15
2 1. Pendahuluan Dunia pendidikan sangat erat hubungannya dengan nilai. Keberhasilan pendidikan seorang siswa dilihat dari nilai yang ia dapat [1]. Seorang siswa yang selalu mendapat nilai tinggi di sekolah, akan mendapat predikat sebagai “siswa pandai” di sekolah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebaliknya, jika seorang siswa selalu mendapat nilai kurang baik di sekolah, secara otomatis akan mendapat predikat sebagai “siswa bodoh”. Hal ini sudah menjadi pendapat umum di masyarakat, dan sulit untuk mengubah pandangan ini. Dunia pendidikan beberapa periode ini menerapkan kurikulum yang cenderung mengarah tidak hanya pada peningkatan hasil belajar, tetapi juga pembentukan karakter. Kurikulum tersebut disusun dengan tujuan agar siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan intelektual saja, tetapi juga moral dan akhlak yang baik [2]. Hasil akhir yang diharapkan, bukan hanya nilai kognitif tinggi saja (seperti anggapan umum masyarakat), tetapi juga karakter yang baik. Dunia pendidikan memerlukan sosok guru yang tidak hanya bisa mengajar, tetapi juga bisa mendidik siswanya. Faktor penyebab rendahnya nilai siswa dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor intern dan ekstern [3]. Penelitian ini berfokus pada salah satu faktor ekstern, yaitu lingkungan sekolah, terkhusus gaya mengajar guru. Hasil observasi pribadi dan wawancara (dengan siswa dan guru) selama melakukan Program Pengalaman Lapangan (PPL), gaya mengajar yang diterapkan oleh guru dapat digolongkan ke dalam dua kelompok [4]. Kelompok pertama adalah guru dengan gaya mengajar disiplin, keras dan kaku (otoriter). Penganut gaya mengajar otoriter mengaku bahwa ini baik untuk membentuk disiplin dan tanggung jawab tinggi pada siswa untuk melakukan tugas dan kewajiban mereka. Kelompok kedua ialah guru yang memberikan kebebasan dengan sangat luas (cenderung tak terbatas) bagi siswa (permisif). Guru dengan gaya mengajar permisif berkeyakinan bahwa dengan memberikan kebebasan, siswa akan lebih bisa mengekspresikan diri dan mengeksplorasi kemampuan mereka dalam bidang akademik. Faktanya, kedua gaya mengajar tersebut memberikan dampak negatif bagi siswa. Gaya mengajar otoritatif mengadopsi teori pola asuh dalam dunia psikologi. Pola asuh otoritatif merupakan perpaduan antara pola asuh otoriter dan permisif. Pola asuh ini menunjukkan keseimbangan yang tepat antara kendali dan otonomi [5]. Kehangatan dan keterlibatan yang diberikan oleh orang tua otoritatif membuat anak lebih bisa menerima pengaruh orang tua [5]. Hal inilah yang diadopsi ke dalam gaya mengajar guru, dengan harapan dapat meningkatkan nilai (baik kognitif maupun afektif) siswa. Alasan pengadopsian pola asuh ke dalam gaya mengajar adalah fungsi guru sebagai orang tua siswa di sekolah, sehingga ketika siswa tidak mendapatkan pola pengasuhan yang tepat di rumah, mereka akan mendapatkannya di sekolah. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) meningkatkan nilai kognitif siswa, 2) meningkatkan nilai afektif siswa, serta 3) menunjukkan bahwa gaya mengajar otoritatif dapat meningkatkan nilai (kognitif dan afektif) siswa. Obyek dari penelitian ini adalah siswa kelas XII SMA Negeri 1 Batangan, dan diimplementasikan pada mata pelajaran TIK.

Pengaruh Penggunaan Gaya Mengajar Otoritatif Terhadap

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengaruh Penggunaan Gaya Mengajar Otoritatif Terhadap

2

1. Pendahuluan

Dunia pendidikan sangat erat hubungannya dengan nilai. Keberhasilan

pendidikan seorang siswa dilihat dari nilai yang ia dapat [1]. Seorang siswa yang

selalu mendapat nilai tinggi di sekolah, akan mendapat predikat sebagai “siswa

pandai” di sekolah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebaliknya, jika

seorang siswa selalu mendapat nilai kurang baik di sekolah, secara otomatis akan

mendapat predikat sebagai “siswa bodoh”. Hal ini sudah menjadi pendapat umum

di masyarakat, dan sulit untuk mengubah pandangan ini.

Dunia pendidikan beberapa periode ini menerapkan kurikulum yang

cenderung mengarah tidak hanya pada peningkatan hasil belajar, tetapi juga

pembentukan karakter. Kurikulum tersebut disusun dengan tujuan agar siswa

tidak hanya memperoleh pengetahuan intelektual saja, tetapi juga moral dan

akhlak yang baik [2]. Hasil akhir yang diharapkan, bukan hanya nilai kognitif

tinggi saja (seperti anggapan umum masyarakat), tetapi juga karakter yang baik.

Dunia pendidikan memerlukan sosok guru yang tidak hanya bisa mengajar, tetapi

juga bisa mendidik siswanya.

Faktor penyebab rendahnya nilai siswa dikelompokkan menjadi dua, yaitu

faktor intern dan ekstern [3]. Penelitian ini berfokus pada salah satu faktor

ekstern, yaitu lingkungan sekolah, terkhusus gaya mengajar guru. Hasil observasi

pribadi dan wawancara (dengan siswa dan guru) selama melakukan Program

Pengalaman Lapangan (PPL), gaya mengajar yang diterapkan oleh guru dapat

digolongkan ke dalam dua kelompok [4]. Kelompok pertama adalah guru dengan

gaya mengajar disiplin, keras dan kaku (otoriter). Penganut gaya mengajar otoriter

mengaku bahwa ini baik untuk membentuk disiplin dan tanggung jawab tinggi

pada siswa untuk melakukan tugas dan kewajiban mereka. Kelompok kedua ialah

guru yang memberikan kebebasan dengan sangat luas (cenderung tak terbatas)

bagi siswa (permisif). Guru dengan gaya mengajar permisif berkeyakinan bahwa

dengan memberikan kebebasan, siswa akan lebih bisa mengekspresikan diri dan

mengeksplorasi kemampuan mereka dalam bidang akademik. Faktanya, kedua

gaya mengajar tersebut memberikan dampak negatif bagi siswa.

Gaya mengajar otoritatif mengadopsi teori pola asuh dalam dunia psikologi.

Pola asuh otoritatif merupakan perpaduan antara pola asuh otoriter dan permisif.

Pola asuh ini menunjukkan keseimbangan yang tepat antara kendali dan otonomi

[5]. Kehangatan dan keterlibatan yang diberikan oleh orang tua otoritatif membuat

anak lebih bisa menerima pengaruh orang tua [5]. Hal inilah yang diadopsi ke

dalam gaya mengajar guru, dengan harapan dapat meningkatkan nilai (baik

kognitif maupun afektif) siswa. Alasan pengadopsian pola asuh ke dalam gaya

mengajar adalah fungsi guru sebagai orang tua siswa di sekolah, sehingga ketika

siswa tidak mendapatkan pola pengasuhan yang tepat di rumah, mereka akan

mendapatkannya di sekolah.

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) meningkatkan nilai kognitif siswa, 2)

meningkatkan nilai afektif siswa, serta 3) menunjukkan bahwa gaya mengajar

otoritatif dapat meningkatkan nilai (kognitif dan afektif) siswa. Obyek dari

penelitian ini adalah siswa kelas XII SMA Negeri 1 Batangan, dan

diimplementasikan pada mata pelajaran TIK.

Page 2: Pengaruh Penggunaan Gaya Mengajar Otoritatif Terhadap

3

2. Tinjauan Pustaka

Penelitian Erma Lestari pada tahun 2009, dengan judul “Hubungan antara

Pola Asuh Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa Konsentrasi Patiseri SMK

Negeri 1 Sewon Bantul” [6]. Mahasiswa pendidikan teknik boga Universitas

Negeri Yogyakarta tersebut menjelaskan bahwa ada perbedaan prestasi antara

siswa yang dididik pola asuh demokratis, dengan siswa yang dididik dengan pola

asuh permisif dan otoriter. Hubungan positif pola asuh otoriter dengan prestasi

belajar normatif 14,1%, dengan prestasi belajar adaptif 10%, dan dengan prestasi

belajar kompetensi kejuruan 11,9%. Hubungan positif pola asuh permisif dengan

prestasi belajar normatif 13%, dengan prestasi belajar adaptif 14,2%, dan dengan

prestasi belajar kompetensi kejuruan 16,5%. Hubungan positif pola asuh

demokratis dengan prestasi belajar normatif 27,9%, dengan prestasi belajar

adaptif 28,3%, dan dengan prestasi belajar kompetensi kejuruan 29,4%.

Kesimpulan penelitian tersebut adalah siswa yang dididik dengan pola asuh

demokratis memiliki nilai akademik lebih tinggi dibanding dengan pola asuh

permisif dan otoriter.

Penelitian Santi Susanti, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

Jakarta, pada tahun 2013 [7]. Penelitian tersebut berjudul “Hubungan antara Pola

Asuh Otoritatif dengan Kemandirian pada Siswa Kelas XI Jurusan Akuntansi

SMKN 12 Jakarta”. Susanti menjelaskan bahwa hal yang paling mempengaruhi

kemandirian remaja adalah pola asuh yang diterapkan oleh orang tua. Hasil

perhitungan koefisien korelasi sederhana antara pola asuh otoritatif dengan

kemadirian sebesar thitung 3,801, lebih besar daripada ttabel (1,67), serta diperoleh

rxy sebesar 0,447. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan positif

yang signifikan antara pola asuh otoritatif dengan kemandirian siswa.

Dua penelitian tersebut menunjukkan bahwa pola asuh demokratis atau

otoritatif dapat meningkatkan prestasi siswa, baik nilai mata pelajaran (aspek

kognitif) maupun karakter (aspek afektif). Penelitian ini mengadopsi pola asuh

otoritatif tersebut ke dalam gaya mengajar guru. Tujuannya untuk meningkatkan

prestasi belajar (aspek kognitif) dan pembentukan karakter (aspek afektif) siswa

yang diimplementasikan dalam pembelajaran TIK di SMA Negeri 1 Batangan.

Pola asuh (parenting style) adalah pola perilaku umum yang digunakan

orang tua dalam mengasuh anak-anaknya [4]. Pola pengasuhan memerlukan

sejumlah kemampuan interpersonal dan mempunyai tuntutan emosional yang

besar, namun sangat sedikit pendidikan formal mengenai tugas ini [5]. Setiap pola

asuh yang diterapkan oleh orang tua pada dasarnya memiliki dampak yang besar

terhadap tumbuh-kembang anak, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Orang tua akan menemui masalah bila mereka menerapkan pola asuh yang tidak

tepat pada anak. Masalah tersebut terlihat dari kegagalan tahap perkembangan

anak secara sosial berupa kenakalan remaja [8].

Jenis pola asuh orang tua ada empat, yaitu otoritarian atau otoriter, permisif

atau memanjakan, neglectful atau mengabaikan, dan otoritatif atau demokratis [4].

Pola asuh otoritarian adalah pola asuh yang membatasi dan menghukum. Orang

tua otoritarian mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghormati

pekerjaan serta usaha mereka [5]. Mereka menerapkan harapan dan standar yang

tinggi, menerapkan peraturan tanpa mempertimbangkan kebutuhan anak, serta

Page 3: Pengaruh Penggunaan Gaya Mengajar Otoritatif Terhadap

4

sangat sedikit ruang bagi anak untuk mengungkapkan pendapat [4]. Dampak pola

asuh otoritarian pada anak adalah anak cenderung tidak bahagia, cemas,

kepercayaan diri rendah, kurang inisiatif, kurangnya keterampilan sosial, dan

pembangkang [4].

Pola asuh permisif bercirikan dengan orang tua yang sangat terlibat dalam

kehidupan anak, tapi tidak terlalu menuntut dan mengontrol mereka [5]. Orang tua

permisif membiarkan anaknya melakukan apa saja yang mereka inginkan.

Dampak yang terjadi adalah anak cenderung egois, terlalu bergantung pada orang

lain, menuntut perhatian, tidak patuh, dan memiliki kesulitan dalam hubungan

dengan teman sebaya [4].

Pola asuh otoritatif adalah pola asuh yang mendorong anak untuk mandiri,

namun tetap menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka [5]. Orang tua

otoritatif menerapkan intensitas kedekatan, kasih sayang, dukungan, serta kontrol

yang tinggi. Mereka melibatkan anak dalam pengambilan keputusan, memberikan

penjelasan tentang hal-hal yang tidak boleh dilakukan anak, serta bersikap

responsif dan rasional terhadap kemampuan anak [4]. Anak dengan penerapan

pola asuh ini akan menjadi pribadi yang ceria, percaya diri, mandiri, memiliki rasa

ingin tahu yang sehat, menghargai orang lain, memiliki kontrol diri dan

kemampuan sosial yang baik [4].

Pola asuh neglectful atau mengabaikan mempunyai ciri orang tua yang

sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Orang tua neglectful menerapkan

standar dan harapan yang sangat rendah, memperlihatkan sedikit dukungan

emosional, tidak mempedulikan anak, dan cenderung lalai [4]. Anak dengan pola

asuh ini tumbuh menjadi pribadi yang tidak patuh, banyak menuntut, kontrol diri

yang rendah, kurang percaya diri, dan kurang memiliki sasaran jangka panjang.

Pendapat para ahli menyatakan bahwa pola asuh otoritatif adalah pola asuh

yang paling ideal bagi sebagian besar anak. Alasan pertama, orang tua dengan

pola asuh otoritatif, menghadirkan lingkungan rumah yang penuh kasih sayang

dan dukungan [4]. Alasan selanjutnya, pola asuh otoritatif menegakkan aturan-

aturan keluarga dengan konsisten [4]. Pola asuh otoritatif dikenal sebagai yang

paling berhasil untuk menghindarkan anak dari kenakalan remaja, meningkatkan

kepercayaan diri, motivasi, dan kesuksesan akademik [9]. Alasan berikutnya,

orang tua yang otoritatif menerapkan keseimbangan yang tepat antara kendali dan

otonomi. Mereka memberi anak kesempatan untuk membentuk kemandirian

sembari memberikan standar, batas, dan panduan yang dibutuhkan anak [5].

Alasan selanjutnya, kehangatan dan keterlibatan yang diberikan oleh orang tua

otoritatif membuat anak lebih bisa menerima pengaruh orang tua [5].

Kognitif atau kognisi berasal dari bahasa latin cognition, yang berarti

pengenalan. Proses perkembangan kognitif manusia berlangsung sejak manusia

itu lahir [10]. Kognitif menekankan pada konsep semesta pengetahuan,

pemahaman, dan keterampilan berpikir. Pengetahuan tidak terbatas pada konsep

ingatan akan sesuatu, tetapi sebagai hasil mengetahui, mengamati, meneliti,

bahkan melakukan uji coba dalam arti semesta [10]. Berdasarkan taksonomi

Bloom (direvisi oleh David R. Krathwohl di jurnal Theory into Practice) [11],

aspek kognitif dibedakan menjadi enam, yaitu pengetahuan atau

knowledge/remembering (C1), pemahaman atau comprehension/understanding

Page 4: Pengaruh Penggunaan Gaya Mengajar Otoritatif Terhadap

5

(C2), penerapan atau application/applying (C3), analisis atau analyze/analyzing

(C4), penilaian atau evaluating (C5), dan sintesis atau creating (C6).

Gambar 1 Ranah Kognitif Menurut Revisi Taksonomi Bloom [11]

Afektif atau afeksi berasal dari bahasa latin affection yang berarti “keadaan

tersentuh atau tergerak”. Kata afektif lebih mengarah pada perbuatan yang

dilakukan atas dorongan perasaan dan emosi individu. Dunia pendidikan sering

menerjemahkan afektif sebagai minat, sikap, penghargaan, pembentukan sifat, dan

watak seseorang dalam belajar [12]. Indikator penilaian ranah afektif

dikelompokkan menjadi lima, yaitu receiving (penerimaan), responding

(tanggapan), valuing (penghargaan), organization (pengorganisasian), dan

characterization by a value or value complex (karakterisasi berdasarkan nilai-

nilai) [13].

Gaya mengajar adalah cara atau metode yang dipakai oleh guru ketika

sedang melakukan pengajaran. Hakikatnya gaya mengajar yang dimiliki guru

adalah strategi transfer informasi yang diberikan kepada anak didiknya. Peserta

didik belajar dengan menerima materi pelajaran yang disampaikan oleh guru, dan

guru mengajar untuk belajar tentang peserta didik [14].

Penerapan gaya mengajar otoritatif dalam pembelajaran mempunyai arti

bahwa prinsip-prinsip pada pola asuh otoritatif diadopsi ke dalam gaya mengajar

guru. Prinsip-prinsip tersebut adalah menegakkan aturan-aturan dengan konsisten,

kasih sayang dan dukungan, keseimbangan yang tepat antara kendali dan otonomi,

serta kehangatan dan keterlibatan dalam proses pembelajaran.

3. Metode dan Rancangan Penelitian

Gambar 2 Tahapan Penelitian [15]

Page 5: Pengaruh Penggunaan Gaya Mengajar Otoritatif Terhadap

6

Tahapan penelitian terbagi menjadi beberapa tiga kelompok, yaitu tahap

persiapan, tahap pelaksanaan, tahap pengolahan data, dan tahap akhir. Tahap

persiapan terdiri dari beberapa proses, yaitu studi pendahuluan, perumusan

masalah, dan hipotesis. Studi pendahuluan merupakan kegiatan observasi proses

pembelajaran TIK di sekolah (fenomena yang terjadi, serta penyebab masalah

sehubungan dengan proses pembelajaran TIK). Pemahaman teori-teori tentang

pola asuh, gaya mengajar, serta nilai kognitif dan afektif siswa juga menjadi

bagian dari studi pendahuluan ini. Pemahaman teori didapat dari studi pustaka

berupa jurnal, dan buku (baik cetak maupun elektronik). Perumusan masalah

penelitian menjadi kegiatan berikutnya setelah studi pendahuluan. Hipotesa

dibangun berdasarkan teori-teori yang ada. Penggunaan gaya mengajar yang tepat,

serta pengaruh penggunaan gaya mengajar otoritatif terhadap nilai kognitif dan

afektif siswa merupakan bagian dari hipotesa penelitian ini.

Tahapan kedua yaitu pelaksanaan, terdiri dari pemilihan desain penelitian,

penyusunan instrumen, dan pengumpulan data. Penelitian ini menggunakan

metode penelitian eksperimen. Desain penelitian eksperimen yang digunakan

adalah Quasi Experimental Design menurut Campbell dan Stanley [16] dengan

bentuk Nonequivalent Control Group Design.

Tabel 1 Desain Penelitian Nonequivalent Control Group Design [17]

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

Eksperimen O1 X O2

Kontrol O3 - O4

Keterangan:

O1 = pretest kelas eksperimen O2 = posttest kelas eksperimen

O3 = pretest kelas kontrol O4 = posttest kelas kontrol

X = perlakuan atau treatment - = tidak ada perlakuan

Penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Batangan pada semester pertama

tahun ajaran 2014/2015, dengan menggunakan dua kelas (satu kelas sebagai kelas

kontrol, dan yang lain sebagai kelas eksperimen). Subyek penelitian ini adalah

siswa kelas XII IPA SMAN 1 Batangan, yaitu kelas XII IPA-1 sebagai kelas

eksperimen, dan kelas XII IPA-4 sebagai kelas kontrol. Dua kelas tersebut dipilih

karena mempunyai jumlah siswa yang sama, yaitu 23 siswa. Kelas kontrol dan

eksperimen dipilih secara naturalistik, yaitu keadaan alami yang telah terbentuk

(tidak secara acak).

Penerapannya dilakukan pada mata pelajaran TIK, dengan standar

kompetensi ”menggunakan perangkat lunak pembuat desain grafis”. Kompetensi

dasar yang dipelajari adalah ”menunjukkan menu ikon yang terdapat dalam

perangkat lunak pembuat grafis”. Penelitian difokuskan pada nilai kognitif dan

afektif siswa. Nilai kognitif dan afektif siswa merupakan variabel terikat

(dependent), sedangkan gaya mengajar otoritatif adalah variabel bebas

(independent). Variabel bebas akan mempengaruhi variabel terikat.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kisi-kisi (untuk soal

tertulis, angket, dan rubrik), silabus, RPP, soal tes tertulis, angket, serta rubrik.

Page 6: Pengaruh Penggunaan Gaya Mengajar Otoritatif Terhadap

7

Soal tes tertulis diambil dari kumpulan soal TIK tahun sebelumnya, sehingga soal-

soal tersebut telah melalui proses uji validitas dan reliabilitas [18]. Soal tersebut

digunakan untuk mengukur nilai kognitif siswa, berbentuk pilihan ganda, dengan

jumlah 20 butir soal, dan mengalami proses uji validitas dan reliabilitas isi, yaitu

judgement pakar [19]. Kisi-kisi soal tertulis disusun berdasarkan tiga aspek dalam

taksonomi Bloom, yang didefinisikan ke dalam beberapa indikator. Ketiga aspek

tersebut dipilih karena soal berbentuk pilihan ganda. Kisi-kisi beserta indikator

tersebut ditunjukkan oleh tabel berikut:

Tabel 2 Kisi-kisi Soal Tes Tertulis Berdasarkan Ranah Kognitif Taksonomi Bloom [11]

Aspek yang Diamati Indikator

Pengetahuan atau

knowledge/remembering

1.1 Siswa mampu menjelaskan pengertian

grafis berbasis vektor dan bitmap.

1.2 Siswa mampu menyebutkan aplikasi yang

digunakan untuk membuat grafis berbasis

vektor dan bitmap.

1.3 Siswa mampu menjelaskan pengertian

serta fungsi menu dan ikon yang terdapat

dalam program aplikasi CorelDraw.

Pemahaman atau

comprehension/

understanding

2.1. Siswa menyatakan ulang konsep grafis

berbasis vektor dan bitmap.

2.2. Siswa mampu menjelaskan fungsi menu

dan ikon yang terdapat pada program

aplikasi CorelDraw.

Analisis atau

analyze/analyzing

3.1 Siswa mampu mengidentifikasi Siswa

perbedaan antara grafis berbasis vektor

dan bitmap.

3.2 Siswa mampu mengidentifikasi kelebihan

dan kekurangan grafis berbasis vektor dan

bitmap.

Pengukuran terhadap nilai afektif siswa dilakukan dengan observasi dan

pengisian rubrik holistik oleh guru. Pernyataan dalam rubrik menggunakan

validitas isi berupa judgement pakar [19], dengan jumlah pernyataan 18 butir.

Aspek yang akan dinilai ada lima, yang ditunjukkan oleh tabel berikut [13].

Tabel 3 Aspek Penilaian Rubrik [13]

Aspek Nama Aspek

I receiving (penerimaan)

II responding (tanggapan)

III valuing (penghargaan)

IV organization (pengorganisasian)

V characterization by a value or value complex

(karakterisasi berdasarkan nilai-nilai)

Page 7: Pengaruh Penggunaan Gaya Mengajar Otoritatif Terhadap

8

Kelima aspek tersebut dijabarkan lagi ke dalam beberapa indikator,

beberapa indikator yang ada didefinisikan lebih dari satu penilaian. Jumlah

keseluruhan indikator penilaian 18 butir pernyataan. Rentang nilai dimulai dari

angka satu (1) sampai dengan empat (4). Nilai 1 berarti kurang, nilai 2 berarti

cukup, nilai 3 berarti baik, dan nilai 4 berarti sangat baik. Aspek penilaian beserta

indikator masing-masing ditunjukkan oleh tabel berikut:

Tabel 4 Kisi-Kisi Rubrik Penilaian Sikap (Aspek Afektif) Siswa [13]

Aspek yang Dinilai Indikator

Receiving

(penerimaan)

1.1 Memperhatikan penjelasan guru selama proses

pembelajaran dengan sungguh-sungguh.

1.2 Bertanya tentang materi yang belum dipahami.

Responding

(tanggapan)

2.1 Masuk kelas pada waktunya.

2.2 Menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.

Valuing

(penghargaan)

3.1 Mengumpulkan tugas atau PR pada waktu yang

telah ditentukan.

3.2 Selalu berpakaian rapi sesuai aturan.

3.3 Meminta ijin ketika ingin keluar kelas (toilet,

kegiatan luar kelas misal rapat OSIS, latihan

upacara, lomba dll).

Organization

(pengorganisasian)

4.1 Mengumpulkan setiap latihan soal dan PR yang

diberikan oleh guru.

4.2 Berpenampilan sesuai dengan ketentuan (rambut,

jenis dan bentuk seragam, asesoris).

4.3 Menunjukkan sikap menjaga inventaris kelas

yang ada (meja, bangku, perangkat komputer).

Characterization by

a Value or Value

Complex

(karakterisasi

berdasarkan nilai-

nilai)

5.1 Menunjukkan sikap taat pada peraturan-

peraturan (aturan sekolah maupun aturan kelas)

yang berlaku.

5.2 Menunjukkan kesadaran telah melakukan

pelanggaran dan menerima konsekuensi atas

pelanggaran yang telah dilakukan.

5.3 Menunjukkan sikap hormat dan menghargai guru

sebagaimana mestinya.

Metode angket digunakan sebagai bukti pendukung keberhasilan penerapan

gaya mengajar otoritatif. Persepsi siswa tentang penggunaan gaya mengajar

otoritatif dapat diketahui dari hasil angket. Aspek penilaian dalam angket ada

empat, yaitu penguasaan materi, pengelolaan kelas, komunikasi guru dengan

siswa, dan evaluasi yang diberikan oleh guru. Pernyataan-pernyataan yang

digunakan dalam angket mengambil format yang sudah teruji validitas dan

reliabilitasnya. Format angket tersebut dibuat oleh mahasiswa S2 Universitas Bina

Nusantara [20], yang mengalami perubahan kalimat sesuai topik dan kebutuhan

penelitian. Format yang telah mengalami perubahan tersebut melewati proses uji

validitas dan reliabilitas isi berupa judgement pakar [19].

Page 8: Pengaruh Penggunaan Gaya Mengajar Otoritatif Terhadap

9

Jenis metode yang digunakan adalah angket tertutup. Aspek penilaian

dikelompokkan ke dalam empat indikator, indikator yang ada didefinisikan lagi ke

dalam beberapa butir indikator penilaian. Skala pengukuran yang digunakan

adalah skala linkert [21], dengan total pernyataan berjumlah 38 butir. Skala

penilaian memiliki rentang nilai dari satu (1) hingga empat (4). Pernyataan sangat

setuju bernilai 4, setuju bernilai 3, tidak setuju bernilai 2, sangat tidak setuju

bernilai 1, dengan kisi-kisi angket sebagai berikut:

Tabel 5 Kisi-kisi Angket Persepsi Siswa tentang Gaya Mengajar Otoritatif [20]

Aspek yang

Dinilai Indikator

Penguasaan

materi

1.1 Guru menguasai materi dengan baik dan dapat

menerangkan dengan jelas.

1.2 Penyampaian materi disertai contoh dan disampaikan

secara sistematis.

Pengelolaan

kelas

2.1 Perhatian guru tertuju pada seluruh kelas, dan

berkeliling saat mengajar.

2.2 Guru menegur siswa yang tidak memperhatikan ketika

pembelajaran berlangsung.

Komunikasi

guru dengan

siswa

3.1 Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk

bertanya, dan memberikan penjelasan tentang

pertanyaan tersebut dengan jelas.

3.2 Guru menerangkan materi menggunakan bahasa yang

mudah dipahami oleh siswa.

Evaluasi yang

diberikan oleh

guru

4.1 Guru memberikan PR atau tugas, memeriksa, dan

mengembalikan hasil PR atau tugas tersebut kepada

siswa.

4.2 Guru memberikan penilaian secara obyektif

Gaya

mengajar yang

diterapkan

oleh guru

5.1 Siswa lebih memahami materi pelajaran dengan

penggunaan gaya mengajar otoritatif.

5.2 Gaya mengajar otoritatif membuat suasana kelas

menjadi menyenangkan.

5.3 Siswa mendukung penerapan gaya mengajar otoritatif di

sekolah.

Kegiatan selanjutnya adalah pengumpulan data. Data-data yang

dikumpulkan berupa nilai kognitif dan afektif siswa. Nilai kognitif didapat dari

nilai tes tertulis. Tes tertulis diawali dengan memberikan pretest kepada kedua

kelas (kelas eksperimen maupun kontrol). Hasil pretest dari kedua kelompok

dicatat untuk sebagai data nilai kognitif awal siswa. Prosedur dilanjutkan dengan

pelaksanaan proses pembelajaran untuk kedua kelas. Penerapan gaya mengajar

otoritatif untuk kelas eksperimen, dan pembelajaran seperti biasa (tanpa perlakuan

apapun) untuk kelas kontrol. Proses tersebut dilakukan selama dua kali pertemuan

(masing-masing pertemuan 2x30 menit, dikarenakan pelaksanaan pada bulan

ramadhan). Selama pembelajaran berlangsung dilakukan pengamatan serta

pengisian rubrik penilaian sikap (aspek afektif) siswa oleh guru. Proses

Page 9: Pengaruh Penggunaan Gaya Mengajar Otoritatif Terhadap

10

selanjutnya adalah memberikan posttest kepada kedua kelompok, dan pengisian

angket oleh kelas eksperimen. Hasil posttest dicatat sebagai data nilai kognitif

akhir siswa.

Nilai afektif didapat dari hasil pengisian rubrik oleh guru. Data berupa hasil

pengisian angket oleh siswa akan menjadi bukti pendukung keberhasilan

penerapan gaya mengajar otoritatif, karena angket menunjukkan persepsi siswa

tentang penerapan gaya mengajar tersebut. Data yang terkumpul pada tahap ini

berupa nilai kognitif siswa (pretest dan posttest), nilai afektif siswa (hasil

pengisian rubrik oleh guru), serta data pendukung berupa angket.

Tahapan penelitian selanjutnya adalah tahap pengolahan data. Nilai pretest

dan posttest yang telah terdokumentasi, dihitung nilai tertinggi, terendah, dan rata-

rata untuk masing-masing kelas. Nilai pretest dan posttest kedua kelas dihitung

persentase peningkatannya, kemudian dibandingkan. Perhitungan dilakukan

menggunakan aplikasi pengolah data statistik. Hasil yang diharapkan adalah

persentase kenaikan nilai kelas eksperimen lebih tinggi dibanding dengan kelas

kontrol.

Tahap terakhir adalah penyusunan laporan. Laporan disusun berdasarkan

hasil dari kegiatan penelitian yang telah dilakukan. Pembuktian teori dan konsep,

penarikan kesimpulan, serta pemberian saran untuk penelitian selanjutnya menjadi

bagian dari tahap ini.

4. Pembahasan

Tahap pelaksanaan penelitian ini diawali dengan pemberian pretest kepada

siswa, baik kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Standar kompetensi yang

dipelajari adalah “menggunakan perangkat lunak pembuat grafik”, dengan

kompetensi dasar “menunjukkan menu ikon yang terdapat dalam perangkat lunak

pembuat grafis”. Hasil penelitian berfokus pada nilai kognitif dan afektif siswa.

Nilai kognitif diperoleh dari pretest dan postest, sedangkan nilai afektif diperoleh

dari hasil rubrik yang diisi oleh guru. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang

ditetapkan oleh sekolah adalah 75.

Pretest diberikan pada kedua kelas (eksperimen dan kontrol) di awal

pertemuan. Nilai pretest kedua kelas diuji normalitas dan homogenitas, dan

hasilnya data berdistribusi normal (nilai signifikansi kelas kontrol 0,163 dan kelas

eksperimen 0,078) serta homogen (nilai signifikansi 0,455). Hal ini menunjukkan

bahwa kemampuan awal kedua kelas relatif sama. Data berupa nilai tersebut

dicatat, kemudian dihitung nilai minimal, maksimal, serta rata-ratanya.

Proses pembelajaran kelas eksperimen menerapkan prinsip-prinsip pola

asuh otoritatif. Proses tersebut diawali dengan menetapkan kesepakatan peraturan

dan konsekuensi selama mengikuti proses pembelajaran TIK (prinsip aturan-

aturan yang konsisten). Peraturan-peraturan tersebut adalah 1) masuk kelas pada

waktunya, 2) toleransi keterlambatan 10 menit, 3) menghargai orang yang sedang

berbicara (guru menerangkan materi, siswa lain menjelaskan atau mengungkapkan

pendapat), 4) mengerjakan setiap latihan soal, tugas, dan PR pada waktu yang

telah ditentukan, 5) meminta ijin bila ingin keluar kelas, 6) menaati semua

peraturan dan ketentuan sekolah, 7) bersedia menerima konsekuensi bila

melanggar peraturan. Konsekuensi yang diberikan bagi siswa yang melanggar

Page 10: Pengaruh Penggunaan Gaya Mengajar Otoritatif Terhadap

11

peraturan adalah menjelaskan sebuah topik tentang materi pembelajaran, dan

siswa yang lain bebas bertanya tentang topik tersebut kepadanya.

Guru memberikan pengertian kepada siswa tentang tujuan penerapan

peraturan-peraturan tersebut (prinsip keseimbangan antara kendali dan otonomi).

Tujuannya adalah 1) agar siswa belajar disiplin dan bertanggungjawab baik untuk

diri sendiri maupun dalam hidup bermasyarakat, 2) terbiasa dengan peraturan

yang bersifat mengikat, sehingga mudah beradaptasi ketika terjun ke dunia kerja

ataupun jenjang pendidikan yang lebih tinggi, serta 3) melatih siswa untuk

menghargai orang lain dan lembaga yang menaunginya.

Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan metode ceramah (guru

menerangkan materi), tanya jawab guru dengan siswa, diskusi, tes, serta

penugasan. Prinsip kasih sayang dan dukungan diwujudkan dalam kelas dengan

cara memberikan penguatan kepada siswa yang bertanya, menjawab pertanyaan,

dan mendapat nilai tertinggi. Penguatan yang diberikan berupa pujian secara

verbal, sentuhan dan bahasa tubuh, hingga panghargaan dalam bentuk hadiah.

Prinsip keseimbangan antara kendali dan otonomi (selain memberikan

penjelasan tentang tujuan adanya peraturan), diwujudkan dengan memberikan

kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan pendapat melalui diskusi

kelompok. Siswa diberikan kebebasan untuk saling mengungkapkan pendapat,

ketidaksetujuan, analisa pribadi, hingga kesepakatan dalam penarikan kesimpulan

kelompok, sehingga siswa belajar mandiri. Pemberian otonomi kepada siswa

tersebut tetap disertai dengan pengawasan dan penerapan aturan.

Prinsip kehangatan dan keterlibatan diwujudkan dengan kesediaan guru

menjawab pertanyaan siswa, dan menerangkan materi yang belum dipahami oleh

siswa dengan sabar dan bersahabat. Komunikasi yang terjalin dengan baik antara

guru dan siswa, membuat siswa lebih terbuka dalam mengemukakan pendapatnya.

Bertanya tentang materi yang belum dimengerti tidak menjadi hal yang dihindari

siswa. Guru akan lebih mudah mengetahui materi yang belum dipahami oleh

siswa, sehingga dapat membimbing mereka memahami materi yang bersangkutan.

Pembelajaran kelas kontrol berlangsung seperti biasa, yaitu gaya mengajar

guru setempat, yang cenderung menggunakan gaya menggajar permisif. Kegiatan

pembelajaran dilakukan dengan ceramah, diskusi kelompok, tes, dan penugasan.

Kelas kontrol tidak menerapkan prinsip-prinsip yang diterapkan di kelas

eksperimen.

Gambar 3 Proses Pembelajaran Kelas Eksperimen

Page 11: Pengaruh Penggunaan Gaya Mengajar Otoritatif Terhadap

12

Gambar 3 menunjukkan proses pembelajaran pada kelas eksperimen. Guru

pada kelas eksperimen terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran siswa.

Selama proses pembelajaran guru berkeliling untuk memantau siswa, dan siswa

memiliki kesempatan untuk bertanya dan mengungkapkan pendapat. Hubungan

timbale balik (dua arah) terjadi dalam kelas eksperimen.

Gambar 4 Proses Pembelajaran Kelas Kontrol

Gambar 4 menunjukkan proses pembelajaran pada kelas kontrol. Guru

terlihat kurang terlibat dalam proses pembelajaran siswa. Beliau hanya

menunjukkan materi, kemudian mempersilahkan siswa untuk memperlajarinya

sendiri. Guru tidak berkeliling kelas untuk memantau siswa, namun hanya duduk

di kursi tertentu di dalam kelas.

Seluruh proses pembelajaran untuk siklus penelitian ini adalah empat kali

tatap muka. Kegiatan pretest dan posttest masing-masing satu kali tatap muka

(2x30 menit). Proses penerapan gaya mengajar otoritatif untuk kelas eksperimen,

dan tanpa penerapan apapun untuk kelas kontrol berlangsung dalam dua kali tatap

muka (masing-masing tatap muka 2x30 menit). Selama proses pembelajaran

dilakukan penilaian terhadap aspek afektif siswa, melalui rubrik yang diisi oleh

guru.

Proses pembelajaran dilanjutkan dengan memberikan posttest pada kedua

kelas. Hal ini dilakukan untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa setelah

proses pembelajaran berlangsung. Hasil posttest dari kedua kelas

didokumentasikan, dan dihitung persentase peningkatannya terhadap nilai pretest-

nya masing-masing.

Nilai Kognitif

Tabel 6 Perbandingan Nilai Pretest dan Postttes Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

Kelas

Nilai Pretest Nilai Posttes Persentase

Kenaikan Min Maks Rata-

rata Min Maks

Rata-

rata

Kontrol 25 90 63,48 50 100 75,87 33,32 %

Eksperimen 20 85 63,04 65 100 87,83 66,68 %

Jumlah siswa yang lulus KKM (nilai pretest) untuk kedua kelas sama, yaitu

berjumlah 3 orang. Nilai per aspek yang didapat oleh kedua kelas juga relatif

Page 12: Pengaruh Penggunaan Gaya Mengajar Otoritatif Terhadap

13

sama, yaitu berkisar antara 60 sampai 63. Jumlah siswa yang tidak lulus KKM

(nilai posttest) untuk kelas kontrol berjumlah 10 orang, sedangkan siswa kelas

eksperimen hanya berjumlah 2 orang. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada

beberapa siswa (kelas kontrol) yang bisa mencapai KKM tanpa penerapan gaya

mengajar otoritatif. Siswa yang demikian dapat belajar dengan baik tanpa

terpengaruh oleh gaya mengajar guru. Siswa dengan kemampuan seperti itu

presentasinya hanya kecil, yaitu 30,4% dari jumlah keseluruhan sampel. Dua

siswa kelas eksperimen yang memperoleh nilai kurang dari KKM dikarenakan

tidak masuk pada pertemuan kedua (mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan

OSIS). Perbandingan nilai posttest antara kelas kontrol dan kelas eksperimen

menunjukkan bahwa penerapan gaya mengajar otoritatif dapat meningkatkan nilai

kognitif siswa.

Nilai posttest yang ada diuji dengan uji non-parametrik Mann Whitney

menggunakan aplikasi perhitungan data statistik. Uji tersebut dilakukan untuk

memastikan bahwa nilai kognitif kelas eksperimen signifikan lebih tinggi

dibanding kelas kontrol. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai posttest kelas

eksperimen signifikan lebih tinggi dibanding dengan kelas kontrol, dengan nilai

signifikansi 0,000. Hal ini membuktikan bahwa nilai kognitif kelas eksperimen

(dengan penerapan gaya mengajar otoritatif) lebih tinggi secara signifikan

dibanding dengan kelas kontrol (tanpa perlakuan).

Nilai Afektif

Nilai afektif siswa didapat dari pengisian rubrik oleh guru selama proses

pembelajaran berlangsung untuk kedua kelas. Nilai dari kedua kelas dicatat,

kemudian dihitung rata-rata untuk masing-masing kelas menggunakan aplikasi

pengolah data statistik. Perbandingan nilai afektif kedua kelas berdasarkan rubrik

adalah:

Gambar 5 Perbandingan Nilai Afektif Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

Nilai 4 berarti sangat baik, 3 berarti baik, 2 berarti cukup, dan 1 berarti

kurang. Hasil analisis aspek afektif yang ditunjukkan oleh gambar 5,

menunjukkan bahwa kelas eksperimen lebih unggul daripada kelas kontrol dalam

kelima aspek tersebut. Nilai rata-rata keseluruhan aspek untuk kelas kontrol

3,48

3,62

3,91

3,91

4,00

2,96

2,62

2,96

2,83

3,13

0,00 2,00 4,00 6,00

Aspek I

Aspek II

Aspek III

Aspek IV

Aspek V

Kelas Kontrol

Kelas Eksperimen

Page 13: Pengaruh Penggunaan Gaya Mengajar Otoritatif Terhadap

14

adalah mendekati baik (2,90), sedangkan untuk kelas eksperimen mendekati

sangat baik (3,78).

Siswa kelas kontrol yang mendapat nilai rata-rata per aspek dibawah tiga

ada sepuluh orang. Hal ini berarti ada siswa yang nilai afektifnya sudah baik atau

tidak terpengaruh dengan gaya mengajar yang diterapkan oleh guru (tetapi hanya

sedikit). Siswa kelas eksperimen yang mendapat nilai rata-rata di bawah tiga

hanya ada satu orang siswa. Hal ini menunjukkan hampir seluruh siswa mendapat

nilai afektif tinggi dengan penerapan gaya mengajar otoritatif. Jadi dapat

disimpulkan bahwa penerapan gaya mengajar otoritatif sangat efektif untuk

meningkatkan nilai afektif siswa. Hasil analisis terhadap nilai afektif siswa telah

sesuai dengan tujuan kedua dari penelitian ini, yaitu meningkatkan nilai afektif

siswa melalui penerapan gaya mengajar otoritatif.

Angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap penerapan

gaya mengajar otoritatif. Responden berjumlah 23 siswa, yaitu siswa kelas

eksperimen. Deskripsi hasil analisis jawaban angket oleh siswa adalah:

Gambar 6 Deskripsi Data Hasil Jawaban Angket oleh Siswa

Hasil analisis pada masing-masing aspek menunjukkan bahwa lebih banyak

responden (siswa) yang setuju terhadap penerapan gaya mengajar otoritatif

daripada yang tidak setuju. Hasil analisis berdasarkan pengisian angket dari siswa

kemudian dihitung rata-ratanya. Hasil perhitungan rata-rata menunjukkan bahwa

siswa yang mendukung penerapan gaya mengajar otoritatif sebanyak 88,75%.

Siswa yang menyatakan tidak setuju hanya sebanyak 11,25%.

5. Simpulan dan Saran

Kesimpulan penelitian secara keseluruhan (mulai dari nilai kognitif siswa,

nilai afektif siswa, hingga angket tanggapan) bernilai positif. Hasil analisa

menunjukkan bahwa penerapan gaya mengajar otoritatif dapat meningkatkan nilai

kognitif dan afektif siswa SMA Negeri 1 Batangan dalam mata pelajaran TIK

secara signifikan. Gaya mengajar ini dapat diterapkan dalam pembelajaran TIK

selanjutnya, bahkan tidak menutup kemungkinan diterapkan pada mata pelajaran

lain.

89,44

90,22

94,41

91,92

77,78

10,56

9,78

5,59

8,08

22,22

0 50 100

Aspek I

Aspek II

Aspek III

Aspek IV

Aspek V

Penilaian Kontra

Penilaian Pro

Page 14: Pengaruh Penggunaan Gaya Mengajar Otoritatif Terhadap

15

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah memadukan gaya mengajar

tersebut dengan variasi pembelajaran. Variasi tersebut seperti studi kasus, tutor

teman sebaya, atau variasi pembelajaran lain yang dapat membangkitkan

antusianme siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Saran untuk guru

maupun calon guru berkaitan dengan penelitian ini adalah penting untuk

mengetahui sisi psikologis siswa. Hal ini akan membuat guru lebih peka untuk

menentukan variasi pembelajaran yang harus dipakai untuk mendukung

penerapan gaya mengajar otoritatif ini.

6. Daftar Pustaka

[1]Republika. 2012. Keberhasilan Pendidikan Dinilai Bukan Tolok Ukur

Kecerdasan. Diakses tanggal 20 Juli 2014 dari http://www.republika.co.id/

berita/pendidikan/beritapendidikan/12/03/06/m0fw8d-keberhasilan-pendidikan-

dinilai-bukan-tolok-ukur-kecerdasan

[2]Republika. 2012. Ujian Nasional: Tolok Ukur Keberhasilan Pendidikan.

Diakses tanggal 20 Juli 2014 dari http://www.republika.co.id/ berita/jurnalisme-

warga/wacana/12/04/20/m2rtgl-ujian-nasional-tolok-ukur-keberhasilanpendidikan

[3]Safi, Hajar. 2013. Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa di

SMP Negeri 1 Kabila Kabupaten Bone Bolango. Diakses pada 20 Juli 2014 dari

http://kim.ung.ac.id/index.php/KIMFIP/article/download/3762/3738

[4]Ormrod, Jeanne Ellis. 2008. Psikologi Pendidikan Membantu Siswa

Tumbuh dan Berkembang Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta: Erlangga

[5]Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak Edisi Kesebelas Jilid 2.

University of Texas, Dallas. Jakarta: Erlangga

[6]Lestari, Erma. 2009. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dengan

Prestasi Belajar Siswa Konsentrasi Patiseri SMK Negeri 1 Sewon Bantul. Diakses

tanggal 4 Juli 2014 dari http://eprints.uny.ac.id/10617/1/Jurnal%20Erma%20

Lestari%5E_%5Ev.pdf

[7]Susanti, Santi. 2013. Hubungan antara Pola Asuh Otoritatif dengan

Kemandirian pada Siswa Kelas XI Jurusan Akuntansi SMKN 12 Jakarta. Diakses

tanggal 24 Maret 2014 dari http://eprints.unj.ac.id/12302/1/Jurnal%20Santi%

20Susanti%5E_%5En.pdf

[8]Santrock, John W. 2007. Remaja Edisi 11 Jilid 1. University of Texas,

Dallas. Jakarta: Erlangga

[9]Zaenudin, Muhammad. 2010. Timbulnya Kenakalan Remaja. Diakses

pada tanggal 15 Maret 2014 dari http://teacheredutainment.co.id/

2010/10/timbulnya-kenakalan-remaja-ditinjau.html

[10]Muliawan, Jasa Ungguh. 2008. Epistomologi Pendidikan. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press

[11]Siyamta. 2013. Ranah Kognitif dalam Pembelajaran. Diakses 21 Juli

2014 dari https://www.academia.edu/5660348/Ranah_Kognitif_Dalam_Pembelaja

ran_Domain_Kognitif_Bloom_Instructional_Taxonomies_Bloom_Ausubel_Ande

rson_Merril_und_Reigeluth

[12]Zaini, Hisyam dkk. 2002. Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi.

Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga

Page 15: Pengaruh Penggunaan Gaya Mengajar Otoritatif Terhadap

16

[13]Sukanti. 2011. Penilaian Afektif dalam Pembelajaran Akuntansi.

Diakses tanggal 21 Juli 2014 dari http://journal.uny.ac.id/index.php/jpakun/article/

download/960/770

[14]Suparman. 2010. Gaya Mengajar yang Menyenangkan Siswa. Jakarta:

Erlangga

[15]Jaedun, Amat. 2011. Metodologi Penelitian Eksperimen. Diakses

tanggal 20 Juli 2014 dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian /drs-

amat-jaedun-mpd/metode-penelitian-eksperimen.pdf

[16]Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan

Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta

[17]Mania, Dewi Mutiarah. 2013. Pengaruh Penggunaan Teknik Mind Map

terhadap Penguasaan Kosakata pada Anak Kelompok B di RA Raden Paku

Kedamean Gresik. Diakses tanggal 20 Juli 2014 dari http://ejournal.unesa

.ac.id/index.php/paud-teratai/article/view/2255/baca-artikel

[18]Interista, Agries. 2012. Soal UAS TIK SMA Kelas XII IPA dan IPS.

Diakses tanggal 30 Juni 2014 dari https://www.academia.edu/4506107/Bank

_Soal_TIK_Pilihlah_salah_satu_jawaban_yang_paling_benar

[19]Mardapi, Djemari. 2008. Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes.

Yogyakarta: Mitra Cendekia Press

[20]Masruroh, Siti. 2012. Angket Uji Coba Instrumen. Diakses tanggal 7

Juni 2014 dari http://thesis.binus.ac.id/Asli/Lampiran/2010-1-00477-MNSI%20

Lampiran.pdf

[21]Musfiqon. 2012. Panduan Lengkap Metodologi Penelitian Pendidikan.

Jakarta: Prestasi Pustaka

[22]Yanuar. 2012. Uji Peringkat Bertanda Wilcoxon dan Uji Mann

Whitney. Diakses tanggal 20 Juli 2014 dari kk.mercubuana.ac.id/11007-13788356

141429.doc

[23]Faisal, Sanapiah. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya:

Usaha Nasional

[24]Afrilianto, Muhammad. 2012. Peningkatan Pemahaman Konsep dan

Kompetensi Strategis Matematis Siswa SMP dengan Pendekatan Metaphorical

Thinking. Diakses tanggal 30 Juni 2014 dari http://www.e-journal.stkipsiliwangi.

ac.id/index.php/infinity/article/view/19

[25]Aripin, Ipin. 2012. Statistik Non Parametrik. Diakses tanggal 3 Juli

2014 dari https://www.academia.edu/6799603/Statistik_Non_Parametrik

[26]Prihanto, Asep A. 2012. Statistik Non Parametrik. Diakses tanggal 23

Juli 2014 dari http://asep.lecture.ub.ac.id/files/Statistik-Non-Parametrik