Upload
dinhtuong
View
239
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
i
PENGARUH STRUKTUR MODAL, UKURAN PERUSAHAAN,
PROPORSI DEWAN KOMISARIS, DAN KEPEMILIKAN MANAJERIAL
TERHADAP KUALITAS LABA DENGAN KONSERVATISME
AKUNTANSI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI
(Studi Empiris Perusahaan Properti, Real Estate, dan Building Construction
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia )
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
pada Universitas Negeri Semarang
Oleh :
Widia Dwi Lestari
NIM. 7211413236
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto :
“Sesungguhnya dibalik kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah
selesai dari (suatu urusan) kerjakan dengan sesungguhnya (urusan) yang lain
dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”
(Q.S: Al- Insyiroh 6-8)
Persembahan :
Skripsi ini saya persembahkan kepada :
Bapak Sukirno dan Ibu Suyatmi, kedua kakakku
Syahmudi Winarko dan Yuliana, Guru, Sahabat, dan
Teman Seperjuangan yang telah memberikan do’a,
dukungan, pengorbanan, kesabaran, bimbingan, dan
pelajaran hidup yang luar biasa.
Almamaterku.
vi
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Struktur Modal, Ukuran Perusahaan, Proporsi
Dewan Komisaris, dan Kepemilikan Manajerial terhadap Kualitas Laba dengan
Konservatisme Akuntansi sebagai Variabel Pemoderasi pada Perusahaan
Property, Real Estate, and Building Construction di Indonesia” dengan baik dan
lancar. Penyusunan skripsi ini dibuat dengan tujuan memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S1) Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Semarang.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak, oleh
karena itu dengan tidak mengurangi rasa hormat, pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Wahyono, M.M., Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.
3. Drs. Fachrurrozie, M.Si., Ketua Jurusan Akuntansi Universitas Negeri
Semarang.
4. Prabowo Yudho Jayanto S.E., M.SA, Dosen Wali Akuntansi D 2013 yang
selalu memberikan arahan, saran dan motivasi dalam menempuh studi.
5. Linda Agustina,S.E., M.Si. dan Drs. Fachrurrozie,M.Si, dosen Pembimbing
skripsi yang telah memberikan arahan, masukan, dukungan dan saran yang
vii
membangun selama proses penyusunan skripsi ini, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
6. Dr. Muhammad Khafid, S.Pd., M.Si. Dosen Penguji I yang telah bersedia
menguji dan memberikan arahan.
7. Bapak/Ibu dosen dan staf administrasi jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Semarang yang telah membimbing, mengarahkan dan
memberikan ilmu pengetahuan selama masa studi.
8. Keluarga besar BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Ungaran 9. terimakasih
atas kesempatan dan dukungannya.
9. Sahabatku, Laksmita, Andik, Lisnawati, Jahari, Raka, Orin, Tiara, Suerlin,
Yuni, Tika, Gengga yang senantiasa menyemangati dan menguatkan.
10.Teman-teman Akuntansi D 2013, terima kasih atas kebersamaannya.
11.Semua pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi
ini.
Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis senantiasa
mendapatkan balasan dari Allah SWT. Akhir kata, besar harapan penulis semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, dapat dijadikan referensi penelitian
selanjutnya dan berguna bagi perkembangan studi akuntansi.
Semarang, September 2017
Penulis
viii
SARI
Lestari, Widia Dwi. 2017. “Pengaruh Struktur Modal, Ukuran Perusahaan,
Proporsi Dewan Komisaris, dan Kepemilikan Manajerial terhadap Kualitas Laba
dengan Konservatisme Akuntansi sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris
pada Perusahaan Property, Real Estate, and Building Construction di Indonesia)”.
Skripsi. Jurusan Akuntansi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang.
Pembimbing I. Linda Agustina, S.E., M.Si. II. Drs. Fachrurrozie, M.Si.
Kata Kunci : struktur modal, ukuran perusahaan, proporsi dewan komisaris,
kepemilikan manajerial, konservatisme akuntansi, kualitas laba.
Kualitas laba merupakan laba yang mencerminkan kinerja yang
sebenarnya sehingga tidak menyesatkan para pemangku kepentingan dalam
pengambilan keputusan mereka. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
pengaruh variabel struktur modal, ukuran perusahan, proporsi dewan komisaris,
dan kepemilikan manajerial terhadap kualitas laba dengan konservatisme
akuntansi sebagai variabel moderasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan tercatat di Bursa
Efek Indonesia yang masuk di sektor property, real estate, dan building
construction pada tahun 2011 hingga tahun 2015 yang melaporkan laporan
keuangan dan annual report yang berjumlah 54 perusahaan. Sampel yang
digunakan berjulah 17 perusahaan yang diperoleh menggunakan teknik purposive
sampling. Dalam penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi sebagai teknik
pengambilan data dan teknik analisis data yang digunakan adalah uji nilai selisih
mutlak.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan struktur modal,
ukuran perusahaan, proporsi dewan komisaris, dan kepemilikan manajerial
berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Secara parsial struktur modal
berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas laba sedangkan proporsi dewan
komisaris berpengaruh negatif terhadap kualitas laba. Ukuran perusahaan dan
kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kualitas laba. Konservatisme
akuntansi mampu memoderasi pengaruh struktur modal dan ukuran perusahaan
terhadap kualitas laba.
Simpulan penelitian ini adalah struktur modal, ukuran perusahaan,
proporsi dewan komisaris, dan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap
kualitas laba secara signifikan dan konservatisme akuntansi mampu memoderasi
hubungan antara struktur modal dan ukuran perusahaan. Saran untuk penelitan
selanjutnya dapat menggunakan pengukuran yang berbeda pada variabel yang
digunakan, menambah periode pengamatan dan menggunakan objek penelitain
selain property, real estate, dan building construction.
ix
ABSTRACT
Lestari, Widia Dwi. 2017. "The Influence of Capital Structure, Company Size,
Proportion of Board of Commissioners, and Managerial Ownership to Earnings
Quality with Accounting Conservatism as Moderating Variable (Empirical Study
on Company Property, Real Estate, and Building Construction in Indonesia)".
Thesis. Accounting major. Faculty of Economics. Semarang State University.
Supervisor I. Linda Agustina, S.E., M.Sc. II. Drs. Fachrurrozie, M.Si.
Keywords : capital structure, firm size, proportion of board commissioners,
manajerial ownership, accounting conservatism, earnings quality.
Earnings quality is earning that reflects the actual performance so it not
misleading the stakeholders in their decision making. The purpose of this study is
to analyze the effect of capital structure, firm size, proportion of board of
commissioner, and managerial ownership to earnings quality with accounting
conservatism as moderating variable.
The population in this study are all companies listed on the Indonesia
Stock Exchange which entered the property, real estate, and building construction
sector in 2013 to 2015 which amounted to 54 companies. The samples used were
17 companies that obtained by using purposive sampling technique. This research
using documentation technique as data collecting technique and data analysis
technique used is test of absolute difference value.
The result of simultan testing shows that capital structure, firm size,
proportion of board of commissioners, and managerial ownership have a
significant effect on earnings quality. Partially capital structure have a significant
positive effect on earnings quality while proportion of board of commissioner
have negative effect to earnings quality. Firm size and managerial ownership have
no effect on earnings quality. Accounting conservatism moderates the influence of
capital structure and firm size on earnings quality.
The conclusions of this study are the structure of capital, firm size,
proportion of board of commissioners, and managerial ownership effect on
earnings quality significantly and accounting conservatism able to moderate the
relationship between capital structure and firm size. Suggestions for further
research may use different measurements on the variables used, add observation
periods and use research objects other than property, real estate, and building
construction.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. ii
PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................... iii
PERNYATAAN ............................................................................................ iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ v
PRAKATA .................................................................................................... vi
SARI…………. ............................................................................................. viii
ABSTRACT .................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
BAB PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
1.2. Identifikasi Masalah ........................................................................ 11
1.3. Cakupan Masalah ............................................................................ 12
1.4. Rumusan Masalah ........................................................................... 12
1.5. Tujuan Penelitian ............................................................................ 13
1.6. Kegunaan Penelitian ....................................................................... 14
1.7. Orisinalitas Penelitian ..................................................................... 15
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................... 16
2.1. Teori Keagenan (Agency Theory) ................................................... 17
2.2. Teori Pensinyalan (Signalling Theory) ........................................... 19
2.3. Teori Akuntansi Positif ................................................................... 21
2.4. Kualitas Laba .................................................................................. 23
2.4.1. Definisis Kualitas Laba ......................................................... 23
2.4.2. Pengukuran Kualitas Laba .................................................... 25
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laba .......................... 29
2.5.1. Struktur Modal ...................................................................... 30
xi
2.5.2. Ukuran Perusahaan ............................................................... 32
2.5.3. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) ................ 34
2.5.4. Proporsi Dewan Komisaris ................................................... 36
2.5.5. Kepemilikan Manajerial ........................................................ 38
2.5.6. Konservatisme Akuntansi ..................................................... 39
2.6. Kajian Penelitian Terdahulu............................................................ 42
2.7. Kerangka Berpikir ........................................................................... 44
2.7.1.Pengaruh Struktur Modal, Ukuran Perusahaan, Proporsi
Dewan Komisaris, dan Kepemilikan Manajerial terhadap
Kualitas Laba ....................................................................... 44
2.7.2. Pengaruh Struktur Modal terhadap Kualitas Laba ................ 47
2.7.3. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kualitas Laba ......... 49
2.7.4.Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris terhadap Kualitas
Laba ....................................................................................... 51
2.7.5. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kualitas Laba . 53
2.7.6.Pengaruh Struktur Modal terhadap Kualitas Laba dengan
Konservatisme Akuntansi sebagai Variabel Pemoderasi ...... 55
2.7.7.Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kualitas Laba
dengan Konservatisme Akuntansi sebagai Variabel
Pemoderasi ............................................................................ 57
2.8. Hipotesis Penelitian ........................................................................ 59
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 61
3.1. Jenis dan Desain Penelitian ........................................................... 61
3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ....................... 61
3.3. Variabel Penelitian .......................................................................... 63
3.3.1. Kualitas Laba ........................................................................ 63
3.3.2. Struktur Modal ...................................................................... 65
3.3.3. Ukuran Perusahaan ............................................................... 65
3.3.4. Proporsi Dewan Komisaris ................................................... 66
3.3.5. Kepemilikan Manajerial ........................................................ 67
3.3.6. Konservatisme Akuntansi ..................................................... 67
xii
3.4.Teknik Pengambilan Data ................................................................. 69
3.5.Teknik Analisis Data ......................................................................... 70
3.5.1. Analisis Statistik Deskriptif .................................................. 70
3.5.2. Analisis Statistik Inferensial ................................................. 70
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 76
4.1. Hasil Penelitian ............................................................................... 76
4.1.1. Analisis Statistik Deskriptif ................................................. 76
4.1.2. Analisis Statistik Inferensial ................................................. 81
4.2. Pembahasan .................................................................................... 93
4.2.1.Pengaruh Struktur Modal, Ukuran Perusahaan, Proporsi
Dewan Komisaris, dan Kepemilikan Manajerial terhadap
Kualitas Laba ....................................................................... 93
4.2.2. Pengaruh Struktur Modal terhadap Kualitas Laba ................ 95
2.7.3. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kualitas Laba ......... 97
2.7.4.Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris terhadap Kualitas
Laba ....................................................................................... 100
2.7.5. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kualitas Laba . 103
2.7.6.Pengaruh Struktur Modal terhadap Kualitas Laba dengan
Konservatisme Akuntansi sebagai Variabel Pemoderasi ...... 105
2.7.7.Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kualitas Laba
dengan Konservatisme Akuntansi sebagai Variabel
Pemoderasi ............................................................................ 106
BAB 5 PENUTUP ........................................................................................ 109
5.1. Simpulan ......................................................................................... 109
5.2. Saran ............................................................................................... 110
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 112
LAMPIRAN ................................................................................................. 118
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu .................................................................... 42
Tabel 3.1. Penentuan Sampel ........................................................................ 62
Tabel 3.2. Definisi Operasional Variabel ...................................................... 68
Tabel 4.1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ........................................................ 76
Tabel 4.2. Hasil Uji Normalitas (One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test).. 82
Tabel 4.3. Hasil Uji Autokorelasi ................................................................. 83
Tabel 4.4. Hasil Uji Multikolinearitas........................................................... 84
Tabel 4.5. Hasil Uji Heteroskedastisitas (Uji Glejser) .................................. 85
Tabel 4.6. Hasil Uji Interaksi Variabel Moderating ...................................... 86
Tabel 4.7. Hasil Uji Koefisien Regresi Simultan .......................................... 89
Tabel 4.8. Hasil Uji Koefisien Determinan (R²) ........................................... 91
Tabel 4.9. Ringkasan Hasil Uji Hipotesis ..................................................... 92
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir ................................................................... 59
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Perusahaan yang Terdaftar s.d tahun 2015 ................... 117
Lampiran 2 Daftar Perusahaan Sampel ......................................................... 119
Lampiran 3 Pengukuran Kualitas Laba ......................................................... 120
Lampiran 4 Pengukuran Struktur Modal....................................................... 121
Lampiran 5 Pengukuran Ukuran Perusahaan ................................................ 122
Lampiran 6 Pengukuran Proporsi Dewan Komisaris .................................... 123
Lampiran 7 Pengukuran Kepemilikan Manajerial ........................................ 124
Lampiran 8 Pengukuran Konservatisme Akuntansi ...................................... 125
Lampiran 9 Hasil Output SPSS ..................................................................... 126
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laporan keuangan merupakan salah satu informasi kuantitatif yang
dibuat sebagai tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan
perusahaan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 (revisi 2013)
menyatakan laporan keuangan yang lengkap terdiri dari 6 komponen : Laporan
Posisi Keuangan, Laporan Laba Rugi Komprehensif, Laporan perubahan Ekuitas,
Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan Laba Rugi
Komprehensif melaporkan berbagai unsur kinerja keuangan perusahaan yang akan
memberikan informasi mengenai laba/rugi selama periode pelaporan. Dengan
menyajikan laporan keuangan secara lengkap maka perusahaan memberikan
jembatan kepada pengguna laporan keuangan dalam memenuhi kepentingannya
masing-masing.
Salah satu elemen laporan keuangan yang sering dijadikan tolak ukur
bagi kinerja perusahaan adalah laba. Laba digunakan sebagai alat untuk
mengevaluasi kinerja manajemen, memperkirakan earnings power, dan untuk
memprediksi laba di masa yang akan datang (Siallagan dan Machfoedz, 2006).
Informasi laba menjadi sangat penting karena berpengaruh terhadap keputusan-
keputusan penting para pengguna laporan keuangan. Laba yang tidak memberikan
informasi yang sebenarnya tentang kondisi perusahaan dapat menyesatkan
pengguna para pengguna laporan keuangan. Jika laba seperti ini digunakan oleh
2
investor untuk membentuk nilai pasar perusahaan, maka laba tidak dapat
menjelaskan nilai pasar perusahaan yang sebenarnya (Boediono, 2005).
Irawati (2012) menyatakan bahwa laba yang berkualitas adalah laba
dalam laporan keuangan yang mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang
sesungguhnya. Bellovary et al. (2005) berpendapat bahwa kualitas laba
merupakan aspek penting untuk menilai kesehatan keuangan perusahaan. Pihak
yang berhubungan dengan perusahaan akan selalu memperhatikan laporan
keuangan perusahaan. Kualitas laba dapat diartikan sebagai kemampuan
perusahaan dalam melaporkan laba perusahaan yang menunjukkan laba
perusahaan yang sebenarnya.
Pentingnya informasi laba yang terkandung dalam laporan keuangan
dapat mendorong para manajer melakukan berbagai cara agar laporan keuanggan
terlihat seefektif mungkin bagi para pengguna laporan keuangan. Hal ini yang
memicu adanya asimetri informasi antara pihak manajemen dengan pemilik yang
dikenal sebagai konflik agensi. Dalam teori keagenan (agency theory) menyatakan
antara prinsipal (pemilik) dan agen (manajemen) keduanya memiliki kepentingan
yang berbeda (Jensen dan Meckling, 1976). Pemilik selalu menginginkan kinerja
perusahaan selalu meningkat dan mendapatkan return yang tinggi sebagai
feedback atas investasi yang dilakukan. Sedangkan agen ingin mendapatkan
kompensasi yang tinggi atas kinerja yang dilakukannya terhadap perusahaan.
Asimetri informasi yang terjadi antara kedua pihak yakni manajemen dan
prinsipal dapat mendorong manajemen untuk melakukan manajemen laba.
Manajemen laba adalah suatu cara yang ditempuh manajemen dalam mengelola
3
perusahaan melalui pemilihan kebijakan akuntansi tertentu dengan tujuan
meningkatkan laba bersih dan nilai perusahaan sesuai dengan harapan manajemen
(Badruzaman, 2010). Tindakan manajemen laba tersebut dapat menyebabkan
rendahnya kualitas laba suatu perusahaan yang berdampak pada kesalahan para
pengguna dalam pengambilan keputusan.
Fenomena adanya praktik manajemen laba telah memunculkan beberapa
kasus dalam pelaporan akuntansi yang dapat diketahui secara luas. Seperti kasus
skandal akuntansi yang terjadi pada raksasa elektronik asal Jepang Toshiba pada
tahun 2015. Sebanyak 21 kasus pembukuan per 31 Maret 2014 terutama terkait
pekerjaan kontruksi, perhitungan dan pembukuan Toshiba telah dipalsukan
sehingga pendapatan perusahaan seolah meningkat. Secara resmi Toshiba telah
mengumumkan kesalahan perhitungan sebesar 54,8 miliar yen.
(www.tribunnews.com). Hasil dari penyelidikan yang dilakukan akuntan
independen, Toshiba melebih-lebihkan keuntungan US$12 miliar dolar selama
beberapa tahun. Kemungkinan Toshiba akan memasukkan kerugian bersih sebesar
10 miliar yen atau sekitar Rp1,17 triliun pada laporan keuangannya tahun
2014/2015 (www.tribunnews.com).
Kasus manipulasi lainnya terjadi pada PT. Pakuwon Jati Tbk yang diduga
tidak fair dalam melaporkan tanah yang dimilikinya kepada negara. Dalam
laporan keuangan yang sudah diaudit setiap tahun selalu dilaporkan bahwa
Pakuwon Group memiliki aset berupa tanah. Tanah tersebut dibedakan menjadi
dua kategori, tanah yang matang dan tanah yang belum matang. Dari penilaian
aset berupa tanah pada PT. Pakuwon Jati tersebut, diduga adanya selisih nilai
4
harga jual yang dilaporkan dengan yang sesungguhnya. Hal tersebut
menyebabkan adanya potensi kerugian negara akibat adanya kekurangan
pembayaran pajak oleh perusahaan tersebut (www.surabayapagi.com).
Fenomena manipulasi laporan keuangan juga terjadi pada perusahaan
milik Grup Bakri. Indonesia Coruption Watch (ICW) melaporkan penjualan tiga
perusahaan tambang batu bara milik Grup Bakrie kepada Direktorat Jendral Pajak.
ICW menduga rekayasa pelaporan yang dilakukan PT Bumi Resources Tbk., dan
anak usaha sejak 2003-2008 tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar US$
620,49 juta. Dugaan manipulasi laporan penjualan terjadi pada PT Kaltim Prima
Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia (Arutmin), dan induk kedua perusahaan
tersebut, yakni PT Bumi Resources Tbk (Bumi). Hasil perhitunga ICW dengan
menggunakan berbagai data primer termasuk laporan keuangan yang telah diaudit,
menunjukkan laporan penjualan Bumi selama 2003-2008 lebih rendah US$ 1,06
miliar dari yang sebenarnya (www.tempo.com)
PT.Waskita Karya (Persero) juga pernah tersandung kasus manipulasi
laporan keuangan terkait kelebihan pencatatan (overstate) laba bersih pada
laporan keuangan 2004-2007. Terbongkarnya kasus overstate tersebut berawal
dari pemeriksaan kembali neraca dalam rangka penerbitan saham perdana tahun
lalu. Direktur utama baru, M. Choliq menemukan pencatatan yang tidak sesuai
yakni kelebihan pencatatan sekitar Rp. 400 miliar yang berakibat penawaran
saham Waskita ditunda hingga PT Perusahahaan Pengelola Aset (Persero)
menyelesaikan restrukturisasi yang diperkirakan memakan waktu dua tahun.
5
Sekretaris kementrian BUMN menyatakan kasus ini muncul sebagai akibat
kedekatan Persero dengan Kantor Akuntan Publik (www.tempo.com).
Adanya kasus-kasus manipulasi laporan keuangan yang terjadi
mengindikasikan bahwa manajemen masih belum menyajikan informasi laba
yang sebenarnya kepada prinsipal. Prinsipal akan memberikan reaksi negatif
kepada perusahaan yang terbukti melakukan manipulasi laporan keuangan. Sesuai
dengan teori signalling yang menyatakan bahwa sinyal tenang kinerja perusahaan
yang kurang baik tidak akan dipercaya oleh prinsipal. Rekayasa laporan keuangan
tersebu berdampak pada menurunnya kualitas laba yang dilaporkan perusahaan.
Penurunan kualitas lapa yang dilaporkan tersebut mengindikasikan bahwa laba
yang dilaporkan perusahaan tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang
sebenarnya. Kesalahan informasi laba yang dilaporkan perusahaan tersebut
membuat para pemegang kepentingan salah dalam mengambil keputusan bisnis
atas perusahaan.
Pentingnya pelaporan laba yang berkualitas dalam perusahaan memicu
banyaknya penelitian yang muncul dengan tema tersebut. Seperti yang dilakukan
oleh Irawati (2012) yang meneliti pengaruh struktur modal, pertumbuhan laba,
ukuran perusahaan, dan likuiditas terhadap kualitas laba dengan menggunakan
sampel 33 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Rizki
Novianti (2012) juga melakukan penelitian pengaruh ukuran perusahaan, struktur
modal, kualitas akrual, dan Investment Opportunity Set (IOS) terhadap kualitas
laba dengan menggunakan sampel 31 perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Selanjutnya penelitian Dira dan Astika (2014) dengan judul
6
pengaruh struktur modal, likuiditas, pertumbuhan laba, dan ukuran perusahaan
pada kualitas laba menggunakan sampel 33 perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia.
Risdawaty, dkk. (2015) juga melakukan penelitian tentang kualitas laba
dengan menggunakan struktur modal, profitabilitas, ukuran perusahaan, dan
asimetri informasi sebagai variabel independen. Paulus (2012) melakukan
penelitian untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas laba yaitu
Investment Opportunity Set (IOS) dan mekanisme corporate governance yang
meliputi proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan
kepemilikan institusional. Penelitian internasional dengan tema kualitas laba
(earnings quality) juga telah banyak dilakukan salah satunya penelitian oleh
Ramadan (2015) yang berjudul earnings quality determinants of the jordanian
manufacturing listed companies dengan investment decision, firm’s performance,
financial leverage, dan accounting conservation sebagai variabel independen
serta firm size dan cash holding sebagai variabel kontrol dengan sampel 58
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Amman Stock Exchange (ASE).
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya telah mengungkapkan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas laba perusahaan. Namun dari
penelitian-penelitian yang telah dilakukan masih menunjukkan adanya
ketidakkonsistenan beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas laba, diantaranya
struktur modal, ukuran perusahaan, proporsi dewan komisaris, dan kepemilikan
manajerial. Struktur modal merupakan gambaran dari bentuk proporsi finansial
perusahaan yaitu antara modal yang dimiliki yang bersumber dari utang jangka
7
panjang (long-term liabilities) dan modal sendiri (shareholders’ equity) yang
menjadi sumber pembiayaan suatu perusahaan (Fahmi, 2013:179 dalam Wati dan
Putra, 2017). Leverage adalah alat ukur yang biasa digunakan untuk struktur
modal, karena untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mempergunakan
aktivanya dan sumber dana yang dibiayai oleh hutang perusahaan. Apabila
perusahaan mempunyai tingkat hutang yang tinggi maka perusahaan tersebut akan
memiliki dana yang semakin besar untuk mengembangkan bisnis dan memperluas
usahanya. Efektivitas dan efisiensi penggunaan dana akan membuat bisnis
semakin berkembang dan laba yang dilaporkan akan semakin tinggi. Perusahaan
yang semakin berkembang dan kredibel maka tidak perlu melakukan kecurangan
manajemen laba karena dengan hutang yang tinggi tersebut perusahaan justru
semakin berkembang. Irawati (2012) menyatakan struktur modal berpengaruh
terhadap kualitas laba. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Risdawaty, dkk. (2015). Namun hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian
Novianti (2012), Dira dan Prastika (2014), dan Sadiah (2015) yang menyatakan
bahwa struktur modal tidak berpengaruh terhadap kualitas laba.
Ukuran perusahaan merupakan skala besar kecilnya suatu perusahaan.
Ukuran perusahaan akan berhubungan dengan kualitas laba perusahaan karena
semakin besar ukuran suatu perusahaan, maka perusahaan tersebut memiliki
kelangsungan usaha yang semakin tinggi, kinerja manajemen perusahaannya
semakin baik sehingga kemungkinan kecil melakukan tindakan manajemen laba.
Penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2012), Dira dan Prastika (2014) dan
Sadiah (2015) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap
8
kualitas laba perusahaan. Namun penelitian yang dilakukan oleh Novianti (2012),
Risdawaty, dkk. (2015), Wati dan Putra (2017) mengatakan bahwa ukuran
perusahaan tidak berpengaruh terhadap kualitas laba.
Menurut Indonesian Code For Corporate Governance dewan komisaris
independen mempunyai fungsi utama memberikan supervisi kepada direksi dalam
menjalankan tugasnya dan kewajiban memberikan pendapat serta saran apabila
diminta oleh direksi. Dewan komisaris dituntut untuk dapat bersifat independen
yang tidak memihak terhadap siapapun. Dengan adanya pengawasan yang
independen dari dewan komisaris, maka manajemen akan semakin sedikit celah
untuk melakukan praktik manajemen laba, sehingga laba yang dilaporkan
perusahaan semakin berkualitas sejalan dengan pendapat Paulus (2012) yang
menyatakan proporsi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap kualitas
laba. Namun penelitian Muid (2009) menyatakan bahwa proporsi dewan
komisaris independen tidak berpengaruh terhadap kualitas laba.
Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham yang dimiliki
oleh pihak manajemen atas saham yang beredar. Kepemilikan saham oleh pihak
manajemen akan mengurangi konflik keagenan yang terjadi antara manajemen
dan pemilik (Jensen & Meckling, 1976). Adanya kepemilikan saham oleh pihak
managemen akan menimbulkan suatu pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan
yang diambil oleh manajemen perusahaan karena manajemen bertindak sekaligus
menjadi pemilik perusahaan. Selain itu dengan meningkatnya saham yang dimiliki
oleh para manajemen akan mendorong manajemen untuk meningkatkan
kinerjanya sehinga menghasilkan laba yang berkualitas bagi para pemilik
9
perusahaan termasuk dirinya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Paulus (2012) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh
terhadap kualitas laba. Namun hal berbeda ditunjukkan oleh Muid (2009) yang
hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial tidak
berpengaruh terhadap kualitas laba.
Ketidakkonsitenan hasil penelitian terdahulu mendasari penelitian kali ini
menghadirkan konservatisme akuntansi untuk memoderasi pengaruh struktur
modal, ukuran perusahaan, terhadap kualitas laba. Konservatisme akuntansi
merupakan prinsip kehati-hatian dalam menghadapi ketidakpastian yang melekat
pada perusahaan untuk mencoba memastikan bahwa ketidakpastian dan resiko
dalam lingkungan bisnis sudah cukup dipertimbangkan (Saputri, 2013).
Konservatisme merupakan prinsip yang penting dalam laporan keuangan yang
dimaksudkan agar pengakuan dan pengukuran aktiva serta laba yang dilakukan
dengan penuh kehati-hatian karena aktivitas ekonomi dan bisnis yang dilingkupi
ketidakpastian.
Basu (2009) menyatakan konservatisme akuntansi merupakan praktik
yang mengurangi laba saat perusahaan mengalami bad news dan tidak menaikkan
laba pada saat perusahaan mengalami good news. Basu berpendapat bahwa
perusahaan yang menerapkan prinsip konservatisme harus lebih cepat mengakui
rugi dan cenderung tidak cepat mengakui jika mengalami laba. Hadirnya
konservatisme akuntansi sebagai variabel pemoderasi didukung oleh teori
akuntansi didukung teori akuntansi positif dimana teori tersebut menjelaskan
bahwa manajemen diberikan keleluasaan untuk memilih metode akuntansi yang
10
sesuai dengan perusahaan dan tidak menyimpang dari standar akuntansi yang
telah ditetapkan.
Metode akuntansi yang dipilih perusahaan dapat mengindikasikan apakah
perusahaan tersebut melakukan manajemen laba yang berlebihan atau tidak.
Perusahaan yang memilih metode akuntansi yang konservatif akan dianggap
lebih baik dari perusahaan yang kurang konservatif karena perusahaan yang
konservatif akan melaporkan laba yang sebenarnya tanpa mengestimasikan
pendapatan yang kaan diterima di masa yang akan datang secara berlebihan
sehingga perusahaan cenderung tidak memanipulasi laba agar perusahaan selalu
terlihat baik di mata prinsipal. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Tuwentina dan Wirama (2014) bahwa konservatisme akuntansi berpengaruh
positif terhadap kualitas laba.
Penelitian-penelitian sebelumnya sebagian besar meneliti dengan objek
perusahaan manufaktur. Namun penelitian kali ini akan berfokus meneliti kualitas
laba dengan menggunakan objek perusahaan property, real estate, and building
construction yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dikarenakan penelitian
kualitas laba pada sektor tersebut masih jarang dilakukan serta adanya kasus-
kasus manipulasi laporan keuangan pada sektor tersebut. Berdasarkan paparan
fenomena gap yang terjadi, serta adanya researh gap penelitian-penelitian
terdahulu seperti yang telah dijelaskan di atas, melatarbelakangi penulis untu
mengambil judul “Pengaruh Struktur Modal, Ukuran Perusahaan, Proporsi Dewan
Komisaris, dan Kepemilikan Manajerial terhadap Kualitas Laba dengan
11
Konservatisme Akuntansi sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Studi Empiris pada
Perusahaan Property, Real Estate, and Building Construction di Indonesia)”.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah berdasarkan latar belakang di atas, kualitas laba dapat
dipengaruhi oleh :
1. Struktur modal perusahaan.
2. Ukuran perusahaan.
3. Tingkat likuiditas perusahaan.
4. Tingkat profitabilitas perusahaan.
5. Pertumbuhan laba perusahaan.
6. Investment Opportunity Set (IOS).
7. Tingkat leverage perusahaan.
8. Banyaknya proporsi dewan komisaris dalam menjalankan fungsi monitoring
yang bersifat independen dalam perusahaan.
9. Besarnya kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan.
10. Besarnya kepemilikan saham oleh pihak institusi.
11. Banyaknya komite audit yang dimiliki perusahaan.
12. Tingkat konservatisme akuntansi perusahaan.
13. Asimetri informasi yang terjadi dalam perusahaan.
14. Tingkat growth (pertumbuhan) yang dimiliki oleh perusahaan.
15. Besarnya kualitas akrual yang dimiliki oleh perusahaan.
12
1.3 Cakupan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan dan keterbatasan yang dimiliki oleh
peneliti, maka perlu adanya batasan masalah untuk mempersempit ruang lingkup
permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut agar penelitian yang dilakukan dapat
lebih fokus, mendalam dan tidak meluas ke arah masalah lain yang dapat
mengakibatkan ketidakjelasan. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kualitas laba perusahaan,
namun dalam penelitian kali ini variabel yang digunakan hanya struktur
modal, ukuran perusahaan, proporsi dewan komisaris, kepemilikan
manajerial, dan konservatisme akuntansi.
2. Objek yang diteliti dibatasi hanya perusahaan Property, Real Estate, and
Building Construction yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
3. Tahun pengamatan hanya dilakukan selama tiga tahun, yakni dari tahun 2013
hingga periode 2015.
1.4 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah struktur modal, ukuran perusahaan, proporsi dewan komisaris, dan
kepemilikan manajerial berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas laba
secara bersama-sama pada perusahaan property, real estate, and building
construction di Indonesia ?
2. Apakah struktur modal berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas laba
pada perusahaan property, real estate, and building construction di
Indonesia?
13
3. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas
laba pada perusahaan property, real estate, and building construction di
Indonesia ?
4. Apakah proporsi dewan komisaris berpengaruh positif signifikan terhadap
kualitas pada perusahaan property, real estate, and building construction di
Indonesia ?
5. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap
kualitas laba pada perusahaan property, real estate, and building construction
di Indonesia ?
6. Apakah konservatisme akuntansi memoderasi pengaruh struktur modal
terhadap kualitas laba pada perusahaan property, real estate, and building
construction di Indonesia ?
7. Apakah secara signifikan konservatisme akuntansi memoderasi pengaruh
ukuran perusahaan terhadap kualitas laba pada perusahaan property, real
estate, and building construction di Indonesia ?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diajukan dalam penelitian, tujuan
penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis pengaruh struktur modal, ukuran perusahaan, proporsi
dewan komisaris, dan kepemilikan manajerial terhadap kualitas laba secara
bersama-sama pada perusahaan property, real estate, and building
construction di Indonesia.
14
2. Untuk menganalisis pengaruh struktur modal terhadap kualitas laba pada
perusahaan property, real estate, and building construction di Indonesia.
3. Untuk menganalisis pengaruh ukuran perusahaan terhadap kualitas laba pada
perusahaan property, real estate, and building construction di Indonesia.
4. Untuk menganalisis pengaruh proporsi dewan komisaris terhadap kualitas
laba pada perusahaan property, real estate, and building construction di
Indonesia.
5. Untuk menganalisis pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kualitas laba
pada perusahaan property, real estate, and building construction di Indonesia.
6. Untuk menganalisis apakah secara siginifikan konservatisme akuntansi
menentukan pengaruh struktur modal terhadap kualitas laba pada perusahaan
property, real estate, and building construction di Indonesia.
7. Untuk menganalisis apakah secara siginifikan konservatisme akuntansi
menentukan pengaruh ukuran perusahaan terhadap kualitas laba pada
perusahaan property, real estate, and building construction di Indonesia.
1.6 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
yang bersangkutan, baik manfaat secara teoritis maupun manfaat praktis.
1. Kegunaan teoritis
Penelitian ini diharapakan dapat memverifikasi teori agensi, teori
sinyal,dan teori akuntansi positif dalam studi tentang pengaruh struktur
modal, ukuran perusahaan, proporsi dewan komisaris, dan kepemilikan
manajerial, terhadap kualitas laba dengan dimoderasi oleh konservatisme
15
akuntansi. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan serta memperkuat
hasil penelitian sebelumnya yang masih inkonsisten. Bagi peneliti
selanjutnya, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi
acuan dalam melakukan penelitian tentang kualitas laba di masa yang akan
datang.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran dan masukan terkait
dengan permasalahan mengenai struktur modal, ukuran perusahaan,
proporsi dewan komisaris, kepemilikan manajerial, dan konservatisme
akuntansi sebagi bahan pertimbangan untuk mengevaluasi dan
meningkatkan kinerja keuangan di masa yang akan datang khususnya
terkait kualitas informasi laba yang dilaporkan perusahaan.
b. Bagi Investor
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
mengambil keputusan bisnis agar tidak hanya melihat besaran laba yang
dilaporkan oleh perusahaan namun perlu dilihat lebih lanjut kualitas laba
tersebut.
1.7 Orisinalitas penelitian
Penelitian ini merujuk pada penelitian yang dilakukan Novianti (2012) dan
Paulus (2012) yang menunjukkan hasil yang tidak konsisten dengan penelitian-
penelitian lainnya yang serupa. Variabel tersebut adalah struktur modal, ukuran
perusahaan, proporsi dewan komisaris, dan kepemilikan manajerial. Selain iti,
16
penelitian ini menghadirkan konservatisme akuntansi sebagai variabel
pemoderasi. Hadirnya konservatisme akuntansi diharapkan dapat memoderasi
pengaruh struktur modal dan ukuran perusahaan terhadap kualitas laba. Dalam
penelitian sebelumnya sebagian besar menggunakan objek perusahaan
manufaktur, namun dalam penelitian ini menggunakan objek perusahaan property,
real estate, and building construction melihat beberapa fenomena indikasi
manipulasi laporan keuangan sektor tersebut sepanjang tahun 2013-2015 serta
penelitian kualitas laba pada sektor ini masih jarang dilakukan. Beberapa hal
tersebut yang menjadi orisinalitas dalam penelitian ini.
17
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Agency Theory (Teori Keagenan)
Teori keagenan dikembangkan oleh Jensen dan Meckling pada tahun
1970-an. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa hubungan keganenan
merupakan suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (prinsipal) melibatkan
orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi
wewenang kepada agen untuk membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal.
Pendesainan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan manajemen
dan pemilik dalam hal konflik kepentingan tersebut merupakan inti dari agency
theory.
Pemilik perusahaan (prinsipal) menyerahkan wewenang kepada
manajemen (agen) untuk mengelola perusahaan agar dapat menghasilkan
keuntungan (laba) yang tinggi. Di sisi lain pihak manajemen (agen) secara
langsung bertanggung jawab untuk menjalankan tindakan yang sesuai dengan
keinginan pemilik agar mendapatkan kompensasi yang tinggi dari pihak pemilik.
Namun, pada kenyataannya ada kemungkinan pihak manajemen tidak bertindak
sesuai kepentingan pemilik demi memaksimumkan kesejahteraan mereka sendiri.
Hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan antara manajemen (agen) dengan
pemilik perusahaan (principal).
Teori keagenan menurut Eisenhardt (1989) terdiri dari dua aliran, yaitu
positivist agency theory dan principal agenct research. Positivist agency theory
18
memfokuskan pembahasan mengenai hubungan antara pihak agen (manajemen)
dengan principal (pemegang saham). Sedangkan principal agent research
membahas mengenai semua hubungan atau konflik kepentingan antara satu pihak
dengan pihak lainnya dimana pihak yang satu tidak melaksanakan instruksi atau
perintah pihak kedua.
Eisenhardt (1989) menyatakan bahwa teori agensi dilandasi oleh tiga
asumsi, yaitu asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi
informasi. Asumsi sifat manusia menekankan manusia memiliki sifat
mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas
(bounded rationality) dan tidak menyukai risiko (risk aversion). Asumsi
keorganisasian menekankan bahwa adanya konflik antar anggota organisasi dan
adanya asimetri informasi antara prinsipal dan agen. Sedangkan asumsi informasi
menekankan bahwa informasi sebagai barang komoditi yang bisa
diperjualbelikan.
Asumsi sifat manusia yang memiliki sifat mementingkan diri sendiri
dapat tercermin dari tindakan manajemen yang kemungkinan bertindak untuk
lebih memilih mementingkan kesejahteraan dirinya daripada harus
memaksimumkan keuntungan dan nilai perusahaan salah satunya dengan prkatik
manajemen laba dimana praktik tersebut dapat menurunkan kualitas laba yang
dimiliki perusahan. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya asimetri informasi
yang terjadi antara manajemen dan pemilik. Manajemen akan lebih mengetahui
secara detail mengenai kinerja keuangan perusahan serta prospek di masa akan
datang daripada pemilik.
19
Teori keagenan mendasari pentingnya menganalisis kualitas laba yang
dilaporkan perusahaan sebagai pengelola (agen) dari pemilik perusahaan
(prinsipal). Konflik kepentingan yang terjadi antara pihak manajemen perusahaan
dan pemilik perusahaan mengakibatkan pemilik perusahaan harus memiliki
informasi yang andal sebagai dasar pengambilan keputusan mereka. Pengawasan
perlu dilaksanakan terhadap laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen
sebagai hasil kinerja mereka. Di dalam laporan keuangan salah satunya terdapat
informasi laba yang sering digunakan sebagai acuan dalam pengambilan
keputusan bisnis di masa yang akan datang. Apabila laba yang dilaporkan
manajemen tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, hal laba tersebut tidak
cukup berkualitas sehingga dapat menyesatkan pemilik perusahaan dalam
pengambilan keputusan mereka. Hal inilah yang mendasari pentingnya untuk
memperhatikan kualitas laba yang dihasilkan oleh manajemen perusahaan dengan
menganalisis hal-hal yang dapat mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan
perusahaan.
2.2 Signalling Theory (Teori Sinyal)
Teori signalling adalah teori yang dikembangkan oleh Ross pada tahun
1977 yang menyatakan bahwa pihak eksekutif perusahaan memiliki informasi
yang lebih baik mengenai perusahaannya akan terdorong untuk menyampaikan
informasi tersebut kepada calon investor agar harga saham perusahaannnya
meningkat. Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (1999:36) adalah
suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan, yang memberi petunjuk bagi
investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Teori
20
ini didasarkan pada asumsi bahwa informasi yang diterima kedua pihak tidaklah
sama dengan kata lain terjadinya asimetri informasi. Meilani (2015) berpendapat
teori sinyal mengemukakan bagaimana seharusnya sebuah perusahaan
memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan.
Sinyal yang diberikan perusahaan dapat berupa informasi tentang kinerja
mereka sebagai upaya untuk meningkatkan keuntungan dan nilai perusahaan.
Selain itu, manager dapat memberikan informasi melalui laporan keuangan yang
mereka terbitkan mengenai penerapan konservatisme akuntansi untuk
menghasilkan laba lebih berkualitas karena prinsip ini mencegah perusahaan
melakukan tindakan membesar-besarkan laba dan membantu pengguna laporan
keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva yang tidak overstate. Sinyal yang
diterima oleh investor dapat berupa sinyal yang baik (good news) atau sinyal yang
jelek (bad news).
Teori signal mendasari pentingnya pelaporan laba yang berkualitas oleh
manajemen perusahaan. Pemilik perusahaan dan pemangku kepentingan lainnya
mengharapkan laba yang dilaporkan perusahaan adalah laba yang sebenarnya
terjadi dan berkualitas karena informasi tersebut digunkan untuk pengambilan
keputusan bisnis mereka. Teori signal menjelaskan bahwa laba yang berkualitas
dapat memberikan sinyal positif bagi para pemangku kepentingan perusahaan.
Laba yang berkualitas akan direspon positif oleh pasar serta pihak eksternal akan
percaya terhadap kinerja manajemen perusahaan. Kepercayaan tersebut membuat
para investor tertarik menanamkan modal kepada perusahaan yang dapat
digunakan untuk mengembangkan usaha dan mengingkatkan laba.
21
2.3 Teori Akuntansi Positif
Teori akuntansi positif dikembangkan oleh Watt dan Zimmerman pada
tahun 1986 atas dasar ketidakpuasan terhadap teori normatif dimana pendekatan
positif lebih berorientasi pada penelitian empirik dan menjustifikasi berbagai
teknik atau metode akuntansi yang sekarang digunakan atau mencari model baru
untuk pengembangan teori akuntansi di kemudian hari. Sedangkan teori akuntansi
positif menurut Scott (2000) berusaha membuat prediksi yang baik sesuai dengan
kejadian yang nyata.
Teori akuntansi positif juga dibangun berdasarkan asumsi-asumsi tentang
the nature of the human society dimana manusia selalu diasumsikan menentukan
tujuan terlebih dahulu sebelum memilih untuk melakukan suatu aksi (Januarti,
2004). Dalam hal ini manusia memiliki “utility maximization”, asumsi ini muncul
dalam teori agensi. Menurut teori ini seorang agen (manajemen perusahaan) akan
selalu menyukai untuk bekerja sedikit daripada banyak, sementara principal
(pemilik perusahaan) berharap investasi yayang ditanamkannya kembali secara
optimal. Watt & Zimmerman (1986) merumuskan hipotesis dalam teori akuntansi
positif dalam bentuk “opportunistik” yang sering diinterpretasikan yaitu :
1. Hipotesis rencana bonus (Plan Bonus Hypothesis), dalam cateris paribus para
manajer perusahaan dengan rencana bonus akan lebih memungkinkan untuk
memilih prosedur akuntansi yang dapat menggantikan laporan earning untuk
periode mendatang ke periode sekarang atau dikenal dengan income
smoothing.
22
2. Hipotesis perjanjian hutang (Debt Convenant Hypothesis), dalam cateris
paribus manajer perusahaan yang mempunyai ratio leverage yang besar akan
lebih suka memilih prosedur akuntansi yang dapat menggantikan laporan
earning untuk periode mendatang ke periode sekarang.
3. Hipotesis biaya proses politik (Politic Process Hypothesis), dalam cateris
paribus semakin besar biaya politik perusahaan, semakin mungkin manajer
perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang menangguhkan laporan
earning periode sekarang ke periode mendatang.
Ketiga hipotesis tersebut menunjukkan bahwa teori akuntansi positif
mengakui adanya 3 hubungan keagenan (1) antara manajemen dengan pemilik, (2)
anatara manajemen dengan kreditur, (3) antara manajemen dengan pemerintah
(Anis dan Imam, 2003). Hipotesis pertama dan kedua menyatakan bahwa
perusahaan akan cenderung melakukan manajemen lama dengan cara membesar-
besarkan laba pada periode sekarang untuk mendapatkan bonus dan patuh
terhadap perjanjian hutang dengan kreditor. Tindakan tersebut dapat
mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan agen (manajemen perusahaan).
Dalam teori akuntansi positif manajemen diberikan kebebasan bagi
manajer untuk memilih prosedur akuntansi yang digunakan. Kebebasan dalam
memilih memilih metode akuntansi yang digunakan memberikan kecenderungan
manajer untuk memilih metode yang mementingkan dirinya sendiri sehinga
menyebabkan informasi laba yang disajikan perusahaan kurang berkualitas.
Informasi laba dikatakan berkualitas jika manajemen memilih metode akuntansi
23
yang konservatif dan tidak menyimpang dari standar akuntansi yang telah
ditetapkan.
2.4 Kualitas Laba
2.4.1 Definisi Kualitas Laba
Penman (2001) menyatakan laba yang berkualitas adalah laba yang dapat
mencerminkan keberlanjutan laba (sustainnable earnings) di masa depan yang
ditentukan komponen akrual dan aliran kasnya. Kualitas laba adalah laba dalam
laporan keuangan yang mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang
sesungguhnya (Irawati, 2012). Sedangkan menurut Risdawaty, dkk.(2015)
perusahaan dengan kualitas laba yang tinggi akan melaporkan labanya secara
transparan, informasi laba yang disampaikan merupakan keadaan yang sebenarnya
bukan hasil rekayasa. Kualitas laba adalah laba yang mencerminkan keadaan
sebenarnya dan tidak mengandung informasi yang menyimpang.
Kualitas laba merupakan informasi laporan keuangan suatu perusahan
mencerminkan aktivitas usaha secara akurat, sehingga memiliki laba yang
berkulitas (Subramanyam, 2012). Kualitas laba memberi informasi mengenai
situasi dan kondisi suatu perusahaan bahwa dampak ekonomi transaksi yang
terjadi akan beragam diantara perusahaan sebagai fungsi dari karakter dasar bisnis
mereka, dan secara beragam dirumuskan sebagai tingkat laba yang menunjukkan
apakah dampak ekonomi pokoknya lebih baik dalam memperkirakan arus kas atau
juga dapat diramalkan.
PSAK No. 1 mensyaratkan sedikitnya laporan laba rugi perusahaan
menyajikan informasi mengenai pendapatan, laba rugi usaha, beban pinjaman,
24
bagian laba atau rugi perusahaan afiliasi dan asosiasi yang diperlakukan
menggunakan metode ekuitas, beban pajak, laba atau rugi dari aktivitas normal
perusahaan, pos luar biasa, hak minoritas dan laba atau rugi bersih untuk periode
berjalan. Subramanyam (2008) mempertimbangkan tiga faktor yang biasanya
diidentifikasi sebagai penentu kualitas laba dan beberapa contoh penilaiannya :
1. Prinsip Akuntansi.
Salah satu penentu kualitas laba adalah kebebasan manajemen dalam memilih
prinsip-prinsip yang berlaku. Kebebasan ini dapat bersifat agresif (optimis)
atau konservatif. Kualitas laba yang ditentukan secara konservatif dianggap
lebih tinggi karena kemungkinan kinerja kini lebih kecil dan perkiraan kinerja
masa depan dinyatakan terlalu tinggi dibandingkan dengan laba yang
ditentukan secara lebih agresif. Konservatisme mengurangi kemungkinan laba
dinyatakan terlalu tinggi.
2. Aplikasi Akuntansi.
Penentu kualitas laba lainnya adalah kebebasan manajemen dalam menerapkan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku. Manajemen memiliki kebebasan
terhadap jumlah laba yang dilaporkan melalui aplikasi prinsip akuntansi untuk
menentukan pendapatan dan beban. Beban yang “bebas”, seperti beban iklan,
pemasaran, perbaikan, pemeliharaan, penelitian dapat ditentukan
waktunyauntuk mengelola tingkat laba (atau rugi) yang akan dilaporkan. Laba
yang mencerminkan elemen waktu yang tidak terkait dengan operasi atau
kondisi usaha dapat mengurangi kualitas laba.
3. Risiko usaha.
25
Penentu kualitas laba yang ketiga adalah hubungan antara laba dan risiko
usaha. Hal ini mencakup dampak siklus dan kekuatan usaha lain terhadap
tingkat, stabilitas, sumber, dan variabilitas laba. Misalnya, variabilitas laba
biasanya tidak disukai dan meningkatnya variabilitas akan memperburuk
kualitas laba. Kualitas laba yang lebih tinggi dikaitkan dengan perusahaan yang
lebih terlindung dari risiko usaha. Meskipun risiko usaha tidak disebabkan oleh
kebebasan manajemen dalam bertindak, risiko ini dapat dikurangi dengan
strategi manajemen yang ahli. Laba dikatakan berkualitas jika laba yang
diperoleh saat ini menjadi indikator yang baik untuk memperoleh laba dimasa
yang akan datang. Laba yang berkualitas menunjukkan keoptimisan yang dapat
memprediksi laba selanjutnya.
2.4.2 Pengukuran Kualitas Laba
Kualitas laba pada dasarnya merupakan konsep teoretis dan para peneliti
belum menemukan metode pengukuran yang standar untuk mengukur konsep
kualitas laba (Velury & Jenkins, 2006). Pada kenyataannya banyak penelitian
yang telah dilakukan dalam mengukur kualitas laba menggunakan sudut pandang
yang berbeda-beda. Surifah (2010) mengungkapkan berbagai pengukuran kualitas
laba yang telah digunakan oleh para peneliti di bidang akuntansi keuangan :
1. Givoly et al. (2010)
a. Persistensi akrual.
Kualitas laba didasarkan pada perbedaan relatif persistensi akrual
terhadap arus kas. Estimasi kesalahan dalam proses akrual Persistensi
diukur dengan menggunakan regresi.
26
b. Estimasi kesalahan dalam proses akrual
Akrual memberikan informasi tentang arus kas di masa yang akan
datang. Oleh karena itu untuk meningkatkan bahwa proses akrual bebas
dari kesalahan estimasi, akrual dan laba akan direpresentasikan dengan
arus masa yang akan datang. Givoly et al. (2010) menggunakan ukuran
akrual se-bagaimana yang digunakan oleh Dechow dan Dichey (2002)
dan telah dimodifikasi oleh McNichols (2002) dan Francis et al. (2005).
c. Ketiadaan manajemen laba
Manajemen laba dalam model ini diidentifikasi dengan menggunakan
akrual yang diharapkan atau discretionary accruals modifikasi model
Jones.
2. Velury (1999)
Velury (1999) menggunakan ukuran kualitas laba sesuai dengan terdapat
dalam karakteristik kualitatif informasi keuangan (SFAC no.2) yaitu :
a. Nilai prediksi yang diukur dengan persistensi laba.
Dalam mengukur persistensi laba, Velury menggunakan analisis laporan
keuangan sebagai sinyal untuk memprediksi laba mendatang. Sinyal
tersebut mencakup perubahan persediaan, piutang, laba kotor, biaya
penjualan, pengeluaran modal, tingkat pajak efektif, metode persediaan,
dan produktifitas penjualan.
b. Nilai umpan balik
Informasi keuangan memberikan nilai umpan balik berupa respon pasar.
Perubahan harga saaham di pasar modal merupakan respon dari
27
perubahan laba perusahaan. Oleh karena itu nilai umpan balik diukur
dengan Price Earnings Ratio (PER).
c. Tepat waktu (timelines)
Ketepatan waktu laporan diukur dengan perbedaan antara tanggal
pengumuman laba dengan akhir tahun fiskal.
d. Netral
Untuk menguji suatu laporan keuangan netral atau tidak diukur dengan
besarnya discretionary accruals. Discretionary accruals digunakan
untuk menilai apakah manajer melakukan manajemen laba atau tidak.
e. Kejujuran penyajian
Diasumsikan bahwa perubahan laba yang berhuungan dengan perubahan
arus kas merupakan laba yang berkualitas. Oleh karena itu kejujuran
penyajian diukur dengan rasio arus kas/laba.
f. Keterujian yang diukur dengan pendapat auditor, pendapat wajar tanpa
pengecualian mengindikasikan kualitas labanya tinggi.
3. Schipper dan Vincent (2003)
a. Sifat runtun waktu dari laba
Sifat runtun waktu dari laba dari kualitas laba mencakup persistensi,
prediktabilitas, dan variablitias laba. Laba yang persisten berarti laba
masa yang akan datang lebih besar atau sama dengan laba sekarang dan
mempunyai relevansi yang tinggi untuk membuat keputusan.
Prediktabilitas berarti kemampuan laba sekarang dalam memprediksi
28
laba mendatang. Dalam konstruk variabilitas, laba yang berkualitas
adalah laba dengan rendah tingkat variabilitasnya.
b. Karakteristik kualitatif dalam kerangka konseptual FASB
Dalam karakteristik kualitatif ini, laba yang berkualitas adalah laba
yang relevan dan dapat diandalkan (seperti yang digunakan Veluri
tahun 1999) dan dapat diperbandingkan (comparability dan konsistensi)
c. Hubungan antara pendapatan, kas, dan akrual.
Kualitas laba berdasarkan hubungan antara pendapatan, kas, dan akrual
dapat diukur dengan rasio arus kas operasi terhadap pendapatan,
perubahan total akrual, estimasi abnormal/discretionary accruals dan
estimasi hubungan akrual terhadap kas.
d. Keputusan implementasi
Terdapat dua pendekatan ukuran kualitas laba berdasarkan keputusan
implemen-tasi, pertama yaitu kualitas laba berhubungan negatif dengan
banyaknya pertimbangan, estimasi dan prediksi yang diperlukan oleh
penyusun laporan keuangan. Semakin banyak pertimbangan, estimasi
dan prediksi yang diperlukan dalam mengimple-mentasikan standar
pelaporan, kualitas labanya semakin rendah dan sebaliknya. Kedua,
kualitas laba berhubungan negatif dengan besarnya kebijakan akuntansi
yang diambil oleh manajemen yang menyimpang dari tujuan standar
(manajemen laba). Semakin besar kebijakan yang menyimpang dari
tujuan standar, semakin rendah kualitas labanya.
29
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laba
Penelitian-penelitian sebelumnya telah mengungkapkan berbagai faktor
yang diduga mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan oleh perusahaan.
Rachmawati dan Triatmoko (2007) melakukan penelitian dengan menggunakan
variabel Investment Opportunity Set (IOS) dan corporate governance untuk
memprediksi kualitas laba dan nilai perusahaan manufaktur. Elemen mekanisme
corporate governace yang digunakan adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, komite audit, dan komisaris independen. Return on Asset (ROA,
leverage, dan growth menurut Ramanuningsih (2012) dapat mempengaruhi
kualitas laba studi kasus perusahaan basic industry and chemicals.
Novianti (2012) membuktikan pengaruh struktur modal, kualitas akrual,
Investment Opportunity Set (IOS) terhadap kualitas laba. Irawati (2012) meneliti
tentang faktor- faktor yang mempengaruhi kualitas laba diantaranya struktur
modal, pertumbuhan laba, ukuran perusahaan, dan likuiditas di perusahaan
manufaktur. Selanjutnya Risdawaty, dkk.(2015) mengungkapkan struktur modal,
ukuran perusahaan, asimetri informasi, dan profitabilitas secara bersama-sama
berpengaruh terhadap kualitas laba di perusahaan manufaktur. Ramadan (2015)
melakukan penelitian terhadap kualitas laba dengan menggunakan variabel firm
size, cash holding, financial leverage, firms performance, investment decision,
dan accounting conservation di perusahaan manufaktur Jordania. Wati dan Putra
(2017) meneliti tentang pengaruh ukuran perusahaan, leverage, dan good
corporate governanve terhadap kualitas laba pada perusahaan yang terdaftar
dalam indeks GCPI.
30
Penelitian-penelitian terdahulu memberikan hasil yang inkonsisten
terhadap beberapa variabel penelitian. Oleh karena itu dalam penelitian ini
menggunakan variabel struktur modal, ukuran perusahaan, corporate governance
yang terdiri dari proporsi dewan komisaris independen dan kepemilikan
manajerial karena hasil penelitian terdahulu masih inkonsisten terhadap variabel
tersebut. Selain itu penelitian kali ini menggunakan konservatisme akuntansi
sebagai variabel pemoderasi antara struktur modal, ukuran perusahaan, corporate
governance terhadap kualitas laba.
2.5.1 Struktur Modal
Struktur modal merupakan gambaran dari bentuk proporsi finansial
perusahaan, yaitu antara modal yang dimiliki bersumber dari utang jangka
panjang (long term liabilities) dan modal sendiri (shareholders equity) yang
menjadi sumber pembiayaan suatu perusahaan (Fahmi, 2013:179). Komposisi dari
hutang jangka panjang (long term debt), saham preferen (preffered stock) dan
saham umum (common stock equity) merupakan struktur modal perusahaan yang
akan mempengaruhi biaya modal secara keseluruhan, karena itu akan menjadi
perhatian utama dalam menentukan keputusan investasi (Raharjaputra, 2009:212).
Jadi struktur modal adalah proporsi pendanaan perusahaan yang berasal dari
hutang maupun modal sendiri yang terdiri dair saham preferen maupun saham
biasa sebagai pembiayaan perusahaan. Struktur modal yang tinggi mencerminkan
tingkat hutang yang tinggi.
Murhadi (2013:61) menyebutkan bahwa rasio pengelolaan utang adalah
rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mengelola dan
31
melunasi kewajibannya. Biasanya rasio ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu
rasio utang (leverage ratio) dan solvency ratio (debt coverage ratio). Leverage
yaitu rasio utang yang menggambarkan proporsi utang terhadap asset ataupun
ekuitas. Solvency ratio (debt coverage ratio) yaitu rasio yang menggambarkan
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban pokok maupun bunga.
Murhadi (2013:61) kategori yang termasuk leverage ratio adalah sebagai berikut :
1. Debt to Asset Ratio (DAR), menunjukkan seberapa besar total assets yang
dimiliki perusahaan yang didanai oleh seluruh krediturnya.
DAR =
2. Debt to Equity Ratio (DER), menunjukkan perbandingan antara utang dan
ekuitas perusahaan.
DER =
3. Long Term Debt to Equity Ratio (LTDE), menunjukkan perbandingan antara
utang jangka panjang terhadap ekuitas.
LTDE =
Struktur modal yang diukur dengan leverage merupakan suatu variabel
untuk mengetahui seberapa besar aset perusahaan dibiayai oleh hutang perusahaan
(Irawati, 2012). Leverage digambarkan dalam perbandingan antara total hutang
dan total aset. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi juga
mengindikasikan bahwa perusahaan menggunakan lebih banyak hutang dalam
struktur modalnya. Pada penelitian ini struktur modal diukur dengan DAR (Debt
32
to Asset Ratio) untuk mengetahui seberapa besar aktiva perusahaan yang dibiayai
dengan hutang.
2.5.2 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan adalah skala besar kecilnya perusahaan yang dapat
diklasifikasikan berdasarkan berbagai cara antara lain dengan ukuran pendapatan,
total aset, dan total ekuitas (Brigham dan Houston, 2001). Menurut Sudibyo
(2013) ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar
kecilnya perusahaan. Pada dasarnya ukuran perusahaan terbagi dalam tiga
kategori, yaitu perusahaan besar, perusahaan menengah, dan perusahaan kecil.
Badan Standar Nasional Indonesia mengategorikan ukuran perusahaan
berdasarkan kekayaan bersih yang dimiliki sebuah perusahaan berdasarkan
Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, dengan kategori sebagai berikut :
1. Organisasi kecil
Organisasi yang menghasilkan barang/jasa dan memiliki kekayaan bersih
lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah)
2. Organisasi Menengah
Organisasi yang menghasilkan barang/jasa dan memiliki kekayaan bersih
lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah
33
dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih
dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
3. Organisasi Besar
Organisasi yang menghasilkan barang/jasa dan memiliki kekayaan bersih
lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan
lebih dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah)
Pada penelitian kali ini penulis lebih berfokus pada pendekatan total aset.
Jika ukuran perusahaan dinyatakan dengan total aset, jika semakin besar total aset
perusahaan maka akan semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut.
Perusahaan yang memiliki total aset besar menunjukkan bahwa perusahaan
tersebut relatif lebih stabil dan mampu menghasilkan laba yang lebih besar
dibandingkan perusahaan yang memiliki total aset sedikit atau rendah. Perusahaan
yang relatif besar kinerjanya akan dilihat oleh publik sehingga perusahaan
tersebut akan melaporkan kondisi keuangannya dengan lebih berhati-hati,
informasi yang terkandung di dalamnya lebih informatif dan lebih transparan
sehingga perusahaan akan lebih sedikit dalam melakukan manajemen laba
(Suryani,2010).
2.5.3 Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Corporate governance adalah semua upaya untuk mencari cara terbaik
dalam menjalankan perusahaan, dimana kebijakan-kebijakan dan peraturan-
peraturan yang ada dalam corporate governance dapat digunakan untuk
34
mengontrol manajemen (Harahap, 2012). Corporate Governanve berkaitan
dengan upaya untuk meyakinkan para pemangku kepentingan bahwa manajemen
perusahaan tidak akan melakukan tindakan dan menyimpang serta bagaimana
pemangku kepentingan dapat mengawasi kinerja manajemen.
Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
Perseroan wajib menerapkan tata kelola perseroan yang baik (good corporate
governance). Asas GCG menurut Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG)
tahun 2006, yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta
kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha
(sustainability) perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan
(stakeholders). Hal ini juga sesuai dalam Pedoman Umum Good Corporate
Governance Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG) tahun 2006 yaitu :
a. Transparancy (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
b. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem dan
pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif.
c. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan
perundangan yang berlaku.
35
d. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola
secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari
pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku serta prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
e. Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di
dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian
serta peraturan perundangan yang berlaku.
Dengan dilaksanakannya kelima asas GCG tersebut diharapkan akan
tercipta corporate governance yang baik bagi perusahaan sehingga dapat
mengurangi konflik kepentingan anatara manajer dengan stakeholder. Lins dan
Warnock (2004) menyatakan bahwa terdapat dua mekanisme untuk menyamakan
perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajer dalam rangka
penerapan corporate governance, yaitu mekanisme internal perusahaan dan
mekanisme eksternal. Mekanisme internal diproksikan dengan kepemilikan
manajerial, jumlah rapat dewan komisaris, jumlah rapat komite audit, dan
proporsi komisaris independen, sedangkan mekanisme eksternal diproksikan
dengan kepemilikan institusional. Penelitian yang dilakukan Muid (2009)
menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen dan kepemilikan
manajerial berpengaruh terhadap kualitas laba, sedangkan Paulus (2012)
menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen dan kepemilikan
manajerial tidak berpengaruh terhadap kualitas laba, sehingga dalam penelitian ini
hanya mengambil dua mekanisme corporate governance yaitu proporsi dewan
komisaris independen dan kepemilikan manajerial.
36
2.5.4 Proporsi Dewan Komisaris
Dewan komisaris menjalankan fungsi pengawasan terhadap kinerja
perusahaan. Proporsi dewan komisaris adalah jumlah keanggotaan yang berasal
dari luar perusahaan (outside directors) terhadap jumlah keseluruhan dewan
komisaris (Indrawati dan Yulianti, 2010). Dewan komisaris independen dapat
diartikan dewan komisaris yang memiliki sikap tidak memihak dalam
menjalankan tugas pengawasannya. Bapepam dan LK memberikan gambaran
mengenai syarat dewan komisaris independen yaitu dewan komisaris tidak
memiliki hubungn afiliasi dengan pemegang saham pengendali perusahaan,
dengan dewan direksi atau anggota komisaris lainnya serta tidak mempunyai
hubungan afiliasi dengan direksi perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan
perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Peraturan Bapepam Nomor I-A tentang Ketentuan Umum
Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa Efek Jakarta huruf C butir 1,
Perusahaan Tercatat wajib memiliki Komisaris Independen yang jumlahnya
secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan
Pemegang Saham Pengendali dengan ketentuan jumlah Komisaris Independen
sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris. Semakin besar
proporsi dewan komisaris independen maka tingkat pengawasan terhadap pihak
manajerial semakin efektif sehingga akan menghasilkan laba yang berkualitas.
Untuk mengukur persentase dewan komisaris independen yaitu dengan mengukur
jumlah komisaris independen terhadap jumlah komisaris yang ada pada
perusahaan tersebut. Dalam Peraturan Bapepam Nomor IX.I.5 tahun 2004 tentang
37
Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit butir 1 b, yang
mengatur bahwa Komisaris Independen adalah anggota Komisaris yang:
a. Berasal dari luar Emiten atau Perusahaan Publik.
b. Bukan merupakan orang yang bekerja pada Emiten dan Perusahaan Publik
dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan,
memimpin, atau mengendalikan serta mengawasi kegiatan Emiten atau
Perusahaan Publik dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir.
c. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada Emiten
atau Perusahaan Publik.
d. Tidak mempunyai hubungan Afiliasi dengan Emiten atau Perusahaan Publik,
Komisaris, Direksi, atau Pemegang Saham Utama Emiten atau Perusahaan
Publik.
e. Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang
berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik.
f. Tidak mempunyai hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya
untuk bertindak independen.
2.5.5 Kepemilikan Manajerial
Jensen dan Meckling (1997) menggunakan istilah struktur kepemilikan
untuk menunjukkan bahwa variabel penting dalam struktur kepemilikan modal
tidak hanya ditentukan oleh jumlah hutang dan modal tetapi juga ditentukan
kepemilikan saham oleh manajer. Sehingga Jensen dan Meckling menetapkan tiga
variabel yang mempengaruhi struktur kepemilikan modal yaitu kepemilikan oleh
pihak internal perusahaan, kepemilikan saham oleh pihak eksternal perusahaan
38
dan jumlah hutang yang dimiliki oleh pihak eksternal perusahaan. Kepemilikan
manajerial merupakan salah satu elemen good corporate governance (GCG) yang
berpengaruh secara intensif bagi manajemen untuk melaksanakan kepentingan
terbaik pemegang saham sebagai pemilik saham.
Kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak
manajemen perusahaan terhadap jumlah saham yang beredar (Indrawati dan
Yulianti, 2010). Pihak manajemen yang dimaksud yaitu dewan direksi dan dewan
komisaris. Dengan adanya kepemilikan saham oleh manajemen maka pihak
manajemen akan merangkap sebagai pemilik atau pemegang saham dan pengelola
yang ikut serta dalam pengambilan keputusan. Kepemilikan manajerial
merupakan perwujudan dari prinsip transaparasi dari GCG. Dengan hadirnya
pihak manajemen yang merangkap menjadi pemilik akan mengurangi konflik
kepentingan antara manajemen dan prinsipal sehingga laporan keuangan yang
dihasilkan akan semakin berkualitas.
2.5.6 Konservatisme Akuntansi
Konservatisme merupakan prinsip yang paling mempengaruhi penilaian
dalam akuntansi. Watts (2003) mendefinisikan konservatisme sebagai tindakan
manajemen dengan lebih mengantisispasi tidak ada profit dan lebih cepat
mengakui kerugian. Definisi konservatisme yang terdapat dalam Glosarium
Pernyataan Konsep NO.2 FASB (Financial Accounting Statement Board ) adalah
reaksi hati-hati (prudent reaction) dalam menghadapi ketidakpastian yang melekat
pada perusahaan untuk mencoba memastikan bahwa ketidakpastian dan risiko
dalam lingkungan bisnis yang melekat pada perusahaan untuk mencoba
39
memastikan bahwa ketidakpastian dan risiko dalam lingkungan bisnis yang sudah
cukup dipertimbangkan. Jadi konservatisme akuntansi itu mengukur aktiva dan
laba dengan kehati-hatian oleh karena aktivitas ekonomi bisnis yang dilingkupi
suatu ketidakpastian yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan.
Sehingga laporan keuangan tersebut dapat memberikan manfaat bagi pengguna
laporan keuangan.
Implikasi konsep konservatisme terhadap prinsip akuntansi yaitu akuntansi
mengakui biaya atau kerugian yang kemungkinan akan terjadi, tetapi tidak segera
mengakui pendapatan atau laba yang akan datang walaupun kemungkinan
terjadinya besar. Prinsip akuntansi yang berlaku umum (PABU) memberikan
fleksibilitas bagi manajemen dalam menentukan metode maupun estimasi
akuntansi yang dapat digunakan. Fleksibilitas tersebut akan mempengaruhi
perilaku manajer dalam melakukan pencatatan akuntansi dan pelaporan transaksi
keuangan perusahaan sehingga dapat mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan
oleh manajemen. Watts (2003) membagi konservatisme menjadi 3 pengukuran,
yaitu Earning/Stock Return Relation Measure, Earning/Accrual Measures, Net
Asset Measure.
1. Earning/Stock Return Relation Measure
Stock market price berusaha untuk merefleksikan perubahan nilai aset
pada saat terjadinya perubahan, baik perubahan atas rugi ataupun laba tetap
dilaporkan sesuai dengan waktunya. Basu (1997) menyatakan bahwa
konservatisme menyebabkan kejadian-kejadian yang merupakan kabar buruk
atau kabar baik terefleksi dalam laba yang tidak sama (asimetri waktu
40
pengakuan). Hal ini disebabkan karena kejadian yang diperkirakan akan
menyebabkan kerugian bagi perusahaan harus segera diakui sehingga
mengakibatkan bad news lebih cepat terefleksi dalam laba dibandingkan good
news. Dalam modelnya basu menggunakan model piecewise-linear regression
sebagai berikut:
ΔNI = α0 + α1ΔNIt-1 + α2DΔNIt-1 + α3DΔNIt-1 x ΔNIt-1 + εt
Dimana ΔNIt adalah net income sebelum adanya extraordinary items dari
tahun t-1 hingga t, yang diukur dengan menggunakan total assets awal nilai
buku. Sedangkan DΔNIt-1 adalah dummy variable, dimana bernilai 1 jika
perubahan ΔNIt-1 bernilai negatif.
2. Earning/accrual measures
a. Model Givoly dan Hayn (2000)
Givoly dan Hyan memfokuskan efek konservatisme pada laporan
laba rugi selama beberapa tahun. Mereka berpendapat konservatisme
menghasilkan akrual negatif yang terus menerus. Akrual yang dimaksud
adalah perbedaan antara laba bersih sebelum depresiasi/amortisasi dan arus
kas kegiatan operasi. Semakin besar akrual negatif maka akan semakin
konservatif akuntansi yang diterapkan. Hal ini dilandasi oleh teori bahwa
konservatisme menunda pengakuan pendapatan dan mempercepat
pengguanaan biaya.
b. Model Zhang (2007)
Zhang (2007) menggunakan conv_accrual sebagai salah satu
pengukuran konservatisme. Conv_accrual diperoleh dengan membagi
41
akrual non operasi dengan dengan total aset. Dalam penelitiannya, Zhang
(2007) mengalikan conv_accrual dengan -1 untuk mempermudah analisa
dimana semakin tinggi nilai conv_acrrual menunjukkan penerapan
konservatisme yang semakin tinggi juga.
c. Discretionary Accrual
Discretionary Accrual yang paling sering digunakan adalah
discretionary accrual model Kasznik (1999). Kasznik (1999) memodifikasi
model Dechow et al. (1995) dengan memasukkan unsur selisih arus kas
operasional (ΔCFO) untuk mendapatkan nilai akrual non-diskresioner dan
akrual diskresioner. Karena Kasznik (1999) berpendapat bahwa perubahan
arus kas dari hasil operasi perusahaan akan berkorelasi negatif dengan total
akrual.
3. Net Asset Measure
Ukuran ketiga yang digunakan untuk mengetahui tingkat
konservatisme dalam laporan keuangan adalah nilai aktiva yang
understatememt dan kewajiban yang overstatement. Salah satu pengukurannya
adalah proksi pengukuran yang digunakan oleh Beaver dan Ryan (2000) yaitu
dengan menggunakan market to book ratio yang mencerminkan nilai pasar
relatif terhadap nilai buku perusahaan. Rasio yang bernilai lebih dari 1
mengindikasikan penerapan akuntansi yang konservatif karena perusahaan
mencatat nilai perusahaan lebih rendah dari nilai pasarnya.
42
2.6 Kajian Penelitian Terdahulu
Ringkasan penelitian terdahulu sehubungan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas laba disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 2.1
Penelitian terdahulu
NO
.
Peneliti
Tahun
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
1. Indrawati
dan
Yulianti
(2010)
Mekanisme
Corporate
Governance
dan Kualitas Laba
Kepemilikan institusional yang
berpengaruh signifikan terhadap
kualitas laba. Sedangkan variabel
lainnya tidak berpengaruh
signifikan terhadap kualitas laba.
2. Dhian Eka
Irawati
(2012)
Pengaruh Struktur
Modal, Pertumbuhan
Laba, Ukuran
Perusahaan, dan
Likuiditas terhadap
Kualitas Laba.
Struktur Modal dan Ukuran
Perusahaan berpengaruh terhadap
Kualitas Laba sedangkan
Pertumbuhan Laba dan Likuiditas
berpengaruh negatif terhadap
Kualitas Laba.
3. Dira dan
Astatika
(2014)
Pengaruh Struktur
Modal, Likuiditas,
Pertumbuhan Laba,
dan Ukuran
Perusahaan pada
Kualitas Laba
Struktur modal, likuiditas dan
pertumbuhan laba tidak
berpengaruh terhadap kualitas laba,
ukuran perusahaan berpengaruh
positif terhadap kualitas laba.
4. Risdawaty,
dkk.(2015)
Pengaruh Struktur
Modal, Ukuran
Perusahan, Asimetri
Informasi, dan
Profitabilitas
terhadap Kualitas
Laba.
Struktur modal dan profitabilitas
berpengaruh terhadap kualitas laba
sedangkan ukuran perusahaan yan
dan asimetri informasi tidak
berpengaruh terhadap kualitas laba.
5. Christian
Paulus
(2012)
Analisis Faktor-
Faktor yang
Mempengaruhi
Kualitas Laba
Terdapat pengaruh positif dan
signifikan IOS terhadap kualitas
laba, tidak terdapat pengaruh
signifikan antara proporsi dewan
komisaris dan kepemilikan
manajerial terhadap kualitas laba,
sedangkan kepemilikan
institusional berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap kualitas
laba.
43
NO
.
Peneliti
Tahun
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
6.
Rizki
Novianti
(2012)
Kajian Kualitas Laba
pada Perusahaan
Manufaktur yang
Terdaftar di BEI
Kualitas akrual dan Investment
Opportunity Set (IOS) berpengaruh
secara positif terhadap kualitas
laba, sedangkan ukuran perusahaan
dan struktur modal tidak
berpengaruh terhadap kualitas laba.
7.
Yushita
dan
Triatmoko
(2013)
Pengaruh
Mekanisme
Corporate
Governance,
Kualitas Auditor
Eksternal, dan
Likuiditas Terhadap
Kualitas Laba
Struktur dewan direksi, komisaris
independen berpengaruh negatif
terhadap kualitas laba. Kemudian
kualitas auditor eksternal
berpengaruh positif terhadap
kualitas laba. Sedangkan
kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, komite
audit, dan likuiditas tidak
berpengaruh signifikan terhadap
kualitas laba.
8.
Sukmawati
, dkk
(2014)
Pengaruh Struktur
Modal, Ukuran
Perusahaan,
Likuiditas dan
Return On Asset
terhadap Kualitas
Laba
Struktur modal yang diproksikan
dengan leverage dan likuiditas yang
diproksikan dengan current ratio
(CR) memiliki pengaruh terhadap
kualitas laba. Sementara ukuran
perusahaan yang diproksikan
dengan Ln Log total asset dan
return on asset (ROA) tidak
berpengaruh terhadap kualitas laba.
9.
Imad
Zeyad
Ramadan
(2015)
Earnings Quality
Determinants of the
Jordanian
Manufacturing
Listed Companies
There is significant impact of the
investment decision, firm’s
performance, financial leverage,
and accounting conservation on the
earnings quality.
10.
Putu
Tuwentina
dan Dewa
Gede
Wirama
(2014)
Pengaruh
Konservatisme
Akuntansi dan Good
Corporate
Governance pada
Kualitas Laba
Konservatisme Akuntansi
berpengaruh positif terhadap
kualitas laba sedangkan variabel
GCG tidak berpengaruh terhadap
kualitas laba.
Sumber : Berbagai jurnal yang diolah, 2017
44
2.7 Kerangka Berpikir.
2.7.1 Pengaruh Stuktur Modal, Ukuran Perusahaan, Proporsi Dewan
Komisaris , dan Kepemilikan Manajerial terhadap Kualitas Laba
Kualitas laba merupakan keterbukaan manajemen dalam menyajikan laba
yang sesungguhnya terjadi dalam laporan keuangan. Kualitas laba menjadi hal
yang penting karena nantinya informasi laba yang dilaporkan manajemen akan
digunakan sebagai tolak ukur dalam pengambilan keputusan oleh pengguna
laporan keuangan khususnya para pemegang saham yang akan menanamkan
modalnya di perusahaan. Laba yang berkualitas akan memberikan signal positif
bagi para pemangku kepentingan. Pentingnya informasi laba, dapat mendorong
manajemen selaku pihak yang paling mengetahui kondisi perusahaan akan
bertindak untuk kepentingan dirinya sendiri. Salah satunya adanya kemungkinan
manajemen akan melakukan manajemen laba agar kondisi keuangan perusahaan
terlihat selalu baik karena pihak luar tidak memiliki informasi tentang perusahaan
sebaik dirinya.. Teori keagenan Jensen dan Meckling (1976) mengungkapkan
adanya asimetri informasi antara manajemen (agen) dengan pemilik perusahaan
(prinsipal) dimana manjemen lebih mengetahui secara detail kinerja keuangan
perusahaan dan prospek perusahaan di masa depan.
Benturan kepentingan yang terjadi antara manajemen dan pemilik
perusahaan dapat dikurangi dengan adanya kepemilikan saham oleh pihak
manajemen perusahaan. Semakin besar kepemilikan manajemen maka akan
semakin sejalan hubungan antara manajer dengan pemegang saham karena
manajer juga memiliki porsi kepemilikan saham yang besar dalam perusahaan.
Apabila kepemilikan saham oleh manajer tinggi, kualitas laba juga akan semakin
45
meningkat karena rasa memiliki perusahaan oleh manajer akan mendorong
manajer lebih berhati-hati dalam mengelola perusahaan. Hal ini sejalan dengan
Muid (2009) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh
terhadap kualitas laba.
Adanya komisaris independen dalam perusahaan juga akan meningkatkan
kualitas laba yang dilaporkan perusahaan. Semakin besar komisaris independen
yang dimiliki perusahaan maka akan semakin ketat pengawasan yang dilakukan
terhadap kegiatan operasional yang dilakukan perusahaan. Pengawasan dari pihak
komisaris independen akan mendorong manajemen untuk melakukan tugasnya
dengan sebaik mungkin tanpa adanya kecurangan sehingga laba yang dilaporkan
perusahaan akan semakin berkualitas. Hal ini didukung dengan penelitian Muid
(2009) yang membuktikan baahwa proporsi komisaris independen berpengaruh
terhadap kualitas laba.
Selain kepemilikan saham oleh manajemen dan pengawasan dari komisaris
independen, faktor lain yang mempengaruhi kualitas laba adalah struktur modal
dan ukuran perusahaan. Struktur modal adalah proporsi pendanaan yang dimiliki
perusahaan baik dari internal maupun eksternal perusahaan. Leverage merupakan
penggunaan sumber dana yang diperoleh dari pihak eksternal perusahaan
(kreditor). Perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi maka memiliki dana
yang besar untuk mengembangkan bisnisnya secara efektif dan efisien. Hal ini
berpengaruh terhadap kualitas laba, semakin tinggi tingkat leverage perusahaan
akan mengindikasikan kualitas laba yang dilaporkan perusahaan semakin
46
berkualitas Hal ini sejalan dengan Wulansari (2014) yang menyatakan leverage
berpengaruh negatif terhadap kualitas laba.
Besar kecilnya ukuran perusahaan akan mempengaruhi kompleksitas
aktivitas yang ada di dalamnya. Semakin besar ukuran perusahaan maka aktivitas
operasional akan terorganisir dengan baik dan sumber daya yang dimiliki oleh
perusahaan lebih berkompeten. Sehingga semakin besar ukuran perusahaan maka
kualitas laba yang dilaporkan akan semakin berkualitas. Hal tersebut didukung
dengan penelitian Irawati (2012) serta Dira dan Prastitika (2014) yang
menyatakan semakin besar ukuran perusahaan maka laba yang dilaporkan akan
semakin berkualitas.
Struktur modal, ukuran perusahaan, proporsi dewan komisaris dan
kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kualitas laba. Perusahaan besar
yang memiliki tingkat hutang yang tinggi, serta memiliki kepemilikan saham oleh
manajer yang besar dan pengawasan dewan komisaris independen yang tinggi
cenderung memiliki tata kelola perusahaan yang baik, sumber daya manusia yang
kompeten, serta mendapat pengawasan yang ketat dari para pemangku
kepentingan. Oleh karena itu, perusahan besar dengan tingkat struktur modal yang
tinggi, proporsi dewan komisaris independen dan kepemilikan manajerial yang
tinggi akan cenderung melaporkan informasi mengenai kegiatan operasinya
dengan lengkap dan dapat dipercaya. Informasi yang andal akan mengindikasikan
bahwa laporan laba akan semakin berkualitas. Dapat disimpulkan semakin besar
ukuran perusahaan, semakin tinggi struktur modal, semakin tinggi kepemilikan
47
manajerial dan proporsi dewan komisaris independen akan mengindikasikan
laporan laba yang semakin berkualitas.
2.7.2 Pengaruh Struktur Modal terhadap Kualitas Laba
Struktur modal merupakan gambaran dari bentuk proporsi finansial
perusahaan, yaitu antara modal yang dimiliki bersumber dari utang jangka
panjang (long term liabilities) dan modal sendiri (shareholders equity) yang
menjadi sumber pembiayaan suatu perusahaan (Fahmi, 2013:179). Struktur modal
biasanya diukur dengan leverage yang merupakan rasio hutang yang
menggambarkan proporsi hutang terhadap asset atau ekuitas. Perusahaan yang
memiliki hutang akan membayar biaya tetap yakni berupa pokok pinjaman dan
bunga. Pada hutang yang rendah, perusahaan tidak memiliki masalah karena biaya
yang dikeluarkan juga rendah, namun sebaliknya pada tingkat hutang yang tinggi
perusahaan cenderung dekat dengan kebangkrutan karena biaya untuk
pengembalian hutang yang besar. Namun tidak semua perusahaan yang memiliki
tingkat hutang yang tinggi mengalami kesulitan keuangan demikian dan dekat
dengan kebangkrutan.
Konflik kepentingan yang terjadi antara pemilik dan manajemen
perusahaan menyebabkan terjadinya asimetri informasi diantara keduanya.
Pemilik perusahaan memiliki lebih sedikit informasi tentang kinerja perusahaan
dibandingkan manajemen. Oleh karena itu pemilik mengandalkan informasi
keuangan yang dibuat oleh manajemen sebagai pertanggungjawaban kinerja
mereka sebagai dasar pengambilan keputusan. Salah satu informasi keuangan
yang sering digunakan adalah laba. Laba yang berkualitas akan menjadi sinyal
48
yang positif bagi pihak eksternal. Ketika kualitas laba yang dilaporkan
manajemen terbukti baik, maka pihak eksternal dalam hal ini kreditor akan
memberikan dana kepada perusahaan.
Struktur modal perusahaan merupakan sebuah sinyal khususnya bagi
kreditor. Sebelum memutuskan untuk memberikan pinjaman kepada perusahaan,
kreditor terlebih dahulu melihat struktur modalnya. Jika struktur modal
perusahaan tinggi, hal tersebut berarti perusahaan lebih memilih pendanaan
eksternal daripada menggunakan pendanaan internal. Tidak semua perusahaan
yang memiliki struktur modal yang tinggi memiliki masalah kesulitan keuangan
karena menanggung hutang yang besar. Hal ini dikarenakan perusahaan yang
besar memang membutuhkan dana yang lebih besar untuk membiayai dan
memperluas bisnisnya.
Perusahaan yang memiliki hutang yang tinggi akan memiliki dana yang
semakin besar untuk mengembangkan bisnis dan memperluas usahanya. Dengan
semakin berkembangnya bisnis maka biaya operasional akan semakin besar,
sehingga hutang yang dimiliki oleh perusahaan akan digunakan untuk mendanai
kegiatan operasionalnya. Efektivitas dan efisiensi penggunaan dana akan
membuat bisnis semakin berkembang dan laba yang dilaporkan akan semakin
tingggi. Perusahaan yang semakin berkembang dan kredibel maka tidak perlu
melakukan kecurangan manajemen laba untuk memperlihatkan bahwa
perusahaannya selalu dalam keadaan baik karena pada kenyataanya dengan
hutang yang tinggi tersebut perusahaan justru semakin berkembang.
49
Penelitian yang dilakukan oleh Risdawaty, dkk. (2015) mengungkapkan
bahwa struktur modal berpengaruh terhadap kualitas laba. Sukmawati, dkk (2014)
menyatakan hal yang serupa bahwa struktur modal yang diukur dengan leverage
berpengaruh signifikansi terhadap kualitas laba, hal ini dikarenakan besar kecilnya
tingkat hutang suatu perusahaan sangat mempengaruhi kualita laba. Atas dasar
teori, rasionalitas, dan pemelitian terdahulu maka penelitian ini menduga semakin
tinggi struktur modal yang diukur dengan leverage akan mengindikasikan kualitas
laba perusahaan akan semakin tinggi.
2.7.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kualitas Laba
Ukuran perusahaan adalah skala besar kecilnya perusahaan yang dapat
diklasifikasikan berdasarkan berbagai cara antara lain dengan ukuran pendapatan,
total aset, dan total ekuitas (Brigham dan Houston, 2001). Collins (1989)
menjelaskan bahwa ukuran perusahaan terbagi dalam tiga kategori yaitu
perusahaan besar, perusahaan menengah, dan perushaan kecil. Ukuran perusahaan
menunjukkan kategori perusahaan termasuk perusahaan kecil atau besar dilihat
dari total aktiva atau total penjualannya. Perusahaan yang memiliki total aset
besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut relatif lebih stabil dan mampu
menghasilkan laba yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang memiliki total
aset sedikit atau rendah.
Ukuran perusahaan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kualitas
laba. Para pengguna laporan keuangan tentunya berharap laba yang dilaporkan
manajemen adalah laba yang berkualitas karena berkaitan erat dengan keputusan
yang akan diambil di masa yang akan datang. Namun, perbedaan kepentingan
50
antara pemilik dan manajemen perusahaan menimbulkan sebuah konflik diantara
keduanya. Pemilik akan selalu mengawasi dan menilai apakah laporan keuangan
telah disajikan sesuai dengan keadaan sebenarnya atau tidak. Ukuran perusahaan
dapat menjadi salah satu objek yang digunakan oleh pengguna laporan keuangan
untuk menjawab apakah manajemen telah menyajikan laporan keuangan dengan
sebenarnya atau sebaliknya.
Apabila laba yang dilaporkan manajemen berkualitas, hal tersebut dapat
menjadi sebuah sinyal positif bagi para pemangku kepentingan sebagai dasar
pengambilan keputusan. Sinyal positif berupa informasi laba yang bebas dari
manajemen laba atau menyimpang dari standar akuntansi yang telah ditetapkan
akan membuat kepercayaan terhadap kinerja manajemen akan meningkat. Watt
dan Zimmerman (1986) di hipotesis ketiganya (adanya hubungan keagenan antara
manajemen dengan pemerintah) yang terdapat dalam teori akuntansi positif
menyebutkan bahwa bukti empiris cenderung mendukung hipotesis yang
menyatakan perusahaan besar yang dalam banyak hal mudah menjadi sorotan
publik memiliki dorongan yang kuat untuk tidak terlalu menonjolkan keuntungan
karena kekhawatiran munculnya tudingan mendapatkan fasilitas khusus dan
monopoli dari pemerintah. Oleh sebab itu, perusahaan besar cenderung akan
menyajikan laporan keuangan yang lebih berkualitas.
Perusahaan yang termasuk dalam kategori besar akan menyajikan
informasi laporan keuangan yang andal. Semakin besar ukuran perusahaan maka
semakin tinggi pula kelangsungan usaha suatu perusahaan dalam meningkatkan
kinerja keuangan sehingga tidak perlu melakukan praktik manipulasi laba
51
(Sukmawati, dkk. 2014). Selain itu kinerja perusahaan dalam kategori besar akan
dilihat oleh publik sehingga perusahaan tersebut akan melaporkan kondisi
keuangannya dengan lebih berhati-hati. Dira dan Astika (2014) yang menyatakan
bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Atas
dasar teori, rasionalitas, dan penelitain terdahulu, penelitian ini menduga semakin
besar ukuran perusahaan maka kualitas laba yang dilaporkan akan semakin tinggi.
2.7.4 Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris terhadap Kualitas Laba
Siallagan dan Machfoedz (2006) menguji hubungan antara proporsi dewan
komisaris dengan kecurangan laporan keuangan. Mereka membandingkan
perusahaan yang melakukan kecurangan dengan perusahaan yang tidak
melakukan kecurangan, mereka menemukan bahwa perusahaan yang melakukan
kecurangan memiliki persentase dewan komisaris eksternal yang secara signifikan
lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan.
Proporsi dewan komisaris adalah merupakan salah satu karakteristik
dewan yang berhubungan dengan kandungan informasi laba. Melalui perannya
dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi
pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh
suatu laporan laba yang berkualitas (Boediono, 2005). Komisaris independen
diangkat berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dari
pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama (Meilani, 2015).
Jumlah komisaris independen di perusahaan adalah sekurang-kurangnya 30% dari
jumlah anggota komisaris yang ada. Untuk mengitung persentase jumlah
52
komisaris independen dapat menggunakan rumus jumlah komisaris independen
terhadap dewan komisaris.
Kehadiran komisaris independen diharapkan mampu meningkatkan peran
dewan komisaris sehingga dapat tercipta good corporate governance dalam
perusahaan. Manfaat corporate governance akan dilihat dari harga pasar
perusahaan. Jika ternyata investor bersedia membayar lebih mahal, maka nilai
pasar perusahaan yang menerapkan good corporate governance juga akan lebih
tinggi dibanding perusahaan yang tidak menerapkan atau mengungkapkan praktek
good corporate governance mereka (Kusumawati dan Riyanto, 2005).
Dewan komisaris menduduki puncak sistem pengelolaan internal
perusahaan memiliki peranan terhadap aktivitas pengawasan. Fungsi pengawasan
yang dilakukan oleh dewan komisaris dipengaruhi oleh jumlah atau ukuran dewan
komisaris. Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh komisaris independen
diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba yang dilaporkan perusahaan karena
pengawasan yang mereka lakukan untuk memperkecil tindakan manajemen laba
pada pelaporan keuangan untuk pihak eksternal. Rendahnya tindakan-tindakan
kecurangan oleh pihak manajemen akan mengindikasikan informasi keuangan
yang disampaikan manajemen adalah kondisi yang sebenarnya dan laba yang
dilaporkan semakin berkualitas.
Adanya sikap independen yang dilakukan dewan komisaris berarti sikap
tidak memihak kepada pihak manapun dalam melakukan pengawasan. Sikap
independen ini diharapkan mampu mencegah kecurangan sehingga dapat
meningkatkan kualitas laba perusahaan. Maghfirotun (2010) menyatakan ada
53
pengaruh positif signifikan antara dewan komisaris indepensen dengan kualitas
laba. Hal tersebut berarti pengawasan yang dilakukan dewan komisaris
independen dalam suatu perusahaan dapat mencegah kecurangan-kecurangan
yang dilakukan oleh pihak manajer sehingga kualitas laba perusahaan akan
meningkat.
2.7.5 Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kualitas Laba
Berdasarkan teori keagenan, perbedaan kepentingan antara pemegang
saham dan manajer akan menimbulkan konflik yang disebut dengan konflik
keagenan (agency conflict). Konflik keagenan anatara manajemen dan perusahaan
akan mendorong manajemen berperilaku menyimpang dan tidak etis yang
berdampak merugikan para pemegang saham. Konflik keagenan akan sangat
potensial terjadi dalam sebuah perusahaan. Mekanisme pengawasan yang dapat
melindungi para pemegang saham akan sangat dibutuhkan untuk mengurangi
konflik keagenan tersebut. Namun mekanisme pengawasan baik internal maupun
eksternal perusahaan akan menimbulkan biaya agensi. Salah satu cara untuk
mengurangi biaya agensi adalah dengan adanya kepemilikan saham oleh pihak
manajemen (Haruman,2008:2).
Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh pihak manajemen
perusahaan. Kepemilikan manajerial dapat mensejajarkan antara kepentingan
pemegang saham dengan manajer karena manajer dapat merasakan manfaat dari
keputusan yang diambilnya dan ikut menanggung resiko apabila ada kerugian
yang dialami oleh perusahaan akibat kesalahan dalam pengambilan keputusan.
Semakin banyak saham yang dimiliki oleh manajemen, maka manajemen semakin
54
merasa bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil untuk kepentingan
perusahaan, sehingga meminimalisir tindakan yang mementingkan pribadinya
sendiri dan bertindak sesuai keinginan prinsipal karena manajer akan termotivasi
untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Kualitas laba yang dilaporkan dapat dipengaruhi oleh kepemilikan saham
manajerial. Tekanan dari pasar modal menyebabkan perusahaan dengan
kepemilikan manajerial yang rendah akan memilih metode akuntansi yang
meningkatkan laba yang dilaporkan, yang sebenarnya tidak mencerminkan
keadaan ekonomi dari perusahaan yang bersangkutan (Boediono, 2005). Secara
teoritis, ketika kepemilikan saham oleh manajemen rendah, maka insentif
terhadap kemungkinan perilaku opportunistik manajer akan semakin meningkat.
Jensen dan Meckling (1976) dalam teori keagenan menyatakan bahwa
kepemilikan manajerial dapat menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah
keagenan dari manajer dengan menyelaraskan kepentingan antara pemegang
saham dengan manajemen perusahaan. Permasalahan keagenan diasumsikan akan
hilang apabila seorang manajer sekaligus sebagai pemilik perusahaan. Dengan
demikian, adanya kepemilikan manajerial merupakan suatu mekanisme yang
dapat mempersatukan kepentingan manajemen perusahaan dengan para pemegang
saham.
Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa kepemilikan
manajerial mengurangi dorongan perilaku manajer yang mementingkan
kepentingan individunya salah satunya dengan memanipulasi laba. Muid (2009)
juga memberikan bukti bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif
55
terhadap kualitas laba. Hal ini berarti semakin tinggi kepemilikan saham oleh
pihak manajemen maka kualitas laba yang dilaporkan juga semakin baik.
2.7.6 Pengaruh Struktur Modal terhadap Kualitas Laba dengan
Konservatisme Akuntansi Sebagai Variabel Moderating
Struktur modal merupakan gambaran dari bentuk proporsi pendanaan
perusahaan baik berasal dari eksternal yaitu utang jangka panjang (long term
liabilities) dan internal yakni modal sendiri (shareholders equity). Struktur modal
biasanya diukur dengan leverage untuk mengetahui seberapa besar aset
perusahaan yang dibiayai oleh hutang perusahaan. Dalam agency theory pemberi
pinjaman merupakan salah satu principal yang memberikan wewenang kepada
manajemen untuk mengelola sejumlah dana agar dapat memenuhi kewajiban
sebagai pihak peminjam. Semakin tinggi tingkat leverage yang dimiliki oleh
perusahaan mengindikasikan bahwa operasional perusahaan lebih banyak dibiayai
oleh hutang sehingga hal tersebut juga mempengaruhi kualitas laba yang
dilaporkan.
Teori akuntansi positif Watt dan Zimmerman (1986) menyatakan
perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi akan mendorong manajer untuk
memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan pengakuan laba untuk
periode mendatang ke periode sekarang agar memiliki rasio leverage yang kecil.
Manajemen cenderung untuk meminimalisir kerugian yang terjadi dalam
perusahaan. Maka dari itu dalam perjanjian hutang manajemen akan menghindari
adanya denda atau sanksi dalam perjanjian hutang. Manajemen akan berusaha
untuk menerapkan metode-metode akuntansi yang menyimpang dengan
mengaloksikan laba periode mendatang ke periode sekarang. Selain berpotensi
56
gagal bayar, perusahaan dengan tingkat hutang yang tinngi juga akan semakin
memiliki resiko keuangan yang tinggi pula. Dalam keadaan dalam tekanan hutang
yang cukup tinggi, manajemen akan cenderung terdorong melakukan kecurangan
dalam membuat laporan keuangan agar kondisi perusahaan akan selalu terlihat
baik dan laba yang dilaporkan berkualitas.
Risdawaty, dkk.(2015) menyatakan bahwa struktur modal yang diukur
dengan leverage berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Semakin besar tingkat
hutang suatu perusahaan akan mencerminkan laba yang berkualitas. Perusahaan
yang memiliki tingkat hutang yang tinggi dapat menggunakan hutangnya untuk
mendanai kegiatan operasi perusahaannya sehingga dimungkinkan perusahaan
dapat menghasilkan laba yang besar dan dapat melunasi hutang tersebut dari laba
yang dihasilkan. Namun hasil penelitiam yang berbeda dikemukakan oleh Irawati
(2012) yang menyatakan struktur modal yang diukur dengan leverage tidak
berpengaruh terhadap kualitas laba.
Ketidakkonsistenan penelitian terdahulu melatarbelakangi hadirnya
konservatisme akuntansi yang diharapkan mampu memoderasi pengaruh struktur
modal terhadap kualitas laba. Hadirnya konservatisme akuntansi didasari oleh
risiko pinjaman yang mendorong manajemen untuk melakukan manipulasi laba
agar kinerja perusahaan selalu terlihat baik. Dalam menganalisis manipulasi laba
yang dilakukan manajemen dapat dideteksi dengan melihat prosedur akuntansi
yang digunakan. Pemilihan metode akuntansi yang konservatif dinilai baik untuk
menganalisis kualitas laba perusahaan. Prinsip kehati-hatian dalam melaporkan
57
laba yang diperoleh perusahaan diharapkan mampu memoderasi pengaruh struktur
modal terhadap kualitas laba.
2.7.7 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kualitas Laba dengan
Konservatisme Akuntansi Sebagai Variabel Moderating
Ukuran perusahaan merupakan suatu skala yang menunjukkan kategori
perusahaan yang terbagi menjadi tiga kategori yakni kategori besar, menengah
atau kecil. Ukuran perusahaan dapat diketahui dengan melihat total aset yang
dimiliki oleh perusahaan atau dengan cara melihat total penjualan yang diperoleh.
Apabila perusahaan termasuk dalam kategori yang semakin besar maka hal
tersebut menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kinerja yang baik sehingga
dapat menghasilkan laba yang optimal. Semakin besar ukuran suatu perusahaan
maka tata kelola perusahaan akan semakin terorganisir secara baik dengan
didukung sumber daya manusia yang memadai sehingga laporan keuangan
semakin andal dan informasi laba yang terkandung di dalamnya semakin
berkualitas.
Penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2012) menunjukkan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Sejalan dengan Irawati
(2012), Sadiah (2015) juga mengemukakan hal serupa yakni ukuran perusahaan
berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Dengan demikian semakin besar
ukuran suatu perusahaan maka semakin besar pula kualitas laba yang dilaporkan
oleh manajemen perusahaan. Namun hasil yang bertentangan ditunjukkan oleh
Novianti (2012) serta Wati dan Putra (2017) yang menyebutkan bahwa ukuran
perusahaan tidak berpengaruh terhadap kualitas laba yang dilaporkan perusahaan.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil yang belum
58
konsisten sehingga penelitian kali ini menghadirkan konservatisme akuntansi
yang diharapkan dapat memoderasi pengaruh antara ukuran perusahaan terhadap
kualitas laba.
Konservatisme akuntansi menurut Watts (2003) adalah tindakan
manajemen dengan lebih mengantisipasi tidak ada profit dan lebih cepat
mengakui kerugian. Teori akuntansi positif menjelaskan kebebasan manajer
dalam memilih metode-metode akuntansi dalam pelaporan keuangan mereka.
Manajemen perusahaan dapat memanfaatkan keleluasaan tersebut untuk
mengutamakan kepentingan pribadinya dengan memilih metode yang paling
menguntungkan dirinya.
Para pemangku kepentingan perusahaan terutama investor dan kreditor
akan melakukan analisa terhadap laporan keuangan yang disampaikan oleh
perusahaan salah satunya dengan melihat metode akuntansi apa yang digunakan
manajemen. Metode-metode akuntansi yang konservatif akan dianggap lebih
menunjukkan informasi laba yang lebih berkualitas karena prinsip konservatisme
mendorong perusahaan untuk tidak terlalu optimis terhadap penghasilan di masa
yang akan datang. Konservatisme akuntansi ini diharapkan akan dapat
memoderasi pengaruh ukuran perusahaan terhadap kualitas laba yang dilaporkan
perusahaan.
59
Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat digambarkan kerangka
berpikir sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
2.8 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir yang disajikan pada gambar 2.1 di atas,
maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
H1 Struktur modal, ukuran perusahaan, proporsi dewan komisaris, dan
kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kualitas laba secara
bersama-sama.
H2 Struktur modal berpengaruh positif terhadap kualitas laba.
H3 Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kualitas laba.
H4 Proporsi dewan komisaris berpengaruh positif terhadap kualitas laba.
H5 Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kualitas laba.
60
H6 Struktur modal berpengaruh terhadap kualitas laba dengan ditentukan
penerapan konservatisme akuntansi.
H7 Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap kualitas laba dengan ditentukan
penerapan konservatisme akuntansi
109
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
1. Struktur modal, ukuran perusahaan, proporsi dewan komisaris, dan
kepemilikan manajerial secara simultan atau bersama-sama berpengaruh
terhadap kualitas laba pada perusahaan properti, real esate, dan building
construction yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2015.
2. Struktur modal berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas laba pada
perusahaan properti, real esate, dan building construction yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2013-2015.
3. Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap kualitas laba pada
perusahaan properti, real esate, dan building construction yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2013-2015.
4. Proporsi dewan komisaris berpengaruh negatif signifikan terhadap kualitas
laba pada perusahaan properti, real esate, dan building construction yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2015.
5. Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kualitas laba pada
perusahaan properti, real esate, dan building construction yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2013-2015.
110
6. Konservatisme akuntansi mampu memoderasi pengaruh struktur modal
terhadap kualitas laba pada perusahaan properti, real esate, dan building
construction yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2015.
7. Konservatisme akuntansi mampu memoderasi pengaruh ukuran perusahaan
terhadap kualitas laba pada perusahaan properti, real esate, dan building
construction yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2015.
5.2 Saran
1. Perusahaan diharapkan selalu meningkatkan kualitas laba dengan tidak
melakukan praktik manipulasi laba dan menerapkan prinsip konservatisme
akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan dikarenakan hasil penelitian
menunjukkan bahwa konservatisme akuntansi mampu memoderasi
pengaruh struktur modal dan ukuran perusahaan terhadap kualitas laba.
2. Bagi pihak eksternal, khususnya investor dan kreditor lebih memperhatikan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas laba dalam laporan
keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan supaya tidak terjadi
kesalahan dalam penentuan keputusan.
3. Periode pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah selama tiga
periode sehingga total unit analisisnya tidak terlalu besar atau terbatas
dengan objek penelitian perusahaan properti, real estate, dan building
construction. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya diharapkan menambah
periode pengamatan agar mendapatkan hasil yang lebih akurat dan dengan
menggunakan objek penelitian selain perusahaan properti, real estate, dan
building construction untuk membandingkan apakah pada perusahaan lain
111
dapat ditemukan hasil yang sama atau berbeda sehingga berguna untuk
memverifikasi teori yang telah ada.
112
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Dewi. (2015). Tersandung Skandal Akuntansi, Wakil Komisaris
Utama Toshiba Mengundurkan Diri. http://www.tribunnews.com/internasional/ 2015/07/09/
tersandung-skandal-akuntansi-wakil-komisaris-utama-toshiba-
mengundurkan-diri
(Diakses pada : 10 Februari 2017)
Andri Rachmawati dan Hanung Triatmoko. (2007). Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional
Akuntansi X Makassar 26-28 Juli.
Anis, Chariri dan Imam Ghozali. (2003). Teori Akuntansi. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Akbar, Raden Jihad. (2015). Tersandung Skandal Keuangan, Toshiba Terancam
Delisting. http://www.viva.co.id/bisnis/669221-tarsandung-skandal-keuangan-toshiba-terancam-delisting
(Diakses pada : 10 Februari 2017)
Badruzaman, Nunung. (2010). Earnings Management. Modul Ajar Universitas
Widyatama.
Basu, Sudipta. 1997. The Conservatism Principle and Asymmetric Timeliness of
Earnings. Journal of Accounting and Economics. 24 page 3-37
Basu, Sidupta. (2009). Conservatism Research: Historical Development and
Future Prospect. China Journal of Accounting Research, 2(1).
Beaver, W.H., Ryan, S.G., (2000). Biases And Lags In Book Value and Their
Effects On The Ability Of The Book To Market Ratio to Predict Book
Return On Equity. Journal of Accounting Research 38, 127–148.
Bellovery, JL., Gaicomino, DE., dan Ak-ers, MD., (2005). Earnings Quality: It’s
Time to Measure and Report. The CPA Journal: 72, 11: 32-37.
Boediono, Gideon. (2005). Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate
Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis
Jalur. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo 15-16 September.
Brigham, Eugene F. and Joel F Houston. (1999). Manajemen Keuangan. Jakarta :
Erlangga.
113
Brigham, Eugene F, dan Joel F. Houston. (2001). Manajemen Keuangan Buku II.
Jakarta : Erlangga.
Collins. D. W. Dan S. P. Kothari. (1989). An Analysis Of Intemporal And Cross
Sectional Determinants Of Earnings Response Coefficient. Journal Of
Accounting And Economics. 11: 143-182.
Dira, Kadek Prawisanti., & Astika, Ida Bagus Putra. (2014). Pengaruh Struktur
Modal, Likuiditas, Pertumbuhan Laba, dan Ukuran Perusahaan pada
Kualitas Laba. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 7.1 (2014):64-78
Eisenhardt, Kathleen M. (1989). Agency Theory: An Assessment and Review.
The Academy of Management Review. Vol. 14, No.1 Hal: 57-74.
Fahmi, Irham. 2013. Analisis Laporan Keuangan. Bandung: Alfabeta.
Farida, Dwi Noor. (2012). Pengaruh Dewan Komisaris Independen terhadap
Kualitas Laba dengan Konsentrasi Kepemilikan sebagai Variabel
Pemoderasi. Jurnal Ilmiah Mahasiswa STIE Bank BPD Jateng. 09 (01).
Ghozali, Imam. (2013). Aplikasi Analysis Multivariate Dengan Program IBM
SPSS 21 Up Date PLS Regresi. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro
Givoly, D., & Hayn, C. (2000). The changing time series properties of Earnings,
cashflow and Accrual. Journal of Accounting and Economics, 287-320.
Harahap, Sofyan Sapri. (2012). Teori Akuntansi. Jakarta: Rajawali Pers.
Haruman, Tendi. (2008). Struktur Kepemilikan, Keputusan Keuangan dan Nilai
Perusahaan. Finance and Banking Journal. 10(2). Hal 150- 165.
Indonesian Stock Exchange Bursa Efek Indonesia.(2017). http://www.idx.co.id
(Diakses pada: 22 Januari 2017)
Indrawati, Novita dan Lilla Yulianti .(2010). Mekanisme Corporate Governance
dan Kualitas Laba. Pekbis Jurnal. 2( 2) h: 283-291.
Irawati, Dhian Eka. (2012). Pengaruh Struktur Modal, Pertumbuhan Laba, Ukuran
Perusahaan dan Likuiditas Terhadap Kualitas Laba. Accounting Analysis
Journal, 1(2): h:1-6
114
Jang, L., B. Sugiarto, dan D. Siagian. (2007). Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kualitas Laba Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta. Jurnal
Akuntabilitas. Vol. 6 No. 2: 142-149.
Januarti, Indira. (2004). Pendekatan dan Kritik Teori Akuntansi Positif. Jurnal
Akuntansi dan Auditing. Vol 01/No.01/Nopember 2004.pp 83-94.
Semarang: Universitas Diponegoro
Jensen, Michael C. Dan W. H. Meckling. (1976). Theory of The Firm: Managerial
Behavior, Agency Cost and Awnership Structure. Journal of Financial
Economics. Vol. 3. H. 305-360.
Kasznik, R. (1999). On the Association between Voluntary Disclosure and
Earnings Management. Journal of Accounting Research. 37(1), 57-81.
Kusumawati. D. N. dan Riyanto. 2005. Corporate Governance dan Kinerja:
Analisis Pengaruh Compliance Reporting dan Struktur Dewan terhadap
Kinerja. Makalah SNA VIII.
Lins dan Warnock. (2004). Corporate Governance and the Shareholder Base.
International Finance Discussion Papers. 816.
Maghfirotun, Siti. (2010), Pengaruh Kepemilikan Institusional, Aktivitas Komite
Audit dan Dewan komisaris independen Terhadap Kualitas Laba, Fakultas
Ekonomi. Skripsi. Universitas Indonesia.
Maharani, Meilani Putri. (2015). Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan
Institusional, Dewan Komisaris Independen, Pertumbuhan Laba, dan
Leverage terhadap Kualitas Laba, Fakultas Ekonomi. Skripsi. Universitas
Negeri Semarang.
Muid, Dul. (2009). Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap
Kualitas Laba, Jurnal Bisnis dan Akuntansi vol. 4, no. 2, Desember 2009,
hlm. 94-108
Murhadi, Werner R. 2013. Analisis Laporan Keuangan Proyeksi dan Valuasi
Saham. Jakarta: Salemba Empat.
Novianti, Rizki. (2012). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Struktur Modal, Kualitas
Akrual, dan Investment Opportunity Set (IOS) terhadap Kualitas Laba pada
Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI. Accounting Analysis Journal
1 (2):h:1-6
Paulus, Christian. (2012). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas
Laba. Jurnal Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
115
Penman, S. H., 2001, Financial Statement Analysis and Securities Valuation.
Edisi Kedua. Mc Graw-Hill, Inc.
Peraturan BAPEPAM-LK No. IX.I.5 nomor: KEP-653/BL/2012 tentang
Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit.
Prabansari, Y. and Kusuma, H. (2005). Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Struktur Modal Perusahaan Manufaktur Go Public di Bursa Efek Jakarta.
Kajian Bisnis dan Manajemen, pp. 1–15.
Rahadiana, Rieka. (2009). Tiga Direksi Waskita Dinonaktifkan.
https://bisnis.tempo.co/read/194968/tiga-direksi-waskita-dinonaktifkan
(Diakses pada : 8 Februari 2017)
Raharja, Putra. (2009). Manajemen Keuangan dan Akuntansi. Jakarta: Salemba
Empat.
Ramadan, Imad Zeyad. (2015). Earnings Quality Determinants of the Jordanian
Manufacturing Listed Companies. International Journal of Economics and
Finance. Vol. 7, No. 5.
Ramanuningsih, Pika. (2012). Pengaruh ROA, Leverage dan Growth terhadap
Kualitas Laba. Skripsi. Universitas Sebelas Maret.
Risdawaty., Iin Mutmainah dan Subowo. (2015). Pengaruh Struktur Modal,
Ukuran Perusahaan, Asimetri Informasi dan Profitabilitas terhadap Kualitas
laba. Jurnal Dinamika Akuntansi, Vol. 7 No. 2. ISSN,2085-4277 :pp.110-
118
Saputri, Yulia Diah. (2013). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pilihan
Perusahaan terhadap Konservatisme Akuntansi. Accounting Analysis
Journal. Vol.2 No.2.
Sadiah, Halimatus. (2015). Pengaruh Leverage, Likuiditas, Size, Pertumbuhan
Laba, dan IOS terhadap Kualitas Laba. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, 4
(5), pp: 1-21.
Sudibyo, Arlita Marcela. (2013). Pengaruh Struktur Corporate Governance dan
Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba. Skripsi. Universitas
Diponegoro.
Savitri, Enni (2016). Konservatisme Akuntansi : Cara Pengukuran, Tinjauan
Empiris dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Yogyakarta : Pustahila
Sahila Yogyakarta.
116
Schipper, K. dan Vincent, L. 2003. Ear-nings Quality. Accounting Horizons. 17:
97-110
Scott, W.R. (2000). Financial Accounting Theory. Prentice Hall Canada Inc.
Siallagan, Hamonangan., & Machfoedz, Mas’ud. (2006). Mekanisme Corporate
Governance, Kualitas Laba, dan nilai perusahaan. Simposium Nasional
Akuntansi 9 Padang, 23-26 Agustus 2006
Sukmawati, Shanie., Kusmuriyanto dan Linda Agustina. (2014). Pengaruh
Struktur Modal, Ukuran Perusahaan, Likuiditas, dan Return on Asset
terhadap Kualitas Laba. Accounting Analysis Journal. Vol 3 No 1.
Surifah. (2010). Kualitas Laba dan Pengukurannya. Jurnal Ekonomi, Manajemen
& Akuntansi. Vol.8 No.2.
Triantari, Suryanti. (2011). KPK Diminta Turun Tangan Soal Laporan Pajak
Pakuwon Jati Tbk. http://www.surabayapagi.com/read/66698
/2011/07/07/KPK_Diminta_Turun_Tangan_Soal_Laporan_Pajak_Pakuw
on_Jati_Tbk.html
(Diakses pada : 10 Februari 2017)
Tuwentina, Putu. & Wirama D.G. (2014). Pengaruh Konservatisme Akuntansi dan
Corporate Governance pada Kualitas Laba, E-Journal Akuntansi
Universitas Udayana, 8.2 (2014): 185 – 201
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Velury, U. and Jenkins, D. (2006). Institutional Ownership and The Quality of
Earnings. Journal of Business Research. 59, 1043-1051.
Velury U. (1999). The Effect of Institutional Ownership On the Quality of
Earnings. Submitted in Partial Fulfillment of the Requirements for the
Degree of Doctor of Philosophy in The Darla Moore School of Business
Univer-sity of South Carolina, Umi Microfon 9928350.
Wati, Gahani Purnama & Putra, I Wayan. (2017). Pengaruh Ukuran Perusahaan,
Leverage, dan Corporate Governance pada Kualitas Laba, E-Journal
Akuntansi Universitas Udayana, Vol.19.1 (2017): 137 –167
117
Watts, Ross L., and Jerold L. Zimmerman. (1986). Possitive Accounting Theory.
The Accounting Review Vol 65.No.1.Januari 1990.pp.131-156.
Wijaya, Agoeng. (2010). ICW Ungkap Manipulasi Penjualan Batu Bara Grup
Bakrie. https://bisnis.tempo.co/read/225895/icw-ungkap-manipulasi-penjualan-batu-bara-grup-bakrie
(Diakses pada : 10 Februari 2017)
Wulansari, Yenny. (2009). Pengaruh Investment Opportunity Set, Likuiditas dan
Leverage terhadap Kualitas Laba pada Perusahaan Manufaktur yang
terdaftar di BEI. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang.
Zhang, J. (2007). The Contracting Benefit of Accounting Conservatism to
Lenders and Borrowers. Journal of Accounting and Economics. 27-54.