Upload
dangkien
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PENELITIAN
PENGARUH STRATEGI BAURAN PENJUALAN ECERAN
TERHADAP HASIL PENJUALAN PAKAIAN JADI
PADA PASAR ASH-SHOFIA DAYEUHKOLOT
KABUPATEN BANDUNG
Oleh :
Ria Arifianti, S.IP., M.Si
Margo Purnomo, S.IP. M.Si
Pratami Wulan Tresna, S.Sos., M.Si
Dibiayai oleh Dana Hibah Penelitian
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Padjadjaran
Tahun Anggaran 2011
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2011
i
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji : 1. Strategi bauran pejualan eceran yang
dilakukan pedagang pada Pasar Ash-Shofia Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. 2.
Kondisi hasil penjualan pakaian Jadi pada Pasar Ash-Shofia Dayeuhkolot Kabupaten
Bandung. 3. Pengaruh strategi bauran pejualan eceran terhadap hasil penjualan pakaian
jadi pada Pasar Ash-Shofia Dayeuhkolot Kabupaten Bandung baik secara parsial
maupun simultan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan verifikatif. Teknik pengumpulan
datanya adalah studi literature dan studi lapangan. Studi lapangan menggunakan
observasi, wawancara dan kuesioner. Sampel diambil 225 konsumen pedagang di Pasar
Ash Shofia Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. Teknik penarikan sampel menggunakan
systematic random sampling. Model pengaruh dianalisis menggunakan Regresi
Hasil penelitian menunjukkan Strategi bauran eceran telah berjalan baik. Kondisi hasil
penjualan pakaian jadi fluktuatif. Strategi bauran penjualan eceran berpengaruh terhadap
hasil penjualan pakaian jadi pada Pasar Ash-Shofia Dayeuhkolot Kabupaten Bandung.
secara parsial maupun simultan, dimana pengaruh produk yang ditawarkan lebih
dominan.
Kata kunci : strategi bauran penjualan eceran, hasil penjualan.
ii
ABSTRACT
The objectives of this research were to know and to analyze of : 1. Implementation of Mix
retail strategy by retailers at Ash-Shofia market Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. 2.
Condition of sales revenue by retailers at Ash-Shofia market Dayeuhkolot Kabupaten
Bandung. 3. The influence of mix retail strategy on the clothes of sales revenue at Ash-
Shofia market Dayeuhkolot Kabupaten Bandung partially and simultaneously.
The descriptive-verificative type is used in this research. Data collection methods are
literature and field studies. Field study covers observation, interview and structural
questionnaires. The target population in this research were retailer’s revenue at Ash-
Shofia market Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. A sample of 225 retailers at Bandung,
was surveyed to the test model. The systematic random sampling is used as sampling
technique. Regresion was used to analyze data.
The result was showed Mix Retail Strategy is good. The clothes of sales revenue is
fuktuative. The analysis confirms that there are have partially and simultaneously on the
clothes of sales revenue at Ash-Shofia market Dayeuhkolot Kabupaten Bandung, in which
partially it was more determined by product offered.
Key words : mix retail strategy, sales revenue
iii
KATA PENGANTAR
Dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati, penulis panjatkan segala puji dan
syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga
dengan upaya dan usaha serta kemampuan yang ada, penulis dapat menyelesaikan
penelitian hibah yang berjudul Pengaruh Strategi Bauran Penjualan Eceran Terhadap
Hasil Penjualan Pakaian Jadi Pada Pasar As-Shofia Dayeuhkolot Kabupaten Bandung..
Penelitian ini telah disusun untuk memenuhi persyaratan akhir untuk laporan
penelitian hibah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Bandung.
Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari adanya
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Prof. Dr. Drs. H. Asep Kartiwa
SH,MS beserta staf yang telah memberikan izin untuk berpartisipasi dalam penelitian
hibah.
2. Bapak. Prof. Dr. Drs. H. Samun Jaja Raharja, MS selaku Ketua Jurusan Imu
Administrasi Niaga beserta staf yang telah memberikan izin untuk berpartisipasi
dalam penelitian hibah.
3. Kedua orang tua kami, yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materiil.
4. Para pedagang Pasar Ash-Shofia Dayeuhkolot Kabupaten Bandung yang telah
membantu dalam penelitian ini.
iv
Akhir kata, dengan tulus ikhlas penulis berdoa semoga amal baik dari semua pihak
menjadi amal ibadah yang mendapat ridlo Allah SWT.
Bandung, Mei 2011
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Penelitian 1
1.2. Rumusan Masalah 5
1.3. Tujuan Penelitian 6
1.4. Kontribusi Penelitian 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS 7
2.1. Tinjauan Pustaka 7
2.1.1. Konsep Strategi Bauran Penjualan Eceran 10
2.1.2. Ukuran Strategi Penjualan Eceran 11
2.1.3. Konsep Hasil Penjualan 11
2.1.4. Ukuran Hasil Penjualan 13
2.1.5. Hubungan Strategi Bauran Penjualan Eceran
dengan Hasil Penjualan 14
2.2. Kerangka Pemikiran 17
2.3. Hipotesis 22
BAB III METODE PENELITIAN 23
3.1. Metode Penelitian 23
3.2. Operasionalisasi Variabel 24
3.3. Metode Penarikan Sampel 27
vi
3.4. Teknik Pengumpulan Data 28
3.5. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen 29
3.6. Metode Analisis 30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 37
4.1. Kondisi Strategi Bauran Penjualan Eceran yang Dilakukan
Pedagang di Pasar Ashofia Dayeuhkolot kabupaten Bandung 37
4.1.1. Lokasi 37
4.1.2. Prosedur Operasi 39
4.1.3. Produk yang ditawarkan 42
4.1.4. Harga 45
4.1.5. Suasana Toko 49
4.1.6. Pelayanan Konsumen 51
4.1.7 Metode Promosi 54
4.2. Kondisi Hasil Penjualan Pedagang pada Pasar Ash-Shofia
Dayeuh Kolot Kabupaten Bandung 59
4.3. Pengaruh Strategi Bauran Penjualan Eceran Pakaian Jadi
Terhadap Hasil Penjualan Pada Pasar Ash-Shofia Dayeuhkolot
Kabupaten Bandung 61
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 66
5.1. Simpulan 66
5.2. Saran 67
DAFTAR PUSTAKA 68
KUESIONER 71
vii
DAFTAR TABEL
halaman
TABEL 3.1 Operasionalisasi Variabel 25
TABEL 4.1. Deskripsi Lokasi 38
TABEL 4.2. Deskripsi Prosedur Operasi 39
TABEL 4.3. Deskripsi Produk yang Ditawarkan 42
TABEL 4.4. Deskripsi Harga 48
TABEL 4.5. Deskripsi Suasana Toko 50
TABEL 4.6. Pelayanan Konsumen 51
TABEL 4.7. Deskripsi Media Promosi 58
TABEL 4.8. Kumulatif Pelaksanaan Strategi Bauran Penjualan Eceran
Yang dilakukan Pedagang 59
viii
DAFTAR GAMBAR
halaman
GAMBAR 2.1 Controllable and Uncontrollable Variables 8
GAMBAR 2.2 Wheel of Retailling 10
GAMBAR 2.3. Bagan Alur Pemikiran 21
GAMBAR 2.4. Paradigma Pengaruh Strategi Bauran Penjualan Eceran
Terhadap Hasil Penjualan Pada Pasar As-Shofia
Dayeuhkolot Kabupaten Bandung 22
GAMBAR 4.1. Hasil Penjualan Pedagang di Pasar Ash-Shofia
Dayeuh Kolot 60
ix
1
BAB I
PENDAHULUAN
2.1. Latar Belakang Penelitian
Bisnis ritel merupakan keseluruhan aktivitas penjualan barang atau jasa secara langsung
kepada konsumen yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengelolaan bisnis
ritel tidak sekedar hanya membuka toko dan mempersiapkan barang-barang yang lengkap tetapi
harus melihat dan mengikuti perkembangan teknologi agar dapat berhasil dan mempunyai
keunggulan bersaing (Thoyib,1998;1). Keunggulan yang dimiliki masing-masing pengusaha ritel
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggannya
Secara garis besar, ritel terbagi dua yaitu pasar tradisional dan pasar modern. Pengertian
pasar tradisional adalah ritel yang sederhana, tempatnya tidak begitu luas, barang yang dijual
tidak begitu banyak jenisnya, sistem manajemen masih sederhana, tidak menawarkan
kenyamanan berbelanja dan masih ada proses tawar menawar harga dengan pedagang seperti
pasar tradisional dan warung tradisional. Sedangkan pasar modern adalah sebaliknya,
menawarkan tempat yang luas, barang yang dijual banyak jenisnya, sistem manajemen terkelola
dengan baik menawarkan kenyamanan berbelanja, harga sudah tetap (fixed) dan adanya sistem
swalayan seperti pasar modern (misalnya mall, plaza, ITC, dll) dan gerai tersendiri, misalnya
mini market, supermarket, dan hypermarket.
Kehadiran pasar modern yang memberikan banyak kenyamanan membuat sebagian orang
enggan untuk berbelanja ke pasar tradisional. Hal ini terjadi dengan kondisi pasar yang becek
dan bau, tidak menyukai kegiatan tawar menawar, faktor keamanan yang tidak aman seperti
2
adanya copet, resiko pengurangan timbangan yang dilakukan pedagang pada barang yang dibeli,
keadaan pasar penuh sesak, dan sejumlah alasan lainnya. Padahal pasar tradisional juga masih
memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki pasar modern. Diantaranya adalah masih
adanya kontak sosial saat tawar menawar antara pedagang dan pembeli. Tidak seperti pasar
modern yang memaksa konsumen untuk mematuhi harga yang sudah dipatok.
Pada tingkat pertumbuhannya, Pasar tradisional menguasai 79,8 persen omzet ritel
nasional 2008, menyusut dibandingkan 2002 yang mencapai 82,9 persen. Omzet total ritel
nasional 2008 sebesar Rp 95,3 triliun atau bertumbuh sekitar 21,1 persen. Untuk mengatasi hal
tersebut, pemerintah harus secara tegas mengatur penempatan pasar tradisional dan pasar
modern. Misalnya tentang berapa jumlah hypermarket yang boleh ada untuk setiap wilayah di
satu kota. Lalu berapa jarak yang diperbolehkan dari pasar tradisional jika pengusaha ingin
membangun supermarket. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mengantisipasi ancaman
kebangkrutan pada pasar tradisional akibat kepungan pasar modern yang tidak terkendali, dan
memberikan wahana persaingan yang sehat antara keduanya (Sapu Jagat, 2010)
Selain itu adanya pembenahan pasar rakyat tersebut. Revitalisasi dilakukan dengan harga
yang yang terjangkau oleh para pedagang. Hal ini harus dilakukan karena pasar tradisional
mempunyai keunggulan yakni produk-produk segar. Selain itu, tidak selamanya produk yang
dijual di ritel modern lebih murah karena di pasar tradisional pembeli berkesempatan untuk
menawar harga yang lebih murah
Salah satu bentuk pasar tradisional yang telah direvitalisasi adalah Pasar Ash-Shofia Kecamatan
Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. Penataan yang diatur oleh swasta membuat orang berbondong
bondong datang ke pasar tersebut. Hal ini dilandasi karena bergesernya kebiasaan masyarakat
3
yang menyukai barang-barang pabrikan membuat arus peredaran uang di sektor jual beli
menjadi lebih besar.
Hal ini menimbulkan terjadinya persaingan antar pedagang terutama berkaitan dengan
lokasi yang dipilih Moore (2002) dan Krider (2004). Berdasarkan wawancara dengan para
pedagang merasa lokasi yang tidak strategis merugikan mereka karena tidak banyak
konsumen / pembeli datang untuk membeli barang yang ditawarkan. Sehingga hal ini lama
kelamaan menyebabkan kebangkrutan bagi pedagang. Selain daripada itu timbulnya pesaing
seperti Pasar Baru dan Trade Centre menyebabkan pendapatan mereka berkurang.
Akibat Persaingan tersebut menyebabkan semakin memanasnya iklim persaingan di
antara pengusaha yang bergerak dalam bisnis eceran, seperti harga yang kian murah, pelayanan
barang, pelayanan yang paling baik, lokasi yang strategis. Persaingan yang semakin ketat ini
sempat menimbulkan kekhawatiran di kalangan peritel apabila jika persaingan itu mencapai
suatu kondisi yang tidak diinginkan yaitu saling mematikan dengan cara memainkan harga.
(Nurudin Abdullah, Bisnis Indonesia, 2003 )
Akibat lain dari persaingan lokasi menyebabkan keberadaan pengecer besar secara
sosial mampu memberikan dampak positif, terutama dalam menyerap tenaga kerja, dan laju
pertumbuhan ekonomi, pada sisi persaingan usaha memberikan dampak negatif bagi pengecer
kecil. Hal ini kemudian mendorong perubahan dimensi persaingan bisnis antara grosir dengan
pedagang eceran telah terjadi overlapping. Akibatnya, pengecer tidak hanya bersaing antar
pengecer, tapi bersaing dengan grosir yang juga bertindak sebagai pengecer. Dengan kata lain
4
terdapat persaingan pengecer dengan grosir atau pabrik yang bertindak sebagai penjual eceran.
(Ian Clarke (2000) Moore (2002) dan Nilsson dkk (2004)).
Keadaan tersebut mendorong suatu perusahaan dalam hal ini pedagang eceran untuk
dapat mengembangkan atau menciptakan strategi bauran penjualan eceran yang dapat
memberikan gambaran yang jelas mengenai apa yang akan dilakukan perusahaan dengan
menggunakan peluang yang ada, sekaligus dalam menghadapi ancaman serta kemampuan
mengarahkan perusahaan dalam menggunakan sumber daya yang tersedia serta memberikan
kepuasan yang diharapkan secara lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan para pesaing.
Dengan kata lain untuk menarik dan mempertahankan pelanggan (Kotler, Keller, 2009: 56) Hal
ini disebabkan adanya kelebihan pasokan barang, menjamurnya pusat-pusat pembelanjaan, tidak
adanya kenyamanan dalam berbelanja di trade centre, kurangnya pengunjung yang datang ke
trade centre karena pengunjung lebih suka ke tempat yang lebih nyaman seperti mal. (Mesti
Sinaga dkk, Kontan, 2003)
Pernyataan di atas didukung dengan survai yang dilakukan peneliti di beberapa pedagang
di pasar secara umum pedagang belum mengoptimalkan strategi bauran penjualan ecerannya
dilihat dari : pertama, faktor lokasi yang kurang strategis. Pedagang eceran beranggapan lokasi
yang sepi tidak akan menguntungkan dagangan yang di jualnya dibandingkan lokasi yang ramai
atau yang dekat jalan masuk ke toko yang bersangkutan. Kedua, kenyamanan yang tidak
terjamin seperti ruang untuk menjual barang kurang luas. Ketiga, Kualitas barang yang kadang-
kadang tidak menjamin seperti menawarkan barang yang kemarin tidak laku terjual. Keempat,
5
Adanya perbedaan harga yang ditawarkan kepada konsumen yang membeli satuan dengan
konsumen yang membeli dalam partai besar.
Kelima, para pedagang merasa tidak perlu mengadakan promosi karena mereka
beranggapan pasar sudah cukup dikenal orang sehingga para konsumen akan datang tanpa
promosi kepada para pembeli. Keenam, pramuniaga yang kadang-kadang tidak begitu ramah
dalam melayani pembeli dan kadang kurang komunikatif. Ketujuh, adanya perbedaan
pembayaran antara pembelian dalam jumlah besar dan kecil.
Dari pengamatan dan pra survai yang dilakukan penulis, maka pedagang di pasar telah
berusaha mengembangkan strategi pemasarannya. Namun demikian banyaknya perubahan yang
terjadi karena adanya persaingan, tuntutan pelanggan dan tuntutan pedagang itu sendiri serta
mengingat belum dikembangkannya strategi bauran penjualan eceran secara profesional, perlu
dilakukan suatu penelitian mengenai unsur-unsur strategi bauran penjualan eceran yang harus
dikembangkan atau dikelola oleh pihak pedagang dalam mempengaruhi Hasil Penjualan
Pakaian Jadi Pasar Ash-Shofia Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan strategi bauran penjualan eceran yang dilakukan pedagang pada Pasar
Ash-Shofia Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung
2. Bagaimana kondisi hasil penjualan pakaian jadi pada Pasar Ash-Shofia Kecamatan Dayeuhkolot
Kabupaten Bandung.
3. Sejauhmana strategi bauran penjualan eceran mempunyai pengaruh terhadap hasil penjualan
pakaian jadi pada Pasar Ash-Shofia Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung secara parsial
6
maupun simultan.
1.3. Tujuan Penelitian
Mengkaji dan menganalisis :
1. Pelaksanaan strategi bauran penjualan eceran yang dilakukan pedagang pada Pasar Ash-Shofia
Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung
2. Kondisi hasil penjualan pakaian jadi pada Pasar Ash-Shofia Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten
Bandung.
3. Strategi bauran penjualan eceran mempunyai pengaruh terhadap hasil penjualan pakaian jadi
pada Pasar Ash-Shofia Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung secara parsial maupun simultan.
1.4. Kontribusi Penelitian
(1) Pihak pedagang eceran pakaian jadi di Pasar Ash-Shofia Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten
Bandung
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan baik berupa ide ataupun
gagasan pemikiran pada pedagang eceran pakaian jadi sehingga dapat mendorong
pedagang untuk meningkatkan pelaksanaan strategi bauran penjualan eceran yang tepat di
masa yang akan datang yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil penjualan
pedagang serta memberikan keuntungan yang besar bagi pedagang eceran.
(2) Pedagang eceran pakaian jadi di daerah lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan contoh bagi pedagang eceran lain dalam
mengembangkan dan mengukur pelaksanaan strategi bauran penjualan eceran terhadap
hasil penjualan untuk menggunakan jasa pedagang eceran.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Konsep Strategi Bauran Penjualan Eceran
Berman and Evans (2004 : 12) mengemukakan pengertian Strategi Penjualan Eceran
adalah A Retail is the overall plan guides the firm. Such a strategy has an influence on the
retailer’s business activities and its response to market forces, such as competition or the
economy. Eceran merupakan petunjuk keseluruhan rencana perusahaan. Strategi demikian
mempunyai pengaruh pada kegiatan bisnis pengecer dan hal tersebut mempunyai respon pada
kekuatan pasar, seperti pesaing atau ekonomi.
Levy and Weitz (2010 : 23) menekankan strategi bauran penjualan eceran adalah retail
mix is the combination of factors retailers used to satisfy customer needs and influence their
purchase decisions. Elements in retail mix include merchandise and service offered,merchandise
pricing, advertising and promotional programs, store design, merchandise display, assintance to
customers provided by salespeople, and convenience of store’s location.
Selanjutnya Dunne and Lusch (2005 : 50-51) mengatakan the retail mix ix the
combination of merchandise, price, advertising and promotion, customer services and selling,
and store layout and design that the retailer uses to satisfy the target market. Davidson,
Sweeney and Stampfi (1988 : 66) mengatakan the marketing mix of a retailing firm has
classically been called the retailing mix and consists of location and physical facilities,
merchandising, pricing, promotion, services, and organization/personnel.
8
Dari keempat pendapat di atas terdapat beberapa kesamaan pendapat. Pertama Berman
dan Evans mempunyai kesamaan dengan Levy and Weitz dan Davidson, Sweeney and Stampfi
mengungkapkan bahwa perlunya penyeleksian pegawai (seperti pemilihan, seleksi dan
sebagainya) menjadi unsur tersendiri, sedangkan Dunne and Lusch penyeleksian pegawai
dimasukkan dalam pelayanan konsumen. Kedua persamaan keempat pendapat ini menekankan
pada perlunya harga, promosi, layout dan design toko, pelayanan konsumen. Untuk Davidson,
Sweeney and Stampfi design toko sudah dimasukkan pada fasilitas toko. Perbedaannya Dunne
and Lusch tidak melihat lokasi yang dipilih. Mereka beranggapan hanya 5 (lima) komponen saja
yang perlu dilakukan dalam strategi bauran penjualan eceran.
Dalam strategi bauran penjualan eceran terdapat unsur-unsur yang mempengaruhi
langsung pada bisnis eceran seperti unsur lokasi toko, memanage toko, harga dan komunikasi
dengan konsumen dan unsur yang harus dihadapi seperti pesaing, ekonomi dan peraturan. Hal
pertama dikatakan controllable variables dan yang terakhir disebut dengan uncontrollable
variables. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 : Controllable and Uncontrallable Variables
Sumber : Barry Berman and Joel R. Evans (2004 : 63)
Controllable Variables
Store Locations Managing a business Merchandise
management and pricing
Communicating with the customer
Retail
Strategy
Uncontrollable Variables
Consumers Competition Technology Economic conditions Seasonality Legal restrictions
9
Selanjutnya dalam ritel terkenal dengan The Wheel of Retailing (roda eceran). Strategi
yang menunjukkan proses suatu bisnis ritel yang bermula dari ide kreatif pengusaha eceran
membuka toko untuk menjual produk yang ada pada benaknya. Toko akan berkembang sehingga
mampu membiayai pertumbuhan tokonya. Tidak sekedar tumbuh, toko juga meningkatkan
pelayanannya. Tantangan sebagai toko skala menengah yang dapat dipenuhi seperti jumlah
kategori produk yang bertambah, biaya operasional yang meningkat, dan lain-lain dan
membuatnya meraih keuntungan. (Berman dan Evans, 2004 :105-106, dan Hendri Ma’ruf 14-15)
Strategi yang terdapat dalam Wheel of Retailing adalah pertama, low end strategy
menekankan harga relatif murah, pelayanan dan fasilitas terbatas dan segmen pembeli yang
dilayani adalah yang sensitif terhadap harga. Kedua, medium strategy menekankan pada harga
kompetitif/menengah, fasilitas yang ditingkatkan dan segmen pembeli diperluas (tidak hanya
sekedar yang sensitif terhadap harga), Ketiga, high end strategy menekankan pada harga tinggi,
fasilitas dan pelayanan prima dan segmen pembeli yang dilayani upscale (Berman dan Evans,
2004 : 106). Berdasarkan strategi Wheel of Retailing, maka hypermarket mengacu pada medium
strategi. Hypermarket menetapkan harga yang moderat yaitu tergantung kebutuhan pasar.
Fasilitas yang lebih baik seperti adanya pengiriman barang atau garansi barang dan lebih
mengutamakan pelayanan pada konsumen. Strategi ini dapat dijelaskan dengan gambar sebagai
berikut :
10
Gambar 2.2. Wheel of Retailing
Sumber : Berman dan Evans (2004 : 106)
Kegiatan ritel berkaitan dengan Scrambled Merchandising. Scrambled Merchandising
terjadi ketika para peritel/perusahaan menambahkan barang dan meningkatkan pelayanan yang
kemungkinan tidak berhubungan satu sama lain dan berlaku untuk perusahaan yang murni untuk
kegiatan bisnis. Strategi ini dilakukan dengan beberapa alasan apabila perusahaan/peritel ingin
meningkatkan penjualan secara keseluruhan, menambahkan keuntungan dalam penjualan barang
dan pelayanan, berkaitan dengan konsumen yang melakukan pembelian berdasarkan emosi
(impulsif), orang-orang melakukan one stop shopping, pencapaian target pasar yang berbeda, dan
mempengaruhi suasana dan mengurangi persaingan. Strategi ini juga dilakukan apabila produk
yang dikeluarkan perusahaan jatuh dipasaran dan untuk menggaet konsumen. Penerapan strategi
ini berlaku di toko buku, penyewaan video, toko bunga atau supermarket yang mencakup aspek
tersebut (Berman dan Evans, 2004 : 106-107).
High-end strategy
High prices
Excellent facilities and service
Upscale consumers
Moderate prices
Improved facilities
Broader base of value and
Service-conscious consumers
Low-end strategy
Low price
Limited facilities and services
Price sensitives consumers
11
2.1.2. Ukuran Strategi Penjualan Eceran
Selanjutnya Berman and Evans (2004 : 105) menekankan strategi bauran penjualan
eceran lebih spesifik adalah The firm’s particular combination of store location, operating
procedures, goods / services offered, pricing tactics, store atmosphere and customer services,
and promotional methods.
Levy and Weitz (2010 : 23) menekankan Elements in retail mix include merchandise and
service offered,merchandise pricing, advertising and promotional programs, store design,
merchandise display, assintance to customers provided by salespeople, and convenience of
store’s location.
Selanjutnya Dunne and Lusch (2005 : 50-51) mengatakan the retail mix ix the
combination of merchandise, price, advertising and promotion, customer services and selling,
and store layout and design that the retailer uses to satisfy the target market.
2.1.3. Konsep Hasil Penjualan
Pendapatan berkaitan dengan volume atau hasil penjualan. Pengertian hasil penjualan
(sales revenue) adalah hasil total yang diterima atau yang akan diterima oleh perusahaan dari
penjualan barang atau jasa dalam periode tertentu (Marbun, 2003 : 94) Dari pengertian ini
mengungkapkan bahwa hasil penjualan ini berasal dari penjualan baik dalam bentuk barang
maupun dalam bentuk jasa yang ditawarkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Hasil total ini
dapat berupa uang (pendapatan dalam segi mata uang) atau jumlah / volume barang yang terjual.
12
Sedangkan menurut Panitia Istilah Manajemen Lembaga PPM (1994 : 65) mengatakan
hasil penjualan adalah hasil total uang yang diterima atau yang akan diterima oleh perusahan dari
penjualan barang atau jasa dalam periode tertentu (sales revenue). Pernyatan ini berkaitan
dengan jumlah uang yang diterima oleh pedagang.
Kedua pendapat di atas mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamannya hasil
penjualan merupakan pendapatan yang diterima oleh masing-masing pedagang eceran.
Perbedaannya menurut Marbun pendapatan yang diterima ini dapat berupa volume (jumlah)
barang yang terjual dan dapat berbentuk uang yaitu pendapatan dalam bentuk mata uang
(rupiah). Sedangkan menurut Panitia Istilah Manajemen Lembaga PPM hasil penjualan ini
adalah pendapatan yang diterima pedagang eceran dalam bentuk uang. Perbedaan lainnya
menurut dictionary com yaitu hasil penjualan tidak terpaku pada penjualan barang dan jasa
tetapi dapat berkaitan dengan penanaman modal, penyewaan barang dan adanya bunga.
Pendapat lain mengatakan bahwa hasil penjualan berupa laba yang diterima pengecer atau
perusahaan. Laba menampilkan uang yang diterima pemilik bisnis / pengecer dari uang yang
dipertanggungjawabkan ke dalam bisnis tersebut. Dengan kata lain laba bila dikaitkan dengan
pengecer merupakan pendapatan yang menunjukkan kemampuan keuangan konsumen untuk
membeli barang dan jasa yang tidak utama (Meyer. Harris, Kohns and Stove III, 1992 : 111-
121)
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa hasil penjualan merupakan jumlah
barang yang terjual dibanding dengan jumlah barang yang tersedia, sehingga dihasilkan suatu
13
deretan, angka. Hasil penjualan merupakan hasil dari kegiatan yang diiakukan oleh perusahaan
dalam usahanya untuk mencapai sasaran peusahaan yaitu laba.
Hasil penjualanpun dapat dipengaruhi oleh :
1. Kondisi dan kemampuan pasar.
2. Kondisi Pasar berkaitan dengan kelompok pembeli dan segmen pasarnya, daya beli,
frekuensi pembeliannya, keinginan dan kebutuhan konsumen.
3. Modal berkaitan dengan modal kerja perusahaan mampu untuk mencapai target
penjualan yang dianggarkan seperti untuk kemampuan membiayai usaha - usaha untuk
mencapai target penjualan dan kemampuan membeli bahan mentah untuk dapat
memenuhi target penjualan.
4. Kondisi organisasi perusahaan.
2.1.4. Ukuran Hasil Penjualan
Hasil penjualan berkaitan dengan pendapatan mempunyai ukuran tersendiri. Menurut
Cook and Walters (1991 : 365) Ada tiga kategori luas alasan mengukur hasil penjualan : (1)
Memperbaiki penjualan atau pelayanan pelanggan (2) Mengurangi biaya penjualan untuk
meningkatkan laba, dan (3) menggunakan metode kompensasi untuk menjaga staf penjual yang
harmonis. Jika kita dapat menemukan ukuran yang valid untuk penjualan yang sesuai dengan
kesan yang diinginkan perusahaannya, maka kita akan mempunyai kunci untuk mengetahui
bagaimana mengembangkan kekuatan penjualan yang unggul. Kita juga akan mampu
mempertahankan penjual mereka yang baik dan memilih tenaga baru yang berkompeten.
14
Bagaimanapun tugas mengukur hasil penjualan merupakan tugas sulit karena hampir
setiap pekerjaan penjualan berbeda-beda, produk dan jasa sangat variasi, kesan perusahaan yang
diinginkan berbeda, perubahan kondisi bisnis, dan lain sebagainya. Oleh karena itu mengukur
hasil penjualan merupakan masalah menganalisis pekerjaan menjual dan posisi individual yang
terbaik untuk kemampuannya. Kemudian, menentukan alat pengukur yang sesuai (penggarisan)
pada tugas dan tanggung jawab individual penjual yang akan dipakai merupakan suatu masalah.
2.1.5. Hubungan Strategi Bauran Penjualan Eceran dengan Hasil Penjualan
Teori hubungan diungkapkan Dunne and Lusch (2005 : 38-39) mengatakan salah satu
misi dari strategi bauran penjualan eceran adalah kinerja keuangan (financial performance) yaitu
berkaitan dengan keuntungan yang didapat oleh pengecer. Keuntungan yang dituju berkaitan
langsung dengan pengembalian moneter yang dicapai oleh pengecer. Maksud dari
pengembalian moneter ini adalah keuntungan bersih setelah terkena pajak. Hal ini menandakan
bahwa strategi bauran penjualan eceran mempunyai keterkaitan dengan hasil penjualan.
Pendapat lain mengenai keterkaitan antara Strategi Bauran Penjualan Eceran dengan
Hasil Penjualan dijelaskan juga oleh David Cook dan David Walters (1991 : 16) sebagai berikut :
Retailing and retail strategic the role of marketing has been important. It has introduced
retailing to the concept of being ‘market-led’ businesses, orienting their Ishort, medium
and long-term activities towards maximizing customer satisfaction and towards
achieving a high level of performance of those critical success factors that important to
all retailing businesses : Increasing sales revenue in real terms by increasing customer
visit frequencies, customer transaction size and customer spend across the range per visit
15
Selanjutnya Burstiner (2001 : 17) mengatakan most retailing involves buying
merchandise from whosalers and / or manufacturers and reselling these goods directly to
consumers - at a profit. Beliau mengatakan bahwa dalam kegiatan penjualan eceran ini
berkaitan dengan pembelian barang dan berkaitan dengan keuntungan. Keuntungan disini jelas
berkaitan dengan pendapatan yang diterima oleh pedagang.
Berman and Evant (2004 : 10), Moore (2002) dan Hernant (2004) yang mengatakan
bahwa strategi bauran penjualan eceran mempunyai pengaruh terhadap pendapatan dalam hal ini
keuntungan yang di dapat. Pendapatan ini berkaitan dengan keuntungan yang di dapat dalam
menjual barang yang ditawarkan oleh pengecer. Ungkapan senada diutarakan oleh Kustarjono
Prodjolalito (dalam Usahawan. 1999) yang mengatakan usaha retail mempunyai pengaruh pada
hasil / volume penjualan. Beliau mengambil contoh mengenai kondisi ekonomi yang tidak
menentu seperti adanya krisis moneter yang mempengaruhi pendapatan yang diterima karena
daya beli masyarakat menurun. Otomatis strategi retail yang dijalankan tidak berjalan dengan
baik dan mengakibatkan pendapatan menurun. Selanjutnya masing-masing unsure strategi
bauran penjualan eceran mempunyai pengaruh sebagai berikut :
Pengaruh Lokasi terhadap Hasil Penjualan
Berman and Evans (2004 : 216), Moore (2002) dan Krider (2004) mengatakan bahwa pemilihan
lokasi akan mempengaruhi pendapatan pedagang. Pemilihan lokasi yang tepat akan
mendatangkan konsumen yang lebih banyak dan terjadi transaksi penjualan. Hal ini akan
menghasilkan keuntungan. Keuntungan ini yang berkaitan dengan pendapatan (hasil penjualan).
16
Pengaruh Prosedur Operasi terhadap Hasil Penjualan
Berman and Evans (2004 : 295) mengatakan salah satu hal yang diutamakan dalam prosedur
operasi adalah keuntungan. Keuntungan disini berkaitan dengan pendapatan retailer dalam
periode waktu. Pernyataan ini jelas menekankan bahwa prosedur operasi mempunyai pengaruh
terhadap hasil penjualan.
Pengaruh Produk yang ditawarkan terhadap Hasil Penjualan
Berman and Evans (2004 : 339) mengatakan tujuan dari penjualan adalah keuntungan yang
didapat dari penjualan produk. Ini jelas terlihat bahwa produk yang ditawarkan akan
mempengaruhi keuntungan bagi penjual.
Pengaruh Harga terhadap Hasil Penjualan
Alexander and Colgate (2000) menetapkan harga atau keuangan dapat membangun
hubungan dengan konsumen dan berkaitan dengan daya beli konsumen. Hal ini menunjukkan
apabila daya beli konsumen tinggi, maka akan menimbulkan keuntungan pedagang sehingga
akan mempengaruhi hasil penjualan.
Berman and Evans (2004 : 415) yang didukung Bell (2001) mengatakan Goods and
services must be priced in away that both achieves profitability for the retailer and satisfies
customers. A pricing strategy must be consistent with the retailer’s overall image (positioning),
sales, profit, and return on investment goals. Pernyataan ini menekankan bahwa harga akan
berkaitan dengan keuntungan dan kepuasan konsumen. Salah satu tujuan Strategi harga adalah
keuntungan. Keuntungan ini berkaitan dengan penjualan. Penjualan yang dimaksud adalah
17
penjualan barang dan jasa. Hal ini menandakan bahwa strategi harga mempunyai pengaruh
terhadap keuntungan/pendapatan (hasil penjualan).
Pengaruh Suasana Toko terhadap Hasil Penjualan
Suasana tokopun dapat menaikkan hasil penjualan pengecer. Ini terlihat dari penataan produk
yang menarik merangsang orang untuk berbelanja sehingga terjadi transaksi penjualan yang
menguntungkan retailer itu sendiri. (Berman and Evans, 2004 : 476)
Pengaruh Pelayanan Konsumen terhadap Hasil Penjualan
Pelayanan konsumen pun mempunyai pengaruh terhadap hasil penjualan. Hal ini terlihat dari
keuntungan pelayanan konsumen yang baik akan menghasilkan pendapatan bagi pengecer.
(Berman and Evans. 2004 : 27)
Pengaruh Media Promosi terhadap Hasil Penjualan
Berman and Evans (2004 : 488) mengatakan bahwa dengan adanya promosi bertujuan untuk
meningkatkan penjualan, menaikkan image (store atmosphere), mempopulerkan lokasi toko,
menginformasikan tentang operasi dan jasa yang ditawarkan, menawarkan pelayanan yang baik
bagi konsumen. Hal ini terlihat bahwa promosi tersebut dapat mempengaruhi unsur-unsur yang
ada di strategi bauran penjualan eceran.
2.2. Kerangka Pemikiran
Strategi pemasaran merupakan bagian integral dari strategi bisnis yang merupakan arah
pada semua fungsi manajemen suatu organisasi. Salah satu bagian strategi pemasaran adalah
sistem distribusi yang berkaitan dengan perdagangan grosir dan eceran yang dilalui produk
18
hingga mencapai konsumen akhir yang membeli dan menggunakannya. Dengan kata lain
distribusi ini berkaitan dengan pedagang eceran yang menjual secara eceran maupun grosir.
Oleh karena itu pedagang eceran berfikir secara strategis untuk melihat lingkungan
(pasar, persaingan, dan lain-lain), kemudian membandingkannya dengan sumber daya yang
dimiliki. Salah satunya para pedagang harus mampu membangun kepercayaan para pelanggan
atau konsumen yang berbelanja. Bentuk untuk menarik pelanggan dan membangun kepercayaan
dengan cara memperbaiki bauran penjualan eceran. Bauran penjualan eceran adalah kombinasi
dari variabel-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan yang digunakan oleh pedagang eceran
untuk dapat meningkatkan hasil penjualan yang diinginkan.
Variabel-variabel yang digunakan dalam strategi bauran penjualan eceran adalah
pertama, lokasi merupakan hal yang paling penting dan paling utama dalam melakukan
perdagangan khususnya ritel karena memiliki korelasi dengan segmen pasar yang akan dituju.
Seorang pengecer mempunyai keputusan Pesaing, akses transportasi, kepadatan penduduk, tipe
lingkungan, kedekatan dengan konsumen, lalu lintas pejalan kaki, dan komposisi toko
merupakan diantara beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam memilih lokasi toko.
Kedua, prosedur operasi. Prosedur operasi ini berkaitan dengan kegiatan operasional
(transaksi jual beli) yang dilakukan pengecer berkaitan dengan para pramuniaga (pelayan), gaya
pemilik kios (pengecer) dan ketentuan toko. Ketiga, barang yang ditawarkan, menitikberatkan
pada barang dagangan yang ditawarkan pengecer berkaitan dengan jenis / keragaman produk dan
kualitas produk. Keempat,Harga. Harga pengecer merupakan faktor yang penting dalam
penentuan posisi dan harus diputuskan sesuai dengan pasar sasarannya, bauran ragam produk
19
dan pelayanan serta persaingan. Pengecer juga harus memperhatikan taktik persaingan harga.
strategi harga ini berkaitan dengan permintaan berorientasi pada keinginan pelanggan seperti
adanya diskon. Strategi harga yang berkaitan dengan biaya mengatur harga dasar yang rendah
sehingga dapat menarik para pelanggan untuk berbelanja. Pengecer juga harus memperhatikan
persaingan harga. Biasanya Pengecer menetapkan harga yang rendah untuk beberapa jenis
produk yang berfungsi sebagai penarik pengunjung atau pemimpin kerugian. Mereka juga
melakukan obral pada waktu tertentu.
Kelima, Suasana toko berkaitan dengan situasi dan kondisi ditawarkan pengecer yang
bertujuan untuk menarik konsumen. Kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan suasana toko /
kios yang khas yang ditawarkan oleh pedagang pengecer. Penataan fasilitas yang digunakan kios
hanya beberapa seperti luas toko, kenyamanan, kebersihan dan desain atau tata letak barang. Hal
ini dilakukan karena tidak semua fasilitas digunakan di kios seperti fasilitas parkir tidak
disediakan oleh pedagang kios tetapi diberikan oleh pengelola pasar.
Keenam, pelayanan toko/kios. Pelayanan berupa ketersediaan fasilitas baik fisik maupun
non fisik yang diberikan para pedagang kepada pembeli. Dari pengertian di atas dapat
diungkapkan bahwa pelayanan konsumen ini lebih menitikberatkan pada kegiatan yang dapat
memuaskan konsumennya dengan memberikan fasilitas yang terbaik yang diberikan oleh toko
yang bersangkutan. Salah satu fasilitas yang ada di kios adalah berkaitan dengan kebijakan
perusahaan/pengecer seperti kebijakan pembayaran dan kebijakan pengembalian barang.
Ketujuh, Metode Promosi. Dari pengertian di atas dapat diungkapkan bahwa inti dari promosi
ini adalah komunikasi yang dilakukan oleh pengecer kepada para konsumennya dengan
20
menggunakan cara-cara yang dapat digunakan untuk menarik para konsumennya seperti melalui
iklan, promosi dan sebagainya.
Salah satu target yang dituju oleh strategi ini adalah bentuk service yang diberikan
kepada pelanggan. Kios memberikan service penuh (full service) kepada pelanggannya karena
mereka mengadakan kontak secara langsung atau tatap muka dengan pelanggannya. Strategi ini
cocok dengan semua jenis toko baik supermarket, outlet, kios dan sebagainya. Dengan kata lain,
strategi bauran penjualan eceran ini digunakan untuk industri kecil yang bentuknya seperti kios
atau sejenisnya.
Kegunaan strategi ini ditujukan untuk para pedagang/ Pengecer. Strategi ini dilakukan
untuk dapat mengadakan komunikasi dalam bentuk tertulis maupun lisan ataupun secara
langsung. Untuk mengadakan komunikasi ini memerlukan tempat yang dapat dikatakan kios,
toko, outlet atau sejenisnya. Kios/toko atau sejenisnya ini adalah yang menjual pakaian sampai
majalah.
Strategi yang ditawarkan di atas dapat mempengaruhi pendapatan yang didapat oleh para
pedagang eceran. Pendapatan ini berkaitan dengan volume atau hasil penjualan. hasil penjualan
adalah hasil total uang yang diterima atau yang akan diterima oleh perusahan dari penjualan
barang atau jasa dalam periode tertentu (sales revenue)
Apabila strategi bauran penjualan eceran dikelola dengan baik, maka akan mempunyai
pengaruh terhadap pendapatan dalam hal ini keuntungan yang di dapat. Pendapatan ini berkaitan
dengan keuntungan yang di dapat dalam menjual barang yang ditawarkan oleh pengecer.
21
Kerangka pemikiran di atas dapat digambarkan dalam bagan alur kerangka pemikiran dan
paradigma penelitian di bawah ini :
Gambar 2.3 : Bagan Alur Pemikiran
STRATEGI PEMASARAN
Memilih Pasar Sasaran: Segmentation, Targetting,
positioning
STRATEGI BAURAN PENJUALAN ECERAN Lokasi Toko Prosedur Operasi Produk yang ditawarkan Harga Suasana Toko Pelayanan Konsumen Metode Promosi
TEORI : BERMAN & EVANS (2004 : 10)
STUDI EMPIRIS MOORE (2002), HERNANT (2004)
HASIL PENJUALAN
Marketing Mix : Product Price Place Promotion
Marketing
Expenditure
22
Paradigma Pengaruh Bauran Penjualan Eceran Terhadap Hasil Penjualan pada
Pasar Ashofia Kecamatan Dayeuhkolot kabupaten Bandung
Gambar 2.4. Paradigma Penelitian
Keterangan : Pengaruh secara simultan
Pengaruh secara parsial
2.3. Hipotesis
Strategi bauran penjualan eceran mempunyai pengaruh secara parsial maupun simultan terhadap
hasil penjualan pakaian jadi pada Pasar Ash-Shofia Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung.
STRATEGI BAURAN PENJUALAN
ECERAN
Prosedur Operasi (X2)
Produk yang ditawarkan (X3)
Harga (X4)
Suasana Toko (X5)
Pelayanan Konsumen (X6)
Metode Promosi (X7)
Lokasi Toko (X1)
Hasil Penjualan
(Y)
Pendapatan yang diterima
perusahaan
(pedagang eceran)
23
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang Pengaruh Strategi Bauran
Eceran terhadap Hasil Penjualan pada Pasar Ash-Shofia Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten
Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survai yaitu penelitian yang
didasarkan pada pengambilan sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuesioner
sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Dengan demikian metode penelitian ini disebut
sampel survai (explanatory survey), yaitu mengukur variabel penelitian yang berkaitan dengan
ciri-ciri dari unit observasi tertentu, baik ciri kuantitatif maupun ciri kualitatif, dimana informasi
dari responden dikumpulkan langsung secara empirik untuk mengetahui pendapat yang
bersangkutan mengenai masalah yang sedang diteliti.
Dalam pelaksanaan penelitian ini akan digunakan jenis penelitian Deskriptif Verifikatif,
yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan (para pedagang eceran pakaian jadi di
Pasar Ash-Shofia dengan jumlah sampel tertentu). Penelitian deskriptif bertujuan untuk
memperoleh deskripsi tentang ciri variabel Strategi Bauran Penjualan Eceran yang ditawarkan
pedagang eceran di Pasar Ash-Shofia Kabupaten Bandung. Penelitian Verifikatif digunakan
untuk menguji hipotesis yang menggunakan perhitungan statistik (Moh. Nazir : 1999 : 63).
Statistik yang digunakan uji regresi.
24
Obyek yang diteliti dalam penelitian ini adalah pedagang eceran pakaian jadi Pasar Ash-
Shofia di Kabupaten Bandung. Jenis data primer dibutuhkan dalam penelitian ini adalah berupa
kumpulan informasi yang diperoleh dengan metode wawancara dan menggunakan kuesioner
terstruktur yang diberikan kepada pedagang eceran pakaian jadi menjadi responden dipilih.
Selain para pedagang, penulis juga memberikan kuesioner kepada konsumen untuk mencek
jawaban yang telah dijawab para pedagang tersebut. Data sekunder didapat dengan menelaah
data yang diperoleh dari pihak pedagang eceran pakaian jadi berupa hasil penjualan pakaian jadi
serta publikasi yang telah diterbitkan seperti jurnal, majalah, koran dan artikel.
3.2. Operasionalisasi Variabel
Untuk menjawab kedua permasalahan seperti yang dikemukakan dalam rumusan
masalah, variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas yaitu
strategi bauran penjualan eceran yang mencakup 7 sub variabel yaitu : Store Location (X1),
Operating Procedures (X2), The goods/Services (X3), Pricing (X4), Store Atmosphere (X5),
Customer Services (X6), Promotional methods (X7), sedangkan hasil penjualan pakaian jadi
sebagai variabel terikat (Y). Secara rinci operasionalisasi variabel tersebut dapat dilihat sebagai
berikut :
25
Tabel 3.1.
Operasionalisasi Variabel
Variabel/Sub Sub
Variabel
Konsep Variabel /
Sub Variabel
Indikator Variabel /
Sub Variabel
Satuan
Ukuran
1 2 3 4
Strategi
Bauran
Penjualan
Eceran (X)
merupakan petunjuk keseluruhan
rencana pedagang yang mempunyai
pengaruh pada kegiatan bisnis
pengecer mempunyai respon pada
kekuatan pasar, seperti pesaing atau
ekonomi.
Lokasi Kios
(X1)
Letak kios pakaian jadi di
ITC
Pemilihan lokasi kios
Keamanan pedagang
Kemudahan menemukan
Kios
Tk. pemilihan
Tk. perhatian
Tingkat
kemudahan
Prosedur
Operasi
Kios
(X2)
kegiatan operasional yang
dilakukan pedagang Pemilihan pramuniaga
Kecakapan pramuniaga
Pertimbangan ketetapan
Pembayaran
Tk. Perhatian
Tk.
kesesuaian
Tk.
Pertimbangan
Prosedur
Operasi
Kios
(X2)
kegiatan operasional yang
dilakukan pedagang Pemilihan pramuniaga
Kecakapan pramuniaga
Pertimbangan ketetapan
Pembayaran
Tk. Perhatian
Tk.
kesesuaian
Tk.
Pertimbangan
Produk
yang
ditawarkan
(X3)
barang dagangan yang ditawarkan
pedagang pakaian jadi
Kualitas pakaian yang
ditawarkan
Jenis pakaian jadi yang
ditawarkan
Kenyamanan pakaian jadi
Tk. Perhatian
Tingkat
prioritas
Tingkat
pertimbangan
Harga
(X4)
Harga pakaian jadi yang ditetapkan
pedagang Harga pakaian jadi
Perubahan harga
Tingkat
kesesuaian
Tingkat
pertimbangan
26
Variabel/Sub Sub
Variabel
Konsep Variabel /
Sub Variabel
Indikator Variabel /
Sub Variabel
Satuan
Ukuran
1 2 3 4
Suasana
Toko
(X5)
Situasi dan kondisi kios di
ITC
Memperhatikan
Luas kios untuk
keleluasaan berbelanja
Memperhatikan
Kenyamanan selama
berada di kios
Memperhatikan
Kebersihan kios
Memperhatikan Desain
atau tata letak pakaian jadi
di kios
Tk. Perhatian
Tk. Prioritas
Tk Perhatian
Tingkat
Kesesuaian
Pelayanan
Konsumen
Kios
(X6)
ketersediaan fasilitas fisik fisik maupun
non fisik yang
diberikan para pedagang
kepada pembeli
Kebijakan pembayaran
Kebijakan pengembalian
barang
Tk
Pertimbangan
Tk. Perhatian
Metode
Promosi
(X7)
Komunikasi yang dilakukan
pengecer dalam menawarkan
barang dagangannya
Advertising yang dilakukan
pedagang
Public relations yang
dilakukan pedagang
personal selling yang
dilakukan pedagang
sales promotion yang
digunakan pedagang
Tk kegunaan
Tk kegunaan
Tk kegunaan
Tk kegunaan
Hasil
Penjualan
(Y)
Hasil total yang diterima atau atau yang
akan diterima oleh oleh pedagang dari
penjualan pakaian jadi
dalam periode tertentu
Besarnya
Pendapatan yang yang diterima.
Rupiah
27
3.3. Metode Penarikan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik systematic random
sampling, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi. Proses
random hanya dilakukan untuk menentukan anggota populasi yang pertama. Dengan demikian,
jika sampel pertama yang dipilih random adalah konsumen yang berbelanja dengan nomor urut
1. Pengisian kuesioner memerlukan waktu sekitar 25 menit, maka urutan anggota sampel yang
terdiri dari pedagang dengan no urut 1, 26, 51 seterusnya dengan interval 20 sampai terkumpul
sampel sebanyak 225.
Untuk mendapatkan (n) dalam populasi digunakan rumus Yamane (Rakhmat, 1995:85).
Sampel ditentukan sebagai berikut:
12
Nd
Nn
dimana: N = ukuran populasi
n = jumlah sampel
d = presisi yang digunakan
Berdasarkan data diatas, maka pada obyek penelitian terdapat sebanyak 225 orang
pedagang pakaian jadi. Jika presisi yang digunakan adalah 10 persen, maka jumlah sampel yang
diteliti dari populasi sebesar 225 orang adalah sebagai berikut:
7023,691)1,0(225
2252
n responden
28
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini, dapat dilakukan melalui langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Observasi
Metode ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan terhadap berbagai
permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan strategi bauran penjualan eceran yang
mempunyai pengaruh terhadap hasil penjualan pakaian jadi dan unsur-unsur yang dominan
dalam pelaksanaan strategi bauran penjualan eceran, sehingga peneliti dapat menggambarkan
kondisi sesungguhnya mengenai apa yang terjadi di lapangan.
2. Wawancara
Metode ini dilakukan dengan mengadakan wawancara langsung dengan cara mengajukan
sejumlah pertanyaan melalui daftar pertanyaan yang telah disusun kepada pengelola maupun
kepada pedagang eceran (berkaitan dengan pengaruh strategi bauran penjualan eceran
terhadap hasil penjualan pakaian jadi) dan mengadakan wawancara kedalaman mengenai
unsur-unsur yang dominan serta unsur pendukung dan penghambat kepada konsumen yang
sedang berbelanja di Pasar Ash-Shofia.
3. Kuesioner.
Penelitian ini menggunakan kuesioner langsung dengan bentuk jawaban tertutup (Close and
Questions) dan terdiri atas kemungkinan jawaban (option) berganda. Kuesioner ini digunakan
sebagai instrumen utama dalam pengumpulan data, namun tidak mengesampingkan
instrumen lain sebagai pelengkap. Untuk menjawab masalah dan mengungkap penelitian
29
pertama digunakan kuesioner kepada para pedagang eceran pakaian jadi. Sedangkan untuk
mengungkap penelitian kedua digunakan kuesioner kepada para konsumen yang berbelanja
di Pasar Ash-Shofia.
3.5.Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen
(1) Pengujian Validitas
Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui apakah kita mengukur konsep secara benar
(Sekaran, 2000 : 204). Analisis item yang digunakan untuk menguji validitas instrument yaitu
menggunakan rumus :
21
21
11
nnSgab
XXt
;
2)(
)1()1(
21
2
22
2
11
nn
snsnSgab
Dimana : X1 = Jumlah skor item-item ganjil
X2 = Jumlah skor item-item genap
(2) Pengujian Reliability Instrumen
Uji Reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui stabilitas dan konsistensi di dalam
pengukuran (Sekaran. 2000 : 204). Kaidah Keputusan yang bisa dikemukakan yaitu apabila t
hitung > t tabel maka perbedaan tersebut signifikan dan instrument dianggap valid. Pengujian
Reliability Instrumen dilakukan dengan Internal Consistency dengan teknik Belah Dua (Split
Half) yang dianalisis dengan rumus Spearman- Brown :
30
b
b
r
rri
1
2 (Sugiono, 2002 : 122)
dengan : r1 = Reliabilitas internal seluruh instrument.
rb = Korelasi Product-Moment antara belahan pertama dan kedua.
3.6.Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan analisis deskriptif dan verifikatif. Analisis
deskriptif dilakukan untuk memperoleh kejelasan mengenai ciri-ciri variabel yang diteliti
(strategi bauran penjualan eceran dan hasil penjualan pakaian jadi). Perhitungan secara deskriptif
dilakukan dengan WMS (Weighted Mean Scored) sebagai berikut :
Untuk skor ideal : Skor Maksimal dikali jumlah responden dikali jumlah pertanyaan
Untuk skor yang dicapai : Jumlah kumulatif / keseluruhan jawaban responden
Sedangkan rata-ratanya :
skor 1 untuk sangat buruk / sangat jelek
Skor 2 untuk kategori buruk/jelek
Skor 3 : untuk kategori cukup baik
Skor 4 : untuk kategori baik
Skor 5 : untuk kategori sangat baik
31
Sedangkan analisis verifikatif dilakukan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan alat uji
statistik.Pengujian statistik menggunakan analisis regresi. Langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Pengujian Ketepatan Asumsi Model
a. Uji Multikolinier
Multikolinier terjadi apabila adanya hubungan antar variabel independen. Hal ini diduga
terjadi bila koefisien determinasi tinggi, nilai uji F tinggi tetapi nilai t dari parameter tidak
signifikan. Multikolinier merupakan salah satu bentuk penyimpangan terhadap asumsi model
Klasik sehingga bisa mengakibatkan antara lain kesalahan baku (standar error) membesar,
tingkat keyakinan (level of significance) salah satu atau beberapa koefisien regresi tidak
signifikan meskipun koefisien regresinya tinggi, penaksir OLS dan simpangan baku sensitif
terhadap perubahan data yang kecil.
Beberapa tindakan perbaikan apabila terdapat multikolinier dalam sebuah model estimasi
yaitu informasi apriori yang bersumber dari teori ekonomi atau hasil penelitian empiris,
menggabungkan data cross-section dan data time-series, mengeluarkan suatu variabel atau
variabel-variabel yang ada dan bias spesifikasi yang timbul dari spesifikasi yang tidak benar dari
model analisis yang digunakan, transformasi variabel, seperti bentuk perbedaan pertama (first
difference), dan penambahan data baru. Karena multikolinier merupakan ciri-ciri sampel, maka
kemungkinan dalam sampel lain yang meliputi kolinier variabel yang sama tidak begitu serius
seperti dalam sampel pertama. Kadang-kadang hanya dengan meningkatkan ukuran sampel (jika
mungkin), bisa mengurangi kolinearitas (Gujarati, 2003 : 335-374).
32
b. Uji heteroskedastis
Heteroskedastis adalah kondisi ketidaksamaan varian dari variabel independen berkaitan
dengan varian nilai variabel dependen. Situasi ini menyebabkan penaksiran koefisien regresi
tidak efisien, sehingga akan jauh lebih kecil, lebih besar atau menyesatkan. Heteroskedastis
merupakan masalah yang potensial terjadi dalam menarik kesimpulan berdasarkan least squares.
Pendeteksian adanya heteroskedastis dapat dilakukan dengan menggunakan White test (Gujarati ,
2003 : 413). Langkah pengujiannya sebagai berikut :
- Ho : tidak ada heteroskedastis (homocedastis)
H1 : ada heteroskedastis
- α = 0,05 ; tolak Ho jika Obs*R-square > 2
kdf atau probabilty (P-value) < α
Ada dua cara untuk menyelesaikan masalah heteroskedastis, yaitu :
1. Jika σi2 diketahui, maka menyelesaikannya dilakukan dengan metode Weighted Least
Square (WLS).
2. Jika σi2 tidak diketahui, maka ada 4 (empat) cara transformasi data, tergantung pada
asumsi :
a) Dibagi dengan Xi jika variasi kesalahannya (error variance) diasumsikan
proporsional terhadap Xi2.
b) Dibagi dengan akar kuadrat Xi atau jika variasi kesalahannya proporsional terhadap
Xi.
c) Asumsi variasi kesalahannya proporsional terhadap (E(Yi))2 maka dilakukan
transformasi data dengan membagi persamaan dengan Yi.
33
d) Dengan melakukan transformasi ke dalam bentuk log.
c. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah kondisi di mana kesalahan pengganggu saling berkorelasi. Untuk
mengetahui keberadaan autokorelasi bisa dideteksi dengan menggunakan dilakukan pengujian
dengan menggunakan pengujian Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test (Gujarati, 2003:
472).
Lakukan pengujian dengan prosedur sebagai berikut:
- H0 : tidak ada serial correlations.
H1 : ada serial correlations.
- 0 jika obs*R-square > 2
kdf atau atau probabilty (P-value) < α
Autokorelasi atau serial korelasi diartikan sebagai adanya korelasi gangguan pada satu
observasi dengan observasi lain. Autokorelasi ini biasanya terjadi pada regresi yang
menggunakan data time series. Adanya autokorelasi ini akan menyebabkan:
1. Varians residual (error terms) yang diperoleh lebih rendah dari semestinya, sehingga
menyebabkan R² menjadi lebih tinggi dari seharusnya.
2. Pengujian hipotesis yang dilakukan dengan uji t dan uji F menjadi tidak sah, dan dapat
memberikan kesimpulan yang menyesatkan.
2. Mengestimasi Model Yang Akan Digunakan
Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya dapat diperoleh fungsi yang menjelaskan faktor-
faktor yang mempengaruhi penjualan, yaitu : Penjualan = f (lokasi, prosedur operasi, produk
yang ditawarkan, harga, suasana toko, pelayanan konsumen, metoda promosi)
34
Persamaan di atas dapat dinyatakan dalam model ekonometrika untuk menjelaskan
faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham, yaitu :
Yit = β0i + β1 X1it + β2 X2it + β3 X3it + β4 X4it + β5 X5it + β6 X6it + β7 X7it + μit
Di mana :
Y = penjualan
X1 = lokasi (X1)
X2 = prosedur operasi (X2)
X3 = produk yang ditawarkan (X3)
X4 = harga (X4)
X5 = suasana toko (X5)
X6 = pelayanan konsumen (X6)
X7 = metoda promosi (X7)
β0 = konstanta
β1, β2, β3, β4, β5, β6, β7 = koefisien regresi
μ = error term
i = produsen ke i
3. Uji Hipotesis
Dari model regresi di atas, untuk membuktikan apakah variabel-variabel independen secara
simultan mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen, dilakukan uji F. Dalam uji F ini
dapat dinyatakan sebagai berikut :
35
a. Ho : β1 = β2 = β3 ...= βi = 0 atau variabel independen yang digunakan yaitu return on asset,
return on equity, earning per share, debt to equity ratio, capital adequacy ratio, loan to
deposit ratio, dan beta saham secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel dependen
(harga saham)..
H1 : tidak semua koefisien = 0 atau variabel independen yang digunakan yaitu return on
asset, return on equity, earning per share, debt to equity ratio, capital adequacy ratio, loan
to deposit ratio, dan beta saham secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen
(harga saham).
b. Level of signifikan (α) = 0,05.
c. Fhitung sebesar :
1
1 2
2
knR
kR
Fhitung
Di mana : k = jumlah variabel independen, n = jumlah observasi, dan R2 = koefisien determinasi.
Nilai Ftabel dapat dicari dengan df1 = k dan df2 = n–k–1. Ho ditolak apabila nilai Fhitung >
Ftabel, artinya semua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel
dependen.
Untuk mengetahui pengaruh secara parsial yang diartikan ada tidaknya suatu variabel
independen dalam mempengaruhi variabel dependen digunakan uji t. Dalam uji t ini dapat
dinyatakan sebagai berikut :
36
a. Ho : βi = 0 atau variabel independen (return on asset, return on equity, earning per share, debt
to equity ratio, capital adequacy ratio, loan to deposit ratio, dan beta saham) secara parsial
tidak mempengaruhi variabel dependen (harga saham).
H1 : βi ≠ 0 atau variabel independen (return on asset, return on equity, earning per share, debt
to equity ratio, capital adequacy ratio, loan to deposit ratio, dan beta saham) secara parsial
mempengaruhi variabel dependen (harga saham).
(i = 0,1,2,3,...)
b. level of signifikan (α) = 0,05
c. thitung sebesar :
)( i
ihitung
SEt
di mana : β = koefisien regresi
SE(β) = standard errors dari β
Apabila nilai thitung > ttabel, maka Ho ditolak, berarti variabel independen secara parsial
mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Pengujian Koefisien Determinasi (R2)
digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan variabel dalam model yang digunakan.
Koefisien determinasi adalah angka yang menunjukkan besarnya proporsi atau persentase variasi
variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel independen dalam model regresi tersebut, atau
besarnya kemampuan varian atau penyebaran dari variabel-variabel independen yang dapat
menerangkan variabel dependen. Besarnya nilai R2 adalah 0 < R
2 < 1, semakin mendekati 1
berarti model tersebut dikatakan baik karena semakin dekat hubungan antara variabel
independen, dan sebaliknya. Semakin mendekati 1 maka R2 tersebut variabel dependen hampir
seluruhnya dipengaruhi variabel independen dalam model, dan sebaliknya.
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.1. Pelaksanaan Strategi Bauran Eceran Yang Dilakukan Pedagang di Pasar Ash-
Shofia Kabupaten Bandung
Strategi merupakan tindakan konkret dan merupakan cara untuk menterjemahkan visi, misi, nilai-
nilai dan tujuan. Untuk itu, menciptakan strategi yang handal dan mampu menghadapi kompetisi
merupakan pekerjaan yang besar bagi seorang pedagang, khususnya pedagang eceran. Strategi ini
merupakan rencana global yang menggambarkan sumber daya dan aktivitas lainnya untuk menghadapi
lingkungan dan untuk mencapai tujuan.
Salah satu strategi yang dilakukan oleh pedagang adalah strategi bauran penjualan eceran.
Strategi penjualan eceran merupakan strategi yang dilakukan pedagang untuk menarik konsumen
berbelanja. Unsur-unsur strategi bauran eceran sebagai berikut :
4.1.1.Lokasi
Keputusan lokasi mempunyai peranan yang sangat penting bagi pedagang. Lokasi kios
sangat mempengaruhi keuntungan dan keberhasilan usaha dalam jangka panjang dan
mempengaruhi jumlah dan jenis konsumen yang akan tertarik untuk datang ke lokasi yang
strategis, mudah dijangkau, serta kapasitas yang memadai bagi konsumen.
Dalam pelaksanaannya strategi yang dilakukan oleh pedagang di Pasar Ash-Shofia sudah
baik tetapi belum optimal. Ini terlihat dari latar belakang pemilihan lokasi tidak berdasarkan
kestrategisan lokasi, karena menurut para pedagang terkendala dengan biaya sewa kios atau
pembelian kios. Pedagang eceran beranggapan lokasi yang sepi tidak akan menguntungkan
38
dagangan yang di jualnya dibandingkan lokasi yang ramai atau yang dekat jalan masuk ke toko
yang bersangkutan. Hal ini terlihat pada tabel 4.1 sebagai berikut :
Tabel 4.1. Deskripsi Lokasi
Indikator Nilai Aktual
(Actual Score)
Nilai Ideal
(Ideal Score)
WMS
(%)
Rata-
rata
1. Latar belakang dalam
memilih lokasi
2. Kemampuan finansial
3. Keamanan pedagang
4. Akses transportasi
5. Kedekatan dengan
pedagang lain
268
306
285
300
316
350
350
350
350
350
76,6
87,4
81,1
85,7
90,3
3.83
4,37
4,1
4,29
4,51
TOTAL 1475 1750 84,22 4,2
Secara finansial mereka mampu menyewa hanya lokasinya tidak strategis. Segi
keamanan pedagang. Berdasarkan wawancara dengan pedagang, mereka mencari keamanan baik
pedagang maupun konsumen. Keamanan disini dari tekanan penjahat atau rongrongan lainnya.
Sehingga tidak mengherankan apabila sebagian dari mereka memilih lokasi yang jauh dari
keramaian konsumen yang datang. Hal ini ditegaskan oleh konsumen, mereka kadangkala
merasa tidak aman karena terlalu berdesakan apabila akan mencapai lokasi yang dimaksud dan
banyaknya pencopet yang berperan sebagai pembeli berkeliaran di sekitar kios. Keamanan ini
sepertinya lebih kepada keamanan pedagang dari kejahatan daripada keamanan konsumen.
Tetapi ada konsumen mengatakan mereka lebih tertarik untuk menghindarkan kepadatan dengan
mencari lokasi toko yang jauh dari keramaian atau berbelanja di kios yang berada dekat.
39
Akses transportasi yang mudah dijangkau karean lokasi dekat dengan pabrik dan
perumahan. Kedekatan dengan pedagang lain telah mereka lakukan dengan baik walaupun belum
optimal. Hal ini terlihat pedagang pakaian jadi yang ada di pasar sangat berdekatan. Mereka
berdagang berdekatan dengan pedagang lain yang bertujuan untuk tidak menyulitkan konsumen
untuk berbelanja. Berdasarkan pendapat konsumen mereka tidak kesulitan untuk mendapatkan
barang yang sejenis karena pedagang yang berjualan barang yang sejenis berdekatan.
4.1.2. Prosedur Operasi
Prosedur operasi kepada konsumen dilakukan para pedagang untuk memberikan
kemudahan kepada konsumen potensial dalam berbelanja, kemudahan pelaksanaan transaksi
pada saat konsumen berusaha melakukan pembelian, dan adanya kepuasan konsumen atau
pelanggan terhadap barang yang ditawarkan. Secara kumulatif dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tabel 4.2. Deskripsi Prosedur Operasi
Indikator Nilai Aktual
(Actual
Score)
Nilai Ideal
(Ideal Score)
WMS
(%)
Rata-
rata
6. Keramahan
7. Kelincahan dan kecekatan
8. Ketampanan/kecantikan
9. Penampilan
10. Pengalaman bekerja
11. Kekerabatan
12. Alat pembayaran
306
296
301
301
306
327
287
350
350
350
350
350
350
350
350
87,4
84,6
86
86
87,4
93,4
82
4,37
4,23
4,3
4,3
4,37
4,67
4,1
TOTAL 1475 2450 86,7% 4,3
40
Dalam pelaksanaannya prosedur operasi yang dilakukan pedagang di Pasar Ash-Shofia
Dayeuhkolot sudah dilakukan dengan baik tetapi belum optimal. Keramahan pedagang sudah
baik, walaupun dalam melakukan pelayanan kadangkala mereka tidak ramah di mata konsumen.
Keramahan merupakan prioritas utama dalam menentukan pramuniaga yang akan bekerja,
karena dengan keramahan maka pembeli akan datang dan senang serta betah berbelanja di
kiosnya sehingga proses transaksi jual beli lancar. Selain itu bukan saja keramahan yang
dipertimbangkan dalam memilih pegawai yang akan bekerja / pramuniaga yang akan bekerja
tetapi mempertimbangkan pula pegawai / pramuniaga yang dapat membawa suasana yang
menyegarkan pembeli seperti bertutur kata halus, sopan, bersahaja dan sebagainya.
Kelincahan dan kecekatan terlihat ketika menawarkan barang atau dalam melakukan
pelayanan kepada konsumen sudah baik tetapi belum optimal. Kelincahan dan cekatan
merupakan kriteria utama dalam mempertimbangkan pramuniaga yang akan bekerja. Pedagang
beranggapan pembeli adalah orang yang harus dilayani dengan cekatan. Pramuniaga yang lincah
dan cekatan disukai konsumen seperti pembeli memerlukan pakaian yang diinginkan dilayani
dengan segera. Sebagian kecil pedagang berasumsi tidak cukup hanya kelincahan dan cekatan
yang dibutuhkan, tetapi pramuniaga tersebut harus bisa menarik pembeli datang membeli di
kiosnya contohnya menurut konsumen mereka merasa sebagai pembeli kadang-kadang tidak
dilayani dengan baik atau pramuniaganya berleha-leha tanpa mengindahkan keinginan pembeli
atau menganggap pembeli hanya melihat-lihat barang tanpa maksud untuk membeli sehingga
pembeli tidak berminat untuk datang membeli. Hal ini yang membuat kesal konsumen/pembeli.
41
Ketampanan/kecantikan pramuniaga berada dalam kategori baik tetapi belum optimal.
Hal ini diperhatikan oleh para pedagang, tujuannya untuk menarik konsumen berbelanja.
Ketampanan/kecantikan pramuniaga merupakan hal yang penting dalam melayani pembeli,
karena pedagang menganggap pramuniaga yang cantik dan tampan akan menarik konsumennya
untuk berbelanja. Penampilan pramuniaga pun harus menarik dan disesuaikan dengan kondisi
atau mode sekarang. Penampilan yang menarik menurut para pedagang ini seperti baju
pramuniaga yang bersih, selalu tersenyum dan tidak menampakkan muka yang cemberut atau
masam.
Dalam pemilihan pramuniaga didasarkan pengalaman bekerja sehingga memudahkan
memberikan pelayanan. Berdasarkan wawancara dengan pedagang pengalaman bekerja
diutamakan karena mereka beranggapan tidak perlu lagi melakukan pengarahan bagaimana
melayani pembeli sehingga mengirit biaya yang ada.
Faktor kekerabatan merupakan strategi pedagang, karena mereka beranggapan
memudahkan dan adanya kepercayaan dalam mengelola kios. Rata-rata kios yang dibuka oleh
pedagang merupakan usaha keluarga. Berdasarkan wawancara dengan pedagang, kekerabatan
sangat diprioritaskan karena mereka beranggapan lebih mudah mengatur dari segi keuangan dan
dapat memerintah lebih leluasa. Faktor alat pembayaran menurut sebagian pedagang, mereka
tidak menggunakan fasilitas pembayaran dengan alasan modal yang mereka tanamkan kecil
sehingga mereka tidak mempunyai dana lebih untuk fasilitas alat pembayaran. Mereka
mengatakan lebih suka alat pembayaran yang tunai karena untuk membayar sebagian barang
konsinyasi yang mereka ambil dari pabrik.
42
4.1.3. Produk Yang Ditawarkan
Produk yang ditawarkan pedagang sangat diperhatikan. Hal ini bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan. Secara kumulatif dijelaskan sebagai berikut :
Tabel 4.3. Deskripsi Produk Yang Ditawarkan
Indikator Nilai Aktual
(Actual Score)
Nilai Ideal
(Ideal Score)
WMS
(%)
Rata-
rata
13. Desain yang menarik
14. Bahan dan Kekuatan
Jahitan
15. Keragaman model dan
ukuran
16. Keragaman merek
17. Daya beli konsumen
18. Keuntungan
300
296
276
296
292
305
350
350
350
350
350
350
85,8
84,6
78,9
84,5
83,4
87,1
4,29
4,29
3,94
4,23
4,17
4,3
TOTAL 1765 2100 84 % 4,2
Desain yang menarik merupakan hal yang diutamakan dalam kualitas baju. Desain yang
menarik menurut mereka disesuaikan dengan model-model yang sedang berkembang seperti
misalnya tren sekarang pakaian dewasa identik dengan bordir yang diberi payet atau celana
panjang wanita yang dibordir atau pakaian anak desain gambarnya disesuaikan dengan tokoh
kartun yang sedang tren / popular saat ini seperti tokoh sponebob, spiderman dan sebagainya.
Strategi pedagang dengan memperhatikan desain yang menarik ini dirasakan oleh
konsumen/pembeli. Menurut konsumen desain yang mereka tawarkan menarik pembeli tetapi
sayang desain tersebut mempunyai kesamaan dengan pedagang yang lain dan hanya sebagian
kecil yang mempunyai desain yang berbeda. Strategi yang dilakukan tidak melihat kemampuan
pedagang untuk mendesain tetapi hanya melihat desain yang sama dengan pedagang lain. Para
pedagang mengatakan pakaian jadi yang mereka jual berasal dari pabrik yang sama dan hanya
sebagian kecil yang berbeda.
43
Pedagang beranggapan bahan dan kekuatan jahitan bukan tanggung jawab mereka
karena barang yang dijual berasal dari pabrik dan mereka hanya menerima barang yang sudah
jadi saja. Selain daripada itu disesuaikan dengan harga yang terjangkau oleh konsumen.
Pedagang dengan memperhatikan bahan dan kekuatan jahitan dalam strategi produk yang
ditawarkan berada pada posisi baik. Hal ini terlihat dari pendapat sebagian pedagang
mengatakan kekuatan jahitan diperhatikan dengan seksama karena konsumen selalu mengeluh
dengan hal tersebut. Hal ini mempunyai dampak harga yang ditawarkan menjadi mahal. Tetapi
sebagian pedagang mengatakan tidak perlu memperhatikan kualitas jahitan karena mereka
beranggapan kualitas jahitan yang bagus harus disesuaikan dengan harga yang ditawarkan
sedangkan harga yang mereka tawarkan tidak begitu mahal.
Produk yang ditawarkan disesuaikan dengan keragaman dalam segi ukuran dan model,
karena mereka terpaku pada barang yang dikirim dari pabrik atau mal. Mereka hanya
mempunyai stok barang dengan ukuran yang standar yaitu S, M, L dan LL sedangkan ukuran
besar jarang ditawarkan dengan alasan tidak begitu laku terjual atau dengan kata lain jarang
orang membelinya. Selain itu produk yang ditawarkan disesuaikan dengan keragaman dalam segi
ukuran dan model. Strategi ini dilakukan oleh para pedagang pakaian yang memproduksi atau
menjahit sendiri barang yang dijualnya atau para pedagang yang menjual barang impor yang
berasal dari Korea dan Jepang atau bukan buatan dalam negeri. Sebagian pedagang beranggapan
keragaman produk yang ditawarkan disesuaikan dengan ukuran dan model seperti model pakaian
A berukuran X, L, M, XL dan sebagainya. Tetapi sebagian pedagang beranggapan tidak perlu
melakukan hal demikian. Mereka hanya mematok sebagian pakaian disesuaikan dengan ukuran
44
yang ada dengan kata lain stoknya terbatas dan jarang ada yang mencari pakaian dengan ukuran
yang sangat besar (big size) . Dengan kata lain ukuran besar menurut para pedagang tidak begitu
laku. Hal ini menandakan masih sebagian pedagang yang melakukan strategi dengan benar.
Keragaman merek barang merupakan hal yang penting dalam menjual produk. Biasanya
merek yang mereka tawarkan tidak begitu terkenal dan merupakan produk dalam negeri. Para
pedagang yang menawarkan keragaman merek karena mereka beranggapan pedagang yang
lainpun menawarkan barang dengan merek yang sama. Hal ini terlihat strategi yang mereka
lakukan hanya melihat pesaing dan konsumen tanpa melihat kemampuan mereka sebagai
penjual. Hal ini menandakan mereka kurang menggunakan strategi dengan baik.
Daya beli konsumen merupakan hal yang dipertimbangkan dalam memperhatikan
kenyamanan suatu produk yang dijual. Hal ini terlihat dari harga yang begitu seragam dan tidak
begitu mahal seperti harga baju berkisar antara Rp. 17.000 sampai Rp. 350.000,- untuk pakaian
jadi dan jarang harga pakaian yang berkisar 350.000 ke atas. Segelintir pedagang yang menjual
pakaian dari luar negeri bukan merupakan produk dalam negeri seperti Korea yang menjual
barang sekitar Rp. 150.000 ke atas. Mereka mempunyai alasan bahwa harga yang diberikan
disesuaikan dengan harga tukar rupiah terhadap mata uang asing.
Faktor keuntungan merupakan hal yang utama dalam mempertimbangkan kenyamanan
suatu produk yang dijual. Ini terlihat dari harga barang yang ditawarkan pedagang berkisar Rp.
90.000, bila pembeli pintar menawar harga maka harga yang ditawarkan bisa menjadi Rp. 50.000
atau setengahnya. Biasanya kejadian ini terjadi pada kios-kios yang lokasinya berada di belakang
atau berada di lantai II dan III dan lantai I yang berada di belakang atau sepi
45
pengunjung/pembeli. Mereka biasanya menaikkan harga telebih dahulu. Selain itu strategi
pedagang menawarkan barangnya dengan harga pas dan tidak bisa ditawar kembali. Ini biasanya
berlaku pada kios yang berada di lantai dasar atau yang dekat escalator.
4.1.4. Harga
Strategi kebijakan penetapan harga merupakan suatu masalah jika perusahaan akan
menetapkan harga pertama kalinya, karena penetapan harga akan mempengaruhi pendapatan
total dan biaya. Penetapan harga jual yang layak memungkinkan penjualan eceran mempunyai
profit yang layak, dan memberikan kepuasan kepada konsumen. Dengan demikian harga
sangatlah penting bagi pedagang eceran khususnya pedagang kios.
Dalam pelaksanaannya, penetapan harga yang dilakukan berdasarkan biaya produksi dan
pesaing. Hal ini didasarkan pada harga barang yang dipasok dari pabrik atau nilai tukar rupiah
dianggap sebagai biaya produksi dan harga yang ditawarkan oleh para pedagang. Mereka
beranggapan dengan mengeluarkan biaya yang sama atau lebih mahal akan memperoleh
keuntungan. Hal ini terlihat dari pendapat konsumen bahwa harga yang ditawarkan disesuaikan
dengan lokasi yang ada. Misalnya harga yang berada di lantai 3 dan harga yang berada di lantai 2
berbeda jauh atau harga yang ditawarkan antara pedagang yang berada di lantai yang sama
mempunyai harga yang sama atau perbedaannya hanya 1000 atau 2000 saja. Ini menandakan
strategi yang dilakukan sudah baik. Selain itu para pedagang memproduksi sendiri barangnya
yang akan dijual sehingga dalam menawarkan barangnya dihitung berdasarkan biaya produksi
dan disesuaikan dengan harga pasar atau harga yang ditawarkan pedagang lain (pesaing).
46
Pedagangpun sebagian tidak memproduksi sendiri barangnya dan hanya menerima barang
konsinyasi dari pabrik atau pedagang lainnya dan menawarkan harga yang diinginkan pedagang
saja tanpa melihat pedagang lain. Dengan kata lain hanya memikirkan keuntungan pedagang
saja.
Harga yang ditetapkan pedagang berdasarkan keuntungan pedagang. Hal ini sesuai
dengan pendapat konsumen yang mengatakan harga yang ditawarkan penjual kadangkala tidak
sesuai dengan kualitas yang ada dan harga yang ditawarkan seakan-akan 2 (dua) kali lipat dari
harga semula. Kenyataan ini terjadi apabila pembeli tidak menawar. Ini terlihat jelas strategi
yang dilakukan hanya untuk kepentingan pedagang (keuntungan pedagang) tanpa melihat
pembeli.
Kemampuan pembeli menjadi prioritas utama dalam mempertimbangkan harga, karena
mereka harus mempertimbangkan modal dan uang sewa kios yang harus dikeluarkan. Srategi
yang dilakukan sudah baik karena penggunaan strategi selain melihat kemampuan pedagang
dengan mempertimbangkan uang sewa kios atau modal yang dikeluarkan pedagang juga melihat
kemampuan pembeli karena mereka beranggapan segmen yang dituju adalah semua konsumen
baik tingkat menengah, tingkat bawah, atau tingkat atas. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat
konsumen yang mengatakan harga yang diberikan kadangkala tinggi atau hampir dua kali lipat
dari harga semula dan konsumen harus pintar menawar harga yang ditawarkan, apabila ini tidak
dilakukan maka akan menguntungkan pedagang. Contohnya harga pakaian senilai Rp. 90.000
dapat menjadi Rp. 45.000 atau Rp. 50.000 . Ini berlaku untuk kios yang terletak jauh dari
escalator dan sepi.
47
Potongan harga merupakan kriteria utama dalam mempertimbangkan harga jual.
Berdasarkan wawancara dengan para pedagang, potongan harga dilakukan apabila konsumen
melakukan pembelian barang dalam skala besar atau menghabiskan stok pakaian yang lama. Hal
ini dilakukan untuk menutupi kerugian yang di dapat atau pengembalian modal awal. Alasan
lainnya untuk menarik konsumen pada penjualan pakaian yang pertama terjual atau menurut
istilah mereka sebagai “penglaris” misalnya sampai jam 12 siang pakaian belum terjual maka
ketika pembeli datang diskon bisa sampai 50 persennya. Kenyataan ini terlihat di lapangan
konsumen yang datang pagi akan mendapat pakaian yang lebih murah dibandingkan yang datang
pada tengah hari atau sore hari. Ini terlihat strategi potongan harga yang dilakukan pedagang
untuk menurunkan harga tergantung pada kondisi di lapangan.
Pelaksanaan strategi bauran penjualan yang dilakukan pedagang dilihat dari jumlah
pembelian termasuk dalam kategori baik. Berdasarkan wawancara dengan para pedagang harga
yang diberikan tergantung pada banyak atau tidaknya barang yang dibeli. Hal ini seperti yang
dikeluhkan para konsumen yang berbelanja dalam partai eceran seperti di toko A menjual barang
eceran Rp. 35.000 per potong, tetapi bila partai grosir atau besar sebesar Rp. 30.000 per potong.
Ini terlihat jelas strategi yang dilakukan pedagang berdasarkan biaya eceran atau grosir karena
mereka beranggapan partai grosir lebih menguntungkan dibandingkan dengan partai eceran.
Kondisi ekonomi negara sangat diperhatikan karena berkaitan dengan daya beli
masyarakat. Menurut pendapat pedagang, kondisi ekonomi sangat mempengaruhi harga. Hal
serupa diutarakan oleh para konsumen yang mengatakan ekonomi negara mempengaruhi harga
barang yang ditawarkan. Ini terlihat pada waktu nilai mata uang rupiah yang merosot dengan
48
cepat karena krisis moneter otomatis barang impor dari luar naik dan hal ini mengakibatkan
harga pakaian menjadi naik sekitar Rp. 5.000 s.d Rp. 10.000 atau harga BBM naik maka harga
pakaianpun menjadi naik. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa strategi yang dilakukan
disesuaikan dengan kondisi negara. Ini jelas-jelas mempengaruhi daya beli masyarakat yang
menjadi menurun. Apabila hal ini terjadi akan mengakibatkan kerugian bagi pedagang.
Tabel 4.4. Deskripsi Harga
Indikator Nilai Aktual
(Actual Score)
Nilai Ideal
(Ideal Score)
WMS
(%)
Rata-
rata
6. Biaya Produksi
7. Keuntungan
8. Kemampuan pembeli
9. Potongan harga
10. Jumlah pembelian
11. Kondisi ekonomi negara
12. Persaingan harga
296
323
298
299
313
284
297
350
350
350
350
350
350
350
84,5
92,3
85,1
85,4
89.4
81,1
84,9
4.23
4,61
4,29
4,27
4,47
4,10
4,24
TOTAL 2110 2450 86 % 4,2
Perubahan harga didasarkan pada harga yang ditawarkan pedagang lain. Hal ini
dipertegas dengan pernyataan para pedagang yang menyatakan persaingan harga dengan
pedagang yang menjual barang sama dilakukan. Mereka tidak segan-segannya menawarkan
harga yang lebih rendah dari pedagang lain. Hal ini diperkuat dengan pernyataan para konsumen
yang mengatakan bahwa harga yang berada di atas (lantai 2 dan 3) lebih murah dibandingkan
dengan harga yang ditawarkan di bawah (lantai 1/dasar).Ini terlihat mereka mencari keuntungan
dengan bersaing dengan pedagang lain atau saling banting harga.
49
4.1.5 Suasana Toko
Suasana kios atau toko mempunyai tata letak yang memudahkan/menyulitkan untuk
berputar-putar di dalamnya. Setiap toko mempunyai penampilan yang berbeda-beda baik itu
kotor, menarik, megah, dan suram. Suatu toko harus membentuk suasana yang terencana yang
sesuai dengan pasar sasarannya dan dapat menarik konsumen untuk membeli di toko tersebut.
Berikut ini diuraikan bagaimana pelaksanaan strategi bauran penjualan eceran pakaian jadi
dilihat dari aspek suasana toko :
Kios perlu diperhatikan luas toko sehingga pembeli merasa leluasa dalam melakukan
transaksi. Ini berlaku pada pedagang yang membeli dua kios menjadi satu atau lokasinya berada
di pertigaan atau diujung yang mempunyai luas yang berbeda. Tetapi sebagian pedagang
mengatakan mereka tidak bisa memilih kios/toko dengan luas yang diminta karena semua ukuran
kios yang ada sama dan tergantung dari biaya yang dikeluarkan atau harga atau sewa kios
tersebut. Luas Kios mempunyai luas yang sama sehingga para pedagang tidak bisa
memperhatikan luas yang ada. Strategi yang mereka lakukan sulit dilakukan karena luasnya telah
ditentukan atau kurangnya penataan ruangan sehingga terlihat sempit. Selain daripada itu
tergantung dari sewa/harga kios yang ditawarkan. Hal ini menyulitkan para konsumen yang akan
membeli. Mereka mengeluhkan ruangan yang sempit dan berdesakan dengan para pembeli
lainnya.
Kenyamanan pembeli sangat diprioritaskan dalam melayani pembeli. Mereka berusaha
untuk menata ruangannya senyaman mungkin bagi para pembeli. Para pedagang mengatakan
memperhatikan kenyamanan pembeli dan menyerahkan kepada pengelola. Tetapi pada
50
kenyataannya pembeli tidak merasa nyaman dalam berbelanja terutama pada hari libur seperti
hari Sabtu dan Minggu. Para konsumen merasa berdesakan dengan pembeli lain dalam
melakukan transaksi. Para pedagang harus dapat mengantisipasi kondisi ini yaitu dengan
menyediakan kipas angin supaya tidak pengap. Hal ini hanya dilakukan oleh segelintir kios.
Kebersihan toko sangat diperhatikan dalam melayani pembeli, karena mereka
beranggapan kondisi kios yang bersih akan mendatangkan banyak konsumen dan akan
menghasilkan keuntungan untuk mereka. Berdasarkan wawancara dengan para pedagang,
mereka memperhatikan kebersihan dan pengelolaannya dilakukan oleh pengelola. Mereka
membayar biaya/iuran untuk membayar fasilitas yang disediakan oleh pengelola tersebut. Tetapi
pada kenyataannya kebersihan kurang dijaga oleh kedua belah fihak tersebut. Berdasarkan
pantauan di lapangan dan pendapat para konsumen masih banyak tumpukan sampah yang berada
di pinggir toko tersebut. Hal ini menandakan strategi yang dilakukan belum dilakukan dengan
baik karena mereka tidak terjun langsung menangani kebersihan kiosnya sendiri malah
tergantung pada pengelola.
Tabel 4.5. Deskripsi Suasana Toko
Indikator Nilai Aktual
(Actual Score)
Nilai Ideal
(Ideal Score)
WMS
(%)
Rata-
rata
6. Luas Toko
7. Kenyamanan Pembeli
8. Kebersihan barang
9. Pengkategorian barang
290
295
294
291
350
350
350
350
82,9
84,3
84
83,1
4,14
4,21
4,2
4,18
TOTAL 1170 1400 70,1% 4,3
51
Pengkategorian barang dagangan dilakukan berdasarkan ukuran dan model, Berdasarkan
pantauan dan wawancara dengan para pedagang mereka hanya melakukan untuk beberapa
kategori dan ukuran tertentu seperti S, M dan L. Ukuran yang besar seperti XL, LL jarang
dipajang karena jarang orang membeli dalam ukuran yang sangat besar. Mereka hanya
menyimpan dalam lemari yang disediakan. Sehingga apabila ada pembeli yang menginginkan
ukuran yang besar, para pedagang tinggal mencari pakaian tersebut di lemari. Hal ini terlihat
jelas strategi yang dilakukan sudah baik.
4.1.6 Pelayanan Konsumen
Kemampuan pelayanan konsumen merupakan hal yang sangat penting dalam mencari
keuntungan toko. Berikut diuraikan bagaimana strategi bauran penjualan eceran pakaian jadi
dilihat dari aspek pelayanan konsumen pada Pasar Ash-Shofia Dayeuhkolot Kabupaten
Bandung. Secara kumulatif sebagai berikut :
Tabel 4.6. Deskripsi Pelayanan Konsumen
Indikator Nilai Aktual
(Actual
Score)
Nilai Ideal
(Ideal Score)
WMS
(%)
Rata-
rata
6. Fasilitas Kredit
7. Fasilitas Cek
8. Fasilitas Kartu Kredit
9. Pengiriman barang
10. Ruang ganti pakaian
11. Penukaran barang
12. Perjanjian penukaran
barang
303
304
305
286
292
289
301
350
350
350
350
350
350
350
86,6
86,9
87,1
81,7
83,4
82,5
86
4,3
4,3
4,4
4,1
4,2
4,1
4,3
TOTAL 2080 2450
84,9% 4,2
52
Fasilitas kredit hanya diberikan jika konsumen membeli dalam partai besar. Fasilitas
kredit dilakukan hanya untuk pembelian dalam skala besar/grosir. Fasilitas ini tidak dilakukan
untuk pembelian dengan skala kecil / eceran. Hal ini terlihat jelas bahwa strategi yang dilakukan
kurang baik karena mereka membedakan proses pembayaran. Fasilitas cek hanya dilakukan jika
konsumen membeli dalam partai besar. Fasilitas cek dilakukan kepada pembelian barang dalam
jumlah besar dan bukan partai eceran. Mereka melakukan transaksi ini untuk memudahkan
pembayaran.
Fasilitas penggunan Kartu Kredit dilakukan jika konsumen membeli dalam partai besar.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan para pedagang, mereka melakukan pembayaran
melalui kartu kredit untuk setiap transaksi dan memberikan bukti pembayaran yang diminta oleh
para pembeli. Ini terlihat strategi yang dilakukan sudah baik karena memperhatikan keinginan
konsumennya. Tetapi ada sebagian kios yang tidak mempergunakan fasilitas ini karena mereka
beranggapan dengan kartu kredit memusingkan mereka dan para pedagangpun harus segera
membayar tagihan barang yang dijualnya apabila barangnya konsinyasi.
Pengiriman barang dilakukan untuk konsumen yang membeli dalam partai besar bukan
eceran. Berdasarkan wawancara dengan para pedagang, mereka pengiriman barang dalam jumlah
yang sangat besar. Hal ini menandakan bahwa strategi yang dilakukan cukup baik tetapi hanya
sebagian pedagang yang melakukan hal demikian. Penjualan eceran (dalam skala kecil/satuan)
tidak diberlakukan untuk pengiriman barang.
53
Berdasarkan wawancara dengan para pedagang, hanya sebagian kecil yang menyediakan
ruang ganti atau sejenis ruang ganti. Hal ini sesuai dengan pendapat para pembeli yang
mengeluhkan kurangnya fasilitas ruang ganti. Mereka mengatakan bila akan mencoba pakaian
yang dibelinya cukup dengan ditutup pakai sarung contohnya bila akan membeli celana panjang,
pedagang hanya memberikan sarung saja. Ini menandakan strategi yang dilakukan masih belum
dilakukan dengan baik atau pakaian langsung dicoba double dengan baju yang dipakai pembeli.
Para pedagang mengatakan bahwa adanya fasilitas penukaran barang bila cacat
barangnya seperti jahitan rusak, robek dan sebagainya. Kenyataannya apabila konsumen lupa
menanyakan apakah bisa ditukar atau tidak maka fasilitas ini seolah-olah tidak ada dan para
konsumen kadangkala tidak berani menukar barang yang rusak bila tidak ada perjanjian.
Pernyataan tersebut menandakan strategi yang berkaitan fasilitas sudah cukup baik dilakukan
tetapi memerlukan kejelian para pembeli dalam membeli barang atau kecekatan para pramuniaga
yang memberikan barang tersebut atau memberitahukan fasilitas penukaran barang tersebut
kepada konsumen.
Berdasarkan observasi dan wawancara dengan pedagang. Fasilitas penukaran barang
dilakukan karena minimnya fasilitas ruang ganti. Hal ini mengakibatkan diberlakukannya
penukaran barang yang dibeli berdasarkan kesepakatan. Kesepakatan ini dilakukan dengan
batas 1 sampai 2 hari. Penukaran ini dilakukan hanya untuk barang yang sobek dan jahitan
pakaian yang lepas. Strategi ini dilakukan cukup baik tetapi sayang hal ini kurang
dikomunikasikan dengan baik pada pembeli, sehingga pembeli kurang mengetahui hal ini.
54
4.1.7. Metode Promosi
Komunikasi dengan konsumen adalah penting untuk merangsang, mendorong penjualan
produk, dan memelihara image toko. Pedagang harus bisa berkomunikasi dengan pembelanja di
lingkungan toko. Dalam pelaksanaannya dapat dijabarkan sebagai berikut :
Misi/sasaran promosi merupakan hal yang dipertimbangkan dalam memutuskan promosi.
Misi/sasaran yang dilakukan pedagang ditujukan untuk siapa. Misalnya pakaian bergambar
micky mouse ditujukan untuk anak kecil bukan orang dewasa. Berdasarkan wawancara dengan
para pedagang, mereka mempertimbangkan misi dan sasaran promosi yang dilakukan. Strategi
yang mereka lakukan hanya pada permulaan kios berdiri dan ini tidak dilakukan secara continue.
Anggaran promosi merupakan hal yang penting dalam memutuskan promosi. Para
pedagang mementingkan anggaran promosi dalam melakukan kegiatan promosi meskipun hanya
sedikit biaya yang dikeluarkan. Ini menandakan promosi yang dilakukan tergantung pada
anggaran. Apabila tidak adanya anggaran untuk promosi maka tidak akan ada kegiatan promosi.
bahwa penetapan anggaran promosi dilakukan berdasarkan kemampuan pedagang bukan
prosentase penjualan, karena kadangkala prosentase penjualan setiap harinya tidak sesuai dengan
yang diinginkan seperti penjualan tiap hari senin dan penjualan pada minggu keempat sepi dan
ini tidak bisa dijadikan patokan untuk menetapkan anggaran promosi. Anggaran promosi
dilakukan berdasarkan kemampuan pedagang. Bila penjualannya menurun mereka tidak akan
melakukan promosi. Hal ini menandakan strategi promosi yang dilakukan berdasarkan
kemampuan anggaran pedagang bukan berasal dari faktor yang lain seperti adanya penanam
modal lain untu kios tersebut.
55
Media promosi yang akan digunakan merupakan pertimbangan melakukan promosi.
Berdasarkan wawancara dengan para pedagang, frekuensi penggunaan media seperti leaflet,
famflet, dan brosur dilakukan bila adanya barang baru dan mereka lebih senang mempromosikan
di depan kiosnya dengan berteriak-teriak mempersilahkan pembeli/konsumen masuk. Tetapi bila
tidak ada barang baru maka tidak akan melakukan promosi. Ini menandakan strategi yang
dilakukan berjalan dengan baik tetapi belum optimal. Mereka beranggapan apabila melakukan
promosi menggunakan media akan berdampak pada pembiayaan dan keuntungan yang di dapat,
otomatis hal ini akan menimbulkan dampak di satu sisi kenaikan harga barang dan sisi yang lain
mereka dituntut untuk tetap mempertahankan harga yang murah.
Penggunakan media cetak seperti majalah dan koran sebagai media promosi jarang atau
tidak pernah dilakukan oleh para pedagang. Berdasarkan pendapat para pedagang, mereka
melakukan promosi menggunakan media cetak seperti majalah, koran kurang dilakukan. Mereka
berasumsi nama kios mereka bukan hal yang penting. Yang penting buat mereka nama Pasar
Ash-Shofia saja yang mempunyai nilai jual yang tinggi. Hal ini senada dengan pendapat para
konsumen yang mengatakan mereka tidak pernah melihat nama kiosnya tetapi mereka hanya
melihat Pasar Ash-Shofia saja. Ini menandakan mereka tidak perlu mengeluarkan biaya untuk
promosi.
Spanduk dan baliho digunakan pedagang untuk memberitahukan keberadaan kios.
Mereka beranggapan dengan menggunakan spanduk memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Berdasarkan wawancara dengan para pedagang jarang menggunakan spanduk untuk
mengenalkan kiosnya karena berkaitan dengan anggaran yang dikeluarkan. Ini berdampak
56
dengan harga barang yang akan mahal bila diberlakukannya spanduk tersebut. Hal ini senada
dengan pernyataan konsumen yang mengatakan mereka kesulitan mencari toko dan harus
berkeliling mencarinya. Strategi promosi ini jelas berjalan kurang baik.
Pedagang menggunakan brosur, leaflet dan selebaran dalam melakukan publisitas
mengenai barang yang baru datang. Berdasarkan wawancara dengan para pedagang, penggunaan
brosur, leaflet atau selebaran hanya dilakukan untuk peresmian kios atau apabila ada obral
pakaian. Selain itu tidak pernah dilakukan. Kenyataan di lapangan jarang melihat para pedagang
menyebarkan brosur, leflet atau selebaran. Sebagian hanya berteriak teriak untuk mengenalkan
pakaian yang akan dijual. Pernyataan ini menandakan strategi promosi dilakukan cukup baik
hanya mengandalkan nama besar Pasar Ash-Shofia saja. Mereka beranggapan apabila
melakukan dengan pembuatan leflet, brosur dan sejenisnya akan memakan biaya yang tidak
sedikit karena berkaitan dengan orang yang menyebarkan leaflet atau dana untuk membuat
leaflet. Ini akan berdampak pada biaya, dan otomatis bila ini dilakukan akan berdampak pada
keuntungan dan adanya kenaikan harga barang.
Pemesanan barang dapat dilakukan melalui telefon atau fax. Berdasarkan wawancara
dengan para pedagang, pemesanan melalui telefon tidak pernah dilakukan karena pemborosan
saja atau jarang orang mempunyai fasilitas telepon. Konsumen pun yang hanya menggunakan
telepon apabila merupakan langganan tetap dan membeli dalam skala besar. Dengan kata lain
mereka hanya menggunakan telepon untuk keperluan bisnis saja. Ini menandakan strategi
promosi yang dilakukan kurang baik karena dilakukan hanya sebatas orang-orang terdekat dan
tidak melibatkan orang luar.
57
Potongan harga yang dilakukan pedagang mempunyai tujuan untuk menghabiskan stok
yang lama. Berdasarkan pendapat para pedagang dan pengamatan di lapangan, mereka
melakukan diskon untuk menghabiskan produk yang lama dan ini dilakukan setelah keuntungan
yang didapat tercapai. Hal ini terlihat barang yang didiskon ini tidak rapih, kusut, kotor dan
sebagainya. Ini menandakan mereka jarang melakukan diskon yang besar-besaran. Pernyataan
tersebut menandakan bahwa strategi yang dilakukan cukup baik. Hal ini didukung pendapat para
konsumen yang mengatakan bahwa barang yang mereka beli dari kegiatan diskon biasanya
modelnya sudah tidak up to date lagi.
Pemberian hadiah berupa berupa bros, gantungan kunci dan sebagainya serta kupon
hadiah diberikan kepada konsumen yang membeli dalam jumlah yang besar, karena beranggapan
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Berdasarkan wawancara dengan para pedagang, hanya
sebagian yang melakukan kupon hadiah. Kupon hadiah diberikan bagi pembeli yang membeli
dengan skala besar atau jumlah yang besar, seperti penjualan di atas RP. 200.000. Ini
menandakan strategi yang dilakukan sudah cukup baik. Secara kumulatif dapat dijelaskan
sebagai berikut :
58
Tabel 4.7. Deskripsi Media Promosi
Indikator Nilai Aktual
(Actual
Score)
Nilai Ideal
(Ideal Score)
WMS
(%)
Rata-
rata
6. Sasaran Promosi
7. Angggaran promosi
8. Penetapan anggaran
promosi
9. Pengunaan media promosi
10. Majalah dan Koran
sebagai media promosi
11. Televisi dan radio sebagai
media promosi
12. Spanduk sebagai media
promosi
13. Brosur, leaflet, selebaran
sebagai media promosi
14. Pemesanan lewat telepon
15. Potongan harga
16. Hadiah langsung dan
kupon hadiah
299
295
310
282
279
288
276
290
289
287
281
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
350
85,4
84,3
88,6
81
79,7
82,3
78,8
82,9
82,6
82
80,3
4,27
4,21
4,43
4,01
3,99
4,11
3,94
4,14
4,13
4,1
4,1
Total 3181 3850 82,6 4,1
Secara kumulatif pelaksanaan strategi bauran penjualan eceran yang dilakukan pedagang
di Pasar Ash-Shofia Dayeuhkolot sudah berjalan dengan baik. Hal ini dapat dijelaskan sebagai
berikut :
59
Tabel 4.8.
Kumulatif Pelaksanaan Strategi bauran Eceran yang Dilakukan Pedagang
Indikator Nilai Aktual
(Actual
Score)
Nilai Ideal
(Ideal Score)
WMS
(%)
Rata-
rata
1. Lokasi
2. Prosedur Operasi
3. Produk yang ditawarkan
4. Harga
5. Suasana toko/kios
6. Pelayanan konsumen
7. Media promosi
1475
1475
1765
2110
1170
2080
3181
1750
2450
2100
2450
1400
2450
3850
84,22
86.7
84
68
70,1
84,9
82,8
4,2
4,3
4,2
4,2
4,3
4,2
4,1
Total 3181 3850 82,6
4.2. Kondisi Hasil Penjualan Pakaian Jadi pada Pasar Ash-Shofia Dayeuhkolot Kabupaten
Bandung
Hasil penjualan merupakan jumlah barang yang terjual dibanding dengan jumlah barang
yang tersedia, sehingga dihasilkan suatu deretan, angka. Hasil penjualan merupakan hasil dari
kegiatan yang diiakukan oleh perusahaan dalam usahanya untuk mencapai sasaran peusahaan
yaitu laba. Hasil penjualan pedagang di Pasar Ash-Shofia Dayeuhkolot ini dapat digambarkan
sebagai berikut :
60
Gambar 4.1. Hasil Penjualan Pedagang di Pasar Ash-Shofia Dayeuh Kolot
Berdasarkan data di atas, maka hasil penjualan yang di dapat mengalami fluktuatif dan
mengalami kenaikan penjualan karena kejadian tertentu seperti liburan sekolah yang
diselenggarakan pada bulan Juni sampai dengan Juli, dan menjelang hari raya Idul Fitri. Selain
itu hasil penjualan mengalami naik turun karena dipengaruhi oleh pertama, kondisi dan
kemampuan pasar. Kedua, kondisi pasar berkaitan dengan kelompok pembeli dan segmen
pasarnya, daya beli, frekuensi pembeliannya, keinginan dan kebutuhan konsumen. Rata-rata
kelompok pembeli yang ada di Pasar Ash-Shofia adalah para buruh pabrik dan masyarakat
sekitar. Sehingga daya beli mereka disesuaikan dengan kemampuan dan biasanya dilakukan
ketika mereka menerima upah atau gaji.
Hasil Penjualan ( dalam ribuan rupiah)
61
Ketiga, modal berkaitan dengan modal kerja perusahaan mampu untuk mencapai target
penjualan yang dianggarkan seperti untuk kemampuan membiayai usaha - usaha untuk
mencapai target penjualan dan kemampuan membeli bahan mentah untuk dapat memenuhi target
penjualan. Para pedagang, biasanya melakukan pembelian ketika modal mereka telah cukup
untuk membeli barang yang baru. Keempat, kondisi organisasi perusahaan, dalam hal ini kios.
Kios yang mereka kelola mengacu pada perusahaan keluarga dan sangat sederhana, dimana
pemilik dan pramuniaga merupakan satu keluarga atau kerabat. Sehingga pembagian kerja yang
dilakukan tidak maksimal.
4.3. Pengaruh Strategi Bauran Eceran terhadap Hasil Penjualan Pakaian Jadi pada Pasar
Ash-Shofia Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung mempunyai pengaruh secara
Parsial maupun secara Simultan
Estimasi Model Penelitian
Pengujian Ketepatan Asumsi Model
Proses penyusunan model regresi dilakukan dengan memasukkan seluruh variabel
independen ke dalam bentuk persamaan regresi. Berdasarkan hasil regresi akan dilakukan
pengujian sebagaimana asumsi yang mendasari model regresi klasik, yaitu :
1. tidak ada multikolinieritas antar variabel bebas
2. tidak ada autokorelasi
3. heteroskedasatis
62
(1) Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas diartikan sebagai adanya hubungan linear yang kuat atau sempurna
diantara variabel-variabel bebas yang digunakan. Dugaan multikolinearitas biasanya diketahui
dari nilai R² yang tinggi, sedikitnya koefisien yang signifikan, tanda yang salah, dan koefisien
korelasi (r) yang tinggi antar variabel independennya.
Untuk melihat ada tidaknya masalah multikolinearitas dalam persamaan hasil regresi,
maka dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi (r) antara variabel bebas yang digunakan. Bila
nilai r tersebut umumnya atau sebagian besar < 80%, maka tidak terdapat multikolinearitas yang
mengganggu.
Matrik Korelasi Uji Multikolinearitas
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
X1 1.0000 0.2222 0.2186 0.0010 -0.0957 0.0052 0.0084
X2 0.2222 1.0000 0.4856 0.2491 -0.0814 0.2006 -0.2209
X3 0.2186 0.4856 1.0000 0.2255 -0.2595 0.1763 0.0858
X4 0.0010 0.2491 0.2255 1.0000 0.1717 0.3155 0.2552
X5 -0.0957 -0.0814 -0.2595 0.1717 1.0000 -0.0182 0.2790
X6 0.0052 0.2006 0.1763 0.3155 -0.0182 1.0000 -0.0286
X7 0.0084 -0.2209 0.0858 0.2552 0.2790 -0.0286 1.0000
Sumber : Hasil Perhitungan, 2011
63
(2) Uji Autokorelasi
Hasil uji autokorelasi model regresi dengan menggunakan metode Breusch-Godfrey test
(BG Test) (Gujarati, 2003: 472) dapat dilihat dalam lampiran 2. Dari hasil regresi diperoleh Obs-
R2 = 5.5237 dan probability (p-value) 0,0632 . Dari hasil pengujian hipotesis didapatkan bahwa
P-value dari Obs*R-squared = 0,0632 > α = 0,05. Artinya bahwa hasil ini menerima hipotesis
nol yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pada model regresi tersebut tidak terdapat autokorelasi.
(3). Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastis dalam model ini dengan menggunakan metode White’s General
Heteroscedasticity (Gujarati, 2003: 413). Dari hasil regresi diperoleh Obs-R2 = 19,6791 dan
probability (p-value) 0,1406 sehingga dari hasil pengujian hipotesis didapatkan bahwa:
P-value dari Obs*R-squared = 0,1406 > α = 0,05
Artinya hipotesis nol (H0) diterima yang menyatakan tidak ada heteroskedastis. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pada model tersebut itidak terdapat heteroskedastis.
Analisis Hasil Regresi
Hasil perhitungan regresi dengan menggunakan software Eviews5.0 menghasilkan
persamaan regresi sebagai berikut :
64
Penjualan = 1765,96 - 54,53 X1 + 217,36 X2 - 257,32 X3 -
(0,44) (-0,58) (2,78) (-2,95)
(0,66) (0,56) (0,007) (0,004)
+133,74 X4 + 131,84 X5 + 1,37 X6 + 99,59 X7
(-1,72) (1,22) (0,018) (2,06)
(0,08) (0,224) (0,98) (0,04)
Angka dalam tanda kurung pertama nilai t-statistiknya
Angka dalam tanda kurung kedua nilai probality (p-value)
Untuk menguji pengaruh variabel-variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat,
digunakan uji-t dengan cara membandingkan nilai t-tabel dengan nilai t-hitung dari masing-
masing variabel bebas. Nilai t tabel untuk df = 62 adalah t0,05 = 1,9954. Nilai t-hitung dari
masing-masing variabel bebas adalah -0,58 untuk X1 (lokasi), 2,78 untuk X2 (prosedur
operasi), -2,95 untuk X3 (produk yang ditawarkan), -1,72 untuk X4 (harga), 1,22 untuk X5
(suasana toko), 0,018 untuk X6 (pelayanan konsumen), dan 2,06 untuk X7 (metode promosi).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada tingkat signifikansi 5% untuk :
o X1 (lokasi) (t-hitung < t-tabel). Ho diterima, artinya X1 (lokasi) tidak berpengaruh
signifikan secara statistik terhadap penjualan.
o X2 (prosedur operasi) (t-hitung > t-tabel). Ho ditolak, artinya X2 (prosedur operasi)
berpengaruh signifikan secara statistik terhadap penjualan.
o X3 (produk yang ditawarkan) (t-hitung > t-tabel). Ho ditolak, artinya X3 (produk yang
ditawarkan) berpengaruh signifikan secara statistik terhadap penjualan.
o X4 (harga) (t-hitung < t-tabel). Ho diterima, artinya X4 (harga) tidak berpengaruh
signifikan secara statistik terhadap penjualan.
65
o X5 (suasana toko) (t-hitung < t-tabel). Ho diterima, artinya X5 (suasana toko) tidak
berpengaruh signifikan secara statistik terhadap penjualan.
o X6 (pelayanan konsumen) (t-hitung < t-tabel). Ho diterima, artinya X6 (pelayanan
konsumen) tidak berpengaruh signifikan secara statistik terhadap penjualan.
o X7 (metode promosi) (t-hitung > t-tabel). Ho ditolak, artinya X7 (metode promosi)
berpengaruh signifikan secara statistik terhadap penjualan.
Untuk menguji pengaruh variabel-variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat
digunakan uji F dengan cara membandingkan nilai F-tabel dengan nilai F-hitung. Nilai F-tabel
untuk df1 = 7 dan df2 = 68 adalah F(0,05) (7 ;68) = 2,1475 ; sementara nilai F-hitungnya adalah
2,9412. Dengan demikian F-hitung > F-tabel, Ho ditolak, berarti variabel-variabel bebas yang
digunakan secara simultan berpengaruh signifikan secara statistik terhadap variabel terikat
(penjualan).
Hasil uji model dengan menggunakan nilai koefisien determinasi (R2) diperoleh nilai
koefisien determinasi (R2) sebesar 0,2493. Nilai tersebut memberi arti bahwa sebesar 24,93%
perubahan yang terjadi pada penjualan dapat dijelaskan atau diterangkan oleh variabel-variabel
bebasnya yaitu lokasi, prosedur operasi, produk yang ditawarkan,harga, suasana toko, pelayanan
konsumen, dan metode promosi sedangkan sisanya sebesar 75,07% dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak terdeteksi dalam model.
66
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. SIMPULAN
1. Pelaksanaan strategi bauran eceran Pasar Ash-Shofia Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten
Bandung berjalan baik tetapi belum optimal. Hal ini terjadi karena pertama, faktor lokasi yang
kurang strategis. Kedua, kenyamanan yang tidak terjamin seperti ruang untuk menjual barang
kurang luas. Ketiga, Kualitas barang yang kadang-kadang tidak menjamin. Keempat, Adanya
perbedaan harga yang ditawarkan kepada konsumen yang membeli satuan dengan konsumen
yang membeli dalam partai besar.
2. Hasil penjualan pakaian jadi pada Pasar Ash-Shofia Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten
Bandung mengalami fluktuatif. Hal ini terjadi karena tergantung musim belanja konsumen.
Kenaikan hanya terjadi ketika liburan sekolah dan hari raya.
3. Strategi bauran eceran mempunyai pengaruh terhadap hasil penjualan pada Pasar Ash-Shofia
Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. Secara Parsial dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Lokasi tidak berpengaruh signifikan secara statistik terhadap penjualan.
2. Prosedur operasi berpengaruh signifikan secara statistik terhadap penjualan.
3. Produk yang ditawarkan berpengaruh signifikan secara statistik terhadap penjualan.
4. Harga tidak berpengaruh signifikan secara statistik terhadap penjualan.
5. Suasana toko tidak berpengaruh signifikan secara statistik terhadap penjualan.
6. Pelayanan konsumen berpengaruh signifikan secara statistik terhadap penjualan.
67
7. Metode promosi berpengaruh signifikan secara statistik terhadap penjualan.
5.2. SARAN
1. Para pedagang dalam menentukan harga yang tepat tidak saja didasarkan keuntungan semata,
tetapi dipertimbangkan pula daya beli masyarakat. Misalnya harga yang ditawarkan murah
dan terjangkau.
2. Fasilitas yang disediakan di tambah, dan tidak adanya pembedaan pembayaran seperti
fasilitas kredit atau kartu kredit dapat diberikan untuk semua orang yang berbelanja tanpa
membedakan apakah berbelanja dalam jumlah eceran atau partai besar.
3. Kemudahan akses untuk mencari kios yang dituju konsumen dengan memasang spanduk atau
papan petunjuk. Dengan kata lain bekerja sama dengan pengelola membuat peta petunjuk
kios yang berada di Pasar Ash-Shofia Dayeuhkolot kabupaten Bandung.
4. Para pedagang mulai dapat menciptakan produk baru sehingga dapat bersaing dengan
pedagang lainnya.
5. Para pedagang yang lokasinya tidak strategis bekerjasama dengan pengelola membuat brosur
yang menginformasikan keberadaan toko
6. Adanya ruang ganti yang memadai untuk digunakan konsumen
7. Penataan ruangan di tata kembali, sehingga konsumen leluasa untuk berbelanja dan merasa
aman untuk berbelanja. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :
68
DAFTAR PUSTAKA
Aaker. David A., V. Kumar, George S. Day. 2004. Marketing Research Seventh Edition. John
Wiley & Sons, Inc. New York
Abratt, Russell, and Stephen Donald Goodey, 1990, Unplanned Buying and In-Store Stimuli in
Supermarkets. Managerial and Decision Economics, May, 11, 2. ABI/INFORM Global.
Alexander. Nicholas. Mark Colgate. 2000. Retail Financial Services : Transaction to
Relationship Marketing. Europen Journal of Marketing. UK
Asep ST. Sujana. 2004. Retail Negotiator Guidance, Menyingkap Rahasia Sukses Global
Retailer. Gramedia. Jakarta
Azwar,Saifuddin, 1997. Reliabilitas dan Validitas, Edisi Ke 3, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Berman. Barry and Joel R. Evans. 2004, Retail Management A Strategic Approach Eighth
Edition. Macmillan. New York..
Burstiner. Irving. 2001, How To Start And Run Your Own Retail Business. Third Edition.
Kensington Publishing Corp. Amerika.
Campbell. Genie. 1997. Retail Success : The Story of Orange Tree. Wisconsin State Journal.
Amerika.
Churchill. Gilbert A. Jr. 2005. Marketing Research Methodological Foundations. Thomson.
America.
Clarke. Ian. 2000. Retail Power, Competition, and Local Consumer Choice in The UK
Grocery Sector. Europen Journal of Marketing . UK
Cook . David. David Walters. 1991. Retail Marketing Theory and Practice, Prentice Hall
International (UK) Ltd.
Davidson. William. R. Daniel J. Sweeney. Ronald W. Stampfi. 1988. Retailing Management.
Sixth Edition. John Wiley & Sons. Amerika.
69
Dede Mulya. 2005. Wisata Belanja FO Terancam Persaingan. Harian Umum Pikiran Rakyat.
Bandung.
Dunne. Patrick M. Robert F. Lusch. 2005. Retailing Fifth Edition. South Western Thomson
Ohio.
Enceng Subarna. 2003. Pembangunan Mal di Bandung Kian Marak. Kontan. Jakarta
Freathy. Paul. 1998. A Comparison of Branding Strategis of Two UK Fashion Retailers
Grete Birtwistle. International Journal of Retail & Distribution Management . UK
Hernant. Mikael. 2004. Store Profit Performance In Food Retailing. Department of Industrial
Management. Sweden
Josep Sunaryo. 2003. Pembangunan Mal di Bandung Harus Terkendali. Harian Umum
Pikiran Rakyat. Bandung.
Kaplan,Robert M., and Denis P Saccuzza, 1993. Psychological Testing ( Principles,Aplication,
and Issues ), 3rd
edition Brooks/ Cole Publishing Company, California.
Kotler. Philips. Swee Hoo Ang. Siew Meng Leong. Chin Tiong Tan. 1996. Marketing
Management An Asian Perspective. Prentice Hall. Singapura.
Kotler, Philip. Kevin Lane Keller. 2009. Marketing Management. Prentice Hall International,
Northwestern University, New Jersey.
Krider. Robert E. 2004. Empirical Evidence of Long Run Order in Retail Industry
Dynamics. Simon Frase University. Canada
Kustarjono Prodjolalito. 1999. Ritel Bukan Pedagang Tapi Penjual Jasa. Usahawan. Jakarta.
Levy. Michael. Barton A. Weitz. 2010. Retailing Management. McGraw-Hill Irwin.
North America.
Lupton. Robert A. 2004. Retail Management and Technology Specialization. Central
Washington University. Amerika.
Marbun. B.N. 2003. Kamus Manajemen. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta
70
Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi. 1995. Metode Penelitian Survei. Edisi revisi LP3S
Indonesia, Jakarta.
Mesti Sinaga, Ahmad Febrian, Dhani S. Linuwih dan Djumyati. 2003. Jakarta Kota Seribu
Mal. Potret Bisnis Ruang Pembelanjaan di Jakarta. Kontan. Jakarta.
Meyer. G. Warren. Edward Harris. Donald P Kohns. James R. Stone III. 1992 . Pemasaran
Eceran. PT. Gramedia. Jakarta
Moh. Nasir 1999. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Moore. Marguerite. 2 002. Retail Performance In U.S. Apparel Supply Chains : Operational
Efficiency, Marketing Effectiveness and Innovation. NC. State University. Columbia
Amerika
M. Taufik Amir. 2004. Manajemen Retail. Penerbit PPM. Jakarta
Nilsoon. Caroline. Monica Sparmo. Hendrik Stromqvist. 2004. Positioning Strategies in Retail,
A Study of the Swedish Gricery Market. Department of Business Administration.
Swedish.
Nurudin Abdullah. 2003. -------------------------------. Bisnis Indonesia. Jakarta.
Nirwana Sitepu. 1994. Analisis Jalur. Universitas Padjadjaran. Bandung
Sapu Jagat, 2010. Menelisik Geliat Bisnis Ritel Modern. Jakarta.
Stanton. William J. Michael J. Etzel. Bruce J. Walker. 1994. Fundamental of Marketing. Mc.
Graw Hill International Editions. Singapore
Sugiyono. 2002. Statistik Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung.
Uma Sekaran. 2000. Research Methods For Business, Skill-Building Approach. Third
Edition. John Wiley and Sons Inc. USA
71