budaya terhadap proses pembelajaran
0
PEMBELAJARAN
[email protected]
ABSTRAK
memposisikan dirinya pada posisi yang pas, nyaman, aman, dan
menguntungkan bagi diri individu itu sendiri dengan cara mudah
sesuai dengan
seleranya, sehingga sering kali kecenderungannya merugikan,
bahkan
menyakiti orang lain.
Satu keniscayaan Setiap diri individu selalu memiliki perbedaan
cara, sifat,
karakter, kemampuan dan kecenderungan yang berbeda antara individu
satu
dengan yang lainnya, perbedaan tersebut secara fisik, psikis, dan
kultur sosial
dalam merespone stimulus kehidupan yang dihayatinya.
Dalam proses atau kegiatan belajar dan pembelajaran individu siswa
selalu
menunjuk perbedaan satu dengan lainnya baik dari sisi kecerdasannya
( IQ ),
kultur social ekonominya yang sama – sama kuatnya dalam
pencapaian
keberhasil belajarnya disekolah.
dan kultur/Budaya yang dimiliki indidu tersebut bagi pencapaian
hasil proses
pembelaraannya, apakah tiga aspek tersebut sama - sama kuatnya
dalam
mempengaruhi keberhasilan dalam proses pembelajaran atau salah
satu, salah
dua dari aspek teserbut.
kuantitatif dengan menggunakan teknik analisa varians sehingga bisa
diketahui
peran masing masing aspek tersebut dalam pencapaian hasil
pembelarannya
Kata kunci : intelegensi, social ekonomi,budaya, proses
pembelajaran.
budaya terhadap proses pembelajaran
1
PENDAHULUAN
menonjol, yaitu (i) semua manusia mempunyai unsur-unsur kesamaan di
dalam
pola perkembangannya dan (ii) di dalam pola yang bersifat umum dari
apa
yang membentuk warisan manusia secara biologis dan sosial,
tiap-tiap individu
mempunyai kecenderungan berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut
secara
keseluruhan lebih banyak bersifat kuantitatif dan bukan kualitatif.
Sejauh mana
individu berbeda akan mewujudkan kualitas perbedaan mereka atau
kombinasi-
kombinasi dari berbagai unsur perbedaan tersebut.
Setiap orang, apakah ia seorang anak atau seorang dewasa, dan
apakah ia
berada di dalam suatu kelompok atau seorang diri, ia disebut
individu. Individu
menunjukkan kedudukan seseorang sebagai orang perorangan atau
perseorangan. Sifat individual adalah sifat yang berkaitan dengan
orang
perseorangan, berkaitan dengan perbedaan individual perseorangan.
Ciri dan
sifat orang yang satu berbeda dengan yang lain. Perbedaan ini
disebut
perbedaan individu atau perbedaan individual. Maka “perbedaan”
dalam
“perbedaan individual” menyangkut variasi yang terjadi, baik
variasi pada
aspek fisik maupun psikologis. Seorang ibu yang memiliki seorang
bayi,
bertutur bahwa bayinya banyak menangis, banyak bergerak, dan kuat
minum.
Ibu lain yang juga memiliki seorang bayi, menceritakan bahwa
bayinya
pendiam, banyak tidur, tetapi kuat minum. Cerita kedua ibu itu
telah
menunjukkan bahwa kedua bayi itu memiliki ciri dan sifat yang
berbeda satu
sama lainnya.
Seorang guru setiap tahun ajaran baru selalu menghadapi siswa-siswi
yang
berbeda satu sama lain. Siswa-siswa yang berada di dalam sebuah
kelas, tidak
terdapat seorang pun yang sama. Mungkin sekali dua orang dilihatnya
hampir
sama atau mirip, akan tetapi pada kenyataannya jika diamati
benar-benar antara
keduanya tentu terdapat perbedaan. Perbedaan yang segera dapat
dikenal oleh
seorang guru tentang siswanya adalah perbedaan fisiknya, seperti
tinggi badan,
bentuk badan, wurna kulit, bentuk muka, dan semacamnya. Dari
fisiknya
Pengaruh perbedaan individu dari aspek intelegensi sosial ekonomi
dan
budaya terhadap proses pembelajaran
2
seorang guru cepat mengenal siswa di kelasnya satu per satu. Ciri
lain yang
segera dapat dikenal adalah tingkah laku masing-masing siswa,
begitu pula
suara mereka. Ada siswa yang lincah, banyak gerak, pendiam, dan
sebagainya.
Ada siswa yag nada suaranya kecil dan ada yang besar atau rendah,
ada yang
berbicara cepat dan ada pula yang pelan-pelan. Apabila ditelusuri
secara
cermat siswa yang satu dengan yang lain memiliki sifat psikis yang
berbeda-
beda.
sekolah, adalah menghitung umur kronologi. Seorang anak memasuki
sekolah
dasar pada umur 6 tahun dan ia diperkirakan dapat mengalami
kemajuan secara
teratur dalam tugas-tugas sekolahnya dilihat dalam kaitannya dengan
faktor
umur. Selanjutnya ada anggapan bahwa semua anak diharapkan
mampu
menangkap/ mengerti bahan-bahan pelajaran yang mempunyai
kesamaan
materi dan penyajiannya bagi semua siswa pada kelas yang
sama.
Ketidakmampuan yang jelas tampak pada siswa untuk menguasai
bahan
pelajaran umumnya dijelaskan dengan pengertian faktor-faktor
seperti
kemalasan atau sikap keras kepala. Penjelasan itu tidak mendasarkan
kenyataan
bahwa para siswa memang berbeda dalam hal kemampuan mereka
untuk
menguasai satu atau lebih bahan pelajaran dan mungkin berada dalam
satu
tingkat perkembangan.
lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Semakin tinggi
taraf
inteligensinya semakain baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu
bereaksi
terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara yang
dapat
diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya, demikian
pula
sebaliknya .Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi
akan
meningkatkan prestisenya. Jika prestisenya meningkat maka konsep
dirinya
akan berubah (Syaiful, 2008).
Pengaruh perbedaan individu dari aspek intelegensi sosial ekonomi
dan
budaya terhadap proses pembelajaran
3
pada status sosial ekonominya. Maka dapat dikatakan individu yang
status
sosialnya tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih positif
dibandingkan
individu yang status sosialnya rendah. Hal ini didukung oleh
penelitian
Rosenberg terhadap anak-anak dari ekonomi sosial tinggi menunjukkan
bahwa
mereka memiliki konsep diri yang tinggi dibandingkan dengan
anak-anak yang
berasal dari status ekonomi rendah. Hasilnya adalah 51 % anak dari
ekonomi
tinggi mempunyai konsep diri yang tinggi. Dan hanya 38 % anak dari
tingkat
ekonomi rendah memiliki tingkat konsep diri yang tinggi.
Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama menjalin
interaksi
kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik. Hasil
perolehan
tersebut berguna untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Proses
hubungan
antar manusia dengan lingkungan luarnya telah mengkisahkan suatu
rangkaian
pembelajaran secara alamiah. Pada akhirnya proses tersebut
mampu
melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia.
Disini
kebudayaan dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia
dengan
alam. Alam telah mendidik manusia melalui situasi tertentu yang
memicu akal
budi manusia untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna
bagi
kehidupannya.
PERMASALAHAN
Telah disadari bahwa perbedaan-perbedaan antara satu dengan lainnya
dan
juga kesamaan-kesamaan di antara mereka merupakan ciri-ciri dari
semua
pelajaran pada suatu tingkatan belajar. Sebab-sebab dan pengaruh
perbedaan
individu ini dan sejauh mana tingkat tujuan pendidikan, isi dan
teknik-teknik
pendidikan ditetapkan, hendaknya disesuaikan dengan
perbedaan-perbedaan
tersebut, tampaknya hal ini telah mendapat banyak perhatian dari
para ahli ilmu
jiwa dan petugas sekolah. Dari perbedaan-perbedaan tersebut dapat
dilihat ke
dalam 3 aspek :
budaya terhadap proses pembelajaran
4
sudah mengenal istilah tersebut, bahkan mengemukakannya.
Seringkali
kita dengar seorang mengatakan si A tergolong pandai atau
cerdas
(inteligen) dan si B tergolong bodoh atau kurang cerdas
(tidak
inteligen). Istilah inteligen sudah lama ada dan berkembang
dalam
masyarakat sejak zaman Cicero yaitu kira-kira dua ribu tahun yang
lalu
dan merupakan salah satu aspek alamiyah dari seseorang.
Inteligensi
bukan merupakan kata asli yang berasal dari bahasa Indonesia.
Kata
inteligensi adalah kata yang berasal dari bahasa
latin yaitu “inteligensia“. Sedangkan kata “inteligensia“ itu
sendiri
berasal dari kata inter dan lego, inter yang berarti diantara,
sedangkan
lego berarti memilih. Sehingga inteligensi pada mulanya
mempunyai
pengertian kemampuan untuk memilih suatu penalaran terhadap
fakta
atau kebenaran. Untuk memperjelas pengertian inteligensi,
maka
penulis memaparkan
phisikologi maupun pendidik diantaranya :
persen dari kemampuan otaknya. Dari 10 persen itu sebagian
besar
hanya mengoptimalkan belahan otak kiri (Stanford Research
Institute).
Pada dasarnya setiap orang dapat menjadi jenius. Idealnya
memang
harus dipersiapkan sejak kecil dengan mengaktifkan fungsi otak
untuk
mengembangkan kecerdasan-kecerdasan yang menunjang proses
pembelajaran. Usia remaja juga dapat memberdayakan otak
secara
Pengaruh perbedaan individu dari aspek intelegensi sosial ekonomi
dan
budaya terhadap proses pembelajaran
5
optimal, untuk itu kita harus mengetahui terlebih dahulu cara kerja
otak
tersebut. (Sidiarto L. 2008)
otak, diketahui bahwa kecerdasan otak yang bersumber di
sistem
limbik justru memberikan kontribusi jauh lebih besar
dibandingkan
dengan kecerdasan yang bersumber dari neokorteks. Terdapat
dua
kecerdasan yang bersumber selain dari neo kortex
yaitu pada emosional di sistem limbik dan spiritual di God
spot (temporal). Kontribusi kecerdasan emosional dan
spiritual
terhadap keberhasilan karir atau hidup seseorang diperkirakan
sekitar
80 %, sedangkan sisanya merupakan kontribusi dari kecerdasan
rasional. Dari 80 % kontribusi tersebut ternyata spiritual
mendominasi
sekitar 60 % dan sisanya merupakan kontribusi emosional .
Dengan demikian untuk mengatasi segala tantangan dan
perubahan
yang terjadi. Oleh karena itu harus cerdas dan juga mampu
menggunakan semua kecerdasan otak yaitu intelektual, emosional
dan
spiritual.
Dalyono. 2007)
1. Super dan Cites mengemukakan” Intelegence has frequently
been
difined as the ability to adjust to the environment or to learning
from
experience” (Super & Cites, 1962: 83) Intelegnsi sebagai
kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau belajar
dati
pengalaman. Dimana manusia hidup dan berinteraksi didalam
lingkungannya yang kompleks untuk itu ia memerlukan kemampuan
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.
2. Garrett (1946: 372) mengemukakan “ Intelegence includes at
least
the abilities demanded in the solution of problems which requer
the
comprehension and use of symbols” (intelegensi itu
setidak-tidaknya
mencakup kemampuan kemampuan yang diperlukan untuk
pemecahan masalah-masalah yang memerlukan pengertian serta
Pengaruh perbedaan individu dari aspek intelegensi sosial ekonomi
dan
budaya terhadap proses pembelajaran
6
dalam hidup.
3. Bischor, 1954 mengemukakan “ Intelegence is the ability to
solve
problems of all kinds” Intelegensi ialah kemampuan untuk
memecahkan segala jenis masalah. Defenisi intelegensi yang
dikemukakan bischor ini memuat perbedaan dengan defenisi
menurut gareet yaitu intelegensi dalam asti khusus sementara
bischor
dalam artian yang lebih luwes namun bersifat operasional dan
fungsional bagi kehidupan manusia.
4. Haidentich 1970 mengemukakan” intelegence refers to ability
to
learn and to utilize what has been learned in adjusting to
unfamiliar
situation, or in the solving of problems” Intelegensi
menyangkut kemampuan untuk belajar dan menggunakan apa yang
telah dipelajari dalam usaha penyesuaian terhadap
situasi-situasi
yang kurang dikenal atau dalam pemecahan masalah-masalah.
Dimana manusia yang belajar sering menghadapi situasi-situasi
baru
serta permasalahan hal ini memerlukan kemampuan individu
untuk
belajar menyesuaikan diri serta memecahkan setiap
permasalahan
yang dihadapi.
pendidik tidak cukup hanya menyisihkan
pengetahuan-pengetahuan
atau tanggapan-tanggapan yang banyak ke dalam otak anak-anak”
.Pendapat ini mempertegas bahwa anak harus diajar berpikir
dengan
baik, supaya anak tersebut dapat berpikir dengan baik pula, dan
kita
perlu memberikan :
sewaktu-waktu siap untuk dapat dipergunakan, seperti : hafal
tentang
huruf abjad, perkalian, dan sebagainya,
Pengaruh perbedaan individu dari aspek intelegensi sosial ekonomi
dan
budaya terhadap proses pembelajaran
7
2) pengetahuan yang berisi, yang mengandung arti (tidak
verbalistis) dan
yang benar-benar dimengerti oleh anak-anak,
3) melatih kecakapan membentuk skema, yang memungkinkan
berpikir
secara teratur dan skematis,
4) soal-soal yang mendorong anak untuk berpikir, dalam hal ini
faktor
motivasi memegang peranan yang penting.
Williem Sterm, “inteligensi ialah suatu kesanggupan untuk
menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan
alat
berpikir yang sesuai dengan tujuannya, dan inteligensi tersebut
sebagian
besar tergantung dengan dasar dan turunan” Berdasar pendapat
tersebut
pendidikan dan lingkungan tidaklah begitu berpengaruh kepada
inteligensi seseorang.
dengan yang lainnya yaitu :
dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan kita yakni dapat dan
tidaknya
memecahkan suatu soal atau masalah, pertama-tama ditentukan
oleh
pembawaan kita. Orang itu ada yang pintar dan ada pula yang
bodoh,
meskipun sama-sama menerima latihan dan pelajaran yang sama,
tetapi perbedaan-perbedaan itu masih tetap ada.
2) Kematangan : Setiap organ di dalam tubuh manusia mengalami
pertumbuhan dan perkembangan, setiap organ ( fisik maupun psikis
)
dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai
kesanggupan
untuk menjalankan fungsinya masingmasing.
3) Pembentukan : yaitu segala keadaan di luar diri seseorang
yang
mempengaruhi perkembangan inteligensi.
Sedangkan menurut Jean Piaget, “intelligence atau inteligensi
diartikan sama dengan kecerdasan, yaitu seluruh kemampuan
berpikir
Pengaruh perbedaan individu dari aspek intelegensi sosial ekonomi
dan
budaya terhadap proses pembelajaran
8
kompleks seperti berpikir, mempertimbangkan, menganalisis,
mensiotesis, mengevaluasi dan menyelesaikan
persoalan-persoalan”.
Pendapat ini mempertegas bahwa inteligensi adalah seluruh
kemungkinan koordinasi yang memberi struktur kepada tingkah
laku
suatu organisme sebagai adaptasi mental terhadap situasi baru.
Dalam
arti sempit inteligensi sering kali diartikan sebagai
inteligensi
perasional, termasuk pula di dalamnya tahapan-tahapan yang sejak
dari
periode sensorimotoris sampai dengan operasional formal.
(Suryabrata
S. 2010)
terutama kemampuan verbal, pemikiran lancar, pengetahuan,
perencanaan, perumusan masalah, penyusunan strategi,
representasi
mental, keterampilan pengambilan suatu keputusan dan
keseimbangan
serta integritas intelektual secara umum”.
Menurut English & English dikutip oleh Sunarto H.,(1999)
bahwa
: istilah intelek yang berarti antara lain :
1) kekuatan mental dimana manusia dapat berpikir,
2) suatu rumpun nama untuk proses koqnitif, terutama untuk
aktivitas
yang berkenaan dengan berpikir (misalnya menghubungkan,
menimbang, dan memahami),
Wechler, “merumuskan inteligensi sebagai keseluruhan
kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah
serta
kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif”.
Dari pendapat ini bahwa hal-hal yang mempengaruhi
perkembangan intelek itu antara lain:
1) bertambahnya informasi yang disimpan (di dalam otak)
seseorang
sehingga ia mampu berpikir reflektif,
2) banyaknya pengalaman dan latihan-latihan untuk memecahkan
suatu
masalah, sehingga seseorang dapat berpikir proporsional,
Pengaruh perbedaan individu dari aspek intelegensi sosial ekonomi
dan
budaya terhadap proses pembelajaran
9
menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, kebebasan
menjajaki
masalah secara keseluruhan dan menunjang keberanian anak
dalam
memecahkan suatu masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan
benar.
:
2) bertambahnya usia menyebabkan berkembangnya struktur
inteligensi
baru, sehingga pengaruh pula terhadap terjadinya perubahan
kualitatif”
menghablurkan mencakup kemampuan berpikir verbal dan berpikir
kuantitatif, sedangkan kemampuan menganalisis perubahan
mencakup
berpikir abstrak dan berpikir verbal” Menurut Bobbi Deporter dan
Mike
Henachi, “semua kecerdasan yang tinggi, termasuk intuisi ada
dalam
otak sejak lahir, dan selama lebih dari tujuh tahun pertama
kehidupan,
kecerdasan ini dapat disingkapkan jika dirawat dengan baik”.
Pendapat ini mempertegas agar supaya kecerdasan-kecerdasan
ini
terawat secara baik, ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi,
antara lain yaitu :
1) struktur syaraf bagian bawah harus cukup berkembang agar
energi
dapat mengalir ke tingkat yang lebih tinggi,
2) anak harus merasa aman secara fisik dan emosional,
3) harus ada model
perbedaan intelegensi seseorang dengan yang lain ialah:
1) Pembawaan, Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan cirri
yang
dibawah sejak lahir. Batas kesangupan kita yakni dapat
tidaknya
Pengaruh perbedaan individu dari aspek intelegensi sosial ekonomi
dan
budaya terhadap proses pembelajaran
10
Orang itu ada yang pintar ada pula yang bodoh. Sekalipun
menerima latihan dan pelajaran yang sama, perbedaan-perbedaan
itu masih tetap ada.
pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ(fisik maupun non
fisik) dapat dikatakan telah matang jika telah mencapai
kesangupan menjalangkan fungsinya masing-masing. Anak tidak
dapat memecahkan soal-soal tertentu karena soal-soal itu
masih
terlampau sukar baginya. Organ-organ tubuhnya dan
fungsi-fungsi
jiwanya masih belum matang untuk mengenai soalitu dan
kematangan erat hubungannya dengan umur.
3) Pembentukan, pembentukan ialah segala keadaan diluar diri
seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat
kita bedakan pembentukan sengaja seperti yang dilakukan
disekolah-sekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh
alam
sekitar)
Dalam diri manusia terdapat dorongan – dorongan(motif-motif)
yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.
Motif menggunakan dan menyelidiki dunia luar (manipulate and
exploring motivasi) dari manipulasi dan eksplorasi yang
dilakukan
terhadap dunia luar itu, lama kelamaan timbulah minat
terhadap
sesuatu, apa yang mereka minat seseorang mendorongnya untuk
berbuat lebih giat dan lebih baik
5) Kebebasan, kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat
memilih
metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-
masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode juga
bebas dalam memilih masalah sesuati dengan kebutuhannya.
Dengan adanya kebebasan ini berarti bahwa minat itu tidak
Pengaruh perbedaan individu dari aspek intelegensi sosial ekonomi
dan
budaya terhadap proses pembelajaran
11
(Dalyono, 2007.)
(Humanisme)
yang berarti aspek-aspek intrinsik (niat, motif, tekad) dari dalam
diri
individu merupakan faktor penentu untuk melahirkan suatu
perilaku,
meskipun tanpa ada stimulus yang datang dari lingkungan. Holistik
atau
humanisme menjelaskan mekanisme perilaku individu dalam konteks
what
(apa), how (bagaimana), dan why (mengapa). What (apa)
menunjukkan
kepada tujuan (goals/incentives/purpose) apa yang hendak dicapai
dengan
perilaku itu. How (bagaimana) menunjukkan kepada jenis dan bentuk
cara
mencapai tujuan (goals/incentives/pupose), yakni perilakunya itu
sendiri.
Sedangkan why (mengapa) menunjukkan kepada motivasi yang
menggerakan terjadinya dan berlangsungnya perilaku (how),
baik
bersumber dari diri individu itu sendiri (motivasi instrinsk)
maupun yang
bersumber dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Perilaku individu diawali dari adanya kebutuhan. Setiap individu,
demi
mempertahankan kelangsungan dan meningkatkan kualitas hidupnya,
akan
merasakan adanya kekurangan-kekurangan atau
kebutuhan-kebutuhan
tertentu dalam dirinya. Dalam hal ini, Maslow mengungkapkan
jenis-jenis
kebutuhan-individu secara hierarkis, yaitu:
1. kebutuhan fisiologikal, seperti : sandang, pangan dan
papan
2. kebutuhan keamanan, tidak dalam arti fisik, akan tetapi juga
mental,
psikologikal dan intelektual
4. kebutuhan prestise atau harga diri, yang pada umumnya
tercermin
dalam berbagai simbol-simbol status
5. kebutuhan aktualisasi diri.
budaya terhadap proses pembelajaran
12
kebutuhan individu, yaitu:
mencapai prestasi yang tertinggi.
2. Kebutuhan berkuasa (need for power), yaitu kebutuhan untuk
mencari
dan memiliki kekuasaan dan pengaruh terhadap orang lain.
3. Kebutuhan untuk membentuk ikatan (need for affiliation),
yaitu
kebutuhan untuk mengikat diri dalam kelompok, membentuk
keluarga,
organisasi ataupun persahabatan.
4. Kebutuhan takut akan kegagalan (need for fear of failure),
yaitu
kebutuhan untuk menghindar diri dari kegagalan atau sesuatu
yang
menghambat perkembangannya.
(motivasi) yang merupakan kekuatan (energi) seseorang yang
dapat
menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam
melaksanakan
suatu aktivitas, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu
sendiri
(motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi
ekstrinsik).
Jika kebutuhan yang serupa muncul kembali maka pola mekanisme
perilaku itu akan dilakukan pengulangan (sterotype behavior),
sehingga
membentuk suatu siklus
motif individu dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan, yaitu
:
1. Motif primer (basic motive dan emergency motive);
menunjukkan
kepada motif yang tidak pelajari, dikenal dengan istilah drive,
seperti :
dorongan untuk makan, minum, melarikan diri, menyerang,
menyelamatkan diri dan sejenisnya.
individu karena pengalaman dan dipelajari, seperti : takut
yang
dipelajari, motif-motif sosial (ingin diterima, konformitas
dan
Pengaruh perbedaan individu dari aspek intelegensi sosial ekonomi
dan
budaya terhadap proses pembelajaran
13
Untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari
indikator-
indikatornya, yaitu : (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan;
(3)
persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan
dalam
mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan
untuk
mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan
kegiatan
yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out
put) yang
dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap
sasaran
kegiatan.
Dalam diri individu akan didapati sekian banyak motif yang
mengarah
kepada tujuan tertentu. Dengan beragamnya motif yang terdapat
dalam
individu, adakalanya individu harus berhadapan dengan motif yang
saling
bertentangan atau biasa disebut konflik.
Bentuk-bentuk konflik tersebut diantaranya adalah :
1. Approach-approach conflict; jika individu dihadapkan pada dua
motif
atau lebih dan semua alternatif motif sama-sama kuat, dikehendaki
serta
bersifat positif.
atau lebih dan semua alternatif motif sama-sama kuat namun
tidak
dikehendaki dan bersifat negatif.
3. Approach-avoidance conflict; jika individu dihadapkan pada dua
motif
atau lebih, yang satu positif dan dikehendaki dan yang lainnya
motif
negatif serta tidak dikehendaki namun sama kuatnya.
Jika seorang individu dihadapkan pada bentuk-bentuk motif
seperti
dikemukakan di atas tentunya dia akan mengalami kesulitan
untuk
mengambil keputusan dan sangat mungkin menjadi perang batin
yang
berkepanjangan.
kebutuhan dalam dirinya, setiap aktivitas yang dilakukan individu
akan
mengarah pada tujuan tertentu. Dalam hal ini, terdapat dua
kemungkinan,
Pengaruh perbedaan individu dari aspek intelegensi sosial ekonomi
dan
budaya terhadap proses pembelajaran
14
tercapai atau tidak tercapai tujuan tersebut. Jika tercapai
tentunya individu
merasa puas dan memperoleh keseimbangan diri (homeostatis).
Namun
sebaliknya, jika tujuan tersebut tidak tercapai dan kebutuhannya
tidak
terpenuhi maka dia akan kecewa atau dalam psikologi disebut
frustrasi.
Reaksi individu terhadap frustrasi akan beragam bentuk
perilakunya,
bergantung kepada akal sehatnya (reasoning, inteligensi). Jika akal
sehatnya
berani mengahadapi kenyataan maka dia akan lebih dapat menyesuaikan
diri
secara sehat dan rasional (well adjustment). Namun, jika akal
sehatnya tidak
berfungsi sebagaimana mestinya, perilakunya lebih dikendalikan oleh
sifat
emosinalnya, maka dia akan mengalami penyesuaian diri yang
keliru
(maladjusment).
marah; (2) kecemasan tak berdaya; (3) regresi (kemunduran
perilaku); (4)
fiksasi; (5) represi (menekan perasaan); (6) rasionalisasi (mencari
alasan);
(7) proyeksi (melemparkan kesalahan kepada lingkungan); (8)
sublimasi
(menyalurkan hasrat dorongan pada obyek yang sejenis); (9)
kompensasi
(menutupi kegagalan atau kelemahan dengan sukses di bidang lain);
(10)
berfantasi (dalam angan-angannya, seakan-akan ia dapat mencapai
tujuan
yang didambakannya).
Di sinilah peran guru untuk sedapat mungkin membantu para
peserta
didiknya agar terhindar dari konflik yang berkepanjangan dan rasa
frustasi
yang dapat menimbulkan perilaku salah-suai. Sekaligus juga
dapat
memberikan bimbingan untuk mengatasinya apabila peserta didik
mengalami konflik yang berkepanjangan dan frustrasi.
3. Budaya
arti kebudayaan di mana kebudayaan merupakan suatu sistem
pengetahuan,
gagasan dan ide yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat
yang
berfungsi sebagai landasan pijak dan pedoman bagi masyarakat itu
dalam
Pengaruh perbedaan individu dari aspek intelegensi sosial ekonomi
dan
budaya terhadap proses pembelajaran
15
bersikap dan berperilaku dalam lingkungan alam dan sosial di
tempat
mereka berada (Sairin , 2002).
suatu masyarakat merupakan kekuatan yang tidak tampak (invisble
power),
yang mampu menggiring dan mengarahkan manusia pendukung
kebudayaan
itu untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan pengetahuan dan
gagasan
yang menjadi milik masyarakat tersebut, baik di bidang ekonomi,
sosial,
politik, kesenian dan sebagainya.
Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari
ruang
lingkup kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil perolehan
manusia
selama menjalin interaksi kehidupan baik dengan lingkungan fisik
maupun
non fisik. Hasil perolehan tersebut berguna untuk meningkatkan
kualitas
hidup manusia.
proses tersebut mampu melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya
manusia. Disini kebudayaan dapat disimpulkan sebagai hasil
pembelajaran
manusia dengan alam. Alam telah mendidik manusia melalui situasi
tertentu
yang memicu akal budi manusia untuk mengelola keadaan menjadi
sesuatu
yang berguna bagi kehidupannya.
Kepribadian dalam Proses Kebudayaan
kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekedar jumlah
kepribadian-
kepribadian. Para pakar antropologi, menunjuk kepada peranan
individu
bukan hanya sebagai bidak-bidak di dalam papan catur
kebudayaan.
Individu adalah creator dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Di
dalam
hal ini studi kebudayaan mengemukakan pengertian “sebab-akibat
sirkuler”
yang berarti bahwa antara kepribadian dan kebudayaan terdapat
suatu
interaksi yang saling menguntungkan. Di dalam perkembangan
kepribadian
Pengaruh perbedaan individu dari aspek intelegensi sosial ekonomi
dan
budaya terhadap proses pembelajaran
16
sirkuler antara kepribadian dan kebudayaan. Hal ini menunjukkan
kepada
kita bahwa pendidikan bukan semata-mata transmisi kebudayaan
secara
pasif tetapi perlu mengembangkan kepribadian yang kreatif. Pranata
sosial
yang disebut sekolah harus kondusif untuk dapat mengembangkan
kepribadian yang kreatif tersebut. Namun apa yang terjadi di dalam
lembaga
pendidikan yang disebut sekolah kita ialah sekolah telah menjadi
sejenis
penjara yang memasung kreativitas peserta didik.
Kebudayaan sebenarnya adalah istilah sosiologis untuk
tingkah-laku
yang bisa dipelajari. Dengan demikian tingkah laku manusia
bukanlah
diturunkan seperti tingkah-laku binatang tetapi yang harus
dipelajari
kembali berulang-ulang dari orang dewasa dalam suatu generasi. Di
sini kita
lihat betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pembentukan
kepribadian manusia.
Para ahli psikologi behaviorisme melihat perilaku manusia sebagai
suatu
reaksi dari rangsangan dari sekitarnya.
Di sinilah peran pendidikan di dalam pembentukan perilaku
manusia.
Begitu pula psikolog aliran psikoanalis menganggap perilaku
manusia
ditentukan oleh dorongan-dorongan yang sadar maupun tidak sadar
ini
ditentukan antara lain oleh kebudayaan di mana pribadi itu hidup.
John
Gillin dalam Tilaar (1999) menyatukan pandangan behaviorisme
dan
psikoanalis mengenai perkembangan kepribadian manusia sebagai
berikut.
a. Kebudayaan memberikan kondisi yang disadari dan yang tidak
disadari
untuk belajar.
b. Kebudayaan mendorong secara sadar ataupun tidak sadar akan
reaksi-
reaksi perilaku tertentu. Jadi selain kebudayaan meletakkan
kondisi, yang
terakhir ini kebudayaan merupakan perangsang-perangsang untuk
terbentuknya perilaku-perilaku tertentu.
budaya terhadap proses pembelajaran
17
perilaku-perilaku tertentu. Setiap kebudayaan akan mendorong
suatu
bentuk perilaku yang sesuai dengan system nilai dalam
kebudayaan
tersebut dan sebaliknya memberikan hukuman terhadap
perilaku-perilaku
yang bertentangan atau mengusik ketentraman hidup suatu
masyarakat
budaya tertentu.
melalui proses belajar. Apabila analisis Gillin di atas kita
cermati,
tampak betapa peranan kebudayaan dalam pembentukan
kepribadian
manusia, maka pengaruh antropologi terhadap konsep
pembentukan
kepribadian juga akan tampak dengan jelas. Terutama bagi para
pakar
aliran behaviorisme, melihat adanya suatu rangsangan
kebudayaan
terhadap pengembangan kepribadian manusia. Pada dasarnya
pengaruh
kebudayaan terhadap pembentukan kepribadian tersebut
sebagaimana
dikutip Tilaar (1999) dapat dilukiskan sebagai berikut :
1. Kepribadian adalah suatu proses. Seperti yang telah kita
lihat
kebudayaan juga merupakan suatu proses. Hal ini berarti
antara
pribadi dan kebudayaan terdapat suatu dinamika. Tentunya
dinamika
tersebut bukanlah suatu dinamika yang otomatis tetapi yang
muncul
dari aktor dan manipulator dari interaksi tersebut ialah
manusia.
2. Kepribadian mempunyai keterarahan dalam perkembangan untuk
mencapai suatu misi tertentu. Keterarahan perkembangan
tersebut
tentunya tidak terjadi di dalam ruang kosong tetapi dalam
suatu
masyarakat manusia yang berbudaya.
imajinasi. Imajinasi seseorang akan dapat diperolehnya secara
langsung dari lingkungan kebudayaannya. Manusia tanpa
imajinasi
tidak mungkin mengembangkan kepribadiannya. Hal ini berarti
apabila seseorang hidup terasing seorang diri dari nol di
dalam
perkembangan kepribadiannya. Bayangkan bagaimana kehidupan
kebudayaan manusia apabila setiap kali harus dimulai dari
nol.
Pengaruh perbedaan individu dari aspek intelegensi sosial ekonomi
dan
budaya terhadap proses pembelajaran
18
masyarakat agar ia dapat hidup dan berkembang. Tentunya
manusia
itu dapat saja menentang tujuan hidup yang ada di dalam
masyarakatnya, namun demikian itu berarti seseorang akan
melawan
arus di dalam perkembangan hidupnya. Yang paling efisien adalah
dia
secara harmonis mencari keseimbangan antara tujuan hidupnya
dengan tujuan hidup dalam masyarakatnya.
5. Di dalam pencapaian tujuan oleh pribadi yang sedang berkembang
itu
dapat dibedakan antara tuj€uan dalam waktu yang dekat maupun
tujuan dalam waktu yang panjang. Baik waktu yang dekat maupun
tujuan dalam jangka waktu yang panjang, sangat dipengaruhi
oleh
nilai-nilai hidup di dalam suatu masyarakat.
6. Berkaitan dengan keberadaan tujuan di dalam pengembangan
kepribadian manusia, dapatlah disimpulkan bahwa proses
belajar
adalah proses yang ditujukan untuk mencapai tujuan. Learning
is
agoal teaching behavior.
dalam perkembangan kepribadian. Super-ego tersebut tidak lain
adalah dunia masa depan yang ideal. Dan seperti yang telah
diuraikan,
dunia masa depan yang ideal merupakan kemampuan imajinasi
yang
dikondisikan serta diarahkan oleh nilai-nilai budaya yang hidup
di
dalam suatu masyarakat.
8. Kepribadian juga ditentukan oleh bawah sadar manusia.
Bersama-
sama dengan ego, beserta ide, keduanya merupakan energi yang ada
di
dalam diri pribadi seseorang. Energi tersebut perlu dicarikan
keseimbangan dengan kondisi yang ada serta dorongan super-ego
diarahkan oleh nilai-nilai budaya.Dengan kata lain di dalam
pengembangan ide, ego, dan super-ego dari kepribadian
seseorang
berarti mencari keseimbangan antara energi di dalam diri
pribadi
dengan pola-pola kebudayaan yang ada.
Pengaruh perbedaan individu dari aspek intelegensi sosial ekonomi
dan
budaya terhadap proses pembelajaran
19
KESIMPULAN
individual dalam proses pembelajaran tidak hanya semata-mata karena
faktor
seperti kemalasan atau keras kepala, namun setiap anak memiliki
sifat psikis
yang berbeda-beda. Dari perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat
dari 3
aspek, yaitu :
1. Intelegensi
lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Semakin tinggi
taraf
inteligensinya semakain baik penyesuaian dirinya dan lebih
mampu
bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara
yang
dapat diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya,
demikian
pula sebaliknya .Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan
yang
tinggi akan meningkatkan prestisenya. Jika prestisenya meningkat
maka
konsep dirinya akan berubah (Syaiful, 2008).
2. Sosial Ekonomi
seseorang. Penerimaan lingkungan terhadap seseorang cenderung
didasarkan pada status sosial ekonominya. Maka dapat dikatakan
individu
yang status sosialnya tinggi akan mempunyai konsep diri yang
lebih
positif dibandingkan individu yang status sosialnya rendah. Hal
ini
didukung oleh penelitian Rosenberg terhadap anak-anak dari
ekonomi
sosial tinggi menunjukkan bahwa mereka memiliki konsep diri yang
tinggi
dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari status ekonomi
rendah.
Hasilnya adalah 51 % anak dari ekonomi tinggi mempunyai konsep
diri
yang tinggi. Dan hanya 38 % anak dari tingkat ekonomi rendah
memiliki
tingkat konsep diri yang tinggi.
3. Budaya
budaya terhadap proses pembelajaran
20
kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik.
Hasil
perolehan tersebut berguna untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia.
Proses hubungan antar manusia dengan lingkungan luarnya telah
mengkisahkan suatu rangkaian pembelajaran secara alamiah.
Pada
akhirnya proses tersebut mampu melahirkan sistem gagasan, tindakan
dan
hasil karya manusia. Disini kebudayaan dapat disimpulkan sebagai
hasil
pembelajaran manusia dengan alam. Alam telah mendidik manusia
melalui
situasi tertentu yang memicu akal budi manusia untuk mengelola
keadaan
menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.
Jadi pendidik harus jeli, telaten dan sabar dalam menghadapi
perbedaan
indvidu dari anak didiknya.
budaya terhadap proses pembelajaran
21
Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Kaifa, Bandung
Hartono S., 2001. Perkembangan Peserta Didik, Rineka Cipta,
Jakarta
Makmun.S.A. 2003. Psikologi Pendidikan. Rosda Karya Remaja.
Bandung
Purwanto, N. 2003. Psikologi Pendidikan, Remaja Rosdakarya,
Bandung
Semiawan C, 2001. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat, Grasindo
Jakarta
Suryabrata, S. 2010.Psikologi Pendidikan. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Utami Munandar. U, 2002, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat,
(Jakarta
: Rineka Cipta Jakarta)