16
TUGAS MATA KULIAH WAWASAN KEBANGSAAN ”PENGARUH PENGGUNAAN BAHASA DAERAH TERHADAP BAHASA INDONESIA SEBAGAI IDENTITAS NASIONAL DI LINGKUNGAN MAHASISWA ITS” Oleh : RIZKY FIRMANSYAH 1114100058 WILDAN TRI NUGROHO 1114100066 RIZQI AHMAD FAUZAN 1114100089 AYU NUR FARADILAH 1114100104 HANA ZAVIRA 1114100501 JURUSAN FISIKA

Pengaruh Penggunaan Bahasa Daerah Terhadap Bahasa Indonesia Sebagai Identitas Nasional Di Lingkungan Mahasiswa Its

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sebuah rancangan untuk mengetahui pengaruh penggunaan bahasa daerah di kalangan mahasiswa

Citation preview

TUGAS MATA KULIAH WAWASAN KEBANGSAANPENGARUH PENGGUNAAN BAHASA DAERAH TERHADAP BAHASA INDONESIA SEBAGAI IDENTITAS NASIONAL DI LINGKUNGAN MAHASISWA ITS

Oleh :RIZKY FIRMANSYAH1114100058WILDAN TRI NUGROHO1114100066RIZQI AHMAD FAUZAN1114100089AYU NUR FARADILAH 1114100104HANA ZAVIRA 1114100501

JURUSAN FISIKAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA)INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYAKATA PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya. Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W atas petunjuk untuk selalu berada di jalan yang diridhoi-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas wawasan kebangsaan dengan tema Bahasa Indonesia dan Identitas Nasional dan dengan makalah yang berjudul Pengaruh Penggunaan Bahasa Daerah Terhadap Bahasa Indonesia Sebagai Identitas Nasional Di Lingkungan Mahasiswa ITS dengan baik tanpa suatu halangan.Tugas kami dapat terselesaikan berkat dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:1. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberi doa, support, dan dukungan moral dalam pengerjaan makalah ini2. Ibu Dra. Siti Zahrok, M.Pd selaku dosen mata kuliah wawasan kebangsaan3. Teman-teman yang mendukung penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini.4. Semua pihak yang membantu dalam penulisan karya tulis ini.Penulis menyadari bahwa pembuatan tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga tulisan ini dapat memberi manfaat dan sumbangan ilmiah yang sebesar-besarnya bagi penulis dan pembaca.

Surabaya, 26 Februari 2015

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL iKATA PENGANTAR iiDAFTAR ISI iiiDAFTAR TABEL ivDAFTAR GAMBAR vABSTRAK viBAB I PENDAHULUAN 21.1. Latar Belakang 21.2. Rumusan Masalah 21.3. Tujuan 21.4. Manfaat 31.5. Metode3BAB II LANDASAN TEORI 3BAB III ANALISIS DATA 3BAB IV PENUTUP 4.1. Simpulan 34.2. Saran 5DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangPada hakikatnya, manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Manusia senantiasa membutuhkan orang lain, sehingga Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon, yang artinya manusia adalah makhluk sosial. Berawal dari itulah kemudian timbul suatu hubungan-hubungan kerjasama antarmanusia yang dari hubungan tersebut terbentuk sebuah masyarakat. Terbentuknya masyarakat antara yang satu dengan yang lainnya tentu berbeda, sehingga dalam berinteraksi mereka memerlukan suatu organisasi kekuasaan yang disebut negara. Bangsa maupun negara memiliki identitas yang membedakan bangsa atau negara tersebut dengan bangsa atau negara lain. Berdasarkan hal itu, setiap bangsa di dunia ini akan memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri, serta karakter dari bangsa tersebut. Identitas-identitas tersebut ada karena faktor dari budaya, agama, suku bangsa, dan bahasa. Identitas-identitas yang disepakati dan diterima oleh bangsa menjadi identitas nasional bangsa.Di kehidupan sehari-sehari, kita lebih nyaman menggunakan bahasa daerah daripada menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan terkadang bagi kita, menggunakan bahasa Indonesia baku itu dianggap sesuatu hal yang aneh dan terlalu dibuat-buat. Padahal, penggunaan bahasa Indonesia itu sangat penting agar bisa menyatukan persepsi kita, karena penggunaan bahasa daerah bisa menyebabkan seseorang salah mengartikan maksud kita. Beberapa bahasa daerah memiliki kata yang sama namun artinya berbeda, misalnya saja kata garing dalam bahasa jawa berarti kering sedangkan dalam bahasa banjar artinya sakit. Bahasa juga kadang menjadi pembeda seseorang di suatu kelompok, karena ketika bahasa yang kita gunakan di sebuah lingkungan yang bukan dari asal daerah yang sama, bahasa kita akan di anggap aneh. Hal itu sudah sangat membuktikan, pentingnya penggunaan bahasa Indonesia di kehidupan sehari-hari.Dalam makalah ini, kami akan membahas mengenai pengaruh bahasa daerah yang digunakan sehari-hari terhadap bahasa Indonesia yang merupakan identitas nasional Indonesia. Kami menulis makalah ini dengan harapan pembaca dapat mengetahui pentingnya penggunaan bahasa Indonesia di kehidupan sehari-hari, sehingga ke depannya pembaca dapat menghargai dan juga menjunjung tinggi persatuan bangsa dengan menggunakan bahasa Indonesia yang pada hakikatnya merupakan identitas nasional sebagai pembeda Negara Indonesia dengan Negara yang lain.1.2. Rumusan MasalahDari latar belakang tersebut, kami membuat rumusan masalah sebagai berikut :1. Bagaimana penggunaan bahasa Indonesia di kehidupan sehari-hari jika dibandingkan dengan bahasa daerah?2. Adakah pengaruh penggunaan bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia yang merupakan identitas nasional Indonesia?1.3. TujuanTujuan dilakukannya penulisan ini adalah untuk mengetahui sikap mahasiswa-mahasiswi ITS dengan pengaruh penggunaan bahasa Indonesia yang merupakan identitas nasional Indonesia terhadap bahasa daerah yang digunakan sehari-hari. 1.4. ManfaatManfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :1. Menambah informasi dan memperluas ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penggunaan bahasa indonesia2. Mengingatkan kembali pentingnya penggunaan bahasa indonesia di kehidupan sehari-hari3. Bagi penulis, kegiatan ini memberikan tambahan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan penulisan karya tulis.

1.5. MetodePenelitian ini menggunakan metode angket yang akan di sebarkan kepada mahasiswa-mahasiswi ITS. Angket berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan penelitian karya tulis ini.

BAB IILANDASAN TEORI2.1. Pengertian Identitas NasionalSecara etimologis, identitas nasional berasal dari kata identitas dan nasional. Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah; ciri, tanda, atau jati diri yang melekat pada seseorang, kelompok, atau sesuatu sehingga membedakan dengan yang lain. Kata nasional merujuk pada konsep kebangsaan Nasional, menunjuk pada kelompok-kelompok persekutuan hidup manusia yang lebih besar dari sekedar pengelompokan berdasarkan ras, agama, budaya, Bahasa, dan sebagainya. Jadi, identitas nasional adalah ciri, tanda, atau jati diri yang melekat pada suatu negara sehingga membedakan dengan negara lain.Identitas nasional adalah ungkapan nilai budaya suatu masyarakat atau bangsa yang bersifat khas yang membedakannya dengan bangsa lain. Identitas nasional bukan sesuatu yang sudah selesai, tetapi terus berkembang secara kontekstual sesuai dengan perkembangan zaman. Unsur-unsur identitas nasional antara lain pola perilaku, simbol-simbol, alat-alat perlengkapan, dan tujuan yang akan dicapai secara nasional, sedangkan unsur pembentuk identitas nasional meliputi sejarah, kebudayaan, suku bangsa, agama, dan bahasa (Ubaedillah dan Rozak, 2008: 19-21).Unsur-unsur pembentuk identitas yaitu:1. Suku bangsa, adalah golongan sosial yang khusus dan bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak kurang 300 dialek bangsa.2. Agama. Bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama yang tumbuh dan berkembang di nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa orde baru tidak diakui sebagai agama resmi negara. Namun sejak pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan.3. Kebudayaan, adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagi rujukan dan pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.4. Bahasa, merupakan unsur pendukung Identitas Nasonal yang lain. Bahasa dipahami sebagai sistem perlambang yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur ucapan manusia dan yang digunakan sebgai sarana berinteraksi antar manusia.Dari unsur-unsur Identitas Nasional tersebut, dapat dirumuskan pembagiannya menjadi 3 bagian sebagai berikut: Identitas Fundamental, yaitu Pancasila merupakan falsafah bangsa, Dasar Negara, dan Ideologi Negara. Identitas Instrumental yang berisi UUD 1945 dan tata perundangannya, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Identitas Alamiah, yang meliputi Negara kepulauan (Archipelago) dan pluralisme dalam suku, bahasa, budaya, dan agama serta kepercayaan. Sumpah Pemuda yang dihasilkan Kongres Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928 berisi tiga deklarasi tentang nasionalisme Indonesia terkait dengan kesatuan bangsa, kesatuan tanah air, dan bahasa persatuan Indonesia. Kebermaknaan Sumpah Pemuda sebagai deklarasi atas kebangsaan, tanah air, dan bahasa karena kita bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau (13 ribu lebih), banyak suku bangsa (652), beratus-ratus bahasa daerah (742), serta beragam keyakinan keagamaan. Oleh karena itu, bangsa Indonesia mengenal falsafah Bhinneka Tunggal Ika, antara bahasa Indonesia dengan rasa kebangsaan Indonesia terdapat hubungan kejiwaan yang saling menentukan (Muslich dan Oka, 2010:72).2.2.Identitas Nasional Bahasa IndonesiaIdentitas nasional Indonesia merupakan ciri-ciri yang dapat membedakan negara Indonesia dengan negara lain. Identitas nasional Indonesia dibuat dan disepakati oleh para pendiri negara Indonesia. Identitas nasional Indonesia tercantum dalam konstitusi Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 35-36C. Identitas nasional yang menunjukkan jati diri Indonesia diantaranya adalah sebagai berikut:Identitas Nasional Indonesia :1. Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia2. Bendera negara yaitu Sang Merah Putih3. Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya4. Lambang Negara yaitu Pancasila5. Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika6. Dasar Falsafah negara yaitu Pancasila7. Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 19458. Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat9. Konsepsi Wawasan Nusantara10. Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai Kebudayaan Nasional2.3. Fungsi Bahasa Indonesia Dalam kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai(1) lambang kebanggaan nasional,(2) lambang identitas nasional,(3) sebagai bahasa persatuan nasional dari berbagai masyarakat yang berbeda-beda bahasa dan budaya, serta (4) sebagai bahasa perhubungan antar daerah dan antarbudaya. Dalam kedudukan sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia berfungsi sebagai(1) bahasa resmi kenegaraan,(2) bahasa pengantar di lembaga pendidikan, (3) bahasa perhubungan dalam pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan tingkat nasional, dan (4) bahasa pengantar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.Sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi negara, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang baku, terbuka, dinamis seiring dengan dinamika perkembangan masyarakat sebagai dampak pembangunan nasional. Untuk itu, kita sebagai penutur bahasa Indonesia dituntut selalu terbuka dan dinamis mengikuti perkembangan bahasa Indonesia agar bahasa Indonesia yang digunakan selalu baik dan benar.2.4. Karakteristik Bahasa IndonesiaBahasa Indonesia bukan bahasa Melayu, bukan bahasa daerah, dan juga bukan bahasa asing. Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa resmi Negara Indonesia. Bahasa Indonesia, sejak awal pembentukannya dari bahasa Melayu sangat banyak menyerap berbagai bahasa asing dan bahasa daerah. Dilihat dari sifat kebahasaan, bahasa Indonesia bersifat aglutinasi, tidak bersifat derivasi, sehingga dalam proses morfologis menggunakan imbuhan berupa awalan, akhiran dan sisipan, serta penggabungan awalan dan akhiran berupa konfiks serta simulfiks, sedangkan dalam struktur kalimat bahasa Indonesia menganut hukum DM (diterangkan-menerangkan) bukan MD (menerangkanditerangkan). Hal ini sangat berbeda dibandingkan dengan bahasa Inggris atau bahasa Arab.Dalam kehidupan, kita berkomunikasi bisa dalam bahasa lisan dan bisa dalam bahasa tulis. Dalam situasi resmi, baik lisan maupun tulisan,kita harus menggunakan bahasa Indonesia baku (standar). Sebagai bahasa baku, menurut W. A. Stewart harus mempunyai kriteria, yaitu a) standarization, (b) autonomy, (c) historicity, dan (d) vitality (Adul, 1981: 13). Keempat kriteria tersebut terpenuhi dalam bahasa Indonesia. Di samping itu, terdapat kriteria lainnya, yaitu kecendekiaan (intelektualisme) (Lubis, 1993: 53). Bahasa baku, menurut Moeliono (Adul, 1981: 14) berfungsi sebagai (a) pemersatu, (b) penanda kepribadian, (c) penambah wibawa, dan (d) kerangka acuan dalam berbahasa. Dalam bahasa lisan, kebakuan bahasa dapat dilihat pada aspek lafal, kosa kata, dan tata bahasa, sedangkan dalam bahasa tulis, kebakuan bahasa dapat dilihat pada aspek sistem penulisan yang mengacu pada Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), kosa kata, dan tata bahasa. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa berbahasa Indonesia baku itu meliputi baku dalam lafal, kosa kata, tata bahasa, dan penulisan sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan. Salah satu ciri bahasa baku dan modern adalah bersifat dinamis dan terbuka seiring dengan dinamika masyarakat sebagai implikasi dari modernisasi yang ditopang oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Keterbukaan dan kedinamisan ini sudah terjadi sejak awal terbentuknya bahasa Indonesia hingga kini, karena banyak sekali bahasa asing dan bahasa daerah yang berkontribusi. Dinamika bahasa yang menonjol adalah perkembangan kosakata bagi keperluan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hubungan ini sudah banyak dibuat dan diterbitkan kamus istilah dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.Kita bangsa Indonesia merupakan masyarakat dwibahasa bahkan multibahasa. Masyarakat kita paling sedikit bisa dalam dua bahasa dan mungkin lebih, yaitu bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Tidak sedikit pula masyarakat kita yang bisa berbahasa dalam beberapa bahasa daerah juga bisa berbahasa asing, sehingga mereka termasuk dalam kategori multibahasawan.Setiap hari, situasi dan suasana kedaerahan yang paling banyak kita jalani. Hanya pada segelintir orang ada tuntutan untuk menggunakan bahasa Indonesia baku, seperti seorang guru atau dosen saat mengajar di kelas, atau seorang pejabat dan eksekutif lainnya ketika memimpin rapat di kantor. Jadi, tuntutan penggunaan bahasa baku dalam kehidupan kita sangat sedikit, selebihnya kita hidup dalam suasana kedaerahan. Bahkan kita bisa dipandang aneh, jika kita mengunakan bahasa Indonesia baku pada situasi informal yang menuntut suasana akrab dan personal baik di kantor, di sekolah, dan terlebih di rumah. Demikian pula, terpaan pemakaian produk teknologi informatika berupa HP yang sudah sangat banyak digunakan oleh masyarakat, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis. Melalui sms, berkembang penggunaan bahasa tulis yang tidak baku karena pesan yang disampaikan melalui sms merupakan media informal, personal, dan familiar sehingga selalu dalam bahasa yang tidak baku. Kebakuan dalam lafal mempunyai permasalahan tersendiri di masyarakat karena banyaknya dialek kebahasaan dalam berbahasa Indonesa. Dialek ini bersumber dari pengaruh bahasa daerah di dalam berbahasa Indonesia (interferensi). Kita masyarakat Indonesia lahir dan besar dalam suasana kedaerahan, sehingga hal ini sangat besar mempengaruhi dalam berbahasa Indonesia.Permasalahan menonjol dalam penggunaan bahasa lisan meliputi bunyi /e/ oleh masyarakat Batak, Papua, Maluku, dan Dayak, bunyi /t/ oleh masyarakat Bali, dan Aceh, bunyi /d/ dan /b/ oleh masyarakat Jawa, bunyi /o/ dan /e/ oleh masyarakat Banjar, bunyi /n/ dan /ng/ yang dilafalkan terbalik pada posisi akhir kata oleh orang Bugis dan Makassar, serta bunyi /f/ dan /x/ oleh sebagian masyarakat yang kurang terpelajar. Dalam tataran struktur, sering muncul dari masyarakat yang berasal dari Maluku dan Papua dengan struktur terbalik (Mahsun, 2010) serta penggunaan frase daripada, yang mana, dan dimana sebagai penghubung oleh sebagian besar masyarakat karena terpengaruh pola bahasa asing. Demikian pula, langgam yang bersifat kedaerahan yang bersumber dari bahasa daerah terjadi pada semua masyarakat. Pelafalan standar bahasa Indonesia hanya ada dalam deskripsi ilmiah tetapi kurang menjadi acuan bahan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah sehingga anak didik tidak pernah mendengar model pembelajaran lafal baku dari setiap fonem bahasa Indonesia. Permasalahan dalam pengunaan bahasa tulis meliputi penggunaan frase daripada, yang mana, dan dimana yang sering digunakan sebagai penghubung, penggunaan konfiks ke-an dan pe-an, simulfiks, di-kan, di-i, me-kan, dan me-i yang menyatukan dua kata. Demikian pula, penggunaan angka Arab dan angka Romawi yang mengarah ke bilangan bertingkat banyak terdapat kekeliruan. Selain itu, yang sangat menonjol adalah penggunaan awalan di- dan kata depan di yang disebabkan kekurangfahaman atas aturan penggunaannya dalam bahasa Indonesia.Terkait dengan usaha menjaga ciri dan karakteristik bahasa Indonesia dalam menyerap setiap kosakata dalam pengembangan bahasa Indonesia sebagai media pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, selalu dilakukan adaptasi dengan karakter bahasa Indonesia, sehingga setiap kata dari berbagai bahasa yang diambil secara struktur dan lafal disesuaikan dengan bahasa Indonesia. Cara ini dapat memelihara karakteristik bahasa Indonesia, baik dari segi lafal, kosakata, struktur, maupun penulisan. Hal ini tertuang dalam politik bahasa nasional berkaitan dengan peran bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing, pedoman Ejaan yang Disempurnakan, serta pedoman pembentukan istilah.Dalam hubungan dengan dinamika berbahasa, berkaitan dengan sikap kita sebagai penutur bahasa Indonesia, apakah positif atau negatif. Bagaimana kepedulian, rasa memiliki, dan rasa tanggung jawab atas bahasa Indonesia. Di dalam pembelajaran bahasa, ada 3 aspek yang terkait, yaitu aspek pengetahuan (kognitif), aspek keterampilan (psikomotor), dan aspek sikap (afektif). Dalam perkembangan awal antara ketiga aspek terbentuk secara runtut dimulai dari kognitif, psikomotor, dan kemudian afektif. Namun, dalam perkembangan kemudian bisa diawali dan ditentukan oleh aspek afektif. Sikap ini bisa dilihat pada kesetiaan terhadap bahasa Indonesia, kebanggaan terhadap bahasa Indonesia, dan kesadaran pemakai bahasa akan norma-norma sosiokultural yang berlaku yang mendorong seseorang untuk selalu menggunakan bahasa Indonesia secara sungguh-sungguh, baik, dan santun (Rahardi, 2006). Permasalahan pemakaian bahasa Indonesia yang terjadi di masyarakat bisa disebabkan oleh sikap masyarakat yang tidak positif terhadap bahasa Indonesia dan berbahasa Indonesia sehingga dalam pemakaian bahasa Indonesia tidak mengindahkan kaidah bahasa Indonesia, apalagi ditambah dengan sangat kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap kaedah bahasa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKAAdul, M. Asfandi. 1981. Bahasa Indonesia Baku dan Fungsi Guru dalam Pembinaan Bahasa Indonesia. Surabaya: Penerbit PT Bina Ilmu. http://achmadghozaliash.blogspot.com/ (diakses pada tanggal 25 Februari 2015)https://asriatisetya.wordpress.com/2012/11/13/identitas-nasional/ (diakses pada tanggal 25 Februari 2015)http://download.portalgaruda.org/article.php?article=67943&val=4806 (diakses pada tanggal 25 Februari 2015)Muslich, Masnur dan Oka, I Gusti Ngurah. 2010. Perencanaan Bahasa pada Era Globalisasi. Jakarta: Bumi Aksara.Mahsun. 2010. Genolinguistik.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Lubis, A. Hamid Hasan. 1993. Jenggala Bahasa Indonesia.Bandung:Angkasa.Rahardi, R. Kunjana. 2006. Dimensi-Dimensi Kebahasaan, Aneka Masalah Bahasa Indonesia Terkini. Jakarta: Erlangga.Ubaedillah, A. dan Rozak, Abdul. 2008. Pendidikan Kewargaan, Demokratisasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: CCE UIN Syarif Hidayatullah dan Prenada Media Group.