25
JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851 13 Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di Indonesia M. Syaikhuddin Zuhri 1 1. Alumni Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Airlangga Email: [email protected] Abstract This study aims to determine the influence of demographic factors on air emissions in Indonesia. Demographic factors used in this study were population density, education level, and urbanization rate. Air emissions are measured with carbon dioxide (CO2) emissions as proxies. Theoretically, population density and urbanization levels have a positive effect on air emissions, while technology has a negative effect on air emissions. The analysis technique used is multiple regression using Ordinary Least Square (OLS) method. The results of this study indicate that population density and level of education affect air emissions in accordance with the proposed theory but the level of education does not significantly affect air emissions in Indonesia. Population density, urbanization level, and education level simultaneously affect air emissions in Indonesia. Keywords: air emissions, population density, education, urbanization, JEL Classification: J11, Q53 1. PENDAHULUAN Beberapa tahun terakhir ini para ahli ekonomi semakin sadar tentang dampak degradasi lingkungan terha- dap keberhasilan pembangunan eko- nomi. Pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan tanpa memperhati- kan aspek pelestariannya akan ber- dampak negatif terhadap kualitas ling- kungan dan menyebabkan degradasi lingkungan. Menurut Todaro (2003 :521), degradasi lingkungan dapat me- nurunkan laju pembangunan ekonomi dan tingkat produktivitas sumber daya alam serta munculnya berbagai ma- cam masalah kesehatan dan gangguan kenyamanan hidup. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi ditambah adanya sikap yang cenderung tidak peduli, ba- nyak masyarakat dari berbagai negara yang secara tidak sadar melakukan pe- rusakan lingkungan hidup mereka sen- diri yang sesungguhnya merupakan tumpuan dasar kehidupan mereka se- cara keseluruhan, baik untuk sekarang maupun untuk masa yang akan datang. Polusi udara merupakan salah satu gejala degradasi lingkungan yang dihadapi oleh negara berkembang se- perti Indonesia. Unsur-unsur polusi atau polutan yang memenuhi udara akan berpengaruh negatif terhadap ke- sehatan penduduk. Menurut Todaro (2003:531), hal ini disebabkan karena ketergantungan penduduk di negara- negara berkembang tersebut, khusus- nya yang berada di daerah pedesaan, terhadap bahan bakar biomas (biomas fuel) seperti kayu kering, ranting-ran- ting, kotoran ternak, dan sampah. Pembakaran ini menimbulkan polusi udara yang cukup tinggi di dalam ru- angan rumah sehingga mengancam kesehatan 400 juta hingga 700 juta manusia yang sebagian besar adalah wanita dan anak-anak serta diyakini telah menyebabkan kematian 4,3 juta anak per tahun sebagai akibat dari pe- nyakit saluran pernafasan dan sekian juta lagi yang menderita aneka penya- kit pernafasafan akut (Tabel 1). Ke- tergantungan ini sangat sulit dihenti- kan karena belum teratasinya kemis-

Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

13

Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udaradi Indonesia

M. Syaikhuddin Zuhri1

1. Alumni Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas AirlanggaEmail: [email protected]

Abstract

This study aims to determine the influence of demographic factors on air emissions inIndonesia. Demographic factors used in this study were population density, education level,and urbanization rate. Air emissions are measured with carbon dioxide (CO2) emissions asproxies. Theoretically, population density and urbanization levels have a positive effect onair emissions, while technology has a negative effect on air emissions. The analysistechnique used is multiple regression using Ordinary Least Square (OLS) method.The results of this study indicate that population density and level of education affect airemissions in accordance with the proposed theory but the level of education does notsignificantly affect air emissions in Indonesia. Population density, urbanization level, andeducation level simultaneously affect air emissions in Indonesia.

Keywords: air emissions, population density, education, urbanization,JEL Classification: J11, Q53

1. PENDAHULUAN

Beberapa tahun terakhir ini paraahli ekonomi semakin sadar tentangdampak degradasi lingkungan terha-dap keberhasilan pembangunan eko-nomi. Pemanfaatan sumber daya alamsecara berlebihan tanpa memperhati-kan aspek pelestariannya akan ber-dampak negatif terhadap kualitas ling-kungan dan menyebabkan degradasilingkungan. Menurut Todaro (2003:521), degradasi lingkungan dapat me-nurunkan laju pembangunan ekonomidan tingkat produktivitas sumber dayaalam serta munculnya berbagai ma-cam masalah kesehatan dan gangguankenyamanan hidup. Untuk memenuhikebutuhan ekonomi ditambah adanyasikap yang cenderung tidak peduli, ba-nyak masyarakat dari berbagai negarayang secara tidak sadar melakukan pe-rusakan lingkungan hidup mereka sen-diri yang sesungguhnya merupakantumpuan dasar kehidupan mereka se-cara keseluruhan, baik untuk sekarangmaupun untuk masa yang akan datang.

Polusi udara merupakan salahsatu gejala degradasi lingkungan yangdihadapi oleh negara berkembang se-perti Indonesia. Unsur-unsur polusiatau polutan yang memenuhi udaraakan berpengaruh negatif terhadap ke-sehatan penduduk. Menurut Todaro(2003:531), hal ini disebabkan karenaketergantungan penduduk di negara-negara berkembang tersebut, khusus-nya yang berada di daerah pedesaan,terhadap bahan bakar biomas (biomasfuel) seperti kayu kering, ranting-ran-ting, kotoran ternak, dan sampah.Pembakaran ini menimbulkan polusiudara yang cukup tinggi di dalam ru-angan rumah sehingga mengancamkesehatan 400 juta hingga 700 jutamanusia yang sebagian besar adalahwanita dan anak-anak serta diyakinitelah menyebabkan kematian 4,3 jutaanak per tahun sebagai akibat dari pe-nyakit saluran pernafasan dan sekianjuta lagi yang menderita aneka penya-kit pernafasafan akut (Tabel 1). Ke-tergantungan ini sangat sulit dihenti-kan karena belum teratasinya kemis-

Page 2: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

14

kinan absolut yang melanda mereka.Hal ini tentunya dapat menjadi anca-man serius terhadap kesehatan masya-rakat dan pada akhirnya akan berpe-ngaruh terhadap produktivitas nasi-onal.

Tabel 1Konsekuensi-Konsekuensi Kesehatan danProduktivitas yang Utama dari Kerusakan

Lingkungan HidupMasalah

LingkunganDampak terhadap

KesehatanDampak terhadap

ProduktivitasPolusiudara

Aneka penyakit akutdan kronis terutama sa-luran pernafasan danparu-paru; 300.000 -700.000 manusia khu-susnya anak-anak me-ninggal secara dini pertahun; 400 juta-700 jutapenduduk negara-negaraDunia Ketiga, terutamawanita dan anak-anakmengalami gangguanpernafasan karena sis-tem fentilasi di rumah-rumah yang sangat bu-ruk dan sering dipenuhioleh kepulan asap kotoryang sangat menye-satkan.

Penghentian akti-vitas transportasidan industri padamasa kritis; dam-pak hujan asamterhadap hutandan sumber- sum-ber air dibawahtanah, yang me-ngikis kesuburanlahan dan segalasesuatu yang ter-dapat di atasnya.

Perubahankondisiatmosfer

Kemungkinan penyeba-ran bibit-bibit penyakitlama dan baru; tekananiklim, sinar mataharilangsung, dan berbagairesiko mengerikan aki-bat penipisan lapisanozon (300.000 kasus ba-ru penyakit dan kankerkulit per tahun; 1,7 ka-sus katarak (penyakitmata) akibat terpaanlangsung sinar ultra-violet)

Kenaikan permu-kaan air laut yangmerusak investasidi tepian dan dae-rah sekitar pantai;perubahan-peru-bahan produktivi-tas pertanian se-cara tidak ter-duga; gangguanmata rantai kehi-dupan laut

Sumber : Todaro, 2003

Polusi udara menjadi masalahserius di seluruh dunia. Polusi udaramerupakan salah satu penyebab tim-bulnya pemanasan global yang meng-akibatkan terjadinya perubahan iklim.Pemanasan global bersumber dariemisi Gas Rumah Kaca (GRK) yangdisebabkan kenaikan konsentrasi gaskarbon dioksida (CO2) karena kenaik-an pembakaran Bahan Bakar Minyak(BBM), batu bara, dan bahan bakar or-ganik lainnya yang melampaui ke-mampuan tumbuhan-tumbuhan danlaut untuk mengabsorbsinya. Hal ini

akan mengakibatkan suhu permukaanbumi meningkat dan menimbulkan pe-rubahan iklim yang sangat ekstrim dibumi. Dampak dari peningkatan suhupermukaan bumi adalah terganggunyahutan dan ekosistem lainnya, sehinggamengurangi kemampuannya untukmenyerap CO2 di atmosfer. Pema-nasan global juga mengakibatkanmencairnya gunung-gunung es di da-erah kutub yang dapat menimbulkannaiknya permukaan air laut. Kondisiini menimbulkan ancaman dan peng-aruh yang sangat besar bagi negara ke-pulauan seperti Indonesia. Salah sa-tuancaman yang sangat besar adalah po-tensi terjadinya tsunami dan hilangnyabeberapa pulau kecil (BPK RI, 2007).

Karbon dioksida adalah gas ru-mah kaca terpenting penyebab pema-nasan global yang sedang ditimbun diatmosfer karena kegiatan manusia.Konsentrasinya di atmosfer telah naikdari masa pra-industri yaitu 278 ppm(parts-permillion) menjadi 379 ppmpada tahun 2005. Sumbangan utamamanusia terhadap jumlah karbon diok-sida dalam atmosfer berasal dari pem-bakaran bahan bakar fosil, yaitu mi-nyak bumi, batu bara, dan gas bumi(Pudjiatmoko, 2005).

Menurut Cahyono (2008), pe-manasan global terjadi akibat terlam-pau banyaknya gas polutan di udara.Sekitar 23 persen CO2 berasal dari pe-nyusutan hutan dan selebihnya daripembakaran bahan bakar fosil, se-hingga makin banyak panas yangterperangkap di atmosfer bumi. Sum-ber lain adalah penyusutan luas kawa-san hutan atau deforestasi. Karbon di-oksida juga terkandung dalam jumlahbesar pada pohon sehingga kebakarandan penebangan hutan menyebabkanmeningkatnya konsentrasi GRK. Ting-kat deforestasi dan kebakaran hutanyang cukup tinggi menempatkan Indo-nesia berada di peringkat tiga penyum-bang emisi gas buang CO2 di duniasetelah Amerika Serikat dan Republik

Page 3: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

15

Rakyat Cina (RRC) karena penyum-bang terbesar emisi gas buang CO2

adalah kebakaran hutan (Tabel 2).

Tabel 2Peringkat Negara Pencemar Emisi di

Dunia

NegaraSumber Energi Mt

Energi Tani Hutan Limbah JumlahUSA 5.752 442 (403) 213 6.005RRC 3.720 1.171(47) 174 5.017Indonesia 275 141 2.563 35 3.014Brazil 303 598 1.372 43 2.316Rusia 1..527 118 54 46 1.745India 1.051 442 (40) 124 1.577Sumber: BPK RI, 2007

Berbeda dengan Indonesia danBrazil yang menjadi penyumbangemisi CO2 terbesar dari kebakaran hu-tan, negara industri seperti AmerikaSerikat dan RRC, yang menyumbangemisi CO2 terbesar dari penggunaanenergi sebagai akibat dari aktivitas in-dustri, justru mampu mengurangi emi-si CO2 yang telah dihasilkan melaluiprogram reboisasi dan pelestarian hu-tan, meskipun jumlahnya tidak seban-ding dengan emisi CO2 yang dihasil-kan. Dengan adanya reboisasi, fungsihutan untuk mengabsorbsi emisi yangdibuang ke udara akan semakin me-ningkat sehingga emisi CO2 setidak-nya dapat dikurangi. Dalam Tabel 2,pengurangan emisi ditulis dalam tandakurung yang dapat diartikan sebagaibilangan negatif. Amerika Serikat, mi-salnya, menyumbang emisi CO2 sebe-sar 5.725 juta ton dari penggunaanenergi, 442 juta ton dari pertanian, dansebesar 213 juta ton dari pembuanganlimbah sehingga jumlah emisi totalyang dihasilkan sebesar 6407 juta ton.Namun adanya reboisasi hutan mampumengurangi emisi setara dengan 403juta ton sehingga total emisi yangdihasilkan menjadi 6.005 juta ton.Kondisi ini menunjukkan bahwa hutandapat mengurangi emisi CO2 jika di-lestarikan dan dapat menambah emisijika terjadi kebakaran hutan.

Indonesia merupakan negara ke-pulauan dengan luas wilayah dan jum-lah penduduk yang sangat besar. Me-nurut BPS (2000), Indonesia mempu-nyai luas wilayah sebesar 1.890.754km2. Jumlah penduduk Indonesia telahmeningkat dari 119 juta pada tahun1971 menjadi 182,6 juta pada tahun1990 dan mencapai angka 195,1 jutapada tahun 2000. Angka ini menem-patkan Indonesia pada peringkat 4 da-lam urutan negara dengan jumlah pen-duduk terbanyak di dunia setelahRepublik Rakyat Cina dan India(Tabel 3). Dengan luas wilayah yangtetap dan jumlah penduduk yang terusbertambah setiap tahun, menyebabkankepadatan penduduk di Indonesiaterus meningkat dari tahun ke tahun.Ber-dasarkan data yang dihimpun BPS(2000), kepadatan penduduk Indonesiatelah meningkat dari 62 jiwa per km2

pada tahun 1971 dan meningkat tajampada tahun 2000 dengan angka 108jiwa per km2.

Tabel 3Jumlah Penduduk Beberapa Negara di Dunia,

1990-2000

No Negara1990

(jiwa)2000(jiwa)

12345

RRCIndiaASIndonesiaBrazil

1.155.300.000834.700.000223.100.000179.500.000144.700.000

1.264.500.0001.002.100.000

275.600.000195.103.340170.100.000

Sumber: BPS, 2000

Berbagai masalah lingkunganyang terjadi seperti polusi udara, airdan tanah tidak bisa dilepaskan dariperilaku masyarakat dalam menjagakelestarian lingkungan. Pencemaranair, misalnya, sebagian besar terjadikarena pembuangan limbah rumahtangga ke sungai yang tidak diolah de-ngan baik sehingga kualitas air sungaimengalami penurunan bahkan menca-pai level yang berbahaya bagi mak-hluk hidup yang berada didalamnya.Begitu juga dengan polusi udara.Penggunaan bahan bakar dan berbagai

Page 4: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

16

barang sehari-hari yang tidak ramahlingkungan, seperti hairspray, parfum,dan sejenisnya, turut menambah kon-sentrasi CO2 di atmosfer yang padaakhirnya akan memperparah terjadi-nya global warming.

Bila dilihat dari sudut pandangsederhana melalui masing-masing in-dividu, pencemaran lingkungan iniberawal dari tingkat pengetahuan indi-vidu tentang masalah lingkungan yangmasih rendah. Mereka tidak tahu bah-wa hal-hal kecil yang mereka lakukansecara rutin sehari-hari dapat merusaklingkungan. Hal ini terjadi pada indi-vidu yang berpendidikan rendah ataukurang pengetahuan terhadap masalahlingkungan. Pendidikan yang rendahmengakibatkan mereka tetap melaku-kan berbagai hal yang merusak ling-kungan karena mereka tidak tahu bah-wa yang mereka lakukan dapat me-rusak lingkungan. Hal ini dapat diatasidengan cara memberikan pendidikandan pengetahuan yang cukup agarmereka tahu bahwa yang merekalakukan dapat merusak lingkungan.Namun yang lebih berbahaya adalahmereka yang berpendidikan dan pa-ham bahwa yang mereka lakukan da-pat merusak lingkungan, tapi tetapmelakukannya. Hal ini menyangkutbudaya dan tingkat kesadaran. Peng-gunaan parfum, misalnya. Meskipunmereka tahu bahwa hal itu dapat me-rusak atmosfer, namun mereka tetapmelakukannya. Hal ini terjadi karenamereka menganggap hal tersebut seba-gai budaya dan hal yang wajar dila-kukan sehari-hari. Hal ini disebabkantingkat kesadaran yang rendah sehing-ga mereka tidak mau tahu dan tidakpeduli terhadap kelestarian lingku-ngan. Karena itu tingkat pendidikanjuga menjadi masalah yang tidak bisadianggap remeh karena tingkat pendi-dikan seseorang akan mempengaruhiperilaku dan tingkat kesadaran ter-hadap kelestarian lingkungan.

Di daerah perkotaan, sumberutama polutan yang mempengaruhiemisi udara berasal dari industri dankendaraan bermotor. Industrialisasi se-bagai motor penggerak pembangunanekonomi mempunyai efek ganda yangsaling berlawanan, yaitu efek positifbagi pendapatan masyarakat dan pe-nyediaan barang dan jasa serta efeknegatif bagi lingkungan. Pengaruh ne-gatif industrialisasi terhadap lingku-ngan terjadi dalam dua cara. Pertama,industrialisasi membutuhkan keterse-diaan sumberdaya yang memadai, ter-masuk sumberdaya alam sehingga me-nyebabkan terjadinya deplisi sumber-daya alam. Kedua, industrialisasi me-rupakan salah satu determinan utamabagi pencemaran lingkungan, yaitupolusi udara, polusi air, dan defores-tasi.

Masalah penduduk yang terkaitdengan industrialisasi adalah urbani-sasi yang mengakibatkan kepadatanpenduduk yang tinggi di perkotaan.Menurut BPS (2000), tren pendudukdaerah perkotaan terus mengalami pe-ningkatan. Di tahun 2000, persentasependuduk daerah perkotaan sudahmencapai 42 persen. Angka ini jauhlebih tinggi dari periode sebelumnyayang berada pada angka 22,3 persenpada tahun 1980 dan 30,9 persen padatahun 1990. Tingginya laju pertum-buhan dan proporsi penduduk yangtinggal di perkotaan ini mencerminkanadanya proses urbanisasi yang cukuptinggi. Selain adanya urbanisasi, ke-naikan ini juga disebabkan adanya pe-rubahan status pedesaan menjadi per-kotaan.

Secara umum, masalah pendu-duk yang paling utama dalam pemba-ngunan adalah laju pertumbuhan pen-duduk yang tinggi. Tingginya jumlahdan laju pertumbuhan penduduk sertatingkat urbanisasi ini harus mendapatperhatian secara khusus terkait dam-paknya terhadap pemanasan global ka-rena menurut BPK RI (2007), pening-

Page 5: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

17

katan polusi udara disebabkan pening-katan pertumbuhan penduduk dan lajuurbanisasi yang mendorong pertum-buhan kendaraan bermotor, penurunanruang terbuka hijau, perubahan gayahidup yang mendorong pertumbuhankonsumsi energi, ketergantungan ke-pada minyak bumi sebagai sumberenergi, serta kurangnya kesadaran ma-syarakat mengenai pencemaran udaradan pengendaliannya.

Penilaian tentang hubungan an-tara pembangunan ekonomi dan ling-kungan di suatu negara harus mem-pertimbangkan dampak hubungan dari5 determinan yang mempengaruhikualitas lingkungan, yaitu pendapatanper kapita, kepadatan penduduk, tek-nologi, tingkat kebijakan lingkungan,dan faktor endowment, seperti cuaca,geografi, dan sumberdaya. (Lim,1997)

Ehrlich and Ehrlich (1981) da-lam Van (2002) menyatakan bahwakualitas lingkungan ditentukan oleh 3(tiga) faktor utama, yaitu konsumsi,teknologi, dan penduduk. Secara khu-sus, Birdsall (1992) mengatakan bah-wa dampak penduduk terhadap emisidapat dijelaskan melalui 2 (dua) meka-nisme. Pertama, penduduk yang ba-nyak meningkatkan permintaan terha-dap energi, industri, dan transportasi.Kedua, pertumbuhan penduduk meru-pakan penyebab dari deforestasi.

Melihat kompleksitas masalah diatas, rumusan masalah dalam peneliti-an ini dapat disusun sebagai berikut:

1) Bagaimana pengaruh kepadatanpenduduk terhadap emisi udaradi Indonesia?

2) Bagaimana pengaruh tingkatpendidikan terhadap emisi udaradi Indonesia?

3) Bagaimana pengaruh tingkat ur-banisasi terhadap emisi udara diIndonesia?

4) Bagaimana pengaruh kepadatanpenduduk, tingkat pendidikan,dan tingkat urbanisasi secara si-

multan terhadap emisi udara diIndonesia?

2. TINJAUAN PUSTAKA DANHIPOTESIS

Polusi Udara dan Emisi UdaraMenurut Badan Standarisasi Na-

sional (2005), emisi udara adalah zat,energi, dan atau komponen lain yangdihasilkan dari kegiatan yang masukatau dimasukkan ke udara ambien. Halini menyebabkan mutu udara ambienturun sampai ke tingkat tertentu yangmenyebabkan udara ambien tidakdapat memenuhi fungsinya sehinggaterjadi polusi udara. Menurut BPK RI(2007), polusi udara disebabkan olehbeberapa faktor antara lain:

1) Pertumbuhan penduduk dan lajuurbanisasi

Pertumbuhan pendudukdan laju urbanisasi mendorongpengembangan wilayah perkota-an melebar ke daerah pinggirankota. Bertambahnya jarak tem-puh dari tempat tinggal ke tem-pat kerja mengakibatkan me-ningkatnya kebutuhan transport-tasi (kendaraan bermotor). Pe-ningkatan kendaraan bermotortanpa diimbangi penambahan ja-lan menyebabkan peningkatankemacetan yang akan berdam-pak pada peningkatan polusiudara.

2) Penataan ruangPesatnya pertumbuhan di

perkotaan mendorong terjadinyaalih fungsi lahan hijau menjadilahan untuk bangunan. Hal ter-sebut mengakibatkan polusi uda-ra yang timbul tidak dapat ter-absorsi oleh tanaman.

3) Pertumbuhan ekonomi yangmempengaruhi gaya hidup

Salah satu pendorong per-tumbuhan ekonomi adalah me-ningkatnya industri manufaktur.Pertumbuhan ekonomi menye-

Page 6: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

18

babkan meningkatnya pendapat-an masyarakat dan mendorongperubahan gaya hidup. Pening-katan pendapatan mengakibatk-an masyarakat tidak hanya dapatmemenuhi kebutuhan pokok te-tapi juga kebutuhan status sosialantara lain kendaraan bermotor.Meningkatnya kendaraan ber-motor dan industri manufakturmengakibatkan meningkatnyapenggunaan energi yang akanberdampak meningkatnya polusiudara.

4) Ketergantungan pada minyakbumi sebagai sumber energi

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat sangat tergan-tung kepada Bahan Bakar Mi-nyak (BBM) antara lain bensindan solar untuk kendaraan ber-motor. Meningkatnya pengguna-an BBM baik untuk kendaraanbermotor atau selain kendaraanbermotor berakibat meningkat-nya emisi gas buang yang ber-dampak meningkatnya polusiudara.

5) Perhatian masyarakatPeran aktif masyarakat ter-

hadap pengendalian polusi udaramasih rendah. Upaya peme-rintah untuk meningkatkan kesa-daran masyarakat terhadap pe-ngendalian polusi udara meng-hadapi beberapa kendala antaralain kurangnya koordinasi antarinstansi terkait sehingga kegia-tan tidak dapat dilaksanakan se-cara efektif.

Menurut Cahyono (2008),efek Gas Rumah Kaca (GRK)atau greenhouse effect merupa-kan istilah yang pada awalnyaberasal dari pengalaman para pe-tani di daerah beriklim sedangyang menanam sayur-sayurandan biji-bijian di dalam rumahkaca. Pengalaman mereka me-nunjukkan bahwa pada siang ha-

ri pada waktu cuaca cerah, mes-kipun tanpa alat pemanas, suhudi dalam ruangan rumah kaca le-bih tinggi daripada suhu di luar-nya. Hal tersebut terjadi karenasinar matahari yang menembuskaca dipantulkan kembali olehtanaman atau tanah di dalam ru-angan rumah kaca sebagai sinarinframerah yang berupa panas.Sinar yang dipantulkan tidak da-pat keluar ruangan rumah kacasehingga udara di dalam rumahkaca suhunya naik dan panasyang dihasilkan terperangkap didalam ruangan rumah kaca dantidak tercampur dengan udara diluar rumah kaca. Akibatnya, su-hu di dalam ruangan rumah kacalebih tinggi daripada suhu diluarnya dan hal tersebut dikenalsebagai efek rumah kaca.

Hubungan antara Kepadatan Pen-duduk dengan Lingkungan

Todaro (2003) menyatakanbahwa degradasi lingkungan hidupyang sedemikian parah di berbagaitempat akibat tekanan lonjakan per-tumbuhan penduduk terhadap lahanyang ada, telah menyusutkan tingkatproduktivitas lahan pertanian produksipangan perkapita. Cepatnya laju per-tumbuhan penduduk dan perkembang-an kegiatan ekonomi di negara-negaraberkembang cenderung mengakibatk-an kerusakan lingkungan hidup yangsangat luas dan semakin luas.

Di antara para ahli ekonomi danlingkungan, terdapat persepsi bahwadaya dukung sumber daya yang ada dibumi ini serba terbatas. Terdapat se-macam angka maksimal penduduk bu-mi yang jika jumlahnya melebihi sum-ber daya alam yang ada, maka kebu-tuhan dari sebagian umat manusia ti-dak akan terpenuhi karena sumber da-ya yang ada tidak mampu memenuhikebutuhan hidup penduduk yangbegitu besar. Menurut Todaro (2003),persepsi tersebut bisa benar, bisa juga

Page 7: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

19

salah. Hal ini tergantung darikemajuan tingkat teknologi yang begi-tu pesat yang mampu memberikan so-lusi yang tepat yang mungkin tidakbisa kita bayangkan sebelumnya. Na-mun jika degradasi lingkungan terusberlangsung, maka kebutuhan manusiadi masa datang akan semakin sulitterpenuhi. Untuk mengurangi berbagaipersoalan lingkungan hidup, laju per-tumbuhan penduduk harus dikurangi.

Dalam Mantra (2003) dise-butkan bahwa pada tahun 1971 PaulEhrlich dalam bukunya ”The Popu-lation Bomb” menggambarkan pendu-duk dan lingkungan dalam 3 poin uta-ma, yaitu: dunia sudah terlalu banyakmanusia; keadaan bahan makanan sa-ngat terbatas; dan karena terlalu ba-nyak manusia di dunia ini, lingkungansudah banyak yang rusak dan ter-cemar.

Pada tahun 1990, Paul Ehrlichbersama istrinya merevisi buku ter-sebut menjadi ”The Population Explo-tion”. Buku tersebut menyatakan bah-wa bom penduduk yang dikhawatirkanpada tahun 1968, kini sewaktu-waktuakan dapat meletus. Hal ini sebagaiakibat dari kerusakan dan pencemaranlingkungan yang sangat parah karenasudah terlalu banyak penduduk.

Pada tahun 1972, Meadow me-nerbitkan sebuah buku yang berjudul”The Limit to Growth” yang meng-gambarkan hubungan antara variabellingkungan, yaitu penduduk, produksipertanian, produksi industri, sumberdaya alam dan polusi (Gambar 2).Pada saat persediaan sumber dayaalam masih melimpah, bahan makananper kapita, hasil industri, dan pen-duduk bertambah dengan cepat. Per-tumbuhan ini akhirnya menurun sei-ring dengan semakin menipisnya per-sediaan sumber daya alam yang dipre-diksi akan habis pada tahun 2100 dandiikuti dengan terjadinya kelaparandan polusi. Untuk mencegah hal ituterjadi, manusia harus membatasi per-

tumbuhannya dan mengelola lingku-ngan dengan baik.

Gambar 1Hubungan Antara Sumber Daya Alam,

Penduduk, Makanan Perkapita, Hasil IndustriPerkapita, Dan Polusi

Sumber: Mantra, 2003

Menurut Suparmoko (1997),laju pertumbuhan penduduk mempu-nyai pengaruh terhadap pertumbuhanekonomi yang nantinya akan berpe-ngaruh terhadap pencemaran atau de-gradasi lingkungan. Hubungan ini da-pat dilihat melalui Gambar 1. Me-ningkatnya laju pertumbuhan pendu-duk akan meningkatkan kepadatanpenduduk yang kemudian akan me-ningkatkan permintaan terhadap ba-rang dan jasa. Meningkatnya permin-taan ini secara otomatis akan mening-katkan jumlah barang dan jasa yangdiproduksi yang akhirnya akan me-ningkatkan pertumbuhan ekonomi.Namun untuk memenuhi peningkatanpermintaan barang dan jasa ini diper-lukan sumber daya yang lebih banyaksebagai faktor produksi yang nantinyaakan diolah bersama faktor-faktor pro-duksi yang lain untuk menghasilkanbarang dan jasa. Penggunaan sumberdaya yang lebih banyak ini akan me-nimbulkan efek negatif terhadap ling-kungan, baik berupa degradasi lingku-ngan karena eksploitasi yang berle-bihan terhadap sumber daya alam ma-upun terjadinya pencemaran lingku-ngan sebagai akibat dari pembuanganlimbah yang tidak tepat dan bijaksana

Page 8: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

20

sebagai hasil atau residu dari prosesproduksi barang dan jasa tersebut.

Gambar 2Hubungan Antara Jumlah Penduduk,

Pertumbuhan Ekonomi,Barang Sumber Daya Alam, dan Lingkungan

Sumber: Suparmoko, 1997

Hubungan antara Tingkat Pendi-dikan dengan Lingkungan

Menurut United Nations (1997),pendidikan adalah hal yang mendasaruntuk meningkatkan kualitas kehidup-an manusia dan menjamin kemajuansosial ekonomi. Sedangkan WorldBank (1999) menyatakan bahwa pen-didikan adalah kunci untuk mencip-takan, menyerap, dan menyebarluas-kan pengetahuan untuk mengembang-kan kapasitas agar tercipta pertumbuh-an serta pembangunan yang lebih ber-kelanjutan. Oleh karena itu kesehatandan pendidikan dapat dilihat sebagaikomponen pertumbuhan dan pemba-ngunan yang vital. Namun akses ter-hadap pendidikan tidak tersebar secaramerata, dan golongan miskin palingsedikit mendapat bagian (Todaro,2003).

Dalam hubungannya denganlingkungan, tingkat pendidikan dapatmempengaruhi kualitas lingkunganmelalui masing-masing individu. Pen-didikan yang lebih tinggi, khususnyamasalah lingkungan, akan menimbul-kan kesadaran yang lebih tinggi pulaterhadap kelestarian lingkungan. Bilamasing-masing individu mempunyaikesadaran yang tinggi terhadap ling-kungan, maka degradasi lingkunganyang terjadi saat ini bisa dikurangi.

Kesadaran akan kelestarian ling-kungan tidak semata-mata didapatkandari pendidikan formal seperti seko-lah. Kesadaran itu juga harus ditanam-kan dalam pribadi masing-masing in-dividu melalui pendidikan non formaldan pendekatan personal. MenurutHeriati (2003), yang menentukan kua-litas seseorang bukan hanya dari ting-kat pendidikan formal saja, tetapi jugadari berbagai pendidikan non formaldan pelatihan yang dia dapatkan. Mi-salnya melalui orang tua yang mem-berikan kesadaran untuk tidak mem-buang sampah sembarangan kepadaanaknya yang ditanamkan mulai kecilatau berupa seminar dan pelatihanyang menambah kesadaran masyara-kat bahwa kelestarian lingkungan itusangat penting.

Selain itu, faktor budaya jugamerupakan salah satu faktor yangmempengaruhi perilaku terhadap ling-kungan. Budaya atau adat merupakansuatu aturan tidak tertulis yang ditaatioleh seluruh masyarakat pada wilayahtertentu. Karena itu bila budaya yangberlaku merupakan suatu tindakanyang dapat menjaga kelestarian ling-kungan, maka budaya tersebut dapatmenjadi suatu alat untuk menjaga ke-lestarian lingkungan karena budayatersebut pasti dilakukan oleh semuamasyarakat di daerah tersebut, meski-pun mereka terkadang tidak sadar bah-wa yang mereka lakukan tersebut me-rupakan suatu upaya dalam menjagakelestarian lingkungan.

Hubungan antara Tingkat Urbani-sasi dengan Lingkungan

Lonjakan populasi nasional yangbegitu cepat, yang disertai dengan mi-grasi desa-kota, menyebabkan lajupertumbuhan populasi yang sangattinggi di daerah perkotaan, bahkankadang-kadang mencapai dua kali le-bih tinggi daripada laju pertumbuhanpenduduk nasional. Emisi dari kenda-raan, rumah tangga, dan industri, serta

Barang dan jasa

Penduduk Pertumbuhan

Ekonomi

Pencemaran Lingkungan

Menipisnya Sumberdaya Alam

Page 9: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

21

buruknya fentilasi dan kualitas kom-por yang banyak dipakai oleh rumahtangga turut memperparah kondisilingkungan perkotaan. Bahkan bebe-rapa penelitian yang dilakukan mem-buktikan bahwa kondisi lingkunganhidup di daerah perkotaan semakin la-ma semakin buruk. Kemerosotan kua-litas lingkungan tersebut bahkan ber-langsung lebih cepat dari laju pertum-buhan penduduk (Todaro, 2003).

Tahap-tahap awal urbanisasi danindustrialisasi di berbagai negara-negara sedang berkembang biasanyadisertai dengan lonjakan pendapatandan memburuknya kondisi-kondisilingkungan hidup. Dengan kata lain,peningkatan urbanisasi akan berpe-ngaruh negatif terhadap lingkungan,seperti polusi udara, air, dan tanah(Todaro, 2003).

Seperti halnya kepadatan pen-duduk, peningkatan urbanisasi mem-pengaruhi lingkungan melalui teoriyang diusulkan oleh Suparmoko(1997). Peningkatan urbanisasi me-nyebabkan kepadatan penduduk me-ningkat di daerah perkotaan sehinggapermintaan akan barang dan jasa se-makin tinggi. Untuk memenuhi kebu-tuhan tersebut dilakukan peningkatanproses produksi yang pada akhirnyamenimbulkan kerusakan lingkungan,antara lain semakin menipisnya sum-ber daya alam dan timbulnya pence-maran lingkungan, baik pencemaranudara, air, maupun tanah.

Selain itu, menurut Bappenas(2006) urbanisasi yang terjadi padaakhirnya hanya akan meningkatkankebutuhan akan transportasi dan peru-mahan, yang pada akhirnya akan me-ningkatkan polusi udara. Untuk meng-hindarkan urbanisasi yang berlebihanpemerintah perlu mengerem laju per-tumbuhan penduduk, mendorong pe-laksanaan pembangunan dan muncul-nya berbagai kesempatan kerja diberbagai sektor di pedesaan, sehinggapenduduk pedesaan tidak perlu lagi

pindah ke perkotaan untuk mendapat-kan pekerjaan dan penghidupan yanglebih baik. Dengan demikian, diharap-kan kebutuhan akan transportasi dapatditekan, sehingga potensi terjadinyapolusi udara juga dapat diminimalisir.

Menurut Todaro (2003), arusmigrasi yang begitu deras me-nyebabkan pusat-pusat kota di ber-bagai negara sedang berkembang akanmenyerap lebih dari 80 persen lon-jakan penduduk dunia. Diperkirakanpada tahun 2010, jumlah penduduk didaerah perkotaan di negara-negara se-dang berkembang akan mencapai 2,8miliar jiwa. Pada awalnya, dampak ne-gatif dari degradasi lingkungan akansangat terasa di daerah pedesaan. Na-mun, dengan begitu tingginya tingkaturbanisasi, maka ancaman yang palingberbahaya justru berada di daerah per-kotaan. Jika tidak segera diatasi, anca-man itu akan terus meningkat seiringdengan lonjakan pertumbuhan pendu-duk dan ukuran luas perkotaan dinegara-negara sedang berkembang.

Diperkirakan pada tahun 2030,jumlah pabrik di daerah perkotaan pa-da negara-negara berkembang akanmeningkat 600 persen dari jumlahyang ada sekarang yang berarti akanmeningkatkan polusi udara berlipatganda, dengan asumsi tingkat tekno-logi yang digunakan tidak berubah.Asumsi ini diperlukan karena kita ti-dak pernah tahu kemungkinan yangterjadi pada masa yang akan datangtercipta sebuah teknologi yang dapatmengurangi tingkat polusi udara didunia (Todaro, 2003).

3. METODE PENELITIANPendekatan yang digunakan da-

lam penelitian ini adalah pendekatankuantitatif. Dengan kata lain, pene-litian ini merupakan pengujian hipo-tesis dengan data yang terukur danakurat sehingga diperoleh parameterdari pengaruh perubahan variabel in-dependen terhadap variabel dependen

Page 10: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

22

menggunakan regresi berganda de-ngan metode Ordinary Least Square(OLS). Kemudian akan dilakukan in-terpretasi dan penjelasan mengenai ha-sil pengujian dari pendekatan kuan-titatif tersebut.

Dalam penelitian ini digunakan4 variabel yang terdiri atas 1 variabelendogen sebagai dependent variabledan 3 variabel eksogen sebagai inde-pendent variable. Adapun variabel en-dogen yang digunakan dalam peneli-tian ini adalah emisi udara, sedangkanvariabel eksogen yang digunakan da-lam penelitian ini adalah kepadatanpenduduk, tingkat pendidikan, dantingkat urbanisasi.

Definisi operasional merupakansuatu pengertian secara operasionaltentang variabel-variabel yang diguna-kan dalam model analisis yang meli-puti :

1) Emisi Udara (EMS)Emisi udara merupakan emisigas buang yang dilepaskan keudara yang dihasilkan dari peng-gunaan energi. Emisi udara di-ukur menggunakan proksi emisiCO2 yang diperoleh denganmenjumlahkan seluruh emisiCO2 yang dihasilkan dari peng-gunaan energi oleh beberapasumber, yaitu generator listrik,sektor industri, sektor rumahtangga dan bisnis, transportasi,serta sumber-sumber lainnya.Alasan digunakan CO2 sebagaiproksi karena mempunyai kon-tribusi terbesar terhadap polusiudara. Emisi udara dinyatakandalam satuan juta ton.

2) Kepadatan Penduduk (DEN)Kepadatan penduduk dihitungdengan rumus:

wilayahluas

pendudukjumlahDEN ....( 11 )

Kepadatan penduduk dinyatakandalam satuan jiwa/km2.

3) Tingkat Pendidikan (EDU)Tingkat pendidikan diukurmenggunakan rumus:

10010

xtotalpendudukjumlah

SMAtamatyangpendudukjumlahEDU

....( 12 )

Dalam penelitian ini digunakantingkat SMA karena telah mele-wati pendidikan dasar 9 tahun.Karena itu seseorang yang telahtamat SMA dianggap mempu-nyai tingkat pendidikan yang cu-kup karena berada diatas SMPsebagai batas pendidikan dasar.Tingkat pendidikan dinyatakandalam satuan persen.

4) Tingkat Urbanisasi (URBAN)Tingkat urbanisasi dihitung de-ngan rumus:

100xP

UURBAN ....( 13 )

dimana:URBAN = tingkat urbanisasiU = jumlah penduduk

daerah perkotaanP = jumlah penduduk total

Tingkat urbanisasi dinyatakandalam satuan persen.

Jenis dan Sumber DataData yang digunakan dalam ana-

lisis kuantitatif merupakan data sekun-der time series dengan jangka waktutahun 1990 sampai dengan tahun2004. Data yang digunakan dalam pe-nelitian ini diperoleh dari beberapasumber, yaitu:

1) Emisi UdaraData diperoleh dari KementerianNegara Lingkungan HidupRepublik Indonesia.

2) Kepadatan PendudukData diperoleh dari Badan PusatStatistik (BPS) yang diolahkembali.a. Tingkat Pendidikan

Page 11: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

23

Data diperoleh dari BadanPusat Statistik (BPS) yangdiproses kembali.

b. Tingkat UrbanisasiData diperoleh dari BadanPusat Statistik (BPS) yang di-proses lebih lanjut.

Prosedur Pengumpulan DataPengumpulan data dilakukan

melalui berbagai prosedur dengan me-lakukan studi kepustakaan yang dila-kukan dengan mencari dan mengum-pulkan data dari buku pustaka, jurnalekonomi dan lingkungan, internet ser-vice, serta bahan-bahan lain yang ber-hubungan dengan permasalahan.Teknik Analisis

Penelitian ini menggunakan ana-lisis regresi linier berganda yang me-ngandung variabel bebas dan variabelterikat. Setelah menentukan variabel-variabel yang digunakan, selanjutnyadilakukan pengujian secara kuantitatif.Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) digu-nakan untuk melihat sejauh mana vari-asi variabel bebas dalam menjelaskanvariabel terikat. Nilai R2 berkisar anta-ra 0 dan 1, dimana bila R2 mencapaiangka 1 berarti variasi variabel bebasmampu menerangkan variabel terikatsecara sempurna. Bila nilai R2 semakinmendekati 1, berarti variasi variabelbebas semakin kuat menjelaskan vari-abel terikat. Sebaliknya, bila R2 sema-kin mendekati 0 berarti variasi varia-bel terikat semakin lemah dalam men-jelaskan variabel terikat.Uji Statistik

1) Uji tUji t dilakukan untuk

menguji koefisien dari variabelbebas secara parsial apakah sig-nifikan atau tidak signifikan da-lam mempengaruhi variabel teri-kat. Uji ini dilakukan denganmembandingkan nilai t hitung de-ngan nilai t tabel. Jika nilai t hitung

lebih besar dari nilai t tabel , be-

rarti H0 ditolak dan sebaliknya.Namun, untuk mencari nilai thitung diperlukan perhitunganyang agak rumit. Untuk meng-atasi hal itu, program statistikdan ekonometrik telah menye-diakan konsep P-Value untukmenggantikan nilai t hitung, yaitudengan cara membandingkan ni-lai P-Value (probabilitas) de-ngan α yang digunakan. Lang-kah-langkah pengujiannya ada-lah sebagai berikut:a. membuat hipotesis nul (H0)

dan hipotesis alternatif (H1)H0 : βi = 0, i = 1,2,3, artinyatidak ada pengaruh secaraparsial dari variabel bebasterhadap variabel terikat.H1 : βi ≠ 0, i = 1,2,3, artinyaada pengaruh secara parsialdari variabel bebas terhadapvariabel terikat.

b. membandingkan nilai P-Va-lue untuk masing-masing esti-mator dengan α yang digu-nakan. Keputusan untuk me-nolak atau menerima H0 ada-lah:jika nilai P-Value > nilai αmaka H0 diterima atau H1

ditolakjika nilai P-Value < nilai αmaka H0 ditolak atau H1

diterima

Gambar 3Daerah Penolakan dan Penerimaan Uji

t

Sumber : Gujarati , 1995

2) Uji FUji F dilakukan untuk

menguji apakah dalam suatu

DaerahPenolakan

H0 DaerahPenerimaan

H0

DaerahPenolakan

H0

Page 12: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

24

model semua variabel bebas se-cara simultan atau bersama-sa-ma mempengaruhi variabel teri-kat. Sama halnya dengan uji t,uji F dapat dilakukan denganmembandingkan nilai F hitung de-ngan nilai F tabel. Jika nilai Fhitung lebih kecil dari nilai F tabel ,maka H0 diterima dan sebalik-nya. Namun dalam penelitianini, uji F dilakukan denganmenggunakan konsep P-Value.Langkah-langkah pengujiannyaadalah sebagai berikut:a. membuat hipotesis nul (H0)

dan hipotesis alternatif (H1)H0 : β1 = β2 = β3 = 0, artinyatidak ada pengaruh secarasimultan dari variabel bebasterhadap variabel terikat.H1 : setidaknya ada satukoefisien regresi dari variabelbebas pada model yang tidaksama dengan nol dan mem-pengaruhi variabel terikat

b. membandingkan nilai P-Va-lue dengan α yang digunakan.Keputusan untuk menolakatau menerima H0 adalah:jika nilai P-Value > nilai αmaka H0 diterima atau H1

ditolakjika nilai P-Value < nilai αmaka H0 ditolak atau H1

diterima

Gambar 4Daerah Penolakan dan Penerimaan

Uji

Sumber : Gujarati, 1995:365Heteroskedastisitas

Residual yang mempunyai vari-an yang tidak konstan disebut hetero-skedastisitas. Hal ini sering dijumpai

ketika menganalisis data cross section.Sebagai contoh, ketika kita mengana-lisis penjualan perusahaan-perusahaandalam suatu industri. Perusahaan yangbesar akan mempunyai varian residualyang besar karena penjualannya lebihfluktuatif, dan sebaliknya. Data timeseries jarang mengandung hetero-skedastisitas karena perilaku data yangsama dari waktu ke waktu fluktuasi-nya akan relatif stabil. Jika kita tetapmenggunakan metode OLS untukmenganalisis suatu model yang me-ngandung heteroskedastisitas, maka

estimator 1 masih linier dan tidakbias, namun mempunyai varian yangtidak minimum lagi (no longer best)sehingga hanya menghasilkan esti-mator yang LUE dan tidak lagi BLUE.

Jika estimator 1 tidak mempunyaivarian yang minimum menyebabkanperhitungan standard error metodeOLS tidak lagi bisa dipercaya kebe-narannya sehingga interval estimasimaupun uji hipotesis yang didasarkanpada distribusi t maupun F tidak lagibisa dipercaya untuk evaluasi hasil re-gresi.

Para ahli ekonometrika mengu-sulkan beberapa metode untuk mende-teksi ada tidaknya masalah hetero-skedastisitas. Dalam penelitian ini di-gunakan metode White Heteroscedas-ticity yang membandingkan nilai ChiSquares hitung (diperoleh dari infor-masi Obs*R-squared) dengan nilaikritis Chi Squares. Jika nilai Chi Squ-ares hitung lebih kecil dari nilai kri-tisnya, maka dapat disimpulkan tidakterdapat masalah heteroskedastisitas,dan sebaliknya jika nilai Chi Squareshitung lebih besar dari nilai kritisnya,maka dapat disimpulkan model terse-but mengandung masalah heteroske-dastisitas. Untuk mencari nilai kritisagak rumit, karena itu alat bantu eko-nometrika juga menyediakan nilai pro-babilitas Chi Squares yang nantinyaakan dibandingkan dengan nilai α

DaerahPenerimaan H0

DaerahPenolakan H0

Page 13: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

25

yang digunakan. Jika nilainya signifi-kan (lebih kecil dari α) berarti terdapatmasalah heteroskedastistas dan bilatidak signifikan (lebih besar dari α)berarti model tersebut terbebas darimasalah heteroskedastisitas.Autokorelasi

Asumsi lain dari estimator OLSyang BLUE adalah tidak adanya kore-lasi antara residual satu observasi de-ngan residual observasi yang lain. Jikaterdapat korelasi antar residual, kon-disi ini sering disebut dengan auto-korelasi. Autokorelasi sering terjadipada data time series. Sebagai contoh,setiap kebijakan pemerintah akan me-merlukan waktu untuk mempengaruhiperekonomian. Kebijakan tersebut ti-dak langsung berpengaruh pada saatitu, namun mempengaruhi perekono-mian pada periode-periode berikutnya.

Konsekuensi dari adanya auto-korelasi sama dengan heteroskedastisi-tas. Estimator tetap linier dan tidakbias, namun tidak mempunyai varianyang minimum lagi sehingga distri-busi t maupun F tidak lagi bisa diper-caya. Untuk mendeteksi ada tidaknyaautokorelasi juga terdapat beberapametode. Dalam penelitian ini diguna-kan metode Bruesch-Godfrey denganuji Lagrange Multiplier atau yang se-ring disebut LM test.. Jika nilai ChiSquares hitung (Obs*R squared) lebihkecil dari nilai kritisnya, maka dapatdisimpulkan tidak terdapat masalahautokorelasi, dan sebaliknya. Sepertihalnya pada heteroskedastisitas, detek-si autokorelasi juga bisa dilihat dariprobabilitas Chi Squares-nya. Sebuahmodel dikatakan mengandung auto-korelasi jika probabilitas Chi Squares-nya signifikan (lebih kecil dari α) danjika probabilitasnya tidak signifikan(lebih besar dari α) berarti model ter-sebut terbebas dari masalah auto-korelasi.Multikolinieritas

Asumsi lain yang digunakan da-lam metode OLS adalah tidak ada hu-

bungan linier antara variabel indepen-den. Adanya hubungan ini disebutmultikolinieritas. Hubungan linier an-tara variabel independen dapat terjadidalam bentuk hubungan linier yangsempurna (perfect) dan kurang sem-purna (imperfect). Jika terdapat multi-kolinieritas, metode OLS masih bisadigunakan untuk mengestimasi koe-fisien dalam persamaan tersebut untukmendapatkan estimator yang BLUE.Estimator yang BLUE tidak memer-lukan asumsi terbebas dari masalahmultikolinieritas. Estimator yangBLUE hanya berhubungan denganasumsi tentang residual, yaitu variandari residual adalah tetap (homo-skedastisitas) dan tidak ada hubunganantara residual satu observasi denganresidual observasi yang lain (tidak adaautokorelasi). Jika tidak memenuhi ke-duanya, estimator tidak lagi BLUE.Adanya multikolinieritas masih meng-hasilkan estimator yang BLUE hanyamenyebabkan kesulitan memperolehestimator dengan standard error yangkecil (Widarjono, 2005).

Sebagai rule of thumb (aturanmain yang kasar), diduga terdapatmultikolinieritas jika koefisien kore-lasi parsial antar variabel independendiatas 0,85. Jika korelasinya dibawah0,85 berarti tidak ada masalahmultikolinieritas (Widarjono, 2005).

4. ANALISIS DATA DANPEMBAHASAN

Polusi Udara di IndonesiaMenurut BPK RI (2007), Indo-

nesia berada di peringkat tiga penyum-bang emisi gas buang CO2 di dunia se-telah Amerika Serikat dan RepublikRakyat Cina (RRC). Penyumbang ter-besar emisi gas buang CO2 adalah ke-bakaran hutan. Dari 3.014 metrik ton(Mt) CO2 yang dihasilkan oleh Indo-nesia, kebakaran hutan menyumbangdengan proporsi paling besar menca-pai 2.563 Mt. Selain Indonesia, negarayang penyumbang terbesar CO2 bera-

Page 14: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

26

sal dari kebakaran hutan adalah Brazil.Padahal kedua negara ini merupakannegara dengan kawasan hutan terluasdi dunia dan dianggap sebagai paru-paru dunia. Rusaknya sebagian besarkawasan hutan di kedua negara inimengurangi daya serap terhadap emisiCO2 sehingga kadar CO2 di atmosfersemakin menumpuk dan memperparahterjadinya global warming. Sementarasumber emisi CO2 di negara lainnyalebih banyak berasal dari energi yangdihasilkan dari sektor industri. Selainkarena luas kawasan hutan mereka ti-dak terlalu luas, sebagian besar negara-negara tersebut merupakan negara in-dustri.

Bila dilihat dari penggunaanenergi, sumbangan emisi CO2 yangpaling besar berasal dari sektor indus-tri, diikuti oleh sektor transportasi, ge-nerator elektrik, rumah tangga dan bis-nis, serta sumber-sumber di luar sektor-sektor tersebut. Pada sektor industri,emisi CO2 yang dihasilkan pada tahun1990 sekitar 36,67 juta ton, namun pa-da tahun 2000 jumlahnya meningkatmenjadi 86,80 juta ton dan mencapaiangka 102,03 juta ton pada tahun2004. Begitu juga dengan sektor trans-portasi. Dari 28,37 juta ton pada tahun1990, meningkat menjadi 54,41 jutaton pada tahun 2000 dan mencapaiangka 65,06 juta ton pada tahun 2004.Secara keseluruhan, emisi CO2 daripenggunaan energi terus meningkatdari tahun ke tahun. Jika pada tahun1990 jumlahnya sekitar 113,72 jutaton, maka pada tahun 2000 meningkatmenjadi 236,36 juta ton dan mencapaiangka 280,31 juta ton pada tahun 2004(Tabel 3).

Tabel 3Emisi CO2 dari Penggunaan Energi

di Indonesia(juta ton)

TahunGene-rator

Elektrik

Indus-tri

RumahTangga

DanBisnis

Transportasi

SumberLainnya

Jumlah

1990 24.20 36.67 17.04 28.37 7.44 113.72

1991 28.04 38.59 17.35 30.64 8.16 122.781992 30.05 42.87 17.68 32.51 8.50 131.621993 26.52 47.18 18.09 33.95 10.19 135.931994 34.21 49.50 18.64 37.30 11.21 150.861995 35.34 54.45 19.23 40.20 12.64 161.861996 43.81 55.09 19.84 43.88 14.25 176.861997 51.40 58.50 21.10 46.47 14.85 192.021998 50.92 59.07 22.14 48.84 11.02 191.991999 55.32 76.02 22.89 51.40 10.97 216.602000 60.07 86.80 23.79 54.41 11.31 236.362001 62.88 88.61 24.83 56.91 11.62 244.842002 65.80 89.91 26.09 58.63 11.91 252.332003 70.11 86.16 27.08 61.01 12.08 256.442004 73.45 102.03 27.41 65.06 12.36 280.31

Sumber: Kementerian Negara LingkunganHidup RI, 2006

Indonesia sebagai negara kepu-lauan sangat rentan terhadap isu peru-bahan iklim. Jika wilayah kepulauanini terendam akibat permukaan air lautnaik 1 meter, urusannya adalah meng-evakuasi 60-70 juta manusia. Dampakpemanasan global di Indonesia sudahmulai tampak, antara lain (United Na-tions, 2007):

1) kenaikan temperatur udara seki-tar 0,30 C sejak 1990

2) perubahan musim yang ditun-jukkan oleh adanya pola curahhujan yang tidak menentu, banjirdan longsor, sementara di tem-pat lain mengalami kekeringan

3) permukaan air laut naik se-hingga mengakibatkan potensihilangnya beberapa pulau kecil,garis pantai akan mundur lebihdari 60 cm ke arah darat, nela-yan kehilangan tempat tinggal,makin meluasnya intrusi air laut,rusaknya ekosistem hutan ba-kau, perubahan sifat biofisik danbiokimia di zona pesisir, dantimbul perbedaan tingkat airpasang dan surut di beberapadaerah aliran sungai

4) di sektor perikanan terjadi pe-mutihan karang, jumlah terumbukarang akan menurun dan kom-posisi ikan laut berubah, ter-ganggunya kehidupan ikan jenistertentu, migrasi ikan ke wilayahlain yang lebih dingin, serta ke-punahan beberapa spesies

Page 15: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

27

5) di sektor kehutanan terjadi kepu-nahan beberapa spesies florafauna karena tidak mampu ber-adaptasi dan kebakaran hutankarena peningkatan suhu

6) di sektor pertanian terjadi keter-lambatan musim tanam atau pa-nen sehingga ketahanan panganterganggu

7) di sektor kesehatan, terjadi pe-ningkatan frekuensi penyakittropis seperti malaria dan de-mam berdarah.

Perkembangan Penduduk IndonesiaIndonesia merupakan negara ke-

pulauan dengan luas wilayah dan jum-lah penduduk yang sangat besar. Me-nurut BPS (2000), Indonesia mem-punyai luas wilayah sebesar 1.890.754km2. Sedangkan jumlah pendudukIndonesia telah meningkat dari 119juta pada tahun 1971 menjadi 182,6juta pada tahun 1990 dan mencapaiangka 195,1 juta pada tahun 2000.Angka ini menempatkan Indonesia pa-da posisi ke empat dalam urutan ne-gara dengan jumlah penduduk ter-banyak di dunia. Pada tahun 2004,jumlah penduduk Indonesia mencapai217,1 juta jiwa (Tabel 4). Denganpertumbuhan penduduk yang terusmeningkat dari tahun ke tahun dengantingkat pertumbuhan rata-rata 1,26persen dari tahun 1990 sampai 2004,diperkirakan pada tahun 2030 pendu-duk Indonesia akan mendekati angka300 juta jiwa.

Tabel 4Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk

Indonesia, 1990-2004

TahunPendudukPedesaan

(jiwa)

Pertumbuhan( % )

PendudukPerkotaan

(jiwa)

Pertumbuhan

( % )19901991199219931994199519961997199819992000

127.189.124126.524.254124.153.345124.643.812124.690.744124.913.045125.086.185125.276.233126.837.228124.197.769112.557.004

--0,52%-1,87%0,40%0,04%0,18%0,14%0,15%1,25%-2,08%-9,37%

55.508.04157.718.90259.293.64961.900.99864.984.32667.799.74370.438.69973.399.60374.700.61080.586.16282.546.336

-3,98%2,73%4,40%4,98%4,33%3,89%4,20%1,77%7,88%2,43%

2001200220032004

114.716.912112.621.234124.044.203123.212.302

Rata-rata

1,92%-1,83%10,14%-0,67%-0,15%

86.986.62590.086.18490.329.89393.860.044

5,38%3,56%0,27%3,91%3,84%

TahunPerkotaan +

Pedesaan(jiwa)

Pertumbuhan( % )

Kepadatan(jiwa/km2)

199019911992199319941995199619971998199920002001200220032004

182.697.165184.243.156183.446.994186.544.810189.675.070192.712.788195.524.884198.675.836201.537.838204.783.931195.103.340201.703.537202.707.418214.374.096217.072.346

Rata-rata

-0,85%-0,43%1,69%1,68%1,60%1,46%1,61%1,44%1,61%-4,73%3,38%0,50%5,76%1,26%1,26%

97979799

100102103105107108103107107113115104

Sumber : BPS, 2004

Dengan luas wilayah yang tetapdan jumlah penduduk yang terus ber-tambah setiap tahun mengakibatkankepadatan penduduk di Indonesia te-rus meningkat dari tahun ke tahun.Berdasarkan data yang dihimpun BPS(2004), kepadatan penduduk Indonesiatelah meningkat dari 62 jiwa per km2

pada tahun 1971 dan meningkat tajampada tahun 2000 dengan angka 103jiwa per km2. Bahkan pada tahun 2004mencapai angka 115 jiwa per km2

dengan rata-rata kepadatan penduduksebesar 104 jiwa per km2 dari tahun1990 sampai 2004. Artinya, tiap 1 km2

wilayah Indonesia rata-rata dihunioleh 104 jiwa penduduk.

Berkaitan dengan pertumbuhanpenduduk, masalah yang saat ini ma-sih sulit diatasi adalah masalah perse-baran penduduk yang tidak merata.Sebagian besar penduduk terkonsen-trasi di pulau Jawa. Menurut BPS(2004), kepadatan penduduk di pulauJawa pada tahun 2000 mencapai 951jiwa/km2, jauh lebih besar dari kepa-datan nasional yang hanya sebesar 103jiwa/km2. Di wilayah DKI Jakartaterdapat suatu kecamatan atau kelu-rahan dengan kepadatan pendudukmencapai 15.000 jiwa/km2. Hal inimenunjukkan bahwa persebaran pen-

Page 16: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

28

duduk di Indonesia masih sangat tim-pang dan belum merata.Perkembangan Pendidikan diIndonesia

Dari dari data yang dimilikiUNDP (United Nations DevelopmentProgramme) yang bekerja sama de-ngan BAPPENAS (Badan Perencana-an Pembangunan Nasional) dan BPS(Badan Pusat Statistik) mengenaiIHDR (Indonesian Human Develop-ment Report) tahun 2004, ternyatakomponen pengeluaran publik, dian-taranya untuk kesehatan dan pendidik-an, secara relatif masih rendah. Darigrafik dibawah ini dapat dilihat bahwarata-rata pengeluaran pemerintahIndonesia untuk kesehatan dan pen-didikan dari tahun 1996 sampai tahun2000 hanya sekitar 1,5 persen daritotal GDP. Angka ini masih berada dibawah rata-rata untuk negara ber-kembang, bahkan masih jauh dibawahnegara-negara di kawasan Asia lain-nya (Gambar 5). Bila dibanding-kandengan negara-negara lainnya, kitaberada pada posisi paling buncit. Dari13 negara yang diamati, rata-ratapengeluaran mereka untuk kesehatandan pendidikan adalah sekitar 5 per-sen. Dibandingkan dengan India yangnotabene keadaan negara dan eko-nominya hampir sama dengan kita,pengeluaran mereka jauh lebih besar,yaitu sekitar 5,2 persen (UNDP :2004).

Gambar 5Rata-Rata Pengeluaran Pemerintah untuk

Kesehatan dan PendidikanTahun 1996-2000 (%GDP)

Sumber : UNDP, 2004Pemerintah telah mengenal hak

untuk pendidikan bagi penduduknyadan sekaligus menerapkannya. Hal ini

bisa dibuktikan dari peningkatan jum-lah Sekolah Dasar (SD) dan SekolahMenengah Pertama (SMP) lebih daridua kali lipat dari angka 70.000 padatahun 1985 dan mencapai angka169.000 pada tahun 1990. Pada tahun1994, pemerintah menerapkan wajibbelajar 9 tahun, 6 tahun di SekolahDasar dan 3 tahun di Sekolah Mene-ngah Pertama. Dampaknya, jumlahSMP, yang kemudian diganti denganSekolah Lanjutan Tingkat Pertama(SLTP), mengalami peningkatan yangcukup signifikan dari tahun-tahun se-belumnya.

Kebijakan ini berdampak padaAngka Partisipasi Sekolah (APS) padajenjang usia tersebut. Hal ini juga di-dukung oleh data BPS (2009) yangmenunjukkan bahwa angka partisipasisekolah pada usia 7 sampai 12 tahundan 13 sampai 15 tahun, yang masing-masing merupakan rata-rata usia seko-lah untuk tingkat sekolah dasar (SD)dan menengah (SMP), menunjukkanangka yang cukup tinggi dan menun-jukkan tren yang semakin meningkatmeskipun dengan tingkat pertumbuh-an yang relatif kecil. Misalnya tahun2004 angka partisipasi sekolah untukusia 7 sampai 12 tahun sebesar 96,77persen. Artinya, sekitar 96,77 persenanak pada usia tersebut telah menda-patkan pendidikan di sekolah dasar.Begitu juga dengan usia 13 sampai 15tahun yang pada tahun 2004 menun-jukkan angka 83,49 persen dan me-ningkat menjadi 84,26 persen padatahun 2007. Kondisi ini menunjukkanbahwa program wajib belajar 9 tahunbisa dikatakan cukup berhasil (tabel2,5).

Tabel 5 Angka Partisipasi SekolahMenurut Kelompok Umur

KelompokUmur

(tahun)

Tahun2004( % )

2005( % )

2006( % )

2007( % )

7 – 1213 – 1516 – 18

96,7783,4953,48

97,1484,0253,86

97,3984,0853,92

97,6084,2654,61

Page 17: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

29

19 – 24 12,07 12,23 11,38 12,20Sumber : BPS, 2009

Sebagian besar penduduk telahsadar bahwa pendidikan dasar 9 tahunsaja belum cukup sebagai modal da-lam menghadapi persaingan di tengahkepadatan penduduk yang cukup ting-gi. Hal ini ditandai dengan besarnyaAPS pada usia 16 sampai 18 tahunyang merupakan rata-rata usia SekolahMenengah Atas (SMA) yaitu sebesar53,48 persen pada tahun 2004 dan54,61 persen pada tahun 2007. Namunkondisi tersebut tidak diikuti oleh usia19 sampai 24 tahun yang merupakanrata-rata usia untuk perguruan tinggiyang hanya sebesar 12,07 persen dan12,20 persen pada tahun 2004 dan2007. Ini menunjukkan bahwa pendu-duk menganggap bahwa SMA meru-pakan batas minimal tingkat pendi-dikan tertinggi. Masyarakat meng-anggap bahwa seseorang dikatakanberpendidikan bila sudah menempuhpendidikan di tingkat SMA. Hal inimenyebabkan keinginan untuk melan-jutkan pendidikan ke jenjang yanglebih tinggi semakin menurun. Seba-gian besar masyarakat tidak bisa me-nikmati pendidikan di perguruan ting-gi. Selain karena persepsi masyarakatyang seperti itu, faktor biaya yangtinggi juga mempengaruhi masyarakatdalam pengambilan keputusan.

Menurut Todaro (2003:435),berdasarkan berbagai penelitian ter-baru, sistem pendidikan yang ada dinegara berkembang kadang-kadangbukan mengurangi, namun justrumemperburuk ketimpangan pendapat-an dan distribusi pendidikan secaramerata. Alasan utamanya adalah ada-nya korelasi yang positif antara tingkatpendidikan seseorang dengan pengha-silannya seumur hidup, terutama bagimereka yang berpendidikan SekolahMenengah Atas (SMA) dan Univer-sitas. Pendapatan mereka 300 persenhingga 800 persen lebih besar dari-

pada mereka yang berpendidikan Se-kolah Dasar (SD). Biaya pendidikanyang cukup tinggi menyebabkan ha-nya anak-anak dari mereka yangberpendidikan dan berpenghasilantinggi saja yang mampu melanjutkanpendidikan ke jenjang yang lebihtinggi. Anak-anak dari mereka yanghanya berpendidikan SD sangat sulituntuk menyekolahkan anak-anaknyake jenjang yang lebih tinggi. Hal iniakan berlangsung terus menerus danmenyebabkan ketimpangan pendidik-an dan pendapatan yang semakintinggi.

Dari gambaran tentang kondisipendidikan di Indonesia, dapat disim-pulkan bahwa pendidikan di Indonesiaharus mendapat perhatian khusus daripemerintah. Hal ini dapat dilihat dariGambar 5 yang menunjukkan bahwapengeluaran pemerintah untuk kese-hatan dan pendidikan hanya 1,5 persendari total GDP. Dengan proporsi seke-cil itu, kualitas pendidikan di Indo-nesia akan berada di bawah standardan tertinggal dari negara-negara lain-nya. Kualitas pendidikan yang rendahakan menimbulkan masalah yang ber-kepanjangan. Mulai dari kemiskinanyang akan mempengaruhi kualitas ke-sehatan sampai timbulnya berbagaitindak kriminalitas sebagai akibat daritekanan ekonomi.

Dalam hubungannya denganlingkungan, kualitas pendidikan yangrendah juga mempengaruhi kesadaranatas kelestarian lingkungan. Pendidik-an yang rendah cenderung membentukkesadaran yang rendah terhadap keles-tarian lingkungan. Selain itu, dalamjangka panjang, pendidikan yang ren-dah akan menciptakan pribadi yangminim skill sehingga tidak mampuberkompetisi dalam persaingan danakhirnya terjebak dalam jurang kemis-kinan. Dengan tekanan ekonomi danpendidikan yang rendah, mereka cen-derung melakukan segala cara untukbertahan hidup, termasuk segala kegi-

Page 18: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

30

atan yang dapat merusak lingkungan,seperti penebangan kayu secara liardengan alat seadanya, mendirikan ru-mah di sepanjang bantaran sungaiyang dapat menyebabkan longsor danbanjir, dan sebagainya. Untuk mence-gah semua itu, kualitas pendidikanharus ditingkatkan salah satunya de-ngan cara menambah proporsi daritotal GDP untuk kesehatan dan pen-didikan.

Kesadaran akan lingkungan ti-dak hanya dipengaruhi oleh pendidik-an, baik formal maupun informal, te-tapi juga dipengaruhi oleh budaya danadat. Budaya Tarabandu yang dila-kukan oleh warga Timor Leste bisa di-jadikan contoh. Tarabandu adalah tra-disi baik yang perlu dilestarikan untukmengembangkan kehidupan rakyat,yaitu berupa penetapan masa laranganmenebang, memetik, dan memunguthasil tumbuh-tumbuhan di tempat ter-tentu yang dianggap suci. Tempatyang dianggap suci atau keramat ituadalah tempat yang memberikan peng-hidupan bagi orang banyak. Misalnyatempat sekitar sumber air atau hutanyang secara ekologis berguna untukmenahan resapan air dan mencegaherosi. Upacara Tarabandu adalahpenghormatan yang dilakukan pen-duduk kepada air dan hutan atau ling-kungan hidup secara keseluruhan.Penduduk memotong binatang ternaksebagai simbol larangan, yaitu larang-an untuk pemotongan atau penebang-an tumbuhan. Kalau ada yang melang-gar, orang tersebut dikenai hukumanberupa kewajiban memotong binatangseperti yang telah dipotong dalam upa-cara Tarabandu. Ini merupakan buktibahwa nenek moyang dulu telah me-miliki kesadaran yang tinggi tentangperlindungan lingkungan hidup. Ling-kungan bisa dijaga dan pertanian rak-yat bisa berkelanjutan untuk mendu-kung kehidupan penduduk desa. Tra-disi ini merupakan suatu contoh bah-wa budaya dan adat dapat mempenga-

ruhi kelestarian lingkungan (Direito,2009).Perkembangan Laju Urbanisasi diIndonesia

Dari Tabel 4 di atas juga dapatdilihat bahwa jumlah penduduk pede-saan lebih besar daripada perkotaan.Hal ini disebabkan karena proporsidaerah yang diklasifikasikan sebagaikota lebih kecil daripada desa. Meskidemikian, pertumbuhan penduduk per-kotaan jauh lebih tinggi dari pedesaan.Pertumbuhan penduduk pedesaan daritahun 1990 sampai 2004 menunjukkantren yang semakin menurun denganrata-rata pertumbuhan sebesar -0,15persen. Kondisi sebaliknya terjadi diperkotaan dengan tren yang semakinmeningkat dan rata-rata pertumbuhanyang cukup tinggi yaitu sebesar 3,84persen, lebih besar dari pertumbuhanpenduduk nasional yang hanya sebesar1,26 persen. Keadaan ini menggam-barkan adanya laju urbanisasi yangcukup tinggi. Data ini didukung olehBPS yang menyatakan bahwa padatahun 2000 persentase penduduk per-kotaan mencapai 42 persen, jauh lebihtinggi dari tahun 1990 yang hanyasebesar 30,9 persen. Meskipun faktorperubahan status dari pedesaan men-jadi perkotaan turut berperan, namunproporsinya relatif kecil bila diban-dingkan dengan faktor migrasi ataumobilitas penduduk.

Menurut Bappenas (2006), pen-duduk Indonesia diproyeksikan akanmeningkat antara tahun 2000 dan 2025dari sekitar 206 juta menjadi sekitar274 juta. Pada tahun 2000 kebanyakanpenduduk Indonesia masih tinggal dipedesaan, namun lambat laun jumlahpenduduk yang tinggal di pedesaan se-makin menurun. Hal ini terutama dise-babkan oleh perkembangan daerahyang tadinya masih pedesaan nantinyaakan berubah menjadi kota-kota baruserta tingginya laju urbanisasi. Apa-bila pada tahun 2000 jumlah pendu-duk perkotaan hanya berjumlah sekitar

Page 19: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

31

47 juta jiwa, maka pada tahun 2025jumlah penduduk perkotaan akan me-ningkat menjadi sekitar 187 juta jiwa.Jumlah ini berarti sekitar 68% daritotal penduduk Indonesia pada tahun2025.

Tingginya laju urbanisasi daripedesaan ke perkotaan terutama dise-babkan keinginan untuk mendapatkankehidupan yang lebih baik. Sudahmenjadi anggapan umum bahwa wila-yah perkotaan menawarkan lebih ba-nyak peluang untuk meningkatkankualitas hidup, pekerjaan, pendidikandan hiburan, sehingga semakin banyakpenduduk pedesaan yang tertarik un-tuk mendapatkan keuntungan dari ke-sempatan tersebut. Keinginan pendu-duk pedesaan untuk pindah ke kota se-makin kuat ketika seseorang yang su-dah tinggal di kota kembali ke desa-nya dalam kondisi yang lebih baik. Disisi lain, kenyataan yang ada saat iniadalah hampir semua pedesaan hanyamampu menawarkan pekerjaan di sek-tor pertanian dan peternakan, semen-tara di perkotaan jenis pekerjaan yangditawarkan sangat beragam dan padaumumnya berada di sektor-sektor diluar pertanian dan peternakan.

Urbanisasi yang terjadi padaakhirnya hanya akan meningkatkankebutuhan akan transportasi dan peru-mahan, yang pada akhirnya akan me-ningkatkan pencemaran udara.Gambar 6 menunjukkan perbandinganantara pertumbuhan pendudukperkotaan, pe-desaan, sertapertumbuhan kendaraan. Dari grafiktersebut dapat dilihat bah-wapertumbuhan penduduk perkotaanmenunjukkan tren yang semakin me-ningkat. Dari sekitar 40 juta jiwa padatahun 1985 hingga mencapai sekitar100 juta jiwa pada tahun 2005. Bah-kan diproyeksikan pada tahun 2025jumlahnya mencapai lebih dari 180juta jiwa. Tren ini diikuti dengan per-tumbuhan kendaraan yang cukup sig-nifikan. Dari hanya sekitar 5 juta unit

pada tahun 1985 kemudian tumbuhmencapai kurang lebih 25 juta unit pa-da tahun 2005 dan diproyeksikan akanmencapai lebih dari 120 juta unit padatahun 2025. Sedangkan pertumbuhanpenduduk pedesaan menunjukkankondisi sebaliknya. Pertumbuhannyaterus menurun dari sekitar 120 jutajiwa pada tahun 1985 dan diproyek-sikan menurun drastis menjadi sekitar80 juta jiwa pada tahun 2025.

Gambar 6Proyeksi Pertumbuhan Penduduk dan

Kendaraan

Sumber : Bappenas, 2006

Kondisi di atas menunjukkkanbahwa peningkatan laju urbanisasi,yang ditandai dengan meningkatnyapertumbuhan penduduk perkotaan danmenurunnya pertumbuhan pendudukpedesaan, akan diikuti dengan me-ningkatnya pertumbuhan kendaraanseiring dengan meningkatnya kebutuh-an akan transportasi. Karena itu untukmenghindarkan urbanisasi yang berle-bihan pemerintah perlu mengerem lajupertumbuhan penduduk, mendorongpelaksanaan pembangunan, dan mun-culnya berbagai kesempatan kerja diberbagai sektor di pedesaan sehinggapenduduk pedesaan tidak perlu lagipindah ke perkotaan untuk mendapat-kan pekerjaan dan penghidupan yanglebih baik. Dengan demikian, diharap-kan kebutuhan akan transportasi dapatditekan, sehingga potensi terjadinyapencemaran udara juga dapat dimini-malisir.Hasil Estimasi Model

Untuk mengetahui pengaruh ke-padatan penduduk, tingkat pendidikandan tingkat urbanisasi terhadap emisiudara, akan dilakukan beberapa peng-

Page 20: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

32

ujian, baik secara statistik maupunekonometrik. Untuk pengujian statis-tik akan dilakukan uji t dan uji F. Se-dangkan untuk pengujian ekonometrikdilakukan uji asumsi klasik mengenaiuji normalitas, heteroskedastisitas,autokorelasi serta multikolinieritas.Berikut ini adalah tabel hasil estimasimodel dari hasil regresi.

Tabel 6Hasil Estimasi Model

Variable Coefficient t-Statistic Prob.DEN 2.004165 2.522133 0.0284EDU 5.022252 1.477061 0.1677

URBAN 6.825461 6.217166 0.0001C -338.8623 -4.880739 0.0005

R-squared 0.994449 F-statistic 656.8606AdjustedR-squared

0.992935 Prob(F-statistic)

0.000000

Durbin-Watson stat

1.573170

Sumber : Hasil estimasi regresi

Persamaan regresi dari pengaruhfaktor-faktor demografi terhadap emisiudara di Indonesia tahun 1990 sampaitahun 2004 adalah:

Koefisien Determinasi (R2)Koefisien Determinasi (R2) di-

gunakan untuk melihat sejauh manavariasi variabel bebas dalam menjelas-kan variabel terikat. Dari hasil estima-si didapatkan nilai R2 sebesar0.994449, artinya 0,99 persen tingkatemisi udara dipengaruhi oleh kepadat-an penduduk, tingkat pendidikan, dantingkat urbanisasi. Sedangkan sisanyadipengaruhi oleh variabel lain yang ti-dak dimasukkan dalam model. Nilaiini mengindikasikan bahwa model ter-sebut cukup baik dalam menjelaskanpengaruh variabel independen terha-dap variabel dependennya.

Hasil Uji Statistik1) Uji t

Uji t merupakan pengujianterhadap koefisien dari variabelbebas secara parsial. Uji ini un-tuk melihat tingkat signifikasi

dari variabel bebas secara indi-vidu dalam mempengaruhi vari-asi dari variabel terikat. Berikutini disajikan tabel dari hasilpengujian statistik.

Tabel 7Hasil Pengujian Statistik

Variabel t-statistik ProbDEN 2.522133 0.0284**EDU 1.477061 0.1677

URBAN 6.217166 0.0001***C -4.880739 0.0005***

F-statistik 656.8606 0.000000***R-squared 0.994449

Sumber : Hasil estimasi regresiKeterangan:

*** = signifikan pada 1%** = signifikan pada 5%

* = signifikan pada 10%

Dari tabel 4.5 di atas dapatdilihat bahwa variabel bebasyang secara signifikan mempe-ngaruhi emisi udara adalah ke-padatan penduduk dan tingkaturbanisasi. Hal ini bisa dilihatdari nilai probabilitasnya. Padakepadatan penduduk, probabili-tasnya sebesar 0.0284 yang ber-arti signifikan pada α = 5%. Pa-da tingkat urbanisasi, probabi-litasnya sebesar 0,0001 yangberarti lebih kecil atau signi-fikan pada α = 1%. Karena pro-babilitasnya lebih kecil dari α,maka H0 ditolak atau H1 dite-rima yang berarti variabel kepa-datan penduduk dan tingkat ur-banisasi secara parsial mempe-ngaruhi tingkat emisi udara,masing-masing pada α = 5% dan1%. Sementara tingkat pendidik-an tidak signifikan mempe-ngaruhi emisi udara meskipundengan α = 10%.

2) Uji FUji F dilakukan untuk

menguji apakah dalam suatumodel semua variabel bebas se-cara simultan mempengaruhi va-riabel terikat. Dari tabel 4.5 da-pat dilihat bahwa nilai probabi-

Page 21: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

33

litas dari F-statistik lebih kecildari α = 1%. Karena nilai pro-babilitasnya lebih kecil dari α,maka H0 ditolak atau H1 dite-rima yang berarti semua variabelbebas, yaitu kepadatan pendu-duk, tingkat pendidikan, dantingkat urbanisasi secara simul-tan mempengaruhi emisi udaradi Indonesia.

Hasil Uji Asumsi Klasik1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukandengan uji Jarque –Bera. Darilampiran 2 diketahui bahwa nilaiJarque-Bera sebesar 0,920921dengan probabilitas sebesar0.630993 yang berarti lebih be-sar atau signifikan pada α = 1%.Dapat diambil keputusan bahwaH0 diterima atau H1 ditolak se-hingga dapat disimpulkan bahwaresidual dari model tersebut ter-distribusi secara normal.

HeteroskedastisitasMasalah heteroskedastisitas di-

deteksi menggunakan uji WhiteHeteroskedasticity. Berikut ini adalahtabel hasil pengujiannya.

Tabel 8Hasil Uji Heteroskedastisitas

F-statistic

3.687088Probability

0.082298

Obs*R-squared

13.03582Probability

0.160992

Sumber : Hasil estimasi regresiDari Tabel 8 di atas dapat di-

lihat bahwa nilai probabilitas ChiSquares hitung (yang diperoleh dariinformasi Obs*R-squared) adalah0.160992. Karena nilainya lebih besardari 0,1 (α = 10%), maka dapat disim-pulkan tidak terdapat heteroskedas-tisitas pada model ini.Autokorelasi

Untuk mendeteksi adanya auto-korelasi digunakan uji Lagrange Mul-tiplier (LM test). Adapun tabel hasilpengujiannya adalah sebagai berikut.

Tabel 9Hasil Uji Autokorelasi

F-statistic

1.886548Probability

0.206899

Obs*R-squared

4.430911Probability

0.109104

Sumber : Hasil estimasi regresiDari tabel 9 di atas dapat

dilihat bahwa nilai probabilitas Obs*R-squared adalah 0.109104. Karenanilainya lebih besar dari 0,1 (α =10%), maka dapat disimpulkan tidakterdapat autokorelasi pada model ini.Multikolinieritas

Untuk mendeteksi adanya multi-kolinieritas dilakukan dengan melihatkoefisien korelasi parsial antar vari-abel independen. Berikut ini adalahtabel matriks koefisien korelasinya.

Tabel 10Matriks Koefisien Korelasi (Correlation

Matrix)

DEN EDU URBAN

DEN 1.000000 0.942053 0.846171

EDU 0.942053 1.000000 0.957525

URBAN 0.846171 0.957525 1.000000

Sumber : Hasil estimasi regresiDari Tabel 10 di atas diketahui

bahwa terdapat multikolinieritas padamodel ini yang ditandai oleh adanyakorelasi yang tinggi di antara beberapavariabel independen, yaitu antara ke-padatan penduduk dengan tingkat pen-didikan sebesar 0.942053 dan antaratingkat pendidikan dengan tingkat ur-banisasi sebesar 0.957525. Hal terjadikarena secara teori kedua variabel inimemang mempunyai korelasi yangkuat. Secara teori, tingginya tingkaturbanisasi menyebabkan kepadatanpenduduk semakin meningkat, khu-susnya di daerah perkotaan. Tingginyakepadatan penduduk dan tingkat urba-nisasi ini akan meningkatkan kualitasdan kuantitas pendidikan karena sema-kin banyak orang yang sadar bahwapendidikan merupakan faktor yang sa-ngat penting untuk memenangkan per-saingan di tengah kepadatan pendudukyang tinggi. Meningkatnya kesadaranakan pendidikan ini merupakan salah

Page 22: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

34

satu dampak positif dari prosesurbanisasi.

Blanchard (1967) dalamGujarati (2003) menyatakan bahwamultikolinieritas bukan suatu masalahdengan OLS atau teknik statistik seca-ra umum. Multikolinieritas terjadi te-rutama karena masalah keterbatasandata dan seringkali kita tidak punyapilihan lain terhadap data yang telahkita dapatkan sehingga yang dapat di-lakukan adalah tidak melakukan apa-apa. Hal ini juga didukung pernyataanWidarjono (2005) bahwa multikolini-eritas biasanya juga timbul karena kitahanya mem-punyai jumlah observasiyang sedikit sehingga kita tidak punyapilihan lain selain tetap menggunakanmodel yang mengandung multikolini-eritas tersebut.

Dalam penelitian ini terjadi ma-salah yang sama, yaitu keterbatasandata yang dimiliki, khususnya menge-nai data CO2 yang disediakan olehKementerian Negara Lingkungan Hi-dup RI dalam periode yang sangat ter-batas. Selain itu, penulis tetap meng-gunakan model ini karena menurutWidarjono (2005), adanya multikoli-nieritas masih menghasilkan estima-tor yang BLUE, tetapi menyebabkankesulitan dalam memperoleh estima-tor dengan standard error yang kecil.

Model ini memiliki beberapa ke-lemahan, antara lain pengaruh kepa-datan penduduk terhadap emisi CO2

terjadi secara tidak langsung, yaitumelalui peningkatan sektor industri se-bagai akibat dari peningkatan permin-taan barang dan jasa. Itulah sebabnyamengapa R2 dalam penelitian ini cu-kup besar karena kepadatan pendudukmempengaruhi sektor industri yangmerupakan penyumbang terbesar emi-si CO2 melalui penggunaan energi. Se-bagai saran perbaikan, dalam peneliti-an selanjutnya sebaiknya digunakanvaribel independen yang secara lang-sung mempengaruhi emisi CO2, antaralain sektor industri karena merupakan

penyumbang terbesar emisi CO2. Se-lain itu, penelitian ini hanya meng-gunakan 3 variabel demografi sehing-ga yang dapat dilihat hanya pengaruhdari 3 variabel tersebut, padahal terda-pat variabel-variabel lain yang mem-pengaruhi emisi udara selain 3 vari-abel tersebut. Karena itu dalam pene-litian selanjutnya sebaiknya digunakanbeberapa variabel demografi lain atauvariabel lain yang dapat menjelaskanpengaruh variabel independen terha-dap variabel dependen secara lebihmenyeluruh, seperti yang dilakukanoleh Neumayer (2004) yang meng-gunakan komposisi umur dan rata-ratajumlah keluarga.

5. KESIMPULAN, IMPLIKASI,SARAN, DAN BATASAN

KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan yang telah dilakukan,simpulan yang dapat diambil adalahsebagai berikut :

1) Kepadatan penduduk secara po-sitif dan signifikan mempenga-ruhi emisi udara di Indonesia.

2) Tingkat pendidikan tidak signifi-kan mempengaruhi emisi udaradi Indonesia.

3) Tingkat urbanisasi secara positifdan signifikan mempengaruhiemisi udara di Indonesia.

4) Kepadatan penduduk, tingkatpendidikan dan tingkat urbani-sasi secara simultan mempenga-ruhi emisi udara di Indonesia.

SaranSetelah melihat hasil analisis da-

lam penelitian yang telah dilakukan,maka saran yang dapat diajukanadalah :

1) Untuk mengurangi pencemaranudara, pemerintah perlu me-ngendalikan laju pertumbuhanpenduduk sehingga kepadatanpenduduk juga dapat terkendali.Salah satu cara yang dapat dila-kukan adalah mensukseskan

Page 23: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

35

program Keluarga Berencana(KB) serta melaksanakan pro-gram transmigrasi untuk meng-atasi persebaran penduduk yangtidak merata.

2) Meskipun dalam penelitian initingkat pendidikan tidak signifi-kan mempengaruhi tingkat emisiudara, namun pendidikan tetapharus menjadi perhatian peme-rintah. Kesadaran akan kelestari-an lingkungan harus ditanamkanpada masing-masing individusejak dini.

3) Tingkat urbanisasi juga harus di-kendalikan oleh pemerintah un-tuk menghindari peningkatankebutuhan akan transportasi danperumahan yang pada akhirnyaakan meningkatkan emisi udara.Salah satunya dengan cara me-ningkatkan pembangunan di de-sa sehingga tingkat urbanisasidapat ditekan. Untuk mengu-rangi emisi udara di daerah per-kotaan dapat dilakukan dengancara meningkatkan sarana trans-portasi umum dan penggunaanBBM yang sesuai dengan stan-dar yang telah ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKABadan Pemeriksa Keuangan RepublikIndonesia. (2004). Hasil PemeriksaanAtas Program Langit Biru PadaKementerian Negara LingkunganHidup Dan Instansi Terkait DiJakarta. Diakses melaluiwww.google.co.id tanggal 25September 2008.

Badan Perencanaan dan PembangunanNasional. (2006). Atlas KualitasUdara Nasional. Proyek PeningkatanKualitas Udara Perkotaan. Diaksesmelalui www.google.co.id tanggal 24Maret 2007.

Badan Pusat Statistik. (2009). AngkaPartisipasi Kasar. Diakses melalui

www.google.com tanggal 2 Februari2009.

-------. (2009). Angka PartisipasiMurni. Diakses melaluiwww.google.com tanggal 2 Februari2009.

-------. (1990 – 2004). StatistikKesejahteraan Rakyat. Surabaya :Badan Pusat Statistik.

Badan Standarisasi Nasional. (2005).Standar Nasional Indonesia: EmisiGas Buang – Sumber Tidak Bergerak– Bagian 10: Cara Uji KonsentrasiCO, CO2, dan O2 dengan PeralatanAnalisis Otomatik. Diakses melaluiwww.google.co.id tanggal 2 Februari2009.

Birdsall, Nancy. (1992). AnotherLook at Population and GlobalWarming. Policy Research WorkingPapers. No.1020. Washington DC:The World Bank.

Cahyono, W. Eko. (2008). JanganBiarkan Bumi Jadi Venus. Diaksesmelalui www.google.co.id tanggal 25September 2008.

Cramer, J.C. (1998). PopulationGrowth and Air Quality in California.

Cramer, J.C. dan Cheney, R.P. (2000).Lost in the Ozone : PopulationGrowth and Ozone in California.

Daldjoeni, N. (1992). MasalahPenduduk dalam Fakta dan Angka.Edisi revisi. Bandung : PenerbitAlumni.

Dietz, T. dan Rosa, E.A. (1997).Effects of Population and Affluenceon CO2 Emissions. Proceedings of theNational Academy of Sciences.

Page 24: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

36

Direito. (2003). Tarabandu : AdatBerwawasan Lingkungan. Diaksesmelalui www.google.com tanggal 2Februari 2009.

Gujarati, Damodar N. (2003). BasicEconometrics Fourth Edition.McGraw-Hill

Gujarati, Damodar. (1995).Ekonometrika Dasar. Terjemahan.Jakarta : Penerbit Erlangga.

Heriati, Tati. (2003). PerspektifEkonomi dalam Investasi Pendidikansebagai Upaya Pengembangan SumberDaya Manusia (Investment in HumanCapital). Metalogika volume 6 no.1Januari 2003.

Institute for Global EnvironmentStrategies. (2005). Panduan KegiatanMPB di Indonesia. Edisi Elektronik.Diakses melalui www.google.co.idtanggal 25 September 2008.

Kementerian Negara LingkunganHidup Republik Indonesia. (2006).Status Lingkungan Hidup Indonesia2006.

Laboratorium PengembanganEkonomi Pembangunan. (2006).Modul Ekonometrika. Tidakdipublikasikan.

Lembaga Demografi FE UI. (2004).Dasar-dasar Demografi. Jakarta :Penerbitan FE UI.

Lim, Jaekyu. (1997). EconomicGrowth and Environment : SomeEmpirical Evidences from SouthKorea. School of Economics,University of New South Wales,Sydney, NSW 2025.

Mantra, Ida Bagoes. (2003).Demografi Umum. Edisi Kedua.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Neumayer, Eric. (2004). Examiningthe Impact of Demographic Factors onAir Pollution. London : LSE ResearchOnline.

New Straits Time. (2005). Diaksesmelalui www.google.com tanggal 20November 2008.

Pujiatmoko, Dr. (2008). PerubahanIklim Dunia. Diakses melaluiwww.google.co.id tanggal 25September 2008.

Shi, Anqing. (2001). PopulationGrowth and Global Carbon DioxideEmissions. Development ResearchGroup The World Bank.

Suparmoko. (1997). EkonomiSumberdaya Alam dan Lingkungan :Suatu Pendekatan Teoritis. EdisiKetiga. Yogyakarta: BPFE.

Tjiptoherianto, Prijono. (2000).Urbanisasi dan PerkembanganPerekonomian di Indonesia. Diaksesmelalui www.geocities.com tanggal 5Januari 2008Todaro, Michael P. 2003.Pembangunan Ekonomi di DuniaKetiga. Jilid satu Edisi ke tujuh.Jakarta: Erlangga.

United Nations. (2007). LaporanPencapaian Millennium DevelopmentGoals Indonesia 2007. Diaksesmelalui www.google.co.id tanggal 25September 2008.

United Nations DevelopmentProgramme. (2004). IndonesianHuman Development Report 2004.Diakses melalui www.google.co.idtanggal 10 Juni 2008.

Van, Phu Nguyen. (2002).Endogenous Population and

Page 25: Pengaruh Faktor-faktor Demografi Terhadap Emisi Udara di

JIEP-Vol. 14, No 2 November 2014ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

37

Environmental Quality. BETA-THEME, Université Louis Pasteur.

Widarjono, Agus. (2005).Ekonometrika Teori dan Aplikasi.Yogyakarta: Ekonosia FE UII .

York, R., Rosa, E.A., dan Dietz, T.(2003). STIRPAT, IPAT andImPACT: Analytic Tools forUnpacking The Driving Forces ofEnvironmental Impacts.