Upload
lambao
View
244
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Penelitian Terdahulu
Kepuasan kerja sangat penting dalam manajemen Sumber Daya Manusia
(SDM). Kepuasan kerja merupakan jembatan untuk mencapai tujuan organisasi.
Kepuasan kerja akan berpengaruh terhadap (1) absensi karyawan; (2) perputaran (turn
over tenaga kerja; (3) semangat kerja; (4) keluhan-keluhan; dan (5) masalah-masalah
personalia yang vital lainnya (Susilo, 1994:132).
Bila kepuasan kerja menurun, maka dipastikan produktivitas kerjanya juga
akan menurun. Oleh karena itu, kebijakan penenampatan. kerja harus melalui proses
yang matang, terencana, tepat, efektif dan efisien agar menghasilkan kepuasan kerja
yang baik bagi guru PNS. lni dimaksudkan agar produktivitas kerja menjadi
meningkat.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh KARYANA, Aang (2007) dengan
judul Pengaruh Penempatan dan Kepuasan Terhadap Produktivitas Kerja Guru (Studi
Kasus pada Guru PNS SLTPN di Lingkungan Cabang Dinas Pendidikan Tanjungsari,
Sukasari dan Pamulihan Kabupaten Sumedang) yang dilakukan di (SLTPN 1,2,3,4,5
Tanjungsari) Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang, menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang kuat antara penempatan dan kepuasan kerja dengan produktivitas
kerja guru, yang ditunjukkan oleh adanya hubungan sebesar 33,1%. ini didukung oleh
hasil Uji Signifikansi korelasi Penempatan Kerja, Kepuasan Kerja dengan
9
Universitas Sumatera Utara
Produktivitas Kerja yaitu dengan dk = 4 dan α = 0,05, maka X2 tab (4,0,95) = 1,67,
dan X2 hit = 5,0531 dan 5,434. Jadi X2 hit > X2 tab, dapat dikatakan bahwa terdapat
korelasi yang signifikaisi antara Penempatan kerja dan Kepuasan Kerja dengan
Produktivitas Kerja.
Selanjutnya Sumaryadi (2007) dengan penelitian berjudul Hubungan dan
Pengaruh Kepemimpinan, Pengalaman Kerja, Motivasi Kerja, Disiplin Kerja
Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai / Guru SMP PGRI 1 Dan 2 Kecamatan
Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara, menyimpulkan bahwa variabel produktivitas
kerja, kepemimpinan, motivasi kerja dan disiplin kerja dinyatakan valid dan realibel,
dan hasil uji hipotesis pertama yang berbunyi kepemimpinan, pengalaman kerja,
motivasi kerja dan disiplin kerja secara bersama sama berpengaruh terhadap
produktivitas kerja pegawai/guru SMP PGRI 1 dan 2 Kecamatan Semboja kabupaten
Kutai Kartanegara dapat diterima. Demikian juga hipotesis kedua yang menyatakan
bahwa kepemimpinan berpengaruh dominan terhadap produktivitas kerja
pegawai/guru SMP PGRI 1 dan 2 Kecamatan Semboja kabupaten Kutai Kartanegara
dapat diterima. Berdasarkan hasil penelitian tersebut selanjutnya disarankan bahwa
untuk dapat meningkatkan produktivitas kerja pegawai/guru SMP PGRI 1 dan 2
Kecamatan Semboja kabupaten Kutai Kartanegara dapat dilakukan dengan cara
mengefektifkan kepemimpinan, memperhatikan pengalaman kerja pegawai/guru,
meningkatkan motivasi kerja, dan meningkatkan disiplin kerja pegawai/ guru SMP
PGRI 1 dan 2 Kecamatan Semboja kabupaten Kutai Kartanegara
Universitas Sumatera Utara
II.2. Manajemen Sumber Daya Manusia
II.2.1. Pengertian dan Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu bidang manajemen yang
khusus mempelajari hubungan peranan manusia dalam organisasi publik atau
perusahaan. Dengan demikian, fokus yang dipelajari manajemen sumber daya
manusia mengkaji karakterisitik dan segala seluk beluk tenaga kerja manusia.
Pengertian manajemen sumber daya manusia terdiri atas dua kalimat;
manajemen dan sumber daya. Manajemen adalah the art of getting things done trough
the effort of other people. Sumber daya manusia atau personalia adalah tenaga kerja,
buruh atau pegawai yang mengandung arti keseluruhan orang orang yang bekerja
pada suatu organisasi tertentu. (Hasibuan, 2005). Sehingga manajemen personalia
atau manajemen sumber daya manusia adalah manajemen terhadap tenaga kerja atau
pegawai, yaitu bagaimana mengatur pegawai didalam perusahaan atau pengaturan
tenaga kerja dalam suatu organisasi dan lembaga, dimana pengaturan ini dalam arti
seluas luasnya. Manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai
perencanaan, pengorganiasian, pengarahan dan pengawasan kegiatan kegiatan
pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemiliharaan
dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu organisasi
dan masyarakat (Terry, 1993)
Sumber daya manusia merupakan faktor yang unik baik fisik ataupun psikis.
Dalam keadaan biasa manusia hanya menggunakan sebagian kecil dari
kemampuannya karena sebenarnya kemampuan manusia itu sangat luas. Apabila
Universitas Sumatera Utara
sumber daya manusia itu di kembangkan kualitasnya, mereka akan mempunyai
pengaruh pada perubahan pengatahuan, perubahan sikap, perubahan kemampuan,
perubahan tingkah laku individu dan perubahan tingkah laku kelompok. Apabila hal
ini terjadi maka akan sangat mendorong tercapai tujuan organisasi maupun tujuan
individu secara optimal. Menurut Handoko (1996) menyatakan bahwa : ”sumber
daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembang, pemelihara dan penggunaan
sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan tujuan individu maupun
organisasi”. Manajemen sumber daya manusia sangat diperlukan guna meningkatkan
produktivitas serta efektivitas dan efesiensi di dalam penggunaan sumber daya
manusia. Sehingga apa yang menjadi tujuan dari organisasi akan dapat tercapai
sebagaimana mestinya.
Tujuan manajemen sumber daya manusia menurut Handoko (1996)
menyatakan bahwa ”Tujuan manajemen sumber daya manusia pada prinsipnya ada
dua jenis, yaitu:
1. Production Minded Merupakan usaha usaha pihak organisasi atau perusahan agar para tenaga kerja atau pegawai bersedia memberikan prestasi yang sebesar besarnya (mencapai produktivitas maksimum). Ini dapat dicapai dengan melalui fungsi fungsi manajemen yang ada dalam organisasi atau perusahaan.
2. People Minded Mempunyai pengertian hanya dengan perhatian yang sungguh sungguh dari pihak perusahaan atau organisasi kepada tenaga kerja atau pegawai antara lain dengan pelayanan sebaik mungkin, sistem birokrasi yang pendek, kondisi pekerjaan dan lingkungan kerja yang layak, jaminan jaminan sosial yang layak dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
II.3. Teori Tentang Semangat Kerja
II.3.1. Pengertian dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja
Semangat kerja digunakan untuk menggambarkan suasana keseluruhan yang
dirasakan para karyawan dalam kantor. Apabila karyawan merasa bergairah, bahagia,
optimis menggambarkan bahwa karyawan tersebut mempunyai semangat kerja tinggi
dan jika karyawan suka membantah, menyakiti hati, kelihatan tidak tenang maka
karyawan tersebut mempunyai semangat kerja rendah. Dengan kata lain bahwa
individu ataupun kelompok dapat bekerjasama secara menyeluruh, seperti halnya
Westra (1980) menyatakan bahwa ”Semangat kerja adalah sikap dari individu
ataupun sekelompok orang terhadap kesukarelaannya untuk bekerjasama agar dapat
mencurahkan kemampuannya secara menyeluruh”. Lalu Menurut Nitisemito (1982)
menyatakan gairah kerja adalah ”kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan
yang dilakukan”. Meskipun semangat kerja tidak mesti disebabkan oleh kegairahan
kerja, tetapi kegairahan kerja mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap
semangat kerja. Oleh karena itu, antara semangat kerja dan kegairahan kerja sulit
dipisahkan. Sedangkan menurut Moekijat (1995) menyatakan bahwa :
”Semangat kerja menggambarkan perasaan berhubungan dengan jiwa, semangat kelompok, kegembiraan, dan kegiatan. Apabila pekerja tampak merasa senang, optimis mengenai kegiatan dan tugas, serta ramah satu sama lain, maka karyawan itu dikatakan mempunyai semangat yang tinggi. Sebaliknya, apabila karyawan tampak tidak puas, lekas marah, sering sakit, suka membantah, gelisah, dan pesimis, maka reaksi ini dikatakan sebagai bukti semangat yang rendah”. Dari beberapa pendapat tersebut dapat dilihat bahwa yang dimaksud dengan
semangat kerja adalah kemampuan atau kemauan setiap indivdu atau sekelompok
Universitas Sumatera Utara
orang untuk saling bekerjasama dengan giat dan disiplin serta penuh rasa tanggung
jawab disertai kesukarelaan dan kesediaannya untuk mencapai tujuan organisasi. Jadi
untuk mengetahui tinggi rendahnya semangat kerja karyawan suatu organisasi adalah
melalui presensi, kerjasama, tanggung jawab, kegairahan dan hubungan yang
harmonis (Westra, 1980).
Untuk memahami pengertian diatas penjelasannya sebagai berikut :
A. Presensi
Presensi merupakan kehadiran karyawan yang berkenaan dengan tugas dan
kewajibannya. Pada umumnya suatu instansi / organisasi selalu mengharapkan
kehadiran karyawannya tepat waktu dalam setiap jam kerja sehingga pekerjaannya
akan mempengaruhi terhadap produktivitas kerja, sehingga suatu organisasi tidak
akan mencapai tujuannya secara optimal.
Presensi / kehadiran karyawan dapat diukur melalui :
1. Kehadiran karyawan ditempat kerja
2. Ketepatan karyawan datang / pulang kerja
3. Kehadiran karyawan apabila mendapat undangan mengikuti kegiatan / acara
dan organisasi
B. Kerjasama
Kerjasama adalah sikap dari individu atau sekelompok untuk saling
membantu atau menginformasikan agar dapat mencurahkan kemampuannya secara
menyeluruh (Westra, 1980). Kerjasama dapat menimbulkan dampak positif apabila
dilakukan dengan niat baik, tujuan baik dan dilakukan dengan cara yang baik pula.
Universitas Sumatera Utara
Kerjasama ini sangat bermanfaat dan digunakan untuk memecahkan berbagai
masalah dengan berorganisasi sedangkan bekerjasama yang negatif yaitu adalah
kerjasama yang dilakukan dengan niat dan tujuan yang tidak baik. Yaitu untuk
mendapatkan kepentingan pribadi dengan cara yang dapat merugikan orang lain.
Untuk mengukur adanya kerjasama dalam kantor digunakan kriteria sebagai
berikut :
a. Kesediaan karyawan untuk bekerjasama baik dengan teman sejawat maupun
pimpinan berdasarkan kesadaran untuk mencapai tujuan.
b. Adanya kemauan untuk membantu teman yang mengalami kesulitan dalam
melaksanakan pekerjaan.
c. Adanya kemauan untuk memberikan kritik atau menerima kritik dan saran
sehingga diperoleh cara yang baik.
d. Cara mengatasi kesulitan didalam menyelesaikan pekerjaan.
C. Tanggung Jawab
Selanjutnya Moekijat (1995) menyatakan bahwa ”Tanggung jawab
merupakan suatu kewajiban untuk melaksanakan suatu tugas dan untuk apa seseorang
dapat dipertanggungjawabkan dalam pelaksanaan tugas yang diserahkan. Tanggung
jawab adalah penting dan harus ada dalam setiap pelaksanaan”. Penyelesaian
pekerjaan karena tangung jawab dan mempunyai semangat kerja karyawan. Dengan
adanya tanggung jawab yang diberikan pimpinan maka karyawan terdorong untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut apalagi jika karyawan merasa ikut memiliki
organisasi tersebut ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyelesaikan
Universitas Sumatera Utara
pekerjaan sebaik-baiknya sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Untuk
mengukur daya tangung jawab dapat diukur dari :
a. Kesanggupan karyawan melaksanakan perintah dan kesanggupan dalam
bekerja.
b. Kemampuan karyawan menyelesaikan tugas-tugas dengan cepat.
c. Melaksanakan tugas yang telah diberikan dengan sebaik-baiknya.
d. Mempunyai perasaan bahwa pekerjaan yang diberikan tidak hanya untuk
kepentingan kantor / organisasi tetapi juga untuk kepentingan sendiri.
D. Kegairahan Kerja
Setiap karyawan yang memiliki kesenangan yang mendalam (minat) terhadap
pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, pada umumnya memiliki semangat kerja
yang positif atau tinggi. Karena beban kerja, jenis dan sifat volume pekerjaannya
sesuai dengan minat dan perhatiannya yang akan menimbulkan rasa senang dan
bergairah dalam arti tidak merasa terpaksa dan tertekan dalam bekerja.
E. Hubungan yang Harmonis
Pergaulan antara pimpinan dan karyawan yang dipimpin sangat besar
pengaruhnya terhadap semangat kerja. Pimpinan yang memperlakukan karyawan
secara manusiawi, dengan sikap saling menghormati, saling menghargai, saling
mempercayai dan saling menerima satu sama lain, baik selama melakukan pekerjaan
maupun di luar jam kerja akan menimbulkan rasa senang yang dapat meningkatkan
semangat kerja.
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja
Didalam melaksanakan aktivitas kerjanya maka sangat perlu diketahui tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja tersebut. Sebagaimana Westra
(1980) menyatakan bahwa ”faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja adalah
sebagai berikut :
1) Hubungan yang harmonis antara pimpinan dan bawahan, yaitu adanya hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara pimpinan dan bawahan sehingga dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan organisasi.
2) Kepuasan para karyawan pada tugas dan pekerjaannya, yaitu adanya rasa percaya diri para karyawan untuk menyelesaikan tugas dan kewajibannya secara sungguh-sungguh dan semaksimal mungkin demi tercapainya tujuan organisasi.
3) Terdapatnya sesuatu suasana dan iklim kerja yang bersahabat dengan anggota-anggota lain dalam organisasi, yaitu tercapainya suatu kondisi yang dapat memberikan semangat kerja dan mendukung terselesainya tugas dan pekerjaannya dengan rasa senang kondisi semacam ini akan tercipta jika hubungan kerja terjalin semestinya sesuai dengan tugas dan tanggung jawab serta hal dan kewajibannya masing-masing.
4) Adanya tingkat kepuasan ekonomi sebagai imbalan untuk jerih payahnya Yaitu adanya upah yang sesuai dengan pekerjaan yang diberikan sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan nyaman yang mampu memenuhi kebutuhannya secara layak.
5) Rasa kemanfaatan bagi tercapainya tujuan organisasi yang juga merupakan tujuan bersama,yaitu adanya tujuan yang jelas yang ingin dicapai yang pada akhirnya akan berguna untuk kepentingan bersama.
6) Adanya ketenangan jiwa, jaminan kepastian serta perlindungan dari organisasi Yaitu adanya perlindungan kerja dan jaminan keselamatan pada setiap kecelakaan yang terjadi pada karyawan saat dia menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sehingga karyawan merasa aman dan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
7) Adanya lingkungan fisik suatu kantor yaitu adanya suatu kondisi fisik dimana karyawan melaksanakan tugas dan kewajiban serta mempengaruhi dirinya dalam memberikan tugas yang diberikan kepadanya”.
Kemudian Nawawi (1990) menyatakan bahwa ”faktor yang mempengaruhi
semangat kerja karyawan adalah minat atau perhatian terhadap pekerjaan, upah/gaji,
Universitas Sumatera Utara
status sosial berdasarkan jabatan, tujuan yang mulia dan pengabdian, susana
lingkungan kerja, dan hubungan manusiawi”. Beberapa faktor lain yang
mempengaruhi semangat kerja menurut Anoraga (1998) menyatakan bahwa ”faktor
yang mempengaruhi semangat kerja adalah keamanan kerja, kesempatan untuk
mendapatkan kemajuan, lingkungan kerja, rekan sekerja yang baik, dan gaji atau
pendapatan”.
Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi semangat kerja karyawan,
maka faktor yang sama dikelompokkan menjadi satu sehingga dapat dikatakan bahwa
faktor yang mempengaruhi semangat kerja adalah penempatan karyawan, minat kerja,
kesempatan berprestasi, kesempatan berpartisipasi, hubungan kerja, kepemimpinan,
kompensasi, lingkungan kerja, karakteristik pekerjaan, kebijakan manajemen, dan
kepribadian.
II.3.2. Indikasi Turunnya Semangat Kerja
Indikasi turunnya semangat kerja penting untuk diketahui oleh setiap
perusahaan, karena dengan pengetahuan tentang indikasi ini akan dapat diketahui
sebabnya turun semangat kerja. Dengan demikian perusahaan akan dapat mengambil
tindakan-tindakan pencegahan masalah seawal mungkin.
Apabila dilihat dari indikasi-indikasi turunnya Semangat Kerja maka
Nitisemito (1991), menyatakan bahwa ”indikasi-indikasi turunnya semangat kerja
antara lain :
Universitas Sumatera Utara
1. Turun/Rendahnya produktivitas kerja Turun/Rendahnya semangat kerja ini dapat diukur atau dipertimbangkan dengan waktu sebelumnya. Produktivitas kerja yang turun ini dapat terjadi karena kemalasan atau penundaan pekerjaan.
2. Tingkat absensi yang naik/tinggi Untuk melihat apakah naiknya tingkat absensi tersebut merupakan indikasi turunnya semangat dan kegairahan kerja maka kita tidak boleh melihat naiknya tingkat absensi ini secara perseorangan tapi harus dilihat secara rata-rata.
3. Tingkat perpindahan pegawai yang tinggi Keluar masuknya karyawan yang meningkat tersebut terutama adalah disebabkan karena ketidak senangan mereka bekerja pada perusahaan tersebut, sehingga mereka berusaha untuk mencari pekerjaan lain yang dianggap lebih sesuai. Tingkat keluar masuknya buruh yang tinggi selain dapat menurunkan produktivitas kerja, juga dapat mengganggu kelangsungan jalannya perusahaan.
4. Tingkat kerusakan yang naik/tinggi Naiknya tingkat kerusakan sebetulnya menunjukkan bahwa perhatian dalam pekerjaan berkurang, terjadi kecerobohan dalam pekerjaan dan sebagainya.
5. Kegelisahan dimana-mana Kegelisahan dilingkungan kerja akan terjadi bila mana semangat dan kegairahan kerja menurun. Seorang pemimpin harus dapat mengetahui adanya kegelisahan-kegelisahan. Kegelisahan itu dapat terwujud dalam bentuk ketidak tenangan kerja, keluh kesah serta hal-hal yang lain.
6. Tuntutan yang sering terjadi Tuntutan sebetulnya merupakan perwujudan dari ketidak puasan, dimana pada tahap tertentu akan menimbulkan keberanian untuk mengajukan tuntutan.
7. Pemogokan Tingkat indikasi yang paling kuat tentang turunnya semangat dan kegairahan kerja adalah bila mana terjadi pemogokan. Hal ini disesabkan bila terjadi pemogokan merupakan perwujudan dari ketidak puasan dan kegelisahan para karyawan”.
Lain halnya menurut Zainun (2004) menyatakan bahwa ”ada beberapa faktor
yang mempengaruhi tinggi rendahnya semangat kerja karyawan dalam suatu
organisasi yaitu : komunikasi, kepuasan kerja, lingkungan kerja, partisipasi, motivasi
dan kepemimpinan”.
Universitas Sumatera Utara
II.4. Teori tentang Kepemimpinan
II.4.1. Pengertian Kepemimpinan dan Peran yang Efektif
Didalam suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal sebagian
besar ditentukan oleh kepemimpinan. Seorang pemimpinlah yang bertanggung
jawab atas kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan. Sebagaimana Thoha (2007)
menyatakan bahwa “Kepemimpinan merupakan suatu ungkapan yang
mendudukan posisi pemimpin dalam suatu organisasi pada posisi yang
terpenting dan akan selalu mempertanggungjawabkan kepemimpinannya.
1) Pengertian Pemimpin
Sebelum membahas tentang kepemimpinan arti kepemimpinan tersebut
dapat diketahui pengertian pemimpin tersebut sebelumnya. Sebagaimana
Handoko (1996) menyatakan bahwa :
“Pemimpin adalah orang yang membina dan menggerakkan seseorang atau kelompok orang lain agar mereka bersedia, komitmen dan setia melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di dalam mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya”
Kemudian Timple yang dikutip oleh Umar (2003) menyatakan
“Pemimpin merupakan orang yang menerangkan prinsip dan teknik yang
memastikan motivasi, disiplin, dan produktivitas jika bekerja sama dengan orang
lain, tugas, dan situasi agar dapat mencapai sasaran perusahaan”.
Dalam kenyataannya para pemimpin dapat mempengaruhi moral dan
semangat kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat
prestasi suatu organisasi (Handoko, 1996). Dengan demikian dapat dikatakan
Universitas Sumatera Utara
pemimpin adalah orang yang membina dan menggerakkan seseorang atau
sekelompok orang lain dengan prinsip dan teknik yang memastikan motivasi,
disiplin dan produktivitas sehingga dapat mempengaruhi moral dan kepuasan
kerja agar tercapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
2) Pengertian Kepemimpinan
Dalam menjalankan roda organisasi peran seorang pemimpin harus dapat
menunjukkan karakter kepemimpinannya demi pengembangan alur kerja
organisasi menuju kearah tujuan organsasi yang telah ditetapkan Sebagaimana
Thoha (2007) menyatakan “Lebih jauh lagi dirumuskan bahwa kepemimpinan
itu adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan
mencapai tujuan organisasi”.
Kemudian komitmen dan setia juga turut mewujudkan tujuan perusahaan
tersebut. Menurut Thoha (2007) menyatakan bahwa :
“Kepemimpinan adalah sifat, karakter, atau cara seseorang dalam upaya membina dan menggerakkan seseorang atau sekelompok orang agar mereka bersedia, komitmen dan setia untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab untuk mewujudkan tujuan perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya”. Kepemimpinan diartikan juga suatu inisiatif untuk bertindak yang akan
menghasilkan suatu pola yang konsisten dalam rangka unyuk mencari jalan
pemecahan dari suatu persoalan bersama baik dalam tugas maupun mengubah
prilaku. Sebagaimana Yukl (2001) menyatakan bahwa “Kepemimpinan adalah
suatu proses penggunaan pengaruh positif terhadap orang lain untuk melakukan
Universitas Sumatera Utara
usaha lebih banyak dalam sejumlah tugas atau mengubah perilakunya (Yuki,
2001).
3) Fungsi Kepemimpinan
Menurut Thoha (2007), fungsi kepemimpinan dalam hubungannya dengan
peningkatan aktivitas dan efisiensi perusahaan menyatakan sebagai berikut :”
a) Fungsi kepemimpinan sebagai innovator Sebagai innovator, pemimpin mampu mengadakan berbagai inovasi-inovasi baik yang menyangkut pengembangan produk, sistem manajemen yang efektif dan efisien, maupun dibidang konseptual yang keseluruhannya dilaksanakan dalam upaya mempertahankan dan atau meningkatkan kinerja perusahaan.
b) Fungsi kepemimpinan sebagai komunikator Sebagai komunikator, maka pimpinan harus mampu menyampaikan maksud dan tujuan komunikasi yang dilakukan secara baik kepada seseorang dan atau sekelompok karyawan sehingga timbul pengertian di kalangan mereka. Mampu menyampaikan maksud dan tujuan komunikasi yang dilakukan secara baik kepada seseorang dan atau sekelompok karyawan sehingga timbul pengertian di kalangan mereka. Pemimpin harus mampu memahami, mengerti dan mengambil intisari pembicaraan-pembicaraan orang lain.
c) Fungsi kepemimpinan sebagai motivator Sebagai motivator, pemimpin merumuskan dan melaksanakan berbagai kebijaksanaan yang mengarah kepada upaya mendorong karyawan untuk melaksanakan sesuatu kegiatan tertentu sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya yang mampu memberikan sumbangan terhadap keberhasilan pencapaian tujuan perusahaan.
d) Fungsi kepemimpinan sebagai kontroler Sebagai kontroler (pengendali) pemimpin melaksanakan fungsi pengawasan terhadap berbagai aktivitas perusahaan agar terhindar dari penyimpangan baik terhadap pemakaian sumber daya maupun didalam pelaksanaan rencana dan atau program kerja perusahaan sehingga pencapaian tujuan menjadi efektif dan efisien.
II.4.2. Tipe Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi
bawahannya. Secara relatif ada tiga tipe gaya kepemimpinan yang berbeda yaitu
Universitas Sumatera Utara
otokratis, demokratis atau partisifatif dan laisseez-faire yang semuanya pasti
mempunyai kelemahan-kelemahan dan kelebihan. Menurut Mangkunegara
(2007) menyatakan bahwa « ketiga tipe gaya kepemimpinan tersebut dijelaskan
sebagai berikut:
1) Otokratis a) Semua penentuan kebijaksanaan dilakukan oleh pemimpin. b) Teknik-teknik dan langkah-langkah kegiatan didikte oleh atasan setiap
waktu sehingga langkah-langkah yang akan datang selalu tidak pasti untuk tingkat lurus.
c) Pemimpin biasanya mendikte tugas kerja bagian dan kerjasama setiap anggota.
d) Pemimpin cendrung menjadi “pribadi” dalam pujian dan kecamannya terhadap kerja setiap anggota, mengambil jarak dari partisipasi kelompok kecuali bila menunjukkan keahliannya.
2) Demokratis
a) Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan dengan dorongan dan bantuan dari pemimpin.
b) Kegiatan-kegiatan didiskusikan langkah-langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat, dan bila dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis pemimpin menyerahkan dua atau lebih alternatif prosedur yang dapat dipilih.
c) Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok.
d) Pemimpin adalah obyek atau “fact-minded” dalam pujian dan kecamannya dan mencoba menjadi seorang anggota kelompok bisa dalam jiwa dan semangat tanpa melakukan banyak pekerjaan.
3) Laizzez-Faire a) Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu, dengan
partisipasi minimal dari pemimpin. b) Bahan-bahan yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin yang
membuat selalu siap bila dia akan memberikan informasi pada saat ditanya. Dia tidak mengambil bagian dalam diskusi kerja.
c) Sama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan tugas. d) Kadang-kadang memberi komentar spontan terhadap kegiatan anggota
atau pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau mengatur suatu kejadian-kejadian.
Universitas Sumatera Utara
Kebanyakan manajer menggunakan ketiganya pada suatu waktu, tetapi
gaya yang paling sering digunakan akan dapat dipakai untuk membedakan
seorang manajer sebagai pemimpin yang otokratis, demokratis atau laissez-
faire.
Dalam praktek, sulit untuk menentukan gaya apa yang sedang dipakai
oleh seorang pemimpin. Suatu saat pimpinan bisa keras (otokratis) dan di saat
lain menunjukkan sikap yang lunak (demokratis). Memang, tidak selamanya
gaya lunak itu baik begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu gaya kepemimpinan
keras-lunak nampaknya menentukan kesuksesan seorang pemimpin.
Perbedaan tipe gaya kepemimpinan dalam organisasi akan mempunyai
pengaruh yang berbeda pula pada partisipasi individual dan perilaku kelompok.
Sebagai contoh partisipasi dalam pengambilan keputusan pada gaya
kepemimpinan demokratis akan mempunyai dampak pada peningkatan hubungan
manajer dengan bawahan, menaikkan moral dan kepuasan kerja serta
menurunkan ketergantungan terhadap pemimpin.
Hal ini kadang-kadang menimbulkan kerugian dengan menurunnya
produktivitas dan sulit mengambil keputusan yang dapat memuaskan semua
pihak. Ini akan dapat dihindari dari pada gaya kepemimpinan otokratis.
Kepemimpinan otokratis lebih banyak menghendaki masalah pemberian perintah
kepada bawahan. Kepemimpinan demokrasi cenderung mengikuti pertukaran
pendapat antara orang-orang yang terlibat. Kepemimpinan laissez-faire, pemimpin
memberikan kepemimpinannya bila diminta.
Universitas Sumatera Utara
II.5. Iklim Organisasi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
Para ahli dari Barat mengartikan iklim organisasi sebagai suatu unsur fisik, di
mana iklim dapat sebagai suatu atribusi dari organisasi atau sebagai suatu atribusi
daripada persepsi individu sendiri. Robbins (1986) mencirikan iklim organisasi
sebagai keseluruhan faktor-faktor fisik dan sosial yang terdapat dalam sebuah
organisasi. Menurutnya iklim kerja sebuah organisasi dapat diukur melalui empat
dimensi sebagai berikut :
a. Dimensi Psikologikal, yaitu meliputi variabel seperti beban kerja, kurang otonomi, kurang pemenuhan sendiri (self-fulfilment clershif), dan kurang inovasi.
b. Dimensi Struktural, yaitu meliputi variabel seperti fisik, bunyi dan tingkat keserasian antara keperluan kerja dan struktur fisik.
c. Dimensi Sosial, yaitu meliputi aspek interaksi dengan klien (dari segi kuantitas dan ciri-ciri permasalahannya), rekan sejawat (tingkat dukungan dan kerja sama), dan penyelia-penyelia (dukungan dan imbalan).
d. Dimensi Birokratik, yaitu meliputi Undang-undang dan peraturan-peraturan konflik peranan dan kekaburan peranan”.
Kemudian dikemukakan oleh Handoko (1996) yang menyatakan bahwa
“iklim organisasi adalah lingkungan internal atau psikologi organisasi”. Iklim
organisasi mempengaruhi praktik dan kebijakan SDM yang diterima oleh
anggota organisasi. Perlu diketahui bahwa setiap organisasi akan memiliki iklim
organisasi yang berbeda. Keanekaragaman pekerjaan yang dirancang di dalam
organisasi, atau sifat individu yang ada akan menggambarkan perbedaan tersebut.
Semua organisasi tentu memiliki strategi dalam memanajemen SDM.
Iklim organisasi yang terbuka memacu karyawan untuk mengutarakan
kepentingan dan ketidakpuasan tanpa adanya rasa takut akan tindakan balasan
Universitas Sumatera Utara
dan perhatian. Ketidakpuasan seperti itu dapat ditangani dengan cara yang positif dan
bijaksana. Iklim keterbukaan, bagaimanapun juga hanya tercipta jika semua anggota
memiliki tingkat keyakinan yang tinggi dan mempercayai keadilan tindakan.
Iklim organisasi penting untuk diciptakan karena merupakan persepsi seseorang
tentang apa yang diberikan oleh organisasi dan dijadikan dasar bagi penentuan
tingkah laku anggota selanjutnya. Iklim ditentukan oleh seberapa baik anggota
diarahkan, dibangun dan dihargai oleh organisasi.
Batasan pengertian iklim organisasi itu bisa dilihat dalam dimensi iklim
organisasi. Handoko (1996) sebagaimana menyebutkan enam dimensi iklim
organisasi sebagai berikut : “
1. Flexibility conformity. Fleksibilitas dan comfomity merupakan kondisi organisasi yang untuk memberikan keleluasan bertindak bagi karyawan serta melakukan penyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang diberikan. Hal ini berkaitan dengan aturan yang ditetapkan organisasi, kebijakan dan prosedur yang ada.
2. Responsibility; Penerimaan terhadap ide-ide yang baru merupakan nilai pendukung di dalam mengembangkan iklim organisasi yang kondusif demi tercapainya tujuan organisasi. Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai pelaksanaan tugas organisasi yang diemban dengan rasa tanggung jawab atas hasil yang dicapai, karena mereka terlibat di dalam proses yang sedang berjalan.
3. Standards ; Perasaan karyawan tentang kondisi organisasi dimana manajemen memberikan perhatian kepada pelaksanaan tugas dengan baik, tujuan yang telah ditentukan serta toleransi terhadap kesalahan atau hal-hal yang kurang sesuai atau kurang baik.
4. Reward ; Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan tentang penghargaan dan pengakuan atas pekerjaan yang baik.
5. Clarity Terkait dengan perasaan pegawai bahwa mereka mengetahui apa yang diharapkan dari mereka berkaitan dengan pekerjaan, peranan dan tujuan organisasi.
6. Tema Commitment ; Berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai perasaan bangga mereka memiliki organisasi dan kesediaan untuk berusaha lebih saat dibutuhkan”.
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu Kusriyanto (1996) mengatakan sejelasnya yaitu :”
1. Struktur, merupakan tingkat paksaan yang dirasakan pegawai karena adanya peraturan dan prosedur yang terstruktur atau tersusun.
2. Responbility, merupakan tingkat pengawasan yang dilakukan organisasi dan dirasakan oleh para pengawai.
3. Reward, merupakan tingkat penghargaan yang diberikan atas usaha karyawan. 4. Warmt, berkaitan dengan tingkat kepuasan karyawan yang berkaitan
dengan kekaryawanan dalam organisasi. 5. Support, berkaitan dengan dukungan kepada pegawai di dalam
melaksanakan tugas-tugas organisasi. Dukungan seperti dapat berasal dari pimpinan ataupun rekan kerja.
6. Organizational identity and loyalty, berkaitan dengan perasaan bangga akan keberadaannya dalam organisasi dan kesetiaan yang ditunjukkan selama masa kerjanya.
7. Risk, berkaitan dengan pegawai diberi ruang untuk melakukan atau mengambil resiko dalam menjalankan tugas sebagai sebuah tantangan”. Sedangkan menurut Steers (1995) menyatakan bahwa “iklim organisasi
merupakan lingkungan internal yang mewakili faktor-faktor dalam organisasi yang
menciptakan kultur dan lingkungan sosial dimana aktivitas-aktivitas pencapaian
tujuan berlangsung”.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Iklim Organisasi
Iklim kerja yang positif dapat terjadi dengan terjalinnya hubungan yang baik
dan harmonis antara pimpinan dengan seluruh pegawainya dan seluruh peserta didik.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Owens (1991) bahwa :
”faktor-faktor penentu iklim organisasi sekolah terdiri dari (1). Ekologi yaitu lingkungan fisik seperti gedung, bangku, kursi, alat elektronik, dan lain-lain, (2). Hubungan sosial, (3). Sistem sosial yakni ketatausahan, perorganisasian, pengambilan keputusan dan pola komunikasi, (4). Budaya yakni nilai-nilai, kepercayaan, norma dan cara berpikir orang-orang dalam organisasi”.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan Menurut Steers (1995) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
Iklim Organisasi adalah :
”(1). Struktur tugas, (2). Imbalan dan hukuman yang diberikan, (3). Sentralisasi keputusan, (4). Tekanan pada prestasi, (5). Tekanan pada latihan dan pengembangan, (6). Keamanan dan resiko pelaksanaan tugas, (7). Keterbukaan dan Ketertutupan individu, (8). Status dalam organisasi, (9). Pengakuan dan umpan balik, (10). Kompetensi dan fleksibilitas dalam hubungan pencapaian tujuan organisasi secara fleksibel dan kreatif”.
II.6. Teori Tentang Disiplin Kerja
II.6.1. Pengertian dan Jenis-jenis Disiplin Kerja
Disiplin merupakan suatu keadaan tertib karena orang-orang yang tergbung
dalam suatu organisasi tunduk dan taat pada pertauran yang ada serta melaksanakan
dengan senang hati (Nitisemeto, 1982). Disiplin dalam arti yang positif seperti yang
dikemukakan oleh beberapa ahli berikut ini, Hodges (dalam Asnawi, 2002)
menyatakan bahwa “disiplin dapat diartikan sebagai sikap seseorang atau kelompok
yag berniat untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan”. Dalam kaitannya
dengan pekerjaan, pengertian disiplin kerja adalah suatu sikap dan tingkah laku yang
menunjukkan ketaatan karyawan terhadap peraturan organisasi.
Berikutnya Disiplin Kerja dapat didefinisikan sebagai “suatu sikap
menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku,
baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak
mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan
wewenang yang diberikan kepadanya” (Sastrohadiwiryo, 2002)
Universitas Sumatera Utara
Jenis-jenis Disiplin Kerja
Didalam Disiplin Kerja itu sendiri dapat dibagi menjadi 2 aspek sebagaimana
Terry (1993) menyatakan bahwa ”disiplin kerja dapat timbul dari diri sendiri dan dari
perintah, yang terdiri dari :
1) Self Inposed Dicipline yaitu disiplin yang timbul dari diri sendiri atas dasar kerelaan, kesadaran dan bukan timbul atas dasar paksaan. Disiplin ini timbul karena seseorang merasa terpenuhi kebutuhannya dan merasa telah menjadi bagian dari organisasi sehingga orang akan tergugah hatinya untuk sadar dan secara sukarela memenuhi segala peraturan yang berlaku.
2) Command Dicipline yaitu disiplin yang timbul karena paksaan, perintah dan hukuman serta kekuasaan. Jadi disiplin ini bukan timbul karena perasaan ikhlas dan kesadaran akan tetapi timbul karena adanya paksaan/ancaman dari orang lain”.
Dalam setiap organisasi/perusahaan yang diinginkan adalah jenis disiplin
yang timbul dari diri sendiri atas dasar kerelaan dan kesadaran. Akan tetapi dalam
kenyataan selalu menyatakan bahwa disiplin itu lebih banyak disebabkan adanya
paksaan dari luar. Untuk itu perlu melaksanakan kegiatan pendisiplinan yang
mencakup disiplin preventif dan disiplin korektif.
Disiplin preventif merupakan kegiatan yang dilakukan dengan maksud untuk
mendorong para karyawan agar secara sadar mentaati berbagai standart dan aturan
sehingga dapat dicegah berbagai penyelewengan/pelanggaran. Lebih utama dalam hal
ini adalah dapat ditumbuhkan “Self Dicipline” (disiplin diri) pada setiap karyawan
tanpa kecuali. Untuk memungkinkan iklim yang penuh disiplin kerja tanpa paksaan
tersebutperlu kiranya standart itu sendiri bagi setiap karyawan dengan demikian
dicegah kemungkinan-kemungkinan timbulnya pelanggaran-pelanggaran/
penyimpangan dari standart yang ditentukan.
Universitas Sumatera Utara
Disiplin Korektif merupakan kegiatan yang diambil untuk menangani
pelanggaran yang telah terjadi terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk
menghindari pelanggaran lebih lanjut, kegiatan korektif ini dapat berupa suatu
hukuman / tindakan pendisiplinan (Dicipline Action) yang wujudnya berupa scorsing
(Handoko, 1996).
Pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan
karyawan suatu organisasi (Hasibuan, 2005). Diantaranya :
1. Tujuan dan kemampuan 2. Teladan pimpinan 3. Balas jasa 4. Keadilan 5. Waskat 6. Sanksi Hukuman 7. Ketegasan 8. Hubungan Kemanusiaan.”
Disiplin kerja karyawan dapat dikatakan baik, apabila memenuhi syarat
sebagai berikut :
1. Para karyawan datang tepat waktu, tertib, teratur 2. Berpakaian rapi 3. Mampu memanfaatkan dan menggerakkan perlengkapan secara baik 4. Menghasilkan pekerjaan yang memuaskan 5. Mengikuti cara kerja yang ditentukan oleh perusahaan 6. Memiliki tanggung jawab yang tinggi (Soejono, 1997).
II.7. Teori Tentang Produktivitas Kerja
II.7.1. Pengertian Produktivitas Kerja
Produktivitas juga merupakan perbandingan antara hasil dengan masukan
sebagaimana Hasibuan (2000) menyatakan bahwa :
Universitas Sumatera Utara
”Produktivitas adalah perbandingan antara hasil (output) dengan masukan (input). Jika produktivitas naik ini hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu-bahan-tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi dan adanya peningkatan keterampilan dari tenga kerjanya”. Ukuran output dapat dinyatakan dalam bentuk : jumlah satuan fisik
produk/jasa, nilai rupiah produk/jasa, nilai tambah, jumlah pekerjaan/kerja dan
jumlah laba kotor. Sedangkan ukuran input dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah :
waktu, tenaga kerja, jam-orang, biaya tenaga kerja, jam mesin, biaya penyusutan dan
perawatan mesin, material, biaya material, seluruh biaya pengusahaan dan luas tanah.
Sebagaimana pendapat dari John Kendrich yang dikutip oleh Stoner (1996)
menyatakan produktivitas sebagai ”hubungan antara keluaran (output = O) berupa
barang dan jasa dengan masukan (input = I) berupa sumber daya, manusia atau
bukan, yang digunakan dalam proses produksi; hubungan tersebut biasanya
dinyatakan dengan bentuk rasio O/I.”
Baik tingkat rasio produktivitas pada periode tertentu maupun
perbandingannya dengan rasio produktivitas dari waktu ke waktu merupakan tolak
ukur yang penting. Tingkat produktivitas pada saat tertentu menggambarkan efisiensi
operasi pada saat itu. Sementara, perbandingan dari waktu ke waktu akan
menunjukkan peningkatan atau penurunan produktivitas.
Kemudian Gie (1998) menyatakan bahwa ”Produktivitas adalah merupakan
perbandingan antara hasil kerja yang berupa barang-barang atau jasa dengan sumber
atau tenaga yang dipakai dalam suatu proses produksi tersebut”. Sejalan dengan itu
Sinungan (1995) menyatakan bahwa :
Universitas Sumatera Utara
”Pengertian tentang Produktivitas dalam beberapa kelompok sebagai berikut :
1. Rumusan tradisional bagi keseluruhan produksi tidak lain adalah ratio apa yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang digunakan.
2. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari pada kemarin dan hari esok lebih baik dan hari ini.
3. Produktivitas merupakan interaksi terpadu serasi dan tiga faktor esensial, yakni : Investasi termasuk pengetahuan dan tehnologi serta riset, manajemen dan tenaga kerja. Dari ketiga pengertian tersebut merupakan perkembangan dan pengertian
produktivitas berasal dari rumusan tradisional sampai pada produktivitas yang
didukung oleh adanya IPTEK, manajemen yang baik dan faktor tenaga kerja itu
sendiri, yang diharapkan dapat berjalan selaras dan saling mendukung. Jadi
produktivitas adalah suatu pendekatan interdisipliner untuk menentukan tujuan yang
efektif, pembuatan rencana aplikasi penggunaan cara yang produktivitas untuk
menggunakan sumber-sumber secara efisien dan tetap menjaga adanya kualitas yang
tinggi. Produktivitas mengikutsertakan pendayagunaan secara terpadu sumber daya
manusia dan ketrampilan barang modal teknologi manajemen, infomasi, energi dan
sumber-sumber lain menuju pada pengembangan dan peningkatan standar hidup.
Dalam penelitian ini produktivitas dikaitkan dengan tenaga kerja. Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan faktor-faktor tenaga kerja ini
adalah:
a) Motivasi pengabdian disiplin etos kerja produktivitas dan masa depannya.
b) Hubungan industrial yang serasi dan harmonis dalam suasana keterbukaan
(Sinungan, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian dapat dilihat bahwa meskipun ada sejumlah perbedaan
mengenai definisi produktivitas yang tergantung pada keadaan yang nyata dan tujuan-
tujuan yang ada pendekatan umum (bukan definisi) untuk mengatur pola dari model
produktivitas adalah mengidentifikasikan output dan komponen-komponen input
yang benar dan sesuai dengan tujuan jangka panjang, menengah, dan pendek
perusahaan (Sinungan, 1995).
Dari beberapa pendapat tersebut dapat dilihat bahwa produktivitas kerja
adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan barang/jasa dengan menggunakan
berbagai sumber produksi sesuai dengan mutu/kualitas dan jangka waktu yang telah
ditetapkan perusahaan (Hasibuan, 2005).
II.7.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berhubungan
dengan tenaga kerja itu sendiri, maupun yang berhubungan dengan lingkungan
perusahaan dan kebijaksanaan pemerintah. Menurut Mangkuprawira (2003)
menyatakan bahwa ”faktor yang mempengaruhi produktivitas relatif kompleks, bisa
jadi faktor intrinsik (tingkat pendidikan, pengetahuan, keterampilan, motivasi,
kesehatan dan pengalaman) dan bisa faktor ekstrinsik (gaji/upah) lingkungan kerja,
kepemimpinan, fasilitas kerja dan hubungan sosial)”.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja Menurut
Simanjuntak (1995) menyatakan bahwa ”faktor-faktor yang mempengaruhi
produktivitas tenaga kerja adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Kualitas dan kemampuan fisik karyawan Kualitas dan kemampuan fisik karyawan dipengaruhi juga oleh tingkat pendidikan, latihan, motivasi kerja, mental dan kemampuan fisik karyawan yang bersangkutan.
2. Sarana pendukung Sarana pendukung untuk meningkatkan produktivitas karyawan digolongkan menjadi 3 (tiga) yaitu : a) Menyangkut lingkungan kerja termasuk sarana dan peralatan yang
digunakan, tehnologi dan cara produksi, tingkat keselamatan dan kesehatan kerja serta suasana lingkungan kerja itu sendiri.
b) Menyangkut kesehatan karyawan yang tercermin dalam sistem pengupahan dan jaminan sosial serta jaminan keselamatan kerja.
c) Supra sarana d) Apa yang terjadi didalam perusahaan dipengaruhi juga oleh apa yang
terjadi diluarnya, seperti sumber-sumber faktor produksi yang akan digunakan prospek pemasaran, perpajakan, perijinan dll. Selain itu hubungan antara pimpinan dan karyawan juga mempengaruhi kegiatan-kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Bagaimana pandangan pimpinan terhadap bawahan, sejauh mana hak-hak karyawan mendapat perhatian sejauh mana karyawan diikutsertakan dalam menentukan kebijaksanaan.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja menurut
Saksono (1997) menyatakan bahwa ”tinggi rendahnya tingkat produktivitas
karyawan tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya, faktor-faktor
tersebut adalah :
1. Adanya etos kerja yang merupakan sikap hidup yang bersedia bekerja keras demi masa depan yang lebih baik, semangat untuk mampu menolong dirinya sendiri, berpola hidup sederhana, mampu bekerjasama dengan sesama manusia dan mampu berfikir maju dan kreatif.
2. Mengembangkan sikap hidup disiplin terhadap waktu dan dirinya sendiri dalam arti mampu melaksanakan pengendalian terhadap peraturan, disiplin terhadap tugas dan tanggung jawabnya sebagai manusia.
3. Motivasi dan orientasi kemasa depan yang lebih baik. Bekerja dengan produktif oleh dorongan/motivasi untuk mencapai masa depan yang lebih baik”.
Kemampuan manajemen menggunakan sumber-sumber maksimal dan
menciptakan sistem kerja yang optimal akan menentukan tinggi rendahnya
Universitas Sumatera Utara
produktivitas kerja karyawan (Simanjuntak, 1995). Menurut Siagian (1982)
menyatakan bahwa :“produktivitas dapat mencapai hasil yang maksimal apabila
ketiga faktornya dapat terpenuhi dan dilaksanakan”.
Adapun ketiga faktor tersebut adalah :
1. Produktivitas dikaitkan dengan waktu. Dalam hal ini berhubungan dengan penetapan jadwal pekerjaan menurut prosentase waktu yang digunakan, misalnya kapan seseorang harus memulai dan berhenti bekerja. Kapan harus memulai kembali bekerja dan kapan pula akan berakhir dan sebagainya. Dengan adanya penjadwalan waktu yang baik, kemungkinan terjadinya pemborosan baik SDM maupun SDA dapat dihindari.
2. Produktivitas dikaitkan dengan sumber daya insani. Untuk melihat keterkaitan produktivitas dengan sumber daya insani, manager / pimpinan perusahaan tersebut bisa melihat dan segi teknis semata. Dengan kata lain meningkatkan produktivitas kerja juga menyangkut kondisi, iklim, dan suasana kerja yang baik.
3. Produktivitas dikaitkan dengan sarana dan prasarana kerja. Untuk dapat tercapainya produktivitas kerja tidak terlepas dari faktor sarana serta prasarana yang ada dalam perusahaan tersebut. Untuk dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga tidak terjadi pemborosan dalam bentuk apapun”.
Ada tiga kelompok yang dapat membedakan terhadap faktor yang
mempengaruhi produktivitas tersebut seperti halnya menurut Ravianto (1995)
menyatakan bahwa ”faktor yang mempengaruhi produktivitas dapat dikelompokkan
ke dalam 3 kelompok yaitu :”
1. Faktor yang mempengaruhi produktivitas dari perekonomian atau industri-industri secara keseluruhan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas organisasi unit-unit usaha atau pabrik individual
3. Faktor-faktor produktivitas yang mempengaruhi produktivitas perseorangan”. Kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja menurut
Kusriyanto (1996) menyatakan bahwa: ”faktor-faktor yang mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
produktivitas kerja terdiri dari : a) Sikap mental, b) pendidikan, c) keterampilan, d)
manajemen, e) hubungan industrial pancasila, f) tingkat penghasilan, g) gizi dan
kesehatan, h) jaminan sosial, i) lingkungan dan iklim kerja, j) saran produksi, k)
teknologi, l) kesempatan berprestasi”.
Ukuran produktivitas dapat dilihat sebagai mana Schuler dan Jackson (1996),
menyatakan terdapat beberapa ”ukuran dari produktivitas antara lain :
1) Kepuasan Kerja 2) Kuantitas kerja, 3) Ketepatan waktu penyelesaian tugas, 4) Kehadiran, 5) Kerjasama dengan yang lain”.
Relevan dengan ukuran-ukuran di atas, Mangkunegara (2007) menyatakan
beberapa ”faktor ukuran produktivitas kerja, antara lain :
a) Kualitas kerja : Ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan b) Kuantitas Kerja : Output, penyelesaian kerja dengan ekstra c) Keandalan : Mengikuti instruksi, inisiatif, kehati-hatian, kerajinan d) Sikap : Sikap terhadap perusahaan/pimpinan, sikap terhadap
pegawai lain, sikap terhadap pekerjan, sikap kerjasama”.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dilihat bahwa kondisi utama karyawan
yang semakin penting dan menentukan tingkat produktivitas karyawan yaitu
pendidikan, motivasi, semangat, disiplin, ketrampilan, sikap dan etika kerja, gizi dan
kesehatan, tingkat penghasilan, lingkungan dan iklim kerja, tehnologi, sarana
produksi, managemen, kesempatan berprestasi dan jaminan sosial. Dengan harapan
agar karyawan semakin gairah dan mempunyai semangat dalam bekerja (Ravianto,
1995). Dan akhirnya dapat mempertinggi mutu pekerjaan, meningkatkan produksi
dan produktivitas kerja.
Universitas Sumatera Utara
II.7.3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Turunnya Produktivitas Kerja
Menurut Saksono (1997) menyatakan bahwa ”faktor-faktor yang meyebabkan
turunnya produktivitas kerja antara lain :
a) Menurunnya Presensi Menurunnya tingkat presensi tanpa diketahui sebelumnya oleh pimpinan perusahaan dapat mengganggu pelaksanaan program kerja, apabila sejumlah karyawan terlihat dalam mata rantai kerja tidak hadir, pekerjaan selanjutnya tidak akan dapat berlangsung. Jika demikian perusahaan akan menanggung kerugian yang sesungguhnya dapat dihindarkan dengan mencegah terjadinya penurunan presensi.
b) Meningkatnya Labour Turnover (perpindahan buruh tinggi). Apabila karyawan tidak memperoleh kepuasan sebagaimana yang diharapkan maka akan menunjukkan langkah awal dari keinginan karyawan yang bersangkutan untuk pindah ke perusahaan lain yang diharapkan dapat memberikan fasilitas yang lebih baik, dimana hal itu akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan.
c) Meningkatnya Kerusakan Apabila karyawan menunjukkan keengganan untuk melengkapi pekerjaan karena adanya suatu ketimpangan antara harapan dan kenyataan, maka ketelitian dan rasa tanggung jawab terhadap hasil kerja cenderung menurun, salah satu akibatnya adalah sering terjadi kesalahan dalam melakukan pekerjaan yang akhirnya menyebabkan kerusakan yang melebihi batas normal.
d) Timbulnya kegelisahan, tuntutan dan pemogokan.
Universitas Sumatera Utara