Upload
letram
View
246
Download
15
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH INFLASI DAN INVESTASI
TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH
DI INDONESIA
Oleh
ISTIQOMAH
NIM: 106084003634
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS ILMU EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Istiqomah
NIM : 106084003634
Jurusan : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “PENGARUH
INFLASI DAN INVESTASI TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH DI
INDONESIA” adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian,
pengolahan, dan analisis saya sendiri dan bukan merupakan rekapitulasi maupun
saduran dari hasil karya atau penelitian orang lain.
Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atas rekapitulasi maka
skripsi dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang ataupun menyususn
skripsi baru dan kelulusan serta gelar dibatalkan.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul
dikemudian hari menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, 14 Februari 2011
(Istiqomah)
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Istiqomah
2. Tempat & Tgl Lahir : Jakarta, 19 November 1988
3. Alamat : Jln. Cendrawasih V No.21 Sawah
Baru – Ciputat
4. Kebangsaan : Indonesia
5. Telepon : 0856 880 1434/ 021 74630013
6. Jenis Kelamin : Perempuan
7. Agama : Islam
II. PENDIDIKAN
Pendidikan Formal
Tempat Waktu
1. SD Negeri Sawah Baru II 1994 – 2001
2. SMP Negeri 03 Ciputat 2001 – 2003
3. SMA Almubarak Pondok Aren I 2003 – 2006
4. UIN SYARIF HIDAYATULLAH Jakarta
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan 2006 – 2011
ii
Pendidkan Non Formal
Pelatihan/Seminar Waktu
1. Peserta Pendidikan dan Pelatihan
Komputer, Cendikia Indonesia Training
Center, Jakarta.
April 2006
2. Seminar Ekonomi Islam " Ekonomi
Syariah sebagai Pondasi Pembangunan di
Indonesia".
Juni 2007
3. Peserta Training Motivation ”Kuliah
Lancar Kerja Sukses”. Mei 2008
4. Seminar Ekonomi ”Dampak Kenaikan
BBM dari sudut pandang APBN”. Juni 2008
5. Kursus Bahasa Inggris, Practical
Education Center (PEC).
Agustus 2008 – April
2009
6. Pelatihan SPSS.17, UIN Syarif
Hidayatullah Desember 2009
7. KKN di Desa Situ Daun, Bogor
Juli 2009 – Agustus
2009
III. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Dwijo
2. Tempat & Tgl Lahir : Purworejo, 21 Februari 1959
3. Alamat : Jln. Cendrawasih V No.21 Sawah
Baru - Ciputat
4. Telepon : 021 74630013
5. Ibu : Parmiyah
6. Tempat & Tgl Lahir : Purworejo, 20 Oktober 1960
7. Alamat : Jln. Cendrawasih V No.21 Sawah
Baru - Ciputat
8. Telepon : 021 74630013
iii
Abstract
Exchange rate is defined as a currency that can be exchange per unit to another
currency, or the price of one currency to another currency.
The purpose of this research is to know the effect of Inflation and investment to
rupiah`s exchange rate in Indonesia. Variable which is used in this research is
rupiah`s Exchange Rate to US dollar`s (ER), Inflation, Domestic Direct
Investment (DDI), Foreign Direct Investment (FDI), and also Dummy crisis
variable (DM) of Indonesia. The data which is used in this research is time series
data in 1983-2009, the sources of the data are from Central Bank of Indonesia
and Indonesia Statistical Base. The writer used the OLS (Ordinary Least Square)
method for analysis in Eviews 5.1 program.
The results of this research is to indicate inflation, foreign direct investment and
dummy crisis that gave the positive influence to the rupiah`s exchange rate in
Indonesia significantly. Meanwhile, domestic direct investment has not positive
influence to the rupiah’s exchange rate in Indonesia significantly.
Keywords : exchange rate, inflation, DDI, FDI, dummy crisis
iv
Abstraksi
Nilai tukar didefinisikan sebagai mata uang yang dapat ditukaran dengan satu unit
mata uang lain, atau merupakan harga dari suatu mata uang dengan mata uang
lain.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh inflasi dan investasi
terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia. variabel yang digunakan adalah nilai
tukar rupiah terhadap dollar AS (ER), Inflasi, Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN), Penanaman Modal Asing (PMA), dan juga variabel dummy crisis (DM)
di Indonesia. Data yang digunakan adalah data time series yaitu periode 1983-
2009, yang bersumber dari Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik. Untuk
menganalisis penulis menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) pada
program Eviews 5.1.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan inflasi, penanaman modal asing, dan
dummy krisis berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap nilai tukar rupiah
di Indonesia. Sedangkan, penanaman modal dalam negeri berpengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia.
Kata kunci : nilai tukar, inflasi, PMDN, PMA dan dummy crisis
v
KATA PENGANTAR
Alhamdu Lillahi Robbil ‘Alamin
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala kekuatan dan kesabaran yang
diberikan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pengaruh Inflasi Dan Investasi Terhadap Nilai Tukar Rupiah Di Indonesia”.
penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program
sarjana ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Sripsi ini merupakan sebuah karya yang tidak mungkin terselesaikan tanpa
adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dwijo dan Ibu Parmiyah, sumber motivasi bagi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas semua doa dan dukungan yang
telah diberikan padaku sampai detik ini. Semoga suatu saat aku dapat
membalas kebaikan yang diberikan dan dapat menjadi kebanggan bagi Bapak
dan Ibu. Amin.
2. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Lukman M.Si. selaku ketua jurusan IESP Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif hidayatullah Jakarta.
vi
4. Pheni Chalid Sf, MA, Ph.D. selaku dosen pembimbing I skripsi yang telah
banyak memberikan saran dan pembelajaran kepada penulis.
5. M. Hartana I. Putra M.Si. selaku dosen pembimbing II skripsi yang juga telah
banyak memberikan saran kepada penulis.
6. Seluruh Dosen FEB atas ilmunya yang bermanfaat yang telah diberikan, esp
for: Ibu Utami Baroroh, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan
Studi Pembangunan yang telah memberi motivasi dan penguji seminar
proposal yang luar biasa dan Ibu Lili yang begitu baik dan murah hati untuk
memudahkan saya dalam urusan di akademik jurusan IESP.
7. Asri, Uwie, Fatmy dan V-bie, yang telah banyak memberikan semangat bagi
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih karena kalian telah
menjadi sahabat terbaik yang menemani hari-hari ku selama lebih dari 4 tahun
ini.
8. Rekan-rekan IESP angkatan 2006 yang sama-sama berjuang untuk lulus
skripsi. Terimakasih karena kalian telah memberikan banyak kenangan manis
dalam catatan kehidupan penulis.
9. Teman-teman kkn green bean’09, terima kasih untuk hari-hari yang indah
yang terlupakan posko Situ Daun-Bogor.
10. Kepada seluruh pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah
membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.
vii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan penulis dalam
mencapai kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga penelitian ini dapat berguna dan
bermanfaaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan. Terima Kasih
Jakarta, Februari 2011
ISTIQOMAH
penulis
viii
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................ i
ABSTRACT .............................................................................................. iii
ABSTRAKSI ........................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................. v
DAFTAR ISI ........................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………… ........................ 10
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................. 12
A. Nilai Tukar (Kurs) ................................................................................ 12
1. Pengertian Nilai Tukar....................................................................... 12
2. Perubahan Nilai Tukar ....................................................................... 14
3. Sistem Nilai Tukar Mata Uang .......................................................... 17
4. Perkembangan Kebijakan Sistem Nilai Tukar di Indonesia .............. 20
5. Teori Nilai Tukar ............................................................................... 23
B. Inflasi .................................................................................................... 25
1. Pengertian Inflasi ............................................................................... 26
2. Penggolongan Inflasi ......................................................................... 27
3. Penyebab Inflasi................................................................................. 31
4. Indikator Inflasi ................................................................................. 30
C. Investasi ................................................................................................ 32
ix
1. Pengertian Investasi ........................................................................... 32
2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ....................................... 33
3. Penanaman Modal Asing PMA ......................................................... 34
D. Krisis Ekonomi ..................................................................................... 37
E. Penelitian Terdahulu ............................................................................. 38
F. Kerangka Berpikir ................................................................................. 45
G. Hipotesis ............................................................................................... 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................. 50
A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 50
B. Metode Pengumpulan Sampel .............................................................. 50
C. Metode Pengumpulan Data ................................................................... 51
D. Metode Analisis ................................................................................... 52
1. Uji Asumsi Klasik ............................................................................ 54
a. Uji Normalitas.............................................................................. 54
b. Uji Autokorelasi .......................................................................... 55
c. Uji Heterokedastisitas .................................................................. 56
d. Uji Linieritas ................................................................................ 56
e. Uji Multikolinieritas .................................................................... 57
2. Uji Statistik ...................................................................................... 58
a. Uji Signifikansi Individual (uji t - Statistik) ................................ 58
b. Uji Fisher (uji F - Statistik).......................................................... 59
c. Uji Koefisien Determinasi ( R2)................................................... 60
E. Operasional Variabel ............................................................................ 60
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ............................................. 63
A. Analisis Deskriptif ........................................................................... 63
1. Nilai Tukar ....................................................................................... 63
2. Inflasi................................................................................................ 66
3. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ..................................... 70
4. Penanaman Modal Asing (PMA) ..................................................... 72
5. Variabel Dummy (Krisis Ekonomi) ................................................. 74
B. Analisis Pembahasan dan Hasil Rgresi ................................................ 75
x
1. Uji Asumsi Klasik ........................................................................... 75
a. Hasil Uji Normalitas ................................................................... 75
b. Hasil Uji Autokorelasi ................................................................ 76
c. Hasil Uji Heteroskedastisitas ...................................................... 77
d. Hasil Uji Linieritas ..................................................................... 78
e. Hasil Uji Multikolinearitas ......................................................... 78
2. Hasil Uji Regresi Metode OLS ....................................................... 80
3. Uji Statistik ..................................................................................... 81
a. Uji Parsial (Uji-t) ........................................................................ 81
b. Uji F-statistik .............................................................................. 85
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)................................................... 86
4. Interprestasi Ekonomi ..................................................................... 87
a. Inflasi .......................................................................................... 87
b. Investasi ...................................................................................... 88
1). Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN). .......................... 88
2). Penanaman Modal Asing (PMA) ......................................... 89
c. Dummy Krisis ............................................................................. 90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 92
A. Kesimpulan ....................................................................................... 92
B. Implikasi ............................................................................................ 94
C. Saran .................................................................................................. 94
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 96
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Keteangan Hal
1.1 Data Nilai Tukar, IHK dan Investasi........................................ 4
2.1 Penelitian Terdahulu ................................................................ 39
3.1 Daerah Autokorelasi……......................................................... 55
4.1 Hasil Uji Autokorelasi……...................................................... 76
4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas ................................................... 77
4.3 Hasil Uji Linieritas…………................................................... 78
4.4 Hasil Uji Multikolinearitas ...................................................... 79
4.5 Hasil Olah Data Metode OLS .................................................. 80
4.6 Hasil Uji t-Statistik…………................................................... 81
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Ketrangan Hal
2.1 Demand Pull Inflation............................................................. 28
2.2 Cost-Push Inflation................................................................. 29
2.3 Kerangka Berpikir………………........................................... 48
4.1 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah/Dollar AS periode
1983-2009.............................................................................. 64
4.2 Perkembangan IHK periode 1983-2009................................. 68
4.3 Perkembangan PMDN periode 1983-2009............................. 70
4.4 Perkembangan PMA periode 1983-2009............................... 72
4.5 Hasil Uji Normalitas……………………................................ 75
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keteangan Hal
1 Data Penelitian……................................................................ 100
2 Hasil Data Setelah Diestimasi................................................. 102
3 Hasil Regresi Log Linier …………........................................ 104
4 Hasil Normalitas Menggunakan JB Test ................................ 105
5 Hasil Uji Autokorelasi ............................................................ 106
6 Hasil Uji Heteroskedastisitas.................................................. 107
7 Hasil Uji Linieritas………….................................................. 108
8 Hasil Uji Multkolinieritas ...................................................... 109
)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Uang merupakan salah satu hal penting dalam kegiatan perekonomian
diseluruh dunia. Uang adalah seperangkat asset dalam perekonomian yang
digunakan oleh orang secara rutin untuk membeli barang-barang atau jasa dari
orang lain (Mankiw, 2006:169). Uang memiliki beberapa fungsi diantaranya
yaitu sebagai alat tukar, satuan hitung, dan penyimpan nilai atau daya beli.
Dalam fungsinya sebagai alat tukar, manusia menggunakan uang dalam
berbagai kegiatan ekonomi. Kegiatan perdagangan merupakan salah satu
kegiatan ekonomi yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Esensi dari perdagangan adalah proses pertukaran. Setiap proses pertukaran
tersebut memiliki adanya satu kesamaan yaitu penetapan nilai tukar, sehingga
dibutuhkan alat pertukaran atau mata uang yang dapat diterima oleh semua
pelaku ekonomi dengan mudah.
Kegiatan perdagangan tidak hanya dilakukan antara masyarakat disuatu
daerah atau wilayah tertentu, tetapi juga dilakukan antar suatu negara dengan
negara lain. Hal ini dilakukan untuk memenuhi berbagai kebutuhan dari suatu
negara, kegiatan ini biasa disebut dengan perdagangan internasional. Dalam
melakukan kegiatan perdagangannya, setiap negara memiliki alat tukarnya
atau mata uang masing-masing, sehingga untuk memperlancar proses
2
perdagangan tersebut mengharuskan adanya perbandingan nilai mata uang
suatu negara (dalam negeri) dengan mata uang negara lain.
Setiap negara selalu menjaga agar nilai tukar mata uang domestik
negaranya dalam keadaan yang stabil terhadap nilai tukar mata uang asing.
Nilai tukar dapat diartikan sebagai harga dari suatu mata uang domestik
terhadap mata uang negara lain. Dengan keadaan nilai tukar yang stabil
diharapkan keadaan ekonomi suatu negara juga dalam keadaan yang baik.
Terdepresiasinya nilai tukar mata uang domestik menyebabkan kekacauan
pada berbagai bidang ekonomi.
Perekonomian Indonesia pada awal tahun 1983 mengalami pergerakan
yang pasang surut, ini disebabkan karena menurunnya harga minyak dunia.
Pada masa itu, perekonomian Indonesia dihadapkan pada pertumbuhan
ekonomi yang menurun, dan defisit neraca pembayaran. Hal ini menyebabkan
nilai tukar rupiah over-valued dan menurunkan daya saing ekspor Indonesia di
luar negeri. dalam rangka meningkatkan daya saing ekspor, kebijakan nilai
tukar yang dilakukan adalah mendevaluasi kembali nilai tukar rupiah pada 30
maret 1983 sebesar 38,1 persen yaitu dari Rp.702,50 menjadi Rp.970 per
dollar AS. Selanjutnya pada September 1986 pemerintah kembali
mendevaluasi nilai tukar rupiah sebesar 45 persen dari Rp.1.134 menjadi
Rp.1.644 per dollar AS (Simorangkir,2005:44)
Dampak krisis nilai tukar pada tahun 1997/1998 telah memberikan
dampak negatif terhadap seluruh sektor ekononomi di Indonesia. Terdepresiasi
nilai tukar yang sangat tinggi telah mengakibatkan harga barang-barang impor
3
membumbung tinggi dan inflasi meroket hingga mencapai 77,6 persen pada
tahun 1998. Depresiasi nilai tukar mengakibatkan banyak industri dalam
negeri mengalami kesulitan teruatama industri yang bahan bakunya berasal
dari impor. Kondisi tersebut ikut diperparah dengan besarnya kewajiban
hutang luar negeri perusahaan dan perbankan di Indonesia serta kerusuhan
sosia. Kesemua faktor tersebut berakumulasi dan mengakibatkan kegiatan
ekonomi mengalami kontraksi yang dalam hingga mencapai -13,1% pada
tahun 1998 (Simorangkir, 2005:45).
Setelah krisis ekonomi, kondisi perekonomian Indonesia mulai kembali
pulih dari masa keterpurukannya, tetapi dalam perjalanan tetap mengalami
berbagai tantangan. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, nilai tukar rupiah
tetap mengalami pergerakan yang berfluktuatif. Tingkat nilai tukar mata uang
rupiah per dollar AS terus berfluktuatif dan pernah mengalami depresiasi yang
cukup tinggi pada tahun 2008. Hal ini disebabkan karena berbagai pengaruh
ekonomi dan non ekonomi baik dari dalam negeri maupun internasional.
Berdasarkan tabel 1.1 dibawah ini dapat dilihat bahwa pada tahun 2005
kurs tedepresiasi menjadi Rp. 9.8f30 per dollar AS, jika dibandingkan dengan
tahun 2004 yaitu sebesar Rp.9.290 per dollar AS. Pada tahun 2006 nilai tukar
rupiah terapresias yaitu menjadi Rp.9.020 per dollar AS, tetapi di tahun 2007
nilai tukar rupiah per dollar AS kembali terdepresiasi terhadap dollar AS
menjadi Rp.9.419 dan kembali terdepresiasi cukup tajam pada tahun 2008
yaitu Rp.10.950 per dollar AS. Terdepresiasinya nilai tukar tersebut
merupakan dampak dari krisis keuangan global yang melanda Amerika, dan
4
ikut berdampak pada beberapa negara lain. Krisis keuangan global tersebut
memberi tekanan pada rupiah, krisis ini memicu ketatnya likuiditas global.
Kemudian pada tahun 2009 kurs kembali terapresiasi menjadi Rp.9.400 per
dollar AS.
Tabel 1.1
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah/Dollar AS (Kurs),
Indek Harga Konsumen (IHK), Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia
Periode 2005 – 2009
TAHUN NILAI TUKAR IHK INVESTASI
(RP/Dollar AS) (2007 :100)
PMDN
(Milyar Rupiah)
PMA
(Milyar Rupiah)
2005 9.830 89,49 50.577.400.000 133.484,519.000
2006 9.020 95,47 162.767.200.000 140.928.480.000
2007 9.419 101,83 188.516.400.000 225.926.060.00
2008 10.950 113,86 20.359.900.000 162.841.830.000
2009 9.400 117,03 37.799.900.000 101.662.880.000
Sumber : Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia(BI) dan Indikator Ekonomi (BPS)
Nilai tukar sangat berperan penting dalam perekonomian suatu negara
Saat ini, nilai tukar ditentukan oleh permintaan dan penawaran mata uang
yang terjadi di pasar. Nilai tukar dapat dijadikan alat untuk mengukur kondisi
perekonomian suatu negara. Keadaan nilai mata uang yang stabil disuatu
negara, menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang
relatif baik. Pergerakan nilai tukar tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor
baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi, diataranya arus modal atau
5
investasiperdagangan internasional dan keadaan sosial politik pada negara
tersebut. Indonesia sebagai negara yang berada pada ditengah perekonomian
global, juga melakukan kegiatan ekonomi internasional seperti impor, ekspor
dan lain-lain. Sehingga jika Indonesia tidak dapat menjaga kestabilan nilai
tukar mata uang dmestiknya, maka hal ini akan membawa dampak buruk bagi
pergerakan roda perekonomian.
Mengingat besarnya dampak dari fluktuasi kurs terhadap perekonomian,
maka diperlukan suatu manajemen kurs yang baik, yang menjadikan kurs
stabil, sehingga fluktuasi kurs dapat diprediksi dan perekonomian dapat
berjalan dengan stabil. Apabila terjadi kegagalan pada manajemen kurs, maka
hal tersebut mengakibatkan gangguan terhadap kestabilan perekonomian.
Penelitian mengenai pengaruh inflasi dan investasi terhadap nilai tukar
rupiah per dollar AS sangat penting dilakukan, tujuannya ialah untuk
mengetahui bagaimana hubungan dan seberapa besar pengaruh inflasi dan
investasi dalam mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar
AS. Pada akhirnya dapat diketahui kebijakan – kebijakan yang dapat diambil
untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah yang berkaitan dengan variabel
inflasi dan investasi.
Pergerakan nilai tukar berhubungan dengan inflasi, hal ini karena inflasi
merupakan cerminan dari perubahan tingkat harga barang yang terjadi di
pasar, dan akan berujung pada tingkat permintaan dan penawaran uang. Pada
tabel 1.1 menunjukkan bahwa indeks harga konsumen pada tahun 2005 berada
pada nilai 89,49 dan terus meningkat menjadi 95,47 tahun 2006. Peningkatan
6
terus terjadi pada tahun berikutnya yaitu menjadi 101,83 dan 113,86 pada
tahun 2007 dan 2008. Kemudian pada tahun 2009 sebesar 117,03. Walaupun
IHK terus meningkat dari tahun ketahun tetapi memilki tingkat selisih yang
berbeda antara tahun yang satu dengan tahun yang lain.
Nilai tukar di Indonesia juga berkaitan dengan tingkat investasi yang
terjadi pada negara tersebut, tingkat investasi yang tinggi akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan cadangan devisa suatu negara. Sehingga dengan
perekonomian yang baik diharapkan menjaga nilai tukar rupiah dalam keadaan
srabil. Selain itu masuknya investasi asing ke dalam negeri juga
mempengaruhi pergerakan nilai tukar mata uang. Investasi asing yang
meningkatkan akan meningkatkan permintaan uang dalam negeri, sehingga
mata uang dalam negeri akan terapresiasi terhadap mata uang asing. Pada
tabel 1.1 menunjukkan investasi yang ada di Indonesia dari tahun 2005 sampai
dengan 2009. Pada tabel diatas diatas menunjukkan bahwa tingkat investasi
realisasi penanaman modal yang disetujui, baik PMDN maupun PMA
memiliki pergerakan yang fluktuatif.
Berdasarkan hasil pembahasan diatas, maka penulis tertarik untuk lebih
meneliti mengenai pergerakan nilai tukar yang terjadi di Indonesia, oleh
karena itu, dalam skripsi ini penulis mengambil judul “PENGARUH
INFLASI DAN INVESTASI TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH DI
INDONESIA”.
7
B. Rumusan Masalah
Indonesia, seperti negara-negara lainnya berusaha menjaga kestabilan nilai
tukar mata uangnya. Dalam menjaga kestabilan nilai tukar mata uang tersebut
Indonesia membuat berbagai kebijakan, dengan tujuan membuat nilai tukar
mata uang rupiah dalam keadaan stabil. Hal ini dilakukan agar Indonesia terus
berada pada perekonomian yang baik. Naik turunnya nilai tukar mata uang
suatu negara di tentukan oleh berbagai faktor baik yang bersifat ekonomi
maupun non ekonomi.
Penggunaan variabel inflasi dan investasi dalam rangka menjaga
kestabilan nilai tukar rupiah, merupakan suatu hal menarik untuk di teliti.
Karena keduanya merupakan aspek yang ikut menunjukkan keadaan
maroekonomi suatu negara, selain itu juga untuk melihat bagaimana pengaruh
variabel tersebut terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS. Oleh sebab itu,
perlu diadakan penelitian untuk mengetahui hubungan inflasi dan investasi
terhadap nilai tukar.
Inflasi mengambarkan tingkat kenaikan harga barang yang terdapat di
masyarakat. Tingkat harga mempengaruhi jumlah penawaran dan penawaran
uang. Meningkatnya harga barang-barang mendorong terjadinya inflasi. Inflasi
tersebut menyebabkan daya beli masyarakat terhadap suatu barang akan
menurun masyarakat, karena jumlah uang sama pada tahun lalu tidak dapat
untuk membeli barang yang sama tahun ini. Hal ini menyebabkan mata uang
rupiah terus terdepresiasi.
8
Selanjunya, investasi di suatu negara juga ikut mempengaruhi nilai tukar.
Saat investasi meningkat maka nilai tukar akan mengalami apresiasi. Hal ini
disebabkan karena tingginya investasi akan mendorong tingkat pertumbuhan
ekonomi dan cadangan devisa suatu negara, sehingga dengan keadaan
ekonomi yang baik maka diharapakan keadaan nilai tukar juga dalam keadaan
stabil. Investasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat
penanaman modal yang disetujui pemerintah, baik yang berasal dari dalam
negeri (PMDN), maupun luar negeri (PMA). Variabel tersebut digunakan,
karena keduanya menunjukkan nilai investasi yang secara nyata dan telah
disetujui oleh pemerintah Indonesia untuk diinvestasikan di Indonesia. PMDN
merupakan bentuk penanaman modal yang bersumber dari dalam negeri.
Meningkatnya penanaman modal tersebut akan mendorong meningkatnya
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dengan pertumbuhan ekonomi yang
positif, maka akan mendorong nilai tukar mata uang dalam negeri (rupiah)
dalam keadaan yang stabil. Sedangkan PMA merupakan bentuk penanaman
modal dari pihak asing (luar negeri) yang masuk kedalam negeri. Masuknya
PMA kesuatu negara akan mendorong peningkatan perekonomian negara
tujuan, oleh karena itu negara-negara berkembang termasuk Indonesia, yang
masih membutuhkan modal besar dalam proses pembangunan ekonomi, selalu
berusaha meningkatkan nilai investasinya. Selain itu nilai Investasi yang
meningkat akan menguatkan nilai mata uang domestik. Hal ini karena
permintaan mata uang domestik akan meningkat, akibat banyak investor yang
membutuhkan mata uang domestik untuk berinvestasi di negara tujuan.
9
Sehingga dampak yang ditimbulkan ialah mata uang domestik akan
terapresiasi.
Sementara itu, krisis ekonomi hebat yang telah melanda Indonesia
beberapa tahun lalu, juga ikut mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS. Krisis ekonomi 1997/1998 mengakibatkan perekonomian
Indonesia memburuk disegala sektor, terutama posisi nilai tukar yang
terdepresiasi secara tajam pada saat itu. Depresiasi yang tinggi pada saat krisis
ekonomi disebabkan oleh ketidakstabilan sosial politik di Indonesia, hal
tersebut telah menurunkan tingkat kepercayaan pada perekonomian nasional.
Selain itu kegiatan spekulan yang meningkat tajam telah mengakibatkan nilai
tukar rupiah terus terdepresiasi secara tajam.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka pengaruh variabel inflasi dan
investasi terhadap perkembangan nilai tukar rupiah per dollar AS dalam
perekonomian di indonesia perlu diteliti, untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh setiap variabel tersebut terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Oleh
karena itu penelitian ini akan meneliti bagaimana pengaruh dari inflasi,
PMDN dan PMA terhadap nilai tukar di Indonesia pada periode 1983 – 2009.
Berdasarkan pemaparan latar belakang yang telah dikemukakan diatas,
maka permasalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh Inflasi terhadap Nilai Tukar Rupiah?
2. Bagaimana pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap
Nilai Tukar Rupiah?
10
3. Bagaimana pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap Nilai
Tukar Rupiah?
4. Bagaimana pengaruh Dummy Crisis (DM) terhadap Nilai Tukar Rupiah?
5. Bagaimana pengaruh Inflasi, PMDN, PMA dan dummy crisis secara
bersama-sama terhadap Nilai Tukar Rupiah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin di capai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
a. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh inflasi terhadap nilai tukar
rupiah.
b. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) terhadap nilai tukar rupiah.
c. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Penanaman Modal Asing
(PMA) terhadap nilai tukar rupiah.
d. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Dummy Crisis (DM)
terhadap nilai tukar rupiah.
e. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Inflasi, PMDN, PMA dan
Dummy Crisis secara bersama-sama terhadap nilai tukar rupiah
11
2. Manfaat Penulisan
a. Bagi penulis, penilitian ini merupakan tambahan wawasan bidang
ekonomi, sehingga penulis dapat mengembangkan ilmu yang di
peroleh selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Ekonomi jurusan
Ilmu Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
b. Penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai hubungan inflasi
dan investasi terhadap nilai tukar rupiah dan upaya menerapkan teori
dan mencari jalan keluar mengenai permasalahan nilai tukar rupiah.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan data, serta
masukan bagi perumus kebijakan dalam penetapan kebijakan
mengenai inflasi, investasi, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Nilai Tukar (Kurs)
1. Pengertian Nilai Tukar
Nilai tukar menjadi sangat penting, apabila suatu negara harus
melakukan transaksi ekonomi dengan negara lain. Hal ini karena pada
proses tersebut digunakan dua mata uang berbeda misalnya, antara negara
Indonesia dan Amerika Serikat. Amerika harus membeli rupiah untuk
membeli barang atau melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia, dan juga
sebaliknya. Secara sederhana nilai tukar dapat diartikan sebagai harga dari
suatu mata uang domestik terhadap mata uang negara lain.
Harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya disebut kurs atau
nilai tukar (exhange rate). Kurs merupakan salah satu hal yang terpenting
dalam perekonomian terbuka, karena memiliki pengaruh yang sangat besar
bagi neraca transaksi berjalan maupun variabel-variabel makroekonomi
lainnya. Kurs menggambarkan harga dari suatu mata uang terhadap mata
uang negara lainnya, juga merupakan harga dari suatu aktiva atau harga
aset (asset price) (Krugman, 2005:40).
Dalam ilmu ekonomi nilai tukar mata uang suatu negara dapat
dibedakan menjadi dua yaitu nilai tukar riil dan nilai tukar nominal
(Mankiw, 2006:242). Nilai tukar nominal adalah nilai yang digunakan
seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara
13
lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai dari satu mata uang rupiah
yang di tukarkan ke dalam mata uang negara lain. Contohnya nilai tukar
rupiah terhadap dollar AS, nilai tukar rupiah terhadap Yen, nilai tukar
rupiah terhadap Euro dan lain-lain. Sedangkan nilai tukar riil ialah nilai
yang digunakan seseorang saat menukar barang dan jasa suatu negara
dengan barang dan jasa negara lain, nilai tukar riil menyatakan tingkat
dimana pelaku ekonomi dapat memperdagangkan barang – barang dari
suatu negara dengan barang –barang dari negara lain.
Dalam pembayaran internasional diperlukan pertukaran mata uang,
pertukaran dari satu mata uang dengan mata uang lainnya merupakan
bagian dari proses valuta asing. Istilah valuta asing (valas) mengacu pada
mata uang asing aktual atau berbagai klaim atasnya, seperti deposito bank.
Nilai tukar adalah harga suatu mata uang dalam satuan mata uang asing
yaitu jumlah mata uang suatu negara asing yang harus dibayarkan untuk
mendapatkan satu unit mata uang domestik. Karena nilai tukar
menyatakan nilai suatu mata uang terhadap mata uang lainya, bila satu
mata uang mengalami apresiasi, maka mata uang lain pasti mengalami
depresiasi. (Richard, 1997:88).
Terdepresiasinya nilai tukar rupiah berarti nilai rupiah yang harus
ditukarkan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing (dollar AS) akan
menjadi lebih banyak, misal dari Rp.8000/dollar AS menjadi
Rp.9000/dollar AS). Sedangkan apresiasi adalah nilai rupiah yang harus
ditukarkan untuk mendapat satu unit mata uang asing akan menjadi lebih
14
sedikit, misalnya Rp.9000/dollar AS menjadi Rp.8000/dollar AS
(Richard,1997:189).
Nilai tukar mata uang erat kaitannya dengan dengan konsep
konvertibilitas (convertible currency). Mata uang konvertibel (convertible
currency) adalah mata uang yang bisa digunakan secara bebas dalam
berbagai transaksi internasional oleh penduduk dan negara dimana pun
(Krugman, 2005:292). Konsep ini menekankan pada pentingnya
penggunaan mata uang yang dapat dengan mudah ditukarkan dengan mata
uang negara lain. Tidak adanya konvertibel mata uang akan sangat
menyulitkan bagi transaksi atau perdagangan internasional.
2. Perubahan Nilai Tukar
Perubahan nilai tukar di pengaruhi oleh beberapa faktor, tetapi secara
sederhana hal yang paling fundamental mempengaruhi perubahan nilai
tukar ialah permintaan dan penawaran di pasar valuta asing
(Richard,1997:205). Kenaikan permintaan rupiah atau penurunan
penawaran rupiah akan menyebabkan terapresiasinya rupiah, sedangkan
penurunan permintaan rupiah dan kenaikan penawaran rupiah
menyebabkan rupiah terdepresiasi. Pergeseran permintaan dan penawaran
pada nilai ttukar tersebut di sebabkan oleh beberapa faktor, baik yang
bersifat sementara maupun yang bersifat persisten. Faktor tersebut antara
lain (Richard,1997:205) :
15
a. Kenaikan Harga Domestik Produk Ekspor
Kenaikan harga tersebut akan mendorong kenaikan atau
penurunan nilai tukar, karena keduanya bergantung pada elastisitas
permintaan produk dalam negeri. Apabila bersifat elastis, yang
disebabkan keseragaman produk dari negara lain, keniakan harga
domestik menyebabkan permintaan akan produk tersebut menurun.
Hal ini menyebabkan permintaan mata uang dalam negeri akan
menurun sehingga mendorong nilai tukar rupiah terdepresiasi dengan
mata uang negara lain.
Sedangkan jika permintaan bersifat inelastis yang disebabkan
keunikan produk dalam negeri dibandingkan produk negara lain
menyebabkan permintaan akan mata uang domestik (rupiah) akan
meningkat sehingga kurs rupiah akan mengalami apresiasi.
b. Kenaikan Harga Luar Negeri Produk Impor
Sama hal nya dengan kenaikan harga produk ekspor dalam
negeri, kenaikan harga luar negeri juga bergantung pada elastisitas
permintaan produk impor. Jika permintaan akan barang impor bersifat
elastis karena kemudahan substitusi produk dengan produk negara lain
atau produk dalam negeri sendiri. Hal ini menyebabkan permintaan
mata uang dalam negeri akan meningkat, sehingga akan mengalami
apresiasi.
Sedangkan jika permintaan akan produk impor bersifat inelastis,
hal ini menyebabkan permintaan akan mata uang dalam negeri
16
menurun, sehingga akan menyebabkan mata uang dalam negeri
terdepresiasi.
c. Perubahan Tingkat Harga Keseluruhan
Perubahan harga terjadi tidak hanya dari produk ekspor atau
impor tetapi dari seluruh harga barang pada suatu negara, hal ini
menyebabkan inflasi. Jika terjadi perubahan tingkat harga pada suatu
negara, maka inflasi akan mendorong harga barang-barang di negara
tersebut menjadi lebih mahal di bandingkan harga barang di negara
lain. Hal ini menyebabkan harga akan barang-barang dalam negeri
akan melonjak naik, sedangkan harga barang-barang luar negeri yang
masuk ke pasar domestik akan lebih murah dan menjadi pilihan
menarik bagi para konsumen. Hal ini menyebabkan tingkat penurunan
permintaan mata uang domestik dan kenaikan permintaan akan mata
uang asing sehingga nilai tukar mata uang domestik akan melemah
atau terdepresiasi.
d. Arus Modal
Peningkatan arus modal dapat dapat mempengaruhi nilai tukar,
karena arus dana investasi mengakibatkan apresiasi nilai mata uang
negara pengimpor modal dan mengakibatkan depresiasi nilai mata
uang negara pengekspor modal.
Hal diatas berlaku baik dalam modal jangka pendek maupun
jangka panjang, dan didorong oleh motif investor itu sendiri. Pada arus
modal jangka pendek motif investor biasanya di pengaruhi oleh tingkat
17
suku bunga dan spekulasi tentang nilai tukar mata uang suatu negara.
Sedangkan untuk arus modal jangka panjang motif investor lebih
dipengaruhi oleh harapan jangka panjang mengenai peluang
keuntungan disuatu negara serta nilai jangka panjang mata uangnya.
e. Perubahan – Perubahan Struktural
Perubahan struktural sendiri merupakan perubahan pada struktur
biaya, penemuan produk baru, atau hal lain yang dapat mempengaruhi
keunggulan komparatif dari suatu negara.
3. Sistem Nilai Tukar Mata Uang
Sistem nilai tukar dapat diartikan sebagai suatu kebijakan, institusi,
praktek, peraturan dan mekanisme yang menentukan tingkatan nilai suatu
mata uang saat ditukar dengan negara lain.
Terdapat beberapa sistem nilai tukar mata uang yang berlaku di
perekonomian internasional, yaitu (Kuncoro,1996:23):
a. Sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate).
Sistem ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa
adanya upaya stabilisasi oleh otoritas moneter. Didalam sistem nilai
tukar ini terdapat dua macam sistem nilai tukar mengambang, yaitu :
1) Mengambang bebas (murni)
Yaitu nilai tukar mata uang ditentukan sepenuhnya oleh
mekanisme pasar tanpa ada campur tangan pemerintah. Sistem ini
sering disebut (clean floating exchange rate), pada sistem ini
18
cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak
berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi nilai tukar.
Penerapan sistem nilai tukar mengambang bebas dalam suatu
negara memiliki beberapa kelebihan diantarannya yaitu:
a) Terjadi koreksi otomatis terhadap ketimpangan neraca
pembayaran nasional sehingga seringkali disebut stabilisator
otomatis (automatic stabilizer).
b) Cadangan valuta asing disuatu negara relatif utuh, karena tidak
digunakan untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing
demi stabilitas kurs.
c) Relatif lebih memiliki daya lindung terhadap fluktuasi
perekonomian dunia. Negara yang menerapkan sistem ini
tidak akan terikat secara langsung terhadap suatu
kemungkinan munculnya gejolak inflasi dunia yang tinggi.
d) Pemerintah memiliki kebebasan yang besar dalam
menentukan kebijaksanaan ekonomi di dalam negerinya.
e) Kondisi asimetri dan ketidakadilan ala Bretton Wood dapat
dihilangkan.
2) Mengambang terkendali
Sistem ini disebut juga managed or dirty floating exchange
rate,yaitu saat otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan
nilai tukar pada tingkat tertentu. Maka cadangan devisa biasanya
19
dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual
valas untuk mempengaruhi pergerakan nilai tukar.
b. Sistem nilai tukar tertambat (pegged exchange rate).
Pada sistem ini, suatu negara mengkaitkan sistem mata uang negaranya
dengan suatu mata uang negara lain, atau sekelompok mata uang, yang
bisanya merupakan mata uang negara mitra dagang yang utama.
Manambatkan ke suatu mata uang berarti nilai mata uang tersebut
mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi pada kenyataan
yang sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami
fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain yaitu
mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya.
c. Sistem nilai tukar tertambat merangkak (crawling pegs).
Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam
nilai mata uangnya secara periodik, dengan tujuan untuk bergerak
menuju nilai tertentu pada rentan waktu tertentu. Keuntungan utama
sistem ini adalah, suatu negara dapat mengatur penyesuaian nilai
tukarnya dalam periode yang lebih lama dibandingkan sistem nilai
tukar tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat menghindari kejutan-
kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang
tiba-tiba dan tajam.
d. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies).
Banyak negara terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai
matau uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang
20
yang dimasukkan dalam ”keranjang” umunya ditentukan oleh
perananya dalam membiayai perdagangan negara tertentu. Mata uang
yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya
terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu negara
dapat terdiri dari beberapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang
berbeda.
e. Sistem nilai tukar tetap (fixed echange rate).
Pada sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu nilai tukar mata
uang tertentu atas nama uangnya. Kemudian menjaga nilai tukar ini
dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah
tidak terbatas pada nilai tukar tersebut. Nilai tukar biasanya tetap atau
diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.
4. Perkembangan Kebijakan Sistem Nilai Tukar di Indonesia
Dalam perjalanan sejarah perekonomian indonesia telah beberapa
kali melakukan perubahan pada sistem kebijakan nilai tukar. Sebelum
diberlakukan Undang-Undang No.23 tahun 1999 dan diperbaharui dengan
Undang-Undang No.3 tahun 2000. Tujuan kebijakan nilai tukar hanya
ditekan pada keseimbangan neraca pembayaran, sedangkan sejak
diberlakukanya undang-undang tersebut, tujuan kebijakan nilai tukar lebih
ditekankan efektifitas kebijakan moneter. Dengan tercapainya tujuan akhir
kebijakan moneter maka akan mendukung keseimbangan neraca
pembayaran dan perekonomian nasional.
21
Beberapa sistem kebijakan nilai tukar yang pernah diambil indonesia
diantara lain ialah:
a. Sistem Nilai Kurs Tetap (Agustus 1971 - November 1978).
Sistem ini terjadi pada tahun 1971 sampai 15 November 1978, Sistem
ini dalam jangka pendek dapat menunjang stabilitas nilai tukar dan
sejalan dengan strategi inward looking yang mewarnai kebijaksanaan
ekonomi pada periode tersebut. sistem nilai tukar tersebut telah
menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami over-valued yang menjadi
salah satu sebab menurunnya daya saing produk dalam negeri. Untuk
menjaga keseimbangan nilai tukar dan mendorong ekspor nonmigas,
pada November 1978 dilakukan devaluasi rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat sebesar 30,9 persen, dimana nilai rupiah terhadap
dollar adalah tetap yaitu Rp 415 per dollar AS (Deliarnov, 2006:186).
b. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (November 1978 –
Juli 1997).
Laju Inflasi yang cendrung lebih besar dibandingkan negara-
negara mitra dagang utama pada tahun 1970-an mengakibatkan nilai
tukar rupiah over-valued. Nilai tukar yang over-valued dapat
mengganggu ekspor karena harga barang-barang ekspor relatif lebih
mahal dibandingkan negara pesaing. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut, pemerintah mendevaluasi nilai tukar rupiah sebesar 33,6%
dari Rp.415 per dollar AS menjadi Rp.625 per dollar AS pada
22
November 1978. Sejalan dengan kebijakan devaluasi tersebut, sistem
nilai tukar juga diubah menjadi sistem nilai tukar mengambang
terkendali. Dalam sisitem ini, nilai tukar rupiah diambangkan dengan
sekeranjangmata uang mitra dagang utama. Secara harian ditetapkan
ditetapkan kurs indikasi dan di biarkan bergerak pada kisaran kurs
tertentu. Pemerintah akan melakukan intervensi apabila nilai tukar
bergerak melebihi batas atas atau batas bawah yang di tetapkan
(Simorangkir, 2004:43).
c. Sistem Nilai Tukar Mengambang bebas (14 Agustus 1997 –
sekarang).
Krisis ekonomi yang dialami oleh Thailand pada pertengahan
tahun 1997, telah menyebar secara cepet ke negara-negara Asia
lainnya. Untuk mencegah terjadinya penularan dari krisis nilai tukar
negara tetangga tersebut, Bank Indonesia mengeluarkan berbagai
kebijakan untuk dapat menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Kebijakan
tersebut antara lain kebijakan pelebaran rentan intervensi (spread) dan
intervensi pasar valuta asing. Selain itu, Bank Indonesia juga
melakukan kebijakan moneter yang ketat dan intervensi di pasar valuta
asing untuk meredam melemahnya nilai tukar rupiah. Tetapi berbagai
kebiajakan tersebut ternyata tidak mampu meredam depresiasi nilai
tukar rupiah. Sehingga pada tanggal 14 Agustus 1997 pemerintah
mengambil kebijakan mengambangkan nilai tukar rupiah dengan
23
menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (Simorangkir,
2004:45).
5. Teori Nilai Tukar
a. Paritas Daya Beli (Purchasing-Power Parity)
Teori ini lahir dari tulisan – tulisan para ekonom inggris pada
abad ke-19, antara lain ialah David Ricardo (penemu teori
keuntungan komparatif) dan Gustav Cassel, seorang ekonom asal
Swedia yang aktif diawal abad ke-20, dan aktif dalam
mempopulerkan PPP dengan menjadikannya sebagai intisari dari
suatu teori ekonomi.
Pada intinya teori ini mencoba menjelaskan pergerakan nilai
tukar antara mata uang dua negara yang bersumber dari tingkat harga
setiap negara. (Krugman, 2005 :117)
Dalam teori ini dijelaskan bahwa nilai rata-rata jangka panjang
nilai tukar antara dua mata uang bergantung pada daya beli relatif
mereka. Jadi suatu mata uang akan memiliki nilai daya beli yang
sama bila ia dibelanjakan dinegerinya sendiri dan saat dibelanjakan di
negara lain setelah mata uang tersebut di konversi.
Jika suatu mata uang memiliki nilai daya beli yang lebih tinggi di
negerinya sendiri, disebut undervalued sehingga ada dorongan untuk
menjual mata uang asing dan membeli mata uang domestik ini
dilakukan untuk mendapatkan daya beli yang lebih tnggi di pasar
24
domestik. Hal ini mendorong menguatnya nilai mata uang domestik
atau mata uang domestik terapresiasi. Tetapi jika mata uang memiliki
nilai daya beli yang lebih rendah di negerinya sendiri, ini disebut
overvalued. Ini menimbulkan keinginan untuk menjual mata uang
domestik dan membeli mata uang asing, jika hal ini terjadi maka mata
uang domesti akan terdepresiasi (Richard, 1997: 209).
b. Teori Pendekatan Aset Terhadap Kurs
Dalam teori ini kurs adalah harga relatif dari dua aset yaitu harga
uang domestik dan luar negeri. Kurs memungkinkan seseorang
membandingkan harga uang domestik dan luar negeri dengan cara
memperhitungkan keduanya dalam satuan (mata uang) yang sama.
Nilai sekarang dari suatu aset tergantung pada apakah aset tersebut
lebih bernilai dimasa depan atau tidak.
Seseorang memiliki banyak pilihan dalam menyimpan berbagai
kekayaannya dalam berbagai bentuk, dengan tujuan untuk menimbun
kekayaan atau menabung dalam artian mengalihkan daya beli
sekarang ke masa mendatang.
Ini berarti kurs saat ini bergantung dengan kurs dimasa depan
yang diharapkan. Sebaliknya kurs dimasa depan bergantung pada apa
yang diharapkan terjadi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan terhadap aset lain. Nilai suatu aset di masa depan
selanjutnya di pengaruhi lagi beberapa faktor, diantaranya yaitu suku
25
bunga yang ditawarkan dan peluang perubahan selisih kurs mata uang
(depresiasi atau apresiasi) yang diminati terhadap mata uang negara
lain (Krugman, 2005:41).
B. Inflasi
1. Pengertian Inflasi
Inflasi merupakan suatu permasalahan yang dihadapi disetiap negara.
Inflasi berperan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat yang berada
dalam suatu negara. Hal ini terjadi saat kenaikan harga atau inflasi tetapi
tidak diiringi kenaikan pendapatan masyarakat sehingga pendapatan riil
mereka menurun. Setiap negara selalu berupaya dengan berbagai
kebijakan yang dikeluarkannya, agar inflasi yang terjadi di negara berada
pada batas normal yang telah ditetapkan. Inflasi yang selalu berfluktuasi
menyebabkan ketidakpastian bagi kesejahteraan masyarakat dan
menurunkan daya beli masyarakat akan barang dan jasa (Mankiw,
2006:216). Secara umum inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan atas
seluruh tingkat harga barang dan jasa.
Menurut Pratama Rahardja (2008:359) inflasi adalah kenaikan harga
barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus. Maka dapat
disimpulkan ada tiga komponen yang harus di penuhi agar dapat dikatakan
telah terjadi inflasi yaitu kenaikan harga, bersifat umum, dan berlangsung
terus menerus.
26
2. Penggolongan Inflasi
a. Berdasarkan asalnya
Berdasarkan asalnya inflasi dapat digolongkan menjadi dua
(Boediono,1989:158), yaitu
1) Inflasi berasal dari dalam negeri
Inflasi ini disebabkan karena terjadinya defisit anggaran yang
hadapai oleh pemerintah, cara yang dilakukan untuk mengatasi
defisit anggaran ini ialah dengan mencetak uang baru. Hal ini
menyebabkan harga barang-barang dipasar menjadi mahal karena
uang yang ada di masyarakat semakin banyak.
2) Inflasi berasal dari luar negeri
Inflasi ini terjadi sebagai akibat naiknya harga barang-barang impor.
Hal ini dapat terjadi jika biaya produksi barang di luar negeri
mengalami kenaikan atau terdapat kenaikan tarif impor barang.
b. Berdasarkan Keparahannya
Berdasarkan tingkat keparahannya inflasi dapat digolongkan
menjadi beberapa golongan (Boediono, 1989:158), diantaranya yaitu :
1) Inflasi ringan (kurang dari 10%/tahun)
2) Inflasi sedang (antara 10% sampai 30%/tahun)
3) Inflasi berat (anatar 30% samapi 100%/tahun)
4) Hiperinflasi (lebih dari 100%/tahun)
27
c. Inflasi Berdasarkan Cakupan Harga
Berdasarkan besarnya cakupan pengaruh inflasi terhadap harga,
maka inflasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Inflasi tertutup (closed inflation)
Jika inflasi atau kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan
satu arah atau dua arah tertentu saja.
2) Inflasi terbuka (Open Inflation)
Jika kenaikan harga terjadi pada seluruh barang secara umum.
3) Inflasi yang tidak terkendali (hiperinflasi)
Jika kenaikan harga yang terjadi sangat tinggi karena kenaikan harga
terus berubah dan meningkat setiap saat sehingga orang tidak dapat
menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang yang terus merosot.
3. Penyebab Inflasi
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu inflasi tarikan permintaan
dan desakan biaya produksi :
a. Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation)
Inflasi ini terjadi karena tingkat permintaan agregat yang terlalu
berlebihan sehingga terjadi perubahan pada tingkat harga.
Bertambahnya permintaan pada barang dan jasa mengakibatkan
bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi.
Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian
menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Pada gambar diatas
28
menunjukkan tekanan permintaan digambarkan dengan AD0 dan AD1
tekanan permintaan menyebabkan output perekonomian bertambah,
tetapi disertai inflasi, dilihat dari makin tingginya harga umum. Dalam
inflasi tidak berarti penawaran (AS) tidak bertambah. Karena
walaupun terjadi peningkatan dalam penawaran, jumlanya lebih kecil
dibandingkan permintaan (Raharja,2008:265).
Gambar 2.1
Demand Pull Inflation
29
b. Inflasi Dorongan Biaya (Cost-Push Inflation)
Gambar 2.2
Cost-Push Inflation
Inflasi ini terjadi karena kenaikan biaya produksi sehingga harga
produk-produk yang dihasilkan ikut naik. Meningkatnya biaya
produksi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu kenaikan harga bahan
baku dan kenaikan upah / gaji sehingga menyebabkan kenaikan
produksi barang-barang ouput sektor industri menjadi lebih mahal,
sehingga mengurangi tingkat penwaran. Jika yang berkurang adalah
penawaran agregat, inflasi akan disertai kontraksi ekonomi, sehingga
jumlah output (PDB) menjadi lebih kecil (Y2<Y1) (Raharja,2008:265).
30
4. Indikator Inflasi
Ada beberapa indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk
mengetahui laju inflasi selama satu periode tertentu (Raharja, 2008:367),
diantaranya adalah :
a. Indeks Harga Konsumen (Consumer price indeks).
Indeks harga konsumen (IHK) adalah angka indeks yang
menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli
konsumen dalam satu periode tertentu. Nilai IHK diperoleh dengan
menghitung harga berbagai komoditas yang dikonsumsi masyarakat
dalam satu periode tertentu.
Di Indonesia, perhitungan IHK dilakukan dengan
mempertimbangan beberapa ratus komoditas bahan pokok. Untuk
lebih mencerminkan keadaan yang sebenarnya, maka perhitungan IHK
dilakukan dengan melihat perkembangan regional, yaitu dengan
mempertimbangkan tingkat inflasi di kota-kota besar, terutama ibukota
propinsi-propinsi di Indonesia.
Rumus perhitungan inflasi IHK ialah
Inflasi = IHKt − IHKt−1
IHK𝑡−1X 100%
31
b. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)
IHPB melihat inflasi dari sisi yang berbeda jika dibandingkan
dengan IHK, yaitu dari sisi produsen. Oleh karena itu IHPB sering
disebut indeks harga produsen (producer price indeks).
Rumus IHPB dalam menhitung inflasi ialah
Inflasi = IHBP − IHPBt−1
IHPB𝑡−1X 100%
c. Indeks Harga Implisit (GDP Deflator)
GDP adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang
diproduksi dalam perekonomian dalam kurun waktu tertentu (Mankiw,
2003:16). Sedangkan GDP deflator adalah rasio GDP nominal atas
GDP riil, yaitu ukuran dari keseluruahn tingkat harga yang akan
menunjukkan biaya sekumpulan barang yang baru diproduksi relatif
terhadap biaya kumpulan barang itu pada tahun dasar.
Rumus GDP deflator ialah
GDP defaltor = GDP Nominal
GDP Riil
Sedangkan rumus untuk menghitung inflasi dengan menggunakan
GDP deflator ialah
Inflasi = IHIt − IHIt−1
IHI𝑡−1X 100%
32
C. Investasi
1. Pengertian investasi
Kata Investasi diambil dari bahasa latin investire, berarti ”membajui”,
yang merupakan bayangan yang sesuai mengenai bagaimana investasi
bisnis berlangsung. Investasi memungkinkan suatu perusahaan, suatu
perekonomian nasional atau suatu wilayah, untuk memperoleh aset (nyata)
yang diperlukan untuk memproduksi barang dan jasa (Curry,2001:58).
Investasi sering juga disebut sebagai penanaman modal atau
pembentukan modal dan merupakan komponen kedua yang menentukan
tingkat pengeluaran agregat. Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran
penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal
dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan
memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam
perekonomian (Sadono, 2003:121).
Investasi adalah pembelian (dan berarti produksi) dari kapital modal
barang – barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi
yang akan datang (barang produksi). Investasi juga merupakan suatu
komponen dari PDB (http://id.wikipedia.org/wiki/Investasi).
Investasi juga dapat di katakan sebagai suatu bentuk pembiayaan
pembangunan yang merupakan langkah awal dalam kegiatan produksi.
Kegiatan produksi yang produktif tersebut dapat memacu pertumbuhan
ekonomi dan dengan posisi semacam ini maka hakikatnya investasi juga
merupakan langkah awal dari kegiatan pembangunan ekonomi.
33
Investasi ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya (Sadono,
2003,:122) ialah
a. Tingkat keuntungan yang diramalkan dan di peroleh.
b. Suku bunga dan tingkat pengembalian modal atau prospek keuntungan.
c. Ramalan keadaan ekonomi di masa depan.
d. Kemajuan teknologi.
e. Tingkat pendapatan nasional, dan
f. Keuntungan perusahaan.
2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Modal dalam negeri adalah bagian dari kekayaan masyarakat
Indonesia termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimilki oleh
Negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di
Indonesia, yang disediakan guna menjalankan sesuatu usaha sepanjang
modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No.1
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang mengatur
mengenai pengertian Modal Asing.
Penanaman Modal Dalam Negeri adalah Pengunaan kekayaan seperti
diatas, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menjalankan
usaha menurut atau berdasarkan Undang-Undang Penanaman Modal.
Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri, dapat secara perorangan
atau merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang
berlaku di Indonesia. Untuk membedakan antara perusahaan asing dengan
34
perusahaan nasional, maka hal tersebut dapat dilihat dar kepemilikan
modalnya. Perusahaan Nasional adalah perusahaan yang sekurang-
kurangnya 51 persen dari modal dalam negeri yang ditanam di dalamnya
dimiliki oleh negara atau swasta nasional. Jika dalam bentuk Perseroan
Terbatas (PT), maka sekurang-kuranggnya persentase 51 persen dari
jumlah saham harus saham atas nama. Berdasarkan ketentuan yang
berlaku, persentase itu harus selalu ditingkatkan menjadi sebesar 75
persen. Sedangkan perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan adalah
termasuk perusahaan asing.
Pengembangan investasi-investasi daerah dalam memacu
pertumbuhan PMDN, sangat penting untuk di tingkatkan. Sebab PMDN
merupakan bentuk arus modal yang berasal dari dalam negeri sehingga
dengan meningkatnya PMDN di harapkan investor-investor dalam negeri
dapat bersaing dengan investor asing.
3. Penanaman Modal Asing (PMA)
Investasi asing merupakan suatu kegiatan untuk merubah sumber
daya potensial menjadi kekuatan ekonomi riil. Sumber daya potensial
tersebuat ialah sumber daya yang di miliki oleh suatu negara untuk di
manfaatkan guna mengingkatkan kesejahteraan masyarakat. Penanaman
modal asing ialah aliran modal yang berasal dari luar negeri yang mengalir
ke sektor swasta baik yang melalui investasi langsung (Direct Investment)
maupun investasi tidak langsung (Portofolio) (Suryatno, 2003:72).
35
Investasi langsung ialah investasi yang melibatkan pihak investor secara
langsung dalam menjalankan usahanya, sehingga pihak investor asing ikut
ambil bagian dalam usaha menetapkan tujuan dan kebijakan perusahaan.
Sedangkan investasi tidak langsung ialah investasi keuangan yang
dilakukan di luar negeri. Investor membeli uang atau ekuitas, dengan
harapan mendapat manfaat dari investasi tersebut. Contoh dari bentuk
investasi ini adalah pembelian obligasi.
Penanaman modal asing adalah penanaman modal asing secara
langsung yang dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 1
tahun 1967 dan yang digunakan menjalankan perusahaan di Indonesia,
dalam arti pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari
penanam modal tersebut (Widjaya, 2000:25).
Pengertian modal asing sendiri dapat diartikan menjadi beberapa,
diantaranya yaitu :
a. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari
kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah
digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia.
b. Alat-alat untuk perusahaan termasuk penemuan-penemuan baru milik
orang asing, dan bahan-bahan yang dimasukkan dari luar ke dalam
wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut tidak di biayai dari
kekayaan devisa Indonesia.
36
c. Bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-Undang No.1
Tahun 1967 diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk
membiayai perusahaan di Indonesia.
Investasi asing langsung sangat penting peranannya bagi
perekonomian Indonesia. Selain sebagai salah satu sumber untuk
peningkatan devisa negara, investasi asing langsung juga berfungsi sebagai
transfer teknologi, keterampilan manajemen dan lapangan kerja baru.
Investasi asing langsung juga memberikan beberapa kelebihan, antara lain
ialah investasi asing lebih memberikan rasa aman bagi negera yang
menjadi tuan rumah dari resiko-resiko yang terjadi akibat perkembangan
perekonomian kotemporer yang seringkali dramatis, terutama akibat
perubahan apresiasi mata uang.
Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat membutuhkan
peranan penting dari arus modal asing, baik yang berbentuk pinjaman,
bantuan, dan investasi. Hal ini disebabkan karena sumber dana yang
tersedia dalam negeri sangat terbatas, sehingga peranan asing diperlukan.
Selain untuk meningkatan sumber dana, kegiatan investasi asing juga akan
membawa pengaruh positif di berbagai sektor. Pada sektor moneter
dengan meningkatnya invetasi maka akan mendorong peningkatan
cadangan devisa negara, dengan cadangan devisa yang cukup maka nilai
kurs rupiah akan dapat dijaga pada posisi yang stabil. Sedangkan pada
sektor makroekonomi kegiatan investasi akan mendorong kegiatan ekspor,
37
menciptakan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan akan
mendorong pada peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
D. Krisis Ekonomi
Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi yang cukup hebat sekitar
tahun 1997-1998. Krisis finansial yang pertama terjadi di thailand pada bulan
juli tahun 1997, yang menyebabkan nilai mata uang, harga saham dan asset
beberapa negara merosot tajam. Terdepresiasi mata uang bath Tahiland,
sebagi awal dari krisis asia yang menyebabkan kepanikan regional.
Krisis ekonomi yang semula hanya melanda negara Thailand kemudian
menyebar ke negara-negara lain di Asia, seperti Filipina, Malaysia dan juga
Indonesia. Saat krisis ekonomi melanda indonesia tingkat inflasi meningkat
tajam. Tingkat inflasi yang tinggi disebabkan karena ketidakstabilan harga,
berpengaruh pada berkurangnya daya beli masyarakat. Sehingga saat inflasi
tinggi jumlah uang yang beredar akan meningkat, hal ini berdampak pada
terdepresiasinya nilai tukar rupiah. Pergerakan nilai tukar rupiah yang
berfluktuasi dari tahun-ketahun, pada masa sebelum krisis ekonomi pada
tahun 1988-1996 nilai tukar rupiah berada pada kisaran Rp.1.685 – Rp.2.383
per dollar AS. Tetapi ketika krisis ekonomi nilai tukar rupiah mengalami
depresiasi yang sangat tajam hingga pada akhir tahun 1997 mencapai
Rp.4.4650 per dollar AS. Bahkan pada bulan juni 1998 nilai tukar rupiah
terhadap dollar pernah mencapai Rp. 14.900 per dollar AS.
38
Krisis ekonomi tersebut juga berdampak luas pada seluruh sektor
ekonomi di Indonesia, diantaranya ialah penurunan permintaan terhadap
tenaga kerja khususnya pada sektor konstruksi dan manufaktur. Pemutusan
hubungan kerja oleh banyak perusahaan, sehingga meningkatkan tingkat
pengangguran. Pemerintah Indonesia juga berupaya untuk mengatasi tekanan
spekulasi atas mata uang rupiah dengan memperlebar ambang batas intervensi
(band intervention) dari 7 persen menjadi 13 persen pada juli 1997. Dan
akhirnya, pemerintah Indonesia mengumumkan penggunaan sistem nilai tukar
mengambang bebas pada agustus 1997. Kebijakan tersebut ditunjang dengan
berbagai kebijakan lain. pengetatan uang beredar, dan menurunkan tarif
impor, tetapi kebijakan tersebut dianggap masih belum untuk mengendalikan
krisis ekonomi yang melanda indonesia. Untuk menanggulangi hal ini
pemerintah indonesia bekerja sama dengan IMF, dan berupaya mengeluarkan
berbagai solusi untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda indonesia ini.
E. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu akan di uraikan secara ringkas, meskipun
terdapat kemiripan dalam ruang lingkup penelitian tetapi terdapat perbedaan
dengan penelitian ini, baik dalam obyek atau periode waktu yang digunakan.
Sehingga penelitian terdahulu tersebut dapat dijadikan sebagai referensi untuk
saling melengkapi. Pada tabel 2.1 di bawah ini memaparkan beberapa
penelitian terdahulu tersebut :
39
Tabel 2.1
Penelitian Sebelumnya
No Peneliti,
Tahun
Judul Penelitian Variabel Alat
Analisis
Hasil
1. Triyono,
2008
Analisis Kurs
Rupiah terhadap
Dollar Amerika
Niali tukar,
Inflasi
JUB,Suku
bunga, impor
Error
Corection
Model
(ECM).
Jangka Pendek :
- JUB dan SBI
sinifikan
positif.
- Inflasi dan
Impor tidak
signifikan.
Jangka Pnajang:
Seluruh variabel
berpengaruh
positif terhadap
nilai tukar,
kecuali JUB
berpengaruh
negatif.
2. TriWibo
wo dan
Hidayat
Amir,
2005.
Faktor – Faktor
Yang
Mempengaruhi
Nilai Tukar
Rupiah.
(Januari 2000-
Juni2005).
Selisih PDB,
selih inflasi,
selisih
tingkat bunga
antara
Indonesia
dan Amerika
dan nilai
tukar
Analisis
residual
dengan
metode
Root Mean
Square
Error
(RMSE).
Variabel penelitian
ini belum
menunjukkan
pengaruh yang
signifikan terhadap
nilai tukar
rupiah/dollar.
40
upiah/dollar
1 bulan
sebelumnya.
3. Latif
Kharie,
2006
Hubungan
Kausal Dinamis
Antara Variabel-
Variabel
Moneter Utama
dan Output :
Kasus Indonesia
Di Bawah Sistem
Nilai Tukar
Mengam dan
Mengambang
dan
Mengambang
Terkendali.
(Oktober 2004-
Desember 2006)
Kurs, SBI,
JUB, Output
Riil, IHK
Model
vector
Error
Corection
(VEC).
Berpengaruh
Signifikan dan
Positif
terhadap Kurs
adalah JUB
dan IHK
Berpengaruh
Signifikan dan
Negatif adalah
SBI.
4. Indra
Suhendra,
2003.
Pengaruh Faktor
Fundamental,
Faktor resiko dan
Ekspektasi Nilai
Tukar terhadap
Nilai Tukar
Rupiah
(Terhadap
Dollar) Pasca
Penerapan Kurs
Mengambang
Perbedaan
tingkat
bunga,
Tingkat
Harga, GDP
riil,
penawaran
uang,
cadangan
devisa,
investasi
Error
Corection
Model
(ECM).
Jangka Pendek :
Hanya variabel
tingkat harga
yang
berpengaruh
positif.
Jangka Panjang:
tingkat harga,
GDP riil,
penawaran
uang, cadangan
41
Bebas Pada
Tanggal 14
Agustus 1997.
(September
2007-Desember
2001)
asing
langsung,
investasi
asing tidak
langsung,
utang luar
negeri,
uatang
swasta,
ekspor,
impor, indeks
resiko
negara, nilai
tukar dimassa
depan.
devisa, investasi
asing langsung,
pertumbuhahn
utang luar
negeri,
pembayaran
uatang swasta,
ekspor dan
impor
berpengaruh
positif terhadap
nilai tukar
rupiah.
5. Noer
Azam
Achsani,
Arie
Jayanthy,
dan Piter
Abdullah,
2010
Hubungan antara
Inflasi da nilai
tukar, study
kasus
membandingkan
antara Asean +3,
EU dan Amerika
Utara (1991-
2005)
Nilai tukar,
inflasi, ouput
gap, Dummy
crisis.
Data Panel Pengaruh antara
inflasi terhadap
perubahan nilai
tukar lebih kuat
terdapat di Asia
dibandingkan EU
dan Amerika
Utara.
6. Hafeez-
ur-
Rehman,
Atif Ali
Jaffri dan
Pengaruh Arus
Masuk
Penanaman
Modal Asing
Terhadap
Index
produksi
industrial,
export, aliran
masuk FDI,
Normalized
cointegrati
ng equation
Produksi, FDI dan
pekerja
berpengaruh
positif terhadap
nilai tukar,
42
Imtiaz
Ahmed,
2010
Keseimbangan
Nilai Tukar Di
Pakistan.
(Juli 2007-Maret
2009)
pekerja, nilai
tukar.
sedangkan export
berpengaruh
negatif
7. Cristoper
P.Ball,
Martha
Cruz-
Zuniga,
Claude
Lopez,
Javier
Reyes,
2010
Inflsi dan nilai
tukar pada
perekonomian
terbuka kecil.
(Amerika Latin).
GDP, Inflasi,
jumlah uang
beredar, nilai
tukar.
Panel
Vector
Autoregresi
ve
approach
Terdapat hubungan
antara inflasi dan
jumlah uang
beredar terhadap
nilai tukar.
Triyono (2008) dengan penelitiannya yang berjudul ”Analisis Kurs
Rupiah terhadap Dollar Amerika”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana pengaruh variabel inflasi, jumlah uang beredar, tingkat
suku bunga, dan nilai impor terhadap kurs rupiah/dollar AS. Penelitian ini
menggunakan metode Error Corection Model (ECM). Hasil dari penelitian ini
adalah variabel yang berpengaruh dengan analisis jangka pendek adalah JUB
dan SBI sedangkan inflasi dan impor tidak berpengaruh. Dalam analisis
jangka panjang seluruh variabel independen berpengaruh secara positif
terhadap kurs, kecuali untuk variabel JUB yang secara signifikan berpengaruh
negatif
43
Tri & Hidayat (2005), dengan penelitiannya yang berjudul ”Faktor –
Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah”, kurun waktu yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Januari 2000 sampai dengan Juni 2005,
sedangkan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar
Rp/US$, Wholesale Price Index (WPI) Indonesia dan USA, jumlah uang
beredar, PDB riil, tingkat suku bunga, dan neraca perdagangan. Penelitian ini
berfokus pada identifikasi variabel-variabel penentu nilai tukar rupiah dan
pemilihan model terbaik untuk untuk perkiraan nilai tukar rupiah di masa yang
akan datang. Hasil dari penelitian ini adalah variabel yang berpengaruh
terhadap nilai tukar Rp/dollar adalah selisih pendapatan riil Indonesia dan
Amerika, selisih inflasi Indonesia dan Amerika, selisih tingkat suku bunga
Indonesia dan Amerika dan nilai tukar rupiah terhadap dollar satu bulan
sebelumnya (lag-1). Sedangkan selisih jumlah uang beredar Indonesia dan
Amerika belum menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar.
Latif Kharie (2006), dengan penelitiaanya yang berjudul Hubungan
Kausal Dinamis Antara Variabel-Variabel Moneter Utama dan Output : Kasus
Indonesia Di Bawah Sistem Nilai Tukar Mengam dan Mengambang dan
Mengambang Terkendali. kurun waktu yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dari Oktober 2004 sampai dengan Desember 2006. Sedangkan variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kurs, SBI, JUB, Output Riil, IHK.
Hasil dari penelitian ini adalah variabel JUB dan IHK berpengaruh positif
dan sifgnifikan terhadap Kurs, sedangkan variabel SBI berpengaruh negatif
terhadap Kurs.
44
Indra Suhendra (2003) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh
Faktor Fundamental, Faktor resiko dan Ekspektasi Nilai Tukar terhadap Nilai
Tukar Rupiah (Terhadap Dolar) Pasca Penerapan Kurs Mengambang Bebas
Pada Tanggal 14 Agustus 1997. Penelitian ini dilakukan pada periode
seprtember 1997 sampai dengan Desember 2001), dengan variabel penelitian
yaitu nilai tukar sebagai variabel independen dan variabel dependen terbagi
dua yaitu variabel dependen sebagai faktor fundamental ialah perbedaan
tingkat bunga kedua negara, Tingkat harga relatif, GDP riil, penawaran uang,
cadangan devisa, Investasi asing langsung, investasi asing tidak langsung,
pertumbuhan utang luar negeri, pembayaran uatng swasta, total nilai ekspor
dan total nili impor. Sedangkan vriabel depdende sebagai faktor resiko dan
ekspektasi ialah indeks resiko negara dan Nilai tukar rupiah terhadap dolar
dimasa depan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini ialah
dengan menggunakan metode error corection model (ECM). Hasil penelitian
ini adalah tingkat harga, GDP riil, penawaran uang, cadangan devisa, investasi
asing langsung, pertumbuhahn utang luar negeri, pembayaran uatang swasta,
ekspor dan impor berpengaruh positif terhadap nilai tukar dalam jangka
panjang, sedangkan untuk variabel yang berpengaruh positif dalam jangka
pendek adalah tingkat harga.
Noer dkk., (2010), dalam penelitiannya yang berjudul ”hubungan antara
inflasi dan nilai tukar : study antara ASEAN + 3 negara, eropa dan Amerika
Utara. Metode analisis yang digunakan adalah Grange-causality test. Hasil
penelitian ini menunjukkan hubungan yang kuat antara inflasi dan nilai tukar
45
di di beberapa negara. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
nilai tukar, pengeluaran pemerintah, inflasi luar negeri, perubahan mata uang
domestik, dan inflasi domestik.
Hafeez dkk., (2010), dalam penelitiannya yang berjudul ”Pengaruh Arus
Masuk Penanaman Modal Asing Terhadap Keseimbangan Nilai Tukar Di
Pakistan”. Periode penelitiannya adalah dari Juli 1993 sampai dengan Maret
2009. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kurs dengan
Index produksi industrial, export, aliran masuk FDI, pekerja, nilai tukar. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan Produksi, FDI dan pekerja berpengaruh
positif terhadap nilai tukar, sedangkan export berpengaruh negatif.
Chriztoper dkk., (2010), dalam penelitiannya yang berjudul ”Inflsi dan
nilai tukar pada perekonomian terbuka kecil di Amerika Latin. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Inflasi, jumlah uang beredar, nilai tukar.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kedua variabel independen
berpengaruh terhadap nilai tukar.
F. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang
tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran
dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari
serangkaian masalah yang ditetapkan (Hamid, 2009:26).
Penelitian ini menganalisis pengaruh Inflasi dan Investasi terhadap
nilai tukar rupiah di Indonesia. Variabel bebas yang terdiri dari Inflasi,
46
kemudian investasi yang terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri dan
Penanaman Modal Asing. berpengaruh terhadap Nilai Tukar Rupiah sebagai
variabel terikatnya. Kenaikan harga barang merupakan penyebab terjadinya
inflasi. Menurut teori kuantitas paritas daya beli, naiknya harga barang
menyebabkan kurs terdepresiasi. Hal ini menyebabkan berkurangnya barang
dan jasa yang dapat dibeli dan menyebabkan berkurangnya mata uang lain
yang dapat diperoleh.
Di sisi lain, investasi juga berpengaruh terhadap perubahan nilai tukar.
Meningkatnya investasi baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar
negeri akan mendorong terapresiasinya nilai tukar. Hal ini karena kenaikan
investasi tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara
sehingga dengan pertumbuhan ekonomi yang baik, diharapkan pergerakan
nilai tukar rupiah juga dalam keadaan yang stabil. Selain itu masuk nya modal
asing juga akan berpengaruh terhadap permintaan dan penawaran nilai tukar
domestik dengan nilai tukar asing. Masuknya investasi asing menyebabkan
permintaan terhadap mata uang dalam negeri meningkat sehingga nilai tukar
mata uang domestik akan terapresiasi.
Secara umum kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
47
Gambar 2.3
Kerangka Berpikir
Pengaruh Inflasi dan Investasi Terhadap
Nilai Tukar Rupiah di Indonesia
Variabel Independn :
Inflasi
Penanaman Modal
Dalam Negeri
(PMDN)
Penanaman Modal
Asing (PMA)
Dummy Crisis
(DM)
Variabel Dependen :
Nilai Tukar Rupiah
(Kurs) terhadap
Dollar AS
Metode Analisis :
Model Regresi Berganda
Kesimpulan dan
Implikasi
Latar Belakan
Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lain. Kurs menjadi
perhatian penting dalam perekonomian suatu negara, karena melemah dan
menguatnya kurs akan berdampak pada variabel makro ekonomi lainnya.
Perumusan Masalah
1.Menentukan seberapa besar pengaruh
Inflasi terhadap kurs.
2.Menentukan seberapa besar pengaruh
Investasi (PMDN dan PMA) terhadap
kurs.
3.Menentukan seberapa besar pengaruh
Dummy Crisis terhadap kurs.
Tujuan
1. Mengetahui bagaimana pengaruh
inflasi dan investasi secara individu
terhadap nilai tukar rupiah.
2. Mengetahui bagaimana pengaruh
inflasi dan investasi secara bersama-
sama terhadap nilai tukar rupiah.
Hasil
48
G. Hipotesis
Beradasarkan uraian perumusan masalah diatas, maka penulis
mengajukan hipotesis untuk dilakukan pengujian ada tidaknya pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen. Dan hasil hipotesis
sementara dari penelitian ini ialah :
1. Inflasi diduga berpengaruh signifikan dan positf terhadap nilai tukar
rupiah. Kenaikan inflasi akan menyebabkan nilai tukar rupiah
terdepresiasi terhadap dollar di Indonesia.
H1:β1 ≠ 0 Artinya, Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap nilai
tukar rupiah.
H0:β1 = 0 Artinya, Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai
tukar
2. PMDN diduga berpengaruh signifikan dan negatif terhadap nilai tukar
rupiah. Kenaikan PMDN akan menyebabkan nilai tukar rupiah
terapresiasi terhadap dollar di Indonesia.
H1:β2 ≠ 0 Artinya, PMDN berpengaruh secara signifikan terhadap nilai
tukar rupiah.
H0:β2 = 0 Artinya, PMDN tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai
tukar
3. PMA diduga berpengaruh signifikan dan negatif terhadap nilai tukar
rupiah. Kenaikan PMA akan menyebabkan nilai tukar rupiah terapresiasi
terhadap dollar di Indonesia.
49
H1:β3 ≠ 0 Artinya, PMA berpengaruh secara signifikan terhadap nilai
tukar rupiah.
H0:β3 = 0 Artinya, PMA tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai
tukar
4. Krisis ekonomi diduga berpengaruh signifikan dan positif terhadap nilai
tukar rupiah. Kenaikan krisis ekonomi akan menyebabkan nilai tukar
rupiah terapresiasi terhadap dollar AS di Indonesia.
H1:β4 ≠ 0 Artinya, krisis ekonomi berpengaruh secara signifikan
terhadap nilai tukar rupiah.
H0:β4 = 0 Artinya, krisis ekonomi tidak berpengaruh signifikan
terhadap nilai tukar
5. Inflasi, PMDN, PMA dan Krisis ekonomi diduga secara bersama-sama
berpengaruh signifikan dan positif terhadap nilai tukar rupiah.
H1:β4 ≠ 0 Artinya, inflasi, PMDN, PMA. dan krisis ekonomi
berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tukar rupiah.
H0:β4 = 0 Artinya, Inflasi, PMDN, PMA, dan krisis ekonomi tidak
berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar
50
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, penelitian menggunakan data kuantitatif. Dimana
data kuantitatif adalah data yang bersifat numerik atau angka
(Lukman,2007:4). Penelitian ini menggunakan studi literature tentang
pengaruh inflasi, PMDN, PMA serta krisis ekonomi 1998 (dummy variabel)
terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS di Indonesia. Penelitian ini
menggunakan studi time series dari tahun 1983-2009. Serta pengolahan data
dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) dan dan alat
pengolahan data menggunakan eviews 5.
B. Metode Pengumpulan Sampel
Sampel adalah suatu himpunan bagian (subset) dari unit populasi
(Kuncoro,2003:104). Sedangkan sampling,adalah proses memilih sejumlah
elemen dari sebuah populasi yang mencukupi untuk mempelajari sampel dan
memahami karakteristik elemen populasi.
Sampel yang baik pada umumnya memiliki beberapa karakteristik.
Karakteristik tersebut ialah (Kuncoro, 2003:105) :
1. Sampel yang baik memungkinkan peneliti untuk mengambil keputusan
yang berhubungan dengan besaran sampel untuk memperoleh jawaban
yang dikendaki.
51
2. Sampel yang baik menidentifikasikan setiap probabilitas dari setiap unit
analisis untuk menjadi sampel.
3. Sampel yang baik memungkinkan peneliti menghitung akurasi dan
pengaruh dalam pemilihan sampel dari pada harus melakukan sensus.
4. Sampel yang baik memungkinkan peneliti menghitung derajat
kepercayaan yang diterapkan dalam estimasi populasi yang disusun dari
sampel statistika.
Proses pemilihan sampel merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
berurutan. Adapun tahapan dalam penentuan sampel adalag sebagai berikut
(Kuncoro, 2003:108) :
1. Penentuan Populasi
2. Penentuan Unit Pemilihan Sampel
3. Penentuan Kerangka Pemilihan Sampel
4. Penentuan Desain sampel
5. Penentuan Jumlah Sampel
6. Pemilihan Sampel
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang
bersumber dari data-data statistik yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI)
dan Badan Pusat Statistik (BPS).
52
D. Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan model regresi berganda dengan metode OLS
(Ordinary Least Square), dengan rumussan model penelitian sebagai berikut :
ER = α + 1IHK + 2PMDN + 3PMA + 4DM + μi
Untuk menstandarkan data, model diatas kemudian di transformasikan
kedalam bentuk persamaan logaritma natural, persamaannya adalah sebagai
berikut :
LogER = α + β1LogIHK + β2LogPMDN + β3LogPMA + β4DM + μi
Keterangan :
ER : Nilai Tukar Rupiah/Dollar AS
IHK : Indek Harga Konsumen
PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri
PMA : Penanaman Modal Asing
DM : Dummy Crisis
DM = 0 (Sebelum Krisis Ekonomi)
DM = 1 (Setelah Krisis Ekonomi)
α : Intercept / Konstan
i : Observasi ke i
μ : Kesalahan yang disebabkan oleh faktor acak
β1, β2, β3, β4, : Parameter Elastisitas
53
Metode pangkat kuadrat terkecil (OLS) diperkenalkan pertama kali oleh
seorang ahli matematika dari jerman, yaitu Carl Fredich Gaus. Metode OLS
adalah metode untuk mengestimasi suatu garis regresi dengan jalan
meminimalkan jumlah kuadrat kesalahan dari setiap observasi terhadap garis
tersebut (Kuncoro, 2003:216).
Menurut Widarjono, 2007:23-25, metode OLS adalah metode mencari
nilai residual sekecil mungkin dengan menjumlahkan kuadrat residual. Metode
kuadrat terkecil akan menghasilkan estimator yang mempunyai sifat tidak
bias, linier dan mempunyai varian yang minimum atau BLUE, yaitu
a. Best adalah yang terbaik
b. Linier Adalah kombinasi linier dari data sampel. Jika ukuran sampel
ditambah maka hasil nilai estimasi akan mendekati parameter yang
populasi sebenarnya.
c. Unbiased adalah rata-rata atau nilai harapan atau estimasi sesuai dengan
nilai yang sebenarnya.
d. Efficient estimator adalah memiliki varians yang minimum diantara
pemerkira lain yang tidak jelas.
Sebelum melakukan interprestasi terhadap hasil regresi dari model
penelitian yang akan digunakan, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian
terhadap data penelitian tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah
model tersebut dapat dianggap relevan atau tidak. Pengujian yang dilakukan
melalui uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, autokorelasi,
heterokedastisitas, linieritas dan multikolinearitas, juga uji statistik yang
54
meiliputi uji signifikansi parameter individu (uji statistik t), uji sinifikan
simultan (uji statistik F), dan uji koefisien determinasi (R2).
1. Uji Asumsi Klasik
Pengujian ini digunakan untuk melihat apakah model yang diteliti
mengalami penyimpangan asumsi klasik atau tidak, maka pengadaan
terhadap penyimpangan asumsi klasik tersebut harus dilakukan,
penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut diatas akan menyebabkan
uji statistik uji t dan uji F yang dilakukan menjadi tidak valid dan secara
statistik akan mengacaukan kesimpulan yang diperoleh, Uji Asumsi Klasik
yang dilakukan meliputi :
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah residual
variabel dependen dan independen berdistribusi normal atau tidak.
Pengujian normalitas ini menggunakan normality histogram
(Insukindro, 2003:61).
Uji Jarque-Bera atau J–B test adalah uji menggunakan hasil
estimasi residual dan chisquare probability distributsi. Jika nilai J – B
hitung < nilai X2 tabel, maka hipotesis tersebut menyatakan residual
residual berdistribusi normal. Atau dengan nilai statistik JB didasarkan
pada distribusi Chi Squares dengan derajat kebebasan (df) 2. Jika nilai
probabilitas statistik JB lebih besar dari α = 5 persen maka tidak terjadi
permasalahan normalitas (Widarjono, 2007:54).
55
b. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu observasi
dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah timbul
pada data yang bersifat runtut waktu. Karena berdasarkan sifatnya,
data masa sekarang dipengaruhi data masa sebelumnya. Jika data yang
di analisis mengandung autokorelasi maka menyebabkan estimator
bersifat LUE, tidak lagi BLUE.
Pengujian terhadap gejala auotokorelasi dapat dilakukan dengan
uji Durbin Watson (DW) dan uji Breusch-Godfrey. Uji Durbin Watson
(DW) dapat dilakukan dengan cara membandingkan nilai d (yang
menggambarkan koefisien DW). Nilai d akan berada pada kisaran 0
hingga 4, seperti pada tabel 3.1 di bawah ini :
Tabel 3.1
Daerah Autokorelasi
Kriteria Pengambilan Keputusan :
Tolak Ho,
berarti ada
autokorelasi
positif
Tidak
dapat
diputuskan
Tidak menolak
Ho, berarti
tidak ada
autokorelasi
positif
Tidak
dapat di
putuskan
Tolak Ho,
berarti ada
autokorelas
i negatif
0 dL du 2 4-du 4-dL
1,10 1,54 2,46 2,9
Atau dapat dilakukan dengan cara lain, yaitu menggunakan Uji
Breusch-Godfrey, yang biasa disebut dengan uji LM (Langrange
Multiplier). Adapun langkah pengujiannya dengan membandingkan
Obs*R2 dengan X
2 pada derajat kebebasan dan derajat keyakinan
56
tertentu. Jika Obs*R2 < X
2 tabel maka Ho di tolak (ada autokorelasi)
atau jika nilai probability > 0,05 atau α=5 persen, maka tidak ada
autokorelasi (Winarno, 2007:5.25).
c. Uji Heterokedastisitas
Heterokedastisitas adalah keadaan dimana faktor penggangu
tidak memilki varian yang sama (Winarno, 2007:5.8). Dalam
penelitian ini, metode yang digunakan untuk mengetahui masalah
heterokedastisitas adalah dengan uji white. Asumsi yang digunakan
ialah jika nilai χ2 hitung (Obs*R-Squared) < χ
2 tabel atau variabel
penggangu dan persamaan regresi mempunyai varian yang sama maka
uji white test tidak memiliki masalah heterokedastisitas. Atau dapat
diketahui dengan melihat nilai probablity, jika nilai probability Obs*R-
Sqauared > 0,05 atau α 5%, maka tidak terdapat masalah
heterokedastisitas.
d. Uji Linieritas
Uji yang sangat popular untuk menguji masalah linieritas adalah
uji yang dikembangkan oleh J.B. Ramsey tahun 1969 yang lebih
dikenal dengan nama RESET Test. Uji linieritas didesain untuk
menguji apakah suatu variabel penjelas cocok atau tidak dimasukkan
dalam suatu model estimasi (Insukindro, 2003:64).
57
Asumsi yang digunakan ialah jika probalitas F Statistik > α = 5
pernsen (0,05), maka maka model adalah linier, dan sebaliknya jika
probalitas F Statistik > α = 5 persen (0,05), maka mengandung masalah
ketidak linieran.
e. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah kondisi adanya hubungan linear antara
variabel independen. Kondisi terjadinya multikolinearitas dapat
ditunjukkan dengan berbagai informasi berikut, yaitu :
1) Nilai R2 tinggi, tapi variabel independen banyak yang tidak
signifikan.
2) Dengan menghitung koefisien korelasi antarvariabel independen.
Apabila koefisiennya rendah maka tidak terdapat multikolinearitas.
3) Dengan melakukan regresi auxiliary. Regresi ini dapat digunakan
untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel, sebagai
variabel dependen dan variabel independen lain tetap diperlakukan
sebagai variabel independen.
Pengujian Multikolinieritas juga dapat dilakukan dengan metode
deteksi Klien, yaitu dengan membandingkan koefisien determinasi
auxiliary dengan koefisien determinasi model regresi aslinya. Jika
koefisien determinasi auxiliary lebih besar dari koefisien determinasi
model regresi aslinya, maka terjadi permasalahan multikolinieritas
58
antara variabel independen yang digunakan dalam model penelitian
(Widarjono, 2007:117).
2. Uji Statistik
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen
secara individu dan bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen. Uji statistik ini meliputi Uji t, Uji F dan Koefisien
Determinasi (R2).
a. Uji Siginifikansi Individual (Uji t-Statistik)
Uji ini digunakan untuk melihat signifikansi dari pengaruh
variabel independen secara individu terhadap variabel dependen
dengan variabel yang lain konstan. Untuk menguji pengaruh setiap
variabel independen tersebut, maka nilai t hitung harus di bandingkan
dengan nilai t tabel.
Untuk nilai t tabel dapat diperoleh dengan melihat tabel distribusi
untuk α = 0,05 dan derajat n – k. Maka dalam pengujian ini dilakukan
hipotesis sebagai berikut :
Ho : βi = 0 (variabel independen tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen)
Ha : βi ≠ 0 (variabel independen berpengaruh terhadap variabel
dependen)
Selain dengan menngunakan cara diatas, uji-t juga dapat
dilakukan dengan cara Quick Look, yaitu: melihat nilai probability dan
59
derajat kepercayaan yang ditentukan dalam penelitian atau melihat
nilai t-tabel dengan t-hitungnya. Jika nilai probability < 0,05 atau α=5
persen dan jika nilai t-hitung lebih tinggi dari t-tabel yang berarti
menolak Ho dan menerima Ha dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan
bahwa variabel independen secara individual mempengaruhi variabel
dependennya dan sebaliknya (Kuncoro, 2003:219).
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji F-Stastik)
Pengujian ini akan memperlihatkan hubungan atau pengaruh
variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen
(Widarjono,2007:73). Maka dalam pengujian ini dilakukan hipotesis
sebagai berikut :
1) Jika F-hitung < F tabel, maka Ho diterima yang berarti secara
bersama-sama variabel independen secara signifikan tidak
dipengaruhi variabel dependen.
2) Jika F-hitung > F tabel, maka Ha ditolak yang berarti secara
bersama-sama variabel independen secara signifikan
mempengaruhi variabel dependen.
Selain dengan cara diatas, uji-F juga dapat dilakukan dengan cara
Quick Look, yaitu: melihat nilai probability dan derajat kepercayaan
yang ditentukan dalam penelitian atau melihat nilai F-tabel dengan F-
hitungnya. Jika nilai probability < 0,05 atau α=5 persen yang berarti
menolak Ho dan menerima Ha dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan
60
bahwa variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi
variabel dependennya dan sebaliknya (Kuncoro, 2003:219).
c. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien Determinasi adalah kemampuan model dalam
menjelaskan hubungan antar variabel (Winarno, 2007:4.5). Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol dan satu, semakin angka
mendekati satu maka semakin baik garis regresi karena mampu
menjelaskan data aktualnya, sebaliknya semakin angka mendekati nol
maka kita mempunyai garis regresi yang kurang baik. Koefisisen
determinasi merupakan konsep statistik, sehingga sebuah garis regresi
baik jika nilai R2 tinggi (Widarjono, 2007:29).
E. Operasioanal Variabel Penelitian
Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel
penelitian yang digunakan, berikut operasional dan cara pengukurannya.
Penjelasan dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain:
1. Variabel Dependen
Variabel independen ialah variabel yang nilainya mempengaruhi
perilaku dari variabel terikat (Lukman, 2007 : 5).
61
a. Nilai Tukar (Kurs)
Data nilai tukar yang digunakan dalam penelitian ini adalah data nilai
tukar (kurs) tengah rupiah terhadap dollar AS. Dalam kurun waktu
tahunan dari 1983 sampai dengan 2009 yang diperoleh dari Statistik
Ekonomi Keuangan Indonesia terbitan Bank Indonesia.
2. Variabel Independen
Variabel dependen ialah variabel yang nilainya dipengaruhi oleh
variabel bebas (Lukman, 2007 : 5).
a. Inflasi
Data inflasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Indeks
Harga Konsumen (IHK) dengan periode tahunan. Data IHK dipilih
sebagai variabel penunjuk inflasi, karena IHK merupakan salah satu
indikator yang digunakan sebagai ukuran dalam menentukan besaran
inflasi. Perubahan IHK menunjukan inflasi yang terjadi pada suatu
negara. IHK yang digunakan adalah IHK tahun dasar 2007 ,dengan
periode penelitian 1983 sampai dengan 2009. Data diperoleh dari
Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia terbitan Bank Indonesia.
b. PMDN
Data PMDN yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Realisasi
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang disetujui pemerintah
menurut sektor ekonomi dengan periode tahunan yaitu dari 1983 sampai
dengan 2009. Data tersebut diperoleh dari Statistik Ekonomi Keuangan
62
Indonesia berbagai edisi terbitan Bank Indonesia dan Indikator Ekonomi
berbagai edisi terbitan BPS, dalam bentuk miliar rupiah.
c. PMA
Data PMA adalah data relisasi Penanaman Modal Asing (PMA) yang
disetujui pemerintah menurut sektor ekonomi, dengan periode tahunan
selama kurun waktu 1983 sampai dengan 2009. Data tersebut diperoleh
dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia berbagai edisi terbitan Bank
Indonesia, dan Indikator Ekonomi berbagai edisi terbitan BPS, dalam
bentuk miliar rupiah.
d. Dummy crisis
Variabel ini digunakan sebagai variabel yang menjelaskan hubungan
antara krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 dengan
nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
63
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Deskriptif
1. Nilai Tukar
Nilai tukar ialah harga suatu mata uang dalam satuan mata uang asing,
yaitu jumlah mata uang suatu asing yang harus dibayarkan untuk
mendapatkan satu unit mata uang domestik (Richard, 1997:189). Kurs
tengah antara rupiah terhadap dollar AS adalah kurs yang berada di antara
kurs jual dan beli antara mata uang rupiah terhadap dollar AS.
Sampai saat ini dollar AS dianggap sebagai mata uang internasional
yang banyak digunakan oleh berbagai negara. Hal ini bermula dari
perjanjian Bretton Woods setelah Perang Dunia II. Pada saat itu keadaan
ekonomi negara-negara di dunia kecuali Amerika Serikat hancur akibat
perang. Sehingga menyebabkan banyak negara tersebut bergantung pada
pinjaman dari Amerika. Pinjaman yang diberikan Amerika adalah dalam
bentuk dollar yang pada akhirnya mereka harus membayar pinjaman
tersebut dengan dollar. Walaupun nilai dollar AS mengalami fluktuasi
dalam perjalanannya, terutama saat Amerika mengalami krisis ekonomi di
tahun 2008, tetapi dollar masih menjadi cadangan utama bagi negara-negara
di dunia.
64
Sumber: Laporan Perekonomian Bank Indonesia
Gambar 4.1
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah/Dollar AS
Periode 1983-2009
Berdasarkan gambar 4.1 memperlihatkan bahwa nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS terus terdepresiasi dari tahun 1983 – 1996. Pada tahun
1983 nilai rupiah yang dibutuhkan untuk mendapat 1 unit dollar AS adalah
Rp.1.020 per dollar AS. Nilai tersebut terus terdepresiasi menjadi Rp.2.383
per dollar AS pada tahun 1996.
Namun di tahun 1997 nilai tukar rupiah terdepresiasi secara tajam,
nilai tukar tersebut meningkat dua kali lipat di banding tahun sebelumnya.
Pada tahun 1997 nilai tukar mencapai Rp.4.065 per dollar AS. Hal ini
disebabkan karena Indonesia mengalami krisis ekonomi, krisis ekonomi ini
terus berlanjut pada tahun berikutnya. Pada tahun 1998 nilai tukar terus
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009
Nilai Tukar Rupiah per Dollar AS
Nilai Tukar
65
terdepresiasi menjadi Rp.8.025, bahkan pada bulan juni 1998 nilai tukar
rupiah per dollar AS terdepresiasi sangat tajam, nilai tukar rupiah mencapai
Rp.14.900 per dollar AS. Hal ini disebabkan karena kondisi fundamental
perekonomian yang semakin melemah, perkembangan sosial politik yang
memburuk, dan masalah utang luar negeri swasta. Disamping hal tersebut
perkembangan kondisi moneter internasional yang kurang menguntungkan,
seperti melemahnya nilai tukar yen, juga ikut berpengaruh negatif terhadap
nilai tukar rupiah.
Pada tahun 1999 yaitu kurs rupiah terapresiasi yaitu menjadi Rp.7.100
per dollar AS. Hal ini disebakan karena sentiment pasar yang positif
terhadap perkembangan ekonomi dan kebijakan yang diambil pemerintah.
Namun pada tahun 2000, kurs kembali terdepresiasi yaitu Rp.9.675 per
dollar AS, penyebab terdepresiasinya nilai rupiah ialah karena kesenjangan
antara penawaran dan permintaan valuta asing, akses likuiditas rupiah
dipasar uang, sentiment negatif terhadap ketidakstabilan sosial politik dan
keamamanan, terdepresiasi rupiah per dollar AS terus terjadi hingga tahun
2001.
Nilai tukar rupiah akhirnya kembali terapresiasi di tahun 2002 yaitu
Rp.8.940 per dollar AS, dibandingkan tahun sebelumnya yaitu Rp.10.400.
hal ini sebagai akibat tekanan permintaan di pasar valas. Terapresiasinya
nilai kurs rupiah dipengaruhi oleh berbagai faktor secara fundamental hal ini
disebabkan karena membaiknya kinerja sektor eksternal yang tercermin dari
surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), sedangkan secara sentimen
66
menguatnya kurs turut didukung oleh menguatnya mata uang asia
(regional), keberhasilan melakukan negosiasi dengan negara donor, dan
kemajuan pada proses privatisasi sejumlah bank dan BUMN. Fluktuasi nilai
tukar rupiah terus terjadi di tahun-tahun berikutnya, hal tersebut disebabkan
karena keadaan ekonomi Indonesia yang dianggap masih tidak stabil.
Pada tahun 2008 kurs rupiah per dollar AS terdepresiasi menjadi
Rp.10.950 hal ini sebagai akibat krisis keuangan global. Krisis keuangan
global tersebut memberi tekanan terhadap rupiah, krisis ini memicu ketatnya
likuiditas global. Sedangkan pada tahun 2009 kurs mengalami apresiasi
pada posisi Rp 9400 per dollar AS akibat pulihnya kepercayaan pasar.
2. Inflasi
Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan
terus menerus, sehingga menyebabkan merosotnya nilai mata uang terhadap
barang. Maka dapat disimpulkan ada tiga komponen yang harus di penuhi
agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi yaitu kenaikan harga, bersifat
umum, dan berlangsung terus menerus (Rahardja, 2008:359).
Indek harga konsumen (IHK) adalah angka yang mencerminkan harga
rata-rata barang pada tingkat konsumen pada suatu periode dengan periode
sebelumnya yang sudah ditentukan, dimana ikut diperhitungkan juga
peranan dari setipa barang dari paket komoditas sesuai dengan pola
konsumsi masyarakat. Harga konsumen didalam IHK ini mencakup harga
semua barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat secara umum, meliputi
67
kelompok bahan makanan, kelompok perumahan, kelompok sandang,
kelompok kesehatan, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga, serta
kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan.
Perubahan IHK merupakan merupakan indikator ekonomi makro yang
cukup penting untuk memberikan gambaran mengenai inflasi disuatu negara
dan pola konsumsi masyarakat. IHK menjadi salah satu indikator yang
sering digunakan untuk mengukur inflasi, karena IHK mencerminkan
peningkatan harga yang dialami konsumen terhadap barang dan jasa yang
dikonsumsi. Sehingga IHK menunjukkan inflasi yang dialami oleh
masyarakat atau konsumen disuatu negara.
Pada gambar 4.2, diperlihatkan bahwa IHK terus mengalami
peningkatan dari tahun 1983-2009. Maka dapat disimpulkan bahwa dari
tahun ke tahun terjadi inflasi di Indonesia, walaupun nilai inflasi tersebut
perbedaan dari tahun ketahun. Inflasi tetap diperlukan dalam perekonomian
suatu negara, karena inflasi yang ringan akan mendorong peningkatan
pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung
dan juga berinvestasi. Sebaliknya inflasi yang parah (tinggi) berdampak
negatif pada perekonomian. Sehingga yang perlu diperhatikan ialah inflasi
tersebut harus berada pada tingkat yang stabil atau ringan.
68
S
u
m
b
e
S
Sumber : Laporan Perekonomian Bank Indonesia
Gambar 4.2
Perkembangan Indek Harga Konsumen (IHK) 2007=100
Periode 1983-2009
Dari gambar diatas terlihat nilai IHK yang terus meningkat, tetapi
pada tahun 1998 IHK mencapai nilai 49,17 yang menunjukkan terjadi
inflasi mencapai 77,06 persen. Hal ini disebakan karena krisis ekonomi yang
melanda Indonesia, krisis tersebut bermula dari krisis nilai tukar di Thailand
yang kemudian menyebar kenegara-negera lain di ASIA, termasuk
Indonesia. Pada tahun selanjutnya nilai IHK sebebsar 50,06, yang
mengindikasikan terjadinya inflasi menjadi 2,01 persen. Hal ini di sebabkan
adanya perbaikan ekonomi setelah krisis.
0
20
40
60
80
100
120
140
1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009
IHK IHK
69
Setelah terjadinya krisis ekonomi tersebut IHK tetap mengalami
peningkatan pada setiap tahunnya, tetapi peningkatan tersebut masih dalam
keadaan yang baik, sehingga inflasi tidak meningkat secara tajam. Tetapi
pada tahun 2008 IHK berada pada posis 113.86 nilai ini meningkat di
banding tahun sebelumnya. Pada tahun 2008 terjadi inflasi sebesar 11,06
persen. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut ialah tingginya lonjakan
harga komoditas global terutama harga komoditas minyak dan pangan.
Kemudian pada tahun selanjutnya 2009 IHK tetap mengalami peningkatan
dan berada pada posisi 117,03.
3. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Penanaman modal dalam negeri (PMDN) adalah Pengunaan kekayaan
modal dalam negeri, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
menjalankan usaha menurut atau berdasarkan Undang-Undang Penanaman
Modal. Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri, dapat secara
perorangan atau merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan
hukum yang berlaku di Indonesia (Widjaya, 2000:25).
PMDN ialah pengeluaran atau pembelanjaan modal atau perusahaan
untuk membeli barang-barang produksi, untuk menambah kemampuan
memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian yang
berasal dari investasi dalam negeri (Eni dan Siti, 2007: 63).
Perkemabangan PMDN di Indonesia selama periode 1983-2009 dapat
dilihat pada grafik 4.3. Realisai PMDN di Indonesia pada tahun 1983-1997
70
cendrung memiliki tingkat pertumbuhan yang positif, ini sebagai akibat
membaiknya perekonomian pada saat itu. Perkembangan tersebut tidak
terlepas dari berbagai kebijakan pemerintah yang ikut mendorong
peningkatan realisasi investasi di Indonesia.
Sumber: Indikator Ekonomi (BPS)
Gambar 4.3
Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri
(dalam Miliar Rupiah)
Periode 1983-2009
Pada grafik 4.3 terlihat bahwa nilai PMDN terus mengalami pergerakan
yang meningkat dari tahun 1983 – 1997, hal ini didudukung oleh keadaan
ekonomi yang membaik saat itu. Perkembangan investasi yang positif pada
masa orde baru tersebut juga tidak dapat dilepas dari peranan pemerintah
yang terus mendukung perkembangan investasi di Indonesia. Kebijakan
tersebut diantaranya deregulasi sektor perbankan yang mempermudah
020000400006000080000
100000120000140000160000180000200000
1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009
PMDNPMDN
71
pendirian bank dan deregulasi pasar modal. Kebijakan tersebut ikut
mendorong meningkatnya investasi di Indonesia.
Tetapi setelah terjadi krisis ekonomi tahun 1998, PMDN mengalami
pergerakan yang fluktuatif, bahkan cendrung negatif. Pada tahun 1998 dan
1999 nilai PMDN sebesar Rp.60.744.500.000 yang menurun menjadi
Rp.55.600.300.000. Penurunan PMDN yang terjadi pada tahun tersebut,
merupakan akibat dari krisis moneter yang terjadi di Indonesia. Penurunan
investasi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pertama,
dunia usaha dihadapkan pada beban yang cukup berat untuk mengatasi
kenaikan harga bahan baku yang tinggi karena tingginya tingkat inflasi,
kedua tingginya suku bunga kredit yang menghambat penyaluran kredit
perbankan sehngga para investor kesulitan untuk memperoleh sumber
pendanaan, dan ketiga situasi soail politik dan keamanan yang tidak stabil
telah meningkatkan resiko dalam melakukan investasi. Pada tahun
selanjutnya setelah krisis ekonomi tersebut, PMDN terus mengalami
pergerakan yang fluktuatif. Tetapi di tahun 2007 PMDN mengalami
penurunan yang cukup tajam, nilai PMDN turun dari Rp.188.516.400.000
menjadi Rp.20.359.900.000 miliar di tahun 2008. Hal ini di akibatkan
karena krisis ekonomi yang melanda Amerika yang ikut berakibat pada
lesunya minat investor-investor dalam negeri. Pada tahun 2009 kembali
meningkat menjadi Rp. 37.799.900.000 miliar.
72
4. Penanaman Modal Asing (PMA)
Penanaman modal asing adalah penanaman modal asing secara
langsung yang dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 1
tahun 1967 dan yang digunakan menjalankan perusahaan di Indonesia,
dalam arti pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanam
modal tersebut (Widjaya, 2000:25).
Sumber: Indikator Ekonomi (BPS)
Gambar 4.4
Perkembangan Penanaman Modal Asing
Periode 1983-2009
Penanaman modal asing meiliki peranan penting dalam perekonomian
Indonesia. Indonesia sebagai salah satu negara berkembangan membutuhkan
banyak tambahan modal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
0
50000
100000
150000
200000
250000
1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009
PMA PMA
73
negaranya. Selain itu investasi juga dapat mendorong terapreasinya nilai
tukar rupiah, karena permintaa rupiah yang meningkat.
Pada gambar 4.4 terlihat bahwa, terus terjadi peningkatan positif dari
tahun 1983 sampai dengan tahun 1997. Keadaan ini menunjukkan bahwa
Indonesia merupakan salah satu negara yang masih diminati oleh asing. Hal
tersebut disebabkan oleh kondisi stabilitas ekonomi, politik dan keamanan
Indonesia.
Pada tahun berikutnya yaitu tahun 1998, PMA mengalami penurunan
yaitu menjadi Rp.108.790.913.000. Hal ini sebagai dampak dari krisis
ekonomi yang melanda Indonesia. Hal ini juga membuat keluarnya beberapa
perusahaan asing seperti nike dan sony yang memindahkan penaman
modalnya ke negara lain. PMA menunjukkan pergerakan yang kurang baik,
jika dibandingkan dengan pergerakan PMA sebelum krisis. Pergerakan
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, pada tahun 1998. Pada tahun 1999
PMA terus mengalami kembali mengalami penurunan yaitu
Rp.77.328.940.000. Pada tahun dua tahun berikutnya nilai realisasi PMA
kembali meningkat, bahkan mencapai Rp.156.456.560.000. Hal ini di
sebabkan sudah mulai pulihnya kepercayaan pada perekonmian Indonesia.
meningkatnya investasi ini juga ditandai dengan meningkatnya impor bahan
baku dan barang modal pada tahun tersebut.
Tetapi pada tahun 2002 nilai PMA kembali menurun menjadi
Rp.87.284.796.000, hal ini disebabkan kondisi perekonomian Indonesia
yang dianggap masih tidak stabil. Selain itu ada indikasi beralihnya minat
74
investor asing dari sektor industri ke bidang perdagangan. Pada tahun
selanjutnya nilai PMA terus mengalami pergerakan yang fluktuatif yang
cendrung positif dan mengalami peningkatan yang cukup positif di tahun
2007 yaitu mencapai Rp.225.926.060.000. Hal ini didorong oleh permintaan
minat yang investor untuk berinvestasi di Indonesia. Tetapi pada dua tahun
berikunya yaitu tahun 2008 dan 2009, PMA kembali mengalami penurunan
hal ini disebabkan sebagai dampak krisis ekonomi yang melanda Amerika
dan beberapa negara eropa lainnya.
5. Variabel Dummy (Krisis Ekonomi)
Variabel dummy krisis ini digunakan untuk mengetahui apakah terjadi
perbedaan garis regresi baik dilihat dari perbedaan slope maupun intersep
sebelum dan selama krisis ekonomi berlangsung. Krisis ekonomi yang
melanda Indonesia merupakan efek yang melanda negara tetangga Indonesia
yaitu Thailand. Krisis ekonomi tersebut akhirnya berdampak pada
perekonomian Indonesia. Krisis ekonomi terjadi pertengahan tahun 1997
dan mencapai puncak krisis ekonomi pada tahun 1998, telah berdampak
buruk pada perekonomian Indonesia. Dampak krisis ekonomi dirasakan
hampir di seluruh sektor ekonomi di Indonesia,terutama terhadap nilai tukar
rupiah per dollar AS. Krisis ekonomi tersebut menyebabkan nilai tukar
rupiah per dollar AS jatuh. Pada tahun 1998 kurs rupiah berada pada posisi
Rp.8.025 per dollar AS, dari posisi sebelumnya yaitu Rp.4.650 per dollar
75
AS. Hal ini disebabkan krisis ekonomi berdampak pada kelesuan seluruh
bidang ekonomi di suatu negara.
B. Analisis dan Pembahasan
1. Hasil Uji Asumsi Klasik
a. Hasil Uji Normalitas
Sumber: Data sekunder yang diolah
Gambar 4.5
Hasil Uji Normalitas
Pengujian normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam
sebuah model peneltian, variabel dependen dan independen atau
keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model yang baik
0
1
2
3
4
5
6
7
-0.2 -0.0 0.2 0.4
Series: Residuals
Sample 1983 2009
Observations 27
Mean 4.44e-16
Median -0.003437
Maximum 0.408759
Minimum -0.246500
Std. Dev. 0.142677
Skewness 0.960226
Kurtosis 4.091037
Jarque-Bera 5.488311
Probability 0.064303
76
adalah berdistribusi normal atau mendekati normal. Hal ini dapat
dilihat dari nilai probability yang nilainya lebih besar dari 5 persen.
Gambar 4.5 menunjukkan bahwa uji statistik JB, nilai
statistiknya sebesar 5,48311 yang lebih kecil dari nilai X2 tabel 0,05
df=(n-k) 27-5=22 sebesar 33,92444. Selain itu nilai probabilitas lebih
besar dari α=5 persen yaitu: 0,064303 atau 6,4 persen. Oleh karena
itu dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat permasalahan normlitas.
b. Hasil Uji Autokorelasi
Pengujian autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah dalam
sebuah terdapat hubungan antara residual antar waktu pada model
penelitian yang digunakan, sehingga estimasi menjadi bias.
Identifikasi ada tidaknya permaslahan autokorelasi dilakukan
menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test.
Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat pada tabel
4.1.
Tabel 4.1
Hasil Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 0.721166 Probability 0.405339
Obs*R-squared 0.896429 Probability 0.343741
Sumber: Data sekunder yang diolah
77
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa nilai probabilitas Obs*R-squared
adalah 0,343741. Nilai ini lebih besar dari derajat kesalahan (α)=5
persen atau 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat permasalahan autokorelasi.
c. Hasil Uji Heterokedastisitas
Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan
tidak memiliki varian yang sama. Pengujian terhadap gejala
heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melakukan White Test,
Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat pada
tabel 4.2.
Tabel 4.2
Hasil Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic 2.743063 Probability 0.040111
Obs*R-squared 19.78666 Probability 0.100659
Sumber: Data sekunder yang diolah
Tabel 4.2 menujukkan bahwa, nilai Obs*R-squared adalah
19,78666 nilai ini lebih kecil dari χ2
tabel yaitu 33,92444. Selain itu
nilai probabilitas Obs*R-squared adalah 0,100659. Nilai ini lebih
78
besar dari derajat kesalahan (α) = 5 persen (0,05), maka dapat
dikatakan bahwa dalam model penelitian ini tidak terdapat
permasalahan heteroskedastisitas.
d. Hasil Uji Linieritas
Tabel 4.3
Hasil Uji Linieritas
Ramsey RESET Test:
F-statistic 1.963620 Probability 0.175076
Log likelihood ratio 2.308348 Probability 0.128681
Sumber: Data sekunder yang diolah
Tabel 4.3 menujukkan bahwa , nilai probability untuk F-statistik
adalah 0,175076, nilai tersebut lebih besar dari (α) = 5 persen (0,05),
maka dapat dikatakan bahwa dalam model penelitian ini tidak
terdapat permasalahan linieritas.
e. Hasil Uji Multikolinieritas
Pengujian multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah dalam
sebuah model terdapat hubungan linier antara variabel independen
dalam suatu model regresi. Suatu model regresi dikatakan terkena
multikolinieritas bila terjadi hubungan linier yang sempurna atau pasti
79
diantara beberapa atau seluruh variabel bebas dari suatu model
regresi. Akibat yang ditimbulkan ialah terdapat kesulitan untuk
melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
Tabel 4.4
Hasil Uji Multikolinieritas dengan Regresi Auxiliary
Variabel Koefisien R2
LIHK=f(LPMDN,LPMA,DM) 0,940293
LPMDN=f(LIHK,LPMA,DM) 0,723869
LPMA=f(LIHK,LPMDN,DM) 0,882534
DM=f(LIHK,LPMDN,LPMA) 0,889010
Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari tabel 4.4, uji multikolinieritas dengan regresi auxiliary dapat
menunjukkan koefisian determinasi regresi auxiliary masing-masing
variabel. Hasil uji dengan regresi auxiliary menunjukkan bahwa R2
LIHK =
0,8940293, R2
LPMDN = 0,723869, R2
LPMA = 0,882534 dan R2
DM =
0,889010. Semua nilai koefisien determinasi tersebut harus lebih kecil
dari koefisien determinasi untuk regresi aslinya (R2 = 0,973121). Dari
hasil tersebut diketahui bahwa R-squared yang dihasilkan dari regresi
auxiliary lebih kecil dari regresi model utama. Oleh karena itu dapat
80
disimpulkan bahwa pada model ini tidak terdapat permasalahan
multikolinearitas.
3. Hasil Uji Regresi Metode OLS
Hasil pengolahan data menggunakan regresi linier berganda dengan
metode OLS untuk model persamaan LogER = α + β1LogIHK +
β2LogPMDN + β3LogPMA + β4DM + μi adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5
Hasil Olah Data Dengan Metode OLS
Dependent Variable: LER
Method: Least Squares
Date: 03/16/11 Time: 23:36
Sample: 1983 2009
Included observations: 27
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LIHK 0.366086 0.139393 2.626292 0.0154
LPMDN 0.010565 0.044710 0.236292 0.8154
LPMA 0.100658 0.047463 2.120770 0.0455
DM 0.751467 0.180189 4.170446 0.0004
C 3.953790 0.674818 5.859048 0.0000
R-squared 0.973119 Mean dependent var 8.221575
Adjusted R-squared 0.968231 S.D. dependent var 0.870248
S.E. of regression 0.155111 Akaike info criterion -0.723781
Sum squared resid 0.529304 Schwarz criterion -0.483811
Log likelihood 14.77104 F-statistic 199.1052
Durbin-Watson stat 1.555914 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Data sekunder yang diolah
81
4. Hasil Uji Statistik
a. Uji Parsial (Uji-t)
Uji t statistik dapat dilakukan dengan uji satu sisi (one tail test),
dengan α = 5%. Jika t-tabel < t-hitung berarti Ho ditolak atau variabel
independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, tetapi
jika t-tabel > t-hitung berarti Ho diterima, maka variabel independen
tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
Tabel 4.6
Hasil Uji t-Statistik
Variabel Prbabilitas t-hitung t-tabel Keterangan
LIHK 0,0154 2.626619 1.717 Signifikan
LPMDN 0,8163 0.235152 1.717 Tidak signifikan
LPMA 0,0457 2.117947 1.717 Singifikan
DM 0,0004 4.165069 1.717 Signifikan
Sumber : data diolah dengan Eviews 5.0
1) Uji t-statistik terhadap variabel Inflasi / IHK
Hipotesis pengaruh variabel Inflasi variabel nilai tukar rupiah per
dollar AS adalah :
Ho : X1 = 0, maka variabel Independen tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen.
82
Ha : X1 ≠ 0, maka variabel Independen berpengaruh terhadap variabel
dependen.
Hasil perhitungan yang didapat adalah t-hitung X1 = 2,626619
sedangkan t-tabel = 1,717 [df = n-k (27-5=22), α = 0,05], sehingga
dapat disimpulkan t-hitung > t-tabel, tetapi hasil yang diperoleh ialah
(2,626619 > 1,717).
Perbadingan tersebut menunjukkan jika t-hitug > t tabel , sehingga
Ho diterima maka dapat disimpulkan variabel X1 berpengaruh positif
dan signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS.
Nilai Prob. t-statistik Inflasi adalah 0,0154. Nilai ini lebih kecil dari
α=5 persen atau 0,05 yang berarti menolak Ho dan menerima HA. Hal
ini menunjukkan bahwa variabel Inflasi secara individual berpengaruh
secara signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS.
Nilai koefisien variabel inflasi adalah 0,366829 sehingga dapat
diartikan jika inflasi mengalami kenaikan sebesar satu persen maka
nilai tukar rupiah akan terdepresiasi sebesar 0,366829 persen.
2) Uji t-statistk terhadap variabel Investasi (PMDN)
Hipotesis pengaruh variabel Invetasi (PMDN) terhadap variabel
nilai tukar rupiah per dollar AS adalah :
Ho : X2 = 0, maka variabel Independen tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen.
83
Ha : X2 ≠ 0, maka variabel Independen berpengaruh terhadap variabel
dependen.
Hasil perhitungan yang didapat adalah t-hitung X2 = 0,235152
sedangkan t-tabel = 1,717 [df = n-k (27-5=22), α = 0,05], sehingga
dapat disimpulkan bahwa t-hitung > t-tabel, tetapi hasil yang diperoleh
0.235152 < 1.717.
Perbadingan tersebut menunjukkan jika t-hitug < t tabel , maka Ho
ditolak. Sehingga dapat disimpulkan variabel X2 negatif dan tidak
signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS.
Nilai Prob. t-statistik PMDN adalah 0,8163. Nilai ini lebih besar
dari α=5 persen atau 0,05 yang berarti menolak HAdan menerima Ho.
Hal ini menunjukkan bahwa variabel PMDN secara individual tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel nilai tukar rupiah.
3) Uji t-statistk terhadap variabel Investasi (PMA)
Hipotesis pengaruh variabel Invetasi (PMA) terhadap variabel
nilai tukar rupiah per dollar AS adalah :
Ho : X3 = 0, maka variabel Independen tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen.
Ha : X3 ≠ 0, maka variabel Independen berpengaruh terhadap variabel
dependen.
Hasil perhitungan yang didapat adalah t-hitung X3 = 2,117947
sedangkan t-tabel = 1,717 [df = n-k (27-5=22), α = 0,05], sehingga
84
dapat disimpulkan t-hitung > t-tabel, tetapi hasil yang diperoleh
2,117947 > 1,717.
Perbadingan tersebut menunjukkan jika t-hitug > t-tabel , maka
Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan variabel X3 positif dan
signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS.
Selain itu, nilai Prob. t-statistik PMA adalah 0,0457. Nilai ini lebih
kecil dari α=5 persen atau 0,05 yang berarti menolak Ho dan
menerima HA. Hal ini menunjukkan bahwa variabel PMA secara
individual berpengaruh secara signifikan terhadap variabel nilai tukar
rupiah.
Nilai koefisien variabel PMA adalah 0,100562 sehingga dapat
diartikan jika PMA mengalami kenaikan sebesar satu persen maka
nilai tukar rupiah akan terdepresiasi sebesar 0,100562 persen.
4) Uji t-statistk terhadap variabel Dummy Krisis
Hipotesis pengaruh variabel Inflasi variabel nilai tukar rupiah per
dollar AS adalah :
Ho : X4 = 0, maka variabel Independen tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen.
Ha : X4 ≠ 0, maka variabel Independen berpengaruh terhadap variabel
dependen.
Hasil perhitungan yang didapat adalah t-hitung X4 = 4,165069
sedangkan t-tabel = = 1,717 [df = n-k (27-5=22), α = 0,05], sehingga
85
dapat disimpulkan t-hitung > t-tabel, tetapi hasil yang diperoleh
4,165069 > 1,717.
Perbadingan tersebut menunjukkan jika t-hitug > t tabel, sehingga
Ho diterima maka dapat disimpulkan variabel X4 berpengaruh positif
dan signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS.
Nilai Prob. t-statistik DM adalah 0,0004. Nilai ini lebih kecil dari
α=5 persen atau 0,05 yang berarti menolak Ho dan menerima Ha. Hal
ini menunjukkan bahwa variabel dummy crisis secara individual
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel nilai tukar rupiah.
Nilai koefisien variabel DM adalah 0,751027 sehingga dapat
diartikan jika terjadi krisis ekonomi maka nilai tukar rupiah akan
terdepresiasi sebesar 0,7510 persen.
b. Uji F-statistik
Uji statistik F digunakan untuk menguji signifikansi seluruh variabel
independen secara bersama-sama dalam mempengaruhi variabel
dependen, atau melihat pengaruh variabel independen secara bersama-
sama. Dengan cara membandingkan antara F-hitung dengan F-tabel.
F tabel = (α : k-1, n-k), α = 0,05 (5-1= 4; 27-5 = 22).
Hasil Perhitungan yang didapat adalah F hitung = 199,1173,
sedangkan F tabel = 2,816708 (α = 0,05 ; 4 ; 22), Dari hasil
perbandingan antara F hitung dan F tabel, menunjukkan nilai F hitung
> F tabel maka Ho di tolak dan HA diterima. Dengan kata lain variabel
86
IHK, PMDN, PMA dan DM secara bersama-sama berpengaruh terhadap
variabel nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada tingkat kepercayaan
97 persen.
Selain itu, nilai Prob. F-statistik adalah 0,000000. Nilai ini lebih kecil
dari tingkat kesalahan (α=5 persen atau 0,05) yang berarti menolak Ho
dan menerima Ha. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen
(inflasi, PMDN, PMA, dan DM) bersama–sama berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen (nilai tukar rupiah).
Nilai koefisien konstanta (C) adalah 3,955078 (β1, β2, β3, β4=
3,955078) berarti bila semua variabel independen (inflasi, PMDN, PMA,
dan DM) naik sebesar satu persen secara rata-rata maka nilai tukar rupiah
akan terdepresiasi sebesar 3,955078 persen.
c. Koefisien Determinasi (R2)
Perhitungan yang dilakukan untuk mengukur proporsi atau
prosentase dari variasi total variabel dependen yang mampu dijelaskan
oleh model regresi R2 dalam regresi sebesar 0.973121. Hal ini
menunjukkan bahwa model regresi tersebut dapat menjelaskan sebesar
97,3121 persen terhadap permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini.
Sedangkan sisanya sebesar 2,6879 persen dipengaruhi oleh variabael
diluar model ini.
87
5. Interprestasi Ekonomi
a. Inflasi
Hasil regresi tersebut menunjukkan bahwa koefisien tingkat harga
memiliki pengaruh yang posistif. Dapat diartikan jika Indek harga
konsumen (IHK) mengalami kenaikan sebesar satu persen atau terjadi
inflasi sebesar satu persen, maka nilai tukar rupiah terhadap dollar AS
akan terdepresiasi sebesar 0,366829 persen.
Pengaruh positif Inflasi sesuai dengan teori paritas daya beli.
Naiknya harga barang mendorong terjadinya inflasi. Inflasi
menyebabkan uang akan kehilangan nilainya, dalam artiaan
berkurangnya barang dan jasa yang dapat dibeli dan berkurangnya
jumlah mata uang lain yang dapat diperoleh. Sehingga hal ini
mendorong rupiah terus terdepresiasi karena adanya inflasi.
Jika tingkat harga (IHK) naik atau terjadi inflasi maka nilai rupiah
yang dibutuhkan untuk mendapatkan dollar AS akan terdepresiasi. Hal
ini dapat memperburuk kestabilan nilai tukar rupiah, sehingga otoritas
moneter perlu menjaga kestabilan tingkat harga. Oleh karena itu,
kebijakan moneter dengan pengendalian inflasi harus menjadi salah satu
perhatian utama negara Indonesia. Hasil penelitian ini juga diperkuat
oleh dua hasil penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan
oleh Triyono (2008:164) yang berjudul “Analisis Perubahan Kurs
Rupiah Terhadap Dollar Amerika”. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa dalam jangka panjang Inflasi berpengaruh pada kurs rupiah
88
terhadap dollar Amerika. Dan penelitian Indra Suhendra (2003:49) yang
berjudul “Pengaruh Faktor Fundamental, Faktor Resiko, dan Ekspektasi
Nilai Tukar Terhadap Nilai Tukar Rupiah (Terhadap Dollar) Pasca
Penerapan Sistem Kurs Mengambang Bebas Pada Tanggal 14 Agustus
1997”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perubahan tingkat
harga yang merupakan cerminan dari inflasi berpengaruh terhadap nilai
tukar rupiah baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek, pada
periode 1997.9 -2001.12.
b. Investasi
1). Penanaman Modal Dalam Ngeri (PMDN)
Hasil regresi tersebut menunjukkan bahwa koefisien PMDN
(Penanaman Modal Dalam Negeri) tidak berpengaruh dengan nilai
tukar rupiah. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dipengaruhi oleh
permintaan dan penawaran rupiah terhadap dollar AS. PMDN
merupakan bentuk penanaman modal yang berasal dari dalam negeri.
Pada saat investor melakukan investasi, pengaruh yang timbul
terhadap permintaan dan penawaran rupiah terhadap dollar AS sangat
kecil atau tidak terpengaruh. Hal ini karena investasi dilakukan
dengan mata uang rupiah, sedangkan mata uang asing dalam keadaan
tetap atau tidak terpengaruh.
89
2). Penanaman Modal Asing (PMA)
Hasil regresi tersebut menunjukkan bahwa koefisien PMA
(Penanaman Modal Asing) memiliki pengaruh yang posistif dengan
nilai tukar rupiah. Dapat diartikan jika PMA mengalami kenaikan
sebesar satu persen, maka nilai tukar rupiah terhadap dollar AS akan
terdepresiasi atau naik sebesar 0,100562 persen. Hal ini menujukkan
bahwa saat nilai PMA meningkat maka nilai mata uang rupiah akan
terdepresiasi.
Terjadinya hubungan positif antara PMA dengan nilai tukar
rupiah terhadap dollar AS. Hal ini disebabkan oleh, PMA yang masih
menggunakan input barang setengah jadi dan teknologi impor dalam
proses produksinya. Hal tersebut menyebabakan adanya impor besar-
besaran terhadap barang setengah jadi dan teknologi oleh para investor
PMA. Kegiatan tersebut menyebabkan kurs rupiah terdepresiasi,
karena permintaan mata uang dollar AS akan meningkat,
meningkatnya permintaan tersebut menyebabkan rupiah terdepresiasi
terhadap dollar AS.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Indra Suhendra (2003:51)
yang berjudul “Pengaruh Faktor Fundamental, Faktor Resiko, dan
Ekspektasi Nilai Tukar Terhadap Nilai Tukar Rupiah (Terhadap
Dollar) Pasca Penerapan Sistem Kurs Mengambang Bebas Pada
Tanggal 14 Agustus 1997”, yaitu investasi asing langsung berpengaruh
positif pada nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
90
c. Dummy Krisis
Pada hasil regresi ini diperoleh bahwa krisis ekonomi (DM)
berpengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS. Hal ini
sesuai dengan hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu krsis
ekonomi dan nilai tukar rupiah mempunyai pengaruh yang positif. Jadi
adanya krisis ekonomi akan melemahkan nilai rupiah yang harus di
tukarkan untuk mendapat mata uang negara lain (dollar AS) atau rupiah
terdepresiasi terhadap dollar AS. Berdasarkan hasil regresi, koefisien
variabel krisis ekonomi bernilai 0,751027, sehingga pada saat krisis
ekonomi terjadi maka nilai tukar rupiah akan terdepresiasi sebesar
0,751027 persen.
Pada saat krisis ekonomi, berbagai perubahan terjadi pada kondisi
perekonomian Indonesia. Nilai rupiah yang dibutuhkan untuk
mendapatakan mata uang negara lain (dollar AS) terdepresiasi secara
tajam. Hal ini disebabkan karena krisis ekonomi mendorong, gojalak
negatif pada perekonomian. Selain itu tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap mata uang dalam negeri akan menurun, sehingga tingkat
permintaan mata uang domestik pun ikut menurun. Disisi lain masyarakat
lebih percaya terhadap mata uang asing, sehingga permintaan mata uang
asing meningkat. Hal ini menyebabkan nilai tukar rupiah sebagai mata
uang domestik akan terdepresiasi terhadap dollar AS.
Krisis ekonomi yang mulai terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan
mencapai puncak pada tahun 1998. Krisis ekonomi ini bermula dari krisis
91
ekonomi Thailand, terdepresiasinya nilai tukar mata uang bath
menyebabkan terjadinya krisis ekonomi. Krisis ekonomi yang terjadi
tersebut kemudian menyebar ke beberapa negara tetangga, seperti
Malaysia, Filipina, Korea dan termasuk Indonesia. Para spekulan pasar
valuta asing dianggap menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya
krisis ekonomi. Tetapi selain faktor tersebut rapuhnya makro ekonomi
Indonesia juga mendorong terjadinya krisis ekonomi.
Krisis ekonomi tersebut, telah memberikan dampak buruk bagi
perekonomian. Salah satu dari dampak buruk perekonomian tersebut ialah
terdepresiasinya nilai tukar rupiah. Adanya krisis ekonomi tersebut
menyebabkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap mata
uang dalam negeri, sehingga mata uang rupiah akan terdepresiasi terhadap
mata uang asing (dollar AS). Adanya krisis ekonomi juga menciptakan
kelesuan usaha, kondisi stabilitas politik dan keamanan yang tidak stabil.
92
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini mengkaji mengenai pengaruh inflasi dan investasi terhadap
nilai tukar rupiah di Indonesia selama periode 1983-2009. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Hasil pengujian secara individu terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai tukar rupiah per dollar AS dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Hasil pengujian menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh terhadap nilai
tukar rupiah per dollar AS. Jadi adanya kenaikan inflasi akan akan
menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi terhadap dollar AS. Jadi
nilai rupiah yang dibutuhkan untuk mendapat satu dolla AS akan
meningkat. Inflasi merupakan faktor penting dalam perekonomian
disuatu negara. Meningkatnya harga barang-barang menyebabkan
terjadinya inflasi. Sehingga daya beli masyarakat terhadap suatu barang
akan menurun masyarakat, karena jumlah uang sama tahun lalu tidak
dapat untuk membeli barang yang sama tahun ini. Hal ini menyebabkan
mata uang rupiah terus terdepresiasi karena inflasi.
b. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa Penanaman Molda Dalam
Negeri (PMDN) tidak berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah. Hal
tersebut disebabkan PMDN tidak berpengaruh terhadap pergerakan
93
nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Investor dalam negeri
menggunakan mata uang domestik dalam melakukan investasinya,
sehingga permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing tidak
terpengaruh.
c. Hasil Pengujian ini menunjukkan bahwa Penanaman Modal Asing
(PMA) berpengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS.
Jadi saat nilai PMA maka akan menyebabakan rupiah terdepresiasi
terhadap dollar. Hal ini karena PMA masih menggunakan input bahan
setengah jadi dan teknologi impor. Sehingga menyebabkan permintaan
mata uang asing meningkat, hal ini mendorong nilai tukar rupiah
terdepresiasi terhadap dollar AS.
d. Hasil pengujian menunjukkan bahwa krisis ekonomi (DM) mempunyai
pengaruh posistif terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS. Sehingga
saat krisis ekonomi terjadi nilai tukar mata uang rupiah akan
terdepresiasi terhadap dollar. Adanya krisis ekonomi tersebut
menyebabkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
mata uang dalam negeri, sehingga mata uang rupiah akan terdepresiasi
terhadap mata uang asing (dollar AS).
2. Variabel inflasi, investasi (PMDN dan PMA), serta dummy crisis secara
bersama–sama mampu menjelaskan pengaruh pada nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS dengan probability F-statistk ER = 0,000000 atau lebih
kecil dari α = 5 persen. Nilai koefisien konstanta adalah 3,955078, berarti
bila semua variabel independen naik satu persen secara rata-rata maka nilai
94
tukar rupiah terhadap dollar AS akan mengalami kenaikan sebesar 3,955078
persen.
3. Besarnya R-squared pada hasil estimasi model nilai tukar rupiah adalah
sebesar 0,973121. Hal ini berarti 97,3121 persen perubahan nilai tukar
rupiah secara bersama-sama dapat dijelaskan oleh variabel independen yang
digunakan dalam model yaitu Inflasi, PMDN, PMA dan Dummy Krisis.
Sedangkan sisanya sebesar 2,6879 persen dapat dijelaskan oleh variabel
lain yang tidak termasuk dalam model yang digunakan.
B. Implikasi
Implikasi kebijakan yang dapat diambil berdasarkan hasil penelitian
tentang pengaruh Inflasi dan Investasi terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS
adalah pemerintah harus menjaga nilai tukar rupiah dengan kebijakan–
kebijakan yang dimilikinya.
C. Saran
Dasri hasil penelitian yang diperoleh makan dapat diajukan beberapa
saran yang bisa dijadikan sebagai pertimbangan bagi pengambilan kebijakan,
saran tersebut adalah sebagai berikut :
1. Dengan ditemukannya bahwa bila Inflasi meningkat maka nilai tukar rupiah
juga akan terdepresiasi, maka kebijakan yang dapat diambil adalah dengan
menjaga kestabilan inflasi yang terjadi di masyarakat, sehingga harga
barang-barang tidak meningkat terlalu tinggi. Maka nilai tukar rupiah
95
terhadap dollar akan berada dalam keadaan stabil dan inflasi pun pun juga
demikian.
2. Hasil penelitian menemukan bahwa peningkatan PMA akan menimbulkan
depresiasi nilai tukar rupiah. Hal ini disebabkan karena PMA masih banyak
menngunakan input bahan baku impor dalam proses produksinya. Untuk itu
pemerintah perlu mendorong PMA yang lebih menguntungkan bagi
perekonomian.
3. Pemerintah Indonesia harus menjaga perekonomiannya agar permasalahan
krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia tidak terulang lagi. Sehingga
pemerintah secara insentif harus menjaga kestabilan seluruh sektor ekonomi
agar perekonomian yang sehat dapat terus terjaga.
4. Dalamb penelitian selanjutnya, perlu adanya penambahan variabel
makroekonomi lain yang kemungkinan mempengaruhi nilai tukar rupiah
agar model estimasi dapat lebih dipercaya mampu menjelaskan nilai tukar
rupiah.
96
DAFTAR PUSTAKA
Achsani, Ahmad. dkk. 2010. “The relationship between Inflation and real
excange rate:comparative study between Asean + 3, EU and Nort
America”. European Journal of Economics, Finance and Administrative
Sciences.
Atmaja, Adwin Surja. 2002.” Analisa pergerakan nilai tukar rupiah terhadap
dollar amerika setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar
mengambang bebas di Indonesia.” Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 4,
No. 1.
Ball, Christoper P.dkk, 2010. “Remittances, inflation, and exchange rate regimes
in small open Economies”. Journal of Economics and Finance.
Badan Pusat Statistik. Indikator Ekonomi, Berbagai edisi, Jakarta.
Bank Indonesia. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia,Berbagai edisi, Jakarta.
Curry, Jeffrey Edmun, 2001, “Memahami Ekonomi Internasional”. Jakarta: PPM.
Deliarnov. 2006. “Ekonomi Politik”. Jakarta: Erlangga.
Hamid, Abdul. 2009. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”. Jakarta: UIN.
Hamja, Yahya. 2008. ”Modul Ekonometrik I”. Jakarta: UIN.
Herlambang, Sugiarto dan Baskara Said Kelana. 2001. “Ekonorni Makro: Teori
Analisis dan Kebijakan”. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Husman, Jardine A. 2007. “Dampak Fluktuasi Nilai Tukar Terhadap Output Dan
Harga: Perbandingan Dua Rezim Nilai Tukar”. Buletin Ekonomi Moneter
dan Perbankan.
Insukindro. 2003. “Modul Pelatihan Ekonometrika”. Yogyakarta: UGM.
Karunia, Nurul Y. 2005. “Faktor yang mempengaruhi kurs rupiah terhadap yen
tahun 1970-2002 : Error Corection Model (ECM)”. Jurnal Ekonomi
Pembangunan Vol. 6, No. 2.
Kharie, Latif. 2006. “Hubungan Kausal Dinamis Antara Variabel-Variabel
Moneter Utama dan Output : Kasus Indonesia Di Bawah Sistem Nilai Tukar
Mengambang Dan Mengambang Terkendali”. Buletin Ekonoomi Moneter.
97
Kuncoro, Mudrajad. 2003. “Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi”. Jakarta:
Erlangga.
Krugman, Paul R. 2005. “Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan”, edisi ke
dua. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Kuncoro, Mudrajat. 2001. “Ekonomi Pembangunan : Teori Masalah dan
Kebijakan. Yogyakrta : UPP AMP YKPN.
Kuncoro, Mudrajat. 1996. “Manajemen Keuanagn Internasional”. Yogyakrta :
UPP AMP YKPN.
Lukman. 2007. Modul I Praktikum Statistik Lab. Alat Analisis Kuantitatif.
Semester Ganjil Tahun Akademik 2007/2008. Jakarta : UIN.
Mankiw, N. Gregory. 2006. “Makroekonom”. Jakarta : Erlangga.
Raharja, Pratama. 2008. “Pengantar Ekonomi (mikroekonomi dan
makroekonmi)”.Edisi ke tiga. Jakarta : LPFEUI.
Rehman, Hafez ur. dkk. 2010. “ Impact Foreign Direct Investmen (FDI) Inflow
On Equilibrium Real Exchange Rate Of Pakistan”. Research Journal of
South Asian Studies. Vol. 25 No. 1, January-June 2010.
Setyowati, Eni dan Siti Fatimah. 2007. “Analisis Faktor-Faktor yang
mempengaruhi investasi dalam negeri di Jawa Tengah”. Jurnal Ekonomi,
Vol. 8.
Simorangkir, Iskandar dan Suseno. 2005. “Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar”.
Jakarta : PBSK BI.
Suhendra, Indra. 2003. “Pengaruh Faktor Fundamental, Faktor Resiko, dan
Ekspektasi NIlai Tukar Terhadap Nilai Tukar Rupiah (terhadap Dollar)
Pasca Penerapan Kurs Mengambang Bebas Pada Tanggal 14 Agusutus
1997 (Periode September 1997 S.D. Desember 2001)”. Buletin Ekonomi
Moneter dan Perbankan.
Sukirno, Sadono. 2003 ”Pengantar Teori Eonomi Makro”. Jakarta : Grafindo
Persada,
Suryatno. 2003. “Hutang Luar Negeri, Penanaman Modal Asing (PMA), Ekspor
dan Peranan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahun 1975-2000”. Jurnal
Ekonomi Pembangunan. Vol. 4, No.1.
Triyono.2008. ”Analisis Perubahan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika”.
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 9, No. 2, Desember.
98
Widjaya, I.G. Rai. 2000. “Penanaman Modal Pedoman Prosedur Mendirikan Dan
Menjalankan Perusahaan Dalam Rangka PMA dan PMDN”. Pradyan
Paramita, Jakarta.
Widarjono, Agus. 2007. “Ekonometrika : Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan
Bisnis”. Yogyakarta : Ekonisia FE UII.
Winarno, Wing Wahyu. 2007.“Analisis Ekonometrik dan Statistika dengan
Eviews”. UPP STIM YKPM, Yogyakarta.
99
100
Lampiran 1 : Data Penelitian (Data Mentah)
OBS ER IHK PMDN PMA DM
1983 1020 8.56 7,428,200,000 2,939,844,000 0
1984 1103 9.33 2,099,900,000 1,221,131,300 0
1985 1114 9.74 3,749,700,000 956,926,000 0
1986 1282 10.63 4,416,700,000 1,059,060,200 0
1987 1643.8 11.62 1,026,500,000 2,394,852,200 0
1988 1685.7 12.27 14,915,900,000 7,475,236,700 0
1989 1795 13.02 19,593,900,000 847,024,600 0
1990 1901 14.44 56,510,500,000 16,635,841,000 0
1991 1992 15.98 41,077,900,000 17,485,776,000 0
1992 2062 16.9 29,450,400,000 21,286,438,000 0
1993 2110 18.77 39,450,400,000 17,179,198,000 0
1994 2200 21.25 53,289,100,000 52,193,460,000 0
1995 2308 23.28 69,853,000,000 92,123,128,000 0
1996 2383 24.94 100,715,200,000 71,326,526,000 0
1997 4650 27.98 119,755,500,000 154,038,225,000 0
1998 8025 49.17 60,748,500,000 108,790,913,000 1
1999 7100 50.06 55,600,300,000 77,328,940,000 1
2000 9595 54.19 88,294,400,000 146,638,466,000 1
2001 10400 61.1 58,636,000,000 156,456,560,000 1
2002 8940 68.12 25,262,400,000 87,284,796,000 1
2003 8465 71.71 48,484,800,000 111,798,948,000 1
2004 9290 76.36 36,747,600,000 95,476,117,000 1
101
Keterangan :
ER : Nilai Tukar (Rp/Dollar AS)
PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri (Rp)
PMA : Penanaman Modal Asing (Rp)
DM : Dummy Crisis
DM = 0 (Sebelum Krisis Ekonomi)
DM = 1 (Setelah Krisis Ekonomi)
2005 9830 89.49 50,577,400,000 133,484,519,000 1
2006 9020 95.47 162,767,200,000 140,928,480,000 1
2007 9419 101.83 188,516,400,000 225,926,060,000 1
2008 10950 113.86 20,359,900,000 162,841,830,000 1
2009 9400 117.03 37,799,900,000 101,662,880,000 1
102
Lampiran 2 : Hasil Data Setelah Diestimasi
OBS LER LIHK LPMDN LPMA DM
1983 6.927558 2.147100 22.72855 21.80162 0.000000
1984 7.005789 2.233235 21.46516 20.92304 0.000000
1985 7.015712 2.276241 22.04494 20.67924 0.000000
1986 7.156177 2.363680 22.20866 20.78065 0.000000
1987 7.404766 2.452728 20.74942 21.59659 0.000000
1988 7.429936 2.512035 23.42569 22.73486 0.000000
1989 7.492760 2.566487 23.69848 20.55724 0.000000
1990 7.550135 2.670002 24.75769 23.53483 0.000000
1991 7.596894 2.771338 24.43874 23.58465 0.000000
1992 7.631432 2.827314 24.10597 23.78134 0.000000
1993 7.654443 2.932260 24.39831 23.56697 0.000000
1994 7.696213 3.056357 24.69900 24.67822 0.000000
1995 7.744137 3.147595 24.96966 25.24639 0.000000
1996 7.776115 3.216473 25.33556 24.99053 0.000000
1997 8.444622 3.331490 25.50872 25.76047 0.000000
1998 8.990317 3.895284 24.83001 25.41269 1.000000
1999 8.867850 3.913222 24.74145 25.07133 1.000000
2000 9.168997 3.992496 25.20394 25.71123 1.000000
2001 9.249561 4.112512 24.79461 25.77605 1.000000
2002 9.098291 4.221271 23.95258 25.19244 1.000000
2003 9.043695 4.272630 24.60452 25.43997 1.000000
2004 9.136694 4.335459 24.32734 25.28214 1.000000
103
2005 9.193194 4.482890 24.64677 25.61725 1.000000
2006 9.107200 4.558812 25.81559 25.67151 1.000000
2007 9.150484 4.623305 25.96245 26.14347 1.000000
2008 9.301095 4.734970 23.73683 25.81605 1.000000
2009 9.148465 4.762430 24.35557 25.34493 1.000000
104
Lampiran 3 : Hasil Uji Regresi Log Linier
Dependent Variable: LER
Method: Least Squares
Date: 02/18/11 Time: 19:15
Sample: 1983 2009
Included observations: 27
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LIHK 0.366829 0.139658 2.626619 0.0154
LPMDN 0.010513 0.044709 0.235152 0.8163
LPMA 0.100562 0.047481 2.117947 0.0457
DM 0.751027 0.180316 4.165069 0.0004
C 3.955078 0.674983 5.859526 0.0000
R-squared 0.973121 Mean dependent var 8.221575
Adjusted R-squared 0.968233 S.D. dependent var 0.870248
S.E. of regression 0.155106 Akaike info criterion -0.723840
Sum squared resid 0.529273 Schwarz criterion -0.483870
Log likelihood 14.77184 F-statistic 199.1173
Durbin-Watson stat 1.559316 Prob(F-statistic) 0.000000
105
Lampiran 4 : Hasil Uji Normalitas JB Test
0
1
2
3
4
5
6
7
-0.2 -0.0 0.2 0.4
Series: Residuals
Sample 1983 2009
Observations 27
Mean 4.44e-16
Median -0.003437
Maximum 0.408759
Minimum -0.246500
Std. Dev. 0.142677
Skewness 0.960226
Kurtosis 4.091037
Jarque-Bera 5.488311
Probability 0.064303
106
Lampiran 5 : Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 0.721166 Probability 0.405339
Obs*R-squared 0.896429 Probability 0.343741
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 02/18/11 Time: 19:16
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LIHK 0.062685 0.158756 0.394850 0.6969
LPMDN -0.008173 0.046013 -0.177618 0.8607
LPMA -0.005347 0.048198 -0.110948 0.9127
DM -0.094345 0.212776 -0.443401 0.6620
C 0.152579 0.702660 0.217144 0.8302
RESID(-1) 0.218963 0.257842 0.849215 0.4053
R-squared 0.033201 Mean dependent var 4.44E-16
Adjusted R-squared -0.196989 S.D. dependent var 0.142677
S.E. of regression 0.156098 Akaike info criterion -0.683531
Sum squared resid 0.511701 Schwarz criterion -0.395567
Log likelihood 15.22767 F-statistic 0.144233
Durbin-Watson stat 1.793888 Prob(F-statistic) 0.979620
107
Lampiran 6 : Hasil Uji Hetrokedastisitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic 2.743063 Probability 0.040111
Obs*R-squared 19.78666 Probability 0.100659
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 02/18/11 Time: 19:16
Sample: 1983 2009
Included observations: 27
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 4.799488 5.156751 0.930719 0.3690
LIHK -1.257478 1.335329 -0.941699 0.3635
LIHK^2 0.154353 0.116468 1.325279 0.2079
LIHK*LPMDN 0.106195 0.068595 1.548144 0.1456
LIHK*LPMA -0.096376 0.100834 -0.955789 0.3566
LIHK*DM -0.268756 0.305870 -0.878661 0.3955
LPMDN -0.008191 0.315289 -0.025980 0.9797
LPMDN^2 0.013597 0.008836 1.538797 0.1478
LPMDN*LPMA -0.039923 0.016679 -2.393564 0.0325
LPMDN*DM -0.120332 0.120783 -0.996261 0.3373
LPMA -0.287276 0.421142 -0.682135 0.5071
LPMA^2 0.033195 0.012606 2.633206 0.0207
LPMA*DM 0.030901 0.132477 0.233258 0.8192
DM 3.171069 1.524492 2.080081 0.0579
R-squared 0.732839 Mean dependent var 0.019603
Adjusted R-squared 0.465678 S.D. dependent var 0.035121
S.E. of regression 0.025672 Akaike info criterion -4.180659
Sum squared resid 0.008568 Schwarz criterion -3.508743
Log likelihood 70.43889 F-statistic 2.743063
Durbin-Watson stat 2.229526 Prob(F-statistic) 0.040111
108
Lampiran 7 : Hasil Uji Linieritas
Ramsey RESET Test:
F-statistic 1.963620 Probability 0.175076
Log likelihood ratio 2.308348 Probability 0.128681
Test Equation:
Dependent Variable: LIHK
Method: Least Squares
Date: 03/05/11 Time: 10:16
Sample: 1983 2009
Included observations: 27
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LPMDN -0.027252 0.070260 -0.387875 0.7018
LPMA -0.248557 0.319802 -0.777221 0.4453
DM -2.543567 2.615466 -0.972510 0.3414
C 5.873084 5.636138 1.042041 0.3087
FITTED^2 0.428499 0.305788 1.401292 0.1751
R-squared 0.945186 Mean dependent var 3.422578
Adjusted R-squared 0.935219 S.D. dependent var 0.891380
S.E. of regression 0.226874 Akaike info criterion 0.036735
Sum squared resid 1.132383 Schwarz criterion 0.276705
Log likelihood 4.504075 F-statistic 94.83872
Durbin-Watson stat 0.903063 Prob(F-statistic) 0.000000
109
Lampiran 8 : Hasil Uji Multikolinearitas
Dependent Variable: LIHK
Method: Least Squares
Date: 02/18/11 Time: 19:17
Sample: 1983 2009
Included observations: 27
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LPMDN 0.008832 0.066727 0.132355 0.8959
LPMA 0.192335 0.058455 3.290289 0.0032
DM 1.116769 0.135103 8.266073 0.0000
C -1.922114 0.924646 -2.078756 0.0490
R-squared 0.940293 Mean dependent var 3.422578
Adjusted R-squared 0.932505 S.D. dependent var 0.891380
S.E. of regression 0.231578 Akaike info criterion 0.048155
Sum squared resid 1.233455 Schwarz criterion 0.240131
Log likelihood 3.349901 F-statistic 120.7386
Durbin-Watson stat 0.808642 Prob(F-statistic) 0.000000
110
Dependent Variable: LPMA
Method: Least Squares
Date: 02/18/11 Time: 19:18
Sample: 1983 2009
Included observations: 27
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LIHK 1.664021 0.505737 3.290289 0.0032
LPMDN 0.615482 0.148595 4.142012 0.0004
DM -0.796556 0.774253 -1.028806 0.3143
C 3.907129 2.850077 1.370886 0.1836
R-squared 0.882534 Mean dependent var 24.09984
Adjusted R-squared 0.867212 S.D. dependent var 1.869255
S.E. of regression 0.681158 Akaike info criterion 2.205909
Sum squared resid 10.67146 Schwarz criterion 2.397885
Log likelihood -25.77977 F-statistic 57.60031
Durbin-Watson stat 1.692009 Prob(F-statistic) 0.000000
111
Dependent Variable: LPMDN
Method: Least Squares
Date: 02/18/11 Time: 19:18
Sample: 1983 2009
Included observations: 27
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LIHK 0.086175 0.651089 0.132355 0.8959
LPMA 0.694151 0.167588 4.142012 0.0004
DM -0.827387 0.823067 -1.005250 0.3252
C 7.473712 2.735181 2.732438 0.0119
R-squared 0.723869 Mean dependent var 24.12986
Adjusted R-squared 0.687852 S.D. dependent var 1.294754
S.E. of regression 0.723381 Akaike info criterion 2.326193
Sum squared resid 12.03545 Schwarz criterion 2.518169
Log likelihood -27.40361 F-statistic 20.09797
Durbin-Watson stat 1.755488 Prob(F-statistic) 0.000001
112
Dependent Variable: DM
Method: Least Squares
Date: 02/18/11 Time: 19:19
Sample: 1983 2009
Included observations: 27
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LIHK 0.669933 0.081046 8.266073 0.0000
LPMDN -0.050867 0.050601 -1.005250 0.3252
LPMA -0.055231 0.053685 -1.028806 0.3143
C 0.710024 0.766371 0.926475 0.3638
R-squared 0.889010 Mean dependent var 0.444444
Adjusted R-squared 0.874534 S.D. dependent var 0.506370
S.E. of regression 0.179362 Akaike info criterion -0.462863
Sum squared resid 0.739930 Schwarz criterion -0.270887
Log likelihood 10.24865 F-statistic 61.40890
Durbin-Watson stat 0.716464 Prob(F-statistic) 0.000000