38
PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP INTENSITAS NYERI AKIBAT PERAWATAN LUKA BEDAH ABDOMEN Oleh : Anang Satrianto, S.Kep, Ns NIDN. 0703128202

Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

Citation preview

Page 1: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP INTENSITAS NYERI AKIBAT PERAWATAN LUKA BEDAH ABDOMEN

Oleh :Anang Satrianto, S.Kep, Ns

NIDN. 0703128202

NURSING PROGRAMSINSTITUTE OF HEALTH SCIENCES BANYUWANGI

Page 2: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terapi Musik

2.1.1 Pengertian

Musik adalah bunyi yang diterima oleh individu dan berbeda-beda

berdasarkan sejarah, lokasi, budaya dan selera seseorang. Definisi lain tentang musik

adalah bunyi yang dianggap enak oleh pendengarnya; segala bunyi yang dihasilkan

secara sengaja oleh seseorang atau kumpulan dan disajikan sebagai musik

(Wikepedia Indonesia, 2007). Musik merupakan sarana yang dapat digunakan untuk

menurunkan nyeri fisiologis, stress, dan kecemasan dengan mengalihkan perhatian

terhadap nyeri (Potter dan Perry, 2005:1532).

Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen musik oleh

seorang terapis untuk meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehat-

an mental, fisik, emosional dan spritual. Dalam kedokteran, terapi musik disebut

sebagai Complementary Medicine (Samuel, 2007). Terapi musik merupakan teknik

yang digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi

atau irama tertentu. Jenis musik yang digunakan dalam terapi musik dapat disesuai-

kan dengan keinginan, seperti musik klasik, intrumentalia, slow music, orkestra, dan

musik modern lainnya. Tetapi beberapa ahli menyarankan untuk tidak menggunakan

jenis musik tertentu seperti pop, disco, rock and roll, dan musik berirama keras

(anapestic beat) lainnya, karena jenis musik dengan anapestic beat (2 beat pendek, 1

beat panjang dan kemudian pause) merupakan irama yang berlawanan dengan irama

jantung. Musik lembut dan teratur seperti intrumentalia merupakan jenis musik yang

sering digunakan untuk terapi musik (Kompas, 2007;Potter dan Perry, 2005:1532).

2.1.2 Pengaruh Terapi Musik

Page 3: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

Terapi musik adalah salah satu metode penanganan nyeri nonfarmakologis

yang bertujuan untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan perhatian

seseorang pada hal-hal lain sehingga ia akan lupa terhadap nyeri yang dialami,

dengan demikian akan menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkat-

kan toleransi terhadap nyeri (Potter dan Perry, 2005:1531).

Musik mencakup kegiatan memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu

selain nyeri. Pada teknik ini, sistem aktivasi retikular menghambat stimulus yang

menyakitkan jika seseorang menerima masukan sensori yang cukup atau berlebihan,

sedangkan stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorfin

(Potter dan Perry, 2005:1531). Selain itu musik terbukti mampu meringankan

penderitaan seseorang dari sakit karena jalur saraf untuk mendengarkan musik dan

jalur saraf perasa sakit adalah sama, sehingga pada saat seseorang mengalami nyeri

dapat dialihkan dengan mendengarkan musik (Pandoe, 2006).

Penelitian Dr. John Diamond dan Dr. David Nobel menyimpulkan bahwa

mendengarkan musik lembut secara teratur berefek pada penurunan tekanan darah,

merangsang peningkatan serotinin, endorphin, dan S-IgA (immunoglobulin tipe A)

yang berdampak menurunkan nyeri dan menigkatkan kenyamanan tubuh. Menurut

Guzetta dalam Potter dan Perry (2005), efek musik terhadap tubuh adalah

menurunkan frekuensi denyut jantung, menurunkan tekanan darah, mengurangi

kecemasan dan depresi, menghilangkan nyeri, serta persepsi waktu.

Studi lain yang membuktikan secara komprehensif tentang efek terapi musik

terhadap persepsi nyeri adalah penelitian Roberts. Studi Roberts menghasilkan teori

yang menyatakan bahwa terapi musik berefek positif terhadap persepsi nyeri yakni:

“(1) music serves as a distracter, (2) music may give the patient a sense of control,

(3) music causes the body to release endorphins to counteract pain, and (4) slow

music relaxes a person by slowing their breathing and heartbeat” (Greer, 2007).

Page 4: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

Kerja terapi musik terhadap nyeri memberi pengaruh paling baik untuk jangka

waktu yang singkat, guna mengatasi nyeri intensif yang berlangsung tidak terlalu

lama, misalnya selama pelaksanaan prosedur invasif atau saat menunggu kerja

analgesik. Teknik ini dapat diterapkan di rumah sakit, di rumah, atau unit-unit

perawatan jangka panjang (Potter dan Perry, 2005:1532).

2.1.3 Manfaat Musik

Musik mempunyai manfaat sebagai berikut:

a. Efek Mozart, adalah salah satu istilah untuk efek yang bisa dihasilkan sebuah

musik yang dapat meningkatkan intelegensia seseorang.

b. Refresing, pada saat pikiran seseorang lagi kacau atau jenuh, dengan

mendengarkan musik, terbukti dapat menyegarkan pikiran kembali.

c. Motivasi, adalah hal yang hanya bisa dilahirkan dengan “feeling” tertentu. Apabila

ada motivasi, semangatpun akan muncul dan segala kegiatan bisa dilakukan.

d. Perkembangan Kepribadian. Kepribadian seseorang diketahui mem pengaruhi

dan dipengaruhi oleh jenis musik yang didengarnya selama masa perkembangan.

e. Terapi. Berbagai penelitian dan literatur menerangkan tentang manfaat musik

untuk kesehatan, baik untuk kesehatan fisik maupun mental. Beberapa gangguan

atau penyakit yang dapat ditangani dengan musik antara lain kanker, stroke,

dimensia dan bentuk gangguan intelegensia lain, penyakit jantung, nyeri,

gangguan kemampuan belajar, dan bayi prematur.

f. Komunikasi, musik mampu menyampaikan berbagai pesan ke seluruh bangsa

tanpa harus memahami bahasanya. Pada kesehatan mental, terapi musik

diketahui dapat memberi kekuatan komunikasi penggunanya (Spawnthe, 2003),

2.1.4 Prosedur Terapi Musik

Page 5: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

Dalam terapi musik perawat dapat menggunakan musik dengan kreatif sesuai

dengan kesenangan dan keinginan klien. Perawat perlu mengkaji jenis musik apa

yang disukai yang dapat menyenangkan dan menenangkan klien. Pada prinsipnya

semua jenis musik dapat digunakan pada terapi musik (Potter dan Perry, 2005:1532).

Prosedur penggunaan musik untuk mengontrol nyeri adalah

a. Pilih musik yang sesuai dengan selera klien, pertimbangkan usia dan latar

belakang

b. Minta klien untuk menggunakan tape atau alat pendengar musik lainnya yang

dipunyai atau disediakan.

c. Gunakan headphone/earphone supaya tidak menggangu klien atau staf yang lain

dan bantu klien untuk berkonsentrasi pada musik.

d. Pastikan tombol-tombol kontrol di radio, tape atau sejenisnya mudah ditekan,

dimanipilasi dan dibedakan.

e. Apabila nyeri yang klien rasakan akut, kuatkan volumenya. Apabila nyeri

berkurang , kurangi volumenya.

f. Apabila tersedia musik latar, pilih jenis musik umum yang sesuai dengan

keinginan klien.

g. Minta klien untuk berkonsentrasi pada musik, klien juga dapat disarankan untuk

mengikuti irama misalnya dengan mengetuk-ngetukan jari atau menepuk-nepuk

pahanya.

h. Berikan suasana tenang selama klien mendengarkan musik.

i. Musik sebaiknya didengarkan minimal selama 15 menit supaya dapat menimbul-

kan efek terapi (Potter dan Perry, 2005:1531)

Perangkat musik yang biasanya digunakan untuk terapi musik antara lain

tape, compact disc, radio, atau MP3 player yang dihubungkan dengan headphone

Page 6: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

untuk menghindari kebisingan atau menggangu orang lain, dengan jenis musik yang

berirama lembut dan teratur seperti musik klasik atau instrumentalia (Hawthorn dan

Redmond, 2004:206).

2.1.5 Hal yang perlu diperhatikan pada Terapi Musik

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam terapi musik :

a. Hindari interupsi yang diakibatkan cahaya yang remang-remang dan hindari

menutup gorden atau pintu.

b. Usahakan klien untuk tidak menganalisa musik, dengan prinsip nikmati musik ke

manapun musik membawa.

c. Gunakan jenis musik sesuai dengan kesukaan klien terutama yang berirama

lembut dan teratur. Upayakan untuk tidak menggunakan jenis musik rock and roll,

disco, metal dan sejenisnya. Karena jenis musik tersebut mempunyai karakter

berlawanan dengan irama jantung manusia (Potter dan Perry, 2005:1532).

d. Terapi musik sebaiknya dilaksanakan sekitar 30 menit, atau sekurang-kurangnya

10 menit apabila waktu tidak mencukupi (Pandoe, 2006)

2.2 Perawatan Luka

2.2.1 Definisi Luka

Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan, dimana secara

spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak (Soemantri, 2007). Menurut Lazarus,

et al dalam Potter dan Perry (2005), luka adalah rusaknya struktur dan fungsi

anatomis normal akibat proses patalogis yang berasal dari internal maupun eksternal

dan mengenai organ tertentu.

Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa setiap keadaan rusaknya

kontinuitas jaringan yang terjadi oleh sebab proses yang berasal dari luar misalnya

Page 7: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

trauma baik yang disengaja atau tidak, maupun berasal dari proses patologis dalam

tubuh seperti akibat proses penyakit. Luka dapat disertai dengan robeknya jaringan

kulit atau membran mukosa dan tanpa robekan pada kulit.

2.2.2 Klasifikasi Luka

Banyak pengklasifikasian luka yang diterapkan para ahli, tetapi masih

tumpang tindih dan secara umum mempunyai kesamaan. Berikut klasifikasi menurut

kebersihan dan mekanisme terjadinya luka:

2.2.2.1 Kebersihan luka

a. Luka bersih, luka tidak mengandung mikroorganisme patogen, berupa luka bedah

tertutup yang tidak mengenai saluran cerna, pernafasan, genetalia, dan saluran

kencing yang tidak terinfeksi. Resiko luka terkena infeksi rendah.

b. Luka bersih terkontaminasi, luka dalam kondisi aseptik tetapi melibatkan rongga

tubuh yang secara normal mengandung mikroorganisme. Jenis luka ini berupa

luka bedah pada saluran cerna, pernafasan, genetalia, dan saluran kencing pada

kondisi terkontrol. Luka ini lebih berisiko mengalami infeksi.

c. Luka terkontaminasi, luka berada pada kondisi yang mungkin mengandung

mikroorganisme. Berupa luka terbuka traumatik, kecelakaan, luka bedah tanpa

teknik aseptik yang baik.

d. Luka terinfeksi, terdapat bakteri pada luka, biasanya berjumlah 105 organisme/

gram jaringan. Berupa luka yang tidak sembuh dan didalamnya terdapat

pertumbuhan organisme. Jaringan sering tidak sehat dan menunjukan tanda-

tanda inflamasi.

e. Luka terkolonisasi, luka mengandung mikroorganisme multipel. Berupa luka kronis

seperti ulkus diabetik, ulkus tekan, dan ulkus statis vaskular. Penyembuhan

Page 8: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

biasanya berlangsung lambat cidera traumatik, luka kena pisau, luka bakar,

kecelakaan dan lain-lain (Potter dan Perry, 2005:1855).

2.2.2.2 Mekanisme terjadinya luka

a. Luka disengaja, merupakan luka yang terjadi akibat terapi seperti insisi bedah dan

tusukan jarum kebagian tubuh.

b. Luka tidak disengaja, adalah luka yang kejadiannya tidak diharapkan seperti

cidera traumatik, luka kena pisau, luka bakar, kecelakaan dan lain-lain (Potter dan

Perry, 2005:1855).

Gambar 2.1 Penampang Kulit dan Luka

Page 9: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

2.2.3 Proses Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka terdiri dari 3 fase yaitu fase inflamasi, fase

proliferasi, dan fase maturasi (Potter dan Perry, 2005:1854).

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang

bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh faktor intrinsik dan faktor

ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh dalam

proses penyembuhan meliputi: usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi

jaringan, status imunologi, obesitas, dan penyakit penyerta (hipertensi, diabetes

melitus, arthereosclerosis). Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor yang didapat

dari luar penderita yang dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan luka,

meliputi: pengobatan, radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan

(InETNA, 2004:13).

2.2.5 Komplikasi Penyembuhan Luka

Komplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang berbeda-

beda. Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang tidak adekuat,

keterlambatan pembentukan jaringan granulasi, tidak adanya reepitelisasi dan juga

akibat komplikasi post operatif dan adanya infeksi. Komplikasi yang mungkin terjadi

adalah hemoragic, hematoma, infection, dehincence dan eviscerasi, fistula, dan

penundaan penutupan luka (Potter dan Perry, 2005:1857).

2.2.6 Manajemen Perawatan luka Bedah

Page 10: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu

evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penutupan luka, pembalutan,

pemberian antibiotik, dan pengangkatan jahitan.

a. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).

b. Tindakan antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk melakukan

pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik.

c. Pembersihan Luka, pembersihan luka dilakukan untuk meningkatkan,

memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadi-

nya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris.

d. Penutupan luka, adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka

sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.

e. Pembalutan, pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung

pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap

penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses

penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpul

nya rembesan darah yang menyebabkan hematom.

f. Pemberian antibiotik. Pada prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan

antibiotik, kecuali pada luka terkontaminasi/kotor maka perlu diberikan antibiotik.

g. Pengangkatan Jahitan. Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi

(InETNA, 2004:16 ; Mansjoer, 2000: 398-400).

2.2.7 Nyeri dan Nyeri akibat Perawatan luka

2.2.7.1 Pengertian

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan

akibat dari kerusakan jaringan yang terjadi aktual atau potensial (Smeltzer dan Bare,

2002:212). Menurut The International Association for The Study of Pain (IASP),

Page 11: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

nyeri digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial

menyebabkan kerusakan jaringan (Hartwig dan Wilson, 2002:1063).

Nyeri akibat perawatan luka merupakan nyeri yang bersifat insidentil (insidentil

pain) yang timbul atau terjadi saat perawatan luka dilakukan. Dalam perawatan, luka

akan terasa nyeri bergantung pada luasnya cidera jaringan, selain itu nyeri juga

ditimbulkan oleh tindakan yang dilakukan selama prosedur atau akibat dari agen yang

dipakai untuk perawatan luka (Morison, 2004:226).

2.2.7.2 Penyebab Nyeri pada Perawatan Luka

Ada beberapa kemungkinan penyebab nyeri pada saat perawatan luka yaitu:

a. Balutan yang digunakan untuk menutup luka. Balutan yang melekat pada luka

menyebabkan trauma jaringan luka pada saat pelepasan. Balutan dengan daya

lekat rendah sekalipun dapat melekat pada luka, jika balutan tersebut menyerap

eksudat dan menjadi kering.

b. Pelepasan balutan. Pelepasan balutan adhesif atau plaster yang digunakan untuk

menahan balutan dapat menimbulkan nyeri yang sangat, apalagi jika dilakukan

dengan metode yang tidak tepat.

c. Larutan pencuci luka atau agen yang digunakan untuk antiseptik luka, dapat

menyebabkan timbulnya respons iritasi jaringan, sehingga menimbulkan rasa

nyeri pada saat digunakan (Morison, 2004:33).

2.2.7.3 Neurofisiologis Nyeri

Antara stimulus cidera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat

proses tersendiri yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi.

a. Tranduksi adalah proses rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan

aktivitas listrik di reseptor nyeri.

Page 12: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

b. Transmisi melibatkan proses penyaluran impuls dari tempat tranduksi melewati

saraf perifer sampai ke terminal di medula spinalis dan jaringan neuron-neuron

pemancar yang naik dari medula spinalis ke otak.

c. Modulasi nyeri, melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf desenden dari

otak yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri setinggi medula spinalis.

Modulasi nyeri juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau

meningkatkan aktvitas di reseptor nyeri aferen primer.

d. Persepsi nyeri adalah pengalaman subjektif nyeri yang dihasilkan oleh aktivitas

transmisi nyeri oleh saraf (Hartwig dan Wilson, 2002:1064).

Berikut gambar mekanisme neurofisiologis nyeri dikutip dari Hartwig dan

Wilson (2002):

Page 13: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

Gambar 2.2 Jalur Neurofisiologis Persepsi NyeriDicetak ulang dari Price, S. A dan Wilson, L. M., Patofisiologi: Konsep KlinisProses-

proses Penyakit. Huriawati Hartanto, dkk (Eds), Brahm U. Pendit, dkk

2.2.7.4 Mekanisme Neurofisiologis Nyeri akibat Perawatan Luka

Struktur spesifik dalam sistem saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi

sensasi nyeri, sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai

sistem nosiseptif. Sensitivitas dari komponen sistem nosiseptif dapat dipengaruhi oleh

sejumlah faktor dan berbeda diantara individu (Smeltzer dan Bare, 2002:213).

Reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon pada

adanya stimulus baik mekanik, kimiawi, suhu, atau listrik. Stimulus yang timbul

sebagai dampak dari prosedur dan agen yang dipakai dalam perawatan luka

selanjutnya menyebabkan pelepasan substansi neurotransmiter yang menghasilkan

nyeri seperti substansi P, prostaglandin, histamin, bradikinin, asetilkolin, kalium, dan

lain-lain yang bergabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor untuk memulai

transmisi neural (Gayton dan Hall, 1997:762 ; Potter dan Perry, 2005:1506).

Impuls saraf yang dihasilkan stimulus nyeri selanjutnya menyebar

disepanjang serabut saraf perifer aferen menuju kornu dorsalis medula spinalis.

Didalam kornu dorsalis, neurotransmiter dilepaskan sehingga menyebabkan suatu

transmisi sinapsis dari saraf perifer kesaraf traktus spinotalamikus dan traktus

spinoretikuler di suatu area yang disebut substansia gelatinosa (SG). Di substansia

gelatinosa dapat terjadi perubahan, modifikasi, serta pengaruh apakah sensasi nyeri

yang diterima oleh medula spinalis akan diteruskan ke otak atau dihambat. Dalam

penghantaran impuls menuju otak, sinaps substansia gelatinosa akan melepaskan

substansia P yang diduga sebagai neuroregulator utama nyeri (Tamsuri, 2007:7).

Page 14: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

Impuls yang dibawa oleh traktus spinotalamikus selanjutnya dibawa ke korteks

untuk di interpretasikan, sedangkan impuls yang dibawa oleh traktus spinoretikuler

akan dibawa ke daerah talamus dan batang otak untuk mengaktifkan respons

autonomik dan limbik. Impuls yang sampai ke otak selanjutnya diproses di dalam otak

dalam 3 tingkatan yaitu pada talamus, otak tengah, dan pada korteks otak. Talamus

berfungsi sebagai penerima input sensori dari traktus spinotalamikus untuk diteruskan

ke korteks. Otak tengah berfungsi meningkatkan kewaspadaan dari korteks terhadap

datangnya rangsangan, sedangkan korteks berfungsi untuk melokalisasi impuls dan

impuls dipersesikan sesuai dengan lokasi terjadinya nyeri (Tamsuri, 2007:8).

Pada saat seseorang menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang

kompleks. Faktor-faktor psikologis dan kognitif berinteraksi dengan faktor-faktor

neurofisiologis dalam mempersepsikan nyeri. Peristiwa ini merupakan persepsi

terhadap nyeri. Selanjutnya Persepsi menyadarkan seseorang untuk mengartikan

nyeri dan menyebabkan seseorang bereaksi atau berespons baik secara fisiologis

maupun perilaku terhadap stimulus yang ada. Persepsi nyeri diklasifikasikan dalam

beberapa jenis yaitu berdasarkan: tempatnya (perifer pain, deep/viseral/ splanich/

reffered pain, psychogenic pain, phantom pain, intractable pain, waktu serangannya

(acute dan cronic pain), sifatnya (insidentil, steady dan paroxismal) (Tamsuri, 2007:7 ;

Potter dan Perry, 2005:1508).

2.2.7.5 Teori Nyeri

Beberapa teori yang menjelaskan mekanisme neurologik yang mendasari

sensasi nyeri adalah teori spesifisitas, teori pola atau penjumlahan, teori endorfin-

enkefalin, teori kontrol gerbang.

Dari keempat teori tersebut, teori kontrol gerbang (gate control) dari Melzack

dan Wall (1965) merupakan model yang paling menyeluruh (komprehensif) dan

Page 15: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

praktis untuk mengkonseptualisasikan nyeri. Teori ini menjelaskan bahwa impuls

nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem

saraf pusat. Teori kontrol gerbang ini menyatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan

saat pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat pertahanan tertutup (Potter dan

Perry, 2005:1507 ; Hartwig dan Wilson, 2002: 1071).

2.2.7.6 Pengkajian Nyeri

2.2.7.6.1 Pengkajian Persepsi Nyeri

Pengkajian persepsi nyeri meliputi beberapa aspek, yaitu:

a. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang

dirasakan oleh seseorang. Pengukuran intensitas nyeri masih bersifat subjektif

dan individual. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling

mungkin adalah dengan menggunakan respons fisiologik tubuh dan perilaku

terhadap nyeri. Penilaian terhadap klinis nyeri dapat digunakan untuk mengkaji

persepsi nyeri seseorang. Beberapa alat ukur yang banyak digunakan untuk

menilai intensitas nyeri antara lain skala pendiskripsi verbal (Verbal Descriptor

Scale) dan skala visual analog (Visual Analog Scale) (Tamsuri, 2006:25). Tetapi

penggunaan skala ini masih sulit diterapkan terutama untuk kasus-kasus tertentu

seperti klien dengan sakit kronis atau nyeri hebat.

Penilaian respons fisiologik dan perilaku umumnya lebih banyak digunakan

untuk pengkajian nyeri akut dibandingkan nyeri kronis, hal ini karena gejala

fisiologis dan perilaku biasanya muncul pada nyeri akut, sedangkan pada nyeri

kronis gejala-gejala yang timbul biasanya sudah dapat diadaptasi atau ditoleransi

(Tamsuri, 2006:30).

Page 16: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

Campbell (2000) memberikan alternatif pengkajian nyeri yang lebih objektif

melalui pengamatan perilaku saat nyeri terjadi. Intrumen penilai nyeri dari

Margaret Campbell dinilai dengan skala pengkajian perilaku terhadap nyeri

melalui observasi perilaku selama 2-5 menit, pada pasien yang tidak ditutupi

selimut (dapat diamati kondisi tubuhnya). Penentuan intensitas nyeri dilakukan

dengan memberikan tanda pada kategori yang telah ditentukan kemudian skor

penilaiannya dijumlahkan (Oman dan McLain, 2007:35). Berikut tabel skala

respons perilaku terhadap nyeri menurut Margaret Campbell:

Tabel 2.1 Pain Assessment Behavioral Scale

Wajah

0Otot-otot wajah santai (rileks)

1Otot wajah berkerut, tampak tegang, wajah meringis/ menyeringai

2Sering mengerut-kan dahi, menggelutukkan/mengatup rahang

Skorwajah

Kegelisah-an

0Terlihat tenang, penampilan santai; gerak-an normal

1Sekali-kali terlihat gelisah, mengubah posisi (bergeser)

2Sering terlihat gelisah; juga terlihat gerakan ekstremitas atau kepala

SkorKegelisah-an

Tonus otot

0Tonus otot normal, tidak tegang/relaks

1Ketegangan otot meningkat, fleksi jari-jari tangan dan jari-jari kaki

2Kekakuan/ketegangan otot

SkorTonus otot

Vokalisasi

0Tidak terdengar suara abnormal, ETT: tampak nyaman saat bangun

1Sekali-kali merintih, menangis/ber- teriak, mengaduh, ETT:mendengkur untuk mencoba berbicara di sekitar ETT

2Merintih terus menerus, menangis/ber-teriak, mengaduh, ETT: mendengkur dengan penuh kecemasan untuk mencoba ber bicara sekitar ETT

SkorVokalisasi

Page 17: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

Ketenang-an

0Sesuai konteks, tenang

1Tenang kembali dengan sentuhan atau dialihkan dengan diajak bicara

2Sulit untuk tenang/nyaman kembali dengan sentuhan atau diajak bicara

Ketenang-an

Adapted from Margaret Campbel, RN, MS, Detroid (2000). Detriod Medical Center, for use at the University of Colorado Hospital, in Oman and McLain (2007)

Pengukuran tingkat nyeri diperoleh dari hasil observasi perilaku yang

teramati selama perawatan luka berlangsung, pengisian lembar check list

disesuaikan dengan item yang ada dalam lembar observasi. Penilaian tingkat

nyeri diperoleh dengan menjumlahkan skor pengamatan yang didapat dari

masing-masing item pengamatan pada lembar observasi. Total skor 0 menunjuk-

kan bahwa tidak adanya respons perilaku terhadap nyeri yang teramati, hal ini

berarti pasien tidak mengalami nyeri; total skor 1-3 menunjukkan nyeri ringan;

total skor 4-6 berarti pasien mengalami nyeri sedang, dan total skor ≥ 7 berarti

pasien mengalami nyeri hebat (Oman dan McLain, 2007:35).

b. Karakteristik Nyeri

Karakteristik nyeri meliputi lokasi nyeri, penyebaran nyeri, dan

kemingkinan penyebaran nyeri, durasi, irama, serta kulaitas nyeri (Tamsuri,

2006:28).

c. Faktor yang Meredakan Nyeri

Seseorang biasanya menggunakan perilaku-perilaku tertentu untuk

mengurangi nyeri. Berbagai perilaku seperti diam, mengurangi gerakan, atau

pengerahan tenaga biasanya teridentifikasi saat terjadi nyeri sebagai upaya untuk

mengontrol nyeri (Tamsuri, 2006:28).

d. Efek Nyeri terhadap Aktivitas Sehari-hari

Page 18: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

Efek nyeri terhadap aktivitas misalnya pada pola tidur, nafsu makan,

konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, dan lain-lain (Tamsuri,

2006:29).

e. Kekhawatiran Individu tentang Nyeri

Kekhawatiran individu tentang nyeri dapat meliputi berbagai masalah yang

luas, seperti prognosis, pengaruh terhadap peran, dan masalah ekonomi

(Tamsuri, 2006:30 ; Smeltzer dan Bare, 2002:217).

2.2.7.6.2 Pengkajian Respons Tubuh terhadap Nyeri

a. Respons Fisik (Fisiologis)

Respons fisik timbul karena pada saat impuls nyeri ditransmisikan oleh

medula spinalis menuju batang otak dan talamus menyebabkan sistem saraf

otonom terstimulasi, sehingga menimbulkan respons yang serupa dengan

respons tubuh terhadap stres. Indikator fisiologis nyeri dianggap sebagai indikator

nyeri yang lebih akurat dibanding laporan verbal klien. Walau bagaimanapun,

respons involunter seperti peningkatan tekanan darah, pernafasan, nadi, pucat,

berkeringat, dan ketegangan otot merupakan rangsangan sistem saraf otonom

dan bukan hanya disebabkan oleh nyeri saja. Lebih jauh, perubahan tersebut

kurang mungkin terjadi dengan nyeri kronis (Tamsuri, 2007:19).

b. Respons Psikologis

Respons psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman seseorang

terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri baginya. Seseorang yang mengartikan

nyeri sebagai sesuatu yang negatif cendrung menolak atau menderita, sebaliknya

pada orang yang memiliki persepsi nyeri sebagai pengalaman yang positif

cendrung akan menerima nyeri yang dialaminya (Tamsuri, 2007:21)

c. Respons Perilaku

Page 19: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

Respons perilaku yang timbul pada klien dengan nyeri dapat bermacam

macam. Meinhart dan Mc.Cafferry menggambarkan tiga fase perilaku terhadap

nyeri yaitu: fase antisipasi, sensasi, dan pascanyeri. Fase antisipasi merupakan

fase yang memungkinkan individu untuk belajar dan memahami nyeri serta

mendapatkan gambaran tentang nyeri. Fase ini merupakan penentu fase

berikutnya; Fase sensasi merupakan fase pengungkapan perilaku sebagai

respons terhadap nyeri yang terjadi; Fase pascanyeri merupakan fase akhir dari

respons seseorang terhadap nyeri. Klien mungkin mengungkapkan kecemasan,

takut, depresi, dan gejala trauma psikologis lainnya dalam (2006,2007:22).

Respons perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal,

perilaku vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan interaksi dengan orang lain.

Seseorang yang mengalami nyeri dapat mengaduh, menangis, meringis,

mengernyitkan dahi, menggigit bibir, gelisah, berdiam diri, mengengam jari

tangan, menghindari percakapan, menghindari kontak, dan lain-lain. Respons

perilaku umumnya teridentifikasi pada nyeri yang bersifat akut (Tamsuri, 2007:22).

2.2.7.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respons Nyeri

Nyeri merupakan sesuatu yang kompleks, sehingga banyak faktor yang dapat

mempengaruhi respons seseorang terhadap nyeri seperti usia, kebudayaan, makna

nyeri, perhatian pada nyeri, ansietas, kelelahan, pengalaman dahulu, gaya koping

dan dukungan keluarga (Smeltzer dan Bare, 2002:218 ; Potter dan Perry, 2005:1511).

2.2.7.7.1 Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada

anak-anak dan dewasa. Perbedaan perkembangan yang ditemukan diantara

kelompok usia ini dapat mempengaruhi seseorang bereaksi terhadap nyeri, misalnya

antara lansia dan anak-anak (Smeltzer dan Bare, 2002:221).

Page 20: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

2.2.7.7.2 Kebudayaan

Keyakinan dan nilai budaya mempengaruhi cara seseorang mengatasi nyeri.

Selain itu budaya dan etniksitas juga mempengaruhi pada bagaimana seseorang

berespons terhadap nyeri. Namun menurut Zatzick dan Dimsdate, budaya dan etnis

tidak begitu bermakna dalam mempengaruhi persepsi nyeri (Smeltzer dan Bare,

2002:220).

2.2.7.7.3 Makna nyeri

Makna atau arti nyeri menurut seseorang mempengaruhi persepsi seseorang

terhadap nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Makna ini berkaitan

erat dengan latar belakang dan keyakinan seseorang, sehingga makna nyeri pada

dua orang yang berbeda keyakinan dan nilai budaya dapat menyebabkan perbedaan

persepsi terhadap stimulus nyeri yang sama (Potter dan Perry, 2005:1514)..

2.2.7.7.4 Perhatian

Tingkat seseorang dalam memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gil, perhatian yang meningkat dihubungkan

dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan dihubungkan dengan

respons nyeri yang menurun (Potter dan Perry, 2005:1514),.

2.2.7.7.5 Ansietas

Seseorang yang sehat secara emosional biasanya lebih mampu mentoleransi

nyeri daripada seseorang yang memiliki status emosional yang kurang stabil.

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas seringkali

meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan

ansietas (Smeltzer dan Bare, 2002:220).

2.2.7.7.6 Keletihan

Page 21: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

Keletihan dapat meningkatkan persepsi nyeri. Rasa lelah menyebabkan

sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping (Potter dan

Perry, 2005:1514)..

2.2.7.7.7 Pengalaman terdahulu

Setiap orang belajar dari pengalaman nyeri. Seseorang yang sering

mengalami nyeri atau sejak lama mengalami nyeri dengan jenis yang sama berulang-

ulang, kemudian nyeri berhasil diatasi, akan menyebabkan individu tersebut lebih

mudah menginterpretasikan sensasi nyeri tersebut. Sebaliknya apabila seseorang

tidak pernah merasakan nyeri maka persepsi pertama nyeri dapat mengganggu

koping terhadap nyeri (Potter dan Perry, 2005:1514).

2.2.7.7.8 Gaya koping

Sumber-sumber koping seperti komunikasi dengan keluarga atau melakukan

latihan dapat mengurangi tingkat nyeri. Dalam proses nyeri, seseorang seringkali

menemukan berbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik dan

psikologis nyeri, namun nyeri lebih lanjut juga dapat menyebabkan ketidakmampuan

koping baik sebagian maupun keseluruhan (Potter dan Perry, 2005:1515).

2.2.7.7.9 Dukungan keluarga

Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respons nyeri adalah kehadiran

orang-orang terdekat dan bagaimana sikap mereka terhadap seseorang yang

mengalami nyeri (Potter dan Perry, 2005:1515)

2.2.7.8 Penatalaksanaan Nyeri

Strategi penatalaksanaan nyeri mencakup baik pendekatan farmakologis dan

nonfarmakologis. Pendekatan ini diseleksi berdasarkan pada kebutuhan dan tujuan

penanganan nyeri secara individual.

2.2.7.8.1 Penatalaksanaan Farmakologis

Page 22: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

Penatalaksanaan farmakologis merupakan penanganan nyeri dengan

menggunakan agens farmakologis. Analgesik merupakan merupakan metode yang

banyak digunakan. Walaupun analgesik dapat menghilangkan nyeri dengan efektif,

ternyata penggunaannya tidak semudah dan seefisien yang diharapkan. Petugas

medis cendrung tidak memberikan analgesik dalam penanganan nyeri, kecuali untuk

kondisi yang mengharuskan. Hal ini karena adanya kekhawatiran akan informasi obat

yang tidak benar, adanya kekhawatiran klien akan mengalami ketagihan obat, cemas

akan melakukan kesalahan dalam menggunakan analgesik terutama jenis narkotik,

dan pemberian obat yang kurang tepat (Potter dan Perry, 2005:1535).

Banyaknya efek samping dari penggunaan analgesik seperti gangguan

saluran cerna, resiko perdarahan, masking indicators of infection, interaksi obat,

reaksi hipersensitivitas, meningkatnya resiko disfungsi hepar dan ginjal, serta

terbatasnya lama penggunaan analgesik juga menjadi alasan dihindarinya

penggunaan analgesik Selain itu penggunaan analgesik dengan efikasi baik, yang

terbukti efektif meredam nyeri dengan efek samping minimal disertai kemudahan

dalam pemberian nya, pada sisi lain ternyata menimbulkan biaya yang tinggi,

sehingga tidak semua kalangan masyarakat dapat memanfaatkannya (Hawthorn dan

Redmond, 1998:123).

2.2.7.8.2 Penatalaksanaan Nonfarmakologis

Penatalaksanaan nonfarmakologis terdiri dari berbagai tindakan penanganan

nyeri berdasarkan stimulasi fisik maupun perilaku kognitif seperti terapi musik.

Penerapan penatalaksanaan nyeri nonfarmakologis dewasa ini merupakan alternatif

yang banyak menjadi pilihan dan digalakkan penggunaannya. Hal ini antara lain

disebabkan karena hampir semua teknik penanganan nyeri nonfarmakologis dapat

digunakan oleh setiap orang dan dimana saja, tidak menimbulkan cidera (non

invasive), tidak menimbulkan efek samping, mudah dan murah, dan yang paling

Page 23: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

penting adalah teknik nonfarmakologis dapat meningkatkan kenyamanan sekaligus

menurunkan kecemasan (stres emosi), yang tidak diperoleh seperti pada penanganan

farmakoterapi (Potter dan Perry, 2005:1531).

2.3 Mekanisme Pengaruh Terapi Musik untuk Kontrol Nyeri

Secara umum di dalam tubuh manusia terdapat dua macam transmiter impuls

nyeri yang berfungsi untuk menghantarkan sensasi nyeri dan sensasi yang lain.

Reseptor berdiameter kecil (serabut A-Delta dan C) berfungsi mentransmisikan nyeri

(nosiseptor) yang bersifat keras dan biasanya berupa ujung saraf bebas yang

terdapat diseluruh permukaan kulit dan pada struktur tubuh yang lebih dalam,

sedangkan reseptor berdiameter besar (serabut A-Beta) lebih berfungsi untuk

mentransmisikan sensasi lain. Selain itu impuls dari serabut A-Beta mempunyai sifat

inhibitor terhadap impuls yang ditransmisikan ke serabut A-Delta dan C (Tamsuri,

2007:6).

Ketika ada rangsangan, serabut saraf aferen akan membawa rangsangan

menuju kornu dorsalis yang terdapat pada medula spinalis. Di medula spinalis terjadi

proses sensori yang berasal dari stimulus nyeri dan suara musik. Di satu area khusus

dalam medula spinalis yaitu substansia gelatinosa selanjutnya terjadi interaksi antara

serabut saraf sistem neuronal desenden dan asenden, yang ketika diaktifkan

menghambat atau memutuskan transmisi stimulus/informasi yang menyakitkan atau

menstimulasi nyeri dalam serabut asenden, daerah ini sering disebut sebagai

“gerbang”. Mekanisme kontrol nyeri pada terapi musik dapat dijelaskan berdasarkan

teori gerbang kontrol ini (Smeltzer dan Bare, 2002:216)..

Page 24: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

Teori gerbang kontrol nyeri (Wall, 1978) menjelaskan bahwa terjadi proses

interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi lain (suara musik) dari stimulasi serabut

yang mengirim sensasi tidak nyeri memblok atau menurunkan transmisi impuls nyeri

melalui sirkuit gerbang penghambat. Apabila tidak terdapat stimulus yang adekuat

dari serabut besar maka impuls nyeri dari serabut kecil akan dihantarkan menuju ke

sel Trigger untuk kemudian dibawa ke otak, yang akhirnya menimbulkan sensasi nyeri

yang dirasakan oleh tubuh. Keadaan ini diistilahkan dengan “Pintu Gerbang Terbuka”.

Sebaliknya apabila terdapat impuls yang ditransmisikan oleh serabut berdiameter

besar misalnya karena stimulasi suara musik, maka impuls ini akan menghambat

impuls dari serabut berdiameter kecil di area subtstansia gelatinosa sehingga sensasi

yang dibawa oleh serabut kecil akan berkurang atau bahkan tidak dihantarkan ke

otak. Kondisi ini disebut dengan “Pintu Gerbang Tertutup” (Smeltzer dan Bare,

2002:217 ; Tamsuri, 2007:6).

Selain kontrol dorsalis dan jalur asenden, terdapat juga sistem kontrol

desenden. Kontrol desenden adalah suatu sistem serabut yang berasal dari dalam

otak bagian bawah dan tengah yang berakhir pada serabut inhibitor dalam kornu

dorsalis. Dimana pada saat serabut saraf perifer mengirimkan sinyal ke sinaps, terjadi

sinapsis antara neuron nyeri perifer dan neuron yang menuju ke otak (tempat

substansia P akan menghantarkan impuls nyeri). Pada saat tersebut, endorpin (yang

distimulasi oleh terapi musik) akan memblokir lepasnya substansia P dari neuron

sensorik, sehingga impuls nyeri dihambat atau tidak dihantarkan ke otak (Potter dan

Perry, 2005:1507 ; Tamsuri, 2007:10).

Terapi musik sebagai stimulator serabut-serabut aferen yang mentransmisikan

sensasi tidak nyeri (non-nosiseptor), dapat menghambat transmisi informasi yang

menyakitkan atau memodulasi stimulasi nyeri dalam serabut asenden, sehingga

memblok atau memperlambat transmisi stimulus nyeri. Dengan mekanisme kontrol

Page 25: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

desenden, terapi musik dapat menstimulasi pengeluaran substansi neuromodulator

seperti endorfin atau enkefalin, sehingga menimbulkan rasa nyaman dan mengurangi

nyeri (Smeltzer dan Bare, 2002:217).

Secara skematis mekanisme pengaruh terapi musik untuk kontrol nyeri

digambarkan sebagai berikut:

Stimulus mekanis dan kimiawi

Stimulasi reseptor nyeri

Pelepasan mediator kimia nyeri

Transmisi/Penghantaran impuls nyeri

Kornu dorsalis medula spinalis

Serabut saraf aferen (Nosiseptor)

Jaras ascenden

Mekanisme “gerbang” di sel-sel substansia gelatinosaterbuka atau tertutup

Jaras desenden

Reaksi terhadap nyeri : respons fisiologis dan perilaku

Serabut saraf aferen(Non-nosiseptor)

Stimulasi substansi inhibitor; endorfin-enkefalin

Otak bagian bawah dan tengah

Transmisi sinapsis (interneuron)

Otak

Musik

Page 26: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen

Keterangan:

: Menstimulasi atau mentransmisikan

: Menghambat

Gambar 2.3 Alur Mekanisme Pengaruh Terapi Musik untuk Kontrol Nyeri