13
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGARUH MUTAGEN ETHYL METHANE SULFONATE (EMS) DAN SELEKSI IN VITRO TERHADAP RESPON PERTUMBUHAN KALUS GANDUM BIDANG KEGIATAN : PKM Artikel Ilmiah Diusulkan oleh : Suprianto Wila (512008016) UNVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2012

Pengaruh Mutagen Ethyl Methane Sulfonate (Ems) dan Seleksi in Vitro Terhadap Respon Pertumbuhan Kalus Gandum - PKM AI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan Hasil Magang di BB Biogen Bogor

Citation preview

  • PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

    PENGARUH MUTAGEN ETHYL METHANE SULFONATE (EMS) DAN

    SELEKSI IN VITRO TERHADAP RESPON PERTUMBUHAN KALUS

    GANDUM

    BIDANG KEGIATAN :

    PKM Artikel Ilmiah

    Diusulkan oleh :

    Suprianto Wila (512008016)

    UNVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2012

  • HALAMAN PENGESAHAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

    Salatiga, 14 September 2012

    Menyetujui,

    Ir. Djoko Murdono, M.S

    Suprianto Wila

    Pembimbing

    Penyusun

    Dr. Ir. Bhistok Hasiholan S, M.S

    Ketua Progdi Agroekoteknologi

    1. Judul Kegiatan : Pengaruh Mutagen Ethyl Methane Sulfonate (EMS) dan

    Seleksi In Vitro Terhadap Respon Pertumbuhan Kalus

    Gandum.

    2. Bidang Ilmu : (X) PKM-AI ( ) PKM-GT

    3. Ketua Pelaksana Kegiatan/Penulis Utama

    a. Nama Lengkap : Suprianto Wila

    b. NIM : 512008016

    c. Jurusan : Agroekoteknologi

    d. Universitas : Universitas Kristen Satya Wacana

    e. Alamat Rumah dan No.Telp/HP : Jalan Kemiri Barat Gg. Salak no. 43,

    Salatiga Jawa Tengah/085226534570

    f. Alamat email : [email protected]

    4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : 2 Orang

    5. Dosen Pembimbing

    a. Nama Lengkap : Ir. Djoko Murdono, M.S

    b. NIP :

    c. Alamat Rumah dan No.Telp/HP :

  • PENGARUH MUTAGEN ETHYL METHANE SULFONATE (EMS) DAN

    SELEKSI IN VITRO TERHADAP RESPON PERTUMBUHAN KALUS

    GANDUM

    Suprianto Wila, Yosi Setyadi, Riris Eunike

    Fakultas Pertanian dan Bisnis

    Universitas Kristen Satya Wacana

    ABSTRAK

    Tanaman gandum (Tritticum aestivum L.) adalah salah satu jenis tanaman

    pangan di dunia. Satu produk olahan gandum adalah terigu. Konsumsi terigu

    masyarakat Indonesia meningkat 4-6% per tahun sedangkan seluruh kebutuhan

    terigu masih dipenuhi dari impor. Oleh karena itu, pemerintah mencanangkan

    program pengembangan gandum di Indonesia. Salah satu kendala pengembangan

    tanaman gandum di Indonesia adalah terbatasnya varietas yang beradaptasi

    terhadap lingkungan tropis. Oleh karena itu, perakitan kultivar gandum yang

    adaptif untuk daerah tropis menjadi sangat penting untuk menunjang program

    pengembangan gandum di Indonesia. Penyediaan keragaman genetik dapat

    dilakukan dengan memanfaatkan teknik kultur jaringan yaitu salah satunya

    dengan induksi mutasi. Salah satu mutagen yang paling potensial, paling efektif

    dan banyak digunakan serta digunakan pada berbagai jenis organisme adalah

    mutagen kimia yaitu Ethyl Methane Sulfonate (EMS). Untuk mengarahkan

    perubahan sifat akibat mutasi, dapat digunakan seleksi in vitro. Kegiatan magang

    ini bertujuan untuk memperoleh informasi lanjut mengenai pengaruh mutagen

    EMS terhadap respon pertumbuhan kalus gandum, khususnya informasi

    mengenai pengaruh perbedaan waktu perendaman kalus dalam konsentrasi EMS

    0,3%. Informasi dari kegiatan ini diharapkan akan berguna bagi penelitian

    selanjutnya untuk mendapatkan keragaman genetik yang lebih luas dan untuk

    seleksi tanaman gandum yang lebih unggul pada generasi berikutnya. Hasil

    pengujian menunjukkan bahwa perbedaan waktu perendaman berpengaruh

    terhadap persentase hidup kalus pada proses seleksi in vitro. Perlakuan waktu

    perendaman yang optimal untuk induksi mutasi yaitu pada EMS 0,3% selama 1

    jam.

    Kata kunci :

    Tritticum aestivum L., induksi kalus, induksi mutasi, EMS, seleksi in vitro

    ABSTRACT

    Wheat plants (Tritticum aestivum L.) is one of the world's crops. The

    processed products are wheat flour. Indonesia to increase the consumption of

    wheat flour 4-6% per year, while the entire requirement is met from imported

  • wheat. Therefore, the government announced the development of wheat in

    Indonesia. One obstacle wheat cultivation in Indonesia is limited varieties

    adapted to tropical environments. Therefore, adaptive assembly of wheat cultivars

    for the tropics is very important to support wheat development program in

    Indonesia. Provision of genetic diversity can be done by using tissue culture

    techniques, namely one with induced mutations. One of the most potent mutagen,

    most effective and widely used, and is used in many kinds of organisms is the

    chemical mutagen Ethyl Methane Sulfonate (EMS). To direct result of the

    changing nature of the mutation, it can be used in vitro selection. Apprenticeship

    aims to obtain more information on the mutagenic effect of EMS on the response

    of wheat callus growth, particularly information on the effect of immersion time

    difference callus in 0.3% EMS concentration. Information from these activities

    are expected to be useful for further research to gain a wider genetic diversity and

    for the selection of wheat is superior to the next generation. The test results

    showed that the difference in effect on the percentage of time soaking living callus

    on the selection process in vitro. Soaking time optimal treatment for the induction

    of mutations in EMS 0.3% for 1 hour.

    Keywords: Tritticum Aestivum L., callus induction, induction of mutations, EMS, in vitro

    selection.

    PENDAHULUAN

    Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) adalah salah satu jenis tanaman

    pangan penting di dunia. Menurut Wittenberg (2004) gandum memiliki peranan

    sebagai pendukung ketahanan pangan dunia karena secara global tanaman ini

    merupakan komoditas serealia yang paling banyak diusahakan di dunia dan

    dikonsumsi sekitar 36% dari total penduduk dunia. Satu produk olahan gandum

    adalah terigu. Konsumsi terigu masyarakat Indonesia meningkat 4-6% per tahun,

    padahal kebutuhan gandum dalam negeri hampir seluruhnya diperoleh dari impor,

    sehingga Indonesia merupakan negara pengimpor gandum terbesar ke 5 dunia

    dengan total impor 4,86 juta ton/tahun dan akan terus meningkat dengan laju 2%

    per tahun (Reynolds, 2002). Tahun 2020 impor gandum diprediksi akan mencapai

    8,5 juta ton yang tentu saja memerlukan devisa yang sangat tinggi dan

    ketergantungan terhadap negara Amerika Serikat sebagai negara pengekspor

    (Apitindo, 2010). Oleh karena itu, pemerintah mencanangkan program

    pengembangan gandum di Indonesia. Salah satu kendala pengembangan tanaman

    gandum di Indonesia adalah terbatasnya varietas yang beradaptasi terhadap

    lingkungan tropis (Danakusuma, 1985).

    Gandum merupakan tanaman subtropis. Di negara asalnya, gandum

    dibudidayakan di daerah dengan suhu di bawah 10oC dengan produktivitas 9 t/ha.

    Di Indonesia, gandum lebih sesuai dibudidayakan di dataran tinggi (>900 m dpl),

    produktivitas rendah (Dahlan et al, 2003). Oleh karena itu, perakitan kultivar

    gandum yang adaptif untuk daerah tropis menjadi sangat penting untuk

    menunjang program pengembangan gandum di Indonesia.

  • Penyediaan keragaman genetik dapat dilakukan dengan memanfaatkan

    teknik kultur jaringan (kultur in vitro), yaitu dengan menginduksi keragaman yang

    berasal dari sel-sel somatik (keragaman somakloal). Metode kultur jaringan yang

    dapat digunakan untuk menghasilkan keragaman somaklonal adalah dengan

    menggunakan zat pengatur tumbuh dengan aktivitas yang tinggi, atau dengan

    menginduksi terjadinya mutasi. Induksi mutasi merupakan metode yang terbukti

    dapat menghasilkan varietas-varietas baru pada berbagai tanaman. Induksi mutasi

    dapat dilakukan pada tanaman dengan perlakuan bahan mutagen tertentu terhadap

    organ reproduksi tanaman seperti biji, setek batang, serbuk sari, akar rizoma, dan

    kalus (Soejono, 2003). Salah satu mutagen yang paling potensial, paling efektif

    dan banyak digunakan serta digunakan pada berbagai jenis organisme mulai dari

    virus sampai mamalia (Sega, 1984) adalah mutagen kimia yaitu Ethyl Methane

    Sulfonate (EMS) karena mudah diperoleh, murah dan tidak bersifat mutagenik

    setelah terhidrolisis (Natarajan, 2005). Mutagen kimia dapat diintroduksi ke

    dalam jaringan tanaman dan bahkan sel sehingga dapat menyebabkan jumlah

    mutasi yang tinggi dibandingkan dengan cara lain tetapi tergantung dari

    konsentrasi bahan kimia, waktu perlakuan, suhu, pH larutan mutagenik dan kadar

    air bahan eksplan (Nasir, 2002).

    Secara umum, proses mutasi dapat menimbulkan perubahan sifat genetik

    tanaman baik ke arah positif maupun negatif, dan memungkinkan mutasi yang

    terjadi dapat kembali normal (recovery). Mutasi yang mengarah ke sifat positif

    dan diwariskan ke generasi berikutnya adalah yang dikehendaki oleh pemulia

    tanaman pada umumnya (Soejono, 2003). Untuk mengarahkan perubahan sifat

    yang terjadi karena induksi mutasi, dapat dikombinasikan dengan seleksi in vitro

    menggunakan agen seleksi atau metode tertentu agar perubahan sifat mengarah

    pada karakter yang diingankan.

    Tujuan

    Kegiatan magang ini bertujuan untuk memperoleh informasi lanjut

    mengenai pengaruh mutagen EMS terhadap respon pertumbuhan kalus gandum

    setelah perlakuan, khususnya informasi mengenai pengaruh perbedaan waktu

    perendaman kalus dalam konsentrasi EMS 0,3%. Informasi dari kegiatan ini

    diharapkan akan berguna untuk penelitian selanjutnya untuk mendapatkan

    keragaman genetik yang lebih luas dan untuk seleksi tanaman gandum yang lebih

    unggul pada generasi berikutnya.

    BAHAN DAN METODE

    Waktu dan Tempat

    Kegiatan magang dilaksanakan pada tanggal 14 Mei 2012 sampai dengan

    3 Agustus 2012 yang bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan BB-Biogen,

    Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Kota Bogor.

    Alat dan Bahan

    Bahan yang digunakan adalah eksplan dari embrio muda gandum varietas

    Dewata dan Selayar, Media dasar MS (Murashige and Skoog) dengan

  • penambahan 2,4D 3 mg/L, deterjen, benlate, alkohol, larutan clorox, serta larutan

    HgCl2.

    Sedangkan alat yang digunakan adalah botol kultur, cawan petri, Laminar

    Air Flow Cabinet, pH meter, magnetic stirer, otoklaf, inkubator, pinset, skalpel,

    kertas saring steril, dan kamera digital.

    Metode Magang

    Berikut merupakan proses perbaikan genetik gandum melalui induksi

    mutasi dan seleksi in vitro :

    Induksi Kalus Embriogenik

    (MS + 2,4-D 3 mg/L) selama 4 minggu

    Induksi Mutasi

    (EMS 0,3 % 1 dan 2 jam tiap varietas)

    Inkubasi

    (MS + 2,4D 3 mg/L) selama 1 minggu

    Seleksi In Vitro

    (Inkubator 29o C) selama 4 minggu

    Regenerasi

    Aklimatisasi

    Persiapan Media

    Media induksi kalus yang digunakan adalah media dasar MS dengan

    sukrosa 30 g/L dan diberi zat pengatur tumbuh 2,4-D 3 mg/L dalam media padat

    (Phytagel 3 g/L), dengan pH medium sebelum ditambah Phytagel 5,7-5,8. Media

    disterilkan dalam otoklaf selama 15 menit dengan tekanan 1 atm pada suhu

    121oC.

    Persiapan dan Sterilisasi Eksplan Gandum

    Bahan tanaman yang digunakan adalah embrio belum masak yang diisolasi

    dari biji gandum berumur 3 minggu setelah anthesis. Sebelum disterilkan biji

    gandum dikupas terlebih dahulu sampai bersih (tidak ada kulit ari). Biji gandum

    yang telah dipisahkan dari malainya dicuci bersih menggunakan deterjen

    kemudian direndam dalam larutan Benlate 3g/l dan diletakkan pada alat shaker

    selama 1 jam.

    Setelah itu proses sterilisasi harus dilakukan di dalam laminar. Yang

    pertama dilakukan adalah membuang larutan fungisida, kemudian rendam eksplan

    dengan menggunakan alkohol 70% selama 10 menit sambil terus dikocok.

    Kemudian buang alkohol dan bilas sekali dengan menggunakan aquadest steril.

  • Setelah itu eksplan direndam dalam larutan HgCl 0,2% Eksplan direndam

    kembali dengan menggunakan larutan clorox 30% selama 10 menit sambil

    dikocok dan setelah itu langsung dibilas sekali dengan menggunakan aquadest

    steril. Setelah itu eksplan direndam dengan menggunakan larutan clorox 20%

    selama 10 menit lalu dilakukan pembilasan akhir dengan menggunakan aquadest

    antara tiga sampai lima kali agar eksplan benar-benar bersih. Kemudian eksplan

    diberi betadine 5 10 tetes selama 5 menit lalu larutan betadine dibuang dan gandum siap dikultur.

    Induksi Kalus Embriogenik

    Setelah melakukan tahapan-tahapan sterilisasi eksplan, kemudian segera

    dilakukan pengkulturan eksplan. Eksplan untuk induksi kalus berupa embrio

    gandum yang steril. Setiap botol kultur diisi sekitar 25 ml media dengan 10 buah

    embrio per botol per varietas. Botol yang telah diisi embrio selanjutnya diletakkan

    di atas rak kultur dalam ruang kultur dalam kondisi gelap agar pembentukan kalus

    lebih optimal selama 1 bulan. Pengamatan dilakukan terhadap persentase kalus

    dan persentase kontaminasi yang dihasilkan. Persentase pembentukan kalus,

    dihitung dengan rumus : jumlah eksplan yang membentuk kalus/total jumlah

    eksplan x 100% sedangkan persentase kontaminasi dihitung dengan rumus jumlah

    eksplan yang terkontaminasi/total jumlah eksplan x 100%.

    Induksi Mutasi

    Kalus steril hasil induksi selanjutnya dimutasi untuk peningkatan

    keragaman. Mutagen yang digunakan adalah mutagen kimia yaitu Ethyl Methane

    Sulfonate (EMS) dengan dosis 0,3% dan waktu perendaman masing masing 1 dan 2 jam untuk tiap varietas. Setelah itu kalus yang telah dimutasi diinkubasi

    kembali pada media MS dengan penambahan 2,4-D 3mg/L selama 1 minggu.

    Pengamatan dilakukan terhadap persentase kalus yang bertahan hidup (toleran)

    dan mati (peka) setelah dimutasi dengan indikator perubahan warna kalus yang

    terjadi (coklat, coklat kehitaman). Persentase kalus toleran dihitung dengan rumus

    jumlah kalus yang bertahan hidup/total jumlah kalus x 100% sedangkan

    persentase kalus yang peka dihitung dengan rumus : jumlah kalus yang mati/total

    jumlah eksplan x 100%.

    Seleksi In Vitro

    Setelah penyimpanan selama 1 minggu dalam ruang kultur, kalus yang

    masih bertahan hidup setelah dimutasi selajutnya dipindahakan ke dalam

    inkubator dengan suhu 29oC untuk proses seleksi in vitro. Peubah yang diamati

    adalah persentase kalus yang bertahan hidup (toleran) selama periode seleksi

    melalui visual kalus (perubahan warna kalus).

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Induksi Kalus Embriogenik

    Proses perbaikan keragaman genetik gandum melalui induksi mutasi dan

    seleksi in vitro diawali dengan melakukan induksi kalus embriogenik

  • menggunakan embrio biji gandum yang belum masak 3 minggu setelah anthesis

    dengan tujuan agar proses penginduksian kalus jadi lebih mudah dan cepat.

    Varietas gandum yang digunakan adalah Dewata dan Selayar yang didatangkan

    dari kebun percobaan Pacet (1000 m dpl) dengan umur tanaman (umur biji)

    berkisar antara 74 96 HST. Setelah disterilisasi biji gandum diletakkan pada kertas saring lalu diisolasi embrionya dengan cara mengeluarkan embrio dari biji

    dengan ujung pinset.

    Gambar 1. Ilustrasi Pemotongan Daun dan Internode Planlet

    Hingga minggu ke-12 telah dilakukan induksi kalus gandum sebanyak 4

    kali pada media MS dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D 3 mg/L. Rata

    rata persentase kalus yang berhasil diinduksi dari gandum varietas Dewata yakni sebesar 47,91% dan pada gandum varietas Selayar sebesar 47,07%. Hasil

    pengamatan menunjukkan bahwa perbedaan umur biji gandum yang digunakan

    untuk induksi kalus embriogenik mempengaruhi kemampuan embrio untuk

    membentuk kalus. Semakin muda umur biji gandum maka kemampuan untuk

    membentuk kalus semakin rendah. Seperti yang ditunjukkan pada tabel 1,

    persentase kalus terendah didapati pada induksi kalus embriogenik I (umur 74

    HST) dengan nilai 16,72% untuk varietas dewata dan 19,35% untuk varietas

    Selayar, sedangkan umur gandum yang baik untuk digunakan sebagai eksplan

    ditunjukkan pada induksi kalus III (umur 96 HST) dimana persentase kalus

    mencapai 79,81% untuk gandum varietas Dewata dan 73,81% untuk varietas

    Selayar.

    Tabel 1. Persentase kalus yang berhasil diinduksi dan tingkat kontaminasi

    Induksi

    Kalus

    Embriogenik

    Persentase Kalus (%) Persentase Kontaminasi (%)

    Dewata Selayar Dewata Selayar

    I 16.72

    (50/317) 19.35

    (84/434) 83.28

    (264/317) 80.64

    (350/434)

    II 21.09

    (101/479) 18.23

    (72/395) 78.91

    (378/479) 81.77

    (323/395)

  • III 79.51

    (772/971) 73.81

    (417/565) 20.49

    (199/971) 26.19

    (148/565)

    IV 74.33

    (391/526) 76.89

    (326/424) 25.67

    (135/526) 23.11

    (98/424)

    Rata - rata 47.91 47.07 52.09 52.93

    Keterangan : I (umur gandum 74 HST), II (umur gandum 79 HST), III (umur

    gandum 96 HST), IV (umur gandum 79 HST).

    Jumlah persentase kalus yang berhasil diinduksi tidak hanya dipengaruhi

    oleh adanya perbedaan umur gandum yang digunakan tetapi juga karena

    disebabkan oleh tingkat kontaminasi yang cukup tinggi oleh bakteri dan jamur.

    Rata rata persentase kontaminasi pada kalus gandum varietas Dewata sebesar 52,09% dan pada gandum varietas Selayar sebesar 52,93%. Kontaminasi

    disebabkan oleh jamur dan bakteri. Kontaminasi oleh jamur terlihat jelas pada

    media, media dan eksplan diselimuti oleh hifa berbentuk kapas berwarna putih

    serta pada bagian tertentu sporangium dan sporangiofora tampak berupa titik

    seperti jarum pentul. Sedangkan kontaminasi oleh bakteri, pada eksplan terlihat

    lendir berwarna kuning sebagian lagi melekat pada media membentuk

    gumpalan yang basah.

    Gambar 2. Kontaminasi : (a) bakteri dan (b) jamur.

    Induksi Mutasi dan Seleksi In Vitro

    Pemberian perlakuan induksi mutasi dengan ethyl methane sulfonate

    (EMS) yang telah dilakukan adalah dengan merendam kalus kalus gandum pada larutan EMS konsentrasi 0,3 % selama 1 dan 2 jam untuk tiap varietas dan

    kemudian diinkubasi kembali pada media awal (MS+2,4D 3 mg/L) selama 1

    minggu. Gambar 3 menunjukkan bahwa pada periode waktu 1 minggu setelah

    induksi mutasi, tidak nampak adanya perubahan pada warna kalus (menjadi coklat

    kehitaman) yang merupakan indikasi dari kalus yang mati karena efek toksin dari

    EMS. Rata rata persentase kalus yang bertahan hidup dalam periode 1 minggu

    (a) (b)

  • setelah mutasi yakni 100% baik pada perlakuan perendaman selama 1 jam

    maupun 2 jam untuk masing - masing varietas.

    Tabel 2. Pengaruh EMS terhadap kalus gandum (umur 1 minggu)

    EMS 0,3 % Persenatase kalus hidup (%)

    Dewata Selayar

    1 jam 100 (44/44) 100 (40/40)

    2 jam 100 (44/44) 100 (40/40)

    Gambar 3. Pengaruh EMS terhadap kalus gandum (umur 1 minggu)

    **Keterangan :

    (a) Dewata, EMS 0,3% 1 jam

    (b) Dewata, EMS 0,3% 2 jam

    (c) Selayar, EMS 0,3% 1 jam

    (d) Dewata, EMS 0,3% 2 jam

    (a) (b)

    (c) (d)

  • Untuk mengarahkan perubahan sifat yang terjadi karena induksi mutasi,

    selanjutnya dilakukan seleksi in vitro terhadap kalus agar perubahan sifat

    mengarah pada karakter yang diingankan yaitu mendapatkan kultivar gandum

    yang adaptif untuk daerah tropis. Metode yang digunakan yakni peningkatan suhu

    ruang inkubasi dengan menempatkan kalus yang telah dimutasi dalam inkubator

    dengan suhu 29o C selama 4 minggu. Kalus yang bertahan hidup selama periode

    seleksi diasumsikan sebagai kalus adaptif suhu tinggi.

    Hasil pengamatan menunjukkan bahwa waktu perendaman kalus

    menggunakan larutan EMS berpengaruh terhadap daya tumbuh kalus pada

    periode seleksi in vitro. Semakin lama waktu perendaman yang diberikan,

    semakin meningkat persentasi kalus yang mati pada periode seleksi. Eksplan yang

    mati memperlihatkan perubahan warna beberapa minggu setelah perlakuan.

    Perubahan awal terjadi pada permukaan luar kalus yang awalnya berwarna putih

    namun kemudian berubah secara bertahap menjadi cioklat kemudian cokelat

    kehitaman. Kalus yang hidup adalah kalus yang tetap berwarna putih kekuningan

    setelah perlakuan EMS (Gambar 4).

    Gambar 4. Hasil pengamatan seleksi In Vitro pada kalus gandum Dewata

    (umur 3 minggu)

    **Keterangan :

    (a) Dewata, EMS 0,3% 1 jam

    (a) (b)

    (c) (d)

  • (b) Dewata, EMS 0,3% 2 jam

    (c) Selayar, EMS 0,3% 1 jam

    (d) Selayar, EMS 0,3% 2 jam

    Tabel 3. Hasil pengamatan seleksi In Vitro pada kalus gandum Dewata

    (umur 3 MSP)

    EMS 0,3%

    Warna Kalus

    Putih Kekuningan

    (%)

    Putih Kecoklatan

    (%)

    Hitam

    (%)

    1 Jam 68.18 (30/44) 31.81 (14/44) 0 (0/44)

    2 Jam 47.72 (21/44) 52.27 (23/44) 0 (0/44)

    Tabel 4. Hasil pengamatan seleksi In Vitro pada kalus gandum Selayar

    (umur 3 MSP)

    EMS 0,3%

    Warna Kalus

    Putih Kekuningan

    (%)

    Putih Kecoklatan

    (%)

    Hitam

    (%)

    1 Jam 57.5 (23/40) 42.5 (17/40)

    0 (0/40)

    2 Jam 37.5 (15/40) 62.5 (25/40)

    0 (0/40)

    Hasil pengamatan seleksi in vitro selama 3 minggu dapat dilihat pada tabel

    3 dan 4. Perubahan warna kalus (putih kecoklatan) terjadi pada setiap varietas

    gandum. Warna kecoklatan merupakan indikasi bahwa kalus menuju nekrosis

    karena tidak dapat bertahan dari cekaman suhu diberikan. Persentase kalus dengan

    perlakuan perendaman EMS 0,3% selama 2 jam menunjukkan perubahan warna

    (putih kecoklatan) yang paling tinggi pada kedua varietas sedangkan persentase

    kalus yang paling rendah mengalami perubahan warna (putih kecoklatan) setelah

    inkubasi ditunjukkan pada perlakuan perendaman EMS 0,3% selama 1 jam. Hal

    ini menunjukkan bahwa perbedaan waktu perendaman berpengaruh terhadap

    ketahanan kalus pada proses seleksi in vitro. Semakin lama waktu perendaman

    dilakukan maka akan semakin rendah persentase kalus yang dapat bertahan hidup

    pada proses seleksi. Perlakuan waktu perendaman yang optimal untuk induksi

    mutasi yaitu pada EMS 0,3% selama 1 jam.

  • KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil pengujian pengaruh perlakuan Ethyl methane sulfonate

    0,3% diketahui bahwa perbedaan waktu perendaman berpengaruh terhadap

    ketahanan kalus pada proses seleksi in vitro. Semakin lama waktu perendaman

    dilakukan maka akan semakin rendah persentase kalus yang dapat bertahan hidup

    pada proses seleksi. Perlakuan waktu perendaman yang optimal untuk induksi

    mutasi yaitu pada EMS 0,3% selama 1 jam.

    DAFTAR PUSTAKA

    Aptindo. 2010. http://bataviase.co.id/node/436332. [Juli 2012].

    Dahlan M, Rudijanto, J. Murdianto dan M. Yusuf. 2003. Usulan Pelepasan

    Varietas Gandum. Balai Penelitian Tanaman Serealitan dan pengembangan

    Pertanian. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian.

    Danakusuma T. 1985. Hasil penelitian Gandum dan prospek pengembangannya.

    Di dalam: Subandi et al. (Eds). Risalah Rapat Teknis Hasil Penelitian

    Jagung. Sorgum dan Gandum Puslitbangtan, Bogor. hlm 189-202

    Nasir M. 2002. Bioteknologi Molekuler. Teknik rekayasa genetik tanaman. PT

    Citra Aditya Bakti. Bandung. Hlm 59-78.

    Natarajan AT. 2005. Chemical mutagenesis from plants to human. Curr. Sci.

    89:312-317.

    Reynolds MP. 2002. Physiological approaches to wheat breeding. Di dalam :

    Curtis, B.C., Rajaram, S. dan Macpherson, H.G. (Eds): Bread Wheat

    Improvement and Production. Roma: FAO. hlm 567.

    Soedjono S. 2003. Aplikasi mutasi induksi dan variasi somaklonal dalam

    pemuliaan tanaman. Jurnal Litbang Pertanian 22(2):70-78.

    Sega GA. 1984. A review of the genetic effects of ethylmethanesolfonate. Mutat

    Res 134(2-3):113-142.

    Witternberg H. 2004. The Inheritance and Molecular Mapping of Genes for Post-

    anthesis Drought Tolerance (PADT) in Wheat [Dissertation]. Martin

    Luther Universitat.