak
maka akan dilakukan pencabutan dimana Kepala Badan Pertanahan
Nasional membuat tembusan kepada Presiden dan instansi yang terkait
serta
Menteri Kehakiman. Tetapi jika tetap menolak ganti rugi yang
sudah
ditetapkan dalam Keputusan Presiden, maka dapat mengajukan banding
ke
Pengadilan Tinggi. Lihat bagan 6.4
51
65 Tahun 2006 adalah Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor
3 Tahun 2007 mekanisme ganti rugi menurut peraturan ini adalah
jika
pemilik hak atas tanah setuju maka instansi membuat tanda
terima.
Kemudian penerima ganti rugi membuat surat pernyataan pelepasan
atau
penyerahan hak. Kemudian PPT membuat berita acara pelepasan hak
dan
pembayaran ganti rugi.
keputusan PPT atau mengubah keputusan PPT, jika tetap menolak
maka
dilakukan pencabutan. Lihat bagan 6.5
53
memenuhi keinginan masyarakat. Oleh karena ini pemerintah harus
lebih
memperhatikan. Agar tidak terjadi konflik,walaupun semua yang
dilakukan
dalam semua peraturan ini, keputusan ganti rugi ataupun ganti
kerugian
didasarkan musyawarah. Musyawarah mencari jalan tengah sebagai
jalan
terbaik. Dan bukan keputusan sepihak dari pemerintah.
B. ANALISIS
penggaturan dari 5 peraturan yang menggatur mengenai ganti rugi
dalam
pengadaan tanah sejak PERATURAN MENTRI DALAM NEGRI NOMOR 15
TAHUN 1975, Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, Peraturan
Presiden
Nomer 36 Tahun 2005, Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006,
PERATURAN
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2007.
1. Karakteristik Mengenai Penggunaan Istilah
Dalam penggunaan istilah ganti rugi atau ganti kerugian
mempunyai
makna yang sebenarnya sama. Tetapi dalam KBBI ganti rugi adalah
uang
55
yang diberikan sebagai ganti kerugian, sementara ganti kerugian
adalah
seseuatu yang menjadi penukar dari yang menderita rugi.
Pengaturan
mengenai penggadaan tanah hanya Keputusan Presiden Nomor 55
Tahun
1993 dan Peraturan Presiden 36/2005 yang mempunyai pengertian
yang
terumus jelas. Peraturan yang lain hanya ada secara tersirat tetapi
tidak
secara tertulis menunjukan pengertian ganti rugi ataupun ganti
kerugian.
2. Karakteristik Mengenai Pengertian Ganti Rugi atau Ganti
Kerugian
Tahun 1975, perubahan yang cukup berarti mengenai pengertian ganti
rugi
dilakukan pada Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993. Perubahan
yang
dimaksud adalah dimaksudkannya ayat khusus yang mengatur
tetntang
definisi ganti rugi. Definisi tersebut ada didalam Pasal 1 ayat 7
yang
berbunyi :
tanah sebagai akibat pelepasan atau penyerahan hak atas
tanah”
56
ganti rugi menjadi lebih luas lagi. Yaitu memasukan peenggantian
aras
kerugian baik fisik atau non fisik. Hal tersebut sesuai dengan
Pasal 1 ayat
11 yang bebunyi :
fisik dan/atau nonfisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada
yang
mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan/atau benda-benda lain
yang berkaitan dengan tanah yang dapat memberikan
kelangsungan
hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi
sebelum terkena pengadaan tanah.”
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007tidak
mengalami perubahan makna. Tetapi konsisten dari peraturan
sebelumnya. Penggunaan istilah dan pengertian ganti rugi ini di
tetapkan
berdasarkan asas keadilan, dimana dalam asas ini menerapkan
agar
memberikan sesuatu yang lebih layak kepada mereka yang
melepaskan
haknya dan juga mencakup pihak yang membutuhkan tanah agar
dapat
sesuai dengan kebutuhan dan perencanaan.
57
Dalam pemberian ganti rugi Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor
15 Tahun 1975 sampai ke Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional
Nomor 3 Tahun 2007 mengalami perubahan menjadi lebih luas.
Sehingga
lebih beragam pilihan bentuk ganti rugi yang bisa dipilih oleh
mereka yang
akan melepaskan haknya. Bentuk ganti rugi ini ditentukan berdasar
asas
keterbukaan di mana rencana pengadaan tanah harus
dikomunikasikan.
Sehingga warga masyarakat yang hak atas tanah yang mereka miliki
dapat
mengetahui diperuntukan untuk apa tanah yang akan mereka
lepaskan
haknya, serta mereka yang haknya dilepaskan dapat mengetahui ganti
rugi
apa saja yang mereka dapatkan.
Dalam menentukan bentuk ganti rugi juga harus sesuai dengan
asas
minimalisasi dampak dan kelangsungan kesejahteraan ekonomi. Hal
ini
bersangkutan dengan hasil dari dampak yang timbul di pengadaan
tanah
tersebut, harus dapat meningkatkan taraf hidup. Jangan sampai
menjadi
lebih rendah dari sebelum pengadaan tanah.
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun
2007banyak memberikan pilihan beragam mengenai bentuk ganti
rugi.
58
Alasannya adalah dalam peraturan bentuk ganti rugi lebih beragam
dari
pada peraturan yang lain bentuk ganti ruginya terdiri atas :
- Uang
- Tanah
- Fasilitas lain
kesejahteraan masyarakat setempat untuk tanah ulayat
Sementara Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 15 Tahun 1975
adalah peraturan yang tidak memberikan banyak pilihan bentuk ganti
rugi.
Dalam Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 15 Tahun 1975
bentuk ganti rugi hanya berupa :
- Uang
- Tanah
Berdasarkan Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 15 Tahun 1975
hingga Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun
2007
siapa yang berhak menerima ganti rugi atau ganti kerugian
mengalami
perubahan menjadi lebih luas. Pada awalnya hanya yang mempunyai
hak
atas tanah (Mentri Dalam Negri Nomor 15 Tahun 1975) kemudian
menjadi
pemegang hak atas tanah atau ahli waris yang sah dan nadzir bagi
tanah
wakaf (Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993), pada
Peraturan
Presiden Nomer 36 Tahun 2005 tidak ada perubahan yang begitu
terlihat.
Begitu juga pada Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006. Tetapi
pada
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007
penerima ganti rugi menjadi lebih luas. Ada penambahan dalam hak
pakai
atau hak guna bangunan, diatas tanah hak milik atau diatas tanah
hak
pengelolaan yang berhak adalah pemegang hak milik atau hak
pengelolaan.
5. Karakteristik Dasar Perhitungan Ganti Rugi
Mengalami perubahan menjadi lebih luas. Pada semula menurut
Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 15 Tahun 1975 mengatakan
bahwa
60
dasar perhitungan ganti rugi hanya dilihat dari lokasi dan faktor
strategis
tanah. kemudian pada Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993
melihat
berdasarkan NJOPBB tanah yang terakhir. Pada Peraturan Presiden
Nomer
36 Tahun 2005 dasar perhitungan berdasarkan NJOP Tahun berjalan.
Begitu
juga pada Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006. Tetapi pada
Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007bukan
hanya
berdasarkan NJOP saja, tetapi juga melihat dari lokasi letak tanah,
status
tanah, kesesuaian pengunaan tanah dengan rencana tata ruang
wilayah,
sarana dan prasarana yang tersedia dan yang mempengaruhi harga
tanah.
Dasar perhitungan ganti rugi ini harus sesuai dengan asas
musyawarah dimana asas ini mengatakan bahwa dalam pengadaan tanah
apa
saja dan bagaimana penyelesaian yang akan dilakukan. dalam hal ini
ada
unsur yang paling mendasar yaitu satu pendapat antara pihak yang
saling
membutuhkan. Musyawarah dilakukan berdasarkan perundingan. Asas
yang
berikutnya adalah asas kesetaraan, dimana dalam asas ini kedua
belah pihak
adalah sama kedudukannya.
Mekanisme pada pengadaan tanah mengalami perubahan. Perubahan
yang dimaksud ada pada aturan mengenai pengadaan tanah apabila
pemilik
hak atas tanah setuju untuk melepaskan haknya. Bila pemilik hak
atas tanah
setuju, mekanisme ganti rugi menjadi lebih panjang. Karena pada
awalnya
menurut Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 15 Tahun 1975
apabila
pemilik hak atas tanah setuju akan ganti rugi yang diberikan oleh
PPT maka
instansi yang bersangkutan langsung membayar kepada pemilik hak
atas
tanah dan kemudian memohon hak kepada pejabat yang berwenang.
Kemudian pada Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 jika
pemilik hak tanah setuju dengan ganti rugi yang diberikan maka
PPT
mengeluarkan SK tentang bentuk dan besar ganti kerugian. Pada
Peraturan
Presiden Nomer 36 Tahun 2005 dan Peraturan Presiden Nomor 65
Tahun
2006 tidak ada perubahan.
2007 terdapat perubahan yaitu penambahan aturan dalam
mekanisme
pemberian ganti rugi apabila pemilik tanah setuju untuk
melepaskan
haknya. Perubahan tersebut adalah penambahan mekanisme instansi
yang
memerlukan tanah membuat tanda terima kemudian penerima ganti
rugi
62
berita acara pelepasan hak dan membayarkan ganti rugi.
Apabila pemilik hak atas tanah tidak setuju dengan ganti rugi,
aturan
mengenai mekanisme pemberian ganti rugi pun mengalami perubahan.
Pada
awalnya menurut Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 15 Tahun
1975
mengatakan bahwa mekanisme ganti rugi apabila pemilik hak atas
tanah
tidak setuju maka PPT bisa tetap pada keputusan semula atau
langsung
berhubungan dengan Gubernur setempat. Kemudian Gubernur
mengukuhkan keputusan panitia atau mencari jalan tengah
dengan
mengubah keputusan PPT.
menghubungi Gubernur, kemudian Gubernur bisa mengubah keputusan
PPT
atau mengukuhkan. Tetapi jika masih ditolak maka akan
dilakukan
pencabutan. Sebelum melakukan pencabutan maka memberikan
surat
kepada MENDAGRI kemudian ditembuskan kepada instansi yang
membutuhkan tanah dan MENHANKAM serta Presiden.
Pada Peraturan Presiden Nomer 36 Tahun 2005 jika pemilik
tanah
tidak setuju melepaskan haknya maka PPT mengajukan pada
63
mengubah keputusan PPT. Tetapi jika ditolak maka akan
dilakukan
pencabutan. Dalam hal ini surat pencabutan ditujukan kepada
Kepala
BADAN PERTANAHAN NASIONAL dengan tembusan kepada Presiden
dan instansi yang membutuhkan tanah serta MENHANKAM.
Perkembangan dari peraturan sebelumnya adalah pencabutan di
rujuk
kepada MENDAGRI menjadi Kepala BADAN PERTANAHAN
NASIONAL.
pemilik hak atas tanah tidak setuju melepaskan haknya maka
PPT
melaporkan kepada Bupati/ Walikota/ Gubernur untuk wilayah DKI
Jakarta,
dimana bisa mengukuhkan keputusan PPT dan mengubah keputusan
PPT.
Jika tetap tidak disetujui maka akan dilakukan pencabutan.
Surat
pencabutan diberikan kepada Kepala BADAN PERTANAHAN
NASIONAL dengan tembusan instansi yang membutuhkan serta
MENHANKAM dan kepada Presiden. Tetapi jika tetap tidak setuju
maka
pemilik hak atas tanah bisa banding ke Pengadilan Negeri.
Perkembangan
64
dari peraturan sebelumnya jika tidak setuju akan pencabutan maka
bisa
banding kepengadilan tinggi.
2007 jika pemilik hak tidak setuju maka PPT mengajukan kepada
Bupati/Walikota/Gubernur khusus wilayah DKI Jakarta untuk
mengukuhkan keputusan PPT dan mengubah keputusan PPT kemudian
jika
ditolak maka akan dilakukan pencabutan.
Mekanisme ganti rugi ditetapkan berdasarkan asas kepastian
hukum
dimana dalam asas ini mengatakan tiap pihak harus mengerti
mengenai
kewajiban dan haknya. Serta membahas mengenai kapan pemberian
ganti
rugi dan tanahnya dilepaskan. Dan berdasarkan asas kesepakatan
dimana
dalam asas tersebut harus berdasarkan kesepakatan antara dua
pihak
tersebut.
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa peraturan yang paling
lengkap
adalah Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional 3 Tahun 2007.
Peraturan ini
mencakup mengenai :
- Penerima ganti rugi
rinci dalam Peraturan Presiden Nomor65 Tahun 2006.