42
Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang terbagi atas beberapa provinsi dan setiap provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten/kota yang juga setiap kabupaten/kota memiliki pemerintah daerah. Banyaknya daerah di Indonesia membuat pemerintah pusat sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada di daerah-daerah. Sehingga untuk memudahkan pelayanan dan penataan pemerintahan, maka pemerintah pusat mengubah kebijakan yang tadinya berasas sentralisasi menjadi desentralisasi yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun1999 tentang Pemerintah Daerah. Wujud dari kebijakan desentralisasi tersebut adalah lahirnya otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah yang lebih leluasa untuk mengelola sumber daya yang dimiliki dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri dan tidak bergantung subsidi dari pusat. Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab, setiap daerah dituntut untuk dapat menggali sumber-sumber keuangan di daerahnya. Sumber keuangan tersebut berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga mampu mendorong perekonomian dan pembangunan daerah tersebut, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum. PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, dan salah satu sumber PAD yang memiliki kontribusi terbesar berasal dari Pajak Daerah dan

Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar

BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara yang terbagi atas beberapa provinsi dan setiap

provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten/kota yang juga setiap kabupaten/kota

memiliki pemerintah daerah. Banyaknya daerah di Indonesia membuat pemerintah

pusat sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada di daerah-daerah. Sehingga

untuk memudahkan pelayanan dan penataan pemerintahan, maka pemerintah pusat

mengubah kebijakan yang tadinya berasas sentralisasi menjadi desentralisasi yang

tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun1999 tentang Pemerintah

Daerah. Wujud dari kebijakan desentralisasi tersebut adalah lahirnya otonomi

daerah.

Otonomi daerah merupakan pemberdayaan daerah dalam pengambilan

keputusan daerah yang lebih leluasa untuk mengelola sumber daya yang dimiliki

dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri dan tidak bergantung subsidi dari

pusat. Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab, setiap

daerah dituntut untuk dapat menggali sumber-sumber keuangan di daerahnya.

 Sumber keuangan tersebut berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Jika

PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi

dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga mampu mendorong

perekonomian dan pembangunan daerah tersebut, yang pada akhirnya dapat

meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum.

PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi

asli daerah, dan salah satu sumber PAD yang memiliki kontribusi terbesar berasal

dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah

merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan

otonomi daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber pendapatan

daerah yang penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan daerah.

Page 2: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

Selama ini, pungutan daerah yang berupa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah sebagaimana disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 34

Tahun 2000. Yang mana sesuai dengan Undang-Undang tersebut, daerah diberi

kewenangan untuk memungut 11 jenis pajak, yaitu 4 jenis pajak provinsi dan 7 jenis

pajak kabupaten/kota, dan diberi kewenangan untuk menetapkan jenis Retribusi

selain yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah, adapun peraturan pemerintah

tersebut menetapkan 27 jenis Retribusi yang dapat dipungut oleh daerah yang

dikelompokkan ke dalam 3 golongan retribusi yaitu retribusi jasa umum, retribusi

jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.

Berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan

tertanggal 1 Januari 2010 Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah diganti menjadi Undang-Undang No. 28 Tahun 2009

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Diberlakukannya Undang-Undang ini

memberikan peluang bagi daerah untuk mampu meningkatkan PAD-nya. Hal ini

disebabkan dalam Undang-Undang tersebut menegaskan adanya penambahan 4

jenis pajak, diantaranya 3 jenis pajak kabupaten/kota dan 4 jenis retribusi.

Sementara itu, permasalahan yang dihadapi oleh daerah pada umumnya

dalam kaitan penggalian sumber-sumber pajak daerah dan retribusi daerah, adalah

belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan daerah secara

keseluruhan (Sidik, 2002). Pernyataan itu juga sesuai dengan pernyataan Ondo,

Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar pada salah satu koran Tempo di

Makassar yang mengungkapkan bahwa penerimaan PAD pemerintah kota

Makassar tahun 2009 dan tahun 2010 belum mencapai target yang hanya berkisar

96%, hal ini membuktikan bahwa penerimaan pajak dan retribusi daerah sekarang

belum optimal.

 Dengan demikian berdasarkan latar belakang di atas penulis ingin

mengangkat judul“Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap

Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar”.

B.    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

Page 3: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

1.     Apakah Pajak Daerah berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah di

Kota Makassar?

2.     Apakah Retribusi Daerah berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah

di Kota Makassar?

3.     Apakah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh signifikan terhadap

Pendapatan Asli Daerah di Kota Makassar?

C.    Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang dihadapi, maka tujuan dalam penelitian ini

adalah untuk memberikan bukti empiris yang dikemukakan sebagai berikut:

1.     Untuk mengetahui pengaruh Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota

Makassar.

2.     Untuk mengetahui pengaruh Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di

Kota Makassar.

3.     Untuk mengetahui pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap

Pendapatan Asli Daerah di Kota Makassar.

D.    Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian yang dilakukan diharapkan akan dapat memberikan

manfaat sebagai berikut:

1.     Bagi Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar, penelitian ini dapat memberikan

informasi mengenai pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap

Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar secara empiris.

2.     Bagi Akademis, penelitian ini dapat menambah literatur bagi mahasiswa/i untuk

penelitian selanjutnya mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

3.     Bagi Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menyadarkan kita bahwa Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah memiliki kontribusi  terhadap PAD yang berdampak

pada peningkatan mutu layanan publik, sehingga kita sebagai wajib pajak memiliki

kesadaran yang tinggi untuk selalu taat membayar pajak.

Page 4: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

BAB II

LANDASAN TEORI

A.     Pengertian Pendapatan Asli Daerah

Pemerintah daerah harus dapat menjalankan rumahtangganya secara mandiri

dan dalam upaya peningkatan kemandirian tersebut pemerintah dituntut untuk

mampu meningkatkan pendapatan asli daerahnya. Pendapatan Asli Daerah

merupakan salah satu sumber pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat maka

dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan bertambah sehingga mampu

mendorong tingkat kemandirian daerah tersebut.

Menurut Mardiasmo (2002;132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan

yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik

daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain

pendapatan asli daerah yang sah.

Menurut Halim (2007;96), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah semua

penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah berupa pajak

daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan,

dan lain-lain PAD yang sah.

Menurut UU No. 25 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan UU No. 33

Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

dinyatakan bahwa;

“Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang

diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan”.

Dari definisi Pendapatan Asli Daerah yang dikemukakan oleh beberapa ahli di

atas pada dasarnya memiliki karakteristik yang sama. Maka dari itu penulis dapat

menarik suatu kesimpulan bahwa pendapatan asli daerah adalah segala

penerimaan daerah setempat yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah,

hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.

B.    Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah

Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa

Page 5: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak

dan Bukan Pajak.

Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari:

1.     Pajak daerah

2.     Retribusi daerah

3.     Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan

4.     Lain-lain PAD yang sah.

Klasifikasi PAD yang terbaru berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006

terdiri dari:

“Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaah daerah yang dipisahkan, dan lain-

lain pendapatan asli daerah yang sah Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci

menurut objek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan

retribusi daerah”.

Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut

objek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada

perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan  modal pada

perusahaan milik pemerintah/BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada

perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

Jenis lain-lain PAD yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan

daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah dan hasil

pengeloaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut objek pendapatan

yang mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro,

pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan

komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau

pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih

nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan

pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi.

Menurut Halim (2004:67), “PAD dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan,

yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil

pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah”.

C.    Pajak Daerah

Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara

(pemerintah) berdasarkan Undang-Undang yang bersifat dapat dipaksakan dan

terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali

(kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk

Page 6: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

membiayai pengeluaran Negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan. Hal ini menunjukkan bahwa pajak adalah pembayaran wajib yang

dikenakan berdasarkan Undang-Undang yang tidak dapat dihindari bagi yang

berkewajiban dan bagi mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dilakukan

paksaan. Dengan demikian, akan terjamin bahwa kas Negara selalu berisi uang

pajak. Selain itu, pengenaan pajak berdasarkan Undang-Undang akan menjamin

adanya keadilan dan kepastian hokum bagi pembayar pajak sehingga pemerintah

tidak dapat sewenang-wenang menetapkan besarnya pajak.

Menurut Mardiasmo (2009 ; 21), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara

yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Seperti yang dikemukakan beberapa para ahli mengenai pengertian pajak oleh

Resmi (2005;1):

Prof.Dr.Rochmat Soemitro, SH, pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara

berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa

timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk

membayar pengeluaran umum.

Dr. Soeparman Soemahamidjaja mendefinisikan pajak adalah iuran wajib,

berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma

hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam

mencapai kesejahteraan umum.

Prof. PJA. Adriani menjelaskan pengertian pajak adalah iuran kepada Negara

yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat

prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk

membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk

menyelenggarakan pemerintahan.

Sedangkan pajak daerah itu sendiri menurut Undang-Undang No. 28 Tahun

2009, yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang

terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari definisi di atas, penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa pajak

daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada

daerahnya tanpa imbalan yang langsung dapat dirasakan, yang bersifat dipaksakan

Page 7: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk

membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah

setempat.

D.    Jenis Pajak Daerah

Menurut Siahaan (2010;64) pajak kabupaten atau kota yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah sebagai berikut:

1.     Pajak Hotel

2.     Pajak Restoran

3.     Pajak Hiburan

4.     Pajak Reklame

5.     Pajak Penerangan Jalan

6.     Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

7.     Pajak Parkir

8.     Pajak Air Tanah

9.     Pajak Sarang Burung Walet

10.  Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

11.  Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Dari jenis pajak, Kabupaten atau Kota dapat tidak memungut salah satu dari

beberapa jenis pajak yang telah ditentukan apabila potensi pajak di darah

Kabupaten atau Kota tersebut dipandang kurang memadai.

Adapun penjelasan dari jenis pajak kabupaten atau kota sebagai berikut:

1.     Pajak Hotel

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 20 dan

21, Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Sedangkan

yang dimaksud dengan hotel adalah fasilitas penyedia jasa

penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran,

yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata,

pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah

kamar lebih dari sepuluh.

2.     Pajak Restoran

Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.

Sedangkan yang dimaksud dengan restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan

Page 8: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan,

kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/catering.

3.     Pajak Hiburan

Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Sedangkan yang

dimaksud dengan hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan,

dan atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.

4.     Pajak Reklame

Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Sedangkan yang

dimaksud dengan reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk

dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan,

menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap

barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan,

dan atau dinikmati oleh umum.

5.     Pajak Penerangan Jalan

Pajak Penerangan Jalan (PPJ) adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik,

baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Penerangan jalan

adalah penggunaan tenaga listrik untuk menerangi jalan umum yang rekeningnya

dibayar oleh pemerintah daerah.

6.     Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan

pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan

atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Sedangkan yang dimaksud dengan

mineral bukan logam dan batuan adalah mineral bukan logam dan batuan

sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral

dan batu bara. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan merupakan pengganti dari

Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C yang semua diatur dalam Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000.

Saat ini, sampai dengan diberlakukannya ketentuan dalam Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009, khususnya tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan,

pemerintah kabupaten/kota masih dimungkinkan untuk memungut Pajak

Pengambilan Bahan Galian Golongan C. Pajak Pengambilan Bahan Galian

Golongan C adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian Golongan C

sesuai dengan peraanturan perundang-undangan yang berlaku. Bahan galian

golongan C adalah bahan galian golongan C sebagaimana dimaksud dalam

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Page 9: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

Bahan-bahan galian dibagi atas tiga golongan, yaitu:

a.     Golongan bahan galian strategis

b.     Golongan bagan galian vital

c.      Golongan bahan gailan yang tidak termasuk dalam golongan a atau b.

Penunjukan suatu bahan galian ke dalam suatu golongan diatur dengan

peraturan pemerintah. Untuk melaksanakan ketentuan ini pemerintah telah

mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan

Bahan-bahan Galian, yang mulai berlaku pada tanggal diungkapkan, yaitu pada

tanggal 15 Agustus 1980.   

7.     Pajak Parkir

Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan

jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan

sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.

Sedangkan yang dimaksud dengan parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu

kendaraan yang tidak bersifat sementara.

8.     Pajak Air Tanah

Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan atau pemanfaatan air

tanah. Yang dimaksud dengan air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan

tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Pajak Air Tanah semula bernama

Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Tanah dan Air Permukaan (PPPABTAP)

berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan merupakan jenis pajak

provinsi, PPPABTAP dipecah menjadi dua jenis pajak, yaitu Pajak Air Permukaan

dan Pajak Air Tanah; dimana Pajak Air Permukaan dimasukkan sebagai pajak

provinsi sedangkan Pajak Air Tanah ditetapkan menjadi pajak kabupaten/kota.

9.     Pajak Sarang Burung Walet

Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan atau

pengusahaan sarang burung walet. Yang dimaksud dengan burung walet adalah

satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia

maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi. Pajak Sarang Burung Walet

merupakan jenis pajak kabupaten/kota yang baru diterapkan berdasarkan Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2009.

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pajak Sarang

Burung Walet, dengan berbagai nama, pada dasarnya telah banyak diterapkan oleh

Page 10: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

pemerintah kabupaten dan kota di Indonesia. Pungutan atas budi daya sarang

burung walet dilakukan oleh berbagai kabupaten/kota dengan nama yang berbeda,

ada yang secara tegas dinyatakan sebagai pajak daerah, tetapi ada pula yang

dinyatakan sebagai retribusi daerah. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diberikan

dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 1997, dimana ditentukan bahwa pemerintah kabupaten/kota

dimungkinkan untuk memungut pajak dan atau retribusi daerah selain yang terdapat

dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, sepanjang memenuhi ketentuan

yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000.

10.  Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas

bumi dan atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang

pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha

perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Yang dimaksud dengan bumi adalah

permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah

kabupaten/kota. Sedangkan yan dimaksud dengan bangunan adalah konstruksi

teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan

pedalaman dan atau laut. PBB Perdesaan dan Perkotaan merupakan jenis pajak

kabupaten/kota yang baru diterapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2009.

PBB Perdesaan dan Perkotaan dewasa ini pada dasarnya merupakan suatu

jenis pajak pusat, yang dipungut oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal

Pajak, Kementerian Keuangan, di mana hasilnya sebagian besar diserahkan kapada

daerah. Walaupun telah ditetapkan menjadi salah satu jenis pajak kabupatan/kota,

tetapi tentang PBB Perdesaan dan Perkotaan pemungutan PBB tetap menjadi

kewenangan pemerintah pusat sampai dengan tahun 2013. Ketentuan Pasal 180

ayat 5 tersebut membuat pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan pada setiap

kabupaten/kota di Indonesia mungkin saja tidak serempak, tergantung kesiapan

pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan peraturan daerah yang berkaitan.

Hanya saja diharapkan paling lambat 1 Januari 2014, PBB Perdesaan dan

Perkotaan telah menjadi pajak daerah pada suatu kabupaten/kota.

11.  Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Page 11: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak atas

perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Yang dimaksud dengan perolehan

hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum uang

mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadai

atau badan. Adapun yang dimaksud dengan hak atas tanah dan atau bangunan

adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya,

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan.

BPHTB merupakan jenis pajak kabupaten/kota yang baru diterapkan berdasarkan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.

Sebagaimana halnya PBB Perdesaan dan Perkotaan, BPHTB dewasa ini pada

dasarnya merupakan suatu jenis pajak pusat, yang dipungut oleh pemerintah pusat

melalui Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, di mana hasilnya

sebagian besar diserahkan kepada daerah. Walaupun telah ditetapkan menjadi

salah satu jenis pajak kabupaten/kota, tetapi sepanjang pada suatu kabupaten/kota

belum ada peraturan daerah tentang BPHTB, pemungutan BPHTB tetap menjadi

kewenangan pemerintah pusat sampai dengan tahun 2010.

E.     Retribusi Daerah

Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di Indonesia saat ini penarikan

retribusi hanya dapat dipungut oleh pemerintah daerah. Jadi, retribusi yang dipungut

di Indonesia dewasa ini adalah retribusi daerah.

Menurut Indra Bastian (2001:156), retribusi adalah pungutan yang dilakukan

oleh Pemerintah Daerah atas pelayanan dan penggunaan fasilitas-fasilitas umum

yang disediakan oleh Pemerintah Daerah bagi kepentingan masyarakat, sesuai

dengan Peraturan Daerah yang berlaku.

Menurut Mursyidi (2009;135) retribusi dipungut oleh pemerintah daerah karena

pemberian ijin atau jasa kepada orang pribadi atau badan.

Retribusi menurut Siahaan (2010;5) adalah pembayaran wajib dari penduduk

kepada Negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh Negara bagi

penduduknya secara perorangan.

Dari definisi retribusi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dari itu,

penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa retribusi daerah adalah pungutan

daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pelayanan dan penggunaan fasilitas

Page 12: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

yang disediakan dan diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang

pribadi atau badan. Jasa tersebut dapat dikatakan bersifat langsung, yaitu hanya

yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari Negara.

Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini dipungut di

Indonesia adalah sebagai berikut:

a.     Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undang-undang dan

peraturan daerah yang berkenaan.

b.     Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah.

c.      Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa) secara

langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya.

d.     Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah

yang dinikmati oleh orang atau badan.

e.     Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu jika tidak

membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh

pemerintah daerah.

F.     Jenis Retribusi Daerah

Menurut Siahaan (2010;620) penggolongan jenis retribusi dimaksudkan guna

menetapkan kebijakan umum tentang prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif

retribusi daerah. Sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 2 dan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 108 ayat 2-4, retribusi daerah dibagi

atas tiga golongan, sebagaimana disebut di bawah ini:

1.     Retribusi Jasa Umum

2.     Retribusi Jasa Usaha

3.     Retribusi Perizinan Tertentu

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 149 ayat 2-4,

penetapan jenis retribusi jasa umum dan retribusi perizinan tertentu untuk daerah

provinsi dan daerah kabupaten/kota disesuaikan dengan kewenangan daerah

masing-masing sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hal

yang sama juga berlaku untuk penetapan jenis retribusi jasa usaha untuk daerah

provinsi dan kabupaten/kota, dilakukan sesuai dengan jasa/pelayanan yang

diberikan oleh daerah masing-masing. Rincian jenis objek dari setiap retribusi jasa

umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu diatur dalam peraturan

daerah yang bersangkutan.

1.     Retribusi Jasa Umum

Page 13: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan

oleh pemerintah daerah, untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta

dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Objek retribusi jasa umum adalah

pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan

kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau

badan.

Jenis-jenis retribusi jasa umum saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2009 Pasal 110-124, sebagaimana di bawah ini:

a.     Retribusi Pelayanan Kesehatan

b.     Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan

c.      Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil

d.     Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat

e.     Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum

f.       Retribusi Pelayanan Pasar

g.     Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor

h.     Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran

i.       Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta

j.       Retribusi Penyediaan dan atau Penyedotan Kakus

k.      Retribusi Pengolahan Limbah Cair

l.       Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang

m.    Retribusi Pelayanan Pendidikan

n.     Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi

2.     Retribusi Jasa Usaha

Retribusi jasa usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh

pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat

pula disediakan oleh sector swasta. Objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan

yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial.

Pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip

komersial meliputi:

a.     Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah yang belum

dimanfaatkan secara optimal; dan

b.     Pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum memadai disediakan oleh pihak

swasta.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 3 huruf

b, retribusi jasa usaha ditentukan berdasarkan kriteria berikut ini.

Page 14: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

a.     Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum

atau retribusi perizinan tertentu.

b.     Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogianya

disediakan oleh sektor swasta, tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang

dimiliki/dikuaisai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah

daerah. Pengertian harta adalah semua harta bergerak dan tidak bergerak, tidak

termasuk uang kas, surat-surat berharga, dan harta lainnya yang bersifat lancar.

Jenis-jenis retribusi jasa usaha saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2009 Pasal 127-138, sebagaimana di bawah ini.

a.     Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah

b.     Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan

c.      Retribusi Tempat Pelelangan

d.     Retribusi Terminal

e.     Retribusi Tempat Khusus Parkir

f.       Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa

g.     Retribusi Rumah Potong Hewan

h.     Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan

i.       Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga

j.       Retribusi Penyeberangan di Air

k.      Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah

3.     Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah

daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang

dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas

kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana,

sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga

kelestarian lingkungan. Objek retribusi perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu

pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan

yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan

atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,

prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan

menjaga kelestarian lingkungan.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 3 huruf

c, retribusi perizinan tertentu ditentukan berdasarkan kriteria berikut ini.

Page 15: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

a.     Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintah yang diserahkan kepada

daerah dalam rangka asas desentralisasi.

b.     Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum.

c.      Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya

untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar

sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan.

Jenis-jenis retribusi perizinan tertentu saat ini diatur dalam Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 141-146, adalah sebagai berikut :

a.     Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

b.     Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol

c.      Retribusi Izin Gangguan

d.     Retribusi Izin Trayek

e.     Retribusi Izin Usaha Perikanan.

G.    Kerangka Berfikir

Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud menjelaskan pengaruh pajak daerah

dan retribusi daerah yang merupakan komponen dari Pendapatan Asli Daerah

(PAD) di Pemerintah Kota Makassar. Untuk itu peneliti membutuhkan data

penerimaan daerah yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Setelah

data diperoleh, maka data kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis

regresi berganda. Sehingga dari hasil analisis tersebut dapat diketahui pengaruh

pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah.

Untuk itu peneliti membuat bagan kerangka pikir sebagai berikut:

Page 16: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

 

Gambar 1. Kerangka Berfikir

H.    Hipotesis

Dengan mengacu pada masalah pokok dan landasan teori yang telah

dikemukakan, maka penulis menyimpulkan hipotesis sebagai berikut:

Ha 1   =   Pajak Daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah

di Kota Makassar.

Ha 2   =   Retribusi Daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Asli

Daerah di Kota Makassar.

Page 17: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

Ha 3   =   Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara bersama-sama memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Makassar.

Page 18: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

BAB III

METODE PENELITIAN

A.     Tempat Dan Waktu Penelitian

Dalam pengumpulan data, penulis akan melakukan penelitian pada Dinas

Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Makassar yang beralamat di Jalan Urip

Sumoharjo No. 8. Sedangkan penelitian akan dilakukan selama kurang lebih 2 (dua)

Bulan.

B.     Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh bahan serta keterangan berupa data dan informasi yang

efektif, maka dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu;

1.     Observasi

Yaitu mengadakan pengamatan langsung terhadap kondisi sekarang mengenai

Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar khususnya penerimaan Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.

2.     Dokumentasi

Yaitu penulis mengumpulkan beberapa informasi berupa data Pendapatan Asli

Daerah Kota Makassar dan data penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Kota Makassar.

3.     Interview

Yaitu proses memperoleh keterangan/data berupa tanya jawab langsung

dengankaryawan Dipenda Kota Makassar.

C.     Jenis Data Dan Sumber Data

Penelitian ini merupakan penelitian asosiatif. Menurut Sugiono (2005;11)

penelitian asosiatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui

hubungan antara dua variabel atau lebih. Yaitu untuk mengetahui pengaruh pajak

daerah dan retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.

1.     Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a.     Data Kuantitatif, yaitu data berupa angka yang bertujuan untuk menunjukkan

pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah

dengan penafsiran angka statistik.

Page 19: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

b.     Data Kualitatif, yaitu data berupa informasi (bukan angka) baik lisan maupun tulisan

yang bersifat mendukung dengan data kuantitatif.

2.     Sumber Data

a.     Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber asli atau pihak

pertama.

b.     Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media

perantara, berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam

arsip baik yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.

D.     Operasionalisasi Variabel

Variabel yang akan diteliti perlu dilaksanakan dalam bentuk rumusan yang

lebih operasional sehingga mempunyai ukuran yang sesuai dan tidak

membingungkan. Adapun operasionalisasi variabel dalam penelitian ini dapat

dijelaskan sebagai berikut:

Variabel Konsep Indikator Skala

Pajak Daerah

Iuran wajib yang dilakukan oleh orang/badan kepada daerahnya tanpa imbalan yang langsung dapat dirasakan oleh wajib pajak

Tingkat realisasi pajak daerah di kota MakassarThn.  2006 - 2010

Ratio

Retribusi Daerah

Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa dan penggunaan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah daerah tersebut untuk kepentingan orang/badan.

Tingkat realisasi retribusi daerah di kota MakassarThn. 2006 - 2010

Ratio

PADY

Penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah setempat.

Tingkat realisasi PAD di kota MakassarThn. 2006 - 2010

Ratio

Tabel 1. Operasionalisasi Variabel

E.     Metode Analisis Data

Page 20: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

1.     Analisis Regresi

Pengolahan data akan dikaji menggunakan alat analisis regresi berganda.

Analisis regresi berganda digunakan untuk menjawab rumusan masalah, dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut:

Keterangan:Y            = Pendapatan Asli Daerahα            = Konstanta

    = Koefisien Regresi Variabel X1, X2X1         = Pajak DaerahX2         = Retribusi Daerah

            = Error

Untuk memudahkan pengolahan data pada penelitian ini akan menggunakan

SPSS for windows versi 17.

2.     Uji Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu data diuji modelnya

dengan menggunakan uji asumsi klasik, adapun model uji asumsi klasik adalah:

a.     Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang digunakan dalam

penelitian berdistribusi normal. Dalam penelitian ini, normalitas diuji dengan

menggunakan Kolmogorov-Smirnov (K-S). Dasar pengambilan keputusannya, jika

nilai probabilitas lebih besar dari tingkat kekeliruan 5% (0,05), maka dapat

disimpulkan bahwa nilai residual dari model regresi berdistribusi normal.

b.     Autokorelasi

Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki masalah autokorelasi,

jika terjadi autokorelasi maka persamaan tersebut menjadi tidak baik/idak layak

dipakai prediksi. Dalam penelitian ini untuk menguji autokorelasi adalah dengan

menggunakan uji Durbin-Watson, dengan ketentuan sebagai berikut:

1)     Terjadi autokorelasi positif, jika nilai DW < -2.

2)     Tidak terjadi autokorelasi, jika nilai DW berada di antara -2 dan 2 (-2 ≤ DW ≤ 2).

3)     Terjadi autokorelasi negatif, jika nilai DW > 2.

c.      Multikolinieritas

Penelitian ini menguji multikolinieritas karena terdiri atas dua variabel

independent, dimana akan diukur tingkat asosiasi (keeratan) hubungan/pengaruh

antar variabel independent tersebut melalui besaran koefisien korelasi. Dalam

menentukan ada tidaknya multikolinieritas dapat digunakan cara yaitu:

Page 21: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

1)     Nilai tolerance adalah besarnya tingkat kesalahan yang dibenarkan secara statistic.

2)     Nilai VIF adalah faktor inflasi penyimpangan baku kuadrat.

Dasar pengambilan keputusan, jika nilai tolerance < 0,10 dan nilai VIF > 10,

maka terjadi multikolinieritas.

F.     Pengujian Hipotesis

Berdasarkan hipotesis penelitian yang dikemukakan, maka selanjutnya

dilakukan pengujian hipotesis statistik sebagai berikut:

1.     Pengujian Parsial

Pengujian ini dilakukan untuk menentukan signifikan atau tidak signifikan

masing-masing nilai koefisien regresi secara sendiri-sendiri terhadap variabel

dependen. Adapun hipotesis yang dikemukakan oleh peneliti yaitu:

a.     Ho  :    b1 = 0 (tidak terdapat pengaruh yang signifikan pajak daerah terhadap

pendapatan asli daerah).

Ha  :    b1 ≠ 0 (terdapat pengaruh yang signifikan pajak daerah terhadap pendapatan

asli daerah).

b.     Ho  :    b2 = 0 (tidak terdapat pengaruh yang signifikan retribusi daerah terhadap

pendapatan asli daerah).

Ha  :    b2 ≠ 0 (terdapat pengaruh yang signifikan retribusi daerah terhadap

pendapatan asli daerah).

Dasar pengambilan keputusan dengan taraf signifikan (α) = 5%, adalah:

Jika : t hitung ≤ t tabel, maka Ho diterima

Jika : t hitung > t tabel, maka Ho ditolak.

2.     Pengujian Simultan

Pengujian ini melibatkan kedua variabel independent terhadap variabel

dependen dalam menguji ada tidaknya pengaruh yang signifikan secara

simultan/bersama-sama. Pengujian secara simultan menggunakan distribusi F, yaitu

membandingkan antara F hitung dengan F tabel. Adapun hipotesis yang

dikemukakan oleh peneliti yaitu:

Ho :     b1, b2 = 0 (tidak terdapat pengaruh yang signifikan pajak daerah dan

retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah).

Ha :     b1, b2 ≠ 0 (terdapat pengaruh yang signifikan pajak daerah dan retribusi

daerah terhadap pendapatan asli daerah).

Dasar pengambilan keputusan dengan taraf signifikan (α) = 5%, adalah:

Jika : F hitung ≤ F tabel, maka Ho diterima

Page 22: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

Jika : F hitung > F tabel, maka Ho ditolak.

Page 23: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.     Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Kota Makassar

Sebelum terbentuknya Dinas Pendapatan Kotamadya Tingkat II Makassar,

Dinas Pasar, Dinas Air Minum dan Dinas Penghasilan Daerah dibentuk berdasarkan

Surat Keputusan Walikotamadya No. 155/Kep/A/V/1973 Tanggal 24 Mei 1973 terdiri

dari beberapa Sub Dinas Terminal Angkutan, Sub Dinas Pengolahan Tanah Pasir,

Sub Dinas Taman Hiburan Rakyat, Sub Dinas Pemeriksaan Kendaraan Tidak

Bermotor dan Sub Dinas Administrasi.

Dengan adanya keputusan Walikotamadya Daerah Tingkat II Ujung Pandang

No. 74/S/Kep/A/V/1977 Tanggal 1 April 1977 bersamaan dengan surat edaran

Menteri Dalam Negeri No. 3/12/43 Tanggal 9 September 1975 dan Instruktur Menteri

Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan tanggal 25 Oktober 1975 No.

Keu/3/22/33 tentang pembentukan Dinas Pendapatan Daerah di Kabupaten atau

Kotamadya Daerah Tingkat II Sulawesi Selatan, maka Dinas Penghasilan Daerah

Kotamadya Ujung Pandang telah disempurnakan dan ditetapkan perubahan

namanya menjadi Dinas Penghasilan Daerah yang kemudian menjadi unit-unit yang

menangani sumber-sumber keuangan daerah seperti Dinas Perpajakan, Dinas

Pasar dan Sub Dinas Pelelangan Ikan dan semua Sub-sub Dinas dalam unit

penghasilan daerah yang tergabung dalam unit penghasilan daerah dilebur dan

dimasukkan pada unit kerja Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Ujung Pandang,

seiring dengan adanya perubahan Kotamadya Ujung Pandang menjadi Kota

Makassar, maka secara otomatis nama Dinas Pendappatan Daerah Kotamadya

Ujung Pandang berubah menjadi Dinas Pendapatan Kota Makassar.

B.    Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana telah dimaksudkan diatas, dinas

pendapatan menyelenggarakan fungsi:

a.     Perencanaan, merumuskan, mengembangkan, membina, melaksanakan,

mengendalikan dan mengkoordinasikan di bidang pengelolaan pendapatan serta

melakukan monitoring dan mendata potensi sumber-sumber pendapatan sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b.     Meneliti, menganalisa, kebijakan-kebijakan teknis dibidang penyusunan rencana

anggaran dan program pada Dinas Pendapatan.

Page 24: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

c.      Penyusunan program, dan evaluasi pelaksanaan pemungutan pendapatan.

d.     Melaksanakan koordinasi bagi hasil pajak dan retribusi, mengendalikan dan

pengamanan teknis operasional di bidang pendataan dan penetapan, penagihan

dan bagi hasil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e.     Pelaksanaan pembukuan pelaporan dan audit bidang Pendapatan Daerah.

f.       Pemberian pelayanan umum, pemberian perizinan di bidang pajak/retribusi,

pendapatan lainnya dan pengendalian operasional.

g.     Menetapkan dan Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak dan Retribusi Daerah,

melegasasi izin reklame dan benda berharga yang berhubungan dengan pajak dan

retribusi serta pendapatan daerah lainnya.

h.     Pemberian izin tertentu di bidang pendapatan, pembinaan Unit Pelaksana Teknis.

Struktur organisasi merupakan yang sangat penting dalam suatu badan usaha

baik instansi pemerintah maupun badan usaha swasta. Tanpa adanya struktur

organisasi, tidak mungkin tercapai suatu sasaran kerja dan tanggung jawab yang

diinginkan.

Sebagai instansi pemerintah Dinas Pendapatan Kota Makassar mempunyai

Struktur organisasi sebagai berikut:

Page 25: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

C.    Uraian Tugas Pokok Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar

Berdasarkan struktur organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar,

maka dapatlah diuraikan tugasnya masing-masing:

1.     Kepala Dinas

Merencanakan, merumuskan, melaksanakan dan mengembangkan,

mengkoordinasi, mengendalikan tugas desentrasi, dekonsentrasi dan tugas

pembantu di bidang pendapatan.

2.     Sekretariat

Sekretariat Dinas dipimpin sekretaris dibawah dan bertanggung jawab

langsung kepada Kepala Dinas. Sekretariat mempunyai tugas memberikan

pelayanan administratif bagi seluruh satuan kerja di lingkungan Dinas Pendapatan

Kota Makassar.

a.     Sub Bagian Umum dan Kepegawaian

Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas menyusun rencana

kerja, melaksanakan tugas teknis ketatausahaan, mengelola administrasi

kepegawaian serta melaksanakan urusan kerumahtanggaan dinas.

b.     Sub Bagian Keuangan

Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas menyusun rencana kerja dan

melaksanakan tugas teknis keuangan.

c.      Sub Bagian Perlengkapan

Sub Bagian Perlengkapan mempunyai tugas menyusun rencana kerja,

melaksanakan tugas teknis perlengkapan, membuat laporan serta mengevaluasi

semua pengadaan dan pemanfaatan barang.

3.     Bidang I ; Pajak Hotel dan Hiburan

Bidang I Pajak Hotel dan Hiburan mempunyai tugas melaksanakan pelayanan

administrasi, pendataan, penetapan, keberatan, penagihan, pembukuan, verifikasi

dan pelaporan Pajak Hotel dan Pajak Hiburan.

a.     Seksi Administrasi Umum dan Pendataan Pajak Hotel dan Pajak Hiburan.

Seksi Administrasi Umum dan Pendataan Bidang I mempunyai tugas

melaksanakan pelayanan administrasi, pendaftaran dan pendataan wajib Pajak

Hotel dan Hiburan.

b.     Seksi Penetapan dan Keberatan Pajak Hotel dan Pajak Hiburan.

Seksi Penetapan dan Keberatan Bidang I mempunyai tugas melaksanakan

penetapan pajak, dan pelayanan keberatan wajib Pajak Hotel dan Hiburan.

Page 26: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

c.      Seksi Penagihan, Pembukuan, Verifikasi dan Pelaporan Pajak Hotel dan Pajak

Hiburan.

Seksi Penagihan, Pembukuan, Verifikasi dan Pelaporan Bidang I mempunyai

tugas melaksanakan penagihan, pembukuan, verifikasi dan pelaporan penerimaan

Pajak Hotel dan Hiburan.

4.     Bidang II ; Pajak Restoran dan Pajak Parkir

Bidang II Pajak Restoran dan Pajak Parkir mempunyai tugas melaksanakan

pelayanan administrasi, pendataan, penetapan, keberatan, penagihan, pembukuan,

verifikasi dan pelaporan Pajak Restoran dan Pajak Parkir.

a.     Seksi Administrasi Umum dan Pendataan Pajak Restoran dan Pajak Parkir.

Seksi Administrasi Umum dan Pendataan Bidang II mempunyai tugas

melaksanakan pelayanan administrasi, pendaftaran dan pendataan wajib Pajak

Restoran dan Parkir.

b.     Seksi Penetapan dan Keberatan Pajak Restoran dan Pajak Parkir.

Seksi Penetapan dan Keberatan Bidang II mempunyai tugas melaksanakan

penetapan pajak, dan pelayanan keberatan kepada wajib Pajak Restoran dan Parkir.

c.      Seksi Penagihan, Pembukuan, Verifikasi dan Pelaporan Pajak Restoran dan Pajak

Parkir.

Seksi Penagihan, Pembukuan, Verifikasi dan Pelaporan Bidang II mempunyai

tugas melaksanakan penagihan, pembukuan, verifikasi dan pelaporan penerimaan

Pajak Restoran dan Pajak Parkir.

5.     Bidang III ; Pajak Reklame dan Retribusi Daerah.

Bidang III Pajak Reklame dan Retribusi Daerah mempunyai tugas

melaksanakan pelayanan administrasi, pendataan, penetapan, keberatan,

penagihan, pembukuan dan pelaporan Pajak Reklame dan Retribusi Daerah.

a.     Seksi Administrasi Umum dan Pendataan Pajak Pajak Reklame dan Retribusi

Daerah.

Seksi Administrasi Umum dan Pendataan Bidang III mempunyai tugas

melaksanakan pelayanan administrasi, pendaftaran dan pendataan wajib Pajak

Reklame dan Retribusi Daerah.

b.     Seksi Penetapan dan Keberatan Pajak Reklame dan Retribusi Daerah.

Page 27: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

Seksi Penetapan dan Keberatan Bidang III mempunyai tugas melaksanakan

penetapan pajak, dan pelayanan keberatan kepada wajib Pajak Reklame dan

Retribusi Daerah.

c.      Seksi Penagihan, Pembukuan, Verifikasi dan Pelaporan Pajak Reklame dan

Retribusi Daerah.

Seksi Penagihan, Pembukuan, Verifikasi dan Pelaporan Bidang III mempunyai

tugas melaksanakan penagihan dan pembukuan penerimaan Pajak Reklame dan

Retribusi Daerah.

6.     Bidang IV ; Koordinasi dan Pengendalian PPJ, Pajak PPB Galian Golongan C, Pajak

Daerah dan Bagi Hasil

Bidang IV Koordinasi, Pengendalian Pajak Penerapan Jalan, Pajak

Pengambilan dan Pengelolaan Batuan Galian Golongan C, Pajak Daerah dan Bagi

Hasil mempunyai tugas melaksanakan tugas pokok merencanakan, merumuskan

serta melakukan koordinasi, pengendalian administrasi, evaluasi serta pelaporan

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

a.     Seksi Administrasi Umum PPJ, Pajak PPB Galian Golongan C, Pajak Daerah dan

Bagi Hasil.

Seksi Administrasi Umum PPJ, Pajak PPB Galian Golongan C, Pajak Daerah

dan Bagi Hasil mempunyai tugas melaksanakan koordinasi, pengendalian Bagi Hasil

dan Pajak Daerah lainnya.

b.     Seksi Pengendalian, Intensifikasi/Ekstensifikasi dan Hukum.

Seksi Pengendalian, Intensifikasi/Ekstensifikasi dan Hukum Bidang IV

mempunyai tugas melaksanakan intensifikasi dan ekstensifikasi pengelolaan

pendapatan.

c.      Seksi Penagihan, Pembukuan, Verifikasi dan Pelaporan.

Seksi Penagihan, Pembukuan, Verifikasi dan Pelaporan Bidang IV mempunyai

tugas melaksanakan penagiah, pembukuan, verifikasi dan pelaporan serta evaluasi

pelaksanaan peraturan daerah terhadap wajib pajak.

7.     UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah)

Tugas pokok UPTD Pajak Bumi dan Bangunan mempunyai tugas

melaksanakan sebagian tugas dinas dalam menunjang kemampuan teknis,

pelaksanaan teknis dan operasional dalam bidang pendapatan Pajak Bumi dan

Bagunan.

Page 28: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

D.    Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar

Sebagaimana yang disyaratkan oleh Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 mengenai klasifikasi PAD,  PAD Kota

Makassar terdiri atas :

1.     Pajak Daerah

2.     Retribusi Daerah

3.     Hasil Perusahaan Milik Daerah & Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang

Dipisahkan

4.     Lain-lain Pendapatan Asli Daerah

E.     Jenis – Jenis Pajak Daerah Kota Makassar

Setiap daerah memiliki potensi pajak yang berbeda-beda, hal ini disebabkan

kemampuan setiap daerah atau kota dalam menggali sumber daya tidak/belum tentu

sama dengan daerah yang lain. Adapun jenis pajak daerah yang dipungut oleh

Pemerintah Kota Makassar sebagai berikut :

1.     Pajak Hotel

2.     Pajak Restoran

3.     Pajak Hiburan

4.     Pajak Reklame

5.     Pajak Penerangan Jalan

6.     Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C

7.     Pajak Parkir

F.     Jenis – Jenis Retribusi Daerah Kota Makassar

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, penetapan jenis

retribusi jasa umum dan retribusi perizinan tertentu untuk daerah provinsi dan

daerah kabupaten/kota disesuaikan dengan kewenangan daerah masing-masing

sesuai dengan jasa/pelayanan yang diberikan kepada masyarakat setempat.

Adapun jenis retribusi daerah yang dipungut oleh Pemerintah Kota Makassar

meliputi :

1.     Retribusi Jasa Umum

a.      Retribusi Pelayanan Kesehatan

b.      Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan

c.      Retribusi Penggantian Biaya KTP & Akte Catatan Sipil

Page 29: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

d.      Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat

e.      Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor

f.       Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran

g.      Retribusi Pengujian Kapal Perikanan

h.     Retribusi Jasa Ketatausahaan

i.       Retribusi Ketenaga Kerjaan

j.        Retribusi Informasi dan Komunikasi

2.     Retribusi Jasa Usaha

a.      Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah

b.      Retribusi Tempat Pelelangan Ikan

c.      Retribusi Penyediaan Penyedotan Kakus

d.      Retribusi Pemeriksaan Hewan/Daging

e.      Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga

f.       Retribusi Penyeberangan Diatas Air

3.     Retribusi Perizinan Tertentu

a.      Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

b.      Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol

c.      Retribusi Izin Gangguan (SITU)

d.      Retribusi Izin Trayek

e.      Retribusi Jasa Konstruksi

f.       Retribusi Industri dan Perdagangan

G.    Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli

Daerah Kota Makassar

1.     Pengujian Asumsi Klasik

Agar model Struktural Equation Modeling yang diajukan menunjukkan

persamaan hubungan yang valid, model tersebut harus memenuhi asumsi dasar

klasik Ordinary Least Square (OLS). Oleh karena itu pengujian asumsi klasik perlu

dilakukan. Model yang digunakan menggunakan Structural Equation Modeling

(SEM), maka Uji Asumsi Klasik yang digunakan adalah uji normalitas, uji

multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi .

a.     Normalitas

Dalam penelitian ini, normalitas diuji dengan menggunakan Kolmogorov-

Smirnov (K-S). Data residual berdistribusi normal jika probabilitas signifikansinya 5%

(0,05), Hasil uji Normalitas dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Page 30: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Pajak Retribusi PAD

N 5 5 5

Normal Parametersa,,b Mean 1.0219E11 4.2979E10 1.5826E11

Std. Deviation 2.24816E1

0

9.47613E9 3.41902E1

0

Most Extreme Differences Absolute .168 .384 .180

Positive .168 .384 .180

Negative -.140 -.266 -.137

Kolmogorov-Smirnov Z .377 .859 .402

Asymp. Sig. (2-tailed) .999 .452 .997

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Tabel 2. Hasil Uji Normalitas

Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan besarnya nilai Kolmogorov-

Smirnov adalah 0,377 untuk Pajak Daerah; 0,859 untuk Retribusi Daerah; dan 0,402

untuk PAD dan tidak signifikan pada 0,05. Hal ini berarti bahwa residual berdistribusi

normal.

b.     Autokorelasi

Dalam penelitian ini untuk menguji autokorelasi adalah dengan menggunakan

uji Durbin-Watson, dengan ketentuan sebagai berikut:

1)     Terjadi autokorelasi positif, jika nilai DW < -2.

2)     Tidak terjadi autokorelasi, jika nilai DW berada di antara -2 dan 2 (-2 ≤ DW ≤ 2).

3)     Terjadi autokorelasi negatif, jika nilai DW > 2.

Dari hasil analisis, diperoleh nilai DW sebesar 1,897. Karena nilai DW berada

di antara -2 dan 2 (-2 ≤ DW ≤ 2), maka dapat disimpulkan bahwa dalam model

regresi linear ini tidak terdapat autokorelasi. Hasil uji Autokorelasi dapat dilihat pada

tabel di bawah ini:

Page 31: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .997a .994 .989 3.63944E9 1.897

a. Predictors: (Constant), Retribusi, Pajak

b. Dependent Variable: PAD

Tabel 3. Hasil Uji Autokorelasi

c.      Multikolinieritas

Penelitian ini menguji Multikolinieritas dengan menganalisis matrik korelasi

antar variabel independen, nilai Tolerance dan nilai Variance Inflation Factor (VIF).

Jika antar variabel independen ada korelasi yang tinggi, yaitu diatas 0,95 maka ada

indikasi terjadi Multikolinieritas. Jika nilai Tolerance < 0,10 dan nilai VIF > 10, maka

terjadi multikolinieritas. Hasil uji Multikolinieritas dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 Pajak .309 3.232

Retribusi .309 3.232

a. Dependent Variable: PAD

Tabel 4. Hasil Uji Multikolinieritas

Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa semua korelasi memiliki

nilai di bawah 0,95, nilai Tolerance menunjukkan nilai Tolerance > 0,10, dan nilai VIF

< 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi Multikolinieritas antar variabel

independen dalam model regresi.

2.     Hasil Analisis Regresi Berganda

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Makassar.

Berdasarkan realisasi 5 tahun kebelakang yang digunakan sebagai sumber

data penelitian, hasil yang diperoleh sebagai berikut:

Tabel Perbandingan Realisasi VariabelPajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pendapatan Asli Daerah

Tahun 2006 - 2010

Page 32: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

Tahun Pajak DaerahRetribusi Daerah

PAD

2006 77.878.472.788    37.066.084.009    120.904.263.931

2007 85.996.524.046    37.972.419.441    136.626.469.085

2008 98.318.693.736    40.966.229.794    154.911.891.959

2009 115.223.338.974    39.161.122.319    168.703.721.874

2010 133.551.818.678    59.728.106.724    210.145.729.430

Tabel 5. Perbandingan Realisasi Variabel

Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut diperoleh persamaan regresi

berganda (Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pendapatan Asli Daerah) adalah:

Y = -1,745 M + 1,179  + 0,919  + 

Adapun interpretasi hasil persamaan di atas sebagai berikut :

1.     Nilai konstanta (a) sebesar -1,745 M. Nilai tersebut menyatakan bahwa jika tidak ada

pajak daerah dan retribusi daerah, maka PAD akan sebesar Rp.  -1,745 Miliar.

2.     Nilai koefisien   (b1) = 1,179. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pajak daerah

(X1) berpengaruh positif terhadap PAD (Y). Hal ini berarti bahwa jika pajak daerah

ditingkatkan, maka akan meningkatkan PAD sebesar 1,179.

3.     Nilai koefisien   (b2) = 0,919. Nilai tersebut menunjukkan bahwa retribusi

daerah (X2) berpengaruh positif terhadap PAD (Y). Hal ini berarti bahwa jika variabel

retribusi daerah ditingkatkan, maka akan meningkatkan PAD sebesar 0,919.

Dinilai dari R2 sebesar 99,4% kekuatan pengaruh pajak daerah dan retribusi

daerah terhadap PAD dan selebihnya 0,6% dipengaruhi oleh variabel lain.

G.    PENGUJIAN HIPOTESIS

Berdasarkan hipotesis penelitian yang dikemukakan, maka selanjutnya

dilakukan pengujian hipotesis statistik sebagai berikut:

1.     Pengujian Parsial

Pengujian ini dilakukan untuk menentukan signifikan atau tidak signifikan

masing-masing nilai koefisien regresi secara sendiri-sendiri terhadap variabel

dependen.

a.     Hipotesis

Adapun hipotesis yang dikemukakan oleh peneliti yaitu:

Page 33: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

1).   Ho    :     b1 = 0 (tidak terdapat pengaruh yang signifikan pajak daerah terhadap

pendapatan asli daerah).

Ha 1 :     b1 ≠ 0 (terdapat pengaruh yang signifikan pajak daerah terhadap

pendapatan asli daerah).

2).   Ho    :     b2 = 0 (tidak terdapat pengaruh yang signifikan retribusi daerah terhadap

pendapatan asli daerah).

Ha 2 :     b2 ≠ 0 (terdapat pengaruh yang signifikan retribusi daerah terhadap

pendapatan asli daerah).

b.     Kriteria Pengujian

Dasar pengambilan keputusan dengan taraf signifikan (α) = 5%, adalah:

Jika : t hitung ≤ t tabel, maka Ho diterima

Jika : t hitung > t tabel, maka Ho ditolak

c.      Hasil Pengujian untuk Variabel Pajak Daerah (X1) dan Retribusi Daerah (X2)

Berdasarkan hasil perhitungan nilai t di atas, di mana nilai t hitung untuk

variabel pajak daerah sebesar 8,105 ; dan untuk variabel retribusi daerah sebesar

2,661 lebih besar dari nilai t tabel = 2,353 ; maka Ho ditolak dan Ha 1 ; Ha 2

diterima, berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara pajak daerah terhadap

pendapatan asli daerah; dan terdapat pengaruh yang signifikan antara retribusi

daerah terhadap pendapatan asli daerah.

2.     Pengujian Simultan

Pengujian ini melibatkan kedua variabel independent terhadap variabel

dependen dalam menguji ada tidaknya pengaruh yang signifikan secara

simultan/bersama-sama. Pengujian secara simultan menggunakan distribusi F, yaitu

membandingkan antara F hitung dengan F tabel.

a.     Hipotesis

Adapun hipotesis yang dikemukakan oleh peneliti yaitu:

Ho    :    b1, b2 = 0 (tidak terdapat pengaruh yang signifikan pajak daerah dan

retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah).

Ha 3      : b1, b2 ≠ 0 (terdapat pengaruh yang signifikan pajak daerah dan retribusi

daerah terhadap pendapatan asli daerah).

b.     Kriteria Pengujian

Dasar pengambilan keputusan dengan taraf signifikan (α) = 5%, adalah:

Jika : F hitung ≤ F tabel, maka Ho diterima

Jika : F hitung > F tabel, maka Ho ditolak

Page 34: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

c.        Hasil Pengujian

Karena F hitung = 175,508 lebih besar dari 19,00 maka Ho ditolak dan Ha 3

diterima, berarti nilai koefisien regresi prediktor pajak daerah dan retribusi daerah

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan asli daerah.

Page 35: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.     Kesimpulan

Dari hasil uraian analisis data dan pengujian disimpulkan sebagai berikut :

1.     Pengujian masing-masing prediktor (Uji t) disimpulkan sebagai berikut :

a.      Pajak Daerah (X1)

Terdapat pengaruh yang signifikan antara pajak daerah terhadap pendapatan asli

daerah di Kota Makassar, karena Nilai t hitung (8,105) > t tabel (2,353).

b.      Retribusi Daerah (X2)

Terdapat pengaruh yang signifikan antara retribusi daerah terhadap pendapatan asli

daerah di Kota Makassar, karena Nilai t hitung (2,661) > t tabel (2,353).

2.     Berdasarkan pengujian F menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara

pajak daerah dan retribusi daerah secara bersama-sama terhadap pendapatan asli

daerah di Kota Makassar. Karena F hitung (175,508) > F tabel (19,00).

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang

signifikan antara pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah

di Kota Makassar adalah terbukti.

B.    Saran

Dari kesimpulan di atas dapat disarankan sebagai berikut :

1.     Pemerintah Kota Makassar harus lebih memperhatikan variabel-variabel pajak

daerah dan retribusi daerah, dimana kedua variabel tersebut sangat mempengaruhi

dan mempunyai hubungan yang kuat terhadap pendapatan asli daerah di Kota

Makassar.

2.     Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar untuk mengantisipasi perubahan pajak

daerah dan retribusi daerah akibat penerapan UU No. 28 Tahun 2009 dimasa yang

akan datang sebaiknya memberikan informasi kepada masyarakat tentang

perubahan tersebut, dan lebih meningkatkan pelayanan publik agar warga memiliki

kesadaran untuk selalu taat membayar pajak dan retribusi.

3.     Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar untuk memberikan tarif denda yang tinggi

bagi wajib pajak yang tidak tepat waktu membayar pajaknya, sehingga dapat

menimbulkan efek jera kepada wajib pajak yang lalai dalam membayar

kewajibannya.

Page 36: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx
Page 37: Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.docx

DAFTAR PUSTAKA

Algifari. 2000. Analisis Regresi: Teori, Kasus dan Solusi. BPFE. Yogyakarta.

Bastian, Indra. 2001. Manual Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah. BPFE. Yogyakarta.

Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi 3. Erlangga. Jakarta.

Mardiasmo. 2002. Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah. Penerbit ANDI. Yogyakarta.

Mardiasmo. 2009. Perpajakan Edisi Revisi. Andi. Yogyakarta.

Mursyidi. 2009. Akuntansi Pemerintahan di Indonesia. Reflika Aditama. Bandung.

Ondo, Shabbir. L. 2010. “Dispenda Makassar Bertekad Optimalkan Penerimaan Pajak”.www.tempointeraktif.com. Diakses pada hari Selasa, 3 Mei 2010.

Ondo, Shabbir. L. “PAD Makassar terealisasi 100%”. www.bisnis-kti.com. Diakses pada hari Selasa, 3 Mei 2010.

Resmi, Siti. 2005. Perpajakan Teori & Kasus. Salemba Empat. Jakarta.

Siahaan, Marihot P. 2010. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Rajawali. Jakarta.

Sidik, Machfud. 2002. Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah. Wisuda Angkatan XXI STIA LAN Tahun Akademik 2001-2002. Orasi Ilmiah.

Siregar, Syofian. 2010. Statistika Deskriptif untuk Penelitian: Dilengkapi Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS versi 17. Rajawali Pers. Jakarta.

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Bisnis. Alfabet. Bandung.

Sunyoto, Danang. 2010. Uji Khi Kuadrat dan Regresi untuk Penelitian. Graha Ilmu. Yogyakarta.

__________. UU No 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.

__________. UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

__________. UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.