Upload
doanminh
View
220
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENGARUH ABJAD 8 (ALPHABET 8S) DALAM MENGATASI
KESULITAN MENULIS (DYSGRAPHIA) DAN MEMBACA
(DYSLEXIA) ANAK TUNA GRAHITA RINGAN
SKRIPSI
Oleh :
Sony Abdian Pranata
NIM K 5105029
PENDIDIKAN LUAR BIASA
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGARUH ABJAD 8 (ALPHABET 8S) DALAM MENGATASI
KESULITAN MENULIS (DYSGRAPHIA) DAN MEMBACA
(DYSLEXIA) ANAK TUNA GRAHITA RINGAN
Oleh :
Sony Abdian Pranata
NIM K 5105029
Skripsi
Ditulis dan dajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Khusus Jurusan Ilmu Pendidikan
PENDIDIKAN LUAR BIASA
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Sony Abdian Pranata, PENGARUH ABJAD 8 (ALPHABET 8S) DALAMMENGATASI KESULITAN MENULIS (DYSGRAPHIA) DAN MEMBACA(DYSLEXIA) ANAK TUNA GRAHITA RINGAN. Skripsi, Surakarta : FakultasKeguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Agustus2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh positif abjad 8(alphabet 8s) sebagai media belajar membaca dan menulis terhadap peningkatankemampuan menulis dan membaca bidang studi Bahasa Indonesia pada anak tunagrahita yang mengalami kesulitan menulis (dysgraphia) dan kesulitan membaca(dyslexia). Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas eksperimendalam tiga siklus. Subjek dalam penelitian ini adalah 6 siswa kelas VI SLB – CSetya Darma Surakarta tahun ajaran 2009/2010. teknik pengumpulan data padavariabel kesulitan menulis (dysgraphia) menggunakan tes tertulis dan variabelkesulitan membaca (dyslexia) menggunakan tes lisan. Teknik analisa data yangdigunakan adalah menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa abjad 8 (alphabet 8s)berpengaruh positif dalam mengatasi kesulitan menulis (dysgraphia) dan kesulitanmembaca (dyslexia) anak tuna grahita ringan kelas VI SLB – C Setya DarmaSurakarta tahun ajaran 2009/2010.
Kata kunci: pengaruh positif abjad 8 (alphabet 8s), kesulitan menulis(dysgraphia), kesulitan membaca (dyslexia), anak tuna grahita ringan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Sony Abdian Pranata, THE INFLUENCE OF ALPHABET 8S INOVERCOMING WRITING DIFFICULTY (DYSGRAPHIA) AND READINGDIFFICULTY (DYSLEXIA) OF DOWN SYNDROM CHILD.
The aims of this research is to know the positive impact of alphabet 8 asmedium learning of writing and reading to the increasing of writing and readingability in Indonesian language study for down syndrome child. This research usesthe experiment action research method in three cycles. The subject on thisresearch are six pupils of sixth grade of SLB – C Setya Darma Surakarta in theyear 2009/2010. The technique in collecting data of the dysgraphia and dyslexiavariable used oral test. The data analytical used analysis qualitative descriptive.
The result of this research shows that alphabet 8 affected positively inovercoming dysgraphia and dyslexia down syndrom of sixth grade of SLB – CSetya Darma Surakarta in the year 2009/2010.
Keywords: the positive impact of alphabet 8s, writing disability(dysgraphia),reading disability (dyslexia), mild mental reatarded child
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Ilmu itu didapat melalui lidah bagi orang yang gemar bertanya & melalui akalbagi mereka yang suka berpikir.
(HR. Abdullah bin Abbas r.a)
Setiap individu adalah unik, setiap dari mereka berkembang dan belajar dengancara mereka, tidak ada istilah murid bodoh atau guru pintar, yang ada hanyalahmetode pendekatan belajar yang kurang tepat.
(Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan dan didedikasikan
untuk:
Ibu dan Bapak
Kakakku dan keluarganya
Almamater.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Tidak ada kata yang pantas diucapkan penulis selain syukur alhamdulillah
kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, atas seijin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya laporan penulisan atau skripsi
ini tidak lepas dari bantuan serta dukungan, baik materil maupun moril yang
diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini dengan
rendah hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada
yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku dekan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Bapak Drs. R. Indianto, M.Pd selaku ketua Jurusan Ilmu Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. Bapak Drs. Salim Choiri, M.Kes selaku ketua Program Studi Pendidikan
Khusus Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
4. Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S selaku Pembimbing I.
5. Bapak Drs. Salim Choiri, M.Kes selaku Pembimbing II.
6. Bapak Sutarno, S.Pd selaku kepala SLB-C Setya Darma Surakarta.
7. Ibu Sri muryani, S.Pd selaku kepala SDLB-C Setya Darma Surakarta.
8. Bapak Drs Andar S selaku guru kelas VI SDLB-C Setya Darma Surakarta.
9. Keluargaku, Ibu dan Bapak, Kakakku Mas Sandy beserta keluarganya,
Ndunk Vita serta Ir. Retno Setyowati Gito D, MS.
10. Teman-teman stressing C serta teman-teman PLB angkatan 2005, sukses
untuk kalian.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
Penulis menyadari bahwa penulisan karya ini masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang
membangun, sehingga dapat memperkaya penulisan skripsi ini. Semoga karya
tulis ini mampu memberikan manfaat bagi penulis maupun para pembaca yang
berfokus pada anak-anak yang membutuhkan pendidikan khusus.
Surakarta, Januari 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PENGAJUAN..................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................... ............... iv
HALAMAN ABSTRAK.......................................................................... v
HALAMAN MOTTO.............................................................................. vii
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................... viii
KATA PENGANTAR ............................................................................. ix
DAFTAR ISI ........................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian .............................................................. 5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka................................................................. 7
1. Tinjauan Tentang Anak Tuna Grahita............................ 7
a. Pengertian Anak Tuna Grahita Ringan ..................... 7
b. Karakteristik Anak Tuna Grahita Ringan.................. 7
c. Klasifikasi Anak Tuna Grahita Ringan ..............….... 9
d. Faktor Penyebab Tuna Grahita ................................. 10
2. Tinjauan Tentang Kesulitan Menulis / Disgrafia
(Dysgraphia) ............................................. ..................... 12
a. Pengertian Kesulitan Menulis / Disgrafia
(Dysgraphia)............................................................ 12
b. Karakteristik Anak Berkesulitan Menulis /
Disgrafia (Dysgraphia) ............................. ………… 13
3. Tinjauan Tentang Kesulitan Membaca / Disleksia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
(Dyslexia)...................................................................... 15
a. Pengertian Kesulitan Membaca / Disleksia
(Dyslexia) ................................................................ 15
b. Karakteristik Anak Berkesulitan Membaca /
Disleksia (Dyslexia) ................................................. 16
c. Jenis-jenis Anak Berkesulitan Membaca /
Disleksia (Dyslexia) ................................................. 19
4. Tinjauan Tentang Media Pendidikan ............................. 20
a. Pengertian Media Pendidikan................................... 20
b. Fungsi dan Manfaat Media Pendidikan..................... 21
c. Klasifikasi Media Pendidikan................................... 22
5. Tinjauan Abjad 8 (Alphabet 8s) ..................................... 23
a. Latar Belakang Abjad 8 (Alphabet 8s) ..................... 23
b. Fungsi Abjad 8 (Alphabet 8s) ................................... 24
B. Kerangka Berpikir ............................................................... 26
C. Hipotesis ............................................................................. 28
BAB III METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian................................................................. 31
1. Tempat penelitian .......................................................... 31
2. Waktu Penelitian............................................................ 31
3. Siklus Penelitian Tindakan............................................. 31
B. Subjek Penelitian................................................................. 31
C. Data dan Sumber Data ......................................................... 32
D. Teknik pengumpulan data.................................................... 33
1. Tes................................................................................. 33
2. Pengamatan atau Observasi............................................ 34
E. Validitas Data...................................................................... 35
1. Validitas ........................................................................ 35
2. Triangulasi..................................................................... 37
F. Teknik Analisis Data ........................................................... 37
G. Indikator Kinerja ................................................................. 38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
H. Prosedur Penelitian .............................................................. 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian......................................................... 43
1. Siklus Pertama (Pertemuan Pertama).............................. 44
2. Siklus Kedua (Pertemuan Kedua) .................................. 51
3. Siklus Ketiga (Pertemuan Ketiga) ................................. 57
B. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................... 63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Penelitian ......................................................... 69
B. Saran ................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 71
LAMPIRAN ............................................................................................ 73
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Perolehan Skor Tes Menulis dan Membaca Siswa ...................... 43
Tabel 2. Perolehan Skor Tes Menulis dan Membaca Siswa ...................... 49
Tabel 3. Perolehan Skor Tes Menulis dan Membaca Siswa ...................... 55
Tabel 4. Perolehan Skor Tes Menulis dan Membaca Siswa............................ 60
Tabel 5. Perolehan Skor Tes Menulis dan Membaca Siswa ...................... 62
Tabel 6. Daftar Responden Siswa............................................................. 63
Tabel 7. Perkembangan Perolehan Skor Tes Menulis
dan Membaca Siswa ................................................................................ 65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Ilustrasi tentang anak yang mengalami
kesulitan menulis (disgrafia). .................................................. 14
Gambar 2. Bentuk alphabet 8s yang digambarkan menurut
belahan otak manusia.............................................................. 24
Gambar 3. Bentuk 8 Tidur yang diperagakan ........................................... 25
Gambar 4. Bentuk abjad 8 (alphabet 8s) yang terkandung
huruf yang menjadi bagiannya.................................................... 26
Gambar 5. Kerangka Berfikir Penelitian................................................... 27
Gambar 6. Skema penelitian .................................................................... 41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Definisi Abjad 8 (Alphabet 8s) ............................................. 73
Lampiran 2. Kisi-kisi Instrumen Abjad 8 (Alphabet 8s)............................ 75
Lampiran 3. Definisi Kesulitan Menulis (Dysgraphia) ............................ 78
Lampiran 4. Kisi-kisi Instrumen Kesulitan Menulis (Dysgraphia)............ 80
Lampiran 5. Definisi Kesulitan Membaca (Dyslexia) ............................... 82
Lampiran 6. Kisi-kisi Instrumen Kesulitan Membaca (Dyslexia).............. 85
Lampiran 7. Soal Tes Kemampuan Menulis dan Membaca ...................... 87
Lampiran 8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ..................................... 92
Lampiran 9. Pengitungan Data Menulis dan Membaca............................. 98
Lampiran 10. Dokumentasi ...................................................................... 108
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus telah mengalami perkembangan yang cukup bagus.
Mulai dari penyelenggaraan pendidikan secara segregatif hingga integratif.
Namun, apapun bentuk penyelenggaraan pendidikan yang diberlakukan hal utama
yang harus diperhatikan adalah dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan
secara khusus untuk mereka yang berkebutuhan khusus. Tujuan dari pelayanan
pendidikan khusus adalah memaksimalkan keterampilan yang tersisa pada anak
berkebutuhan khusus. Dalam mempelajari atau membelajarkan keterampilan
kepada mereka, tidak terlepas dari kemampuan untuk menulis dan membaca
dalam memperoleh informasi dari lingkungan sekitar.
Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang
studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan
untuk membaca maka ia akan banyak mengalami kesulitan dalam mempelajari
berbagai bidang studi pada kelas-kelas berikutnya. Oleh karena itu anak harus
belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar (Mulyono Abdurrahman,
1999: 200). Maka kemampuan membaca hendaklah diajarkan pada anak sejak
usia dini agar anak tidak mengalami kesulitan dalam membaca yang berpengaruh
pada kemampuan menulis. Kemampuan menulis dan membaca sangat penting
untuk keperluan belajar pada individu. Karena pada dasarnya kemampuan
membaca dan menulis sangat erat kaitannya dalam proses belajar.
Kemampuan menulis dan membaca pada umumnya diajarkan pada kelas
persiapan atau permulaan. Kemampuan tersebut diajarakan secara bersamaan atau
secara bertahap sesuai dengan kebijakan institusi penyelenggara pendidikan.
Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang sifatnya
reseptif. Reseptif yang dimaksudkan adalah dengan membaca maka individu akan
memperoleh informasi, ilmu dan pengetahuan serta pengalaman baru yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
dituliskan orang lain. Semua yang diperoleh dengan membaca akan
memungkinkan individu tersebut mampu mempertinggi daya pikir, mempertajam
penalaran dan memperluas wawasannya.
Pada awal anak belajar membaca, mereka menyadari pula, bahwa bahasaujaran yang biasa digunakan dalam percakapan dapat dituangkan dalambentuk lambang tulisan. Mulai saat itu, timbullah kesadaran pada anaktentang perlunya belajar menulis. Dengan demikian, proses belajar menulisterkait erat dengan proses belajar berbicara dan membaca (MulyonoAbdurrahman, 1999: 224).Ketika dalam proses belajar menulis dan membaca, anak mengalami
hambatan dan kesulitan dalam belajar menulis, maka hal ini akan berdampak pada
kemampuan membaca. Mulyono Abdurrahman (1999: 228) menyatakan bahwa
”Disgrafia sering dikaitkan dengan kesulitan belajar membaca atau disleksia
(dyslexia) karena kedua jenis kesulitan tersebut sesungguhnya saling terkait”.
Hornsby (1984 : 9) dalam Mulyono Abdurrahman (1999: 204) mendefinisikan
disleksia tidak hanya kesulitan belajar membaca tetapi juga menulis. Definisi
Hornsby tersebut dapat dipahami karena ada kaitan yang erat antara membaca
dengan menulis. Anak yang berkesulitan membaca umumnya juga kesulitan
menulis.
Anak berkebutuhan khusus—dalam hal ini anak tuna grahita ringan—
memiliki kemampuan akademis yang rendah sehingga berdampak pada
kemampuan untuk belajar dan memperoleh informasi melalui membaca dan
menulis. Smith dkk (2002: 99) dalam Bandi Delphie (2006: 16) menyatakan
bahwa ”Fungsi kognitif, meliputi pengetahuan akademik dasar (seperti
pengetahuan tentang warna), membaca, menulis, fungsi-fungsi pengenalan
terhadap angka, waktu, uang, dan pengukuran”. Kebanyakan anak-anak yang
memiliki masalah pembelajaran juga mengalami masalah disgrafia (Jamila K. A.
Muhammad, 2008: 137).
Anak tuna grahita ringan adalah anak yang memiliki kemampuan
intelektual dibawah rata-rata, kemampuan berfikirnya rendah, perhatian dan daya
ingatnya lemah, dan sukar berfikir abstrak (Mulyono Abdurrahman dan Sudjadi,
1994 : 19). Fungsi kognitif atau kemampuan intelektual pada anak tuna grahita
yang rendah menyebabkan anak kesulitan dalam menerima dan menguasai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
pelajaran yang diberikan oleh guru di sekolah. Kemampuan akademik dalam
penguasaan pelajaran di sekolah tidak terlepas pada kemampuan membaca dan
menulis. Oleh karena itu, dalam pembelajarannya, anak tuna grahita
membutuhkan pelayanan dalam pendidikan yang dapat disesuaikan dengan
kemampuannya.
Sistem pendidikan dan pengajaran anak berkelainan khususnya anak tunagrahita ringan berbeda dengan pendidikan anak normal pada umumnya.Untuk anak tuna grahita ringan lebih bersifat individual, fleksibel, dengancara informal, dan harus bersifat konkrit serta dapat menarik perhatiansehingga membantu mempermudah anak dalam menerima pelajaran(Mohammad Amin, 1999: 155).Pelaksanaan membaca anak tuna grahita pada umumnya rendah, oleh
sebab itu guru perlu mengupayakan berbagai cara agar anak memiliki ketertarikan
belajar membaca. Tersedianya media pembelajaran penting sekali dalam upaya
merangsang perhatian anak, membangkitkan motivasi belajar, membantu
mempermudah pemahaman materi yang diberikan, sehingga meningkatkan
prestasi belajar anak. Dengan demikian kehadiran guru untuk mengarahkan
kegiatan belajar mengajar yang menggunakan media pendidikan sangat
diperlukan. interaksi antara anak dan guru serta media pembelajaran inilah yang
sebenarnya merupakan wujud nyata dari tindak belajar. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka guru dituntut untuk dapat memilih dan menggunakan media
pembelajaran yang tepat dalam mengajar membaca permulaan khususnya bagi
anak tuna grahita ringan karena penyesuaian kemampuan mereka terhadap media
belajar atau metode dalam pembelajaran mereka. Mengingat banyaknya jenis
media dan tidak semua media sama efektifnya untuk semua mata pelajaran. Oleh
karena itu guru sebagai pengelola proses belajar mengajar perlu memperhatikan
cocok tidaknya media yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar.
Kemanfaatan dari media pendidikan yang digunakan secara tepat dalam proses
belajar mengajar sudah tidak diragukan lagi. Di satu sisi hal itu terjadi karena
tidak tersedianya media yang sesuai atau kesalahan guru dalam menggunakan
media yang ada. Di sisi lain sudah menjadi kenyataan bahwa proses belajar
mengajar yang terjadi pada saat ini cenderung memberikan kedudukan guru yang
lebih dominan. Selain itu guru kurang menyadari bahwa media pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
seharusnya merupakan bagian internal dari proses belajar mengajar. Hal ini sesuai
dengan pendapat Arif S. Sadiman (1996: 1) bahwa ”Proses belajar mengajar pada
hakikatnya merupakan proses komunikasi yaitu proses penyampaian pesan dari
sumber pesan melalui sarana atau media tertentu ke penerima pesan”.
Media pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar sangat
beragam baik bentuk dan variasinya, tetapi pada prinsipnya dibagi dalam tiga
kategori yaitu audio, visual dan audio visual. Abjad 8 (alphabet 8s) merupakan
media pembelajaran dalam pendidikan yang tergolong dalam media visual. Paul
E. Dennison (2008: 253) mengemukakan bahwa ”8 Tidur mengajari orang untuk
menggunakan kedua matanya dalam kedua bidang visual, dan karenanya penting
sekali untuk meningkatkan keterampilan membaca”.
Abjad 8 (alphabet 8s) melibatkan menulis huruf-huruf alfabet di dalam
lingkaran yang dibuat oleh 8 Tidur—hanya huruf kecil yang digunakan dan
sebuah 8 Tidur digambar setelah setiap huruf. Tujuannya adalah secara kinestetik
merasakan bahwa huruf-huruf alfabet mula-mula bulat dan berakhir di garis
tengah, atau dimulai dengan garis lurus ke bawah pada garis tengah dan bergerak
ke kanan. 8 Tidur merupakan keseluruhan yang di dalamnya terdapat semua huruf
yang menjadi bagiannya (Paul E. Dennison, 2008: 253-254).
Bentuk 8 telah digunakan selama bertahun-tahun dalam pelatihan di
sekolah-sekolah khusus untuk membantu murid yang menderita ”disleksia” dan
”disgrafia” parah. Dr. Dennison diperkenalkan dengan bentuk 8 untuk menulis
pada suatu program pelatihan intern di lembaganya di California (tahun 1974),
dan segera memasukkannya ke dalam programnya sendiri untuk mengembangkan
koordinasi mata-tangan dan keterampilan visual yang lain. Pembaruan pola
belajar (repatterning) pada murid untuk belajar huruf-huruf merupakan suatu
modifikasi gerakan 8 yang khusus diadaptasi oleh Dr. Dennison (Paul E.
Dennison dan Gail E. Dennison, 2005: 14).
Berdasarkan pengalaman peneliti sebagai guru sekolah luar biasa, dalam
melaksanakan proses belajar mengajar khususnya dalam mengajar menulis dan
membaca, belum menggunakan media pembelajaran yang menyesuaikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
kebutuhan siswa untuk belajar dengan menggunakan kedua matanya dalam kedua
bidang visual yang untuk meningkatkan keterampilan membaca.
Atas dasar latar belakang masalah di atas, penulis akan meneliti lebih jauh
pengaruh penggunaan media pembelajaran berupa abjad 8 (alphabet 8s) untuk
membantu anak tuna grahita yang mengalami kesulitan dalam menulis dan
membaca. Oleh karena itu judul dalam penelitian ini adalah ”Pengaruh Abjad 8
(Alphabet 8s) Dalam Mengatasi Kesulitan Menulis (Dysgraphia) Dan Membaca
(Dyslexia) Anak Tuna Grahita Ringan”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut : Apakah abjad 8 (alphabet 8s) sebagai media belajar
menulis dan membaca berpengaruh dalam mengatasi kesulitan menulis dan
membaca dalam bidang studi Bahasa Indonesia pada anak tuna grahita kelas D6 di
SLB C Setya Darma Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009 ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang diharapkan dalam
penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh abjad 8 (alphabet 8s) sebagai
media belajar menulis dan membaca dalam mengatasi kesulitan menulis dan
membaca dalam bidang studi Bahasa Indonesia pada anak tuna grahita kelas D5 di
SLB C Setya Darma Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
a. Merupakan sumbangan pemikiran dalam dunia pendidikan dan ilmu
pengetahuan pada umumnya dan Pendidikan Luar Biasa pada khususnya
karena pada dasarnya abjad 8 (alphabet 8s) dapat dipelajari oleh siapapun
dengan cara membuatnya yang sederhana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
b. Bagi guru, sebagai bahan wacana mengenai abjad 8 (alphabet 8s) dalam
memberikan pengajaran menulis dan membaca kepada siswa sehingga
kemampuan menulis dan membaca mencapai batas ketuntasan belajar.
c. Bagi orang tua dapat menambah dan memperluas referensi mengenai
masalah yang berkaitan dengan anak tuna grahita ringan yang mengalami
disgrafia dan disleksia.
d. Sebagai wacana bagi peneliti yang akan datang dalam menangani anak
yang mengalami kesulitan membaca (dysgraphia) dan kesulitan membaca
(dyslexia).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Tentang Anak Tuna Grahita
a. Pengertian Anak Tuna Grahita Ringan
Emi Dasiemi (1997: 38) memberikan batasan anak tuna gahita ringan atau
debil yaitu anak yang mempunyai IQ antara 50/55 – 70/75, kurang mampu
mencari nafkah sendiri, namun masih mampu menerima pendidikan atau latihan
meskipun terbatas.
Menurut Munzayanah (1997: 22) anak tuna grahita ringan adalah anak
yang mengalami gangguan dalam perkembangan daya pikir serta seluruh
kepribadiannya sehingga mereka tidak mampu hidup dengan kekuatan sendiri di
dalam masyarakat meskipun dengan cara hidup yang sederhana.
Sedangkan Mohammad Amin (1995: 34) menyatakan bahwa anak tuna
grahita ringan adalah anak yang mengalami hambatan dalam fungsi kecerdasan,
social, emosi, kepribadian dan fungsi mental lain sehingga anak tidak dapt
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diambil suatu pengertian
bahwa anak tuna grahita ringan adalah anak yang mempunyai kecerdasan mental
antara 50/55 – 70/75, mereka masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan
apabila mendapatkan pendidikan dan laithan yang sesuai dengan kemampuannya.
b. Karakteristik Anak Tuna Grahita Ringan
Mohammad Amin (1995 : 37) menyebutkan bahwa karakteristik anak tuna
grahita menurut tingkat ketunagrahitaannya adalah sebagai berikut :
1. Karakteristik Anak Tuna Grahita Ringan
Karakteristik yang tampak pada anak tuna grahita ringan diantaranya adalah
mereka lancar berbicara tapi kurang perbendaharaan kata, mengalami kesukaran
berfikir abstrak tapi masih mampu mengikuti kegiatan akademik dalam batas-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
batas tertentu. Pada umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama
dengan anak umur 12 tahun.
2. . Karakteristik Anak Tuna Grahita Sedang
Karakteristik yang tampak pada anak tuna grahita sedang adalah mereka hampir
tidak bisa mempelajari pelajaran-pelajaran akademik. Mereka umumnya dilatih
untuk merawat diri dan aktifitas sehari-hari. Pada umur dewasa mereka baru
mencapai tingkat kecerdasan yang sama dengan anak umur 7 tahun.
3. Karakteristik Anak Tuna Grahita Berat Dan Sangat Berat
Karakteristik yang tampak pada anak tuna grahita berat dan sangat berat adalah
mereka sepanjang hidupnya akan selalu bergantung pada pertolongan dan bantuan
dari orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri, tidak dapat membedakan
bahaya atau tidak, kurang dapat bercakap-cakap. Kecerdasannya hanya dapat
berkembang paling tinggi seperti anak normal yang berusia 3 atau 4 tahun.
Karakteristik anak tuna grahita yang dikemukakan oleh Munzayanah
(1997: 22) adalah sebagai berikut :
1. Anak Idiota) Mereka tidak dapat bercakap-cakap karena kemampuan berfikirnya rendahb) Tidak mampu mengerjakan atau mengurus dirinya sendiri meskipun diberi
latihanc) Hidupnya seperti bayi yang selalu muhkan perawatan dan pertolongand) Kadang-kadang tingkah lakunya dikuasai oleh gerakan yang berlangsung
dari luar kesadarannya, jadi bersifat otomatise) Jarang mencapai umur panjang karena adanya proses kemunduran organ-
organ didalam tubuhnya (deteriorisasi)2. Anak Imbisil
a) Dapat menggunakan kata-kata yang sederhanab) Dapat dilatih untuk merawat diri sendiric) Dapat dilatih untuk aktifitas hidup sehari-harid) Masih membutuhkan pengawasan orang laine) Sulit mengadakan sosialisasi
3. Anak Debil Atau Morona) Dapat dilatih untuk bermacam-macam tugas yang lebih tinggi atau
kompleksb) Dapat dilatih dalam bidang social atau intelektual dalam batas-batas
tertentu, misalnya membaca, menulis, menghitungc) Dapat dilatih untuk pekerjaan-pekerjaan rutin maupun keterampilan
4. Anak mongolism atau mongoloida) Matanya letaknya miring dan biasanya jarak antara dua mata lebih jauh
bila dibandingkan dengan anak normal, serta mata sipit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
b) Muka datar, bundar dan lebarc) Bibir tebal dan lebard) Lidah panjang dan lebar dsampai biasanya menjulur keluare) Hidung pesek dan pangkal hidung melebarf) Tengkorak dari muka sampai daerah belakang kepala pendek sampai jari
kelima.Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
karakteristik anak tuna grahita ringan masih bisa mengikuti kegiatan akademik
pada batas-batas tertentu tetapi tidak bisa berpikir abstrak, mereka masih dapat
dilatih untuk tugas yang lebih tinggi dan kompleks. Karakteristik anak tuna
grahita sedang adalah mereka hampir tidak bisa mengikuti kegiatan akademik,
pada umumnya mereka dilatih untuk merawat diri sendiri dan kegiatan sehari-hari.
Karakteristik anak tuna grahita berat dan sangat berat adalah mereka tidak dapat
merawat diri sendiri dan hampir tergantung pada bantuan orang lain.
c. Klasifikasi Anak Tuna Grahita
Umumnya sistem sekolah masih menggunakan klasifikasi ringan, sedang,
dan berat, atau debil, imbisil, dan idiot. Klasifikasi tersebut lebih dikenal dengan
istilah tuna grahita atau retardasi mental. Shonkoff (1996) dalam John W.
Santrock (2007: 224-225) menyebutkan bahwa retardasi mental digolongkan
menjadi retardasi mental ringan, moderat, berat dan parah. Sekitar 85 persen
murid dengan retardasi mental termasuk dalam kategori ringan (mild).
Tipe retardasi mental:
1. Ringan, dengan rentang IQ 55 - 70.2. Moderat, dengan rentang IQ 40 - 54.3. Berat, dengan rentang IQ 25 - 39.4. Parah, dengan rentang IQ < 25.
Munzayanah (1997: 20) mengklasifikasikan anak tuna grahita menjadi 5
macam sebagai berikut :
1. Klasifikasi menurut etiologi antara lain :a) Anak tuna grahita karena keturunanb) Anak tuna grahita karena gangguan fisikc) Anak tuna grahita karena kerusakan pada otak
2. Klasifikasi menurut tujuan pendidikannyaa) Anak tuna grahita mampu rawat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
b) Anak tuna grahita mampu latihc) Anak tuna grahita mampu didik
3. Klasifikasi menurut tipe klinisa) Mongol (mongolism, mongolooid)b) Microchephalisc) Cretinisme (kretin, kerdil, cebol)d) Hidrocephalise) Cerebral palsy
4. Klasifikasi dari “The American Psychiatric Association” adalah :a) Mild deficiencyb) Moderate deficiencyc) Severe deficiency
5. Klasifikasi menurut American Association on Mental Deficiency (AAMD)atas dasar tinjauan medika) Penyakit karena infeksib) Penyakit karena intoksitasic) Penyakit karena traumad) Penyakit karena ketergantungan metaboisme, pertumbuhane) Penyakit karena pengaruh hormone
Klasifikasi menurut tipe klinis yang dikemukakan oleh Mohammad Amin
(1995: 27) adalah :
1. Down syndrome2. Cretin3. Hydrocephalus4. Microcephal, macrocephal
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
anak tuna grahita diklasifikasikan atas debil yaitu anak yang masih mampu didik,
imbisil yaitu anak yang mampu rawat, dan idiot yaitu anak yang mampu latih.
d. Faktor Penyebab Tuna Grahita
Anak yang mengalami tuna grahita bisa disebabkan oleh beberapa faktor.
Faktor tersebut bisa berupa secara medis dalam perkembangan saat masih dalam
kandungan, ketika kelahiran dan setelah kelahiran. Berikut ini beberapa factor
yang bisa mempengaruhi anak mengalami tuna grahita.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Menurut Yanet dalam buku “Gangguan Psikiatrik Pada Anak-Anak
Dengan Retardasi Mental” oleh Triman Prasadio (1976: 14), penyebab tuna
grahita digolongkan menjadi dua kelompok :
1. Kelompok Biomedik
a) Prenatal, dapat terjadi karena :
(a) Infeksi pada ibu sewaktu mengandung
(b) Gangguan metabolisme
(c) Irradiasi sewaktu umur kehamilan antara 2 – 6 minggu
(d) Kelainan kromosom
(e) Malnutrisi
b) Natal, antara lain :
(a) Anoxia
(b) Asphysia
(c) Prematuritas dan postmaturitas
(d) Kerusakan otak
c) Postnatal, dapat terjadi karena :
(a) Malnutrisi
(b) Infeksi : mnginitis dan encephalitis
(c) Trauma
2. Kelompok sosiokultural : psikomedik atau lingkungan
Kelompok etiologi ini dipengaruhi oleh proses psikososial dalam keluarga.
Faktor penyebab tuna grahita menurut Mulyono Abdurrachman dan
Sudjaji (1994: 30) adalah :
1. Genetic
a) Kerusakan biokimia
b) Abnormalitas kromosomal
2. Sebab-sebab pada masa prenatal
a) Infeksi rubella (cacar)
b) Faktor resus (Rh)
3. Sebab-sebab pada masa natal :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
a) Luka saat kelahiran
b) Sesak nafas
c) Prematuritas
4. Sebab-sebab pada masa postnatal :
a) Infeksi
b) Encephalitis
c) Meningitis
d) Malnutrisi
5. Faktor-faktor sosiokultural
Faktor-faktor sosiokultural dipengaruhi oleh lingkungan dan budaya yang
berkembang di lingkungan dimana anak bertumbuh dan kembang.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab
terjadinya tuna grahita meliputi :
a) Faktor sebelum lahir (prenatal), yang melip[uti kelukaan pada otak dan
gangguan psikologik
b) Faktor saat lahir (natal), yang meliputi kelukaan pada otak
c) Faktor sesudah lahir (postnatal), penyakit luar yang berakibat infeksi
pada otak
2. Tinjauan Tentang Kesulitan Menulis / Disgrafia (Dysgraphia)
a. Pengertian Kesulitan Menulis / Disgrafia (Dysgraphia)
Beberapa anak usia sekolah yang berada di SLB atau di sekolah reguler
yang memiliki intelegensi normal atau di atas rata-rata, tidak menutup
kemungkinan bahwa mereka mengalami gangguan dalam belajar dalam mata
pelajaran tertentu, salah satunya adalah ketidakmampuan dalam menulis.
Kesulitan belajar menulis sering disebut juga disgrafia (dysgraphia)
(Jordon seperti dikutip oleh Hallahan, Kafman, & Lloyd, 1985: 237). Mulyono
Abdurrahman, (1999: 227) menyatakan bahwa ”Kesulitan belajar menulis yang
berat disebut juga agrafia. Disgrafia menunujuk pada adanya ketidakmampuan
mengingat cara membuat huruf atau simbol-simbol matematika”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Kamus Kedokteran Dorland mendefinisikan disgrafia sebagai
ketidakmampuan untuk menulis secara tepat; mungkin merupakan bagian dari
kelainan bahasa yang disebabkan oleh gangguan pada lobus parietalis atau sistem
motorik. Disebut juga dengan status dysgraphycus (Tim Penerjemah EGC, 1994:
579).
Disgrafia adalah masalah pembelajaran spesifik yang berdampak terhadap
kesulitan dalam menyampaikan hal yang ada dalam pikiran dalam bentuk tulisan,
yang akhirnya malah menyebabkan tulisannya menjadi buruk (Jamila K. A.
Muhammad, 2008: 137).
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kesulitan menulis /
disgrafia (dysgraphia) adalah ketidakmampuan individu dalam proses belajar
menulis huruf.
b. Karakteristik Anak Berkesulitan Menulis / Disgrafia (Dysgraphia)
Anak yang mengalami gangguan dalam belajar sering kali mendapatkan
kesulitan dalam belajar menulis. Mereka sering kali menulis dengan lambat dan
kesalahan ejaan karena ketidakmampuan mereka dalam menyesuaikan huruf
dengan bunyinya. Berikut ini beberapa penjelasannya.
Jamila K. A. Muhammad (2008: 138) menyebutkan bahwa tanda-tanda
masalah disgrafia adalah sebagai berikut :
1. Anak-anak dapat berkomunikasi dengan baik tetapi menghadapi masalahdalam kemampuan menulis.
2. Menggunakan tanda baca yang tidak benar, ejaan yang salah, mengulangkalimat atau perkataan yang sama.
3. Salah dalam mengartikan pertanyaan yang diberikan.4. Sulit menulis nomor menurut urutannya.5. Tidak konsisten dalam membuat tuisan yang bervariasi dalam kemiringan
huruf dan ukuran tulisan.6. Kalimat atau kata tidak ditulis lengkap, sering terdapat huruf atau kata
yang terlewat.7. Garis dan batas halaman kertas tidak sama antara satu halaman dan
halaman yang lain.8. Jarak antar-kata tidak konsisten.9. Menggenggam alat tulis sangat erat, biasanya mereka menulis dengan
bertumpu pada pangkal lengan dan memegang pensil hingga menempelkertas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
10. Sering berbicara sendiri saat menulis.11. Selalu memerhatikan tangan yang sedang menulis.12. Lambat dalam menulis.
Paul E. Dennison dan Gail E. Dennison dalam bukunya yang berjudul
Edu-K for Kids (2004: 39) mengilustrasikan anak yang mengalami kesulitan
menulis atau disgrafia sebagai berikut :
Gambar 1. Ilustrasi tentang anak yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia).
Dalam ilustrasi tersebut di atas menggambarkan seorang anak yang sedang
menyalin tulisan yang tertulis pada papan tulis. Tulisan yang berbunyi ”Ada beda
badak dengan kuda nil” pada papan tulis, disalin oleh anak pada bukunya
dengan tulisan ”Aba deba dabak bengan kuba nil”. Hal itu menunjukkan bahwa
anak tersebut tidak dapat membedakan antara huruf ”b” dan ”d” yang mempunyai
bentuk hampir serupa. Tulisan tidak ditulis atau disalin pada buku tidak sesuai
dengan tulisan yang sudah tertera pada papan tulis. Selain itu, anak juga
mengalami kesalahan saat membaca tulisan tersebut ketika akan ditulis pada buku,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
hal ini menunjukkan bahwa kemampuan menulis dan membaca saling terkait satu
dengan yang lainnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak yang
mengalami kesulitan memiliki karakteristik dapat berkomunikasi dengan baik
tetapi mengalami kesulitan menulis yang diantaranya dalam penggunaan tanda
baca, ejaan, kata atau kalimat yang ditulis tidak lengkap sebagaimana mestinya
dengan terdapatnya huruf atau kata yang terlewat.
3. Tinjauan Tentang Kesulitan Membaca / Disleksia (Dyslexia)
a. Pengertian Kesulitan Membaca / Disleksia (Dyslexia)
Kesulitan belajar membaca sering disebut juga disleksia (dyslexia).
Perkataan disleksia berasal dari Yunani yang artinya “kesulitan membaca.” Ada
nama-nama lain yang menunjuk kesulitan belajar membaca, yaitu corrective
readers (Hallahan, Kaufman, & Lloyd, 1985 : 202); sedangkan kesulitan belajar
membaca yang berat sering disebut aleksia (alexia) (Lerner : 1981 : 295).
Kamus Kedokteran Dorland mendefinisikan disleksia sebagai
ketidakmampuan untuk membaca secara mengerti oleh karena lesi sentral (Tim
Penerjemah EGC, 1994 : 580).
Istilah lain yang digunakan untuk merujuk pada disleksia adalah buta
huruf atau alexia. Perkataan disleksia berasal dari bahasa Yunani yaitu “dys” dan
“lexia”. “dys” berarti kesulitan sedangkan “lexia” berarti kata. Disleksia
didefinisikan sebagai ketidakmampuan dalam memperoleh pengetahuan dari
proses pembelajaran akibat kesulitan dalam menafsirkan kalimat (Jamila K. A.
Muhammad, 2008 : 140).
Bryan dan Bryan seperti dikutip oleh Mercer (1979 : 200) dalam Mulyono
Abdurrahman (1999 : 204) mendefinisikan disleksia sebagai suatu sindroma
kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat,
mengintegrasikan komponen-komponen kata dan kalimat, dan dalam belajar
segala sesuatu yang berkenaan dengan waktu, arah, dan masa. Hornsby (1984 : 9)
dalam Mulyono Abdurrahman (1999 : 204) mendefinisikan disleksia tidak hanya
kesulitan belajar membaca tetapi juga menulis. Definisi Hornsby tersebut dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
dipahami karena ada kaitan yang erat antara membaca dengan menulis. Anak
yang berkesulitan membaca umumnya juga kesulitan menulis.
Jovita maria ferliana dalam Lisa Weinstein (2007 : xxiv) mengemukakan
beahwa disleksia sering kita kenal dengan ketidakmampuan mengenal huruf dan
suku kata dalam bentuk tertulis. Atau dengan kata lain, ketidakmampuan dalam
membaca.
Ketidakmampuan dalam membaca juga berkaitan erat dengan kesulitan
menulis, hal senada dikemukakan oleh Jovita Merliana Ferliana dalam Lisa
Weinstein (2007 : xxiv) :
Penderita disleksia sebenarnya mangalami kesulitan membedakan bunyifonetik yang menyusun sebuah kata. Mereka bisa menangkap kata-kata tersebutdengan indera pendengarnya. Namun, ketika harus menuliskannya pada selembarkertas, mereka mengalami kesulitan harus menuliskannya dengan huruf-hurufyang mana saja. Dengan demikian, dia juga kesulitan menuliskan apa yang iainginkan ke dalam kalimat-kalimat panjang secara akurat.
Anak-anak penderita disleksia adalah anak-anak yang menghadapi
kesulitan dalam membaca, menulis dan mengeja. Tetapi tidak banyak anak-anak
yang tidak menyadari hal ini dan yang dirugikan adalah mereka sendiri karena
dianggap sebagai anak yang malas, bodoh, dan lamban (Jamila K. A. Muhammad,
2008 : 140).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak
berkesulitan membaca atau disleksia adalah anak yang mengalami kesulitan dalam
belajar membaca, menulis dan mengeja serta kesulitan dalam mempelajari
komponen-komponen kata dan kalimat, mengintegrasikan komponen-komponen
kata dan kalimat, dan dalam belajar segala sesuatu yang berkenaan dengan waktu,
arah, dan masa.
b. Karakteristik Anak Berkesulitan Membaca / Disleksia (Dyslexia)
Kebanyakan anak-anak disleksia tidak dapat mengimbangi daya ingat akan
huruf dengan perkataan dan menghadapi masalah dalam mnegingat bentuk huruf,
bunyi huruf, dan gabungan kata. Beberapa huruf yang sering emnjadi masalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
bagi mereka adalah huruf b dan d, dan kata-kata lain yang hamper sama ejaannya
(Jamila K. A. Muhammad, 2008 : 142).
Ott (1997) dalam Jamila K. A. Muhammad (2008 : 142) menguraikan ciri-
ciri anak-anak disleksia sebagai berikut :
1. UmumSecara umum, anak yang mengalami kesulitan membaca dapat
digambarkan bahwa perkembangan penuturan dan bahasa lambat, kemampuanmengeja lemah, kemampuan membaca lemah, keliru membedakan kata yanghampir sama, sulit mengikuti arahan, sulit dalam menyalin tulisan, sulitmelewati jalan yang memiliki banyak belokan.
2. Pengamatan dan tingkah lakuCiri-ciri yang terlihat pada anak berkesulitan menulis juga dapat
diamati dari tingkah laku yang ada, seperti halnya salah jika menentukan arah,bingung untuk menentukan waktu, sering merasa tertekan, sering salah dalammemakaikan sepatu pada kaki yang benar, kemampuan untuk mandiri yangrendah.
3. Koordinasi antara pandangan dengan penglihatanSecara fisik, karakteristik yang muncul pada anak berkesulitan
mumbaca dapat diamati berdasarkan koordinasi antara pandangan denganpenglihatan diantaranya sulit mengeja dengan benar, sering melupakan hurufyang ada pada awal kata, sering menambah huruf pada akhir kata, bermasalahdalam penyusunan huruf, sulit dalam memahami perkataan, daya ingat lemah,sulit membuat abstraksi terhadap suatu kata.
4. Kemampuan motorikKarakteristik anak berkesulitan belajar, secara motorik dapat diamati
dengan adanya koordinasi yang lemah, selalu menggerakkan tangan denganterlampau cepat, lambat dalam menulis, tulisan buruk dan sulit dibaca, sulitmemegang pensil dengan benar, kesulitan dalam menggunakan gunting, sulitmenjaga keseimbangan badan, sulit untuk menendang dengan benar, sulituntuk menaiki tangga dengan benar.
Menurut Mercer C (1983: 309) ada empat kelompok karakteristik
kesulitan belajar membaca, yaitu berkenaan dengan :
1. Kebiasaan membaca2. Kekeliruan mengenal kata3. Kekeliruan pemahaman4. Gejala-gejala serbaneka.
Jovita Merliana Ferliana dalam Lisa Weinstein (2007: xxvi)
mengemukakan bahwa kekurangan anak disleksia dalam membaca adalah sebagai
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
1. Membaca dengan amat lamban dan terkesan tidak yakin atas apa yang iaucapkan.
2. Menggunakan jarinya untuk mengikuti pandangan matanya yang beranjakdari satu teks ke teks berikutnya.
3. Melewatkan beberapa suku kata, kata, fraa, bahkan baris-baris dalam teksyang dibaca.
4. Menambahkan kata-kata atau frasa-frasa yang tidak ada dalam teks yangdibaca.
5. Membolak-balik susunan huruf atau suku kata dengan memasukkan huruf-huruf lain.
6. Salah melafalkan kata-kata yang sedang ia baca walalupun kata-katatersebut sudah akrab.
7. Mengganti suku kata dengan kata lainnya sekalipun kata yang digantitidak memiliki arti penting dalam teks yang dibaca.
8. Membuat kata-kata sendiri yang tidak memiliki arti.9. Mengabaikan tanda-tanda baca.
Menurut Mulyono Abdurrahman (1999: 205) anak berkesulitan membaca
sering mengalami kekeliruan dalam mengenal kata. Kekeliruan jenis ini
mencakup penglihatan, penyisipan, penggantian, pembalikan, salah ucap,
pengubahan tempat, tidak mengenal kata, dan tersentak-sentak.
Pendapat Vernon yang juga dikutip oleh Hargrove dan Poteet (1984: 164)
dalam Mulyono Abdurrahman (1999: 206) mengemukakan perilaku anak
berkesulitan belajar membaca sebagai berikut :
1. Memiliki kekurangan dalam diskriminasi penglihatan2. Tidak mampu menganalisis kata menjadi huruf-huruf3. Memiliki kekurangan dalam memori visual4. Memiliki kekurangan dalam melakukan diskriminasi auditoris5. Tidak mampu memahami simbol bunyi6. Kurang mampu mengintegrasikan penglihatan dengan pendengaran7. Kesulitan dalam mempelajari asosiasi simbol-simbol ireguler (khusus
yang berbahasa inggris)8. Kesulitan dalam mengurutkan kata-kata dan huruf-huruf9. Membaca kata demi kata10. Kurang memiliki kemampuan dalam berpikir konseptual.
Perilaku lain yang biasa dilakukan oleh anak yang mengalami disleksia
muncul ketika belajar menulis (Jovita Merliana Ferliana dalam Lisa Weinstein,
2007: xxvi-xxvii) adalah sebagai berikut :
1. Menuliskan huruf-huruf dengan urutan yang salah dalam sebuah kata.2. Tidak menuliskan sejumlah huruf dalam kata-kata yang ingin ia tulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
3. Menambahkan huruf-huruf pada kata-kata yang ia tulis.4. Mengganti satu huruf dengan huruf lainnya, sekalipun bunyi huruf-huruf
tersebut tidak sama.5. Menuliskan sederetan huruf yang tidak memiliki hubungan sama sekali
dengan bunyi kata-kata yang ingin di atuliskan.6. Mengabaikan tanda-tanda baca yang terdapat dalam teks-teks yang sedang
ia baca.Berdasarkan beberapa uraian tersebut dapat kita simpulkan bahwa perilaku
atau karakteristik anak yang mengalami disleksia dapat diamati secara fisik yang
terlihat pada motoriknya, koordinasi penglihatan dan pengamatan tingkah laku
dalam kemampuan menulis mengalami hambatan dalam proses menulis yang
sedang dilakukannya.
c. Jenis-Jenis Anak Berkesulitan Membaca / Disleksia (Dyslexia)
Anak yang mengalami kesulitan dalam belajar membaca, beberapa
diantaranya mengalami gangguan dalam penglihatannya atau pendengarannya, hal
ini bukan karena mereka mengalami gangguan pada mata yang mengharuskan
mereka menggunakan bantuan kacamata untuk membaca atau gangguan pada
telinga yang mengharuskan mereka menggunakan bantuan alat bantu dengar,
melainkan gangguan berupa koordinasi penglihatan atau pendengaran yang
berhubungan dengan kemampuan akademis dalam mengingat hal yang dilihatnya
atau mengenal bunyi dalam kata.
Menurut Jamila K. A. Muhammad (2008: 141) disleksia dapat dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu :
1. Disleksia visual
Disleksia visual berkaitan dengan masalah anak-anak dalam menggunakan
indera penglihatan. Walaupun anak-anak tersebut dapat melihat dengan
baik, ia tidak dapat membedakan, menginterpretasi, dan mengingat hal
yang dilihatnya.
2. Disleksia auditoris
Disleksia auditoris berkaitan dengan masalah anak-anak dalam
menggunakan indera pendengaran. Walaupun anak-anak tersebut dapat
mendengar, ia mengalami kesulitan dalam membedakan bunyi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
menyimpulkan kesamaan dan perbedaannya, mengenal dengan baik bunyi
perkataan, dan juga bermasalah dalam membagi perkataan dalam
kelompok suku kata.
3. Disleksia visual-auditoris
Anak-anak dalam kategori ini berada pada tahap yang agak serius karena
kedua inderanya, yaitu penglihatan dan pendengaran, tidak dapat
membantunya menginterpretasikan apa yang dilihat dan didengarnya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, jenis anak berkesulitan membaca dapat
dibedakan antara lain disleksia visual yang berkaitan dengan kemampuan
penglihatan dalam proses menulis, disleksia auditoris yang berkaitan dengan
kemampuan pendengaran dalam proses menulis, dan disleksia visual-auditoris
yang berkaitan dengan kemampuan penglihatan dan pendengaran dalam proses
menulis.
4. Tinjauan Tentang Media Pendidikan
a. Pengertian Media Pendidikan
Secara harfiah media berasal dari bahasa Latin yaitu bentuk jamak dari
medium yang berarti perantara atau segala sesuatu yang membawa atau
menyalurkan informasi antara sumber dan penerima.
Menurut Koyok dan Zulkarnaen seperti dikutip Imam Supadi (1987: 18)
mengartikan media sebagai suatu yang dapat menyalurkan pesan yang dapat
merangsang pikiran, perasaan dan kemauan seseorang sehingga dapat mendorong
terciptanya proses belajar mengajar pada dirinya.
Menurut Oemar Hamalik (1982: 23) “media pendidikan adalah alat,
metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan
komunikasi dan interaksi antara guru dan anak didik dalam proses pendidikan dan
pengajran di sekolah”.
Berdasarkan ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media
pendidikan adalah bahan atau materi yang dituangkan ke dalam peralatan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
dapat menyimpan dan menyalurkan informasi atau kesan yang dikandungnya
kepada penerima untuk tujuan pendidikan atau pengajaran.
Media pendidikan yang dimaksud dalam hal ini adalah abjad 8 (alphabet
8s), sebagai alat untuk menyampaikan informasi dari guru sebagai penyampai
kepada siswa sebagai penerima agar apa yang disampaikan dapat dipahami oleh
siswa sesuai dengan yang diharapkan.
b. Fungsi Dan Manfaat Media Pendidikan
Media pendidikan sangat penting dalam proses belajar mengajar
mengingat fungsi pendidikan yang sangat strategis bagi kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam hal ini mengenai penyampaian materi belajar
melalui media pendidikan. Sebagaimana diungkapkan oleh Roestijah NK (1982:
29) yang menyatakan bahwa media pendidikan mempunyai fungsi sebagai
berikut:
1. Fungsi EdukatifMedia pendidikan dapat memberi pengaruh baik yang mengandung nilai-nilai pendidikan.
2. Fungsi SosialMelalui media pendidikan hubungan antara anak didik akan lebih baik,sebab mereka secara gotong royong dapat bersama-sama menggunakanmedia tersebut.
3. Fungsi EkonomisDengan satu macam alat, media pendidikan sudah dapat dinikmati olehsejumlah anak didik dan dapat dipergunakan sepenjang waktu.
4. Fungsi PolitisDengan media pendidikan maka sumber pendidikan dari pusat akansampai ke sekolah-sekolah.
5. Fungsi Seni BudayaDengan adanya media pendidikan berarti kita dapat mengenal bermacam-macam hasil budaya manusia sehingga pengetahuan anak tentang nilai-nilai budaya manusia makin bertambah luas.
Media pendidikan yang digunakan dalam proses belajar mengajar
mempunyai manfaat. Adapun nilai atau manfaat media pendidikan menurut
pendapat Roestijah. NK (1982: 70) adalah sebagai berikut :
1. Menambah dan meningkatkan pengetahuan anak2. Mencegah verbalisme
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
3. Memberikan pengalaman yang nyata dan langsung4. Membantu menumbuhkan pikiran pengertian yang teratur dan sistematis5. Mengembangkan sikap eksploratif6. Berorientasi pada lingkungan dan memberi kemanfaatan dalam
pengamatan7. Mengembangkan motivasi kegiatan belajar serta memberikan pengalaman
yang menyeluruh.
Dengan melihat pada fungsi, nilai atau manfaat media pendidikan Oemar
Hamalik (1982: 27) mengemukakan bahwa terdapat pula sejumlah nilai atau
manfaat praktis dari media pendidikan yaitu sebagai berikut :
1. Media pendidikan melampaui batas pengalaman pribadi anak didik2. Media pendidikan melampaui batas ruang dan waktu3. Media pendidikan memberikan informasi atau kesamaan dalam
pengamatan4. Media pendidikan memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara
siswa dan lingkungan5. Media pendidikan akan memberikan pengertian atau konsep yang
sebenarnya secara realistis dan teliti6. Media pendidikan membangkitkan keinginan dan minat-minat baru7. Media pendidikan membangkitkan motivasi dan merangsang anak didik8. Media pendidikan memiliki pengalaman yang menyeluruh
Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan para ahli tersebut
dapat disimpulkan bahwa media pendidikan yang dalam hal ini abjad 8 (alphabet
8s) mempunyai kelebihan dalam membantu proses belajar membaca terhadap
anak didik yaitu :
1. Memberikan pengalaman yang nyata dan langsung
2. Menambah dan merangsang perhatian anak
3. Memberikan motivasi kegiatan belajar dan merangsang kegiatan anak
4. Membantu anak memahami isi cerita
5. Lebih ekonomis dengan satu media pembelajaran, dapat dipakai oleh
sejumlah anak didik dan dapat digunakan sepanjang waktu
c. Klasifikasi Media Pendidikan
Klasifikasi media pendidikan menurut Koyok dan Zulkarnaen seperti yang
dikutip Imam Supadi (1987: 21) adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
1. Media visual, terdiri dari gambar atau foto, sketsa, diagram, chart, grafik,
peta dan globe.
2. Media auditif (dengar), terdiri dari radio magnetic, tape recorder, dan
laboratorium bahasa.
3. Projector slide media, antara lain terdiri dari slide, film, OHP.
Sedangkan klasifikasi media pendidikan menurut Amir Hamzah Sulaiman
(1985: 27) adalah sebagai berikut :
1. Media audio, yaitu alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi seperti casset,
tape recorder, dan radio.
2. Media visual, yaitu alat-alat yang dapat memperlihatkan bentuk dan rupa,
yakni kita kenal sebagai alat peraga, media visual ini terbagi atas :
a) Media visual dua dimensi yang meliputi :
(1) Media visual dua dimensi pada bidang yang tidak transparan,
seperti gambar-gambar, lembaran balik, wayang beber, grafik,
poster, foto, dan lain-lain.
(2) Media visual dua dimensi pada bidang yang transparan, seperti
slide, film, strip, dan lembaran transparansi.
b) Media visual tiga dimensi
3. Media audio visual, yaitu alat-alat yang dapat menghasilkan rupa dan
suara dalam satu unit misalnya TV dan film suara.
Berdasarkan kedua pendapat diatas maka diketahui bahwa posisi abjad 8
(alphabet 8s) dalam klasifikasi pendidikan terdapat dalam kelompok media visual
dua dimensi pada bidang yang tidak transparan.
5. Tinjauan Tentang Abjad 8 (Alphabet 8s)
a. Latar Belakang Abjad 8 (Alphabet 8s)
Abjad 8 mengadaptasi dari bentuk 8 Tidur sebagai tempat meletakkan
huruf kecil dari a ke t (huruf-huruf ini berkembang dari sistem Arab; huruf u
sampai z dari abjad Romawi). Aktivitas ini mengintegrasikan gerakan yang
menyangkut pembentukan huruf-huruf, memampukan penulisnya untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
menyebrangi garis tengah visual tanpa mengalami kebingungan. Setiap huruf
secara jelas ditempatkan pada salah satu sisi, kiri atau kanan dari garis tengah.
Banyak huruf mulai atau berakhir dengan menulis garis ke bawah. Bagi
kebanyakan murid, penulisan huruf kecil membaik maka tulisan tangan pun
umumnya juga lebih mudah (Paul E. Dennison et al, 2005: 13).
Gambar 2. Bentuk alphabet 8s yang digambarkan menurut belahan otakmanusia.
(Paul E. Dennison et al, 2004 : 40).
b. Fungsi Abjad 8 (alphabet 8s)
Menurut Paul E. Dennison et al (2005: 14) abjad 8 (alphabet 8s) memiliki
fungsi sebagai berikut :
1. Mengaktifkan otak untuk :a) Menyebrangi garis tengah kinestetik-perabaan untuk menulis dengan
dua sisi otak pada bidang tengahb) Meningktakan kesadaran periferc) Koordinasi mata-tangand) Mengenali dan membedakan simbol atau huruf
2. Kemampuan akademika) Kemampuan gerakan motorik-halusb) Kemampuan menulis indahc) Menulis miringd) Mengejae) Menulis kreatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
3. Hubungan perilaku dan sikap tubuha) Pada saat menulis mata, tengkuk, bahu, dan pergelangan tangan lebih
relaksb) Meningkatkan konsenterasi saat menulisc) Lebih terampil dalam kegiatan yang melibatkan koordinasi mata-
tangan
8 Tidur mengajari orang untuk menggunakan kedua matanya dalam kedua
bidang visual, dan karenanya penting sekali untuk meningkatkan ketrampilan
membaca (Paul E. Dennison, 2008: 253). Selain itu, 8 Tidur mengajarkan
perhatian visual dan memperbaiki keterampilan motilitas (kapasitas untuk
membuat gerakan) yang berhubungan dengan penglihatan yang dibutuhkan untuk
membaca (Paul E. Dennison, 2008: 253).
Gambar 3. Bentuk 8 Tidur yang diperagakan.( Paul E. Dennison et al, 2005: 10)
Abjad 8 melibatkan menulis huruf-huruf alfabet di dalam lingkaran yang
dibuat oleh 8 Tidur—hanya huruf kecil yang digunakan dan sebuah 8 tidur
digambar setelah setiap huruf. Tujuannya adalah secara kinestetik merasakan
bahwa huruf-huruf alfabet mula-mula bulat dan berakhir di garis tengah, atau
dimulai dengan garis lurus ke bawah pada garis tengah dan bergerak ke kanan. 8
Tidur merupakan keseluruhan yang di dalamnya terdapat semua huruf yang
menjadi bagiannya (Paul E. Dennison, 2008: 254).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Gambar 4. Bentuk abjad 8 (alphabet 8s) yang terkandung huruf yangmenjadi bagiannya.
(Paul E. Dennison et al, 2005: 14).
B. KERANGKA BERPIKIR
Kerangka berpikir dalam sebuah penelitian sangat penting artinya, karena
akan dapat memberikan gambaran hubungan antara variabel yang diteliti. Adapun
kerangka berpikir yang penulis kemukakan adalah sebagai berikut :
1. Anak tuna grahita ringan adalah anak yang memiliki kecerdasan yang
rendah sehingga sangat perlu untuk diberikan pelayanan khusus.
2. Fungsi kognitif sangat erat kaitannya dengan kemampuan membaca dan
menulis pada anak untuk mendukung proses belajar. Tetapi anak tuna
grahita ringan memiliki kecerdasan yang rendah sehingga berdampak pada
fungsi kognitifnya.
3. Dengan kemampuan dasar yang dimiliki anak tuna grahita apabila diberi
kesempatan dan penanganan yang tepat, maka akan dapat mencapai hasil
belajar seperti yang maksimal sesuai kemampuannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
4. Dengan penerapan penggunaan abjad 8 (alphabet 8s) sebagai media
belajar membaca dan menulis, diharapkan dapat mengatasi kesulitan
menulis (dysgraphia) dan membaca (dyslexia) pada anak tuna grahita
ringan.
Kerangka pemecahan masalah dan gambaran pola pemecahannya adalah
sebagai berikut :
Diskusi Penerapan metodepemecahan masalah abjad 8 (alphabet 8s)
Evaluasi Efek
Gambar 5. Kerangka Berfikir Penelitian
Keadaan Sekarang Perlakuan Hasil Keluaran
Anak tuna grahitaringan dengankesulitan membaca(dyslexia) dankesulitan menulis(dysgraphia) denganhasil pembelajaranBahasa Indonesiarendah
1. Pelatihanpembelajaran abjad8 (alphabet 8s)
2. Simulasipembelajaran abjad8 (alphabet 8s)
Anak tuna grahitaringandengan kesulitanmembaca (dyslexia)dan kesulitanmenulis(dysgraphia) denganhasil pembelajaranBahasa Indonesiayang meningkatsehinggakesulitannya teratasi
Evaluasi Awal Evaluasi Akhir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
C. HIPOTESIS
Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap suatu penelitian,
yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris (Sumadi Suryabrata, 2003 :
21). Berdasarkan tinjauan teori di atas dalam penelitian ini terdapat hipotesis yang
akan dibuktikan, hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Dengan diterapkan model abjad 8 (alphabet 8s) sebagai media belajar
menulis dan membaca berpengaruh positif terhadap peningkatan
kemampuan menulis dan membaca bidang studi Bahasa Indonesia pada
anak tuna grahita yang mengalami kesulitan membaca (dyslexia) dan
kesulitan menulis (dysgraphia).
2. Dengan diterapkan model abjad 8 (alphabet 8s) sebagai media belajar
menulis dan membaca, dapat mengatasi kesulitan membaca (dyslexia) dan
kesulitan menulis (dysgraphia) yang dialami anak tuna grahita ringan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
BAB III
METODE PENELITIAN
Untuk mendapatkan kebenaran dari suatu hasil penelitian diperlukan
adanya metodologi yang tepat. Metodologi juga berfungsi untuk mengarahkan
proses berpikir agar penelitian menghasilkan kebenaran yang obyektif dan dapat
mengantarkan peneliti kearah tujuan yang diinginkan yaitu hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan.
Dengan berorientasi pada judul penelitian, maka metode yang penulis
gunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan. (action
research). Paul Suparno (2007: 5) menerangkan bahwa “Secara umum, riset
tindakan dimaksudkan sebagai riset yang dilakukan oleh seseorang yang sedang
praktik dalam suatu pekerjaan, untuk digunakan dalam pengembangan pekerjaan
itu sendiri”. Dalam hal ini seseorang yang dimaksudkan sedang praktik dalam
suatu pekerjaan adalah penulis yang bertindak sebagai pengajar. Praktik yang
dilakukan saat mengajar bertujuan untuk mengembangkan kemampauan siswa
dalam pelajaran tertentu.
Kemmis dan McTaggart (1988, dalam Kemmis, 1997) dalam Paul
Suparno (2007: 6) menjelaskan bahwa:
“Riset tindakan sebagai bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan olehpara partisan dalam situasi sosial dengan tujuan untuk memajukanproduktivitas, rasionalitas, keadilan pada persoalan social, atau praktikpendidikan. Partisipannya adalah guru, siswa, kepala sekolah, orang tua,anggota masyarakat. Dalam dunia pendidikan, riset tindakan digunakandalam pengembangan kurikulum, profesi, program sekolah, perencanaan,dan kebijakan sekolah.”Kemajuan praktik pendidikan yang ingin dicapai penulis adalah
kemampuan siswa dalam menulis dan membaca, yang menjadi partisipan
diantaranya penulis, siswa, guru kelas, dan kepala sekolah.
Dalam Zainal Aqib (2006: 19) menyebutkan bahwa terdapat empat jenis
penelitian tindakan kelas, yaitu sebagai berikut.
1. Penelitian Tindakan Kelas Diagnostik.
2. Penelitian Tindakan Kelas Partisipatori.
3. Penelitian Tindakan Kelas Empiris.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
4. Penelitian Tindakan Kelas Eksperimental (Chein, 1990).
Zainal Aqib (2006: 20) mengungkapkan bahwa suatu penelitian dikatakan
sebagai PTK partisipan apabila peneliti terlibat langsung didalam proses
penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian yang berupa laporan. Dengan
demikian, sejak perencanaan penelitian peneliti senantiasa terlibat dalam proses
belajar mengajar, selanjutnya peneliti memantau, mencatat, dan mengumpulkan
data, lalu menganalisis data serta berakhir dengan melaporkan hasil penelitiannya.
Di dalam kaitannnya dengan kegiatan belajar-mengajar, dimungkinkan
terdapat lebih dari satu strategi atau teknik yang diterapkan untuk mencapai suatu
tujuan instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini diharapkan peneliti dapat
menentukan cara mana yang paling efektif dan efisien dalam rangka mencapai
tujuan pengajaran. Cara yang diguakan peneliti dalam pembelajaran yang
bertujuan untuk mengatasi atau setidaknya mengurangi kesulitan menulis
(dysgraphia) dan kesulitan membaca (dyslexia) adalah dengan memberikan
perlakuan abjad 8 (alphabet 8s) kepada siswa tersebut yang mengalami hal itu.
Zainal Aqib (2006: 20) menjelaskan bahwa yang dikategorikan sebagai PTK
eksperimen ialah apabila PTK diselenggarakan dengan berupaya menerapkan
berbagai teknik atau strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatan
belajar-mengajar
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian
tindakan kelas merupakan bagian dari penelitian tindakan (action research).
Penelitian tindakan yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian tindakan kelas
yang jenis partisipan dan eksperimen. Dimana abjad 8 (alphabet 8s) digunakan
untuk mengatasi atau setidaknya mengurangi kesulitan menulis (dysgraphia) dan
kesulitan membaca (dyslexia) pada siswa. Dalam konteks pendidikian, penelitian
tindakan kelas diartikan sebagai bentuk kegiatan refleksi diri yang dilakukan oleh
pengajar/guru dalam situasi kependidikan yang digunakan untuk perencanaan dan
pengembangan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu praktik pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
A. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Dalam memperoleh data sebagai pemecahan masalah yang diajukan,
peneliti akan melaksanakan penelitiannya di SLB – C Setya Darma Surakarta
yang beralamat di Jl. Mr. Sartono No. 32 Cengklik Surakarta dengan
pertimbangan sebagai berikut:
a. Di SLB – C Setya Darma Surakarta terdapat data yang diperlukan peneliti,
sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai lokasi penelitian.
b. Lokasi SLB – C Setya Darma Surakarta cukup strategis dilihat dari segi
transportasi dengan banyaknya sarana transportasi yang melewati daerah
tersebut.
2. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada awal semester II Tahun Ajaran
2009/2010, yaitu bulan Januari sampai dengan bulan Februari 2010. penentuan
waktu penelitian mengacu pada kalender akademik sekolah, karena penelitian
tindakan memerlukakn beberapa siklus yang membutuhkan proses belajar
mengajar yang efektif.
3. Siklus Penelitian Tindakan
Penelitian tindakan ini dilaksanakan melalui tiga siklus untuk setiap
kompetensi dasar untuk melihat peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa
dalam mengikuti mata pelajaran Bahasa Indonesia melalui pembelajaran abjad 8
(alphabet 8s). Dalam penelitian ini terdapat dua kompetensi dasar, jadi
keseluruhan ada enam siklus dan pre tes-post tes.
B. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang penulis jadikan subjek penelitian adalah anak
tuna grahita dengan kesulitan menulis (digraphia) dan kesulitan membaca
(dyslexia) di kelas 6 SLB – C Setya Darma Surakarta yang berjumlah 6 siswa
dengan komposisi 4 siswa.laki-laki dan 2 siswa perempuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
C. Data dan Sumber Data
Data yang diperoleh sebagai sumber data didapatkan dari :
1. Siswa
Data yang berasal dari siswa dimaksudkan untuk mendapatkan data
tentang hasil belajar bidang studi Bahasa Indonesia dalam kemampuan
belajar menulis dan membaca serta aktivitas siswa dalam proses
belajar mengajar.
2. Guru
Data yang berasal dari guru (penulis sebagai peneliti) bertujuan untuk
mengukur tingkat keberhasilan implementasi pembelajaran abjad 8
(alphabet 8s), hasil pembelajaran serta aktivitas siswa dalam proses
belajar mengajar.
3. Teman Sejawat atau Kolabolator
Teman sejawat dan kolabolator dimaksudkan sebagai sumber data
untuk melihat implementasi penelitian tindakan kelas secara
komprehensif, baik dari sisi siswa maupun guru (penulis sebagai
peneliti). Teman sejawat dalam penelitian ini adalah guru kelas yang
mengetahui keadaan siswa dan kelas yang diajar sejauh ini. Sedangkan
yang menjadi kolabolator dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah.
Selain yang disebutkan diatas, sumber data yang digunakan, baik sebagai
data utama maupun pendukung dalam penelitian ini adalah :
1. Dokumen (catatan hasil belajar dan portofolio)
2. Laporan pengamatan
3. Tes
4. Video atau foto
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Tes
Teknik pengumpulan data cenderung lebih bersifat mencari tujuan yang
diharapkan (purposive) karena dipandang lebih mampu menangkap kelengkapan
dan kedalaman data didalam menghadapi realitas yang tidak tunggal. Pelaksanaan
penelitian tindakan ini dibantu dengan tes untuk mengumpulkan data yang
diperlukan dalam penelitian ini. Tes dilakukan sebelum melakukan intervensi
dalam mengatasi kesulitan menulis (dysgraphia) dan kesulitan membaca
(dyslexia) yang dialami oleh anak tuna grahita ringan, kemudian diberi perlakuan
dengan menggunakan abjad 8 (alphabet 8s) sebanyak 3 kali dan tes setelah anak
mendapatkan intervensi dengan menggunakan abjad 8 (alphabet 8s). Tes tersebut
adalah tes tertulis dengan pengamatan dari peneliti.
Suharsimi Arikunto (1996: 138) mengemukakan bahwa ”Tes adalah
serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur
ketrampilan yang dimiliki oleh individu atau kelompok”. Sedangkan menurut
Sumadi Suryabrata (1993: 26) berpendapat bahwa ”Tes adalah pertanyaan-
pertanyan yang harus dijawab dan atau perintah-perintah yang harus dijalankan
yang berdasarkan atas bagaimana testi menjawab pertanyaan-pertanyaan dan atau
tidak melakukan perintah-perintah itu”.
Dari kedua pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tes adalah
serangkaian pertanyaan atau perintah yang harus dijawab serta mendasar untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan ataua bakat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok, dengan cara membandingkan dengan
standar atau dengan testi lain.
Berdasarkan atas cara menyelesaikannya, test dapat dibedakan menjadi
tiga jenis yaitu:
1. Tes Tertulis
Tes tertulis adalah tes yang soal-soalnya maupun jawabannya disampaikan
secara tertulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
2. Tes Lisan
Tes lisan adalah tes dimana soal-soalnya maupun jawabannya disampaikan
secara lisan.
3. Tes Perbuatan
Tes perbuatan adalah tes yang pertanyaan-pertanyaannya atau perintah-
perintahnya disampaikan melalui tugas-tugas dan penilaiannya biasanya
dilakukan dengan baik terhadap proses pelaksanaan tugas-tugas maupun
terhadap hasil yang telah dicapai testi.
Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan tes tertulis dan tes lisan
berupa butir soal/instrument soal yang dibuat oleh penulis untuk mendapatkan
sebuah data. Metode tes digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil
belajar kemampuan menulis dan membaca anak tuna grahita ringan.
2. Pengamatan atau Obserasi
Dalam kegiatan pengumpulan data, pengamatan atau observasi digunakan
untuk melihat seberapa jauh dampak atau akibat dari tindakan telah mencapai
sasaran. Ada beberapa teknik dalam observasi yang dapat digunakan. Kunandar
(2009: 146) menjelaskan teknik-teknik observasi sebagai berikut :
1. Obseravsi terbuka adalah apabila sang pengamat atau observermelakukan pengamatannya dengan mengambil pensil, kemudianmencatatkan segala sesuatu yang terjadi di kelas.
2. Observasi terfokus adalah apabila penelitian ingin memfokuskanpermasalahan kepada upaya-upaya guru dalam membangkitkansemangat belajar siswa dengan memberikan respons kepadapertanyaan guru, sebaiknya dilakukan penelitian tindakan kelas yangmemfokuskan kepada meningkatkan kualitas bertanya.
3. Observasi terstruktur merupakan pengamatan yang dilakukan olehseorang peneliti terhadap subjek atau objek penelitian dimana yangdiamati itu sesuatu yang bersifat terstruktur.
4. Observasi sistematik merupakan pengamatan yang dilakuakan olehseorang peneliti terhadap subjek atau objek penelitia dimana yangdiamati itu sesuatu yang bersifat kuantitatif dengan menggunakanskala-skala.
Paul Suparno (2007: 45) menyebutkan bahwa “dalam observasi langsung,
peneliti langsung mengamati subek atau hal yang mau diteliti, terjun langsung
dengan melihat, merasakan, mendengarkan, berpikir tentang subjek atau hal yang
diteliti”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Penelitian ini menggunakan pengamatan secara langsung dan terbuka
untuk memperoleh data tentang aktivitas siswa dalam pembelajaran dan
implementasi pembelajaran abjad 8 (alphabet 8s). Dalam pengamatan ini, penulis
yang akan menjadikan hasil pengamatan sebagai pelengkap/penjelas dari data
yang dikumpulkan/dicatat dari data yang dikumpulkan melalui metode tes dan
lembar pengamatan dalam penelitian.
E. Validitas Data
1. Validitas
Kondisi instrument yang baik sangat berpengaruh terhadap data penelitian
yang akan didapatkan peneliti melalui tes. Tes yang baik harus memenuhi syarat
validitas (kesahihan).
Validitas sering diartikan dengan kesahihan. Suatu alat ukur atau
instrument disebut memiliki validitas bilamana alat ukur tersebut isinya layak
mengukur objek yang seharusnya diukur dan sesuai criteria terrtentu. Artinya ada
kesesuaian antara alat ukur dengan fungsi pengukuran dan sasaran pengukuran.
Menurut Suharsimi Arikunto (1996: 158) “Sebuah instrument dapat
dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang dinginkan serta dapat
mengungkap data dari varibel yang diteliti secara tepat”
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 144), ada empat macam validitas
sesuai dengan cara pengujiannya, yaitu :
a) Validitas kurikulum
b) Validitas konstruksi
c) Validitas empiris
d) Validitas prediksi
Saifudin Azwar (2003: 5), berpendapat bahwa “tes dikatakan mempunyai
validitas yang tinggi apabila alat tersebut dapat menjalankan fungsi ukurnya atau
memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya”.
Penelitian ini menggunakan validitas kurikulum karena dapat mengungkap
seberapa valid tes itu berhubungan dengan pelajaran menulis dan membaca yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
diberikan oleh peneliti dengan berpedoman pada kurikulum yang tercantum dalam
standar kompetensi dan kompetensi dasar.
McNiff (2002: 105-107) dalam Paul Suparno (2007: 63) mengungkapkan
bahwa “validitas akan menentukan apakah hasil penelitian dapat diterima sebagai
pengetahuan atau tidak, paling sedikit ada tiga model validitasi, yaitu (1) validitasi
pribadi (self validation), (2) lewat teman, dan (3) secara ilmiah’. Validitasi pribadi
dilakukan sendiri oleh penulis, kemudian validitasi lewat teman dilakukan melalui
teman sejawat dan kolabolator, teman sejawat dalam hal ini adalah guru kelas
yang mengetahui keadaan siswa dan kelas sejauh ini, dan yang bertindak sebagai
kolabolator adalah kepala sekolah.
Borg dan Gal (2003) dalam Rochiati (2005) dalam Kunandar (2009: 104-
106) menjelaskan bahwa ada lima tahap kriteria validitas, yaitu sebagai berikut:
1. Validitas hasil, yang peduli dengan sejauh mana tindakan dilakukan untukmemecahakn masalah dan mendorong dilakukannya penelitian tindakankelas atau dengan kata lain, seberapa jauh keberhasilan dapat dicapai.
2. Validitas proses, yaitu memeriksa kelayakan proses yang dikembangkandalam berbagai fase penelitian tindakan.
3. Validitas demokratis, yaitu merujuk kepada sejauh mana PTK berlangsungsecara kkolaboratif dengan para mitra peneliti, dengan perspektif yangberagam dan perhatian terhadap bahan yang dikaji.
4. Validitas katalistik (dari kata katalisator), yakni sejauh mana penelitianberupaya mendorong partisipan mereorientasikan, memfokuskan danmemberi semangat untuk membuka diri terhadap transformasi visi merekadalam menghadapi kenyataan kondisi praktik mengajar mereka sehari-hari.
5. Validitas dialog, yaitu merujuk kepada dialog yang dilakukan dengansebaya mitra peneliti dalam menyusun dan merview hasil penelitianbeserta penafsirannya.Validitas yang digunakan penulis untuk memvaliditasikan data yang
dikumpulkan adalah menggunakan validitas proses dan validitas dialog. Dalam
validitas proses, proses yang berlangsung memperhatikan sumber data yang
beragam, perspektif yang majemuk dan triangulasi data. Validitas dialog
dilakukan bersama teman sejawat yaitu guru kelas dan kepala sekolah sebagai
kolabolator.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
2. Triangulasi
Dalam penelitian tindakan, triangulasi sama pentingnya dalam penelitian
kualitatif, hal ini bertujuan agar kesimpulan penelitiannya dapat sungguh valid,
akurat dan dipercaya. Paul Suparno (2007: 71) menyebutkan bahwa “Pada riset
tindakan—karena sampelnya sedikit, bahkan kadang hanya satu orang—
kesimpulan menjadi lebih valid bila datanya diambil dari berbagai sudut pandang.
Disinilah triangulasi ambil peran besar dalam menambah validitas penelitian
tindakan”.
Kunandar (2009: 124) menjelaskan bahwa “Dalam rangka memperoleh
data yang akurat dan obyektif, dalam PTK, guru (peneliti) juga perlu melakukan
triangulasi sumber data, yaitu menggunakan berbagai sumber untuk meningkatkan
mutu data dengan cara cek silang”.
Triangulasi yang dapat digunakan ada beberapa macam. Kunandar (2009:
124) menyebutkan beberapa macam triangulasi:
1. Theorical triangulation atau triangulasi teori, yakni menggunakan teoridalam upaya menelaah sesuatu.
2. Data triangulation atau triangulasi data, yakni mengambil data dariberbagai suasana, waktu, tempat dan jenis.
3. Source triangulation atau triangulasi sumber, yakni mengambil data dariberbagai sumber.
4. Method triangulation atau triangulasi metode, yakni menggunakanberbagai metode pengumpulan data.
5. Instrumental triangulation atau triangulasi instrument, yakni denganmenggunakan berbagai jenis alat atau instrument.
6. Analytic triangulation atau triangulasi analitik, yakni menggunakanberbagai metode atau cara analisis.Dalam penelitian ini, menggunakan triangulasi data dan triangulasi sumber
karena dua macam triangulasi tersebut sangat mendukung untuk memvalidkan
data yang dikumpulkan penulis dalam penelitian tindakan.
F. Teknik Analisis Data
Untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis penelitian yang diajukan
maka setelah data terkumpul, diadakan pengolahan data sehingga dapat
menghasilkan suatu kesimpulan. Teknik analisis data merupakan cara yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
digunakan dalam mengolah data dan menganalisis data yang diperoleh dalam
penelitian guna membuktikan hipotesis yang telah diajukan.
Konsisten dengan desain penelitian yang dipilih, maka pre test dan post
test dalam penelitian ini diberikan pada kelompok yang sama. Pre test digunakan
untuk mengukur kemampuan menulis dan membaca siswa sebelum diberi
perlakuan. Sedangkan post test digunakan untuk mengukur kemampuan menulis
dan membaca setelah diberikan perlakuan.
Analisa data adalah proses mengorganisasikan dan mengumpulkan data
kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditentukan tema
dan merumuskan hipotesis. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisa data kualitatif dan kuantitatif.
Analisa data kualitatif yaitu analisa data yang berupa informasi berbentuk
kalimat yang memberi gambaran tentang ekspresi siswa yang berkaitan dengan
tingkat pemahaman terhadap pembelajaran, sikap siswa, aktivitas siswa dalam
proses belajar mengajar, perhatian/antusias, kepercayaan diri dan motivasi dalam
pembelajaran. Paul Suparno (2007: 72) menyebutkan bahwa “Analisis induktif ini
secara sederhana hendak menemukan pola (pattern) dari data-data yang telah kita
kumpulkan. Tentu pola-pola itu yang sesuai dengan topic dan tujuan dari
penelitian kita”.
Analisis data yang digunakan peneliti adalah analisa deskriptif kuantitatif
dengan cara membandingkan nilai rata-rata dan persentase keberhasilan belajar
yang diperoleh dari nilai sebelum dengan sesudah tindakan.
G. Indikator Kinerja
Dalam penelitian tindakan ini yang akan dilihat indikator kinerjanya selain
siswa adalah guru (penulis sebagai peneliti), karena guru merupakan fasilitator
dalam pembelajaran yang berpengaruh besar dalam proses pembelajaran terhadap
kinerja siswa. Indikator kinerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Keberhasilan dalam proses belajar mengajar yang ditandai oleh meningkatnya
nilai rata-rata pos tes sesudah tindakan lebih baik daripada siklus sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah kejelasan langkah-langkah penelitian dari awal
hingga akhir. Tahapan-tahapan dari penelitian ini adalah :
Siklus I
Siklus pertama dalam PTK ini terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan
dan refleksi sebagai berikut.
1. Perencanaan (Planing)
a. Tim peneliti melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui
kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada siswa dengan
menggunakan pembelajaran abjad 8 (alphabet 8s).
b. Membuat rencana pembelajaran abjad 8 (alphabet 8s) berupa RPP.
c. Membuat media pembelajaran abjad 8 (alphabet 8s).
d. Membuat lembar kerja siswa.
e. Membuat instrumen yang digunakan dalam siklus PTK.
f. Menyusun alat evaluasi pembelajaran.
2. Pelaksanaan (Acting)
a. Mengondisikan kelas sebagai persiapan pembelajaran.
b. Menyajikan materi pembelajaran abjad 8 (alphabet 8s).
c. Siswa melakukan kegiatan abjad 8 (alphabet 8s).
d. Guru memberikan kuis atau pertanyaan berdasarkan materi yang
disampaikan.
e. Siswa diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan.
f. Penguatan dan kesimpulan materi pembelajaran secara bersama-
sama.
g. Melakukan pengamatan atau observasi pada sikap siswa yang positif
dan negatif dalam pembelajaran yang berlangsung.
3. Pengamatan (Observation)
a. Mengamati situasi kegiatan belajar mengajar.
b. Mengamati keaktifan siswa.
c. Mengamati kemampuan siswa dalam pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
4. Refleksi (Reflection)
Penelitian tindakan kelas ini berhasil apabila memenuhi beberapa syarat
sebagai berikut :
a. Sebagian besar berani dan mampu untuk menjawab pertanyaan dari
guru.
b. Sebagian besar berani dan mampu untuk bertanya tentang materi
pelajaran hari itu.
c. Sebagian besar perhatian/antusias terhadap materi pelajaran hari itu.
d. Sebagian besar siswa aktif dalam mengerjakan tugas yang diberikan
oleh guru.
e. Penyelesaian tugas sesuai dengan waktu yang disediakan.
Siklus II
Seperti halnya siklus pertama, siklus kedua pun terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Peneliti membuat rencana
pembelajaran berdasarkan hasil refleksi pada siklus pertama. Guru
melaksanakan pembelajaran abjad 8 (alphabet 8s) berdasarkan rencana
pembelajaran hasil refleksi pada siklus pertama. Tim peneliti (guru,
mitra dan kolabolator) melakukan pengamatan terhadap aktivitas
pembelajaran abjad 8 (alphabet 8s). Peneliti melakukan refleksi terhadap
pelaksanaan siklus kedua dan menyusun rencana (replaning) untuk
siklus ketiga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Secara skematik, prosedur penelitian tindakan ang dilakukan oleh
penulis dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 6. Skema penelitian
3 Siklus untuk pemberian
perlakuan (treathment)
dilakukan sebanyak 6
pertemuan
1 2 3 4 5 6
Post TestPre Test
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Sekolah Luar Biasa/C Setya Darma Surakarta didirikan didirikan pada
tahun 1960 oleh beberapa alumni SGPLB atas dasar keprihatinan dikarenakan
pada tahun tersebut, di Solo belum terdapat sekolah yang mau menampung anak-
anak yang memiliki atau mengalami keterbelakangan mental. Sekolah yang
tersedia pada saat itu adalah Yayasan Penyandang Anak Cacat (YPAC) Surakarta,
dimana yayasan tersebut diperuntukkan bagi anak-anak yang mengalami cacat
fisik pada masalah tulang, otot dan persendian.
Pada tahun 1964 Yayasan Setya Darma mendapatkan akta notaris sebagai
peresmian eksisnya yayasan tersebut. Yayasan itu didirikan dengan dilandasi oleh
cita-cita untuk berbuat kebajikan terhadap sesama manusia, khususnya kepada
anak keterbelakangan mental. Karena mereka memang sangat perlu ditolong
dalam bidang pendidikannya agar dapat tumbuh dan berkembang serta memilikii
masa depan yang lebih baik dengan kemampuan yang dimilikinya. Dalam bidang
pendidikan, yayasan menyediakan SLB/C, meliputi jenjang pendidikan sebagai
berikut:
1. Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB), dengan lama pendidikan 2 tahun.
2. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dengan lama pendidikan 6 tahun.
3. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB), dengan lama
pendidikan 3 tahun.
4. Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB), setingkat SMU, dengan lama
pendidikan 3 tahun.
Sekolah Luar Biasa/C Setya Darma memiliki Visi dan Misi, visinya adalah
penyandang tuna grahita yang mandiri, taqwa kepada Tuhan YME, memiliki
pengetahuan dasar serta keterampilan sesuai dengan derajat kecacatannya,
bertanggung jawab dan dapat hidup di tengah-tengah masyarakat dengan baik.
Sedangkan misinya adalah mendidik anak tuna grahita memiliki kemampuan
dasar sesuai dengan derajat kecacatannya serta memiliki kepribadian luhur dan
tekun kepada Tuhan Yang Maha Esa. Melatih keterampiilan sesuai derajat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
kecacatannya agar mereka mampu bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Memberikan rehabilitasi sosial agar mereka dapat/mampu hidup di tengah-tengah
masyarakat dengan penuh tanggung jawab. Memberikan rehabilitasi medis agar
anak tuna grahita dapat mencapai kemampuan fungsional secara maksimal.
A. Pelaksanaan Penelitian
Hasil penelitian diuraikan dalam tahapan yang berupa siklus-siklus
pembelajaran yang dilakukan dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan
di kelas. Dalam penelitian ini, pembelajaran dilakukan dalam tiga siklus, masing-
masing siklus dua kali pertemuan untuk setiap Kompetensi Dasar yang dipelajari
oleh siswa sebagaimana pemaparan berikut ini.
1. Kondisi Awal
Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas, penulis melakukan pre test
yang akan dijadikan sebagai data awal sebelum melakukan pembelajaran menulis
dan membaca dengan menggunakan abjad 8 (alphabet 8s). Berikut ini hasil
perolehan skor tes menulis sebelum siswa mendapatkan pembelajaran yang
menggunakan abjad 8 (alphabet 8s) yang diambil pada 12 Januari 2010.
Tabel 4.1. Perolehan Skor Tes Menulis dan Membaca Siswa
RespondenSkor Tes
Menulis
Skor Tes
MembacaAkumulasi
Hasil
Bagi(%)
Skor Ideal
Akumulasi
SSN 13 67 80 40 40 100
PTR 13 66 79 39.5 39.5 100
LTN 10 57 67 33.5 33.5 100
TYB 7 65 72 36 36 100
SRY 5 44 49 28.5 28.5 100
ED 9 55 64 32 32 100
Rerata 9.5 59 68.5 34.9 34.9 100
Sumber : data pre test skor menulis dan membaca siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Berdasarkan data diatas, diketahui bahwa LTN, SRY dan ED memperoleh
skor dibawah rerata pada skor tes membaca. Pada skor tes menulis didapatkan
bahwa TYB, SRY dan ED mendapatkan skor dibawah rerata. Sedangkan pada
akumulasi skor tes menulis dan membaca didapatkan bahwa SRY dan ED
mendapatkan skor dibawah rerata. Pada akumulasi skor, LTN tidak termasuk
dibawah rata-rata karena di amendapatkan skor tes menulis diatas rata-rata,
sedangkan TYB juga tidak termasuk karena dia mendapatkan skor tes membaca
diatas rata-rata.
2. Siklus Pertama
Siklus pertama terdiri dari empat tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan,
observasi dan refleksi serta perencanaan ulang atau replanning. Dalam siklus
pertama terdapat dua pertemuan seperti yang dijelaskan berikut ini.
a. Perencanaan (Planning)
1) Peneliti melakukan analisis kurikulum pada 15 Januari 2010 untuk
menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan
disampaikan kepada siswa dengan menggunakan pembelajaran yang
menggunakan abjad 8 (alphabet 8s) sebagai perlakuan untuk mengatasi
dan meningkatkan kemampuan membaca dan menulis pada responden
siswa.
2) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran berdasarkan standar
kompetensi: memahami cara-cara membaca intensif dan teks drama,
kompetensi dasar: membaca intensif teks sederhana dan menentukan
makna tersirat. Stadar kompetensi yang peneliti gunakan hanya tentang
memahami cara-cara membaca intensif, serta kompetensi dasar tentang
membaca intensif teks sederhana. Abjad 8 (alphabet 8s) digunakan
sebagai perlakuan kepada responden siswa untuk membantu mengatasi
masalah kesulitan membaca teks sederhana yang berdasarkan kompetensi
dasar yang ada.
3) Peneliti dengan intensif memberikan pengertian kepada siswa tentang
langkah-langkah gerakan abjad 8 (alphabet 8s) untuk membantu mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
melakukan gerakan dengan benar, sehingga siap untuk tahap pembelajaran
membaca dan menulis dengan bantuan abjad 8 (alphabet 8s).
4) Peneliti membantu siswa yang belum maupun yang sudah memahami
langkah-langkah gerakan abjad 8 (alphabet 8s) agar gerakan atau bentuk
yang dibuat menjadi terarah dengan benar.
5) Membimbing siswa lebih intensif untuk membuat gerakan abjad 8
(alphabet 8s) dalam beberapa variasi media selain papan tulis agar siswa
terbiasa dengan gerakan tersebut sehingga untuk hari berikutnya
memudahkan siswa untuk memmahami cara menulis atau membaca
dengan latihan abjad 8 (alphabet 8s).
6) Menyiapkan materi pembelajaran dan membuat lembar kerja siswa untuk
menulis dan membaca teks sederhana.
7) Membuat instrumen yang digunakan untuk pengamatan kepada siswa
dalam siklus PTK.
8) Menyusun alat evaluasi pembelajaran menulis dan membaca kata
sederhana. Penilaian berdasarkan benar tidaknya mereka menulis dan
membaca kata sederhana yang telah disusun.
b. Pelaksanaan (Acting)
Pada siklus pertama, tindakan I yang telah dilakukan dalam pelaksanaan
proses belajar mengajar pada 16 dan 19 Januari 2010 adalah:
1) Peneliti sebagai guru mengondisikan suasana di kelas yang akan dijadikan
tempat belajar oleh guru dan siswa. Guru melakukan apersepsi untuk
menarik perhatian dan antusias siswa tentang pengenalan kegiatan abjad 8
(alphabet 8s). Siswa membuat bentuk lingkaran secara bergantian pada
papan tulis yang telah disediakan, kemudian guru meminta siswa membuat
angka 8. Guru bersama siswa menyamakan persepsi tentang cara membuat
angka 8 yang dibuat tanpa terputus, lingkaran penuh pada bagian bawah
kemudian dilanjutkan dengan lingkaran penuh pada bagian atas.
2) Persepsi guru dan siswa dalam membuat angka 8 telah sama, maka saatnya
masuk ke tahap inti pembelajaran. Guru menjelaskan kepada siswa tentang
bagaimana gerakan abjad 8 (alphabet 8s) dilakukan. Guru memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
contoh bentuk pada papan tulis, bahwa cara membuat abjad 8 (alphabet
8s) hampir sama dengan cara membuat angka 8, hanya saja angka 8 dalam
gerakan abjad 8 (alphabet 8s) dibuat dengan posisi tidur.
3) Guru menjelaskan petunjuk membuat abjad 8 (alphabet 8s) pada media
udara secara bersama-sama dan dilanjutkan pada media papan tulis pada
masing-masing siswa sebagaimana berikut ini:
(a) Luruskan tubuh menghadap satu titik yang terletak setingi mata.
Titik itulah yang akan menjadi titik tengah dari angka 8.
(b) Siswa memilih posisi yang nyaman untuk membuat angka 8 tidur
sebagai gerakan abjad 8 (alphabet 8s), dengan lebar dan tinggi yang
sesuai dengan jangkauan seluruh bidang penglihatannya dan juga
jangkauan terjauh kedua tangannya.
(c) Siswa melakukan gerakan dengan ukuran besar dulu, digambarkan di
udara mulai dengan tangan kiri dulu untuk segera mengaktifkan sisi
kanan otak dan dilanjutkan dengan tangan kanan kemudian dengan
tangan menyatu, untuk mengaktifkan otot-otot utama pada lengan,
bahu dan dada.
(d) Gerakkan tangan mulai dari titik tengah ke arah sisi atas, melingkar
ke kiri bawah, naik ke titik tengah lagi dan terus ke kanan atas,
berputar ke kanan bawah, kembali ke titik tengah, demikian
seterusnya.
(e) Mata mengikuti gerakan abjad 8 (alphabet 8s), kepala bergerak
sedikit dan leher tetap relaks.
(f) Gerakan yang dilakukan oleh siswa sedikitnya lima kali untuk setiap
tangan kanan dan kiri, dan juga untuk kedua tangan secara bersama-
sama.
4) Siswa secara bergantian melakukan gerakan abjad 8 (alphabet 8s) pada
papan tulis sesuai dengan petunjuk yang telah ada dan dengan arahan dari
guru. Masing-masing siswa yang telah melakukan gerakan abjad 8
(alphabet 8s), menyebutkan hobi mereka masing-masing kemudian
dituliskan pada papan tulis, hal ini bertujuan untuk mengecek sekaligus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
melatih kemampuan mereka dalam menuliskan kata yang mereka pilih
sendiri.
5) Siswa secara bergantian menuliskan kata berdasarkan kata dan kalimat
yang diucapkan oleh guru serta membaca teks sederhana berupa bacaan
yang bertemakan liburan sekolahku yang telah disediakan oleh guru. Guru
melakukan pengamatan dan penilaian kepada siswa.
Pada akhir siklus pertama dari hasil pengamatan peneliti sebagai guru dan
berkolaborasi dengan guru kelas sebagai teman sejawat dapat disimpulkan:
1) Siswa belun terbiasa dengan pola pembelajaran membaca dan menulis
yang baru untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia.
2) Siswa baru mengenal gerakan abjad 8 (alphabet 8s) yang membantu
mereka lebih fokus pada pembelajaran membaca dan menulis.
3) Siswa masih kesulitan membayangkan gerakan abjad 8 (alphabet 8s) pada
media udara, sehingga gerakan yang dibuat menjadi kurang terarah sesuai
dengan langkah-langkah yang ada. Tetapi pada media papan tulis, siswa
mulai mengenali gerakan abjad 8 (alphabet 8s) yang memiliki pola
gerakan tertentu dalam membuat gerakan tersebut.
4) Siswa dapat menyimpulkan bahwa gerakan abjad 8 (alphabet 8s) memiliki
langkah-langkah tertentu yang dengan mudah bisa diterapkan.
c. Observasi dan Evaluasi (Observation and Evaluation)
1) Hasil observasi aktivitas siswa dalam PBM.
Sikap negatif yang ditunjukkan oleh siswa secara umum adalah adanya
siswa yang mengantuk, berisik, keluar masuk kelas saat peneliti sedang
melakukan proses pembelajaran, mengganggu siswa lain ketika siswa
tersebut melakukan gerakan abjad 8 (alphabet 8s). Sikap positif yang
muncul pada siswa antara lain adalah adanya minat dan perhatian pada
pembelajaran membaca dengan metode yang baru. Presentasi atau dalam
hal ini siswa melakukan gerakan abjad 8 (alphabet 8s) cukup bagus karena
kepercayaan diri pada siswa, meskipun gerakan yang dibuat masih belum
sempurna serta partisipasi yang cukup dalam pembelajaran.
.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
2) Hasil observasi aktivitas guru dalam PBM.
Hasil observasi aktivitas peneliti sebagai guru dalam kegiatan belajar
mengajar pada siklus pertama masih tergolong kurang. Hal ini terjadi
karena lebih banyak berdiri di depan kelas dan kurang memberikan
pengarahan kepada siswa agar kondisi kelas tetap tenang ketika ada salah
satu siswa yang mempraktikkan abjad 8 (alphabet 8s) pada media papan
tulis. Selain itu, suara peneliti juga masih terlihat canggung belum
terdengar cukup keras agar siswa yang berada di tempat duduk yang
belakang tetap fokus mendengarkan meskipun perhatian peneliti terfokus
pada siswa yang sedang membuat gerakan abjad 8 (alphabet 8s) pada
papan tulis. Pujian yang diberikan kepada siswa sebagai bentuk
penghargaan karena siswa bisa dan mampu melakukan gerakan abjad 8
(alphabet 8s), masih kurang, yang berpengaruh terhadap motivasi siswa
dalam mengikuti pembelajaran.
3) Hasil Evaluasi Siklus 1. Penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran.
Selain aktivitas peneliti dalam PBM, penguasaaan siswa terhadap materi
pembelajaran pun masih tergolong kurang. Hal ini ditunjukkan dengan
masih rendahnya kemampuan membaca pada siswa. Kemampuan menulis
tergolong cukup, permasalahan yang muncul pada siswa adalah bahwa
mereka tahu kata apa yang diucapkan oleh peneliti, tetapi mereka masih
mengalami kesulitan untuk menuliskannya dengan tepat, sehingga hal ini
berpengaruh pada saat siswa membaca tulisan yang mereka buat sendiri.
Kemampuan menulis dan membaca siswa dapat dipaparkan dalam tabel
berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Tabel 4.2. Perolehan Skor Tes Menulis dan Membaca Siswa
RespondenSkor Tes
Menulis
Skor Tes
MembacaAkumulasi
Hasil
Bagi(%)
Skor Ideal
Akumulasi
SSN 12 72 84 42 42 100
PTR 14 69 83 41.5 41.5 100
LTN 11 60 71 33.5 33.5 100
TYB 9 70 79 39.5 39.5 100
SRY 11 52 63 31.5 31.5 100
ED 6 61 67 33.5 33.5 100
Rerata 10.5 64 74.5 37.3 37.3 100
Sumber : data post test siklus 1 skor menulis dan membaca siswa.
Berdasarkan tabel diatas, pada skor tes menulis terdapat 2 siswa yang
skornya dibawah rata-rata yaitu TYB dan ED. Pada skor tes membaca didapatkan
bahwa LTN, SRY dan ED mendapatkan skor dibawah rata-rata. Kemudian pada
akumulasi dan hasil bagi skor tes menulis dan membaca didapatkan LTN, SRY
dan ED mendapatkan skor dibawah rata-rata diantara teman yang lain. Sedangkan
TYB tidak termasuk dalam skor dibawah rata-rata meskipun hasil tes menulisnya
dibawah rata-rata, karena pada skor membaca dia mendapatkan skor diatas rata-
rata.
d. Refleksi dan Perencanaan Ulang (Reflection and Replanning)
Pada saat awal siklus pertama, pelaksanaan masih belum sesuai dengan
yang sudah direncanakan. Adapun keberhasilan dan kegagalan yang terjadi pada
siklus pertama adalah sebagai berikut.Hal ini disebabkan oleh:
1) Sebagian besar siswa belum mengenali gerakan abjad 8 (alphabet 8s)
dengan baik karena hal itu merupakan hal baru bagi mereka.
2) Sebagian besar siswa belum memahami langkah-langkah gerakan angka 8
pada posisi tidur, sehingga perputaran tangan untuk menggambarkan dan
menelusuri abjad 8 (alphabet 8s) masih kaku dan kurang terarah dengan
benar sesuai dengan gerakan yang semestinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
3) Sebagian besar siswa masih kaku menggunakan tangan kiri untuk
membuat gerakan abjad 8 (alphabet 8s) karena belum terbiasa, dan hal ini
menunjukkan bahwa keseimbangan antara otak kanan dan kiri siswa masih
belum tercapai.
4) Penguasaan siswa terhadap gerakan abjad 8 (alphabet 8s) pada media
udara masih belum bagus, siswa masih kesulitan membayangkan hal yang
abstrak untuk melakukan gerakan tersebut. Tetapi mereka lebih mudah
melakukan gerakan tersebut pada media papan tulis dibandingkan pada
media udara.
5) Peneliti belum terbiasa menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif
untuk semua siswa agar suasana ruang kelas tetap tenang meskipun ketika
fokus peneliti hanya terpusat pada siswa yang sedang mempraktikkan
gerakan abjad 8 (alphabet 8s) pada papan tulis. Hal ini disebabkan karena
suara peneliti kurang keras untuk didengarkan di ruang kelas.
6) Sebagian besar siswa belum terbiasa dengan pembelajaran membaca dan
menulis pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan
metode abjad 8 (alphabet 8s). Meskipun demikian, mereka terlihat merasa
senang dan antusias dalam belajara menggunakan cara yang baru.
7) Masih ada siswa yang belum bisa menggambarkan abjad 8 (alphabet 8s)
karena masih bingung terhadap gerakan yang mereka lakukan, karena
masih belum cukup bisa membedakan gerakan pada sisi kiri dan sisi kanan
pada abjad 8 (alphabet 8s).
8) Siswa kurang termotivasi karena kurangnya pujian (reward) yang
diberikan oleh guru ketika siswa dapat melakukan dengan benar, meskipun
gerakan yang dibuat belum sepenuhnya benar.
9) Perbedaan skor tertingi dan terendah masih jauh, perlu adanya
pendampingan yang lebih serius pada siswa yang mendapatkan skor
terendah, terutama yang masuk daftar tiga terendah.
Untuk memperbaiki kelemahan dan mempertahankan keberhasilan yang
telah dicapai pada siklus pertama, maka pada siklus kedua dapat dibuat
perencanaan sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
1) Memberikan motivasi terhadap siswa agar lebih terfokus pada gerakan
abjad 8 (alphabet 8s) yang dia gambarkan pada papan tulis.
2) Membimbing siswa lebih intensif untuk membuat gerakan abjad 8
(alphabet 8s) dalam beberapa variasi media selain papan tulis agar siswa
terbiasa dengan gerakan tersebut sehingga untuk hari berikutnya
memudahkan siswa untuk memmahami cara menulis atau membaca
dengan latihan abjad 8 (alphabet 8s).
3) Suara peneliti saat pembelajaran di kelas lebih keras agar semua siswa
tetap fokus mendengarkan peneliti dalam mengarahkan dan membimbing
siswa yang sedang membuar gerakan abjad 8 (alphabet 8s) pada papan
tulis.
4) Memberi pengakuan, pujian atau penghargaan (reward) kepada siswa agar
tetap semangat dan lebih termotivasi dalam belajar.
5) Peneliti dengan intensif memberikan pengertian kepada siswa tentang
langkah-langkah gerakan abjad 8 (alphabet 8s) untuk membantu mereka
melakukan gerakan dengan benar, sehingga siap untuk tahap pembelajaran
membaca dan menulis dengan bantuan abjad 8 (alphabet 8s).
6) Peneliti membantu siswa yang belum maupun yang sudah memahami
langkah-langkah gerakan abjad 8 (alphabet 8s) agar gerakan atau bentuk
yang dibuat menjadi terarah dengan benar.
7) Peneliti lebih intensif mendampingi siswa yang memperoleh skor
terendah, agar kemampuan membacanya meningkat sehingga mencapai
skor ideal atau setidaknya mendekati skor ideal.
3. Siklus Kedua
Pada siklus kedua ini, beberapa hal yang menjadi kelemahan pada siklus
pertama diharapkan dapat diminimalkan, terutama kelemahan yang ada pada
peneliti karena hal ini berdampak lalngsung pada kualitas pembelajaran yang
dilakukan bersama siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
a. Perencanaan (Planning)
Peneliti bersama kolabolator pada 22 Januari 2010 merencanakan tindakan
berikutnya sebagai berikut.
1) Peneliti lebih intensif dalam mengarahkan gerakan abjad 8 (alphabet 8s)
yang benar ketika siswa melakukan pada media udara.
2) Suara peneliti agar lebih keras dan maksimal keras agar terkesan lebih
tegas dalam menegur siswa yang gaduh ketika siswa yang lain sedang
mempraktikkan gerakan abjad 8 (alphabet 8s) pada papan tulis.
3) Peneliti harus bisa membagi perhatiannnya pada dua hal, siswa yang
sedang melakukan gerakan abjad 8 (alphabet 8s) pada papan tulis dan
siswa yang masih duduk di bangku menunggu giliran untuk melakukan
gerakan tersebut, hal ini bertujuan agar suasana kelas lebih terkondisikan.
4) Peneliti lebih tegas dalam menyikapi tindakan siswa yang bisa
mengganggu konsentrasi siswa lain, siswa yang sesekali makan makanan
ringan, siswa yang mengjak bicara siswa lain, siswa yang mengantuk saat
dalam proses belajar mengajar di kelas.
5) Peneliti lebih sering memberikan pujian ketika siswa dapat melakukan
gerakan abjad 8 (alphabet 8s) dengan benar meskipun tidak sebenar
penilaian peneliti.
6) Peneliti selalu mengikutsertakan integrasi pendengaran, penglihatan,
kinestetik dengan mengatakan “Ke kiri atas dan memutar. Seberangi titik
tengah dan ke kanan atas. Putar, ke bawah, dan kembali ke tengah.” pada
setiap siswa yang sedang melakukan gerakan abjad 8 (alphabet 8s).
7) Peneliti lebih intensif membimbing siswa yang dalam pembuatan goresan
gerakan abjad 8 (alphabet 8s) pada media kertas masih belum terarah
sesuai dengan langkah-langkah yang ada.
8) Membuat pernagkat pembelajaran abjad 8 (alphabet 8s) yang lebih mudah
dipahami oleh siswa.
b. Pelaksanaan (Acting)
Pelaksanaan siklus kedua pertemuan pertama ini dilaksanakan pada 23 dan
26 Januari 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
1) Guru mengondisikan suasana kelas agar lebih siap untuk melakukan
pembelajaran sebagai apersepsi.
2) Siswa diminta berdiri oleh guru untuk melakukan gerakan abjad 8
(alphabet 8s) dengan mengikutsertakan integrasi pendengaran,
penglihatan, kinestetik dengan mengatakan “Ke kiri atas dan memutar.
Seberangi titik tengah dan ke kanan atas. Putar, ke bawah, dan kembali ke
tengah.” pada media udara secara bersama-sama dilanjutkan pada media
papan tulis dengan langkah-langkah sebagai berikut :
(a) Luruskan tubuh menghadap satu titik yang terletak setingi mata.
Titik itulah yang akan menjadi titik tengah dari angka 8.
(b) Siswa memilih posisi yang nyaman untuk membuat angka 8 tidur
sebagai gerakan abjad 8 (alphabet 8s), dengan lebar dan tinggi yang
sesuai dengan jangkauan seluruh bidang penglihatannya dan juga
jangkauan terjauh kedua tangannya.
(c) Siswa melakukan gerakan dengan ukuran besar dulu, digambarkan di
udara mulai dengan tangan kiri dulu untuk segera mengaktifkan sisi
kanan otak dan dilanjutkan dengan tangan kanan kemudian dengan
tangan menyatu, untuk mengaktifkan otot-otot utama pada lengan,
bahu dan dada.
(d) Gerakkan tangan mulai dari titik tengah ke arah sisi atas, melingkar
ke kiri bawah, naik ke titik tengah lagi dan terus ke kanan atas,
berputar ke kanan bawah, kembali ke titik tengah, demikian
seterusnya.
(e) Mata mengikuti gerakan abjad 8 (alphabet 8s), kepala bergerak
sedikit dan leher tetap relaks.
(f) Gerakan yang dilakukan oleh siswa sedikitnya lima kali untuk setiap
tangan kanan dan kiri, dan juga untuk kedua tangan secara bersama-
sama.
3) Setelah masing-masing siswa melakukan gerakan abjad 8 (alphabet 8s)
pada media papan tulis, kemudian dilanjutkan pada media yang lebih
kecil ukurannya, yaitu kertas yang telah disediakan oleh peneliti. Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
bertujuan untuk menghubungkan gerakan dengan menulis pada siklus
berikutnya.
4) Peneliti menjelaskan kepada siswa bahwa gerakan yang mereka lakukan
tidak semata-mata hanya membuat pola lingkaran yang bersambungan,
tetapi ada maksudnya. Huruf pada bidang penglihatan kiri kebanyakan
dimulai pada titik tengah mengikuti lingkaran ke kiri atas, putar, dan turun
di garis tengah, salah satu contoh antara lain adalah huruf ”a, c, d, e, g,
o, q”. Huruf pada bidang kanan dimulai pada garis tengah dengan garis ke
bawah, naik ke lingkaran kanan atas, dan putar, salah satu contoh antara
lain huruf ”b, h, k, m, n, p”.
5) Siswa menulis dan membaca teks sederhana berupa bacaan yang telah
disiapkan oleh peneliti sebagai bahan evaluasi pembelajaran.
Pada akhir kegiatan dalam siklus kedua ini, peneliti bersama
kolabolator/teman sejawat menyimpulkan bahwa:
1) Siswa sudah terbiasa dan mampu melakukan gerakan abjad 8 (alphabet 8s)
pada media papan tulis. Pada media udara, siswa terkadang masih belum
tepat membuat gerakan abjad 8 (alphabet 8s).
2) Siswa mengalami sedikit kesulitan ketika melakukan gerakan abjad 8
(alphabet 8s) pada media kertas yang ukurannya lebih kecil dibandingkan
papan tulis, ada beberapa goresan dari gerakan tersebut melebar pada
kertas yang disediakan, bekas gambaran yang dibuat masih belum serapi
ketika menggoreskan pada media papan tulis, goresan yang dibuat kurang
sesuai dengan langkah-langkah gerakan abjad 8 (alphabet 8s).
c. Observasi dan Evaluasi (Observation and Evaluation)
1) Hasil observasi aktivitas siswa dalam PBM.
Pada siklus kedua, sikap negatif dalam pembelajaran masih ditunjukkan
oleh siswa, antara lain adanya siswa yang mengantuk, berisik, menganggu
siswa lain, serta berpindah-pindah tempat duduk tetapi meskipun begitu,
mereka terlihat lebih kooperatif dalam pembelajaran. Sikap positif yang
ditunjukkan oleh siswa diantaranya minat dan perhatian yang sangat baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
dalam kegiatan membuat gerakan abjad 8 (alphabet 8s) serta presentasi
yang baik dalam melakukan gerakan tersebut.
2) Hasil observasi aktivitas guru dalam PBM.
Pada siklus kedua ini berdasarkan pengamatan dari kolabolator/teman
sejawat, peneliti lebih aktif untuk mengondisikan kelas ketika siswa mulai
menunjukkan tindakan yang bisa dianggap mengganggu siswa lain.
Peneliti lebih tegas menyikapi siswa mengajak bicara teman yang duduk di
depannya, siswa yang terkadang makan makanan ringan yang
disembunyikan di kolong meja, siswa yang mengantuk dengan posisi
duduk yang kurang bagus. Selain itu, suara peneliti lebih lantang ketika
dalam kegiatan belajar mengajar.
3) Hasil Evaluasi Siklus 2. Penguasaan siswa terhadapmateri pembelajaran.
Berdasarkan evaluasi pembelajaran yang telah dilakukan, penguasaan
siswa pada materi belajar tergolong cukup. Siswa pada umumnya
membaca teks dengan lancar meskipun pada pembacaan kata tertentu
masih belum lancar, hal ini diperkirakan karena siswa tidak terbiasa
membaca atau mengenali kata tersebut. Berikut ini perolehan skor menulis
dan membaca.
Tabel 4.3. Perolehan Skor Tes Menulis dan Membaca Siswa
RespondenSkor Tes
Menulis
Skor Tes
MembacaAkumulasi
Hasil
Bagi(%)
Skor Ideal
Akumulasi
SSN 17 73 90 45 45 100
PTR 15 72 87 43.5 43.5 100
LTN 13 67 80 40 40 100
TYB 11 69 80 40 40 100
SRY 10 60 70 35 35 100
ED 9 64 73 36.5 36.5 100
Rerata 12.5 67.5 80 40 40 100
Sumber : data post test siklus 2 skor menulis dan membaca siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Berdasarkan tabel diatas, dapat kita lihat bahwa pada skor tes menulis
terdapat 3 siswa yang skornya dibawah rata-rata yaitu TYB, SRY dan ED. Pada
skor hasil tes membaca, yang mendapatkan skor dibawah rata-rata adalah LTN,
SRY dan ED. Kemudian pada skor akumulasi dan hasil bagi tes menulis dan
membaca, yang mendapatkan skor dibawah rata-rata adalah SRY dan ED, LTN
tidak termasuk karena dia mendapatkan skor diatas rata-rata pada tes menulis jadi
pada akumulasi skor dia termasuk dalam rata-rata, sedangkan TYB mendapatkan
skor tes membaca diatas rata-rata jadi akumulasi skornya termasuk dalam rata-
rata.
d. Refleksi dan Perencanaan Ulang (Reflection and Replanning)
Pada saat awal siklus kedua pertemuan pertama, pelaksanaan masih belum
sesuai dengan yang sudah direncanakan. Adapun keberhasilan dan kegagalan
yang terjadi pada siklus kedua adalah sebagai berikut. Hal ini disebabkan oleh:
1) Siswa terlihat lebih mudah melakukan gerakan abjad 8 (alphabet 8s)
dengan diikutsertakan integrasi pendengaran, penglihatan, kinestetik
dengan mengatakan “Ke kiri atas dan memutar. Seberangi titik tengah dan
ke kanan atas. Putar, ke bawah, dan kembali ke tengah.”
2) Siswa masih sedikit kesulitan melakukan gerakan abjad 8 (alphabet 8s)
pada media kertas, goresan yang mereka buat masih melebar pada kertas
tersebut, hal ini kemungkinan terjadi karena mereka masih menyesuaikan
pembuatan goresan pada bidang yang lebih kecil.
3) Tindakan siswa yang mengarah pada gangguan pada siswa lain, sudah
terkurangi, meskipun masih ada siswa yang merepotkan untuk
dikendalikan.
Untuk memperbaiki kelemahan dan mempertahankan keberhasilan yang
telah dicapai pada siklus kedua, maka pada siklus berikutnya dapat dibuat
perencanaan sebagai berikut.
1) Peneliti selalu mengikutsertakan integrasi pendengaran, penglihatan,
kinestetik dengan mengatakan “Ke kiri atas dan memutar. Seberangi titik
tengah dan ke kanan atas. Putar, ke bawah, dan kembali ke tengah.” pada
setiap siswa yang sedang melakukan gerakan abjad 8 (alphabet 8s).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
2) Peneliti lebih intensif untuk mendampingi siswa ketika melakukan gerakan
abjad 8 (alphabet 8s) pada media kertas yang ukurannya lebih kecil
daripada papan tulis, karena goresan yang dibuat pada kertas masih
melebar.
3) Peneliti lebih intensif membimbing siswa yang dalam pembuatan goresan
gerakan abjad 8 (alphabet 8s) pada media kertas masih belum terarah
sesuai dengan langkah-langkah yang ada.
4) Peneliti memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan,
agar siswa lebih mudah dalam menulis dan membaca kalimat sederhana
untuk mendukung kelancaran pembelajarannya.
4. Siklus Ketiga
Pada siklus ketiga ini, beberapa hal yang menjadi kelemahan pada siklus
kedua diharapkan dapat diminimalkan terlebih lagi dihilangkan, terutama
kelemahan yang ada pada peneliti dalam pengelolaan pembelajaran.
a. Perencanaan (Planning)
Perencanaan yang dilakukan oleh peneliti dan kolabolator pada 29 Januari
2010 adalah sebagai berikut.
1) Peneliti lebih intensif dalam mendampingi siswa dalam membuat goresan
abjad 8 (alphabet 8s) dalam ukuran kecil pada media kertas, karena hal ini
berpengaruh langsung pada kemampuan menulis dan membaca siswa pada
saat sehari-hari menulis pada kertas.
2) Peneliti memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan
dalam menulis dan membaca kalimat sederhana untuk mendukung
kelancaran pembelajarannya.
3) Peneliti sebaiknya ketika menjelaskan pola goresan abjad 8 (alphabet 8s)
menghadap ke arah yang sama dimana siswa menghadap pada arah
tersebut, jadi tidak menimbulkan perbedaan persepsi arah kiri dan kanan
antara siswa dengan peneliti.
4) Membuat instrumen pembelajaran yang lebih mudah dipahami siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
b. Pelaksanaan (Acting)
Pelaksanaan tindakan dilaksanakan pada 30 Januari dan2 Februari 2010.
1) Guru mengondisikan suasana kelas agar lebih siap untuk melakukan
pembelajaran sebagai apersepsi.
2) Siswa diminta berdiri oleh guru untuk melakukan gerakan abjad 8
(alphabet 8s) dengan mengikutsertakan integrasi pendengaran,
penglihatan, kinestetik dengan mengatakan “Ke kiri atas dan memutar.
Seberangi titik tengah dan ke kanan atas. Putar, ke bawah, dan kembali ke
tengah.” pada media udara secara bersama-sama dilanjutkan pada media
kertas dengan langkah-langkah sebagai berikut :
(a) Luruskan tubuh menghadap satu titik yang terletak setingi mata.
Titik itulah yang akan menjadi titik tengah dari angka 8.
(b) Siswa memilih posisi yang nyaman untuk membuat angka 8 tidur
sebagai gerakan abjad 8 (alphabet 8s), dengan lebar dan tinggi yang
sesuai dengan jangkauan seluruh bidang penglihatannya dan juga
jangkauan terjauh kedua tangannya.
(c) Siswa melakukan gerakan dengan ukuran besar dulu, digambarkan di
udara mulai dengan tangan kiri dulu untuk segera mengaktifkan sisi
kanan otak dan dilanjutkan dengan tangan kanan kemudian dengan
tangan menyatu, untuk mengaktifkan otot-otot utama pada lengan,
bahu dan dada.
(d) Gerakkan tangan mulai dari titik tengah ke arah sisi atas, melingkar
ke kiri bawah, naik ke titik tengah lagi dan terus ke kanan atas,
berputar ke kanan bawah, kembali ke titik tengah, demikian
seterusnya.
(e) Mata mengikuti gerakan abjad 8 (alphabet 8s), kepala bergerak
sedikit dan leher tetap relaks.
(f) Gerakan yang dilakukan oleh siswa sedikitnya lima kali untuk setiap
tangan kanan dan kiri, dan juga untuk kedua tangan secara bersama-
sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
3) Setelah masing-masing siswa melakukan gerakan abjad 8 (alphabet 8s)
pada media udara, kemudian dilanjutkan pada media yang lebih kecil
ukurannya, yaitu kertas yang telah disediakan oleh peneliti. Hal ini
bertujuan untuk menghubungkan gerakan dengan cara menulis.
4) Peneliti menjelaskan kepada siswa bahwa gerakan yang mereka
lakukan tidak semata-mata hanya membuat pola lingkaran yang
bersambungan, tetapi ada maksudnya. Huruf pada bidang penglihatan
kiri kebanyakan dimulai pada titik tengah mengikuti lingkaran ke kiri
atas, putar, dan turun di garis tengah, salah satu contoh antara lain
adalah huruf ”a, c, d, e, g, o, q”. Huruf pada bidang kanan dimulai
pada garis tengah dengan garis ke bawah, naik ke lingkaran kanan atas,
dan putar, salah satu contoh antara lain huruf ”b, h, k, m, n, p”.
Pada akhir kegiatan dalam siklus ketiga ini, peneliti bersama
kolabolator/teman sejawat menyimpulkan bahwa:
1) Siswa mulai terbiasa dengan membuat goresan pada media kertas,
goresan yang dihasilkan semakin rapi, tidak melebihi dari ukuran
kertas yang disediakan.
2) Siswa mulai mengerti bahwa gerakan yang selama ini mereka lakukan
adalah mengandung cara menulis huruf.
3) Siswa mampu membaca bacaan yang disediakan oleh peneliti,
meskipun ada beberapa kata yang masih salah cara membacanya.
4) Siswa telah terbiasa membuat goresan abjad 8 (alphabet 8s) pada
media kertas dan lebih memahami pola dalam goresan abjad 8
(alphabet 8s) dengan membedakan cara menulis huruf pada bidang kiri
dan bidang kanan.
5) Siswa menjadi lebih kooperatif dalam proses pembelajaran,
dimungkinkan karena peneliti lebih intensif dalam memberikan
instrumen pembelajaran yang lebih mudah dipelajari oleh siswa.
c. Observasi dan Evaluasi (Observation and Evaluation)
1) Hasil observasi aktivitas siswa dalam PBM.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Pada siklus ketiga ini, sikap negatif siswa relatif sudah berangsur
menurun, mereka lebih kooperatif dalam mengikuti proses pembelajaran.
Sikap positif siswa adalah semakin baiknya minat, perhatian, partisipasi
siswa dalam pembelajaran.
2) Hasil observasi aktivitas guru dalam PBM.
Pada siklus ketiga ini berdasarkan pengamatan dari kolabolator/teman
sejawat, peneliti sudah menguasai jalannya proses pembelajaran, tetapi
peneliti dalam proses pembelajaran bersama siswa sedikit pasif, karena
siswa sudah terbiasa dengan membuat goresan abjad 8 (alphabet 8s) pada
media kertas, sekaligus mengerti perbedaan pola menulis huruf pada
bidang kiri dan bidang kanan. Pengondisian suasana belajar dan penjelasan
untuk materi belajar sudah lumayan bagus.
3) Hasil Evaluasi Siklus 3. Penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran.
Berdasarkan evaluasi pembelajaran yang telah dilakukan, penguasaan
siswa terhadap materi belajar tergolong cukup pada siklus ini. Berikut ini
perolehan skor hasil tes menulis dan membaca.
Tabel 4.4. Perolehan Skor Tes Menulis dan Membaca Siswa
RespondenSkor Tes
Menulis
Skor Tes
MembacaAkumulasi
Hasil
Bagi(%)
Skor Ideal
Akumulasi
SSN 20 73 93 46.5 46.5 100
PTR 17 74 93 46.5 46.5 100
LTN 13 69 82 41 41 100
TYB 16 70 86 43 43 100
SRY 12 64 76 38 38 100
ED 13 69 82 41 41 100
Rerata 15.2 69.8 85.3 42.6 42.6 100
Sumber : data post test siklus 3 skor menulis dan membaca siswa.
Pada siklus ketiga ini, ada tiga siswa yang mendapatkan skor dibawah
rata-rata pada tes menulis, tes membaca serta akumulasi skor dan hasil bagi, yaitu
LTN, SRY dan ED.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
d. Refleksi (Reflection)
Pada siklus ketiga,. adapun keberhasilan dan kegagalan yang terjadi pada
siklus ini adalah sebagai berikut. Hal ini disebabkan oleh:
1) Siswa mulai terbiasa dengan melakukan goresan abjad 8 (alphabet 8s)
pada media kertas, hal ini harus dipertahankan untuk mempengaruhi
kemampuan siswa dalam menulis dan membaca.
2) Siswa semakin kooperatif dalam pembelajaran, sehingga memudahkan
peneliti untuk melaksanakan proses pembelajaran, selain itu, siswa mulai
memahami bahwa goresan abjad 8 (alphabet 8s) yang mereka buat pada
media kertas adalah mnyerupai menulis huruf yang memiliki pola tertentu
yaitu pada bidang kanan dan bidang kiri.
3) Siswa masih ada yang kurang tepat dalam menyusun kata dan kalimat,
dengan masih adanya beberapa tulisan yang kurang tepat jika dibaca,
misalkan adanya kata yang salah dalam penulisan hurufnya, huruf yang
kurang dalam penulisan kata. Meskipun demikian, siswa menunjukkan
kemajuan dalam peningkatan hasil belajarnya selama tiga siklus ini, jika
dilihat secara nilai rata-rata, masih ada siswa yang skor tes menulis dan
membaca dibawah rata-rata
5. Kondisi Akhir
Setelah dilaksanakannya penelitian tindakan selama tiga siklus yang
masing-masing dua pertemuan dengan perlakuan abjad 8 (Alphabet 8s), maka
dilakukan post test untuk yang terakhir. Tes ini dilaksanakan pada 4 Februari
2010. perolehan skor hasil tes dapat dipaparkan pada tabel berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Tabel 4.5. Perolehan Skor Tes menulis dan Membaca Siswa
RespondenSkor Tes
Menulis
Skor Tes
MembacaAkumulasi
Hasil
Bagi(%)
Skor Ideal
Akumulasi
SSN 20 78 98 49 49 100
PTR 18 78 96 48 48 100
LTN 16 75 91 45.5 45.5 100
TYB 17 76 93 46.5 46.5 100
SRY 15 70 85 42.5 42.5 100
ED 13 73 86 43 43 100
Rerata 16.5 75 91.5 45.8 45.8 100
Sumber : data post test skor menulis dan membaca siswa.
Setelah siswa mendapatkan perlakuan berupa abjad 8 (alphabet 8s),
kemampuan membaca siswa menunjukkan peingkatan, hal ini ditunjukkan dengan
meningkatnya perolehan skor tes menulis dan membaca yang mendekati skor
ideal. Pada skor hasil tes menulis, LTN, SRY dan ED mendapatkan nilai dibawah
rata-rata. Pada skor hasil tes membaca, hanya SRY dan ED yang mendapat skor
dibawah rata-rata. Kemudian pada akumulasi skor tes membaca dan menulis,
didapatkan tiga siswa lagi yang mendapatkan skor dibawah rata-rata, yaitu LTN,
SRY dan ED. Meskipun dalam pos tes yang terakhir masih ada siswa yang
skornya dibawah rata-rata, hal ini tidak menjadikan masalah karena mereka
menunjukkan perkembangan dalam menigkatnya kemampuan menulis dan
membaca. Penigkatan itu terlihat pada setiap pos tes yang dilakukan selama siklus
dan akhir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Data dalam penelitian tindakan kelas eksperimen adalah data tentang
kemampuan menulis dan membaca pada mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa
kelas VI SDLB-C Setya Darma Surakarta.
Dalam penelitian yang berjudul ” Pengaruh Abjad 8 (Alphabet 8s) Dalam
Mengatasi Kesulitan Menulis (Dysgraphia) Dan Membaca (Dyslexia) Anak Tuna
Grahita Ringan”, terdapat 3 variabel, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Metode pembelajaran Abjad 8 (Alphabet 8s) sebagai variabel bebas (X)
b. Kemampuan menulis pada anak yang mengalami kesulitan menulis
(Dysgraphia) sebagai variabel terikat (Y1)
c. Kemampuan membaca pada anak yang mengalami kesulitan membaca
(Dyslexia) sebagai variabel terikat (Y2)
Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui
signifikansi penggunaan abjad 8 (alphabet 8s) dalam mengatasi kesulitan menulis
(dysgraphia) dan membaca (dyslexia) anak tuna grahita ringan. Subjek penelitian
adalah siswa kelas VI SDLB-C Setya Darma Surakarta dengan populasi sejumlah
6 siswa. Deskripsi data dari 6 siswa adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6. Daftar Responden Siswa
No Nama Siswa Jenis Kelamin
1. ED Laki-laki
2. LTNG Laki-laki
3. PTR Perempuan
4. SRY Laki-laki
5. SSN Perempuan
6. TYB Laki-laki
Penelitian ini termasuk penelitian tindakan kelas eksperimen, karena
dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti melakukan perlakuan tertentu
(treatment) pada siswa dengan melakukan gerakan atau goresan abjad 8 (alphabet
8s) untuk mengukur peningkatan kemampuan membaca dan menulis siswa kelas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
VI SDLB-C Setya Darma Surakarta sebagi responden dalam penelitian. Prosedur
yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan memberikan tes awal (pre
test) kepada enam siswa untuk mengetahui kemampuan awal mereka dalam
menulis dan membaca. Kemudian dilakukan tindakan per siklus untuk
memberikan perlakuan kepada siswa sekaligus memberikan latihan sejenis
ulangan harian. Perlakuan ini dilakukan sebanyak enam kali dalam siklus
pembelajaran yang berlangsung. Setelah perlakuan dan tindakan per siklus selesai
dilakukan, peneliti melakukan tes akhir (post test) untuk mengukur tingkat
kemampuan siswa setelah mendapatkan perlakuan dalam tindakan per siklus.
Pertemuan yang dilakukan sebanyak delapan kali pertemuan, 2 pertemuan
masing-masing untuk tes awal dan tes akhir, serta enam kali pertemuan untuk
melakukan tindakan dalam tiga siklus.
Dalam mengetahui pengaruh perlakuan abjad 8 (alphabet 8s) yang
diberikan peneliti kepada siswa tuna grahita ringan yang mengalami kesulitan
menulis dan membaca pada pelajaran Bahasa Indonesia, analisa data yang
digunakan oleh peneliti adalah menggunakan analisis deskriptif kuantitatif.
Dalam penelitian tindakan kelas eksperimen ini, kemampuan menulis dan
kemampuan membaca merupakan variabel bebas dengan teknik pengumpulan
datanya berupa tes tertulis yang dipandu oleh peneliti dengan cara peneliti
membacakan kata atau kalimat kemudian siswa menuliskan kata atau kalimat
yang mereka dengar. Tes terdiri dari 20 item dengan 14 berupa kata dan 6 berupa
kalimat.
Kemampuan menulis dan membaca siswa kelas VI SDLB-C Setya Darma
Surakarta sebelum (pre test), selama siklus dan sesudah (post test) diberikan
perlakuan berupa abjad 8 (alphabet 8s) mengalami peningkatan, capaian skor
berangsur-angsur cenderung meningkat, meskipun ada skor siswa yang dalam
setiap tahap masih tetap (tidak ada peningkatan ataupun penurunan). Semua
perolehan skor diringkas dalam tabel berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Tabel 4.7. Perkembangan Perolehan Skor Tes Menulis dan Membaca
Siswa
RespondenSkor
Ideal
Perolehan
Skor
Pre Test
Perolehan
Skor
Siklus I
Perolehan
Skor
Siklus II
Perolehan
Skor
Siklus III
Perolehan
Skor
Post Test
Keterangan
SSN 50 40 42 45 46.5 49 meningkat
PTR 50 39.5 41.5 43.5 46.5 48 meningkat
LTNG 50 33.5 35.5 40 41 45.5 meningkat
TYB 50 36 39.5 40 43 46.5 meningkat
SRY 50 28.5 31.5 35 38 42.5 meningkat
ED 50 32 33.5 36.5 41 43 meningkat
Rerata 50 34.9 37.3 40 42.6 45.8 meningkat
Sumber : data pre test, selama tindakan dan post test skor menulis dan membaca
siswa.
Berdasarkan tabel diatas, terdapat peningkatan dari perkembangan
kemampuan menulis dan membaca siswa selama proses penelitian berlangsung.
Peningkatan tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya kemampuan yang diukur
secara numerik pada skor perolehan tes menulis dan membaca yang dimulai dari
pre tes, siklus 1 sampai 3 kemudian pos tes akhir.
1. Pembahasan
Berdasarkan analisis dan interpretasi data dapat dijelaskan bahwa hasil
analisis data perbedaan skor sebelum (pre test) dan sesudah (post test)
kemampuan menulis dan kemampuan membaca menunjukkan bahwa perlakuan
abjad 8 (alphabet 8s) dapat meningkatkan kemampuan menulis dan kemampuan
membaca pada siswa kelas VI SDLB-C Setya Darma Surakarta. Abjad 8
(alphabet 8s) sebagai salah satu metode pembelajaran bagi anak tuna grahita yang
mengalami kesulitan menulis (dysgraphia) dan kesulitan membaca (dyslexia)
belum pernah diterapkan pada sekolah luar biasa khususnya di SDLB-C Setya
Darma Surakarta, hal ini dikarenakan metode pembelajaran menulis dan membaca
dengan abjad 8 (alphabet 8s) merupakan replika dari penulis setelah mengetahui
informasi mengenai Brain Gym® dari buku dan situs internet. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
diterapkannya abjad 8 (alphabet 8s) ini, diharapkan dapat membantu siswa yang
mengalami kesulitan menulis ataupun kesulitan membaca agar lebih mudah
membedakan bidang kiri dan bidang kanan, karena pada dasarnya huruf dapat
dibedakan cara penulisannya berdasarkan kedua bidang tersebut.
Abjad 8 (alphabet 8s) merupakan salah satu cara untuk membantu kita
semua dalam membedakan bidang kiri dan kanan, pada dasarnya tubuh kita terdiri
dari dua sisi tubuh yaitu kiri dan kanan. Gerakan yang dihasilkan dari abjad 8
(alphabet 8s) diperlukan untuk menyeberangi garis tengah, dimana gerakan
bagian tubuh kiri dan kanan melewati bagian tengah tubuh. Garis tengah vertikal
pada tubuh kita memegang peranan penting yang diperlukan untuk semua
kemampuan dua sisi tubuh. Menurut Dr. Dennison et al (2005: 5) ”bidang tengah”
adalah area dimana bidang penglihatan kiri dan kanan saling tumpang tindih,
bidang tengah ini memerlukan peranan kedua mata dan semua otot bersangkutan
untuk bekerjasama dengan baik sebagai satu tim sehingga kedua mata berfungsi
sebagai satu kesatuan.
Kemampuan bergerak pada sisi tubuh kiri dan kanan secara bilateral,
sudah kita mulai sejak kita belajar merangkak, berjalan, dan melihat yang secara
mutlak kita perlukan untuk koordinasi tubuh secara keseluruhan dan kemudahan.
Koordinasi tubuh secara bilateral untuk menggunakan kedua mata, telinga,
tangan, dan kedua sisi otak berpengaruh pada kegiatan membaca, menulis, dan
kemampuan lain yang berhubungan dengan koordinasi gerakan motorik halus
selama kita bertumbuh dan berkembang.
Kemampuan membaca ataupun menulis bukanlah sekedar tentang
pengenala huruf dan kata, melainkan pengembangan dari pengkoordinasian mata-
tangan dan serta pengintegrasian pendengaran. Kemampuan membaca
memerlukan pengkoordinasian mata kiri dan kanan, sedangkan kemampuan
menulis memerlukan integrasi mata-tangan untuk saling koordinasi dalam
melakukannya. Menurut Paul E. Dennison (2008: 29) membaca tidak akan terjadi
tanpa seluruh rangkaian kemampuan fisik seperti:
1. binokularitas (menggunakan kedua mata bersama-sama di bidang tengahvisual)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
2. konvergensi (menggerakkan kedua mata bersama-sama untuk melihatsesuatu yang dekat)
3. melacak (menggerakkan kedua mata bersama-sama untuk menyeberangigaris tengah visual/auditori/kinestetik untuk membaca dari kiri ke kanan)
4. mempertahankan perhatian dan konsentrasi5. keterarahan dan perencanaan motorik6. mendengarkan dan mencocokkan grafem (simbol) dengan fonem (bunyi
percakapan)7. berpikir (berbicara dalam hati)8. memori tentang bunyi dan bentuk-bentuk9. visualisasi pola-pola huruf dan bentuk-bentuk kata10. koordinasi tangan-mata11. penentuan waktu, ritme, dan penyusunan kata-kata dan pola-pola bicara.
Kemampuan fisik yang berupa binokularitas, konvergensi, melacak,
visualisasi pola-pola huruf dan koordinasi tangan-mata sangat berperan dalam
membaca dan menulis. Kemampuan membaca pada dasarnya sangat berkaitan
erat dengan kemampuan menulis, karena kedua hal tersebut merupakan kesatuan
kemampuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Kemampuan menulis memerlukan pengkoordinasian tangan-mata untuk melacak
gerakan pada setiap huruf dimana pada saat yang bersamaan diperlukan
kemampuan binokular dan konvergensi. Karena pada saat kita menuliskan huruf,
tangan-mata kita sangat berperan, apa yang kita lihat, dengar ataupun pikirkan
berhubungan langsung dengan syaraf pada motorik halus yang membuat kita
menuliskan huruf untuk menyusun kata dan kalimat.
Kemampuan-kemampuan tersebut dapat kita latih dengan cara
menyeberangi garis tengah diantara kedua belahan otak kita salah satunya dengan
melakukan abjad 8 (alphabet 8s) yang mirip dengan ”simbol tak terhingga”.
Karena dengan menelusuri bentuk tersebut, memungkinkan kita untuk
menyeberangi garis tengah dengan lancar atau tanpa terputus. Seperti yang
diungkapkan oleh Paul E. Dennison (2008: 77):
Latihan ini bermanfaat karena memungkinkan murid untuk menyeberanggaris tengah dengan lancar (garis tak terputus) dan mencegah putusnyaaliran energi dari otak kanan. Latihan ini merupakan satu simbol yangmenunjang ”pemusatan” seseorang untuk sementara, ini menunjang sistemsaraf dengan lebih banyak energi yang bertahan lama. Akibatnya terciptakeseimbangan kedua belahan otak untuk sementara, sehngga belajarterintegrasi dapat dialami dan disimpan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Dengan menelusuri bentuk abjad 8 (alphabet 8s), dimulai dari garis tengah
ke atas, melingkar melawan arah jarum jam ke kiri lalu mengikuti arah jarum jam
ke kanan dan dilakukan secara terus menerus tanpa berhenti dalam beberapa
putaran, akan membantu kita menyeberangi garis tengah pada otak dan
membedakan antara bidang kiri dan kakan otak serta tubuh kita. Selain itu,
koordinasi antara tangan dan mata serta diikutsertakannya integrasi pendengaran
berupa aba-aba dalam menelusuri abjad 8 (alphabet 8s) akan memacu kerja otak
secara terintegrasi. Bidang kiri dan bidang kanan abjad 8 (alphabet 8s) yang
ditelusuri akan membantu kita membedakan huruf yang penulisannya berada pada
bidang kiri seperti huruf: a, c, d, e, q dan huruf yang penulisannya berada pada
bigang kanan seperti huruf: b, h, m, n, p pada alfabet.
Dengan demkian, abjad 8 (alphabet 8s) dapat meningkatkan kemampuan
visual, auditori, koordinasi tangan-mata ataupun binokularitas dan konvergenasi
yang dapat berpengaruh pada aktifnya kedua belahan otak yang mempengaruhi
kemampuan menulis dan membaca yang metode pembelajarannya dimodifikasi
dengan abjad 8 (alphabet 8s) ini. Hal ini dalam sajian pembahasan hasil penelitian
ini dapat menimbulkan keyakinan dan pemahaman dalam ilmu pengetahuan
bahwa abjad 8 (alphabet 8s) berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan
menulis dan membaca dan dapat mengurangi kesulitan menulis (dysgraphia) dan
kesulitan membaca (dyslexia).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian tentang Pengaruh Abjad 8 (Alphabet 8s)
Dalam Mengatasi Kesulitan Menulis (Dysgraphia) Dan Membaca (Dyslexia)
Anak Tuna Grahita Ringan pada siswa kelas VI SDLB-C Setya Darma Surakarta
Tahun Ajaran 2009/2010, dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Abjad 8 (alphabet 8s) sebagai media belajar
menulis dan membaca berpengaruh positif terhadap peningkatan
kemampuan menulis dan membaca bidang studi Bahasa Indonesia pada
anak tuna grahita ringan yang mengalami kesulitan menulis (dysgraphia)
dan kesulitan membaca (dyslexia)
2. Abjad 8 (alphabet 8s) sebagai media belajar
menulis dan membaca berpengaruh positif sehingga dapat mengatasi
kesulitan menulis (dysgraphia) dan kesulitan membaca (dyslexia) yang
dialami anak tuna grahita ringan.
B. Saran
Telah terbuktinya pengaruh positif abjad 8 sebagai media belajar menulis
dan membaca sehingga dapat mengatasi kesulitan menulis (dysgraphia) dan
kesulitan membaca (dyslexia) yang dialami anak tuna grahita ringan, maka penulis
sarankan hal-hal sebagai berikut kepada :
1. Kepala Sekolah
Kepala sekolah sebagai pihak pemegang kebijakan, melakukan regulasi
dan sosialisasi kepada guru di sekolah sebagai tenaga pengajar dalam
menerapkan pola pembelajaran ke siswa untuk belajar menulis dan
membaca dengan menggunakan abjad 8 (alphabet 8s)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
2. Guru
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru disarankan menjadikan abjad 8
(alphabet 8s) sebagai suatu alternatif media pembelajaran atau belajar
menulis dan membaca dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk
meningkatkan kemampuan menulis dan membaca dan hasil belajar siswa.
3. Siswa
Siswa yang masih mengalami kesulitan dalam belajar menulis dan
membaca disarankan belajar menulis dan membaca menggunakan abjad 8
(alphabet 8s).
4. Peneliti Lain
Bagi peneliti yang tertarik dengan media abjad 8 (alphabet 8s) diharapkan
melakukan penelitian tentang pembelajaran menggunakan abjad 8
(alphabet 8s) pada mata pelajaran lain.