54
PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat Sarjana Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh : NIEKE INDRAWATI J 500040036 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

Pengaruh Analgesia Akupuntur

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengaruh Analgesia Akupuntur

PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR

FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI

PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat Sarjana Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh :

NIEKE INDRAWATI

J 500040036

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2008

Page 2: Pengaruh Analgesia Akupuntur

1

PERSETUJUAN

SKRIPSI

PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR

FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI

PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP

Yang Diajukan Oleh :

NIEKE INDRAWATI

J 500040036

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pada hari : Jumat 5 Desember 2008

Pembimbing Utama

Dr.dr.Syarif Sudirman,Sp.An,Akp

Pembimbing Pendamping

dr. Iin Novita

Ketua Tim Skripsi

dr. Shoim Dasuki, M.Kes

Page 3: Pengaruh Analgesia Akupuntur

2

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Frekuensi Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas Penyebab

Fraktur Kruris

B. Fraktur Kruris

C. Diagnosa dan Terapi Fraktur Kruris Tertutup

D. Nyeri Pasca Operasi Fraktur Kruris Tertutup dan Terapinya

E. Neuro Fisiologi Nyeri dan Penghambatan Nyeri

F. Analgesi Dalam Operasi

G. Akupuntur Analgesi

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

B. Tempat dan Waktu penelitian

C. Populasi Penelitian

D. Sampel dan Teknik Sampling

E. Estimasi Besar Sampel

F. Randomisasi

i

ii

iv

v

vi

1

1

4

4

4

5

5

5

7

9

9

18

18

24

24

24

24

25

25

25

Page 4: Pengaruh Analgesia Akupuntur

3

G. Klasifikasi Variabel

H. Definisi Operasional

I. Perlakuan

J. Rencana Analisis Data

K. Jadual Penelitian

IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

B. Analisis Statistik Data Penelitian

C. Analisis Data

D. Pembahasan

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

26

26

27

29

29

30

30

32

38

39

43

43

43

44

45

Page 5: Pengaruh Analgesia Akupuntur

4

DAFTAR TABEL

TABEL :

2.1 Klasifikasi serabut syaraf perifer (sensorik dan motorik)

2.2 Substansi Dalam Proses Nyeri

4.1 Distribusi Jenis Kalamin Responden

4.2 Distribusi Usia Responden

4.3 Distribusi Jenis Operasi Responden

4.4 Distribusi Lama Operasi Responden

4.5 Distribusi Jeda Waktu Akupuntur dengan Anestesi

4.6 Onset Nyeri

4.7 Hasil Uji Beda Rata-Rata Onset Nyeri

11

17

30

31

33

34

36

37

38

Page 6: Pengaruh Analgesia Akupuntur

5

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR :

2.1 Tipe Fraktur Tungkai Bawah

2.2 Anatomi Neuron Sensoris

2.3 Ascending and Descending Tracts

2.4 Traktus Spino Mesensepalikus

2.5 Mekanisme Kontrol Nyeri

4.1 Grafik distribusi responden berdasarkan jenis kelamin

4.2 Grafik distribusi responden berdasarkan usia

4.3 Grafik distribusi responden berdasarkan jenis operasi

4.4 Grafik distribusi responden berdasarkan lama operasi

4.5 Grafik distribusi responden berdasarkan jeda waktu

akupuntur dengan dimulainya operasi.

4.6 Grafik perkembangan onset nyeri

5

13

13

15

22

31

32

34

35

36

38

Page 7: Pengaruh Analgesia Akupuntur

6

ABSTRAK

Penelitian dengan judul “Pengaruh Analgesia Akupunktur Frekuensi

Kombinasi Terhadap Onset Nyeri Pasien Pasca Operasi Kruris Tertutup” ,

dilatar belakangi oleh banyaknya kecelakaan lalu lintas yang

mengakibatkan trauma dan fraktur pada regio cruris dan membutuhkan

operasi untuk menyembuhkannya. Dalam operasi pemasangan dan

pelepasan implan pada fraktur regio cruris digunakan anestesi spinal,

yang dapat dipotensiasi oleh akupuntur frekuensi kombinasi dalam hal

onset nyeri pasca operasi. Tujuan penelitian ini adalah membuktikan

adanya hubungan antara pemberian akupuntur frekuensi kombinasi

sebelum operasi dan onset nyeri setelah operasi.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuasi eksperimental

post test only control two group design.Penelitian ini membandingkan

onset nyeri pasca operasi antara pasien yang diberi perlakuan akupuntur

frekuensi kombinasi sebelum operasi (kelompok perlakuan) dengan yang

tidak diberikan perlakuan akupuntur (kelompok kontrol).

Berdasarkan hasil uji t, diperoleh t hitung sebesar -4,556

(p=0,000 < 0,05) artinya pemberian akupuntur frekuensi kombinasi

berpengaruh signifikan terhadap onset nyeri pasien pasca operasi kruris

tertutup. Hasil distribusi onset nyeri diketahui bahwa rata-rata onset nyeri

kelompok kontrol lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok

perlakuan.

Kata kunci : Akupunktur Analgesia, Onset Nyeri

Page 8: Pengaruh Analgesia Akupuntur

7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Tingkat kecelakaan lalu lintas di Indonesia yang semakin tinggi

menyebabkan jumlah pasien fraktur tulang semakin banyak. Frekuensi

tertinggi trauma akibat kecelakaan lalu lintas bagi pengguna sepeda motor

dan sepeda adalah fraktur pada ekstrimitas inferior. Kecelakaan sepeda

motor adalah penyebab paling lazim fraktur tibia dan fibula (Apley, 1995).

Sekitar 60 – 70 % korban menderita cedera pada daerah tibia karena

bemper mobil tingginya sama dengan tinggi tungkai bawah. Patah tulang

tibia dan fibula sering disebut sebagai patah tulang kruris (tungkai bawah).

Rehabilitasi pasca operasi muskuloskeletal, khususnya tulang tibia adalah

ditujukan agar fungsi penopang tubuh dan alat gerak dapat dipertahankan

dengan baik, maka keluhan nyeri harus dikontrol, umumnya dengan obat-

obatan analgetik yang digolongkan berdasarkan intensitas nyeri(De

Jong,2005).

Adanya resiko interaksi obat dan efek samping yang ditimbulkan oleh

obat pengontrol nyeri, maka perlu dicari tindakan alternatif yang

menggantikan/menunjang efektivitas kerja obat pengontrol nyeri, sehingga

mampu meniadakan/mengurangi dosis yang digunakan. Kombinasi

analgesik tidak memberikan keuntungan secara nyata, dapat

menimbulkan bahaya dan harganya akan menjadi lebih mahal.

Menggunakan kombinasi analgesik juga akan mengkombinasi efek

samping masing-masing kelas analgesik sebagai konsekuensinya.

Kombinasi ini lebih sering menyebabkan kerusakan ginjal daripada

penggunaan secara tunggal. Semakin banyak bahan aktif yang diminum

oleh pasien, semakin banyak kemungkinan efek samping yang akan

timbul. Kalau pasien ternyata alergi obat, sulit untuk menentukan bahan

aktif yang mana sebagai penyebab alerginya (Aman, 2008).

Page 9: Pengaruh Analgesia Akupuntur

8

Berikut beberapa analgesik yang digunakan pasca bedah dan efek

sampingnya, antara lain paracetamol digunakan untuk nyeri ringan sampai

sedang, dengan efek samping minimal berupa hepatotoksik (Ganiswara,

1995).

Non selektif Non Steroid Anti Inflamation Drugs (NSAID’s) digunakan

untuk nyeri sedang, dengan efek samping pada saluran pencernaan,

kardiovaskuler, ren, dan hepar. Cox-2 Inhibitor NSAID digunakan untuk

nyeri sedang, dengan efek samping lebih ringan dari Non selektif

NSAID’s. Opioid digunakan untuk nyeri sedang sampai berat, dengan efek

samping depresi nafas, depresi saraf pusat, dan adiksi. Tramadol

digunakan untuk nyeri sedang sampai agak berat, dengan efek samping

nausea, fatique, dan dizziness (Abrory, 2008).

Telah terbukti bahwa peranan akupuntur untuk pain relief adalah

cukup baik sebagai pengganti analgesik tingkat sedang. Melalui

mekanisme kerja pelepasan morphin like substance (endhorphin) dalam

otak akibat tindakan akupuntur (Saputra K.dkk, 2005).

Beberapa contoh pengalaman klinik yang pernah dilakukan terkait

akupuntur analgesi adalah pelaksanaan akupuntur pada operasi struma.

Analgesi dihasilkan dari stimulasi akupuntur, premedikasi dengan pethidin

50 mg, dan diazepam 5 mg. Didapatkan toleransi pasien berupa nyeri

yang ditoleransi, vital sign dalam batas normal, perdarahan sedikit, dan

tidak perlu perawatan di RR / PACU (Pardi, 2008).

Sejak berpuluh abad yang lalu, telah diketahui bahwa rangsangan

akupuntur pada titik akupuntur tertentu dapat menghasilkan reaksi

hilangnya rasa nyeri pada daerah tubuh tertentu. Rangsangan akupuntur

pada titik He Ku dapat menghasilkan pengurangan rasa nyeri pada daerah

mulut - tenggorokan. Reaksi pengurangan rasa nyeri tersebut akan

bertambah kuat bilamana rangsangan pada titik itu diperkuat. Sejak

pertengahan abad ini, telah berkembang penggunaan akupuntur dalam

bidang anestesi melalui pengalaman-pengalaman praktek dan riset. Pada

awalnya, penggunaan akupuntur dalam bidang anestesi menggunakan

Page 10: Pengaruh Analgesia Akupuntur

9

istilah akupuntur narkose, tetapi kemudian istilah itu diganti dengan

Akupuntur Analgetik. Penggunaan akupuntur dalam bidang anestesi

menghasilkan reaksi analgetik tanpa ada kehilangan kesadaran dan

perasaan yang lain (terhadap tekanan, getaran, dan lain-lainnya).

Berdasarkan pengalaman-pengalaman praktik, kelebihan dari akupuntur

analgetik dalam bidang anestesi adalah sebagai berikut : Tidak ada efek

samping, tidak ada bahaya dosis berlebihan. Akupuntur analgetik juga

dapat diberikan/dilakukan pada penderita dengan fungsi jantung, hati, dan

ginjal yang kurang baik. Fungsi fisiologik organ selama pemberian

akupuntur analgetik tidak mengalami gangguan yang berarti. Denyut nadi,

pernapasan, dan tekanan darah relatif stabil selama pembedahan dengan

akupungtur analgetik. Sebaliknya, menurut H.H. Hergert (1974), akupuntur

analgetik menaikkan tekanan darah sekitar 10 - 30 mmHg, sehingga

hipertensi merupakan kontraindikasi. Bahaya gangguan sirkulasi darah

hingga timbul syok tidak tercatat. Penderita selama pembedahan dapat

melakukan gerakan dan dapat memberitahu yang dirasakannya untuk

penyempurnaan tindakan pembedahan yang membutuhkan kerja sama

penderita. Peralatan dan tindakan akupuntur analgetik bersifat ekonomis.

Sekalipun harga elektrostimulator untuk akupungtur analgetik cukup tinggi,

peralatan itu dapat dipakai berulang kali dan dengan perawatan yang baik

dapat digunakan bertahun-tahun lamanya ( Tjahyati & Ismail, 2008 ).

Tercantum pula dalam Al-quran tentang menolong orang sakit

dengan pengobatan dan Allah yang menyembuhkan penyakit:

Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,

maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia

semuanya.(Al-maidah/5:32)

Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.( Asy

Syu'araa'/26:80)

Bertolak dari hal diatas, maka dibuat penelitian tentang efek analgesi

yang ditimbulkan oleh akupuntur frekuensi kombinasi dalam menimbulkan

efek pain relief pada pasien fraktur tungkai bawah yang menjalani operasi.

Page 11: Pengaruh Analgesia Akupuntur

10

B. Perumusan Masalah

Masalah yang dapat dirumuskan yaitu apakah ada pengaruh analgesia

akupuntur frekuensi kombinasi terhadap onset nyeri pasca operasi kruris

tertutup ?

C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengetahui apakah ada pengaruh

analgesia dari akupuntur frekuensi kombinasi terhadap onset nyeri pasca

operasi kruris tertutup.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan beberapa manfaat antara lain :

1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai terapi alternatif,

khususnya akupuntur di dalam memberi efek analgesi.

2. Mengetahui efek analgesi dari akupuntur frekuensi kombinasi terhadap

onset nyeri pasien pasca operasi fraktur tibia tertutup.

3. Sebagai dasar penelitian selanjutnya mengenai efek akupuntur

analgesi.

Page 12: Pengaruh Analgesia Akupuntur

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Frekuensi Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas

Penyebab Fraktur Kruris

Tingkat kecelakaan lalu lintas di Indonesia yang semakin tinggi

menyebabkan jumlah pasien fraktur tulang semakin banyak. Frekuensi

tertinggi trauma akibat kecelakaan lalu lintas bagi pengguna sepeda motor

dan sepeda adalah fraktur pada ekstrimitas inferior. Kecelakaan sepeda

motor adalah penyebab paling lazim fraktur tibia dan fibula ( Apley, 1995 ).

Sekitar 60 – 70 % korban menderita cedera pada daerah kruris karena

bemper mobil tingginya sama dengan tinggi tungkai bawah (De

Jong,2005).

B. Fraktur Kruris

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan

tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.

Fraktur pada batang tibia dan fibula yang lazim disebut patah tulang kruris

merupakan fraktur yang sering terjadi dibanding fraktur tulang panjang

lainnya (De Jong, 1997).

Gambar 2.1 : Tipe Fraktur Tungkai Bawah (MediciNet,2008).

Page 13: Pengaruh Analgesia Akupuntur

12

Karena terletak pada subcutan, tibia lebih sering mengalami fraktur

dibandingkan tulang panjang lainnya. Daya pemuntir menyebabkan fraktur

spiral pada kedua tulang kaki dengan tingkat yang berbeda, daya angulasi

menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek yang biasanya pada

tingkat yang sama. Fraktur spiral biasanya terjadi pada sepertiga bagian

bawah batang tibia. Fraktur fibula juga berbentuk spiral dan biasanya

pada tingkat yang lebih tinggi, sering terdapat pergeseran lateral, tumpang

tindih dan pemuntiran keluar dibawah fraktur. Pada fraktur melintang

kedua tulang patah pada tingkat yang sama dan mungkin terdapat

pergeseran, kemiringan atau puntiran pada setiap arah kadang-kadang

terdapat fragmen kupu-kupu berbentuk segitiga yang terpisah. Pada

cedera tak langsung salah satu fragmen tulang dapat menembus kulit,

cedera langsung akan menembus atau merobek kulit diatas fraktur.

Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab yang paling lazim. Banyak

diantara fraktur itu disebabkan oleh trauma tumpul, dan resiko

komplikasinya berkaitan langsung dengan luas dan tipe kerusakan

jaringan lunak. Gambaran klinik berupa kulit mungkin tidak rusak atau

robek dengan jelas, kaki biasanya memuntir keluar dan deformitas tampak

jelas, kaki dapat menjadi memar dan bengkak. Nadi di palpasi untuk

menilai sirkulasi di sebelah distal dan jari kaki diraba untuk menilai sensasi

(Appley,1995).

Sindrom kompartemen sering ditemukan pada patah tulang tungkai

bawah tahap dini. Tanda dan gejala harus diperhatikan siang malam pada

hari pertama pasca cedera atau pasca bedah, yaitu nyeri (pain) pada

keadaan istirahat, parestesia (kesemutan) karena rangsangan saraf

perasa, pucat (pallas) karena iskemia, paresis (lemah) atau paralisis

(layuh) karena gangguan saraf motorik, dan denyut nadi (pulse) tidak

dapat diraba lagi. Selain itu didapatkan peninggian tekanan

intrakompartemen yang dapat diukur (presure), gangguan perasaan yang

nyata pada pemeriksaan yang membandingkan dua titik (points) dan

kontraktur jari dalam posisi fleksi karena kontraktur otot fleksor jari.

Page 14: Pengaruh Analgesia Akupuntur

13

Operasi fisiotomi kompartemen tungkai merupakan operasi darurat yang

harus dikerjakan segera setelah diagnosis ditegakkan sebab setelah

kematian otot tidak ada kemungkinan faalnya pulih kembali (De Jong,

1997).

C. Diagnosa Dan Terapi Fraktur Kruris Tertutup

Diagnosa fraktur harus ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan radiologi (Hayes, 1997).

Anamnesa meliputi:

1. Identitas penderita

2. Keluhan nyeri lokal dengan atau tanpa disertai penurunan fungsi

3. Mekanisme injury, berat ringannya trauma

4. Kapan terjadinya, tempat kejadian

5. Apakah sudah mendapat pertolongan

6. Siapa yang menolong, apa yang telah dilakukan.

Pemeriksaan fisik meliputi

1. Look

a. bengkak, deformitas (angulasi, pemendekan dan rotasi)

b. luka berhubungan dengan fraktur atau tidak

c. fat globule ada / tidak

2. Feel

a. Diskontinuitas , krepitasi dan false movement

b. Periksa pulsasi arteri, status sensorik

3. Movement

a. Pergerakan pada distal dan proksimal dari fraktur sesuai

dengan toleransi pendirita karena nyeri, untuk menilai adakah

keterlibatan sendi dan syaraf.

Pemeriksaan radiologi adalah sebagai berikut :

1. Harus meliputi dua sendi dan dua proyeksi.

2. Bahkan kalau diperlukan dua sisi dan dua waktu/kesempatan.

Page 15: Pengaruh Analgesia Akupuntur

14

Dalam menggambarkan/mendiagnosa fraktur hendaknya meliputi :

tempat fraktur, luas atau tingkat fraktur, bentuk atau tipe fraktur, hubungan

antara fragment fraktur, hubungan fraktur dengan dunia luar, komplikasi

(Scaletta, 2001).

Terapi fraktur meliputi 3 dasar obyektif yaitu :

1. Reduksi / reposisi : menempatkan kembali fragment tulang pada

posisi seanatomis mungkin dengan reduksi tertutup / reduksi

terbuka

2. Mempertahankan reduksi sampai healing dan cukup untuk

mencegah displacement (immobilisasi).metoda yang lazim yaitu (1)

fiksasi eksternal dengan cast atau splint, (2) traksi dan (3) fiksasi

internal dengan nail, plate atau screw.

3. Mengembalikan fungsi otot, sendi dan tendon (rehabilitasi),

mencegah joint stiffness & disuse atrophy, dilakukan sesegera

mungkin (Putra,2008).

Prinsip terapi adalah membatasi kerusakan jaringan lunak dan

mempertahankan penutup kulit, mencegah pembengkakan kompartemen,

mengembalikan posisi penjajaran fraktur, untuk memulai pembebanan

dini, memulai gerakan sendi secepat mungkin. Prioritas yang pertama

adalah menilai tingkat kerusakan jaringan lunak. Meskipun fraktur itu

tertutup, fraktur berat dengan kontusio jaringan lunak yang luas dapat

membutuhkan fiksasi luar dini dan peninggian tungkai. Bila ada ancaman

sindroma kompartemen, fasiotomi perlu segera dilakukan. Kalau fraktur

tak bergeser atau sedikit bergeser, gips panjang dari paha atas sampai

leher metatarsal. Kalau fraktur bergeser, dapat direduksi dibawah anestesi

umum dengan pengawasan sinar X (Appley,1995). Operasi diperlukan

apabila reduksi tertutup gagal atau dimungkinkan terjadi redisplaced

( Bhan, 1993 )

Page 16: Pengaruh Analgesia Akupuntur

15

D. Nyeri Pasca Operasi Fraktur Kruris Tertutup Dan Terapinya

Nyeri pasca bedah disebabkan terutama oleh luka operasi, tetapi

kemungkinan sebab lain harus dipertimbangan (Sutanto, 2004).

Sebaiknya pencegahan nyeri direncanakan sebelum operasi agar

penderita tidak terganggu oleh nyeri setelah pembedahan. Analgetik

sebaiknya diberikan sebelum nyeri timbul dengan dosis yang memadai.

Jenis obat dan cara pemberiannya bergantung pada penyebab dan letak

nyeri, dan keadaan penderitanya (De Jong, 2005)

Biasanya digunakan analgetik golongan opioid untuk nyeri hebat dan

golongan anti inflamasi non steroid untuk nyeri sedang atau ringan (Latief

dkk, 2002).

Berikut beberapa analgesik yang digunakan pasca bedah dan efek

sampingnya, antara lain paracetamol digunakan untuk nyeri ringan sampai

sedang, dengan efek samping minimal berupa hepatotoksik. Non selektif

NSAID’s digunakan untuk nyeri sedang, dengan efek samping pada

saluran pencernaan, kardiovaskuler, ren, dan hepar. Cox-2 Inhibitor Nsaid

digunakan untuk nyeri sedang, dengan efek samping lebih ringan dari Non

selektif NSAID’s. Opioid digunakan untuk nyeri sedang sampai berat,

dengan efek samping depresi nafas, depresi saraf pusat, dan adiksi.

Tramadol digunakan untuk nyeri sedang sampai agak berat, dengan efek

samping nausea, fatique, dan dizziness ( Abrory, 2008 ).

Page 17: Pengaruh Analgesia Akupuntur

16

E. Neuro Fisiologi Nyeri

Definisi nyeri menurut The International Asscociation for the Study of

Pain ialah pain is unpleasant sensory and emotional experience

associated with actual or potential tissue damage or described in term of

such damage ( Aulina, 2007 ).

Nyeri merupakan pengalaman sensoris dan emosional yang tidak

menyenangkan yang disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial

dan aktual (Latief dkk, 2002).

Nyeri adalah sensasi yang mempunyai posisi spesial diantara bentuk

sensasi yang lain. Nyeri merupakan satu mekanisme protektif untuk tubuh,

disamping mempunyai nilai informatif, input dari reseptor nyeri sangat kuat

mempengaruhi status emosional manusia(Sudirman, 2005 ).

Reseptor Perifer

Stimulasi noxious yang bersifat merusak jaringan akan mengaktivasi

reseptor spesifik nyeri (nociceptor) di perifer yang akan mengubahnya

menjadi signal listrik yang akan dihantarkan ke pusat. Reseptor spesifik

nyeri tersebut merupakan ujung-ujung saraf bebas tak bermyelin dan

bermyelin tipis yang digolongkan dalam dua kelompok. Kelompok pertama

HTM (High Threshold Mechanoreceptor) yang merespon rangsang

mekanik, dan PMN (Polymodal Nociceptor) yang merespon berbagai

macam rangsang noxious termasuk rangsang kimia ion H, bradykinin,

histamine, prostaglandin, leukotriene, 5HT, dan cytokine (Viet, 2002).

Nosisepsi dan Nosiseptor

Nocicepsi adalah istilah untuk menjelaskan proses informasi di syaraf

mengenai rangsangan yang merusak sampai terjadinya persepsi nyeri di

level otak. Nociceptor yaitu reseptor khusus yang menerima rangsang

noxius, terdapat di kulit, cornea, organ visceral, otot skelet, dan otot

Page 18: Pengaruh Analgesia Akupuntur

17

jantung, pembuluh darah, yang menghantarkan informasi noxious ke

cornu posterior atau melalui serabut syaraf interneuron ( Sudirman, 2005).

Neuron Sensorik dan Transduksi Signal

Rangsang dalam bentuk mekanik, termik, tekanan, dan getaran akan

menginisiasi proses transduksi dengan mengubah potensial membran

ujung sel syaraf yang menghasilkan potensial aksi yang kemudian akan

diteruskan ke sistem syaraf pusat, dimana sel-sel syaraf perifer dari jenis

pseudounipolar mempunyai badan sel di ganglion radix dorsalis.

Rangsang noxious, termasuk rangsang yang ditimbulkan oleh jarum

akupuntur akan mengiritasi atau merusak sel-sel yang akan mengeluarkan

sejumlah zat kimia antara lain bradikinin, subtansi P, dan prostaglandin.

Zat-zat kimia akan mengaktivasi potensial membran sel, dan bila

pembentukan potensial ini cukup besar, akan merangsang terjadinya

potensial aksi yang akan dijalarkan menuju medula spinalis dan

seterusnya ke atas menuju otak melalui jaras-jaras saraf. Pada level

perifer, disebut neuron primer sampai mencapai sinaps di medula spinalis

di cornu posterior di lamina I dan II. Neuron sekunder kemudian

mengadakan sinaps di thalamus sebelum akhirnya mencapai cortex

cerebri. Pada perjalanannya menuju thalamus terdapat beberapa kolateral

menuju hipothalamus, formatio retikularis periaquaductal grey dan batang

otak. Beberapa kolateral memegang peranan penting dalam mekanisme

kontrol nyeri ( Gellman, 2002 ).

Tabel 2.1 : Klasifikasi serabut syaraf perifer (sensorik dan motorik)

Jenis Inervasi Diameter

(µm)

Kecepatan

hantaran

(m/detik)

Aα Otot skelet 15 100

Aβ Rabaan dan Tekanan 8 50

Aγ Motorik ke otot skelet 6 20

Page 19: Pengaruh Analgesia Akupuntur

18

Aδ Reseptor mekanik, termik,

nociceptor

< 3 15

B Preganglionik simpatis 3 7

C Reseptor mekanik, termik,

nociceptor, postganglionik

simpatis

1 1

(dikutip dari : JJ. Bonica, Anatomic and Physiologic basic of

Nociception and Pain)

Hantaran Serabut Aferen Primer

Ujung nociceptor bersama-sama membentuk akson dimana badan sel

berada di ganglion radix dorsalis, berakhir di cornu posterior medula

spinalis. Saat masuk ke medula spinalis kadang bercabang naik atau

turun 1-2 segmen diatas dan dibawah dan tetap menuju ke cornu

posterior. Cornu posterior medula spinalis terbagi menjadi lamina atas

dasar susunan histologisnya. Diantara lamina saling berhubungan

meskipun masing-masing mempunyai fungsi dan peran yang berbeda

pada proses nyeri. Lamina II (substansia gelatinosa) merupakan akhir dari

serabut C, sedangkan serabut Aδ berakhir di lamina I. Serabut Aβ yang

merespon rangsang innocuous (bukan nyeri misalnya rangsang getaran

dan sentuhan) berakhir di lamina III. IV, V dan memberikan sinaps

langsung dengan akhir serabut C di lamina II. Laminae yang menerima

input afferen dari serabut syaraf diameter besar dan kecil (II) merupakan

tempat penting untuk modulasi nyeri. Apa yang kemudian terjadi dari

rangsanga nyeri perifer yang dihantarakan ke central (dan dipersepsi

sebagai nyeri) tergantung dari dominasi mekanisme modulasi pada level

cornu posterior yang disebut sebagai gerbang yang berfungsi

menahan/meneruskan transmisi signal. Pengaruh serabut afferent Aβ

(serabut syaraf bermyelin dan berdiameter besar) di lamina superfisial

menghambat/menekan transmisi signal yang berasal dari serabut afferent

C. Mekanisme penghambatan dari otak yang turun ke cornu posterior

medula spinalis disebut sebagai jalur modulasi nyeri. Serabut syaraf

Page 20: Pengaruh Analgesia Akupuntur

19

menuju medula spinalis melalui radix dorsalis dimana badan sel berada di

ganglion radix dorsalis. Badan sel saraf sekunder yang ada di medula

spinalisnya menyusun substansia grisea dalam bentuk laminae. Informasi

sensorik dari reseptor perifer akan diteruskan oleh serabut syaraf afferen

yang berakhir di lamina I cornu posterior. Ujung-ujung syaraf perifer yang

berakhir di lamina tersebut banyak diantaranya saling berhubungan

melalui serabut interneuron. Lamina II ( substansia gelatinosa )

memegang peran penting pada hantaran/rangsang nyeri dan mekanisme

kontrol nyeri descenden. Cornu posterior juga menerima input dari

supraspinal melalui jalur modulasi penting pada kontrol nyeri.

Gambar 2.2 : Anatomi Neuron Sensoris (Sudirman, 2005).

Page 21: Pengaruh Analgesia Akupuntur

20

Gambar 2.3 : Ascending and Descending Tracts ( Sudirman, 2005).

Di luar substansia grisea ada berbagai traktus ascenden dan descenden.

Traktus ascenden yang penting adalah traktus spinothalamicus, traktus

spinoretikularis, traktus spinomesenchepalicus. Ketiganya merupakan

jalur naik utama dari medula spinalis. Setiap traktus membawa informasi

spesifik. Traktus tersebut berjalan menyilang linea mediana, sehingga

informasi sensorik yang dihantarkan akan menuju ke hemisphere cerebri

kontralateral. Traktus descenderen memegang peranan penting pada

proses motorik. Traktus spinothalamicus dibagi menjadi traktus

spinothalamicus lateralis (traktus neospinothalamicus) dan traktus

spinothalamicus anterior (traktus paleospinothalamicus) masing-masing

menuju ke nukleus ventroposterior lateralis thalami yang akan menuju ke

kortex somatosensori dan nukleus centromedianus thalami yang

kemudian menyebar ke cortex. Kedua traktus tersebut sebetulnya

menyatu sampai level batang otak disebut traktus spinothalamicus

anterolateralis.Traktus spinoretikularis menuju je dua area yaitu formatio

reticularis selanjutnya ke nucleus centromedianus thalami. Yang menuju

ke formatio reticularis memegang peran peran pada mekanisme

penghambatan nyeri, sedangkan yang menuju ke nucleus centromedianus

Page 22: Pengaruh Analgesia Akupuntur

21

thalami, neuron tertiernya menyebar ke area asosiasi di cortex.Traktus

spinomesenchepalicus berakhir di mesencephalon yaitu di aquaductus

cerebri, periaquaductal grey, dan formatio reticularis. Periaquaductal grey

juga menerima proyeksi darui pusat yang lebih tinggi yaitu hypothalamus

dan amigdala. Traktus spinomesencephalicus yang tidak berakhir di

thalamus terlibat dalam mekanisme penghambatan nyeri melalui jalur

modulasi dengan melepaskan serotonin ( Sudirman, 2005).

Page 23: Pengaruh Analgesia Akupuntur

22

Gambar 2.4 : Traktus Spino Mesensepalikus ( Sudirman, 2005 ).

Mekanisme Penghambatan Nyeri dan Analgesia

Analgesia dapat dicapai dari berbagai jalan yaitu : di level medula

spinalis dimediasi oleh aktivasi serabut naik kaliber besar (Aα dan Aβ).

Rangsangan pada reseptor non noxious melalui serabut Aβ dapat

menghambat transmisi signal nociceptive di cornu posterior. Hal tersebut

Page 24: Pengaruh Analgesia Akupuntur

23

merupakan dasar dari teori gerbang (gate theory) dan Melzack and Wall.

Kecuali itu, input ke cornu posterior juga berasal dari serabut descenden

yang berasal dari supraspinal, melalui aktivasi interneuron yang

menghambat (inhibitory interneuron), terjadi di lamina II – IV berasal dari :

1. Periaquaductal grey (PAG) bersifat endorphinergic

2. Nuckleus raphe magnus (NRM) bersifat seronergic

3. Nuckleus reticularis paragigantocelularis (NRPG) bersifat

noradrenergic

4. Locus coeruleus (LC) bersifat noradrenergic.

Semuanya akan merangsang/mengaktivasi interneuron melalui pelepasan

enkephalin di lamina II dan IV dimana berakhir di ujung-ujung syaraf C

yang membawa rangsang nyeri lambat ( Strong, 2002 ).

Jalur Nyeri (Nociceptive Pathway)

Antara rangsang noxious sampai dirasakannya sebagai nyeri terdapat

suatu rangkaian proses elektrofisiologik yang secara kolektif disebut

sebagai nocicepsi. Ada empat proses yang terjadi pada suatu nocicepsi

yaitu :

1. Transduksi merupakan proses dimana stimuli kuat mekanik, fisik,

getaran, termasuk kimia diubah menjadi aktivitas listrik di ujung syaraf.

2. Transmisi adalah penyaluran impuls melalui syaraf sensoris menyusul

proses transduksi. Impuls akan disalurkan oleh serabut Aδ dan serabut

C sebagai neuron pertama, dari perifer ke medula spinalis dimana

impuls tersebut diteruskan ke traktus spinothalamicus melalui neuron

kedua. Dari thalamus selanjutnya impuls diteruskan ke daerah

somatosensoris di kortek serebri di girus post central melalui neuron

ketiga, dimana impuls tersebut diartikan dan dirasakan sebagai

persepsi nyeri.

Page 25: Pengaruh Analgesia Akupuntur

24

3. Modulasi adalah proses dimana terjadi interaksi antara sistem

analgesik endogen yang merupakan decending inhibitory control

dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medula spinalis.

Sistem analgetik endogen ini melepaskan enkephalin, endorphin,

serotonin, dan nor adreanalin memiliki efek yang dapat menekan

impuls nyeri pada kornu posterior medula spinalis. Cornu posterior ini

dapat diibaratkan sebagai pintu yang dapat ditutup atau terbuka untuk

menyalurkan impuls nyeri. Peristiwa tertutup atau terbukanya pintu

nyeri tersebut diperankan oleh sistem analgesik endogen tersebut

diatas. Proses modulasi inilah inilah yang menyebabkan persepsi nyeri

menjadi sangat subjektif individual.

4. Persepsi adalah hasil akhir proses interaksi yang komplek dan unik

yang dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi yang

pada gilirannya menghasilkan suatu perasaan yang subjektif yang

dikenal sebagai persepsi nyeri ( Aulina, 2007).

Substansi yang terlibat dalam proses nyeri tercantum pada tabel 2.

Tabel 2.2 : Substansi Dalam Proses Nyeri ( Sudirman, 2005).

Substansi Keterangan Golongan amin

Noradrenalin Serotonin

Terlibat dalam modulasi nyeri (jalur descenden) Terlibat dalam modulasi nyeri (jalur descenden)

Golongan peptida opioid

Enkephalin β endorphin Dynorphin

Dilepas oleh serabut interneuron medulaspinalis Terutama diproduksi di periaquaductal grey Banyak dilepaskan di level medula spinalis

Golongan peptida non opioid

Substansi P Clolecystokinin Angiotensin ll Somatostamin

Terkait dengan proses inflamasi Terkait dengan nyeri visceral

Exitatory aminoacid Glutamat Aspartat

Traktus eksitator Transmiter exitatori utama

Page 26: Pengaruh Analgesia Akupuntur

25

Inhibitory aminoacid GABA Glycine

Transmiter inhibitory utama

F. Analgesik Dalam Operasi

Untuk dosis tunggal setiap jenis obat mempunyai lama kerja yang

berbeda. Karena blok akan berkurang atau menghilang ke arah kaudal,

maka untuk obat anestesi yang sama akan menghasilkan durasi paling

singkat atau sebentar untuk operasi abdominal, dan paling lama untuk

operasi daerah kaki dan dinding abdomen (bawah). Tergantung jenis obat

anestesi lokal yang dipakai, lama analgesi untuk pembedahan berkisar

antara 1 – 2,5 jam. Obat-obat untuk analgesia spinal ialah tetrakain (onset

5-10 menit,untuk kaki lama kerja 2-2,5 jam) lidokain (onset cepat, analgesi

sempurna dalam 2 menit, durasi rata-rata 1 jam), dan prokain (onset 5

menit, durasi 1 jam(Dardjat,1985).

G. Akupuntur Analgesik

Dalam pengobatan Cina, juga dalam akupuntur, kesehatan ditentukan

oleh kemampuan seseorang mempertahankan keseimbangan dan

keselarasan lingkungan dalam tubuhnya. Penyakit timbul bila lingkungan

ini terganggu dan proses normal tubuh untuk memulihkan keseimbangan

dan keselarasan tidak mampu mengatasinya. Teori keselarasan dalam

tubuh dinyatakan dalam prinsip Yin Yang dan Lima Tahapan, yang terus

berputar menjaga keseimbangan antar berbagai pengaruh yang

berlawanan. Jika salah satu dari pengaruh ini berlebih atau kurang, dapat

mengganggu keselarasan lingkungan dalam tubuh. Keselarasan dan

keseimbangan juga tergantung pada kelancaran aliran Qi (chi) atau

vitalitas. Qi ini beredar melalui Jingluo atau kanal pembentuk jaringan tak

terputus yang menghubungkan semua bagian tubuh dan berhubungan

dengan organ dalam atau Zangfu. Zangfu menghasilkan Qi yang berbeda-

Page 27: Pengaruh Analgesia Akupuntur

26

beda namun saling berkait. Sasaran Akupunktur adalah merangsang

kemampuan tubuh dalam menyembuhkan diri sendiri. Seorang terapis

akan memegang / menekan berbagai titik pada tubuh / sistem otot untuk

merangsang energi dari tubuh sendiri. Ransangan tersebut menyingkirkan

sumbatan energi dan rasa lelah .Ketika semua jalur energi terbuka dan

aliran energi tidak lagi terhalang oleh ketegangan otot / hambatan yang

lain, maka energi tubuh akan menjadi seimbang Keseimbangan

membawa kesehatan yang baik & perasaan sejahtera. Jika salah satu dari

jalurnya terhambat / tersumbat, maka perlu aplikasi dengan tekanan yang

tepat menggunakan jari untuk mengendurkan ketegangan otot, membuat

sirkulasi darah lancar dan menstimulasi atau menyeimbangkan aliran

energi (Feri Wong, 2008).

Dalam akupuntur dikenal adanya 12 meridian umum, 12 meridian cabang,

dan 8 meridian istimewa, ditambah titik-titik ahse, yaitu titik lokal dimana

tempat nyeri berada. Perangsangan pada titik-titik akupunktur akan dapat

menghasilkan senyawa-senyawa peptida epioid endogen dan kelenjar

pituitary yang mempunyai efek analgesi sebanding dengan pemberian

morfin. Menurut ilmu kedokteran Cina, nyeri ditimbulkan oleh adanya

energi (Chi) yang terhambat dan tidak dapat mengalir dengan bebas

sepanjang meridian. Ketukan, rangsangan atau tusukan pada meridian di

kulit akan dapat mengembalikan kelancaran aliran energi. Pendekatan ini

kemudian yang ditiru oleh negara Barat untuk menginduksi efek analgesi

yaitu dengan cara merangsang efek spinal dan otak tengah terhadap

nyeri. Rangsangan pada titik akupunktur akan mengakibatkan sistem

analgesia tubuh melalui dua mekanisme, yaitu mekanisme akupunktur

segmental. Tusukan pada titik akupunkturnya akan merangsang suatu

sirkuit yang melibatkan sel-sel enkefalinergik pada substantia gelatinosa

medula spinalis yang akan melepaskan enkefalin. Enkefalin ini kemudian

akan menghambat sel-sel pada substansia gelatinosa tersebut untuk

menginformasikan nyeri yang akan ditransmisikan berikutnya. Mekanisme

berikutnya yaitu mekanisme akupunktur heterosegmental yang melalui

Page 28: Pengaruh Analgesia Akupuntur

27

mekanisme neurohormonal menyeluruh dan mekanisme neuronal

desenden ( Ilham, 2003).

Kata akupuntur berasal dari acus yang berarti jarum dan punctura yang

berarti tusukan. Akupunktur merupakan jenis pengobatan yang

menggunakan jarum yang ditusukkan ke dalam tubuh manusia pada

tempat-tempat tertentu di bawah kulit atau sampai ke otot-otot, guna

mencapai pengaturan keseimbangan . Terminologi asli akupuntur dalam

bahasa China disebut JinJao yang merupakan praktek dari akupuntur dan

moksibusi. Akupunktur merangsang pelepasan senyawa yang mirip morfin

endogen, mempunyai efek vasodilatasi dan memperbaiki supply oksigen

ke dalam jaringan, sehingga mempunyai efek penyembuhan nyeri

(Dharma, 1987). Dalam pengobatan Cina, termasuk akupuntur, kesehatan

ditentukan oleh kemampuan seseorang mempertahankan keseimbangan

dan keselarasan lingkungan dalam tubuhnya. Penyakit timbul bila

lingkungan ini terganggu dan proses normal tubuh untuk memulihkan

keseimbangan dan keselarasan tidak mampu mengatasinya. Teori

keselarasan dalam tubuh dinyatakan dalam prinsip Yin Yang dan Lima

Tahapan, yang terus berputar menjaga keseimbangan antar berbagai

pengaruh yang berlawanan. Jika salah satu dari pengaruh ini berlebih

atau kurang, dapat mengganggu keselarasan lingkungan dalam tubuh.

Keselarasan dan keseimbangan juga tergantung pada kelancaran aliran

Qi (chi) atau vitalitas. Qi ini beredar melalui Jingluo atau kanal (meredian)

jaringan tak terputus yang menghubungkan semua bagian tubuh dan

berhubungan dengan organ dalam atau Zangfu. Zangfu menghasilkan Qi

yang berbeda-beda namun saling berkait. Akupunktur merangsang

kemampuan tubuh dalam menyembuhkan diri sendiri (Saputra, 2005).

Mekanisme kontrol nyeri yang dijelaskan oleh Pomeranz dkk adalah

melibatkan peran otak. Dari gambar 5 diketahui input yang disebabkan

rangsang nyeri di jaringan naik melalui jalur l, berakhir di lamina ll di

medula spinalis. Neuron sekunder akan naik melewati formatio retikularis

melalui traktus spinothalamicus menuju nucleus centromedianus thalami.

Page 29: Pengaruh Analgesia Akupuntur

28

Neuron tertier kemudian akan menyebar ke cortex limbic, cortex pre

frontal, dan cortex insuler. Sedangkan rangsangan yang ditimbulkan oleh

jarum akupuntur melalui jalur dua menuju ke lamina l dan ll medula

spinalis. Neuron sekunder kemudian menuju ke berbagai nuclei thalamus

yaitu nucleus ventroposteromedia (VPM), dorsomedian (DM), intralaminer

(IL), dan centromedianus (CM), melalui traktus spinothalamicus, traktus

spinoretikularis, dan traktus spinomesenchepalicus. Neuron tertier akan

menuju ke cortex sensori di gyrus post centralis cortex limbic, cortex

laminer, dan cortex pre frontal. Yang penting adalah saat berjalan menuju

ke thalamus, terjadi kolateral yang menuju dan berakhir di berbagai level

di batang otak dan hypothalamus. Di level medula spinalis neuron-neuron

descenderen yang berasal dari kolateral-kolateral tersebut bersifat

exitatory mengaktivasi interneuron presinaps di lamina ll dan lll yang

bersifat inhibitory (menghambat) signal nyeri yang datang kemudian. Di

level batang otak, kolateral yang menuju ke periaquaductal grey, nucleus

retikularis paragigantocelularis bersifat neuron monoaminonergic akan

turun dan merangsang interneuron inhibitori yang menghambat rangsang

nyeri yang datang kemudian di lamina ll dan lV. Di level hipothalamus

terdapat dua cabang yang berakhir pada nuclei hypothalami yaitu nucleus

arkuatus dan kelompok sel hypothalamus yang melepas β endhorphine

dan keduanya bekerjasama dengan pituitary. β endhorphine yang

dilepaskan sebagian akan masuk sirkulasi darah sehingga memberi

pengaruh/efek analgesi general. Tusukan pada titik akupunktur akan

merangsang sirkuit yang melibatkan sel-sel enkefalinergik pada substantia

gelatinosa medula spinalis yang melepaskan enkefalin. Enkefalin ini

kemudian akan menghambat sel-sel pada substansia gelatinosa tersebut

untuk menghambat nyeri yang akan ditransmisikan berikutnya (Sudirman,

2005).

Page 30: Pengaruh Analgesia Akupuntur

29

Gambar 2.5 : Mekanisme Kontrol Nyeri ( Sudirman, 2005 ).

Titik Akupuntur dan Instrumen Yang Digunakan

Titik yang digunakan adalah titik akupuntur yang lokasinya di sebelah

proksimal dan distal di meredian ( meredian lambung, limpa, kandung

Page 31: Pengaruh Analgesia Akupuntur

30

kemih, ginjal, empedu, hati ) yang dilalui luka operasi. Sedangkan alat

yang digunakan adalah jarum halus yang setelah ditusukkan kemudian

pada bagian ekornya dihubungkan dengan penjepit elektrostimulator yang

sangat efektif untuk menimbulkan efek analgesi. Untuk nyeri pasca

operasi, prinsip terapi pada meredian sepanjang lokasi nyeri, akan

menghasilkan penyembuhan. Jarum di beri stimulasi listrik, dihubungkan

dengan elektrode negatif (hitam) dibagian distal, dan dengan elektrode

positif (merah) dibagian proximal (Sudirman, 2005).

Page 32: Pengaruh Analgesia Akupuntur

31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuasi eksperimental post

test only control two group design. Dengan skema rancangan sebagai

berikut :

KP : ( X ) --------------------------� O1

KK : ( - ) --------------------------� O2

Keterangan :

KP : kelompok perlakuan

KK : kelompok kontrol

(X) : perlakuan yang diberikan

( - ): tanpa perlakuan

O1 : hasil pengukuran efek pada kelompok perlakuan

O2 : hasil pengukuran efek pada kelompok kontrol

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan RSO. Prof. Dr. Soeharso Surakarta selama

satu bulan.

C. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah pasien pasca operasi kruris di RSO

Prof. Dr. Soeharso, dengan kriteria inklusi sebagai berikut

1. Laki- laki dan wanita

2. Usia dewasa yaitu antara 20 – 50 tahun.

3. Fraktur kruris tertutup unilateral yang memerlukan operasi. Atau

pengambilan implant

Page 33: Pengaruh Analgesia Akupuntur

32

4. Fraktur multipel dimana hanya kruris saja yang dioperasi.

5. Anggota populasi harus tidak mempunyai riwayat penyakit yang dapat

mempengaruhi fungsi syaraf penghantar nyeri. Dan tidak dalam masa

menggunakan obat analgetik jangka panjang.

Kriteria eksklusi sebagai berikut :

1. Tidak Bersedia

2. Fraktur kruris bilateral

3. Fraktur kruris terbuka

4. Pemakaian alat pacu jantung

5. Wanita hamil

D. Sampel dan Teknik Sampling

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh anggota populasi, dimana

telah memenuhi kriteria inklusi.

E. Estimasi Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini adalah sejumlah pasien dalam kurun

waktu penelitian ini.

F. Randomisasi

Pengalokasian subjek pada penelitian ini dengan cara undian. Setiap

subjek langsung diundi dengan kemungkinan menjadi bagian dari

kelompok kasus atau menjadi bagian dari kelompok kontrol (Arikunto,

2006).

Page 34: Pengaruh Analgesia Akupuntur

33

G. Klasifikasi Variabel

Variabel bebas berupa akupuntur frekuensi kombinasi dan anestesi

standar. Variabel terikat berupa onset nyeri. Variabel luar yang dapat

dikendalikan adalah sebagai berikut :

1. Jenis fraktur yang dipilih adalah fraktur cruris tertutup unilateral yang

memerlukan operasi.

2. Jenis operasi yang dipilih adalah ORIF ( Open Reduction Internal

Fixation ) dan ROI ( Removal Of Implant )dengan durasi diperkirakan

kurang dari 1 jam

3. Jenis kelamin tidak dibedakan karena ambang nyeri wanita dan pria

dianggap sama.

4. Usia yang dipilih adalah antara 20 hingga 50 tahun.

5. Berat badan yang dipilih adalah normal

6. Jenis asupan obat berupa

Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan adalah berupa kondisi

psikologis pasien yang dapat mempengaruhi ambang nyeri. Kecemasan

pre operasi, pengalaman masa lalu, jenis kepribadian, dan kondisi

lingkungan dapat mempengaruhi persepsi nyeri pasien, serta golongan

responder dan non responder terhadap akupuntur.

H. Definisi Operasional

Akupuntur frekuensi kombinasi adalah penggunaan frekuensi 2 Hz (

frekuensi rendah ) dan 100 Hz ( frekuensi tinggi ) yang diatur secara

otomatis oleh stimulator, dengan durasi 20 hingga 30 menit pada titik

proksimal dan distal irisan operasi, yang dikerjakan sebelum operasi

dimulai ( Yuan&Guan, 2006).

Anestesi standar yang digunakan adalah SAB ( Sub Arachnoid Blok )

atau spinal anestesi dengan standar obat Lidokain 5 % disuntikkan ke sub

Page 35: Pengaruh Analgesia Akupuntur

34

arachnoid melalui celah Lumbal III – IV, tanpa tambahan ketorolak

ataupun petidin( Sudirman, 2008).

Onset nyeri adalah adalah saat pasien mulai merasa nyeri pasca

operasi setelah berakhirnya efek obat anestesi operasi (Field, 1987).

I. Perlakuan

Perlakuan terhadap masing-masing kelompok adalah sebagai berikut :

1. Kelompok kontrol : tanpa perlakuan, menjalani operasi dengan

anestesi spinal standar. Diobservasi kapan pasien tersebut merasakan

nyeri pasca operasi. Waktu diperhitungkan dan dicatat semenjak

pemberian anestesi spinal.

2. Kelompok perlakuan : diberikan akupuntur di titik yang ditentukan dan

dirangsang dengan frekuensi kombinasi selama 30 menit sebelum

operasi. Segera setelah post operasi di Ruang Pulih Sadar atau

Ruang Rehabilitasi, diobservasi onset nyeri pasien tersebut. Perlakuan

akupuntur sebagai berikut :

a. Starting point : sesaat sebelum operasi selesai.

b. Frekuensi kombinasi : 2 Hz dan 100 Hz

c. Metode : DD

d. Titik yang dipilih : proximal dan distal irisan operasi.

e. Durasi : 20 – 30 menit.

Diobservasi kapan pasien tersebut merasakan nyeri pasca operasi.

Waktu diperhitungkan dan dicatat semenjak pemberian pre medikasi.

Instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Jarum jenis merk, ukuran 1 cm, bahan dari stainlees steel

b. Stimulator frekuensi kombinasi 2 Hz dan 100 Hz

c. Peralatan desinfeksi : kasa steril, betadin, kapas, pinset

d. Ruangan dan peralatan ruang pulih sadar bagi pasien pasca

operasi yang telah distandarkan, berupa : bedside monitor untuk

mencatat suhu, nadi, MAP

Page 36: Pengaruh Analgesia Akupuntur

35

e. Peralatan pengukur waktu : jam

f. Peralatan pencatatan : kertas, pena

g. Peralatan dokumentasi : tape recorder, kaset rekaman, kamera

digital, handycame

h. Cairan dan elektroloit yang digunakan dalam masa pulih sadar

adalah infus RL, oksigen 5 L / menit nasal kanul

Skema cara kerja penelitian adalah sebagai berikut :

Pasien Fraktur Kruris Tertutup Unilateral

Randomisasi

Kontrol Akupuntur

Titik proksimal dan Distal luka operasi

Operasi terstandar

Pasca Bedah di RR

Onset Nyeri Pasca Bedah

Analisis Data

Page 37: Pengaruh Analgesia Akupuntur

36

J. Rencana Analisis Data

Data yang terkumpul akan dianalisis dengan uji “ t “ untuk

membandingkan dua mean.

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

t = M2 – M1

√ ∑ X12 + X2

2

N(N-1)

(Taufiqurrahman, 2004).

K. Jadual Penelitian

MINGGU 1 MINGGU 2 MINGGU 3 MINGGU 4

BULAN

1

BAB I BAB I BAB II BAB II

BULAN

2

BAB III

BAB III

BAB III

UJIAN

PROPOSAL

BULAN

3

PENELITIAN

PENELITIAN

PENELITIAN

PENELITI

AN

BULAN

4

ANALISIS

DATA

ANALISIS

DATA

PENYUSUNAN

LAPORAN

PENDADAR

AN

Page 38: Pengaruh Analgesia Akupuntur

37

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan di RSO. Prof. Dr. Soeharso Surakarta,

pada tanggal 29 Oktober – 29 November 2008 dengan sampel penelitian

laki-laki dan perempuan yang berusia antara 20-50 tahun, dengan fraktur

kruris tertutup uniteral yang memerlukan operasi atau pengambilan

implant kruris dan tidak mempunyai riwayat penyakit yang dapat

mempengaruhi fungsi saraf penghantar nyeri serta tidak dalam

menggunakan obat analgetik jangka panjang.

A. Karakteristik Responden

Pada analisis karakteristik responden ini akan dibahas mengenai

jenis kelamin serta usia responden penelitian. Adapun hasilnya adalah

sebagai berikut:

1. Jenis Kelamin

Berdasarkan distribusi jenis kelamin responden yang

merupakan pasien RSO. Prof. Dr. Soeharso Surakarta diperoleh

hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1

Distribusi Jenis Kelamin Responden

No Jenis

Kelamin

Kontrol Perlakuan

f % f %

1 Laki-laki 3 42,86 6 100

2 Perempuan 4 57,14 - -

Jumlah 7 100 6 100

Sumber: Data dari RSO. Prof. Dr. Soeharso Surakarta, 2008

Hasil distribusi jenis kelamin responden berdasarkan

kelompok kontrol diketahui bahwa jumlahnya adalah 7 orang;

42,86% dari seluruh responden kelompok kontrol atau 3 orang

berjenis kelamin laki-laki, sedangkan 57,14% atau 4 orang berjenis

Page 39: Pengaruh Analgesia Akupuntur

38

kelamin perempuan. Hasil distribusi jenis kelamin responden

berdasarkan kelompok perlakukan diketahui seluruh responden

kelompok perlakuan adalah laki-laki. Dapat dilihat pada gambar

diagram sebagai berikut:

42.86%

100.00%

57.14%

0.00%0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

90.00%

100.00%

Fre

kuen

si

Laki-laki Perempuan

Umur

Gambar 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Kontrol

Perlakuan

Sumber: Data dari RSO. Prof. Dr. Soeharso Surakarta, diolah 2008

2. Usia

Berdasarkan distribusi usia responden yang merupakan

pasien RSO. Prof. Dr. Soeharso Surakarta diperoleh hasil sebagai

berikut:

Tabel 4.2

Distribusi Usia Responden

No Usia Kontrol Perlakuan

f % f %

1 < 30 Tahun 3 42,86 1 16,67

2 > 30 Tahun 4 57,14 5 83,33

Jumlah 7 100 6 100

Sumber: Data dari RSO. Prof. Dr. Soeharso Surakarta, 2008

Page 40: Pengaruh Analgesia Akupuntur

39

Hasil distribusi usia responden berdasarkan kelompok kontrol

diketahui bahwa jumlahnya adalah 7 orang; 42,86% dari seluruh

responden kelompok kontrol atau 3 orang berusia kurang dari 30

tahun, sedangkan 57,14% atau 4 orang berusia lebih dari 30 tahun.

Hasil distribusi jenis kelamin responden berdasarkan kelompok

perlakukan diketahui bahwa jumlahnya adalah 6 orang; 16% dari

seluruh responden kelompok perlakuan atau 1 orang berusia

kurang dari 30 tahun, sedangkan 83,33% atau 5 orang berusia

lebih dari 30 tahun. Adapun untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

gambar diagram sebagai berikut:

42.86%

16.67%

57.14%

83.33%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

90.00%

Fre

kuen

si

< 30 Tahun > 30 Tahun

Umur

Gambar 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Kontrol

Perlakuan

Sumber: Data dari RSO. Prof. Dr. Soeharso Surakarta, diolah 2008

B. Analisis Statistik Data Penelitian

Pada analisis statistik diskriptif data penelitian ini akan dibahas

mengenai jenis operasi, lama operasi, jeda waktu akupuntur hingga

dimulainya anestesi dan perkembangan waktu onset nyeri atau waktu

saat pasien mulai meraskan nyeri pasca operasi. Adapun hasilnya

adalah sebagai berikut:

Page 41: Pengaruh Analgesia Akupuntur

40

1. Jenis Operasi

Berdasarkan distribusi jenis operasi yang dilakukan kepada

responden yang merupakan pasien RSO. Prof. Dr. Soeharso

Surakarta diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.3

Distribusi Jenis Operasi Responden

No Jenis

Operasi

Kontrol Perlakuan

f % F %

1 ORIF 7 100 4 66,67

2 ROI - 100 2 33,33

Jumlah 7 100 6 100

Sumber: Data dari RSO. Prof. Dr. Soeharso Surakarta, 2008

Hasil distribusi jenis operasi yang dilakukan kepada

responden berdasarkan kelompok kontrol diketahui bahwa

jumlahnya adalah 7 orang; seluruh responden kelompok kontrol

dilakukan operasi dengan jenis ORIF. Hasil distribusi jenis operasi

yang dilakukan kepada responden berdasarkan kelompok

perlakukan diketahui bahwa jumlahnya adalah 6 orang; 66,67%

dari seluruh responden kelompok perlakuan atau 4 orang dilakukan

operasi ORIF, sedangkan 33,3% atau 2 orang dilakukan operasi

ROI. Adapun untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar

diagram sebagai berikut:

Page 42: Pengaruh Analgesia Akupuntur

41

100.00%

60.00%

0.00%

40.00%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

90.00%

100.00%

Fre

kuen

si

ORIF ROI

Umur

Gambar 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Operasi

Kontrol

Perlakuan

Sumber: Data dari RSO. Prof. Dr. Soeharso Surakarta, diolah 2008

2. Lama Operasi

Berdasarkan distribusi lama operasi yang dilakukan kepada

responden yang merupakan pasien RSO. Prof. Dr. Soeharso

Surakarta diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.4

Distribusi Lama Operasi Responden

No Lama

Operasi

Kontrol Perlakuan

f % F %

1 < 30 Menit 1 14,28 - -

2 30 – 60 Menit 4 57,14 4 66,67

3 > 60 Menit 2 28,58 2 33,33

Jumlah 7 100 6 100

Sumber: Data dari RSO. Prof. Dr. Soeharso Surakarta, 2008

Hasil distribusi lama operasi yang dilakukan kepada

responden berdasarkan kelompok kontrol diketahui bahwa

jumlahnya adalah 7 orang; 14,28% dari seluruh responden

kelompok kontrol dilakukan operasi atau 1 orang mengalami lama

Page 43: Pengaruh Analgesia Akupuntur

42

operasi kurang dari 25 menit, 57,14% atau 4 orang responden

mengalami operasi antara 30-60 menit dan 25,58% atau 2 orang

mengalami lama operasi lebih dari 60 menit. Hasil distribusi lama

responden menjalani operasi berdasarkan kelompok perlakukan

diketahui bahwa jumlahnya adalah 6 orang; 66,67% dari seluruh

responden kelompok perlakuan atau 4 orang mengalami operasi

antara 30-60 menit, sedangkan 33,33% atau 2 orang dilakukan

operasi lebih dari 60 menit. Adapun untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada gambar diagram sebagai berikut:

14.28%

0.00%

57.14%60.00%

28.58%

20.00%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

Fre

kuen

si

<30 Menit 30-60 Menit > 60 Menit

Umur

Gambar 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Operasi

Kontrol

Perlakuan

Sumber: Data dari RSO. Prof. Dr. Soeharso Surakarta, diolah 2008

3. Jeda Waktu Akupuntur dengan Anestesi

Berdasarkan distribusi jeda waktu akupuntur yang dilakukan

kepada responden kelompook perlakuan yang merupakan pasien

RSO. Prof. Dr. Soeharso Surakarta diperoleh hasil sebagai berikut:

Page 44: Pengaruh Analgesia Akupuntur

43

Tabel 4.5

Distribusi Jeda Waktu Akupuntur dengan Anestesi

No Jeda Waktu

Akupuntur

f %

1 < 10 Menit 2 33,33

2 10 – 20 Menit 3 50,00

3 > 20 Menit 1 16,67

Jumlah 6 100

Sumber: Data dari RSO. Prof. Dr. Soeharso Surakarta, 2008

Hasil distribusi jeda waktu akupuntur dengan Anestesi yang

dilakukan kepada responden berdasarkan kelompok perlakukan

diketahui bahwa jumlahnya adalah 6 orang; 33,33% dari seluruh

responden kelompok perlakukan atau 2 orang mempunyai jeda

waktu akupuntur dengan anestesi kurang dari 10 menit, 50% atau 3

orang responden mempunyai jeda waktu akupuntur dengan

anestesi antara 10-20 menit dan 16,67% atau 1 orang mempunyai

jeda waktu akupuntur dengan anestesi lebih dari 20 menit. Adapun

untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram sebagai

berikut:

33.33%

50.00%

16.67%

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

30.00%

35.00%

40.00%

45.00%

50.00%

Fre

kuen

si

< 10 Menit 10 - 20 Menit > 20 Menit

Umur

Gambar 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Jeda Waktu Akupuntur dengan

Anestesi

Perlakuan

Sumber: Data dari RSO. Prof. Dr. Soeharso Surakarta, diolah 2008

Page 45: Pengaruh Analgesia Akupuntur

44

4. Onset Nyeri

Tabel 4.6

Onset Nyeri

No

Responden

Waktu

Kontrol Perlakuan

1 40 Menit -

2 65 Menit -

3 75 Menit -

4 60 Menit -

5 60 Menit -

6 90 Menit -

7 55 Menit -

8 - 100 Menit

9 - 90 Menit

10 - 105 Menit

11 - 85 Menit

12 - 115 Menit

95 Menit

Sumber: Data dari RSO. Prof. Dr. Soeharso Surakarta, 2008

Hasil distribusi waktu onset nyeri pada Tabel 4.3 di atas diketahui

bahwa rata-rata waktu onset yang dibutuhkan oleh kelompok kontrol

atau kelompok yang tanpa menjalani operasi dengan anastesi standar

lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang

sebelum operasi diberikan akupuntur di titik yang ditentukan. Hal ini

juga dapat dilihat pada gambar grafik berikut ini

Page 46: Pengaruh Analgesia Akupuntur

45

40

6575

60 60

90

55

10090

105

85

115

95

0

20

40

60

80

100

120

140

1 2 3 4 5 6 7

Responden

On

set

(Men

it)

Kontrol

Perlakuan

Gambar 4.6

Grafik Perkembangan Onset

Gambar 4.3 grafik perkembangan onset semakin memperjelas

tentang gambaran waktu onset pada kelompok kontrol dan perlakuan.

Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa pemberian

akupuntur sebelum operasi efektif meningkatkan waktu saat pasien

mulai meraskan nyeri pasca operasi.

C. Analisis Data

Penelitian ini bertujuan mencari perbedaan rata-rata waktu onset

nyeri pada kelompok kontrol dan perlakuan. Alat analisis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah independen sample t test.

Perhitungan t statistik dalam penelitian ini menggunakan bantuan

program komputer SPSS 15.0 for windows, adapun hasilnya adalah

sebagai berikut:

Tabel 4.7

Hasil Uji Beda Rata-Rata Waktu Onset

Kelompok N Mean thitung p

Kontrol 7 63,57 -4,556 0,000

Perlakuan 5 98,33

Sumber: Data dari RSO. Prof. Dr. Soeharso Surakarta, diolah 2008

Page 47: Pengaruh Analgesia Akupuntur

46

Berdasarkan hasil uji bedar rata-rata waktu onset diketahui

bahwa rata-rata waktu onset untuk kelompok kontrol adalah 63,57

menit, sementara untuk waktu onset kelompok perlakuan adalah 98,33

menit. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian akupuntur efektif

meningkatkan waktu onset. Berdasarkan hasil perhitungan t statistik

diperoleh nilai thitung sebesar -4,556 (p= 0,000 < 0,05); sehingga H0

ditolak, artinya pemberian analgesia akupuntur frekuensi kombinasi

berpengaruh signifikan terhadap onset nyeri pasca operasi kruris

tertutup.

D. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh analgesia

akupuntur frekuensi kombinasi terhadap onset nyeri pasien pasca

operasi lengan bawah tertutup diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Distribusi Jenis Kelamin

Hasil distribusi jenis kelamin responden berdasarkan

kelompok kontrol diketahui bahwa jumlahnya adalah 7 orang;

42,86% dari seluruh responden kelompok kontrol atau 3 orang

berjenis kelamin laki-laki, sedangkan 57,14% atau 4 orang berjenis

kelamin perempuan. Hasil distribusi jenis kelamin responden

berdasarkan kelompok perlakukan diketahui seluruh responden

kelompok perlakuan adalah laki-laki.

Berdasarkan hasil distribusi jenis kelamin responden tersebut

dapat diketahui baik dari kelompok kontrol maupun kelompok

perlakuan responden lebih banyak diderita oleh laki-laki.

Banyaknya pasien laki-laki yang mengalami operasi kruris tertutup

ini akibat lebih banyaknya laki-laki yang mengalami kecelakaan lalu

lintas pada rentang waktu penelitian ini. Sedangkan pada kelompok

perlakuan hanya terdapat laki-laki dikarenakan perempuan

cenderung merasa takut terhadap akupuntur meskipun sudah

Page 48: Pengaruh Analgesia Akupuntur

47

diberikan motivasi sebelumnya. Perbedaan jenis kelamin dianggap

tidak mempengaruhi onset nyeri.

2. Distribusi Usia

Hasil distribusi usia responden berdasarkan kelompok kontrol

diketahui bahwa jumlahnya adalah 7 orang; 42,86% dari seluruh

responden kelompok kontrol atau 3 orang berusia kurang dari 30

tahun, sedangkan 57,14% atau 4 orang berusia lebih dari 30 tahun.

Hasil distribusi jenis kelamin responden berdasarkan kelompok

perlakukan diketahui bahwa jumlahnya adalah 6 orang; 16% dari

seluruh responden kelompok perlakuan atau 1 orang berusia

kurang dari 30 tahun, sedangkan 83,33% atau 5 orang berusia

lebih dari 30 tahun.

Berdasarkan hasil distribusi responden yang mengalami

operasi kruris tertutup diketahui bahwa responden dengan usia di

atas 30 tahun lebih mendominasi. Hal ini direncanakan oleh peneliti

dengan tujuan mendapatkan responden yang kooperatif dalam

menyatakan rasa nyeri, baik pada kelompok kontrol maupun

kelompok perlakuan. Dipilih pasien dengan usia dewasa yaitu 20 –

50 tahun, dan dianggap mempunyai respon yang sama terhadap

onset nyeri.

3. Jenis Operasi

Hasil distribusi jenis operasi yang dilakukan kepada responden

berdasarkan kelompok kontrol diketahui bahwa jumlahnya adalah 7

orang; seluruh responden kelompok kontrol dilakukan operasi

dengan jenis ORIF. Hasil distribusi jenis operasi yang dilakukan

kepada responden berdasarkan kelompok perlakukan diketahui

bahwa jumlahnya adalah 6 orang; 66,67% dari seluruh responden

kelompok perlakuan atau 4 orang dilakukan operasi ORIF,

sedangkan 33,3% atau 2 orang dilakukan operasi ROI. Dalam hal

ini peneliti hanya menemukan kelompok pasien ORIF pada saat

pengumpulan data kelompok kontrol pada minggu pertama dan

Page 49: Pengaruh Analgesia Akupuntur

48

kedua selama penelitian. Dan menemukan kelompok pasien ROI

pada saat pengumpulan data kelompok perlakuan pada minggu

ketigadan keempat dalam sebulan penelitian.

4. Lama Operasi

Hasil distribusi lama operasi yang dilakukan kepada

responden berdasarkan kelompok kontrol diketahui bahwa

jumlahnya adalah 7 orang; 14,28% dari seluruh responden

kelompok kontrol atau 1 orang mengalami lama operasi kurang dari

25 menit, 57,14% atau 4 orang responden mengalami operasi

antara 30-60 menit dan 25,58% atau 2 orang mengalami lama

operasi lebih dari 60 menit. Hasil distribusi lama responden

menjalani operasi berdasarkan kelompok perlakukan diketahui

bahwa jumlahnya adalah 6 orang; 66,67% dari seluruh responden

kelompok perlakuan atau 4 orang mengalami operasi antara 30-60

menit, sedangkan 33,33% atau 2 orang dilakukan operasi lebih dari

60 menit. Perbedaan lama operasi disebabkan oleh tingkat

keahlian operator, dalam hal ini dokter spesialis bedah tulang relatif

lebih cepat dalam pengerjaan operasi dibandingkan dengan

residen bedah atau mahasiswa program pendidikan dokter

spesialis. Hal ini sedikit banyak mempengaruhi hasil penelitian,

tetapi dianggap sebagai faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh

peneliti.

5. Jeda Waktu Akupuntur dengan Anestesi

Hasil distribusi jeda waktu akupuntur dengan Anestesi yang

dilakukan kepada responden berdasarkan kelompok perlakukan

diketahui bahwa jumlahnya adalah 6 orang; 33,33% dari seluruh

responden kelompok perlakukan atau 2 orang mempunyai jeda

waktu akupuntur dengan anestesi kurang dari 10 menit, 50% atau 3

orang responden mempunyai jeda waktu akupuntur dengan

anestesi antara 10-20 menit dan 16,67% atau 1 orang mempunyai

jeda waktu akupuntur dengan anestesi lebih dari 20 menit. Peneliti

Page 50: Pengaruh Analgesia Akupuntur

49

berusaha untuk memberikan perlakuan atau akupuntur sedemikian

rupa sesuai jadwal operasi sehingga jeda waktu antara akupuntur

dengan dimulainya anestesi tidak terlalu panjang. Adapun jika

dimulainya anestesi terlalu lama setelah akupuntur selesai, efek

analgesi diduga akan berkurang atau tidak optimal.

6. Onset Nyeri

Hasil distribusi waktu onset nyeri pada Tabel 4.3 di atas

diketahui bahwa rata-rata waktu onset yang dibutuhkan oleh

kelompok kontrol atau kelompok yang tanpa menjalani operasi

dengan anastesi standar lebih rendah jika dibandingkan dengan

kelompok perlakuan yang sebelum operasi diberikan akupuntur di

titik yang ditentukan. Hal ini membuktikan bahwa akupuntur

mempunyai efek analgesia.

7. Efektifitas Analgesia Akupuntur

Berdasarkan hasil uji bedar rata-rata waktu onset diketahui

bahwa rata-rata waktu onset untuk kelompok kontrol adalah 63,57

menit, sementara untuk waktu onset kelompok perlakuan adalah

98,33 menit. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian akupuntur

efektif meningkatkan onset. Berdasarkan hasil perhitungan t

statistik diperoleh nilai thitung sebesar -4,556 (p= 0,000 < 0,05);

sehingga H0 ditolak, artinya pemberian analgesia akupuntur

frekuensi kombinasi berpengaruh signifikan terhadap onset nyeri

pasca operasi kruris tertutup.

Page 51: Pengaruh Analgesia Akupuntur

50

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh analgesi akupuntur

frekuensi kombinasi terhadap onset nyeri pasien pasca operasi kruris

tertutup dapat ditarik kesimpulan:

1. Pasien yang menjalani operasi kruris tertutup untuk kelompok

kontrol 57,14% berjenis kelamin laki-laki dan pada kelompok

kelompok perlakuan 100% laki-laki.

2. Pasien yang menjalani operasi kruris tertutup didominasi oleh

responden dengan usia di atas 30 tahun, 57,14% pada kelompok

kontrol dan 83,33% pada kelompok perlakuan.

3. Seluruh responden kelompok kontrol dilakukan operasi dengan

jenis ORIF, dan 66,67% dari seluruh responden kelompok

perlakuan atau 4 orang dilakukan operasi ORIF, sedangkan 33,3%

atau 2 orang dilakukan operasi ROI.

4. Sebagian besar responden baik kelompok kontrol maupun

perlakuan mengalami operasi antara 30-60 menit.

5. Hasil perhitungan t statistik diperoleh nilai thitung sebesar -4,556 (p=

0,000 < 0,05); sehingga pemberian analgesia akupuntur frekuensi

kombinasi berpengaruh signifikan terhadap onset nyeri pasca

operasi kruris tertutup.

B. Saran

Adanya berbagai keterbatasan dari pelaksanaan penelitian ini,

maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi Ilmu Pendidikan

a. Hasil penelitian ini diharapkan menambah khasanah keilmuan

tentang efektivitas analgesia akupuntur dalam mengurangi nyeri

pasca operasi.

Page 52: Pengaruh Analgesia Akupuntur

51

b. Diharapkan lebih mengembangkan penelitian, dengan mencari

faktor-faktor lain yang dapat mengurangi nyeri pasca operasi,

dan dapat meminimalisir penyebab bias dan faktor yang tak

terkendali dalam penelitian ini.

2. Bagi Dinas Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan, dapat diterapkan di berbagai

rumah sakit mengingat penerapan akupuntur yang mudah dan

murah sudah diizinkan di pelayanan kesehatan di Indonesia.

3. Bagi Masyarakat

a. Diharapkan dengan adanya temuan ini, lebih meningkatkan

minat masyarakat dalam menggunakan jasa pelayanan rumah

sakit terutama yang menyediakan jasa pelayanan akupuntur.

b. Diharapkan mengurangi praktek-praktek pengobatan alternatif

yang merugikan masyarakat dan tidak terbukti secara ilmiah

khasiatnya terhadap kesehatan.

Page 53: Pengaruh Analgesia Akupuntur

52

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, hauckland.no, 8 Januari 2008

Anonim, med.uio.no, 5 September 2007

Anonim, radiusfraktur.de, 5 September 2007

Apley, A Graham, 1995, Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley

Edisi Ketujuh, Widya Medika, Jakarta

Arikunto, Suharsimi, 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktik, Rineka Cipta

Bhan, Surya. Brothers, Jaypee, 1993, A Short Text Book of

Orthopaedics and Traumatology, USA

Carr,D.B, 1993, International Association for The Study of Pain

De Jong, Wim, 2004, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta

D.S.Zunilda, 2007, Farmakologi dan Terapi FK UI, Gaya Baru, Jakarta

Feriwong, Akupunktur Dasar, Mei 2008

Fields, L Howard, 1987, Pain, Mc Graw Hill,USA.

Ganiswara, G Sulistia, 1995, Farmakologi dan Terapi FK UI, Gaya

Baru, Jakarta

Gellman, Haris, 2002, Acupuncture treatment For Musculosceletal

Pain

Ilham, Yusuf. 2003,Akupunktur Menghilangkan Nyeri

JJ. Bonica, 2000, Anatomic and Physiologic basic of Nociception and

Pain

Latief, A Said, dkk, 2002, Petunjuk praktis Anestesiologi, FK UI

Murti, Bhisma, 2006, Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian

Kuantitatif dan Kualitatif di bidang Kesehatan, Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta Saputra, Koosnadi, 2005, Akupuntur Dasar, Airlangga

University Press, Surabaya

Nazir, Moh., 1988, Metodologi Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta

Rifki, Az, 2005, Kursus Penyegar dan Penambah Ilmu Anestesi KPPIA-

IDSAI 2005, SMF Anestesiologi & Reanimasi RS Sardjito, Yogyakarta

Page 54: Pengaruh Analgesia Akupuntur

53

Saputra Koosnadi,2005, Akupunktur Dasar,Airlangga University Press,

Surabaya

Sidharta, Priguna, 1979, Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum, Dian

Rakyat, Jakarta

Sudirman, Syarif, 2005, Workshop Penanganan Nyeri dengan Neuro

Akupuntur,Paksi, Surabaya

Sutanto, Bambang, 2004, Efek Nyeri Akut Pasca Pembedahan

Terhadap Kualitas Hidup yang Dipengaruhi Kesehatan, UGM, Yogyakarta

Taufiqurrohman, Arif,2004, Pengantar Metodologi Penelitian untuk Ilmu

Kedokteran, CSGF, Klaten

Tjahyati,Juni.Ismail, 2008, Akupunktur Analgetik di Bidang Anestesi

Viet, A. George, dkk. 2002. The Biology of Acupuncture, Warren A

Green.inc, USA

Yuan Jin, Guan, 2006, Mechanismeof Acupuncture Analgesia, Higher

Education Press, China