54
PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENGARUH MANUSIA DIDALAM EKOSISTEM (Penelitian Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Lakbok) PROPOSAL PENELITIAN Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian Seminar Proposal Oleh : OVI SOPIAH NIM. 2119100067 1

Pengaruh Penggunaan Model Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi

Embed Size (px)

Citation preview

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERIPENGARUH MANUSIA DIDALAM EKOSISTEM(Penelitian Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Lakbok)

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu SyaratMengikuti Ujian Seminar Proposal

Oleh :

OVI SOPIAHNIM. 2119100067

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGIFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS GALUH CIAMIS2014

5

I. 1PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERIPENGARUH MANUSIA DIDALAM EKOSISTEM(Penelitian Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Lakbok)

A. Latar Belakang PenelitianPendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan tersebut mengenal, menghargai dan memanfaatkan sumber daya manusia dan hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada peserta didik.Menurut Horne (Mulyasana, 2011: 5) menyatakan bahwa:Pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar instelektual, emosional, dan kemanusiaan dari manusia.

Pemaparan di atas sesuai dengan yang diungkapkan oleh Yunus (dalam Ririn: 2012) menyatakan bahwa:Pendidikan adalah usaha-usaha yang sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan membantu anak dengan tujuan peningkatan keilmuan, jasmani dan akhlak sehingga secara bertahap dapat menghantarkan anak kepada tujuannya yang paling tinggi.

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani dan jasmani.Sesuai dengan ketentuan pasal 37 UU No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi warga negara yang baik, untuk menjadikan bangsa yang berkarakter. Dalam menjalankan misi sosio akademisnya, pendidikan berperan menumbuh kembangkan kopetensi siswa dalam aspek kecakapan akademisnya terutama dalam pengembangan kemampuan berpikir kritis, analisis, reflektif, menemukan sendiri dan memecahkan masalah serta bertanggung jawab yang berkaitan dengan pengembangan kesadaran hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam menjalankan misi sosio kulturalnya pendidikan berkewajiban memberikan fasilitas kepada siswa untuk mempraktekan pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan yang telah dimilikinya untuk dapat disumbangkan pada berbagai bentuk partisipasi sosial kemasyarakatan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan siswa. Siswa dalam hal ini dapat berpartisipasi aktif dalam beberapa bentuk pengabdian kepada masyarakat. Pendidikan juga dapat membentuk diri yang beragam dari segi agama, sosio, cultural, bahasa, usia, untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Depdiknas (2005:34), bahwa :Pendidikan secara umum bertujuan untuk mengembangkan potensi individu, sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan yang memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Jelas bagi kita bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warganegara. Dalam proses pendidikan kita harus melihat berbagai aktivitas pembelajaran yang dilakukan. Teroptimalnya peran kegiatan pembelajaran akan menentukan suksesi proses pendidikan. Ketika menjalankan aktivitas pembelajaran perlu rencana dan strategi serta panduan agar berjalan sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan. Panduan dan rencana yang disusun harus dalam komposisi yang matang. Panduan dan rencana itu dinamakan kurikulum.Penyempurnaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan upaya untuk menyesuaikan pembelajaran dalam kurikulum nasional dengan keadaan lingkungan setempat (lingkungan alam, sosial dan budaya) agar proses dan hasil belajar dapat dicapai secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan pendidikan. Penyempurnaan tersebut menghendaki adanya perbaikan penyelenggaraan pendidikan pada proses pembelajaran dimana peserta didik harus dijadikan sebagai subjek pembelajaran, bukan menjadi objek pembelajaran. Isi kurikulum pendidikan dasar memuat beberapa mata pelajaran, salah satu pelajaran tersebut yaitu pendidikan IPA Biologi, yang secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan tentang alam atau mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.Pendidikan biologi merupakan suatu bentuk upaya yang membuat berbagai pengalaman menjadi suatu sistem pola pikir yang logis atau disebut juga pola pikir ilmiah. Biologi tidak hanya dipandang sebagai kumpulan pengetahuan tetapi juga dapat dipandang sebagai suatu metode. Metode ini berkaitan dengan upaya berupa observasi, eksperiman, penggunaan alat dan berbagai perhitungan matematik. Hal ini sejalan dengan pendapat Carin and Sund (dalam Djuanda 2010 : 242 ) mengemukakan bahwa :Science is the system of knowing about the universe through data collected by observation and controlled experimentation. As data are collected, theories are advanced to explain and account for what has been observed.

Berdasarkan pendapat di atas, biologi merupakan sistem untuk mengetahui alam, dan juga dianggap sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang berfungsi untuk menjelaskan apa yang diperoleh. Pendidikan Biologi di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk dapat memberikan pengalaman belajar yang memadai, pembelajaran perlu diciptakan sedemikian rupa sehingga potensi siswa dapat berkembang optimal. Pembelajaran harus memfasilitasi terjadinya diskusi, serta mendorong siswa untuk aktif memberikan ide dan pendapat.Untuk mencapai visi, misi, dan tujuan pendidikan, seorang guru hendaknya mampu merancang pembelajaran di kelas secara aktif, kreatif, dan inovatif. Namun dalam realitanya selama ini guru hanya menggunakan metode ceramah dan cenderung berorientasi pada konsep-konsep yang sifatnya sangat teoritis, di samping itu guru cenderung monoton tanpa memperhatikan media dan model pembelajaran yang tepat digunakan untuk dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa sehingga siswa menganggap bahwa pembelajaran biologi sangat membosankan.Berdasarkan observasi awal di lapangan bahwa terjadi permasalahan terkait dengan hasil belajar siswa khususnya siswa kelas VII SMP Negeri 1 Lakbok yakni KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) untuk pelajaran Biologi di kelas VII adalah 70 akan tetapi nilai-nilai rata-rata siswa yang diperoleh adalah 62.34. Mencermati tentang rendahnya nilai yang dicapai oleh siswa berada di bawah standar ketuntasan minimal yang ditentukan yaitu dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) menunjukan sebagian siswa masih di bawah standar. Bahwa dari 25 siswa masih banyak siswa memperoleh nilai di bawah 70. Berkenaan dengan keadaan tersebut, guru dituntut untuk memulihkan situasi pembelajaran dengan harapan mampu memenuhi KKM yang ditentukan. Masalah di atas dapat menjadi salah satu penyebab mengapa pembelajaran biiologi di sekolah belum memenuhi harapan didalam hasil yang diperolehnya. Menyikapi permasalahan di atas diperlukan metode atau model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran biologi, salah satunya dengan menggunakan model discovery learning.Model pembelajaran penemuan (Discovery Learning) sebagaimana diungkapkan oleh Moedjiono (1991: 86 ) yang mengemukakan bahwa:Model pembelajaran penemuan merupakan suatu prosedur yang menekankan belajar secara individual, manipulasi objek atau pengaturan atau pengkondisian objek dan eksperimentasi lain oleh siswa sebelum generalisasi atau penarikan kesimpulan dibuat.Berdasakran pendapat di atas, model pembelajaran penemuan (discovery learning) memungkinkan para siswa menemukan sendiri informasi-informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan intruksional. Hal ini berimplikasi terhadap peranan guru sebagai penyampai informasi ke arah peran guru sebagai pengelola interaksi belajar mengajar di kelas.Moedjiono (1992: 87) menjelaskan bahwa Model pembelajaran penemuan (discovery learning) memberikan peluang diperhatikannya proses dan hasil kegiatan belajar siswa, karena model pembelajaran penemuan (discovery learning) memilikitujuan yaitu meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam memperoleh dan memproses perolehan belajar; mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup; mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu-satunya sumber informasi yang diperlukan oleh para siswa; serta melatih para siswa mengeksplorasi atau memanfaatkan lingkungannya sebagai sumber informasi yang tidak akan pernah tuntas digali.

Berdasarlam pendapat di atas, model pembelajaran penemuan (discovery learning) menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar yang aktif. Oleh karena itu discovery learning menuntut peserta didik untuk berpikir kreatif. Model ini melibatkan peserta didik dalam kegiatan intelektual, sikap, keterampilan psikomotorik dan menuntut peserta didik memproses pengalaman belajar menjadi sesuatu yang bermakna dalam kehidupan nyata.Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan mengenai hasil belajar biologi yang diperoleh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Lakbok serta dengan memperhatikan kelebihan-kelebihan yang dimiliki dari model pembelajaran discovery learning yang diungkapkan oleh Suryosubroto (2002:200), yaitu: (1) metode discovery learning mampu membantu siswa untuk mengembangkan memperbanyak kesiapan serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif atau pengenalan siswa, (2) siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi atau individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut, (3) dapat membangkitkan kegairahan belajar pada siswa, karena penulis menganggap model discovery learning mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing, (4) mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat, (5) membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri, (6) model discovery learning berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja, membantu bila diperlukan. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penggunaan model discovery learning terhadap hasil belajar siswa yang penulis tuangkan dalam bentuk karya ilmiah dengan judul Pengaruh Penggunaan Model Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pengaruh Manusia Didalam Ekosistem (Penelitian Pada Siswa Kelas Vii Smp Negeri 1 Lakbok).

B. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian dalam latar belakang, maka rumusan masalah yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah: apakah penggunaan model discovery learning berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada materi pengaruh manusia didalam ekosistem?.C. Tujuan PenelitianTujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan model discovery learning terhadap hasil belajar siswa pada materi pengaruh manusia didalam ekosistem.

D. Manfaat Penelitian1. Secara TeoritisSecara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai pengetahuan/wawasan baru dan sebagai dasar kajian lebih lanjut tentang pengaruh penggunaan model discovery learning terhadap hasil belajar siswa pada materi pengaruh manusia didalam ekosistem.

2. Secara PraktisSecara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :a. Bagi guru bidang studi, hasil penelitian ini merupakan sebuah informasi yang penting bagi guru untuk menerapkan pembelajaran yang efektif di kelas dan menambah literatur guru tentang model pembelajaran.b. Bagi sekolah, diharapkan dari penelitian ini dapat meningkatkan mutu atau kualitas pembelajaran di sekolah khususnya di SMP Negeri 1 Lakbok.c. Bagi siswa, dengan diterapkannya model pembelajaran ini diharapkan akan mampu meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya bagi siswa kelas VII.d. Bagi penulis, sebagai sarana aplikasi dalam berfikir untuk memperluas pengetahuan tentang pembelajaran.

E. Tinjauan Teoretis1. Definisi BelajarBelajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. Oleh karenanya, pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para guru sebagai pengajar. Kekeliruan atau ketidaklengkapan persepsi mereka terhadap proses belajar dan hal-hal yang berkaitan dengannya mungkin mengakibatkan kurang bermutunya hasil pembelajaran yang dicapai peserta didik.Menurut Syah (2010: 87) mengemukakan bahwa Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Berdasarkan pendapat tersebut bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.

2. Model Discovery Learning a. Pengertian Model Discovery LearningPenemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa ssecara aktif dalam proses pembelajaran.Wilcox (dalam Slavin, 2010: 126) menjelaskan bahwa Dalam pembelajaran dengan penemuan (discovery learning) siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.

Berdasarkan pendapat di atas, bahwa discovery learning dapat mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contohnya pengalaman, dan yang mendasari dari hal tersebut yaitu siswa harus berperan secara aktif didalam belajar di kelas. Untuk itu, apa yang disebutnya discovery learning, yaitu dimana murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.Menurut Bell (dalam Slavin, 2010: 137) menjelaskan bahwa belajar penemuan adalah belajar yang terjadi sebagia hasil dari siswa memanipulasi, membuat struktur dan mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ia menemukan informasi baru. Dalam belajar penemuan, siswa dapat membuat perkiraan (conjucture), merumuskan suatu hipotesis dan menemukan kebenaran dengan menggunakan prose induktif atau proses dedukatif, melakukan observasi dan membuat ekstrapolasi.Pembelajaran penemuan merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan konstruktivis modern. Pada pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri mereka sendiri.Pembelajaran discovery learning merupakan model pembelajaran yang mengatur sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery learning, mulai dari strategi sampai dengan jalan dan hasil penemuan ditentukan oleh siswa sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Maier (dalam Winddiharto: 2004) yang menyatakan bahwa apa yang ditemukan, jalan, atau proses semata-mata ditemukan oleh siswa sendiri.Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan di transfer dalam kehidupan bermasyarakat.

b. Tujuan Pembelajaran Discovery LearningMenurut Bell (dalam Slavin, 2010: 140) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:1. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.2. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkrit mauun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan3. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.4. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan mneggunakan ide-ide orang lain.5. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.6. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.

c. Strategi-strategi dalam Pembelajaran Discovery LearningDalam pembelajaran dengan penemuan dapat digunakan beberapa strategi, strategi-strategi yang dimaksud yaitu :

1) Strategi InduktifStrategi ini terdiri dari dua bagian, yakni bagian data atau contoh khusus dan bagian generalisasi (kesimpulan). Data atau contoh khusus tidak dapat digunakan sebagai bukti, hanya merupakan jalan menuju kesimpulan. Mengambil kesimpulan (penemuan) dengan menggunakan strategi induktif ini selalu mengandung resiko, apakah kesimpulan itu benar ataukah tidak. Karenanya kesimpulan yang ditemukan dengan strategi induktif sebaiknya selalu mengguankan perkataan barangkali atau mungkin.2) Strategi deduktifDalam pembelajaran biologi metode deduktif memegang peranan penting dalam hal pembuktian, karena dalam biologi berisi argumentasi deduktif yang saling berkaitan, maka metode deduktif memegang peranan penting dalam pengajaran matematika. Dari konsep biologi yang bersifat umum yang sudah diketahui siswa sebelumnya, siswa dapat diarahkan untuk menemukan konsep-konsep lain yang belum ia ketahui sebelumnya.

d. Peranan Guru dalam Pembelajaran Discovery LearningDahar (1989: 168) mengemukakan beberapa peranan guru dalam pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:1. Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa.2. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan, misalnya dengan menggunakan fakta-fakta yang berlawanan.3. Guru juga harus memperhatikan cara penyajian yang enaktif, ikonik, dan simbolik.4. Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebuh dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi ia hendaknya memberikan saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat.5. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Secara garis besar tujuan belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan generalisai-generalisasi itu.

e. Kelemahan dan Kelebihan Model Discovery Learning1) Kelebihan discovery learninga) Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah (problem solving)b) Dapat meningkatkan motivasic) Mendorong keterlibatan keaktifan siswad) Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir.e) Menimbulakan rasa puas bagi siswa. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkatf) Siswa akan dapat mentransfer pengetahuannya keberbagai konteks.g) Melatih siswa belajar mandiri2) Kekurangan discovery learninga) Guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalah fahaman antara guru dengan siswab) Menyita waktu banyak. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa dalam belajar. Untuk seorang guru ini bukan pekerjaan yang mudah karena itu guru memerlukan waktu yang banyak. Dan sering kali guru merasa belum puas kalau tidak banyak memberi motivasi dan membimbing siswa belajar dengan baik.c) Menyita pekerjaan guru.d) Tidak semua siswa mampu melakukan penemuane) Tidak berlaku untuk semua topik .

f. Aplikasi Pembelajaran Discovery Learning di Kelas1) Tahap Persiapan dalam Aplikasi Model Discovery LearningSeorang guru bidang studi, dalam mengaplikasikan metode discovery learning di kelas harus melakukan beberapa persiapan. Berikut ini tahap perencanaan menurut Bruner (dalam Budiningsih, 2005: 50), yaitu:a) Menentukan tujuan pembelajaran.b) Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).c) Memilih materi pelajaran.d) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).e) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.f) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkrit ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.g) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

2) Prosedur aplikasi discovery learningSyah (2004:244) menjelaskan bahwa :Dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas diperlukan beberapa tahapan atau prosedur yang harus dilakukan, tahapan atau prosedur tersebut diantaranya adalah tahap stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan), tahap problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah); tahap data collection (pengumpulan data); tahap data processing (pengolahan data); tahap verification (pentahkikan/pembuktian); serta tahap generalization (menarik kesimpulan/generalisasi).

a) Tahap stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan).Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri (Taba dalam Affan, 1990: 198). Tahap ini Guru bertanya dengan mengajukan persoalan, atau menyuruh anak didik membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan. Stimulation pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi.b) Tahap problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah).Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244).c) Tahap data collection (pengumpulan data).Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidak hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literature, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya (Djamarah, 2002:22).d) Tahap data processing (pengolahan data).Menurut Syah (2004:244) data processing merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan penegetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.e) Tahap Verification (pentahkikan/pembuktian).Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).f) Tahap generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)Tahap generalitation/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Atau tahap dimana berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu (Djamarah, 2002:22). Akhirnya dirumuskannya dengan kata-kata prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi (Affan, 1990: 198).

3. Hasil Belajara. Pengertian Hasil BelajarHasil belajar merupakan Kemampuan siswa yang didapat setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mencakup tiga ranah yaitu : Ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor (Sudjana, 2010:22). Ranah kognitif berkaitan dengan pengetahuan konsep siswa, afektif berkaitan dengan sikap siswa. Sedangkan psikomotor berkaitan dengan gerak tubuh siswa.Stimulus merupakan agen lingkungan yang berperan sebagai penyebab belajar, sedangkan respons merupakan perubahan perilaku yang terjadi dalam diri organisme sebagai hasil stimulus. Dengan demikian, maka belajar dapat disimpulkan sebagai suatu pengalaman yang akan mengubah perilaku suatu organisme. Perubahan perilaku ini yang disebut sebagai hasil belajar. Hasil belajar dapat dikategorikan sesuai dengan perubahan perilakunya. Menurut Gegne (dalam Sudjana, 2004: 22) ada 5 kategori hasil belajar, yaitu:a. Informasi verbal adalah tingkat kemampuan yang hanya meminta siswa untuk mengenal atau mengetahui adanya konsep, fakta, tanpa harus memahami, menilai dan menggunakan.b. Keterampilan intelektual adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu untuk memahami dan mengerti tentang arti konsep, fakta yang diketahuinya.c. Strategi kognitif adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa dapat menggunakan suatu teknik untuk memahami atau mengerti suatu masalah.d. Sikap adalah suatu kemampuan yang mengharapkan siswa mampu mencerminkan pengetahuan yang diperolehnya melalui tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari.e. Keterampilan motoris adalah berkenaan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah menerima pengalaman belajar tertentu.

Perubahan belajar ditandai dengan adanya perubahan pola-pola sambutan baru dalam tingkah laku individu. Perubahan tingkah laku ini merupakan manifestasi perbuatan belajar. Hal ini berarti bahwa seseorang yang telah mengalami perubahan tingkah lakunya secara keseluruhan dan individu akan sadar merasakan perubahan itu. Secara implisit dari keterangan di atas, Syah (2008:117) menjelaskan ciri perubahan hasil belajar adalah sebagai berikut :a. Perubahan intensional, dalam arti pengalaman atau latihan itu dengan sengaja dan disadari dilakukannya dan bukan secara kebetulan ; dengan demikian perubahan karena kemantapan dan kematangan atau keletihan atau karena penyakit tidak dapat dipandang sebagai perubahan hasil belajar.b. Perubahan bersifat positif aktif dalam arti sesuai seperti yang diharapkan (normatif) atau kriteria keberhasilan baik dipandang dari segi siswa (bakat khusus, tugas perkembangan) maupun dari segi guru (tuntutan masyarakat orang dewasa sesuai dengan tingkatan standar kulturalnya).c. Perubahan bersifat efektif fungsional dalam arti membawa pengaruh dan makna tertentu bagi pelajar itu relatif tetap dan setiap saat dapat dipergunakan dalam pemecahan masalah, baik dalam ujian dan sebagainya maupun dalam penyesuaian diri dalam kehidupannya.

Sudjana (2009:50) menyatakan bahwa Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan baik dalam kurikulum maupun instruksional menggunakan klasifikasi hasil belajar dari yang secara garis besar dibagi menjadi tiga ranah yaitu :a. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu : pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.b. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, jawaban, penilaian, organisasi dan karakteristik nilai.c. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan bergerak dan keterampilan ekspresi verbal dan non verbal. Terdapat enam ranah psikomotor, yaitu :1. Gerakan refleks 2. Keterampilan gerakan dasar 3. Keterampilan perseptual 4. Keharmonisan5. Gerakan keterampilan kompleks6. Gerak ekspresif dan interpretatif

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya dan mempunyai perubahan kearah yang lebih baik.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Sujana (2009:39) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu : faktor dari dalam diri sendiri dan faktor yang datang dari luar atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari dalam terutama kemampuan yang dimiliki, faktor kemampuan besar sekali pengaruhnya terhadap kesuksesan belajar yang dicapai. Selameto (2003:54) menggolongkan faktor yang dapat mempengaruhi belajar kedalam dua golongan, yaitu :1) Faktor internm yaitu faktor yang ada dalam diri individu siswa yang sedang belajar, dalam faktor ini meliputi:a) Faktor jasmaniah: berupa faktor kesehatan, cacat tubuh.b) Faktor psikologis: berupa intelegensi, perhatian, minat, bakat, morif, kematangan dan kesiapan. c) Faktor kelelahan 2) Faktor ekstern yaitu faktor yang ada di luar individu, dibedakan menjadi tiga faktor yaitu:a) Faktor keluarga, akan diterima oleh siswa yang akan belajar dapat berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, keadaan ekonomi keluarga, perhatian serta pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan dan latar belakang pendidikan orang tua.b) Faktor sekolah, yang dapat mempengaruhi proses belajar siswa yaitu: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung dan tugas rumah.c) Lingkungan masyarakat juga sangat berpengaruh terhadap belajar siswa. Hal-hal yang mempengaruhi yaitu: kegiatan siswa dalam kegiatan sosial masyarakat, media masa yang berada di masyarakat, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.

Menurut Pupuh (2007:115) berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar adalah :1) TujuanTujuan merupakan muara dan pangkal dari proses belajar mengajar. Oleh karena itu, tujuan menjadi pedoman arah dan sekaligus sebagai suasana yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. 2) GuruFaktor latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar merupakan dua aspek yang mempengaruhi kompetensi profesi guru dalam mengajar. Guru pemula dan latar belakang pendidikan keguruan, sekalipun sama dalam kemampuan mengajar, tetapi yang berlatar belakang keguruan memiliki landasan teori sehingga tindakannya dapat dipertanggungjawabkan secara akademik dan metodologis.3) Peserta DidikPeserta didik dengan segala perbedaannya seperti motivasi, minat, bakat, perhatian, harapan, latar belakang sosio-kultural, tradisi keluarga, menyatu dalam sebuah sistem belajar di kelas. Perbedaan-perbedaan inilah yang wajib dikelola, diorganisir guru, untuk mencapai pembejaran optimal. 4) Kegiatan PengajaranPola umum kegiatan pengajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dan peserta didik dengan bahan pengajaran sebagai perantaranya. Guru yang menciptakan lingkungan belajar yang baik maka kepentingan belajar anak didik terpenuhi. Perserta didik merupakan subjek belajar yang memasuki atmosfer suasana belajar yang diciptakan oleh guru. 5) EvaluasiEvaluasi memiliki cakupan bukan saja pada bahan ajar, tetapi pada keseluruhan proses belajar mengajar, bahkan pada alat dan bentuk evaluasi itu sendiri, artinya evaluasi yang dilakukan sudah benar-benar mengevaluasi tujuan yang telah ditetapkan, bahan yang diajarkan dan proses yang dilakukan.

Poerwanto (2010:102) mengemukakan bahwa : Faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang disebut faktor individual, dan faktor yang ada di luar individu yang kitasebut faktor sosial. Yang termasuk ke dalam faktor individual antara lain: faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi. Sedangkan yang termasuk faktor sosial antara lain faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa dalam kegiatan belajar banyak sekali faktor yang sangat mempengaruhinya, baik faktor yang berasal dari dalam diri individu siswa (faktor intern) yang berupa keadaan jasmaniah siswa, keadaan psikologis siswa, dan faktor kelelahan yang dialami siswa. Maupun faktor dari luar individu (faktor ekstern) yaitu berupa kondisi keluarga dari siswa, keadaan sekolah dimana siswa belajar, dan keadaan masyarakat dimana siswa bersosialisasi, apabila kedua faktor tersebut sinergis keberhasilan belajar akan tercapai dengan hasil yang maksimal.

F. Kerangka PemikiranHakikat hasil belajar adalah untuk menghantarkan siswa menguasai konsep-konsep materi pembelajaran dan keterkaitannya untuk dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kata menguasai di sini mengisyaratkan bahwa harus menjadikan siswa tidak sekedar tahu (knowing) dan hafal (memorizing) tentang konsep-konsep pada materi pembelajaran, melainkan harus menjadikan siswa untuk mengerti dan memahami (to understand) konsep-konsep tersebut dan menghubungkan keterkaitan suatu konsep dengan konsep lain.Seseorang akan lebih efektif dalam proses belajar jika kognitifnya secara aktifmengalami rekonstruksi, baik ketika berbenturan dengan suatu fenomena maupun kondisi sosial. Sebagai implikasinya, pembelajaran seharusnya memperhatikan pengembangan hand-on dan mind-on yaitu pelajaran yang secara langsung yang dialami dan dapat diingat oleh siswa. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam menerapkan hand-on dan mind-on yaitu guru bertindak sebagai fasilitator sekaligus motivator yang tercermin dalam kegiatan yang dikembangkan dalam pembelajaran; pembelajaran memungkinkan siswa belajar dalam kelompok; serta guru senantiasa memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan kemampuan dan gagasannya, baik melalui lisan, performance, maupun tulisan. Untuk mewujudkan keefektifan belajar diperlukan suatu model pembelajaran yang mampu meningkatkan hasil belajar siswa dan menekankan pada keaktifan siswa dalam pembelajaran sehingga terjadi interaksi multi arah yang secara tidak langsung dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu dengan menerapkan model discovery learning.Proses belajar pada model discovery learning, siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya melalui pengalaman nyata sehingga kemampuan berpikir siswa dapat terbangun. Oleh sebab itu siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya serta menemukan konsep, prinsip dan pemecahan masalah untuk menjadi miliknya lebih daripada sekedar menerimanya atau pendapatnya dari seorang guru atau sebuah buku. Hal ini sesuai dengan teori belajar kontruktrivisme yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai (Trianto 2007: 13). Model discovery learning bukanlah merupakan kajian yang baru dalam pendidikan. Beberapa penelitian sebelumnya telah meneliti tentang model tersebut. Nellya Elyta (2008) mengungkapkan bahwa penerapan model discovery learning dalam pembelajaran Biologi dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada ranah kognitif. Peningkatan hasil belajar tersebut terutama disebabkan adanya peningkatan aktivitas belajar, sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, akibat penerapan model discovery learning. Sedangkan hasil penelitian Kuswanto (2009) dengan judul penelitian Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Kerja Ilmiah dan Prestasi Belajar Fisika, menyatakan bahwa penerapan model discovery learning dapat meningkatkan prestasi belajar dan kemampuan kerja ilmiah siswa. Berdasarkan hasil paparan di atas, maka penulis meneliti tentang model discovery learning seperti yang tertera dalam bagan kerangka pemikiran di bawah ini.

PembelajaranBiologi Pada Materi Pengaruh Manusia Didalam EkosistemPenerapan Model Discovery LearningHasil Belajar SiswaGambar 1Bagan Kerangka PemikiranG. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, penulis merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: penggunaan model discovery learning berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada materi pengaruh manusia didalam ekosistem

H. Metode Penelitian1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2014. Sedangkan tempat penelitian yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah di Kelas VII SMP Negeri 1 Lakbok.

2. Populasi dan Sampel PenelitianPopulasi yang dijadikan objek penelitian adalah siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Lakbok yang terdiri dari 9 kelas yaitu sebanyak 229 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII-C SMP Negeri 1 Lakbok sebanyak 26 siswa. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah purposive sampling.

3. Metode dan Desain PenelitianMetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah penerapan metode discovery learning, sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa.Penelitian ini menggunakan satu kelompok sampel yang dipilih secara random. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah the one group pre test post test design.Tabel 3.1Desain Penelitian the one group pre test post test design

PRE-TESTINSTRUMENTPOST-TEST

T1XT2

Keterangan :T1=Pre-testT2=Post-testX=Pembelajaran dengan menggunakan model discovery learning

4. Instrumen PenelitianInstrument yang digunakan dalam penelitian ini berupa perangkat pembelajaran, instrumen penelitian dalam bentuk test objektif dengan 4 pilihan sebanyak 20 soal. Soal yang digunakan pada test akhir sama dengan test awal. Test awal diberikan untuk mengukur kemampuan awal sedangkan test akhir digunakan untuk mengukur kemajuan dan tingkat hasil belajar siswa setelah dilakukan pembelajaran. Sebelum digunakan butir-butir soal diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran, dengan cara sebagai berikut :

1. Indeks Validitas :Validitas adalah suatu ukuran yang mewujudkan tingkat kavali dan suatu instrument untuk uji validitas instrument dengan cara menggunakan persamaan kolerasi product moment menurut pearson (Arikunto, 1996: 160)

Keteangan :rxy= Kofisien korelasi antara variabel x dan variabel yN= Jumlah siswa

= Skor soal

= Skor total

Kriteria validitas soal :0.00 0.20 : sangat rendah0.21 0.40 : rendah0.41 0.70 : sedang 0.71 0.90 : tinggi0.91 1.00 : sangat tinggi 2. Realiabilitas soal instrument Untuk menguji releabilitas menggunakan rumus K-R 20 dalam Suharsini Arikunto (1997 : 89)

Keterangan :r11= Reliabilitas secara keseluruhann = Banyaknya soalS = Standar deviasiP = Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar q = Proporsi subjek yang menjawab item dengan salah = Jumlah perkalian antara P dan qKriteria reliabilitas soal :0.00 0.20 : sangat rendah0.21 0.40 : rendah 0.41 0.70 : sedang0.71 0.90 : tinggi 0.91 1.00 : sangat tinggi3. Daya Pembeda :

Dimana :D= Daya pembedaBA= Banyak peserta kelompok atas yang menjawab soal benarBB= Banyak peserta kelompok atas yang menjawab soal salahJA= Banyak peserta kelompok atasJB= Banyak peserta kelompok bawah

Kriteria daya pembeda :0.00 0.20 : sangat rendah 0.21 0.40 : rendah0.41 0.70 : sedang 0.71 0.91 : tinggi4. Tingkat Kesukaran

P = Indek kesukaranB = Jumlah siswa yang menjawab benarJ5 = Jumlah seluruh peserta test

Klasifikasi :P = 0.00 samapi 0.30 adalah soal sukar P = 0.31 samapi 0.70 adalah soal sedang P = 0.71 samapi 1.00 adalah soal mudah

5. Analisis DataData yang diperoleh dari penelitian melalui pre-test maupun post test merupakan hasil pengukuran aspek keterlibatan berfikir rasional berupa skor total. Analisis kuantitatif yang dilakukan dengan langkah-langkah yang ditempuh adalah : a. N-Gain

N-Gain = dengan kriteria :N gain > 0,7 tinggi 0,3 < N gain < 0,7 sedangN gain < 0,3 rendah (Stainert, 2007)b. Uji normalitas Pengujian normalitas untuk mengetahui apakah data nilai tes hasil belajar berdistribusi normal atau tidak. Pengujian ini menggunakan rumus uji Chi Kuadrat (2). Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut (Sugiyono, 2009 : 199-200):1. Menentukan rentang kelas R = data tertinggi - data terendah 2. Menentukan banyaknya kelas interval Banya kelas (k) = 1 + log n3. Menentukan panjang kelas interval

4. Membuat daftar distribusi frekuesiNoInterval Nama SiswaFrekuensi(fi)Tanda Kelas Interval (xi)fixixi2fi.xi2

Jumlah

5. Menentukan rata-rata 6. Menentukan simpanagan baku (standar deviasi)

7. Menentukan batas kelas interval untuk menghitung luas daerah kurva normal bagi tiap kelas interval8. Menentukan nilai standar Z

9. Menentukan luas setiap kelas interval (L) dengan daftar Z (daftar luas di bawah lengkungan normal standar)10. Menentukan frekuensi yang diharapkan (Ei), Ei = luas daerah tiap interval (L) x n11. Menentukan frekuensi pengamatan (Oi), yaitu frekuensi yang telah diperoleh dari hasil observasi.12. Membuat daftar distribusi frekuensi yang diharapkan dan frekuensi pengamatan.BatasKelas (*)Z UntukBatas KelasLuas untuk Tiap IntervalFrekuensi yang diharapkan (E)Frekuensi Pengamatan (Oi)

13. Menentukan nilai Chi Kuadrat14. Menentukan derajat kebebasan untuk distribusi Chi Kuadrat dk (derajat kebebasan) = banyak kelas (k) 3 15. Membandingkan nilai 2hitung dengan 2tabel dalam taraf kepercayaan 5% atau 1%. Jika 2hitung < 2 (l-a), (k-l), maka populasi berdistribusi normal.Jika 2hitung > 2 (l-a), (k-l), maka populasi tidak berdistribusi normal.c. Uji ZUji hipotesis yang digunakan adalah uji z (Sugiyono, 2009: 28) dengan rumus :

Keterangan:x = banyak data yang termasuk ketegori hipotesisn= banyak datap= proporsiSelanjutnya menghitung nilai Ztabel untuk taraf kepercayaan = 5% atau 1% dengan rumus :Ztabel = 0,5 tt Jika Zhitung > Ztabel, maka hipotesis diterima.Jika Zhitung < Ztabel, maka hipotesis ditolak.6. Agenda KegiatanNoKegiatanBulan

Jan.Feb.Mar.Apr.

1Pengajuan judul/ persiapan

2Observasi

3Penyusunan propposal Penelitian

4Bimbingan

5Seminar Usulan Penelitian

6Penyusunan skripsi

7Pelaksanaan Penelitian

8Pengumpulan Data

9Pengolahan Data

10Penulisan laporan hasil penelitian

11Sidang Skripsi

DAFTAR PUSTAKA

Affan, Junimar. 1990. Psikologi Dari Zaman Ke Zaman, Jemmars, Bandung.Arikunto, Suharsimi. 1996, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta._____________. 1997. Prosedur Penelitian. Edisi Revisi V. Jakarta: Rineka. Cipta.Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.Dahar, R.W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.Djuanda, Dadan. 2010. Model Pembelajaran di Sekolah. Sumedang: Universitas Pendidikan IndonesiaMoedjiono dan Dimyati. 1992. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: DepdikbudMoedjiono. 1991. Pemilihan dan Penggunaan Media Instruksional. Malang: Fakultas IlmuPendidikan IKIP Malang.Mulyasana, Dedy. 2011. Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing. Bandung: PT. RemajaPupuh, F. 2007. Strategi Belajar Mengajar; Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung: PT. Refika AditamaPurwanto. 2010. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka PelajarSlameto, 2003. Belajar dan Faktor-Faktor Yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka CiptaSlavin, Robert E. 2010. Cooperative Learning. Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.Stainert, J. J. 2007. Normalized Gain and Sat Score. [Online] Tersedia: http://www.n-gain.com. diakses tanggal 26 Januari 2014.Sudjana, Nana. 2004. Landasan Psikologi Pendidikan. Jakarta: Remaja Rosdakarya_____________. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya._____________. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (Cet. XV). Bandung: PT. Ramaja Rosdakarya.Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta.Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.Widdiharto, Rahmadi, 2004. Model-Model Pembelajaran. Yogyakarta: P3G Yogyakarta.